GAMBARAN KENYAMANAN POSISI DUDUK IBU SAAT MENYUSUI DI KELURAHAN PISANGAN TAHUN 2013 SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "GAMBARAN KENYAMANAN POSISI DUDUK IBU SAAT MENYUSUI DI KELURAHAN PISANGAN TAHUN 2013 SKRIPSI"

Transkripsi

1 GAMBARAN KENYAMANAN POSISI DUDUK IBU SAAT MENYUSUI DI KELURAHAN PISANGAN TAHUN 2013 SKRIPSI Oleh: Dhevy Eka Rusdiana NIM: PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H./2013 M.

2 i

3 UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Skripsi, Juli 2013 Dhevy Eka Rusdiana, NIM: Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 xxii Halaman + 42 Tabel + 39 Gambar + 5 Bagan + 9 Lampiran ABSTRAK Menyusui adalah kegiatan alamiah memberikan ASI kepada bayi atau balita dari payudara ibu.. Kelancaran proses menyusui salah satunya ditentukan oleh kenyamanan posisi ibu selama menyusui dan posisi yang paling banyak digunakan ibu selama melakukan aktivitas menyusui adalah posisi duduk. Namun, masalah yang kemudian muncul adalah ketidaknyamanan posisi duduk ibu saat menyusui. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui di Kelurahan Pisangan tahun Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui dan faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan posisi duduk yaitu karakteristik tempat duduk yang digunakan ibu saat menyusui, karakteristik ibu yang menyusui dengan posisi duduk, dan karakteristik aktivitas menyusui yang dilakukan oleh ibu yang menyusui dengan posisi duduk. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan jumlah sampel sebanyak 73 ibu yang menyusui di Kelurahan Pisangan tahun Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner, wawancara mendalam, observasi, dan pengukuran langsung. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa 80,8% ibu menandai adanya ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh pada kuesioner Body Part Discomfort Scale saat menyusui dengan posisi duduk dengan persentase terbesar pada bahu kanan, siku kiri, punggung bagian bawah dan kiri dengan frekuensi paling banyak pada masing-masing bagian tubuh adalah kadang-kadang dan intensitasnya tidak nyaman. Berdasarkan hasil observasi perubahan sikap duduk, semua ibu mengubah sikap duduknya selama menyusui dengan rata-rata jumlah perubahan sikap duduknya yaitu sebanyak 3 kali. Sedangkan berdasarkan hasil wawancara mendalam, ibu mulai merasakan ketidaknyamanan setelah lima menit menyusui dan ketidaknyamanan yang dirasakan ibu berupa kesemutan dan pegal-pegal. Oleh karena itu, bagi ibu menyusui sebaiknya menggunakan tempat duduk yang dapat memberikan kenyamanan dan kebebasan untuk bergerak selama menyusui. Kata Kunci: menyusui, kenyamanan, posisi duduk. Daftar Bacaan: 63 ( ) ii

4 ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM HEALTH AND SAFETY DEPARTMENT Undergraduate Thesis, July 2013 Dhevy Eka Rusdiana, NIM: Overview Sitting Comfort While Breastfeeding in Pisangan 2013 xxii Pages + 42 Tables + 39 Figures + 5 Schemes + 9 Attachments ABSTRACT Breastfeeding is a natural activity breastfeed to baby or toddler from the mom s breast.. The successfull of breastfeeding, one of them is determined by the comfort position of mothers while breastfeeding and the most position which widely used by mothers during breastfeeding activity was seated position. However, the problem that then arises is discomfort sitting position when breastfeeding. The purpose of this study is to describe the comfort of sitting position when breastfeeding in Pisangan year Variables that s measured in this study are the characteristic of seating, characteristic of mothers who breastfeed in sitting position, and characteristic breastfeeding activity. This study is a descriptive study with a total sample of 73 mothers who breastfeed in Pisangan year Data is collected by questionnaire, indepth interview, observation, and measurments. The results of this study showed that 80.8% mothers indicate discomfort in some parts of the body at Body Part Discomfort Scale questionnaire while breastfeeding in sitting position with the largest percentage on the right shoulder, left elbow, lower back and left with the most frequency in each part of the body is sometimes and the intensity is uncomfortable. Based on the observation of changes in posture, all mothers change their sitting position during lactation with an average amount of change in their posture as many as 3 times. While based on in-depth interviews, the mother began to feel discomfort after feeding for five minutes and the discomfort felt by the mother in the form of tingling and sore. Therefore, the nursing mother should use a seat that can provide comfort and freedom of movement during breastfeeding. Keywords: breastfeeding, comfort, sitting position. References: 63 ( ) iii

5 iv

6 v

7 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Dhevy Eka Rusdiana Tempat, Tanggal Lahir : Sidoarjo, 29 Agustus 1990 Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Dsn. Kendal, Ds. Bakung Pringgodani RT 23 RW 03 Kec. Balongbendo 61263, Kab. Sidoarjo, Prop. Jawa Timur Domisili : Komplek Batan No. 14 RT 006 RW 008 Kel. Pisangan Kec. Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Agama : Islam Status Pernikahan : Belum Menikah Nomor Handphone : dhevyekarusdiana@yahoo.com dhevyekarusdiana@gamil.com RIWAYAT PENDIDIKAN 2008 Sekarang S1-Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Madrasah Aliyah (MA) Bilingual Krian Sidoarjo SMP Negeri I Balongbendo SD Negeri Bakung Pringgodani 02 PENGALAMAN MAGANG Februari-Maret 2012 Fire Station-HSE (Health, Safety, and Environment) PT Pertamina EP Region Jawa Field Cepu PENGALAMAN ORGANISASI Ketua OSIS SMPN I Balongbendo Sekretaris Umum OSIS Madrasah Aliyah (MA) Bilingual Staf Departemen Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan (BEM-J) Kesehatan Masyarakat Sekretaris Depertemen Informasi dan Komunikasi Community of Santri Scholars of Ministry of Religious Affairs (CSS MoRA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Redaksi Buletin DENTA Community of Santri Scholars of Ministry of Religious Affairs (CSS MoRA) UIN Syarif vi

8 Hidayatullah Jakarta Sekretaris II Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan (BEM-J) Kesehatan Masyarakat Koordinator Lembaga Semi Otonom (LSO) Penerbitan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Ciputat Komisariat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan 2008 Sekarang Anggota Community of Santri Scholars of Ministry of Religious Affairs (CSS MoRA) vii

9 KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohiim, Alhamdulillahirobbil alamin, puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, hidayah, dan inayah-nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Banyak proses telah saya lalui dalam waktu yang tidak sebentar untuk menyelesaikan skripsi ini. Saya mengucapkan terima kasih kepada semua orang yang telah membantu dan mendukung saya dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih saya berikan kepada: 1. Kedua orang tua saya tercinta dan kedua adik saya yang selalu mendoakan dan memberikan motivasi serta selalu menjadi penyemangat dan inspirasi saya untuk tidak berhenti berusaha dan melakukan yang terbaik. 2. Pondok Pesantren Modern Al-Amanah dan Madrasah Aliyah Bilingual Krian- Sidoarjo, dimana tempat saya berasal dan yang telah membekali saya banyak ilmu. 3. Kementerian Agama Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta melalui Program Beasiswa Santri Berprestasi. 4. Bapak Prof. Dr. (hc) dr. M.K. Tadjudin, Sp.And. sebagai Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Bapak Kaprodi Kesehatan Masyarakat, dr. Yuli Prapanca Satar, MARS yang juga sebagai pembimbing skripsi I saya. 6. Ibu Yuli Amran, SKM, MKM, sebagai pembimbing skripsi II saya yang juga sebagai peneliti utama ergonomi untuk ibu menyusui, yang senantiasa membimbing, mengarahkan, dan memberikan motivasi kepada saya. 7. Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK, sebagai dosen K3 dan penguji I skripsi saya yang telah banyak memberikan ilmu K3 dan juga telah memberikan banyak masukan untuk penelitian saya ini. viii

10 8. Ibu Dewi Utami Iriani, Ph.D sebagai penguji II skripsi saya yang sudah memberikan masukan untuk skripsi saya yang lebih baik. 9. Bapak Ir. Rulyenzi Rasyid, MKKK sebagai penguji III skripsi saya yang juga sudah memberikan masukan untuk skripsi saya yang lebih baik. 10. Ibu Eni, dosen Program Studi Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah bersedia meluangkan waktu untuk berdiskusi terkait kenyamanan. 11. Bapak Dr. H. Arif Sumantri M.Kes dan Ibu Ratri Ciptaningtyas, S.SN.Kes yang telah memberikan izin untuk meminjam peralatan laboratorium kesehatan lingkungan dan gizi yang dibutuhkan dalam pengukuran langsung pada penelitian ini. 12. Kak Anis, Kak Ami, Kak Septi laboran-laboran laboratorium kesmas yang senantiasa membantu terkait peminjaman alat dan selalu memberikan semangat. Untuk Kak Anis, yang selalu setia mendampingi dalam pengukuran kebisingan dan suhu di lapangan. 13. Bapak Ahmad Ghozali yang selalu membantu dalam proses administrasi. 14. Ibu-ibu kader posyandu di Kelurahan Pisangan yang selalu bersedia membantu dalam memberikan informasi terkait ibu yang menyusui di Kelurahan Pisangan. 15. Ibu-ibu menyusui yang telah bersedia menjadi responden penelitian ini. 16. Teman-teman Kos 5A, Pratiwi, Risa, Eka, Ani yang selalu ada saat galau skripsi, saat dikejar deadline, dan saat-saat urgent yang lain. Thank you so much. 17. Teman-teman tim penelitian ergonomi untuk ibu menyusui: Iqbal, Liazul, Lilis, Titi, dan Nadya yang saling membantu dan men-support. 18. Someone Special yang selalu memberikan dukungan, semangat, doa, dan bantuannya selama mengerjakan skripsi ini. 19. Teman-teman Kesmas UIN Jakarta 2008 Stoopelth yang juga selalu memberikan semangat. 20. Beberapa teman baikku di SMP dan Aliyah yang juga selalu memberikan semangat dan dukungan. ix

11 Semoga semua kebaikan yang telah diberikan, mendapatkan balasan yang terbaik dari Allah SWT. Saya sangat menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu saya mengharapkan banyak koreksi dan masukan supaya penelitian ini dapat menghasilkan hasil penelitian yang terbaik. Harapan peneliti, semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat baik bagi penulis, ibu menyusui, peneliti lainnya, dan semua pembaca. Jakarta, Juli 2013 Dhevy Eka Rusdiana x

12 DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN... i ABSTRAK... ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... iv PENGESAHAN PANITIAN UJIAN... v DAFTAR RIWAYAT HIDUP... vi KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI... xi DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR BAGAN... xix DAFTAR GAMBAR... xx DAFTAR LAMPIRAN... xxii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah C. Pertanyaan Penelitian D. Tujuan Tujuan Umum Tujuan Khusus E. Manfaat D. Ruang Lingkup Penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Menyusui Manfaat Menyusui Frekuensi dan Lama Menyusui Posisi dan Perlekatan Menyusui Langkah-langkah Menyusui yang Benar B. Ergonomi C. Kenyamanan (Comfort) xi

13 1. Pengertian Ketidaknyamanan (Discomfort) pada Tubuh Perubahan Nyaman (Comfort) menjadi Tidak Nyaman (Discomfort) Cara Mengukur Kenyamanan a. Intensitas b. Kualitas c. Lokasi d. Periode Waktu D. Postur Kerja Metode Penilaian Postur Kerja RULA (Rapid Upper Limb Assesment) a. Penilaian Postur Tubuh Grup A b. Penilaian Postur Tubuh Grup B E. Kenyamanan dan Ketidaknyamanan Posisi Duduk (Sitting Comfort and Discomfort) F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kenyamanan Posisi Duduk Karakteristik Tempat Duduk Karakteristik Individu Karakteristik Pekerjaan Persepsi terhadap Kenyamanan Posisi Duduk G. Kerangka Teori BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep B. Definisi Operasional BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian B. Waktu dan Lokasi Penelitian C. Populasi dan Sampel Penelitian D. Metode Pengumpulan Data xii

14 E. Instrumen Penelitian F. Pengolahan Data G. Analisis Data BAB V HASIL A. Gambaran Kelurahan Pisangan B. Gambaran Posisi Duduk Ibu saat Menyusui di Kelurahan Pisangan Tahun C. Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui di Kelurahan Pisangan Tahun D. Gambaran Karakteristik Tempat Duduk yang Digunakan Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun Gambaran Dimensi Kursi yang Digunakan Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun Gambaran Sudut Dudukan Kursi yang Digunakan Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun Gambaran Bentuk Kursi/Tempat Duduk yang Digunakan Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Gambaran Bahan Pelapis atau Bantalan Kursi/Tempat Duduk yang Digunakan Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun E. Gambaran Karakteristik Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun Gambaran Dimensi Tubuh Ibu saat Berada pada Posisi Duduk Gambaran Usia Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun Gambaran Indeks Massa Tubuh Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun F. Gambaran Karakteristik Aktivitas Menyusui oleh Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun xiii

15 1. Gambaran Durasi Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun Gambaran Ukuran Objek (Berat Badan Bayi) Gambaran Postur Tubuh Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun Gambaran Kondisi Lingkungan Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun Gambaran Aktivitas pada Waktu Istirahat (saat Ibu Sedang Tidak Menyusui) Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun G. Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan Karakteristik Tempat Duduk H. Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan Karakteristik Ibu I. Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan Karakteristik Aktivitas Menyusui BAB VI PEMBAHASAN A. Keterbatasan Penelitian B. Gambaran Posisi Duduk Ibu saat Menyusui di Kelurahan Pisangan Tahun C. Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui di Kelurahan Pisangan Tahun D. Gambaran Karakteristik Tempat Duduk yang Digunakan Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun E. Gambaran Karakteristik Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun Dimensi Tubuh Usia Indeks Massa Tubuh xiv

16 F. Gambaran Karakteristik Aktivitas Menyusui oleh Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun Durasi Menyusui Ukuran Objek (Berat Bdan Bayi) Postur Kondisi Lingkungan Aktivitas pada Waktu Istirahat (pada Waktu Ibu Sedang Tidak Menyusui) BAB VII SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN xv

17 DAFTAR TABEL Nomor Tabel Halaman 2.1 Sumber Beberapa Ketidaknyamanan (Helander dan Zhang, 1997 dalam Tan et. al, 2008) Metode Pengukuran Ketidaknyamanan (Discomfort) Skor Penilaian Lengan Atas (Upper Arm) Skor Penilaian Lengan Bawah (Lower Arm) Skor Penilaian Pergelangan Tangan (Wrist) Skor Postur Tubuh Grup A (Tabel A) Skor Aktivitas Skor Beban Skor Bagian Leher (Neck) Skor Bagian Batang Tubuh (Trunk) Skor Bagian Kaki (Legs) Skor Postur Tubuh Grup B (Tabel B) Skor Aktivitas Skor Beban Tabel C Kategori Tingkat Risiko dan Tindakan yang Perlu Dilakukan dari Hasil Analisis RULA Definisi Operasional Daftar Nama Posyandu di Kelurahan Pisangan Distribusi Tempat Duduk yang Digunakan Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun Distribusi Frekuensi Ketidaknyamanan pada Beberapa Bagian Tubuh Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun xvi

18 5.4 Distribusi Intensitas Ketidaknyamanan pada Beberapa Bagian Tubuh Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun Distribusi Lama Menyusui dengan Posisi Duduk saat Dilakukan Observasi Distribusi Jumlah Perubahan Sikap Duduk Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 (Berdasarkan Observasi) Distribusi Dimensi Kursi yang Digunakan Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun Kesesuaian Dimensi Kursi dengan Dimensi Tubuh Ibu Distribusi Ibu yang Menggunakan Peralatan Bantu Berupa Bantal saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun Distribusi Dimensi Tubuh Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk dengan Menggunakan Kursi di Kelurahan Pisangan Tahun Distribusi Usia Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun Gambaran IMT Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun Distribusi Durasi Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun Distribusi Berat Badan Bayi yang Disusui Ibu dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun Gambaran Level Risiko Postur Tubuh Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun xvii

19 5.16 Distribusi Tingkat Kebisingan Tempat Tinggal Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk Di Kelurahan Pisangan Tahun Distribusi Suhu Tempat Menyusui Ibu pada Masing- Masing Tempat Tinggal Ibu di Kelurahan Pisangan Tahun Gambaran Tingkat Pencahayaan di Tempat Menyusui Ibu pada Masing-Masing Tempat Tinggal Ibu di Kelurahan Pisangan Tahun Gambaran Aktivitas Ibu saat Sedang Tidak Menyusui Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan Tempat Duduk yang Digunakan Ibu Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan Jenis Tempat Duduk dan Kursi yang Digunakan Ibu Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan Penggunaan Peralatan Bantu Berupa Bantal Distribusi Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan IMT Ibu di Kelurahan Pisangan Tahun Distribusi Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan Nilai Postur Duduk Ibu saat Menyusui di Kelurahan Pisangan Tahun Distribusi Kenyamanan Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk Berdasarkan Tingkat Pencahayaan Tempat Menyusui di Kelurahan Pisangan Tahun xviii

20 DAFTAR BAGAN Nomor Bagan Halaman 2.1 Ruang Lingkup Ergonomi (MacLeod, 2000) Prosedur Analisis Postur dengan Metode RULA Pemodelan Teori Kenyamanan dan Ketidaknyamanan Duduk (De Looze et. al, 2003) Kerangka Teori (Kumar, 1999; Pheasant, 2003; Ramadhani, 2003 dalam Rusdjijati dan Widodo, 2008; dan Puswiartika, 2008) Kerangka Konsep 94 xix

21 DAFTAR GAMBAR Nomor Gambar Halaman 2.1 Posisi Menyusui dengan Berdiri yang Benar (Perinasia, 1994 dalam Saleha, 2009) Posisi Menyusui dengan Duduk yang Benar (Perinasia, 1994 dalam Saleha, 2009) Posisi Menyusui dengan Rebahan yang Benar (Perinasia, 1994 dalam Saleha, 2009) Posisi Cradle Hold Posisi Cross Cradle Posisi Football Hold Posisi Menyusui Balita pada Kondisi Normal (Perinasia, 1994 dalam Saleha, 2009) Posisi Menyusui Bayi Baru Lahir yang Benar di Ruang Perawatan (Perinasia, 2004 dalam Saleha, 2009) Menyusui Bayi Baru Lahir dengan Posisi Berbaring Miring (Perinasia, 2004 dalam Saleha, 2009) Posisi Menyusui Bayi Bila ASI Penuh (Perinasia, 2004 dalam Saleha, 2009) Posisi Menyusui Bayi Kembar secara Bersamaan Cara Meletakkan Bayi Cara Memegang Payudara Cara Merangsang Mulut Bayi Perlekatan yang Benar Perlekatan yang Salah Transisi Comfort menjadi Discomfort Single Noun Scale Multiple Noun Scale 45 xx

22 2.20 Visual Analog Scale Numeric Rating Scale Graphic Rating Scale Body Map General Comfort Scale General Body Visual Analog Discomfort Scale Body Part Discomfort for High and Low Carry Tasks Postur Lengan Atas (Upper Arm) Postur Lengan Bawah (Lower Arm) Postur Pergelangan Tangan (Wrist) Postur Leher (Neck) Postur Batang Tubuh (Trunk) Sofa dan Sejenisnya Kursi Makan Kursi Kantor/Kerja yang Dapat Berputar/Adjustment Kursi Kecil Kursi Plastik tanpa Sandaran Punggung dan Tangan Kursi Plastik dengan Sandaran Punggung dan Tangan Contoh Salah Satu Kursi Lainnya Posisi Duduk Ibu saat Menyusui 125 xxi

23 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Pernyataan Persetujuan Menjadi Informan Lampiran 2 Instrumen Penelitian Lampiran 3 Analisis Kesesuaian Dimensi Kursi dengan Dimensi Tubuh Lampiran 4 Contoh Analisis RULA Lampiran 5 Rekapitulasi Hasil Analisis RULA Lampiran 6 Form Penilaian RULA Lampiran 7 Transkrip Wawancara Mendalam Lampiran 8 Data Pendukung Lainnya Lampiran 9 Output Analisis Data xxii

24 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah diketahui bahwa Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan terbaik bagi bayi. ASI mengandung protein, karbohidrat, dan lemak dengan proporsi yang tepat untuk kebutuhan bayi. ASI merupakan sumber terbaik dari zat-zat gizi tersebut dalam enam bulan pertama. ASI juga mengandung asam lemak khusus, enzim pencernaan, vitamin, dan hormon yang dibutuhkan bayi pada enam bulan pertama. ASI juga dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi. (Moore dan De Costa, 2006) Pentingnya ASI bagi bayi pada enam bulan pertama kemudian memunculkan program ASI eksklusif. Badan Kesehatan Dunia WHO menganjurkan program ASI eksklusif selama enam bulan karena terbukti bayi yang memperoleh ASI eksklusif menjadi lebih cerdas, sehat, dan tidak mudah terinfeksi penyakit (Sutomo dan Anggarini, 2010). Di Indonesia, pemerintah juga telah menetapkan program pemberian ASI eksklusif. Ketetapan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 450/MENKES/SK/IV/2004 tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara Eksklusif pada Bayi di Indonesia. Kemudian dalam Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif dijelaskan bahwa ASI Eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, 1

25 2 tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain. Oleh karena itu, menyusui menjadi suatu aktivitas rutin ibu setelah melahirkan. Setelah pemberian ASI eksklusif, yaitu selama enam bulan pertama, pemberian ASI dapat dilanjutkan sampai anak berusia 2 tahun. Hal ini sebagaimana yang direkomendasikan oleh World Health Organization (WHO) dan United International Childrens Emergency Fund (UNICEF) dalam Global Strategi for Infant and Young Child Feeding, bahwa salah satu hal penting yang harus dilakukan untuk mencapai tumbuh kembang anak yang optimal selain memberikan ASI secara eksklusif sejak bayi lahir sampai bayi berusia enam bulan adalah meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau lebih (Depkes RI, 2006 dalam Kusumaningsih, 2009). Selain itu, di dalam Al-Qur an juga dianjurkan bahwa selambat-lambatnya waktu menyapih adalah setelah anak berumur dua tahun. Firman Allah SWT dalam Surat Luqman Ayat 14 sebagai berikut: Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-ku lah kembalimu. Menyusui adalah kegiatan alamiah memberikan ASI kepada bayi atau balita dari payudara ibu (Fredregill, 2010). Kegiatan menyusui sangat penting dilakukan, karena dengan menyusui, ibu dapat mencukupi kebutuhan nutrisi bayi.

26 3 Selain itu, menyusui juga memiliki banyak manfaat, baik bagi bayi maupun bagi ibu. Manfaat bagi bayi antara lain mengurangi frekuensi penyakit infeksi, dapat melancarkan pencernaan, memperkecil kejadian kelumpuhan, mengurangi alergi, memperkecil risiko obesitas, dan memperkecil risiko kerusakan gigi. Sedangkan manfaat bagi ibu antara lain mempermudah penurunan berat badan, lebih dekat dan lebih akrab dengan bayi, serta mengurangi risiko kanker payudara (Moore dan De Costa, 2006). Pada umumnya, menyusui merupakan kegiatan yang dilakukan setiap hari oleh ibu pasca melahirkan. Kegiatan menyusui dilakukan selama berjam-jam dan berkali-kali setiap harinya selama masa menyusui. Menurut Fredregill (2010), menyusui sebaiknya dilakukan sesering mungkin sesuai dengan permintaan bayi karena hanya bayi yang tahu kapan dia lapar dan akan memberikan isyarat saat dia siap untuk makan. Biasanya bayi baru lahir ingin minum ASI setiap 2-3 jam atau kali dalam 24 jam (Bahiyatun, 2009). Selain itu, dalam buku An Easy Guide to Breastfeeding juga disebutkan bahwa menyusui dilakukan minimal 2 jam sekali, namun waktu menyusui ini tidak boleh dijadwal secara ketat karena semakin sering bayi menyusu, maka akan menstimulasi payudara ibu untuk memproduksi lebih banyak ASI (U.S. Departement of Health and Human Services Office on Woman s Health, 2006). Menyusui dilakukan selama bayi mau, rata-rata 15 sampai 30 menit pada beberapa minggu pertama (Fredregill, 2010). Sutjiningsih (1997) menyatakan bahwa setelah produksi ASI cukup, bayi dapat disusukan pada kedua buah

27 4 payudara secara bergantian, tiap payudara sekitar menit (tidak boleh lebih dari 20 menit) dan Fredregill (2010) menyatakan bahwa untuk mengosongkan payudara, sangat jarang dibutuhkan waktu lebih dari 20 menit per payudara. Semakin sering menyusui, selain kebutuhan ASI bayi terpenuhi, juga untuk memberikan isyarat kepada tubuh ibu untuk memproduksi ASI lebih banyak sebagai persiapan kebutuhan pertumbuhan bayi (Fredregill, 2010). Setiap ibu yang menyusui harus berada pada posisi yang tepat dan dalam kondisi nyaman karena hal ini akan mempengaruhi proses laktasi (Roesli, 2009). Hal ini diperkuat dengan pernyataan Behrman (2000) dalam Rahayu dan Sudarmiati (2012) bahwa kegagalan dalam menyusui seringkali disebabkan oleh kesalahan posisi menyusui sehingga menyebabkan puting ibu lecet, lalu ibu enggan untuk menyusui. Akibatnya, produksi ASI menurun dan bayi tidak puas menyusu. Selama kegiatan menyusui berlangsung, ibu dipaksa untuk memposisikan diri dan bayi secara tepat agar proses menyusui dapat berjalan lancar. Ibu akan berada pada posisi tertentu selama menit (jika rentang waktu menyusui menit per payudara) dan berkali-kali (sesering mungkin, sesuai dengan permintaan bayi) setiap harinya hingga beberapa bulan selama masa pemberian ASI. Menurut Widodo (2011), posisi yang paling banyak digunakan ibu saat menyusui terutama pada masa-masa awal menyusui adalah posisi duduk berupa posisi cradle hold, cross cradle, dan football hold. Posisi ibu selama menyusui menentukan bagaimana postur tubuh ibu selama kegiatan menyusui berlangsung. Edy dan Samad (2011) menyebutkan

28 5 bahwa postur tubuh merupakan salah satu dari hal yang paling sering dihubungkan dengan faktor risiko ergonomi. Suryana (2001) dalam Rahmawati dan Sugiharto (2011) menyatakan bahwa seorang pekerja bila bekerja tidak pada posisi ergonomis, maka akan cepat merasa lelah, sering mengeluh sakit leher, sakit pinggang, rasa semutan, pegal-pegal di lengan dan tungkai serta gangguan kesehatan lainnya. Sebelum masuk ke dalam keluhan-keluhan tersebut, maka pekerja yang bekerja tidak pada posisi ergonomis, akan terlebih dahulu merasakan ketidaknyamanan, karena menurut Stanton et. al (2005), ketidaknyamanan merupakan tanda peringatan dari tubuh yang menunjukkan adanya masalah ketidaksesuaian pekerja dengan pekerjaan, artinya ada faktor pekerjaan yang harus diubah. Ketidaknyamanan ini mempunyai dampak jangka panjang yang berupa perubahan patologis dalam jaringan otot maupun jaringan lunak yang lain. Secara umum, rasa sakit datang seiring dengan adanya beban fisik dalam waktu singkat dan kurangnya waktu istirahat. Pada poin ini, bukan ketidaknyamanan lagi yang terjadi, tetapi lebih kepada cedera fisik dan proses penyakit (Pheasant, 2003). Oleh karena itu, prinsip ergonomi juga harus diterapkan pada ibu menyusui. Ergonomi adalah ilmu tentang kerja, dimana mempertimbangkan faktor manusia sebagai pelaku pekerjaan, bagaimana cara melakukan pekerjaan tersebut, peralatan yang digunakan, tempat dilakukannya pekerjaan, dan aspek psikososial dari situasi pekerjaan (Pheasant, 2003). Menurut Occupational Safety and Health

29 6 Administration (OSHA), ergonomi adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana menyesuaikan kondisi tempat kerja dan tuntutan pekerjaan dengan kemampuan pekerja. The Joy Institute (1998) dalam Widhyasari (2011) mengungkapkan tujuan akhir dari ergonomi adalah meningkatkan produktivitas, keselamatan, kenyamanan dan kualitas hidup. Dari sini dapat disimpulkan bahwa kenyamanan dapat tercipta salah satunya dengan menerapkan prinsip ergonomi. Oleh karena itu, dalam banyak penelitian sering dikaitkan antara kenyamanan dengan ergonomi. Kenyamanan adalah unsur perasaan manusia yang muncul sebagai akibat minimalnya atau tidak adanya gangguan pada sensasi tubuh (Manuaba, 1993 dalam Rusdjijati dan Widodo, 2008). Kenyamanan sangat ditentukan oleh adanya keseimbangan antara faktor dalam diri manusia dengan faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Dengan kondisi yang nyaman, membuat manusia merasa sehat, betah melakukan aktivitas, dan mampu berprestasi (Grandjean, 1993 dalam Rusdjijati dan Widodo, 2008). Namun yang kemudian menjadi masalah adalah munculnya ketidaknyamanan. Secara umum ketidaknyamanan digunakan dalam ilmu ergonomi untuk menunjukkan suatu masalah fisik antara pekerja dengan pekerjaan (Karwowski dan Marras, 2003). Menurut Stanton et. al (2005), adanya sensasi ketidaknyamanan merupakan tanda peringatan dari tubuh bahwa ada beberapa faktor dari pekerjaan yang harus diubah. Banyak cedera muskuloskeletal yang berawal dari ketidaknyamanan. Jika dibiarkan, maka ketidaknyamanan ini akan

30 7 menjadi faktor risiko untuk memunculkan atau meningkatkan keparahan gejala, dan dari ketidaknyamanan ini akan berkembang menjadi sakit atau Musculoskeletal Disorders (MSDs). Dalam Karwowski dan Marras (2003) juga disebutkan bahwa Work-Related Musculoskeletal Disorders (WMSDs) merupakan sesuatu yang kompleks dan etiologinya kurang jelas sehingga menyebabkan kesulitan dalam melakukan penilaian faktor risiko. Oleh karena itu, secara luas dipercaya bahwa ketidaknyamanan merupakan indikator risiko terjadinya WMSDs. Stanton et. al (2005) juga menambahkan bahwa ketidaknyamanan juga akan mempengaruhi work performance, kuantitas dan kualitas kerja menurun bahkan dapat meningkatkan error rates. Pada ibu menyusui, ketidaknyamanan posisi dapat menjadi salah satu hal yang mempengaruhi aktivitas proses pemberian ASI seperti berkurangnya durasi menyusui atau pemberian ASI menjadi tidak maksimal. Jika ibu sering mengalami ketidaknyamanan, selain akan mengganggu aktivitas pemberian ASI, juga akan memunculkan risiko terjadinya kesakitan pada ibu atau berkembang menjadi MSDs karena aktivitas menyusui dilakukan ibu berulang-ulang setiap hari. Munculnya ketidaknyamanan posisi pada saat menyusui diperkirakan disebabkan karena prinsip ergonomi belum diterapkan dalam kegiatan menyusui yang dilakukan oleh ibu menyusui pada umumnya, padahal menyusui merupakan kegiatan sehari-hari ibu yang baru melahirkan. Sehingga masalah yang kemudian muncul adalah ketidaknyamanan ibu selama kegiatan menyusui berlangsung

31 8 sebagai akibat dari posisi menyusui ibu yang bertahan selama menit berkali-kali setiap hari. Hal ini diperkuat dengan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Januari 2013 terhadap 10 ibu menyusui di Kelurahan Pisangan. Studi pendahuluan dilakukan dengan mengobservasi posisi ibu saat menyusui, dimana 80% ibu lebih sering menggunakan posisi duduk saat menyusui. Selanjutnya, dilakukan pengukuran kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui dengan kuesioner Body Part Discomfort Scale yang diisi oleh ibu setelah ibu selesai menyusui. Hasil studi pendahuluan menunjukkan bahwa ada dua macam sikap duduk ibu saat menyusui, yaitu duduk di atas kursi sofa (25%) dan duduk tanpa menggunakan kursi yaitu duduk di atas lantai dengan dan/atau tanpa alas duduk (75%). Berdasarkan hasil observasi, ditemukan bahwa ibu yang duduk dengan menggunakan kursi saat menyusui tidak menggunakan sandaran punggung dan sandaran tangan yang ada. Selain itu juga ditemukan bahwa postur tubuh ibu saat menyusui dengan duduk tersebut tidak berada pada postur duduk yang baik. Berdasarkan hasil analisis postur dengan menggunakan metode Rapid Upper Limb Assesment (RULA) diperoleh bahwa 75% postur duduk ibu saat menyusui berada pada level risiko tinggi dan 25% berada pada level risiko sedang. Berdasarkan kuesioner Body Part Discomfort Scale, dari 80% ibu yang menyusui dengan duduk, 75% ibu (6 ibu: 1 ibu yang duduk di sofa dan 5 ibu yang duduk tanpa menggunakan kursi) mengalami ketidaknyamanan pada beberapa

32 9 bagian tubuh. Beberapa bagian tubuh tersebut yaitu leher (23%), punggung bagian atas (23%), punggung bagian bawah (17%), lengan bawah (12%), pergelangan tangan (10%), bahu (10%), dan pinggul (5%). Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti ingin mengetahui gambaran kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui di Kelurahan Pisangan lebih lanjut dengan meninjau juga faktor-faktor lain yang dimungkinkan berkontribusi mempengaruhi kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui, antara lain seperti karakteristik tempat duduk, karakteristik individu, dan karakteristik aktivitas menyusui. Kelurahan Pisangan dipilih karena terdapat relatif banyak ibu menyusui. Penelitian ini merupakan penelitian di bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang diterapkan pada aktivitas menyusui. Aktivitas menyusui merupakan pekerjaan rutin yang dilakukan oleh ibu-ibu pasca melahirkan pada umumnya. Perlunya penerapan K3 terutama aspek ergonomi pada aktivitas menyusui bertujuan untuk meminimalisir risiko-risiko ergonomi pada ibu menyusui, terutama terkait ketidaknyamanan posisi duduk ibu saat menyusui. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memperbaiki posisi duduk ibu saat menyusui menjadi lebih ergonomis, dimana posisi duduk merupakan posisi yang paling banyak digunakan ibu saat menyusui, sehingga dapat membantu meningkatkan kelancaran pemberian ASI di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur.

33 10 B. Rumusan Masalah Pada umumnya, menyusui merupakan aktivitas rutin sehari-hari bagi ibu yang baru melahirkan hingga batas waktu tertentu (enam bulan atau lebih). Selama masa pemberian ASI tersebut, ibu akan melakukan aktivitas menyusui secara berulang-ulang selama beberapa jam setiap harinya untuk memenuhi kebutuhan ASI bayi. Secara umum kegiatan menyusui berlangsung selama menit sesering mungkin sesuai dengan permintaan bayi setiap harinya. Selama melakukan kegiatan menyusui tersebut, ibu harus memposisikan diri dan bayinya secara tepat agar proses laktasi berjalan lancar dan menciptakan kenyamanan bagi ibu. Pada saat menyusui tersebut, ibu berada pada posisi tertentu dan posisi yang paling banyak digunakan ibu pada masa-masa awal menyusui adalah posisi duduk. Sedangkan prinsip ergonomi secara umum belum diterapkan pada aktivitas menyusui, sehingga masalah yang kemudian muncul adalah adanya ketidaknyamanan posisi ibu selama kegiatan menyusui berlangsung dan ini akan mengganggu proses menyusui maupun proses laktasi. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Januari 2013 terhadap 10 ibu yang menyusui di Kelurahan Pisangan, ditemukan bahwa 80% ibu lebih sering menggunakan posisi duduk saat menyusui. Dari 80% tersebut, terdapat dua macam sikap duduk ibu saat menyusui, yaitu duduk di atas kursi sofa (25%) dan duduk tanpa menggunakan kursi yaitu duduk di atas lantai dengan dan/atau tanpa alas duduk (75%).

34 11 Berdasarkan hasil observasi, ditemukan bahwa ibu yang duduk dengan menggunakan kursi saat menyusui, tidak menggunakan sandaran punggung dan sandaran tangan yang ada. Selain itu juga ditemukan bahwa postur tubuh ibu saat menyusui dengan duduk tersebut tidak berada pada postur duduk yang baik. Berdasarkan hasil analisis postur dengan menggunakan metode Rapid Upper Limb Assesment (RULA) diperoleh bahwa 75% postur duduk ibu saat menyusui berada pada level risiko tinggi dan 25% berada pada level risiko sedang. Sedangkan berdasarkan kuesioner Body Part Discomfort Scale, dari 80% ibu yang menyusui dengan duduk, 75% ibu mengalami ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh dengan frekuensi terbesar yaitu pada leher dan punggung bagian atas yang masing-masing sebesar 23%. Berdasarkan permasalahan ini, peneliti ingin mengetahui gambaran kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui di Kelurahan Pisangan lebih lanjut. C. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran kenyamanan ibu yang menyusui di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur tahun 2013 saat menyusui dengan posisi duduk? 2. Bagaimana gambaran karakteristik tempat duduk (dimensi kursi, sudut dudukan, bentuk kursi/tempat duduk, dan bahan pelapis atau bantalan) yang biasa digunakan ibu yang menyusui di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur tahun 2013 saat menyusui?

35 12 3. Bagaimana gambaran karakteristik ibu (dimensi tubuh, usia, dan Indeks Massa Tubuh) yang menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur tahun 2013? 4. Bagaimana gambaran karakteristik aktivitas menyusui (durasi, ukuran objek, postur, kondisi lingkungan, dan aktivitas pada waktu istirahat) oleh ibu yang menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur tahun 2013? D. Tujuan 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur Tahun Tujuan Khusus a. Diketahuinya gambaran kenyamanan ibu yang menyusui di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur tahun 2013 saat menyusui dengan posisi duduk. b. Diketahuinya gambaran karakteristik tempat duduk (dimensi kursi, sudut dudukan, bentuk kursi/tempat duduk, dan bahan pelapis atau bantalan) yang biasa digunakan ibu yang menyusui di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur tahun 2013 saat menyusui. c. Diketahuinya gambaran karakteristik ibu (dimensi tubuh, usia, dan Indeks Massa Tubuh) yang menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur tahun 2013.

36 13 d. Diketahuinya gambaran karakteristik aktivitas menyusui (durasi, ukuran objek, postur, kondisi lingkungan, dan aktivitas pada waktu istirahat) oleh ibu yang menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur tahun E. Manfaat 1. Bagi Ibu Menyusui a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi ibu menyusui bahwa posisi yang tepat dan nyaman bagi ibu saat menyusui dapat memperlancar proses pemberian ASI. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi ibu menyusui tentang risiko kesehatan yang mungkin terjadi pada ibu karena ketidaknyamanan ibu akibat posisi menyusui yang kurang tepat. c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu ibu menyusui untuk menerapkan posisi menyusui yang benar dan ergonomis sehingga ibu dapat menyusui dengan nyaman dan proses menyusui menjadi lancar. 2. Bagi Peneliti a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian terkait ergonomi dan kenyamanan kerja. b. Dengan penelitian ini, peneliti dapat mengaplikasikan ilmu K3 yang diperoleh selama perkuliahan terutama yang terkait ergonomi.

37 14 F. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan oleh mahasiswa program studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta karena ingin mengetahui kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur Tahun Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012-Mei 2013 pada beberapa ibu menyusui yang menggunakan posisi duduk saat menyusui di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif. Populasi penelitian ini adalah ibu menyusui di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan yang menggunakan posisi duduk saat menyusui. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan simple random sampling dengan jumlah sampel sebanyak 73 ibu yang menyusui dengan posisi duduk. Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui kuesioner, wawancara, observasi, dan pengukuran langsung. Sedangkan pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengumpulkan data ibu yang menyusui di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan hingga Januari 2013 melalui posyandu. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif yang kemudian dibahas sesuai dengan tujuan penelitian.

38 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Menyusui Setiap ibu menghasilkan air susu yang kita sebut ASI sebagai makanan alami yang disediakan untuk bayi. Pemberian ASI eksklusif serta proses menyusui yang benar merupakan sarana yang dapat diandalkan untuk membangun SDM berkualitas. Seperti kita ketahui, ASI adalah makanan satusatunya yang paling sempurna untuk menjamin tumbuh kembang bayi pada enam bulan pertama. (Saleha, 2009) Menyusui adalah kegiatan alamiah memberikan ASI kepada bayi atau balita dari payudara ibu (Fredregill, 2010). Menurut Saleha (2009), dengan proses menyusui yang benar, bayi akan mendapatkan perkembangan jasmani, emosi, maupun spiritual yang baik dalam kehidupannya. World Health Oraganization (WHO) dan United International Childrens Emergency Fund (UNICEF) dalam Global Strategi for Infant and Young Child Feeding, merekomendasikan empat hal penting yang harus dilakukan untuk mencapai tumbuh kembang optimal, yaitu: Pertama, memberikan ASI kepada bayi segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir. Kedua, memberikan hanya ASI saja atau pemberian ASI secara eksklusif sejak bayi lahir sampai bayi berusia enam bulan. Ketiga, memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) sejak bayi berusia enam bulan sampai 24 bulan. Keempat, meneruskan pemberian ASI 15

39 16 sampai anak berusia 24 bulan atau lebih (Depkes RI, 2006 dalam Kusumaningsih, 2009). Persiapan memberikan ASI dilakukan bersamaan dengan kehamilan. Payudara semakin padat karena retensi air, lemak, serta berkembangnya kelenjarkelenjar payudara yang dirasakan tegang dan sakit. Segera setelah terjadi kehamilan, maka korpus luteum berkembang terus dan mengeluarkan esterogen dan progesteron untuk mempersiapkan payudara agar pada waktunya dapat memberikan ASI. Proses produksi, sekresi, dan pengeluaran ASI dinamakan laktasi. Ketika bayi mengisap payudara, hormon yang bernama oksitosin membuat ASI mengalir dalam alveoli, melalui saluran susu (ducts/milk canals) menuju reservoir susu (sacs) yang berlokasi di belakang areola, lalu ke dalam mulut bayi. Pengaruh hormonal bekerja mulai dari bulan ketiga kehamilan, dimana tubuh wanita memproduksi hormon yang menstimulasi munculnya ASI dalam sistem payudara (Saleha, 2009). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi produksi ASI antara lain sebagai berikut (Saleha, 2009): 1. Frekuensi pemberian ASI. 2. Berat bayi saat lahir. 3. Usia kehamilan saat melahirkan. 4. Usia ibu dan paritas. 5. Stres dan penyakit akut.

40 17 6. Mengkonsumsi rokok. 7. Mengkonsumsi alkohol. 8. Penggunaan pil kontrasepsi. 1. Manfaat Menyusui Di samping ASI yang memiliki banyak manfaat untuk bayi, kegiatan menyusui juga memiliki banyak manfaat, baik bagi bayi, ibu, keluarga, maupun negara. Berikut beberapa manfaat dari menyusui yaitu (Saleha, 2009): a. Manfaat bagi bayi 1) Komposisi sesuai kebutuhan. 2) Kalori dari ASI memenuhi kebutuhan bayi sampai usia enam bulan. 3) ASI mengandung zat pelindung. 4) Perkembangan psikomotorik lebih cepat. 5) Menunjang perkembangan kognitif. 6) Menunjang perkembangan penglihatan. 7) Memperkuat ikatan batin antara ibu dan anak. 8) Dasar untuk perkembangan emosi yang hangat. 9) Dasar untuk perkembangan kepribadian yang percaya diri. b. Manfaat bagi ibu 1) Mencegah perdarahan pascapersalinan dan mempercepat kembalinya rahim ke bentuk semula.

