II. DATA HIDROLOGI UNTUK PERENCANAAN BANGUNAN AIR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. DATA HIDROLOGI UNTUK PERENCANAAN BANGUNAN AIR"

Transkripsi

1 II. DATA HIDROLOGI UNTUK PERENCANAAN BANGUNAN AIR 2.1. Pengertian Umum Pada setiap perencanaan bangunan air akan selalu dilakukan kegiatan analisis hidrologi dan analisis hidraulika. Seperti telah diuraikan pada bab terdahulu, pembuatan bangunan air pada sungai yang umumnya merupakan bagian dan suatu upaya pemanfaatan potensi wilayah sungai, akan menyebabkan adanya perubahan dalam hal fisik, karakteristik hidrologi maupun lingkungan. Dalam hal mi tentunya hams diusahakan agar rancangan bangunan air yang akan dibuat semaksimal mungkin dapat menekan perubahan karakteristik DAS ke arah yang merugikan baik bagi masyarakat setempat maupun terhadap kesetimbangan lingkungan. Untuk itu karakteristik hidrologi dan hidraulika yang ada pada saat sebelum bangunan air dibuat hams diketahui dan dianalisis menggunakan prosedur yang benar untuk dapat menyajikan data perencanaan yang akurat. Setiap kegiatan dalam rangka perencanaan bangunan sungai akan selalu diperlukan data hidrologi dan data hidraulika (Pedoman Perencanaan Hidrologi dan Hidraulika untuk Bangunan di sungai, 1987). Informasi penting yang umum dipakai sebagai dasar pertimbangan suatu rencana pembuatan bangunan sungai adalah karakteristik hidrologi DAS dan karakteristik hidraulika dan sungai dimana suatu bangunan air akan dibuat. Kedüa hal tersebut saling terkait yang mana perubahan yang dapat terjadi merupakan proses alami menuju kepada suatu keseimbangan barn. Dalam hal ini sifat-sifat hidarulika suatu alur sungai akan sangat tergantung kepada proses hidrologi yang ada pada DAS tersebut. Contoh yang mudah ditelaah adalah sebuah waduk serbaguna yang besar dengan konstruksi bendungan yang dibangun pada alur sungai di bagian hulu DAS. Akibat adanya waduk tersebut maka tipikal aliran sungai di bagian hilir tentunya akan sangat tergantung kepada pola operasi pelepasan air dan waduk. Demikian pula dengan proses angkutan dan pengendapan sedimen pada alur sungai di bawah waduk juga akan berubah yang menyebabkan perubahan pada sifat geometri sungai seperti kemiringan dasar dan kekasaran dasar sungai. Apabila waduk tersebut juga dimaksudkan untuk pengendalian banjir, tentunya kapasitas tampungan dan pola operasi waduk harus didasarkan pada seberapa besar tingkat pengurangan volume aliran banjir yang diinginkan, terutama pada periode Universitas Gadjah Mada

2 musim banjir. Untuk itu diperlukan analisis perkiraan volume banjir dengan menggunakan data debit dan hujan ekstrim yang pernah terjadi pada lokasi waduk. Untuk keperluan irigasi, diharapkan waduk dapat menampung air sebanyak mungkin untuk digunakan pada musim kemarau dimana kebutuhan suplai air untuk pertanian meningkat karena curah hujan sudah sangat kecil dan debit sungai juga berkurang, bahkan tidakjarang dijumpai adanya kekeringan yang cukup panjang. Beberapa waduk besar terutama di Jawa digunakan untuk keperluan pasok energi listrik (PLTA). Waduk demikian menghendaki kontinuitas potensi pelepasan air untuk menggerakkan turbin generator PLTA yang relatif tidak terlalu tergantung kepada periode musim (penghujan dan kemarau), karena kebutuhan pasok energi listrik relatif tetap, fluktuasi mungkin hanya terjadi dalam kurun waktu harian, antara siang dan malam. Secara skematis, ilustrasi singkat terkait dengan persoalan perlunya data hidrologi dan data hidraulika mi, ditunjukkan pada Gambar 2.1. Dari sedikit uraian tersebut dapat dipahami bahwa pola penggunaan air sangat bervariasi, sedangkan sifat ketersediaan air relatif tetap yang dapat diketahui dan hasil analsis hidrologi pada DAS yang ditinjau. Dalam hal penerapan analisis hidrologi untuk keperluan rancangan bangunan air, selain prosedur yang benar dan metode yang sesuai, ketersediaan data hidrologi yang memadai baik dalam hal jumlah/panjang data maupun kualitas data juga akan sangat menentukan ketelitian hasil yang didapatkan. Selain itu juga macam data dan cara-cara pengolahan data dasar untuk disiapkan sebagai masukan dalam hitungan analsis hidrologi juga hams diperhatikan. Pada bab ini akan diuraikan beberapa macam data dasar hidrologi dan cara atau metode pengolahan yang umum berlaku untuk keperluan analisis hidrologi, khususnya dalam kaitannya dengan perencanaan bangunan sungai. Sedikit tentang data hidraulika juga akan disampaikan untuk menambah pengertian keterkaitan antara kedua macam data tersebut. Termasuk dalam kelompok data hidrologi adalah: a. Sifat/karakteristik DAS, b. curah hujan, penguapan dan infiltrasi, c. debit atau aliran sungai, d. koefisien aliran, e. sedimen (macam bahan, ukuran butir, intensitas angkutan). Universitas Gadjah Mada

3 Gambar 2.1 dan Tabel 2.1 menyajikan ilustrasi singkat tentáng beberapa data dasar hidrologi dan kegunaanya. Manfaat Target analisis Flood control Pengurangan volume limpasan banjir dan debit puncak Suplai irigasi Volume tampungan air waduk pada awal musim kemarau PLTA Volume tampungan maximum dan minimum (HWL & LWL storages) Kapasitas produksi energi Iistrik Parameter rancangan Hidrograf banjir rancangan sebelum dan sesudah ada waduk Kapasitas tampungan waduk untuk peredaman banjir (Flood control storage) Ketersediaan air (debit anda- Ian) Kebutuhan air irigasi Inflow andalan Kebutuhan energi listrik Kebutuhan data hidrologi Karakteristik DAS Hujan DAS Debit sungai di A dan B Hujan di sub DAS hulu Hujan efektif di areal irigasi Evapotranspirasi Debit dia Infiltrasi, perkolasi Karakteristik DAS Hujan di sub DAS hulu Debit sungai di A Evaporasi dan evapotranspirasi

4 2.2. Karakteristik DAS Setiap bangunan yang dibuat di sungai, baik yang dibangun pada alur atau bangunan yang melintas di atas alur sungai, harus direncanakan secara baik dengan memperhatikan karakteristik DAS. Karakteristik DAS yang dimaksudkan dalam hal ini adalah meliputi tipikal bentuk geometri, luas, keadaan topografi, vegetasi dan tata guna lahan, karakteristik geoteknik dan sifat fisik tanah. DAS dibatasi oleh garis di permukaan tanah yang membentuk suatu luasan dimana limpasan permukaan akibat adanya curah hujan akan mengalir menuju sebuah sungai. Umumnya nama sebuah DAS ditetapkan dan nama sungai atau sungai utama pada DAS tertentu. Sebagai contoh kita kenal DAS Serayu di Jawa Tengah, DAS Citarum di Jawa Barat, DAS Brantas di Jawa Timur, DAS Bengawan Solo yang membentang dan Jawa Tengah sampai ke wilayah Jawa Timur, dan lain-lain. Dalam kaitannya dengan analisis aliran sungai pada periode debit besar, data bentuk DAS, topografi, jenis dan distribusi tataguna lahan serta kerapatan jaringan sungai akan sangat diperlukan untuk menentukan hidrografbanjir rancangan, yaitu liku perubahan debit terhadap waktu pada saat terjadi aliran banjir. Pada kejadian hujan yang merata, DAS yang memanjang menghasilkan hidrograf banjir yang tidak begitu meruncing, karena waktu menuju debit puncak relatif panjang. Sifat DAS ini ditandai dengan nilai waktu konsentrasi Tc (time of concentration), yaitu waktu yang diperlukan untuk pengatusan limpasan permukaan secara menyeluruh menuju alur sungai. Nilai besaran hidrologi ini tergantung dan kemiringan permukaan dan tataguna lahan DAS serta kerapatan jaringan kuras (drainage density). Penjelasan lebih rinci tentang hubungan antara karakteristik DAS dan hidrografbanjir diuraikan pada bab selanjutnya (Bab III) Curah Hujan Data curah hujan merupakan data yang penting, khususnya untuk kasus analisis pada DAS yang tidak terdapat data aliran, dimana data hujan dapat digunakan untuk perkiraan debit aliran yang terjadi pada suatu rentang periode waktu tertentu. Data curah hujan dapat berupa data curah hujan hanian atau curah hujan pada periode waktu yang lebih pendek, misal setiap menit. Data hujan tipe pentama dapat diukur dengan penakar hujan biasa terdiri dari bejana dan corong seluas 200 cm 2 yang dipasang setinggi 120 cm dan permukaan tanah. Data hujan untuk peniode pendek didapat dari alat penakar hujan otomatis ARR (automatic rainfall recorder) yang dapat merekam setiap kejadian hujan selama jangka waktu tertentu. Berdasarkan Universitas Gadjah Mada

5 mekanisme perekaman dataa hujan ada tiga jenis ARR, yaitu tipe weighing bucket, tipping bucket dan float. Tipe pertama (weighingg bucket) ) dapat menekam jumlah kumulatif hujan secara kontinyu. Alat ini tidak dilengkapi dengan sistem pengurasan otomatik. Mekanisme pencatatan data hujan dengann menggunakan alat tipe ini dijelaskan pada Gambar 2.2. Penurunan bucket akibat beban air hujan diteruskan ke pena perekam yang mencatat data hujan kontinyu nyu pada kertas grafik pembungkus silinder. Silinder berputar sesuai dengan waktu. Alat penakar hujan otomatis dengan tipping bucket digunakan untuk pengukuran khusus. Secaraa skematis, sistem kerja alat penakar hujan tipe ini ditunjukkan pada Gambar 2.3.

