BAB I PENDAHULUAN. bahwa sudah dari awal kemerdekaan, keberadaan militer di indonesia sebagai

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. bahwa sudah dari awal kemerdekaan, keberadaan militer di indonesia sebagai"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana mengenai hubungan sipil dengan militer di Indonesia selalu menjadi hal yang menarik untuk diperbincangkan. Argumentasi itu mengacu pada kenyataan bahwa sudah dari awal kemerdekaan, keberadaan militer di indonesia sebagai kekuatan sosial politik telah menjadi penopang keberlangsungan sistem kenegaaraan dan sistem politik Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD Lahirnya peran militer Indonesia tidak terlepas dari masa perang perjuangan kemerdekaan Indonesia melawan Belanda di mana fungsi militer dan politik tidak mempunyai batasan yang jelas, bahkan kedua fungsi tersebut berjalan bersama-sama dan tidak bisa dipisahkan. Sifat perjuangan itu sendiri bersifat politik tetapi juga bersifat militer. Perjuangan para pemuda mengangkat senjata melawan Belanda pada waktu itu di dorong oleh motivasi patriotik untuk membela dan mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamirkan oleh para politisi kalangan nasionalis. Karekter tersebut mendorong kecenderungan kalangan militer terjun dalam masalah-masalah politik. Sebagian besar kalangan militer yang berorientasi politik semasa revolusi merasa mempunyai andil besar dalam perjuangan kemerdekaan sehingga mereka merasa juga memiliki kepentingan politik sendiri. Keadaan tersebut 1

2 memunculkan perbedaan seperti perundingan-perundingan dengan Belanda yang disetujui oleh pemerintah sipil namun tidak dengan pihak milter pada saat itu 1. Perubahan konstitusi Republik Indonesia Serikat dan Undang-Undang Dasar sementara 1950 yang berasaskan demokrasi liberal sangat berdampak kepada menurunnya peran militer bahkan menghendaki militer tidak boleh campur tangan dalam urusan politik. Peran militer tentang kekuatan non-politik tidak bertahan lama dan segera ditarik kembali ke arena politik. Hal tersebut dikarenakan adanya krisis politik yang harus melibatkan militer kedalamanya yaitu peristiwa 17 oktober 1952, di mana terjadi perselisihan antara perwira teknokrat dengan perwira bekas Pembela Tanah Air (PETA) yang juga berimbas kepada perselisihan di parlemen antara oposisi dengan koalisi. Perkembangan politik tersebut semakin mengacaukan stabilitas politik di Indonesia yang diakibatkan pertentangan keras antar partai politik dalam parlemen 2. TNI Angkatan Darat yang sebelumnya terpecah belah dan saling bertentangan mulai menyadari kepentingannya untuk bersatu dikarenakan selama sistem parlementer masih berlangsung pihak militer banyak dirugikan dan diabaikan terutama masalah pembagian dana. Rekonsiliasi formal terwujud dari semua kelompok-kelompok militer yang bertentangan sepakat dan bersumpah untuk menjaga persatuan dan kesatuan. 1 Arif Yulianto, Hubungan Sipil Militer di Indonesia Pasca Orde Baru. Jakarta. 2002, hal Ibid hal

3 Kepercayaan diri di kalangan militer yang begitu tertuang dalam masa Orde Baru, di mana tentara sendiri (ABRI) yang seharusnya merupakan alat negara yang bertugas menjaga pertahanan dan keamanan, memberikan perlindungan kepada masyarakat dan menjamin hak-hak politik masyarakat, justru terjebak dalam permainan politik orde baru dengan tidak malu-malu menghalau para perwira potensialnya untuk terlibat dalam jabatan politis seperti menjadi gubernur, bupati atau menjadi kepala desa dengan tujuan untuk menegakkan Pancasila dan UUD 1945, menjaga stabilitas politik dan mengawasi jalannya pembangunan sesuai dengan intruksi soeharto sebagai komandernya. Orde baru adalah tonggak sejarah baru setelah periode pemerintahan Soekarno. Diawali dengan adanya pemberontakan G 30 S/PKI yang secara cepat dapat diatasi oleh ABRI dan rakyat, kemudian diperburuk lagi dengan adanya krisis politik yang tidak menentu akibat keengganan Soekarno untuk menyelesaikan kasus G 30 S/PKI, krisis ekonomi semakin parah, masyarakat menjadi gelisah dan akhirnya terjadilah demonstrasi besar-besaran yang mengajukan 3 tuntutan atau yang sering dikenal dengan aksi Tritura (Tri Tuntutan Rakyat). Untuk mengatasi krisis nasional yang semakin parah tersebut, maka pada tanggal 11 Maret 1966 presiden memerintahkan kepada menteri/pangad Letjen Soeharto untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu demi terjaminnya keamanan, ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan. Surat perintah tersebut 3

4 di manfaatkan oleh Soeharto untuk tidak ada alasan lagi untuk membubarkan PKI karena dianggap sebagai sumber ketidakamanan serta ketidaktentraman masyarakat 3. Pelimpahan kekuasaan tersebut menjadikan Jendral Soeharto sebagai presiden yang sah dengan dilakukannya sesuai mekanisme konsitusional. Diangkatnya Soeharto sebagai presiden penuh tahun 1968 oleh MPRS membawa militer ke posisi yang dominan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintahan baru ini disambut hangat oleh sebagian kecil kalangan politisi, sedangkan sebagian besar menerimanya dengan terpaksa karena memang militerlah yang paling kuat pada waktu itu. Namun langkah apa yang akan dilakukan militer sebagai pemegang kekuasaan dalam menjaga stabilitas politik belum jelas khususnya yang menyangkut partisipasi rakyat dalam politik. Soeharto merupakan orang kuat yang berdiri di atas tiga pilar utama dalam garis kekuasaannya yaitu : tentara, birokrasi dan golkar sebagai istitusi yang secara politik telah digunakan sebagai mesin penindas dan alat bagi kekuasaan Soeharto yang memiliki aneka fungsi dan peran sesuai dengan garis komando di mana soeharto merupakan panglima tertinggi. Militerisasi atau Tentaraisasi politik adalah suatu langkah yang digunakan dalam usaha menjadikan tentara atau militer sebagai instrumen politik penguasa pada masa orde baru. Strategi yang digunakan biasanya dengan memberikan porsi wilayah dan keterlibatan tentara yang besar dalam dalam seluruh sektor kehidupan masyarakat 3 Gregorius Bahdan, Jalan Transisi Demokrasi Pasca Soeharto. Bantul, hal 112 4

5 dan turut mengambil bagian yang dominan dalam membuat keputusan-keputusan politik diluar wilayah pertahanan, seperti dalam kabinet, partai politik atau kelompok kepentingan yang bukan wilayah tugasnya, politisasi tentata sendiri diterjemahkan sebagai usaha tentara atau militer untuk menciptakan kepatuhan, loyalitas dan ketundukan pada keputusan-keputusan politik yang dibuat oleh penguasa negara (pemerintah) melalui serangkaian tindakan intimidasi, teror dan represi atas kepentingan kekuasaan 4. Di bawah payung Soeharto, Tentara Nasional Indonesia tidak saja menjadi pagar pengaman dan tameng pelindung Pancasila, tetapi juga menjadi pilar penggerak pembangunan nasional, baik dalam pembangunan ekonomi maupun pembangunan politik yang di letakkan pada usaha penciptaan stabilitas politik yang sehat dan dinamis, guna melindungi patron-patron bisnis, modal dan mengantisipasi amukan massa yang bisa muncul sewaktu-waktu. Meluasnya pengaruh militer mulai nampak dalam pembentukan kabinet pertama pada tahun 1968 yang mengisi kursi departemen pemerintahan dan juga dalam UU Pemilu No 16/1969 Pasal 10 yang memberikan porsi 75 kursi kepada ABRI untuk duduk di DPR/D dan MPR Meluasnya militerisasi politik juga menembus batas dunia bisnis yang menciptakan kelanggengan pemeliharaan kekuasaan dengan dukungan material yang begitu besar, tercipta melalui kerjasama pribumi dan non-pribumi yang menjalani 5. 4 Ibid hal Arif Yulianto, Opcit hal

