BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Terdapat berbagai macam penyebab kegagalan perawatan saluran akar, antara lain preparasi saluran akar yang kurang memadai ataupun obturasi saluran akar yang tidak adekuat atau tidak sempurna. Diantara faktor-faktor tersebut, mikroorganisme baik yang tersisa setelah perawatan saluran akar maupun yang timbul setelah obturasi saluran akar memegang peranan yang sangat penting dan merupakan etiologi utama penyebab kegagalan perawatan saluran akar.tujuan utama perawatan saluran akar adalah mendesinfeksi saluran akar dan mencegah terjadinya reinfeksi.kalsium hidroksida merupakan bahan desinfeksi saluran akar untuk perawatan endodontik masa kini. Namun di dalam tubulus dentin, bakteri Enterococcus faecalis dapat bertahan dari medikamen intrakanal tersebut. 16 Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menemukan bahan medikamen saluran akar dengan daya antimikroba yang maksimal, namun dengan toksisitas yang minimal. Ekstrak etanol daun Afrika diharapkan dapat digunakan sebagai bahan alternatif medikamen saluran akar yang memiliki kemampuan untuk membunuh mikroba secara maksimal. 2.1 Penggunaan Bahan Medikamen Saluran Akar Bahan medikamen saluran akar ialah suatu medikamen yang diletakkan sementara pada saluran akar dengan biokompatibilitas yang baik. Dengan adanya medikamen saluran akar dapat mengurangi atau menghilangkan flora mikrobial di dalam saluran akar. 17 Tujuan utama penggunaan bahan medikamen saluran akar yaitu untuk mengeliminasi bakteri-bakteri yang mungkin masih tersisa setelah dilakukannya instrumentasi mekanis maupun irigasi. 1 Syarat suatu bahan medikamen saluran akar adalah harus memiliki aktivitas antibakteri, membantu menghilangkan eksudat apikal, mengontrol nyeri pasca perawatan, mampu mencegah reinfeksi dan juga bersifat biokompatibel. 1 Medikamen saluran akar yang digunakan dalam perawatan endodontik dapat dibagi dalam beberapa kelompok besar yaitu golongan fenol (Eugenol, CMCP, Parachlorofenol, Camphorated Parachlorofenol, Cresatin, Cresol, Creosote dan Thymol) golongan aldehid/formaldehida

2 (formokresol dan glutaradehid), golongan halida/halogen (sodium hipoklorit dan iodine-potassium iodide), steroid, kalsium hidroksida, antibiotik, dan kombinasi. 18 Bahan medikamen golongan fenol merupakan bahan kristalin putih mempunyai bau khas batubara.fenol adalah racun protoplasma dan menyebabkan nekrosis jaringan lunak.medikamen golongan fenol seperti salah satumya formokresol merupakan kombinasi formalin dan kresol.formokresol adalah suatu medikamen bakterisidal yang tidak spesifik. 17 Antibiotik yang paling umum yaitu pasta Ledermix dan Septomixine Forte. Keduanya sama-sama mengandung kortikosteroid sebagai agen anti-inflamasi, namun belum sesuai untuk digunakan pada perawatan saluran akar karena spektrum kerja kedua jenis antibiotik tersebut kurang luas. 1 Kalsium hidroksida (Ca(OH)2) telah digunakan secara luas di bidangendodontik dan dikenal sebagai salah satu bahan desinfeksi saluran akar yangpaling efektif. 19 Sebagai bahan sterilisasi saluran akar atau medikamen, kalsium hidroksida diaplikasikan dalam bentuk pasta non setting atau konus padat. Kalsium hidroksida harus dikombinasikan dengan cairan karena serbuk kalsium hidroksida sulit dimasukkan ke saluran akar dan cairan juga diperlukan untuk melepas ion hidroksilnya. Kalsium hidroksida dapat melepaskan ion hidroksil sehingga terjadi peningkatan ph yang menyebabkan rusaknya membran sitoplasma dari bakteri sehingga terjadi proses denaturasi protein yang akan menghambat replika DNA dari bakteri dan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan bakteri. 16 Kalsium hidroksida memiliki daya larut yang rendah di dalam air dan memiliki ph yang sangat tinggi (sekitar ), serta larut di dalam alkohol.daya larutnya yang rendah di dalam air merupakan karakteristik yang berguna karena periode yang panjang sangat diperlukan sebelum kalsium hidroksida larut dalam cairan jaringan ketika berkontak langsung dengan jaringan-jaringan vital.ion-ion kalsium juga memiliki peran dalam stimulasi, migrasi, proliferasi, dan mineralisasi sel. Kalsium hidroksida juga dapat menonaktifkan LPS (lipopolisakarida) dan dapat membantu perbaikan jaringan periapikal. Sifat-sifat biologis dari kalsium hidroksida meliputi biokompatibilitas (memiliki daya larut yang rendah dalam air dan difusi yang terbatas), kemampuan untuk merangsang perbaikan jaringan keras periapikal disekitar kanal gigi yang terinfeksi, serta menghambat resorbsi akar dan menstimulasi perbaikan periapikal akibat trauma. 1 Penggunaan kalsium hidroksida telah dianggap sebagai salah satu faktor yang berkontribusi dalam kembalinya bakteri Enterococcus faecalis setelah perawatan endodontik karena kurang efisien digunakan sebagai agen antimikroba terhadap mikroorganisme tersebut. Larutan kalsium

3 hidroksida yang jenuh terbukti tidak dapat membunuh bakteri Enterococcus faecalis karena adanya dentin, hidroksiapatit, dan bovin serum albumin. 1 Haapasalo dkk.menunjukkan bahwa serbuk dentin memiliki daya hambat terhadap seluruh medikamen saluran akar karena kemampuannya untuk menjadi penyangga kondisi alkali dari kalsium hidroksida. Daya antibakteri dari larutan kalsium hidroksida jenuh terhadap Enterococcus faecalis hilang secara total setelah 24 jam dengan adanya dentin, hiroksiapatit, dan bovin serum albumin Bakteri Enterococcus faecalis sebagai Salah Satu Bakteri yang Berperan dalam Infeksi Saluran Akar Bakteri Enterococcus faecalis merupakan suatu bakteri fakultatif gram positif yang berbentuk kokus, dan dikenal sebagai spesies yang paling resisten pada rongga mulut dan paling sering ditemukan pada kasus dengan kelainan setelah perawatan saluran akar. Bakteri Enterococcus faecalis juga merupakan bakteri anaerob yang dapat tumbuh dengan ada maupun tidak adanya oksigen dan merupakan flora normal pada manusia yang biasanya terdapat rongga mulut, saluran gastrointestinal, dan saluran vagina.bakteri ini dapat menginfeksi saluran urin, pembuluh darah, endokardium, lambung, saluran empedu, luka bakar, dan lain-lain. Bakteri ini tidak membentuk spora, fermentatif, berbentuk ovoid, berdiameter 0,5-1 μm. Tampak sebagai kokus tunggal, berpasangan, atau berbentuk rantai pendek dan permukaan koloni pada agar darah berbentuk bulat dan halus. 17 Bakteri ini juga ditemukan lebih banyak pada saluran akar gigi (38%) daripada di saliva (19%), juga lebih sedikit pada cairan bekas kumur-kumur (10%) daripada di lidah (42%) maupun di sulkus gingiva (14%), dan bukan merupakan koloni rongga mulut yang umum ditemukan pada orang dengan gigi yang sehat atau belum pernah dilakukan perawatan endodontik. 6 Berdasarkan taksonominya, Enterococcus faecalis diklasifikasikan atas: 21 Kingdom : Bacteria Filum : Firmicutes Famili : Enterococcaceae Genus : Enterococcus Spesies : Enterococcus faecalis