41 18 2) Mencegah anemia defisiensi zat besi. 3) Mempercepat ibu kembali ke berat badan sebelum hamil. 4) Menunda kesuburan. 5) Menimbulkan perasaan dibutuhkan. 6) Mengurangi kemungkinan kanker payudara dan ovarium. c. Manfaat bagi keluarga 1) Mudah dalam proses pemberiannya. 2) Mengurangi biaya rumah tangga. 3) Bayi yang mendapat ASI jarang sakit, sehingga dapat menghemat biaya untuk berobat. d. Manfaat bagi negara 1) Penghematan untuk subsidi pemakaian obat-obatan untuk anak. 2) Penghematan devisa dalam hal pembelian susu formula. 3) Mengurangi polusi, salah satunya karena sampah bungkus susu formula. 4) Mendapatkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. 2. Frekuensi dan Lama Menyusui Menurut Fredregill (2010), menyusui sebaiknya dilakukan sesering mungkin sesuai dengan permintaan bayi karena hanya bayi yang tahu kapan dia lapar dan akan memberikan isyarat saat dia siap untuk makan. Biasanya bayi baru lahir ingin minum ASI setiap 2-3 jam atau kali dalam 24 jam (Bahiyatun, 2009). Selain itu, dalam buku An Easy Guide to Breastfeeding

42 19 juga disebutkan bahwa menyusui dilakukan minimal 2 jam sekali, namun waktu menyusui ini tidak boleh dijadwal secara ketat karena semakin sering bayi menyusu, maka akan menstimulasi payudara ibu untuk memproduksi lebih banyak ASI (U.S. Departement of Health and Human Services Office on Woman s Health, 2006). Menyusui dilakukan selama bayi mau, rata-rata 15 sampai 30 menit pada beberapa minggu pertama (Fredregill, 2010). Sutjiningsih (1997) menyatakan bahwa setelah produksi ASI cukup, bayi dapat disusukan pada kedua buah payudara secara bergantian, tiap payudara sekitar menit (tidak boleh lebih dari 20 menit) dan Fredregill (2010) menyatakan bahwa untuk mengosongkan payudara, sangat jarang dibutuhkan waktu lebih dari 20 menit per payudara. Semakin sering menyusui, selain kebutuhan ASI bayi terpenuhi, juga untuk memberikan isyarat kepada tubuh ibu untuk memproduksi ASI lebih banyak sebagai persiapan kebutuhan pertumbuhan bayi (Fredregill, 2010). 3. Posisi dan Perlekatan Menyusui Terdapat berbagai macam posisi menyusui. Cara menyusui yang tergolong biasa dilakukan adalah dengan duduk, berdiri, atau berbaring. Gambar 2.1 Posisi Menyusui dengan Berdiri yang Benar (Perinasia, 1994 dalam Saleha, 2009) Gambar 2.2 Posisi Menyusui dengan Duduk yang Benar (Perinasia, 1994 dalam Saleha, 2009)

43 20 Menurut Bahiyatun (2009), ada dua posisi ibu dan bayi yang benar saat menyusui, yaitu: Gambar 2.3 Posisi Menyusui dengan Rebahan yang Benar (Perinasia, 1994 dalam Saleha, 2009) a. Berbaring miring. Ini posisi yang amat baik untuk pemberian ASI yang pertama kali atau bila ibu merasa lelah atau merasa nyeri. b. Duduk. Penting untuk memberikan topangan atau sandaran pada punggung ibu, dalam posisinya tegak lurus (90 o ) terhadap pangkuannya. Ini mungkin dapat dilakukan dengan duduk bersila di atas tempat tidur atau di lantai atau duduk di kursi. Posisi berbaring miring atau duduk (dengan punggung dan kaki ditopang) memaksimalkan bentuk payudaranya dan memberi ruang untuk menggerakkan bayinya ke posisi yang baik. Badan bayi harus dihadapkan ke arah badan ibu dan mulutnya dihadapkan pada puting susu ibu. Leher bayi harus sedikit ditengadahkan. Bayi sebaiknya ditopang pada bahunya sehingga posisi kepala yang agak tengadah dapat dipertahankan. Kepala dapat ditopang dengan jari-jari tangan yang telentang atau pada lekukan siku ibunya.

44 21 Menurut Widodo (2011), posisi yang paling banyak digunakan ibu saat menyusui terutama pada masa-masa awal menyusui adalah posisi duduk yang berupa posisi cradle hold, cross cradle, dan football hold. a. Cradle Hold Posisi ini adalah yang paling banyak dipraktekkan ibu menyusui. Posisi ini baik digunakan untuk wanita yang baru saja operasi caesar, bayi yang berusia satu bulan atau lebih, dan menyusui saat sedang bepergian karena tidak terlalu memerlukan penyangga (lengan ibu sebagai penyangga). Cara: 1) Ibu duduk pada kursi berlengan yang nyaman, punggung tegak (boleh disangga dengan bantal agar dapat bersandar dengan nyaman). Jaga agar posisi tidak membungkuk karena akan cepat lelah. 2) Punggung hingga bokong bayi ditempatkan pada lengan bawah ibu. Lengan yang digunakan adalah lengan pada sisi yang sama dengan payudara yang akan digunakan untuk menyusui (lengan kanan saat akan menyusui dengan payudara kanan). 3) Kepala dan leher bayi ditempatkan pada lekuk siku. 4) Dekatkan kepala (bibir) bayi pada payudara dengan mengangkat lengan (bukan membungkuk).

45 22 b. Cross Cradle Posisi ini baik digunakan pada hari-hari pertama setelah melahirkan, ibu yang baru belajar menyusui, dan bayi prematur. Pada saat ibu berada pada posisi ini, ibu sebaiknya duduk tegak dengan bayi didekatkan pada payudara dan bukan ibu yang membungkuk untuk mendekatkan payudara ke bayi. Cara: 1) Ibu duduk pada kursi berlengan yang nyaman, punggung tegak (boleh disangga dengan bantal agar dapat bersandar dengan nyaman). Jaga agar posisi tidak membungkuk karena akan cepat lelah. 2) Tangan ibu pada sisi yang berseberangan dengan payudara yang menyusui, memegang kepala dan leher bayi (tangan kanan digunakan bila akan menyusui dengan payudara kiri, dan sebaliknya). 3) Punggung dan bokong bayi disangga dengan lengan bawah ibu pada tangan yang sama. 4) Tangan dapat digunakan untuk mengarahkan bayi ke payudara. c. Football Hold Dinamakan football karena ibu memegang bayi seperti memegang bola pada sisi tubuh (di bawah ketiak). Posisi ini baik untuk ibu yang baru menjalani operasi caesar (yang sudah boleh duduk), bayi kembar, dan untuk ibu yang memiliki ukuran payudara sangat besar.

46 23 Cara: 1) Punggung hingga bokong bayi ditempatkan pada lengan bawah ibu, dengan daerah bokong pada lipat siku ibu. Lengan yang digunakan adalah lengan pada sisi yang sama dengan payudara yang akan digunakan untuk menyusui (lengan kanan saat akan menyusui dengan payudara kanan). 2) Lengan ibu tidak ditempatkan di depan tubuh, namun di samping (seperti mengapit tas). 3) Telapak tangan ibu menyangga kepala dan leher bayi, seluruh tubuh bayi menghadap ke payudara (sisi tubuh) ibu. 4) Letakkan penyangga (bantal atau bantal menyusui) pada sisi tubuh yang digunakan, di bawah lengan ibu dan tubuh bayi. Gambar 2.4 Posisi Cradle Hold Gambar 2.5 Posisi Cross Cradle Gambar 2.6 Posisi Football Hold

47 24 Tanda bayi telah berada dalam posisi menyusu yang baik (Bahiyatun, 2009): a. Seluruh tubuhnya berdekatan dan terarah pada ibu. b. Mulut dan dagunya berdekatan dengan payudara. c. Areola tidak terlihat dengan jelas. d. Bayi terlihat melakukan isapan yang lamban dan dalam serta menelan ASI-nya. e. Bayi terlihat tenang dan senang. f. Ibu tidak merasakan adanya nyeri pada puting susu. Ada situasi khusus yang berkaitan dengan situasi tertentu, seperti ibu pasca operasi caesar. Bayi diletakkan di samping kepala ibu dengan posisi kaki di atas. Menyusui bayi kembar dilakukan dengan cara seperti memegang bola bila disusui bersamaan, yaitu di payudara kiri dan kanan. Pada ASI yang memancar (penuh), bayi ditengkurapkan di atas dada ibu, tangan ibu sedikit menahan kepala bayi, sehingga dengan posisi ini bayi tidak tersedak. (Saleha, 2009) Gambar 2.7 Posisi Menyusui Balita pada Kondisi Normal (Perinasia, 1994 dalam Saleha, 2009) Gambar 2.8 Posisi Menyusui Bayi Baru Lahir yang Benar di Ruang Perawatan (Perinasia, 2004 dalam Saleha, 2009)

48 25 Gambar 2.9 Menyusui Bayi Baru Lahir dengan Posisi Berbaring Miring (Perinasia, 2004 dalam Saleha, 2009) Gambar 2.10 Posisi Menyusui Bayi Bila ASI Penuh (Perinasia, 2004 dalam Saleha, 2009) Gambar 2.11 Posisi Menyusui Bayi Kembar secara Bersamaan (Perinasia, 2004 dalam Saleha, 2009) 4. Langkah-langkah Menyusui yang Benar Langkah-langkah menyusui yang benar menurut Bahiyatun (2009) adalah sebagai berikut: 1) Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit, kemudian dioleskan pada puting dan areola payudara. Cara ini mempunyai manfaat sebagai desinfeksi dan menjaga kelembaban puting susu. 2) Bayi diposisikan menghadap perut atau payudara ibu. 3) Ibu duduk atau berbaring dengan santai. Bila duduk, lebih baik menggunakan kursi yang rendah (agar kaki tidak menggantung) dan punggung ibu bersandar pada sandaran kursi.

49 26 4) Bayi dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan, kepala bayi terletak pada lengkung siku ibu (kepala tidak boleh menengadah dan bokong bayi disokong dengan telapak tangan). 5) Satu tangan bayi diletakkan di belakang badan ibu dan yang lain di depan. 6) Perut bayi menempel pada badan ibu dan kepala bayi menghadap payudara (tidak hanya membelokkan kepala bayi). 7) Telinga dan lengan bayi terletak pada suatu garis lurus. 8) Ibu menatap bayi dengan kasih sayang. 9) Payudara dipegang dengan ibu jari di atas dan jari lain menopang di bawah. Jangan menekan puting susu atau areola saja. 10) Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut (refleks rooting) dengan cara menyentuh pipi dengan puting susu atau menyentuh sisi mulut bayi dengan jari. Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan ke payudara ibu dan puting serta areola payudara dimasukkan ke mulut bayi. 11) Usahakan sebagian besar areola payudara dapat masuk ke mulut bayi, sehingga puting susu berada di bawah langit-langit dan lidah bayi akan menekan ASI keluar dari tempat penampungan ASI yang terletak di bawah areola payudara. Posisi yang salah, yaitu bila bayi hanya mengisap puting susu saja, yang akan mengakibatkan masukan ASI yang tidak adekuat dan puting susu lecet.

50 27 12) Setelah bayi mulai mengisap, payudara tidak perlu dipegang atau disangga lagi. Gambar 2.12 Cara Meletakkan Bayi Gambar 2.13 Cara Memegang Payudara Gambar 2.14 Cara Merangsang Mulut Bayi Gambar 2.15 Perlekatan yang Benar Gambar 2.16 Perlekatan yang Salah Apabila bayi telah menyusu dengan benar, maka akan memperlihatkan tanda-tanda sebagai berikut: 1) Bayi tampak tenang. 2) Badan bayi menempel pada perut ibu. 3) Mulut bayi terbuka lebar.

51 28 4) Dagu bayi menempel pada payudara ibu. 5) Sebagian areola masuk ke dalam mulut bayi, areola bawah lebih banyak yang masuk. 6) Bayi nampak mengisap dengan ritme perlahan-lahan. 7) Puting susu tidak terasa nyeri. 8) Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus. 9) Kepala bayi agak menengadah. a. Latch-On Posisi yang tepat (latch-on) adalah elemen kunci dalam kesuksesan proses menyusui. Proses menyusui dapat ditingkatkan dengan menempelkan payudara ke tengah-tengah bibir bayi. Ini akan menstimulasi bayi untuk membuka mulutnya lebar-lebar. Saat hal ini muncul, dorong bayi lurus ke depan menuju puting susu (nipple) dan areola (lingkaran coklat/gelap di sekeliling puting susu). Saat posisi bayi sudah tepat (latch-on), puting susu dan sebagian besar dari areola akan masuk di dalam mulut bayi. Bibir bayi dan gusinya harus berada di sekeliling areola payudara, tidak hanya pada puting susu saja. Oleh karena itu, penting untuk membuat mulut bayi terbuka lebar sebelumnya. Ibu dapat membantu bayi untuk latch-on dengan memegang/menyangga payudara menggunakan tangan dalam posisi bebas (tidak sedang dalam posisi menggendong bayi). Tempatkan jari-jari ibu di

52 29 bawah payudara dan letakkan ibu jari pada bagian atas (di belakang areola). Pastikan bayi berada setinggi payudara dan pastikan juga tangan ibu yang memegang payudara berada di belakang areola, sehingga tidak mengganggu mulut bayi. Saat bayi pertama kali menyusu akan ada sensasi/perasaan tersedot/tertarik (tugging sensation). Jika proses latch-on menimbulkan rasa sakit, maka ada kemungkinan proses latch-on belum tepat. Hentikan sementara proses latch-on dengan cara memasukkan jari ibu kemudian susupkan jari ibu ke arah sudut dari mulut bayi, reposisi ulang, dan coba lagi. Hal ini dilakukan agar: 1) Aliran ASI lebih lancar. 2) Mencegah lecet pada puting susu ibu. 3) Menjaga bayi agar puas dalam menyusu. 4) Menstimulasi produksi ASI yang kuat. 5) Menjaga agar tidak terjadi pembengkakan payudara. Bayi menggunakan bibir, gusi, dan lidah untuk mengisap ASI dari payudara. Proses mengisap puting susu yang sederhana (simple suckling) tidak akan mengeluarkan ASI, tetapi malah akan melukai puting susu. Proses mengisap yang baik ditandai dengan ciri-ciri berikut: 1) Lidah bayi berada di bawah puting susu. 2) Periode jeda dalam proses mengisap dengan ditandai dengan adanya proses menelan yang dapat dilihat dan didengar.

53 30 3) Pergerakan sendi rahang (temporomandibular joint) yang aktif terlihat selama proses menyusui berlangsung. Sebagian besar bayi akan aktif menyusu dalam keadaan lapar dan dalam posisi yang tepat. Pada periode minggu pertama setelah melahirkan sampai menyusu berjalan dengan lancar, bayi tidak perlu diberikan suplemen apapun (air gula, formula, dan lain-lain) kecuali dengan alasan medis. Bayi yang mendapat ASI secara teratur dan efektif akan mendapat asupan air dan nutrisi yang dibutuhkan. Perkenalan botol susu dan puting buatan dapat menimbulkan bingung puting pada bayi dan mengakibatkan gangguan dalam proses menyusui. (Saleha, 2009) b. Let-Down Tanda-tanda dari refleks let-down berbeda antara satu wanita dengan wanita lainnya. Saat bayi menyusu, ibu dapat merasakan rasa geli atau sedikit nyeri pada payudara ibu atau ASI mulai keluar dari payudara yang tidak digunakan untuk menyusui. Perasaan dan keluarnya ASI ini merupakan tanda dari refleks let-down. Ibu juga dapat merasakan kram/kontraksi pada rahim (uterus), karena hormon dalam refleks let-down berupa oksitosin, selain menstimulasi aliran ASI juga menyebabkan kontraksi otot-otot rahim. Untuk itu, proses menyusui membantu rahim ibu untuk kembali ke ukuran awal sebelum melahirkan. Proses kram ini merupakan proses normal dan

54 31 salah satu tanda berhasilnya proses menyusui. Rasa kram ini akan hilang dalam satu minggu dan selanjutnya. (Saleha, 2009) Untuk membantu proses let-down, dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut (Saleha, 2009): 1) Duduk menggunakan kursi yang nyaman, sehingga dapat menyokong punggung dan lengan ibu. 2) Pastikan bayi dalam posisi yang tepat (latch-on). 3) Dengarkan musik yang menenangkan dan siapkan minuman bergizi untuk ibu selama proses menyusui. 4) Gunakan bra untuk menyusui dan pakaian yang memudahkan ibu dalam proses menyusui. 5) Pastikan ibu berada di tempat yang tenang dan tidak ada gangguan selama proses menyusui berlangsung. B. Ergonomi Kata ergonomi berasal dari Bahasa Yunani ergon yang berarti kerja dan nomos yang berarti peraturan atau hukum. Pada berbagai negara digunakan istilah yang berbeda, seperti Arbeitswissenschaft di Jerman dan Human Factors Engineering atau Personal Research di Amerika Utara. Ergonomi adalah penerapan ilmu-ilmu biologis tentang manusia bersama-sama dengan ilmu-ilmu teknik dan teknologi untuk mencapai kesesuaian antara manusia dengan pekerjaannya. Ergonomi juga sering diartikan sebagai ilmu tentang bekerja (study

55 32 of work) atau ilmu tentang kerja. Untuk ergonomi di Indonesia digunakan pula istilah tata karya atau tata kerja. (Suma mur, 2009) Menurut Tarwaka (2004) dalam Sutarna (2011) ergonomi adalah ilmu, teknologi, dan seni untuk menyerasikan alat, cara kerja dengan kemampuan, kebolehan dan keterbatasan manusia sehingga diperoleh kondisi kerja dan lingkungan yang sehat, aman, nyaman dan efisien sehingga tercapai produktivitas yang setinggi-tingginya. Sedangkan menurut Kubangun (2010), ergonomi adalah suatu cabang keilmuan yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada tempat kerja dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan efektif, aman dan nyaman. Ergonomi sebagai disiplin ilmu yang bersifat multidisipliner dimana terintegrasi elemen-elemen fisiologi, psikologi, anatomi, higiene, teknologi dan ilmu-ilmu lainnya yang berkaitan dengan pekerjaan. Di dalam perkembangan dan prakteknya, ergonomi bertujuan untuk (Sundari, 2010): 1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental, khususnya dalam rangka mencegah munculnya cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban mental dan fisik serta mempromosikan kepuasan kerja. 2. Meningkatkan kesejahteraan sosial dengan memperbaiki kualitas kontak sosial dan bagaimana mengorganisasikan kerja sebaik-baiknya.

56 33 3. Meningkatkan efisiensi sistem manusia/mesin melalui kontribusi rasional antara aspek teknis, ekonomi, antropologi dan budaya. The Joy Institute (1998) dalam Widhyasari (2011) mengungkapkan bahwa tujuan akhir ergonomi adalah meningkatkan produktivitas, keselamatan, kenyamanan dan kualitas hidup. Chavalitsakulchai dan Shahnavaz (1993) dalam Widhyasari (2011) juga mengemukakan bahwa, ergonomi dapat menurunkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Manuaba (1998) dalam Widhyasari (2011), lebih terperinci mengatakan manfaat penerapan ergonomi antara lain pekerjaan lebih cepat selesai; risiko penyakit akibat kerja kecil; kelelahan berkurang; dan rasa sakit berkurang atau tidak ada. Suatu fokus penting dalam ergonomi adalah posisi tubuh (work posture) dan gerakan seluruh dan anggota badan (body and limb movement), yang menentukan besarnya pemakaian energi dan aktivitas sensorimotoris. Ilmu tentang postur kerja dan gerakan seluruh atau sebagian anggota badan disebut biomekanik. Dari sudut pandang ilmu tersebut, seorang tenaga kerja memenuhi persyaratan biomekanis dalam melaksanakan pekerjaannya, apabila postur kerja dan gerakan-gerakan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan keadaan alami tubuh beserta anggota badan. Sehubungan dengan itu, tempat duduk memfasilitasi postur kerja sehingga posisi tubuh tidak menjadi sumber hambatan bagi gerakan dalam melakukan pekerjaan dan juga tidak menyebabkan keluhan dan ketidaknyamanan. (Suma mur, 2009)

57 34 Menurut Dul dan Weerdmeester (2008), dalam disain kerja dan situasi sehari-hari, fokus dari ergonomi adalah manusia. Situasi yang tidak aman, tidak sehat, tidak nyaman atau yang tidak efisien dalam pekerjaan atau dalam kehidupan sehari-hari dapat dicegah dengan memperhitungkan kemampuan fisik dan psikologi serta keterbatasan manusia. Banyak faktor yang terdapat dalam ergonomi, yaitu antara lain: postur tubuh dan pergerakannya (duduk, berdiri, mengangkat, mendorong, menarik), faktor lingkungan (kebisingan, getaran, pecahayaan, iklim kerja, substansi kimia), informasi dan operasi (informasi tambahan secara visual atau rasa yang lain, pengendalian atau kontrol, hubungan antara display dan kontrol), organisasi kerja yang baik (tugas yang tepat dan pekerjaan yang menarik). Faktor-faktor ini mempengaruhi secara luas tingkat keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kinerja yang efisien dalam pekerjaan dan kehidupan sehari-hari.

58 35 Bagan 2.1 Ruang Lingkup Ergonomi (MacLeod, 2000) C. Kenyamanan (Comfort) 1. Pengertian Kenyamanan dalam Bahasa Inggris kontemporer memiliki empat makna. Yang pertama adalah kenyamanan sebagai akibat dari terbebasnya atau tidak adanya ketidaknyamanan atau akibat dari suatu kondisi atau perasaan nyaman (comfort as a cause of relief from discomfort and/or a cause of the state of comfort). Makna yang kedua dari kenyamanan adalah

59 36 keadaan dimana ada kemudahan, ketenangan, dan kepuasan (comfort is a state of ease and peaceful contentment). Makna yang ketiga adalah terbebas dari ketidaknyamanan (comfort is relief from discomfort). Sedangkan makna yang keempat adalah segala sesuatu yang membuat hidup mudah dan nyaman (comfort is whatever makes life easy or comfortable) (Kolcaba, 1991). Dalam Kolcaba (2001), kenyamanan (comfort) secara teoritis didefinisikan sebagai kondisi telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia dalam kesenangan, ketenteraman, dan kebebasan (the state of having met basic human needs for ease, relief, and transcendence). Secara fisiologis, kenyamanan adalah tidak adanya ketidaknyamanan. Kenyamanan adalah suatu keadaan pikiran yang dihasilkan dari ketiadaan sensasi tubuh yang tidak menyenangkan (Pheasant, 2003). Pinneau (1982) dalam Kolcaba (1992) menyatakan bahwa kenyamanan berhubungan dengan pengalaman individu, yang mengindikasikan kebutuhan akan kenyamanan yang kompleks secara umum. Menurut Oborne (1995) dalam Ardiana (2007), konsep tentang kenyamanan (comfort) sangat sulit untuk didefinisikan, terutama dikarenakan konsep ini lebih merupakan penilaian respondentif individu. Seseorang tidak dapat mendefinisikan atau mengukur kenyamanan secara pasti. Kita cenderung mengukur kenyamanan berdasarkan tingkat ketidaknyamanan. Hertzberg (dalam Oborne, 1995 dalam Ardiana, 2007) untuk pertama kalinya mendefinisikan istilah kenyamanan sebagai the absence of discomfort.

60 37 Sementara itu, Branton (dalam Oborne, 1995 dalam Ardiana, 2007) mengutarakan bahwa kenyamanan itu lebih dari ketidakhadiran perasaan tidak nyaman. Dia menyatakan bahwa kenyamanan bukan merupakan suatu kontinum perasaan dari paling senang sampai paling menderita, juga bukan merupakan perasaan yang bersifat sesaat, tetapi kenyamanan merupakan suatu kontinum dari hilangnya perasaan tidak nyaman sampai dengan penderitaan yang tidak tertahankan. Sanders dan McCormick (1993) dalam Ardiana (2007) juga menggambarkan konsep kenyamanan yang kurang lebih sama seperti Branton. Menurut keduanya, kenyamanan adalah suatu kondisi perasaan dan sangat tergantung pada orang yang mengalami situasi tersebut. Kita tidak dapat mengetahui tingkat kenyamanan yang dirasakan oleh orang lain secara langsung atau dengan observasi, kita harus menanyakan pada orang tersebut untuk memberitahukan pada kita seberapa nyaman diri mereka, biasanya dengan menggunakan istilah-istilah seperti agak tidak nyaman, mengganggu, sangat tidak nyaman, atau mengkhawatirkan. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kenyamanan merupakan suatu kondisi perasaan yang lebih dari sekedar hilangnya rasa tidak nyaman, merupakan penilaian respondentif individu yang sulit untuk didefinisikan secara pasti karena sangat tergantung pada orang yang mengalami situasi tersebut atau berhubungan dengan pengalaman individu, dan kita harus menanyakan langsung kepada orang tersebut untuk

61 38 mengetahui kenyamanan yang dirasakan. Dengan demikian, maka rasa nyaman yang dirasakan oleh individu satu belum tentu sama dirasakan oleh individu lainnya. The Cambridge Advanced Leamer s Dictionary dalam Ardiana (2007) mendefinisikan comfort sebagai perasaan senang, menjadi relaks, dan bebas dari sakit/nyeri. Shen dan Parsons (1997) dalam Ardiana (2007) menjelaskan bahwa kenyamanan adalah istilah yang sifatnya umum dan perasaan subjektif yang sulit untuk diukur, diinterpretasikan, dan berhubungan dengan homeostasis fisiologis manusia dan kondisi psikologis. De Looze et. al (2003) menyatakan bahwa banyak peneliti mendefinisikan comfort sebagai: (1) Kenyamanan merupakan kondisi yang didefinisikan secara subjektif oleh seseorang (comfort is a construct of a subjectively-defined personal nature); (2) Kenyamanan merupakan akibat dari faktor-faktor dasar yang bervariasi yaitu fisik, fisiologis, dan psikologi (comfort is affected by factors of various nature (physical, physiological, psychological)); dan (3) Kenyamanan merupakan reaksi terhadap lingkungan (comfort is a reaction to the environment). 2. Ketidaknyamanan (Discomfort) pada Tubuh Secara konseptual, ketidaknyamanan merupakan indikator risiko yang menjadi feedback dari sistem tubuh untuk mendeteksi adanya kemungkinan masalah. Sumber ketidaknyamanan yang mungkin antara lain berasal dari musculoskeletal stress yaitu: ketegangan otot, saraf, pembuluh darah, ligamen,

62 39 sendi, tekanan pada jaringan lunak yang sama, perubahan kimiawi lokal yang berhubungan dengan kelelahan otot, perubahan kimiawi lokal yang berhubungan dengan terganggunya aliran darah dan iskemia parsial, gangguan konduksi saraf yang diakibatkan karena adanya tekanan, dan peradangan sekunder. Ketidaknyamanan juga dipengaruhi oleh faktor psikologi dan sosial. (Karwowski dan Marras, 2003) Perasaan ketidaknyamanan, sebagaimana dideskripsikan oleh Helander dan Zhang (1997) dalam Tan et. al (2008), diakibatkan oleh faktor biomekanik (biomechanical factors) dan kelelahan. Sumber dari beberapa ketidaknyamanan antara lain pada tabel berikut: Tabel 2.1 Sumber Beberapa Ketidaknyamanan (Helander dan Zhang, 1997 dalam Tan et. al, 2008) Ketidaknyamanan diduga sebagai kondisi khusus untuk menilai adanya ketidaksesuaian fisik yang berakibat pada otot. Hal ini karena masalah kecil pada otot tidak dapat dideteksi secara baik dengan metode penilaian risiko secara umum seperti biomechanical modeling dan gross physiological indicators (denyut jantung dan suhu tubuh). (Karwowski dan Marras, 2003)

63 40 Ketidaknyamanan berhubungan dengan faktor biomekanik yang menghasilkan perasaan nyeri, sakit, mati rasa, kram, dan sebagainya. Perasaan tidak nyaman akan meningkat seiring dengan meningkatnya tugas dan kelelahan. Mengeliminasi gangguan fisik dapat mengurangi ketidaknyamanan, namun hal ini tidak langsung menghasilkan rasa nyaman. (Zhang, 1996) Keadaan kerja yang ketat, yang membatasi kita khususnya perubahan postur, akan membawa dampak jangka panjang dan jangka pendek. Dalam jangka pendek, ketidaknyamanan dapat mengalihkan perhatian pekerja dari tugasnya sehingga akan meningkatkan tingkat kesalahan, berkurangnya output, terjadinya kecelakaan, dan lain-lain. Ketidaknyaman ini akan hilang setelah beristirahat atau melakukan aktivitas atau pekerjaan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang dapat berupa perubahan patologis dalam jaringan otot maupun jaringan lunak yang lain. Secara umum, rasa sakit datang seiring dengan adanya beban fisik dalam waktu singkat dan kurangnya waktu istirahat. Pada poin ini, bukan ketidaknyamanan lagi yang terjadi, tetapi lebih kepada cedera fisik dan proses penyakit. (Pheasant, 2003)

64 41 3. Perubahan Nyaman (Comfort) Menjadi Tidak Nyaman (Discomfort) Zhang (1996), menampilkan model ilustrasi interaksi comfort dan discomfort sebagaimana ditampilkan pada gambar: Gambar 2.17 Transisi Comfort menjadi Discomfort Ketika rasa tidak nyaman meningkat, seperti setelah melakukan pekerjaan dan merasakan kelelahan dalam waktu yang lama, rasa nyaman akan berkurang. Hal ini berarti bahwa faktor biomekanik yang baik mungkin tidak akan meningkatkan tingkat kenyamanan, namun lebih kepada pengertian bahwa faktor biomekanik yang kurang baik akan mengubah rasa nyaman menjadi tidak nyaman. (Tan et. al, 2008) 4. Cara Mengukur Kenyamanan Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa menurut Oborne (1995) dalam Ardiana (2007), kenyamanan (comfort) sangat sulit untuk didefinisikan karena penilaian kenyamanan lebih merupakan penilaian respondentif individu. Seseorang tidak dapat mendefinisikan atau mengukur kenyamanan

65 42 secara pasti, kita cenderung mengukur kenyamanan berdasarkan tingkat ketidaknyamanan. Begitu juga menurut Sanders dan McCormick (1993) dalam Ardiana (2007) yang menyatakan bahwa kenyamanan adalah suatu kondisi perasaan dan sangat tergantung pada orang yang mengalami situasi tersebut. Kita tidak dapat mengetahui tingkat kenyamanan yang dirasakan oleh orang lain secara langsung atau dengan observasi, kita harus menanyakan pada orang tersebut untuk memberitahukan pada kita seberapa nyaman diri mereka. Karwowski dan Marras (2003) mencoba mengukur kenyamanan secara objektif melalui pengukuran ketidaknyamanan dengan melihat empat aspek yaitu: intensitas, kualitas, lokasi, dan periode waktu. Contohnya seperti duduk pada kursi yang keras selama beberapa jam akan mengakibatkan ketidaknyamanan, dimana intensitasnya tergolong rendah hingga menengah dan terjadi setelah sekitar 15 menit duduk dan akan meningkat selama satu jam pertama kemudian berada pada level konstan, ketidaknyamanan akan mereda ke tingkat intensitas minimal setelah lima menit. a. Intensitas Pengukuran intensitas ketidaknyamanan biasanya dilakukan dengan menanyakan kepada pekerja tingkat ketidaknyamanan yang dirasakan melalui suatu skala subjektif. Ada banyak jenis skala subjektif yang digunakan yaitu antara lain: verbal rating scales, visual analog scales, numeric rating scales, dan graphic rating scales. Kesemuanya

66 43 mempunyai skala yang berusaha agar dapat lebih objektif dalam mengukur intensitas ketidaknyamanan. Intensitas ketidaknyamanan juga dapat diukur melalui perubahan perilaku (yaitu menggunakan behaviuor rating scales) atau perubahan hubungan biomekanik dan fisiologis. Penjelasan selengkapnya tentang cara mengukur intensitas ketidaknyamanan, yaitu sebagai berikut: 1) Biomechanical and Physiological Correlates Jika ketidaknyamanan diduga muncul karena beban mekanik (mechanical load) pada sendi, maka dapat diperkirakan bahwa analisis tersebut menggunakan position data dan biomechanical modeling. Sedangkan jika ketidaknyamanan diduga terjadi karena adanya peningkatan aktivitas otot, maka electromyography dapat digunakan sebagai alat penilaian objektif. Ukuran yang lain dapat digunakan pula denyut jantung, tekanan darah, tingkat pernapasan, hantaran kulit, tingkat keringat, dan suhu tubuh. Kelebihan dari metode ini adalah tidak tergantung pada laporan pekerja atau pengakuan pekerja tentang ketidaknyamanan (discomfort). Sedangkan kekurangan dari metode ini adalah bahwa indikator biomekanik maupun fisiologis yang diukur tersebut belum tentu menunjukkan adanya ketidaknyamanan. Artinya, ada penyebab lain yang memunculkan hasil-hasil pengukuran secara biomekanik dan fisiologis tersebut. Kekurangan yang lain adalah adanya kemungkinan

67 44 pengaruh budaya dalam pengukuran tentang kenyamanan (comfort), seperti kebudayaan barat memahami bahwa nyaman sama dengan keseimbangan yang dinamis, bukan karena kurangnya aktivitas otot. 2) Behaviour Rating Scales Beberapa ahli ergonomi menyarankan agar pengukuran intensitas ketidaknyamanan dilakukan dengan melakukan obeservasi perilaku yang diperkirakan sebagai indikator yang pasti adanya ketidaknyamanan, seperti kegelisahan. Branton (1969) dalam Karwowski dan Marras (2003) menyebutkan bahwa dalam posisi duduk, ketidaknyamanan dapat dilihat dari perubahan posisi duduknya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa semakin sering seseorang mengubah posisi duduknya, maka hal tersebut menunjukkan bahwa semakin ia merasa tidak nyaman. Shackel et. al (1969) Karwowski dan Marras (2003) juga menyebutkan bahwa pengukuran waktu perubahan posisi duduk sebagai pengukuran objektif juga perlu dilakukan untuk mengetahui adanya ketidaknyamanan. Hal ini sekarang telah didukung oleh adanya teknologi dengan elektrogoniometri dan digital motion untuk menganalisis perubahan posisi duduk. Satu kelebihan dari metode behavioral scale assessment adalah metode ini tidak tergantung pada kemampuan pekerja dan kesediaan pekerja untuk mengungkapkan rasa ketidaknyamanannya secara

68 45 verbal. Sedangkan kekurangan dari metode ini adalah adanya asumsi bahwa perubahan posisi dilakukan untuk mencari kenyamanan selama bekerja. Misalnya semakin sering seseorang bergerak mengubah posisinya mengindikasikan sebagai kebiasaan kerja yang baik daripada posisi statis dan diperlukan pada beberapa tindakan intervensi ergonomi. 3) Verbal Rating Scales Ada dua tipe verbal rating scale, yaitu single noun scale dimana menggunakan kata tunggal tidak nyaman (discomfort) dan multiple noun scale yang menggunakan banyak kata yang berbeda yang menunjukkan pada perubahan intensitas dari discomfort. Gambar 2.18 Single Noun Scale Gambar 2.19 Multiple Noun Scale Baik single noun maupun multiple noun, pengumpulan datanya diisi oleh pekerja dengan melingkari salah satu kata yang sesuai dengan yang dirasakan oleh pekerja. Kelebihan dari metode ini adalah terdiri dari tingkatan-tingkatan kenyamanan yang berurutan dan mudah dipahami oleh pekerja. Satu

69 46 kekurangan dari metode ini adalah pilihan yang ditunjukkan terbatas dan intensitas ketidaknyamanan saja yang terdeteksi. Kekurangan lainnya adalah perasaan yang hampir sama dengan rasa tidak nyaman dideskripsikan sebagai rasa tidak nyaman oleh pekerja. Multiple noun scale mempunyai kekurangan yang lain yaitu adanya kesalahan dalam menginterpretasikan perasaan pada kata yang berbeda. Misalnya, pekerja merasakan mati rasa yang diinterpretasikan memiliki intensitas ketidaknyamanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kaku, dan pekerja lain mungkin juga menginterpretasikannya sebaliknya. 4) Visual Analog Scales Visual analog scale terdiri dari satu garis. Garis yang digunakan dapat berupa garis horizontal maupun vertikal. Panjang garis biasanya sekitar 100 mm sebagaimana terlihat pada gambar berikut: Gambar 2.20 Visual Analog Scale Untuk mengetahui tingkat ketidaknyamanan, pekerja memberi tanda pada garis. Tingkat intensitas kemudian diukur berdasarkan jarak dari ujung garis yang paling kiri ke titik pada garis yang telah ditandai oleh pekerja. Hasil ukurnya dalam satuan mm, dengan skala sekitar 101 tingkat discomfort.

70 47 Kelebihan dari metode ini adalah ketepatan dalam administrasi dan sensitivitas dalam analisis statistik. Sedangkan kekurangan dari metode ini adalah beberapa pekerja mungkin akan mengalami kesulitan untuk mempersepsikan intensitas atau tingkat rasa tidak nyaman pada garis. 5) Numeric Rating Scales Numeric rating scale hampir sama dengan visual analog scale. Perbedaannya hanya pada numeric rating scale terdapat nomor dari kategori tingkatan discomfort, sebagaimana terlihat pada gambar berikut: Gambar 2.21 Numeric Rating Scale Cara pengisiannya adalah pekerja akan menandai nomor yang tersedia sesuai dengan tingkat tidak nyaman yang dirasakan. Kelebihan dari metode ini adalah sederhana dan skala verbal dapat digunakan selama pekerjaan manual tanpa ada gangguan dari faktor postur. Sedangkan kekurangan dari metode ini adalah mempunyai sensitivitas yang terbatas.

71 48 6) Graphic Rating Scales Graphic rating scale merupakan kombinasi dari visual analog scale dengan numeric atau verbal rating scale. Skalanya terdiri dari garis vertikal atau horizontal dengan penambahan nomor atau keterangan di sepanjang garisnya, sebagaimana terlihat pada gambar berikut: Gambar 2.22 Graphic Rating Scale Cara pengisiannya adalah pekerja akan memberi tanda pada garis yang mewakili tingkat tidak nyaman yang dirasakannya. Kelebihan dari metode ini adalah mempunyai ekstra label yang mungkin dapat membantu atau mempermudah pekerja yang mengalami kesulitan dengan visual analog scale. Sedangkan kekurangan dari metode ini adalah terletak pada pengelompokan keterangan (label) pada garis. Pekerja mungkin akan mengalami kesulitan untuk membedakan masing-masing pengelompokan tingkat discomfort yang tertera pada garis.

72 49 b. Kualitas Kualitas ketidaknyamanan hanya dapat dinilai dengan membiarkan deskripsi yang berbeda-beda tentang ketidaknyamanan yang dirasakan oleh pekerja. Meskipun kualitas sakit secara luas digunakan pada penilaian kesehatan, kualitas ketidaknyamanan belum digunakan secara umum oleh ahli ergonomi. Hal ini mungkin dikarenakan implikasi dari perbedaan kualitas yang belum jelas, tetapi implikasi intensitas, lokasi, dan periode waktu telah jelas. c. Lokasi Untuk mengetahui lokasi ketidaknyamanan biasanya digunakan peta tubuh (body map) atau lainnya yang menunjukkan bagian-bagian tubuh (body part). Pada saat pengukuran dengan body map, biasanya sudah sekaligus dilakukan pengumpulan data tentang intensitas, kualitas, dan periode waktu dari ketidaknyamanan pada bagian tubuh tersebut. Dengan menunjukkan gambar bagian-bagian tubuh, pekerja akan lebih mudah menunjukkan pada bagian tubuh mana saja ia mengalami ketidaknyamanan. Pekerja akan memberi tanda pada bagian tubuh yang dirasakan ada ketidaknyamanan.

73 50 Gambar 2.23 Body Map d. Periode Waktu Pengukuran periode waktu ketidaknyamanan biasanya dilakukan pada waktu yang berbeda-beda. Tergantung pada alasan atau tujuan investigasi ketidaknyamanan. Waktu pengumpulan data dapat berbeda menurut menit, jam, hari, atau yang lebih lama lagi. Pengumpulan data yang berulang ini dapat dilakukan dengan menggunakan lembar pengumpulan data yang berbeda (untuk menjaga agar pekerja tidak terpengaruh dengan pengumpulan data sebelumnya) atau dengan lembar pengumpulan data yang sama (yang memungkinkan pekerja untuk membandingkan dengan pengumpulan data sebelumnya).

74 51 Ada hubungan waktu yang penting antara waktu pekerja mengalami ketidaknyamanan dengan waktu pengumpulan data. Branton (1969) Karwowski dan Marras (2003) menyarankan karena pelaporan post-experience ketidaknyamanan bergantung pada memori kinestetik, maka informasi ketidaknyamanan sebaiknya dikumpulkan ketika pekerja sedang mengalami ketidaknyamanan. Berikut ini beberapa contoh instrumen penilaian ketidaknyamanan yang sering digunakan pada banyak penelitian yaitu antara lain sebagai berikut: Gambar 2.24 General Comfort Scale (Shackel, B., Chidsey, K.D., dan Shipley, P., 1969 dalam Marras dan Karwowski, 2003)

75 52 Gambar 2.25 General Body Visual Analog Discomfort Scale (Visser dan Straker, 1994 dalam Marras dan Karwowski, 2003) Gambar 2.26 Body part discomfort for high and low carry tasks (Straker et. al, 1997 dalam Marras dan Karwowski, 2003)

76 53 berikut: Metode pengukuran ketidaknyamanan menurut Karwowski dan Marras (2003) di atas dapat diringkas dalam tabel Pengukuran Intensitas Metode Pengukuran Biomechanical and Physiological Correlates Behaviour Rating Scales Tabel 2.2 Metode Pengukuran Ketidaknyamanan (Discomfort) Penjelasan Kelebihan Kekurangan Jika ketidaknyamanan diduga muncul karena beban mekanik (mechanical load) pada sendi atau jika ketidaknyamanan diduga terjadi karena adanya peningkatan aktivitas otot. - Dalam posisi duduk, ketidaknyamanan dapat dilihat dari perubahan posisi duduknya (Branton, 1969 dalam Marras dan Karwowski, 2003). - Pengukuran waktu perubahan posisi duduk sebagai pengukuran objektif perlu dilakukan untuk mengetahui adanya ketidaknyamanan. Tidak tergantung pada laporan pekerja atau pengakuan pekerja tentang ketidaknyamanan (discomfort) Metode ini tidak tergantung pada kemampuan pekerja dan kesediaan pekerja untuk mengungkapkan rasa ketidaknyamanannya secara verbal. - Indikator biomekanik maupun fisiologis yang diukur tersebut belum tentu menunjukkan adanya ketidaknyamanan. Artinya ada penyebab lain yang memunculkan hasil-hasil pengukuran secara biomekanik dan fisiologis tersebut. - Adanya kemungkinan pengaruh budaya dalam pengukuran tentang kenyamanan (comfort) Adanya asumsi bahwa perubahan posisi dilakukan untuk mencari kenyamanan selama bekerja. Misalnya semakin sering seseorang bergerak mengubah posisinya mengindikasikan sebagai kebiasaan kerja yang baik daripada posisi statis dan diperlukan pada beberapa tindakan intervensi ergonomi.

