BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS Bahan Kemoterapeutik yang Diberikan Secara Lokal dalam Bidang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS Bahan Kemoterapeutik yang Diberikan Secara Lokal dalam Bidang"

Transkripsi

1 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka Bahan Kemoterapeutik yang Diberikan Secara Lokal dalam Bidang Periodontal Bahan kemoterapeutik (chemotherapeutic agent) adalah zat kimia yang mempunyai manfaat untuk terapi klinis. Manfaat terapi klinis tersebut dapat bersifat sebagai anti mikroba atau antibiotika, anti inflamasi, anti septik, dan analgesik sehingga bahan kemoterapeutik memiliki kemampuan mengurangi jumlah bakteri yang terdapat di dalam inang dengan cara membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain, baik secara spesifik maupun 2, 18 berspektrum luas. Tujuan penggunaan bahan kemoterapeutik dalam perawatan periodontal bertujuan untuk sebagai bahan penunjang (adjunctive agent) untuk menghilangkan atau membunuh bakteri aerob dan anaerob yang hidup di daerah supragingiva maupun subgingiva, dan membantu proses penyembuhan infeksi dan inflamasi pada jaringan periodontal. 6 Penggunaan bahan kemoterapeutik dalam perawatan periodontal memiliki indikasi sebagai perawatan pendahuluan dalam kasus gawat darurat (emergency) yang menggantikan tindakan menyikat gigi, misalnya pada kasus abses periodontal akut, gingivitis ulseratif nekrosis akut (ANUG), setelah bedah periodontal, selama masa penyembuhan, dan pasien memiliki keterbatasan fisik

2 8 atau mental, sebagai premedikasi bagi pasien yang memiliki penyakit sistemik sebagai profilaksis selama perawatan periodontal, mengontrol pembentukan plak, dan sebagai terapi penunjang bagi perawatan poket periodontal. 3, 8, 10 Kontraindikasi pemberian bahan kemoterapeutik secara lokal dalam perawatan periodontal adalah jika pemberian bahan kemoterapeutik secara lokal kurang efektif atau sulit untuk mengaplikasikannya sehingga dibutuhkan pemberian bahan kemoterapeutik secara sistemik, pada pasien ibu hamil dan menyusui, dan pasien yang memiliki riwayat alergi, hipersensitif terhadap komponen bahan kemoterapeutik. 3, 8, 10 Penggunaan bahan kemoterapeutik dalam perawatan periodontal dibagi dalam 2 grup yaitu bahan kemoterapeutik yang mencegah pembentukan plak supragingiva dan bahan kemoterapeutik yang melawan bakteri subgingiva. Bermacam-macam bahan kemoterapeutik telah diteliti untuk mencegah pembentukan plak supragingiva, yang terdiri dari enzim, antiseptik bisguanid, antiseptik quaternary ammonium, antiseptik fenol, oxygenating agents, ion metal dan bahan natural lainnya. Bentuk sediaan bahan kemoterapeutik jenis ini adalah pasta gigi, obat kumur, gel, permen, spray, bahan irigasi, varnish. Bahan antiseptik bisguanid yang paling sering diteliti adalah klorheksidin. Klorheksidin sudah dikenal sebagai bahan antiseptik dengan spektrum mikroorganisme yang luas dengan cara merusak dinding sel bakteri. Sebagai bahan kemoterapeutik dalam terapi periodontal, klorheksidin telah terbukti secara in vitro efektif terhadap bakteri Gram positif dan negatif, jamur, bakteri aerob dan anaerob. Efek samping yang sering terjadi setelah penggunaan klorheksidin adalah terjadinya 2, 19

3 9 pewarnaan ekstrinsik pada gigi dan lidah dan hilangnya sensasi rasa. Oleh karena itu penggunaan klorheksidin sebaiknya untuk jangka waktu pendek yaitu sampai dua minggu. Salah satu bahan antiseptik quaternary ammonium adalah cetylpyridinium chloride (CPC) yang dapat mencegah pembentukan plak. Tetapi efektifitas CPC lebih rendah jika dibandingkan dengan klorheksidin. Salah satu alasannya adalah CPC cepat hilang dari mukosa rongga mulut. Antiseptik fenol juga dapat menurunkan akumulasi plak, tetapi efektivitasnya lebih rendah 2, 3, 9, 10 dibandingkan klorheksidin. Gambar 2.1.: Bahan kemoterapeutik supragingiva 16 Bahan kemoterapeutik untuk kontrol plak subgingiva diberikan secara lokal ke dalam poket periodontal. Bentuk sediaan terdiri dari gel, chip, dan serat (fiber). Beberapa hal yang perlu dimiliki oleh bahan kemoterapeutik subgingiva adalah harus efektif melawan bakteri pada lesi periodontal, dapat mencapai daerah infeksi dengan konsentrasi yang optimal dalam waktu yang cukup untuk bereaksi, tidak perlu digunakan pada situasi ketika perawatan konvensional efektif, dan 2, 19 efisiensi harus lebih baik daripada efek sampingnya.

4 10 Keunggulan dari bahan kemoterapeutik yang diaplikasikan secara langsung ke daerah subgingiva adalah bahan tersebut dapat mencapai konsentrasi terbesarnya saat diletakkan di daerah infeksi (Gambar 2.2 A) dan mengurangi kemungkinan terjadinya efek samping pada pemberian secara sistemik (gambar 2.2. B), aplikasi bahan kemoterapeutik ke daerah subgingiva efektif digunakan untuk penyakit periodontitis dengan kedalaman poket periodontal 5 hingga 7 mm. 10,11 Gambar 2.2. A: Alur pemberian bahan kemoterapeutik secara intrasulkular. 6 Bahan kemoterapeutik dengan konsentrasi yang tinggi dimasukkan secara langsung ke dalam poket periodontal. Gambar 2.2. B: Alur pemberian bahan kemoterapeutik secara per oral. 6 Bahan (A) masuk ke dalam sistem pencernaan dan diserap di dalam usus (B). Bahan tersebut dimodifikasi di dalam hati (C). Lalu disebarkan melalui sistem pembuluh darah (D) dan akhirnya sampai pada jaringan periodontal (E) lalu bahan tersebut mencapai jaringan penghubung pada poket periodontal.

5 11 Contoh bahan kemoterapeutik berupa gel misalnya gel metronidazol benzoat 25% dan doksisiklin yang dikemas dalam suatu aplikator yang dilengkapi dengan kanul yang tumpul, sehingga dengan mudah diaplikasikan ke daerah subgingiva. Hasil bioassay menunjukkan bahan doksisiklin berada di dalam cairan krevikular gusi selama tujuh hari setelah aplikasi gel ke daerah subgingiva. 3, 10, 19 Gambar 2.3: Gel doksisiklin 6 Bentuk sediaan lainnya dapat berupa chip, seperti Perio Chip yang mengandung 2,5 mg klorheksidin dalam bentuk polimer yang terdiri dari 3,4 mg gelatin hidrolisa, 0,5 mg gelatin dan 0,96 mg air murni. Chip ini nantinya akan diaplikasikan ke dalam poket periodontal kemudian klorheksidin akan dikeluarkan dalam waktu 24 jam setelah aplikasi sebesar 40% dan akan terus dikeluarkan secara perlahan-lahan dan konstan selama 7 hari. Jumlah klorheksidin setelah 7 hari di dalam poket periodontal menunjukkan hasil yang baik sehingga mampu mengurangi jumlah bakteri patogen dan mempertahankan kondisi tersebut selama lebih dari 100 hari. 3, 10, 19

6 12 Gambar 2.4: Chip klorheksidin 6 Bentuk sediaan lainnya dapat berupa serat yang mengandung tetrasiklin yang terbuat dari polymer ethylene vinyl acetate yang disaturasikan dengan 25% tetrasiklin hidroklorit. Serat ini bersifat lentur dan diletakkan di dalam poket periodontal. Serat tetrasiklin ini akan mencapai konsentrasi yang stabil di dalam poket periodontal setelah 10 hari. 3 Gambar 2.5: Serat (fiber) tetrasiklin 6 Terapi oksigen adalah terapi yang menggunakan suatu bahan yang dapat menghasilkan atau melepaskan oksigen. Proses oksidasi tersebut menghasilkan efek bakterisid. 20

