PERATURAN STATUTORI JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN DAN TRANSPORTASI LAUT KATA PENGANTAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERATURAN STATUTORI JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN DAN TRANSPORTASI LAUT KATA PENGANTAR"

Transkripsi

1 KATA PENGANTAR Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul MARITIME SECURITY : PIRACY and ARMED ROBBERY AGAINST SHIPS. Dalam penyusunan laporan ini banyak mengutip dari berbagai sumber baik berupa buku maupun sumber dari internet yang banyak membantu dalam pembuatan makalah ini. Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang.oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca. Surabaya, april 05 Penyusun

2 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... BAB I... PENDAHULUAN... I.I. Latar Belakang Masalah... I.II. Rumusan Masalah... BAB II... 5 PEMBAHASAN... 5 II.I. Nilai Strategis Selat Malaka dan Selat Singapura...5 II.II. Perompakan (Piracy) dan Perampokan Bersenjata (Armed Robbery) di Laut...6 II.III. Faktor-faktor yang menyebabkan maraknya aksi kejahatan di laut...9 II.IV. Data international maritime bureau (IMB) tentang kasus perompakan... II.V. Penanganan Aksi Perompakan siselat malaka dan sekitarnya... BAB III... 7 PENUTUP... 7 DAFTAR PUSTAKA... 9 LAMPIRAN... 0 PIRACY & ARMED ROBBERY ATTACK REPORT...0 LAMPIRAN... Warta Ekonomi... LAMPIRAN... 6 Polisi Bekuk Perompak Kapal Thailand...6

3 DAFTAR GAMBARY Gambar.. Jalur Selat Malaka... 5 Gambar.. Perompak... 6 Gambar.. Kondisi Perekonomian Perompak...9 Gambar.. Kapal Perang... 0 Gambar.5. IMO... Gambar.6. Peta Indonesia... Gambar.7. IMB... Gambar.8. PRC... Gambar.9. Penangkapan Bajak Laut... Gambar.0. UN Convention of

4 BAB I PENDAHULUAN I.I. Latar Belakang Masalah Dalam dunia kemaritiman, keamanan maritim juga telah meluas tidak hanya konsep pertahanan laut terhadap ancaman militer dari negara lain tetapi juga termasuk pertahanan terhadap ancaman non militer antara lain perlindungan terhadap kelestarian alam, jalur perdagangan, pemberatasan aksi ilegal di laut, dan lain-lain. Sebaliknya, karakter maritim telah menjadi faktor yang memberikan pengaruh kuat pada aspek keamanan, strategi dan kerjasama maritim regional. Sebagai konsekuensinya keamanan dalam dunia maritim, secara umum menjadi tanggungjawab dari semua negara untuk menjaganya dari segala bentuk ancaman. Semakin luas wilayah perairan laut suatu negara, semakin besar pula tugas dan tanggungjawab pemerintah dari negara tersebut. Tanggung jawab ini bukan hanya secara nasional, tetapi juga secara internasional. Dengan banyaknya kasus perompakan diberbagai jalur pelayaran kapal didunia dan yang paling menonjol adalah aksi perompakan di Somalia pada tahun 00 dan 0 dan di selat malaka sampai saat ini. I.II. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam tulisan ini adalah: Bagaimana gambaran mengenai aksi perompakan di Selat Malaka dan Selat Singapura sebagai jalur perdagangan dunia? Bagaimana kerjasama antara negara dalam hal memerangi tindakan piracy / armed robbery?

5 BAB II PEMBAHASAN II.I. Nilai Strategis Selat Malaka dan Selat Singapura Selat Malaka merupakan wilayah perairan yang sebagian besar terbentang antara Indonesia dan Malaysia, memanjang antara laut Andaman di Barat Laut dan Selat Singapura di tenggara sejauh kurang lebih 50 mil laut dengan lebar yang bervarisi sekitar -00 mil laut. Sedangkan Selat Singapura yang terapit antara Indonesia dan Singapura terbentang menurut arah Barat-Timur sejauh 0 mil laut dengan lebar sekitar 0 mil laut. Daerah yang tersempit dari jalur ini adalah Phillips Channel yang berada di Selat Sngapura, yaitu hanya mempunyai lebar,5 mil laut. Gambar.. Jalur Selat Malaka Selat Malaka selama ini selama ini selalu terkait dengan masalah internasional secara politis maupun ekonomi karena jalur tersebut digunakan oleh berbagai kapal untuk 5

6 berbagai kepentingan, terutama kepentingan niaga. Dari perspektif posisi maupun historis perdagangan di Selat Malaka sudah lama menjadi sentra ekonomi bisnis. Sebagai perlintasan jalur internasional (international maritime passage) Selat Malaka dan Selat Singapura telah menjadikan pelabuhan-pelabuhan laut di sekitarnya seperti Batam, Bintan, Singapura, Tanjung Pelepas, Johor berkembang dengan pesat secara ekonomi dibandingkan daerah lainnya II.II. Perompakan (Piracy) dan Perampokan Bersenjata (Armed Robbery) di Laut Aksi kejahatan terhadap kapal-kapal laut termasuk aksi kejahatan tertua yang telah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Namun penggunaan istilah pirate/peirato digunakan pertama kali pada sekitar 0 SM oleh Ahli Sejarah Roma Polybus. Istilah piracy kemudian untuk pertama kali didefinisikan oleh ahli sejarah Yunani Plutarch pada tahun 00, yaitu orang-orang yang menyerang tanpa dasar hukum tidak hanya terhadap kapal tetapi juga maritime cites. Gambar.. Perompak 6

7 Dalam perkembangannya, istilah piracy yang diterjemahkan sebagai perompakan / pembajakan di laut mulai didefinisikan dalam konteks hukum yang lebih jelas dan dibedakan pengertiannya dengan tindakan armed robbery (perampokan bersenjata terhadap kapal di laut), di mana perbedaan dari kedua aksi kejahatan di laut tersebut berdampak pada cara dan tanggung jawab penangannya.[0] Permasalahannya kemudian timbul pada saat dihubungkannya penggunaan istilah antara aksi perompakan (piracy) dan perampokan bersenjata terhadap kapal-kapal (armed robbery against ships) dengan pembahasan tentang aksi kejahatan di laut yang terjadi di Selat Malaka dan Selat Singapura. Menurut pasal 0 UNCLOS 98, dijelaskan bahwa perompakan di laut dapat disebut piracy apabila memenuhi unsur-unsur, antara lain;.... Merupakan tindak kekerasan yang tidak sesuai hukum Untuk tujuan pribadi Yang dilakukan kepada awak atau penumpang dari private ship atau private aircraft Terjadi di laut bebas (high seas) atau di tempat lain di luar yurisdiksi nasional suatu negara Dalam definisi tersebut dikatakan bahwa perompakan yang diatur dalam Konvensi ini adalah merupakan tindakan kejahatan di laut yang terjadi di laut bebas. Namun sebaliknya kegiatan pelanggaran terhadap kapal-kapal di laut teritorial tidak dapat dianggap sebagai perompakan menurut hukum internasional. Namun pada kenyataannya justru sebagian besar insiden pembajakan di laut terjadi di laut teritorial suatu negara. Sementara itu, International Maritime Organization (IMO) juga membedaan istilah piracy dan armed robbery against ship tersebut berdasarkan locus delicti dari aksi kejahatan tersebut. Perompakan (piracy) menurut IMO adalah unlawful acts as defined in article 0 of the 98 United Nations Convention on The Law of The Sea Sedangkan berdasarkan pasal. dari IMO MSC Circular No. 98 tentang the draft code of practice for the investiation f The Crimes of piracy and armed robbery against ships, armed robbery against ship didefinisikan pada sebagai berikut: 7

