BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Beton. 2.2 Styrofoam Styrofoam atau expanded polystyrene terdiri dari polystyrene, polystyrene

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Beton. 2.2 Styrofoam Styrofoam atau expanded polystyrene terdiri dari polystyrene, polystyrene"

Transkripsi

1 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Beton Beton adalah bahan gabungan yang terdiri dari agregat kasar dan halus yang dicampur dengan air dan semen sebagai pengikat dan pengisi antara agregat kasar dan halus, seringkali ditambahkan admixture atau additive bila diperlukan (Subakti, 1994). Beton juga dapat didefinisikan sebagai bahan bangunan dan konstruksi yang sifat-sifatnya dapat ditentukan terlebih dahulu dengan mengadakan perencanaan dan pengawasan yang teliti terhadap bahan-bahan pembentuknya (Samekto, 2001). Beton digunakan sebagai material struktur karena memiliki beberapa keuntungan, antara lain: mudah untuk dicetak, tahan api, kuat terhadap tekan, dan dapat dicor di tempat. Disamping keuntungan beton juga memiliki kelemahan, yaitu beton merupakan bahan yang getas, mempunyai tegangan tarik yang rendah dan volume beton yang tidak stabil akibat terjadinya penyusutan. Beton adalah campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar, dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk masa padat (SNI ). Sifat-sifat positif dari beton antara lain relatif mudah dikerjakan serta dicetak sesuai dengan keinginan, tahan terhadap tekanan, dan tahan terhadap cuaca. Sedangkan sifat-sifat negatifnya antara lain tidak kedap terhadap air (permeabilitas beton relatif tinggi), kuat tarik beton rendah, mudah terdesintegrasi oleh sulfat yang dikandung oleh tanah (Murdock,1991). Sifat positif dan negatif dari beton tersebut ditentukan oleh sifat - sifat material pembentuknya, perbandingan campuran, dan cara pelaksanaan pekerjaan. Berdasarkan berat satuannya beton dapat dibedakan atas beton normal dan beton ringan. Beton ringan adalah beton yang mempunyai berat satuan tidak lebih dari1900 kg/m 3 (SNI ). Beton ringan dapat diperoleh dengan membuat beton dari agregat ringan, penambahan udara, atau penambahan material yang mempunyai berat satuan yang kecil, seperti styrofoam. Beton dengan penambahan styrofoam dapat disebut beton-styrofoam (styrofoam concrete) yang disingkat styrocon. 2.2 Styrofoam Styrofoam atau expanded polystyrene terdiri dari polystyrene, polystyrene sendiri dihasilkandari styrene (C 6 H 5 CH 9 CH 2 ), yang mempunyai gugus phenyl (enam

2 cincin karbon) yang tersusun secara tidak teratur sepanjang garis karbon dari molekul. Penggabungan acak dari bensena mencegah molekul membentuk garis yang sangat lurus sehingga hasilnya merupakan polyester mempunyai bentuk yang tidak tetap, transparan dan dalam berbagai bentuk plastik. Polystyrene merupakan bahan yang baik ditinjau dari segi mekanis maupun suhu, namun bersifat agak rapuh dan lunak pada suhu dibawah o C (Billmeyer, 1984). Polystyrene memiliki berat jenis sampai 1050 kg/m 3, kuat tarik sampai 40 MPa, modulus lentur sampai 3000 MPa, dan angka poisson 0,33 (Crawford, 1998). Dalam bentuknya yang granular, styrofoam atau expended polystyrene memiliki berat satuan yang sangat kecil yaitu berkisar antara 13 22kg/m 3. Selain ringan styrofoam juga memiliki kemampuan menyerap air yang sangat kecil (kedap air). Penggunaan styrofoam dalam beton dapat dianggap sebagai rongga udara. Namun keuntungan menggunakan Styrofoam dibandingkan menggunakan rongga udara dalam beton berongga adalah styrofoam mempunyai kekuatan tarik. Dengan demikian, selain akan membuat beton menjadi ringan dapat juga bekerja sebagai serat yang rapat meningkatkan kemampuan kekuatan dan khususnya daktilitas beton. Kerapatan atau berat satuan beton dengan campuran styrofoam dapat diatur dengan mengontrol jumlah Styrofoam yang digunakan dalam beton untuk memperoleh beton dengan berat satuan yang lebih kecil. Namun kuat tekan beton yang diperoleh tentunya akan lebih rendah. 2.3 Bambu Bambu yang dikenali secara umum merupakan tanaman yang dibudidayakan ataupun yang tumbuh secara alami dalam ilmu botani merupakan anggota dari sub famili rumput-rumputan (Graminae) dan tersusun ruas-ruas sepanjang batangnya. Beberapa keunggulan yang dimiliki bambu antara lain adalah mudah ditanam, pertumbuhannya cepat, tidak memerlukan pemeliharaan secara khusus, mempunyai ketahanan terhadap berbagai gangguan, rumpun bambu yang sudah terbakar masih bisa hidup dan potensial sebagai bahan pengganti kayu. (Janssen, 1987 : 84-86). Kekuatan bambu sebagai bahan struktur bangunan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain adalah umur bambu saat dipotong, lingkungan dimana bambu tumbuh yaitu bambu yang tumbuh dilereng gunung mempunyai kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan bambu yang ditanam di daerah lembah, posisi atau letak

3 potongan (pangkal, tengah dan ujung). Bambu mempunyai kekuatan tarik sejajar serat yang tinggi namun kekuatan gesernya rendah (Janssen, 1991 : ). Penelitian lebih lanjut oleh Morisco (1999:14-16) memperlihatkan bagian terkuat dari bambu adalah kulitnya. Kekuatan kulit ini sangat jauh lebih tinggi dari pada kekuatan bambu bagian dalam. Tebal kulit relatif seragam sepanjang batang, sedangkan tebal bambu sangat bervariasi dari pangkal sampai ujung.oleh karena itu bambu yang tipis mempunyai porsi kulit besar, sehingga mempunyai kekuatan ratarata menjadi tinggi. Sedangkan bambu yang tebal mempunyai porsi kulit luar yang tipis sehingga mempunyai kekuatan rata-rata yang rendah. Sehingga untuk menilai kekuatan bambu sebaiknya berdasarkan ketebalannya, sehingga diperoleh hasil yang konsisten. Penggunaan bambu sebagai bahan baku atau komponen bangunan tergantung dari kadar airnya (moisture content). Pada musim hujan kadar airnya dapat mencapai dua kalinya. Kandungan air bambu ini sangat mempengaruhi kualitas bambu terutama pada saat akan dimanfaatkan sebagai komponen bangunan. Pemuaian dan penyusutan bambu hampir sama dengan kayu. Perubahan yang terjadi pada panjang, lebar serta tebal kurang lebih berbanding lurus dengan kadar air yang dikandung. Dibandingkan dengan kayu lunak sejenis spruce (famili pinus), bambu dua kali lebih lama terbakar. Kulit bambu yang mengandung silisic acid sangat membantu menahan rambatan api shingga proses terbakarnya lebih lama dibandingkan spruce. Bambu mempunyai sifat fisik sebagai berikut: Pada proses pengeringan bambu yang belum dewasa sering retak. Bagian dalam batang bambu biasanya lebih banyak mengandung kadar air bebas daripada bagian batang luar dan kulit. Buku - buku (knots) mengandung kurang lebih 10 % air lebih sedikit dibandingkan bagian ruas. Bambu tidak dapat diguanakan sebagai tulangan pada beton, karena bambu pada saat pengeringan menyusut, volumenya menurun sehingga lekatan dengan betonnya longgar. Penyusutan bambu yang ditebang pada musim hujan sampai keadaan kering udara adalah pada arah longitudinal sebesar 0,2% sampai 0,5 %, arah tangensial sebesar 10-20% dan arah radial sebesar 15-30%. Kuat lekat antara bambu kering dengan beton berkisar antara 2 4 kg/cm 2.

4 2.4 Beton Serat Beton serat didefinisikan sebagai beton yang terbuat dari campuran beton yang terbuat dari campuran semen, agregat halus, agregat kasar dan sejumlah kecil serat / fibre (ACI Cocommite 544, 1982). Bahan-bahan serat yang dapat digunakan untuk perbaikan sifat beton pada beton serat antara lain baja, plastic, kaca, karbon serta serat dari bahan alami seperti ijuk, rami maupun serat dari tumbuhan lain (ACI Cocommite 544, 1982). Pada beton serat, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah kelacakan (workability) adukan beton dan teknik pencampuran serat. Kelacakan (workability) adukan yang sering diukur dengan nilai slump. Penambahan serat ke campuran beton akan menurunkan kelacakan (workability) campuran. Teknik pencampuran serat merupakan teknik dan upaya pencampuran agar serat yang ditambahkan ke dalam adukan beton segar dapat tersebar merata. (Mudji Suhardiman, 2011). 2.5 Perawatan Benda Uji Badan Standardisasi Nasional (SNI ) mengatakan semua benda uji yang dibuat di laboratorium harus dirawat basah pada temperature 23ᵒC + 1,7ᵒC mulai dari waktu percetakan sampai saat pengujian. Penyimpanan selama 48 jam pertama perawatan harus pada lingkungan bebas getaran. Seperti yang diberlakukan pada perawatan benda uji yang dibuka, perawatan basah berarti bahwa benda uji yang akan diuji harus memiliki air yang bebas yang dijaga pada seluruh permukaan pada semua waktu. Kondisi ini dipenuhi dengan merendam dalam air jenuh kapur dan dapat dipenuhi dengan penyimpanan dalam ruang jenuh air sesuai dengan AASHTO M 201. Benda uji tidak boleh diletakkan pada air mengalir atau air yang menetes. Dan untuk perawatan beton silinder struktur ringan sesuai dengan standar ini atau dengan SNI Badan Standardisasi Nasional (SNI ) mengatakan semua benda uji silinder yang dibuat di lapangan sebagai berikut: Harus diletakkan pada temperature 23ᵒC + 1,7ᵒC sebelum 30 menit setelah pembukaan cetakan. Tidak boleh lebih dari 3 jam diletakkan pada suhu antara 20ᵒC sampai 30ᵒC. Benda uji juga tidak boleh terkena tetesan atau aliran air.

