Dr. Marzuki, M.Ag. Dosen PKn dan Hukum FIS UNY BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM ISLAM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Dr. Marzuki, M.Ag. Dosen PKn dan Hukum FIS UNY BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM ISLAM"

Transkripsi

1 Dr. Marzuki, M.Ag. Dosen PKn dan Hukum FIS UNY BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM ISLAM A. Pengertian Hukum Islam, Syariah, Fikih, dan Ushul Fikih Sistem hukum di setiap masyarakat memiliki sifat, karakter, dan ruang lingkupnya sendiri. Begitu juga halnya dengan sistem hukum dalam Islam. Islam memiliki sistem hukum sendiri yang dikenal dengan sebutan hukum Islam. Ada beberapa istilah yang terkait dengan kajian hukum Islam, yaitu syariah, fikih, ushul fikih, dan hukum Islam sendiri. Istilah syariah, fikih, dan hukum Islam sangat populer di kalangan para pengkaji hukum Islam di Indonesia. Namun demikian, ketiga istilah ini sering dipahami secara tidak tepat, sehingga ketiganya terkadang saling tertukar. Untuk itu, di bawah ini akan dijelaskan masing-masing dari ketiga istilah tersebut dan hubungan antarketiganya, terutama hubungan antara syariah dan fikih. Satu lagi istilah yang juga terkait dengan kajian hukum Islam adalah ushul fikih. Pada prinsipnya hukum Islam bersumber dari wahyu Ilahi, yakni al- Quran, yang kemudian dijelaskan lebih rinci oleh Nabi Muhammad saw. melalui Sunnah dan hadisnya. Wahyu ini menentukan norma-norma dan konsep-konsep dasar hukum Islam yang sekaligus merombak aturan atau norma yang sudah mentradisi di tengah-tengah masyarakat manusia. Namun demikian, hukum Islam juga mengakomodasi berbagai aturan dan tradisi yang tidak bertentangan dengan aturan-aturan dalam wahyu Ilahi tersebut. 1. Hukum Islam Istilah hukum Islam berasal dari dua kata dasar, yaitu hukum dan Islam. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata hukum diartikan dengan: 1) peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat; 2) undang-undang, peraturan, dsb untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat; 3) patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa tertentu; dan 4) keputusan (pertimbangan) yang ditetapkan oleh hakim (di pengadilan) atau vonis (Tim Penyusun Kamus, 2001: 410). Secara sederhana hukum dapat dipahami sebagai peraturan-peraturan atau norma-norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, baik peraturan atau norma itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat maupun peraturan atau norma yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa (Muhammad Daud Ali, 1996: 38). Kata 7

2 hukum sebenarnya berasal dari bahasa Arab al-hukm yang merupakan isim mashdar dari fi il (kata kerja) hakama-yahkumu yang berarti memimpin, memerintah, memutuskan, menetapkan, atau mengadili, sehingg kata alhukm berarti putusan, ketetapan, kekuasaan, atau pemerintahan (Munawwir, 1997: 286). Dalam ujudnya, hukum ada yang tertulis dalam bentuk undangundang seperti hukum modern (hukum Barat) dan ada yang tidak tertulis seperti hukum adat dan hukum Islam. Adapun kata yang kedua, yaitu Islam, oleh Mahmud Syaltout didefinisikan sebagai agama Allah yang diamanatkan kepada Nabi Muhammad saw. untuk mengajarkan dasar-dasar dan syariatnya dan juga mendakwahkannya kepada semua manusia serta mengajak mereka untuk memeluknya (Mahmud Syaltout, 1966: 9). Dengan pengertian yang sederhana, Islam berarti agama Allah yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. lalu disampaikan kepada umat manusia untuk mencapai kesejahteraan hidupnya baik di dunia maupun di akhirat kelak. Dari gabungan dua kata hukum dan Islam tersebut muncul istilah hukum Islam. Dengan memahami arti dari kedua kata yang ada dalam istilah hukum Islam ini, dapatlah dipahami bahwa hukum Islam merupakan seperangkat norma atau peraturan yang bersumber dari Allah SWT. dan Nabi Muhammad saw. untuk mengatur tingkah laku manusia di tengahtengah masyarakatnya. Dengan kalimat yang lebih singkat, hukum Islam dapat diartikan sebagai hukum yang bersumber dari ajaran Islam. Dalam khazanah literatur Islam (Arab), termasuk dalam al-quran dan Sunnah, tidak dikenal istilah hukum Islam dalam satu rangkaian kata. Kedua kata ini secara terpisah dapat ditemukan penggunaannya dalam literatur Arab, termasuk juga dalam al-quran dan Sunnah. Dalam literatur Islam ditemukan dua istilah yang digunakan untuk menyebut hukum Islam, yaitu al-syari ah al-islamiyah اإلس المية) (الش ريعة (Indonesia: syariah Islam) dan al-fiqh al- Islami اإلس المي) (الفقه (Indonesia: fikih Islam). Istilah hukum Islam yang menjadi populer dan digunakan sebagai istilah resmi di Indonesia berasal dari istilah Barat. Hukum Islam merupakan terjemahan dari istilah Barat yang berbahasa Inggris, yaitu Islamic law. Kata Islamic law sering digunakan para penulis Barat (terutama para orientalis) dalam karya-karya mereka pada pertengahan abad ke-20 Masehi hingga sekarang. Sebagai contoh dari bukubuku mereka yang terkenal adalah Islamic Law in Modern World (1959) karya J.N.D. Anderson, An Introduction to Islamic Law (1965) karya Joseph Schacht, A History of Islamic Law (1964) karya N.J. Coulson, Crime and Punishment in Islamic Law: Theory and Practice from the Sixteenth to the Twenty-first Centuri 8

3 (2005) karya Rudolph Peters, An Introduction to Islamic Law (2009) kayra Wael B. Hallaq, dan Introduction in Islamic Law (2010) karya Ahmed Akgunduz. Para pakar hukum Islam yang menulis dengan bahasa Inggris juga menggunakan istilah itu dalam tulisan-tulisan mereka. Kata Islamic law sering digunakan untuk menunjuk istilah Arab fikih Islam. Ahmad Hasan menggunakan istilah Islamic law untuk fikih dalam karya-karyanya seperti dalam buku The Early Development of Islamic Jurisprudence (1970) dan The Principles of Islamic Jurisprudence (1994). Istilah inilah yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi hukum Islam. Istilah ini kemudian banyak digunakan untuk istilah-istilah resmi seperti dalam perundang-undangan, penamaan mata kuliah, jurusan, dan lain sebagainya. Adapun untuk padanan syariah, dalam literatur Barat, ditemukan kata shari ah. Untuk padanan syariah terkadang juga digunakan Islamic law, di samping juga digunakan istilah lain seperti the revealed law atau devine law (Ahmad Hasan, 1994: 396). Istilah lain terkait dengan hukum Islam yang juga digunakan dalam literatur Barat adalah Islamic Jurisprudence. Istilah ini digunakan untuk padanan ushul fikih. Ada beberapa buku yang ditulis dalam bahasa Inggris terkait dengan istilah ini, di antaranya adalah dua buku tulisan Ahmad Hasan seperti di atas, The Origins of Muhammadan Jurisprudence (1950) karya Joseph Schacht, The Principles of Muhammadan Jurisprudence (1958) karya Abdur Rahim, dan juga dua karya Ahmad Hasan seperti di atas, yakni The Early Development of Islamic Jurisprudence (1970) dan The Principles of Islamic Jurisprudence (1994), serta karya Norman Calder, Islamic Jurisprudence in the Classical Era yang diedit oleh Colin Imber (2010). Dari penjelasan di atas terlihat adanya ketidakpastian atau kekaburan makna dari Islamic law (hukum Islam) antara syariah dan fikih. Jadi, kata hukum Islam yang sering ditemukan pada literatur hukum yang berbahasa Indonesia secara umum mencakup syariah dan fikih, bahkan terkadang juga mencakup ushul fikih. Oleh karena itu, sering juga ditemukan dalam literatur tersebut kata syariah Islam dan fikih Islam untuk menghindari kekaburan penggunaan istilah hukum Islam untuk padanan dari kedua istilah tersebut. 2. Syariah Secara etimologis (lughawi) kata syariah berasal dari kata berbahasa Arab al-syari ah (الش ريعة) yang berarti jalan ke sumber air atau jalan yang harus diikuti, yakni jalan ke arah sumber pokok bagi kehidupan (al- Fairuzabadiy, 1995: 659). Orang-orang Arab menerapkan istilah ini 9

4 khususnya pada jalan setapak menuju palung air yang tetap dan diberi tanda yang jelas terlihat mata (Ahmad Hasan, 1984: 7). Syariah diartikan jalan air karena siapa saja yang mengikuti syariah akan mengalir dan bersih jiwanya. Allah menjadikan air sebagai penyebab kehidupan tumbuh-tumbuhan dan binatang sebagaimana Dia menjadikan syariah sebagai penyebab kehidupan jiwa manusia (Amir Syarifuddin, 1997, I:1). Ada juga yang mengartikan syariah dengan apa yang disyariatkan Allah kepada hamba-nya (Manna al- Qaththan, 2001: 13). Al-Quran menggunakan dua istilah: syir ah (Q.S. al-maidah [5]: 48) dan syari ah (Q.S. al-jatsiyah [45]: 18) untuk menyebut agama (din) dalam arti jalan yang telah ditetapkan Tuhan bagi manusia atau jalan yang jelas yang ditunjukkan Tuhan kepada manusia. Istilah syarai (jamak dari syari ah) digunakan pada masa Nabi Muhammad saw. untuk menyebut masalahmasalah pokok agama Islam seperti shalat, zakat, puasa di bulan Ramadlan, dan haji (Ahmad Hasan, 1984: 7). Syariah disamakan dengan jalan air mengingat bahwa barang siapa yang mengikuti syariah, ia akan mengalir dan bersih jiwanya (Manna al-qaththan, 2001: 13). Al-Quran dan Sunnah tidak menggunakan istilah al-syari ah dan al-islamiyyah dalam waktu yang bersamaan, namun dalam buku-buku berbahasa Arab kedua istilah yang bersamaan itu sering ditemukan, baik dalam buku-buku lama maupun buku-buku yang baru. Adapun istilah al-syari ah al-islamiyyah didefinisikan sebagai apa yang disyariatkan oleh Allah kepada hamba-nya baik berupa akidah, ibadah, akhlak, muamalah, maupun aturan-aturan hidup manusia dalam berbagai aspek kehidupannya untuk mengatur hubungan umat manusia dengan Tuhan mereka dan mengatur hubungan mereka dengan sesama mereka serta untuk mewujudkan kebahagiaan mereka di dunia dan di akhirat. Sering kali kata syariah disambungkan dengan Allah sehingga menjadi syariah Allah (syari atullah) yang berarti jalan kebenaran yang lurus yang menjaga manusia dari penyimpangan dan penyelewengan, dan menjauhkan manusia dari jalan yang mengarah pada keburukan dan ajakan-ajakan hawa nafsu (Manna al-qaththan, 2001: 14). Kata syariah secara khusus digunakan untuk menyebut apa yang disyariatkan oleh Allah yang disampaikan oleh para Rasul-Nya kepada hamba-hamba-nya. Karena itulah, Allah disebut al-syari yang pertama dan hukum-hukum Allah disebut hukum syara. Dari uraian di atas jelaslah bahwa istilah syariah pada mulanya identik dengan istilah din atau agama. Dalam hal ini syariah didefinisikan sebagai semua peraturan agama yang ditetapkan oleh al-quran maupun Sunnah Rasul. Karena itu, syariah mencakup ajaran-ajaran pokok agama (ushul al- 10

