III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS"

Transkripsi

1 III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Usaha Kecil Dan Kebutuhan Kredit Di Indonesia usaha mikro dan kecil menjadi penopang utama kegiatan ekonomi, terutama dilihat dari kontribusi dalam hal penyerapan tenaga kerja dan jumlah unit usaha. Kontribusi usaha mikro dan kecil (UMK) dalam penyerapan tenaga kerja mencapai persen dari seluruh pasar tenaga kerja di Indonesia, sedangkan kontribusi usaha mikro dan kecil (UMK) dalam hal jumlah unit usaha di semua sektor ekonomi mencapai persen dari total unit usaha di Indonesia (Kemenkop dan UKM, 2009). Secara umum usaha mikro, kecil dan menengah memiliki kontribusi yang besar terhadap perekonomian, kondisi yang hampir sama juga terdapat di negara-negara lain bahkan di negara maju sekalipun. Negara-negara maju sering mengatur pola kemitraan tertentu melalui undang-undang anti-trust, untuk menghambat praktek monopoli. Di Amerika Serikat jumlah perusahan berbentuk sole proprietorship mencapai persen atau sekitar juta unit usaha, perusahaan berbentuk corporation mencapai persen atau 3.72 juta unit, dan perusahaan berbentuk partnership mencapai 9.75 persen atau sekitar 1.55 juta unit (Hyman, 1997). Disini terlihat di Amerika Serikat jumlah perusahaan perorangan (sole proprietorship), yang identik dengan perusahan skala kecil juga merupakan mayoritas usaha dan menjadi penopang struktur usaha yang lebih besar diatasnya. Berdasarkan aspek kepemilikan usaha dan legal bisnis, menurut Hyman (1997), terdapat beberapa bentuk perusahaan bisnis, yaitu: (1) sole proprietorship adalah usaha yang dimiliki dan dilakukan oleh perorangan, serta bertanggung jawab atas hutang bisnis, usaha ini merupakan bentuk struktur bisnis legal yang

2 38 paling dasar dan sederhana, (2) corporation adalah bisnis legal yang didirikan berdasarkan undang-undang negara, dimana ada pemisahan antara kepemilikan pribadi dan kepemilikan perusahaan, korporasi merupakan produk hukum perusahaan, dan ada aturan yang menyeimbangkan kepentingan manajemen yang mengoperasikan perusahaan, kreditur, pemegang saham, dan buruh yang menyumbangkan tenaga, dan (3) partnership adalah bisnis yang dimiliki oleh dua atau lebih, dimana ada pengaturan entitas dan / atau individu yang sepakat untuk bekerja sama untuk memajukan kepentingan mereka. Kemitraan ini terbentuk antara satu atau lebih bisnis di mana mitra (pemilik) bekerja untuk mencapai dan berbagi keuntungan atau kerugian. Perilaku ekonomi dari usaha kecil sebagai perusahaan (firm) memiliki perbedaan dengan perilaku ekonomi dari rumahtangga (household). Perusahaan adalah organisasi ekonomi yang bertujuan untuk memaksimumkan keuntungan (profit) dengan menggunakan sejumlah sumberdaya yang dikuasainya. Sedangkan pada rumahtangga tujuan yang hendak dicapai adalah untuk memaksimumkan kegunaan (utility) dengan bertindak rasional dalam mengalokasikan modal dan waktu rumahtangga, dan menggunakan pendapatan untuk konsumsi barang dan jasa (Becker, 1965; Evenson, 1976; Kusnadi, 2005; Fariyanti, 2008). Pelaku usaha kecil sebagai produsen dengan asumsi dasar fungsi produksi (Henderson dan Quandt, 1980), memiliki perilaku ekonomi lebih didasarkan pada usaha untuk mencari keuntungan (laba) maksimum, dan untuk memaksimumkan keluaran serta mengoptimumkan penggunaan faktor produksi. Dalam jangka pendek, keuntungan merupakan selisih antara nilai keluaran dengan nilai masukan variabel, sedangkan dalam jangka panjang keuntungan merupakan selisih antara

3 39 nilai keluaran dengan total biaya masukan. Karena itu menurut Nazar (1980), bagi usaha kecil semua kegiatan produktif tersebut dilakukannya dengan tujuan untuk memaksimumkan keuntungan (laba), dengan tergantung pada harga relatif masukan dan keluaran, dan hubungan teknik dari produksi. Langkah yang dilakukan oleh produsen ini secara teori dikenal sebagai optimisasi. Pada tahap awal kegiatan produksi, usaha kecil akan berusaha memaksimuman produksi dengan kendala anggaran (modal) sehingga dicapai titik keseimbangan produsen. Selanjutnya apabila usaha kecil ingin melakukan perluasan usaha (mencapai titik keseimbangan produsen yang lebih tinggi), maka dibutuhkan tambahan anggaran biaya untuk membeli bahan baku (masukan atau input). Tambahan anggaran biaya ini bisa didapatkan dengan 2 (dua) cara, yaitu: (1) dari internal berupa akumulasi keuntungan (laba) yang dapat disisihkan, dan (2) dari eksternal berupa kredit atau pinjaman (dari lembaga keuangan atau dari pihak luar lainnya) Perilaku Ekonomi Usaha Kecil Asumsi ekonomi berupa maksimisasi keuntungan (laba) sangat sering dipakai, karena dapat meramalkan perilaku usaha serta mempermudah dalam analisis yang diperlukan. Untuk kegiatan usaha seperti usaha kecil yang dikelola langsung pemiliknya, keuntungan masih mendominasi hampir seluruh keputusan perusahaan (Pindyck dan Rubinfeld, 2001). Namun demikian dalam jangka pendek tujuan lain seperti maksimisasi penerimaan untuk mencapai pertumbuhan pasar, juga sering lebih diprioritaskan oleh pelaku usaha. Hal ini juga didorong oleh kebutuhan manajerial usaha untuk menjaga aspek likuiditas dan aktivitas usaha, sebelum pada akhirnya aspek profitabilitas usaha akan dapat dicapai.

4 Kegiatan Produksi dan Biaya Produksi Dalam suatu kegiatan usaha, hubungan antara masukan (input) pada proses produksi dan keluaran (output) digambarkan oleh fungsi produksi. Suatu fungsi produksi (production function) menunjukkan keluaran (y) yang dihasilkan oleh produsen untuk setiap kombinasi masukan (x i ) tertentu. Untuk menyederhanakan diasumsikan ada dua masukan, yaitu tenaga kerja (x 1 ) dan modal (x 2 ), sehingga fungsi produksi dapat ditulis sebagai: y = f (x 1,x 2 )... (01) Pada tingkat teknologi tertentu kombinasi antara masukan x 1 dan x 2 ini akan menghasilkan keluaran (y) yang sama dan menghasilkan informasi yang disebut isokuan (isoquant). Produsen apabila dimungkinkan oleh garis iso-biaya (isocosts line), maka akan selalu berusaha mencapai titik keseimbangan produsen (keluaran atau output) yang lebih tinggi pada isokuan yang lebih tinggi atau dikenal dengan istilah maksimisasi keluaran dengan kendala biaya. Hal ini secara rasional dilakukan sebagai upaya untuk mengikuti jalur perluasan usaha (expansion path) yang secara teknologi dimungkinkan. Namun demikian pada umumnya produsen akan terkendala oleh modal dari dalam (modal internal) untuk membiayai masukan (input) produksinya, sehingga memerlukan tambahan modal yang berasal dari luar. Dalam kegiatan produksi, kredit sangat berperan sebagai penambah modal dari luar (eksternal) untuk membiayai masukan produksi sehingga produsen dapat meningkatkan produksi menjadi lebih tinggi. Masukan produksi yang dibiayai dengan kredit mempunyai biaya tambahan yang nilai sebesar tingkat bunga kredit. Dengan adanya kredit maka akan ada tambahan biaya untuk kegiatan produksi,

5 41 sehingga dapat mempengaruhi komposisi penggunaan input optimum pada jalur perluasan usaha (expansion path). Dengan pendekatan konsep biaya produksi, produsen akan menghadapi fungsi produksi sebagai berikut (Baker, 1968). y = f (x 1, x 2 x f )... (02) dimana: y = keluaran; dan f menyatakan fungsi daripada x i = masukan variabel x f = masukan lainnya yang dianggap tetap Berdasarkan fungsi produksi tersebut, persamaan biaya dapat dinyatakan sebagai berikut: c = p 1 x 1 + p 2 x 2 + b... (03) dimana: c = biaya total yang dikeluarkan p i = harga per satuan masukan variabel x i b = total biaya tetap Apabila saat ini biaya total c diketahui sejumlah modal tertentu, misalnya sebesar c o, maka persamaan biaya menjadi: c o = p 1 x 1 + p 2 x 2 + b... (04) Berdasarkan persamaan biaya diatas, maka dapat diperoleh persamaan garis isobiaya, yang menggambarkan permintaan masukan variabel x 1 dan x 2 pada jumlah modal c o tersebut. Persamaan iso-biaya tersebut adalah: x 1 = co b p1 - p p 2 1 x 2... (05)

6 42 x 2 = co b p2 - p p 1 2 x 1... (06) Berdasarkan hubungan x 1 dan x 2 pada sejumlah biaya c o, produsen dapat memaksimalkan keluaran y pada kondisi: dx2 = dx1 p p (07) dimana dx dx 2 1 menunjukan daya substitusi masukan x1 terhadap masukan x 2 dan juga merupakan sudut kemiringan garis iso-biaya, yaitu merupakan tempat kedudukan titik-titik kombinasi penggunaan masukan x 1 dan x 2 yang dapat dilakukan dalam batas anggaran yang dimiliki, untuk produksi tertentu (Kuntjoro, 1983). Apabila c o meningkat jumlahnya, maka akan diperoleh garis perluasan usaha (expansion path). Dalam melakukan kegiatan produksi produsen masih terkendala oleh modal yang dimilikinya, sehingga penggunaan masukan x 1 dan x 2 juga terbatas jumlahnya. Dengan asumsi bahwa pelaku usaha kecil masih dalam tahap daerah produksi II yang rasional, yaitu produk marjinal masih positif sehingga masih dapat memperbanyak penggunaan masukan untuk menaikkan produksi, maka tambahan modal dari luar (eksternal) dapat diperoleh melalui kredit. Persamaan produksi diatas masih menggunakan masukan produksi yang tidak dibiayai dengan kredit, sehingga harga masukan yang digunakan adalah harga pasar. Jika masukan x 1 dan x 2 diperoleh dari kredit, maka harga masukan menjadi lebih mahal, karena terbebani biaya kredit. Apabila r 1 dan r 2 masingmasing adalah biaya marjinal dari modal yang mempengaruhi penggunaan satu