5 Penyimpanan dalam keadaan basah, yaitu dengan perendaman dalam air kapur jenuh atau dengan ditutupi kain basah. 2.6 Penentuan Jumlah Benda Uji Menurut SNI (Tata Cara Pembuatan dan Perawatan Benda Uji Beton di Laboratorium) disebutkan bahwa jumlah benda uji dan jumlah campuran tergantung pada kebiasaan dan sifat program pengujian. Tuntunan biasanya diberikan dalam metode pengujian atau spesifikasi untuk benda uji yang dibuat. Biasanya tiga atau lebih benda uji dicetak untuk masing-masing umur pengujian dan kondisi pengujian, kecuali cara lain ditentukan. Benda uji yang melibatkan variabel yang telah ditentukan, harus dibuat dari tiga campuran terpisah yang dicampur pada hari yang berbeda. Jumlah benda uji yang sama untuk masing-masing variabel harus dibuat pada hari yang telah ditentukan. Bila tidak memungkinkan untuk membuat sesedikitnya satu benda uji untuk masing-masing ragam pada hari yang ditentukan, campuran seluruh seri benda uji harus diselesaikan dalam jumlah hari sesedikit mungkin, dan satu dari campuran harus diulang masing-masing hari sebagai standar pembanding. 2.7 Aplikasi Beton dengan EPS atau Styrocon Penggunaan styrocon atau beton dengan EPS belum banyak diketahui dan dilirik oleh masyarakat. Penggunaan styrocon dapat berupa tembok luar atau dalam suatu bangunan, pembuatan perumahan terpencil, rumah yang dapat dipindahkan, rumah atau bangunan yang dapat dibongkar, tempat penampungan bencana, tembok penyekat, tembok tahan api, penangkal sinar matahari pada gedung bertingkat, untuk lantai dan atap. Salah satu perusahaan yang telah menggunakan aplikasi beton dengan EPS ini adalah MAK-Styrocon. Panel beton dengan EPS mereka terbuat dari campuran semen Portland dan EPS bentuk butiran yang diletakkan diantara lapisan nonasbestos yang dilapisi dengan lapisan semen. 2.8 Perbandingan antara Penelitian ini dengan Penelitian Sebelumnya Penelitian ini mengacu pada jurnal penelitian sebelumnya. Berikut adalah rangkuman jurnal penelitian sebelumnya:

6 1. Dari jurnal yang berjudul Kajian Pengaruh Penambahan Serat Bambu Ori Terhadap Kuat Tekan dan Kuat Tarik Beton yang disusun oleh Mudji Suhardiman dari Universitas Janabadra (2011) disimpulkan bahwa penambahan serat bambu sampai sebesar 2 persen dari berat semen dapat menambah kuat tekan dan kuat tarik daripada beton biasa. 2. Dari jurnal Smartek yang berjudul Perilaku dan Kapasitas Lentur Balok Beton Berserat Bambu oleh Agus Rivani dan Shyama Maricar (2009) disimpulkan bahwa penambahan serat bambu dapat meningkatkan kekuatan beton hingga 30 persen dari kekuatan beton biasa. 3. Dari jurnal yang berjudul Permeabilitas Beton dengan Penambahan Styrofoam oleh I Gusti Ketut Sudipta dan Ketut Sudarsana (2009) dari Universitas Udayana disimpulkan bahwa semakin banyak penambahan styrofoam menyebabkan semakin meningkatnya nilai slump, semakin kecil berat satuan beton, dan semakin meningkat tingkat permeabilitasnya. 4. Dari jurnal yang berjudul Kuat Tarik Belah dan Lentur Beton dengan Penambahan Styrofoam (Styrocon) oleh I.B. Dharma Giri, I Ketut Sudarsana dan N.L.P. Eka Agustiningsih (2008) dari Universitas Udayana disimpulkan bahwa penambahan persentase styrofoam dalam campuran beton menambah jumlah rongga udara dalam beton yang mengakibatkan nilai slump meningkat, namun menurunkan berat satuan, kuat tarik belah dan kuat tarik lentur beton. 5. Dari makalah tugas akhir Pengaruh Penggunaan Expanded Polystyrene yang Dilapisi Surfaktan Sebagai Material Subtitusi Agregat Halus Pada Campuran Beton Terhadap Nilai Kuat Tekan dan Kuat Tarik Belah oleh Alice Siauwantara (2013) dari Universitas Bina Nusantara disimpulkan bahwa penambahan expanded polystyrene menurunkan kuat tekan, kuat tarik belah dan berat jenis beton. Nilai berat jenis dan nilai kuat tekan terbesar beton expanded polystyrene yang dilapisi surfaktan adalah dengan kadarexpanded polystyrene sebesar 5% terhadap agregat halus. 6. Dari makalah tugas akhir Pengaruh Fly Ash Pada Kuat Tekan Campuran Beton Menggunakan Expanded Polystyrene Sebagai Subtitusi Parsial Pasir oleh Gunaedi (2013) dari Universitas Bina Nusantara disimpulkan bahwa penambahan expanded polystyrene menurunkan kuat tekan dan berat jenis beton. Penambahan fly ash dapat meningkatkan kuat tekan dan berat jenis beton, tetapi kuat tekan beton menurun pada kadar fly ash 17,5%. Kuat tekan

7 dan berat jenis beton expanded polystyrene oprtimum berdasarkan kuat tekan tertinggi dan berat jenis terkecil yaitu beton dengan kadarexpanded polystyrene 30% dan fly ash 15%. 7. Dari jurnal yang berjudul Mechanical Properties of Bamboo Fibre Reinforced Concrete oleh Dr. Shakeel Ahmad, Altamash Raza, dan Hina Gupta (2014) dari 2 nd International Conference on Research in Science, Engineering and Technology (ICRSET 2014) di Dubai, disimpulkan bahwa kekuatan tekan dari sampel benda uji berbentuk kubus dengan serat bambu pada hari kedua puluh delapan tidak menunjukkan perubahan yang signifikan dibandingkan beton normal, tetapi kekuatan tekannya bertambah menjadi dua kali lipat pada umur lima puluh hari. Disimpulkan juga bahwa modulus elastisitas dan kekuatan lentur dari beton dengan perkuatan tulangan bambu bertambah hingga hampir dua kali lipat. Dan beton dengan serat bambu ini dikatakan lebih ekonomis daripada beton normal. 8. Dari jurnal yang berjudul Research and Development on Bamboo Reinforced Concrete Structure oleh Masakazu Terai dan Koichi Minami (2012) dari Universitas Fukuyama di Jepang menyimpulkan bahwa kuat tarik dari beton yang menggunakan perkuatan bambu akan meningkat seiring dengan bertambahnya waktu. Disimpulkan juga bahwa perilaku tarik dari bambu hampir sama dengan perilaku tarik dari baja polos dan kekuatan ikat dari bambu yaitu 1,2 sampai 1,35 MPa lebih baik dibandingkan baja polos. 9. Dari jurnal yang berjudul Review of Bamboo as Reinforcement Material in Concrete Structure oleh Ajinkya Kaware, Prof. U.R.Awari, dan Prof. M.R. Wakchaure dari India dalam International Journal of Innovative Research in Science, Engineering and Technology Vol. 2, Issue 6 (2013) menyimpulkan bahwa bambu memiliki daya serap yang tinggi terhadap air sehingga diperlukan cara untuk mengatasi masalah ini, kuat tarik dari baik dan bambu bisa digunakan sebagai perkuatan strukur untuk proyek kecil dengan harga yang ekonomis, dan bambu memiliki ketahanan yang rendah terhadap geser sehingga tidak bisa digunakan untuk struktur dengan perkuatan geser. Dikatakan juga bahwa bambu memiliki kuat ikat yang lemah sehingga perlu dilapisi dengan epoxy dan tar. 10. Dari jurnal yang berjudul Pengaruh Penggantian Pasir Dengan Expanded Polystyrene Terhadap Kuat Tekan dan Berat Jenis Beton oleh Ruddy Yusuf

