BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam"

Transkripsi

1 10 BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam rangka memperlancar perekonomian, memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa serta mempererat hubungan bangsa. Pentingnya transportasi tersebut tercermin dengan semakin meningkatnya kebutuhan akan jasa transportasi untuk mobilitas orang serta barang dari dan/ atau ke seluruh wilayah baik dalam negeri maupun luar negeri. Dahulu, transportasi masih sulit dilakukan sebab sarana dan prasarana yang masih digunakan untuk melakukan transportasi tersebut masih sangat sederhana. Pada saat itu, untuk transportasi hanya menggunakan hewan atau dengan berjalan kaki karena keadaan masih terbatas. Dengan adanya berbagai penemuan mesin oleh para ahli sebagai tenaga penggerak sehingga sampai saat ini dapat dibuat berbagai peralatan transportasi dan menggunakan tenaga mesin. Pesawat Terbang adalah pesawat udara yang lebih berat dari udara, bersayap tetap atau disebut juga sebagai fixed wing, dan dapat terbang dengan tenaga sendiri. Wright bersaudara (Wright brothers). Orville (19 Agustus January 1948) dan Wilbur (16 April May 1912) adalah dua orang Amerika yang dicatat sebagai penemu pesawat terbang karena mereka berhasil membangun pesawat terbang yang pertama kali berhasil diterbangkan dan dikendalikan oleh manusia pada tanggal 17 Desember Dua tahun setelah penemuan mereka, kedua bersaudara tersebut mengembangkan 'mesin terbang'

2 11 mereka ke bentuk pesawat terbang yang memakai sayap yang seperti sekarang kita kenal. Walaupun mereka bukan orang yang pertama membuat pesawat percobaan atau experiment, Wright bersaudara adalah orang yang pertama menemukan kendali pesawat sehingga pesawat terbang dengan sayap yang terpasang kaku bisa dikendalikan. Sebagaimana transportasi pada umumnya, transportasi udara mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai unsur penunjang sericing sektor dan unsur pendorong promoting sektor. Peran transportasi udara sebagai unsur penunjang dapat dilihat dari kemampuannya menyediakan jasa transportasi yang efisien untuk memenuhi kebutuhan sektor lain, sekaligus juga berperan dalam menggerakan dinamika pembangunan. Salah satu transportasi dengan menggunakan tenaga mesin adalah pesawat udara. Pesawat udara saat ini merupakan salah satu alat pengangkutan modern yang menggunakan teknologi canggih. Secara yuridis, pesawat udara adalah setiap mesin atau alat yang dapat terbang di atmosfer karena gaya angkat dari reaksi udara, tetapi bukan karena reaksi udara terhadap permukaan bumi yang digunakan untuk penerbangan. 1 Dewasa ini, perkembangan di bidang transportasi, khususnya transportasi udara berkembang semakin canggih sehingga menyebabkan jarak dari satu negara ke negara lain semakin dekat. Akan tetapi dari pengalaman yang ada pesawat udara tidak selamanya memberi keamanan bagi pemakai jasa penerbangan. Hal ini dikarenakan bagaimanapun mutahirnya perlengkapan yang 1 Undang-Undang No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.

3 12 tersedia dalam pesawat udara guna upaya menghindari dan menjauhi segala musibah, masih ditentukan juga oleh faktor manusia yang berada dibelakangnya. Angkutan udara, sebagai salah satu komponen sistem transportasi nasional, pada hakekatnya mempunyai peranan yang sangat penting dalam penyediaan jasa layanan angkutan dalam negeri maupun di luar negeri. Terutama dalam rangka menghubungkan daerah-daerah yang sulit dijangkau dengan moda angkutan lain secara cepat dan efisien untuk jarak tertentu. 2 Dengan adanya transportasi udara mempermudah masyarakat dalam menjalankan kegiatannya dalam hal penggunaan atau pengiriman barang. Hercules adalah pesawat militer yang paling banyak melaksanakan misi udara. Pesawat tersebut bukan sekedar digunakan untuk latihan saja, melainkan untuk menjalankan misi yang sesungguhnya, baik itu berupa operasi militer maupun operasi militer non-tempur, serta operasi kemanusiaan. Setiap saat atau setiap hari dapat dipastikan ada saja Hercules yang terbang di seluruh pelosok dunia. Bukan sekedar isapan jempol belaka, melainkan USAF pun sebagai pengguna terbanyak armada Hercules pun mengakui hal ini. Pesawat-pesawat tempur macam Lockheed Martin F-16 Fighting Falcon atau F-22 Raptor boleh saja memiliki sosok sangar dan dilengkapi dengan persenjataan canggih dan mematikan. Namun, mereka hanya diterjunkan manakala sebuah operasi tempur dilakukan. Sementara pembom-pembom bertubuh gambot serta berbanderol mahal seperti Boeing B-1B Lancer atau pembom siluman B-2 Spirit, lebih jarang keluar untuk beraksi dalam medan ) 2 Ibid 3 (diakses tanggal 21 April

4 13 tempur sesungguhnya. Selain itu, kalaupun harus terbang, itu tidak lebih dari sekedar memenuhi jadwal latihan. Pesawat angkut Hercules Lockheed C-130 Hercules lebih kerap beraksi lantaran memiliki tingkat fleksibilitas yang cukup tinggi. Bagian dalam yang cukup besar membuatnya mampu melakukan segala jenis misi dan operasi militer. Serta dapat diandalkan, mulai dari dapat dipakai sebagai pesawat angkut militer, tanker, evakuasi medis udara, pemadam kebakaran hutan, bahkan, sampai hal-hal yang diluar batas kewajaran, yakni digunakan sebagai pesawat pembom. Untuk yang satu ini, USAF sendiri sempat menjalaninya, Hercules digunakan sebagai pesawat angkut untuk bom jenis BLU-82 yang memiliki bobot hampir 7 ton, bahkan ide yang lebih gila lagi muncul dari AU Pakistan yang juga memiliki armada pesawat angkut C-130 Hercules. Status pesawat militer merupakan pesawat yang keseluruhan operasinya adalah dilakukan oleh pihak militer. Dalam status hukum internasional mendefinisikan pesawat militer adalah military aircraft to include all aircraft operated by commissioned units of the armed forces of a nation bearing the military marking of that nation, commanded by a member of armed forces, and manned by a crew subject to regular armed force discipline. Yang terjemahanya bahwa pesawat militer dan termasuk semua pesawat yang dioperasikan oleh unit yang bertugas dalam angkatan bersenjata nasional dan menpunyai tanda dari negara tersebut, dikomando oleh anggota dari angkatan bersenjata. Salah satu pengaturan mengenai pesawat udara negara dengan pesawat udara sipil terdapat dalam Pasal 3 Konvensi Chicago Konvensi tersebut