4 Gambar 1. Sel bakteri Enterococcus faecalis dengan pembesaran 4000x 20 Enterococcus faecalis ditemukan sebanyak 20 dari 30 kasus infeksi endodontik yang persisten pada gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar. Spesies ini ditemukan pada 18% dari kasus infeksi endodontik primer, prevalensinya pada gigi dengan pengisian saluran akar lebih tinggi yaitu 67% dari kasus yang ada. 7,16 Enterococcus faecalis sangat resisten terhadap medikasi selama perawatan saluran akar dan menyebabkan kegagalan perawatan saluran akar. Bakteri ini 9 kali lebih banyak terdapat pada infeksi pasca perawatan saluran akar dibandingkan pada infeksi primer. 16 Tabel 1. Bakteri yang diisolasi dari saluran akar yang telah dilakukan perawatan dengan periodontitis apikalis yang persisten 4 Bakteri Frekuensi (%) Enterococcus faecalis 77 Pseudoramibacteralactolyticus 55 Propionibacterium propionicum 50 Filifactor alocis 48 Dialister pneumosintes 46

5 Streptococcus spp. 23 Tannerella forsythia 23 Dialister invisus 14 Campylobacter rectus 14 Porphyromonas gingivalis 14 Treponema denticola 14 Fusobacterium nucleatum 10 Prevotella intermedia 10 Candida albicans 9 Campylobacter gracilis 5 Actinomyces radicidentis 5 Porphyromonas endodontalis 5 Micromonas micros 5 Synergistes oral clone BA121 5 Olsenella uli 5 Tingginya prevalensi Enterococcus faecalis disebabkan antara lain karena Enterococcus faecalis dapat beradaptasi pada kondisi yang kurang menguntungkan seperti hiperosmolariti, panas, etanol, hidrogen peroksida, asam, dan basa. Enterococcus faecalis dapat menginvasi tubulus dentin untuk perlindungan dari preparasi saluran akar kemomekanikal, dan teknik dressing intrakanal.selanjutnya Enterococcus faecalis dapat terlepas dari tubulus dentin menuju ruang saluran akar dan menjadi sumber infeksi ulang. Beberapa studi telah melaporkan rendahnya sensitivitas Enterococcus faecalis terhadap cairan irigasi dan medikamen saluran akar seperti kalsium hidroksida, diperkirakan efek basanya dapat meningkatkan sifat adhesif dari bakteri. 7 Enterococcus faecalis diperkirakan dapat berpenetrasi antara μm ke dalam dentin manusia, sehingga apabila penetrasi cukup dalam, bakteri Enterococcus faecalis dapat menghindari instrumen dan irigan endodontik ketika preparasi kemomekanikal berlangsung. 1,22 Enterococcus faecalis dapat bertahan hidup di dalam kanal melalui ramifikasi apikal atau ruang antara bahan pengisi saluran akar dengan dinding kanal, sehingga sangat diperlukan adanya bahan medikamen saluran akar yang digunakan antar kunjungan yang diharapkan dapat berpenetrasi ke dalam jaringan

6 gigi. 1 Faktanya, bakteri Enterococcus faecalis dapat bertahan hidup selama 6 12 bulan pada lingkungan yang kekurangan nutrisi sekalipun dan kemudian tumbuh dengan subur pada saat sumber nutrisi kembali tersedia. 6,22 Pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis adalah melalui pembentukan biofilm yang merupakan tempat perlekatan mikroorganisme dan mikroorganisme akan memperbanyak diri pada permukaan biofilm tersebut. 8 Tidak seperti patogen endodontik lainnya yang biasanya ditemukan pada infeksi primer, bakteri Enterococcus faecalis dapat berkolonisasi di dalam saluran akar melalui infeksi tunggal, dan kemampuannya untuk bertahan hidup tanpa nutrisi menjadi hal yang sangat penting bagi perkembangannya di dalam saluran akar yang telah dilakukan perawatan. Pada akhirnya, kondisi lingkungan tersebut dapat meregulasi keluarnya gen di dalam bakteri Enterococcus faecalis dan memberi bakteri tersebut kemampuan untuk beradaptasi pada kondisi yang bervariasi sehingga bakteri yang tertinggal pada saat pengisian saluran akar dapat menjadi sarang yang bertahan lama untuk terjadinya reinfeksi. 22 Kemampuan bertahan hidup dan virulensi dari Enterococcus faecalis antara lain berasal dari enzim litik, sitolisin, senyawa agregasi, feromon, dan asam lipoteikoat (LTA). Untuk melekat pada sel host, bakteri ini mengekspresikan protein untuk berkompetisi dengan sel bakteri lain dan mengubah respon host. Enterococcus faecalis mampu menekan aksi limfosit, yang mempunyai potensi untuk berkontribusi dalam kegagalan endodontik.enterococcus faecalis mempunyai serin protease, gelatinase, dan protein pengikat kolagen yang membantu pengikatan dentin.enterococcus faecalis akan menginvasi dan bertahan di tubulus dentin. 16 Protease berperan dalam menyediakan nutrisi peptida pada organisme dan menyebabkan kerusakan baik secara langsung maupun tidak langsung pada jaringan pejamu dan termasuk ke dalam faktor virulensi. Faktor virulensi terkait dengan kolonisasi pada pejamu, kompetisi dengan bakteri lain, resistensi dalam merespon mekanisme kekebalan pejamu, dan produksi bahan patologis yang dapat mempengaruhi pejamu secara langsung dengan menghasilkan toksin atau secara tidak langsung yakni dengan cara menginduksi terjadinya proses inflamasi. Faktor-faktor virulensi tersebut yakni terdiri dari: 23 a. Substansi agregasi Substansi agregasi (AS) merupakan plasmid-encoded pada bakteri yang memediasi hubungan antara bakteri donor dan bakteri resipien serta memfasilitasi pertukaran plasmid. Ketika AS dilepaskan oleh bakteri donor, maka terjadilah proses konjugasi bakteri yang mana bakteri resipien akan mengekspresikan substansi binding (BS) pada permukaan selnya. AS juga berperan

7 dalam memediasi perikatan matriks ekstraseluler (ECM), termasuk kolagen tipe I yang merupakan komponen organik utama dentin. Perikatan kolagen tipe I dengan bakteri inilah yang berperan penting terhadap terjadinya infeksi endodontik. 23 b. Sex pheromones Sex pheromones merupakan encoded kromososm yang kecil dan merupakan peptida hidrofobik yang berfungsi untuk memberikan sinyal peptida pada Enterococcus faecalis. 23 c. Lipoteichoic acid Lipoteichoic acid (LTA) umumnya terdapat pada permukaan sel bakteri gram positif.molekul LTA dapat berikatan dengan sel eukariot, termasuk platelet, eritrosit, PMN leukosit, dan sel-sel epitel. Adanya LTA pada Enterococcus faecalis dapat menyebabkan terjadinya apoptosis pada beberapa sel, seperti osteoblas, osteoklas,sel-sel fibroblast ligamen periodontal, makrofag, dan neutrofil. Selain itu, LTA pada Enterococcus faecalis juga dapat menstimulasi leukosit untuk melepaskan mediator-mediator inflamasi yang berperan dalam perusakan jaringan, seperti TNF-α, interleukin 1 beta(il-1ß), interleukin 6 (IL-6), interleukin 8 (IL-8), prostaglandin (PGE2), enzim lisosom, dan superoxide anion. d. Extracellular superoxide Superoxide anion pada extracellular superoxide merupakan radikal oksigen yang sangat reaktif yang berperan dalam kerusakan sel dan jaringan pada proses inflamasi. Superoxide anion juga dihasilkan oleh osteoklas dan berperan pada resorpsi. 23 e. Gelatinase Gelatinase merupakan metaloprotein ekstraseluler pada Enterococcus faecalis. Gelatinase berperan dalam proses resorpsi tulang dan degradasi matriks organik dentin. Selain itu, gelatinase juga dapat menghidrolisis kolagen yang merupakan proses yang berperan penting terhadap terjadinya inflamasi periapikal. 23 f. Hialuronidase Hialuronidase merupakan enzim degradatif yang berperan pada proses perusakan jaringan. Hialurodinase dapat mendepolarisasi komponen mukopolisakarida yang terdapat pada jaringan ikat, dan meningkatkan invasivitas bakteri. Peran lain dari hialuronidase adalah untuk menyuplai nutrisi kepada bakteri yang mana nutrisi tersebut diperoleh dari produk yang dihasilkan dari proses degradasi, yakni berupa disakarida yang dapat diangkut dan dimetabolisme secara intraseluler oleh bakteri. 23

