BAB I PENDAHULUAN. Sejarah perkembangan pengaturan pengangkatan anak di Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Sejarah perkembangan pengaturan pengangkatan anak di Indonesia"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah perkembangan pengaturan pengangkatan anak di Indonesia mengalami pasang surut. Ketika dijajah oleh Belanda selama kurang lebih selama 350 tahun. Dengan sendirinya hukum yang terbentuk di negara ini tidak akan terlepas dari hukum yang masih bersandarkan pada hukum bentukan zaman penjajahan, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, HIR, Kitab-Kitab Hukum Dagang, dan sebagainya. Pengaturan Pengangkatan Anak tentu saja termasuk dalam bagian dari hukum perdata. Dan sumber utama hukum perdata adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tapi apabila mencari dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), tidak akan menemukan pengaturan mengenai pengangkatan anak. Hal tersebut dapat terjadi karena dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bahwa tujuan perkawinan adalah bukan untuk memperoleh keturunan. Sejarah mengenai pengangkatan anak pada waktu itu, terdapat pada Staatsblad 1917 Nomor 129, kecuali bagi Warga Negara Indonesia (WNI) keturunan Cina. 1 Staatsblad 1917 Nomor 129 ini hanya berlaku khusus bagi warga negara Indonesia (WNI) keturunan Tionghoa, yang biasa dikenal dengan Golongan Timur Asing dan ini hanya sebagai pedoman bahwa yang boleh diangkat hanyalah anak laki-laki. 1 Irma Setyowati Soemitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Bumi Aksara, Jakarta, 1990, hal. 32 1

2 2 Mengingat belum terbentuknya peraturan mengenai pengangkatan anak pada waktu itu, maka Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 1979 yang kemudian disempurnakan oleh SEMA Nomor 6 Tahun Masalah perlindungan anak adalah suatu yang kompleks dan menimbulkan berbagai macam permasalahan lebih lanjut, yang tidak selalu dapat diatasi secara perseorangan, tetapi harus secara bersama-sama, dan yang penyelesaiannya menjadi tanggung jawab kita bersama. 2 Seputar kehidupan anak sudah selayaknya menjadi perhatian utama bagi masyarakat dan pemerintah. Saat ini, sangat banyak kondisi ideal yang diperlukan untuk melindungi hak-hak anak Indonesia namun tidak mampu diwujudkan oleh negara, dalam hal ini Pemerintah Republik Indonesia. Kegagalan berbagai pranata sosial dalam menjalankan fungsinya ikut menjadi penyebab terjadinya hal tersebut. 3 Berbagai usaha dilakukan oleh berbagai pihak demi melindungi anak, dan salah satu bentuk perlindungan itu adalah pengangkatan anak, yang di satu sisi terus dicegah pelaksanaannya. Anak merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, bahkan dianggap sebagai harta kekayaan yang paling berharga dibandingkan kekayaan harta benda lainnya. Karenanya, anak sebagai amanah Tuhan harus senantiasa dijaga dan dilindungi karena dalam diri anak melekat harkat, martabat, dan hakhak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan 2 Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, 2004, hal Apong Herlina, Perlindungan Anak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UNICEF, Jakarta, 2003, hal. 5

3 3 bagian dari hak manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang hak-hak anak. Dilihat dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah pewaris dan sekaligus potret masa depan bangsa dimasa datang, generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia telah mencantumkan tentang hak anak, pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara untuk memberikan perlindungan terhadap anak. Meskipun demikian, diperlukan suatu Undang- Undang yang khusus mengatur mengenai perlindungan anak sebagai landasan yuridis bagi pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab tersebut. Dengan demikian, pembentukan Undang-Undang perlindungan anak harus didasarkan pada pertimbangan bahwa perlindungan anak dalam segala aspeknya merupakan bagian dari kegiatan pembangunan nasional, khususnya dalam memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara. 4 Orang tua, keluarga dan masyarakat bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara hak asasi tersebut sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum. Demikian juga dalam rangka penyelenggaraan perlindungan anak, negara dan pemerintah bertanggung jawab menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi 4 Ahmad Kamil Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia, Rajawali Pers: PT. Rajawali Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hal. 7

4 4 anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya secara optimal dan terarah. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak telah menegaskan bahwa pertanggung jawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus demi terlindunginya hak-hak anak. Rangkaian kegiatan tersebut harus berkelanjutan dan terarah guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial. Tindakan ini dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan sebagai penerus bangsa yang potensial, tangguh, memiliki jiwa nasionalisme yang dijiwai oleh akhlak mulia dan nilai pancasila, serta berkemauan keras menjaga kesatuan dan persatuan bangsa. Upaya perlindungan terhadap anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun. 5 Hal ini bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan komfrehensif. Undang-Undang perlindungan anak juga harus meletakkan kewajiban memberikan perlindungan kepada anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan, serta penghargaan terhadap pendapat anak. Dalam melakukan pembinaan, pengembangan, dan perlindungan anak, diperlukan peran masyarakat, baik melalui lembaga perlindungan anak, lembaga 5 Peraturan Mentri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia No. 3 Tahun 2008, Tentang Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Anak, Pasal 1 angka 1

