BAB II TINJAUAN PUSTAKA Teori Mengenai Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Teori yang dikemukakan oleh Lawrence Green

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA Teori Mengenai Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Teori yang dikemukakan oleh Lawrence Green"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Mengenai Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Teori yang dikemukakan oleh Lawrence Green Menurut Green, perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yakni : 1. Faktor-faktor perdisposisi (predisposing factors) : pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut oleh masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan lain sebagainya. Ikhwal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Untuk perilaku kesehatan misalnya : pemeriksaan kesehatan bagi ibu hamil diperlukan pengetahuan dan kesadaran ibu tersebut tentang manfaat periksa hamil, baik bagi kesehatan ibu sendiri dan janinnya. disamping itu kadang-kadang kepercayaan, tradisi dan sistem nilai masyarakat juga dapat mendorong atau menghambat ibu tersebut untuk periksa kehamilan. Misalnya orang hamil tidak boleh di suntik (periksa hamil termasuk suntik anti tetanus), karena suntikan bisa menyebabkan anak cacat. Faktor-faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering disebut faktor pemudah. 2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors) Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya : air bersih, temapat

2 pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek swasta, dan sebagainya. Untuk berprilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung, misalnya: perilaku pemeriksaaan kehamilan. ibu hamil yang mau periksa hamil tidak hanya karena dia tahu dan sadar manfaat perikksa hamil saja, melainkan ibu tersebut dengan mudah harus dapat memperoleh fasilitas atau tempat periksa hamil, misalnya : puskesmas, polindes, bidan praktek, ataupun rumah sakit. fasilitas ini pada hakekatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung, atau faktor pemungkin. 3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors) Faktor-faktor ini meliputi sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas kesehatan. termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas, lebih-lebih pada petugas kesehatan. disamping itu undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut seperti perilaku periksa hamil, serta kemudahan memperoleh fasilitas periksa

3 hamil, juga diperlukan peraturan atau perundang-undangan yang mengharuskan ibu hamil periksa hamil (Notoatmodjo, 2003) Theory Health Believe Model (HBM) Teori kepercayaan kesehatan adalah salah satu teori yang paling sering digunakan dalam aplikasi ilmu perilaku kesehatan yang dikembangkan pada tahun 1950 oleh sekelompok psikolog untuk membantu menjelaskan mengapa orang akan menggunakan pelayanan kesehatan. Sejak terbentuk teori HBM telah digunakan untuk menjelaskan berbagai perilaku kesehatan. yang dihipotesis oleh teori HBM adalah tindakan-tindakan yang berkaitan dengan kesehatan beberapa kejadian simulasi yang terdiri dari 3 faktor yaitu : 1. Cukup motivasi (masalah kesehatan) untuk membuat masalah yang ada menjadi relevan. 2. keyakinan bahwa seseorang rentan atau serius mengalami masalah kesehatan dari suatu penyakit atau kondisi. hal ini sering dianggap sebagai ancaman yang dirasakan. 3. Keyakinan bahwa mengikuti rekomendasi tertentu akan bermanfaat dalam mengurangi ancaman yang dirasakan, pada biaya yang dikeluarkan. biaya mengacu pada hambatan yang dirasakan harus diatasi dalam rangka untuk mengikuti rekomendasi kesehatan, tetapi tidak terbatas pada pengeluaran keuangan (James F. McKenzie,1997).

4 Konsep Sehat Sakit Kesehatan adalah suatu konsep yang telah sering digunakan namun sukar untuk dijelaskan artinya. faktor yang berbeda menyebabkan sukarnya mendefenisikan kesehatan, kesakitan dan penyakit. Meskipun demikian kebanyakan sumber ilmiah setuju bahwa defenisi kesehatan apapun harus mengandung paling tidak komponen biomedis, personal dan sosio kultural (Ryadi, 1982). Pandangan orang tentang kriteria tubuh sehat atau sakit sifatnya tidak selalu objektif. Bahkan lebih banyak unsur subjektivitasnya dalam menentukan tubuh seseorang. Persepsi masyarakat tentang sehat sakit ini sangat dipengaruhi oleh unsur pengalaman masa lalu, disamping unsur sosial budaya. sebaliknya petugas kesehatan berusaha sedapat mungkin menerapkan kriteria medis yang objektif berdasarkan symptom yang nampak guna mendiagnosa kondisi fisik seorang individu. Perbedaan persepsi antara masyarakat dan petugas kesehatan inilah yang sering menimbulkan masalah dalam melaksanakan program kesehatan (Sarwono, 1992). Gagasan orang tentang sehat dan sakit sangatlah bervariasi. gagasan ini dibentuk oleh pengalaman, pengetahuan, nilai dan harapan-harapan, disamping juga pandanagan mereka tentang apa yang akan mereka lakukan dalam kehidupan sehari-hari dan kebugaran yang mereka perlukan untuk menjalankan peran mereka (Elwes dan Sinmett, 1994). Cara hidup dan gaya hidup manusia merupakan fenomena yang dapat dikaitkan dengan munculnya berbagai macam penyakit, selain itu hasil dari

5 berbagai kebudayaan juga dapat menimbulkan penyakit. Masyarakat dan pengobatan tradisional menganut dua konsep penyebab sakit, yaitu; personalitik dan naturalistic (Foster/Anderson, 2005). Personalitik adalah suatu sistem dimana penyakit disebabkan oleh intervensi dari suatu agen yang aktif, yang dapat berupa makhluk supranatural (makhluk gaib atau dewa), Makhluk yang bukan manusia (seperti hantu, roh leluhur, atau roh jahat) maupun manusia (Tukang sihir atau tukang tenung). Berlawanan dengan personalitik, naturalistic menjelaskan tentang penyakit dalam istilah-istilah sistemik yang bukan pribadi, disini agen yang aktif menjalankan peranannya dalam sistem ini keadaan sehat sesuai dengan model keseimbangan : apabila unsur-unsur dasar dalam tubuh humor, yin dan yang, serta dosha dalam Ayurveda berada dalam keadaan seimbang menurut usia dan kondisi individu, maka tercapailah kondisi sehat. Apabila keseimbangan ini terganggu dari luar maupun dalam oleh kekuatankekuatan alam panas, dingin, atau kadang-kadang emosi yang kuat, maka terjadilah penyakit. Menurut Jordan dan Sudarti yang dikutip Sarwono (1992), mengatakan bahwa persepsi masyarakat tentang sehat sakit dipengaruhi oleh unsur pengalaman masa lalu, disamping unsur sosial budaya. Sudarti dan Soejati (2006) menggambarkan secara deksriptif persepsi masyarakat beberapa daerah di Indonesia mengenai sakit dan penyakit; masyarakat menganggap bahwa sakit adalah keadaan individu mengalami serangkaian gangguan fisik yang menimbulkan rasa tidak nyaman. Anak yang sakit ditandai dengan tingkah laku rewel, sering menangis dan tidak nafsu makan.