6 pola hubungan saling menguntungkan dengan militer. Militer di satu sisi berperan sebagai penjaga malama bagi kelestarian usaha para pengusaha dengan menghalau gerakan buruh di sektor massa yang dapat mengancam keberlangsungan perusahaan, di sisi lain juga menerima sejumlah kompensasi dari kerjanya disamping turut menikmati usaha bisnis bersama antara pengusaha dengan militer tersebut. Pemerintahan orde baru yang mampu mempertahankan kekuasaan selama lebih dari tiga dekade pada akhirnya jatuh pada Mei Runtuhnya pemerintahan tersebut tidak terlepas dari krisis moneter yang terjadi pada waktu itu, kegagalan pemerintah dalam menanganin krisis ekonomi telah membuat legitimasi pemerintahan hancur sehingga tidak lagi mendapat kepercayaan dari rakyat. Karena di dasari alasan tersebut dan tindakan repfesif militer yang berutal pada masa orde baru muncullah perlawanan terhadap pemerintah yang semakin masif terutama dikalangan mahasiswa seperti demonstrasi dengan tuntutan penghapusan dwifungsi ABRI 6. Sejak jatuhnya pmerintahan orde baru pada tanggal 21 mei 1998 oleh gerakan mahasiswa yang mengatasnamakan dirinya sebagai gerakan reformasi, maka posisi ABRI dalam peta perpolitikan di Indonesia ikut jatuh pula. Pada masa transisi tersebut banyak perubahan penting dalam tubuh ABRI, terutama dalam tataran konsep dan organisatoris. Seiring dengan arus deras demokratisasi dan dengan melihat keadaan lingkungan strategis dalam negeri yang menghendaki adanya 6 Eric A Nordling, Militer Dalam Politik Jakarta, hal 20. 6

7 berbagai tuntutan tersebut, akhirnya ABRI menyadari untuk segera melakukan reformasi internal seperti yang diamanatkan dalam ketetapan MPR NO. X/MPR/1998 Tentang pokok-pokok reformasi pembangunan nasional sebagai haluan negara, utamanya tentang agenda penyesuaian implementasi Dwi Fungsi ini dengan paradigma baru dan sipil menjadi kekuatannya. Istilah masyarakat sipil sering kali dipersepsikan kurang tepat. Pengertian masyarakat sipil terkadang dipertentangkan dengan komunitas militer. Di zaman Orde Baru pandangan seperti itulah yang mendominasi. Masyarakat sipil selalu dikotomikan dengan kelompok militer. Pendikotomian itu telah mereduksi makna sesungguhnya dari istilah Civil Society yang menjadi padanan kata masyarakat sipil 7. Term masyarakat sipil sebenarnya hanya salah satu di antara beberapa istilah lain dalam mengindonesiakan kata Civil Society. Di samping masyarakat sipil, padanan kata lainnya yang sering digunakan adalah masyarakat beradab atau masyarakat berbudaya, masyarakat kewargaan, dan masyarakat madani. Perubahan pola hubungan sipil-militer mengarah pada perubahan sistem politik di Indonesia yang menghendaki adanya sistem pemerintahan yang demokratis sehingga pengawasan terhadapat militer di bawah masyarakat sipil yang direpresentatifkan oleh pemerintahan dapat terlaksana demi terwujudnya supremasi sipil. 7 di akses tgl 6 februari

8 Supremasi sipil merupakan supremasi hukum yang menjadi jawaban dari kegelisahan masyarakat terkait tindakan represif aparat militer. Dengan adanya supremasi sipil tersebut militer terpaksa harus menerima kedudukannya yang lebih rendah, tunduk terhadap supremasi sipil tersebut dan patuh terhadap perundangundangan yang dibuat oleh pemerintah sipil sehingga aparat militer tidak dapat mencampuri urusan di luar bidang keamanan dan pertahanan nasional. Dalam konteks reformasi politik, pembongkaran wacana hubungan sipilmiliter merupakan hukum besi perubahan sosial ke arah terbentuknya tatanan politik demokratis. Inilah keharusan dari proses transisi otoritarian menuju demokrasi yang seharusnya makin disadari oleh setiap elemen militer dan para politisi di Indonesia. Tujuannya tidak lain adalah untuk membuat posisi dan peran militer militer yang lebih kondusif bagi perwujudan demokrasi. Di alam demokrasi sekarang ini hal yang terpenting adalah bagaimana masyarakat sipil dapat menjalankan perannya yang diwakilkan pemerintahan sipil dalam mengontrol peran militer demi terwujudnya militer yang lebih profesional. Maka untuk menjawab permasalahan tersebut, penulis mencoba mengangkat dalam tulisan ini yang semoga dapat memberikan kontribusi dan masukan bagi masyarakat dengan judul Kontrol Sipil Terhadap Militer Pasca Orde Baru. 8

9 1.2 Rumusan Masalah Agar penelitian ini memiliki arah yang jelas dalam menginterpretasikan fakta dan data ke dalam penulisan skripsi ini, maka dirumuskan dahulu masalahnya. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di dalam latar belakang, maka penulis merumuskan masalah yaitu Bagaimana Kontrol Sipil Terhadap Militer Pasca Orde Baru. 1.3 Pembatasan Masalah Dalam melakukan penelitian ini, peneliti membuat pembatasan masalah terhadap masalah yang akan dibahas agar hasil yang diperoleh tidak menyimpang dari tujuan yang ingin dicapai, maka penelitian ini hanya membahas : Untuk melihat bagaimana kontrol sipil terhadap militer pasca orde baru yang dimulai dengan pemerintahan B.J Habibie sampai dengan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. 1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mendeskripsikan peran militer pasca orde baru 2. Untuk mengetahui bagaimana kontrol sipil terhadap militer pasca orde baru 3. Untuk mengetahui bagaimana hubungan sipil-militer pasca orde baru 9

10 1.5 Manfaat Penelitian Secara akademis, penelitian ini diharapkan mampu menambah khasanah pengetahuan di Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara tentang kontrol sipil terhadap militer pasca orde baru dan penelitian ini dilakukan guna memenuhi syarat memperoleh gelar Ilmu Politik (S.IP) di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. 1.6 Kerangka Teori Militer Militer dalam bahasa Inggris military adalah the soldiers; the army, the armed forcec 8. yang dalam bahasa Indonesia dapat diartikan prajurit atau tentara; angkatan bersenjata (terdiri dari beberapa angkatan, yakni darat, laut dan atau mariner serta udara. Dalam studi hubungan sipil-militer, para peneliti dan pengamat militer sering berbeda pendapat mengenai siapa pihak militer itu. Amos Perlmutter membatasi konsep militer hanya ditekankan kepada semua perwira yang duduk dalam jabatan yang menuntut kecakapan politik, aspirasi dan orientasi yang bersifat politik, tidak memandang kepangkatan, apakah perwira tinggi, menengah atau pertama. 9 Pendapat 8 Lihat AS Hornby, Oxford Advanced Learner s Dictionary of Current English, Oxford University Press, 1974, hal Amos Perlmutter, Militer dan Politik, Jakarta : PT. Grafindo Persada, 2000, hal

11 lainnya, Cohan menyebutkan bahwa pihak militer dapat berupa personal militer, lembaga militer atau hanya perwira senior. 10 Para pengamat hubungan sipil-militer dalam negeri, seperti Letjen TNI (Purn) Sayidiman Suryohardiprojo 11 mendefenisikan militer berkaitan dengan kekuatan bersenjata, yaitu TNI sebagai organisasi kekuatan bersenjata yang bertugas menjaga kedaulatan negara. Sedangkan Hardito, 12 membatasi pihak militer ditekankan pada para perwira profesional. Dari defenisi-defenisi yang dikemukakan diatas, dapat dikatakan bahwa pengertian militer secara universal adalah institusi yang bukan sipil yang mempunyai tugas dalam bidang pertahanan dan keamanan, dalam hal ini militer merupakan suatu lembaga, bukan individu, yang menduduki posisi dalam organisasi militer Sipil dan Pemerintahan Sipil Istilah sipil dalam bahasa Inggris civilian yakni (person) not serving with armed forces 13 (seseorang yang bekerja di luar profesi angkatan bersenjata). Cohan 14 mendefenisikan pihak sipil dapat berupa masyarakat umum, lembaga pemerintah dan swasta, para politisi dan negarawan. Suhartono membatasi pihak sipil sebagai 10 Elliot A. Cohan, Civil Military Relation in the Contemporary World, sebagaimana dikutip oleh Susilo Bambang Yudhoyono, Pengaruh Internasional dalam Hubungan Sipil-Militer, Jakarta : FISIP UI, 1999,hal 3 11 Sayidiman Suryohadiprojo, Hubungan Sipil Militer di Indonesia: Suatu Pembahasan, sebuah makalah yang disajikan dalam Seminar Nasional Mencari Format Baru Hubungan Sipil-Militer, Jakarta : FISIP UI, 1999,hal 5 12 Bagus A. Hardito, Faktor Militer dalam Transisi Demokrasi di Indonesia, Jakarta : CSIS, 1999, hal AS. Hornby, Opcit hal Elliot A. Cohan, Opcit hal 6 11