8 g. Sitolisin Sitolisin merupakan toksin yang dihasilkan oleh Enterococcus faecalis.dulu, sitolisin disebut juga hemolisin. Sel yang menjadi target sitolisin adalah eritrosit, PMN, dan makrofag. Toksin ini juga dapat menghambat proses fagositosis dan berperan pada proses perusakan jaringan. 23 Gambar 2. Sebuah model penyakit endodontik terkait dengan faktor-faktor virulensi Enterococcus faecalis yang menunjukkan patogenesis Enterococcus faecalis pada infeksi saluran akar.faktor-faktor virulensi dari Enterococcus faecalis dalam tubulus dentin dan saluran akar yang dilepas menuju daerah periradikular sehingga merangsang leukosit untuk menghasilkan mediator inflamasi atau enzim litik.sebagian bakteri tersebut juga dapat berpindah ke lesi periradikular.faktor-faktor virulensi yang merugikan dan produk leukosit ditampilkan pada zona antara garis potong.nama dalamkotak hitam adalah produk dari bakteri. 20

9 Gambar 2 menunjukkan sebuah model penyakit saluran akar terkait dengan faktor-faktor virulensi Enterococcus faecalis.faktor-faktor tersebut ditemukan pada sampel periapikal dan diketahui dapat merusak serta menarik leukosit.hal ini menyebabkan apoptosis pada sel-sel (osteoblas, osteoklas, jaringan ikat ligamen periodontal, makrofag dan neutrofil) sehingga berakibat terjadinya lesi periradikular.faktor virulensi yang menyebabkan perubahan patogen secara langsung adalah gelatinase, hyalurodinase, cytolysin dan extracelullar superoxide anion.gelatinase berperan terhadap terjadinya resorpsi tulang dan degradasi dentin matrik organik sehingga berkontribusi terhadap timbulnya inflamasi periapikal.hyaluronidase membantu degradasi hyaluronan yang terdapat pada dentin untuk menghasilkan energi organisme, sedangkan extracellular superoxide anion dan cytolysin berperan aktif terhadap kerusakan jaringan. Selain berperan dalam perlekatan di kolagen, AS juga berfungsi sebagai pertahanan dalam melawan mekanisme pertahanan host (induk) melalui mekanisme media reseptor dengan cara pengikatan neutrofil sehingga Enterococcus faecalis menjadi tetap hidup walaupun mekanisme fagositosis aktif berlangsung. 24 Enterococcus faecalis resisten terhadap banyak antibiotik spektrum luas. Resistensi Enterococcus faecalis terhadap antimikroba diperoleh secara intrinsik maupun acquired (didapat) melalui transfer gen. Resistensi acquired diperoleh dari mutasi DNA atau dapat juga dari gen yang baru melalui transfer plasmid dan transposons.selain itu, adanya mekanisme yang mempertahankan level ph sitoplasma tetap optimal menyebabkan bakteri tersebut juga resisten terhadap antimikroba kalsium hidroksida. Seperti diketahui bahwa dalam lingkungan alkali Enterococcus faecalis akan menjaga homeostasis melalui ph internal yang berfungsi untuk menjaga agar enzim dan protein berfungsi normal. Prinsip homeostasis terdiri dari dua komponen, yaitu fungsi pasif dan aktif. Fungsi pasif terdiri dari permeabilitas membran yang rendah dan kemampuan buffer sitoplasma. Sedangkan mekanisme aktif melalui kontrol transport kation ( kalium, natrium dan proton) melalui membran sel. Pada lingkungan asam, sistem antiport kation akan meningkatkan ph internal dengan keluarnya proton melalui membran sel. Pada keadaan basa kation/proton akan dipompa ke dalam

10 sel agar ph internal lebih rendah. Fungsi pompa proton intraseluler merupakan faktor utama dari resistensi Enterococcus faecalis terhadap ph Daun Afrika (Vernonia amygdalina) Genus Vernonia memiliki sekitar 1000 spesies dan keseluruhan tumbuhan dengan genus tersebut telah digunakan secara luas sebagai makanan dan obat.penelitian yang telah dilakukan terhadap 109 spesies Vernonia menunjukkan adanya kandungan sebagai medikamen. 105 dari spesies tersebut dihubungkan kepada perawatan dan manajemen 44 penyakit atau kondisi kesehatan yang diderita manusia, 2 jenis spesiesnya dapat digunakan sebagai medikasi untuk hewan simpanse dan gorilla. Penelitian secara in vitro dan in vivo melaporkan validasi adanya kandungan medikamen dari beberapa spesies. 103 jenis senyawa bioaktif juga diperoleh dari berbagai spesies Vernonia dan Vernonia Amygdalina merupakan salah satu jenis dari genus Vernonia yang paling sering digunakan. 25 Vernonia amygdalina atau yang secara umum disebut dengan bitter leaf dan memiliki sinonim Gymnanthemum amygdalinum 26 adalah salah satu jenis tanaman atau pohon kecil dari famili Asteraceae dengan ketinggian 2 sampai 5 meter atau bahkan dapat mencapai 10 meter dan memiliki daun yang berwarna hijau dengan bau yang khas dan rasanya yang pahit. Tidak ada benih yang dihasilkan sehingga untuk mendistribusi atau memperbanyak tanaman tersebut dilakukan dengan cara pemotongan. 13,27,28 Beberapa studi menyatakan bahwa bunga Vernonia amygdalina yang berwarna putih, harum dan menarik kedatangan lebah-lebah tersebut akan terbentuk pada lingkungan dengan pertumbuhan yang drastis atau sangat banyak. 29 Gambar 3. Bunga Vernonia amygdalina

11 Tanaman Vernonia amygdalina dalam bahasa Inggris disebut bitter leaf, di Malaysia disebut South Africa leaf, dan dalam bahasa lokal orang Nigeria disebut sebagai ewuro (Yoruba), etidot (Efik), uzi (Ebira), onugbu (Igbo), dan chusar duki (Hausa). Sedangkan di Afrika dikenal sebagai muop atau ndole (Cameroon), tuntwano (Tanzania) dan mululuza (Uganda). 13,14,27,29 Klasifikasi Vernonia amygdalina adalah sebagai berikut: 13,29 Synonym : Gymnanthemum amygdalinum Kingdom : Plantae Division : Angiosperms Classes : Dicotyledons Order : Asterales Family : Asteraceae Genus : Vernonia Species : V. amygdalina Botanical Name : Vernonia amygdalina Vernonia Amygdalina tumbuh di daerah ekologi di Afrika termasuk Zimbabwe dan Nigeria yang beriklim tropis, dapat tumbuh secara liar ataupun ditanam di sepanjang Sub-saharan Afrika. 26,27,30 Tanaman tersebut dapat menghasilkan sejumlah besar makanan ternak dan berfungsi untuk menoleransi terjadinya kekeringan. Vernonia Amygdalina dapat juga ditemukan di rumahrumah maupun desa-desa sebagai tanaman pagar dan pot. 27 Tanaman Vernonia amygdalina merupakan sayuran yang umum dan populer diantara masyarakat Afrika Barat. 26,28 Tanaman tersebut juga digunakan sebagai rempah-rempah. Di Nigeria, Ghana, dan Cameroon tanaman ini juga ditanam di kebun dan di sekitar rumah sebagai persediaan. Daun dari tanaman ini dijadikan sayuran dan dikonsumsi setelah melalui proses penghilangan rasa pahit untuk menghilangkan komponen astringent yang terkandung di dalamnya. Sebagai tambahan, tanaman ini juga sering dimanfaatkan untuk pengganti makanan ayam karena dapat menggantikan sebanyak 300gr/kg makanan dari jagung tanpa mempengaruhi intake makanan, berat badan, dan efisiensi makannya. Peran tanaman ini dalam penggunaannya sebagai obat tradisional dan pemenuhan nutrisi sangatlah besar dan telah banyak dibuktikan. 26,31