8 Armed robbery against ships means any unlawful act of violence or detention or any of depredation, or threat thereof, other than an act of piracy, directed against a ship or against persons or property on board such a ship, within a state s jurisdiction over such offenses Dalam dua definisi yang dijelaskan oleh IMO di atas semakin mempertegas perbedaan dari aksi piracy maupun armed robbery di mana tindak kejahatan di laut dapat dikatakan armed robbery apabila dilakukan di wilayah jurisdiksi suatu negara, sedebih angkan aksi piracy dilakukan di luar jurisdiksi suatu negara. Namun, international maritime Bureau (IMB), mempunyai definisi piracy yang lebih luas dari pada yang diatur dalam UNCLOS 98 pasal 0. Dalam laporan IMB dikatakan bahwa piracy hendaknya diartikan sebagai: act of boarding any vessel with the intent to commit theft or any other crime and with the intent or capability to use force in the furtherance thereof Perbedaan definisi atau pengartian istilah piracy di atas, kemudian menimbulkan permasalahan mengenai tanggung jwab dan cara penanganannya ketika diterapkan pada wilayah laut di mana terdapat beberapa wilayah laut teritorial dari beberapa negara yang berhimpitan dan digunakan sebagai jalur internasional yang padat, seperti Selat Malaka dan Selat Singapura. Kerancuan penggunaan istilah antara piracy dan armed robbery against ships yang dibedakan berdasarkan faktor di mana tindak kejahatan di laut dilakukan (locus delicti) tidak menghilangkan adanya masalah serius tentang tindak kejahatan terhadap kapal-kapal di perairan Selat Malaka dan Selat Singapura yang perlu diatasi bersama. Namun demikian, perbedaan definisi ini menjadi permasalahan yang cukup rumit bagi negara-negara pesisir Selat Malaka dan Selat Singapura, terutama dalam rangka menegakan hukum di wilayahnya. Perbedaan ini pula yang menyebabkan data-data yang dikeluarkan oleh IMB, IMO, dan otoritas kelautan suatu negara tidak ada keseragaman. 8

9 II.III. Faktor-faktor yang menyebabkan maraknya aksi kejahatan di laut. Faktor-faktor tersebut semakin kompleks karena saling berkaitan satu sama lain dan melibatkan banyak pihak terkait. Faktor-faktor tersebut antara lain: Situasi ekonomi di kawasan sekitar. Gambar.. Kondisi Perekonomian Perompak Situasi ekonomi di suatu kawasan, terutama kawasan pesisir dapat berpengaruh pada perilaku dari kelompok-kelompok masyarakat tersebut, terutama dalam hal bagaimana cara mereka mempertahankan hidup. Masyarakat pesisir sebagian besar hidupnya dikaitkan dengan kemiskinan, kurang berpendidikan, tradisional, dan hidupnya tergantung dengan kondis alam karena rata-rata mereka hidup dengan memanfaatkan hasil laut atau sebagai nelayan. Sementara itu tidak jauh dari daerah mereka, berbagai kapal-kapal dari berbagai penjuru dunia yang membawa berbagai jenis muatan berlayar melalui jalur-jalur yang dapat dikatakan dikuasai oleh masyarakat pesisir tersebut. Dengan didorong dengan kebutuhan untuk mempertahankan hidup dan dengan latar belakang pendidikan yang rendah, hal ini pada akhirnya menimbulkan suatu peluang untuk memperoleh jalan pintas dalam upaya mempertahankan hidup. Lemahnya kontrol pemerintah terhadap permasalahan di dalam negeri 9

10 Pemerintah yang tida dapat mengontrol permasalahan dan perkembangan yang terjadi di dalam negerinya, akan menimbulkan peluang bagi sekelompok orang untuk melakukan tindakan sepihak yang menguntungkan dirinya. Kontrol ini dapat secara efektif dilakukan Pemerintah mempunyai political will dan kemampuan untuk melaksanakan tugas dan fungsinya. Karena dari sudut hukum tata negara, pemerintah adalah badan hukum publik yang bertugas melayani dan melindungi rakyat. Rendahnya kemampuan para penegak hukum dan sarana pendukungnya Penegakan hukum di bidang maritim terdiri dari penegakan hukum di laut, penegakan hukum di kapal dan penegakan hukum di pelabuhan. Semua unsur tersebut seyogyanya saling terkait satu sama lain dan lemahnya salah satu dari unsur penegakan hukum tersebut dapat melemahkan sistem penegakan hukum di laut secara keseluruhan, sehingga berakibat memberi kesempatan atau peluang aksi kejahatan di laut. Gambar.. Kapal Perang Rendahnya kemampuan para penegak hukum, baik yang bertugas di darat maupun di laut, untuk mengamankan wilayah laut yang sangat luas merupakan peluang bagi para pelaku kejahatan untuk lebih leluasan melakukan tindak kriminal. Dalam penegakan hukum di perairan Indonesia, apabila dibandingkan dengan luas wilayah perairan Indonesia yang menjadi wilayah sasaran tugas pengamanan dan penegakan 0

11 hukum di laut, maka tidak ada keseimbangan antara luas wilayah dengan sarana dan prasarana yang ada. Lemahnya kerjasama negara-negara kawasan Aksi kejahatan di laut dapat dikategorikan sebagai kejahatan lintas negara, khususnya di wilayah-wilayah perairan sempit seperti di Selat Malaka dan Selat Singapura. Dengan mobilitas pelaku kejahatan yang sangat tinggi, serta target aksi kejahatan di laut juga dapat dengan mudah berpindah dari satu wilayah ke wilayah lainnya bahkan antar negara. Hal ini menjadikan aksi kejahatan ini tidak lagi dapat ditangani hanya oleh satu negara, tetapi diperlukan suatu kerjasama dengan negara di kawasan. Lemahnya sistem hukum di bidang maritim Selama ini persoalan penegakan hukum dan peraturan di laut senantiasa tumpang tindih dan cenderung menciptakan konflik antar institusi dan aparat pemerintah, serta konflik horizontal antar masyarakat. Oleh karenanya dibutuhkan perangkat hukum dan peraturan yang dapat menjamin interaksi antar sektor yang saling menguntungkan dan menciptakan hubungan yang optimal. Selain harus dapat menjamin interaksi dan terciptanya koordinasi yang harmonis dan optimal, Gambar.5. IMO sistem hukum yang harus ditegakkan saat ini seyogyanya tidak bisa lagi memnadang para pelaku kejahatan di laut merupakan tindakan kriminal biasa, mengingat dampak yang diakibatkan dari aksi-aksinya tersebut. Seyogyanya aksi kejahatan di Selat yang sangat strategis ini dikenai hukuman yang seberat-beratnya, karena tindakannya akan membahayakan perekonomian dan keamanan negara. Kondisi geografis

