PENGARUH ASPEK BUILDING ENVIRONMENTAL MANAGEMENT TERHADAP BIAYA KONSTRUKSI GREEN BUILDING DIBANDINGKAN DENGAN CONVENTIONAL BUILDING

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH ASPEK BUILDING ENVIRONMENTAL MANAGEMENT TERHADAP BIAYA KONSTRUKSI GREEN BUILDING DIBANDINGKAN DENGAN CONVENTIONAL BUILDING"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH ASPEK BUILDING ENVIRONMENTAL MANAGEMENT TERHADAP BIAYA KONSTRUKSI GREEN BUILDING DIBANDINGKAN DENGAN CONVENTIONAL BUILDING SKRIPSI MUHAMMAD FATIH FAKULTAS TEKNIK PROGRAM SARJANA DEPOK JUNI 2012

2 1102/FT.01/SKRIP/07/2012 UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH ASPEK BUILDING ENVIRONMENTAL MANAGEMENT TERHADAP BIAYA KONSTRUKSI GREEN BUILDING DIBANDINGKAN DENGAN CONVENTIONAL BUILDING SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana MUHAMMAD FATIH FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL KEKHUSUSAN MANAJEMEN KONSTRUKSI DEPOK JUNI 2012

3 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama : Muhammad Fatih NPM : Tanda Tangan : Tanggal : 20 Juni 2012 ii

4 iii

5 KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat- Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Sipil pada Fakultas Teknik. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: (1) Prof. Dr. Ir. Yusuf Latief, M.T., selaku dosen pembimbing I yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini; (2) Suratman, S.T., M.T., selaku dosen pembimbing II yang selalu sabar dan telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini; (3) Pak Irwan, Pak Wildan dan pegawai proyek Pembangunan Gedung Kantor Jasa Marga lainnya yang telah memberikan informasi terkait penerapan green building di proyek tersebut; (4) Ibu saya, Farida Hanim dan adik saya, Farah Fadilla yang selalu memberikan bantuan dukungan material dan moral serta kasih sayang (5) Ayah saya Almarhum Ir. H. Danial, MM yang selalu menjadi motivasi saya untuk segera menyelesaikan skripsi ini dan segera menjadi insinyur; (6) Sahabat Green Builders yang terdiri dari Amila, Bundo, Oghie, Nanda, dan Ezi atas segala pencerahan dan kebersamaannya serta suka dukanya selama merampungkan skripsi ini; (7) Seluruh sahabat dan teman-teman satu angkatan Teknik Sipil dan Lingkungan 2008, khususnya Ridha, Tadho, Gabby, Wakros, Dita, Sandy, Dimas, Fatchur, Nanda, Budi, Ganjar, Tony, Jauzy, Iqbal, dan lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas seluruh kebersamaan dan dukungan moralnya; iv

6 (8) Seluruh jajaran teman-teman dan sahabat sepenanggungan penghuni kantek dan gazeb atas, yang selalu memberikan kebahagiaan ketika penulis kesulitan dalam penyusunan skripsi ini; (9) Keluarga besar 007, SPLT, Futsal Sipil, Pelahap Maut, Mokondo Fast Track, Peteran, IMS 2010, serta Kresma IMS 2010 atas segala kebahagiaan dan dukungan moralnya yang senantiasa menyemangati penulis dalam pembuatan skripsi ini;.(10) Mindo Stevi atas segala motivasi, kesabaran, semangat, kebersamaan dan kebahagiaannya yang senantiasa menemani penulis mulai dari awal penyusunan skripsi ini hingga akhir. Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Depok, Juni 2012 Penulis v

7 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Muhammad Fatih NPM : Program studi : Teknik Sipil Departemen : Teknik Sipil Fakultas : Teknik Jenis Karya : Skripsi demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Pengaruh Aspek Building Environmental Management Terhadap Biaya Konstruksi Green Building Dibandingkan Dengan Conventional Building Bersama dengan perangkat lainnya. Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini berhak menyimpan, mengalihmediakan/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian Pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Jakarta Pada tanggal : 20 Juni 2012 Yang Menyatakan (Muhammad Fatih) vi

8 ABSTRAK Nama : Muhammad Fatih Program Studi : Teknik Sipil Judul : Pengaruh Aspek Building Environmental Management Terhadap Biaya Konstruksi Green Building Dibandingkan Dengan Conventional Building Merencanakan operasional gedung yang ramah lingkungan sudah harus dipikirkan sejak tahap perencanaan desain. Cakupannya adalah pengelolaan sumber daya melalui rencana operasional konsep yang berkelanjutan, kejelasan informasi (data), dan penanganan dini yang membantu pemecahan masalah, termasuk manajemen sumber daya manusia dalam penerapan konsep bangunan hijau untuk mendukung penerapan tujuan pokok dari kategori lain. Oleh sebab itu, penulis memilih pengaruh aspek Building Environmental Management (BEM) terkait biaya konstruksi green building dengan harapan dapat memberikan informasi mengenai faktor dalam aspek tersebut yang mempengaruhi perubahan biaya konstruksi green building apabila dibandingkan dengan bangunan konvensional, dan seberapa besar perubahan yang disebabkan oleh aspek tersebut. Dari penelitian ini diperoleh pengaruh biaya akibat penerapan BEM sebesar 0,51% dari nilai kontraknya. Kata kunci : Green Building, Aspek Building Environmental Management, biaya konstruksi ABSTRACT Name : Muhammad Fatih Study Program : Civil Engineer Tittle : The Effect of Building Environmental Management Aspect for Green Building Construction Cost Compared With Conventional Building Planning the operation of environmental-friendly building must be concerned since design stage. The coverage is all about resource management by sustainable construction concept planning, data intelligibility, and early handling to help problems solving, include human resources management in assembling Green Building concept to encourage main purpose of another aspects. Therefore, the authors choose the effect of Building Environmental Management (BEM) aspects related to construction cost of green building in order to provide information about the factors of Building Environmental Management aspect which influence changes of green building construction costs compared to conventional buildings, and how much it changes. This study obtain the influence of Building Environmental Management aspect is 0,51% from the contract value. Key words : Green Building, Building Environmental Management Aspect, cost of construction vii

9 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... ii HALAMAN PENGESAHAN....iii KATA PENGANTAR... iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi ABSTRAK/ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL...x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN...xii 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Deskripsi Masalah Signifikansi Masalah Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Batasan Penelitian Manfaat Penelitian Keaslian Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Pendahuluan Konsep Green Building Pengertian Green Building Perencanaan Green Building Peraturan Green Building Aspek Building Environmental Management Basic Waste Facility Gp As A Member Of Design Team Pollution Of Construction Activity Advance Waste Management Proper Comissioning Submission Gb Implementation For Database Fit-Out Agreement Occupant Survey Perbedaan Biaya Dalam Proyek Green Building Penyusunan Biaya Proyek Hal Yang Membedakan Biaya Green Building Kerangka Berpikir Dan Hipotesa Kerangka Berpikir Hipotesa Penelitian viii

10 3 METODOLOGI PENELITIAN Pendahuluan Pemilihan Strategi Penelitian Proses Penelitian Variabel Penelitian Instrumen Penelitian Pengumpulan Data Analisa Data Kesimpulan PENGOLAHAN DATA Pendahuluan Pengumpulan Data Kuesioner Tahap Pertama (Validasi Pakar) Kuesioner Tahap Kedua (Pilot Survey) Kuesioner Tahap Ketiga (Responden) Analisa Data Analisa Statistik Kuisioner Uji Data Responden Tabulasi Data Analisa Deskriptif Analisa Dengan Menggunakan Ahp Perbandingan Berpasangan Normalitas Bobot Elemen Uji Konsistensi Matriks Dan Hirarki Rangking Pada Variabel ANALISA STUDI KASUS Pendahuluan Penerapan Konsep Green Building Kesimpulan TEMUAN DAN PEMBAHASAN Pendahuluan Temuan Temuan 1 (Hasil Kuisioner) Temuan 2 (Hasil Studi Kasus) Pembahasan Pembuktian Hipotesa KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN DAFTAR PUSTAKA ix

11 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Karakteristik Limbah Tabel 2.2. Organisme yang Terlibat Dalam Proses Pengomposan Tabel 2.3. Perbedaan Biaya Konstruksi Non-Green dan Green Building Tabel 2.4. Data Proyek Green Building di Subang Tabel 3.1. Strategi penelitian Tabel 3.2. Variabel Penelitian BEM Tabel 3.3. Kuisioner untuk Pengambilan Data Tahap Tabel 3.4. Kuisioner untuk Pengambilan Data Tahap Tabel 4.1. Profil Pakar Tabel 4.2. Kuisioner Tahap Dua Tabel 4.3. Data Responden Pilot Survey Tabel 4.4 Perubahan Penulisan Variabel akibat Pilot Survey Tabel 4.5. Kuisioner Untuk Responden Tabel 4.6 Data Profil Responden Tahap Tiga Tabel 4.7. Test Statistics Tabel 4.8. Kelompok Jabatan Responden Tabel 4.9. Test Statistics Jabatan Tabel Test Statistic Pengalaman Kerja Tabel Item-Total Statistic Tabel Case Processing Summary Tabel Realibility Statistic Tabel Analisa Deskriptif Tabel Matriks Berpasangan Pengaruh Biaya Pengambilan Keputusan Tabel Perhitungan Bobot Elemen Tabel Perhitungan Bobot Elemen Masing-masing Pengaruh Tabel Nilai Perhitungan AHP Tabel Faktor Pengaruh Terhadap Biaya Dominan Variabel Tabel Target Pencapaian Rating Tabel Deviasi Biaya BEM Tabel 5.1. Peringkat Proxy Variabel Tabel 6.1. Faktor BEM yang Mempengaruhi Biaya Tabel 6.2 Persentase Penambahan Biaya Keseluruhan x

12 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Tempat Sampah Organik dan Non Organik Gambar 2.2. Water Treatment Plant Gambar 2.3. Proses Umum Penanganan Limbah Organik Gambar 2.4. Proses Penyusunan Anggaran Biaya Gambar 2.5. Input, Tools & Techniques, dan Output Estimasi Biaya Gambar 2.6 Aliran data Dalam Proses Penyusunan Estimasi Biaya Gambar 2.7. Proses Cost Budgeting Gambar 2.8. Hubungan antara biaya dengan proses konstruksi Gambar 2.9 Kerangka Berpikir Gambar 4.1. Grafik Penyebaran Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir 90 Gambar 4.2. Grafik Penyebaran Responden Berdasarkan Jabatan Gambar 4.3. Penyebaran Responden Berdasarkan Pengalaman Kerja Gambar 4.4. Grafik Mean Indikator Gambar 4.5 Masa Kontruksi Proyek Gambar 4.6. Tempat sampah Organik, Anorganik, dan B Gambar 4.7. Alur pembuangan sampah Gambar 4.8. Struktur GP dalam Organisasi Kontraktor Gambar 4.9. Area Pemilahan dan Pencatatan Limbah Padat Gambar Tempat Sampah di Proyek Gambar Penggunaan kembali waste besi beton Gambar Form monitoring pengeluaran sampah proyek Gambar Flowchart pengendalian limbah cair konstruksi Gambar Logo Ikatan Pemulung Indonesia (IPI) Gambar Contoh Limbah Anorganik Gambar Tim Proper Comissioning Gambar Alat Comissioning Gambar Prosedur pelaksanaan Testing dan Komisioning Gambar Surat Pernyataan Penyerahan Implementasi Green Building xi

13 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Kuisioner Tahap 1 Lampiran 2. Kuisioner Tahap 2 Lampiran 3. Data Responden Lampiran 4. Instruksi Kerja Pengendalian Limbah Padat Lampiran 5 Contoh Surat Penunjukan GP Lampiran 6. Contoh Daftar Hadir GP Lampiran 7. Flowchat Pengendalian Limbah Padat/Cair Kegiatan Proyek Lampiran 8. Contoh Surat Pernyataan Pengelolaan Limbah Lampiran 9. Contoh Surat Pernyataan Pengelolaan Sampah Anorganik Lampiran 10. Contoh Form Commissioning Lampiran 11. Contoh Surat Pernyataan Penyerahan Data Implementasi GB Lampiran 12. Contoh Surat Pernyataan Survey Lampiran 13. Kuisioner Hasil Validasi Pakar Lampiran 14. Pedoman New Building Greenship V.1.0 Lampiran 15. Risalah Sidang Skripsi xii

14 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sarana dan prasarana fisik, atau sering disebut dengan infrastruktur, merupakan bagian yang sangat penting dalam sistem pelayanan masyarakat. Berbagai fasilitas fisik merupakan hal yang vital guna mendukung gerak roda pemerintahan, perekonomian, industri dan berbagai kegiatan sosial di masyarakat dan pemerintahan. Mulai dari sistem energi, transportasi jalan raya, bangunanbangunan perkantoran dan sekolah, hingga telekomunikasi, rumah peribadatan dan jaringan layanan air bersih, semuanya memerlukan adanya dukungan infrastruktur yang handal. Peran infrastruktur dalam mendukung dinamika suatu negara menjadi sangat krusial untuk memenuhi luasnya cakupan masyarakat tersebut. Dewasa ini bisnis konstruksi semakin marak dan terus berkembang agar dapat memenuhi infrastruktur yang dibutuhkan masyarakat dan meningkatkan laju pembangunan di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS)[1] memprediksi sektor konstruksi pada triwulan IV-2011 akan mengalami pertumbuhan signifikan atau tajam dalam Indeks Tendensi Bisnis (ITB) alias kondisi bisnis Indonesia. Sebelumnya pada triwulan III-2011, sektor konstruksi diperkirakan mengalami peningkatan bisnis paling tinggi dengan nilai indeks sebesar 107,55. Dampak yang ditimbulkan akibat peningkatan aktivitas konstruksi tersebut tentunya sangat besar terhadap lingkungan. Dalam rangka menjaga keselamatan lingkungan dan meningkatkan mutu dari tingginya persaingan bisnis industri konstruksi maka konsep pembangunan berbasiskan prinsip ramah lingkungan mulai diterapkan. UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung[2] mendorong pembangunan bangunan berarsitektur lokal yang terasa lebih ramah lingkungan dan selaras dengan lingkungan asal. Konsep Green Building di dunia internasional memiliki predikat yang tinggi dan sudah menjadi standard dalam proses pembangunan, dimana Indonesia baru memulai mengadopsi konsep ini. Dalam penerapannya terdapat rating yang menjadi tolak ukur bagi para pelaku industri 1

15 2 yang menerapkan best practices dan mencapai standar yang terukur sesuai dengan peraturan pemerintah. Green Building memberikan keuntungan finansial yang tidak disajikan oleh bangunan konvensional. Keuntungan-keuntungan tersebut termasuk penghematan energi dan air, pengurangan sampah, serta biaya operasional dan maintenance yang lebih rendah. Konsep green yang mengacu kepada prinsip sustainability/keberlanjutan dan menerapkan praktik-praktik ramah lingkungan masih merupakan hal yang baru di Indonesia. Tetapi, kenyataannya, telah banyak pelaku pasar yang sudah menggunakan label green. Ini menunjukkan adanya kecenderungan pasar terhadap kesadaran betapa pentingnya penerapan prinsip ini, sehingga muncul keinginan untuk menerapkan praktik ramah lingkungan dan prinsip keberlanjutan dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun sudah ada keinginan, masyarakat umum belum memiliki pengetahuan yang cukup serta aksesibilitas terhadap informasi, praktik-praktik, dan produk-produk ramah lingkungan. Oleh karena itu, perlu ada suatu jembatan yang menghubungkan konsep sesungguhnya dengan persepsi yang tersebar di masyarakat. Fauzi Bowo, Gubernur DKI mengisyarat bahwa dalam upaya melindungi bumi dari pemanasan global, konsep Green Building pada bangunan pemerintah akan mulai diterapkan pada tahun 2010[3]. Selain penerapan pada gedung yang dimiliki, intensif dalam bidang birokrasi juga ditawarkan. Hal ini bertujuan untuk mempengaruhi pemain properti mengangkat konsep Green Building dalam proyeknya, yang biasanya diabaikan. Penerapan konsep baru yang merubah konsep tradisional biasanya akan menimbulkan tambahan biaya. Sebagai contoh; penerapan IBS (industrial building system) yang bisa menghemat energi ternyata menimbulkan tambahan biaya sekitar 30-40%, sehingga hal ini ditinggalkan oleh pelaku konstruksi (Davi Sukamta, 2009)[4]. Hal seperti inilah yang sering membuat para pelaku jasa konstruksi mempertimbangkan dengan matang penerapan konsep Green Building di Indonesia. Merencanakan operasional gedung yang ramah lingkungan sudah harus dipikirkan sejak tahap perencanaan desain. Cakupannya adalah pengelolaan sumber daya melalui rencana operasional konsep yang berkelanjutan, kejelasan informasi (data), dan penanganan dini yang membantu pemecahan masalah,

16 3 termasuk manajemen sumber daya manusia dalam penerapan konsep bangunan hijau untuk mendukung penerapan tujuan pokok dari kategori lain. Untuk membantu para pelaku industri konstruksi, baik pengusaha, engineer, maupun pelaku pendukung lainnya dalam menerapkan praktik Green Building, terdapat sistem rating GREENSHIP yang disusun oleh Green Building Council Indonesia (GBCI)[5]. Dengan adanya sistem rating GREENSHIP, akan tercapai standar terukur yang dapat dipahami oleh masyarakat umum, pemilik bangunan, serta pelaku jasa konstruksi. Standar yang ingin dicapai GREENSHIP adalah terjadinya suatu bangunan hemat energi yang ramah lingkungan sejak tahap perencanaan, pembangunan, hingga pengoperasian dan pemeliharaan seharihari. Sistem rating GREENSHIP merupakan alat bantu bagi para pelaku industri bangunan, baik pengusaha, engineer, maupun pelaku lainnya dalam menerapkan best practices dan mencapai standar terukur yang dapat dipahami oleh masyarakat umum, terutama tenant dan pengguna bangunan. Suatu bangunan akan dinilai rating GREENSHIP oleh seorang Greenship Professional (GP). Dengan sistem penilaian ini, setiap bangunan yang mencanangkan diri sebagai Green Building akan disertifikasi berdasarkan kriteria-kriteria baku yang ada dalam sistem penilaian. Kriteria penilaiannya dikelompokkan menjadi enam kategori, yaitu: Appropriate Site Development (Tepat Guna Lahan) Energy Efficiency and Conservation (Efisiensi dan Konservasi Energi) Water Conservation (Konservasi Air) Material Resources and Cycle (Sumber dan Siklus Material) Indoor Air Health and Comfort (Kualitas Udara dan Kenyamanan Ruangan) Building Environmental Management (Manajemen Bangunan dan Lingkungan) Salah satu aspek yang paling penting dalam penerapan Green Building adalah Building Environmental Management. Menitikberatkan kepada pengelolaan sampah, pelibatan Greenship Professional dalam konstruksi Green Building, serta pengelolaan sumber daya dan data untuk konsep yang berkelanjutan menjadikan Aspek Building Environmental Management sebagai

17 4 penilaian yang penting di dalam sertifikasi Green Building. Jika metode penerapan aspek Building Environmental Management dapat diaplikasikan dengan tepat, maka biaya yang ditimbulkan dalam proses konstruksi Green Building dapat terlihat jelas sehingga kedepannya aspek BEM dapat dijadikan suatu unsur penting dalam proyek konstruksi di Indonesia terutama Green Building. 1.2 Perumusan Masalah Deskripsi Masalah Dalam proses pembangunan Green Building, permasalahan yang seringkali dihadapi oleh pelaku konstruksi adalah hal-hal sebagai berikut : a. Peraturan Pemerintah Saat ini, pemerintah mengikuti perkembangan dunia konstruksi, mengingat konstruksi merupakan salah satu penunjang sektor ekonomi Indonesia. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa dunia konstruksi juga turut serta dalam perusakan alam yang saat ini terjadi di dunia. Oleh sebab itu, kongres Internasional tidak jarang turut serta membahas permasalahan lingkungan. Indonesia sebagai salah satu negara yang mendapatkan dana hibah untuk terus menjaga kelestarian lingkungannya yang berfungsi sebagai salah satu paru-paru dunia, secara tidak langsung harus terus memperbarui undangundangnya untuk memperketat pengawasannya guna kelestarian lingkungan. b. Permintaan Owner Saat ini Green Building sudah menjadi trend pembangunan masa kini. Pemilik bangunan saat ini tidak jarang mengusung tema Green Building dalam bangunannya, sehingga menuntut kontraktor untuk mampu mengerjakan proyek tersebut dengan baik dan dapat memenuhi aspek-aspek yang disyaratkan untuk sertifikasi Green Building. c. Persaingan Bisnis Semakin banyak pelaku konstruksi di Indonesia yang menawarkan harga penawaran yang lebih murah ataupun dengan menawarkan konsep bangunan yang lebih baik dan ramah lingkungan membuat para pelaku

18 5 konstruksi harus menjalani persaingan antara yang satu dengan yang lainnya. d. Harga pembangunan Green Building lebih tinggi dibandingkan bangunan konvensional Green Building adalah sebuah konsep baru yang ditawarkan untuk pembangunan berkelanjutan serta ramah lingkungan. Tentunya penggunaan metode baru ini akan lebih memakan biaya dibandingkan dengan metode tradisional untuk pembangunan gedung konvensional, sehingga kontraktor seringkali terbentur dengan masalah biayanya. Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, salah satu cara yang bisa diterapkan adalah mengaplikasikan konsep Green Building kepada bangunan yang akan dibangun. Menurut Green Building Council Indonesia, Green Building memiliki enam aspek yang harus dipenuhi di Indonesia yakni Appropriate Site Development, Energy Efficiency and Conservation, Water Conservation, Material Resources and Cycle, Indoor Air Helath and Comfort, dan Building and Environmental Management. Masing-masing aspek memiliki tolak ukur dan rating masing-masing untuk mendapatkan sertifikasi sebagai Green Building. Penulis hanya membahas aspek Building Environmental Management, dan hal-hal yang menjadi tolak ukur dalam aspek tersebut adalah sebagai berikut : a. Fasilitas Dasar Pengolahan Sampah (Basic Waste Facility) Hal ini adalah prasyarat yang harus dimiliki oleh setiap gedung yang ingin disertifikasi bangunannya sebagai Green Building. Banyaknya sampah yang dihasilkan dalam berbagai bentuk dan semakin sempitnya TPA(Tempat Pembuangan Akhir) menjadi beban berat dalam pengolahan sampah di TPA. Oleh karena itu, tolak ukur dalam prasyarat ini adalah adanya instalasi atau fasilitas di lingkungan gedung untuk memilah dan mengumpulkan sampah sejenis sampah rumah tanga (UU No. 18 Tahun 2008) berdasarkan jenis organik dan anorganik. Dengan melakukan pemilahan sampah dari tahap awal, proses daur ulang akan dimulai lebih cepat sehingga beban TPA dapat berkurang. b. Greenship Professional (GP) Sebagai Bagian Dari Tim Desain (GP as a Member Of Design Team)

19 6 Setiap bangunan yang akan disertifikasi sebagai Green Building harus melibatkan seorang tenaga ahli yang sudah tersertifikasi Greenship Professional (GP), yang bertugas untuk mengarahkan berjalannya proyek sejak tahap perencanaan desain dan sebelum pendaftaran sertifikasi. c. Polusi Dari Aktivitas Konstruksi (Pollution Of Construction Activity) Untuk bangunan baru, penerapan konsep ramah lingkungan tidak hanya bertitik berat pada desain atas perencanaan. Proses konstruksi untuk mendirikan bangunan tersebut pun harus menjiwai semangat ramah lingkungan, sehingga bila suatu bangunan dikatakan memenuhi konsep ramah lingkungan, berarti proses penilaiannya telah dilakukan secara komprehensif. d. Pengelolaan Sampah yang Baik (Advance Waste Management) Tolak ukur dari aspek ini adalah adanya instalasi pengomposan limbah organik di tapak bangunan serta memberikan rencana kerjasama dengan pihak ketiga untuk masalah pengelolaan limbah anorganik di luar sistem jaringan persampahan kota. e. Comissioning yang tepat (Proper Comissioning) Setiap bangunan merupakan suatu produk yang berasal dari perakitan dari berbagai material yang belum tentu cocok satu sama lain. Oleh karena itu, perlu diadakan suatu proses yang berkesinambungan untuk memastikan semua sistem, terutama pada peralatan (equipment), berjalan sesuai dengan rencana dan berkelanjutan. f. Penyerahan Data Implementasi Green Building untuk Database (Submission Green Building Implementation Data for Database) Lemahnya database merupakan bagian dari kurangnya kesadaran atas pentingnya riset dan pengembangan, terutama dalam Green Building ini. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya-upaya yang mendorong implementasi aspek-aspek ramah lingkungan dari setiap gedung. Dengan pemberian data Green Building kepada GBCI dan pusat data energi Indonesia, diharapkan kedepannya dapat muncul inovasi serta perubahan baru bagi implementasi Green Building di Indonesia. g. Kesepakatan Penyerahan Gedung (Fit-Out Agreement)

20 7 Ketika bangunan yang menganut prinsip Green Building sudah selesai dan akan diserahkan kepada penyewa gedung atau tenant, maka perlu dibuat surat perjanjian dengan tenant untuk memastikan bahwa bangunan akan tetap mengimplementaasikan prinsip Green Building saat fit-out gedung. h. Survey Penghuni (Occupant Survey) Salah satu perhatian dari prinsip keberlanjutan adalah kenyamanan manusia. Dalam rating ini, didorong suatu tindakan survey untuk mengetahui kenyamanan termal pengguna gedung Signifikansi Masalah Praktik Green Building yang masih sangat minim selama ini dikarenakan penerapan konsep Green Building selalu identik dengan penambahan biaya konstruksi. Akan tetapi, dengan diterbitkannya peraturan yang berkaitan dengan bangunan hijau melalui Peraturan Menteri dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Nomor 8 Tahun 2010 yang berjudul Kriteria dan Sertifikasi Bangunan Ramah Lingkungan mendesak para pelaku konstruksi untuk menerapkan prinsipprinsip lingkungan dalam desain, konstruksi, operasi dan manajemennya, yang semuanya penting bagi mitigasi dampak perubahan iklim[6]. Dalam penerapan konsep bangunan ramah lingkungan tersebut, terdapat berbagai macam pendapat mengenai besaran penambahan biaya konstruksi dalam bangunan tersebut. Penerapan konsep Green Building pada gedung yang baru akan dibangun, akan mempengaruhi penambahan biaya investasi sebesar 5-10% dengan memiliki konsep yang matang, namun apabila dilakukan tidak dengan perencanaan yang matang oeh pengembang yang juga belum berpengalaman diperkirakan kenaikan harga pembangunan Green Building dapat bertambah hingga 20% [7]. Pada proyek Green Building yang bertempat di Dahana, proyek yang baru selesai pada tahun 2011 ini mengalami kenaikan biaya konstruksi sebesar 13,4%. Kenaikan harga yang diakibatkan oleh penerapan Green Building ini memang bersifat pasti. Namun, dengan konsep Green Building yang bertujuan menghemat energi dan terutama kepedulian terhadap lingkungan ini sebenarnya dapat memberikan penghematan yang lebih besar bagi tahap operasional gedung. Misalnya untuk gedung yang sebagian disewa dan dijual, penyewa akan merasa

21 8 diuntungkan dengan biaya operasional lebih murah untuk listrik, yang diperkirakan terjadi penghematan sebesar 20%-30% per bulannya [8]. Pihak Kementerian Perumahan Rakyat[9] juga mendorong pemberian insentif bagi perusahaan pengembang properti yang menggunakan konsep Green Building. Insentif tersebut dapat berupa revisi retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB), pajak, maupun penggunaan bahan bangunan. Penerapan Green Building akan menambah biaya pembangunan sebesar 2% daripada gedung konvesional, namun harga property valuenya akan meningkat 10 kali lipat dibandingkan gedung konvensional[10] Rumusan Masalah a. Faktor apa saja dalam aspek Building Environmental Management yang berpotensi mempengaruhi biaya konstruksi dalam pembangunan green building. b. Seberapa besar pengaruh dari penerapan aspek Building Environmental Management dalam green building terhadap besarnya biaya proyek apabila dibandingkan dengan konvensional building. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menentukan seberapa besar Aspek Building Environmental Management akan mempengaruhi biaya proyek dalam proyek konstruksi Green Building jika dibandingkan dengan konvensional building dan mengidentifikasi dengan tepat aspek-aspek apa saja yang terdapat dalam Building Environmental Management yang berpotensi untuk menaikkan biaya konstruksi dalam pembangunan Green Building. Mengingat Green Building saat ini sudah menjadi standar dalam pembangunan gedung di Indonesia, diharapkan penelitian ini dapat mendorong minat dan membantu para pelaku konstruksi dan investor untuk menerapkan konsep Green Building pada proyeknya.

22 9 1.4 Batasan Penelitian Penelitian ini hanya membahas salah satu aspek Green Building yaitu aspek Building Environmental Management dan pengaruhnya terhadap biaya konstruksi suatu proyek. Hal ini terkait penerapan segala subkategori yang berguna untuk memenuhi aspek Building Environmental Management seperti yang telah ditetapkan oleh GBCI (Green Building Council Indonesia) dalam Green Building dan pengaruhnya terhadap kenaikan atau mungkin penurunan biaya konstruksi. Lingkup penelitian yang digunakan dalam proyek ini adalah studi kasus bangunan gedung Jasa Marga yang bertemakan Green Building milik Jasa Marga dan kontraktor pelaksananya adalah PT. PP (Persero) Tbk 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut : a. Untuk investor Mendapatkan cara penerapan aspek Building Environmental Management yang optimal sehingga mendapatkan derajat pengembalian investasi yang optimum pada proyek Green Building. b. Untuk Kontraktor Pelaksana Proyek Mengetahui dan dapat menerapkan segala aspek Building Environmental Management secara baik serta bisa mengestimasi biaya proyek dari Green Building. c. Untuk penulis Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai Green Building dan segala jenis aspeknya, terutama aspek Building Environmental Management. d. Untuk bidang IPTEK Pengetahuan yang baru mengenai aspek Building Environmental Management pada Green Building serta metode penerapannya. 1.6 Keaslian Penelitian Dalam penulisan skripsi ini, penulis melakukan penelitian yang baru dilakukan dan sebelumnya tidak pernah diteliti oleh siapapun. Walaupun terdapat

23 10 beberapa penelitian sebelumnya yang terlihat mirip, namun penelitian ini tidak sama dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, misalnya : a. Perancangan bangunan dengan mempertimbangkan aspek energi dan lingkungan (studi kasus: pengamatan beberapa bangunan di Jakarta dan Surabaya dengan menggunakan LEED NC 2.1) oleh Ridho Masruri Irsal Abstrak: Masalah lingkungan global tidak bisa hanya menjadi sekedar bahan pembicaraan tanpa ada upaya untuk mencegahnya. Sektor bangunan ternyata mengkonsumsi sekitar 50% bahan bakar fosil, paling banyak di antara sektor-sektor lainnya seperti transportasi dan industri. Dapat dibayangkan peranan bidang arsitektur dalam menyumbangkan CO2 yang menjadi pemicu utama masalah pemanasan global dan perubahan iklim. Pembicaraan mengenai pembangunan yang berkelanjutan sudah ada sejak tahun 1970-an. Konsep sustainability mulai dibahas dan dikembangkan oleh beberapa pakar sehingga dapat lebih dipahami. Dalam perkembangannya, istilah Green Building lebih dikenal oleh masyarakat. Tetapi kriteria-kriteria sebuah bangunan bisa dikatakan green menjadi sulit ditentukan karena belum ada standar yang bisa dijadikan pedoman. Amerika Serikat melalui U.S. Green Building Council menjawab tantangan ini dengan mengeluarkan Leadership in Energy and Environmental Design (LEED). Sistem penilaian ini menguraikan aspek-aspek yang menjadi dasar pemikiran sustainable architecture dan juga strategi-strategi perancangan untuk memenuhi kriteria tersebut. Setelah itu, banyak negara yang ikut mendirikan Green Building Council dan juga sistem rating, baik yang mengadopsi versi U.S. Green Building Council ataupun hasil penyusunan sendiri. Negara kita Indonesia, pada tanggal 12 Maret 2008 sudah mendirikan Green Building Council of Indonesia yang salah satu misinya juga menerapkan LEED untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Menanggapi hal ini, penulis melakukan studi pengamatan pada beberapa bangunan di Indonesia dengan menggunakan LEED. Dari hasil pengamatan pada ketiga bangunan tersebut, memang belum satupun yang mendapatkan sertifikasi LEED. Tetapi upaya untuk menerapkan

24 11 prinsip-prinsip sustainability sudah terlihat. Kendalanya, LEED mencakup sangat banyak disiplin ilmu lainnya sehingga perlu adanya koordinasi dari berbagai badan/organisasi yang menangani bidangnya masing-masing. Namun dengan adanya studi pengamatan ini dapat terlihat sejauh mana Indonesia dapat menerapkan LEED sebagai pedoman bagi Green Building Council of Indonesia sebelum menyusun sistem rating sendiri. Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian yang saat ini ditulis adalah bahwa penelitian ini menganut standar prinsip Green Building sesuai LEED, dimana LEED adalah suatu badan dari Amerika Serikat yang membahas aspek-aspek green yang dalam pengaplikasiannya masih sulit di Indonesia. Sedangkan dalam penelitian yang saat ini ditulis membahas sistem rating GREENSHIP yang ditetapkan oleh GBCI dan membahas detail salah satu aspek GREENSHIP, yaitu Building Environmental Management. b. Analisis Pemenuhan Syarat-Syarat Green Building Pada Rumah Susun dengan Metode LEED oleh Ifan Tahari, Universitas Tarumanegara Abstrak : Global Warming dan peningkatan penduduk diiringi dengan pembangunan yang pesat menjadi salah satu isu penting di dunia modern ini. Pembangunan yang selama ini dilakukan untuk meningkaktkan kualitas hidup manusia justru menjadi penyumbang terbesar kerusakan alam. Seiring dengan kesadaran akan pentingnya alam maka manusia mulai merancang bangunan yang ramah dengan lingkungan.salah satu metode standar yang telah digunakan secara luas untuk menilai aspek Green Building suatu bangunan adalah metode LEED (Leadersip in Energy and Enviromental Design). Bangunan yang dijadikan tempat studi kasus pada skripsi ini adalah Rusun Green Parkview di Jl. Daan Mogot Km. 14, Kelurahan Duri Kosambi, Kecamatan Cengkareng, Kota Administrasi Jakarta Barat dan Rusun Gading Nias di Jl. Pegangsaan Dua Km. 3,3, Kelurahan Pegangsaan Dua, Kecamatan Kelapa Gading, Kota Administrasi Jakarta Utara. Apakah Rusun diatas memenuhi syarat dari Green Building dengan metode LEED dilihat dari beberapa aspek yaitu Sustainable Sites, Water Efficiency,

25 12 Energy and Atmosphere, Materials and Resources, Indoor Environmental Quality. Sedangkan metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah studi kepustakaan, studi lapangan dan wawancara. Berdarakan dari ke lima aspek LEED dapat ditarik kesimpulan bahwa ke dua Rusun kurang memenuhi syarat Green Building. Hal ini tampak jelas terlihat dari kurangnya poin pada aspek Energy and Atmosphere. Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian yang saat ini ditulis adalah dalam penelitian ini, digunakan parameter berdasarkan LEED, dan yang dilakukan adalah penilaian ketercapaian suatu gedung rumah susun sebagai Green Building. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan penulis, yang dikaji adalah salah satu aspek dari sistem rating GREENSHIP yaitu Building Environmental Management. Penulis akan menilai seberapa besar penambahan biaya pada konstruksi bangunan gedung akibat pengaruh aspek BEM tersebut.