7 13 Macam-macam bahan terapi oksigen yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi adalah hidrogen peroksida, buffered sodium peroksiborat, peroksikarbonat dan klorin dioksida. Penelitian dalam penulisan karya ilmiah ini menggunakan bahan klorin dioksida. 3,11 Klorin dioksida merupakan suatu senyawa kimia yang bersifat stabil, larut dalam air, berwarna bening dan memiliki ph rendah sehingga dapat digunakan sebagai bahan oksidasi yang kuat. Klorin dioksida telah digunakan secara luas dalam berbagai bidang karena aman dan memiliki efek anti bakteri. Klorin dioksida telah diterima oleh U.S. Food and Drug Administration (FDA) sebagai bahan anti mikroba dan tidak menyebabkan pewarnaan gigi dan lidah Kimoto dkk., (2004) meneliti mengenai efek anti bakteri klorin dioksida dan sitotoksisitas klorin dioksida terhadap sel rongga mulut manusia untuk penggunaan umum pada rongga mulut dan perawatan dental implant. Hasil penelitian menunjukkan bahwa klorin dioksida tidak berbahaya terhadap sel manusia dan dapat digunakan sebagai bahan anti bakteri untuk dental implant. 25 Bentuk sediaan klorin dioksida yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi adalah berupa gel, obat kumur dan pasta gigi. Gambar 2.6: Senyawa Klorin dioksida 26

8 Periodontitis Kronis Periodontitis merupakan perluasan dari inflamasi gusi dan menyebar ke jaringan pendukung gigi yang ditandai dengan adanya inflamasi gusi, pembentukan poket periodontal, kerusakan progresif dari ligamen periodontal dan tulang alveolar kemudian menyebabkan kegoyangan gigi sehingga pada akhirnya akan menyebabkan kehilangan gigi secara bertahap. Gambaran klinis yang membedakan periodontitis dengan gingivitis adalah pada periodontitis ditemukan adanya kehilangan perlekatan epitel atau attachment loss (CAL). 1, Klasifikasi Periodontitis Kronis Klasifikasi periodontitis kronis terbagi berdasarkan lokasi dan tingkat keparahan, yaitu: 6, 27 1) Berdasarkan Lokasi (1) Lokalisata yaitu jika lokasi yang terlibat kurang dari 30 %. (2) Generalisata yaitu jika lokasi yang terlibat lebih dari 30 %. 2) Berdasarkan Tingkat Keparahan (1) Ringan yaitu jika mengalami CAL 1 2 mm (2) Sedang yaitu jika mengalami CAL 3 4 mm (3) Parah yaitu jika mengalami CAL 5 mm atau lebih Mekanisme Terjadinya Periodontitis Kronis Patogenesis periodontitis dimulai dari adanya inflamasi gusi sebagai respon dari akumulasi berbagai jenis bakteri yang terdapat di sulkus gusi. Sulkus gusi

9 15 normal akan berubah menjadi poket periodontal yang patologis. Pembentukan poket periodontal merupakan awal dari inflamasi pada dinding jaringan lunak sulkus gusi. 27 Iritasi plak dan inflamasi yang terus berlanjut dapat menyebabkan integritas epitel perlekatan akan semakin rusak. Sel-sel epitel perlekatan mengalami degenerasi dan terpisah sehingga perlekatannya ke permukaan gigi akan terlepas, lalu berproliferasi ke arah jaringan ikat dan ke arah apikal pada permukaan akar sehingga serabut dentogingiva dan serabut puncak tulang alveolar mengalami kerusakan. Migrasi ke apikal dari epitel perlekatan akan terus berlangsung dan epitel perlekatan ini akan terlepas dari permukaan gigi, membentuk poket periodontal yang berisi sel-sel radang yang didominasi oleh sel plasma dan limfosit. Poket periodontal akan menyebabkan jaringan ikat menjadi edema, pembuluh darah mengalami dilatasi dan trombosis sehingga dinding pembuluh darah pecah disertai dengan timbulnya perdarahan ke jaringan sekitarnya. Keadaan ini terlihat adanya infiltrasi sel-sel radang dalam jumlah yang besar meliputi sel-sel plasma, limfosit dan makrofag. Aliran cairan jaringan gusi dan migrasi dari Polymorphonuclear (PMN) akan terus berlanjut dan ikut membantu meningkatkan kalkulus subgingiva. 27 Penyebaran inflamasi ke puncak tulang alveolar ditandai dengan adanya infiltrasi sel-sel inflamasi ke rongga trabekula sehingga rongga trabekula akan bertambah besar. Resorpsi tulang dimulai dari daerah interproksimal yang menjadi lebih lebar dan terbentuk kawah interdental jika proses resorpsi semakin berlanjut, resorpsi akan meluas ke arah lateral sehingga semua daerah puncak

10 16 tulang alveolar akan mengalami resorpsi. Kerusakan ligamen periodontal dan resorpsi puncak tulang alveolar akan menyebabkan poket periodontal menjadi lebih dalam, lalu terlihat adanya supurasi dan pembentukan abses yang bervariasi, gigi menjadi goyang dan akhirnya terlepas. 9 Gambaran klinis periodontitis kronis meliputi perubahan warna gusi yang terlihat merah kebiruan, konsistensi gusi menjadi lunak, permukaan gusi menjadi halus karena terjadi pengurangan stippling, tepi gusi membulat, interdental papil tumpul dan ukuran gusi membesar, terjadi kecenderungan perdarahan, peningkatan kedalaman poket periodontal yaitu lebih dari 2 mm di bagian fasial dan lingual serta di bagian interdental lebih dari 3 mm, adanya eksudat purulen, permukaan gigi menjadi kasar dan tampak adanya kalkulus. Pada periodontitis 1, 27 kronis, kegoyangan gigi bervariasi dari nol sampai moderat. Gambar 2.7.: Periodontitis Kronis Sedang Terapi Periodontitis Kronis Etiologi primer penyakit periodontal adalah bakteri plak dan produk metaboliknya, maka perawatan yang dilakukan harus mampu menghilangkan plak

11 17 secara sempurna. Hal tersebut dapat dicapai dalam terapi periodontal fase 1 yang merupakan langkah pertama dari tahapan prosedur perawatan periodontal yang memiliki tujuan antara lain mengurangi atau menghilangkan faktor etiologi utama yaitu bakteri plak. Dalam tujuan ini tercakup juga usaha mengontrol perubahan karakteristik bakteri pada gingivitis dan periodontitis, meminimalkan pengaruh faktor sistemik, dan menghilangkan serta mengontrol faktor lokal yang berperan 10, 27 sebagai faktor resiko. Hasil yang diharapkan pada perawatan periodontal fase 1 adalah berhentinya perkembangan penyakit, terciptanya lingkungan yang kondusif bagi kesehatan periodontal, dan kembalinya gigi pada kondisi kesehatan yang stabil meliputi kenyamanan, fungsi dan estetika yang dapat dipertahankan baik oleh pasien maupun dokter gigi. 10 Terapi periodontal fase 1 memiliki beberapa istilah antara lain terapi inisial, terapi periodontal non bedah, terapi yang berhubungan dengan penyebab, dan terapi etiotropik. Semua istilah tersebut merujuk kepada prosedur yang dilakukan untuk merawat infeksi gingiva dan periodontal, termasuk tindakan reevaluasi terhadap jaringan. 10 Indikasi terapi fase 1 adalah untuk perawatan pendahuluan bagi pasien yang memiliki poket periodontal, setelah perawatan periodontal fase 1 selesai hasil perawatan dievaluasi kembali untuk pertimbangan intervensi bedah (fase persiapan untuk terapi bedah periodontal), satu-satunya perawatan bagi pasien gingivitis atau periodontitis kronis taraf ringan yang tidak memerlukan tindakan bedah periodontal. 10

