KUSTIAWAN. Dosen Tetap Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji.
|
|
- Dewi Iskandar
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PERANAN DAN FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM DEMOKRATISASI PEMERINTAHAN DESA TAHUN 2011 DI DESA MALANG RAPAT KECAMATAN GUNUNG KIJANG KABUPATEN BINTAN KUSTIAWAN Dosen Tetap Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji. ABSTRAK Penelitian ini mempokuskan pada permasalahan, yaitu: 1) Bagaimanakah Peranan dan Fungsi Badan Permusyawaratn Desa (BPD) Dalam Demokratisasi Pemerintahan Desa Tahun 2011 di Desa Malang Rapat? 2) Faktor kendala apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan peranan dan fungsi BPD di Desa Malang Rapat dan bagaimanakah penyelesaian kendala dihadapi BPD dalam proses demokratisasi di Desa Malang Rapat?. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu Pertama, Mendeskripsikan peranan dan fungsi BPD di desa Malang Rapat. Kedua, mengetahui kendala yang dihadapi BPD dan penyelesaiannya dalam pelaksanaan proses demokratisasi di desa. Kemudian luaran yang ingin dihasilkan dari penelitian ini adalah mengetahui bentuk peranan dan fungsi BPD sebagai wadah pembangunan demokratisasi di desa. Metode yang akan dipakai dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara dan tinjauan pustaka. Sumber-sumber yang kemudian menjadi respoden data penelitian ini adalah a) Kepala Desa, Sekretaris Desa, Ketua BPD, Anggota BPD, tokoh Masyarakat, Ketua RT, Warga Masyarakat. (b) Data Sekunder yaitu pelengkap yang terdiri dari literatur-literatur, antara lain Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, PP Nomor 72 tahun 2005 Tentang Desa, dan Peraturan pelaksana lainnya. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pertama, BPD dalam menjalankan fungsi dan peranannya sebagai penyalur aspirasi masyarakat sudah berjalan dengan baik. Meskipun masih ada aspirasi masyarakat yang belum bisa direalisasikan. Hal ini lebih disebabkan karena kurangnya pemahaman dari masyarakat mengenai fungsi dan peranan BPD dan adanya perbedaan cara pandang antara BPD dan pemerintah desa serta masyarakat. Kedua, Pemahaman masyarakat yang kurang dan minim mengenai fungsi dan peranan BPD. Ketiga, Sebagian besar anggota BPD mempunyai pekerjaan tetap diluar pekerjaannya sebagai anggota BPD. Sehingga anggota BPD dalam meluangkan waktunya untuk masyarakat dan tugasnya kecil. Keempat, Fasilitas operasional dan sarana prasarana yang tidak memadai. Kelima, Pola hubungan kerja sama BPD dengan pemerintah desa yang tidak terbuka dan tidak profesional. Penyelesaian kendala yang dihadapi BPD adalah A) Anggota BPD mengadakan rapat rutin dengan masyarakat untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang demokratis, terbuka, yaitu musyawarah. B) Pemerintah pusat dan Kabupaten mengusahakan pendapatan/insentif yang diterima anggota BPD ditingkatkan sesuai standar upah minimun daerah, mempersiapkan kantor permanen BPD dan balai pertemuan. C) BPD melakukan pelatihan bagi masyarakat dan pemerintah desa untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap fungsi dan peranan BPD. E) Pola hubungan kerja sama anggota BPD dengan pemerintah desa dan lembaga kemasyarakatan seperti RT, RW, PKK, dan lain-lain dilakukan dengan saling berkoordinasi dan membangun budaya demokrasi yang sehat. 1
2 Dari hasil penelitian, maka peneliti memberikan saran: A) Peningkatan pola hubungan komunikasi antara anggota BPD dan masyarakat sebaiknya harus dilakukan secara intensif dan terkoordinasi dengan terjun langsung ke tengah masyarakat mendengar keluhan masyarakat. B) Pemerintahan daerah diharapkan memberikan pendapatan/insentif yang diterima BPD sesuai dengan standar upah daerah, memperhatikan fasilitas operasional dan sarana prasarana seperti kantor permanen BPD dan balai pertemuan, C) anggota BPD sebaiknya lebih sering berkoordinasi dengan melakukan inisiatif awal mengadakan rapat musyawarah dengan kepala desa dan perangkatnya. BPD diharapkan dapat menyelesaikan kendala yang dihadapi BPD seperti mekanisme kerja yang kurang terbuka diantara BPD dan pemerintah desa. Kata Kunci : Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Demokratisasi, Pemerintah Desa I. PENDAHULUAN Persoalan otonomi daerah dan desentralisasi merupakan masalah yang paling ramai dibicarakan di negeri ini, disamping integrasi nasional, korupsi, partai politik, dan kohesi nasional. Kalau kita lacak perkembangan otonomi daerah dan desentralisasi, ternyata peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan daerah sudah mengalami perubahan sebanyak 8 (delapan) kali 1, sejak UU Nomor 1 Tahun 1945 hingga UU Nomor 32 Tahun 2004, hanya dalam rentang waktu 65 tahun menunjukan permasalahan otonomi daerah yang begitu kompleksitas. Dari 8 (delapan) Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah, hanya