BAB I PENDAHULUAN. oleh suku Dayak. Secara geografis dan domisili penduduk suku Dayak umumnya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. oleh suku Dayak. Secara geografis dan domisili penduduk suku Dayak umumnya"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan sub-sub suku bangsa yang hidup dan tinggal di daerah-daerah tertentu di Indonesia. Masing-masing suku bangsa memiliki adat istiadat, bahasa, agama dan sebagainya yang berbeda satu sama lain. Masingmasing suku bangsa dan sub-subsuku bangsa ini memiliki kekhasan yang merupakan kenyataan yang unik, yang menggambarkan kekayaan budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Kalimantan Tengah merupakan bagian dari wilayah Indonesia yang dihuni oleh suku Dayak. Secara geografis dan domisili penduduk suku Dayak umumnya tinggal di sepanjang sungai Kahayan dan sungai Kapuas. Keberadaan suku bangsa Dayak terbagi dalam 405 subsuku, yang masing-masing subsuku bangsa ini mempunyai bahasa dan adat-istiadat sendiri-sendiri. Dari 405 subsuku tersebut, ada yang membaginya ke dalam tujuh kelompok suku Dayak yakni, Dayak Ngaju, Dayak Apu Kayan, Dayak Iban atau Dayak Laut, Dayak Kalimantan atau Dayak Darat, Dayak Murut, Dayak Punan dan Dayak Ot Danum. 1 Masing-masing suku Dayak tersebut memiliki pula kekhasan adat istiadat dan bahasa yang berbeda. Sebelum datangnya agama-agama besar dan resmi yang diakui oleh pemerintah Indonesia, masyarakat Dayak telah memiliki kepercayaan sendiri, yang disebut Kaharingan atau disebut juga Agama Helo (Agama dulu). 2 Syarif Ibrahim Alqadrie mengungkapkan: ada semacam persepsi umum berkaitan dengan 1 Tjilik Riwut, Kalimantan Membangun; Alam dan Kebudayaan, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya,1993), ibid., 317.

2 sistem kepercayaan nenek moyang masyarakat Dayak bahwa, ada unsur hubungan timbal balik antara kepercayaan dengan nilai budaya yang dianut oleh masyarakat setempat, yang mempengaruhi dan mewarnai sistem kehidupan mereka. 3 Secara implisit bahwa, kepercayaan Kaharingan memuat aturan-aturan kehidupan yang nilai-nilai dan isinya bukan hanya sekedar adat-istiadat, tetapi juga ajaran untuk berperilaku. Ajaran-ajaran ini diajarkan secara lisan oleh orang tua kepada anakanaknya secara turun-temurun. Ajaran dan kebiasaan yang dilakukan secara turuntemurun ini dikenal dengan istilah hadat (adat). Pengertian hadat (adat) dalam masyarakat Dayak Ngaju adalah: bentukbentuk keluhuran yang bersumber pada kekuatan Raying Hatalla Langit (Sang Pencipta). 4 Hadat ini mencakup tentang tata cara kehidupan dan kerja sehari-hari, etika pergaulan sosial, aspek perkawinan, aspek hukum, aspek ritual keagamaan, serta hal-hal yang menyangkut segala sesuatu yang berhubungan dengan keyakinan dan kepercayaan, atau agama suku tersebut. Karena itu, hadat yang telah dilakukan secara turun temurun ini merupakan ukuran dan penilaian atas suatu perbuatan dalam kehidupan suku Dayak Ngaju. Bagi masyarakat Dayak, pelanggaran terhadap hadat dapat mengakibatkan ketidakseimbangan alam yang dapat merugikan kehidupan manusia. Sebab itu, bila ada pelanggaran terhadap adat biasanya keadaan itu dipulihkan melalui upacara-upacara keagamaan. Implementasi dari hadat ini masih dilakukan sampai sekarang dalam kehidupan sosial budaya suku Dayak. 3 Syarif Ibrahim Alqadrie, Kebudayaan Dayak; Aktualisasi dan Transformasi, Mesianisme dalam Masyarakat Dayak di Kalimantan Barat (Keterkaitan antara Unsur Budaya Khususnya Kepercayaan Nenek Moyang dan Realitas Kehidupan Sosial Ekonomi). (Jakarta: LP3S-Insitute of Dayakology Research and Development dan PT Grasindo, 1994), Hermogenes Ugang, Menelusuri Jalur-jalur Keluhuran. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983),