7 43 satuan masukan x 1 dan x 2, yaitu tambahan biaya yang dikeluarkan untuk manambah penggunaan satu satuan masukan x 1 dan x 2, misalnya tingkat bunga kredit, maka kesimbangan penggunaan masukan menjadi (Baker, 1968): dx2 = dx1 p1 + r1 p2 + r 2... (08) Apabila kredit digunakan sebagai tambahan modal untuk membiayai tambahan satu satuan masukan x i yang digunakan, maka harga satu satuan masukan tersebut juga menjadi lebih tinggi dari harga pasar semula. Hal ini tergantung pula pada tingkat bunga yang dibebankan pada masing-masing masukan x i, apakah ada perbedaan tingkat bunga untuk masukan x 1 dan x 2 ataukah tidak. Apabila ada perbedaan tingkat bunga untuk pinjaman x i sedangkan biayabiaya lainnya tetap, maka akan terjadi perubahan kombinasi penggunaan masukan x 1 dan x 2. Jika diasumsikan hanya masukan x 1 yang dibiayai dari kredit, maka harga satu satuan masukan x 1 menjadi p 1 +r dimana r adalah biaya kredit yang dibebankan tiap satu satuan masukan x i yang dibiayai. Sehingga persamaan keseimbangan penggunaan input yang optimal akan mengalami perubahan menjadi (Kusnadi, 1990): dx2 < dx1 p 1+ r p 2... (09) Untuk mengimbangi hal ini, maka produsen harus mengurangi jumlah penggunaan masukan x 1. Apabila jumlah keluaran atau isokuan y 0 tertentu, tetap dipertahankan seperti keadaan semula, maka kebutuhan modal harus ditambah menjadi c 1. Dengan menambah modal menjadi c 1, maka akan didapat jalur perluasan usaha (expansion path) yang baru. Tampak jalur perluasaan usaha yang

8 44 baru setelah mendapat kredit cenderung lebih banyak menggunakan masukan x 2, seperti tampak pada gambar berikut ini. Gambar.1 memperlihatkan penggunaan masukan pada kondisi biaya minimum tanpa adanya biaya kredit diperoleh pada titik A. Sedangkan jalur perluasan usaha tanpa adanya biaya kredit diperlihatkan oleh garis S 1. Apabila penggunaan masukan x 1 dibiayai dari kredit, maka harga masukan x 1 meningkat menjadi lebih mahal sebesar r, sehingga komposisi penggunaan masukan optimum diperoleh pada titik B, selanjutnya jalur perluasan usaha akan berubah menjadi garis S 2 dengan menggunakan masukan x 2 lebih besar dibanding sebelumnya (Baker, 1968).

9 Penggunaan Kredit dan Maksimisasi Keuntungan 45 Peranan kredit terhadap perekonomian dapat ditinjau dari dua sisi, yaitu makro dan mikro. Dari sisi makro peranan kredit merupakan alat kebijakan untuk pembangunan ekonomi yang antara lain bertujuan mendorong pertumbuhan ekonomi, pengembangan dunia usaha, dan menciptakan kesempatan kerja. Sedangkan dari sisi mikro, kredit berperan banyak sebagai penambah modal dari luar usaha (modal eksternal), bahkan seringkali kredit dipandang identik dengan masukan produksi (input). Pada sisi mikro ini pula peranan kredit produksi terhadap usaha kecil menjadi sangat diperlukan, karena sifatnya yang dinamis dan digunakan untuk kegiatan usaha yang dapat meningkatkan pendapatan usaha. Pada prinsipnya peranan kredit bagi kegiatan produksi adalah merupakan penambah modal, sehingga pengusaha dapat meningkatkan produksinya pada tingkat yang lebih tinggi. Namun apabila proses produksi dibiayai dengan kredit, maka harga masukan akan menjadi lebih mahal sebesar biaya kredit (tingkat suku bunga kredit). Proses ini selanjutnya akan menyebabkan adanya perbedaan harga masukan, sehingga pengusaha akan mengubah komposisi penggunaan masukan optimal. Keadaan ini pada akhirnya akan mempengaruhi arah jalur perluasan usaha (expansion path)yang akan dipilih oleh pengusaha. Selanjutnya penggunaan masukan dalam proses produksi dengan memanfaatkan tambahan modal yang berasal dari kredit, akan dapat dilanjutkan untuk menganalisis tingkat keuntungan melalui fungsi keuntungan. Di dalam model neo-klasik, diasumsikan bahwa pengusaha berupaya memaksimumkan keuntungan (π) berdasarkan kondisi biaya produksi tidak melebihi dana yang dimilikinya (Kuntjoro, 1983). Berdasarkan fungsi produksi pada persamaan (1),

10 46 dimana y adalah besarnya keluaran yang dihasilkan merupakan fungsi dari besarnya masukan x 1 dan x 2 yang digunakan, dan x f ceteris paribus. Apabila harga per satuan keluaran adalah P 0, maka total penerimaan akan menjadi: P 0.f(x 1,x 2 x f )... (10) sehingga dengan menggunakan persamaan biaya (3) c = p 1 x 1 + p 2 x 2 + b kemudian akan didapat fungsi keuntungan (π) sebesar: π = P 0.f(x 1,x 2 x f ) p 1 x 1 + p 2 x 2 + b... (11) Dengan menggunakan kaidah first order condition, maka keuntungan (π) maksimum dapat ditentukan, yaitu turunan partial dari keuntungan (π) masingmasing terhadap masukan x 1 dan x 2, sehingga akan diperoleh: π = x1 P 0 f 1 p 1 = 0 Maka ; P 0 f 1 = p 1... (12) π = x2 P 0 f 2 p 2 = 0 Maka ; P 0 f 2 = p 2... (13) y f 1 = = x1 PMx 1 = p1 Po... (14) y f 2 = = x2 PMx 2 = p 2 Po... (15) Dalam keadaan keseimbangan akan diperoleh P 0 f 1 = p 1, dimana P 0 adalah harga per satuan keluaran, f 1 adalah produk marjinal penggunaan masukan x 1 dan keuntungan (π) maksimum akan tercapai. Atau pada penggunaan masukan yang optimal, apabila untuk setiap masukan yang dipergunakan diperoleh harga

11 47 per satuan setiap masukan sama dengan nilai produk marjinal setiap masukan. Nilai produk marjinal dari suatu masukan (PMx i ) menunjukkan tingkat penambahan penerimaan yang diperoleh pengusaha dengan bertambahnya penggunaan masukan sebanyak satu satuan (Kuntjoro, 1983). Jika pengusaha membiayai kegiatan produksi dengan dana dari pinjaman, maka harga per satuan masukan x 1 tersebut akan lebih mahal menjadi p 1 (1+λ), di mana nilai λ adalah biaya per satuan pinjaman. Penggunaan sumber produksi dengan biaya yang lebih mahal ini akan menyebabkan produk total dan keuntungan menjadi lebih rendah. Implikasi dari keadaan keseimbangan ini pada alokasi penggunaan sumber produksi akan berpengaruh pada produk total dan nilai produk marjinal dari input x 1. Tersedianya kredit produksi dengan tingkat bunga yang rendah (r), dapat meningkatkan penggunaan masukan x 1 menjadi lebih tinggi jika dibandingkan dengan pinjaman dengan biaya modal sebesar (λ), karena harga p 1 (1+r) < harga p 1 (1+λ). Namun demikian penggunaan masukan x 1 dalam kegiatan produksi masih lebih rendah atau dibawah penggunaan masukan optimal dengan harga pasar p 1 (1+0), jika tambahan modal tersebut seluruhnya berasal dari dana sendiri tanpa menggunakan kredit. Implikasi dari adanya bunga kredit terhadap harga masukan seringkali kali kurang diperhitungkan oleh pengambil kebijakan kredit, sehingga diasumsikan harga masukan adalah sama dengan harga pasar. Sehingga besar kemungkinan bahwa pengusaha sesungguhnya tidak menggunakan masukan secara optimal, apabila tingkat bunga untuk memperoleh kredit ternyata fluktuatif dan bervariasi. Penjelasan mengenai hal ini dipertajam oleh uraian dari Ray (1998), yang

12 48 menampilkan fungsi produksi dari pengusaha yang mengubah modal kerja (L) menjadi keluaran (output). Apabila pengusaha memperoleh sejumlah pinjaman dengan tingkat bunga (i*), maka biaya total pinjaman modal kerja L adalah L(1+i*). Gambar 2. menunjukkan pemberi pinjaman sebenarnya menginginkan garis biaya total pinjaman menjadi securam mungkin dengan membuat tingkat bunga (i) menjadi besar, namun pada saat yang sama pemberi pinjaman tidak dapat mendorong peminjam menerima tingkat bunga (i) melebihi i*. Pemberi pinjaman hanya memiliki kekuatan monopoli terbatas secara lokal dan peminjam akan selalu bisa meminjam dana dari sumber lain setelah tingkat bunga berada diatas i*. Bagi peminjam akan optimal untuk mendapatkan jumlah pinjaman (modal kerja) sebesar L*, karena ini akan memberikan keuntungan maksimum sebesar garis A (perbedaan vertikal tertinggi antara fungsi produksi dan garis biaya adalah pembentuk keuntungan dari kegiatan produktif), kondisi di mana nilai produk marjinal sama dengan biaya marjinal pinjaman. Sehingga pada dasarnya pemberi pinjaman tidak bisa menentukan tingkat bunga (i) begitu tinggi, karena akan mendorong peminjam mencari pinjaman lain dengan tingkat bunga (i) yang lebih murah. Apabila dengan pertimbangan lainnya pemberi kredit melakukan penjatahan kredit (credit rationing) sehingga memberikan jumlah pinjaman sebesar <.L* (kurang dari L*) pada tingkat bunga (i*), maka peminjam hanya akan mendapatkan keuntungan (surplus) sebesar <.A (kurang dari keuntungan tertinggi pada tingkat bunga i*). Kondisi ini menunjukkan pada tingkat bunga i*, peminjam tidak mendapatkan jumlah pinjaman yang optimal, sehingga surplus atau keuntungan maksimal (garis A vertikal) tidak tercapai. Keadaan ini secara

13 49 tidak langsung dapat mendorong munculnya kredit macet oleh peminjam. Karena itu penting bagi pemberi kredit atau pengambil kebijakan kredit untuk memperhatikan jumlah pinjaman yang optimal pada masing-masing tingkat bunga kredit yang berlaku. Pada daerah produksi rasional di daerah II (penggunaan masukan efisien dan menguntungkan), penurunan tingkat bunga kredit (i) oleh pemberi pinjaman akan mendorong terjadinya peningkatan jumlah pinjaman (L) oleh peminjam.