12 Kondisi geografis suatu wilayah dapat menjadi faktor pemicu suburnya aksi-aksi kejahatan di laut. Para perompak dalam melakukan aksinya tentunya telah mempertimbangkan dan memperhitungkan sarana, sasaran, serta tempat persembunyian yang ideal. Gambar.6. Peta Indonesia Dengan kemampuan kapal yang terbatas yang digunakan, tentunya para pelaku kejahatan akan memilih jalur perdagangan yang sempit dan ramai, bukannya di perairan lepas/terbuka. Sementara itu pulau-pulau yang tersebar, seperti di selat Malaka dan Selat Singapura, merupakan tempat yang untuk bersembunyi atau melarikan diri. Oleh karena itu kehadiran mereka setelah melakukan kejahatan akan sulit terdeteksi oleh aparat. II.IV. Data International Maritime Bureau (IMB) tentang kasus perompakan Gambar.7. IMB Dalam ICC IMB Piracy and Armed Robbery Against Ships 0 Annual Repor

13 yang memuat data kejadian perompakan diseluruh dunia dapat dicermati bahwa tindak kejahatan perompakan mengalami penurunan yang derastis antara tahun 00 sampai dengan 0, contoh di somalia angka kejadian pada tahun 00 adalah 9 kasus dan naik menjadi 60 pada tahu 0 tapi terus mengalami penurunan hingga hanya terjadi kasus pada tahun 0.hal ini terjadi karena ada dukungan internasional khusunya dari Negara sekitar Somalia dan Negara yang kapalnya pernah menjadi korban aksi perompakan di Somalia dalam memberantas aksi perompakan dan menjaga jalur pelayaran di Somalia yang dianggap rawan dengan menempatkan angkatan laut diperairan tersebut Gambar.8. PRC Hal sebaliknya terjadi diperairan malaka khusunya di Indonesia, dari data IMB pada tahun 00 terjadi 0 kasus perompakan dan terus naik tiap tahun angka kasusnya dan pada 0 terjadi 00 kasus perompakan. Mungkin maritime belum dijadikan prioritas dam rentan waktu tersebut dan penjagaan terhadap perairan diindonesia oleh TNI AL kurang maksimal. Bisa juga akibat luasnya wilayah perairan Indonesia tidak sebanding dengan armada kapal yang dimiliki TNI AL, pada tahun 05 ini maritime menjadi prioritas oleh pemerinta Indonesia dan diharapkan security terhadap pelayaran dapat diperbaiki sehingga angka perompakan dapat turun drastic atau tidak ada lagi, pun bisa dengan cara bekerja sama dengan Negara sekitar dalam mengatasi perompakan yang terjadi di kawasan periran Indonesia dan sekitarnya

14 II.V. Penanganan Aksi Perompakan siselat malaka dan sekitarnya Aksi Kejahatan di laut adalah salah satu dari isu-isu keamanan non-tradisional pasca era perang dingin. Sebagaimana diketahui bahwa isu-isu keamanan non tradisional merupakan bentuk aksi kejahatan yang bersifat multi-dimensi dan mengancam keamanan lebih dari satu negara, yang tidak dapat hanya diatasi dengan pendekatan militer saja. Upaya penanganan dalam memerangi aksi kejahatan di laut akan dapat dilakukan secara efektif apabila penyebab atau faktor pemicu dari tindakan tersebut dapat diidentifikasi dan ditangani dengan tepat serta dilakukan secara komprehensif dengan melibatkan stakeholders. Gambar.9. Penangkapan Bajak Laut Tidak dapat dipungkiri bahwa sesungguhnya sumber/akar permasalahan aksi kejahatan di laut adalah berasal dari adanya permasalahan yang timbul dan berkembang di daratan. Wilayah laut hanyalah tempat operasi kejahatan, sehingga dengan memfokuskan peningkatan keamanan di laut dengan berbagai bentuk cara, tidak akan berjalan efektif dan hanya akan bersifat sementara saja, jika permasalahan pokok di daratan tidak ditangani dengan baik.

15 Akar-akar permasalahan tersebut saat ini masih dihadapi oleh Indonesia dan penanganannya sendiri masih belum dilakukan secara menyeluruh, karena masih adanya berbagai konflik kepentingan sebagai akibat dari berbagai keterbatasan anggaran, infrastruktur dan sumber daya manusia yang mengakibatkan penanganan yang tidak maksimal. Dalam hal ini tentunya diperlukan komitmen yang kuat dari Pemerintah dan aparatnya untuk menyelesaikan akar-akar permasalahan tersebut. Selain melakukan penanganan di dalam negeri, upaya-upaya internasional dalam rangka melawan aksi kejahatan di laut juga perlu dikembangkan. Upaya-upaya tersebut Gambar.0. UN Convention of 98 dapat dilaksananakan dalam dua perspektif yaitu dalam kerangka hukum/konvensi internasional dan dalam rangka kerjasama internasional. Selain diatur dalam UNCLOS 98 pasal 00-07, ketentuan dan penanganan mengenai piracy juga telah disampaikan oleh IMO dalam bentuk edaran (circular) kepada semua negara anggota IMO. IMO telah menerbitkan sejumlah edaran untuk membantu negara-negara dalam melakukan pemberantasan terhadap aksi kejahatan di laut, yaitu: Circular no. 6, Recomendations to Governments for Preventing and Suppressing Piracy and Armed Robery Against Ship, yang merekomendasikan: 5

16 pembentukan national action plans; pengaturan operasional dan infrastruktur yang dianggap perlu; sistem komando terpadu manajemen yang efektif dan informasi yang akurat; rencana keamanan kapal; kegiatan patroli bersama; penyesuaian peraturan & hukum nasional untumengakomodasikan ini. 6 bentuk kerjasama

17 BAB III PENUTUP. Oleh karena posisinya yang sangat strategis Selat Malaka dan Selat Singapura dalam lalu lintas perdagangan di mana muatan dalam kapal-kapal yang melintasinya membawa barangbarang dengan nilai properti yang besar, kedua selat terebut banyak dijadikan aksi kejahatan terhadap kapal-kapal laut (piracy) yang ingin mengambil manfaat / keuntungan dari kapalkapal tersebut. Kejahatan piracy ini termasuk aksi kejahatan tertua yang telah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Dalam perkembangannya, istilah piracy yang diterjemahkan sebagai perompakan / pembajakan di laut mulai didefinisikan dalam konteks hukum yang lebih jelas dan dibedakan pengertiannya dengan tindakan armed robbery (perampokan bersenjata terhadap kapal di laut), di mana perbedaan dari kedua aksi kejahatan di laut tersebut berdampak pada cara dan tanggung jawab penangannya. Banyak faktor yag menyebabkan terjadinya aksi kejahatan (piracy / armed robber) di laut ini, antara lain: Situasi ekonomi di kawasan sekitar, lemahnya kontrol pemerintah terhadap permasalahan di dalam negeri, lemahnya sistem hukum di bidang maritim, kondisi geografis. Dalam skema kerjasama dilakukan baik secara bilateral dan multilateral yakni: adanya patroli terkoordinasi, Singapura, Indonesia dan Malaysia telah melakukan patroli terkoordinasi secara teratur di Selat Malaka dan Selat Singapura untuk meningkatkan pengamanan di jalur transportasi laut terpadat di dunia itu. Dalam kerjasama patroli terkoordinasi itu, masing-masing negara akan memberikan informasi tentang kejadiankejadian yang ada di Selat Malaka secara real time. TNI/Angkatan-Laut sejak Juli 00 telah melakukan patroli terkoordinasi dengan Angkatan Laut Malaysia dan Singapura di perairan Selat Malaka dalam upaya mengantisipasi dan membasmi para perompak laut dan teroris. Kerjasama ini masih dianggap belum efektif karena masing-masing angkatan laut belum dapat leluasa melakukan pengejaran, terutama wilayah negara lain 7 apabila pengejaran tersebut masuk ke