3 Suku Dayak Ngaju memiliki filosofi hidup Belom Bahadat artinya hidup beradat. Filosofi ini melandasi seluruh aspek kehidupan orang Dayak Ngaju. Pengaruh dan peranan adat dalam masyarakat Dayak Ngaju sangat kuat. Salah satu tatanan kehidupan yang masih dipertahankan dan tetap dilestarikan adalah penyelenggaraan perkawinan. Dalam masyarakat Dayak Ngaju, perkawinan merupakan sesuatu yang luhur dan suci. Menurut kepercayaan Kaharingan, Asal mula adat kawin dalam masyarakat Dayak Ngaju sebagai berikut: Sejak nenek moyang yang pertama, bernama Manyimei Tunggul Garing Janjahunan Laut (lelaki) dan Putir Putak Bulau Janjulen Karangan (perempuan). Mereka melangsungkan perkawinan secara tidak resmi, tanpa ditahbiskan oleh Raying Hatalla. Akibatnya, kehamilan Putir berkali-kali mengalami keguguran (mangelus). Kehamilan pertama, terjadi kegururan darah yang dibuang ke laut menjelma menjadi moyang roh gaib hantu laut, moyang sakit penyakit (peres-sampar) dan moyang roh-roh gaib pengganggu di kawasan laut. Kehamilan kedua, darahnya terbuang ke sungai menjelma menjadi roh gaib unsur pengganggu di air, moyang ikan tabu tertentu, moyang lintah-jelau. Kehamilan ketiga, darahnya terbuang ke laut, disambar petir dan kilat, menjelma menjadi moyang banteng, kerbau dan sapi. Kehamilan keempat, darahnya terbuang ke hutan, menjelma menjadi moyang tandang haramaung (harimau), moyang bahutai bungai, moyang roh-roh jahat di hutan. Kehamilan kelima, darahnya ditutup dengan perisai dan tombak disambar petir dan kilat halilintar, menjelma menjadi oknum penjaga bulan yang disebut Talawang Batulang Bunu. Kehamian keenam, darahnya terbuang ke hutan rimba, menjelma menjadi berbagai jenis akar, kayu dan moyang dari berbagai jenis ular. Kehamilan ketujuh, darahnya terbuang ke bawah rumah, menjelma menjadi Raja Tingkaung Langit moyang segala jenis anjing. Kehamilan kedelapan, darahnya terbuang ke dapur, disambar petir, menjelma menjadi Putir Balambang Kawu moyang jenis kucing. Kehamilan kesembilan, darahnya terbuang ke halaman rumah, disambar petir dan kilat menjelma menjadi moyang segala jenis ayam kampung. Kehamilan kesepuluh, darahnya terbuang ke belakang rumah, menjelma menjadi moyang berbagai jenis babi hutan dan babi kampung. Kehamilan kesebelas, darahnya terbuang ke belakang kampung menjelma menjadi berbagai jenis kayu, rumput tertentu sebagai bahan obat yang berguna bagi manusia. Dan kehamilan kedua belas, ke rumpun sawang menjelma menjadi moyang 14 macam unsur patahu, roh gaib penjaga pemukiman manusia. Melihat hal itu, Raying Hatalla Langit kemudian mengirim Raja Uju Hakanduang untuk meresmikan perkawinan mereka serta menyampaikan pesan, nasehat dan petunjuk yang disebut kawin suntu. Setelah perkawinan itu mendapat restu dari Raying Hatalla langit dan diresmikan menurut adat, barulah mereka mendapatkan anak yang sempurna seperti: Maharaja Sangiang, Maharaja Sangen dan Maharaja Bunu. Sejak itu, cara-cara atau adat suatu perkawinan diatur. Hal ini pulalah yang menjadi dasar pokok serta acuan perkawinan orang Dayak. 5 5 Y. Nathan Ilon, Ilustrasi dan Perwujudan Lambang Batang Garing dan Dandang Tingang: Sebuah Konsepsi Memanusiakan Mnausia dalam Filsafat Suku Dayak Ngaju Kalimantan Tengah, (Palangka Raya: PBP DATI I Kalimantan Tengah, 1991), 17-19; Hermogenes Ugang, Menelusuri ; Majelis Besar Alim Ulama Kaharingan Indonesia (MBAUKI), Panaturan Tamparan Taluh Handiai-Awal Segala Kejadian, (Palangka Raya: CV. Litho Multi Warna, 1996).

4 Perkawinan yang dilaksanakan sesuai dengan adat yang berlaku, bertujuan untuk mengatur hubungan antara pria dan wanita agar memiliki perilaku yang baik dan tidak tercela (belom bahadat); menata kehidupan rumah tangga yang baik sejak dini, santun, beradab dan bermartabat; menetapkan status sosial dalam masyarakat, sehingga ketertiban masyarakat tetap terpelihara. 6 Masyarakat Dayak Ngaju sangat menghindari bentuk perkawinan yang tidak lazim karena hal itu akan sangat memalukan, tidak hanya bagi calon kedua mempelai tetapi juga bagi seluruh keluarga dan juga keturunan mereka kelak. Orang Dayak yang telah menyatu dengan tatanan hidup yang telah diwariskan oleh nenek moyang di masa lalu, sangat menjunjung tinggi nilai luhur budaya itu. Sebab itu, sebelum acara pelaksanaan perkawinan dan resepsi (pesta kawin) dilaksanakan, biasanya terlebih dahulu dilaksanakan acara adat, yaitu penyerahan/pemenuhan hukum adat, yang disebut manyarah jalan hadat (penyerahan barang-barang adat perkawinan). Di kalangan suku Dayak Maanyan, Kalimantan Tengah, upacara perkawinan disertai dengan pembayaran harga pengantin, yang terdiri dari uang, beberapa buah gong, dan barang-barang pusaka lainnya. 7 Tetapi dalam masyarakat Dayak Ngaju, pemberian barang-barang hadat bukanlah untuk membayar harga pengantin, tetapi merupakan penghargaan yang diberikan oleh pihak pengantin laki-laki terhadap pengantin perempuan. Pada mulanya, persyaratan barang-barang adat perkawinan yang harus dipenuhi oleh pihak laki-laki tidaklah mudah. Sebagai contoh perkawinan dalam mitologi suku Dayak Ngaju, Perkawinan Raja Garing Hatungku ketika mengambil Nyai Endas 6 Tim Khusus Dewan Adat Dayak Provinsi Kalimantan Tengah, Perkawinan Menurut Adat Dayak Kalimantan Tengah dalam rapat Penyusunan Draft Kawin Adat tanggal 27 Mei 2009 Pukul Wib. (Dokumen Pribadi tidak diterbitkan), 1. 7 Lihat Lebar, 1972:189, sebagaimana ditulis oleh Yekti Maunati dalam Identitas Dayak; Komodifikasi dan Politik Kebudayaan,

5 Lisan Tingang (turunan Raja Bunu) sebagai istrinya. Calon istrinya mengajukan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi, ia mengalami pergumulan batin yang cukup berat karena persyaratan yang diajukan sangat sulit dipenuhi. Tetapi Ranying Hatalla tidak membiarkan Garing Hatungku menderita terlalu lama, sehingga ia menganugerahkan segala sesuatu yang diminta oleh Nyai Endas. 8 Perjanjian perkawinan menurut adat Dayak Ngaju adalah sebuah perjanjian tertulis yang isinya telah disepakati bersama dan ditandatangani oleh kedua mempelai, orang tua atau wali kedua mempelai, saksi-saksi dari kedua belah pihak, Damang atau mantir adat. Secara garis besar, Surat perjanjian perkawinan tersebut terdiri dari tiga bagian, yaitu: 1. pernyataan dari kedua calon mempelai; 2. pemenuhan ketentuan hukum adat Dayak Ngaju mengenai jalan hadat yang harus dipenuhi oleh pihak mempelai laki-laki dan diberikan kepada pihak mempelai perempuan; 3. Perjanjian kawin antara kedua belah pihak, mengenai hak dan kewajiban masing-masing, sanksi hukum bagi yang yang melakukan kesalahan, pengaturan pembagian harta rupa tangan, termasuk pembagian hak anak dan hak ahli waris jika perkawinan itu tidak mendapat anak. Sebagian besar suku Dayak Ngaju sekarang masih melaksanakan ketentuanketentuan adat seperti yang berlaku dalam surat perjanjian perkawinan tersebut, baik yang beragama Kaharingan, Kristen, Katolik maupun Islam, sekalipun masingmasing agama itu juga telah memiliki perjanjian kawin secara agamawi. Ada juga 8 Wawancara dengan Bajik R. Simpei, Basir dan Tokoh Masyarakat Adat Dayak di Kota Palangka Raya, 21 Mei 2011