5 din), yakni ajaran-ajaran yang berkaitan dengan Allah dan sifat-sifat-nya, akhirat, dan yang berkaitan dengan pembahasan-pembahasan ilmu tauhid yang lain. Syariah mencakup pula etika, yaitu cara seseorang mendidik dirinya sendiri dan keluarganya, dasar-dasar hubungan kemasyarakatan, dan cita-cita tertinggi yang harus diusahakan untuk dicapai atau didekati serta jalan untuk mencapai cita-cita atau tujuan hidup itu. Di samping itu, syariah juga mencakup hukum-hukum Allah bagi tiap-tiap perbuatan manusia, yakni halal, haram, makruh, sunnah, dan mubah. Kajian tentang yang terakhir ini sekarang disebut fikih (Muhammad Yusuf Musa, 1988: 131). Jadi, secara singkat bisa dimengerti, semula syariah mempunyai arti luas yang mencakup akidah (teologi Islam), prinsip-prinsip moral (etika dan karakter Islam, akhlak), dan peraturan-peraturan hukum (fikih Islam). Pada abad kedua hijriah (abad ke-9 Masehi), ketika formulasi teologi Islam dikristalkan untuk pertama kali dan kata syariah mulai dipakai dalam pengertian yang sistematis, syariah dibatasi pemakaiannya untuk menyebut hukum (peraturan-peraturan hukum) saja, sedang teologi dikeluarkan dari cakupannya. Jadi, syariah menjadi konsep integratif tertinggi dalam Islam bagi mutakallimin (para teolog Muslim) dan fuqaha (para ahli hukum Islam) yang kemudian. Pengkhususan syariah pada hukum amaliyyah saja atau dibedakannya dari din (agama), karena agama pada dasarnya adalah satu dan berlaku secara universal, sedang syariah berlaku untuk masing-masing umat dan berbeda dengan umat-umat sebelumnya (Amir Syarifuddin, 1993: 14). Dengan demikian, syariah lebih khusus dari agama, atau dengan kata lain agama mempunyai cakupan yang lebih luas dari syariah, bahkan bisa dikatakan bahwa syariah merupakan bagian kecil dari agama. Adapun secara terminologis syariah didefinisikan dengan berbagai variasi. Wahbah al-zuhaili (1985, I: 18) mendefinisikan syariah sebagai setiap hukum yang disyariatkan oleh Allah kepada hamba-nya baik melalui al- Quran maupun Sunnah, baik yang terkait dengan masalah akidah yang secara khusus menjadi kajian ilmu kalam, maupun masalah amaliah yang menjadi kajian ilmu fikih. Muhammad Yusuf Musa (1988: 131) mengartikan syariah sebagai semua peraturan agama yang ditetapkan oleh Allah untuk kaum Muslim baik yang ditetapkan dengan al-quran maupun dengan Sunnah Rasul. Yusuf Musa juga mengemukakan satu definisi syariah yang dikutip dari pendapat Muhammad Ali al-tahanwy. Menurut al-tahanwy syariah adalah hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah bagi hambahamba-nya yang dibawa Nabi, baik yang berkaitan dengan cara perbuatan yang dinamakan dengan hukum-hukum cabang dan amaliyah yang dikodifikasikan dalam ilmu fikih, ataupun yang berkaitan dengan 11

6 kepercayaan yang dinamakan dengan hukum-hukum pokok dan i tiqadiyah yang dikodifikasikan dalam ilmu kalam (M. Yusuf Musa, 1988: 131). Dari beberapa definisi syariah di atas dapat dipahami bahwa syariah pada mulanya identik dengan agama (din) dan objeknya mencakup ajaranajaran pokok agama (ushuluddin/aqidah), hukum-hukum amaliyah, dan etika (akhlak). Pada perkembangan selanjutnya (pada abad II H. atau abad IX M.) objek kajian syariah kemudian dikhususkan pada masalah-masalah hukum yang bersifat amaliyah, sedangkan masalah-masalah yang terkait dengan pokok-pokok agama menjadi objek kajian khusus bagi akidah (ilmu ushuluddin). Pengkhususan ini dimaksudkan karena agama pada dasarnya adalah satu dan berlaku secara universal, sedangkan syariah berlaku untuk masing-masing umat dan berbeda dengan umat-umat sebelumnya. Dengan demikian, syariah lebih khusus dari agama. Syariah adalah hukum amaliyah yang berbeda menurut perbedaan Rasul yang membawanya. Syariah yang datang kemudian mengoreksi dan membatalkan syariah yang lebih dahulu, sedangkan dasar agama, yaitu aqidah (tauhid), tidak berbeda di antara para Rasul. Atas dasar inilah Mahmud Syaltout mendefinisikan syariah sebagai aturan-aturan yang disyariatkan oleh Allah atau disyariatkan pokokpokoknya agar manusia itu sendiri menggunakannya dalam berhubungan dengan Tuhannya, dengan saudaranya sesama Muslim, dengan saudaranya sesama manusia, dan alam semesta, serta dengan kehidupan (Mahmud Syaltout, 1966: 12). Syaltout menambahkan bahwa syariah merupakan cabang dari aqidah yang merupakan pokoknya. Keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat dan tidak bisa dipisahkan. Aqidah merupakan fondasi yang dapat membentengi syariah, sementara syariah merupakan perwujudan dari fungsi kalbu dalam beraqidah (Mahmud Syaltout, 1966: 13). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada mulanya syariah bermakna umum (identik dengan agama) yang mencakup hukum-hukum aqidah dan amaliyah, tetapi kemudian syariah hanya dikhususkan dalam bidang hukum-hukum amaliyah. Bidang kajian syariah hanya terfokus pada hukum-hukum amaliyah manusia dalam rangka berhubungan dengan Tuhannya, sesama manusia, dan alam semesta. Adapun sumber syariah adalah al-quran yang merupakan wahyu Allah dan dilengkapi dengan Sunnah Nabi Muhammad saw. 3. Fikih Secara etimologis kata fikih berasal dari kata berbahasa Arab: al,الفق ه/ fiqh yang berarti pemahaman atau pengetahuan tentang sesuatu (al- Fairuzabadiy, 1995: 1126). Dalam hal ini kata fiqh identik dengan kata fahm 12

7 atau ilm yang mempunyai makna sama (al-zuhaili, 1985, I: 15). Kata fikih pada mulanya digunakan orang-orang Arab untuk seseorang yang ahli dalam mengawinkan onta, yang mampu membedakan onta betina yang sedang birahi dan onta betina yang sedang bunting. Dari ungkapan ini fikih kemudian diartikan pengetahuan dan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu hal. Dalam buku al-ta rifat, sebuah buku semisal kamus karya al- Jarjani, dijelaskan, kata fiqh menurut bahasa adalah ungkapan dari pemahaman maksud pembicara dari perkataannya (al-jarjani, 1988: 168). Kata fiqh semula digunakan untuk menyebut setiap ilmu tentang sesuatu, namun kemudian dikhususkan untuk ilmu tentang syariah. Al-Quran menggunakan kata fiqh atau yang berakar kepada kata faqiha dalam 20 ayat. Kata fiqh dalam pengertian memahami secara umum lebih dari satu tempat dalam al-quran. Ungkapan liyatafaqqahu fiddin (Q.S. al-taubah [9]: 122) yang artinya agar mereka melakukan pemahaman dalam agama menunjukkan bahwa di masa Rasulullah istilah fikih tidak hanya digunakan dalam pengertian hukum saja, tetapi juga memiliki arti yang lebih luas mencakup semua aspek dalam Islam, yaitu teologis, politis, ekonomis, dan hukum (Ahmad Hasan, 1984: 1). Perlu dicatat bahwa di masa-masa awal Islam, istilah ilm dan fiqh seringkali digunakan bagi pemahaman secara umum. Diceritakan bahwa Rasulullah telah mendoakan Ibnu Abbas dengan mengatakan Allahumma faqqihhu fiddin yang artinya ya Allah berikan dia pemahaman dalam agama. Dalam doa tersebut Rasulullah tidak memaksudkan pemahaman dalam hukum semata, tetapi pemahaman tentang Islam secara umum (Ahmad Hasan, 1984: 2). Seperti halnya syariah, fikih semula tidak dipisahkan dengan ilmu kalam hingga masa al-ma mun (meninggal 218 H.) dari Bani Abbasiah. Hingga abad II H. fikih mencakup masalah-masalah teologis maupun masalah-masalah hukum. Sebuah buku yang berjudul al-fiqh al-akbar, yang dinisbatkan kepada Abu Hanifah (meninggal 150 H.) dan yang menyanggah kepercayaan para pengikut aliran Qadariah, membahas prinsip-prinsip dasar Islam atau masalah-masalah teologis. Karenanya, judul buku ini menunjukkan bahwa kajian ilmu kalam juga dicakup oleh istilah fikih pada masa-masa awal Islam (Ahmad Hasan, 1984: 3). Adapun secara terminologis fikih didefinisikan sebagai ilmu tentang hukum-hukum syara yang bersifat amaliyah yang digali dari dalil-dalil terperinci (Khallaf, 1978: 11; Abu Zahrah, 1958: 6; al-zuhaili, 1985, I: 16; al- Jarjani, 1988: 168; dan Manna al-qaththan, 2001: 183). Dari definisi ini dapat diambil beberapa pengertian sebagai berikut: 13

8 a. Fikih adalah ilmu tentang hukum-hukum syara. Kata hukum di sini menjelaskan bahwa hal-hal yang tidak terkait dengan hukum seperti zat tidak termasuk ke dalam pengertian fikih. Penggunaan kata syara (syar i) dalam definisi tersebut menjelaskan bahwa fikih itu menyangkut ketentuan syara, yaitu sesuatu yang berasal dari kehendak Allah. Kata syara ini juga menjelaskan bahwa sesuatu yang bersifat aqli seperti ketentuan satu ditambah satu sama dengan dua, atau yang bersifat hissi seperti ketentuan bahwa api itu panas bukanlah cakupan ilmu fikih. b. Fikih hanya membicarakan hukum-hukum syara yang bersifat amaliyah (praktis). Kata amaliyah menjelaskan bahwa fikih itu hanya menyangkut tindak-tanduk manusia yang bersifat lahiriah. Karena itu, hal-hal yang bersifat bukan amaliyah seperti keimanan (aqidah) tidak termasuk wilayah fikih. c. Pemahaman tentang hukum-hukum syara tersebut didasarkan pada dalil-dalil terperinci, yakni al-quran dan Sunnah. Kata terperinci (tafshili) menjelaskan dalil-dalil yang digunakan seorang mujtahid (ahli fikih) dalam penggalian dan penemuannya. Karena itu, ilmu yang diperoleh orang awam dari seorang mujtahid yang terlepas dari dalil tidak termasuk dalam pengertian fikih. d. Fikih digali dan ditemukan melalui penalaran para mujtahid. Kata digali dan ditemukan mengandung arti bahwa fikih merupakan hasil penggalian dan penemuan tentang hukum. Fikih juga merupakan penggalian dan penemuan mujtahid dalam hal-hal yang tidak dijelaskan oleh dalil-dalil (nash) secara pasti. Adapun yang menjadi objek pembahasan ilmu fikih adalah perbuatan orang mukallaf. Atau dengan kata lain, sasaran ilmu fikih adalah manusia serta dinamika dan perkembangannya yang semuanya merupakan gambaran nyata dari perbuatan-perbuatan orang mukallaf yang ingin dipolakan dalam tata nilai yang menjamin tegaknya suatu kehidupan beragama dan bermasyarakat yang baik. Studi komprehensif yang dilakukan oleh para pakar ilmu fikih seperti al-qadli Husein, Imam al-subki, Imam Ibn Abd al-salam, dan Imam al-suyuthi merumuskan bahwa kerangka dasar dari fikih adalah zakerhijd atau kepastian, kemudahan, dan kesepakatan bersama yang sudah mantap. Dan pola umum dari fikih adalah kemaslahatan (i tibar al-mashalih) (Ali Yafie, 1994: 108). Dengan demikian jelaslah bahwa pengertian fikih berbeda dengan syariah baik dari segi etimologis maupun terminologis. Syariah merupakan seperangkat aturan yang bersumber dari Allah SWT. dan Rasulullah saw. 14