5 14 mengatur bahwa pesawat udara negara (state aircraft) adalah pesawat udara yang digunakan untuk militer, polisi, dan bea cukai, sedangkan yang dimaksudkan dengan pesawat udara sipil (civil aircraft) adalah pesawat udara selain pesawat udara negara (state aircraft). Pesawat udara negara tidak mempunyai hak melakukan penerbangan di atas negara anggota lainnya, sedangkan pesawat udara sipil yang melakukan penerbangan tidak berjadwal dapat melakukan penerbangan di atas negara anggota lainnya Jelas bahwa segala yang berkaitan dengan pesawat udara militer telah dikuasai dan dijalankan oleh angkatan bersenjata. Segala penggunaan dari alutsista yang dimiliki oleh angkatan bersenjata haruslah mempunyai tolok ukur untuk dapat digunakan. Dalam hal ini telah timbul issue hukum bahwa pesawat udara militer digunakan dalam hal untuk mendapatkan keuntungan dan ditumpangi oleh sejumlah warga sipil. Dalam penggunaan pesawat militer yang ditumpangi oleh warga sipil, pasti akan timbul bentuk pertanggung jawaban apabila terjadi kecelakaan yang menimpa angkutan udara tersebut Berdasarkan latar belakang di atas maka merasa tertarik memilih judul Aspek Hukum Penggunaan Pesawat Militer Sebagai Pesawat Sipil Untuk Transportasi Penduduk Sipil ditinjau dari Hukum Internasional. I. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas usulan penelitian ini dapat merumuskan tiga permasalahan pokok sebagai berikut: 1. Bagaimana pesawat militer sebagai pesawat sipil untuk transportasi sipil?

6 15 2. Bagaimana penerbangan militer diatur dalam hukum internasional? 3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap penumpang pesawat militer jika terjadi kecelakaan dalam perspektif Hukum Internasional? J. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian Secara singkat dapat ditegaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk: a. Untuk mengetahui pesawat militer sebagai pesawat sipil untuk transportasi sipil b. Untuk mengetahui penerbangan militer diatur dalam hukum internasional c. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap penumpang pesawat militer jika terjadi kecelakaan perspektif Hukum Internasional. 2. Manfaat penelitian a. Secara teoritis. Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi teoristik dan pengembangan konsep dasar dan teori hukum internasional, khususnya dalam bidang penggunaan pesawat militer sebagai pesawat sipil untuk transportasi penduduk sipil ditinjau dari hukum internasional b. Secara praktis. Memberikan sumber informasi aktual bagi mahasiswa, praktisi hukum dan masyarakat khususnya kajian mengenai penggunaan pesawat militer sebagai pesawat sipil untuk transportasi penduduk sipil ditinjau dari hukum internasional

7 16 K. Keaslian Penulisan Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh peneliti di perpustakaan Universitas Sumatera Utara diketahui bahwa penelitian tentang Aspek Hukum Penggunaan Pesawat Militer Sebagai Pesawat Sipil Untuk Transportasi Penduduk Sipil Ditinjau Dari Hukum Internasional. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tulisan ini adalah asli karya ilmiah penulis. L. Tinjauan Pustaka 1. Pesawat udara Pesawat udara sendiri sendiri telah muncul pada tanggal 17 Desember 1903, dimana Wright bersaudara 17 melakukan penerbangan yang pertama, dengan menggunakan pesawat bermesin yang dapat dikendalikan. Jarak penerbangan yang ditempuh untuk pertama kalinya, dari tinggal-landas sampai mendarat lagi, hanya 40 meter dengan keberhasilan mengudara sekitar 12 detik. Wright Bersaudara yang terdiri dari dua orang adik beradik, Orville Wright (19 Agustus Januari 1948) dan Wilbur Wright (16 April Mei 1912), secara umum dihargai atas desain dan perancangan pesawat terbang efektif pertama, dan membuat penerbangan terkendali pertama menggunakan pesawat terbang bermesin yang lebih berat daripada udara, bersama dengan pendirian tonggak sejarah lainnya dalam bidang era dirgantara. 4 4 Achmad Moegandi, Mengenai Dunia Penerbangan Sipil, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan hal. 41.

8 17 Pesawat udara adalah suatu mesin yang bisa mendapatkan dorongan dalam atmosfer dari reaksi-reaksi dari udara selain dari pada reaksi-reaksi udara terhadap permukaan bumi. Unsur yang dapat dipetik dari defenisi di atas adalah bahwa harus adaudara dalam ruang tersebut karena udara itulah yang akan memberi reaksi kepada pesawat udara untuk mendapatkan daya angkat. Dari pengertian umum di atas, juga terdapat beberapa macam pengertian pesawat udara yang lebih khusus. Seperti yang dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 1 tahun 2009 tentang Penerbangan, diantaranya adalah sabagai berikut : a. Pesawat udara Indonesia adalah pesawat udara yang mempunyai tanda pendaftaran Indonesia dan tanda kebangsaan Indonesia. b. Pesawat udara negara adalah pesawat udara yang digunakan oleh Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Republik Indonesia, kepabeanan, dan instansi pemerintah lainnya untuk menjalankan fungsi dan kewenangan penegakan hukum serta tugas lainnya sesuai dengan peraturan perundangundangan. c. Pesawat udara sipil adalah pesawat udara yang digunakan untuk kepentingan angkutan udara niaga dan bukan niaga. d. Pesawat udara sipil asing adalah pesawat udara yang digunakan untuk kepentingan angkutan udara niaga dan bukan niaga yang mempunyai tanda pendaftaran dan tanda kebangsaan negara asing Dewasa ini pesawat terbang merupakan sarana angkutan yang mutlak diperlukan diseluruh dunia. Orang tidak akan membayangkan dunia kita yang sekarang ini tanpa adanya pesawat udara tersebut. Armada pesawat yang menjadi

9 18 milik atau ada dibawah pengawasan tiap-tiap negara di dunia, cenderung meningkat dengan kecepatan sesuai dengan kemampuan masing-masing negara adalah merupakan sesuatu yang sudah dengan sendirinya, bahwa peningkatan jumlah pesawat dalam arti besarnya armada, serta kemampuan kinerjanya, memerlukan pegaturan masing-masing negara dan juga pengaturan secara internasional 2. Pesawat Militer Pesawat terbang militer adalah pesawat terbang yang dipakai khusus untuk angkatan bersenjata. Beberapa pesawat terbang militer dibuat dari pesawat yang dipesan pada pabrik pembuatannya dengan modifikasi khusus. 5 Pesawat militer merupakan pesawat yang berfungsi untuk berbagai keperluan militer. 3. Penerbangan Penerbangan dimulai pada abad ke-19 oleh peneliti yang paling menonjol di zamannya, yakni Sir George Cayley. Sir George Cayley adalah seorang perintis dalam dunia penerbangan, yang memahami benar berbagai persyaratan utama yang harus dipenuhi bagi penerbangan pesawat. Dia juga menyadari akan keperluan agar pesawat itu dapat terbang stabil, dan menemukan prinsip dihedral, atau pengaturan tata letak pesawat. 6 Namun perlu diketahui pada penerbangan ini belum menggunakan mesin sebagai alat dalam penerbangan pesawat udara. Sejak tahun 1908, angkatan darat Amerika Serikat telah memesan armada pesawatnya dari Wright bersaudara. Waktu perang dunia I berakhir, angkatan darat dan angkatan laut Amerika Serikat mewarisi lebih dari pesawat 5 (diakses tanggal 17 Mei 2015) 6 Ibid., hal 40