12 18 Terapi fase 1 merupakan aspek kritis dari perawatan periodontal. Data penelitian klinis menunjukkan bahwa keberhasilan jangka panjang perawatan periodontal sangat tergantung khususnya pada pemeliharaan terhadap hasil yang dicapai melalui terapi fase 1 dibandingkan prosedur bedah tertentu. Terapi fase 1 juga memberikan kesempatan bagi dokter gigi untuk mengevaluasi respon jaringan dan sikap pasien terhadap perawatan periodontal yang dilakukan sehingga menentukan keberhasilan terapi. Berdasarkan pemahaman bahwa bakteri plak merupakan etiologi utama inflamasi gusi, maka tujuan khusus terapi fase 1 untuk setiap pasien yaitu kontrol plak yang efektif. Kontrol plak adalah kunci utama dari setiap prosedur terapi periodontal, tetapi hanya efektif jika permukaan gigi bebas dari deposit yang kasar atau kontur yang tidak teratur sehingga dapat dijangkau dengan alat bantu pembersih rongga mulut. Perawatan fase 1 menitikberatkan pada persiapan permukaan akar gigi yang dapat diakses oleh pasien untuk melaksanakan prosedur kontrol plak, termasuk kontrol terhadap faktor-faktor lokal yang berpengaruh antara lain penghilangan kalkulus secara sempurna, perbaikan restorasi atau alat prostetik yang merusak gigi dan melukai jaringan periodontal, restorasi karies, pergerakan gigi secara ortodontik, perawatan daerah dengan impaksi makanan, perawatan trauma oklusi, ekstraksi gigi yang tidak ada harapan. 10 9, Prosedur Terapi Periodontal Fase I Terapi periodontal fase I merupakan tahapan perawatan periodontal yang dilakukan untuk menghilangkan faktor-faktor etiologi penyakit periodontal

13 19 sebelum dilakukan tindakan bedah periodontal. Beberapa tahap tindakan yang dilakukan pada fase I sebagai berikut: Tahap 1: Instruksi kontrol plak 9, 10 Instruksi kontrol plak harus dimulai sejak kunjungan pertama, yaitu penggunaan sikat gigi mencakup metode menyikat gigi yang benar, frekuensi menyikat gigi, lama menyikat gigi, sikat gigi yang digunakan dan prinsip penyikatan gigi. Instruksi kontrol plak yang komprehensif selanjutnya meliputi penggunaan alat bantu selain sikat gigi yaitu benang gigi maupun pembersih daerah interdental lainnya. Konseling yang bersifat memotivasi pasien terhadap faktor resiko yang berpengaruh terhadap penyakit periodontal (seperti merokok) juga dimulai pada tahap ini. Tahap 2: Eliminasi kalkulus supragingiva dan subgingiva Kalkulus memiliki permukaan yang kasar sehingga menjadi tempat yang ideal bagi perlekatan bakteri, oleh karena itu kalkulus harus dihilangkan agar kontrol plak dapat dilaksanakan secara efektif. Skeling supragingiva dapat dilakukan dengan menggunakan skeler manual, alat kuret dan instrumen ultrasonik. Tindakan instrumentasi periodontal dapat direncanakan dalam beberapa kali kunjungan dan untuk pasien dengan inflamasi yang parah da disertai deposit kalkulus yang banyak, tindakan debridemen seluruh mulut (full-mouth debridement) dapat dilakukan secara bertahap dalam dua kunjungan atau lebih. Penggunaan anestesi lokal juga diperlukan bila instrumentasi dilakukan pada sisi inflamasi yang lebih dalam, dan selanjutnya

14 20 dilakukan pemolesan yang bertujuan untuk menghilangkan permukaan kasar setelah pembuangan sisa kalkulus supragingiva. Tahap 3: Rekonturing restorasi dan mahkota yang bersifat merusak Restorasi dengan permukaan yang kasar, overcontour, overhanging, atau terlalu menekan ke daerah subgingiva dapat menyebabkan akumulasi bakteri periodontal yang bersifat patogen sehingga menyebabkan terjadinya inflamasi gusi, kehilangan perlekatan epitel dan kehilangan tulang alveolar. 6, 10 Restorasi tersebut mempengaruhi efektifitas kontrol plak yang dilakukan pasien sehingga harus dikoreksi dengan cara penggantian seluruh restorasi atau mahkota, atau koreksi dengan menggunakan finishing bur atau file berlapis diamond (diamondcoated files) yang dipasang pada handpiece khusus. Untuk restorasi yang overhanging pada daerah subgingiva, memungkinkan melakukan tindakan bedah flap yang sederhana untuk memfasilitasi akses akhiran restorasi. Tahap 4: Penumpatan karies Langkah ini meliputi pembuangan karies secara sempurna kemudian dilakukan penumpatan dengan restorasi sementara atau restorasi akhir. Kontrol terhadap karies penting karena karies merupakan sumber infeksi sehingga perlu dilakukan perawatan untuk memaksimalkan penyembuhan selama perawatan periodontal fase 1. Karies khususnya pada daerah proksimal dan servikal gigi serta pada permukaan akar, merupakan daerah reservoir bakteri dan dapat memberikan pengaruh terhadap re-populasi bakteri plak. Kavitas yang terbentuk akibat proses karies merupakan wadah yang baik dimana plak terlindung dari usaha eliminasi 6, 10

15 21 secara mekanis. Oleh karena itu kontrol terhadap karies sangat penting, setidaknya penumpatan sementara harus diselesaikan dalam terapi fase 1. Tahap 5: Instruksi kontrol plak yang komprehensif Tahap ini, pasien harus mempelajari cara membersihkan plak secara menyeluruh dari daerah supragingiva dengan menggunakan sikat gigi, benang gigi, dan metode tambahan lainnya. Tahap 6: Perawatan akar subgingiva Eliminasi kalkulus subgingiva dan root planing dilakukan untuk mendapatkan kontur yang halus pada semua permukaan gigi. Alat yang biasa digunakan adalah kuret dan membutuhkan tekanan yang cukup kuat serta kontrol instrumen yang baik untuk mencegah terjadinya luka pada jaringan lunak karena konsistensi kalkulus subgingiva umumnya lebih keras dan melekat erat pada permukaan akar gigi. Tindakan root planing bertujuan untuk menghilangkan sementum nekrotik atau permukaan akar gigi yang kasar, sehingga permukaan akar menjadi halus yang dapat membantu terjadinya proses perlekatan kembali epitel jaringan periodontal. 10, 28 Tahap 7: Reevaluasi jaringan Jaringan periodontal diperiksa kembali untuk menentukan kebutuhan perawatan lebih lanjut. Poket periodontal harus diukur ulang dan seluruh kondisi anatomi dievaluasi untuk memutuskan perawatan bedah. Perawatan bedah periodontal seharusnya dilakukan jika pasien sudah dapat melakukan instruksi kontrol plak secara efektif dan gusi terbebas dari inflamasi. 10

16 Proses Penyembuhan Periodontitis Kronis Reevaluasi kasus periodontal harus dilakukan dalam waktu 4 minggu setelah penyelesaian prosedur skeling dan root planing. Hal ini berdasarkan pada pemikiran bahwa selama waktu tersebut terjadi penyembuhan epitel dan jaringan konektif serta pasien sudah cukup terampil dalam menjaga kebersihan gigi dan mulutnya. 10 Inflamasi gusi biasanya jauh berkurang atau hilang dalam waktu 3 sampai 4 minggu setelah eliminasi kalkulus dan iritan lokal. Penyembuhan yang terjadi dapat berupa pembentukan epitelium junctional yang panjang dibandingkan perlekatan baru epitel ke permukaan akar yang merupakan bentuk penyembuhan yang lebih diharapkan. Epitelium junctional akan terlihat kembali dalam waktu 1 sampai 2 minggu. Penurunan populasi sel inflamasi yang bertahap, aliran cairan krevikular gingiva, dan perbaikan jaringan konektif akan menghasilkan penurunan tanda-tanda klinis inflamasi gusi yaitu berkurangnya warna kemerahan dan pembengkakan. 10 Hipersensitifitas akar yang bersifat sementara dan resesi gusi sering menyertai selama proses penyembuhan. Pasien harus diberitahukan mengenai kemungkinan ini sejak awal perawatan untuk menghindari kondisi yang tidak meyenangkan. Konsekuensi perawatan yang tidak terduga dan ketidaknyamanan dapat mengakibatkan ketidakpercayaan pasien sehingga kehilangan motivasi untuk melanjutkan terapi, sehingga memberikan informed consent kepada pasien merupakan hal yang penting dan wajib dilakukan. 10