12 Gambar 4. Tanaman Vernonia amygdalina Dalam penggunaannya untuk kepentingan pengobatan, daun Afrika (Vernonia amygdalina) dapat digunakan untuk mengobati berbagai macam penyakit, seperti demam, malaria, diare, disentri, hepatitis, eksema, batuk, hemoroid dan mempertahankan kadar gula darah yang sehat. 26,28,32 Ekstrak akar tanaman Vernonia amygdalina juga digunakan untuk menangani malaria dan penyakit saluran pencernaan. Salah satu penggunaannya yang paling umum dalam hal pengobatan yaitu sebagai obat cacing usus termasuk cacing nematoda. Ekstrak akar dan daunnya menunjukkan adanya aktivitas antimalaria terhadap plasmodium berghei. 26 Tanaman ini juga dapat digunakan sebagai chewing stick untuk memelihara kesehatan rongga mulut dengan menghilangkan mikroorganisme kariogenik, dimana telah digunakan secara tradisional untuk membersihkan mulut. Saliva yang diekstrak dari chewing stick tersebut dapat memelihara kebersihan oral dengan berkontribusi pada pengaruh penyembuhan gusi, agalgesia, antisakit, hemostasis, aktivitas antimikroba, dan menghambat pembentukan plak. Hal ini didukung oleh adanya penemuan bahwa ekstrak cairan yang dingin dari seluruh ekstrak batang, kulit pohon, dan ampas tanaman Vernonia amygdalina menunjukkan adanya aktivitas bakterisidal terhadap bakteri anaerob rongga mulut yaitu Bacteroides gingivalis, B. asaccharolyticus, B. melaninogenicus,

13 dan B. oralis. Penelitian Taiwo cit Yeap (2010), ekstrak air dari akar tanaman Vernonia Amygdalina juga menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri Streptococcus gordoni, Porphyromonas nigrescens, Porphyromonas gingivalis, Prevotella intermedia, Fusobacterium nucleatum dan P. aeruginosa dengan kadar hambat minimum 100mg/ml. 29 Daun Afrika (Vernonia amygdalina) memiliki aktivitas antibakteri yang lebih tinggi dibandingkan dengan batang dan akar. Ekstrak daun Afrika (Vernonia amygdalina) memiliki aktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan bakteri gram positif dan gram negatif. Pada penelitian Oboh dan Masodje (2009) menunjukkan ekstrak air daun Afrika (Vernonia amygdalina) dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan zona penghambatan 0.8 cm. 33 Pada penelitian terdahulu menyatakan bahwa ekstrak etanol lebih menunjukkan efektivitas daripada ekstrak air. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Sule dan Agbabiaka terhadap bakteri Escherichia coli, Klebsiella sp., Salmonella sp. dan Shigella sp menunjukkan 34, 35 bahwa ekstrak air memiliki daya hambat yang lebih kecil dibandingkan ekstrak etanol Analisis Fitokimia Daun Afrika (Vernonia Amygdalina) Analisisfitokimia daun Afrika (Vernonia amygdalina) menunjukkan bahwa tanaman tersebut mengandung anthraquinone, saponin, soluble tannin,condensed tannin, terpenoid, glykoside, cyanogenic glycoside alkaloid, indole alkaloid, dan steroidal alkaloid. Flavonoid juga ditemukan pada tanaman ini dan 3 jenisnya (luteolin, luteolin 7-0-beta-glukuronosid, dan luteolin 7-0-beta glukosid) memiliki aktivitas antioksidan dan berguna untuk mencegah kanker, serta dapat melindungi dari diabetes dan aterosklerosis. Selain itu, ditemukan pula kandungan antioksidan vitamin C yang tinggi pada Vernonia amygdalina. 13 Dengan banyaknya kandungan-kandungan metabolit pada Vernonia amygdalina membuat tanaman tersebut terutama dari ekstrak daunnya jika dimanfaatkan sebagai medikamen mempunyai aktivitas antimalaria, antimikroba, antifungal, antiprotozoa, laksatif, antitrombotik, antikanker, antidiabetes dan efek hipoglikemia dan hipolipidemia. 13,36 Penelitian yang dilakukan oleh Ilondu dkk menunjukkan bahwa ekstrak cairan dari daun Afrika (Vernonia amygdalina) dengan konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50% dapat mengurangi pertumbuhan jamur (fungi) pathogen

14 besar. 37 Dalam jurnal yang ditulis oleh Nwangwu et al. (2011) menyatakan adanya laporan pada kulit ikan yang diujicoba. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak maka potensial inhibisi semakin Aregheore (1998) bahwa terdapat kandungan fitokimia yang mempunyai toksin atau beracun serta penelitian yang menunjukkan terjadinya hepatotoksisitas pada tikus. 28 Namun Ojiako dan Nwanjo (2006) melaporkan bahwa daun Afrika (Vernonia amygdalina) mungkin mengandung toksin (sama halnya dengan sayuran lainnya) jika dikonsumsi dalam jumlah yang sangat banyak tetapi bahaya yang ditimbulkan tidak lebih parah dari apa yang telah diamati dari sayuran umum lainnya yang dikonsumsi secara rutin di Afrika dalam jumlah yang bahkan lebih besar. 38 Penelitian yang dilakukan oleh Nwangwu dkk juga menunjukkan tidak adanya kerusakan yang signifikan pada struktur sel perut, liver, dan ginjal bahkan menjadi lebih terorganisir dengan baik pada hewan yang diteliti dibandingkan dengan hewan kontrol. 28 Kandungan flavonoid, tannin, dan saponinsebagai metabolit sekunder dari ekstrak daun Afrika (Vernonia Amygdalina) serta anthraquinone memiliki aktivitas biologis dan diduga memiliki peran sebagai antibakteri. 29,39 a. Saponin Saponin merupakan zat yang mempunyai sifat seperti sabun yang dapat melarutkan kotoran. Mekanisme kerja saponin sebagai antibakteri adalah dengan membentuk senyawa kompleks dengan membran sel bakteri melalui ikatan hidrogen yang kemudian dapat menghancurkan permeabilitas dinding sel bakteri yang mengakibatkan kematian sel. 39 b.flavonoid Flavonoid yang mengandung sekelompok karbonil. Flavonoid merupakan hasil sintesis tanaman sebagai respon terhadap infeksi mikroba, sehingga secara in vitro merupakan substansi antimikroba yang efektif terhadap mikroorganisme secara luas.mekanisme kerja flavonoid sebagai antibakteri adalah membentuk senyawa kompleks dengan protein ekstraseluler dan terlarut sehingga dapat merusak membrane sel bakteri dan diikuti dengan keluarnya senyawa intraseluler. 39 c. Tannin Tannin merupakan senyawa polifenol yang larut dalam air, gliserol, metanol, hidroalkoholik, dan propilena glikol, tetapi tidak dapat larut dalam benzene, kloroform, eter, petroleum eter, dan karbon disulfida.tannin mempunyai rasa sepat dan juga bersifat sebagai antibakteri dan astringent atau menciutkan dinding usus yang rusak karena asam atau bakteri. Mekanisme penghambatan

