KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI MENINGKATKAN RISIKO TERJADINYA NEUROPATI PERIFER PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI MENINGKATKAN RISIKO TERJADINYA NEUROPATI PERIFER PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK"

Transkripsi

1 TESIS KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI MENINGKATKAN RISIKO TERJADINYA NEUROPATI PERIFER PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK PRISKA WIDIASTUTI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 ii

2 TESIS KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI MENINGKATKAN RISIKO TERJADINYA NEUROPATI PERIFER PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK PRISKA WIDIASTUTI NIM PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 iii

3 KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI MENINGKATKAN RISIKO TERJADINYA NEUROPATI PERIFER PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana PRISKA WIDIASTUTI NIM PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 iv

4 v

5 Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 1 Juli 2016 Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No : 2992/UN14.4/HK/2016, Tanggal 24 Juni 2016 Ketua : Dr. dr. Thomas Eko Purwata Sp.S(K), FAAN Anggota : 1. dr. IGN Purna Putra Sp.S(K) 2. dr. I Made Oka Adnyana Sp.S(K) 3. Dr. dr. DPG Purwa Samatra Sp.S(K) 4. Dr. dr. Anna Marita Gelgel, Sp.S(K) vi

6 UCAPAN TERIMA KASIH vii

7 Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas berkat dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan karya akhir ini sebagai prasyarat mendapatkan tanda keahlian di bidang Neurologi dan Magister Ilmu Biomedik. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah berperan besar sehingga penulis dapat menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis I Neurologi dan Program Magister Program Studi Ilmu Biomedik Program Pasca Sarjana Universitas Udayana sampai tersusunnya karya akhir ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Prof.Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT(K), M.Kes, Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) dan Ketua Program Studi Magister Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana Dr.dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc,Sp.GK, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Penyakit Saraf FK UNUD/RSUP Sanglah. Terima kasih juga kepada dr. Anak Ayu Sri Saraswati, M.Kes., dan dr. I Wayan Sutarga, MPHM, selaku Direktur Utama RSUP Sanglah Denpasar saat penulis menjalani pendidikan sebagai peserta PPDS-1 Neurologi. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada dr. I Made Oka Adnyana, Sp.S(K) selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis I Neurologi FK UNUD/RSUP Sanglah saat penulis diterima sebagai peserta PPDS-1 dan kepada Dr. dr. A.A.A. Putri Laksmidewi, Sp.S(K), selaku Plt. Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis I Neurologi FK UNUD/RSUP Sanglah serta dr. Ida Bagus Kusuma Putra, Sp.S selaku Sekretaris Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis I Neurologi FK UNUD/RSUP Sanglah atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Pendidikan Dokter Spesialis I Neurologi FK UNUD/RSUP Sanglah. viii

8 Terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Kepala Bagian/SMF Neurologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar periode Dr. dr. D.P.G. Purwa Samatra, Sp.S(K) dan periode dr. A.A.B.N. Nuartha, Sp.S(K), Ketua TKP PPDS-1 FK UNUD/RSUP Sanglah saat penulis diterima sebagai peserta PPDS-1 dr. I Wayan Kondra, Sp.S(K) dan Ketua TKP PPDS-1 FK UNUD/RSUP Sanglah saat ini dr. I Nyoman Semadi, Sp.B, Sp.BTKV. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Divisi Ginjal Hipertensi Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD/RSUP Sanglah Prof. Dr. dr. Ketut Suwitra, SpPD-KGH serta seluruh staf medis Divisi Ginjal Hipetensi Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD/RSUP yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan ijin dan kesempatan untuk dilaksanakannya penelitian ini. Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada pembimbing karya akhir ini, Dr. dr. Thomas Eko Purwata Sp.S(K), FAAN dan dr. IGN Purna Putra Sp.S(K) atas segala bimbingan, saran, waktu, kesabaran, nasehat dan motivasi yang luar biasa selama pendidikan dan penyusunan karya akhir ini serta kepada para penguji Dr. dr. DPG Purwa Samatra,Sp.S(K), dr.i Made Oka Adnyana, Sp.S(K), dan Dr. dr. Anna Marita Gelgel, Sp.S(K) yang telah membantu, memberi dorongan semangat, saran dan koreksi dari tahap praproposal, ujian proposal, seminar hasil penelitian, ujian hasil penelitian hingga ujian akhir tesis. Kepada seluruh supervisor di Bagian/SMF Neurologi FK UNUD/RSUP Sanglah, dr. A.A.B.N. Nuartha, Sp.S(K), Dr. dr. DPG. Purwa Samatra, Sp.S(K), dr. I Made Oka Adnyana, Sp.S(K), dr. I G.N. Budiarsa, Sp.S, Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K), dr. I G.N. Purna Putra, Sp.S(K), Dr. dr. Thomas Eko Purwata, Sp.S(K), FAAN, Dr. dr. A.A.A. Putri Laksmidewi, Sp.S(K), Dr. dr. Anna Marita Gelgel, Sp.S(K), dr. A.A.A. Meidiary, Sp.S, dr. I.B. Kusuma Putra, Sp.S, dr. I Komang Arimbawa, Sp.S, dr. Desak Ketut Indrasari Utami, Sp.S sebagai pembimbing akademik, dr. I Putu Eka Widyadharma, M.Sc, Sp.S(K), dr. Kumara Tini, Sp.S, FINS, dr. I.A. Sri Wijayanti, M. Biomed, Sp.S, dr. Ketut Widyastuti, Sp.S, dr. Ni Made Susilawathi, Sp.S, dr. I.A. Sri Indrayani, Sp.S, dr. ix

9 Ni Putu Witari, Sp.S, dr. Sri Yenni Trisnawati GS, M. Biomed, Sp.S, dr. I Wayan Widyantara, M. Biomed, Sp.S, dr. A.A.A. Suryapraba Indradewi, M.Sc, Sp.S, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga atas segala bimbingan dan saran selama penulis mengikuti pendidikan. Terima kasih saya ucapkan kepada dr. Lina Kamelia Sp.S, dr. Deddy Andaka, M.Biomed, Sp.S, dr. Yoanes Gondowardaja, M.Biomed, Sp.S, dr. I Nyoman Darsana, M.Biomed, Sp.S, dr. Saktivi Harkitasari, M.Biomed, Sp.S, dr. Hadi Widjaja, M.Biomed, Sp.S, dr. Ni Putu Sukarini, M.Biomed, Sp.S, dr. Made Rudy, dr. I Ketut Catur Wipradnyana, dr. Gracia Meliana Tanoyo, dr. Octavianus Darmawan serta seluruh teman sejawat lainnya, peserta PPDS I Neurologi FK UNUD/RSUP Sanglah yang telah memberikan inspirasi, dorongan, segala bantuan dan kebersamaan selama penulis menjalani pendidikan dan menyelesaikan karya akhir ini. Terima kasih juga kepada dr. Cokorda Agung Wahyu, dr. Tersila, dr. Setiani, dr. Hesti, dr. Angga, dr. IB Dharma, dr. IB Kade Satyagraha, dr. Dewi Mahayani, dr. Ayu Trisnadewi, dr. Widyawati, para perawat, paramedis, dan dokter muda atas bantuannya selama penulis mengikuti pendidikan dan membantu pelaksanaan penelitian ini, serta tenaga administrasi Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf FK UNUD/RSUP Sanglah Ni Putu Oka Swardani, I Wayan Sika Priantha, Kadek Febriyanti, SE, Kadek Arie Ardhiani, Amd.Akun, dan Ni Wayan Ayu Sukyartini, SE. atas jalinan kerjasama dan dorongan semangat selama penulis mengikuti pendidikan ini. Penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh pasien penyakit ginjal kronis yang telah berkenan menjadi subyek penelitian serta kepada anggota keluarga pasien atas bantuan dan kerjasamanya selama pelaksanaan penelitian ini. Akhirnya penulis menyampaikan terima kasih kepada kedua orangtua yang penulis cintai dan teriring doa yang tulus kepada ayahanda tercinta, dr. Setiardi Widodo, MARS, dan ibunda tercinta, Ir. Maria Agustin Sri Lestari yang telah mengasuh, memberikan kasih sayang dan pendidikan pada penulis serta memberikan semangat dan dorongan dalam menyelesaikan pendidikan ini. Terima kasih juga kepada ayah dan ibu mertua yang penulis hormati, bapak Almatheus x

10 Saimo dan ibu Theresia Sukiati, serta saudara saudari penulis Yusak Indradi Priambodo, Etsmi Monika, Krisdiono Nugrahadi yang telah memberikan kasih sayang, doa, dukungan dan semangat kepada penulis kesempatan untuk menyelesaikan pendidikan ini. Terima kasih dari lubuk hati terdalam juga penulis sampaikan kepada suami tercinta dan anak terkasih, Andreas Didik Setiyawan, ST dan Nathanael Aditya Setiawan yang dengan penuh pengertian, kerelaan, pengorbanan, cinta dan kasih mendukung penulis untuk menyelesaikan tesis ini. Penulis telah berusaha membuat tesis ini dengan sebaik-baiknya namun tetap menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan baik dari aspek materi dan penyajiannya. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif demi perbaikan tesis ini. Akhirnya penulis tidak lupa mohon maaf sebesarbesarnya kepada semua pihak, bila dalam proses pendidikan maupun dalam pergaulan sehari-hari ada tutur kata dan sikap yang kurang berkenan dihati. Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang selalu melimpahkan berkat dan karunia-nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini. Amin. Denpasar, Juni 2016 Penulis ABSTRAK xi

11 KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI MENINGKATKAN RISIKO TERJADINYA NEUROPATI PERIFER PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan penyakit yang sering menimbulkan komplikasi neurologi berupa neuropati perifer. Kadar asam urat serum pada penderita PGK umumnya meningkat akibat penurunan fungsi ginjal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kadar asam urat serum tinggi meningkatkan risiko terjadinya neuropati perifer pada penderita PGK. Penelitian ini dilakukan di RSUP Sanglah periode Maret hingga Mei 2016, menggunakan rancangan kasus kontrol pada sebanyak 23 subyek penderita PGK dengan neuropati perifer dan 23 subyek penderita PGK tanpa neuropati perifer. Penilaian neuropati perifer menggunakan pemeriksaan nerve conduction study. Dari hasil analisis statistik didapatkan bahwa kadar asam urat serum kelompok kasus dan kelompok kontrol berbeda secara bermakna dengan nilai p=0,012 (p<0,05) dan didapatkan OR=2,7 (IK 95%=0,236-30,846). Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kadar asam urat serum tinggi meningkatkan risiko terjadinya neuropati perifer pada penderita PGK. Kata kunci: penyakit ginjal kronik, neuropati perifer, asam urat, nerve conduction study ABSTRACT xii

12 HIGH SERUM URIC ACID LEVEL INCREASING RISKS PERIPHERAL NEUROPATHY IN PATIENTS WITH CHRONIC KIDNEY DISEASE Chronic kidney disease (CKD) is a disease that often causes neurological complication such as peripheral neuropathy. Serum uric acid levels in patients with CKD generally increased due to decreased kidney function. This study aims to determine whether high serum uric acid levels increase the risk of peripheral neuropathy in patients with CKD. This is a case control study design that was enrolled in Sanglah General Hospital from March until May 2016, included 23 subjects patients with CKD with peripheral neuropathy and 23 subjects patients with CKD without peripheral neuropathy. Peripheral neuropathy was evaluated using nerve conduction study. The results of statistical analysis showed that serum uric acid levels of case group and control group differ significantly with p=0,012 (p<0,05) and obtained OR=2,7 (95% CI=0,236-30,846). Based on these results it can be concluded that high serum uric acid levels increase the risk of peripheral neuropathy in patients with CKD. Key words: chronic kidney disease, peripheral neuropathy, uric acid, nerve conduction study DAFTAR ISI xiii