17 Efek Klorin Dioksida terhadap Periodontitis Kronis Klorin dioksida merupakan sebuah molekul yang kecil, volatile, dan sangat energetik yang merupakan derivat dari klorin dan telah banyak digunakan dalam industri proses pembuatan makanan, perawatan dental waterline dan sebagai bahan desinfeksi permukaan kulit. 24 Penggunaan klorin dioksida dalam perawatan periodontal telah diteliti oleh Splinder dan Splinder (1998) yang menyatakan bahwa klorin dioksida mampu menurunkan indeks plak, indeks gusi, indeks BOP, PPD. 14 Penelitian yang dilakukan oleh Al-bayaty, dkk. (2010) yang membandingkan efek antibakteri gel klorin dioksida dengan gel hialuronat terhadap dental biofilm, yaitu sebelum pemberian gel hialuronat dan gel klorin dioksida, semua bakteri yang diteliti memiliki bentuk yang normal dan setelah pemberian gel hialuronat tidak menunjukkan terjadinya perubahan morfologi bakteri, sedangkan setelah pemberian gel klorin dioksida terjadi perubahan morfologi bakteri menjadi menyusut dan tidak beraturan karena dinding sel bakteri mengalami ruptur. Hal ini menunjukkan bahwa gel klorin dioksida memberikan efek antibakteri yang lebih baik dibandingkan dengan gel hialuronat. 12 Penelitian lain yang dilakukan oleh Shinada, dkk. (2010) menunjukkan bahwa terjadi penurunan jumlah plak, bau mulut (oral malodor atau halitosis) dan jumlah bakteri Fusobacterium nucleatum pada saliva secara signifikan antara grup eksperimental yang berkumur dengan klorin dioksida dengan grup kontrol setelah 7 hari. 21, 24 F. nucleatum merupakan bakteri Gram negatif anaerob yang menjadi salah satu penyebab periodontitis kronis. Obat kumur yang mengandung klorin

18 24 dioksida juga dapat mengurangi jumlah bakteri Streptococcus mutans dan lactobacilli. Sehingga penggunaan klorin dioksida dapat digunakan sebagai terapi tambahan perawatan periodontal. 21, Penelitian lain yang dilakukan oleh Paraskevas., dkk, mengenai perbandingan antara obat kumur yang mengandung klorin dioksida dengan klorheksidin dalam pembentukan plak setelah 3 hari menunjukkan bahwa obat kumur yang mengandung klorheksidin menghambat pertumbuhan plak lebih signifikan dibandingkan obat kumur yang mengandung klorin dioksida. Hasil kuosioner pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa subyek penelitian memilih klorheksidin karena mudah digunakan dan lebih efektif, walaupun mereka lebih memilih rasa obat kumur yang mengandung klorin dioksida dan merasakan perubahan sensasi kecap lebih sedikit dibandingkan obat kumur yang mengandung klorheksidin. 32 Penggunaan klorin dioksida juga dapat menurunkan PPD secara signifikan dari PPD lebih dari 4 mm menjadi 3 mm dan menurunkan BOP secara signifikan pada poket yg memiliki kedalaman 4 mm. 14, 31, 33 Mekanisme kerja klorin dioksida pada perawatan periodontal berhubungan dengan bakteri yang menghasilkan Volatile sulfur compounds (VSCs), dimana VSCs memegang peranan penting sebagai penyebab gingivitis dan periodontitis. Keberadaan VSCs akan mengubah barrier epitel dan menyebabkan masuknya toksin bakteri ke dalam epitel sampai ke jaringan yang lebih dalam lagi. Toksin bakteri ini bertindak sebagai antigen yang dapat memulai respon imun inang dan

19 25 memulai reaksi inflamasi yang menyebabkan kerusakan jaringan dan membentuk poket periodontal. 26, 34 Oksigen yang dihasilkan oleh klorin dioksida akan mempertahankan jumlah oksigen di dalam saliva dan plak. Jika terdapat oksigen, bakteri anaerob tidak dapat hidup. Bakteri anaerob berhubungan dengan periodontitis, sehingga dengan membatasi pertumbuhan bakteri anaerob, dapat mencegah pembentukan poket periodontal dan kehilangan perlekatan epitel. Klorin dioksida menghasilkan oksigen lalu mendegradasikan VSCs secara kimiawi dengan cara memutuskan ikatan atom sulfur dengan oksigen. Penelitian Shinada, dkk., (2010) menunjukkan bahwa klorin dioksida mengoksidasi VSCs 26, 34 secara langsung dan anion klorit merupakan anti bakteri yang kuat. Klorin dioksida bekerja melalui reaksi oksidasi-reduksi dengan mengoksidasi molekul sulfur. Hasil reaksi ini adalah natrium klorit, anion sulfat yang larut dalam air, serta dua buah atom Hidrogen. Kedua atom ini bereaksi dengan larutan buffer natrium sitrat dan membentuk asam sitrat. Hasil akhir reaksi adalah senyawa yang aman. Reaksi ini akan meningkatkan Potensial Redoks (Eh) sehingga konsentrasi oksigen semakin tinggi di dalam poket periodontal. Peningkatan konsentrasi oksigen ini tidak menguntungkan untuk kelangsungan hidup bakteri anaerob yang terdapat di dalam poket periodontal. Klorin dioksida tidak mengandung alkohol dan tidak menyebabkan pewarnaan gigi seperti pada penggunaan jangka panjang klorheksidin. Lynch dkk. Menyatakan bahwa reaksi antara klorin dioksida dengan L-sistein (suatu senyawa thiol) adalah sebagai berikut 15, 22 : 20, 35 21, 24

20 26 1) RSH (misalnya: CH 3 SH / metil merkaptan ) + ClO 2 RS + ClO2 - + H + 2) 2RS RSSR (misalnya: CH 3 SSCH 3 ) 3) 4RSH + ClO2-2RSSR + Cl - + 2H 2 O Klorin dioksida dapat berpenetrasi pada sel bakteri kemudian bereaksi dengan asam amino vital yang terdapat pada sitoplasma bakteri sehingga menyebabkan kematian bakteri. 31, 36, Kerangka Pemikiran Salah satu penyebab penyakit periodontal adalah bakteri Gram negatif anaerob yang menghasilkan VSCs pada poket periodontal. Bakteri tersebut antara lain adalah Treponema denticola, Porphyromonas gingivalis, Prevotella intermedia, Bacteroides forsythus, F. nucleatum, A. Actinomycetemcomitans, Tannerella forsythensis dan lain-lain yang dapat menghasilkan hidrogen sulfida (H 2 S), metil merkaptan (CH 3 SH) dan dimetil sulfida ((CH 3 ) 2 S) yang merupakan produk utama dari VSCs. Bakteri-bakteri ini dapat diisolasi dari plak subgingiva pada pasien gingivitis dan periodontitis, serta dari saliva dan dorsum lidah individu yang sehat. Tingginya konsentrasi hidrogen sulfida dan rendahnya kadar oksigen merupakan karakteristik poket periodontal pada periodontitis. 11, 21,34 Metil merkaptan memiliki efek yang melemahkan serat kolagen. Jika serat kolagen terkena metil merkaptan kurang dari 24 jam, kerusakan serat kolagen bersifat reversible, namun jika serat kolagen terkena metil merkaptan lebih dari 48 jam, maka kerusakannya bersifat irreversible. 26