15 bakteri pada tannin adalah dengan cara bereaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim-enzim essensial dan destruksi fungsi material. 40 d. Anthraquinone Golongan quinone merupakan rantai aromatik dengan dua substitusi keton.dengan kemampuannya untuk menyediakan sumber radikal bebas yang stabil, quinone diketahui dapat melengkapi asam amino nukleofil dalam protein secara irreversibel, yang dapat menon-aktifkan protein dan menyebabkan kehilangan fungsi.oleh karena itu, quinone memiliki potensi yang tinggi sebagai antimikroba.sasaran yang terdapat pada sel mikroba adalah adhesin yang terdapat pada permukaan, polipeptida dinding sel, dan enzim yang berikatan dengan membran.quinone juga dapat menyebabkan substrat menjadi tidak dapat digunakan oleh mikroorganisme. 39

16 2.4 Kerangka Teori Infeksi sekunder saluran akar Bakteri Enterococcus faecalis Perawatan ulang saluran akar Cleaning and shaping Medikamen saluran akar Ekstrak etanol daun Afrika (Vernonia amygdalina) Aktivitas antibakteri Anthraquinones Flavonoids Tannins Saponins Mendenaturasi protein Bersifat lipofilik Merusak membrane mukosa Membentuk kompleks dengan protein ekstraseluler Bersifat astringen, Masuk melalui membran mikroba Membentuk kompleks dengan ion metal Membentuk senyawa kompleks melalui ikatan Permeabilitas dinding sel hancur Sel Lisis

17 2.5 Kerangka Konsep Penelitian ini dilakukan dengan menguji daya antibakteri ekstrak etanol daun afrika (Vernonia amygdalina) sebagai bahan alternatif medikamen saluran akar terhadap bakteri Enterococcus faecalis dengan penentuan nilai Kadar Hambat Minimum (KHM) dan nilai Kadar Bunuh Minimum (KBM). Suhu inkubasi bakteri, waktu inkubasi bakteri, dan konsentrasi ekstrak etanol daun Afrika (Vernonia amygdalina) yang digunakan dapat mempengaruhi penentuan KHM dan KBM. Ekstrak etanol daun Afrika (Vernonia amygdalina) dengan konsentrasi tertentu Pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis pada media TSB dan TSA dengan penentuan nilai KHM dan KBM 2.6 Hipotesis Penelitian Ada daya antibakteri ekstrak etanol daun Afrika (Vernonia amygdalina) sebagai bahan alternatif medikamen saluran akar terhadap pertumbuhan Enterococcus faecalis dengan mencari nilai KHM dan KBM.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroorganisme memegang peranan penting pada perkembangan penyakit pulpa dan jaringan periapikal.dari sekitar 500 spesies bakteri yang dikenal sebagai flora normal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Keberhasilan suatu perawatan endodontik bergantung pada triad endodontik yang terdiri dari preparasi, pembentukan dan pembersihan, sertaobturasi dari saluran akar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Salah satu tujuan utama perawatan saluran akar adalah untuk menghilangkan mikroorganisme dari saluran akar. Cleaning dan shaping saluran akar dapat mengurangi populasi bakteri namun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan saluran akar adalah salah satu bentuk perawatan gigi yang bertujuan untuk mempertahankan gigi agar tetap berfungsi dengan baik. 1 Salah satu prosedur yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan utama perawatan saluran akar ialah menghilangkan bakteri yang invasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan utama perawatan saluran akar ialah menghilangkan bakteri yang invasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama perawatan saluran akar ialah menghilangkan bakteri yang invasi di dalam saluran akar dan menciptakan lingkungan yang asepsis sehingga tidak dapat bertahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diisolasi dari saluran akar yang terinfeksi dengan pulpa terbuka adalah obligat

BAB 1 PENDAHULUAN. diisolasi dari saluran akar yang terinfeksi dengan pulpa terbuka adalah obligat 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit pulpa dan jaringan sekitar akar gigi secara langsung maupun tidak langsung ada hubungannya dengan mikroorganisme. Bakteri yang paling banyak diisolasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai salah satu penyebab kegagalan perawatan sistem saluran akar.

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai salah satu penyebab kegagalan perawatan sistem saluran akar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Enterococcus faecalis menjadi bahasan dalam bidang endodontik karena dianggap sebagai salah satu penyebab kegagalan perawatan sistem saluran akar. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saluran akar dan menggantinya dengan bahan pengisi. Perawatan saluran akar

BAB I PENDAHULUAN. saluran akar dan menggantinya dengan bahan pengisi. Perawatan saluran akar BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya mempertahankan gigi dalam rongga mulut semakin meningkat, sehingga perawatan saluran akar semakin popular (Widodo, 2008). Perawatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bakteri memegang peranan utama dalam perkembangan dan terjadinya penyakit pulpa dan periapikal. Penyakit pulpa dan periapikal dapat terjadi karena adanya infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan endodontik merupakan perawatan pada bagian pulpa gigi dengan tujuan mempertahankan gigi vital atau gigi non vital dalam lengkung gigi (Bakar, 2012). Perawatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. iskemik jaringan pulpa yang disertai dengan infeksi. Infeksi tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. iskemik jaringan pulpa yang disertai dengan infeksi. Infeksi tersebut BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nekrosis pulpa merupakan kematian pulpa yang disebabkan iskemik jaringan pulpa yang disertai dengan infeksi. Infeksi tersebut disebabkan oleh mikroorganisme yang bersifat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. metabolismenya dari saluran akar (Stock dkk., 2004). Tujuan perawatan saluran

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. metabolismenya dari saluran akar (Stock dkk., 2004). Tujuan perawatan saluran I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perawatan saluran akar adalah suatu perawatan pada pulpa yang terdapat di dalam saluran akar dengan menghilangkan bakteri serta produk hasil metabolismenya dari

Lebih terperinci

BAB 2 PERAN BAKTERI DALAM PATOGENESIS PENYAKIT PERIODONTAL. Dalam bab ini akan dibahas bakteri-bakteri patogen yang terlibat dan berbagai cara

BAB 2 PERAN BAKTERI DALAM PATOGENESIS PENYAKIT PERIODONTAL. Dalam bab ini akan dibahas bakteri-bakteri patogen yang terlibat dan berbagai cara BAB 2 PERAN BAKTERI DALAM PATOGENESIS PENYAKIT PERIODONTAL Penyakit periodontal dapat didefenisikan sebagai proses patologis yang mengenai jaringan periodontal. 2 Bentuk umum dari penyakit ini dikenal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. layer. 4 Smear layer menutupi seluruh permukaan saluran akar yang telah dipreparasi

BAB 1 PENDAHULUAN. layer. 4 Smear layer menutupi seluruh permukaan saluran akar yang telah dipreparasi layer. 4 Smear layer menutupi seluruh permukaan saluran akar yang telah dipreparasi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan saluran akar bertujuan untuk mengeliminasi semua jaringan vital ataupun

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penggunaan medikamen saluran akar dapat mengeliminasi bakteri yang mungkin tertinggal setelah dilakukannya teknik preparasi chemo-mechanical, dapat mengurangi inflamasi dan menghilangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dunia setelah Brazil (Hitipeuw, 2011), Indonesia dikenal memiliki tanaman-tanaman

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dunia setelah Brazil (Hitipeuw, 2011), Indonesia dikenal memiliki tanaman-tanaman I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara dengan tingkat keanekaragaman hayati tertinggi kedua di dunia setelah Brazil (Hitipeuw, 2011), Indonesia dikenal memiliki tanaman-tanaman yang berkhasiat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 17 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Peletakan bahan medikamen di dalam saluran akar berfungsi untuk mengeliminasi bakteri yang mungkin tertinggal setelah teknik preparasi chemomechanical. 1,2,4-6,8 Adapun Fusobacterium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hampir 700 spesies bakteri dapat ditemukan pada rongga mulut. Tiap-tiap