6 Orang dewasa dianggap sakit jika lesu, tidak dapat bekerja, kehilangan nafsu makan, atau kantong kering (tidak punya uang). Selanjutnya masyarakat menggolongkan penyebab sakit ke dalam 3 bagian yaitu: 1. Karena pengaruh gejala alam (panas, dingin) terhadap tubuh manusia. 2. Makanan yang diklasifikasikan ke dalam makanan panas dan dingin. 3. Supranatural (roh, guna-guna, setan dan lain-lain). Untuk mengobati sakit yang termasuk golongan pertama dan ke dua, dapat digunakan obat-obatan, ramu-ramuan, pijat, kerok, pantangan makan, dan bantuan tenaga kesehatan. untuk penyebab sakit yang ketiga harus dimintakan bantuan dukun, Kyai dan lain-lain. dengan demikian upaya penyalahgunaan tergantung kepada kepercayaan mereka terhadap penyebab sakit Pasien Bila seseorang menderita suatu penyakit maka akan memerlukan pelayanan kesehatan atau berusaha untuk mendapatkan pengobatan. Dalam usaha mencari pengobatan seseorang memiliki kesamaan, orang tersebut akan mengunjungi Rumah Sakit atau pengobatan lainnya guna mendapatkan pengobatan demi mendapatkan kesembuhan. Menurut H. Dalmy Iskandar dalam Yaser, 2004 yang dikatakan pasien adalah orang sakit yaitu orang yang dirawat dokter, seorang penderita (menderita sakit). Dalam praktek sehari-hari pasien dapat dikelompokkan ke dalam 3 kelompok yaitu :

7 1. Pasien dalam, yaitu pasien yang memperoleh pelayanan tunggal atau dirawat pada satu unit pelayanan kesehatan tertentu, atau dapat juga disebut dengan pasien yang dirawat di Rumah Sakit. 2. Pasien jalan/luar, yaitu pasien yang memperoleh pelayanan kesehatan tertentu atau disebut juga dengan pasien jalan. 3. Pasien opname, yaitu pasien yang memperoleh pelayanan kesehatan dengan cara menginap dan di rawat di Rumah Sakit atau disebut juga dengan pasien rawat inap. Dalam memperoleh pelayanan kesehatan pasien juga memiliki hak yang harus didapatkannya. Hak tersebut yaitu hak atas pelayanan kesehatan yang merupakan aspek sosial, dan hak untuk menentukan nasib sendiri yang merupakan aspek pribadi. Kedua aspek ini saling terkait. Dalam aspek pribadi dimana seorang pasien untuk menentukan nasib sendiri terutama dalam hal penyembuhan pengobatan harus percaya sepenuhnya kepada kemampuan profesional tenaga kesehatan. Demikian juga sebaliknya, pihak tenaga kesehatan bila sudah diberikan kepercayaan penuh oleh pasien harus memberikan pelayanan kesehatan dengan standart pasien yang mereka miliki, yang merupakan aspek sosial. Menurut Wikipedia (2009) Asal mula kata-kata pasien dari bahasa Indonesia analog dengan kata patients dari bahasa inggris. Patients diturunkan dari bahasa latin yaitu patients yang memiliki kesamaan arti dengan kata kerja pati yang artinya menderita. Pasien adalah seseorang yang menerima perawatan medis.

8 2.3. Pengobatan Alternatif Pengertian Pengobatan tradisional atau alternatif merupakan bentuk pelayanan pengobatan yang menggunakan cara, alat atau bahan yang tidak termasuk dalam standart pengobatan kedokteran modern (pelayanan kedokteran standart) dan dipergunakan sebagai alternatif atau pelengkap pengobatan kedokteran modern tersebut. Manfaat atau khasiat serta mekanisme dari pengobatan alternatif biasanya masih dalam taraf diperdebatkan (Turana, 2003). Menurut Agoes, (1992) Pengobatan Alternatif adalah suatu upaya kesehatan dengan cara lain dari ilmu kedokteran dan berdasarkan pengetahuan yang diturunkan secara lisan maupun tulisan yang berasal dari Indonesia atau luar Indonesia. Sedangkan menurut WHO (1978), Pengobatan Tradisional adalah ilmu dan seni pengobatan berdasarkan himpunan pengetahuan dan pengalaman praktek, baik yang dapat diterangkan secara ilmiah ataupun tidak dalam melakukan diagnosis, prevensi dan pengobatan terhadap ketidakseimbangan fisik, mental ataupun sosial. Pedoman utama adalah pengalaman praktek, yaitu hasil-hasil pengamatan yang diteruskan dari generasi ke generasi baik secara lisan maupun tulisan (Plus+,2005). Penggunaan kata alternatif untuk menyatakan pengobatan non barat yang merupakan salah satu bukti bahwa pengobatan alternatif merupakan kearifan yang tidak berada pada posisi yang setara dengan ilmu pengobatan modren. Pada hakekatnya, sistem pengobatan modern dan pengobatan alternatif berjalan secara berdampingan dan saling melengkapi, tetapi sering karena terjadi kegagalan dan keterbatasan pengobatan modern terjadi peralihan kepada sistem alternatif

9 (Harmanto,2004). Sesuai dengan Keputusan Seminar Pelayanan Pengobatan Altematif Departemen Kesehatan RI (1978), terdapat dua defenisi untuk pengobatan tradisional Indonesia (PETRIN), yaitu: a. llmu dan seni pengobatan yang dilakukan oleh Pengobatan Tradisional Indonesia dengan cara yang tidak bertentangan dengan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai upaya penyembuhan, pencegahan penyakit, pemulihan dan peningkatan kesehatan jasmani, rohani dan sosial masyarakat. b. Usaha yang dilakukan untuk mencapai kesembuhan, pemeliharaan dan peningkatan taraf kesehatan masyarakat yang berlandaskan cara berpikir, kaidah-kaidah atau ilmu di luar pengobatan ilmu kedokteran modern, diwariskan secara turun temurun atau diperoleh secara pribadi dan dilakukan dengan cara-cara yang tidak lazim dipergunakan dalam ilmu kedokteran. Dalam UU Kesehatan R.I no 23 Tahun 1992 pasal 47 tentang pembinaan, pengawasan dan pengembangan pengobatan alternatif sehingga dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Sedangkan menurut rencana pembangunan dari Departemen Kesehatan RI tahun 1994/ /1999 telah membuat program pembinaan alternatif antara lain: 1. Pembentukan 12 sentra pengembangan dari penerapan pengobatan alternatif. Tugasnya mengadakan pengkajian, penelitian, pengujian, pendidikan, pelatihan, dan pelayanan pengobatan alternatif sebelum

10 pengobatan tersebut diterapkan secara luas di masyarakat atau diintegrasikan ke dalam jaringan pelayanan kesehatan Menurut Dalimarta dalam Batubara, Pengembangan dan pembinaan obat alternatif melalui inventarisasi, penapisan dan pemanfaatan TOGA (Tanaman Obat Keluarga). 3. Pengembangan dan pembinaan metode pengobatan alternatif. 4. Pengembangan dan pembinaan tenaga pengobatan alternatif. 5. Pengembangan dan pembinaan sarana pengobatan alternatif. 6. Penggalian dan komunikasi Pusaka Nusantara melalui telaah dokumentasi pengobatan alternatif. 7. Peningkatan sarana penunjang program seperti penyiapan peraturan dan sistem yang ada. 8. Peningkatan pembinaan dan pengembangan pemanfaatan obat alternatif melalui kegiatan pembudidayaan tanaman obat. Pengobatan alternatif adalah cara pengobatan atau perawatan yang diselenggarakan dengan cara lain di luar ilmu kedokteran dan atau ilmu keperawatan yang lazim dikenal, mengacu kepada pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang diperoleh secara turun temurun atau berguru melalui pendidikan, baik asli maupun dari luar Indonesia. Pengobatan alternatif adalah upaya kesehatan yang diselenggarakan dengan cara alternatif untuk meningkatkan kesehatan (promotif), pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitative) (Anwar, 2005). Pengobatan alternatif sudah dikenal jauh sebelum ilmu kedokteran modern