10 19 beserta para penerbangnnya. Sehingga tahun 20-an dimasuki oleh kegairahan masyarakat yang meluap-luap pada penerbangan. Perkembangan ini kemudian mulai digunakan oleh para penyedia jasa, dalam hal ini Departemen Pos Amerika Serikat meresmikan pelayanan pos udaranya yang pertama antara New York dan Washington. 7 Penerbangan sendiri memiliki dua golongan dasar, yakni penerbangan sipil dan militer (negara). Penerbangan menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penggunaan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, keamanan dan keselamatan penerbangan serta kegiatan dan fasilitas penunjang lain yang terkait. Pada definisi ini terlihat keamanan dan keselamatan penerbangan merupakan salah satu yang terpenting dari penerbangan. Penerbangan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan adalah suatu kesatuan sistem yang terdiri atas manfaat wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan, keselamatan dan keamanan, lingkungan hidup, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya Namun pada praktek Internasional pemanfaatan ruang udara suatu negara berkaitan erat dengan manajemen keselamatan penerbangan, bahwa Flight Information Region (FIR) suatu ruang udara yang ditetapkan dimensinya diberikan Flight Information Service dan Alerting Service. Flight Information Service adalah pelayanan yang dibentuk dan dipersiapkan untuk memberikan 7 Ibid., hal 44-45

11 20 saran dan informasi secara penuh untuk keselamatan dan efisiensi penerbangan. Ketika suatu negara sudah memutuskan untuk memberikan pelayanan lalu lintas penerbangan, maka negara tersebut harus menunjuk suatu badan yang berwenang untuk memberikan pelayanan. Badan yang dimaksud adalah Air Traffic Service (ATS) Provider, berupa otoritas penerbangan Negara itu sendiri atau dilimpahkan kepada badan lain (misalnya Aerothai di Thailand, Airservice di Australia, dan Airnav di Canada). 4. Penerbangan Sipil Internasional Menurut Pasal 30 Konvensi Paris 1919 pesawat udara negara (state aircraft) adalah pesawat udara yang digunakan oleh militer yang semata-mata untuk pelayanan publik (public services) seperti pesawat udara polisi dan bea cukai, sedangkan yang dimaksudkan dengan pesawat udara sipil (civil aircraft) adalah pesawat udara selain pesawat udara negara (state aircraft). Selanjutnya, menurut Pasal 32 Konvensi Paris 1919 pesawat udara negara (state aircraft) tidak mempunyai hak untuk melakukan penerbangan di atas wilayah negara anggota lainnya, sedangkan pesawat udara sipil (civil aircraft) di waktu damai dapat melakukan penerbangan lintas damai (innocent passage) di atas wilayah negara anggota lainnya. Dalam Pasal 3 Konvensi Chicago 1944 juga diatur mengenai pesawat udara negara dan pesawat udara sipil. Pesawat udara negara (state aircraft) adalah pesawat udara yang digunakan untuk militer, polisi, dan bea cukai, sedangkan yang dimaksudkan dengan pesawat udara sipil (civil aircraft) adalah pesawat udara selain pesawat udara negara (state aircraft). Pesawat udara negara tidak

12 21 mempunyai hak melakukan penerbangan di atas negara anggota lainnya, sedangkan pesawat udara sipil yang melakukan penerbangan tidak berjadwal dapat melakukan penerbangan di atas negara anggota lainya. Pesawat udara negara (state aircraft) tidak mempunyai tanda pendaftaran dan tanda kebangsaan (nationality and registration mark), walaupun pesawat udara negara tersebut terdiri dari pesawat terbang (aeroplane) dan helikopter. Setiap negara anggota Organisasi Penerbangan Sipil Internasional berhak mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negaranya, baik untuk operasi penerbangan nasional maupun internasional yang berasal atau ke negara tersebut. Namun demikian, peraturan tersebut harus berlaku terhadap semua pesawat udara nasional maupun internasional. Bila negara tersebut mengeluarkan peraturan harus mempertimbangkan keselamatan penerbangan sipil. Hukum dan regulasi penerbangan yang berlaku adalah hukum nasional negara tersebut, kecuali pesawat udara yang terbang di atas laut lepas akan berlaku hukum internasional sebagaimana diatur dalam Konvensi Chicago 1944 beserta peraturan pelaksanaannya. 8 Dalam konvensi Chicago 1944 tentang Penerbangan Sipil Internasional, terdapat Pasal yang mengadakan klasifikasi pesawat udara. Pasal 3 konvensi Chicago 1944 menyatakan: 9 8 K. Martono, Hukum udara, angkutan udara, dan hukum angkasa, Jakarta: Mandar Maju, 1995, hal Syahmin AK, Meria Utama, Akhmad Idris.Hukum Udara dan Luar Angkasa (Air And Outer Space Law). Palembang: Unsri Press, 2012 hal. 33.

13 22 a. This convention shall be applicable only to civil aircaft, and shall not be applicable to state aircraft. (Konvensi ini berlaku hanya untuk pesawat sipil, dan tidak berlaku untuk pesawat negara) b. Aircraft used in military, costums and police services shall be deemed to be state aircraft. (Pesawat yang digunakan dalam militer, costums dan kepolisian harus dianggap pesawat negara). c. No state aircraft of a contracting state shall fly over the territory of another state or land thereon without authorization by special agreement or otherwise, and in accordance with the terms thereof. (idak ada pesawat negara dari negara tertular akan terbang di atas wilayah negara atau negeri lain diatasnya tanpa otorisasi dengan perjanjian khusus atau sebaliknya, dan sesuai dengan ketentuan tersebut). d. The contracting state undertake, when issuing regulations for their state aircraft, that they will have due regart for the safety of navigation oaf civil aircraft. (Negara kontraktor melakukan, ketika mengeluarkan peraturan untuk pesawat negara mereka, bahwa mereka akan memiliki regart karena untuk keselamatan navigasi bebal pesawat sipil). Pasal ini membatasi pesawat udara negara adalah pesawat udara militer, bea cukai dan kepilisian saja, sedangkan selain dari bentuk pesawat tersebut diperlakukan sebagai pesawat udara sipil. Dari uraian tersebut diatas memeliki tiga kelemahan yaitu pesawat udara sipil yang digunakan untuk keperluan dan kepentingan pemerintah serta disamping statusnya tetap sebagai milik negara

