Struktur Komunitas Makrozoobentos dan Penilaian Kualitas Sungai di Sungai Cengek Bagian Hulu, Desa Payaman, Kota Salatiga

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Struktur Komunitas Makrozoobentos dan Penilaian Kualitas Sungai di Sungai Cengek Bagian Hulu, Desa Payaman, Kota Salatiga"

Transkripsi

1 Struktur Komunitas Makrozoobentos dan Penilaian Kualitas Sungai di Sungai Cengek Bagian Hulu, Desa Payaman, Kota Salatiga Widiatmoko dan Wisnu Wardhana Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia Abstrak Telah dilakukan sampling makrozoobentos di Sungai Cengek bagian hulu, Desa Payaman, Kota Salatiga pada bulan April Sampel yang diperoleh diawetkan dengan alkohol 70% kemudian diidentifikasi di Laboratorium Taksonomi Hewan, Departemen Biologi FMIPA UI, Depok. Data hasil penelitian ditabulasi dan digunakan untuk penilaian kualitas perairan dengan indeks biotik. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh empat kelompok makrozoobentos yang dikelompokkan dalam Famili Heptageniidae, Libellulidae, Palaemonidae, dan Pachychilidae. Keanekaragaman tergolong rendah, berkisar antara 0,42--0,9 dengan indeks dominansi berkisar 0,49--0,75. Berdasarkan indeks biotik diketahui bahwa kualitas perairan Sungai Cengek bagian hulu masuk ke dalam kategori perairan dengan kondisi yang baik, dengan nilai ASPT berkisar 6,26--6,5. Kata kunci : Indeks biotik; kualitas perairan; makrozoobentos; struktur komunitas; Sungai Cengek bagian hulu Community Structure of Macrozoobenthos and the Assessment of River Quality at the Upstream of Cengek River, Payaman Village, Salatiga City Abstract Sampling of macrozoobenthos has been held at the upstream of Cengek River, Payaman Village, Salatiga City in April, Samples that collected was preserved by 70% ethanol, and identified in Laboratory of Animal Taxonomy, Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Science, University of Indonesia, Depok. The data were tabulated and used to measure the water quality by biotic index. Results of the research was found four group of macrozoobenthos that divided into family of Heptageniidae, Libellulidae, Palaemonidae, and Pachychilidae. The level of diversity rated low, ranged from 0,42 to 0,9 and dominancy index ranged from 0,49 to 0,75. Based on biotic index, the waterways quality of Cengek River upstream were divided into the fine condition river, with ASPT rate ranged from 6,25 to 6,5. Keywords : Biotic index; community structure; macrozoobenthos; upstream Cengek River; waterways quality PENDAHULUAN Sungai merupakan suatu habitat akuatik dengan massa air yang mengalir. Sebagai suatu habitat, sungai berfungsi sebagai tempat berlangsungnya kehidupan berbagai organisme perairan (Goltenboth dkk. 2006: ; Allan & Castillo 2007: 8). Sebagai suatu habitat, sungai mempunyai beberapa karakter fisik seperti arus, substrat, dan penetrasi cahaya. Perbedaan pada karakter fisik, seperti perbedaan substrat, dapat membentuk berbagai macam

2 relung yang beragam bagi kehidupan biota akuatik seperti makrozoobentos. Perubahan karakter fisik dapat berakibat pada berubahnya relung biota akuatik (McCabe 2010: 6--7). Sungai Cengek secara administratif berada di wilayah Kota Salatiga. Sungai Cengek memberikan tempat hidup bagi berbagai biota akuatik seperti makrozoobentos. Sungai Cengek bagian hulu yang melintasi Desa Payaman mempunyai dua percabangan, yaitu percabangan sebelah timur dan percabangan sebelah barat. Percabangan Sungai Cengek sebelah timur mempunyai substrat dasar batu, sedangkan percabangan sebelah barat mempunyai substrat dasar semen. Penelitian mengenai struktur komunitas makrozoobentos pada substrat dasar batu maupun substrat dasar semen belum pernah dilakukan di Sungai Cengek bagian hulu yang melintasi Desa Payaman, Kota Salatiga. Sehingga belum diketahui informasi mengenai perbedaan struktur komunitas makrozoobentos yang disebabkan adanya perubahan substrat dasar di Sungai Cengek bagian hulu. Diketahuinya struktur komunitas makrozoobentos di Sungai Cengek, berguna untuk penilaian kualitas sungai dengan indeks biotik berdasar kelompok taksa yang ditemukan. Nilai indeks biotik dari suatu lokasi dapat diketahui dengan menghitung nilai skoring dari semua kelompok hewan yang ada dalam sampel (Wardhana 2006: 7). Penelitian bertujuan untuk mengetahui perbedaan struktur komunitas makrozoobentos pada substrat dasar batu dan substrat dasar semen, serta menentukan kualitas perairan menggunakan indeks biotik di Sungai Cengek bagian hulu yang melintasi Desa Payaman, Kota Salatiga. TINJAUAN TEORITIS Ekosistem Sungai Sungai termasuk ke dalam habitat perairan lotik, yaitu habitat perairan dengan air yang mengalir. Sebagai habitat perairan lotik, arus sungai merupakan faktor pembatas dalam habitat tersebut (McCabe 2010: 1). Sungai merupakan ekosistem akuatik yang berfungsi mengalirkan air dan materi lainnya dari daratan hingga ke laut (Dodds 2002: 69). Sungai terbagi menjadi tiga bagian, yaitu daerah hulu (upstream), tengah (midstream), dan hilir (downstream). Daerah hulu sungai merupakan daerah mata air dari suatu aliran sungai. Daerah hulu sungai memiliki arus yang paling deras dibandingkan dengan bagian sungai yang lain. Daerah tengah sungai merupakan daerah peralihan antara hulu dan hilir sungai. Daerah tengah sungai memiliki kemiringan yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan daerah hulu. Daerah hilir sungai merupakan daerah aliran terakhir sungai menuju ke

3 muara. Daerah hilir memiliki arus yang paling lambat dibandingkan dengan bagian sungai yang lain. Umumnya daerah hilir sungai mempunyai substrat dasar berupa lumpur (Lampert & Sommer 2007: 257). Sebagai suatu ekosistem, sungai mempunyai komponen biologi. Komponen biologi tersebut merupakan organisme yang berperan sebagai produsen, konsumen, maupun dekomposer. Produsen pada ekosistem sungai dapat berupa fitoplankton maupun perifiton. Konsumen pada ekosistem sungai dapat berupa avertebrata seperti makrozoobentos maupun vertebrata seperti ikan. Dekomposer pada ekosistem sungai adalah mikroorganisme yang berupa bakteri maupun fungi (Allan & Castillo 2007: 105). Sungai juga berfungsi sebagai habitat bagi berbagai biota akuatik seperti makrozoobentos. Makrozoobentos merupakan fauna akuatik yang hidup di dasar perairan, baik di dalam substrat maupun di permukaan substrat. Oleh karena itu kehidupan makrozoobentos di aliran sungai sangat dipengaruhi oleh substrat dasar sungai tersebut karena makrozoobentos hidup pada dasar perairan sungai (Rosyadi dkk. 2009: 16). Makrozoobentos Bentos merupakan organisme yang hidup pada dasar perairan, baik yang menempel pada substrat, bergerak di atas substrat, ataupun yang menggali lubang. Bentos dapat hidup pada substrat yang berupa lumpur, pasir, kerikil, batu, maupun sampah organik di dasar perairan. Berdasarkan produktivitasnya, bentos terbagi menjadi dua kelompok, yaitu fitobentos dan zoobentos. Fitobentos terdiri atas macrophyte dan alga, sedangkan zoobentos terdiri atas hewan-hewan bentos (Fachrul 2007: 101). Berdasarkan ukuran yang dimiliki, bentos terbagi atas tiga kelompok, yaitu mikrobentos, mesobentos, dan makrobentos. Mikrobentos merupakan bentos yang berukuran lebih kecil dari 0,1 mm (<0,1 mm). Mesobentos merupakan bentos yang memiliki ukuran antara 0,1 mm sampai 1 mm (0,1 mm -- 1 mm). Makrobentos merupakan bentos yang berukuran lebih besar dari 1 mm (>1mm) (Fachrul 2007: ). Berdasarkan kebiasaan makan, makrozoobentos dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu pencabik (shredder), kolektor, pengerik (grazer), dan predator. Shredder merupakan kelompok makrozoobentos yang mempunyai kebiasaan makan dengan cara mencabik materi organik kasar seperti daun. Kolektor merupakan kelompok makrozoobentos yang mempunyai kebiasaan makan dengan mengumpulkan materi organik halus. Grazer merupakan kelompok makrozoobentos yang mempunyai kebiasaan makan dengan mengerik

