Menghitung Unit Cost Pelayanan Kesehatan Menuju Penganggaran yang Lebih Akurat dan Efektif

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Menghitung Unit Cost Pelayanan Kesehatan Menuju Penganggaran yang Lebih Akurat dan Efektif"

Transkripsi

1 Menghitung Unit Cost Pelayanan Kesehatan Menuju Penganggaran yang Lebih Akurat dan Efektif BERAPA biaya yang dibutuhkan suatu Daerah untuk mencapai Standar Pelayanan Minimum (SPM) di Bidang Kesehatan? Pertanyaan ini memulai proses pengkajian yang cukup panjang, dua tahun Proyek BASICS bekerja di Sulawesi Utara bersama sebuah tim yang terdiri dari para akademisi, ahli statistik, berikut konsultasi intensif dengan para staf Puskesmas, Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota demi menemukan cara penghitungan anggaran SPM Bidang Kesehatan yang lebih akurat. Salah satu kerja Proyek BASICS di Sulawesi Utara adalah mendukung kerja perencanaan di bidang pelayanan kesehatan dasar, untuk membantu mewujudkan SPM Bidang Kesehatan. Untuk itu, di awal tahun 2011, BASICS menginisiasi serangkaian diskusi dengan beberapa SKPD Provinsi untuk membahas penerapan SPM Bidang Kesehatan dan Pendidikan Dasar. Bersama, mereka mencari ide-ide baru, khususnya untuk mencari celah di mana Proyek ini bisa memberi dukungan. Mereka mencari bentuk dukungan baru. Dalam sebuah diskusi terbatas mencuat kisah-kisah tentang kesulitan menerapkan SPM, terutama mengenai kerumitan menjalankan SPM secara setara di wilayah terpencil dan dengan akses sarana transportasi yang terbatas. Misalnya, pelayanan kunjungan rutin ibu hamil (K1-K4) tidak mudah diselenggarakan bagi mereka yang tinggal di Daerah Kepulauan. Dari rangkaian informasi itulah mereka mulai bertanya soal bagaimana menetapkan anggaran untuk masing-masing wilayah dengan kondisi berbeda itu. Sebab sulit membayangkan, misalnya, bahwa kebutuhan anggaran kesehatan seorang anak di Manado dan di Kepulauan sama besarnya. Aturan-aturan mengenai SPM tidak menjangkau kondisi spesifik semacam itu, padahal jawaban meyakinkan tentang kebutuhan dana masing-masing Daerah yang berbeda kondisi sangat diperlukan untuk perencanaan. Selain itu, model penghitungan biaya yang dapat mereka rujuk bersama sampai saat itu ternyata belum tersedia. Pihak SKPD mengakui bahwa dalam menerjemahkan SPM, mereka belum punya metode untuk membuat perencanaan keuangan yang lebih akurat, sesuai kebutuhan di lapangan. PROSES SULAWESI UTARA terdiri dari wilayah Perkotaan dan Perdesaan, juga Pedalaman, Pesisir dan Kepulauan. Untuk mengatasi tantangan keberagaman itu, model perhitungan yang dibuat harus dapat menentukan besaran kebutuhan dana secara akurat namun tidak terjatuh pada kerumitan yang tak sanggup diatasi akibat keragaman tersebut. Para peneliti kemudian meretasnya dengan menggunakan model dasar penghitungan yang seragam, namun dengan deretan variabel beragam yang dapat mengakomodasi perbedaan-perbedaan antar wilayah. PEMERINTAH Provinsi Sulawesi Utara melalui Bappeda yang menjalankan fungsi perencanaan, bersama Dinkes Provinsi, kemudian menginisiasi pengembangan satu model standar dalam

2 menghitung beban atau biaya pelayanan kesehatan untuk seluruh kabupaten. Model penghitungan itu kemudian dikenal dengan nama penghitungan biaya per satuan jenis pelayanan atau unit cost. 1 Dalam dokumen-dokumen resmi pemerintah, jenis pelayanan ini menggunakan frasa cakupan pelayanan. 2 Penghitungan biaya per satuan pelayanan ini belum pernah dilakukan di Provinsi manapun di Indonesia. Di Sulawesi Utara sendiri, Dinkes Provinsi pun belum pernah membuat perhitungan seperti itu. Bila dilakukan, kalkulasi biasanya hanya menimbang jumlah populasi di suatu unit wilayah administratif seperti Kabupaten untuk menetapkan jumlah segmen populasi tertentu yang membutuhkan layanan kesehatan, semisal ibu hamil. Ini dilakukan dengan rumus perhitungan tertentu yang telah dibuat Pemerintah Pusat yang berdiri di atas banyak asumsi. Atau program baru yang direncakan SKPD dibuat berdasarkan berapa anggaran program yang turun dari APBN; atau merujuk kepada jumlah alokasi dana untuk program yang sama pada tahun sebelumnya, lalu menaikkannya beberapa persen di tahun anggaran berikutnya. Kondisi ini antara lain menciptakan keterbatasan dana, sebab sejumlah program yang ditetapkan di level Nasional sering harus dilaksanakan di setiap level di bawahnya: Provinsi, Kabupaten, Puskesmas, dan tingkat masyarakat sendiri. Sehingga tidak mungkin membiayai sebagian besar dari program itu, apalagi seluruhnya. Mereka kerap menjalankan hanya sebagian dari program tersebut, tidak bisa utuh. Alokasi dari APBN dan APBD yang kurang memadai kerap memaksa mereka menyusun prioritas yang cukup sempit. Akibatnya, banyak target yang dipancang oleh program-program Nasional dan Daerah menjadi sulit tercapai. Sementara itu, dalam model perhitungan unit cost berbagai aspek spesifik menjadi pertimbangan, yaitu: (1) harga normal dari setiap komponen standar yang dibutuhkan dalam menyelenggarakan layanan kesehatan dasar, (2) jenis atau cakupan pelayanan yang diselenggarakan di level Puskesmas, dan (3) derajat aksesibilitas warga terhadap pelayanan tersebut. Untuk keperluan penghitungan, masing-masing aspek ini diurai ke dalam deretan variabel yang digali berdasarkan kajian dokumen dan kunjungan lapangan. Biaya per cakupan pelayanan kesehatan yang dihasilkan kajian ini mencerminkan beban yang (1) sesuai dengan standar minimal menurut berbagai buku panduan resmi tentang SPM; (2) pengaruh harga komponen pelayanan seperti obat, tenaga kesehatan (jasa) dan alat kesehatan; (3) indeks aksesibilitas atau derajat kemampuan warga mengakses layanan, yang turut menambah atau mengurangi beban satuan pelayanan. Indeks ini menimbang tingkat kemudahan memperoleh akses pelayanan kesehatan yang dipengaruhi letak, kondisi, transportasi, dan jarak terhadap tipologi Puskesmas (Daratan-Perkotaan dan Perdesaan, Kepulauan dan Daerah Terpencil). 1 Standar pelayanan minimal kesehatan yang dimaksud dalam cakupan pelayanan kesehatan ini sesuai dengan ketetapan Menteri Kesehatan (lihat KOTAK 1). 2 Dalam lingkup Dinas Kesehatan, definisi cakupan pelayanan punya dua aspek, yaitu jenis pelayanan dan pencapaian dari layanan tersebut. Dalam tulisan ini hanya akan digunakan salah satu aspek dari definisi cakupan pelayanan, yaitu sehimpunan jenis pelayanan.