8 (2011) dari Universitas Bina Nusantara disimpulkan bahwa penambahan EPS membuat berat isi beton berkurang, tapi juga mengurangi kuat tekan beton. 2.9 Perancangan Campuran Beton Perancangan campuran beton pada penelitian ini menggunakan SNI dengan judul buku Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal. Berikut langkah perhitungannya: Penetapan Kuat Tekan Beton Penetapan kuat tekan beton yang disyaratkan (f' c ) pada umur tertentu, (f' c = MPa pada umur 28 hari). Kuat tekan beton yang disyaratkan ditetapkan sesuai dengan persyaratan perencanaan struktur dan kondisi setempat Penetapan Nilai Deviasi Standar (s) Deviasi standar ditetapkan berdasarkan tingkat mutu pengendalian pelaksanaan campuran di lapangan. Makin baik mutu pelaksanaannya makin kecil nilai deviasi standarnya. Penetapan nilai deviasi standar (s) ini berdasarkan atas hasil perancangan pada pembuatan beton mutu yang sama dan menggunakan bahan dasar yang sama pula. Nilai deviasi standar (s) dihitung dengan rumus: Dengan: f c f cr n s= n 1 (f c f n 1 = Kuat tekan masing-masing hasil uji (MPa). = Kuat tekan beton rata-rata hasil uji (MPa). = Jumlah hasil uji kuat tekan. cr ) 2... (3.1) Jika jumlah data hasil uji kurang dari 30 buah, maka dilakukan koreksi terhadap nilai deviasi standar dengan suatu faktor pengali, seperti pada tabel berikut: Tabel 2.1 Faktor Pengali Deviasi Standar Jumlah data <15 Faktor Pengali 1,00 1,03 1,08 1,16 Gunakan tabel 2.3 Jika data uji lapangan untuk menghitung deviasi standar yang memenuhi persyaratan di atas tidak tersedia, maka kuat tekan rata-rata yang ditargetkan sebesar

9 f cr = f c + 12MPa (3.2) Untuk memberikan gambaran bagaimana cara menilai tingkat mutu pekerjaan beton, di sini diberikan pedoman sebagai berikut: Tabel 2.2 Nilai Deviasi Standar Untuk Berbagai Tingkat Pengendalian Mutu Pekerjaan di Lapangan Tingkat Pengendalian Mutu Pekerjaan Nilai Deiviasi Standar, s (MPa) Sangat Memuaskan 2,8 Memuaskan 3,5 Baik 4,2 Cukup 5,0 Jelek 7,0 Tanpa Kendali 8, Menghitung Nilai Tambah / Margin (m) Nilai tambah dihitung berdasarkan nilai deviasi standar (s) dengan rumus berikut: m= k s (3.3) Dimana: m = Nilai tambah (MPa) k = 1,64 s = Deviasi standar (MPa) Bila tidak ada catatan hasil uji lapangan unuk perhitungan deviasi standar, maka kuat tekan rata-rata perlu (f cr ) harus ditetapkan berdasarkan tabel 2.3 berikut: Tabel 2.3 Kuat Tekan Rata-Rata Perlu Jika Data Tidak Tersedia Persyaratan Kuat Tekan, f c Kuat Tekan Rata-Rata Perlu, f cr (MPa) (MPa) <21 f c + 7, f c + 8,5 >35 f c + 10,0 Sumber : SNI , Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung Menetapkan Kuat Tekan Rata-Rata Yang Direncanakan Kuat tekan rata-rata yang direncanakan diperoleh dengan rumus: f cr = f c + m (3.4)

10 Dimana: f' c = Kuat tekan beton yang disyaratkan (MPa) f cr = Kuat tekan rata-rata beton yang ditargetkan (MPa) m = Nilai tambah (MPa) Penetapan Jenis Semen Portland Menurut SII di Indonesia semen Portland dibedakan menjadi lima jenis, yaitu jenis I, II, III, IV, dan V. Tabel 2.4 Tipe Semen dan Fungsinya Tipe Semen Deskripsi Semen Portland Jenis Umum (Normal PC) yaitu jenis semen untuk penggunaan dalam konstruksi beton seara umum yang I tidak memerlukan sifat-sifat khusus, misalnya untuk trotoar, pasangan bata, dll Semen Portland Jenis Umum dengan perubahan-perubahan (Modified Portland Cement). Semen ini memiliki panas II hidarasi yang lebih rendah dari Jenis I. Semen ini digunakan untuk bangunan-bangunan tebal seperti pilar, kolom, dll Semen Portland dengan kekuatan awal tinggi (High Early Strength PC). Jenis ini akan menghasilkan beton dengan III kekuatan yang besar pada waktu singkat, biasanya digunakan untuk struktur yang mendesak digunakan, misalnya perbaikan jalan beton Semen Portland dengan panas hidrasi rendah (Low Heat PC). Jenis ini merupakan jenis khusus dengan panas hidrasi yang IV serendah-rendahnya. Digunakan untuk bangunan beton massa besar, seperti bendungan, dll Semen Portland tahan sulfat (Sulfat Resistant PC). Jenis PC V yang khusus dimaksudkan untuk penggunaan pada bangunanbangunan yang kena sulfat seperti Industri Kimia dan lain-lain Penetapan Jenis Agregat Jenis kerikil dan pasir ditetapkan apakah berupa agregat alami (tak terpecahkan) ataukah jenis agregat batu pecah (crushed aggregate) Penetapan Faktor Air Semen Berdasarkan jenis semen yang dipakai, jenis agregat kasar dan kuat tekan rata-rata silinder beton yang direncanakan pada umur tertentu, ditetapkan nilai faktor air semen dengan Tabel 2.4 dan Gambar 2.1.

11 Tabel 2.5 Perkiraan Kuat Tekan Beton (MPa) dengan Faktor Air Semen 0,50 Jenis semen Kekuatan tekan (MPa) Jenis agregat kasar Umur (hari) Bentuk benda uji Batu tak dipecah Semen Portland Batu pecah Silinder Tipe I, II dan IV Batu tak dipecah Batu pecah Kubus Batu tak dipecah Semen Portland Batu pecah Silinder Tipe III Batu tak dipecah Batu pecah Kubus

12 FAS dari tabel 2.5 f c dari tabel 2.5 f cr Gambar 2.1 Grafik Hubungan Antara Kuat Tekan Beton dan FAS Beton untuk Benda Uji Kubus (15 cm x 15 cm x 15 cm)

13 Gambar 2.2 Grafik Hubungan Antara Kuat Tekan Beton dan FAS Beton untuk Benda Uji Silinder (diameter 15 cm dan tinggi 30 cm)

14 Langkah penetapannya dilakukan dengan cara sebagai berikut: Lihat Tabel 2.4, dengan data jenis semen, jenis agregat kasar dan umur beton yang dikehendaki, dibaca perkiraan kuat tekan silinder beton yang akan diperoleh jika dipakai faktor air semen 0,50. Lihat Gambar 2.1 atau Gambar 2.2 (sesuai jenis benda uji yang dipakai), buatlah titik A dengan nilai faktor air semen 0,50 (sebagai absis) dan kuat tekan beton yang diperoleh dari Tabel 2.2 (sebagai ordinat). Pada titik A tersebut kemudian dibuat grafik baru yang bentuknya sama dengan 2 grafik yang berdekatan. Selanjutnya ditarik garis mendatar dari sumbu tegak sisi kiri pada kuat tekan rata-rata yang dikehendaki sampai memotong grafik baru tersebut. Dari titik potong tersebut kemudian ditarik garis ke bawah sampai memotong sumbu mendatar sehingga diperoleh nilai faktor air semen Penetapan Faktor Air Semen Maksimum Penetapan nilai faktor air semen (FAS) maksimum dilakukan dengan tabel 2.5. Jika nilai faktor air semen ini lebih rendah daripada nilai faktor air semen dari langkah 2.5.6, maka nilai faktor air semen maksimum ini yang dipakai untuk perhitungan selanjutnya. Tabel 2.6 Persyaratan Faktor Air Semen Maksimum Untuk Berbagai Pembetonan dan Lingkungan Khusus Jenis pembetonan Semen min per m 3 beton (kg) FAS maksimum Beton di dalam ruang bangunan a. Keadaan kaliling non korosif b. Keadaan keliling korosif, disebabkan oleh kondensasi atau uap korosif ,60 0,52 Beton di luar ruang bangunan a. Tidak terlindung dari hujan dan terik matahari langsung b. Terlindung dari hujan dan terik matahari langsung ,60 0,60 Beton yang masuk ke dalam tanah a. Mengalami keadaan basah dan kering berganti-ganti b. Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari tanah 325 0,55 Lihat Tabel 2.5a Beton yang selalu berhubungan dengan: a. Air tawar b. Air laut Lihat Tabel 2.5b

15 Tabel 2.5a Faktor Air Semen Maksimum untuk Beton yang Berhubungan dengan Air Tanah yang Mengandung Sulfat Konsentrasi Sulfat (SO 3 ) dalam tanah Total (SO 3 ) (%) (SO 3 ) dalam campuran air tanah = 2:1 (gr/lt) (SO 3 ) dalam air tanah (gr/lt) <0,2 <1,0 <0,3 0,2 0,5 1,0 1,9 0,3 1,2 0,5 1,0 1,9 3,1 1,2 2,5 Jenis Semen Kandungan semen min dengan ukuran agregat maks (kg/m 3 ) 40 mm 20 mm 10 mm FAS maks Tipe I dengan atau tanpa pozolan (15 40 %) ,50 Tipe I tanpa Pozolan ,50 Tipe I dengan Pozolan % (semen ,55 PortlandPozolan) Tipe II atau V ,55 Tipe I dengan Pozolan % (semen ,45 PortlandPozolan) Tipe II atau V ,50 1,0 2,0 3,1 5,6 2,5 5,0 Tipe II atau V ,45 >2,0 >5,6 >5,0 Tipe II atau V dan lapisan pelindung ,45 Tabel 3.5b Faktor Air Semen untuk Beton Bertulang dalam Air Jenis beton Berhubungan dengan: FAS Tipe Semen Kandungan semen min (kg/m 3 ) Ukuran agregat maks 40 mm 20 mm Air tawar 0,50 Semua tipe I V Bertulang Tipe I + Pozolan % 0, atau Air payau (semen PortlandPozolan) pra tegang 0,50 Tipe II atau V Air laut 0,45 Tipe II atau V Penetapan Nilai Slump Nilai Slump yang diinginkan dapat diperoleh dengan Tabel 2.6.

