BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Penggunaan lahan tiap daerah berbeda-beda. Perbedaan penggunaan lahan dipengaruhi oleh keadaan alam dan kebutuhan manusia yang berada di wilayah tersebut. Land Use is characterized by the arrangements, activities and inputs by people to produce, change or maintain a certain land cover type. (Di Gregorio and Jansen, dalam FAO/UNEP, 1999: 7). Penggunaan Lahan ditandai dengan pengaturan, kegiatan dan masukan oleh orang-orang untuk memproduksi, mengubah atau mempertahankan jenis tutupan lahan tertentu. Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual (Arsyad, 2010: 311). Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan lahan tergantung pada kebutuhan manusia, baik itu sesuai ataupun tidak. 1. Fungsi Kawasan Fungsi kawasan terbagi menjadi empat yaitu kawasan lindung, kawasan penyangga, dan kawasan budidaya tanaman tahunan, dan kawasan budidaya tanaman semusim. Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2009 Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Fungsi utama kawasan lindung adalah sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah. (Nugraha, dkk 2006) dalam Muryono (2008: 8). Kawasan penyangga adalah kawasan yang ditetapkan untuk menopang keberadaan kawasan lindung sehingga fungsi lindungnya tetap terjaga. (Nugraha, 7

2 8 dkk 2006) dalam Muryono (2008: 8). Kawasan penyangga ini merupakan batas antara kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan (PP RI No. 26 tahun 2008). Kawasan budidaya dibedakan menjadi kawasan budidaya tanaman tahunan dan kawasan budidaya tanaman semusim. Berdasarkan uraian Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (RLKT) dalam Asdak (2007: 413) membagi lahan berdasarkan karakteristik fisik DAS yang terdiri dari kemiringan lereng, jenis tanah dan curah hujan harian rata-rata. Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa fungsi kawasan merupakan pengklasifikasian lahan berdasarkan karakteristik fisiknya berupa lereng, jenis tanah dan curah hujan harian rata-rata yang kemudian dilakukan teknik skoring untuk mengklasifikasikan tiap satuan lahan kedalam kelompok kawasan lindung, penyangga, budidaya tanaman tahunan atau budidaya tanaman semusim, dimana setiap kawasan mempunyai fungsi utama yang spesifik. Berikut ini adalah kriteria yang digunakan Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (RLKT) Departemen Kehutanan menurut SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 untuk menentukan status kawasan berdasarkan fungsinya : a. Kawasan Fungsi Lindung Satuan lahan dengan jumlah skor ketiga karakteristik fisiknya sama dengan atau lebih besar dari 175, atau memenuhi salah satu atau beberapa kriteria sebagai berikut : 1) Mempunyai kemiringan lereng lebih > 45 % 2) Merupakan kawasan yang mempunyai jenis tanah sangat peka terhadap erosi (regosol, lotisol, organosol,dan renzina) dan mempunyai kemiringan lereng > 15% 3) Merupakan jalur pengaman aliran sungai sekurang-kurangnya 100 meter di kanan kiri alur sungai

3 9 4) Merupakan pelindung mata air, yaitu 200 meter dari pusat mata air. 5) Berada pada ketinggian lebih atau sama dengan meter diatas permukaan laut. Guna kepentingan khusus dan ditetapkan oleh pemerintah sebagai kawasan lindung. Dalam menetapkan kawasan lindung selain ditetapkan berdasarkan karakteristik lahannya, dapat juga ditetapkan berdasarkan nilai kepentingan obyek, dimana setiap orang dilarang melakukan penebangan hutan dan mengganggu serta merubah fungsinya sampai pada radius atau jarak yang telah ditentukan. Kawasan lindung yang ditetapkan berdasarkan keadaan tersebut di atas disebut sebagai kawasan lindung setempat. Kawasan lindung setempat yang dimaksud adalah : 1) Sempadan Sungai yaitu kawasan sepanjang kanan kiri sungai termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 ditetapkan bahwa sempadan sungai sekurangkurangnya 100 meter di kanan kiri sungai besar dan 50 meter di kanan kiri anak sungai yang berada di luar permukiman. Untuk sungai di kawasan permukiman berupa sempadan sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara meter. 2) Kawasan sekitar mata air yaitu kawasan disekeliling mata air yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi utama air. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 837/Kpts/Um/1980 ditetapkan bahwa pelindung mata air ditetapkan sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekeliling mata air. 3) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan yaitu tempat serta ruang disekitar bangunan bernilai budaya tinggi, situs purbakala dan kawasan dengan bentukan geologi tertentu yang mempunyai nilai tinggi untuk pengembangan ilmu pengetahuan. (Keputusan Presiden No. 32 tahun 1990). Tujuan perlindungan kawasan ini adalah untuk melindungi budaya kekayaan budaya bangsa berupa peninggalan sejarah, bangunan arkeolog dan monumen nasional dan keanekaragaman bentukan geologi yang berguma untuk

4 10 mengembangkan ilmu pengetahuan dari ancaman kepunahan yang disebabkan oleh kegiatan alam maupun manusia. b. Kawasan Fungsi Penyangga Satuan lahan dengan jumlah skor ketiga karakteristik fisiknya antara serta memenuhi kriteria umum sebagai berikut: 1) Keadaan fisik satuan lahan memungkinkan untuk dilakukan budidaya. 2) Lokasinya secara ekonomis mudah dikembangkan sebagai kawasan penyangga. 3) Tidak merugikan segi-segi ekologi atau lingkungan hidup apabila dikembangkan sebagai kawasan penyangga. c. Kawasan Fungsi Budidaya Tanaman Tahunan Satuan lahan dengan jumlah skor ketiga karakteristik fisiknya < 124 serta sesuai untuk dikembangkan usaha tani tanaman tahunan. Selain itu areal tersebut harus memenuhi kriteria umum untuk kawasan penyangga. d. Kawasan Fungsi Budidaya Tanaman Semusim dan Permukiman Satuan lahan dengan kriteria seperti dalam penetapan kawasan budidaya tanaman tahunan serta terletak di tanah milik, tanah adat dan tanah negara yang seharusnya dikembangkan usaha tani tanaman semusim. Selain memenuhi kreteria tersebut diatas, untuk kawasan permukiman harus berada pada lahan yang memiliki lereng mikro tidak lebih dari 8%. 2. Kemampuan Lahan Klasifikasi kemampuan lahan adalah pengelompokan lahan kedalam satuan-satuan khusus menurut kemampuannya untuk penggunaan intensif dan perlakuan yang diperlukan untuk dapat digunakan secara terus menerus (Soil Society of America, 1982 dalam Sitorus, 2004: 67). Menurut Arsyad (2010: 315) Klasifikasi Kemampuan Lahan (Land Capability Classification) adalah penilaian lahan (komponen-komponen lahan) secara sistematik dan pengelompokannya ke dalam beberapa kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang merupakan potensi dan