77 54 Pengukuran Metode Pengukuran Verbal Rating Scales: - Single Noun Scales - Multiple Noun Scales Visual Analog Scales Numeric Rating Scales Penjelasan Kelebihan Kekurangan Menggunakan kata tunggal tidak nyaman (discomfort). Menggunakan banyak kata yang berbeda yang menunjukkan pada perubahan intensitas dari discomfort. Terdiri dari satu garis (horizontal atau vertical). Panjang garis biasanya sekitar 100 mm. Cara pengisiannya: pekerja memberi tanda pada garis. Tingkat intensitas kemudian diukur berdasarkan jarak dari ujung garis yang paling kiri ke titik pada garis yang telah ditandai oleh pekerja. - Hampir sama dengan visual analog scales. - Terdapat nomor dari kategori tingkatan discomfort. Terdiri dari tingkatan-tingkatan kenyamanan yang berurutan dan mudah dipahami oleh pekerja. Ketepatan dalam adminsitrasi dan sensitivitas dalam analisis statistik. Sederhana dan skala verbal dapat digunakan selama pekerjaan manual tanpa ada gangguan dari faktor postur. - Pilihan yang ditunjukkan terbatas dan intensitas ketidaknyamanan saja yang terdeteksi. - Perasaan yang hampir sama dengan rasa tidak nyaman dideskripsikan sebagai rasa tidak nyaman oleh pekerja. - Pada Multiple Noun Scales: adanya kesalahan dalam menginterpretasikan perasaan pada kata yang berbeda. Beberapa pekerja mungkin akan mengalami kesulitan untuk mempersepsikan intensitas atau tingkat rasa tidak nyaman pada garis. Mempunyai sensitivitas yang terbatas.

78 55 Pengukuran Kualitas Lokasi Periode Waktu Metode Pengukuran Graphic Rating Scales Contoh: General Body Visual Analog Discomfort Scale (Gambar 2.22) Penjelasan Kelebihan Kekurangan Kombinasi dari visual analog scale dengan numeric atau verbal rating scale. Skalanya terdiri dari garis vertikal atau horizontal dengan penambahan nomor atau keterangan di sepanjang garisnya Hanya dapat dinilai dengan membiarkan deskripsi yang berbeda-beda tentang ketidaknyamanan yang dirasakan oleh pekerja. Biasanya digunakan peta tubuh (body map) atau lainnya yang menunjukkan bagian-bagian tubuh (body part). Biasanya sudah sekaligus dilakukan pengumpulan data tentang intensitas, kualitas, dan periode waktu dari ketidaknyamanan pada bagian tubuh tersebut. Biasanya dilakukan pada waktu yang berbeda-beda. Tergantung pada alasan atau tujuan investigasi ketidaknyamanan. Waktu pengumpulan data dapat berbeda menurut menit, jam, hari, atau yang lebih lama lagi. Mempunyai ekstra label yang mungkin dapat membantu atau mempermudah pekerja yang mengalami kesulitan dengan visual analog scale. Pekerja mungkin akan mengalami kesulitan untuk membedakan masingmasing pengelompokan tingkat discomfort yang tertera pada garis.

79 56 Selain alat penilaian ketidaknyamanan yang diuraikan di atas, menurut Pheasant (2003) ada cara lain yang dapat digunakan untuk melihat adanya ketidaknyamanan, yaitu tingkat kegelisahan. Menurut Pheasant (2003), secara umum kita mungkin berpikir bahwa gelisah merupakan pertahanan tubuh kita melawan postural stress. Mekanisme ini bekerja pada tingkat bawah sadar, biasanya kita merasa gelisah sebelum kita menyadari akan adanya ketidaknyamanan. Tingkat gelisah dapat digunakan sebagai indeks kenyamanan tempat duduk kita. Semakin kita gelisah, maka semakin kita merasa kurang nyaman dengan tempat duduk kita. Namun, banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kegelisahan kita. Beberapa orang mungkin lebih gelisah dari orang lain, dan kita akan menjadi lebih gelisah ketika kita mempunyai beban mental yang lebih. Hal ini dapat menutup rangsangan sensorik sehingga menyebabkan gelisah (meningkatkan ambang ketidaknyamanan kita). Berdasarkan uraian di atas, peneliti memilih alat untuk mengukur kenyamanan yang dianggap sesuai pada penelitian ini yaitu behavioral rating scale (untuk mengukur intensitas ketidaknyamanan) karena perubahan posisi lebih mudah diamati dan tidak tergantung pada pengakuan responden tentang ketidaknyamanan yang dirasakannya. Sedangkan pengukuran kualitas dan lokasi menggunakan Body Part Discomfort Scale (Corlett dan Bishop, 1976) karena sudah dapat mengukur keduanya yaitu lokasi melalui sebuah body map, sebagaimana telah diuraikan di atas dan kualitas, yaitu dari nyaman hingga

80 57 sakit. Body Part Discomfort Scale banyak digunakan pada penelitian-penelitian ergonomi terkait kenyamanan. Pengukuran akan dilakukan sebanyak dua kali pada hari yang berbeda (untuk mengukur periode waktu). Selain metode tersebut untuk mengukur ketidaknyamanan posisi duduk ibu saat menyusui, peneliti juga menggunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam terkait kenyamanan yang dirasakan ibu saat menyusui. Hal ini berdasarkan pendapat Sanders dan McCormick (1993) dalam Ardiana (2007) yang menyatakan bahwa kenyamanan adalah suatu kondisi perasaan dan sangat tergantung pada orang yang mengalami situasi tersebut. Kita tidak dapat mengetahui tingkat kenyamanan yang dirasakan oleh orang lain secara langsung atau dengan observasi, kita harus menanyakan kepada orang tersebut untuk memberitahukan kepada kita seberapa nyaman diri mereka. Selain itu juga menurut Richards (1980) dalam De Looze et. al (2003) menyatakan bahwa selain menggunakan metode pengukuran objektif, kenyamanan dan ketidaknyamanan juga diukur dengan menggunakan metode pengukuran subjektif, yaitu dengan menanyakan langsung kepada responden bagaimana kenyamanan yang dirasakan. Hal ini disebabkan karena kenyamanan atau ketidaknyamanan merupakan suatu keadaan atau perasaan subjektif. Pengukuran kenyamanan posisi ibu saat menyusui dilakukan sesaat setelah ibu selesai menyusui. Hal ini sesuai dengan yang disarankan oleh Branton (1969) dalam Karwowski dan Marras (2003) yaitu bahwa informasi ketidaknyamanan sebaiknya dikumpulkan ketika pekerja sedang mengalami

81 58 ketidaknyamanan karena pelaporan post-experience ketidaknyamanan bergantung pada memori kinestetik. Dengan dilakukan pengukuran sesaat setelah ibu selesai menyusui, maka ibu akan masih dapat merasakan rasa kenyamanan atau ketidaknyamanan yang dirasakannya saat menyusui dengan posisi duduk. Jika pengukuran dilakukan saat ibu sedang menyusui, dikhawatirkan akan mengganggu proses menyusui. D. Postur Kerja Secara umum, beban fisik pekerjaan berasal dari penggunaan tenaga, posisi atau postur janggal, dan repetisi atau pengulangan (Feletto dan Graze, 2000). Postur dapat didefinisikan sebagai kondisi relatif tubuh pada suatu tempat/ruang. Postur kerja dipengaruhi oleh hubungan antara dimensi tubuh dan stasiun kerjanya (workstation). Misalnya, tempat kerja yang terlalu tinggi untuk pekerja yang memiliki tinggi badan rendah atau tempat kerja yang terlalu rendah untuk pekerja dengan tinggi badan lebih (Pheasant, 2003). Posisi seseorang dalam bekerja mempengaruhi postur tubuhnya dalam melakukan pekerjaan atau aktivitas tersebut. Kenyamanan dalam bekerja salah satunya ditentukan oleh postur seseorang selama melakukan pekerjaan tersebut. Menurut McKeown (2008) bahwa salah satu elemen kunci untuk memastikan seseorang dapat bekerja dengan nyaman dan efektif adalah postur yang baik selama bekerja.

82 59 Postur netral merupakan posisi optimal dari masing-masing persendian untuk lebih kuat, lebih bisa mengendalikan setiap pergerakan, dan meminimalkan physical stress pada persendian dan jaringan di sekitarnya (MacLeod, 2000). Namun, berbicara tentang postur tidak hanya tentang bagaimana posisi yang tepat untuk punggung, tetapi juga untuk tubuh bagian atas seperti kepala dan leher, serta tubuh bagian bawah (McKeown, 2008). Dalam melakukan pekerjaan, yang sering menjadi perhatian para ahli ergonomi adalah postur duduk dan postur berdiri. Menurut McKeown (2008), ada beberapa keuntungan posisi duduk dibandingkan dengan posisi berdiri, diantaranya adalah dapat memposisikan kaki secara relaks, lebih stabil, penggunaan energi expenditure berkurang. Bridger (2003) dalam McKeown (2008) mengatakan bahwa seseorang yang bekerja dengan posisi berdiri untuk waktu yang lama dapat mengalami perubahan fisiologis seperti pada aliran darah dan dapat meningkatkan denyut jantung. Lueder (2002) mengatakan bahwa posisi duduk memerlukan lebih sedikit kerja otot dibandingkan dengan posisi berdiri. Duduk juga menstabilkan postur dan lebih memudahkan dalam pekerjaan tertentu. Delleman et. al (2004) juga mengatakan bahwa ketika seseorang bekerja dengan posisi duduk efisiensi kerja dapat ditingkatkan dan kelelahan dapat berkurang. Pada posisi berdiri, seseorang membutuhkan cukup upaya otot statis untuk mempertahankan posisi tetap. Namun hal ini berkurang ketika seseorang pada posisi duduk. Meskipun

83 60 demikian, posisi duduk tetap akan menjadi masalah ketika dilakukan untuk waktu yang lama. Ada ketentuan untuk postur yang baik pada posisi berdiri dan duduk. Untuk posisi berdiri, postur yang baik adalah subjek berdiri tegak, menarik tubuhnya pada tinggi badan maksimal dan pandangan lurus ke depan, dengan bahu relaks dan lengan menggantung lepas/bebas di samping. Sedangkan untuk posisi duduk, postur yang baik adalah subjek duduk pada posisi horizontal, pada permukaan yang datar, duduk tegak hingga tinggi badan maksimal dan pandangan lurus ke depan. Bahu relaks, dengan lengan atas menggantung bebas di samping dan lengan bawah berada pada posisi horizontal. Tinggi tempat duduk disesuaikan hingga paha berada pada posisi horizontal dan kaki bagian bawah berada pada posisi vertikal. (Pheasant, 2003) Dalam Karjewski et.al (2009) disebutkan bahwa postur netral untuk beberapa bagian tubuh adalah sebagai berikut: 1. Kepala dan leher berada pada satu garis atau satu level atau bengkok sedikit ke depan, pandangan lurus ke depan, seimbang, dan berada satu garis dengan tulang belakang. 2. Tangan, pergelangan tangan, dan lengan bawah berada lurus pada satu garis. 3. Siku-siku berada dekat dengan tubuh dan miring derajat. 4. Bahu relaks, dan lengan atas menggantung normal di samping tubuh. 5. Paha dan bokong ketika duduk harus berada paralel pada lantai.

84 61 6. Lutut ketika duduk posisinya harus sama tinggi dengan bokong, dengan kaki sedikit ke depan. 7. Punggung ketika duduk posisinya harus vertikal atau bersandar dengan dukungan lumbar. Ketika tulang atau persendian tidak berada pada posisi netral, maka terjadi postur janggal. Beberapa contoh postur janggal yang berkontribusi menyebabkan pergerakan mendekati posisi ekstrim antara lain adalah membengkokkan leher ke depan lebih dari 30 derajat, membengkokkan pergelangan tangan ke bawah dengan muka tangan menghadap ke bawah lebih dari 30 derajat, membengkokkan punggung ke depan lebih dari 45 derajat, posisi jongkok, dan sebagainya. Postur tubuh yang lain yang tidak menyebabkan pergerakan ekstrim, tetapi diketahui berhubungan dengan peningkatan risiko ketidaknyamanan dan MSDs antara lain sebagai berikut (Karjewski et.al, 2009): 1. Memutar batang tubuh. 2. Membengkokkan batang tubuh ke salah satu sisi (samping kanan/kiri, depan/belakang). 3. Membelokkan kepala ke salah satu sisi. 4. Membengkokkan leher ke salah satu sisi. 5. Membengkokkan leher ke belakang. 6. Membengkokkan pergelangan tangan ke atas dengan muka tangan ke bawah. 7. Membengkokkan pergelangan tangan ke sebelah luar tubuh dengan muka tangan ke bawah.

85 62 8. Memutar lengan bawah. 9. Berlutut. Selain postur janggal, postur yang dibatasi juga dapat menyebabkan ketidaknyamanan, misalnya postur duduk yang statis dan tidak bebas akan menimbulkan ketidaknyamanan (Lueder, 2004). McKeown (2008) mengatakan bahwa kerja otot yang statis dapat mengakibatkan ketidaknyamanan dan waktu istirahat yang lebih lama dibutuhkan untuk ini. Duduk dengan postur alami akan mengurangi beban kerja otot statis yang diperlukan untuk menghindari gangguan pada sendi kaki, lutut, pinggang, dan tulang belakang (Grandjean, 1988 dalam Kalsum, 2007). 1. Metode Penilaian Postur Kerja Ada beberapa metode penilaian postur kerja, antara lain QEC (Quick Exposure Checklist), RULA (Rapid Upper Limb Assesment), REBA (Rapid Entire Body Assesment), Strain Index, LUBA (Loading on the Upper Body Assesment), dan OWAS (The Ovako Working Posture Analyzing System). (Karwowski, 2001; Stanton et. al, 2005; Marras dan Karwowski, 2006) a. QEC Quick Exposure Checklist (QEC) merupakan metode cepat untuk menilai risiko WMSDs (work-related musculoskeletal disorders) dan memiliki tingkat pemakaian dan sensitivitas yang tinggi. QEC dapat mengevaluasi desain tempat kerja dan peralatannya. QEC juga dapat

86 63 membantu untuk mencegah terjadinya berbagai jenis WMSDs. (Stanton et.al, 2005) b. RULA dan REBA REBA (Rapid Entire Body Assesment) dan RULA (Rapid Upper Limb Assesment) merupakan metode analisis cepat berdasarkan sistem muskuloskeletal seseorang ketika sedang melakukan pekerjaan. REBA dikembangkan untuk memfasilitasi analisis postur secara observasional secara cepat dan mudah untuk aktivitas seluruh tubuh (statis dan dinamis) dan memberikan gambaran tingkat risiko pada otot (McAtamney, 2000). RULA dikembangkan lebih dahulu (McAtamney dan Corlett, 1993) untuk memfasilitasi penilaian objektif terhadap risiko muskuloskeletal yang disebabkan oleh pekerjaan yang menetap (sedentary work) dimana terjadi pembebanan yang tinggi pada tubuh bagian atas. Kedua instrumen tersebut menghasilkan skor tingkat risiko mulai dari risiko yang dapat diabaikan hingga risiko yang paling tinggi (Marras dan Karwowski, 2006). RULA secara umum digunakan ketika seseorang berada dalam posisi duduk, berdiri, atau yang lainnya dengan posisi menetap dan lebih banyak menggunakan tubuh bagian atas (upper body) dan tangan untuk bekerja. Selain pekerjaan tersebut, maka sebaiknya analisisnya menggunakan REBA.

87 64 RULA dikembangkan untuk memfasilitasi analisis postur dimana pekerjaan tersebut mempunyai beban fisik pada punggung, leher, dan anggota tubuh bagian atas. RULA menilai postur, tenaga, dan perpindahan yang berkaitan dengan pekerjaan menetap seperti pekerjaan operator komputer atau pekerjaan lainnya yang membutuhkan posisi duduk atau berdiri tanpa pergerakan/perpindahan. (Marras dan Karwowski, 2006) c. Strain Index Strain Index merupakan metode yang digunakan untuk menilai risiko MSDs pada ekstrimitas atas, seperti luka pada siku, lengan bawah, pergelangan tangan, dan telapak tangan. (Stanton et.al, 2005) d. LUBA Metode ini berdasarkan pada data eksperimental untuk ketidaknyamanan, dengan menggunakan skor rasio untuk suatu pergerakan sendi, termasuk tangan, lengan, leher, dan punggung. Metode ini digunakan untuk postur duduk atau postur berdiri dengan bantuan/dukungan dari anggota ekstrimitas bawah yang baik. (Marras dan Karwowski, 2006) e. OWAS Metode OWAS merupakan salah satu metode observasi sederhana untuk analisis postur (Karhu et. al, 1997 dalam Karwowski, 2001). Metode ini dapat digunakan untuk mengevaluasi berbagai macam postur

88 65 kerja pada banyak tempat kerja. Metode OWAS dapat digunakan untuk tujuan (Karwowski, 2001): 1) Evaluasi ergonomi terstandarisasi untuk beban postur (postural load). 2) Mengembangkan dan merencanakan desain tempat kerja, metode kerja, peralatan dan mesin yang digunakan. 3) Digunakan oleh bagian kesehatan kerja dalam merencanakan pekerjaan untuk pekerja yang mempunyai keterbatasan. 4) Penelitian ilmiah untuk digunakan pada bidang yang lain. Prosedur OWAS dilakukan dengan melakukan observasi untuk mengambil data postur, beban/tenaga, dan fase kerja untuk kemudian dibuat kode berdasarkan data tersebut. Evaluasi penilaian didasarkan pada skor dari tingkat bahaya postur kerja yang ada dan selanjutnya dihubungkan dengan kategori tindakan yang harus diambil. Klasifikasi postur kerja dari metode OWAS adalah pergerakan tubuh bagian belakang (punggung), lengan, dan kaki. (Karwowski, 2001) Dalam penelitian ini, metode yang dipilih dan dirasa tepat menurut peneliti untuk menilai postur ibu saat menyusui dengan posisi duduk adalah RULA. RULA dipilih karena saat menyusui ibu berada pada posisi yang menetap selama menit dalam sekali menyusui dan lebih banyak terjadi pembebanan fisik pada leher, bahu, tangan, dan punggung.

89 66 2. RULA (Rapid Upper Limb Assesment) RULA merupakan metode penilaian yang mudah untuk menilai tingkat beban pada otot karena pekerjaan. RULA digunakan untuk menilai postur, tenaga, dan perpindahan yang berkaitan dengan pekerjaan yang menetap. Empat aplikasi utama RULA yaitu untuk (Marras dan Karwowski, 2006): a) Mengukur risiko muskuloskeletal, biasanya menjadi bagian dari investigasi ergonomi. b) Membandingkan antara beban muskuloskeletal saat ini dan modifikasi desain tempat kerja. c) Mengevaluasi outcome seperti produktivitas atau ketepatan peralatan yang digunakan dalam bekerja. d) Memberikan pengetahuan kepada pekerja tentang risiko muskuloskeletal karena perbedaan postur kerja. Prosedur penggunaan RULA terdiri dari 3 tahap, yaitu: a) Observasi dan memilih postur yang akan dianalisis. b) Merekam dan memberikan skor pada postur menggunakan lembar scoring, diagram bagian tubuh, dan tabel. c) Mengkoreksi skor dengan tingkat aktivitas (action level). Dalam mempermudah penilaian postur tubuh, maka dalam metode ini tubuh dibagi atas 2 segmen grup yaitu grup A dan grup B.

90 67 a) Penilaian Postur Tubuh Grup A Postur tubuh grup A terdiri dari lengan atas (upper arm), lengan bawah (lower arm), pergelangan tangan (wrist), dan putaran pergelangan tangan (wrist twist). 1) Lengan Atas (Upper Arm) Penilaian terhadap lengan atas (upper arm) adalah penilaian yang dilakukan terhadap sudut yang dibentuk lengan atas pada saat melakukan aktivitas kerja. Sudut yang dibentuk oleh lengan atas diukur menurut posisi batang tubuh. Adapun postur lengan atas (upper arm) dapat dilihat pada gambar berikut: Skor penilaian untuk postur tubuh bagian lengan atas dapat dilihat pada tabel berikut: Gambar 2.27 Postur Lengan Atas (Upper Arm)

91 68 Tabel 2.3 Skor Penilaian Lengan Atas (Upper Arm) Pergerakan Skor Skor Perubahan 20 o (ke depan maupun ke belakang tubuh) jika bahu naik +1 jika lengan berputar/bengkok >20 o (ke belakang) -1 jika terdapat atau 20 o -45 o +2 sanggahan pada lengan 45 o -90 o +3 atau dalam posisi >90 o +4 bersandar 2) Lengan Bawah (Lower Arm) Penilaian terhadap lengan bawah (lower arm) adalah penilaian yang dilakukan terhadap sudut yang dibentuk lengan bawah pada saat melakukan aktivitas kerja. Sudut yang dibentuk oleh lengan bawah diukur menurut posisi batang tubuh. Adapun postur lengan bawah (lower arm) dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 2.28 Postur Lengan Bawah (Lower Arm) Skor penilaian untuk bagian lengan bawah (lower arm) dapat dilihat pada tabel berikut:

92 69 Tabel 2.4 Skor Penilaian Lengan Bawah (Lower Arm) Pergerakan Skor Skor Perubahan 60 o -100 o jika lengan bawah 0 o -60 o atau >100 o +2 bekerja melewati garis tengah +1 jika lengan bawah bekerja keluar dari sisi tubuh. 3) Pergelangan Tangan (Wrist) Penilaian terhadap pergelangan tangan (wrist) adalah penilaian yang dilakukan terhadap sudut yang dibentuk oleh pergelangan tangan pada saat melakukan aktivitas kerja. Sudut yang dibentuk oleh pergelangan tangan diukur menurut posisi lengan bawah. Adapun postur pergelangan tangan (wrist) dapat dilihat pada gambar berikut: Skor penilaian untuk bagian pergelangan tangan (wrist) dapat dilihat pada tabel berikut: Gambar 2.29 Postur Pergelangan Tangan (Wrist)

93 70 Tabel 2.5 Skor Penilaian Pergelangan Tangan (Wrist) Pergerakan Skor Skor Perubahan Posisi netral +1 0 o -15 o (ke atas jika pergelangan maupun ke bawah) >15 o (ke atas maupun ke bawah) +3 tangan putaran menjauhi sisi tengah 4) Putaran Pergelangan Tangan (Wrist Twist) Untuk putaran pergelangan tangan (wrist twist) postur netral diberi skor: 1 = Posisi tengah dari putaran 2 = Pada atau dekat dari putaran Nilai dari postur tubuh bagian lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan, dan putaran pergelangan tangan dimasukkan ke dalam tabel postur tubuh grup A (Tabel A) untuk memperoleh skor postur tubuh grup A seperti yang terlihat pada tabel berikut:

94 71 Tabel 2.6 Skor Postur Tubuh Grup A (Tabel A) 5) Penambahan Skor Aktivitas Setelah diperoleh hasil skor untuk postur tubuh grup A, kemudian hasil skor tersebut ditambahkan dengan skor aktivitas. Penambahan skor aktivitas tersebut berdasarkan kategori yang dapat dilihat pada tabel berikut:

95 72 Tabel 2.7 Skor Aktivitas Aktivitas Skor Keterangan Postur Statis +1 Satu atau lebih bagian tubuh statis/diam Pengulangan +1 Tindakan dilakukan berulang-ulang lebih dari 4 kali per menit. 6) Penambahan Skor Beban Setelah diperoleh hasil penambahan dengan skor aktivitas untuk postur tubuh grup A, kemudian hasil skor tersebut ditambahkan dengan skor beban. Penambahan skor beban tersebut berdasarkan kategori yang dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.8 Skor Beban Beban Skor Keterangan <2 kg 0-2 kg-10 kg +1 Jika dilakukan sesekali 2 kg-10 kg +2 Jika postur statis dan dilakukan berulangulang >10 kg +3 - b) Penilaian Postur Tubuh Grup B Postur tubuh grup B terdiri dari leher (neck), batang tubuh (trunk), dan kaki (legs).

96 73 1) Leher (Neck) Penilaian terhadap leher (neck) adalah penilaian yang dilakukan terhadap posisi leher pada saat melakukan aktivitas kerja apakah operator harus melakukan kegiatan ekstensi atau fleksi dengan sudut tertentu. Adapun postur leher dapat dilihat pada gambar berikut: berikut: Gambar 2.30 Postur Leher (Neck) Skor penilaian untuk leher (neck) dapat dilihat pada tabel Tabel 2.9 Skor Bagian Leher (Neck) Pergerakan Skor Skor Perubahan 0 o -10 o jika leher berputar 10 o -20 o leher menekuk >20 o +3 Ekstensi +4 2) Batang Tubuh (Trunk) Penilaian terhadap batang tubuh (trunk) merupakan penilaian terhadap sudut yang dibentuk tulang belakang tubuh saat melakukan aktivitas kerja dengan kemiringan yang sudah diklarifikasikan.

97 74 Adapun klasifikasi kemiringan batang tubuh saat melakukan aktivitas kerja dapat dilihat pada gambar berikut: tabel berikut: Gambar 2.31 Postur Batang Tubuh (Trunk) Skor penilaian bagian batang tubuh (trunk) dapat dilihat pada Tabel 2.10 Skor Bagian Batang Tubuh (Trunk) Pergerakan Skor Skor Perubahan Ketika duduk dan ditopang dengan baik (terdapat sandaran) dengan sudut pahatubuh jika batang tubuh berputar +1 jika batang tubuh bungkuk atau miring 90 o atau lebih 0 o -20 o atau ketika +2 ke samping duduk tidak terdapat sandaran 20 o -60 o +3 >60 o +4 3) Kaki (Legs) Penilaian terhadap kaki (legs) adalah penilaian yang dilakukan terhadap posisi kaki pada saat melakukan aktivitas kerja apakah operator bekerja dengan posisi normal/seimbang atau bertumpu pada

98 75 satu kaki lurus. Adapun penilaian bagian kaki (legs) dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.11 Skor Bagian Kaki (Legs) Pergerakan Posisi normal (kaki tertopang ketika duduk dengan bobot seimbang rata) Tidak seimbang (kaki tidak tertopang atau bobot tubuh tidak tersebar merata) Skor 1 2 Nilai dari skor postur tubuh bagian leher, batang tubuh, dan kaki dimasukkan ke dalam tabel B berikut untuk memperoleh skor postur tubuh grup B: Tabel 2.12 Skor Postur Tubuh Grup B (Tabel B) 4) Penambahan Skor Aktivitas Setelah diperoleh hasil skor untuk postur tubuh grup B, kemudian hasil skor tersebut ditambahkan dengan skor aktivitas.

99 76 Penambahan skor aktivitas tersebut berdasarkan kategori yang dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.13 Skor Aktivitas Aktivitas Skor Keterangan Postur Statis +1 Satu atau lebih bagian tubuh statis/diam Pengulangan +1 Tindakan dilakukan berulang-ulang lebih dari 4 kali per menit. 5) Penambahan Skor Beban Setelah diperoleh hasil penambahan dengan skor aktivitas untuk postur tubuh grup B, kemudian hasil skor tersebut ditambahkan dengan skor beban. Penambahan skor beban tersebut berdasarkan kategori yang dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.14 Skor Beban Beban Skor Keterangan <2 kg 0-2 kg-10 kg +1 Jika dilakukan sesekali 2 kg-10 kg +2 Jika postur statis dan dilakukan berulangulang >10 kg +3 - Untuk memperoleh skor akhir (final score), skor yang diperoleh untuk postur tubuh grup A (skor C) dan grup B (skor D) dikombinasikan ke tabel C berikut:

100 77 Tabel 2.15 Tabel C Hasil skor dari tabel C di atas diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori level risiko sebagai berikut: Tabel 2.16 Kategori Tingkat Risiko dan Tindakan yang Perlu Dilakukan dari Hasil Analisis RULA Kategori Tindakan Level Risiko Tindakan 1-2 Minimum Aman 3-4 Kecil Diperlukan beberapa waktu ke depan 5-6 Sedang Tindakan dalam waktu dekat 7 Tinggi Tindakan sekarang juga Secara lengkap dan lebih jelasnya langkah-langkah dalam analisis postur dengan metode RULA dapat dilihat pada lampiran 3. Berikut ini diperlihatkan bagan prosedur menggunakan metode RULA.

101 78 Bagan 2.2 Prosedur Analisis Postur dengan Metode RULA E. Kenyamanan dan Ketidaknyamanan Posisi Duduk (Sitting Comfort and Discomfort) Posisi duduk mempunyai peranan yang sangat penting dalam memberikan kenyamanan pada seseorang. Namun, posisi duduk untuk waktu yang lama tetap akan menjadi masalah (Delleman et. al, 2004). Grandjean (1973) dalam Munawwarah (2004), menggambarkan duduk dengan postur alami memungkinkan tenaga kerja menjaga postur tegak yang mengurangi beban kerja otot statis yang diperlukan untuk mengunci sendi-sendi kaki, lutut, pinggang, dan tulang belakang serta mengurangi penggunaan energi. Selanjutnya, dinyatakan bahwa sirkulasi darah pada posisi duduk lebih baik daripada posisi berdiri. Phoon

102 79 (1988) dalam Munawwarah (2004) menyatakan bahwa waktu duduk diusahakan berat badan tidak ditahan oleh kaki sehingga posisi tetap stabil selama bekerja. Kenyamanan dan ketidaknyamanan posisi duduk merupakan suatu persepsi subjektif dan pengalaman sensoris. Beberapa studi mengindikasikan bahwa kenyamanan dan ketidaknyamanan posisi duduk dipengaruhi oleh banyak variabel (Kleeman, 1981; Kamijo et. al, 1982 dalam De Looze et. al, 2003). Sebuah studi yang dilakukan oleh Zhang et. al (1996) dalam De Looze et. al (2003) menyimpulkan bahwa kenyamanan dan ketidaknyamanan terjadi berdasarkan pada faktor-faktor independen yang mempengaruhinya. Perasaan tidak nyaman berhubungan dengan rasa sakit, kelelahan, dan mati rasa. Sedangkan perasaan nyaman berhubungan dengan perasaan relaks dan kondisi tubuh yang baik. De Looze et. al (2003) memodelkan teori kenyamanan dan ketidaknyamanan posisi duduk menurut paparan/faktor eksternal (exposure), internal state atau kondisi internal individu (dose), respon (response), dan kapasitas (capacity) sebagai berikut:

103 80 Bagan 2.3 Pemodelan Teori Kenyamanan dan Ketidaknyamanan Duduk (De Looze et. al, 2003) Kondisi internal individu dapat mempengaruhi terjadinya respon dalam tubuh individu tersebut, baik respon mekanis, biomekanis, dan fisiologis. Efek paparan eksternal terhadap kondisi dan respon internal individu tergantung pada kapasitas fisik individu. Jika hal tersebut diaplikasikan pada posisi duduk, maka dapat dikatakan bahwa paparan eksternalnya adalah berupa karakteristik fisik tempat duduk seperti bentuk dan kelembutannya, lingkungan seperti tinggi meja, dan pekerjaan seperti aktivitas kerja. Paparan eksternal ini akan menghasilkan aktivasi otot, beban internal, tekanan intra-discal, gerakan saraf dan sirkulasi, dan peningkatan suhu tubuh, dimana hal ini yang dimaksud dengan kondisi internal (internal state). Selanjutnya, kondisi internal ini akan menimbulkan respon dalam tubuh berupa respon kimiawi, fisiologis, dan biomekanik. Berdasarkan

104 81 exterocepsis (stimulus dari sensor kulit), propriocepsis (stimulus dari sensor yang ada pada otot spindel, tendon, dan persendian), interocepsis (stimulus dari sistem organ dalam), dan nocicepsis (stimulus dari adanya rasa sakit), maka persepsi tidak nyaman akan muncul. Pada bagian sebelah kanan, yaitu fokus pada rasa nyaman merupakan perasaan relaks dan well-being. Pada tingkat context, tidak hanya kondisi fisik saja yang berkontribusi, tetapi juga ada faktor psikososial seperti kepuasan kerja dan dukungan sosial. Pada tingkat seat, estetika disain tempat duduk sebagai tambahan dari kondisi fisik tempat duduk juga dapat mempengaruhi perasaan nyaman. Pada tingkat human, diasumsikan faktor yang terlibat adalah harapan individu dan perasaan atau emosi yang lain dari individu itu sendiri. Faktor yang dominan dari ketidaknyamanan dapat digambarkan dengan anak panah horizontal dari bagian kiri (discomfort) ke bagian kanan (comfort). Dari model ini, pengukuran secara objektif terhadap ketidaknyamanan (discomfort) diharapkan akan lebih kuat dibandingkan dengan pengukuran terhadap kenyamanan (comfort). (De Looze et. al, 2003) F. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kenyamanan Posisi Duduk Banyak faktor yang mempengaruhi kenyamanan posisi duduk antara lain yaitu karakteristik tempat duduk, karakteristik individu, karakteristik pekerjaan, dan persepsi terhadap kenyamanan posisi duduk (Kumar, 1999; Pheasant, 2003;

105 82 Ramadhani, 2003 dalam Rusdjijati dan Widodo, 2008; dan Puswiartika, 2008). Selengkapnya akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Karakteristik Tempat Duduk Tempat duduk dan meja sebagai permukaan kerja mempunyai pengaruh yang penting terhadap kondisi fisik seseorang dan menjadi sarana penunjang utama dalam bekerja. Tempat duduk harus dapat memberikan kenyamanan bagi pemakainya sehingga dapat mengurangi kelelahan orang yang duduk pada saat orang tersebut bekerja (Sutanto, dkk., 1999 dalam Puswiartika, 2008) Schuler dan Jackson (1999) dalam Puswiartika (2008) mengemukakan bahwa tempat duduk yang tidak nyaman dapat menyebabkan cedera punggung para pekerja. Menurut Bridger (1995) dalam studi yang dilakukan di Eastman Kodak Company New York, ditemukan bahwa 35 persen dari pekerja yang duduk terus menerus selama bekerja, mengunjungi bagian kesehatan dengan keluhan sakit punggung selama periode 10 tahun. Seseorang yang mengalami problem sakit punggung yang menetap ini tidak dapat bertahan duduk selama lebih dari beberapa jam selama sehari bekerja. Akibatnya pekerja tersebut tidak dapat bekerja dengan baik dan produktivitas kerjanya menurun. Apabila karyawan merasakan bahwa tempat duduknya nyaman, maka kelelahan kerja baik kelelahan fisik (berupa sakit atau nyeri pada sistem kerangka otot manusia) maupun kelelahan psikis (berupa rasa jemu atau bosan

106 83 terhadap pekerjaan yang dilakukan) akan berkurang (Anoraga, 1998 dalam Puswiartika, 2008). Apabila kelelahan kerja berkurang maka tidak akan banyak terjadi kesalahan kerja dan penyakit akibat kerja. Kecepatan dan ketepatan kerja karyawan pun akan meningkat sehingga kinerja dan keluaran dalam proses produksi akan meningkat atau dengan kata lain produktivitas kerja para karyawan akan meningkat dan pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi (Puswiartika, 2008). Menurut Pheasant (2003), karakteristik tempat duduk yang mempengaruhi kenyamanan pada saat bekerja dengan posisi duduk terdiri dari dimensi kursi, sudut dudukan (seat angle), bentuk kursi, dan bahan/pelapis/bantalan kursi. Dimensi kursi yang dapat diukur antara lain tinggi dudukan, lebar alas duduk, kedalaman alas duduk, tinggi sandaran, lebar sandaran, sudut sandaran, tinggi sandaran tangan, dan panjang sandaran tangan. Kesesuaian antara dimensi tempat duduk dengan penggunanya akan menciptakan kenyamanan pengguna selama menggunakan tempat duduk tersebut (Pheasant, 2003). Santoso (2004) dalam Mulyono (2010) juga mengatakan bahwa kenyamanan menggunakan suatu alat sangat tergantung dari kesesuaian ukuran alat dengan ukuran manusia. Apabila ukuran alat tidak sesuai dengan manusia penggunanya dalam jangka waktu tertentu, alat tersebut dapat mengakibatkan stres tubuh berupa ketidaknyamanan, lelah, pusing, dan nyeri. Pheasant (2003) menambahkan bahwa tidak cukup hanya

107 84 kesesuaian dimensi tempat duduk dengan penggunanya, posisi seseorang dalam duduk juga menentukan kenyamanan selama duduk. Hal ini berkaitan dengan proses fisiologis dan biomekanik dalam tubuh akibat posisi duduk tersebut. Kenyamanan akan meningkat jika didukung oleh adanya seperti gundukan bantal, atau hal lain yang mendukung untuk dilakukannya perubahan postur/posisi selama duduk. 2. Karakteristik Individu Menurut Pheasant (2003), karakteristik individu yang mempengaruhi kenyamanan seseorang ketika bekerja dengan posisi duduk antara lain dimensi tubuh, kondisi tubuh seperti nyeri atau adanya sakit pada tubuh, sirkulasi atau peredaran darah, dan kondisi pikiran atau tingkat stres. Dimensi tubuh yang diukur untuk posisi duduk antara lain tinggi duduk tegak (sitting height), tinggi bahu duduk (sitting shoulder height), tinggi siku duduk (sitting elbow height), jarak pantat-popliteal (buttock-popliteal length), tinggi popliteal (popliteal height), lebar bahu (shoulder breadth: bideltoid dan biacromial), lebar pinggul (hip breadth), dan jarak siku ke ujung jari (elbowfingertip length). Dimensi tubuh manusia memiliki variasi dan berbeda-beda pada setiap orang. Variasi ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: (Wignjosoebroto, 2000 dan Wicken et. al, 2004)

108 85 a. Usia Usia merupakan faktor yang dapat menunjukkan secara jelas mengenai terdapatnya variasi dimensi ukuran tubuh manusia. Hal ini terlihat jelas adanya perbedaan ukuran dimensi tubuh antara balita dengan orang dewasa. b. Gender Secara umum, ukuran dimensi tubuh pria lebih besar dibandingkan dengan ukuran dimensi tubuh wanita. Namun, pada beberapa bagian tubuh seperti pinggul, hal tersebut tidak berlaku. c. Suku bangsa/ras Seperti diketahui bahwa setiap suku bangsa/ras memiliki karakteristik yang khas terkait dengan ukuran dimensi tubuh mereka. d. Postur tubuh Faktor postur tubuh ini biasanya dipengaruhi oleh kebiasaan sikap seseorang yang pada akhirnya dapat mempengaruhi ukuran dimensi tubuh seseorang. e. Jenis pekerjaan Jenis pekerjaan khususnya pekerjaan-pekerjaan yang bersifat fisik dapat melatih otot pada bagian-bagian tubuh tertentu. Hal tersebut kemudian menyebabkan ukuran yang berbeda pada bagian tubuh tertentu tersebut dengan ukuran tubuh manusia pada umumnya.

109 86 f. Nutrisi Sebagaimana diketahui bahwa asupan nutrisi yang baik akan mendukung pertumbuhan tubuh manusia dan sebaliknya. Oleh karena itu, nutrisi memiliki pengaruh terhadap ukuran dimensi tubuh seseorang. Selain dimensi tubuh dan faktor-faktor lain yang disebutkan di atas menurut Pheasant (2003), suatu hasil penelitian yang dilakukan oleh Tan et. al (2010) pada sopir truk di Belanda menunjukkan bahwa umur, tinggi badan, dan Indeks Massa Tubuh (Body Mass Index) mempunyai hubungan yang signifikan dengan kenyamanan saat mengemudikan truk. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa sopir truk yang umurnya lebih tua lebih sering merasakan ketidaknyamanan pada bahu kanan dibandingkan dengan sopir truk yang lebih muda. Sopir truk yang memiliki tinggi badan lebih, jarang merasakan ketidaknyamanan pada kepala dan leher dibandingkan dengan sopir truk yang lebih pendek. Begitu juga dengan Indeks Massa Tubuh (IMT). Sopir truk yang memiliki IMT lebih tinggi, lebih sering merasakan ketidaknyamanan pada betis kanan setelah satu jam bekerja. 3. Karakteristik Pekerjaan Karakteristik pekerjaan yang mempengaruhi kenyamanan seseorang ketika bekerja dengan posisi duduk menurut Pheasant (2003) terdiri dari durasi, beban visual, beban fisik, beban mental dan sosial. Sedangkan Kumar (1999), selain faktor-faktor tersebut, kondisi lingkungan, waktu istirahat dan

110 87 aktivitas pada waktu istirahat juga ikut mempengaruhi kenyamanan seseorang ketika bekerja dengan posisi duduk. Delleman et. al (2004), mengatakan bahwa parameter penting menyangkut karakterisktik pekerjaan itu sendiri ditentukan oleh durasi ratarata komponen pekerjaan atau tugas tertentu. Durasi menunjukkan pada jumlah waktu seseorang secara terus-menerus terpapar oleh faktor risiko. Pekerjaan yang membutuhkan otot yang sama atau pergerakan untuk durasi yang panjang meningkatkan kemungkinan kelelahan lokal dan umum (Cohen et. al, 1997 dalam Rahmawati, 2010). Mansfield (2007) juga menyebutkan bahwa duduk dengan postur yang sama (tetap/statis) untuk waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya ketidaknyamanan. Risiko tinggi juga telah ditemukan pada saat duduk untuk waktu yang lama, terutama di kendaraan (Kelsey, 1975 dan Mangora, 1972 dalam Kumar, 1999). Menurut Kumar (1999), beban visual terdiri dari jarak dan arah pandang, ukuran objek yang dilihat, warna, tekstur, dan waktu. Sedangkan beban fisik terdiri dari ukuran objek kerja (massa, bentuk, dan posisi), penggunaan tenaga, postur, perpindahan atau pergerakan (tidak statis), dan waktu. Beban mental dan sosial terdiri dari pembuatan keputusan, konsentrasi, tekanan waktu, komunikasi dan interaksi sosial. Waktu istirahat dan aktivitas pada waktu istirahat terdiri dari stabilitas selama istirahat, kemampuan untuk relaks, bergerak bebas, dan mengubah postur. Sedangkan kondisi lingkungan

111 88 terdiri dari pencahayaan (tingkat pencahayaan, kontras, silau, dan sumber cahaya), kebisingan, suhu, iklim, bahan kimia, dan getaran. Ramadhani (2003) dalam Rusdjijati dan Widodo (2008) menambahkan bahwa dari faktor lingkungan, selain faktor-faktor tersebut di atas, juga ada faktor kimia dan biologi. Faktor kimia selain bahan kimia, keberadaan gas, uap, dan debu juga mempengaruhi kenyamanan seseorang dalam bekerja. Faktor biologi antara lain seperti bakteri, jamur, virus, dan cacing penyebab penyakit. Rusdjijati dan Widodo (2008) mengatakan bahwa faktor-faktor lingkungan tersebut akan menciptakan kondisi yang nyaman apabila tidak melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yang telah ditetapkan atau tidak melebihi toleransi manusia untuk menghadapinya. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1077/MENKES/PER/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah, kadar yang disyaratkan untuk suhu di dalam rumah adalah antara o C dan pencahayaan minimal 60 Lux. Sedangkan menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan, tingkat kebisingan yang diperbolehkan untuk kawasan perumahan dan pemukiman adalah tidak lebih dari 55 db. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kebisingan di suatu tempat, yaitu (Mashuri, 2007 dalam Anggraini et. al, 2012):

112 89 a. Jarak Gelombang bunyi memerlukan waktu untuk merambat. Di permukaan bumi, gelombang bunyi merambat melalui udara. Dalam perjalanannya, gelombang bunyi akan mengalami penurunan intensitas karena gesekan dengan udara. b. Serapan udara Gelombang suara akan mengalami gesekan dengan udara. Udara yang bersuhu rendah akan lebih menyerap suara daripada udara bersuhu tinggi, karena suhu rendah membuat udara menjadi lebih rapat sehingga gesekan terhadap gelombang bunyi akan lebih besar. c. Angin Arah angin akan mempengaruhi besarnya frekuensi bunyi yang diterima oleh pendengar. Arah angin yang menuju pendengar akan mengakibatkan suara terdengar lebih keras, begitu juga sebaliknya. d. Permukaan bumi Permukaan bumi yang berupa tanah dan rumput, merupakan barrier yang sangat alami. Suara yang datang akan terserap langsung. Sebaliknya, permukaan yang tertutup aspal jalan atau konblok akan langsung memantulkan bunyi. 4. Persepsi terhadap Kenyamanan Posisi Duduk Setiap individu dalam kehidupannya sehari-hari akan menerima stimulus atau rangsang berupa informasi, objek, peristiwa, dan lain-lain yang

113 90 berasal dari lingkungan. Stimulus yang berkaitan dengan dirinya akan diberi makna oleh individu yang bersangkutan. Proses pemahaman atau pemberian makna terhadap stimulus itu dinamakan proses persepsi. Menurut Robbins (1999) dalam Suprani (2010), persepsi adalah suatu proses dimana individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka untuk memberikan makna terhadap lingkungan. Sedangkan menurut Sarwono (1983) dalam Suprani (2010), persepsi dinyatakan sebagai kemampuan seseorang untuk mengorganisir suatu pengamatan. Kemampuan tersebut antara lain kemampuan untuk membedakan, mengelompokkan, dan memfokuskan. Setiap orang bisa saja mempunyai persepsi yang berbeda meskipun objeknya sama. Hal tersebut dimungkinkan karena adanya perbedaan dalam sistem nilai dan ciri kepribadian dari individu yang bersangkutan. Dari beberapa pengertian persepsi di atas, persepsi terhadap kenyamanan posisi duduk dapat diartikan sebagai kemampuan individu dalam menafsirkan kondisi tempat duduk yang berimplikasi pada rasa nyaman yang dirasakannya selama menggunakan tempat duduk tersebut. Kantowitz dan Sorkin (1996) dalam Puswiartika (2008) menjelaskan bahwa persepsi individu terhadap tempat duduk mempengaruhi kenyamanan duduk seseorang dalam bekerja. Setiap individu memiliki pandangan yang berlainan terhadap tempat duduk, karena adanya perbedaan individu masing-masing dalam menerima, menyeleksi dan mengorganisasi serta menginterpretasikan tempat duduk.