16 Tabel 2.7 Penetapan Nilai Slump (cm) Pemakaian Beton Maksimum Minimum Dinding, pelat pondasi dan pondasi telapak bertulang 12,5 5,0 Pondasi telapak tidak bertulang, kaison dan struktur di bawah tanah 9,0 2,5 Pelat, balok, kolom dan dinding 15,0 7,5 Pengerasan jalan 7,5 5,0 Pembetonan masal 7,5 2, Penetapan Besar Butir Agregat Maksimum Pada beton normal ada 3 pilihan besar butir maksimum, yaitu 40 mm, 20 mm, atau 10 mm. Penetapan besar butir agregat maksimum dilakukan berdasarkan nilai terkecil dari ketentuan-ketentuan berikut: Tiga perempat kali jarak bersih minimum antar baja tulangan atau berkas baja tulangan. Sepertiga kali tebal pelat Penetapan Jumlah Aair Yang Diperukan Per Meter Kubik Beton Berdasarkan ukuran maksimum agregat, jenis agregat, dan slump yang diinginkan, lihat Tabel 2.7. Tabel 2.8 Perkiraan Kebutuhan Air per m 3 Beton (liter) Ukuran agregat maks 10 mm 20 mm Jenis Batuan Batu tak dipecah Batu Pecah Batu tak dipecah Batu Pecah Slump (mm) mm Batu tak dipecah Batu Pecah Dalam Tabel 2.7 apabila agregat halus dan agregat kasar yang dipakai dari jenis yang berbeda (alami dan batu pecah), maka jumlah air yang diperkirakan diperbaiki dengan rumus: A = 2 A h A k (3.5)

17 Dimana: A = Jumlah air yang dibutuhkan (lt/m) A h A k = Jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat halusnya = Jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat kasarnya Berat Semen yang Diperlukan Dihitung Berat semen per m 3 beton dihitung dengan membagi jumlah air (dari langkah ) dengan faktor air semen yang diperoleh pada langkah dan Tabel 2.9 Kebutuhan Semen Minimum untuk Berbagai Pembetonan dan Lingkungan Khusus Jenis pembetonan Semen min per m 3 beton (kg) FAS maksimum Beton di dalam ruang bangunan a. Keadaan kaliling non korosif b. Keadaan keliling korosif, disebabkan oleh kondensasi atau uap korosif ,60 0,52 Beton di luar ruang bangunan a. Tidak terlindung dari hujan dan terik matahari langsung b. Terlindung dari hujan dan terik matahari langsung ,60 0,60 Beton yang masuk ke dalam tanah a. Mengalami keadaan basah dan kering berganti-ganti b. Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari tanah 325 0,55 Lihat Tabel2.8a Beton yang selalu berhubungan dengan: a. Air tawar b. Air laut Lihat Tabel 2.8b

18 Tabel 2.8a Konsentrasi Sulfat (SO 3 ) dalam tanah (SO 3 ) Total dalam (SO 3 ) campuran (%) air tanah = 2:1 (gr/lt) Kandungan Semen Minimum untuk Beton Yang Berhubungan Dengan Air Tanah Yang Mengandung Sulfat (SO 3 ) dalam air tanah (gr/lt) <0,2 <1,0 <0,3 0,2 0,5 1,0 1,9 0,3 1,2 0,5 1,0 1,9 3,1 1,2 2,5 Jenis Semen Kandungan semen min dengan ukuran agregat maks (kg/m 3 ) 40 mm 20 mm 10 mm FAS maks Tipe I dengan atau tanpa pozolan (15 40 %) ,50 Tipe I tanpa Pozolan ,50 Tipe I dengan Pozolan % (semen ,55 PortlandPozolan) Tipe II atau V ,55 Tipe I dengan Pozolan % (semen ,45 PortlandPozolan) Tipe II atau V ,50 1,0 2,0 3,1 5,6 2,5 5,0 Tipe II atau V ,45 >2,0 >5,6 >5,0 Tipe II atau V dan lapisan pelindung ,45 Tabel 2.8b Jenis beton Bertulang atau pra tegang Kandungan Semen Minimum Untuk Beton Bertulang Dalam Air (kg/m 3 ) Berhubungan dengan: FAS Tipe Semen Kandungan semen min (kg/m 3 ) Ukuran agregat maks 40 mm 20 mm Air tawar 0,50 Semua tipe I V Air payau 0,45 Tipe I + Pozolan % (semen PortlandPozolan) ,50 Tipe II atau V Air laut 0,45 Tipe II atau V

19 Kebutuhan Semen Minimum Kebutuhan semen minimum ini ditetapkan untuk menghindari beton dari kerusakan akibat lingkungan khusus.kebutuhan semen minimum ditetapkan dengan Tabel Penyesuaian Kebutuhan Semen Apabila kebutuhan semen yang diperoleh dari langkah ternyata lebih sedikit daripada kebutuhan semen minimum (pada langkah ), maka kebutuhan semen minimum dipakai yang nilainya lebih besar Penyesuaian Jumlah Air atau Faktor Air Semen Jika jumlah semen ada perubahan akibat langkah maka nilai faktor air semen berubah. Dalam hal ini dapat dilakukan dua cara berikut: Faktor air semen dihitung kembali dengan cara membagi jumlah air dengan jumlah semen minimum. Jumlah air disesuaikan dengan mengalikan jumlah semen minimum dengan faktor air semen Penentuan Gradasi Agregat Halus Berdasarkan gradasinya (lihat analisis ayakan), agregat halus yang akan dipakai dapat diklasifikasikan menjadi 4 daerah. Penentuan daerah gradasi itu didasarkan atas grafik gradasi yang diberikan dalam Tabel 2.10 atau Gambar 2.3, Gambar 2.4, Gambar 2.5 dan Gambar 2.6. Tabel 2.10 Batas Gradasi Agregat Halus Lubang Ayakan Persentase Berat Butir yang Lolos Ayakan (mm) Daerah I Daerah II Daerah III Daerah IV 10 4, , , , , ,

20 GRAFIK GRADASI AGREGAT HALUS DAERAH I Persentase Lolos (%) ,15 0,3 0,6 1,2 2,4 4,8 9,6 Ukuran Saringan (mm) Gambar 2.3 Batas Gradasi Agregat Halus Daerah I GRAFIK GRADASI AGREGAT HALUS DAERAH II Persentase Lolos (%) ,15 0,3 0,6 1,2 2,4 4,8 9,6 Ukuran Saringan (mm) Gambar 2.4 Batas Gradasi Agregat Halus Daerah II

21 GRAFIK GRADASI AGREGAT HALUS DAERAH III Persentase Lolos (%) ,15 0,3 0,6 1,2 2,4 4,8 9,6 Ukuran Saringan (mm) Gambar 2.5 Batas Gradasi Agregat Halus Daerah III GRAFIK GRADASI AGREGAT HALUS DAERAH IV Persentase Lolos (%) ,15 0,3 0,6 1,2 2,4 4,8 9,6 Ukuran Saringan (mm) Gambar 2.6 Batas Gradasi Agregat Halus Daerah IV

22 Perbandingan Agregat Halus dan Agregat Kasar Penetapan dilakukan dengan memperhatikan besar butir maksimum agregat kasar, nilai Slump, faktor air semen, dan daerah gradasi agregat halus. Berdasarkan data tersebut dan grafik pada Gambar 2.7 atau Gambar 2.8 atau Gambar 2.9. Gambar 2.7 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat dengan Ukuran Butir Maksimum 10 mm Gambar 2.8 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat dengan Ukuran Butir Maksimum 20 mm

23 Gambar 2.9 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat dengan Ukuran Butir Maksimum 40 mm Berat Jenis Agregat Campuran Berat jenis agregat campuran dihitung dengan rumus: BJ camp = P BJ Dimana: BJ camp = Berat jenis agregat campuran BJ ah BJ ak P K ah + K BJ ak (3.6) = Berat jenis agregat halus = Berat jenis agregat kasar = Persentase berat agregat halus terhadap berat agregat campuran = Persentase berat agregat kasar terhadap berat agregat campuran Penentuan Berat Isi Beton Dengan data berat jenis agregat campuran dari langkah dan kebutuhan air tiap m 3 beton, maka dengan grafik pada Gambar 2.10 dapat diperkirakan berat isi betonnya. Caranya adalah sebagai berikut: Dari berat jenis agregat campuran pada langkah dibuat garis miring berat jenis gabungan yang sesuai dengan garis miring yang paling dekat yang terdapat pada Gambar Kebutuhan air yang diperoleh pada langkah dimasukkan ke dalam sumbu horizontal pada Gambar 2.10, kemudian dari titik ini ditarik garis vertikal ke atas sampai mencapai garis miring yang dibuat pada cara sebelumnya di atas.