21 27 Reaksi VSCs terhadap jaringan menghasilkan perubahan integritas jaringan, meningkatkan permeabialitas dinding sel epitel sehingga toksin dan bakteri dapat melewati epitel barier. Kerusakan jaringan selanjutnya memulai reaksi imun pencetus gingivitis dan kerusakan jaringan periodontal, VSCs juga menginduksi terjadinya apoptosis dan kerusakan DNA pada fibroblas gingiva. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa klorin dioksida secara langsung mengoksidasi VSCs. Klorin dioksida akan bereaksi dengan VSCs yang mengubah suasana dalam poket periodontal menjadi lebih banyak oksigen, sehingga bakteri anaerob tidak dapat tumbuh di dalam poket periodontal. 38, 39, 40 Penilaian efektifitas gel klorin dioksida terhadap kondisi jaringan periodontal diperlukan parameter klinis. Parameter klinis yang dinilai pada penelitian ini berupa pengukuran kedalaman poket periodontal (PPD), derajat perdarahan saat probing (BOP), serta pengukuran kehilangan perlekatan epitel (CAL) yang diukur pada saat sebelum dilakukan perawatan skeling dan root planing dan pada saat kontrol 1 (satu) bulan setelah tindakan skeling dan root planing dilakukan Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1) Terdapat perbedaan efektifitas gel klorin dioksida dan gel klorheksidin terhadap penurunan kedalaman poket periodontal pada pasien periodontitis kronis.

22 28 2) Terdapat perbedaan efektifitas gel klorin dioksida dan gel klorheksidin terhadap penurunan indeks perdarahan saat probing pada pasien periodontitis kronis. 3) Terdapat perbedaan efektifitas gel klorin dioksida dan gel klorheksidin terhadap perbaikan kehilangan perlekatan epitel pada pasien periodontitis kronis.

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan dalam bidang kedokteran gigi sejak ratusan tahun yang lalu. Pierre

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan dalam bidang kedokteran gigi sejak ratusan tahun yang lalu. Pierre 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Konsep penggunaan bahan kimia untuk perawatan dalam rongga mulut telah diterapkan dalam bidang kedokteran gigi sejak ratusan tahun yang lalu. Pierre Fauchard

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Subyek penelitian yang didapatkan pada penelitian ini adalah sebanyak 32

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Subyek penelitian yang didapatkan pada penelitian ini adalah sebanyak 32 37 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Subyek penelitian yang didapatkan pada penelitian ini adalah sebanyak 32 orang yang dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok eksperimental

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Koloni bakteri pada plak gigi merupakan faktor lokal yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Koloni bakteri pada plak gigi merupakan faktor lokal yang mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal merupakan penyakit infeksi kronis rongga mulut dengan prevalensi 10 60% pada orang dewasa. Penyakit periodontal meliputi gingivitis dan

Lebih terperinci

PERAWATAN INISIAL. Perawatan Fase I Perawatan fase higienik

PERAWATAN INISIAL. Perawatan Fase I Perawatan fase higienik 11/18/2010 1 PERAWATAN INISIAL Perawatan Fase I Perawatan fase higienik Tahap Pertama serangkaian perawatan periodontal untuk : Penyingkiran semua iritan lokal penyebab inflamasi Motivasi dan instruksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat

BAB I PENDAHULUAN. semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gingivitis sering ditemukan di masyarakat. Penyakit ini dapat menyerang semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat dengan kebersihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. imunitas gingiva yang salah satu penyebabnya adalah infeksi. Infeksi disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. imunitas gingiva yang salah satu penyebabnya adalah infeksi. Infeksi disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gingivitis adalah peradangan pada gingiva, yang merupakan suatu respon imunitas gingiva yang salah satu penyebabnya adalah infeksi. Infeksi disebabkan oleh mikroorganisme

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering ditemukan pada orang dewasa, merupakan penyakit inflamasi akibat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering ditemukan pada orang dewasa, merupakan penyakit inflamasi akibat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit infeksi bakteri yang sering ditemukan pada orang dewasa, merupakan penyakit inflamasi akibat bakteri pada jaringan pendukung

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA mulut. 7 Gingiva pada umumnya berwarna merah muda dan diproduksi oleh pembuluh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penyakit periodontal adalah inflamasi yang dapat merusak jaringan melalui interaksi antara bakteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Periodontitis adalah inflamasi dan infeksi yang terjadi pada jaringan periodontal dan tulang alveolar penyangga gigi. Periodontitis terjadi apabila inflamasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Definisi Penyakit Periodontal Penyakit periodontal adalah suatu inflamasi kronis pada jaringan pendukung gigi (periodontium). 9 Penyakit periodontal dapat hanya mengenai gingiva

Lebih terperinci

BAB 2 LATAR BELAKANG TERAPI AMOKSISILIN DAN METRONIDAZOLE SEBAGAI PENUNJANG TERAPI PERIODONTAL

BAB 2 LATAR BELAKANG TERAPI AMOKSISILIN DAN METRONIDAZOLE SEBAGAI PENUNJANG TERAPI PERIODONTAL BAB 2 LATAR BELAKANG TERAPI AMOKSISILIN DAN METRONIDAZOLE SEBAGAI PENUNJANG TERAPI PERIODONTAL Dasar pemikiran diindikasikannya terapi antibiotik sebagai penunjang perawatan periodontal adalah didasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan migrasi epitel jungsional ke arah apikal, kehilangan perlekatan tulang

BAB I PENDAHULUAN. dengan migrasi epitel jungsional ke arah apikal, kehilangan perlekatan tulang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Periodontitis merupakan inflamasi jaringan periodontal yang ditandai dengan migrasi epitel jungsional ke arah apikal, kehilangan perlekatan tulang dan resorpsi tulang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan rongga mulut merupakan salah satu bagian yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan rongga mulut merupakan salah satu bagian yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan rongga mulut merupakan salah satu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kesehatan tubuh secara keseluruhan, untuk itu dalam memperoleh kesehatan rongga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit gigi dan mulut masih menjadi masalah kesehatan utama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit gigi dan mulut masih menjadi masalah kesehatan utama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit gigi dan mulut masih menjadi masalah kesehatan utama yang banyak diderita oleh masyarakat di Indonesia. Berdasarkan data dari SKRT (Survei Kesehatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menimbulkan masalah kesehatan gigi dan mulut. Penyakit periodontal yang sering

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menimbulkan masalah kesehatan gigi dan mulut. Penyakit periodontal yang sering I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi dan menimbulkan masalah kesehatan gigi dan mulut. Penyakit periodontal yang sering terjadi adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir, banyak bukti menunjukkan adanya hubungan antara periodontitis kronis dengan sejumlah penyakit sistemik. Infeksi oral kronis seperti periodontitis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah kesehatan terutama pada kesehatan gigi dan mulut semakin kompleks

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah kesehatan terutama pada kesehatan gigi dan mulut semakin kompleks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan terutama pada kesehatan gigi dan mulut semakin kompleks seiring dengan perkembangan zaman. Salah satunya adalah penyakit periodontal yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengganggu kesehatan organ tubuh lainnya (Kemenkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengganggu kesehatan organ tubuh lainnya (Kemenkes, 2013). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan investasi bagi kesehatan seumur hidup seseorang, mengingat fungsi gigi dan mulut yang sangat berpengaruh dalam fungsi pencernaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendalaman sulkus gingiva ini bisa terjadi oleh karena pergerakan margin gingiva

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendalaman sulkus gingiva ini bisa terjadi oleh karena pergerakan margin gingiva BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Poket periodontal didefinisikan sebagai pendalaman sulkus gingiva secara patologis, merupakan gejala klinis paling penting dari penyakit periodontal. Pendalaman sulkus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan mulut merupakan hal yang sangat penting dan berpengaruh pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut sering kali menjadi prioritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan gigi dan mulut semakin kompleks seiring dengan perkembangan zaman. Epidemiologi masalah kesehatan dan penyakit yang dipelajari dari beberapa populasi

Lebih terperinci

BAB 2 DAMPAK MEROKOK TERHADAP PERIODONSIUM. penyakit periodontal. Zat dalam asap rokok seperti; nikotin, tar, karbon monoksida

BAB 2 DAMPAK MEROKOK TERHADAP PERIODONSIUM. penyakit periodontal. Zat dalam asap rokok seperti; nikotin, tar, karbon monoksida BAB 2 DAMPAK MEROKOK TERHADAP PERIODONSIUM Kebiasaan merokok sejak lama telah diasosiasikan sebagai penyebab berbagai macam perubahan dalam rongga mulut, seperti kaitannya dengan kanker mulut dan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti kesehatan, kenyamanan, dan rasa percaya diri. Namun, perawatan

BAB I PENDAHULUAN. seperti kesehatan, kenyamanan, dan rasa percaya diri. Namun, perawatan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodontik dapat meningkatkan mastikasi, bicara dan penampilan, seperti kesehatan, kenyamanan, dan rasa percaya diri. Namun, perawatan ortodontik memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan hubungan oklusi yang baik (Dika et al., 2011). dua, yaitu ortodontik lepasan (removable) dan ortodontik cekat (fixed).