18 . Dalam rangka menciptakan sebuah rejim, prinsip-prinsip, dan norma serta peraturan dan prosedur dalam rangka menjawab tantangan keamanan maritim, diperlukan penyesuaian satu sama lain antara Indonesia, Singapura dan Malaysia. Membangun kerangka kerjasama baik secara politik maupun hukum yang komprehensif adalah elemen yang sangat siginifikan untuk menciptakan keefektifan kerjasama di Selat Malaka dan Selat Singapura, antara lain:. Secara ideal, negara-negara tersebut dapat mengikat dirpada sebuah perjanjian sebagai dasar/payung kerjasama dandiimplementasikan dengan beberapa kerjasama teknis untumenciptakan Selat Malaka dan Selat Singapura menjadwilayah yang aman dan kondusif. 5. Memformulasi kebijakan bersama yang dapat mencegah dan mengontrol serta menetralisir kegiatan transnational crime. 8

19 DAFTAR PUSTAKA Anita Kurniawati, Hesty, 05 STATUTORY REGULATION, department of naval architecture and shipbuilding engineering, FTK,ITS ICC IMB, 05 Piracy and Armed Robbery Against Ships Annual Report INTERNET: april 05. Pukul.00 april 05. Pukul.0 april 05. Pukul.0 april 05. Pukul

20 LAMPIRAN PIRACY & ARMED ROBBERY ATTACK REPORT The ICC - International Maritime Bureau (IMB) was established in 98 to act as a focal point in the fight against all types of maritime fraud, malpractice and piracy. The United Nations (UN) International Maritime Organization (IMO) in its resolution A 50 (XII) (9) adopted on 0 November 98, has among other things urged all governments, interests and organizations to exchange information and provide appropriate co-operation with the IMB. The IMB also has an observer status with the International Criminal Police Organization (ICPO INTERPOL). PART A: VESSEL PARTICULARS / DETAILS NAME OF SHIP: IMO NO: FLAG: TYPE OF SHIP: 5 TONNAGES: GRT: 6 OWNERS (ADDRESS & CONTACT DETAILS): 7 MANAGERS (ADDRESS & CONTACT DETAILS): 8 LAST PORT/NEXT PORT: 9 CARGO DETAILS (TYPE/QUANTITY): NRT: DWT: PART B: DETAILS OF INCIDENT 0 DATE & TIME OF INCIDENT: POSITION: LAT: NEAREST LAND MARK / LOCATION: PORT /TOWN / ANCHORAGE AREA: COUNTRY /NEAREST COUNTRY: 5 STATUS (BERTH /ANCHORED / STEAMING): 0 LT (N/S) LONG: UTC (E/W)

21 6 OWN SHIP S SPEED : 7 SHIP S FREEBOARD DURING ATTACK : 8 WEATHER DURING ATTACK (RAIN/FOG/MIST/CLEAR/ETC,), SEA / SWELL HEIGHT) : 9 WEATHER DURING ATTACK: WIND (SPEED & DIRECTION), 0 WEATHER DURING ATTACK: SEA WEATHER DURING ATTACK: SWELL, TYPES OF ATTACK (BOARDED / FIRED UPON / ATTEMPTED): CONSEQUENCES FOR CREW, SHIP AND CARGO: ANY CREW INJURED / KILLED: ITEMS / CASH STOLEN : AREA OF THE SHIP BEING ATTACKED: PART C: DETAILS OF RAIDING PARTY 5 NUMBER OF PIRATES / ROBBERS: 6 DRESS / PHYSICAL APPEARANCE: 7 LANGUAGE SPOKEN: 8 DESTINCTIVE DETAILS: 9 CRAFT USED: 0 CLOSEST POINT OF APPROACH (CPA) : METHOD OF APPROACH: DURATION OF ATTACK: AGGRESSIVE / VIOLENT:

22 PART D: DETAILS OF WEAPONS USED AND DAMAGE CAUSED WEAPONS SIGHTED (YES / NO): 5 WEAPON TYPE : 6 WEAPONS USED (YES / NO): 7 DAMAGED CAUSED (YES / NO): 8 DETAILS OF DAMAGE (PLEASE GIVE AS MUCH INFORMATION AS POSSIBLE): 9 LADDERS SIGHTED (YES / NO): 0 OTHER BOARDING EQUIPMENT SIGHTED (PLEASE GIVE DETAILS): PART E: FURTHER DETAILS ACTION TAKEN BY MASTER AND CREW: WAS INCIDENT REPORTED TO THE COASTAL AUTHORITY? IF SO TO WHOM? ACTION TAKEN BY THE AUTHORITIES:

23 ANTI PIRACY MEASURES EMPLOYED (PLEASE SPECIFY) : 5 WAS PRIVATE SECURITY TEAM EMBARKED (YES / NO): 6 NUMBER OF CREW / NATIONALITY: 6 PLEASE ATTACH WITH THIS REPORT A BRIEF DESCRIPTION / FULL REPORT / MASTER CREW STATEMENT OF THE ATTACK / PHOTOGRAPHS TAKEN IF ANY. ADDRESS: ARMED /UNARMED: ICC-INTERNATIONAL MARITIME BUREAU PIRACY REPORTING CENTRE P.O. BOX KUALA LUMPUR, MALAYSIA CONTACT DETAILS: TEL: ( HOUR MANNED HELP LINE) TEL: FAX: TELEX: MA 99 imbkl@icc-ccs.org; / piracy@icc-ccs.org

24 LAMPIRAN Warta Ekonomi Tiga Kapal Jadi Korban Perompakan di Selat Malaka Rubrik Internasional Maret 0 :5:00 WIB WE ONLINE, Jakarta Sedikitnya tiga kapal yang sedang melintas di perairan Selat Malaka dan Selat Singapura menjadi korban perompakan sepekan terakhir ini. Pusat Informasi Keamanan Maritim Indonesia (Pikmi) mengungkapkan hal itu dalam keterangan tertulis yang diterima WE ONLINE, Selasa (//0). Pikmi mengatakan informasi tersebut diperoleh berdasarkan incident alert yang diterima dari Information Sharing Center-Regional Cooperation Agreement on Combating Piracy and Armed Robbery Against Ships in Asia atau ReCAAP di Singapura.