4 perifiton dari substrat. Predator merupakan kelompok makrozoobentos yang mempunyai kebiasaan makan dengan memangsa hewan lain (McCabe 2010: 3). Makrozoobentos kelompok pencabik (shredder) mempunyai mouth parts khusus untuk memotong detritus yang mempunyai ukuran besar. Sedangkan kelompok pengerik (grazer) mempunyai mouth parts khusus untuk mengerik alga yang menempel. Makrozoobentos kolektor menggunakan filter untuk menyaring materi organik halus yang dihasilkan oleh kelompok pencabik dan pengerik (Covich dkk. 1999: 122). Struktur komunitas makrozoobentos dapat diketahui berdasarkan komposisi makrozoobentos dan kelimpahan relatif. Indeks keanekaragaman dan indeks dominansi juga diperlukan dalam kajian mengenai struktur komunitas makrozoobentos. Struktur komunitas makrozoobentos diperlukan untuk mengetahui kualitas sungai berdasar indeks biotik. Hal tersebut dikarenakan penilaian indeks biotik dilakukan dengan skoring terhadap kelompok taksa makrozoobentos yang hadir pada unit sampel. Indeks Biotik Kualiatas perairan sungai dapat ditentukan dengan menggunakan indeks biotik. Indeks biotik merupakan nilai berupa skoring terhadap organisme berdasarkan pada tingkat toleransi organisme terhadap cemaran. Nilai indeks dari suatu lokasi dapat diketahui dengan menghitung nilai skoring dari semua kelompok hewan yang ada dalam sampel. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah Biological Monitoring Working Party-Average Score Per Taxon (BMWP-ASPT). Seperti yang terlihat pada tabel 1, sistem tersebut mengelompokkan biota bentik menjadi 10 tingkatan berdasarkan kemampuannya dalam merespon cemaran di habitatnya (Wardhana 2006: 7--8). Tingginya nilai skor menunjukkan sensitifitas biota bentik terhadap cemaran, di mana semakin sensitif biota bentik, maka semakin tinggi pula nilai skor yang dimiliki. Biota bentik dengan skor 10 merupakan biota yang sangat sensitif terhadap cemaran, sedangkan biota bentik dengan skor 1 merupakan biota yang paling toleran terhadap cemaran (Tatole 2004: 350). Penentuan kualitas sungai berdasar indeks biotik ditentukan dengan melakukan skoring terhadap makrozoobentos yang ditemukan pada lokasi penelitian. Skor diberikan pada suatu kelompok taksa berdasar toleransi terhadap cemaran. Nilai BMWP diperoleh dengan menjumlahkan skor makrozoobentos yang ditemukan. Nilai BMWP yang diperoleh kemudian dibagi dengan jumlah kelompok makrozoobentos yang ditemukan untuk memperoleh nilai ASPT.

5 Tabel 1. Nilai skoring indeks biotik dengan metode BMWP-ASPT Kelompok Organisma Skor Crustaceae (udang galah), Ephemeroptera (larva lalat sehari penggali), 10 Plecoptera (larva lalat batu) Gastropoda (limpet air tawar), Odonata (kini-kini), 8 Trichoptera (larva pita-pita berumah), 7 Bivalvia (kijing), Crustaceae (udang air tawar); Ephemeroptera (larva lalat sehari perenang), Odonata (larva sibar-sibar), Diptera (larva lalat hitam), Coleoptera (kalajengking air, kumbang air), Trichoptera (larva pita-pita tak berumah), Hemiptera (kepik perenang punggung, ulir-ulir,) 6 5 Platyhelminthes (cacing pipih), Arachnida (tugau air), 4 Hirudinea (lintah), Gastropoda (siput), Bivalvia (kerang), Gamaridae (kutu babi air), Syrphidae (belatung ekor tikus) 3 Chironomidae (larva nyamuk) 2 Oligochaeta (cacing) 1 Sumber (Trihadiningrum & Tjondronegoro 1998 lihat Wardhana, 2006) Kategori kualitas sungai kemudian ditentukan berdasar nilai ASPT yang diperoleh. Kategori kualitas sungai berdasar nilai ASPT adalah sebagai berikut: - nilai ASPT >6 = tidak tercemar - nilai ASPT 5--6 = tercemar ringan - nilai ASPT 4--5 = tercemar sedang - nilai ASPT <4 = tercemar berat (Mandaville 2002: 24). Suhu merupakan faktor abiotik yang sangat berpengaruh terhadap organismeorganisme perairan. Suhu yang sesuai untuk kehidupan organisme perairan berkisar antara o C (Lampert & Sommer 2007: 37). Keberadaan makrozoobentos pada aliran sungai juga dipengaruhi oleh kecepatan arus, dimana daerah sungai dengan arus yang kuat hanya ditempati oleh kelompok makrozoobentos yang dapat menempel dengan baik pada substrat. Makrozoobentos lebih beragam pada sungai berarus, dibanding pada sungai yang tenang (McCabe 2010: 6). Kedalaman perairan juga memengaruhi keanekaragaman makrozoobentos. Makroozoobentos memiliki keanekaragaman yang lebih rendah pada perairan yang dalam (McCabe 2010: 6). Substrat di dasar perairan akan menentukan kelimpahan dan komposisi jenis makrozoobentos. Substrat dasar yang diperlukan untuk

6 tempat tinggal makrozoobentos dapat berupa lumpur, tanah liat, pasir, kerikil, dan batu (Fachrul 2007: 101). Dissolved Oxygen (DO) merupakan faktor abiotik yang sangat penting dalam menunjang kehidupan biota akuatik termasuk makrozoobentos. Kadar oksigen terlarut yang diperlukan dalam perairan mempunyai kisaran 5 mg/l. Oksigen terlarut di perairan dapat bersumber dari udara maupun hasil fotosintesis fitoplankton dan tumbuhan air (Lampert & Sommer 2007: ). Makrozoobentos memiliki kisaran toleransi yang berbeda terhadap ph, tergantung pada jenis organismenya. Makrozoobentos mempunyai jumlah jenis yang rendah pada lingkungan dengan ph rendah (Zulkifli & Setiawan 2011: 97). Nilai ph yang optimal untuk kehidupan biota akuatik mempunyai kisaran 6,5--8,2 (Rahayu dkk. 2009: 42). Faktor biologi yang dapat memengaruhi kehidupan makrozoobentos di antaranya adalah kehadiran tumbuhan air. Tumbuhan air dapat berfungsi sebagai sumber pakan bagi kelompok makrozoobentos tertentu. Tumbuhan air juga membentuk relung bagi kehidupan makrozoobentos, yaitu sebagai tempat menempel, tempat berlindung, ataupun tempat mencari makan. Tumbuhan air yang berperan sebagai produsen juga menghasilkan oksigen yang memengaruhi kehidupan biota akuatik seperti makrozoobentos (Lampert & Sommer 2007: ). Faktor biologi lain yang dapat memengaruhi kehidupan makrozoobentos adalah kompetisi dan Predasi. Kompetisi antar kelompok makrozoobentos dalam memperoleh makanan maupun tempat tinggal dapat memengaruhi kehidupan makrozoobentos. Suatu kelompok yang dapat berkompetisi dalam memperoleh makanan dan tempat tinggal akan memiliki kelimpahan yang tinggi (Dudgeon 2008: 96). Predasi merupakan suatu interaksi yang juga memengaruhi kehidupan makrozoobentos. Predasi yang terjadi pada suatu kelompok makrozoobentos dapat memengaruhi kelimpahan makrozoobentos tersebut (Dudgeon 2008: 96). METODOLOGI PENELITIAN Lokasi penelitian Pengambilan sampel dilakukan di Sungai Cengek bagian hulu yang melintasi Desa Payaman, Kota Salatiga pada bulan Februari Proses analisis sampel dilakukan di Laboratorium

7 Taksonomi Hewan Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok. Alat dan Bahan Alat--alat yang digunakan dalam penelitian terdiri atas kamera untuk dokumentasi, baki plastik untuk mengumpulkan sampel makrozoobentos, botol sampel untuk menyimpan sampel makrozoobentos, deeping bar untuk mengukur kecepatan arus sungai, mikroskop serta kaca loupe untuk pengamatan makrozoobentos, DO meter untuk mengukur DO dan suhu air, kertas ph universal [Merck] untuk mengukur ph, meteran untuk mengukur lebar dan kedalaman sungai, dan Surber stream bottom sampler (30 x 30 cm) untuk sampling makrozoobentos. Bahan--bahan yang digunakan dalam penelitian adalah akuades, alkohol 70%, kertas label, dan sampel makrozoobentos yang diperoleh. Cara Kerja Stasiun pengambilan sampel ditentukan dengan melakukan survei lapangan terlebih dahulu. Stasiun pengambilan sampel dibagi menjadi 7 stasiun seperti yang terlihat pada gambar 3.4.1, dengan jarak antar stasiun ±100 m. Stasiun 1, 2, dan 3 ditentukan berdasarkan daerah sungai dengan substrat dasar yang telah disemen, sedangkan stasiun 4, 5, dan 6 pada daerah dengan substrat dasar batu. Stasiun 1, 2, dan 3 terdapat di percabangan sungai bagian barat. Stasiun 4, 5, dan 6 terdapat di percabangan sungai bagian timur. Stasiun 1 merupakan daerah awal sungai dengan substrat semen, stasiun 2 merupakan daerah tengah, dan stasiun 3 merupakan daerah akhir sungai dengan substrat dasar semen. Stasiun 4, 5, dan 6 disesuaikan dengan jarak stasiun 1, 2, dan 3 dari percabangan. Stasiun 7 merupakan daerah sungai sebelum percabangan. Stasiun 7 ditentukan sebagai pembanding dari stasiun yang lain. Pengambilan sampel makrozoobentos dilakukan di bagian tepi kiri, tepi kanan, dan tengah sungai pada 7 stasiun pengambilan sampel. Pengambilan sampel makrozoobentos dilakukan menggunakan alat Surber stream bottom sampler (30 x 30 cm). Alat Surber stream bottom sampler diletakkan pada dasar aliran sungai dengan bagian depan alat menghadap arah datangnya arus air. Daerah di depan alat kemudian diaduk selama 3 menit sehingga makrozoobentos yang berada pada substrat akan terlepas dari substrat tersebut dan terbawa arus masuk ke dalam jaring Surber. Makrozoobentos yang menempel pada jaring Surber