6 masyarakat Dayak Ngaju yang beragama Muslim, yang tidak melaksanakan jalan hadat kawin ini karena pengaruh budaya Banjar, biasanya hanya membayar sejumlah uang yang telah disepakati kedua belah pihak, yang disebut Jujuran. 9 Perlu diakui bahwa tidak semua masyarakat Dayak Ngaju di Palangka Raya memahami sepenuhnya mengenai makna perjanjian perkawinan itu. Terkadang hanya tua-tua adat dan para orang tua yang telah berpengalaman saja yang memahami makna Perjanjian Perkawinan, sedangkan pasangan muda umumnya kurang mengetahui akan hal itu. Dan, berdasarkan pengakuan dari beberapa orang yang peneliti temui, kebanyakan dari mereka bukan hanya tidak memahami makna perjanjian kawin saja, tetapi mereka juga tidak memahami makna yang tersirat pada barang-barang hadat dalam perkawinan. Hal ini dapat dimengerti karena bahasa/istilah barang-barang hadat yang digunakan dalam Surat Perjanjian Kawin tersebut menggunakan bahasa Dayak asli, yang sudah jarang digunakan sehari-hari. Lagipula, arti maupun makna dari barang-barang adat tersebut tidak dicantumkan secara tertulis dalam surat perjanjian kawin. Sehingga pemahaman mengenai jalan hadat hanya sebatas upacara saja. Selain itu, para orang tua pada masa sekarang kurang memberikan pemahaman tentang hal itu kepada generasi muda. Mungkin karena tidak punya waktu atau terlalu sibuk, atau mungkin juga menganggap bahwa hal itu tidak terlalu penting, sehingga ajaran tradisional yang diajarkan dari mulut ke mulut (oral tradisional) sebagaimana yang telah diajarkan oleh nenek moyang mulai berkurang. Namun, tidak dipungkiri bahwa ada juga pasangan yang memahami tentang arti dan makna dari perjanjian kawin yang mereka laksanakan. Hal itu mungkin terjadi 9 Ada juga masyarakat Dayak Ngaju yang beragama Muslim, yang tidak melaksanakan jalan hadat kawin ini karena pengaruh budaya Banjar, biasanya hanya membayar sejumlah uang yang telah disepakati kedua belah pihak, yang disebut Jujuran.

7 karena orang tua mereka telah mewariskan pengetahuan itu sebelum mereka melangsungkan perkawinan. Pengetahuan tentang Perjanjian perkawinan akan dipaparkan dalam pandangan suku Dayak Ngaju di Palangka Raya. Untuk mengetahui tentang perjanjian, dibutuhkan kerangka konseptual mengenai perjanjian maupun perkawinan, hukum adat dan hal-hal yang berkaitan dengan hal tersebut. Konsep perkawinan dalam Undang-Undang Perkawinan Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974 digunakan sebagai perbandingan untuk tujuan analisa dalam keberadaannya yang berdampingan dengan adat perkawinan suku Dayak Ngaju Kalimantan Tengah. Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah digambarkan di atas, maka peneliti akan memfokuskan penelitian pada perjanjian perkawinan masyarakat Dayak Ngaju. Tesis ini berjudul: MAKNA PERJANJIAN PERKAWINAN MENURUT ADAT DAYAK NGAJU, KALIMANTAN TENGAH. 2. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan paparan di atas, maka rumusan masalah dalam tesis ini adalah: Bagaimana makna Perjanjian Perkawinan menurut Adat Dayak Ngaju? 3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang pemahaman masyarakat Dayak Ngaju tentang makna Perjanjian Kawin. 4. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas, diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi teoritis bagi civitas akademik Program Pascasarjana Sosiologi Agama Universitas Kristen Satya Wacana mengenai Makna

8 Perjanjian Kawin Adat Dayak Ngaju, Kalimantan Tengah. Data dan informasi yang tersedia akan menjadi pendorong dan penunjang bagi penelitian-penelitian selanjutnya. Tulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan praktis bagi masyarakat Dayak Ngaju selaku pelaku budaya. Hal ini penting karena dalam Surat Perjanjian Kawin terdapat makna dan nilai-nilai tertentu khususnya dalam barang-barang hadat yang dapat diselaraskan dengan nilainilai budaya yang dianut masyarakat pada masa kini. Bagi pasangan yang akan dan telah menikah, kiranya tulisan ini memberi pemahaman tentang pentingnya makna perjanjian kawin sehingga masyarakat Dayak Ngaju dapat menghargai dan menghayati Perjanjian Kawin itu dalam kehidupan pernikahan mereka. Dan bagi masyarakat luas, kiranya tulisan ini semakin menambah wawasan pengetahuan tentang kekhasan dan kekayaan budaya yang dimiliki oleh masyarakat Dayak Ngaju. 5. Kajian Pustaka Berdasarkan kajian pustaka yang telah dilakukan peneliti, ada beberapa karya yang juga membahas tentang perkawinan adat Dayak, baik dalam bentuk buku-buku referensi, skripsi, tesis maupun bentuk jurnal, namun dengan judul, tujuan, teori dan pendekatan yang berbeda. Pranata, salah seorang dosen pada Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangkaraya, menulis tentang Sarana dan Pelaksanaan Upacara Ritual Perkawinan Agama Hindu Kaharingan di Kabupaten Barito Selatan. Jurnal tersebut hanya mendeskripsikan tentang pelaksanaan upacara ritual perkawinan menurut agama Hindu Kaharingan, sarana dan prasarana yang digunakan dalam upacara perkawinan tersebut serta proses-proses