13 Halaman SAMPUL DALAM..... i PRASYARAT GELAR.. ii LEMBAR PENGESAHAN... iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iv SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT.. v UCAPAN TERIMA KASIH.. vi ABSTRAK. x ABSTRACT... xi DAFTAR ISI.. xii DAFTAR TABEL.. xiv DAFTAR GAMBAR..... xv DAFTAR SINGKATAN... xvi DAFTAR LAMPIRAN.. xviii BAB I BAB II BAB III BAB IV PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Manfaat Ilmiah Manfaat Klinik Praktis.. TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Ginjal Kronik Definisi Klasifikasi Komplikasi pada Sistem Saraf Neuropati Perifer pada PGK Manifestasi Klinis Neuropati Perifer pada PGK Patogenesis Neuropati Perifer pada PGK Pemeriksaan Penunjang Neuropati Perifer 2.3 Asam Urat Struktur Asam Urat Sintesis dan Ekskresi Asam Urat Peran Asam Urat pada Tubuh 2.4 Asam Urat dengan Neuropati Perifer... KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir Konsep Penelitian Hipotesis Penelitian METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian xiv

14 BAB V 4.3 Ruang Lingkup Penelitian Penentuan Sumber Data Populasi Target Populasi Terjangkau Kriteria Sampel Kriteria Inklusi Kasus Kriteria Inklusi Kontrol Kriteria Eksklusi Kasus dan Kontrol Besar Sampel Teknik Pengambilan Sampel 4.5 Variabel Penelitian Identifikasi Variabel Definisi Operasional Variabel Instrumen Penelitian Prosedur dan Alur Penelitian Analisis Data..... HASIL PENELITIAN. 5.1 Karakteristik Dasar Subyek Penelitian Hubungan antara Kadar Asam Urat Serum dan Variabel Perancu Lainnya dengan Kejadian Neuropati Perifer BAB VI PEMBAHASAN Karakteristik Demografi Subyek Penelitian Hubungan antara Kadar Asam Urat Serum dan Variabel Perancu Lainnya dengan Kejadian Neuropati Perifer. 6.3 Kelemahan dan Kekuatan Penelitian... BAB VII SIMPULAN DAN SARAN Simpulan. 7.2 Saran DAFTAR PUSTAKA. 55 LAMPIRAN xv

15 DAFTAR TABEL Halaman 2.1 Kriteria Definisi Penyakit Ginjal Kronik Klasifikasi Stadium PGK Komplikasi Neurologi Pada Pasien Hemodialisis Hasil Pemeriksaan Motorik atau CMAP Hasil Pemeriksaan Sensorik atau SNAP Karakteristik Dasar Subyek Penelitian Analisis Bivariat Uji T Berpasangan Usia dan Lama Menderita PGK Antara Kelompok Kasus dan Kontrol Analisis Bivariat Uji McNemar Indeks Massa Tubuh Antara Kelompok Kasus dan Kontrol Analisis Bivariat Uji McNemar Kadar Asam Urat Serum Antara Kelompok Kasus dan Kontrol Analisis Bivariat Uji McNemar Laju Filtrasi Glomerulus Antara Kelompok Kasus dan Kontrol Analisis Bivariat Uji McNemar Anemia Antara Kelompok Kasus dan Kontrol xvi

16 DAFTAR GAMBAR Halaman 2.1 Kerusakan Serabut Saraf pada Neuropati Stuktur Kimia Asam Urat Pembentukan Asam Urat dari Asam Nukleat Metabolisme Purin (Adenosin) Kerangka Berpikir Kerangka Konsep Bagan Rancangan Penelitian Alur Penelitian. 39 xvii

17 DAFTAR SINGKATAN AIDS : Acquired Immunodeficiency Syndrome ATP : Adenosin Triphosfate ATPase : Adenosine Triphosphate-ase AUS : Asam Urat Serum Ca : Calsium CDC : Centers for Disease Control and Prevention CMAP : Compound Muscle Action Potential Cu : Cuprum DM : Diabetes Melitus DNA : Deoxyribonuclease acid ENMG : Elektroneuromiografi Fe : Ferrum g/dl : Gram per desiliter Hb : Hemoglobin HD : Hemodialisis HIV : Human Immunodeficiency Virus IK : Interval kepercayaan IMT : Indeks Massa Tubuh K : Kalium KHS : Kecepatan Hantar Saraf KTP : Kartu Tanda Penduduk LFG : Laju Filtrasi Glomerulus m/det : Mili per detik mdet : Milidetik mg : Milligram mg/dl : miligram/desiliter ml/menit : Milliliter per menit MRP4 : Multidrug Resistance-associated Protein 4 mv : Milivolt Na : Natrium NAD : nicotinamide adenine dinucleotide NCS : Nerve Conduction Study NKF- K/DOQI : National Kidney Foundation Kidney Disease Outcomes Quality Initiative NO : Nitric Oxide OAT : Organic anion transporer OR : Odds Ratio PERKENI : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia PERNEFRI : Persatuan Nefrologi Indonesia ph : Power of Hydrogen pka : Power of acidity constant PGK : Penyakit Ginjal Kronik RNA : Ribonuclease acid xviii

18 ROS : Reactive Oxigen Species RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat SGOT : Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase SGPT : Serum Glutamic Pyruvic Transaminase SNAP : Sensory Nerve Action Potential SPSS : Statistical Product and Service Solutions TTGO : Tes Toleransi Glukosa Oral UNUD : Universitas Udayana URAT1 : urat transporter 1 WHO : World Health Organization XO : xanthine oxidase xix

19 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Keterangan Kelaikan Etik 61 Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian dari RSUP Sanglah. 62 Lampiran 3 Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent).. 63 Lampiran 4 Formulir Persetujuan Tertulis. 64 Lampiran 5 Lembar Pengumpulan Data 65 Lampiran 6 Pemeriksaan Studi Hantaran Saraf/Nerve Conduction Study.. 67 Lampiran 7 Data Subyek Penelitian 68 Lampiran 8 Hasil Analisis SPSS. 70 xx

20 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan penyakit yang cukup banyak terjadi di dunia ini. Jumlah penderita PGK juga semakin meningkat seiring dengan gaya hidup saat ini yang kurang memperhatikan keseimbangan pola makan. PGK ini dapat dijumpai mulai dari stadium awal hingga stadium lanjut. Selain mempengaruhi fungsi ginjal, komplikasi PGK juga bermanifestasi pada organ lain, salah satunya adalah sistem saraf. Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari tiga bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal maka diagnosis PGK ditegakkan bila nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73 m 2. Penyakit ginjal kronik ini terdiri dari 5 stadium dan dikatakan stadium akhir atau stadium 5 bila didapatkan fungsi laju filtrasi glomerulus <15 ml/menit/1,73 m 2. Pada stadium ini diperlukan terapi renal replacement baik dengan hemodialisis maupun transplantasi ginjal (Pezarella dan Reilly, 2003; Couser dkk, 2011). Jumlah penderita PGK semakin meningkat. Di Amerika Serikat, diperkirakan 10% penduduk atau sekitar 20 juta penduduk dewasa mengalami PGK. Kemungkinan menderita PGK akan semakin meningkat dengan bertambahnya usia, biasanya dimulai dari usia 50 tahun atau lebih. Selain itu diabetes melitus dan hipertensi akan meningkatkan risiko menderita PGK. Pada tahun 2011, xxi

21 penduduk Amerika Serikat yang menderita PGK stadium akhir sebesar orang (CDC, 2014). World Health Organization (WHO) memperkirakan akan terjadi peningkatan penderita PGK stadium akhir di Indonesia tahun sebesar 41,4%. Data dari Persatuan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) memperkirakan terdapat orang menderita gagal ginjal atau PGK stadium akhir di Indonesia. Angka ini akan terus meningkat sekitar 10% setiap tahunnya (Tandi dkk, 2014). Data tahun 2012, jumlah penderita PGK stadium akhir di Bali sebanyak 1433 orang yang memerlukan terapi hemodialisis (PERNEFRI, 2012). Penderita PGK selain mengalami kelainan pada ginjal, biasanya juga sudah mulai mengalami komplikasi ke organ lain, salah satunya adalah sistem saraf. Sekitar 60 persen penderita PGK akan mengalami komplikasi neurologi berupa kelainan pada susunan saraf pusat, saraf perifer, dan saraf otonom. Kelainan pada susunan saraf pusat berupa gangguan kognitif sampai terjadi perubahan status mental karena ensefalopati uremikum. Gangguan neurologi yang mengenai susunan saraf tepi adalah berupa neuropati perifer (Nolan, 2005; Krishnan dan Kiernan, 2009). Neuropati perifer pada penderita PGK dapat berupa kelainan motorik maupun sensorik. Neuropati perifer merupakan salah satu komplikasi yang ditemukan pada 2/3 atau sekitar 60% hingga 90% dari keseluruhan penderita PGK dan dikatakan lebih sering terjadi pada pria dibandingkan dengan wanita. Neuropati ini ditandai dengan gejala kelainan sensorik dan atau motorik dari bagian distal ekstremitas, simetris, dan biasanya lebih banyak menyerang pada tungkai dibandingkan lengan (Rizzo dkk, 2012). Kerusakan saraf tepi dapat diketahui xxii

22 dengan pemeriksaan elektrofisiologi sehingga dapat dikatakan bahwa hampir semua penderita PGK stadium lanjut mengalami neuropati (Levey dan Coresh, 2002; Krishnan dan Kiernan, 2009). Penderita PGK umumnya memiliki kadar asam urat serum yang meningkat. Beberapa studi menunjukkan bahwa peningkatan kadar asam urat serum secara independen dapat memprediksi berkembangnya penyakit PGK. Namun pada beberapa buku lain disebutkan bahwa penyakit Gout atau hiperurisemia dikeluarkan dari faktor penyebab terjadinya PGK. Hubungan yang terjadi antara hiperurisemia dengan PGK adalah sebagai akibat retensi asam urat di dalam tubuh oleh karena penurunan laju filtrasi glomerulus. Asumsi yang menyebutkan bahwa asam urat dapat menyebabkan PGK adalah melalui mekanisme presipitasi asam urat yang membentuk kristal pada ginjal. Tetapi pada studi uji binatang coba dengan PGK dan hiperurisemia, didapatkan bahwa perkembangan penyakit ginjal yang semakin cepat namun tidak disertai dengan adanya kristal asam urat pada ginjal. Sebagai tambahan, pada beberapa penderita dengan penyakit Gout atau hiperurisemia memiliki kondisi lain yang terjadi bersamaan, seperti hipertensi dan penyakit vaskular sehingga beberapa para ahli menduga bahwa kelainan ginjal yang terjadi adalah akibat sekunder akibat kondisi-kondisi tersebut (Johnson dkk.,2013). Kadar asam urat serum yang meningkat dapat menimbulkan beberapa kelainan lain seperti disfungsi endotel (Edwards, 2009), penyakit jantung iskemik, stroke, penyakit arteri perifer (Baker et al.,2007), dan kematian akibat penyakit kardiovaskuler (Fang et al.,2000). Peningkatan kadar asam urat serum juga xxiii

23 dihubungkan dengan terjadinya neuropati perifer. Neuropati perifer akibat peningkatan asam urat ini terjadi oleh karena kerusakan endotel vaskuler melalui peningkatan reaksi stres oksidasi dan respon inflamasi pada sistem saraf. Pada penderita PGK, fungsi nefron yang terganggu dapat meningkatkan kadar asam urat serum sebagai salah satu toksin uremik dan akumulasi produk racun lain serta defisiensi metabolit esensial, yang diduga sebagai penyebab kematian neuron pada neuropati perifer (Laaksonen dkk., 2002). Beberapa studi telah menunjukkan hubungan antara peningkatan kadar asam urat serum dengan terjadinya neuropati perifer pada penderita diabetes melitus (Papanas, 2011; Darsana 2014), namun hingga saat ini belum ada penelitian yang menghubungkan kadar asam urat serum tinggi dengan terjadinya neuropati perifer pada penderita PGK. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui hubungan kadar asam urat serum dengan terjadinya neuropati perifer pada penderita PGK. 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian di atas, maka didapatkan rumusan masalah yaitu apakah kadar asam urat serum tinggi meningkatkan risiko terjadinya neuropati perifer pada penderita PGK? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kadar asam urat serum tinggi meningkatkan risiko terjadinya neuropati perifer pada penderita PGK. xxiv