8 kemudian dikumpulkan sebagai sampel. Sampel yang melekat kuat pada substrat batu, semen, ataupun pada tumbuhan akan diambil secara langsung sebelum dilakukan pengambilan dengan jaring surber. Sampel makrozoobentos yang diperoleh kemudian diawetkan dengan alkohol 70% pada botol sampel. Botol sampel kemudian diberi label lokasi pengambilan sampel. Parameter abiotik diukur secara in-situ dengan waktu yang bersamaan dengan pengambilan sampel makrozoobentos. Pengukuran parameter abiotik dilakukan sebelum pengambilan sampel makrozoobentos. Parameter yang diukur adalah suhu, Dissolved Oxygen (DO), ph, jenis substrat, lebar sungai, kedalaman sungai, dan kecepatan arus. Suhu dan DO diukur menggunakan alat DO meter pada bagian tengah sungai. Derajat keasaman (ph) diukur menggunakan kertas ph indikator skala pada bagian tengah sungai. Lebar dan kedalaman sungai diukur menggunakan meteran, dengan pengukuran kedalaman sungai yang dilakukan di bagian tengah sungai. Kecepatan arus sungai diukur menggunakan deeping bar pada bagian tengah sungai. Pengukuran parameter abiotik dilakukan dengan dua kali pengulangan. Hasil pengukuran kemudian dicatat pada lembar kerja. Tipe substrat juga diamati dan dicatat pada lembar kerja. Parameter biotik di sekitar sungai yang diamati selama pengambilan data yaitu kondisi daerah riparian, tutupan kanopi, dan keberadaan tumbuhan air di sungai. Tumbuhan air yang teramati kemudian diambil sebagai sampel untuk data pendukung. Tumbuhan air yang telah diambil kemudian disimpan pada botol sampel. Sampel makrozoobentos yang diperoleh diawetkan dengan alkohol 70 %. Sampel makrozoobentos kemudian diidentifikasi di Laboratorium Taksonomi Hewan Departemen Biologi FMIPA UI. Sampel makrozoobentos diidentifikasi sampai tingkat famili. Identifikasi sampel makrozoobentos dilakukan menggunakan buku Benthem-Jutting dan sumber acuan lain berupa jurnal mengenai makrozoobentos seperti Köhler & Glaubrecht (2001). Data yang diperoleh kemudian dianalisis berkaitan dengan struktur komunitas makrozoobentos. Struktur komunitas makrozoobentos ditentukan berdasarkan komposisi makrozoobentos, kelimpahan relatif, indeks keanekaragaman Shannon-Wiener dan indeks dominansi Simpson. Substrat dasar dianalisis berdasarkan jenis substrat yang dominan. Kualitas air ditentukan berdasarkan indeks biotik. Komposisi makrozoobentos ditentukan berdasar jumlah kelompok makrozoobentos yang diperoleh. Hasil yang diperoleh dibandingkan antar stasiun di 3 lokasi, yaitu daerah sebelum percabangan, daerah percabangan sebelah barat, dan daerah percabangan sebelah timur. Nilai indeks keanekaragaman digunakan untuk pengelompokan stasiun dengan dendodgram.

9 Pembuatan dendogram dilakukan dengan bantuan software SPSS, dengan pengukuran cluster menggunakan average linkage serta pengukuran jarak dengan Euclidean distance. Parameter komposisi makrozoobentos, indeks dominansi, kelimpahan relatif kelompok, dan kualitas sungai dibandingkan secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Sungai Cengek Bagian Hulu Kondisi lingkungan yang diamati adalah faktor-faktor yang berkaitan dengan kehidupan makrozoobentos, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor-faktor abiotik yang diukur adalah suhu, dissolved oxygen (DO), derajat keasaman (ph), lebar sungai, kedalaman sungai, kecepatan arus, dan jenis substrat. Data mengenai hasil pengukuran parameter abiotik di Sungai Cengek dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Hasil Pengukuran Parameter Abiotik di Sungai Cengek pada Bulan Maret 2013 Stasiun Suhu ( o C) DO (mg/l) ph Lebar sungai (m) Kedalaman sungai (cm) Kecepatan arus (m/s) Jenis substrat ,4 5,25 7 3, ,4 Semen 24,3 5,2 7 2, ,5 Semen 24,3 5,3 7 3, ,5 Semen 25,1 4,78 7 2, ,4 Batu 25 5,32 7 2, ,5 Batu 25 4,93 7 3, ,4 Batu 23 8,2 7 3, Batu Faktor biotik yang dimati dalam penelitian adalan vegetasi tumbuhan, yaitu vegetasi tumbuhan pada daerah riparian, tutupan kanopi, serta kehadiran tumbuhan air. Data mengenai hasil pengamatan vegetasi tumbuhan dapat dilihat pada tabel 3.

10 Tabel 3. Hasil Pengamatan Vegetasi Tumbuhan di Daerah Sungai Stasiun Kondisi daerah riparian Tutupan kanopi 1 Vegetasi jarang Terbuka Melimpah 2 Vegetasi jarang Terbuka Melimpah 3 Vegetasi jarang Terbuka Melimpah 4 Vegetasi rapat Terbuka Jarang 5 Vegetasi rapat Terbuka Jarang 6 Vegetasi rapat Tertutup Jarang 7 Vegetasi rapat Tertutup Jarang Kehadiran tumbuhan air Sungai Cengek pada daerah sebelum percabangan terdiri dari satu stasiun, yaitu stasiun 7. Sungai Cengek pada daerah sebelum percabangan mempunyai kondisi yang lebih alami jika dibandingkan dengan daerah setelah percabangan. Di sekitar sungai pada daerah sebelum percabangan belum ada pemukiman penduduk. Lahan di sekitar sungai masih dimanfaatkan warga sebagai sawah maupun kebun. Di pinggir sungai banyak ditumbuhi pohon bambu, pohon pisang, maupun rerumputan. Sungai Cengek pada percabangan sebelah barat terdiri dari tiga stasiun, yaitu stasiun 1, 2, dan 3. Tumbuhan air berupa Hydrilla verticillata sangat melimpah pada percabangan sebelah barat, sangat berbeda dengan bagian sebelum percabangan maupun percabangan sebelah timur yang mempunyai kehadiran tumbuhan air yang jarang. Kondisi Sungai Cengek pada percabangan sebelah barat sangat terpengaruh oleh aktivitas manusia. Di sekitar sungai telah padat dengan pemukiman penduduk. Di salah satu sisi sungai merupakan jalan kampung yang telah disemen hingga tepi sungai. Tidak hanya bagian kedua sisi sungai yang yang disemen, tetapi juga bagian dasar sungai. Hanya terdapat sedikit vegetasi pohon maupun rumput di sekitar sungai. Sungai pada daerah percabangan sebelah barat sering dimanfaatkan oleh warga untuk aktifitas mencuci ataupun mandi. Sungai Cengek pada pecabangan sebelah timur terdiri dari tiga stasiun, yaitu stasiun 4, 5, dan 6. Daerah di sekitar percabangan sungai sebelah timur juga telah dipengaruhi oleh aktifitas manusia, akan tetapi pemukiman penduduk tidak sepadat pada daerah percabangan

