Faktor Imunomodulator Kelenjar Saliva Anopheles Sundaicus Sebagai Target Potensial Dalam Pembuatan Transmission Blocking Vaccine (TBV) Melawan Malaria

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Faktor Imunomodulator Kelenjar Saliva Anopheles Sundaicus Sebagai Target Potensial Dalam Pembuatan Transmission Blocking Vaccine (TBV) Melawan Malaria"

Transkripsi

1 Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Faktor Imunomodulator Kelenjar Saliva Anopheles Sundaicus Sebagai Target Potensial Dalam Pembuatan Transmission Blocking Vaccine (TBV) Melawan Malaria Adrial 1, Zulkarnain Edward 1, Suci Lestari 2 Adrial_63@yahoo.com Abstract. Indonesia as the tropical country, was the endemic area of variety of tropical diseases, such as malaria, leprous, and filariasis with increasing patient numbers in last five years. Vaccination is a effective strategy to manage malaria. A vector arthropod salivary gland has proved to contain immunogenic materials so as to be used as vaccine which block transmission (Transmission Bloocking Vaccine (TBV)). Vaccine based on vector salivary is a new approach that not only protect human to pathogens, but also able to block transmission. Therefore, the components in anopheline salivary was a important candidate as target of vaccine production of blocker pathogen transmission, such as TBV against malaria. This study was conducted to observe salivary activity of a malaria vector, An. sundaicus in mice model Mus musculus BALB/C which infected by P. berghei. This study was aimed to obtain information about influence administration An. sundaicus salivary to host immune response through cytokine profile IFN-γ and IL-4 yielded with sandwich ELISA measurement and parasitemia degree as consequency from P. berghei infection in model. This information will be very useful in designation TBV production against malaria with explore immunomodulatory factors in An. sundaicus salivary gland. The observation of BALB/C mice with parasitemia vaccinated with An. sundaicus salivary gland post P. berghei infection indicate that the pellet treatment group have paraistemia level which tend lower than supernatant treatment group no vaccinated. The pellet group of An. sundaicus salivary is a component of immunomodulatory protein which able decline parasitemia level from mice peller group lower than other groups. IFN-γ is highest in pellet group and IL-4 is lowest in supernatant group. The immunomodulatory protein able modulate host immune response toward Th1. It can be concluded that An, sundaicus salivary gland have potential as one of target candidate in developing Transmission Blocking Vaccine against malaria. Key words: vector salivary, An. sundaicus, Transmission Blocking Vaccine (TBV), immunomodulatory, and malaria. PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara tropis merupakan wilayah endemis beragam penyakit tropis, seperti malaria, kusta dan filariasis atau kaki gajah dengan jumlah penderita yang semakin meningkat dalam lima tahun terakhir. Khususnya malaria menunjukkan beberapa peningkatan kasus terutama di luar Jawa dan Bali. Malaria merupakan penyakit infeksi parasit yang menempatkan 2,5 milyar manusia berisiko dan menyebabkan lebih dari juta kasus klinis dengan 1-3 juta kematian setiap tahunnya. Malaria tersebar di 106 negara dengan tingkat risiko hingga 40%. Penyakit ini terutama menyerang wanita dan anak-anak di Afrika dan Asia Tenggara. Setiap tahunnya lebih dari 15 juta orang terinfeksi malaria. Lebih dari 90 juta penduduk Indonesia tinggal di daerah endemik malaria. Dari sekitar 30 juta kasus malaria setiap tahun, hanya sekitar 10% saja yang mendapat pengobatan. Malaria merupakan penyakit yang muncul kembali (re-emerging diseases). Semirata 2013 FMIPA Unila 21

2 Adrial: Keanekaragaman Flora dan Fauna di Kota Pekanbaru, Riau Permasalahan utama malaria sampai saat ini adalah terjadinya peningkatan resistensi Plasmodium falciparum dan P. vivax terhadap obat-obat anti malaria. Masalah ini diperparah dengan keprihatinan bagi lingkungan yang berasal dari penggunaan insektisida seperti DDT terhadap nyamuk vektor malaria, sehingga resistensi vektor nyamuk terhadap insektisida yang menyebabkan terjadinya wabah malaria secara berulang di beberapa daerah endemik dan belum ditemukannya vaksin malaria yang efektif dalam memberikan perlindungan terhadap penduduk. Hambatan pengembangan vaksin malaria adalah karena kompleksnya siklus hidup P. falciparum sehingga perlu usaha pengembangan multi-stage vaccine, suatu vaksin yang dapat menginduksi respons imun yang protektif terhadap setiap tahapan siklus hidup P. falciparum. Vaksin ini mengandung beberapa subunit vaksin yang masing-masing terdiri dari satu atau beberapa subunit vaksin yang bekerja pada setiap stadium sehingga diharapkan efektivitasnya tinggi. Hambatan lain dalam pengembangan vaksin yang efektif adalah adanya polimorfisme dan protein antigen kandidat vaksin karena bentuk alelle yang berbeda akan memberikan perbedaan kemampuan untuk pengenalan respons imun tubuh. Pendekatan baru dalam pengembangan vaksin melawan penyakit diperantarai vektor artropoda yaitu dengan memanfaatkan komponen dalam saliva vektor. Saat nyamuk betina Anopheles menggigit manusia untuk menghisap darah, terjadi proses transmisi dengan masuknya sporozoit ke dalam sirkulasi. Pada waktu yang bersamaan senyawa-senyawa aktif yang ada di dalam saliva nyamuk juga masuk ke dalam tubuh hospes. Senyawasenyawa ini memiliki efek antihemostatik, anti-inflamasi, dan aktivitas imunosupresi yang melancarkan proses menghisap darah. Hal ini mendasari hipotesis bahwa saliva vektor artropoda mengandung komponen vasomodulator dan imunomodulator. Komponen vasomodulator menyebabkan terjadinya vasodilatasi pembuluh darah, sehingga membantu nyamuk untuk menghisap darah. Komponen imunomodulator dapat membantu meningkatkan terjadinya transmisi agenagen patogen seperti parasit malaria. Komponen imunomodulator tersebut telah dilaporkan bersifat imunosupresif. Komponen immunosupresif yang berada di saliva vektor artropoda inilah yang merupakan komponen penting bagi basis dalam pengembangan vaksin melawan patogen yang ditransmisikan (Transmission-Blocking Vaccine (TBV). Jika substansi dalam saliva nyamuk mampu berperan sebagai faktor imunomodulator maka menginduksi respon imunitas inang (vaksinasi aktif) dengan memanfaatkan substansi tersebut akan menjadi basis bagi pengembangan metode untuk mengendalikan atau bahkan menghambat transmisi dan perkembangan parasit yang dibawa oleh nyamuk. Vaksin berbasis saliva vektor ini merupakan pendekatan inovatif baru yang tidak hanya akan melindungi inang (manusia) terhadap patogen yang dibawa vektor, lebih jauh lagi akan mampu memotong transmisinya. Vaksin penghambat transmisi (TBV) akan memberikan keuntungan dalam manghambat penyebaran mutan yang resisten terhadap komponen vaksin pada stadium aseksual atau terhadap obat-obat antimalaria. Sampai saat ini masih belum diidentifikasi senyawa yang menjadi target spesifik untuk menjadi komponen target pembuatan TBV dari nyamuk vektor malaria. Sampai saat ini belum banyak diteliti zat yang berfungsi sebagai imunomodulator dari kelenjar saliva nyamuk Anopheles sundaicus dan belum diketahui apakah 22 Semirata 2013 FMIPA Unila