26 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Dalam penyusunan bab 2 ini, penulis menggunakan dan mengkaji berbagai literatur yang ada guna membantu penulisan terkait Green Building, yaitu aspek Building Environmental Management dan pengaruhnya terhadap biaya. Adapun beberapa sumber pustaka yang akan dikaji di bab ini adalah Buku ilmiah, Jurnal baik lokal maupun internasional, Undang-undang, Peraturan Pemerintah atau yang mendukungnya, website terkait, majalah, surat kabar, hasil seminar dan sumber lain yang dianggap perlu untuk menunjang tinjauan pustaka penelitian ini. 2.2 Konsep Green Building Pengertian Green Building Menurut Kamus Bahasa Indonesia Online, bangunan memiliki arti sesuatu yang didirikan atau sesuatu yang dibangun (seperti rumah, gedung, menara). Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di salam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempay menanusi melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha kegiatan sosial, budaya maupun khusus. Green Building didefinisikan sebagai sebuah perencanaan dan perancangan bangunan melalui sebuah proses yang memperhatikan lingkungan dan menggunakan sumber daya secara efisien pada seluruh siklus hidup bangunan dari mulai pengolahan tapak, perancangan, pembangunan, penghunian, pemeliharaan, renovasi dan perubahan bangunan (US EPA, 2006)[11]. Pada dasarnya Green Building merupakan suatu praktek dalam membangun, yang dimulai dari pekerjaan struktur hingga pelaksana konstruksi secara keseluruhan. Secara nyata, hal tersebut harus diupayakan agar pelaku pembangunan bertanggungjawab terhadap lingkungan dan sumber daya yang ada seefisien mungkin, dalam satu siklus hidup suatu bangunan. Jadi, tidak hanya bermodal 13

27 14 desain saja, tetapi juga harus direalisasikan proses konstruksi, pemeliharaan bangunan, hingga proses renovasi dan dekonstruksi, jika kondisinya perlu dilakukan pada bangunan yang ada. Pada akhirnya, Green Building adalah sebuah proses yang menekankan peningkatan efisiensi dalam penggunaan air, energi, material bahan bangunan maupun sumber daya lainnya. Dengan kata lain konsep green dapat dikatakan komitmen menuju hidup yang lebih baik (Techno Konstruksi, September 2011)[12]. Jika ada pihak mengklaim, bahwa bangunannya telah berkonsep green, atau bahkan bangunan sudah sesuai aturan Green Building, maka jika hal tersebut berhubungan dengan pihak lain, misalnya bangunan tersebut nantinya akan disewakan atau dijual kepada klien/konsumen, alangkah baiknya diberikan penjelasan mengenai bangunan tersebut. Pada bagian mana bangunan tersebut yang telah memenuhi persyaratan green, serta institusi atau lembaga mana yang telah mensahkan atau memberikan label green pada unit properti yang bersangkutan. Bangunan dapat dikategorikan sebagai bangunan ramah lingkungan apabila memenuhi kriteria [13] : a. Menggunakan material bangunan yang ramah lingkungan yang antara lain meliputi: a) Material bangunan yang bersertifikat eco-label b) Material banguna lokal b. Terdapat fasilitas, sarana, dan prasarana untuk konservasi sumber daya air dalam bangunan gedung antara lain: a) Mempunyai sistem pemanfaatan air yang dapat dikuantifikasi; b) Menggunakan sumber air yang memperhatikan konservasi sumber daya air; c) Mempunyai sistem pemanfaatan air hujan. c. Terdapat fasilitas, sarana, dan prasarana konservasi dan diversifikasi energi antara lain: a) Menggunakan sumber energi alternatif terbarukan yang rendah emisi gas rumah kaca;

28 15 b) Menggunakan sistem pencahayaan dan pengkondisian udara buatan yang hemat energi. d. Menggunakan bahan yang bukan bahan perusak ozon dalam bangunan gedung antara lain: a) Refrigeran untuk pendingin udara yang bukan bahan perusak ozon; b) Melengkapi bangunan gedung dengan peralatan pemadam kebakaran yang bukan bahan perusak ozon. e. Terdapat fasilitas,sarana, dan prasarana pengelolaan air limbah domestik pada bangunan gedung antara lain: a) Melengkapi bangunan gedung dengan sistem pengolahan air limbah domestik pada bangunan gedung fungsi usaha dan fungsi khusus; b) Melengkapi bangunan gedung dengan sistem pemanfaatan kembali air limbah domestik hasil pengolahan pada bangunan gedung fungsi usaha dan fungsi khusus. f. Terdapat fasilitas pemilahan sampah; g. Memperhatikan aspek kesehatan bagi penghuni bangunan antara lain: a) Melakukan pengelolaan sistem sirkulasi udara bersih; b) Memaksimalkan penggunaan sinar matahari. h. Terdapat fasilitas, sarana, dan prasarana pengelolaan tapak berkelanjutan antara lain: a) Melengkapi bangunan gedung dengan ruang terbuka hijau sebagai taman dan konservasi hayati, resapan air hujan dan lahan parkir b) Mempertimbangkan variabilitas iklim mikro dan perubahan iklim; c) mempunyai perencanaan pengelolaan bangunan gedung sesuai dengan tata ruang; d) Menjalankan pengelolaan bangunan gedung sesuai dengan perencanaan; dan/atau i. Terdapat fasilitas, sarana, dan prasarana untuk mengantisipasi bencana antara lain: a) Mempunyai sistem peringatan dini terhadap bencana dan bencana yang terkait dengan perubahan iklim seperti: banjir, topan, badai, longsor dan kenaikan muka air laut;

29 16 b) Menggunakan material bangunan yang tahan terhadap iklim atau cuaca ekstrim intensitas hujan yang tinggi, kekeringan dan temperatur yang meningkat. Sebuah kawasan atau bangunan dikatakan green, tidak bisa dilihat setelah bangunan berdiri, tetapi juga harus dilihat bagaimana proses pembangunannya. Proses pembangunan Green Building tersebut juga harus mengandung hal-hal yang bersifat green. Green Building juga tidak bisa dilihat dari phisik bangunan. Ada beberapa kriteria yang diketahui dijadikan dasar ketika ingin mengetahui konsep green dari suatu bangunan. Setidaknya terdapat enam kriteria bangunan green, antara lain : Appropriate Site Development, Energi Efficiency dan Refrigerant, Water Conservation, Material Resource and Cycle, Indoor Health and Comfort serta Building Environment Management (Sulistiyanto, Totok 2011)[13]. Dari keenam kriteria tersebut, dapat dilihat tipe sebenarnya dari bangunan tersebut. Green Building tidak hanya dapat dilihat dari fisik bangunannya semata, tetapi seluruh komponen harus terintegrasi menjadi satukesatuan yang tidak dapat berdiri sendiri-sendiri. Mulai dari proses pembangunan, hingga bangunan tersebut berdiri dan beroperasi, semuanya harus mengacu pada konteks bangunan yang ramah lingkungan. Secara umum, Green Building juga dapat diartikan sebagai sebuah konsep untuk meningkatkan efisiensi sumber daya yang dibutuhkan untuk sebuah gedung, rumah, atau bahkan kawasan. Sumber daya yang dimaksud adalah energi, air, dan material-material pembentuknya. Diharapkan dengan menerapkan konsen green, dampak negatif terhadap kesehatan manusia dan lingkungan dapat dikurangi (Sulistiyanto, Totok 2011)[14]. Green Building tidak hanya berfokus pada masalah ekologi tetapi juga memperhatikan masalah keindahan dan keharmonisan antara struktur bangunan dan lingkungan alamiah disekitarnya, serta tidak melupakan pula perbaikan lingkungan dengan memadukan unsur keindahan arsitektur dengan keramahan lingkungan untuk menjaga keseimbangan antara pembangunan dengan pelestarian lingkungan. Penerapan konsep Green Building merupakan bagian dari green practice atau tindakan ramah lingkungan yang akan mengurangi life cycle cost

30 17 dari bangunan gedung, yang menurut Greenship GBCI[15] (Green Building Council Indonesia) keuntungan membangun sebuah Green Building adalah: Desain yang lebih kompak dan efisien sehingga mengoptimalkan fungsifungsi gedung Efisensi yang tinggi dalam konsumsi energi listrik dan air Biaya yang hemat dalam operasional sehari-hari untuk energi dan konsumsi air Kesehatan jasmani-rohani yang lebih baik bagi pengguna gedung Produktivitas dan kinerja yang meningkat pada pengguna gedung Biaya pemeliharaan dan operasional yang rendah dalam jangka panjang Preferensi pasar yang lebih tinggi, terutama perusahaan internasional/multinasional. Didapatnya pengakuan internasional sebagai produk unggulan dalam industri rancang bangun, Munculnya ketertarikan yang tinggi, baik pada konsumen/klien maupun karyawan karena merupakan sebuah produk/perusahaan yang memperhatikan lingkungan Tumbuhnya sikap ramah lingkungan pada para penggunanya, yang diharapkan dapat meneruskan sikap tersebut di rumah tangganya masngmasing dan menimbulkan efek multiplier. Menurut BPLHD Provinsi DKI Jakarta[16], kriteria Green Building di Indonesia memiliki parameter sebagai berikut: a. Pengelolaan Bangunan. Pada bangunan baru, kriterianya adalah pengelolaan bangunan pada masa konstruksi, sedangkan pada bangunan eksisting kriterianya adalah pengelolaan bangunan pada masa operasional. b. Penggunaan Lahan. Kriteria ini berlaku untuk bangunan baru, sedangkan untuk bangunan eksisting tidak memakai kriteria ini. c. Pemanfaatan Energi Listrik d. Pemanfaatan dan Konservasi Air e. Kualitas Udara dan Kenyaman Ruangan

31 Perencanaan Green Building Dalam penciptaan sebuah Green Building, dilakukan serangkaian proses selaku persyaratan dalam perancangan bangunan untuk pencapaian rating bangunan tersebut. Sistem rating tersebut merupakan suatu standart terukur yang berguna dan dapat dipahami untuk pelaku konstruksi, tenant maupun pengguna bangunan, yang dinamakan GREENSHIP. Kriteria penilaiannya dikelompokkan menjadi enam kategori aspek yakni; Appropriate Site Development (ASD) Energy Efficiency and Conservation (EEC) Water Conservation (WAC) Material Resources andcycle (MRC) Indoor and Health Comfort (IHC) Building and Environmental Management (BEM) Dalam pembuatannya, GREENSHIP sebagai perangkat penilaian membutuhkan suatu acuan dan dukungan dari pemerintah. Dalam pembuatannya pun, GREENSHIP menggunakan kriteria penilaian sedapat mungkin berdasarkan standard lokal baku seperti Undang-Undang (UU), Keputusan Presiden (Keppres), Instruksi Presiden (Inpres), Peraturan Menteri (Permen), Keputusan Menteri (Kepmen), dan Standar Nasional Indonesia (SNI). Menurut GBCI[17], Peraturan yang menjadi acuan dalam pembuatan GREENSHIP: Peraturan Menteri PU 30/PRT/M/2006 mengenai Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksessibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan. Peraturan Menteri PU No. 5/PRT/M/2008 mengenai Ruang Terbuka Hijau (RTH) B/277/Dep.III/LH/01/2009 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung UU RI No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

32 19 Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat RI Nomor 32/PERMEN/M/2006 Petunjuk Teknis Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun. Keputusan DNA (Designated National Authority) dalam B- 277/Dep.III/LH/01/2009 Keputusan Menteri No. 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Kotor Domestik Permen PU No. 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 UU No. 18 Tahun 2008 Pencapaian aspek GREENSHIP menuju pada pencapaian nilai hasil rating yang memberikan predikat pada bangunan tersebut dengan predikat penilaian terendah perunggu untuk pencapaian nilai minimal 35, perak dengan pencapaian nilai 47, emas untuk pencapaian nilai 58 dan tertinggi platinum untuk pencapaian nilai minimal 74. Angka yang ditetapkan sebagai nilai minimal peringkat perunggu adalah jumlah nilai yang dapat dicapai apabila sebuah proyek memenuhi nilai maksimum dari rating yang pencapaiannya relatif mudah, tidak membutuhkan biaya tambahan dan yang tidak membutuhkan biaya tidak terlalu besar. Nilai minimal perak dapat dicapai bila sebuah proyek memenuhi semua rating yang pencapaiannya relatif mudah serta sepertiga dari dari rating yang pencapaiannya sulit dan butuh biaya yang relatif besar. Nilai minimal emas, diperoleh apabila sebuah proyek tersebut telah memenuhi semua rating yang pencapaiannya relatif mudah serta dua per tiga dari dari rating yang pencapaiannya sulit dan butuh biaya yang relatif besar, sedangkan untuk pencapaian nilai platinum, dapat dicapai apabila sebuah proyek memenuhi rating yang pencapaiannya membutuhkan biaya relatif besar dan teknologinya belum tersedia sehingga dapat dikatakan sangat sulit pencapaiannya. Dalam pencapaian Green Building yang tercantum dalam greenship GBCI terdapat persyaratan awal yang harus dicapai sebelum mencapai ratingrating lainnya dalam setiap kategori aspek yang ada. Berikut adalah persyaratan awal yang harus dicapai yakni:

33 20 a. Luas Bangunan Sekurang-kurangnya 2500 m 2 Batasan ini diterapkan karena bangunan gedung yang besar berpotensi memerlukan energi dan sumber daya dalam jumlah yang besar pada saat membangun, mengoperasikannya, dan memeliharanya. Kondisi ini membuat keberadaan gedung tersebut dapat memberikan pengaruh yang signifikan pada lingkungan, sehingga dengan melakukan perbaikan yang dimulai pada gedung baru berskala besar dapat dirasakan bagaimana pengaruhnya secara nyata pada lingkungan. b. Lokasi tapak bangunan sesuai untuk peruntukan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) setempat. Hal ini bertujuan agar terjadinya pemanfaatan kawasan sesuai dengan fungsinya dan mendorong pengendalian pembangunan sehingga tercipta lingkungan hidup yang serasi, selaras, dan seimbang. c. Bersedia menandatangani surat yang berisi persetujuan untuk memperbolehkan data gedung yang berhubungan dengan penerapan Green Building dipergunakan untuk dipelajari dalam studi kasus yang diselenggarakan oleh GBCI Hal ini bertujuan agar pihak pemilik atau manajemen gedung dapat bekerja sama dengan pihak GBCI untuk menghimpun database yang akurat sehingga dapat menjadi salah satu dasar perbaikan sistem rating GREENSHIP, baik untuk bangunan baru maupun bangunan eksisting. d. Akan menyertakan salinan dokumen upaya pengelolaan lingkungan hidup (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan hidup (UPL) ynang disahkan bapedal. Pembangunan bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan umat manusia, dengan teknologi yang tepat manusia akan mendapatkan manfaat dan dampak positif dari pembangunan tersebut, namun disaat yang sama terjadi dampak negatif pada lingkungan akibat teknologi itu sendiri. Oleh sebab itu, penyerahan dokumen ini bertujuan untuk mendukung pengendalian pembangunan terhadap lingkungannya sehingga terwujud konsep berkelanjutan.

34 21 e. Bersedia menandatangani surat yang menyatakan bahwa gedung yang bersangkutan akan dibuat tahan gempa. Indonesia berada pada daerah yang sarat dengan bencana gempa bumi,, oleh karena itu pembangunan tersebut haruslah menjamin keamanan dan keselamatan penghuni gedung tersebut dari ancaman bahaya gempa bumi serta mampu mempertahankan fungsi bangunan tersebut sevcara optimal dan atas ketahanan strukturnya dan konstruksi terhadap beban bencana gempa. f. Bersedia menandatangani surat yang menyatakan bahwa gedung yang bersangkutan akan memenuhi standart pemakai gedung untuk penyandang cacat. Lingkungan yang inklusif merupakan salah satu bentuk usaha dalam mewujudkan keberlanjutan dari aspek sosial yang tentunya akan berdampak positif pada aspek ekonomi maupun lingkungan. Dengan mendorong pembangunan fisik yang responsif terhadap perbedaan kemampuan fisik setiap individu sebagai bentuk usaha dalam mewujudkan persamaan kesempatan sehingga berdampak positif secara ekonomi dan lingkungan. g. Bersedia menandatangani surat yang menyatakan bahwa gedung yang bersangkutan akan memenuhi standar kebakaran dan keselamatan. Kebakaran menimbulkan kerugian tidak hanya dari segi materi tetapi juga sosial dan lingkungan. Oleh karena itu, diterapkan sistem proteksi terhadap kebakaran yang bertujuan untuk menurunkan resiko terjadinya kebakaran pada bangunan sehingga keamanan dan keselamatan pengguna gedung terjamin Peraturan Green Building Munculnya perhatian dunia terhadap permasalahan yang terjadi di lingkungan hidup, menyebabkan tercetusnya protokol kyoto sebagai salah satu bentuk kepedulian pemimpin dunia terhadap kondisi lingkungan hidup. Protokol Kyoto merupakan hasil Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim di Kyoto, Jepang, pada 1997 yang merupakan amandemen dari Konvensi Rangka Kerja PBB tentang perubahan iklim (UNFCC) yakni sebuah pesetujuan internasional

35 22 mengenai pemanasan global. Persetujuan ini mulai berlaku sejak 16 Februari 2005 setelah diratifikasi secara resmi di Rusia pada 18 Novemeber 2004 oleh 141 negara yang mewakili 61% seluruh emisi dunia. Kesepakatan ini mewajibkan negara maju yang disebut Annex I untuk menurunkan emisi gas rumah kaca 5,2 persen dari level 1990, sehingga suhu bumi tidak naik lebih dari 2 derajat Celsius. Amerika Serikat akhirnya menolak meratifikasi Protokol Kyoto, sedangkan Cina, India, dan Brasil ketika itu masih menjadi negara berkembang yang belum maju perekonomiannya. Meski demikian, protokol ini menjadi dasar hukum program program mitigasi dan perdagangan karbon (Tempo, 5 Desember 2011)[18]. Jika protokol kyoto sukses diberlakukan oleh seluruh negara yang meratifikasinya maka, diprediksi hal tersebut akan mengurangi rata-rata cuaca global antara 0,02 C dan 0,28 C pada tahun (Nature, Oktober 2003)[19]. Memang di Indonesia peraturan yang khusus mengatur tentang Green Building terbilang masih sangat sedikit. Hal ini dikarenakan kebanyakan pelaku konstruksi masih menganggap pembangunan dengan konsep ramah lingkungan akan meningkatkan biaya konstruksi secara signifikan dan sulit untuk dibangun. Padahal, dalam konsep yang tepat Green Building mampu menghemat konsumsi energi hingga 50% dengan hanya menambahkan 5% saat pembangunannya (Kristensen, Poul 2010)[20]. Biaya operasional energi listrik dapat dihemat sebanyak 20%-30% perbulannya (Sendjaja, Irwan, 2011)[21]. Saat ini, Indonesia sebagai salah satu negara yang turut meratifikasi green protokol kyoto tersebut, turut serta dalam usaha pelestarian lingkungan dengan membuat suatu peraturan yang berkaitan dengan bangunan hijau melalui Peraturan Menteri dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Nomor 8 Tahun 2010 yang berjudul Kriteria dan Sertifikasi Bangunan Ramah Lingkungan. Keputusan KLH yang dikeluarkan pada tanggal 19 Januari 2010 ini merupakan peraturan pertama di Indonesia mengenai Green Building. Keputusan ini mendefinisikan Green Building sebagai bangunan yang menerapkan prinsip-prinsip lingkungan dalam desain, konstruksi, operasi dan manajemennya, yang semuanya penting bagi mitigasi dampak perubahan iklim. Ada banyak regulasi yang berkaitan dengan Green Buildings, seperti efisiensi energy, efisiensi air, dan lain lain, tetapi KLH

36 23 adalah yang pertama yang menggunakan istilah Green Building dalam isi keputusannya. Pembangunan Green Building ini juga merupakan salah satu sikap pelaksanaan ISO yang berisi tentang standarisasi sistem manajemen lingkungan, yang bertujuan untuk merancang, melaksanakan dan bekerja untuk mengendalikan dampak lingkungan penting dan untuk mencapai kesesuaian dengan peraturan serta mempertahankan dan meningkatkan perbaikan sistem manajemen lingkungan secara terus menerus. Dalam ISO 14001, dijelaskan bahwa manajemen puncak dari suatu organisasi harus menetapkan kebijakan lingkungan, yang diantaranya adalah memastikan peningkatan berkesinambungan dan pencegahan pencemaran akibat dari aktivitas organisasi. Dengan diterbitkannya peraturan gubernur No.8 Tahun 2011 tentang sertifikasi bangunan hijau atau Green Building merupakan salah satu langkah dari pemda DKI Jakarta untuk turut serta dalam upaya sosialisasi bangunan ramah lingkungan dalam konsep pembangunan masa kini. Setelah peraturan ini nantinya diberlakukan di Jakarta, maka mau tak mau para pengelola maupun pelaku konstruksi harus beralih ke konsep Green Building. Standarisasi gedung ramah lingkungan menurut Pergub tersebut antara lain menggunakan material daur ulang, menggunakan penerangan hemat energi kaca double glassing dan air limbah buangan harus bisa bermanfaat lagi untuk operasional pemeliharaan gedung tersebu, misalnya air toilet dapat didaur ulang menjadi air bersih untuk toilet lagi atau menyiram tanaman (Sendjaja, Irwan 2011) [22]. Sistem rating GREENSHIP merupakan alat bantu bagi para pelaku industri bangunan, baik pengusaha, engineer, maupun pelaku lainnya dalam menerapkan best practices dan mencapai standar terukur yang dapat dipahami oleh masyarakat umum, terutama tenant dan pengguna bangunan. Standar yang ingin dicapai dalam penerapan greenship adalah terjadinya suatu bangunan hijau (Green Building) yang ramah lingkungan sejak tahap perencanaan, pembangunan, hingga pengoperasian dan pemeliharaan sehari-hari. Kriteria penilaiannya dikelompokkan menjadi enam kategori. Perangkat rating greenship adalah sistem penilaian yang merupakan bentuk dari salah satu upaya untuk menjembatani

37 24 konsep ramah lingkungan dan prinsip keberlanjutan dengan praktik yang nyata. Tujuan penyusunan GREENSHIP adalah : Mendorong penerapan best practice dalam industri bangunan di Indonesia, Mendorong terciptanya lingkungan yang berkualitas melalui bangunan baru yang bermutu baik sehingga meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan, Mendorong pemecahan masalah lingkungan terkini melalui rating dan pembobotan nilainya, Mendorong pertumbuhan industri bangunan yang berbasis ramah lingkungan, baik operasional maupun produk yang dihasilkannya, di dalam negeri Republik Indonesia, Mendorong kemajuan teknologi dan riset dalam industri bangunan di dalam negeri Republik Indonesia sehingga tercipta berbagai teknologi yang tepat guna dalam penerapannya, Mendorong peningkatan dan pemerataan kualitas sumber daya manusia dalam industri bangunan dari waktu ke waktu, dan Memerangi fenomena perubahan iklim dengan diterapkannya praktik-praktik ramah lingkungan sesuai dengan prinsip berkelanjutan. 2.3 Aspek Building Environmental Management Dalam penerapan Green Building, terdapat tolak ukur yang harus dipenuhi sebagai persyaratan untuk tersertifikasinya bangunan sebagai Green Building. Salah satu kategori yang harus dipenuhi adalah Building Environmental Management, untuk mencapai kategori tersebut terdapat 7 aspek dan 1 prasyarat yang harus dipenuhi agar bangunan tersebut sebagai Green Building. Merencanakan operasional gedung yang ramah lingkungan sudah harus dipikirkan sejak tahap perencanaan desain. Cakupannya adalah pengelolaan sumber daya melalui rencana operasional konsep yang berkelanjutan, kejelasan informasi (data), dan penanganan dini yang membantu pemecahan masalah, termasuk manajemen sumber daya manusia dalam penerapan konsep bangunan hijau untuk mendukung penerapan tujuan pokok dari kategori lain. Adanya kategori Building Environmental Management (BEM) juga memberikan penekanan pada pentingnya faktor manusia sebagai salah satu

38 25 sumber daya yang memegang peranan penting dalam keberlangsungan suatu bangunan hijau. Suku bangsa di Indonesia lebih dari 300 kelompok etnik dengan bahasa dua kali lipat dari jumlah kelompok itu. Adanya luasan geografis yang besar, bentang alam yang beragam, serta pembangunan dan standar pendidikan yang belum merata menyebabkan perbedaan cara dan standar kerja dari tiap manusia. Dalam pengoperasian suatu bangunan hijau, sangat diperlukan suatu standar manajemen yang terencana dan baku untuk mengarahkan tindakan dari pelaku operasional bangunan dalam melakukan pengelolaan gedung agar dapat menunjukkan hasil yang ramah lingkungan (green performance). Pada aspek ini terdapat dua jenis kategori rating, yaitu rating prasyarat dan rating biasa. Rating prasyarat (P) adalah butir rating yang mutlak harus dipenuhi dan diimplementasi dalam suatu kategori. Apabila butir ini tidak dipenuhi, butir-butir rating lainnya dalam kategori ini tidak dapat dinilai dan tidak akan mendapatkan nilai sehingga proses sertifikasi tidak dapat dilanjutkan. Selanjutnya adalah rating biasa yang merupakan turunan dalam kategori selain butir prasyarat. Butir ini baru dapat dinilai dan diberi nilai kalau semua butir prasyarat dalam kategori tersebut telah dipenuhi atau telah dilaksanakan Basic Waste Facility (Fasilitas Dasar Pengolahan Sampah) Prasyarat dalam aspek Building Environmental Management adalah adanya Fasilitas Dasar Pengolahan Sampah. Banyaknya sampah yang dihasilkan dalam berbagai bentuk dan semakin sempitnya tempat pembuangan akhir atau TPA ditambah masih rendahnya kesadaran pengguna gedung dalam melakukan pemilahan sampah menyebabkan volume sampah hasil buangan dalam berbagai bentuk yang tercampur baur menjadi beban berat bagi tempat pembuangan akhir (TPA). Dengan melakukan pemilahan dari tahap awal, proses daur ulang akan dimulai lebih cepat sehingga beban TPA dapat berkurang. Pemilahan sampah adalah salah satu bagian tersulit dari tata rentang pengelolaan sampah, karena berkaitan dengan perilaku manusia yang pasti membutuhkan waktu panjang dan upaya yang besar (Panduan Praktis Pemilahan Sampah, KNLH 2008)[23]. Menurut Pasal 11 UU Nomor 18 Tahun 2008[24]

39 26 tentang pengelolaan sampah, setiap orang berhak memperoleh pembinaan agar dapat melaksanakan pengelolaan sampah secara baik dan berwawasan lingkungan. Pembinaan yang dimaksudkan berasal dari pemerintah ataupun instansi tertentu. Untuk dapat mengaplikasikan pemilahan sampah tersebut, maka di setiap tempat yang terdapat aktivitas dan kegiatan industri diwajibkan memiliki fasilitas pemilahan sampah yang baik dan benar. Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya wajib menyediakan fasilitas pemilahan sampah. Menurut pasal 41[25], pengelola sampah yang karena kealpaannya melakukan kegiatan pengelolaan sampah dengan tidak memperhatikan norma, standar, prosedur, atau kriteria yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat, gangguan keamanan, pencemaran lingkungan, dan atau perusakan lingkungan diancam dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp ,00 (seratus juta rupiah). Dengan adanya UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, diharapkan masyarakat dapat berperan serta dalam pengelolaan smapah hingga dapat menikmati hasil dari pengelolaan sampah yang baik. Sementara bagi pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya yang belum memiliki fasilitas pemilahan sampah harus segera membangun fasilitas pemilahan sampah paling lama 1 (satu) tahun sejak masa konstruksinya. Setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga juga wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan. Peran-serta berbagai pemangku kepentingan sangat dibutuhkan dalam mengurangi volume sampah perkotaan. Pemangku kepentingan, baik dari sektor swasta maupun sektor pemerintahan, memiliki tanggung jawab yang sama dalam mengendalikan dampak lingkungan melalui pengelolaan sampah yang dihasilkan. Langkah awal pengelolaan sampah pada suatu bangunan adalah dengan menyediakan fasilitas pembuangan sampah yang terpisah antara tempat sampah organik dan anorganik untuk memudahkan proses pengolahan sampah selanjutnya, seperti reuse, reduce, dan recycle.

40 27 Tujuan dari prasyarat ini adalah untuk mendorong gerakan pemilahan sampah secara sederhana yang mempermudah proses daur ulang. Tolak ukurnya adalah adanya instalasi atau fasilitas untuk memilah dan mengumpulkan sampah sejenis sampah rumah tangga (UU No. 18 Tahun 2008) berdasarkan jenis organik dan anorganik. Dokumen yang nantinya akan dinilai adalah : Gambar rencana tapak yang menunjukkan lokasi fasilitas pemilahan sampah Gambar detil fasilitas pemilahan sampah Foto fasilitas pemilahan sampah yang memperlihatkan adanya labelisasi jenis sampah organik dan anorganik. Sumber : Olahan Sendiri Gambar 2.1. Tempat Sampah Organik dan Non Organik GP as a Member of Design Team (GP Sebagai Bagian dari Tim Desain) Desain bangunan hijau sebaiknya mengintegrasikan keenam aspek konsep Green Building, yaitu tapak, energi, konservasi air, kondisi udara dalam ruang, material ramah lingkungan, dan manajemen lingkungan gedung. Menurut GBCI[26], Greenship Professional (GP) adalah predikat yang dimiliki secara perorangan yang telah mengikuti pendidikan dan memiliki ketrampilan dan pengetahuan untuk mengarahkan tim desain dan pelaksanaan dalam proses pembangunan suatu bangunan hijau yang pada kemudian hari akan disertifikasi oleh GBC INDONESIA sehingga dapat sejalan dengan sistem rating GREENSHIP yang berlaku saat itu. Seorang GP dapat membantu tim desain dan

41 28 proses konstruksi dalam mencapai rating-rating yang ditargetkan tersebut dalam mengintegrasikan keahlian hingga lebih mudah mendapatkan sertifikasi. Peran GP dalam tahap desain adalah untuk : Menganalisis kebutuhan untuk keberlanjutan, peluang, dan hambatan, Menyarankan implikasi atas kinerja bangunan untuk mencapai target Green Building, Menyelenggarakan konsultasi umum mengenai desain dan konstruksi, Mengkoordinasikan masukan dari teknisi spesialis seperti ahli akustik dan ekologi, Menyiapkan rencana kerja desain keberlanjutan, dan Mengoordinasikan persiapan atas dokumen yang dibutuhkan untuk penilaian Green Building. Tujuan dari aspek ini adalah untuk mengarahkan langkah-langkah desain suatu Green Building sejak tahap awal sehingga memudahkan tercapainya suatu desain yang memenuhi rating. Tolak ukurnnya adalah melibatkan seorang tenaga ahli yang sudah tersertifikasi Greenship Professional (GP), yang bertugas untuk mengarahkan berjalannya proyek sejak tahap perencanaan desain dan sebelum pendafataran sertifikasi. Poin maksimum yang dicapai apabila terpenuhinya aspek ini adalah 1. Dokumen yang nantinya akan dinilai. Daftar nama GP yang terlibat dalam proyek dan spesialisasi keahliannya Daftar hadir GP selama proyek berlangsung, yang diketahui oleh penanggung jawab proyek bersangkutan Daftar hadir rapat koordinasi selama proyek berlangsung Pollution of Construction Activity (Polusi dari Aktivitas Konstruksi) Untuk bangunan baru, penerapan konsep ramah lingkungan tidak hanya bertitik berat pada desain atau perencanaan. Proses konstruksi untuk mendirikan bangunan tersebut pun harus menjiwai semangat ramah lingkungan, sehingga bila suatu bangunan dikatakan memenuhi konsep ramah lingkungan, berarti proses penilaiannya telah dilakukan secara komprehensif. Aktivitas konstruksi memiliki dampak negatif terhadap lingkungan. Meningkatnya aktivitas konstruksi berdampak pada meningkatnya limbah yang

42 29 dihasilkan. Manajemen limbah konstruksi yang komprehensif sangat dibutuhkan di setiap proyek konstruksi, karena sekitar 1 10% dari material konstruksi pada umumnya berakhir menjadi limbah di lokasi konstruksi(susanti, Betty 2009)[27]. Berdasarkan penelitian mengenai manajemen industri konstruksi, terdapat lima faktor yang umumnya menjadi dampak dari pelaksanaan aktivitas konstruksi, diantaranya adalah level kebisingan, kualitas udara, kuantitas dan kualitas air, getaran, dan fasilitas jalan (Sutrisno et, al, 2009)[28]. Terdapat satu faktor yang juga tak kalah pentingnya yaitu sampah, yang dapat berkontribusi membebani TPA. Dampak-dampak negatif tersebut sudah seharusnya diantisipasi oleh para pelaku jasa konstruksi, agar pelaksanaan aktivitas tersebut tidak mengganggu lingkungan sekitar. Selama ini sebagian besar masyarakat masih memandang sampah sebagai barang sisa yang tidak berguna, bukan sebagai sumber daya yang perlu dimanfaatkan. Masyarakat dalam mengelola sampah masih bertumpu pada pendekatan akhir (end of pipe), yaitu sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat pemrosesan akhir sampah. Padahal, timbunan sampah dengan volume yang besar di lokasi tempat pemprosesan akhir sampah berpotensi melepas gas metan (CH4) yang dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca dan memberikan kontribusi terhadap pemanasan global. Agar timbunan sampah dapat terurai melalui proses alam diperlukan jangka waktu yang lama dan diperlukan penanganan dengan biaya yang besar. Limbah didefinisikan sebagai material yang dihasilkan dari aktivitas manusia dan industri yang tidak memiliki nilai sisa (Tam & Tam, 2006)[29]. Sedangkan limbah konstruksi adalah segala sesuatu yang tidak efisien, yang dihasilkan dari penggunaan peralatan, material, atau tenaga kerja, dalam jumlah yang besar pada kegiatan produksi bangunan (Koskela, 1992)[30]. Pada umumnya, limbah konstruksi didefinisikan sebagai produk yang dihasilkan dari proses konstruksi, renovasi, dan demolisi pekerjaan konstruksi (Cheung, 1993)[31].

43 30 Tabel 2.1. Karakteristik Limbah Karakteristik Fisika : Warna Bau Padatan Temperatur Sumber Limbah Bahan organik buangan industri dan domestik Penguraian limbah dan buangan industri Sumber air, buangan industri dan domestik Buangan domestik dan industri Kimia: Organik Karbohidrat Minyak dan lemak Pestisida Fenol Anorganik Alkali Cholorida Logam berat Nitrogen ph Phospor Sulfur Bahan beracun Buangan industri, perdangangan dan domestik Buangan industri, perdangangan dan domestik Buangan hasil pertanian Buangan industri, perdangangan dan domestik Sumber air, buangan domestik, infiltrasi air tanah, buangan air ketel Sumber air, buangan domestik, pelemakan air Buangan industri, perdangangan dan domestik Limbah pertanian dan domestik Limbah industri Limbah industri, domestik dan alamiah Limbah industri, domestik dan alamiah Perdagangan, limbah industri Biologi : Virus Limbah domestik Sumber : Suparni Setyowati Rahayu, Sumber dan Karakteristik Limbah, 2009 Limbah konstruksi dibagi menjadi limbah padat dan limbah cair. Material konstruksi merupakan sumber daya konstruksi yang potensial menjadi limbah dibandingkan sumber daya lainnya, karena sebagian besar material mental yang menjadi input proses konstruksi diperoleh dari sumber tak terbarukan (non renewable). Limbah yang berasal dari pembongkaran atau penghancuran bangunan digolongkan sebagai demolition waste, sedangkan limbah yang berasal dari perubahan bentuk bangunan (remodeling) dan pembangunan rumah atau bangunan komersial, digolongkan sebagai construction waste. Contoh limbah material konstruksi yang sering ditemui adalah tiang pancang, beton ready mix, besi beton, semen, pasir, batu pecah, batu bata, kayu, dan keramik.

44 31 Menurut Pasal 1 PP Nomor 82 Tahun 2001(pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air)[32], Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain kedalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu. Dalam Pasal 24 disebutkan bahwa setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya sumber air dan prasarananya, mengganggu upaya pengawetan air, dan mengakibatkan pencemaran air. Untuk mencegah limbah cair dari hasil konstruksi, dibutuhkan sebuah Water Treatment Plant (WTP). Water Treatment Plant adalah sebuah sistem yang difungsikan untuk mengolah air dari kualitas air baku yang kurang bagus agar mendapatkan kualitas air pengolahan standard yang diinginkan/ditentukan atau siap untuk dikonsumsi. Parameter fisik air biasanya di lihat dari unsur yang berhubungan dengan indra manusia seperti penglihatan, sentuhan, rasa dan penciuman, yang meliputi Turbidity (kekeruhan), warna, bau, rasa dan suhu. Sistem pengolahan yang biasa di gunakan adalah Sistem Sedimentasi (Pengenda-pan), Filtrasi dan penambahan desinfektan. Jika dilihat dari jenis senyawanya dibagi menjadi 2(dua) yaitu : a. Parameter Kimia Senyawa kimia yang sering di temukan pada air adalah Fe, Mn, Ca, Mg, Na, SO4, CO3. Jika air memiliki kandungan senyawa kimia yang berlebihan (tidak masuk standart konsumsi yang aman), Pengolahan dapat dilakukan dengan sistem filtrasi dengan menggunakan media tertentu misalnya system Reverse Osmosis atau Demineralier dan Softener. b. Parameter Biologi Parameternya dilihat berdasarkan adanya mikroorganisme yang ada di dalam air. Bila jumlah mikro-organisme di dalam air berlebihan biasanya akan mengganggu kesehatan bila di konsumsi. Pengola-han dapat dilakukan dengan menggunakan desinfektan atau alat yang biasa digunakan, misalnya injeksi Chlor, System UV dan System Ozone (O3).