3 Dengan demikian, terciptalah model seragam untuk menghitung beban untuk setiap cakupan pelayanan, berdasarkan standar minimal yang diselenggarakan di Puskesmas. Hasil dari model penghitungan ini menampilkan biaya satuan berdasarkan 35 jenis atau cakupan layanan yang tersedia di Puskesmas. Dengan satu model perhitungan, perencana dapat mengetahui perkiraan besaran biaya yang dibutuhkan masing-masing Puskesmas yang berbeda jarak dan kondisi geografis. Menggunakan model ini, para perencana dapat mengetahui, misalnya, berapa biaya yang dibutuhkan untuk mengawal proses kehamilan seorang ibu, sejak awal masa kehamilan hingga pasca-nifas di satu kelompok wilayah tertentu pada kurun waktu tertentu. Tahapan Kerja BUTUH setidaknya dua tahun untuk merampungkan seluruh tahap penelitian ini, Mereka kemudian melakukan pengkajian unit cost terhadap seluruh puskesmas di tiga kabupaten, yaitu kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro dan Kota Bitung. Tahap pertama kajian ini adalah melakukan kaji cepat (assessment). Mereka mengunjungi 9 Puskesmas terpilih di tiga Kabupaten/Kota, yang dipilih berdasarkan perbedaan karakteristik (Perkotaan dan Perdesaan) dan kondisi geografis (Kepulauan dan Daratan). 3 Menurut seorang anggota peneliti, pilihan untuk menjadikan pelayanan Puskesmas sebagai level pelayanan yang akan dikaji datang dari pertimbangan bahwa sekitar 60% dari target pencapaian MDGs ditangani di Puskesmas. Pada tahap ini para peneliti melakukan kunjungan awal ke Puskesmas terpilih untuk mengumpulkan keterangan tentang aspek-aspek pelayanan yang dianggap prioritas, yang menyumbang informasi mengenai variabel-variabel penting untuk dipertimbangkan dalam penghitungan. Di sini mereka menemukan bahwa ternyata lumayan banyak cakupan pelayanan yang diselenggarakan di Puskesmas sehingga membutuhkan pembatasan cakupan penelitian. Temuan lainnya adalah perbedaan biaya (harga obat-obatan dan alat kesehatan) dan tingkat kemudahan akses ke Puskesmas. Pada tahap selajutnya para peneliti mengumpulkan data primer dari survei dan sensus, serta data sekunder dengan meneliti dokumen-dokumen (studi pustaka). Di sini peran Dinas Kesehatan Provinsi dan Puskesmas sangat besar dalam menyediakan dokumen-dokumen yang dibutuhkan. Setelah itu mereka melakukan kajian pustaka, mendalami materi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kesehatan yang harus dipenuhi dan dilaksanakan pada Puskesmas sesuai pedoman teknis atau standar resmi yang dikeluarkan Pemerintah Pusat. Sebenarnya, menurut para peneliti, membaca literatur khususnya mengenai SPM mereka lakukan sepanjang penelitian berlangsung. Mereka harus senantiasa merujuk dokumen-dokumen tersebut ketika dibutuhkan, dan kebutuhan itu tidak hanya muncul di tahap pengkajian literatur. Dari kajian literatur ini mereka merangkum dasar-dasar hukum bagi penghitungan unit-cost, yang berguna untuk sekaligus menentukan variabel dan penyusunan kebijakan. Dari kajian ini mereka dapat menetapkan cakupan pelayanan sebagai 3 Puskesmas-puskesmas tersebut adalah sebagai berikut: Kabupaten Kepulauan Sitaro, Puskesmas Ondong dan Ulu. Kab Minahasa Utara, Puskesmas Likupang Timur, Tatelu, Airmadidi dan Kema. Kota Bitung, Puskesmas Lembeh, Lembeh Utara dan Lembeh Selatan.

4 unit-unit yang biayanya (cost) akan dihitung. Kotak 1 Dasar hukum penghitungan unit-cost pelayanan kesehatan UU 23/1992 tentang Kesehatan. Regulasi ini menyebutkan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal (ps 4). Untuk itu, diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (Pasal 10). Permenkes 741/Menkes/ Per/VII/2008. Kementerian Kesehatan menetapkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Kesehatan di kabupaten/kota, yaitu upaya kesehatan paling minimal yang ditargetkan secara menyeluruh dapat dicapai mulai tahun 2010 sampai Pelayanan kesehatan sesuai SPM kesehatan diselenggarakan oleh kabupaten/kota dengan Bupati/Walikota sebagai penanggungjawab. Dilaksanakan oleh perangkat daerah kabupaten/kota bersama masyarakat dan secara operasional dikoordinasikan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota. Pembinaan dan pengawasan teknis dilakukan oleh Menteri Kesehatan berdasarkan laporan teknis tahunan kinerja penerapan dan pencapaian SPM kesehatan yang diterima dari Bupati/Walikota. Menteri Kesehatan bertugas melaksanakan monitoring dan evaluasi atas penerapan SPM kesehatan oleh pemerintah daerah. Monitoring dan evaluasi ini dilakukan oleh Gubernur sebagai wakil pemerintah di daerah untuk pemerintah daerah kabupaten/kota. (Pasal 12/2) Kepmenkes nomor 828/Menkes/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Teknis SPM bidang kesehatan di kabupaten/kota. Aturan ini merupakan acuan bagi perangkat kesehatan di kabupaten/kota untuk mencapai target SPM bidang kesehatan. Petunjuk teknis ini mengurai pengertian, definisi operasional, cara perhitungan (yang dilengkapi dengan sumber data dan referensi/rujukan), juga target (indikator dan batas waktu pencapaian) serta langkah kegiatan untuk pencapaian SPM. Kepmenkes nomor 317/Menkes/SK/V/2009 tentang Pedoman Teknis Perencanaan Pembiayaan Pencapaian SPM bidang kesehatan kabupaten kota (ps 10/1): Menteri Kesehatan memfasilitasi pengembangan kapasitas melalui peningkatan kemampuan sistem, kelembagaan, personal dan keuangan, baik di pemerintah maupun kabupaten/kota, karena itu diterbitkan untuk digunakan sebagai acuan bagi perangkat kesehatan di daerah untuk melaksanakan SPM di kabupaten/kota. Dalam pedoman teknis tersebut menjelaskan modul perhitungan biaya SPM beserta templatenya, termasuk penentuan biaya investasi penunjang kegiatan SPM. Sumber: Kajian Unitcost SPM kesehatan: Ibu, anak dan penyakit. Bappeda dan BASICS, Mengingat banyaknya cakupan pelayanan yang diselenggarakan Puskesmas, kebutuhan untuk membatasi ruang lingkup penelitian, serta tujuan penelitian untuk berkontribusi pada penganggaran resmi Pemerintah, mereka membatasi penelitian kepada dokumen cakupan pelayanan SPM Bidang Kesehatan dan target MDGs. Sehingga, di tahap ini dilakukan seleksi jenis layanan di Puskesmas menurut urgensi pada daerah kajian, serta menimbang SPM dan target MDGs terutama yang berhubungan dengan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Artinya, cakupan pelanyanan yang akan dihitung memang harus ada dan dilakukan di Puskesmas dengan fasilitas yang telah tersedia. Kerja selanjutnya adalah mengembangkan formula untuk menghitung unitcost, dengan menetapkan berbagai komponen atau aspek yang akan diperhitungkan, yang kemudian diurai menjadi variabel-variabel, berikut sub-sub variabel masing-masing. Misalnya, komponen cakupan