3 Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 sama untuk semua spesies Anopheles. Hasil penelitian ini nantinya diharapkan memberikan kontribusi yang besar dalam menciptakan vaksin baru antimalaria dan anti penyebaran malaria yang efektif dan efisien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kelenjar saliva nyamuk Anopheles sundaicus yang tidak terinfeksi terhadap derajat parasetemia dan respon imun IL-4 dan IFN- γ akibat infeksi Plasmodium berghei pada hewan coba. METODE PENELITIAN Koleksi Nyamuk an. Sundaicus dan Preparasi Kelenjar Saliva An. sundaicus yang digunakan merupakan hasil rearing koleksi larva/jentik dari tempat perindukannya di Desa Sungai Pinang, Kecamatan Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat. Koleksi larva/jentik nyamuk Anopheles dilakukan sesuai dengan standar WHO. Larva diidentifikasi menggunakan buku acuan Stoker dan Koesoemawinangoen. (1950). Diseksi kelenjar saliva nyamuk betina dilakukan dengan cara WHO dan Bruce-Chwatt. Kelenjar saliva disimpan ke dalam eppendorf tube yang sudah diisi dengan buffer HEPES Saline. Kelenjar saliva yang telah diisolasi disimpan dalam suhu -20 C sampai diperlukan. Jumlah kelenjar saliva An. sundaicus yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 1500 ekor. PENYIAPAN IMUNISASI Kelenjar saliva yang telah diisolasi dihomogenisasi dan disentrifus dengan kecepatan g pada suhu 4ºC selama 15 menit, sehingga didapatkan pellet (SG- 1) dan supernatan (SG-2) yang keduanya dipakai untuk imunisasi. ADJUVANT Kelenjar saliva yang telah dipreparasi dicampur dengan gel aluminium hidroksida (alhydrogel 2%, InvivoGen) dalam jumlah yang sama. Selanjutnya disimpan dalam suhu ruangan selama 2 jam atau semalam dalam suhu 4ºC. PENYIAPAN HEWAN UJI Mencit Mus musculus BALB/c umur 6-8 minggu dikembangbiakkan oleh laboratorium. Tiga puluh ekor mencit BALB/c dibagi menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama diimunisasi dengan SG- 1 (pellet kelenjar saliva), kelompok kedua diimunisasi dengan SG-2 (supernatan kelenjar saliva) dan kelompok ketiga adalah kontrol yang diimunisasi dengan adjuvant plus tris-saline buffer. Imunisasi dilakukan sebanyak 3 kali dengan interval 2 minggu. Imunisasi dilakukan dengan menginjeksikan 100 µl vaksin pada bahu mencit di masing-masing kelompok. Setelah dilakukan imunisasi semua mencit diinfeksi dengan P. berghei. Respon imun diamati 24 jam setelah imunisasi, sedangkan derajat parasitemia diamati 24 jam setelah infeksi. PENGAMATAN RESPON IMUN Pengambilan plasma dari hewan uji pada penelitian ini yaitu melalui ekor. Darah diambil dari ekor mencit yang sudah dianestesi sebelum imunisasi dan 24 jam setelah imunisasi keempat. Pengamatan respon imun dilakukan untuk mengamati titer sitokin IL-4 dan IFN-γ dengan ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) Sandwich. HITUNGAN DERAJAT PARASITEMIA Semua mencit pada masing-masing kelompok diinfeksi dengan P. berghei melalui injeksi intraperitoneal 24 jam setelah imunisasi terakhir. Duapuluh empat jam setelah diinfeksi darah mencit diambil untuk dibuat hapusan darah dan diwarnai dengan Giemsa. Derajat parasitemia diukur dengan mengitung jumlah parasit (P. berghei) per 1000 eritrosit yang dinayatakan dalam persen (%). Pengukuran Semirata 2013 FMIPA Unila 23

4 Adrial: Keanekaragaman Flora dan Fauna di Kota Pekanbaru, Riau derajat parasitemia dilakukan berturut-turut selama 7 hari. HASIL DAN PEMBAHASAN Hitungan Derajat Parasitemia Penghitungan derajat parasitemia dilakukan 2 kali yaitu dengan ulangan individu dan ulangan populasi. Gambaran parasitemia dari mencit yang sudah terinfeksi oleh P. berghei seperti pada Gambar 1. Pada Gambar 1. terlihat bahwa eritrosit yang telah terinfeksi oleh P. berghei menunjukkan ukuran eritrosit lebih besar dari eritrosit yang normal dan didalam eritrosit didapat parasit P. berghei bentuk tropozoit/bentuk cincin. Gambar 2. Grafik perkembangan derajat parasitemia (%) populasi mencit percobaan Hasil pengamatan derajat parasitemia masing-masing kelompok pada uji populasi (Gambar 2) dan uji validasi (Gambar 3) menunjukkan terdapat perbedaan derajat parasitemia antara kelompok kontrol, kelompok perlakuan pellet, dan kelompok perlakuan supernatan. Dapat dilihat bahwa pada hari ke-6 kelompok perlakuan pellet memiliki derajat parasitemia yang cenderung lebih rendah dibandingkan Gambar 3. Grafik perkembangan derajat parasitemia mencit dengan ulangan individu. Gambar 1. Hapusan darah mencit Balb/c setelah diifeksi dengan P. berghei. Tanda panah menunjukkan eritrosit yang terinfeksi parasit. dengan kelompok perlakuan supernatan dan kelompok kontrol. K: Kelompok kontrol; P: Kelompok perlakuan pellet; S: Kelompok perlakuan supernatan Proteksi terhadap infeksi malaria memerlukan respon imun seluler yang dimulai dengan pelepasan interleukin-12 (IL-12) dari antigen presenting cells (APC). Peran utama IL-12 adalah diferensiasi T CD4+ menjadi sel Th1 untuk sekresi IFNγ. Karena saliva vektor bersifat nonpatogenik dan lebih bersifat imunogenik maka sel Th2 lebih berperan aktif daripada 24 Semirata 2013 FMIPA Unila