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hampir 700 spesies bakteri dapat ditemukan pada rongga mulut. Tiap-tiap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hampir 700 spesies bakteri dapat ditemukan pada rongga mulut. Tiap-tiap individu biasanya terdapat 100 hingga 200 spesies. Jika saluran akar telah terinfeksi, infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir, banyak bukti menunjukkan adanya hubungan antara periodontitis kronis dengan sejumlah penyakit sistemik. Infeksi oral kronis seperti periodontitis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tumbuhan sebagai salah satu sumber kekayaan yang luar biasa. Banyak tanaman yang tumbuh subur dan penuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan terapi saluran akar bergantung pada debridement

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan terapi saluran akar bergantung pada debridement BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan terapi saluran akar bergantung pada debridement chemomechanical pada jaringan pulpa, debris pada dentin, dan penggunaan irigasi terhadap infeksi mikroorganisme.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan utama dari perawatan saluran akar adalah untuk menghilangkan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan utama dari perawatan saluran akar adalah untuk menghilangkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari perawatan saluran akar adalah untuk menghilangkan sisa jaringan nekrotik, mikroorganisme dan produk lain sehingga menciptakan kondisi yang menguntungkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akar selama atau sesudah perawatan endodontik. Infeksi sekunder biasanya

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akar selama atau sesudah perawatan endodontik. Infeksi sekunder biasanya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan endodontik merupakan bagian dari perawatan pulpa gigi yang bertujuan untuk menjaga kesehatan pulpa baik secara keseluruhan maupun sebagian serta menjaga kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan tumbuhan berkhasiat, sehingga banyak dimanfaatkan dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan tumbuhan berkhasiat, sehingga banyak dimanfaatkan dalam bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan tumbuhan berkhasiat, sehingga banyak dimanfaatkan dalam bidang pertanian, kesehatan, dan industri. Umumnya pengetahuan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. merupakan salah satu tujuan kesehatan gigi, khususnya di bidang ilmu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. merupakan salah satu tujuan kesehatan gigi, khususnya di bidang ilmu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Mempertahankan gigi selama mungkin di dalam rongga mulut merupakan salah satu tujuan kesehatan gigi, khususnya di bidang ilmu konservasi gigi. Idealnya gigi dalam keadaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri ekstrak etanol daun ciplukan (Physalis angulata L.) dalam bentuk sediaan obat kumur terhadap bakteri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi 24 Rancangan ini digunakan pada penentuan nilai KHTM. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05, dan menggunakan uji Tukey sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering ditemukan pada orang dewasa, merupakan penyakit inflamasi akibat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering ditemukan pada orang dewasa, merupakan penyakit inflamasi akibat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit infeksi bakteri yang sering ditemukan pada orang dewasa, merupakan penyakit inflamasi akibat bakteri pada jaringan pendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan pada 90% dari populasi dunia. Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit gigi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir, sebanyak 80% orang didunia bergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir, sebanyak 80% orang didunia bergantung pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam dekade terakhir, sebanyak 80% orang didunia bergantung pada pengobatan tradisional untuk perawatan kesehatan mereka. Salah satu tanaman obat yang digunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di saluran akar gigi. Bakteri ini bersifat opportunistik yang nantinya bisa menyebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. di saluran akar gigi. Bakteri ini bersifat opportunistik yang nantinya bisa menyebabkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Enterococcus faecalis merupakan mikroorganisme normal yang bisa ditemukan di saluran akar gigi. Bakteri ini bersifat opportunistik yang nantinya bisa menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino,

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino, karbohidrat, protein, beberapa jenis vitamin serta mineral adalah zat gizi dalam madu yang mudah diserap

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Adanya mikroorganisme yang tersisa dalam saluran akar yang telah dipreparasi atau yang berkembang pasca obturasi saluran akar merupakan penyebab utama kegagalan perawatan saluran

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. pseudohalitosis, halitophobia dan psychogenic halitosis. 6,7,8

BAB VI PEMBAHASAN. pseudohalitosis, halitophobia dan psychogenic halitosis. 6,7,8 BAB VI PEMBAHASAN Halitosis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan tanda nafas tidak sedap pada saat nafas dihembuskan. Halitosis merupakan istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan nafas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Uji daya antibakteri ekstrak kelopak bung mawar terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis dilakukan dengan menggunakan metode dilusi cair dan dilusi padat. Pada metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka jaringan lunak rongga mulut banyak dijumpai pada pasien di klinik gigi. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nekrosis pulpa adalah kematian sel-sel di dalam saluran akar yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nekrosis pulpa adalah kematian sel-sel di dalam saluran akar yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nekrosis pulpa adalah kematian sel-sel di dalam saluran akar yang disebabkan oleh bakteri dan produknya mengakibatkan hilangnya aliran darah dan kematian saraf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagian tubuh manusia seperti kulit, mukosa mulut, saluran pencernaan, saluran ekskresi dan organ reproduksi dapat ditemukan populasi mikroorganisme, terutama bakteri.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari harapan. Hal ini terlihat dari penyakit gigi dan mulut masyarakat Indonesia

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari harapan. Hal ini terlihat dari penyakit gigi dan mulut masyarakat Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi merupakan salah satu bagian tubuh yang memiliki fungsi yang penting bagi tubuh (Silviana dkk., 2013). Mengingat kegunaannya yang begitu penting, kesehatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perhatian. Penyakit gigi dan mulut dapat menjadi faktor resiko dan fokal infeksi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perhatian. Penyakit gigi dan mulut dapat menjadi faktor resiko dan fokal infeksi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan gigi dan mulut sampai sekarang masih membutuhkan perhatian. Penyakit gigi dan mulut dapat menjadi faktor resiko dan fokal infeksi penyakit sistemik.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya antibakteri ekstrak kulit nanas pada pertumbuhan bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komplikasi yang sering terjadi pasca prosedur dental adalah infeksi yang

BAB I PENDAHULUAN. Komplikasi yang sering terjadi pasca prosedur dental adalah infeksi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prosedur dental yang invasif sering diikuti dengan berbagai macam komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor dan tidak semua dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Staphylococcus aureus merupakan patogen utama pada manusia. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Staphylococcus aureus merupakan patogen utama pada manusia. Setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Staphylococcus aureus merupakan patogen utama pada manusia. Setiap orang mengalami infeksi Staphylococcus aureus, dengan keparahan yang bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh, terhitung sekitar 16% dari berat badan manusia dewasa. Kulit memiliki banyak fungsi penting, termasuk sebagai sistem pertahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah kesehatan terutama pada kesehatan gigi dan mulut semakin kompleks

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah kesehatan terutama pada kesehatan gigi dan mulut semakin kompleks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan terutama pada kesehatan gigi dan mulut semakin kompleks seiring dengan perkembangan zaman. Salah satunya adalah penyakit periodontal yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ata terbaru yang dikeluarkan Departemen Kesehatan (Depkes) Republik

BAB I PENDAHULUAN. ata terbaru yang dikeluarkan Departemen Kesehatan (Depkes) Republik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang ata terbaru yang dikeluarkan Departemen Kesehatan (Depkes) Republik Indonesia (RI) dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) menunjukkan terjadi peningkatan prevalensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah mikroorganisme yang ditemukan pada plak gigi, dan sekitar 12

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah mikroorganisme yang ditemukan pada plak gigi, dan sekitar 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penyakit periodontal telah diketahui sebagai penyakit yang paling banyak ditemukan pada rongga mulut manusia, bersamaan dengan karies gigi. Prevalensi penyakit