5 pelayanan yang diurai menjadi variabel-variabel seperti pelayanan ibu hamil, dengan berderet sub-variabel seperti tahap-tahap kehamilan, yang masing-masing membutuhkan komponen biaya (alat kesehatan dan farmasi) berbeda. 4 Di sini informasi yang diperoleh dari kunjungan ke Puskesmas sangat bermanfaat. Mengenai tingkat aksesibilitas, sangat banyak waktu dihabiskan untuk mengembangkan formula indeks aksesibilitas, dengan menimbang berbagai variabel seperti letak, kondisi, jenis moda transportasi, dan jarak. Harga setiap komponen biaya, seperti obat, alat kesehatan dan jasa, tentu berbeda di antara Puskesmas dengan komponen aksesibilitas berbeda (lihat Kotak 2). Misalnya, harga obat di Manado tentu berbeda dengan harga obat yang sama di Kabupaten Kepulauan Sitaro. Atau ketika seorang ibu hamil mengalami komplikasi dan harus dirujuk ke rumah sakit, biayanya berbeda untuk dua wilayah tersebut. Semua perbedaan itu coba dipertimbangkan di dalam formula indeks yang dibuat. Seorang anggota peneliti mengatakan, nyaris 60% waktu dihabiskan untuk mengembangkan indeks tersebut. Mereka menentukan koefisien (faktor pengali) variabel untuk setiap kecamatan, di mana biasanya Puskesmas berada. Koefisien inilah yang akan dikalikan dengan unit cost untuk melihat perbedaan beban atau biaya antar kelompok wilayah menurut derajat aksesibilitas. Kotak 2 Cakupan dan Komponen Penelitian Cakupan pelayanan yang dihitung Kesehatan ibu: ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan komplikasi kebidanan. Unitcost ini dipengaruhi fasilitas puskesmas yang mendasari pada tipologi puskesmas, yaitu: puskesmas rawat jalan, puskesmas rawat inap dan PONED (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar) Kesehatan anak: neonatus, bayi, anak balita dan komplikasi neonatus. Penyakit: penanganan AFP non-folio, penanganan pneumonia, TBC positif, DBD, diare, dan beberapa penyakit lokal (malaria, kusta, cikungunya dan rabies). Komponen biaya Alat kesehatan Jasa tenaga kesehatan Bahan dan farmasi (obat-obatan) Komponen Akesibilitas Letak: kepulauan, daratan, kota, dan waktu tempuh, keberadaan penduduk di daerah sulit (keterjangkauan) Kondisi: karakteristik geografis, ketersediaan sarana dan prasarana (moda), serta topografi Transportasi: tipe transportasi (darat, air) dan kontinuitas Jarak: jarak ke fasilitas kesehatan, jarak ke kecamatan, kabupaten dan ke ibu kota provinsi (Manado). Sumber: Kajian Unitcost SPM kesehatan: Ibu, anak dan penyakit. Bappeda dan BASICS, Untuk membangun rumusan itu, para peneliti kemudian harus melengkapi data tentang harga masing-masing komponen biaya. Harga setiap obat-obatan, bahan kimia, dan alat kesehatan yang dibutuhkan oleh masing-masing cakupan pelayanan tersebut harus ditemukan untuk dapat 4 Satu komponen beban lain, jasa kesehatan, tidak dihitung dalam formula ini, dengan asumsi telah masuk ke dalam alokasi anggaran untuk gaji pegawai.