25 Perampokan pertama terjadi pada 6 Maret ini. Adapun insiden kedua terjadi hanya berselang satu jam dari kejadian pertama. Selanjutnya, perompakan terjadi pada 0 Maret pagi. Adapun kapal korban perompakan itu ialah MT Sea Voyager, MT Orpheas, dan MT Cape Veni. MT Sea Voyager disatroni perompak pada pukul 05.5 WIB. Kapal berbendera Kepulauan Marshall ini sedang dalam perjalanan menuju Pulau Karimun Kecil ketika empat perompak bersenjata pisau naik ke atas kapal. Anak buah kapal (ABK) yang mengetahui kedatangan tamu tidak diundang itu segera membunyikan alarm tanda bahaya. Mengetahui kedatangannya dapat diantisipasi, kawanan perampok langsung kabur meninggalkan kapal dengan tangan kosong. MT Orpheas dirampok lebih kurang satu jam kemudian, yaitu pada pukul 05.0 WIB. Tanker berkebangsaan Liberia ini juga sedang menuju Pulau Karimun Kecil ketika lima perompak bersenjata pisau menaiki kapal. Kawanan penjahat itu menggondol suku cadang kapal. MV Cape Veni, kapal berbendera Siprus, didatangi oleh kawanan perompak yang menggunakan perahu motor pada pukul 0.50 WIB. Kapal bulk carrier ini sedang berada pada posisi baratdaya Pulau Nipa. ABK segera membunyikan alarm tanda bahaya begitu kawanan perampok mendekati kapal. Terkejut mendengar bunyi alarm, kawanan perampok langsung kabur. 5

26 LAMPIRAN Polisi Bekuk Perompak Kapal Thailand Bajak laut/perompak. En.ria.ru TEMPO.CO, Langsa - Empat perompak laut bersenjata yang beroperasi di perairan Selat Malaka ditangkap polisi Langsa Provinsi Aceh. Penangkapan dilakukan di sebuah ruko di Desa Kampung Blang Langsa, tempat kawanan itu, pada Ahad, 9 Maret 0. Kepala Polres Langsa Ajun Komisaris Besar Hariadi kepada Tempo mengatakan perompakan tersebut dilakukan pada Ahad, Maret 0 lalu, terhadap kapal MOO8 Tamban Hin Muong Suvarnabhumi ROI, Thailand. Kapal itu dinakhodai oleh kapten kapal Mr Prapat, 8 tahun, warga negara Thailand. Menurut Hariadi, semua peralatan kapal dikuras perompak. Kapten kapal juga ikut 6

27 disandera. Awalnya kami dengar informasi di sebuah ruko di Kampung Blang, ada orang disekap, lalu pada Ahad malam kami menggerebek, ujarnya, Selasa, Maret 0. Di dalam ruko tersebut, polisi menangkap tiga tersangka berinisial SB, tahun, warga Desa Kuala Langsa KM 8; SL (8), warga Desa Blang Baloh, Kecamatan Peureulak Kota, Aceh Timur; dan AS (9), warga Kuala Peunaga, Kecamatan Bendahara, Aceh Tamiang. Polisi juga menemukan kapten kapal Thailand yang disandera itu. Kami juga menangkap Elf perempuan pemilik ruko. 7

BAB II ATURAN-ATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PEROMPAKAN. A. Perompakan Menurut UNCLOS (United Nations Convention on the

BAB II ATURAN-ATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PEROMPAKAN. A. Perompakan Menurut UNCLOS (United Nations Convention on the BAB II ATURAN-ATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PEROMPAKAN A. Perompakan Menurut UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea) Dalam Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-bangsa (United Nation

Lebih terperinci

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2006) 1

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2006) 1 ABSTRAK KAJIAN KERJASAMA ANTARA PEMERINTAH INDONESIA, MALAYSIA DAN SINGAPURA DALAM MENANGANI MASALAH KEAMANAN DI SELAT MALAKA Selat Malaka merupakan jalur pelayaran yang masuk dalam wilayah teritorial

Lebih terperinci

1 Keamanan Laut dan Tnaggung Jawab Indonesia: Tantangan dan Kendala, makalah TNI-AL yang

1 Keamanan Laut dan Tnaggung Jawab Indonesia: Tantangan dan Kendala, makalah TNI-AL yang BAB 1 PENDAHULUAN Konsep keamanan (Security) yang ada selama ini telah berkembang sejak pasca perang dingin dan berlanjut pada era globalisasi dewasa ini. Konsep ini telah diperluas tidak hanya terfokus

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia

1. PENDAHULUAN. meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya hubungan perdagangan antar negara, maka semakin meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia dan barang-barang/kargo.

Lebih terperinci

PENERAPAN YURISDIKSI NEGARA DALAM KASUS PEMBAJAKAN KAPAL MAERSK ALABAMA DI PERAIRAN SOMALIA. Oleh: Ida Ayu Karina Diantari

PENERAPAN YURISDIKSI NEGARA DALAM KASUS PEMBAJAKAN KAPAL MAERSK ALABAMA DI PERAIRAN SOMALIA. Oleh: Ida Ayu Karina Diantari PENERAPAN YURISDIKSI NEGARA DALAM KASUS PEMBAJAKAN KAPAL MAERSK ALABAMA DI PERAIRAN SOMALIA Oleh: Ida Ayu Karina Diantari Putu Tuni Cakabawa Landra Made Maharta Yasa Program Kekhususan Hukum Internasional

Lebih terperinci

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN LAPORAN PENELITIAN KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN Oleh: Drs. Simela Victor Muhamad, MSi.

Lebih terperinci

Journal of International Relations, Volume 2, Nomor 4, Tahun 2016, hal Online di

Journal of International Relations, Volume 2, Nomor 4, Tahun 2016, hal Online di Journal of International Relations, Volume 2, Nomor 4, Tahun 2016, hal 276-281 Online di http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jihi PENGAWASAN WILAYAH LAUT SELAT MALAKA PADA KERJASAMA MALACCA STRAIT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. frekuensi lalulintas transportasi laut yang mengangkut manusia dan barangbarang/

BAB I PENDAHULUAN. frekuensi lalulintas transportasi laut yang mengangkut manusia dan barangbarang/ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laut merupakan jalur transportasi pengiriman yang paling diminati untuk mengirimkan barang yang bersifat lintas negara, seiring dengan perkembangan zaman serta meningkatnya

Lebih terperinci

ANTARA PIRACY DAN ARMED ROBBERY DI LAUT (Tinjauan Singkat Keamanan di Selat Malaka)

ANTARA PIRACY DAN ARMED ROBBERY DI LAUT (Tinjauan Singkat Keamanan di Selat Malaka) ANTARA PIRACY DAN ARMED ROBBERY DI LAUT (Tinjauan Singkat Keamanan di Selat Malaka) Oleh: BUNTORO Dosen Fakultas Hukum UIEU buntoro_kresno@yahoo.com ABSTRAK Selat Malaka merupakan Selat yang lazim digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laut memiliki peranan penting baik itu dalam sudut pandang politik,

BAB I PENDAHULUAN. Laut memiliki peranan penting baik itu dalam sudut pandang politik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laut memiliki peranan penting baik itu dalam sudut pandang politik, keamanan maupun ekonomi bagi setiap negara. Karenanya, segala ketentuan mengenai batas wilayah, tindakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban yang dilakukan di laut baik itu oleh

BAB V KESIMPULAN. wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban yang dilakukan di laut baik itu oleh BAB V KESIMPULAN Laut memiliki peranan penting baik itu dari sudut pandang politik, keamanan maupun ekonomi bagi setiap negara. Segala ketentuan mengenai batas wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek BAB V KESIMPULAN Illegal Fishing merupakan kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh nelayan yang tidak bertanggung jawab dan bertentangan oleh kode etik penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.

BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia. 161 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Menjawab rumusan masalah dalam Penulisan Hukum ini, Penulis memiliki kesimpulan sebagi berikut : 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal Asing yang Melakukan

Lebih terperinci

PUSANEV_BPHN. Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH

PUSANEV_BPHN. Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH Disampaikan pada Diskusi Publik Analisis dan Evaluasi Hukum Dalam Rangka Penguatan Sistem Pertahanan Negara Medan, 12 Mei 2016 PASAL 1 BUTIR 2 UU NO 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

REPCON Kelautan. Skema Pelaporan Sukarela dan Rahasia

REPCON Kelautan. Skema Pelaporan Sukarela dan Rahasia REPCON Kelautan Skema Pelaporan Sukarela dan Rahasia REPCON Skema Pelaporan Sukarela dan Rahasia REPCON adalah skema pelaporan sukarela dan rahasia. REPCON memungkinkan siapapun yang memiliki perhatian

Lebih terperinci

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III Gambar Batas-batas ALKI Lahirnya Konvensi ke-3 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai hukum laut (United Nation Convention on the Law of the Sea/UNCLOS),

Lebih terperinci

BAB II KONVENSI KEJAHATAN PENERBANGAN SEBAGAI SEBUAH TINDAK PIDANA TERORISME MENURUT INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL

BAB II KONVENSI KEJAHATAN PENERBANGAN SEBAGAI SEBUAH TINDAK PIDANA TERORISME MENURUT INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL BAB II KONVENSI KEJAHATAN PENERBANGAN SEBAGAI SEBUAH TINDAK PIDANA TERORISME MENURUT INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL A. Konvensi Konvensi Internasional Keamanan Penerbangan Sipil Kajian instrumen hukum internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki sejarah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki sejarah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki sejarah panjang untuk mendapatkan status sebagai negara kepulauan. Dimulai dengan perjuangan Indonesia

Lebih terperinci

Keywords: UNCLOS 1982, Laut Yuridiksi Nasional, Pembajakan dan Perompakan

Keywords: UNCLOS 1982, Laut Yuridiksi Nasional, Pembajakan dan Perompakan KEWENANGAN PENANGANAN PEMBAJAKAN DAN PEROMPAKAN DI LAUT YURIDIKSI NASIONAL OLEH TNI ANGKATAN LAUT PASCA LAHIRNYA UU RI NOMOR 34 TAHUN 2004 TENTANG TNI Oleh Juang Pawana Ida Bagus Rai Djaja Bagian Hukum

Lebih terperinci

Kata Kunci : Yurisdiksi Indonesia, Penenggelaman Kapal Asing, UNCLOS

Kata Kunci : Yurisdiksi Indonesia, Penenggelaman Kapal Asing, UNCLOS YURISDIKSI INDONESIA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN PENENGGELAMAN KAPAL ASING YANG MELAKUKAN ILLEGAL FISHING BERDASARKAN UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA Oleh : Kadek Rina Purnamasari I Gusti

Lebih terperinci

No Laut Kepulauan (archipelagic sea lane passage) dan jalur udara di atasnya untuk keperluan lintas kapal dan Pesawat Udara Asing sesuai denga

No Laut Kepulauan (archipelagic sea lane passage) dan jalur udara di atasnya untuk keperluan lintas kapal dan Pesawat Udara Asing sesuai denga TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6181 PERTAHANAN. RI. Wilayah Udara. Pengamanan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 12) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PENEGAKAN YURISDIKSI TERITORIAL NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DALAM PENCAPAIAN ASEAN PHYSICAL CONNECTIVITY

PENEGAKAN YURISDIKSI TERITORIAL NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DALAM PENCAPAIAN ASEAN PHYSICAL CONNECTIVITY PENEGAKAN YURISDIKSI TERITORIAL NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DALAM PENCAPAIAN ASEAN PHYSICAL CONNECTIVITY Oleh Renfred Valdemar Ida Ayu Sukihana Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. diakibatkan dari Illegal Fishing yang dari tahun ketahun terus mengalami

BAB V PENUTUP. diakibatkan dari Illegal Fishing yang dari tahun ketahun terus mengalami BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Sejak meningkatnya ancaman kejahatan maritim di kawasan Selat Malaka pada tahun 2000, dan juga mempertimbangkan dampak dan kerugian yang diakibatkan dari Illegal Fishing yang

Lebih terperinci

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM MUHAMMAD NAFIS 140462201067 PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM Translated by Muhammad Nafis Task 8 Part 2 Satu hal yang menarik dari program politik luar negeri Jokowi adalah pemasukan Samudera Hindia sebagai

Lebih terperinci

Internasionalisasi Selat Malaka

Internasionalisasi Selat Malaka Internasionalisasi Selat Malaka 20 June 2016 Edy Burmansyah Harian Indoprogress http://indoprogress.com/2016/06/internasionalisasi-selat-malaka/ BERAKHIRNYA Perang Dingin telah menciptakan ketidakpastian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perubahan arah kebijakan pembangunan dari yang berbasis pada sumber daya terestrial ke arah sumber daya berbasis kelautan merupakan tuntutan yang tidak dapat dielakkan. Hal ini dipicu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan langsung dari salah satu negara.

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan langsung dari salah satu negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembajakan di kapal laut sudah ada sejak jaman Illyrians tahun 233 SM. Pada saat itu kekaisaran Romawi telah melakukan upaya untuk melindungi pedagang Italia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan Indonesia terkait dengan prinsip Wawasan Nusantara telah membuahkan hasil dengan diakuinya konsep negara kepulauan atau archipelagic state secara

Lebih terperinci

PERSETUJUAN TRANSPORTASI LAUT ANTARA PEMERINTAH NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASOSIASI BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA DAN PEMERINTAH REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK Pemerintah-pemerintah Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja,

Lebih terperinci

PERENCANAAN KAWASAN PESISIR

PERENCANAAN KAWASAN PESISIR PERENCANAAN KAWASAN PESISIR Hukum Laut Internasional & Indonesia Aditianata Page 1 PENGERTIAN HUKUM LAUT : Bagian dari hukum internasional yang berisi normanorma tentang : (1) pembatasan wilayah laut;

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.10, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA AGREEMENT. Pengesahan. RI - Republik Singapura. Timur Selat Singapura. Wilayah. Laut. Garis Batas. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan (Archipelagic State) memiliki lebih kurang 17.500 pulau, dengan total panjang garis pantai mencapai 95.181 km

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penetapan batas wilayah teritorial laut telah menjadi permasalahan antar negaranegara bertetangga sejak dulu. Kesepakatan mengenai batas teritorial adalah hal penting

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut Arafura merupakan salah satu bagian dari perairan laut Indonesia yang terletak di wilayah timur Indonesia yang merupakan bagian dari paparan sahul yang dibatasi oleh

Lebih terperinci

PEMBAGIAN ZONA MARITIM BERDASARKAN KONVENSI HUKUM LAUT PBB (UNCLOS 82)

PEMBAGIAN ZONA MARITIM BERDASARKAN KONVENSI HUKUM LAUT PBB (UNCLOS 82) PEMBAGIAN ZONA MARITIM BERDASARKAN KONVENSI HUKUM LAUT PBB (UNCLOS 82) Mufti Fathonah Muvariz Prodi Teknik Informatika Konsentrasi Teknik Geomatika Course Outline Perairan Pedalaman Laut Teritorial Zona

Lebih terperinci

Oleh : Prof. Dr. Laode M. Kamaluddin

Oleh : Prof. Dr. Laode M. Kamaluddin Oleh : Prof. Dr. Laode M. Kamaluddin Disampaikan pada : Forum Rektor Indonesia (FRI) 2015, Medan, Sumatera Utara, 23-25 Januari 2015 JUMLAH PULAU 17.504, TERDAFTAR DI PBB 13.466 PULAU GARIS PANTAI TERPANJANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SINGAPURA TENTANG PENETAPAN GARIS BATAS LAUT WILAYAH KEDUA NEGARA DI BAGIAN