14 Permintaan Kredit Agar kegiatan usaha kecil dapat terus berlangsung secara terus menerus dan mejadi berkembang, maka yang harus diperhatikan dan dijaga oleh pelaku usaha adalah, (1) likuiditas usaha agar semua kewajiban tunai untuk menjaga kebutuhan modal kerja dan kebutuhan jangka pendek lainnya dapat terpenuhi, (2) aktivitas usaha sehingga efektifitas perputaran usaha dalam menghasilkan barang dan jasa akan selalu terjaga, dan (3) profitabilitas usaha yang merupakan hasil akhir dari sejumlah kebijakan dan keputusan usaha sehingga membentuk tambahan modal secara internal. Ketiga hal ini saling berkaitan satu sama lain, karena itu tingkat likuiditas usaha merupakan langkah awal penting yang harus diperhatikan. Kredit sebagai salah satu pembiayaan usaha non-equity capital yang utama, menurut Kuntjoro (1983) merupakan sumber penting untuk menjaga likuiditas dan sekaligus merupakan suatu kekayaan (asset) yang dapat dikelola untuk kegiatan produksi suatu usaha. Makna lain dari kredit bagi kegiatan usaha adalah kredit merupakan sumber modal dari luar usaha dan sekaligus sebagai barang ekonomi bagi kegiatan usaha. Definisi kredit yang berkembang luas telah menyiratkan pengertian bahwa kredit sangat dibutuhkan oleh semua pengusaha dalam menjalankan aktivitas usahanya. Aktivitas ini membutuhkan keberadaan lembaga keuangan sebagai intermediasi antara pihak yang memiliki kelebihan likuiditas dan pihak yang memiliki kekurangan likuiditas. Peranan lembaga keuangan mikro sebagai pemberi kredit dan pelaku usaha kecil sebagai penerima kredit, juga menyiratkan pengertian bahwa kredit merupakan barang ekonomi. Kebutuhan akan kredit oleh

15 51 pelaku usaha terjadi karena adanya kebutuhan likuiditas eksternal akibat ketersediaan likuiditas internal yang dimilikinya sendiri tidak mencukupi. Permintaan kredit dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu tingkat suku bunga kredit, skala usaha, tingkat upah, pengeluaran untuk riset, proporsi lahan, tingkat pendidikan, ukuran keluarga, umur kepala keluarga, dan transitory income (Iqbal, 1981). Faktor-faktor tersebut antara lain menggambarkan, perkembangan pasar masukan (input), perubahan teknologi, karakteristik keluarga, dan kondisi sumberdaya yang dimiliki oleh pelaku usaha. Sedangkan permintaan kredit secara tidak langsung merupakan permintaan turunan (derived demand). Fungsi permintaan turunan ini dapat dianalisis berdasarkan dua teori, yaitu (1) kegunaan (utility), teori ini digunakan untuk menganalisis permintaan kredit dari sisi rumahtangga sebagai konsumen sekaligus produsen dan (2) fungsi keuntungan (profit function), teori ini digunakan untuk menganalisis permintaan kredit dari sisi perusahaan (badan usaha) sebagai produsen yang berusaha memaksimumkan keuntungan (profit). Analisis permintaan kredit secara tidak langsung ini, mengasumsikan bahwa kredit sebagai sumber modal bagi kegiatan usaha. Untuk menganalisis permintaan kredit oleh usaha kecil dapat dilakukan dengan pendekatan permintaan langsung dan pendekatan permintaan tidak langsung dengan analisis fungsi keuntungan Pendekatan Permintaan Langsung Permintaan terhadap suatu barang untuk masukan kegiatan produksi oleh usaha kecil ditentukan oleh beberapa faktor yang dapat dirumuskan dalam suatu

16 52 fungsi permintaan. Secara matematis fungsi permintaan suatu barang dapat dirumuskan sebagai berikut: q dx = ƒ (x i )... (16) dimana: q dx x i = jumlah barang yang diminta = faktor-faktor yang diduga turut mempengaruhi permintaan barang tersebut Teori permintaan menjelaskan tentang karakteristik hubungan antar jumlah permintaan barang dan harga barang tersebut, dimana terdapat hubungan yang negatif. Selain itu permintaan terhadap barang ditentukan juga oleh barang lain, konsumen, dan faktor eksternal lainnya. Dengan demikian permintaan kredit (sebagai barang) akan ditentukan oleh empat variabel utama, yaitu: (1) kredit itu sendiri, meliputi tingkat bunga, biaya transaksi, skim kredit, jenis lembaga kredit, (2) endowments dan karakteristik pelaku usaha (peminjam) antara lain meliputi, aset yang dimiliki, skala usaha, tingkat pendidikan, jenis kelamin, pengalaman usaha, (3) pemberi kredit lainnya (kreditor pesaing) antara lain meliputi tingkat bunga kredit lainnya, jenis skim kredit lainnya, struktur pasar kreditnya, dan (4) faktor lainnya meliputi jumlah peminjam (debitor), musim, regulasi dari pemerintah. Hubungan antara tingkat bunga kredit dan jumlah kredit yang diminta adalah negatif, artinya semakin tinggi tingkat bunga kredit maka jumlah kredit yang diminta akan turun. Tingkat bunga kredit ini meliputi tingkat bunga nominal yaitu bunga yang ditetapkan pemberi kredit, dan tingkat bunga efektif yaitu bunga yang harus ditanggung oleh peminjam dimana tingkat bunga efektif ini meliputi tingkat bunga nominal dan biaya peminjaman. Biaya peminjaman ini meliputi

17 53 biaya transportasi, biaya transaksi lainnya, dan waktu yang diperlukan untuk pencairan kredit. Selain itu jenis lembaga pemberi pinjaman (kredit) diduga juga berpengaruh terhadap permintaan akan kredit, dimana lembaga bank umumnya memberikan kemungkinan plafon kredit yang lebih besar dibandingkan plafon kredit dari lembaga non bank. Hal ini karena bank umumnya mempunyai skim kredit yang lebih banyak dengan batas pengambilan kredit yang lebih tinggi pula. Permintaan akan kredit dipengaruhi pula oleh kekayaan peminjam. Diduga semakin besar kekayaan yang dimiliki maka akan semakin besar pula permintaan terhadap kredit, hal ini terkait juga dengan kemampuan peminjam untuk memenuhi persyaratan jaminan (collateral atau agunan) yang dipersyaratkan oleh bank. Jumlah aset likuid seperti kendaraan, perhiasan, dan ternak besar, serta saldo tabungan yang dimiliki peminjam juga menggambarkan kekayaan peminjam. Tingkat skala usaha juga turut mempengaruhi permintaan kredit, semakin besar skala usaha maka kebutuhan tambahan modal untuk modal kerja (pembelian bahan baku dan bahan pendamping) dan investasi juga semakin besar sehingga berhubungan positif dengan permintaan kredit. Selain itu tingkat pendidikan dan pengalaman usaha diduga juga berpengaruh terhadap permintaan akan kredit, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan dan semakin lama pengalaman usaha maka permintaan akan kredit akan semakin meningkat. Sedangkan keberadaan pemberi pinjaman lainnya (jumlah bank dan non bank, jenis skim kredit) juga mempengaruhi permintaan akan kredit. Banyaknya jumlah bank dan jenis skim kredit yang ditawarkan akan membuat pasar kredit menjadi semakin kompetitif, sehingga tingkat bunga kredit diharapkan akan

18 54 kompetitif pula. Karena itu struktur pasar kredit yang kompetitif akan mendorong penurunan tingkat bunga kredit di suatu wilayah. Jumlah peminjam (debitor) juga akan berpengaruh terhadap permintaan terhadap kredit. Jika jumlah peminjam meningkat yang digambarkan oleh tingginya jumlah usaha kecil disuatu wilayah, maka kebutuhan akan tambahan modal usaha juga akan mampu mendorong peningkatan permintaan akan kredit. Selain itu musim diduga juga turut berpengaruh terhadap permintaan akan kredit, hal ini terjadi karena pada jenis usaha tertentu yang kebutuhan modal kerja untuk bahan baku bersifat musiman sehingga kebutuhan kredit juga meningkat pada saat bahan baku tersedia melimpah dan banyak dibutuhkan oleh pengusaha. Dengan demikian permintaan terhadap kredit melalui pendekatan langsung ini secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut: Q c = f (r c, I c, S c, E c )... (17) dimana: Q c r c E i I i S i = permintaan kredit = tingkat bunga kredit = skim kredit, jenis lembaga pemberi kredit / pinjaman = karakteristik peminjam (umur, pendidikan, pengalaman usaha) = endowments ( skala usaha, aset yang dimiliki, dll) Pendekatan Permintaan Tidak Langsung Peranan kredit dalam kegiatan produksi dari suatu usaha kecil sebagai tambahan modal usaha menunjukkan bahwa secara tidak langsung kredit mempunyai kaitan dalam kegiatan produksi. Kredit akan digunakan untuk membiayai tambahan penggunaan faktor-faktor produksi (masukan atau input produksi) dalam rangka mencapai titik keseimbangan produsen yang lebih tinggi

19 55 sesuai jalur perluasan usaha (expansion path). Oleh karena itu untuk menduga permintaan terhadap kredit dapat dilakukan dengan pendekatan tidak langsung (derived approach) melalui fungsi produksi (production function) dan fungsi keuntungan (profit function). Asumsinya adalah penggunaan kredit dalam fungsi produksi akan memberikan tambahan likuiditas untuk membiayai pembelian masukan (input) produksi. Pengusaha memutuskan untuk meningkatkan produksinya dalam rangka untuk memperbesar omset penjualan baik melalui peningkatan skala usaha atau dengan meningkatkan perputaran usaha, karena adanya peluang usaha yang lebih baik pada waktu mendatang. Karena ketersediaan modal sendiri yang dimiliki usaha kecil relatif terbatas, maka alternatif pemenuhan modal akan dapat dipenuhi dari sumber kredit. Fungsi produksi yang menggambarkan hubungan teknis antara masukan dan keluaran secara matematis dirumuskan seperti pada persamaan (2) sebagai berikut: y = f (x i x f ) dimana: y = keluaran; dan f menyatakan fungsi daripada x i = masukan variabel x f = masukan lainnya yang dianggap tetap Karakteristik fungsi produksi menurut Henderson dan Quandt (1980), adalah : (1) merupakan fungsi kontinyu (non discrete) atau limit mendekati nol, (2) bernilai tunggal (single value) yaitu setiap masukan (input) berpasangan dengan keluaran (output) tertentu, (3) derivasi atau turunan pertama dan kedua bersifat kontinyu, (4) nilai yang dipakai positif atau y = f (x i ), dimana y dan x i > 0, dan (5) fungsi produksi cembung (convex) terhadap titik nol.

