KATA PENGANTAR. Jakarta, Juni 2007 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis. Dr. Rustam S. Pakaya, MPH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KATA PENGANTAR. Jakarta, Juni 2007 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis. Dr. Rustam S. Pakaya, MPH"

Transkripsi

1 KATA PENGANTAR Puji syukur kita persembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan perkenan dan karunia-nya kita dapat menyelesaikan buku Tinjauan Laporan Bencana Tahun 2006 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan. Kejadian bencana pada tahun 2006 sangat beragam dan terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia. Akibat dari berbagai kejadian bencana tersebut adalah jatuhnya korban jiwa dan kerusakan materil yang sangat besar. Berbagai bencana yang terjadi sepanjang tahun 2006 dan upaya penanggulangannya dapat kita jadikan sebagai bahan pembelajaran dalam upaya penanggulangan bencana di setiap tahapannya baik pra bencana, saat bencana maupun pasca bencana untuk memotivasi kita dalam menghadapi tantangan di tahun-tahun berikutnya. Kami sampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu tersusunnya buku ini. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Jakarta, Juni 2007 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Dr. Rustam S. Pakaya, MPH Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 1 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 2

2 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... 1 DAFTAR ISI... 2 DAFTAR TABEL DAN GRAFIK... 4 BAB I PENDAHULUAN... 7 BAB II KRISIS KESEHATAN AKIBAT BENCANA YANG TERJADI PADA TAHUN Frekuensi dan Jenis Kejadian Bencana yang Terjadi pada Tahun Frekuensi Bencana Berdasarkan Provinsi pada Tahun Jumlah Korban Meninggal Berdasarkan Jenis Kejadian Bencana pada Tahun Rasio Frekuensi Bencana dengan Jumlah Korban Meninggal pada Tahun Jumlah Korban Rawat Inap Berdasarkan Jenis Kejadian Bencana Jumlah Korban Rawat Jalan Berdasarkan Jenis Kejadian Bencana pada Tahun Jumlah Korban Hilang Berdasarkan Jenis Bencana pada Tahun Gambaran Pengungsi Berdasarkan Bencana pada Tahun Tujuh Jenis Kejadian Bencana yang Paling Sering Terjadi pada Tahun A. Banjir B. Longsor C. Banjir dan Longsor D. Kecelakaan Transportasi E. Angin Puyuh/Puting Beliung F. KLB G. Banjir Bandang Tiga Bencana Besar yang Terjadi pada Tahun A. Gempa Bumi Tektonik Di Prov. DI Yogyakarta Dan Jawa Tengah B. Banjir Bandang Di Prov. Sulawesi Selatan C. Gempa Bumi Dan Tsunami Di Prov. Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta Dan Jawa Timur BAB III KESIMPULAN LAMPIRAN Data Bencana Berdasarkan Provinsi Pada Tahun 2006 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 3 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 4

3 TABEL Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. GRAFIK Grafik 1. Grafik 2. Grafik 3. DAFTAR TABEL DAN GRAFIK Jumlah dan Jenis Kejadian Bencana di Indonesia pada Tahun 2006 Frekuensi Bencana Berdasarkan Provinsi pada Tahun 2006 Jumlah Korban Meninggal Berdasarkan Jenis Kejadian Bencana pada Tahun 2006 Rasio Frekuensi Bencana dengan Jumlah Korban Meninggal pada Tahun 2006 Jumlah Korban Rawat Inap Berdasarkan Jenis Kejadian Bencana pada Tahun 2006 Jumlah Korban Rawat Jalan Berdasarkan Jenis Kejadian Bencana pada Tahun 2006 Jumlah Korban Hilang Berdasarkan Jenis Kejadian Bencana pada Tahun 2006 Jumlah Pengungsi Berdasarkan Jenis Kejadian Bencana pada Tahun 2006 Persentase Korban Meninggal Berdasarkan Jenis Kejadian Bencana pada Tahun 2006 Persentase Korban Rawat Inap Berdasarkan Jenis Kejadian Bencana pada Tahun 2006 Persentase Korban Rawat Jalan Berdasarkan Jenis Kejadian Bencana pada Tahun 2006 Grafik 4. Persentase Korban Hilang Berdasarkan Jenis Kejadian Bencana pada Tahun 2006 Grafik 5. Persentase Jumlah Pengungsi Berdasarkan Kejadian Bencana pada Tahun 2006 Grafik 6. Bencana Banjir pada Tahun 2006 Grafik 7. Korban Meninggal Akibat Banjir pada Tahun 2006 Grafik 8. Korban Rawat Inap dan Rawat Jalan Akibat Bencana Banjir pada Tahun 2006 Grafik 9. Banjir pada Tahun 2006 dan Provinsi Tempat Terjadinya Grafik 10. Bencana Longsor pada Tahun 2006 Grafik 11. Korban Meninggal Akibat Longsor pada Tahun 2006 Grafik 12. Korban Rawat Inap dan Rawat Jalan Akibat Longsor pada Tahun 2006 Grafik 13. Kejadian Longsor Menurut Provinsi pada Tahun 2006 Grafik 14. Bencana Banjir dan Longsor pada Tahun 2006 Grafik 15. Korban Meninggal Akibat Banjir dan Longsor pada tahun 2006 Grafik 16. Korban Rawat Jalan dan Rawat Inap Akibat Banjir dan Longsor pada Tahun 2006 Grafik 17. Bencana Banjir dan Longsor Menurut Provinsi pada Tahun 2006 Grafik 18. Kecelakaan Transportasi pada Tahun 2006 Grafik 19. Korban Meninggal Akibat Kecelakaan Transportasi pada Tahun 2006 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 5 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 6

4 Grafik 20. Korban Rawat Jalan dan Rawat Inap Akibat Kecelakaan Transportasi pada Tahun 2006 Grafik 21. Kecelakaan Transportasi Menurut Provinsi pada tahun 2006 Grafik 22. Bencana Angin Puyuh/Puting Beliung pada Tahun 2006 Grafik 23. Korban Meninggal Akibat Angin Puyuh/ Angin Puting Beliung pada Tahun 2006 Grafik 24. Korban Rawat alan dan Rawat Inap Akibat Angin Puyuh /Puting Beliung pada Tahun Grafik 25. Bencana Angin Puyuh/Puting Beliung Menurut Provinsi pada Tahun 2006 Grafik 26. KLB pada Tahun 2006 Grafik 27. Korban Meninggal Akibat KLB pada Tahun 2006 Grafik 28. Korban Rawat Jalan dan Rawat Inap Akibat KLB pada Tahun 2006 Grafik 29. KLB Menurut Provinsi pada Tahun 2006 Grafik 30. Bencana Banjir Bandang pada Tahun 2006 Grafik 31. Korban Meninggal Akibat Banjir Bandang pada Tahun 2006 Grafik 32. Korban Rawat Jalan dan Rawat Inap Akibat Banjir Bandang pada Tahun 2006 Garfik 33. Banjir Bandang Menurut Provinsi Tahun 2006 BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang rawan bencana. Posisi geografis negara kita yang berada di antara lempeng-lempeng litosfir (Eurasia/Asia Tenggara, Filipina, Pasifik dan Hindia-Australia) yang saling berinteraksi menjadikan Indonesia sebagai kawasan rawan gempa dan tsunami. Indonesia juga memiliki 129 gunung api aktif yang merentang sepanjang Aceh sampai Sulawesi Utara. Selain itu, Indonesia juga memiliki lebih dari 5000 sungai besar sungai besar dan kecil yang 30% diantaranya melewati kawasan padat penduduk dan berpotensi terjadi banjir, banjir bandang dan tanah longsor pada saat musim hujan. Berdasarkan hasil pemantauan Pusat Penanggulangan Krisis, sepanjang tahun 2006 tercatat 162 kali kejadian bencana yang mengakibatkan krisis kesehatan dan terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Jenisnya pun beraneka ragam seperti banjir, longsor, gagal teknologi (kecelakaan transportasi), angin topan, gagal modernisasi (kecelakaan industri) sehingga semakin mengukuhkan Indonesia sebagai negara dengan Supermarket Bencana. Beberapa di antaranya merupakan bencana besar yang mengakibakan ratusan atau bahkan ribuan korban jiwa, yaitu kejadian gempa bumi dan tsunami di Prov. Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Jawa Timur serta gempa Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 7 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 8

5 bumi tektonik di Prov. DI Yogyakarta dan Jawa Tengah. Berbagai kejadian bencana tersebut merupakan pelajaran berharga bagi kita untuk ditelaah dari segi kejadian, dampak dan upaya penanggulangannya. Sehingga di masa mendatang kita bisa lebih membenahi serta meningkatkan upaya penanggulangan baik pada masa prabencana, saat bencana maupun pasca bencana. Dalam rangka peningkatan upaya penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana maka Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI menyusun suatu tinjauan kejadian bencana tahun 2006 yang berisi kumpulan data mengenai kejadian krisis kesehatan akibat bencana sepanjang tahun Di dalamnya meliputi frekuensi dan jenis kejadian bencana, jumlah korban bencana, tinjauan beberapa kejadian bencana dan ringkasan tiga bencana besar yang terjadi sepanjang tahun Buku ini diharapkan bermanfaat bagi petugas kesehatan baik di tingkat pusat maupun ditingkat daerah dalam mengambil kebijakan dan strategi penanggulangan bencana. BAB II KRISIS KESEHATAN AKIBAT BENCANA YANG TERJADI PADA TAHUN Frekuensi dan Jenis Kejadian Bencana yang Terjadi pada Tahun 2006 Selama satu tahun ini telah terjadi 162 kali bencana yang terdiri dari 17 jenis kejadian bencana. Banjir merupakan bencana yang paling banyak terjadi, dengan frekuensi yang cukup menonjol dibandingkan bencana lainnya (30,86%). Peringkat selanjutnya adalah longsor (15,43%). Sebagaimana yang tertera pada tabel Frekuensi Bencana Berdasarkan Provinsi pada Tahun 2006 Selama periode bulan Januari-Desember 2006, bencana terjadi di 27 provinsi dengan frekuensi yang bervariasi. Jawa Timur merupakan daerah yang paling banyak tertimpa bencana yaitu 15,57%, disusul oleh Jawa Tengah (14,97%) dan Jawa Barat (12,57%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2. Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 9 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 10