11 sebelah barat. Vegetasi tumbuhan di sekitar sungai pada daerah percabangan sebelah timur lebih rapat jika dibandingkan dengan daerah percabangan sebelah barat. Makrozoobentos di Sungai Cengek Bagian Hulu Berdasarkan hasil sampling, makrozoobentos yang didapatkan di Sungai Cengek bagian hulu terdiri dari 4 famili. Data kelompok makrozoobentos yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Makrozoobentos di hulu Sungai Cengek Phylum Class Order Family Genus Stasiun Arthropoda Malacostraca Decapoda Palaemonidae Palaemonetes 2,3,5,6,7 Insecta Ephemeroptera Heptageniidae 1,2,3,4,5,6,7 Odonata Libellulidae 5,6 Mollusca Gastropoda Sorbeoconcha Pachychilidae Brotia testudinaria 1,2,3,4,5,6,7 Data mengenai jumlah individu makrozoobentos yang diperoleh serta nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener dan indeks dominansi Simpson dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Hasil sampling makrozoobentos di Sungai Cengek Stasiun No Kelompok Heptageniidae 1 Libellulidae 2 Palaemonidae 3 Pachychilidae 4 Jumlah (individu) Keanekaragaman (H) Dominansi (D) ,42 0,57 0,64 0,6 0,9 0,8 0,62 0,75 0,68 0,62 0,6 0,49 0,56 0,65

12 pada tabel 6. Data mengenai kelimpahan relatif makrozoobentos pada setiap stasiun dapat dilihat Tabel 6. Kelimpahan relatif makrozoobentos di Sungai Cengek bagian hulu Famili Genus Kelimpahan relatif di stasiun Palaemonidae Palaemonetes - 3,1% 3% - 6,7% 4,8% 4,3% Heptageniidae 14,7% 15,6% 21,2% 72,2% 64,4% 71,4% 78,7% Libellulidae ,2% 2,4% - Pachychilidae Brotia testudinaria 85,3% 81,3% 75,8% 27,8% 26,7% 21,4% 17% Berdasarkan Tabel 6. diketahui bahwa terdapat perbedaan kelimpahan relatif makrozoobentos di Sungai Cengek percabangan sebelah barat, percabangan sebelah timur, dan daerah sebelum percabangan. Stasiun 1, 2, dan 3 yang berada di percabangan sebelah barat mempunyai kelimpahan relatif tertinggi dari Famili Pachychilidae. Stasiun 4, 5, dan 6 yang berada di percabangan sebelah timur mempunyi makrozoobentos yang mendominasi yaitu dari Famili Heptageniidae. Stasiun 7 yang berada di daerah sebelum percabangan juga memiliki makrozoobentos dengan kelimpahan relatif tertinggi dari Famili Heptageniidae. Struktur Komunitas Makrozoobentos di Sungai Cengek Berdasarkan tabel 4. dapat dilihat bahwa makrozoobentos yang ditemukan di Sungai Cengek bagian hulu terdiri dari 4 famili, yaitu Heptageniidae, Libellulidae, Palaemonidae, dan Pachychilidae. Perbedaan komposisi makrozoobentos antar lokasi dapat disebabkan adanya perbedaan karakter fisik pada suatu lokasi. Perbedaan tersebut terlihat pada hadirnya famili Libellulidae di stasiun 5 dan 6, akan tetapi tidak pada stasiun 7. Hal tersebut dapat terjadi karena perbedaan karakter fisik berupa kecepatan arus air. Stasiun 7 yang mempunyai kecepatan arus 1 m/s bukanlah lokasi yang sesuai untuk kehidupan larva sibar-sibar dari famili Libellulidae karena arus yang terlalu deras. Hanya biota dengan kemampuan menempel yang baik yang dapat bertahan dalam kondisi tersebut. Larva sibar-sibar dari famili Libellulidae lebih sesuai hidup pada perairan dengan arus yang lebih tenang seperti pada stasiun 5 dan 6 di bagian tepi sungai. Berdasarkan Tabel 6. diketahui bahwa terdapat perbedaan kelimpahan relatif makrozoobentos di Sungai Cengek bagian hulu. Stasiun 1, 2, dan 3 yang berada di percabangan sebelah barat mempunyai kelimpahan relatif tertinggi dari Famili Pachychilidae.

13 Stasiun 4, 5, dan 6 yang berada di percabangan sebelah timur mempunyai kelimpahan relatif tertinggi dari Famili Heptageniidae. Stasiun 7 yang berada di daerah sebelum percabangan juga memiliki makrozoobentos dengan kelimpahan relatif tertinggi dari Famili Heptageniidae. Adanya perbedaan kelimpahan relatif makrozoobentos di Sungai Cengek bagian hulu dapat disebabkan adanya perbedaan substrat. Larva lalat sehari dari Famili Heptageniidae mempunyai nilai kelimpahan relatif yang tinggi pada Sungai Cengek daerah sebelum percabangan dan percabangan sebelah timur dengan substrat dasar berupa batu. Siput air tawar (Brotia testudinaria) dari Famili Pachychilidae mempunyai nilai kelimpahan relatif yang tinggi pada Sungai Cengek percabangan sebelah barat dengan substrat dasar berupa semen. Tingginya nilai kelimpahan relatif yang ditunjukkan oleh siput air tawar (Brotia testudinaria) pada percabangan sebelah barat dapat disebabkan oleh faktor biotik maupun abiotik yang mendukung. Faktor biotik berupa melimpahnya tumbuhan air Hydrilla verticillata di daerah percabangan sebelah barat dapat mendukung pertumbuhan siput air tawar yang melimpah. Tumbuhan air dapat menjadi tempat tinggal yang sesuai untuk siput air tawar. Faktor abiotik berupa substrat dasar semen sangat memengaruhi kelimpahan siput air tawar di daerah percabangan sebelah barat. Tepi sungai yang disemen membuat permukaan tepi sungai rata dan memberikan ruang lebih luas bagi pertumbuhan Hydrilla verticillata yang dapat menjadi tempat tinggal siput air tawar. Ketika dilakukan pengambilan sampel, siput air tawar tersebut banyak ditemui menempel di tepi sungai. Nilai indeks keanekaragaman di Sungai Cengek bagian hulu berkisar antara 0,42--0,9. Nilai indeks keanekaragaman yang diperoleh di seluruh stasiun penelitian menunjukkan keanekaragaman makrozoobentos yang rendah dengan nilai H < 1. Tingkat keanekaragaman yang rendah menunjukkan bahwa penyebaran individu tiap kelompok tidak merata dan kondisi kestabilan komunitas cenderung rendah (Setiawan 2009: 70). Sungai Cengek bagian hulu mempunyai nilai indeks dominansi berkisar antara 0,49-- 0,75. Nilai yang tinggi tersebut disebabkan sedikitnya jumlah spesies dan adanya jenis makrozoobentos yang jumlahnya lebih besar atau dengan kata lain dominan pada lokasi penelitian. Dominansi dapat terjadi sebagai akibat dari adanya tekanan lingkungan yang menyebabkan hanya jenis tertentu yang mampu hidup dengan baik pada suatu lokasi (Setiawan 2009: 70). Hal tersebut dapat dilihat pada stasiun 1 dengan nilai indeks dominansi 0,75 dimana siput air tawar dari Famili Pachychilidae mempunyai kelimpahan relatif yang tinggi. Stasiun 1 mempunyai substrat dasar semen serta terdapat tumbuhan air Hydrilla verticillata yang melimpah, merupakan habitat yang sesuai untuk makrozoobentos seperti

14 siput air tawar dari Famili Pachychilidae yang dapat menempel pada substrat semen maupun tumbuhan air. Substrat dasar menjadi faktor utama yang menyebabkan terjadinya perbedaan struktur komunitas makrozoobentos di Sungai Cengek bagian hulu. Hal tersebut dapat dilihat dengan kelimpahan relatif maupun nilai indeks dominansi antara lokasi yang bersubstrat dasar batu dengan lokasi yang bersubstrat dasar semen. Faktor abiotik lain seperti suhu, ph, dan DO yang tidak jauh berbeda, mengindikasikan bahwa faktor utama yang memengaruhi perbedaan struktur komunitas makrozoobentos adalah substrat dasar. Jenis substrat dasar akan memengaruhi persebaran makrozoobentos (Handayani dkk. 2011: 37). stasiun Gambar 1. Kemiripan stasiun berdasar indeks keanekaragaman Gambar 1. menunjukkan pengelompokan stasiun berdasarkan kemiripan nilai dari indeks keanekaragaman. Berdasarkan gambar 1. diketahui bahwa stasiun 3, 4, dan 7 memiliki kemiripan berdasar nilai indeks keanekaragaman. Dapat dilihat pula bahwa stasiun 5 memiliki kemiripan dengan stasiun 6. Sedangkan stasiun 1 dan 2 lebih mirip dengan kelompok stasiun 3, 4, dan 7. Gambar 1. hanya memperlihatkan kemiripan stasiun-stasiun berdasarkan nilai indeks keanekaragaman, bukan menunjukkan kemiripan berdasar komposisi makrozoobentos ataupun kelimpahan relatif kelompok makrozoobentos.