9 pelaksanaan upacara ritual, 10 tanpa ada analisis data maupun konstruksi teori. Jurnal ini akan menjadi referensi dalam penulisan tesis ini karena memuat tentang sarana dan prasarana yang digunakan dalam upacara perkawinan. Jurnal yang berjudul Perceraian dan Kawin Ulang Masyarakat Suku Dayak Kendawangan, ditulis oleh J.D. Engel, Dosen Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Jurnal ini mendeskripsikan tentang pertunangan dan perkawinan suku Dayak Kendawangan, faktorfaktor yang mempengaruhi perceraian, rujuk dan kawin ulang pasca perceraian serta menganalisa perceraian dan kawin ulang masyarakat suku Dayak Kendawangan. 11 Studi mengenai Palaku sebagai salah satu persyaratan dalam Perjanjian Perkawinan Adat, dilakukan oleh Eddy, dalam disertasinya Palaku Masyarakat Dayak dalam Perubahan Sosial di Kabupaten Gunung Mas. 12 Putra daerah yang meraih gelar Doktor Ilmu Sosial dari Universitas Merdeka Malang ini menyatakan, telah terjadi pergeseran dalam hal Palaku (mahar perkawinan) dalam masyarakat Dayak Ngaju. Berbagai simbol Palaku di masa silam seperti gong kini berubah menjadi emas, perhiasan dan barang berharga lainnya. Selain itu, masyarakat Dayak Ngaju juga kini menjadi jauh lebih terbuka di tengah perubahan sosial. Proses permintaan dan pemberian Palaku kini menjadi sangat fleksibel, disesuaikan dengan kemampuan pihak yang 10 Pranata, Sarana dan Pelaksanaan Upacara Ritual Perkawinan Agama Hindu Kaharingan di Kabupaten Barito Selatan, Jurnal Agama Hindu Tampung Penyang Vol. III No. 2 (Agustus, 2006), J.D. Engel, Perceraian dan Kawin Ulang Masyarakat Suku Dayak Kendawangan, Jurnal Theologia, Vol. IV. No. 1 (Agustus, 2009), Eddy, Palaku Masyarakat Dayak dalam Perubahan Sosial di Kabupaten Gunung Mas, (Disertasi S3 di Universitas Merdeka, Malang, 2007).

10 akan melaksanakan perkawinan. Musyawarah mufakat menjadi faktor utama dalam permintaan dan pemberian Palaku. Palaku tidak sekadar menjadi salah satu syarat pernikahan, tetapi juga menjadi modal dasar bagi dua pasangan anak manusia membangun keluarga yang bahagian dan sejahtera. Karya lain yang membahas tentang perkawinan juga terdapat dalam Maneser Panatau Tatu Hiang, Menyelami Kekayaan Leluhur, yang ditulis oleh Tjilik Riwut. 13 Buku ini memaparkan tentang tata cara suku Dayak di Kalimantan Tengah dalam melaksanakan perkawinan, mulai dari tahap peminangan sampai upacara perkawinan. Diungkapkan bahwa, perkawinan terjadi melalui tiga proses yaitu: meminang (Hakumbang auh), pertunangan (hisek) dan perkawinan hak dan kewajiban serta tanggung jawab perkawinan termuat dalam Pelek Rujin Perkawinan artinya Pedoman dasar Perkawinan. Sekalipun tata cara yang dipakai dalam karya ini adalah tata cara yang lama, namun, karya ini sangat berharga bagi peneliti karena memuat tentang Pelek Rujin Perkawinan yang merupakan bagian dari penelitian ini. Karya selanjutnya adalah Kalimantan Membangun Alam dan Kebudayaan, juga ditulis oleh Tjilik Riwut. 14 Tulisan ini membahas tentang upacara perkawinan yang bisa dilaksanakan selama tujuh hari tujuh malam. Kedua mempelai duduk diatas gong dan kemudian disaki/dipalas (diusap) dengan darah babi atau darah ayam, disaksikan oleh Ketua Adat. Kedua mempelai memegang dereh bunu dengan ibu jari diarahkan ke atas mohon 13 Tjilik Riwut, Maneser Panatau Tatu Hiang, Menyelami Kekayaan Leluhur, disunting oleh Nila Riwut, (Palangka Raya: PUSAKALIMA, 2003) 14 Tjilik Riwut, Kalimantan Membangun alam dan Kebudayaan, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 1993).

11 agar Raying Hatalla Langit sudi mendengar sumpah yang sedang diucapkan. Dipaparkan juga larangan-larangan perkawinan usia muda dan perkawinan hasansulang (saudara laki-laki kawin dengan saudara ipar), hubungan keluarga dan sanak saudara. Hasil penelitian yang dikaji di atas, sangat berharga bagi penulisan tesis ini, sebagai kerangka acuan dan merupakan bahan evaluasi bagi peneliti sehubungan dengan perjanjian perkawinan masyarakat Dayak Ngaju yang akan peneliti lakukan. 6. Signifikansi Penelitian Kajian pustaka diatas, menuntun peneliti kepada signifikansi penelitian bahwa sudah ada karya-karya yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan, namun belum ada penelitian yang secara khusus membahas tentang Makna Perjanjian Perkawinan Adat Dayak Ngaju, Kalimantan Tengah. Penelitian ini penting mengingat buku-buku referensi tentang Perjanjian Perkawinan Adat Dayak Ngaju masih sangat terbatas. Selain itu, penelitian ini dilakukan sebagai salah satu usaha untuk melestarikan kebudayaan daerah khususnya Kalimantan Tengah. 7. Metodologi Penelitian 7.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, merupakan metode yang melibatkan pendekatan interpretatif dan wajar terhadap setiap pokok permasalahan yang dikaji, yang bekerja dalam setting alamiah, dan berupaya memahami dan memberi tafsiran pada fenomena yang dilihat dari

12 makna yang diberikan orang-orang kepada fenomena tersebut. 15 Sedangkan untuk menyajikan gambaran yang lebih tajam dan mendalam, jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif yang tujuannya adalah menjelaskan secara sistimatis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta atau fenomena tertentu Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang dipilih adalah Kota Palangkaraya. Tempat ini dipilih karena sekalipun Kota Palangkaraya didiami oleh berbagai suku, bangsa, agama, serta berbagai lapisan masyarakat, namun masyarakat Dayak Ngaju yang mendiami kota ini masih melaksanakan perkawinan menurut adat Dayak Ngaju, selain itu Dewan Adat Dayak (DAD) Provinsi Kalimantan Tengah berkedudukan di Palangkaraya, sehingga memudahkan peneliti mendapatkan informasi sehubungan dengan penelitian yang dilakukan. 7.3 Teknik Pengumpulan Data Wawancara Mendalam Teknik yang digunakan adalah Indepth Interview atau wawancara secara langsung dan mendalam dengan sejumlah informan kunci yang mengetahui tentang adat perkawinan masyarakat Dayak Ngaju, yaitu tokoh adat (Damang dan mantir adat) dan tokoh masyarakat. Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara tidak terstrukur (open ended interview), namun tetap berpatokan pada pedoman wawancara yang telah disusun sebelumnya. 15 Agus Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial: Buku Sumber untuk Penelitian Kualitatif, Edisi Kedua, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006), Suprayogo, et al., Metode Penelitian Sosial-Agama, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003),136.