45 32 Sumber : Sewage Treatment Gambar 2.2. Water Treatment Plant Tujuan dari aspek yang kedua ini adalah untuk mendorong pengurangan sampah yang dibawa ke tempat pembuangan akhir (TPA) dan polusi dari proses konstruksi. Nilai maksimum yang dapat dicapai dari terpenuhnya aspek ini adalah 2. Tolak ukurnya adalah memiliki rencana manajemen sampah konstruksi yang terdiri atas : Limbah padat, dengan menyediakan area pengumpulan, pemisahan, dan sistem pencatatan. Pencatatan dibedakan berdasarkan limbah padat yang dibuang ke TPA, digunakan kembali, dan didaur ulang oleh pihak ketiga. Limbah cair, dengan menjaga kualitas air yang timbul dari aktivitas konstruksi agar tidak mencemari drainase kota. Dokumen yang nantinya akan dinilai adalah : Tolak Ukur 1 : Foto area pemilahan sampah konstruksi Dokumen dari pihak kontraktor utama mengenai catatan pemilahan sampah Surat pernyataan kerjasama antara pihak kontraktor utama dan pihak ketiga untuk sampah konstruksi yang bisa didaur ulang

46 33 Tolak Ukur 2 : Gambar diagram pihak kontraktor utama yang menunjukkan upaya pengendalian kualitas air yang berasal dari aktivitas konstruksi Advance Waste Management (Manajemen Sampah yang Baik) Pada umumnya penerapan pengelolaan sampah masih terbatas pada tahap pengumpulan sampah di sumbernya, pengangkutan ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) dan pembuangan ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Untuk dapat mengurangi beban TPA, maka diperlukan peran serta berbagai pihak dalam mereduksi volume sampah dari sumber dengan melakukan minimalisasi limbah. Dimulai dari suatu bangunan yang menyediakan pengolahan terpadu dari mulai pemilahan sampah sampai mendaur ulang sampah organik menjadi kompos yang memiliki manfaat ekonomis. Dengan demikian, dukungan pemerintah dan peranserta individu dan masyarakat dalam hal ini pengelola bangunan swasta berperan aktif dalam melestarikan lingkungan hidup. Manajemen limbah konstruksi yang komprehensif sangat dibutuhkan di setiap proyek konstruksi, karena sekitar 1-10% dari material konstruksi pada umumnya berakhir menjadi limbah di lokasi konstruksi. Bossink dan Brouwers (1996)[33] menyatakan 13-30% limbah di berbagai negara merupakan limbah konstruksi yang harus dibuang ke landfill, padahal 50-80% dari limbah konstruksi tersebut dapat digunakan kembali atau di daur ulang dengan melakukan pengomposan. Dalam praktiknya, sangat sedikit bangunan di Indonesia yang sudah memiliki fasilitas pengomposan. Menurut J.H. Crawford (2003)[34] kompos didefinisikan sebagai hasil dekomposisi parsial/tidak lengkap, dipercepat secara artifisial dari campuran bahan-bahan organik oleh pupulasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik. Indonesia telah memiliki standar kualitas kompos, yaitu SNI dimana peraturan ini memuat batasbatas maksimum atau minimum sifat-sifat fisik atau kimiawi kompos dan batas maksimum kandungan logam berat. Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposkan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan aktivator pengomposan. Secara alami

47 34 pengomposan akan berlangsung dalam dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matang. Pada dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan, misalnya limbah organik rumah tangga, sampah-sampah organik pasar/kota, kertas, dll. Gambar 2.3. Proses Umum Penanganan Limbah Organik Sumber : Rynk, 1992 Proses pengomposan akan segera berlangsung setelah bahan-bahan mentah dicampur. Proses pengomposan aerobik secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahal awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan ph kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO 2, uap air dan

48 35 panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsurangsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa lahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30-40% dari volume/bobot awal bahan. Tabel 2.2. Organisme yang Terlibat Dalam Proses Pengomposan Sumber : Isroi, Pengomposan Limbah Padat Organik, 2009 Tujuan utama dari aspek ketiga ini adalah mendorong manajemen kebersihan dan sampah secara terpadu sehingga mengurangi beban TPA. Nilai maksimum yang dapat dicapai dari terpenuhinya aspek ini adalah 2. Tolak ukurnya adalah : Adanya instalasi pengomposan limbah organik di lokasi tapak bangunan (1 Poin) Memberikan pernyataan atau rencana kerjasama untuk pengelolaan limbah anorganik secara mandiri dengan pihak ketiga di luar sistem jaringan persampahan kota. (1 Poin) Kelengkapan dokumen yang akan dinilai adalah :

49 36 Tolak Ukur 1 : Gambar rencana tapak yang menggambarkan lokasi fasilitas pengomposan. Gambar detail fasilitas pengomposan Foto fasilitas pengomposan Tolak Ukur 2 : Surat pernyataan kerjasama pihak pemilik gedung sebagai wakil dari pengelola gedung dengan pihak ketiga yang akan melakukan pengelolaan sampah tersebut Proper Comissioning (Comissioning yang Tepat) Gedung merupakan suatu produk yang berasal dari perakitan berbagai material yang belum tentu cocok satu sama lain. Hal ini menjadikan setiap gedung unik. Karena itu, untuk memastikan semua sistem berjalan baik, perlu diadakan suatu proses yang berkesinambungan untuk memastikan semua sistem, terutama pada peralatan (equipment) berjalan sesuai dengan rencana dan berkelanjutan. Comissioning gedung merupakan sebuah proses sistematis yang memadukan dan meningkatkan fungsi-fungsi yang sebelumnya terlihat terpisah, dokumentasi operasional peralatan dan fasilitas pelatihan untuk staf, serta uji fungsi dan verifikasi kinerja (Panduan Penerapan Greenship, 2010)[35]. Comissioning adalah sebuah proses pemastian kualitas mulai dari pradesain sampai dengan proses konstruksi, start up, dan meningkatkan kesesuaian harapan pemilik gedung. Comissioning memungkinkan pemilik gedung untuk memulai siklus hidup pada produktivitas optimal dan konsisten dalam mempertahankan kinerja terbaik. Pada dasarnya semua gedung harus melakukan comissioning terlebih dahulu sebelum diserahkan kepada penggunanya. Dalam Green Building ini, proses comissioning terdapat berbagai perbedaan karena harus mengikuti petunjuk dari GBCI. Proses comissioning ini menekankan kepada pengecekan mesin, misalnya apakah AC yang digunakan memenuhi kriteria keinginan owner dan menggunakan power yang cukup sehingga mampu menghasilkan sistem tata udara hemat energi dengan kenyamanan termal yang baik. Dalam pelaksanaannya, hampir seluruh proyek gedung di Indonesia melakukan comissioning, tetapi

50 37 proses pengecekannya tidak berjalan dengan baik. Sesuai petunjuk GBCI, proses comissioning harus menggunakan alat khusus yang berbeda dengan alat yang biasa digunakan oleh supplier. Tujuan dari aspek ini adalah melaksanakan komisioning pada bangunan yang meliputi item-item tertentu yang antara lain : a. Sistem tata udara yaitu berupa : a) Mesin utama b) Tower-pompa c) AHU(hanya main supply pada saat dinyalakan) d) Power (meliputi voltage drop, phase balance, infrared yang hanya di panel grounding) b. Sistem tata cahaya dalam lux Nilai maksimum yang dapat dimiliki apabila aspek ini terpenuhi adalah 3. Tolak ukur aspek ini adalah : a) Melakukan prosedur testing commissioning sesuai dengan petunjuk GBCI, termasuk training dengan baik dan benar agar peralatan/sistem berfungsi dan menunjukkan kinerja sesuai dengan perencanaan dan acuan. (2 Poin) b) Desain serta spesifikasi teknis harus lengkap di saat konstruksi melaksanakan pemasangan seluruh measuring adjusting instruments. (1 Poin) Kelengkapan dokumen yang akan dinilai dalam aspek ini adalah : Tolak ukur 1 : a) Salinan jadwal komisioning, termasuk nama penanggung jawab, pelaksana komisioning, dan pengawas b) Surat pernyataan yang ditandatangani oleh kontraktor bahwa akan tunduk atas prosedur dan ketentuan komisioning c) Laporan pelaksanaan komisioning berupa check list formulir ditandatangani penanggung jawab, pelaksana komisioning, dan pengawas yang diketahui project manager dan manajemen konstruksi (MK) bila ada. d) Laporan hasil komisioning antara lain berisi :

51 38 (a) Perhitungan unjuk kerja peralatan untuk membuktikan kesesuaian unjuk kerja peralatan yang terpasang dengan yang direncanakan (b) Gambar mekanikal elektrikal (ME) yang akan dikomisioning (c) Gambar diagram detail pemasanagan peralatan beserta aksesori sehingga terlihat measuring dan adjusting instruments (d) Buku petunjuk pengoperasian dan pemeliharaan Tolak Ukur 2 : a) Gambar mekanikal elektrikal yang menunjukkan instalasi alat-alat ukur dan adjustment b) Spesifikasi peralatan ukur dan adjustment c) Foto peralatan ukur dan adjustment Submission Green Building Implementation Data for Database (Penyerahan Data Implementasi Green Building untuk Database) Lemahnya database merupakan bagian dari kurangnya kesadaran atas pentingnya riset dan pengembangan. Keadaan ini menyebabkan rendahnya inovasi di bidang indutri dalam negeri. Terbangunnya suatu pusat data yang terpercaya diharapkan dapat mendorong adanya inovasi dan peningkatan kinerja yang signifikan dan berkesinambungan. Oleh sebab itu, diperlukan upaya-upaya yang dapat mendorong hal tersebut, dengan tujuan untuk mengetahui implementasi aspek-aspek ramah lingkungan dari setiap gedung. Hal tersebut dapat memperkaya databse mengenai gedung-gedung di Indonesia, yang dapat digunakan sebagai kepentingan ilmiah, seperti penelitian, bahkan kepentingan pihak pembuat kebijakan agar dalam penyusunan peraturan dapat merespons kondisir riil di Indonesia. Tujuan dari aspek kelima ini adalah untuk melengkapi database implementasi Green Building di Indonesia untuk mempertaham standar-standar dan bahan penelitian. Nilai maksimum yang dapat dicapai apabila terpenuhinya aspek ini adalah 2. Namun, terdapat pengecualian aspek ini tidak perlu dipenuhi, yaitu : Apartemen, tidak termasuk unitnya. Rumah sakit, mal, dan hotel, tidak termasuk laundry dan F &B.

52 39 Perkantoran, tidak termasuk data centre. Tolak ukur dalam aspek ini adalah : Menyerahkan data implementasi Green Building sesuai dengan form dari GBCI, yang merupakan prasyarat untuk mendaftarkan diri dalam rating kategori Memberi pernyataan bahwa pemilik gedung akan menyerahkan data implementasi Green Building dari bangunannya dalam waktu 12 bulan setelah tanggal sertifikasi kepada GBCI dan suatu pusat data energi Indonesia yang akan ditentukan kemudian. GBCI-Indonesia akan menjaga kerahasiaan sumber data dan tidak akan menyebarluaskan kepada pihak lain. Kelengkapan dokumen yang akan dinilai dalam aspek ini adalah : a. Perhitungan persentase kenaikan investasi pembangunan gedung Green Building terhadap pembangunan gedung konvensional. b. Surat pernyataan yang ditandatangani pemilik gedung untuk menyerahkan data implementasi kepada GBCI, yang berupa : a) Konsumsi energi setiap tahun (dalam satuan kwh/m2.tahun), yang meliputi : (a) IKE Total, (b) IKE untuk sistem tata udara, (c) IKE listrik untuk sistem tata cahaya dan kotak kontak, dan (d) IKE listrik untuk sistem lainnya b) Konsumsi air dari sumber air primer (PDAM dan air tanah) selama satu tahun c) Konsumsi air dari sumber alternatif selama satu tahun d) Volume sampah organik selama satu tahun e) Volume sampah anorganik selama satu tahun Fit-Out Agreement (Kesepakatan Penyerahan Gedung) Informasi sebagai acuan saat fitting out area yang disewakan oleh para penyewa dalam aplikasi prinsip Green Building belum tersosialisasi. Hal ini menyebabkan persepsi yang berbeda-beda pada penyewa. Untuk itu pihak manajemen perlu memiliki standar yang digunakan untuk mengedukasi tenant dan

53 40 pengguna gedung. Definisi tenant sendiri adalah pihak yang menyewa suatu bagian dari property. Kata tenant awal mulanya berasal dari istilah "tenure" di Inggris kuno. Tenure adalah "landlord" atau tuan tanah yang menguasai dan mengelola lahan-lahan untuk keperluan pertanian. Tujuan dari penerapan aspek keenam ini adalah untuk mengimplementasikan prinsip Green Building saat fit out gedung dan menjaga kinerja bangunan agar tetap optimal dalam penerapannya. Nilai maksimum yang dicapai dari penerapan aspek ini adalah 1. Terdapat pengecualian dalam aspek ini, yaitu untuk perkantoran yang tidak disewakan, rumah sakit, hotel, dan apartemen yang tidak berlaku. Tolak ukur dalam aspek ini adalah memiliki surat perjanjian dengan penyewa gedung atau tenant, yang terdiri atas : Menggunakan kayu yang bersertifikat(certified wood) Mengikuti training yang akan dilakukan oleh manajemen bangunan Terdapat rencana manajemen indoor air quality setelah konstruksi, dan implementasi ditandatanganinya surat perjanjian ini merupakan prasyarat dalam rating kategori gedung terbangun. Certified Wood bertujuan menggunakan bahan baku kayu yang dapat dipertanggungjawabkan asal usulnya untuk melindungi kelestarian hutan. Kayu yang bersertifikat ini juga prasyarat jika ingin mengekspor kayu ke luar negeri. Di Indonesia terdapat lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) yang melaksanakan proses akreditasi terhadap lembaga sertifikasi yang akan mengoperasikan sistem sertifikasi di lapangan, lembaga pelatihan, dan sertifikasi personal. LEI ini yang akan mensertifikasi bahan kayu yang sah dan terbebas dari perdagangan kayu ilegal. Dengan mengantongi sertifikat ini, artinya kayu yang dimiliki bukan kayu ilegal atau bukan dari hasil illegal logging. Training yang akan dilakukan oleh manajemen bangunan pada dasarnya wajib diadakan guna mengedukasi pengguna gedung agar mengerti serta mampu mengimplementasikan prinsip-prinsip gedung sesuai kriteria Green Building yang berlaku. Dengan adanya training ini, diharapkan tidak terjadi kesalahan dalam penggunaan gedung misalnya suhu yang terlalu rendah, lampu dinyalakan melebihi jam kerja, dll.

54 41 Kelengkapan dokumen yang akan dinilai dalam aspek ini adalah : Surat pernyataan yang ditandatangani pemilik gedung untuk memasukkan klausul yang tersebut dalam tolak ukur Salinan surat perjanjian dengan tenant yang menyebutkan klausul yang bersangkutan Occupant Survey (Survey Penghuni) Salah satu perhatian dari prinsip keberlanjutan adalah kenyamanan manusia. Dalam rating ini, didorong suatu tindakan survey untuk mengetahui kenyamanan termal pengguna gedung. Jika memungkinkan, maka akan diadakan penghematan energi. Penelitian mengenai kenyamanan termal bangunan modern kini menjadi trend dalam rangka menciptakan bangunan modern hemat energi. Salah satu standar yang sudah dibuat adalah standar ASHRAE , yang mengacu pada standar 4 musim. Berbeda dengan Indonesia yang hanya memiliki 2 musim, yaitu musim hujan dan kemarau. Kenyamanan termal ialah suatu kondisi dimana kita akan merasa nyaman secara termal, yaitu tidak kepanasan atau kedinginan didalam suatu ruangan tertentu. Kenyaman termal berfungsi sebagai salah satu faktor yang dapat meningkatkan performa seseorang untuk bekerja. Untuk menciptakan kenyamanan termal di suatu tempat tertentu, kondisi-kondisi lingkungan di suatu tempat akan dirancang kondisi termalnya harus diketahui terlebih dahulu. Standar kenyamanan termal yang akan kita rancang juga harus ditetapkan terlebih dahulu guna mencapai hasil yang maksimal. Salah satu pendekatan survey yang digunakan, yang terkait dengan kenyamanan termal, adalah pendekatan adaptif. Pendekatan adaptif menggunakan responden penghuni bangunan yang telah beradaptasi dengan kondisi iklim sekitar. Premis utama model adaptif adalah bahwa penghuni bangunan tidak dianggap sebagai penerima pasif lingkungan termal, tetapi sebaliknya memiliki peran penting dalam menciptakan kondisi yang disukai terkait dengan lingkungan termalnya, dengan tiga jenis adaptasi, yakni pengaturan perilaku, fisiologis, dan psikologis (Brager and Dear, 2001)[36].

55 42 Tujuan adanya aspek ini adalah untuk mengukur kenyamanan pengguna gedung melalui survey yang baku terhadap pengaruh desain dan sistem pengoperasian gedung. Nilai maksimum yang dapat dicapai dalam pencapaian aspek ini adalah 2. Terdapat pengecualian penerapan aspek ini, diantaranya adalah: Pusat Perbelanjaan responden survey tidak termasuk building maintenance staff. Rumah sakit responden survey tidak termasuk staf administrasi, tenaga kesehatan, dan dokter tetap. Hotel dan apartemen responden survey tidak termasuk staf. Tolak ukur dalam aspek ini adalah memberi pernyataan bahwa pemilik gedung akan mengadakan survey suhu dan kelembaban paling lambat 12 bulan setelah tanggal sertifikasi. Apabila hasilnya minimal 20% responden menyatakan ketidaknyamanannya, maka pemilik gedung setuju untuk melakukan perbaikan selambat-lambatnya 6 bulan setelah pelaporan hasil survey. Penyerahan data ini merupakan prasyarat untuk mendaftarkan diri dalam rating kategori existing building. 2.4 Perbedaan Biaya Dalam Proyek Green Building Penyusunan Biaya Proyek Biaya adalah pengeluaran untuk pelaksanaan proyek, operasi, serta pemeliharaan instalasi hasil proyek (Soeharto, Iman. 1999)[37]. Salah satu tahap terpenting dalam menyusun biaya proyek atau cost budgeting adalah proses estimasi biaya. Dysert, Larry R.[38] mengungkapkan bahwa estimasi biaya merupakan sebuah prediksi terhadap biaya yang akan dibutuhkan dari sebuah proyek berdasarkan data dan lingkup proyek yang diberikan yang akan dilaksanakan pada sebuah lokasi dan waktu yang telah ditetapkan. Dalam sebuah estimasi biaya terdapat identifikasi dan pertimbangan dalam memperkirakan beberapa alternatif biaya untuk memulai dan menyelesaikan proyek. Jumlah biaya yang akan dikeluarkan dan risiko harus dapat dipertimbangkan, misalnya seperti membuat keputusan untuk membeli suatu barang atau hanya dengan menyewanya saja untuk keperluan proyek. Biaya yang disusun akan memperhitungkan

56 43 keseluruhan sumber daya yang dibutuhkan dalam sebuah proyek, termasuk tenaga kerja, material, peralatan, jasa, dan fasilitas serta beberapa kategori spesial seperti faktor inflasi atau biaya contingency. Estimasi biaya merupakan penilaian kuantitatif yang mendekati untuk kebutuhan sumber daya dalam proyek. Dilihat dari kelengkapan datanya dan terhadap tahapan proyek, maka estimasi biaya dapat dibedakan menjadi 3 yaitu : a. Preliminary Estimate Merupakan estimasi biaya pada tahap perencanaan. Pada tahap ini, desain proyek belum ada, hanya ada dalam bentuk gagasan, Estimasi biaya diberikan untuk keperluan studi kelayakan. Estimasi dihitung secara kasar berdasarkan informasi harga dari proyek sejenis per satuan kapasitas produksi atau per satuan fungsinya atau per satuan luasnya. b. Semi Detail Estimate Estimasi ini ada pada tahap conceptual engineering. Estimasi ini ada pada tahap conceptual engineering. Estimasi biaya sudah dapat dihitung secara detail karena basic design proyek sudah ada. Hasil estimasi biaya pada tahap ini dapat dipergunakan sebagai dasar pertimbangan untuk menyiapkan dana yang diperlukan bagi proyek tersebut, oleh karena itu sering juga disebut sebagai budget estimate bagi owner c. Definitive Estimate Estimasi ini ada pada tahap detailed engineering, dimana semua informasi yang diperlukan untuk pelaksanaan sudah lengkap. Estimasi biaya sudah dapat dihitung secara detail karena construction drawing sudah ada. Beberapa hal dipertimbangkan dalam estimasi ini antara lain metode konstruksi, kondisi lokasi proyek, preliminary work yang akan dilakukan, penggunaan sumber daya tenaga, alat dan material serta subkontraktor sesuai spesifikasi yang ada serta waktu pelaksanaan proyek. Secara detail, proses penyusunan anggaran biaya proyek sebelum tahap pelaksanaan dapat digambarkan seperti ini :

57 44 Gambar 2.4. Proses Penyusunan Anggaran Biaya Sumber : Eddy Subiyanto, Kuliah Metode Konstruksi 2010 & Hasil Olahan Dalam PMBOK disebutkan estimasi biaya adalah prediksi berdasarkan informasi yang diketahui pada waktu tertentu. Trade-off biaya dan risiko harus dipertimbangkan, seperti membuat atau membeli, membeli atau menyewa, dan alokasi sumber daya untuk mendapatkan biaya yang proyek optimal. Estimasi biaya harus direvisi selama masa perencanaan proyek, sepanjang terdapat tambahan informasi-informasi. Akurasi dari estimasi biaya proyek akan membaik sepanjang kemajuan pada siklus proyek. Maka, proses penyusunan estimasi biaya merupakan proses iterative dari fase ke fase.

58 45 Sumber: PMBOK 2008 Gambar 2.5. Input, Tools & Techniques, dan Output Estimasi Biaya Sumber: PMBOK 2008 Gambar 2.6 Aliran data Dalam Proses Penyusunan Estimasi Biaya Dalam tahap melakukan manajemen proyek jenis apapun, hal mendasar yang harus dimiliki adalah kumpulan pekerjaan dan tujuan yang ingin dicapai agar sukses dalam menjalankan proyek tersebut. Elemen utama ketika memasuki tahap manapun dalam manajemen proyek adalah cost budgeting. Untuk membuat perencanaan cost budgeting yang efektif, biaya total dari keseluruhan proyek harus ditetapkan. Untuk mencapai ini, setiap bagian dari proyek harus dianalisa dan diberikan estimasi biaya masing-masing. Penjumlahan total dari biaya

59 46 taksiran, baik itu biaya kegiatan maupun dalam paket pekerjaan, dikombinasikan untuk menghasilkan sebuah parameter yang berfungsi sebagai petunjuk kerja untuk budgeting. Biaya inilah yang nantinya akan dibagikan berdasarkan kebutuhan dari proyek tersebut. Hal ini akan memastikan bahwa target budget akan terpenuhi dengan akurat. A guide to the project management body of knowledge (PMBOK GUIDE) fourth edition, 2008[39], menyatakan cost budgeting adalah proses pengumpulan atau penjumlah untuk perkiraan biaya pada suatu jenis kegiatan atau paket pekerjaan untuk mendapatkan harga dasar yang sesungguhnya. Masukan, alat dan teknik hingga hasil dari proses cost budgeting seperti di bawah ini: Sumber : PMBOK 2008 Gambar 2.7. Proses Cost Budgeting Hal yang Membedakan Biaya dalam Proyek Green Building Dalam sebuah proyek konstruksi, tidak jarang terjadi proses perubahan kontrak (Contract Change Order /CCO). Change order adalah usulan perubahan secara tertulis antara pemilik dan kontraktor untuk mengubah beberapa kondisi dari dokumen kontrak awal seperti menambah, mengurangi pekerjaan, adanya perubahan ini dapat menubah spesifikasi biaya kontrak dan jadwal pembayaran, jadwal proyek. Contract Change Order bisa didefinisikan sebagai modifikasi dari original contract, atau dapat pula didefinisikan sebagai sebuah perjanjian yang ditandatangani oleh kontraktor, arsitek dan pemiliki setelah kontrak awal dibuat, kemudian dimodifikasi beberapa lingkup pekerjaannya yang menyesuaikan

60 47 terhadap biaya dan waktu. (Schaufalberg & Holm, 2002)[40]. Menurut Fisk (2006), Contract Change Order merupakan surat kesepakatan antara pemilik dan kontraktor untuk mengaskan adanya revisi rencana dan jumlah kompensasi biaya kepada kontraktor yang terjadi pada saat proses konstruiksi berlangsung, setelah penandatanganan kontrak kerja antara pemilik dan kontraktor. Dari semua pendapat yang didefinisikan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa change order merupakan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh pemilik, kontraktor dan juga perencana untuk memodifikasi atau memberikan perubahan pada pekerjaan yang telah diatur dalam dokumen kontrak dimana perubahan tersebut dapat dipertimbangkan sehingga mengakibatkan adanya penyesuaian terhadap biaya dan waktu pekerjaan. Menurut Fisk (2006), tujuan dari adanya change order adalah[41]: Untuk mengubah rencana kontrak dengan adanya metode khusus dalam pembayaran Untuk mengubah spesifikasi pekerjaan, termasuk perubahan pembayaran dan waktu dari kontrak sebelumnya Untuk persetujuan tambahan pekerjaan baru, dalam hal ini termasuk pembayaran dan perubahan dalam kontrak. Untuk tujuan administrasi, dalam menetapkan metode pembayaran kerja ekstra maupun penambahannya. Untuk mengikuti penyesuaian terhadap harga satuan kontrak bila ada perubahan spesifikasi Untuk pengajuan pengurangan biaya insentif proposal ada perubahan proposal value engineering. Untuk menyesuaikan jadwal proyek akbat adanya perubahan Untuk menghindari perselisihan antara pihak kontraktor dan pemilik. Perubahan dalam suatu proses konstruksi baiknya dilakukan pada saat tahap perencanaan ataupun pada saat studi kelayakan. Hal ini dilakukan agar perubahan (efek) yang dihasilkan terhadap biaya menjadi lebih kecil. Hal ini dapat digambarkan melalui gambar dibawah ini:

61 48 Gambar 2.8. Hubungan antara biaya dengan proses konstruksi Sumber : Construction Project Cost Management Konsep Bangunan hijau adalah bangunan dimana di dalam perencanaan, pembangunan, pengoperasian serta dalam pemeliharaannya memperhatikan aspek aspek dalam melindungi, menghemat, mengurangi pengunaan sumber daya alam, menjaga mutu baik bangunan maupun mutu dari kualitas udara di dalam ruangan, dan memperhatikan kesehatan penghuninya yang semuanya berdasarkan kaidah pembangunan berkelanjutan. Suatu bangunan dapat disebut sudah menerapkan konsep bangunan hijau apabila berhasil melalui suatu proses evaluasi yang berupa sistem rating untuk mendapatkan sertifikasi bangunan hijau. Untuk menerapkan segala konsep tersebut, tentunya dibutuhkan biaya yang besarnya berbeda-beda tergantung dari aspek yang ingin dipenuhi. Masing-masing aspek memiliki sub kategori masing-masing, dan sub kategori tersebut juga memiliki tolak ukur yang dalam penerapannya memungkinkan akan terjadinya penambahan biaya. Perubahan dalam pengerjaan proyek Green Building dapat terjadi sesuai dengan ajuan dari kontraktor maupun permintaan owner yang mengininkan bangunan tersebut menjadi sebuah Green Building. Fokusan dalam penelitian ini adalah aspek building environmental management, yang dilihat pengaruh penerapannya dari setiap sub kategori pada sebuah Green Building. Seperti dalam sub kategori advance waste management, penerapannya dalam sebuah Green Building dapat menambah biaya konstruksi akibat pembuatan instalasi pengomposan limbah di area tapak bangunan. Selain itu, seperti dalam aspek GP as a member of design team maka kita harus sudah melibatkan seorang GP mulai

62 49 dari tahap perencanaan desain hingga tahap pendaftaran sertifikasi, yang bertujuan untuk mengarahkan konstruksi bangunan agar lebih mudah mendapatkan sertifikasi, yang tentunya membutuhkan biaya tersendiri untuk keterlibatan GP tersebut. Penerapan aspek aspek yang harus dipenuhi dalam Green Building apabila dibandingkan dengan suatu bangunan yang non Green Building, dapat saja menambah biaya konstruksi. Dalam penelitian ini, akan dibahas mengenai faktor apa saja dalam aspek Building Environmental Management yang mempengaruhi biaya konstruksi Green Building. Aspek Building Environmental Management (BEM) yang terdapat pada greenship ini berpengaruh pada biaya proyek yang dihasilkan dengan rincian: a. Basic Waste Facility Target : Adanya instalasi atau fasilitas untuk memilah dan mengumpulkan sampah sejenis sampah rumah tangga berdasarkan jenis organik dan anorganik. Metode : a) Menganalisa gambar tapak yang menunjukkan lokasi fasilitas pemilahan sampah b) Menganalisa gambar detil fasilitas pemilahan sampah c) Menganalisa foto fasilitas pemilahan sampah yang memperlihatkan adanya labelisasi jenis sampah organik dan anorganik. b. GP as a Member of Design Team Target : Melibatkan seorang GP sejak tahap desain Green Building. Metode : a) Memastikan daftar nama GP yang terlibat dalam proyek dan spesialisasi keahliannya b) Memastikan daftar hadir GP selama proyek berlangsung, yang diketahui oleh penanggung jawab proyek bersangkutan c) Menganalisa daftar hadir rapat koordinasi selama proyek berlangsung c. Pollution of Construction Activity Target : Mengurangi pengurangan sampah yang dibawa ke TPA dan polusi dari proses konstruksi.

63 50 Metode : a) Mengambil foto area pemilahan sampah konstruksi b) Memastikan adanya dokumen dari pihak kontraktor utama mengenai catatan pemilahan sampah c) Memastikan adanya surat pernyataan kerjasama antara pihak kontraktor utama dan pihak ketiga untuk sampah konstruksi yang bisa didaur ulang d) Menganalisa gambar diagram pihak kontraktor utama yang menunjukkan upaya pengendalian kualitas air yang berasal dari aktivitas konstruksi ke saluran drainase kota. e) Mengambil foto mengenai pengendalian kualitas air yang berasal dari aktivitas konstruksi. d. Advance Waste Management Target : Mendorong manajemen kebersihan dan sampah secara terpadu sehingga mengurangi beban TPA Metode : a) Menganalisa gambar rencana tapak yang menggambarkan lokasi fasilitas pengomposan b) Menganalisa gambar detail fasilitas pengomposan c) Mengambil foto fasilitas pengumposan d) Memastikan adanya surat pernyataan kerjasama pihak pemilik gedung sebagai wakil dari pengelola gedung dengan pihak ketiga yang akan melakukan pengolaan sampah e. Proper Comissioning Target : Melaksanakan komisioning pada bangunan yang meliputi item-item tertentu Metode : a) Menganalisa salinan jadwal komisioning, termasuk nama penanggung jawab, pelaksana komisioning, dan pengawas b) Memastikan adanya surat pernyataan yang ditandatangani oleh kontraktor bahwa akan tunduk atas prosedur dan ketentuan komisioning

64 51 c) Menganalisa laporan pelaksanaan komisioning berupa check list formulir ditandatangani penanggung jawab, pelaksana komisioning, dan pengawas yang diketahui project manager dan MK bila ada d) Menganalisa laporan hasil komisioning e) Menganalisa gambar mekanikal elektrikal yang menunjukkan instalasi alat-alat ukur dan adjustment f) Menganalisa spesifikasi peralatan ukur dan adjustment g) Mengambil foto peralatan ukur dan adjustment f. Submission Green Building Implementation Data for Database Target : Menyerahkan data implementasi Green Building kepada GBCI Metode : a) Menganalisa perhitungan persentase kenaikan investasi pembangunan gedung Green Building terhadap pembangunan gedung konvensional b) Menganalisa surat pernyataan yang ditandatangani pemilik gedung untuk menyerahkan data implementasi kepada GBCI, yang berupa konsumsi energi, air, dan sampah selama satu tahun c) Menggunakan alat pengganti udara pada ruangan, misalnya hexox fan g. Fit-Out Agreement Target :Mengimplementasikan prinsip Green Building saat fit-out gedung Metode : a) Memastikan adanya surat pernyataan yang ditandatangani pemilik gedung untuk memasukkan klausul mengenai penggunaan kayu bersertifikat, adanya training oleh manajemen bangunan, dan adanya rencana Indoor Air Quality (IAQ) setelah konstruksi dalam tolak ukur b) Memastikan adanya salinan surat perjanjian dengan tenant yang menyebutkan klausul yang bersangkutan h. Occupant Survey Target : Pemilik gedung setuju untuk mengadakan survey suhu dan kelembaban paling lambat 12 bulan setelah tanggal sertifikasi Metode : a) Memastikan adanya surat pernyataan yang ditandatangani oleh pemilik gedung bahwa akan mengadakan survey kenyamanan setiap tahun

65 52 Setelah melaksanakan metode yang digunakan pada setiap aspek, didapatkan perbandingan biaya gedung yang menggunakan Green Building dengan gedung konvensional. Hasil didapatkan kemudian di rangkum dengan menggunakan tabel seperti dibawah ini : Tabel 2.3. Perbedaan Biaya Konstruksi Non-Green dan Green Building No Aspek Sub variabel Prasyarat BEM BEM-1 BEM-2 BEM-3 BEM-4 BEM-5 BEM-6 BEM-7 Sumber : Olahan Item pekerjaan 1 Item pekerjaan 2 Item pekerjaan 1 Item pekerjaan 2 Item pekerjaan 1 Item pekerjaan 2 Item pekerjaan 1 Item pekerjaan 2 Item pekerjaan 1 Item pekerjaan 2 Item pekerjaan 1 Item pekerjaan 2 Item pekerjaan 1 Item pekerjaan 2 Item pekerjaan 1 Item pekerjaan 2 Biaya Konstruksi Cost % Non Green Building Green Building

66 53 Berdasarkan data dari proyek sebelumnya yaitu proyek Green Building di Subang, terdapat perbedaan harga yang signifikan yang dapat dijadikan acuan penelitian. No Kode rating 1 ASD-3 Tabel 2.4. Data Proyek Green Building di Subang Teknologi Green Building yang teraplikasi Fasilitas Jalur Konvensional RAB Tambah Pedesrtian Rp - Rp Parkir sepeda dan ASD-4 shower Rp- Rp Stopsol dan EEC-1 ceramic glass Rp Rp AC sistem Water Rp. EEC-1 Control Rp Lux dan Motion EEC-2 Sensor Rp - Rp WAC-3 Water Recycling Rp Rp WAC-6 MRC-2 MRC-4 Sensor dan Control Irigasi Rp. - Rp Penggunaan material daur RP. ulang Rp Kayu bersertifikat legal dan FSC Rp Rp IHC-1 CO 2 Monitoring Rp. - Rp Biaya Total Material Sumber : Olahan % (prosentase) Dari tabel diatas, terlihat proyek tersebut tidak mengaplikasikan aspek BEM secara langsung, namun aspek BEM-4 yaitu Proper Comissioning sebenarnya diaplikasikan dan biayanya digabung dengan poin nomor 4 (EEC 1), dengan penambahan biaya RAB sebesar Rp ,00.

67 Kerangka Berpikir dan Hipotesa Kerangka Berpikir Guna menguraikan rumusan masalah dan untuk mendapatkan kesimpulan yang bermanfaat, penulis berusaha menarik rumusan masalah dalam bentuk pertanyaan, pertanyaan ini menggambarkan variabel yang akan diteliti. Untuk memperdalam konsep dan teori dari masing-masing variabel dan untuk mendapatkan sub-sub variabel hingga indikatornya, berbagai sumber pustaka dikaji dengan seksama. Sementara hipotesa adalah hasil dari kajian pustaka yang menjadi kesimpulan sementara dari penelitian ini. Penentuan metode penelitian menjadi bagian utama yang sangat berpengaruh terhadap proses penelitian yang akan dilakukan. Kemudian seluruh bahan yang akan dijadikan variabel penelitian dikonsultasikan ke pakar untuk mengetahui detail dari setiap komponen variabel. Kesimpulan penelitian akan diambil dari pengolahan data dan studi kasus yang dilakukan. Alur kerangka berpikir pada penelitian ini terlihat pada gambar dibawah ini :

68 55 Sumber : Olahan Sendiri Gambar 2.9 Kerangka Berpikir

69 Hipotesa Penelitian Berdasarkan data yang diperoleh dari literatur, diperoleh bahwa penerapan konsep Green Building pada bangunan akan menambah biaya konstruksi. Dalam aspek Building Environmental Management sendiri, penambahan biaya yang terjadi adalah pada proses comissioning yang terdapat pada aspek BEM-4. Kenaikan biaya yang dihasilkan adalah sebesar 0,508% secara keseluruhan. Sehingga dapat disimpulkan sementara bahwa Penerapan aspek BEM-4 yaitu Proper Comissioning dalam Green Building dapat meningkatkan biaya konstruksi.