12 masyarakat politik yang diwakili oleh partai politik. Sayidiman Suryohardiprojo memberikan batasan pengertian sipil sebagai semua lapisan masyarakat 15. Dari berbagai pengetian diatas maka dibuat suatu pengertian secara universal bahwa istilah sipil adalah semua orang baik individu atau institusi yang berada diluar organisasi militer. Dalam kajian ini, pengertian sipil dibatasi hanya pada masyarakat politik, dengan alasan bahwa orientasi analisis dalam kajian ini adalah praktekpraktek politik kedua belah pihak dalam memperebutkan kontrol efektif atas kekuasaan pemerintah. Masyarakat politik merupakan integrasi diantara masyarakat yang mempunyai tujuan untuk memperoleh kekuasaan dalam suatu negara. Istilah pemerintahan sipil digunakan sebagai kebalikan dari istilah pemerintahan militer. Pemerintahan sipil merupakan pemerintahan di mana gaya pengambilan keputusan diambil dengan gaya sipil. Proses administrasi keputusan politik dijalankan dengan mekanisme demokrasi, dimana keputusan itu dibicarakan terlebih dahulu. Jika dalam pemerintahan tersebut kalangan sipil mampu lebih dominan dalam masalah kemiliteran maka dapat dikatakan bahwa pemerintahan tersebut adalah pemerintahan sipil. model, yaitu : Secara teori menurut Eric Nordlinger, pemerintahan sipil terbagi dalam Sayidiman Suryohadiprojo, Opcit hal 7 16 Eric A. Nordlinger, Opcit, Hal

13 1. Model tradisional, campur tangan militer menggambarkan berlakunya konflik antara kelompok militer dengan pemerintahan sipil. Bentuk pemerintahan sipil ini terjadi karena tidak adanya perbedaan antara sipil dan militer. Pemerintahan sipil tradisional ini, yang disimpulkan dari pemerintahan kerajaan Eropa abad ke 17, dapat mempertahankan legitimasi pihak sipil disebabkan oleh tidak adanya perbedaan yang jelas antara elit sipil dan militer. 2. Model liberal, model pemerintahan ini dengan jelas mendasarkan diri pada pemisahan para elit berkenaan dengan keahlian dan tanggung jawab masingmasing pemegang jabatan tinggi di dalam pemerintahan. Model ini akan menutup kemungkinan militer untuk menekuni arena politik dan kegiatan politik. Model pemerintahan liberal juga didasari pada prinsip penting, yaitu pihak sipil harus menghormati pihak militer. Namun demikian, model liberal bukan merupakan dasar yang kokoh untuk pemerintahan sipil, karena tidak selamanya pihak sipil untuk mematuhi peraturan yang dianggap penting. 3. Model serapan, model pemerintahan sipil ini memperoleh pengabdian dan kesetiaan dengan cara menanamkan ide dan para ahli politik kedalam tubuh angkatan bersenjata. Persamaan ide politik antara kedua belah pihak yang timbul kemudian akan menghapuskan gejala konflik diantara mereka. Bentuk serapan ini begitu berkesan dalam mempertahankan penguasaan sipil. 13

14 Seandainya timbul konflik kepentingan dan ide politik, pihak sipil mempunyai kemampuan yang lebih tinggi untuk melakukan penyelidikan dan pengawasan Hubungan Sipil Militer Dengan mengacu pada tulisan Cohan, Civil-Military Relation in Contemporary World, Susilo Bambang Yudhoyono dalam makalahnya Pengaruh Internasional dalam Hubungan Sipil-Militer berpendapat bahwa hubungan sipilmiliter dapat berupa: 1. hubungan militer dengan masyarakat secara keseluruhan 2. lembaga militer dengan lembaga lain baik pemerintahan maupun swasta 3. para perwira senior dengan politisi dan negarawan 17. Suhartono lebih menekankan bahwa hubungan sipil-militer adalah hubungan antara pihak militer dengan masyarakat politik yang direpresentasikan partai politik Sedangkan Suryohardiprojo berpendapat bahwa hubungan sipil-militer adalah hubungan antara pihak militer yang meliputi semua jenjang pangkat dalam organisasi tersebut dengan semua lapisan masyarakat tidak hanya dengan masyarakat politik. Sedangkan Hardito berpendapat bahwa hubungan sipil-militer mencakup interaksi yang luas antara kalangan perwira professional dengan berbagai sekmen masyarakat. Hubungan antara sipil dan militer di setiap negara berbeda-beda, Elliot A. Cohan, Opcit hal 8 18 Suhartono, Hubungan Sipil Militer Tinjauan Histografis , Pola, Arah, dan Perspektif, sebuah makalah yang disajikan dalam Seminar Nasional Mencari Format Baru Hubungan Sipil Militer, Jakarta FISIP UI, 1999 hal 3 14

15 tergantung pada sistem politik yang dianut negara tersebut. Misalnya di negara yang menganut sistem demokratik liberal dimana masyarakat cenderung memiliki kebebasan dalam politik, maka yang dianut adalah pola supremasi sipil, dimana sipil memiliki peran yang luas didalam politik dan pihak militer hanya merupakan pihak yang berfungsi sebagai alat negara untuk keamanan. Berbeda dengan yang terjadi dinegara yang menganut sistem otoriter, pola hubungan sipil-militer yang terjadi adalah supremasi militer. Militer memegang peranan penting dalam segala bidang kehidupan, hak-hak sipil dikekang dan hanya dijadikan sebagai pelengkap dalam pemerintahan. Menurut pendapat Hardito bahwa pola hubungan sipil-militer dapat berupa dominasi sipil atas militer atau sebaliknya maupun kesejajaran antara keduanya dalam mencapai tujuan politik suatu negara 19. Sedangkan Bakti yang mengartikan hubungan sipil-militer dalam dua model: 20 Pertama, model negara-negara Barat, yaitu hubungan sipil yang menekankan supremasi sipil atas militer (civilian supremacy upon the military) atau militer adalah sub-ordinat dari pemerintahan sipil yang dipilih secara demokratis melalui pemilihan umum. Kedua, model negara-negara berkembang yang 19 Ibid hal 5 20 Ikrar Nusa Bakti, Tentara Mendambakan Mitra, Hasil Penelitian LIPI Tentang Pasang Surut Keterlibatan Militer dalam Kehidupan Kepartaian di Indonesia, Bandung : Penerbit Mirzan 1999.hal 11 15

16 menganggap bahwa hubungan sipil-militer tidak menggambarkan kenyataan yang sebenarnya. Dalam negara berkembang, militer merupakan kekuatan sosial politik yang memegang peranan penting, hal ini dapat mengakibatkan konfrontasi keduanya dalam mempertahankan kekuasaan. Oleh karena itu, yang terbaik adalah pola hubungan antara sipil dan militer yang saling sejajar dan harmoni. Militer tidak menguasai hakhak sipil dan sipil juga tidak ikut campur dalam masalah internal militer, sehingga tidak terjadi ketidaksenangan diantara sebelah pihak. Cohan mengklasifikasikan pola hubungan sipil-militer kedalam empat model yaitu: The traditional model. Militer merupakan kelompok yang dilatih untuk menjadi militer yang professional, tidak ikut campur dalam hal-hal yang bukan wilayahnya dan hanya terfokus pada bidang pertahanan dan keamanan. Militer dalam hal ini tidak berhubungan dengan kelompok sosial disekitarnya. 2. The constabulary model. Dalam model ini, fungsi tentara hampir sama dengan polisi yaitu sebagai pengatur ketertiban. Tentara seperti halnya polisi bersifat sebagai pengatur. Pengaturan yang dilakukan adalah demi ketertiban daripada berkonsentrasi pada peperangan. 3. The military as reflection of society. Sebuah sistem nasional dimana militer memainkan peran yang penting dalam membangun civil society yang 21 Elliot A. Cohan, Opcit Hal 14 16

17 dilaksanakan melalui dinas militer secara luas melalui pendidikan dan indoktrinasi yang positif. 4. The guardian military. Sebuah sintesa dimana militer berfungsi melindungi orde politik dan sosial namun tidak melibatkan diri dalam politik praktis. Menurut Huntington 22 hubungan sipil-militer ditunjukkan melalui dua cara, yaitu: 1. Subjective civilian control (pengendalian sipil subyektif) Hubungan sipil-militer dalam hal ini dilakukan dengan cara meminimalisir kekuasaan militer. Hak-hak sipil diperbesar dan membuat militer menjadi terpolitisasi. Model ini merupakan bentuk ketidakharmonisan hubungan sipil dan militer, karena militer menjadi sangat terbatas ruang geraknya. Namun sebaliknya kekuasaan sipil menjadi sangat luas atau dengan kata lain maximizing civilian control. Kaum sipil menjadi suatu kekuatan yang menjadi pengontrol atas militer. 2. Objective civilian control (pengendalian sipil objektif) Menurut Huntington istilah objective civilian control mengandung 4 unsur yaitu 1). Profesionalisme yang tinggi dan pengakuan dari pejabat militer akan batas-batas profesionalisme yang menjadi bidang mereka; 2) subordinasi yang efektif dari militer kepada pemimpin politik yang membuat keputusan pokok tentang kebijakan luar negeri dan militer; 3) pengakuan dan persetujuan dari pihak 22 Samuel P. Hutington, The Soldier And The State : The Theory and Politict of Civil Military Relations, Cambridge : Harvard University Press, 1957, hal