11 berkembang dan pengobatan perdukunan/kebatinan cukup lama dilakukan dalam agama-agama suku. Penyembuhan perdukunan/kebatinan bergantung pada konsep yang beranggapan bahwa kesembuhan terjadi bila kita hidup sesuai dengan roh-roh di alam baka (animisne, okultisme) atau hidup selaras dengan kekuatan semesta (mistisime/pantheisme), kalau tidak sesuai akan celaka atau sakit (Anwar, 2005) Jenis Pengobatan Alternatif di Indonesia Secara garis besar, Seminar Pelayanan Pengobatan Alternatif Indonesia (1978) telah menetapkan 4 (empat) jenis pengobatan alternatif yaitu: 1. Pengobatan alternatif dengan ramuan obat: pengobatan alternatif dengan ramuan asli Indonesia pengobatan alternatif dengan ramuan obat Cina pengobatan alternatif dengan ramuan obat India 2. Pengobatan alternatif spiritual/kebatinan: pengobatan alternatif atas dasar kepercayaan pengobatan alternatif atas dasar agama pengobatan dengan dasar getaran magnetis 3. Pengobatan alternatif dengan memakai peralatan/perangsangan: akupunktur pengobatan alternatif urut pijat pengobatan alternatif patah tulang pengobatan tradisional dengan peralatan (tajam/keras) pengobatan alternatif dengan peralatan benda tumpul

12 4. Pengobatan alternatif yang telah mendapat pengarahan dan pengaturan pemerintah: dukun beranak tukang gigi tradisional Pengobat Alternatif a. Pengertian Pengobat Alternatif Pengobat Alternatif adalah seseorang yang melakukan pengobatan dan/atau perawatan dengan cara yang mengacu kepada pengalaman, keterampilan turun temurun, dan pendidikan atau pelatihan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Ruang lingkup pelayanan yang dilakukan oleh Pengobat alternatif meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif (profil Pengobat Pengobat Tradisional, 2007). b. Pengobat Alternatif ditinjau dari klasifikasi dan jenisnya a. Pengobat Alternatif keterampilan adalah seseorang yang melakukan pengobatan dan perawatan alternatif berdasarkan keterampilan fisik dengan menggunakan anggota gerak dan atau alat bantu lain. Meliputi Pengobat Alternatif pijat urut, patah tulang, sunat, dukun bayi, refleksi, akupresuris, akupunturis, chiropractor dan SPA. b. Pengobat alternatif ramuan adalah seseorang yang melakukan pengobatan dan atau perawatan alternatif dengan mengunakan obat/ramuan tradisional yang berasal dari tanaman (flora), fauna, bahan mineral, air dan bahan alam lain. Meliputi Pengobat alternatif ramuan Indonesia (jamu), gurah, tabib,

13 shinse, homoeopathy, aroma therapist dan oukup. c. Pengobat alternatif pendekatan agama adalah seseorang yang melakukan pengobatan dan atau perawatan alternatif dengan menggunakan pendekatan agama Islam, Kristen, Hindu dan Budha. Meliputi Pengobat alternatif dengan pendekatan agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. d. Pengobat Alternatif Supranatural adalah seseorang yang melakukan pengobatan dan atau perawatan alternatif, dengan menggunakan tenaga dalam, meditasi, olah pernafasan, indra keenam (pewaskita) dan kebatinan. Meliputi pengobat alternatif tenaga dalam (prana), paranormal, reiky master, gigong dan kebatinan (profil Pengobat Tradisional, 2007). c. Pengobat Alternatif akupuntur Pengobat alternatif akupuntur adalah seseorang yang melakukan pelayanan pengobatan dengan perangsangan pada titik-titik akupuntur dengan cara menusukkan jarum dan sarana lain seperti elektro akupuntur Tujuan Pengobatan Alternatif A. Tujuan Umum Meningkatnya pendayagunaan pengobatan alternatif baik secara tersendiri atau terpadu pada sistem pelayanan kesehatan, dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Dengan demikian pengobatan alternatif merupakan salah satu alternatif yang relatif lebih disenangi masyarakat. Oleh karenanya kalangan kesehatan berupaya mengenal dan jika dapat mengikut sertakan pengobatan alternatif tersebut (Zulkifli, 2005).

14 B. Tujuan Khusus 1. Meningkatkan mutu pelayanan pengobatan alternatif, sehingga masyarakat terhindar dari dampak negatif karena pengobatan alternatif. 2. Meningkatkan kemandirian masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan dengan upaya pengobatan alternatif 3. Terbinanya berbagai tenaga pengobatan alternatif dalam pelayanan kesehatan. 4. Terintegrasinya upaya pengobatan alternatif dalam program pelayanan kesehatan, mulai dari tingkat rumah tangga, puskesmas sampai pada tingkat rujukannya (Zulkifli, 2005) Standarisasi Pengobatan Alternatif Untuk dapat dimanfaatkannya sebagai pengobatan alternatif dalam pelayanan kesehatan, banyak yang harus diperhatikan. Salah satu diantaranya yang dinilai mempunyai peranan yang sangat penting adalah upaya standarisasi. Diharapkan, dengan adanya standarisasi ini bukan saja mutu pengobatan alternatif akan dapat ditingkatkan, tetapi yang penting lagi munculnya berbagai efek samping yang secara medis tidak dapat dipertanggung jawabkan, akan dapat dihindari. Pengertian standarisasi adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan sempurna, yang dipakai sebagai batas penerimaan minimal. Standar menunjukkan pada tingkat ideal tercapai tersebut tidak disusun terlalu kaku, tetapi masih dalam batas-batas yang dibenarkan disebut dengan toleransi :

15 Syarat suatu standar yang baik dipandang cukup penting adalah : 1. Bersifat jelas Artinya dapat diukur dengan baik, termasuk ukuran terhadap penyimpanganpenyimpangan yang mungkin terjadi. 2. Masuk akal Suatu standar yang tidak masuk akal, bukan saja akan sulit dimanfaatkan tetapi juga akan menimbulkan frustasi para profesional. 3. Mudah dimengerti Suatu standar yang tidak mudah dimengerti juga akan menyulitkan tenaga pelaksana sehingga sulit terpenuhi. 4.Dapat dipercaya 5. Absah Artinya ada hubungan yang kuat dan dapat didefenisikan antara standar dengan sesuatu (misalnya mutu pelayanan) yang diwakilinya. 6. Meyakinkan Artinya mewakili persyaratan yang ditetapkan. Apabila terlalu rendah akan menyebabkan persyaratan menjadi tidak berarti. 7. Mantap, Spesifik dan Eksplisit Artinya tidak terpengaruh oleh perubahan oleh waktu, bersifat khas dan gamblang. Dari standar pengobatan alternatif yang dikemukakan di atas, bahwa upaya standarisasi pengobatan alternatif di Indonesia, tidak semudah yang diperkirakan. Karena ditemukannya konsep pengobatan alternatif yang supranatural menyebabkan