6 melakukan penghitungan. Di titik ini para peneliti juga perlu waktu cukup lama, untuk melengkapi seluruh data tentang harga tersebut (lihat di bawah). Khusus mengenai harga alat kesehatan, mereka juga harus menimbang masa pakainya. Ambil contoh, dengan harga 1 juta rupiah, satu alat bisa melayani berapa pasien hingga usia ekonomisnya habis dan harus segera digantikan. 5 Untuk mengetahui informasi detil ini mereka kembali mengunjungi Puskesmas untuk melakukan verifikasi. Mereka melakukan wawancara di beberapa Puskesmas dengan para Bidan, Perawat, Dokter, Apoteker, hingga Penjaga gudang, juga melaksanakan serangkaian FGD. Dari metode-metode itulah mereka menakar harga komponen barang yang paling masuk akal. Dengan begitu, seluruh data dapat diperoleh dan kemudian analisis. Di fase ini, telaah dilakukan terhadap data yang terhimpun dengan mencari beban per unit pelayanan dan tingkat aksesibilitas layanan tersebut. Penghitungan unit cost dilakukan terhadap cakupan pelayanan kesehatan ibu, anak dan penyakit sesuai ketetapan pemerintah mengenai SPM Bidang Kesehatan. Sementara pengkajian mengenai tingkat aksesibilitas berguna untuk melihat akses pelayanan kesehatan ke Puskesmas menurut variabel yang telah ditetapkan dari hasil kunjungan lapangan di atas. Analisis terhadap aksesibilitas menghasilkan indeks yang diperoleh dari analisis regresi logistic dan MDA dengan bantuan aplikasi statistik SPSS. Unitcost dihasilkan dari penggunaan koefisien yang diperoleh dari analisis deskriptif, analisis beban satuan, dengan bantuan aplikasi formula di microsoft-excel. Sesudah itu, mereka melakukan ujicoba penghitungan dengan mendapat masukan terjadwal dari narasumber yang mempunyai keahlian spesifik menurut bidang kajian kesehatan. Formulasi unitcost untuk kesehatan ibu, kesehatan anak dan balita, dan penanganan penyakit, diperoleh dengan memperhitungkan indeks aksesibilitas. Indeks aksesbilitas terhadap jenis cakupan pelayanan di Puskesmas dipengaruhi jarak dan waktu ditinjau dari letak, kondisi, dan kelancaran transportasi, telah dihasilkan indeks aksesibilitas kesehatan di seluruh Puskesmas. Penggunaan model penghitungan unitcost pada SPM Kesehatan dilakukan dengan mengalikan unitcost dengan indeks aksesibilitas untuk memperoleh angka beban satuan pelayanan kesehatan di puskesmas dengan nilai yang wajar pada wilayah tertentu. Dengan demikian, diperoleh pula nilai signifikan pada Puskesmas lainnya pada wilayah yang berbeda sesuai nilai indeks aksesibilitas. Untuk pengembangan, penggunaan pendekatan geografi dapat lebih memberi dukungan perhitungan indeks-aksesibilitas pelayanan kesehatan. Hasil kajian unit cost bermanfaat bagi berbagai pihak. Bagi Puskesmas, model ini dapat membantu menghitung capaian SPM sesuai dengan data dasar, termasuk pembiayaan atau beban belanja atas kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai SPM. Sementara untuk Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, penghitungan ini dapat membantu menemukan total yang dibutuhkan untuk mencapai SPM berdasarkan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh seluruh Puskesmas di Kabupaten/Kota tersebut. Kotak 3 5 Artinya, alat tidak harus secara kasat mata terlihat rusak baru diganti, yang dapat berisiko bagi pasien. Para peneliti menyebutkan bahwa dari keterangan sejumlah informan, kondisi semacam ini masih kerap terjadi karena keterbatasan dana.

7 Batasan-Batasan Penghitungan Dari 18 indikator pencapaian SPM bidang kesehatan hanya 11 indikator yang diperhitungkan oleh unit-cost, yaitu: a. Kesehatan ibu (IP #1-4) b. Kesehatan Anak (IP #5-10) c. Penemuan dan Penanganan Penyakit (IP #13) Tidak memperhitungkan kesehatan rujukann ke rumah sakit terdekat Tidak memperhitungkan bias data mobilitas pengunaan layanan puskesmas domisili, maupun pengguna dari puskesmas lain. Beberapa asumsi yang digunakan: a. 20% dari ibu hamil akan mengalami komplikasi dengan rujukan Puskesmas PONED b. Pola maksimal atas dosis penggunaan farmasi (obat, vitamin, bahan kimia, alat uji lab) pada penyakit yang sama dari jenis yang berbeda terhadap umur dan berat badan yang berbeda. Tidak diperhitungkan dalam unit-cost: a. Pendidikan tenaga medis tingkat lanjutan dan pelatihan non-nakes b. Pemantauan dan evaluasi atau rapat/pertemuann c. Pembangunan sarana kesehatan d. Beban atas rujukan pasien (karena telah dijamin Askes, Jamkesda, Jamkesmas) Sumber: Panduan Praktis Unit-cost SPM Bidang Kesehatan, BASICS, 2012 Bagi Pemerintah Kabupaten/Kota, model ini berguna untuk menghitung biaya pelaksanaan SPM dalam penyusunan perencanaan dan penganggaran Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. Sedangkan untuk Pemerintah Provinsi, mereka dapat mengetahui kebutuhan dana untuk pencapaian SPM Kabupaten/Kota, yang memerlukan dukungan dana bersumber dari Provinsi. Dan jika tidak mencukupi, penghitungan ini dapat menjadi dasar Pemerintah Provinsi mengusulkan kebutuhan dana pencapaian SPM kesehatan kepada Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan. Mengenai keberlanjutan dan pengarusutamaan model penghitungan ini, beberapa perkembangan menarik tengah berlangsung. Pertama, bagi Bappeda Sulawesi Utara, kajian unit cost khusus Bidang Kesehatan ini merupakan semacam proyek mercusuar (pilot project), yang kelak akan diterapkan di sektor/urusan lain, bahkan dapat diluaskan penggunaannya hingga ke level Nasional. Untuk itu, Bappeda sering mengkampanyekan metode ini, sebagaimana juga Dinas Kesehatan dan Pemerintah Provinsi. Salah satu yang cukup penting dalam pengarusutamaan model ini adalah upaya memasukkannya ke dalam kurikulum pendidikan (kursus) reguler para perencana keuangan daerah yang diselenggarakan oleh Departemen Dalam Negeri. Ini tengah dilakukan oleh salah satu pengusung model penghitungan unit cost. Kedua, kajian unit cost masih bertahan di Dinas Kesehatan Provinsi, digunakan untuk menghitung perkiraan biaya guna menyusun perencaan anggaran pada tahun ini. Bahkan mereka tengah mengusahakan agar metode ini akan menjadi standar baku untuk penyusunan anggaran di lingkup Dinas Kesehatan Propinsi. Ketiga, di level Kabupaten/Kota, sebagian dari (seluruh) Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara yang telah mengikuti pelatihan mengoperasikan metode penghitungan ini telah menerapkannya, meski belum sampai pada tahap pemanfaatan untuk penyusunan anggaran. Ini berarti bahwa metode ini sanggup meyakinkan banyak pihak akan