20 56 Dengan asumsi bahwa pengusaha berusaha memaksimumkan keuntungan, memaksimumkan keluaran (output), serta optimalisasi penggunaan masukan produksi, maka keuntungan dalam jangka pendek yaitu merupakan selisih antara nilai keluaran (total penerimaan) dengan total biaya masukan variabel. Sedangkan dalam jangka panjang, karena semua masukan dianggap variabel, maka keuntungan adalah nilai keluaran dikurangi biaya masukan. Dengan memanfaatkan persamaan (2) dan persamaan (11), maka fungsi keuntungan juga dapat dirumuskan secara matematis sebagai berikut : π = P 0. f ( x i x f ) ( c i. x i + b )... (18) dimana : π = keuntungan jangka pendek suatu perusahaan P 0 = harga keluaran per satuan c i = harga per satuan masukan variabel x Berdasarkan kaidah first order condition maka keuntungan maksimum jangka pendek tercapai pada saat turunan pertama terhadap input x i dari fungsi produksi sama dengan nol. Sehingga produk marjinal masukan x i sama dengan harga per satuan x i, dan secara matematis akan di dapat persamaan : π = P 0. xi f ( xi; xf ) xi c i = 0... (19) P 0. atau f ( xi; xf ) xi = c i... (20) f ( xi; xf ) xi = ci P o... (21) dari persamaan (21) diketahui bahwa keuntungan maksimum akan tercapai bila nilai produk marjinal sama dengan rasio harga masukan variabel (c i ) dengan harga

21 57 keluaran (P 0 ). Model persamaan ini secara teori dapat digunakan untuk menganalisis beberapa bentuk fungsi produksi, dengan asumsi tersendiri. Kebutuhan tambahan modal bagi kegiatan produksi usaha kecil dapat pula berasal dari pendapatan bersih usaha dari periode-periode sebelumnya. Pendapatan bersih usaha ini merupakan sumber cadangan dana (modal) secara internal sebagai komponen utama pembentukan modal (capital formation) bagi usaha kecil dalam bentuk tabungan, pembelian dan peningkatan alat-alat produksi, serta menjadi sumber dana untuk pengeluaran pendidikan dan sosial kemasyarakatan. Hal ini terjadi karena usaha kecil yang sebagian besar berada di wilayah perdesaan umumnya belum mampu memisahkan secara tegas pengeluaran untuk kebutuhan produksi, investasi dan konsumsi (Rachmina, 1994). Pada saat yang bersamaan apabila kebutuhan tersebut harus dipenuhi maka prioritas lebih condong untuk membiayai pengeluaran pendidikan dan kesehatan bagi keluarganya, serta pengeluaran untuk kebutuhan sosial kemasyarakatan (sumbangan kematian, hajatan, pembangunan sarana umum dan tempat ibadah), yang sebenarnya juga merupakan investasi jangka panjang menguntungkan bagi pengembangan sumberdaya manusia dan modal sosial di masyarakat. Bagi usaha kecil tambahan modal usaha yang diperoleh dari kredit akan menjadi komponen modal usaha untuk menambah pembelian masukan (input) produksi berupa bahan baku utama dan bahan baku pendamping. Salah satu faktor yang menentukan dalam jumlah penggunaan masukan produksi adalah harga per satuan masukan, apabila harga masukan turun maka jumlah masukan yang digunakan akan bertambah. Selanjutnya penggunaan bahan baku ini dalam proses produksi akan meningkatan kapasitas produksi atau keluaran (produk atau output)

22 58 sehingga akan penerimaan usaha (total produk) meningkat pula. Penerimaan usaha juga akan meningkat apabila harga jual produk meningkat. Pada proses inilah fungsi produksi, fungsi biaya, dan fungsi penerimaan secara bersama-sama akan menghasilkan fungsi keuntungan yang merupakan keuntungan bersih usaha atau surplus usaha (π), yaitu penerimaan usaha setelah dikurangi biaya produksi. Secara sederhana pembentukan surplus usaha dapat dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut: π t = TR t-1 TC t-1... (22) dimana : π t = surplus usaha pada periode t TR t-1 = total penerimaan pada periode t sebelumnya TC t-1 = total biaya produksi pada periode t sebelumnya Adanya asumsi bahwa pelaku usaha kecil yang pada umumnya masih belum mampu memisahkan secara tegas antara kebutuhan pribadi dan kebutuhan usaha kecil, serta asumsi bahwa modal usaha yang dimiliki oleh usaha kecil masih terbatas, maka tambahan modal dari luar (non equity capital) berupa kredit sangat diperlukan untuk menciptakan keuntungan usaha (surplus) yang lebih besar Kondisi Pasar Kredit Mikro dan Kecil Ada dua macam pasar kredit di perdesaan, yaitu (1) pasar kredit informal yang sangat fleksibel dan mudah diakses, (2) dan pasar kredit formal yang mengikuti mekanis pasar (Syukur et al., 2003). Menurut Ray (1998), masih adanya tingkat bunga yang tinggi terutama pada di pasar kredit mikro dan kecil (pasar kredit informal), terjadi karena pemberi pinjaman memiliki kekuatan monopoli eksklusif atas peminjam, sehingga dapat menetapkan tingkat bunga

23 59 yang lebih tinggi untuk suatu pinjaman dibanding dengan tingkat bunga pada kredit komersial lainnya yang lebih kompetitif. Secara empiris ini terjadi karena pasar kredit ini tersegmentasi dan pihak pemberi pinjaman memiliki monopoli lokal atas peminjam secara terbatas. Selain itu secara teoritis berkaitan dengan risiko dalam kredit. Risiko kredit macet di pasar kredit ini terjadi karena peminjam mungkin macet dalam pembayaran bunga, atau sebagian dan bahkan seluruh jumlah kredit yang dipinjam. Risiko ini bersumber, (1) dari risiko kredit macet yang tidak disengaja, seperti: gagal panen, pengangguran, sakit, atau kematian, sehingga peminjam mungkin tidak memiliki cukup uang saat pinjaman jatuh tempo, (2) ada risiko kredit macet yang mungkin disengaja secara strategis, dimana peminjam mengambil uang itu dan lari, atau bersikeras tetap menolak untuk membayar, terjadi karena hukum tidak kuat atau berfungsi sangat lemah. Selanjutnya secara sederhana dapat dijelaskan, ada probabilitas p eksogen dari kegagalan pada setiap dana yang dipinjamkan. Persaingan antara pemberi pinjaman dalam mengendalikan tingkat bunga kredit ke titik di mana masingmasing pemberi pinjaman, rata-rata memperoleh keuntungan yang diharapkan sama dengan nol (setara kredit komersial bank formal). Diasumsikan pasar kredit adalah kompetitif. Misalkan L adalah jumlah total dana yang dipinjamkan, sedangkan r adalah tingkat bunga komersial / formal (opportunity cost), dan i adalah tingkat bunga (kredit mikro dan kecil / informal). Karena hanya sebagian dari p pinjaman akan dilunasi (tidak terjadi kredit macet), maka keuntungan pemberi pinjaman yang diharapkan adalah p (1 + i) L - (1 + r) L. L = jumlah dana yang dipinjamkan (jumlah kredit) p = probabilitas kredit macet (1 adalah tidak terjadi kredit macet) r = tingkat bunga kredit komersial / formal (opprtunity cost pemberi

24 60 pinjaman) i = tingkat bunga kredit mikro dan kecil / informal Kondisi laba nol menyiratkan nilai ini harus nol dalam keseimbangan, yaitu, p(1 + i)l - (1 + r)l = 0 atau (1 + r) i = 1 p Ketika p = 1, yaitu kondisi tidak ada risiko kredit macet, dimana i = r, tingkat bunga komersial (formal) atau (i) sama dengan tingkat bunga kredit mikro dan kecil (formal) atau (r). Namun, jika p < 1, maka i > r, yaitu tingkat bunga kredit mikro dan kecil akan meningkat lebih tinggi untuk menutupi terjadinya risiko kredit macet (default). Contoh, apabila tingkat bunga kredit komersial / formal (r) sebesar 10 persen per tahun dan peluang terjadinya kredit macet sebesar 20 persen, sehingga p = 0.8. Maka akan menghasilkan nilai tingkat bunga (i) kredit mikro dan kecil / informal sebesar 37.5 persen. Jelaslah, pada kondisi pasar kredit yang kompetitif, maka tingkat bunga kredit mikro dan kecil / informal akan sangat sensitif terhadap risiko kredit macet (default). Seringkali untuk menjaga agar tingkat bunga kredit mikro dan kecil tidak terlalu besar, maka kredit macet diupayakan sebesar 5 persen. Ini merupakan aspek penting dari realitas pasar kredit mikro dan kecil terutama di perdesaan dan adanya risiko kredit macet. Di pasar kredit terutama di negara maju, risiko ini secara substansial menjadi lebih rendah, terutama karena telah berkembangnya dengan baik sistem hukum yang memaksa berlakunya kontrak pinjaman (akad kredit) dan banyak pinjaman yang dijamin. Tidak adanya jaminan hukum (standar yang kuat), akan memunculkan fitur yang membentuk beberapa karakteristik unik dari pasar kredit mikro dan kecil /informal.