24 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat Ilmiah Dengan mengetahui kadar asam urat serum tinggi meningkatkan risiko terjadinya neuropati perifer pada penderita PGK maka diharapkan dapat meningkatkan pemahaman mengenai peranan asam urat pada kejadian neuropati perifer dan hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan penelitian serupa di masa yang akan datang Manfaat Klinik Praktis Dengan mengetahui kadar asam urat serum tinggi dapat meningkatkan risiko terjadinya neuropati perifer pada penderita PGK diharapkan klinisi dapat melakukan deteksi dini terhadap kejadian neuropati perifer dan penatalaksanaan yang lebih adekuat terhadap kadar asam urat serum pada penderita PGK. xxv

25 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Ginjal Kronik Definisi National Kidney Foundation mendefinisikan PGK berdasarkan ada atau tidaknya kerusakan ginjal dan tingkat fungsi ginjal. Suatu studi patologi menunjukkan bahwa kerusakan ginjal bisa tidak disertai dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG). Bukti adanya kerusakan ginjal tergantung pada tipe dari penyakit ginjal itu sendiri dan dapat meliputi abnormalitas pada pemeriksaan darah, urin seperti adanya proteinuri yang menetap, hematuria serta tes pencitraan (National Kidney Foundation, 2002). Tabel 2.1 Kriteria Definisi Penyakit Ginjal Kronik (National Kidney Foundation, 2002) 1. Kerusakan ginjal selama > 3 bulan, yang disebabkan oleh abnormalitas struktural atau fungsional dari ginjal, dengan atau tanpa penurunan LFG, manifestasi sebagai: Abnormalitas patologi Bukti kerusakan ginjal, meliputi abnormalitas komposisi darah atau urin, abnormalitas pada tes pencitraan 2. Laju filtrasi glomerulus <60 ml/menit/1,73m 2 selama > 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal Stadium PGK ditegakkan berdasarkan pada tingkat fungsi ginjal. Identifikasi stadium pada penderita PGK tidak secara akurat mengetahui penyebab penyakit ginjal yang mendasari (National Kidney Foundation, 2002). Batasan laju filtrasi xxvi

26 glomerulus yang digunakan adalah 60 ml/menit/1,73m 2 karena hal itu merupakan penurunan 50 persen dari fungsi ginjal yang normal (Couser dkk, 2011) Klasifikasi Penyakit ginjal kronik dapat diklasifikasikan menjadi stadium 1 hingga 5, dimana stadium 1 ditandai dengan kerusakan ginjal dengan LFG normal. Stadium 2 ditandai dengan kerusakan ginjal dengan penurunan laju filtrasi glomerulus ringan. Stadium menengah yang signifikan secara klinis adalah PGK stadium 3 dan 4 sedangkan PGK stadium 5 sudah dikatakan stadium akhir yaitu dengan nilai laju filtrasi glomerulus yang rendah <15 ml/menit/1,73m 2 (MacGregor, 2006; Couser dkk, 2011). Tabel 2.2 Klasifikasi Stadium PGK (National Kidney Foundation, 2002) Stadium Laju Filtrasi Glomerulus Deskripsi (ml/menit/1,73m 2 ) 1 >90 Kerusakan ginjal dengan LFG normal Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan LFG Penurunan LFG sedang Penurunan LFG berat 5 <15 Gagal ginjal Komplikasi pada Sistem Saraf Penyakit ginjal kronik menyebabkan akumulasi produk sisa organik dari tubuh yang normalnya dibersihkan oleh ginjal. Pada penderita PGK dengan laju filtrasi glomerulus dibawah 50% sering mengalami komplikasi dibidang neurologi (Ramirez dan Gomez, 2012). Komplikasi neurologi terjadi hampir 60% pada xxvii

27 penderita PGK stadium lanjut (Brouns dan De Deyn, 2004) dan mempengaruhi sistem saraf pada semua level baik sentral maupun perifer (Krishnan dan Kiernan, 2009). Komplikasi pada sistem saraf dapat berhubungan langsung diakibatkan oleh penyakit ginjal itu sendiri dan dapat berhubungan dengan terapi hemodialisis. Komplikasi neurologi pada sistem saraf pusat antara lain demensia dialisis, sindrom disekuilibrium dan ensefalopati uremik sedangkan komplikasi neurologi pada sistem saraf perifer yang paling sering adalah neuropati perifer (Krishnan dan Kiernan, 2009; Rizzo dkk, 2012). Komplikasi yang berhubungan dengan terapi hemodialisis tampak pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Komplikasi Neurologi Pada Pasien Hemodialisis (Rizzo dkk, 2012) Sistem Saraf Pusat Dipicu oleh Dialisis Dimodifikasi oleh Dialisis Sistem Saraf Perifer Dipicu oleh Dialisis Dimodifikasi oleh Dialisis Demensia Dialisis Ensefalopati Wernicke (defisiensi thiamin) Central pontine myelinolysis (koreksi cepat dari hiponatremi) Ensefalopati uremik (memperbaiki) Aterosklerosis (memperberat) Stroke perdarahan (memperberat) Leukoenchephalopathy (reversibel) Mononeuropati Carpal tunnel syndrome Berhubungan dengan akses vaskular (ischemic monomelic neuropathy) Anterior ischemic optic neuropathy Polineuropati (memperbaiki/memperberat) Subklinis Gejala ringan dan di daerah distal Gejala berat, neuropati sensorik dan motorik Kondisi akut, mirip dengan Guillain-Barre Syndrome xxviii

28 2.2 Neuropati Perifer pada PGK Neuropati perifer diartikan sebagai suatu proses menyeluruh yang memberikan efek yang bersifat menyebar, simetris bilateral dan bersifat motorik, sensorik, atau otonom (Herskovitz, 2010). Neuropati uremik terjadi pada dua per tiga pasien PGK stadium akhir. Proses dialisis biasanya akan memperbaiki kondisi neuropati ini (Weisberg, 1996). Ada pendapat lain yang menyebutkan bahwa dengan hemodialisis, gejala neuropati perifer akan semakin bertambah oleh karena hilangnya tiamin saat proses dialisis. Hal ini belum diketahui secara pasti (Rizzo dkk, 2012). Neuropati perifer pada penderita PGK memiliki prevalensi bervariasi sekitar 60%-90% dan dua kali lebih sering terjadi pada laki-laki (Wijdicks, 2002; Krishnan dan Kiernan, 2009) Manifestasi Klinis Neuropati Perifer pada PGK Neuropati perifer pada penderita PGK merupakan suatu neuropati lengthdependent, memiliki karakteristik degenerasi aksonal dengan demielinisasi sekunder dan kondisi tersebut dapat mempengaruhi saraf motorik, sensorik dan saraf kranialis. Neuropati yang terjadi ditandai dengan kelainan pada daerah distal, bersifat simetris dengan predominan neuropati aksonal, campuran neuropati motorik dan sensorik. Biasanya lebih banyak mengenai tungkai kaki dibandingkan lengan tangan (Rizzo dkk, 2012). Neuropati ini biasanya terjadi subklinis dan didiagnosis berdasarkan pemeriksaan elektrofisiologi. Pada kondisi ringan, gejala yang paling sering terjadi adalah kesemutan pada ekstremitas bagian distal, serta berhubungan xxix

29 dengan hilangnya rasa getar atau vibrasi (Rizzo dkk, 2012). Gejala klinis yang muncul dapat berupa kram otot yang biasanya dikeluhkan pada malam hari, biasanya berlokasi pada satu atau lebih otot yang lebih sering mengenai ekstremitas bawah, selain itu dapat juga terjadi restless leg syndrome, parestesi, disestesi atau sensasi abnormal yang mengenai jari-jari kaki dan tangan dan biasanya terjadi pada stadium lanjut PGK, nyeri pada kedua ektremitas bawah terutama pada daerah yang dipersarafi nervus peroneus dan sensasi terbakar pada kedua kaki (Mustofa dan El Tayeb, 2004). Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan hilangya refleks tendon Achiles pada kasus yang lebih lanjut. Gangguan vibrasi pada ekstremitas bagian distal dialami selanjutnya. Namun terdapat penelitian lain yang menyebutkan bahwa gangguan vibrasi lebih terganggu terlebih dahulu dibandingkan modalitas lainnya. Kelemahan motorik tersering adalah kelemahan dorsofleksi kaki hingga atrofi otot terutama di bagian distal. Gejala sensoris dominan yang muncul dengan distribusi seperti kaos kaki. Gangguan motorik dan sensorik lebih ke proksimal dan pada ekstremitas superior menunjukkan bahwa kerusakan saraf telah lanjut (Latov, 2007; Palmer, 2007; Krishnan dan Kiernan, 2009; Pan, 2009; Herskovitz, 2010) Patogenesis Neuropati Perifer pada PGK Patogenesis neuropati perifer pada penderita PGK diawali dengan kondisi uremia. Pada kondisi uremia banyak bahan toksin uremik yang dapat memicu munculnya neuropati uremik. Bahan toksin uremik adalah suatu substrat atau bahan yang normalnya diekskresikan oleh ginjal dan bahan ini memberikan efek xxx

30 negatif pada fungsi biologis tubuh (Duranton, 2012). Meskipun beberapa atau semua bahan toksin ini berperan dalam terjadinya neuropati uremik, faktanya bahwa beberapa dari bahan tersebut bersifat neurotoksin masih belum pasti, contohnya molekul berukuran sedang dengan berat molekul 300 hingga 2500 Dalton dapat bersifat neurotoksin. Suatu bahan disebut toksin uremik biasanya memiliki syarat-syarat sebagai berikut (Arminoff, 2008; Krishnan dan Kiernan, 2009) : 1. Bahan diidentifikasi secara kimia dan ditemukan dalam cairan biologis tubuh. 2. Konsentrasi zat tersebut lebih tinggi pada pasien dengan uremia. 3. Konsentrasi dari zat tersebut berkorelasi dengan gejala uremik yang spesifik. 4. Gejala berkurang bila zat tersebut kadarnya menjadi normal. 5. Efek toksik zat tersebut muncul pada konsentrasi yang sama. Bahan-bahan toksin uremik ini secara umum dapat dibagi menjadi 3 kelompok besar antara lain bahan molekul ringan yang larut air, molekul berukuran sedang dan bahan yang terikat dengan protein. Yang termasuk dalam bahan molekul ringan adalah urea, kreatinin, oksalat dan asam urat. Yang termasuk dalam molekul berukuran sedang adalah leptin, beta 2 mikroglobulin dan hormon paratiroid, sedangkan yang termasuk dalam bahan terikat dengan protein adalah polyamines, indoxyl sulfate, homocystein dan hippuric acid (Dhondt, 2000). xxxi