15 Penilaian Kualitas Sungai Dengan Indeks Biotik Berdasarkan nilai indeks BMWP dan perhitungan nilai ASPT pada Tabel 7. diketahui bahwa kesehatan Sungai Cengek mempunyai kisaran nilai ASPT 6,25--6,5. Hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas sungai masuk ke dalam kategori perairan dengan kondisi yang baik. No Kelompok organisme 1 Ephemeroptera (larva lalat sehari) 2 Odonata (sibarsibar) 3 Crustaceae (udang) 4 Gastropoda (siput) Tabel 7. Hasil perhitungan indeks biotik Sungai Cengek Skor Stasiun Jumlah Nilai ASPT 6,5 6,3 6,3 6,5 6,25 6,25 6,3 Daerah percabangan sebelah barat masih berada dalam kondisi baik berdasar nilai ASPT sebesar 6,3--6,5. Masih ditemukannya larva lalat sehari dari Famili Heptageniidae menunjukkan bahwa kualitas perairan masih baik. Keberadaan Famili Heptageniidae pada daerah percabangan sebelah timur menunjukkan bahwa kondisi perairan masih baik. Hal tersebut sesuai dengan nilai ASPT yang cukup tinggi di bagian percabangan sebelah timur sebesar 6,25--6,5 sehingga masuk dalam kategori kondisi perairan yang masih baik. Kategori perairan yang baik berdasar ASPT jika nilai ASPT yang diperoleh >6 (Mandaville 2002: 24). Bagian sungai sebelum percabangan hanya terdiri dari satu stasiun, yaitu stasiun 7, dengan nilai ASPT sebesar 6,3. Sungai pada daerah sebelum percabangan dengan substrat dasar berupa batu dan arus yang deras merupakan habitat yang cocok dan memungkinkan terjadinya dominansi oleh larva lalat sehari dari Famili Heptageniidae. Melimpahnya larva lalat sehari dari Famili Heptageniidae yang merupakan biota yang sensitif terhadap cemaran, menunjukkan kondisi perairan Sungai Cengek pada daerah sebelum percabangan masih baik. Hal tersebut sesuai pula dengan nilai indeks biotik yang diperoleh, dimana nilai ASPT pada stasiun 7 sebesar 6,3 yang masuk ke dalam kategori perairan dengan kondisi yang baik.

16 Kualitas perairan sungai dapat ditentukan dengan indeks biotik berdasar nilai ASPT yang diperoleh pada lokasi penelitian. Nilai ASPT di atas 6 diperoleh pada Sungai Cengek daerah sebelum percabangan, percabangan sebelah timur, dan percabangan sebelah barat. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketiga lokasi penelitian mempunyai kualitas perairan yang baik, meskipun mempunyai kondisi fisik yang berbeda. Meskipun ditemukan Famili Heptageniidae di semua lokasi penelitian, akan tetapi terdapat perbedaan dalam hal kelimpahan relatif jenis tersebut. Daerah sebelum percabangan dan percabangan sebelah timur dengan substrat dasar berupa batu mempunyai kelimpahan makrozoobentos dari Famili Heptageniidae yang lebih tinggi dibanding percabangan sebelah barat. Percabangan sebelah barat dengan substrat dasar berupa semen mempunyai kelimpahan relatif Famili Heptageniidae yang rendah karena daerah tersebut didominasi oleh siput air tawar (Brotia testudinaria) dari Famili Pachychilidae. Perbedaan struktur komunitas yang disebabkan adanya perbedaan substrat dasar di Sungai Cengek bagian hulu tidak menunjukkan adanya perbedaan kualitas perairan berdasar indeks biotik karena semua lokasi penelitian mempunyai nilai ASPT diatas 6. Nilai ASPT diatas 6 termasuk ke dalam kategori perairan dengan kondisi yang baik (Mandaville 2002: 24). KESIMPULAN DAN SARAN Sampel makrozoobentos terdiri dari 4 Famili, yaitu Heptageniidae, Libellulidae, Palaemonidae, dan Pachychilidae. Makrozoobentos yang melimpah pada daerah sebelum percabangan dan percabangan sebelah timur adalah larva lalat sehari dari Famili Heptageniidae, sedangkan pada percabangan sebelah barat adalah siput air tawar (Brotia testudinaria) dari Famili Pachychilidae. Keanekaragaman makrozoobentos rendah, serta terdapat satu kelompok yang dominan. Sungai Cengek bagian hulu pada daerah sebelum percabangan, percabangan sebelah timur, dan percabangan sebelah barat mempunyai kualitas perairan yang baik. Diperlukan penelitian dengan area yang lebih luas pada sungai dengan substrat dasar batu dan semen, untuk mengetahui pengaruh lebih lanjut adanya perbedaan substrat tersebut terhadap kehidupan biota akuatik.

17 DAFTAR REFERENSI Allan, J. D. & M. M. Castillo Stream ecology: Structure and function of running waters. 2 nd ed. Springer, Dordrecht: xiv hlm. Covich, A. P., M. A. Palmer, & T. A. Crowl The role of benthic invertebrate species in freshwater ecosystems: zoobenthic species influence energy flows and nutrient cycling. BioScience. 49 (2): Dodds, K. W Freshwater ecology: Concepts and environmental applicatios. Academic Press, San Diego: xxi hlm. Dudgeon, D Tropical stream ecology. Elsevier, Amsterdam: xviii hlm. Fachrul, M.F Metode sampling bioekologi. Penerbit Bumi Aksara, Jakarta: vii hlm. Handayani, S. T., B. Suharto, & Marsoedi. Penentuan status kualitas perairan Sungai Brantas hulu dengan biomonitoring makrozoobentos: tinjauan pencemaran dari bahan organik. Biosain. 1 (1): Köhler, F. & M. Glaubrecht Toward a systematic revision of the Southeast Asian freshwater gastropod Brotia H. Adams, 1866 (Cerithioidea: Pachychilidae): An account of species from around the South China Sea. J. Moll. Stud. 67: Lampert, W & U. Sommer Limnoecology: The ecology of lakes and streams. 2 nd ed. Oxford University Press, Oxford: ix hlm. Mandaville, S. M Benthic macroinvertebrates in freshwater-taxa tolerance value, metrics, and protocols. Soil & Water Conservation Society of Metro Halifax, New York: xviii + 48 hlm. McCabe, D. J Rivers and streams: Life in flowing water. Nature Education Knowledge. 1 (12): Rahayu, S., R. H. Widodo, M. van Noordwijk, I. Suryadi, & B. Verbist Monitoring air di daerah aliran sungai. World Agroforestry Centre, Bogor: ii hlm. Rosyadi, S. Nasution, & Thamrin Distribusi dan kelimpahan makrozoobenthos di sungai Singingi Riau. Journal of Environmental Science. 3: Setiawan, D Studi komunitas makrozoobentos di perairan hilir Sungai Lematang sekitar daerah pasar bawah Kabupaten Lahat. Jurnal Penelitian Sains 9: Tatole, V Benthic invertebrates - an estimation parameter for the surface water bodies. Travaux du Museum National d Historie Naturelle Grigore Antipa 17:

18 Wardhana, W Metode prakiraan dampak dan pengelolaannya pada komponen biota akuatik. Pusat Penelitian Sumberdaya Manusia dan Lingkungan Universitas Indonesia, Jakarta: 12 hlm. Zulkifli, H. & D. Setiawan Struktur komunitas makrozoobentos di perairan Sungai Musi kawasan Pulokerto sebagai instrumen biomonitoring. Jurnal Natur Indonesia. 14 (1):

PERUBAHAN LINGKUNGAN PERAIRAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP BIOTA AKUATIK* PENDAHULUAN

PERUBAHAN LINGKUNGAN PERAIRAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP BIOTA AKUATIK* PENDAHULUAN PERUBAHAN LINGKUNGAN PERAIRAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP BIOTA AKUATIK* oleh: Wisnu Wardhana Jurusan Biologi FMIPA-UI, Depok 16424 PENDAHULUAN Baik buruknya suatu perairan dipengaruhi oleh kegiatan di sekitarnya.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup yang panjang. Oleh karena itu peran bentos dalam

TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup yang panjang. Oleh karena itu peran bentos dalam TINJAUAN PUSTAKA Benthos Bentos merupakan kelompok organisme yang hidup di dalam atau di permukaan sedimen dasar perairan. Bentos memiliki sifat kepekaan terhadap beberapa bahan pencemar, mobilitas yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi penelitian Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo. Sungai ini bermuara ke

Lebih terperinci

KUALITAS PERAIRAN SUNGAI KUNDUR BERDASARKAN MAKROZOOBENTOS MELALUI PENDEKATAN BIOTIC INDEX DAN BIOTILIK

KUALITAS PERAIRAN SUNGAI KUNDUR BERDASARKAN MAKROZOOBENTOS MELALUI PENDEKATAN BIOTIC INDEX DAN BIOTILIK MASPARI JOURNAL Juli 05, ():5-56 KUALITAS PERAIRAN SUNGAI KUNDUR BERDASARKAN MAKROZOOBENTOS MELALUI PENDEKATAN BIOTIC INDEX DAN BIOTILIK WATER QUALITY OF KUNDUR RIVER BASED ON MACROZOOBENTHOS USING BIOTIC

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Lokasi penelitian dilaksanakan di Sungai Bone. Alasan peneliti melakukan penelitian di Sungai Bone, karena dilatar belakangi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai Perairan dibagi dalam tiga kategori utama yaitu tawar, estuaria dan kelautan. Habitat air tawar menempati daerah yang relatif kecil pada permukaan bumi bila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan makhluk hidup lainnya. Data dari BPS tahun 2007 menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan makhluk hidup lainnya. Data dari BPS tahun 2007 menunjukkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Air sungai mempunyai peranan yang sangat strategis dalam kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Data dari BPS tahun 2007 menunjukkan bahwa sekitar 3 persen

Lebih terperinci

bentos (Anwar, dkk., 1980).

bentos (Anwar, dkk., 1980). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman jenis adalah keanekaragaman yang ditemukan di antara makhluk hidup yang berbeda jenis. Di dalam suatu daerah terdapat bermacam jenis makhluk hidup baik tumbuhan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keanekaragaman Makroinvertebrata Air Pada Vegetasi Riparian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keanekaragaman Makroinvertebrata Air Pada Vegetasi Riparian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keanekaragaman Makroinvertebrata Air Pada Vegetasi Riparian Sampel makroinvertebrata air pada vegetasi riparian yang telah diidentifikasi dari sembilan stasiun titik sampling

Lebih terperinci

Water Quality Black Water River Pekanbaru in terms of Physics-Chemistry and Phytoplankton Communities.