Lebih terperinci

Para Kepala Kepolisian, Ketua Delegasi, Para Kepala National Central Bureau (NCB),

Para Kepala Kepolisian, Ketua Delegasi, Para Kepala National Central Bureau (NCB), Sambutan Y. M. Muhammad Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Umum Interpol Ke-85 Dengan Tema Setting The Goals Strengthening The Foundations: A Global Roadmap for International Policing

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PEMBAJAKAN KAPAL DI LAUT MENURUT KETENTUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL

BAB II PENGATURAN PEMBAJAKAN KAPAL DI LAUT MENURUT KETENTUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL BAB II PENGATURAN PEMBAJAKAN KAPAL DI LAUT MENURUT KETENTUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL A. Sejarah Pembajakan Kapal di Laut Sejarah menunjukkan bahwa pembajakan di laut lepas sudah ada sejak awal manusia

Lebih terperinci

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi telah menjadi fenomena yang terjadi secara global yang cukup mempengaruhi tatanan dunia hubungan internasional dewasa ini. Globalisasi merupakan proses

Lebih terperinci

PERAN ASEAN MARITIME FORUM (AMF) DALAM KEAMANAN PERAIRAN DI ASIA TENGGARA

PERAN ASEAN MARITIME FORUM (AMF) DALAM KEAMANAN PERAIRAN DI ASIA TENGGARA http://labhi.staff.umm.ac.id/2011/05/12/peran-asean-maritime-forum-amf-dalam-keamanan-peraira n-di-asia-tenggara/ PERAN ASEAN MARITIME FORUM (AMF) DALAM KEAMANAN PERAIRAN DI ASIA TENGGARA Penciptaan keamanan

Lebih terperinci

KONFLIK LAUT TIONGKOK SELATAN [DEWI TRIWAHYUNI]

KONFLIK LAUT TIONGKOK SELATAN [DEWI TRIWAHYUNI] KONFLIK LAUT TIONGKOK SELATAN [DEWI TRIWAHYUNI] INTERNATIONAL RELATIONS DEPARTMENT UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA 2015 1 HISTORICAL BACKGROUND 2 Secara geografis kawasan Laut Cina Selatan dikelilingi sepuluh

Lebih terperinci

IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA. Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal. 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan

IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA. Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal. 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan Wilayah perbatasan: a. Internal waters/perairan pedalaman.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1996 WILAYAH. KEPULAUAN. PERAIRAN. Wawasan Nusantara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

Journal of International Relations, Volume 2, Nomor 3, Tahun 2016, hal Online di

Journal of International Relations, Volume 2, Nomor 3, Tahun 2016, hal Online di Journal of International Relations, Volume 2, Nomor 3, Tahun 2016, hal. 70-74 Online di http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jihi IMPLEMENTASI INTERNATIONAL SHIP AND PORT FACILITY SECURITY (ISPS) CODE

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SINGAPURA TENTANG PENETAPAN GARIS BATAS LAUT WILAYAH KEDUA NEGARA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika merupakan hari bersejarah bagi perkembangan Hukum Laut Internasional. Saat itu diadakan Konferensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. luasnya perairan lautan, letak geografis, wilayah maupun panjang garis pantai. Sebagai negara

I. PENDAHULUAN. luasnya perairan lautan, letak geografis, wilayah maupun panjang garis pantai. Sebagai negara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, terutama kekayaan lautnya yang luar biasa. Indonesia memiliki potensi perikanan yang sangat besar, manakala

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Wilayah Negara 1. Pengertian negara Negara merupakan suatu lembaga, yaitu satu sistem yang mengatur hubungan yang ditetapkan oleh manusia antara mereka sendiri sebagai satu alat

Lebih terperinci

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk individu, negara juga memiliki kepentingan-kepentingan yang harus

BAB I PENDAHULUAN. makhluk individu, negara juga memiliki kepentingan-kepentingan yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara-negara dalam melakukan hubungan-hubungan yang sesuai kaidah hukum internasional tidak terlepas dari sengketa. Seperti halnya manusia sebagai makhluk individu,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

HUKUM PIDANA TRANSNASIONAL. Transnasional Internasional Dr. Trisno Raharjo, S.H. M.Hum.

HUKUM PIDANA TRANSNASIONAL. Transnasional Internasional Dr. Trisno Raharjo, S.H. M.Hum. HUKUM PIDANA TRANSNASIONAL Transnasional Internasional Dr. Trisno Raharjo, S.H. M.Hum. HUKUM PIDANA INTERNASIONAL Bassiouni (1986): suatu hasil pertemuan pemikiran dua disiplin hukum yang muncul dan berkembang

Lebih terperinci

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara.

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara. 243 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara. Untuk itu setiap negara mempunyai kewenangan menentukan batas wilayah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT FOR THE IMPLEMENTATION OF THE PROVISIONS OF THE UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA OF 10 DECEMBER 1982 RELATING

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selat Malaka yang terletak di antara Semenanjung Malaysia dan Pulau

BAB I PENDAHULUAN. Selat Malaka yang terletak di antara Semenanjung Malaysia dan Pulau BAB I PENDAHULUAN A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL Selat Malaka yang terletak di antara Semenanjung Malaysia dan Pulau Sumatera merupakan salah satu jalur pelayaran terpadat di dunia. Keberadaan Selat Malaka

Lebih terperinci

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF Ardigautama Agusta. Analisis Undang-undang Kelautan di Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif 147 ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF Ardigautama Agusta Teknik Geodesi dan Geomatika,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME I. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI Peran Pemerintah dan masyarakat untuk mencegah dan menanggulangi terorisme sudah menunjukan keberhasilan yang cukup berarti,

Lebih terperinci

PELANGGARAN HAK LINTAS DI WILAYAH UDARA INDONESIA OLEH PESAWAT MILITER ASING

PELANGGARAN HAK LINTAS DI WILAYAH UDARA INDONESIA OLEH PESAWAT MILITER ASING PELANGGARAN HAK LINTAS DI WILAYAH UDARA INDONESIA OLEH PESAWAT MILITER ASING Oleh: Sylvia Mega Astuti I Wayan Suarbha Program Kekhususan Hukum Internasional dan Hukum Bisnis Internasional Fakultas Hukum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SINGAPURA TENTANG PENETAPAN GARIS BATAS LAUT WILAYAH KEDUA NEGARA DI BAGIAN BARAT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. memiliki luas daratan kurang lebih km 2, serta Zona Ekonomi

PENDAHULUAN. memiliki luas daratan kurang lebih km 2, serta Zona Ekonomi PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepualauan yang memiliki karakteristik unik yang terdiri dari banyak pulau, terbentang dari Sabang sampai Merauke. Ditinjau dari letak Astronomisnya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR GRAFIK... iii DAFTAR SINGKATAN... iii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Rumusan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. waktu terdapat 10 juta kontainer yang sedang beroperasi di laut

