BAB II PETA TANAH (GRONDKAART) SEBAGAI DASAR HAK ATAS TANAH ASET PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PETA TANAH (GRONDKAART) SEBAGAI DASAR HAK ATAS TANAH ASET PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)"

Transkripsi

1 BAB II PETA TANAH (GRONDKAART) SEBAGAI DASAR HAK ATAS TANAH ASET PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) 1. Sejarah Singkat PT. Kereta Api Indonesia Pada zaman hindia belanda terdapat dua macam perusahaan kereta api di Indonesia yaitu perusahaan kereta api Negara SS dan perusahaan kereta api swasta yang tergabung dalam VS. perusahaan kereta api Negara SS mulai beroperasi sejak tahun 1878 dari Surabaya ke Lamongan dan akhirnya meliputi wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jakarta, Jawa Barat, Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Lampung. Perusahaan kereta api Negara SS berkantor pusat di Bandung (sekarang menjadi Kantor Pusat PT. Kereta Api (Persero) di Jalan Perintis Kemerdekaan No.1 Bandung). 16 Perusahaan kereta api swasta mulai beroperasi sejak tahun 1867 dari Semarang ke Tanggung oleh NIS. Kemudian wilayah operasi NIS meluas ke seluruh Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur. Di Indonesia NIS berkantor pusat di Semarang yang sampai sekarang dikenal dengan Gedung Lawang Sewu. Melihat keberhasilan NIS maka selanjutnya bermunculan perusahaan-perusahaan kereta api swasta lainnya yang beroperasi di wilayah Jawa 16 PT. Kereta Api Indonesia (Persero), Suatu Tinjauan Historis, Hukum Agraria/Pertanahan dan Hukum Perbendaharaan Negara, Seksi Hukum PT. Kereta Api Indonesia (Persero), Daop IV Semarang, 2000, hal.14 31

2 32 Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur termasuk Madura. Jumlah perusahaan kereta api swasta itu ada 12 perusahaan, yaitu: 17 a. N.V.NIS b. N.V.SJS c. N.V.SCS d. N.V.SDS e. N.V.OJS f. N.V.Ps SM g. N.V.KSM h. N.V.Pb SM i. N.V. MSM j. N.V.MS k. N.V.Med SM l. N.V.DSM. Pada tanggal 8 Maret 1942 Pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Perusahaan kereta api Negara (SS) dan 12 perusaahaan kereta api swasta (VS) pengelolaanya disatukan oleh Pemerintah Pendudukan Jepang dan berkantor pusat di Balai Besar Kereta Api di Jalan Gereja Nomor 1 Bandung (sekarang jalan Perintis Kemerdekaan Nomor 1 Bandung). Kereta Api di Jawa dikuasai oleh Angkatan Darat Jepang diberi nama RIKUYU SOKYOKU dan 17 Ibid, hal.14

3 33 dibagi dalam tiga daerah eksploitasi, dan Kereta Api di Sumatera dikuasai oleh Angkatan Laut dan dibagi dalam tiga daerah eksploitasi. 18 Setelah proklamasi kemerdekaan, Pemerintah Indonesia harus segera mengambil alih kekuasaan kereta api dari Jepang. Di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta pengambil alihan kekuasaan kereta api dari Jepang dilakukan pada tanggal 20 Agustus Di Jakarta dan Jawa Barat dilakukan tanggal 04 September 1945 dan hasil pengambil alihan kekuasaan kereta api di Jakarta dan Jawa Barat ini disebar luaskan dengan surat kawat ke seluruh Jawa. Pengambil alihan Balai Besar Kereta Api di Bandung dilakukan tanggal 28 September 1945, kemudian tanggal 28 September 1945 ini dikukuhkan dan diperingati setiap tahun sebagai HARI KERETA API INDONESIA. Setelah perusahaan kereta api Negara (SS) dan perusahaan kereta api swasta (VS) diambil alih dari Jepang, selanjutnya berdasarkan Maklumat Kementerian Perhubungan Republik Indonesia Nomor 1/KA tanggal 23 Oktober 1946 perusahaan kereta api dikelola oleh Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI). Pada masa perjuangan revolusi fisik dengan datangnya kembali Belanda bersama sekutu, keekuasaan kereta api terpecah dua. Di daerah-daerah yang dikuasai oleh Republik, kereta api dioperasikan oleh DKARI. Sedangkan di daerah-daerah yang diduduki kembali oleh Belanda, kereta api dioperasikan oleh SS dan VS. 19 Setelah terjadi pengakuan kedaulatan, maka perusahaan kereta api dikuasai kembali oleh Pemerintah Republik Indonesia. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perhubungan, Tenaga, dan Pekerjaan Umum Republik Indonesia tanggal 18 Ibid, hal Ibid, hal.16

4 34 6 Januari 1950 Nomor 2 Tahun 1950, terhitung mulai tanggal 1 Januari 1950 DKARI dan SS serta VS digabung menjadi satu Djawatan dengan nama Djawatan Kereta Api (DKA), bersama dengan penggabungan ini semua kekayaan, hak-hak dan kewajiban dari DKRA dan SS/VS dioper oleh DKA. Pada tahun 1963 berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1963 Djawatan Kereta Api (DKA) diubah menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA). Pada tahun 1971 berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1971 Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA) diubah menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA). 20 Pada tahun 1990 berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 1990 Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) diubah menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (PERUMKA). Sebagai pengganti peraturan perundang-undangan produk Pemerintah Hindia Belanda telah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkereta Apian dan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1998 tentang Prasarana dan Sarana Kereta Api. Dan perubahan yang terakhir te rjadi pada pada tahun 1998, berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1998 Perusahaan Umum Kereta Api (PERUMKA) diubah menjadi PT. Kereta Api (Persero) Lahirnya Hak Atas Tanah PT. Kereta Api Indonesia PT. Kereta Api Indonesia merupakan badan usaha milik negara hal ini dapat dilihat dari bentuk badan hukum persero. Sebagai badan usaha milik negara, aset yang dimiliki atau dikuasai oleh PT. Kereta Api Indonesia ini merupakan aset 20 Ibid, hal Ibid, hal.17

5 35 dari negara. Tanah aset PT. Kereta Api Indonesia sendiri juga merupakan Tanah Aset Instansi Pemerintah, instansi pemerintah dalam hal ini adalah Departemen Perhubungan Darat cq. Direktorat Jenderal Perkeretaapian. Departemen Perhubungan Darat adalah penguasa dan pemilik dari tanah yang digunakan oleh PT. Kereta Api Indonesia. Berkaitan dengan aset tanah PT. Kereta Api Indonesia yang merupakan sebuah badan usaha milik negara, sudah sangat jelas bahwa PT. Kereta Api Indonesia tidak dapat memiliki tanahnya sendiri atau dengan kata lain adalah mengusahakan tanah mililk Instansi Pemerintah, dalam hal ini adlah Departemen Perhubungan cq. Dirjen Perkeretaapian. Ada kekhasan dalam perolehan tanah oleh Dirjen Perkeretaapian, karena ada sejarah panjang tentang penguasaan tanah kereta api, yaitu sejak dari masa Kolonial Belanda sampai pada kemerdekaan Tanah milik Instansi Pemerintah itu bisa muncul atau terbit karena dua hal yaitu: a. Penguasaan tanah Negara Berdasarkan Staatsblad 1911 No.110 jo. Staatsblad 1940 No.430 tentang Penguasaan Benda-benda Tidak Bergerak, Gedung-gedung dan Lain-lain Bangunan Milik Negara ditegaskan jika instansi pemerintah menguasai tanah Negara, dipelihara dengan anggaran belanjanya, maka tanah itu adalah aset instansi yang bersangkutan. 22 b. Nasionalisasi perusahaan swasta Belanda Berdasarkan Undang-undang Nomor 86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan-perusahaan Milik Belanda Yang Berada di 22 Ibid, hal.23