70 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendahuluan Pada bab ini akan diuraikan tentang metode penelitian yang menjelaskan tentang kerangka berpikir, akan dijelaskan masalah utama penelitian beserta langkah-langkah dan metode penelitian yang akan dilakukan hingga alat ukur yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian. 3.2 Pemilihan Strategi Penelitian Dalam menentukan strategi penelitian perlu dipertimbangkan tiga hal, yaitu jenis pertanyaan yang akan digunakan, kendala terhadap peristiwa yang akan diteliti dan fokus terhadap peristiwa yang sedang atau baru diselesaikan. Adapun jenis metode penelitian dapat dilihat berdasarkan tabel strategi penelitian untuk masing-masing situasi : Tabel 3.1. Strategi penelitian Strategi Fokus terhadap Kendali terhadap Jenis pertanyaan yang peristiwa yang peristiwa yang digunakan sedang berjalan / diteliti baru diselesaikan Eksperimen Bagaimana, mengapa Ya Ya Survey Siapa, apa, dimana, berapa banyak, berapa besar Tidak Ya Analisa Siapa, apa, dimana, berapa Arsip banyak, berapa besar, Tidak ya / tidak Sejarah Bagaimana, mengapa Tidak Tidak Studi kasus Bagaimana, mengapa Tidak Ya Sumber : Yin, (2002) 57

71 58 Perbandingan biaya pada aspek BEM proyek Green Building dengan konvesional, melahirkan pertanyaan apa dan berapa besar pada bab I sehingga penulis menggunakan strategi survey, sedangkan pengambilan dan analisa data diambil berdasarkan studi kasus di proyek Y. Tujuan survey ini adalah untuk mengetahui dan memastikan faktor apa saja pada aspek BEM yang mempengaruhi kinerja biaya konstruksi dan seberapa besar pengaruhnya. Metode survey yang digunakan adalah dengan metode pengumpulan data dari sebuah populasi dengan cara membagi daftar pertanyaan yang disampaikan. 3.3 Proses Penelitian Langkah-langkah proses penelitian adalah sebagai berikut: a. Survey pendahuluan Penulis melakukan survey pendahuluan terhadap berbagai literature yang ada, proyek konstruksi dan konsultasi dengan pembimbing. Survey yang dilakukan bersifat umum untuk permasalahan yang ditemukan b. Identifikasi masalah Setelah melakukan proses survey, penulis mengidentifikasi masalah yang ditemukan. Identifikasi masalah ini kemudian dijadikan topik permasalahan khusus yang akan dibahas lebih spesifik dan mendalam c. Penetapan topik Penetapan topik yang dibahas adalah topik atau kajian khusus yang akan dibahas secara mendalam. Dalam penelitian kali ini, penulis mengkaji pengaruh aspek Building Environmental Management terhadap kinerja biaya proyek pada Green Building. d. Penentuan tujuan Penentuan tujuan dari penelitian ini berdasarkan identifikasi masalah yang akan dikaji. Hasil atau tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor apa sajakah pada aspek BEM yang mempengaruhi kinerja biaya konstruksi pada Green Building dan seberapa besarkah pengaruh aspek tersebut terhadap kinerja biaya konstruksi Green Building. e. Persetujuan pembimbing

72 59 Penetapan topik dan tujuan harus disetujui oleh pembimbing. Apabila topik belum diterima, maka penulis harus memulai kembali rancangan penelitian, namun apabila telah disetujui penulis melanjutkan penulisan. f. Pengumpulan data Pada studi kasus kali ini, data-data sekunder yang dibutuhkan adalah : a) Gambaran umum proyek b) Data umum dan teknis proyek c) Gambar kerja proyek d) Biaya proyek g. Pelakasanaan penelitian Pelaksanaan penelitian adalah studi kasus di proyek Y oleh PT X dan study referensi proyek pembangunan yang sejenis, mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dan melakukan pengolahan data h. Pengolahan data Data-data yang diolah adalah data pekerjaan atau penggunaan material yang berhubungan dengan aspek BEM pada GREENSHIP. i. Analisa data Dari data yang didapatkan, dianalisa perbedaan biaya yang dihasilkan oleh design konvensional dengan design green yang diterapkan pada proyek yang diakibatkan oleh adanya penerapan aspek BEM. Hal ini kemudian dikomparasi dengan menggunakan tabel. j. Kesimpulan Setelah mendapatkan data yang diperoleh, maka dapat ditarik kesimpulan dari tujuan penelitian. 3.4 Variabel Penelitian Menurut Sugiyono[42], variabel penelitian merupakan suatu atribut, sifat, gejala atau nilai dari orang, obyek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan diteliti untuk dapat ditarik kesimpulannya. Variabel pada penelitian kali ini adalah variabel bebas yakni didapat dari tiap kategori dan subkategori dalam aspek Building Environmental Management pada green building sesuai dengan pedoman dari greenship v.1.0

73 60 Green Building Council Indonesia, yang nantinya akan mempengaruhi (menjadi sebab) dari perubahan atau timbulnya perubahan terhadap biaya konstruksi suatu bangunan gedung apabila dibandingkan dengan konvensional building. Sementara untuk indikatornya, diperoleh dari berbagai referensi seperti yang tertera pada tabel 3.2 berikut ini:

74 61 Tabel 3.2. Variabel Penelitian BEM Variabel Sub Variabel indikator Referensi X1. Basic Waste Facility X2. GP as a Member of Design Team X3. Pollution of Construction Activity X4. Advance Waste Management X1.1 X2.1 X3.1 Adanya instalasi untuk memilah sampah berdasarkan organik dan anorganik Melibatkan seorang GP sejak tahap desain dan sebelum pendaftaran sertifikasi Memiliki rencana manajemen limbah padat X3.2 Memiliki rencana manajemen limbah cair X4.1 Adanya instalasi pengomposan limbah organik di lokasi tapak bangunan tersedianya tempat sampah organik tersedianya tempat sampah anorganik membayar team GP dalam proses sertifikasi GP mendampingi tim desain yang terintegrasi dalam optimasi desain dan proses konstruksi menyediakan area pengumpulan, pemisahan, dan sistem pencatatan Perencanaan pengurangan/penggunaan waste beton dan besi beton menjaga kualitas seluruh air yang timbul dari aktivitas konstruksi Foto dan denah instalasi pengomposan limbah organik mentraining pihak manajemen bangunan dengan baik dan benar greenship-gbci greenship-gbci pengalaman Techno Konstruksi, September 2011 greenship-gbci PP Guideline greenship-gbci greenship-gbci greenship-gbci X5. Proper Comissioning X5.1 Melakukan testing komissioning sesuai petunjuk GBCI Laporan pelaksanaan komissioning Menggunakan measuring adjusting instruments sesuai standar GBCI greenship-gbci Pengalaman/Ju klak PU Membayar comissioning yang dilakukan oleh pihak ketiga pengalaman

75 62 Tabel 3.2 (sambungan) Variabel Sub Variabel indikator Referensi X6. Submission Green Building Implementation Data for Database X7. Fit-Out Agreement X8. Occupant Survey Sumber : Olahan Sendiri X5.2 X6.1 X6.2 X7.1 X7.2 X7.3 X8.1 X8.2 Desain & Spesifikasi Teknis harus lengkap saat pemasangan Measuring Adjusting Instruments Menyerahkan data implementasi Green Building sesuai dengan form GBCI Surat Pernyataan pemilik gedung akan menyerahkan data implementasi Green Buildingnya paling lambat 12 bulan setelah sertifikasi Surat perjanjian dengan tenant menggunakan kayu yang bersertifikat Surat perjanjian dengan tenant Terdapat rencana manajemen Indoor Air Quality Surat perjanjian dengan tenant mengikuti training manajemen bangunan Surat pernyataan bahwa pemilik gedung akan mengadakan survey suhu dan kelembaban maksimal 12 bulan setelah sertifikasi Jika hasil survey 20% responden tidak nyaman, akan diadakan perbaikan maksimal 6 bulan setelah hasil survey Adanya Gambar mekanikal elektrikal yang menunjukkan instalasi alat-alat ukur dan adjustment Spesifikasi peralatan ukur dan adjustment Adanya Perhitungan persentase kenaikan investasi Green Building terhadap pembangunan gedung konvensional Adanya surat pernyataan yang berisi tentang data implementasi volume sampah,konsumsi air, dan konsumsi energi Surat pernyataan yang ditandatangani Surat pernyataan yang ditandatangani Surat pernyataan yang ditandatangani Surat pernyataan yang ditandatangani bahwa pemilik gedung melaksanakan survey setiap tahun Surat pernyataan yang ditandatangani greenship-gbci greenship-gbci greenship-gbci greenship-gbci greenship-gbci greenship-gbci greenship-gbci greenship-gbci greenship-gbci

76 Instrumen Penelitian Dalam penelitian ini, instrument yang digunakan penulis untuk menganalisa penelitian adalah : Wawancara langsung kepada pakar yang memahami dan mengerti konsep Green Building dan aspek BEM dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner merupakan daftar pertanyaan yang bersifat tulisan yang ditujukan kepada responden untuk kemudian dicatat dan diolah kembali. Dalam kuesioner tercantum mengenai komentar dan tanggapan mengenai cost component apa saja dalam aspek BEM yang mempengaruhi pembiayaan dalam pembangunan Green Building. Menyebarkan kuesioner tahap kedua, yang bertujuan untuk memeberikan korelasi seberapa berpengaruhnya variable yang ada terhadap biaya pembangunan gedung. Kuesioner ini disebarkan kepada responden dan hasilnya akan dianalisa menggunakan metode statistik. Kriteria responden tersebut adalah Project Manager, Site Manager, Engineer, maupun orang yang ahli dan berpengalaman dalam bidang konstruksi. Pengambilan data langsung sebagai alat instrument dalam pengumpulan data. Pengambilan data yang diperoleh baik berupa gambar kerja maupun data historis sebelumnya proyek gedung serupa PT X Software Microsoft Excel 2007 sebagai alat instrument pengolahan data dalam perbandingan biaya.

77 64 Tabel 3.3. Kuisioner untuk Pengambilan Data Tahap 1 Variabel X1. Basic Waste Facility X2. GP as a Member of Design Team X3. Pollution of Construction Activity Sub Variabel X1.1 Adanya instalasi untuk memilah sampah berdasarkan organik dan anorganik X2.1 Melibatkan seorang GP sejak tahap desain dan sebelum pendaftaran sertifikasi X3.1 Memiliki rencana manajemen limbah padat X3.2 Memiliki rencana manajemen limbah cair Indikator tersedianya tempat sampah organik tersedianya tempat sampah anorganik membayar team GP dalam proses sertifikasi GP mendampingi tim desain yang terintegrasi dalam optimasi desain dan proses konstruksi menyediakan area pengumpulan, pemisahan, dan sistem pencatatan Perencanaan pengurangan/penggunaan waste beton dan besi beton menjaga kualitas seluruh air yang timbul dari aktivitas konstruksi Referensi greenship-gbci greenship-gbci pengalaman Techno Konstruksi, September 2011 greenship-gbci PP Guideline greenship-gbci Faktor Mempengaru hi Ya Tidak Komentar dan Tanggapan

78 65 Tabel 3.3. (Sambungan) Variabel Sub Variabel Indikator Referensi X4.1 Adanya instalasi greenship-gbci X4. Advance pengomposan Foto dan denah instalasi Waste limbah organik di pengomposan limbah organik Management lokasi tapak bangunan X5.1 mentraining pihak manajemen greenship-gbci bangunan dengan baik dan benar Laporan pelaksanaan greenship-gbci X5. Proper Comissioning X5.2 Melakukan testing komissioning sesuai petunjuk GBCI Desain & Spesifikasi Teknis harus lengkap saat pemasangan Measuring Adjusting Instruments komissioning Menggunakan measuring adjusting instruments sesuai standar GBCI Membayar comissioning yang dilakukan oleh pihak ketiga Adanya Gambar mekanikal elektrikal yang menunjukkan instalasi alat-alat ukur dan adjustment Spesifikasi peralatan ukur dan adjustment Pengalaman/Juklak PU pengalaman greenship-gbci greenship-gbci Faktor Mempengaru hi Ya Tidak Komentar dan Tanggapan

79 66 Tabel 3.3 (Sambungan) Variabel Sub Variabel Indikator Referensi X6.1 Faktor Mempengaru hi Ya Tidak Komentar dan Tanggapan X6. Submission Green Building Implementation Data for Database X7. Fit-Out Agreement Menyerahkan data implementasi Green Building sesuai dengan form GBCI X6.2 Surat Pernyataan pemilik gedung akan menyerahkan data implementasi Green Buildingnya paling lambat 12 bulan setelah sertifikasi X7.1 Surat perjanjian dengan tenant menggunakan kayu yang bersertifikat Adanya Perhitungan persentase kenaikan investasi Green Building terhadap pembangunan gedung konvensional Adanya surat pernyataan yang berisi tentang data implementasi volume sampah,konsumsi air, dan konsumsi energi Surat pernyataan yang ditandatangani greenship-gbci greenship-gbci greenship-gbci

80 67 Tabel 3.3 (Sambungan) X8. Occupant Survey X7.2 Surat perjanjian dengan tenant Terdapat rencana manajemen Indoor Air Quality X7.3 Surat perjanjian dengan tenant mengikuti training manajemen bangunan X8.1 Surat pernyataan bahwa pemilik gedung akan mengadakan survey suhu dan kelembaban maksimal 12 bulan setelah sertifikasi X8.2 Jika hasil survey 20% responden tidak nyaman, akan diadakan perbaikan maksimal 6 bulan setelah hasil survey Surat pernyataan yang ditandatangani Surat pernyataan yang ditandatangani Surat pernyataan yang ditandatangani bahwa pemlik gedung melaksanakan survey setiap tahun Surat pernyataan yang ditandatangani greenship-gbci greenship-gbci greenship-gbci greenship-gbci Sumber : Olahan

81 68 Untuk kuisioner tahap 2, maka skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal, yakni skala yang memungkinkan sesuatu untuk disusun menurut peringkatnya masing-masing, bisa dari peringkat yang paling buruk hingga paling baik. Data semacam ini sering disebut data peringkat (rank data). Tabel 3.4. Kuisioner untuk Pengambilan Data Tahap 2 Variabel Sub Variabel indikator Referensi X1.1 tersedianya tempat sampah organik Adanya instalasi untuk greenship-gbci X1. Basic memilah sampah Waste Facility berdasarkan organik dan tersedianya tempat sampah anorganik anorganik greenship-gbci Pengaruh Terhadap Kinerja Biaya X2. GP as a Member of Design Team X2.1 Melibatkan seorang GP sejak tahap desain dan sebelum pendaftaran sertifikasi membayar team GP dalam proses sertifikasi GP mendampingi tim desain yang terintegrasi dalam optimasi desain dan proses konstruksi pengalaman Techno Konstruksi, September 2011

82 69 X3. Pollution of Construction Activity Tabel 3.4 (Sambungan) Variabel Sub Variabel indikator Referensi X3.1 menyediakan area pengumpulan, greenship-gbci Memiliki rencana pemisahan, dan sistem pencatatan manajemen limbah padat X4. Advance Waste Management X3.2 Memiliki rencana manajemen limbah cair X4.1 Adanya instalasi pengomposan limbah organik di lokasi tapak bangunan X5.1 Perencanaan pengurangan/penggunaan waste beton dan besi beton menjaga kualitas seluruh air yang timbul dari aktivitas konstruksi Foto dan denah instalasi pengomposan limbah organik mentraining pihak manajemen bangunan dengan baik dan benar PP Guideline greenship-gbci greenship-gbci greenship-gbci Pengaruh Terhadap Kinerja Biaya X5. Proper Comissioning Melakukan testing komissioning sesuai petunjuk GBCI Laporan pelaksanaan komissioning Menggunakan measuring adjusting instruments sesuai standar GBCI greenship-gbci Pengalaman/Juklak PU Membayar comissioning yang dilakukan oleh pihak ketiga pengalaman

83 70 Tabel 3.4 (Sambungan) Variabel Sub Variabel indikator Referensi X5.2 Adanya Gambar mekanikal elektrikal yang menunjukkan instalasi alat-alat greenship-gbci ukur dan adjustment Desain & Spesifikasi Teknis harus lengkap saat pemasangan Measuring Adjusting Instruments Spesifikasi peralatan ukur dan adjustment greenship-gbci Pengaruh Terhadap Kinerja Biaya X6. Submission Green Building Implementat ion Data for Database X6.1 X6.2 Menyerahkan data implementasi Green Building sesuai dengan form GBCI Surat Pernyataan pemilik gedung akan menyerahkan data implementasi Green Buildingnya paling lambat 12 bulan setelah sertifikasi Adanya Perhitungan persentase kenaikan investasi Green Building terhadap pembangunan gedung konvensional Adanya surat pernyataan yang berisi tentang data implementasi volume sampah,konsumsi air, dan konsumsi energi greenship-gbci greenship-gbci

84 71 Tabel 3.4 (Sambungan) Variabel Sub Variabel indikator Referensi X7.1 Surat perjanjian dengan tenant menggunakan kayu Surat pernyataan yang ditandatangani greenship-gbci yang bersertifikat X7.2 Surat perjanjian dengan X7. Fit-Out tenant Terdapat rencana Agreement manajemen Indoor Air Surat pernyataan yang ditandatangani greenship-gbci Quality X7.3 Surat perjanjian dengan tenant mengikuti training Surat pernyataan yang ditandatangani greenship-gbci X8. Occupant Survey manajemen bangunan X8.1 Surat pernyataan bahwa pemilik gedung akan mengadakan survey suhu dan kelembaban maksimal 12 bulan setelah sertifikasi X8.2 Jika hasil survey 20% responden tidak nyaman, akan diadakan perbaikan maksimal 6 bulan setelah hasil survey Surat pernyataan yang ditandatangani bahwa pemilik gedung melaksanakan survey setiap tahun Surat pernyataan yang ditandatangani greenship-gbci greenship-gbci Pengaruh Terhadap Kinerja Biaya Sumber : Olahan

85 72 1 = Tidak berpengaruh 2 = Kurang berpengaruh 3 = Cukup berpengaruh 4 = Berpengaruh 5 = Sangat berpengaruh 3.6 Pengumpulan Data Proses pengumpulan informasi atau data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dilakuan dengan metode : a. Dokumen, data teknis dan gambar kerja proyek Green Building Y dan proyek sejenis b. Keterangan langsung dari pelaksana di lapangan.untuk kuisioner tahap satu, yang menjadi narasumber adalah praktisi konstruksi yang sedang mengerjakan proyek serupa ataupun yang memiliki pengalaman di bidangnya, maupun pakar yang mengerti tentang penerapan Green Building. Pengambilan data mungkin dilakukan sampai 3(tiga) kali sampai mendapatkan keterangan yang valid dari pakar. Untuk kuisioner tahap dua, yang menjadi narasumber adalah responden yang memiliki kriteria sebagai Project Manager, Site Manager, Engineer, maupun orang yang ahli dan berpengalaman dalam bidang konstruksi terutama konstruksi Green Building. c. Literatur atau data historis sebelumnya yang berkaitan dengan manajemen lingkungan bangunan Green Building. d. Wawancara dengan menggunakan kuisioner kepada pakar atau orang yang ahli dan berpengalaman dibidangnya. 3.7 Analisa Data Dalam penelitian ini (analisa studi kasus), data yang diperoleh dari kuisioner tahap 1 akan dianalisa dengan metode delphi, sementara untuk analisa kuisioner tahap 2 akan digunakan metode deskriptif analisis (statistik). Metode delphi adalah modifikasi dari teknik brainwriting dan survei. Dalam metode ini, panel digunakan dalam pergerakan komunikasi melalui beberapa kuesioner tang tertuang dalam tulisan. Objek dari metode ini adalah untuk memperoleh konsesus

86 73 yang paling reliable dari sebuah grup ahli. Pendekatan delphi memiliki tiga grup yang berbeda yakni: pembuat keputusan, staf dan responden. Pembuat keputusan akan bertanggung jawab terhadap keluaran dari kajian delphi. Sebuah grup kerja yang terdiri dari lima sampai sembilan anggota yang tersusun atas staf dan pembuat keputusan, bertugas mengembangkan dan menganalisa semua kuisioner, evaluasi pengumpulan data, dan merevisi kuesioner yang diperlukan. Prosedur delphi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut ini: a. Anonymous (mengabaikan nama) Metode ini tidak mengijinkan anggota komite mengetahui satu sama lain untuk mencegak kemungkinan keberpihakan pada salah satu opini sesorang atau dominasi panelis. Hal ini membuat keaslian dari suatu ide dapat berubah tanpa dipengaruhi satu sama lain, yang masing-masingnya beropini secara independen. b. Iterasi dengan feedback terkontrol Hal ini bertujuan untuk mencegah anggota komite membuat keputusan hanya berdasarkan opini pribadi. Interaksi diantara anggota komite menggunakan kuisioner sebagai media, memungkinkan mereka mengetahui posisi dalam pengumpulan opini, apakah mendukung atau menolak argumen, yang harus bekerja dalam tujuan awal tanpa dipengaruhi tujuan individu. Dalam setiap putaran metode delphi ada ringkasan yang memuat masukan sebagai respon dari kuisioner yang disebarkan. c. Respon kelompok secara statistik Hal ini diperlukan untuk mengukur derajat perbedaan opini yang mungkin ada dalam komite, yang dapat pula berupa istilah misalnya median, mean, standar deviasi, dsb. Prosedur metode delphi adalah mengembangkan pertanyaan delphi, memilih dan kontak dengan responden, memilih ukuran contoh, mengembangkan kuisioner dan test, analisis kuisioner, pengembangan kuisioner dan test, menyiapkan laporan akhir. Keunggulan metode delphi apabila dibandingkan dengan metode yang lain adalah: a. Metode delphi mengabaikan nama dan mencegah pengaruh yang besar satu anggota terhadap anggota lainnya.

87 74 b. Masing-masing responden memiliki waktu yang cukup untuk mempertimbangkan masing-masing bagian dan jika perlu melihat informasi yang diperlukan untuk mengisi kuisioner. c. Menghindari tekanan sosial psikologis d. Perhatian langsung pada masalah e. Memenuhi kerangka kerja f. Menghasilkan catatan dokumen yang tepat. Tahap kuisioner 2 akan dianalisa dengan menggunakan metode deskriptif analitis. Dalam analisa ini akan didaptkan gambaran umum karakteristik populasi data. Diharapkan hasil dari kuisioner ini dapat menggambarkan seberapa besar konsep Green Building ini dilaksanakan pada pelaksanaan proyek bangunan gedung. Kemudian dilakukan studi kasus pengaruh aspek BEM, terhadap kinerja biaya proyek pada proyek Y yang akan menggunakan data sekunder berupa rencana anggaran biaya proyek. Dengan menggunakan rencana anggaran biaya ini, penulis akan membandingkan estimasi pelaksanaan proyek dengan penerapan konsep green dan conventional building. Validasi dan realibilitas instrument penelitian Syarat instrument penelitian harus dapat memenuhi persyaratan validitas dan reabilitas dengan cara : a. Uji validitas dilakukan dengan mengkonsultasikan pada pakar, selanjutnya dianalisa dengan mengkorelasikan antara butir instrument dengan skor totalnya atau dengan mencari tahu daya pembeda skor tiap item dari kelompok yang memberikan jawaban tinggi dan jawaban rendah. b. Uji reliabilitas menyangkut konsistensi alat ukur penelitian. Dikatakan dapat terpercaya jika alat ukur tersebut mantap, stabil dapat diandalkan dan dapat diramalkan sehingga alat ukur tersebut konsisten dari waktu ke waktu. Uji realibilitas dilakuakn dengan menggunakan metode koefisien alpha cronbach dengan program SPSS. Menurut Sekaran (2003), jika koefisien realibilitas hasil perhitungan menunjukkan angka 0.6 maka dapat disimpulkan instrument yang bersangkutan dinyatakan reliable[43]

88 Kesimpulan Berdasarkan rumusan masalah dan studi literatur yang ada, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan survei dan studi kasus yang selanjutnya akan dianalisa dengan metode delphi dan deskriptif analisis, dengan instrumen penelitian wawancara dengan kuisioner. Data yang dibutuhkan dalam pengumpulan informasi adalah dokumen, data teknis dan gambar kerja, keterangan dan kuisioner dari pakar dan pelaksana lapangan, serta literatur. Untuk menganalisa data digunakan delphi method, deskriptif analisis, dan analisa studi kasus.

89 BAB 4 PENGOLAHAN DATA 4.1 Pendahuluan Dalam bab 4 ini akan dijelaskan mengenai proses pengumpulan data, proses analisa data setelah data-data yang dibutuhkan berhasil dikumpulkan mulai dari analisa statistik dengan bantuan software SPSS versi 20 dan juga analisa studi kasus pada proyek. 4.2 Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, akan dilakukan 3 langkah untuk mengumpulkan data yang berguna untuk menjawab rumusan masalah. Langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan validasi seluruh variabel penelitian dengan mengkonsultasikan kepada pakar, lalu selanjutnya dilakukan pilot survey untuk memastikan isi kuisioner sebelum disebar pada responden yang sebenarnya, serta dilakukan penbgumpulan data pada proyek yang akan dijadikan objek studi kasus Kuesioner Tahap Pertama (Validasi Pakar) Berdasarkan hasil kajian pustaka, terdapat 8 variabel dalam penelitian ini yang diperoleh dari berbagai literatur. Seluruh variable ini kemudian dikonsultasikan kepada 5 pakar Green Building untuk disusun menjadi kuesioner responden tahap kedua, yang tentunya akan mengalami banyak perubahan sesuai komentar dari para pakar tersebut. Para pakar tersebut diminta persetujuan dan komentarnya untuk menyatakan apakah variable tersebut masih memerlukan tambahan atau pengurangan terhadap indikatornya dan apakah variable yang bersangkutan benar mempengaruhi kinerja biaya konstruksi. Variabel yang diberikan penulis bersumber pada greenship GBCI v1.0 yang kemudian indikatornya bersumber pada referensi lainnya seperti pengalaman/data proyek sebelumnya, majalah atau jurnal. Adapaun pakar yang dihubungi oleh peneliti merupakan seorang Greenship Profesional (GP), atau seseorang yang telah mengikuti pelatihan Green Building yang diadakan GBCI dalam jangka waku tertentu serta telah memiliki sertifikat.. Pakar pada tahap kuesioner pertama ini berjumlah 5 orang yang 76

90 77 mempunyai pengalaman dalam menangani pembangunan gedung green. Masingmasing pakar ini memberikan tanggapan, koreksi, penambahan variable dan indikator penelitian. Proses yang dilakukan adalah tatap muka langsung. Setiap variable yang kemudian mengalami perubahan akan dikonsultasikan kembali kepada pakar untuk dikomentari. Adapun profil pakar dapat dilihat pada tabel : Tabel 4.1. Profil Pakar NO Nama Instansi Pengalaman Pendidikan 1 Vidya Green Building Council Indonesia Fauzianti (GBCI) 2 S2 2 Yodi Green Building Council Indonesia Danusastro (GBCI) 2,5 S2 3 Ni Made Sasanti PT. PP (Persero), Tbk 21 S1 4 Nana Arthana PT Artefak Arkindo 16 S1 5 Ridho Haqi PT. Pertamina (Persero) 4 S1 Sumber : Olahan Pakar dalam penelitian ini berjumlah 5 (lima) orang dan berasal dari instansi yang berbeda. Pakar green building tersebut telah disertifikasi sebagai Greenship Professional (GP) oleh GBCI ataupun sebagai tim rating analyst sistem rating GREENSHIP. Mengingat lembaga Green Building Council Indonesia (GBCI) sebagai lembaga perwakilan GBC Internasional di Indonesia belum lama berdiri, maka ada diantara lima pakar tersebut yang masih memiliki pengalaman kurang dari 5 (lima) tahun. Meskipun memiliki pengalaman kurang dari lima tahun, mereka dapat dipastikan memahami green building secara mendalam dan memiliki latar belakang pendidikan S2, sedangkan pakar yang memiliki pengalaman lebih dari 15 tahun adalah pengalaman di dunia konstruksi dan sejak berdirinya GBCI, baru disertifikasi sebagai seorang GP. Kuisioner untuk tahap pertama dapat dilihat pada Tabel 3-2, dimana hasil kuesioner kepada kelima pakar di atas merupakan validasi dari variable yang sangat memungkinkan mempunyai hubungan erat dengan kinerja biaya proyek khususnya pada proyek bangunan gedung. Hasil yang diperoleh dari varibel ini dihitung jumlah jawaban ya atau tidaknya sebagai penentu keputusan apakah variable ini benar mempengaruhi kinerja biaya atau tidak. Jika terjadi perolehan

91 78 jawaban ya atau tidak yang seimbang, maka variabel tersebut akan ditanyakan kembali ke pakar yang bersangkutan, sehingga didapatkan jawaban pasti dari para pakar. Pada pelaksanaannya metode ini sangatlah memakan waktu yang lama dikarenakan hampir semua pakar merupakan praktisi yang memiliki tingkat mobilitas yang sangat tinggi sehingga sulit untuk mentepakan waktu untuk bertemu. Hasil perhitungan kuisoner tahap pertama ini diperoleh dari 8 buah variable yang ada, kemudian berkurang menjadi 6 variabel. Kuisioner yang telah mengalami perubahan ini kemudian disebar kepada para pilot responden untuk dijadikan kuisioner tahap kedua. Berikut adalah tabel variable kuisioner tahap dua:

92 79 Tabel 4.2. Kuisioner Tahap Dua NO Variabel Sub- No Sub Variabel Cost Komponen Apa Saja yang Mempengaruhi Biaya dalam Green Building Referensi X1 (Prasyarat) Basic Waste Facility X.1.1 Adanya instalasi untuk memilah sampah berdasarkan organik dan anorganik Tersedianya tempat sampah organik Tersedianya tempat sampah anorganik greenship- GBCI greenship- GBCI X2 X3 BEM 1 (Greenship Professional (GP) as a Member of Design Team) X.2.1 Melibatkan seorang GP sejak tahap desain dan sebelum pendaftaran sertifikasi BEM 2 (Pollution of Construction Activity) X.3.1 X.3.2 Memiliki rencana manajemen limbah padat Memiliki rencana manajemen limbah cair Membayar seorang GP untuk mengarahkan jalannya proyek GP mendampingi team desain yang terintegrasi dalam optimasi desain dan proses konstruksi Menyediakan area pengumpulan, pemisahan, dan sistem pencatatan Perencanaan pengurangan waste beton dan besi beton Menjaga kualitas seluruh air yang timbul dari aktivitas konstruksi pengalaman Techno Konstruksi, September 2011 greenship- GBCI PP Guideline greenship- GBCI

93 80 Tabel 4.2. (sambungan) X4 X5 BEM 3 (Advance Waste Management) Adanya instalasi untuk pengomposan X.4.1 limbah organik di lokasi bangunan Adanya kerjasama pengelolaan limbah X.4.2 anorganik dengan pihak ketiga ataupun secara mandiri BEM 4 (Proper Comissioning) X.5.1 X.5.2 Melakukan testing komissioning sesuai petunjuk GBCI Desain dan Spesifikasi Teknis harus lengkap saat pemasangan measuring Adjusting Instruments Foto dan denah instalasi pengomposan limbah organik Penggunaan system Dry Anaerobic Digestion and Composting Mentraining pihak manajemen bangunan dengan baik dan benar Laporan pelaksanaan komissioning Menggunakan measuring adjusting instruments sesuai standar GBCI Membayar comissioner dari pihak ketiga yang independen Adanya gambar mekanikal elektrikal yang menunjukkan instalasi alat-alat ukur dan adjustment Spesifikasi peralatan ukur dan adjustment greenship- GBCI greenship- GBCI greenship- GBCI greenship- GBCI Pengalaman/J uklak PU Pengalaman greenship- GBCI greenship- GBCI X6 BEM 7 (Occupant Survey) Setelah sertifikasi Green Building, jika hasil survey suhu dan kelembaban menunjukkan 20% X.6.1 responden tidak nyaman, akan diadakan perbaikan maksimal 6 bulan setelah hasil survey Sumber : Olahan Surat pernyataan yang ditandatangani greenship- GBCI

94 Kuesioner Tahap Kedua (pilot survey) Pada tahap ini, kuisioner yang telah divalidasi oleh para pakar kemudian disebar kepada responden yang menjadi pilot survey. Pilot survey adalah para responden yang menjadi tolak ukur apakah kuisoner yang akan diberikan ini sudah sangat mudah dimengerti untuk diisi atau tidak. Respoden yang menjadi pilot survey ini berkriteria sama dengan responden untuk kuisioner tahapa ketiga. Penyebaran kuisioner ini dilakukan secara tatap muka langsung agar maksud responden dapat dengan jelas tersampaikan. Yang menjadi pilot survey ini adalah para praktisi proyek yang berasal dari perusahaan yang berbeda. Para pilot responden ini kemudian dimintai tanggapannya mengenai kejelasan untuk mengisi kuisioner apakah sudah jelas atau belum. Kemudian untuk konten variabel kuisioner, para responden juga dimintai keterangannya mengenai kejelasan mengenai penulisan indikator apakah para responden sudah mengerti. Tabel 4.3. Data Responden Pilot Survey No Nama Jabatan pada proyek Perusahaan Pengalama n (tahun) Pen 1 A.Syauqi Engineer PT. Waskita Karya 15 S1 2 Agus Ruliyanto Kepala Lapangan PT. Waskita Karya 7 S1 3 Anggraeni Staff Engineer PT, Waskita Karya 1 S1 PT Wijaya Karya 4 Yucizar Fadli Komersial (Persero), Tbk 12 S1 Anastasya PT Wijaya Karya 5 Yolanda Staff Teknik (Persero), Tbk 2,5 S1 6 Ali Abrar Sitepu Kepala Engineering PT WIKA Gedung 4 S1 7 Fajril Lubab Manajer Proyek PT WIKA Gedung 21 S1 Site Engineering 8 Juniar Bakti Manager PT PP (Persero), Tbk 5 S2 9 M.W.Prayogi Staff Engineer PT PP (Persero), Tbk 1 S1 PT Lemtek 10 Ade Tauhid Project Manager Konsultan Indonesia 25 S1 Sumber: Olahan Sendiri Dari hasil pilot survey ini terdapat beberapa revisi mengenai pemilihan kata yang tepat pada petunjuk penjelasan pengisian dan penjelasanan mengenai range nilai yang terdapat pada kuisioner. Beberapa responden menginginkan kejelasan mengenai range nilai tersebut telah dicantumkan angkanya sehingga

95 82 mereka dapat membandingkan pengaruhnya dengan lebih pasti terhadap biaya awal konstruksi. Selain itu juga terdapat beberapa perubahan mengenai penulisan pada indikator dengan tidak merubah arti dari indikator tersebut. Hal tersebut berubah pada semua indikator untuk kecuali variabel X6. Kemudian perubahan ini juga telah ditanyakan kembali dan telah disetujui oleh pakar, berikut adalah tabel perubahan penulisan untuk variabel :

96 83 Tabel 4.4 Perubahan Penulisan Variabel akibat Pilot Survey NO Variabel X1 Sub- No Sub Variabel (Prasyarat) Basic Waste Facility X.1.1 Adanya instalasi untuk memilah sampah berdasarkan organik dan anorganik Cost Komponen Apa Saja yang Mempengaruhi Biaya dalam Green Building Sebelum Tersedianya tempat sampah organik Tersedianya tempat sampah anorganik Sesudah Tersedianya instalasi beserta tempat sampah untuk memilah sampah rumah tangga organik Tersedianya instalasi beserta tempat sampah untuk memilah sampah rumah tangga anorganik X2 BEM 1 (GP as a Member of Design Team) X.2.1 Melibatkan seorang GP sejak tahap desain dan sebelum pendaftaran sertifikasi Membayar seorang GP untuk mengarahkan jalannya proyek GP mendampingi tim desain yang terintegrasi dalam optimasi desain dan proses konstruksi Membayar Team GP dalam proses sertifikasi GP mendampingi team desain sampai dengan proses sertifikasi yang terintegrasi dalam optimasi desain dan proses konstruksi X3 BEM 2 (Pollution of Construction Activity) X.3.1 Memiliki rencana manajemen limbah padat Menyediakan area pengumpulan, pemisahan, dan sistem pencatatan Perencanaan pengurangan waste beton dan besi beton Perencanaan pengurangan/penggunaan waste beton dan besi beton X.3.2 Memiliki rencana manajemen limbah cair Menjaga kualitas seluruh air yang timbul dari aktivitas konstruksi X4 BEM 3 (Advance Waste Management) Adanya instalasi untuk pengomposan X.4.1 limbah organik di lokasi tapak bangunan Foto dan denah instalasi pengomposan limbah organik Foto dan denah instalasi pengomposan limbah organik atau diserahkan ke pihak ketiga

97 84 Tabel 4.4 (sambungan) X5 Adanya kerjasama pengelolaan limbah anorganik X.4.2 dengan pihak ketiga ataupun secara mandiri BEM 4 (Proper Comissioning) X.5.1 Melakukan testing komissioning sesuai petunjuk GBCI Penggunaan system Dry Anaerobic Digestion and Composting Mentraining pihak manajemen bangunan dengan baik dan benar Laporan pelaksanaan komissioning Menggunakan measuring adjusting instruments sesuai standar GBCI Alat ukur dan alat adjustment telah terpasang instalasi (bukan portable) Surat pernyataan kerjasama dengan pihak ketiga yang akan melakukan pengolahan limbah anorganik dihilangkan Membayar comissioner dari pihak ketiga yang independen Membayar comissioning yang dilakukan oleh pihak ketiga X.5.2 Desain dan Spesifikasi Teknis harus lengkap saat pemasangan measuring Adjusting Instruments Adanya gambar mekanikal elektrikal yang menunjukkan instalasi alat-alat ukur dan adjustment Spesifikasi peralatan ukur dan adjustment X6 BEM 7 (Occupant Survey) Setelah sertifikasi Green Building, jika hasil survey suhu dan kelembaban menunjukkan 20% X.6.1 responden tidak nyaman, akan diadakan perbaikan maksimal 6 bulan setelah hasil survey Sumber : Olahan Surat pernyataan yang ditandatangani Berdasarkan hasil dari pilot responden yang kemudian di validasi oleh para pakar, maka variabel kuisioner tahap tiga yang akan diberikan kepada responden adalah sebagai berikut :

98 85 Tabel 4.5. Kuisioner Untuk Responden NO Variabel Sub- No Sub Variabel Cost Komponen Apa Saja yang Mempengaruhi Biaya dalam Green Building Referensi Pengaruh Terhadap Peningkatan Biaya X1 X2 X3 (Prasyarat) Basic Waste Facility Adanya instalasi untuk memilah X.1.1 sampah berdasarkan organik dan anorganik BEM 1 (GP as a Member of Design Team) X.2.1 Melibatkan seorang GP sejak tahap desain dan sebelum pendaftaran sertifikasi BEM 2 (Pollution of Construction Activity) X.3.1 X.3.2 Memiliki rencana manajemen limbah padat Memiliki rencana manajemen limbah cair Tersedianya instalasi beserta tempat sampah untuk memilah sampah rumah tangga organik Tersedianya instalasi beserta tempat sampah untuk memilah sampah rumah tangga anorganik Membayar Team GP dalam proses sertifikasi GP mendampingi team desain sampai dengan proses sertifikasi yang terintegrasi dalam optimasi desain dan proses konstruksi Menyediakan area pengumpulan, pemisahan, dan sistem pencatatan Perencanaan pengurangan/penggunaan waste beton dan besi beton Menjaga kualitas seluruh air yang timbul dari aktivitas konstruksi greenship- GBCI greenship- GBCI pengalaman Techno Konstruksi, September 2011 greenship- GBCI PP Guideline greenship- GBCI

99 86 X4 X5 BEM 3 (Advance Waste Management) Adanya instalasi untuk pengomposan X.4.1 limbah organik di lokasi tapak bangunan Adanya kerjasama pengelolaan limbah anorganik X.4.2 dengan pihak ketiga ataupun secara mandiri BEM 4 (Proper Comissioning) X.5.1 Melakukan testing komissioning sesuai petunjuk GBCI Tabel 4.5 (sambungan) Foto dan denah instalasi pengomposan limbah organik atau diserahkan ke pihak ketiga Surat pernyataan kerjasama dengan pihak ketiga yang akan melakukan pengolahan limbah anorganik Mentraining pihak manajemen bangunan dengan baik dan benar Laporan pelaksanaan komissioning Menggunakan measuring adjusting instruments sesuai standar GBCI greenship-gbci greenship-gbci greenship-gbci greenship-gbci Pengalaman/Juklak PU

100 87 X.5.2 Desain dan Spesifikasi Teknis harus lengkap saat pemasangan measuring Adjusting Instruments BEM 7 (Occupant X6 Survey) Setelah sertifikasi Green Building, jika hasil survey suhu dan kelembaban menunjukkan X % responden tidak nyaman, akan diadakan perbaikan maksimal 6 bulan setelah hasil survey Sumber : Olahan Tabel 4.5 (sambungan) Membayar comissioning yang dilakukan oleh pihak ketiga Adanya gambar mekanikal elektrikal yang menunjukkan instalasi alat-alat ukur dan adjustment Spesifikasi peralatan ukur dan adjustment Surat pernyataan yang ditandatangani Pengalaman greenship- GBCI greenship- GBCI greenship- GBCI

101 Kuesioner Tahap Ketiga (Responden) Setelah melalui tahap pilot survey, selanjutnya kuisioner disebarkan kepada para responden. Survey ini dilakukan kepada personil proyek yang sedang melakukan konstruksi bangunan gedung. Melalui dan penyebaran langsung, kuisioner ini disebarkan kepada lebih dari 30 responden. Setelah melalui beberapa pemeriksaan, maka dipilihlah 31 responden yang sesuai dengan kualifikasi dimana sebagian besar berasal dari proyek bangunan gedung yang berada di Jakarta. Berikut adalah tabel profil para responden yang berjumlah 31 responden dilihat dari pendidikan, pengalaman kerja, dan jabatan. Untuk data lengkap responden terdapat di Lampiran 3. Tabel 4.6 Data Profil Responden Tahap Tiga Responden Jabatan Pengalaman kerja (tahun) Pendidikan Terakhir R1 HSE 7 S1 R2 Kepala Lapangan 7 S1 R3 Teknik 15 - R4 QC 4 S1 R5 SOM 25 S1 R6 SEM 5 S1 R7 SEM 7 S1 R8 GSP 18 D3 R9 konsultan 19 S1 R10 pengelola teknis 29 S2 R11 ME 4 S1 R12 staf teknik 3 S1 R13 pengelola teknis 25 - R14 SOM 12 S1 R15 pengelola teknis 25 S2 R16 QC 8 S1 R17 SOM 15 S1

102 89 Tabel 4.6 (sambungan) Responden Jabatan Pengalaman kerja (tahun) Pendidikan Terakhir R18 SEM 15 S1 R19 team leader & GP 20 S1 R20 GP & ME 24 S1 R21 SE 7 S1 R22 QS 6 - R23 GSP 12 D3 R24 engineer 5 S1 R25 pengendalian operasional proyek 14 S1 R26 engineer 10 S1 R27 SM 6 S1 R28 SM 7 S1 R29 Site engineer 18 SLTA R30 SE 10 S1 R31 SE 4 S2 Sumber : Olahan 4.3 Analisa Data Analisa Statistik Kuisioner Uji Data Responden a. Uji Data Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Pengujian data responden berdasarkan latar belakang pendidikan terakhir dibagi menjadi tiga kelompok dan menggunakan uji Kruskal Wallis dengan bantuan program SPSS ver. 20. Berikut ini adalah penyebaran jumlah responden berdasarkan latar belakang pendidikan terakhir.