24 Dari titik potong ini ditarik garis horizontal ke kiri sehingga diperoleh nilai berat isi beton. Gambar 2.10 Penentuan Berat Isi Beton yang Dimampatkan Secara Penuh Kebutuhan Agregat Campuran Kebutuhan agregat campuran dihitung dengan cara mengurangi berat beton per m 3 dengan kebutuhan air dan semen Berat Agregat Halus yang Diperlukan Dihitung Berdasarkan Hasil dari Langkah Q dan T Kebutuhan agregat halus dihitung dengan cara mengalikan kebutuhan agregat campuran dengan persentase berat agregat halusnya Berat Agregat Kasar yang Diperlukan yang Dihitung Berdasarkan Hasil dari Langkah T dan U Kebutuhan agregat kasar dihitung dengan cara mengurangi kebutuhan agregat campuran dengan kebutuhan agregat halus. Catatan:

25 Dalam perhitungan di atas, agregat halus dan agregat kasar dianggap dalam keadaan jenuh kering permukaan, sehingga apabila agregatnya tidak kering permukaan, maka harus dilakukan koreksi terhadap kebutuhan bahannya. Hitungan koreksi dilakukan dengan rumus sebagai berikut: Air = A- A h-a 1.B+ A k-a 2.C... (3.7) Agregat halus = B+ A h-a 1.B... (3.8) Agregat kasar =C+ A k-a 2.C... (3.9) Dimana: A = Jumlah kebutuhan air (lt/m 3 ) B = Jumlah kebutuhan agregat halus (kg/m 3 ) C = Jumlah kebutuhan agregat kasar (kg/m 3 ) A h = Kadar air sesungguhnya dalam agregat halus (%) A k = Kadar air sesungguhnya dalam agregat kasar (%) A 1 = Kadar air dalam agregat halus jenuh kering permukaan/absorbsi (%) A 2 = Kadar air dalam agregat kasar jenuh kering permukaan/absorbsi (%)

BAB II DASAR TEORI 2.1. UMUM. Beton adalah bahan yang diperoleh dengan mencampurkan agregat, air

BAB II DASAR TEORI 2.1. UMUM. Beton adalah bahan yang diperoleh dengan mencampurkan agregat, air 5 BAB II DASAR TEORI 2.1. UMUM Beton adalah bahan yang diperoleh dengan mencampurkan agregat, air dan semen atau dengan bahan tambahan atau zat aditif. Bahan bahan air dan semen bereaksi secara kimiawi

Lebih terperinci

PENGARUH SERAT BAMBU PADA KUAT TEKAN DAN KUAT TARIK BELAH CAMPURAN BETON DENGAN EXPANDED POLYSTYRENE SEBAGAI SUBTITUSI AGREGAT HALUS

PENGARUH SERAT BAMBU PADA KUAT TEKAN DAN KUAT TARIK BELAH CAMPURAN BETON DENGAN EXPANDED POLYSTYRENE SEBAGAI SUBTITUSI AGREGAT HALUS PENGARUH SERAT BAMBU PADA KUAT TEKAN DAN KUAT TARIK BELAH CAMPURAN BETON DENGAN EXPANDED POLYSTYRENE SEBAGAI SUBTITUSI AGREGAT HALUS Amelia Yonatta Tjitradewi Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Binus

Lebih terperinci

> NORMAL CONCRETE MIX DESIGN <

> NORMAL CONCRETE MIX DESIGN < > NORMAL CONCRETE MIX DESIGN < Soal : Rencanakan campuran beton untuk f c 30MPa pada umur 28 hari berdasarkan SNI 03-2834-2000 dengan data bahan sebagai berikut : 1. Agregat kasar yang dipakai : batu pecah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton menggunakan kapur alam dan menggunakan pasir laut pada campuran beton

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan obyek berupa paving blok mutu rencana 400 Kg/ dan 500 Kg/ sebanyak masing-masing 64 blok. Untuk setiap percobaan kuat tekan dan tarik belah paving

Lebih terperinci

4. Perhitungan Proposi Campuran menurut SNI

4. Perhitungan Proposi Campuran menurut SNI . Perhitungan Proposi Campuran menurut SNI 0-8-000 Pemilihan proporsi campuran beton harus ditentukan berdasarkan hubungan antara Kuat Tekan Beton dan Faktor Air Semen (fas) Perhitungan perencanaan campuran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian Obyek pada penelitian ini adalah beton dengan tambahan bahan EPS (Expanded Polystyrene) sebagai bahan subtitusi parsial agregat halus. Mulai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. membentuk masa padat. Jenis beton yang dihasilkan dalam perencanaan ini adalah

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. membentuk masa padat. Jenis beton yang dihasilkan dalam perencanaan ini adalah BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Dasar Teori Beton adalah campuran antara semen, agregat halus, agregat kasar dan air yang membentuk masa padat. Jenis beton yang dihasilkan dalam perencanaan ini adalah campuran

Lebih terperinci

MIX DESIGN Agregat Halus

MIX DESIGN Agregat Halus MIX DESIGN Soal : Rencanakan campuran beton untuk f c 30MPa pada umur 28 hari dengan data : 1. Agregat kasar yang dipakai : batu pecah (alami) 2. Agregat halus yang dipakai : pasir 3. Diameter agregat

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Kristen Maranatha

LAMPIRAN. Universitas Kristen Maranatha 82 LAMPIRAN 83 Tabel 1 Perkiraan Kekuatan Tekan (N/mm) Beton Dengan Faktor Air Semen.5 Dan Jenis Semen Dan Agregat Kasar Yang Biasa Dipakai Di Indonesia Jenis Semen Semen portland tipe 1 atau semen tahan

Lebih terperinci

Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Gradasi Pasir. Berat. Berat. Tertahan Tertahan Tertahan Komulatif

Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Gradasi Pasir. Berat. Berat. Tertahan Tertahan Tertahan Komulatif Lampiran I Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Gradasi Pasir Berat Berat Berat Berat Lolos Ukuran Tertahan Tertahan Tertahan Komulatif (gram) (%) Komulatif (%) (%) No.4 (4,8 mm) 0 0 0 100 No.8 (2,4 mm) 0 0 0

Lebih terperinci

MODUL I.b MENGHITUNG KOMPOSISI BAHAN ADUKAN BETON A. STANDAR KOMPETENSI: Merencanakan campuran beton dengan kuat tekan minimal 20 MPa B. KOMPETENSI DASAR: Menghitung Komposisi Bahan Adukan Beton C. MATERI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. (28 hari). Keuntungan menggunakan beton dalam struktur bangunan yaitu beton

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. (28 hari). Keuntungan menggunakan beton dalam struktur bangunan yaitu beton BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Umum Beton adalah campuran antara semen, agregat halus, agregat kasar, air atau dengan menambah zat aditif yang kemudian mengeras membentuk benda padat. Untuk mendapatkkan

Lebih terperinci

Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI ) Berat Tertahan (gram)

Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI ) Berat Tertahan (gram) Lampiran 1 Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI 03-1968-1990) 1. Berat cawan kosong = 131,76 gram 2. Berat pasir = 1000 gram 3. Berat pasir + cawan = 1131,76 gram Ukuran Berat Tertahan Berat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. air. Untuk mengurangi berat jenis beton dapat menggunakan material ringan yaitu

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. air. Untuk mengurangi berat jenis beton dapat menggunakan material ringan yaitu BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian Campuran beton terdiri dari semen portland, agregat halus, agregat kasar, dan air. Untuk mengurangi berat jenis beton dapat menggunakan material

Lebih terperinci

STUDI PENELITIAN HUBUNGAN KEKUATAN TEKAN BETON DENGAN SLUMP

STUDI PENELITIAN HUBUNGAN KEKUATAN TEKAN BETON DENGAN SLUMP STUDI PENELITIAN HUBUNGAN KEKUATAN TEKAN BETON DENGAN SLUMP SKRIPSI Oleh GUNAWAN 0400524772 Universitas Bina Nusantara Jakarta 2004 STUDI PENELITIAN HUBUNGAN KEKUATAN TEKAN BETON DENGAN SLUMP SKRIPSI diajukan

Lebih terperinci

TATA CARA PEMBUATAN RENCANA CAMPURAN BETON NORMAL

TATA CARA PEMBUATAN RENCANA CAMPURAN BETON NORMAL TATA CARA PEMBUATAN RENCANA CAMPURAN BETON NORMAL 1 Ruang Lingkup Tata cara ini meliputi persyaratan umum dan persyaratan teknis perencanaan proporsi campuran beton untuk digunakan sebagai salah satu acuan