5 Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 sel Th1 sehingga pada paparan pertama kelenjar saliva nyamuk pada inang menyebabkan perubahan respon imun seluler dari Th1 ke Th2 yang lebih menguntungkan vektor. IL-4 merupakan salah satu sitokin yang dihasilkan oleh sel Th2 dimana IL-4 berperan dalam diferensiasi dan proliferasi sel B untuk memproduksi antibodi seperti IgG, IgA dan IgE. IL-4 bekerja secara antagonis dengan sitokin sel Th2, IFN- γ. Sitokin tersebut menghambat aktifitas sel Th1 dengan mekanisme regulasi silang. Hal tersebut menyebabkan mekanisme induksi respon imun seluler oleh sel Th1 yang terbukti efektif dalam mengeliminasi parasit juga berkurang. Paparan berulang saliva nyamuk menyebabkan perubahan respon imun inang dari Th2 ke arah Th1 yang lebih menguntungkan inang dan memberikan respon protektif. Sel Th1 menghasilkan IFN- γ yang berperan dalam menghambat pertumbuhan parasit di eritrosit melalui nitrit oxide yang dihasilkan dari makrofag yang teraktivasi. IFN-γ dari sel Th1 menghambat aktivitas sel Th 2 sehingga terjadi penurunan kadar IL-4. Adanya sel B memori pada pajanan pertama menyebabkan produksi antibodi meningkat Penelitian yang dilakukan Donovan et al., pada mencit yang mendapat paparan berulang dengan gigitan nyamuk Anopheles stephensi steril terlebih dahulu, menunjukkan pengukuran derajat parasitemia yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok mencit yang tidak disensitisasi. Dari Gambar 2 dan Gambar 3 dapat dilihat bahwa kelompok perlakuan pellet dan supernatan juga memiliki derajat parasitemia yang cenderung lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol. Hal ini disebabkan pada kelompok perlakuan yang diberikan saliva secara berulang telah terbentuk antibodi protein kelenjar saliva. Paparan berulang dari saliva menyebabkan pergeseran respon imun ke arah Th2 yang ditandai dengan peningkatan IFN-γ untuk aktivasi sel-sel makrofag menghasilkan Nitrit Oxide sebagai senyawa toksik sehingga bisa memaksimalkan proses eliminasi parasit. Pada kelompok kontrol tidak diberikan ekstrak kelenjar saliva An. sundaicus sehingga tidak terdapat kenaikan kadar IFN-γ untuk memberikan efek proteksi. Hal ini menyebabkan parasit berkembang lebih cepat daripada kelompok perlakuan karena sistem imun tubuh memerlukan waktu untuk mengenali antigen tersebut. Saat proses sentrifugasi dilakukan untuk penyiapan preparasi vaksin, berbagai macam molekul akan terurai berdasarkan besarnya massa dan tingkat kelarutan. Komponen protein tertentu pada ekstrak kelenjar saliva akan membentuk endapan pellet dan sebagian lagi akan terlarut dalam supernatant. Penelitian terdahulu oleh Rajab menunjukkan bahwa kelompok perlakuan dengan pemberian pellet ekstrak kelenjar saliva An. maculatus memberikan gambaran derajat parasitemia yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok perlakuan supernatan dan kelompok kontrol. Penelitian serupa yang dilakukan oleh Soraya menunjukkan hasil bahwa pellet kelenjar saliva An. aconitus memberikan gambaran derajat parasitemia yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok perlakuan supernatan dan kelompok kontrol. Hal ini memberikan gambaran bahwah keberadaan protein imunomodulator yang diduga bersifat insoluble dan terdapat di bagian pellet kelenjar saliva Anopheles. Protein ini dapat memicu respon imun protektif terhadap inang yang ditunjukkan dengan rendahnya derajat parasitemia. PENGAMATAN RESPON IMUN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap mencit yang diimunisasi dengan kelenjar saliva An. sundaicus dan setelah dilakukan imunisasi 3 kali serta pasca infeksi dengan P. berghei, maka didapatkan hasil uji ELISA terhadap pengamatan respon imun sebagai berikut. Semirata 2013 FMIPA Unila 25

6 Adrial: Keanekaragaman Flora dan Fauna di Kota Pekanbaru, Riau Respon imun yang diamati adalah kadar Interferon-gamma (IFN-γ) dan kadar Interleukin-4 (IL-4). PENGUKURAN KADAR IFN-γ Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap mencit yang telah diimunisasi dengan kelenjar ludah An. sundaicus dan diinfeksi dengan P. berghei, maka didapatkan kadar interferon gamma sebagaimana tertera pada Gambar 4 dan Gambar 5 berikut. Berdasarkan Gambar 4 dan 5 dapat dijelaskan bahwa dari ketiga perlakuan imunisasi dengan kelompok pellet dan kelompok supernatan dari kelenjar ludah An. sundaicus, memperlihatkan terjadinya peningkatan kadar interferon gamma (IFNγ) dari hari pertama sebelum imunisasi sampai hari 7 pasca imunisasi pertama. Kemudian kadarnya menurun sedikit setelah hari ke 7 imunisasi ke II dan hari ke 7 imunisasi ke III dan peningkatan kadar IFN- γ terjadi kembali pasca diinfeksi hari I dengan P. berghei. Gambar 4. Pengamatan kadar interferon-gamma (IFN-γ) terhadap mencit yang diimunisasi dengan kelenjar ludah An. sundaicus dan diinfeksi P. berghei pada kelompok individu mencit percobaan. Keterangan : 1. Sebelum vaksinasi, 2. Vaksinasi 1, 3. Vaksinasi ke 2, 4. Vaksinasi ke 3, 5. Dua puluh empat jam pasca infeksi P. berghei, dan 6. Enam hari pasca infeksi P. berghei Gambar 5. Pengamatan kadar interferon-gamma (IFN-γ) terhadap mencit yang diimunisasi dengan kelenjar saliva An. sundaicus dan diinfeksi P. berghei pada kelompok populasi mencit percobaan. 26 Semirata 2013 FMIPA Unila

7 Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Gambar 6. Kadar IL-4 terhadap mencit yang diimunisasi yang diinfeksi P. berghei pada kelompok individu mencit percobaan. Gambar 7. Kadar IL-4 terhadap mencit yang diimunisasi yang diinfeksi P. berghei pada kelompok populasi mencit percobaan. Berdasarkan Gambar 6 dan Gambar 7 kadar IL-4 pada mencit yang dimunisasi yang diinfeksi dengan P. berghei, terlihat bahwa kadar IL-4 pada kelompok kontrol mengalami peningkatan dan mencapai puncaknya pada pasca infeksi dengan P. berghei. Sedangkan pada kelompok perlakuan dengan pellet dan supernatan kelenjer saliva An. sundaicus yang diinfeksi dengan P. berghei, kadar IL-4 mengalami penurunan sampai pada pasca infeksi. Hal ini juga bertolak belakang dengan kadar IFN-γ yang mengalami peningkatan/kenaikan dan sejalan dengan penurunan kadar/derajat parasitemia P. berghei. Kelenjar saliva An. sundaicus mempunyai efek imunomodulator terhadap sistim imun. Aktifitas imunomodulator dari kelenjar saliva An. sundaicus terlihat dengan adanya peningkatan kadar IFN-γ pada mencit yang diimunisasi dengan pellet dan supernatan dan berbanding terbalik Semirata 2013 FMIPA Unila 27