9 untuk mengatur tingkah laku manusia baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhannya (beribadah) maupun dalam rangka berhubungan dengan sesamanya (bermuamalah). Sedangkan fikih merupakan pemahaman dan penjelasan atau uraian yang lebih rinci dari apa yang sudah ditetapkan oleh syariah. Adapun sumber fikih adalah pemahaman atau pemikiran para ulama (mujtahid) terhadap syariah (al-quran dan Sunnah). 4. Hubungan antara Hukum Islam, Syariah, dan Fikih Di atas telah dijelaskan bahwa hukum Islam merupakan istilah yang lahir sebagai terjemahan dari istilah berbahasa Inggris Islamic law. Namun, kalau dikaji dari bentukan kata hukum Islam itu sendiri, yakni gabungan dari kata hukum dan kata Islam, maka dapat dipahami bahwa hukum Islam itu merupakan hukum yang bersumber dari ajaran Islam. Istilah hukum Islam tidak ditemukan dalam al-quran, Sunnah, maupun literatur Islam. Untuk itu perlu dicari padanan istilah hukum Islam ini dalam literatur Islam. Jika hukum Islam itu dipahami sebagai hukum yang bersumber dari ajaran Islam, maka sulit dicari padanan yang dalam literatur Islam persis sama dengan istilah tersebut. Ada dua istilah yang dapat dipadankan dengan istilah hukum Islam, yaitu syariah dan fikih. Dua istilah ini, sebagaimana sudah diuraikan di atas, merupakan dua istilah yang berbeda tetapi tidak bisa dipisahkan, karena keduanya sangat terkait erat. Dengan memahami kedua istilah ini dengan berbagai karakteristiknya masing-masing, dapatlah disimpulkan bahwa hukum Islam itu tidak sama persis dengan syariah dan sekaligus tidak sama persis dengan fikih. Tetapi juga tidak berarti bahwa hukum Islam itu berbeda sama sekali dengan syariah dan fikih. Yang dapat dikatakan adalah pengertian hukum Islam itu mencakup pengertian syariah dan fikih, karena hukum Islam yang dipahami di Indonesia ini terkadang dalam bentuk syariah dan terkadang dalam bentuk fikih, sehingga kalau seseorang mengatakan hukum Islam, harus dicari dulu kepastian maksudnya, apakah yang berbentuk syariah ataukah yang berbentuk fikih. Hal inilah yang tidak dipahami oleh sebagian besar bangsa Indonesia, termasuk sebagian besar kaum Muslim, sehingga mengakibatkan hukum Islam dipahami dengan kurang tepat bahkan salah. Hubungan antara syariah dan fikih sangat erat dan tidak dapat dipisahkan. Syariah merupakan sumber atau landasan fikih, sedangkan fikih merupakan pemahaman terhadap syariah. Pemakaian kedua istilah ini sering rancu, artinya ketika seseorang menggunakan istilah syariah terkadang maksudnya adalah fikih, dan sebaliknya ketika seseorang 15

10 menggunakan istilah fikih terkadang maksudnya adalah syariah. Hanya saja kemungkinan yang kedua ini sangat jarang. Meskipun syariah dan fikih tidak dapat dipisahkan, tetapi keduanya berbeda. Syariah diartikan dengan ketentuan atau aturan yang ditetapkan oleh Allah tentang tingkah laku manusia di dunia dalam mencapai kehidupan yang baik di dunia dan akhirat. Ketentuan syariah terbatas dalam firman Allah dan penjelasannya melalui sabda Rasulullah. Semua tindakan manusia di dunia dalam tujuannya mencapai kehidupan yang baik harus tunduk kepada kehendak Allah dan Rasulullah. Kehendak Allah dan Rasulullah itu sebagian telah terdapat secara tertulis dalam al-quran dan Sunnah yang disebut syariah, sedang sebagian besar lainnya tersimpan di balik apa yang tertulis itu, atau yang tersirat. Untuk mengetahui keseluruhan apa yang dikehendaki Allah tentang tingkah laku manusia itu harus ada pemahaman yang mendalam tentang syariah hingga secara amaliyah syariah itu dapat diterapkan dalam kondisi dan situasi bagaimana pun. Hasil pemahaman itu dituangkan dalam bentuk ketentuan yang terperinci. Ketentuan terperinci tentang tingkah laku orang mukallaf yang diramu dan diformulasikan sebagai hasil pemahaman terhadap syariah itu disebut fikih. Pemahaman terhadap hukum syara atau formulasi fikih itu mengalami perubahan sesuai dengan perubahan situasi dan kondisi manusia dan dinamika serta perkembangan zaman. Fikih biasanya dinisbatkan kepada para mujtahid yang memformulasikannya, seperti Fikih Hanafi, Fikih Maliki, Fikih Syafi i, Fikih Hanbali, Fikih Ja fari (Fikih Syi ah), dan lain sebagainya, sedangkan syariah selalu dinisbatkan kepada Allah dan Rasul-Nya. Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa hukum-hukum fikih merupakan refleksi dari perkembangan dan dinamika kehidupan masyarakat sesuai dengan situasi dan kondisi zamannya. Mazhab fikih tidak lain dari refleksi perkembangan kehidupan masyarakat dalam dunia Islam, karenanya mengalami perubahan sesuai dengan zaman dan situasi serta kondisi masyarakat yang ada. Jadi, secara umum syariah adalah hukum Islam yang bersumber dari al-quran dan Sunnah yang belum dicampuri daya nalar (ijtihad), sedangkan fikih adalah hukum Islam yang bersumber dari pemahaman terhadap syariah atau pemahaman terhadap nash, baik al-quran maupun Sunnah. Asaf A.A. Fyzee membedakan kedua istilah tersebut dengan mengatakan bahwa syariah adalah sebuah lingkaran yang besar yang wilayahnya meliputi semua perilaku dan perbuatan manusia; sedang fikih adalah lingkaran kecil yang mengurusi apa yang umumnya dipahami sebagai 16

11 tindakan umum. Syariah selalu mengingatkan kita akan wahyu, ilmu (pengetahuan) yang tidak akan pernah diperoleh seandainya tidak ada al- Quran dan Sunnah; dalam fikih ditekankan penalaran dan deduksi yang dilandaskan pada ilmu terus-menerus dikutip dengan persetujuan. Jalan syariah digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya; bangunan fikih ditegakkan oleh usaha manusia. Dalam fikih satu tindakan dapat digolongkan pada sah atau tidak sah, yajuzu wa ma la yajuzu, boleh atau tidak boleh. Dalam syariah terdapat berbagai tingkat pembolehan atau pelarangan. Fikih adalah istilah yang digunakan bagi hukum sebagai suatu ilmu; sedang syariah bagi hukum sebagai jalan kesalehan yang dikaruniakan dari langit (Fyzee, 1974: 21). Dari uraian di atas dapat disimpulkan mengenai perbedaan antara syariah dan fikih sebagai berikut: a. Syariah berasal dari Allah dan Rasul-Nya, sedang fikih berasal dari pemikiran manusia. b. Syariah terdapat dalam al-quran dan kitab-kitab hadis, sedang fikih terdapat dalam kitab-kitab fikih. c. Syariah bersifat fundamental dan mempunyai cakupan yang lebih luas, karena oleh sebagian ahli dimasukkan juga aqidah dan akhlak, sedang fikih bersifat instrumental dan cakupannya terbatas pada hukum yang mengatur perbuatan manusia. d. Syariah mempunyai kebenaran yang mutlak (absolut) dan berlaku abadi, sedang fikih mempunyai kebenaran yang relatif dan bersifat dinamis. e. Syariah hanya satu, sedang fikih lebih dari satu, seperti terlihat dalam mazhab-mazhab fikih. f. Syariah menunjukkan kesatuan dalam Islam, sedang fikih menunjukkan keragaman dalam Islam. 5. Ushul Fikih Istilah ushul fikih sebenarnya merupakan gabungan (kata majemuk) dari kata ushul dan kata fikih. Makna dari kata fikih sudah diuraikan di atas baik secara etimologis maupun secara terminologis. Secara etimologis, fikih berarti paham, dan secara terminologis fikih berarti ilmu tentang hukum-hukum syara yang bersifat praktis yang digali dari dalil-dalil yang terperinci dari al-quran dan Sunnah. Sedang kata ushul berasal dari bahasa Arab األص ول/ al-ushul yaitu isim jama (plural) dari kata dasar (mufrad) al ألص ل/ ashl yang artinya pokok, sumber, asal, dasar, pangkal, dan lain sebagainya (Munawwir, 1997: 23). Dengan mengetahui makna kata ushul dan fikih, dapatlah dipahami makna ushul fikih yang sebenarnya tidak jauh 17

12 dari makna kedua kata yang menjadi unsur-unsurnya, yakni dasar atau pokok fikih. Dalam beberapa buku dapat ditemukan variasi definisi tentang ushul fikih, meskipun maksudnya sama. Dalam buku al-ta rifat, al-jarjani mendefinisikan ushul fikih sebagai ilmu tentang kaidah-kaidah untuk memahami fikih (al-jarjani, 1988: 28). Abdul Wahhab Khallaf mendefinisikan ushul fikih sebagai ilmu tentang kaidah-kaidah dan pembahasanpembahasan untuk menghasilkan hukum-hukum syara yang bersifat amaliyah yang digali dari dalil-dalil yang terperinci (Khallaf, 1978: 12). Sementara itu, Wahbah al-zuhaili menyebutkan dua pengertian tentang ushul fikih, satu pengertian dari golongan Syafi iyah dan satu pengertian dari golongan Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah. Golongan Syafi iyah mengartikan ushul fikih dengan pengetahuan tentang dalil-dalil fikih secara global (ijmali), cara-cara menggunakannya, serta kondisi penggunanya. Sedang golongan Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah mengartikan ushul fikih dengan kaidah-kaidah yang mengantarkan pada pembahasan tentang istinbath hukum dari dalil-dalilnya yang terperinci atau ilmu tentang kaidah-kaidah ini (al-zuhaili, 1985, I: 23-24). Dari beberapa definisi tersebut dapat dipahami bahwa ushul fikih merupakan suatu ilmu yang mendasari ilmu fikih. Dengan ushul fikih inilah dapat dipahami proses terbentuknya hukum fikih (hukum-hukum mengenai perbuatan manusia). Secara sederhana, perbedaan fikih dengan ushul fikih adalah, kalau fikih itu ilmu tentang hukum syara, sedang ushul fikih ilmu tentang cara-cara mengeluarkan atau menemukan hukum-hukum syara tersebut. Untuk mengetahui perbedaan antara fikih dan ushul fikih dapat disimak ilustrasi contoh berikut. Dalam kitab-kitab fikih dapat ditemukan bahwa shalat hukumnya wajib. Wajibnya shalat ini merupakan hukum syara. Al-Quran dan Sunnah tidak pernah mengungkapkan secara tegas bahwa shalat itu wajib. Wajibnya shalat ini dalam al-quran hanya ditunjukkan dengan ayat yang berbunyi: aqimu al-shalah (dirikanlah shalat) (misalnya Q.S. al-baqarah [2]: 43). Ayat al-quran yang mengandung perintah untuk mengerjakan shalat ini disebut dalil syara. Untuk menemukan hukum syara, dalil-dalil syara itu harus berpedoman pada aturan-aturan atau kaidah yang sudah ada, umpamanya setiap perintah itu menunjukkan wajib. Jadi, dari bentuk perintah dalam dalil syara seperti dirikanlah shalat dapat diketahui hukum syara bahwa shalat itu wajib dilakukan. Pengetahuan tentang kaidah-kaidah yang menjelaskan cara-cara mengeluarkan hukum dari dalil-dalil syara tersebut disebut ushul fikih. 18

13 Adapun tujuan yang ingin dicapai dari ilmu ushul fikih adalah untuk dapat menerapkan kaidah-kaidah terhadap dalil-dalil syara yang terperinci agar sampai kepada hukum-hukum syara yang bersifat amali (praktis) yang ditunjuk oleh dalil-dalil itu. Dengan kaidah-kaidah ushul ini dapat dipahami nash-nash syara dan hukum yang terkandung di dalamnya. Demikian pula dapat dipahami secara baik dan tepat apa-apa yang dirumuskan para ulama (mujtahid) dan bagaimana mereka sampai kepada rumusan itu (Amir Syarifuddin, 1997, I: 41). Pokok bahasan ushul fikih sangat berbeda dengan fikih. Pokok bahasan ushul fikih berkisar pada tiga hal, yaitu (1) dalil-dalil atau sumber hukum Islam; (2) hukum-hukum syara yang terkandung dalam dalil-dalil itu; dan (3) kaidah-kaidah tentang usaha dan cara mengeluarkan hukum syara dari dalil atau sumber yang mengandung hukum tersebut (Amir Syarifuddin, 1997, I: 41; al-zuhaili, 1985, I: 27). B. Ruang Lingkup Hukum Islam Pembahasan mengenai ruang lingkup hukum Islam di sini berkisar pada tiga masalah pokok, yaitu: (1) pengertian ruang lingkup hukum Islam; (2) ibadah, sebagai ruang lingkup hukum Islam yang pertama; dan (3) muamalah, sebagai ruang lingkup hukum Islam yang kedua. 1. Pengertian Ruang Lingkup Hukum Islam Yang dimaksud dengan ruang lingkup hukum Islam di sini adalah objek kajian hukum Islam atau bidang-bidang hukum yang menjadi bagian dari hukum Islam. Hukum Islam di sini meliputi syariah dan fikih. Hukum Islam sangat berbeda dengan hukum Barat yang membagi hukum menjadi hukum privat (hukum perdata) dan hukum publik. Sama halnya dengan hukum adat di Indonesia, hukum Islam tidak membedakan hukum privat dan hukum publik. Pembagian bidang-bidang kajian hukum Islam lebih dititikberatkan pada bentuk aktivitas manusia dalam melakukan hubungan. Dengan melihat bentuk hubungan ini, dapat diketahui bahwa ruang lingkup hukum Islam ada dua, yaitu hubungan manusia dengan Tuhan (hablun minallah) dan hubungan manusia dengan sesamanya (hablun minannas). Bentuk hubungan yang pertama disebut ibadah dan bentuk hubungan yang kedua disebut muamalah. Dengan mendasarkan pada hukum-hukum yang terdapat dalam al- Quran, Abdul Wahhab Khallaf membagi hukum menjadi tiga, yaitu hukumhukum i tiqadiyyah (keimanan), hukum-hukum khuluqiyyah (akhlak), dan hukum-hukum amaliyyah (aktivitas baik ucapan maupun perbuatan). Hukum-hukum amaliyyah inilah yang identik dengan hukum Islam yang 19