6 36 Dalam Wilayah Republik Indonesia dinyatakan bahwa semua perusahaan swasta Belanda yang ada di Indonesia dinasionalisasi dengan membayar ganti kerugian kepada Kerajaan Belanda. Pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1959 tentang Pokok-pokok Pelaksanaan Undang-undang Nasionalisasi Perusahaan Belanda. Setelah dilakukan pembayaran ganti kerugian kepada Kerajaan Belanda tersebut, maka semua aset perusahaan swasta Belanda tadi lalu menjadi kekayaan negara yang harus tunduk kepada ketentuan-ketentuan hukum perbendaharaan negara. 23 Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 dan 41 Tahun 1959 aset dari dua belas perusahaan kereta api swasta Belanda yang tergabung dalam Berenigde Spoorwegbedrijif (VS) tersebut diserahkan pengelolaannya kepada DKA, sehingga sejak berlakunya peraturan pemerintah inimaka secara yuridis semua aset VS sudah menjadi aset DKA yang sekarang sudah menjadi PT. Kereta Api (Persero). 24 Tanah aset PT. Kereta Api (Persero) baik yang berasal dari asset SS maupun yang berasal dari nasionalisasi asset VS serta tanah yang perolehannya dilakukan oleh DKA, PNKA, PJKA, PERUMKA, yang sekarang sudah berubah menjadi PT. Kereta Api (Persero), merupakan kekayaan negara yang dipisahkan menjadi aset PT. Kereta Api (Persero). Dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkereta Apian ada tiga komponen utama dalam rangka pengoperasian kereta api yaitu: 23 Ibid, hal Ibid, hal.33

7 37 1. Prasarana kereta api, adalah jalur dan stasiun kereta api termasuk fasilitas yang diperlukan agar sarana kereta api dapat dioperasikan. 2. Sarana kereta api, adalah segala sesuatu yang dapat bergerak di atas jalan rel. 3. Fasilitas penunjang kereta api, adalah segala sesuatu yang melengkapi penyelenggaraan angkutan kereta api yang dapat memberikan kemudahan serta kenyamanan bagi pengguna jasa kereta api. Dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1998 tentang Prasarana dan Sarana Kereta Api dijelaskan bahwa prasarana kereta api meliputi: 1. Jalur kereta api. 2. Stasiun kereta api. 3. Fasilitas operasional kereta api. Jalur kereta api diperuntukkan bagi lalu lintas kereta api yang meliputi tanah daerah manfaat jalan kereta api, tanah daerah milik jalur kereta api dan tanah daerah pengawasan jalan kereta api termasuk bagian bawahnya serta ruang bebas di atasnya. Batas daerah manfaat jalan kereta api untuk rel di permukaan tanah adalah sisi terluar jalan rel beserta bidang tanah di kiri dan kanannya yang dipergunakan untuk konstruksi jalan rel termasuk bidang tanah untuk penempatan fasilitas operasional sarana kereta api dan/atau saluran air dan/atau bangunan pelengkap lainnya Ibid, hal.40

8 38 Tanah daerah manfaat jalan kereta api dan tanah daerah milik jalan kereta api dinyatakan dikuasai oleh pemerintah adalah sebagau aset Departemen Perhubungan cq. Direktorat Jendral Perhubungan Darat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan agraria/pertanahan yang berlaku diberikan dengan Hak Pakai atas nama Departemen Perhubungan cq. Direktorat Jenderal Perhubungan Darat berlaku selama tanah tersebut dipergunakan untuk jalan kereta api. 26 Tanah daerah pengawasan jalan kereta api dinyatakan sebagai aset PT. Kereta Api (Persero), sesuai dengan peraturan perundang-undangan agraria/pertanahan yang berlaku diberikan dengan Hak Guna Bangunan atau Hak Pengelolaan atas nama PT. Kereta Api (Persero) Tanah Aset PT. Kereta Api Indonesia Aset perusahaan kereta api negara (SS) sejak tanggal 18 Agustus 1945 otomatis menjadi aset DKA. Semua tanah yang diuraikan dalam grondkaart SS sudah menjadi aset DKA sekarang PT. Kereta Api (Persero).Aset perusahaan kereta api kereta api swasta (VS) berdasarkan Undang-undang Nomor 86 Tahun 1958 sudah dinasionalisasikan dan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 dan 41 Tahun 1959 sudah menjadi aset DKA sekarang PT. Kereta Api (Persero). 28 Walaupun secara de facto sejak tanggal 1 Januaru 1950 semua aset Verenigde Spoorwegbedrijf (VS) telah diambil alih oleh DKA namun secara de yure belum menjadi kekayaan negara, aset DKA. Lalu halnya dengan aset SS, 26 Ibid, hal Ibid, hal Ibid, hal.34

9 39 setelah berdirinya Negara Republik Indonesia dan terbentuknya DKA maka semua aset SS baik secara de facto dan de yure otomatis menjadi aset DKA. 29 Tanah aset PT. Kereta Api (Persero) baik yang berasal dari pembilalihan aset SS, nasionalisasi aset VS maupun yang diperoleh sendiri karena pengadaan tanah, dalam penerbitan administrasinya ada yang sudah mempunya sertipikat, namun juga masih ada yang belum bersertipikat. Semua tanah aset PT. Kereta Api (Persero) berkapasitas sebagai kekayaan negara yang dipisahkan dan tunduk kepada Undang-undang Perendaharaan Negara (ICW), Instruksi Presiden RI Nomor 9 Tahun 1970, Keputusan Presiden RI Nomor 16 Tahun 1994 dan peraturan perundangan lainnya mengenai kekayaan negara. 30 Menurut ketentuan hukum perbendaharaaan negara, tanah aset PT. Kereta Api (Persero) baik yang sudah bersertipikat maupun yang belum, tidak boleh dilepaskan kepada pihak ketiga jika tidak ada izin dari Menteri Keuangan terlebih dahulu. Walaupun tanah aset PT Kereta Api (Persero) belum bersertipikat atau masih berstatus tanah negara, namun tidak boleh diberikat dengan suatu hak atas tanah tersebut kepada pihak ketiga, jika tidak ada izin dari Menteri Keuangan Tanah Aset PT. Kereta Api Indonesia Yang Berasal Dari Belanda Tanah aset PT. Kereta Api Indonesia yang berasal dari Belanda, dibedakan menjadi dua macam, yaitu tanah yang berasal dari SS dan VS. SS seperti yang telah disebutkan sebelumnya merupakan kereta api milik negara, dan VS merupakan perusahaan kereta api yang dipunyai oleh swasta. Selain dari 29 Ibid, hal Ibid, hal Ibid, hal.34

10 40 nasionalisasi aset dari SS dan VS, tanah aset PT. Kereta Api juga diperolah dari pemberian hak oleh negara. 1. Tanah Yang Berasal Dari Aset SS Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa ranah aset SS sudah diserahkan penguasaannya kepada SS berdasarkan ordonansi yang termuat dalam Staatsblaad, lokasinya sudah diidentifikasi dan diuraikan dalam grondkaart, sehingga subyek dan obyeknya sudah jelas, statusnya adalah tanah milik pemerintah yang merupakan kekayaan negara. Berdasarkan Staatsblad 1911 Nomor 110 dan Staatsblad 1940 Nomor 430 ditegaskan bahwa SS mempunyai hak beheer atas tanah grondkaart tersebut. 32 Setelah Indonesia merdeka, maka hak beheer SS itu karena hukum otomatis menjadi hak beheer DKA. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1953, tanahtanah yang diuraikan dalam grondkaart itu penguasaannya ada pada Djawatan Kereta Api (DKA) karena tanah tersebut sudah diserahkan penguasaannya berdasarkan ordonansi yang termuat dalam Staatsblad. 33 Pada saat mulai berlakunya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 yaitu Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) tanggal 24 September 1960, tanah-tanah grondkaart itu merupakan hak beheer DKA. Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 ditegaskan bahwa tanahtanah yang dikuasai oleh instansi pemerintah dengan hak penguasaan 32 Ibid, hal Ibid, hal.35