18 pemimpin politik tersebut atas kewenangan professional dan otonomi bagi militer;dan 4). Akibatnya minimalisasi intervensi militer dalam politik dan minimalisasi politik dalam militer. Hal ini dilakukan dengan cara memperbesar profesionalisme militer namun tidak sama sekali diminimkan kekuasaannya, melainkan tetap menyediakan kekuasaan terbatas tertentu yang hanya berhubungan dengan bidang militer. Hal ini diharapkan menjadi suatu model untuk pencapaian hubungan sipil- militer yang sehat atau dengan kata lain model ini dilakukan dengan cara militarizing the military atau memiliterkan militer Orientasi Militer Tipe-tipe orientasi militer dari setiap negara berbeda satu sama lainnya. Hal ini tergantung pada bagaimana peran pihak militer didalam pemerintahan. selain itu juga tergantung pada system politik yang dianut oleh negara tersebut. Setiap negara mempunyai karakteristik tersendiri terhadap tipe-tipe orientasi militernya. Menurut Amos Perlmutter ada tiga jenis orientasi militer yang timbul di negara bangsa modern masing-masing bertindak sebagai reaksi terhadap jenis kekuasaan sipil yang dilembagakan, yakni: Prajurit Profesional Perwira professional di zaman modern mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 23 Amos Perlmutter, Opcit, hal 14 18

19 a. keahlian (manajemen kekerasan) b. pertautan (tanggung jawab kepada klien, masyarakat atau negara) c. korporatisme (kesadaran kelompok dan organisasi birokrasi) d. ideologi (semangat militer). Ciri-ciri ini dapat dijumpai dalam semua lembaga militer baik di negara maju ataupun berkembang. Selain itu menurut Huntington militer yang professional mempunyai tiga ciri yaitu : Pertama, keahlian sebagai karakter utama yang karena keahlian ini profesi militer kian menjadi spesifik serta perlu pengetahuan dan keterampilan. Militer memerlukan pengetahuan yang mendalam untuk mengorganisasi, merencanakan, dan mengarahkan aktivitasnya, baik dalam kondisi perang maupun damai. Kedua, militer profesional mempunyai tanggung jawab sosial yang khusus. Selain mempunyai nilainilai moral yang harus terpisah sama sekali dari insentif ekonomi, perwira militer mempunyai tanggung jawab kepada negara. Ini berbeda dengan paradigma yang lazim sebelumnya bahwa militer seakan-akan milik pribadi komandan dan harus setia kepadanya, yang dikenal dengan sebutan disiplin mati. Sebaliknya, pada profesionalisme, perwira militer berhak mengontrol dan mengoreksi komandannya, jika komandan melakukan hal-hal yang bertentangan dengan kepentingan rasional. Ketiga, militer profesional memiliki karakter korporasi yang melahirkan rasa esprit de corps yang kuat. Ketiga ciri militer profesional tersebut melahirkan apa yang 19

20 disebut oleh Huntington dengan the military mind, yang menjadi dasar bagi hubungan militer dan negara. Begitu pula dalam dunia militer, profesionalitas tidak hanya dimaknai sebagai kemahiran atau kemampuan dalam menggunakan senjata, tetapi tanggung jawab akan tugasnya sebagai lembaga yang bertugas dalam masalah pertahanan negara. Dalam pandangan Huntington, profesionalitas militer tidak hanya dalam konteks mahir dalam menggunakan senjata dan dilatih dalam tugasnya saja, tetapi juga harus dapat menggunakan kemampuan analisis, pandangan luas, imajinasi dan pertimbangan. Profesionalisme menyangkut keseimbangan antara keahlian dan tanggung jawab sebagai pelindung negara. Prajurit professional klasik timbul apabila suatu koalisi sipil memperoleh supremasi terhadap tentara. Prajurit dengan keahlian profesionalnya menjadi pelindung tunggal negara. Lembaga militer yang merupakan unit korporasi berjuang keras untuk menjaga hubungan ini. Dalam hal ini tentara telah mempercayakan pengelolaan negara kepada sipil. Tentara dalam hal ini hanya berkonsentrasi kepada tugasnya sebagai alat pertahanan dan keamanan negara. 2. Prajurit Pretorian Tentara pretorian adalah tentara yang timbul akibat dari ketidakpuasan terhadap kepemimpinan sipil. Pretorian selalu diintervensi oleh kaum sipil. Oleh karena itu kemudian muncullah semacam pemberontakan dari pihak militer yang kemudian berujung pada penguasaan militer didalam segala bidang kehidupan. 20

21 Menurut Perlmutter 24 kaum pretorian memang lebih sering timbul di masyarakat yang bersifat agraris atau transisi atau secara ideologis terpecah-pecah. Intervensionisme atau kecenderungan tentara dalam hal ini bersifat permanen. Tentara dapat melakukan perubahan konstitusi dan menguasai negara. Hal ini dapat mengakibatkan pandangan yang negatif terhadap keprofesionalan tentara. Perlmutter membedakan tipe tentara pretorian dalam dua kategori yaitu tipe tentara pretorian yang paling ekstrim (tipe penguasa) dan tipe yang kurang ekstrim (tipe penengah). Tentara pretorian penguasa mendirikan eksekutif yang independen dan suatu organisasi politik untuk mendominasi masyarakat dan politik. Jenis tentara pretorian penguasa ini mempunyai ciri, yaitu: 1. menolak orde yang berlaku dan menentang keabsahannya, 2. tidak mempercayai pemerintahan sipil dan tidak mengharapkan akan kembali ke tangsi, 3. mempunyai organisasi politik dan cenderung memaksimumkan militer, 4. yakin bahwa pemerintahan militer merupakan satu-satunya alternatif yang dapat mengatasi kekacauan politik, 5. memvorpolitisir profesionalisme, 6. beroperasi secara terbuka dan tidak takut akan aksi pembalasan kaum sipil. 24 Ibid, hal 18 21

22 Sedangkan tentara pretorian penengah tidak mempunyai organisasi politik dan tidak banyak menunjukkan minat dalam penciptaan ideologi politik. Jenis tentara ini mempunyai ciri, yaitu: 1. menerima orde sosial yang ada dan tidak mengadakan pembaharuan fundamental didalam rezim atau struktur eksekutif, 2. kesediaan untuk kembali ke tangsi setelah perdebatan dan konflik diselesaikan, 3. tidak mempunyai organisasi politik yang berdiri sendiri dan tidak berusaha memaksimumkan kekuasannya, 4. menentukan batas waktu bagi pemerintahan militer dan mengalihkan kepada pemerintahan sipil yang dapat diterima, karena mereka memandang pemerintahan tentara yang berkelamaann merugikan integritas profesinya, 5. keprihatinan pemikiran tentang peningkatan profesionalisme, 6. disebabkan karena ketakutannya terrhadap keterlibatan terbuka dalam politik, maka cenderung beroperasi dibelakang layar sebagai kelompok penekan yang mempengaruhi pemerintahan sipil untuk bereaksi terhadap tuntutan rakyat dan tidak perlu bagi militer untuk campur tangan secara terang-terangan, 7. takut terhadap pembalasan pihak politisi maupun penduduk sipil. Suatu negara dapat dikatakan sebagai negara pretorian modern jika militer telah menguasai bidang politik. Militer memegang peranan didalam eksekutif sebagai 22

23 pelaksana pemerintahan. Oleh karena itu, eksekutif tidak berfungsi dengan baik. Negara ini timbul karena adanya kelompok-kelompok yang bersimpati pada pihak militer sehingga terjadilah istilah political decay yang dapat merusak citra pemerintahan yang dipimpin oleh militer. 3. Tentara Revolusioner Profesional Tentara revolusioner professional hampir sama dengan tentara pretorian. Hanya saja jika tentara pretorian melakukan intervensi secara terang-terangan dengan melakukan pengambilalihan terhadap kepemimpinan negara, maka tentara revolusioner professional melakukannya secara sembunyi-sembunyi. Jenis tentara ini memberikan dukungan terhadap kaum revolusioner yang menginginkan perubahan. Tentara ini bukan merupakan hasil dari pendidikan militer, melainkan lahir dari panggilan negara untuk berjuang bersama revolusi. Dari pertama masuk tentara, jenis tentara ini sudah mengalami politisasi dan memiliki hubungan yang simbolik sifatnya dengan revolusi itu sendiri. Tentara revolusioner tidak mengenal adanya pendaftaran dan penerimaan perwira, melainkan kesadaran sendiri untuk ikut bergabung membela kepentingan revolusi. Oleh karena itu tentara revolusi tidak ada pembatasan jumlah tentaranya. Tentara revolusi adalah angkatan bersenjata massal suatu bangsa yang di persenjatai. Tentara revolusioner professional enggan berdamai dengan rezim yang baru, terutama bila angkatan bersenjata sebelumnya memainkan peranan penting dalam 23

