POLA SIDIK JARI KROMATOGRAM KLT UNTUK IDENTIFIKASI KERAGAMAN KUALITAS JAHE MERAH HAIRUL ANWAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POLA SIDIK JARI KROMATOGRAM KLT UNTUK IDENTIFIKASI KERAGAMAN KUALITAS JAHE MERAH HAIRUL ANWAR"

Transkripsi

1 POLA SIDIK JARI KROMATOGRAM KLT UNTUK IDENTIFIKASI KERAGAMAN KUALITAS JAHE MERAH HAIRUL ANWAR DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITIT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 POLA SIDIK JARI KROMATOGRAM KLT UNTUK IDENTIFIKASI KERAGAMAN KUALITAS JAHE MERAH HAIRUL ANWAR Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biokimia DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITIT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

3 Judul Skripsi : Pola Sidik Jari Kromatogram KLT untuk Identifikasi Keragaman Kualitas Jahe Merah Nama : Hairul Anwar NIM : G Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. drh.maria Bintang, MS. Ketua Drs. Edy Djauhari Purwakusumah MS. Anggota Diketahui Dr. Ir. I Made Artika, M.App. Sc Ketua Departemen Biokimia Tanggal lulus :

4 PRAKATA Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-nya sehingga penulis dapat menyelsaikan karya ilmiah ini dengan judul Pola Sidik Jari Kromatogram KLT untuk Identifikasi Keragaman Kualitas Jahe Merah. Penelitian berlangsung di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka (PSB), Taman Kencana, Bogor, pada bulan Desember 2009 sampai Juni Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. drh Maria Bintang, MS sebagai pembimbing utama, Dr. Edy Djauhari Purwakusumah MS sebagai pembimbing kedua dan Mohamad Rafi S.Si.,M.Si sebagai Ketua proyek penelitian ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada bapak dan ibuku tercinta, teman-teman Biokimia 42, Ayu, Mitha, Staf dan teman-teman di Laboratorium PSB yang telah memberi masukan dan semangatnya. Semoga karya ilmiah ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun semua pihak yang membutuhkannya demi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi Bogor, Februari 2011 Hairul Anwar

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 15 April 1987 sebagai anak keenam dari enam bersaudara pasangan Islami dan Rohani. Tahun 2005 penulis lulus SMA SULUH Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih mayor pada Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif sebagai anggota divisi Kewirausahaan Himpunan profesi CREBs Biokimia IPB periode 2007/2008, kepala divisi PSDM CREBs Biokimia IPB periode 2008/2009, dan di beberapa kepanitiaan. Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia Umum pada tahun 2009 dan 2010 dan asisten praktikum mata kuliah Struktur dan Fungsi Biomolekul pada tahun Selain itu penulis pernah melakukan praktik lapang di laboratorium Bioteknologi-BPPT Serpong.

6 ABSTRAK HAIRUL ANWAR. Pola Sidik Jari Kromatogram KLT untuk Identifikasi Keragaman Kualitas Jahe Merah. Dibimbing oleh MARIA BINTANG dan EDY DJAUHARI PK Jahe merah (Zingiber officinale Rosc) merupakan salah satu sebagai bahan baku jamu. Jahe merah yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari sentra produksi di berbagai daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Perbedaan lokasi produksi ini dapat menyebabkan kadar metabolit sekunder yang dihasilkan juga dapat berbeda. Perbedaan kadar metabolit sekunder ini berpengaruh terhadap kualitas dan khasiat jahe merah tersebut. Oleh karena itu untuk menjamin kualitas dan khasiat pada jahe merah tersebut perlu dilakukan identifikasi sidik jari kromatogram KLT. Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan pola kromatogram jahe merah dari metode ekstraksi yang berbeda, yaitu maserasi dan sonikasi. Ekstraksi yang menghasilkan pemisahan terbaik kemudian diujikan pada jahe merah dari berbagai daerah untuk melihat perbedaan pola sidik jarinya. Menurut hasil penelitian yang dilakukan pelarut yang terpilih sebagai penyusun fase gerak optimum adalah kloroform: etil asetat: n-heksana dengan perbandingan 1/6: 1/6: 2/3. Teknik ekstraksi terbaik untuk mengisolasi komponen kimia pada jahe merah yaitu ekstraksi sonikasi pada bobot 1.5 g, dengan volume pelarut 5 ml, dan waktu ekstraksi 15 menit. Hasil elusi pada jahe merah dari lokasi yang berbeda menunjukkan pola kromatogram yang mirip satu sama lain dan hampir semua sampel jahe merah memiliki senyawa 6-gingerol.

7 ABSTRACT HAIRUL ANWAR. Fingerprint Pattern of TLC Chromatogram for Identification of Red Ginger. Under the direction of MARIA BINTANG and EDY DJAUHARI PK Red ginger (Zingiber officinale Rosc) is one of herbal medicine. Red ginger used in this study were originated from various production centers within Central and East Java. The different production area may affect the chemical content (secondary metabolites) of the red ginger, and therefore it s may affect quality and efficacy. Identification by TLC fingerprint chromatograms are required to ensure the quality and efficacy of the red ginger. The purpose of this study was to compare the chromatogram patterns of the red ginger from different extraction methods, that is maceration and sonication extraction. The extraction that produces the best separation and tested on the red ginger from various areas to see different patterns of fingerprint chromatogram. The result revealed that the solvent used optimum mobile phase constituent were chloroform: ethil acetate: n- hexane with ration 1/6: 1/6: 2/3. The best extraction technique to isolate the chemical components of the red ginger is sonication extraction at 1.5 g weight, 5 ml solvent volume, and 15 minutes extraction time. Results of elution on red ginger from different locations showed a similar pattern of chromatograms from each other and almost all samples of red ginger has a compound 6-gingerol.

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix PENDAHULUAN... 1 TINJAUAN PUSTAKA Jahe Merah(Zingiber officinale Rosc)... 2 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)... 3 Rancangan Percobaan... 3 Validasi Metode... 4 BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan... 4 Metode... 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pemilihan Fase Gerak... 6 Penentuan Titik Optimum dari Tiga Pelarut Menggunakan simplex Centroid Design... 7 Pemisahan Komponen dari Ekstraksi Sonikasi dengan Central Composite Design... 8 Validasi Metode... 9 Pemisahan Komponen Jahe Merah dari Berbagai Daerah SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 16

9 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Tanaman dan rimpang jahe merah Bejana berisi plat KLT dan larutan pengembang Titik selektivitas berdasarkan rancangan simplex centroid Twin trough chamber dan flat bottom chamber Hubungan antara jumlah pita yang dihasilkan dengan deteksi UV 254 nm, 366 nm, dan anisaldehida Hasil Pemisahan menggunakan pelarut kloroform:etil asetat:dietil eter (a), kloroform:etil asetat:n-heksana (b), kloroform:etil asetat: dietil eter (c) Hubungan antara jumlah pita yang dihasilkan menggunakan Deteksi UV 366 nm dan anisaldehida pada jenis komposisi fase gerak Daerah optimum untuk deteksi UV 366 nm (a) dan deteksi dengan anisaldehida (b) Hasil pemisahan dari ekstrak maserasi dengan fase gerak optimum (titik 9) rancangan simplex centroid deteksi dengan UV 366 nm Hasil pemisahan 20 variasi ekstraksi sonikasi menggunakan central Composite, dielusi dengan fase gerak optimum dan deteksi dengan UV 366 nm Stabilitas analat selama kromatografi dengan deteksi UV 366 nm Stabilitas analat pada pelat dan dalam larutan Stabilitas visualisasi deteksi UV 366 nm Keterulangan pada pelat ke-1(a), pelat ke-2(b), pelat ke-3(c) deteksi Dengan UV 366 nm Presisi menengah pada hari ke-1(a), hari ke-2(b), dan hari ke-3(c) Deteksi dengan UV 366 nm Pola kromatogram jahe merah hasil pemisahan dengan Flat Bottom Chamber(a) dan Twin Trough Chamber (b) deteksi UV 366 nm Hasil pemisahan komponen jahe merah dari berbagai daerah dan standard 6-gingerol dengan deteksi UV 366 nm (a) dan deteksi anisaldehida (b) Pola kromatogram standard (std), jahe merah (JM), jahe gajah (JG), jahe emprit (JE), dan lengkuas (LK) deteksi UV 366 nm (a) dan anisaldehida (b)... 12

10 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Bagan alir penelitian Penggolongan pelarut oleh Snyder s Variasi ekstraksi sonikasi dengan rancangan central composite design Jumlah pita pada saat elusi dengan 12 pelarut tunggal Hasil elusi dengan 12 pelarut tunggal dengan visualisasi UV 254 nm Hasil elusi dengan 12 pelarut tunggal dengan visualisasi UV 366 nm Hasil elusi komposisi rancangan simplex centroid design pelarut kloroform, etil asetat, dan n-heksana dengan visualisasi UV 366 nm Hasil elusi komposisi rancangan simplex centroid design pelarut kloroform, etil asetat, dan n-heksana dengan deteksi anisaldehida Jumlah pita saat elusi dengan 10 macam komposisi fase gerak dari rancangan simplex centroid Data hasil pengolahan statistik dengan minitab 14 untuk deteksi UV 366 nm rancangan simplex centroid design Data hasil pengolahan statistik dengan minitab 14 untuk deteksi anisaldehida rancangan simplex centroid design Hasil 20 perlakuan ekstraksi sonikasi menggunakan rancangan central composite design untuk deteksi dengan anisaldehida Jumlah pita hasil elusi dari ekstraksi sonikasi dengan deteksi UV 366 nm dan anisaldehida Data hasil pengolahan minitab 14 untuk ekstraksi sonikasi dengan deteksi UV 366 nm dengan rancangan central composite design Data hasil pengolahan minitab 14 untuk ekstraksi sonikasi dengan deteksi anisaldehida nm dengan rancangan central composite design Hasil elusi jahe merah dari berbagai daerah untuk deteksi UV 254 nm Nilai resolusi masing-masing pita dan rata-rata nilai Rf pada presisi Menegah dengan deteksi UV 366 nm Nilai resolusi masing-masing pita dan rata-rata nilai Rf pada keterulangan dengan deteksi UV 366 nm Nilai Rf pada stabilitas analat dengan deteksi UV 366 nm Nilai Rf masing-masing pita pada ketangguhan dengan Twin Trough Chamber dan Flat Bottom Chamber Nilai Rf masing-masing pita pada jahe merah, jahe gajah, jahe emprit Dan lengkuas... 33