6 Air hujan yang tertampung ke dalam corong akan diteruskan ke saringan kemudian masuk ke dalam tipping bucket. Kapasitas bucket ini didesain khusus setara dengan 0.5 mm, sehingga apabila tampungan air hujan tercapai akan terjungkir (tipping) yang akan diteruskan dengan proses perekaman. Prinsip mekanisme kerja alat penakar hujan otomatis tipe ketiga yaitu float adalah dengan memanfaatkan gerakan naik pelampung dalam bejana akibat tertampungnya curah hujan. Pelampung ini berhubungan dengan sistem pena perekam di atas kertas berskala yang menghasilkan grafik rekaman data hujan. Alat ini dilengkapi dengan sistem pengurasan otomatis, yaitu pada saat air hujan yang tertampung telah mencapai kapasitas receivernya akan dikeluarkan dan bejana dan pena akan kembali pada posisi dasar kertas rekaman data hujan. Gambar 2.4 menyajikan ilustrasi prinsip kerja alat penakar hujan tipe float. Alat penakar hujan tersebut harus dipasang mengikuti ketentuan yang berlaku, yaitu WMO (World Meteorological Organization) atau aturan nasional yang berlaku di suatu negara tertentu. Penempatan dan pemasangan alat tersebut padaa setasiun hidrologi harus memenuhi syarat teknis sebagai berikut ini (Sri Harto, 1993). a. Penakar hujan ditempatkan pada lokasi sedemikian sehingga kecepatan angin di tempat tersebut sekecil mungkin dan terhindar dan pengaruh penangkapan air hujan oleh benda lain di sekitar alat penakar hujan.

7 b. Penempatan setasiun hujan hendaknya berjarak minimum empat kali tinggi rintangan terdekat. c. Lokasi di suatu lereng yang miring ke sam arah tertentu hendaknya dihindarkan. d. Penempatan corong penangkap hujan diusahakan dapat menghindarii pengaruh percikan curah hujan ke dalam dan disekitar alat penakar sebaiknyaa ditanami rumput atau berupa kerikil, bukan lantai beton atau sejenisnya. Dalam pemakaiannya, data curah hujan ini akan diolah untuk memperoleh intensitas hujan dan curah hujan rata-rata DAS; Untuk menentukan besarnya hujan rata-rata DAS atau sering dikatakan sebagai hujan DAS, dapat digunakan 3 cara, yaitu metode Aritmatik, Poligon Thiessen dan cara Isohyet. Masing-masing metode hitungan curah hujan DAS tersebut secara singkat diuraikan sebagai berikut ini. 1. Metode Aritmatik Curah hujan rata-rata DAS dapat ditentukan dengan menjumlahkan curah hujan dari semua tempat pengukuran untuk suatu periode tertentu dan membaginya dengan banyaknya setasiun pengukuran. Metode ini dapat dipakai pada daerah yang datar dengan jumlah setasiun hujan relatif banyak, dengan anggapan bahwa di DAS tersebut sifat curah hujannya adalah merata (uniform). Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut: dengan: P = curah hujan rata-rata, P 1, P 2,..P n = curah hujan pada setiap setasiun yang diamati, n = banyaknya setasiun curah hujan. Metode ini sangat sederhana dan mudah diterapkan, akan tetapi kurang memberikan hasil yang teliti mengingat tinggi curah hujan yang sesungguhnya tidak mungkin benar-benar merataa pada pada seluruh DAS. Utamanya di wilayah tropis termasuk di Indonesia, sifat distribusi hujan menurut ruang sangat bervariasi, sehingga untuk suatu DAS yang relatif besar, metode Aritmatik tidak cocok untuk digunakan.

8 2. Metode Poligon Thiessen Curah hujan rata-rata didapatkan dengan membuat poligon yang memotong tegak lurus pada tengah-tengah garis penghubung dua setasiun hujan. Dengann demikian setiap setasiun penakar hujan akan terletak pada suatu wilayah poligon tertutup luas tertentu. Cara ini dipandang lebih baik dan cara reráta aljabar (Aritmatik), yaitu dengan memasukan faktor luas areal yang diwakili oleh setiap setasiun hujan. Jumlah perkalian antaraa tiap-tiap luas poligon dengan besar curah hujan di setasiun dalam poligon tersebut dibagi dengan luas seluruh DAS akan menghasilkan nilai c urah h uj an rata-rata D AS. P rosedur h itungan ini dilukiskan pada persamaan (2.2) dan Gambar 2.4 berikut ini. Dimana : P F 1,..., P n A 1,..., A n = curah hujan rata-rata, = curah hujan pada setiap setasiun, = luas yang dibatasi tiap poligon. Nilai perbandingan antara luas poligon yang mewakili setiap stasiun terhadap luas total DAS tersebut disebut sebagai faktor bobot Thiessen untuk setasiun tersebut. Dengan demikian cara ini dipandang lebih baik dan pada cara rerata aijabar, karena telah memperhitungkan pengaruh letak penyebaran setasiun penakar hujan. Metode ini cocok untuk menentukan hujan rata-rata dimana lokasi setasiun tidak banyak dan hujannya tidak merata.

9 3. Metode Isohyet Metode ini menggunakan pembagian DAS dengan garis-garis yang menghubungkan tempat-tempat dengan curah hujan yang sama besar (isohyet). Curah hujan rata-rata dan daerah aliran sungai didapatkan dengan menjumlahkann perkalian antara curah hujan rata-rata di antara garis-garis isohyet dengan luas daerah yang dibatasi oleh garis batas DAS dan dua garis isohyet, kemudian dibagi dengan luas seluruh DAS. Cara ini mempunyai kelemahan yaitu apabila dikerjakan secara manual, dimana setiap kali harus mengambarkan garis isohyet yang tentunya hasilnya sangat tergantung kepada masing-masing pembuat garis. Unsur subyektivitas ini dapat dihindarkan dengan penggunaan perangkat lunak komputer yang dapat menghasilkan gambar garis isohyet berdasarkan sistem interpolasi grid, sehingga hasilnya akan sama untuk setiap input data di masing-masing setasiun hujan. Ilustrasi hitungan hujan rerata DAS menggunakan cara mi disajikan pada Gambar 2.6. Rumus hitungan hujan rerata metode isohyet dapat dituliskan sebagai berikut: dengan: P = rata-rata curah hujan, P1,..., P, = besaran curah hujan yang sama pada setiap garis isohyet, A, = luas total DAS (A1 + A An). Dalam praktek pemakaian hitungan hujan DAS tersebut, banyak digunakan cara kedua, yaitu poligon Thiessen yang dipandang lebih praktis dengan hasil cukup baik.

10 Area P1 A Area P1 A I. 2,05 0,0663 X. 2,25 0,0965 II. 2,05 0,0426 XI. 2,35 0,0468 III. 2,15 0,0166 XII. 2,45 0,0512 IV. 2,25 0,0098 XIII. 2,55 0,0417 V. 2,35 0,0027 XIV. 2,25 0,0237 VI. 2,15 0,2952 XV. 2,25 0,0563 VII. 2,25 0,0444 XVI. 2,15 0,0778 VIII. 2,35 0,0370 XVII. 2,05 0,0138 IX. 2,15 0,0776 Gambar 2.6 Hitungan hujan rerata DAS dengan metode Isohyet (Sumber : Scientific Hydrology, R.L.,Bras,1992) 2.4. Penguapan Pengertian Umum dan Kegunan Data Penguapan Penguapan merupakan salah satu proses penting yang terjadi pada daur hidrologi. Mengingat kuantitas penguapan harian relatif kecil, dalam hal tertentu dimana penguapan bukan merupakan unsur dominan, jumlah penguapan kadang tidak terlalu diperhatikan. Misalnya nya pada kasus analisis debit banjir, besarnya penguapan dari tampungan air di alur sungai umumnya diabaikan. Akan tetapi untuk keperluan irigasi, penguapan merupakan data masukan utama untuk hitungan kebutuhan air irigasi. Pada prinsipnya kebutuhan air irigasi ir di petak areal tanam terdiri dari kebutuhan