14 23 tentunya merupakan pesawat udara negara, maka dari itu Pasal 3 konvensi Chicago 1944 perlu ditinjau kembali degan mengambil beberapa patokan, yaitu: 10 a. Status pesawat udara, yakni apakah dimiliki oleh negara,perorangan atau badan swasta; b. Tujuan penggunaan atau bentuk kegiatan pesawat udara itu sendiri; c. Kepentingan kegiatannya, yakni apakah digunakan untuk kepentingan suatu organisasi internasional; d. Kemudian perlu diteliti pula apakah penggunaan tersebut bersangput paut dengan kepentingan perdamaian atau kepentingan diluar itu Patokan ini merupakan bagian yang sangat esensial dalam menentukan klisifikasi pesawat udara sehingga tidak menimbulkan salah pengertian dari negara dalam melakukan penerbangan. Penerbangan sipil dibagi menjadi dua kategori, yakni penerbangan yang dikelola oleh perusahaan penerbang (airlines), dan semua kegiatan penerbangan lainnya, yang dikelompokkan dalam penerbangan umum atau general aviation. Penerbangan sipil merupakan sebuah sumber pendapatan yang sangat besar bagi pelaku penerbangan dan pengelolah perusahaan penerbangan. Namun penerbangan juga sangat bermanfaat bagi para penumpang untuk sampai pada tujuan mereka dengan cepat dan aman. Penerbangan memutus jarak dan mengefisienkan waktu tempuh bila seseorang ingin pergi ke tempat yang cukup jauh yang ingin didatanginya. Indonesia sebagai negara kepulauan yang dulunya hanya mengandalkan transportasi laut bila ingin ke daerah lain yang banyak menghabiskan waktu untuk perjalanan, kini dengan hal Frans Likadja, Masalah Lintas di Ruang Udara, Jakarta: Binacipta, Jakarta, 1987,

15 24 adanya pesawat terbang mengefisienkan waktu jarak tempuh tersebut. Dengan kata lain penerbangan nasional atau internasional, transportasi penerbangan sangat membantu manusia. Hal yang menanik perhatian dalam Konvensi Chicago ialah terdapat ketentuan yang menyatakan bahwa pesawat udara, lain daripada pesawat yang melakukan penerbangan teratur, diperbolehkan melintasi wilayah udara negara lain. Penerbangan semacam itu tidak merupakan penerbangan teratur (nonscheduled flight), sehingga oleh karena itu tidak diharuskan meminta izin terlebih dahulu untuk lewat di wilayah udara negara lain. Dengan kata lain Konvensi Chicago sama sekali tidak menggambarkan adanya hak dari scheduled international air services. Namun demikian suatu usaha ke arah penjelasan tentang adanya hak dari scheduled flight itu dirumuskan dalam dua macam persetujuan. Kedua persetujuan tersebut adalah International Air Sevice, Transit Agreement dan International Air Transport Agreement, di Chicago tahun M. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan, 12 yang berkaitan 11 Ibid., hal Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: Raja Grafindo Persada,2013, hal 14.

16 25 dengan Aspek Hukum Penggunaan Pesawat Militer Sebagai Pesawat Sipil Untuk Transportasi Penduduk Sipil ditinjau dari Hukum Internasional. Penelitian hukum normatif (Legal Research) terdiri dari inventarisasi hukum positif, penemuan asas-asas dan dasar falsafah hukum positif, serta penemuan hukum in concreto. Penelitian hukum normatif yang dipakai dalam penelitian adalah penemuan hukum in concreto. Dalam penelitian ini, norma-norma hukum in abstracto diperlukan mutlak untuk berfungsi sebagai premisa mayor, sedangkan fakta-fakta yang relevan dalam perkara (Legal facts) dipakai sebagai premisa minor. Melalui proses silogisme akan diperolehlah sebuah konklusi, yaitu hukum in concreto, yang dimaksud. 13 Adapun sifat penulisan ini adalah deskriptif analitis, yaitu untuk mendapatkan deskripsi mengenai jawaban atas masalah yang diteliti. 2. Pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan secara studi kepustakaan, maka pembahasan dilakukan berdasarkan data sekunder, berupa: a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari: peraturan perundangan nasional maupun terkait penerbangan sipil internasional yang melintasi antar negara. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasilhasil penelitian, atau pendapat pakar hukum. 13 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2006, hal

17 26 c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus (hukum), ensiklopedia Analisis data Data dalam penelitian ini dikumpulkan dan diorganisasikan, serta diurutkan dalam suatu pola tertentu sehingga dapat ditemukan dan dirumuskan hal-hal yang sesuai dengan bahasan penelitian. Seluruh data ini dianalisa secara kualitatif, yaitu menginterpretasikan secara kualitas tentang pendapat atau tanggapan responden, kemudian menjelaskannya secara lengkap dan komprehensif mengenai berbagai aspek yang berkaitan dengan pokok persoalan yang ada dalam skripsi ini, serta penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan pendekatan deduktif-induktif. Dengan demikian kegiatan analisis ini diharapkan akan dapat menghasilkan kesimpulan dengan permasalahan dan tujuan penelitian yang benar dan akurat. N. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan penulisan skripsi ini agar permasalahan yang diangkat dengan pembahasan skripsi sesuai, maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang saling berkaitan satu sama lain. Tiap bab terdiri dari setiap sub 14 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004, hal

18 27 bab dengan maksud untuk mempermudah dalam hal-hal yang dibahas dalam skripsi ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah : BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan dan metode penelitian serta sistematika penulisan BAB II PESAWAT MILITER SEBAGAI PESAWAT SIPIL UNTUK TRANSPORTASI SIPIL Bab ini berisikan Sejarah Penerbangan Sipil dalam Hukum Internasional, Pengaturan Penerbangan Sipil Hukum Internasional, Penggunaan Pesawat Militer sebagai Pesawat Sipil Untuk Transportasi Penduduk Sipil BAB III PENERBANGAN MILITER DIATUR DALAM HUKUM INTERNASIONAL Bab ini berisikan Sejarah Penerbangan Militer dalam Hukum Internasional, Tanggungjawab terhadap penumpang akibat kecelakaan Dalam pesawat Militer dan Penerbangan Militer diatur dalam hukum internasional BAB IV ASPEK HUKUM PENGGUNAAN PESAWAT MILITER SEBAGAI PESAWAT SIPIL UNTUK TRANSPORTASI PENDUDUK SIPIL DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL

19 28 Bab ini berisikan Aspel Hukum Penggunaan Pesawat Militer senagai Pesawat Transportasi dan Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Pesawat Militer Jika Terjadi Kecelakaan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bagian terakhir dari penulisan skripsi ini. Bab ini berisi kesimpulan dari permasalahan pokok dari keseluruhan isi. Kesimpulan bukan merupakan rangkuman ataupun ikhtisar. Saran merupakan upaya yang diusulkan agar hal-hal yang dikemukakan dalam pembahasan permasalahan dapat lebih berhasil guna berdaya guna.