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. setelah instrumentasi pada saluran yang tidak diirigasi lebih banyak daripada saluran

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. setelah instrumentasi pada saluran yang tidak diirigasi lebih banyak daripada saluran BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Telah diketahui bahwa irigasi saluran akar memegang peranan yang sangat penting dalam keberhasilan perawatan saluran akar. Jumlah bakteri yang ditemukan setelah instrumentasi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama yaitu preparasi biomekanis saluran akar atau pembersihan dan

BAB I PENDAHULUAN. utama yaitu preparasi biomekanis saluran akar atau pembersihan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan perawatan endodontik adalah mengembalikan keadaan gigi yang terinfeksi agar dapat diterima secara biologis oleh jaringan sekitarnya. Perawatan saluran akar adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dipisahkan dari kesehatan umum (Ramadhan dkk, 2016). Kesehatan gigi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dipisahkan dari kesehatan umum (Ramadhan dkk, 2016). Kesehatan gigi dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan komponen yang tidak bisa dipisahkan dari kesehatan umum (Ramadhan dkk, 2016). Kesehatan gigi dan mulut yang buruk berdampak pada

Lebih terperinci

BAB 2 LATAR BELAKANG TERAPI AMOKSISILIN DAN METRONIDAZOLE SEBAGAI PENUNJANG TERAPI PERIODONTAL

BAB 2 LATAR BELAKANG TERAPI AMOKSISILIN DAN METRONIDAZOLE SEBAGAI PENUNJANG TERAPI PERIODONTAL BAB 2 LATAR BELAKANG TERAPI AMOKSISILIN DAN METRONIDAZOLE SEBAGAI PENUNJANG TERAPI PERIODONTAL Dasar pemikiran diindikasikannya terapi antibiotik sebagai penunjang perawatan periodontal adalah didasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai saat ini karies gigi masih merupakan penyakit utama di bidang kesehatan gigi dan mulut. Karies adalah salah satu masalah kesehatan rongga mulut yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbesar di dunia. World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa 10-15

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbesar di dunia. World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa 10-15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal merupakan satu dari dua penyakit rongga mulut terbesar di dunia. World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa 10-15 % populasi di dunia menderita

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Plak Dental Plak dental merupakan kumpulan mikroba yang beragam, terdapat dalam matriks pejamu dan polimer bakteri, yang tumbuh pada gigi sebagai biofilm. Menurut World Health

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang cedera. Keadaan akut

BAB I PENDAHULUAN. mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang cedera. Keadaan akut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung (sekuester)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Mikroorganisme dan produknya erat hubungannya dengan penyebab penyakit

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Mikroorganisme dan produknya erat hubungannya dengan penyebab penyakit BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Mikroorganisme dan produknya erat hubungannya dengan penyebab penyakit pulpa dan lesi periapikal. Mereka dapat menyebabkan nekrosis pulpa oleh karena persistensinya di dalam saluran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawatan saluran akar bertujuan untuk mengeleminasi bakteri yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawatan saluran akar bertujuan untuk mengeleminasi bakteri yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perawatan saluran akar bertujuan untuk mengeleminasi bakteri yang menyebabkan infeksi pada jaringan pulpa gigi dan jaringan periapikal. Perawatan saluran akar

Lebih terperinci

PATOGENISITAS MIKROORGANISME

PATOGENISITAS MIKROORGANISME PATOGENISITAS MIKROORGANISME PENDAHULUAN Pada dasarnya dari seluruh m.o yg terdapat di alam, hanya sebagian kecil saja yg patogen maupun potensial patogen. Patogen adalah organisme yg menyebabkan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saluran akar menjadi sumber berbagai macam iritan.iritan-iritan yang masuk

BAB I PENDAHULUAN. saluran akar menjadi sumber berbagai macam iritan.iritan-iritan yang masuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit periapikal merupakan suatu keadaan patologis yang terlokalisir pada daerah apeks atau ujung akar gigi. Penyakit periapikal dapat berawal dari infeksi pulpa.

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Alur pikir

LAMPIRAN 1. Alur pikir LAMPIRAN 1 Alur pikir Bahan irigasi saluran akar: Bahan yang digunakan dalam irigasi saluran akar yang bertujuan: (1) menghilangkan jaringan nekrotik dan tumpukan serpihan dentin, (2) membasahi saluran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menimbulkan masalah kesehatan gigi dan mulut. Penyakit periodontal yang sering

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menimbulkan masalah kesehatan gigi dan mulut. Penyakit periodontal yang sering I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi dan menimbulkan masalah kesehatan gigi dan mulut. Penyakit periodontal yang sering terjadi adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit gigi dan mulut masih menjadi masalah kesehatan utama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit gigi dan mulut masih menjadi masalah kesehatan utama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit gigi dan mulut masih menjadi masalah kesehatan utama yang banyak diderita oleh masyarakat di Indonesia. Berdasarkan data dari SKRT (Survei Kesehatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Bunga Rosella Rosella (Hibiscus sabdariffa) memiliki lebih dari 300 spesies yang tersebar didaerah tropis dan no tropis. Pohon Rosella mulai dikenal di Indonesia sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun anaerob. Bakteri Streptococcus viridans dan Staphylococcus aureus

BAB I PENDAHULUAN. maupun anaerob. Bakteri Streptococcus viridans dan Staphylococcus aureus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rongga mulut manusia banyak terdapat berbagai jenis bakteri, baik aerob maupun anaerob. Bakteri Streptococcus viridans dan Staphylococcus aureus adalah mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dijumpai pada masyarakat dengan prevalensi mencapai 50% (Wahyukundari,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dijumpai pada masyarakat dengan prevalensi mencapai 50% (Wahyukundari, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal adalah penyakit gigi dan mulut yang banyak dijumpai pada masyarakat dengan prevalensi mencapai 50% (Wahyukundari, 2009). Penyakit tersebut merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah yang bersifat akut, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. virus, bakteri, dan lain-lain yang bersifat normal maupun patogen. Di dalam

BAB I PENDAHULUAN. virus, bakteri, dan lain-lain yang bersifat normal maupun patogen. Di dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Flora mulut pada manusia terdapat berbagai mikroorganisme seperti jamur, virus, bakteri, dan lain-lain yang bersifat normal maupun patogen. Di dalam rongga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat diterima secara biologik oleh jaringan sekitarnya sehingga gigi dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat diterima secara biologik oleh jaringan sekitarnya sehingga gigi dapat 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Perawatan endodontik merupakan bagian dari ilmu kedokteran gigi yang menyangkut perawatan penyakit atau cedera pada jaringan pulpa dan periapikal. Tujuan perawatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. (Al Shamrany, 2006). Salah satu penyakit gigi yang banyak terjadi di Indonesia

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. (Al Shamrany, 2006). Salah satu penyakit gigi yang banyak terjadi di Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penyakit gigi dan mulut dapat berpengaruh terhadap kualitas hidup seseorang (Al Shamrany, 2006). Salah satu penyakit gigi yang banyak terjadi di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membentuk saluran akar gigi untuk mencegah infeksi berulang. Tujuan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membentuk saluran akar gigi untuk mencegah infeksi berulang. Tujuan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan saluran akar (PSA) merupakan salah satu perawatan yang dilakukan dengan cara mengambil seluruh jaringan pulpa nekrosis, membentuk saluran akar gigi untuk mencegah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini di masyarakat angka kejadian infeksi masih tinggi dan masih banyak infeksi tersebut dikarenakan oleh infeksi bakteri. Salah satu bakteri penyebab adalah Staphylococcus