11 41 (beheer) itu sejak tanggal 24 September 1960 dikonversi menjadi Hak Pakai atau Hak Pengelolaan berlaku selama dipergunakan. 34 Pada tahun 1986 Perusahaan Jawaran Kereta Api (PJKA) pernah mengajukan permohonan kepada Menteri Dalam Negeri minta ketegasan mengenai status tanah grondkaart Nomor 1, 4, 5, 6, 7, 8, 10, dan 11 Tahun 1940 yang terletak di Jakarta yang pada waktu itu akan dipergunakan untuk lokasi Proyek Pembangunan Jalan Layang Kereta Api. Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: SK.681/DKA/1986 tanggal 1 Nopember 1986 ditegaskan bahwa tanah negara yang diuraikan dalam grondkaart Tahun 1940 Nomor 1, 4, 5, 6, 7, 8, 10, dan 11 adalah dalam penguasaan PJKA. Walaupun yang ditegaskan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri itu hanya beberapa persil tanah grondkaart saja karena hanya itu yang dimohon penegasan namun penegasan tersebut tentunya berlaku analog terhadap semua tanah grondkaart PJKA di seluruh jalur jalan kereta api di Indonesia, sehingga semua tanah grondkaart yang belum bersertipikat adalah tanah negara dalam penguasaan (in beheer) PJKA, sekarang PT. Kareta Api (Persero). Ternyata Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: SK.681/DKA/1986 tanggal 1 Nopember 1986 yang menegaskan bahwa tanah-tanah grondkaart itu adalah tanah negara yang berada dalam penguasaan (in beheer) dari PJKA sudah sejalan dan mengacu kepada Peaturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun Ibid, hal Ibid, hal.36

12 42 Deputi Kepala Badan Pertanahan Nasional pada waktu itu dijabat oleh Bapak Ignatius Soegiarto, SH dalam tulisannya pada Majalah Bhumi Bhakti NO. 07/1994 halaman 15 menjelaskan bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 maka tanah-tanah dengan hak penguasaan (beheer) tidak dapat dikategorikan sebagai tanah negara karena secara hukum sudah ada hak perorangan yaitu Hak Pakai dan Hak Pengelolaan di atasnya. Disamping itu Prof. Boedi Harsono, SH dalam tulisannya yang berjudul Berbagai Prosedur Memperoleh Tanah Untuk Pembangunan pada Majalah Bhumi Bhakti No. 07/1994 halaman 15 mengatakan bahwa tanah-tanah yang dikuasai oleh instansi-instansi Pemerintah Pusat, Daerah, atau Desa/Kelurahan dengan hak pakai hak pengelolaan termasuk dalam golongan tanah hak biarpun tanah tersebut bersertipikat. 36 Sesuai dengan penjelasan pejabat tinggi Badan Pertanahan Nasional dan pakar hukum agraria tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tanah grondkaart SS sejak tanggal 24 September 1960 sudah dikonversi menjadi Hak Pakai atau Hak Pengelolaan atas nama DKA, walaupun sampai sekarang ada yang masih belum bersertipikat. Dengan demikian tidak boleh timbul pertanyaan lagi apakah tanah grondkaart itu aset DKA atau bukan. Jawabannya terdapat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1953 dan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun Ibid, hal.36

13 43 Untuk tanah grondkaart yang belum bersertipikat berasal dari aset SS secara berangsur-angsur masih dalam proses persertipikatan Tanah Yang Berasal Dari Aset VS Tanah yang dimiliki oleh perusahaan kereta api swasta Belanda yang tergabung dalam Verenigde Spoorwegbedrijf (VS) itu diberikan dengan hak eigendom, opstal, dan konsesi atas nama masing-masing perusahaan swasta yang bersangkutan. 38 Tanah aset VS itu diberikan oleh pemerintah dengan hak eigendom, hak opstal untuk emplasemen dan bangunan-bangunan lainnya sedangkan untuk prasarana pokok (jalan rel dan lain-lain) diberikan dengan hak konsesi atas nama masing-masing badan hukum perusahaan kereta api swasta yang bersangkutan. Jadi hak eigendom atau hak opstal atas nama NIS, dan perusahaan kereta api swasta lainnya memang ada, akan tetapi hak eigendom atau hak opstal atas nama SS tidak pernah ada, karena SS adalah perusahaan kereta api negara. Berdasarkan Undang-undang Nomor 86 Tahun 1958 tanah-tanah aset VS tersebut dinasionalisasikan menjadi kekayaan negara dan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 dan 41 Tahun 1959 diserakan penguasaannya kepada DKA. Atas dasar kekuatan hukum yang termuat dalam Undang-undang Nomor 86 Tahun 1958 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 dan 41 Tahun 1959 itu maka tanah-tanah aset VS sudah berubah menjadi hak beheer DKA. Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tanah-tanah yang dikuasai 37 Ibid, hal Ibid, hal.37

14 44 oleh DKA dengan hak penguasaan (hak beheer) yang berasal dari nasionalisasi aset VS itu sejak tanggal 24 September 1960 dikonversi menjadi Hak Pakai atau Hak Pengelolaan atas nama DKA berlaku selama dipergunakan walaupun sampai sekarang ada yang masih belum bersertipikat. Untuk tanah hak beheer yang belum bersertipikat yang berasal dari aset VS secara berangsur-angsur masih dalam proses pensertipikatan Tanah Yang Berasal Dari Perjanjian Kerjasama Dengan Dirjen Agraria Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: SK.3/OT.001/Phb-83 tanggal 19 Januari 1983 telah dibentuk Tim Penertiban dan Penelitian Tanah PJKA. Tim tersebut kemudian disempurnakan dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : SK.30/OT.001/Phb-83 tanggal 14 September Pada tanggal 1 Nopember 1983 diadakan Perjanjian Kerjasama antara PJKA dengan Direktoran Jenderal Agraria Nomor : 162/HK/Tap/83 dan Nomor 57/SPK/XI/1983 tentang Pelaksanaan Kegiatan Keagrariaan Untuk Pensertipikatan Tanah PJKA. Tujuan perjanjian kerjasama adalah untuk memperoleh kepastian hukum atas tanah-tanah PJKA melalui program pensertipikatan tanah yang penanganannya memerlukan kegiatan teknis keagrariaan. Ruang lingkup kerjasama meliputi: Ibid, hal Ibid, hal Ibid, hal Inventarisasi secara menyeluruh mengenai tanah-tanah yang secarahistori dikuasai PJKA. 2. Pengukuran dan pemetaan

15 45 3. Pengurusan dan penyelesaian surat keputusan pemberian hak. 4. Pendaftaran hak dan penerbitan sertipikatnya. Kegiatan inventarisasi dilakukan secara menyeluruh terhadap semua tanah aset PJKA baik yang berasal dari aset SS maupun yang berasal dari nasionalisasi aset VS serta tanah lain yang perolehannya dilakukan oleh DKA/PNKA/PJKA sendiri setelah kemerdekaan. Dari hasil inventarisasi tersebut dapat diketahui data mengenai: Semua tanah aset PJKA. 2. Tanah yang dipergunakan langsung untuk kepentingan operasional PJKA yaitu prasarana pokok. 3. Tanah yang dipergunakan untuk menunjang operasional PJKA. 4. Tanah yang dicadangkan untuk pembangunan PJKA. 5. Tanah yang diduduki oleh pihak ketiga: a. dengan izin PJKA; b. tanpa izin PJKA Peta Tanah/Grondkaart Kebijaksanaan mengenai tanah grondkaart dapat disimak dari berbagai produk hukum sebagai berikut: a. Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1953 tanah grondkaart berada dalam penguasaan (in beheer) DKA. 42 Ibid, hal Ibid, hal.39