31 Ada beberapa teori mengenai efek toksik dari bahan-bahan toksin uremik. Berdasarkan pengamatan pada beberapa pasien didapatkan teori bahwa molekul berukuran sedang ini memberikan efek toksik, namun terdapat beberapa studi lain yang tidak mendukung teori ini. Suatu postulat yang dikemukakan oleh Fraser dan Arieff mengungkapkan bahwa neurotoksin berefek mengurangi suplai energi pada akson dengan cara menghambat enzim serabut saraf yang diperlukan untuk produksi energi tersebut. Dengan berkurangnya energi akan mempengaruhi nodus ranvier dalam menyalurkan impuls konduksi dan akhirnya akan menyebabkan kerusakan akson (Ramirez dan Gomez, 2012). Bahan toksin juga menyebabkan disfungsi dari beberapa membran pada perineurium, dimana berperan sebagai barier difusi antara cairan interstitial dan saraf; dan pada endoneurium, dimana berperan sebagai barier antara darah dan saraf. Sebagai konsekuensinya, toksin uremik dapat masuk ke ruang endoneural dan menyebabkan kerusakan saraf secara langsung, dengan perubahan hidroelektrolit yang dapat menyebabkan penciutan (shrinkage) (Pan, 2009). Nielsen pada tahun 1973 mengajukan suatu hipotesis bahwa disfungsi saraf yang terjadi berhubungan dengan faktor toksik serum uremik yang menghambat fungsi membran akson dan aktivasi pompa Na/K ATPase. Hal ini dipikirkan karena terjadi pengurangan kecepatan konduksi saraf akibat dari pompa Na/K ATPase pada aksolema yang berhubungan dengan toksin uremik, membentuk akumulasi natrium intrasel dan perubahan potensial membran istirahat. Kondisi ini memicu degenerasi aksonal dan demielinisasi segmental sekunder (Nielsen, 1973, Krishnan et al, 2005). xxxii

32 Studi morfologi menunjukkan degenerasi aksonal dengan tipe dying-back dan demielinisasi yang terjadi merupakan kondisi sekunder dari atropi akson yang mendahului proses degenerasi aksonal. Gangguan metabolik bertanggung jawab terhadap terjadinya neuropati tetapi juga berhubungan dengan monoclonal cryoglobulinemia dari diskrasia sel plasma. Pada Gambar 2.1 tampak gambaran potongan melintang serabut saraf menggunakan mikroskop elektron pada kondisi neuropati. Beberapa spiral bagian dalam dari sel Schwann tampak tidak padat untuk membentuk lamellar myelin. Lamellar yang tidak padat ini tampak pada beberapa neuropati (Garcia, 2013). Gambar 2.1 Kerusakan Serabut Saraf pada Neuropati (Garcia, 2013) Hemodialisis juga dapat mengakibatkan terakumulasinya molekul berukuran sedang. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang mengatakan bahwa neuropati disebabkan oleh akumulasi molekul berukuran sedang (300 hingga Dalton), dimana dibersihkan lebih lambat daripada urea dan kreatinin (Vanholder et al, 2008). Secara patologi, kondisi neuropati perifer dibagi menjadi 3 pola dasar yaitu degenerasi Wallerian, aksonopati distal dan demielinisasi segmental. Neuropati xxxiii

33 yang ditandai dengan degenerasi Wallerian, meliputi neuropati akibat trauma, infark dari saraf perifer (mononeuropati diabetik, vaskulitis) dan infiltrasi neoplasma. Pada aksonopati distal, didapatkan neuropati akibat gangguan metabolik, obat-obatan, dan toksin industri seperti pestisida, sedangkan demielinisasi segmental terjadi pada neuropati demielinisasi akut dan kronik, neuropati difteritik, metachromatic leukodystrophy dan penyakit Charcot-Marie- Tooth (Agamanolis, 2015). Neuropati perifer pada PGK terjadi proses aksonopati distal, diawali dengan degenerasi akson dan myelin terutama pada bagian distal dari akson. Apabila kerusakan ini terjadi menetap maka akan terjadi akson dies back. Hal ini yang menyebabkan gejala dengan karakteristik kelemahan dan hilangnya sensoris area distal stocking-gloves. Neurofilamen dan organela berakumulasi pada proses degenerasi akson, hal ini terjadi kemungkinan oleh karena kondisi stagnan dari aliran aksoplasmik. Kemudian akson menjadi atropi dan hancur. Aksonopati distal yang berat hampir menyerupai degenerasi Wallerian. Pada tahap lanjut, akan terjadi hilangnya mielin pada akson. Aksonopati distal disebabkan oleh patologi atau kelainan dari badan neuron sebagai akibat dari ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan metabolik yang diperlukan akson. Hal ini menjelaskan mengapa penyakit dimulai dari bagian distal saraf dan akson yang besar yang memiliki kebutuhan metabolik dan nutrisi terbanyak biasanya sering mengalami kerusakan yang cukup berat (Agamanolis, 2015). xxxiv

34 2.2.3 Pemeriksaan Penunjang Neuropati Perifer Pemeriksaan penunjang yang digunakan untuk mendiagnosis suatu neuropati perifer adalah elektroneuromiografi atau pemeriksaan nerve conduction study (NCS). Pemeriksaan compound muscle action potential (CMAP) dilakukan pada nervus medianus, nervus ulnaris, nervus radialis, nervus tibialis, nervus peroneus. Pemeriksaan sensory nerve action potential (SNAP) pada nervus medianus, nervus ulnaris, nervus radialis dan nervus suralis. Nilai normal dari pemeriksaan NCS untuk pemeriksaan motorik dan sensorik nervus medianus, nervus ulnaris, nervus radialis, nervus tibialis, nervus peroneus, dan nervus suralis tampak pada Tabel 2.4 dan Tabel 2.5 (Preston, 2013). Tabel 2.4 Hasil Pemeriksaan Motorik atau CMAP (Preston, 2013) Variabel Latensi (mdet) Amplitudo(mV) KHS(m/det) N. Medianus <4,4 >4,0 >49 N. Ulnaris <3,3 >6,0 >49 N. Radialis <2,9 >2,0 >49 N. Tibialis <5,8 >4,0 >41 N. Peroneus <6,5 >2,0 >44 Tabel 2.5 Hasil Pemeriksaan Sensoris atau SNAP (Preston, 2013) Variabel Latensi(mdet) Amplitudo(mV) KHS(m/det) N. Medianus <3,5 >20 >50 N. Ulnaris <3,1 >17 >50 N. Radialis <2,9 >15 >50 N. Suralis <4,4 >6 >40 Nerve Conduction Study merupakan standar baku emas dalam mendiagnosis neuropati perifer pada penderita PGK (Krishnan dan Kiernan, 2009). Pemeriksaan NCS pada neuropati perifer penderita PGK menunjukkan gambaran neuropati xxxv

35 perifer menyeluruh, tipe aksonal, dengan penurunan amplitudo SNAP dan bila meluas amplitudo CMAP pun menurun, sedangkan kecepatan hantar saraf (KHS) relatif masih baik. Latensi F-wave dan H-reflex, amplitudo nervus suralis, dan deteksi vibrasi pada ekstremitas bawah merupakan parameter elektrofisiologis yang sensitif. Nervus suralis lebih sering terlibat dibandingkan nervus peroneus dan tibialis. Amplitudo sensoris nervus suralis menurun pada 50% kasus. Latensi F-wave pada nervus tibialis dan peroneus memanjang dan H-reflex pun abnormal. Polineuropati dapat terjadi pada stadium awal PGK dan kemungkinan berjenis demielinisasi yang ditandai dengan perlambatan pada konduksi saraf dengan amplitudo sensorik dan motorik yang masih baik. Elektroneuromiografi khususnya NCS mampu mendeteksi adanya neuropati perifer subklinis 48%-70% pasien dengan PGK (Oh, 2003; Krishnan dan Kiernan, 2009; Pan, 2009; Herskovitz, 2010). Suatu penelitian dengan pemeriksaan elektrofisiologis pada penderita PGK pre-dialisis yang dilakukan pada nervus medianus, nervus ulnaris, nervus peroneus dan nervus tibialis, didapatkan hasil sebanyak 70% pasien mengalami neuropati perifer, 6% neuropati asimptomatik, 51% neuropati simptomatik (Aggarwal, 2013). 2.3 Asam Urat Struktur Asam Urat Asam urat adalah produk akhir metabolism purin. Purin (adenin dan guanin) merupakan konstituen asam nukleat (Warner et al., 2004). Asam urat (7,9- dihydro-1h-purin-2,6,8(3h)-trione) merupakan asam lemah dengan pka 5,8 yang xxxvi

36 didistribusikan dalam cairan ekstraseluler sebagai natrium urat. Asam urat cenderung berada di cairan plasma ekstraselular sehingga membentuk ion urat pada ph 7.4. Ion urat mudah disaring dari plasma (McCrudden, 2000). Gambar 2.2 Stuktur Kimia Asam Urat (McCrudden, 2000) Sintesis dan Ekskresi Asam Urat Asam urat disintesis terutama dalam hati, dalam suatu reaksi yang dikatalisis oleh enzim xanthine oxidase (XO). Metabolisme adenosin triphosfate (ATP) menyebabkan akumulasi hypoxanthine. Hypoxanthine dirubah oleh enzim XO menjadi xantin. Pada jaringan yang non-iskemik, XO yang berada dalam bentuk nicotinamide adenine dinucleotide (NAD) menurunkan hydrogenase. Selama iskemia, Ca2+-stimulated protease yang menyebabkan pemecahan parsial xanthine dehydrogenase menjadi XO yang irreversible. XO selanjutnya mengoksidasi xanthine, menghasilkan asam urat, superoksida dan hidrogen peroksida (Warner et al., 2004). xxxvii

37 Gambar 2.3 Pembentukan Asam Urat dari Asam Nukleat (Sumarni, 2015) Gambar 2.4 Metabolisme Purin (Adenosin) (Hare dan Johnson, 2003) Kadar asam urat serum diatur oleh 4 komponen sistem transpor ginjal yang meliputi proses filtrasi, reabsorbsi, sekresi dan reabsorbsi paska sekresi. Sejumlah transporter ginjal turut terlibat dalam pengaturan kadar asam urat dalam plasma seperti urat transporter 1 (URAT1) yang bertanggung jawab terhadap reabsorbsi urat dan sejumlah sejumlah transporter ion organik (OAT) seperti OAT1 dan OAT3 dan ATP-dependent urate export secretion MRP4 yang terlibat dalam xxxviii

38 sekresi urat. Karena keterlibatannya yang begitu penting dalam reabsorbsi urat, URAT1 dipercaya memainkan peranan yang sangat kritis dalam pengaturan kadar asam urat serum (Johnson et al., 2003; Hediger et al., 2005). Sumber asam urat pada manusia didapat melalui dua cara, yaitu secara endogen dan eksogen. Sumber asam urat secara endogen yaitu melalui sintesis de novo dan pemecahan asam nukleat kurang lebih sebanyak 600 mg/hari. Sumber asam urat yang berasal dari eksogen yaitu melalui asupan makanan yang mengandung purin kurang lebih 100 mg/hari (Pasalic, 2012). Ekskresi asam urat total pada manusia normal rata-rata adalah mg per hari. Kebanyakan asam urat diekskresikan lewat urin melalui mekanisme yang kompleks dengan melibatkan filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubulus di bagian awal tubulus konkortus proksimal, sekresi tubulus di bagian akhir reabsorbsi dan mungkin mengalami reabsorbsi lagi di bagian akhir tubulus proksimal (Capasso et al., 2005; Hediger et al., 2005). Kadar darah asam urat normal pada laki-laki yaitu mg/dl sedangkan pada perempuan yaitu mg/dl (Gray, 2015). Pada keadaan normal, kebutuhan produksi dan eliminasi asam urat kurang lebih 700 mg. Kurang lebih sebanyak 30% dari kebutuhan asam urat berkurang di usus karena bakteri uricolysis pada sistem pencernaan, sedangkan 70% sisanya (atau kurang lebih 500 mg) disekresikan melalui ginjal. Pada manusia, plasma urat secara bebas mengalami filtrasi di glomerulus, namun komponen yang dieksresikan hanya 10% dari plasma asam urat (Edwards, 2009). xxxix

39 Beberapa faktor yang telah diteliti berpengaruh terhadap kadar asam urat serum dalam darah adalah umur dan jenis kelamin. Kadar asam urat juga akan meningkat dengan adanya gangguan fungsi ginjal (McCrudden, 2000; Liu et al.,2011). Jumlah asam urat dalam plasma tergantung pada jumlah makanan atau minuman yang mengandung purin, biosintesis asam urat dan laju ekskresi urat. Namun di dalam tubuh, perputaran purin terjadi secara terus menerus seiring dengan sintesis dan penguraian RNA dan DNA, sehingga walaupun tidak ada asupan purin, tetap terbentuk asam urat dalam jumlah yang subtansial. Kadar asam urat akan meningkat dengan bertambahnya usia dan gangguan fungsi ginjal (McCrudden, 2000). Gagal ginjal menyebabkan asam urat, urea, dan kreatinin terakumulasi. Diuretik tiazid menurunkan ekskresi urat. Alopurinol, probenesid, kortikosteroid, dan aspirin dosis besar meningkatkan ekskresi urat (Liu et al.,2011) Peran Asam Urat pada Tubuh Asam urat merupakan antioksidan cair terbanyak pada manusia, 2/3 dari total antioksidan yang memiliki kemampuan menetralisir radikal bebas dalam plasma terutama hidroksil, superoksida, peroksinitrit dan mungkin memiliki kemampuan melindungi secara fisiologis dengan mencegah peroksidasi lipid. Namun apabila jumlahnya berlebihan dalam tubuh juga dapat menimbulkan efek merugikan yaitu suatu kondisi hiperurisemia dan juga dapat menginduksi stres oksidasi atau berperan sebagai prooksidan (McCrudden, 2000). xl

40 Kadar asam urat dapat meningkat pada keadaan tertentu seperti diet tinggi purin, konsumsi alkohol yang berlebihan, perubahan sel atau kematian sel pada neoplasma atau obat sitotoksik, kelainan metabolisme purin karena faktor genetik, kelainan fungsi ginjal yang menyebabkan penurunan klirens (clearance) asam urat, gangguan ekskresi asam urat yang berhubungan dengan reabsorbsi natrium yang berlebihan pada beberapa kondisi seperti obesitas, resistensi insulin atau hiperinsulinemia, hipertensi, diet rendah natrium dan terapi diuretik. Dalam berbagai organ dan pembuluh darah, konsentrasi lokal asam urat meningkat selama stres oksidatif akut dan iskemia serta peningkatan konsentrasinya mungkin merupakan mekanisme kompensasi untuk memberikan efek perlindungan melawan peningkatan aktivitas radikal bebas. Berkaitan dengan kondisi iskemik dalam hubungannya dengan kenaikan kadar asam urat perlu dicatat bahwa xanthin oxidoreductase terdapat dalam dua bentuk yang berbeda yaitu xanthine dehidrogenase dan xanthine oxidase. Xanthine dehidrogenase adalah bentuk paling umum yang bekerja di bawah kondisi fisiologis dan memiliki afinitas yang lebih besar untuk nicotinamide adenin dinukleotide dioksida (NAD+) dibandingkan dengan oksigen sebagai akseptor elektron. Dalam kondisi iskemik seiring degradasi ATP menjadi adenin dan xanthine, terjadi perubahan besar xanthine dehidrogenase menjadi XO. Proses ini menggunakan molekul oksigen pada tempat NAD+ sebagai akseptor elektron dan mengarah pada pembentukan anion superoksida dan hidrogen peroksida secara paralel dengan kadar asam urat serum seperti yang ditunjukkan oleh beberapa studi eksperimental. xli

41 Selama beberapa tahun, hiperurisemia telah diidentifikasi bersama-sama atau dianggap sama dengan gout, namun saat ini asam urat telah diidentifikasi sebagai penanda untuk sejumlah kelainan metabolik dan hemodinamik (Waring et al., 2000; Qasi and Lohr, 2005). Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan antara pembentukan dan degradasi nukleotida purin serta kemampuan ginjal dalam mengekskresikan asam urat. Apabila terjadi kelebihan pembentukan asam urat, hambatan pengeluaran asam urat atau keduanya maka akan terjadi peningkatan konsentrasi asam urat darah yang disebut dengan hiperurisemia (Edward, 2009). Asam urat serum merupakan salah satu antioksidan. Namun antioksidan dapat menjadi prooksidan pada beberapa situasi. Diperkirakan terdapat suatu mekanisme antioxidant prooxidant redox shuttle pada pembuluh darah lapisan intima yang mengalami aterosklerosis. Asam urat pada tahap awal proses aterosklerosis telah diketahui berperan sebagai antioksidan dan mungkin merupakan antioksidan terkuat yang terdapat di plasma. Kemudian proses aterosklerosis dengan kadar asam urat serum meningkat lebih dari nilai normal > 6 mg/dl untuk perempuan dan 6,5-7 mg/dl untuk laki-laki, didapatkan bahwa asam urat akan berperan sebagai prooksidan. Antioxidant-prooxidant urate redox shuttle juga bergantung pada kondisi lingkungan sekitar seperti waktu (awal atau akhir dari proses penyakit), lokasi jaringan dan substrat, tingkat keasaman (ph asam-basa-netral), oksidan yang ada di lingkungan sekitar, kekurangan antioksidan pada area tertentu, suplai dan durasi substrat antioksidan. Reaksi yang terjadi meliputi ion metal transisional seperti tembaga dan besi yang penting pada xlii

42 stres oksidatif. Reaksi Fenton dan reaksi Haber-Weiss dapat meningkatkan oxidative-redox stress (Hayden, 2004). Reaksi Fenton: Fe2+ + H2O2 Fe3+ + OH + OH Fe3+ + H2O2 Fe2+ + OOH + H+ Reaksi Haber-Weiss: H2O2 + O2- O2 + OH- + OH H2O2 + OH- H2O + O2- + H+ Radikal hidroksil dapat memicu reaksi lanjutan dengan memproduksi ROS melalui reaksi tambahan, abstraksi hidrogen, transfer elektron dan interaksi radikal. Sebagai tambahan, ion copper (Cu3+ - Cu2+ - Cu1+) dapat mengalami reaksi yang serupa dengan pembentukan peroksidase lipid dan ROS. Hal ni akan menyebabkan kebocoran ion besi dan tembaga dari pecahnya vasa vasorum (Hayden, 2004). 2.4 Asam Urat dengan Neuropati Perifer Asam urat merupakan toksin uremik yang jumlahnya semakin meningkat terutama pada penderita PGK. Pada kondisi jumlah asam urat meningkat, asam urat sebagai neurotoksin berefek mengurangi suplai energi pada akson dengan cara menghambat enzim serabut saraf yang diperlukan untuk produksi energi tersebut. Bahan toksin juga menyebabkan disfungsi dari beberapa membran pada perineurium, dimana berperan sebagai barier difusi antara cairan interstitial dan saraf; dan pada endoneurium, dimana berperan sebagai barier antara darah dan saraf. Sebagai konsekuensinya, toksin uremik dapat masuk ke ruang endoneural xliii

43 sehingga menyebabkan kerusakan saraf secara langsung melalui perubahan hidroelektrolit yang dapat menyebabkan penciutan (shrinkage) (Pan, 2009). Asam urat meskipun sebagai antioksidan utama dalam sirkulasi (Ames,1981), namun juga menginduksi stres oksidasi pada beberapa sel termasuk sel otot polos (Corry et al.,2008) yang menyebabkan progresivitas penyakit termasuk kardiovaskular. Mekanisme patogenesisnya diduga melalui penurunan bioavaibilitas nitric oxide (NO) pada sel otot polos dan sel endotel serta mengurangi langsung NO (Gersch et al.,2008). Pengamatan klinis dan laboratorium memperlihatkan peningkatan konsentrasi asam urat dalam darah lebih dari 5,5 mg/dl, dikaitkan dengan disfungsi endotel (Zharikov et al., 2007). Peran asam urat pada sel endotel diperkirakan juga melalui aktivasi leukosit dan terdapat korelasi yang konsisten antara peningkatan konsentrasi asam urat dengan penanda inflamasi dalam sirkulasi (Culleton et al., 2006). Dengan adanya kerusakan pada sel otot polos dan sel endotel, akan mempengaruhi vaskularisasi perifer sehingga dapat mengganggu fungsi saraf perifer sehingga akhirnya menimbulkan neuropati perifer. Terdapat suatu penelitian yang membuktikan adanya hubungan antara peningkatan kadar asam urat serum dengan terjadinya neuropati perifer pada penderita diabetes melitus (Papanas, 2011; Darsana, 2014). xliv

44 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Penderita PGK memiliki fungsi ginjal yang menurun. Hal ini ditandai dengan laju filtrasi glomerulus yang rendah yaitu dibawah 60 ml/menit/1,73 m 2 (Pezarella and Reilly, 2003). Oleh karena fungsi ginjal yang kurang baik, maka filtrasi bahan-bahan toksik tubuh juga kurang baik sehingga terdapat bahan toksin uremik yang tertinggal dalam darah. Bahan toksin uremik adalah suatu substrat atau bahan yang normalnya diekskresikan oleh ginjal dan bahan ini memberikan efek negatif pada fungsi biologis tubuh (Duranton, 2012). Toksin uremik terdiri dari 3 kelompok yaitu molekul berukuran kecil yang larut air, molekul berukuran sedang dan bahan yang terikat dengan protein. Bahan toksin uremik ini bersifat neurotoksin. Asam urat merupakan salah satu produk toksin uremik dengan molekul berukuran kecil yang larut air (Dhondt, 2000). Asam urat serum merupakan salah satu antioksidan. Namun antioksidan dapat menjadi prooksidan bila berada dalam jumlah yang berlebihan (Hayden, 2004) sehingga kondisi ini juga dapat menginduksi stres oksidasi. Stres oksidasi dapat terjadi pada beberapa sel termasuk sel otot polos (Corry et al.,2008). Mekanisme patogenesisnya diduga melalui penurunan bioavaibilitas NO pada sel otot polos dan sel endotel serta scavenging langsung NO oleh asam urat (Gersch et al.,2008). Dengan adanya kerusakan pada sel otot polos dan sel endotel, akan xlv

45 mempengaruhi vaskularisasi perifer dengan menimbulkan hipoksia saraf sehingga dapat mengganggu fungsi saraf perifer dan akhirnya muncul neuropati perifer. Suatu postulat yang dikemukakan oleh Fraser dan Arieff mengungkapkan bahwa neurotoksin berefek mengurangi suplai energi pada akson dengan cara menghambat enzim serabut saraf yang diperlukan untuk menghasilkan energi tersebut. Dengan berkurangnya energi akan mempengaruhi Nodus Ranvier dalam menyalurkan impuls konduksi dan akhirnya akan menyebabkan kerusakan akson (Ramirez dan Gomez, 2012). Asam urat sebagai bahan toksin juga menyebabkan disfungsi beberapa membran seperti pada perineurium, yang berperan sebagai barier difusi antara cairan interstitial dan saraf; dan pada endoneurium, yang berperan sebagai barier antara darah dan saraf. Sebagai konsekuensinya, toksin uremik dapat masuk ke ruang endoneural sehingga menyebabkan kerusakan saraf secara langsung melalui perubahan hidroelektrolit yang dapat menyebabkan penciutan (shrinkage) (Pan, 2009). Nielsen pada tahun 1973 mengajukan suatu hipotesis bahwa disfungsi saraf yang terjadi berhubungan dengan faktor toksin uremik yang menghambat fungsi membran akson dan aktivasi pompa Na/K ATPase. Hal ini dipikirkan karena terjadi pengurangan kecepatan konduksi saraf akibat pompa Na/K ATPase pada aksolema yang berhubungan dengan toksin uremik, membentuk akumulasi natrium intrasel dan perubahan potensial membran istirahat. Kondisi ini memicu degenerasi aksonal dan demielinisasi segmental sekunder (Nielsen, 1973; Krishnan et al, 2005). Degenerasi aksonal dan demielinisasi yang terjadi lebih banyak pada saraf area distal sehingga muncul suatu neuropati perifer. xlvi

46 Penurunan fungsi ginjal Asam Urat Pro-oksidan Stres Oksidatif Menghambat enzim penghasil energi Disfungsi membran perineurium dan endoneurium Kerusakan membran akson dan hambatan aktivasi Na/K ATPase Kerusakan sel otot polos dan endotel Suplai energi menurun Toksin masuk ke ruang endoneural Akumulasi Natrium intrasel Gangguan pembuluh darah perifer Gangguan konduksi impuls saraf pada Nodus Ranvier Perubahan hidroelektrolit Penciutan (shrinkage) sel saraf Perubahan potensial membran istirahat Hipoksia saraf Degenerasi aksonal dan demielinisasi serabut saraf distal Kerusakan sel saraf Neuropati perifer Gambar 3.1 Kerangka Berpikir xlvii

47 3.2 Konsep Penelitian Kadar Asam Urat Serum - Diabetes melitus - Penyakit hati - Critical illness - HIV - Morbus Hansen - Keganasan - Riwayat paparan toksin, alkohol - Neuropati jebakan Neuropati Perifer pada penderita PGK - Usia - Jenis Kelamin - Laju filtrasi glomerulus - Anemia : variabel yang dikendalikan dengan cara dieksklusi : variabel yang akan diteliti Gambar 3.2 Kerangka Konsep Berdasarkan rumusan masalah dan kajian pustaka, maka disusunlah konsep penelitian sebagai berikut: 1. Kadar asam urat serum tinggi mempengaruhi kejadian neuropati perifer pada penderita PGK. Pada penelitian ini, neuropati perifer pada penderita PGK sebagai variabel tergantung dan kadar asam urat serum sebagai variabel bebas. 2. Variabel lain yang dapat mempengaruhi kejadian neuropati perifer pada penderita PGK seperti usia dan jenis kelamin akan dilakukan proses matching dalam tahap rancangan penelitian sedangkan laju filtrasi glomerulus dan anemia akan dilakukan proses analisis statistik. xlviii

48 3. Variabel perancu lainnya seperti : diabetes melitus, penyakit hati kronis, critical illness, HIV, Morbus Hansen, keganasan, riwayat paparan toksin, alkohol dan neuropati jebakan akan dieksklusi pada penelitian ini. 3.3 Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan tinjauan pustaka yang telah diuraikan di atas, maka disusun hipotesis penelitian sebagai berikut: Kadar asam urat serum tinggi meningkatkan risiko terjadinya neuropati perifer pada penderita PGK. xlix

49 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik menggunakan rancangan penelitian kasus kontrol untuk mengetahui apakah kadar asam urat serum tinggi meningkatkan risiko terjadinya neuropati perifer pada penderita PGK. Kadar Asam Urat Serum Normal Kadar Asam Urat Serum Tinggi Kadar Asam Urat Serum Normal Kadar Asam Urat Serum Tinggi KASUS Neuropati perifer (+) KONTROL Neuropati perifer (-) Penderita PGK Gambar 4.1 Bagan Rancangan Penelitian 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di poliklinik saraf, poliklinik penyakit dalam dan ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar, mulai Maret hingga Mei l

50 4.3 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup ilmu penyakit saraf khususnya sub divisi saraf tepi dan neurofisiologi. 4.4 Penentuan Sumber Data Populasi Target Populasi target adalah seluruh penderita PGK Populasi Terjangkau Populasi terjangkau adalah penderita PGK yang menjalani perawatan di RSUP Sanglah Denpasar Kriteria Sampel Sampel diambil dari penderita PGK yang menjalani perawatan di RSUP Sanglah Denpasar yang memenuhi kriteria inkusi dan eksklusi Kriteria Inklusi Kasus Kriteria inklusi terhadap kasus yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah: 1. Penderita yang telah terbukti menderita PGK yang ditegakkan oleh dokter bagian Ilmu Penyakit Dalam. 2. Penderita PGK yang mengalami neuropati perifer berdasarkan hasil pemeriksaan elektroneuromiografi. 3. Berumur tahun. 4. Bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani informed-consent dan persetujuan ikut serta dalam penelitian. li

51 Kriteria Inklusi Kontrol Kriteria inklusi terhadap kontrol yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah: 1. Penderita yang telah terbukti menderita PGK yang ditegakkan oleh dokter bagian Ilmu Penyakit Dalam. 2. Penderita PGK yang tidak mengalami neuropati perifer berdasarkan hasil pemeriksaan elektroneuromiografi. 3. Berumur tahun. 4. Bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani informed-consent dan persetujuan ikut serta dalam penelitian Kriteria Eksklusi Kasus dan Kontrol 1. Penderita PGK yang menjalani hemodialisis. 2. Penderita PGK dengan LFG < 15 ml/menit/1,73m Penderita PGK dengan kadar hemoglobin < 8 mg/dl. 4. Penderita PGK dengan kadar asam urat rendah yaitu < 2,4 mg/dl untuk perempuan dan < 3,4 mg/dl untuk laki-laki. 5. Penderita dengan riwayat DM, penyakit hati kronis. 6. Penderita dengan infeksi HIV, Morbus Hansen. 7. Penderita dengan keganasan. 8. Penderita dengan riwayat paparan toksin termasuk penggunaan alkohol, pestisida, merkuri, organofosfat, dan timbal. 9. Penderita dengan penyakit neuropati jebakan. lii

52 4.4.4 Besar Sampel Besar sampel (n) ditetapkan berdasarkan rumus untuk penelitian analitik kategorik berpasangan (Dahlan, 2009) : dimana : n : besar sampel Zα : deviat baku alfa (α = 5%, Zα = 1,96) Zβ : deviat baku beta (β = 20%, Zβ = 0,84) π : besarnya diskordan (ketidaksesuaian) P1-P2 : beda proporsi minimal yang dianggap bermakna Dari penelitian terdahulu (Darsana, 2014) diketahui informasi proporsi diskordan (π) sebesar 0,46 dan peneliti menetapkan perbedaan proporsi yang dianggap bermakna adalah 40% maka berdasarkan rumus diatas diperoleh besar sampel n1 = n2 = 22,54 23 untuk masing-masing kelompok sehingga jumlah sampel keseluruhan berjumlah 46 orang Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode sampling non random jenis konsekutif yaitu semua subyek yang datang dan memenuhi kriteria eligibilitas dimasukkan ke dalam penelitian sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi. liii

BAB I PENDAHULUAN. hidup saat ini yang kurang memperhatikan keseimbangan pola makan. PGK ini

BAB I PENDAHULUAN. hidup saat ini yang kurang memperhatikan keseimbangan pola makan. PGK ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan penyakit yang cukup banyak terjadi di dunia ini. Jumlah penderita PGK juga semakin meningkat seiring dengan gaya hidup saat ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidaknya kerusakan ginjal dan tingkat fungsi ginjal. Suatu studi patologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidaknya kerusakan ginjal dan tingkat fungsi ginjal. Suatu studi patologi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Ginjal Kronik 2.1.1 Definisi National Kidney Foundation mendefinisikan PGK berdasarkan ada atau tidaknya kerusakan ginjal dan tingkat fungsi ginjal. Suatu studi patologi

Lebih terperinci

TESIS RASIO NEUTROFIL LIMFOSIT TINGGI SEBAGAI PREDIKTOR LUARAN BURUK PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK AKUT DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR

TESIS RASIO NEUTROFIL LIMFOSIT TINGGI SEBAGAI PREDIKTOR LUARAN BURUK PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK AKUT DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR TESIS RASIO NEUTROFIL LIMFOSIT TINGGI SEBAGAI PREDIKTOR LUARAN BURUK PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK AKUT DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR OCTAVIANUS DARMAWAN NIM 1214068104 PROGRAM MAGISTER PROGRAM

Lebih terperinci

KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI MENINGKATKAN RISIKO TERJADINYA NEUROPATI PERIFER PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK

KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI MENINGKATKAN RISIKO TERJADINYA NEUROPATI PERIFER PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK TESIS KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI MENINGKATKAN RISIKO TERJADINYA NEUROPATI PERIFER PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK PRISKA WIDIASTUTI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 ii TESIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asam urat telah diidentifikasi lebih dari dua abad yang lalu akan tetapi beberapa aspek patofisiologi dari hiperurisemia tetap belum dipahami dengan baik. Asam urat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. serum terhadap kejadian acute coronary syndrome (ACS) telah dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. serum terhadap kejadian acute coronary syndrome (ACS) telah dilakukan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Hasil Penelitian Pelaksanaan penelitian tentang hubungan antara kadar asam urat serum terhadap kejadian acute coronary syndrome (ACS) telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk asalnya atau dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi. Ekskresi di sini merupakan hasil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah dilakukan di RS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah dilakukan di RS BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Hasil Penelitian Pelaksanaan penelitian tentang korelasi antara kadar asam urat dan kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KADAR ASAM URAT SERUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2

ABSTRAK GAMBARAN KADAR ASAM URAT SERUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 ABSTRAK GAMBARAN KADAR ASAM URAT SERUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 Renny Anggraeni, 2011 Pembimbing I : Adrian Suhendra, dr., Sp.PK., M.Kes Pembimbing II : Budi Widyarto,dr.,M.H. Asam urat telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan salah satu permasalahan dibidang nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali tanpa keluhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lebih dari 6,0 mg/dl terdapat pada wanita (Ferri, 2017).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lebih dari 6,0 mg/dl terdapat pada wanita (Ferri, 2017). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Serum asam urat adalah produk akhir dari metabolisme purin (Liu et al, 2014). Kadar serum asam urat dapat menjadi tinggi tergantung pada purin makanan, pemecahan purin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal merupakan organ ekskresi utama pada manusia. Ginjal mempunyai peran penting dalam mempertahankan kestabilan tubuh. Ginjal memiliki fungsi yaitu mempertahankan keseimbangan

Lebih terperinci

DIAGNOSTIK C-REACTIVE PROTEIN (CRP) PADA PASIEN DENGAN APENDISITIS AKUT SKOR ALVARADO 5-6

DIAGNOSTIK C-REACTIVE PROTEIN (CRP) PADA PASIEN DENGAN APENDISITIS AKUT SKOR ALVARADO 5-6 TESIS VALIDITAS DIAGNOSTIK C-REACTIVE PROTEIN (CRP) PADA PASIEN DENGAN APENDISITIS AKUT SKOR ALVARADO 5-6 JIMMY NIM 0914028203 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. ginjal. Dari data American Heart Association tahun 2013 menyebutkan bahwa di

BAB I PENDAHULUAN UKDW. ginjal. Dari data American Heart Association tahun 2013 menyebutkan bahwa di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Hipertensi masih merupakan masalah kesehatan yang menjadi perhatian utama diberbagai negara karena angka kematian yang ditimbulkan masih sangat tinggi dan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 22 (SNOT-22) PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIK SEBELUM DAN SESUDAH PEMBEDAHAN DI RSUP SANGLAH TAHUN 2017

PERBANDINGAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 22 (SNOT-22) PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIK SEBELUM DAN SESUDAH PEMBEDAHAN DI RSUP SANGLAH TAHUN 2017 TESIS PERBANDINGAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 22 (SNOT-22) PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIK SEBELUM DAN SESUDAH PEMBEDAHAN DI RSUP SANGLAH TAHUN 2017 PUTU DIAN ARIYANTI PUTRI NIM 1314078103 PROGRAM PASCA SARJANA

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh orang di seluruh dunia. DM didefinisikan sebagai kumpulan penyakit metabolik kronis

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 44 pasien dengan polineuropati diabetika DM

BAB V PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 44 pasien dengan polineuropati diabetika DM BAB V PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 44 pasien dengan polineuropati diabetika DM tipe 2 setelah dialokasikan secara acak 23 penderita masuk ke dalam kelompok perlakuan dan 21 penderita lainnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI.... iv ABSTRAK v ABSTRACT. vi RINGKASAN.. vii SUMMARY. ix

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. melitus tipe 2 (DM) di seluruh dunia. Jumlah kasus DM mencapai 8,4 juta penderita