14 dimaksud di sini. Abdul Wahhab Khallaf membagi hukum-hukum amaliyyah menjadi dua, yaitu hukum-hukum ibadah yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya dan hukum-hukum muamalah yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya (Khallaf, 1978: 32). Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup atau bidang-bidang kajian hukum Islam ada dua, yaitu bidang ibadah dan bidang muamalah. Kedua bidang hukum ini akan diuraikan lebih jauh pada pembahasan selanjutnya. 2. Ibadah Secara etimologis kata ibadah berasal dari bahasa Arab al- ibadah, yang merupakan mashdar dari kata kerja abada - ya budu yang berarti menyembah atau mengabdi (Munawwir, 1997: 886). Sedang secara terminologis ibadah diartikan dengan perbuatan orang mukallaf (dewasa) yang tidak didasari hawa nafsunya dalam rangka mengagunkan Tuhannya (al-jarjani, 1988: 189). Sementara itu, Hasbi ash Shiddieqy (1985: 4) mendefinisikan ibadah sebagai segala sesuatu yang dikerjakan untuk mencapai keridoan Allah dan mengharap pahala-nya di akhirat. Inilah definisi yang dikemukakan oleh ulama fikih. Dari makna ini, jelaslah bahwa ibadah mencakup semua aktivitas manusia baik perkataan maupun perbuatan yang didasari dengan niat ikhlas untuk mencapai keridoan Allah dan mengharap pahala di akhirat kelak. Hakikat ibadah menurut para ahli adalah ketundukan jiwa yang timbul karena hati merasakan cinta akan yang disembah (Tuhan) dan merasakan keagungan-nya, karena meyakini bahwa dalam alam ini ada kekuasaan yang hakikatnya tidak diketahui oleh akal. Pendapat lain menyatakan, hakikat ibadah adalah memperhambakan jiwa dan menundukkannya kepada kekuasaan yang ghaib yang tidak dijangkau ilmu dan tidak diketahui hakikatnya. Sedang menurut Ibnu Katsir, hakikat ibadah adalah suatu ungkapan yang menghimpun kesempurnaan cerita, tunduk, dan takut (Ash Shiddieqy, 1985: 8). Dari beberapa pengertian tentang ibadah di atas dapat dipahami bahwa ibadah hanya tertuju kepada Allah dan tidak boleh ibadah ditujukan kepada selain Allah. Hal ini karena memang hanya Allah yang berhak menerima ibadah hamba-nya dan Allahlah yang telah memberikan segala kenikmatan, pertolongan, dan petunjuk kepada semua makhluk ciptaan-nya. Oleh karena itu, dalam al-quran dengan tegas disebutkan bahwa Allah memerintahkan jin dan manusia untuk beribadah kepada-nya (Q.S. al- Dzariyat [51]: 56). Di ayat lain Allah memerintahkan ibadah kepada manusia 20

15 sebagai sarana untuk mencapai derajat takwa (Q.S. al-baqarah [2]: 21). Dengan demikian, jelaslah bahwa ibadah merupakan hak Allah yang wajib dilakukan oleh manusia kepada Allah. Karena ibadah merupakan perintah Allah dan sekaligus hak-nya, maka ibadah yang dilakukan oleh manusia harus mengikuti aturan-aturan yang dibuat oleh Allah. Allah mensyaratkan ibadah harus dilakukan dengan ikhlas (Q.S. al-zumar [39]: 11) dan harus dilakukan secara sah sesuai dengan petunjuk syara (Q.S. al-kahfi [18]: 110). Dalam masalah ibadah berlaku ketentuan, tidak boleh ditambahtambah atau dikurangi. Allah telah mengatur ibadah dan diperjelas oleh Rasul-Nya. Karena ibadah bersifat tertutup (dalam arti terbatas), maka dalam ibadah berlaku asas umum, yakni pada dasarnya semua perbuatan ibadah dilarang untuk dilakukan kecuali perbuatan-perbuatan itu dengan tegas diperintahkan. Dengan demikian, tidak mungkin dalam ibadah dilakukan modernisasi, atau melakukan perubahan dan perombakan yang mendasar mengenai hukum, susunan, dan tata caranya. Yang mungkin dapat dilakukan adalah penggunaan peralatan ibadah yang sudah modern (Muhammad Daud Ali, 1996: 49). Ibadah memiliki peran yang sangat penting dalam Islam dan menjadi titik sentral dari seluruh aktivitas kaum Muslim. Seluruh aktivitas kaum Muslim pada dasarnya merupakan bentuk ibadah kepada Allah, sehingga apa saja yang dilakukannya memiliki nilai ganda, yaitu nilai material dan nilai spiritual. Nilai material berupa imbalan nyata di dunia, sedang nilai spiritual berupa imbalan yang akan diterima di akhirat. Para ulama membagi ibadah menjadi dua macam, yaitu ibadah mahdlah (ibadah khusus) dan ibadah ghairu mahdlah (ibadah umum) (Ash Shiddieqy, 1985: 5). Ibadah khusus adalah ibadah langsung kepada Allah yang tata cara pelaksanaannya telah diatur dan ditetapkan oleh Allah atau dicontohkan oleh Rasulullah. Karena itu, pelaksanaan ibadah sangat ketat, yaitu harus sesuai dengan contoh dari Rasul. Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan pedoman atau cara yang harus ditaati dalam beribadah, tidak boleh ditambah-tambah atau dikurangi. Penambahan atau pengurangan dari ketentuan-ketentuan ibadah yang ada dinamakan bid ah dan berakibat batalnya ibadah yang dilakukan. Dalam masalah ibadah ini berlaku prinsip: الا ص ل فى ا لع ب اد ة ا لب ط لا ن ح تى ي ق و م د ل ي ل ع ل ى ا لا م ر Artinya: Pada prinsipnya ibadah itu batal (dilarang) kecuali ada dalil yang memerintahkannya (Ash Shiddieqy, 1980, II: 91). 21

16 Contoh ibadah khusus ini adalah shalat (termasuk di dalamnya thaharah), zakat, puasa, dan haji. Inilah makna ibadah yang sebenarnya yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya. Adapun ibadah ghairu mahdlah (ibadah umum) adalah ibadah yang tata cara pelaksanaannya tidak diatur secara rinci oleh Allah dan Rasulullah. Ibadah umum ini tidak menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi justeru berupa hubungan antara manusia dengan manusia atau dengan alam yang memiliki nilai ibadah. Bentuk ibadah ini umum sekali, berupa semua aktivitas kaum Muslim (baik perkataan maupun perbuatan) yang halal (tidak dilarang) dan didasari dengan niat karena Allah (mencari rido Allah). Jadi, sebenarnya ibadah umum itu berupa muamalah yang dilakukan oleh seorang Muslim dengan tujuan mencari rido Allah. Para ulama ada juga yang membagi ibadah menjadi lima macam, yaitu: 1) ibadah badaniyah, seperti shalat, 2) ibadah maliyah, seperti zakat, 3) ibadah ijtima iyah, seperti haji, 4) ibadah ijabiyah, seperti thawaf, dan 5) ibadah salbiyah, seperti meninggalkan segala yang diharamkan dalam masa berihram (Ash Shiddieqy, 1985: 5). Tentu masih banyak tinjauan ibadah dari ulama lain berdasarkan sudut pandang yang berbeda-beda, namun tidak akan menghilangkan ruhnya, yaitu bahwa ibadah merupakan suatu ketundukan seorang hamba kepada Tuhannya dengan didukung oleh keikhlasan atau ketulusan hati. 3. Muamalah Secara etimologis kata muamalah berasal dari bahasa Arab al-mu amalah yang berpangkal pada kata dasar amila-ya malu- amalan yang berarti membuat, berbuat, bekerja, atau bertindak (Munawwir, 1997: 972). Dari kata amila muncul kata amala-yu amilu mu amalah yang artinya hubungan kepentingan (seperti jual beli, sewa, dsb) (Munawwir, 1997: 974). Sedangkan secara terminologis muamalah berarti bagian hukum amaliah selain ibadah yang mengatur hubungan orang-orang mukallaf antara yang satu dengan lainnya baik secara individu, dalam keluarga, maupun bermasyarakat (Khallaf, 1978: 32). Berbeda dengan masalah ibadah, ketetapan-ketetapan Allah dalam masalah muamalah terbatas pada yang pokok-pokok saja. Penjelasan Nabi, kalaupun ada, tidak terperinci seperti halnya dalam masalah ibadah. Oleh karena itu, bidang muamalah terbuka sifatnya untuk dikembangkan melalui ijtihad. Kalau dalam bidang ibadah tidak mungkin dilakukan modernisasi, maka dalam bidang muamalah sangat memungkinkan untuk dilakukan modernisasi. Dengan pertimbangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang 22

17 sedemikian maju, masalah muamalah pun dapat disesuaikan sehingga mampu mengakomodasi kemajuan tersebut. Karena sifatnya yang terbuka tersebut, dalam bidang muamalah berlaku asas umum, yakni pada dasarnya semua akad dan muamalah boleh dilakukan, kecuali ada dalil yang membatalkan dan melarangnya (Ash Shiddieqy, 1980, II: 91). Dari prinsip dasar ini dapat dipahami bahwa semua perbuatan yang termasuk dalam kategori muamalah boleh saja dilakukan selama tidak ada ketentuan atau nash yang melarangnya. Oleh karena itu, kaidah-kaidah dalam bidang muamalah dapat saja berubah seiring dengan perubahan zaman, asal tidak bertentangan dengan ruh Islam. Dilihat dari segi bagian-bagiannya, ruang lingkup hukum Islam dalam bidang muamalah, menurut Abdul Wahhab Khallaf (1978: 32-33), meliputi (1) ahkam al-ahwal الشخص ية/ al-syakhshiyyah األح وال أحك ام (hukum-hukum masalah personal/keluarga); (2) al-ahkam al-madaniyyah/ المدني ة األحك ام (hukum-hukum perdata); (3) al-ahkam الجنائي ة/ al-jinaiyyah األحك ام (hukum-hukum pidana); (4) ahkam المرافع ات/ al-murafa at أحك ام (hukum-hukum acara peradilan); (5) al-ahkam الدس تورية/ al-dusturiyyah األحك ام (hukum-hukum perundang-undangan); (6) alahkam الدولي ة/ al-duwaliyyah األحك ام (hukum-hukum kenegaraan); dan (7) alahkam al-iqtishadiyyah wa al-maliyyah/ والمالي ة الإلقتص ادية األحك ام (hukum-hukum ekonomi dan harta). Jika dibandingkan dengan hukum Barat yang membedakan antara hukum privat dengan hukum publik, hukum Islam dalam bidang muamalah tidak membedakan antara keduanya, karena kedua istilah hukum itu dalam hukum Islam saling mengisi dan saling terkait. Akan tetapi, jika pembagian hukum muamalah yang tujuh di atas digolongkan dalam dua bagian sebagaimana yang ada dalam hukum Barat, maka susunannya adalah sebagai berikut: a. Hukum perdata (Islam), yang meliputi: 1) Ahkam al-ahwal al-syakhshiyyah, yang mengatur masalah keluarga, yaitu hubungan suami isteri dan kaum kerabat satu sama lain. Jika dibandingkan dengan tata hukum di Indonesia, maka bagian ini meliputi hukum perkawinan Islam dan hukum kewarisan Islam. 2) Al-ahkam al-madaniyyah, yang mengatur hubungan antar individu dalam bidang jual beli, hutang piutang, sewa-menyewa, petaruh, dan sebagainya. Hukum ini dalam tata hukum Indonesia dikenal dengan hukum benda, hukum perjanjian, dan hukum perdata khusus. b. Hukum publik (Islam), yang meliputi: 23