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan tenaga mesin adalah pesawat udara. Pesawat udara saat ini. terbang di atmosfer karena gaya angkat dari reaksi udara.

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan tenaga mesin adalah pesawat udara. Pesawat udara saat ini. terbang di atmosfer karena gaya angkat dari reaksi udara. BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan dunia transportasi khususnya transportasi udara berkembang sangat pesat. Perkembangan dan pertumbuhan industri penerbangan tersebut tidak lepas

Lebih terperinci

PELANGGARAN HAK LINTAS DI WILAYAH UDARA INDONESIA OLEH PESAWAT MILITER ASING

PELANGGARAN HAK LINTAS DI WILAYAH UDARA INDONESIA OLEH PESAWAT MILITER ASING PELANGGARAN HAK LINTAS DI WILAYAH UDARA INDONESIA OLEH PESAWAT MILITER ASING Oleh: Sylvia Mega Astuti I Wayan Suarbha Program Kekhususan Hukum Internasional dan Hukum Bisnis Internasional Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang bercirikan nusantara yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang bercirikan nusantara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang bercirikan nusantara yang disatukan oleh wilayah perairan dan udara. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan yang luas maka modal transportasi udara

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan yang luas maka modal transportasi udara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara kepulauan yang luas maka modal transportasi udara merupakan suatu pilihan yang tidak dapat dielakkan, Indonesia adalah negara yang terdiri atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat pada era modern saat ini di dalam aktivitasnya dituntut untuk memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain dalam waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dikatakan sangat vital karena sebagai suatu penunjang penting dalam maju

BAB I PENDAHULUAN. Dikatakan sangat vital karena sebagai suatu penunjang penting dalam maju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengangkutan merupakan bidang yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat. Dikatakan sangat vital karena sebagai suatu penunjang penting dalam maju mundurnya perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan alat transportasi lainnya karena banyaknya keuntungan yang didapat

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan alat transportasi lainnya karena banyaknya keuntungan yang didapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesawat udara merupakan salah satu alat transportasi yang digemari dibandingkan alat transportasi lainnya karena banyaknya keuntungan yang didapat jika menggunakannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya mengenai penerbangan, penggunaan pesawat-pesawat terbang dalam

BAB I PENDAHULUAN. khususnya mengenai penerbangan, penggunaan pesawat-pesawat terbang dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Udara merupakan hukum yang mengatur penggunaan ruang udara, khususnya mengenai penerbangan, penggunaan pesawat-pesawat terbang dalam peranannya sebagai unsur yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman sekarang ini pengangkutan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan dengan makin berkembangnya

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM KESELAMATAN PENERBANGAN PESAWAT UDARA (STUDI KASUS BANDARA INTERNASIONAL KUALA NAMU) JURNAL HUKUM OLEH: NAMA: PUSPITASARI DAMANIK

ASPEK HUKUM KESELAMATAN PENERBANGAN PESAWAT UDARA (STUDI KASUS BANDARA INTERNASIONAL KUALA NAMU) JURNAL HUKUM OLEH: NAMA: PUSPITASARI DAMANIK ASPEK HUKUM KESELAMATAN PENERBANGAN PESAWAT UDARA (STUDI KASUS BANDARA INTERNASIONAL KUALA NAMU) JURNAL HUKUM D I S U S U N OLEH: NAMA: PUSPITASARI DAMANIK NIM: 100200241 DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia di dalamnya dan perlu pengaturan yang jelas dan pasti. Berbeda dengan

BAB I PENDAHULUAN. manusia di dalamnya dan perlu pengaturan yang jelas dan pasti. Berbeda dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi udara adalah salah satu jenis transportasi yang memiliki unsur manusia di dalamnya dan perlu pengaturan yang jelas dan pasti. Berbeda dengan hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Khusus bagi Indonesia sebagai negara kepulauan angkutan udara

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Khusus bagi Indonesia sebagai negara kepulauan angkutan udara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angkutan udara baik internasional maupun domestik mempunyai peranan dan fungsi yang makin lama makin penting dalam kehidupan umat manusia. Khusus bagi Indonesia

Lebih terperinci

Standar dan Regulasi terkait Perencanaan, Perancangan, Pembangunan, dan Pengoperasian Bandar Udara Juli 28, 2011

Standar dan Regulasi terkait Perencanaan, Perancangan, Pembangunan, dan Pengoperasian Bandar Udara Juli 28, 2011 Standar dan Regulasi terkait Perencanaan, Perancangan, Pembangunan, dan Pengoperasian Bandar Udara Juli 28, 2011 Posted by jjwidiasta in Airport Planning and Engineering. Standar dan regulasi terkait dengan

Lebih terperinci

BAB II KEDAULATAN NEGARA DI RUANG UDARA BERDASARKAN KONVENSI CHICAGO D. Pengertian Ruang Udara dan Wilayah Udara Indonesia

BAB II KEDAULATAN NEGARA DI RUANG UDARA BERDASARKAN KONVENSI CHICAGO D. Pengertian Ruang Udara dan Wilayah Udara Indonesia BAB II KEDAULATAN NEGARA DI RUANG UDARA BERDASARKAN KONVENSI CHICAGO 1944 D. Pengertian Ruang Udara dan Wilayah Udara Indonesia Eksistensi horisontal wilayah udara suatu negara mengikuti batas-batas wilayah

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN WILAYAH DIRGANTARA INDONESIA TERHADAP LALU LINTAS PESAWAT UDARA ASING DI TINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL

ANALISIS YURIDIS PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN WILAYAH DIRGANTARA INDONESIA TERHADAP LALU LINTAS PESAWAT UDARA ASING DI TINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL SKRIPSI ANALISIS YURIDIS PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN WILAYAH DIRGANTARA INDONESIA TERHADAP LALU LINTAS PESAWAT UDARA ASING DI TINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL OLEH : A L F A R I S B111 09 451 BAGIAN HUKUM

Lebih terperinci

penting dalam menciptakan hukum internasional sendiri.