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Uji Identifikasi Fitokimia Hasil uji identifikasi fitokimia yang tersaji pada tabel 5.1 membuktikan bahwa dalam ekstrak maserasi n-heksan dan etil asetat lidah buaya campur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Flora mulut kita terdiri dari beragam organisme, termasuk bakteri, jamur,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Flora mulut kita terdiri dari beragam organisme, termasuk bakteri, jamur, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Flora mulut kita terdiri dari beragam organisme, termasuk bakteri, jamur, mycoplasma, protozoa dan virus yang dapat bertahan dari waktu ke waktu. Organisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menduduki peringkat kedua setelah karies (Amalina, 2011). Periodontitis

BAB I PENDAHULUAN. menduduki peringkat kedua setelah karies (Amalina, 2011). Periodontitis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu penyakit dengan tingkat penyebaran yang luas dalam masyarakat adalah periodontitis. Di Indonesia, penyakit periodontal menduduki peringkat kedua setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mamalia. Beberapa spesies Candida yang dikenal dapat menimbulkan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. mamalia. Beberapa spesies Candida yang dikenal dapat menimbulkan penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Candida spp dikenal sebagai fungi dimorfik yang secara normal ada pada saluran pencernaan, saluran pernapasan bagian atas dan mukosa genital pada mamalia. Beberapa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut perawatan penyakit atau cedera pada jaringan pulpa dan jaringan

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut perawatan penyakit atau cedera pada jaringan pulpa dan jaringan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan endodontik merupakan bagian dari ilmu kedokteran gigi yang menyangkut perawatan penyakit atau cedera pada jaringan pulpa dan jaringan periapikal. Tujuan perawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas dan kesejahteraan hidup, sehingga diperlukan metode perawatan kebersihan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas dan kesejahteraan hidup, sehingga diperlukan metode perawatan kebersihan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebersihan mulut sangat penting dijaga karena memiliki pengaruh utama dari kualitas dan kesejahteraan hidup, sehingga diperlukan metode perawatan kebersihan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Eliminasi mikroorganisme dari infeksi saluran akar adalah faktor yang paling penting dalam perawatan saluran akar. 8 Untuk mengurangi aktivitas bakteri pada saluran akar digunakanlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit periodontal merupakan penyakit yang terjadi pada jaringan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit periodontal merupakan penyakit yang terjadi pada jaringan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal merupakan penyakit yang terjadi pada jaringan pendukung gigi disebabkan oleh infeksi bakteri dan dapat mengakibatkan kerusakan jaringan periodontal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan yang dari waktu ke waktu terus berkembang. Infeksi merupakan penyakit yang dapat ditularkan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2013 menunjukkan sebanyak 25,9 persen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2013 menunjukkan sebanyak 25,9 persen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil riset kesehatan dasar tahun 2013 menunjukkan sebanyak 25,9 persen penduduk Indonesia mempunyai masalah kesehatan gigi dan mulut dalam 12 bulan terakhir (Tjahja

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan akan berlanjut ke dalam lapisan gigi serta diikuti dengan kerusakan bahan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan akan berlanjut ke dalam lapisan gigi serta diikuti dengan kerusakan bahan 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etiologi Karies Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yaitu enamel, dentin, dan sementum yang disebabkan aktifitas bakteri flora mulut yang ada dalam suatu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh daya antibakteri ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis secara in vitro dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging ayam merupakan salah satu bahan pangan yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang berkualitas tinggi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Plak Dental Penelitian pada dekade yang lalu mengemukakan plak gigi sebagai biofilm yaitu akumulasi komunitas mikroba yang melekat pada suatu permukaan. Plak dental merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kavitas oral ditempati oleh bermacam-macam flora mikroba, yang berperan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kavitas oral ditempati oleh bermacam-macam flora mikroba, yang berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kavitas oral ditempati oleh bermacam-macam flora mikroba, yang berperan mayor dari ekosistem yang kompleks ini yaitu dental plak yang berkembang secara alami pada jaringan

Lebih terperinci

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB 1 PENDAHULUAN. tanaman alami sebagai bahan dasar pembuatan obat. (Adiguzel et al.

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB 1 PENDAHULUAN. tanaman alami sebagai bahan dasar pembuatan obat. (Adiguzel et al. ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tanaman obat telah digunakan selama berabad-abad sebagai obat untuk mengobati penyakit pada manusia karena mengandung komponen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteri dari probandus berhasil diperoleh setelah air kumur-kumur mereka dibiakkan ke atas media Agar Darah. Koloni-koloni mikroorganisme tersebut kemudian ditanam pada media umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengganggu kesehatan organ tubuh lainnya (Kemenkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengganggu kesehatan organ tubuh lainnya (Kemenkes, 2013). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan investasi bagi kesehatan seumur hidup seseorang, mengingat fungsi gigi dan mulut yang sangat berpengaruh dalam fungsi pencernaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Streptococcus sanguis merupakan bakteri kokus gram positif dan ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Streptococcus sanguis merupakan bakteri kokus gram positif dan ditemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah merupakan bakteri kokus gram positif dan ditemukan pada rongga mulut manusia yang sehat. Bakteri ini banyak ditemukan pada plak dan karies gigi, serta pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu cermin dari kesehatan manusia, karena merupakan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu cermin dari kesehatan manusia, karena merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rongga mulut merupakan tempat masuknya berbagai zat yang dibutuhkan oleh tubuh dan salah satu bagian di dalamnya ada gigi yang berfungsi sebagai alat mastikasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Flora di rongga mulut pada dasarnya memiliki hubungan yang harmonis

BAB I PENDAHULUAN. Flora di rongga mulut pada dasarnya memiliki hubungan yang harmonis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Flora di rongga mulut pada dasarnya memiliki hubungan yang harmonis dengan host dan terdiri dari beragam organisme, termasuk bakteri, fungi, mycoplasma, protozoa, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah utama dalam bidang ilmu kedokteran saat ini terkait erat dengan kejadian-kejadian infeksi. Hal tersebut ditunjukkan oleh banyaknya data-data yang memperlihatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. akar gigi melalui suatu reaksi kimia oleh bakteri (Fouad, 2009), dimulai dari

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. akar gigi melalui suatu reaksi kimia oleh bakteri (Fouad, 2009), dimulai dari I. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Infeksi saluran akar adalah suatu penyakit yang disebabkan salah satunya oleh bakteri yang menginfeksi saluran akar. Proses terjadinya kerusakan saluran akar gigi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tomat dapat dijadikan sebagai bahan dasar kosmetik atau obat-obatan. Selain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tomat dapat dijadikan sebagai bahan dasar kosmetik atau obat-obatan. Selain 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Tomat Tanaman tomat merupakan komoditas yang multiguna. Tidak hanya berfungsi sebagai sayuran dan buah saja, tomat juga sering dijadikan pelengkap bumbu, minuman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. sering dikeluhkan oleh masyarakat Indonesia. Menurut Survei Kesehatan Rumah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. sering dikeluhkan oleh masyarakat Indonesia. Menurut Survei Kesehatan Rumah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penyakit gigi dan mulut termasuk ke dalam sepuluh besar penyakit yang sering dikeluhkan oleh masyarakat Indonesia. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA mulut. 7 Gingiva pada umumnya berwarna merah muda dan diproduksi oleh pembuluh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penyakit periodontal adalah inflamasi yang dapat merusak jaringan melalui interaksi antara bakteri

Lebih terperinci

Rumusan masalah Apakah ada efek antibakteri Aloe vera terhadap Enterococcus faecalis sebagai bahan medikamen saluran akar?

Rumusan masalah Apakah ada efek antibakteri Aloe vera terhadap Enterococcus faecalis sebagai bahan medikamen saluran akar? Alur Pikir LAMPIRAN 1 Bahan medikamen saluran akar Tujuan : Memperoleh aktivitas antimikroba di saluran akar. Menetralkan sisa-sisa debris di saluran akar. Mengontrol dan mencegah nyeri. Ca(OH) 2 Bahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies merupakan masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di Indonesia. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan RI tahun 2004,

Lebih terperinci