18 1) Al-ahkam al-jinaiyyah, yang mengatur pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh orang mukallaf dan hukuman-hukuman baginya. Di Indonesia hukum ini dikenal dengan hukum pidana. 2) Ahkam al-murafa at, yang mengatur masalah peradilan, saksi, dan sumpah untuk menegakkan keadilan. Di Indonesia hukum ini disebut dengan hukum acara. 3) Al-ahkam al-dusturiyyah, yang berkaitan dengan aturan hukum dan dasar-dasarnya, seperti ketentuan antara hakim dengan yang dihakimi, menentukan hak-hak individu dan sosial. 4) Al-ahkam al-duwaliyyah, yang berhubungan dengan hubungan keuangan antara negara Islam dengan negara lain dan hubungan masyarakat non-muslim dengan negara Islam. Di Indonesia hukum ini dikenal dengan hukum internasional. 5) Al-ahkam al-iqtishadiyyah wa al-maliyyah, yang berkaitan dengan hak orang miskin terhadap harta orang kaya, dan mengatur sumber penghasilan dan sumber pengeluarannya. Yang dimaksud di sini adalah aturan hubungan keuangan antara yang kaya dengan fakir miskin dan antara negara dengan individu. Itulah pembagian hukum muamalah yang meliputi tujuh bagian hukum yang objek kajiannya berbeda-beda. Pembagian seperti itu tentunya bisa saja berbeda antara ahli hukum yang satu dengan yang lainnya. Yang pasti hukum Islam tidak dapat dipisahkan secara tegas antara hukum publik dan hukum privat. Hampir semua ketentuan hukum Islam bisa terkait dengan masalah umum (publik) dan juga terkait dengan masalah individu (privat). C. Karakteristik Hukum Islam Sebagai suatu sistem hukum tersendiri, hukum Islam memiliki beberapa karakteristik dan watak tersendiri yang membedakannya dari berbagai sistem hukum yang ada di dunia. Di antara karaktersitik hukum Islam ini ada yang merupakan produk dari watak hukum Islam itu sendiri, dan ada yang disebabkan oleh evolusinya dalam mencapai tujuan yang diridoi Allah. Para ulama berbeda-beda dalam menguraikan karakteristik hukum Islam. Dari berbagai pendapat para ulama dapat dikemukakan beberapa karakteristik dasar dari hukum Islam seperti berikut: 1. Asal mula hukum Islam berbeda dengan asal mula hukum umum. 24

19 Perbedaan pokok hukum Islam (syariah) dengan hukum Barat adalah bahwa hasil konsep hukum Islam merupakan ekspresi dari wahyu Allah. Dengan kata lain bahwa hukum Islam secara mendasar bersumber pada wahyu Allah. Sumber-sumber hukum Islam kemudian berupa wahyu Allah (al-quran), Sunnah Rasulullah dan sumber-sumber lain yang didasarkan pada dua sumber pokok ini (Ahmed Akgunduz, 2010: 25). Jadi, hukumhukum buatan manusia sangat berbeda dengan hukum-hukum yang datang dari Allah yang tidak layak dibandingkan, karena perbedaan yang sangat mencolok antara Allah sebagai Pencipta dan manusia sebagai yang diciptakan, sehingga tidak akan pernah diterima akal secara sama membandingkan apa yang dibuat oleh manusia dengan apa yang dibuat oleh Tuhan manusia (Manna al-qaththan, 2001: 19). Islam mengajarkan suatu prinsip aqidah yang benar setelah prinsipprinsip aqidah dalam agama Yahudi dan Nasrani mengalami perubahan yang mendasar akibat ulah para penganutnya. Islam juga menetapkan peraturan perundang-undangan yang sesuai untuk kehidupan individu dan masyarakat, terutama karena agama-agama wahyu (samawi) sebelumnya belum memberikan aturan-aturan yang memadai. Di antara peraturanperaturan itu adalah yang termuat dalam hukum Islam. Dasar-dasar hukum Islam bersumber pada wahyu Allah yang dapat dijumpai dalam al-quran dan Sunnah. Dalam kedua sumber ini terdapat keseluruhan bagian hukum modern yang bermacam-macam, seperti hukum perdata, hukum pidana, hukum dagang, hukum tata negara, hukum internasional, dan cabangcabang hukum yang lain (Muhammad Yusuf Musa (1988: 161). Para fuqaha (ahli fikih) terikat dengan dua sumber pokok (al-quran dan Sunnah) selama ditemukan nash-nash di dalamnya. Jika dalam kedua sumber ini tidak ditemukan dasar-dasar tersebut, maka harus dicari dasardasarnya dengan mendasarkan pada inspirasi jiwa dan prinsip serta tujuan hukum Islam. Di sinilah ijtihad memainkan peran yang sangat penting dalam menemukan dasar-dasar yang belum ditemukan dalam al-quran dan Sunnah. Para ahli hukum positif terus menerus mengkaji undang-undang dan menafsirkan teks-teksnya pasal demi pasal, seperti yang dilakukan para penafsir kitab suci, semisal al-quran, dengan berasumsi bahwa undangundang itu memuat segala sesuatu yang menyangkut bidang isinya. Karena itulah ketika para ahli hukum sepakat mengatakan bahwa teks-teks hukum memuat semua kaidah hukum tanpa ada yang terlewat, tidak ada pilihan lain bagi seorang ahli hukum kecuali membahas dan menafsirkan teks-teks itu pasal demi pasal. Bisa jadi seorang ahli fikih (hukum Islam) tidak mampu menyimpulkan satu kaidah dari teks hukum (nash) yang dipelajari. Hal ini 25

20 bukan berarti dalam nash terdapat kesalahan, tetapi karena keterbatasan yang ada pada ahli fikih tersebut (Muhammad Yusuf Musa (1988: 161). Inilah karakteristik yang membedakan sistem hukum Islam dengan sistem hukum yang lain buatan manusia. Sistem hukum Barat dan hukum modern yang lain tidak satu pun yang bersumber pada wahyu Tuhan, termasuk hukum-hukum adat yang berkembang di beberapa daerah di tanah air kita (Indonesia). Itulah sebabnya, hukum Islam memiliki supremasi yang sangat tinggi bagi umat Islam. Tidak ada sistem hukum di dunia ini yang memiliki tingkat kepercayaan dan kepatuhan seperti hukum Islam. Namun demikian, dalam kenyatannya penghargaan terhadap hukum Islam di dunia modern ini tidak setinggi kualitasnya sendiri. Manusia modern lebih taat dan patuh pada aturan-aturan hukum positif yang mempunyai kekuatan yang mengikat bagi setiap orang yang masuk dalam lingkup pemberlakuan hukum positif tersebut dibandingkan dengan ketaatannya pada hukum Tuhan (hukum Islam). 2. Aturan-aturan hukum Islam dibuat dengan dorongan agama dan moral. Aturan-aturan hukum Islam pernah dilaksanakan secara sempurna oleh pemeluknya. Hal ini karena semua peraturannya menggunakan pertimbangan agama dan moral yang membuatnya benar-benar diterima dan diyakini oleh segenap orang beriman, tanpa ada perbedaan antara Muslim dan non-muslim. Sebagai bukti dapat dilihat dalam hal bertetangga. Dalam al-quran dan Sunnah banyak anjuran kepada umat Islam untuk berbuat baik kepada tetangga tanpa dibatasi oleh agama dan kepentingan apapun. Seorang mukmin yang baik akan patuh terhadap anjuran al-quran dan Sunnah dalam aturan bertetangga ini tanpa harus diikat oleh aturanaturan atau undang-undang. Ketika seorang mukmin tidak menaati aturan itu, akan terlihat bahwa imannya tidak lagi bernilai baik (Muhammad Yusuf Musa, 1988: 163). Ilustrasi seperti ini dapat juga dilihat dalam perintahperintah agama yang lain, seperti bersedekah (berzakat) dan berjihad. Kenyataan seperti di atas tidak didapati dalam undang-undang (UU) buatan manusia. Semua UU buatan manusia selalu didahului oleh konsideran sebagai acuannya. Dalam konsideran ini dijelaskan sebab-sebab ditetapkan UU itu, tujuan pembuatannya, dan pertimbangan-pertimbangan lain. Namun, konsideran dalam UU tidak dapat disamakan dengan hukum Islam yang acuannya dari al-quran dan Sunnah. Dengan acuan seperti ini orang yang menaati hukum Islam akan merasa mendapatkan rido dari Allah dan mendapatkan pahala baik di dunia maupun di akhirat. Inilah yang tidak ditemukan dalam hukum-hukum selain hukum Islam. 26

21 Jika hukum Islam ditetapkan atas dasar dorongan agama dan moral, hukum umum buatan manusia ditetapkan atas dasar ketundukan pada hawa nafsu dan kecenderungan tertentu serta mengikuti faktor-faktor kemanusiaan. Faktor-faktor inilah yang kemudian menyebabkan hukum manusia menyimpang dari ketetapan yang benar dan penyelesaian urusan kehidupan secara adil. Karena itulah, hukum buatan manusia sering mengalami perubahan dan perbaikan serta tidak memiliki ketetapan hukum yang pasti. Hukum halal pada saat ini bisa saja berubah menjadi hukum haram pada esok hari, dan karenanya pertimbangan hidup serta ukuran baik dan tidak baik juga berbeda-beda (Manna al-qaththan, 2001: 19). Hukum Islam (syariah) sangat berbeda dengan hukum ini, karena hukum Islam didasarkan pada wahyu Ilahi yang sangat tahu tentang persoalan manusia dalam berbagai aspek kehidupannya. 3. Balasan hukum Islam didapatkan di dunia dan akhirat. Ciri ini terkait dengan ciri sebelumnya, sehingga hampir tidak dapat dipisahkan. Hukum buatan manusia (UU) tidak akan memiliki ciri seperti ini. Pemberian sanksi atau hukuman terhadap para pelanggar UU hanya akan didapatkan ketika di dunia. Tidak ada aturan atau ketentuan dalam UU tersebut yang akan memberikan sanksi atau balasan di akhirat. Hukum Islam menjanjikan pahala dan siksa di dunia dan akhirat. Sanksi di akhirat tentunya jauh lebih besar dari sanksi di dunia. Karena itu, orang yang beriman merasa mendapatkan dorongan jiwa yang kuat untuk melaksanakan hukum Islam dengan mengikuti perintah dan menjauhi larangan. Hukum yang disandarkan kepada agama bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan individu dan masyarakat. Karena itu, hukum tersebut tidak akan menetapkan suatu aturan yang bertentangan dengan kehendak keduanya. Hukum ini tidak hanya bertujuan untuk membangun masyarakat yang baik saja, tetapi juga bertujuan untuk membahagiakan individu, masyarakat, dan seluruh umat manusia di dunia dan akhirat (Muhammad Yusuf Musa, 1988: 167). Sanksi yang diterima orang yang melanggar hukum Islam di samping berupa hukuman dunia dan sanksi material lainnya juga berupa sanksi spiritual atas dasar hati, pikiran, dan kesadaran manusia. Banyak contoh yang disebutkan dalam buku-buku fikih terkait dengan hal ini, misalnya perdagangan yang dieksekusi setelah terdengar suara azan untuk orang yang melaksanakan shalat Jum at adalah qadla an (menurut keputusan hukum positif), yakni sah menurut hukum sipil. Bagaimanapun, hal ini merupakan diyanatan yang diizinkan (menurut hukum agama dan hukum 27

TINJAUAN UMUM Tentang HUKUM ISLAM SYARIAH, FIKIH, DAN USHUL FIKIH. Dr. Marzuki, M.Ag. PKnH-FIS-UNY 2015

TINJAUAN UMUM Tentang HUKUM ISLAM SYARIAH, FIKIH, DAN USHUL FIKIH. Dr. Marzuki, M.Ag. PKnH-FIS-UNY 2015 TINJAUAN UMUM Tentang HUKUM ISLAM SYARIAH, FIKIH, DAN USHUL FIKIH Dr. Marzuki, M.Ag. PKnH-FIS-UNY 2015 1 Beberapa Istilah Terkait dengan HUKUM ISLAM 1. Hukum 2. Hukum Islam 3. Syariah 4. Fikih 5. Ushul

Lebih terperinci

Kerangka Dasar Agama dan Ajaran Islam

Kerangka Dasar Agama dan Ajaran Islam Kerangka Dasar Agama dan Ajaran Islam Istilah addin al-islam Tercantum dalam Al-Qur an Surat al-maaidah (5) ayat 3, mengatur hubungan manusia dengan Allah (Tuhan), yang bersifat vertikal, hubungan manusia