11 1 PENDAHULUAN Bangsa Indonesia kaya akan keanekaragaman obat tradisional. Lebih dari spesies tanaman di Indonesia dan 940 spesies di antaranya diketahui berkhasiat sebagai obat atau digunakan sebagai bahan obat (Paimin & Murhananto 1999). Setiap tanaman obat memiliki khasiat yang berbeda-beda dan bergantung pada komponen kimia yang terkandung dalam tanaman obat tersebut. Kuantitas dan mutu komponen kimia yang terkandung dalam tanaman obat sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu letak geografis (lokasi), waktu tanam, waktu panen, iklim, dan curah hujan (Liang et al. 2004). Jahe (Zingiber officinale Rosc) merupakan salah satu tanaman obat yang sering digunakan dalam industri jamu. Terdapat tiga jenis jahe berdasarkan aroma, warna dan ukuran rimpangnya, yaitu jahe gajah, jahe emprit, dan jahe merah. Jahe merah lebih sering digunakan sebagai bahan baku obat karena memiliki kandungan senyawa kimia seperti gingerol, oleoresin, dan minyak atsiri yang lebih tinggi dibanding dengan jahe gajah dan jahe emprit (Tim Lentera 2004). Jahe merah yang digunakan dalam industri jamu umumnya berasal dari sentra produksi di berbagai daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Perbedaan lokasi ini dapat menyebabkan kandungan komponen kimia (metabolit sekunder) yang terkandung dalam jahe merah juga dapat berbeda. Adanya perbedaan metabolit sekunder yang dihasilkan juga berpengaruh terhadap kualitas dan khasiat jahe merah tersebut. Oleh karena itu untuk menjamin kualitas dan khasiat pada jahe merah tersebut perlu dilakukan identifikasi dan diferensiasi. Identifikasi dan diferensiasi juga dilakukan untuk menghindari adanya pemalsuan bahan baku mengingat jahe merah yang di jual di pasaran umumnya sudah dalam bentuk rajangan kering atau serbuk/simplisia, sehingga sulit dibedakan baik terhadap jenis jahe lainnya maupun dengan suku Zingiberaceae lainnya seperti bangle dan lengkuas. selain itu juga harga jual rimpang jahe merah 2 sampai 3 kali lebih mahal dibanding jahe gajah, jahe emprit, dan lengkuas. sehingga hal inilah yang memungkinkan dari semua jenis tanaman ini dapat menjadi bahan pemalsu satu sama lainnya. Terdapat dua pendekatan dalam mengevaluasi kualitas tanaman obat, yaitu melalui penetapan kadar senyawa penciri dan memprofilkan senyawa secara keseluruhan (Zeng 2008). Dalam Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia Volume 1 oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), gingerol ditetapkan sebagai senyawa penciri pada tanaman jahe untuk evaluasi kualitas bahan baku maupun ekstrak sebelum dikonversi menjadi obat herbal komersial. Saat ini pendekatan memprofilkan senyawa secara keseluruhan (metabolic profiling) lebih sering digunakan karena dapat mempresentasikan kompleksitas senyawa yang ada dalam tanaman obat tersebut. Analisis yang sering digunakan untuk memprofilkan senyawa keseluruhan adalah analisis pola sidik jari kromatografi. Salah satu teknik kromatografi yang dapat digunakan yaitu dengan kromatografi lapis tipis (KLT). Pemilihan teknik KLT pada penelitian ini didasarkan pada beberapa keunggulan dari KLT tersebut, diantaranya mudah dalam preparasi sampel, kesederhanaan dalam prosedur kerja, biaya relatif murah karena sampel dan standar dapat diujikan dalam waktu yang sama, volume pelarut yang digunakan sedikit, selektif, dan sensitif, serta kromatogramnya dapat diamati secara visual (Kimura et al. 2008). Keberhasilan proses pemisahan pada KLT sangat bergantung pada fase gerak yang digunakan. Oleh karena itu, perlu dicari fase gerak yang optimum sehingga didapatkan hasil pemisahan yang baik. Suatu metode percobaan yang tepat diperlukan untuk menggambarkan fase gerak yang optimum. Beberapa rancangan yang sering digunakan untuk menentukan kondisi optimum antara lain rancangan faktorial (factorial design), metode respon permukaan (respon surface methodology), dan mixture design (Nutan 2004). Pada penelitian ini digunakan metode central composite design untuk optimasi ekstraksi dengan sonikasi dan simplex centroid design untuk optimasi fase gerak. Kedua metode ini dipilih karena memiliki keunggulan, diantaranya biaya relatif murah, cepat, mudah, dan menitikberatkan pada nilai yang konstan dari penjumlahan tingkatan faktor untuk tiap-tiap kombinasi. Berdasarkan metode tersebut kondisi optimum dari fase gerak dapat dilihat secara kualitatif maupun kuantitatif. Secara kualitatif dengan melihat penampakan kurva tiga dimensi, sedangkan secara kuantitatif dilihat berdasarkan

12 2 persamaan regresi yang dihasilkan (Anderson & Mclean 1974). Penelitian ini bertujuan membandingkan pola kromatogram jahe merah dari metode ekstraksi yang berbeda, yaitu maserasi dan sonikasi. Ekstraksi yang menghasilkan pemisahan terbaik kemudian diujikan pada jahe merah dari berbagai daerah untuk melihat perbedaan pola sidik jarinya. Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi pola kromatogram sidik jari KLT jahe merah dari berbagai sentra produksi di Pulau Jawa. TINJAUAN PUSTAKA Jahe Merah Jahe merah diklasifikasikan kedalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Monokotyledonae, ordo Zingiberales, family Zingiberaceae, genus Zingiber, dan spesies Zingiber officinale Rosc (Muhlisah 1999). Setiap jenis jahe memiliki perbedaan fungsi yang disesuaikan dengan karakteristik masingmasing varietas. Jahe gajah lebih banyak digunakan untuk produk minuman, permen dan asinan. Jahe emprit banyak digunakan sebagai penyedap rasa makanan. Jahe merah mempunyai keunggulan dari jumlah kandungan senyawa kimianya sehingga lebih sering digunakan sebagai bahan baku obat (Herlina et al. 2002). Bagian jahe yang banyak digunakan adalah rimpangnya. Rimpang jahe yang biasa digunakan berumur antara 9 sampai 11 bulan. Rimpang jahe bercabang-cabang tidak teratur dengan daging berwarna merah atau jingga muda, berukuran kecil dan memiliki serat yang kasar (Koswara 1995). Jahe (Zingiber officinale Rosc) adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan tinggi cm. Daun tanaman jahe berupa daun tunggal, berbentuk lanset dan berujung runcing. Mahkota bunga berwarna ungu, berbentuk corong dengan panjang cm. Sedangkan buah berbentuk bulat panjang berwarna cokelat dengan biji berwarna hitam (Matondang, 2005). Guzman dan Siemonsma (1999), menyatakan bahwa jahe merah sama seperti varietas jahe yang lain yaitu merupakan tanaman berbatang semu yang tumbuh tegak tidak bercabang dengan tinggi tanaman dapat mencapai 1.25 meter. Tanaman ini tersusun atas pelepah daun berbentuk bulat berwarna hijau pucat dengan warna pangkal batang kemerahan dan bentuk daun memanjang (Gambar 1). Berdasarkan aroma, warna, bentuk, dan ukuran rimpangnya, jahe dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu jahe besar atau jahe badak, jahe kecil atau jahe emprit dan jahe merah atau jahe sunti (Sastroamidjojo 1997). Herlina et al (2002) menambahkan bahwa jahe gajah berwarna hijau muda, berbentuk bulat, beraroma kurang tajam dan mempunyai rasa kurang pedas, jahe emprit memiliki ukuran rimpang kecil, berbentuk sedikit pipih, berwarna putih beraroma agak tajam dan mempunyai rasa pedas. Sedangkan jahe merah berwarna kuning kemerahan, berserat kasar, mempunyai rasa sangat pedas dan beraroma tajam. Jahe merah mempunyai banyak keunggulan dibandingkan dengan jenis jahe lainnya. Terutama ditinjau dari segi kandungan senyawa kimianya yang terdiri atas zat gingerol, oleoresin, dan minyak atsiri yang tinggi sehingga lebih banyak digunakan sebagai obat (Tim Lentera 2004). Rimpang jahe mengandung beberapa komponen kimia lain seperti air, pati, serat kasar dan abu, komposisi setiap komponen berbeda-beda berdasarkan varietas, iklim, curah hujan, dan topografi atau kondisi lahan (Koswara 1995). Kandungan kimia jahe merah antara lain gingerol, sineol, geraniol, zingiberan, zingeron, zingiberol, shagol, farnesol, d-borneol, linalool, kavikol, metilzingediol, dan resin (Wijayakusuma 2006). Senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan tumbuhan Suku Zingiberaceae umumnya dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen yang merugikan kehidupan manusia (Nursal 2006). Ekstrak air jahe yang berasal dari jahe segar maupun jahe bubuk dan ekstrak diklrometana jahe mempunyai aktivitas antioksidan terhadap asam linoleat (Septiana et al. 2002). Ekstrak air jahe dapat menurunkan kadar malonadehida dan meningkatkan vitamin E plasma pada manusia yang mengkonsumsi ekstrak air jahe (Zakaria et al. 2000). Berbagai komponen bioaktif dalam ekstrak jahe antara lain gingerol, shagol, diarilheptanoid dan kurkumin, mempunyai aktivitas antioksidan yang melebihi tokoferol (Kikuzaki & Nakatani 1993). Jahe merah juga mempunyai efek melancarkan sirkulasi darah, antirematik, antiradang, peluruh keringat, peluruh dahak, dan antibatuk (Wijayakusuma 2006).

13 3 Gambar1 Tanaman dan rimpang jahe merah Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kromatografi merupakan suatu metode yang digunakan untuk pemisahan campuran komponen berdasarkan distribusi komponen tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak (Stoenoiu et al. 2006). Teknik ini ditemukan pertama kali pada tahun 1903 oleh Mikhail Tswett seorang berkebangsaan Rusia yang mencoba memisahkan pigmen-pigmen daun (klorofil) dengan menggunakan suatu kolom yang berisi kapur (CaSO 4 ). Salah satu teknik kromatografi diantaranya kromaotgrafi lapis tipis (KLT) yang dikembangkan tahun 1938 oleh Ismailoff dan Schraiber. Prinsip KLT adalah sampel diteteskan pada lapisan tipis kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang berisi fase gerak sehingga sampel tersebut terpisah menjadi komponen-komponennya (Gambar 2). Setiap komponen akan bergerak dengan laju tertentu yang dinyatakan dengan faktor retensi (Rf), yaitu perbandingan antara jarak yang ditempuh komponen terhadap jarak yang ditempuh fase gerak. Komponen yang mempunyai afinitas lebih besar dari fase gerak atau afinitasnya lebih kecil dari fase diam akan bergerak lebih cepat dari pada komponen yang mempunyai sifat sebaliknya (Gritter et al. 1991). Sistem KLT meliputi fase gerak (eluen), fase diam (lapisan penjerap), dan deteksi kromatogram. Fase diam yang umum digunakan adalah silika gel, alumunium dan selulosa (Stahl 1985). Dari ketiga fase diam diatas, Silika gel adalah penjerap yang sering digunakan karena silika gel mempunyai kekuatan pemisahan yang sangat baik (Nyiredy 2002). Fase gerak adalah medium angkut yang terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Fase gerak bergerak dalam fase diam karena adanya gaya kapiler (Stahl 1985). Pelarut yang digunakan sebagai fase gerak hanyalah pelarut bertingkat mutu analitik dan bila diperlukan sistem pelarut multi komponen ini harus berupa suatu campuran yang sesederhana mungkin yang terdiri atas maksimum tiga pelarut. Fase gerak yang terdiri atas beberapa campuran pelarut mempunyai perbandingan volume total 100 (Stahl 1985). Pada KLT sistem pengembangan yang digunakan berdasarkan prinsip like dissolves like, yaitu memisahkan komponen bersifat polar menggunakan sistem pelarut yang bersifat polar juga ataupun sebaliknya. Deteksi hasil kromatogram dilakukan di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm, serta dapat dilakukan juga dengan pereaksi semprot, yaitu dengan vanillin dan anisaldehida dalam asam sulfat untuk mendeteksi keberadaan senyawasenyawa terpenoid termasuk minyak atsiri (Santosa & Hertiani 2005). Gambar 2 Bejana kromatografi berisi pelat KLT dan larutan pengembang Rancangan Percobaan Rancangan percobaan adalah aturan yang digunakan untuk mendapatkan data dalam suatu percobaan. Rancangan percobaan digunakan untuk membatasi atau mengontrol pengaruh parameter perlakuan dalam percobaan sehingga dapat mengurangi jumlah, bahan, waktu dan galat percobaan (Yitnosumaro 1993). Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah simplex centroid design dan central composite design yang merupakan bagian dari metode permukaan respon. Metode permukaan respon merupakan sekumpulan teknik matematika dan statistika yang berguna untuk menganalisis permasalahan dimana beberapa variabel independen mempengaruhi variabel respon dan tujuan akhirnya adalah mengoptimalkan respon (Montgomery 2005). Simplex centroid design adalah metode yang menjelaskan bahwa dalam suatu percobaan terdapat campuran dari beberapa