8 kemanjurannya dalam menakar kebutuhan pendanaan. TANTANGAN SECARA praktis para peneliti tidak menghadapi terlalu banyak tantangan dalam mengorganisasikan kerja-kerja penelitian. Menurut para peneliti, seluruh pemangku kepentingan seperti Dinas Kesehatan, Bappeda, Puskesmas, dan BASICS sangat responsif dan mendukung penuh kerja penelitian ini. Di samping karena anggota tim yang ramping dan semua SKPD yang terlibat mudah melakukan koordinasi. Sehingga kebanyakan yang mereka alami adalah hambatan yang berhubungan dengan metode penelitian seperti kerja mendapatkan data dan mengembangkan indeks aksesibilitas. Data Harga - Salah satu hambatan yang cukup menguras waktu adalah ketika para peneliti mencoba melengkapi data tentang harga masing-masing komponen biaya seperti obat-obatan dan alat kesehatan. Untuk menemukan data harga tersebut mereka coba bertanya kepada distributor obat dan alat kesehatan atau PBF (Pedagang Besar Farmasi), yang sering enggan memberikan informasi mengenai harga barang yang mereka salurkan. Mereka menangkap kesan bahwa para distributor khawatir memberikan informasi tersebut. Memakan waktu cukup lama untuk melengkapi harga obat dan alat kesehatan untuk setiap komponen cakupan pelayanan. Pencatatan Ganda - Soal metodologis lainnya berhubungan dengan penemuan keterbatasan penelitian, salah satunya soal kerumitan menghadapi pencatatan ganda terhadap kasus terlapor. Misalnya, kasus komplikasi terlapor ibu hamil bisa tercatat di lebih dari satu tempat, karena dia harus dirujuk dari Puskesmas di Perdesaan yang jauh ke Puskesmas di Kota atau di Rumah Sakit. Ini melambungkan angka komplikasi atau kematian ibu hamil di Daerah-daerah Perkotaan seperti Manado dan Bitung. Soal-soal metodologis semacam ini kemudian menjadi bagian dari batasan-batasan penelitian yang berguna sebagai wanti-wanti dalam penggunaan model penghitungan unit-cost. PEMBELAJARAN MANFAAT penghitungan unitcost adalah mengetahui kebutuhan dasar program. Ini menghasilkan beberapa pembelajaran. Praktik Baru - Penghitungan menghasilkan praktik-praktik baru di kalangan SKPD yang terlibat. Salah satu yang paling penting adalah perhitungan ini dapat digunakan untuk mengadvokasi anggaran. Dengan pengetahuan akurat tentang besaran kebutuhan, mereka bisa mengajukan permintaan tambahan anggaran dengan lebih meyakinkan. Misalnya, dengan mengajukan permintaan untuk program spesifik yang memang menjadi prioritas, seperti penerapan SPM menuju pencapaian target-target MDGs yang masih tertinggal. Bila dulu program mengikuti anggaran, sekarang anggaran yang mengikuti program. Ini juga berarti bahwa perhitungan unitcost bukan hanya berperan di dalam kerangka Proyek BASICS, tetapi juga

9 di luar itu. Jadi tidak hanya kerja rutin, menerima saja apa yang ada, ungkap seorang staf Dinkes Provinsi. Hasil penghitungan yang dibutuhkan untuk upaya advokasi demi mengatasi kekurangan alokasi dana juga berguna di level Kabupaten/Kota. Untuk mengusahakan penambahan biaya, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau bahkan Puskesmas dapat membawa data akurat mengenai kebutuhan aktual mereka ke pihak-pihak yang dapat menentukan kebijakan anggaran. Meyakinkan Para Pihak - Penghitungan ini juga memudahkan meyakinkan pihak Kabupaten/Kota untuk turut berpartisipasi mendukung program yang ditawarkan Dinkes Provinsi. Dulunya mereka sulit meyakinkan pihak Kabupaten/Kota untuk bersama-sama menjalankan program tertentu. Dengan hanya mengatakan bahwa sebuah program penting dilaksanakan bersama, itu tidak cukup. Bila pihak Kabupaten/Kota bertanya mengapa program itu penting, akan sulit untuk merespons dengan jawaban meyakinkan. Alokasi Anggaran - Setelah melakukan penghitungan, mereka memang menemukan bahwa seluruh Kabupaten kekurangan dana untuk melaksanakan pencapaian SPM Bidang Kesehatan. Keawasan mengenai besaran dana yang dibutuhkan menciptakan komitmen di sisi Pemerintah Provinsi untuk mengatasinya. Ini memunculkan pertanyaan baru, yang akan mengantar mereka mengembangkan satu lagi inovasi baru: di bagian mana dari anggaran Pemerintah Propinsi yang dapat ditransfer ke Kabupaten/Kota? Bagaimana cara melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan yang sudah ditetapkan? SEJUMLAH pembelajaran lain juga datang dari proses penelitian itu sendiri, setidaknya menurut perspektif sebagian peneliti yang terlibat. Indikator Pencapaian SPM - Soal Indikator Pencapaian SPM tertentu yang masih harus dipertajam sesuai kondisi setempat. Misalnya, menurut SPM, persalinan minimal harus ditangani tenaga kesehatan setidaknya Bidan dengan standar pendidikan D3. Di lapangan para peneliti menemukan sebagian besar kelahiran dilayani oleh Bidan dengan standar kualifikasi D1. Sehingga SPM ini sulit diterapkan di seluruh wilayah, yang dalam kenyataannya justru sering tidak cukup tersedia Bidan di Desa. Alat Kesehatan - Dari hasil wawancara dan FGD para peneliti juga menemukan bahwa ada beberapa alat yang tidak termasuk di dalam indikator pencapaian SPM ternyata sangat dibutuhkan dan berguna bagi para petugas Puskesmas. Biasanya karena kekurangan anggaran mereka sering tidak dapat mengadakan alat-alat tersebut. Fakta bahwa alat-alat tersebut tidak termasuk dalam SPM membuatnya sangat rentan untuk tidak dianggarkan. Peran Puskesmas - Dari pengalaman meneliti dan melihat hasilnya para peneliti juga berpandangan bahwa manfaat penghitungan ini bagi upaya mengatasi masalah kesehatan secara umum dapat dilakukan dengan memperkuat kualitas pelayanan di Puskesmas. Langkah semacam itu dapat mengurangi beban Rumah Sakit dengan semakin kurangnya pasien yang harus dirujuk ke sana. Dengan diketahuinya secara lebih akurat dana yang dibutuhkan, penyusunan prioritas menjadi lebih baik dan advokasi penambahan anggaran bisa berjalan dengan lebih efisien. Bila puskesmas diperkuat, tidak perlu anggaran besar untuk membangun lagi Rumah Sakit besar.