penting dalam menciptakan hukum internasional sendiri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum internasional adalah hukum atau peraturan yang berlaku diluar dari wilayah suatu negara. Secara umum, hukum internasional diartikan sebagai himpunan dari peraturan-peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Medan sekitar pukul Wib saat memasuki udara Indonesia. 1 Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. Medan sekitar pukul Wib saat memasuki udara Indonesia. 1 Diperkirakan 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebuah pesawat sipil bermesin tunggal jenis Swearingen SX-300 dipaksa untuk turun F16 Fighting Falcon milik TNI AU ke landasan di Lanud Soewondo, Medan sekitar pukul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan yang tidak terbatas bagi para konsumen yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan yang tidak terbatas bagi para konsumen yang meliputi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki berbagai macam suku, ras, agama, dan budaya. Yang memiliki letak sangat strategis serta kekayaan alam melimpah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerbangan yang diukur dari pertumbuhan penumpang udara.1

BAB I PENDAHULUAN. penerbangan yang diukur dari pertumbuhan penumpang udara.1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi udara sekarang ini mengalami perkembangan pesat, hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya perusahaan atau maskapai penerbangan yang melayani jasa penerbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat dilepaskan dengan arus lalu lintas transportasi. Semua kebutuhan dan kegiatan yang dilakukan dalam pekerjaan sehari-hari

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan strategis untuk memantapkan perwujudan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk menjamin keselamatan setiap penerbangan udara sipil. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk menjamin keselamatan setiap penerbangan udara sipil. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adanya berita penembakan pada Airbus A-300 milik Iran Air yang telah diakui oleh Amerika Serikat menelan korban 290 orang tewas di teluk parsi hari minggu sore

Lebih terperinci

No Laut Kepulauan (archipelagic sea lane passage) dan jalur udara di atasnya untuk keperluan lintas kapal dan Pesawat Udara Asing sesuai denga

No Laut Kepulauan (archipelagic sea lane passage) dan jalur udara di atasnya untuk keperluan lintas kapal dan Pesawat Udara Asing sesuai denga TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6181 PERTAHANAN. RI. Wilayah Udara. Pengamanan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 12) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA Nomor 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, Copyright 2002 BPHN UU 15/1992, PENERBANGAN *8176 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 15 TAHUN 1992 (15/1992) Tanggal: 25 MEI 1992 (JAKARTA) Sumber: LN 1992/53; TLN NO.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Melalui pesawat udara hubungan antar Negara-negara di dunia semakin mudah. Saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Melalui pesawat udara hubungan antar Negara-negara di dunia semakin mudah. Saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesawat udara merupakan suatu kemajuan teknologi yang sangat luar biasa bagi dunia. Melalui pesawat udara hubungan antar Negara-negara di dunia semakin mudah. Saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan moda transportasi massal yang murah, efisien, dan cepat.

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan moda transportasi massal yang murah, efisien, dan cepat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melihat dari gambaran Indonesia yang sangat luas dan menjadi salah satu penduduk terbanyak di dunia sudah pantas bila masyarakat Indonesia sangat membutuhkan moda transportasi

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia, bidang transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda kehidupan perekonomian,

Lebih terperinci

2018, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Wilayah Udara adalah wilayah kedaulatan udara di a

2018, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Wilayah Udara adalah wilayah kedaulatan udara di a No.12, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAHANAN. RI. Wilayah Udara. Pengamanan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6181) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri atas perairan laut, sungai, dan danau.diatas teritorial daratan dan perairan

BAB I PENDAHULUAN. terdiri atas perairan laut, sungai, dan danau.diatas teritorial daratan dan perairan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan, dengan beribu-ribu pulau besar dan kecil berupa daratan dan sebagian besar perairan yang terdiri atas perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan manusia yang paling sederhana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dan strategis dalam cakupan upaya pencapaian

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dan strategis dalam cakupan upaya pencapaian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem Transportasi Nasional yang keberadaannya memiliki posisi dan peranan yang sangat penting dan strategis dalam cakupan upaya pencapaian tujuan pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam zaman modern ini segala sesuatu memerlukan kecepatan dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam zaman modern ini segala sesuatu memerlukan kecepatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam zaman modern ini segala sesuatu memerlukan kecepatan dan ketepatan, maka jasa angkutan udara sangatlah tepat karena ia merupakan salah satu transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut menimbulkan hak dan kewajiban bagi negara yang dapat dinilai

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut menimbulkan hak dan kewajiban bagi negara yang dapat dinilai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tujuan negara Indonesia 1 sebagaimana tercantum dalam alinea keempat Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945) diwujudkan oleh sebuah

Lebih terperinci

pengangkutan udara dilakukan oleh perusahaan penerbangan dapat dirasakan

pengangkutan udara dilakukan oleh perusahaan penerbangan dapat dirasakan tanpa didukung adanya jasa angkutan udara, sebab dampak dari adanya pengangkutan udara dilakukan oleh perusahaan penerbangan dapat dirasakan secara langsung, antara lain perhubungan yang cepat, efisien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan meningkatnya transaksi perdagangan luar negeri. Transaksi

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan meningkatnya transaksi perdagangan luar negeri. Transaksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pada sektor transportasi dan informasi dewasa ini menyebabkan meningkatnya transaksi perdagangan luar negeri. Transaksi perdagangan luar negeri atau yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat menjanjikan terutama di Pulau Bali. Karena Pulau Bali di kenal

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat menjanjikan terutama di Pulau Bali. Karena Pulau Bali di kenal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu Negara Kepulauan dan pertumbuhan perekonomiannya terus berkembang secara pesat, memiliki beberapa transportasi dan jasa pengangkutan pilihan.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan strategis

Lebih terperinci

NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN

NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem transportasi nasional yang keberadaannya memiliki posisi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem transportasi nasional yang keberadaannya memiliki posisi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem transportasi nasional yang keberadaannya memiliki posisi dan peranan yang sangat penting dan strategis dalam cakupan upaya pencapaian tujuan pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang melaksanakan pembangunan nasional dalam segala aspek. Sarana yang menjadi sasaran pembangunan nasional adalah bidang ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun orang, karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun orang, karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengangkutan adalah perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda maupun orang, karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak orang yang melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat yang lain

BAB I PENDAHULUAN. banyak orang yang melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat yang lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman yang disebut era globalisasi membuat semakin banyak orang yang melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat yang lain dengan menggunakan sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperlancar perekonomian sebagai pendorong, penggerak kemajuan suatu wilayah.