5 5 keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, dunia usaha, media massa, atau lembaga pendidikan. Pengangkatan anak dan anak angkat termasuk bagian substansi dari hukum perlindungan anak yang telah menjadi bagian dari hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat sesuai dengan adat istiadat dan motivasi yang berbeda-beda serta perasaan hukum yang hidup dan berkembang di masingmasing daerah, walaupun di Indonesia masalah pengangkatan anak tersebut belum diatur secara khusus dalam undang-undang tersendiri. 6 Secara faktual diakui bahwa pengangkatan anak telah menjadi bagian dari adat kebiasaan masyarakat muslim di Indonesia dan telah merambah dalam praktik melalui lembaga peradilan agama, maka sebelum terbentuknya Undang- Undang yang mengatur secara khusus, pemerintah telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam. Pada Pasal 171 huruf h, secara definitif disebutkan bahwa Anak Angkat adalah anak yang dalam hal pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan. 7 Definisi anak angkat dalam Kompilasi Hukum Islam tersebut, jika diperbandingkan dengan definisi anak angkat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, memiliki kesamaan substansi. Pasal 1 angka 9 dinyatakan bahwa Anak Angkat adalah anak haknya dialihkan dari 6 Ibid., hal 9 7 Republik Indonesia, Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991, tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam, pasal 171 huruf h

6 6 lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, kedalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan. 8 Hal penting yang perlu digaris bawahi bahwa pengangkatan anak harus dilakukan dengan proses hukum dengan produk penetapan pengadilan. Jika hukum berfungsi sebagai penjaga ketertiban dan sebagai rekayasa sosial, maka pengangkatan anak yang harus dilakukan melalui penetapan pengadilan tersebut merupakan kemajuan kearah penertiban praktik hukum pengangkatan anak yang hidup di tengah-tengah masyarakat, agar peristiwa pengangkatan anak itu di kemudian hari memiliki kepastian hukum baik bagi anak angkat maupun bagi orang tua anak. Praktik pengangkatan anak yang dilakukan melalui pengadilan tersebut, telah berkembang baik di lingkungan Pengadilan Negeri maupun dalam dalam lingkungan Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama Islam. Pentingnya suatu pembahasan mengenai pengangkatan anak dapat dilihat pada realita kehidupan sosial di negara kita yang sebagian besar penduduk Indonesia masih berada pada golongan ekonomi lemah yang berdampak pada anak-anak yang tidak mendapat kesempatan menikmati kehidupan selanjutnya seorang anak pada umumnya. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya trafficking dalam proses pengangkatan anak. Sehingga anak tidak dijadikan komoditi, sebab banyak ditemukan adanya adopsi atau pengangkatan anak oleh yayasan atau lembaga tertentu, ujung-ujungnya ternyata materi belaka. Alhasil 8 Republik Indonesia, Undang-Undang No. 23 Tahun 2002, tentang Perlindungan Anak, Pasal 1 angka 9

7 7 dalam proses adopsi kenyataannya tidak sesuai dengan norma undang-undang dalam implementasinya. Dari kenyataan tersebut dapat dirasakan betapa berat tantangan yang harus di hadapi pemerintah dalam rangka mensejahterakan anak-anak Indonesia. Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa kelangsungan hidup suatu bangsa terutama dalam mensukseskan pembangunan sangat ditentukan oleh generasi mudanya. Untuk itu perlu diusahakan agar generasi muda memiliki pola perilaku yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Maka menjadi kewajiban bagi generasi terdahulu untuk menjamin, memelihara, dan mendidik anak tersebut, selayaknya dilakukan oleh pihak-pihak yang mengasuhnya di bawah pengawasan dan bimbingan negara dan bilamana perlu oleh negara sendiri. Selain itu juga harus disadari bahwa pengangkatan anak yang sesuai dengan budaya dan akidah dalam masyarakat Indonesia tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya. 9 Pemerintah menaruh perhatian yang cukup akan hal ini dengan dikeluarkannya Peraturan Peraturan Perundang-Undangan tentang Perlindungan dan Kesejahteraan Anak Nomor 23 Tahun 2002 penyempurnaan dari Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Tujuan Peratutan Perundang-Undangan ini pada pokoknya adalah agar anak Indonesia mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk berkembang secara wajar 9 Republik Indonesia, Undang-Undang No.23 Tahun 2002, tentang Perlindungan Anak. Pasal 39 Ayat 3

8 8 baik rohani, jasmani, maupun sosialnya. Dalam Peraturan Perundang-Undangan disebutkan dalam Pasal 39 ayat (1) yang berbunyi: Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Pelaksanaan pengangkatan anak tidak lepas dari adanya persoalan-persoalan yang timbul. Persoalan-persoalan yang timbul yaitu mengenai sulitnya menghadirkan orang tua kandung anak dalam persidangan untuk di dengar keterangannya. Hal ini disebabkan domisili orang tua kandung yang tidak diketahui, tempat tinggal yang jauh, serta telah meninggalnya orang tua kandung. Untuk mengatasi hal tersebut, pihak pemohon dituntut untuk berusaha menemukan keberadaan orang tua kandung, misalnya dengan membuat pengumuman di media massa. Apabila ternyata tidak berhasil maka pemohon dapat membuat akta notaris yang isinya mengenai keterangan telah terjadi penyerahan anak antara pemohon dan orang tua kandung. 10 Maka dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan anak. Contoh kasusnya terdapat di Desa Sukamantri, Majalaya. Ada beberapa warga di desa tersebut mengangkat anak tanpa adanya putusan dan penetapan Pengadilan. Mereka mengangkat anak tersebut dari kedua orang tua tunggal dan hanya membuat surat perjanjian, bahwa diantara mereka sudah terjadi kesepakatan anak yang dilahirkan oleh ibu kandung telah diserahkan kepada 10 Lilik Mulyadi, melalui: < dipengadilannegeri-bandung> diambil pada tanggal 8 November 2011, pukul WIB