16 standarisasi akan sulit dilakukan. Untuk ini, menerapkan pendekatan kesembuhan penyakit masih sulit dilakukan, maka untuk sementara diterapkan pendekatan pengobatan tidak sampai menimbulkan komplikasi atau kematian (Zulkifli, 2005) Peminat Pengobatan Alternatif Peminat pengobatan alternatif dipengaruhi oleh beberapa faktor : (Zulkifli, 2005) 1. Faktor Sosial Alasan masyarakat memilih pengobatan alternatif adalah selama mengalami pengobatan alternatif keluarganya dapat menjenguk dan menunggui setiap saat. Hal tersebut sesuai dengan kodrat manusia sebagai makhluk sosial yang selalu ingin berinteraksi langsung dengan keluarganya atau kerabatnya dalam keadaan sakit. Selama perawatan yang dialaminya mereka dapat berkomunikasi dengan akrab dengan keluarganya. Namun ada juga informasi yang mengemukakan bahwa masyarakat lebih senang dirawat atau diobati di rumah sakit daripada dirawat atau diobati di tempat-tempat pengobatan alternatif. Mereka dibawa ke pengobatan alternatif bukan atas kemauan sendiri tetapi atas desakan biaya pengobatan. Biasanya mereka belum pernah ke rumah sakit sehingga tidak bisa dibandingkan pengobatan alternatif dengan pengobatan di rumah sakit. Disini tampak adanya faktor pasrah akibat dari keterbatasan pengalamanpengalaman dalam interaksi sosial. 2. Faktor Ekonomi Masyarakat memilih pengobatan alternatif kerena biayanya lebih

17 murah daripada rumah sakit, cara pembayarannya juga tidak memberatkan karena pasien tidak tertarik uang muka. Selain itu bagi yang tidak mampu membayar sekaligus dapat dicicil setelah pulang. Jika ditinjau dari klasifikasi pasien yang datang ke tempat pengobatan alternatif ini sebagian besar pekerjaannya adalah buruh kasar, sopir, tukang parkir, sehingga wajar faktor ekonomi menentukan dalam memilih tempat pengobatan. 3. Faktor Budaya Salah satu alasan mengapa para penderita memilih tempat pengobatan alternatif karena pengobatan di tempat ini memiliki seorang ahli yang mempunyai kekuatan supranatural yang mampu mempercepat kesembuhan penyakit. Disamping itu hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Foster dan Anderson bahwa sistem medis adalah bagian integral dari kebudayaan. Salah satu faktor lain yang menyebabkan pengobatan alternatif ini masih diminati masyarakat adalah kategori penyembuhan yaitu siapa yang berhak atau yang tepat dalam menyembuhkan, misalnya untuk penyakit C hanya D yang berhak, penyakit A hanya B yang tepat menyembuhkan. Dalam persepsi masyarakat juga menganggap penyakit yang tidak parah tidak perlu dibawa ke rumah sakit, karena penyakit yang diderita dianggap tidak mengancam jiwanya, tidak menggangu nafsu makan serta masih mampu melakukan kegiatan sehari-hari walaupun agak terganggu. 4. Faktor Sosial Kenyamanan yang diperoleh pada saat pengobatan karena tidak menggunakan peralatan-peralatan yang bisa menakutkan mereka, terutama patah tulang tidak perlu

18 diamputasi atau digips. 5. Kemudahan Pasien dapat segera ditangani tanpa harus menunggu hasil rontgen dan hasil laboratorium lainnya Akupuntur Pengertian Akupuntur Kata akupuntur berasal dari bahasa Yunani, yaitu acus yang berarti jarum dan punctura yang berarti menusuk. Di dalam bahasa Inggris menjadi to puncture, sedangkan kata asal dalam bahasa Cina adalah cenciu. Kata tersebut kemudian diadaptasikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi akupuntur atau tusuk jarum. Istilah akupuntur lebih dikenal dan berkembang luas di dunia Internasional dari pada kata aslinya cenciu karena orang di luar Cina banyak mempelajari ilmu akupuntur dari buku-buku yang diterbitkan dalam bahasa selain Cina, terutama bahasa Inggris (Dharmojono, 2001). Sebagai suatu sistem pengobatan, akupuntur merupakan pengobatan yang dilakukan dengan cara menusukkan jarum di titik-titik tertentu pada tubuh pasien. Maksudnya adalah untuk mengembalikan sistem keseimbangan tubuh sehingga pasien sehat kembali (Dharmojono, 2001). Akupuntur adalah teknik pengobatan yang digunakan dalam pengobatan tradisional Cina. Jarum-jarum yang sangat tajam digunakan untuk menstimulasi titiktitik tertentu pada tubuh. Titik-titik ini terdapat pada jalur-jalur energi yang disebut "meridian". Pengobatan akupuntur dirancang untuk memperbaiki aliran dan

19 keseimbangan energy. (Anonimous, 2007) Sejarah perkembangan akupuntur Ilmu akupuntur mulai berkembang sejak zaman Batu, yaitu kira- kira tahun yang lalu, dimana digunakan jarum batu untuk menyembuhkan penyakit. Buku "Huang Ti Nei Cing" adalah sebuah buku ensiklopedi Ilmu Pengobatan China. Diterbitkan pada jaman "Cun Ciu Can Kuo" yaitu tahun - tahun antara sebelum Masehi. Pada zaman itu Ilmu Akupunktur berkembang seperti juga ilmu - ilmu lainnya di negara itu. Bahan jarum akupunktur berubah dari batu ke bambu, dari bambu ke tulang dan dari tulang menjadi perunggu. Menurut catatan sejarah negara tersebut, pada jaman dinansti Tang (tahun ), Ilmu Akupunktur berkembang dengan pesat dan mulai tersebar ke luar negara asalnya, yaitu: Korea, Jepang dan negara lainnya. Sedangkan di Amerika Serikat, Ilmu Akupunktur telah berkembang lama dalam lingkungan " China Town " di kota San Francisco dan New York. Dalam delapan tahun ini Ilmu Akupunktur telah merebut perhatian di negara tersebut ; para dokternya mulai mempelajari, menyelidiki, riset dan mempraktekkannya. Perkembangan akupunktur di Indonesia setua adanya perantau China yang tiba di Indonesia. Hanya saja Ilmu Akupunktur hanya hidup terbatas dalam lingkungan sendiri dan sekitarnya. Pada tahun 1963 atas instruksi Menteri Kesehatan masa itu " Prof. Dr. Satrio, Departemen Kesehatan meneliti dan mengembangkan cara pengobatan Timur, termasuk Akupunktur untuk membentuk sebuah Team Riset Ilmu Pengobatan Tradisional Timur. Maka mulai saat itu praktek akupunktur diadakan

20 secara resmi di Rumah Sakit Umum Pusat, Jakarta yang kemudian berkembang menjadi sebuah Sub Bagian dibawah bagian Penyakit Dalam, dan selanjutnya menjadi Unit Akupunktur Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada masa ini. Disamping memberikan pelayanan poliklinis terhadap pengunjung/pederita, Unit Akupunktur Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo juga menyelenggarakan pendidikan untuk menghasilkan dokter ahli akupunktur baru (Ferry, 2007) Cara Kerja Akupuntur Titik-titik tertentu di tubuh pasien ditusuk dengan jarum. Murni hanya jarum, tanpa ada bahan lain atau obat pada jarumnya. Fungsi jarum tersebut membantu membenahi sistem energi tubuh yang bermasalah. Karena itulah tusukan pada titiktitik tersebut disesuaikan dengan jenis penyakit yang diderita pasien. Perawatan akupuntur saat ini sedikit berbeda dengan cara yang dilakukan masyarakat Cina Kuno. Dahulu, masyarakat Cina Kuno menggunakan batu-batu tajam, kayu dan buluh sebagai alat untuk menekan dan menusuk bagian-bagian tertentu. Tetapi kini, alat-alat ini diganti dengan cara yang lebih modern, yaitu penggunaan jarum-jarum halus yang telah disterilkan. Jarum-jarum ini dibuat dari berbagai bahan logam seperti jarum silver atau jarum perak, jarum copper atau jarum tembaga, dan jarum emas. Jarum yang ditusukkan itu tidak akan terasa sakit, hanya ada sedikit rasa ditusuk jarum dan bila jarum ditusukkan lebih dalam mungkin akan terasa seperti disetrum, sebab jarum yang digunakan sangat tajam, padat, dan jauh lebih halus