14 4 komponen dan penjumlahan dari tingkatan faktor untuk tiap kombinasi perlakuan konstan dan tetap, serta penjumlahan semua faktor harus sama dengan satu (Montgomery 2005). Simplex centroid design digunakan untuk memberikan ulasan percobaan di bagian tengah bidang. Salah satu cara untuk menggambarkan model adalah mempertimbangkan struktur dari percobaan tiga faktor. Rancangan simplex centroid digambarkan dengan segitiga sama sisi dalam dua dimensi. Central composite design adalah metode yang menjelaskan hubungan antara faktor yang bebas dengan respon. Central composite design digunakan pada sistem dengan banyak faktor yang memerlukan minimal dua faktor yang divariasikan (Zhang et al. 2007). Titik faktorial merupakan kombinasi faktor-faktor yang divariasikan. Titik faktorial menunjukkan level-level eksperimen pada masing-masing faktor bebas yang dikodekan, dimana level rendah dinyatakan dengan kode -1 dan level tinggi dikodekan +1. Validasi Metode Validasi metode analisis merupakan suatu tindakan penilaian terhadap metode tertentu yang sesuai dan cepat untuk pengukuran sampel tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa metode tersebut memenuhi persyaratan penggunaannya pada analisis rutin kendali mutu. Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis, yaitu ketelitian (presisi) yang terbagi menjadi keterulangan (repeatabilitas), presisi menengah dan keterulangan (reprodusibilitas), spesifitas, robustness (ketangguhan), dan kestabilan analat baik selama kromatografi, pada pelat, dalam larutan, maupun visualisasi (Reich & Schibli 2008). BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah neraca analitik XT 220A, peralatan gelas, vial, oven Memmert, Buchi rotary evaporator R-114, Camag bejana kromatografi, botol penyemprot, Camag Linomat 5, microsyringe 100 µl, Camag Reprostar 3 dibantu program wincat 1.2.3, dan sonikator Branson 1510, Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sampel rimpang jahe merah (Zingiber officinale Rosc) dari berbagai daerah yaitu Bogor, Kulonprogo, Wonogiri, Ponorogo, Purwokerto, Pacitan dan Semarang, pelat KLT silika gel Merck 60 F 254 (Darmstadt, Jerman), kertas saring Whatman, etanol 96%, pelarut untuk fase gerak dengan tingkat analitis dari PT.Merck seperti n-heksana, dietil eter, n-butanol, etanol, metanol, tetrahidrofuran, asam asetat, diklorometana, etil asetat, aseton, asetonitril, anisaldehida. Metode Penelitian Ekstraksi dengan Maserasi Sebanyak 100 gram serbuk kering rimpang jahe merah dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 1000 ml, kemudian ditambahkan 500 ml etanol 96%. Pada sampel dilakukan perendaman selama 6 jam, selanjutnya didiamkan selama 24 jam. Maserat dipisahkan dan dipindahkan ke Erlenmeyer lain, sedangkan ampas diperlakukan sama sebanyak 2 kali maserasi. Maserat yang diperoleh dipekatkan dengan rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental (BPOM 2004). Ekstrak kental yang diperoleh dilarutkan dengan etanol 96% secukupnya sehingga didapatkan ekstrak dengan konsentrasi 10 g/l. Ekstraksi dengan Sonikasi Simplisia jahe merah dimasukan ke dalam vial dan diekstraksi dengan etanol 96% dalam ultrasonik cleaning bath pada frekuensi 42 khz. Variasi perlakuan ekstraksi yaitu bobot, volume pelarut, dan waktu ekstraksi ditentukan dengan rancangan central composite design (Melecchi et al. 2006) (Lampiran 3). Ekstrak yang diperoleh kemudian disaring dengan kertas saring Whatman 4. Selanjutnya filtrat yang diperoleh diujikan pada pelat KLT. Penotolan Sampel Penotolan ekstrak dari maserasi, ekstrak dari sonikasi dan larutan standar. Larutan standar diperoleh dari senyawa 6-gingerol yang dilarutkan dalam etanol p.a sampai diperoleh konsentrasi 0.1 g/l. Penotolan sampel pada pelat silika gel 60 F 254 menggunakan KLT aplikator yaitu Camag Linomat V dengan kecepatan penotolan sampel dari syringe sebesar 80 nl/s, volume sampel 15 µl, volume standar 50 µl, lebar pita 8 mm, sampel ditotolkan 1 cm dari

15 5 bagian kiri bawah pelat. Pelat terlebih dahulu dikondisikan sebelum penotolan dengan memasukkan ke dalam oven 105 o C selama 20 menit. Pemilihan Fase Gerak (Almeida & Scarminio 2007) Pemilihan fase gerak diawali dengan menggunakan dua belas pelarut tunggal yaitu n-heksana, dietil eter, etanol, n- butanol, metanol, tetrahidrofuran, asam asetat,etil asetat, diklorometana, aseton, asetonitril, dan kloroform. Sebanyak 5 ml dari dua belas pelarut tersebut dimasukkan kedalam bejana kromatografi kemudian dijenuhkan selama 20 menit. Pelat yang telah berisi sampel dimasukkan ke dalam bejana kromatografi dan dipisahkan hingga fase gerak mencapai jarak ± 0.5 cm dari tepi atas pelat. Pelat diangkat dan dikeringkan. Identifikasi dilakukan untuk melihat pita atau bercak yang muncul pada pelat. Dari dua belas pelarut tunggal yang diujikan, selanjutnya dipilih tiga pelarut yang memberikan penampakan pita terbanyak dan memiliki jarak pita yang jelas. Ketiga pelarut tunggal yang terpilih yaitu sebagai titik A, B, dan C. Titik A dimisalkan pelarut A, titik B pelarut B, dan titik C pelarut C. ketiga titik itu kemudian dikombinasikan berdasarkan simplex centroid seperti terlihat pada Gambar 3. Kesepuluh titik pelarut tersebut dinyatakan pada Tabel 1. Kesepuluh titik tersebut menyatakan perbandingan jumlah eluen yang digunakan. Misalkan pada titik 4, yaitu saat perbandingan A; B; C sebesar 1/2: 0: 1/2, jika jumlah eluen yang digunakan 5 ml, maka pelarut A yang digunakan 2.5 ml, pelarut B 0 ml, dan pelarut C 2.5 ml. Tabel 1 Rancangan komposisi fase gerak Fase Komposisi Fase Gerak Gerak A B C /2 0 1/ /2 1/2 6 1/2 1/ /3 1/3 1/3 8 1/6 2/3 1/6 9 1/6 1/6 2/3 10 2/3 1/6 1/6 Gambar 3 Titik selektivitas simplex centroid (Almeida & Scarminio 2007). Selanjutnya dilakukan pemisahan komponen sampel dengan menggunakan sepuluh perbandingan komposisi pelarut tersebut. Setelah itu dilakukan pengeringan pelat, pendeteksian komponen, dan jumlah pita yang dihasilkan untuk menyusun komposisi fase gerak yang optimum. Data yang diperoleh diolah dengan peranti lunak Minitab 14. Deteksi komponen dilakukan dengan dua cara. Pertama, setelah pelat dikeringudarakan selama 5-10 menit, pelat disinari dengan UV 254 nm dan 366 nm menggunakan Camag Reprostar 3 (Fernand 2003). Kedua pada pelat yang telah dikeringudarakan disemprot dengan larutan anisaldehida. Larutan anisaldehida dibuat dengan memasukkan ml anisaldehida ke dalam labu takar 20 ml dan ditambahkan dengan alkohol asam sampai tanda tera. Larutan disemprotkan pada pelat dan dikeringkan. Setelah dikeringkan, pelat dipanaskan di dalam oven dengan temperatur 105 C selama 5-10 menit (Tripathi et al. 2006). Rf = Jarak komponen dari garis start Jarak eluen dari garis start Validasi Metode (Reich & Schibli 2008) Stabilitas Sampel selama Kromatografi. Pelat berukuran 10 x 10 cm ditotolkan ekstrak jahe merah pada sudut kiri bawah (1 cm dari tepi pelat). Pelat dikembangkan dan dikeringkan. Pelat kemudian diputar 90 dan dikembangkan untuk kedua kalinya dengan pelarut