11 air tanaman (consumptive use) dan kebutuhan untuk pengelolaan lahan (field management). Kebutuhan air tanaman merupakan jumlah air yang diperlukan untuk menjaga tanaman agar dapat tumbuh secara sehat. Untuk itu, tanaman harus dijaga agar terjadi keseimbangan dalam melakukan proses fisiologis pertumbuhan, yang dalam hal ini proses utamanya adalah transpirasi melalui stomata daun. Apabila ketersediaan lengas tanah pada zona perakaran cukup, diharapkan tanaman dapat tumbuh dengan baik. Dengan kata lain pemberian air harus mencukupi jumlah air untuk mengganti evapotranspirasi, yaitu jumlah penguapan dan tubuh tanaman (transpirasi) dan dan lahan maupun muka air bebas apabila lahan dalam keadaan tergenang. Jumlah evapotranspirasi nyata tergantung pada jenis tanaman dan tahap pertumbuhan (growing stage). Untuk keperluan praktis digunakan nilai evapotranspirasi potensial sebagai nilai acuan untuk menghitung perkiraan kebutuhan air tanaman dengan mengunakan koefisien tanaman (crop coefficient). Pada kasus analisis imbangan air di waduk lapangan yang mempunyai luas tampungan relatif kecil, nilai penguapan harian menjadi masukan penting, terutama pada musim kemarau. Perhitungan menyangkut perancangan dan pengoperasian waduk lapangan akan sangat memerlukan data evaporasi yang akurat Faktor-faktor Penentu Besarnya Penguapan Penguapan (evaporation) secara singkat dapat diartikan sutau proses perubahan dari molekul air dalam bentuk zat cair ke dalam bentuk gas (Sri Harto, 1993). Proses sebaliknya yang terjadi di atas permukaan air atau di atmosfir adalah pengembunan atau kondensasi (condensation). Dalam tinjauan secara global, laju penguapan atau evaporasi umumnya dianggap sebagai laju neto yang dinyatakan sebagai selisih antara laju evaporasi dan laju kondensasi. Ada dua faktor utama yang menentukan besarnya laju evaporasi pada permukaan air terbuka/bebas, yaitu suplai energi untuk menyediakan kalor latent yang diperlukan untuk proses penguapan dan kemampuan untuk melakukan proses transport uap air ke atas permukaan air (Chow, dkk., 1988). Dalam hal ini sumber utama energi panas adalah radiasi matahari dan kapasitas proses transport uap air tergantung kepada kecepatan angin dan gradien kelembaban udara di atas permukaan air. Angin dalam hal ini berfungsi memindahkan lapisan udara yang mempunyai tingkat kelembaban tinggi yang menghambat proses penguapan. Selain itu juga ada parameter kualitas air, yaitu salinitas yang cenderung mengurangi laju penguapan (Sri Harto, 1993). Universitas Gadjah Mada

12 Proses penguapan di suatu areal tertentu yang sebenarnya terjadi adalah evaporasi langsung dari permukaan tanah dan tanaman melalui intersepsi (interception), serta penguapan air dan tanaman melalui stomata daun yang disebut dengan proses transpirasi (transpiration). Keseluruhan proses penguapan ini disebut dengan istilah evapotranspirasi (evapotranspiration) yang jumlahnya akan tergantung kepada keadaan lengas tanah (soil moisture). Apabila suplai kandungan air dalam tanah tidak terbatas, dalam pengertian proses transpirasi akan menjaminn tanaman dapat tumbuh secara normal, jumlah evapotranspirasi disebut dengan istilah evapotranspirasi potensial (potential evapotranspiration) Pengukuran Evaporasi Besarnya evaporasi dapat diperkirakan dengan pendekatan teoritis maupun dengan pengukuran langsung. Cara pertama memerlukan banyak data meteorologi dan data penunjang lain yang tidak selalu mudah didapatkan. Oleh karena itu pengukuran langsung di lapangan sering dilakukan untuk keperluan analisis secara lebih praktis. Umumnya dikehendaki nilai evaporasi atau evaporasi harian, namunn dalam hal tertentu kadang diinginkan pula informasi distribusi data dalam jam-jaman. Untuk mengukur besarnya evaporasi dapat digunakan beberapa alat sebagai berikut ini (Sri Harto, 1993). 1. Atmometer Alat pengukur evaporasi ini cukup sederhana, berupa bejana berpori yang diisi air. Besarnya penguapan dalam jangka waktu tertentu, misalnya harian didapatkan dari nilai selisih pembacaan sebelum dan sesudah percobaan. Beberapa jenis atmometer antara lain Fiche, Livingstone dan Black Bellani.

13 2. Evaporation Pan Untuk mengukur evaporasi dan muka air bebas dapat digunakan panci penguapan (evaporation pan). Terdapat tiga macam panci penguapan yang sering digunakan, yaitu panci penguapan klas A (class A evaporation pan), panci penguapan tertanam (sunken evaporation pan) dan panci penguapan terapung (floating evaporation pan). Pada prinsipnya pengukuran evaporasi dengan ketiga macam alat tersebut sama, yaitu dengan pembacaan tinggi muka air di panci pada dua saat yang berbeda sesuai dengan interval waktu pengukuran yang diinginkan. Pada setiap pengamatan umumnya juga dilakukan pengukuran temperatur air. Pan evaporasi lebih sering digunakan untuk mengukur evaporasi harian yang dinyatakan dalam mm/hari. Ilustrasi cara pemasangan panci evaporasi klas A ditunjukkan pada Gambar 2.8. Maksud pemasangan bejanaa logam di atas rangka kayu adalah agar pengaruh turbulensi angin dapat dikurangi, karena akan mempengaruhi laju penguapan. Mengingat cara pengukuran tidak dapat mewakili keadaan yang sebenarnya, hasil pengukuran dengan panci evaporasi akan selalu lebih besar dan nilai penguapan yang sesungguhnya. Kejadian tersebut karena beberapa hal berikut (Sri Harto, 1993): a. luas permukaan air di panci penguapan relatif sempit dan tidak terdapatt pengaruh gelombang di permukaan air, serta turbulensi udara di permukaan lebih kecil, b. terdapat perbedaan kemampuan massa air untuk menyimpan panas (heat storage capacity) antara panci penguapan dan danau atau massa air yang lebih besar, c. terjadinya pertukaran panas (heat exchange) antara panci penguapan dengan tanah, air dan udara di sekitarnya. Untuk itu, nilai penguapan yang sesungguhnya dapat diperkirakan dengan mengalikan koefisien panci (pan coefficient) yang besarnya antara tergantung dan spesifikasi alat. Penggunaan alat panci penguapan tertanam didasari pada kelemahan panci klas A tersebut, yaitu dengan upaya memperhitungkan pengaruh latent heat

14 yang terdapat dalam tanah di sekitar massa air yang menguap dengan cara memasang panci masuk ke bawah permukaan tanah. Sebagai contoh adalah Colorado sunken pan seperti dapat dilihat pada Gambar 2.9. Koefisien panci alat ini besarnya Untuk panci terapung, pada dasarnya bentuk alat mirip dengan tipe lain. Alat tipe ini dapat digunakan untuk mengukur penguapan di danau atau waduk dimana alat diapungkan di atas ponton yang diikat dengan angker dan dilengkapi dengan kisi-kisi untuk mencegah terjadinya percikan air (splashing) ke dalam panci penguapan. Ilustrasi pemasangan alat tipe ini disajikan pada Gambar Perkiraan Evaporasi dengan Pendekatan Teoritik Seperti telah disinggung pada uraian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi laju penguapan, pendekatan teoritik untuk perkiraan nilai penguapan memerlukan data parameter klimatologi. Data tersebut meliputi temperatur udara (T), kelembaban relatif udara atau relative humidity (RH), kecepatan angin pada ketinggian tertentu, yang umumnya diukur pada ketinggian 2 m di atas permukaan tanah (U 2 ), lama penyinaran matahari atau sunshine duration dalam jam (n), lama penyinaran matahari maksimum

15 pada suatu hari tertentu di lokasi pengukuran (N), radiasi matahari (Rn) dan kemungkinan data lain tergantung pada pendekatan yang digunakan untuk menurunkan rumus empiris hitungan evaporasi. Pada diktat ini tidak akan diuraikan secara rinci tentang formulasi beberapa rumus empiris yang umum dikenal dalam bidang hidrologi. Pembaca dapat merunut pustaka yang memuat penurunan rumus-rumus tersebut. Setidaknya ada 3 prinsip pendekatan hitungan evaporasi, yaitu persamaan keseimbangan air (water balance), persamaan keseimbangan energi (energy balance method) dan Aerodynamic method. Pendekatan Water Balance Cara ini sangat sederhana dengan rumus berikut ini (Sri Harto, 1993). I = 0 ± S dengan I = total inflow, 0 = total outflow, S = selisih jumlah tampungan. Dalam penerapannya rumus di atas sering dijumpai kesulitan, karena tidak setiap komponen imbangan air dapat dipantau dan diukur dengan teliti, terutama nilai S. Rumus tersebut sangat memungkinkan untuk dipakai pada analysis untuk mendapatkan perkiraan nilai evaporasi yang tidak perlu sangat akurat atau kondisi dimana nilai S sangat kecil mendekati nol. Pendekatan Energy Balance Method Sumber energi panas untuk proses penguapan pada permukaan air adalah perubahan panas neto (net radiation flux) di permukaan bumi (Rn). Besarnya Rn merupakan selisih antara serapan panas efektif di permukaan bumi dan pancaran panas ke udara (emitted radiation) seperti dijelaskan pada rumus dan Gambar 2.11 berikut ini. Rn=R i (1 - ) - R e di mana R i adalah panas yang sampai di permukaan bumi yang sebagian dipantulkan dengan faktor refleksi atau albedo danjuga adanya pancaran panas ke udara R e. Universitas Gadjah Mada