13 Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan data mengenai hal-hal tertentu yang berupa catatan, buku-buku, surat kabar, majalah dan sebagainya. Data-data dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data sekunder sebagai data pelengkap untuk menjawab permasalahan penelitian Teknik Analisa Data Proses analisis data berlangsung selama pengumpulan dan sesudah pengumpulan data, dimana komponen-komponen analisis data secara interaktif saling berhubungan. Analisis data ini disebut model interakif. 18 Proses-proses analisis kualitatif 19 ini meliputi: 1) Reduksi data (data reduction), yaitu proses pemilihan, penyederhanaan data, dan transformasi data kasar yang diperoleh di lapangan studi. 2) Penyajian data (data display), yaitu mendeskripsikan kumpulan informasi yang tersusun dalam bentuk teks naratif. 3) Penarikan kesimpulan dan verifikasi. 8. Sistematika Penulisan Penulisan tesis ini disusun dalam lima bab, yang secara garis besar terdiri dari: Bab pertama, memaparkan tentang latar belakang masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, signifikasi masalah, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. 17 Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,, (Jakarta: Rineka Cipta,1997), Sanafiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial, (Jakarta: Grafika Raya Persada, 2007), Agus Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial

14 Bab dua, membahas kerangka konseptual tentang konsep perkawinan, perjanjian perkawinan, komitmen perkawinan dari pemikiran Michael P. Johnson, yang menjelaskan tentang komitmen pribadi, moral, maupun struktural. Dibahas juga mengenai hukum adat, pelanggaran dan sanksi adat serta adat dan simbol. Bab tiga, memaparkan hasil penelitian tentang Perjanjian Perkawinan Adat Dayak Ngaju. Bab empat, Analisis terhadap Makna Perjanjian Perkawinan Adat Dayak Ngaju, Kalimantan Tengah. Bab lima, merupakan kesimpulan dan saran.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai suku bangsa yang hidup dan tinggal di daerah-daerah tertentu di

BAB I PENDAHULUAN. berbagai suku bangsa yang hidup dan tinggal di daerah-daerah tertentu di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai suku bangsa yang hidup dan tinggal di daerah-daerah tertentu di Indonesia. Masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tidak dapat dipungkiri dimanapun kita berada dan hidup di suatu tempat tertentu kita selalu dipengaruhi oleh lingkungan tempat kita tinggal tersebut. Lingkungan

Lebih terperinci

BAB IV MAKNA PERJANJIAN PERKAWINAN ADAT DAYAK NGAJU

BAB IV MAKNA PERJANJIAN PERKAWINAN ADAT DAYAK NGAJU BAB IV MAKNA PERJANJIAN PERKAWINAN ADAT DAYAK NGAJU 1. Pementasan Ulang Kehidupan Leluhur Perjanjian perkawinan merupakan bagian dari perkawinan yang sesuai dengan hukum adat yang berlaku dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat.kepercayaan ini menimbulkan perilaku tertentu seperti berdo a,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat.kepercayaan ini menimbulkan perilaku tertentu seperti berdo a, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya kehidupan beragama merupakan keyakinan adanya kekuatan gaib, luar biasa atau supranatural yang berpengaruh pada kehidupan masyarakat.kepercayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan kegiatan manusia untuk menguasai alam dan mengolahnya bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini memiliki sistem nilai dan norma budaya masing-masing. Keunikan kebudayaan, yang

BAB I PENDAHULUAN. ini memiliki sistem nilai dan norma budaya masing-masing. Keunikan kebudayaan, yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan kondisi masyarakat yang sangat heterogen dengan kurang lebih 300 suku bangsa (etnik). 1 Heteroginitas masyarakat yang sangat

Lebih terperinci

E. Siklus Kehidupan Masyarakat Dayak 1. Kelahiran

E. Siklus Kehidupan Masyarakat Dayak 1. Kelahiran E. Siklus Kehidupan Masyarakat Dayak 1. Kelahiran Seperti pada kebanyakan suku bangsa lain di dunia, suku Dayak di Kalimantan juga memiliki siklus hidup yang kesemuanya terangkai dalam ritual-ritual adat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai belahan bumi, dan masyarakat umumnya. 1 Etnobotani juga memiliki

BAB I PENDAHULUAN. berbagai belahan bumi, dan masyarakat umumnya. 1 Etnobotani juga memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Etnobotani secara terminologi dapat dipahami sebagai hubungan antara botani (tumbuhan) yang terkait dengan etnik (kelompok masyarakat) di berbagai belahan bumi, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan manusia, setiap pasangan tentu ingin melanjutkan hubungannya ke jenjang pernikahan.

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS DALAM PROSESI LAMARAN PADA PERKAWINAN ADAT JAWA (Studi Kasus Di Dukuh Sentulan, Kelurahan Kalimacan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. kepada manusia lainnya. Karena itu, manusia disebut sebagai makhluk sosial. Manusia

BAB 1. Pendahuluan. kepada manusia lainnya. Karena itu, manusia disebut sebagai makhluk sosial. Manusia BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya membutuhkan seorang partner untuk bekerja sama sehingga suatu pekerjaan yang berat menjadi ringan. Hal ini berarti bahwa untuk menempuh pergaulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kalimantan Selatan merupakan salah satu dari lima provinsi yang ada di Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pulau dan bersifat majemuk. Kemajemukan itu berupa keanekaragaman ras,

BAB I PENDAHULUAN. pulau dan bersifat majemuk. Kemajemukan itu berupa keanekaragaman ras, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau dan bersifat majemuk. Kemajemukan itu berupa keanekaragaman ras, suku, dan kebudayaan di setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam masyarakat, perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan merupakan suatu pranata dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belajar 9 Tahun Dalam Sastra Dayak Ngaju, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2003), 20.