6 Tabel 2 Frekuensi Bencana Berdasarkan Provinsi pada Tahun 2006 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 11 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 12

7 3. Jumlah Korban Meninggal Berdasarkan Jenis Bencana pada Tahun 2006 Angka kematian tertinggi didapat dari kejadian gempa bumi dengan jumlah yang cukup jauh melampaui kejadian lainnya yaitu hingga 75,36%. Peringkat kedua dan ketiga yaitu gempa bumi dan tsunami (8,91%) dan KLB (3,71%). Untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut ini : Tabel 3 Jumlah Korban Meninggal Berdasarkan Jenis Kejadian Bencana pada Tahun 2006 No Jenis Kejadian Bencana Jumlah Total Korban Meninggal 1 Gempa Bumi Gempa bumi dan tsunami KLB Banjir Bandang Longsor Kecelakaan Transportasi Banjir dan Tanah Longsor Banjir Kecelakaan Industri Angin puting beliung 9 11 Gagal teknologi (Jembatan gantung putus) 7 12 Konflik sosial 6 13 Ledakan bom 3 14 Letusan (Status Awas) Gunung Api 2 Jumlah Grafik 1 Persentase Korban Meninggal Berdasarkan Jenis Kejadian Bencana pada Tahun Rasio Frekuensi Bencana dengan Jumlah Korban Meninggal pada Tahun 2006 Tabel berikut menunjukkan bahwa kejadian gempa bumi merupakan bencana yang paling fatal di tahun ini dengan rasio antara frekuensi bencana dan korban meninggal yaitu 1 : Gempa bumi yang disertai tsunami dan kesakitan dan kematian akibat perubahan cuaca menempati peringkat kedua dan ketiga. Sedangkan banjir yang merupakan bencana Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 13 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 14

8 yang paling sering terjadi selama tahun ini, jumlah korban meninggal relatif kecil yaitu 1 : 2,62. jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan banjir bandang yang mengakibatkan jumlah korban meninggal dalam satu kejadian adalah 1 : 31,63. Tabel 4 Rasio Frekuensi Bencana dengan Jumlah Korban Meninggal pada Tahun Jumlah Korban Rawat Inap Berdasarkan Jenis Bencana Gempa bumi, selain memakan korban jiwa paling banyak, juga menyebabkan jumlah korban dirawat inap yang tertinggi dengan persentase sangat jauh melebihi bencana lainnya yaitu 86,89%. Sedangkan kejadian banjir, sekalipun angka mortalitasnya relatif rendah, namun menyebabkan jumlah korban rawat inap yang cukup banyak (5,86%). Lengkapnya pada tabel dan grafik berikut ini. Tabel 5 Jumlah Korban Rawat Inap Berdasarkan Jenis Bencana pada Tahun 2006 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 15 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 16

9 Grafik 2 Persentase Korban Rawat Inap Berdasarkan Jenis Kejadian Bencana pada Tahun Jumlah Korban Rawat Jalan Berdasarkan Jenis Bencana pada Tahun 2006 Korban rawat jalan paling banyak ditemukan pada bencana gempa bumi (64,37%) disusul oleh banjir (15,44%) serta kejadian banjir dan tanah longsor (7,50%). Tabel 6 Jumlah Korban Rawat Jalan Berdasarkan Jenis Kejadian Bencana pada Tahun 2006 No Jenis Kejadian Bencana Jumlah Total Korban Rawat Jalan 1 Gempa Bumi Banjir Banjir dan Tanah Longsor Gempa Bumi dan Tsunami Letusan (Status Awas) G. Api Kecelakaan Industri Banjir Bandang KLB Longsor Kecelakaan Transportasi Konflik sosial Angin puting beliung 9 13 Gelombang pasang 1 14 Ledakan bom 1 15 Petir 0 16 Kebakaran Hutan 0 17 Gagal Teknologi (Jembatan gantung putus) 0 Jumlah Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 17 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 18

10 Grafik 3 Persentase Korban Rawat Jalan Berdasarkan Jenis Kejadian Bencana pada Tahun 2006 Tabel 7 Jumlah Korban Hilang Berdasarkan Jenis Kejadian Bencana pada Tahun 2006 No Jenis Kejadian Bencana Jumlah Total 1 Kecelakaan Transportasi Banjir Bandang Gempa bumi dan tsunami 82 4 Banjir 79 5 Banjir dan Tanah Longsor 4 6 Kecelakaan Industri 2 Jumlah 712 Grafik 4 Persentase Korban Hilang Berdasarkan Jenis Kejadian Bencana pada Tahun Jumlah Korban Hilang Berdasarkan Jenis Bencana pada Tahun 2006 Sebanyak 712 orang dinyatakan hilang akibat bencana pada tahun Korban hilang terbesar akibat kecelakaan transportasi. Lengkapnya pada tabel dan diagram berikut ini. Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 19 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 20

11 8. Gambaran Pengungsi Berdasarkan Bencana pada Tahun 2006 Jumlah pengungsi akibat bencana pada tahun 2006 sebanyak jiwa. Sebagaimana tabel berikut ini. Sebagian besar akibat bencana gempa bumi. Tabel 8 Jumlah Pengungsi Berdasarkan Jenis Kejadian Bencana pada Tahun 2006 Grafik 5 Persentase Jumlah Pengungsi Berdasarkan Kejadian Bencana pada Tahun Tujuh Jenis Kejadian Bencana yang Paling Sering Terjadi pada Tahun 2006 Ada 7 jenis bencana yang paling sering terjadi pada 2006 ini, yaitu banjir, tanah longsor, kecelakaan transportasi, angin puting beliung, KLB, banjir yang disertai tanah longsor dan banjir bandang. Berikut ini akan dibahas seluruhnya secara lebih rinci. A. Banjir Bencana banjir mencapai puncaknya pada bulan Januari 2006, kemudian menurun hingga bulan April dan meningkat lagi dan kembali berfluktuasi. Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 21 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 22

12 Korban meninggal tertinggi pada bulan Januari dan Desember. Bencana ini mengakibatkan banyaknya pasien yang dirawat jalan jauh melebihi dari rawat inap. Provinsi yang paling banyak mengalami banjir yaitu Jawa Timur, disusul Jawa Barat, Jawa Tengah, NAD, Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Timur. Lengkapnya dapat dilihat pada grafik di bawah ini. Grafik 6 Frekuensi Kejadian Banjir pada Tahun 2006 Grafik 8 Jumlah Korban Rawat Inap dan Rawat Jalan Akibat Banjir pada Tahun ,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5, Rawat Inap Rawat Jalan Grafik 9 Frekuensi Banjir Berdasarkan Provinsi pada Tahun 2006 Grafik 7 Jumlah Korban Meninggal Akibat Banjir pada Tahun 2006 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 23 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 24

13 B. Longsor Bencana longsor paling sering terjadi pada bulan Januari, sempat menurun pada bulan Februari dan meningkat kembali pada bulan Maret dan April. Dan pada bulan Mei-Juli, mengalami penurunan yang cukup tajam untuk kemudian kembali meningkat. Korban meninggal terbanyak pada bulan Januari dan Desember, sedangkan pada bulan-bulan lainnya relatif kecil. Angka pasien rawat jalan jauh melebihi rawat inap. Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat merupakan provinsi yang paling sering tertimpa bencana tersebut. Salah satu bencana longsor yang terjadi pada tahun 2006 adalah sampah longsor yang terjadi di Kab. Bekasi Prov. Jawa Barat. Grafik 10 Bencana Longsor yang Terjadi pada Tahun 2006 Grafik 12 Korban Rawat Inap dan Rawat Jalan Akibat Longsor pada Tahun 2006 Grafik 13 Bencana Longsor Berdasarkan Provinsi pada Tahun 2006 Grafik 11 Korban Meninggal Akibat Longsor pada Tahun 2006 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 25 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 26

14 C. Banjir dan Tanah Longsor Korban meninggal tertinggi pada bulan Januari, sejalan dengan frekuensinya yang memang paling tinggi di bulan tersebut. Sedangkan korban rawat jalan melesat tajam pada bulan Februari. Grafik 16 Jumlah Korban Rawat Inap dan Rawat Jalan Akibat Banjir dan Tanah Longsor pada Tahun 2006 Bencana banjir disertai tanah longsor hanya terjadi pada bulan Januari, Februari dan Desember, mengenai 4 provinsi yaitu Jawa Tengah, Sulawesi Utara, NAD dan Jawa Timur. Grafik 14 Frekuensi Banjir dan Tanah Longsor pada Tahun 2006 Grafik 17 Bencana Banjir dan Tanah Longsor Berdasarkan Provinsi pada Tahun 2006 Grafik 15 Korban Meninggal Akibat Banjir dan Tanah Longsor pada Tahun 2006 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 27 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 28

15 D. Kecelakaan Transportasi Korban meninggal serta rawat inap terbanyak terjadi pada bulan Desember Sedangkan korban rawat jalan mencapai puncaknya pada bulan Juni dan Desember. Grafik 20 Korban Rawat Inap dan Rawat Jalan Akibat Kecelakaan Transportasi pada Tahun 2006 Kejadian kecelakaan transportasi menimpa 9 provinsi. Jawa Barat dan Jawa Tengah merupakan provinsi yang paling sering mengalaminya. Grafik 18 Kecelakaan Transportasi pada Tahun 2006 Grafik 21 Kecelakaan Transportasi Berdasarkan Provinsi Pada Tahun 2006 Grafik 19 Jumlah Korban Meninggal Akibat Kecelakaan Transportasi pada Tahun 2006 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 29 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 30