Water Quality Black Water River Pekanbaru in terms of Physics-Chemistry and Phytoplankton Communities. Water Quality Black Water River Pekanbaru in terms of Physics-Chemistry and Phytoplankton Communities Dedy Muharwin Lubis, Nur El Fajri 2, Eni Sumiarsih 2 Email : dedymuh_lubis@yahoo.com This study was

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peranan penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya,

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODE

BAB 2 BAHAN DAN METODE BAB 2 BAHAN DAN METODE 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 pada beberapa lokasi di hilir Sungai Padang, Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batubara. Metode yang digunakan

Lebih terperinci

STUDI KUALITAS AIR SUNGAI BONE DENGAN METODE BIOMONITORING (Suatu Penelitian Deskriptif yang Dilakukan di Sungai Bone)

STUDI KUALITAS AIR SUNGAI BONE DENGAN METODE BIOMONITORING (Suatu Penelitian Deskriptif yang Dilakukan di Sungai Bone) STUDI KUALITAS AIR SUNGAI BONE DENGAN METODE BIOMONITORING (Suatu Penelitian Deskriptif yang Dilakukan di Sungai Bone) Stevi Mardiani M. Maruru NIM 811408109 Dian Saraswati, S.Pd, M.Kes Ekawati Prasetya,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Air permukaan yang ada seperti sungai dan situ banyak dimanfaatkan

TINJAUAN PUSTAKA. Air permukaan yang ada seperti sungai dan situ banyak dimanfaatkan TINJAUAN PUSTAKA Sungai Air permukaan yang ada seperti sungai dan situ banyak dimanfaatkan untuk keperluan manusia seperti tempat penampungan air, alat transportasi, mengairi sawah dan keperluan peternakan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Pulau Panggang Kepulauan Seribu DKI Jakarta pada bulan Maret 2013. Identifikasi makrozoobentos dan pengukuran

Lebih terperinci

Keanekaragaman dan Kelimpahan Makrozoobentos di Sungai Naborsahan Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara

Keanekaragaman dan Kelimpahan Makrozoobentos di Sungai Naborsahan Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara Keanekaragaman dan Kelimpahan Makrozoobentos di Sungai Naborsahan Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara Diversity and Abundance of Macrozoobenthos in Naborsahan River of Toba Samosir Regency, North Sumatera

Lebih terperinci

2.2. Struktur Komunitas

2.2. Struktur Komunitas 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobentos Hewan bentos dibagi dalam tiga kelompok ukuran, yaitu makrobentos (ukuran lebih dari 1,0 mm), meiobentos (ukuran antara 0,1-1 mm) dan mikrobentos (ukuran kurang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2016 di Muara Sungai Nipah Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di sekitarnya,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai Ekosistem air yang terdapat di daratan (inland water) secara umum di bagi atas dua yaitu perairan lentik (perairan tenang atau diam, misalnya: danau, waduk,

Lebih terperinci

Nilai fisikokimia perairan

Nilai fisikokimia perairan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Parameter Fisikokimia Perairan Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Tiga Lokasi Aliran Sungai Sumber Kuluhan Jabung diperoleh nilai rata-rata

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan April 2014.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan April 2014. 25 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan April 2014. Tempat penelitian berlokasi di Sungai Way Sekampung, Metro Kibang,

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS UNTUK MENENTUKAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI METRO, MALANG, JAWA TIMUR ABDUL MANAN

PENGGUNAAN KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS UNTUK MENENTUKAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI METRO, MALANG, JAWA TIMUR ABDUL MANAN PENGGUNAAN KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS UNTUK MENENTUKAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI METRO, MALANG, JAWA TIMUR ABDUL MANAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS DI SUNGAI TALAWAAN MINAHASA UTARA, SULAWESI UTARA

KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS DI SUNGAI TALAWAAN MINAHASA UTARA, SULAWESI UTARA KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS DI SUNGAI TALAWAAN MINAHASA UTARA, SULAWESI UTARA Mentari Maith 1), Sendy Rondonuwu 1), Adelfia Papu 1), Marina F.O Singkoh 1) 1) Program Studi Biologi FMIPA Universitas Sam

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODE

BAB 2 BAHAN DAN METODE BAB 2 BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Mei 2011 pada 4 lokasi di Sungai Bah Bolon, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara (peta lokasi penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Sistematika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Surabaya.

BAB III METODE PENELITIAN. Sistematika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Surabaya. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sumber mata air Kuluhan dan alirannya di Desa Jabung Kecamatan Panekkan Kabupaten Magetan. Sumber mata air Kuluhan terletak

Lebih terperinci

Estimasi Populasi Gastropoda di Sungai Tambak Bayan Yogyakarta

Estimasi Populasi Gastropoda di Sungai Tambak Bayan Yogyakarta Estimasi Populasi Gastropoda di Sungai Tambak Bayan Yogyakarta Andhika Rakhmanda 1) 10/300646/PN/12074 Manajamen Sumberdaya Perikanan INTISARI Makrozoobentos merupakan salah satu kelompok terpenting dalam

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 Maret- 20 Juli 2011 di Perairan Kuala Tanjung Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara, dan laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 11 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Pengambilan Sampel Pengambilan sampel makrozoobenthos dilakukan pada tanggal 19 Februari, 19 Maret, dan 21 Mei 2011 pada jam 10.00 12.00 WIB. Lokasi dari pengambilan

Lebih terperinci

Unnes Journal of Life Science

Unnes Journal of Life Science UJLS 4 (2) (2015) Unnes Journal of Life Science http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/unnesjlifesci KEANEKARAGAMAN SPESIES MAKROZOOBENTOS SEBAGAI INDIKATOR KUALITAS AIR SUNGAI KREO SEHUBUNGAN DENGAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pengambilan data sampel menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau

BAB III METODE PENELITIAN. Pengambilan data sampel menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data sampel menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan

Lebih terperinci

STUDI KELIMPAHAN DAN JENIS MAKROBENTHOS DI SUNGAI CANGAR DESA SUMBER BRANTAS KOTA BATU. *

STUDI KELIMPAHAN DAN JENIS MAKROBENTHOS DI SUNGAI CANGAR DESA SUMBER BRANTAS KOTA BATU. * STUDI KELIMPAHAN DAN JENIS MAKROBENTHOS DI SUNGAI CANGAR DESA SUMBER BRANTAS KOTA BATU Hendra Febbyanto*, Bambang Irawan, Noer Moehammadi, Thin Soedarti Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan

BAB III METODE PENELITIAN. Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan Saptosari dan desa Karangasem kecamatan Paliyan, kabupaten Gunungkidul. B. Waktu Penelitian

Lebih terperinci

Studi Komunitas Makrozoobenthos di Perairan Hilir Sungai Lematang Sekitar Daerah Pasar Bawah Kabupaten Lahat

Studi Komunitas Makrozoobenthos di Perairan Hilir Sungai Lematang Sekitar Daerah Pasar Bawah Kabupaten Lahat Jurnal Penelitian Sains Edisi Khusus Desember 2009 (D) 09:12-14 Studi Komunitas Makrozoobenthos di Perairan Hilir Sungai Lematang Sekitar Daerah Pasar Bawah Kabupaten Lahat Doni Setiawan Jurusan Biologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi pemenuhan kebutuhan hidup manusia sehingga kualitas airnya harus tetap terjaga. Menurut Widianto

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak kurang dari 70% dari permukaan bumi adalah laut. Atau dengan kata lain ekosistem laut merupakan lingkungan hidup manusia yang terluas. Dikatakan bahwa laut merupakan

Lebih terperinci

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perairan merupakan ekosistem yang memiliki peran sangat penting bagi kehidupan. Perairan memiliki fungsi baik secara ekologis, ekonomis, estetika, politis,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. seperti analisis fisika dan kimia air serta biologi. Analisis fisika dan kimia air