5 11 penghambat dalam penggunaannya secara lestari. Dari dua pengertian diatas dapat disimpulkan klasifikasi kemampuan lahan adalah pengelompokan lahan berdasarkan kemampuan dan sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat untuk penggunaan secara intensif dan lestari. Klasifikasi kemampuan lahan dikategorikan menjadi tiga kategori menurut intensitas faktor penghambat,yaitu kelas, sub-kelas, dan unit pengelolaan. Subkelas menunjukkan jenis faktor penghambat yang terdapat didalam kelas, sedangkan unit pengelolaan yaitu merupakan pengelompokan tanah yang memiliki respon yang sama terhadap sistem pengelolaan tertentu. (Sitorus, 2004: 69). a. Kategori Kelas Kelas merupakan tingkat yang tertinggi dan bersifat luas dalam struktur klasifikasi. Penggolongan kedalam kelas didasarkan atas intensitas faktor-faktor penghambat yang permanen atau sulit diubah (Sitorus, 2004: 69). Dalam Arsyad (2010: ) Kelas kemampuan lahan dikategorikan dalam 8 kelas kemampuan lahan, yaitu : 1) Kelas I Lahan kelas kemampuan I mempunyai sedikit hambatan yang membatasi penggunaannya, sehinggan lahan kelas I dapat digunakan untuk berbagai penggunaan lahan. Tanah-tanah dalam kelas kemampuan I mempunyai salah satu atau kombinasi sifat dan kualitas sebagai berikut : a) Terletak pada topografi datar (kemiringan lereng 3%) b) Kepekaan erosi sangat rendah sampai rendah c) Tidak mengalami erosi d) Mempunyai kedalaman efektif yang dalam e) Umumnya berdrainase baik f) Mudah diolah g) Kapasitas menahan air baik h) Subur atau responsif terhadap pemupukan i) Tidak terancam banjir j) Di bawah iklim setempat yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman umumnya. (Arsyad, 2010: 324)

6 12 2) Kelas II Tanah-tanah dalam kelas kemampuan II memiliki beberapa hambatan atau ancaaman kerusakan yang mengurangi pilihan penggunaannya atau mengakibatkannya memerlukan tindakan konservasi yang sedang. Hambatan atau ancaman kerusakan pada kelas II adalah salah satu atau kombinasi dari faktor berikut : a) Lereng yang landau atau berombak (> 3% - 8 %) b) Kepekaan erosi atau tingkat erosi sedang c) Kedalaman efektif sedang d) Struktur tanah dan daya olah agak kurang baik e) Salinitas sedikit sampai sedang atau terdapat garam natrium yang mudah dihilangkan akan tetapi besar kemungkinan timbul kembali f) Kadang-kadang terkena banjir yang merusak g) Kelebihan air dapat diperbaiki dengan drainase, akan tetapi tetap ada sebagai pembatas yang sedang tingkatannya h) Keadaan iklim agak kurang sesuai bagi tanaman dan pengelolaan (Arsyad, 2010: 325) 3) Kelas III Tanah-tanah dalam lahan kelas III mempunyai hambatan yang berat yang mengurangi pilihan penggunaan lahan atau memerlukan tindakan konservasi khusus atau keduanya. Hambatan atau ancaman kerusaakan mungkin disebabkan oleh salah satu dari beberapa hal berikut : a) Lereng yang agak miring atau bergelombang (> 8 15%) b) Kepekaan terhadap erosi agak tinggi sampai tinggi atau telah mengalami erosi sedang c) Selama satu bulan setiap tahun dilanda banjir selama waktu lebih dari 24 jam d) Lapisan bawah tanah yang berpermeabilitas agak cepat e) Kedalamannya dangkal terhadap batuan, lapisan padas keras(hardpan), lapisan rapuh(fragipan), atau lapisan liat padat(claypan) yang membatasi perakaran dan kapasitas simpanan air

7 13 f) Terlalu basaah atau masih terus jenuh air setelah didrainase g) Kapasitas menahan air rendah h) Salinitas atau kandungan natrium sedang i) Kerikil atau batuan dipermukaan tanah sedang j) Hambatan iklim yang agak kasar (Arsyad, 2010: 326) 4) Kelas IV Hambatan dan ancaman kerusakan pada tanah-tanah didalam lahan kelas IV lebih besar daripada tanah-tanah didalam kelas III, dan pilihan tanaman juga lebih terbatas. Hambatan atau ancaman kerusakan tanah-tanah didalam kelas IV disebabkan oleh salah satu atau kombinasi faktor-faktor berikut : a) Lereng yang miring atau berbukit (> 15% - 30%) b) Kepekaan erosi yang sangat tinggi c) Pengaruh bekas erosi agak berat yang telah terjadi d) Tanahnya dangkal e) Kapasitas menahan air yang rendah f) Selama 2 sampai 5 bulan dalam setahun dilanda banjir yang lamanya lebih dari 24 jam g) Kelebihan air bebas dan ancaman penjenuhan atau penggenangan terus terjadi setelah didrainase (drainase buruk) h) Terdapat banyak kerikil atau batuan di permukaan tanah i) Salinitas atau kandungan natrium yang tinggi (pengaruhnya hebat) j) Keadaan iklim yang kurang menguntungkan (Arsyad, 2010: 327) 5) Kelas V Tanah-tanah didalam lahan kelas V tidak terancam erosi akan tetai mempunyai hambatan lain yang tidak praktis untuk dihilangkan yang membatasi pilihan penggunaannya sehingga hanya sesuai untuk tanaman rumput, padang penggembalaan, hutan produksi atau hutan lindung, dan cagar alam. Contoh tanah kelas V adalah : a) Tanah-tanah yang sering dilanda banjir sehingga sulit digunakan untuk penanaman tanaman semusim secara normal

8 14 b) Tanah-tanah datar yang berada dibawah iklim yang tidak memungkinkan produksi secara normal c) Tanah datar atau hampir datar yang > 90 % permukaannya tertutup batuan atau kerikil d) Tanah-tanah tergenang yang tidak layak didrainase untuk tanaman semusim tetapi dapat ditumbuhi rumput atau pohon-pohonan (Arsyad, 2010: ) 6) Kelas VI Tanah-tanah dalam kelas VI mempunyai hambatan yang berat yang menyebabkan tanah-tanah ini tidak sesuai untuk penggunaan pertanian. Penggunaannya terbatas untuk tanaman rumput,atau padang penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung atau cagar alam. Tanah-tanah dalam kelas VI mempunyai pembatas atau ancaman kerusaakan yang tidak dapat dihilangkan, berupa salah satu atau kombinasi faktor-faktor berikut : a) Terletak pada lereng agak curam (> 30% - 45%) b) Telah tererosi berat c) Kedalaman tanah sangat dangkal d) Mengandung garam larut atau natrium (berpengaruh hebat) e) Daerah perakaran sangat dangkal f) Iklim tidak sesuai (Arsyad, 2010: 328) 7) Kelas VII Lahan kelas VII tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Jika digunakan untuk padang rumput atau hutan produksi harus dilakukan dengan usaha pencegahan erosi yang berat. Tanah-tanah kelas VII mempunyai beberapa hambatan atau ancaman kerusakan yang berat dan tidak dapat dihilangkan seperti : a) Terletak pada lereng yang curam (> 45% - 65%) b) Telah tererosi sangat berat berupa erosi parit yang sulit diperbaiki (Arsyad, 2010: 329)