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan hubungan oklusi yang baik (Dika et al., 2011). dua, yaitu ortodontik lepasan (removable) dan ortodontik cekat (fixed). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan alat ortodontik merupakan salah satu perawatan dari kesehatan gigi dan mulut. Perawatan ortodontik merupakan perawatan yang dilakukan di bidang kedokteran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah hal yang penting di kehidupan manusia. Rasulullah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah hal yang penting di kehidupan manusia. Rasulullah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah hal yang penting di kehidupan manusia. Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda, Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Periodontitis kronis, sebelumnya dikenal sebagai periodontitis dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Periodontitis kronis, sebelumnya dikenal sebagai periodontitis dewasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periodontitis kronis, sebelumnya dikenal sebagai periodontitis dewasa (adult periodontitis) atau periodontitis dewasa kronis (chronic adult periodontitis), adalah

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. pseudohalitosis, halitophobia dan psychogenic halitosis. 6,7,8

BAB VI PEMBAHASAN. pseudohalitosis, halitophobia dan psychogenic halitosis. 6,7,8 BAB VI PEMBAHASAN Halitosis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan tanda nafas tidak sedap pada saat nafas dihembuskan. Halitosis merupakan istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan nafas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ortodontik berdasarkan kebutuhan fungsional dan estetik. Penggunaan alat

BAB I PENDAHULUAN. ortodontik berdasarkan kebutuhan fungsional dan estetik. Penggunaan alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan meningkatnya gaya hidup dan perubahan pandangan mengenai konsep estetika, masyarakat dewasa ini memilih perawatan ortodontik berdasarkan kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menopause merupakan bagian dari siklus kehidupan alami yang akan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menopause merupakan bagian dari siklus kehidupan alami yang akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menopause merupakan bagian dari siklus kehidupan alami yang akan dilalui oleh seorang wanita. Menopause merupakan fase terakhir pendarahan haid seorang wanita. Fase ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia harapan hidup perempuan Indonesia semakin meningkat dari waktu ke

BAB I PENDAHULUAN. Usia harapan hidup perempuan Indonesia semakin meningkat dari waktu ke BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia harapan hidup perempuan Indonesia semakin meningkat dari waktu ke waktu. Menurut sensus penduduk tahun 2000 oleh Badan Pusat Statistik, usia harapan hidup

Lebih terperinci

PERIODONTITIS Definisi Periodontitis merupakan penyakit inflamasi pada jaringan pendukung gigi yang

PERIODONTITIS Definisi Periodontitis merupakan penyakit inflamasi pada jaringan pendukung gigi yang PERIODONTITIS Definisi Periodontitis merupakan penyakit inflamasi pada jaringan pendukung gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik atau sekelompok mikroorganisme tertentu, menghasilkan destruksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan pada 90% dari populasi dunia. Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit gigi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Halitosis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan nafas tidak sedap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Halitosis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan nafas tidak sedap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Halitosis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan nafas tidak sedap pada saat nafas dihembuskan yang berasal baik dari rongga mulut maupun diluar rongga mulut.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 2011, prevalensi karies di wilayah Asia Selatan-Timur mencapai 75-90% pada anakanak

BAB 1 PENDAHULUAN. 2011, prevalensi karies di wilayah Asia Selatan-Timur mencapai 75-90% pada anakanak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian integral dari kesehatan secara keseluruhan dan tidak bisa saling dipisahkan. Masalah yang timbul pada kesehatan gigi dan mulut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit periodontal merupakan penyakit yang terjadi pada jaringan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit periodontal merupakan penyakit yang terjadi pada jaringan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal merupakan penyakit yang terjadi pada jaringan pendukung gigi disebabkan oleh infeksi bakteri dan dapat mengakibatkan kerusakan jaringan periodontal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Halitosis, fetor oris, oral malodor atau bad breath adalah istilah yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Halitosis, fetor oris, oral malodor atau bad breath adalah istilah yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Halitosis, fetor oris, oral malodor atau bad breath adalah istilah yang biasanya digunakan untuk menggambarkan nafas tidak sedap dari mulut, tanpa menghiraukan asal material

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses penuaan adalah perubahan morfologi dan fungsional pada suatu

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses penuaan adalah perubahan morfologi dan fungsional pada suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses penuaan adalah perubahan morfologi dan fungsional pada suatu organisme sehingga menyebabkan kelemahan fungsi serta menurunnya kemampuan untuk bertahan terhadap tekanan-tekanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyangga gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik, yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyangga gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik, yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periodontitis merupakan suatu penyakit inflamasi destruktif pada jaringan penyangga gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik, yang menghasilkan kerusakan lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia merupakan hal yang perlu mendapat perhatian serius oleh tenaga kesehatan, baik dokter gigi maupun perawat gigi, hal ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia. Menurut WHO tahun 2006,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia. Menurut WHO tahun 2006, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit rongga mulut dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia. Menurut WHO tahun 2006, prevalensi penyakit periodontal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan gigi dan mulut di Indonesia memerlukan perhatian yang serius dari berbagai pihak. Hal ini dibuktikan dari adanya peningkatan rerata persentase penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa. Di Indonesia penyakit periodontal

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa. Di Indonesia penyakit periodontal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal banyak diderita manusia hampir diseluruh dunia dan mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa. Di Indonesia penyakit periodontal menduduki peringkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2006). Kanker leher kepala telah tercatat sebanyak 10% dari kanker ganas di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2006). Kanker leher kepala telah tercatat sebanyak 10% dari kanker ganas di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker leher kepala merupakan kanker yang terdapat pada permukaan mukosa bagian dalam hidung dan nasofaring sampai trakhea dan esophagus, juga sering melibatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal adalah peradangan yang terjadi pada jaringan pendukung gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis penyakit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perhatian. Penyakit gigi dan mulut dapat menjadi faktor resiko dan fokal infeksi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perhatian. Penyakit gigi dan mulut dapat menjadi faktor resiko dan fokal infeksi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan gigi dan mulut sampai sekarang masih membutuhkan perhatian. Penyakit gigi dan mulut dapat menjadi faktor resiko dan fokal infeksi penyakit sistemik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kesehatan dan mempunyai faktor risiko terjadinya beberapa jenis

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kesehatan dan mempunyai faktor risiko terjadinya beberapa jenis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan kebiasaan yang memiliki daya merusak cukup besar terhadap kesehatan dan mempunyai faktor risiko terjadinya beberapa jenis penyakit, baik lokal seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Periodontitis adalah penyakit radang jaringan pendukung gigi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Periodontitis adalah penyakit radang jaringan pendukung gigi yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Periodontitis adalah penyakit radang jaringan pendukung gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme atau kelompok mikroorganisme tertentu, yang mengakibatkan

Lebih terperinci

PERAWATAN PERIODONTAL

PERAWATAN PERIODONTAL PERAWATAN EMERJENSI PERIODONTAL PERAWATAN EMERJENSI PERIODONTAL: Perawatan kasus periodontal akut yg membutuhkan perawatan segera Termasuk fase preliminari Kasus : Abses gingiva Abses periodontal akut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. American Association of Orthodontists menyatakan bahwa Ortodonsia