16 46 b. Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor:SK.681/DJA/1986 tanggal 1 Nopember 1986 ditegasakan bahwa tanah grondkaart berada dalam penguasaan (in beheer) PJKA. c. Dalam kesimpulan Rapat Kerja Badan Pertanahan Nasional Tahun 1991 dirumuskan : Tanah-tanah PERUMKA berasal dari aset Perusahaan Kereta Api Negara (SS) dan aset Perusahaan Kereta Api Swasta (VS) yang telah dinasionalisasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 86 Tahun 1958 jis. Peraturan Pemerintah Nomor 40 dan 41 Tahun d. Dengan Surat Nomor: D.III tanggal 29 Oktober 1992 Kepala Badan Pertanahan Nasional cq. Deputi Bidang Hak Atas Tanah menjelaskan kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Jawa Barat sebagai berikut: 45 1) Tanah grondkaart SS di atas tanah hak eigendom atas nama Het Gouvernement van Nederlandsch Indie sudah diperuntukan bagi kepentingan SS sekarang Perumka. 2) Mengenai tanah Perumka supaya dipedomani Rumusan Hasil Rapat Kerja Badan Pertanahan Nasional Tahun ) Pemberian sesuatu hak atas tanah Perumka kepada pihak lain perlu dikoordinasikan terlebih dahulu degan Perumka dan Departemen Keuangan. e. Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 hak beheer Perumka dikonversi menjadi Hak Pakai atau Hak Pengelolaan. 44 Ibid, hal Ibid, hal.47

17 47 Sejalan dengan ketentuan tersebut maka terhadap tanah yang dipergunakan untuk jalur jalan kereta api dalam batas-batas daerah manfaat jalan kereta api dan daerah milik jalan kereta api diterbitkan sertipikat Hak Pakai atas nama Departemen Perhubungan cq. Direktorat Jenderal Perhubungan Darat selama tanah tersebut dipergunakan untuk jalan kereta api. Terhadap tanah yang terletak diluar batas daerah milik jalan kereta api dan tanah daerah lingkungan kerja stasiun kereta api diterbitkan sertipikat Hak Pengelolaan atas nama PT. Kereta Api (Persero) dan terhadap tanah untuk rumah dinas diterbitkan sertipikat Hak Guna Bangunan atas nama PT. Kereta Api (Persero). Fungsi grondkaart adalah gambar atau peta tanah hasil pengukuran yang dibuat untuk keperluan isntansi pemerintah. Berbeda dengan fungsi Meebrief, grondkaart adalah merupakan hasil final yang tidak perlu ditindaklanjuti dengan surat keputusan pemberian hak oleh pemerintah. 46 Kedudukan grondkaart ini menimbulkan polemik pada waktu diberlakukannya UUPA, karena meskipun grondkaart ini diakui sebagai alat bukti penguasaan, akan tetapi tidak termasuk kedalam bukti-bukti hak lama yang dapat dikonversi menjadi salah satu hak menurut UUPA (Buku Kedua Ketentuan-ketentuan Konversi). Menurut ketentuan Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 1953, Grondkaart tidak termasuk ke dalam golongan alat bukti hak lama atas tanah karena grondkaart ini bersifat in-beheer (penguasaan) atas tanah. Grondkaart ini yang membuktikan sebagai salah satu tanda bahwa telah terjadi sesuatu penguasaan oleh instansi/departemen yang 46 Ibid, hal.29

18 48 bersangkutan. Tanah-tanah dengan bukti alas hak penguasaan seperti grondkaart ini pendaftarannya dilakukan berdasarkan tata cara penetapan hak menurut ketentuan Pasal 3 Peraturan Menteri Agraria No.1 Tahun 1966 jo No.9 Tahun 1965 Tentang Pendaftaran Hak Pakai dan Hak Pengelolaan, yaitu dengan suatu keputusan pemberian hak atas tanahnya kepada instansi/departemen yang bersangkutan. Dengan demikian masalah grondkaart dapat selesai apabila telah dilakukan penegasan mengenai hak atas tanahnya agar supaya memenuhi asas publisitas dan asas spesialitas pendaftaran tanah yaitu dengan pengujian melalui contradictoire de limitatie untuk memenuhi prisnip nemo plus iuris mengingat grondkaart tersebut tidak termasuk bukti hak yang didaftarkan dalam pembukuan tanah sehingga tercapai status kepastian dan perlindungan hukum atas tanahnya. 47 Grondkaart dapat digunakan oleh Pemerintah dalam hal ini digunakan sebagai tanah aset PT. Kereta Api Indonesia khususnya Daerah Operasional IV Semarang, karena grondkaart sendiri sebagai dasar penetapan tanah milik Departemen Perhubungan c.q Dirjen Perkeretaapian, karena di dalam Pasal 1 UU Nomor 86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda, disebutkan dengan jelas bahwa, Perusahaan-perusahaan milik Belanda yang berada di wilayah Republik Indonesia yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dikenakan nasionalisasi dan dinyatakan menjadi milik penuh dan bebas Negara Republik Indonesia. Dengan ketentuan Pasal 1 UU Nasionalisasi tersebut dengan jelas bahwa semua perusahaan milik Belanda dikenakan nasionalisasi dan dinyatakan menjadi milik penuh dan bebas Negara 47 Rusmadi Murad, Adiministrasi Pertanahan Pelaksanaan Hukum Pertanahan Dalam Praktek Edisi Revisi, Mandar Maju, Bandung, 2013, hal.396

19 49 Republik Indonesia dengan Peraturan Pemerintah. Nasionalisasi perusahaan milik Belanda menjadi milik penuh dan bebas Peerintah Indonesia, bisa diartikan pula bahwa ada peralihan pula dari seluruh aset dari perusahaan-perusahaan Belanda tersebut, aset dari perusahaan bisa bermacam-macam jenis. Salah satu aset dari perusahaan yang paling terlihat jelas adalah berupa tanah. Hal ini termasuk dengan aset perusahaan kereta api jaman Belanda, entah itu milik pemerintah Belanda ataupun swasta, dengan keluarnya UU Nasionalisasi tersebut maka terjadi peralihan aset secara otomatis. Khusus dengan aset perusahaan kereta api Belanda ini, semua tanah yang ada di dalam grondkaart atau peta tanah menjadi acuan dari Negara Indonesia untuk mengambil alih tanah tersebut sesuai dengan grondkaart yang ada. Grondkaart itu meskipun bukan sebagai bukti hak atas tanah, namun menjadi satu sumber dari terbitnya hak atas tanah. Dan grondkaart itu merupakan bukti kuat dan bisa dibuktikan. Dari semua yang telah penyusun jelaskan dan tulis di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa grondkaart atau peta tanah pada masa pemerintahan Hindia Belanda dapat dijadikan dasar oleh PT. Kereta Api Indonesia untuk memperoleh hak atas tanah, karena dasar dari adanya nasionalisasi perusahaan kereta api pada masa Hindia Belanda oleh Pemerintah Indonesia, meskipun grondkaart atau peta tanah tersebut belum didaftarkan untuk disertipikatkan namun kedudukannya tidak dapat dihapus atau digantikan oleh hak baru. Peta tanah ini menjadi dasar dari PT. Kereta Api dalam mendapatkan aset tanahnya yang telah dikuasai bahkan telah muncul sertipikat hak milik di tanah aset PT. Kereta Api tersebut.