103 90 pendidikan terakhir D3 S1 S2 lainnya 10% 10% 6% 74% Sumber : Olahan Sendiri Gambar 4.1. Grafik Penyebaran Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Setelah data dikelompokkan menjadi 4 kelompok, maka selanjutnya dilakukan uji Kruskal Wallis menggunakan program SPSS versi 20. Hipotesis yang diusulkan untuk uji Krusian Wallis adalah : H0 = Tidak ada perbedaan persepsi yang didasari atas dasar pendidikan reponden yang berbeda H1 = Ada perbedaan persepsi yang didasari atas dasar jabatan responden yang berbeda Pengambilan keputusan a) Berdasarkan probabilitas : Ho = Jika probabilitas > 0,05, maka Ho diterima H1 = Jika probabilitas < 0,05, maka Ho ditolak b) Berdasarkan nilai Chi-Square : Ho = Jika statistic hitung < statistik tabel, maka Ho diterima H1 = Jika statistic hitung > statistic tabel, maka Ho ditolak Output data hasil uji Kruskal Wallis untuk data responden berdasarkan pendidikan terakhir dapat dilihat seperti tabel berikut ini.

104 91 Tabel 4.7. Test Statistics Chi- Asymp. df Square Sig. X.1.1 3, ,337 X.1.2 3, ,316 X.2.1 8, ,045 X.2.2 8, ,045 X , ,189 X , ,14 X.3.2 2, ,498 X.4.1 0, ,878 X.4.2 2, ,547 X , ,613 X , ,586 X , ,26 X , ,425 X , ,416 X , ,371 X.6.1 1, ,654 Sumber : Data Hasil Olahan SPSS ver. 20 Berdasarkan tabel Chi-Square apabila nilai minimum Sig. Adalah 0,05 dan nilai df adalah 3, maka nilai Chi-Square adalah 7,81. Pada tabel output hasil olahan SPSS ver. 20 untuk uji responden berdasarkan latar belakang pendidikan terakhir, dapat disimpulkan bahwa H0 diterima dan H1. Hampir semua variabel diterima sebagai H0, kecuali variabel X.2.1 dan variabel X.2.2 yang tergolong H1, karena nilai chi-square dan Asymp. Sig. tidak memenuhi syarat. Sehingga dapat disimpulkan ada perbedaan persepsi responden yang berbeda pendidikan terakhir untuk variabel X.2.1 dan variabel X.2.2. b. Uji Data Responden Berdasarkan Jabatan Pengujian data responden berdasarkan jabatan dibagi menjadi enam kelompok dan menggunakan uji Kruskal Wallis dengan bantuan program SPSS ver. 20. Pengelompokan jabatan responden dapat dilihat pada tabel berikut ini.

105 92 Tabel 4.8. Kelompok Jabatan Responden Kelompok Jabatan 1 Staff Teknik, Engineer ME, Engineer, Quality Control, Quantity Surveyor Site Operational Manager, Kepala Lapangan, Site Engineer Manager, 2 Manager QC, Pengendali Operasional Proyek, Construction Manager 3 Site Engineer 4 Pengelola Teknis 5 GSP 6 Konsultan, Team Leader, dan Greenship Professional (GP) Sumber: Olahan Sendiri Berikut ini adalah penyebaran jumlah responden berdasarkan latar belakang pendidikan terakhir. Jabatan Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 Kelompok 5 Kelompok 6 7% 3% 13% 32% 13% 32% Gambar 4.2. Grafik Penyebaran Responden Berdasarkan Jabatan Sumber : Olahan Sendiri Setelah membagi enam kelompok jabatan, selanjutnya dilakukan uji Kruskal-Wallis dengan hasil output yang dapat terlihat seperti pada tabel berikut ini.

106 93 Tabel 4.9. Test Statistics Jabatan Chi- Square df Asymp. Sig. X.1.1 6, ,282 X.1.2 6, ,271 X , ,040 X , ,040 X , ,510 X , ,435 X.3.2 3, ,655 X.4.1 1, ,908 X.4.2 3, ,570 X , ,064 X , ,022 X , ,325 X , ,232 X , ,183 X , ,253 X.6.1 3, ,579 Sumber : Data Hasil Olahan SPSS Berdasarkan tabel Chi-Square apabila nilai minimum Sig. Adalah 0,05 dan nilai df adalah 5, maka nilai Chi-Square adalah 11,07. Pada tabel output hasil olahan SPSS ver. 20 untuk uji responden berdasarkan jabatan pekerjaan, dapat disimpulkan bahwa H0 diterima dan H1 ditolak. Dapat dilihat pada tabel, hampir semua variabel dikelompokkan H0, akan tetapi variabel X.2.1, X.2.2 dan X tergolong H1 karena tidak memenuhi persyaratan Sig. dan Chi-Square. Sehingga dapat disimpulkan ada perbedaan persepsi jawaban dari responden yang memiliki jabatan pekerjaan yang berbeda pada variabel X.2.1, X.2.2 dan X c. Uji Data Responden Berdasarkan Pengalaman Kerja Pengujian data responden berdasarkan pengalaman kerja dibagi menjadi enam kelompok dan menggunakan uji Kruskal Wallis dengan bantuan program SPSS ver. 20. Berikut ini adalah grafik penyebaran jumlah responden berdasarkan pengalaman kerja.

107 94 pengalaman kerja 1-5 tahun 6-10 tahun tahun tahun >20 tahun 16% 23% 10% 19% 32% Sumber : Olahan Sendiri Gambar 4.3. Penyebaran Responden Berdasarkan Pengalaman Kerja Hasil uji Kruskal-Wallis untuk uji data responden berdasarkan pengalaman kerja dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel Test Statistic Pengalaman Kerja Chi- Square df Asymp. Sig. X.1.1 2, ,62 X.1.2 2, ,60 X.2.1 6, ,16 X.2.2 6, ,16 X , ,77 X , ,88 X.3.2 3, ,48 X.4.1 2, ,71 X.4.2 6, ,15 X , ,24 X , ,08 X , ,79 X , ,27 X , ,14

108 95 Tabel 4.10 (sambungan) Chi- Asymp. df Square Sig. X , ,32 X.6.1 3, ,49 Sumber: Data Hasil Olahan SPSS ver. 20 Berdasarkan tabel Chi-Square apabila nilai minimum Sig. Adalah 0,05 dan nilai df adalah 4, maka nilai Chi-Square adalah Pada tabel output hasil olahan SPSS ver. 20 untuk uji responden berdasarkan pengalaman kerja, dapat disimpulkan bahwa H0 diterima dan H1 ditolak. Sehingga dapat dikatakan tidak ada perbedaan persepsi jawaban dari responden yang memiliki pengalaman kerja yang berbeda Tabulasi Data Uji Validitas Uji validitas ini dilakukan guna mengetahui ketepatan alat ukur penelitian. Dalam pengujian ini yang menjadi alat ukurnya adalah angka hasil dari korelasi antara skor pernyataan dan skor keseluruhan pernyataan responden terhadap informasi pada kuisioner. Dengan menggunakan bantuan software SPSS- 20 berikut adalah tabel hasil pengolahan data : Variabel Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Tabel Item-Total Statistic Corrected Item-Total Correlation Cronbach's Alpha if Item Deleted Keterangan X , ,718,772,941 VALID X , ,312,794,941 VALID X , ,224,714,943 VALID X , ,224,714,943 VALID X , ,966,761,942 VALID X , ,652,527,947 VALID X , ,370,605,945 VALID X , ,858,679,943 VALID

109 96 Variabel Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Tabel 4.11 (sambungan) Corrected Item-Total Correlation Cronbach's Alpha if Item Deleted Keterangan X , ,092,698,943 VALID X , ,224,768,942 VALID X , ,480,760,942 VALID X , ,656,742,942 VALID X , ,912,624,944 VALID X , ,359,702,943 VALID X , ,456,654,944 VALID X , ,959,795,941 VALID Sumber : Data Hasil Olahan SPSS Untuk mengukur tingkat valid dan tidaknya dari 16 variabel yang ada, nilai r (Corrected Item-Total Correlation) harus minimal sama dengan atau lebih dari nilai r tabel. Berdasrkan nilai responden yang berjumlah 31 responden didatakan nilai r tabel yaitu r = 0,355. Pada tabel di atas dapat dilihat semua variabel bersifat valid. Uji Reabilitas Tabel Case Processing Summary N % Cases Valid ,0 Sumber : Data Hasil Olahan SPSS Excluded a 0 0,0 Total ,0 Dari tabel 4.5 di atas, terlihat bahwa 31 reponden yang diujikan dinyatakan valid dengan nilai Alpha Cronbach

110 97 Tabel Realibility Statistic Sumber : Data Hasil Olahan SPSS Cronbach's Alpha N of Items, Berdasarkan tabel tingkat reliabilitas, maka nilai Alpha Cronbach yang didapat adalah Nilai tersebut terletak diantara 0.9 hingga 1.00 sehingga tingkat reliabilitasnya tinggi (dapat dipercaya) Analisa Deskriptif Analisa deskriptif adalah analisa untuk mendapatkan nilai mean dan median dari seluruh jawaban yang diberikan responden atas pertanyaan dari variabel penelitian. Analisa ini memungkinkan peneliti mengetahui secara cepat gambaran sekilas dan ringkas dari data yang diperoleh. Dengan menggunakan bantuan program SPSS, maka akan didapatkan nilai mean yang merupakan nilai rata-rata, serta nilai median. Deskriptif untuk variabel yang berpengaruh terhadap biaya konstruksi sebagian besar adalah kurang berpengaruh terhadap biaya proyek, yaitu 2 (0% - <1%). Secara rinci deskriptif variabel ini terdapat pada tabel di bawah ini : Tabel Analisa Deskriptif N Mean Std. Deviation Variance Statistic Statistic Std. Error Statistic Statistic VAR ,6452, , ,237 VAR ,6774, , ,226 VAR ,9677, , ,099 VAR ,9677, , ,099 VAR ,0323, , ,366 VAR ,6452, , ,237 VAR ,7097, , ,146 VAR ,5806, , ,118

111 98 Tabel 4.14 (sambungan) N Mean Std. Deviation Variance Statistic Statistic Std. Error Statistic Statistic VAR ,3871,15153,84370,712 VAR ,1613,14735,82044,673 VAR ,3548, , ,303 VAR ,6129,17766,98919,978 VAR ,6774,16967,94471,892 VAR ,3871,15847,88232,778 VAR ,5161,17883,99569,991 VAR ,7419, , ,265 Valid N (listwise) 31 Sumber : Olahan Data SPSS Dari tabel di atas, nilai variabel X secara total rata jawaban responden terdapat pada nilai yang bila dibulatkan ke bilangan terdekat rata-rata menjadi 2. Sehingga jawaban rata-rata adalah kurang berpengaruh. Grafik rata-rata jawaban ada pada gambar di bawah ini. 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 Nilai Mean Indikator Mean Total Mean Sumber : Olahan Gambar 4.4. Grafik Mean Indikator

112 Analisa dengan Menggunakan AHP Perbandingan Berpasangan dan normalitas matriks Tahap pertama yang dilakukan pada analisa AHP adalah membuat matriks perbandingan berpasangan untuk pengaruh biaya sehingga didapatkan sebanyak lima (5) buah elemen yang dibandingkan. Di bawah ini diberikan matriks berpasangan yang dapat dihitung seperti pada tabel berikut ini : Tabel Matriks Berpasangan untuk Pengaruh Biaya Pengambilan Keputusan sangat berpengaruh cukup sedikit tidak Sangat berpengaruh Cukup Sedikit Tidak Jumlah Sumber : Data Hasil Olahan Bobot elemen Perhitungan bobot elemen untuk masing-masing unsur dalam matriks bisa dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel Perhitungan Bobot Elemen sangat berpenga ruh cukup sedikit tidak jumlah prioritas presentase sangat berpengaruh cukup sedikit tidak jumlah Sumber : Data Hasil Olahan SPSS

113 100 Sehingga dari tabel perhitungan di atas maka bobot elemen untuk masing-masing risiko dapat dilihat dari tabel di bawah ini : Tabel Perhitungan Bobot Elemen Masing-masing Pengaruh sangat berpengaruh cukup sedikit tidak BOBOT Sumber : Data Hasil Olahan SPSS Uji konsistensi matriks dan hirarki Matriks bobot dari hasil perbandingan berpasangan harus mempunyai diagonal bernilai satu dan konsistensi. Untuk menguji konsistensi, maka nilai eigen value maksimum (λ maks ) harus mendekati banyaknya elemen (n) dan eigen value sisa mendekati nol. Pembuktian konsistensi matriks berpasangan dilakuakan dengan unsurunsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah kolom yang bersangkutan diperoleh matriks sebagai berikut. æ ç ç ç ç ç è ö æ ç ç ç ç ç ø è ö = ø sehingga didapatkan nilai z maks = = dengan banyaknya elemn dalam matriks (n) adalah 5, maka besarnya RCI untuk n=5 sesuai dengan tabel Sturat H. Mann adalah sebesar 1.12, maka CI = (λ maks - n)/(n-1) adalah CI = Selanjutnya CR = 0.059/1.12= 0.053=5.2 %. Nilai tersebut menunjukkan nilai CR <10 %, maka hasil ini mempunyai hirarki konsisten dan tingkat akurasi yang tinggi.

114 Rangking pada Variabel Berdasarkan uji konsistensi, maka perhitungan untuk pengaruh variabel terhadap perubahan biaya konstruksi dilakukan dengan memasukkan bobot elemen masing-masing sesuai dengan hasil. Tabel berikut merupakan perhitungan nilai pengaruh terhadap biaya yang digunakan untuk menentukan rangking atau peringkat dalam analisa AHP.

115 102 Tabel Nilai Perhitungan AHP Variabel X1 X2 X3 X4 X5 Sub- Variabel Total Jawaban Pengaruh Terhadap Peningkatan Biaya total prosentase tidak kurang cukup berpengaruh sangat ,07 0,13 0,27 0,52 1 X , , , , , , X , , , , , , X , , , , , , X , , , , , , X , , , , , , X , , , , , , X , , , , , , X , , , , , , X , , , , , X , , , , , X , , , , , , X , , , , , , X , , , , , , X , , , , , X , , , , , , Nilai Ranking X6 X , , , , , , Sumber : Data Hasil Olahan

116 103 Berdasarkan ranking hasil tabel tersebut, diperoleh nilai proxy utama indikator yang sangat berpengaruh terhadap perubahan biaya konstruksi yang mewakili variabel tersebut. Indikator tersebut merupakan indikator yang paling berpengaruh terhadap perubahan biaya konstruksi yang tercantum dalam tabel berikut. Tabel Faktor Pengaruh Terhadap Biaya Dominan Variabel No Variabel Indikator Nilai 1 X1 Tersedianya instalasi beserta tempat sampah untuk memilah sampah rumah tangga anorganik 28, X2 3 X3 4 X4 5 X5 GP mendampingi team desain sampai dengan proses sertifikasi yang terintegrasi dalam optimasi desain dan proses konstruksi Menyediakan area pengumpulan, pemisahan, dan sistem pencatatan limbah padat Foto dan denah instalasi pengomposan limbah organik atau diserahkan ke pihak ketiga Membayar comissioning yang dilakukan oleh pihak ketiga 33, , , , X6 Surat pernyataan yang ditandatangani 29,45161 Sumber : Data Hasil Olahan Berdasarkan tabel di atas, variabel yang paling mempengaruhi biaya konstruksi Green Building adalah menyediakan area pengumpulan, pemisahan, dan sistem pencatatan limbah padat Analisa Studi Kasus Pendahuluan Setelah melakukan pengumpulan dan analisa data kuisioner, maka penulis melakukan tahap analisa studi kasus pada proyek pembangunan Green Building. Proyek yang dijadikan objek studi kasus pada penelitian ini adalah

117 104 proyek gedung perkantoran milik PT Jasa Marga yang berlokasi di pintu tol utama TMII Jakarta Timur, dengan kontraktor pelaksananya adalah PT. PP (Persero), Tbk. Sesuai dengan visi misi perusahaan kontraktor yang berkomitmen sebagai Green Contractor, maka pembangunan gedung ini akan berlandaskan prinsip ramah lingkungan, serta dalam operasionalnya nantipun juga harus tetap menghemat energi yang dihasilkan. Hal ini didukung pula oleh pemilik gedung yang setuju untuk berkomitmen melaksanakan prinsip green dalam bangunannya. Berikut adalah data umum dari proyek tersebut. Nama proyek : Pembangunan Kantor Pusat Jasa Marga Gerbang Tol TMII Utama Pemberi tugas : PT. Jasa Marga (Persero), Tbk Lingkup pekerjaan : Struktur, Mechanical, electrical dan Arsitektur Konsultan Prencana : PT. Bita Enarcon Engineering Biaya Kontrak : Rp ,- Luas lahan : 8,741 m2 Zoning : Office building KDB : - KLB : - Gross Building Area : 4879,3 m2 NLA : 3412 m2 Sirkulasi ( Non AC) : 1467 m2 Finishing Gedung : GRC Panel, Alumunium composit Façade Gedung : Clear glass Sistem AC : Split unit - inverter Sistem Lift : VVVF

118 105 Gambar 4.5 Masa Kontruksi Proyek Penerapan Konsep Green Building Pembangunan gedung kantor ini ditargetkan memperoleh 65 poin sistem rating GREENSHIP untuk mendapatkan predikat gold. Desain awal (pada saat tender) merupakan desain gedung konvensional yang selanjutnya diubah menjadi desain Green Building. Meskipun desain awalnya adalah konvensional tetapi telah memiliki baseline poin Green Building yaitu sebesar 22 poin. Tabel 4.20 Target Pencapaian Rating NO ITEM Baseline Target ELIGIBILITY 1 ASD Appropriate Site Development 4 11

119 106 Tabel 4.20 (sambungan) NO ITEM Baseline Target 2 EEC Energy Efficiency & Conservation WAC Water Conservation MRC Material Resources & Cycle IHC Indoor Health & Comfort BEM Building Environmental Management 1 11 TOTAL Sumber: Data Proyek Aspek Building Environmental Management (BEM) memiliki target sebanyak 11 poin darii sebelumnya telah memiliki 1 poin baseline. Target poin BEM berasal dari subaspek Prasyarat(Basic Waste Facility), BEM-1 (GP as a Member of Design Team), BEM-2 (Pollution of Construction Activity), BEM-3 (Advance Waste Management), BEM-4 (Proper Comissioning), BEM-5 (Submission Green Building Implementation Data for Database), BEM-6 (Fit-Out Agreement), dan BEM-7 (Occupant Survey). Berikut ini adalah pembahasan mengenai perubahan biaya akibat perubahan desain menjadi Green Building dilihat dari target poin yang berasal dari aspek BEM. a. Basic Waste Facility (Prasyarat) Sub kriteria ini merupakan suatu pre-requisite atau syarat keharusan yang harus dimiliki setiap gedung dalam menyediakan fasilitas untuk pemilahan sampah domestik dan rencana kerja pemilahan sampah berdasarkan jenis sampah yaitu sampah organik dan sampah non-organik, terutama kriteria wajib dari aspek BEM untuk mendapatkan point rating greenship. Strategi untuk mencapai target pada proyek ini adalah dengan menyediakan tempat sampah yang memilah sampah berdasarkan jenisnya (organik dan anorganik) ketika bangunan akan digunakan. Untuk penerapan aspek ini belum dapat ditinjau karena proyek masih dalam tahap konstruksi,

120 107 tetapi pihak kontraktor sudah sepakat untuk merencanakan tempat sampah yang terpilah berdasarkan jenisnya di bangunan ketika sudah jadi, yaitu berwarna merah untuk sampah B3, berwarna kuning untuk sampah organik, dan berwarna hijau untuk sampah anorganik. Sumber : Data Proyek Gambar 4.6. Tempat sampah Organik, Anorganik, dan B3 Tujuan akhir dari penerapan aspek ini adalah pemilahan sampah di tempat pengumpulan akhir sampah proyek (TPS) sehingga sampah sudah terpilah ketika diangkut oleh truk sampah menuju TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Di proyek ini akan disediakan lokasi untuk tempat pembuangan sampah akhir di lokasi bangunan berbentuk bak sampah, yang letaknya di pojok lokasi bangunan. Nantinya sampah di bak sampah ini akan diangkut oleh truk dinas kebersihan kota. Alur dan Instruksi kerja pengendalian limbah padat terdapat pada lampiran 4. Sesuai keterangan pihak kontraktor, biaya untuk penerapan aspek ini sudah include kedalam kontrak dan tidak ditampilkan ke dalam BQ karena biayanya sangat kecil. Penerapannya dalam proyek tidak memberikan poin, karena hanya berupa prasyarat. Sumber : Data Proyek Gambar 4.7. Alur pembuangan sampah

121 108 b. Greenship Professional (GP) as a Member of Design Team (BEM-1) Strategi untuk mencapai target ini adalah melibatkan Greenship Professional yang tersertifikasi dalam masa perencanaan, konstruksi & sertifikasi. Proyek ini menggunakan seorang GP yang tersertifikasi sejak tahap perencanaan sampai sertifikasi yang berasal dari kontraktor PT. PP (Persero), Tbk. GP diberi surat pernyataan penunjukan GP oleh owner, namun karena proyek ini baru berjalan 20% maka belum dibuat surat penunjukan GP oleh owner. Untuk contoh surat penunjukan GP terdapat pada lampiran 5. Posisi GP dalam struktur organisasi kontraktor akan dijelaskan pada gambar dibawah ini. Gambar 4.8. Struktur GP dalam Organisasi Kontraktor Sumber : Data Proyek Tugas GP di proyek ini adalah mengarahkan desain suatu Green Building sejak tahap awal sehingga memudahkan tercapainya suatu desain yang memenuhi rating, serta berkoordinasi dengan owner. Ketika GP merencanakan pengaplikasian aspek-aspek Green Building pada suatu bangunan, maka GP harus membuat draft exercise sebagai tahap awal perhitungan sebelum aspek-aspek tersebut akan diaplikasikan. GP harus aktif dalam memberi masukan proyek, serta mengcut ketika terjadi kesalahan perencanaan aspek Green Building. Untuk contoh daftar absensi GP dapat

122 109 dilihat di lampiran 6. Sesuai penjelasan dari pihak kontraktor, dimana PT. PP (Persero), Tbk. adalah kontraktor yang berkomitmen tinggi terhadap green building, maka dalam hal ini membebaskan biaya GP dalam semua proyeknya. Dengan kata lain, biaya GP dalam proyek sudah include ke dalam kontrak. Penerapan aspek ini dalam proyek memberikan 1 poin dari total 1 poin. c. Pollution of Construction Activity (BEM-2) Strategi untuk mencapai poin dalam aspek ini adalah kontraktor diwajibkan mempunyai Rencana Manajemen Sampah konstruksi, baik untuk limbah padat dan cair yang disyaratkan dalam dokumen tender. Untuk limbah padat, dengan menyediakan area pengumpulan, pemisahan, dan sistem pencatatan. Pencatatan dibedakan berdasarkan limbah padat yang dibuang ke TPA, digunakan kembali, dan didaur ulang oleh pihak ketiga. Untuk limbah cair, dengan menjaga kualitas seluruh air yang timbul dari aktivitas konstruksi agar tidak mencemari drainase kota. Flowchart untuk penanganan limbah padat/cair hasil kegiatan proyek dapat dilihat pada lampiran 7. Sumber : Data Proyek Gambar 4.9. Area Pemilahan dan Pencatatan Limbah Padat Dalam proyek Jasa Marga, penanganan limbah padat dengan membuat fasilitas untuk pemilahan sudah diterapkan seperti pada gambar 4-4, namun jenis tempat sampah yang dibedakan di proyek adalah tempat sampah kaleng dan plastik, tempat sampah kertas, tempat sampah rumah tangga, dan tempat sampah padat B3. Menurut Manager SHE, hal ini dilakukan untuk mempermudah karyawan serta tukang yang bekerja agar tidak kebingungan

123 110 ketika ingin membuang sampah, dan hal ini baru diterapkan di proyek ini saja. Penggunaan tempat sampah ini sudah efektif karena para tukang mengerti, namun sosialisasinya saja yang belum maksimal. Sumber : Data Proyek Gambar Tempat Sampah di Proyek Proyek Jasa Marga ini menggunakan jasa PT. PP (Persero), Tbk sebagai kontraktor, dimana PT. PP (Persero), Tbk adalah kontraktor bersertifikat ISO dan sudah memiliki standar yang baik dalam penanganan limbah konstruksi sehingga tidak membutuhkan biaya tambahan. Pemilihan material yang digunakan ramah lingkungan, serta diantaranya adalah material daur ulang. Nantinya sisa material seperti waste besi beton dan Alumunium Composite Panel(ACP) akan digunakan kembali misalnya untuk pagar pembatas, tempat sampah, tempat duduk, dll.

124 111 Sumber : Data Proyek Gambar Penggunaan kembali waste besi beton Waste besi beton yang lain, serta sisa-sisa kayu dari aktivitas konstruksi akan dibeli oleh pengepul dan diangkut oleh truk. Satuan untuk waste besi beton dan kayu yang akan dibeli oleh pengepul adalah ritase atau per satu truk. Setiap sampah dan limbah yang keluar dari proyek harus dicatat dan dimonitor dengan baik. Surat pernyataan kerjasama pengolahan limbah dengan pihak ketiga belum dibuat untuk proyek ini, untuk contoh surat pernyataan tersebut dapat dilihat di lampiran 8. Penerapan aspek ini dalam proyek memberikan 2 poin dari total 2 poin, dimana 1 poin dari aspek ini yaitu Manajemen Limbah Padat sudah menjadi baseline.

125 112 Sumber : Data Proyek Gambar Form monitoring pengeluaran sampah proyek Untuk penanganan limbah cair selama konstruksi, tidak memerlukan penanganan dan biaya khusus karena limbah cair yang dihasilkan di proyek ini sangat sedikit. Flowchart pengendalian air dari aktivitas konstruksi ke saluran kota dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Sumber : Data Proyek Gambar Flowchart pengendalian limbah cair konstruksi

126 113 d. Advance Waste Management (BEM-3) Aspek ini memiliki 2 point jika diaplikasikan secara penuh, namun proyek Jasa Marga tidak berencana untuk membuat fasilitas pengomposan limbah organik di lokasi tapak bangunan. Oleh karena itu, strategi yang digunakan untuk mencapai target ini adalah memberikan pernyataan atau rencana kerja sama untuk pengelolaan limbah anorganik secara mandiri dengan pihak ketiga (Ikatan Pemulung Indonesia) di luar sistem jaringan persampahan kota sehingga bisa mengambil 1 point dari penerapan aspek ini. Sumber : Data Proyek Gambar Logo Ikatan Pemulung Indonesia (IPI) Pembuatan surat pernyataan aspek ini tidak membutuhkan biaya. Surat pernyataan kerjasama belum dibuat karena proyek ini belum teregistrasi sebagai Green Building, untuk contohnya dapat dilihat di lampiran 9. Penerapan aspek ini dalam proyek memberikan 1 poin dari total 2 poin. Sumber : Data Proyek Gambar Contoh Limbah Anorganik

127 114 e. Proper Comissioning (BEM-4) Strategi untuk mencapai target poin dalam aspek ini adalah melakukan testing comissioning sesuai dengan guideline ASHRAE Tujuan dari Proper Comissioning sendiri adalah untuk mengetahui unjuk kerja dari peralatan tersebut dan mengecek apakah data-data dari material tersebut sama dengan seperti yang tertera di spesifikasi teknis dari peralatan tersebut. Item yang akan dikomisioning setelah bangunan selesai adalah sistem tata udara, power equipment, dan kuat penerangan (lux) dan prosesnya harus terdokumentasi dengan baik. Proper Comissioning ini nantinya akan dilakukan oleh tim yang kompeten dari supplier, PT. PP (Persero), Tbk, dan pihak GBCI. Tim tersebut merupakan tim yang telah mendapat persetujuan dari Owner sebagai pelaksana kegiatan Proper Comissioning. Sumber : Olahan Sendiri Gambar Tim Proper Comissioning Adapun alat-alat serta prosedur pelaksanaan Testing dan Komisioning harus melalui tahapan sebagai berikut :

128 115 Sumber : Olahan Sendiri Gambar Alat Comissioning Sumber : Data Proyek Gambar Prosedur pelaksanaan Testing dan Komisioning

129 116 Proses Testing dan Komisioning di proyek Jasa Marga akan dilaksanakan setelah fisik bangunan selesai dibangun, dan item-item yang akan dikomisioning masih dalam tahap perencanaan, sehingga biaya untuk komisioning belum bisa dihitung, hanya berupa estimasi dari pakar. Karena proyek ini tidak menggunakan chiller, maka biaya komisioning akan berkurang dibandingkan dengan proyek Green Building terdahulu, misalnya Dahana atau Kementerian PU. Menurut pakar, estimasi biaya Proper Comissioning yang akan diajukan ke owner adalah sebesar Rp ,00 dan satuannya adalah lumpsum. Contoh form komisioning dapat dilihat di lampiran 10. Penerapan aspek ini dalam proyek memberikan 3 poin dari total 3 poin. f. Submission Green Building Implementation Data for Database (BEM-5) Strategi untuk mencapai target poin dari aspek ini adalah menyerahkan data implementasi Green Building sesuai dengan form dari GBCI, yang merupakan prasyarat untuk mendaftarkan diri dalam rating kategori dan memberi pernyataan bahwa pemilik gedung akan menyerahkan data implementasi Green Building dari bangunannya dalam waktu 12 bulan setelah tanggal sertifikasi kepada GBCI dan suatu pusat data energi Indonesia yang akan ditentukan kemudian. Aspek ini akan diaplikasikan dalam proyek Jasa Marga, format bentuk surat pernyataannya dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

130 117 Sumber : Data Proyek Gambar Surat Pernyataan Penyerahan Data Implementasi Green Building Pada kenyatannya, pembuatan surat pernyataan aspek ini tidak membutuhkan biaya. Contoh surat pernyataan dari proyek terdahulu dapat dilihat pada lampiran 11. Penerapan aspek ini dalam proyek memberikan 2 poin dari total 2 poin. g. Fit-Out Agreement (BEM-6) Aspek ini tidak diterapkan pada proyek Jasa Marga. h. Occupant Survey (BEM-7) Strategi untuk mencapai target poin aspek ini adalah memberi pernyataan bahwa pemilik gedung akan mengadakan survei suhu dan kelembaban paling lambat 12 bulan setelah tanggal sertifikasi. Apabila

131 118 hasilnya minimal 20% responden menyatakan ketidaknyamanannya, maka pemilik gedung harus setuju untuk melakukan perbaikan selambat-lambatnya 6 bulan setelah pelaporan hasil survei. Dalam proyek ini, pihak Jasa Marga setuju untuk mengadakan survey suhu dan kelembaban setelah okupansi masuk, namun surat pernyataan belum dapat dibuat karena proyek baru berjalan 20% dan belum teregistrasi sebagai Green Building. Pada kenyatannya, pembuatan surat pernyataan aspek ini tidak membutuhkan biaya. Untuk contoh surat pernyataan dapat dilihat pada lampiran 12. Penerapan aspek ini dalam proyek memberikan 2 poin dari total 2 poin. No Kesimpulan Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan secara terstruktur dan terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahap 1 berupa validasi kepada pakar semua variabel yang berpengaruh terhadap peningkatan biaya, lalu dilanjutkan tahap 2 yang berupa penyebaran kuisioner kepada responden untuk mengetahui dan tingkat pemahaman terhadap isi kuisoner tersebut, serta tahap 3 berupa penyebaran kuisioner pada para responden di proyek gedung untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari penerapan indikator yang ada dalam kuisioner terhadap perubahan biaya konstruksi. Selanjutnya hasil dari pengumpulan data tahap 3 tersebut diolah dengan SPSS dan metode AHP, kemudian hasilnya kembali dibawa kepada pakar untuk diberikan pendapatnya. Hasil variabel yang didapat dibawa ke proyek kantor pusat Jasa Marga sebagai objek studi kasus. Aspek Tabel 4.21 Deviasi Biaya BEM Non-Green Building Green Building Deviasi 1 Prasyarat (Basic Waste Facility) 2 BEM - 1: GP as a member of design team BEM - 2 : Pollution of Construction Activity BEM - 3 : Advance Waste Management BEM - 4 : Proper Comissioning BEM - 5 : Submission GB Implementation for Database BEM - 6 : Fit Out Guide (tidak diterapkan) 8 BEM - 7 : Occupant Survey Sumber : Olahan

132 BAB 5 TEMUAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Pendahuluan Pada bab ini akan dibahas mengenai temuan dan bahasan mengenai analisa data, sehingga tujuan penelitian dapat terjawab. Pada Sub bab 5.2 akan membahas mengenai temuan penelitian, Sub bab 5.3 pembahasan dan pada Sub bab 5.4 adalah pengujian hipotesa. 5.2 Temuan Temuan 1 (Hasil Kuisioner) Setelah melakukan validasi pakar untuk semua variabel, pengumpulan data kuisioner dari responden, dan analisa menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP), maka didapat proxy variabel atau perwakilan suatu variabel dari setiap indikator-indikator yang ada. Berikut akan disajikan proxy variabel sesuai dengan peringkat yang paling berpengaruh atau berpotensi tertinggi dalam meningkatkan biaya konstruksi Green Building sesuai aspek BEM. Tabel 5.1. Peringkat Proxy Variabel Peringkat Variabel Indikator Penjelasan Menyediakan area pengumpulan, pemisahan, 1 X3 Indikator 5 dan sistem pencatatan limbah padat selama aktivitas konstruksi 2 X2 Indikator 4 Greensip Professional (GP) mendampingi team desain sampai dengan proses sertifikasi yang terintegrasi dalam optimasi desain dan proses konstruksi 3 X6 Indikator 16 Membuat surat pernyataan yang menyatakan bahwa setelah sertifikasi Green Building, owner akan mengadakan survey suhu dan kelembaban, dan jika hasilnya 20% responden tidak nyaman maka akan diadakan perbaikan maksimal 6 bulan setelah hasil survey 119

133 120 Tabel 5.1 (sambungan) Peringkat Variabel Indikator Penjelasan 4 X1 Indikator 2 5 X5 Indikator 13 6 X4 Indikator 8 Sumber : Olahan Tersedianya instalasi beserta tempat sampah untuk memilah sampah rumah tangga anorganik Membayar proper comissioning sesuai petunjuk GBCI yang dilakukan oleh pihak ketiga Adanya foto dan denah instalasi fasilitas pengomposan limbah organik di lokasi bangunan atau diserahkan ke pihak ketiga Indikator 5 yaitu menyediakan area pengumpulan, pemisahan, dan sistem pencatatan limbah padat selama aktivitas konstruksi menjadi proxy untuk variabel X3(Pollution of Construction Activity) dengan nilai 36,35% dan menjadi peringkat teratas variabel yang paling berpengaruh terhadap biaya konstruksi Green Building Temuan 2 (Hasil Studi Kasus) Penulis melakukan studi kasus di proyek selama kurang lebih 1 bulan. Berbagai cara dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai variabel dan aspek BEM yang diaplikasikan di proyek, misalnya dengan wawancara kepada Greenship Professional, manager SHE, dan staff proyek. Dari informasi yang didapat, hanya 6 aspek BEM yang diterapkan di proyek guna meraih poin dari aspek BEM. Berikut akan dijelaskan subaspek dari aspek BEM yang menjadi target pencapaian. a. Basic Waste Facility (Prasyarat Aspek) Pada proyek pembangunan gedung kantor pusat Jasa Marga, prasyarat ini akan dilaksanakan nantinya ketika bangunan sudah selesai dibangun. Untuk penerapan aspek ini biayanya sudah include ke dalam kontrak dan tidak ditampilkan ke BQ karena biayanya sangat kecil, sehingga nantinya pengadaan untuk tempat sampah yang terpilah jenisnya akan dilakukan ketika bangunan sudah selesai.