114 91 Perbedaan tersebut dikarenakan perbedaan kelima indera. Tempat duduk menurut seseorang mungkin keras, tetapi untuk orang lain tidak begitu keras. G. Kerangka Teori Mekanisme kenyamanan oleh faktor-faktor yang telah diuraikan di atas belum ditemukan secara jelas oleh peneliti, begitu pula pada penelitian sebelumnya. Oleh karena itu, belum dapat dilihat hubungan secara jelas masingmasing faktor di atas dengan kenyamanan atau ketidaknyamanan posisi duduk seseorang. Sehingga kerangka teori pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Karakteristik Tempat Duduk: 1. Dimensi Kursi/Tempat Duduk 2. Sudut Dudukan 3. Bentuk Kursi/Tempat Duduk 4. Bahan Pelapis atau Bantalan Kursi/Tempat Duduk Karakteristik Individu: 1. Dimensi Tubuh (Termasuk Tinggi Badan) 2. Kondisi Tubuh 3. Sirkulasi atau Peredaran Darah 4. Kondisi Pikiran atau Tingkat Stres 5. Usia 6. Indeks Massa Tubuh (IMT) Karakteristik Pekerjaan: 1. Durasi 2. Beban Visual 3. Beban Fisik a. Ukuran Objek (Massa, Bentuk, dan Posisi) b. Penggunaan Tenaga c. Postur d. Pergerakan 4. Beban Mental dan Sosial 5. Kondisi Lingkungan 6. Waktu Istirahat 7. Aktivitas pada Waktu Istirahat Kenyamanan Posisi Duduk Persepsi terhadap Kenyamanan Posisi Duduk Bagan 2.4 Kerangka Teori (Kumar, 1999; Pheasant, 2003; Ramadhani, 2003 dalam Rusdjijati dan Widodo, 2008; dan Puswiartika, 2008)

115 BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep Pada penelitian ini akan dilihat gambaran kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui dengan memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhinya antara lain karakteristik tempat duduk, karakteristik individu, dan karakteristik pekerjaan atau aktivitas menyusui yang dilakukan. Karakteristik tempat duduk yang akan diukur yaitu dimensi kursi, sudut dudukan, bentuk dan pelapis atau bantalan kursi atau tempat duduk yang digunakan ibu saat menyusui. Karakteristik individu yang akan diukur yaitu dimensi tubuh, usia, dan Indeks Massa Tubuh (IMT) ibu. Sedangkan karakteristik pekerjaan yang akan diukur yaitu durasi menyusui, ukuran objek, postur ibu saat menyusui dengan posisi duduk, kondisi lingkungan tempat menyusui ibu, dan aktivitas ibu pada waktu istirahat (sedang tidak menyusui). Pada penelitian ini, pengukuran dimensi kursi hanya dilakukan pada ibu yang menyusui dengan duduk menggunakan kursi. Selanjutnya, hasil ukurnya akan dianalisis kesesuaiannya dengan dimensi tubuh ibu pengguna kursi tersebut. Faktor kondisi tubuh dan sirkulasi atau peredaran darah tidak diukur karena keterbatasan peneliti. Sedangkan kondisi pikiran atau tingkat stres tidak diukur karena penelitian ini hanya ingin melihat gambaran kenyamanan ibu saat menyusui dengan posisi duduk, bagaimana kenyamanan ibu betul-betul pada saat 92

116 93 dia berada pada posisi duduk tersebut, sehingga faktor yang diukur oleh peneliti hanya faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, dimana menurut peneliti dapat menentukan atau mempengaruhi posisi duduk ibu yang pada akhirnya mempengaruhi kenyamanan ibu selama menyusui dengan posisi duduk. Begitupun dengan faktor beban mental dan sosial. Selain itu, tujuan akhir dari penelitian ini adalah untuk mengetahui posisi yang nyaman dan ergonomis untuk ibu menyusui. Kondisi lingkungan yang diukur dalam penelitian ini hanya kondisi lingkungan fisik saja yang meliputi kebisingan, suhu, dan pencahayaan. Kondisi lingkungan kimia dan biologi tidak diukur karena mempertimbangkan keterbatasan peneliti, dimana untuk mengukur kondisi lingkungan kimia dan biologi memerlukan analisis laboratorium lebih lanjut, seperti kadar debu, jumlah mikroorganisme, dan sebagainya. Faktor beban visual tidak diukur karena aktivitas menyusui tidak berkaitan dengan beban visual. Penggunaan tenaga tidak diukur karena keterbatasan peneliti. Faktor pergerakan tidak diukur karena aktivitas menyusui merupakan aktivitas yang statis. Pergerakan yang mungkin terjadi adalah perubahan posisi duduk ibu. Hal ini akan diukur oleh peneliti sebagai salah satu metode untuk mengetahui kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui. Faktor waktu istirahat tidak diukur karena berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti, jeda atau selang aktivitas menyusui tidak jauh berbeda sekitar 2-3 jam, artinya ibu menyusui bayi rata-rata

117 jam sekali. Waktu istirahat di sini diartikan sebagai waktu dimana ibu sedang tidak melakukan aktivitas menyusui. Sedangkan faktor persepsi terhadap kenyamanan posisi duduk tidak diukur karena keterbatasan peneliti. Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Karakteristik Tempat Duduk: 1. Dimensi Kursi 2. Sudut Dudukan 3. Bentuk Kursi/Tempat Duduk 4. Bahan Pelapis atau Bantalan Karakteristik Individu: 1. Dimensi Tubuh 2. Usia 3. Indeks Massa Tubuh (IMT) Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Karakteristik Pekerjaan: 1. Durasi 2. Ukuran Objek (Berat Badan Bayi) 3. Postur 4. Kondisi Lingkungan 5. Aktivitas pada Waktu Istirahat Bagan 3.1 Kerangka Konsep

118 B. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Kenyamanan posisi duduk Kondisi perasaan ibu dimana ibu merasa nyaman, terbebas dari rasa tidak nyaman atau tidak adanya sensasi dari tubuh ibu yang tidak menyenangkan saat ibu berada pada posisi duduk saat menyusui. Semakin sedikit seseorang mengubah posisi duduknya, maka hal tersebut menunjukkan bahwa semakin ia merasa nyaman. (Branton, 1969 dalam Karwowski dan Marras, 2003) Subjektif: Wawancara mendalam Objektif: Observasi perubahan duduk kuesioner posisi dan Subjektif: Pedoman wawancara, Objektif: Lembar observasi kuesioner dan Body Part Discomfort Scale Subjektif: 1. Deskripsi kenyamanan yang dirasakan ibu saat menyusui dengan posisi duduk. Objektif: 2. Perubahan sikap duduk ibu selama menyusui 3. Ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh yang tergambar pada Body Part Discomfort Scale: 0. Tidak 1. Iya Ratio Ordinal 95

119 96 Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Dengan frekuensi: 1. Kadang-kadang 2. Sering 3. Selalu Dengan intensitas: Ordinal Ordinal 1. Tidak nyaman 2. Sakit 3. Sangat sakit Dimensi Kursi: 1. Tinggi dudukan Tinggi alas duduk yang diukur dari lantai hingga rangka alas duduk. Pengukuran langsung Meteran gulung 1. Sesuai dengan tinggi popliteal pengguna 2. Tidak sesuai dengan Ordinal tinggi popliteal 2. Lebar alas Panjang alas duduk yang diukur Pengukuran Meteran gulung pengguna 1. Sesuai dengan lebar Ordinal duduk pada bagian terlebar alas duduk dari sisi paling kanan alas duduk langsung pinggul pengguna 2. Tidak sesuai dengan hinggi sisi paling kiri alas lebar pinggul duduk. pengguna

120 97 Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur 3. Kedalaman alas duduk Panjang alas duduk yang diukur dari bagian paling tepi sebelah Pengukuran langsung Meteran gulung 1. Sesuai dengan jarak pantat-popliteal Ordinal depan kursi hingga bagian pengguna paling tepi sebelah belakang kursi. 2. Tidak sesuai dengan jarak pantat-popliteal 4. Tinggi sandaran Tinggi sandaran untuk Pengukuran Meteran gulung pengguna 1. Sesuai dengan tinggi Ordinal punggung punggung yang diukur dari alas langsung duduk tegak atau duduk. tinggi bahu duduk pengguna 2. Tidak sesuai dengan tinggi duduk tegak atau tinggi bahu 5. Lebar sandaran punggung Lebar sandaran untuk punggung yang diukur dari sisi terlebar dimulai dari tepi paling kanan ke tepi paling kiri. Pengukuran langsung Meteran gulung duduk pengguna 1. Sesuai dengan lebar bahu bideltoid atau biacromial pengguna Ordinal

121 98 Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur 2. Tidak sesuai dengan lebar bahu bideltoid atau biacromial 6. Sudut Sandaran Sudut yang dibentuk oleh Pengukuran Busur derajat pengguna Sudut dalam derajat Ratio sandaran punggung dengan alas langsung 7. Tinggi sandaran tangan duduk. Tinggi sandaran untuk tangan yang diukur dari alas duduk hingga sisi yang paling atas Pengukuran langsung Meteran gulung 1. Sesuai dengan tinggi siku duduk pengguna 2. Tidak sesuai dengan Ordinal sandaran tangan. tinggi siku duduk 8. Panjang sandaran tangan Panjang sandaran untuk tangan yang diukur dari sisi yang Pengukuran langsung Meteran gulung pengguna 1. Sesuai dengan jarak siku ke ujung jari Ordinal berbatasan langsung dengan pengguna sandaran punggung. 2. Tidak sesuai dengan jarak siku ke ujung jari pengguna

122 99 Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Sudut Dudukan Sudut yang dibentuk antara Pengukuran Penggaris dan Sudut dalam derajat Ratio bidang datar horizontal (sejajar dengan lantai) dengan alas duduk. langsung busur derajat Bentuk Kursi/Tempat Duduk Bahan Pelapis/Bantalan Kursi atau Tempat Duduk Dimensi Tubuh 1. Tinggi duduk tegak Model tempat duduk yang biasa Observasi Lembar Gambaran tempat duduk Nominal digunakan ibu saat menyusui. observasi dan yang biasa digunakan ibu kamera digital saat menyusui Bahan tempat duduk atau Observasi Lembar Gambaran bahan Nominal bantalan yang melapisi serta observasi dan pelapis/bantalan tempat peralatan bantu seperti bantalan kamera digital duduk dan bantalan yang yang menunjang posisi duduk menunjang posisi duduk ibu di tempat duduk yang biasa ibu di tempat duduk yang digunakan ibu saat menyusui. biasa digunakan ibu saat menyusui Jarak vertikal alas duduk sampai Pengukuran Sit Body Ukuran tinggi duduk Ratio ujung atas kepala. Subjek duduk tegak dengan mata memandang lurus ke depan dan membentuk sudut siku-siku. langsung Measurement tegak dalam cm

123 100 Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur 2. Tinggi bahu Jarak vertikal dari permukaan Pengukuran Sit Body Ukuran tinggi bahu duduk Ratio duduk 3. Tinggi siku alas duduk sampai ujung tulang bahu yang menonjol pada saat subjek duduk tegak. Jarak vertikal dari permukaan langsung Pengukuran Measurement Meteran gulung dalam cm Ukuran tinggi siku duduk Ratio duduk alas duduk sampai ujung bawah siku kanan. Subjek duduk tegak dengan lengan atas vertikal di sisi badan dan lengan bawah langsung dalam cm membentuk sudut siku-siku 4. Jarak pantatpopliteal dengan lengan atas. Jarak horizontal dari bagian Pengukuran Sit Body Ukuran jarak pantatpopliteal Ratio terluar pantat sampai lekukan lutut sebelah dalam. Paha dan kaki bagian bawah membentuk sudut siku-siku. langsung Measurement dalam cm 5. Tinggi popliteal Jarak vertikal dari lantai sampai Pengukuran Sit Body Ukuran tinggi popliteal Ratio bagian bawah paha. langsung Measurement dalam cm

124 101 Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur 6. Lebar bahu Jarak horizontal antara kedua Pengukuran Meteran gulung Ukuran lebar bahu Ratio (bideltoid) lengan atas. Subjek duduk tegak dengan lengan atas merapat ke langsung (bideltoid) dalam cm badan dan lengan bawah 7. Lebar bahu direntangkan ke depan. Jarak horizontal antara kedua Pengukuran Meteran gulung Ukuran lebar bahu Ratio (biacromial) bahu. Subjek duduk tegak langsung (biacromial) dalam cm dengan lengan atas merapat ke badan dan lengan bawah 8. Lebar pinggul direntangkan ke depan. Jarak horizontal dari bagian Pengukuran Meteran gulung Ukuran lebar pinggul Ratio terluar pinggul sisi kanan hingga sisi kiri. langsung dalam cm 9. Jarak dari siku ke ujung jari Jarak horizontal dari siku ke ujung jari tengah pada saat Pengukuran langsung Meteran gulung Ukuran jarak dari siku ke ujung jari dalam cm Ratio lengan bawah ditekuk 90 o terhadap lengan atas.

125 102 Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Usia Lama masa hidup ibu terhitung sejak dilahirkan hingga saat pengumpulan data penelitian ini dilaksanakan. Kuesioner Kuesioner Usia dalam tahun Ratio Indeks Massa Ukuran status gizi ibu Perhitungan BB Alat pengukur 1. Kurus: < 17,0 atau Ordinal Tubuh (IMT) berdasarkan tinggi badan dan (kg)/tb 2 (m) tinggi badan 17,0-18,5 berat badan. (microtoise), timbangan 2. Normal: 18,5-25,0 3. Gemuk: 25,0-27,0 atau digital, dan > 27,0 kalkulator (Depkes, 1994 dalam Almatsier, 2004) Durasi Lama waktu yang biasa Kuesioner Kuesioner Durasi menyusui dalam Ratio dibutuhkan ibu untuk menyusui menit bayinya dengan posisi duduk. Ukuran Objek Berat badan bayi pada saat Pengukuran Timbangan berat Berat badan dalam Ratio dilakukan pengumpulan data langsung badan digital kilogram (kg) penelitian ini. untuk bayi (Baby Scale)

126 103 Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Postur Kondisi relatif tubuh ibu pada Analisis Postur Kamera video, Skor RULA dengan Ordinal ruang/tempat tertentu. (Pheasant, 2003) Kondisi Lingkungan: 1. Kebisingan Bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. (KEPMENLH No. 48 Tahun 1996) 2. Suhu Ukuran panas atau dinginnya suatu benda atau lingkungan. Tubuh dengan penggaris, busur klasifikasi menurut level metode Rapid derajat, timbangan risiko: Upper Limb berat badan bayi 1. Minimum: Skor 1-2 Assesment untuk mengukur 2. Kecil: Skor 3-4 (RULA) beban objek 3. Sedang: Skor Tinggi: Skor 7 Pengukuran Sound Level Meter 1. < 55 db langsung 2. > 55dB Pengukuran Thermohygrometer Suhu dalam o C langsung Ordinal Ratio

127 104 Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur 3. Pencahayaan Jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan Pengukuran langsung Lux Meter 1. > 60 lux 2. < 60 lux Ordinal untuk melaksanakan kegiatan (Per-Menkes RI No. secara efektif. (Kep-Menkes RI 1077/MENKES/PER/V/2011) No. 1405/MENKES/SK/XI/2002) Aktivitas pada Kegiatan atau aktivitas yang Kuesioner Kuesioner Gambaran aktivitas ibu saat Nominal Waktu Istirahat dilakukan ibu saat tidak sedang menyusui. sedang tidak menyusui

128 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif deskriptif. Dalam penelitian ini akan dilihat gambaran kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui berdasarkan faktor karakteristik tempat duduk, individu, dan aktivitas menyusui yang diukur. B. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2012-Mei 2013 di Kelurahan Pisangan Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan. C. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang menyusui di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur yang menggunakan posisi duduk saat menyusui. Data ibu yang menyusui di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur tersebut diperoleh melalui posyandu yang berada di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur. Sedangkan sampel dalam penelitian ini dapat dihitung sebagai berikut: 105

129 106 Keterangan: n : Besar sampel Z 1-α/2 : Harga kurva normal sesuai α (dalam penelitian ini digunakan α = 0,05 sehingga nilai Z 1-α/2 = 1,96) p : Proporsi kejadian (karena tidak ditemukan pada literatur atau penelitian lain, maka dalam penelitian ini digunakan nilai p berdasarkan hasil studi pendahuluan yang sudah dilakukan oleh peneliti di Kelurahan Pisangan yaitu sebesar 0,75) q : 1-p d : Beda antara proporsi di sampel dengan di populasi (presisi). Dalam penelitian ini ditetapkan sebesar 10% = 0,1. Dengan menggunakan rumus perhitungan sampel di atas, maka besar sampel dalam penelitian ini dapat ditentukan sebagai berikut: Jadi, besar sampel minimal dalam penelitian ini adalah sebanyak 73 ibu yang menyusui yang menggunakan posisi duduk saat menyusui. Kriteria utama sampel adalah ibu yang menyusui dan menggunakan posisi duduk saat menyusui

130 107 serta ibu bukan ibu yang bekerja, artinya ibu hanya sebagai ibu rumah tangga. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan simple random sampling, dimana dari sampling frame yang diperoleh dari data sekunder, kemudian diambil secara acak ibu menyusui yang akan menjadi sampel dalam penelitian ini. D. Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data sekunder dan data primer. Data sekunder berupa data ibu yang menyusui di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur hingga Januari 2013 dikumpulkan melalui seluruh posyandu yang berada di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur. Data primer berupa data dimensi kursi, sudut dudukan, bentuk dan bahan pelapis atau bantalan kursi atau tempat duduk, dimensi tubuh, usia, IMT, durasi, postur, kondisi lingkungan, aktivitas pada waktu istirahat, dan kenyamanan ibu saat menyusui dengan posisi duduk. Data dimensi kursi, sudut dudukan, dimensi tubuh, dan ukuran objek dikumpulkan melalui pengukuran langsung, sedangkan bentuk dan bahan pelapis atau bantalan tempat duduk dikumpulkan melalui observasi langsung pada tempat duduk yang biasa digunakan ibu saat menyusui. Data IMT dikumpulkan berdasarkan hasil perhitungan berat badan dibagi tinggi badan kuadrat dalam meter (BB dalam kg/tb 2 dalam meter). Data berat badan dan tinggi badan diperoleh melalui pengukuran langsung.

131 108 Data postur dikumpulkan melalui observasi dengan pengambilan gambar berupa video kegiatan ibu saat menyusui dengan posisi duduk untuk melihat posisi tubuh ibu yang kemudian dianalisis dengan metode RULA. Data usia, durasi, aktivitas pada waktu istirahat dikumpulkan dengan kuesioner. Untuk kenyamanan ibu saat menyusui dengan posisi duduk, metode pengumpulan data yang digunakan adalah melalui kuesioner dan wawancara mendalam. Selain itu, juga dilakukan obervasi perubahan posisi atau sikap duduk ibu selama aktivitas menyusui dengan posisi duduk berlangsung. Pada pengumpulan data kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui, wawancara mendalam dilakukan karena kenyamanan adalah suatu kondisi perasaan subjektif dan sangat tergantung pada orang yang mengalami situasi tersebut. Kita tidak dapat mengetahui tingkat kenyamanan yang dirasakan oleh orang lain secara langsung atau dengan observasi, kita harus menanyakan pada orang tersebut untuk memberitahukan kepada kita seberapa nyaman diri mereka (Sanders dan McCormick, 1993 dalam Ardiana, 2007) atau mengukur kenyamanan/ketidaknyamanan secara subjektif (Richards, 1980 dalam De Looze, 2003). Oleh karena itu, metode wawancara mendalam digunakan dalam penelitian ini untuk memperoleh informasi mendalam mengenai kenyamanan yang dirasakan ibu saat menyusui dengan posisi duduk. Observasi dilakukan untuk mengetahui perubahan posisi/sikap duduk ibu selama menyusui berlangsung sebagai salah satu metode untuk mengukur ketidaknyamanan secara objektif (Karwowski dan Marras, 2003). Sedangkan kuesioner digunakan untuk

132 109 mengetahui keluhan ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh ibu saat menyusui dengan posisi duduk melalui suatu body map area. Pengumpulan data primer dilakukan sesaat setelah ibu selesai menyusui. Pengumpulan data dilakukan sebanyak dua kali untuk melihat kekonsistenan data, terutama informasi kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui dan aktivitas ibu saat sedang tidak menyusui dan juga untuk mengetahui aktivitas ibu yang lain saat tidak sedang menyusui yang berbeda-beda setiap waktunya. E. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner, pedoman wawancara, lembar observasi, kamera digital, RULA, sit body measurement, meteran gulung, busur derajat, alat pengukur tinggi badan (microtoise), timbangan berat badan digital untuk bayi dan dewasa, sound level meter, termometer, lux meter, penggaris, dan kalkulator. Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data usia, durasi menyusui, aktivitas ibu pada waktu istirahat, dan kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui. Pedoman wawancara digunakan untuk mengumpulkan data kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui. Kuesioner yang digunakan untuk mengetahui kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui adalah Body Part Discomfort Scale. Body Part Discomfort Scale merupakan suatu alat penilaian gejala secara subjektif, yang digunakan untuk mengevaluasi pengalaman ketidaknyamanan responden secara langsung

133 110 pada bagian tubuh yang berbeda (Corlett dan Bishop, 1976). Pada Body Part Discomfor Scale, tubuh dibagi menjadi 12 bagian, yaitu leher, bahu (kanan dan kiri), punggung bagian atas, punggung bagian bawah (kanan dan kiri), siku-siku (kanan dan kiri), lengan bawah (kanan dan kiri), pergelangan tangan (kanan dan kiri), pinggul (kanan dan kiri), paha (kanan dan kiri), lutut (kanan dan kiri), betis (kanan dan kiri), dan tumit (kanan dan kiri). Selain responden akan memberikan tanda pada bagian tubuh yang mengalami ketidaknyamanan, juga ditanyakan frekuensi (seberapa sering) dan intensitas (seberapa parah) responden mengalami ketidaknyamanan pada bagian tubuh yang ditandai tersebut. Frekuensinya terdiri dari: 1) Kadang-kadang, 2) Sering, 3) Selalu. Sedangkan Intensitasnya terdiri dari: 1) Tidak nyaman, 2) Sakit, 3) Sangat sakit. Lembar observasi digunakan untuk mengobservasi karakteristik tempat duduk yang biasa digunakan ibu saat menyusui yang meliputi bentuk tempat duduk dan bantalan tempat duduk atau yang digunakan ibu untuk menunjang posisi duduk ibu saat menyusui. Selain itu, lembar obervasi juga digunakan untuk mengobservasi perubahan posisi duduk ibu selama kegiatan menyusui berlangsung untuk mengetahui intensitas ketidaknyamanan ibu saat menyusui dengan posisi duduk tersebut. Kamera digital digunakan untuk mengobservasi posisi duduk ibu saat menyusui yang hasilnya akan digunakan untuk analisis postur ibu saat menyusui dengan metode RULA. Selain itu, kamera digital juga digunakan sebagai alat bantu untuk mengobservasi karakteristik tempat duduk yang biasa digunakan ibu saat menyusui.

134 111 Sit Body Measurement digunakan untuk mengukur dimensi tubuh ibu yang meliputi tinggi duduk tegak, tinggi bahu duduk, tinggi popliteal, dan jarak pantat-popliteal. Sedangkan meteran gulung digunakan untuk mengukur dimensi tubuh yang tidak dapat diukur dengan Sit Body Measurement yaitu tinggi siku duduk, lebar bahu (bideltoid dan biacromial), lebar pinggul, dan jarak siku ke ujung jari. Selain itu, meteran gulung juga digunakan untuk mengukur dimensi kursi. Penggaris dan busur derajat digunakan untuk melakukan analisis RULA berdasarkan hasil observasi untuk menentukan kemiringan tubuh atau gerakan tubuh pada saat menyusui dengan posisi duduk, yaitu tubuh bagian lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan, leher, batang tubuh, dan kaki. Busur derajat juga digunakan untuk mengukur sudut dudukan dan sudut sandaran. Microtoise digunakan untuk mengukur tinggi badan ibu dan timbangan berat badan digital digunakan untuk mengukur berat badan ibu secara langsung. Begitu juga dengan timbangan berat badan digital untuk bayi digunakan untuk mengukur secara langsung berat badan bayi. Sound Level Meter digunakan untuk mengukur tingkat kebisingan, termometer untuk mengukur suhu, dan Lux Meter untuk mengukur tingkat pencahayaan di lingkungan tempat ibu melakukan aktivitas menyusui. Sedangkan kalkulator digunakan untuk menghitung IMT ibu berdasarkan berat badan dan tinggi badan ibu.

135 112 F. Pengolahan Data Pengolahan data dalam penelitian ini terdiri dari empat jenis pengolahan data, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan posisi duduk dari hasil kuesioner, kesesuaian dimensi kursi dan dimensi tubuh, penilaian postur dengan metode RULA, dan hasil wawancara mendalam. Untuk pengolahan data dari hasil kuesioner, terdiri dari beberapa tahap yaitu: 1. Data Coding Data coding merupakan kegiatan mengklasifikasi data dan memberikan kode untuk masing-masing kelas sesuai dengan tujuan dikumpulkannya data. Pengkodean data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: a. Adanya ketidaknyamanan pada bagian tubuh : 0. Tidak 1. Iya 1) Dengan frekuensi : 1. Kadang-kadang 2. Sering 3. Selalu 2) Dengan Intensitas : 1. Tidak nyaman 2. Sakit 3. Sangat Sakit b. Dimensi kursi : 1. Sesuai dengan dimensi tubuh pengguna 2. Tidak sesuai dengan dimensi tubuh pengguna

136 113 c. Skor analisis RULA berdasarkan level risiko : 1. Minimum: Skor Kecil: Skor Sedang: Skor Tinggi: Skor 7 d. Indeks Massa Tubuh (IMT) : 1. Kurus: < 17,0 atau 17,0-18,5 2. Normal: 18,5-25,0 3. Gemuk: 25,0-27,0 atau > 27,0 e. Kebisingan : 1. < 55 db 2. > 55 db f. Pencahayaan : 1. > 60 lux 2. < 60 lux 3. Data Editing Data editing adalah penyuntingan memeriksa kembali data yang dilakukan sebelum proses pemasukan data (data entry). Penyuntingan data ini dilakukan di lapangan. Hal-hal yang dapat dilakukan meliputi: a. Memeriksa kembali apakah semua jawaban responden dapat dibaca. b. Memeriksa kembali apakah semua pertanyaan yang diajukan kepada responden telah dijawab. c. Memeriksa kembali apakah hasil isian yang diperoleh sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti. d. Memeriksa kembali apakah masih ada kesalahan-kesalahan lain yang terdapat pada kuesioner dan jawaban responden.

137 Data Structure Data structure dikembangkan sesuai dengan analisis yang akan dilakukan dan jenis perangkat lunak yang digunakan. 4. Data Entry Data entry merupakan proses memasukkan data ke dalam program atau fasilitas analisis data. 5. Data Cleaning Data cleaning merupakan proses pembersihan data setelah data di entri. Cara yang sering dilakukan adalah dengan melihat distribusi frekuensi dari variabel-variabel dan menilai kelogisannya. Untuk data continue dapat dilihat sebarannya untuk melihat ada atau tidaknya outliers. Sedangkan pengolahan data untuk melihat kesesuaian dimensi kursi dengan dimensi tubuh dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Dikumpulkan data dimensi kursi yang terdiri dari tinggi dudukan, lebar alas duduk, kedalaman alas duduk, tinggi sandaran punggung, lebar sandaran punggung, tinggi sandaran tangan, dan panjang sandaran tangan serta data dimensi tubuh yang terdiri dari tinggi duduk tegak, tinggi bahu duduk, tinggi siku duduk, jarak pantat-popliteal, tinggi popliteal, lebar bahu (bideltoid dan biacromial), lebar pinggul, dan jarak siku ke ujung jari dari masing-masing responden. 2. Data tinggi dudukan yang terukur dibandingkan dengan data tinggi popliteal ibu, lebar alas duduk dibandingkan dengan lebar pinggul, kedalaman alas

138 115 duduk dibandingkan dengan jarak pantat-popliteal, tinggi sandaran punggung dibandingkan dengan tinggi duduk tegak atau tinggi bahu duduk, lebar sandaran punggung dibandingkan dengan lebar bahu (bideltoid atau biacromial), tinggi sandaran tangan dibandingkan dengan tinggi siku duduk, dan panjang sandaran tangan dibandingkan dengan jarak siku ke ujung jari. Kemudian masing-masing dilihat kesesuaian ukurannya antara dimensi kursi dan dimensi tubuh yang terukur. 3. Dilakukan pengklasifikasian pada masing-masing dimensi kursi, yaitu dimensi kursi yang sesuai dengan dimensi tubuh ibu dan dimensi kursi yang tidak sesuai dengan dimensi tubuh ibu. Untuk pengolahan data penilaian postur dengan metode RULA, dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Memberi skor pada postur tubuh grup A yang terdiri dari lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan, dan putaran pergelangan tangan. a. Kriteria penilaian lengan atas: 1) Skor 1 untuk pergerakan lengan atas sebesar 20 o ke depan maupun ke belakang tubuh. 2) Skor 2 untuk pergerakan lengan atas lebih dari 20 o ke belakang atau 20 o -45 o. 3) Skor 3 untuk pergerakan lengan atas 45 o -90 o 4) Skor 4 untuk pergerakan lengan atas lebih dari 90 o.

139 116 Penambahan atau pengurangan skor diberikan apabila sikap bahu naik (ditambah 1), lengan berputar atau bengkok (ditambah 1), dan terdapat sanggahan pada lengan atau lengan dalam posisi bersandar (dikurangi 1). b. Kriteria penilaian lengan bawah: 1) Skor 1 untuk pergerakan lengan bawah sebesar 60 o -100 o. 2) Skor 2 untuk pergerakan lengan bawah 0 o -60 o atau lebih dari 100 o. Penambahan skor diberikan apabila lengan bawah bekerja melewati garis tengah atau keluar dari sisi tubuh (masing-masing ditambah skor 1). c. Kriteria penilaian pergelangan tangan: 1) Skor 1 apabila pergelangan tangan berada pada posisi netral. 2) Skor 2 apabila pergerakan pergelagan tangan 0 o -15 o ke atas maupun ke bawah. 3) Skor 3 apabila pergerakan pergelangan tangan lebih dari 15 o. Penambahan skor diberikan apabila pergerakan pergelangan tangan menjauhi sisi tengah, yaitu ditambah skor 1. d. Kriteria penilaian putaran pergelangan tangan: 1) Skor 1 apabila pergelangan tangan berada pada posisi tengah dari putaran. 2) Skor 2 apabila pergelangan tangan berada pada atau dekat dari putaran.

140 Setelah penilaian pada masing-masing postur tubuh pada grup A selesai diberikan, kemudian masing-masing skornya dimasukkan ke dalam tabel A. Pertemuan silang antara masing-masing skor akan menghasilkan skor postur tubuh grup A. 3. Skor postur tubuh grup A kemudian ditambahkan dengan skor aktivitas, yaitu untuk postur statis (satu atau lebih bagian tubuh statis atau diam) atau pengulangan (tindakan dilakukan berulang-ulang lebih dari empat kali per menit) ditambahkan skor Setelah ditambahkan skor aktivitas, ditambahkan juga skor beban dengan kriteria sebagai berikut: a. Skor 0 ditambahkan untuk beban kurang dari 2 kg. b. Skor 1 ditambahkan untuk beban 2-10 kg dan hanya sesekali dilakukan. c. Skor 2 ditambahkan untuk beban 2-10 kg dan jika postur statis dan dilakukan berulang-ulang. d. Skor 3 diberikan untuk beban lebih dari 10 kg. 5. Skor postur tubuh grup A, skor aktivitas, dan skor beban dijumlahkan. Hasil penjumlahannya dimasukkan pada tabel C. 6. Memberikan skor pada postur tubuh grup B yang terdiri dari leher, batang tubuh, dan kaki. a. Kriteria penilaian leher: 1) Skor 1 diberikan apabila pergerakan leher 0 o -10 o ke depan. 2) Skor 2 diberikan apabila pergerakan leher 10 o -20 o ke depan.

141 118 3) Skor 3 diberikan apabila pergerakan leher lebih dari 20 o ke depan. 4) Skor 4 diberikan apabila pergerakan leher ke atas (ekstensi). Penambahan skor pada leher diberikan apabila leher berputar atau menekuk. Masing-masing ditambahkan skor 1. b. Kriteria penilaian batang tubuh: 1) Skor 1 diberikan apabila berada pada posisi duduk dan ditopang dengan baik (terdapat sandaran) dengan sudut paha-tubuh 90 o atau lebih. 2) Skor 2 diberikan apabila pergerakan batang tubuh 0 o -20 o atau ketika duduk tidak terdapat sandaran. 3) Skor 3 diberikan apabila pergerakan batang tubuh 20 o -60 o. 4) Skor 4 diberikan apabila pergerakan batang tubuh lebih dari 60 o. Penambahan skor pada batang tubuh dilakukan apabila batang tubuh berputar atau bungkuk. Masing-masing ditambahkan skor 1. c. Kriteria penilaian kaki: 1) Skor 1 diberikan apabila posisi kaki normal atau seimbang dimana bobot tubuh tersebar merata pada kaki. 2) Skor 2 diberikan apabila posisi kaki tidak seimbang dimana kaki tidak tertopang atau bobot tubuh tidak tersebar merata. 7. Setelah penilaian pada masing-masing postur tubuh pada grup B selesai diberikan, kemudian masing-masing skornya dimasukkan ke dalam tabel B.

142 119 Pertemuan silang antara masing-masing skor akan menghasilkan skor postur tubuh grup B. 8. Setelah diperoleh hasil skor postur tubuh grup B, kemudian ditambahkan skor aktivitas dan skor beban sebagaimana disebutkan di atas. 9. Skor postur tubuh grup B, skor aktivitas, dan skor beban dijumlahkan. Hasil penjumlahannya dimasukkan pada tabel C. 10. Pertemuan silang antara skor hasil penjumlahan skor tubuh grup A, skor aktivitas, dan skor beban dengan skor hasil penjumlahan skor tubuh grup B, skor aktivitas, dan skor beban pada tabel C menghasilkan skor akhir RULA. 11. Skor akhir RULA kemudian digunakan untuk menentukan level risiko ergonomi dan tindakan yang harus dilakukan. Sedangkan pengolahan data hasil wawancara mendalam, dilakukan dengan cara mereduksi data hasil wawancara mendalam. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan. Miles dan Huberman (1984) dalam Sugiyono (2009) Pada penelitian ini, hasil wawancara mendalam yang telah direkam, diterjemahkan secara tertulis berupa transkrip wawancara. Selanjutnya keseluruhan data tersebut dikumpulkan dan direduksi dan disajikan dalam bentuk teks naratif sesuai dengan tujuan dilakukannya wawancara mendalam.

143 120 G. Analisis Data Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini hanya berupa analisis deskriptif dimana akan dilihat gambaran kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui berdasarkan masing-masing faktor yang mempengaruhi kenyamanan posisi duduk yang diteliti. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program analisis data pada komputer. Kajian pada analisis deskriptif meliputi penataan, peringkasan, dan penggambaran. Penataan pada umumnya berupa tabel-tabel baik tabel distribusi frekuensi maupun tabel silang yang melibatkan dua atau lebih variabel. Peringkasan meliputi ukuran pusat atau ukuran tengah dan ukuran penyebaran. Ukuran pusat misalnya modus, median, dan mean. Sedangkan ukuran penyebaran antara lain rentang, variasi, standard deviasi, dan lain-lain. Penggambaran data pada analisis deskriptif dapat berupa diagram batang, diagram lingkaran, histogram, dan sebagainya (Fajar, 2009). Setelah dilakukan analisis data, hasilnya kemudian diinterpretasikan dan dibahas sesuai dengan tujuan penelitian.

144 BAB V HASIL A. Gambaran Kelurahan Pisangan Kelurahan Pisangan merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan. Batas wilayah Kelurahan Pisangan adalah sebagai berikut: 1. Sebelah utara : Cireundeu, Ciputat Timur 2. Sebelah selatan : Pondok Cabe Ilir, Pamulang 3. Sebelah timur : Cinere, Limo 4. Sebelah barat : Cempaka Putih, Ciputat Timur Luas wilayah Kelurahan Pisangan adalah sebesar 405 ha/m 2 dengan luas pemukiman 380 ha/m 2. Penduduk di Kelurahan Pisangan berjumlah orang yang terdiri dari penduduk laki-laki (50,49%) dan penduduk perempuan (49,51%). Kelurahan Pisangan terbagi menjadi 18 RW dengan 108 RT. Kondisi lingkungan di Kelurahan Pisangan antara lain yaitu Kelurahan Pisangan mempunyai suhu rata-rata harian sekitar o C dan memiliki tingkat kebisingan yang tergolong tingkat kebisingan ringan. (Profil Kelurahan Pisangan, 2012) Kelurahan Pisangan mempunyai posyandu yang aktif yang berjumlah 23 posyandu. Berikut daftar posyandu yang ada di Kelurahan Pisangan. 121

145 122 Tabel 5.1 Daftar Nama Posyandu di Kelurahan Pisangan No. Nama Posyandu Alamat 1. Melati I Jl. Lurah Disah RT 02 RW Melati II Jl. Legoso Raya RT 03 RW Melati III Jl. Legoso Raya RT 06 RW Mawar I Jl. H. Muri Salim RT 02 RW Mawar II Jl. Puri Intan RT 04 RW Mawar III Jl. Purnawarman RT 03 RW Anggrek Jl. Legoso Gg. Gandaria RT 01 RW Tulip Komplek Telkom 9. Nirwana Jl. Legoso Raya RT 04 RW Wijaya Kusuma Jl. Legoso RT 04 RW Kenanga Ciputat Molek RT 05 RW Bugenvil Jl. Jambu II RT 01 RW Nusa Indah I Jl. Kertamukti RT 04 RW Flamboyan I Jl. Bungur RT 05 RW Flamboyan II Jl. Sedap Malam RT 08 RW Melon Jl. Tarumanegara RT 03 RW Cempaka I Jl. Cirendeu Indah I RT 05 RW Cempaka II Jl. Lebak Hijau Pemancingan RT 05 RW Cempaka III Jl. Gelagah RT 02 RW Dahlia Jl. Pluto Dalam RT 05 RW Peruri Komplek Peruri RT 08 RW Soka Jl. Pondok Hijau RW Teratai Masjid Al Mabrur RT 01 RW 01 Sumber: Data Posyandu Kelurahan Pisangan Tahun 2012 B. Gambaran Posisi Duduk Ibu saat Menyusui di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 Berdasarkan hasil observasi, diperoleh bahwa sebagian besar ibu yang menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan lebih memilih duduk di atas tempat duduk yang bukan kursi atau ibu tidak menggunakan kursi saat menyusui dengan duduk, yaitu sebesar 75,3% (55 orang) yang terdiri dari ibu yang lebih sering menyusui dengan duduk di atas tempat tidur 37% (27 orang), di atas lantai tanpa alas 37% (27 orang), dimana saja sesuai dengan keinginan ibu

146 123 tetapi bukan kursi (duduk di bawah bukan kursi) 1,4% (1 orang). Sedangkan ibu yang selalu menyusui dengan duduk di kursi berjumlah 18 orang (24,7%). Kursi yang digunakan ibu saat menyusui dengan posisi duduk di rumah terdiri dari kursi sofa atau sejenisnya 12,4% (9 orang), kursi makan 1,4% (1 orang), kursi kantor/kursi kerja yang dapat berputar/adjustment 1,4% (1 orang), kursi kecil 1,4% (1 orang), kursi plastik tanpa sandaran punggung dan tangan 1,4% (1 orang), kursi plastik dengan sandaran punggung dan tangan 1,4% (1 orang), dan kursi lainnya 5,5% (4 orang). Berikut tabel distribusi tempat duduk yang digunakan ibu saat menyusui dengan duduk: No. Tabel 5.2 Distribusi Tempat Duduk yang Digunakan Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 Tempat Duduk yang Digunakan n % 1. Bukan Kursi 55 75,3 Jenis Tempat Duduk yang Digunakan n % Di atas tempat tidur Di atas lantai Di mana saja (di 1 1,4 bawah dan bukan kursi) Sofa dan sejenisnya 9 12,4 Kursi makan 1 1,4 Kursi kantor/kerja 1 1,4 yang dapat berputar/adjustment Kursi kecil 1 1,4 2. Kursi 18 24,7 Kursi plastik tanpa 1 1,4 sandaran punggung dan tangan Kursi plastik dengan 1 1,4 sandaran punggung dan tangan Kursi lainnya 4 5,5 Total Sumber: Data Primer Tahun 2013

147 124 Gambar tempat duduk dan kursi-kursi yang digunakan ibu saat menyusui: Gambar 5.1 Sofa dan Sejenisnya Gambar 5.2 Kursi Makan Gambar 5.3 Kursi kantor/kerja yang dapat berputar/adjustment Gambar 5.4 Kursi Kecil Gambar 5.5 Kursi Plastik tanpa Sandaran Punggung dan Tangan Gambar 5.6 Kursi Plastik dengan Sandaran Punggung dan Tangan

148 125 Gambar 5.7 Contoh Salah Satu Kursi Lainnya Gambar posisi duduk ibu saat menyusui: Gambar 5.8 Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Secara umum, posisi duduk ibu saat menyusui adalah dengan salah satu tangan memegang bayi/menyangga/menopang kepala bayi (sesuai dengan payudara yang disusukan. Jika payudara kanan, tangan kanan ibu yang digunakan untuk menyangga kepala bayi. Jika payudara kiri, maka tangan kiri ibu yang digunakan untuk menyangga kepala bayi), dengan pandangan ibu mengarah ke bayi selama menyusui. Punggung ibu sedikit membungkuk dengan bersandar maupun tidak, memposisikan sedemikian rupa agar posisi payudara

149 126 ibu pas dengan mulut bayi atau ibu menggunakan sanggahan (peralatan bantu, biasanya berupa bantal) pada tangan yang digunakan ibu untuk menyangga kepala bayi atau meniggikan posisi paha ibu agar posisi mulut bayi pas ke payudara ibu. Tangan ibu yang tidak digunakan untuk menyangga bayi digunakan ibu untuk memegang payudara ibu yang sedang disusukan. Kaki ibu bersila atau selonjor (jika ibu menyusui tidak di atas kursi) atau kaki ibu menggantung secara vertikal (jika ibu menyusui dengan duduk di atas kursi) sesuai dengan posisi yang paling nyaman menurut ibu. C. Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 Penilaian kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui dilakukan dengan tiga cara, yaitu dengan kuesioner Body Part Discomfort Scale, observasi perubahan sikap duduk ibu selama menyusui, dan wawancara mendalam terkait kenyamanan yang dirasakan ibu saat menyusui. Berdasarkan hasil kuesioner Body Part Discomfort Scale diperoleh bahwa sebesar 80,8% (57 orang) menandai adanya ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh selama menyusui berlangsung. Berikut ini disajikan tabel frekuensi dan intensitas ketidakyamanan pada beberapa bagian tubuh yang ditandai oleh ibu pada Body Part Discomfort Scale.