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN PENELITIAN

BAB III PERENCANAAN PENELITIAN BAB III PERENCANAAN PENELITIAN 3.1. Tinjauan Umum Penelitian mengenai pengaruh perawatan beton terhadap kuat tekan dan absorpsi beton ini bersifat aplikatif dan simulatif, yang mencoba untuk mendekati

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Pendahuluan Peneletian beton ringan dengan tambahan EPS dimulai dengan pengujian pendahuluan terhadap agregat halus dan kasar yang akan digunakan dalam campuran

Lebih terperinci

Viscocrete Kadar 0 %

Viscocrete Kadar 0 % 68 Viscocrete Kadar 0 % T. Depan T. Belakang T. Depan T. Belakang T. Depan T. Belakang 300 150 150 150 150 150 150 Pola Retak Benda Uji Silinder Umur Perawatan 3 hari 300 150 150 150 150 150 150 Pola Retak

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Bagan alir ini menjelaskan langkah apa saja yang dilakukan untuk membuat

BAB 3 METODOLOGI. Bagan alir ini menjelaskan langkah apa saja yang dilakukan untuk membuat BAB 3 METODOLOGI 3.1 Bagan Alir Penelitian Bagan alir ini menjelaskan langkah apa saja yang dilakukan untuk membuat penelitan ini. Dimulai dari mengidentifikasi masalah yang ada sehingga dapat diangkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Beton sebagai salah satu bahan konstruksi banyak dikembangkan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Beton sebagai salah satu bahan konstruksi banyak dikembangkan dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beton sebagai salah satu bahan konstruksi banyak dikembangkan dalam teknologi bahan konstruksi. Beton merupakan campuran antara semen portland atau semen hidraulik

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS BETON BERAGREGAT KASAR BATU RINGAN APE DARI KEPULAUAN TALAUD

PEMERIKSAAN KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS BETON BERAGREGAT KASAR BATU RINGAN APE DARI KEPULAUAN TALAUD Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.7, Juni 213 (479-485) ISSN: 2337-6732 PEMERIKSAAN KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS BETON BERAGREGAT KASAR BATU RINGAN APE DARI KEPULAUAN TALAUD Maria M. M. Pade E. J. Kumaat,

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Penelitian yang dilakukan dimulai dengan mengidentifikasi permasalahan apa saja yang terdapat dalam referensi-referensi dan makalah-makalah tentang beton

Lebih terperinci

PENGARUH FLY ASH PADA KUAT TEKAN CAMPURAN BETON MENGGUNAKAN EXPANDED POLYSTYRENE SEBAGAI SUBSTITUSI PARSIAL PASIR

PENGARUH FLY ASH PADA KUAT TEKAN CAMPURAN BETON MENGGUNAKAN EXPANDED POLYSTYRENE SEBAGAI SUBSTITUSI PARSIAL PASIR PENGARUH FLY ASH PADA KUAT TEKAN CAMPURAN BETON MENGGUNAKAN EXPANDED POLYSTYRENE SEBAGAI SUBSTITUSI PARSIAL PASIR (INFLUENCE OF FLY ASH ON COMPRESSIVE STRENGTH MIX DESIGN CONCRETE USING EXPANDED POLYSTYRENE

Lebih terperinci

PERMEABILITAS BETON DENGAN PENAMBAHAN STYROFOAM

PERMEABILITAS BETON DENGAN PENAMBAHAN STYROFOAM PERMEABILITAS BETON DENGAN PENAMBAHAN STYROFOAM I Gusti Ketut Sudipta 1 dan Ketut Sudarsana 1 Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Udayana, Denpasar E-mail : sudipta@civil.unud.ac.id

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Beton Beton dibentuk oleh pengerasan campuran semen, air, agregat halus, agregat kasar (batu pecah atau kerikil), udara dan kadang-kadang campuran tambahan lainnya. Campuran yang

Lebih terperinci

BAB I 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I 1.1 LATAR BELAKANG BAB I 1.1 LATAR BELAKANG Beton sangat banyak dipakai secara luas sebagai bahan bangunan. Bahan tersebut diperoleh dengan cara mencampurkan semen portland, air dan agregat (dan kadang-kadang bahan tambah,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Penelitian ini dimulai dengan mengidentifikasi masalah apa saja yang terdapat

BAB 3 METODOLOGI. Penelitian ini dimulai dengan mengidentifikasi masalah apa saja yang terdapat BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian Penelitian ini dimulai dengan mengidentifikasi masalah apa saja yang terdapat dalam referensi-referensi tentang beton EPS dan filler fly ash. Penggunaan EPS pada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Hipotesis. Penentuan Bahan Material. Pengujian Bahan Material. Sesuai. Mix Desain. Sesuai. Pembuatan Benda Uji

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Hipotesis. Penentuan Bahan Material. Pengujian Bahan Material. Sesuai. Mix Desain. Sesuai. Pembuatan Benda Uji BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bagan Alur Penelitian Mulai Hipotesis Survei Bahan Studi Literatur Penentuan Bahan Material Pengujian Bahan Material Sesuai Mix Desain Sesuai Pembuatan Benda Uji Perawatan

Lebih terperinci

TINJAUAN KUAT TEKAN, KUAT TARIK BELAH DAN KUAT LENTUR BETON MENGGUNAKAN TRAS JATIYOSO SEBAGAI PENGGANTI PASIR UNTUK PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT)

TINJAUAN KUAT TEKAN, KUAT TARIK BELAH DAN KUAT LENTUR BETON MENGGUNAKAN TRAS JATIYOSO SEBAGAI PENGGANTI PASIR UNTUK PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) TINJAUAN KUAT TEKAN, KUAT TARIK BELAH DAN KUAT LENTUR BETON MENGGUNAKAN TRAS JATIYOSO SEBAGAI PENGGANTI PASIR UNTUK PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) Naskah Publikasi untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

Perkerasan kaku adalah struktur yang terdin dan pelat (slab) beton semen yang

Perkerasan kaku adalah struktur yang terdin dan pelat (slab) beton semen yang BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Konstruksi Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah suatu lapisan yang terletak di atas tanah dasar (subgrade) yang telah dipadatkan dan berfungsi untuk memikul beban dan meneruskannya

Lebih terperinci

PENGARUH NILAI KUAT TEKAN BETON EPS DENGAN PENGGUNAAN FIBERGLASS DAN PERAWATAN CURING DAN NON CURING

PENGARUH NILAI KUAT TEKAN BETON EPS DENGAN PENGGUNAAN FIBERGLASS DAN PERAWATAN CURING DAN NON CURING PENGARUH NILAI KUAT TEKAN BETON EPS DENGAN PENGGUNAAN FIBERGLASS DAN PERAWATAN CURING DAN NON CURING Jemima Devina Binus University, K.H Syahdan No.9, Kemanggisan, Jakarta Barat, +628979291844, jemima0503@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia teknik sipil, teknologi mengenai beton merupakan hal yang wajib untuk dipahami secara teoritis maupun praktis mengingat bahwa beton merupakan salah satu

Lebih terperinci

PERBAIKAN BETON PASCA PEMBAKARAN DENGAN MENGGUNAKAN LAPISAN MORTAR UTAMA (MU-301) TERHADAP KUAT TEKAN BETON JURNAL TUGAS AKHIR

PERBAIKAN BETON PASCA PEMBAKARAN DENGAN MENGGUNAKAN LAPISAN MORTAR UTAMA (MU-301) TERHADAP KUAT TEKAN BETON JURNAL TUGAS AKHIR PERBAIKAN BETON PASCA PEMBAKARAN DENGAN MENGGUNAKAN LAPISAN MORTAR UTAMA (MU-301) TERHADAP KUAT TEKAN BETON JURNAL TUGAS AKHIR Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana Strata

Lebih terperinci

Mix Design Metode (ACI,SNI,PCA,DOE)

Mix Design Metode (ACI,SNI,PCA,DOE) Mix Design Metode (ACI,SNI,PCA,DOE) Mix Design Beton American Association (ACI) Metode Absolute Volume Metode American Concrete Institute (ACI) mensyaratkan suatu campuran perancangan beton dengan mempertimbangkan

Lebih terperinci

SPLITTING AND MODULUS RUPTURE TENSION STRENGTH OF CONCRETE BY ADDING STYROFOAM

SPLITTING AND MODULUS RUPTURE TENSION STRENGTH OF CONCRETE BY ADDING STYROFOAM KUAT TARIK BELAH DAN LENTUR BETON DENGAN PENAMBAHAN STYROFOAM (STYROCON) I.B. Dharma Giri 1, I Ketut Sudarsana 1 dan N.L.P. Eka Agustiningsih 2 Abstrak: Penggunaan material ringan sebagai bahan pembentuk

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. yang dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai. Mulai. Tinjauan Pustaka. Pengujian Bahan/Semen

BAB 3 METODOLOGI. yang dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai. Mulai. Tinjauan Pustaka. Pengujian Bahan/Semen BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian Bagan alir penelitian atau penjelasan secara umum tentang urutan kegiatan yang dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Kinerja Kuat Lentur Pada Balok Beton Dengan Pengekangan Jaring- Jaring Nylon Lampiran

Laporan Tugas Akhir Kinerja Kuat Lentur Pada Balok Beton Dengan Pengekangan Jaring- Jaring Nylon Lampiran PENGUJIAN BERAT JENIS SEMEN Suhu Awal : 25 C Semen : 64 gram Piknometer I A. Berat semen : 64 gram B. Volume I zat cair : 1 ml C. Volume II zat cair : 18,5 ml D. Berat isi air : 1 gr/cm 3 A Berat jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dasawarsa terakhir, beton merupakan material konstruksi yang paling umum dan sering digunakan. Pada dasarnya beton terbentuk dari dua bagian utama yaitu pasta

Lebih terperinci

Adapun jumlah benda uji kubus beton dalam penelitian ini sebanyak 176

Adapun jumlah benda uji kubus beton dalam penelitian ini sebanyak 176 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Umum Penelitian ini merupakan studi ekspenmen yang dilakukan untuk mencari pemecahan masalah, agar didapatkan hasil yang memuaskan digunakan metode penelitian dalam pelaksanaannya.