8 Adrial: Keanekaragaman Flora dan Fauna di Kota Pekanbaru, Riau dengan kadar IL-4 serta kepadatan parasitemia P. berghei pasca infeksi. Antigen plasmodium mampu menginduksi aktivasi sel T dengan berbagai macam cara yang ditunjukkan dengan adanya proliferasi sel T, baik secara in vivo maupun in vitro, induksi ekspresi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, produksi limfokin, dan stimulasi fungsi sel helper untuk menghasilkan antibodi. Pertumbuhan bentuk eritrositik dari P. berghei dapat dihambat oleh IFN-γ. Diketahui bahwa terdapat perbedaan kadar IFN-γ yang beredar antara infeksi P. yoelii yang letal dan yang no-letal. Pemberian rekombinan IFN-γpada mencit yang diinfeksi dengan P. berghei dapat mempanjang masa hidup, demikian pula pada mencit yang diinfeksi dengan P. chabaudi adami. (16,17) Pada penelitian ini kadar IFN-γ pada kelompok perlakuan dengan pellet dan supernatan kelenjar saliva An. sundaicus lebih tinggi dari pada kelompok kontrol pada hari 7 pasca imunisasi I dan 1 hari setelah diinfeksi dengan P. berghei. Proteksi terhadap stadium eritrositer P. berghei sangat tergantung pada IFN-γ, dimana sitokin ini meningkatkan aktifitas fagositosis makrofag terhadap sel darah merah yang terinfeksi dan kadar IFN-γ juga meningkat karena diaktivasinya dengan pemberian imunomodulator dari kelenjar saliva An. sundaicus. Pemberian imunomodulator dari imunisasi kelenjar saliva pada mencit kelompok perlakuan ternyata memberikan efek meningkatnya kadar IFN-γ serum. Mediator respon imun lain mungkin juga ikut berperan atau ikut memperantarai terjadinya peningkatan kadar IFN-γ pada kelompok perlakuan dengan pellet dan supernatan yang diinfeksi dengan P. berghei. Diduga mediator respon imun tersebut adalah IL-12, sebagaimana diketahui bahwa respon terhadap adanya produk bakteri dan parasit intraseluler, monosit atau makrofag akan memproduksi IL-12, yang berefek biologik terhadap sel T, yakni menstimulasi diffrensiasi sel T CD4 + ke arah sel Th1, dimana sel Th1 merupakan penghasil utama IFN-γ, sehingga hal ini akan menyebabkan terjadinya peningkatan kapasitas pproduksi IFN-γ. Pengamatan respon imun terhadap produksi IL-4 pada penelitian ini memperlihatkan kadarnya mengalami penurunan pasca imunisasi dengan kelenjar ludah An. sundaicus dan pasca infeksi dengan P. berghei. Hal ini sejalan dengan terjadinya peningkatan produksi kadar IFNγ. Begitu pula dengan kepadatan parasitemia P. berghei pasca imunisasi dengan kelenjar ludah An. sundaicus mengalami penurunan. Berdasarkan penelitian ini terlihat pemberian imunisasi dengan kelenjar saliva An. sundaicus mampu bersifat protektif terhadap pertumbuhan parasit P. berghei. Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Donovan, et.al (2007) (13) menunjukkan bahwa respon imun yang muncul lebih mengarah ke Th-1 ditandai dengan peningkatan IFN-γ dan IL-12. Peningkatan ini sejajar dengan penurunan prasitemia di hepar dan darah. Ini menunjukkan bahwa induksi protein saliva vektor mampu memberikan proteksi kepada inang terhadap infeksi parasit. Dengan demikian saliva nyamuk An. sundaicus dapat dipertimbangkan sebagai potensiator nonspesifik yang dapat dikombinasikan dengan vaksin antimalaria, karena secara efektif dapat menginduksi lingkungan yang mengarah ke Th1 sebagai sarana yang efektif melawan infeksi malaria. KESIMPULAN Pengamatan derajat parasitemia mencit galur BALB/c yang divaksinasi dengan kelenjar saliva An. sundaicus pasca infeksi P. berghei menunjukkan bahwa kelompok perlakuan pellet memiliki derajat parasitemia yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kelompok perlakuan 28 Semirata 2013 FMIPA Unila

9 Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 supernatan dan kelompok kontrol yang tidak divaksinasi. Kelompok pellet kelenjar saliva An. sundaicus merupakan komponen protein imunomodulator yang mampu menurunkan derajat parasitemia mencit kelompok perlakuan pellet lebih rendah dibandingkan dengan kelompok lainnya. Kadar sitokin IFN-γ paling tinggi pada kelompok pellet dan kadar IL-4 paling rendah pada kelompok supernatan. Protein immunomodulator mampu memodulasi respon imun inang kearah Th1 Kelenjar saliva Anopheles sundaicus berpotensi sebagai salah satu kandidat target dalam pengembangan Transmisson Blocking Vaccine (TBV) melawan malaria. SARAN Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang protein kelenjar saliva An. sundaicus yang berperan sebagai faktor immunomodulator pada kelompok pellet dan supernatan untuk menentukan kandidat target spesifik dalam pengembangan TBV malaria. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada HPEQ Project Program Peningkatan Kualitas Pendidikan Dokter (PHKPKPD) Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi atas biaya yang telah diberikan sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan. DAFTAR PUSTAKA WHO World Malaria report WHO Global Malaria Programme. Sandjaja, B Parasitologi Kedokteran Buku I: Protozoologi Kedokteran, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta. Sandjaja, B Parasitologi Kedokteran Buku I: Protozoologi Kedokteran, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta. Ribeiro, J.M., and Francischetti, I.M Role of Arthropod Saliva in Blood feeding: sialome and post-sialome perspective. Ann. Rev. Entomol. 48: Kamhawi, S., Belnaid, Y., Modi, G., Rowton, E. Sacks, D Protection against cutaneous Leishmaniasis resulting from bites of uninfected sand flies. Science. 290: Titus, R.G., J.V. Bishop., J.S. Mejia The immunomodulatory factors of arthropod saliva and the potential for these factors to serve as vaccine targets to prevent pathogen transmission. Parasite Immunology. Volume 28, Issue 4, pages , April 2006). Lavazec,c., Boudin, C., Lacroix,R., Bonnet, S., Diop, A., Thiberge, S., Boisson, B., Tahar, R., Bourgomin, C Carboxypeptidase B of Anopheles gambiaeas Target for a Plasmodium falciparum Transmission-Blocking Vaccine. Infection and Immunity, 75(4) : WHO Division of Malaria and Other Parasitic Diseases. Manual on Practical Entomological Field Techniques For Malaria Control. WHO, Geneva. Stoker, W.J., Koesoemawinangoen, R.W Buku-Gambar Njamuk-Anopheles dari Indonesia. Penerbit: Kemeterian Kesehatan (bagian Pusat Pemberantasan Malaria) Republik Indonesia. Djakarta, Bruce-Chwatt, L.J Essential Malariology. William Heinemann Medical Books Ltd, London, pp Semirata 2013 FMIPA Unila 29

10 Adrial: Keanekaragaman Flora dan Fauna di Kota Pekanbaru, Riau Fitri, Rosyidah, Sari, dan Endarti Effect of N-Acetyl Cysteine administration to the degree of parasitemia and plasma interleukin-12 level of mice infected plasmodium berghei and treated with artemisinin. Med J Indones. Vol.18 (1):5-9. Baratawidjaja, K.G & Rengganis, I Imunologi Dasar Edisi Ke-8. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Press. Donovan, M.J., Messmore, A.S., Scrafford, D.A., Lacks, D.L., Kamhawi,S., McDowell, M.A Uninfected mosquito bites confer protection against infection with Malaria parasite. Infection and Immunity. 75(5) : Ngili, Yohanes Struktur dan Fungsi Biomolekul. Yogyakarta: Graha Ilmu Rajab, Z Derajat Parasitemia Mencit Galur BABL/c yang Divaksinasi Kelenjar Saliva Anopheles maculatus dengan Adjuvan Aluminum Hidroksida. Tidak diterbitkan. Skripsi. Jember: Universitas Jember. Shear HLR, Srinivason T & Nolone Ng Role of Interferon gamma in lethal and non-lethal malaria in susceptible and resistant murine host, J Immunol; 142: Clark IA, Hunt NH, Butcher GA & Cowden WB Inhibition of murine malaria (Plasmodium chabaudi) in vitro by recombinant Interferon-ˠ or tumor Necrosis factor and its enhancement by butylated hydroxyamide, J Immunol. 139; Semirata 2013 FMIPA Unila

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia. Berdasarkan laporan WHO (2015), malaria merupakan penyakit infeksi parasit

Lebih terperinci

Windradini Rahvian Aridama, Derajat Parasitemia Mencit galur BALB/c yang Divaksinasi Kelenjar Saliva...