150 127 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Ketidaknyamanan pada Beberapa Bagian Tubuh Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 Frekuensi No. Bagian Tubuh Total Kadangkadang Sering Selalu (orang) n % n % n % N % 1. Leher 6 8,2 1 1,4 1 1, Bahu kanan 14 19,2 6 8,2 1 1, ,8 3. Bahu kiri 10 13,7 3 4,1 1 1, ,2 4. Siku kanan 6 8,2 3 4, ,3 5. Siku kiri 11 15,1 4 5,5 1 1, ,9 6. Lengan bawah 2 2,7 1 1, ,1 kanan 7. Lengan bawah kiri 4 5,5 2 2,7 1 1,4 7 9,6 8. Tangan/pergelangan , ,4 tangan kanan 9. Tangan/pergelangan 2 2,7 1 1, ,1 tangan kiri 10. Punggung bagian 10 13,7 2 2, ,4 atas 11. Punggung bagian 14 19,2 9 12,3 1 1, ,9 bawah kanan 12. Punggung bagian 14 19, , ,5 bawah kiri 13. Pinggul kanan , ,7 14. Pinggul kiri 7 9,6 1 1, Paha kanan 1 1,4 1 1, ,7 16. Paha kiri 3 4,1 1 1, ,5 17. Lutut kanan 3 4,1 1 1, ,5 18. Lutut kiri 5 6,8 2 2, ,6 19. Betis kanan 3 4,1 3 4, ,2 20. Betis kiri 5 6,8 3 4, Tumit kanan 2 2,7 1 1, ,1 22. Tumit kiri 3 4, ,1 Sumber: Data Primer Tahun 2013

151 128 Tabel 5.4 Distribusi Intensitas Ketidaknyamanan pada Beberapa Bagian Tubuh Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 Intensitas No. Bagian Tubuh Total Tidak Sangat Sakit (orang) Nyaman Sakit n % n % n % n % 1. Leher 4 5,5 4 5, Bahu kanan 13 17, ,8 3. Bahu kiri 11 15,1 3 4, ,2 4. Siku kanan , ,3 5. Siku kiri 15 20,5 1 1, ,9 6. Lengan bawah 3 4, ,1 kanan 7. Lengan bawah kiri 6 8,2 1 1, ,6 8. Tangan/pergelangan 1 1, ,4 tangan kanan 9. Tangan/pergelangan 1 1,4 2 2, ,1 tangan kiri 10. Punggung bagian , ,4 atas 11. Punggung bagian 17 23,3 7 9, ,9 bawah kanan 12. Punggung bagian 16 21,9 7 9, ,5 bawah kiri 13. Pinggul kanan 7 9,6 3 4, ,7 14. Pinggul kiri 6 8,2 2 2, Paha kanan 2 2, ,7 16. Paha kiri 3 4,1 1 1, ,5 17. Lutut kanan 3 4,1 1 1, ,5 18. Lutut kiri 5 6,8 2 2, ,6 19. Betis kanan 6 8, ,2 20. Betis kiri Tumit kanan 1 1,4 2 2, ,1 22. Tumit kiri 2 2,7 1 1, ,1 Sumber: Data Primer Tahun 2013 Berdasarkan tabel 5.3 dan 5.4 di atas, terlihat bahwa ketidaknyamanan yang dirasakan oleh ibu saat menyusui dengan posisi duduk dengan persentase terbesar adalah pada bahu kanan sebesar 28,8% dengan frekuensi kadang-kadang (19,2%) dan dengan intensitas tidak nyaman (17,8%), siku kiri sebesar 21,9%

152 129 dengan frekuensi kadang-kadang (15,1%) dan dengan intensitas tidak nyaman (20,5%), punggung bagian bawah kanan yaitu sebesar 32,9% dengan frekuensi kadang-kadang (19,2%) dan dengan intensitas tidak nyaman (23,3%), dan punggung bagian bawah kiri sebesar 31,5% dengan frekuensi kadang-kadang (19,2%) dan dengan intensitas tidak nyaman (21,9%). Sedangkan berdasarkan hasil observasi perubahan sikap duduk, semua ibu mengalami perubahan sikap duduk selama menyusui dengan posisi duduk. Kegiatan observasi tidak dapat dilakukan kepada semua responden. Hal ini disebabkan karena ada sebagian responden yang tidak bersedia untuk diobservasi karena menyusui merupakan aktivitas privasi ibu. Berikut tabel distribusi lama menyusui dengan posisi duduk saat dilakukan observasi. Tabel 5.5 Distribusi Lama Menyusui dengan Posisi Duduk saat Dilakukan Observasi Variabel Mean Standar Deviasi Minimum Maksimum Lama Menyusui saat Observasi 6,91 menit 5,70 menit 1,00 menit 23,47 menit Sumber: Data Primer Tahun 2013 Dari tabel 5.5 di atas terlihat bahwa pada saat dilakukan observasi, waktu menyusui minimum adalah satu menit dan maksimum adalah 23,47 menit. Sedangkan rata-rata lama menyusui adalah 6,91 menit dengan standar deviasi 5,70 menit. Pada rentang waktu tersebut, ibu mengubah sikap duduknya rata-rata sebanyak 3 kali dengan standar deviasi 2 kali. Jumlah perubahan sikap duduk

153 130 minimum adalah sebanyak satu kali dan maksimum 12 kali. Sebagaimana dapat dilihat pada tabel 5.6 berikut. Tabel 5.6 Distribusi Jumlah Perubahan Sikap Duduk Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 (Berdasarkan Observasi) Standar Variabel Mean Minimum Maksimum Deviasi Jumlah Perubahan Sikap 3 kali 2 kali 1 kali 12 kali Duduk Sumber: Data Primer Tahun 2013 Perubahan sikap duduk ibu yang terjadi terdiri dari perubahan sikap kaki, tangan, kepala, bahu, dan punggung ibu. Perubahan sikap kaki yang terjadi yaitu perubahan dari sikap duduk bersila menjadi duduk dengan kaki berselonjor atau sebaliknya dari berselonjor menjadi bersila, atau dari bersila kedua kaki ibu kemudian satu kaki tetap bersila dan satu kaki berselonjor, atau kedua kaki berselonjor dengan posisi kedua kaki disilangkan (kaki kanan di atas kaki kiri atau sebaliknya). Perubahan sikap tangan terjadi pada tangan ibu yang menyangga kepala bayi. Kadang ibu mengangkat sebentar kepala bayi dan menyangganya dengan telapak tangan ibu kemudian meletakkannya kembali pada lekukan siku ibu sebagaimana posisi sebelumnya. Perubahan sikap tangan yang lain, yaitu ibu mengangkat tangan yang menyangga kepala bayi mendekati payudara ibu yang disusukan, kemudian berubah menjadi tangan ibu yang menyangga bayi diletakkan pada paha atau bantal (jika ibu menggunakan sanggahan bantal) dan sebaliknya dari diletakkan di paha atau bantal menjadi diangkat mendekati payudara ibu yang disusukan. Hal ini menyebabkan perubahan posisi badan ibu

154 131 terutama punggung ibu menjadi membungkuk atau dari membungkuk menjadi tegak atau bersandar, baik bersandar pada sandaran kursi (untuk ibu yang menggunakan kursi) maupun bersandar pada dinding. Selama menyusui, pandangan ibu tidak seterusnya mengarah kepada bayi. Tetapi ibu sesekali mengangkat kepalanya dan posisi leher ibu berada pada posisi tegak, hanya menoleh ke kanan atau ke kiri. Namun, pada saat pandangan ibu mengarah ke bayi, posisi leher ibu menjadi menunduk dan bengkok. Begitu seterusnya perubahan sikap kepala atau leher ibu selama aktivitas menyusui berlangsung. Hasil dari wawancara mendalam dengan ibu yang menyusui dengan posisi duduk menunjukkan bahwa ibu tidak mempunyai ketentuan khusus terhadap posisi duduk yang membuat ibu merasa nyaman saat menyusui. Ibu lebih cenderung mengutamakan ketepatan posisi bayi terhadap payudara ibu saat menyusui. Jadi, posisi duduk ibu mengikuti posisi yang pas untuk bayi. Seperti kutipan hasil wawancara berikut: Engga bisa nyender sih, kan ngikutin bayi. Kalau bayinya udah enak kadang saya baru bisa nyantai. (Ibu Yp) Ibu mengatakan bahwa ketidaknyamanan dengan posisi duduk ibu saat menyusui mulai dirasakan ibu setelah menyusui berlangsung selama lima menit. Seperti kutipan hasil wawancara berikut: Lima menitan udah mulai ngerasa kesemutan... (Ibu Dw) Ya itu kalau udah deket-deket 5 menitan. Biasanya empat menit saat menyusui udah mulai kesemutan. (Ibu Tk)

155 132 Paling selama 5 menit setelah 5 menit, tapi entar pegelnya ilang sendiri gitu. (Ibu Dy) Ya, kalau nyusunya lama, punggung dan tangan juga mulai pegelpegel. (Ibu Yp) Berdasarkan kutipan hasil wawancara di atas, dapat diketahui bahwa ketidaknyamanan yang dirasakan oleh ibu selama menyusui antara lain berupa kesemutan dan pegal-pegal. Ketika sudah merasakan ketidaknyamanan tersebut, yang biasa ibu lakukan adalah mengubah posisi duduknya. Seperti kutipan hasil wawancara berikut: Ya, posisinya engga duduk begitu terus. Kadang begini duduknya...(sambil ibu memperagakan posisi duduknya) (Ibu Py) Ya misalnya saya udah capek nih, tangannya pegel, saya pindahin aja ke tangan satunya. (Ibu Yp) Namun ketika ibu sudah tidak bisa lagi menahan ketidaknyamanan yang dirasakan, biasanya ibu menghentikan menyusui sebentar dan/atau mengubah posisi menyusui menjadi berdiri atau berbaring miring. Sebagaimana kutipan hasil wawancara berikut: Berhentiin aja sebentar, terus bawa jalan-jalan keluar. Terus lanjutin lagi neteknya, tapi sambil tiduran. (Ibu Py) Ya terusin aja nyusunya sampai selesai, kadang ya sambil tiduran. (Ibu Tk)

156 133 D. Gambaran Karakteristik Tempat Duduk yang Digunakan Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 Karakteristik tempat duduk yang diukur terdiri dari dimensi kursi, sudut dudukan, bentuk kursi/tempat duduk, dan bahan pelapis atau bantalan. Berikut gambaran karakteristik tempat duduk yang digunakan ibu saat menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan tahun Gambaran Dimensi Kursi yang Digunakan Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 Pengukuran dimensi kursi hanya dilakukan pada ibu yang menggunakan kursi saat menyusui dengan posisi duduk. Ibu yang menggunakan kursi saat menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan berjumlah 18 orang, sehingga dimensi kursi yang digunakan ibu saat menyusui dapat dilihat pada tabel 5.7 berikut. Tabel 5.7 Distribusi Dimensi Kursi yang Digunakan Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 No. Standar Variabel Mean Deviasi Minimum Maksimum 1. Tinggi Dudukan 36,26 cm 7,64 cm 19,2 cm 46 cm 2. Lebar Alas Duduk 47,89 cm 11 cm 24 cm 67,5 cm 3. Kedalaman Alas Duduk 47,65 cm 11,83 cm 24 cm 73 cm 4. Tinggi Sandaran Punggung 41,85 cm 9,46 cm 21,5 cm 53 cm 5. Lebar Sandaran Punggung 51,03 cm 14,25 cm 29,5 cm 72 cm 6. Sudut Sandaran 112,35 cm 30,47 cm 90 cm 160 cm 7. Tinggi Sandaran Tangan 18,68 cm 7,8 cm 10,8 cm 39 cm 8. Panjang Sandaran Tangan 44,73 cm 12,56 cm 24 cm 60 cm Sumber: Data Primer Tahun 2013

157 134 Berdasarkan tabel 5.6 di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata ukuran dimensi tinggi dudukan adalah 36,26 cm; lebar alas duduk adalah 47,89 cm; kedalaman alas duduk adalah 47,65 cm; tinggi sandaran punggung adalah 41,85 cm; lebar sandaran punggung adalah 51,03 cm; sudut sandaran adalah 112,35 cm; tinggi sandaran tangan adalah 18,68 cm; dan panjang sandaran tangan adalah 44,73 cm. Setelah dilakukan analisis kesesuaian antara masingmasing dimensi kursi dengan masing-masing dimensi tubuh ibu yang menggunakannya, maka diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 5.8 Kesesuaian Dimensi Kursi dengan Dimensi Tubuh Ibu Dimensi Kursi No. Kesesuaian n % n % n % n % n % n % n % 1. Sesuai 3 16, , ,1 1 5, ,2 5 38,5 9 69,2 2. Tidak Sesuai 15 83,3 4 22,2 7 38, ,1 2 11,8 8 61,5 4 30,8 Total Sumber: Data Primer Tahun 2013 Keterangan Dimensi Kursi: 1) Tinggi Dudukan 2) Lebar Alas Duduk 3) Kedalaman Alas Duduk 4) Tinggi Sandaran Punggung 5) Lebar Sandaran Punggung 6) Tinggi Sandaran Tangan 7) Panjang Sandaran Tangan Berdasarkan tabel 5.8 di atas, dapat diketahui bahwa dari tujuh dimensi kursi yang diukur, terdapat tiga dimensi kursi yang paling banyak

158 135 tidak sesuai dengan dimensi tubuh ibu, yaitu tinggi dudukan (83,3%), tinggi sandaran punggung (94,1%), dan tinggi sandaran tangan (61,5%). Sedangkan dimensi kursi yang paling banyak sesuai dengan dimensi tubuh ibu yaitu lebar alas duduk (77,8%), kedalaman alas duduk (61,1%), lebar sandaran punggung (88,2%), dan panjang sandaran tangan (69,2%). Jumlah responden yang menggunakan kursi saat menyusui dengan posisi duduk ada 18 orang. Namun, tidak semua kursi yang digunakan terdapat tujuh dimensi kursi yang diukur. Ada satu responden yang menggunakan kursi tanpa sandaran punggung dan sandaran tangan, dan empat responden menggunakan kursi tanpa sandaran tangan. 2. Gambaran Sudut Dudukan Kursi yang Digunakan Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 Kursi yang digunakan ibu saat menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan ternyata memiliki sudut dudukan yang sama yaitu 0 o. 3. Gambaran Bentuk Kursi/Tempat Duduk yang Digunakan Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 Gambaran bentuk kursi atau tempat duduk yang digunakan ibu saat menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan sebagaimana disajikan pada tabel 5.2 di atas. Tempat duduk yang digunakan ibu saat menyusui dengan posisi duduk terdiri dari tempat tidur, lantai, sofa dan sejenisnya, kursi makan, kursi kantor/kerja yang dapat berputar/adjustment, kursi kecil, kursi plastik tanpa sandaran punggung dan tangan, kursi plastik dengan sandaran punggung dan tangan, serta kursi lainnya. Sebagaimana dapat dilihat pada gambar 5.1 sampai dengan 5.7 di atas.

159 Gambaran Bahan Pelapis atau Bantalan Kursi/Tempat Duduk yang Digunakan Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 Bahan pelapis tempat duduk yang digunakan ibu saat menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan terdiri dari bahan spon/busa, kapuk, plastik, dan stainless/besi/logam lainnya. Ada sebanyak 21 ibu (28,8%) yang menggunakan peralatan bantu berupa bantal saat menyusui dengan posisi duduk. Sebagaimana dapat dilihat pada tabel 5.9 berikut: Tabel 5.9 Distribusi Ibu yang Menggunakan Peralatan Bantu Berupa Bantal saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 No. Menggunakan Alat Bantu Bantal n Persentase (%) 1. Iya 21 28,8 2. Tidak 52 71,2 Total Sumber: Data Primer Tahun 2013 Ibu yang menggunakan peralatan bantu berupa bantal saat menyusui dengan posisi duduk tersebut, 66,7% (14 ibu) diantaranya adalah ibu yang usia bayi yang sedang disusuinya kurang dari enam bulan. Beberapa alasan penggunaan bantal yang dikemukakan ibu antara lain supaya tidak lelah atau pegal (9,6%), supaya posisi bayi lebih tinggi dan pas untuk menyusu (6,8%), supaya ibu tidak membungkuk ketika menyusui (5,5%), supaya ada sandaran pada tangan, kepala, dan punggung masingmasing 2,8%.

160 137 E. Gambaran Karakteristik Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 Karakteristik ibu menyusui dengan posisi duduk yang diukur terdiri dari dimensi tubuh, usia, dan indeks massa tubuh ibu menyusui. Berikut gambaran karakteristik ibu yang menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan tahun Gambaran Dimensi Tubuh Ibu saat Berada pada Posisi Duduk Pengukuran dimensi tubuh ibu saat berada pada posisi duduk saat menyusui hanya dilakukan pada ibu yang menggunakan kursi. Hal ini dilakukan untuk menganalisis kesesuaian dimensi kursi yang digunakan ibu saat menyusui dengan dimensi tubuh ibu. Ibu yang menyusui dengan menggunakan kursi berjumlah 18 orang, sehingga dimensi tubuh ibu yang menyusui dapat dilihat pada tabel 5.10 berikut: Tabel 5.10 Distribusi Dimensi Tubuh Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk dengan Menggunakan Kursi di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 No. Dimensi Mean Standar Deviasi Min. Maks. 5% 95% 1. Tinggi duduk 78,16 4,56 cm 71,0 cm 86,3 cm 71,00 86,30 tegak cm cm cm 2. Tinggi bahu 54,34 3,84 cm 49,0 cm 61,0 cm 49,00 61,00 duduk cm cm cm 3. Tinggu siku 21,55 2,45 cm 18,3 cm 26,5 cm 18,30 26,50 duduk cm cm cm 4. Jarak pantat- 45,71 5,51 cm 30,9 cm 59,0 cm 30,90 59,00 popliteal cm 5. Tinggi popliteal 41,56 cm Sumber: Data Primer Tahun 2013 cm 3,16 cm 37,0 cm 61,0 cm 36,10 cm cm 49,00 cm

161 138 No. Dimensi Mean 6. Lebar bahu 44,78 (bideltoid) cm 7. Lebar bahu 36,49 (biacromial) cm 8. Lebar pinggul 40,89 cm 9. Jarak siku ke 42,68 ujung jari cm Sumber: Data Primer Tahun 2013 Standar Deviasi Min. Maks. 5% 95% 7,29 cm 37,0 cm 61,0 cm 37,00 61,00 cm cm 4,64 cm 29,0 cm 47,0 cm 29,00 47,00 cm cm 7,05 cm 32,0 cm 57 cm 32,00 57,00 cm cm 2,74 cm 37,0 cm 46,0 cm 37,00 46,00 cm cm 2. Gambaran Usia Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 Gambaran usia ibu yang menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 5.11 berikut. Tabel 5.11 Distribusi Usia Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 Variabel Mean Standar Deviasi Minimum Maksimum Usia Ibu 28 tahun 6 tahun 17 tahun 43 tahun Sumber: Data Primer Tahun 2013 Berdasarkan tabel 5.11 di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata usia ibu yang menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan tahun 2013 adalah 28 tahun dengan standar deviasi 6 tahun. Usia ibu yang menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan yang paling muda adalah 17 tahun dan yang paling tua adalah 43 tahun.

162 Gambaran Indeks Massa Tubuh (IMT) Ibu yang Menyusui dengan Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 Perhitungan (IMT) ibu dilakukan dengan membagi berat badan ibu (dalam kg) dengan tinggi badan ibu (dalam meter) kuadrat. Berikut gambaran klasifikasi berdasarkan IMT ibu yang menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan tahun Tabel 5.12 Gambaran IMT Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 No. Klasifikasi Berdasarkan IMT n Persentase (%) 1. Kurus 3 4,1 2. Normal 41 56,2 3. Gemuk 29 39,7 Total Sumber: Data Primer Tahun 2013 Berdasarkan tabel 5.12 di atas, dapat diketahui bahwa berdasarkan IMT, terdapat 4,1% ibu yang kurus, 56,2% ibu yang normal, dan 39,7% ibu yang gemuk. F. Gambaran Karakteristik Aktivitas Menyusui oleh Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 Karakteristik aktivitas menyusui yang diukur terdiri dari durasi menyusui, ukuran objek (dalam hal ini adalah berat badan bayi), postur, kondisi lingkungan, dan aktivitas pada waktu istirahat. Berikut gambaran karakteristik aktivitas menyusui oleh ibu yang menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan tahun 2013.

163 Gambaran Durasi Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 Gambaran durasi menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 5.13 berikut: Tabel 5.13 Distribusi Durasi Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 Variabel Mean Standar Deviasi Minimum Maksimum Durasi 19,8 menit 16,1 menit 2 menit 90 menit Sumber: Data Primer Tahun 2013 Berdasarkan tabel 5.13 di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata lama menyusui ibu dengan posisi duduk adalah 19,8 menit dengan standar deviasi 16,1 menit. Sedangkan lama menyusui tercepat yaitu 2 menit dan terlama yaitu 90 menit. 2. Gambaran Ukuran Objek (Berat Badan Bayi) Gambaran ukuran objek, dimana dalam penelitian ini yang dimaksud ukuran objek adalah berat badan bayi, dapat dilihat pada tabel 5.14 berikut: Tabel 5.14 Distribusi Berat Badan Bayi yang Disusui Ibu dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 Variabel Mean Standar Deviasi Minimum Maksimum Berat Badan Bayi 7,08 kg 1,99 kg 3,87 kg 14,20 kg Sumber: Data Primer Tahun 2013 Berdasarkan tabel 5.14 di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata berat badan bayi adalah 7,08 kg dengan standar deviasi 1,99 kg. Berat badan bayi yang paling kecil adalah 3,87 kg dan yang paling besar adalah 14,20 kg.

164 Gambaran Postur Tubuh Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 Penilaian postur tubuh ibu saat menyusui dengan posisi duduk dilakukan berdasarkan pengamatan terhadap posisi duduk ibu saat menyusui yang kemudian dianalisis dengan metode RULA. Namun, tidak semua ibu bersedia untuk diamati saat sedang menyusui dengan posisi duduk. Dari 73 responden, hanya 59 ibu saja yang bersedia untuk diamati. Penilaian postur tubuh ibu saat menyusui dengan posisi duduk dilakukan dengan membagi bagian tubuh ibu menjadi dua kelompok, yaitu postur tubuh grup A dan grup B. Postur tubuh grup A terdiri dari lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan, dan putaran pergelangan tangan. Sedangkan postur tubuh grup B terdiri dari leher, batang tubuh, dan kaki. Selain penilaian postur tubuh grup A dan grup B tersebut, juga dilakukan penilaian terhadap aktivitas dan beban (berat badan bayi) saat menyusui. Setelah dilakukan analisis postur ibu saat menyusui dengan posisi duduk dengan metode RULA, diperoleh level risiko postur duduk ibu saat menyusui berdasarkan skor akhir RULA sebagai berikut: Tabel 5.15 Gambaran Level Risiko Postur Tubuh Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 No. Level Risiko n Persentase (%) 1. Risiko Sedang 4 6,78 2. Risiko Tinggi 55 93,22 Total Sumber: Data Primer Tahun 2013

165 142 Berdasarkan tabel 5.15 di atas, dapat diketahui bahwa 4 ibu (6,78%) postur tubuhnya saat menyusui dengan posisi duduk berada pada level risiko sedang dan 55 ibu (93,22%) berada pada level risiko tinggi. 4. Gambaran Kondisi Lingkungan Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 a. Kebisingan Hasil pengukuran kebisingan menunjukkan bahwa tingkat kebisingan di tempat tinggal ibu yang menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan seluruhnya (100%) lebih dari 55 db dengan nilai rata-rata tingkat kebisingan yaitu 66,46 db dan standar deviasi 4,39 db. Sedangkan nilai minimum tingkat kebisingan di tempat tinggal ibu yang menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan adalah 55,1 db dan nilai maksimumnya adalah 81,4 db. Sebagaimana terlihat pada tabel 5.16 berikut: Tabel 5.16 Distribusi Tingkat Kebisingan Tempat Tinggal Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 Variabel Mean Standar Deviasi Minimum Maksimum Tingkat Kebisingan 66,46 db 4,39 db 55,1 db 81,4 db Sumber: Data Primer Tahun 2013 b. Suhu Hasil pengukuran suhu di tempat menyusui ibu pada masingmasing tempat tinggal ibu dapat dilihat pada tabel 5.17 berikut:

166 143 Tabel 5.17 Distribusi Suhu Tempat Menyusui Ibu pada Masing-masing Tempat Tinggal Ibu di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 Variabel Mean Standar Deviasi Minimum Maksimum Suhu 32,66 o C 1,67 o C 30 o C 37 o C Sumber: Data Primer Tahun 2013 Berdasarkan tabel 5.17 di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata suhu di tempat menyusui ibu adalah sebesar 32,66 o C dengan standar deviasi 1,67 o C. Sedangkan suhu minimum di tempat menyusui ibu adalah 30 o C dan suhu maksimumnya adalah 37 o C. c. Pencahayaan Hasil pengukuran tingkat pencahayaan di tempat menyusui ibu pada masing-masing tempat tinggal ibu dapat dilihat pada tabel 5.18 berikut: Tabel 5.18 Gambaran Tingkat Pencahayaan di Tempat Menyusui Ibu pada Masing-Masing Tempat Tinggal Ibu di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 No. Tingkat Pencahayaan n Persentase (%) 1. > 60 lux 41 56,2 2. < 60 lux 32 43,8 Total Sumber: Data Primer Tahun 2013 Berdasarkan tabel 5.18 di atas, dapat diketahui bahwa terdapat 56,2% (41 orang) yang tempat menyusuinya memiliki tingkat pencahayaan > 60 lux dan 43,8% (32 orang) yang memiliki tingkat pencahayaan < 60 lux.

167 Gambaran Aktivitas pada Waktu Istirahat (saat Ibu Sedang Tidak Menyusui) Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 Gambaran aktivitas ibu pada saat sedang tidak menyusui adalah sebagai berikut: Tabel 5.19 Gambaran Aktivitas Ibu saat Sedang Tidak Menyusui No. Aktivitas n Persentase (%) 1. Mencuci dengan tangan 45 61,6 2. Mencuci dengan mesin cuci 21 28,8 3. Menjemur pakaian 69 94,5 4. Menyetrika 66 90,4 5. Mencuci peralatan 67 91,8 masak/makan 4. Memasak 49 67,1 5. Mengepel lantai 62 84,9 6. Menyapu lantai 69 94,5 7. Membersihkan halaman 37 50,7 8. Membereskan peralatan 71 97,3 9. Membersihkan perabot rumah 69 94,5 tangga lainnya dengan banyak menggunakan tangan 10. Membuang sampah 64 87,7 11. Mengelap kaca jendela 41 56,2 12. Nonton TV 56 76,7 13. Mengantarkan anak ke sekolah 4 5,5 14. Bersosialisasi dengan tetangga sekitar 60 82,2 15. Mengikuti kegiatan di 9 12,3 masyarakat Sumber: Data Primer Tahun 2013 Berdasarkan tabel 5.19 di atas, dapat diketahui bahwa aktivitas ibu saat sedang tidak menyusui adalah mengerjakan pekerjaan rumah tangga sebagaimana disebutkan pada tabel di atas.

168 145 G. Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan Karakteristik Tempat Duduk Gambaran kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui berdasarkan tempat duduk yang digunakan ibu adalah sebagai berikut: Tabel 5.20 Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan Tempat Duduk yang Digunakan Ibu No. Kenyamanan Tempat Total Nyaman Tidak Nyaman Menyusui n % n % n % 1. Kursi 4 22, , Bukan Kursi 10 18, , Sumber: Data Primer Tahun 2013 Berdasarkan tabel 5.20 di atas, dapat diketahui bahwa, 77,8% (14 ibu) dari 18 ibu yang menyusui dengan posisi duduk di atas kursi dan 81,8% (45 ibu) dari 55 ibu yang menyusui dengan posisi duduk dimana tempat duduknya bukan kursi, merasakan ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh yang ditandai pada Body Part Discomfort Scale. Secara lebih terperinci, kenyamanan ibu saat menyusui dengan posisi duduk berdasarkan jenis tempat duduk dan kursi yang digunakan dapat dilihat pada tabel 5.21 berikut: Tabel 5.21 Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan Jenis Tempat Duduk dan Kursi yang Digunakan Ibu Kenyamanan No. Tempat Menyusui Nyaman Tidak Nyaman Total n % n % n % 1. Di atas tempat tidur 5 18, , Di atas lantai 4 14, , Di mana saja bukan kursi 4. Sofa dan sejenisnya Kursi makan Sumber: Data Primer Tahun 2013

169 146 No. Tempat Menyusui 6. Kursi kantor/kerja yang dapat berputar/adjustment Kenyamanan Total Nyaman Tidak Nyaman n % n % n % Kursi kecil Kursi plastik tanpa sandaran punggung dan tangan Kursi plastik dengan sandaran punggung dan tangan Kursi lainnya Sumber: Data Primer Tahun 2013 Berdasarkan tabel 5.21 di atas, dapat diketahui bahwa yang paling banyak mengalami ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh yang ditandai pada Body Part Discomfort Scale adalah yang menyusui dengan posisi duduk di atas tempat tidur (81,5% dari 27 ibu), di atas lantai (85,2% dari 27 ibu), di sofa dan sejenisnya (89% dari 9 ibu), di kursi makan, kursi kantor/kerja yang dapat berputar/adjustment, kursi plastik dengan sandaran punggung dan tangan, serta di kursi lainnya (75% dari 4 ibu). Berdasarkan penggunaan peralatan bantu berupa bantal saat menyusui dengan posisi duduk, diperoleh bahwa yang merasakan ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh saat menyusui dengan posisi duduk yang ditandai pada Body Part Discomfort Scale adalah 95,2% ibu yang menggunakan bantal dan 75% ibu yang tidak menggunakan bantal saat menyusui dengan posisi duduk. Jadi, baik pada ibu yang menggunakan peralatan bantu berupa bantal saat menyusui maupun yang tidak, paling banyak merasakan ketidaknyamanan pada

170 147 beberapa bagian tubuh yang ditandai pada Body Part Discomfort Scale. Sebagaimana dapat dilihat pada tabel 5.22 berikut: Tabel 5.22 Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan Penggunaan Peralatan Bantu Berupa Bantal No. Kenyamanan Penggunaan Total Nyaman Tidak Nyaman Bantal n % n % n % 1. Iya 1 4, , Tidak Sumber: Data Primer Tahun 2013 H. Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan Karakteristik Ibu Kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui berdasarkan karakteristik ibu adalah sebagai berikut: 1. Kenyamanan Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk Berdasarkan Usia Ibu Rata-rata usia ibu yang merasakan ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh saat menyusui dengan posisi duduk yang ditandai pada Body Part Discomfort Scale adalah 27 tahun dengan standar deviasi 6 tahun dan yang tidak adalah 33 tahun dengan standar deviasi 5 tahun. 2. Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan IMT Ibu Kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui berdasarkan IMT ibu dapat dilihat pada tabel 5.23 berikut:

171 148 Tabel 5.23 Distribusi Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan IMT Ibu di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 Kenyamanan No. Klasifikasi Nyaman Tidak Nyaman Total n % n % n % 1. Kurus Normal Gemuk 5 17, , Sumber: Data Primer Tahun 2013 Berdasarkan tabel 5.23 di atas, dapat diketahui bahwa yang merasakan ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh saat menyusui dengan posisi duduk yang ditandai pada Body Part Discomfort Scale adalah 3 ibu yang memiliki IMT kategori kurus, 78% (32 ibu) dari 41 ibu yang memiliki IMT kategori normal, dan 82,8% (24 ibu) dari 29 ibu yang memiliki IMT kategori gemuk. I. Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan Karakteristik Aktivitas Menyusui 1. Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan Durasi Menyusui Rata-rata lama menyusui dengan posisi duduk pada ibu yang merasakan ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh yang ditandai pada Body Part Discomfort Scale adalah 21,8 menit dengan standar deviasi 19,7 menit dan yang tidak adalah 16,9 menit dengan standar deviasi 11,8 menit. Ibu tidak mengetahui dengan pasti durasi menyusuinya karena lama menyusui yang tidak menentu. Hal ini menyebabkan ketika ditanya lama

172 149 rata-rata menyusui ibu dengan posisi duduk, jawaban ibu cenderung hanya memperkirakan saja. 2. Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan Berat Badan Bayi Rata-rata berat badan bayi ibu yang merasakan ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh saat menyusui dengan posisi duduk yang ditandai pada Body Part Discomfort Scale adalah 6,95 kg dengan standar deviasi 2,07 kg dan yang tidak adalah 7,61 kg dengan standar deviasi 1,60 kg. 3. Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan Postur Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk Seperti yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya bahwa tidak semua ibu bersedia untuk diambil gambar untuk kemudian dianalisis postur duduk ibu saat menyusui dengan metode RULA. Hanya 59 ibu yang bersedia, sehingga data nilai postur ibu saat menyusui dengan posisi duduk yang dapat diperoleh hanya 59. Dari 59 ibu tersebut, setelah dilakukan analisis, dari 4 ibu yang berada pada risiko sedang, kesemuanya merasakan ketidaknyamanan. Sedangkan dari 55 ibu yang berada pada risiko tinggi, 43 (78,2%) diantaranya mengalami ketidaknyamanan.sebagaimana dapat dilihat pada tabel 5.24 berikut:

173 150 Tabel 5.24 Distribusi Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan Nilai Postur Duduk Ibu saat Menyusui di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 Kenyamanan No. Nilai Postur Nyaman Tidak Nyaman Total n % n % n % 1. Risiko Sedang Risiko Tinggi 12 21, , Sumber: Data Primer Tahun Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan Kondisi Lingkungan Tempat Menyusui 1. Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan Suhu Tempat Menyusui Rata-rata suhu tempat menyusui pada ibu yang merasakan ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh saat menyusui dengan posisi duduk yang ditandai pada Body Part Discomfort Scale adalah 32,48 o C dengan standar deviasi 1,70 o C dan yang tidak adalah 33,46 o C dengan standar deviasi 1,31 o C. 2. Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan Tingkat Pencahayaan Tempat Menyusui Kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui berdasarkan tingkat pencahayaan tempat menyusui dapat dilihat pada tabel 5.25 berikut: Tabel 5.25 Distribusi Kenyamanan Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk Berdasarkan Tingkat Pencahayaan Tempat Menyusui di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 Kenyamanan No. Tingkat Total Nyaman Tidak Nyaman Pencahayaan n % n % n % 1. > 60 lux < 60 lux 5 15, , Sumber: Data Primer Tahun 2013

174 151 Berdasarkan tabel 5.25 di atas, dapat diketahui bahwa yang merasakan ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh saat menyusui dengan posisi duduk yang ditandai pada Body Part Discomfort Scale adalah 78% (32 ibu) dari 41 ibu yang tempat menyusuinya memiliki tingkat pencahayaan > 60 lux dan 84,4% (27 ibu) dari 32 ibu yang tempat menyusuinya memiliki tingkat pencahayaan < 60 lux. Hal ini berarti, baik pada tingkat pencahayaan > 60 lux maupun < 60 lux, sebagian besar ibu merasakan ketidaknyamanan saat menyusui dengan posisi duduk.

175 BAB VI PEMBAHASAN A. Keterbatasan Penelitian Sebagaimana diketahui bahwa aktivitas menyusui merupakan aktivitas yang tidak dapat ditentukan waktunya. Ia merupakan aktivitas yang insidental yaitu suatu proses alami dan tidak dapat dipaksakan. Aktivitas menyusui dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kemauan bayi, bukan kemauan ibu. Tidak seperti pekerjaan di sektor formal maupun non formal pada umumnya yang mempunyai waktu kerja dan standar operasional kerja yang pasti. Selain itu, aktivitas menyusui cenderung merupakan aktivitas yang bersifat privasi bagi ibu yang menyusui karena menyusui merupakan kegiatan memberikan ASI langsung dari payudara ibu. Oleh karena itu, penelitian ini mempunyai keterbatasanketerbatasan yaitu antara lain: 1. Waktu atau kondisi yang tidak memungkinkan bagi ibu untuk menyusui bayinya saat pengumpulan data dilakukan (waktu pengumpulan data tidak sesuai dengan waktu menyusui), seperti bayi baru selesai menyusu dan tidak mau menyusu lagi; bayi baru selesai menyusu dan saat pengumpulan data sedang dilakukan, bayi sedang tidur; bayi yang berusia lebih dari enam bulan, ketika pengumpulan data sedang dilakukan, bayi sedang atau baru saja makan, sehingga bayi sudah tidak mau menyusu lagi; bayi sedang sakit 152

176 153 sehingga tidak mau menyusu, sehingga sulit untuk dilakukan observasi sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. 2. Ibu cenderung tidak bersedia untuk menyusui di depan orang lain. Maka ketika pengumpulan data dilakukan, pada saat ibu sedang menyusui, observasi tidak dapat dilakukan karena ibu tidak mengizinkan pengumpul data untuk mengamati aktivitas menyusui yang sedang dilakukan. Ibu melakukan aktivitas menyusuinya di dalam ruangan pribadi ibu. 3. Ketika dilakukan pengambilan video oleh pengumpul data, seringkali ibu tidak berada pada sikap duduk alami saat menyusui karena ibu menyadari aktivitas menyusuinya sedang diamati atau diambil gambar, seperti ibu selalu melihat ke arah kamera dan ibu berusaha melakukan aktivitas menyusui sebaik-baiknya dengan maksud supaya gambar ibu terlihat bagus di kamera. 4. Pada pengumpulan data kedua, ibu cenderung enggan untuk diamati kembali aktivitas menyusuinya. B. Gambaran Posisi Duduk Ibu saat Menyusui di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 75,3% (55 orang) saat menyusui dengan posisi duduk lebih memilih untuk duduk di atas tempat duduk yang bukan kursi atau ibu tidak menggunakan kursi saat menyusui dengan posisi duduk, yaitu terdiri dari duduk di atas tempat tidur, di atas lantai, dan dimana saja bukan kursi (duduk di bawah bukan kursi). Sedangkan 24,7% (18 orang) lainnya menggunakan kursi saat menyusui, yaitu terdiri dari kursi sofa dan sejenisnya,

177 154 kursi makan, kursi kantor/kursi kerja yang dapat berputar/adjustment, kursi kecil, kursi plastik tanpa sandaran punggung dan tangan, kursi plastik dengan sandaran punggung dan tangan, dan kursi lainnya. Pemilihan tempat duduk yang digunakan ibu saat menyusui dengan posisi duduk selain dipengaruhi oleh faktor kenyamanan menurut masing-masing ibu, juga dipengaruhi oleh kondisi ekonomi ibu. Sebagian besar responden penelitian ini berada pada kondisi ekonomi rendah dengan kondisi rumah yang berada pada wilayah pemukiman yang padat. Hal ini menyebabkan keterbatasan dalam kepemilikan kursi. Artinya, tidak terdapat kursi di rumah ibu. Oleh karena itu, selain alasan kenyamanan, tidak adanya kursi menjadi penyebab ibu menyusui dengan posisi duduk tidak menggunakan kursi (duduk di bawah atau di atas tempat tidur). Keputusan ibu untuk memilih posisi duduk sebagai posisi yang paling sering (hampir seluruh aktivitas menyusui ibu dalam sehari dilakukan dengan duduk) dilakukan ibu saat menyusui secara umum sudah tepat dilakukan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan dalam Bahiyatun (2009) bahwa ada dua posisi ibu dan bayi yang benar saat menyusui, yaitu berbaring miring dan duduk. Namun ada sebagian ibu dalam penelitian ini yang pada saat menyusui dengan posisi duduk baik duduk di atas tempat tidur, di lantai, maupun di kursi, posisi punggung ibu tidak bersandar atau membungkuk. Sedangkan menurut Bahiyatun (2009), pada posisi duduk, penting untuk memberikan topangan atau sandaran pada punggung ibu, dalam posisinya tegak lurus (90 o ) terhadap pangkuannya.