20 50 Dari penjelasan di atas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai keberadaaan dan fungsi dari grondkaart itu sendiri yaitu: Tanah aset perusahaan kereta api (SS) diuraikan dalam grondkaart, telah diserahkan penguasaannya (di-bestmming-kan) kepada SS berdasarkan ordonansi yang termuat dalam Staatsblad untuk setiap ruas jalan keret api. 2. Berdasarkan Staatsblad Tahun 1911 Nomor 110 jo. Staatsblad Tahun 1940 Nomor 430 tanah grondkaart itu adalah hak beheer yang dipunyai SS. 3. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1953 tanah grondkaart itu merupakan hak beheer yang dipunyai oleh DKA. 4. Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 hak beheer DKA itu menurut UUPA dikonversi menjadi Hak Pakai atau Hak Pengelolaan atas nama DKA berlaku selama dipergunakan. 5. Berdasarkan Undang-undang Nomor 86 Tahun 1958 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 dan 41 Tahun 1959 aset perusahaan kereta api swasta Belanda yang tergabung dalam VS dinasionalisasikan dan diserahkan penguasaannya kepada DKA. 6. Tanah grondkaart SS dan tanah aset VS yang telah dinasionalisasi itu merupakan kekayaan negara yang dipisahkan menjadi aset PT. Kereta Api (Persero), tunduk pada hukum perbendaharaan negara, tidak boleh dilepaskan atau dialihkan kepada pihak ketiga jika tidak memperoleh izin terlebih dahulu dari Menteri Keuangan. 48 Tanah Kereta Api, Op.Cit, hal.58

21 51 7. Tanah grondkaart SS dan tanah aset VS yang telah dinasionalisasi itu, walaupun menurut hukum agraria/pertanahan berstatus sebagai tanah negara, namun tidak boleh diberikan sesuatu hak atas tanah dan diterbitkan sertipikatnya kepada pihak ketiga jika tidak memperoleh izin terlebih dahulu dari Menteri Keuangan oleh karena menurut hukum perbendaharaan negara, tanah tersebut berstatus sebagai kekayaan negara atau barang milik negara. Menurut Rusmadi Murad, Grondkaart ini yang membuktikan sebagai salah satu tanda bahwa telah terjadi suatu penguasaan oleh instansi/departemen yang bersangkutan. Tanah-tanah dengan bukti alas hak penguasaan seperti grondkaart ini pendaftarannya dilakukan berdasarkan tata cara penetapan hak menurut ketentuan Pasal 3 Peraturan Menteri Agraria Nomor 1 Tahun 1966 jo. Nomor 9 Tahun 1965 Tentang Pendaftaran Hak Pakai dan Hak Pengelolaan, yaitu dengan suatu keputusan pemberian ha katas tanahnya kepada Instansi/Departemen yang bersangkutan. Dengan demikian maka grondkaart tersebut masalahnya dapat selesai apabila telah dilakukan penegasan mengenai hak atas tanahnya agar supaya dapat memenuhi asas-asas (publisitas dan spesialitas) pendaftaran tanah yaitu dengan pebgujian melalui contradictoire de limitatie untuk memenuhi prinsip nemo plus iuris mengingat grondkaart tersebut tidak termasuk bukti hak yang didaftarkan dalam pembukuan tanah sehingga tercapai suatu kepastian dan perlindungan hukum atas tanahnya Rusmadi Murad, Op.Cit, hal.396.

22 52 Sudah sangat jelas bahwa grondkaart bukan merupakan bukti kepemilikan atas tanah tetapi merupakan dasar untuk memperoleh hak atas tanah, karena semua aset perkeretaapian dari masa pemerintahan Belanda telah dilakukan nasionalisasi, dan salah satu bukti dari nasionalisasi seluruh aset perkeretaapian Belanda di Indonesia salah satunya yaitu dengan grondkaart. Jadi harus bisa dibedakan megenai bukti penguasaan dan bukti kepemilikan hak atas tanah, dimana grondkaart ini bukan merupakan suatu bukti kepemilikan hak atas tanah dan hanya sebagai bukti penguasaan atas tanah, grodnkaart ini harus didaftarkan untuk keperluan administrasi pertanahan yang rapi dan baik. PT. KAI selaku pihak yang secara hukum memiliki bukti penguasaan atas tanah yang digunakan dalam bentuk grondkaart sudah sepatutnya untuk mendaftarkan grodnkaart sebagai alas bukti hak penguasaan atas tanah yang kemudian dapat dijadikan sebagai suatu bukti kepemilikan hak atas tanh yang benar dan kuat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam arti apa istilah tersebut digunakan. 5 Dalam hukum tanah sebutan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam arti apa istilah tersebut digunakan. 5 Dalam hukum tanah sebutan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah dan Hak Atas Tanah 1. Pengertian Tanah Sebutan tanah dalam bahasa kita dapat dipakai dalam berbagai arti. Maka dalam penggunaannya perlu diberi batasan, agar diketahui

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) organisasi, dan tugas dalam hal ini PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai

GAMBARAN UMUM PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) organisasi, dan tugas dalam hal ini PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai BAB II GAMBARAN UMUM GAMBARAN UMUM PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) Bab dua berisi sejarah serta perkembangannya, visi, misi, struktur organisasi, dan tugas dalam hal ini PT. Kereta Api Indonesia (Persero)

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Singkat Perusahaan Dalam perjalanan sejarahnya, angkutan kereta api di tanah air membuktikan peranannya yang berarti pada sektor perhubungan disamping menunjang

Lebih terperinci

BAB II. SEKILAS TENTANG PT. KERETA API (Persero) A. Sejarah Perkeretaapian Indonesia

BAB II. SEKILAS TENTANG PT. KERETA API (Persero) A. Sejarah Perkeretaapian Indonesia BAB II SEKILAS TENTANG PT. KERETA API (Persero) A. Sejarah Perkeretaapian Indonesia Kehadiran kereta api di Indonesia ditandai dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan KA didesa Kemijen Jumat tanggal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tentunya setiap orang membutuhkan tanah untuk menjalankan roda

BAB 1 PENDAHULUAN. tentunya setiap orang membutuhkan tanah untuk menjalankan roda BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah yang pada dasarnya suatu kebutuhan pokok bagi manusia tentunya setiap orang membutuhkan tanah untuk menjalankan roda kehidupannya, bahkan ketika meninggal

Lebih terperinci

BAB II RUANG LINGKUP PERUSAHAAN

BAB II RUANG LINGKUP PERUSAHAAN BAB II RUANG LINGKUP PERUSAHAAN 2.1 Sejarah PT. Kereta Api Indonesia PT. Kereta Api Indonesia ( Persero ) telah mengalami berbagai perkembangan Sejak jaman penjajahan Belanda hingga saat ini. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB III PROFIL PERUSAHAAN. (BUMN) yang bergerak di bidang jasa transportasi pengankutan penumpang dan

BAB III PROFIL PERUSAHAAN. (BUMN) yang bergerak di bidang jasa transportasi pengankutan penumpang dan 1 BAB III PROFIL PERUSAHAAN 3.1. Sejarah Singkat Perusahaan PT. Kereta Api (persero) adalah sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang jasa transportasi pengankutan penumpang dan barang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu bagian dari pemenuhan kebutuhan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu bagian dari pemenuhan kebutuhan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan suatu bagian dari pemenuhan kebutuhan manusia yang mendasar di Negara Agraris. Tidak dapat dipungkiri fenomena sengketa pertanahan dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikuasai atau dimiliki oleh orang perorangan, kelompok orang termasuk

BAB I PENDAHULUAN. dikuasai atau dimiliki oleh orang perorangan, kelompok orang termasuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi bangsa Indonesia yang dikuasai oleh negara untuk kepentingan hajat hidup orang banyak baik yang telah dikuasai atau

Lebih terperinci

Makalah Kreatif Fundamental Inovasi PT KAI

Makalah Kreatif Fundamental Inovasi PT KAI Makalah Kreatif Fundamental Inovasi PT KAI Kelompok : Infinity Muchammad Hatta Z. 44316110066 Martha Hasibuan 44316110047 Muhamad Resya 44316110093 Radhiatul Mardhiah 44316110053 Syofatila Meidi 44316110035

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK PENGELOLAAN ATAS TANAH NEGARA. Istilah hak pengelolaan pertama kali muncul pada saat diterbitkan