9 15 8) Kelas VIII Lahan kelas VIII tidak sesuai untuk budidaya pertanian, tetapi lebih sesuai untuk dibiarkan dalam keadaan alami. Lahan kelas VIII bermanfaat sebagai hutan lindung, tempat rekreasi, atau cagar alam. Pembatasaan atau ancaman kerusakan pada kelas VIII dapat berupa : a) Terletak pada lereng yang sangat curam (> 65 %) b) Berbatu kerikil (lebih dari 90% volume tanah terdiri dari batu atau kerikil atau lebih dari 90% permukaan tanah tertutup batuan) c) Kapasitas menahan air sangat rendah (Arsyad, 2010: 329) b. Kategori Sub-kelas Sub-kelas adalah pengelompokan unit kemampuan lahan yang mempunyai jenis hambatan atau ancaman dominan yang sama jika digunakan untuk pertanian (Arsyad, 2010: 330). Terdapat beberapa jenis hambatan atau ancaman yang dikenal pada sub-kelas yaitu : Sub-kelas e : menunjukan ancaman erosi yang diketahui dari kecuraman lereng dan kepekaan erosi tanah Sub-kelas w : menunjukan hambatan yang disebabkan oleh drainase buruk, kelebihan air, atau banjir yang merusak tanaman Sub-kelas s : menunjukan hambatan daerah perakaran seperti : a. Kedalaman tanah terhadap batu atau lapisan yang menghambat perkembangan akar b. Adanya batuan dipermukaan lahan c. Kapasitas menahan air yang rendah d. Sifat-sifat kimia yang sulit diperbaiki Sub-kelas c : menunjukkan adanya factor iklim (temperature dan curah hujan) menjadi pembatas penggunana lahan

10 16 c. Kategori Unit Pengelolaan Satuan kemampuan adalah pengelompokan lahan yang sama atau hampir sama kesesuaiannya bagi tanaman dan memerlukan pengelolaan yang sama atau memberi tanggapan yang sama terhadap masukan pengelolaan atau perlakuan yang diberikan (Arsyad, 2010: 331) Berikut parameter yang digunakan dalam menentukan kemampuan lahan di setiap lahan menurut Arsyad (2010: 336) : 1) Kecuraman Lereng (l) Kecuraman lereng dikelompokkan sebagai berikut : l0 = (A) = 0 3% : Datar l1 = (B) = 3 8% : Landai atau berombak l2 = (C) = 8 15% : Agak miring atau bergelombang l3 = (D) = 15 30% : Miring atau berbukit l4 = (E) = 30 45% : Agak curam atau bergunung l5 = (F) = 45 65% : Curam l6 = (G) = > 65% : Sangat curam 2) Erosi (e) Kerusakan erosi dikelompokkan menjadi sebagai berikut : e0 = Tidak ada erosi e1 = Ringan : < 25% lapisan atas hilang e2 = Sedang : 25 75% lapisan atas hilang e3 = Agak berat : > 75% lapisan atas 25% lapisan bawah hilang e4 = Berat : > 25% lapisan bawah hilang e5 = Sangat berat : Erosi parit 3) Kedalaman Tanah (k) Kedalaman efektif tanah diklasifikasikan sebagai berikut : k0 = > 90cm : Dalam k1 = 90 50cm : Sedang k2 = 50 25cm : Dangkal k3 = < 25cm : Sangat dangkal

11 17 4) Tekstur Tanah (t) Untuk penentuan klasifikasi kemampuan lahan tekstur lapisan tanah dikelompokkan sebagai berikut : t1 = Halus : Liat, liat berpasir, liat berdebu t2 = Agak halus : Lempung liat berpasir, lempung berliat, lempung liat berdebu t3 = Sedang : Lempung, lempung berdebu, debu t4 = Agak kasar : Lempung berpasir, lempung berpasir halus, lempung berpasir sangat halus t5 = Kasar : Pasir, pasir berlempung 5) Permeabilitas (p) Permeabilitas tanah dikelompokkan sebagai berikut : p1 = Lambat : < 0,5 cm p2 = Agak lambat : 0,5 2,0 cm p3 = Sedang : 2,0 6,25 cm p4 = Agak cepat : 6,25 12,5 cm p5 = Cepat : > 12,5 cm 6) Drainase (d) Drainase tanah diklasifikasikan sebagai berikut : d0 = Berlebihan : Air lebih segera keluar dari tanah dan sangat sedikit air yang ditahan oleh tanah sehingga tanaman akan segera mengalami kerusakan. d1 = Baik : Tanah mempunyai peredaran udara baik. Profil tanah dari atas ke bawah (150 cm) berwarna terang yang seragam dan tidak terdapat bercak-bercak kuning, coklat, atau kelabu. d2 = Agak baik : Tanah memiliki peredaran udara baik di perakaran. Tidak terdapat bercak-bercak berwarna kuning, coklat, atau kelabu pada lapisan atas dan bagian atas lapisan bawah (sampai sekitar 60 cm dari permukaan tanah)

12 18 d3 = Agak buruk : Lapisan atas tanah mempunyai peredaran udara baik. Tidak terdapat bercak-bercak berwarna kuning, kelabu, atau coklat. Bercak-bercak ditemukan pada seluruh lapisan bagian bawah (sekitar 40 cm dari permukaan tanah) d4 = Buruk : Bagian bawah lapisan atas (dekat permukaan terdapat warna atau bercak-bercak berwarna kelabu, coklat dan kekuningan. d5 = Sangat buruk : Seluruh lapisan sampai permukaan tanah berwarna kelabu dan tanah lapisan bawah berwarna kelabu atau terdapat bercakbercak kebiruan, atau terdapat air yang menggenang di permukaan tanah dalam waktu yang lama sehingga menghambat pertumbuhan tanaman. 7) Faktor-faktor Khusus Faktor-faktor penghambat lain yang mungkin terdapat adalah batu-batuan, dan bahaya banjir. a) Kerikil Kerikil adalah bahan kasar berdiameter lebih besar dari 12 mm - 7,5 cm. Kerikil didalam lapisan 20 cm permukaan tanah dikelompokkan sebagai berikut : b0 = Tidak ada/ sedikit : 0 15% volume tanah b1 = Sedang : 15 50% volume tanah b2 = Banyak : 50 90% volume tanah b3 = Sangat banyak : > 90% volume tanah b) Batuan kecil Batuan kecil adalah bahan kasar berdiameter 7,5cm 25cm. Banyaknya batuan kecil dikelompokkan sebagai berikut : b0 = Tidak ada/ sedikit : 0 15% volume tanah

13 19 b1 = Sedang : 15 50% volume tanah : Pengolahan agak sulit b2 = Banyak : 50 90% volume tanah : Pengolahan sangat sulit b3 = Sangat banyak : > 90% volume tanah : Pengolahan tidak mungkin dilakukan c) Batuan lepas Batuan lepas adalah batuan yang tersebar diatas permukaan tanah dan berdiameter > 25 cm atau bersumbu > 40 cm. Penyebaran batuan lepas diatas permukaan tanah dikelompokkan sebagai berikut : b0 = Tidak ada b1 = Sedikit b2 = Sedang b3 = Banyak b4 = Sangat banyak d) Batuan tersingkap Penyebaran batuan tersingkap dikelompokkan sebagai berikut : b0 = Tidak ada : < 2% permukaan tanah tertutup b1 = Sedikit : 2 10% permukaan tanah tertutup, pengolahan tanah dan penanaman agak terganggu b2 = Sedang : 10 50% permukaan tanah tertutup, pengolahan tanah dan penanaman terganggu b3 = Banyak : 50 90% permukaan tanah tertutup, pengolahan tanah dan penanaman sangat terganggu b4 = Sangat banyak : >90% permukaan tanah tertutup, tanah sama sekali tidak dapat digarap.