16 Selanjutnya laju penguapan dapat diperkirakan dengan memperhitungkan perubahan panas internal akibat proses penguapan air dengan rumus berikut (Chow, dkk., 1988): dengan E = laju evaporasi (mm/hari), l v w = panas latent untuk penguapan (J/kg), = massa jenis air (kg/m 3 ), Rn = radiasi neto (W/m 2 ), Hs = suplai panas ke aliran udara (W/m 2 ), G = suplai panas ke dalam tanah (W/m 2 ). Berdasarkan prinsip pendekatan keseimbangan energi dan hukum Dalton telah dikembangkan rumus empiris Penman yang banyak digunakan untuk hitungan evaporasi dan evapotranspirasi. Dalarn perkernbangannya, untuk keperluan praktis bahkan telah dibuat nornogram Penman untuk hitungan penguapann dengan rnernperhitungkan faktor kelembaban udara (RH), larna penyinaran matahari (n), temperatur udara (7), panas radiasi atau nilai Angot (Ra) dan kecepatan angin 2m di atas tanah (U2). Uraian lebih rinci dapat dilihat pada buku Analisis Hidrologi (Sri Harto, Br., 1993). Pendekatan Aerodynamic Method Selain suplai enegi panas, faktor lain yang mengontrol laju evaporasi adalah kemampuan untuk memindahkan uap air dan permukaan air. Proses pemindahan uap air ini akan tergantung kepada besarnya pertambahan kelembaban arah vertikal (gradient of humidity) dan kecepatan angin di udara dekat permukaan air. Kedua proses tersebut dapat dianalisis dengan menggunakan persamaan perpindahan massa

17 dan momentum di udara. Penurunan rumus hitungan evaporasi dengan cara ini menghasilkan persamaan berikut (Chow, dkk., 1988): dengan Ea = evaporasi dari muka air bebas selama periode pengamatan, B = faktor empiris tergantung kepada konstanta von Karman (k), rapat massa udara (p a ), rapat massa air (p w ) kecepatan angin pada 2 m di atas permukaan (U 2 ) dan tekanan udaraa ambient (p), e as e a = tekanan uap jenuh di udara pada temperatur sama dengan temperatur air, = tekanan uap nyata pada ketinggian pengamatan Rumus Hitungan Perkiraan Evapotranspirasi Hitungan perkiraan laju evapotrasnpirasi, yaitu jumlah evaporasi dari permukaan tanah dan transpirasi dari tanaman juga diturunkan dengan memperhatikan faktor-faktor seperti halnya pada penurunan rumus evaporasi. Faktor lain yang diperhitungkan adalah suplai lengas tanah pada zona penguapan. Mengingat evapotranspirasi tergantung pada jenis dan tahap pertumbuhan tanaman, maka digunakan acuan hitungan yaitu evapotranspirasi tanaman acuan (reference crop evapotranspiration) yang didefinisikan sebagai berikut (Doorenbos dan Pruitt, 1977): Laju evapotranspirasi dan hamparan tanaman rumput dengan tinggi merata sama yang tumbuh normal dengan suplai airyang cukup. Nilai evapotranspirasii potensial suatu jenis tanaman pada periode tumbuh tertentu (E 10 ) didapat dengan mengalikan evapotranspirasi tanaman acuan (E tr ) dengan koefisien tanaman (k c ). Memperhatikan kondisi lengas tanah (soil moisture), nilai evapotranspirasi nyata (E t ) didapat dari perkalian antara E 10 dan koefisien tanah (k s ). Salah satu contoh rumus hitungan evapotranspirasi potensial dengan menggunakan indeks panas bulanan adalah rumus Thornthwaite sebagai berikut mi (Sri Harto, 1993).

18 10t a PE*=1.6 J 12 J= j n 1 tn j n = 5 dengan PE* = evapotranspirasi potensial tahunan, J = indeks panas tahunan, j n = indeks panas bulanan pada bulan ke n, t n = suhu rerata pada bulan ke n, t a = suhu rerata tahunan, = konstanta. Rumus lain untuk memperkirakan nilai evapotranspirasi potensial berdasarkan gabungan pendekatan cara energy balance method dan aerodynamic method juga banyak dikembangkan. Salah satu rumus yang sering dipakai di Indonesia dan beberapa negara Asia adalah rumus Penman. Pembaca dapat mempelajari lebih detil tentang rumus penman tersebut dari beberapa pustaka yang tercantum pada diktat ini Infiltrasi Pengertian Umum Infiltrasi adalah proses masuknya air ke bawah permukaan tanah. Kalau kita cermati kembali ilustrasi seperti di tunjukkan pada Gambar 1.1, dapat dimengerti bahwa infiltrasi merupakan salah satu komponen penting dari daur hidrologi. Besarnya infiltrasi merupakan informasi penting sebagai masukan dalam hitungan pengalihragaman hujan menjadi aliran yang mana jumlah dan laju limpasan permukaan sangat ditentukan oleh faktor kehilangan air akibat proses infiltrasi. Besamya infiltrasi dapat dinyatakan dalam kapasitas infiltrasi (infiltration capacity) dan laju infiltrasi (infiltration rate). Kapasitas infiltrasi adalah nilai laju infiltrasi maksimum untuk suatu jenis tanah dengan sifat tertentu, sedangkan laju infiltrasi merupakan kecepatan infiltrasi nyata yang diukur pada saat tertentu. Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya laju infiltrasi adalah kondisi permukaan tanah, vegetasi penutup lahan, karakteristik tanah seperti porositas, konduktivitas hidraulik (hydraulic conductivity) dan kelengasan tanah (soil moisture). Oleh karena itu, laju infiltrasi juga Universitas Gadjah Mada

19 akan bervariasi secara vertikal mengikuti distribusi lapisan tanah. Pada lapisan dengan pori-pori kecil, gerakan air vertikal ke bawah akibat gaya gravitasi akan mendapat hambatan akibat gaya geser yang lebih besar. Pada lapisan dengan pori-pori besar, pengaruh gaya kapiler yang menarik butir-butir air ke pori-pori terdekat sangat minim, sehingga pengaruh gaya gravitasi Iebih dominan. Dengan demikian laju infiltrasi terkait dengan 3 proses berikut: a. masuknya air melewati permukaan tanah, b. tampungan air di lapisan bawah permukaan tanah yang mempengaruhi kelengasan tanah, c. pergerakan air di dalam lapisan tanah. Apabila kondisi lengas tanah memungkinkan, akibat gaya gravitasi proses infiltrasi di bagian lapisan bawah akan diteruskan secara vertikal ke bawah menuju zona air tanah. Proses mi disebut dengan perkolasi (percolation) Pengukuran Infiltrasi Dalam kaitannya dengan analisis hidrologi, informasi yang diperlukan adalah laju infiltrasi yang berubah dengan waktu. Untuk mendapatkan data tersebut pengukuran laju infiltrasi pada suatu tempat tertentu dapat dilakukan dengan 2 cara, yaiu pengukuran langsung di lapangan dan dengan pendekatan menggunakan analisis hidrograf (Sri Harto, 1993). Pengukuran lapangan Cara pertama dapat dilakukan dengan menggunakan alat berikut: a. single ring infiltrometer, b. double ring infiltrometer, c. rainfall simulator. Universitas Gadjah Mada

20 Single Ring infiltrometer berupa silinder baja yang dimasukkan ke dalam tanah dan dilengkapi dengan skala dalam mm dan hook gauge untuk mengukur penurunan muka air yang diisikan ke dalam silinder baja yang diamati dalam rentang waktu tertentu. Prinsip pengukuran infiltrasi dengan double ring infiltrometer sama dengan single ring infiltrometer, hanya saja digunakan 2 buah silinder baja untuk menahan rembesan air ke arah horisontal dengan cara mengisi air pada ruang di antara dua silinder baja. Gambar 2.12 menyajikan ilustrasi pengukuran laju infiltrasi menggunakan double ring infiltrometer. Rainfall simulator dapat digunakan untuk mengetahui sifat infiltrasi dan karakteristik hidrograf untuk berbagai keadaan DAS (Sri Harto, 1993). Alat mi terdiri dan sam set sprinkler nozzle yang berfungsi untuk membuat hujan tiruan dengan cara memancarkan air ke dalam suatu bidang tanah sample pada suatu daerah aliran dan petak tanah terisolasi dari bidang tanah di sekitarnya sehingga limpasan dapat diukur dengan teliti. Prosedur pengukuran ditempuh dengan cara sebagai berikut ini (J. Martha W dan W. Adidarma, 1982). a. Hujan buatan diberikan dengan intensitas tertentu sedemikian sehingga nilainya konstan dan lebih besar dari perkiraan kapasitas infiltrasi (i> ). b. Sebagian air yang tidak terinfiltrasi (i-f p ) akan mengalir di permukaan dan dapat diukur untuk dihitung sebagai limpasan q dalam intensitas (mm/jam). c. Nilai hasil pengukurann q dan i diplot terhadap waktu untuk menggambarkan grafik perubahan laju limpasan q sampai keadaan dimana laju infiltrasi konstan dan limpasanjuga konstan (q) seperti dilukiskan pada gambar berikut:

21 d. Sesudah hujan buatan dihentikan limpasan tidak akan langsung berhenti, tetapi akan mengalami resesi karena masih ada sisa air tentahan di permukaan sebagai air detensi (detention). e. Selama masih ada air di permukaan tanah maka infiltrasi masih terus terjadi, meskipun lajunya akan berkurang. Dengan asumsi bahwa penurunan infiltrasi linier terhadap penurunan limpasan maka dapat diperoleh rumusan berikut: Dengan f dan q masing-masing adalah laju infiltrasi dan limpasan pada saat hujan dihentikan, sedangkan f,. dan qr masing-masing adalah laju infiltrasi dan limpasan pada saat resesi. f. Volume total dan limpasan dan infiltrasi pada saat resesi sama dengan simpanan (storage) air yang terjadi pada awal percobaan. Sehingga kurva laju infiltrasi ( ) dapat dikoreksi untuk mendapatkan kurva yang sesungguhnya, yaitu dengan menarik kurva yang menyatakan laju storage awal di mana volume storage awal (S) sama dengan jumlah volume limpasan dan infiltrasi pada saat resesi seperti dilukiskan pada Gambar Pengukuran dengan analisiss hidrograf Penggunaan cara analisis hidrograf dimaksudkan untuk memperkirakan nilai rerata dan laju infiltrasi yang terjadi selama hujan berlangsung pada suatu DAS tertentu. Memperhatikan ilustrasi daur hidrologi seperti pada Gambar 1.1, debit sungai

22 yang terjadi pada saat ada hujan terbentuk dari empat komponen aliran, yaitu hujan yang jatuh langsung ke alur sungai (channel precipitation), aliran permukaan (surface runoff, aliran antara (interfiow) dan aliran dasar (base flow). Analisis hidrograf debit sungai dapat disederhanakan dengan memisahkan komponen aliran menjadi dua bagian, yaitu limpasan langsung (direct runoff) yang terdiri dari limpasan permukaan dan aliran antara serta aliran dasar. Komponen aliran dasar dianggap akibat proses s infiltrasi, sehingga jumlah volumenya dapat disamakan dengan jumlah air hujan yang terinfiltrasi. Dengan anggapan ini dapat dicari laju infiltrasi konstan selama hujan terjadi yang disebut dengan indeks phi (phi index). Prosedur penentuan nilai indeks phi dapat dilakukan dengan cara seperti ditunjukkan pada Gambar Perlu ditekankan lagi bahwa cara di atas didasari anggapan bahwa laju infiltrasi konstan selama hujan berlangsung. Untuk keperluan analisis yang menghendaki keluaran akurat cara tersebut t tidak dapat dipergunakan. Beberapa rumus empiris yang mencoba menjelaskan karakteristik perubahan laju infiltrasi telah banyak dikembangkan. Salah satu rumus yang cukup dikenal adalah persamaan Horton (1939) sebagai berikt ini. f kt ( t) = f + ( f f ). e c 0 c

23 dengan f(t) = fc = fo = k = laju infiltrasi pada saat t diukur dan awal percobaan, laju infiltrasi konstan, laju infiltrasi pada saat awal pengukuran, konstanta penurunan laju infiltrasi. Philip (1969) mengembangkan rumus lain yang mirip persamaan Horton dengan memperhitungkan perubahan lengas tanah. Pendekatan teoritis dengan memperhitungkan konduktivitas hidraulik juga telah dikembangkan periode sebelumnya oleh Green dan Ampt (1911) Debit Ahran Sungai Data aliran merupakan data pokok dalam kaitannya dengan analisis hidrologi untuk penentuan potensi ketersediaan air pada suatu DAS. Informasi ketersediaan air ini penting untuk masukan rencana pemanfaatan sumberdaya air terkait dengan rancangan kapasitas bangunan air yang diperlukan. Dengan mengetahui data aliran sungai, potensi ketersediaan air dapat diperkirakan. Dalam rangka penanganan persoalan banjir diperlukan studi hidrologi untuk mengetahui karakteristik debit banjir. Umumnya dikehendaki hidrograf banjir rancangan untuk keperluan perencanaan bangunan pengendali banjir seperti tanggul banjir, saluran pengelak, bendung gerak dan lain-lain. Apabila tersedia catatan data debit banjir ekstrim yang panjang (lebih dan 20 tahun), maka tanpa menggunakan data curah hujan dan parameter fisik DAS dapat ditentukan nilai debit banjir rancangan dengan pendekatan statistik. Dalam hal tertentu diinginkan hidrograf banjir dengan parameter aliran yang diperlukan adalah: debit puncak, waktu capai puncak aliran, volume air banjir dan tinggi muka air banjir. Koefisien aliran adalah perbandingan antara volume aliran permukaan dan volume curah hujan yang terjadi untuk kurun waktu tertentu. Nilai koefisien aliran dipengaruhi oleh karakteristik DAS dan fungsi lahan. Parameter sifat fisik tanah yang sangat menentukan adalah kapasitas infiltrasi yang tergantung kepada karakteristik geoteknik dan penutupan lahan di DAS. Nilai koefisien aliran dapat berubah dan waktu ke waktu sesuai dengan perubahan kondisi DAS, terutama kelembaban tanah dan tataguna lahan. Biasanya nilai koefisien aliran diambil untuk tanah dalam keadaan jenuh pada waktu penuulaan hujan (dengan pertimbangan lebih aman). Untuk menentukan besamya pengaruh dan masing-masing faktor tersebut sangat sulit, sehingga dalam praktek penentuan Universitas Gadjah Mada

24 besarnya koefisien aliran didasarkan pada pertimbangan faktor-faktor tersebut secara keseluruhan. Tabel 2.2 menyajikan contoh nilai koefisien aliran yang dapat digunakan dalam hitungan analisis hidrologi. Tabel 2.2 Nilai koefisien aliran berdasarkan karakteristik DAS dan tataguna lahan Sumber: Applied Hydrology (Chow dkk, 1988) 2.7. Data Hidraulika Dalam konteks persoalan perancangan bangunan di sungai, data hidraulika yang diperlukan adalah data tentang morfologi sungai yang mencakup geometri sungai dan sifat atau perilaku sungai. Geometri atau bentuk sungai dapat berubah dalam dimensi ruang (vertikal, horisontal) dan waktu sebagai akibat dan perubahan morfologi sungai. Data geometri sungai yang umum dipergunakan untuk perancangann bangunan di sungai adalah:

25 a. panjang, b. lebar, c. kemiringan dasar d. kekasaran tebing dan dasar. Data tersebut dapat diperoleh dengan pengukuran secara langsung di lapangan, menggunakan peta topografi atau dengan penginderaan jauh. Khusus untuk koefisien kekasaran, dapat diperoleh berdasarkan hasil pengukuran langsung, atau dengan menggunakan besaran yang bersumber dan pustaka yang umum dipakai. Tabel 2.3 menyajikan contoh oh harga koefisien kekasaran untuk beberapa kondisi saluran. Sumber: Applied Hydrology (Chow dkk, 1988) Contoh penggunaan data-data tersebut pada kegiatan perancangan bangunan di sungai dapat dilihat pada uraian di bab selanjutnya.

Evapotranspirasi (evapotranspiration)

Evapotranspirasi (evapotranspiration) PENGUAPAN Kompetensi: Memahami tentang dasar- dasar hidrologi, parameter hidrologi (hujan, klimatologi dan aliran), metode-metode analisis serta aplikasinya dalam rekayasa teknik sipil. Sub Kompetensi:

Lebih terperinci

III. FENOMENA ALIRAN SUNGAI

III. FENOMENA ALIRAN SUNGAI III. FENOMENA ALIRAN SUNGAI 3.1. Pengantar Pada bab ini akan ditinjau permasalahan dasar terkait dengan penerapan ilmu hidrologi (analisis hidrologi) untuk perencanaan bangunan di sungai. Penerapan ilmu

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F14104021 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Hidrologi adalah ilmu yang menjelaskan tentang kehadiran dan gerakan air di alam, yang meliputi bentuk berbagai bentuk air, yang menyangkut perubahan-perubahannya antara

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI iii MOTTO iv DEDIKASI v KATA PENGANTAR vi DAFTAR ISI viii DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN xiv DAFTAR

Lebih terperinci

IV. PENGUAPAN (EVAPORATION)

IV. PENGUAPAN (EVAPORATION) IV. PENGUAPAN (EVAPORATION) Penguapan (E) merupakan suatu proses berubahnya molekul air di permukaan menjadi molekul uap air di atmosfer. Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap besarnya penguapan,

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK & MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

JURUSAN TEKNIK & MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN Kompetensi dasar Mahasiswa mampu melakukan analisis evapotranspirasi pengertian dan manfaat faktor 2 yang mempengaruhi evapotranspirasi pengukuran evapotranspirasi pendugaan evapotranspirasi JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Gadjah Mada

I. PENDAHULUAN. Universitas Gadjah Mada I. PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Umum Air merupakan bahan yang paling banyak tersedia di bumi. Zat air juga merupakan unsur utama pembentuk semua makhluk hidup dan merupakan faktor utama yang menentukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang terjadinya, pergerakan dan distribusi air di bumi, baik di atas maupun di bawah permukaan bumi, tentang sifat fisik,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 1.2 RUMUSAN MASALAH Error Bookmark not defined. 2.1 UMUM Error Bookmark not defined.