BAB II PENGATURAN HAK PENGELOLAAN ATAS TANAH NEGARA. Istilah hak pengelolaan pertama kali muncul pada saat diterbitkan BAB II PENGATURAN HAK PENGELOLAAN ATAS TANAH NEGARA D. Dasar Hukum Hak Pengelolaan Istilah hak pengelolaan pertama kali muncul pada saat diterbitkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965. Dalam

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DAOP IV SEMARANG. 3.1 Sejarah Berdirinya PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)

BAB III GAMBARAN UMUM PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DAOP IV SEMARANG. 3.1 Sejarah Berdirinya PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) BAB III GAMBARAN UMUM PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DAOP IV SEMARANG 3.1 Sejarah Berdirinya PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) Berdirinya PT. Kereta Api Indonesia (Persero) ditandai dengan pencangkulan

Lebih terperinci

2013, No Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir deng

2013, No Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir deng No. 380, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Kereta Api. Jalur. Persyaratan Teknis. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 60 TAHUN 2012 TENTANG PERSYARATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manufaktur dan lain sebagainya. Sementara dari sisi masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. manufaktur dan lain sebagainya. Sementara dari sisi masyarakat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eksistensi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia sebagai salah satu instrumen pemerintahan dalam pembangunan dirasakan sangat penting peranannya, tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia untuk membawa barang melewati jalan setapak. Seiring dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia untuk membawa barang melewati jalan setapak. Seiring dengan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Transportasi Darat Transportasi darat adalah segala bentuk transportasi menggunakan jalan untuk mengangkut penumpang atau barang dari satu tempat ke tempat lain (Munawar

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN BATAS USIA PENSIUN PEGAWAI EKS DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DI PT.KAI. A. Profil Singkat PT. Kereta Api Indonesia (Persero)

BAB III PELAKSANAAN BATAS USIA PENSIUN PEGAWAI EKS DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DI PT.KAI. A. Profil Singkat PT. Kereta Api Indonesia (Persero) BAB III PELAKSANAAN BATAS USIA PENSIUN PEGAWAI EKS DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DI PT.KAI A. Profil Singkat PT. Kereta Api Indonesia (Persero) 1. Sejarah PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Kehadiran kereta api

Lebih terperinci

PENDAFTARAN TANAH RH

PENDAFTARAN TANAH RH PENDAFTARAN TANAH RH Menurut Boedi Harsono yang dimaksud dengan pendaftaran tanah adalah : Merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan secara teratur, terus menerus untuk mengumpulkan, menghimpun

Lebih terperinci

PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI SECARA SPORADIK MELALUI PENGAKUAN HAK. Oleh Bambang Eko Muljono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan ABSTRAK

PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI SECARA SPORADIK MELALUI PENGAKUAN HAK. Oleh Bambang Eko Muljono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan ABSTRAK PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI SECARA SPORADIK MELALUI PENGAKUAN HAK Oleh Bambang Eko Muljono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan ABSTRAK Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Dengan meredupnya sektor pertanian konvensional apalagi dimata generasi muda, perkotaan selalu menawarkan banyak kesempatan, baik di sektor formal maupun informal dan

Lebih terperinci

Presiden Republik Indonesia,

Presiden Republik Indonesia, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1953 TENTANG PELAKSANAAN PENYERAHAN SEBAGIAN DARI URUSAN PEMERINTAH PUSAT MENGENAI PEKERJAAN UMUM KEPADA PROPINSI PROPINSI DAN PENEGASAN URUSAN MENGENAI

Lebih terperinci

Rancang Bangun Sistem Layanan Kereta Api di Stasiun Besar Tegal Viktorinus Singga Resi A

Rancang Bangun Sistem Layanan Kereta Api di Stasiun Besar Tegal Viktorinus Singga Resi A Rancang Bangun Sistem Layanan Kereta Api di Stasiun Besar Tegal Viktorinus Singga Resi A11.2008.04332 Program Studi Teknik Informatika Universitas Dian Nuswantoro 2013 ABSTRAK Selama ini informasi yang

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR ATAS JAMINAN SERTIFIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG BERDIRI DI ATAS HAK PENGELOLAAN

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR ATAS JAMINAN SERTIFIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG BERDIRI DI ATAS HAK PENGELOLAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR ATAS JAMINAN SERTIFIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG BERDIRI DI ATAS HAK PENGELOLAAN Rangga Dwi Prasetya Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Narotama Surabaya

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1953 TENTANG PELAKSANAAN PENYERAHAN SEBAGIAN DARI URUSAN PEMERINTAH PUSAT MENGENAI PEKERJAAN UMUM KEPADA PROPINSI DAN PENEGASAN URUSAN MENGENAI PEKERJAAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 1 TAHUN 1992 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN WISATA CANDI BOROBUDUR DAN TAMAN WISATA CANDI PRAMBANAN SERTA PENGENDALIAN LINGKUNGAN KAWASANNYA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa candi-candi

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah

BAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah 8 BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Tanah Obyek Landreform 2.1.1 Pengertian Tanah Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Divisi Regional II Sumatera Barat. Daerah Operasi IX. Divisi Regional III Sumatera Selatan

BAB I PENDAHULUAN. Divisi Regional II Sumatera Barat. Daerah Operasi IX. Divisi Regional III Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) merupakan satu-satunya perusahaan yang menguasai industri perkeretaapian di Indonesia. Perusahaan ini berdiri pada tanggal 28 September

Lebih terperinci

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 91 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN KHUSUS Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Faktor kemajuan teknologi saat ini bisa dikatakan berkembang dengan sangat signifikan

BAB I PENDAHULUAN. Faktor kemajuan teknologi saat ini bisa dikatakan berkembang dengan sangat signifikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Faktor kemajuan teknologi saat ini bisa dikatakan berkembang dengan sangat signifikan sesuai dengan tuntutan kebutuhan hidup manusia. Perkembangan teknologi merambah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan Adanya unifikasi hukum barat yang tadinya tertulis, dan hukum tanah adat yang tadinya tidak tertulis

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 116 TAHUN 2015 TENTANG PERCEPATAN PENYELENGGARAAN KERETA API RINGAN/LIGHT RAIL TRANSIT DI PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

-2- Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297); 3. Undang Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perk

-2- Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297); 3. Undang Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perk No.236, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TRANSPORTASI. Kereta Api Ringan. Sumatera Selatan. Penyelenggaraan. Percepatan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 116 TAHUN 2015 TENTANG PERCEPATAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1998 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1998 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1998 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KANTOR RESOR IMIGRASI POLONIA. Indonesia dan kota terbesar di Pulau Sumatera. Kota Medan pada awalnya merupakan

BAB II GAMBARAN UMUM KANTOR RESOR IMIGRASI POLONIA. Indonesia dan kota terbesar di Pulau Sumatera. Kota Medan pada awalnya merupakan BAB II GAMBARAN UMUM KANTOR RESOR IMIGRASI POLONIA Medan sebagai ibu kota Propinsi Sumatera Utara adalah kota kelima terbesar di Indonesia dan kota terbesar di Pulau Sumatera. Kota Medan pada awalnya merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah. Tanah diperlukan manusia sebagai ruang gerak dan sumber kehidupan. Sebagai ruang gerak, tanah memberikan

Lebih terperinci

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas Bab II HAK HAK ATAS TANAH A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas tanah adalah Pasal 4 ayat 1 dan 2, 16 ayat 1 dan 53. Pasal

Lebih terperinci

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional I

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional I BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara PT. Kereta Api Indonesia (Persero) adalah sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dibidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara bercorak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara bercorak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara bercorak agraris. Bagi masyarakat Indonesia tanah merupakan sumber penghidupan dan dalam kesehariannya masyarakat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 116 TAHUN 2015 TENTANG PERCEPATAN PENYELENGGARAAN KERETA API RINGAN/LIGHT RAIL TRANSIT DI PROVINSI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 116 TAHUN 2015 TENTANG PERCEPATAN PENYELENGGARAAN KERETA API RINGAN/LIGHT RAIL TRANSIT DI PROVINSI