10

PRAKTIK CERDAS DANA INISIATIF: SPM Bidang Kesehatan: Satuan Beban Pelayanan (unit cost) dan Bantuan Keuangan Khusus Kesehatan. Tantangan atau Peluang

PRAKTIK CERDAS DANA INISIATIF: SPM Bidang Kesehatan: Satuan Beban Pelayanan (unit cost) dan Bantuan Keuangan Khusus Kesehatan. Tantangan atau Peluang PRAKTIK CERDAS Seri Lembaran Informasi BASICS No.8 - Februari 2013 Cakupan pelayanan kesehatan dasar sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan di kabupaten/kota bukan membutuhkan dana yang

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,

2016, No Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, No.16, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Pelayanan Kesehatan. Di Fasilitas Kawasan Terpencil. Sangat Terpencil. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia. Sehat mencantumkan empat sasaran pembangunan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia. Sehat mencantumkan empat sasaran pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tujuan Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010-2014 mencantumkan empat sasaran pembangunan kesehatan, yaitu: 1) Menurunnya disparitas status kesehatan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 3 TAHUN 2009 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 3 TAHUN 2009 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 3 TAHUN 2009 T E N T A N G KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DI KABUPATEN CIREBON

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI SAMBAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS,

BUPATI SAMBAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS, BUPATI SAMBAS PERATURAN BUPATI SAMBAS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL) DAN PROGRAM PERSALINAN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS) BAGI PUSKESMAS DAN JARINGANNYA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. 1. Ketentuan Hukum dan Pelaksanaan Kelas Ibu hamil di Puskesmas

BAB IV PENUTUP. 1. Ketentuan Hukum dan Pelaksanaan Kelas Ibu hamil di Puskesmas BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Ketentuan Hukum dan Pelaksanaan Kelas Ibu hamil di Puskesmas Kota Semarang a. Ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

MONITORING PELAKSANAAN KEBIJAKAN BOK DI DAERAH TERPENCIL, PERBATASAN DAN KEPULAUAN

MONITORING PELAKSANAAN KEBIJAKAN BOK DI DAERAH TERPENCIL, PERBATASAN DAN KEPULAUAN MONITORING PELAKSANAAN KEBIJAKAN BOK DI DAERAH TERPENCIL, PERBATASAN DAN KEPULAUAN Dominirsep O. Dodo, S.KM., M.PH Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Nusa Cendana Kupang (dominirsepdodo@gmail.com/081339216559)

Lebih terperinci

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan I. Latar Belakang Beberapa pertimbangan dikeluarkannya Permenkes ini diantaranya, bahwa penyelenggaraan Pusat Kesehatan Masyarakat perlu ditata ulang untuk meningkatkan aksesibilitas, keterjangkauan, dan

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN DANA KAPITASI DAN NON KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN DANA KAPITASI DAN NON KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL SALINAN NOMOR 4/2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN DANA KAPITASI DAN NON KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009 LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMANFAATAN DANA JAMINAN PERSALINAN PADA PUSKESMAS DI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2012

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMANFAATAN DANA JAMINAN PERSALINAN PADA PUSKESMAS DI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2012 BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMANFAATAN DANA JAMINAN PERSALINAN PADA PUSKESMAS DI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2012 BUPATI KUDUS, Menimbang : a bahwa dalam rangka menurunkan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 35 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 862 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 35 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 862 TAHUN 2011 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 35 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 862 TAHUN 2011 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat, bangsa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR 741/MENKES/PER/VII/2008 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR 741/MENKES/PER/VII/2008 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR 741/MENKES/PER/VII/2008 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara

6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBAGIAN JASA PELAYANAN KESEHATAN Menimbang DENGAN

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Deklarasi pembangunan Millenium Development Goals (MDGs) yang merupakan hasil kesepakatan 189 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada September 2000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih menjadi masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Hal ini dikarenakan masih tingginya angka kematian ibu dan angka kematian bayi dan

Lebih terperinci

Standar Pelayanan Minimal Puskesmas. Indira Probo Handini

Standar Pelayanan Minimal Puskesmas. Indira Probo Handini Standar Pelayanan Minimal Puskesmas Indira Probo Handini 101111072 Puskesmas Puskesmas adalah unit pelaksana teknis (UPT) dari Dinas Kesehatan Kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Minahasa Selatan merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara dengan ibu Kota Amurang. Kabupaten Minahasa Selatan mempunyai topografi wilayah

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Puskesmas adalah unit pelaksana teknis (UPT) yang melaksanakan sebagian tugas dari Dinas Kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut perlu dilakukan secara bersama-sama dan berkesinambungan oleh para

BAB I PENDAHULUAN. tersebut perlu dilakukan secara bersama-sama dan berkesinambungan oleh para BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan ibu dan perinatal merupakan masalah nasional yang perlu dan mendapat prioritas utama karena sangat menentukan kualitas sumber daya manusia pada generasi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG WAJIB KERJA DOKTER SPESIALIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG WAJIB KERJA DOKTER SPESIALIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG WAJIB KERJA DOKTER SPESIALIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka peningkatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan. Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan. Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 24 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 9 TAHUN 2012

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 9 TAHUN 2012 WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN OPERASIONAL PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT, JAMINAN PERSALINAN, DAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH DI PUSKESMAS DAN JAJARANNYA

Lebih terperinci

BUPATI KARANGASEM PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG PENGGUNAAN DANA JAMINAN PERSALINAN DI KABUPATEN KARANGASEM

BUPATI KARANGASEM PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG PENGGUNAAN DANA JAMINAN PERSALINAN DI KABUPATEN KARANGASEM BUPATI KARANGASEM PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG PENGGUNAAN DANA JAMINAN PERSALINAN DI KABUPATEN KARANGASEM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, Menimbang : a.

Lebih terperinci

MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011

MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011 MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011 PRIORITAS 3 Tema Prioritas Penanggung Jawab Bekerjasama dengan PROGRAM AKSI BIDANG KESEHATAN Penitikberatan pembangunan bidang kesehatan melalui pendekatan preventif, tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pembangunan Kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

2017, No Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072); 4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Lem

2017, No Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072); 4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Lem No.13, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESRA. Dokter Spesialis. Wajib Kerja. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG WAJIB KERJA DOKTER SPESIALIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG, Menimbang : a. bahwa kesehatan

Lebih terperinci

BUPATI PAMEKASAN TENTANG BUPATI PAMEKASAN, pembangunan perdesaan sehat, diperlukan

BUPATI PAMEKASAN TENTANG BUPATI PAMEKASAN, pembangunan perdesaan sehat, diperlukan BUPATI PAMEKASAN PERATURAN BUPATI PAMEKASAN NOMOR 41 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PELI\KSANAAIT PEMBAITGUNAIT PERDESAAIT SEIIAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 272 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DI KABUPATEN SERDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan merupakan faktor

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH KOTA KENDARI

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH KOTA KENDARI WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH KOTA KENDARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI, Menimbang : a. bahwa kesehatan merupakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DANA PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN JAMINAN PERSALINAN DI LINGKUNGAN KABUPATEN BANDUNG BARAT Menimbang : a. DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Menurunnya AKI dari 334

BAB I PENDAHULUAN. Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Menurunnya AKI dari 334 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Millenium Development Goals (MDGs) merumuskan delapan tujuan pembangunan, dua diantaranya adalah komitmen dalam menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian

Lebih terperinci

BUPATI DHARMASRAYA PERATURAN BUPATI DHARMASRAYA NOMOR : 7 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI DHARMASRAYA PERATURAN BUPATI DHARMASRAYA NOMOR : 7 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN BUPATI DHARMASRAYA PERATURAN BUPATI DHARMASRAYA NOMOR : 7 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI KABUPATEN DHARMASRAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tersusunnya laporan penerapan dan pencapaian SPM Tahun 2015 Bidang Kesehatan Kabupaten Klungkung.