DAFTAR ISI. 1.2 RUMUSAN MASALAH Error Bookmark not defined. 2.1 UMUM Error Bookmark not defined. HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN MOTTO KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI ABSTRAK BAB IPENDAHULUAN DAFTAR ISI halaman i ii iii iv v vii

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi 2.1.1 Curah hujan rata-rata DAS Beberapa cara perhitungan untuk mencari curah hujan rata-rata daerah aliran, yaitu : 1. Arithmatic Mean Method perhitungan curah

Lebih terperinci

BAB III HUJAN DAN ANALISIS HUJAN

BAB III HUJAN DAN ANALISIS HUJAN BAB III HUJAN DAN ANALISIS HUJAN Novitasari,ST.,MT TIU TIK TIU & TIK : Hidrologi Terapan merupakan matakuliah untuk memahami tentang aplikasi hidrogi terapan dan aplikasinya dalam rekayasa teknik sipil.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Pada umumnya ketersediaan air terpenuhi dari hujan. Hujan merupakan hasil dari proses penguapan. Proses-proses yang terjadi pada peralihan uap air dari laut ke

Lebih terperinci

Misal dgn andalan 90% diperoleh debit andalan 100 m 3 /det. Berarti akan dihadapi adanya debit-debit yg sama atau lebih besar dari 100 m 3 /det

Misal dgn andalan 90% diperoleh debit andalan 100 m 3 /det. Berarti akan dihadapi adanya debit-debit yg sama atau lebih besar dari 100 m 3 /det DEBIT ANDALAN Debit Andalan (dependable discharge) : debit yang berhubungan dgn probabilitas atau nilai kemungkinan terjadinya. Merupakan debit yg kemungkinan terjadinya sama atau melampaui dari yg diharapkan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air TINJAUAN PUSTAKA Neraca Air Neraca air adalah model hubungan kuantitatif antara jumlah air yang tersedia di atas dan di dalam tanah dengan jumlah curah hujan yang jatuh pada luasan dan kurun waktu tertentu.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman JUDUL PENGESAHAN PERSEMBAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman JUDUL PENGESAHAN PERSEMBAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR ix DAFTAR ISI Halaman JUDUL i PENGESAHAN iii MOTTO iv PERSEMBAHAN v ABSTRAK vi KATA PENGANTAR viii DAFTAR ISI ix DAFTAR TABEL xiii DAFTAR GAMBAR xvi DAFTAR LAMPIRAN xvii DAFTAR NOTASI xviii BAB 1 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB III HUJAN DAN ANALISIS HUJAN

BAB III HUJAN DAN ANALISIS HUJAN III HUJN N NLISIS HUJN Novitasari,ST.,MT Kompetensi kompetensi: Hidrologi Terapan merupakan matakuliah untuk memahami tentang aplikasi hidrogi terapan dan aplikasinya dalam rekayasa teknik sipil. Sub kompetensi:

Lebih terperinci

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE Untuk merancang suatu sistem drainase, yang harus diketahui adalah jumlah air yang harus dibuang dari lahan dalam jangka waktu tertentu, hal ini dilakukan untuk menghindari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memperkirakan debit aliran sungai pada periode banjir sering dilakukan pada pekerjaan perancangan bangunan air seperti perancangan tanggul banjir, jembatan, bendung

Lebih terperinci

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*)

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*) PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS Oleh: Suryana*) Abstrak Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dilakukan secara integratif dari komponen biofisik dan sosial budaya

Lebih terperinci

BAB 3 PRESIPITASI (HUJAN)

BAB 3 PRESIPITASI (HUJAN) BAB 3 PRESIPITASI (HUJAN) PRESIPITASI (HUJAN) Bila udara lembab bergerak keatas kemudian menjadi dingin sampai melalui titik embun, maka uap air didalamnya mengkondensir sampai membentuk butir-butir air.

Lebih terperinci

REKAYASA HIDROLOGI II

REKAYASA HIDROLOGI II REKAYASA HIDROLOGI II PENDAHULUAN TIK Review Analisis Hidrologi Dasar 1 ILMU HIDROLOGI Ilmu Hidrologi di dunia sebenarnya telah ada sejak orang mulai mempertanyakan dari mana asal mula air yang berada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di II. TINJAUAN PUSTAKA A. Embung Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di Daerah Pengaliran Sungai (DPS) yang berada di bagian hulu. Konstruksi embung pada umumnya merupakan

Lebih terperinci

BAB I SIKLUS HIDROLOGI. Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air.

BAB I SIKLUS HIDROLOGI. Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air. BAB I SIKLUS HIDROLOGI A. Pendahuluan Ceritakan proses terjadinya hujan! Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air. Tujuan yang ingin dicapai

Lebih terperinci

Sungai dan Daerah Aliran Sungai

Sungai dan Daerah Aliran Sungai Sungai dan Daerah Aliran Sungai Sungai Suatu alur yang panjang di atas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari hujan disebut alur sungai Perpaduan antara alur sungai dan aliran air di dalamnya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... iii. LEMBAR PENGESAHAN... iii. PERNYATAAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... iii. LEMBAR PENGESAHAN... iii. PERNYATAAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... iii LEMBAR PENGESAHAN... iii PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix INTISARI... xi ABSTRACT... xii BAB 1 PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infiltrasi Menurut Munaljid dkk. (2015) infiltrasi adalah proses masuknya air dari atas (surface) kedalam tanah. Gerak air di dalam tanah melalui pori pori tanah dipengaruhi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lingkungan Masjid Al-Wasi i Universitas Lampung

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lingkungan Masjid Al-Wasi i Universitas Lampung III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di lingkungan Masjid Al-Wasi i Universitas Lampung pada bulan Juli - September 2011. 3.2 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang

Lebih terperinci

Universitas Gadjah Mada

Universitas Gadjah Mada II. DAUR HIDROLOGI A. Siklus Air di Bumi Air merupakan sumberdaya alam yang sangat melimpah yang tersebar di berbagai belahan bumi. Di bumi terdapat kurang lebih 1,3-1,4 milyard km 3 air yang terdistribusi

Lebih terperinci

PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI

PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI SIKLUS HIDROLOGI Siklus Hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Hidrologi Siklus hidrologi adalah sebuah proses pergerakan air dari bumi ke armosfer dan kembali lagi ke bumi yang berlangsung secara kontinyu (Triadmodjo, 2008). Selain

Lebih terperinci

Evapotranspirasi Rekayasa Hidrologi Universitas Indo Global Mandiri

Evapotranspirasi Rekayasa Hidrologi Universitas Indo Global Mandiri Evapotranspirasi Rekayasa Hidrologi Universitas Indo Global Mandiri 1 Evapotranspirasi adalah. Evaporasi (penguapan) didefinisikan sebagai peristiwa berubahnya air menjadi uap dan bergerak dari permukaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hidrologi Siklus hidrologi menunjukkan gerakan air di permukaan bumi. Selama berlangsungnya Siklus hidrologi, yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PERSEMBAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv MOTTO...... vi ABSTRAK...... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR NOTASI... xi DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR

Lebih terperinci

Oleh Listumbinang Halengkara, S.Si.,M.Sc. Prodi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila

Oleh Listumbinang Halengkara, S.Si.,M.Sc. Prodi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila Oleh Listumbinang Halengkara, S.Si.,M.Sc. Si Sc 2 0 1 3 Prodi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila PRESIPITASI Presipitasi it iadalah curahan atau jatuhnya air dari atmosfer kepermukaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Evapotranspirasi Tanaman Acuan Persyaratan air tanaman bervariasi selama masa pertumbuhan tanaman, terutama variasi tanaman dan iklim yang terkait dalam metode

Lebih terperinci

II. IKLIM & METEOROLOGI. Novrianti.,MT_Rekayasa Hidrologi

II. IKLIM & METEOROLOGI. Novrianti.,MT_Rekayasa Hidrologi II. IKLIM & METEOROLOGI 1 Novrianti.,MT_Rekayasa Hidrologi 1. CUACA & IKLIM Hidrologi suatu wilayah pertama bergantung pada iklimnya (kedudukan geografi / letak ruangannya) dan kedua pada rupabumi atau