Windradini Rahvian Aridama, Derajat Parasitemia Mencit galur BALB/c yang Divaksinasi Kelenjar Saliva... 1 Derajat Parasitemia Mencit Galur BALB/c yang Divaksinasi Kelenjar Saliva Anopheles sundaicus sebagai Model Transmission Blocking Vaccine (TBV) Melawan Malaria (Degree of Parasytemia of BALB/c Mice Vaccinated

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi penyakit endemis di beberapa daerah tropis dan subtropis dunia. Pada tahun 2006, terjadi 247 juta kasus malaria,

Lebih terperinci

DERAJAT PARASITEMIA MENCIT GALUR

DERAJAT PARASITEMIA MENCIT GALUR DERAJAT PARASITEMIA MENCIT GALUR BALB/c YANG DIVAKSINASI KELENJAR SALIVA Anopheles sundaicus SEBAGAI MODEL Transmission Blocking Vaccine (TBV) MELAWAN MALARIA SKRIPSI Oleh Windradini Rahvian Aridama NIM

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit intraseluler Protozoa, yaitu genus Plasmodium, menginfeksi 500 juta dan membunuh lebih dari 1 juta jiwa

Lebih terperinci

PROFIL INTERLEUKIN-4 PASCA INJEKSI EKSTRAK KELENJAR SALIVA

PROFIL INTERLEUKIN-4 PASCA INJEKSI EKSTRAK KELENJAR SALIVA PROFIL INTERLEUKIN-4 PASCA INJEKSI EKSTRAK KELENJAR SALIVA Anopheles aconitus PADA MENCIT BALB/c SEBAGAI MODEL TRANSMISSION BLOCKING VACCINE MELAWAN MALARIA SKRIPSI Oleh Robiatul Adawiyah NIM 082010101059

Lebih terperinci

INJEKSI EKSTRAK KELENJAR SALIVA

INJEKSI EKSTRAK KELENJAR SALIVA PROFIL INTERFERON-γ PASCA INJEKSI EKSTRAK KELENJAR SALIVA Anopheles aconitus PADA MENCIT BALB/c SEBAGAI MODEL Transmission Blocking Vaccine (TBV) MELAWAN MALARIA SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular utama di sebagian wilayah Indonesia seperti di Maluku Utara, Papua Barat, dan Sumatera Utara. World Malaria Report - 2008,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria masih menjadi masalah kesehatan di dunia baik di negara maju maupun di negara berkembang. Penyakit malaria telah menjangkiti 103 negara di dunia. Populasi orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi yang kompleks terhadap agen penyebab jejas, seperti mikroba dan kerusakan sel. Respon inflamasi berhubungan erat dengan proses penyembuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah suatu penyakit menular yang banyak diderita oleh penduduk di daerah tropis dan subtropis,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah suatu penyakit menular yang banyak diderita oleh penduduk di daerah tropis dan subtropis, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah suatu penyakit menular yang banyak diderita oleh penduduk di daerah tropis dan subtropis, termasuk Indonesia. Berdasarkan data WHO (2010), terdapat sebanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan salah satu penyakit infeksius. yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan salah satu penyakit infeksius. yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina. 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit infeksius disebabkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina. Penyakit menjadi penyakit endemis di negara-negara tropis, salah penyertanya

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah penyakit yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh parasit yang ditularkan ke manusia melalui nyamuk yang terinfeksi protozoa obligat intraseluler dari

Lebih terperinci

ISOLASI RNA TOTAL HEPAR MENCIT GALUR BALB/c YANG DIVAKSINASI EKSTRAK KELENJAR SALIVA Anopheles maculatus DAN DIINFEKSI Plasmodium berghei

ISOLASI RNA TOTAL HEPAR MENCIT GALUR BALB/c YANG DIVAKSINASI EKSTRAK KELENJAR SALIVA Anopheles maculatus DAN DIINFEKSI Plasmodium berghei ISOLASI RNA TOTAL HEPAR MENCIT GALUR BALB/c YANG DIVAKSINASI EKSTRAK KELENJAR SALIVA Anopheles maculatus DAN DIINFEKSI Plasmodium berghei SKRIPSI Oleh Dian Ayu Indrianingsih NIM 082010101024 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit (protozoa) dari genus plasmodium yang dapat ditularkan melalui cucukan nyamuk anopheles betina. Penyakit

Lebih terperinci

ABSTRAK Penggunaan asam glycyrrhizic yang merupakan bahan aktif dari Viusid Pet sudah lazim digunakan untuk meningkatkan respon imun.

ABSTRAK Penggunaan asam glycyrrhizic yang merupakan bahan aktif dari Viusid Pet sudah lazim digunakan untuk meningkatkan respon imun. ii ABSTRAK Penggunaan asam glycyrrhizic yang merupakan bahan aktif dari Viusid Pet sudah lazim digunakan untuk meningkatkan respon imun. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh Viusid Pet terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang. masih menjadi masalah di negara tropis dan subtropis

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang. masih menjadi masalah di negara tropis dan subtropis BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih menjadi masalah di negara tropis dan subtropis termasuk Indonesia. Penyebab penyakit malaria ini adalah parasit

Lebih terperinci

BALB-C YANG DIVAKSINASI KELENJAR SALIVA

BALB-C YANG DIVAKSINASI KELENJAR SALIVA RESPON IMUN Mus musculus BALB-C YANG DIVAKSINASI KELENJAR SALIVA Anopheles maculatus (DIPTERA:CULICIDAE) PRA DAN PASCA INFEKSI Plasmodium berghei SEBAGAI MODEL TRANSMISSION BLOCKING VACCINE SKRIPSI Oleh

Lebih terperinci

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER BAB 8 IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER 8.1. PENDAHULUAN Ada dua cabang imunitas perolehan (acquired immunity) yang mempunyai pendukung dan maksud yang berbeda, tetapi dengan tujuan umum yang sama, yaitu mengeliminasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem imun berfungsi dalam mempertahankan kondisi tubuh terhadap benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus dan parasit. Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan disekitar kita banyak mengandung agen infeksius maupun non infeksius yang dapat memberikan paparan pada tubuh manusia. Setiap orang dihadapkan pada berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur patogen,

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur patogen, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur patogen, misalnya bakteri, virus, jamur, fungus, protozoa dan parasit yang dapat menyebabkan infeksi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi salah satu masalah kesehatan dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi salah satu masalah kesehatan dunia, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi salah satu masalah kesehatan dunia, dimana 2-3 milyar penduduk dunia diperkirakan telah terinfeksi TB (World Health Organization, 2015).