9 9 kedua orang tua angkat. Alasan kedua orang tua tunggal menyerahkan anak tersebut, dikarenakan faktor ekonomi yang semakin hari semakin melonjak. Adapun salah satu alasan keluarga yang mengangkat anak, adalah karena memancing untuk memperoleh keturunan. Dalam pengangkatan anak di Desa Sukamantri, anak yang telah diserahkan dengan perjanjian kedua belah pihak dari orang tua kandung dan orang tua angkat, anak angkat tersebut dijadikan sebagai anak kandung dalam akta kelahiran di dalam keluarga orang tua angkat. Sebenarnya pengangkatan anak dapat dilakukan apabila kepentingan anak serta kesejahteraannya di perhatikan, karena pada dasarnya tujuan utama dari pengangkatan anak adalah meningkatkan kesejahteraan kehidupan anak tersebut. Anak yang biasa dipandang sebagai buah hati, diharapkan dapat memelihara dan menjaga kedua orang tuanya disamping sebagai penerus keturunannya. Maka dengan adanya anak angkat tersebut, orang tua merasa tentram hidupnya karena ada yang menjaga dan melindungi harta bendanya. Berpijak pada uraian diatas, penulis tertarik untuk mengetahui lebih jauh mengenai kedudukan hukum pengangkatan anak. Untuk itu penulis mengadakan penelitian mengenai hal tersebut dengan judul: KEDUDUKAN HUKUM PENGANGKATAN ANAK DI SUKAMANTRI MAJALAYA HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

10 10 B. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan Pengangkatan Anak di Desa Sukamantri Majalaya hubungannya dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak? 2. Apa yang menjadi kendala dalam pelaksanaan Pengangkatan Anak di Desa Sukamantri Majalaya? 3. Apa yang menjadi upaya untuk menyelesaikan kendala dalam pelaksanaan Pengangkatan Anak di Desa Sukamantri Majalaya? C. Tujuan Penelitian: Adapun tujuan yang disampaikan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Untuk mengetahui pelaksanaan Pengangkatan Anak di Desa Sukamantri Majalaya 2. Untuk mengetahui apa yang menjadi kendala dalam pelaksanaan Pengangkatan Anak di Desa Sukamantri Majalaya 3. Untuk mengetahui a pa yang menjadi upaya untuk menyelesaikan kendala dalam pelaksanaan Pengangkatan Anak di Desa Sukamantri Majalaya D. Kegunaan Penelitian: Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis, yaitu:

11 11 1. Segi Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan perlindungan anak khususnya, terutama permasalahan hukum yang berkenaan dengan pengangkatan anak. 2. Segi Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pembuat peraturan perundang-undangan mengenai urgensi dibentuknya peraturan mengenai hukum yang berkenaan dengan pengangkatan anak. Untuk memberikan dasar maupun landasan bagi peneliti dalam melakukan penelitian lebih lanjut. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan bagi akademisi, para praktisi hukum dan pemerintah. E. Kerangka Pemikiran Seorang anak adalah makhluk Tuhan yang paling mulia dan keinginan untuk memilikinya adalah naluri manusiawi dan alamiah. Memiliki seorang anak pun kemudian menjadi berkah bagi seorang ibu yang mengandungnya dan melahirkannya. Sebuah keluarga merupakan naungan yang nyaman bagi tumbuh kembang anak sehingga keluarga juga dikatakan lengkap dengan kehadirannya. Oleh karena seorang anak masih sangat membutuhkan keberadaan orang dewasa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Orang tua menjadi orang dewasa yang terutama memiliki tanggung jawab atas anaknya tersebut.

12 12 Namun keinginan ini kadang terbentur dengan kenyataan bahwa mereka tidak dikaruniai seorang anak atau mungkin dengan berbagai kenyataan lainnya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan Pengangkatan Anak atau yang dikenal dengan istilah adopsi. Pengangkatan Anak dalam masyarakat merupakan kebutuhan bagi tiap keluarga yang tidak dapat memiliki keturunan karena berbagai alasan yang melatarbelakanginya. Keinginan untuk melanjutkan keturunan, khususnya bagi pasangan suami istri yang tidak memiliki keturunan sehingga mereka menjadikan anak angkat seperti anak kandung sendiri menjadi alasan terbanyak. Disamping itu, kepentingan anak yang diangkat pun menjadi pertimbangan orang tua angkat tersebut sehingga tujuan dari pengangkatan anak pun berubah, yaitu untuk kesejahteraan anak angkat baik yang ditelantarkan oleh orang tua kandungnya ataupun orang tua kandungnya sendiri tidak mampu. Bagaimanapun alasan yang melatarbelakangi orang tua angkat untuk mengangkat anak haruslah tetap memperhatikan kesejahteraan anak tersebut, terlebih mengutamakannya, seperti ditegaskan pula oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak menyatakan bahwa anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan. Anak berhak atas perlindungan-perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar. Selanjutnya, berkaitan dengan pengangkatan anak, Pasal 12 ayat (1) dan (3) Undang-Undang yang sama menuliskan bahwa pengangkatan anak menurut adat