16 6 pengembang yang masih segar. Pelat dideteksi dengan UV 366 nm. Stabilitas Analat pada Pelat dan dalam Larutan. Ekstrak ditotolkan pada pelat 10 x 10 cm. Ekstrak dibuat sebanyak tiga buah. Ekstrak satu ditotolkan 1 cm dari bagian bawah kiri pelat selama 3 jam sebelum kromatografi. Setelah 3 jam kemudian ditotolkan ekstrak segar (ekstrak dua dan tiga), Sampel dari ekstrak satu ditotolkan kembali pada pelat, dan standar 6- gingerol. Jarak penotolan antara sampel yang satu dengan sampel yang lainnya berjarak 1 cm. Pelat dikembangkan dan dikeringkan kemudian dideteksi dengan UV 366 nm. Stabilitas Visualisasi. Pelat berukuran 3 x 10 cm ditotolkan ekstrak jahe merah pada sudut kiri bawah (1 cm dari tepi pelat). Pelat dikembangkan dan dikeringkan. Pelat diamati selama 1 jam dibawah UV 366 nm. Gambar diambil setelah 2, 5, 10, 20, dan 30 menit serta 1 jam. Keterulangan. Tiga larutan ekstrak sampel yang berbeda dan larutan standar 6- gingerol ditotolkan pada tiga pelat berbeda dengan ukuran pelat 8 x 10 cm. Sampel ditotolkan 1 cm dari bagian kiri bawah pelat. Jarak penotolan sampel yang satu dengan sampel yang lainnya berjarak 1 cm. Pelat dikembangkan menggunakan chamber yang sama. Pelat dideteksi dengan UV 366 nm. Penotolan dan pendeteksian sampel dilakukan pada hari yang sama. Presisi Menengah. Tiga larutan ekstrak sampel yang berbeda dan larutan standar 6- gingerol ditotolkan pada tiga pelat dengan ukuran pelat 8 x 10 cm. Sampel ditotolkan 1 cm dari bagian kiri bawah pelat. Jarak penotolan sampel yang satu dengan sampel yang lainnya berjarak 1 cm. Pelat dikembangkan menggunakan chamber yang sama. Pelat dideteksi dengan UV 366 nm. Penotolan dan pendeteksian sampel dilakukan pada hari yang berbeda, yaitu hari ke-1, hari ke-2 dan hari ke-3. Spesifisitas. Ekstrak dari jahe merah, jahe gajah, jahe emprit dan lengkuas ditotolkan pada pelat 10 x 10 cm dan dibandingkan dengan larutan standar 6- gingerol. Sampel ditotolkan 1 cm dari bagian kiri bawah pelat. Jarak penotolan sampel yang satu dengan sampel yang lainnya berjarak 1 cm. kemudian Pelat dideteksi dengan UV 366 nm. Ketangguhan. Dua larutan ekstrak sampel yang berbeda dan larutan standar ditotolkan pada pelat dengan ukuran 6 x 10 cm. Sampel ditotolkan 1 cm dari bagian kiri bawah pelat. Jarak penotolan sampel yang satu dengan sampel yang lainnya berjarak 1 cm. Pelat dikembangkan menggunakan twin trough chamber dan flat bottom chamber dan dideteksi dengan UV 366 nm. Hasil kromatogram dengan twin trough chamber dan flat bottom chamber kemudian dibandingkan. (a) (b) Gambar 4 Twin trough chamber (a) dan flat bottom chamber (b) HASIL DAN PEMBAHASAN Pemilihan Fase Gerak Pemilihan fase gerak diawali dengan pemisahan menggunakan 12 pelarut tunggal. Ekstrak yang digunakan yaitu ekstrak yang diperoleh dari maserasi. Jumlah pita yang dihasilkan seperti ditunjukkan pada Gambar 5. Pelarut yang menghasilkan pita terbanyak dan pemisahan terbaik adalah kloroform, diklorometana, dan dietil eter. Kloroform dan diklorometana menghasilkan pemisahan jumlah pita yang sama. Oleh karena itu dipilih salah satu, pada penelitian ini yang dipilih adalah kloroform, karena kloroform lebih menunjukkan keterpisahan yang lebih baik dibanding diklorometana (Lampiran 5). Diklorometana digantikan etil asetat agar pita lebih tertarik ke atas sehingga didapatkan pemisahan yang baik. Sebelum pemilihan tiga pelarut, dilakukan pengujian awal dengan kloroform: etil asetat: dietil eter dengan perbandingan 50: 10: 40. Hasil pemisahan ketiga pelarut tersebut menghasilkan pita yang sedikit dan cenderung mendekati garis akhir (Gambar 6a). Hal ini mungkin disebabkan karena tingkat kepolaran yang hampir sama antara etil asetat dan dietil eter, agar pita tidak

17 7 terpisah ke atas semua, maka digunakan pelarut yang dapat menahan laju pita yaitu n-heksana. Jadi dilakukan pengujian kembali dengan kloroform: etil asetat: n-heksan dan klorform: dietil eter: n-heksana dengan perbandingan yang sama 50: 10: 40. Pemisahan dengan pelarut kloroform: dietil eter: n-heksana menghasilkan pita yang banyak namun masih saling berdekatan (Gambar 6c), sedangkan pada pelarut kloroform: etil asetat: n-heksana menghasilkan jumlah pita yang banyak dan memiliki keterpisahan yang baik (Gambar 6b). Jadi tiga pelarut yang dipilih berdasarkan jumlah pita terbanyak dan keterpisahan yang baik adalah kloroform, etil asetat, dan n-heksana. Pendeteksian dengan UV 254, UV 366 nm dan anisaldehida menghasilkan jumlah pita yang berbeda-beda, hal ini disebabkan karena setiap deteksi memunculkan senyawa yang berbeda. Pendeteksian dengan sinar UV digunakan untuk memunculkan senyawa yang memiliki gugus kromofor (berkonjugasi). Pada UV 254 nm komponen atau pita yang muncul akan terlihat berwarna gelap, sedangkan pelat akan berpendar warna hijau. Pada UV 366 nm pelat akan terlihat gelap, sedangkan komponen akan berpendar sehingga pita akan terlihat lebih jelas. UV 254 nm digunakan untuk mendeteksi senyawa golongan alkaloid, flavonoid, triterpenoid. Sedangkan UV 366 nm digunakan untuk mendeteksi senyawa golongan lignan, alkaloid, flavonoid, triterpenoid (Fernand 2003). Anisaldehida untuk mendeteksi senyawa sterol, terpenoid dan minyak atsiri (Santosa & Hertiani 2005). Gambar 5 Hubungan antara jumlah pita yang dihasilkan dengan 12 eluen tunggal yang dideteksi oleh UV 254 nm, 366 nm, dan anisaldehida. a b c Gambar 6 Hasil pemisahan dengan pelarut kloroform: etil asetat: dietil eter (a), kloroform: etil asetat: n- heksana (b), kloroform: dietil eter: n-heksana (c). Ketiga hasil pemisahan tersebut dideteksi dengan UV 366 nm. Penentuan Titik Optimum dari Tiga Pelarut Menggunakan Simplex Centroid Design Ketiga pelarut yang terpilih, yaitu kloroform, etil asetat, dan n-heksana masing-masing sebagai titik A, B, C dikombinasikan berdasarkan simplex centroid. Hubungan interaksi antara jumlah pita dengan deteksi UV 366 nm dan anisaldehida pada 10 jenis komposisi fase gerak ditunjukkan pada Gambar 7. Komposisi pelarut yang menghasilkan pita terbanyak pada UV 366 nm yaitu kloroform: etil asetat: n-heksana pada perbandingan komposisi pelarut 1/6: 1/6: 2/3, sedangkan pada deteksi dengan anisaldehida, komposisi pelarut yang menghasilkan jumlah terbanyak yaitu kloroform: etil asetat: n-heksana pada saat perbandingan komposisi pelarut 1/3: 1/3: 1/3 (Gambar 7). Daerah optimum ditentukan dengan menggunakan peranti lunak Minitab 14 dengan jumlah pita sebagai responnya sehingga didapatkan daerah optimum untuk deteksi UV 366 nm (Gambar 8a) dan daerah optimum untuk deteksi anisaldehida (Gambar 8b) daerah optimum dinyatakan dengan warna hijau tua. Pemisahan dengan deteksi UV 366 nm menghasilkan daerah optimum disekitar titik A dan di titik C dan cenderung lebih mendekati titik A. Hal ini berarti komposisi fase gerak optimumnya terdiri atas kloroform dan n-heksana dimana jumlah kloroform lebih banyak dibandingkan dengan n-heksana. Daerah optimumnya tercapai saat perbandingan kloroform : n- heksana yaitu : (Lampiran

18 8 10). Sedangkan pemisahan dengan deteksi anisaldehida menunjukkan daerah optimum berada diantara titik A, B, dan titik C, sehingga komposisi fase gerak optimumnya terdiri atas kloroform, etil asetat, dan n- heksana. Daerah optimumnya tercapai saat perbandingan komposisi kloroform : etil asetat : n-heksana yaitu : : (Lampiran 11). Hasil Minitab 14 terhadap hubungan komposisi fase gerak dan jumlah pita menghasilkan persamaan regresi untuk menduga model dari kedua deteksi tersebut, untuk deteksi UV 366 nm didapat persamaan y = 5.474A B C 9.263AB AC BC sedangkan untuk deteksi anisaldehida dihasilkan persamaan y = A B C AB AC BC dimana A = kloroform, B = etil asetat dan C = n-heksana. Nilai koefisien determinasi (R 2 ) yang dihasilkan pada deteksi UV 366 nm sebesar % sedangkan pada deteksi anisladehida dihasilkan R 2 sebesar 95.07%. koefisien korelasi yang dihasilkan pada deteksi UV 366 nm lebih kecil dibandingkan pada deteksi anisaldehida, hal ini disebabkan karena titik optimum yang diperoleh pada deteksi UV 366 nm tidak berada di pusat titik simplex centroid (segitiga) sedangkan pada deteksi anisaldehida titik optimum yang diperoleh berada di pusat titik simplex centroid. Dari hasil elusi sepuluh komposisi rancangan simplex centroid ini dipilih pelarut yang menghasilkan jumlah pita terbanyak dan pemisahan terbaik yaitu pada titik 9 saat perbandingan klroroform: etil asetat: n-heksana; 1/6 : 1/6 : 2/3 yang menghasilkan 9 pita (Gambar 9). Gambar 7 Hubungan antara jumlah pita yang dihasilkan menggunakan deteksi UV 366 nm dan anisaldehida pada jenis komposisi fase gerak. a Gambar 8 Daerah optimum untuk deteksi UV 366 nm (a) dan deteksi anisaldehida (b) Gambar 9 Hasil pemisahan dari ekstrak maserasi dengan fase gerak optimum (titik 9) rancangan simplex centroid deteksi dengan UV 366 nm Pemisahan Komponen dari Ekstraksi Sonikasi dengan Central Composite Design Pemisahan komponen dari hasil ekstrasi sonikasi dilakukan setelah fase gerak dioptimumkan. Ekstraksi sonikasi menggunakan rancangan central composite design dengan 20 variasi perlakuan (Lampiran 3). Hasil ekstraksi kemudian dielusi menggunakan fase gerak optimum yaitu kloroform: etil asetat: n-heksana dengan perbandingan 1/6 : 1/6 : 2/3. Hasil pemisahan 20 variasi ekstraksi sonikasi menggunakan fase gerak optimum ditunjukkan pada Gambar 10. Persamaan regresi yang diperoleh untuk deteksi UV 366 nm yaitu y = A B C AA BB CC AB AC BC dengan R 2 sebesar 34.9%, sedangkan persamaan regresi untuk deteksi anisaldehida adalah y = A C AA BB CC b