178 155 Hal ini dapat dilakukan dengan duduk bersila di atas tempat tidur atau di lantai atau duduk di kursi. Namun, tidak semua ibu yang memilih untuk menggunakan posisi duduk selalu menggunakan posisi duduk saat menyusui. Adakalanya ibu juga menggunakan posisi berbaring miring. Posisi ini dilakukan ibu saat bayi sedang akan tidur atau lebih sering dilakukan ibu pada malam hari. Selain itu, posisi ini juga dilakukan ibu ketika ibu sudah merasakan ketidaknyamanan saat menyusui dengan posisi duduk dan ibu sudah tidak dapat menahan rasa ketidaknyamanan tersebut, sedangkan bayi masih ingin menyusu. Oleh karena itu, ibu akan mengubah posisi menyusui dari posisi duduk menjadi posisi berbaring miring. Posisi yang digunakan ibu menyusui di Kelurahan Pisangan saat menyusui dengan posisi duduk adalah posisi cradle hold seperti pada gambar 5.8. Sebagian besar ibu menyusui yang menjadi responden dalam penelitian ini saat menyusui dengan posisi duduk tidak duduk di kursi dan posisi punggung ibu membungkuk, meskipun ada sebagian ibu yang menyangga punggungnya dengan bantal atau bersandar di dinding (bagi ibu yang tidak menggunakan kursi) dan bersandar pada sandaran kursi (bagi ibu yang menggunakan kursi). Tidak hanya ibu yang tidak menggunakan kursi saat menyusui dengan posisi duduk, ibu yang menggunakan kursi juga posisi punggungnya membungkuk dan tidak menggunakan sandaran kursi meskipun kursi yang digunakan ibu memiliki sandaran punggung. Sedangkan menurut Widodo (2011), posisi cradle hold yang benar beberapa diantaranya adalah ibu duduk pada kursi berlengan yang nyaman,

179 156 punggung tegak (boleh disangga dengan bantal agar dapat bersandar dengan nyaman). Posisi ibu dijaga agar tidak membungkuk karena akan cepat lelah. Posisi ibu yang membungkuk disebabkan karena ibu harus menyesuaikan posisi puting ibu dengan mulut bayi, sebagaimana yang dikemukakan ibu pada kutipan hasil wawancara pada bab sebelumnya. Padahal menurut Widodo (2011), yang seharusnya dilakukan adalah mendekatkan bibir bayi dengan payudara ibu dengan mengangkat tangan, bukan membungkuk. Secara umum posisi tangan ibu saat menyusui dengan posisi duduk (gambar 5.8), yaitu ibu menempatkan posisi kepala bayi pada lekukan sikunya dan lengan bawah ibu menyangga tubuh bayi hingga bokong. Namun, ketika ibu sudah merasakan ketidaknyamanan pada sikunya, maka ibu akan mengubah posisi kepala bayi. Ibu akan mengangkat kepala bayi dan memindahkannya dari lekukan siku ke jari-jari tangan ibu, sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya tentang macam-macam perubahan sikap duduk ibu yang berhasil diamati saat ibu menyusui dengan posisi duduk. Posisi tangan ibu yang demikian sudah tepat, karena menurut Bahiyatun (2009), saat menyusui, kepala bayi dapat ditopang dengan jari-jari tangan yang telentang atau pada lekukan siku ibunya. Widodo (2011) juga menyebutkan bahwa punggung hingga bokong bayi ditempatkan pada lengan bawah ibu. Lengan yang digunakan adalah lengan pada sisi yang sama dengan payudara yang akan digunakan untuk menyusui (lengan kanan saat akan menyusui dengan payudara kanan). Hal ini juga yang dilakukan oleh beberapa ibu dalam penelitian ini yang posisi menyusuinya bergantian antara payudara kanan dan kiri.

180 157 Selanjutnya, Widodo (2011) menyebutkan bahwa kepala dan leher bayi ditempatkan pada lekuk siku. Tangan ibu yang tidak digunakan untuk menyangga bayi digunakan ibu untuk memegang payudara ibu yang sedang disusukan. Ibu memegang payudara ibu dengan jari-jari ibu supaya bayi dapat menyusu dengan tepat. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan dalam Saleha (2009) bahwa memegang/menyangga payudara menggunakan tangan dalam posisi bebas (tidak sedang dalam posisi menggendong bayi) dapat membantu bayi untuk latch-on (bayi sudah tepat menyusu). Cara memegangnya adalah dengan menempatkan jari-jari ibu di bawah payudara dan ibu jari diletakkan pada bagian atas (di belakang areola). Posisi bayi berada setinggi payudara. Selain itu, duduk dengan menggunakan kursi yang nyaman yang dapat menyokong punggung dan lengan ibu serta bayi berada pada posisi yang tepat dapat membantu proses let-down. Namun, tidak semua ibu yang menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan melakukan hal tersebut. Ibu memang duduk di tempat duduk yang nyaman menurut ibu, tetapi punggung dan lengan ibu tidak bersandar meskipun pada ibu yang menggunakan kursi terdapat sandaran punggung dan tangan pada kursi yang digunakan tersebut. Menurut ibu, ibu tidak bisa bersandar karena ibu lebih mengutamakan ketepatan posisi menyusui (posisi payudara ibu dengan mulut bayi) sebagaimana pada kutipan hasil wawancara yang ditampilkan pada bab sebelumnya. Hal ini memang sudah sesuai dengan penjelasan Saleha (2009), bahwa saat menyusui dengan posisi duduk, lebih mengutamakan ketepatan posisi menyusui, karena

181 158 posisi yang tepat saat menyusui adalah elemen kunci dalam kesuksesan proses menyusui. Namun, cara yang dilakukan ibu kurang tepat. Untuk memposisikan mulut bayi agar tepat dengan payudara ibu, ibu memilih untuk membungkuk. Padahal seharusnya menurut Widodo (2011), untuk mendekatkan bibir bayi dengan payudara ibu, dilakukan dengan mengangkat tangan, bukan posisi ibu yang membungkuk. Ditinjau dari sudut pandang ergonomi, tempat duduk dapat memfasilitasi postur kerja sehingga posisi tubuh tidak menjadi sumber hambatan bagi gerakan dalam melakukan pekerjaan dan juga tidak menyebabkan keluhan dan ketidaknyamanan (Suma mur, 2009). Ibu-ibu yang menyusui dalam penelitian ini lebih memilih duduk tidak menggunakan kursi dengan alasan kenyamanan yaitu ibu lebih bebas bergerak, seperti mengubah sikap kaki dari bersila menjadi selonjor dan sebaliknya. Perubahan atau pergerakan inilah yang membuat ibu tetap merasakan nyaman saat menyusui dengan posisi duduk karena menurut Lueder (2004), postur yang dibatasi dapat menyebabkan ketidaknyamanan, misalnya postur duduk yang statis dan tidak bebas akan menimbulkan ketidaknyamanan. Namun, meskipun demikian jika menyusui dilakukan ibu dalam waktu yang lama (lebih dari lima menit), maka rasa ketidaknyamanan akan muncul dan jika sudah tidak dapat dipertahankan lagi, maka ibu akan menghentikan menyusui atau mengubah posisi menyusui menjadi berdiri atau berbaring miring. Sebagaimana kutipan hasil wawancara yang ditampilkan pada bab sebelumnya.

182 159 Delleman et. al (2004) juga mengatakan bahwa posisi duduk tetap akan menjadi masalah ketika dilakukan untuk waktu yang lama. C. Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 Secara fisiologis, kenyamanan adalah tidak adanya ketidaknyamanan. Kenyamanan adalah suatu keadaan pikiran yang dihasilkan dari ketiadaan sensasi tubuh yang tidak menyenangkan (Pheasant, 2003). Seseorang tidak dapat mendefinisikan atau mengukur kenyamanan secara pasti. Kita cenderung mengukur kenyamanan berdasarkan tingkat ketidaknyamanan (Oborne, 1995 dalam Ardiana, 2007), sebagaimana yang dilakukan pada penelitian ini. Kenyamanan merupakan suatu kondisi perasaan yang lebih dari sekedar hilangnya rasa tidak nyaman, tetapi merupakan penilaian respondentif individu yang sulit untuk didefinisikan secara pasti karena sangat tergantung pada orang yang mengalami situasi tersebut atau berhubungan dengan pengalaman individu, dan kita harus menanyakan langsung kepada orang tersebut untuk mengetahui kenyamanan yang dirasakan. Dengan demikian, maka rasa nyaman yang dirasakan oleh individu satu belum tentu sama dirasakan oleh individu lainnya. (Sanders dan McCormick, 1993; Oborne, 1995; Branton dalam Oborne, 1995 dalam Ardiana, 2007) Pada penelitian ini, digunakan tiga metode untuk mengetahui kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui. Ketiga metode tersebut adalah kuesioner Body Part Discomfort Scale untuk mengidentifikasi adanya

183 160 ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh menurut frekuensi dan intensitasnya. Kedua, dilakukan pengamatan terhadap perubahan sikap duduk, karena menurut Branton (1969) dalam Kawowski dan Marras (2003) bahwa dalam posisi duduk, ketidaknyamanan dapat dilihat dari perubahan posisi duduknya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa semakin sering seseorang mengubah posisi duduknya, maka hal tersebut menunjukkan bahwa semakin ia merasa tidak nyaman. Sedangkan yang ketiga adalah wawancara mendalam tentang kenyamanan ibu saat menyusui dengan posisi duduk. Hasil dari kuesioner Body Part Discomfort Scale menunjukkan bahwa bagian tubuh ibu yang paling banyak mengalami ketidaknyamanan adalah bahu kanan, siku kiri, punggung bagian bawah kanan dan kiri dengan frekuensi paling banyak pada masing-masing bagian tubuh adalah kadang-kadang dan intensitasnya tidak nyaman. Sebagaimana yang disajikan pada tabel 5.3. Rasa ketidaknyamanan yang paling banyak dirasakan ibu yaitu berupa kesemutan dan pegal-pegal, namun tidak sampai sakit. Menurut Zhang (1996), ketidaknyamanan berhubungan dengan faktor biomekanik yang menghasilkan perasaan nyeri, sakit, mati rasa, kram, dan sebagainya. Rasa tidak nyaman ini akan hilang setelah aktivitas menyusui dihentikan dan setelah ibu beristirahat. Sebagaimana kutipan hasil wawancara pada bab sebelumnya, bahwa rasa tidak nyaman yang dirasakan ibu saat menyusui dengan posisi duduk akan hilang setelah selesai menyusui dan beristirahat. Hal ini sesuai dengan penjelasan Pheasant (2003) bahwa

184 161 ketidaknyamanan akan hilang setelah beristirahat atau melakukan aktivitas atau pekerjaan yang lain. Ketidaknyamanan yang dirasakan ibu pada bahu dan siku kemungkinan disebabkan karena sikap menggendong bayi saat menyusui dengan posisi duduk. Sedangkan ketidaknyamanan pada punggung kemungkinan disebabkan karena saat menyusui dengan posisi duduk, punggung ibu tidak bersandar dan membungkuk sehingga memunculkan rasa ketidaknyamanan seperti pegal-pegal pada punggung bagian bawah ibu setelah menyusui dalam waktu yang lama. Hasil penelitian Klinpikul et.al (2010) menunjukkan bahwa postur duduk selama menyusui untuk waktu yang lama menyebabkan sakit punggung. Semakin lama waktu menyusui dengan posisi duduk, maka akan semakin besar sakit punggung yang dialami ibu. Pada penelitian ini juga diamati adanya perubahan sikap duduk ibu selama melakukan aktivitas menyusui dengan posisi duduk. Perubahan yang paling banyak terjadi pada ibu yang tidak menggunakan kursi adalah perubahan sikap kaki dari bersila atau menekuk lutut menjadi selonjor atau sebaliknya. Menurut Mulyono (2010), gerakan meluruskan kaki ke depan dan menekuk lutut merupakan salah satu gerak sebagai upaya memperluas dasar dari massa tubuh dan mengurangi usaha dari otot-otot lain untuk menjadikan batang tubuh stabil. Jumlah perubahan sikap duduk ibu selama melakukan aktivitas menyusui bervariasi. Hal ini tergantung pada lama menyusui dan kondisi bayi yang disusui, seperti keaktifan bayi, bayi susah menyusu, dan sebagainya. Sehingga perubahan sikap duduk ibu selama melakukan aktivitas menyusui ada kemungkinan

185 162 disebabkan juga karena ibu berusaha menyesuaikan antara posisi ibu dengan bayi, bukan hanya karena ibu sudah mulai tidak nyaman dengan posisi duduk ibu saat menyusui. Namun, meskipun demikian, saat menyusui dengan posisi duduk, ibu tetap memilih posisi yang paling nyaman seperti dengan kaki bersila atau selonjor, duduk di bawah bukan kursi, dengan bersandar, dan sebagainya. Salah satu kekurangan metode pengamatan perubahan sikap duduk, adalah adanya asumsi bahwa perubahan posisi dilakukan untuk mencari kenyamanan selama bekerja (Karwowski dan Marras, 2003). Hal ini juga yang kemungkinan terjadi pada ibu saat menyusui dengan posisi duduk. Perubahan sikap duduk yang dilakukan ibu selama menyusui adalah untuk mencari kenyamanan selama ibu menyusui. Selain kenyamanan untuk ibu juga kenyamanan untuk bayi, yaitu kesesuaian posisi ibu dengan posisi bayi. Keadaan kerja yang membatasi kita khususnya perubahan postur, akan membawa dampak jangka panjang dan jangka pendek. Dalam jangka pendek, dampak yang muncul adalah adanya ketidaknyamanan. Ketidaknyamanan ini dapat mengalihkan perhatian pekerja dari tugasnya sehingga akan meningkatkan tingkat kesalahan, berkurangnya output, terjadinya kecelakaan, dan lain-lain. Pada ibu menyusui, dampak adanya ketidaknyamanan ini dapat mengurangi lama waktu menyusui. Sedangkan dampak jangka panjangnya dapat berupa perubahan patologis dalam jaringan otot maupun jaringan lunak yang lain. Pada poin ini, bukan ketidaknyamanan lagi yang terjadi, tetapi lebih kepada cedera fisik dan proses penyakit (Pheasant, 2003). Oleh karena itu, perubahan sikap duduk ibu

186 163 selama menyusui dengan posisi duduk juga penting untuk dilakukan dengan tujuan untuk menghindari adanya risiko ini. Berdasarkan hasil wawancara mendalam sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya, ibu sudah mulai merasa tidak nyaman dengan posisi duduknya setelah 5 menit menyusui. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hanya 4 ibu yang lama menyusuinya kurang dari 5 menit. Hal ini berarti bahwa hampir semua ibu mengalami ketidaknyamanan saat menyusui dengan posisi duduk, yaitu sebesar 94,5% (69 ibu. Sedangkan berdasarkan kuesioner Body Part Discomfort Scale, hanya 80,8% ibu yang menandai adanya ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh saat menyusui dengan posisi duduk. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan karena adanya faktor kasih sayang ibu yang besar kepada anak sehingga dapat menghilangkan atau mengabaikan rasa ketidaknyamanan yang sebenarnya dirasakan ibu selama menyusui dengan posisi duduk. Di dalam Al-Qur an juga sudah disebutkan bahwa kasih sayang seorang ibu begitu besar. Ibu sudah mengandung dalam keadaan lemah yang bertambahtambah dan menyusui selama dua tahun. Firman Allah SWT: Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-ku lah kembalimu. (QS. Luqman: 14)

187 164 Besarnya kasih sayang seorang ibu juga terlihat sebagaimana berdasarkan hasil wawancara mendalam, meskipun ibu sudah merasakan ketidaknyamanan pada posisi duduknya saat menyusui, ibu akan tetap mempertahankannya. Bahkan bila ibu sudah tidak dapat lagi menahan ketidaknyamanannya selama menyusui dengan posisi duduk, ibu akan mengubah posisi menyusui menjadi berbaring miring atau berdiri atau menghentikan sejenak aktivitas menyusuinya kemudian melanjutkannya kembali dengan posisi yang berbeda yaitu berbaring miring atau berdiri. Hal ini dilakukan ibu untuk memenuhi kebutuhan ASI bayi atau balitanya supaya kebutuhan nutrisi bayinya terpenuhi sehingga bayinya akan terus sehat. Namun, kasih sayang ibu yang demikian juga dapat memberikan dampak kesehatan bagi ibu akibat rasa tidak nyaman yang sebenarnya dirasakan ibu saat menyusui dengan posisi duduk. Ketidaknyamanan yang dirasakan ibu seperti rasa kesemutan dan pegal-pegal terutama pada bagian punggung dan tangan yang menurut ibu akan hilang dengan sendirinya, untuk waktu yang lama dapat berkembang menjadi MSDs (Musculoskeletal Disorders). Pada awalnya memang hanya tidak nyaman atau pegal-pegal saja yang akan hilang dengan sendirinya sebagaimana yang dikatakan oleh ibu. Namun jika hal ini berlangsung terus-menerus, maka akan meningkatkan ketidaknyamanan yang dirasakan dan dapat berkembang menjadi penyakit. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Stanton et. al (2005) bahwa ketidaknyamanan merupakan tanda peringatan dari tubuh dan banyak cedera muskuloskeletal yang berawal dari ketidaknyamanan. Jika dibiarkan, maka ketidaknyamanan ini akan

188 165 menjadi faktor risiko untuk memunculkan atau meningkatkan keparahan gejala, dan dari ketidaknyamanan ini akan berkembang menjadi sakit atau Musculoskeletal Disorders (MSDs). Dalam Karwowski dan Marras (2003) juga disebutkan bahwa secara luas dipercaya bahwa ketidaknyamanan merupakan indikator risiko terjadinya WMSDs (Work-Related Musculoskeletal Disorders). Sumber ketidaknyamanan posisi duduk ibu saat menyusui antara lain dapat berasal dari sikap menyusui ibu yaitu dengan menggendong bayi yang mempunyai massa tertentu dan mempertahankan sikap menyusui yang tepat dan sesuai untuk bayi. Selain itu, dimungkinkan juga faktor tempat duduk ibu yang keras berkontribusi untuk memunculkan rasa tidak nyaman saat menyusui dengan posisi duduk di tempat duduk tersebut. Menurut Karwowski dan Marras (2003), sumber ketidaknyamanan yang mungkin antara lain berasal dari musculoskeletal stress di antaranya yaitu: ketegangan otot, saraf, pembuluh darah, ligamen, sendi, adanya tekanan pada jaringan lunak, kelelahan otot, perubahan kimiawi lokal yang berhubungan dengan terganggunya aliran darah, dan adanya gangguan konduksi saraf yang diakibatkan karena adanya tekanan. Musculoskeletal stress ini dapat berasal dari kedua hal di atas, yaitu sikap menggendong bayi dan tekanan dari tempat duduk ibu. Namun tidak hanya itu, ketidaknyamanan juga dipengaruhi oleh faktor psikologi dan sosial. Menurut McKeown (2008), ada beberapa keuntungan posisi duduk dibandingkan dengan posisi berdiri, diantaranya adalah dapat memposisikan kaki secara relaks, lebih stabil, penggunaan energi expenditure berkurang. Lueder (2002) mengatakan bahwa posisi duduk memerlukan lebih sedikit kerja otot

189 166 dibandingkan dengan posisi berdiri. Duduk juga menstabilkan postur dan lebih memudahkan dalam pekerjaan tertentu. Meskipun demikian, Delleman et. al (2004) mengatakan bahwa posisi duduk tetap akan menjadi masalah ketika dilakukan untuk waktu yang lama. Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa ada dua posisi menyusui yang benar, yaitu berbaring miring dan duduk (Bahiyatun, 2009). Selain itu, menurut Delleman et. al, (2004), posisi duduk mempunyai peranan yang sangat penting dalam memberikan kenyamanan pada seseorang. Hal ini menunjukkan bahwa posisi duduk merupakan posisi terbaik dan yang paling tepat dilakukan untuk menyusui. Namun, posisi duduk untuk waktu yang lama tetap akan menjadi masalah. Menurut model teori kenyamanan dan ketidaknyamanan posisi duduk De Looze et. al (2003), maka ketidaknyamanan posisi duduk ibu saat menyusui dapat dijelaskan sebagai berikut. Ketidaknyamanan posisi duduk ibu saat menyusui yang berupa rasa kesemutan dan pegal-pegal dimungkinkan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan fisik ibu dan karakteristik tempat duduk yang digunakan ibu saat menyusui dengan posisi duduk. Kedua hal ini kemudian menjadi paparan eksternal dalam tubuh ibu. De Looze et. al (2003) menjelaskan bahwa paparan eksternal ini akan menghasilkan aktivasi otot, beban internal, tekanan intra-discal, gerakan saraf dan sirkulasi, dan peningkatan suhu tubuh. Selanjutnya, paparan eksternal ini akan mempengaruhi kondisi internal ibu. Kondisi internal ibu akan memunculkan respon internal dalam tubuh berupa respon kimiawi, fisiologis, dan biomekanik. Berdasarkan exterocepsis (stimulus

190 167 dari sensor kulit), propriocepsis (stimulus dari sensor yang ada pada otot spindel, tendon, dan persendian), interocepsis (stimulus dari sistem organ dalam), dan nocicepsis (stimulus dari adanya rasa sakit), maka persepsi tidak nyaman akan muncul. Proses yang berlangsung dalam tubuh ibu ini dipengaruhi juga oleh kapasitas fisik ibu untuk merespon paparan eksternal sampai muncul respon berupa rasa tidak nyaman. Kondisi lingkungan, karakteristik tempat duduk, dan kapasitas fisik ibu yang berbeda-beda inilah yang menyebabkan ketidaknyamanan yang dirasakan ibu saat menyusui dengan posisi duduk juga berbeda-beda. D. Gambaran Karakteristik Tempat Duduk yang Digunakan Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 Sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya bahwa karakteristik tempat duduk terdiri dari dimensi kursi, sudut dudukan, bentuk kursi atau tempat duduk, dan bahan pelapis atau bantalan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 18 orang yang menggunakan kursi saat menyusui dengan posisi duduk, dimensi kursi yang paling banyak tidak sesuai dengan dimensi tubuh ibu adalah tinggi dudukan, tinggi sandaran punggung, dan tinggi sandaran tangan. Menurut Pheasant (2003), kesesuaian antara dimensi tempat duduk dengan penggunanya akan menciptakan kenyamanan pengguna selama menggunakan tempat duduk tersebut. Berdasarkan penjelasan Pheasant (2003) ini, dapat dikatakan bahwa jika terdapat ketidaksesuaian antara dimensi kursi dengan dimensi tubuh

191 168 penggunanya, maka akan memunculkan ketidaknyamanan selama duduk menggunakan kursi tersebut. Santoso (2004) dalam Mulyono (2010) juga menyatakan bahwa kenyamanan menggunakan suatu alat sangat tergantung dari kesesuaian ukuran alat dengan ukuran manusia. Apabila ukuran alat tidak sesuai dengan manusia pengguna dalam jangka waktu tertentu, alat tersebut dapat mengakibatkan stres tubuh berupa ketidaknyamanan, lelah, pusing, dan nyeri. Berdasarkan kedua penjelasan di atas, maka ketidaksesuaian dimensi kursi yang digunakan ibu saat menyusui dengan dimensi tubuh ibu dimungkinkan menjadi penyebab ketidaknyamanan yang dirasakan ibu saat menyusui dengan posisi duduk di kursi tersebut. Namun, tidak dapat dipaksakan juga bahwa ibu harus menggunakan kursi yang sesuai dengan dimensi tubuh ibu saat menyusui dengan duduk. Hal ini disebabkan karena keterbatasan ibu dalam kepemilikan kursi. Kursi yang digunakan ibu adalah kursi yang memang sudah ada di rumah. Jadi, ibu memanfaatkan kursi yang sudah ada di rumah untuk menyusui saat ibu memilih menyusui dengan duduk. Selain itu, kursi yang digunakan ibu saat menyusui bukan merupakan kursi menyusui yang ergonomis. Schuler dan Jackson (1999) dalam Puswiartika (2008) mengemukakan bahwa tempat duduk yang tidak nyaman dapat menyebabkan cedera punggung pemakainya. Inilah yang dimungkinkan menjadi penyebab keluhan ketidaknyamanan yang paling banyak dirasakan ibu saat menyusui dengan posisi duduk yaitu di bagian punggung bawah kanan dan kiri. Dari 18 orang yang menggunakan kursi, 77,8% (14 orang) mengalami ketidaknyamanan.

192 169 Pada penelitian ini, selain kesesuaian dimensi kursi dengan dimensi tubuh ibu yang menggunakannya, posisi ibu saat menyusui juga menentukan kenyamanan ibu selama menyusui dengan posisi duduk tersebut. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Pheasant (2003), yaitu tidak cukup hanya kesesuaian dimensi tempat duduk dengan penggunanya, posisi seseorang dalam duduk juga menentukan kenyamanan selama duduk. Hal ini berkaitan dengan proses fisiologis dan biomekanik dalam tubuh akibat posisi duduk tersebut. Kenyamanan akan meningkat jika didukung seperti oleh adanya gundukan bantal atau hal lain yang mendukung untuk dilakukannya perubahan postur/posisi selama duduk. Namun dalam penelitian ini, meskipun ibu sudah menggunakan peralatan bantu saat menyusui dengan posisi duduk berupa bantal dengan alasan paling banyak adalah supaya tidak lelah atau pegal, 95,2% dari 21 ibu yang menggunakan peralatan bantu berupa bantal tersebut tetap merasakan ketidaknyamanan. Hal ini terjadi kemungkinan disebabkan karena adanya faktor lain yang mempengaruhi kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui. Artinya, tidak hanya dari tempat duduk yang menyebabkan ibu merasakan ketidaknyamanan saat menyusui dengan posisi duduk.

193 170 E. Gambaran Karakteristik Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 Sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya bahwa karakteristik ibu terdiri dari dimensi tubuh, usia, dan Indeks Massa Tubuh (IMT) ibu. 1. Dimensi Tubuh Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya, pengukuran dimensi tubuh hanya dilakukan kepada ibu yang menggunakan kursi saat menyusui dengan posisi duduk. Berdasarkan hasil pengumpulan data diperoleh bahwa ada 18 ibu yang menyusui dengan posisi duduk menggunakan kursi, sehingga pengukuran dimensi tubuh hanya dilakukan pada 18 ibu tersebut. Pengukuran dimensi tubuh dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kesesuaian dimensi kursi dengan dimensi tubuh ibu yang menggunakannya saat menyusui dengan posisi duduk. Ukuran dimensi tubuh setiap orang sudah pasti berbeda-beda. Menurut Wignjosoebroto (2000) dan Wicken et. al (2004), faktor-faktor yang menyebabkan variasi pada dimensi tubuh manusia adalah usia, gender, suku bangsa/ras, postur tubuh, jenis pekerjaan, dan nutrisi. 2. Usia Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata usia ibu yang menyusui dengan posisi duduk adalah 28 tahun. Sedangkan rata-rata usia ibu yang merasakan ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh saat menyusui dengan posisi duduk yang ditandai pada Body Part Discomfort Scale adalah 27 tahun.

194 171 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu yang berusia 27 tahun atau kurang dari 27 tahun merupakan ibu yang baru mengalami pengalaman menyusui. Artinya, bayi yang sedang disusui ibu merupakan bayi pertama ibu (lampiran 8) sehingga aktivitas menyusui merupakan aktivitas dan pengalaman yang baru bagi ibu. Bayi yang merupakan bayi pertama ibu, 61,5% diantaranya berusia kurang dari sama dengan 6 bulan (lampiran 8). Hal ini berarti, bayi masih berada pada masa pemberian ASI eksklusif atau frekuensi menyusui lebih sering dilakukan dan durasinya lebih lama dibandingkan dengan bayi yang berusia lebih dari enam bulan. Pada penelitian ini, dari 73 responden penelitian, terdapat 38 responden (52,1%) yang usia bayinya kurang dari sama dengan enam bulan dan 35 responden (47,9%) yang usia bayinya lebih dari enam bulan. Berdasarkan usia bayi, kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui dapat dilihat pada tabel yang terdapat pada lampiran 8. Berdasarkan tabel 3 pada lampiran 8, dapat diketahui bahwa 86,8% (33 ibu) dari 38 ibu yang usia bayinya kurang dari sama dengan enam bulan dan 74,3% (26 ibu) dari 35 ibu yang usia bayinya lebih dari enam bulan, merasakan ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh yang ditandai pada Body Part Discomfort Scale. Menurut Fredregrill (2010), menyusui dilakukan selama bayi mau, rata-rata 15 sampai 30 menit pada beberapa minggu pertama. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Klinpikul et.al (2010) menunjukkan bahwa postur duduk selama menyusui untuk waktu yang lama menyebabkan sakit

195 172 punggung. Semakin lama waktu menyusui dengan posisi duduk, maka akan semakin besar sakit punggung yang terjadi. Moore dan De Costa (2006) mengatakan bahwa ASI merupakan sumber terbaik bagi zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh bayi pada enam bulan pertama. Hal ini menyebabkan pemberian ASI pada enam bulan pertama pada umumnya dilakukan lebih sering dan lebih lama yaitu selama menit sebagaimana telah diuraikan di atas. Oleh karena itu, pada enam bulan pertama, risiko ketidaknyamanan yang diterima ibu akibat posisi duduk saat menyusui akan lebih besar. Sedangkan menurut Stanton et. al (2005) dan Pheasant (2003), ketidaknyamanan merupakan tanda peringatan dari tubuh dan mempunyai dampak jangka panjang yaitu berupa perubahan patologis yang berupa rasa sakit. Namun, berdasarkan tabel 3 pada lampiran 8, baik ibu yang usia bayi yang sedang disusuinya kurang dari sama dengan enam bulan maupun yang lebih dari enam bulan, masing-masing menunjukkan persentase tertinggi adanya ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh saat menyusui dengan posisi duduk yang ditandai pada Body Part Discomfort Scale. Hal ini berarti, kemungkinan ada kontribusi dari faktor lain yang menyebabkan ibu merasakan ketidaknyamanan tersebut saat menyusui dengan posisi duduk. 3. Indeks Massa Tubuh Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa baik pada ibu yang kurus, normal, maupun gemuk, sebagian besar ibu merasakan ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh saat menyusui dengan posisi duduk,

196 173 sebagaimana disajikan pada tabel Persentase ketidaknyamanan pada ibu yang kurus adalah 100%, pada ibu yang normal adalah 78%, dan pada ibu yang gemuk adalah 82,8%. Namun, jika ditinjau berdasarkan jumlah ibu yang merasakan ketidaknyamanan, ibu yang normal justru paling banyak merasakan ketidaknyamanan yaitu sebanyak 32 orang dari 59 orang yang merasakan ketidaknyamanan. IMT akan menentukan dimensi tubuh seseorang. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi ukuran dimensi tubuh seseorang adalah nutrisi dan asupan nutrisi akan menentukan IMT seseorang. Pada umunya, semakin tinggi IMT, maka akan semakin besar ukuran dimensi tubuhnya dan semakin besar pula kemungkinan ketidaksesuaian dimensi kursi dengan dimensi tubuh seseorang yang menggunakan kursi tersebut. Hal ini akan semakin memperkecil ruang pergerakan posturnya selama bekerja menggunakan kursi tersebut dan akan memperbesar kemungkinan terjadinya ketidaknyamanan. Namun, tidak demikian pada ibu menyusui. Tempat duduk yang digunakan oleh ibu menyusui bervariasi. Pada penelitian ini, 75,3% ibu lebih memilih untuk menyusui dengan duduk tidak menggunakan kursi. Ibu memilih untuk duduk di tempat duduk yang lebih luas seperti di atas tempat tidur, di atas lantai, dan sebagainya sehingga ibu akan lebih bebas bergerak dan tidak dipengaruhi oleh IMT ibu.

197 174 F. Gambaran Karakteristik Aktivitas Menyusui oleh Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 Sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya, bahwa karakteristik aktivitas menyusui terdiri dari durasi menyusui, ukuran objek (dalam hal ini adalah berat badan bayi), postur, kondisi lingkungan, dan aktivitas pada waktu istirahat atau pada waktu ibu sedang tidak menyusui. 1. Durasi Menyusui Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata lama menyusui dengan posisi duduk pada ibu yang merasakan ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh yang ditandai pada Body Part Discomfort Scale adalah 21,78 menit dengan standar deviasi 19,71 menit dan yang tidak adalah 16,93 menit dengan standar deviasi 11,82 menit. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan ibu yang merasakan ketidaknyamanan saat menyusui dengan posisi duduk, ibu sudah mulai merasakan ketidaknyamanan setelah 5 menit menyusui. Ketidaknyamanan yang dirasakan ibu seperti rasa kesemutan atau pegal-pegal, sebagaimana hasil kutipan wawancara pada bab sebelumnya. Ini berarti, hampir semua ibu merasakan ketidaknyamanan saat menyusui dengan posisi duduk, karena hanya 4 ibu yang lama menyusuinya kurang dari 5 menit. Menurut Delleman et. al (2004), durasi menunjukkan jumlah waktu seseorang secara terus-menerus terpapar oleh faktor risiko. Meskipun menurut Delleman et. al, (2004) posisi duduk mempunyai peranan yang sangat penting dalam memberikan kenyamanan pada seseorang, namun posisi

198 175 duduk untuk waktu yang lama tetap akan menjadi masalah. Mansfield (2007) juga menyebutkan bahwa duduk dengan postur yang sama (tetap/statis) untuk waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya ketidaknyamanan dan Cohen et. al (1997) dalam Rahmawati (2010) menjelaskan bahwa pekerjaan yang membutuhkan otot yang sama atau pergerakan untuk durasi yang panjang meningkatkan kemungkinan kelelahan lokal dan umum. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa durasi menyusui dimungkinkan menjadi penyebab terjadinya ketidaknyamanan pada ibu saat menyusui dengan posisi duduk. 2. Ukuran Objek (Berat Badan Bayi) Rata-rata berat badan bayi ibu yang merasakan ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh saat menyusui dengan posisi duduk yang ditandai pada Body Part Discomfort Scale adalah 6,95 kg dan yang tidak adalah 7,61 kg. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bayi yang memiliki berat badan kurang dari sama dengan 7 kg, 79,5% diantaranya adalah bayi yang usianya kurang dari sama dengan enam bulan (lampiran 8). Menurut Kumar (1999), berat objek dapat mempengaruhi pengeluaran energi metabolik dan dapat memberikan beban pada otot. Semakin berat objek, maka pengeluaran energi metabolik akan meningkat dan beban pada otot akan semakin besar. Beban pada otot inilah yang kemudian dapat menyebabkan terjadinya musculoskeletal stress yang dapat mengakibatkan terjadinya ketidaknyamanan. Pada penelitian ini, yang lebih banyak mengalami ketidaknyamanan adalah ibu yang bayinya memiliki berat badan kurang dari sama dengan 7 kg.

199 176 Hal ini disebabkan karena bayi yang memiliki berat badan kurang dari sama dengan 7 kg, 79,5% diantaranya adalah bayi yang usianya kurang dari sama dengan enam bulan, dimana frekuensi menyusuinya lebih sering dan lama waktu menyusuinya juga lebih lama serta ibu yang usia bayinya kurang dari sama dengan enam bulan lebih sering menggunakan posisi duduk daripada posisi menyusui lainnya. Sedangkan pada ibu yang berat badan bayinya lebih dari 7 kg, 79,4% usia bayi sudah lebih dari enam bulan, dimana frekuensi dan lama waktu menyusuinya sudah berkurang karena bayi sudah mendapatkan makanan lain selain ASI serta durasi menyusui lebih lama dengan posisi berbaring miring daripada posisi duduk. Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa menurut Delleman et. al, (2004) posisi duduk untuk waktu yang lama akan menjadi masalah dan Mansfield (2007) juga menyebutkan bahwa duduk dengan postur yang sama (tetap/statis) untuk waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya ketidaknyamanan. 3. Postur Postur tubuh ibu saat menyusui dengan posisi duduk antara lain dipengaruhi oleh tempat duduk ibu saat menyusui dan kesesuaian dimensi kursi dengan dimensi tubuh ibu menyusui yang menggunakannya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Pheasant (2003) bahwa postur kerja dipengaruhi oleh hubungan antara dimensi tubuh dan stasiun kerjanya (workstation). Misalnya, tempat kerja yang terlalu tinggi untuk pekerja yang

200 177 memiliki tinggi badan rendah atau tempat kerja yang terlalu rendah untuk pekerja dengan tinggi badan lebih. Selain itu, postur duduk ibu saat menyusui juga dipengaruhi oleh posisi duduk ibu itu sendiri, dimana ibu harus menyesuaikan posisi ibu dengan bayi yang disusuinya supaya posisi bayi pas dan tepat untuk menyusu. Menurut Pheasant (2003), posisi seseorang saat duduk juga menentukan kenyamanan selama duduk karena hal ini berkaitan dengan proses fisiologis dan biomekanik dalam tubuh akibat posisi duduk tersebut. Sedangkan menurut McKeown (2008), salah satu elemen kunci untuk memastikan seseorang dapat bekerja dengan nyaman dan efektif adalah postur yang baik selama bekerja. Pada penelitian ini, berdasarkan hasil penilaian postur duduk ibu saat menyusui dengan metode RULA, diperoleh bahwa dari 59 ibu yang berhasil diobservasi, 93,22% (55 orang) diantaranya berada pada level risiko tinggi. Ini berarti, dibutuhkan tindakan sekarang juga untuk memperbaiki postur duduk ibu saat menyusui agar posisi duduk ibu saat menyusui lebih ergonomis dan mengurangi terjadinya ketidaknyamanan ibu selama menyusui dengan posisi duduk atau bahkan lebih jauh lagi dapat mengurangi risiko terjadinya MSDs akibat postur duduk ibu saat menyusui. Postur duduk ibu berada pada level risiko tinggi kemungkinan disebabkan karena posisi pergelangan tangan, leher, dan punggung ibu. Pada saat menyusui dengan posisi duduk, ibu membengkokkan pergelangan tangannya ke bawah untuk menyangga bayi, leher ibu menunduk dan

201 178 bengkok karena selama aktivitas menyusui berlangsung ibu akan melihat ke arah bayi atau memperhatikan keluarnya ASI dari payudara ibu, sedangkan sikap punggung ibu menyesuaikan dengan ketepatan posisi bayi untuk menyusu dan kemungkinan ibu sudah terbiasa dengan sikap duduk membungkuk yang menurut ibu nyaman. Menurut Bahiyatun (2009) salah satu cara menyusui yang benar adalah ibu menyusui sambil menatap bayi dengan kasih sayang. Oleh karena itu, wajar jika postur leher ibu menunduk dan bengkok karena saat menyusui, ibu sambil menatap bayi dengan kasih sayang serta memperhatikan proses bayi saat menyusu. Namun, menurut Karjewksi et. al (2009) membelokkan kepala atau leher ke salah satu sisi, diketahui berhubungan dengan peningkatan risiko ketidaknyamanan dan MSDs. Sikap duduk ibu yang membungkuk selama menyusui dengan alasan menyesuaikan posisi payudara ibu dengan mulut bayi, merupakan sikap duduk yang kurang tepat. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Widodo (2011), bahwa yang seharusnya dilakukan untuk mendekatkan bibir bayi dengan payudara ibu adalah dengan mengangkat tangan, bukan membungkuk. Selain itu, menurut Anderson (1981) dan Tyson et. al (2005) dalam Klinpikul et. al (2010), duduk dengan postur membungkuk atau membengkokkan tulang belakang akan mengakibatkan otot akan lebih menegang dimana hal ini pada akhirnya akan menyebabkan kelelahan dan ketidaknyamanan. Karjewski et.al (2009) juga menjelaskan bahwa ketika tulang atau persendian tidak berada pada posisi netral, maka terjadi postur

202 179 janggal. Sedangkan menurut Mulyono (2010), sikap duduk yang salah dapat menyebabkan masalah pada punggung dan menyebabkan otot perut melembek. Postur pergelangan tangan ibu yang bengkok disebabkan karena ibu harus memegang dan menyangga tubuh bayi saat menyusui. Postur pergelangan tangan yang seperti ini merupakan salah satu bentuk postur janggal menurut Karjewski et. al (2009). Sebagaimana yang disebutkan oleh Karjewski et. al (2009), salah satu contoh postur janggal yang berkontribusi menyebabkan pergerakan mendekati posisi ekstrim adalah membengkokkan pergelangan tangan ke bawah dengan muka tangan menghadap ke bawah lebih dari 30 derajat. Sedangkan beberapa postur netral untuk beberapa bagian tubuh menurut Karjewski et.al (2009) yaitu sebagai berikut: 1. Kepala dan leher berada pada satu garis atau satu level atau bengkok sedikit ke depan, pandangan lurus ke depan, seimbang, dan berada satu garis dengan tulang belakang. 2. Tangan, pergelangan tangan, dan lengan bawah berada lurus pada satu garis. 3. Siku-siku berada dekat dengan tubuh dan miring derajat. 4. Bahu relaks dan lengan atas menggantung normal di samping tubuh. 5. Paha dan bokong ketika duduk harus berada paralel dengan lantai. 6. Lutut ketika duduk posisinya harus sama tinggi dengan bokong, dengan kaki sedikit ke depan.

203 Punggung ketika duduk posisinya harus vertikal atau bersandar dengan dukungan lumbar. Selama melakukan aktivitas menyusui (setiap menyusui), tidak seterusnya postur duduk ibu saat menyusui sama dengan pada saat dilakukan observasi. Mungkin kadangkala postur leher ibu saat menekuk kurang dari 20 derajat, atau sudut yang dibentuk oleh pergerakan lengan atas atau lengan bawah ibu lebih kecil dari yang diobservasi, pergelangan tangan ibu berada pada posisi lurus atau tidak dibengkokkan, atau sikap punggung ibu tegak, dan seterusnya. Perubahan-perubahan ini disebabkan karena pada umumnya selain ibu mencari kenyamanan untuk dirinya sendiri saat menyusui, ibu juga harus memperhatikan kenyamanan dan ketepatan bayi saat menyusu. Kedua hal ini, baik kenyamanan ibu maupun ketepatan bayi saat menyusu dapat memperlancar proses menyusui. Menurut Pheasant (2003), postur yang baik untuk posisi duduk adalah subjek duduk pada posisi horizontal, pada permukaan yang datar, duduk tegak hingga tinggi badan maksimal dan pandangan lurus ke depan. Bahu relaks, dengan lengan atas menggantung bebas di samping dan lengan bawah berada pada posisi horizontal. Tinggi tempat duduk disesuaikan hingga paha berada pada posisi horizontal dan kaki bagian bawah berada pada posisi vertikal. Namun, pada ibu menyusui tidak demikian. Lengan ibu harus menggendong dan menyangga bayi selama menyusui dan posisi ibu harus menyesuaikan dengan ketepatan bayi untuk menyusu.

204 181 Selain postur janggal, postur yang dibatasi juga dapat menyebabkan ketidaknyamanan, misalnya postur duduk yang statis dan tidak bebas (Lueder, 2004). Menurut McKeown (2008), kerja otot yang statis dapat mengakibatkan ketidaknyamanan dan waktu istirahat yang lebih lama dibutuhkan untuk ini. Pada ibu menyusui, postur duduknya cenderung statis, artinya tidak banyak pergerakan yang dilakukan ibu dan postur duduk ibu juga dibatasi. Mungkin hanya kaki, punggung, dan tangan ibu yang dapat melakukan pergerakan. Namun, meskipun demikian, pergerakannya tetap terbatas karena ibu masih harus tetap menggendong dan menyangga serta menjaga posisi bayi agar masih tetap pas dan tepat untuk menyusu. Menurut Grandjean (1988) dalam Mulyono (2010), masalah utama yang ditemukan pada aktivitas dalam posisi duduk adalah kelelahan otot dan tulang bagian belakang yang disebabkan posisi duduk yang terlalu tegang. Oleh karena itu, untuk menunjang posisi duduk yang efektif perlu memperhatikan perilaku aktivitas yang didukung dengan fasilitas duduk atau kursi yang tepat. Fasilitas duduk atau kursi yang tepat ini dapat membantu agar dapat duduk dengan postur alami. Grandjean (1988) dalam Kalsum (2007) mengatakan bahwa duduk dengan postur alami akan mengurangi beban kerja otot statis yang diperlukan untuk menghindari gangguan pada sendi kaki, lutut, pinggang, dan tulang belakang.