24 perang pembebasan yang revolusioner itu. Sebelum dan selama revolusi tentara selalu setia kepada gerakan partai. Bila gerakan partai menjadi sama dengan negara atau rezim, maka ia lebih setia kepada bangsanya daripada rezimnya. Kaum revolusioner mutlak harus setia kepada revolusi dan ajaran - ajarannya. Tujuan pokok rezim revolusioner adalah subordinasi segala peralatan kontrol ditangan gerakan partai dan ideologinya. Jadi ideologi kaum revolusioner akan mencakup semua persyaratan prajurit professional pada saat terakhir. Semua nilai orientasi militer tersebut merupakan hasil dari tradisi para perwira militer yang cenderung mematuhi dan mempublikasikannya kepada masyarakat luas. Hal ini dilakukan oleh militer untuk mendapat keabsahan dari masyarakat luas. 1.7 Metodologi Penelitian Jenis Penelitian Penulis menggunakan jenis penelitian studi kasus interpretif. Studi kasus interpretif atau disiplin-konfiguratif bertujuan untuk menjelaskan/menafsirkan kasus tunggal, tapi interpretasi itu secara ekplisit dibangun oleh teori atau bingkai kerja teoritis kokoh yang memusatkan perhatian pada beberapa aspek teoritis spesifik atas realitas dan mengabaikan hal lain Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data dan informasi dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode library research atau studi pustaka, yakni dengan cara 24

25 pengumpulan data dengan menghimpun buku-buku, makalah-makalah dan dokumendokumen serta sarana informasi lainnya yang tentu saja berhubungan dengan masalah-masalah penelitian ini Teknik Analisa Data Pada penelitian ini bersifat deskriptif dengan harahapan dapat memberikan gambaran terhadap kondisi dan situasi yang terjadi. Data-data yang telah terkumpul akan ditampilkan dalam bentuk uraian kemudian dianalisis lalu dieksplorasi secara mendalam dengan cara membuat penjelasan tentang militer pasca orde baru dalam paradigma baru TNI, kontrol pemerintah terhadap militer pasca orde baru dan hubungan sipil-militer pasca orde baru seperti hubungan militer dengan partai politik dan birokrasi. 1.8 Sistematika Penulisan Untuk mendapatkan gambaran yang terperinci dan untuk mempermudah isi daripada skripsi ini, maka penulis membagi sistematika penulisan ke dalam 4 bab, yaitu : BAB I : Pendahuluan Dalam bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, kerangka teori atau pemikiran, metodologi penelitian serta sistematika penulisan. 25 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta : Gajahmada University Press, 1995, hal

26 BAB II : Sejarah dan Praktek Hubungan Sipil-Militer di Masa Orde Baru Pada bab ini akan diuraikan tentang gambaran sejarah militer di Indonesia masa orde baru. BAB III : Analisis Kontrol Sipil Terhadap Militer Pasca Orde Baru di Indonesia Pada bab ini nantinya akan membahas secara garis besar hasil penelitian sekaligus menganalisis data yang diperoleh untuk menjawab permasalahan penelitian serta analisis bagaimana kontrol sipil terhadap militer pasca orde baru di Indonesia. BAB IV : Penutup Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, yang berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan. Pada bab ini juga akan terjawab pertanyaan apa yang dilihat dalam penelitian yang dilakukan serta berisi saran-saran, baik yang bermanfaat bagi penulis secara pribadi maupun lembaga- lembaga yang terkait secara umum. 26

MILITER DAN POLITIK:

MILITER DAN POLITIK: SKRIPSI MILITER DAN POLITIK: (STUDI TENTANG KELOMPOK PENDUKUNG DAN PENENTANG TERHADAP PENGHAPUSAN DWI FUNGSI ABRI TAHUN 1998-2001) O L E H ERVINA JULIANI 050906045 DEPARTEMEN ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU

Lebih terperinci

PERAN POLITIK MILITER DI INDONESIA

PERAN POLITIK MILITER DI INDONESIA PERAN POLITIK MILITER DI INDONESIA Materi Kuliah Sistem Politik Indonesia [Sri Budi Eko Wardani] Alasan Intervensi Militer dalam Politik FAKTOR INTERNAL FAKTOR EKSTERNAL 1. Nilai dan orientasi perwira

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER 145 BAB V KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER DAN POLITIK DI INDONESIA (Studi Tentang Kebijakan Dwifungsi ABRI Terhadap Peran-peran Militer di Bidang Sosial-Politik

Lebih terperinci

BAB 6 PENUTUP. hingga masa transisi demokrasi. Beberapa ahli, misalnya Samuel Decalo, Eric. politik, yang akarnya adalah kekuatan politik militer.

BAB 6 PENUTUP. hingga masa transisi demokrasi. Beberapa ahli, misalnya Samuel Decalo, Eric. politik, yang akarnya adalah kekuatan politik militer. BAB 6 PENUTUP 6.1 Kesimpulan Militer Indonesia merupakan kasus yang menarik bagi studi mengenai Militer dan Politik. Selain keterlibatan dalam sejarah kemerdekaan, selama tiga dekade militer Indonesia

Lebih terperinci

BAB II PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA YANG DITUANGKAN DALAM UNJUK RASA (DEMONSTRASI) SEBAGAI HAK DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT

BAB II PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA YANG DITUANGKAN DALAM UNJUK RASA (DEMONSTRASI) SEBAGAI HAK DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT 37 BAB II PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA YANG DITUANGKAN DALAM UNJUK RASA (DEMONSTRASI) SEBAGAI HAK DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT A. Sejarah Perkembangan Demokrasi di Indonesia Demokrasi adalah bentuk

Lebih terperinci

SISTEM POLITIK INDONESIA. 1. Pengertian Sistem Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan terorganisasi.

SISTEM POLITIK INDONESIA. 1. Pengertian Sistem Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan terorganisasi. SISTEM POLITIK INDONESIA A. Pengertian sistem Politik 1. Pengertian Sistem Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan terorganisasi. 2. Pengertian Politik Politik berasal dari bahasa

Lebih terperinci

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Apakah Sistem Demokrasi Pancasila Itu? Tatkala konsep

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 121 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Pada bab terakhir ini, peneliti akan memaparkan mengenai kesimpulan dan rekomendasi dari penulisan skripsi yang berjudul " Refungsionalisasi Tentara

Lebih terperinci

A. Pengertian Orde Lama

A. Pengertian Orde Lama A. Pengertian Orde Lama Orde lama adalah sebuah sebutan yang ditujukan bagi Indonesia di bawah kepemimpinan presiden Soekarno. Soekarno memerintah Indonesia dimulai sejak tahun 1945-1968. Pada periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyikapi RUU. tentang Keistimewaan Yogyakarta. Kurang lebih

BAB I PENDAHULUAN. pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyikapi RUU. tentang Keistimewaan Yogyakarta. Kurang lebih BAB I PENDAHULUAN Tidak mungkin ada monarki yang bertabrakan, baik dengan konstitusi maupun nilai demokrasi ( Suara Yogya, 26/11/2010). Itulah pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyikapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada dasarnya lahir dalam kancah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada dasarnya lahir dalam kancah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada dasarnya lahir dalam kancah perjuangan bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaan dari ancaman Belanda yang berambisi untuk menjajah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Latar belakang TNI sebagai kekuatan Sosial Politik

Lebih terperinci

SEJARAH DAN PENGARUH MILITER DALAM KEPEMIMPINAN DI INDONESIA

SEJARAH DAN PENGARUH MILITER DALAM KEPEMIMPINAN DI INDONESIA SEJARAH DAN PENGARUH MILITER DALAM KEPEMIMPINAN DI INDONESIA Latar belakang Sejarah awal terbentuknya bangsa Indonesia tidak lepas dari peran militer Terdapat dwi fungsi ABRI, yaitu : (1) menjaga keamanan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Dinamika Penerapan Demokrasi

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Dinamika Penerapan Demokrasi PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Dinamika Penerapan Demokrasi Undang Undang yang berkaitan dengan Demokrasi a. Dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 (sebelum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negarawan merupakan karakter yang sangat penting bagi kepemimpinan nasional Indonesia. Kepemimpinan negarawan diharapkan dapat dikembangkan pada pemimpin pemuda Indonesia