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. melitus tipe 2 (DM) di seluruh dunia. Jumlah kasus DM mencapai 8,4 juta penderita 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia saat ini menempati posisi keempat dari jumlah penderita diabetes melitus tipe 2 (DM) di seluruh dunia. Jumlah kasus DM mencapai 8,4 juta penderita dan akan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Vinkristin adalah senyawa kimia golongan alkaloid vinca yang berasal dari

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Vinkristin adalah senyawa kimia golongan alkaloid vinca yang berasal dari 5 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obat kemoterapi vinkristin Vinkristin adalah senyawa kimia golongan alkaloid vinca yang berasal dari tanaman Vinca Rosea yang memiliki anti kanker yang diberikan secara intravena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan National Kidney Foundation penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan dengan kelainan

Lebih terperinci

TESIS PERBANDINGAN VOLUME ALIRAN DARAH PADA TEKNIK PENYAMBUNGAN SIDE TO END DENGAN END TO END 4 MINGGU PASCA FISTULA RADIOCEPHALICA DI RSUP SANGLAH

TESIS PERBANDINGAN VOLUME ALIRAN DARAH PADA TEKNIK PENYAMBUNGAN SIDE TO END DENGAN END TO END 4 MINGGU PASCA FISTULA RADIOCEPHALICA DI RSUP SANGLAH TESIS PERBANDINGAN VOLUME ALIRAN DARAH PADA TEKNIK PENYAMBUNGAN SIDE TO END DENGAN END TO END 4 MINGGU PASCA FISTULA RADIOCEPHALICA DI RSUP SANGLAH PUTU AYU SARASWATI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit tidak menular (non-communicable disease) yang perlu mendapatkan perhatian karena telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan 8 16% di dunia. Pada tahun 1999 berdasarkan data Global burden of

BAB I PENDAHULUAN. dan 8 16% di dunia. Pada tahun 1999 berdasarkan data Global burden of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan salah satu masalah kesehatan utama di dunia. Dengan prevalensi 15% di negara berkembang, dan 8 16% di dunia. Pada tahun 1999

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi hiperurisemia pada populasi manusia cukup tinggi. Studi di Amerika tahun 2011 menunjukkan bahwa prevalensi hiperurisemia sebesar 21,2% pada pria dan 21,6%

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World health organization ( WHO ) telah mengumumkan bahwa prevalensi diabetes mellitus ( DM) akan meningkat di seluruh dunia pada millenium ketiga ini, termasuk

Lebih terperinci

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic

Lebih terperinci

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan gaya hidup masyarakat menjadi pola hidup tidak sehat telah mendorong terjadinya berbagai penyakit yang mempengaruhi metabolisme tubuh. Penyakit akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan irreversibel akibat berbagai penyakit yang merusak nefron

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan irreversibel akibat berbagai penyakit yang merusak nefron BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel akibat berbagai penyakit yang merusak nefron ginjal, mengakibatkan

Lebih terperinci

ABSTRAK HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN CEPAT SAJI DENGAN OBESITAS PADA ANAK USIA TAHUN

ABSTRAK HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN CEPAT SAJI DENGAN OBESITAS PADA ANAK USIA TAHUN ABSTRAK HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN CEPAT SAJI DENGAN OBESITAS PADA ANAK USIA 10-12 TAHUN Meningkatnya prevalensi obesitas pada anak sering dikaitkan dengan kebiasaan anak mengkonsumsi makanan cepat saji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stroke merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian khusus dan dapat menyerang siapa saja dan kapan saja, tanpa memandang ras, jenis kelamin, atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut International Diabetes Federation (IDF, 2015), diabetes. mengamati peningkatan kadar glukosa dalam darah.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut International Diabetes Federation (IDF, 2015), diabetes. mengamati peningkatan kadar glukosa dalam darah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut International Diabetes Federation (IDF, 2015), diabetes merupakan kondisi kronik yang terjadi ketika tubuh tidak dapat memproduksi insulin yang cukup atau tidak

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA INFEKSI KATETER HEMODIALISIS PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS DENGAN KATETER HEMODIALISIS DOUBLE LUMEN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA INFEKSI KATETER HEMODIALISIS PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS DENGAN KATETER HEMODIALISIS DOUBLE LUMEN TESIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA INFEKSI KATETER HEMODIALISIS PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS DENGAN KATETER HEMODIALISIS DOUBLE LUMEN TRIANTO PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis, disebut juga penyakit gula merupakan salah satu dari beberapa penyakit kronis yang ada di dunia (Soegondo, 2008). DM ditandai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit ginjal adalah salah satu penyebab paling penting dari kematian dan cacat tubuh di banyak negara di seluruh dunia (Guyton & Hall, 1997). Sedangkan menurut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009).

I. PENDAHULUAN. pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronis (GGK) merupakan keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel. Pada suatu derajat tertentu, penyakit ini membutuhkan

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Udayana

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Udayana HUBUNGAN EKSPRESI RECEPTOR ACTIVATOR OF NUCLEAR FACTOR-kB LIGAND TINGGI DAN SUBTIPE LUMINAL DENGAN TERJADINYA METASTASIS TULANG PADA PASIEN KANKER PAYUDARA Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program

Lebih terperinci

LIMFOSIT T CD SEL/µL SEBAGAI FAKTOR RISIKO GANGGUAN KOGNITIF PADA PENDERITA HIV PRA-ARV

LIMFOSIT T CD SEL/µL SEBAGAI FAKTOR RISIKO GANGGUAN KOGNITIF PADA PENDERITA HIV PRA-ARV 1 TESIS LIMFOSIT T CD4 + 200 SEL/µL SEBAGAI FAKTOR RISIKO GANGGUAN KOGNITIF PADA PENDERITA HIV PRA-ARV NI PUTU SUKARINI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 2 TESIS LIMFOSIT T CD4 + 200

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital

I. PENDAHULUAN. mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan salah satu organ penting dalam tubuh yang berperan dalam mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini digunakan sampel 52 orang yang terbagi menjadi 2

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini digunakan sampel 52 orang yang terbagi menjadi 2 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pada penelitian ini digunakan sampel 52 orang yang terbagi menjadi 2 kelompok. Pada kelompok pertama adalah kelompok pasien yang melakukan Hemodialisa 2 kali/minggu,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Singapura dan 9,1% di Thailand (Susalit, 2009). Di Indonesia sendiri belum ada

BAB 1 PENDAHULUAN. Singapura dan 9,1% di Thailand (Susalit, 2009). Di Indonesia sendiri belum ada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat utama di seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Angka kejadian penyakit ginjal kronik,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002) 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik / penyakit ginjal tahap akhir (ESRD / End Stage Renal Disease) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh

Lebih terperinci

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 UJIAN TESIS

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 UJIAN TESIS TESIS ADEKUASI HEMODIALISIS MERUPAKAN FAKTOR PENENTU TIPE MALNUTRISI PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL TAHAP AKHIR YANG MENJALANI HEMODIALISIS REGULER DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016 I GEDE GUPITA DHARMA PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan suatu penyakit yang diakibatkan karena penimbunan kristal monosodium urat di dalam tubuh. Asam

Lebih terperinci

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik Latar Belakang Masalah Gagal ginjal kronik merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel yang berasal dari

Lebih terperinci

ABSTRAK. Hubungan Penurunan Pendengaran Sensorineural dengan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Terkontrol dan Tidak Terkontrol di RSUP Sanglah

ABSTRAK. Hubungan Penurunan Pendengaran Sensorineural dengan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Terkontrol dan Tidak Terkontrol di RSUP Sanglah ABSTRAK Hubungan Penurunan Pendengaran Sensorineural dengan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Terkontrol dan Tidak Terkontrol di RSUP Sanglah Dini Nur Muharromah Yuniati Diabetes melitus (DM) merupakan suatu

Lebih terperinci

Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 13 DESEMBER 2016

Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 13 DESEMBER 2016 Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 13 DESEMBER 2016 PEMBIMBING I, PEMBIMBING II, Prof. Dr. dr. I Gde Raka Widiana, Sp.PD-KGH DR. dr. I Wayan Sudhana, Sp.PD-KGH NIP. 195607071982111001

Lebih terperinci

KADAR SERUM TRIGLISERIDA TINGGI SEBAGAI SALAH SATU FAKTOR RISIKO HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS ASSOCIATED SENSORY NEUROPATHY

KADAR SERUM TRIGLISERIDA TINGGI SEBAGAI SALAH SATU FAKTOR RISIKO HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS ASSOCIATED SENSORY NEUROPATHY TESIS KADAR SERUM TRIGLISERIDA TINGGI SEBAGAI SALAH SATU FAKTOR RISIKO HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS ASSOCIATED SENSORY NEUROPATHY HADI WIDJAJA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 i TESIS

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan pada hepar dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain virus, radikal bebas, maupun autoimun. Salah satu yang banyak dikenal masyarakat adalah

Lebih terperinci

ANALISIS JUMLAH, BIAYA DAN FAKTOR PENENTU TERJADINYA SISA MAKANAN PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR

ANALISIS JUMLAH, BIAYA DAN FAKTOR PENENTU TERJADINYA SISA MAKANAN PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR TESIS ANALISIS JUMLAH, BIAYA DAN FAKTOR PENENTU TERJADINYA SISA MAKANAN PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR NI LUH PARTIWI WIRASAMADI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. glukosa darah tinggi (hiperglikemia) yang diakibatkan adanya gangguan pada sekresi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. glukosa darah tinggi (hiperglikemia) yang diakibatkan adanya gangguan pada sekresi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan kadar glukosa darah tinggi (hiperglikemia) yang diakibatkan adanya gangguan pada sekresi insulin,

Lebih terperinci

perkembangan penyakit DM perlu untuk diperhatikan agar komplikasi yang menyertai dapat dicegah dengan cara mengelola dan memantau perkembangan DM

perkembangan penyakit DM perlu untuk diperhatikan agar komplikasi yang menyertai dapat dicegah dengan cara mengelola dan memantau perkembangan DM BAB 1 PENDAHULUAN Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan suatu masalah kesehatan yang serius di dunia. Hal ini dikarena penyakit ginjal dapat menyebabkan kematian, kecacatan serta penurunan kualitas hidup

Lebih terperinci

kematian sebesar atau 2,99% dari total kematian di Rumah Sakit (Departemen Kesehatan RI, 2008). Data prevalensi di atas menunjukkan bahwa PGK

kematian sebesar atau 2,99% dari total kematian di Rumah Sakit (Departemen Kesehatan RI, 2008). Data prevalensi di atas menunjukkan bahwa PGK BAB 1 PENDAHULUAN Gagal ginjal kronik merupakan salah satu penyakit yang berpotensi fatal dan dapat menyebabkan pasien mengalami penurunan kualitas hidup baik kecacatan maupun kematian. Pada penyakit ginjal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. atau gabungan keduanya (Majid, 2007). Penyakit jantung dan pembuluh darah

BAB 1 PENDAHULUAN. atau gabungan keduanya (Majid, 2007). Penyakit jantung dan pembuluh darah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh penyempitan pada lumen arteri koroner akibat arterosklerosis, atau spasme, atau gabungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan organ terpenting dalam mempertahankan homeostasis cairan tubuh secara baik. Berbagai fungsi ginjal untuk mempertahankan homeostatic dengan mengatur

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD

PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD Dr. MOEWARDI SKRIPSI Diajukan Oleh : ARLIS WICAK KUSUMO J 500060025

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi RSUD dr. Moewardi adalah rumah sakit umum milik pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan kasus sebanyak 300 juta penduduk dunia, dengan asumsi 2,3%