I. PENDAHULUAN. waktu terdapat 10 juta kontainer yang sedang beroperasi di laut 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laut masih merupakan jalur transportasi yang paling diminati untuk pengiriman barang. Sebanyak 80% pengiriman barang dilakukan melalui laut. Dalam satu waktu terdapat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: 1. bahwa berdasarkan kenyataan sejarah dan cara pandang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan manusia atau istilah Human Trafficking merupakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan manusia atau istilah Human Trafficking merupakan sebuah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan manusia atau istilah Human Trafficking merupakan sebuah kejahatan yang sangat sulit diberantas dan disebut oleh masyarakat Internasional sebagai bentuk perbudakan

Lebih terperinci

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional Wilayah Negara Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933 menyatakan bahwa: The state as a person of international law should possess the following qualifications: (a) a

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT FOR THE IMPLEMENTATION OF THE PROVISIONS OF THE UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA OF 10 DECEMBER

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

22/09/2014 SEMINAR NASIONAL HUKUM LAUT FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ERLANGGA. Senin, 22 September 2014

22/09/2014 SEMINAR NASIONAL HUKUM LAUT FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ERLANGGA. Senin, 22 September 2014 SEMINAR NASIONAL HUKUM LAUT FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ERLANGGA Senin, 22 September 2014 Asli Palsu 1 2005 2006 Nahkoda Indonesia & Philippina diperintahkan bhw Kapal ini menggunak nama Indonesia ketika

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN DAN/ATAU PENGANGKUTAN IKAN DI LAUT LEPAS

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN DAN/ATAU PENGANGKUTAN IKAN DI LAUT LEPAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN DAN/ATAU PENGANGKUTAN IKAN DI LAUT LEPAS MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERSETUJUAN TRANSPORTASI LAUT ANTARA PEMERINTAH NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASOSIASI BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA DAN PEMERINTAH REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK

PERSETUJUAN TRANSPORTASI LAUT ANTARA PEMERINTAH NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASOSIASI BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA DAN PEMERINTAH REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK PERSETUJUAN TRANSPORTASI LAUT ANTARA PEMERINTAH NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASOSIASI BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA DAN PEMERINTAH REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK Pemerintah-pemerintah Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja,

Lebih terperinci

BAB II KEDAULATAN NEGARA DI RUANG UDARA BERDASARKAN KONVENSI CHICAGO D. Pengertian Ruang Udara dan Wilayah Udara Indonesia

BAB II KEDAULATAN NEGARA DI RUANG UDARA BERDASARKAN KONVENSI CHICAGO D. Pengertian Ruang Udara dan Wilayah Udara Indonesia BAB II KEDAULATAN NEGARA DI RUANG UDARA BERDASARKAN KONVENSI CHICAGO 1944 D. Pengertian Ruang Udara dan Wilayah Udara Indonesia Eksistensi horisontal wilayah udara suatu negara mengikuti batas-batas wilayah

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG A. Deskripsi UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang 1. Sejarah Singkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Australia begitu gencar dalam merespon Illegal, Unreported, Unregulated Fishing (IUU Fishing), salah satu aktivitas ilegal yang mengancam ketersediaan ikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selat Madura merupakan jalur pelayaran paling padat di wilayah Indonesia timur. Tahun 2010 lalu alur selat Madura dilintasi 30.000 kapal per tahun, sementara pada tahun

Lebih terperinci

Journal of International Relations, Volume 3, Nomor 4, Tahun 2017, hal Online di

Journal of International Relations, Volume 3, Nomor 4, Tahun 2017, hal Online di Journal of International Relations, Volume 3, Nomor 4, Tahun 2017, hal. 130-137 Online di http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jihi Efektivitas Malacca Strait Patrol dalam Mengatasi Pembajakan dan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP 29 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia, yang mana hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Kedaulatan ialah kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh suatu negara untuk secara bebas melakukan berbagai kegiatan sesuai dengan kepentingannya asal saja kegiatan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan yang luar biasa bagi bangsa Indonesia. 1

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan yang luar biasa bagi bangsa Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara maritim terbesar di dunia, yang memiliki lebih dari 17.000 (tujuh belas ribu) pulau yang membentang dari 6 LU sampai 11 LS dan 92 BT sampai

Lebih terperinci

LAMPIRAN II RENCANA KERJA PENATAAN RUANG UNTUK PEMANTAPAN KEAMANAN NASIONAL (PENANGANAN KAWASAN PERBATASAN)

LAMPIRAN II RENCANA KERJA PENATAAN RUANG UNTUK PEMANTAPAN KEAMANAN NASIONAL (PENANGANAN KAWASAN PERBATASAN) LAMPIRAN II RENCANA KERJA PENATAAN RUANG UNTUK PEMANTAPAN KEAMANAN NASIONAL (PENANGANAN KAWASAN PERBATASAN) 1 2 3 4 5 1. INDONESIA MALAYSIA. Garis batas laut dan 1. Departemen Pertahanan (Action - Anggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktek serupa perbudakan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA. Jacklyn Fiorentina

TINJAUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA. Jacklyn Fiorentina 1 TINJAUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA Jacklyn Fiorentina (Pembimbing I) (Pembimbing II) I Made Pasek Diantha I Made Budi Arsika Progam Kekhususan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA MENURUT KETENTUAN UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA 1982

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA MENURUT KETENTUAN UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA 1982 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA MENURUT KETENTUAN UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA 1982 ABSTRACT Oleh Ida Ayu Febrina Anggasari I Made Pasek Diantha Made Maharta

Lebih terperinci

KEJAHATAN TRANSNASIONAL DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGANANNYA. Penyunting Humphrey Wangke

KEJAHATAN TRANSNASIONAL DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGANANNYA. Penyunting Humphrey Wangke KEJAHATAN TRANSNASIONAL DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGANANNYA Penyunting Humphrey Wangke Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia 2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbesar pertama di dunia disusul Madagaskar diurutan kedua. Hal ini juga

BAB I PENDAHULUAN. terbesar pertama di dunia disusul Madagaskar diurutan kedua. Hal ini juga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara kepulauan terbesar pertama di dunia disusul Madagaskar diurutan kedua. Hal ini juga dipertegas dengan perhitungan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai negara yang terdiri dari ribuan pulau dan memiliki wilayah laut yang sangat luas maka salah satu moda transportasi yang sangat diperlukan adalah angkutan

Lebih terperinci

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME A. KONDISI UMUM Keterlibatan dalam pergaulan internasional dan pengaruh dari arus globalisasi dunia, menjadikan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN. Secara jelas telah diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 32

BAB III ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN. Secara jelas telah diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 32 BAB III ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN Secara jelas telah diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa misi terpenting dalam pembangunan adalah untuk

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGELOLAAN LAUT

LAPORAN PENELITIAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGELOLAAN LAUT 2014 LAPORAN PENELITIAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGELOLAAN LAUT Dr. Ronny Sautma Hotma Bako, S.H., M.H. Novianto M. Hantoro, S.H., M.H. Shanti Dwi Kartika, S.H., M.Kn. Denico Dolly, S.H., M.Kn.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia adalah negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia, terdiri dari 17.508 pulau yang tersebar di seluruh wilayah, 2/3 bagian wilayahnya merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan Pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara maritim dengan luas wilayah laut terbesar di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara maritim dengan luas wilayah laut terbesar di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri Pertambangan khususnya tambang batu bara dinegara Indonesia sangat pesat pertumbuhannya seiring dengan permintaan pasar dunia akan kebutuhan batu

Lebih terperinci