19 AB AC BC dengan R 2 sebesar 55.1%, dimana A = bobot sampel, B = volume larutan, dan C = waktu ekstraksi. Persamaan regresi ini menunjukkan hubungan jumlah pita dengan variasi ekstraksi. Jika dillihat berdasarkan selang kepercayaan, jumlah pita yang dihasilkan baik deteksi dengan UV 366 nm maupun deteksi anisaldehida sangat dipengaruhi oleh bobot sampel dimana nilai p bobot sampel lebih kecil dar α = 0.05 (p < 0.05), sedangkan volume pelarut dan waktu ekstrasi tidak mempengaruhi secara signifikan dengan nilai p > 0.05 (Lampiran 13). Gambar 10 menunjukkan pemisahan komponen dengan ekstraksi sonikasi dapat terlihat secara visualisasi. Pemisahan yang menghasilkan jumlah pita terbanyak dan keterpisahan yang baik terdapat pada variasi ekstraksi nomor 6 pada saat bobot sampel = 1.5 g, volume pelarut 5 ml, dan waktu ekstraksi 15 menit (Lampiran 13) pemisahan ini menghasilkan 9 pita. Proses pemisahan baik dari ekstraksi maserasi maupun sonikasi menggunakan fase gerak optimum menghasilkan jumlah pita yang sama yaitu 9 pita. Namun dari pendeteksian dengan UV 366 nm hasil keterpisahan dan kecerahan pita yang dihasilkan ekstraksi sonikasi lebih baik dibanding ekstrak maserasi (Gambar 9 & 10). Ekstrasi maserasi digunakan untuk mengekstraksi sampel yang relatif tidak tahan panas sehingga dapat menghindari kerusakan komponen, kelemahan dari ekstraksi maserasi ini adalah penggunaan pelarut yang relatif banyak dan membutuhkan waktu yang lama sekitar 72 jam (Meloan 1999). Berbeda halnya dengan ekstraksi sonikasi yang lebih efisien dari segi penggunaan pelarut dan waktu ekstraksi yang tidak lebih dari 30 menit. Teknik ekstraksi sonikasi ini mengandalkan energi gelombang yang menyebabkan proses kavitasi, yaitu suatu proses pembentukan gelembung-gelembung kecil akibat adanya transmisi gelombang ultrasonik. Ketika mengenai suatu larutan, energi ultrasonik menyebabkan timbulnya rongga akustik, dengan struktur bergelembung yang kemudian pecah. Proses tersebut membantu difusi pelarut ke dalam dinding sel tanaman (Ashley et al. 2001). ekstraksi dengan sonikasi dipilih untuk proses selanjutnya yaitu pemisahan komponen jahe merah dari berbagai daerah, karena lebih efisien dari segi pelarut, waktu, dan juga menghasilkan keterpisahan yang lebih baik dibanding dari ekstraksi maserasi. Gambar 10 Hasil pemisahan 20 variasi ekstrasi sonikasi menggunakan rancangan central composite, dielusi menggunakan fase gerak optimum, dan dideteksi dengan UV 366 nm. Validasi Metode Stabilitas Analat Selama Krmatografi Analat stabil selama kromatografi jika semua komponen berada pada garis diagonal yang menghubungkan posisi aplikasi dengan pertemuan bidang kedua fase gerak. Dari hasil kromatografi dua dimensi dapat terlihat bahwa pita berada pada garis diagonal (Gambar 11). Hal ini menunjukkan bahwa analat stabil selama kromatografi.

20 10 Gambar 11 Stabilitas analat selama kromatografi dengan deteksi UV 366 nm. Stabilitas Analat pada Pelat dan dalam Larutan Kestabilan analat pada pelat dan dalam larutan ini ditunjukkan pada Gambar 12. Metode untuk stabilitas analat pada pelat dan larutan dapat diterima karena tidak ada perbedaan jumlah pita pada analat 3 jam sebelum kromatografi dengan analat yang masih segar dan perbedaan Rf pada masingmasing larutan tidak lebih dari 0.05 (Lampiran 17). Gambar 13 Stabilitas visualisasi deteksi UV 366 nm. Keterulangan Keterulangan ditunjukkan pada Gambar 14. Metode keterulangan dapat diterima karena tidak ada perbedaan jumlah, posisi, warna, dan intensitas pita pada tiga pelat berbeda, dan nilai Rf pada masing-masing pelat tidak lebih dari 0.05 (Lampiran 17). a b c d e Gambar 12 Stabilitas analat pada pelat selama 3 jam sebelum kromatografi (a), sampel segar diaplikasikan segera sebelum kromatografi (b dan c), sampel disiapkan selama 3 jam sebelum kromatografi (dalam larutan) (d), dan standar 6-gingerol (e) dengan visualisasi UV 366 nm. Stabilitas Visualisasi Gambar 13 menunjukan bahwa Analat stabil karena tidak menunjukkan penurunan intensitas warna maupun perubahan secara signifikan selama selang waktu pengamatan yaitu salama menit ke-2, ke-5, ke-10, ke-20, ke-30, dan menit ke-60. Sehingga metode ini dapat diterima dan perbedaan Rf pada masing-masing larutan tidak lebih dari 0.05 (Lampiran 17). a b c Gambar 14 Keterulangan pada pelat ke-1 (a), pelat ke-2 (b), pelat ke-3 (c) deteksi dengan UV 366 nm. Presisi Menengah Validasi metode KLT untuk presisi menengah dapat diterima jika semua pola sidik jari (pita) pada ketiga pelat menunjukkan jumlah, posisi, warna, dan intensitas pita yang identik. Masing - masing pita pada pelat menunjukkan komponen yang sama, membentuk garis paralel dengan tidak adanya gangguan seperti membelok serta nilai R f untuk masing masing pita pada ketiga pelat tidak berbeda lebih dari 0.05 (Lampiran 17). Gambar 15 menunjukkan bahwa pada presisi menengah hari ke-1, hari ke-2, dan hari ke-3 menghasilkan jumlah pita yang sama, namun dari segi keterpisahan pita hari ke-1 berbeda dengan hari ke-2 dan ke-3. Sedangkan keterpisahan pita hari ke-2 dan hari ke-3 sama. Pada ketiga pelat tersebut masing-masing nilai Rf pada hari ke -1, ke- 2 dan ke-3 memiliki selisih Rf terbesar yaitu perbedaan nilai Rf pada hari ke-1

21 11 diduga adanya perbedaan tingkat kejenuhan bejana kromatografi pada hari ke-1 dengan hari ke-2 dan ke-3, dan juga dipengaruhi faktor suhu dan kelembaban yang berbedabeda pada masing-masing hari. ditunjukkan seperti ditunjukkan pada Gambar 17. Standar JM1 JM2 JM3 JM4 JM5 JM6 JM7 JM8 JM9 a b c Gambar 15 Presisi menengah pada hari ke-1 (a), hari ke-2 (b), dan hari ke-3 (c) deteksi dengan UV 366 nm. Ketangguhan Gambar 16 menunjukkan bahwa pola kromatogram sidik jari (pita) pada jahe merah mengunakan Flat Bottom Chamber (a) maupun Twin Trough Chamber (b) menunjukkan pola kromatogram yang hampir sama dan perbedaan nilai Rf masing-masing pelat tidak lebih dari metode untuk ketangguhan dapat diterima dan digunakan pada analisis rutin kendali mutu. Standar JM10 JM11 JM12 JM13 JM14 JM15 JM16 JM17 JM18 6-gingerol (a) Standar JM1 JM2 JM3 JM4 JM5 JM6 JM7 JM8 JM9 a b Gambar 16 Pola Kromatogram jahe merah hasil pemisahan dengan Flat Bottom Chamber (a) dan Twin Trough Chamber (b) dengan deteksi UV 366 nm. Pemisahan Komponen Jahe Merah dari Berbagai daerah Setelah pemilihan fase gerak optimum, dan teknik ekstraksi sudah ditentukan, serta validasi metode sudah dilakukan, selanjutnya dilakukan pemisahan komponen jahe merah dari lokasi yang berbeda. Hasil pemisahannya dari lokasi yang berbeda 6-gingerol Standar JM10 JM11 JM12 JM13 JM14 JM15 JM16 JM17 JM18 (b) Gambar 17 Hasil pemisahan komponen jahe merah dari berbagai daerah dan standar 6-gingerol dengan deteksi UV 366 nm (a) dan deteksi anisaldehida (b).

22 12 Sampel jahe merah yang digunakan berasal dari 7 daerah yang berbeda, yaitu JM1 berasal dari Bogor, JM2, dan JM3 berasal dari Purwokerto, JM4, JM5, JM6, dan JM15 berasal dari Pacitan, JM7 dan JM8 dari Kulonprogo, JM9, JM10, dan JM11 dari Ponorogo, JM12, JM13, JM14, dan JM16 dari Wonogiri, sedangkan JM17 dan JM18 dari Semarang. Hasil pemisahan KLT jahe merah dari lokasi yang berbeda ini menghasilkan pola sidik jari (kromatogram) yang hampir mirip satu sama lain (Gambar 17). Hasil pola sidik jari ini dibandingkan dengan senyawa penciri yaitu 6-gingerol. 6- gingerol digunakan sebagai senyawa penciri karena senyawa ini merupakan komponen penyusun terbesar dari jahe. Hasil elusi menunjukkan hampir semua sampel jahe dari berbagai daerah ini memiliki senyawa 6-gingerol. Perbedaan hanya terdapat pada JM4, JM5 (pacitan) dan JM16 (Wonogiri) yang tidak memiliki senyawa 6-gingerol (Gambar 7). Perbedaan pola kromatogram ini diduga karena faktor perbedaan lokasi. Adanya perbedaan lokasi berkaitan dengan unsur hara yang dikandung dalam tanah. Setiap daerah memiliki kandungan unsur hara yang berbeda-beda, sehingga metabolit sekunder yang dihasilkan pun juga berbeda. Karena metabolit sekunder yang dihasilkan berbeda-beda maka pola kromatogram KLT yang dihasilkan juga dapat berbeda. Selain faktor perbedaan lokasi. Faktor iklim, curah hujan, dan intensitas cahaya matahari juga dapat mempengaruhi metabolit sekunder yang dihasilkan dari jahe merah tersebut (Okoh 2007). JM6 memliki pola sidik jari (kromatogram) yang berbeda dengan JM4 dan JM5 meskipun berasal dari daerah yang sama (Pacitan), hal ini mungkin disebabkan waktu tanam atau waktu panen yang berbeda. Waktu tanam dan waktu panen juga dapat menyebabkan perbedaan metabolit yang dihasilkan (Okoh 2007). Waktu panen yang terbaik pada jahe merah itu pada saat berumur 7 bulan, karena pada umur tersebut kandungan minyak atsiri dan oleoresinnya optimum (Nurliana 2007). Spesifisitas Pengujian spesifitas dilakukan dengan melakukan pemisahan komponen dari suatu tanaman obat dengan cara membandingkannya dengan senyawa penciri. Pada peneltian ini komponen yang diuji yaitu dari jahe merah, jahe gajah, dan jahe emprit, dan lengkuas. untuk mengetahui ada tidaknya senyawa yang terdapat pada jahe, maka digunakan senyawa penciri untuk pembanding, yaitu 6- gingerol. Gambar 18 menunjukan bahwa senyawa 6-gingerol itu hanya terdapat pada sampel jahe merah, jahe gajah, dan jahe emprit dengan nilai Rf sebesar 0.24 (Lampiran 19). Sedangkan pada lengkuas tidak terdapat senyawa 6-gingerol. Lengkuas memiliki pola sidik jari kromatogram yang berbeda dari ketiga jenis jahe ini, sehingga ketika ada pemalsuan bahan baku jamu jahe langsung dapat terlihat perbedaannya dengan menggunakan KLT. Berbeda dengan Pola sidik jari kromatogram yang dihasilkan antara jahe merah, jahe gajah dan jahe emprit. Pola sidik jari yang dihasilkan belum bisa dibedakan karena pola kromatogram yang dihasilkan sama. kemungkinan ketiga jenis jahe ini mempunyai komponen kimia yang sama, dan yang membedakan hanya jumlah kandungannya saja. Perlu dilakukannya analisis lebih lanjut yaitu analisis kuantitatif dengan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) atau kromatografi gas sehingga dapat terlihat jumlah kandungan komponen kimia yang berbeda dari ketiga jenis jahe tersebut. Std JM JG JE LK (a) 6-gingerol std JM JG JE LK (b) Gambar 18 Pola kromatogram standar (std), jahe merah (JM), jahe gajah (JG), jahe emprit (JE), dan lengkuas (LK) dengan deteksi UV 366 nm (a), dan deteksi anisaldehida (b). SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pelarut yang terpilih sebagai penyusun fase gerak optimum adalah kloroform : etil asetat : n-heksana dengan perbandingan 1/6 : 1/6 : 2/3. Teknik ekstraksi terbaik untuk