BAB I PENDAHULUAN. memperlancar perekonomian sebagai pendorong, penggerak kemajuan suatu wilayah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transportasi sangat diperlukan bagi kehidupan manusia untuk memenuhi kebutuhannya, transportasi juga merupakan sarana yang sangat penting dalam memperlancar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. musibah. Manusia dalam menjalankan kehidupannya selalu dihadapkan

BAB I PENDAHULUAN. musibah. Manusia dalam menjalankan kehidupannya selalu dihadapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya dalam kehidupan ini manusia selalu dihadapkan dengan dua kejadian yaitu kejadian yang terjadi secara terencana dan kejadian yang muncul secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUN UMUM TENTANG PEMBAJAKAN UDARA. aircraft) dengan pesawat udara negara (state aircraft). Perbedaan antara pesawat

BAB II TINJAUN UMUM TENTANG PEMBAJAKAN UDARA. aircraft) dengan pesawat udara negara (state aircraft). Perbedaan antara pesawat BAB II TINJAUN UMUM TENTANG PEMBAJAKAN UDARA A. Pengertian Penerbangan Sipil Internasional Dalam dunia penerbangan dikenal perbedaan antara pesawat udara sipil (civil aircraft) dengan pesawat udara negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan tentu saja akan meningkatkan kebutuhan akan transportasi.

BAB I PENDAHULUAN. dan tentu saja akan meningkatkan kebutuhan akan transportasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkotaan dicirikan dengan adanya akses transportasi yang cukup baik. Perbaikan akses transportasi ke suatu tempat akan menjadikan lahan tersebut semakin menarik. Berkembangnya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. 1 Adapun pencarian bahan di

BAB III METODE PENELITIAN. hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. 1 Adapun pencarian bahan di BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan studi kepustakaan yaitu penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau kecil dan besar, perairan yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau kecil dan besar, perairan yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan hal yang sudah lumrah ditemukan di banyak tempat. Seluruh wilayah di Indonesia memiliki alat transportasi yang saling menghubungkan satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari moda-moda transportasi lain yang ditata dalam sistem

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari moda-moda transportasi lain yang ditata dalam sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angkutan udara sebagai salah satu moda transportasi tidak dapat dipisahkan dari moda-moda transportasi lain yang ditata dalam sistem transportasi nasional, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, pelabuhan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, pelabuhan adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelabuhan merupakan simpul transportasi laut yang menjadi fasilitas penghubung dengan daerah lain untuk melakukan aktivitas perdagangan. Pelabuhan memiliki

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG PENGAMANAN WILAYAH UDARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG PENGAMANAN WILAYAH UDARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG PENGAMANAN WILAYAH UDARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perang saudara Suriah yang juga dikenal dengan pemberontakan Suriah atau

BAB I PENDAHULUAN. Perang saudara Suriah yang juga dikenal dengan pemberontakan Suriah atau BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perang saudara Suriah yang juga dikenal dengan pemberontakan Suriah atau krisis Suriah adalah konflik senjata berkelanjutan di Suriah antara pasukan pendukung pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). 1 Pernyataan tersebut secara

Lebih terperinci

UU 15/1992, PENERBANGAN. Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:15 TAHUN 1992 (15/1992) Tanggal:25 MEI 1992 (JAKARTA) Tentang:PENERBANGAN

UU 15/1992, PENERBANGAN. Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:15 TAHUN 1992 (15/1992) Tanggal:25 MEI 1992 (JAKARTA) Tentang:PENERBANGAN UU 15/1992, PENERBANGAN Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor:15 TAHUN 1992 (15/1992) Tanggal:25 MEI 1992 (JAKARTA) Tentang:PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional. tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional. tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan Organisasi Internasional itu sendiri, yang sudah lama timbul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan;

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan; BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manufaktur, dan lain sebagainya membutuhkan sarana dan prasarana yang

BAB I PENDAHULUAN. manufaktur, dan lain sebagainya membutuhkan sarana dan prasarana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan usaha di berbagai bidang baik bidang industri, pertanian, manufaktur, dan lain sebagainya membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung

Lebih terperinci

2013, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negar

2013, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negar LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.156, 2013 TRANSPORTASI. Darat. Laut. Udara. Kecelakaan. Investigasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5448) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan kepada metode,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan kepada metode, III. METODE PENELITIAN Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan kepada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, dengan jalan menganalisanya. Selain itu juga, diadakan pemeriksaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, dimana dunia memasuki era gobalisasi, sektor ekonomi dan perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam dunia perdagangan soal

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan Pada Zaman modern ini alat transportasi sangatlah penting, baik untuk mengangkut barang ataupun manusia. Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sekitar bandara juga memenuhi kebutuhan masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sekitar bandara juga memenuhi kebutuhan masyarakat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Keberadaan Bandara Adisutjipto di Yogyakarta memberi keuntungan bagi masyarakat Yogyakarta maupun sekitar Yogyakarta, bahkan wisatawan luar negeri. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efisien, sehingga pesawat udara adalah pilihan yang tepat dalam transportasi.

BAB I PENDAHULUAN. efisien, sehingga pesawat udara adalah pilihan yang tepat dalam transportasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesawat udara 1 merupakan sarana perhubungan yang cepat dan efisien, sehingga pesawat udara adalah pilihan yang tepat dalam transportasi. Pesawat udara memiliki karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempererat hubungan antar bangsa. Pentingnya transportasi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. mempererat hubungan antar bangsa. Pentingnya transportasi tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan, mempengaruhi semua

Lebih terperinci

2015, No Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 200

2015, No Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 200 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1773, 2015 KEMENHUB. Pengoperasian Sistem. Pesawat Udara. Tanpa Awak. Ruang Udara. Dilayani Indonesia. Pengendalian. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan antara perusahaan dengan para pekerja ini saling membutuhkan, di. mengantarkan perusahaan mencapai tujuannya.

BAB I PENDAHULUAN. hubungan antara perusahaan dengan para pekerja ini saling membutuhkan, di. mengantarkan perusahaan mencapai tujuannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pekerja/buruh adalah tulang punggung perusahaan adagium ini nampaknya biasa saja, seperti tidak mempunyai makna. Tetapi kalau dikaji lebih jauh akan kelihatan

Lebih terperinci

BAHAN PAPARAN. Disampaikan pada : BIMBINGAN TEKNIS AUDIT

BAHAN PAPARAN. Disampaikan pada : BIMBINGAN TEKNIS AUDIT BAHAN PAPARAN Disampaikan pada : BIMBINGAN TEKNIS AUDIT PENGERTIAN ISTILAH 1. Bandar Udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan lepas landas pesawat udara, naik turun penumpang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan wanita yang dianggap masih lemah baik secara fisik maupun batin.