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SAMBUTAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS Pada Penandatanganan MoU

Lebih terperinci

KEHIDUPAN POLITIK PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN

KEHIDUPAN POLITIK PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN KEHIDUPAN POLITIK PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN Nama : DIMAS DWI PUTRA Kelas : XII MIPA 3 SMAN 1 SUKATANI 2017/3018 Gagalnya usaha untuk kembali ke UUD 1945 dengan melalui Konstituante dan rentetan peristiwa-peristiwa

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: DEMOKRASI ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA Fakultas TEKNIK Martolis, MT Program Studi Teknik Mesin TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS 1. MENYEBUTKAN PENGERTIAN, MAKNA DAN MANFAAT

Lebih terperinci

Program Sasaran

Program Sasaran 1. Penguatan Lembaga Legislastif (DPR) Pasca-Amandemen UUD 1945 a. Fungsi: DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan [Pasal 20A (1)**]. b. Hak: DPR mempunyai hak interpelasi,

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Kebijakan pemerintahan Francisco..., Fadhil Patra Dwi Gumala, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB IV KESIMPULAN. Kebijakan pemerintahan Francisco..., Fadhil Patra Dwi Gumala, FISIP UI, Universitas Indonesia 68 BAB IV KESIMPULAN Pasca berakhirnya perang saudara di Spanyol pada tahun 1939, Francisco Franco langsung menyatakan dirinya sebagai El Claudilo atau pemimpin yang menggunakan kekuasaannya dengan menerapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Politik merupakan hal yang sering diperbincangkan dalam masyarakat. Apalagi tahun ini

BAB I PENDAHULUAN. Politik merupakan hal yang sering diperbincangkan dalam masyarakat. Apalagi tahun ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Politik merupakan hal yang sering diperbincangkan dalam masyarakat. Apalagi tahun ini merupakan tahun politik di Indonesia, karena tahun ini di Indonesia menjalani Pemilu.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a. bahwa pertahanan negara

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Bab ini merupakan kesimpulan dari pembahasan skripsi yang berjudul Gejolak Politik di Akhir Kekuasaan Presiden: Kasus Presiden Soeharto (1965-1967) dan Soeharto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sesuai dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 30 ayat (3) yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sesuai dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 30 ayat (3) yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 30 ayat (3) yaitu tentang Pertahanan dan Keamanan, Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Orde Baru lahir dari tekad untuk melakukan koreksi total atas kekurangan sistem politik yang

I. PENDAHULUAN. Orde Baru lahir dari tekad untuk melakukan koreksi total atas kekurangan sistem politik yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Orde Baru lahir dari tekad untuk melakukan koreksi total atas kekurangan sistem politik yang telah dijalankan sebelumnya. Dengan kebulatan tekad atau komitmen

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Setelah Perang Dunia II, demokrasi menjadi salah satu wacana sentral di

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Setelah Perang Dunia II, demokrasi menjadi salah satu wacana sentral di BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Setelah Perang Dunia II, demokrasi menjadi salah satu wacana sentral di seluruh dunia. Saking derasnya arus wacana mengenai demokrasi, hanya sedikit saja negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 30 berbunyi

BAB I PENGANTAR. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 30 berbunyi 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 30 berbunyi : Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disingkat UUD 1945 1 telah mengalami perubahan sebanyak empat kali, yakni Perubahan Pertama pada tahun 1999, Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) BAB I PENDAHULUAN The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berapapun bantuan yang diberikan kepada negara-negara berkembang, pasti habis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berapapun bantuan yang diberikan kepada negara-negara berkembang, pasti habis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma good governance muncul sekitar tahun 1990 atau akhir 1980-an. Paradigma tersebut muncul karena adanya anggapan dari Bank Dunia bahwa apapun dan berapapun bantuan

Lebih terperinci

Sosialisme Indonesia

Sosialisme Indonesia Sosialisme Indonesia http://sinarharapan.co/news/read/140819049/sosialisme-indonesia 19 Agustus 2014 12:50 Ivan Hadar* OPINI Sosialisme-kerakyatan bisa diterapkan di Indonesia. Terpilihnya Jokowi sebagai

Lebih terperinci

POLITICS AND GOVERNANCE IN INDONESIA:

POLITICS AND GOVERNANCE IN INDONESIA: MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SEKOLAH TINGGI ILMU KEPOLISIAN LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN BEDAH BUKU POLITICS AND GOVERNANCE IN INDONESIA: THE POLICE IN THE ERA OF REFORMASI (RETHINKING

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembentukan angkatan bersenjata di sebuah negara ditujukan untuk melindungi dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembentukan angkatan bersenjata di sebuah negara ditujukan untuk melindungi dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Pembentukan angkatan bersenjata di sebuah negara ditujukan untuk melindungi dan mempertahankan kedaulatan negara tersebut. Namun pada kenyataannya, terdapat

Lebih terperinci

PANCASILA. Pancasila dalam Kajian Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia (Lanjutan) Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA. Modul ke: Fakultas MKCU

PANCASILA. Pancasila dalam Kajian Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia (Lanjutan) Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA. Modul ke: Fakultas MKCU PANCASILA Modul ke: Pancasila dalam Kajian Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia (Lanjutan) Fakultas MKCU Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA. Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Pancasila dalam Kajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berposisi di baris depan, sebagai komunitas sosial yang memotori perwujudan

BAB I PENDAHULUAN. berposisi di baris depan, sebagai komunitas sosial yang memotori perwujudan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam konteks transisi politik di Indonesia, gerakan mahasiswa memainkan peranan yang penting sebagai kekuatan yang secara nyata mampu mendobrak rezim otoritarian.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB V PENUTUP Kesimpulan BAB V PENUTUP Bab ini bertujuan untuk menjelaskan analisa tesis yang ditujukan dalam menjawab pertanyaan penelitian dan membuktikan hipotesa. Proses analisa yang berangkat dari pertanyaan penelitian dimulai

Lebih terperinci

sherila putri melinda

sherila putri melinda sherila putri melinda Beranda Profil Rabu, 13 Maret 2013 DEMOKRASI YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA DEMOKRASI YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA Demokrasi berasal dari kata DEMOS yang artinya RAKYAT dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilu 1955 merupakan pemilihan umum pertama dengan sistem multi partai yang dilakukan secara terbuka,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilu 1955 merupakan pemilihan umum pertama dengan sistem multi partai yang dilakukan secara terbuka, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilu 1955 merupakan pemilihan umum pertama dengan sistem multi partai yang dilakukan secara terbuka, bebas dan jujur.tetapi pemilihan umum 1955 menghasilkan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Faktor-faktor kemenangan..., Nilam Nirmala Anggraini, FISIP UI, Universitas 2010 Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Faktor-faktor kemenangan..., Nilam Nirmala Anggraini, FISIP UI, Universitas 2010 Indonesia 101 BAB 5 KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari bab-bab sebelumnya. Fokus utama dari bab ini adalah menjawab pertanyaan penelitian. Bab ini berisi jawaban yang dapat ditarik dari pembahasan dan

Lebih terperinci

Demokrasi: PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Antara Teori dan Pelaksanaanya di Indonesia. Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI

Demokrasi: PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Antara Teori dan Pelaksanaanya di Indonesia. Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI Modul ke: 05 Fakultas PSIKOLOGI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Demokrasi: Antara Teori dan Pelaksanaanya di Indonesia Program Studi PSIKOLOGI Rizky Dwi Pradana, M.Si Sub Bahasan 1. Pengantar: Arti, Makna,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGINTEGRASIAN KOMPONEN PERTAHANAN NEGARA

KEBIJAKAN PENGINTEGRASIAN KOMPONEN PERTAHANAN NEGARA 2012, No.362 4 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERTAHANAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGINTEGRASIAN KOMPONEN PERTAHANAN NEGARA KEBIJAKAN PENGINTEGRASIAN KOMPONEN PERTAHANAN NEGARA 1. Latar belakang

Lebih terperinci

Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan

Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan RZF / Kompas Images Selasa, 6 Januari 2009 03:00 WIB J KRISTIADI Pemilu 2009 sejak semula dirancang untuk mencapai beberapa tujuan sekaligus. Pertama, menciptakan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BELA NEGARA

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BELA NEGARA PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BELA NEGARA Disusun Oleh: I Gusti Bagus Wirya Agung, S.Psi., MBA UPT. PENDIDIKAN PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA U N I V E R S I T A S U D A Y A N A B A L I 2016 JUDUL: PENDIDIKAN