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. American Association of Orthodontists menyatakan bahwa Ortodonsia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang American Association of Orthodontists menyatakan bahwa Ortodonsia merupakan bagian dari Ilmu Kedokteran Gigi yang terpusat untuk membimbing, mengawasi dan mengoreksi pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan rongga mulut merupakan komponen esensial dari kesehatan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan rongga mulut merupakan komponen esensial dari kesehatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan rongga mulut merupakan komponen esensial dari kesehatan secara umum dan sangat mempengaruhi kualitas kehidupan. Kesehatan rongga mulut yang optimal merupakan

Lebih terperinci

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK Dokter gigi saat merawat endodontik membutuhkan pengetahuan tentang anatomi dari gigi yang akan dirawat dan kondisi jaringan gigi setelah perawatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaringan Peridontal Periodonsium secara harfiah artinya adalah di sekeliling gigi. Periodonsium terdiri dari jaringan-jaringan yang mengelilingi gigi yaitu: 14 1. Gingiva Gingiva

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menduduki peringkat kedua setelah karies (Amalina, 2011). Periodontitis

BAB I PENDAHULUAN. menduduki peringkat kedua setelah karies (Amalina, 2011). Periodontitis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu penyakit dengan tingkat penyebaran yang luas dalam masyarakat adalah periodontitis. Di Indonesia, penyakit periodontal menduduki peringkat kedua setelah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang disebabkan oleh infeksi bakteri (Lee dkk., 2012). Periodontitis kronis sering

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang disebabkan oleh infeksi bakteri (Lee dkk., 2012). Periodontitis kronis sering BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periodontitis kronis adalah penyakit inflamasi jaringan pendukung gigi yang disebabkan oleh infeksi bakteri (Lee dkk., 2012). Periodontitis kronis sering dijumpai pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel yang tak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan lainnya, baik

Lebih terperinci

BAB 2 PERAN BAKTERI DALAM PATOGENESIS PENYAKIT PERIODONTAL. Dalam bab ini akan dibahas bakteri-bakteri patogen yang terlibat dan berbagai cara

BAB 2 PERAN BAKTERI DALAM PATOGENESIS PENYAKIT PERIODONTAL. Dalam bab ini akan dibahas bakteri-bakteri patogen yang terlibat dan berbagai cara BAB 2 PERAN BAKTERI DALAM PATOGENESIS PENYAKIT PERIODONTAL Penyakit periodontal dapat didefenisikan sebagai proses patologis yang mengenai jaringan periodontal. 2 Bentuk umum dari penyakit ini dikenal

Lebih terperinci

BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang

BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komplikasi yang sering terjadi pasca prosedur dental adalah infeksi yang

BAB I PENDAHULUAN. Komplikasi yang sering terjadi pasca prosedur dental adalah infeksi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prosedur dental yang invasif sering diikuti dengan berbagai macam komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor dan tidak semua dapat

Lebih terperinci

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Penyakit pulpa dan periapikal Kondisi normal Sebuah gigi yang normal bersifat (a) asimptomatik dan menunjukkan (b) respon ringan sampai moderat yang bersifat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan sosialnya (Monica, 2007). Perawatan ortodontik merupakan salah

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan sosialnya (Monica, 2007). Perawatan ortodontik merupakan salah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estetika merupakan salah satu tujuan dalam perawatan ortodontik dimana seseorang dapat memperbaiki estetika wajah yang berharga dalam kehidupan sosialnya (Monica,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendukung gigi. Penyakit periodontal secara luas diyakini sebagai masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendukung gigi. Penyakit periodontal secara luas diyakini sebagai masalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal merupakan suatu keadaan patologis pada jaringan pendukung gigi. Penyakit periodontal secara luas diyakini sebagai masalah kesehatan utama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masih cukup tinggi (Pintauli dan Taizo, 2008). Penyakit periodontal dimulai dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masih cukup tinggi (Pintauli dan Taizo, 2008). Penyakit periodontal dimulai dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang masih memerlukan perhatian serius. Walaupun prevalensi penyakit gigi ini dilaporkan sudah menurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab terbesar kehilangan gigi di usia 30 tahun. (Situmorang,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab terbesar kehilangan gigi di usia 30 tahun. (Situmorang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal banyak diderita oleh manusia hampir di seluruh dunia. Di Indonesia, penyakit periodontal menduduki urutan kedua dan merupakan penyebab terbesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengandung mikroba normal mulut yang berkoloni dan terus bertahan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengandung mikroba normal mulut yang berkoloni dan terus bertahan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rongga mulut manusia tidak pernah terbebas dari bakteri karena mengandung mikroba normal mulut yang berkoloni dan terus bertahan dengan menempel pada gigi, jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2013 menunjukkan urutan pertama pasien

BAB I PENDAHULUAN. Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2013 menunjukkan urutan pertama pasien BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut di Indonesia merupakan hal yang perlu mendapatkan perhatian serius dari tenaga kesehatan. Data Riskesdas 2013 menunjukkan 25,9% penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang perlu mendapat perhatian serius dari tenaga kesehatan, hal ini terlihat bahwa penyakit gigi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ilmu mikrobiologi, lidah menjadi tempat tinggal utama bagi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ilmu mikrobiologi, lidah menjadi tempat tinggal utama bagi berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lidah merupakan organ penting pada rongga mulut yang bersifat kompleks. Berdasarkan ilmu mikrobiologi, lidah menjadi tempat tinggal utama bagi berbagai macam bakteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan terapi saluran akar bergantung pada debridement

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan terapi saluran akar bergantung pada debridement BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan terapi saluran akar bergantung pada debridement chemomechanical pada jaringan pulpa, debris pada dentin, dan penggunaan irigasi terhadap infeksi mikroorganisme.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saliva adalah cairan kompleks yang diproduksi oleh kelenjar saliva dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem di dalam rongga

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (Rencana Kegiatan Belajar Mengajar)

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (Rencana Kegiatan Belajar Mengajar) JUDUL MATA KULIAH : Periodonsia I NOMOR KODE/ SKS : PE 142/ 2 SKS GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (Rencana Kegiatan Belajar Mengajar) A. DESKRIPSI SINGKAT : Mata Kuliah ini membahas mengenai pengenalan

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN Lampiran 3 GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN Judul Mata Kuliah : Periodonsia II (PERAWATAN PERIODONTAL) Nomor Kode/ SKS : PE 252/ 2 SKS Deskripsi Singkat : Mata kuliah ini akan membahas dasar pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Flora mulut kita terdiri dari beragam organisme, termasuk bakteri, jamur,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Flora mulut kita terdiri dari beragam organisme, termasuk bakteri, jamur, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Flora mulut kita terdiri dari beragam organisme, termasuk bakteri, jamur, mycoplasma, protozoa dan virus yang dapat bertahan dari waktu ke waktu. Organisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mulut sangat selektif terhadap berbagai macam mikroorganisme, lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. Mulut sangat selektif terhadap berbagai macam mikroorganisme, lebih dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mulut sangat selektif terhadap berbagai macam mikroorganisme, lebih dari 300 spesies dapat diidentifikasi dalam rongga mulut. Spesies yang mampu berkoloni dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Poket infraboni dan poket suprabonimerupakan dua tipe poket periodontal yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Poket infraboni dan poket suprabonimerupakan dua tipe poket periodontal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Poket periodontal merupakan gejala klinis utama dari penyakit periodontal. Poket infraboni dan poket suprabonimerupakan dua tipe poket periodontal yang dikenal, supraboni