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP A. Deskripsi akad jasa pengetikan skripsi dengan sistem paket di Rental Biecomp Jemurwonosari Surabaya

Lebih terperinci

BAB IV JUAL BELI SEPATU SOLID DI KECAMATAN SEDATI SIDOARJO DALAM PERSPEKTIF MASLAHAH MURSALAH

BAB IV JUAL BELI SEPATU SOLID DI KECAMATAN SEDATI SIDOARJO DALAM PERSPEKTIF MASLAHAH MURSALAH 90 BAB IV JUAL BELI SEPATU SOLID DI KECAMATAN SEDATI SIDOARJO DALAM PERSPEKTIF MASLAHAH MURSALAH A. Tinjauan Tentang Jual Beli Sepatu Solid di Kecamatan Sedati Sidoarjo Dengan mengikuti empat mazhab fiqh

Lebih terperinci

MATERI PERTEMUAN II. Kerangka Dasar Agama Islam Dan Ajaran Hukum Islam (Bagian Pertama)

MATERI PERTEMUAN II. Kerangka Dasar Agama Islam Dan Ajaran Hukum Islam (Bagian Pertama) MATERI PERTEMUAN II Kerangka Dasar Agama Islam Dan Ajaran Hukum Islam (Bagian Pertama) Tujuan Instruksional Umum: Agar mahasiswa memahami Kerangka dasar Agama Islam dan Hukum Islam serta keterkaitan keduanya

Lebih terperinci

PELEMBAGAAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA. Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. sendiri. Jadi, hukum Islam mulai ada sejak Islam ada. Keberadaan hukum Islam di

PELEMBAGAAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA. Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. sendiri. Jadi, hukum Islam mulai ada sejak Islam ada. Keberadaan hukum Islam di PELEMBAGAAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. I Hukum Islam telah ada dan berkembang seiring dengan keberadaan Islam itu sendiri. Jadi, hukum Islam mulai ada sejak Islam ada. Keberadaan

Lebih terperinci

KAIDAH FIQHIYAH. Pendahuluan

KAIDAH FIQHIYAH. Pendahuluan KAIDAH FIQHIYAH Pendahuluan Jika dikaitkan dengan kaidah-kaidah ushulliyah yang merupakan pedoman dalam mengali hukum islam yang berasal dari sumbernya, Al-Qur an dan Hadits, kaidah FIQHIYAH merupakan

Lebih terperinci

Tafsir Depag RI : QS Al Baqarah 285

Tafsir Depag RI : QS Al Baqarah 285 Tafsir Depag RI : QS 002 - Al Baqarah 285 آم ن الر س ول ب م ا ا ن ز ل ا ل ي ه م ن ر ب ه و ال م و م ن ون ك ل آم ن ب الل ه و م ل اي ك ت ه و ك ت ب ه و ر س ل ه ل ا ن ف ر ق ب ي ن ا ح د م ن ر س ل ه و ق ال وا

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN UPAH DENGAN KULIT HEWAN KURBAN DI DESA JREBENG KIDUL KECAMATAN WONOASIH KABUPATEN PROBOLINGGO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN UPAH DENGAN KULIT HEWAN KURBAN DI DESA JREBENG KIDUL KECAMATAN WONOASIH KABUPATEN PROBOLINGGO BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN UPAH DENGAN KULIT HEWAN KURBAN DI DESA JREBENG KIDUL KECAMATAN WONOASIH KABUPATEN PROBOLINGGO Setelah memberikan gambaran tentang praktik pengupahan kulit

Lebih terperinci

Etimologis: berasal dari jahada mengerahkan segenap kemampuan (satu akar kata dgn jihad)

Etimologis: berasal dari jahada mengerahkan segenap kemampuan (satu akar kata dgn jihad) PENGANTAR Sumber hukum tertinggi dalam Islam adalah Al- Quran dan Sunnah. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, banyak permasalahan baru yang dihadapi umat Islam, yang tidak terjadi pada masa Rasulullah

Lebih terperinci

KAYA TAPI ZUHUD. Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. (Dosen PKn dan Hukum FIS UNY)

KAYA TAPI ZUHUD. Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. (Dosen PKn dan Hukum FIS UNY) KAYA TAPI ZUHUD Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. (Dosen PKn dan Hukum FIS UNY) Kaya sering dipahami sebagai melimpahnya harta yang dimiliki seseorang. Orang kaya adalah orang yang memiliki harta yang berlimpah

Lebih terperinci

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Terhadap Putusan Waris Beda Agama Kewarisan beda agama

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN A. Analisis dari Aspek Akadnya Sebagaimana yang telah penulis jelaskan

Lebih terperinci

MAKNA DUA KALIMAT SYAHADAT DAN KONSEKUENSINYA

MAKNA DUA KALIMAT SYAHADAT DAN KONSEKUENSINYA MAKNA DUA KALIMAT SYAHADAT DAN KONSEKUENSINYA Jama ah Jum at rahimakumullah Setiap muslim pasti bersaksi, mengakui bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasulullah, tapi tidak semua muslim memahami hakikat yang

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KLAIM ASURANSI DALAM AKAD WAKALAH BIL UJRAH

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KLAIM ASURANSI DALAM AKAD WAKALAH BIL UJRAH BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KLAIM ASURANSI DALAM AKAD WAKALAH BIL UJRAH A. Analisis Terhadap Klaim Asuransi Dalam Akad Wakalah Bil Ujrah. Klaim adalah aplikasinya oleh peserta untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD QARD\\} AL-H\}ASAN BI AN-NAZ AR DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD QARD\\} AL-H\}ASAN BI AN-NAZ AR DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO 65 BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD QARD\\} AL-H\}ASAN BI AN-NAZ AR DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO B. Analisis Terhadap Penerapan Akad Qard\\} Al-H\}asan Bi An-Naz ar di BMT

Lebih terperinci

Adab makan berkaitan dengan apa yang dilakukan sebelum makan, sedang makan dan sesudah makan.

Adab makan berkaitan dengan apa yang dilakukan sebelum makan, sedang makan dan sesudah makan. ADAB ISLAMI : ADAB SEBELUM MAKAN Manusia tidak mungkin hidup tanpa makan. Dengan makan manusia dapat menjaga kesinambungan hidupnya, memelihara kesehatan, dan menjaga kekuatannya. Baik manusia tersebut

Lebih terperinci

Dr. Marzuki, M.Ag. Dosen PKn dan Hukum FIS UNY BAB V KERANGKA DASAR AJARAN ISLAM

Dr. Marzuki, M.Ag. Dosen PKn dan Hukum FIS UNY BAB V KERANGKA DASAR AJARAN ISLAM Dr. Marzuki, M.Ag. Dosen PKn dan Hukum FIS UNY BAB V KERANGKA DASAR AJARAN ISLAM A. Pendahuluan Islam merupakan agama samawi yang memiliki ajaran yang sangat sempurna. Semua masalah diatur dalam Islam,

Lebih terperinci

Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam Pendidikan Agama Islam Modul ke: 02Fakultas Ekonomi dan Bisnis Pokok Bahasan : SUMBER AJARAN ISLAM Dr. Achmad Jamil, M.Si Program Studi S1 Manajemen AL QUR AN. Secara etimologi Alquran berasal dari kata

Lebih terperinci

Beribadah Kepada Allah Dengan Mentauhidkannya

Beribadah Kepada Allah Dengan Mentauhidkannya Beribadah Kepada Allah Dengan Mentauhidkannya Khutbah Pertama:?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.???????????????????????????????????:????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa uang atau barang yang akan dibayarkan diwaktu lain sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. berupa uang atau barang yang akan dibayarkan diwaktu lain sesuai dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial dalam berbagai aktifitas kehidupannya, guna memenuhi kehidupan sehari-hari terkadang tidak dapat dicukupkan dengan harta benda yang

Lebih terperinci

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR: SYARIAH - IBADAH KOMPETENSI DASAR: Menganalisis kedudukan dan fungsi Syariah dan Rukun Islam Menganalisis fungsi masing-masing unsur dari Rukun Islam bagi kehidupan umat Islam INDIKATOR: Mendeskripsikan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT MELALUI LAYANAN M-ZAKAT DI PKPU (POS KEADILAN PEDULI UMAT) SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT MELALUI LAYANAN M-ZAKAT DI PKPU (POS KEADILAN PEDULI UMAT) SURABAYA BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT MELALUI LAYANAN M-ZAKAT DI PKPU (POS KEADILAN PEDULI UMAT) SURABAYA A. Analisis Dari Segi Penerimaan Zakat Zakat melalui sms (short message service)

Lebih terperinci

MEMILIH PEMIMPIN YANG BENAR PERSPEKTIF ISLAM Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag.

MEMILIH PEMIMPIN YANG BENAR PERSPEKTIF ISLAM Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. MEMILIH PEMIMPIN YANG BENAR PERSPEKTIF ISLAM Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. Islam adalah sebuah totalitas yang padu yang menawarkan pemecahan terhadap semua masalah kehidupan. Sebagai agama rahmatan lil alamin

Lebih terperinci

HUKUM ISLAM DAN KONTRIBUSI UMAT ISLAM INDONESIA

HUKUM ISLAM DAN KONTRIBUSI UMAT ISLAM INDONESIA HUKUM ISLAM DAN KONTRIBUSI UMAT ISLAM INDONESIA Waldi Nopriansyah, S.H.I., M.S.I Oleh: I. Sumber Hukum Islam Secara umum keberadaan sumber hukum Islam dapat digambarkan dalam diagram berikut : Al-Qur an

Lebih terperinci

Kewajiban berdakwah. Dalil Kewajiban Dakwah

Kewajiban berdakwah. Dalil Kewajiban Dakwah Kewajiban berdakwah Dalil Kewajiban Dakwah Sahabat, pada dasarnya setiap Muslim dan Muslimah diwajibkan untuk mendakwahkan Islam kepada orang lain, baik Muslim maupun Non Muslim. Ketentuan semacam ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Tanah Wakaf di Negara Kita, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 2. 2

BAB I PENDAHULUAN. Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Tanah Wakaf di Negara Kita, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 2. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia mengatur dengan peraturan pertanahan yang dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraris (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960. UUPA Bab XI pasal 49 (3)

Lebih terperinci

??????????????????????????????????:?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.

??????????????????????????????????:?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????. Hakikat Ibadah Khutbah Pertama:??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.????????????:??????????????????????????????????:?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.

Lebih terperinci

SABAR ITU MAHAL. Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag.

SABAR ITU MAHAL. Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. SABAR ITU MAHAL Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. Pengertian Sabar Sabar berasal dari kata shabr yang berarti menahan, tabah hati, mencegah, atau menanggung (Munawwir, 1984: 813). Menurut istilah, sabar berarti

Lebih terperinci

TERMINOLOGIS KONSEP AGAMA SECARA ETIMOLOGIS DAN

TERMINOLOGIS KONSEP AGAMA SECARA ETIMOLOGIS DAN KONSEP AGAMA KONSEP AGAMA SECARA ETIMOLOGIS DAN TERMINOLOGIS UNSUR AGAMA SECARA UMUM PENGERTIAN ISLAM SECARA ETIMOLOGIS DAN TERMINOLOGIS PENGERTIAN AGAMA ISLAM KONSEP AGAMA SECARA ETIMOLOGIS DAN TERMINOLOGIS

Lebih terperinci

Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam Pendidikan Agama Islam Modul ke: Sumber Ajaran Islam Fakultas PSIKOLOGI Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Dian Febrianingsih, M.S.I Pengantar Ajaran Islam adalah pengembangan agama Islam. Agama

Lebih terperinci

SUMBER AJARAN ISLAM. Erni Kurnianingsih ( ) Nanang Budi Nugroho ( ) Nia Kurniawati ( ) Tarmizi ( )

SUMBER AJARAN ISLAM. Erni Kurnianingsih ( ) Nanang Budi Nugroho ( ) Nia Kurniawati ( ) Tarmizi ( ) SUMBER AJARAN ISLAM Erni Kurnianingsih (10301241001) Nanang Budi Nugroho (10301241012) Nia Kurniawati (10301241026) Tarmizi (10301249002) Dasar penggunaan sumber agama islam di dasarkan ayat al-qur an