Lebih terperinci

Demokrasi Sebagai Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia

Demokrasi Sebagai Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia Demokrasi Sebagai Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia Antonio Pradjasto Tanpa hak asasi berbagai lembaga demokrasi kehilangan substansi. Demokrasi menjadi sekedar prosedural. Jika kita melihat dengan sudut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalamnya. Untuk dapat mewujudkan cita-cita itu maka seluruh komponen yang

I. PENDAHULUAN. dalamnya. Untuk dapat mewujudkan cita-cita itu maka seluruh komponen yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan suatu negara untuk menjadi lebih baik dari aspek kehidupan merupakan cita-cita dan sekaligus harapan bagi seluruh rakyat yang bernaung di dalamnya.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 3-2002 lihat: UU 1-1988 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 51, 1982 (HANKAM. POLITIK. ABRI. Warga negara. Wawasan Nusantara. Penjelasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Deklarasi terhadap pembentukan sebuah negara yang merdeka tidak terlepas dari pembicaraan mengenai pembentukan struktur atau perangkatperangkat pemerintahan

Lebih terperinci

Demokrasi Sudah Digagas Jauh Sebelum Merdeka

Demokrasi Sudah Digagas Jauh Sebelum Merdeka Demokrasi Sudah Digagas Jauh Sebelum Merdeka Desain Negara Indonesia Merdeka terbentuk sebagai Negara modern, dengan kerelaan berbagai komponen pembentuk bangsa atas ciri dan kepentingan primordialismenya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi massa menjadi sebuah kekuatan sosial yang mampu membentuk opini publik dan mendorong gerakan sosial. Secara sederhana, komunikasi diartikan sebagai

Lebih terperinci

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar.

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar. Tiga Gelombang Demokrasi Demokrasi modern ditandai dengan adanya perubahan pada bidang politik (perubahan dalam hubungan kekuasaan) dan bidang ekonomi (perubahan hubungan dalam perdagangan). Ciriciri utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good Governance begitu popular. Hampir di setiap peristiwa penting yang menyangkut masalah pemerintahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Niar Riska Agustriani, 2014 Peranan komisi nasional hak asasi manusia Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Niar Riska Agustriani, 2014 Peranan komisi nasional hak asasi manusia Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hak Asasi Manusia (HAM) menurut pasal 1 ayat 1 UU. No. 39 tahun 1999 yaitu seperangkat hak yang melekat pada hakikatnya dengan keberadaan manusia sebagai

Lebih terperinci

Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF Demokrasi: Antara Teori dan Pelaksanaannya Di Indonesia Modul ini akan mempelajari pengertian, manfaat dan jenis-jenis demokrasi. selanjutnya diharapkan diperoleh

Lebih terperinci

ASPEK SOSIOLOGIS POLITIK KEDAULATAN RAKYAT DALAM UUD NRI TAHUN Oleh: Dr. Suciati, SH., M. Hum

ASPEK SOSIOLOGIS POLITIK KEDAULATAN RAKYAT DALAM UUD NRI TAHUN Oleh: Dr. Suciati, SH., M. Hum ASPEK SOSIOLOGIS POLITIK KEDAULATAN RAKYAT DALAM UUD NRI TAHUN 1945 1 Oleh: Dr. Suciati, SH., M. Hum PENDAHULUAN Sebagai negara hukum Indonesia memiliki konstitusi yang disebut Undang- Undang Dasar (UUD

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah

Lebih terperinci

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA 1. BPUPKI dalam sidangnya pada 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 membicarakan. a. rancangan UUD b. persiapan kemerdekaan c. konstitusi Republik Indonesia Serikat

Lebih terperinci

Kelompok 10. Nama :- Maria Yuni Artha (197) - Neni Lastanti (209) - Sutarni (185) Kelas : A5-14

Kelompok 10. Nama :- Maria Yuni Artha (197) - Neni Lastanti (209) - Sutarni (185) Kelas : A5-14 Kelompok 10 Nama :- Maria Yuni Artha (197) - Neni Lastanti (209) - Sutarni (185) Kelas : A5-14 SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIIL 1959-1966 1. Pengertian Sistem Pemerintahan Presidensial Sistem presidensial

Lebih terperinci

REVITALISASI PERAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM MENEGAKKAN NILAI-NILAI BHINNEKA TUNGGAL IKA. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

REVITALISASI PERAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM MENEGAKKAN NILAI-NILAI BHINNEKA TUNGGAL IKA. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya REVITALISASI PERAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM MENEGAKKAN NILAI-NILAI BHINNEKA TUNGGAL IKA Fakultas Hukum Universitas Brawijaya BHINNEKA TUNGGAL IKA SEBAGAI SPIRIT KONSTITUSI Pasal 36A UUD 1945 menyatakan

Lebih terperinci

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. A. PANCASILA DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM 1. Penegakan Hukum Penegakan hukum mengandung makna formil sebagai prosedur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai

BAB V PENUTUP. Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai BAB V PENUTUP Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai hubungan antara kebangkitan gerakan politik Islam dalam pergolakan yang terjadi di Suriah dengan persepsi Amerika Serikat, yang

Lebih terperinci

Demokratisasi di Mesir (Arab Spring) Ketiga dapat dikatakan benar. Afrika Utara dan Timur Tengah mengalami proses demokrasi

Demokratisasi di Mesir (Arab Spring) Ketiga dapat dikatakan benar. Afrika Utara dan Timur Tengah mengalami proses demokrasi Rani Apriliani Aditya 6211111049 Hubungan Internasional 2011 Demokratisasi di Mesir (Arab Spring) Apa yang diprediksikan oleh Huntington dalam bukunya Gelombang Demokrasi Ketiga dapat dikatakan benar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Partai politik merupakan fenomena modern bagi negara-negara di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Partai politik merupakan fenomena modern bagi negara-negara di dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partai politik merupakan fenomena modern bagi negara-negara di dunia. Istilah tersebut baru muncul pada abad 19 Masehi, seiring dengan berkembangnya lembaga-lembaga

Lebih terperinci

Demokrasi di Indonesia

Demokrasi di Indonesia Demokrasi Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dinamika hubungan sipil dan militer pada masa Demokrasi Liberal (1950-

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dinamika hubungan sipil dan militer pada masa Demokrasi Liberal (1950- BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan. Dinamika hubungan sipil dan militer pada masa Demokrasi Liberal (1950-1959) sangat menarik untuk dikaji. Militer adalah organ yang penting yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (http://www.wikipedia.org). Dalam prakteknya secara teknis yang

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (http://www.wikipedia.org). Dalam prakteknya secara teknis yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara demokrasi, dimana rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pada suatu negara tersebut. Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem

Lebih terperinci

BAB III PROFIL PEMERINTAHAN INDONESIA

BAB III PROFIL PEMERINTAHAN INDONESIA 23 BAB III PROFIL PEMERINTAHAN INDONESIA A. Masa Tahun 1945-1949 Masa Tahun 1945-1949 sebagai masa berlakunya UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945. UUD 1945 menghendaki sistem pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Pemilihan umum (Pemilu) dimaknai sebagai sarana kedaulatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Pemilihan umum (Pemilu) dimaknai sebagai sarana kedaulatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pemilihan umum (Pemilu) dimaknai sebagai sarana kedaulatan rakyat. Melalui Pemilihan Umum juga diyakini akan melahirkan wakil dan pemimpin yang dikehendaki rakyatnya.

Lebih terperinci

TEORI POLITIK DAN IDEOLOGI DEMOKRASI

TEORI POLITIK DAN IDEOLOGI DEMOKRASI 9 TEORI POLITIK DAN IDEOLOGI DEMOKRASI Pengantar Setelah memperbicangkan hakekat kekuasaan dan negara, kuliah selanjutnya akan memperdalam beberapa perdebatan yang berkaitan dengan konseo-konsep demokrasi.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TENTANG KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA MENURUT MAHFUD MD

BAB IV ANALISIS TENTANG KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA MENURUT MAHFUD MD 68 BAB IV ANALISIS TENTANG KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA MENURUT MAHFUD MD A. Analisis tentang Konsep Syura dalam Islam atas Pelaksanaan Demokrasi Konstitusional

Lebih terperinci

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP VIII (DELAPAN) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN) KONSTITUSI YANG PERNAH BERLAKU A. Konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia Konstitusi (Constitution) diartikan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. kepala eksekutif dipilih langsung oleh rakyat. Sehingga kepala eksekutif tidak

BAB I. PENDAHULUAN. kepala eksekutif dipilih langsung oleh rakyat. Sehingga kepala eksekutif tidak BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara kesatuan yang menganut Sistem Pemerintahan Presidensiil. Dalam sistem ini dijelaskan bahwa kepala eksekutif

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk terwujudnya tujuan nasional negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep governance dikembangkan sebagai bentuk kekecewaan terhadap konsep government yang terlalu meletakkan negara (pemerintah) dalam posisi yang terlalu dominan. Sesuai