25 61 Karena itu untuk mengatasi adanya kredit macet, terutama pada kredit mikro dan kecil di perdesaan perlu diperhatikan beberapa faktor: 1. Ukuran dan Penggunaan Pinjaman: jumlah kredit yang besar akan menyebabkan risiko kredit macet yang lebih besar pula, karena hal ini berkaitan dengan peluang peminjam untuk memperoleh kesempatan meninggalkan tempat usaha lama, karena jumlah pinjaman yang besar tadi. Selain itu jenis pinjaman juga berperanan terhadap terjadinya kredit macet, jika pinjaman tersebut bisa digunakan peminjam untuk secara permanen menempatkan dalam situasi, di mana peminjam tidak pernah meminjam lagi, maka risiko kredit macet semakin besar. Misalnya, seorang buruh di perdesaan meminjam sejumlah dana sehingga dapat bermigrasi ke kota dan punya usaha kecil di sana, maka risiko kredit macet akan makin besar. Karena itu seringkali terjadi jumlah kredit mikro dan kecil di wilayah perdesaan yang diberikan relatif kecil dan umumnya hanya diperuntukkan bagi kegiatan usaha rutin (modal kerja) atau konsumsi saja. 2. Agunan (Jaminan): rasa takut akan terjadinya kredit macet juga menciptakan kecenderungan bagi pemberi pinjaman untuk meminta jaminan, selama dimungkinkan. Agunan bisa dalam berbagai bentuk, tanah dapat diagunkan sebagai jaminan ke pemberi pinjaman, dan hak untuk menggunakan hasil dari lahan oleh pemberi pinjaman selama pinjaman berlangsung (ijon). Pada dasarnya, agunan terdiri dari dua jenis, (a) agunan yang oleh kedua belah pihak, yaitu pemberi pinjaman dan peminjam dianggap sangat bernilai, agunan jenis ini (bernilai bagi kedua belah pihak) memiliki keuntungan tambahan guna menutup pemberi pinjaman terhadap standar paksa apabila terjadi kredit macet,

26 62 (b) agunan yang dianggap oleh peminjam sangat bernilai, tetapi oleh pemberi pinjaman tidak dianggap bernilai tinggi, agunan ini bagi pemberi pinjaman tidak terlalu diperhatikan dan akan dijual dengan harga yang kurang baik jika peminjam gagal membayar pinjaman, sementara bagi peminjam sangat bernilai (historis atau sentimentil) misalnya: tanah warisan, dan karenanya akan berusaha membayar kembali pinjamannya bahkan apabila tingkat bunga yang harus dibayarkan sangat tinggi sekalipun. 3. Penjatahan Kredit (credit rationing): adalah situasi di mana pada tingkat bunga kredit yang berlaku di psar kredit, peminjam ingin memperoleh pinjaman dana lebih banyak, tetapi tidak diijinkan atau disetujui oleh pemberi pinjaman. Penjatahan kredit ini umumnya berkaitan dengan adanya informasi yang asimetris (asymmetric information). Tidak semua peminjam memiliki risiko yang sama, ada peminjam berisiko tinggi dan ada peminjam berisiko rendah. Resiko pinjaman dapat bervariasi secara signifikan dari satu peminjam ke peminjam yang lain. Risiko ini berkorelasi dengan karakteristik peminjam yang diamati pemberi pinjaman (seperti: kepemilikan aset, omset, atau akses pemasaran), namun secara substansial juga tergantung pada kualitas dari karakteristik peminjam lainnya, yang tidak diamati oleh pemberi pinjaman (seperti: keterampilan, ketajaman mental dalam menghadapi krisis, kualitas manajemen, dan sebagainya). Ketika terlihat karakteristik yang diamati itu berisiko tinggi, pemberi pinjaman dapat mengenakan tingkat bunga yang sesuai untuk menutup risiko tersebut. Namun, bila ada karateristik peminjam yang tidak diamati dianggap berisiko tinggi oleh pemberi pinjaman, maka akan ada tambahan dimensi baru untuk transaksi pasar kredit tersebut.

27 63 Dimensi baru ini mungkin menimbulkan situasi di mana pada tingkat bunga yang ditetapkan, pemberi pinjaman cenderung tidak bersedia untuk memenuhi permintaan dana sebesar yang diinginkan oleh peminjam, sehingga pemberi pinjaman akan cenderung melakukan penjatahan kredit (credit rationing). Kecilnya jumlah pinjaman yang diberikan ini pada akhirnya dapat memperbesar munculnya kredit macet oleh peminjam Kinerja Usaha Kecil Dalam kegiatan manajemen produksi istilah kinerja seringkali dipergunakan secara bergantian dengan efisiensi dan produktivitas. Namun demikian terdapat perbedaan yang cukup mendasar secara teknis. Efisiensi dan produktivitas lebih menunjukkan kepada ratio keluaran (output) terhadap masukan (input), sedangkan kinerja menunjukkan pengertian lebih luas dari efisiensi dan produktivitas (Adam dan Ronald, 1986). Istilah produktivitas berasal dari kata produk yang berarti barang atau jasa, sehingga merupakan ukuran dari seluruh keluaran produksi dibagi masukan produksi. Konsep kinerja merupakan singkatan dari kinetika energi kerja yang padanannya dalam bahasa Inggris adalah performance. Kinerja dapat diartikan sebagai keluaran yang dihasilkan oleh fungsi atau indikator suatu pekerjaan dalam waktu tertentu. Dalam kegiatan usaha kecil, pekerjaan adalah aktivitas memproduksi suatu barang dengan menggunakan bahan baku, tenaga kerja dan ketrampilan tertentu. Suatu pekerjaan mempunyai sejumlah fungsi atau indikator yang dapat digunakan untuk mengukur hasil pekerjaan tersebut (Wirawan, 2009). Karena itu kinerja dari kegiatan usaha kecil dapat diukur secara luas, baik dengan ukuran finansial maupun ukuran non finansial.

28 64 Menurut (Radnor dan Barnes, 2007), dalam manajemen operasi dari suatu usaha kecil pengukuran kinerja usaha antara lain mengacu pada langkah di tingkat perluasan (broadening) dari unit analisis dan kedalaman (deepening) ukuran kinerja usaha. Hal ini akan memberikan gambaran tidak hanya secara kuantitatif, tetapi juga secara kualitatif dari usaha kecil, sehingga dapat mendukung perkembangan secara kualitatif dan meningkatkan daya saing (competitiveness) dari usaha kecil. Ukuran kinerja usaha ini seringkali merupakan sekumpulan pengharapan yang diekspresikan sebagai sekumpulan sasaran yang dapat dirumuskan dalam bentuk hasil penjualan, keuntungan usaha, pangsa pasar, pengembangan hasil produksi, penurunan biaya, atau sasaran lainnya (Dharma, 2005). Sasaran-sasaran yang merupakan kinerja usaha ini akan diukur dalam jangka waktu tertentu dan mempunyai ukuran kuantitatif yang jelas, sehingga menjadi variabel kinerja yang secara kuantitatif mudah dan dapat diukur. Variabel Kinerja yang merupakan ukuran kinerja usaha dari suatu kegiatan produksi dapat dilihat dari tiga perspektif, (1) keluaran produksi dari kegiatan usaha terdiri dari aspek finansial dan non-finansial, (2) proses internal dari kegiatan usaha terdiri antara lain aspek inovasi produk, proses operasi (produksi), pemasaran produk, dan (3) kemampuan sumberdaya terdiri dari aspek tenaga kerja, teknologi, dan organisasi. Pada perspektif yang pertama yaitu keluaran produksi dari kegiatan usaha, variabel kinerja finansial biasanya diukur dengan indikator : penerimaan usaha, keuntungan usaha, pertumbuhan usaha, pangsa pasar, dan ratio keuangan. Sedangkan variabel kinerja non finansial bisa dilihat dari tiga sisi, (1) konsumen,

29 65 antara lain terdiri: harga produk, tipe pasar, kualitas produk, distribusi dan waktu antar produk, tingkat pembelian ulang, (2) masyarakat dan pemerintah, terdiri: keterlibatan terhadap komunitas (kepedulian sosial), tingkat limbah, umpan balik masyarakat, dan regulasi pemerintah, dan (3) pemasok bahan baku, terdiri: lokasi pemasok dan ukuran pemasok (Wibisono, 2006). Perspektif Kinerja Usaha Indikator Kinerja Usaha Output Produksi Kinerja finansial: - Penerimaan usaha - Keuntungan usaha - Pertumbuhan usaha - Pangsa pasar - Ratio keuangan Kinerja non-finansial: - Konsumen : harga, kualitas, tipe pasar,distribusi - Masyarakat & Pemerintah: tingkat limbah, regulasi - Pemasok : ukuran & lokasi Ukuran Kinerja Usaha Proses Internal Inovasi Proses Produksi Kemampuan Sumberdaya Tenaga Kerja Organisasi Penggunaan Teknologi Sumber: Wibisono, 2006 Variabel kinerja finansial seringkali menjadi fokus perhatian bagi pihak Gambar 3. Ukuran Kinerja Dalam Suatu Kegiatan Produksi internal perusahaan sebagai ukuran keluaran produksi dari kegiatan usaha.