13 13 dan kebiasaan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan kesejahteraan anak. Pengangkatan anak untuk kepentingan kesejahteraan anak yang dilakukan di luar adat dan kebiasaan, dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangundangan. Kedua pasal tersebut menunjukkan bahwa undang-undang tersebut merupakan suatu ketentuan hukum yang menciptakan perlindungan anak karena kebutuhan anak menjadi pokok perhatian dalam aturan tersebut. Pengangkatan anak harus dilakukan melalui yayasan sosial yang memiliki izin dari Departemen Sosial untuk bergerak di bidang pengangkatan anak. Pengangkatan anak Warga Negara Indonesia (WNI) yang langsung dilakukan orang tua kandung Warga Negara Indonesia (WNI) dengan calon orang tua Warga Negara Asing (WNA) tidak diperbolehkan. Seorang Warga Negara Asing (WNA) yang belum atau tidak menikah tidak boleh mengangkat anak Warga Negara Indonesia (WNI) dan calon anak angkat Warga Negara Indonesia (WNI) harus berusia di bawah lima tahun. 11 Berbagai alasan diatas kemudian berkembang seiring dengan keadaan yang berubah didalam masyarakat. Mereka yang memutuskan tidak menikah atau bahkan janda atau duda mendambakan pula akan sebuah keluarga dengan kehadiran anak didalamnya. Hal ini mempengaruhi bentuk pengangkatan anak yang semakin marak menjadi cara yang dipilih untuk memperoleh keturunan oleh orangtua tunggal (Single Parent Adoption). 11 Soemitro, op. cit., hal. 33

14 14 Satu hal yang sangat jelas dan pasti adalah bahwa Single Parent Adoption hanya dapat dilakukan antar warga negara Indonesia, tidak dibenarkan pengangkatan anak oleh orangtua tunggal yang berlainan kewarganegaraan dengan calon anak angkatnya. Pengangkatan anak merupakan lembaga yang dikenal oleh hukum perdata Barat (Belanda). Namun, Indonesia yang menganut hukum perdata Barat melalui Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) tidak memiliki ketentuan tentang pengangkatan anak didalamnya. Awalnya pengangkatan anak dilakukan terbatas pada anak-anak dari keluarga sendiri atau kerabat dari orangtua yang hendak mengangkatnya. Keadaan ini bermula sejak dahulu seperti jaman sebelum kemerdekaan, maka Staatsblad 1917 Nomor 129 ada karena berangkat dari keadaan ini. Adapun status anak yang hendak diangkat, dan sebutan yang sering muncul umumnya dalam pengangkatan anak baik oleh orangtua tunggal atau bukan, yaitu anak sah dan anak luar kawin. Sama halnya dengan anak sah, secara khusus mengenai anak luar kawin, biasanya orangtua angkat berkehendak mengangkat anak orang lain, yang dapat saja berasal dari keluarga atau kerabatnya. Sehingga makna dari anak luar kawin yang hendak diadopsi ini adalah anak luar kawin dari orang tua lain (anak orang lain). Permasalahan akan muncul apabila anak tersebut adalah anak luar kawin dari orang tua tunggal yang hendak mengangkatnya. Dalam hal anak yang hendak diadopsi adalah anak luar kawin sendiri (anak kandung atau biologis) dan salah seorang orang tua biologisnya ingin memperoleh hubungan hukum dengannya,

15 15 maka sarana yang jelas akan memberikan kepastian dan kenyamanan bagi anak juga dirinya adalah melalui pengakuan dan pengesahan anak luar kawin tersebut. Pengangkatan anak, selain mengenai hubungan anak dengan orang tua angkatnya ataupun sebaliknya, harus memperhatikan pula segala hal yang mendukung atau melatarbelakangi pelaksanaan pengangkatan anak itu terjadi. Mahkamah Agung mengharapkan pengadilan-pengadilan agar berhati-hati mengeluarkan penetapan pengangkatan anak karena pengangkatan anak bukan suatu perbuatan hukum yang dilakukan sekali dan berakhir suatu saat kemudian. Anak angkat dan anak-anak yang lain pada umumnya adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat hak-hak sebagai anak dan harkat serta martabat sebagai manusia seutuhnya, melekat hak-hak yang perlu dihormati dan dijunjung tinggi oleh orang tua angkatnya dan masyarakat pada umumnya. Hak-hak anak angkat dimaksud antara lain: a. Berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi b. Berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan c. Berhak beribadah menurut agamanya, berfikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan orang tua d. Berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan dan diasuh oleh orang tuanya sendiri. Dalam hal karena suatu sebab orangtuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan

16 16 terlantar, maka anak tersebut berhak diasuh dan diangkat oleh orang tua lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. e. Berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental spiritual, dan sosial f. Berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. Khusus untuk anak yang menyandang cacat berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan untuk anak yang mempunyai keunggulan berhak mendapatkan pendidikan khusus g. Berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak sebaya, bermain dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat dan tingkat kecerdasaannya demi perkembangan diri h. Berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan membierikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan i. Berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali ada alasan atau aturan hukum yang sah menunujukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir

17 17 j. Setiap anak yang dalam pengasuhan orangtua, wali atau pihak manapun yang bertanggungjawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan: a. diskriminasi b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual c. penelantaran d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan e. ketidakadilan k. Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum l. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum wajib dirahasiakan m. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya 12 Pengangkatan anak haruslah menunjukkan hubungan kekeluargaan yang akan terasa nyaman bagi orang tua angkat dan anak, terlebih untuk mengetahui kedudukan jelas keberadaan anak tersebut ditengah-tengah keluarga barunya. Maka, kepentingan kesejahteraan anak harus menjadi prioritas. 12 Andi Syamsu Alam, M. Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hal 219