21 dibandingkan jarum suntik. Panjang jarum berkisar antara 12 mm-10 cm, dan dapat ditusukkan sedalam 6 mm-7.5 cm, tergantung kurus-gemuknya pasien, lokasi titik pengobatan, dan gangguan (di dalam atau permukaan). Jarum dapat dibiarkan tertancap selama beberapa detik sampai satu jam, tetapi umumnya 20 menit. Bagi yang menghadapi penyakit yang agak kronis perawatan dijalankan sebanyak sekali atau dua kali seminggu. Sebaliknya, perawatan ringan diberikan bagi penyakit yang tidak terlalu kritis. Dalam pengobatan, pasien mungkin perlu membuka sebagian pakaiannya agar jarum dapat ditusukkan pada titik-titik yang perlu sementara pasien berbaring. Umumnya titik-titik pengobatan terletak di lengan bawah dan tangan, tungkai bawah dan kaki, walaupun titik-titik akupuntur terdapat di seluruh tubuh. Titik penusukan tergantung pada lokasi gangguan dan cara akupunturis untuk mempengaruhi tubuh. Titik ini tidak harus langsung berhubungan dengan keluhan pasien, misalnya untuk pengobatan gangguan kepala dapat saja diambil titik pengobatan pada kaki yang terletak pada kanal yang bersangkutan (Anonim, 2004) Upaya Standarisasi Pelayanan Akupuntur Dengan upaya dan perjuangan yang cukup panjang, pengobatan akupuntur sebagai sistem pengobatan alternatif telah memiliki pegangan standar, tidak seperti hanya dengan sistem pengobatan tradisional lainnya. Hal ini terjadi karena akupuntur merupakan suatu sistem pengobatan yang telah memiliki falsafah (cara berpikir, teori-teori dasar, teknik memeriksa pasien, teknik mendiagnosis, teknik terapi, teknik evaluasi, dan berbagai aspek lainnya. Oleh karena itu, dapat

22 dikatakan bahwa akupuntur tidak lagi disebut sebagai cara pengobatan tradisional, melainkan merupakan cara pengobatan alternatif karena sifatnya yang akomodatif pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai contoh, adanya inovasi dalam pengobatan akupuntur dengan berkembangnya sistem elektro akupuntur, laser, ultarsonik, magnet, akuapuntur, dan sebagainya. Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka peranan para akupunturis dituntut untuk lebih meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu disegala aspek pengobatan akupunturnya. Hal ini akan berjalan lancar apabila diimbangi dengan adanya pengawasan dari pemerintah melalui Depkes sebagai tindak lanjut keberadaan pelayanan akupunturis. Aspek-aspek utama yang harus dimiliki oleh para akupunturis sebagai berikut : 1. Sumber daya manusia (akupunturis) 2. Bentuk pelayanan akupuntur 3. Proses pelayanan akupuntur 4. Penampilan (performance) pelayanan akupuntur (Dharmojono, 2001) a. Sumber Daya Manusia (akupunkturis) Pada saat ini, akupunkturis terdiri dari dokter dan nondokter (selanjutnya disebut akupunkturis). Apabila tenaga medik/dokter akan menyelenggarakan pelayanan akupunktur tidak memerlukan izin praktek khusus terlebih dahulu karena pelayanan akupunktur dianggap merupakan salah satu ragam pelayanan. Izin praktek dokter secara langsung sudah termasuk izin praktek akupunkturisnya. Namun demikian, tenaga medik/dokter akupunkturis tetap harus memiliki sertifikat yang

23 menunjukkan telah mengikuti dan lulus dari pendidikan akupuntur yang memiliki izin penyelenggaraan kursus dari Depdikbud. Akupunturis yang telah dinyatakan lulus dari pendidikan akupuntur akan mendapat ijazah lokal. Selanjutnya, merekapun harus lulus dari ujian nasional akupunturis yang diselenggarakan oleh depdikbud, baik teori maupun praktek (Dharmojono, 2001). b. Bentuk Pelayanan Akupuntur 1. Bentuk pelayanan/praktek perorangan (praktek mandiri) 2. Bentuk praktek berkelompok 3. Bentuk praktek bersama 4. Bentuk praktek di puskesmas 5. Bentuk praktek akupunturis di rumah sakit c. Proses Pelayanan Akupuntur 1. Proses teknis medik Akupunturis harus mampu melakukan tindakan medik dengan prosedur standar secara sistematis dan akurat meliputi teknik pengumpulan data pasien (cara memeriksa pasien), teknik mendiagnosis, teknik terapi dan teknik evaluasi terhadap tindakan mediknya. Akupunturis pun harus memiliki kartu pasien standar, memahami cara pengisian dan dapat menyimpannya. 2. Proses non teknik medik Akupunturis memahami proses penanganan pasien sejak pendaftaran konsultasi (penyuluhan), alur rujukan (apabila diperlukan), sampai pada urusan administrasi (Dharmojono,2001).

24 d. Penampilan Pelayanan Akupuntur 1. Penampilan fisik a. Ruangan praktek akupuntur b. Sarana teknis pelayanan akupuntur c. Pakaian praktek akupuntur 2. Penampilan non fisik a. Penampilan non fisik berupa hasil keluaran (output) dari pelayanan akupuntur yang diselenggarakan (medical output performance), dengan adanya evaluasi mengenai angka kesembuhan, angka efek samping, dan angka terjadinya kompilasi. b. Penampilan non fisik yang sifatnya non medis (non medical performance) perlu dimiliki oleh seorang akupunturis dengan rujukan sumpah/janji akupunturis dan kode etik akupunturis Indonesia (Dharmojono,2001) Pelayanan Akupuntur Mudah Diterima Masyarakat Menurut Dharmojono (2001) motto akupuntur terkenal dengan nama MAREM (Murah, aman, Rasional, efektif, mudah). Motto ini sangat sesuai denga GBHN (1988) yang menyatakan bahwa: Pembangunan kesehatan terutama ditujukan kepada golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah baik di pedesaan maupun di perkotaan. Pada dasarnya, jumlah akupunturis di Indonesia masih sangat sedikit dan masih terkonsentrasi di kota-kota besar, seperti, jakarta, Surabaya, Jogja, Bandung dan beberapa kota di luar pulau jawa. Apabila akupunturis ingin berperan dalam

25 upaya pelayanan kesehatan masyarakat maka harus dihasilkan akupunturis yang berkualitas tinggi dan bersedia terjun ke pedesaan (Dharmojono, 2001) Kerangka Konsep Teori L. Green Predisposing Factors - Umur - Jenis kelamin - Suku - Pekerjaan - Tingkat pendidikan - Penghasilan - Pengetahuan - Sikap Enabling Factors - Fasilitas pelayanan - Tempat pelayanan pengobatan akupuntur Reinforcing Factors - Keluarga - Teman - Petugas Akupuntur - Media cetak/elektronik

26 Skema diatas menunjukkan bahwa predisposing factors meliputi umur, jenis kelamin, suku, pekerjaan, pendidikan, penghasilan, pengetahuan, sikap, kepercayaan dan enabling factors meliputi fasilitas pelayanan, tempat pelayanan serta reinforcing factors meliputi keluarga, teman, petugas akupuntur, media cetak/elektronik merupakan faktor-faktor yang memengaruhi pasien terhadap pengobatan akupuntur.