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN EKSTRAK RIMPANG BANGLE

PENGEMBANGAN EKSTRAK RIMPANG BANGLE PENGEMBANGAN EKSTRAK RIMPANG BANGLE (Zingiber Cassumunar Roxb.) TERSTANDAR MENJADI GRANUL EFERVESEN SEBAGAI TERAPI AJUVAN UNTUK MENCEGAH KOMPLIKASI PADA MALARIA Peneliti : Yunita Armiyanti 1, Wiwien Sugih

Lebih terperinci

TERHADAP MALARIAA SKRIPSI. Oleh Ina Soraya

TERHADAP MALARIAA SKRIPSI. Oleh Ina Soraya DERAJAT PARASITEMIA MENCIT BALB/c PASCA VAKSINASI KELENJAR SALIVA Anopheles aconitus SEBAGAI MODEL TRANSMISSION BLOCKING VACCINE (TBV) TERHADAP MALARIAA SKRIPSI Oleh Ina Soraya NIM 082010101072 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2009 mencapai 1,85% per 1000 penduduk. Penyebab malaria yang tertinggi

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2009 mencapai 1,85% per 1000 penduduk. Penyebab malaria yang tertinggi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang WHO melaporkan 3,2 milyar orang atau hampir setengah dari populasi dunia beresiko terinfeksi malaria. 1 Kemenkes RI melaporkan angka kesakitan malaria tahun 2009

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Vitamin A Terhadap Penurunan Parasitemia Mencit yang Diinfeksi Plasmodium berghei

Pengaruh Pemberian Vitamin A Terhadap Penurunan Parasitemia Mencit yang Diinfeksi Plasmodium berghei Unnes J Life Sci (1) (2012) Unnes Journal of life science http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ Unnes J Life Sci Pengaruh Pemberian Vitamin A Terhadap Penurunan Parasitemia Mencit yang Diinfeksi Plasmodium

Lebih terperinci

ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan.

ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan. Hasil dari perhitungan rumus di atas diperoleh nilai minimal 3 kali ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan. 3.6. Analisis Data Data-data yang diperoleh adalah

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

PAVE THE WAY TO A BETTER LIFE

PAVE THE WAY TO A BETTER LIFE PAVE THE WAY TO A BETTER LIFE MAKALAH POSTER Protein profile of Salivary Gland from Anopheles sundaicus as Potential Target for Transmission Blocking Vaccine (TBV) against Malaria Yunita Armiyanti, Pulong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. patogen di lingkungan, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. patogen di lingkungan, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tubuh memiliki sistem imun sebagai pelindung dari berbagai jenis patogen di lingkungan, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit yang dapat menyebabkan infeksi. 1

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah BAB VI PEMBAHASAN Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan bahan alam untuk mengobati penyakit sudah sejak lama diterapkan oleh masyarakat. Pada jaman sekarang banyak obat herbal yang digunakan sebagai alternatif

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

PENGARUH Andrographis paniculata TERHADAP KAPASITAS PRODUKSI INTERLEUKIN 12 PADA MENCIT YANG DIINOKULASI Plasmodium berghei ANKA ARTIKEL ILMIAH

PENGARUH Andrographis paniculata TERHADAP KAPASITAS PRODUKSI INTERLEUKIN 12 PADA MENCIT YANG DIINOKULASI Plasmodium berghei ANKA ARTIKEL ILMIAH PENGARUH Andrographis paniculata TERHADAP KAPASITAS PRODUKSI INTERLEUKIN 12 PADA MENCIT YANG DIINOKULASI Plasmodium berghei ANKA ARTIKEL ILMIAH Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat menempuh

Lebih terperinci

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006 SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006 1. Imunitas natural :? Jawab : non spesifik, makrofag paling berperan, tidak terbentuk sel memori 2. Antigen : a. Non spesifik maupun spesifik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penurunan sistem imun dapat menjadi penyebab timbulnya berbagai penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam tubuh (Murphy et al.,

Lebih terperinci

PROTEIN IMUNOGENIK PENYUSUN KELENJAR SALIVA VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE Aedes aegypti L. SKRIPSI. Oleh Rofiatul Laila NIM

PROTEIN IMUNOGENIK PENYUSUN KELENJAR SALIVA VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE Aedes aegypti L. SKRIPSI. Oleh Rofiatul Laila NIM PROTEIN IMUNOGENIK PENYUSUN KELENJAR SALIVA VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE Aedes aegypti L. SKRIPSI Oleh Rofiatul Laila NIM 091810401007 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi perhatian masyarakat dunia termasuk didalamnya negara Indonesia. Di

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi perhatian masyarakat dunia termasuk didalamnya negara Indonesia. Di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan yang masih menjadi perhatian masyarakat dunia termasuk didalamnya negara Indonesia. Di dunia diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray].

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray]. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bahan alam berkhasiat obat yang banyak diteliti manfaatnya adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray]. Tanaman kembang

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam)

BAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam) BAB V PEMBAHASAN 1. Kemampuan fagositosis makrofag Kemampuan fagositosis makrofag yang dinyatakan dalam indeks fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam) lebih tinggi dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Kim et al., 2009). Tuberkulosis pada umumnya terjadi di paru-paru

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak tiga jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

Lebih terperinci

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A)

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A) REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI Oleh : Rini Rinelly, 1306377940 (B8A) REAKSI ANTIGEN DAN ANTIBODI Pada sel B dan T terdapat reseptor di permukaannya yang berguna untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya angka kesakitandan angka kematian terutama pada negara

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya angka kesakitandan angka kematian terutama pada negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya angka kesakitandan angka kematian terutama pada negara berkembang seperti Indonesia masih disebabkan oleh penyakit infeksi. 1 Penyakit infeksi dapat disebabkan

Lebih terperinci

ABSTRAK ANALISIS KADAR INTERFERON GAMMA PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DAN BUKAN PENDERITA TUBERKULOSIS

ABSTRAK ANALISIS KADAR INTERFERON GAMMA PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DAN BUKAN PENDERITA TUBERKULOSIS ABSTRAK ANALISIS KADAR INTERFERON GAMMA PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DAN BUKAN PENDERITA TUBERKULOSIS Rina Lizza Roostati, 2008, Pembimbing I : Diana K. Jasaputra, dr., M.Kes. Pembimbing II : J. Teguh

Lebih terperinci

7.2 CIRI UMUM SITOKIN

7.2 CIRI UMUM SITOKIN BAB 7 SITOKIN 7.1 PENDAHULUAN Defnisi: Sitokin adalah senyawa protein, dengan berat molekul kira-kira 8-80 kda, yang merupakan mediator larut fase efektor imun natural dan adaptif. Nama dari sitokin bermacam-macam

Lebih terperinci

Profil Interleukin-4 dan Interferon Gamma pada Mencit galur Balb/c Pasca Vaksinasi Ekstrak Kelenjar saliva Anopheles sundaicus

Profil Interleukin-4 dan Interferon Gamma pada Mencit galur Balb/c Pasca Vaksinasi Ekstrak Kelenjar saliva Anopheles sundaicus Jurnal ILMU DASAR, Vol.15 No.2, Juli 2014: 75-80 75 Profil Interleukin-4 dan Interferon Gamma pada Mencit galur Balb/c Pasca Vaksinasi Ekstrak Kelenjar saliva Anopheles sundaicus s.l. dan Diinfeksi Plasmodium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi

BAB I PENDAHULUAN. bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Allergy Organization (WAO) tahun 2011 mengemukakan bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi dunia. 1 World Health Organization (WHO) memperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai saluran cerna. Diagnosis demam tifoid bisa dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN. mengenai saluran cerna. Diagnosis demam tifoid bisa dilakukan dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna. Diagnosis demam tifoid bisa dilakukan dengan melihat gejala klinis berupa demam,