PENDAHULUAN. seperti analisis fisika dan kimia air serta biologi. Analisis fisika dan kimia air 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penentuan kualitas suatu perairan dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti analisis fisika dan kimia air serta biologi. Analisis fisika dan kimia air kurang memberikan

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2010 pada 3 (tiga) lokasi di Kawasan Perairan Pulau Kampai, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat,

Lebih terperinci

MAKROINVERTEBRATA SEBAGAI BIOINDIKATOR PENGAMATAN KUALITAS AIR

MAKROINVERTEBRATA SEBAGAI BIOINDIKATOR PENGAMATAN KUALITAS AIR MAKROINVERTEBRATA SEBAGAI BIOINDIKATOR PENGAMATAN KUALITAS AIR Pranatasari Dyah Susanti dan Rahardyan Nugroho Adi Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPPTPDAS)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sidoarjo dan 6 kota yaitu Batu, Malang, Blitar, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. Sidoarjo dan 6 kota yaitu Batu, Malang, Blitar, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai Brantas adalah sungai terpanjang yang ada di provinsi Jawa Timur. Panjangnya yaitu mencapai sekitar 320 km, dengan daerah aliran seluas sekitar 12.000 km 2

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Pengambilan data sampel menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Nanggroe Aceh Darussalam, yaitu pada posisi antara 2 o 02-2 o LU dan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Nanggroe Aceh Darussalam, yaitu pada posisi antara 2 o 02-2 o LU dan BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keadaan Umum Kabupaten Aceh Singkil Wilayah Kabupaten Aceh Singkil terletak di sebelah selatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yaitu pada posisi antara 2 o 02-2 o 27 30

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, flora, fauna maupun makhluk hidup yang lain. Makhluk hidup memerlukan air tidak hanya sebagai

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos Odum (1993) menyatakan bahwa benthos adalah organisme yang hidup pada permukaan atau di dalam substrat dasar perairan yang meliputi organisme

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sekitar 21% persediaan air Asia Pasifik (Walhi, 2005). Perairan air tawar, salah

BAB 1 PENDAHULUAN. sekitar 21% persediaan air Asia Pasifik (Walhi, 2005). Perairan air tawar, salah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah Indonesia memiliki 65% dari persediaan air di dunia atau sekitar 21% persediaan air Asia Pasifik (Walhi, 2005). Perairan air tawar, salah satunya waduk menempati

Lebih terperinci

JENIS-JENIS GASTROPODA DI SUNGAI KUYUNG DESA KUMBUNG NAGARI LUNANG UTARA KECAMATAN LUNANG KABUPATEN PESISIR SELATAN

JENIS-JENIS GASTROPODA DI SUNGAI KUYUNG DESA KUMBUNG NAGARI LUNANG UTARA KECAMATAN LUNANG KABUPATEN PESISIR SELATAN JENIS-JENIS GASTROPODA DI SUNGAI KUYUNG DESA KUMBUNG NAGARI LUNANG UTARA KECAMATAN LUNANG KABUPATEN PESISIR SELATAN Ayu Wahyuni 1, Armein Lusi 2, Lora Purnamasari 2 1 Mahasiswa Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

POSTER KERAGAMAN JENIS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SUNGAI OGAN, SUMATERA SELATAN 1 Marson 2

POSTER KERAGAMAN JENIS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SUNGAI OGAN, SUMATERA SELATAN 1 Marson 2 POSTER KERAGAMAN JENIS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SUNGAI OGAN, SUMATERA SELATAN 1 Marson 2 ABSTRAK Sungai Ogan dimanfaatkan penduduk untuk kepentingan sosial dan ekonomi, dampak kegiatan tersebut mengakibatkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan hidup yang didalamnya terdapat hubungan fungsional yang sistematik

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan hidup yang didalamnya terdapat hubungan fungsional yang sistematik II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Perairan Ekosistem merupakan tingkat organisasi yang lebih tinggi dari komunitas atau merupakan kesatuan dari suatu komunitas dengan lingkungannya dimana terjadi antar

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SUNGAI BINGAI KECAMATAN BINJAI BARAT KOTA BINJAI

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SUNGAI BINGAI KECAMATAN BINJAI BARAT KOTA BINJAI STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SUNGAI BINGAI KECAMATAN BINJAI BARAT KOTA BINJAI (Community Structure of Macrozoobenthos in the River Bingai at West Binjai Subdistrict of Binjai City) Navisa

Lebih terperinci

Stasiun 1 ke stasiun 2 yaitu + 11,8 km. Stasiun '4.03"LU '6.72" BT. Stasiun 2 ke stasiun 3 yaitu + 2 km.

Stasiun 1 ke stasiun 2 yaitu + 11,8 km. Stasiun '4.03LU '6.72 BT. Stasiun 2 ke stasiun 3 yaitu + 2 km. 8 menyebabkan kematian biota tersebut. Selain itu, keberadaan predator juga menjadi faktor lainnya yang mempengaruhi hilangnya atau menurunnya jumlah makrozoobentos. 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan

TINJAUAN PUSTAKA. pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan 47 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN DAN DOMINANSI PLANKTON DI ESTUARI KUALA RIGAIH KECAMATAN SETIA BAKTI KABUPATEN ACEH JAYA

KEANEKARAGAMAN DAN DOMINANSI PLANKTON DI ESTUARI KUALA RIGAIH KECAMATAN SETIA BAKTI KABUPATEN ACEH JAYA KEANEKARAGAMAN DAN DOMINANSI PLANKTON DI ESTUARI KUALA RIGAIH KECAMATAN SETIA BAKTI KABUPATEN ACEH JAYA DIVERSITY AND DOMINANCE OF PLANKTON IN KUALA RIGAIH, ACEH JAYA DISTRICT Rahmatullah 1 *, M. Sarong

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - April 2011 di Perairan Kuala Tanjung Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara, dan laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu

BAB I PENDAHULUAN. Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu senggangnya (leisure time), dengan melakukan aktifitas wisata (Mulyaningrum, 2005). Lebih

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di perairan lokasi budidaya kerang hijau (Perna viridis) Perairan Pantai Cilincing, Jakarta Utara. Sampel plankton diambil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Organisme makrozoobenthos

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Organisme makrozoobenthos 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan 2.1.1. Organisme makrozoobenthos Organisme benthos merupakan organisme yang melekat atau beristirahat pada dasar perairan

Lebih terperinci

BIOLOGI AIR METODA PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA: (2 K) Drs. Wisnu Wardhana, M.Si.

BIOLOGI AIR METODA PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA: (2 K) Drs. Wisnu Wardhana, M.Si. METODA PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA: BIOLOGI AIR (2 K) Drs. Wisnu Wardhana, M.Si. E-mail: wisnu-97@ui.edu PUSAT PENELITIAN SUMBERDAYA MANUSIA DAN LINGKUNGAN UNIVERSITAS INDONESIA (PPSML UI) Jl. Raya Salemba

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. peranpenting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan

TINJAUAN PUSTAKA. peranpenting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan 6 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peranpenting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air(catchment area) bagi daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi

I. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi air tawar yang kaya akan mineral dengan ph sekitar 6. Kondisi permukaan air tidak selalu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi plankton sampai tingkat genus pada tambak udang Cibalong disajikankan pada Tabel 1. Hasil identifikasi komunitas plankton

Lebih terperinci

Determination of the Air Hitam River, Pekanbaru City Water Quality Based Biotic Index Macrozoobenthos

Determination of the Air Hitam River, Pekanbaru City Water Quality Based Biotic Index Macrozoobenthos 1 Determination of the Air Hitam River, Pekanbaru City Water Quality Based Biotic Index Macrozoobenthos By Fery Permadi L T 1), Nur El Fajri 2), Adriman 2) fery_09msp@ymail.com Abstract This research was

Lebih terperinci

Praktikum Ekologi Perairan

Praktikum Ekologi Perairan Praktikum Ekologi Perairan EKOSISTEM PERAIRAN Dapat dibedakan menjadi tiga tipe 1. Ekosistem laut dengan salinitas berkisar 17 35 o / oo 2. Ekosistem payau dengan salinitas berkisar 0,5 17 3. Ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan mempunyai kemampaun berenang yang lemah dan pergerakannya selalu dipegaruhi oleh gerakan massa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Tabir terletak di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin. Sungai Tabir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Tabir terletak di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin. Sungai Tabir BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian Sungai Tabir terletak di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin. Sungai Tabir memiliki lebar maksimal 20 meter dan kedalaman maksimal 10 meter.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Habitat air tawar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perairan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Habitat air tawar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perairan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Habitat air tawar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perairan mengalir (lotik) dan perairan menggenang (lentik). Perairan mengalir bergerak terus menerus kearah

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Aliran sungai dari sumber Kuluhan banyak dimanfaatkan oleh sebagian besar warga

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Aliran sungai dari sumber Kuluhan banyak dimanfaatkan oleh sebagian besar warga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Air tawar hanya menempati 3 % dari jumlah air dipermukaan bumi, yang sebagian besar tersimpan dalam bentuk bekuan berupa gletser dan es, atau terbenam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat pengambilan sampel dilakukan pada vegetasi riparian sungai

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat pengambilan sampel dilakukan pada vegetasi riparian sungai BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat pengambilan sampel dilakukan pada vegetasi riparian sungai Sempur dan sungai Maron, Desa Sampel yang telah didapatkan dari lokasi pengambilan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biota Perairan Perairan terdapat kelompok organisme yang tidak toleran dan kelompok organisme yang toleran terhadap bahan pencemar (Hawkes, 1979). Menurut Walker (1981), organisme

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Lokasi penelitian berada di sungai Brantas di mana pengambilan sampel dilakukan mulai dari bagian hilir di Kota Surabaya hingga ke bagian hulu di Kecamatan

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN MAKROZOOBENTOS DI PANTAI KARTIKA JAYA KECAMATAN PATEBON KABUPATEN KENDAL

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN MAKROZOOBENTOS DI PANTAI KARTIKA JAYA KECAMATAN PATEBON KABUPATEN KENDAL KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN MAKROZOOBENTOS DI PANTAI KARTIKA JAYA KECAMATAN PATEBON KABUPATEN KENDAL Naskah Publikasi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Menempuh Derajat Sarjana S-1 Program Studi

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta lokasi pengamatan.