134 121 b. GP as a Member of Design Team Selama penulis melakukan studi kasus di proyek Jasa Marga, GP selalu standby di kantor dan selalu aktif dalam mengarahkan proses desain agar gedung menerapkan semua aspek Green Building dengan efektif. Kekurangannya adalah daftar absen GP selama rapat belum terdokumentasi dengan baik, karena proyek belum teregistrasi sebagai Green Building. GP di proyek berjumlah 1 buah, dan tidak terjadi penambahan biaya untuk aspek ini karena biaya GP sudah dibebaskan oleh pihak kontraktor. Hal ini dikarenakan PT. PP (Persero), Tbk adalah kontraktor yang berkomitmen tinggi terhadap green building, sehingga GP akan disediakan langsung oleh pihak PT. PP (Persero), Tbk dan biayanya sudah include ke dalam kontrak. c. Pollution of Construction Activity Pada proyek pembangunan gedung kantor Jasa Marga, aspek ini sudah diterapkan dengan sangat baik. Hal ini karena PT. PP (Persero), Tbk bersertifikasi ISO yang artinya sudah memiliki standar yang baik dalam penanganan limbah konstruksi, serta PT. PP (Persero), Tbk sudah berkomitmen sebagai green contractor yang selalu menerapkan pembangunan berbasiskan ramah lingkungan, sehingga tidak membutuhkan biaya untuk penerapan aspek ini dan sudah menjadi standar pembangunan bagi pihak kontraktor. Dari awal pembangunan, pengurangan waste besi beton sudah direncanakan dengan baik, pembuatan fasilitas untuk pemilahan sampah konstruksi sudah diterapkan walaupun dengan klasifikasi tempat sampah yang berbeda dari biasanya. Tidak diperlukan extra cost untuk penerapan aspek ini, sebaliknya malah menghasilkan uang karena waste besi beton dan kayu akan diambil oleh pengepul dan dibeli oleh pabrik untuk di daur ulang. Untuk limbah cair tidak diperlukan penanganan khusus, karena sangat sedikit limbah cair yang dihasilkan. d. Advance Waste Management

135 122 Pembuatan fasilitas pengomposan tidak dilakukan di proyek ini, namun untuk pengolahan limbah anorganik akan diserahkan kepada pihak ketiga sehingga tetap didapat 1 poin akibat penerapan aspek ini. e. Proper Comissioning Proses comissioning belum dilakukan sebagai penerapan aspek ini karena comissioning akan dilakukan ketika bangunan selesai dibuat, serta item-item yang akan dicomissioning nantinya masih dalam tahap penggodokan, sehingga nominal biaya belum dapat diketahui. Karena proyek ini tidak menggunakan chiller, maka biaya komisioning akan berkurang dibandingkan dengan proyek Green Building terdahulu, misalnya Dahana atau Kementerian PU. Berdasarkan pendapat pakar, estimasi biaya Proper Comissioning yang akan diajukan ke owner adalah sebesar Rp ,00 dan satuannya adalah lumpsum. f. Submission Green Building Implementation Data for Database Aspek ini belum dapat ditinjau karena data implementasi Green Building akan diserahkan ketika bangunan sudah selesai dibangun. Namun pihak owner dan kontraktor sudah setuju untuk menyerahkan data implementasi Green Building dari bangunannya dan nantinya akan dituangkan dalam bentuk surat pernyataan. g. Occupant Survey Aspek ini akan diterapkan nantinya dan sebagai buktinya akan dibuat surat pertanyaan oleh owner untuk mengadakan survey suhu dan kelembaban paling lambat 12 bulan setelah tanggal sertifikasi. Pihak owner juga sudah setuju untuk mengadakan perbaikan apabila hasil survey menyatakan minimal 20% responden menyatakan ketidaknyamanannya. 5.3 Pembahasan Dari hasil pengolahan data menggunakan metode AHP, diperoleh variabel yang paling signifikan dalam meningkatkan biaya adalah X3 yaitu menyediakan area pemisahan, pengumpulan, dan pencatatan limbah padat selama

136 123 konstruksi. Pakar berpendapat bahwa hal ini diakibatkan perbedaan persepsi, karena responden yang dipilih berasal dari berbagai instansi. Padahal, pelaksanaan variabel X3 dalam proyek ini tidak menimbulkan biaya, malahan menghasilkan uang karena limbah padat yang dihasilkan dijual ke pabrik. Hal ini diakibatkan PT. PP (Persero), Tbk sebagai kontraktor sudah menerapkan manajemen limbah padat sebagai standar dalam konstruksinya, sehingga sistem manajemen limbah padat PT. PP (Persero), Tbk sudah sesuai dengan penerapan variabel ini. Hampir semua aspek BEM diterapkan kepada proyek pembangunan kantor pusat Jasa Marga, termasuk prasyarat aspek yang harus diterapkan agar mendapat poin. Aspek yang tidak diterapkan adalah X7 yaitu Fit-Out Agreement, karena dari awal desain aspek tersebut tidak dijadikan target poin. Aspek X4 yaitu Advance Waste Management diterapkan hanya pada satu indikatornya saja, sehingga hanya mendapat 1 dari 2 poin yang dapat dicapai. Dari hasil penelitian studi kasus dapat dilihat bahwa kenaikan biaya konstruksi pada variabel aspek BEM diakibatkan oleh variabel X5 atau Proper Comissioning. Hal ini diakibatkan oleh proses yang dilakukan harus sesuai standar GBCI, yang jauh lebih rumit dan berbeda dari comissioning yang dilakukan pada gedung biasa. Pelaksanaan proper comissioning bisa memakan waktu satu minggu, tergantung berapa banyak item yang akan dicomissioning dan pelaksanaannya harus didokumentasi dan diawasi dengan ketat, sehingga membuat variabel ini akan memakan biaya yang besar. Variabel lain yang berpotensi untuk menaikkan biaya konstruksi secara signifikan adalah X2 yaitu penggunaan Greenship Professional(GP) sebagai bagian dari tim desain, namun karena dalam proyek ini biaya GP sudah include dalam kontrak, maka variabel ini tidak menimbulkan biaya. Dalam penelitian ini juga diperoleh beberapa masukan dari pakar tentang penerapan aspek Green Building ini. Perbedaan biaya Green Building akan terjadi jika terjadi perubahan desain dari yang awalnya non-green menjadi Green. Namun jika dari tahap desain sudah berkonsep Green, maka peningkatan biaya yang terjadi tidak akan signifikan. Sehingga kesimpulannya jika mindset para pelaku konstruksi sudah green, maka biaya konstruksi Green Building tidak akan jauh berbeda dibandingkan dengan gedung konvensional. Meskipun diawal

137 124 dibutuhkan investasi yang lebih tinggi daripada gedung conventional, namun pada masa operasional biaya yang dikeluarkan menjadi lebih kecil hal ini dikarenakan adanya penghematan energi dari sistem tata udara, power equipment, dan kuat penerangan (lux) yang sudah dicomissioning serta perencanaan yang matang sejak tahap desain. 5.4 Pembuktian Hipotesa Dari hasil temuan yang ada dalam penelitian ini, dapat dilihat bahwa hipotesa dari penelitian ini yaitu aspek Proper Comissioning merupakan aspek yang meningkatkan biaya konstruksi Green Building terbukti. Dengan peningkatan biaya akibat penerapan aspek tersebut adalah sebesar Rp ,- atau 0,51% dari total biaya.

138 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Dari hasil analisa data, maka dapat disimpulkan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Penerapan aspek Building Environmental Management yang mempengaruhi perubahan biaya Green Building adalah sebagai berikut. No Variabel BEM-2 Pollution of Construction Activity BEM-1 GP as a Member of Design Team BEM-7 Occupant Survey BEM Prasyarat Basic Waste Facility BEM-4 Proper Comissioning BEM-3 Advance 6 Waste Management Sumber : Olahan Tabel 6.1. Faktor BEM yang Mempengaruhi Biaya Sub Variabel X X.2.2 X.6.1 X.1.2 X X.4.1 Indikator Menyediakan area pengumpulan, pemisahan, dan sistem pencatatan limbah padat selama aktivitas konstruksi Greensip Professional (GP) mendampingi team desain sampai dengan proses sertifikasi yang terintegrasi dalam optimasi desain dan proses konstruksi Membuat surat pernyataan yang menyatakan bahwa setelah sertifikasi Green Building, owner akan mengadakan survey suhu dan kelembaban, dan jika hasilnya 20% responden tidak nyaman maka akan diadakan perbaikan maksimal 6 bulan setelah hasil survey Tersedianya instalasi beserta tempat sampah untuk memilah sampah rumah tangga anorganik Membayar proper comissioning sesuai petunjuk GBCI yang dilakukan oleh pihak ketiga Adanya foto dan denah instalasi fasilitas pengomposan limbah organik di lokasi bangunan atau diserahkan ke pihak ketiga b. Peningkatan biaya konstruksi yang diakibatkan aspek Building Environmental Management adalah sebesar 0,51% dari nilai kontrak, diakibatkan oleh Variabel X5 yaitu Proper Comissioning. 125

139 126 c. Secara keseluruhan, perubahan biaya yang terjadi akibat penerapan aspek green building pada proyek ini adalah : Tabel 6.2 Persentase Penambahan Biaya Keseluruhan No Aspek % Penambahan 1 Appropriate Site Development 1,68% 2 Energy Efficiency & Conservation 3,24% 3 Water Conservation 1,75% 4 Material Resources & Cycle 0,00% 5 Indoor Health & Comfort 0,01% 6 Building Enviromental Management 0,51% Sumber: Olahan Sendiri Total 7,19% 6.2 Saran Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah : a. Untuk studi kasus proyek Green Building sebaiknya dilakukan lebih dari satu proyek, karena pengaplikasian Green Building di tiap bangunan akan berbeda tergantung targetan ratingnya. b. Penelitian ini dapat diteruskan dengan menghitung penghematan biaya yang mungkin diperoleh dari penerapan aspek BEM ini pada masa maintenance.

140 DAFTAR ACUAN [1] Berita Resmi Statistik Badan Pusat Statistik 2011 No.72/11, 7 November 2011 [2] Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung [3] diakses tanggal 11 Desember 2011 [4] Sukamta, Davy, Februari Mendadak green. 23 Februari 2009 [5] Green Building Council Indonesia. Greenship Panduan Penerapan Versi 1.0, 2010 [6] Peraturan Menteri Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Nomor 8 Tahun 2010 [7] Peningkatan Investasi Green Building, Bisnis Indonesia, Oktober 2011, hal 8 [8] Irwan Sendjaja - Ketua Umum Asosiasi Manajemen Properti Indonesia, Saatnya Pengelola Gedung Beralih ke "Green Building". Kompas 17 Februari 2011 [9] Kembangkan-Green-Building-Dapat-Insentif, diakses tanggal 20 Novermber 2011 [10] diakses tanggal 30 Desember 2011 [11] bplhd.jakarta.go.id/06_greenbuilding.php, diakses tanggal 25 November 2011 [12] Green Building Tidak Bisa Dilihat Dari Phisik Bangunan, Majalah Techno Konstruksi, September 2011, hal 12 [13] Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Kriteria dan Sertifikasi Bangunan Ramah Lingkungan Bab II Pasal 4 [14] Standarisasi Green Building Perlu Dipercepat, Majalah Techno Konstruksi, November 2011, hal 8 [15] Green Building Council Indonesia. Greenship Panduan Penerapan Versi 1.0,

141 128 [16] diakses tanggal 5 Desember 2011 [17] [18] Kyoto-di-Durban diakses tanggal 5 Desember 2011 [19] diakses tanggal 5 Desember 2011 [20] Poul E. Kristensen-Direktur Manager IEN Consultant, Media Informasi dan Komunikasi Dewan Energi Nasional Edisi Ke III, [21] (Irwan Sendjaja-Ketua Umum Asosiasi Manajemen Properti Indonesia AMPRI, Februari 2011). [22] gedung-bertingkat-harus-bersertifikat.htmlm, diakses tanggal 4 Desember 2011 [23] diakses tanggal 12 Desember 2011 [24] Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah Pasal 11 [25] Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah Pasal 41 [26] Green Building Council Indonesia. Greenship Panduan Penerapan Versi 1.0, 2010 [27] Susanti, Betty. Investigasi Komposisi Limbah Material Konstruksi Perumahan. Jurnal Rekayasa Sriwijaya No. 1 Vol 18, Maret Hal 11 [28] Green Building Council Indonesia. Greenship Panduan Penerapan Versi 1.0, hal. 64 [29] Tam & Tam, A Review On the Viable Technology for Construction Waste Recycling, diakses tanggal 1 Desember 2011 [30] Koskela, L., Application of the New Production Philosophy to Construction. Technical Report # 7. Center for Integrated Facility Engineering. Department of Civil Engineering. Stanford University, 1992.

142 129 [31] diakses tanggal 1 Desember 2011 [32] Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Pasal 1 [33] Bossink, B.A. G., and Brouwers, H.J.H., Construction Waste: Quantification and Source Evaluation, Journal of Construction Engineering and Management, 122(1), 55-60, 1996 [34] Crawford, J.H. Composting of Agricultural Waste. In Biotechnology Applications and Research, Paul N, Cheremisinoff and R. P. Ouellette (ed) hal [35] Green Building Council Indonesia. Greenship Panduan Penerapan Versi 1.0, 2010 [36] sarkan+arah+aliran+dan+posisi+kipas+exhaust&diff2=9&diff_style=unid iff, diakses tanggal 3 Desember 2011 [37] Soeharto, Imam, (1998). Manajemen Proyek (Dari konseptual sampai operasional), Jilid I, Jakarta Erlangga [38] Pebgelolaan%20Risiko-Tinjauan%20literatur.pdf, diakses tanggal & Desember 2011 [39] Project Management Institute, (2008). A Guide to the Project Mangement Body of Knowledge, 4 th Edition [40] Sapulette, William. Analisa Penyebab, Proses Administrasi, Pengaruh Change Order pada Proyek Infrastruktur dan Bangunan Gedung di Ambon. Tesis Petra Surabaya, 2008 [41] Peter Kurnia Wijaya, Joice Eriana. Analisa Penyebab Utama Change Order pada Proyek Konstruksi Gedung T. Skripsi, Program Sarjana Fakultas Teknik Sipil Universitas Kristen Petra,Surabaya,2004. hal 15 [42] Murni, Imam. Faktor Penyebab, Akibat dan Proses Pengolahan Change Order pada proyek Rumah Tinggal di Surabaya. Tesis Petra Surabaya, 2007 [43] Adikusumo, Bayu. Pengaruh Penerapan Konsep Green Construction Pada Bangunan Gedung Terhadap Penambahan Biaya Pada Pelaksanaan Proyek.Thesis, Program Sarjana Fakultas Teknik Sipil Universitas Indonesia,Depok.2010

143 DAFTAR PUSTAKA Adikusumo, Bayu. Pengaruh Penerapan Konsep Green Construction Pada Bangunan Gedung Terhadap Penambahan Biaya Pada Pelaksanaan Proyek.Thesis, Program Sarhana Fakultas Teknik Sipil Universitas Indonesia,Depok.2010Cuma Pengembang Ecek-ecek Risaukan Biaya Green Building. kompas.com, 6 Maret 2011 Anonymous, Daur Ulang Sampah Anorganik dan Pemberdayaan Pemulung. [Homepage of Docstoc][Online] daur-ulang/ Anonymous Sampah (Ancaman bagi Kawasan Wisata Alam). Kehutanan. Jakarta. Indonesia Arikunto, S. (1997). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Ario, D. (2010, Juni 4). Metode Delphi. Asiyanto.Construction Project Cost Management.Jakarta: Pradnya Paramitha, BEAM Society Building Environmental Assessment Method. Hongkong BEAM Plus BEAM Society Building Environmental Assessment Method New Building. Hongkong. Berita Resmi Statistik Badan Pusat Statistik 2011 No.72/11, 7 November 2011 Bossink, B.A. G., and Brouwers, H.J.H., Construction Waste: Quantification and Source Evaluation, Journal of Construction Engineering and Management, 122(1), 55-60, 1996 Building Commissioning Association (BCA) Best Practices in Commissioning Existing Buildings. BCA. Portland. USA. Building Commissioning Association (BCA) Commissioning for Great Buildings. BCA. Portland. USA. Crawford, J.H. Composting of Agricultural Waste. In Biotechnology Applications and Research, Paul N, Cheremisinoff and R. P. Ouellette (ed) hal

144 131 Dajan, D. A. (1973). Pengantar Metode Statistik Deskriptif. Jakarta: PT. Repro International. Dall O, Giuliano, Alessandro Speccher, Elisa Bruni The Green Energy Audit, a New Procedure for the Sustainable Auditing of Existing Buildings Integrated with the LEED Protocols. Journal of Sustainable Cities and Society 3(2012) Daniel, W. W. (1989). Statistik Nonparametrik. Jakarta: Gramedia. Green Building Council Indonesia, The Definition in Creating Green Office.(Jakarta : 2010). hal 1 Green Building Council Indonesia. Greenship Panduan Penerapan Perangkat Penilaian Bangunan Hijau GREENSHIP Versi 1.0, Jakarta : Green Building Council Indonesia Hardjono, R. D. (2009). Pengelolaan gedung Perkantoran dengan Konsep Green Building di Surabaya. Surabaya: Program Manajemen Keuangan, Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Petra. Howe, R. (1997, November). ISO 14001: The Green Standard. hal ISO Certification. (2005). Kastaman, R & A. Moetangad Perancangan Reaktor Sampah Terpadu dan Pengembangan Mikroba Penghilang Bau Sampah dalam Rangka Mengatasi Masalah Sampah di Perkotaan. Jurnal Agrikultura Volume 17 Nomor 3, Desember Koskela, L., Application of the New Production Philosophy to Construction. Technical Report # 7. Center for Integrated Facility Engineering. Department of Civil Engineering. Stanford University, Kurnia, Peter Wijaya and Joice Eriana. Analisa Penyebab Utama Change Order pada Proyek Konstruksi Gedung T. Skripsi, Program Sarjana Fakultas Teknik Sipil Universitas Kristen Petra,Surabaya,2004 Sulistiyanto, Totok. Green Building Tidak Bisa Dilihat Dari Phisik Bangunan, Majalah Techno Konstruksi, September 2011, hal 12 Murni, Imam. Faktor Penyebab, Akibat dan Proses Pengolahan Change Order pada proyek Rumah Tinggal di Surabaya. Tesis Petra Surabaya, 2007 Mills, Evan Building Commissioning : a Golden Opportunity for Reducing Energy Costs and Greenhouse Gas Emissions in the United States. Springerlink.com.

145 132 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Kriteria dan Sertifikasi Bangunan Ramah Lingkungan Bab II Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Pasal 1 Peter Kurnia Wijaya, Joice Eriana. Analisa Penyebab Utama Change Order pada Proyek Konstruksi Gedung T. Skripsi, Program Sarjana Fakultas Teknik Sipil Universitas Kristen Petra,Surabaya,2004. hal 15 Poerbo, H Utilitas Bangunan. Djambatan. Jakarta. Indonesia. Project Management Institute, (2008). A Guide to the Project Mangement Body of Knowledge, 4 th Edition Raharjo, Mursid Memahami AMDAL. Graha Ilmu. Yogyakarta. Indonesia. Redaksi Butaru.Green Building A Sustainable Consept for Construction Development in Indonesia Saptoadi Studi Potensi Pengomposan Sampah Kota sebagai salah Satu Alternatif Pengelolaan Sampah di TPA dengan menggunakan Aktivator EM4 (Effective Microorganism). Dalam Budiharjo, M.A Jurnal Presipitasi, Volume 1 Nomor 1 September Sapulette, William. Analisa Penyebab, Proses Administrasi, Pengaruh Change Order pada Proyek Infrastruktur dan Bangunan Gedung di Ambon. Tesis Petra Surabaya, 2008 Simulation Report, Dahana, Subang.PT DAHANA,Subang, hal 48 Soeharto, Imam, (1998). Manajemen Proyek (Dari konseptual sampai operasional), Jilid I, Jakarta Erlangga Standarisasi Green Building Perlu Dipercepat, Majalah Techno Konstruksi, November Hal 12 Sugiarto, D. S. (2002). Metode Statistika untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. Suratman. Pengaruh penerapan green construction terhadap kinerja biaya proyek di lingkungan PT PP (persero),tbk.thesis, Program Sarjana Fakultas Teknik Sipil,Depok.2010.

146 133 Susanti, Betty. Investigasi Komposisi Limbah Material Konstruksi Perumahan. Jurnal Rekayasa Sriwijaya No. 1 Vol 18, Maret Hal 11 Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah Pasal 11 Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah Pasal 41 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung. Yin, K Robert. Studi Kasus Desain & Metode.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hal.8

147 LAMPIRAN 1 KUISIONER PENGUMPULAN DATA TAHAP 1 (VALIDASI PAKAR)

148 Lampiran 1: Kuisioner Tahap 1 PENGARUH ASPEK BUILDING ENVIRONMENTAL MANAGEMENT TERHADAP KINERJA BIAYA KONSTRUKSI GREEN BUILDING APABILA DIBANDINGKAN DENGAN GEDUNG KONVENSIONAL (Studi Kasus : Proyek Y pada PT. X) KUESIONER PENELITIAN SKRIPSI KEPADA PAKAR GREEN BULDING (ANALISA VARIABEL ASPEK BUILDING ENVIRONMENTAL MANAGEMENT PADA GREEN BUILDING) MUHAMMAD FATIH FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL DEPOK

149 Lampiran 1: (Lanjutan) ABSTRAK Maraknya isu kerusakan lingkungan akibat konstruksi mulai menjadi concern tersendiri bagi para pelaku konstruksi. Merencanakan operasional gedung yang ramah lingkungan sudah harus dipikirkan sejak tahap perencanaan desain. Cakupannya adalah pengelolaan sumber daya melalui rencana operasional konsep yang berkelanjutan, kejelasan informasi (data), dan penanganan dini yang membantu pemecahan masalah, termasuk manajemen sumber daya manusia dalam penerapan konsep bangunan hijau untuk mendukung penerapan tujuan pokok dari kategori lain. Pada penelitian ini, proyek yang akan peneliti tinjau adalah salah satu proyek bangunan yang mengikuti prinsip green building yang dibuat oleh Green Building Council Indonesia (GBCI) yang terangkum dalam greenship dengan targetan rating GOLD. Konstruksi green building biasanya akan menambah biaya jika dibandingkan dengan conventional buiding. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi faktor-faktor apa saja pada Building Environmental Management (BEM) dan seberapa besar pengaruh aspek BEM apabila dibandingkan dengan konsep konvensional terhadap kinerja biaya konstruksi. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survey dan studi kasus pada proyek Y oleh PT. X TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengidentifikasi faktor-faktor apa saja pada aspek BEM yang mempengaruhi kinerja biaya 2. Menganalisa seberapa besar pengaruh penerapan BEM terhadap peningkatan biaya proyek apabila dibandingkan dengan bangunan konvensional L1-2

150 Lampiran 1: (Lanjutan) KERAHASIAAN INFORMASI Seluruh informasi yang Bapak/Ibu berikan dalam penelitian ini akan dijamin kerahasiaannya INFORMASI HASIL PENELITIAN Setelah seluruh informasi yang masuk dianalisis, temuan dari studi ini akan di sampaikan kepada perusahaan Bapak/Ibu Apabila Bapak/Ibu memiliki pertanyaan mengenai penelitian ini, dapat menghubungi 1. Peneliti/Mahasiswa : Muhammad Fatih pada Hp atau pada ice_recca@yahoo.com 2. Dosen Pembimbing 1 : Prof. Dr. Ir. Yusuf Latief, MT pada HP atau pada latief73@eng.ui.ac.id 3. Dosen Pembimbing 2 : Suratman, S.T, MT pada HP atau ratman.pp@gmail.com Terimakasih atas kesediaan Bapak/Ibu meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner penelitian ini. Semua informasi yang Bapak/Ibu berikan dalam penelitian ini dijamin kerahasiaannya dan hanya akan dipakai untuk keperluan penelitian saja Hormat saya Muhammad Fatih L1-3

151 Lampiran 1: (Lanjutan) DATA RESPONDEN DAN PETUNJUK SINGKAT 1. Nama Responden : 2. Jenis Kelamin : 3. Umur 4. Nama Proyek : 5. Jabatan Pada Proyek : 6. Perusahaan : 7. Pengalaman Kerja : (tahun) 8. Pendidikan Terakhir : SLTA/D3/S1/S2/S3/ (coret yang tidak perlu) 9. Tanda tangan : L1-4

152 Lampiran 1: (Lanjutan) PETUNJUK PENGISIAN KUESIONER 1. Jawaban merupakan komentar/persepsi/pendapat Bapak/Ibu mengenai cost component apa saja dalam aspek Building Environmental Management yang mempengaruhi peningkatan biaya konstruksi green building apabila dibandingkan dengan conventional building. 2. Pengisian Kuesioner ini dilakukan dengan menulis komentar/pendapat pada bagian 1 dan memberikan tanda contreng (X) pada kuesioner bagian 2. Keterangan Penilaian untuk bagian 2: 1= Tidak berpengaruh dalam perubahan biaya konstruksi 2= Kurang berpengaruh dalam perubahan biaya konstruksi 3= Cukup berpengaruh dalam perubahan biaya konstruksi 4= Berpengaruh dalam perubahan biaya konstruksi 5= Sangat berpengaruh dalam perubahan biaya konstruksi L1-5

153 Lampiran 1: (Lanjutan) Kuesioner Tahap I : Variabel Sub Variabel Indikator Referensi X1. Basic Waste Facility X2. GP as a Member of Design Team X3. Pollution of Construction Activity X4. Advance Waste Management X1.1 X2.1 X3.1 X3.2 X4.1 Adanya instalasi untuk memilah sampah berdasarkan organik dan anorganik Melibatkan seorang GP sejak tahap desain dan sebelum pendaftaran sertifikasi Memiliki rencana manajemen limbah padat Memiliki rencana manajemen limbah cair Adanya instalasi pengomposan limbah organik di lokasi tapak bangunan tersedianya tempat sampah organik tersedianya tempat sampah anorganik membayar team GP dalam proses sertifikasi GP mendampingi tim desain yang terintegrasi dalam optimasi desain dan proses konstruksi menyediakan area pengumpulan, pemisahan, dan sistem pencatatan Perencanaan pengurangan/penggunaan waste beton dan besi beton menjaga kualitas seluruh air yang timbul dari aktivitas konstruksi Foto dan denah instalasi pengomposan limbah organik greenship-gbci greenship-gbci pengalaman Techno Konstruksi, September 2011 greenship-gbci PP Guideline greenship-gbci greenship-gbci Faktor Mempengaruhi Ya Tidak Komentar dan Tanggapan L1-6

154 Lampiran 1: (Lanjutan) X5. Proper Comissioning X6. Submission Green Building Implementati on Data for Database X5.1 X5.2 X6.1 X6.2 Melakukan testing komissioning sesuai petunjuk GBCI Desain & Spesifikasi Teknis harus lengkap saat pemasangan Measuring Adjusting Instruments Menyerahkan data implementasi green building sesuai dengan form GBCI Surat Pernyataan pemilik gedung akan menyerahkan data implementasi green buildingnya paling lambat 12 bulan setelah sertifikasi mentraining pihak manajemen bangunan dengan baik dan benar Laporan pelaksanaan komissioning Menggunakan measuring adjusting instruments sesuai standar GBCI Membayar comissioning yang dilakukan oleh pihak ketiga Adanya Gambar mekanikal elektrikal yang menunjukkan instalasi alat-alat ukur dan adjustment Spesifikasi peralatan ukur dan adjustment Adanya Perhitungan persentase kenaikan investasi green building terhadap pembangunan gedung konvensional Adanya surat pernyataan yang berisi tentang data implementasi volume sampah,konsumsi air, dan konsumsi energi greenship-gbci greenship-gbci Pengalaman/Jukla k PU pengalaman greenship-gbci greenship-gbci greenship-gbci greenship-gbci L1-7

155 Lampiran 1: (Lanjutan) X7. Fit-Out Agreement X8. Occupant Survey X7.1 X7.2 X7.3 X8.1 X8.2 Surat perjanjian dengan tenant menggunakan kayu yang bersertifikat Surat perjanjian dengan tenant Terdapat rencana manajemen Indoor Air Quality Surat perjanjian dengan tenant mengikuti training manajemen bangunan Surat pernyataan bahwa pemilik gedung akan mengadakan survey suhu dan kelembaban maksimal 12 bulan setelah sertifikasi Jika hasil survey 20% responden tidak nyaman, akan diadakan perbaikan maksimal 6 bulan setelah hasil survey Surat pernyataan yang ditandatangani Surat pernyataan yang ditandatangani Surat pernyataan yang ditandatangani Surat pernyataan yang ditandatangani bahwa pemlik gedung melaksanakan survey setiap tahun Surat pernyataan yang ditandatangani greenship-gbci greenship-gbci greenship-gbci greenship-gbci greenship-gbci L1-8

156 LAMPIRAN 2 KUISIONER PENGUMPULAN DATA TAHAP 2 (PENGARUH ASPEK TERHADAP PENINGKATAN BIAYA)

157 Lampiran 2 : Kuisioner Tahap 2 PENGARUH ASPEK BUILDING ENVIRONMENTAL MANAGEMENT TERHADAP KINERJA BIAYA KONSTRUKSI GREEN BUILDING APABILA DIBANDINGKAN DENGAN GEDUNG KONVENSIONAL (Studi Kasus : Proyek Y pada PT. X) KUESIONER PENELITIAN SKRIPSI KEPADA RESPONDEN GREEN BULDING (ANALISA VARIABEL ASPEK MANAJEMEN LINGKUNGAN BANGUNAN PADA GREEN BUILDING) MUHAMMAD FATIH FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL DEPOK

158 Lampiran 2: (Lanjutan) ABSTRAK Maraknya isu kerusakan lingkungan akibat konstruksi mulai menjadi concern tersendiri bagi para pelaku konstruksi. Merencanakan operasional gedung yang ramah lingkungan sudah harus dipikirkan sejak tahap perencanaan desain. Cakupannya adalah pengelolaan sumber daya melalui rencana operasional konsep yang berkelanjutan, kejelasan informasi (data), dan penanganan dini yang membantu pemecahan masalah, termasuk manajemen sumber daya manusia dalam penerapan konsep bangunan hijau untuk mendukung penerapan tujuan pokok dari kategori lain. Pada penelitian ini, proyek yang akan peneliti tinjau adalah salah satu proyek bangunan yang mengikuti prinsip green building yang dibuat oleh Green Building Council Indonesia (GBCI) yang terangkum dalam greenship dengan targetan rating GOLD. Konstruksi green building biasanya akan menambah biaya jika dibandingkan dengan conventional buiding. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi faktor-faktor apa saja pada salah satu aspek Green Building yaitu aspek Manajemen Lingkungan Bangunan/Building Environmental Management (BEM) dan seberapa besar pengaruh aspek BEM apabila dibandingkan dengan konsep konvensional terhadap kinerja biaya konstruksi. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survey dan studi kasus pada proyek Y oleh PT. X TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengidentifikasi faktor-faktor apa saja pada aspek BEM yang mempengaruhi kinerja biaya 2. Menganalisa seberapa besar pengaruh penerapan BEM terhadap peningkatan biaya proyek apabila dibandingkan dengan bangunan konvensional L2-2

159 Lampiran 2: (Lanjutan) KERAHASIAAN INFORMASI Seluruh informasi yang Bapak/Ibu berikan dalam penelitian ini akan dijamin kerahasiaannya INFORMASI HASIL PENELITIAN Setelah seluruh informasi yang masuk dianalisis, temuan dari studi ini akan di sampaikan kepada perusahaan Bapak/Ibu Apabila Bapak/Ibu memiliki pertanyaan mengenai penelitian ini, dapat menghubungi 1. Peneliti/Mahasiswa : Muhammad Fatih pada Hp atau pada ice_recca@yahoo.com 2. Dosen Pembimbing 1 : Prof. Dr. Ir. Yusuf Latief, MT pada HP atau pada latief73@eng.ui.ac.id 3. Dosen Pembimbing 2 : Suratman, S.T, MT pada HP atau ratman.pp@gmail.com Terimakasih atas kesediaan Bapak/Ibu meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner penelitian ini. Semua informasi yang Bapak/Ibu berikan dalam penelitian ini dijamin kerahasiaannya dan hanya akan dipakai untuk keperluan penelitian saja Hormat saya Muhammad Fatih L2-3

160 Lampiran 2: (Lanjutan) DATA RESPONDEN DAN PETUNJUK SINGKAT 1. Nama Responden : 2. Jenis Kelamin : 3. Umur 4. Nama Proyek : 5. Jabatan Pada Proyek : 6. Perusahaan : 7. Pengalaman Kerja : (tahun) 8. Pendidikan Terakhir : SLTA/D3/S1/S2/S3/ (coret yang tidak perlu) 9. Tanda tangan : L2-4

161 Lampiran 2: (Lanjutan) PETUNJUK PENGISIAN KUESIONER 1. Jawaban merupakan komentar/persepsi/pendapat Bapak/Ibu mengenai cost component apa saja dalam aspek Building Environmental Management yang mempengaruhi peningkatan biaya konstruksi green building apabila dibandingkan dengan conventional building. 2. Pengisian Kuesioner ini dilakukan dengan memberikan tanda contreng (X) pada kuesioner bagian 2. Keterangan Penilaian untuk bagian 2: 1= Tidak berpengaruh dalam perubahan biaya konstruksi green building bila dibandingkan dengan conventional building (0% dari nilai kontrak) 2= Kurang berpengaruh dalam perubahan biaya konstruksi green building bila dibandingkan dengan conventional building (0% - < 1% dari nilai kontrak) 3= Cukup berpengaruh dalam perubahan biaya konstruksi green building bila dibandingkan dengan conventional building (1% - < 2% dari nilai kontrak) 4= Berpengaruh dalam perubahan biaya konstruksi green building bila dibandingkan dengan conventional building (2% - < 3% dari nilai kontrak) 5= Sangat berpengaruh dalam perubahan biaya konstruksi green building bila dibandingkan dengan conventional building ( 3% dari nilai kontrak) L2-5