BAB I PENDAHULUAN. Belajar 9 Tahun Dalam Sastra Dayak Ngaju, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2003), 20. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku Dayak Ngaju merupakan suku Dayak yang berdomisili di Provinsi Kalimantan Tengah. Umumnya, suku Dayak Ngaju tinggal di sepanjang sungaisungai besar seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia diciptakan oleh sang kholiq untuk memiliki hasrat dan keinginan untuk melangsungkan perkawinan. Sebagaimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan gerbang terbentuknya keluarga dalam kehidupan masyarakat, bahkan kelangsungan hidup suatu masyarakat dijamin dalam dan oleh perkawinan. 1 Setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, tarian dan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku bangsa juga sangat beragam. Keanekaragaman

Lebih terperinci

Pengertian Damang diatur dalam Pasal 1 angka (24) Peraturan. Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 1 Tahun 2008 adalah:

Pengertian Damang diatur dalam Pasal 1 angka (24) Peraturan. Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 1 Tahun 2008 adalah: 96 Pengertian Damang diatur dalam Pasal 1 angka (24) Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 1 Tahun 2008 adalah: Pimpinan adat dan Ketua Kerapatan Mantir Perdamaian Adat tingkat kecamatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago) yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago) yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago) yang terdiri dari berbagai suku bangsa (etnis) yang tersebar di seluruh penjuru wilayahnya. Banyaknya suku bangsa

Lebih terperinci

BATANG GARING TESIS. Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Salah Satu Syarat. Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Bidang Sosiologi agama.

BATANG GARING TESIS. Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Salah Satu Syarat. Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Bidang Sosiologi agama. BATANG GARING (Study Tentang Sejarah dan Makna Simbol Batang Garing Dalam Masyarakat Dayak Ngaju Di Kalimantan Tengah) TESIS Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang menggambarkan ciri khas daerah tersebut. Seperti halnya Indonesia yang banyak memiliki pulau,

Lebih terperinci

GLOSARI. : Tokoh yang menjadi sumber dalam mitologi. : Tanda pada beras hambaruan yang biasanya berupa

GLOSARI. : Tokoh yang menjadi sumber dalam mitologi. : Tanda pada beras hambaruan yang biasanya berupa GLOSARI Antang Pitih : Tokoh yang menjadi sumber dalam mitologi pelaksanaan ritual Nyadiri. Barintih : Tanda pada beras hambaruan yang biasanya berupa tanda putih mencolok pada bagian beras hambaruan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Konsep Pelaksanaan Adat Perkawinan Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki dan senantiasa menggunakan adat-istiadat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan salah satu praktek kebudayaan yang paling mengundang upaya perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO. 42 BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN 1974 A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.1/1974 Pelaksanaan Pernikahan Suku Anak Dalam merupakan tradisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 32 ayat (1) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 32 ayat (1) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia di dunia ini, termasuk di Indonesia. Sejak dilahirkan di dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peraturan tertentu, tidak demikian dengan manusia. Manusia di atur oleh

BAB I PENDAHULUAN. peraturan tertentu, tidak demikian dengan manusia. Manusia di atur oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap makhluk diciptakan saling berpasangan, begitu juga manusia. Jika pada makhluk lain untuk berpasangan tidak memerlukan tata cara dan peraturan tertentu,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Tradisi Pada masyarakat Indonesia masih terdapat berbagai macam tradisi yang masih dilaksanakan dengan baik maupun yang sudah hilang, misalnya tradisi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah istilah yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah istilah yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Konsep Begawai Pernikahan adalah suatu momen yang sakral, dimana penyatuan dua insan ini juga harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis di Provinsi Sumatera Utara, suku Batak terdiri dari 5 sub etnis yaitu : Batak Toba (Tapanuli), Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Mandailing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada makanan tertentu bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan biologis,

BAB I PENDAHULUAN. Pada makanan tertentu bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan biologis, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia yang paling mendasar adalah kebutuhan untuk makan. Dalam upayanya untuk mempertahankan hidup, manusia memerlukan makan. Makanan adalah sesuatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki ribuan pulau yang tentunya pulau-pulau tersebut memiliki penduduk asli daerah yang mempunyai tata cara dan aspek-aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara sederhana perkawinan adalah suatu hubungan secara lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. 1 Di dalam pasal 1 Undang-Undang No.1, 1974 menyebutkan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Upacara adat Belian merupakan suatu bentuk kebudayaan asli Indonesia yang sampai saat ini masih ada dan terlaksana di masyarakat Dayak Paser, Kalimantan Timur. Sebagai salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan biologis antara laki-laki dan perempuan untuk meneruskan keturunan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. hubungan biologis antara laki-laki dan perempuan untuk meneruskan keturunan. Hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang sangat dianjurkan untuk melakukannya. 1 Sebab pernikahan merupakan suatu prosesi yang dapat menghalalkan hubungan biologis

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 2.1 Pengertian Ritual Ritual adalah tehnik (cara metode) membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. idividu maupun sosial. secara individu, upacara pengantin akan merubah seseorang

BAB I PENDAHULUAN. idividu maupun sosial. secara individu, upacara pengantin akan merubah seseorang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upacara pengantin merupakan kejadian yang sangat penting bagi kehidupan idividu maupun sosial. secara individu, upacara pengantin akan merubah seseorang dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masyarakat Pesisir adalah pertunjukan kesenian Sikambang di Kelurahan

BAB I PENDAHULUAN. pada masyarakat Pesisir adalah pertunjukan kesenian Sikambang di Kelurahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kabupaten Tapanuli Tengah dikenal dengan sebutan Negeri Wisata Sejuta Pesona. Julukan ini diberikan kepada Kabupaten Tapanuli Tengah dikarenakan dibeberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan budaya Indonesia mengalami pasang surut, pada awalnya, Indonesia sangat banyak mempunyai peninggalan budaya dari nenek moyang kita terdahulu, hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberagaman suku bangsa di Indonesia telah melahirkan ragamnya adat - istiadat dan kepercayaan pada setiap suku bangsa. Tentunya dengan adanya adatistiadat tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan dan tradisinya masing-masing. Syari at Islam tidak