Gambar 2. Peta lokasi pengamatan. 3. METODOLOGI 3.1. Rancangan penelitian Penelitian yang dilakukan berupa percobaan lapangan dan laboratorium yang dirancang sesuai tujuan penelitian, yaitu mengkaji struktur komunitas makrozoobenthos yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 5 3 '15 " 5 3 '00 " 5 2 '45 " 5 2 '30 " BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan April 2010, lokasi pengambilan sampel di perairan

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (GASTROPODA DAN BIVALVIA) SERTA ASOSIASINYA PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI ULEE - LHEUE, BANDA ACEH, NAD

STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (GASTROPODA DAN BIVALVIA) SERTA ASOSIASINYA PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI ULEE - LHEUE, BANDA ACEH, NAD STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (GASTROPODA DAN BIVALVIA) SERTA ASOSIASINYA PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI ULEE - LHEUE, BANDA ACEH, NAD Oleh : IRMA DEWIYANTI C06400033 SKRIPSI PROGRAM STUD1 ILMU

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 15 Juni sampai dengan 31 Juli 2013. Penelitian meliputi kegiatan lapangan dan kegiatan laboratorium. Kegiatan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan

METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 9 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dibagi dalam dua tahap, yaitu pengambilan contoh dan analisis contoh. Pengambilan contoh dilaksanakan pada bulan Maret 2011 di perairan

Lebih terperinci

Analisis Substrat dan Indeks Keanekaragaman Makrozoobentos di Aliran Sungai Babura Kota Medan

Analisis Substrat dan Indeks Keanekaragaman Makrozoobentos di Aliran Sungai Babura Kota Medan Analisis Substrat dan Indeks Keanekaragaman Makrozoobentos di Aliran Sungai Babura Kota Medan Eta Rinayanta Berutu dan Masdiana Sinambela Program Studi Biologi, Universitas Negeri Medan, etarinayanta@gmail.com

Lebih terperinci

PENILAIAN KUALITAS SUNGAI PESANGGRAHAN DARI BAGIAN HULU (BOGOR, JAWA BARAT) HINGGA BAGIAN HILIR (KEMBANGAN, DKI JAKARTA) BERDASARKAN INDEKS BIOTIK

PENILAIAN KUALITAS SUNGAI PESANGGRAHAN DARI BAGIAN HULU (BOGOR, JAWA BARAT) HINGGA BAGIAN HILIR (KEMBANGAN, DKI JAKARTA) BERDASARKAN INDEKS BIOTIK UNIVERSITAS INDONESIA PENILAIAN KUALITAS SUNGAI PESANGGRAHAN DARI BAGIAN HULU (BOGOR, JAWA BARAT) HINGGA BAGIAN HILIR (KEMBANGAN, DKI JAKARTA) BERDASARKAN INDEKS BIOTIK SKRIPSI AKRAM MURIJAL 0706263643

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan Selat merupakan perairan relatif sempit yang menghubungkan dua buah perairan yang lebih besar dan biasanya terletak di antara dua daratan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari

TINJAUAN PUSTAKA. hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari 7 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari merupakan wilayah pesisir semi tertutup yang mempunyai hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari daratan. Sebagian besar estuari

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di perairan Pulau Penjaliran Timur, Kepulauan

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di perairan Pulau Penjaliran Timur, Kepulauan BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di perairan Pulau Penjaliran Timur, Kepulauan Seribu dan Teluk Jakarta. Waktu pengambilan data dilakukan pada tanggal 11

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Makrozoobentos Bentos adalah organisme yang mendiami dasar perairan dan tinggal di dalam atau di permukaan substrat dasar perairan (Odum, 1994). Organisme ini terdiri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu penelitian untuk membuat deskripsi atau gambaran secara sistematis,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian dilakukan menggunakan metode penelitian deskriptif (Nazir, 1999: 63). Penelitian ini hanya mengungkapkan fakta mengenai struktur komunitas fitoplankton

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang dilaksanakan adalah penelitian survei yaitu menelusuri wilayah (gugus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang dilaksanakan adalah penelitian survei yaitu menelusuri wilayah (gugus 42 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian survei yaitu menelusuri wilayah

Lebih terperinci

Struktur Komunitas Makrozoobentos di Perairan Sungai Musi Kawasan Pulokerto sebagai Instrumen Biomonitoring

Struktur Komunitas Makrozoobentos di Perairan Sungai Musi Kawasan Pulokerto sebagai Instrumen Biomonitoring Jurnal Natur Indonesia 14(1), Oktober 2011: 95-99 ISSN 1410-9379, Keputusan Akreditasi No 65a/DIKTI/Kep./2008 Struktur komunitas makrozoobentos di perairan sungai musi 95 Struktur Komunitas Makrozoobentos

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilakukan di kawasan perairan Pulau Biawak, Kabupaten Indramayu. Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan, dimulai dari bulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pengambilan data di lapangan dilakukan di sempadan muara Kali Lamong dan Pulau Galang, serta pengolahan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Danau Ekosistem perairan dapat dibedakan menjadi air tawar, air laut dan air payau seperti terdapat di muara sungai yang besar. Dari ketiga ekosistem perairan tersebut,

Lebih terperinci

Diah Ari Dwitawati, Biomonitoring kualitas air...

Diah Ari Dwitawati, Biomonitoring kualitas air... Diah Ari Dwitawati, Biomonitoring kualitas air... BIOMONITORING KUALITAS AIR SUNGAI GANDONG DENGAN BIOINDIKATOR MAKROINVERTEBRATA SEBAGAI BAHAN PETUNJUK PRAKTIKUM PADA POKOK BAHASAN PENCEMARAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

KELIMPAHAN MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SITU PAMULANG

KELIMPAHAN MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SITU PAMULANG KELIMPAHAN MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SITU PAMULANG Edward Alfin* Prodi Matematika Fakultas Teknik, Matematika dan IPA Universitas Indraprasta PGRI Jakarta *Corresponding author: edwardalfin@gmail.com

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POPULASI MAKROZOOBENTOS DI KAWASAN EKOSISTEM MANGROVE DESA LADONG ACEH BESAR. Lili Kasmini 11 ABSTRAK

IDENTIFIKASI POPULASI MAKROZOOBENTOS DI KAWASAN EKOSISTEM MANGROVE DESA LADONG ACEH BESAR. Lili Kasmini 11 ABSTRAK IDENTIFIKASI POPULASI MAKROZOOBENTOS DI KAWASAN EKOSISTEM MANGROVE DESA LADONG ACEH BESAR Lili Kasmini 11 ABSTRAK Desa Ladong memiliki keanekaragaman mangrove yang masih tinggi yang berpotensi untuk tetap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sehingga menghasilkan komunitas yang khas (Pritchard, 1967).

I. PENDAHULUAN. sehingga menghasilkan komunitas yang khas (Pritchard, 1967). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Estuari adalah perairan semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut, sehingga air laut yang bersalinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar yang bersalinitas

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI PERAIRAN MOROSARI, KECAMATAN SAYUNG, KABUPATEN DEMAK

STRUKTUR KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI PERAIRAN MOROSARI, KECAMATAN SAYUNG, KABUPATEN DEMAK Journal of Marine Research. Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 19-23 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr STRUKTUR KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI PERAIRAN MOROSARI, KECAMATAN SAYUNG, KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sungai merupakan salah satu sumber air utama bagi masyarakat luas baik

BAB I PENDAHULUAN. Sungai merupakan salah satu sumber air utama bagi masyarakat luas baik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai merupakan salah satu sumber air utama bagi masyarakat luas baik yang digunakan secara langsung ataupun tidak langsung. Sungai Konto merupakan salah satu anak

Lebih terperinci