Lebih terperinci

PENYAKIT PERIODONTAL PENGERTIAN

PENYAKIT PERIODONTAL PENGERTIAN PENYAKIT PERIODONTAL Pengertian Klasifikasi Gejala Klinis Etiologi Pencegahan Perawatan PENGERTIAN Jaringan periodontal adalah jaringan yang mengelilingi gigi dan berfungsi sebagai penyangga gigi, terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia penyakit periodontal menduduki urutan kedua yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia penyakit periodontal menduduki urutan kedua yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia penyakit periodontal menduduki urutan kedua yaitu mencapai 96,58% (Tampubolon, 2005). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2013) masalah gigi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau berkurangnya respon terhadap reseptor insulin pada organ target. Penyakit ini dapat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau berkurangnya respon terhadap reseptor insulin pada organ target. Penyakit ini dapat BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronis berupa gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemi karena terganggunya aktivitas insulin. Pada kondisi ini akan terjadi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi yaitu ,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi yaitu  , BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies gigi merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi yaitu email, dentin, dan sementum yang disebabkan aktivitas jasad renik/mikroba yang ada dalam suatu

Lebih terperinci

perlunya dilakukan : Usaha-Usaha Pencegahan Penyakit Gingiva dan Periodontal baik di klinik/tempat praktek maupun di masyarakat.

perlunya dilakukan : Usaha-Usaha Pencegahan Penyakit Gingiva dan Periodontal baik di klinik/tempat praktek maupun di masyarakat. Penyakit periodontal dibiarkan tanpa dirawat cenderung berlanjut sehingga merusak struktur periodontal pendukung. Sebagai konsekuensinya tenaga kesehatan gigi dituntut u dapat mengatasi masalah periodontal

Lebih terperinci

PROGNOSIS PENYAKIT GINGIVA DAN PERIODONTAL

PROGNOSIS PENYAKIT GINGIVA DAN PERIODONTAL PROGNOSIS PENYAKIT GINGIVA DAN PERIODONTAL Prognosis PROGNOSIS PENYAKIT GINGIVA DAN PERIODONTAL Ramalan perkembangan,perjalanan dan akhir suatu penyakit Prognosis Penyakit Gingiva dan Periodontal Ramalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar 2013, perokok aktif mulai dari usia 15 tahun ke

Lebih terperinci

KURETASE GINGIVAL & KURETASE SUBGINGIVAL

KURETASE GINGIVAL & KURETASE SUBGINGIVAL KURETASE GINGIVA PENDAHULUAN pd uraian berikut akan dibahas tiga tehnik bedah yg termasuk kategori kuretase yaitu : Kuretase gingival (gingival curettage) Kuretase subgingival (subgingival curettage),

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penyakit periodontal merupakan salah satu kondisi patologis rongga mulut yang paling banyak dan sering terjadi di seluruh dunia. Saat ini, periodontitis memiliki banyak klasifikasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi dalam Kedokteraan Gigi Dalam kedokteran gigi, pemeriksaan radiografi sangat penting untuk menegakkan diagnosa. Radiografi memungkinkan dokter gigi mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan mulut yang buruk memiliki dampak negatif terhadap tampilan wajah,

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan mulut yang buruk memiliki dampak negatif terhadap tampilan wajah, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rongga mulut yang sehat berarti memiliki gigi yang baik dan merupakan bagian integral dari kesehatan umum yang penting untuk kesejahteraan. Kesehatan mulut yang buruk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. National Health and Nutrition Examination Survey III (NHANES III) yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. National Health and Nutrition Examination Survey III (NHANES III) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gingivitis merupakan penyakit dalam rongga mulut yang memiliki tingkat insidensi tinggi dan mempengaruhi 50% populasi dewasa (Sculley dan Evans, 2003). National

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam perkembangan kesehatan anak, salah satunya disebabkan oleh rentannya

BAB I PENDAHULUAN. dalam perkembangan kesehatan anak, salah satunya disebabkan oleh rentannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan gigi dan mulut menjadi perhatian yang sangat penting dalam perkembangan kesehatan anak, salah satunya disebabkan oleh rentannya kelompok anak usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah mikroorganisme yang ditemukan pada plak gigi, dan sekitar 12

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah mikroorganisme yang ditemukan pada plak gigi, dan sekitar 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penyakit periodontal telah diketahui sebagai penyakit yang paling banyak ditemukan pada rongga mulut manusia, bersamaan dengan karies gigi. Prevalensi penyakit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tujuan mengatasi maloklusi. Salah satu kekurangan pemakaian alat ortodonti cekat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tujuan mengatasi maloklusi. Salah satu kekurangan pemakaian alat ortodonti cekat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat luas telah banyak menggunakan alat ortodonti cekat dengan tujuan mengatasi maloklusi. Salah satu kekurangan pemakaian alat ortodonti cekat dan komponennya dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia menurut American Association of Orthodontist adalah ilmu

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia menurut American Association of Orthodontist adalah ilmu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ortodonsia menurut American Association of Orthodontist adalah ilmu yang mempelajari pertumbuhan dan perkembangan rahang, muka, dan tubuh yang dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang kemudian, secara normal, terjadi setiap bulan selama usia reproduktif.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang kemudian, secara normal, terjadi setiap bulan selama usia reproduktif. 17 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Walaupun perempuan, umumnya, memiliki umur harapan hidup (UHH) lebih tinggi daripada pria, mereka menghadapi masalah kesehatan yang lebih rumit. Secara kodrati, perempuan mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Plak gigi adalah deposit lunak yang membentuk biofilm dan melekat pada

BAB I PENDAHULUAN. Plak gigi adalah deposit lunak yang membentuk biofilm dan melekat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Plak gigi adalah deposit lunak yang membentuk biofilm dan melekat pada permukaan gigi atau permukaan jaringan keras lain didalam rongga mulut. Plak gigi terdiri

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Plak Dental Plak dental merupakan kumpulan mikroba yang beragam, terdapat dalam matriks pejamu dan polimer bakteri, yang tumbuh pada gigi sebagai biofilm. Menurut World Health

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari harapan. Hal ini terlihat dari penyakit gigi dan mulut masyarakat Indonesia

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari harapan. Hal ini terlihat dari penyakit gigi dan mulut masyarakat Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi merupakan salah satu bagian tubuh yang memiliki fungsi yang penting bagi tubuh (Silviana dkk., 2013). Mengingat kegunaannya yang begitu penting, kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan perawatan dalam bidang kedokteran gigi dapat berisiko menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya sebagian dari jaringan tubuh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mikroba pada gigi dan permukaan gingiva yang berdekatan. 1,2

BAB I PENDAHULUAN. mikroba pada gigi dan permukaan gingiva yang berdekatan. 1,2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah utama kesehatan gigi dan mulut yang paling umum adalah karies dan penyakit periodontal. 1 Plak sangat berperan dalam terjadinya kedua penyakit ini. 2 Kontrol

Lebih terperinci

Klasifikasi Penyakit Periodontal Periodontitis Kronis Periodontitis kronis merupakan kasus yang paling banyak ditemui dalam kasus penyakit

Klasifikasi Penyakit Periodontal Periodontitis Kronis Periodontitis kronis merupakan kasus yang paling banyak ditemui dalam kasus penyakit Klasifikasi Penyakit Periodontal Periodontitis Kronis Periodontitis kronis merupakan kasus yang paling banyak ditemui dalam kasus penyakit periodontal. Periodontitis kronis sangat erat hubungannya dengan

Lebih terperinci

Pendahuluan. Harmas Yazid Yusuf & Nani Murniati 1

Pendahuluan. Harmas Yazid Yusuf & Nani Murniati 1 Pendahuluan Teori infeksi fokal, yang populer pada abad ke-19 dan awal abad ke-20, menyebutkan bahwa fokus dari suatu kondisi spesies bertanggung jawab terhadap inisiasi dan berkembangnya sejumlah penyakit

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dari tanggal 13 November sampai. 4 Desember 2008 di Yayasan Lupus Indonesia (YLI).

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dari tanggal 13 November sampai. 4 Desember 2008 di Yayasan Lupus Indonesia (YLI). 26 BAB 5 HASIL PENELITIAN Penelitian ini berlangsung dari tanggal 13 November sampai dengan 4 Desember 2008 di Yayasan Lupus Indonesia (YLI). Jumlah Orang Dengan Lupus ( Odapus) yang berkunjung ke YLI

Lebih terperinci