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM PT KERETA API INDONESIA

BAB III TINJAUAN UMUM PT KERETA API INDONESIA BAB III TINJAUAN UMUM PT KERETA API INDONESIA III.1 Sejarah Perusahaan Perkereta apian di Indonesia bermula dengan dibangunnya jalan rel sepanjang 26 km antara stasiun Kemijen dan Tanggung di Jawa Tengah

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1992 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN WISATA CANDI BOROBUDUR DAN TAMAN WISATA CANDI PRAMBANAN SERTA PENGENDALIAN LINGKUNGAN KAWASANNYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG TATA CARA PEROLEHAN TANAH BAGI PERUSAHAAN DALAM RANGKA PENANAMAN MODAL MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.92, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. Barang Milik Negara. Barang Milik Daerah. Pengelolaan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5533) PERATURAN

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI

MENTERI DALAM NEGERI MENTERI DALAM NEGERI KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 133 TAHUN 1978 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DIREKTORAT AGRARIA PROPINSI DAN KANTOR AGRARIA KABUPATEN/KOTAMADYA MENTERI DALAM NEGERI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek penting seperti kepemimpinan, motivasi, lingkungan kerja, kinerja dan aspekaspek

BAB I PENDAHULUAN. aspek penting seperti kepemimpinan, motivasi, lingkungan kerja, kinerja dan aspekaspek BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan faktor sentral dalam pengelolaan suatu organisasi. Dalam mencapai tujuannya, suatu organisasi memerlukan sumber daya manusia sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN NOMOR 98 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAN PENGOPERASIAN BANDAR UDARA BARU DI KABUPATEN KULONPROGO PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van den Beele.

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van den Beele. 57 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Perkeretaapian Indonesia Kehadiran kereta api di Indonesia ditandai dengan pencangkulan pertama jalan KA di desa Kemijen, Jum at tanggal 17 Juni 1864

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian peranan menurut Soerjono Soekanto adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian peranan menurut Soerjono Soekanto adalah sebagai berikut: 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peranan Pengertian peranan menurut Soerjono Soekanto adalah sebagai berikut: Peranan merupakan aspek dinamisi kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan

Lebih terperinci

STATUS HUKUM TANAH ASET DAERAH DARI KONVERSI TANAH BELANDA YANG TIDAK DISERTIFIKATKAN DI KOTA MAKASSAR

STATUS HUKUM TANAH ASET DAERAH DARI KONVERSI TANAH BELANDA YANG TIDAK DISERTIFIKATKAN DI KOTA MAKASSAR STATUS HUKUM TANAH ASET DAERAH DARI KONVERSI TANAH BELANDA YANG TIDAK DISERTIFIKATKAN DI KOTA MAKASSAR Muh. Afif Mahfud Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (B111 09 273) ABSTRAK Dalam Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN JALAN KHUSUS

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN JALAN KHUSUS PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN JALAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN A. Tinjauan Terhadap Hipotik 1. Jaminan Hipotik pada Umumnya Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu

Lebih terperinci

CATATAN ATAS LAPORAN BARANG MILIK NEGARA

CATATAN ATAS LAPORAN BARANG MILIK NEGARA CATATAN ATAS LAPORAN BARANG MILIK NEGARA PADA LAPORAN BARANG KUASA PENGGUNA UNIT AKUNTANSI KUASA PENGGUNA BARANG PENGADILAN AGAMA BANJARNEGARA BAGIAN ANGGARAN 5.4 SEMESTER I TAHUN 216 I. Pendahuluan CATATAN

Lebih terperinci

SALINAN NO : 14 / LD/2009

SALINAN NO : 14 / LD/2009 SALINAN NO : 14 / LD/2009 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2008 SERI : D.8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU PT. KERETA API INDONESIA PERSERO. A. Tentang PT. Kereta Api Indonesia Persero

BAB III PRAKTEK PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU PT. KERETA API INDONESIA PERSERO. A. Tentang PT. Kereta Api Indonesia Persero BAB III PRAKTEK PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU PT. KERETA API INDONESIA PERSERO A. Tentang PT. Kereta Api Indonesia Persero 1. Sejarah PT. Kereta Api Indonesia Persero Laporan Tahunan PT. Kereta Api Indonesia

Lebih terperinci

b. Pasal-pasal 38 ayat 3 dan 89 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia;

b. Pasal-pasal 38 ayat 3 dan 89 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia; UU 10/1959, PEMBATALAN HAK HAK PERTAMBANGAN *) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 10 TAHUN 1959 (10/1959) Tanggal: 28 MARET 1959 (JAKARTA) Tentang: PEMBATALAN HAK-HAK PERTAMBANGAN *) Presiden Republik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor : 11 /PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN JALAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor : 11 /PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN JALAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor : 11 /PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN JALAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang : bahwa sebagai tindak lanjut Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara fisik tetapi juga karena adanya kendala kelembagaan atau institusional

BAB I PENDAHULUAN. secara fisik tetapi juga karena adanya kendala kelembagaan atau institusional 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai persoalan seputar sumber daya tanah muncul akibat kebutuhannya yang terus meningkat, sementara potensi dan luas tanah yang tersedia sangat terbatas.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tanah mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia,

PENDAHULUAN. Tanah mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, sebagaimana besar kehidupan manusia bergantung pada tanah. Tanah dinilai sebagai suatu harta

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1998 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1998 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1998 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN III - 1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Sejarah Singkat Perusahaan Setelah proklamasi Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan pada tanggal 17 Agutus 1945, karyawan perusahaan kereta

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2003 TENTANG PEMBANGUNAN JEMBATAN SURABAYA-MADURA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2003 TENTANG PEMBANGUNAN JEMBATAN SURABAYA-MADURA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.legalitas.org KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2003 TENTANG PEMBANGUNAN JEMBATAN SURABAYA-MADURA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat Menetapkan : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 60 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KOTA SURABAYA

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 3 TAHUN 1978 TENTANG FATWA TATA-GUNA TANAH MENTERI DALAM NEGERI,

MENTERI DALAM NEGERI PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 3 TAHUN 1978 TENTANG FATWA TATA-GUNA TANAH MENTERI DALAM NEGERI, MENTERI DALAM NEGERI PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 3 TAHUN 1978 TENTANG FATWA TATA-GUNA TANAH MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa agar setiap peruntukan dan penggunaan tanah menjamin terwujudnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan tanah dewasa ini semakin meningkat sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan tanah dewasa ini semakin meningkat sejalan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan tanah dewasa ini semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan lain yang berkaitan dengan tanah. Hubungan

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG.

P U T U S A N Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG. P U T U S A N Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Jawa Barat yang memeriksa dan memutus perkara perdata pada tingkat banding, telah menjatuhkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Rencana Jaringan Kereta Api di Pulau Sumatera Tahun 2030 (sumber: RIPNAS, Kemenhub, 2011)

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Rencana Jaringan Kereta Api di Pulau Sumatera Tahun 2030 (sumber: RIPNAS, Kemenhub, 2011) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (RIPNAS) 2030 telah direncanakan program jangka panjang pembangunan Trans Sumatera Railways yang membentang dari Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hidup pada era modern seperti sekarang ini, mengharuskan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hidup pada era modern seperti sekarang ini, mengharuskan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hidup pada era modern seperti sekarang ini, mengharuskan manusia untuk melakukan sesuatu dengan cara cepat dan mudah. Salah satu hal yang ingin dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BADAN PERTANAHAN NASIONAL BADAN PERTANAHAN NASIONAL KEPUTUSAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 17 TAHUN 1990 TENTANG PENYEMPURNAAN SUSUNAN KEANGGOTAAN DAN TUGAS TIM PERTIMBANGAN HAK GUNA USAHA PERKEBUNAN BESAR KEPALA BADAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan nasional merupakan suatu upaya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan nasional merupakan suatu upaya dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pembangunan nasional merupakan suatu upaya dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 98 TAHUN 2015 TENTANG PERCEPATAN PENYELENGGARAAN KERETA API RINGAN/LIGHT RAIL TRANSIT TERINTEGRASI

Lebih terperinci

Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017 LEGALISASI ASET PEMERINTAH DAERAH MELALUI PENDAFTARAN TANAH DI KABUPATEN PRINGSEWU. Oleh.

Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017 LEGALISASI ASET PEMERINTAH DAERAH MELALUI PENDAFTARAN TANAH DI KABUPATEN PRINGSEWU. Oleh. Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017 113 LEGALISASI ASET PEMERINTAH DAERAH MELALUI PENDAFTARAN TANAH DI KABUPATEN PRINGSEWU Oleh Suhariyono 1 ABSTRAK: Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Legalisasi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98 TAHUN 2015 TENTANG PERCEPATAN PENYELENGGARAAN KERETA API RINGAN/LIGHT RAIL TRANSIT TERINTEGRASI DI WILAYAH JAKARTA, BOGOR, DEPOK, DAN BEKASI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TANAH MILIK PT. KERETA API INDONESIA OLEH MASYARAKAT DESA BATURETNO KECAMATAN BATURETNO KABUPATEN WONOGIRI

PEMANFAATAN TANAH MILIK PT. KERETA API INDONESIA OLEH MASYARAKAT DESA BATURETNO KECAMATAN BATURETNO KABUPATEN WONOGIRI PEMANFAATAN TANAH MILIK PT. KERETA API INDONESIA OLEH MASYARAKAT DESA BATURETNO KECAMATAN BATURETNO KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Syarat-Syarat Guna Mencapai

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/PRT/M/2015 TENTANG PENGALIHAN ALUR SUNGAI DAN/ATAU PEMANFAATAN RUAS BEKAS SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO DAN KECIL MELALUI

Lebih terperinci

BAB III STATUS TANAH TNI DALAM HUKUM PERTANAHAN NASIONAL

BAB III STATUS TANAH TNI DALAM HUKUM PERTANAHAN NASIONAL BAB III STATUS TANAH TNI DALAM HUKUM PERTANAHAN NASIONAL 3.1 Kedudukan Tanah TNI Dalam UUPA 3.1.1 Penguasaan dan Pemanfaatan Tanah oleh TNI Hak atas tanah yang dilekatkan pada tanah-tanah yang dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Profil Perusahaan ( Sejarah Singkat Perusahaan) Kehadiran kereta api di Indonesia ditandai dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan KA di desa Kemijen, Jum'at tanggal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1959 TENTANG PEMBATALAN HAK-HAK PERTAMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1959 TENTANG PEMBATALAN HAK-HAK PERTAMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1959 TENTANG PEMBATALAN HAK-HAK PERTAMBANGAN PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa adanya hak-hak pertambangan yang diberikan sebelum tahun 1949, yang hingga sekarang tidak atau belum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1959 TENTANG PEMBATALAN HAK-HAK PERTAMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1959 TENTANG PEMBATALAN HAK-HAK PERTAMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1959 TENTANG PEMBATALAN HAK-HAK PERTAMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa adanya hak-hak pertambangan yang diberikan sebelum tahun 1949,

Lebih terperinci

PENERTIBAN ATAS TANAH DAN BANGUNAN TNI DENGAN STATUS OKUPASI

PENERTIBAN ATAS TANAH DAN BANGUNAN TNI DENGAN STATUS OKUPASI PENERTIBAN ATAS TANAH DAN BANGUNAN TNI DENGAN STATUS OKUPASI Muhadi Prabowo (muhadi.prabowo@gmail.com) Widyaiswara Madya Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Abstrak Pemberian hak atas tanah oleh Negara telah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1998 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1998 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1998 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi

Lebih terperinci

MODUL 5 : PENGADAAN TANAH DIBAWAH 5 HA

MODUL 5 : PENGADAAN TANAH DIBAWAH 5 HA MODUL 5 : PENGADAAN TANAH DIBAWAH 5 HA Diklat Perencanaan dan Persiapan Pengadaan Tanah KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. (Persero), logo organisasi, struktur organisasi PT Kereta Api Indonesia

BAB II GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. (Persero), logo organisasi, struktur organisasi PT Kereta Api Indonesia BAB II GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN Pada bab II ini, peneliti mendeskripsikan mengenai konteks dari penelitian yang diteliti. Konteks penelitian pada penelitian ini adalah mengenai PT KAI (Persero).

Lebih terperinci

CATATAN ATAS LAPORAN BARANG MILIK NEGARA

CATATAN ATAS LAPORAN BARANG MILIK NEGARA CATATAN ATAS LAPORAN BARANG MILIK NEGARA PADA LAPORAN BARANG KUASA PENGGUNA UNIT AKUNTANSI KUASA PENGGUNA BARANG PENGADILAN AGAMA BANJARNEGARA BAGIAN ANGGARAN 005.04 SEMESTER II TAHUN2016 I. Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah 34 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 mengatur tentang Pendaftaran Tanah yang terdapat di dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1956 TENTANG PEMBELANJAAN PENSIUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1956 TENTANG PEMBELANJAAN PENSIUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1956 TENTANG PEMBELANJAAN PENSIUN PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa perlu dalam waktu yang singkat mengadakan aturan yang sama untuk pembelanjaan pensiun dan onderstan bagi bekas

Lebih terperinci

BAB II KONSEP WEWENANG ADMINISTRASI PERTANAHAN BAGI PENYELENGGARAAN PERUMAHAN

BAB II KONSEP WEWENANG ADMINISTRASI PERTANAHAN BAGI PENYELENGGARAAN PERUMAHAN BAB II KONSEP WEWENANG ADMINISTRASI PERTANAHAN BAGI PENYELENGGARAAN PERUMAHAN A. Konsep Kebijakan Pertanahan Berdasarkan UUPA Konsep kebijakan pertanahan nasional bersumber pada rumusan Pasal 33 ayat (3)

Lebih terperinci

EKSISTENSI HAK PENGELOLAAN DALAM HUKUM TANAH NASIONAL

EKSISTENSI HAK PENGELOLAAN DALAM HUKUM TANAH NASIONAL EKSISTENSI HAK PENGELOLAAN DALAM HUKUM TANAH NASIONAL Urip Santoso * Departemen Hukum Administrasi, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya Jalan Darmawangsa Dalam Selatan, Surabaya, Jawa Timur

Lebih terperinci

2 Memperhatikan: 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Le

2 Memperhatikan: 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Le No.1854, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Orta. Balai Teknik Perkeretaapian. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 63 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGARAAN PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIK DI DAERAH

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAN PENGOPERASIAN BANDAR UDARA BARU DI KABUPATEN KULONPROGO PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang: a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1998 tentang Prasarana dan Sarana Kereta

Lebih terperinci

Analisa dan Usulan Kegiatan Berdasarkan Fungsi Yang Diselenggarakan Direktorat Pemantauan dan Pembinaan Pertanahan

Analisa dan Usulan Kegiatan Berdasarkan Fungsi Yang Diselenggarakan Direktorat Pemantauan dan Pembinaan Pertanahan Analisa dan Usulan Kegiatan Berdasarkan Fungsi Yang Diselenggarakan Direktorat Pemantauan dan Pembinaan Pertanahan I. Dasar Hukum a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Lebih terperinci

BAB II PEROLEHAN HAK ATAS TANAH OLEH DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS

BAB II PEROLEHAN HAK ATAS TANAH OLEH DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS 14 BAB II PEROLEHAN HAK ATAS TANAH OLEH DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS 2.1. Pembebasan Hak Atas Tanah Sebagai Cara Perolehan Tanah Untuk Pembangunan Oleh Instansi Pemerintah

Lebih terperinci