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan dan tradisinya masing-masing. Syari at Islam tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya, adat istiadat serta tradisi. Jika dilihat, setiap daerah memiliki kebudayaan dan tradisinya masing-masing.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji sastra maka kita akan dapat menggali berbagai kebudayaan yang ada. Di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan Indonesia yang beraneka ragam terdiri dari puncak-puncak kebudayaan daerah dan setiap kebudayaan daerah mempunyai ciri-ciri khas masing-masing. Walaupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dilepaspisahkan karena,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dilepaspisahkan karena, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dilepaspisahkan karena, masyarakat adalah pencipta sekaligus pendukung kebudayaan. Dengan demikian tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia tidak terlepas dari adat dan kebudayaan. Adat

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia tidak terlepas dari adat dan kebudayaan. Adat BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah Masyarakat Indonesia tidak terlepas dari adat dan kebudayaan. Adat adalah gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan, norma kebiasaan, kelembagaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan serta memiliki keturunan, dimana keturunan merupakan salah satu tujuan seseorang melangsungkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh masyarakat adat batak toba. Sistem ini dalam arti positif merupakan suatu sistem dimana seseorang

Lebih terperinci

MASYARAKAT DAYAK: FILOSOFI DAN KEARIFAN LOKAL DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN KEWIRAUSAHAAN SOSIAL. Oleh: A.

MASYARAKAT DAYAK: FILOSOFI DAN KEARIFAN LOKAL DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN KEWIRAUSAHAAN SOSIAL. Oleh: A. MASYARAKAT DAYAK: FILOSOFI DAN KEARIFAN LOKAL DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN KEWIRAUSAHAAN SOSIAL Oleh: A. Teras Narang, SH Disampaikan pada Seminar Pengetahuan dan Kearifan Lokal Masyarakat Dayak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan totalitas latar belakang dari sistem nilai, lembaga dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu merupakan

Lebih terperinci

TARI MANDAU TALAWANG. Di susun oleh : DAYA SAKTI KALIMANTAN TENGAH

TARI MANDAU TALAWANG. Di susun oleh : DAYA SAKTI KALIMANTAN TENGAH TARI MANDAU TALAWANG Di susun oleh : DAYA SAKTI SANGGAR BETANG TATU HIYANG KALIMANTAN TENGAH Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo Aula KNPI Kota Palangka Raya Contact : 085249164999 085651304442 085252479944 KATA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang 10 II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Budaya Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Makna Makna merupakan hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti

Lebih terperinci

KEBUDAYAAN SUKU BANJAR

KEBUDAYAAN SUKU BANJAR KEBUDAYAAN SUKU BANJAR 1. Batasan Membahas tentang kebudayaan suatu kelompok masyarakat merupakan bagian yang paling luas lingkupnya. Dalam tulisan ini kebudayaan dipahami sebagai sesuatu yang menunjuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam upaya ini pemerintah berupaya mencerdaskan anak bangsa melalui proses pendidikan di jalur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan salah satu sunatullah yang berlaku pada semua mahluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhan. Dengan naluri mahluk, dan masing-masing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan identitas dari komunitas suatu daerah yang dibangun dari kesepakatan-kesepakatan sosial dalam kelompok masyarakat tertentu. Budaya menggambarkan

Lebih terperinci

UPACARA ADAT DAYAK NGAJU KALIMANTAN TENGAH ACARA ADAT PENGANTEN MANDAI

UPACARA ADAT DAYAK NGAJU KALIMANTAN TENGAH ACARA ADAT PENGANTEN MANDAI UPACARA ADAT DAYAK NGAJU KALIMANTAN TENGAH ACARA ADAT PENGANTEN MANDAI (IRINGAN TARIAN NGALINDAP PUNEI) Di susun oleh : LILIS MANIQ CITRA BUDAYA SANGGAR SENI BELAJAR KESENIAN TRADISIONAL KALIMANTAN TENGAH

Lebih terperinci

BAB III TRADISI NGALOSE DALAM PERSPEKTIF MASYARAKAT DESA KEPUH TELUK KECAMATAN TAMBAK BAWEAN KABUPATEN GRESIK

BAB III TRADISI NGALOSE DALAM PERSPEKTIF MASYARAKAT DESA KEPUH TELUK KECAMATAN TAMBAK BAWEAN KABUPATEN GRESIK BAB III TRADISI NGALOSE DALAM PERSPEKTIF MASYARAKAT DESA KEPUH TELUK KECAMATAN TAMBAK BAWEAN KABUPATEN GRESIK A. Gambaran Tentang Desa Kepuh Teluk 1. Letak Geografis Desa Kepuh Teluk Desa atau Kelurahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki aneka ragam budaya. Budaya pada dasarnya tidak bisa ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan individu yang ada dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Dalam kehidupannya manusia memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk bertahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki beranekaragam suku bangsa, tentu memiliki puluhan bahkan ratusan adat budaya. Salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk berbudaya dan secara biologis mengenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk berbudaya dan secara biologis mengenal adanya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia sebagai makhluk berbudaya dan secara biologis mengenal adanya perkawinan, melalui perkawinan inilah manusia mengalami perubahan status sosialnya, dari status

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Papua terkenal dengan pulau yang memiliki banyak suku, baik suku asli Papua maupun suku-suku yang datang dan hidup di Papua. Beberapa suku-suku asli Papua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki berbagai kebudayaan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, kebudayaan ini tersebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat dan kebudayaan merupakan hubungan yang sangat sulit dipisahkan. Sebab masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan, masyarakat yang dijadikan dengan proses belajar dan selalu dikembangkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenal dengan istilah agama primitif, agama asli, agama sederhana. 1 Agama suku adalah

BAB I PENDAHULUAN. kenal dengan istilah agama primitif, agama asli, agama sederhana. 1 Agama suku adalah BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Sebelum agama-agama besar (dunia), seperti Agama Islam, katolik, Hindu dan Budha masuk ke Indonesia, ternyata di Indonesia telah terdapat agama suku atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Riau adalah rumpun budaya melayu yang memiliki beragam