30 66 Sedangkan variabel kinerja non finansial biasanya menjadi perhatian pelanggan masyarakat dan pemerintah. Pengelolaan variabel kinerja finansial maupun non finansial ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pemangku kepentingan (stakeholder), dimana kebutuhan tersebut dapat berbeda bahkan seringkali membutuhkan trade-off (memenuhi yang satu dengan mengorbankan yang lain) bagi perusahaan untuk memenuhinya (Wibisono, 2006). Karena itu variabel kinerja yang menjadi indikator kinerja bagi usaha kecil juga bisa berbeda, tergantung kebutuhannya. Terdapat perubahan orientasi dari perusahaan dalam hal indikator kinerja, dimana diketahui bahwa penentuan indikator kinerja bersifat dinamis terutama karena kebutuhan konsumen yang terus berubah. Secara ringkas gambaran tentang perspektif kinerja usaha dalam suatu kegiatan produksi dapat dilihat pada Gambar 3. Beberapa indikator yang digunakan untuk mendefinisikan dan mengklasifikasikan usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah sering pula dijadikan ukuran untuk menilai kinerja usaha kecil yaitu, (1) undang-undang No.20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menggunakan indikator, nilai kekayaan yang dimiliki usaha kecil (asset) dan hasil penjualan (omset) tahunan untuk menilai usaha kecil, (2) Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan indikator jumlah tenaga kerja, (3) Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) menggunakan indikator, nilai kekayaan yang dimiliki usaha kecil (asset) dan hasil penjualan (omset) tahunan, (4) Bank Indonesia menggunakan indikator, nilai kekayaan yang dimiliki usaha kecil (asset), hasil penjualan (omset) tahunan, pelaku usaha, sifat usaha, tingkat penggunaan sumberdaya lokal, tingkat teknologi dan kemudahan keluar masuk

31 67 industri (barrier to entry and exit), dan (5) Bank Dunia menggunakan indikator, jumlah tenaga kerja, nilai kekayaan yang dimiliki usaha kecil (asset), dan hasil penjualan (omset) tahunan. Indikator-indikator dari berbagai lembaga nasional dan internasional ini cukup beragam, karena disamping menilai kinerja internal usaha yang meliputi keluaran produksi, proses produksi, dan kemampuan sumber daya, juga bisa digunakan untuk menilai kinerja sektoral usaha tersebut Lembaga Keuangan Mikro Dan Ekonomi Wilayah Ekonomi wilayah merupakan salah satu cabang kajian ilmu ekonomi yang dalam pembahasannya memasukkan unsur perbedaan potensi satu wilayah dengan wilayah lain. Kajian ekonomi yang memasukkan unsur-unsur perbedaan potensi wilayah pada dasarnya digunakan untuk mencapai tujuan utama (pokok) kebijakan ekonomi yang menyangkut: (1) pertumbuhan ekonomi, dan (2) full employment (setidaknya terjadi tingkat pengangguran yang rendah) (Tarigan, 2006). Pengertian lebih spesifik dari wilayah dalam ekonomi wilayah ini adalah ekonomi yang berada di bawah suatu daerah administrasi tertentu, misalnya kabupaten. Sehingga wilayah disini merupakan pembagian daerah administratif dalam suatu pemerintahan, atau merupakan wilayah administrasi (Arsyad, 1999). Dalam kajian utama pada pertumbuhan ekonomi, indikator utama yang digunakan adalah produk domestik regional bruto (PDRB) sektoral yang terdiri: (1) PDRB pertanian, (2) PDRB pertambangan, (3) PDRB perindustrian, (4) PDRB listrik, air bersih, dan gas, (5) PDRB bangunan, (6) PDRB perdagangan, (7) PDRB angkutan dan komunikasi, (8) PDRB keuangan, dan (9) PDRB jasa-jasa. Karena itu kaitan antara kredit yang berasal lembaga keuangan mikro sebagai salah satu lembaga perbankan yang merupakan bagian dari alat kebijakan

32 68 moneter, diharapkan dapat turut serta mendorong perekonomian wilayah khususnya dalam hal pertumbuhan ekonomi di berbagai sektor ekonomi. Peranan lembaga keuangan mikro dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi dapat dilihat sebagai bagian dari peranan kebijakan moneter terhadap kegiatan ekonomi, karena kredit sebagai produk kuangan mikro akan mendorong kegiatan produksi dan konsumsi usaha mikro dan kecil. Mula-mula sistem moneter akan terpengaruh oleh kebijakan moneter yang selanjutnya akan mempengaruhi tingkat bunga, kredit yang disalurkan dan jumlah uang beredar, serta investasi dan konsumsi sehingga produk domestik bruto akan terpengaruh. Pengaruh kebijakan moneter ini akan direspon perbankan dan kemudian ditransfer ke sektor riil melalui kegiatan investasi dan produksi oleh kelompok usaha kecil di berbagai sektor ekonomi Transmisi Kebijakan Moneter ke Sektor Riil Kebijakan moneter yang dilakukan melalui mekanisme transmisi pada akhirnya akan dapat menggeser permintaan agregat, sehingga akan mengubah keseimbangan tingkat pendapatan nasional (Nopirin, 2000). Terdapat beberapa jenis mekanisme transmisi kebijakan moneter, menurut Warjiyo, (2004), meliputi: 1. Saluran Uang (Money Channel): mengacu pada dominasi peranan uang dalam perekonomian oleh Quantity Theory of Money (Fisher,.1911), yang menggambarkan hubungan langsung yang sistematis antara pertumbuhan uang beredar dan inflasi, dalam suatu identitas persamaan: MV = PT, dimana jumlah uang beredar (M) dikalikan dengan tingkat perputaran uang (V) sama dengan jumlah transaksi ekonomi (T) dikalikan dengan tingkat harga (P). Dalam keadaan keseimbangan, jumlah uang beredar yang digunakan oleh

33 69 seluruh kegiatan transaksi ekonomi (MV) sama dengan jumlah output nominal, dihitung dengan harga yang berlaku, yang ditransaksikan dalam ekonomi (PT). Dalam konteks interaksi antara bank sentral dengan perbankan dan para pelaku ekonomi seperti diatas, mekanisme transmisi moneter melalui saluran uang merupakan konsekuensi langsung dari proses perputaran uang dalam perekonomian. Kemudian bank sentral melakukan pengendalian uang beredar (M1, M2) melalui pencapaian sasaran operasional uang primer (M2). Disisi lain, bank perlu mengelola likuiditasnya dalam bentuk cadangan dana yang dapat dipergunakan sewaktu-waktu (bank reserves) dari sisi aset dan pendanaan dari simpanan masyarakat dalam bentuk uang beredar (M1, M2) dari sisi liabilities. Selanjutnya pelaku ekonomi menyimpan dan menggunakan uang beredar (M1, M2) untuk kegiatan usahanya. 2. Saluran Kredit (Bank Lending Channel): selain dana yang tersedia, perilaku penawaran kredit perbankan juga dipengaruhi oleh persepsi bank terhadap prospek usaha debitur dan kondisi perbankan itu sendiri, seperti: permodalan (CAR), jumlah kredit macet (NPL), dan loan to deposit ratio (LDR). Selain itu, tidak semua permintaan kredit debitur yang dinilai oleh bank tidak feasible, antara lain karena: tingginya ratio utang terhadap modal (leverage), risiko kredit macet, moral hazard, dan sebagainya. Adanya informasi yang tidak simetris (assymetric information) antara bank dengan debitur seperti itu dapat menyebabkan pasar kredit tidak selalu berada dalam keseimbangan. Karena itu, fungsi intermediasi perbankan tidak selalu berjalan normal, dalam arti kenaikan simpanan masyarakat tidak selalu diikuti dengan kenaikan secara proporsional pada kredit yang disalurkan oleh perbankan. Sehingga, yang

KERANGKA PEMIKIRAN. diduga disebabkan oleh rendahnya tingkat kepemilikan modal petani untuk

KERANGKA PEMIKIRAN. diduga disebabkan oleh rendahnya tingkat kepemilikan modal petani untuk 43 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Konseptual Kerangka konseptual yang dibangun pada penelitian ini didasari adanya anggapan bahwa rendahnya produktivitas yang dicapai petani tomat dan kentang diduga

Lebih terperinci

SEKTOR MONETER, PERBANKAN DAN PEMBIAYAAN BY : DIANA MA RIFAH

SEKTOR MONETER, PERBANKAN DAN PEMBIAYAAN BY : DIANA MA RIFAH SEKTOR MONETER, PERBANKAN DAN PEMBIAYAAN BY : DIANA MA RIFAH PENGERTIAN Menurut DFID (Department For International Development) sektor keuangan adalah seluruh perusahaan besar atau kecil, lembaga formal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi tidak lepas dari peranan sektor perbankan sebagai lembaga pembiayaan bagi sektor riil. Pembiayaan yang diberikan sektor perbankan kepada sektor riil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut UU No.10 tahun 1998 : Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan atau bentuk-bentuk lainnya, dalam rangka meningkatkan taraf hidup. kepada masyarakat yang kekurangan dana (Abdullah, 2005:17).

BAB I PENDAHULUAN. dan atau bentuk-bentuk lainnya, dalam rangka meningkatkan taraf hidup. kepada masyarakat yang kekurangan dana (Abdullah, 2005:17). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KEBIJAKAN

VII. ANALISIS KEBIJAKAN VII. ANALISIS KEBIJAKAN 179 Secara teoritis tujuan dari suatu simulasi kebijakan adalah untuk menganalisis dampak dari berbagai alternatif kebijakan dengan jalan mengubah dari salah satu atau beberapa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Keuangan Manajemen keuangan sangat penting dalam semua jenis perusahaan, termasuk bank dan lembaga keuangan lainnya, serta perusahaan industri dan retail. Manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pendapatan yang merata. Namun, dalam

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pendapatan yang merata. Namun, dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menjalankan pembangunan ekonomi tujuan utamanya adalah untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera dengan cara mencapai pertumbuhan ekonomi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategi dalam rangka mengefisienkan dana dari masyarakat seperti dengan

BAB I PENDAHULUAN. strategi dalam rangka mengefisienkan dana dari masyarakat seperti dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank sebagai lembaga keuangan yang memegang peranan penting dalam perekonomian di setiap negara, merupakan sebuah alat yang dapat mempengaruhi suatu pergerakan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi perusahaan. Termasuk didalamnya adalah perusahaan-perusahaan pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. bagi perusahaan. Termasuk didalamnya adalah perusahaan-perusahaan pada sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal merupakan salah satu alternatif pilihan sumber dana jangka panjang bagi perusahaan. Termasuk didalamnya adalah perusahaan-perusahaan pada sektor perbankan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor keuangan memegang peranan yang sangat signifikan dalam memacu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sektor keuangan menjadi lokomotif pertumbuhan sektor riil melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan perekonomian. Begitu penting perannya sehingga ada anggapan bahwa bank merupakan "nyawa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Struktur Modal Struktur modal adalah perimbangan atau perbandingan antara jumlah hutang jangka panjang dengan modal sendiri (Riyanto,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberdayaan Usaha Mikro (UM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan

BAB I PENDAHULUAN hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja perekonomian Indonesia dalam lima tahun terakhir, antara tahun 2008 hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan di Eropa dan Amerika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan memperluas kesempatan kerja melalui penyediaan sejumlah dana pembangunan dan memajukan dunia usaha.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan salah satu alternatif pilihan sumber dana jangka panjang bagi

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan salah satu alternatif pilihan sumber dana jangka panjang bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pasar modal merupakan salah satu alternatif pilihan sumber dana jangka panjang bagi perusahaan. Termasuk didalamnya adalah perusahaan-perusahaan pada sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Ketika sektor perbankan terpuruk maka akan berdampak pada