Lebih terperinci

Tafsir Depag RI : QS Al Baqarah 284

Tafsir Depag RI : QS Al Baqarah 284 Tafsir Depag RI : QS 002 - Al Baqarah 284 ل ل ه م ا ف ي الس م او ات و م ا ف ي ال ا ر ض و ا ن ت ب د وا م ا ف ي ا ن ف س ك م ا و ت خ ف وه ي ح اس ب ك م ب ه الل ه ف ي غ ف ر ل م ن ي ش اء و ي ع ذ ب م ن ي ش اء

Lebih terperinci

Bulan Penuh Rahmat itu Telah Meninggalkan Kita. Written by Mudjia Rahardjo Friday, 15 November :41 -

Bulan Penuh Rahmat itu Telah Meninggalkan Kita. Written by Mudjia Rahardjo Friday, 15 November :41 - Sebuah bulan yang didambakan kehadirannya oleh setiap muslim, yakni bulan Ramadan 1432 H, telah meninggalkan kita dan insya Allah kikta akan bertemu lagi 11 bulan yang akan datang jika Allah memberi kita

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERILAKU SADISME DAN MASOKISME DALAM HUBUNGAN SUAMI ISTRI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERILAKU SADISME DAN MASOKISME DALAM HUBUNGAN SUAMI ISTRI 62 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERILAKU SADISME DAN MASOKISME DALAM HUBUNGAN SUAMI ISTRI A. Analisis Deskripsi Terhadap Perilaku Sadisme Dan Masokisme Seksual Dalam Hubungan Suami Istri Sadisme

Lebih terperinci

FATWA TARJIH MUHAMMADIYAH HUKUM NIKAH BEDA AGAMA

FATWA TARJIH MUHAMMADIYAH HUKUM NIKAH BEDA AGAMA FATWA TARJIH MUHAMMADIYAH HUKUM NIKAH BEDA AGAMA Pertanyaan Dari: Hamba Allah, di Jawa Tengah, nama dan alamat diketahui redaksi (Disidangkan pada hari Jum at, 20 Syakban 1432 H / 22 Juli 2011 M) Pertanyaan:

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDAPAT TOKOH NU SIDOARJO TENTANG MEMPRODUKSI RAMBUT PALSU

BAB IV ANALISIS PENDAPAT TOKOH NU SIDOARJO TENTANG MEMPRODUKSI RAMBUT PALSU BAB IV ANALISIS PENDAPAT TOKOH NU SIDOARJO TENTANG MEMPRODUKSI RAMBUT PALSU A. Analisis Pendapat Tokoh NU Sidoarjo Tentang Memproduksi Rambut Palsu Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya maka

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN KOMISI KEPADA AGEN PADA PRULINK SYARIAH DI PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE NGAGEL SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN KOMISI KEPADA AGEN PADA PRULINK SYARIAH DI PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE NGAGEL SURABAYA BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN KOMISI KEPADA AGEN PADA PRULINK SYARIAH DI PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE NGAGEL SURABAYA A. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktik Pemberian Komisi Kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya telah mampu merombak tatanan atau sistem kewarisan yang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya telah mampu merombak tatanan atau sistem kewarisan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum kewarisan, termasuk salah satu aspek yang diatur secara jelas dalam Al-Qur an dan Sunnah Rasul. Hal ini membuktikan bahwa masalah kewarisan cukup penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepanjang riwayat yang sampai kepada kita bahwa qiyas itu diberikan kepada Nabi saw, dan disamping itu ada pula beberapa riwayat yang sampai kepada kita, bahwa qiyas

Lebih terperinci

BAB 1V ANALISIS DATA. A. Analisis Sistem Pemberian Komisi Penjualan Kepada SPB (Sales Promotion Boy) Di Sumber Rizky Furniture Bandar Lampung

BAB 1V ANALISIS DATA. A. Analisis Sistem Pemberian Komisi Penjualan Kepada SPB (Sales Promotion Boy) Di Sumber Rizky Furniture Bandar Lampung 60 BAB 1V ANALISIS DATA A. Analisis Sistem Pemberian Komisi Penjualan Kepada SPB (Sales Promotion Boy) Di Sumber Rizky Furniture Bandar Lampung Pada bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa sistem pemberian

Lebih terperinci

Islam Satu-Satunya Agama Yang Benar

Islam Satu-Satunya Agama Yang Benar Islam Satu-Satunya Agama Yang Benar Khutbah Pertama:????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????:?????????????????????????????????????????

Lebih terperinci

Urgensi Berakhlaq Islami Dalam Bisnis

Urgensi Berakhlaq Islami Dalam Bisnis AKHLAQ BISNIS ISLAMI تا ا ق ا Rikza Maulan Lc M.Ag Urgensi Berakhlaq Islami Dalam Bisnis (1) Barometer Kataqwaan Seseorang: Allah SWT berfirman (QS. 2 : 188) ن - 2 # 5 وا 2 6 + س 3% "! ا ا ال ا # & م %

Lebih terperinci

Iman Kepada Kitab-Kitab Allah Syaikh Dr. Abdul Aziz bin Muhammad Alu Abdul Lathif

Iman Kepada Kitab-Kitab Allah Syaikh Dr. Abdul Aziz bin Muhammad Alu Abdul Lathif Iman Kepada Kitab-Kitab Allah Syaikh Dr. Abdul Aziz bin Muhammad Alu Abdul Lathif Publication : 1436 H, 2015 M Beriman Kepada Kitab-Kitab Allah Oleh : Syaikh Dr. Abdul Aziz bin Muhammad Alu Abd. Lathif

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI

BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI A. Analisis Perhitungan Iddah Perempuan Yang Berhenti Haid Ketika

Lebih terperinci

Oleh: Rokhmat S. Labib, M.E.I.

Oleh: Rokhmat S. Labib, M.E.I. Oleh: Rokhmat S. Labib, M.E.I. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (TQS al-hujurat

Lebih terperinci

SUMBER SUMBER HUKUM ISLAM

SUMBER SUMBER HUKUM ISLAM SUMBER SUMBER HUKUM ISLAM 1. Al Quran Al quran menurut bahasa (Etimologi), al Quran berarti bacaan, adapun menurut Istilah (Termonologis), yaitu Firman Allah SWT. Yang merupakan mukjizat yang diturunkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai agama pembawa rahmat bagi seluruh alam, Islam hadir dengan ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan manusia. Islam tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengatur hubungan manusia dan pencipta (hablu min allah) dan hubungan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengatur hubungan manusia dan pencipta (hablu min allah) dan hubungan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ajaran Islam mengandung unsur syariah yang berisikan hal-hal yang mengatur hubungan manusia dan pencipta (hablu min allah) dan hubungan antar sesama (hablu min nas)

Lebih terperinci

Hadits-hadits Shohih Tentang

Hadits-hadits Shohih Tentang Hadits-hadits Shohih Tentang KEUTAMAAN PERNIAGAAN DAN PENGUSAHA MUSLIM حفظو هللا Ustadz Muhammad Wasitho Abu Fawaz, Lc Publication : 1436 H_2015 M Hadits-hadits Shohih Tentang Keutamaan Perniagaan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bekerja merupakan suatu kewajiban bagi setiap manusia dan dianjurkan di dalam islam seperti yang tercantum dalam Al-Quran Surat At-Taubah ayat 105: Dan Katakanlah:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, dan dalam hukum Islam jual beli ini sangat dianjurkan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, dan dalam hukum Islam jual beli ini sangat dianjurkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jual beli merupakan salah satu cara manusia dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan dalam hukum Islam jual beli ini sangat dianjurkan dan diperbolehkan. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB 2 ISLAM DAN SYARIAH ISLAM OLEH : SUNARYO,SE, C.MM. Islam dan Syariah Islam - Sunaryo, SE, C.MM

BAB 2 ISLAM DAN SYARIAH ISLAM OLEH : SUNARYO,SE, C.MM. Islam dan Syariah Islam - Sunaryo, SE, C.MM BAB 2 OLEH : ISLAM DAN SYARIAH ISLAM SUNARYO,SE, C.MM 1 Tujuan Pembelajaran Dapat menjelaskan Makna Islam Dapat Menjelaskan Dasar Dasar Ajaran Islam Dapat menjelaskan Hukum Islam Dapat menjelaskan Klassifikasi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN TOKOH AGAMA ISLAM TENTANG SEWA POHON MANGGA

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN TOKOH AGAMA ISLAM TENTANG SEWA POHON MANGGA BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN TOKOH AGAMA ISLAM TENTANG SEWA POHON MANGGA Sebagaimana penelitian yang dilakukan di lapangan dan yang menjadi obyek penelitian adalah pohon mangga,

Lebih terperinci

FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL NO: 81/DSN-MUI/III/2011 Tentang

FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL NO: 81/DSN-MUI/III/2011 Tentang Fatwa Pedoman Asuransi Syariah 1 FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL NO: 81/DSN-MUI/III/2011 Tentang PENGEMBALIAN KONTRIBUSI TABARRU BAGI PESERTA ASURANSI YANG BERHENTI SEBELUM MASA PERJANJIAN BERAKHIR ا ا رل

Lebih terperinci

waka>lah. Mereka bahkan ada yang cenderung mensunnahkannya dengan

waka>lah. Mereka bahkan ada yang cenderung mensunnahkannya dengan BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI PENITIPAN BERAS DI TOKO BERAS DI DUSUN BANYUURIP DESA SUMBERINGIN KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR A. Analisis Terhadap Tradisi Penitipan Beras Di Toko

Lebih terperinci

MATAN. Karya Syaikh Al Imam Muhammad bin Abdul Wahhab

MATAN. Karya Syaikh Al Imam Muhammad bin Abdul Wahhab MATAN Karya Syaikh Al Imam Muhammad bin Abdul Wahhab C MATAN AS-SITTATUL USHUL Z. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang Termasuk perkara yang sangat menakjubkan dan tanda yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipatuhi tetapi juga tauhid, akhlak dan muamalah, misalnya ketika seseorang ingin

BAB I PENDAHULUAN. dipatuhi tetapi juga tauhid, akhlak dan muamalah, misalnya ketika seseorang ingin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama Islam adalah agama yang universal mempunyai ajaran sempurna, mengatur segala aspek kehidupan manusia guna menuju kebahagiaan yang abadi. Islam tidak hanya mengatur

Lebih terperinci

UNTUK KALANGAN SENDIRI

UNTUK KALANGAN SENDIRI SHALAT GERHANA A. Pengertian Shalat gerhana dalam bahasa arab sering disebut dengan istilah khusuf (الخسوف) dan jugakusuf (الكسوف) sekaligus. Secara bahasa, kedua istilah itu sebenarnya punya makna yang

Lebih terperinci

Iman dan Pengaruhnya dalam Kehidupan

Iman dan Pengaruhnya dalam Kehidupan Iman dan Pengaruhnya dalam Kehidupan Kelompok E ; Syayid Nurrofik Bahriyan Setiaji Bilhuda Fauzu Yusuf Pengertian Iman Dalam bahasa Arab, iman berarti pengetahuan (knowledge), percayaa (belief), dan yakin

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Analisis terhadap aplikasi jual beli ikan bandeng dengan pemberian jatuh tempo. Jual beli ikan

Lebih terperinci

studipemikiranislam.wordpress.com RUANG LINGKUP AJARAN ISLAM

studipemikiranislam.wordpress.com RUANG LINGKUP AJARAN ISLAM studipemikiranislam.wordpress.com RUANG LINGKUP AJARAN ISLAM Studi Objektif Berdasarkan kaidah ke-ilmuan Islam Berdasarkan sumber/riwayat terpercaya Tidak bertentangan dengan Dalil Syariah Mengutamakan

Lebih terperinci

Tafsir Depag RI : QS Al Baqarah 286

Tafsir Depag RI : QS Al Baqarah 286 Tafsir Depag RI : QS 002 - Al Baqarah 286 ل ا ي ك ل ف الل ه ن ف س ا ا ل ا و س ع ه ا ل ه ا م ا ك س ب ت و ع ل ي ه ا م ا اك ت س ب ت ر ب ن ا ل ا ت و اخ ذ ن ا ا ن ن س ين ا ا و ا خ ط ا ن ا ر ب ن ا و ل ا ت ح

Lebih terperinci

Di antaranya pemahaman tersebut adalah:

Di antaranya pemahaman tersebut adalah: MENYOAL PEMAHAMAN ATAS KONSEP RAHMATAN LI AL- ÂLAMÎN Kata Rahmatan li al- Âlamîn memang ada dalam al-quran. Namun permasalahan akan muncul ketika orang-orang menafsirkan makna Rahmatan li al- Âlamîn secara

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK BISNIS JUAL BELI DATABASE PIN KONVEKSI. A. Analisis Praktik Bisnis Jual Beli Database Pin Konveksi

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK BISNIS JUAL BELI DATABASE PIN KONVEKSI. A. Analisis Praktik Bisnis Jual Beli Database Pin Konveksi BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK BISNIS JUAL BELI DATABASE PIN KONVEKSI A. Analisis Praktik Bisnis Jual Beli Database Pin Konveksi Bisnis database pin konveksi adalah sebuah bisnis dimana objek yang diperjualbelikan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMBIAYAAN MURA<BAH{AH DI BMT MADANI TAMAN SEPANJANG SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMBIAYAAN MURA<BAH{AH DI BMT MADANI TAMAN SEPANJANG SIDOARJO BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMBIAYAAN MURAbah}ah Yang Direalisasi Sebelum Barang Yang Dijual

Lebih terperinci

Al-Wadud Yang Maha Mencintai Hamba-Hamba-Nya Yang Shaleh

Al-Wadud Yang Maha Mencintai Hamba-Hamba-Nya Yang Shaleh Al-Wadud Yang Maha Mencintai Hamba-Hamba-Nya Yang Shaleh Khutbah Pertama:?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.????????????:???????????????????????????????????:??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.??????????????????????????:?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.