205 Kondisi Lingkungan Faktor lingkungan yang diukur dalam penelitian ini adalah tingkat kebisingan, suhu dan pencahayaan. Menurut Rusdjijati dan Widodo (2008), faktor-faktor lingkungan tersebut akan menciptakan kondisi yang nyaman apabila tidak melebihi NAB yang telah ditetapkan atau tidak melebihi toleransi manusia untuk menghadapinya. Namun sebaliknya, jika faktorfaktor lingkungan tersebut melebihi NAB yang telah ditetapkan, maka akan mengakibatkan ketidaknyamanan. a. Kebisingan Hasil penelitian menunjukkan bahwa lingkungan tempat menyusui 73 ibu memiliki tingkat kebisingan lebih dari 55 db. Nilai ini berada di atas NAB yang diperbolehkan untuk wilayah perumahan dan pemukiman menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 (55 db). Rata-rata sumber kebisingan di lingkungan sekitar tempat tinggal ibu berasal dari keramaian masyarakat (seperti suara anak-anak, orang-orang yang sedang mengobrol, dan sebagainya). Namun, bagi tempat tinggal ibu yang berada dekat dengan jalan raya, maka sumber kebisingannya selain dari keramaian masyarakat juga dapat berasal dari lalu lintas kendaraan bermotor. Menurut Rusdjijati dan Widodo (2008), jika nilai kebisingan sudah melebihi NAB yang ditetapkan, maka dapat mengakibatkan ketidaknyamanan bagi manusia yang menerima kebisingan tersebut. Dengan demikian, maka faktor kebisingan dimungkinkan menjadi salah

206 183 satu penyebab terjadinya ketidaknyamanan pada ibu saat menyusui dengan posisi duduk. Kondisi cuaca yang tidak menentu saat dilakukan pengumpulan data mempengaruhi kondisi angin dan udara. Menurut Mashuri (2007) dalam Anggraini et. al (2012), ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kebisingan di suatu tempat, yaitu jarak, serapan udara, angin, dan permukaan bumi. Udara yang bersuhu rendah akan lebih menyerap suara daripada udara bersuhu tinggi. Selain itu, besarnya frekuensi bunyi yang diterima juga dipengaruhi oleh arah angin. Arah angin yang menuju pendengar akan mengakibatkan suara terdengar lebih keras, begitu juga sebaliknya. b. Suhu Rata-rata suhu tempat menyusui pada ibu yang merasakan ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh saat menyusui dengan posisi duduk yang ditandai pada Body Part Discomfort Scale adalah 32,48 o C dan yang tidak adalah 33,46 o C. Pada penelitian ini, suhu paling rendah yang terukur pada tempat menyusui ibu adalah 30 o C dan suhu tertinggi adalah 37 o C dengan ratarata 32,66 o C. Tingginya suhu yang terukur ini kemungkinan disebabkan karena faktor cuaca, seperti cuaca yang panas dengan sinar matahari yang terik. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1077/MENKES/PER/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam

207 184 Ruang Rumah, kadar yang disyaratkan untuk suhu di dalam rumah adalah antara o C. Rata-rata nilai suhu yang terukur di tempat ibu menyusui sudah melebihi NAB yang ditetapkan. Menurut Rusdjijati dan Widodo (2008), jika nilai suhu melebihi NAB yang telah ditetapkan, maka akan mengakibatkan ketidaknyamanan. Dengan demikian, maka suhu dimungkinkan juga menjadi penyebab terjadinya ketidaknyamanan ibu saat menyusui dengan posisi duduk. c. Pencahayaan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 78% ibu yang tempat menyusuinya memiliki tingkat pencahayaan > 60 lux dan 84,4% ibu yang tempat menyusuinya memiliki tingkat pencahayaan < 60 lux merasakan ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh saat menyusui dengan posisi duduk. Jadi, baik yang tingkat pencahayaan tempat menyusui ibu > 60 lux maupun < 60 lux, sebagian besar ibu merasakan ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh saat menyusui dengan posisi duduk. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1077/MENKES/PER/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah, pencahayaan yang disyaratkan minimal 60 Lux. Oleh karena itu, jika nilai pencahayaan kurang dari 60 lux, maka dapat menyebabkan ketidaknyamanan (Rusdjijati dan Widodo, 2008). Artinya, ibu yang tempat menyusuinya memiliki tingkat pencahayaan kurang dari 60 lux, jelas akan lebih banyak mengalami ketidaknyamanan

208 185 dibandingkan dengan ibu yang tempat menyusuinya memiliki tingkat pencahayaan lebih dari 60 lux. 5. Aktivitas pada Waktu Istirahat (pada Waktu Ibu Sedang Tidak Menyusui) Pada penelitian ini, keseluruhan responden adalah ibu rumah tangga dan bukan ibu yang bekerja. Penentuan responden ini dilakukan untuk menghindari adanya kemungkinan faktor pekerjaan ibu di luar rumah yang dapat menjadi penyebab terjadinya ketidaknyamanan ibu saat menyusui dengan posisi duduk. Oleh karena itu, aktivitas ibu saat sedang tidak menyusui adalah aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan rumah tangga seperti yang ditampilkan pada tabel Aktivitas yang rata-rata dilakukan ibu setiap harinya yaitu mencuci dan menjemur pakaian yang telah dicuci, memasak, mencuci peralatan masak dan makan, mengepel lantai, menyapu lantai, membersihkan halaman, membereskan peralatan, membersihkan perabot rumah tangga lainnya dengan banyak menggunakan tangan, membuang sampah, menonton TV, dan bersosialisasi dengan tetangga sekitar. Banyaknya aktivitas rumah tangga ibu dimungkinkan juga menjadi penyebab ketidaknyamanan ibu saat menyusui dengan posisi duduk. Menurut Zhang (1996), perasaan tidak nyaman akan meningkat seiring dengan meningkatnya tugas dan kelelahan. Perlu diketahui juga bahwa ibu menyusui yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga yang

209 186 tidak menggunakan jasa pembantu rumah tangga, sehingga seluruh pekerjaan rumah tangga dikerjakan sendiri oleh ibu. Beban pekerjaan ibu sebagai ibu rumah tangga dan kurangnya waktu istirahat pada beberapa ibu dapat meningkatkan dampak ketidaknyamanan menjadi munculnya rasa sakit. Hal ini dijelaskan oleh Pheasant (2003) bahwa secara umum, rasa sakit datang seiring dengan adanya beban fisik dalam waktu singkat dan kurangnya waktu istirahat. Pada poin ini, bukan ketidaknyamanan lagi yang terjadi, tetapi lebih kepada cedera fisik dan proses penyakit. Oleh karena itu, aktivitas rumah tangga ibu dimungkinkan juga berkontribusi menyebabkan ketidaknyamanan ibu saat menyusui dengan posisi duduk.

210 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui di Kelurahan Pisangan Tahun 2013, diperoleh simpulan sebagai berikut: 1. Ibu yang mengalami ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh saat menyusui dengan posisi duduk adalah sebesar 80,8% dengan persentase terbesar pada bahu kanan, siku kiri, punggung bagian bawah dan kiri dengan frekuensi paling banyak pada masing-masing bagian tubuh adalah kadangkadang dan intensitasnya tidak nyaman. Semua ibu mengalami perubahan sikap duduk selama menyusui dengan posisi duduk dengan rata-rata jumlah perubahan sikap duduknya adalah 3 kali. Ketidaknyamanan mulai dirasakan ibu setelah lima menit menyusui. 2. Sebagian besar ibu yang menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan lebih memilih tidak menggunakan kursi saat menyusui dengan posisi duduk, yaitu sebesar 75,3% (55 orang). 3. Dari tujuh dimensi kursi yang diukur, terdapat tiga dimensi kursi yang paling banyak tidak sesuai dengan dimensi tubuh ibu yaitu dimensi tinggi dudukan, tinggi sandaran punggung, dan tinggi sandaran tangan. 187

211 Kursi yang digunakan ibu saat menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan ternyata memiliki sudut dudukan yang sama yaitu 0 o. 5. Bahan pelapis tempat duduk yang digunakan ibu saat menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan terdiri dari bahan spon/busa, kapuk, plastik, dan stainless/besi/logam lainnya. 6. Ada sebanyak 21 ibu (28,8%) yang menggunakan peralatan bantu berupa bantal saat menyusui dengan posisi duduk dengan alasan paling banyak adalah supaya ibu tidak lelah atau pegal. 7. Rata-rata usia ibu yang menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan tahun 2013 adalah 28 tahun. 8. Berdasarkan IMT ibu, terdapat 4,1% ibu yang kurus, 56,2% ibu yang normal, dan 39,7% ibu yang gemuk. 9. Rata-rata lama menyusui ibu dengan posisi duduk adalah 19,8 menit. 10. Rata-rata berat badan bayi yang sedang disusui ibu adalah 7,08 kg. 11. Dari 59 ibu yang berhasil diobservasi, 93,22% postur ibu saat menyusui dengan posisi duduk berada pada level risiko tinggi dan 78,2% diantaranya mengalami ketidaknyamanan. 12. Tingkat kebisingan yang terukur di tempat tinggal ibu melebihi NAB yang disyaratkan (55dB), yaitu antara 55,1 s.d 81,4 db dengan rata-rata 66,46 db; suhu yang terukur di tempat menyusui ibu melebihi NAB yang disyaratkan (18-30 o C), yaitu antara 30 s.d 37 o C dengan rata-rata 32,66 o C; dan terdapat 43,8% (32 orang) yang tempat menyusuinya memiliki tingkat pencahayaan kurang dari NAB yang disyaratkan (60 lux).

212 Aktivitas ibu saat sedang tidak menyusui adalah mengerjakan pekerjaan rumah tangga. 14. Faktor-faktor yang dimungkinkan menjadi penyebab terjadinya ketidaknyamanan pada ibu saat menyusui dengan posisi duduk adalah ketidaksesuaian dimensi kursi yang digunakan ibu saat menyusui dengan posisi duduk dengan dimensi tubuh (antropometri) ibu, durasi, berat objek (berat badan bayi), postur, kondisi lingkungan (kebisingan, suhu, dan pencahayaan), aktivitas ibu pada waktu sedang tidak menyusui (aktivitas rumah tangga), dan usia bayi yang kurang dari sama dengan enam bulan. B. Saran Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah: 1. Bagi Ibu Menyusui Saran yang dapat diberikan kepada ibu menyusui berdasarkan hasil penelitian ini adalah memberikan pelatihan kepada ibu hamil tentang cara menyusui yang benar, yaitu meliputi posisi menyusui yang benar, pemilihan tempat duduk yang tepat untuk menyusui, dan pengaturan kondisi ruang menyusui yang tepat sehingga akan memberikan kenyamanan bagi ibu selama menyusui. Sasaran pelatihan adalah ibu hamil karena ibu hamil akan menjadi ibu menyusui. Pelatihan sebaiknya diberikan sedini mungkin supaya ketika ibu hamil menjadi ibu menyusui sudah dapat melakukan teknik menyusui yang benar dari awal proses menyusui dilakukan. Pelatihan dapat diberikan melalui kelas ibu hamil.

213 Bagi Peneliti Selanjutnya a. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat menggunakan metode penelitian dimana peneliti dapat mengikuti setiap kegiatan menyusui ibu sehingga kenyamanan atau ketidaknyamanan ibu saat menyusui dengan posisi duduk dapat diidentifikasi lebih jauh setiap waktunya. b. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat melihat lebih jauh lagi hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan posisi duduk dengan kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui sehingga dapat diketahui dengan jelas mekanisme terjadinya ketidaknyamanan atau kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui dan faktor apa saja yang mempengaruhi atau yang paling mempengaruhi kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui dengan posisi duduk.

214 DAFTAR PUSTAKA Almatsier, Sunita Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Cet. IV. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. An Easy Guide to Breastfeeding U.S. Departement of Health and Human Services Office on Woman s Health Anggraini, Bima et. al Penentuan Tingkat Kebisingan Lalu Lintas di Jalan Tuanku Tambusai Pekanbaru. Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau. Available on: ima%20anggraini.pdf Ardiana, Lintang Dalam Diakses pada tanggal 17 September 2012 pukul Bahiyatun Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC Bridger Introduction to Ergonomics. Singapore: McGraw-Hill Inc. Corlett, E. N. & Bishop, R. P A Technique For Measuring Postural Discomfort. Dalam Diakses pada tanggal 5 Desember 2012 pukul 6.01 De Looze, Michiel P. et. al Sitting Comfort and Discomfort and the Relationships with Objective Measures. Ergonomics, Vol. 46 No Taylor & Francis Ltd. Delleman, Nico J. et. al Working Posture and Movements: Tool for Evaluation and Engineering. Boca Raton Florida: CRC Press. Ed. Dul, Jan dan Bernhard Weerdmeester Ergonomics for beginners: A Quick Reference Guide. Boca Raton: London: CRC Press Taylor & Francis Group Edy, Sarwo dan Rasmidar Samad Aplikasi Postur yang Ergonomi Dokter Gigi Selama Perawatan Klinis di Kota Makassar. Departemen Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar

215 Fajar, Ibnu Statistika untuk Praktisi Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Ed. I. Cet. I Feletto, Mario dan Walter Graze A Back Injury Prevention Guide For Health Care Providers. Publication Available from the California OSHA Consultation, Education & Training Units with Modifications Suitable to Oregon Fredregill, Suzanne dan Ray Fredregill The Everything Breastfeeding Book. Second Edition. U.S.A: F+W Media Inc. Kalsum Kenyamanan dan Produktivitas Pembuat Sapu Ijuk Ditinjau dari Aspek Ergonomis Di Desa Medan Sinembah, Tanjung Morawa. Available on: Karjewski, Janet Torma et. al Ergonomics: MSD Risk Factors-Awkward Postures. NIOSH Publication No Karwowski, Waldemar International Encyclopedia of Ergonomics and Human Factors Volume 1. London: CRC Press Taylor & Francis Group. Ed. Karwowski, Waldemar dan William S. Marras Principles and Application in Engineering Series Occupational Ergonomics Engineering and Administrative Controls. Florida: CRC Press Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 450/MENKES/SK/IV/2004 Tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara Eksklusif pada Bayi di Indonesia Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 Tentang: Baku Mutu Kebisingan Klinpikul, N., et. al Factors Affecting Low Back Pain during Breastfeeding of Thai Woman. World Academy of Science, Engineering and Technology. Available on: Kolcaba, Katharine A Taxonomic Structure for The Concept Comfort. IMAGE: Journal of Nursing Scholarship Vol. 23, No. 4 Kolcaba, Katharine Holistic comfort: Operationalizing The Construct as A Nurse-Sensitive Outcome. Advance in Nursing Science Kolcaba, Katharine Evolution of The Mid Range Theory of Comfort for Outcomes Research. Nursing Outlook Vol. 49

216 Kubangun, Hamdani Analisis Ergonomi Pada Proses Mesin Tenun Dengan Pendekatan Subjektifitas Pada PT Industri Sandang Nusantara Unit Makateks Makassar. Arika, Vol. 04, No. 1 Kumar, Shrawan Biomechanics in Ergonomics. London: CRC Press Taylor & Francis Group. Ed. Kusumaningsih, Tri Puspa Hubungan Antara Pemberian Makanan Pendamping ASI dengan Status Gizi pada Bayi Usia 6-12 Bulan Di Desa Gogik Kecamatan Ungaran Barat. Available on: Diakses pada tanggal 6 Desember 2012 pukul Lueder, Rani Anatomical, Physiological and Health Considerations Relevant to The SwingSeat. For SmartMotion Technology, Inc. Lueder, Rani Ergonomics of Seated Movement, A Review of The Scientific Literature. Humanics ErgoSystems, Inc. MacLeod, Dan The Rules of Work: A Practical Engineering Guide to Ergonomics. CRC Press Taylor & Francis Group Mansfield, Neil J., et. al Relative Influence of Sitting Duration and Vibration Magnitude on Sitting Discomfort in A Car Seat. Presented at the 42 nd United Kingdom Conference on Human Responses to Vibration, held at ISVR University of Southampton, Southampton, England, September 2007 Marras, William S. dan Waldemar Karwowski Fundamentals and Assesment Tools for Occupational Ergonomics. Boca Raton: CRC Press Taylor & Francis Group. Ed. McKeown, Celine Office Ergonomics: Practical Applications. Boca Raton: CRC Press Taylor & Francis Group Moore, Michele C. dan Caroline M. de Costa Pregnancy and Parenting After Thirty-Five: Mid Life, New life. U.S.A: The Johns Hopkins University Press Mulyono, Grace Kajian Ergonomi pada Fasilitas Duduk Universitas Kristen Petra Surabaya. Dimensi Interior, Vol. 8, No. 1, Juni 2010: Munawwarah, Sa adatul Sikap Kerja Duduk terhadap Kenyamanan Kerja Ditinjau dari Aspek Ergonomi pada Pekerja Pembuat Sapu Ijuk Di Desa Medan Sinembah Tanjung Morawa Medan Tahun Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Skripsi

217 Occupational Safety and Health Administration (OSHA). Ergonomics. Available on: Diakses pada tanggal 28 Juni 2012 pukul 9.23 Pangaribuan, Dina Meliana Analisa Postur Kerja dengan Metode RULA pada Pegawai Bagian Pelayanan Perpustakaan USU Medan. Skripsi. Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1077/MENKES/PER/V/2011 Tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif Pheasant, Stephen Body Space Anthropometry, Ergonomics and the Design of Work. London: Taylor & France. Second Edition Puswiartika, Dhevy Peran Ergonomi dalam Meningkatkan Produktivitas Kerja. Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora Vol. 8 No. 1 Rahayu, Rizka Yulianti dan Sari Sudarmiati Pengetahuan Ibu Primipara tentang Faktor-Faktor yang Dapat Mempengaruhi Produksi ASI. Jurnal Nursing Studies Vol. 1 No. 1. Available on: Rahmawati, Suci Analisis Tingkat Risiko Terjadinya Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Aktivitas Pekerjaan Di Unit Produksi Donat PD. Safari Donat Tahun Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Rahmawati, Yulita dan Sugiharto. Hubungan Sikap Kerja Duduk dengan Kejadian Cumulative Trauma Disorder Pekerja Pengamplasan. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol. 7 No. 1 Hal Available on: Roesli, Utami Panduan Praktis Menyusui. Cet. I. Jakarta: Pustaka Bunda. Rusdjijati, Retno dan Eko Muh Widodo Pengaruh Paparan Getaran Tempat Duduk Pengemudi Bis terhadap Kenyamanan Kerja. J@TI UNDIP, Vol. III, No. 3 Saleha, Sitti Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika

218 Soetjiningsih Seri Gizi Klinik, ASI:Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. Cetakan I (Ed). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Stanton, Neville et. al Handbook of Human Factor dan Ergonomics Methode. London: CRC Press Taylor & Francis Group Sugiyono Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta Suma mur Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES). Jakarta: CV Sagung Seto Sundari, Komang Nelly Tinjauan Ergonomi terhadap Sikap Kerja Petani di Banjar Tengah, Desa Peguyangan, Denpasar Utara. Metris, Vol. 11 No. 2 Suprani, Budi Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Persepsi Supir Angkot (Angkutan Kota) Jurusan Parung-Bogor Tentang Keselamatan Berkendara di Jalan Raya Tahun Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Sutarna, I Nyoman Aplikasi Ergonomi Pada Proses Pemotongan Pelat Eser Meningkatkan Kinerja Mahasiswa Di Bengkel Teknologi Mekanik Politeknik Negeri Bali. Tesis Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar Sutomo, Budi dan Dwi Yanti Anggraini Makanan Sehat Pendamping ASI. Cet. I. Jakarta: Demedia Pustaka Tan, CheeFai et. al Subjective and Objective Measurements for Comfortable Truck Driver s Seat Tan, Chee Fai et. al Seat Discomfort of Dutch Truck Driver Seat: A Survey Study and Analysis Widhyasari, Maria Putri Aspek Ergonomi Pada Aktivitas Penangkapan Ikan Tuna (Studi Kasus Pada KM Satelit Di Muara Baru Jakarta Utara). Skripsi. Available on quence=1 Widodo, Ariani Dewi Posisi Menyusui yang Nyaman Bagi Ibu dan Buah Hati. Available on: Diakses pada tanggal 5 Desember 2012 pukul 5.39 Zhang, L. et. al Identifying Factors of Comfort and Discomfort in Sitting. Human Factors Vol. 38 Hal

219 Wicken, C.D., et. al An Introduction to Human Factors Engineering. New Jersey: Pearson Education Wignjosoebroto, S Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu-Teknik Analisis untuk Peningkatan Produktivitas Kerja. Surabaya: Guna Widya

220 Lampiran 1: Pernyataan Persetujuan Menjadi Responden Penelitian PENYATAAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Assalamu alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh Saya mahasiswa S1 Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta sedang melakukan penelitian tentang Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu Saat Menyusui Di Kelurahan Pisangan Tahun Penelitian ini saya lakukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Sehubungan dengan hal tersebut, saya meminta kesediaan Ibu untuk menjadi responden dalam penelitian ini dimana akan diberikan kuesioner dan dilakukan observasi serta wawancara mendalam terkait dengan aktivitas menyusui ibu. Semua informasi yang Ibu berikan dan peneliti amati akan terjamin kerahasiaannya. Setelah Ibu membaca maksud dan kegiatan penelitian ini, maka saya meminta Ibu untuk mengisi nama dan tanda tangan di bawah ini. Saya yang bertanda tangan di bawah ini bersedia menjadi responden pada penelitian ini dan akan memberikan informasi yang diminta dengan sebenar-benarnya. Nama: Tanda Tangan: Atas kesediaan dan partisipasi Ibu, saya ucapkan terima kasih. Wassalamu alaikum Warohmatullah Wabarokatuh Ciputat, 2013 Hormat Saya, Dhevy Eka Rusdiana

221 Lampiran 2: Instrumen Penelitian KUESIONER PENELITIAN Pertanyaan A. Informasi Umum Responden A.1 Posisi yang digunakan ibu saat menyusui: 1) Duduk (Lanjut) 2) Berbaring (Selesai) A.2 Apakah saat ini Ibu bekerja? 1) Iya (Selesai) 2) Tidak (Lanjut) A.3 Nama Ibu : A.4 Tanggal Lahir Ibu : / / A.5 Tanggal Lahir Bayi : / / A.6 Bayi adalah anak ke- : A.7 Alamat : A.8 No. Telp./Hp : B. Informasi Aktivitas Menyusui B.1 Berapa kali Ibu menyusui dalam sehari: kali 99. Lupa/Tidak tahu B.2 Jika saat ini, sudah berapa kali Ibu menyusui? kali 99. Lupa/Tidak tahu B.3 Berapa lama Ibu menyusui dengan posisi duduk dalam sehari per menyusui: menit 99. Lupa/Tidak tahu C. Penilaian Tempat Duduk yang Biasa Digunakan Ibu saat Menyusui C.1 Tempat duduk yang digunakan ibu saat menyusui adalah: (Tidak perlu ditanyakan, dari pengamatan peneliti saat pengumpulan data) 1) Kursi, sebutkan 2) Bukan kursi, sebutkan C.2 Apakah ibu menggunakan peralatan bantu seperti bantal saat menyusui dengan duduk di tempat duduk tersebut? (Tidak perlu ditanyakan, dari pengamatan peneliti saat pengumpulan data) 1) Iya (ambil gambar) 2) Tidak pertanyaan D1 C.3 Jika iya, mengapa ibu menggunakannya? (Jawaban jangan dibacakan. Cukup lingkari yang sesuai dengan jawaban ibu) No. Alasan Ya Tidak C.3.a Supaya nyaman 1 2 C.3.b Supaya lebih rileks 1 2 C.3.c Mempermudah proses menyusui 1 2 C.3.d Supaya tidak lelah/pegal 1 2 C.3.e Supaya posisi bayi lebih tinggi dan pas 1 2 Koding A1 ( ) A2 ( ) A3 ( ) A4 ( ) A5 ( ) A6 ( ) B1 ( ) B2 ( ) B3 ( ) C1 ( ) C2 ( ) C3a ( ) C3b ( ) C3c ( ) C3d ( ) C3e ( )

222 untuk menyusu C.3.f Supaya ibu tidak membungkuk ketika menyusui 1 2 C.3.g Supaya ada sandaran pada tangan 1 2 C.3.h Supaya ada sandaran pada kepala 1 2 C.3.i Supaya ada sandaran pada punggung 1 2 C.3.j Supaya ada sandaran pada kaki 1 2 C.3.k Supaya tidak sakit 1 2 C.3.l Supaya bisa menyusui lebih lama 1 2 C.3.m Lainnya, sebutkan 1 2 D. Penilaian Aktivitas Ibu saat Sedang Tidak Menyusui D.1 Apa saja aktivitas Ibu saat sedang tidak menyusui? No. Aktivitas Ya Tidak D.1.a Mencuci dengan tangan 1 2 D.1.b Mencuci dengan mesin cuci 1 2 D.1.c Menjemur pakaian 1 2 D.1.d Memasak 1 2 D.1.e Mengepel lantai 1 2 D.1.f Menyapu lantai 1 2 D.1.g Membersihkan halaman 1 2 D.1.h Membereskan peralatan 1 2 D.1.i Membersihkan rumah dengan banyak menggunakan tangan 1 2 D.1.j Membuang sampah 1 2 D.1.k Berkebun 1 2 D.1.l Mengelap kaca jendela 1 2 D.1.m Nonton TV 1 2 D.1.n Mengantarkan anak ke sekolah dengan berjalan kaki 1 2 D.1.o Mengantarkan anak ke sekolah dengan bersepeda 1 2 D.1.p Bersosialisasi dengan tetangga sekitar 1 2 D.1.q Mengikuti kegiatan di masyarakat 1 2 D.1.r Lainnya, sebutkan 1 2 C3f ( ) C3g ( ) C3h ( ) C3i ( ) C3j ( ) C3k ( ) C3l ( ) C3m ( ) D1a ( ) D1b ( ) D1c ( ) D1d ( ) D1e ( ) D1f ( ) D1g ( ) D1h ( ) D1i ( ) D1j ( ) D1k ( ) D1l ( ) D1m ( ) D1n ( ) D1o ( ) D1p ( ) D1q ( ) D1r ( )

223 D.2 Apa saja aktivitas Ibu sebelum menyusui saat ini? (Bacakan pilihan jawaban dan jawaban boleh lebih dari satu) No. Aktivitas Ya Tidak D.2.a Mencuci dengan tangan 1 2 D.2.b Mencuci dengan mesin cuci 1 2 D.2.c Menjemur pakaian 1 2 D.2.d Memasak 1 2 D.2.e Mengepel lantai 1 2 D.2.f Menyapu lantai 1 2 D.2.g Membersihkan halaman 1 2 D.2.h Membereskan peralatan 1 2 D.2.i Membersihkan rumah dengan banyak menggunakan tangan 1 2 D.2.j Membuang sampah 1 2 D.2.k Berkebun 1 2 D.2.l Mengelap kaca jendela 1 2 D.2.m Nonton TV 1 2 D.2.n Mengantarkan anak ke sekolah dengan berjalan kaki 1 2 D.2.o Mengantarkan anak ke sekolah dengan bersepeda 1 2 D.2.p Bersosialisasi dengan tetangga sekitar 1 2 D.2.q Mengikuti kegiatan di masyarakat 1 2 D.2.r Lainnya, sebutkan 1 2 E. Penilaian Kenyamanan Posisi Duduk saat Menyusui E.1 Mengapa Ibu memilih menggunakan posisi duduk? (Jawaban jangan dibacakan. Cukup lingkari yang sesuai dengan jawaban ibu) No. Alasan Ya Tidak E.1.a Ibu merasa lebih nyaman daripada posisi lainnya 1 2 E.1.b Supaya bayi tidak tersedak 1 2 E.1.c Supaya Ibu dapat sambil melakukan aktivitas lainnya 1 2 E.1.d Supaya Ibu tidak tidur 1 2 E.1.e Supaya ASI Ibu dapat keluar dengan baik 1 2 D2a ( ) D2b ( ) D2c ( ) D2d ( ) D2e ( ) D2f ( ) D2g ( ) D2h ( ) D2i ( ) D2j ( ) D2k ( ) D2l ( ) D2m ( ) D2n ( ) D2o ( ) D2p ( ) D2q ( ) D2r ( ) E1a ( ) E1b ( ) E1c ( ) E1d ( ) E1e ( )

224 E.1.f Lainnya, sebutkan 1 2 E.2 Apakah Ibu merasakan ketidaknyamanan (pegal/kram/kesemutan/mati rasa/kaku) pada beberapa bagian tubuh saat menyusui dengan posisi duduk? 0) Tidak pertanyaan E4 1) Iya E.3 Jika iya, pada bagian tubuh mana saja Ibu merasakan ketidaknyamanan tersebut? (Perlihatkan gambar 1) E.3.1 Frekuensi (Jawaban boleh lebih dari satu) No. Bagian Tubuh Kadang Sering Selalu E.3.1.a Leher E.3.1.b Bahu Kanan E.3.1.c Bahu Kiri E.3.1.d Siku-siku Kanan E.3.1.e Siku-siku Kiri E.3.1.f Lengan Bawah Kanan E.3.1.g Lengan Bawah Kiri E.3.1.h Tangan/Pergelangan Tangan Kanan E.3.1.i Tangan/Pergelangan Tangan Kiri E.3.1.j Punggung Bagian Atas E.3.1.k Punggung Bagian Bawah Kanan E.3.1.l Punggung Bagian Bawah Kiri E.3.1.m Pinggul Kanan E.3.1.n Pinggul Kiri E.3.1.o Paha Kanan E.3.1.p Paha Kiri E.3.1.q Lutut Kanan E.3.1.r Lutut Kiri E.3.1.s Betis Kanan E.3.1.t Betis Kiri E.3.1.u Tumit Kanan E.3.1.v Tumit Kiri E.3.2 Intensitas (Jawaban boleh lebih dari satu) No. Bagian Tubuh Tidak Nyaman Sakit Sangat Sakit E.3.2.a Leher E.3.2.b Bahu Kanan E1f ( ) E2 ( ) E3.1a ( ) E3.1b ( ) E3.1c ( ) E3.1d ( ) E3.1e ( ) E3.1f ( ) E3.1g ( ) E3.1h ( ) E3.1i ( ) E3.1j ( ) E3.1k ( ) E3.1l ( ) E3.1m ( ) E3.1n ( ) E3.1o ( ) E3.1p ( ) E3.1q ( ) E3.1r ( ) E3.1s ( ) E3.1t ( ) E3.1u ( ) E3.1v ( ) E3.2a ( ) E3.2b ( )

225 E.3.2.c Bahu Kiri E.3.2.d Siku-siku Kanan E.3.2.e Siku-siku Kiri E.3.2.f Lengan Bawah Kanan E.3.2.g Lengan Bawah Kiri E.3.2.h Tangan/Pergelangan Tangan Kanan E.3.2.i Tangan/Pergelangan Tangan Kiri E.3.2.j Punggung Bagian Atas E.3.2.k Punggung Bagian Bawah Kanan E.3.2.l Punggung Bagian Bawah Kiri E.3.2.m Pinggul Kanan E.3.2.n Pinggul Kiri E.3.2.o Paha Kanan E.3.2.p Paha Kiri E.3.2.q Lutut Kanan E.3.2.r Lutut Kiri E.3.2.s Betis Kanan E.3.2.t Betis Kiri E.3.2.u Tumit Kanan E.3.2.v Tumit Kiri E.4 Apa saja kendala Ibu saat menyusui dengan posisi duduk? (Jawaban jangan dibacakan. Cukup lingkari yang sesuai dengan jawaban ibu) No. Kendala Ya Tidak E.4.a Tidak ada kendala 1 2 E.4.b Tangan pegal 1 2 E.4.c Duduk tidak nyaman 1 2 E.4.d Membutuhkan sandaran 1 2 E.4.e Pantat pegal atau kram 1 2 E.4.f Betis sakit atau kram 1 2 E.4.g Pinggul pegal 1 2 E.4.h Leher pegal 1 2 E.4.i Punggung pegal 1 2 E.4.j Kaki pegal/kesemutan 1 2 E.4.k Lainnya, sebutkan 1 2 E3.2c ( ) E3.2d ( ) E3.2e ( ) E3.2f ( ) E3.2g ( ) E3.2h ( ) E3.2i ( ) E3.2j ( ) E3.2k ( ) E3.2l ( ) E3.2m ( ) E3.2n ( ) E3.2o ( ) E3.2p ( ) E3.2q ( ) E3.2r ( ) E3.2s ( ) E3.2t ( ) E3.2u ( ) E3.2v ( ) E4a ( ) E4b ( ) E4c ( ) E4d ( ) E4e ( ) E4f ( ) E4g ( ) E4h ( ) E4i ( ) E4j ( ) E4k ( )

226 LEMBAR OBSERVASI 1. Ambil gambar tempat duduk yang digunakan ibu saat menyusui. Jika Ibu menggunakan kursi, maka lakukan pengukuran dimensi kursi dan antropometri. 2. Ambil gambar video posisi atau sikap tubuh ibu saat menyusui dengan posisi duduk. 3. Saat sedang dilakukan pengumpulan data, hitung berapa lama ibu menyusui. 4. Saat pengumpulan data sedang dilakukan, observasi perubahan sikap duduk ibu selama menyusui. 5. Berapa kali ibu mengubah sikap duduknya saat menyusui? Perubahan Menit ke- setelah menyusui 6. Apa saja perubahan sikap duduk ibu saat menyusui?

227 HASIL PENGUKURAN LANGSUNG Tinggi Badan Ibu (cm) Faktor yang Diukur Hasil Pengukuran Berat Badan Ibu (kg) Indeks Massa Tubuh (IMT) Ibu Berat Badan Bayi (kg) Kebisingan (db) Suhu ( o C) Pencahayaan (Lux)

228 ANTROPOMETRI No. Ukuran Antropometri 1. Sitting Height (8) 2. Sitting Shoulder Height (10) 3. Sitting Elbow Height (11) 4. Buttock-Popliteal Length (14) 5. Popliteal Height (16) 6. Shoulder Breadth (bideltoid) Shoulder Breadth (biacromial) Hip Breadth (19) 10. Elbow-Fingertip Length (23) Hasil Ukur (cm)

229 DIMENSI KURSI No. Ukuran Tempat Duduk 1. Tinggi Dudukan (H) 2. Lebar Alas Duduk 3. Kedalaman Alas Duduk (D) 4. Tinggi Sandaran 5. Lebar Sandaran 6. Sudut Sandaran (α) 7. Sudut Dudukan (β) 8. Tinggi Sandaran Tangan 9. Panjang Sandaran Tangan Hasil Ukur (cm)

230 PEDOMAN WAWANCARA 1. Bagaimana posisi duduk yang membuat ibu merasa nyaman? Bagaimana posisi kaki, tangan, punggung ibu yang menurut ibu nyaman saat menyusui dengan duduk? Gali terus lebih dalam, misalnya kaki selonjor, punggung bersandar, dst. 2. Untuk ibu yang tidak menandai adanya ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh saat menyusui, tanyakan apakah ibu sama sekali tidak pernah merasakan ketidaknyamanan (seperti merasakan kesemutan, pegal-pegal, kram, mati rasa, atau kaku pada beberapa bagian tubuh ibu) selama menyusui dengan posisi duduk? Jika jawaban ibu pernah, rasa tidak nyaman yang bagaimana yang ibu rasakan (tidak nyaman pada bagian tubuh, atau dari segi psikis/emosi ibu)? Jika jawaban ibu tidak, maka lanjut ke pertanyaan selanjutnya. 3. Berapa lama biasanya ibu menyusui dengan posisi duduk? (Waktu tercepat dan terlama) Tanyakan untuk ibu yang tidak menandai adanya ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh saat menyusui dengan posisi duduk. Pada saat ibu menyusui dengan posisi duduk dengan waktu terlama yang disebutkan ibu, apakah ibu tetap tidak merasakan ketidaknyamanan saat menyusui dengan posisi duduk tersebut? Jika iya, maka lanjut ke pertanyaan no. 9. Jika jawaban ibu ada ketidaknyamanan, maka lanjut ke pertanyaan no Setelah menyusui berapa lama ibu biasanya mulai merasa tidak nyaman dengan posisi duduk ibu (seperti merasakan kesemutan, pegal-pegal, kram, mati rasa, atau kaku pada beberapa bagian tubuh ibu)? 5. Bagaimana ketidaknyamanan yang dirasakan ibu saat menyusui dengan posisi duduk tersebut? (seperti kesemutan, pegal-pegal, kram, mati rasa, kaku pada beberapa bagian tubuh ibu, atau yang lainnya) 6. Apa yang ibu lakukan ketika sudah merasa tidak nyaman dengan posisi duduk ibu tersebut (seperti mengubah sikap duduk, berhenti menyusui, dsb)? Mengapa ibu lebih memilih melakukannya? 7. Biasanya jika sudah merasakan ketidaknyamanan tersebut, berapa lama lagi ibu akan bertahan untuk melanjutkan aktivitas menyusuinya saat itu?

231 8. Apakah ketidaknyamanan itu selalu ibu rasakan saat menyusui? Lalu apakah posisi duduk ibu berubah-ubah setiap kali menyusui atau tidak (seperti posisi kaki, tangan, punggung) yang menurut ibu nyaman pada jawaban ibu sebelumnya? 9. Apakah ibu mempunyai syarat posisi duduk tertentu saat menyusui dengan duduk (seperti posisi kaki, punggung, tangan, atau tubuh ibu harus bagaimana supaya ibu merasa nyaman dengan posisi duduknya tersebut selama menyusui)? Apakah ibu menggunakan peralatan bantu menyusui seperti bantal atau lainnya yang mendukung kenyamanan ibu saat menyusui dengan posisi duduk? 10. Jika usia bayi ibu lebih dari enam bulan, apakah ada perbedaan cara ibu menyusui dengan posisi duduk dan keluhan ketidaknyamanan yang dirasakan ibu? Jika iya, bagaimana perbedaannya? 11. Jika bayi ibu bukan anak pertama ibu, apakah ada perbedaan cara ibu menyusui dengan posisi duduk dan keluhan ketidaknyamanan yang dirasakan ibu? Jika iya, bagaimana perbedaannya?

232 Lampiran 3: Analisis Kesesuaian Dimensi Kursi dengan Dimensi Tubuh Analisis Kesesuaian Dimensi Kursi dengan Dimensi Tubuh 1. Tinggi Dudukan Responden Tinggi Tinggi Popliteal Dudukan Keterangan 1 42,2 46,0 Tidak Sesuai 2 41,3 36,0 Tidak Sesuai 3 39,5 36,0 Tidak Sesuai 4 38,0 32,5 Tidak Sesuai 5 49,0 38 Tidak Sesuai 6 39,5 40,5 Sesuai 7 40,5 24 Tidak Sesuai 8 43,4 44,5 Sesuai 9 43,2 41 Tidak Sesuai 10 40,7 33 Tidak Sesuai 11 41,0 23 Tidak Sesuai 12 43,4 34,5 Tidak Sesuai 13 36,1 37,5 Sesuai 14 36,5 19,2 Tidak Sesuai 15 45,0 43 Tidak Sesuai 16 45,3 43 Tidak Sesuai 17 41,5 43 Tidak Sesuai 18 41,9 38 Tidak Sesuai 2. Lebar Alas Duduk Responden Lebar Lebar Alas Pinggul Duduk Keterangan 1 35,0 24,0 Tidak Sesuai 2 41,0 54,0 Sesuai 3 39,0 47,0 Sesuai 4 48,0 67,5 Sesuai 5 57,0 56,0 Sesuai 6 52,0 40,0 Tidak Sesuai 7 33,5 Sofa Panjang Sesuai 8 48,0 49,5 Sesuai 9 40,5 61,0 Sesuai

233 Responden Lebar Lebar Alas Pinggul Duduk Keterangan 10 35,0 52,0 Sesuai 11 36,5 53,0 Sesuai 12 42,0 54,0 Sesuai 13 34,5 42,0 Sesuai 14 35,0 30,2 Tidak Sesuai 15 48,0 46,0 Tidak Sesuai 16 38,0 51,0 Sesuai 17 32,0 39,0 Sesuai 18 41,0 Sofa Panjang Sesuai 3. Kedalaman Alas Duduk Responden Jarak Kedalaman Pantat- Alas Duduk Popliteal Keterangan 1 45,7 24 Tidak Sesuai 2 48,5 47 Sesuai 3 43,5 45 Sesuai 4 50,0 56,5 Sesuai 5 59,0 51 Tidak Sesuai 6 51,0 37 Tidak Sesuai 7 46,5 73 Sesuai 8 30,9 52,7 Sesuai 9 46,7 54 Sesuai 10 46,5 54 Sesuai 11 45,5 53,5 Sesuai 12 45,6 53 Sesuai 13 41,4 36,5 Tidak Sesuai 14 41,6 29,5 Tidak Sesuai 15 46,0 39 Tidak Sesuai 16 46,7 58 Sesuai 17 41,0 38 Tidak Sesuai 18 46,7 56 Sesuai

234 4. Tinggi Sandaran Punggung Dimensi Tubuh Tinggi Responden Duduk Tegak Tinggi Bahu Duduk Tinggi Sandaran Punggung Keterangan 1 77,5 55,1 Tidak Ada 2 82,3 60,4 45 Tidak Sesuai 3 72,8 50,7 34 Tidak Sesuai 4 71,0 49,0 36 Tidak Sesuai 5 83,0 56,0 50 Tidak Sesuai 6 75,0 50,0 40 Tidak Sesuai 7 81,5 57,0 48 Tidak Sesuai 8 81,8 53,3 47,5 Tidak Sesuai 9 79,1 56,7 47 Tidak Sesuai 10 80,1 56,3 49 Tidak Sesuai 11 75,4 52,7 22 Tidak Sesuai 12 86,3 61,0 40,5 Tidak Sesuai 13 72,3 50,2 41 Tidak Sesuai 14 72,5 50,5 21,5 Tidak Sesuai 15 78,0 52,0 37 Tidak Sesuai 16 84,7 61,0 53 Tidak Sesuai 17 74,5 53,8 47 Tidak Sesuai 18 79,7 52,4 53 Sesuai 5. Lebar Sandaran Punggung Dimensi Tubuh Lebar Responden Lebar Bahu (Bideltoid) Lebar Bahu (Biacromial) Sandaran Punggung Keterangan 1 40,0 34,5 Tidak Ada 2 47,0 44,0 72 Sesuai 3 42,0 35,5 38 Sesuai 4 52,0 36,0 66,5 Sesuai 5 60,0 47,0 55 Sesuai 6 61,0 40,0 41 Sesuai 7 40,0 34,5 Sofa Panjang Sesuai 8 41,9 38,5 60 Sesuai 9 47,0 41,0 57,5 Sesuai 10 37,0 29,0 60 Sesuai 11 42,3 34,0 68 Sesuai 12 44,0 37,0 55 Sesuai 13 37,5 31,5 35 Sesuai 14 37,8 32,0 29,5 Tidak Sesuai

235 Dimensi Tubuh Lebar Responden Lebar Bahu (Bideltoid) Lebar Bahu (Biacromial) Sandaran Punggung Keterangan 15 50,0 38,0 30 Tidak Sesuai 16 41,0 32,0 59 Sesuai 17 37,0 32,8 39 Sesuai 18 48,5 39,5 Sofa Panjang Sesuai 6. Tinggi Sandaran Tangan Responden Tinggi Siku Duduk Tinggi Sandaran Tangan Keterangan 1 23,5 Tidak Ada 2 23,0 23 Sesuai 3 19,0 19,5 Sesuai 4 22,0 Tidak Ada 5 23,0 23 Sesuai 6 19,5 17 Tidak Sesuai 7 25,0 Tidak Ada 8 19,3 10,8 Tidak Sesuai 9 18,3 11 Tidak Sesuai 10 21,0 39 Tidak Sesuai 11 18,3 17 Sesuai 12 26,5 25,5 Sesuai 13 21,0 Tidak Ada 14 21,0 11 Tidak Sesuai 15 19,0 13 Tidak Sesuai 16 25,0 15 Tidak Sesuai 17 21,0 Tidak Ada 18 22,5 18 Tidak Sesuai 7. Panjang Sandaran Tangan Responden Jarak Siku- Jari Tengah Panjang Sandaran Tangan Keterangan 1 42,0 Tidak Ada 2 45,0 59 Sesuai 3 43,0 24 Tidak Sesuai 4 39,0 Tidak Ada 5 44,0 55 Sesuai 6 41,5 31 Tidak Sesuai

236 Responden Jarak Siku- Jari Tengah Panjang Sandaran Tangan Keterangan 7 45,0 Tidak Ada 8 45,5 44,5 Sesuai 9 43,7 44,0 Sesuai 10 43,0 60,0 Sesuai 11 43,0 56,0 Sesuai 12 46,0 48,0 Sesuai 13 37,0 Tidak Ada 14 37,0 26,0 Tidak Sesuai 15 43,0 33,0 Tidak Sesuai 16 46,0 46,0 Sesuai 17 41,0 Tidak Ada 18 43,5 55 Sesuai

237 Lampiran 4: Contoh Analisis RULA Langkah-langkah penilaian postur duduk ibu saat menyusui dengan metode RULA: 1. Diambil gambar postur duduk ibu saat menyusui melalui video. 2. Video yang telah direkam, kemudian dijadikan gambar-gambar sesuai dengan postur yang diinginkan untuk dianalisis. 3. Ditentukan sudut-sudut bagian tubuh yang terbentuk dari postur duduk ibu saat menyusui tersebut. 4. Ditentukan skor masing-masing bagian tubuh berdasarkan sudut yang dibentuk dan ketentuan skor pada masing-masing bagian tubuh. 5. Skor tubuh grup A ditambahkan dengan skor aktivitas dan beban kemudian hasil penjumlahannya dimasukkan ke dalam tabel C. Begitu juga dengan skor tubuh grup B ditambahkan dengan skor aktivitas dan beban kemudian hasil penjumlahannya dimasukkan ke dalam tabel C. 6. Diperoleh skor akhir RULA.