Lebih terperinci

CONTOH 1 PERENCANAAN CAMPURAN BETON Menurut SNI

CONTOH 1 PERENCANAAN CAMPURAN BETON Menurut SNI CONTOH 1 PERENCANAAN CAMPURAN BETON Menurut SNI 03-2834-2000 Kuat tekan yang disyaratkan f c = 30 MPa untuk umur 28 hari, benda uji berbentuk silinder dan jumlah yang di izinkan tidak memenuhi syarat =

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mortar Menurut SNI 03-6825-2002 mortar didefinisikan sebagai campuran material yang terdiri dari agregat halus (pasir), bahan perekat (tanah liat, kapur, semen portland) dan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Persen Lolos (%) BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemeriksaan Agregat Halus (Pasir) 1. Gradasi agregat halus (pasir) Dari hasil pemeriksaan gradasi agregat halus pada gambar 5.1, pasir Merapi

Lebih terperinci

Lampiran A Berat Jenis Pasir. Berat pasir kondisi SSD = B = 500 gram. Berat piknometer + Contoh + Air = C = 974 gram

Lampiran A Berat Jenis Pasir. Berat pasir kondisi SSD = B = 500 gram. Berat piknometer + Contoh + Air = C = 974 gram Lampiran A Berat Jenis Pasir Berat Piknometer = A = 186 gram Berat pasir kondisi SSD = B = 500 gram Berat piknometer + Contoh + Air = C = 974 gram Berat piknometer + Air = D = 665 gram Berat contoh kering

Lebih terperinci

SNI SNI Standar Nasional Indonesia

SNI SNI Standar Nasional Indonesia SNI SNI 3-2834-2 Standar Nasional Indonesia Tata cara pembuatan rencana campuran beton normal ICS 91.1.3 Badan Standardisasi Nasional BSN DAFTAR ISI Halaman Daftar isi... 1 1. Ruang Lingkup... 1 2. Acuan...

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Berat Tertahan Komulatif (%) Berat Tertahan (Gram) (%)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Berat Tertahan Komulatif (%) Berat Tertahan (Gram) (%) BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemeriksaan Bahan Penyusun Beton Pemeriksaan bahan penyusun beton yang dilakukan di Laboratortium Bahan Konstruksi, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Beton Berdasarkan SNI 03 2847 2012, beton merupakan campuran dari semen, agregat halus, agregat kasar, dan air serta tanpa atau dengan bahan tambah (admixture). Beton sering

Lebih terperinci

DAFTAR ISI JUDUL PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI JUDUL PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI JUDUL i PENGESAHAN ii PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI iii ABSTRAK iv ABSTRACT v KATA PENGANTAR vi DAFTAR ISI viii DAFTAR TABEL xii DAFTAR GAMBAR xiv DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN xvii BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Tinjauan Umum Pelaksanaan penelitian ini dimulai dari tahap perencanaan, teknis pelaksanaan, dan pada tahap analisa hasil, tidak terlepas dari peraturan-peraturan maupun referensi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lainnya baik sebagai komponen

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lainnya baik sebagai komponen BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Beton Beton merupakan salah satu bahan konstruksi yang telah umum digunakan untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lainnya baik sebagai komponen struktural maupun non-struktural.

Lebih terperinci

COMPRESSIVE STRENGTH AND ELASTIC MODULUS OF CONCRETE BY ADDING STYROFOAM (STYROCON)

COMPRESSIVE STRENGTH AND ELASTIC MODULUS OF CONCRETE BY ADDING STYROFOAM (STYROCON) KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS BETON DENGAN PENAMBAHAN STYROFOAM (STYROCON) Ida Bagus Dharma Giri 1, I Ketut Sudarsana 1, dan Ni Made Tutarani 2 Abstrak: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui nilai

Lebih terperinci

PENGARUH PERSENTASE BAHAN RETARDER TERHADAP BIAYA DAN WAKTU PENGERASAN CAMPURAN BETON

PENGARUH PERSENTASE BAHAN RETARDER TERHADAP BIAYA DAN WAKTU PENGERASAN CAMPURAN BETON PENGARUH PERSENTASE BAHAN RETARDER TERHADAP BIAYA DAN WAKTU PENGERASAN CAMPURAN BETON Anwar Hardy NRP.9821033 Pembimbing : Herianto W., Ir., M.Sc. UNIVERSITAS KRITEN MARANATHA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN SIPIL

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 PERENCANAAN CAMPURAN BETON METODE DOE Design Of Experiment (DOE) adalah sebuah pendekatan sistematik untuk menginvestigasi suatu sistem atau proses. Secara umum, DOE merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metoda Pelaksanaan Penelitian Mulai Studi literatur Persiapan alat dan bahan Pengujian material pembentuk mortar (uji pendahuluan) : - Uji berat jenis semen - Uji berat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI ABSTRAK ABSTACT. iii KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN. xii DAFTAR GAMBAR. xiii DAFTAR TABEL. xvi DAFTAR GRAFIK I-1

DAFTAR ISI ABSTRAK ABSTACT. iii KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN. xii DAFTAR GAMBAR. xiii DAFTAR TABEL. xvi DAFTAR GRAFIK I-1 DAFTAR ISI ABSTRAK ABSTACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK i ii iii v x xii xiii xvi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Penulisan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode pengujian dilakukan dengan menguji material beton yaitu agregat kasar dan agregat halus yang akan menjadi bahan pembentuk beton yang kemudian akan dilanjutkan dengan pengujian

Lebih terperinci

METODE PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI BETON DI LAPANGAN BAB I DESKRIPSI

METODE PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI BETON DI LAPANGAN BAB I DESKRIPSI METODE PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI BETON DI LAPANGAN BAB I DESKRIPSI 1.1 Ruang Lingkup Metode Pembuatan dan Perawatan Benda Uji di Lapangan ini mencakup : 1) Cara pembuatan dan perawatan benda uji

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan Susun

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan Susun Persen Lolos (%) BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemeriksaan Bahan Susun Pemeriksaan bahan susun beton dengan agregat kasar batu apung yang dilakukan di laboratorium telah mendapatkan hasil

Lebih terperinci

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit III. METODE PENELITIAN A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit merek Holcim, didapatkan dari toko bahan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Beton Beton adalah bahan homogen yang didapatkan dengan mencampurkan agregat kasar, agregat halus, semen dan air. Campuran ini akan mengeras akibat reaksi kimia dari air dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan melakukan pembuatan benda uji di laboratorium dengan berbagai variasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Beton memiliki berat jenis yang cukup besar (± 2,2 ton/m 3 ), oleh sebab itu. biaya konstruksi yang semakin besar pula.

BAB 1 PENDAHULUAN. Beton memiliki berat jenis yang cukup besar (± 2,2 ton/m 3 ), oleh sebab itu. biaya konstruksi yang semakin besar pula. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di dunia serta tingkat perekonomian yang semakin maju, maka diperlukan juga infrastruktur yang mampu menunjang kegiatan

Lebih terperinci

CONTOH 2 PERENCANAAN CAMPURAN BETON Menurut SNI

CONTOH 2 PERENCANAAN CAMPURAN BETON Menurut SNI CONTOH 2 PERENCANAAN CAMPURAN BETON Menurut SNI 03-2834-1993 Kuat tekan yang disyaratkan f c = 20 MPa untuk umur 28 hari, benda uji berbentuk silinder dan jumlah yang di izinkan tidak memenuhi syarat =

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dinding panel merupakan suatu komponen non struktural yaitu dinding yang dibuat dari suatu kesatuan blok dinding parsial, yang kemudian dirangkai menjadi sebuah dinding

Lebih terperinci

BAB V HASIL PEMBAHASAN

BAB V HASIL PEMBAHASAN BAB V HASIL PEMBAHASAN A. Umum Penelitian ini merupakan studi eksperimen yang dilaksanakan di laboratorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil, dalam pelaksanaan eksperimen

Lebih terperinci

Jurnal Teknik Sipil No. 1 Vol. 1, Agustus 2014

Jurnal Teknik Sipil No. 1 Vol. 1, Agustus 2014 JURNAL PENGARUH PENAMBAHAN MATERIAL HALUS BUKIT PASOLO SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN PASIR TERHADAP KUAT TEKAN BETON dipersiapkan dan disusun oleh PRATIWI DUMBI NIM: 5114 08 051 Jurnal ini telah disetujui

Lebih terperinci

PENGARUH LIMBAH PECAHAN GENTENG SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN MUTU BETON 16,9 MPa (K.200)

PENGARUH LIMBAH PECAHAN GENTENG SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN MUTU BETON 16,9 MPa (K.200) PENGARUH LIMBAH PECAHAN GENTENG SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN MUTU BETON 16,9 MPa (K.200) Asri Mulyadi 1), Fachrul Rozi 2) Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Palembang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN JUDUL ENGLISH... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v HALAMAN MOTTO... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR ISTILAH... xi DAFTAR NOTASI...