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan kesehatan yaitu jumlah penduduk yang besar dengan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan kesehatan yaitu jumlah penduduk yang besar dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang masih merasakan tantangan berat di dalam pembangunan kesehatan yaitu jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya,

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1076/MENKES/SK/VII/2003 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGOBATAN TRADISIONAL MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN DI BIDANG KESEHATAN

PENJELASAN ATAS RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN DI BIDANG KESEHATAN PENJELASAN ATAS RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN DI BIDANG KESEHATAN I. Penjelasan Umum. Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang dalam kesibukan dan aktivitas yang terus dijalani, tidak

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang dalam kesibukan dan aktivitas yang terus dijalani, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang dalam kesibukan dan aktivitas yang terus dijalani, tidak menyadari bahwa tubuhnya terus berinteraksi dengan sesama lingkungan, hewan, dan tumbuh-tumbuhan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat kompleks, bila dilihat secara

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat kompleks, bila dilihat secara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat kompleks, bila dilihat secara keseluruhan akan menyebabkan terjadinya perbedaan-perbedaan persepsi tentang kesehatan tersebut.

Lebih terperinci

Menteri Kesehatan Republik Indonesia * KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 TENTANG

Menteri Kesehatan Republik Indonesia * KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 TENTANG Menteri Kesehatan Republik Indonesia * KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGOBATAN TRADISIONAL MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan yang setinggi tingginya. Dalam mencapai kualitas hidup

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan yang setinggi tingginya. Dalam mencapai kualitas hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan pembangunan manusia dan seluruh masyarakat Indonesia. Berbagai program pembangunan yang diselengarakan oleh pemerintah selama ini, pada

Lebih terperinci

PENGOBATAN TRADISIONAL SEBAGAI PENGOBATAN ALTERNATIF HARUS DILESTARIKAN ZULKIFLI. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

PENGOBATAN TRADISIONAL SEBAGAI PENGOBATAN ALTERNATIF HARUS DILESTARIKAN ZULKIFLI. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara PENGOBATAN TRADISIONAL SEBAGAI PENGOBATAN ALTERNATIF HARUS DILESTARIKAN ZULKIFLI Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Tujuan pembangunan kesehatan yang tertera dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui upaya peningkatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),

BAB I PENDAHULUAN. melalui upaya peningkatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial, yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN BIDANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN BIDANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN BIDANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa retribusi daerah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Kesehatan nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Kesehatan nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Kesehatan nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia disamping

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia disamping BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia disamping kebutuhan akan sandang, pangan, papan dan pendidikan. Karena hanya dengan kondisi kesehatan yang baik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyembuhan. Sumber pengobatan di dunia mencakup tiga sektor yang saling terkait

BAB 1 PENDAHULUAN. penyembuhan. Sumber pengobatan di dunia mencakup tiga sektor yang saling terkait BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap orang. Masalah kesehatan difokuskan pada penyakit yang diderita manusia untuk dilakukannya pengobatan dan penyembuhan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah pengobatan alternatif. Pengobatan alternatif merupakan pengobatan yang

BAB I PENDAHULUAN. adalah pengobatan alternatif. Pengobatan alternatif merupakan pengobatan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelayanan kesehatan yang banyak diminati masyarakat Indonesia saat ini adalah pengobatan alternatif. Pengobatan alternatif merupakan pengobatan yang menggunakan cara,

Lebih terperinci

mengadakan dan mengatur upaya pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2009).

mengadakan dan mengatur upaya pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk biologis senantiasa menjalankan dan mempertahankan kehidupannya. Dalam menjalankan serta mempertahankan kehidupannya, manusia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sarana pengobatan umumnya ditempuh oleh seorang yang sakit/tidak sehat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sarana pengobatan umumnya ditempuh oleh seorang yang sakit/tidak sehat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengobatan Tradisional Sarana pengobatan umumnya ditempuh oleh seorang yang sakit/tidak sehat dengan menjalani pengobatan baik secara medis (konvensional) maupun secara tradisional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara-negara maju seperti diabetes melitus, jantung koroner, penyakit

I. PENDAHULUAN. negara-negara maju seperti diabetes melitus, jantung koroner, penyakit 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Serat pangan sempat cukup lama diabaikan sebagai faktor penting dalam gizi makanan. Hal ini disebabkan karena serat pangan tidak menghasilkan energi. Selain itu, kekurangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktif secara sosial dan ekonomi. Masyarakat berperan serta, baik secara

BAB I PENDAHULUAN. produktif secara sosial dan ekonomi. Masyarakat berperan serta, baik secara 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Obat Tumbuhan obat adalah semua spesies tumbuhan baik yang sudah ataupun belum dibudidayakan yang dapat digunakan sebagai tumbuhan obat (Hamid et al. 1991). Tumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berjalan sendiri-sendiri dan tidak saling berhubungan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berjalan sendiri-sendiri dan tidak saling berhubungan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Sejarah Puskesmas Perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia dimulai sejak pemerintahan Belanda pada abad ke-16 yaitu adanya upaya pemberantasan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktif secara sosial dan ekonomi (Notoadmodjo, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. produktif secara sosial dan ekonomi (Notoadmodjo, 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan kesehatan adalah keadaan sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial, dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang khusus agar ibu dan janin dalam keadaan sehat. Karena itu kehamilan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang khusus agar ibu dan janin dalam keadaan sehat. Karena itu kehamilan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan proses reproduksi yang normal, tetapi perlu perawatan diri yang khusus agar ibu dan janin dalam keadaan sehat. Karena itu kehamilan yang normal

Lebih terperinci

Perilaku kesehatan pada garis besarnya dikelompokkan menjadi 2 yakni (Notoatmodjo, 2003):

Perilaku kesehatan pada garis besarnya dikelompokkan menjadi 2 yakni (Notoatmodjo, 2003): 2.3 macam-macam perilaku kesehatan Perilaku dapat diberi batasan sebagai suatu tanggapan individu terhadap rangsangan yang berasal dari dalam maupun luar diri individu tersebut. Secara garis besar bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui pasal 28 huruf H ayat (1), Undang undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. melalui pasal 28 huruf H ayat (1), Undang undang Dasar Negara Republik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang telah dijamin oleh Konsitusi melalui pasal 28 huruf H ayat (1), Undang undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan merupakan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan. Menurut WHO, kesehatan adalah kondisi dinamis meliputi kesehatan

Lebih terperinci

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 25 TAHUN 2014

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 25 TAHUN 2014 BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN SURAT TERDAFTAR PENGOBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH DATAR,

Lebih terperinci

yang dirasakan individu terhadap pengobatan.

yang dirasakan individu terhadap pengobatan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar dari setiap manusia untuk dapat hidup layak, produktif serta mampu bersaing untuk meningkatkan taraf hidupnya. Keadaan untuk hidup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku 2.1.1 Pengertian Perilaku Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA ( Berita Resmi Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta )

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA ( Berita Resmi Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta ) LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA ( Berita Resmi Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta ) Nomor 52 Tahun 1999 Seri D PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA (PERDA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengobatan Tradisional 1. Pengertian Pengobatan Tradisional Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan sekaligus merupakan investasi

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan sekaligus merupakan investasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan sekaligus merupakan investasi untuk keberhasilan pembangunan Bangsa Indonesia. Oleh karena itu perlu dilakukan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan aktivitasnya sehari-hari. Undang-undang kesehatan No. 23

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan aktivitasnya sehari-hari. Undang-undang kesehatan No. 23 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi semua manusia karena tanpa kesehatan yang baik, maka setiap manusia akan sulit dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kegiatan menanami pekarangan dengan tananam obat dikenal dengan nama