BAB I PENDAHULUAN. dan wanita yang dianggap masih lemah baik secara fisik maupun batin. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa ini perlindungan anak dan wanita sangat gencar-gencarnya dilakukan oleh pihak pemerintah maupun lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang fokus memperjuangkan

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 3, Nomor 2, Tahun 2014 Online di

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 3, Nomor 2, Tahun 2014 Online di IMPLEMENTASI KONVENSI PENERBANGAN SIPIL INTERNASIONAL DALAM PENGATURAN ASPEK KESELAMATAN DAN KEAMANAN PENERBANGAN DI INDONESIA Daisy Puji Gayatri, Agus Pramono, Joko Setiyono Hukum Internasional, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanggungjawab dalam arti accountability,responsibility,dan liability. 1 Demikian

BAB I PENDAHULUAN. tanggungjawab dalam arti accountability,responsibility,dan liability. 1 Demikian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecelakaan adalah suatu peristiwa yang terjadi diluar dugaan manusia yang berhubungan dengan pengoperasian pesawat udara yang berlangsung sejak penumpang naik pesawat

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Aspek Tanggung Jawab yang Timbul dalam Pengoprasian Drone Berdasarkan Hukum Udara Internasional dan Implementasinya dalam Peraturan Menteri No 90 Tahun 2015 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki wilayah yang sangat luas dan beraneka ragam budaya. Selain itu Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. memiliki wilayah yang sangat luas dan beraneka ragam budaya. Selain itu Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang memiliki jumlah penduduk yang banyak, memiliki wilayah yang sangat luas dan beraneka ragam budaya. Selain itu Indonesia merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 077 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR TEKNIS DAN OPERASI (MANUAL OF STANDARD CASR PART

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 077 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR TEKNIS DAN OPERASI (MANUAL OF STANDARD CASR PART KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 077 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR TEKNIS DAN OPERASI (MANUAL OF STANDARD CASR PART 170-04)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA 2.1. Pengertian Angkutan Multimoda Pengangkutan merupakan bagian dari perdagangan saat ini, dikenal adanya sistem baru yakni pengangkutan multimoda. Sistem

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 3610 (Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 68) UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin maju dari masa ke

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin maju dari masa ke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin maju dari masa ke masa membuat persaingan dalam dunia pekerjaan meningkat. Hal ini dikarenakan adanya globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asasi tenaga kerja dalam Undang-Undang yang tegas memberikan. bahkan sampai akhirnya terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

BAB I PENDAHULUAN. asasi tenaga kerja dalam Undang-Undang yang tegas memberikan. bahkan sampai akhirnya terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan tenaga kerja dari tahun ke tahun menarik perhatian banyak pihak. Permasalahan tenaga kerja yang menimbulkan konflik-konflik pada buruh, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Kalimat ini tercantum dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 Negara Republik Indonesia, dan alinea ke-4 (empat)

Lebih terperinci

Menimbang: a. bahwa dalam rangka mendukung kegiatan Layanan Tunggal

Menimbang: a. bahwa dalam rangka mendukung kegiatan Layanan Tunggal KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Jalan Merdeka Barat No. 8 Jakarta 10110 KotakPosNo. 1389 Jakarta 10013 Telepon : 3505550-3505006 (Sentral) Fax:3505136-3505139 3507144 PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk membentuk suatu keluarga

Lebih terperinci

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.561, 2014 KEMENHUB. Penetapan. Biaya. Navigasi Penerbangan. Formulasi. Mekanisme. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 17 TAHUN 2014 TENTANG FORMULASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan salah satu sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi

Lebih terperinci

Nurdin, S.H.,M.Hum., Setyo Widagdo, S.H.,M.H. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.

Nurdin, S.H.,M.Hum., Setyo Widagdo, S.H.,M.H. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. 1 PENGGUNAAN PESAWAT UDARA MILITER (HERCULES) SEBAGAI PESAWAT UDARA SIPIL UNTUK ALAT TRANSPORTASI PENDUDUK SIPIL DITINJAU DARI SEGI HUKUM UDARA INTERNASIONAL DAN NASIONAL Bernadus Ardian Ricky M Nurdin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan memperkokoh dalam tatan perekonomian nasional. peningkatan pembangunan pemerintah maupun bagi pengusaha-pengusaha swasta

BAB I PENDAHULUAN. dan memperkokoh dalam tatan perekonomian nasional. peningkatan pembangunan pemerintah maupun bagi pengusaha-pengusaha swasta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upaya dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka diperlukan suatu kebijakan yang mampu mengakomodir

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan telah mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan angkutan udara merupakan salah satu alat transportasi yang cepat dan

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan angkutan udara merupakan salah satu alat transportasi yang cepat dan 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengangkutan udara mempunyai peranan yang sangat penting. Hal ini dikarenakan angkutan udara merupakan salah satu alat transportasi yang cepat dan ekonomis. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jasa pengiriman paket dewasa ini sudah menjadi salah satu kebutuhan hidup. Jasa pengiriman paket dibutuhkan oleh perusahaan, distributor, toko, para wiraswastawan,

Lebih terperinci

1.1 Latar belakang masalah

1.1 Latar belakang masalah Bab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah khatulistiwa, berada diantara dua benua yaitu Asia dan Australia serta diantara dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diusahakan atau digunakan untuk pemenuhan kebutuhan yang nyata. perlindungan hukum bagi rakyat banyak.

BAB I PENDAHULUAN. diusahakan atau digunakan untuk pemenuhan kebutuhan yang nyata. perlindungan hukum bagi rakyat banyak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, merupakan salah satu sumber utama bagi kelangsungan hidup dan penghidupan bangsa sepanjang

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGGUNA JASA ANGKUTAN TRANS SARBAGITA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGGUNA JASA ANGKUTAN TRANS SARBAGITA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGGUNA JASA ANGKUTAN TRANS SARBAGITA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN Oleh : Ni Ketut Santi Sekarini I Ketut Sudjana Bagian Hukum Bisnis, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan beragam kebutuhan yang diperlukan masyarakat sebagai konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan beragam kebutuhan yang diperlukan masyarakat sebagai konsumen. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pertumbuhan ekonomi serta perkembangan kebudayaan telah menciptakan beragam kebutuhan yang diperlukan masyarakat sebagai konsumen. Untuk memenuhi tuntutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia yang merdeka di dalam wadah Negara Republik Indonesia sudah berumur lebih dari setengah abad, tetapi setua umur tersebut hukum nasional yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keamanan merupakan aspek terpenting yang harus dimiliki dalam setiap moda transportasi. Salah satu moda transportasi yang harus memiliki standar peraturan keamanan

Lebih terperinci

EKSISTENSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN (MERCENARIES) YANG TERLIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

EKSISTENSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN (MERCENARIES) YANG TERLIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL EKSISTENSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN (MERCENARIES) YANG TERLIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Diajukan Guna Memenuhi Sebahagian Persyaratan Untuk Memperoleh

Lebih terperinci