Lebih terperinci

PROFIL INTERLEUKIN 4 (IL-4) DAN INTERFERON GAMMA (IFN

PROFIL INTERLEUKIN 4 (IL-4) DAN INTERFERON GAMMA (IFN PROFIL INTERLEUKIN 4 (IL-4) DAN INTERFERON GAMMA (IFN γ) Mus musculus Balb-C PASCA INJEKSI KELENJAR SALIVA Anopheles maculatus (Diptera: Culicidae) SEBAGAI MODEL Transmission Blocking Vaccine (TBV) MELAWAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plasmodium merupakan penyebab infeksi malaria yang ditemukan oleh Alphonse Laveran dan perantara malaria yaitu nyamuk Anopheles yang ditemukan oleh Ross (Widoyono, 2008).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di Indonesia, penyakit

Lebih terperinci

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Dr. Nia Kurniati, SpA (K) Manusia mempunyai sistem pertahanan tubuh yang kompleks terhadap benda asing. Berbagai barrier diciptakan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular melalui makanan atau air yang terkontaminasi. 2 Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. menular melalui makanan atau air yang terkontaminasi. 2 Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi. 1 Penyakit ini banyak ditemukan di negara berkembang dan menular melalui makanan atau

Lebih terperinci

SEL SISTEM IMUN SPESIFIK

SEL SISTEM IMUN SPESIFIK SEL SISTEM IMUN SPESIFIK Diana Holidah Bagian Farmasi Klinik dan Komunitas Fakultas Farmasi Universitas Jember Components of the Immune System Nonspecific Specific Humoral Cellular Humoral Cellular complement,

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Mencit yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Laboratorium

BAB 5 PEMBAHASAN. Mencit yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Laboratorium 49 BAB 5 PEMBAHASAN Mencit yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Laboratorium Biokimia Universitas Muhammdiyah Jogjakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24 ekor, di mana tiap kelompok

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah atopik pertama kali diperkenalkan oleh Coca (1923), yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat alergi/hipersensitivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malariamerupakan penyakit yang mengancam jiwa serta disebabkan oleh parasit Plasmodium yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk terinfeksi (Cibulskis et al.,

Lebih terperinci

Diajukan guna memenuhi tugas dan melengkapi syarat dalam menempuh Program Pendidikan Sarjana Fakultas Kedokteran OLEH

Diajukan guna memenuhi tugas dan melengkapi syarat dalam menempuh Program Pendidikan Sarjana Fakultas Kedokteran OLEH PENGARUH PEMBERIAN MINYAK Pandanus conoideus TERHADAP DERAJAT PARASITEMIA MENCIT Swiss YANG DIINFEKSI Plasmodium berghei ANKA ARTIKEL PENELITIAN Diajukan guna memenuhi tugas dan melengkapi syarat dalam

Lebih terperinci

ABSTRAK. PENGARUH SARI BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) TERHADAP PARASITEMIA PADA MENCIT JANTAN STRAIN BALB/c YANG DIINOKULASI Plasmodium berghei

ABSTRAK. PENGARUH SARI BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) TERHADAP PARASITEMIA PADA MENCIT JANTAN STRAIN BALB/c YANG DIINOKULASI Plasmodium berghei ABSTRAK PENGARUH SARI BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) TERHADAP PARASITEMIA PADA MENCIT JANTAN STRAIN BALB/c YANG DIINOKULASI Plasmodium berghei Lisa Marisa, 2009 Pembimbing I : Dr. Susy Tjahjani,

Lebih terperinci

ABSTRAK. PENGARUH FRAKSI AIR KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana) DAN ARTEMISININ TERHADAP PARASITEMIA PADA MENCIT YANG DIINOKULASI Plasmodium berghei

ABSTRAK. PENGARUH FRAKSI AIR KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana) DAN ARTEMISININ TERHADAP PARASITEMIA PADA MENCIT YANG DIINOKULASI Plasmodium berghei ABSTRAK PENGARUH FRAKSI AIR KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana) DAN ARTEMISININ TERHADAP PARASITEMIA PADA MENCIT YANG DIINOKULASI Plasmodium berghei Fina Yunita, 2012 Pembimbing I : Prof. Dr. Susy Tjahjani,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat terutama di negara tropis dan subtropis. Di dunia terdapat 207 juta kasus malaria dan 627.000 kematian akibat

Lebih terperinci

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur immunitas, inflamasi dan hematopoesis. 1 Sitokin adalah salah satu dari sejumlah zat yang disekresikan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan bagi negara tropis/

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan bagi negara tropis/ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan bagi negara tropis/ sub-tropis, negara berkembang maupun negara maju. Pada tahun 2012, diperkirakan ada 207 juta kasus

Lebih terperinci

ABSTRAK. Linda Nathalia, Pembimbing: Caroline Tan Sardjono, S.Ked, PhD

ABSTRAK. Linda Nathalia, Pembimbing: Caroline Tan Sardjono, S.Ked, PhD ABSTRAK PERAN VAKSIN PADA PENCEGAHAN INFEKSI VIRUS Linda Nathalia, 2005. Pembimbing: Caroline Tan Sardjono, S.Ked, PhD Infeksi virus dapat terjadi setelah virus berhasil merusak barier pertahanan tubuh

Lebih terperinci

Peneliti : Rike Oktarianti 1 Mahasiswa Terlibat : Rofiatul Laila 2 : DIPA Universitas Jember Tahun Anggaran 2013 ABSTRAK

Peneliti : Rike Oktarianti 1 Mahasiswa Terlibat : Rofiatul Laila 2 : DIPA Universitas Jember Tahun Anggaran 2013 ABSTRAK Pengembangan Transmission Blocking Vaccine (TBV) Melawan Demam Berdarah Dengue (DBD) : Identifikasi Faktor Imunomodulator Putatif dari Salivary Gland Aedes aegypti Berbasis Reaksi Antigen-Antibodi Vektor

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyebab Malaria Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium yang ditransmisikan ke manusia melalui nyamuk anopheles betina. 5,15 Ada lima spesies

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Infeksi dengue masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Infeksi dengue disebabkan oleh virus DEN 1,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penularan malaria masih ditemukan di 97 negara dan wilayah. Saat ini sekitar 3,3

BAB I PENDAHULUAN. penularan malaria masih ditemukan di 97 negara dan wilayah. Saat ini sekitar 3,3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit parasitik yang ditularkan oleh nyamuk dan sepenuhnya dapat dicegah dan diobati. Tahun 2014, WHO melaporkan bahwa penularan malaria masih ditemukan

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA. Ar11l ELVIEN LAHARSYAH

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA. Ar11l ELVIEN LAHARSYAH /' Ar11l fv\a'-af2-'al.~ CA E SA L ". {t PI r1ll1 CE: At. ELVIEN LAHARSYAH UJI AKTIVITAS ANTIMALARIA EKSTRAK METANOL KAYU SECANG (CAESALPINlA SAPPAN LINN.) TERHADAP PLASMODIUM BERGHEI SECARA IN VIVO PADA

Lebih terperinci

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY LAPORAN HASIL PENELITIAN HIBAH DISERTASI DOKTOR

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY LAPORAN HASIL PENELITIAN HIBAH DISERTASI DOKTOR ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY LAPORAN HASIL PENELITIAN HIBAH DISERTASI DOKTOR Studi Imunogenik Protein Kelenjar Saliva Anopheles sundaicus untuk Karakterisasi Protein Target Kandidat Vaksin Malaria (Transmission