18 18 F. Langkah-Langkah Penelitian 1. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah deskriptif analitis yaitu memaparkan, menggambarkan atau mengungkapkan Peraturan Perundang-Undangan pengangkatan anak dikaitkan dengan teori-teori hukum positif dalam praktek pelaksanaan hukum yang menyangkut permasalahan yang diteliti. 13 Deskriptif bertujuan untuk mengukur secara cermat terhadap fenomena sosial tertentu serta memberikan gambaran mengenai gejala yang menjadi pokok permasalahan yang dibahas, sedangkan analitis bertujuan menganalisis masalah yang timbul dalam penelitian. 14 Selanjutnya meneliti sejauhmana peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengangkatan anak dan mengantisipasi perkembangan pengangkatan anak. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris, yaitu penelitian hukum yang berarti penelitian terhadap Undang-Undang yang mengatur tentang pengangkatan anak dikaitkan dengan kenyataan yang ada dalam praktek dan aspek aspek sosial yang berpengaruh, kemudian mencoba mengumpulkan, mengkaji, ketentuan-ketentuan hukum mengenai kedudukan pengangkatan anak di dalam sistem Indonesia. 13 Sukardi, Metode penelitian pendidikan, kompetensi, dan praktiknya, Bumi Aksara, Jakarta, 2004, hal Masri Singrimbun dan Sofyan Efendi, Metode Penelitian Survai, LPJES, Jakarta, 1989, hal 10

19 19 2. Sumber Data Penelitian yang dilakukan meliputi penelitian kepustakaan yaitu mengumpulkan sumber data sekunder, yang antara lain terdiri dari: a. Bahan-bahan hukum primer seperti bahan hukum yang mengikat dan terkait yaitu terdiri dari: 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksananaan Pengangkatan Anak 3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM 4. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam 5. Peraturan Perundang-Undangan tentang Perlindungan dan Kesejahteraan Anak Nomor 23 Tahun 2002 penyempurnaan dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak 6. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 1979 yang kemudian disempurnakan oleh SEMA Nomor 6 Tahun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) 8. Staatsblad 1917 No. 129 b. Bahan-bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang berhubungan dengan hukum primer, misalnya seperti buku-buku hukum, hasil karya ilmiah para sarjana, hasil penelitian, dan yang berkaitan dengan masalah pengangkatan anak.

20 20 c. Bahan-bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan-bahan hukum primer dan sekunder, yaitu bahan yang didapat dengan cara mengakses situs website melalui internet. 3. Jenis Data Jenis data yang dikumpulkan adalah jenis data kualitatif. Kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi yang dilakukan dengan jalan melibatkan beberapa metode, yaitu data yang di kumpulkan berupa jawaban atas pertanyaan penelitian yang diajukan terhadap masalah yang dirumuskan dan tujuan yang telah ditetapkan mengenai kedudukan pengangkatan anak di dalam sistem Indonesia. 4. Teknik Pengumpulan Data Untuk mengumpulkan data dari sumber data primer, maka penulis akan menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut: a. Studi pustaka Tujuan dari studi pustaka pada dasarnya merupakan jalan pemecahan permasalahan penelitian. Studi pustaka dilaksanakan terlebih dahulu agar data yang dapat dijadikan dasar pedoman melakukan wawancara terhadap responden. 15 Studi pustaka dilakukan dengan cara melakukan penelitian terhadap bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti. Studi pustaka dilakukan guna mencari konsepsi, teori-teori, pendapat ataupun penemuan yang berhubungan erat dengan pokok permasalahan yaitu 15 Rony Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, hal 53

21 21 tinjauan hukum terhadap pengangkatan anak serta akibat hukumnya dalam pembagian waris menurut Peraturan Perundang-Undangan, termasuk media internet yang merupakan salah satu sumber informasi yang dapat digunakan oleh penulis sebagai bahan studi pustaka. 16 Karena internet merupakan sumber informasi yang sangat lengkap dan kompleks b. Pengamatan (observasi) Yaitu pengumpulan data dimana penelitian mengadakan pengamatan terhadap gejala-gejala subjek yang diselidiki. 17 Juga pengamatan langsung terhadap obyek yang akan diteliti serta mencatat hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan yang bersangkutan. Pengamatan dan pengumpulan data dilakukan di Desa Sukamantri Majalaya. c. Wawancara (interview) Merupakan hal penting untuk memperoleh data primer, yaitu cara yang digunakan untuk memperoleh keterangan lisan guna mencapai tujuan tertentu. 18 Dalam wawancara ini dilakukan secara terarah dengan menanyakan hal-hal yang diperlukan untuk memperoleh data-data yang lebih mendalam kepada pihak yang bersangkutan dengan penulisan ini. Pertama, penulis melakukan sebuah wawancara dengan salah satu pihak keluarga yang telah melakukan suatu pengangkatan anak di Desa Sukamantri Majalaya. Dari pertanyaan-pertanyaan yang dibuat oleh penulis, penulis memberikan simpulan bahwa proses dan tata cara pengangkatan anak di Desa Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal 17 Op. Cit, hal Ibid, hal. 26

22 22 Sukamantri ternyata tidak harus dan ketentuan apapun. Karena dalam pengangkatan anak ini mengedepankan perjanjian kedua belah pihak antara orang tua kandung dan orang tua angkat. Dan pengangkatan anak di Desa Sukamantri masih dalam satu keluarga. Dengan demikian, penulis dapat lebih mudah untuk menganalisis dan mengembangkan data yang dihasilkan dari wawancara tersebut. Data wawancara tersebut terdapat dalam lampiran skripsi ini. 5. Analisa Data Setelah data dikumpulkan dengan lengkap, tahapan berikutnya adalah tahap analisa data. Pada tahap ini akan dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga diperoleh kebenaran-kebenaran yang dapat dipakai untuk menjawab persoalan yang diajukan dalam penelitian. Setelah jenis data yang dikumpulkan maka analisa data dalam penulisan ini bersifat analisis normatif. Dengan menggunakan metode analisis normatif, penulis akan mencoba mencari kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah terkumpul. Analisis normatif penelitian yang dilakukan bertitik tolak pada peraturan-peraturan yang ada sebagai hukum positif. Dan kemudian hasilnya akan berupa analisis data mengenai kedudukan hukum terhadap pengangkatan anak. G. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian bertempat di Kampung Sadang RT 06 B RW 03 Desa Sukamantri Kecamatan Paseh Kabupaten Bandung