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kegiatan menanami pekarangan dengan tananam obat dikenal dengan nama BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Obat Keluaga (TOGA) Kegiatan menanami pekarangan dengan tananam obat dikenal dengan nama toga. Program yang dahulu dinamai apoetik hidup ini tengah digunakan oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sepenuhnya mampu mengatasi setiap masalah kesehatan, terlebih dengan. semakin beranekaragamnya penyakit dan faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. sepenuhnya mampu mengatasi setiap masalah kesehatan, terlebih dengan. semakin beranekaragamnya penyakit dan faktor-faktor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Patut diakui bahwa teknologi kedokteran yang ada saat ini belum sepenuhnya mampu mengatasi setiap masalah kesehatan, terlebih dengan semakin beranekaragamnya penyakit

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang Mengingat : : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan merupakan faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mutu pelayanan kesehatan pada seluruh masyarakat. Menurut WHO kesehatan adalah

BAB I PENDAHULUAN. mutu pelayanan kesehatan pada seluruh masyarakat. Menurut WHO kesehatan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu bagian terpenting dalam kehidupan manusia yakni kesehatan jasmani dan kesehatan rohani. Kesehatan dapat tercapai dengan meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja bertujuan untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi- tingginya,

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja bertujuan untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi- tingginya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan bagian aplikasi kesehatan masyarakat di dalam suatu masyarakat pekerja dan masyarakat di lingkungannya. Kesehatan dan keselamatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Kepuasan 1.1 Defenisi Kepuasan Pasien Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan bayi terjadi transisi epidemiologis penyakit. Populasi lansia semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. dan bayi terjadi transisi epidemiologis penyakit. Populasi lansia semakin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buku KIA 2.1.1 Definisi Buku KIA Buku KIA merupakan alat untuk mendeteksi secara dini adanya gangguan atau masalah kesehatan ibu dan anak, alat komunikasi dan penyuluhan dengan

Lebih terperinci

BAB IV KRSIMPULAN, BATASAN DAN ANGGAPAN

BAB IV KRSIMPULAN, BATASAN DAN ANGGAPAN BAB IV KRSIMPULAN, BATASAN DAN ANGGAPAN 1.1 Kesimpulan Pada bab sebelumnya telah diuraikan pembahan mengenai Rumah Sakit Korban Lakalantas Kendal, sehingga dapat disimpulkan berbagai masalah, dan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan (kuratif) dan pemulihan

BAB I PENDAHULUAN. upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan (kuratif) dan pemulihan 7 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Rumah sakit merupakan suatu institusi di mana segenap lapisan masyarakat bisa datang untuk memperoleh upaya penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Upaya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL INTEGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL INTEGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL INTEGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kematian ibu semasa hamil dan bersalin masih sangat tinggi. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Kematian ibu semasa hamil dan bersalin masih sangat tinggi. Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kematian ibu semasa hamil dan bersalin masih sangat tinggi. Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) tahun 2005, lebih dari 529.000 wanita di dunia meninggal

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS HULU, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada disekitarnya. Demikian halnya dengan nenek moyang kita yang telah

BAB I PENDAHULUAN. ada disekitarnya. Demikian halnya dengan nenek moyang kita yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah peradaban bangsa-bangsa di dunia ini menunjukkan bahwa berbagai upaya yang dilakukan berbagai bangsa untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hal penting bagi kesejahteraan masyarakat. Kesehatan yang

I. PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hal penting bagi kesejahteraan masyarakat. Kesehatan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal penting bagi kesejahteraan masyarakat. Kesehatan yang dimiliki seseorang tidak hanya ditinjau dari segi kesehatan fisik semata melainkan bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal. Kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan Republik

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal. Kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan yang optimal. Kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN SALINAN NOMOR 26/2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia. Sehat mencantumkan empat sasaran pembangunan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia. Sehat mencantumkan empat sasaran pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tujuan Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010-2014 mencantumkan empat sasaran pembangunan kesehatan, yaitu: 1) Menurunnya disparitas status kesehatan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG Nomor 04 Tahun 2005 Seri E PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG PERIZINAN BIDANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat (Notoatmodjo, 2003).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat (Notoatmodjo, 2003). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Kesehatan Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkunagan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat (Notoatmodjo, 2003). Oleh

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1076/MENKES/SK/VII/2003 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGOBATAN TRADISIONAL

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1076/MENKES/SK/VII/2003 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGOBATAN TRADISIONAL KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1076/MENKES/SK/VII/2003 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGOBATAN TRADISIONAL MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pengobatan tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan oleh Pusat Data dan Informasi Kementrian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keberuntungan tersendiri bagi masyarakat lokalnya. Tanah yang subur

I. PENDAHULUAN. keberuntungan tersendiri bagi masyarakat lokalnya. Tanah yang subur 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memberikan sebuah keberuntungan tersendiri bagi masyarakat lokalnya. Tanah yang subur memberikan kehidupan dengan

Lebih terperinci

LAYANAN REHABILITASI MEDIK DALAM KEJADIAN KEGAWATDARURATAN. dr Luh K Wahyuni, SpKFR-K*, dr Fitri Anestherita, SpKFR

LAYANAN REHABILITASI MEDIK DALAM KEJADIAN KEGAWATDARURATAN. dr Luh K Wahyuni, SpKFR-K*, dr Fitri Anestherita, SpKFR LAYANAN REHABILITASI MEDIK DALAM KEJADIAN KEGAWATDARURATAN dr Luh K Wahyuni, SpKFR-K*, dr Fitri Anestherita, SpKFR Departemen Rehabilitasi Medik FKUI/RSCM, Jakarta *Anggota Komite Independen KK-PAK BPJS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. umur harapan hidup (life expectancy). Pembangunan kesehatan di Indonesia sudah

BAB 1 PENDAHULUAN. umur harapan hidup (life expectancy). Pembangunan kesehatan di Indonesia sudah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu hasil pembangunan kesehatan di Indonesia adalah meningkatnya umur harapan hidup (life expectancy). Pembangunan kesehatan di Indonesia sudah cukup berhasil,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan dan dilestarikan dengan cara cara yang tradisional. Masyarakat. lingkungan dimana mereka bertempat tinggal.

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan dan dilestarikan dengan cara cara yang tradisional. Masyarakat. lingkungan dimana mereka bertempat tinggal. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hampir setiap komunitas masyarakat mempunyai pengetahuan yang diturunkan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya, dikembangkan dan dilestarikan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN USAHA SARANA PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN USAHA SARANA PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN USAHA SARANA PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO, Menimbang : a. bahwa ketentuan dan pengaturan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang. menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang. menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat melakukan aktivitas sehari-hari dalam hidupnya. Sehat adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. dapat melakukan aktivitas sehari-hari dalam hidupnya. Sehat adalah suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan salah satu faktor yang penting bagi manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari dalam hidupnya. Sehat adalah suatu keadaan sejahtera

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

Perihal : Permohonan Surat Terdaftar Penyehat Tradisional (STPT)/Surat Ijin Penyehat Tradisional (SIPT) Nama lengkap. Tempat/Tanggal lahir

Perihal : Permohonan Surat Terdaftar Penyehat Tradisional (STPT)/Surat Ijin Penyehat Tradisional (SIPT) Nama lengkap. Tempat/Tanggal lahir Formulir A Perihal : Permohonan Surat Terdaftar Penyehat Tradisional (STPT)/Surat Ijin Penyehat Tradisional (SIPT) Kepada Yth. Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Denpasar di- D e n p a s a r. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan perorangan meliputi pelayanan, promotif, preventif, kuratif, dan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan perorangan meliputi pelayanan, promotif, preventif, kuratif, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan meliputi pelayanan, promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang menyediakan

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH KOTA KENDARI

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH KOTA KENDARI WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH KOTA KENDARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI, Menimbang : a. bahwa kesehatan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga saat ini adalah permasalahan kesehatan (Human Healt). Nampaknya

BAB I PENDAHULUAN. hingga saat ini adalah permasalahan kesehatan (Human Healt). Nampaknya 6 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan kependudukan terbesar yang dihadapi pemerintah hingga saat ini adalah permasalahan kesehatan (Human Healt). Nampaknya permasalahan

Lebih terperinci

Indonesia Menuju Pelayanan Kesehatan Yang Kuat Atau Sebaliknya?