238 Contoh pada gambar di atas: 1. Skor Tubuh Grup A a. Postur Lengan Atas Sudut yang dibentuk adalah sebesar 35 derajat, sehingga skor untuk postur lengan atas adalah 2. b. Postur Lengan Bawah Sudut yang dibentuk adalah sebesar 105 derajat, sehingga skor untuk postur lengan bawah adalah 2. c. Postur Pergelangan Tangan Sudut yang dibentuk adalah sebesar 30 derajat dan menjauhi sisi tengah sehingga skor untuk postur pergelangan tangan adalah = 3 d. Putaran Pergelangan Tangan Putaran pergelangan tangan ibu pada gambar di atas adalah dekat dari putaran, sehingga skor untuk putaran pergelangan tangan adalah 2. Masing-masing skor postur tubuh di atas dimasukkan ke dalam tabel A, yaitu sebagai berikut: Skor lengan atas Skor pergelangan tangan Skor lengan bawah Skor putaran pergelangan tangan

239 Skor tubuh grup A gambar di atas adalah 4. Skor tersebut kemudian ditambahkan dengan skor aktivitas dan skor beban. a. Skor aktivitas untuk gambar di atas adalah 1 karena postur saat menyusui adalah merupakan postur statis. b. Skor beban pada gambar di atas adalah 2 karena berat beban objek adalah 4,54 kg dan postur statis serta dilakukan berulang-ulang. Jadi, skor tubuh grup A + skor aktivitas + skor beban = = 7 2. Skor Tubuh Grup B a. Postur Leher Sudut yang dibentuk adalah sebesar 25 derajat dan leher menekuk, sehingga skor untuk postur leher adalah = 4 b. Postur Batang Tubuh Sudut yang dibentuk adalah sebesar 0 derajat dan tidak terdapat sandaran. Selain itu, posisi punggung ibu membungkuk, sehingga skor untuk postur batang tubuh adalah = 3. c. Postur Kaki Kaki ibu pada gambar di atas berada pada posisi normal, sehingga skor untuk postur kaki adalah 1. Masing-masing skor postur tubuh di atas dimasukkan ke dalam tabel B, yaitu sebagai berikut: Skor batang tubuh Skor leher Skor kaki

240 Skor tubuh grup B gambar di atas adalah 6. Skor tersebut kemudian ditambahkan dengan skor aktivitas dan skor beban. a. Skor aktivitas untuk gambar di atas adalah 1 karena karena postur saat menyusui adalah merupakan postur statis. b. Skor beban pada gambar di atas adalah 2 karena berat beban objek adalah 4,54 kg dan postur statis serta dilakukan berulang-ulang. Jadi, skor tubuh grup B + skor aktivitas + skor beban = = 9 Skor A dan Skor B dimasukkan ke dalam tabel C berikut: Skor B Skor A Diperoleh skor akhir RULA gambar di atas adalah 7, sehingga responden pada gambar di atas berada pada level risiko tinggi dan dibutuhkan tindakan sekarang juga untuk mengurangi risiko dan meminimalisir akibat dari risiko lebih lanjut.

GAMBARAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PENJAHIT DI KOTA DENPASAR

GAMBARAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PENJAHIT DI KOTA DENPASAR GAMBARAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PENJAHIT DI KOTA DENPASAR Keluhan muskuloskeletal merupakan salah satu permasalahan umum yang dialami penjahit dalam menjalankan pekerjaannya. Keluhan muskuloskeletal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan melibatkan kerja tubuh. Kegiatan yang dilakukan secara rutinitas setiap hari

BAB I PENDAHULUAN. akan melibatkan kerja tubuh. Kegiatan yang dilakukan secara rutinitas setiap hari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu isu ergonomi kesehatan semakin banyak diminati, mengingat setiap aktivitas kehidupan, mulai dari bangun tidur hingga istirahat pada semua orang akan melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akibat nyeri punggung. Nyeri punggung bagian bawah merupakan penyebab

BAB I PENDAHULUAN. akibat nyeri punggung. Nyeri punggung bagian bawah merupakan penyebab BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara barat misalnya Inggris dan Amerika Serikat kejadian nyeri punggung (terutama nyeri pada punggung bagian bawah) telah mencapai proporsi epidemik. Satu survei

Lebih terperinci

Teknik Menyusui Yang Benar adalah cara memberikan ASI kepada bayi. Persiapan memberikan ASI dilakukan bersamaan dengan kehamilan.

Teknik Menyusui Yang Benar adalah cara memberikan ASI kepada bayi. Persiapan memberikan ASI dilakukan bersamaan dengan kehamilan. Pengertian Teknik Menyusui Yang Benar Teknik Menyusui Yang Benar adalah cara memberikan ASI kepada bayi dengan perlekatan dan posisi ibu dan bayi dengan benar (Perinasia, 1994). Pembentukan dan Persiapan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGAJUAN... ii. HALAMAN PENGESAHAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGAJUAN... ii. HALAMAN PENGESAHAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGAJUAN... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... xiii INTISARI... xiv ABSTRACT...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya sekitar 36% selama periode Berdasarkan hasil Riskesdas. Provinsi Maluku sebesar 25,2% (Balitbangkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. hanya sekitar 36% selama periode Berdasarkan hasil Riskesdas. Provinsi Maluku sebesar 25,2% (Balitbangkes, 2013). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) merupakan nutrisi alamiah terbaik bagi bayi karena mengandung kebutuhan energi dan zat yang dibutuhkan selama enam bulan pertama kehidupan bayi. Seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Postur tubuh yang tidak seimbang dan berlangsung dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan stress pada bagian tubuh tertentu, yang biasa disebut dengan postural

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan pertumbuhan, juga mengandung sel-sel darah putih, antibodi,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan pertumbuhan, juga mengandung sel-sel darah putih, antibodi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan terbaik bagi bayi. ASI memiliki kandungan yang membantu penyerapan nutrisi, membantu perkembangan dan pertumbuhan, juga mengandung

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Untuk mendapatkan gambaran tentang langkah-langkah pendekatan yang dilakukan untuk memcahkan masalah dalam penelitian ini, maka dalam bab ini akan dijelaskan secara terperinci

Lebih terperinci

HUBUNGAN SIKAP KERJA DENGAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PENGRAJIN PATUNG KAYU DI DESA KEMENUH, GIANYAR TAHUN 2015

HUBUNGAN SIKAP KERJA DENGAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PENGRAJIN PATUNG KAYU DI DESA KEMENUH, GIANYAR TAHUN 2015 UNIVERSITAS UDAYANA HUBUNGAN SIKAP KERJA DENGAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PENGRAJIN PATUNG KAYU DI DESA KEMENUH, GIANYAR TAHUN 2015 I GUSTI PUTU INDRA YUDA PRAMANA NIM: 1120025004 PROGRAM STUDI ILMU

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan pada sistem otot rangka/musculoskeletal disorders (MSDs)

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan pada sistem otot rangka/musculoskeletal disorders (MSDs) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan pada sistem otot rangka/musculoskeletal disorders (MSDs) merupakan masalah dalam bidang kesehatan kerja pada saat ini. Gangguan ini akan menyebabkan penurunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... ii PERNYATAAN LEMBAR PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN LEMBAR PENGESAHAN... iv KATA PENGANTAR... v ABSTRAK... vii ABSTRACT... viii DAFTAR

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Syarat. Memperoleh Ijazah S1 Gizi. Disusun Oleh : RATNA MALITASARI J PROGRAM STUDI S1 GIZI

SKRIPSI. Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Syarat. Memperoleh Ijazah S1 Gizi. Disusun Oleh : RATNA MALITASARI J PROGRAM STUDI S1 GIZI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG INISIASI MENYUSU DINI DAN STATUS PEKERJAAN IBU DENGAN STATUS PEMBERIAN ASI DI KECAMATAN JATIPURO KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI Disusun Guna Memenuhi Salah Satu

Lebih terperinci

ABSTRAK PENGARUH ASI EKSKLUSIF TERHADAP MORBIDITAS BAYI SAMPAI USIA 6 BULAN

ABSTRAK PENGARUH ASI EKSKLUSIF TERHADAP MORBIDITAS BAYI SAMPAI USIA 6 BULAN ABSTRAK PENGARUH ASI EKSKLUSIF TERHADAP MORBIDITAS BAYI SAMPAI USIA 6 BULAN An Nieza Dea Versary, 2010; Pembimbing I : dr. July Ivone M.KK., M.Pd.Ked. Pembimbing II: dr. Bambang Hernowo Sp. A., M.Kes.

Lebih terperinci

PERANCANGAN DESAIN KURSI DAN MEJA KOMPUTER YANG SESUAI UNTUK KENYAMANAN KARYAWAN DI PT. BUMI FLORA MEDAN

PERANCANGAN DESAIN KURSI DAN MEJA KOMPUTER YANG SESUAI UNTUK KENYAMANAN KARYAWAN DI PT. BUMI FLORA MEDAN PERANCANGAN DESAIN KURSI DAN MEJA KOMPUTER YANG SESUAI UNTUK KENYAMANAN KARYAWAN DI PT. BUMI FLORA MEDAN TUGAS SARJANA Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

MANFAAT ASI BAGI BAYI

MANFAAT ASI BAGI BAYI HO4.2 MANFAAT ASI BAGI BAYI ASI: Menyelamatkan kehidupan bayi. Makanan terlengkap untuk bayi, terdiri dari proporsi yang seimbang dan cukup kuantitas semua zat gizi yang diperlukan untuk kehidupan 6 bulan

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini terfokus pada lingkungan kerja saat ini dan data antropometri yang dibutuhkan untuk perancangan

Lebih terperinci

ABSTRAK. v Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. v Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Perusahaan Nai Shoes Collection merupakan home industry yang bergerak di bidang industri sepatu safety dan sepatu boot yang berlokasi di Jl. Cibaduyut Raya Gang Eteh Umi RT. 2 RW 1 kota Bandung.

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Seiring meningkatnya pertumbuhan perekonomian di Indonesia, membuat pembangunan semakin meningkat pula. Untuk memenuhi kebutuhan pembangunan tersebut banyak orang membuka usaha di bidang bahan

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU BUTEKI PADA KALANGAN PEKERJA TERHADAP PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI PERUSAHAAN X, SEMARANG TAHUN 2007

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU BUTEKI PADA KALANGAN PEKERJA TERHADAP PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI PERUSAHAAN X, SEMARANG TAHUN 2007 ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU BUTEKI PADA KALANGAN PEKERJA TERHADAP PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI PERUSAHAAN X, SEMARANG TAHUN 2007 Eunike Ita Susanti 0210023 Pembimbing : DR. Felix Kasim,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POSTUR KERJA DENGAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA BAGIAN PRESS DRYER UD. ABIOSO, BOYOLALI

HUBUNGAN ANTARA POSTUR KERJA DENGAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA BAGIAN PRESS DRYER UD. ABIOSO, BOYOLALI HUBUNGAN ANTARA POSTUR KERJA DENGAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA BAGIAN PRESS DRYER UD. ABIOSO, BOYOLALI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan Heni Nurhayati

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Metodologi Penelitian

Gambar 3.1 Metodologi Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian merupakan tahapan-tahapan dan langkah-langkah yang akan di lewati dalam melakukan penelitian. Metodologi penelitian ini akan membantu menyelesaikan penelitian

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Penelitian merupakan serangkaian aktivitas merumuskan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis dan menarik suatu kesimpulan dari suatu permasalahan yang dijadikan objek

Lebih terperinci

Metode dan Pengukuran Kerja

Metode dan Pengukuran Kerja Metode dan Pengukuran Kerja Mengadaptasi pekerjaan, stasiun kerja, peralatan dan mesin agar cocok dengan pekerja mengurangi stress fisik pada badan pekerja dan mengurangi resiko cacat kerja yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Susu Ibu (ASI) 2.1.1 Definisi ASI Menurut WHO (2005) dalam Kementerian Kesehatan (2014), ASI eksklusif berarti pemberian ASI saja tanpa makanan atau minuman lain (bahkan

Lebih terperinci

ABSTRAK. iv Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. iv Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Pabrik Tahu Cibuntu merupakan salah satu dari sekian banyak perusahaan di Bandung yang memproduksi tahu. Berlokasi di daerah jalan Babakan Ciparay, Kecamatan Bandung Kulon, pabrik ini memiliki

Lebih terperinci

Universitas Indonesia

Universitas Indonesia 36 BAB V HASIL 5. 1 Profil PT Soraya Intercine Films PT Soraya Intercine Flims merupakan rumah produksi yang didirikan pada tahun 1982. Aktivitas bisnis dari perusahaan ini antara lain adalah: 1. Memproduksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan di bahas yang pertama mengenai ASI Eksklusif, air susu ibu yang meliputi pengertian ASI, komposisi asi dan manfaat asi. Kedua mengenai persepsi yang meliputi

Lebih terperinci

B. MANFAAT ASI EKSKLUSIF

B. MANFAAT ASI EKSKLUSIF ASI EKSKLUSIF A. PENGERTIAN Menurut WHO, ASI Eksklusif adalah air susu ibu yang diberikan pada enam bulan pertama bayi baru lahir tanpa adanya makanan pendamping lain. ( www.tabloid- nakita.com, 2005 )

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK PT X bergerak di bidang industri manufaktur yang memproduksi karet sebagai hasil utamanya. Operator mengalami keluhan sakit pada leher, punggung, lengan, dan kaki akibat pekerjaan yang dilakukan

Lebih terperinci

ANALISIS POSTUR TUBUH DENGAN METODE RULA PADA PEKERJA WELDING DI AREA SUB ASSY PT. FUJI TECHNICA INDONESIA KARAWANG

ANALISIS POSTUR TUBUH DENGAN METODE RULA PADA PEKERJA WELDING DI AREA SUB ASSY PT. FUJI TECHNICA INDONESIA KARAWANG ANALISIS POSTUR TUBUH DENGAN METODE RULA PADA PEKERJA WELDING DI AREA SUB ASSY PT. FUJI TECHNICA INDONESIA KARAWANG LAPORAN TUGAS AKHIR Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Ahli Madya Dewi Masitoh

Lebih terperinci

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I F A K U L T A S T E K N I K UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2015

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I F A K U L T A S T E K N I K UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2015 USULAN PERANCANGAN FASILITAS KERJA UNTUK MENGURANGI MUSCULOSKELETAL DISORDER (MSDs) PADA STASIUN PENDEMPULAN DI CV.SUPER PLATES TUGAS SARJANA Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN ASI EKSKLUSIF

SATUAN ACARA PENYULUHAN ASI EKSKLUSIF SATUAN ACARA PENYULUHAN ASI EKSKLUSIF Pokok Bahasan : Keperawatan Maternitas Sub Pokok Bahasan : ASI Eksklusif Tempat : Puskesmas Turen Sasaran : Masyarakat yang berobat di Puskesmas Turen Tanggal : Waktu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu pekerjaan. Komputer yang banyak digunakan oleh segala kalangan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu pekerjaan. Komputer yang banyak digunakan oleh segala kalangan untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan teknologi, dunia kerja tidak lepas dari kebutuhan akan adanya komputer yang membantu atau mempermudah dalam penyelesaian suatu pekerjaan. Komputer

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. vii. Unisba.Repository.ac.id

DAFTAR ISI. vii. Unisba.Repository.ac.id DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACT... ii AYAT AL-QURAN... iii PEDOMAN PENGGUNAAN TUGAS AKHIR... iv KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xv DAFTAR

Lebih terperinci

DUKUNGAN SUAMI TENTANG PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI DESA KORIPAN KECAMATAN SUSUKAN

DUKUNGAN SUAMI TENTANG PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI DESA KORIPAN KECAMATAN SUSUKAN DUKUNGAN SUAMI TENTANG PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI DESA KORIPAN KECAMATAN SUSUKAN Wahyu Setya Ningsih 1), Ari Andayani 2) 1 Akademi Kebidanan Ngudi Waluyo email: wahyusetya14@yahoo.co.id 2 Akademi Kebidanan

Lebih terperinci

Tine Agustine, 2008, Pembimbing I : Dr. Felix Kasim, dr., M.Kes Pembimbing II : H. Tisna Sukarna, dr., SpA

Tine Agustine, 2008, Pembimbing I : Dr. Felix Kasim, dr., M.Kes Pembimbing II : H. Tisna Sukarna, dr., SpA ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU BUTEKI TERHADAP PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RIUNG BANDUNG KECAMATAN GEDEBAGE KOTA BANDUNG TAHUN 2007 Tine Agustine, 2008, Pembimbing

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia perindustrian di era globalisasi dan Asean Free Trade

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia perindustrian di era globalisasi dan Asean Free Trade BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia perindustrian di era globalisasi dan Asean Free Trade Area (AFTA) semakin pesat. Hal ini membuat persaingan antara industri besar, industri menengah

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dituntut untuk berusaha atau bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, dan hampir sebagian besar dari mereka menghabiskan waktunya di tempat kerja.

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN. Saya yang bernama Eliska Mayasari / adalah mahasiswi D-IV Bidan

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN. Saya yang bernama Eliska Mayasari / adalah mahasiswi D-IV Bidan 45 Lampiran 1 LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Saya yang bernama Eliska Mayasari / 105102072 adalah mahasiswi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan bayi akan zat gizi sangat tinggi untuk mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan bayi akan zat gizi sangat tinggi untuk mempertahankan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan bayi akan zat gizi sangat tinggi untuk mempertahankan kehidupannya. Kebutuhan tersebut dapat tercukupi dengan memberikan ASI secara Eksklusif pada bayi selama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sempurna bagi bayi selama bulan-bulan pertama kehidupannya (Margaret

BAB 1 PENDAHULUAN. sempurna bagi bayi selama bulan-bulan pertama kehidupannya (Margaret BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan dan minuman yang paling sempurna bagi bayi selama bulan-bulan pertama kehidupannya (Margaret Lowson, 2003). Sejak awal kelahirannya

Lebih terperinci

DINA WAHYU ROSYADI J

DINA WAHYU ROSYADI J HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU BEKERJA, JAM KERJA IBU DAN DUKUNGAN TEMPAT KERJA DENGAN KEBERHASILAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANYUDONO I Skripsi Ini Disusun Guna Memenuhi Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas manual material handling atau penanganan material secara manual masih menjadi sebagian besar aktivitas yang ada di dunia industri seperti aktivitas pengangkatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang memberikan sumbangan terbesar dalam industri tekstil pada

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang memberikan sumbangan terbesar dalam industri tekstil pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri tekstil merupakan salah satu sektor andalan industri di Indonesia dalam pertumbuhan perekonomian Nasional. Garmen merupakan bagian yang memberikan sumbangan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Format Standard Nordic Quetionnaire

Lampiran 1. Format Standard Nordic Quetionnaire Lampiran 1. Format Standard Nordic Quetionnaire A. DATA RESPONDEN Nama : Usia : Jenis Kelamin : a. Laki-laki b. Perempuan Status Pernikahan : Berat Badan Tinggi Badan : kg : cm Tangan dominan : a. Kanan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan. Fahma Hakiki R

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan. Fahma Hakiki R PERBEDAAN PRODUKTIVITAS KERJA PEMBATIK TULIS DENGAN MENGGUNAKAN KURSI KERJA ERGONOMIS DAN KURSI KERJA TIDAK ERGONOMIS DI INDUSTRI BATIK MASARAN SRAGEN SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

PERBEDAAN PRODUKTIVITAS KERJA PEMBATIK TULIS DENGAN MENGGUNAKAN KURSI KERJA ERGONOMIS DAN KURSI KERJA TIDAK ERGONOMIS DI INDUSTRI BATIK MASARAN SRAGEN

PERBEDAAN PRODUKTIVITAS KERJA PEMBATIK TULIS DENGAN MENGGUNAKAN KURSI KERJA ERGONOMIS DAN KURSI KERJA TIDAK ERGONOMIS DI INDUSTRI BATIK MASARAN SRAGEN PERBEDAAN PRODUKTIVITAS KERJA PEMBATIK TULIS DENGAN MENGGUNAKAN KURSI KERJA ERGONOMIS DAN KURSI KERJA TIDAK ERGONOMIS DI INDUSTRI BATIK MASARAN SRAGEN SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

ANALISA ERGONOMI PADA POSTUR KERJA OPERATOR PAKAN AYAM MENGGUNAKAN METODE RAPID UPPER LIMB ASSESMENT (RULA) DI PT. X. Abstrak

ANALISA ERGONOMI PADA POSTUR KERJA OPERATOR PAKAN AYAM MENGGUNAKAN METODE RAPID UPPER LIMB ASSESMENT (RULA) DI PT. X. Abstrak ANALISA ERGONOMI PADA POSTUR KERJA OPERATOR PAKAN AYAM MENGGUNAKAN METODE RAPID UPPER LIMB ASSESMENT (RULA) DI PT. X Krishna Tri Sanjaya 1 Staf Pengajar, Universitas PGRI Ronggolawe, Tuban krishnasanjaya@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN ANALISA

BAB V HASIL DAN ANALISA BAB V HASIL DAN ANALISA 5.1 Hasil A. Penilaian Postur Kerja Berdasarkan Metode RULA Hasil pengolahan data postur kerja pengawas radiasi pertama di SDPFPI- DPFRZR-BAPETEN dengan metode RULA, dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada ibu primipara. Masalah-masalah menyusui yang sering terjadi adalah puting

BAB 1 PENDAHULUAN. pada ibu primipara. Masalah-masalah menyusui yang sering terjadi adalah puting BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah-masalah yang sering terjadi pada menyusui, terutama terdapat pada ibu primipara. Masalah-masalah menyusui yang sering terjadi adalah puting susu lecet, payudara

Lebih terperinci

Rancangan Fasilitas Kerja Yang Ergonomis Di Stasiun Penguapan Untuk Meningkatkan Produktivitas (Studi Kasus Pada CV. Arba Jaya) Chandra S.

Rancangan Fasilitas Kerja Yang Ergonomis Di Stasiun Penguapan Untuk Meningkatkan Produktivitas (Studi Kasus Pada CV. Arba Jaya) Chandra S. Rancangan Fasilitas Kerja Yang Ergonomis Di Stasiun Penguapan Untuk Meningkatkan Produktivitas (Studi Kasus Pada CV. Arba Jaya) TUGAS SARJANA Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

Evaluasi Postur Kerja Operator Pengangkatan Pada Distributor Minuman Kemasan ABSTRAK

Evaluasi Postur Kerja Operator Pengangkatan Pada Distributor Minuman Kemasan ABSTRAK Evaluasi Postur Kerja Operator Pengangkatan Pada Distributor Minuman Kemasan Ery Suhendri¹, Ade Sri Mariawati²,Ani Umiyati³ ¹ ² ³ Jurusan Teknik Industri Universitas Sultan Ageng Tirtayasa erysuhendri@yahoo.com¹,adesri77@gmail.com²,

Lebih terperinci

PERBAIKAN PROSES IRAT BAMBU DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI DI UKM ALIFA CRAFT WEDDING SOUVENIR KASONGAN,BANTUL

PERBAIKAN PROSES IRAT BAMBU DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI DI UKM ALIFA CRAFT WEDDING SOUVENIR KASONGAN,BANTUL PERBAIKAN PROSES IRAT BAMBU DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI DI UKM ALIFA CRAFT WEDDING SOUVENIR KASONGAN,BANTUL TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana Teknik Industri

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN KELUHAN MUSCULOSKELETAL PADA PEKERJA PEMBUATAN DODOL DI TANJUNG PURA KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2016 Identitas Umum Responden 1. Nama : 2. Usia (thn) : 3. Jenis Kelamin : L/P

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Produktivitas Kerja 1. Pengertian Produktivitas kerja adalah jumlah barang atau jasa yang dihasilkan oleh tenaga kerja yang bersangkutan dalam suatu periode tertentu. (15) Umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri pengolahan air minum dalam kemasan (AMDK) dengan merk dagang. keselamatan dan kesehatan akan aman dari gangguan.

BAB I PENDAHULUAN. industri pengolahan air minum dalam kemasan (AMDK) dengan merk dagang. keselamatan dan kesehatan akan aman dari gangguan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah PT. Guwatirta Sejahtera merupakan perusahaan yang bergerak dalam industri pengolahan air minum dalam kemasan (AMDK) dengan merk dagang UTRA. Dalam perusahaan

Lebih terperinci

SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA TINGGI HAK SEPATU DENGAN KELUHAN NYERI PUNGGUNG BAWAH MIOGENIK PADA PRAMUNIAGA DI LIPPO MALL BADUNG BALI

SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA TINGGI HAK SEPATU DENGAN KELUHAN NYERI PUNGGUNG BAWAH MIOGENIK PADA PRAMUNIAGA DI LIPPO MALL BADUNG BALI SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA TINGGI HAK SEPATU DENGAN KELUHAN NYERI PUNGGUNG BAWAH MIOGENIK PADA PRAMUNIAGA DI LIPPO MALL BADUNG BALI NI KOMANG SITITI NIRMALA KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN PENGHASILAN IBU MENYUSUI DENGAN KETEPATAN WAKTU PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP ASI)

HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN PENGHASILAN IBU MENYUSUI DENGAN KETEPATAN WAKTU PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP ASI) HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN PENGHASILAN IBU MENYUSUI DENGAN KETEPATAN WAKTU PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP ASI) Denie Septina A, Dwi Anita A & Titik Anggraeni Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali ABSTRAK

Lebih terperinci

ANALISIS ERGONOMI REDESAIN MEJA DAN KURSI SISWA SEKOLAH DASAR PATIMA HARAHAP

ANALISIS ERGONOMI REDESAIN MEJA DAN KURSI SISWA SEKOLAH DASAR PATIMA HARAHAP ANALISIS ERGONOMI REDESAIN MEJA DAN KURSI SISWA SEKOLAH DASAR TUGAS SARJANA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Oleh PATIMA HARAHAP 0 8 0 4 0 3 0 2 5 D E

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU BERSALIN DENGAN PELAKSANAAN INISIASI MENYUSUI DINI DIKAMAR BERSALIN PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN 2013

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU BERSALIN DENGAN PELAKSANAAN INISIASI MENYUSUI DINI DIKAMAR BERSALIN PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN 2013 HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU BERSALIN DENGAN PELAKSANAAN INISIASI MENYUSUI DINI DIKAMAR BERSALIN PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN 2013 1, * Sri Mulyati 1* Akper Prima Jambi Korespondensi Penulis

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG FASILITAS KERJA PADA AKTIVITAS PEMBUATAN MOTIF KERAJINAN PERAK DI ANGGRA SILVER

PERANCANGAN ULANG FASILITAS KERJA PADA AKTIVITAS PEMBUATAN MOTIF KERAJINAN PERAK DI ANGGRA SILVER PERANCANGAN ULANG FASILITAS KERJA PADA AKTIVITAS PEMBUATAN MOTIF KERAJINAN PERAK DI ANGGRA SILVER TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana Teknik Industri FRENGKI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah

BAB I PENDAHULUAN. protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah payudara ibu, sebagai makanan

Lebih terperinci

Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe

Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe Farida Ariani 1), Ikhsan Siregar 2), Indah Rizkya Tarigan 3), dan Anizar 4) 1) Departemen Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. tergantng dari motif yang dimiliki (Taufik, 2007). menggerakkan kita untuk berperilaku tertentu. Oleh karena itu, dalam

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. tergantng dari motif yang dimiliki (Taufik, 2007). menggerakkan kita untuk berperilaku tertentu. Oleh karena itu, dalam BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN A. Motivasi 1. Pengertian Motivasi adalah dorongan yang dapat menimbulkan perilaku tertentu yang terarah kepada pencapaian suatu tujuan tertentu untuk mencapai tujuan. Perilaku

Lebih terperinci

ANALISA DAN PERANCANGAN ULANG PROSEDUR KERJA PENCETAKAN PAVING YANG ERGONOMIS DENGAN MENGGUNAKAN METODE RULA

ANALISA DAN PERANCANGAN ULANG PROSEDUR KERJA PENCETAKAN PAVING YANG ERGONOMIS DENGAN MENGGUNAKAN METODE RULA ANALISA DAN PERANCANGAN ULANG PROSEDUR KERJA PENCETAKAN PAVING YANG ERGONOMIS DENGAN MENGGUNAKAN METODE RULA Studi Kasus : UD. Dhiana Kali Ampo Batu - Malang Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Bahan baku batu bata adalah tanah liat atau tanah lempung yang telah

BAB II LANDASAN TEORI. Bahan baku batu bata adalah tanah liat atau tanah lempung yang telah BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Batu bata Bahan baku batu bata adalah tanah liat atau tanah lempung yang telah dibersihkan dari kerikil dan batu-batu lainnya. Tanah ini banyak ditemui di sekitar kita. Itulah

Lebih terperinci

Daniel 1, Murniati Manik 2. Pengetahuan Wanita tentang ASI Eksklusif

Daniel 1, Murniati Manik 2. Pengetahuan Wanita tentang ASI Eksklusif Gambaran Pengetahuan Wanita pada Usia Produktif tentang Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif Knowledge of Women on Childbearing Age about Exclusive Breastfeeding Daniel 1, Murniati Manik 2 1 Mahasiswa F. Kedokteran

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU IBU YANG MEMILIKI BAYI USIA 6 BULAN-12 BULAN TERHADAP PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI KELURAHAN SUKAWARNA

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU IBU YANG MEMILIKI BAYI USIA 6 BULAN-12 BULAN TERHADAP PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI KELURAHAN SUKAWARNA ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU IBU YANG MEMILIKI BAYI USIA 6 BULAN-12 BULAN TERHADAP PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI KELURAHAN SUKAWARNA Lisa Olivia, 2015; Pembimbing I Pembimbing II : drg.

Lebih terperinci

ANALISIS POSTUR KERJA PADA TENAGA KERJA DENGAN METODE REBA AREA WORKSHOP PT X JAKARTA TIMUR

ANALISIS POSTUR KERJA PADA TENAGA KERJA DENGAN METODE REBA AREA WORKSHOP PT X JAKARTA TIMUR ANALISIS POSTUR KERJA PADA TENAGA KERJA DENGAN METODE REBA AREA WORKSHOP PT X JAKARTA TIMUR Iwan Suryadi 1, Siti Rachmawati 2 1,2 Program Studi D3 Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL KURSI BAGI IBU MENYUSUI YANG ERGONOMIS BERDASARKAN UKURAN ANTROPOMETRI (UJI COBA DI KELURAHAN PISANGAN CIPUTAT TIMUR) TAHUN 2013

PENGEMBANGAN MODEL KURSI BAGI IBU MENYUSUI YANG ERGONOMIS BERDASARKAN UKURAN ANTROPOMETRI (UJI COBA DI KELURAHAN PISANGAN CIPUTAT TIMUR) TAHUN 2013 PENGEMBANGAN MODEL KURSI BAGI IBU MENYUSUI YANG ERGONOMIS BERDASARKAN UKURAN ANTROPOMETRI (UJI COBA DI KELURAHAN PISANGAN CIPUTAT TIMUR) TAHUN 2013 Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5. Gambaran Aktivitas Pekerjaan Butik LaMode merupakan usaha sektor informal yang dikelola oleh pemilik usahanya sendiri. Butik pada umumnya menerima jahitan berupa kebaya dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung upaya penyelenggaraan

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANCANGAN ALAT BANTU UNTUK MEREDUKSI ISSUE ERGONOMICS BACKBONE PAIN PADA PROSES WELDING NUT

SKRIPSI PERANCANGAN ALAT BANTU UNTUK MEREDUKSI ISSUE ERGONOMICS BACKBONE PAIN PADA PROSES WELDING NUT SKRIPSI PERANCANGAN ALAT BANTU UNTUK MEREDUKSI ISSUE ERGONOMICS BACKBONE PAIN PADA PROSES WELDING NUT Disusun Oleh : Sanusi Akbar NPM. 201310217011 PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya Abstrak

Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya Abstrak Analisis Tingkat Risiko Cedera MSDs pada Pekerjaan Manual Material Handling dengan Metode REBA dan RULA pada Pekerjaan Area Produksi Butiran PT. Petrokimia Kayaku Reza Rashad Ardiliansyah 1*, Lukman Handoko

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dibahas teori-teori yang digunakan sebagai landasan dan dasar pemikiran yang mendukung analisis dan pemecahan permasalahan dalam penelitian ini. 2.1 Kajian Ergonomi

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERAN BIDAN DAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS COLOMADU 1

HUBUNGAN PERAN BIDAN DAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS COLOMADU 1 HUBUNGAN PERAN BIDAN DAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS COLOMADU 1 Skripsi ini Disusun guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Melakukan penelitian Bidang Kesehatan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PENCEGAHAN DENGAN KEJADIAN KANKER PAYUDARA DI RSUD Dr. MOEWARDI

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PENCEGAHAN DENGAN KEJADIAN KANKER PAYUDARA DI RSUD Dr. MOEWARDI HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PENCEGAHAN DENGAN KEJADIAN KANKER PAYUDARA DI RSUD Dr. MOEWARDI Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Analisa Postur Kerja Dengan Metode Rapid Upper Limb Assessment (RULA) (Studi Kasus : Pengawas Radiasi Pertama di SDPFPI-DPFRZR-BAPETEN)

TUGAS AKHIR. Analisa Postur Kerja Dengan Metode Rapid Upper Limb Assessment (RULA) (Studi Kasus : Pengawas Radiasi Pertama di SDPFPI-DPFRZR-BAPETEN) TUGAS AKHIR Analisa Postur Kerja Dengan Metode Rapid Upper Limb Assessment (RULA) (Studi Kasus : Pengawas Radiasi Pertama di SDPFPI-DPFRZR-BAPETEN) Diajukan guna melengkapi sebagian syarat Dalam mencapai

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA GAMBARAN RISIKO MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs) DALAM PEKERJAAN MANUAL HANDLING PADA BURUH ANGKUT BARANG (PORTER) DI STASIUN KERETA JATINEGARA PADA TAHUN 2009 SKRIPSI TATI ARIANI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan satu-satunya yang paling sempurna

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan satu-satunya yang paling sempurna BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan satu-satunya yang paling sempurna untuk menjamin tumbuh kembang bayi pada enam bulan pertama. Selain itu, dalam proses menyusui yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dahulu Air Susu Ibu merupakan makanan yang terbaik untuk bayi, karena

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dahulu Air Susu Ibu merupakan makanan yang terbaik untuk bayi, karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak dahulu Air Susu Ibu merupakan makanan yang terbaik untuk bayi, karena banyak mengandung zat gizi yang diperlukan oleh bayi dan sangat penting bagi pertumbuhan.

Lebih terperinci

RANCANGAN ERGONOMIS FASILITAS KERJA DI STASIUN PENGEMASAN PADA PT. FLORINDO MAKMUR UNTUK MEREDUKSI MUSCULOSKELTAL DISORDERS (MSDs)

RANCANGAN ERGONOMIS FASILITAS KERJA DI STASIUN PENGEMASAN PADA PT. FLORINDO MAKMUR UNTUK MEREDUKSI MUSCULOSKELTAL DISORDERS (MSDs) RANCANGAN ERGONOMIS FASILITAS KERJA DI STASIUN PENGEMASAN PADA PT. FLORINDO MAKMUR UNTUK MEREDUKSI MUSCULOSKELTAL DISORDERS (MSDs) TUGAS SARJANA Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Ahmadi, Abu dan Nur Unbiyati Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

DAFTAR PUSTAKA. Ahmadi, Abu dan Nur Unbiyati Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, Abu dan Nur Unbiyati. 007. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta Arikunto, S. 006. Prosedur Penelitian. Edisi Keenam. Jakarta: Rineka Cipta. Arikunto, S. 010. Prosedur Penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cuci jet stream motor Al-Hidayah adalah suatu bidang jasa mencuci motor dengan menggunakan engine spray. Kelebihan dari cuci jet stream motor adalah bisa membersihkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari peran

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari peran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari peran ergonomi, karena ergonomi berkaitan dengan orang yang bekerja, selain dalam rangka efektivitas, efisiensi

Lebih terperinci

PENGARUH PUTING SUSU LECET TERHADAP PENERAPAN ASI EKSKLUSIF DI PUSKESMAS KEBAKKRAMAT I KARANGANYAR

PENGARUH PUTING SUSU LECET TERHADAP PENERAPAN ASI EKSKLUSIF DI PUSKESMAS KEBAKKRAMAT I KARANGANYAR PENGARUH PUTING SUSU LECET TERHADAP PENERAPAN ASI EKSKLUSIF DI PUSKESMAS KEBAKKRAMAT I KARANGANYAR Ika Tristanti Dosen STIKES Muhammadiyah Kudus Jl. Ganesha I Purwosari Kudus Email: ika.tristanti@yahoo.com

Lebih terperinci

KETERAMPILAN TEKNIK MENYUSUI

KETERAMPILAN TEKNIK MENYUSUI BUKU PANDUAN KETERAMPILAN TEKNIK MENYUSUI Diberikan pada Mahasiswa Semester IV Tahun Akademik 2014-2015 Tim Penyusun dr. A. Dwi Bahagia, Ph.D, SpA(K) dr. Ema Alasiry, SpA(K), IBCLC Editor dr. Elizabet

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian balita dalam kurun waktu 1990 hingga 2015 (WHO, 2015).

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian balita dalam kurun waktu 1990 hingga 2015 (WHO, 2015). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator yang digunakan untuk menentukan derajat kesehatan masyarakat adalah Angka Kematian Bayi (AKB). Angka kematian bayi dan anak mencerminkan tingkat

Lebih terperinci

MENARA Ilmu Vol. X Jilid 2 No.70 September 2016

MENARA Ilmu Vol. X Jilid 2 No.70 September 2016 MENARA Ilmu Vol. X Jilid 2 No.70 September 2016 PEMBERDAYAAN POTENSI DAN KEMANDIRIAN MASYARAKAT DALAM RANGKA MENCAPAI DERAJAT KESEHATAN BAYI DENGAN MENGGALAKKAN ASI EKSLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

Lebih terperinci

ANALISIS ERGONOMI DESAIN ULANG KURSI KERJA KARYAWAN BAGIAN STAMPING DI PT. SC JOHNSON MANUFACTURING MEDAN

ANALISIS ERGONOMI DESAIN ULANG KURSI KERJA KARYAWAN BAGIAN STAMPING DI PT. SC JOHNSON MANUFACTURING MEDAN ANALISIS ERGONOMI DESAIN ULANG KURSI KERJA KARYAWAN BAGIAN STAMPING DI PT. SC JOHNSON MANUFACTURING MEDAN TUGAS SARJANA Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Air Susu Ibu Air susu ibu (ASI) adalah makanan pertama alami untuk bayi yang memberikan energi dan nutrisi yang dibutuhkan bayi pada

Lebih terperinci

PERANCANGAN FASILITAS KERJA DALAM PEMBUATAN DANDANG DI UD. KARYA DARMA

PERANCANGAN FASILITAS KERJA DALAM PEMBUATAN DANDANG DI UD. KARYA DARMA PERANCANGAN FASILITAS KERJA DALAM PEMBUATAN DANDANG DI UD. KARYA DARMA Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Oleh AHMAD FADLI POLEM 070403107 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Yang bertanda tangan di bawah ini, saya : Nama : Umur/Tanggal Lahir : Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan Dengan ini menyatakan bersedia untuk menjadi responden penelitian.

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah penyedia layanan jasa yang harus sadar akan pentingnya kualitas pelayanan terhadap pasien sebagai konsumen. Salah satu yang berperan penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara global angka pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan masih

BAB I PENDAHULUAN. Secara global angka pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan masih 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara global angka pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan masih rendah. Pada tahun 2006, WHO mengeluarkan Standar Pertumbuhan Anak yang kemudian diterapkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan 19 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman lain. ASI Eksklusif diberikan sampai 6 bulan pertama kehidupan. Manfaat dari pemberian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan. hidupnya, dan hampir sebagian besar dari waktunya dihabiskan di tempat

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan. hidupnya, dan hampir sebagian besar dari waktunya dihabiskan di tempat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dituntut untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dan hampir sebagian besar dari waktunya dihabiskan di tempat kerja. Lingkungan tempat kerja merupakan

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG FASILITAS KERJA PADA PROSES MEMAHAT UNTUK MEMPERBAIKI POSTUR KERJA DI JAVA ART STONE

PERANCANGAN ULANG FASILITAS KERJA PADA PROSES MEMAHAT UNTUK MEMPERBAIKI POSTUR KERJA DI JAVA ART STONE PERANCANGAN ULANG FASILITAS KERJA PADA PROSES MEMAHAT UNTUK MEMPERBAIKI POSTUR KERJA DI JAVA ART STONE TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Sarjana Teknik Industri

Lebih terperinci

SKRIPSI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG NUTRISI SAAT MENYUSUI DENGAN STATUS GIZI BAYI UMUR 1-6 BULAN

SKRIPSI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG NUTRISI SAAT MENYUSUI DENGAN STATUS GIZI BAYI UMUR 1-6 BULAN SKRIPSI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG NUTRISI SAAT MENYUSUI DENGAN STATUS GIZI BAYI UMUR 1-6 BULAN Penelitian Dilakukan di Puskesmas I Denpasar Barat OLEH: OLEH: LUH GEDE INTAN KENCANA PUTRI

Lebih terperinci