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan)

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan) PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan) Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan orang lain serta sering membutuhkan antara yang satu

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan orang lain serta sering membutuhkan antara yang satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa di muka bumi ini sebagai makhluk yang paling sempurna. Salah satu buktinya bahwa manusia diberikan cipta, rasa,

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK UMUM Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK I. UMUM Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus

Lebih terperinci

BAB III KONSEP PENGASUHAN ANAK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB III KONSEP PENGASUHAN ANAK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK BAB III KONSEP PENGASUHAN ANAK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK A. Gambaran Umum Undang-undang perlindungan anak dibentuk dalam rangka melindungi hakhak dan kewajiban anak,

Lebih terperinci

PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK

PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK MAKALAH PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK Disusun oleh RIZKY ARGAMA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, NOVEMBER 2006 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penghargaan, penghormatan,

Lebih terperinci

Pencatatan Nama Orang Tua Bagi Anak Yang Tidak Diketahui Asal-usulnya

Pencatatan Nama Orang Tua Bagi Anak Yang Tidak Diketahui Asal-usulnya Pencatatan Nama Orang Tua Bagi Anak Yang Tidak Diketahui Asal-usulnya Latar Belakang UUD 1945 menjamin warga negaranya untuk memiliki keturunan. Hal ini diatur secara tegas dalam Pasal 28B ayat (1), yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengangkatan anak merupakan suatu kebutuhan masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengangkatan anak merupakan suatu kebutuhan masyarakat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengangkatan anak merupakan suatu kebutuhan masyarakat dan menjadi bagian dari sistem hukum kekeluargaan, karena menyangkut kepentingan orang-perorang dalam keluarga.

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu dampak akan pesatnya teknologi yang berakibat pada luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek perkawian campuran. Di Indonesia

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK 32 BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK A. Hak dan Kewajiban antara Orang Tua dan Anak menurut UU No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan

Lebih terperinci

BAB II PENGANGKATAN ANAK MENURUT PP NOMOR 54 TAHUN

BAB II PENGANGKATAN ANAK MENURUT PP NOMOR 54 TAHUN BAB II PENGANGKATAN ANAK MENURUT PP NOMOR 54 TAHUN 2007 A. Pengertian dan Dasar Hukum Pengangkatan anak. Pengangkatan anak disebut juga dengan adopsi, kata adopsi berasal dari bahasa latin adoptio yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang : a. bahwa anak yang merupakan tunas dan generasi

Lebih terperinci

RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM

RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM 1 RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam 1 A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Mereka bersih seperti kertas putih ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan karunia berharga dari Allah Subhanahu wa Ta ala yang

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan karunia berharga dari Allah Subhanahu wa Ta ala yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan karunia berharga dari Allah Subhanahu wa Ta ala yang diamanahkan kepada orang tua untuk dicintai dan dirawat dengan sepenuh hati. Anak adalah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang : a. bahwa anak adalah amanah dan

Lebih terperinci

PENGANGKATAN ANAK SECARA LANGSUNG DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN ANAK

PENGANGKATAN ANAK SECARA LANGSUNG DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN ANAK PENGANGKATAN ANAK SECARA LANGSUNG DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN ANAK Muhammad Heriawan heriyawan67@gmail.com Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Tadulako Abstract Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk selanjutnya disebut UUP memberikan definisi perkawinan sebagai ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa anak merupakan amanah dan karunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan gizi tetapi juga masalah perlakuan seksual terhadap anak (sexual abuse),

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan gizi tetapi juga masalah perlakuan seksual terhadap anak (sexual abuse), 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seorang anak adalah mahkluk ciptaan Tuhan yang paling mulia, anak merupakan bagian dari generasi muda, penerus cita-cita perjuangan dan sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, bahkan anak dianggap sebagai harta kekayaan yang paling berharga dibandingkan kekayaan harta benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peranperan strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada umumnya tidak lepas dari kebutuhan baik jasmani maupun rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah SWT untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dinyatakan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dinyatakan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sebagaimana yang dinyatakan pada Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa negara hukum (rechtsstaat)

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa negara hukum (rechtsstaat) BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia adalah Negara Hukum sebagaimana tertuang di dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa negara hukum (rechtsstaat)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak hak sebagai manusia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Fakultas Hukum Oleh: MONA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepolisian Republik Indonesia 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan 1. Latar Belakang Anak merupakan generasi penerus keluarga. Anak juga merupakan aset bangsa yang sangat berharga; sumber daya manusia yang berperan penting

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS UU RI NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DI WILAYAH SURAKARTA

EFEKTIVITAS UU RI NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DI WILAYAH SURAKARTA 0 EFEKTIVITAS UU RI NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DI WILAYAH SURAKARTA Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipersiapkan sebagai subjek pelaksana cita-cita perjuangan bangsa. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. dipersiapkan sebagai subjek pelaksana cita-cita perjuangan bangsa. Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembicaraan tentang anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus bangsa yang dipersiapkan sebagai

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP ANAK

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP ANAK BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP ANAK A. Pengertian Anak Menurut Undang-undang No.23 tahun 2002 Pasal satu ayat (1) yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas tahun),