14 20 e) Ancaman banjir/genangan Ancaman banjir atau penggenangan air dikelompokkan sebagai berikut : o0 = Tidak pernah : dalam periode satu tahun tanah tidak pernah tertutup banjir untuk waktu lebih dari 24 jam. o1 = kadang-kadang : banjir yang menutupi tanah lebih dari 24 jam terjadinya tidak teratur dalam periode kurang dari satu bulan. o2 = selama waktu satu bulan dalam setahun tanah secara teratur tertutup banjir untuk jangka waktu lebih dari 24 jam. o3 = selama waktu 2-5 bulan dalam setahun, secara teratur selalu dilanda banjir lamanya lebih dari 24 jam. o4 = selama waktu enam bulan atau lebih tanah selalu dilanda banjir secara teratur yang lamanya lebih dari 24 jam. 3. Konservasi Lahan Konservasi itu sendiri merupakan berasal dari kata Conservation yang terdiri atas kata con (together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), namun secara bijaksana (wise use). Ide ini dikemukakan oleh Theodore Roosevelt yang merupakan orang Amerika pertama yang mengemukakan tentang konsep konservasi. Dalam pidatonya Theodore Roosevelt mengatakan "Conservation means development as much as it does protection. I recognize the right and duty of this generation to develop and use the natural resources of our land but I do not recognize the right to waste them, or to rob, by wasteful use, the generations that come after us... Moreover, I believe that the natural resources must be used for the benefit of all our people, and not monopolized for the benefit of the few... Of all the questions which can come before this nation, short of the actual preservation of its existence in a great war, there is none which compares in importance with the great central task of leaving this land even a better land for our descendants than it is for us, and training them into a better race to inhabit the land and pass it on. Conservation is a great moral issue, for it involves the patriotic duty of insuring the safety and continuance of the nation." (Osawatomie, Kansas: 1910)

15 21 Konservasi berarti pembangunan seperti halnya perlindungan. Aku mengakui hak dan kewajiban dari generasi ini untuk mengembangkan dan menggunakan sumber daya alam dari tanah kami tapi saya tidak mengakui hak menyia-nyiakan mereka, atau untuk merampas, dengan boros menggunakannya. generasi akan datang setelah kami... Selain itu, saya percaya bahwa sumber daya alam harus digunakan untuk kepentingan semua rakyat kita, dan tidak memonopoli untuk kepentingan beberapa... dari semua pertanyaan yang bisa datang sebelum bangsa ini, kekurangan pelestarian yang sebenarnya keberadaannya dalam masalah besar, tidak ada yang membandingkan pentingnya dengan tugas besar menyisakan tanah ini untuk lahan yang lebih baik untuk anak cucu kita daripada bagi kita, dan melatih mereka menjadi ras yang lebih baik dalam mengelola tanah dan menyebarkannya. Konservasi adalah masalah moral yang besar, untuk itu melibatkan tugas patriotik mengasuransikan keselamatan dan kelangsungan bangsa. Konservasi tanah adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. (Arsyad, 2010: 51). Salah satu tujuan konservasi tanah adalah meminimumkan erosi pada suatu lahan. Laju erosi yang masih lebih besar dari erosi yang dapat ditoleransikan bisa menjadi masalah yang bila tidak ditanggulangi akan menjebak petani kembali ke dalam siklus yang saling memiskinkan. Tindakan konservasi tanah merupakan cara untuk melestarikan sumberdaya alam. Konservasi tanah tidak berarti penundaan pemanfaatan tanah, tetapi menyesuaikan macam penggunaannya dengan sifat-sifat atau kemampuan tanah dan memberikan perlakuan dengan syarat-syarat yang diperlukan. Secara garis besar metode konservasi tanah dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan utama, yaitu : (1) secara agronomis atau vegetatif, (2) secara mekanik dan (3) secara kimia (Suripin, 2004: 101).

16 22 Konservasi tanah secara vegetatif adalah penggunaan tanaman atau tumbuhan dan sisa tanaman dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi laju erosi dengan cara mengurangi daya rusak hujan yang jatuh dan jumlah daya rusak aliran permukaan. Konservasi tanah secara mekanik adalah konsevasi yang berkonsentrasi pada penyiapan tanah supaya dapat ditumbuhi vegetasi yang lebat, dan cara mamanipulasi topografi mikro untuk mengendalikan aliran air dan angin (Suripin, 2004: 101). Tabel 2.1 Rekomendasi Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah dalam setiap Fungsi Kawasan Lahan Fungsi Kawasan Lahan Kawasan Lindung Alternatif Kegiatan Vegetatif Mekanik - Reboisasi - Hutan Rakyat - Perlindungan sungai, mata air, jurang, dll. - DAM pengendali/ penahan - Trucuk (drop structure) Kawasan Penyangga Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Kawasan Budidaya Tanaman Musiman - Reboisasi - Hutan Campuran - Hutan Rakyat - Perkebunan pohon penyekat api - Reboisasi - Perkebunan - Hutan Rakyat - Agroforestry - Tanaman dalam jalur - Tanaman dalam kontur - Tanaman campuran - DAM pengendali/ penahan - Trucuk (drop structure) - Teras - Saluran air drainase - DAM pengendali/ penahan - Trucuk (drop structure) - Teras - Saluran pembuangan - DAM pengendali/ penahan - Trucuk (drop structure) - Teras - Saluran pembuangan Sumber : Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah dalam Asdak (2007: 419) Beberapa bentuk kegiatan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Reboisasi dapat diartikan sebagai usaha untuk memulihkan dan menghutankan kembali tanah yang mengalami kerusakan fisik, kimia

17 23 maupun biologi baik secara alami maupun oleh ulah manusia. Reboisasi merupakan cara yang cocok untuk menurunkan erosi aliran permukaan, terutama jika dilakukan pada bagian hulu daerah tangkapan air untuk mengatur banjir. Tanaman yang digunakan biasanya tanaman yang bisa mencegah erosi, baik secara habitus maupun umur, juga diutamakan tanaman keras yang bernilai ekonomis, baik kayunya maupun hasil samping lainnya, misalnya getah, akar dan minyak. Dalam kaitannya dengan usaha konservasi, tanaman yang dipilih hendaknya mempunyai persyaratan sebagai berikut : 1) Mempunyai sistem perakaran yang kuat, dalam dan luas, sehingga membentuk jaringan akar rapat. 2) Pertumbuhannya cepat, sehingga mampu menutup tanah dalam waktu singkat. 3) Mempunyai nilai ekonomis, baik kayunya maupun hasil sampingnya. 4) Dapat memperbaiki kualitas/kesuburan tanah (Suripin, 2004: ) b. Perlindungan sungai yaitu penanaman tanaman secara tetap berbentuk jalur hijau di sepanjang tepi kanan kiri sungai dengan memilih jenis tanaman yang memenuhi syarat untuk tujuan perlindungan, yaitu tanaman yang mempunyai perakaran yang banyak dan kuat. Penanaman tanaman perlindungan ini dapat juga diterapkan untuk perlindungan mataair, danau, waduk, tebing jurang, lahan gambut dan daerah resapan air. c. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas lahan milik rakyat, baik petani secara perseorangan, maupun bersama-sama atau badan hukum. (Sumedi, 2006: 61) d. Wanatani (agroforestry) adalah setiap sistem penggunaan tanah yang menyediakan baik bahan bakar maupun hasil tanaman pohonan dan semak atau memberikan kenyamanan lingkungan yang disebabkan oleh tanaman pohon-pohonan dan semak-semak (Huxley dalam Arsyad, 2010: 295). e. Perkebunan yaitu lahan yang ditanamai berbagai jenis tanaman tahunan dan tanaman keras lainnya yang menghasilkan buah-buahan.

18 24 f. Dam pengendali adalah bendungan kecil yang dapat menampung air (tidak lolos air) dengan konstruksi urugan tanah dengan lapisan kedap air atau konstruksi beton (tipe busur) untuk pengendalian erosi dan aliran permukaan dan dibuat pada alur jurang/sungai kecil dengan tinggi maksimum 8 meter ( Peraturan Menteri Kehutanan No 03 Tahun 2004). g. Pengendali jurang (gully plug) adalah bendungan kecil yang lolos air yang dibuat pada parit-parit melintang alur parit dengan konstruksi batu, kayu, atau bambu ( Peraturan Menteri Kehutanan No 03 Tahun 2004). h. Bronjong batu adalah bangunan pengawet tanah berupa kawat bronjong yang diisi dengan batu atau beton yang dipasang pada tebing sungai terutama pada alur yang berbentuk kelokan. Bangunan ini berfungsi sebagai penahan tebing sungai dari daya gerus aliran air sungai. i. Saluran pembuangan air adalah jalan khusus yang dibuat untuk menghindari terkonsentrasinya aliran permukaan di sembarang tempat, yang akan membahayakan dan merusak tanah yang dilewatinya. (Suripin, 2004: 120) j. Saluran pengelak adalah suatu cara konservasi tanah dengan membuat semacam parit atau saluran memotong arah lereng dengan kemiringan yang kecil sehingga kecepatan air tidak lebih dari 0,5 m/detik. Saluran pengelak biasanya dibuat pada tanah yang berlereng panjang dan seragam yang permeabilitasnya rendah (Arsyad, 2010: 184). Dalam Bahasa Inggris saluran pengelak disebut diversion ditch, diversion channels, atau diversion terrace. k. Teras bangku atau tangga dibuat dengan jalan memotong lereng dan meratakan tanah di bagian bawah sehingga terbentuk suatu deretan anak tangga atau bangku yang dipisahkan oleh talud (Suripin, 2004: 118). l. Teras guludan adalah bentuk konservasi tanah dengan membuat guludan yaitu tumpukan tanah (galengan) yang dibuat memanjang memotong kemiringan lahan. Fungsi guludan ini adalah untuk menghambat aliran permukaan, menyimpan air di bagian atasnya dan untuk memotong panjang lereng. Tinggi tumpukan tanah berkisar antara cm dengan

19 25 lebar dasar 25cm - 30cm (Suripin, 2004: 116). Pada lahan yang berlereng curam atau lahan yang peka terhadap erosi dapat digunakan guludan bersaluran. Pada sistem guludan bersaluran, di sebelah atas guludan dibuat saluran memanjang mengikuti guludan. Teras bangku dapat dilakukan pada lahan yang mempunyai kemiringan sekitar %. Pada lahanlahan yang mempunyai kemiringan sekitar 2 % dan mempunyai curah hujan yang relatif rendah serta permeabilitas tanahnya tinggi dapat di buat teras datar atau (level terrace). Fungsi teras ini adalah supaya air dapat dimanfaatkan seefisien mungkin bagi keperluan tanaman. B. Penelitian yang Relevan 1) Penelitian yang dilakukan oleh Muryono (2007) Muryono melakukan penelitian dengan judul Arahan Fungsi Pemanfaatan Lahan Daerah Aliran Sungai Samin Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo Propinsi Jawa Tengah Tahun Adapun tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui fungsi kawasan lahan DAS Samin, mengetahui penggunaan lahan aktual DAS Samin yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan lahan, dan menentukan arahan fungsi pemanfaatan lahan DAS Samin. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan metode survai dengan hasil penelitian sebagai berikut : 1) Luas dan penggunaan lahan DAS Samin Tahun ) Fungsi kawasan DAS Samin. 3) Kesesuaian Fungsi kawasan dengan penggunaan lahan DAS Samin. 4) Arahan pemanfaatan lahan DAS Samin Tahun ) Penelitian yang dilakukan oleh Miftakul Hidayat (2012) Miftakul Hidayat melakukan penelitian dengan judul Evaluasi Kesesuaian Fungsi Kawasan dan Konservasi Lahan DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Wonogiri Tahun Adapun tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui luas dan persebaran penggunaan

20 26 lahan, mengetahui fungsi kawasan lahan, mengetahui kesesuaian antara fungsi kawasan lahan dengan penggunaan lahan yang terdapat dan mengetahui arahan konservasi yang sesuai untuk DAS Walikan Tahun Metode penelitian yang digunakan adalah analisis spasial dengan hasil penelitian sebagai berikut : 1) Luas dan persebaran penggunaan lahan DAS Walikan. 2) Fungsi kawasan lahan DAS Walikan terdiri dari fungsi kawasan lindung, fungsi kawasan penyangga, fungsi kawasan budidaya tanaman semusim dan permukiman, serta fungsi kawasan budidaya tanaman tahunan. 3) Kesesuaian fungsi kawasan dengan penggunaan lahan. 4) Arahan konservasi vegetatif dan mekanik

21 26 Tabel 2.2 Penelitian yang Relevan Peneliti Muryono (2007) Miftakhul Hidayat (2007) Bayu Prasetyo Aditomo(2016) Judul Arahan Fungsi Pemanfaatan Lahan Evaluasi Kesesuaian Fungsi Kawasan Kesesuaian Penggunaan Lahan Daerah Aliran Sungai Samin Kabupaten dan Konservasi Lahan DAS Walikan dengan Fungsi Kawasan dan Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo Kabupaten Karanganyar dan Kemampuan Lahan untuk Arahan Propinsi Jawa Tengah Tahun 2007 Kabupaten Wonogiri Tahun 2012 Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai Juwet Kabupaten Gunungkidul Tahun 2014 Tujuan Menentukan fungsi kawasan lahan, untuk mengetahui luas dan persebaran Mengetahui penggunaan lahan Mengetahui penggunaan lahan aktual penggunaan lahan, mengetahui fungsi,mengetahui fungsi kawasan dan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan kawasan lahan, mengetahui kesesuaian kemampuan lahan, Mengetahui lahan, Menentukan arahan fungsi antara fungsi kawasan lahan dengan kesesuaian penggunaan lahan dengan pemanfaatan lahan. penggunaan lahan yang terdapat dan fungsi kawasan dan kemampuan mengetahui arahan konservasi yang sesuai untuk DAS Walikan Tahun 2012 lahan, Mengetahui arahan konservasi tanah yang sesuai dengan fungsi kawasan dan kemampuan lahannya. Metode Dokumentasi dan survay analisis spasial Deskriptif Spasial 27

22 27 Hasil Fungsi kawasan lahan terdiri dari fungsi kawasan lindung luasnya 3.254,21 ha (10,05%), fungsi kawasan lindung setempat ,60 ha (33,44%), fungsi kawasan penyangga 1.629,93 ha (5,03%), fungsi kawasan budidaya tanaman tahunan 1.636,64 ha (5,05%), fungsi kawasan budidaya tanaman semusim dan permukiman ,40 ha (46,42%). Arahan fungsi pemanfaatan lahan pada kawasan lindung berupa reboisasi dan pembuatan sumbat jurang dan dam pengendali, pada kawasan lindung setempat berupa penanaman tanaman perlindungan sungai dan mataair serta dan pembuatan bronjong batu, pada kawasan penyangga diarahkan ke dalam sistem wanatani (agroforestry) dam pembuatan dam pengendali dan saluran pembuangan air, pada kawasan budidaya tanaman tahunan diarahkan pada penanaman tanaman perkebunan dan pembuatan teras bangku dan saluran pengelak (diversion terrace). Luas dan persebaran penggunaan lahan DAS Walikan, Fungsi kawasan lahan DAS Walikan terdiri dari fungsi kawasan lindung, fungsi kawasan, fungsi kawasan budidaya tanaman semusim dan permukiman, fungsi kawasan budidaya tanaman tahunan, Kesesuaian fungsi kawasan kawasan dengan penggunaan lahan, Arahan konservasi vegetatif dan mekanik DAS Juwet memiliki 3 penggunaan lahan yaitu tegalan, sawah, dan permukiman yang luas masingmasing 2250,73 Ha, 541,44 Ha, dan 1312,77 Ha. DAS Juwet memiliki 4 fungsi kawasan yaitu kawasan lindung, kawasan penyangga, kawasan budidaya tanaman tahunan, dan kawasan budidaya tanaman semusim dan permukiman yang memiliki luas masing-masing 778,73 Ha, 891,97 Ha, 343,45 Ha, dan 345,39 Ha. DAS Juwet memiliki 6 kelas kemampuan lahan yaitu kelas II, kelas III, kelas IV, kelas V, kelas VII, dan kelas VIII yang masingmasing seluas 65,98 Ha, 396,76 Ha, 1186, 76 Ha, 387,65 Ha, 292,75 Ha, dan 29,64 Ha. Fungsi kawasan yang tidak sesuai seluas 1670,70 Ha. Kemampuan Lahan yang tidak sesuai seluas 1359,55 Ha. Dari 58 satuan lahan ada 46 satuan lahan yang memerlukan upaya konservasi. 28

23 29 C. Kerangka Pemikiran Pertumbuhan penduduk akan terus meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Dengan meningkatnya jumlah penduduk akan meningkatkan kebutuhan penduduk akan lahan pertanian untuk meningkatkan kebutuhan hidupnya. Tak terkecuali dengan wilayah Daerah Aliran Sungai Juwet yang berada di Kabupaten Gunungkidul. Selain masalah perkembangan penduduk tersebut masih ada pula masalah lain yang mungkin menjadi akibat dari penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasannya. Hal itu adalah bencana longsor yang terjadi di wilayah tersebut yang cukup banyak tiap tahunnya apalagi dari tahun 2009 sampai tahun 2011 yang menunjukkan perbedaan angka yang begitu mencolok. Oleh karena itu upaya konservasi perlu dilakukan. Langkah yang pertama dilakukan adalah menganalisis mengenai fungsi kawasan daerah tersebut dan dikaitkan dengan kemampuan lahan yang kemudian di bandingkan dengan penggunaan lahan yang ada apakah sudah sesuai atau belum. Hal ini dilakukan karena untuk menentukan arahan konservasi yang akan dilakukan perlu dilakukan evaluasi antara penggunaan lahan aktual dengan penggunaan lahan yang seharusnya diusahakan pada masing-masing fungsi kawasan dan kemampuan lahan. Selanjutnya lahan yang penggunaan lahan aktualnya tidak cocok, perlu diarahkan penggunaannya dengan menerapkan tindakan arahan fungsi pemanfaatan lahan yang telah ditentukan untuk masingmasing kawasan lahan, baik secara vegetatif maupun secara mekanik. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada diagram alir kerangka pemikiran berikut ini :

24 29 Bencana Longsor Perubahan penggunaan lahan perumahan Penggalian bahan galian c Degradasi Lingkungan Evaluasi Kemampuan lahan Evaluasi Fungsi Kawasan Kesesuaian kemampuan lahan dengan penggunaan lahan Kesesuaian fungsi kawasan dengan penggunaan lahan Arahan penggunaan lahan Arahan penggunaan lahan Kriteria arahan konservasi lahan Arahan pemanfaatan penggunaan lahan Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran 30

Evaluasi Lahan. Evaluasi Kemampuan Lahan

Evaluasi Lahan. Evaluasi Kemampuan Lahan Evaluasi Lahan Evaluasi Kemampuan Lahan Evaluasi Lahan Penilaian kinerja lahan (land performance) untuk penggunaan tertentu Kegiatan Evaluasi Lahan meliputi survai lahan interpretasi data hasil survai

Lebih terperinci

KONSEP EVALUASI LAHAN

KONSEP EVALUASI LAHAN EVALUASI LAHAN KONSEP EVALUASI LAHAN Evaluasi lahan adalah suatu proses penilaian sumber daya lahan untuk tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji. Hasil evaluasi

Lebih terperinci

Klasifikasi Kemampuan Lahan

Klasifikasi Kemampuan Lahan Survei Tanah dan Evaluasi Lahan M10 KLASIFIKASI KEMAMPUAN LAHAN Widianto, 2010 Klasifikasi Kemampuan Lahan TUJUAN PEMBELAJARAN : 1. Mampu menjelaskan arti kemampuan lahan dan klasifikasi kemampuan lahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG 57 V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG 5.1. Pendahuluan Pemenuhan kebutuhan manusia untuk kehidupannya dapat dilakukan antara lain dengan memanfaatkan lahan untuk usaha pertanian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang selalu bergerak dan saling menumbuk.

Lebih terperinci

Menilai subklas Kemampuan Lahan di Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

Menilai subklas Kemampuan Lahan di Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh KEMAMPUAN LAHAN Menilai subklas Kemampuan Lahan di Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh Anggi.r 1, Yulia Tesa 1 1 Mahasiswa dan mahasiswi semester 3 prodi tata air pertanian jurusan teknologi pertanian

Lebih terperinci

Evaluasi Lahan. proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan

Evaluasi Lahan. proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan Evaluasi Lahan Evaluasi lahan merupakan salah satu komponen yang penting dalam proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan merupakan proses penilaian atau keragaab lahan jika

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN DENGAN FOTO UDARA Oleh : Hendro Murtianto

EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN DENGAN FOTO UDARA Oleh : Hendro Murtianto EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN DENGAN FOTO UDARA Oleh : Hendro Murtianto A. Pendahuluan Evaluasi kemampuan lahan merupakan salah satu upaya untuk memanfaatkan lahan (sumberdaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

BAB III PENGENDALIAN LONGSOR Identifikasi dan Delineasi Daerah Rawan Longsor

BAB III PENGENDALIAN LONGSOR Identifikasi dan Delineasi Daerah Rawan Longsor BAB III PENGENDALIAN LONGSOR Daerah rawan longsor harus dijadikan areal konservasi, sehingga bebas dari kegiatan pertanian, pembangunan perumahan dan infrastruktur. Apabila lahan digunakan untuk perumahan

Lebih terperinci

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN Penanggulangan Kerusakan Lahan Akibat Erosi Tanah OLEH: RESTI AMELIA SUSANTI 0810480202 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

KAJIAN REKLAMASI LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI BATANG KURANJI KOTA PADANG

KAJIAN REKLAMASI LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI BATANG KURANJI KOTA PADANG KAJIAN REKLAMASI LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI BATANG KURANJI KOTA PADANG Ade Irma Suryani Progam Studi Pendidikan Geografi STKIP PGRI Sumatera Barat Email: adeirmasuryani610@yahoo.com Abstract Reclamation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya

Lebih terperinci

KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN SLOGOHIMO KABUPATEN WONOGIRI

KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN SLOGOHIMO KABUPATEN WONOGIRI KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN SLOGOHIMO KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas Geografi Oleh : JUMIYATI NIRM: 5.6.16.91.5.15

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu wilayah di permukaan bumi yang meliputi semua benda penyusun biosfer (atmosfer, tanah dan batuan induk, topografi, air, tumbuhtumbuhan dan binatang),

Lebih terperinci

Contents 11/11/2012. Variabel-variabel Kemampuan Lahan. Land Capability

Contents 11/11/2012. Variabel-variabel Kemampuan Lahan. Land Capability LOGO Contents Potensi Guna Lahan AY 12 1 2 Land Capability Land Suitability Land Capability Klasifikasi Potensi Lahan untuk penggunaan lahan kawasan budidaya ataupun lindung dengan mempertimbangkan faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode USLE

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode USLE BAB III LANDASAN TEORI A. Metode USLE Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) merupakan model empiris yang dikembangkan di Pusat Data Aliran Permukaan dan Erosi Nasional, Dinas Penelitian Pertanian,

Lebih terperinci

Panduan konservasi tanah dan air untuk penanggulangan degradasi lahan

Panduan konservasi tanah dan air untuk penanggulangan degradasi lahan Standar Nasional Indonesia Panduan konservasi tanah dan air untuk penanggulangan degradasi lahan ICS 13.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang

Lebih terperinci

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng Abstrak Sektor pertanian di Indonesia masih mempunyai peran yang penting, khususnya untuk mendukung program ketahanan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumberdaya lahan merupakan suatu sumberdaya alam yang sangat penting bagi mahluk hidup, dengan tanah yang menduduki lapisan atas permukaan bumi yang tersusun

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 30 APRIL 2004 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK 01 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. misalnya hutan lahan pertanian, pedesaan dan jalan. Dengan demikian DAS

TINJAUAN PUSTAKA. misalnya hutan lahan pertanian, pedesaan dan jalan. Dengan demikian DAS TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Pada daerah aliran sungai terdapal berbagai macam penggunaan lahan, misalnya hutan lahan pertanian, pedesaan dan jalan. Dengan demikian DAS mempunyai berbagai fungsi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa AY 12 TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif lebih rendah. Longsoran

Lebih terperinci

BAB III Hasil Percobaan dan Pembahasan. VI = = = 11 m

BAB III Hasil Percobaan dan Pembahasan. VI = = = 11 m BAB III Hasil Percobaan dan Pembahasan 3.1 Hasil Percobaan Tugas Praktikum : 1. Tentukan jumlah teras yang dapat dibuat pada suatu lahan apabila diketahui data sebagai berikut : panjang lereng 200 m, kemiringan

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

MODEL PENANGGULANGAN BANJIR. Oleh: Dede Sugandi*)

MODEL PENANGGULANGAN BANJIR. Oleh: Dede Sugandi*) MODEL PENANGGULANGAN BANJIR Oleh: Dede Sugandi*) ABSTRAK Banjir dan genangan merupakan masalah tahunan dan memberikan pengaruh besar terhadap kondisi masyarakat baik secara social, ekonomi maupun lingkungan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya alam yang semakin meningkat tanpa memperhitungkan kemampuan lingkungan telah menimbulkan berbagai masalah. Salah satu masalah lingkungan di

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumber daya alam merupakan suatu bentuk kekayaan alam yang pemanfaatannya bersifat terbatas dan berfungsi sebagai penunjang kesejahteraan makhluk hidup khususnya manusia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. 1. Tempat Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. 1. Tempat Penelitian 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Daerah Aliran Sungai Juwet yang memiliki luas 4105 Ha yang berada di 11 desa dalam 3 kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim

BAB I PENDAHULUAN. Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim lainnya menyebabkan terjadinya proses evaporasi pada permukaan vegetasi tanah, di laut atau badan-

Lebih terperinci

19 Oktober Ema Umilia

19 Oktober Ema Umilia 19 Oktober 2011 Oleh Ema Umilia Ketentuan teknis dalam perencanaan kawasan lindung dalam perencanaan wilayah Keputusan Presiden No. 32 Th Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Kawasan Lindung

Lebih terperinci

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. Tipe-Tipe Tanah Longsor 1. Longsoran Translasi Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. 2. Longsoran Rotasi Longsoran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas batas topografi secara alami sehingga setiap air hujan yang jatuh dalam

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan bagian bentang alam (landscape) yang mencakup komponen fisik yang terdiri dari iklim, topografi (relief), hidrologi dan keadaan vegetasi alami (natural

Lebih terperinci

geografi Kelas X PEDOSFER III KTSP & K-13 H. SIFAT KIMIA TANAH a. Derajat Keasaman Tanah (ph)

geografi Kelas X PEDOSFER III KTSP & K-13 H. SIFAT KIMIA TANAH a. Derajat Keasaman Tanah (ph) KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami sifat kimia tanah. 2. Memahami vegetasi tanah. 3. Memahami

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii KATA PENGANTAR... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR PETA... xii DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI Pengetahuan tentang faktor penentu kepekaan tanah terhadap longsor dan erosi akan memperkaya wawasan dan memperkuat landasan dari pengambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya

Lebih terperinci

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan sumber air yang dapat dipakai untuk keperluan makhluk hidup. Dalam siklus tersebut, secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Kebutuhan tersebut terkait untuk pemenuhan kebutuhan hidup

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Kebutuhan tersebut terkait untuk pemenuhan kebutuhan hidup 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan sumberdaya alam terutama air dan tanah oleh masyarakat kian hari kian meningkat sebagai akibat dari laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Kebutuhan tersebut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang

BAB III METODE PENELITIAN. adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif lebih mengarah pada pengungkapan suatu masalah atau keadaan sebagaimana adanya dan mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993)

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993) TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Evaluasi Lahan Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaman lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei serta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya lahan merupakan komponen sumberdaya alam yang ketersediaannya sangat terbatas dan secara relatif memiliki luas yang tetap serta sangat bermanfaat

Lebih terperinci

Bab IV DRAINASE BERWAWASAN LINGKUNGAN

Bab IV DRAINASE BERWAWASAN LINGKUNGAN Bab IV DRAINASE BERWAWASAN LINGKUNGAN Novitasari,ST.,MT. TIU & TIK TIU Memberikan pengetahuan mengenai berbagai metode dalam penanganan drainase, dan mampu menerapkannya dalam perencanaan drainase kota:

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan sumber daya alam yang strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Erosi Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah dari suatu tempat ke tempat lain melalui media air atau angin. Erosi melalui media angin disebabkan oleh kekuatan angin sedangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA

KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA Asmirawati Staf Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kabupaten Bulukumba asmira_st@gmail.com ABSTRAK Peningkatan kebutuhan lahan perkotaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat 4 TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Agroekologi Agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat diharapkan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai tempat terutama daerah tropis khususnya di daerah pegunungan yang nantinya akan sangat berpengaruh

Lebih terperinci

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik Latar Belakang: Penghutan kembali atau reboisasi telah banyak dilakukan oleh multipihak untuk menyukseskan