162 Lampiran 2: (Lanjutan) Kuesioner Tahap II NO Variabel Sub- No Sub Variabel X.1.1 Adanya instalasi untuk memilah sampah berdasarkan organik dan anorganik Cost Komponen Apa Saja yang Mempengaruhi Biaya dalam Green Building Referensi Pengaruh Terhadap Peningkatan Biaya X1 (Prasyarat) Basic Waste Facility Tersedianya instalasi beserta tempat sampah untuk memilah greenship-gbci sampah rumah tangga organik X2 X3 Tersedianya instalasi beserta tempat sampah untuk memilah sampah rumah tangga anorganik BEM 1 (Greenship Professional (GP) as a Member of Design Team) X.2.1 Melibatkan seorang GP sejak tahap desain dan sebelum pendaftaran sertifikasi BEM 2 (Pollution of Construction Activity) X.3.1 X.3.2 Memiliki rencana manajemen limbah padat Memiliki rencana manajemen limbah cair Membayar Team GP dalam proses sertifikasi GP mendampingi team desain sampai dengan proses sertifikasi yang terintegrasi dalam optimasi desain dan proses konstruksi Menyediakan area pengumpulan, pemisahan, dan sistem pencatatan Perencanaan pengurangan/penggunaan waste beton dan besi beton Menjaga kualitas seluruh air yang timbul dari aktivitas konstruksi greenship-gbci pengalaman Techno Konstruksi, September 2011 greenship-gbci PP Guideline greenship-gbci L2-6

163 Lampiran 2: (Lanjutan) (sambungan) X4 BEM 3 (Advance Waste Management) X.4.1 Adanya instalasi untuk pengomposan limbah organik di lokasi bangunan Foto dan denah instalasi pengomposan limbah organik atau diserahkan ke pihak ketiga greenship-gbci X.4.2 Adanya kerjasama pengelolaan limbah anorganik dengan pihak ketiga ataupun secara mandiri Surat pernyataan kerjasama dengan pihak ketiga yang akan melakukan pengolahan limbah anorganik greenship-gbci X5 BEM 4 (Proper Comissioning) Mentraining pihak manajemen bangunan dengan baik dan benar greenship-gbci X.5.1 Melakukan testing komissioning sesuai petunjuk GBCI Laporan pelaksanaan komissioning Menggunakan measuring adjusting instruments sesuai standar GBCI greenship-gbci Pengalaman/Juklak PU Membayar comissioning yang dilakukan oleh pihak ketiga Pengalaman X.5.2 Desain dan Spesifikasi Teknis harus lengkap saat pemasangan measuring Adjusting Instruments Adanya gambar mekanikal elektrikal yang menunjukkan instalasi alat-alat ukur dan adjustment Spesifikasi peralatan ukur dan adjustment greenship-gbci greenship-gbci L2-7

164 Lampiran 2: (Lanjutan) (sambungan) X6 BEM 7 (Occupant Survey) X.8.2 Setelah sertifikasi Green Building, jika hasil survey suhu dan kelembaban menunjukkan 20% responden tidak nyaman, akan diadakan perbaikan maksimal 6 bulan setelah hasil survey Surat pernyataan yang ditandatangani greenship-gbci L2-8

165 LAMPIRAN 3 DATA LENGKAP RESPONDEN

166 Lampiran 3 : Data Responden no name sex age company project jabatan exp education 1 Kurniawan L 35 PT Waskita Karya World Class University HSE 7 S1 2 Agus Ruliyanto L 34 PT Waskita Karya World Class University Kepala Lapangan 7 S1 3 A. Syauqi L 35 PT Waskita Karya World Class University Teknik 15-4 Sandy Darmawan L 28 PT PP (persero) Tbk Kemang Village (Infinity Tower and JW Marriot Hotel) QC 4 S1 5 Wiratno L 50 PT PP (persero) Tbk Kemang Village (Infinity Tower and JW Marriot Hotel) SOM 25 S1 6 Suci Dwi Cahyani P 25 PT PP (persero) Tbk Kemang Village (Infinity Tower and JW Marriot Hotel) SEM 5 S1 7 Triady A. K. L 32 PT PP (persero) Tbk Kemang Village (Infinity Tower and JW Marriot Hotel) SEM 7 S1 8 Andy Paramita L 37 PT PP (persero) Tbk Kemang Village (Infinity Tower and JW Marriot Hotel) GSP 18 D3 9 Aswin Gautama Pohan L 43 PT Bimatekno Karyatama Konsultan (Beca) konsultan 19 S1 10 Tulus R. S. L 57 KemenPU Gedung Utama KemenPU pengelola teknis 29 S2 11 M. Sandy Yudha Pratama L 27 KSO PP-Brantas Gedung Utama KemenPU ME 4 S1 12 Untung Susilo L 26 PT PP (persero) Tbk Gedung Utama KemenPU staf teknik 3 S1 13 Dadang Supriandoko L 58 KemenPU Gedung Utama KemenPU pengelola teknis Hendro Dewantoro L 35 PT PP (persero) Tbk Gedung Utama KemenPU SOM 12 S1 15 Utuy R. Sulaiman L 57 Ditjen Cipta Karya Gedung Utama KemenPU pengelola teknis 25 S2 16 Dian Intan P. P 30 PT Hutama Karya (persero) Kalibata QC 8 S1 17 Sardjani L 41 PT Hutama Karya (persero) Kalibata SOM 15 S1 18 Kalsum L 40 PT PP (persero) Tbk Gedung Parkir Kemenakertrans SEM 15 S1 19 Chary Bintoro L - PT Arkonin Gedung Penataan Ruang PU team leader & GP 20 S1 L3-1

167 Lampiran 3: (Lanjutan) no name sex age company project jabatan exp education 20 Bambang Tutuko L - PT Arkonin Gedung KBI - Solo GP & ME 24 S1 21 Surahman L 35 PT PP (persero) Tbk eye center RSCM SE 7 S1 22 Dedi Nurtopo L 28 PT PP (persero) Tbk PKIA RSCM QS 6-23 Sukmono Irwan Diantoro L 46 PT PP (persero) Tbk PKIA RSCM GSP 12 D3 24 Gema Khalid Nur L 30 PT PP (persero) Tbk PKIA RSCM engineer 5 S1 25 Nurkholim L 34 PT PP (persero) Tbk PKIA RSCM pengendalian operasional 14 S1 proyek 26 Yadi Triyadi F. L 34 PT PP (persero) Tbk PKIA RSCM engineer 10 S1 27 Indra Jaya L 32 PT Team Nawa Graha Kencana BNI cab Gunung Sitoli SM 6 S1 28 Anton I. L 32 PT Candra Baga Lab Biomedis Kemenkes SM 7 S1 29 Sujanto L 41 PT. PP Gedung Parkir Kejaksaan Agung RI Site engineer 18 SLTA 30 Henry Ardianto L 42 PT. PP Kantor JasaMarga SE 10 S1 31 Wildan Nachdy L 28 PT. PP Kantor JasaMarga SE 4 S2 L3-2

168 LAMPIRAN 4 INSTRUKSI KERJA PENGENDALIAN LIMBAH PADAT

169 Lampiran 4 : Instruksi Kerja Pengendalian Limbah Padat L4-1

170 LAMPIRAN 5 SURAT PENUNJUKAN GP (GREENSHIP PROFESSIONAL)

171 Lampiran 5: Contoh Surat Penunjukan GP L5-1

172 LAMPIRAN 6 DAFTAR HADIR GP (GREENSHIP PROFESSIONAL)

173 Lampiran 6 : Contoh Daftar Hadir GP L6-1

174 Lampiran 6 : (Lanjutan) L6-2

175 LAMPIRAN 7 FLOWCHART PENANGANAN LIMBAH PADAT/CAIR

176 Lampiran 7: Flowchart Penanganan Limbah Padat/Cair Hasil Kegiatan Proyek L7-1

177 LAMPIRAN 8 SURAT PERNYATAAN PENGELOLAAN LIMBAH DENGAN PIHAK KETIGA

178 Lampiran 8: Contoh Surat Pernyataan Pengelolaan Limbah dengan Pihak Ketiga L8-1

179 LAMPIRAN 9 SURAT PERNYATAAN PENGELOLAAN SAMPAH ANORGANIK DENGAN PIHAK KETIGA

180 Lampiran 9: Contoh Surat Pernyataan Pengelolaan Sampah Anorganik dengan Pihak Ketiga L9-1

181 LAMPIRAN 10 FORM KOMISSIONING

182 Lampiran 10 : Contoh Form Komissioning L10-1

183 Lampiran 10 : (Lanjutan) L10-2

184 Lampiran 10 : (Lanjutan) L10-3

185 Lampiran 10 : (Lanjutan) L10-4

186 LAMPIRAN 11 SURAT PERNYATAAN PENYERAHAN DATA IMPLEMENTASI GREEN BUILDING

187 Lampiran 11 : Contoh Surat Pernyataan Penyerahan Data Implementasi GB L11-1

188 LAMPIRAN 12 SURAT PERNYATAAN SURVEY

189 Lampiran 12 : Contoh Surat Pernyataan Survey L12-1

190 LAMPIRAN 13 KUISIONER HASIL VALIDASI PAKAR

191 Lampiran 13 : (Lanjutan) NO Variabel Sub- No Sub Variabel Cost Komponen Apa Saja yang Mempengaruhi Biaya dalam Green Building Referensi hasil pakar Hasil Validasi X1 (Prasyarat) Basic Waste Facility Ya Tidak X.1.1 Adanya instalasi untuk memilah sampah berdasarkan organik dan anorganik Tersedianya tempat sampah organik Tersedianya tempat sampah anorganik greenship- GBCI greenship- GBCI 4 1 Ya 3 2 Ya X2 BEM 1 (GP as a Member of Design Team) X.2.1 Melibatkan seorang GP sejak tahap desain dan sebelum pendaftaran sertifikasi Membayar Team GP dalam proses sertifikasi GP mendampingi team desain sampai dengan proses sertifikasi yang terintegrasi dalam optimasi desain dan proses konstruksi pengalaman 5 0 Ya Techno Konstruksi, September Ya X3 BEM 2 (Pollution of Construction Activity) X.3.1 Memiliki rencana manajemen limbah padat Menyediakan area pengumpulan, pemisahan, dan sistem pencatatan Perencanaan pengurangan/penggunaan waste beton dan besi beton greenship- GBCI 4 1 Ya PP Guideline 3 2 Ya X.3.2 Memiliki rencana manajemen limbah cair Menjaga kualitas seluruh air yang timbul dari aktivitas konstruksi greenship- GBCI 4 1 Ya X4 BEM 3 (Advance Waste Management) X.4.1 Adanya instalasi untuk pengomposan limbah organik di lokasi tapak bangunan Foto dan denah instalasi pengomposan limbah organik atau diserahkan ke pihak ketiga greenship- GBCI 5 0 Ya L13-1

192 Lampiran 13 : (Lanjutan) X.4.2 Adanya kerjasama pengelolaan limbah anorganik dengan pihak ketiga ataupun secara mandiri Surat pernyataan kerjasama dengan pihak ketiga yang akan melakukan pengolahan limbah anorganik greenship- GBCI 5 0 Ya X5 X6 BEM 4 (Proper Comissioning) X.5.1 X.5.2 Melakukan testing komissioning sesuai petunjuk GBCI Desain dan Spesifikasi Teknis harus lengkap saat pemasangan measuring Adjusting Instruments Mentraining pihak manajemen bangunan dengan baik dan benar Laporan pelaksanaan komissioning Menggunakan measuring adjusting instruments sesuai standar GBCI Membayar comissioning yang dilakukan oleh pihak ketiga Adanya gambar mekanikal elektrikal yang menunjukkan instalasi alat-alat ukur dan adjustment Spesifikasi peralatan ukur dan adjustment BEM 5 (Submission Green Building Implementation Data for Database) X.6.1 Menyerahkan data implementasi green building sesuai dengan form GBCI Adanya perhitungan persentase kenaikan investasi green building terhadap pembangunan gedung konvensional greenship- GBCI greenship- GBCI Pengalaman/J uklak PU 4 1 Ya 3 2 Ya 4 1 Ya Pengalaman 5 0 Ya greenship- GBCI greenship- GBCI greenship- GBCI 0 5 Tidak 2 3 Tidak 0 5 Tidak L13-2

193 Lampiran 13 : (Lanjutan) X.6.2 Surat pernyataan pemilik gedung akan menyerahkan data implementasi green buildingnya paling lambat 12 bulan setelah sertifikasi Adanya surat pernyataan yang berisi tentang data implementasi volume sampah, konsumsi air, dan konsumsi energi greenship- GBCI 0 5 Tidak X7 BEM 6 (Fit -Out Agreement) X.7.1 Surat perjanjian dengan tenant menggunakan kayu yang bersertifikat Surat Pernyataan yang ditandatangani greenship- GBCI 1 4 Tidak X.7.2 Surat perjanjian dengan tenant terdapat rencana manajemen Indoor Air Quality Surat Pernyataan yang ditandatangani greenship- GBCI 1 4 Tidak X8 Surat perjanjian dengan X.7.3 tenant mengikuti training manajemen bangunan BEM 7 (Occupant Survey) Surat Pernyataan bahwa pemilik gedung akan X.8.1 mengadakan survey suhu dan kelembaban maksimal 12 bulan setelah sertifikasi Surat Pernyataan yang ditandatangani Surat pernyataan yang ditandatangani bahwa pemilik gedung melaksanakan survey setiap tahun greenship- GBCI greenship- GBCI 1 4 Tidak 1 4 Tidak X.8.2 Jika hasil survey 20% responden tidak nyaman, akan diadakan perbaikan maksimal 6 bulan setelah hasil survey Surat pernyataan yang ditandatangani greenship- GBCI 2 3 Tidak L13-3

194 LAMPIRAN 14 PEDOMAN NEW BUILDING GREENSHIP V.1.0

195 Lampiran 14 : (Lanjutan) Kode Perangkat Penilaian Rating Acuan Penilaian Nilai Nilai Maks Appropriate Site Development 17% Prasyar at 1 Basic Green Area Adanya area lansekap berupa vegetasi (softscape) yang bebas dari struktur bangunan dan struktur sederhana bangunan taman (hardscape) di atas permukaan tanah atau di bawah tanah, dengan luas area minimum 10% dari luas total lahan atau 50% dari ruang terbuka dalam tapak Area ini memiliki vegetasi mengikuti PERMENDAGRI No 1 tahun 2007 Pasal 13 (2a) dengan komposisi 50% lahan tertutupi luasan pohon ukuran kecil, ukuran sedang, ukuran besar, perdu setengah pohon, perdu, semak dalam ukuran dewasa dengan jenis tanaman sesuai dengan Permen PU No. 5/PRT/M/2008 mengenai Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pasal tentang Kriteria Vegetasi untuk Pekarangan. ASD 1 Site Selection 2 Membangun di dalam kawasan perkotaan dilengkapi sarana - prasarana serta telah memenuhi standar Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat RI Nomor 32/PERMEN/M/2006 Petunjuk Teknis Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun yang Berdiri Sendiri paragraph ketiga tentang Persyaratan Utilitas Kasiba Pasal 68 yang masih berdensitas rendah, yaitu tingkat okupansi/hunian <300 orang/ha, sehingga terjadi pembangunan yang lebih kompak (>300 orang/ha) Untuk pembangunan yang berlokasi dan melakukan revitalisasi di atas lahan yang bernilai negatif dan tak terpakai karena bekas pembangunan atau dampak negatif pembangunan, seperti tempat pembuangan Akhir (TPA), badan air yang tercemar, dan daerah padat yang sarana dan prasarananya di bawah standar Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat RI Nomor 32/PERMEN/M/2006 Petunjuk Teknis Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun yang Berdiri Sendiri paragraph ketiga tentang Persyaratan Utilitas Kasiba Pasal 68, revitalisasi dilakukan dengan melengkapi tapak dengan sarana prasarana tersebut. ASD 2 Community Accessibility 2 P P 1 1 P Terdapat minimal 7 jenis fasilitas umum dalam jarak pencapaian jalan utama sejauh 1500 m dari tapak 1 L14-1

196 Lampiran 14 : (Lanjutan) Membuka akses pejalan kaki selain ke jalan utama di luar tapak yang menghubungkan-nya dengan jalan sekunder dan/atau lahan milik orang lain sehingga tersedia akses ke minimal 3 fasilitas umum sejauh 300 m jarak pencapaian pejalan kaki Menyediakan fasilitas/akses yang aman, nyaman, dan bebas dari perpotongan dengan akses kendaraan bermotor untuk menghubungkan secara langsung bangunan dengan bangunan lain, di mana terdapat minimal 3 fasilitas umum dan/atau dengan stasiun transportasi masal Membuka lantai dasar gedung sehingga dapat menjadi akses pejalan kaki yang aman dan nyaman selama minimum 10 jam sehari ASD 3 Public Transportation 2 A. Adanya halte atau stasiun transportasi umum dalam jangkauan 300 m (walking distance) dari gerbang lokasi bangunan dengan tidak memperhitungkan panjang jembatan penyeberangan dan ramp atau B. Menyediakan shuttle bus untuk pengguna tetap gedung dengan jumlah unit minimum untuk 10% pengguna tetap gedung Menyediakan fasilitas jalur pedestrian di dalam area gedung untuk menuju ke stasiun transportasi umum terdekat yang aman dan nyaman sesuai dengan Peraturan Menteri PU 30/PRT/M/2006 mengenai Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan Lampiran 2B. ASD 4 Bicycle 2 Adanya tempat parkir sepeda yang aman sebanyak 1 unit parkir per 20 pengguna gedung Apabila butir 1 di atas terpenuhi, perlu tersedianya shower sebanyak 1 unit untuk setiap 10 tempat parkir sepeda ASD 5 Site Landscaping 3 Adanya area lansekap berupa vegetasi (softscape) yang bebas dari bangunan taman (hardscape) yang terletak di atas permukaan tanah seluas minimal 40% luas total lahan. Luas area yang diperhitungkan adalah termasuk yang tersebut di Prasyarat 1, taman di atas basement, roof garden, terrace garden, dan wall garden, sesuai dengan Permen PU No. 5/PRT/M/2008 mengenai Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pasal tentang Kriteria Vegetasi untuk Pekarangan. Penambahan nilai sebesar 1 poin untuk setiap penambahan sebesar 10% area lansekap dari luas lahan di tolok ukur 1 di atas L14-2

197 Lampiran 14 : (Lanjutan) Penggunaan tanaman lokal (indigenous) dan budidaya lokal dalam skala provinsi menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebesar 60% luas tajuk/ jumlah tanaman ASD 6 Micro Climate 3 Menggunakan berbagai material untuk menghindari efek heat island pada area atap gedung sehingga nilai albedo (daya refleksi panas matahari) minimum 0,3 sesuai dengan perhitungan Menggunakan berbagai material untuk menghindari efek heat island pada area non-atap sehingga nilai albedo (daya refleksi panas matahari) minimum 0,3 sesuai dengan perhitungan Desain menunjukkan adanya pelindung pada sirkulasi utama pejalan kaki di daerah luar ruangan area luar ruang gedung menurut Peraturan Menteri PU No. 5/PRT/M/2008 mengenai Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pasal c mengenai Sabuk Hijau dan/atau Desain lansekap menunjukkan adanya fitur yang mencegah terpaan angin kencang kepada pejalan kaki di daerah luar ruangan area luar ruang gedung ASD 7 Storm Water Management 3 Pengurangan beban volume limpasan air hujan ke jaringan drainase kota dari lokasi bangunan hingga 50 % total volume hujan harian yang dihitung menurut data BMKG atau Pengurangan beban volume limpasan air hujan ke jaringan drainase kota dari lokasi bangunan hingga 85 % total volume hujan harian yang dihitung menurut data BMKG. Menunjukkan adanya upaya penanganan pengurangan beban banjir lingkungan dari luar lokasi bangunan Menggunakan teknologi-teknologi yang dapat mengurangi debit limpasan air hujan SUB TOTAL 17 Energy Efficiency and Conservation 26% Prasyar at 1 Prasyar at 2 Electrical Sub Metering Memasang kwh meter untuk mengukur konsumsi listrik pada setiap kelompok beban dan sistem peralatan, yang meliputi: Sistem tata udara Sistem tata cahaya dan kotak kontak Sistem beban lainnya OTTV Calculation P P P L14-3

198 Lampiran 14 : (Lanjutan) Perhitungan OTTV berdasarkan SNI tentang Konservasi Energi Selubung Bangunan pada Bangunan Gedung EEC 1 Energy Efficiency Measure 20 Opsi 1 1. EEC 1-1. Energy modelling software 20 Energy modelling software digunakan untuk menghitung konsumsi energi di gedung baseline dan gedung designed. Selisih konsumsi energi dari gedung baseline dan designed merupakan penghematan. Untuk setiap penghematan sebesar 2,5%, yang dimulai dari penurunan energi sebesar 10% dari gedung baseline, mendapat nilai 1 poin dengan maksimum 20 poin (wajib untuk level platinum). L14-4 P 1 s.d 20 Opsi 2 EEC 1-2. Worksheet standar GBCI 15 Dengan menggunakan perhitungan worksheet, setiap penghematan 2% dari selisih antara gedung designed dan baseline mendapat nilai 1 poin. Penghematan mulai dihitung dari penurunan energi sebesar 10% dari gedung baseline. Worksheet dimaksud disediakan oleh GBCI. 1 s.d 15 Opsi 3 EEC 1-3. Penghematan per komponen yang sudah ditentukan 10 Caranya adalah dengan memperhitungkan secara terpisah overall thermal transfer value (OTTV) dari selubung bangunan dan mempertimbangkan pencahayaan buatan, transportasi vertikal, dan coefficient of performance (COP). EEC BUILDING ENVELOPE 5 Tiap penurunan 3 W/m 2 dari nilai OTTV 45 W/m 2 (SNI ) mendapatkan nilai 1 poin (sampai maksimal 5 5 poin). EEC NON-NATURAL LIGHTING 2 Menggunakan lampu dengan daya pencahayaan sebesar 30%, yang lebih hemat daripada daya pencahayaan yang tercantum 1 dalam SNI Menggunakan 100% ballast frekuensi tinggi (elektronik) untuk ruang kerja 1 Zonasi pencahayaan untuk seluruh ruang kerja yang dikaitkan dengan sensor gerak (motion sensor) 1 Penempatan tombol lampu dalam jarak pencapaian tangan pada saat buka pintu 1 EEC VERTICAL TRANSPORTATION 1 Lift menggunakan traffic management system yang sudah lulus traffic analysis atau menggunakan regenerative drive 1 system atau Menggunakan fitur hemat energi pada lift, menggunakan sensor gerak, atau sleep mode pada eskalator 1 EEC COP 2 Menggunakan peralatan air conditioning dengan COP minimum 10% lebih besar dari standar SNI

199 Lampiran 14 : (Lanjutan) EEC 2 Natural Lighting 4 Penggunaaan cahaya alami secara optimal sehingga minimal 30% luas lantai yang digunakan untuk bekerja mendapatkan intensitas cahaya alami minimal sebesar 300 lux Khusus untuk pusat perbelanjaan, minimal 20% luas lantai nonservice mendapatkan intensitas cahaya alami minimal sebesar 300 lux Jika butir satu dipenuhi lalu ditambah dengan adanya lux sensor untuk otomatisasi pencahayaan buatan apabila intensitas cahaya alami kurang dari 300 lux, didapatkan tambahan nilai 2 poin EEC 3 Ventilation 1 Tidak mengondisikan (tidak memberi AC) ruang WC, tangga, koridor, dan lobi lift, serta tidak melengkapi ruangan tersebut dengan sistem ventilasi EEC 4 Climate Change Impact 1 Menyerahkan perhitungan pengurangan emisi CO 2 yang didapatkan dari selisih kebutuhan energi antara design building dan base building dengan menggunakan grid emission factor (konversi antara CO 2 dan energi listrik) yang telah ditetapkan dalam Keputusan DNA pada B/277/Dep.III/LH/01/2009 EEC 5 On Site Renewable Energy 5 Menggunakan sumber energi baru dan terbarukan. Setiap 0,5% daya listrik yang dibutuhkan gedung yang dapat dipenuhi oleh sumber energi terbarukan mendapatkan 1 poin (sampai maksimal 5 poin) s.d 5 SUB TOTAL 26 Water Conservation 21% Prasyar at 1 Water Metering Pemasangan alat meteran air (volume meter) yang ditempatkan di lokasi-lokasi tertentu pada sistem distribusi air, sebagai berikut: 1. Satu volume meter di setiap sistem keluaran sumber air bersih seperti sumber PDAM atau air tanah 2. Satu volume meter untuk memonitor keluaran sistem air daur ulang 3. Satu volume meter dipasang untuk mengukur tambahan keluaran air bersih apabila dari sistem daur ulang tidak mencukupi WAC 1 Water Use Reduction 8 1. Konsumsi air bersih dengan jumlah tertinggi 80% dari sumber primer tanpa mengurangi jumlah kebutuhan per orang sesuai dengan SNI seperti pada tabel terlampir. P 1 P L14-5

200 Lampiran 14 : (Lanjutan) 1. Setiap penurunan konsumsi air bersih dari sumber primer sebesar 5% sesuai dengan acuan pada poin 1 akan mendapatkan nilai 1 dengan dengan nilai maksimum sebesar 7 poin. 1 s.d 7 WAC 2 Water Fixtures 3 A. Penggunaan water fixture yang sesuai dengan kapasitas buangan di bawah standar maksimum kemampuan alat keluaran air sesuai dengan lampiran (Tabel 4), pada tekanan air 3 bar, sejumlah minimal 25% dari total pengadaan produk water fixture. atau B. Penggunaan water fixture yang sesuai dengan kapasitas buangan di bawah standar maksimum kemampuan alat keluaran air sesuai dengan lampiran (Tabel 4),, pada tekanan air 3 bar, sejumlah minimal 50% dari total pengadaan produk water fixture. atau C. Penggunaan water fixture yang sesuai dengan kapasitas buangan di bawah standar maksimum kemampuan alat keluaran air sesuai dengan lampiran (Tabel 4),, pada tekanan air 3 bar, sejumlah minimal 75% dari total pengadaan produk water fixture WAC 3 Water Recycling 3 Instalasi daur ulang air dengan kapasitas yang cukup untuk kebutuhan seluruh sistem flushing, irigasi, dan make up water cooling tower (jika ada) WAC 4 Alternative Water Resource 2 A. Menggunakan salah satu dari tiga alternatif sebagai berikut: air kondensasi AC, air bekas wudu, atau air hujan atau B. Menggunakan lebih dari satu sumber air dari ketiga alternatif di atas WAC 5 Rainwater Harvesting 3 A. Instalasi tangki penyimpanan air hujan kapasitas 50% dari jumlah air hujan yang jatuh di atas atap bangunan sesuai dengan kondisi intensitas curah hujan tahunan setempat menurut BMKG atau B. Instalasi tangki penyimpanan air hujan berkapasitas 75% dari perhitungan di atas atau C. Instalasi tangki penyimpanan air hujan berkapasitas 100% dari perhitungan di atas WAC 6 Water Efficiency Landscaping L14-6

201 Lampiran 14 : (Lanjutan) Seluruh air yang digunakan untuk irigasi gedung tidak berasal dari sumber air tanah dan/atau PDAM. 1 Menerapkan sistem instalasi untuk irigasi yang dapat mengontrol kebutuhan air untuk lansekap yang tepat, sesuai dengan kebutuhan tanaman. SUB TOTAL 21 Material Resource and Cycle 14% Prasyar at 1 Fundamental Refrigerant Tidak menggunakan chloro fluoro carbon (CFC) sebagai refrigeran dan halon sebagai bahan pemadam kebakaran MRC 1 Building and Material Reuse 2 Menggunakan kembali semua material bekas, baik dari bangunan lama maupun tempat lain, berupa bahan struktur utama, fasad, plafon, lantai, partisi, kusen, dan dinding, setara minimal 10% dari total biaya material baru yang bersangkutan (struktur utama, fasad, plafon, lantai, partisi, kusen, dan dinding) atau Menggunakan kembali semua material bekas, baik dari bangunan lama maupun tempat lain, berupa bahan struktur utama, fasad, plafon, lantai, partisi, kusen, dan dinding, setara minimal 20% dari total biaya material baru yang bersangkutan (struktur utama, fasad, plafon, lantai, partisi, kusen, dan dinding) MRC 2 Environmentally Processed Product 3 Menggunakan material yang bersertifikat ISO terbaru dan/atau sertifikasi lain yang setara dan direkomendasikan oleh GBCI. Material tersebut minimal bernilai 30% dari total biaya material. Menggunakan material yang merupakan hasil proses daur ulang senilai minimal 5% dari total biaya material Menggunakan material yang bahan baku utamanya berasal dari sumber daya (SD) terbarukan dengan masa panen jangka pendek (<10 tahun) senilai minimal 2% dari total biaya material MRC 3 Non ODS Usage 2 Tidak menggunakan bahan perusak ozon pada seluruh sistem bangunan MRC 4 Certified Wood 2 1 P P L14-7

202 Lampiran 14 : (Lanjutan) Menggunakan bahan material kayu yang bersertifikat legal sesuai dengan Peraturan Pemerintah tentang asal kayu (seperti faktur angkutan kayu olahan/fako, sertifikat perusahaan, dan lain-lain) dan sah terbebas dari perdagangan kayu ilegal sebesar 100% biaya total material kayu Jika 30% dari butir di atas menggunakan kayu bersertifikasi dari pihak Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) atau Forest Stewardship Council (FSC) MRC 5 Modular Design 3 Desain yang menggunakan material modular atau prafabrikasi (tidak termasuk equipment) sebesar 30% dari total biaya material MRC 6 Regional Material 2 Menggunakan material yang lokasi asal bahan baku utama atau fabrikasinya berada di dalam radius km dari lokasi proyek mencapai 50% dari total biaya material Apabila material di atas berasal dari dalam wilayah Republik Indonesia mencapai 80% dari total biaya material SUB TOTAL 14 Indoor Health and Comfort 10% Prasyar at 1 Outdoor Air Introduction Desain ruangan yang menunjukkan adanya potensi introduksi udara luar minimal sesuai dengan Standar SNI Tabel IHC 1 CO2 Monitoring 1 Untuk ruangan tertentu, antara lain banquet, ruang rapat umum, general office (ruangan dengan kepadatan tinggi) dilengkapi dengan instalasi sensor gas karbon dioksida (CO 2 ) yang memiliki mekanisme untuk mengatur jumlah ventilasi udara luar sehingga konsentrasi C0 2 di dalam ruangan tidak lebih dari ppm, sensor diletakkan 1,5 m di atas lantai dekat return air grill. IHC 2 Environmental Tobacco Smoke Control 2 Memasang tanda Dilarang Merokok di Seluruh Area Gedung dan tidak menyediakan bangunan/area khusus untuk merokok. Apabila tersedia, bangunan/area merokok itu minimal berada pada jarak 5 m dari pintu masuk, outdoor air intake, dan bukaan jendela. IHC 3 Chemical Pollutants 3 Menggunakan cat dan coating yang mengandung kadar volatile organic compounds (VOCs) rendah, yang ditandai dengan label/sertifikasi yang diakui GBCI P P L14-8

203 Lampiran 14 : (Lanjutan) Menggunakan produk kayu komposit dan produk agrifiber, antara lain produk kayu lapis, papan partikel, papan serat, insulasi busa, dan laminating adhesive, dengan syarat tanpa tambahan urea formaldehyde, atau memiliki kadar emisi formaldehida rendah, yang ditandai dengan label/sertifikasi yang diakui GBCI Tidak menggunakan material yang mengandung asbes, merkuri, dan styrofoam 1 1 IHC 4 Outside View 1 Apabila 75% dari net lettable area (NLA) menghadap langsung ke pemandangan luar yang dibatasi bukaan transparan bila ditarik suatu garis lurus IHC 5 Visual Comfort 1 Menggunakan lampu dengan iluminansi (tingkat pencahayaan) ruangan sesuai dengan SNI Tabel 1 IHC 6 Thermal Comfort Menetapkan perencanaan kondisi termal ruangan secara umum pada suhu 25 0 C dan kelembaban relatif 60% 1 IHC 7 Acoustic Level 1 Tingkat kebisingan pada 90% dari nett lettable area (NLA) tidak lebih dari atau sesuai dengan SNI , seperti terlihat pada Tabel SUB TOTAL 10 Building Environmental Management 13% Prasyar at 1 Basic Waste Management Adanya instalasi atau fasilitas untuk memilah dan mengumpulkan sampah sejenis sampah rumah tangga (UU No. 18 Tahun 2008) berdasarkan jenis organik dan anorganik BEM 1 GP as a Member of The Project Team 1 Melibatkan seorang tenaga ahli yang sudah tersertifikasi Greenship Professional (GP), yang bertugas untuk mengarahkan berjalannya proyek sejak tahap perencanaan desain dan sebelum pendaftaran sertifikasi BEM 2 Pollution of Construction Activity 2 Memiliki rencana manajemen sampah konstruksi yang terdiri atas: Limbah padat, dengan menyediakan area pengumpulan, pemisahan, dan sistem pencatatan. Pencatatan dibedakan berdasarkan limbah padat yang dibuang ke TPA, digunakan kembali, dan didaur ulang oleh pihak ketiga. P 1 1 P L14-9

204 Lampiran 14 : (Lanjutan) Limbah cair, dengan menjaga kualitas seluruh air yang timbul dari aktivitas konstruksi agar tidak mencemari drainase kota BEM 3 Advance Waste Management 2 Adanya instalasi pengomposan limbah organik di lokasi tapak bangunan Memberikan pernyataan atau rencana kerja sama untuk pengelolaan limbah anorganik secara mandiri dengan pihak ketiga di luar sistem jaringan persampahan kota BEM 4 Proper Commissioning 3 BEM 5 Melakukan prosedur testing- commissioning sesuai dengan petunjuk GBCI, termasuk training dengan baik dan benar agar peralatan/sistem berfungsi dan menunjukkan kinerja sesuai dengan perencanaan dan acuan. Desain serta spesifikasi teknis harus lengkap di saat konstruksi melaksanakan pemasangan seluruh measuring - adjusting instruments. Submission Implementation Green Building Data for Database Menyerahkan data implementasi green building sesuai dengan form dari GBCI, yang merupakan prasyarat untuk mendaftarkan diri dalam rating kategori Memberi pernyataan bahwa pemilik gedung akan menyerahkan data implementasi green building dari bangunannya dalam waktu 12 bulan setelah tanggal sertifikasi kepada GBCI dan suatu pusat data energi Indonesia yang akan ditentukan kemudian Catatan: GBC-Indonesia akan menjaga kerahasiaan sumber data dan tidak akan menyebarluaskan kepada pihak lain. BEM 6 Fit Out Guide 1 Memiliki surat perjanjian dengan penyewa gedung atau tenant, yang terdiri atas: a. Menggunakan kayu yang bersertifikat b. Mengikuti training yang akan dilakukan oleh manajemen bangunan c. Terdapat rencana manajemen indoor air quality (IAQ) setelah konstruksi, dan implementasi ditandatanganinya surat perjanjian ini merupakan prasyarat dalam rating kategori gedung terbangun. BEM 7 Occupant Survey 2 Memberi pernyataan bahwa pemilik gedung akan mengadakan survei suhu dan kelembaban paling lambat 12 bulan setelah tanggal sertifikasi. Apabila hasilnya minimal 20% responden menyatakan ketidaknyamanannya, maka pemilik gedung setuju untuk melakukan perbaikan selambat-lambatnya 6 bulan setelah pelaporan hasil survei. L

205 Lampiran 14 : (Lanjutan) Penyerahan data ini merupakan prasyarat untuk mendaftarkan diri dalam rating kategori existing building. SUB TOTAL Total Nilai Keseluruhan Maksimum 101 L14-11

206 LAMPIRAN 15 RISALAH SIDANG SKRIPSI

PENGARUH ASPEK BUILDING ENVIRONMENTAL MANAGEMENT TERHADAP BIAYA KONSTRUKSI GREEN BUILDING DIBANDINGKAN DENGAN CONVENTIONAL BUILDING

PENGARUH ASPEK BUILDING ENVIRONMENTAL MANAGEMENT TERHADAP BIAYA KONSTRUKSI GREEN BUILDING DIBANDINGKAN DENGAN CONVENTIONAL BUILDING PENGARUH ASPEK BUILDING ENVIRONMENTAL MANAGEMENT TERHADAP BIAYA KONSTRUKSI GREEN BUILDING DIBANDINGKAN DENGAN CONVENTIONAL BUILDING Muhammad Fatih, Yusuf Latief, Suratman Teknik Sipil, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG KRITERIA DAN SERTIFIKASI BANGUNAN RAMAH LINGKUNGAN

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG KRITERIA DAN SERTIFIKASI BANGUNAN RAMAH LINGKUNGAN SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG KRITERIA DAN SERTIFIKASI BANGUNAN RAMAH LINGKUNGAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep hijau (green) mengacu kepada prinsip keberlanjutan (sustainability)

BAB I PENDAHULUAN. Konsep hijau (green) mengacu kepada prinsip keberlanjutan (sustainability) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Konsep hijau (green) mengacu kepada prinsip keberlanjutan (sustainability) dan menerapkan praktik-praktik ramah lingkungan. Konsep ini sudah tidak asing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena global warming (pemanasan global) dan isu-isu kerusakan lingkungan yang beraneka ragam semakin marak dikaji dan dipelajari. Salah satu efek dari global warming

Lebih terperinci

PENINGKATAN NILAI BANGUNAN HIJAU PADA BANGUNAN TERBANGUN Studi Kasus: Gedung Kampus X

PENINGKATAN NILAI BANGUNAN HIJAU PADA BANGUNAN TERBANGUN Studi Kasus: Gedung Kampus X PENINGKATAN NILAI BANGUNAN HIJAU PADA BANGUNAN TERBANGUN Studi Kasus: Gedung Kampus X Henny Wiyanto, Arianti Sutandi, Dewi Linggasari Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara hennyw@ft.untar.ac.id

Lebih terperinci

SERTIFIKASI GREENSHIP

SERTIFIKASI GREENSHIP SERTIFIKASI GREENSHIP ALUR PENDAFTARAN SERTIFIKASI GREENSHIP NEW BUILDING VERSI 1.0 Keterangan : Proses Perijinan (Pihak Pemerintah) FS/TOR Project Plan Target Setting Proses Perencanaan (Pihak Pemilik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pemanasan global menjadi topik perbincangan dunia dalam beberapa tahun terakhir. Berbagai peristiwa alam yang dianggap sebagai anomali melanda seluruh dunia dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsep bangunan hijau merupakan sebuah isu penting dalam desain arsitektur. Menurut Konsil Bangunan Hijau Indonesia, bangunan hijau adalah bangunan yang dalam tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya secara efisien selama proses pembuatannya hingga pembongkarannya.