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup terpisah dari kelompok manusia lainnya. Dalam menjalankan kehidupannya setiap manusia membutuhkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI ABSTRAK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI Anggyka Nurhidayana 1, Amnawati 2, Kasmawati 3. ABSTRAK Upaya perlindungan hukum dalam perkawinan sirri atau disebut perkawinan tidak dicatatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga karena dalam diri anak melekat harkat, martabat, dan hakhak sebagai manusia

Lebih terperinci

BAB I. Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda

BAB I. Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda BAB I A. Latar Belakang Masalah Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda yaitu laki-laki dan perempuan yang telah menjadi kodrat bahwa antara dua jenis itu saling berpasangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dalam masyarakat Indonesia adalah mutlak adanya dan merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan Bangsa seperti Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK SALINAN BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan sebagai makhluk yang bersifat individual dan juga bersifat sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing yang tentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bernilai, penting, penerus bangsa. Pada kenyataannya, tatanan dunia dan perilaku

BAB I PENDAHULUAN. bernilai, penting, penerus bangsa. Pada kenyataannya, tatanan dunia dan perilaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Realitas keadaan anak di muka peta dunia ini masih belum menggembirakan. Nasib mereka belum seindah ungkapan verbal yang kerap kali memposisikan anak bernilai,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap makhluk hidup memerlukan interaksi dan komunikasi satu sama lain, khususnya bagi umat manusia. Interaksi dan komunikasi ini sangat diperlukan karena manusia ditakdirkan

Lebih terperinci

UU RI nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

UU RI nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak UU RI nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perhatian, sehingga setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara

BAB I PENDAHULUAN. dan perhatian, sehingga setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peran-peran strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut kepentingan orang-perorang dalam keluarga. Khususnya di Bali

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut kepentingan orang-perorang dalam keluarga. Khususnya di Bali 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini di Indonesia kebutuhan masyarakat terhadap pengangkatan anak merupakan salah satu bagian dari sistem hukum kekeluargaan, karena menyangkut kepentingan

Lebih terperinci

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA UUD 1945 Tap MPR Nomor III/1998 UU NO 39 TAHUN 1999 UU NO 26 TAHUN 2000 UU NO 7 TAHUN 1984 (RATIFIKASI CEDAW) UU NO TAHUN 1998 (RATIFIKASI KONVENSI

Lebih terperinci

PENETAPAN HAKIM TERHADAP PERWALIAN ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT UNDANG-UNDANG NO.4 TAHUN 1979 (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) SKRIPSI

PENETAPAN HAKIM TERHADAP PERWALIAN ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT UNDANG-UNDANG NO.4 TAHUN 1979 (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) SKRIPSI PENETAPAN HAKIM TERHADAP PERWALIAN ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT UNDANG-UNDANG NO.4 TAHUN 1979 (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) SKRIPSI Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Syarat-Syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsekuensi adanya hubungan biologis antara laki-laki dan perempuan tetapi

BAB I PENDAHULUAN. konsekuensi adanya hubungan biologis antara laki-laki dan perempuan tetapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran anak dalam sebuah keluarga tidak hanya dipandang sebagai konsekuensi adanya hubungan biologis antara laki-laki dan perempuan tetapi lebih dari itu juga merupakan

Lebih terperinci

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana 1 Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Adakalanya dalam pembuktian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. boleh merampas hak hidup dan merdeka tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. boleh merampas hak hidup dan merdeka tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Anak sebagai Mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan Mahluk sosial, sejak dalam kandungan sampai melahirkan mempunyai hak atas hidup dan merdeka saat serta mendapat perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir ini perhatian pemerintah dan publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan berkembangnya organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. 1 Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri, tetapi juga menyangkut urusan keluarga dan masyarakat. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. istri, tetapi juga menyangkut urusan keluarga dan masyarakat. Perkawinan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan manusia, karena perkawinan tidak saja menyangkut pribadi kedua calon suami istri, tetapi juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) telah menjadi agenda bersama dalam beberapa dekade terakhir. Fakta menunjukkan bahwa KDRT memberikan efek negatif yang cukup

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK)

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK) KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK) Konvensi Hak Anak (KHA) Perjanjian yang mengikat secara yuridis dan politis antara berbagai negara yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan Hak Anak Istilah yang perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil, yang terdiri dari seorang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. anak-anak yang putus sekolah karena kurang biaya sehingga. dan buruh pabrik tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarga.

I. PENDAHULUAN. anak-anak yang putus sekolah karena kurang biaya sehingga. dan buruh pabrik tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarga. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan rakyat dan mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan cita-cita bangsa Indonesia namun hal itu belum terwujud dengan baik, karena masih banyak rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN 1. Akibat Hukum Terhadap Kedudukan, Hak dan Kewajiban Anak dalam Perkawinan yang Dibatalkan a. Kedudukan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai subsistem sosial menempati posisi penting dalam eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha membangun sistem hukum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sudah menjadi kodrat alam bahwa manusia dilahirkan ke dunia selalu mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup. Dalam