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit akibat infeksi protozoa genus Plasmodium yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit akibat infeksi protozoa genus Plasmodium yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah penyakit akibat infeksi protozoa genus Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi. Gejala umumnya muncul 10 hingga

Lebih terperinci

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi LOGO Pendahuluan Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi Kasus baru didunia : 8,6 juta & Angka kematian : 1,3 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ketika tubuh terpajan oleh suatu antigen atau benda asing,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ketika tubuh terpajan oleh suatu antigen atau benda asing, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketika tubuh terpajan oleh suatu antigen atau benda asing, secara otomatis tubuh akan memberi tanggapan berupa respon imun. Respon imun dibagi menjadi imunitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan penyakit menular yang menjadi perhatian global. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu anak-anak, ibu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Imunitas merupakan suatu mekanisme untuk mengenal suatu zat atau bahan yang dianggap sebagai benda asing terhadap dirinya, selanjutnya tubuh akan mengadakan tanggapan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit genus plasmodium yang termasuk golongan protozoa melalui perantaraan gigitan nyamuk Anopheles

Lebih terperinci

STUDI AWAL PENGEMBANGAN VAKSIN MALARIA DENGAN TEKNIK NUKLIR : PENGARUH IRADIASI GAMMA PADA Plasmodium berghei TERHADAP DAYA TAHAN MENCIT

STUDI AWAL PENGEMBANGAN VAKSIN MALARIA DENGAN TEKNIK NUKLIR : PENGARUH IRADIASI GAMMA PADA Plasmodium berghei TERHADAP DAYA TAHAN MENCIT STUDI AWAL PENGEMBANGAN VAKSIN MALARIA DENGAN TEKNIK NUKLIR : PENGARUH IRADIASI GAMMA PADA Plasmodium berghei TERHADAP DAYA TAHAN MENCIT Darlina dan Devita T Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi,

Lebih terperinci

AINUN RISKA FATMASARI

AINUN RISKA FATMASARI AINUN RISKA FATMASARI 10703043 EFEK IMUNOSTIMULASI EKSTRAK AIR HERBA PEGAGAN (CENTELLA ASIATICA URB) DAN DAUN BELUNTAS (PLUCHEA INDICA LESS) PADA MENCIT SWISS WEBSTER BETINA PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEK HERBA SAMBILOTO (Andrographidis Herba) SEBAGAI IMUNOMODULATOR PADA MENCIT DENGAN DERMATITIS ALERGIKA

ABSTRAK. EFEK HERBA SAMBILOTO (Andrographidis Herba) SEBAGAI IMUNOMODULATOR PADA MENCIT DENGAN DERMATITIS ALERGIKA ABSTRAK EFEK HERBA SAMBILOTO (Andrographidis Herba) SEBAGAI IMUNOMODULATOR PADA MENCIT DENGAN DERMATITIS ALERGIKA Nevin Chandra Junarsa, 2006. Pembimbing I : Diana K. Jasaputra, dr., M.Kes. Sambiloto sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia yang menjadi perhatian serius untuk segera ditangani. Rendahnya kesadaran masyarakat akan hidup sehat

Lebih terperinci

Imunologi Agung Dwi Wahyu Widodo

Imunologi Agung Dwi Wahyu Widodo Dasar-dasar Imunologi Agung Dwi Wahyu Widodo Departemen Mikrobiologi Kedokteran Fakultas Kedokteran Unair Pokok Bahasan Sejarah Imunologi Pendahuluan Imunologi Komponen Imunologi Respons Imun Imunogenetika

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS Sistem Imun Organ limfatik primer Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Organ

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. A. Latar Belakang

BAB I P E N D A H U L U A N. A. Latar Belakang BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Malaria masih merupakan penyakit yang belum bisa diberantas tuntas sampai saat ini, bahkan merupakan penyakit infeksi parasit yang paling penting. Diperkirakan

Lebih terperinci

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN HIBAH BERSAING

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN HIBAH BERSAING 311 / Ilmu Kedokteran Tropis ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN HIBAH BERSAING PENGEMBANGAN OBAT HERBAL TERSTANDAR EKSTRAK BANGLE (Zingiber Cassumunar Roxb.) TERHADAP EKSPRESI ICAM-1 DAN KADAR IL-10

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Senyawa-senyawa yang dapat memodulasi sistem imun dapat diperoleh dari tanaman (Wagner et al., 1999). Pengobatan alami seharusnya menjadi sumber penting untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masalah kesehatan masyarakat yang utama di dunia. Mycobacterium tuberculosis,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masalah kesehatan masyarakat yang utama di dunia. Mycobacterium tuberculosis, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama di dunia. Mycobacterium tuberculosis, agen penyebab TB yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiki 2 sistem imun yaitu sistem imun bawaan. (innate immunity) dan sistem imun adaptif (adaptive

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiki 2 sistem imun yaitu sistem imun bawaan. (innate immunity) dan sistem imun adaptif (adaptive BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia memiki 2 sistem imun yaitu sistem imun bawaan (innate immunity) dan sistem imun adaptif (adaptive immunity). Sistem imun bawaan bersifat non-spesifik sedangkan

Lebih terperinci

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tubuh manusia, sistem imun sangat memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap berbagai antigen (benda asing) dengan memberantas benda asing tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering disebut sebagai vektor borne diseases. Vektor adalah Arthropoda atau

BAB I PENDAHULUAN. sering disebut sebagai vektor borne diseases. Vektor adalah Arthropoda atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penularan penyakit pada manusia melalui vektor penyakit berupa serangga sering disebut sebagai vektor borne diseases. Vektor adalah Arthropoda atau invertebrata lain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obat tradisional telah lama digunakan diseluruh dunia dan menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk

Lebih terperinci

Sistem Imun. Organ limfatik primer. Organ limfatik sekunder. Limpa Nodus limfa Tonsil. Sumsum tulang belakang Kelenjar timus

Sistem Imun. Organ limfatik primer. Organ limfatik sekunder. Limpa Nodus limfa Tonsil. Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Sistem Imun Organ limfatik primer Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Organ limfatik sekunder Limpa Nodus limfa Tonsil SISTEM PERTAHANAN TUBUH MANUSIA Fungsi Sistem Imun penangkal benda asing yang masuk

Lebih terperinci

PENGARUH IRRADIASI GAMMA PADA Plasmodium Berghei TERHADAP DAYA TAHAN MENCIT Darlina dan Devita T PTKMR-BATAN

PENGARUH IRRADIASI GAMMA PADA Plasmodium Berghei TERHADAP DAYA TAHAN MENCIT Darlina dan Devita T PTKMR-BATAN PENGARUH IRRADIASI GAMMA PADA Plasmodium Berghei TERHADAP DAYA TAHAN MENCIT Darlina dan Devita T PTKMR-BATAN ABSTRAK PENGARUH IRRADIASI GAMMA TERHADAP DAYA INFEKSI Plasmodium berghei PADA MENCIT. Pemanfaatan

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh Plasmodium

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh Plasmodium BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan bentuk aseksual didalam darah, dan fase seksual

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 16 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Ekstrak buah mahkota dewa digunakan karena latar belakang penggunaan tradisionalnya dalam mengobati penyakit rematik. Berdasarkan penelitian sebelumnya, ekstrak etanol

Lebih terperinci