Lebih terperinci

FISIP IP UNJANI CIMAHI 2017 MILITER DAN POLITIK DOSEN : DR. AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI

FISIP IP UNJANI CIMAHI 2017 MILITER DAN POLITIK DOSEN : DR. AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI FISIP IP UNJANI CIMAHI 2017 MATA KULIAH HUBUNGAN SIPIL MILITER MILITER DAN POLITIK DOSEN : DR. AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI PERTEMUAN IV Relasi Militer & Politik Alasan Militer Berpolitik Sejarah Militer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara merupakan sekumpulan orang yang mendiami suatu wilayah dan

BAB I PENDAHULUAN. Negara merupakan sekumpulan orang yang mendiami suatu wilayah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan sekumpulan orang yang mendiami suatu wilayah dan diorganisasi oleh pemerintah. Negara yang sah pada umumnya memiliki kedaulatan. Negara merupakan organisasi

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA AGUSMIDAH

POLITIK HUKUM KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA AGUSMIDAH POLITIK HUKUM KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA AGUSMIDAH Kerangka Teori Top down Jauh dari rasa keadilan H.Ket: State law Legitimasi Bagi Penguasa Hukum yang asing Kerangka Teori Basic Policy Enactment Policy

Lebih terperinci

BERSATU MENGATASI KRISIS BANGKIT MEMBANGUN BANGSA

BERSATU MENGATASI KRISIS BANGKIT MEMBANGUN BANGSA BERSATU MENGATASI KRISIS BANGKIT MEMBANGUN BANGSA Oleh : PROF. DR. 1 TERIMA KASIH ATAS UNDANGAN UNTUK MENGIKUTI TEMU NASIONAL ORMAS KARYA KEKARYAAN GAGASAN TENTANG UPAYA MENGATASI KRISIS DAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah sebuah negara yang secara geografis sangat luas wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah sepatutnya Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata kehidupan bangsa yang sejahtera,

Lebih terperinci

HANDOUT MATAKULIAH: PROPAGANDA PRODI: ILMU KOMUNIKASI FISIP UNIVERSITAS MALIKUSSALEH Semester: Genap 2010/2011 Pertemuan 9

HANDOUT MATAKULIAH: PROPAGANDA PRODI: ILMU KOMUNIKASI FISIP UNIVERSITAS MALIKUSSALEH Semester: Genap 2010/2011 Pertemuan 9 HANDOUT MATAKULIAH: PROPAGANDA PRODI: ILMU KOMUNIKASI FISIP UNIVERSITAS MALIKUSSALEH Semester: Genap 2010/2011 Pertemuan 9 PROPAGANDA POLITIK di INDONESIA 1 Oleh: Kamaruddin Hasan 2 Propaganda Era Soeharto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari sudut pandang etimologi demokrasi berasal dari kata demos (rakyat) dan

BAB I PENDAHULUAN. Dari sudut pandang etimologi demokrasi berasal dari kata demos (rakyat) dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Produk hukum biasanya dilahirkan oleh suatu kebijakan politik atau penguasa, sehingga kepentingan elit politik atau penguasa lebih dominan dalam hukum tersebut.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya didasari oleh keinginan untuk hidup berbangsa dan bernegara secara demokratis. Terdapat alasan lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di negara Indonesia salah satu institusi yang menunjukkan pelaksanaan sistem demokrasi tidak langsung adalah DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah.

Lebih terperinci

REFORMASI TENTANG UNDANG-UNDANG KEPARTAIAN DI INDONESIA. Drs. ZAKARIA

REFORMASI TENTANG UNDANG-UNDANG KEPARTAIAN DI INDONESIA. Drs. ZAKARIA REFORMASI TENTANG UNDANG-UNDANG KEPARTAIAN DI INDONESIA Drs. ZAKARIA Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara A. Pendahuluan Kehidupan Kepartaian selama

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 4, 1988 (ADMINISTRASI. HANKAM. ABRI. Warga Negara. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diperlukan sikap keyakinan dan kepercayaan agar kesulitan yang kita alami. bisa membantu semua aspek dalam kehidupan kita.

I. PENDAHULUAN. diperlukan sikap keyakinan dan kepercayaan agar kesulitan yang kita alami. bisa membantu semua aspek dalam kehidupan kita. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepercayaan itu adalah kemauan seseorang atau sekelompok orang untuk mau memberi keyakinan pada seseorang yang ditujunya. Kepercayaan adalah suatu keadaan psikologis dimana

Lebih terperinci

(1) PENCERMATAN DAN PERNYATAAN

(1) PENCERMATAN DAN PERNYATAAN (1) PENCERMATAN DAN PERNYATAAN (1) Kepolisian Negara Kesatuan Republik Indonesia (Polri) dibentuk oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 19 Agustus 1945 (harap cermati : As Fajar, Inti

Lebih terperinci

Perubahan Ketatanegaraan Pasca Amandemen UUD Tahun 1945, Dillema. Menghidupkan Kembali Perencanaan Pembangunan Nasional Model GBHN

Perubahan Ketatanegaraan Pasca Amandemen UUD Tahun 1945, Dillema. Menghidupkan Kembali Perencanaan Pembangunan Nasional Model GBHN Perubahan Ketatanegaraan Pasca Amandemen UUD Tahun 1945, Dillema Menghidupkan Kembali Perencanaan Pembangunan Nasional Model GBHN dan Deficit Demokrasi. Cut Maya Aprita Sari, S.Sos., M.Soc.Sc Program Studi

Lebih terperinci

PELAKSANAAN HUKUM DISIPLIN PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA PADA KOMANDO DISTRIK MILITER 0304/AGAM DI KOTA BUKITTINGGI. Oleh : NOVIALDI ZED

PELAKSANAAN HUKUM DISIPLIN PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA PADA KOMANDO DISTRIK MILITER 0304/AGAM DI KOTA BUKITTINGGI. Oleh : NOVIALDI ZED PELAKSANAAN HUKUM DISIPLIN PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA PADA KOMANDO DISTRIK MILITER 0304/AGAM DI KOTA BUKITTINGGI Oleh : NOVIALDI ZED 0810112064 Program Kekhususan : Hukum Administrasi Negara (PK

Lebih terperinci

CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP

CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP 2013 Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP Perhatian : Jawaban tertera pada kalimat yang ditulis tebal. 1. Di bawah ini merupakan harapan-harapan

Lebih terperinci

INDEPENDENSI BANK INDONESIA SEBAGAI BANK SENTRAL NEGARA

INDEPENDENSI BANK INDONESIA SEBAGAI BANK SENTRAL NEGARA INDEPENDENSI BANK INDONESIA SEBAGAI BANK SENTRAL NEGARA OLEH MUSA MUJADDID IMADUDDIN 19010110 Pendahuluan Pemerintah Indonesia menganut sistem pemerintahan demokratis dalam penyelenggaraan negaranya. Kekuasaan

Lebih terperinci

BAB V. Penutup. pengaruh kapitalisme guna mewujudkan revolusi sosialis di Indonesia, berangkat dari

BAB V. Penutup. pengaruh kapitalisme guna mewujudkan revolusi sosialis di Indonesia, berangkat dari BAB V Penutup 5.1. Kesimpulan PKI lahir sebagai organisasi kepartaian yang memiliki banyak tujuan. Di samping untuk menguasasi politik domestik negara, PKI juga memiliki misi untuk menghapus pengaruh kapitalisme

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanpa pretensi untuk mengecilkan peran kelompok lain dari masyarakat yang turut bergerak dalam panggung perubahan sosial, peran mahasiswa merupakan unsur yang seolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hampir seluruh organisasi politik memiliki strategi yang berbeda-beda.

BAB I PENDAHULUAN. hampir seluruh organisasi politik memiliki strategi yang berbeda-beda. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi adalah suatu cara atau taktik dalam meraih dan memperoleh sesuatu. Sehingga dalam wahana politik strategi merupakan sesuatu hal yang sangat urgen yang kianhari

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEAMANAN NASIONAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEAMANAN NASIONAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEAMANAN NASIONAL Jakarta, 16 Oktober 2012 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEAMANAN NASIONAL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebuah negara selain memiliki wilayah dan Penduduk, sebuah negara juga harus memiliki sebuah Angkatan Bersejanta untuk mengamankan wilayah kedaulatan negaranya.

Lebih terperinci

KONSOLIDASI DEMOKRASI UNTUK KEMAKMURAN RAKYAT

KONSOLIDASI DEMOKRASI UNTUK KEMAKMURAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SAMBUTAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS Pada Seminar DEMOKRASI UNTUK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu

BAB I PENDAHULUAN. perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hasil amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 telah membawa perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu terkait dengan pengisian

Lebih terperinci