23 13 mengisolasi komponen kimia pada jahe merah yaitu ekstraksi sonikasi pada saat bobot 1.5 g, volume pelarut 5 ml, dan waktu ekstraksi 15 menit. Hasil elusi pada jahe merah dari lokasi yang berbeda menunjukkan pola kromatogram yang mirip satu sama lain dan hampir semua sampel jahe merah memiliki senyawa 6-gingerol, dari 18 jahe merah (JM) yang diuji, hanya jahe JM4, JM5 (Pacitan), dan JM16 (Wonogiri) yang tidak memiliki senyawa 6- gingerol. Saran Sebaiknya titik optimum dijadikan titik tengah pada segitiga simplex centroid sehingga diharapkan titik optimum berada di bagian tengah bidang. Selain itu, faktor yang harus diperhatikan saat proses elusi yaitu tingkat kejenuhan bejana, suhu dan kelembaban laboratorium yang diusahakan setiap hari sama tingkat kestabilannya. Perlu dilakukan penelusuran senyawa dengan pemisahan KLT yang dihubungkan dengan waktu tanam atau waktu panen jahe yang berbeda. DAFTAR PUSTAKA [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia Volume 1. Jakarta: BPOM RI. Almeide AA, Scarminio IS Statistical mixture design of optimization of extraction media and mobile phase compositions for the characterization of green tea. J Sep Sci 30: Anderson VL, McLean RA Design of Experiments. New York: Marcel Dekker. Ashley K, Andrews RN, Cavazosa L, Demange M Ultrasonic extraction as a sample preparation technique for elemental analysis by atomic spectrometry. J Anal At Spectrom 16: Borges et al Mixture design for the fingerprint optimization of chromatographic mobile phases and extraction solutions for Camellia sinensis. Anal Chim Acta 595: Delaroza F, Scarminio IS Mixture design optimization of extraction and mobile phase media for fingerprint analysis of Bauhinia variegate L. J Sep Sci 31: Fernand VE Initial characterization of crude extracts from Phyllanthus amarus Schum. and Thonn. and Quassia amara L. using normal phase thin layer chromatography [tesis]. Lousiana: Program Pascasarjana, University of Suriname. Gritter RJ, JM Bobbitt, AE Schwarting Pengantar Kromatografi. Ed ke- 2. Padmawinata K, penerjemah. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Guzman CC, JS Siemonsma Plant resources of South-East Asia, No.13, Spices. Prosea. Bogor. Harborne JB Metode Fitokimia. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah; Niksolihin S, editor. Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan dari: Phytochemical Method. Herlina R, Murhananto J, Endah, Listiyani & ST Pribadi Khasiat Manfaat Jahe Merah Si Rimpang Ajaib. Agro Media Pustaka: Jakarta. Kikuzaki H, Nakatani N Antioxidant effects of some ginger constituents. Journal of Food Sci 58: Kimura M, Fujimura M, Yoshida M, Takeshi T, Naoko TA An easy method to identify 8-keto-15- hidroxytrichothecenes by thin layer chromatography. Mycotoxins 58: Koswara S Jahe dan Hasil Olahannya. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Koll et al Validation of standardized high-performance thin-layer chromatographic methods for quality control and stability testing of herbals. Journal of AOAC International 86: Kuo et al Isolation of natural antioxidant dehidrozingeron from

24 14 zingiber officinale and synthesis of its analogues for recognition of effective antioxidant and antithyrosinase agents. Arch Pharm Res 28: Liang et al Quality control of herbal medicines. Journal of Chromatography B 812: Melecchi et al Optimization of the sonication extraction method of Hibiscus tiliaceus L. flowers. Ultrasonics Sonochemistry 13: Meloan CE Chemical Separation. New York: J Willey. Montgomery DC Design and Analysis of Experiments. Ed ke-5. New York: John Willey & sons. Muhlisah F Temu-temuan dan Empon-Empon, Budi Daya dan Manfaatnya. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Nurliana D, Bambang C, Rini BH Analisis kuantitatif dan kualitatif minyak atsiri dari rimpang jahe merah (Zingiber officinale var. Rubrum) dengan variasi waktu panen. Procceding seminar nasional, Jurusan Kima, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNDIP Semarang. Nursal, Wulandari S, Wilda SJ Bioaktivitas ekstrak jahe (Zingiber officinale Roxb.) dalam menghambat pertumbuhan koloni bakteri Escherichia coli dan Bacillus subtilis. J Biogenesis 2: Nutan Starch acetate as a film forming excipient in controlled drug delivery [disertasi]. Texas: Program Pascasarjana, University Health Science Center. Nyiredy Sz Planar chromatographic method development using the prisma optimization system and flow charts. J Chromatogr Sci 40: Okoh O, AA Sadimenko, AJ Afolayan The effects of age on the yield and composition of the essential oil of Calendula officinalis. Journal of Applied Sciences 7: Paimin FB, Murhananto Budidaya, Pengolahan, Perdagangan Jahe. Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Reich E, Schibli A Validation of high-performance thin layer chromatographic methods for the identification of botanicals in a cgmp environment. Journal of AOAC International 91: Santosa CM, Hertiani T Kandungan senyawa kimia dan efek ekstrak daun bangun-bangun (Coleus ambonicus, L.) pada aktivitas fagositosis netrofil tikus putih (Rattus nervogicus). Majalah Farmasi Indonesia 16: Sastroamidjojo AS Obat Asli Indonesia. Dian Rakyat: Jakarta. Septiana AT, Deddy M, Fransiska RZ Aktivitas antioksidan ekstrak diklorometana dan air jahe (Zingiber officinale Rosc.) pada asam linoleat. J Teknologi dan Industri Pangan 2: Sidik Acuan Sedian Herbal. Yogyakarta: Penerbit UGM. Stahl E Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Padmawinata K, penerjemah. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Terjemahan dari: Drug Analysis by Chromatography. Stoenoiu CE. Bolboaca AD, Jantschi L Mobile phase optimization for steroid separation. Medical Informatics 18: Suharyono, Rozak, A Masalah dan Peluang Pengembangan Tanaman Jahe Spesifik Lokasi di Propinsi Bengkulu. IPPTP Bengkulu. Tim Lentera Khasiat dan Manfaat Jahe Merah si Rimpang Ajaib. Jakarta: Agromedia Pustaka. Tripathi AK, Vema RK, Gupta AK, Gupta MM, Khanuja S Quantitative

25 15 determination of phyllanthin and hypophyllanthin in phyllantus species by high performance thin layer chromatography. Phytochem Anal 17: Wijayakusuma H Atasi Asam Urat dan Rematik Ala Hembing. Jakarta: Puspa Swara. Yitnosumarto S Percobaan Perancangan, Analisis dan Interpretasinya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Zakaria FR, Hari S, Arif H Pengaruh konsumsi jahe (Zingiber officinale Roscoe) terhadap kadar malonaldehida dan vitamin E plasma pada mahasiswa Pesantren Ulil Albab Kedung Badak Bogor. J Teknologi dan Industri Pangan 11: Zhang et al Central composite experiment design applied to the catalytic aromatization of isophorone to 3,5-xylenol. Chemometrics and Intelligent Laboratory Systems 89:

26 LAMPIRAN 16

27 17 Lampiran 1 Bagan alir penelitian Simplisia jahe merah Penotolan ekstrak maserasi, pengujian dengan 12 pelarut tunggal, dan deteksi komponen (anisaldehida) Ekstraksi Sonikasi dengan Variasi, bobot sampel, volume pelarut, dan waktu ekstraksi dengan rancangan central composite design Tiga pelarut tunggal dengan pemisahan terbaik Penentuan 10 komposisi fase gerak dengan rancangan simplex centroid design Penotolan ekstrak menggunakan komposisi fase gerak optimum (titik optimum) (2), deteksi komponen Jumlah pita (3) dan keterpisahan terbaik Penotolan ekstrak, pengujian dengan 10 komposisi fase gerak, dan deteksi komponen (anisaldehida) Jumlah pita (1) dan keterpisahan terbaik Analisis statistik Komposisi fase gerak optimum (titik optimum) (2) Jumlah pita (1) dan pita (3) dibandingkan Pemilihan cara ekstraksi dengan jumlahpita dan keterpisahan terbaik Validasi Metode Uji ekstrak jahe merah dari 6 lokasi berbeda dengan standard/senyawa penciri (gingerol)

28 18 Lampiran 2 Penggolongan pelarut oleh Snyder s Golongan Pelarut Kekuatan pelarut - n-heksana* 0 I n-butil eter 2.1 Diisopropil eter 2.4 Metil-t-butil eter 2.7 Dietil eter* 2.8 II i-pentanol 3.7 n-butanol* 3.9 i-propanol 3.9 n-propanol 4.0 Etanol* 4.3 Metanol* 5.1 III Tetrahidrofuran* 4.0 Piridin 5.3 Metoksietanol 5.5 Metilformamida 6.0 Dimetilformamida 6.4 Dimetilsulfoksida 7.2 IV Asam asetat* 6.0 Formamida 9.6 V Diklorometana* 3.1 1,1-dikloroetana 3.5 Benzilalkohol 5.7 VI Etil asetat* 4.4 Metil etil keton 4.7 Dioksana 4.8 Aseton* 5.1 Asetonitril* 5.8 VII Toluena 2.4 Benzena 2.7 Nitrobenzena 4.4 Nikrometana 6.0 VIII Kloroform* 4.1 Dodekafloroheptanol 8.8 Air 10.2 Keterangan: * menunjukkan pelarut tunggal yang dipilih.