Lebih terperinci

PENGATURAN MENGENAI PENGANGKATAN ANAK YANG DILAKUKAN OLEH SESEORANG YANG TIDAK KAWIN

PENGATURAN MENGENAI PENGANGKATAN ANAK YANG DILAKUKAN OLEH SESEORANG YANG TIDAK KAWIN PENGATURAN MENGENAI PENGANGKATAN ANAK YANG DILAKUKAN OLEH SESEORANG YANG TIDAK KAWIN Oleh: Ida Bagus Putu Pramarta Wibawa I Gusti Agung Ayu Dike Widhiyaastuti Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Sebagaimana yang diketahui bahwa perlindungan anak sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Sebagaimana yang diketahui bahwa perlindungan anak sangatlah BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Sebagaimana yang diketahui bahwa perlindungan anak sangatlah penting karena anak merupakan asset bangsa yang berharga.setiap Negara membutuhkan generasi penerus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang merupakan mutiara keluarga yang perlu dilindungi dan dijaga. Perlu dijaga karena dalam dirinya

Lebih terperinci

1 Kompilasi Hukum Islam, Instruksi Presiden No. 154 Tahun Kompilasi Hukum Islam. Instruksi Presiden No. 154 Tahun 1991.

1 Kompilasi Hukum Islam, Instruksi Presiden No. 154 Tahun Kompilasi Hukum Islam. Instruksi Presiden No. 154 Tahun 1991. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Allah SWT menciptakan manusia laki-laki dan perempuan yang diciptakan berpasang-pasangan. Maka dengan berpasangan itulah manusia mengembangbiakan banyak laki-laki dan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI HAK ANAK DALAM PENDIDIKAN BERDASARKAN UU RI NO 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

IMPLEMENTASI HAK ANAK DALAM PENDIDIKAN BERDASARKAN UU RI NO 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK IMPLEMENTASI HAK ANAK DALAM PENDIDIKAN BERDASARKAN UU RI NO 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK (Studi Kasus pada Keluarga Nelayan di Desa Pecangaan Kecamatan Batangan Kabupaten Pati Tahun 2013) NASKAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempercepat pelaksanaan pembangunan. Salah satu program dibidang

BAB I PENDAHULUAN. mempercepat pelaksanaan pembangunan. Salah satu program dibidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyusunan rencana strategis 2011 semua anak Indonesia tercatat kelahirannya merupakan rencana jangka menengah untuk Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 17 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Umum tentang Anak secara Umum 1. Pengertian Anak Anak adalah generasi penerus bangsa dan penerus pembangunan, yaitu generasi yang dipersiapkan sebagai subjek pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan terhadap anak merupakan tanggung jawab orang tua, keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan terhadap anak merupakan tanggung jawab orang tua, keluarga, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perlindungan terhadap anak merupakan tanggung jawab orang tua, keluarga, maupun masyarakat sekitarnya. Perlindungan yang diberikan pada anak merupakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keinginan untuk mempunyai anak adalah naluri manusiawi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keinginan untuk mempunyai anak adalah naluri manusiawi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keinginan untuk mempunyai anak adalah naluri manusiawi dan alamiah. Akan tetapi kadang-kadang naluri ini terbentur pada takdir Ilahi, dimana kehendak mempunyai

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang manusia yang lahir di dunia ini, memiliki hak dan kewajiban yang diberikan hukum kepadanya maupun kepada manusia-manusia lain disekitarnya dimulai kepadanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan. memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan. memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah anugerah yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap orang tua yang harus dijaga, dilindungi dan diberi kasih sayang dari kedua orang tuanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu fenomena kompleks yang dapat dipahami dari segi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang

Lebih terperinci

Ringkasan Putusan.

Ringkasan Putusan. Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 10-17-23/PUU-VII/2009 tanggal 25 Maret 2010 atas Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi, dengan hormat

Lebih terperinci

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Disajikan dalam kegiatan pembelajaran untuk Australian Defence Force Staff di Balai Bahasa Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung, Indonesia 10 September 2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini banyak dijumpai pasangan yang lebih memilih untuk melakukan nikah siri

BAB I PENDAHULUAN. ini banyak dijumpai pasangan yang lebih memilih untuk melakukan nikah siri BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Nikah sirri zaman sekarang seolah menjadi trend dan gaya hidup. Saat ini banyak dijumpai pasangan yang lebih memilih untuk melakukan nikah siri atau nikah di bawah tangan

Lebih terperinci

TANYA JAWAB UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

TANYA JAWAB UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TANYA JAWAB UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK 1. Pertanyaan : Negara Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya, termasuk perlindungan kepada anak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. patut di junjung tinggi serta harus mendapatkan hak-haknya tanpa harus

BAB I PENDAHULUAN. patut di junjung tinggi serta harus mendapatkan hak-haknya tanpa harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan amanah sekaligus anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Oleh karena itu setiap anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kadang-kadang naluri ini terbentur pada Takdir Illahi, di mana kehendak

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kadang-kadang naluri ini terbentur pada Takdir Illahi, di mana kehendak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keinginan mempunyai anak adalah naluri manusiawi dan alamiah. Akan tetapi kadang-kadang naluri ini terbentur pada Takdir Illahi, di mana kehendak untuk mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Pasal 1 Undang- perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.

BAB I PENDAHULUAN. melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Pasal 1 Undang- perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia di dunia, yang berlainan jenis kelaminnya (lakilaki dan perempuan) secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan yang lain

Lebih terperinci

HAK ASASI MANUSIA. by Asnedi KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA KANWIL SUMATERA SELATAN

HAK ASASI MANUSIA. by Asnedi KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA KANWIL SUMATERA SELATAN HAK ASASI MANUSIA by Asnedi KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA KANWIL SUMATERA SELATAN HAK ASASI : - BENAR - MILIK /KEPUNYAAN - KEWENANGAN - KEKUASAAN UNTUK BERBUAT SESUATU : -

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan potensi

I. PENDAHULUAN. melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan potensi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya juga melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan potensi masa depan

Lebih terperinci