BAB I PENDAHULUAN. negara. Ketika sektor perbankan terpuruk maka akan berdampak pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perbankan sangat penting bagi pembangunan ekonomi di suatu negara. Ketika sektor perbankan terpuruk maka akan berdampak pada perekonomian nasional. Sebaliknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang luar biasa secara global. Krisis ini tentunya berdampak negatif bagi

BAB I PENDAHULUAN. yang luar biasa secara global. Krisis ini tentunya berdampak negatif bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis finansial di Amerika Serikat pada tahun 2008 menimbulkan dampak yang luar biasa secara global. Krisis ini tentunya berdampak negatif bagi Indonesia

Lebih terperinci

Bank Umum dan Bank Sentral

Bank Umum dan Bank Sentral Bank Umum dan Bank Sentral Peran Ban dalam Perekonomian Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang berperan penring dalam penyediaan likuiditas keuangan dalam perekonomian Bank dapat berperan dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan ekonomi. Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan ekonomi. Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah 1 A. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN Di negara seperti Indonesia, bank memegang peranan penting dalam pembangunan karena bukan hanya sebagai sumber pembiayaan untuk kredit investasi kecil,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan terpenting dan sangat. bank bagi perkembangan dunia usaha juga dinilai cukup signifikan, dimana bank

I. PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan terpenting dan sangat. bank bagi perkembangan dunia usaha juga dinilai cukup signifikan, dimana bank I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Bank merupakan lembaga keuangan terpenting dan sangat mempengaruhi perekonomian baik secara mikro maupun secara makro. Peran bank bagi perkembangan dunia usaha juga dinilai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Modal Kerja. dan biaya-biaya lainnya, setiap perusahaan perlu menyediakan modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Modal Kerja. dan biaya-biaya lainnya, setiap perusahaan perlu menyediakan modal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Modal Kerja 2.1.1.1 Pengertian Modal Kerja Modal kerja sangat penting dalam operasi perusahaan dari hari ke hari seperti misalnya untuk member uang muka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Analisis Optimalisasi Modal Kerja pada CV. Dharma Utama Batu. Metode

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Analisis Optimalisasi Modal Kerja pada CV. Dharma Utama Batu. Metode BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2012) dengan judul Analisis Optimalisasi Modal Kerja pada CV. Dharma Utama Batu. Metode yang digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Bank Pengertian Bank berdasarkan pasal 1 UU No.10 tahun 1998 tentang Perbankan menyatakan bahwa: Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Rasio Keuangan a. Pengertian Rasio Keuangan Menurut Kasmir (2008:104), rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga keuangan terbesar didunia asal Amerika Lehman Brother, kredit

BAB I PENDAHULUAN. lembaga keuangan terbesar didunia asal Amerika Lehman Brother, kredit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi perekonomian global pada tahun 2009 hingga saat ini menunjukkan kondisi yang penuh dengan ketidakpastian yang disebabkan oleh krisis ekonomi global. Krisis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dan perluasan industri pada umumnya membutuhkan sumbersumber

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dan perluasan industri pada umumnya membutuhkan sumbersumber BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dan perluasan industri pada umumnya membutuhkan sumbersumber pendanaan yang merupakan faktor utama yang harus diperhatikan. Bagi setiap perusahaan, keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Modal Kerja Modal kerja sangat diperlukan dalam menjalankan kegiatan usaha. Setiap perusahaan tentunya membutuhkan modal kerja dalam melakukan kegiatan operasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi sebagai intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat. masyarakat yang kekurangan dana (Ismail,2010:13).

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi sebagai intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat. masyarakat yang kekurangan dana (Ismail,2010:13). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lembaga keuangan seperti perbankan memiliki peran yang cukup penting bagi perkembangan ekonomi di suatu negara, hal itu terbukti karena perbankan memiliki fungsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Fungsi pokok bank sebagai lembaga intermediasi sangat membantu dalam siklus aliran dana dalam perekonomian suatu negara. Sektor perbankan berperan sebagai penghimpun dana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor jasa keuangan pada umumnya dan pada perbankan khususnya. Pertumbuhan ekonomi dapat terwujud melalui dana perbankan atau potensi

I. PENDAHULUAN. sektor jasa keuangan pada umumnya dan pada perbankan khususnya. Pertumbuhan ekonomi dapat terwujud melalui dana perbankan atau potensi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kehidupan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari keberadaan serta peran penting sektor jasa keuangan pada umumnya dan pada perbankan khususnya. Pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negaranya, yaitu sebagai pemicu pertumbuhan ekonomi, inovasi, dan progres

I. PENDAHULUAN. negaranya, yaitu sebagai pemicu pertumbuhan ekonomi, inovasi, dan progres 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia mengakui bahwa usaha kecil, mikro dan menengah (UMKM) memainkan peran yang sangat vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di negara-negara

Lebih terperinci

Strategi Pengembangan UMKM dengan Mengatasi Permasalahan UMKM Dalam Mendapatkan Kredit Usaha

Strategi Pengembangan UMKM dengan Mengatasi Permasalahan UMKM Dalam Mendapatkan Kredit Usaha Strategi Pengembangan UMKM dengan Mengatasi Permasalahan UMKM Dalam Mendapatkan Kredit Usaha Oleh : Nama : Debby Fuji Lestari NIM : 2107130015 Kelas : 2D Dosen : Ade Suherman, M.Pd PROGRAM STUDI AKUNTANSI

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Capital Adequacy Ratio (CAR) Menurut Undang-Undang RI nomor 10 tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang perbankan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pembiayaan perekonomian suatu Negara membutuhkan suatu institusi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pembiayaan perekonomian suatu Negara membutuhkan suatu institusi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembiayaan perekonomian suatu Negara membutuhkan suatu institusi yang dapat berperan dalam mendukung kegiatan perekonomian salah satunya adalah Dunia perbankan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat dinyatakan bahwa perekonomian Indonesia pada tahun 1997 telah mengalami kontraksi dari tahun sebelumnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transaksi antara pihak-pihak pencari dana (emiten) dengan pihak yang kelebihan

BAB I PENDAHULUAN. transaksi antara pihak-pihak pencari dana (emiten) dengan pihak yang kelebihan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasar modal merupakan pasar tempat pertemuan dan melakukan transaksi antara pihak-pihak pencari dana (emiten) dengan pihak yang kelebihan dana (surplus fund). Pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Bank memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian dikarenakan bank berfungsi sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan suatu lembaga atau badan usaha yang saat ini mulai

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan suatu lembaga atau badan usaha yang saat ini mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank merupakan suatu lembaga atau badan usaha yang saat ini mulai berkembang. Bank berperan untuk menghimpun dana dari masyarakat berupa simpanan dan menyalurkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan. Modal kerja merupakan kekayaan atau aset yang diperlukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan. Modal kerja merupakan kekayaan atau aset yang diperlukan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1 Modal Kerja Modal Kerja sangat dibutuhkan perusahaan untuk mengoperasikan perusahaan. Modal kerja merupakan kekayaan atau aset yang diperlukan perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri barang konsumsi atau consumer goods di Indonesia semakin tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. Industri barang konsumsi atau consumer goods di Indonesia semakin tumbuh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri barang konsumsi atau consumer goods di Indonesia semakin tumbuh positif sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Hal ini terlihat dari peningkatan nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akuntansi. Pengukuran ini perlu diketahui pihak yang berkepentingan untuk

BAB I PENDAHULUAN. akuntansi. Pengukuran ini perlu diketahui pihak yang berkepentingan untuk 18 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Masalah nilai dan pengukuran sudah lama menjadi isu ekonomi khususnya akuntansi. Pengukuran ini perlu diketahui pihak yang berkepentingan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua ahli ekonomi berpendapat bahwa modal merupakan faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua ahli ekonomi berpendapat bahwa modal merupakan faktor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hampir semua ahli ekonomi berpendapat bahwa modal merupakan faktor yang penting dalam mewujudkan pembangunan ekonomi suatu negara. Papanek (2004) mengatakan bahwa jika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. industri mikro, industri kecil, home industry, home production, dan lain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. industri mikro, industri kecil, home industry, home production, dan lain BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Industri Rumah Tangga Industri rumah tangga banyak diistilahkan dengan berbagai frase seperti industri mikro, industri kecil, home industry, home production, dan lain sebagainya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional

I. PENDAHULUAN. Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas ekonomi ke arah peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan perantara (intermediary) yang. liabilitas (penghimpunan dana) (Wuryandani, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan perantara (intermediary) yang. liabilitas (penghimpunan dana) (Wuryandani, 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank merupakan lembaga keuangan perantara (intermediary) yang dapat menghimpun dan mengalokasikan dana dari atau kepada masyarakat. Kinerja individual bank dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat pula dimaksudkan sebagai dana yang tersedia untuk membiayai kegiatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat pula dimaksudkan sebagai dana yang tersedia untuk membiayai kegiatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Modal Kerja Modal kerja adalah keseluruhan aktiva lancar yang dimiliki perusahaan atau dapat pula dimaksudkan sebagai dana yang tersedia untuk membiayai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari orang lain, maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar uang

BAB I PENDAHULUAN. dari orang lain, maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar uang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat pembayaran sendiri, dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, maupun

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi untuk mencapai peningkatan dan

1. PENDAHULUAN. Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi untuk mencapai peningkatan dan 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi untuk mencapai peningkatan dan kemajuan serta kesejahteraan masyarakat pada suatu wilayah, tidak terlepas dari peran perbankan, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi perekonomian baik secara mikro maupun secara makro. Di

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi perekonomian baik secara mikro maupun secara makro. Di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga perbankan merupakan lembaga keuangan terpenting dan sangat mempengaruhi perekonomian baik secara mikro maupun secara makro. Di Indonesia, bank mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berkembanya perbankan Indonesia dapat dilihat dari jumlah bank yang

BAB I PENDAHULUAN. Berkembanya perbankan Indonesia dapat dilihat dari jumlah bank yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembanya perbankan Indonesia dapat dilihat dari jumlah bank yang semakin meningkat tiap tahunnya. Ini menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat telah kembali

Lebih terperinci

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011 Mekanisme transmisi Angelina Ika Rahutami 2011 the transmission mechanism Seluruh model makroekonometrik mengandung penjelasan kuantitatif yang menunjukkan bagaimana perubahan variabel nominal membawa