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Riau adalah rumpun budaya melayu yang memiliki beragam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Provinsi Riau adalah rumpun budaya melayu yang memiliki beragam suku, yang dapat di jumpai bermacam-macam adat istiadat, tradisi, dan kesenian yang ada dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 2 TAHUN 2006 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 01 TAHUN 2003 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan, hukum adat dan hukum agama. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan, hukum adat dan hukum agama. Berdasarkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perkawinan di Indonesia dapat berlaku hukum menurut peraturan perundang-undangan, hukum adat dan hukum agama. Berdasarkan Pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 1974

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebudayaan dalam arti luas adalah perilaku yang tertanam, ia merupakan totalitas dari sesuatu yang dipelajari manusia, akumulasi dari pengalaman yang dialihkan

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 234 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Perkawinan merupakan rentetan daur kehidupan manusia sejak zaman leluhur. Setiap insan pada waktunya merasa terpanggil untuk membentuk satu kehidupan baru, hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar dalam menjalankan tata hukum di Indonesia. Oleh sebab itu, untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang terdiri dari beragam budaya dan ragam bahasa daerah yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, budaya ada di dalam masyarakat dan lahir dari pengalaman hidup sehari-hari yang dialami oleh setiap kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pernikahan merupakan suatu hal yang dinantikan dalam kehidupan manusia karena melalui sebuah pernikahan dapat terbentuk satu keluarga yang akan dapat melanjutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki ketidakmampuan untuk bertahan hidup sendiri. Hal ini membuat manusia belajar untuk hidup berkelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan aktivitas yang diturunkan secara terus-menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan aktivitas yang diturunkan secara terus-menerus dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tradisi merupakan aktivitas yang diturunkan secara terus-menerus dan mengandung nilai-nilai luhur. Aktivitas yang terdapat dalam tradisi secara turuntemurun

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENGENAAN TARIF AKAD NIKAH NASKAH PUBLIKASI. derajat S-I Program Studi Pendidikan. Pancasila dan Kewarganegaraan

IMPLEMENTASI PENGENAAN TARIF AKAD NIKAH NASKAH PUBLIKASI. derajat S-I Program Studi Pendidikan. Pancasila dan Kewarganegaraan IMPLEMENTASI PENGENAAN TARIF AKAD NIKAH (Studi Kasus Penyelenggaraan Pernikahan di KUA Kec. Mantingan Kab. Ngawi dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2014) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuh unsur kebudayaan universal juga dilestarikan di dalam kegiatan suatu suku

BAB I PENDAHULUAN. Tujuh unsur kebudayaan universal juga dilestarikan di dalam kegiatan suatu suku BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap suku bangsa memiliki kekhasan pada budayanya masing-masing. Tujuh unsur kebudayaan universal juga dilestarikan di dalam kegiatan suatu suku bangsa. Unsur unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat Jember merupakan percampuran dari berbagai suku. Pada umumnya masyarakat Jember disebut dengan masyarakat Pandhalungan. 1 Wilayah kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang dirasakan semakin kuat mencengkram memasuki abad dua puluh

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang dirasakan semakin kuat mencengkram memasuki abad dua puluh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi sudah melewati proses sejarah yang sangat panjang, suatu fenomena yang dirasakan semakin kuat mencengkram memasuki abad dua puluh satu ini. Umat manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Menikah di usia muda masih menjadi fenomena yang banyak dilakukan perempuan di Indonesia. Diperkirakan 20-30 persen perempuan di Indonesia menikah di bawah usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI Dalam bab ini berisi tentang analisa penulis terhadap hasil penelitian pada bab III dengan dibantu oleh teori-teori yang ada pada bab II. Analisa yang dilakukan akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak pada garis khatulistiwa. Dengan

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak pada garis khatulistiwa. Dengan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak pada garis khatulistiwa. Dengan Penduduk yang berdiam dan berasal dari pulau-pulau yang beraneka ragam adat budaya dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebudayaan suatu bangsa tidak hanya merupakan suatu aset, namun juga jati diri. Itu semua muncul dari khasanah kehidupan yang sangat panjang, yang merupakan

Lebih terperinci

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan)

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan) PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan) Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sudah menjadi sunatullah seorang manusia diciptakan untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. Sudah menjadi sunatullah seorang manusia diciptakan untuk hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sudah menjadi sunatullah seorang manusia diciptakan untuk hidup saling berdampingan dengan manusia yang lain sebagaimana sifat manusia sebagai makhluk sosial,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ini hanya menggambarkan, meringkas, berbagai kondisi, situasi atau berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. ini hanya menggambarkan, meringkas, berbagai kondisi, situasi atau berbagai 50 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif yang mana jenis penelitian ini hanya menggambarkan, meringkas, berbagai kondisi, situasi atau berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ingat, Merariq itu merupakan prosesi adat, di mana seorang lakilaki harus siap membawa lari calon istrinya. Dan Merariq itu merupakan pembuktian ketangkasan seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang. 1.1 Identifikasi Masalah. Maluku dengan Ibukota Ambon adalah salah satu provinsi yang terletak di

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang. 1.1 Identifikasi Masalah. Maluku dengan Ibukota Ambon adalah salah satu provinsi yang terletak di BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang 1.1 Identifikasi Masalah Maluku dengan Ibukota Ambon adalah salah satu provinsi yang terletak di bagian timur Indonesia. Kawasan ini juga dijuluki Daerah Seribu Pulau,

Lebih terperinci

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang terdiri dari berbagai suku-sukubangsa yang tinggal di berbagai daerah tertentu di Indonesia. Masing- masing

Lebih terperinci

Alhiwar Jurnal Ilmu dan Teknik Dakwah Vol. 04 No. 07 Januari-Juni

Alhiwar Jurnal Ilmu dan Teknik Dakwah Vol. 04 No. 07 Januari-Juni Pernikahan Dini Ditinjau Dari Sudut Pandang Sosial Dan Pendidikan Oleh: Abstrak Pernikahan merupakan suatu kegiatan yang yang merubah suatu hal yang haram menjadi halal dengan syarat sah sebuah pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya adalah suatu konsep yang secara formal didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya adalah suatu konsep yang secara formal didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya adalah suatu konsep yang secara formal didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan,

Lebih terperinci