Indonesia Menuju Pelayanan Kesehatan Yang Kuat Atau Sebaliknya? Indonesia Menuju Pelayanan Kesehatan Yang Kuat Atau Sebaliknya? Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, karena dengan tubuh yang sehat atau fungsi tubuh manusia berjalan

Lebih terperinci

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas

Lebih terperinci

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan I. Latar Belakang Beberapa pertimbangan dikeluarkannya Permenkes ini diantaranya, bahwa penyelenggaraan Pusat Kesehatan Masyarakat perlu ditata ulang untuk meningkatkan aksesibilitas, keterjangkauan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kegiatan sehari-hari. Kesehatan telah menjadi suatu kajian ilmu

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kegiatan sehari-hari. Kesehatan telah menjadi suatu kajian ilmu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia melakukan berbagai cara untuk mendapatkan tubuh yang sehat, baik secara modern maupun tradisional. Kesehatan merupakan kebutuhan mendasar bagi kehidupan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Definisi fraktur secara umum adalah pemecahan atau kerusakan suatu bagian terutama tulang (Dorland, 2002). Literatur lain menyebutkan bahwa fraktur atau patah tulang

Lebih terperinci

Prosiding SNaPP2014 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN

Prosiding SNaPP2014 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN Prosiding SNaPP2014 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN 2089-3590 EISSN 2303-2472 PENGAWASAN PEMERINTAH KOTA BANDUNG TERHADAP PENGOBATAN TRADISIONAL DIHUBUNGKAN DENGAN PENINGKATAN KESEHATAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka dampaknya adalah lost generation. Fisioterapi sangat besar perannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. maka dampaknya adalah lost generation. Fisioterapi sangat besar perannya dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bayi gizi kurang merupakan suatu ancaman bagi generasi yang akan datang. Masa bayi ini merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Jika pada masa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhan Kepatuhan menyatakan kesesuaian perilaku dan pelaksanaan kegiatan terhadap ketentuan atau standar yang berlaku. Kepatuah dokter menulis resep dipengaruhi faktor-faktor

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2007 NOMOR 3 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2007 NOMOR 3 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2007 _ LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2007 NOMOR 3 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PERIJINAN SARANA DAN TENAGA BIDANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hal yang paling penting dalam setiap kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hal yang paling penting dalam setiap kehidupan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang paling penting dalam setiap kehidupan manusia. Di era globalisasi ini banyak kita temukan penyakit-penyakit yang bukan hal biasa lagi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kanker adalah penyakit akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan

I. PENDAHULUAN. Kanker adalah penyakit akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah penyakit akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang sudah menjadi sel kanker. Dalam perkembangannya, sel-sel kanker ini dapat menyebar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN TEORITIS

II. TINJAUAN TEORITIS II. TINJAUAN TEORITIS 2.1 Promosi Kesehatan (Health Promotion) Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok dan masyarakat (Blum, dalam

Lebih terperinci

2 1. Pelayanan Kesehatan Tradional Empiris adalah penerapan kesehatan tradisional yang manfaat dan keamanannya terbukti secara empiris. 2. Pelayanan K

2 1. Pelayanan Kesehatan Tradional Empiris adalah penerapan kesehatan tradisional yang manfaat dan keamanannya terbukti secara empiris. 2. Pelayanan K LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.369, 2014 KESRA. Kesehatan. Tradisional. Pelayanan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5643) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang No.307, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Keperawatan. Pelayanan. Praktik. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5612) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 4 TAHUN 2008 SERI : E NOMOR : 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 4 TAHUN 2008 SERI : E NOMOR : 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 4 TAHUN 2008 SERI : E NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN SWASTA, IZIN INDUSTRI RUMAH

Lebih terperinci

ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR

ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR Manusia dan Kebudayaan Drs. Ermansyah, M.Hum. 2013 Manusia sebagai Makhluk Budaya Manusia makhluk Tuhan yang mempunyai akal. Akal adalah kemampuan pikir manusia sebagai kodrat

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kronik didefinisikan sebagai kondisi medis atau masalah kesehatan yang berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan penatalaksanaan jangka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelanggan terbagi menjadi dua jenis, yaitu: fungsi atau pemakaian suatu produk. atribut yang bersifat tidak berwujud.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelanggan terbagi menjadi dua jenis, yaitu: fungsi atau pemakaian suatu produk. atribut yang bersifat tidak berwujud. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Kepuasan Konsumen Kepuasan konsumen berarti bahwa kinerja suatu barang atau jasa sekurang kurangnya sama dengan apa yang diharapkan (Kotler & Amstrong, 1997).

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BATU

PEMERINTAH KOTA BATU PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 7 TAHUN 2005 T E N T A N G PERIJINAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya. (Pratiwi, 2011). Menurut Leininger (1984) manusia

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya. (Pratiwi, 2011). Menurut Leininger (1984) manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk biopsikososial dan spiritual yang utuh dalam arti merupakan satu kesatuan utuh dari aspek jasmani dan rohani dan unik karena mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seluruh manusia mengalami kemajuan melalui fase petumbuhan dan perkembangan yang pasti tetapi tahapan dan perilaku kemajuan ini sifatnya sangat individual (Potter

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang

I. PENDAHULUAN. semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam segala bidang kehidupan masyarakat, telah memungkinkan para pelaku usaha untuk memproduksi berbagai macam barang dan atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengobatan Sendiri 1. Definisi dan Peran Pengobatan sendiri atau swamedikasi yaitu mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obat yang dibeli bebas di apotik atau

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,

2016, No Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, No.16, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Pelayanan Kesehatan. Di Fasilitas Kawasan Terpencil. Sangat Terpencil. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Setiap dari kita harus perlu memahami terlebih dahulu bahwa dengan berjalannya waktu serta zaman yang modern, instansi rumah sakit khususnya di Jakarta mengalami sebuah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ketika berobat ke rumah sakit. Apalagi, jika sakit yang dideritanya merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. ketika berobat ke rumah sakit. Apalagi, jika sakit yang dideritanya merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang memiliki risiko jatuh sakit dan membutuhkan biaya cukup besar ketika berobat ke rumah sakit. Apalagi, jika sakit yang dideritanya merupakan penyakit yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan hidup manusia. Disamping kebutuhan-kebutuhan lainnya seperti

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan hidup manusia. Disamping kebutuhan-kebutuhan lainnya seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan yang mendasar bagi keberlangsungan hidup manusia. Disamping kebutuhan-kebutuhan lainnya seperti pangan, tempat tinggal dan

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rumah sakit Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 983/Menkes/SK/XI/1992 Rumah Sakit merupakan salah satu tempat dari sarana kesehatan menyelenggarakan kesehatan, bertujuan

Lebih terperinci