Lebih terperinci

Makalah Syar u Man Qoblana

Makalah Syar u Man Qoblana Makalah Syar u Man Qoblana Disusun Guna Memenuhi Mata Kuliah : Ushul Fiqih Dosen Pengampu : Misbah Khoirudin Zuhri, MA. Di Susun Oleh: 1. Ludia Nur Annisa (1604026142) 2. Dina Zulfahmi (1604026152) PROGRAM

Lebih terperinci

Landasan Sosial Normatif dan Filosofis Akhlak Manusia

Landasan Sosial Normatif dan Filosofis Akhlak Manusia Landasan Sosial Normatif dan Filosofis Akhlak Manusia A. Landasan Sosial Normatif Norma berasal dari kata norm, artinya aturan yang mengikat suatu tindakan dan tinglah laku manusia. Landasan normatif akhlak

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM BISNIS ISLAM TERHADAP PENGAMBILAN KEUNTUNGAN PADA PENJUALAN ONDERDIL DI BENGKEL PAKIS SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM BISNIS ISLAM TERHADAP PENGAMBILAN KEUNTUNGAN PADA PENJUALAN ONDERDIL DI BENGKEL PAKIS SURABAYA BAB IV ANALISIS HUKUM BISNIS ISLAM TERHADAP PENGAMBILAN KEUNTUNGAN PADA PENJUALAN ONDERDIL DI BENGKEL PAKIS SURABAYA A. Analisis terhadap Praktek Pengambilan Keuntungan pada Penjualan Onderdil di Bengkel

Lebih terperinci

KRITERIA MASLAHAT. FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 6/MUNAS VII/MUI/10/2005 Tentang KRITERIA MASLAHAT

KRITERIA MASLAHAT. FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 6/MUNAS VII/MUI/10/2005 Tentang KRITERIA MASLAHAT 40 KRITERIA MASLAHAT FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 6/MUNAS VII/MUI/10/2005 Tentang KRITERIA MASLAHAT Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam Musyawarah Nasional MUI VII, pada 19-22 Jumadil Akhir 1426

Lebih terperinci

Kedudukan Akal Dalam Islam

Kedudukan Akal Dalam Islam Kedudukan Akal Dalam Islam Khutbah Pertama:???????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.???????????????????????????????????????????????:??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.

Lebih terperinci

MAKALAH SUMBER HUKUM DAN AJARAN ISLAM

MAKALAH SUMBER HUKUM DAN AJARAN ISLAM MAKALAH SUMBER HUKUM DAN AJARAN ISLAM Mata Kuliah : Pendidikan Agama 1 Dosen Pembimbing : Siti Istianah, S.Sos.i Disusun Oleh : Kelompok 6 : 1 Achmad Nikko Vanessa NPM : 2014 4350 1985 2 Ecky Kharisma

Lebih terperinci

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR: AL-RA YU/IJTIHAD KOMPETENSI DASAR: Menganalisis kedudukan dan fungsi al-ra yu atau Ijtihad dalam agama Islam. Mengidentifikasi berbagai karakteristik yang berkaitan dengan al-ra yu/ijtihad INDIKATOR: Mendeskripsikan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG A. Analisis Praktik Utang Piutang Hewan Ternak Di Desa Ragang Dari data mengenai proses dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENARIKAN KEMBALI HIBAH BERSYARAT DI DUSUN MOYORUTI DESA BRENGKOK KECAMATAN BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENARIKAN KEMBALI HIBAH BERSYARAT DI DUSUN MOYORUTI DESA BRENGKOK KECAMATAN BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN 58 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENARIKAN KEMBALI HIBAH BERSYARAT DI DUSUN MOYORUTI DESA BRENGKOK KECAMATAN BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN A. Analisis Terhadap Penarikan Kembali Hibah Bersyarat di

Lebih terperinci

FIQH IBADAH; PENGERTIAN FIQH, IBADAH, DASAR, PRINSIP-PRINSIP DAN KEDUDUKANNYA DALAM ISLAM. Oleh: Nilna Fauza, M.HI.

FIQH IBADAH; PENGERTIAN FIQH, IBADAH, DASAR, PRINSIP-PRINSIP DAN KEDUDUKANNYA DALAM ISLAM. Oleh: Nilna Fauza, M.HI. FIQH IBADAH; PENGERTIAN FIQH, IBADAH, DASAR, PRINSIP-PRINSIP DAN KEDUDUKANNYA DALAM ISLAM Oleh: Nilna Fauza, M.HI. PEMBAHASAN Pengertian Fiqh Pengertian Ibadah Dasar Fiqh Ibadah Hakikat Ibadah Macam-Macam

Lebih terperinci

BAB 2 PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN DEFINISI AGAMA DEFINISI AGAMA. Manusia dan Agama (IDA 102) 1/10/2013. Maruwiah Ahmat 1

BAB 2 PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN DEFINISI AGAMA DEFINISI AGAMA. Manusia dan Agama (IDA 102) 1/10/2013. Maruwiah Ahmat 1 1 2 BAB 2 MANUSIA DAN AGAMA Pendahuluan Definisi agama Keperluan manusia kepada agama Agama samawi dan agama budaya Agama samawi dan kitab-kitab suci Kesimpulan Maruwiah Ahmat IDA 102 MANUSIA DAN AGAMA

Lebih terperinci

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 4 Tahun 2003 Tentang PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI)

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 4 Tahun 2003 Tentang PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI) 24 Penggunaan Dana Zakat Untuk Istitsmar (Inventasi) FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 4 Tahun 2003 Tentang PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI) Majelis Ulama Indonesia, setelah MENIMBANG

Lebih terperinci

place, product, process, physical evidence

place, product, process, physical evidence BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN MARKETING MIX DALAM KONSEP BISNIS SYARIAH DI BANK JATIM SYARIAH CABANG SURABAYA A. Analisis Penerapan Marketing Mix di Bank Jatim Syariah Cabang Surabaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seabagai penganut agama islam orang muslim mempunyai tendensi da landasan dalam menjalani kehidupan sehari - hari, baik yang berkaitan dengan ubudiyah munakahah, jinayah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benda tapi tidak sampai batas nisab zakat, namun ada pula yang tidak memiliki harta

BAB I PENDAHULUAN. benda tapi tidak sampai batas nisab zakat, namun ada pula yang tidak memiliki harta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya semua isi alam ini diciptakan oleh Allah swt. untuk kepentingan seluruh umat manusia. Keadaan tiap manusia berbeda, ada yang memiliki banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hukum islam merupakan serangkaian kesatuan dan bagian integral dari ajaran agama islam yang memuat seluruh ketentuan yang mengatur perbuatan manusia. Baik yang manshuh

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS SADD AL-DH>ARI< AH TERHADAP JUAL BELI PESANAN MAKANAN DENGAN SISTEM NGEBON OLEH PARA NELAYAN DI DESA BRONDONG GANG 6 LAMONGAN

BAB IV ANALISIS SADD AL-DH>ARI< AH TERHADAP JUAL BELI PESANAN MAKANAN DENGAN SISTEM NGEBON OLEH PARA NELAYAN DI DESA BRONDONG GANG 6 LAMONGAN BAB IV ANALISIS SADD AL-DH>ARI< AH TERHADAP JUAL BELI PESANAN MAKANAN DENGAN SISTEM NGEBON OLEH PARA NELAYAN DI DESA BRONDONG GANG 6 LAMONGAN A. Analisis Tentang Pelaksanaan Pesanan Makanan Dengan Sistem

Lebih terperinci

Pembaharuan.

Pembaharuan. Pembaharuan a.s. Disajikan di bawah ini adalah khutbah Hazrat Mirza Ghulam Ahmad dari Qadian, Masih Maud dan Imam Mahdi, pada tanggal 26 Desember 1903. Terjemahan ini diambil dari naskah berbahasa Urdu

Lebih terperinci

Jangan Taati Ulama Dalam Hal Dosa dan Maksiat

Jangan Taati Ulama Dalam Hal Dosa dan Maksiat Jangan Taati Ulama Dalam Hal Dosa dan Maksiat Khutbah Pertama:???????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.????????????:??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????:

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS 64 BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS A. Implikasi Yuridis Pasal 209 KHI Kedudukan anak angkat dan orang tua angkat dalam hokum kewarisan menurut KHI secara

Lebih terperinci

RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid

RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid c 1 Ramadan d 11 RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim,

Lebih terperinci

AKHLAK DAN TASAWUF. Presented By : Saepul Anwar, M.Ag.

AKHLAK DAN TASAWUF. Presented By : Saepul Anwar, M.Ag. AKHLAK DAN TASAWUF Presented By : Saepul Anwar, M.Ag. Pengertian Tasawuf Etimologis : tashawwafa (akar katanya shuf = bulu domba) artinya memakai pakaian bulu domba (simbol kesederhanaan saat itu). Terminologis

Lebih terperinci

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA Pertanyaan Dari: Ny. Fiametta di Bengkulu (disidangkan pada Jum at 25 Zulhijjah 1428 H / 4 Januari 2008 M dan 9 Muharram 1429 H /

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG SISTEM IJO (NGIJO) DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG SISTEM IJO (NGIJO) DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG SISTEM IJO (NGIJO) DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN A. Analisis Praktek Sistem Ngijo di Desa Sebayi Kecamatan Gemarang Kabupaten Madiun

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HADIAH/ UANG YANG DIBERIKAN OLEH CALON ANGOTA DPRD KEPADA MASYARAKAT DI KECAMATAN DIWEK

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HADIAH/ UANG YANG DIBERIKAN OLEH CALON ANGOTA DPRD KEPADA MASYARAKAT DI KECAMATAN DIWEK BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HADIAH/ UANG YANG DIBERIKAN OLEH CALON ANGOTA DPRD KEPADA MASYARAKAT DI KECAMATAN DIWEK A. Pelaksanaan Pemberian Hadiah/ Uang yang Diberikan oleh Calon anggota DPRD

Lebih terperinci

MATERI I PENGANTAR USHUL FIQH TIM KADERISASI

MATERI I PENGANTAR USHUL FIQH TIM KADERISASI A. Pengertian Ushul Fiqh MATERI I PENGANTAR USHUL FIQH TIM KADERISASI Ushul fiqh merupakan sebuah pembidangan ilmu yang beorientasi pada dinamisasi hukum islam dan penanganan kasus-kasus yang berkaitan

Lebih terperinci

RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid

RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid c 1 Ramadan d 16 RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya, jika kamu orang-orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.

BAB I PENDAHULUAN. rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam UUD RI Tahun 1945 pasal 31 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, dan ayat 3 menegaskan bahwa pemerintah mengusahakan

Lebih terperinci

Khatamul Anbiya (Penutup Para Nabi)

Khatamul Anbiya (Penutup Para Nabi) Muhammad SAW adalah seorang nabi terakhir yang diutus ke bumi oleh Allah SWT. Sebagai seorang nabi dan rasul, nabi Muhamad SAW membawakan sebuah risalah kebenaran yaitu sebuah agama tauhid yang mengesakan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN BERAS DI DESA SAMBONG GEDE MERAK URAK TUBAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN BERAS DI DESA SAMBONG GEDE MERAK URAK TUBAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN BERAS DI DESA SAMBONG GEDE MERAK URAK TUBAN 1. Analisis Terhadap Diskripsi Pinjam Meminjam Uang Dengan Beras di Desa Sambong Gede

Lebih terperinci