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL 4.1. Analisis Curah Hujan 4.1.1. Ketersediaan Data Curah Hujan Untuk mendapatkan hasil yang memiliki akurasi tinggi, dibutuhkan ketersediaan data yang secara kuantitas dan kualitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Bab Metodologi III TINJAUAN UMUM

BAB III METODOLOGI. Bab Metodologi III TINJAUAN UMUM III 1 BAB III METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM Metodologi adalah suatu cara atau langkah yang ditempuh dalam memecahkan suatu persoalan dengan mempelajari, mengumpulkan, mencatat dan menganalisa semua data-data

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan Curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu (Arsyad, 2010). Menurut Tjasyono (2004), curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jagung Jagung merupakan tanaman yang dapat hidup di daerah yang beriklim sedang sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat membutuhkan sinar matahari

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 12 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. TINJAUAN UMUM Irigasi adalah pemberian air secara buatan untuk memenuhi kebutuhan pertanian, air minum, industri dan kebutuhan rumah tangga. Sumber air yang digunakan untuk

Lebih terperinci

Dr. Ir. Robert J. Kodoatie, M. Eng 2012 BAB 3 PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN AIR

Dr. Ir. Robert J. Kodoatie, M. Eng 2012 BAB 3 PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN AIR 3.1. Kebutuhan Air Untuk Irigasi BAB 3 PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN AIR Kebutuhan air irigasi adalah jumlah volume air yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan evapotranspirasi, kehilangan

Lebih terperinci

ANALISA KETERSEDIAAN AIR

ANALISA KETERSEDIAAN AIR ANALISA KETERSEDIAAN AIR 3.1 UMUM Maksud dari kuliah ini adalah untuk mengkaji kondisi hidrologi suatu Wilayah Sungai yang yang berada dalam sauatu wilayah studi khususnya menyangkut ketersediaan airnya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hujan / Presipitasi Hujan merupakan satu bentuk presipitasi, atau turunan cairan dari angkasa, seperti salju, hujan es, embun dan kabut. Hujan terbentuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

MINI RISET METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI PERHITUNGAN CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE

MINI RISET METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI PERHITUNGAN CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE MINI RISET METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI PERHITUNGAN CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE DISUSUN OLEH : Nama : Winda Novita Sari Br Ginting Nim : 317331050 Kelas : B Jurusan : Pendidikan Geografi PEDIDIKAN

Lebih terperinci

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...) Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...) Disampaikan pada PELATIHAN PENGELOLAAN DAS (25 November 2013) KERJASAMA : FORUM

Lebih terperinci

Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi

Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi Daur Siklus Hidrologi Siklus hidrologi adalah perputaran air dengan perubahan berbagai bentuk dan kembali pada bentuk awal. Hal ini menunjukkan bahwa volume

Lebih terperinci

REKAYASA HIDROLOGI. Kuliah 2 PRESIPITASI (HUJAN) Universitas Indo Global Mandiri. Pengertian

REKAYASA HIDROLOGI. Kuliah 2 PRESIPITASI (HUJAN) Universitas Indo Global Mandiri. Pengertian REKAYASA HIDROLOGI Kuliah 2 PRESIPITASI (HUJAN) Universitas Indo Global Mandiri Pengertian Presipitasi adalah istilah umum untuk menyatakan uap air yang mengkondensasi dan jatuh dari atmosfer ke bumi dalam

Lebih terperinci

Surface Runoff Flow Kuliah -3

Surface Runoff Flow Kuliah -3 Surface Runoff Flow Kuliah -3 Limpasan (runoff) gabungan antara aliran permukaan, aliran yang tertunda ada cekungan-cekungan dan aliran bawah permukaan (subsurface flow) Air hujan yang turun dari atmosfir

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir III-1 BAB III METODOLOGI 3.1. Tinjauan Umum Metodologi yang digunakan dalam penyusunan Tugas Akhir dapat dilihat pada Gambar 3.1. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir III-2 Metodologi dalam perencanaan

Lebih terperinci

HUJAN (PRECIPITATION)

HUJAN (PRECIPITATION) III. HUJAN (PRECIPITATION) 3.1 Umum Dari daur (siklus) hidrologi terlihat bahwa air yang berada di bumi baik langsung maupun tidak langsung berasal dari air hujan (precipitation). Dengan demikian untuk

Lebih terperinci

Bab III TINJAUAN PUSTAKA

Bab III TINJAUAN PUSTAKA aliran permukaan (DRO) Bab II BAB II Bab III TINJAUAN PUSTAKA Bab IV 2. 1 Umum Hidrologi adalah suatu ilmu tentang kehadiran dan gerakan air di alam. Pada prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti

Lebih terperinci

Studi Optimasi Operasional Waduk Sengguruh untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air

Studi Optimasi Operasional Waduk Sengguruh untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air Tugas Akhir Studi Optimasi Operasional Waduk Sengguruh untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air Oleh : Sezar Yudo Pratama 3106 100 095 JURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) (catchment, basin, watershed) merupakan daerah dimana seluruh airnya mengalir ke dalam suatu sungai yang dimaksudkan. Daerah ini umumnya

Lebih terperinci

Bab V PENGELOLAAN MASALAH BANJIR DAN KEKERINGAN

Bab V PENGELOLAAN MASALAH BANJIR DAN KEKERINGAN Bab V ENGELOLAAN MASALAH BANJIR DAN KEKERINGAN Sub Kompetensi Mahasiswa memahami pengendalian banjir dan kekeringan 1 ERSOALAN Banjir dan kekeringan, mengapa menjadi dua sisi mata uang yang harus diwaspadai?

Lebih terperinci

KAJIAN ANALISIS HIDROLOGI UNTUK PERKIRAAN DEBIT BANJIR (Studi Kasus Kota Solo)

KAJIAN ANALISIS HIDROLOGI UNTUK PERKIRAAN DEBIT BANJIR (Studi Kasus Kota Solo) KAJIAN ANALISIS HIDROLOGI UNTUK PERKIRAAN DEBIT BANJIR (Studi Kasus Kota Solo) Ag. Padma Laksitaningtyas Program Studi Teknik Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jl. Babarsari 44 Yogyakarta Email:

Lebih terperinci

Pengukuran Evapotranspirasi

Pengukuran Evapotranspirasi Pengukuran Evapotranspirasi Evaporasi Penuk peguapan air dari permukaan air, tanah dan bentuk permukaan bukan vegetasi lainnya oleh proses fisika Dua unsur utama : Energi (radiasi matahari) sebagian gelombang

Lebih terperinci

Data Hidrologi dan Survey Hidrometri

Data Hidrologi dan Survey Hidrometri Data Hidrologi dan Survey Hidrometri DATA HIDROLOGI PENAKAR HUJAN MANUAL PENAKAR HUJAN OTOMATIS PENGUAPAN Terjadinya penguapan Penguapan terjadi dari tanah, permukaan air. Penguapan yang besar adalah dari

Lebih terperinci

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993).

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993). batas topografi yang berarti ditetapkan berdasarkan aliran air permukaan. Batas ini tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. paket program HEC-HMS bertujuan untuk mengetahui ketersediaan air pada suatu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. paket program HEC-HMS bertujuan untuk mengetahui ketersediaan air pada suatu BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Konsep Dasar dan Metode Penggunaan model Soil Moisture Accounting (SMA) yang terdapat dalam paket program HEC-HMS bertujuan untuk mengetahui ketersediaan air pada suatu

Lebih terperinci

HIDROLOGI & HIDROLIKA TERAPAN

HIDROLOGI & HIDROLIKA TERAPAN MODUL HIDROLOGI & HIDROLIKA TERAPAN OLEH: EKO HARTINI FAKULTAS KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN LINGKUNGAN UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG PRAKATA Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Umum Hidrologi adalah suatu ilmu tentang kehadiran dan gerakan air di alam. Pada prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang dinamakan siklus

Lebih terperinci

Siklus Air. Laut. awan. awan. awan. Hujan/ presipitasi. Hujan/ presipitasi. Hujan/ presipitasi. Evapotranspirasi. Aliran permukaan/ Run off.