BAB I PENDAHULUAN. daya secara efisien selama proses pembuatannya hingga pembongkarannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Green building adalah bangunan di mana sejak dimulai dalam tahap perencanaan, pembangunan, pengoperasian hingga dalam operasianal pemeliharaannya memperhatikan aspek-aspek

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Limbah Proyek Konstruksi Dalam jurnal Manajemen Limbah dalam Proyek Konstruksi (Ervianto, 2013), disebutkan bahwa limbah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam sebuah

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. diiringi dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat. Beriringan pula dengan

1 BAB I PENDAHULUAN. diiringi dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat. Beriringan pula dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, konsumsi energi listrik pada masyarakat sangat meningkat yang diiringi dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat. Beriringan pula dengan bertambahnya

Lebih terperinci

ABSTRAK. apartemen, Sea Sentosa

ABSTRAK. apartemen, Sea Sentosa ABSTRAK Dampak negatif dari global warming adalah kerusakan lingkungan dan pencemaran. Hal ini menjadi pendukung dimulainya gerakan nasional penghematan energi, baik dalam penghematan penggunaan bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian adalah mengenai konsumsi energi dan mengenai penghematan energi.

BAB I PENDAHULUAN. perhatian adalah mengenai konsumsi energi dan mengenai penghematan energi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi ini, permasalahan yang sering sekali menjadi pusat perhatian adalah mengenai konsumsi energi dan mengenai penghematan energi. Di Indonesia, hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 A. Soni Keraf. ETIKA LINGKUNGAN HIDUP, hal Emil Salim. RATUSAN BANGSA MERUSAK SATU BUMI, hal

BAB I PENDAHULUAN. 1 A. Soni Keraf. ETIKA LINGKUNGAN HIDUP, hal Emil Salim. RATUSAN BANGSA MERUSAK SATU BUMI, hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Lingkungan hidup bukan semata-mata persoalan teknis. Demikian pula, krisis ekologi global yang kita alami dewasa ini adalah persoalan moral, krisis moral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik itu dari sisi produksi maupun sisi konsumsi, yang berbanding terbalik dengan

BAB I PENDAHULUAN. baik itu dari sisi produksi maupun sisi konsumsi, yang berbanding terbalik dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis manajemen energi adalah keadaan dimana sumber energi yang ada tidak mampu dikelola untuk memenuhi kebutuhan energi di wilayah tertentu. Indonesia adalah salah

Lebih terperinci

SUBDIVISI EKOLOGI LANSKAP

SUBDIVISI EKOLOGI LANSKAP SUBDIVISI EKOLOGI LANSKAP JUNDI FAARIS ALHAZMI A (Epiphyllum anguliger) IMAM AHMAD A (Cedrus atlantica) DINA MAULIDIA (Rosemarinus officinalis) CHALVIA ZUYYINA (Cinnamonum burmanii) ANALISIS TELUK BENOA

Lebih terperinci

PENGKAJIAN INDIKATOR SOSEKLING BANGUNAN GEDUNG HIJAU (GREEN BUILDING)

PENGKAJIAN INDIKATOR SOSEKLING BANGUNAN GEDUNG HIJAU (GREEN BUILDING) PENGKAJIAN INDIKATOR SOSEKLING BANGUNAN GEDUNG HIJAU (GREEN BUILDING) TA 2014 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kementerian Pekerjaan Umum terus berusaha menyukseskan P2KH (Program Pengembangan Kota

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1.1. Metode yang Digunakan Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian dan studi literatur pada bab sebelumnya, ada 2 (dua) variabel penelitian yang akan menjadi bagian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Belakangan ini, tingkat kesadaran global terhadap lingkungan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Belakangan ini, tingkat kesadaran global terhadap lingkungan hidup BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Belakangan ini, tingkat kesadaran global terhadap lingkungan hidup semakin besar. Salah satu yang menjadi perhatian, termasuk di Indonesia, adalah isu pemanasan global.

Lebih terperinci

Green Building Concepts

Green Building Concepts Precast Concrete Contribute to Sustainability Concept of Reduce, Reuse, Recycle Ir. Tedja Tjahjana MT Certification Director Green Building Council Indonesia Green Building Concepts Konsep bangunan hijau

Lebih terperinci

BAB III INTERPRETASI DAN ELABORASI TEMA. Tema yang digunakan pada perencanaan Hotel Forest ini adalah Green

BAB III INTERPRETASI DAN ELABORASI TEMA. Tema yang digunakan pada perencanaan Hotel Forest ini adalah Green BAB III INTERPRETASI DAN ELABORASI TEMA 3.1 Tinjauan Pustaka Tema Tema yang digunakan pada perencanaan Hotel Forest ini adalah Green Architecture atau yang lebih dikenal dengan Arsitektur Hijau. Pada bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tingkat kepedulian masyarakat di seluruh dunia terhadap isu-isu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tingkat kepedulian masyarakat di seluruh dunia terhadap isu-isu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat kepedulian masyarakat di seluruh dunia terhadap isu-isu lingkungan dan perubahan iklim meningkat pesat akhir-akhir ini. Berbagai gerakan hijau dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORI SUSTAINABLE ARCHITECTURE

BAB III TINJAUAN TEORI SUSTAINABLE ARCHITECTURE BAB III TINJAUAN TEORI SUSTAINABLE ARCHITECTURE 3.1. SUSTAINABLE ARCHITECTURE Sustainable Architecture (arsitektur berkelanjutan) memiliki tujuan untuk mencapai kesadaran lingkungan dan memanfaatkan sumber

Lebih terperinci

Gedung Pascasarjana B Universitas Diponegoro. utama (Tepat Guna

Gedung Pascasarjana B Universitas Diponegoro. utama (Tepat Guna 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dalam bidang konstruksi bangunan atau properti dari tahun ke tahun semakin berkembang baik dari segi desain maupun kualitas bangunan tersebut. Saat ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanasan Global Pemanasan global merupakan suatu proses meningkatnya suhu ratarata atmosfer laut, serta daratan bumi. Peningkatan suhu permukaan bumi ini dihasilkan oleh adanya

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH PENERAPAN GREEN CONSTRUCTION PADA BANGUNAN GEDUNG TERHADAP KINERJA MUTU PROYEK DI LINGKUNGAN PT.

UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH PENERAPAN GREEN CONSTRUCTION PADA BANGUNAN GEDUNG TERHADAP KINERJA MUTU PROYEK DI LINGKUNGAN PT. UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH PENERAPAN GREEN CONSTRUCTION PADA BANGUNAN GEDUNG TERHADAP KINERJA MUTU PROYEK DI LINGKUNGAN PT. X TESIS FURQAN USMAN 0806 423 545 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

Science&Learning&Center!di!Universitas!Mulawarman!! dengan!konsep!green&building!

Science&Learning&Center!di!Universitas!Mulawarman!! dengan!konsep!green&building! Science&Learning&CenterdiUniversitasMulawarman dengankonsepgreen&building IntanTribuanaDewi 1,AgungMurtiNugroho 2,MuhammadSatyaAdhitama 2 1MahasiswaJurusanArsitektur,FakultasTeknik,UniversitasBrawijaya

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH PENERAPAN MANAGEMENT QUALITY BERBASIS ISO DALAM MEMPERCEPAT COLLECTION PERIODE (STUDI KASUS PT KBI) TESIS

UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH PENERAPAN MANAGEMENT QUALITY BERBASIS ISO DALAM MEMPERCEPAT COLLECTION PERIODE (STUDI KASUS PT KBI) TESIS UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH PENERAPAN MANAGEMENT QUALITY BERBASIS ISO DALAM MEMPERCEPAT COLLECTION PERIODE (STUDI KASUS PT KBI) TESIS Oleh : RATIH AJENG WIDATI H. 07 06 17 2986 FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

pemerintah dan lembaga pelayanan itu sendiri. Dalam menjalankan fungsinya Rumah Sakit dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi karyawan, pasien,

pemerintah dan lembaga pelayanan itu sendiri. Dalam menjalankan fungsinya Rumah Sakit dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi karyawan, pasien, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tren Eco-Friendly telah masuk dalam dunia perumahsakitan. Konsep Green Hospital saat ini telah berkembang menjadi pendekatan sisi baru dalam pengelolaan Rumah

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI INDIKATOR GREEN CONSTRUCTION PADA PROYEK KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG DI INDONESIA. Oleh:

IDENTIFIKASI INDIKATOR GREEN CONSTRUCTION PADA PROYEK KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG DI INDONESIA. Oleh: IDENTIFIKASI INDIKATOR GREEN CONSTRUCTION PADA PROYEK KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG DI INDONESIA Oleh: Wulfram I. Ervianto 1, Biemo W. Soemardi 2, Muhamad Abduh dan Suryamanto 4 1 Kandidat Doktor Teknik Sipil,

Lebih terperinci

BAB I: PENDAHULUAN Latar Belakang Proyek.

BAB I: PENDAHULUAN Latar Belakang Proyek. BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proyek Universitas Mercu Buana merupaan salah satu universitas swasta di Jakarta yang saat ini banyak diminati oleh murid-murid yang baru lulus SMA/SMK maupun oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proyek Konstruksi 2.1.1 Pengertian Proyek Konstruksi Proyek konstruksi adalah usaha yang kompleks dan tidak memiliki kesamaan persis dengan proyek manapun sebelumnya sehingga

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISIS. pengelola real estat terpadu dalam bidang ritel, komersial dan pemukiman real

BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISIS. pengelola real estat terpadu dalam bidang ritel, komersial dan pemukiman real BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISIS A. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN PT Agung Podomoro Land Tbk. (APLN) adalah pemilik, pengembang dan pengelola real estat terpadu dalam bidang ritel, komersial dan pemukiman real

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perkembangan Urban di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat, terutama terjadi pada kota-kota besar dan yang utama adalah Jakarta yang juga merupakan ibukota

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengaruh penerapan..., Furqan Usman, FT UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengaruh penerapan..., Furqan Usman, FT UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan, yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan

Lebih terperinci

Catatan : *) BPO : Bahan Perusak Ozon GRK : Gas Rumah Kaca

Catatan : *) BPO : Bahan Perusak Ozon GRK : Gas Rumah Kaca Catatan : *) BPO : Bahan Perusak Ozon GRK : Gas Rumah Kaca Jakarta, 8 Nopember 2011 ACUAN KEBIJAKAN PEMERINTAH 1. Penghapusan BPO & GRK - Keppres RI No. 23 / 1992 (perlindungan lapisan ozon) - UU No. 17

Lebih terperinci

SAINS ARSITEKTUR II ARTIKEL ILMIAH TENTANG BANGUNAN ARSITEKTUR YANG RAMAH LINGKUNGAN MENURUT KONSEP ARSITEKTUR TROPIS.

SAINS ARSITEKTUR II ARTIKEL ILMIAH TENTANG BANGUNAN ARSITEKTUR YANG RAMAH LINGKUNGAN MENURUT KONSEP ARSITEKTUR TROPIS. SAINS ARSITEKTUR II ARTIKEL ILMIAH TENTANG BANGUNAN ARSITEKTUR YANG RAMAH LINGKUNGAN MENURUT KONSEP ARSITEKTUR TROPIS Di susun oleh : Di Susun Oleh : BAGAS BILAWA C. (0951110039) Dosen : HERU SUBIYANTORO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

LAMPIRAN DAFTAR ISI. JDIH Kementerian PUPR

LAMPIRAN DAFTAR ISI. JDIH Kementerian PUPR LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 05/PRT/M/2015 TENTANG PEDOMAN UMUM IMPLEMENTASI KONSTRUKSI BERKELANJUTAN PADA PENYELENGGARAAN INFRASTRUKTUR BIDANG

Lebih terperinci

Mada Asawidya [ ] Yusronia Eka Putri, ST, MT Christiono Utomo, ST, MT, Ph.D

Mada Asawidya [ ] Yusronia Eka Putri, ST, MT Christiono Utomo, ST, MT, Ph.D Oleh : Mada Asawidya [31.07.100.051] Dosen Pembimbing : Yusronia Eka Putri, ST, MT Christiono Utomo, ST, MT, Ph.D ABSTRAK konsep mengenai pembangunan suatu gedung maupun bangunan lainnya mengacu pada konsep

Lebih terperinci

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk ! HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama : Reza Prastowo NPM : 0806329552

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO YOUTH CENTER KUDUS DENGAN PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR ORGANIK TUGAS AKHIR PERIODE JANUARI JULI 2015

UNIVERSITAS DIPONEGORO YOUTH CENTER KUDUS DENGAN PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR ORGANIK TUGAS AKHIR PERIODE JANUARI JULI 2015 UNIVERSITAS DIPONEGORO YOUTH CENTER KUDUS DENGAN PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR ORGANIK TUGAS AKHIR PERIODE JANUARI JULI 2015 Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana MUHAMMAD BUDI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO ASRAMA MAHASISWA UNIVERSITAS DIPONEGORO (KHUSUS MAHASISWA FAKULTAS TEKNIK) TUGAS AKHIR MOHAMMAD IQBAL HILMI L2B009060

UNIVERSITAS DIPONEGORO ASRAMA MAHASISWA UNIVERSITAS DIPONEGORO (KHUSUS MAHASISWA FAKULTAS TEKNIK) TUGAS AKHIR MOHAMMAD IQBAL HILMI L2B009060 UNIVERSITAS DIPONEGORO ASRAMA MAHASISWA UNIVERSITAS DIPONEGORO (KHUSUS MAHASISWA FAKULTAS TEKNIK) TUGAS AKHIR MOHAMMAD IQBAL HILMI L2B009060 FAKULTAS TEKNIK JURUSAN ARSITEKTUR SEMARANG DESEMBER 2013 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Konsep green

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. begitu menggema di masyarakat dunia, termasuk juga di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. begitu menggema di masyarakat dunia, termasuk juga di Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerusakan lingkungan dan pemanasan global sudah menjadi isu yang begitu menggema di masyarakat dunia, termasuk juga di Indonesia. Perkembangan proyek konstruksi

Lebih terperinci

KINERJA PENGEMBANG GEDUNG BERTINGKAT DALAM PENGGUNAAN MATERIAL RAMAH LINGKUNGAN (191K)

KINERJA PENGEMBANG GEDUNG BERTINGKAT DALAM PENGGUNAAN MATERIAL RAMAH LINGKUNGAN (191K) KINERJA PENGEMBANG GEDUNG BERTINGKAT DALAM PENGGUNAAN MATERIAL RAMAH LINGKUNGAN (191K) Dewi Rintawati 1, Bambang E. Yuwono 2 dan Mohammad Iqram 3 1 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Trisakti, Jl. Kyai

Lebih terperinci

KEPENTINGAN DAN IMPLEMENTASI GREEN CONSTRUCTION DARI SISI PANDANG KONTRAKTOR

KEPENTINGAN DAN IMPLEMENTASI GREEN CONSTRUCTION DARI SISI PANDANG KONTRAKTOR KEPENTINGAN DAN IMPLEMENTASI GREEN CONSTRUCTION DARI SISI PANDANG KONTRAKTOR Wiliem Koe 1, Regina Cynthia Rose 2, Ratna S. Alifen 3 ABSTRAK : Kegiatan konstruksi berdampak negatif terhadap lingkungan dengan

Lebih terperinci

BAB IV: KONSEP PERANCANGAN

BAB IV: KONSEP PERANCANGAN BAB IV: KONSEP PERANCANGAN 4.1. Konsep Dasar Perancangan 4.1.1 Green Arsitektur Green Architecture ialah sebuah konsep arsitektur yang berusaha meminimalkan pengaruh buruk terhadap lingkungan alam maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Proyek Perkembangan kota Jakarta sebagai ibukota negara berlangsung dengan cepat. Dengan banyaknya pembangunan disana-sini semakin mengukuhkan Jakarta

Lebih terperinci

ANALISA RISIKO PEKERJAAN TANAH DAN PONDASI PADA PROYEK BANGUNAN GEDUNG DI JABODETABEK SKRIPSI

ANALISA RISIKO PEKERJAAN TANAH DAN PONDASI PADA PROYEK BANGUNAN GEDUNG DI JABODETABEK SKRIPSI 127/FT.EKS.01/SKRIP/12/2008 UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA RISIKO PEKERJAAN TANAH DAN PONDASI PADA PROYEK BANGUNAN GEDUNG DI JABODETABEK SKRIPSI NANI IRIANI 04 05 21 03 52 NIK FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

ANALISIS KRITERIA PENERAPAN GREEN CONSTRUCTION PADA PROYEK KONSTRUKSI DI SURABAYA

ANALISIS KRITERIA PENERAPAN GREEN CONSTRUCTION PADA PROYEK KONSTRUKSI DI SURABAYA Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institute Teknologi Sepuluh Nopember MAKALAH TUGAS AKHIR ANALISIS KRITERIA PENERAPAN GREEN CONSTRUCTION PADA PROYEK KONSTRUKSI DI SURABAYA Mada

Lebih terperinci

Sebuah Alur Pemikiran: Implementasi Green Building di Indonesia.

Sebuah Alur Pemikiran: Implementasi Green Building di Indonesia. Sebuah Alur Pemikiran: Implementasi Green Building di Indonesia. Dian Fitria Green Building Senior Engineer, Sustainability Division, PT Asdi Swasatya Berdasarkan Badan Pusat Statistik Nasional dalam Proyeksi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO JUDUL APARTEMEN DI KAWASAN BEKASI KOTA TUGAS AKHIR INTAN FITYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR

UNIVERSITAS DIPONEGORO JUDUL APARTEMEN DI KAWASAN BEKASI KOTA TUGAS AKHIR INTAN FITYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR UNIVERSITAS DIPONEGORO JUDUL APARTEMEN DI KAWASAN BEKASI KOTA TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik INTAN FITYA 21020112120017 FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

No pemeliharaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai modal dasar pembangunan. Penerapan prinsip Keuangan Berkelanjutan sebagai per

No pemeliharaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai modal dasar pembangunan. Penerapan prinsip Keuangan Berkelanjutan sebagai per TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6149 KEUANGAN OJK. Efek. Utang. Berwawasan Lingkungan. Penerbitan dan Persyaratan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 281) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

PANDUAN. AUDIT LINGKUNGAN MANDIRI MUHAMMADIYAH (ALiMM) ENVIRONMENT SELF AUDIT GUIDE MLH PP MUHAMMADIYAH

PANDUAN. AUDIT LINGKUNGAN MANDIRI MUHAMMADIYAH (ALiMM) ENVIRONMENT SELF AUDIT GUIDE MLH PP MUHAMMADIYAH PANDUAN AUDIT LINGKUNGAN MANDIRI MUHAMMADIYAH (ALiMM) ENVIRONMENT SELF AUDIT GUIDE MLH PP MUHAMMADIYAH PENGANTAR Persoalan lingkungan hidup yang makin komplek telah memberi dampak pada persoalan keberlanjutan

Lebih terperinci

TANTANGAN DAN HAMBATAN PENERAPAN KONSEP SUSTAINABLE CONSTRUCTION PADA KONTRAKTOR PERUMAHAN DI SURABAYA

TANTANGAN DAN HAMBATAN PENERAPAN KONSEP SUSTAINABLE CONSTRUCTION PADA KONTRAKTOR PERUMAHAN DI SURABAYA TANTANGAN DAN HAMBATAN PENERAPAN KONSEP SUSTAINABLE CONSTRUCTION PADA KONTRAKTOR PERUMAHAN DI SURABAYA Alfonsus Dwiputra W. 1, Yulius Candi 2, Ratna S. Alifen 3 ABSTRAK: Proses pembangunan perumahan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dewasa ini isu mengenai Global Warming dan keterbatasan energi kerap menjadi perbincangan dunia. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui kelompok penelitinya yaitu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir akhir ini global warming tengah menjadi topik pembahasan yang sering di bicarakan oleh masyarakat dunia. Global warming adalah perubahan meningkatnya temperatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Latar Belakang Proyek. Dewasa ini tingkat pertumbuhan penduduk di Indonesia terutamanya

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Latar Belakang Proyek. Dewasa ini tingkat pertumbuhan penduduk di Indonesia terutamanya BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang I.I.1 Latar Belakang Proyek Dewasa ini tingkat pertumbuhan penduduk di Indonesia terutamanya pada daerah Kota Jakarta meningkat pesat, Seiiring dengan itu permintaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia dari tahun ke tahun semakin bertambah. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa terjadi kenaikan jumlah penduduk sebesar

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO. MALL DENGAN KONSEP CITY WALK DI YOGYAKARTA Dengan Penekanan Desain Green Architecture TUGAS AKHIR

UNIVERSITAS DIPONEGORO. MALL DENGAN KONSEP CITY WALK DI YOGYAKARTA Dengan Penekanan Desain Green Architecture TUGAS AKHIR UNIVERSITAS DIPONEGORO MALL DENGAN KONSEP CITY WALK DI YOGYAKARTA Dengan Penekanan Desain Green Architecture TUGAS AKHIR ANGGRAENI TINA NINDYAWATI 21020111120003 FAKULTAS TEKNIK JURUSAN ARSITEKTUR / S1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2015 menurut Bank Dunia akan mengalami perlambatan peningkatan sekitar 5,2% dari prediksi sebelumnya yang diprediksi tumbuh

Lebih terperinci

Sudirman Green Office

Sudirman Green Office BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Sudirman merupakan kawasan perniagaan (bisnis) yang paling bergengsi dan berkembang pesat di Ibukota Jakarta. Lokasi di pusat kota menjadikannya sangat strategis

Lebih terperinci

ANALISIS KRITERIA BANGUNAN HIJAU BERDASARKAN GREENSHIP HOME VERSI 1.0 STUDI KASUS PADA VILA BIU-BIU ( METODE LRFD )

ANALISIS KRITERIA BANGUNAN HIJAU BERDASARKAN GREENSHIP HOME VERSI 1.0 STUDI KASUS PADA VILA BIU-BIU ( METODE LRFD ) ANALISIS KRITERIA BANGUNAN HIJAU BERDASARKAN GREENSHIP HOME VERSI 1.0 STUDI KASUS PADA VILA BIU-BIU ( METODE LRFD ) TUGAS AKHIR (TNR, capital, font 14, bold) Oleh : I Wayan Agus Saputra 0919151010 (TNR,

Lebih terperinci

PENGERTIAN GREEN CITY

PENGERTIAN GREEN CITY PENGERTIAN GREEN CITY Green City (Kota hijau) adalah konsep pembangunan kota berkelanjutan dan ramah lingkungan yang dicapai dengan strategi pembangunan seimbang antara pertumbuhan ekonomi, kehidupan sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak dalam satu kawasan (Ayres dan Ayres,2002). Kawasan ini bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. terletak dalam satu kawasan (Ayres dan Ayres,2002). Kawasan ini bertujuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eco Industrial Park merupakan komunitas industri dan bisnis yang terletak dalam satu kawasan (Ayres dan Ayres,2002). Kawasan ini bertujuan pada peningkatan kualitas

Lebih terperinci

Perancangan gedung rawat inap rumah sakit dengan pendekatan Green Architecture khususnya pada penghematan energi listrik. Penggunaan energi listrik me

Perancangan gedung rawat inap rumah sakit dengan pendekatan Green Architecture khususnya pada penghematan energi listrik. Penggunaan energi listrik me BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelanggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat

Lebih terperinci

Analisis Jenis Properti Hunian Sebagai Pengembang di Daerah Fatmawati Jakarta Selatan

Analisis Jenis Properti Hunian Sebagai Pengembang di Daerah Fatmawati Jakarta Selatan s UNIVERSITAS INDONESIA Analisis Jenis Properti Hunian Sebagai Pengembang di Daerah Fatmawati Jakarta Selatan TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Manajemen Baihaki

Lebih terperinci

BAB III. Metode Perancangan. Perancangan sentra industri batu marmer di Kabupaten Tulungagung

BAB III. Metode Perancangan. Perancangan sentra industri batu marmer di Kabupaten Tulungagung BAB III Metode Perancangan Perancangan sentra industri batu marmer di Kabupaten Tulungagung diperlukan untuk meningkatkan perekonomaian di sekitar Kecamatan Campurdarat dan Kecamatan Besuki. Metode perancangan

Lebih terperinci

ANTUSIASME PASAR TERHADAP RUMAH BERKONSEP HIJAU DI CITRALAND SURABAYA

ANTUSIASME PASAR TERHADAP RUMAH BERKONSEP HIJAU DI CITRALAND SURABAYA ANTUSIASME PASAR TERHADAP RUMAH BERKONSEP HIJAU DI CITRALAND SURABAYA Rizky Aulia 1), Happy R. Santosa, dan Ima Defiana 2) 1) Jurusan Arsitektur, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Sukolilo,

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR 135. Dengan Konsep Edutaiment Penekanan Desain Post- Modern. oleh: SHAFIRA EKA HARIANANDA Dosen Pembimbing Utama:

TUGAS AKHIR 135. Dengan Konsep Edutaiment Penekanan Desain Post- Modern. oleh: SHAFIRA EKA HARIANANDA Dosen Pembimbing Utama: TUGAS AKHIR 135 LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR Semarang Central Library Dengan Konsep Edutaiment Penekanan Desain Post- Modern Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. benua. 1 Bahasa dari setiap belahan di dunia digunakan dan dituturkan oleh semua

BAB I Pendahuluan. benua. 1 Bahasa dari setiap belahan di dunia digunakan dan dituturkan oleh semua benua. 1 Bahasa dari setiap belahan di dunia digunakan dan dituturkan oleh semua Pusat Bahasa di Yogyakarta BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Dalam perkembangan zaman saat ini, manusia

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO RUMAH SUSUN MILIK DI JAKARTA DENGAN PENENKANAN DESAIN MODERN-GREEN ARCHITECTURE TUGAS AKHIR SEVI MAULANI

UNIVERSITAS DIPONEGORO RUMAH SUSUN MILIK DI JAKARTA DENGAN PENENKANAN DESAIN MODERN-GREEN ARCHITECTURE TUGAS AKHIR SEVI MAULANI UNIVERSITAS DIPONEGORO RUMAH SUSUN MILIK DI JAKARTA DENGAN PENENKANAN DESAIN MODERN-GREEN ARCHITECTURE TUGAS AKHIR SEVI MAULANI 21020110141078 FAKULTAS TEKNIK JURUSAN/PROGRAM STUDI ARSITEKTUR SEMARANG

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ARSITEKTUR II

PERKEMBANGAN ARSITEKTUR II PERKEMBANGAN ARSITEKTUR II Sustainable Architecture (Materi pertemuan 6) DOSEN PENGAMPU: ARDIANSYAH, S.T, M.T PROGRAM STUDI TEKNIK ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI Sustainable

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA RELEVANSI STATUS SOSIAL EKONOMI TERHADAP KEPEDULIAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM KONTEKS INDONESIA SEBAGAI NEGARA BERKEMBANG (Studi Kasus Rukun Warga 11, Kelurahan Warakas, Tanjung Priok,

Lebih terperinci

MEMBANGUN KEBERLANJUTAN DI ORLANDO MAGIC AWAY

MEMBANGUN KEBERLANJUTAN DI ORLANDO MAGIC AWAY Kelompok 3 MEMBANGUN KEBERLANJUTAN DI ORLANDO MAGIC AWAY Ketika Amway center dibuka di orlando pada 2011, menjadi LEED (Kepemimpinan dalam desain Energi dan Lingkungan) pertama yang meraih arena bola basket

Lebih terperinci

`BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

`BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang `BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jakarta sebagai kota metropolitan dan ibukota negara menjumpai berbagai tantangan permasalahan. Salah satu tantangan tersebut adalah tantangan di bidang manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia sekarang ini semakin meningkat

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia sekarang ini semakin meningkat BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia sekarang ini semakin meningkat dengan pesat sehingga jumlah kebutuhan akan hunian pun semakin tidak terkendali. Faktor keterbatasan

Lebih terperinci

CAPAIAN GREEN CONSTRUCTION DALAM PROYEK BANGUNAN GEDUNG MENGGUNAKAN MODEL ASSESSMENT GREEN CONSTRUCTION

CAPAIAN GREEN CONSTRUCTION DALAM PROYEK BANGUNAN GEDUNG MENGGUNAKAN MODEL ASSESSMENT GREEN CONSTRUCTION CAPAIAN GREEN CONSTRUCTION DALAM PROYEK BANGUNAN GEDUNG MENGGUNAKAN MODEL ASSESSMENT GREEN CONSTRUCTION Wulfram I. Ervianto 1 1 Staf Pengajar Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Atma

Lebih terperinci

MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR BERKELANJUTAN DI INDONESIA

MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR BERKELANJUTAN DI INDONESIA MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR BERKELANJUTAN DI INDONESIA Keynote Speech oleh: Dr. (HC) Ir. Djoko Kirmanto, Dipl. HE. Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Disampaikan dalam: The Second International

Lebih terperinci

STANDAR INDUSTRI HIJAU

STANDAR INDUSTRI HIJAU Kementerian Perindustrian-Republik Indonesia Medan, 23 Februari 2017 OVERVIEW STANDAR INDUSTRI HIJAU Misi, Konsep dan Tujuan Pengembangan Industri Global Visi: Mengembangan Industri yang berkelanjutan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO SMK PARIWISATA DI KABUPATEN PEMALANG TUGAS AKHIR PURDYAH AYU K. PUTRI

UNIVERSITAS DIPONEGORO SMK PARIWISATA DI KABUPATEN PEMALANG TUGAS AKHIR PURDYAH AYU K. PUTRI UNIVERSITAS DIPONEGORO SMK PARIWISATA DI KABUPATEN PEMALANG TUGAS AKHIR PURDYAH AYU K. PUTRI 21020110130107 FAKULTAS TEKNIK JURUSAN/PROGRAM STUDI ARSITEKTUR SEMARANG SEPTEMBER 2014 UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. I.1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul. Jakarta merupakan salah satu kota besar yang memiliki perkembangan cukup

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. I.1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul. Jakarta merupakan salah satu kota besar yang memiliki perkembangan cukup BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Jakarta merupakan salah satu kota besar yang memiliki perkembangan cukup pesat dewasa ini. Wilayah di daerah Jakarta, khususnya

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEORO JUDUL REDESAIN GEDUNG JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR UNIVERSITAS DIPONEGORO

UNIVERSITAS DIPONEORO JUDUL REDESAIN GEDUNG JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR UNIVERSITAS DIPONEGORO UNIVERSITAS DIPONEORO JUDUL REDESAIN GEDUNG JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR UNIVERSITAS DIPONEGORO TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana teknik FEBRINA KUSUMASARI 21020111130108

Lebih terperinci

SUBDIVISI EKOLOGI LANSKAP. 1. Fitra Nofra Y.P. Jacaranda obtusifolia 2. Fatizha Zhafira S. Lilium candidum 3. Nurita Arziqni Chrysanthemum morifolium

SUBDIVISI EKOLOGI LANSKAP. 1. Fitra Nofra Y.P. Jacaranda obtusifolia 2. Fatizha Zhafira S. Lilium candidum 3. Nurita Arziqni Chrysanthemum morifolium SUBDIVISI EKOLOGI LANSKAP 1. Fitra Nofra Y.P. Jacaranda obtusifolia 2. Fatizha Zhafira S. Lilium candidum 3. Nurita Arziqni Chrysanthemum morifolium Analisis Teluk Jakarta dan Green Building Gedung Sinarmas

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS TEKNO-EKONOMI PEMANFAATAN GAS ALAM MENGGUNAKAN SISTEM KOGENERASI DI RUMAH SAKIT (STUDI KASUS RUMAH SAKIT KANKER DHARMAIS) TESIS ROBI H.SEMBIRING 07 06 17 33 45 FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

TAMAN BERTEMA INDOOR TRANS STUDIO SEMARANG

TAMAN BERTEMA INDOOR TRANS STUDIO SEMARANG LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR TAMAN BERTEMA INDOOR TRANS STUDIO SEMARANG Dengan Penekanan Desain Arsitektur Modern Diajukan Oleh : Erik Extrada L2B009119 Dosen Pembimbing I Prof.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA KAJI ULANG SISTEM DRAINASE FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PELACAKAN SALURAN (CHANNEL ROUTING)

UNIVERSITAS INDONESIA KAJI ULANG SISTEM DRAINASE FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PELACAKAN SALURAN (CHANNEL ROUTING) 125/FT.EKS.O1/SKRIP/12/2008 UNIVERSITAS INDONESIA KAJI ULANG SISTEM DRAINASE FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PELACAKAN SALURAN (CHANNEL ROUTING) SKRIPSI SYLVIA YUNIAR 0606041711

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Foto I.1.1. Wisma Atlet Fajar - Senayan. Sumber : Dokumentasi pribadi

BAB I PENDAHULUAN. Foto I.1.1. Wisma Atlet Fajar - Senayan. Sumber : Dokumentasi pribadi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Wisma atlet merupakan salah satu tempat hunian bagi atlet yang berfungsi untuk tempat tinggal sementara. Selain itu keberadaan wisma atlet sangat diperlukan untuk

Lebih terperinci

BANGUNAN GEDUNG HIJAU

BANGUNAN GEDUNG HIJAU PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 02/PRT/M/2015 TANGGAL 18 FEBRUARI 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG HIJAU KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 05 /PRT/M/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 05 /PRT/M/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 05 /PRT/M/2015 TENTANG PEDOMAN UMUM IMPLEMENTASI KONSTRUKSI BERKELANJUTAN PADA PENYELENGGARAAN INFRASTRUKTUR BIDANG PEKERJAAN

Lebih terperinci

REST AREA JALAN RAYA SRAGEN-NGAWI KM.14 SRAGEN

REST AREA JALAN RAYA SRAGEN-NGAWI KM.14 SRAGEN LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKUR (LP3A) REST AREA JALAN RAYA SRAGEN-NGAWI KM.14 SRAGEN Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Disusun Oleh

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. dapat dilihat dari nilai rata-rata 2,99.

BAB V KESIMPULAN. dapat dilihat dari nilai rata-rata 2,99. BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada pemanfaatan green material pada proyek konstruksi di Yogyakarta dapat disimpulkan bahwa : 1. Pemanfaatan green material berdasarkan

Lebih terperinci

Arsitektur dan Lingkungan. Lilis Widaningsih

Arsitektur dan Lingkungan. Lilis Widaningsih Arsitektur dan Lingkungan Lilis Widaningsih Sustainable : Brundtland Comission (World comission on Environment and Development) tahun 1987 yaitu: Sustainable Development is development that meets the needs

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU

BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU 3.1. Tinjauan Tema a. Latar Belakang Tema Seiring dengan berkembangnya kampus Universitas Mercu Buana dengan berbagai macam wacana yang telah direncanakan melihat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Bel dan Hotel Sahid Jogja Lifestyle City di Yogyakarta sebagai berikut :

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Bel dan Hotel Sahid Jogja Lifestyle City di Yogyakarta sebagai berikut : 19 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Hasil penelitian melalui penyebaran kuesioner kepada responden kontraktor dan manajemen konstruksi Hotel Tentrem, Hotel Citra, Hotel Fave, Hotel Swiss Bel

Lebih terperinci

Tujuan Penyediaan Prasarana

Tujuan Penyediaan Prasarana PERTEMUAN III Karakteristik Komponen yang memberi input kepada penduduk meliputi prasarana air minum dan listrik Komponen yang mengambil output dari penduduk meliputi prasarana drainase/ pengendalian banjir,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel Jumlah Penduduk per Kabupaten di DIY Tahun Kabupaten / Kota Gunung-

BAB I PENDAHULUAN. Tabel Jumlah Penduduk per Kabupaten di DIY Tahun Kabupaten / Kota Gunung- BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Rumah tinggal merupakan salah satu kebutuhan primer manusia untuk melangsungkan hidup. Kebutuhan akan rumah tinggal terus meningkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian sebelumnya mengenai Green Construction telah dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian sebelumnya mengenai Green Construction telah dilakukan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Studi Literatur Penelitian sebelumnya mengenai Green Construction telah dilakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti di Indonesia antara lain: 1. Atmaja (2011), dalam skripsinya

Lebih terperinci

AUDIT KESELAMATAN KEBAKARAN DI GEDUNG PT. X JAKARTA TAHUN 2009 SKRIPSI

AUDIT KESELAMATAN KEBAKARAN DI GEDUNG PT. X JAKARTA TAHUN 2009 SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA AUDIT KESELAMATAN KEBAKARAN DI GEDUNG PT. X JAKARTA TAHUN 2009 SKRIPSI RATRI FATMAWATI 0706218091 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM SARJANA EKSTENSI DEPOK JUNI 2009 UNIVERSITAS

Lebih terperinci