UU Nomor 5 Tahun 1974, yang dibuat pemerintahan Suharto yang berlaku paling lama yaitu 24 tahun dengan kawalan tangan besi Presiden Suharto. Pada saat itu, pusat sangat mendominasi terhadap daerah baik dari segi kewenangan maupun perimbangan keuangan pusat - daerah. Melihat kenyataannya pada masa lalu, proses demokratisasi hampir sulit dijumpai atau ditemui. Maka dalam era otonomi daerah ini semestinya kita mencoba mengembangkan kehidupan masyarakat yang demokratis, dimana setiap orang mempunyai hak, kewajiban, dan kesempatan sama untuk bereksperesi, berpendapat, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, yang menarik 1 Peraturan perundang-undangan tentang Pemerintahan Daerah yang dimaksud sebanyak delapan kali mengalami perubahan itu adalah UU Nomor 1 tahun 1945, UU Nomor 22 Tahun 1948, UU Nomor 1 Tahun 1957, Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959, UU Nomor 18 Tahun 1965, UU Nomor 5 Tahun 1974, UU Nomor 22 Tahun 1999, UU Nomor 32 Tahun
3 kemudian bagaimana meletakkan desa dalam desentralisasi dan demokrasi. Desa, sebagai basis kehidupan masyrakat akar-rumput, mempunyai dua wilayah berbeda tetapi saling berkaitan. Pertama, wilayah internal desa, yang secara politik menunjuk pada relasi antara pemerintah desa, Badan Perwakilan Desa (BPD), institusi lokal, dan warga masyrakat. Kedua, wilayah eksternal desa, yaitu wilayah hubungan antara desa dengan pemerintah supra desa (pusat, propinsi, kabupaten dan kecamatan) dalam konteks formasi negara yang hierarkhis-sentralistik. Dua wilyah desa itu merupakan titik masuk krusial pembaharuan desa yang sekarang paralel dengan agenda besar reformasi politik. (Karim, (Ed), 2006: 257) Dalam wilayah internal desa, dahulu sebelum reformasi istilah BPD dinamakan Badan Perwakilan Desa, namun berubah namanya saat ini menjadi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) 2. Peranan dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam Pemerintahan Desa dalam rangka menunjang pembangunan yang sejahtera, adil, dan makmur adalah produk dari Undang-undang nomor 32 tahun 2004 pasal 200. Perbedaannya sangat menyolok pada Undang-undang nomor 22 tahun 1999, yaitu tidak adanya Badan Perwakilan Desa. Menurut Sarundajang (Sarundajang, 2012:290) Pro kontra mengenai perubahan ini terjadi terutama dari asosiasi Badan Perwakilan Desa di beberapa daerah. Yang menjadi pertanyaan apakah hal ini merupakan penyempurnaan,padahal sosialisasi proses pembuatan UU ini ditenggarai tidak melibatkan Stakehoulder secara luas, maka timbul tuntutan agar UU ini segera direvisi. Berkaitan dengan keberadaan BPD, tidak ketinggalan juga peranan dan fungsi BPD di Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan yang merupakan studi kasus penelitian ini. Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian tentang Peranan dan fungsi BPD terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Desa di desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan, pertama, Pro kontra terhadap keberadaan peranan BPD dalam Pemerintahan Desa dewasa ini masih sangat kuat, apakah lembaga BPD (yang tercantum dalam pasal 200 UU 32 Tahun 2 Untuk selanjutnya Istilah Badan Permusyawaratan Desa disingkat dengan BPD. 3
4 2004) ini perlu direvisi atau dihapus. Hal yang sama juga di lakukan pada UU 22 Tahun 1999 yang meniadakan lembaga BPD di tingkat desa. Kedua, sepanjang sejarah penerapan otonomi daerah dan desentralisasi di Indonesia hanya pada UU 32 tahun 2004 ini posisi BPD diperkuat, sama halnya juga penguatan peran masyarakat dalam pemilihan langsung kepala daerah yang baru pertama kali diselenggarakan di Indonesia. Ketiga, Masalah proses demokratisasi BPD hampir sulit ditemukan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Padahal dalam era otonomi daerah saat ini sangat besar kesempatan pemerintahan desa dan masyarakatnya mengembangkan kehidupan secara demokratis. Berdasarkan penjelasan bagian pendahuluan di atas, maka penulis menarik kesimpulan untuk perlu kiranya dirumuskan permasalahan sebagai berikut. 1) Bagaimanakah Peranan dan Fungsi Badan Permusyawaratn Desa (BPD) Terhadap Proses Demokratisasi Pemerintahan Desa Tahun 2011 di Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan? 2) Faktor kendala apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan peranan dan fungsi BPD di Desa Malang Rapat Kabupaten Bintan dan bagaimanakah penyelesaian kendala yang dihadapi BPD dalam proses demokratisasi di Desa Malang Rapat Kabupaten Bintan? II. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan agar data yang terkumpul lebih representatif dan tepat guna, serta memberi gambaran sejelas mungkin mengenai pelaksanaan peranan dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD). penelitian ini memanfaatkan wawancara terbuka untuk menelaah dan memahami sikap, pandangan, perasaan dan perilaku sekelompok orang. Metodologi berbagai jenis penelitian dipengaruhi oleh jenis dan kualitas permasalahan yang dihadapi. Menurut Subana & Sudrajat, Penelitian kualitatif umumnya tidak memiliki metodologi penelitian 4
5 yang ketat tetapi lebih bergantung pada hasil eksplorasi (Subana & Sudrajat, 2001:10). III. ANALISA HASIL PENELITIAN Berdasarkan dari hasil olah data lapangan melalui wawancara, penulis dapat menyimpulkan bahwa BPD dalam menjalankan fungsi dan peranannya sebagai agen demokratisasi dan penyalur aspirasi masyarakat sudah berjalan dengan baik. Meskipun masih ada aspirasi masyarakat yang belum bisa direalisasikan. Hal ini lebih disebabkan karena kurangnya pemahaman dari masyarakat mengenai fungsi dan peran BPD berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku dan adanya perbedaan cara pandang antara BPD dan pemerintah desa. Pada sisi lain, BPD jarang mengadakan pertemuan-pertemuan atau temu wicara dengan warga masyarakat yang digagas oleh pihak BPD sendiri untuk mendengarkan keluhan dan masalah di tengah masyarakat. Di sisi lain peran tersebut diambil alih oleh Ketua RT. Meskipun dari pihak Ketua BPD dan Anggota BPD sendiri menanggapinya dengan menyatakan sudah melakukan sosialisasi mengenai peranannya dan fungsi pada kesempatan Rapat Desa dan rapat yang diselenggarakan oleh pemerintahan kabupaten. Berdasarkan keterangan dari beberapa respoden diatas mengenai permasalahan yang ada di Desa Malang Rapat dengan adanya permintaan masyarakat tentang kepemimpinan kepala desa yang efektif, maka BPD dituntut untuk menampung aspirasi masyarakat dan melakukan cara yang demokratis untuk memecahkan masalah tersebut karena peranan BPD sebagai wadah mediator antara masyarakat dan Kepala Desa dengan sesering mungkin mengadakan pertemuan tiga pilar penting dalam pemerintahan desa, yaitu Kepala Desa, BPD, dan masyarakat. Di samping itu juga untuk mengatasi masalah masyarakat yang jarang langsung menyerahkan persoalannya ke BPD, melainkan masyarakat langsung menyerahkan persoalannya ke RT masing-masing. Karena masyarakat menganggap BPD tersebut hanya badan perwakilan saja sehingga tidak perlu langsung menyerahkan persoalan ke BPD. Berdasarkan olah data lapangan dapat disimpulkan BPD harus sesering mungkin mengadakan sosialisasi dengan 5
6 masyarakat mengenai apa-apa yang menjadi fungsi dan perannya dalam pembangunan desa. IV. PENUTUP 4.1. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka fungsi dan peranan BPD terhadap proses demokratisasi pemerintahan desa di Desa Malang Rapat adalah: a. Peranan BPD sebagai penyalur aspirasi masyarakat sudah dilakukan dengan baik. Meskipun masih banyak juga masyarakat menyalurkan aspirasinya ke RT. Hal ini disebabkan ketidakpaham masyarakat mengenai fungsi BPD. BPD dalam menjalankan fungsi dan peranannya sebagai agen demokratisasi dan penyalur aspirasi masyarakat sudah berjalan dengan baik. Meskipun masih ada aspirasi masyarakat yang belum bisa direalisasikan. Hal ini lebih disebabkan karena kurangnya pemahaman dari masyarakat mengenai fungsi dan peranan BPD berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan adanya perbedaan cara pandang antara BPD dan pemerintah desa serta masyarakat. Akibatnya penampungan aspirasi masyarakat dilakukan oleh RT. b. BPD sudah melakukan fungsinya sesuai dengan peraturan yang berlaku. BPD di Desa Malang Rapat melakukan fungsi menetapkan peraturan desa, membentuk panitia pemilihan kepala desa (PILKADES) dan mengawal tahapan pelaksanaan PILKADES dari awal sampai pemungutan suara, pengawasan pelaksanaan peraturan desa dan keputusan kepala desa, pengawasan terhadap pelaksanaan APBDes SARAN Dari hasil penelitian tentang pelaksanaan fungsi dan peranan BPD terhadap demokratisasi pemerintahan desa di desa Malang Rapat, maka peneliti memberikan saran: 6
7 a. Peningkatan pola hubungan komunikasi antara anggota BPD dengan masyarakat di Desa Malang Rapat sebaiknya harus dilakukan secara intensif dan terkoordinasi dengan terjun langsung ke tengah masyarakat mendengar keluhan masyarakat. Hal ini dilakukan supaya masyarakat lebih memahami lagi fungsi dan peranan BPD berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. b. Pemerintah pusat dan Kabupaten diharapkan memperhatikan dengan sungguh-sungguh pendapatan/insentif yang diterima BPD, fasilitas operasional dan sarana prasarana seperti kantor permanen BPD dan balai pertemuan yang akan digunakan BPD dalam melakukan sosialisasi fungsi dan peranannya dengan masyarakat. c. Berkaitan dengan hubungan dengan pemerintah desa, anggota BPD sebaiknya lebih sering berkoordinasi dengan melakukan inisiatif awal mengadakan rapat musyawarah dengan kepala desa dan perangkatnya. BPD diharapkan dapat menyelesaikan kendala yang dihadapi BPD seperti mekanisme kerja yang kurang terbuka diantara BPD dan pemerintah desa.. 7
8 DAFTAR PUSTAKA Anderson, Benedict R.O G, (1999), Indonesian Nationalism Today and in the Future.Indonesia, no. 67, April. Sarundajang, (2012), Babak Baru Sistem Pemerintahan. Kata Hasta Pustaka, Jakarta Riwukaho, Josef, (2001), Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia. RajaGrafindo Persada, Jakarta Marbun, B.N, (2010), Otonomi Daerah Proses dan Realita, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta Abdul Gaffar Karim (Ed), (2006), Kompleksitas Persoalan Otonomi Daerah Di Indonesia, Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Gaffar, Affan, (2006). Politik Indonesia. Transisi Menuju Demokrasi. Pustaka Pelajar.Yogyakarta. Riyanto, Adi Metodologi Penelitian Social Dan Hukum, Jakarta Granit, Widjaja, HAW, (2009), Otonomi RajaGrafindo persada, Jakarta. Daerah Dan Daerah Otonom, Huda, Ni matul, (2007), Pengawasan Pusat Terhadap Daerah Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Fakultas Hukum UII, Yogyakarta. Syaukani, Afan Gaffar, dan Ryaas Rasyid (2009), Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta Mariun, (1975), Azas-azas Ilmu Pemerintahan, Fakultas Sosial dan Politik UGM, Yogyakarta. Cheema, g. Shabbir and Rondinelli, Dennis A. (Eds), (1983), Decentralization and Development: Policy Implementation in Developing Countries, Beverly Hills: Sage Publications. Richad Batley dan Gerry Stoker, (1991), Local Government in Europe. Lubis, M Solli, (1983), Pergeseran Garis Politik dan Perundangundangan Mengenai Pemerintah Daerah, Alumni, Bandung Wasistiono, Sadu, (2004), Kajian Hubungan Antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah (Tinjauan dari Sudut Pandang Manajemen Pemerintahan), dalam Jurnal Administrasi Pemerintahan Daerah, Vol. I, Edisi Kedua. 8
9 Said, Mas ud, (2007), Driving Forces dan Arah Baru Otonomi Daerah di Indonesia, Jurnal Ilmu Pemerintahan, Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI), No. 24. Manan, Bagir, (2004), Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Pusat Studi Hukum UII, Yogyakarta Wasistiono, Sadu dan Tahir, Irawan, (2007). Prospek Pengembangan Desa. CV Fokus Media. Bandung Fauzan, Ali, (2010), Implementasi PP Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa Terkait dengan Peran BPD dalam menyusun dan menetapkan Peraturan Desa menyusun dan menetapkan Peraturan Desa, Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang Rasyid, Ryas, (2006), Memahami Ilmu Pemerintahan, PT. Grafindo Persada, Jakarta Widjaja, HAW, (2003), Otonomi Desa Merupakan Otonomi Asli, bulat dan Utuh, PT. Raja Grafindo, Jakarta Suhartono, (2000), Politik Lokal Parlemen Desa: Awal Kemerdekaan Sampai Jaman Otonomi Daerah, Lapera Pustaka Umum, Yogyakarta Dokumen-Dokumen: Undang-Undang Dasar 1945 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 194( Amandemen ) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 juncto Peraturan Pemerintah No 72 Tahun 2005 Tentang Desa 9
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN. 2. Pelaksanaan fungsi Pengawasan DPRD Kabupaten Katingan dapat
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang dipaparkan dalam pembahasan, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa: 1. Dengan melakukan peninjauan lapangan (langsung ke obyek pajak)
Lebih terperinciFUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PENETEPAN PERATURAN DESA DI DESA TUMALUNTUNG SATU KECAMATAN TARERAN KABUPATEN MINAHASA SELATAN
FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PENETEPAN PERATURAN DESA DI DESA TUMALUNTUNG SATU KECAMATAN TARERAN KABUPATEN MINAHASA SELATAN Oleh : STEVANY ANGGREANI WENAS (NIM : 100813109, JUR : ILMU
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Desa adalah unit lembaga terkecil pemerintahan di Negara Kesatuan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desa adalah unit lembaga terkecil pemerintahan di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu, Desa dalam tata pemerintahan berada pada hirarki terendah dan merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era globalisasi, demokratisasi, terlebih dalam era reformasi. Bangsa dan negara Indonesia menumbuhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. demorasi secara langsung, desa juga merupakan sasaran akhir dari semua program
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Desa merupakan basis bagi upaya penumbuhan demokrasi, karena selain jumlah penduduknya masih sedikit yang memungkinkan berlangsungnya proses demorasi secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota. Konsep yang dianut adalah konsep negara
Lebih terperinciEFEKTIFITAS BADAN PERMUSYAWARATAN DESA SEBAGAI MITRA DAN PENGAWAS KEPALA DESA DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DESA. Oleh : Hendi Budiaman, S.H., M.H.
EFEKTIFITAS BADAN PERMUSYAWARATAN DESA SEBAGAI MITRA DAN PENGAWAS KEPALA DESA DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DESA Oleh : Hendi Budiaman, S.H., M.H. Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA , 2001, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Pusat Studi Hukum (PSH) Fakultas Hukum UII, Yogyakarta
111 DAFTAR PUSTAKA Abu Daud Busyro, 1990, Ilmu Negara, Cet I, Bumi Aksara, Astim Riyanto, 2006, Negara Kesatuan Konsep Asas dan Aktualisasinya, Penerbit Yapemdo, Bandung Bagir manan, 1993, Perjalanan Historis
Lebih terperinciPELAKSANAAN FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DI DESA TOAPAYA UTARA KECAMATAN TOAPAYA KABUPATEN BINTAN
PELAKSANAAN FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DI DESA TOAPAYA UTARA KECAMATAN TOAPAYA KABUPATEN BINTAN NASKAH PUBLIKASI Oleh : HARI KURNIAWAN NIM : 100565201349
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendasar dimana disetiap daerah berdasarkan kewenangan otonomi dibentuk Dewan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, membawa perubahan mendasar
Lebih terperinciLex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017
PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DESA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA 1 Oleh: Riflin Beatriks Paparang 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan
Lebih terperinciPENUTUP. penulis akan menyimpulkan penelitian ini sebagai berikut :
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang penulis paparkan pada Bab sebelumnya, maka penulis akan menyimpulkan penelitian ini sebagai berikut : 1. Pelaksanaan Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. AAGN Ari Dwipayana dan Sutoro Eko, Membangun Good Governance Di Desa (IRE Press, Yogyakarta,2003)
212 DAFTAR PUSTAKA AAGN Ari Dwipayana dan Sutoro Eko, Membangun Good Governance Di Desa (IRE Press, Yogyakarta,2003) Abdur Rozaki, dkk, Desa, Otonomi dan Desentralisasi, (Yogyakarta, IRE Press, 2005) Abu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good Governance begitu popular. Hampir di setiap peristiwa penting yang menyangkut masalah pemerintahan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia selalu berusaha untuk mencapai kemajuan di segala bidang untuk
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia selalu berusaha untuk mencapai kemajuan di segala bidang untuk mewujudkan cita-cita bangsa sebagaimana yang tertuang di dalam Pembukaan Undang-Undang
Lebih terperinciVolume 11 Nomor 1 Maret 2014
Volume 11 Nomor 1 Maret 2014 ISSN 0216-8537 9 7 7 0 2 1 6 8 5 3 7 2 1 11 1 Hal. 1-102 Tabanan Maret 2014 Kampus : Jl. Wagimin No.8 Kediri - Tabanan - Bali 82171 Telp./Fax. : (0361) 9311605 PENYERAHAN WEWENANG
Lebih terperinciHUKUM PEMERINTAHAN DAERAH : Sistem Pemerintahan Desa
HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH : Sistem Pemerintahan Riana Susmayanti, SH.MH. Faculty of Law, Universitas Brawijaya Email : rerezain@yahoo.co.id, r.susmayanti@ub.ac.id Pertemuan 12-14 1. PENDAHULUAN [Pertemuan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. otonomi di Desa Aglik, memuat tiga agenda, yaitu pertama, merupakan sebuah sistem perencanaan sendiri (self-planning) yang
103 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Penerapan otonomi desa di Desa Aglik dilaksanakan berdasarkan beberapa dasr hukum yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dipungkiri sangat bergantung pada konfigurasi politik pemerinthan pada saat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama Indonesia merdeka, kebijakan penyelenggaraan pemerintahaan telah mengalami perubahan dan perkembangan yang sangat dinamis.selama kurun waktu setengah
Lebih terperinciPERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM MENJALANKAN FUNGSI PENGAWASAN PEMERINTAHAN DI DESA LOMPAD KECAMATAN RANOIAPO KABUPATEN MINAHASA SELATAN
PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM MENJALANKAN FUNGSI PENGAWASAN PEMERINTAHAN DI DESA LOMPAD KECAMATAN RANOIAPO KABUPATEN MINAHASA SELATAN Oleh Oldi Arianto Pangemanan Abstrak Pemerintah desa
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan data dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan data dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. a.implementasi Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2011 tentang Retribusi
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Penyelenggaraan otonomi daerah yang sehat dapat diwujudkan dengan
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Penyelenggaraan otonomi daerah yang sehat dapat diwujudkan dengan ditentukan oleh kapasitas yang dimiliki oleh manusia pelaksananya. Dan berarti otonomi daerah hanya dapat
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO
PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1. Wilayah Indonesia dibagi ke dalam daerah-daerah, baik yang bersifat otonom maupun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang berbentuk Republik, kemudian dipertegas Pasal 37 ayat (5) bahwa khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik
Lebih terperinciHUBUNGAN EKSEKUTIF DAN LEGISLATIF DI ERA OTONOMI DAERAH
RUANG UTAMA HUBUNGAN EKSEKUTIF DAN LEGISLATIF DI ERA OTONOMI DAERAH Siti Nuraini Abstrak Perubahan sistem politik pasca tumbangnya rezim Orde Baru berdampak pada semua sendi perpolitikan di Indonesia,
Lebih terperinciPLUS-MINUS PEMBENTUKAN PROVINSI SUMATERA TENGGARA 1. Effan Zulfiqar 2 ABSTRAK
PLUS-MINUS PEMBENTUKAN PROVINSI SUMATERA TENGGARA 1 Effan Zulfiqar 2 ABSTRAK Wacana Pembentukan Provinsi Baru di Tapanuli bagian Selatan telah bergulir sejak tanggal 8 Desember 2008 saat mana bertemunya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun Dalam rangka penyelenggaraan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur dan merata berdasarkan
Lebih terperinci(The Decentralization of Investment: a Legal Study based on the Law Number 25 of 2007 regarding the Investment)
DESENTRALISASI PENYELENGGARA PENANAMAN MODAL (SUATU TINJAUAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL) (The Decentralization of Investment: a Legal Study based on the Law Number 25
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN
S A L I N A N PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PONOROGO, Menimbang
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 2003 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PERATURAN DESA DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU WATA ALLA BUPATI GARUT,
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang :a. bahwa sesuai dengan Pasal 65 ayat (2)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semenjak demokrasi menjadi atribut utama Negara modern, maka lembaga perwakilan merupakan mekanisme utama untuk merealisasi gagasan normatif bahwa pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Desa atau dengan nama lain suatu kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah bertempat tinggal dalam suatu lingkungan terntentu dan memiliki
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Batu Bacan merupakan batu hidup yang akan berubah warnanya
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Batu Bacan merupakan batu hidup yang akan berubah warnanya seiring berjalannya waktu dan saat ini sedang mengalami booming di Halmahera Selatan. Namun pengelolaannya belum berjalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. optimalisasi peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi bidang pemerintahan daerah salah satunya adalah tuntutan demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan di daerah itu sendiri, terutama optimalisasi peran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang diyakini mampu memberikan nafas segar dari keterpurukan politik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Munculnya reformasi telah menggantikan kedudukan rezim orde baru yang diyakini mampu memberikan nafas segar dari keterpurukan politik yang melanda Bangsa Indonesia.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. demikian besar dan luasnya, maka dibutuhkan strategi pemerintahan yang mantap.
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan, dengan luas wilayah mencapai 4,8 juta Km 2 dengan 1,9 juta Km 2 diantaranya merupakan daratan yang terpencar berupa 13.667 pulau dengan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MALANG
PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciBAB I. tangganya sendiri (Kansil, C.S.T. & Christine S.T, 2008). perubahan dalam sistem pemerintahan dari tingkat pusat sampai ke desa.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bentuk negara Indonesia adalah negara kesatuan, dimana didalam negara kesatuan dibagi menjadi 2 bentuk, yang pertama adalah negara kesatuan dengan sistem sentralisasi
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 12 TAHUN 2001 T E N T A N G PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 12 TAHUN 2001 T E N T A N G PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah mengharuskan untuk diterapkannya kebijakan otonomi daerah. Meskipun dalam UUD 1945 disebutkan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 3 LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 3 TAHUN 2007 Menimbang : TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KERINCI,
Lebih terperinciWALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : Mengingat : a. bahwa untuk meningkatkan
Lebih terperinciImplementasi Peraturan Desa Nomor 01 Tahun 2012 Tentang Anggaran Pendapatan Belanja Desa Di Desa Kauneran 1 Kecamatan Sonder
Implementasi Peraturan Desa Nomor 01 Tahun 2012 Tentang Anggaran Pendapatan Belanja Desa Di Desa Kauneran 1 Kecamatan Sonder Oleh : Reyvan Pandey ABSTRAKSI Salah satu ukuran keberhasilan pelaksanaan otonomi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sendiri dalam mengatur kehidupan kemasyarakatannya. kecamatan (Widjaya, HAW 2008: 164). Secara administratif desa berada di
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kampung atau desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batasbatas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. A.A Navis Alam Terkembang Jadi Guru, Adat dan Kebudayaan. Minangkabau. PT. Grafindo Pers. Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA A. Buku A.A Navis. 1984. Alam Terkembang Jadi Guru, Adat dan Kebudayaan Minangkabau. PT. Grafindo Pers. A.Gunawan Setiardja. 1990. Dialektika Hukum dan Moral dalam Pembangunan Masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terhadap sebuah kekuasaan dan lokasi yang berpusat pada satu titik saja.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awalnya sistem pemerintahan di Indonesia adalah sentralisasi, yang mempunyai arti memusatkan seluruh wewenang atas segala urusan yang menyangkut pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pasal 18 Undang - Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa, Negara Kesatuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasal 18 Undang - Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah-daerah provinsi itu dibagi atas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesatuan yang berbentuk Republik. Penyelenggaraan pemerintahan daerah. pemerintahan terendah di bawah pemerintah Kabupaten/ Kota.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang lahir pada 17 Agustus 1945 adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. Penyelenggaraan pemerintahan daerah Indonesia terdiri atas beberapa
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. bangsa, sejak kemerdekaan hingga sekarang, banyak pengalaman dan pelajaran
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan demokrasi di Indonesia nertujuan untuk kepentingan bangsa dan Negara Indonesia yaitu mewujudkan tujuan nasional. Dalam perjalanan sejarah bangsa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gerakan reformasi 1998 telah membawa angin perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Sistem pemerintahan yang sentralis dengan Undang-Undang
Lebih terperinciHUKUM PEMERINTAHAN DAERAH : Asal Mula, Teori, Asas
HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH : Asal Mula, Teori, Asas Riana Susmayanti, SH.MH. Faculty of Law, Universitas Brawijaya Email : rerezain@yahoo.co.id, r.susmayanti@ub.ac.id 1. PENDAHULUAN [Pertemuan 1] 1 Pengantar
Lebih terperinciMajalah Ilmiah DIAN ILMU Vol. 13 No. 1 Oktober
PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP PARTISIPASI ANGGOTA BPD DALAM PENYUSUNAN PERATURAN DESA (Suatu studi kasus di desa Nogosari Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember) Oleh : Kaskojo Adi Tujuan umum negara
Lebih terperinciIMPLEMENTASI KEBIJAKAN TENTANG FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM PEMBENTUKANPERATURAN DESA
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN TENTANG FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM PEMBENTUKANPERATURAN DESA (Studi Kasus di Desa Pintatu Kecamatan Wasile Selatan Kabupaten Halmahera Timur) Oleh DONIS KATENGAR 080
Lebih terperinciPEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN
PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BINTAN, Menimbang:
Lebih terperinciPENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai
105 BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Lembaga perwakilan rakyat yang memiliki hak konstitusional untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang adalah Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Dewan Perwakilan
Lebih terperinciBUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 8 TAHUN 2013
BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN, PEMECAHAN, PENGGABUNGAN, DAN PENGHAPUSAN DUSUN DALAM DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK
LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2002 NOMOR 13 SERI D PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 10 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN RUKUN TETANGGA ( RT ), RUKUN WARGA ( RW ) DAN LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Lebih terperinciKEDUDUKAN DAN PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DI KABUPATEN SUKOHARJO T E S I S
KEDUDUKAN DAN PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DI KABUPATEN SUKOHARJO T E S I S Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Abdul Gaffar Karim, Kompleksitas Persoalan Otonomi Daerah Di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003).
DAFTAR PUSTAKA Buku-Buku : Abdul Gaffar Karim, Kompleksitas Persoalan Otonomi Daerah Di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003). Abdurrahman, Beberapa Pemikiran Tentang Otonomi Daerah, (Jakarta:
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Agussalim Andi Gadjong, Pemerintahan Daerah; Kajian Politik dan Hukum, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2007).
120 DAFTAR PUSTAKA A. Buku-buku Agussalim Andi Gadjong, Pemerintahan Daerah; Kajian Politik dan Hukum, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2007). Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUDNRI Tahun 1945), Negara Indonesia ialah
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Faktor internal yang merupakan faktor yang mempengaruhi kurangnya
Lebih terperinciDPD memberikan peran yang lebih maksimal sebagai perwakilan daerah yang. nantinya akan berpengaruh terhadap daerah-daerah yang mereka wakili.
dewan tersebut. Dengan adanya keseimbangan antara DPR dan DPD, diharapkan DPD memberikan peran yang lebih maksimal sebagai perwakilan daerah yang nantinya akan berpengaruh terhadap daerah-daerah yang mereka
Lebih terperinciBUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN DESA
BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam menyelenggarakan pemerintahan dengan memberi kesempatan dan keleluasaan
Lebih terperinciBAB V P E N U T U P. Papua maka, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : pemerintah kabupaten/kota adalah :
121 BAB V P E N U T U P A. Kesimpulan Dari penelitian dan analisis tentang pembagian wewenang antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota berdasarkan otonomi khusus Papua maka, dapat ditarik
Lebih terperinciBUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG
BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. Sebagai kesimpulan dapat di kemukakan bahwa : 1. DPR Kabupaten Sumba Barat Daya sudah berperan tetapi perannya belum
125 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Sebagai kesimpulan dapat di kemukakan bahwa : 1. DPR Kabupaten Sumba Barat Daya sudah berperan tetapi perannya belum optimal atau signifikan dalam fungsi pengawasannya
Lebih terperinciANALISIS PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM DEMOKRATISASI PEMERINTAHAN DESA PENAGA KECAMATAN TELUK BINTAN KABUPATEN BINTAN TAHUN 2014
ANALISIS PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM DEMOKRATISASI PEMERINTAHAN DESA PENAGA KECAMATAN TELUK BINTAN KABUPATEN BINTAN TAHUN 2014 NASKAH PUBLIKASI Oleh : ZUBAIDAH PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
Lebih terperinciSKRIPSI. Diajukan guna memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Ilmu Administrasi Negara FISIP UPN veteran Jawa Timur
PERANAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM MENJALANKAN FUNGSI PENGAWASAN PEMERINTAHAN DESA (Studi Kasus Pada Desa Sukoharjo Kecamatan Kayen Kidul Kabupaten Kediri) SKRIPSI Diajukan guna memenuhi syarat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Demokrasi adalah salah satu tuntutan terciptanya penyelenggaraan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Demokrasi adalah salah satu tuntutan terciptanya penyelenggaraan pemerintah di Kabupaten yang mencerminkan peranan rakyat. Salah satunya adalah peranan lembaga
Lebih terperinciKEKURANGAN DAN KELEBIHAN KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH
KEKURANGAN DAN KELEBIHAN KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH Oleh ARISMAN Widyaiswara Muda BPSDM Kementerian Hukum dan HAM RI Pengertian atau Definisi Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur
Lebih terperinci~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA
~ 1 ~ SALINAN BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban. tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif dalam menyelesaikan berbagai
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2008 NOMOR 4
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2008 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG
1 BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI
Lebih terperinciPERATURAN DESA NANGGUNG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA NANGGUNG
PERATURAN DESA NANGGUNG KECAMATAN NANGGUNG KABUPATEN BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA NANGGUNG Lembaran Desa Nanggung Nomor 10 Tahun 2001 PERATURAN DESA
Lebih terperinciB U P A T I T A N A H L A U T PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT
1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 9 TAHUN 2015 B U P A T I T A N A H L A U T PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PERANGKAT DESA DAN BADAN
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. dimaksudkan sebagai jalan untuk mewujudkan gagasan meniadakan. kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara.
82 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab terdahulu, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa selain bertujuan untuk menutup penyalahgunaan atau penyimpangan praktek
Lebih terperinci2 alamat, pindah datang untuk menetap, tinggal terbatas, serta perubahan status orang asing tinggal terbatas menjadi tinggal tetap. Sedangkan Peristiw
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah administrasi kependudukan di Indonesia merupakan hal yang sangat berperan dalam pembangunan, dimana dari sistem administrasi penduduk tersebut dapat
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 25 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 25 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara berkembang yang sedang giat melaksanakan pembangunan. Di mana pembangunan Nasional Indonesia bertujuan untuk mewujudkan sesuatu masyarakat
Lebih terperinciHUKUM PEMERINTAHAN DAERAH
HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH : Perubahan Politik Hukum Riana Susmayanti, SH.MH. Faculty of Law, Universitas Brawijaya Email : rerezain@yahoo.co.id, r.susmayanti@ub.ac.id 1. PENDAHULUAN [Pertemuan 4] 1.1.
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
111 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Setelah melakukan penelitian, maka penulis mengambil kesimpulan dari data dan fakta yang ada, dan memberikan saran sebagai pertimbangan dan masukan kepada pihak-pihak yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembahasan, akhirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setelah melalui perjalanan panjang selama kurang lebih 7 tahun dalam pembahasan, akhirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa disahkan pada tanggal 15 Januari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Secara historis desa merupakan cikal bakal terbentuknya masyarakat politik dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara historis desa merupakan cikal bakal terbentuknya masyarakat politik dan pemerintahan di Indonesia jauh sebelum negara bangsa ini terbentuk, struktur sejenis desa,
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Abdul Aziz Hakin, 2011, Negara Hukum dan Demokrasi di Indonesia, Yogyakarta, Cetakan Pertama, Pustaka Pelajar.
233 DAFTAR PUSTAKA BUKU Achmad Ali, 2010, Menguak Teori Hukum (Legal Theory), Teori Peradilan (Judicialprudence), Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Jakarta, Prenada Medi Group. Abdul
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang pada masa ini hampir secara global dianut adalah asas demokrasi. Pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu asas fundamental sekaligus landasan utama kehidupan bernegara yang pada masa ini hampir secara global dianut adalah asas demokrasi. Pada dasarnya demokrasi
Lebih terperinciPERANAN BPD DALAM PEMBUATAN KEBIJAKAN DI DESA BARATAKU KECAMATAN LOLODA KABUPATEN HALMAHERA BARAT 1. Oleh : Merson 2. Abstrak
PERANAN BPD DALAM PEMBUATAN KEBIJAKAN DI DESA BARATAKU KECAMATAN LOLODA KABUPATEN HALMAHERA BARAT 1 Oleh : Merson 2 Abstrak Salah satu karakteristik demokratisasi dalam pemerintahan desa adalah terdapatnya
Lebih terperinciFUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA
ejournal Administrasi Negara, Volume 5, Nomor 4, 2017 : 6924-6937 ISSN 0000-0000, ejournal.an.fisip-unmul.ac.id Copyright 2017 FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Alwi Hasan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, Unsur-unsurnya, Jakarta, UI-Press, 2007.
136 DAFTAR PUSTAKA A. BUKU Abdullah Rozali, Pelaksanaan Otonomi Luas Dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2007. Alwi Hasan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta,
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MALANG
1 PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa Desa sebagai
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Asshiddiqie, Jimly. Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan dalam UUD Yogyakarta: FH UII Press, 2005.
DAFTAR PUSTAKA A. Buku Ali, Achmad. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legis Prudence). Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. direalisasikan melalui wakil-wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah Negara demokrasi yang menganut sistem perwakilan di dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dalam sistem perwakilan ini masing-masing anggota masyarakat
Lebih terperinciB A B I P E N D A H U L U A N
B A B I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri dari daerah-daerah provinsi yang didalamanya terdiri dari daerah-daerah kabupaten/kota, dan kabupaten/kota
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Lebak mempunyai catatan tersendiri dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Pada jaman kolonial, kabupaten ini sudah dikenal sebagai daerah perkebunan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan pasal 44 Keputusan
Lebih terperinciPeranan Majelis Tua-Tua Kampung Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa ( Suatu Studi di Kampung Bungalawang Kec. Tabukan Tengah, Kep.
Peranan Majelis Tua-Tua Kampung Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa ( Suatu Studi di Kampung Bungalawang Kec. Tabukan Tengah, Kep. Sangihe) Oleh : SANDY ALDIS LOMBONAUNG. ABSTRAK Dalam Undang-undang
Lebih terperinci