Siklus Air. Laut. awan. awan. awan. Hujan/ presipitasi. Hujan/ presipitasi. Hujan/ presipitasi. Evapotranspirasi. Aliran permukaan/ Run off. PRESIPITASI Siklus Air awan awan Hujan/ presipitasi Hujan/ presipitasi awan Hujan/ presipitasi intersepsi Evapotranspirasi Aliran permukaan/ Run off Aliran bawah permukaan/ sub surface flow infiltrasi

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Peil Banjir Peil Banjir adalah acuan ketinggian tanah untuk pembangunan perumahan/ pemukiman yang umumnya di daerah pedataran dan dipakai sebagai pedoman pembuatan jaringan drainase

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Sungai merupakan jaringan alur-alur pada permukaan bumi yang terbentuk secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian hilir. Air hujan

Lebih terperinci

Hidrometri Hidrometri merupakan ilmu pengetahuan tentang cara-cara pengukuran dan pengolahan data unsur-unsur aliran. Pada bab ini akan diberikan urai

Hidrometri Hidrometri merupakan ilmu pengetahuan tentang cara-cara pengukuran dan pengolahan data unsur-unsur aliran. Pada bab ini akan diberikan urai Hidrometri Hidrometri merupakan ilmu pengetahuan tentang cara-cara pengukuran dan pengolahan data unsur-unsur aliran. Pada bab ini akan diberikan uraian tentang beberapa cara pengukuran data unsur aliran

Lebih terperinci

WATER BALANCE DAS KAITI SAMO KECAMATAN RAMBAH

WATER BALANCE DAS KAITI SAMO KECAMATAN RAMBAH WATER BALANCE DAS KAITI SAMO KECAMATAN RAMBAH Rismalinda Water Balance das Kaiti Samo Kecamatan Rambah Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan keseimbangan antara ketersediaan air dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi 4 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi Siklus hidrologi merupakan perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang terjadi secara terus menerus, air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan air (dependable flow) suatu Daerah Pengaliran Sungai (DPS) relatif konstan, sebaliknya kebutuhan air bagi kepentingan manusia semakin meningkat, sehingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi dan Neraca air Menurut Mori (2006) siklus air tidak merata dan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi (suhu, tekanan atmosfir, angin, dan lain-lain) dan kondisi

Lebih terperinci

IV. PENGUKURAN DAN PERKIRAAN DEBIT SUNGAI

IV. PENGUKURAN DAN PERKIRAAN DEBIT SUNGAI IV. PENGUKURAN DAN PERKIRAAN DEBIT SUNGAI Penentuan debit sungai dapat dilaksanakan dengan cara pengukuran aliran dan cara analisis. Pelaksanaan pengukuran debit sungai dapat dilakukan secara langsung

Lebih terperinci

Penyusunan laporan dari pengumpulan data sampai pengambilan kesimpulan beserta saran diwujudkan dalam bagan alir sebagai berikut :

Penyusunan laporan dari pengumpulan data sampai pengambilan kesimpulan beserta saran diwujudkan dalam bagan alir sebagai berikut : III-1 BAB III 3.1 URAIAN UMUM Sebagai langkah awal sebelum menyusun Tugas Akhir terlebih dahulu harus disusun metodologi pelaksanaannya, untuk mengatur urutan pelaksanaan penyusunan Tugas Akhir itu sendiri.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu 1. Penelitian sejenis mengenai Kajian Kebutuhan Air Irigasi Pada Jaringan Irigasi sebelumnya pernah ditulis oleh (Oktawirawan, 2015) dengan judul Kajian

Lebih terperinci

Lebih dari 70% permukaan bumi diliputi oleh perairan samudra yang merupakan reservoar utama di bumi.

Lebih dari 70% permukaan bumi diliputi oleh perairan samudra yang merupakan reservoar utama di bumi. Sekitar 396.000 kilometer kubik air masuk ke udara setiap tahun. Bagian yang terbesar sekitar 333.000 kilometer kubik naik dari samudera. Tetapi sebanyak 62.000 kilometer kubik ditarik dari darat, menguap

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut (Triatmodjo, 2008:1).Hidrologi merupakan ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya. Penerapan ilmu hidrologi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban. BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Metodologi merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki

Lebih terperinci

POLA DISTRIBUSI HUJAN JAM-JAMAN DI DAS TONDANO BAGIAN HULU

POLA DISTRIBUSI HUJAN JAM-JAMAN DI DAS TONDANO BAGIAN HULU POLA DISTRIBUSI HUJAN JAM-JAMAN DI DAS TONDANO BAGIAN HULU Andriano Petonengan Jeffry S. F. Sumarauw, Eveline M. Wuisan Universitas Sam Ratulangi Fakultas Teknik Jurusan Sipil Manado Email:anopetonengan@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Siklus hidrologi merupakan salah satu aspek penting yang diperlukan pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Siklus hidrologi merupakan salah satu aspek penting yang diperlukan pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Siklus Hidrologi Siklus hidrologi merupakan salah satu aspek penting yang diperlukan pada proses analisis hidrologi. Siklus hidrologi menurut Suyono (2006)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Daerah aliran sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi oleh punggungpunggung gunung atau pegunungan dimana air hujan yang jatuh di daerah tersebut akan

Lebih terperinci

HidrologiIrDarmadiMM 2/24/2016

HidrologiIrDarmadiMM 2/24/2016 Ir.Darmadi,MM 1 DEFINISI HIDROLOGI Hidrologi: ilmu yg mempelajari masalah air, sifat2 air & perilaku air di atmosfir, di permukaan dan di dalam bumi. Ilmu Hidrologi yg berkaitan dgn ilmu2 mekanika fluida,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air tanaman adalah banyaknya air yang dibutuhkan tanaman untuk membentuk jaringan tanaman, diuapkan, perkolasi dan pengolahan tanah. Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB III. INFILTRASI DAN PERKOLASI

BAB III. INFILTRASI DAN PERKOLASI BAB III. INFILTRASI DAN PERKOLASI A. Pendahuluan Pada bab ini akan dipelajari tentang pengertian infiltrasi dan perkolasi serta cara pengukuran kapasitas infiltrasi. Tujuan yang ingin dicapai (TIK) setelah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular Kabupaten Serdang Bedagai

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular Kabupaten Serdang Bedagai TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular Kabupaten Serdang Bedagai Kabupaten Deli Serdang memiliki iklim tropis yang kondisi iklimnya hampir sama dengan kabupaten Serdang Bedagai. Pengamatan

Lebih terperinci

INFILTRASI. Infiltrasi adalah.

INFILTRASI. Infiltrasi adalah. INFILTRASI REKAYASA HIDROLOGI Universitas Indo Global Mandiri Infiltrasi adalah. Infiltrasi adalah proses air masuk (penetrating) ke dalam tanah. Laju infiltrasi dipengaruhi oleh kondisi permukaan tanah,

Lebih terperinci

dasar maupun limpasan, stabilitas aliran dasar sangat ditentukan oleh kualitas

dasar maupun limpasan, stabilitas aliran dasar sangat ditentukan oleh kualitas BAB 111 LANDASAN TEORI 3.1 Aliran Dasar Sebagian besar debit aliran pada sungai yang masih alamiah ahrannya berasal dari air tanah (mata air) dan aliran permukaan (limpasan). Dengan demikian aliran air

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

Lebih terperinci

DAERAH ALIRAN SUNGAI

DAERAH ALIRAN SUNGAI DAERAH ALIRAN SUNGAI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI Limpasan (Runoff) Dalam siklus hidrologi, bahwa air hujan yang jatuh dari atmosfer sebelum air dapat mengalir di atas permukaan

Lebih terperinci

TUGAS KELOMPOK REKAYASA IRIGASI I ARTIKEL/MAKALAH /JURNAL TENTANG KEBUTUHAN AIR IRIGASI, KETERSEDIAAN AIR IRIGASI, DAN POLA TANAM

TUGAS KELOMPOK REKAYASA IRIGASI I ARTIKEL/MAKALAH /JURNAL TENTANG KEBUTUHAN AIR IRIGASI, KETERSEDIAAN AIR IRIGASI, DAN POLA TANAM TUGAS KELOMPOK REKAYASA IRIGASI I ARTIKEL/MAKALAH /JURNAL TENTANG KEBUTUHAN AIR IRIGASI, KETERSEDIAAN AIR IRIGASI, DAN POLA TANAM NAMA : ARIES FIRMAN HIDAYAT (H1A115603) SAIDATIL MUHIRAH (H1A115609) SAIFUL

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BENDUNG MRICAN1

ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BENDUNG MRICAN1 ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BENDUNG MRICAN1 Purwanto dan Jazaul Ikhsan Jurusan Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jl. Lingkar Barat, Tamantirto, Yogyakarta (0274)387656

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi aliran sungai pada saat musim hujan mempunyai debit yang sangat besar. Besaran debit yang lewat tersebut tidak ada manfaatnya bahkan sering sekali menjadi masalah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 METODE ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III METODOLOGI 3.1 METODE ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA 4 BAB III METODOLOGI 3.1 METODE ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA Dalam penyusunan Tugas Akhir ini ada beberapa langkah untuk menganalisis dan mengolah data dari awal perencanaan sampai selesai. 3.1.1 Permasalahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah maupun masyarakat mengandung pengertian yang mendalam, bukan hanya berarti penambahan pembangunan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas batas topografi secara alami sehingga setiap air hujan yang jatuh dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daur Hidrologi

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daur Hidrologi I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Jakarta adalah sebuah provinsi sekaligus ibukota Indonesia. Kedudukannya yang khas baik sebagai ibukota negara maupun sebagai ibukota daerah swantantra, menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

PERENCANAAN EMBUNG MEMANJANG DESA NGAWU KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNG KIDUL YOGYAKARTA. Oleh : USFI ULA KALWA NPM :

PERENCANAAN EMBUNG MEMANJANG DESA NGAWU KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNG KIDUL YOGYAKARTA. Oleh : USFI ULA KALWA NPM : PERENCANAAN EMBUNG MEMANJANG DESA NGAWU KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNG KIDUL YOGYAKARTA Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya,

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifatsifatnya dan hubungan

Lebih terperinci