Lebih terperinci

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu BAB I PENDAHULUAN Pembangunan pertanian merupakan bagian integral daripada pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur (Ditjen Tanaman Pangan, 1989). Agar pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia banyak sekali daerah yang,mengalami longsoran tanah yang tersebar di daerah-daerah pegunngan di Indonesia. Gerakan tanah atau biasa di sebut tanah longsor

Lebih terperinci

Ekologi Padang Alang-alang

Ekologi Padang Alang-alang Ekologi Padang Alang-alang Bab 2 Ekologi Padang Alang-alang Alang-alang adalah jenis rumput tahunan yang menyukai cahaya matahari, dengan bagian yang mudah terbakar di atas tanah dan akar rimpang (rhizome)

Lebih terperinci

PEMETAAN MANUAL KEMAMPUAN LAHAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH DENGAN METODE DESCRITIF

PEMETAAN MANUAL KEMAMPUAN LAHAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH DENGAN METODE DESCRITIF Pemetaan Manual Metode Descriptif Jurnal Nasional Ecopedon JNEP Vol. 2 No.1 (2015) 34-37 http://www.perpustakaan.politanipyk.co.id PEMETAAN MANUAL KEMAMPUAN LAHAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH

Lebih terperinci

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Citra ALOS AVNIR Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR tahun 2006 seperti yang tampak pada Gambar 13. Adapun kombinasi band yang digunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Sungai merupakan jaringan alur-alur pada permukaan bumi yang terbentuk secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian hilir. Air hujan

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN OLEH : MOCHAMAD HADI LAB EKOLOGI & BIOSISTEMATIK JURUSAN BIOLOGI FMIPA UNDIP

KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN OLEH : MOCHAMAD HADI LAB EKOLOGI & BIOSISTEMATIK JURUSAN BIOLOGI FMIPA UNDIP KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN OLEH : MOCHAMAD HADI LAB EKOLOGI & BIOSISTEMATIK JURUSAN BIOLOGI FMIPA UNDIP Pengertian Konservasi Konservasi sumber daya alam adalah penghematan penggunaan

Lebih terperinci

VIII. KONSERVASI TANAH DAN AIR

VIII. KONSERVASI TANAH DAN AIR VIII. KONSERVASI TANAH DAN AIR KONSERVASI TANAH : Penggunaan tanah sesuai dengan kelas kemampuan tanah dan memperlakukan tanah tersebut agar tidak mengalami kerusakkan. Berarti : 1. menjaga tanah agar

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologis di Sub Daerah Aliran Ci Karo, maka penulis dapat menarik

Lebih terperinci

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Lahan Kritis Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : a. Lahan yang tidak mampu secara efektif sebagai unsur produksi pertanian, sebagai media pengatur tata air, maupun

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang Menurut Rustiadi et al. (2009) ruang terdiri dari lahan dan atmosfer. Lahan dapat dibedakan lagi menjadi tanah dan tata air. Ruang merupakan bagian dari alam yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) berfungsi sebagai penampung air hujan, daerah resapan, daerah penyimpanan air, penangkap air hujan dan pengaliran air. Wilayahnya meliputi

Lebih terperinci

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PENGERTIAN TANAH Pedosfer berasal dari bahasa latin yaitu pedos = tanah, dan sphera = lapisan. Pedosfer yaitu lapisan kulit bumi yang tipis yang letaknya

Lebih terperinci

KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN NGUNTORONADI KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI

KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN NGUNTORONADI KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN NGUNTORONADI KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Geografi Oleh : DWI SEPTIC SETIANA NIRM :

Lebih terperinci

EROSI DAN SEDIMENTASI

EROSI DAN SEDIMENTASI EROSI DAN SEDIMENTASI I. PENDAHULUAN Konservasi tanah dalam arti yang luas adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai

Lebih terperinci

SUMBER DAYA HABIS TERPAKAI YANG DAPAT DIPERBAHARUI. Pertemuan ke 2

SUMBER DAYA HABIS TERPAKAI YANG DAPAT DIPERBAHARUI. Pertemuan ke 2 SUMBER DAYA HABIS TERPAKAI YANG DAPAT DIPERBAHARUI Pertemuan ke 2 Sumber daya habis terpakai yang dapat diperbaharui: memiliki titik kritis Ikan Hutan Tanah http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/148111-

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Evaluasi Lahan Lahan mempunyai pengertian yang berbeda dengan tanah (soil), dimana lahan terdiri dari semua kondisi lingkungan fisik yang mempengaruhi potensi penggunaannya, sedangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAAN. A. Latar Belakang. Istimewa Yogyakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan provinsi Jawa Tengah di

I. PENDAHULUAAN. A. Latar Belakang. Istimewa Yogyakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan provinsi Jawa Tengah di I. PENDAHULUAAN A. Latar Belakang Kabupaten Kulon Progo merupakan bagian dari wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan provinsi Jawa Tengah di Barat dan Utara, Samudra

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6 1. Komponen tanah yang baik yang dibutuhkan tanaman adalah.... bahan mineral, air, dan udara bahan mineral dan bahan organik

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 9 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Persiapan : Oktober November 2010 (Bogor). Pelaksanaan lapang (pra survei dan survei) : Desember 2010. Analisis Laboratorium : Januari Februari 2011.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lahan dapat disebutkan sebagai berikut : manusia baik yang sudah ataupun belum dikelola.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lahan dapat disebutkan sebagai berikut : manusia baik yang sudah ataupun belum dikelola. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lahan 1. Pengertian Pengertian lahan meliputi seluruh kondisi lingkungan, dan tanah merupakan salah satu bagiannya. Menurut Ritohardoyo, Su (2013) makna lahan dapat disebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah DAS Biru yang mencakup Kecamatan Bulukerto dan Kecamatan Purwantoro berdasarkan peraturan daerah wonogiri termasuk dalam kawasan lindung, selain itu DAS Biru

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS TEKNOLOGI PENGENDALIAN LONGSOR

PETUNJUK TEKNIS TEKNOLOGI PENGENDALIAN LONGSOR PETUNJUK TEKNIS TEKNOLOGI PENGENDALIAN LONGSOR BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2007 TEKNOLOGI PENGENDALIAN LONGSOR Teknologi

Lebih terperinci

EVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

EVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS EVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Firman Farid Muhsoni Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo JL. Raya Telang

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya LEMBAR KERJA SISWA KELOMPOK :. Nama Anggota / No. Abs 1. ALFINA ROSYIDA (01\8.6) 2.. 3. 4. 1. Diskusikan tabel berikut dengan anggota kelompok masing-masing! Petunjuk : a. Isilah kolom dibawah ini dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumberdaya alam ialah suatu sumberdaya yang terbentuk karena kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. Sumberdaya alam ialah suatu sumberdaya yang terbentuk karena kekuatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam ialah suatu sumberdaya yang terbentuk karena kekuatan alamiah, misalnya tanah, air dan perairan, biotis, udara dan ruang, mineral tentang alam, panas

Lebih terperinci

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA (Studi Kasus: Kawasan sekitar Danau Laut Tawar, Aceh Tengah) TUGAS AKHIR Oleh: AGUS SALIM L2D

Lebih terperinci

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE Untuk merancang suatu sistem drainase, yang harus diketahui adalah jumlah air yang harus dibuang dari lahan dalam jangka waktu tertentu, hal ini dilakukan untuk menghindari

Lebih terperinci