29 19 Lampiran 3 Variasi ekstraksi sonikasi dengan rancangan central composite design Perlakuan Kode level x 1 x 2 x 3 Keterangan: x 1 = bobot sampel, x 2 = volume pelarut, dan x 3 = waktu ekstraksi x 1 (g) Nilai level x 2 (ml) x 3 (menit) Lampiran 4 jumlah pita pada saat elusi dengan 12 pelarut tunggal Fase gerak Jumlah pita dengan deteksi UV 254 nm UV 366 nm Anisaldehida Tetrahidrofuran Kloroform Etil asetat Diklorometana Dietil eter Asetonitril Methanol Aseton n-heksana Asam asetat Etanol n-butanol 1 1 1

30 20 Lampiran 5 Hasil elusi dengan 12 pelarut tunggal dengan visualisasi UV 254 nm Keterangan 1. tetrahidrofuran, 2. kloroform, 3. etil asetat, 4. diklorometana, 5. dietil eter, 6. asetonitril, 7. methanol, 8. aseton, 9. n-heksana, 10. asam asetat, 11. etanol, 12. n-butanol.

31 21 Lampiran 6 Hasil elusi dengan 12 pelarut tunggal dengan visualisasi UV 366 nm Keterangan 1. tetrahidrofuran, 2. kloroform, 3. etil asetat, 4. diklorometana, 5. dietil eter, 6. asetonitril, 7. methanol, 8. aseton, 9. n-heksana, 10. asam asetat, 11. etanol, 12. n-butanol.

32 22 Lampiran 7 Hasil elusi komposisi rancangan simplex centroid design pelarut kloroform, etil asetat, dan n-heksana dengan visualisasi UV 366 nm Keterangan eluen yang digunakan : A = kloroform, B = etil asetat, C = n-heksana 1 (5mL A), 2 (5mL C), 3 (5mL B), 4 (2.5mL A:2.5mL C), 5 (2.5mL B:2.5mLC), 6(2.5mL A:2.5mL B), 7 (1.7mL A:1.7 ml B:1.7mL C), 8 (0.8mL A:3.3mL B: 0.8mL C), 9 (0.8mL A:0.8mL B:3.3mL C), dan 10 (3.3mL A:0.8mL B:0.8mL C).

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) Gambar 4 Twin trough chamber (a) dan flat bottom chamber (b)

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) Gambar 4 Twin trough chamber (a) dan flat bottom chamber (b) 6 pengembang yang masih segar. Pelat dideteksi dengan UV 366 nm. Stabilitas Analat pada Pelat dan dalam Larutan. Ekstrak ditotolkan pada pelat 10 x 10 cm. Ekstrak dibuat sebanyak tiga buah. Ekstrak satu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN ANALISIS KUALITATIF PARASETAMOL PADA SEDIAAN JAMU SERBUK PEGAL LINU YANG BEREDAR DI PURWOKERTO

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN ANALISIS KUALITATIF PARASETAMOL PADA SEDIAAN JAMU SERBUK PEGAL LINU YANG BEREDAR DI PURWOKERTO ANALISIS KUALITATIF PARASETAMOL PADA SEDIAAN JAMU SERBUK PEGAL LINU YANG BEREDAR DI PURWOKERTO Muhammad Irfan Firdaus*, Pri Iswati Utami * Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Jl. Raya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan November 2015. Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. dilakukan di daerah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan Januari 2010. Daun gamal diperoleh dari Kebun Percobaan Natar, Lampung Selatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Fraksinasi Sampel buah mahkota dewa yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor dalam bentuk

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung Lawu. Sedangkan pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Biologi dan Kimia

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental di laboratorium untuk memperoleh data.data yang dikumpulkan adalah data primer. Pengumpulan data dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat-alat 1. Alat Destilasi 2. Batang Pengaduk 3. Beaker Glass Pyrex 4. Botol Vial 5. Chamber 6. Corong Kaca 7. Corong Pisah 500 ml Pyrex 8. Ekstraktor 5000 ml Schoot/ Duran

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI DARI SIMPLISIA BASAH DAN SIMPLISIA KERING DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum) Tiara Mega Kusuma, Nurul Uswatun

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI DARI SIMPLISIA BASAH DAN SIMPLISIA KERING DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum) Tiara Mega Kusuma, Nurul Uswatun ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI DARI SIMPLISIA BASAH DAN SIMPLISIA KERING DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum) Tiara Mega Kusuma, Nurul Uswatun Program Studi Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN BAB IV PROSEDUR PENELITIAN 4.1. Pengumpulan Bahan Tumbuhan yang digunakan sebagai bahan penelitian ini adalah daun steril Stenochlaena palustris. Bahan penelitian dalam bentuk simplisia, diperoleh dari

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2010 sampai dengan Mei 2011 di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor (IPB),

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Sebanyak 5 kg buah segar tanaman andaliman asal Medan diperoleh dari Pasar Senen, Jakarta. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN A. Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah tanaman dengan kode AGF yang diperoleh dari daerah Cihideng-Bandung. Penelitian berlangsung

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Juli 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Perairan Lampung Selatan, analisis aktivitas antioksidan dilakukan di

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan mulai bulan November 2010 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

PENGOPTIMUMAN FASE GERAK KLT MENGGUNAKAN DESAIN CAMPURAN UNTUK PEMISAHAN KOMPONEN EKSTRAK MENIRAN (Phyllanthus niruri) MEGA DEWINA ANGGRAENI PUSPITA

PENGOPTIMUMAN FASE GERAK KLT MENGGUNAKAN DESAIN CAMPURAN UNTUK PEMISAHAN KOMPONEN EKSTRAK MENIRAN (Phyllanthus niruri) MEGA DEWINA ANGGRAENI PUSPITA PENGOPTIMUMAN FASE GERAK KLT MENGGUNAKAN DESAIN CAMPURAN UNTUK PEMISAHAN KOMPONEN EKSTRAK MENIRAN (Phyllanthus niruri) MEGA DEWINA ANGGRAENI PUSPITA DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan.

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan. Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan. 43 Lampiran 2. Gambar tumbuhan eceng gondok, daun, dan serbuk simplisia Eichhornia crassipes (Mart.) Solms. Gambar tumbuhan eceng gondok segar Daun eceng gondok 44 Lampiran

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor (IPB), Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia L.) yang diperoleh dari Kampung Pipisan, Indramayu. Dan untuk

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.)

Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.) Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.) Gambar 1. Tumbuhan gambas (Luffa acutangula L. Roxb.) Gambar 2. Biji Tumbuhan Gambas (Luffa acutangula L. Roxb.) Lampiran 2. Gambar Mikroskopik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Tumbuhan labu dideterminasi untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tumbuhan yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan bahwa tanaman yang diteliti adalah Cucubita

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kering, dengan hasil sebagai berikut: Table 2. Hasil Uji Pendahuluan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kering, dengan hasil sebagai berikut: Table 2. Hasil Uji Pendahuluan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Uji Flavonoid Dari 100 g serbuk lamtoro diperoleh ekstrak metanol sebanyak 8,76 g. Untuk uji pendahuluan masih menggunakan serbuk lamtoro kering,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah daun salam, daun jati belanda, daun jambu biji yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) LPPM-IPB Bogor. Bahan yang digunakan untuk uji

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bagian Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia Fakultas MIPA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Jenis Penelitian 1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen (experiment research) (Notoatmodjo, 2002).

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) yang diperoleh dari Kampung Pamahan, Jati Asih, Bekasi Determinasi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Preparasi sampel Daging bebek yang direbus dengan parasetamol dihaluskan menggunakan blender dan ditimbang sebanyak 10 g kemudian dipreparasi dengan menambahkan asam trikloroasetat

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di 30 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 - Januari 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa Roxb.) menunjukkan adanya golongan senyawa flavonoid, terpenoid, steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan metode purposive sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan metode purposive sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Preparasi Sampel Sampel telur ayam yang digunakan berasal dari swalayan di daerah Surakarta diambil sebanyak 6 jenis sampel. Metode pengambilan sampel yaitu dengan metode

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang diperoleh dari daerah Soreang dan Sumedang. Tempat penelitian menggunakan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang diperoleh dari daerah Soreang dan Sumedang. Tempat penelitian menggunakan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Tempat Penelitian Objek atau bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah tanaman AGF yang diperoleh dari daerah Soreang dan Sumedang. Tempat penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji

BAB III METODOLOGI. Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji 19 BAB III METODOLOGI Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji pendahuluan golongan senyawa kimia, pembuatan ekstrak, dan analisis kandungan golongan senyawa kimia secara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 24 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental laboratorium. Metode yang digunakan untuk mengekstraksi kandungan kimia dalam daun ciplukan (Physalis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan kekayaan alamnya. Tanahnya yang subur dan iklimnya yang tropis memungkinkan berbagai jenis tumbuhan dapat dibudidayakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014, III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODA

III. BAHAN DAN METODA III. BAHAN DAN METODA 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat-alat yang digunakan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :peralatan distilasi, neraca analitik, rotary evaporator (Rotavapor

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2015 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2015 di 21 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2015 di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang diperoleh dari perkebunan murbei di Kampung Cibeureum, Cisurupan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. 16 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2012 sampai dengan bulan Maret 2013 di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. 3.2 Alat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu, dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cibarunai, Kelurahan Sarijadi, Bandung. Sampel yang diambil berupa tanaman

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA KIMIA DALAM FRAKSI NON-POLAR DARI TANAMAN PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk)

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA KIMIA DALAM FRAKSI NON-POLAR DARI TANAMAN PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk) PROSIDING SEMINAR NASIONAL DAN PAMERAN Tumbuhan obat indonesia xxviii ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA KIMIA DALAM FRAKSI NON-POLAR DARI TANAMAN PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk) Diah Widowati dan Faridah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis Roem) yang diperoleh dari daerah Tegalpanjang, Garut dan digunakan

Lebih terperinci

OLIMPIADE SAINS NASIONAL Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA. Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK. Waktu 150 menit. Kementerian Pendidikan Nasional

OLIMPIADE SAINS NASIONAL Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA. Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK. Waktu 150 menit. Kementerian Pendidikan Nasional OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2010 Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK Waktu 150 menit Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengumpulan Sampel Pengumpulan sampel ini dilakukan berdasarkan ketidaklengkapannya informasi atau keterangan yang seharusnya dicantumkan pada etiket wadah dan atau pembungkus.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penelitian

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat Identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor.