Lebih terperinci

Permintaan dan Penawaran Uang

Permintaan dan Penawaran Uang Permintaan dan Penawaran Uang Teori Permintaan Uang 1. Quantity Theory of Money 2. Liquidity Preference Theory 3. Milton Friedman Theory Quantity Theory of Money...1 Dikembangkan oleh Irving Fisher Menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih

BAB I PENDAHULUAN. lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dimensi masalah ketenagakerjaan bukan hanya sekedar keterbatasan lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih serius dengan penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang perbankan. Bank merupakan lembaga keuangan yang peranannya

BAB I PENDAHULUAN. di bidang perbankan. Bank merupakan lembaga keuangan yang peranannya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan yang menarik di bidang ekonomi saat ini adalah di bidang perbankan. Bank merupakan lembaga keuangan yang peranannya penting untuk perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya pada masyarakat dalam bentuk kredit. Dari definisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan bank dalam kegiatan perekonomian sangat fundamental, setiap

BAB I PENDAHULUAN. Peranan bank dalam kegiatan perekonomian sangat fundamental, setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Peranan bank dalam kegiatan perekonomian sangat fundamental, setiap aktivitas ekonomi memerlukan jasa perbankan untuk memudahkan transaksi keuangan. Di

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sistem keuangan merupakan salah satu hal yang krusial dalam masyarakat

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sistem keuangan merupakan salah satu hal yang krusial dalam masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem keuangan merupakan salah satu hal yang krusial dalam masyarakat modern. Sistem pembayaran dan intermediasi hanya dapat terlaksana bila ada sistem keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak krisis moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 dan telah berkembang menjadi krisis ekonomi dan multidimensi, pertumbuhan ekonomi nasional relatif masih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Non. membutuhkan kajian teori sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Non. membutuhkan kajian teori sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori Penelitian mengenai pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan( NPL), Likuiditas dan Efisiensi Operasional Terhadap Profitabilitas Perusahaan Perbankan

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi,

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, III. KERANGKA TEORI Pasar jagung, pakan dan daging ayam ras di Indonesia dapat dilihat dari sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, keterkaitan ketiga pasar tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sistem keuangan memegang peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sistem keuangan memegang peranan yang sangat penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem keuangan memegang peranan yang sangat penting dalam perekonomian. Bank merupakan bagian sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu negara, bahkan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan judul penelitian Analisis Optimalisasi Penggunaan Modal Kerja pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan judul penelitian Analisis Optimalisasi Penggunaan Modal Kerja pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu dilakukan oleh Denta Umar Aminudin (2007) dengan judul penelitian Analisis Optimalisasi Penggunaan Modal Kerja pada Perusahaan Shuttlecock

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. statistik menunjukan perputaran keuangan pada sektor perbankan 2011

BAB I PENDAHULUAN. statistik menunjukan perputaran keuangan pada sektor perbankan 2011 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perbankan merupakan sarana yang strategis dalam rangka pembangunan ekonomi, peran yang strategis tersebut disebabkan oleh fungsi utama bank sebagai penghimpun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia ekonomi di Indonesia semakin meningkat. Hal ini tidak

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia ekonomi di Indonesia semakin meningkat. Hal ini tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini perkembangan dunia ekonomi di Indonesia semakin meningkat. Hal ini tidak terlepas dari peran semakin meningkatnya sektor usaha mikro, kecil dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kredit bermasalah yang terjadi dalam suatu bank. Semakin tinggi

BAB I PENDAHULUAN. kredit bermasalah yang terjadi dalam suatu bank. Semakin tinggi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyaluran kredit dilakukan sebagai salah satu akibat dari besarnya kredit bermasalah yang terjadi dalam suatu bank. Semakin tinggi produktivitas suatu

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis statistik Perekonomian Daerah, sebagai gambaran umum untuk situasi perekonomian Kota

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian 9 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kebijakan kebijakan pemerintah dalam bidang perbankan antara lain adalah paket deregulasi Tahun 1983, paket kebijakan 27 Oktober 1988, paket kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luas yang dikenal dengan istilah perbankan adalah kegiatan funding. Pengertian

BAB I PENDAHULUAN. luas yang dikenal dengan istilah perbankan adalah kegiatan funding. Pengertian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dengan semakin berkembangnya suatu kegiatan perekonomian maka diperlukan sumber-sumber penyediaan dana guna membiayai kegiatan usaha yang semakin berkembang tersebut.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategis dalam pembangunan nasional. Sebagai sektor yang menyerap 80 90% tenaga kerja, usaha Mikro Kecil dan Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Terintegrasinya perekonomian global telah menyebabkan krisis di suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Terintegrasinya perekonomian global telah menyebabkan krisis di suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Terintegrasinya perekonomian global telah menyebabkan krisis di suatu negara dan dengan cepat berimbas ke negara lain. Salah satu bukti konkretnya adalah krisis

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi merupakan sesuatu yang melekat erat keberadannya pada sistem perekonomian suatu negara. Adapun penyebab terjadinya krisis ekonomi tersebut,secara umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibiayai, perbankan lebih memilih mengucurkan dana untuk kredit ritel dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibiayai, perbankan lebih memilih mengucurkan dana untuk kredit ritel dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sebelum krisis tahun 1998 sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) tidak dilirik oleh perbankan karena mereka menilai sektor ini tidak layak untuk dibiayai,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kembali dana tersebut kepada masyarakat dalam bentuk kredit.

BAB I PENDAHULUAN. kembali dana tersebut kepada masyarakat dalam bentuk kredit. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia telah mengalami perkembangan ekonomi yang sangat cepat. Perkembangan tersebut tidak lepas dari peran bank sebagai lembaga keuangan yang mengatur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan di Indonesia saat ini mengalami perubahan dan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan di Indonesia saat ini mengalami perubahan dan perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri perbankan di Indonesia saat ini mengalami perubahan dan perkembangan yang sangat pesat dan hal tersebut disebabkan oleh perubahan kebijakan pemerintah yang

Lebih terperinci

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 4.1. Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia 4.1.1. Uang Primer dan Jumlah Uang Beredar Uang primer atau disebut juga high powered money menjadi sasaran

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Pertumbuhan suatu usaha dipengaruhi dari beberapa aspek diantaranya ketersediaan modal. Sumber dana yang berasal dari pelaku usaha agribisnis sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan (financial intermediaries), yang menyalurkan dana dari pihak

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan (financial intermediaries), yang menyalurkan dana dari pihak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank adalah suatu badan usaha yang tugas utamanya sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediaries), yang menyalurkan dana dari pihak yang berkelebihan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Bank

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Bank 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Bank Pengertian bank menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 adalah badan usaha

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kebijakan struktur modal melibatkan pertimbangan trade-off antara risiko

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kebijakan struktur modal melibatkan pertimbangan trade-off antara risiko BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori trade-off (trade-off theory) Kebijakan struktur modal melibatkan pertimbangan trade-off antara risiko dengan tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Struktur modal merupakan masalah yang sangat penting bagi perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Struktur modal merupakan masalah yang sangat penting bagi perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Struktur modal merupakan masalah yang sangat penting bagi perusahaan karena modal merupakan salah satu dari faktor penggerak dalam perusahaan untuk menjalankan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS 10 BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Bank 2.1.1. Definisi Bank Bank sebagai suatu wahana yang dapat menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat secara efektif dan efisien, yang dengan berasaskan demokrasi ekonomi

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pengertian dan Fungsi Kredit Menurut Dahlan Siamat (2005 : 349), kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan dengan itu, berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas perbankan selalu berkaitan dengan bidang keuangan. Seperti telah

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas perbankan selalu berkaitan dengan bidang keuangan. Seperti telah BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Bank merupakan perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dengan bidang keuangan. Seperti telah ditegaskan dalam

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Suatu penalaran dari penulis yang didasarkan atas pengetahuan,teori dan dalil dalam upaya menjawab penelitian dituangkan dalam kerangka pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UU No.10 tahun 1998 dikatakan bahwa bank adalah badan usaha. yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UU No.10 tahun 1998 dikatakan bahwa bank adalah badan usaha. yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam UU No.10 tahun 1998 dikatakan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk membelanjai operasi perusahaan dari hari ke hari, misalnya untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk membelanjai operasi perusahaan dari hari ke hari, misalnya untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Modal Kerja 2.1.1.1 Pengertian Modal Kerja Untuk membelanjai operasi perusahaan dari hari ke hari, misalnya untuk membeli uang muka pada pembelian bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah kebijaksanaan keuangan yang dihadapi perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah kebijaksanaan keuangan yang dihadapi perusahaan 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu masalah kebijaksanaan keuangan yang dihadapi perusahaan adalah masalah efisiensi modal kerja. Manajemen modal kerja yang baik sangat penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah menetapkan undang-undang mengenai Mortgage (Perumahan). Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. telah menetapkan undang-undang mengenai Mortgage (Perumahan). Peraturan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini lembaga perbankan memiliki pengaruh yang besar terhadap perekonomian Indonesia, dibuktikan dengan adanya krisis Ekonomi Global yang baru-baru ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan usaha perbankan di Indonesia memiliki peran yang penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan usaha perbankan di Indonesia memiliki peran yang penting untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan usaha perbankan di Indonesia memiliki peran yang penting untuk ekonomi di Indonesia. Perbankan ikut serta dalam pembangunan ekonomi Indonesia, salah satu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi sebagai financial intermediary atau perantara pihak yang kelebihan dana

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi sebagai financial intermediary atau perantara pihak yang kelebihan dana BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan masyarakat modern sekarang ini, perbankan sebagai lembaga keuangan memiliki peran besar dalam menggerakkan roda perekonomian suatu negara, bank telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalokasikan dana dari pihak yang mengalami surplus dana kepada pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. mengalokasikan dana dari pihak yang mengalami surplus dana kepada pihak yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Stabilitas sistem keuangan memegang peran penting dalam perekonomian. Sebagai bagian dari sistem perekonomian, sistem keuangan berfungsi mengalokasikan dana dari pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem keuangan negara-negara berkembang termasuk Indonesia berbasiskan perbankan (bank based). Hal ini tercermin pada besarnya pembiayaan sektor riil yang bersumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa latin credere atau credo yang berarti kepercayaan

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa latin credere atau credo yang berarti kepercayaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi di suatu negara sangat bergantung pada perkembangan dinamis dan kontribusi nyata dari sektor perbankan. Pasca krisis ekonomi dan moneter di Indonesia

Lebih terperinci