BAB I PENDAHULUAN. Tersusunnya laporan penerapan dan pencapaian SPM Tahun 2015 Bidang Kesehatan Kabupaten Klungkung. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sesuai Pasal 13 dan 14 huruf j Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dikatakan bahwa Kesehatan merupakan urusan wajib dan dalam penyelenggaraannya

Lebih terperinci

WALIKOTA MOJOKERTO, PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 17 TAHUN 2012 TENT ANG

WALIKOTA MOJOKERTO, PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 17 TAHUN 2012 TENT ANG WALIKOTA MOJOKERTO PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 17 TAHUN 2012 TENT ANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN (BOK) KOTA MOJOKERTO TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TU HAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan adalah aset yang paling berharga yang harus dimiliki oleh setiap orang untuk menjalankan segala aktivitas dalam kehidupan. Mendapatkan pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

MANAJEMEN DATA : Peningkatan Pengelolaan Data untuk Mencapai Target SPM Bid. Kesehatan dan Pendidikan Dasar

MANAJEMEN DATA : Peningkatan Pengelolaan Data untuk Mencapai Target SPM Bid. Kesehatan dan Pendidikan Dasar PRAKTIK CERDAS Seri Lembaran Informasi BASICS No.9 - Februari 203 MANAJEMEN DATA : Peningkatan Pengelolaan Data untuk Mencapai Target SPM Bid. Kesehatan dan Pendidikan Dasar 27 Indikator Standar Pelayanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada pandangan terhadap konsep sehat dengan perspektif yang lebih luas. Luasnya

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada pandangan terhadap konsep sehat dengan perspektif yang lebih luas. Luasnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendekatan pelayanan kesehatan yang digunakan pada abad ke-21, mengacu kepada pandangan terhadap konsep sehat dengan perspektif yang lebih luas. Luasnya aspek itu

Lebih terperinci

BUPATI NGAWI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

BUPATI NGAWI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, BUPATI NGAWI PERATURAN BUPATI NGAWI NOMOR 3.1 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN JAMINAN PERSALINAN DI PUSKESMAS DAN JARINGANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Formulasi Penghitungan Sumber Data

Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Formulasi Penghitungan Sumber Data Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN 2017-2019 Lampiran 2 No Sasaran Strategis 1 Mengembangkan dan meningkatkan kemitraan dengan masyarakat, lintas sektor, institusi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan disebutkan bahwa pengelolaan kesehatan diselenggarakan secara bersama dan berjenjang antara pemerintah pusat,

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 53 TAHUN 2011 TENTANG PEMANFAATAN DANA PELAYANAN KESEHATAN JAMINAN PERSALINAN PADA PUSKESMAS DAN JARINGANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Indonesia Menuju Pelayanan Kesehatan Yang Kuat Atau Sebaliknya?

Indonesia Menuju Pelayanan Kesehatan Yang Kuat Atau Sebaliknya? Indonesia Menuju Pelayanan Kesehatan Yang Kuat Atau Sebaliknya? Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, karena dengan tubuh yang sehat atau fungsi tubuh manusia berjalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. millenium (MDG s) nomor 5 yaitu mengenai kesehatan ibu. Adapun yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. millenium (MDG s) nomor 5 yaitu mengenai kesehatan ibu. Adapun yang menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komitmen Indonesia untuk mencapai MDG s (Millennium Development Goals) mencerminkan komitmen Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dan memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehamilan, persalinan, dan menyusukan anak merupakan proses alamiah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehamilan, persalinan, dan menyusukan anak merupakan proses alamiah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan, persalinan, dan menyusukan anak merupakan proses alamiah bagi kehidupan seorang ibu dalam usia produktif. Bila terjadi gangguan dalam proses ini, baik itu

Lebih terperinci

DEFISI DAERAH TERPENCIL

DEFISI DAERAH TERPENCIL DEFISI DAERAH TERPENCIL Daerah Terpencil adalah daerah yang sulit dijangkau karena berbagai sebab seperti keadaan geografi (kepulauan, pegunungan, daratan, hutan dan rawa), transportasi, sosial dan ekonomi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat dapat terwujud dengan perilaku

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat dapat terwujud dengan perilaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan nasional bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SANGGAU DINAS KESEHATAN PUSKESMAS ENTIKONG KEPALA PUSKESMAS ENTIKONG,

PEMERINTAH KABUPATEN SANGGAU DINAS KESEHATAN PUSKESMAS ENTIKONG KEPALA PUSKESMAS ENTIKONG, PEMERINTAH KABUPATEN SANGGAU DINAS KESEHATAN PUSKESMAS ENTIKONG Jl. Lintas Malindo Entikong (78557) Telepon (0564) 31294 Email : puskesmasentikong46@gmail.com KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS ENTIKONG NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Sistem Kesehatan adalah meningkatkan derajat kesehatan, ketanggapan, dan keadilan dalam pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Sistem Kesehatan adalah meningkatkan derajat kesehatan, ketanggapan, dan keadilan dalam pembiayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Sistem Kesehatan adalah meningkatkan derajat kesehatan, ketanggapan, dan keadilan dalam pembiayaan pelayanan kesehatan (WHO, 2000). Komponen pengelolaan kesehatan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN KABUPATEN / KOTA

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN KABUPATEN / KOTA GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN KABUPATEN / KOTA Dl JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR Menimbang : a. bahwa sesuai

Lebih terperinci

2012, No Air Susu Ibu yang selanjutnya disingkat ASI adalah cairan hasil sekresi kelenjar payudara ibu. 2. Air Susu Ibu Eksklusif yang selanju

2012, No Air Susu Ibu yang selanjutnya disingkat ASI adalah cairan hasil sekresi kelenjar payudara ibu. 2. Air Susu Ibu Eksklusif yang selanju No.58, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. ASI Eksklusif. Pemberian. Penggunaan. Susu Formula Bayi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5291) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BUPATI BARITO UTARAA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL KESEHATAN DI KABUPATEN BARITO UTARA

BUPATI BARITO UTARAA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL KESEHATAN DI KABUPATEN BARITO UTARA BUPATI BARITO UTARAA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BARITO UTARA BUPATI BARITO UTARAA Menimbang : a. b. c. Mengingat :