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN BETON DAN PEMBAHASAN HASIL PENGUJIAN

BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN BETON DAN PEMBAHASAN HASIL PENGUJIAN BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN BETON DAN PEMBAHASAN HASIL PENGUJIAN I.1 Analisa Data Laboratorium Pada penelitian ini metode perhitungan yang digunakan SNI 03 1974 1990 langkah-langkah sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENGUJIAN

BAB III METODOLOGI PENGUJIAN BAB III METODOLOGI PENGUJIAN 3.1 Metodologi Metode yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini terdiri dari peneletian laboratorium dan analisa data laboratorium 3.1.1 Penelitian laboratorium Dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beton sejak dulu dikenal sebagai material dengan kekuatan tekan yang memadai, mudah dibentuk, mudah diproduksi secara lokal, relatif kaku, dan ekonomis. Tapi di sisi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Beton Menurut SNI-03-2847-2002, beton ialah campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang lain, agregat halus agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan

Lebih terperinci

Berat Tertahan (gram)

Berat Tertahan (gram) BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemeriksaan Bahan Penyusun Beton Pemeriksaan bahan penyusun beton yang dilakukan di Laboratortium Bahan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kuat Geser Balok Bentang geser pada balok beton tanpa tulangan geser terjadi di daerah sepanjang kurang lebih tiga kali tinggi efektif balok. Retak akibat tarik diagonal

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN IV.1 ANALISIS PEMBUATAN SAMPEL Penelitian dimulai dengan melakukan pengujian material untuk mengecek kualitas dan perhitungan rancang campuran. Material yang diuji

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari penelitian ini dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu hasil

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari penelitian ini dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu hasil BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari penelitian ini dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu hasil pemeriksaan material (bahan-bahan) pembentuk beton dan hasil pengujian beton tersebut. Tujuan dari pemeriksaan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI PERTEMUAN KE-6 BETON SEGAR

TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI PERTEMUAN KE-6 BETON SEGAR Ferdinand Fassa TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI PERTEMUAN KE-6 BETON SEGAR Outline Pertemuan 5 Pendahuluan Workabilitas Segregasi Bleeding Slump Test Compacting Factor Test Tugas Pendahuluan Beton segar atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan semen hidrolik ( portland cement), agregat kasar, agregat halus, air dan bahan tambah (admixture

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan di bidang struktur mengalami pertumbuhan pengetahuan dan teknologi sangat pesat yang menyebabkan adanya pembangunan konstruksi yang berkualitas, sehingga

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan Persen Lolos Agregat (%) A. Hasil Pemeriksaan Bahan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan penyusun beton yang dilakukan di Laboratorium Teknologi Bahan, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tambahan yang membentuk massa padat (SK SNI T ). Beton Normal adalah beton yang mempunyai berat isi kg/m 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. tambahan yang membentuk massa padat (SK SNI T ). Beton Normal adalah beton yang mempunyai berat isi kg/m 2 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Beton Beton adalah campuran antara semen portland atau semen hidraulik lain, agregat kasar, agregat halus, dan air, dengan atau tanpa campuran tambahan yang membentuk massa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Mulai tahap perencanaan hingga tahap analisis, penelitian dilaksanakan berdasarkan sumber yang berkaitan dengan topik yang dipilih, yaitu penelitian tentang agregat

Lebih terperinci

PERENCANAAN CAMPURAN (MIX DESIGN) DAN PEMBUATAN BENDA UJI BETON

PERENCANAAN CAMPURAN (MIX DESIGN) DAN PEMBUATAN BENDA UJI BETON PERENCANAAN CAMPURAN (MIX DESIGN) DAN PEMBUATAN BENDA UJI BETON 3.1. Perencanaan Campuran Beton (Mix Design) 3.1.1. Metode ACI (American Concrete Institute) 3.1.1.1. Tabel-tabel Tabel 1. Slump untuk berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Beton merupakan hal yang paling utama dalam suatu konstruksi. Hampir pada setiap aspek pembangunan tidak dapat terlepas daripada suatu beton. Sebagai contoh pada suatu

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Beton Beton adalah campuran antara semen Portland atau semen hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar, dan air dengan atau tanpa bahan tambah membentuk massa padat.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA BAB 4 HASIL DAN ANALISA 4.1. HASIL PENGUJIAN MATERIAL Sebelum membuat benda uji dalam penelitian ini, terlebih dahulu dilakukan berbagai pengujian terhadap material yang akan digunakan. Tujuan pengujian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Umum Beton merupakan campuran antara semen, agregat, air, dan kadangkadang memakai bahan tambah yang sangat bervariasi mulai dari bahan kimia tambahan, serat sampai bahan bangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Ringan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Ringan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Ringan Beton biasa merupakan bahan yang cukup berat, dengan berat 2400 kg/m3 dan menghantarkan panas. Untuk mengurangi bahan mati suatu struktur beton atau mengurangi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemeriksaan Bahan Pemeriksaan bahan material harus dilakukan sebelum direncanakannya perhitungan campuran beton (mix design). Adapun hasil pemeriksaanpemeriksaan agregat

Lebih terperinci

Jurnal Rancang Bangun 3(1)

Jurnal Rancang Bangun 3(1) FORMULASI PROPORSI STYROFOAM TERHADAP PASIR MERAPI DAN PENGARUHNYA PADA KUAT TEKAN DAN KUAT LENTUR BATAKO RINGAN Imam Trianggoro Saputro Staf Pengajar Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

Cara uji berat isi beton ringan struktural

Cara uji berat isi beton ringan struktural Standar Nasional Indonesia Cara uji berat isi beton ringan struktural ICS 91.100.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1

Lebih terperinci

Penentuan faktor air semen ini menggunakan metode Inggris

Penentuan faktor air semen ini menggunakan metode Inggris BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN 3.1. Perancangan Campuran Beton. Untuk melengkapi perhitungan komposisi material yang dibutuhkan dalam campuran beton, maka terlebih dahulu harus dilakukan pengujian terhadap

Lebih terperinci

KAJIAN OPTIMASI KUAT TEKAN BETON DENGAN SIMULASI GRADASI UKURAN BUTIR AGREGAT KASAR. Oleh : Garnasih Tunjung Arum

KAJIAN OPTIMASI KUAT TEKAN BETON DENGAN SIMULASI GRADASI UKURAN BUTIR AGREGAT KASAR. Oleh : Garnasih Tunjung Arum KAJIAN OPTIMASI KUAT TEKAN BETON DENGAN SIMULASI GRADASI UKURAN BUTIR AGREGAT KASAR Oleh : Garnasih Tunjung Arum 09510134004 ABSTRAK Beton adalah bahan yang diperoleh dengan mencampurkan agregat halus

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN STELL FIBER TERHADAP UJI KUAT TEKAN, TARIK BELAH DAN KUAT LENTUR PADA CAMPURAN BETON MUTU f c 25 MPa

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN STELL FIBER TERHADAP UJI KUAT TEKAN, TARIK BELAH DAN KUAT LENTUR PADA CAMPURAN BETON MUTU f c 25 MPa STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN STELL FIBER TERHADAP UJI KUAT TEKAN, TARIK BELAH DAN KUAT LENTUR PADA CAMPURAN BETON MUTU f c 25 Sukismo 1), Djoko Goetomo 2), Gatot Setya Budi 2) Abstark Dewasa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Umum Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Beton Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Metode campuran beton yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan rekayasa teknologi dalam bidang teknik sipil pada saat ini terasa begitu cepat, yaitu beton sebagai salah satu unsur teknik sipil yang selalu mengalami

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN III-1 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tinjauan Umum Dalam penelitian ini yang digunakan adalah variabel bebas dan terikat. Variabel bebas meliputi prosentase Silica fume dalam campuran beton (5%) dan

Lebih terperinci

PENELITIAN AWAL TENTANG PENGGUNAAN CONSOL FIBER STEEL SEBAGAI CAMPURAN PADA BALOK BETON BERTULANG

PENELITIAN AWAL TENTANG PENGGUNAAN CONSOL FIBER STEEL SEBAGAI CAMPURAN PADA BALOK BETON BERTULANG PENELITIAN AWAL TENTANG PENGGUNAAN CONSOL FIBER STEEL SEBAGAI CAMPURAN PADA BALOK BETON BERTULANG Denny 1,Jonathan 2 dan Handoko 3 ABSTRAK : Dalam dunia konstruksi, balok beton bertulang adalah barang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. TINJAUAN UMUM Beton adalah bahan yang diperoleh dengan mencampurkan agregat halus, agregat kasar, semen Portland, dan air (PBBI 1971 N.I.-2). Seiring dengan penambahan umur,

Lebih terperinci