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan kasus sebanyak 300 juta penduduk dunia, dengan asumsi 2,3% BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus tipe 2 diperkirakan pada tahun 2025 akan mengalami peningkatan kasus sebanyak 300 juta penduduk dunia, dengan asumsi 2,3% peningkatan prevalensi pertahun.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum (UD) adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati akibat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang dimanfaatkan sehingga menyebabkan hiperglikemia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah suatu penurunan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel akibat suatu proses patofisiologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hiperurisemia adalah peningkatan kadar asam urat dalam darah, lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hiperurisemia adalah peningkatan kadar asam urat dalam darah, lebih dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperurisemia adalah peningkatan kadar asam urat dalam darah, lebih dari 7,0 mg/dl pada laki-laki dan lebih dari 5,7 mg/dl darah pada wanita (Soeroso dan Algristian,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah suatu gangguan pada ginjal ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah suatu gangguan pada ginjal ditandai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah suatu gangguan pada ginjal ditandai dengan abnormalitas struktur ataupun fungsi ginjal yang berlangsung lebih dari 3 bulan. PGK

Lebih terperinci

I KOMANG AGUS SETIAWAN

I KOMANG AGUS SETIAWAN TESIS USIA LEBIH DARI 45 TAHUN, JUMLAH LEKOSIT, RIWAYAT KONSUMSI ALKOHOL DAN KONSUMSI OBAT NSAID SEBAGAI FAKTOR RISIKO PADA ULKUS PEPTIKUM PERFORASI DI BAGIAN BEDAH RSUP SANGLAH I KOMANG AGUS SETIAWAN

Lebih terperinci

PROPORSI ANGKA KEJADIAN NEFROPATI DIABETIK PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PENDERITA DIABETES MELITUS TAHUN 2009 DI RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

PROPORSI ANGKA KEJADIAN NEFROPATI DIABETIK PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PENDERITA DIABETES MELITUS TAHUN 2009 DI RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI PROPORSI ANGKA KEJADIAN NEFROPATI DIABETIK PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PENDERITA DIABETES MELITUS TAHUN 2009 DI RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Oleh: PIGUR AGUS MARWANTO J 500 060 047 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 23 JANUARI 2017

Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 23 JANUARI 2017 Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 23 JANUARI 2017 Pembimbing I, Pembimbing II, Prof.Dr.dr Wimpie I. Pangkahila, SpAnd, FAACS NIP.194612131971071001 Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2009). Prevalensi penyakit diabetes mellitus terus meningkat tiap tahunnya.

BAB I PENDAHULUAN. 2009). Prevalensi penyakit diabetes mellitus terus meningkat tiap tahunnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan metabolik yang kronik dan progresif, ditandai dengan kondisi hiperglikemia oleh karena kekurangan insulin absolut pada DM tipe

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Gangguan Ginjal Kronik 2.1.1 Definisi Penyakit ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari sama dengan tiga bulan, berdasarkan kelainan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah penurunan faal ginjal yang terjadi secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan kreatinin yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh manusia terutama dalam sistem urinaria. Pada manusia, ginjal berfungsi untuk mengatur keseimbangan cairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. multipel. Semua upaya mencegah gagal ginjal amat penting. Dengan demikian,

BAB I PENDAHULUAN. multipel. Semua upaya mencegah gagal ginjal amat penting. Dengan demikian, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal ginjal adalah hilangnya fungsi ginjal. Karena ginjal memiiki peran vital dalam mempertahankan homeostasis, gagal ginjal menyebabkan efek sistemik multipel. Semua

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berlebihnya asupan nutrisi dibandingkan dengan kebutuhan tubuh sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. berlebihnya asupan nutrisi dibandingkan dengan kebutuhan tubuh sehingga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas adalah kondisi berlebihnya berat badan akibat banyaknya lemak pada tubuh, yang umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), di sekitar organ tubuh,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama

I. PENDAHULUAN. Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama digunakan di dunia. Parasetamol merupakan obat yang efektif, sederhana dan dianggap paling aman sebagai

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) yang kurang dari 60 ml. Penyakit ginjal kronik

Lebih terperinci

PELATIHAN METODE BOBATH LEBIH BAIK DARIPADA METODE FELDENKRAIS TERHADAP PENINGKATAN KESEIMBANGAN PADA PASIEN PASCA STROKE

PELATIHAN METODE BOBATH LEBIH BAIK DARIPADA METODE FELDENKRAIS TERHADAP PENINGKATAN KESEIMBANGAN PADA PASIEN PASCA STROKE TESIS PELATIHAN METODE BOBATH LEBIH BAIK DARIPADA METODE FELDENKRAIS TERHADAP PENINGKATAN KESEIMBANGAN PADA PASIEN PASCA STROKE ADITYA DENNY PRATAMA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya stres oksidatif pada tikus (Senturk et al., 2001) dan manusia

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya stres oksidatif pada tikus (Senturk et al., 2001) dan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Latihan fisik merupakan pergerakan tubuh yang dilakukan oleh otot dengan terencana dan berulang yang menyebabkan peningkatan pemakaian energi dengan tujuan untuk memperbaiki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kasus terbanyak yaitu 91% dari seluruh kasus DM di dunia, meliputi individu

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kasus terbanyak yaitu 91% dari seluruh kasus DM di dunia, meliputi individu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus (DM) merupakan kelainan metabolisme dari karbohidrat, protein dan lemak yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Ginjal merupakan salah satu organ utama dalam tubuh manusia yang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Ginjal merupakan salah satu organ utama dalam tubuh manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ginjal merupakan salah satu organ utama dalam tubuh manusia yang berfungsi dalam proses penyaringan dan pembersihan darah. Ginjal menjalankan fungsi vital sebagai pengatur

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015 ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015 Diabetes melitus tipe 2 didefinisikan sebagai sekumpulan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemik

Lebih terperinci

TERDAPAT HUBUNGAN ANTARA UMUR IBU DENGAN JUMLAH FOLIKEL ANTRAL PADA FERTILISASI IN VITRO

TERDAPAT HUBUNGAN ANTARA UMUR IBU DENGAN JUMLAH FOLIKEL ANTRAL PADA FERTILISASI IN VITRO TESIS TERDAPAT HUBUNGAN ANTARA UMUR IBU DENGAN JUMLAH FOLIKEL ANTRAL PADA FERTILISASI IN VITRO FRANSISKUS CHRISTIANTO RAHARJA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 TESIS TERDAPAT HUBUNGAN

Lebih terperinci

Sintesis purin melibatkan dua jalur, yaitu jalur de novo dan jalur penghematan (salvage pathway).

Sintesis purin melibatkan dua jalur, yaitu jalur de novo dan jalur penghematan (salvage pathway). I. Memahami dan menjelaskan gout arthritis 1.1.Memahami dan menjelaskan definisi gout arthritis Arthritis gout adalah suatu proses inflamasi yang terjadi karena deposisi Kristal asam urat pada jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. darah, efek terhadap paru, kekebalan tubuh hingga sistem reproduksi. 1 Meski

BAB I PENDAHULUAN. darah, efek terhadap paru, kekebalan tubuh hingga sistem reproduksi. 1 Meski 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok telah diketahui menjadi salah satu faktor risiko dari beberapa macam penyakit. Efek yang paling banyak ditimbulkan seperti pada sistem kardiovaskuler yang

Lebih terperinci

METILKOBALAMIN SEBAGAI ANALGESIK AJUVAN MENURUNKAN SKALA NYERI NEUROPATI DIABETIK PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2

METILKOBALAMIN SEBAGAI ANALGESIK AJUVAN MENURUNKAN SKALA NYERI NEUROPATI DIABETIK PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 TESIS METILKOBALAMIN SEBAGAI ANALGESIK AJUVAN MENURUNKAN SKALA NYERI NEUROPATI DIABETIK PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 MADE RUDY PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 TESIS METILKOBALAMIN

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut,

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut, lxxiii BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut, setelah dialokasikan secara acak 50 penderita masuk kedalam kelompok perlakuan dan 50 penderita lainnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keluhan maupun gejala klinis kecuali sudah terjun pada stadium terminal (gagal

I. PENDAHULUAN. keluhan maupun gejala klinis kecuali sudah terjun pada stadium terminal (gagal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik merupakan permasalahan bidang nefrologi dengan angka kejadian masih cukup tinggi, etiologi luas dan komplek, sering diawali tanpa keluhan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses penuaan merupakan rangkaian proses yang terjadi secara alami

BAB I PENDAHULUAN. Proses penuaan merupakan rangkaian proses yang terjadi secara alami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses penuaan merupakan rangkaian proses yang terjadi secara alami setelah manusia mencapai usia dewasa di mana seluruh komponen tubuh berhenti berkembang dan mulai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memerlukan upaya penanganan tepat dan serius. Diabetes Mellitus juga

BAB 1 PENDAHULUAN. memerlukan upaya penanganan tepat dan serius. Diabetes Mellitus juga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) secara luas diartikan sebagai gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak yang abnormal akibat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ginjal merupakan organ yang berfungsi untuk mempertahankan stabilitas volume, komposisi elektrolit, dan osmolaritas cairan ekstraseluler. Salah satu fungsi penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kelainan metabolisme yang disebabkan kurangnya hormon insulin. Kadar glukosa yang tinggi dalam tubuh tidak seluruhnya dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga retroperitonium. Secara anatomi ginjal terletak dibelakang abdomen atas dan di kedua sisi kolumna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dunia. Prevalensi diabetes melitus pada tahun 2000 sekitar 2,8% atau 171 juta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dunia. Prevalensi diabetes melitus pada tahun 2000 sekitar 2,8% atau 171 juta BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Prevalensi diabetes melitus (DM) meningkat secara dramatis di seluruh dunia. Prevalensi diabetes melitus pada tahun 2000 sekitar 2,8% atau 171 juta jiwa dan meningkat

Lebih terperinci

Lembar Pengesahan. TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL : 22 Desember 2016

Lembar Pengesahan. TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL : 22 Desember 2016 Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL : 22 Desember 2016 Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. dr. J Alex Pangkahila, MSc. SpAnd NIP. 194402011964091001 Prof. DR. dr. Wimpie I. Pangkahila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan organ penting dari manusia. Berbagai penyakit yang menyerang fungsi ginjal dapat menyebabkan beberapa masalah pada tubuh manusia, seperti penumpukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi penting dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi penting dalam tubuh manusia. Fungsi tersebut diantaranya mengatur konsentrasi garam dalam darah, dan mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan lambat yang biasanya berlangsung beberapa tahun.

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan lambat yang biasanya berlangsung beberapa tahun. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik merupakan perkembangan dari gagal ginjal akut yang progresif dan lambat yang biasanya berlangsung beberapa tahun. Gagal Ginjal Kronik menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 70 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 41 penderita stroke iskemik. Subyek penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 (48,8%). Rerata (SD) umur penderita stroke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Pada tahun 1990, penyakit ginjal kronik merupakan penyakit ke-27 di

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Pada tahun 1990, penyakit ginjal kronik merupakan penyakit ke-27 di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik saat ini menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia. Pada tahun 1990, penyakit ginjal kronik merupakan penyakit ke-27 di dunia yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang dikutip Junaidi (2011) adalah suatu sindrom klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara

Lebih terperinci

KORELASI KADAR SITOKIN PRO-INFLAMASI INTERLEUKIN-6 SERUM DENGAN KADAR BESI SERUM, FERITIN DAN SATURASI TRANSFERIN PADA ANAK OBESITAS

KORELASI KADAR SITOKIN PRO-INFLAMASI INTERLEUKIN-6 SERUM DENGAN KADAR BESI SERUM, FERITIN DAN SATURASI TRANSFERIN PADA ANAK OBESITAS TESIS KORELASI KADAR SITOKIN PRO-INFLAMASI INTERLEUKIN-6 SERUM DENGAN KADAR BESI SERUM, FERITIN DAN SATURASI TRANSFERIN PADA ANAK OBESITAS PUTU ANDINA PRAMITASARI NIM 1214018103 PROGRAM MAGISTER PROGRAM

Lebih terperinci