16 E. Angin Puting Beliung Angin puting beliung paling sering terjadi pada bulan Februari dan November. Korban meninggal dan rawat inap tertinggi terjadi pada bulan April. 8 provinsi yang tertimpa bencana tersebut dan provinsi yang paling sering mengalaminya adalah Prov. Jawa Timur. Grafik 24 Korban Rawat Inap dan Rawat Jalan Akibat Bencana Angin Puting Beliung pada Tahun 2006 Grafik 22 Bencana Angin Puting Beliung pada Tahun 2006 Grafik 25 Bencana Angin Puting Beliung Berdasarkan Provinsi pada Tahun 2006 Grafik 23 Korban Meninggal Akibat Bencana Angin Puting Beliung pada Tahun 2006 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 31 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 32

17 F. KLB KLB paling sering terjadi pada bulan April. Korban meninggal dan rawat jalan tertinggi pun terjadi pada bulan tersebut. Provinsi Papua merupakan provinsi yang paling sering mengalami KLB. Grafik 28 Korban Rawat Inap dan Rawat Jalan Akibat KLB pada Tahun 2006 Grafik 26 KLB yang Terjadi pada Tahun 2006 Grafik 27 Korban Meninggal Akibat KLB Tahun pada 2006 Grafik 29 Kejadian KLB Berdasarkan Provinsi Tahun 2006 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 33 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 34

18 G. Banjir Bandang Frekuensi kejadian banjir bandang pada tahun ini tidak mengalami fluktuasi yang tinggi. Namun untuk korban meninggal dan rawat jalan mengalami peningkatan tajam pada bulan Juni. NAD dan Jawa Timur merupakan provinsi yang paling sering mengalaminya. Grafik 32 Korban Rawat Inap dan Rawat Jalan Akibat Banjir Bandang pada Tahun 2006 Grafik 30 Banjir Bandang pada Tahun 2006 Grafik 33 Banjir Bandang Berdasarkan Provinsi Tahun 2006 Grafik 31 Korban Meninggal Akibat Banjir Bandang Tahun 2006 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 35 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 36

19 10. Tiga Bencana Besar yang Terjadi pada Tahun 2006 Sepanjang tahun 2006 terdapat 3 jenis bencana besar yang menimbulkan dampak korban jiwa dan kerusakan yang cukup besar sehingga menarik perhatian seluruh dunia. Bencana tersebut yaitu gempa bumi yang menimpa Prov. DI Yogyakarta dan Jawa Tengah (27 Mei 2007), banjir bandang di Prov. Sulawesi Selatan (18 Juni) serta gempa bumi dan tsunami di sepanjang pesisir pantai Prov. Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur (17 Juli). Berikut ini akan dibahas lebih mendalam mengenai 3 kejadian tersebut. A. Gempa Bumi Tektonik Di Prov. DI Yogyakarta Dan Jawa Tengah a. Kronologis Kejadian Pada hari Sabtu, 27 Mei 2006 pukul WIB terjadi gempa bumi tektonik berkekuatan 5,9 SR. Pusat gempa pada 8.26 LS BT dengan kedalaman 33 KM dan berada di laut 37,2 Km Selatan Yogyakarta. Gempa ini dirasakan di Solo (III-IV MMI), Klaten (VI-VII MMI), Semarang (II-III MMI), Karangates (II-III MMI) dan Yogyakarta (V-VI MMI). Gempa susulan pertama terjadi pada pukul 8.07 WIB berkekuatan 5,2 SR. Pusat gempa pada 8.46 LS BT dengan kedalaman 33 KM dan berada di laut 80,5 Km Barat Daya Yogyakarta. Gempa susulan ini dirasakan di Yogyakarta (II-III MMI). Gempa susulan kedua terjadi pada pukul WIB berkekuatan 497 SR. Pusat gempa pada 8.55 LS BT dengan kedalaman 33 KM dan berada di laut 79 Km Barat Daya Yogyakarta. Gempa susulan ini dirasakan di Yogyakarta (II-III MMI) dan Klaten (II-III MMI). Gempa susulan terjadi pada pukul WIB berkekuatan 4,7 SR. Pusat gempa pada 8.46 LS BT dengan kedalaman 33 Km dan berada di laut 79 Km Barat Daya Yogyakarta. Gempa susulan ini dirasakan di Klaten (II-III MMI) dan Yogyakarta (II-III MMI). b. Teori Kejadian Gempa bumi yang dahsyat ini disebabkan oleh gerakan Blok Sesar/Patahan yang dipicu oleh zona penunjaman lempeng tektonik di Laut Selatan Yogyakarta (Posisi Yogyakarta dan seluruh Pantai Selatan Jawa adalah pertemuan lempeng indo-australia dengan eurasia). Getaran/gelombang gempa akibat patahan merambat ke segala arah, termasuk ke Yogyakarta dan mengenai patahan opak yang memanjang dari Kretek sampai Prambanan menyebabkan bencana yang lebih besar karena batuan yang pernah patah di masa lalu masih bersifat labil. Dampak bencana terbesar berada di kiri-kanan Zona Sesar Opak, yaitu daerah : Kretek, Bambanglipuro, Jetis, Imogiri, Piyungan, Berbah, Kalasan, Prambanan, kemudian merambat ke Sesar Jiwo sehingga daerah yang parah di Klaten adalah Kecamatan Wedi, Gantiwarno, Bayat, dan Cawas (Berdasarkan informasi dari Ikatan Ahli Geologi Indonesia DIY/Jateng, LSM Harindjing Lestari AMC Malang-Jakarta dan PERHIMAGI-Yogyakarta). Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 37 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 38

20 Permasalahan kesehatan lainnya yaitu adanya KLB tetanus serta gangguan kesehatan jiwa. Gambar 1. Penampang Palung Jawa dan Palung sebagai Sumber Gempa c. Permasalahan kesehatan Gempa tersebut mengakibatkan korban jiwa sebanyak orang, korban dirawat inap orang, rawat jalan orang dan pengungsi sebanyak jiwa. Bencana tersebut juga menyebabkan rusaknya beberapa bangunan rumah dan sarana pelayanan umum termasuk 577 sarana kesehatan dengan rincian 3 Dinkes, 1 RS, 110 Puskesmas, 223 Pustu, 51 Polindes, 29 instansi Diknakes dan 160 rumah dinas. d. Upaya yang dilakukan Berbagai upaya telah dilakukan oleh jajaran kesehatan untuk menanggulangi permasalahan kesehatan pasca gempa. Yaitu evakuasi korban, pelayanan kesehatan yang dilakukan di 120 RS, 18 RS Lapangan, 30 mobile clinics, 37 Puskesmas dan Poskes-poskes yang berada di Prov. DIY, Jateng dan DKI Jakarta, penanganan KLB tetanus, penanganan masalah kesehatan jiwa, vektor kontrol, imunisasi serta koordinasi lintas program dan lintas sektor serta NGO. Pelayanan kesehatan di RS Lapangan dilakukan oleh beberapa institusi dan LSM baik dalam maupun luar negeri. Tercatat sebanyak 14 RS Lapangan di Kab. Bantul dan 1 di Kota Yogya Prov. DIY serta 2 di Kab. Klaten dan 1 di Kab. Boyolali Prov. Jawa Tengah. Mereka telah merawat pasien ( rawat jalan dan rawat inap) dan berhasil mengoperasi 627 pasien. Beberapa RS Lapangan melakukan yankes keliling di mana kegiatannya meliputi pemeriksaan pasien serta imunisasi. Departemen Kesehatan ikut berperan mendirikan sebuah RS Lapangan di Lapangan Dwi Windu Kabupaten Bantul, bekerja sama dengan PMI. RS Lapangan tersebut didirikan pada tanggal 29 Mei 2006 dan beroperasi sejak tanggal 31 Mei 2006 sampai tanggal 1 Juli RS Lapangan terdiri dari beberapa tenda pelayanan, yaitu 1 tenda UGD, 1 tenda Operasi kapasitas 2 meja operasi, 1 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 39 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 40

21 tenda Poli Umum, 1 tenda pemeriksaan X-Ray, 1 tenda farmasi, 6 tenda perawatan dengan kapasitas 60 tempat tidur, 3 tenda untuk tenaga kesehatan, 1 tenda logistik, dan 1 tenda sterilisasi. Untuk keperluan air bersih mendapat pasokan dari PDAM Kab. Bantul. Sedangkan untuk suplai listrik, terutama pada malam hari, mendapat bantuan dari PLN Kab. Bantul, dan pada siang hari disuplai dari Genset. Sarana pendukung lain yang tidak kalah penting adalah dapur umum yang disuplai penuh oleh PMI serta sarana sanitasi darurat dan laundry. Tenaga Kesehatan yang bekerja di RS Lapangan Depkes PMI berasal dari beberapa rumah sakit yang bekerja bergantian setiap 10 hari. Minggu pertama tenaga kesehatan yang bertugas berasal dari RSUP Dr. Soetomo Surabaya, RS PMI Bogor, Singapura Red Cross dan Hongkong Red Cross. Minggu kedua tenaga kesehatan yang bertugas berasal dari RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, RS PMI Bogor, Singapura Red Cross dan Hongkong Red Cross. Minggu ketiga tenaga kesehatan berasal dari RSU Dr. Karyadi Semarang dan RS PMI Bogor. Tenaga teknisi dan logistik yang mendukung operasional RS Lapangan berasal dari Pusat Sarana dan Prasarana Perlengkapan Kesehatan Depkes, RSCM, RS Kanker Dharmais, dan RS PMI Bogor. Beberapa korban tidak dapat pergi berobat ke Rumah Sakit, Puskesmas dan Pos Kesehatan lainnya akibat kesulitan untuk menjangkau fasilitas kesehatan tersebut. Untuk mengantisipasi hal itu, Depkes mengirimkan 30 ambulans yang dipergunakan sebagai Puskesmas Keliling (Pusling). Setiap ambulans membawa Tim yang terdiri dari 1 dokter, 2 perawat dan 1 sopir serta dilengkapi dengan 1 paket obat. Tenaga medis dan perawat yang ditugaskan berasal dari Dokter PTT BSB, Dokter Yanmed dan Poltekkes Depkes. Kegiatannya meliputi pelayanan kesehatan, evakuasi korban dan imunisasi. Pusling tahap pertama terdiri dari 30 tim dan beroperasi di Prov. DIY serta Kab. Klaten sejak tanggal 30 Mei hingga 8 Juni. Pusling tahap kedua (14 tim) dan ketiga (10 tim) beroperasi hanya di wilayah Bantul saja pada tanggal Juni dan 23 Juni-4 Juli. Setelah itu operasional Puskesmas Keliling (Mobile Clinic) diserahkan ke Dinkes Prov. DIY. Data pasien yang berobat di Pusling adalah orang. Koordinasi merupakan kata kunci dalam keberhasilan penanggulangan krisis dan masalah kesehatan lain yang diakibatkan oleh bencana. Begitu banyak sumber daya yang dimobilisasi pasca gempa dan dengan mengkoordinasikan semua sumber daya tersebut maka akan diperoleh hasil yang efisien dan efektif. Koordinasi lintas sektor dan lintas program dalam penanganan gempa dikoordinir oleh Bakornas PB melalui Bakornas AJU dan semua kegiatannya dipusatkan di Bandara Adi Sutjipto Yogyakarta. Rapat koordinasi dilakukan setiap hari selama periode tanggap darurat (27 Mei-30 Juni) dan dihadiri oleh berbagai institusi pemerintah serta LSM baik dalam maupun luar negeri. Institusi yang Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 41 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 42

22 hadir antara lain Satkorlak PB DIY dengan Dinas di lingkungan Pemda DIY, Satkorlak PB Jateng dengan Dinas di lingkungan Pemda Jateng, Depkes, Depsos, Deplu, Depdagri, Dephub, TNI, Polri, WHO, UNICEF, PMI, IFRC, MSF, IOM dll. Rapat membahas upaya yang telah dilakukan, rencana aksi dan masalah yang dihadapi dilapangan oleh semua peserta rapat yang hadir. Tugas sektor kesehatan adalah pelayanan medis, evakuasi dan rujukan, immunisasi, surveilans, pencegahan KLB, mobilisasi tenaga kesehatan, distribusi logistik kesehatan, menyajikan data dan informasi penanganan kesehatan pasca gempa. WHO mendukung tugas kesehatan yang dikategorikan dalam beberapa subgroup dalam Health Cluster, yaitu: Emergency Health Information and Supply Management, Immunization, Mental Health, Reproductive Health and MCH, Surveillance serta Hospital and Medical Services. B. Banjir Bandang Di Prov. Sulawesi Selatan a. Kronologis Kejadian Bencana banjir bandang dengan dampak yang luas terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan dan menerjang 4 kabupaten yaitu Sinjai, Bulukumba, Bantaeng dan Jeneponto. Kabupaten yang paling parah menderita kerusakan akibat bencana ini adalah Sinjai. Kronologis bencana dimulai pada hari Minggu tanggal 18 Juni 2006 di Kabupaten Sidrap, Kabupaten Luwu Utara (1 kecamatan, 3 desa) dan Kabupaten Bone (8 kecamatan, 12 desa). Pada hari Selasa tanggal 19 Juni 2006 banjir juga terjadi di Kabupaten Bantaeng (4 kecamatan, 11 desa) dan Kabupaten Sinjai (9 kecamatan, 41 desa). Puncaknya pada hari Rabu 20 Juni 2006 banjir juga melanda Kabupaten Bulukumba (7 kecamatan, 8 desa) dan Kabupaten Jeneponto (7 kecamatan, 27 desa). b. Teori Kejadian Hasil pemantauan Pusat Informasi Riset Bencana Alam pada tanggal 16, 17, 18 dan 20 Juni 2006 diketahui bahwa kondisi liputan awan di daerah timur dan tenggara Sulawesi Selatan pada umumnya sangat berawan. Pergerakan awan cenderung mengarah ke barat-barat laut sehingga menutup sebagian besar wilayah Sulawesi Selatan dan puncaknya terjadi pada tanggal 20 Juni Kondisi curah hujan tanggal 18, 19 dan 20 Juni 2006 menunjukkan kecenderungan yang tinggi (= 100mm/hari). Jelasnya dapat dilihat pada gambar 2-4. Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 43 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 44

23 Gambar 2 Kondisi curah hujan di Sulawesi Selatan dari Qmorph tanggal 18 Juni 2006 Gambar 3 Kondisi curah hujan di Sulawesi Selatan dari Qmorph tanggal 19 Juni 2006 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 45 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 46

24 Gambar 4 Pemantauan Curah Hujan dari Data Qmorph Tanggal 20 Juni 2006 pada bagian hulu dan juga bahaya banjir pada bagian hilir. Jelasnya dapat dilihat pada gambar 5-6. Berdasarkan hasil analisa citra, dapat diketahui beberapa faktor penyebab banjir di Kabupaten Sinjai, Bulukumba, Bantaeng dan Jeneponto adalah: a. curah hujan yang relatif tinggi b. posisi topografis yang rawan bencana banjir c. kondisi penutup/penggunaan lahan yang telah banyak menjadi lahan-lahan terbuka, terutama sekali pada hulu sungai (lereng Gunung api Lompobattang) dimana banyak dijumpai lahan kosong. Gambar 5 Kondisi Morfologi dari Citra Landsat-7 ETM tahun 2002 dan DEM-SRTM tahun 2000 Secara topografi wilayah Kabupaten Sinjai, Bulukumba, Bantaeng dan Jeneponto terletak pada lereng kaki Gunung Api Lompobattang. Daerah tersebut lebih rentan terhadap bencana banjir dan tanah longsor karena memperhatikan kondisi penggunaan lahan di lereng gunung api tersebut, sejak tahun 2002 telah mengindikasikan adanya lahan gundul. Selain lahan gundul juga terdapat lahan-lahan budidaya yang terletak pada lereng bagian atas. Kondisi demikian tentu saja akan menyebabkan lahan menjadi lebih rentan terhadap bahaya tanah longsor Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 47 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 48

25 Gambar 6 Kondisi Penggunaan Lahan dari Citra Landsat-7 ETM tahun c. Permasalahan kesehatan Bencana ini mengakibatkan total 225 orang meninggal, 23 orang dirawat inap dan 2926 orang rawat jalan, 118 orang hilang dan orang mengungsi. Di Kab. Sinjai yang paling parah tercatat 210 orang meninggal, 16 orang dirawat inap, 50 orang hilang dan orang mengungsi. Selain itu terjadi kerusakan sarana kesehatan yaitu 2 RS, 1 Puskesmas, 7 Pustu, 5 Polindes dan 35 Posyandu. d. Upaya yang dilakukan Untuk menanggulangi krisis kesehatan sebagai akibat bencana ini, telah dilakukan berbagai upaya, antara lain: a. Melanjutkan evakuasi korban/pasien ke pos kesehatan. b. Melaksanakan pelayanan kesehatan di pos kesehatan sekitar lokasi pengungsian, Puskesmas dan Rumah sakit c. Melakukan Rapid Need Assessment. d. Melakukan penyuluhan kesehatan lingkungan. e. Melaksanakan kegiatan surveilans penyakit untuk mencegah terjadinya KLB. f. Mendistribusikan obat-obatan, MP-ASI dan masker ke Kab. Sinjai, Bulukumba dan Bantaeng. g. Melaksanakan pemantauan dan monitoring ke posko-posko bencana. h. Dinkes Prov. Sulsel membentuk Tim Satgas yang terdiri dari unsur Rumah Sakit Umum Provinsi (RSU Haji, RSU Labuang Baji), Rumah Sakit DR. Wahidin Sudirohusodo, BSB/BSC, SAR Unhas, Dinkes Kota Makassar, Dinkes Prov. Sulsel dan BTKL Sulsel dengan jumlah petugas sebanyak 64 petugas terdiri dari 21 dokter (5 orang dokter spesialis terdiri dari bedah umum, anestesi, penyakit dalam dan anak serta 16 orang dokter umum) dan 43 orang perawat. i. Bantuan Serum ATS IU sebanyak 500 AMPL dan 100 vial ATS IU dari Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 49 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 50

26 Depkes telah diterima tanggal 25 Juni j. Bantuan tempat penampungan air 1000 liter sebanyak 6 buah dari Depkes telah diterima tanggal 25 Juni 2006 C. Gempa Bumi Dan Tsunami Di Prov. Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta Dan Jawa Timur a. Kronologis Kejadian Pada tanggal 17 Juli 2006 telah terjadi gempa bumi tektonik di sebelah selatan pantai Pangandaran. Pusat Gempa Nasional Badan Meteorologi dan Geofisika atau PGN BMG menyatakan gempa bumi yang terjadi di kawasan pantai Pangandaran tersebut terjadi pada pukul berkekuatan 6,8 Skala Richter (SR), dengan pusat gempa tektonik pada kedalaman kurang dari 33 km di titik 9,4 Lintang Selatan, dan 107,2 Bujur Timur. Pusat gempa berada di laut 286 km Selatan Bandung, dan merupakan zona pertemuan dua lempeng benua Indo-Australia dan Eurasia pada kedalaman kurang dari 30 km. Gempa bumi yang terjadi tersebut juga menyebabkan terjadinya gelombang tsunami yang menerjang pantai selatan Jawa Barat seperti Cilauteureun, Kab. Garut, Cipatujah, Kab. Tasikmalaya, Pangandaran, Kab. Ciamis, pantai selatan Cianjur dan Sukabumi. Bahkan, gelombang tsunami juga menerjang Pantai Cilacap dan Kebumen (Jawa Tengah), pantai selatan Kab. Bantul (DI Yogyakarta) serta Kab. Tulung Agung (Jawa Timur). Getaran gempa tidak begitu terasa oleh masyarakat sepanjang pantai. Namun, kepanikan terjadi ketika muncul gelombang pasang. Akibat air pasang ini, kurang lebih 500 meter dari bibir pantai Pangandaran terendam hingga ketinggian sekitar lima meter. Getaran gempa cukup dirasakan oleh orang-orang yang berada di dalam rumah di sekitar pantai selatan Jawa Barat sampai Jawa Tengah. Sementara itu menurut catatan dilaporkan di beberapa kota di Jawa Barat, gempa cukup terasa di gedung berlantai tinggi. b. Teori Kejadian Tsunami pada dasarnya adalah bencana ikutan, yaitu bencana yang terjadi karena dipicu oleh bencana lainnya. Yang paling sering memicu terjadinya tsunami adalah gempa bumi. Hanya gempa bumi yang terjadi di bawah permukaan laut dengan pusat gempa berada pada kedalaman kurang dari 30 km dan dengan skala 6,5 Skala Richter atau lebihlah yang dapat memicu terjadinya tsunami. Semua persyaratan itu terpenuhi dalam kasus gempa yang memicu tsunami di pantai Selatan Jawa, Senin 17 Juli Tsunami Pangandaran terjadi di lepas pantai, dengan pusat gempa pada zona subduksi dipicu oleh pergerakan vertikal (dipslip) kerak bumi yang terjadi di prisma akresi. Yang perlu dipahami masyarakat adalah merupakan suatu kewajaran bahwa gempa dan Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 51 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 52

27 tsunami sering terjadi di wilayah Indonesia baik dulu maupun di masa datang. Hal ini karena sebagian besar wilayah Indonesia terbentuk akibat tumbukan lempeng-lempeng dan berada di atas zona tumbukan itu. Adanya tumbukan ini mengakibatkan terjadinya retakan-retakan atau sesar di kerak bumi diatasnya. Lempenglempeng tersebut terus bergerak dan berinteraksi satu dengan lainnya, sehingga terjadi akumulasi energi. Pada saat akumulasi energi tadi sudah maksimum maka energi tersebut akan dilepaskan (release) dalam bentuk pergeseran kerak bumi baik horizontal maupun vertikal. Maka terjadilah gempa. Jika pergeseran ini terjadi di bawah laut pergeseran kerak yang notabene merupakan deformasi kerak bumi akan mengakibatkan deformasi massa air laut sehingga terjadilah tsunami. (1) Jelasnya dapat dilihat pada gambar 7 dan 8. Gambar 7 Ketika kita menyatakan bahwa gempa dengan kekuatan lebih dari 6 skala richter yang terjadi di laut berpotensi menimbulkan tsunami, itu hanyalah baru sebagai hipotesis awal. Untuk mengetahui secara lebih baik lagi mekanisme gempa yang berpotensi kita harus banyak melakukan penelitian. Dari hasil penelitian yang ada sekarang ini muncul istilah tsunami earthquake atau slow earthquake. (2) Tsunami earthquake mengambil istilah dari earthquake atau gempa yang menimbulkan tsunami, sementara slow earthquake mengambil istilah dari sifat karakteristik getaran gempa yang Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 53 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 54

28 lambat (slow shaking) yang dapat menimbulkan tsunami. Secara definisi detail bahwa yang dimaksud tsunami earthquake atau slow earthquake yaitu gempa yang cukup kuat (> 6 skala richter) dengan sifat getaran yang lambat (slow shaking) dan terjadi di laut, kemudian menimbulkan tsunami.(2) Sifat slow shaking ini yang memberikan respon terhadap dinamika air yang lebih besar daripada fast shaking (getaran yang cepat). Respon besar inilah yang dapat membangkitkan gelombang tsunami. Getaran yang lambat ini salah satunya dapat disebabkan oleh tebalnya sedimen di sekitar pusat gempa di laut yang memberikan efek lubrikasi ketika gempa terjadi. Sifat getaran yang lambat ini dapat dicirikan dari rekaman long wavelength seismograf, orang merasakan getaran/goyangan yang lamban dan perbedaan ketinggian model tsunami dengan data fisis di lapangan. Gempa yang terjadi di Pangandaran tahun 2006 mungkin merupakan contoh lain dari slow earthquake (tsunami earthquake) apabila melihat data-data yang ada. Untuk memastikannya maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. (2) Gambar 8 d. Permasalahan Kesehatan Gempa yang diiringi tsunami ini telah menelan korban jiwa hingga mencapai 684 orang, orang mengalami cedera dan 65 jiwa dinyatakan hilang. Ratusan rumah mulai dari sepanjang pantai Krapyak, Kalipucang, Parigi, Cipatujah, Kab. Tasikmalaya, hancur. Demikian pula, hotelhotel di sepanjang objek wisata pantai barat Pangandaran. Di Kabupaten Ciamis sebanyak 2 Puskesmas rusak ringan dan di Kabupaten Tasikmalaya sebanyak 3 unit Pustu rusak berat. Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 55 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 56

29 e. Upaya yang dilakukan Untuk mengatasi permasalah kesehatan yang ada, jajaran kesehatan telah melakukan berbagai upaya, antara lain : a. Evakuasi korban b. Mendirikan dan memberikan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan di Poskes, Puskesmas dan RS. c. Melakukan koordinasi dengan Satlak PBP Kab. Tasikmalaya, Ciamis, Cilacap dan Kebumen., d. Mengirim tenaga kesehatan (18 dr spesialis, 269 dr umum, 625 perawat dan 543 tenaga lainnya) serta 75 ambulans e. Mengirimkan obat-obatan dan logistik yang telah dikirim oleh berbagai instansi ke lokasi bencana f. Melakukan imunisasi TT, campak serta memberikan vit. A untuk balita di pengungsian. Cakupan imunisasi campak di Kab. Ciamis sebanyak balita dan imunisasi TT sebanyak penduduk usia tahun dan pada relawan sebanyak 516 orang. BAB III KESIMPULAN 1. Angka kejadian bencana yang mengakibatkan krisis kesehatan di Indonesia pada tahun 2006 cukup tinggi dan beragam yaitu 162 kali bencana yang terdiri dari 17 jenis bencana. 2. Sebagian besar kejadian bencana (54,32%) adalah akibat kondisi cuaca yang buruk yang bisa diperkirakan sebelumnya, yaitu banjir (30,86%), longsor (15,43%), angin puting beliung (7,41%), dan banjir yang disertai longsor (4,94%). Hal ini memperlihatkan besarnya pengaruh iklim dan cuaca terhadap kejadian bencana di Indonesia. 3. Bencana yang terjadi menimpa 27 provinsi dengan frekuensi yang rata-rata sama. Ini menunjukkan bahwa hampir semua wilayah di Indonesia merupakan daerah yang rawan bencana. Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi yang paling sering terjadi bencana yaitu 15,57% dari bencana keseluruhan, kemudian Jawa Tengah (14,97%), Jawa Barat (12,57%), Papua (5,99%), NAD (6,59%). 4. Jumlah korban meninggal tertinggi diakibatkan oleh bencana gempa bumi dengan persentase hingga 75,37%. Diikuti gempa bumi dan tsunami (8,91%) dan banjir (3,71%). Besarnya jumlah korban meninggal akibat gempa bumi pada tahun ini dapat disebabkan antara lain oleh: Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 57 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 58

30 a. luasnya wilayah yang terkena dampak b. struktur bangunan yang tidak tahan gempa c. kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai cara menghadapi gempa. 5. Gempa bumi merupakan bencana yang paling parah sepanjang tahun 2006 dilihat dari besarnya jumlah korban. Jumlah korban meninggal akibat bencana ini dalam satu kali kejadian adalah 1:1447. Disusul oleh bencana tsunami dengan perbandingan frekuensi kejadian dengan jumlah korban meninggal adalah 1:684. Sedangkan bencana banjir walaupun kerapkali terjadi, namun jumlah korban meninggal relatif lebih kecil dengan perbandingan frekuensi kejadian dengan jumlah korban meninggal yang diakibatkan adalah 1:2,62 6. Gempa bumi dan banjir merupakan bencana yang cukup tinggi mengakibatkan korban luka dan sakit. Hal ini bisa dilihat dari tingginya angka korban rawat jalan serta korban rawat inap akibat kedua bencana tersebut yang menempati peringkat 2 besar dari seluruh bencana yang terjadi pada tahun Tingginya angka rawat inap dan rawat jalan pada kedua bencana ini dapat disebabkan oleh: a. lamanya pengungsi berada di tempat penampungan. Pada bencana gempa, hal ini disebabkan proses rehabilitasi dan rekonstruksi rumah yang rusak membutuhkan waktu cukup lama sehingga menahan pengungsi tetap berada di tempat penampungan. Sedangkan bencana banjir dapat terjadi selama berhari-hari. b. sarana sanitasi dan air bersih rusak dan tercemar. 7. Korban hilang akibat bencana pada tahun 2006 sebanyak 712 orang dan paling banyak disebabkan oleh kecelakaan transportasi. Kecelakaan transportasi yang paling banyak mengakibatkan hilangnya korban adalah kecelakaan transportasi laut. Hal ini disebabkan oleh sulitnya pencarian korban yang tenggelam di laut baik oleh faktor teknis maupun faktor alam. 8. Pengungsi akibat bencana pada tahun 2006 sebanyak jiwa. Angka pengungsi tertinggi akibat bencana gempa bumi. 9. Bencana banjir, longsor dan banjir yang disertai tanah longsor paling sering terjadi pada bulan Januari Bencana angin puting beliung mencapai puncaknya pada bulan Februari Angka KLB tertinggi pada bulan April Sedangkan banjir bandang dan kecelakaan transportasi paling tinggi angka kejadiannya pada bulan April Keterkaitan jenis bencana banjir, banjir bandang dan angin puting beliung dengan waktu kejadian dihubungkan dengan siklus musim hujan dan pengaruh iklim global di Indonesia. Tingginya curah hujan adalah salah satu penyebab banjir di Indonesia, selain kerusakan lingkungan seperti bencana banjir yang terjadi di Prov. Sulawesi Selatan (Kab. Sinjai). Bencana longsor terjadi akibat pergeseran tanah yang labil karena kerusakan lingkungan dan dapat dipicu oleh curah hujan yang tinggi. Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 59 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 60

31 10. Ada 3 bencana besar yang terjadi pada tahun 2006 yaitu : Gempa bumi tektonik di Prov. DIY dan Jateng (27/5), Banjir bandang di Prov. Sulsel (18-20/6) dan Gempa bumi yang diikuti tsunami di Pangandaran (17/7). Adapun indikatornya adalah: a. jumlah korban jiwa yang besar b. daerah yang terkena dampak sangat luas c. infrastruktur dan fasilitas umum mengalami kerusakan yang cukup parah. LAMPIRAN DATA BENCANA BERDASARKAN PROVINSI PADA TAHUN 2006 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 61 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 62

32 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 63 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 64

33 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 65 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 66

34 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 67 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 68

35 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 69 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 70

36 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 71 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 72

37 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 73 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 74

38 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 75 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 76

39 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 77 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 78

40 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 79 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 80

41 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 81 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 82

42 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 83 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 84

43 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 85 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 86

44 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 87 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 88

45 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 89 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 90

46 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 91 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 92

47 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 93 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 94

48 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 95 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 96

49 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 97 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 98

50 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 99 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 100

51 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 101 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 102

52 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 103 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 104

53 DAFTAR PUSTAKA 1. Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI. Data Bencana Tahun Fakultas Keilmuan Geodesi Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB. Studi Mekanisme Gempa Bumi dan Tsunami Pangandaran Secara Geodetik Yulianto, Eko, dr. Bercermin pada Tsunami Pangandaran. Pusat Penelitian Geoteknologi. LIPI Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh LAPAN. Laporan Analisis Citra Satelit Penginderaan Jauh untuk Kejadian Banjir dan Tanah Longsor Kabupaten Sinjai, Bulukumba, Bantaeng dan Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan IAGI (Ikatan Ahli Geologi Indonesia) DIY/Jateng, LSM Harindjing Lestari AMC (Adventures & Mountain Climbers) Malang - Jakarta, PERHIMAGI - Yogyakarta. Tanya Jawab Gempa@Yogya-Jateng 27 Mei Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 105

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 1

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 1 Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kita persembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan perkenan dan karunia-nya kita dapat menyelesaikan buku Tinjauan

Lebih terperinci

TANYA JAWAB GEMPA 27 MEI 2006 DI YOGYAKARTA - JATENG

TANYA JAWAB GEMPA 27 MEI 2006 DI YOGYAKARTA - JATENG TANYA JAWAB GEMPA 27 MEI 2006 DI YOGYAKARTA - JATENG OLEH : IAGI (IKATAN AHLI GEOLOGI INDONESIA) DIY / JATENG LSM HARINDJING LESTARI AMC (ADVENTURERS & MOUNTAIN CLIMBERS) MALANG - JAKARTA PERHIMAGI YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. bumi dan dapat menimbulkan tsunami. Ring of fire ini yang menjelaskan adanya

BAB 1 : PENDAHULUAN. bumi dan dapat menimbulkan tsunami. Ring of fire ini yang menjelaskan adanya BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang tergolong rawan terhadap kejadian bencana alam, hal tersebut berhubungan dengan letak geografis Indonesia yang terletak di antara

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN AKIBAT BENCANA DI INDONESIA

PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN AKIBAT BENCANA DI INDONESIA PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN AKIBAT BENCANA DI INDONESIA (APRIL 2009) RIAU Banjir, Angin Siklon Tropis JABAR Banjir, Tanah Longsor, Banjir disertai Tanah Longsor KALTENG Banjir, Banjir Bandang SULTENG

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN AKIBAT BENCANA DI INDONESIA

PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN AKIBAT BENCANA DI INDONESIA PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN AKIBAT BENCANA DI INDONESIA (MARET 2009) SUMUT RIAU Sambaran Petir JABAR, Tanah Longsor, Angin Siklon Tropis SULTENG Angin Siklon Tropis PAPUA Tanah Longsor NAD SUMBAR,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Lempeng Euro-Asia dibagian Utara, Lempeng Indo-Australia. dibagian Selatan dan Lempeng Samudera Pasifik dibagian Timur.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Lempeng Euro-Asia dibagian Utara, Lempeng Indo-Australia. dibagian Selatan dan Lempeng Samudera Pasifik dibagian Timur. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kepulauan Indonesia secara astronomis terletak pada titik koordinat 6 LU - 11 LS 95 BT - 141 BT dan merupakan Negara kepulauan yang terletak pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan Indonesia menjadi negara yang rawan bencana. maupun buatan manusia bahkan terorisme pernah dialami Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan Indonesia menjadi negara yang rawan bencana. maupun buatan manusia bahkan terorisme pernah dialami Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kondisi geografis Indonesia yang berada di atas sabuk vulkanis yang memanjang dari Sumatra hingga Maluku disertai pengaruh global warming menyebabkan Indonesia

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Dr. Rustam S. Pakaya, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Dr. Rustam S. Pakaya, MPH NIP KATA PENGANTAR Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, buku Buku Profil Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2008 ini dapat diselesaikan sebagaimana yang telah direncanakan. Buku ini menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pantai selatan Pulau Jawa merupakan wilayah yang paling besar berpotensi gempa bumi sampai kekuatan 9 skala

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pantai selatan Pulau Jawa merupakan wilayah yang paling besar berpotensi gempa bumi sampai kekuatan 9 skala BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pantai selatan Pulau Jawa merupakan wilayah yang paling besar berpotensi gempa bumi sampai kekuatan 9 skala Richter sehingga dapat menyebabkan terjadinya tsunami. Halini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik),

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis, posisi Indonesia yang dikelilingi oleh ring of fire dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik), lempeng eura-asia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat diprediksi kapan terjadinya dan dapat menimbulkan korban luka maupun jiwa, serta mengakibatkan kerusakan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana,

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dan dilihat secara geografis, geologis, hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana, bahkan termasuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan wilayah yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Kekayaan Indonesia tersebar sepanjang nusantara mulai ujung barat Pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. epidemik campak di Nigeria, dan banjir di Pakistan (ISDR, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. epidemik campak di Nigeria, dan banjir di Pakistan (ISDR, 2009). 15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana alam merupakan suatu peristiwa yang dapat terjadi setiap saat, kapan saja dan dimana saja. Beberapa bencana yang telah terjadi di dunia pada tahun 2005 antara

Lebih terperinci

Peristiwa Alam yang Merugikan Manusia. a. Banjir dan Kekeringan

Peristiwa Alam yang Merugikan Manusia. a. Banjir dan Kekeringan Peristiwa Alam yang Merugikan Manusia a. Banjir dan Kekeringan Bencana yang sering melanda negara kita adalah banjir dan tanah longsor pada musim hujan serta kekeringan pada musim kemarau. Banjir merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan

BAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keunikan geologi kepulauan Indonesia berada di pertemuan tiga lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik. Ketiga lempeng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mitigasi bencana merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gempa bumi sebagai suatu kekuatan alam terbukti telah menimbulkan bencana yang sangat besar dan merugikan. Gempa bumi pada skala kekuatan yang sangat kuat dapat menyebabkan

Lebih terperinci

UJI KOMPETENSI SEMESTER I. Berilah tanda silang (x) pada huruf a, b, c, atau d yang merupakan jawaban paling tepat!

UJI KOMPETENSI SEMESTER I. Berilah tanda silang (x) pada huruf a, b, c, atau d yang merupakan jawaban paling tepat! UJI KOMPETENSI SEMESTER I Latihan 1 Berilah tanda silang (x) pada huruf a, b, c, atau d yang merupakan jawaban paling tepat! 1. Bencana alam yang banyak disebabkan oleh perbuatan manusia yang tidak bertanggung

Lebih terperinci

TINJAUAN MASALAH KESEHATAN AKIBAT BENCANA TAHUN 2008

TINJAUAN MASALAH KESEHATAN AKIBAT BENCANA TAHUN 2008 TINJAUAN MASALAH KESEHATAN AKIBAT BENCANA TAHUN 28 PUSAT PENANGGULANGAN KRISIS DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena Tinjauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepulauan Indonesia secara geografis terletak di 6 LU - 11 LS dan

BAB I PENDAHULUAN. Kepulauan Indonesia secara geografis terletak di 6 LU - 11 LS dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kepulauan Indonesia secara geografis terletak di 6 LU - 11 LS dan 95 BT - 141 BT merupakan zona pertemuan empat lempeng tektonik aktif dunia, yaitu:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan bencana, baik yang disebabkan kejadian alam seperi gempa bumi, tsunami, tanah longsor, letusan

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN AKIBAT BENCANA DI INDONESIA MEI 2014

PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN AKIBAT BENCANA DI INDONESIA MEI 2014 PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN AKIBAT BENCANA DI INDONESIA MEI 2014 ACEH Tanah Longsor SUMUT Angin Puting Beliung SUMBAR Kebakaran Angin Puting Beliung KEPRI Angin Puting Beliung JAMBI Tanah Longsor KALTIM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan Bumi mempunyai beberapa bentuk yaitu datar, berbukit. atau bergelombang sampai bergunung. Proses pembentukan bumi melalui

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan Bumi mempunyai beberapa bentuk yaitu datar, berbukit. atau bergelombang sampai bergunung. Proses pembentukan bumi melalui 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Permukaan Bumi mempunyai beberapa bentuk yaitu datar, berbukit atau bergelombang sampai bergunung. Proses pembentukan bumi melalui berbagai proses dalam waktu yang

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN AKIBAT BENCANA DI INDONESIA OKTOBER 2014

PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN AKIBAT BENCANA DI INDONESIA OKTOBER 2014 PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN AKIBAT BENCANA DI INDONESIA OKTOBER ACEH Angin Puting Beliung Banjir Banjir Bandang KALBAR Tanah Longsor KALSEL Kebakaran Hutan KALTENG Kebakaran Hutan SULUT Konflik Sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau utama dan ribuan pulau kecil disekelilingnya. Dengan 17.508 pulau, Indonesia menjadi negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah khatulistiwa, di antara Benua Asia dan Australia, serta diantara Samudera Pasifik dan Hindia.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencapai 50 derajat celcius yang menewaskan orang akibat dehidrasi. (3) Badai

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencapai 50 derajat celcius yang menewaskan orang akibat dehidrasi. (3) Badai BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana merupakan rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik faktor alam dan/ atau faktor non alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia

BAB I PENDAHULUAN. strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah lama diakui bahwa Negara Indonesia memiliki posisi yang sangat strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia serta diantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Modul tinjauan umum manajemen bencana, UNDRO

BAB I PENDAHULUAN. Modul tinjauan umum manajemen bencana, UNDRO BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bumi sebenarnya merupakan sebuah sistem yang sangat kompleks dan besar. Sistem ini bekerja diluar kehendak manusia. Suatu sistem yang memungkinkan bumi berubah uaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana. BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dengan morfologi yang beragam, dari daratan sampai pegunungan serta lautan. Keragaman ini dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepulauan Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian Utara, dan

Lebih terperinci

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR : 360 / 009205 TENTANG PENANGANAN DARURAT BENCANA DI PROVINSI JAWA TENGAH Diperbanyak Oleh : BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH JALAN IMAM BONJOL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan data dunia yang dihimpun oleh WHO, pada 10 dekade terakhir ini,

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan data dunia yang dihimpun oleh WHO, pada 10 dekade terakhir ini, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana dan keadaan gawat darurat telah mempengaruhi aspek kehidupan masyarakat secara signifikan, terutama yang berhubungan dengan kesehatan. Berdasarkan data dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada episentrum LU BT (http://wordpress.com/2010/10/25

BAB I PENDAHULUAN. pada episentrum LU BT (http://wordpress.com/2010/10/25 BAB I PENAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang rentan mengalami bencana alam yang disebabkan oleh banjir, tsunami, gempabumi, tanah longsor, letusan gunung berapi. Frekuensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) secara keseluruhan berada

BAB 1 PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) secara keseluruhan berada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) secara keseluruhan berada pada posisi rawan bencana, baik bencana alam geologis maupun bencana alam yang diakibatkan ulah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai karakteristik alam yang beragam. Indonesia memiliki karakteristik geografis sebagai Negara maritim,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam selama ini selalu dipandang sebagai forcemajore yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam selama ini selalu dipandang sebagai forcemajore yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam selama ini selalu dipandang sebagai forcemajore yaitu sesuatu hal yang berada di luar kontrol manusia, oleh karena itu, untuk meminimalisir terjadinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I A. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN BAB I A. LATAR BELAKANG Bagian V.1 PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia secara geografis dan demografis merupakan negara yang rawan akan bencana, baik bencana alam (natural disaster) maupun bencana karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang membentang dari Sabang sampai Merauke yang terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil yang ada di dalamnya. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan 10 Kelurahan, dengan luas ha. Kabupaten Klaten merupakan BT dan LS LS.

BAB I PENDAHULUAN. dan 10 Kelurahan, dengan luas ha. Kabupaten Klaten merupakan BT dan LS LS. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Klaten terdiri dari 26 Kecamatan, terbagi atas 391 Desa dan 10 Kelurahan, dengan luas 65.556 ha. Kabupaten Klaten merupakan bagian provinsi Jawa Tengah yang

Lebih terperinci

LAPORAN SEMENTARA PENANGANAN MASALAH KESEHATAN AKIBAT BENCANA ALAM BANJIR DI KECAMATAN BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2013

LAPORAN SEMENTARA PENANGANAN MASALAH KESEHATAN AKIBAT BENCANA ALAM BANJIR DI KECAMATAN BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2013 LAPORAN SEMENTARA PENANGANAN MASALAH KESEHATAN AKIBAT BENCANA ALAM BANJIR DI KECAMATAN BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2013 (PERIODE 05 S.D 07 PEBRUARI 2013) PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG DINAS KESEHATAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan kondisi iklim global di dunia yang terjadi dalam beberapa tahun ini merupakan sebab pemicu terjadinya berbagai bencana alam yang sering melanda Indonesia. Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia dan Lempeng Pasifik. Gerakan ketiga

BAB 1 PENDAHULUAN. lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia dan Lempeng Pasifik. Gerakan ketiga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia terletak di jalur pertemuan 3 lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia dan Lempeng Pasifik. Gerakan ketiga lempeng tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang 17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang berlangsung secara perlahan. Beberapa jenis bencana seperti gempa bumi, hampir tidak mungkin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu bencana alam adalah kombinasi dari konsekuensi suatu resiko alami

BAB I PENDAHULUAN. Suatu bencana alam adalah kombinasi dari konsekuensi suatu resiko alami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu bencana alam adalah kombinasi dari konsekuensi suatu resiko alami dan aktivitas manusia. Kerugian atau dampak negatif dari suatu bencana tergantung pada populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan nasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan oleh faktor alam,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Samudera Pasifik yang bergerak kearah barat-barat laut dengan kecepatan sekitar 10

BAB 1 : PENDAHULUAN. Samudera Pasifik yang bergerak kearah barat-barat laut dengan kecepatan sekitar 10 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak diantara tiga lempeng utama dunia, yaitu Lempeng Samudera Pasifik yang bergerak kearah barat-barat laut dengan kecepatan sekitar 10 cm per tahun,

Lebih terperinci

BUKU TINJAUAN PUSAT KRISIS KESEHATAN TAHUN 2015

BUKU TINJAUAN PUSAT KRISIS KESEHATAN TAHUN 2015 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pusat Krisis Kesehatan Jl. Rasuna Said Blok X-5 Kav. No. 4-9 Gedung A Lantai VI, Jakarta Selatan Telp. : 021 526 5043, 521 0411 Fax. : 021 527 1111 Call Center

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana merupakan suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu fase penting dalam penanggulangan bencana adalah fase respon atau fase tanggap darurat. Fase tanggap darurat membutuhkan suatu sistem yang terintegritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana alam adalah suatu peristiwa alam yang mengakibatkan dampak besar bagi populasi manusia. Peristiwa alam dapat berupa banjir, letusan gunung berapi, gempa bumi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor non-alam maupun

Lebih terperinci

POTENSI KERUSAKAN GEMPA BUMI AKIBAT PERGERAKAN PATAHAN SUMATERA DI SUMATERA BARAT DAN SEKITARNYA. Oleh : Hendro Murtianto*)

POTENSI KERUSAKAN GEMPA BUMI AKIBAT PERGERAKAN PATAHAN SUMATERA DI SUMATERA BARAT DAN SEKITARNYA. Oleh : Hendro Murtianto*) POTENSI KERUSAKAN GEMPA BUMI AKIBAT PERGERAKAN PATAHAN SUMATERA DI SUMATERA BARAT DAN SEKITARNYA Oleh : Hendro Murtianto*) Abstrak Aktivitas zona patahan Sumatera bagian tengah patut mendapatkan perhatian,

Lebih terperinci

BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA ( B N P B )

BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA ( B N P B ) BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA ( B N P B ) JI. Ir. H. Juanda 36. Jakarta 10120 Indonesia Telepon : (021) 345 8400 Fax : (021) 345 80 Email : posko@bnpb.go.id Website : http://www.bnpb.go.id LAPORAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lempeng Pasifik, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Hindia-Australia yang lazim

BAB I PENDAHULUAN. Lempeng Pasifik, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Hindia-Australia yang lazim 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan titik temu antara tiga lempeng besar dunia, yaitu Lempeng Pasifik, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Hindia-Australia yang lazim disebut Triple Junction.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dinamika bentuk dan struktur bumi dijabarkan dalam berbagai teori oleh para ilmuwan, salah satu teori yang berkembang yaitu teori tektonik lempeng. Teori ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu bukti kerawanan gempa tersebut adalah gempa tektonik yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. satu bukti kerawanan gempa tersebut adalah gempa tektonik yang terjadi pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Yogyakarta dan sekitarnya berada di dua lempeng aktif, Indo- Australia dan Eurasia yang membentang dari belahan barat Sumatera hingga belahan selatan Nusa

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki wilayah yang luas dan terletak di garis khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudera, berada dalam

Lebih terperinci

BAB1 PENDAHULUAN. Krakatau diperkirakan memiliki kekuatan setara 200 megaton TNT, kira-kira

BAB1 PENDAHULUAN. Krakatau diperkirakan memiliki kekuatan setara 200 megaton TNT, kira-kira BAB1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negeri yang rawan bencana. Sejarah mencatat bahwa Indonesia pernah menjadi tempat terjadinya dua letusan gunung api terbesar di dunia. Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan berisi latar belakang dilakukannya penelitian tugas akhir, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, serta sistematika dalam penulisan proposal tugas akhir ini.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, hidrologis, dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana. Badan Nasional Penanggulangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Undang- bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.

BAB 1 PENDAHULUAN. bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Undang- bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan menggaunggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor non-alam maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gempa bumi. Gempa bumi merupakan pergerakan (bergesernya) lapisan. batu bumi yang berasal dari dasar atau bawah permukaan bumi.

BAB I PENDAHULUAN. gempa bumi. Gempa bumi merupakan pergerakan (bergesernya) lapisan. batu bumi yang berasal dari dasar atau bawah permukaan bumi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak pengertian atau definisi tentang bencana yang pada umumnya merefleksikan karakteristik tentang gangguan terhadap pola hidup manusia, dampak bencana bagi

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN AKIBAT BENCANA DI INDONESIA AGUSTUS 2014

PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN AKIBAT BENCANA DI INDONESIA AGUSTUS 2014 PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN AKIBAT BENCANA DI INDONESIA AGUSTUS 2014 ACEH Kebakaran KALSEL Banjir GORONTALO Banjir SUMBAR Kecelakaan Transportasi Laut SULSEL Kebakaran Konflik Sosial PAPUA Kecelakaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Sebaran episenter gempa di wilayah Indonesia (Irsyam dkk, 2010). P. Lombok

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Sebaran episenter gempa di wilayah Indonesia (Irsyam dkk, 2010). P. Lombok 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gempabumi sangat sering terjadi di daerah sekitar pertemuan lempeng, dalam hal ini antara lempeng benua dan lempeng samudra akibat dari tumbukan antar lempeng tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki wilayah yang luas dan terletak digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan kondisi alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua daerah tidak pernah terhindar dari terjadinya suatu bencana. Bencana bisa terjadi kapan dan dimana saja pada waktu yang tidak diprediksi. Hal ini membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jenis Bencana Jumlah Kejadian Jumlah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jenis Bencana Jumlah Kejadian Jumlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bencana banjir berdasarkan data perbandingan jumlah kejadian bencana di Indonesia sejak tahun 1815 2013 yang dipublikasikan oleh Badan Nasional Penanggulangan

Lebih terperinci

I.1 Latar Belakang. 1 Walhi, Menari di Republik Bencana: Indonesia Belum Juga Waspada. 30 Januari

I.1 Latar Belakang. 1 Walhi, Menari di Republik Bencana: Indonesia Belum Juga Waspada.  30 Januari Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang rawan bencana. Setidaknya secara faktual 83 persen kawasan Indonesia, baik secara alamiah maupun karena salah urus merupakan daerah

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA BENCANA :

MITIGASI BENCANA BENCANA : MITIGASI BENCANA BENCANA : suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

TEORI TEKTONIK LEMPENG

TEORI TEKTONIK LEMPENG Pengenalan Gempabumi BUMI BENTUK DAN UKURAN Bumi berbentuk bulat seperti bola, namun rata di kutub-kutubnya. jari-jari Khatulistiwa = 6.378 km, jari-jari kutub=6.356 km. Lebih dari 70 % permukaan bumi

Lebih terperinci

GEMPA BUMI DAN AKTIVITASNYA DI INDONESIA

GEMPA BUMI DAN AKTIVITASNYA DI INDONESIA GEMPA BUMI DAN AKTIVITASNYA DI INDONESIA Disusun Oleh: Josina Christina DAFTAR ISI Kata Pengantar... 2 BAB I... 3 1.1 Latar Belakang... 3 1.2 Tujuan... 3 1.3 Rumusan Masalah... 4 BAB II... 5 2.1 Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik. Konsekuensi tumbukkan lempeng tersebut mengakibatkan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik dunia yaitu : lempeng Hindia-Australia di sebelah selatan, lempeng Eurasia di

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

TIPIKAL & JENIS KERUSAKAN BANGUNAN AKIBAT GEMPA?

TIPIKAL & JENIS KERUSAKAN BANGUNAN AKIBAT GEMPA? TIPIKAL & JENIS KERUSAKAN BANGUNAN AKIBAT GEMPA? TYPIKAL KERUSAKAN BANGUNAN Kampus STIE Kerjasama Tipikal keruntuhan karena desain kolom lemah balok kuat. Desain seperti ini tidak sesuai kaidah bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 6 ayat (1), disebutkan bahwa Penataan Ruang di selenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan lempeng Pasific. Lempeng Indo-Australia bertabrakan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah katulistiwa dengan morfologi yang beragam dari daratan sampai pegunungan tinggi. Keragaman morfologi ini banyak

Lebih terperinci

Definisi dan Jenis Bencana

Definisi dan Jenis Bencana Definisi dan Jenis Bencana Definisi Bencana Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi bencana sebagai berikut: Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tiga lempeng tektonik dunia yaitu Hindia-Australia di Selatan, Pasifik di

BAB I PENDAHULUAN. tiga lempeng tektonik dunia yaitu Hindia-Australia di Selatan, Pasifik di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan wilayah yang mempunyai seismik paling aktif di muka bumi ini. Keadaan ini disebabkan karena Indonesia berada pada tiga lempeng tektonik dunia yaitu

Lebih terperinci

PENGENALAN. Irman Sonjaya, SE

PENGENALAN. Irman Sonjaya, SE PENGENALAN Irman Sonjaya, SE PENGERTIAN Gempa bumi adalah suatu gangguan dalam bumi jauh di bawah permukaan yang dapat menimbulkan korban jiwa dan harta benda di permukaan. Gempa bumi datangnya sekonyong-konyong

Lebih terperinci

PENANGANAN DARURAT BENCANA GEMPA BUMI DI KABUPATEN LOMBOK UTARA. Oleh : Ir, Tri Budiarto, M.Si (Direktur Tanggap Darurat BNPB)

PENANGANAN DARURAT BENCANA GEMPA BUMI DI KABUPATEN LOMBOK UTARA. Oleh : Ir, Tri Budiarto, M.Si (Direktur Tanggap Darurat BNPB) PENANGANAN DARURAT BENCANA GEMPA BUMI DI KABUPATEN LOMBOK UTARA Oleh : Ir, Tri Budiarto, M.Si (Direktur Tanggap Darurat BNPB) Jakarta, 17 Juli 2013 Waktu Kejadian 22 Juni 2013 (12:42:36 WIB), Magnitude

Lebih terperinci

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana Rahmawati Husein Wakil Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana PP Muhammadiyah Workshop Fiqih Kebencanaan Majelis Tarjih & Tajdid PP Muhammadiyah, UMY,

Lebih terperinci

1. Kecamatan dan desa rawan Jumlah penduduk di 3 (tiga) kecamatan rawan dan desa rawan adalah sebagai berikut :

1. Kecamatan dan desa rawan Jumlah penduduk di 3 (tiga) kecamatan rawan dan desa rawan adalah sebagai berikut : KESIAPSIAGAAN DEPARTEMEN KESEHATAN RI AKIBAT SIAGA I GUNUNG MERAPI DI KABUPATEN MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA 19 APRIL 2006 I. Pokok Permasalahan Telah terjadi peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan lebih dari 13.466 pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Wilayah Indonesia terbentang

Lebih terperinci

Sistem Manajemen Bencana cluster kesehatan Kasus: Bencana Merapi yang berkepanjangan di Propinsi DIY dan Jawa Tengah

Sistem Manajemen Bencana cluster kesehatan Kasus: Bencana Merapi yang berkepanjangan di Propinsi DIY dan Jawa Tengah Sistem Manajemen Bencana cluster kesehatan Kasus: Bencana Merapi yang berkepanjangan di Propinsi DIY dan Jawa Tengah Kementrian Kesehatan, Dinas Kesehatan Propinsi DIY dan Jawa Tengah serta Pusat Manajemen

Lebih terperinci

1. Kebakaran. 2. Kekeringan

1. Kebakaran. 2. Kekeringan 1. Kebakaran Salah satunya kebakaran hutan adalah bentuk kebakaran yang tidak dapat terkendali dan seringkali terjadi di daerah hutan belantara. Penyebab umum hal ini seperti petir, kecerobohan manusia,

Lebih terperinci

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, 1 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN

Lebih terperinci

Masyarakat perlu diberikan pelatihan mengenai caracara menyelamatkan diri saat bencana terjadi. Sebenarnya di Indonesia banyak perusahaan tambang dan

Masyarakat perlu diberikan pelatihan mengenai caracara menyelamatkan diri saat bencana terjadi. Sebenarnya di Indonesia banyak perusahaan tambang dan Dilihat dari kondisi geografisnya, Indonesia merupakan wilayah dengan ancaman bencana gempa bumi dan tsunami dengan intensitas yang cukup tinggi. Banyaknya gunung aktif serta bentuknya yang berupa negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Undang-undang nomor 24 tahun 2007). Australia yang bergerak relative ke Utara dengan lempeng Euro-Asia yang

BAB I PENDAHULUAN. (Undang-undang nomor 24 tahun 2007). Australia yang bergerak relative ke Utara dengan lempeng Euro-Asia yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bencana sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/ atau

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 LATAR BELAKANG. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api merupakan refleksi fenomena

BAB I PENDAHULUAN. Gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api merupakan refleksi fenomena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api merupakan refleksi fenomena alam yang secara geografis sangat khas untuk wilayah tanah air Indonensia. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kondisi Kebencanaan Kota Yogyakarta dan Perencanaan Partisipatif Dalam Pengurangan Risiko Bencana (PRB) di Tingkat Kampung A. Kondisi Kebencanaan Kota Yogyakarta

Lebih terperinci