Lampiran 1. Surat Identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor. Lampiran 1. Surat Identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor. 60 Lampiran 2. Gambar tumbuhan buni dan daun buni Gambar A. Pohon buni Gambar B.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN A. Kategori Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni untuk mengetahui aktivitas penangkap radikal dari isolat fraksi etil asetat ekstrak etanol herba

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Pengumpulan dan Persiapan Sampel Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus champeden Spreng yang diperoleh dari Kp.Sawah, Depok, Jawa Barat,

Lebih terperinci

ANALISIS PEWARNA RHODAMIN B DALAM ARUM MANIS SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN SPEKTROFOTOMETRI UV-Vis DI DAERAH SUKOHARJO DAN SURAKARTA

ANALISIS PEWARNA RHODAMIN B DALAM ARUM MANIS SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN SPEKTROFOTOMETRI UV-Vis DI DAERAH SUKOHARJO DAN SURAKARTA ANALISIS PEWARNA RHODAMIN B DALAM ARUM MANIS SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN SPEKTROFOTOMETRI UV-Vis DI DAERAH SUKOHARJO DAN SURAKARTA Retno Putri Pamungkas, Vivin Nopiyanti INTISARI Analisis Rhodamin

Lebih terperinci

BAB III. eksperimental komputasi. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan yang

BAB III. eksperimental komputasi. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan yang BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian yang termasuk gabungan dari penelitian jenis eksperimental laboratorik dan eksperimental

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Garut, Jawa Barat serta

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2013 sampai Agustus 2013 di Laboratoium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium Instrumen

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 25 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Ekstraksi simplisia segar buah duku dilakukan dengan cara dingin yaitu maserasi karena belum ada data tentang kestabilan komponen ekstrak buah duku terhadap panas.

Lebih terperinci

3 Percobaan dan Hasil

3 Percobaan dan Hasil 3 Percobaan dan Hasil 3.1 Pengumpulan dan Persiapan sampel Sampel daun Desmodium triquetrum diperoleh dari Solo, Jawa Tengah pada bulan Oktober 2008 (sampel D. triquetrum (I)) dan Januari 2009 (sampel

Lebih terperinci

BABm METODOLOGI PENELITIAN

BABm METODOLOGI PENELITIAN BABm METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat-alat yang digunakan Alat-alat yang digunakan adalah seperangkat destilasi sederhana (Elektromantel MX), neraca analitik, ultrasonik Kery Puisatron,

Lebih terperinci

OPTIMASI KONSENTRASI PELARUT EKSTRAKSI EUGENOL. DARI RIMPANG LENGKUAS (Alpinia galanga L. Willd) TUGAS AKHIR

OPTIMASI KONSENTRASI PELARUT EKSTRAKSI EUGENOL. DARI RIMPANG LENGKUAS (Alpinia galanga L. Willd) TUGAS AKHIR OPTIMASI KONSENTRASI PELARUT EKSTRAKSI EUGENOL DARI RIMPANG LENGKUAS (Alpinia galanga L. Willd) TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi Oleh: Nur

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel ascidian telah dilakukan di Perairan Kepulauan Seribu. Setelah itu proses isolasi dan pengujian sampel telah dilakukan

Lebih terperinci

Kadar Air Simplisia Daun Salam

Kadar Air Simplisia Daun Salam 10 Setelah dilakukan pengukuran kadar air, kadar air serbuk daun salam tersebut masih tinggi sehingga pengeringan dilanjutkan kembali di dalam oven pada suhu 50 ⁰C hingga kadar airnya di bawah 10%. Hal

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengambilan Sampel Dalam penelitian ini, pengambilan lima sampel yang dilakukan dengan cara memilih madu impor berasal Jerman, Austria, China, Australia, dan Swiss yang dijual

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Simplisia 3.4 Karakterisasi Simplisia

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Simplisia 3.4 Karakterisasi Simplisia BAB 3 PERCOBAAN Pada bab ini dibahas tentang langkah-langkah percobaan yang dilakukan dalam penelitian meliputi bahan, alat, pengumpulan dan determinasi simplisia, karakterisasi simplisia, penapisan fitokimia,

Lebih terperinci

I. Judul: Isolasi Minyak Jahe Dari Rimpang Jahe (Zinger Officinale) II. Tanggal Percobaan: 6 Maret 2013 III. Tanggal selesai Percobaan: 6 Maret 2013

I. Judul: Isolasi Minyak Jahe Dari Rimpang Jahe (Zinger Officinale) II. Tanggal Percobaan: 6 Maret 2013 III. Tanggal selesai Percobaan: 6 Maret 2013 I. Judul: Isolasi Minyak Jahe Dari Rimpang Jahe (Zinger Officinale) II. Tanggal Percobaan: 6 Maret 2013 III. Tanggal selesai Percobaan: 6 Maret 2013 IV. Tujuan Percobaan: 1. Memilih peralatan yang dibutuhkan

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN. Jurnal yang berjudul Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dalam Daun Tembelekan. Oleh Darmawati M. Nurung NIM:

LEMBAR PENGESAHAN. Jurnal yang berjudul Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dalam Daun Tembelekan. Oleh Darmawati M. Nurung NIM: LEMBAR PENGESAHAN Jurnal yang berjudul Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dalam Daun Tembelekan Oleh Darmawati M. Nurung NIM: 441 410 004 1 ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID DALAM DAUN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi simplisia herba sambiloto. Tahap-tahap yang dilakukan yaitu karakterisasi simplisia dengan menggunakan

Lebih terperinci

PROFIL FITOKIMIA DAN UJI ANTIBAKTERI BIJI MANGGA ARUM MANIS (Mangifera indica. Linn)

PROFIL FITOKIMIA DAN UJI ANTIBAKTERI BIJI MANGGA ARUM MANIS (Mangifera indica. Linn) PROFIL FITOKIMIA DAN UJI ANTIBAKTERI BIJI MANGGA ARUM MANIS (Mangifera indica. Linn) Zulhipri, Yusnetty Boer, Resa Rahmawatie, Siti Julekha Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek penelitian ini adalah bagian daun tumbuhan suren (Toona sinensis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek penelitian ini adalah bagian daun tumbuhan suren (Toona sinensis 29 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek penelitian ini adalah bagian daun tumbuhan suren (Toona sinensis Roem.). Determinasi tumbuhan ini dilakukan di Laboratorium Struktur

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA ANTRAQUINON PADA FRAKSI KLOROFORM AKAR KAYU MENGKUDU ( Morinda Citrifolia, L) ABSTRAK

IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA ANTRAQUINON PADA FRAKSI KLOROFORM AKAR KAYU MENGKUDU ( Morinda Citrifolia, L) ABSTRAK IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA ANTRAQUINON PADA FRAKSI KLOROFORM AKAR KAYU MENGKUDU ( Morinda Citrifolia, L) Gloria Sindora 1*, Andi Hairil Allimudin 1, Harlia 1 1 Progam Studi Kimia, Fakultas MIPA, Universitas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan 67 Lampiran 2. Bagan kerja penelitian Pucuk labu siam Dicuci Ditiriskan lalu ditimbang Dikeringkan hingga kering Simplisia Diserbuk Serbuk simplisia pucuk labu siam Ditimbang

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID DARI FASE n-butanol DAUN JERUK PURUT (Citrus hystrix.dc)

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID DARI FASE n-butanol DAUN JERUK PURUT (Citrus hystrix.dc) ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID DARI FASE n-butanol DAUN JERUK PURUT (Citrus hystrix.dc) Zuhelmi Aziz*, Ratna Djamil Fakultas Farmasi Universitas Pancasila,Jakarta 12640 email : emi.ffup@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia

Lebih terperinci

3 Percobaan. Garis Besar Pengerjaan

3 Percobaan. Garis Besar Pengerjaan 3 Percobaan Garis Besar Pengerjaan Rangkaian proses isolasi pertama-tama dimulai dengan proses pengumpulan sampel. Karena area sampling adalah area yang hanya ditemukan pada musim hujan, sampel alga baru

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA KIMIA DARI FRAKSI KAYU SANREGO (Lunasia amara Blanco) SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA KIMIA DARI FRAKSI KAYU SANREGO (Lunasia amara Blanco) SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS 23 IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA KIMIA DARI FRAKSI KAYU SANREGO (Lunasia amara Blanco) SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS CHEMICAL COMPOUND IDENTIFICATION OF SANREGO WOOD FRACTION BY USING THIN LAYER CHROMATOGRAPHI

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan Rambut jagung (Zea mays L.), n-heksana, etil asetat, etanol, metanol, gliserin, larutan kloral hidrat 70%, air, aqua destilata, asam hidroklorida, toluena, kloroform, amonia,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2014 sampai dengan bulan Januari 2015 bertempat di Laboratorium Riset Kimia Makanan dan Material serta

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Jawa Barat. Identifikasi dari sampel

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil determinasi tumbuhan dilampirkan pada Lampiran 1) yang diperoleh dari perkebunan

Lebih terperinci

ETIL ASETAT DAN EKSTRAK METANOL

ETIL ASETAT DAN EKSTRAK METANOL AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK n-heksan, EKSTRAK ETIL ASETAT DAN EKSTRAK METANOL Sargassum echinocarpum DENGAN METODE DPPH DAN IDENTIFIKASI KANDUNGAN FUKOSANTIN SKRIPSI Oleh : Kunni Aliyah 105010583 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel PBAG di lingkungan sekitar kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan daerah Cipaku.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu penelitian dimulai dari bulan Februari sampai Juni 2014. Lokasi penelitian dilakukan di berbagai tempat, antara lain: a. Determinasi sampel

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium Biofarmaka, IPB-Bogor. Penelitian ini berlangsung selama lima

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. - Beaker glass 1000 ml Pyrex. - Erlenmeyer 1000 ml Pyrex. - Labu didih 1000 ml Buchi. - Labu rotap 1000 ml Buchi

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. - Beaker glass 1000 ml Pyrex. - Erlenmeyer 1000 ml Pyrex. - Labu didih 1000 ml Buchi. - Labu rotap 1000 ml Buchi BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat-alat - Beaker glass 1000 ml Pyrex - Erlenmeyer 1000 ml Pyrex - Maserator - Labu didih 1000 ml Buchi - Labu rotap 1000 ml Buchi - Rotaryevaporator Buchi R 210 - Kain

Lebih terperinci

ANALISIS SIDIK JARI KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS TANAMAN PEGAGAN (Centella asiatica) ADITYA UTAMA FATAHILLAH

ANALISIS SIDIK JARI KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS TANAMAN PEGAGAN (Centella asiatica) ADITYA UTAMA FATAHILLAH ANALISIS SIDIK JARI KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS TANAMAN PEGAGAN (Centella asiatica) ADITYA UTAMA FATAHILLAH DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin B pada pemerah pipi (blush on) yang beredar di Surakarta dan untuk mengetahui berapa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2014 di Laboratorium Kimia Instrumen dan Laboratorium Kimia Riset Makanan

Lebih terperinci

PENGARUH METODE PENGERINGAN TERHADAP KADAR ANTOSIAN PADA KELOPAK BUNGA ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.)

PENGARUH METODE PENGERINGAN TERHADAP KADAR ANTOSIAN PADA KELOPAK BUNGA ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.) PENGARUH METODE PENGERINGAN TERHADAP KADAR ANTOSIAN PADA KELOPAK BUNGA ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.) Wiranti Sri Rahayu, Dwi Hartanti, Nasrun Hidayat Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Muhammadiyah Semarang di Jalan Wonodri Sendang Raya 2A Semarang.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Muhammadiyah Semarang di Jalan Wonodri Sendang Raya 2A Semarang. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium kimia program studi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia L.) yang diperoleh dari Kampung Pamahan-Jati Asih, Bekasi. Dan

Lebih terperinci