Lebih terperinci

STANDAR PELAYANAN MINIMAL

STANDAR PELAYANAN MINIMAL MATERI INTI 2 POKOK BAHASAN 5: STANDAR PELAYANAN MINIMAL Prinsip standar pelayanan minimal (SPM) merupakan salah satu hal penting dalam alokasi anggaran. Selama tahun 2000-2007 belum berperan sama sekali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dekade berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat cukup signifikan,

BAB I PENDAHULUAN. dekade berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat cukup signifikan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah program Indonesia sehat dengan sasaran pokok Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yaitu meningkatkan status kesehatan dan

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN PELAYANAN KESEHATAN BAGI MASYARAKAT MISKIN DAN/ATAU TIDAK MAMPU DI KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya untuk indikator kesehatan ibu (Kementerian Kesehatan RI, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. khususnya untuk indikator kesehatan ibu (Kementerian Kesehatan RI, 2011). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini masih diprioritaskan pada upaya peningkatan derajat kesehatan ibu dan anak, terutama pada kelompok yang paling rentan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang

Lebih terperinci

VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN

VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN Program Promosi Kesehatan adalah upaya meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN MADIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan.

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes Sekretaris Ditjen Bina Upaya Kesehatan kementerian kesehatan republik indonesia

Lebih terperinci

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL KESEHATAN SUMATERA SELATAN SEMESTA DI RUMAH SAKIT Dr. SOBIRIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN DAN PEMANFAATAN DANA PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS) DAN JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL) DI PUSKESMAS,

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGAJUAN PERMINTAAN DAN PEMANFAATAN BIAYA YANG BERSUMBER DARI DANA PROGRAM JAMINAN KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28H ayat 1 menyatakan: Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG REVOLUSI KESEHATAN IBU DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG REVOLUSI KESEHATAN IBU DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG REVOLUSI KESEHATAN IBU DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang Mengingat : a. bahwa kesehatan merupakan hak asasi

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS APBD PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1

HASIL ANALISIS APBD PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 HASIL ANALISIS APBD PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 A. POTRET AKI/AKB DI PROVINSI NTB 1. Trend Kematian Bayi 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0 276 300 248 265 274 240 Tren Angka Kematian Bayi Provinsi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN BANTUAN OPERASIONAL PELAYANAN KESEHATAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN JAMINAN PERSALINAN PADA PUSKESMAS DAN JARINGANNYA

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWNCARA BAGAIMANA IMPLEMENTASI PROGRAM BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN (BOK) DI UPT PUSKESMAS HILIDUHO KABUPATEN NIAS TAHUN 2015

PEDOMAN WAWNCARA BAGAIMANA IMPLEMENTASI PROGRAM BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN (BOK) DI UPT PUSKESMAS HILIDUHO KABUPATEN NIAS TAHUN 2015 PEDOMAN WAWNCARA BAGAIMANA IMPLEMENTASI PROGRAM BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN (BOK) DI UPT PUSKESMAS HILIDUHO KABUPATEN NIAS TAHUN 2015 A. PERTANYAAN PUSKESMAS I. Identitas Puskesmas 1. Nama Puskesmas

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG JAMINAN KESEHATAN BAGI WARGA MISKIN KOTA KEDIRI

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG JAMINAN KESEHATAN BAGI WARGA MISKIN KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG JAMINAN KESEHATAN BAGI WARGA MISKIN KOTA KEDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN PELAYANAN OBSTETRI DAN NEONATAL EMERGENSI DASAR (PONED) DI PUSKESMAS KARANG MALANG SEMARANG

EVALUASI PELAKSANAAN PELAYANAN OBSTETRI DAN NEONATAL EMERGENSI DASAR (PONED) DI PUSKESMAS KARANG MALANG SEMARANG EVALUASI PELAKSANAAN PELAYANAN OBSTETRI DAN NEONATAL EMERGENSI DASAR (PONED) DI PUSKESMAS KARANG MALANG SEMARANG Usi Erna Desita ABSTRAK Puskesmas Karang Malang adalah salah satu puskesmas yang dipilih

Lebih terperinci

BUPATI MALUKU TENGGARA PERATURAN BUPATI MALUKU TENGGARA NOMOR 7.K TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI MALUKU TENGGARA PERATURAN BUPATI MALUKU TENGGARA NOMOR 7.K TAHUN 2013 TENTANG SALINAN BUPATI MALUKU TENGGARA PERATURAN BUPATI MALUKU TENGGARA NOMOR 7.K TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMANFAATAN PENDAPATAN DAERAH YANG BERSUMBER DARI PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBAGIAN JASA PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBAGIAN JASA PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBAGIAN JASA PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, MENIMBANG : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 738 TAHUN : 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SERANG Menimbang : DENGAN

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 9 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 9 TAHUN 2017 TENTANG WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN PERSALINAN KOTA MATARAM WALIKOTA MATARAM, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KESEHATAN IBU, BAYI DAN ANAK BALITA

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KESEHATAN IBU, BAYI DAN ANAK BALITA PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KESEHATAN IBU, BAYI DAN ANAK BALITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat melakukan aktivitas sehari-hari dalam hidupnya. Sehat adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. dapat melakukan aktivitas sehari-hari dalam hidupnya. Sehat adalah suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan salah satu faktor yang penting bagi manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari dalam hidupnya. Sehat adalah suatu keadaan sejahtera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat

BAB I PENDAHULUAN. kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang

Lebih terperinci

TENTANG BUPATI SERANG,

TENTANG BUPATI SERANG, BUPATI SERANG PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN BANTUAN OPERASIONAL PELAYANAN KESEHATAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS) DAN JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL) PADA

Lebih terperinci

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK BALITA

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK BALITA QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK BALITA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang : a. bahwa kesehatan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN DI PROVINSI BANTEN

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN DI PROVINSI BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI LAMONGAN PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI LAMONGAN PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG BUPATI LAMONGAN PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG TARIF PELAYANAN KESEHATAN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS) Dl PUSKESMAS DAN JARINGANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG JAMINAN PELAYANAN KESEHATAN BAGI MASYARAKAT MISKIN DAN/ATAU TIDAK MAMPU DI KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN PELAYANAN KESEHATAN GRATIS BAGI PASIEN TIDAK MAMPU PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANTEN

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN PELAYANAN KESEHATAN GRATIS BAGI PASIEN TIDAK MAMPU PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN PELAYANAN KESEHATAN GRATIS BAGI PASIEN TIDAK MAMPU PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 66 2012 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 66 TAHUN 2012.. TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS) DAN JAMINAN

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 36 TAHUN 2012 STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BELITUNG

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 36 TAHUN 2012 STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BELITUNG BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 36 TAHUN 2012 STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci