BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori Piston merupakan salah satu komponen penting dalam kendaraan bermotor pada proses pembakaran di ruang bakar. Sehingga material piston merupakan material spesifikasi khusus dan biasanya digunakan bijih aluminium untuk membuat paduannya. Piston dipegang oleh setang piston (connecting rod shaft) yang mendapatkan gerakan turun naik dari gerakan berputar cranksaft (Stephen, 2004). Bentuk bagian piston dapat dilihat pada Gambar 2.1. Piston bekerja tanpa henti selama mesin hidup. Komponen ini menerima temperatur dan tekanan tinggi sehingga mutlak harus memiliki daya tahan tinggi. Oleh karena itu, pabrikan kini lebih memilih paduan aluminium (Al-Si). Paduan ini diyakini mampu meradiasikan panas yang lebih efisien dibanding material lainnya. Karena paduan ini memiliki daya tahan terhadap korosi dan abrasi, koefisien pemuaian yang rendah, dan juga mempunyai kekuatan yang tinggi. Gambar 2.1. Piston dipegang oleh setang piston pada proses pembakaran dalam ( Piston bekerja tanpa henti selama mesin hidup dan menerima tekanan dan temperatur tinggi sehingga harus memiliki daya tahan tinggi (Delo., 2012). Pabrikan kini lebih memilih paduan aluminium (Al-Si). Paduan ini mampu meradiasikan panas yang lebih efisien, tahan korosi, abrasi dan kekuatan mekanik tinggi, tetapi koefisien muai rendah (Guohua, et.al., 2012). Penyebab utama kerusakan piston adalah aus ditampilkan pada Gambar 2.2. disebabkan gesekan dan temperatur tinggi. Kurang disiplinnya merawat kendaraan terutama 7

2 pengecekan oli mesin menyebabkan piston panas dan gesekan besar akibatnya mudah aus (Uwe Schilling., 2010). Gambar 2.2 Kerusakan piston karena aus (Uwe Schilling., 2010). Kekerasan material piston yang rendah dan koefesien muai rendah (Riyadh, et.al., 2011). Sekarang dikembangkan material yang lebih unggul dari paduan alumunium dan silikon. Material baru yang diciptakan yaitu Aluminium Matrix Composite (AMCs). Teknologi ini menciptakan kekerasan alumunium tinggi, koefesien muai rendah, tahan aus dan meningkatkan sifat mekanisnya (Qin, Q.D, et.al., 2008). Performa piston lokal yang rendah dikembangkan pembuatanya dengan AMCs dari paduan Al-Si dan penguat partikel dan fiber SiC. Fabrikasi pembuatanya melalui pengecoran tekan (Squeeze casting). Hasilnya kekerasan meningkat, porositas rendah dan kekuatan tarik tinggi (Asano K, 2004). Ukuran dari butir partikel dan fiber SiC sangat berpengaruh terhadap kekerasan dan kehalusan permukaan. Semakin kecil dari ukuran partikel, maka kekerasan dan permukaan semakin halus sehingga mengurangi friction (gesekan) antara piston dan liner (Li Chong, et.al., 2009). Sedangkan tekanan squeeze casting yang besar pada pembuatan piston dapat mengurangi porositas sampai 2% (Mahadevan., 2008). Hasil piston komposit ditingkatkan dengan perlakuan panas yang bisa memperbaiki sifat mekanik piston dengan mengubah strukturmikro material. 2.2 Komposit Matrik Aluminium Material terdiri dari gabungan dua atau lebih fasa yang berbeda, baik secara fisik, kimia, dan memiliki karakteristik yang unggul dari masing-masing komponen disebut material komposit. Material tersusun dari dua yaitu matrik dan 8

3 reinforced (penguat) (Reedy et,al., 2010). Terdapat 5 (lima) penguat pada material komposit yang berpengaruh sifat mekanik mulai dari distribusi, konsentrasi, orientasi, bentuk, dan ukuran, dimana bisa dilihat pada Gambar 2.3 (Calister, 2007). Gambar 2.3. Penguat dalam material komposit a). konsentrasi, b). Ukuran, c) bentuk, d). Distribusi, dan e) orientasi (Calister, 2003). Komposit matrik logam terdiri fasa logam dan material penguat dari senyawa keramik seperti SiC, B4C, dan karbida yang memiliki kemapuan basah kurang baik terhadap logam cair (Engineered Material Handbook, Vol. 1, 1987). Biasanya berbentuk partikulat dengan kadar antara 10 60% fraksi volume (Calister, 2003). Komposit matrik logam (MMC) atau lebih spesifik komposit matrik aluminium (AMC) banyak digunakan untuk pembuatan piston dengan proses squeece casting (Asano K, 2004). MMC memiliki keunggulan pada peningkatan kekuatan mekanik dan berat lebih ringan. Peningkatan volume penguat pada komposit meningkatkan modulus elastis, kekuatan tarik, kekuatan luluh, dan menurunkan densitas material (Jit et, al., 2011). Dan menurunkan keuletan dan ketahanan patah (Devi et, al., 2011). 2.3 Material Penyusun Aluminium Matrik Komposit (AMC) Tiga elemen pada fabrikasi aluminium matrik komposit, untuk logam aluminium sebagai matrik, dan partikel SiC sebagai penguat, sedangkan magnesium sebagai wetting agent yang berfungsi meningkatkan pembasahan antarmuka matrik dan penguat. Ketiga elemen akan dibahas sebagai berikut; 9

4 Aluminium Aluminium merupakan logam ringan dengan massa jenis yang rendah 2,7 g/cm 3 struktur kristal Face Center cubic (FCC) dengan sifat keuletan yang tinggi. Pada AMC, aluminium berperan sebagai matrik yang berfungsi untuk media transfer beban ke penguat, karena sedikit beban yang diterima yang mampu ditahan matrik (Calister, 2003). Matrik pada komposit memiliki sifat ulet dan penguat dari lingkungan (Brooks dan Charlie., 1982). Sifat fisik dan mekanik aluminium dapat dilihat pada Tabel 2.1. Aluminium dan panduanya ditandai berdasarkan produknya, seperti cast product (hasil cor) atau wrought product (hasil tempa) (Altenpohl., 1982). Tabel 2.1.Sifat fisk dan mekanik aluminium Aluminium (Lutfi & Sukron., 2010) Sifat Fisik Satuan Nilai Massa jenis g/cm3 2,7 Nomor Atom - 13 Berat Atom g/mol 26,67 Struktur kristal - FCC Titik Lebur o C 660,4 Titik Didih o C 2647 Jari-jari atom nm 0,143 Sifat Mekanis Satuan Nilai Modulus Elastisitas Gpa 72 Poisson Ration - 0,35 Kekerasan VHN 3500 Kekuatan luluh MPa 450 Ketangguhan MPa 4,5 Macam macam paduan aluminium dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Paduan Al-Si Paduan Al-Si ditemukan oleh A. Pacz tahun Paduan Al-Si yang telah diperlakukan panas dinamakan Silumin. Sifat sifat silumin sangat diperbaiki oleh perlakuan panas dan sedikit diperbaiki oleh unsur paduan. Paduan Al-Si umumnya dipakai dengan 0,15% 0,4% Mn dan 0,5 % Mg. Paduan yang diberi perlakuan pelarutan (solution heat treatment), quenching, dan aging dinamakan silumin, dan yang hanya mendapat 10

5 perlakuan aging saja dinamakan silumin. Paduan Al-Si yang memerlukan perlakuan panas ditambah dengan Mg juga Cu serta Ni untuk memberikan kekerasan pada saat panas. Bahan paduan ini biasa dipakai untuk piston kendaraan (Surdia, 1992). Gambar 2.4. Diagram fasa Al-Si (ASM International, 2004) Pada diagram fasa Al-Si (Gambar 2.4) dapat dibagi tiga daerah yaitu: a. Daerah Hipoeutektik Pada daerah ini terdapat kandungan silikon < 11,7% dimana struktur mikro akhir yang terbentuk pada fasa ini adalah fasa α aluminium dan eutektik (gelap) yang kaya aluminium yang memiliki kekerasan 90 HB, Struktur mikro hipoeutektik diperlihatkan pada Gambar 2.5a b. Daerah Eutektik Pada komposisi ini paduan Al-Si dapat membeku secara langsung (dari fase cair ke padat). Kandungan silikon yang terkandung didalamnya sekitar 11.7% sampai 12.2% untuk struktur mikro eutektik bisa dilihat pada Gambar 2.5b. Material ini memiliki kekerasan 105 HB dan uji tarik 248 MPa sehingga banyak diaplikasikan pada komponen dengan tekanan yang tinggi, seperti: crank case, wheel hub, cylinder barrel. (ASM Handbook vol 15, 1998). 11

6 c. Daerah Hypereutectic Struktur mikro hypereutectic pada Gambar 2.5c menunjukan Komposisi silikon diatas 12.2% sehingga kaya akan silikon dengan fasa eutektik sebagai fasa tambahan dan memiliki kekerasan 110 HB. Contoh aluminium alloy jenis ini : AC8H, A.339. Si primer Si α - Al (a) (b) (c) Gambar 2.5 Struktur mikro paduan Al-Si (a) paduan hypoeutectic ( wt% Si). 150X. (b) paduan eutectic (12.6% Si). 400X. (c) paduan hypereutectic (>12.6% Si) 150X (ASM International, 2004) Tipe paduan tergantung pada presentase kandungan silikon ini akan berpengaruh terhadap titik beku (freezing point) yang dipakai pada proses pengecoran aluminium yang bisa dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 kandungan Si berpengaruh terhadap temperatur titik beku paduan aluminium (ASM International, 2004) Alloy Si conten BS alloy Typical freezing range ( o C) Low silicon 4-6 % LM Medium Silicon 7,5-9,5 % LM Eutectic alloys % LM Special hypereutectic alloys > 16 % LM

7 2. Paduan Al-Cu dan Al-Cu-Mg Paduan Al-Cu dan Al-Cu-Mg ditemukan oleh A. Wilm dalam usaha mengembangkan paduan alumunium yang kuat dinamakan duralumin ini sering diaplikasikan pada rangka sepeda motor, pulley, roda gigi, velg mobil yang diperlihatkan pada Gambar 2.6. Paduan Al-Cu-Mg adalah paduan yang mengandung 4% Cu dan 0,5% Mg dapat ditingkatkan kekerasanya dengan proses natural aging setelah solution heat treatment dan quenching. Studi tentang logam paduan ini telah banyak dilakukan salah satunya adalah Nishimura yang telah berhasil dalam menemukan senyawa terner yang berada dalam keseimbangan dengan Al, yang kemudian dinamakan senyawa S dan T. Ternyata senyawa S (AL 2 CuMg) mempunyai kemampuan penuaan pada temperatur biasa. Paduan Al-Cu dan Al-Cu-Mg dipakai sebagai bahan dalam industri pesawat terbang. Gambar 2.6. Komponen-komponen dari material duralumin (Surdia, 1992) 3. Paduan Al-Mn Mangan (Mn) adalah unsur yang memperkuat Aluminium tanpa mengurangi ketahanan korosi dan dipakai untuk membuat paduan yang tahan terhadap korosi. Paduan Al-Mn dalam penamaan standar AA adalah paduan Al 3003 dan Al Komposisi standar dari paduan Al 3003 adalah Al, 1,2 % Mn, sedangkan komposisi standar Al 3004 adalah Al, 1,2 % Mn, 1,0 % Mg. Paduan Al 3003 dan Al 3004 digunakan sebagai paduan tahan korosi tanpa perlakuan panas. 13

8 4. Paduan Al-Mg Paduan dengan 2 3% Mg dapat mudah ditempa, dirol dan diekstrusi, paduan Al 5052 adalah paduan yang biasa dipakai sebagai bahan tempaan. Paduan Al 5052 adalah paduan yang paling kuat dalam sistem ini, dipakai setelah dikeraskan oleh pengerasan regangan apabila diperlukan kekerasan tinggi. Paduan Al 5083 yang dianil adalah paduan antara (4,5% Mg) kuat dan mudah dilas oleh karena itu sekarang dipakai sebagai bahan untuk tangki LNG (Surdia, 1992). 5. Paduan Al-Mg-Si Sebagai paduan Al-Mg-Si dalam sistem klasifikasi AA dapat diperoleh paduan Al 6063 dan Al Paduan dalam sistem ini mempunyai kekuatan kurang sebagai bahan tempaan dibandingkan dengan paduan paduan lainnya, tetapi sangat liat, sangat baik mampu bentuknya untuk penempaan, ekstrusi dan sebagainya. Paduan 6063 dipergunakan untuk rangka rangka konstruksi, maka selain dipergunakan untuk rangka konstruksi juga digunakan untuk kabel tenaga (Surdia, 1992). 6. Paduan Al-Mn-Zn Di Jepang pada permulaan tahun 1940 Iragashi dan kawan-kawan mengadakan studi dan berhasil dalam pengembangan suatu paduan dengan penambahan kira kira 0,3% Mn atau Cr dimana butir kristal padat diperhalus dan mengubah bentuk presipitasi serta retakan korosi tegangan tidak terjadi. Pada saat itu paduan tersebut dinamakan ESD atau duralumin super ekstra. Selama perang dunia ke dua di Amerika serikat dengan maksud yang hampir sama telah dikembangkan pula suatu paduan yaitu suatu paduan yang terdiri dari: Al, 5,5 % Zn, 2,5 % Mn, 1,5% Cu, 0,3 % Cr, 0,2 % Mn sekarang dinamakan paduan Al Pengggunaan paduan ini paling besar adalah untuk bahan konstruksi pesawat udara, disamping itu juga digunakan dalam bidang konstruksi (Surdia, 1992) Silikon Karbida Salah satu jenis keramik yang sering digunakan sebagai penguat dalam aluminium matrik komposit adalah silikon karbida (SiC). Diproduksi dengan 14

9 silika reaktif dari tanah dan karbon dari proses pemanasan pada temperatur 2400 o C didalam dapur listrik. Silikon karbida memiliki kekerasan dan modulus elastis yang tinggi, mampu meningkatkan sifat mekanis pada aplikasi material komposit (Ortega et, al, 2007). Meningkatnya fraksi volume partikel SiC pada matrik aluminium dapat meningkatkan kekuatan dan kekakuan MMC sesuai dengan hukum pencampuran atau Rule of mixture (Devi et, al., 2011). Aluminium silikon karbida komposit memiliki kekuatan khusus yang sangat baik, modulus spesifik, dan ketahanan aus. Koefisien ekspansi termal menurun secara linear dengan peningkatan konten SiC (Mahadevan and R Gopal, 2008). Salah satu jenis keramik yang sering digunakan sebagai penguat dalam aluminium matrik komposit adalah silikon karbida (SiC). Diproduksi dengan silika reaktif dari tanah dan karbon dari proses pemanasan pada temperatur 2400 o C didalam dapur listrik. Silikon karbida memiliki kekerasan dan modulus elastis yang tinggi, mampu meningkatkan sifat mekanis pada aplikasi material komposit (Ortega et, al, 2007). Sifat fisik dan mekanik silikon karbida ditampilkan pada Tabel 2.3. Tabel 2.3. Sifat fisk dan mekanik silikon karbida (Lutfi & Sukron., 2010) Sifat Fisik Satuan Nilai Massa jenis g/cm3 3,15 Berat Atom g/mol 40,1 Warna - Hitam Struktur kristal - HCP Titik Lebur o C 2700 Titik Didih o C 2972 Sifat Mekanis Satuan Nilai Modulus Elastisitas Gpa 410 Poisson Ration - 0,14 Kekerasan VHN 3500 Kekuatan Tekan MPa 3900 Kekuatan luluh MPa 450 Ketangguhan MPa 4,5 Meningkatnya fraksi volume partikel SiC pada matrik aluminium dapat meningkatkan kekuatan dan kekakuan MMC sesuai dengan hukum 15

10 pencampuran atau Rule of mixture (Devi et, al., 2011). Aluminium silikon karbida komposit memiliki kekuatan khusus yang sangat baik, modulus spesifik, dan ketahanan aus. Koefisien ekspansi termal menurun secara linear dengan peningkatan konten SiC (Mahadevan and R Gopal, 2008) Magenesium Pembuatan komposit, Magnesium (Mg) berfungsi sebagai wetting agent untuk meningkatkan pembasahan antara matrik dan penguat dengan cara menurunkan tegangan permukaaan antara keduanya. Sifat fisik dan mekanik magnesium ditampilkan pada Tabel 2.4. Tabel 2.4. Sifat fisk dan mekanik Magnesium (Lutfi & Sukron., 2010) Sifat Fisik Satuan Nilai Massa jenis g/cm 3 1,74 Berat Atom g/mol 24,305 Warna - Putih keperakan Struktur kristal - HCP Titik Lebur o C 650 Titik Didih o C 1090 Sifat Mekanis Satuan Nilai Poisson Ration - 0,22 Kekerasan BHN 260 Kekuatan luluh MPa Efek Penambahan Silikon Karbida (SiC) pada Aluminium Matrik Komposit Penambahan penguat SiC pada aluminium matrik komposit meningkatkan kekuatan dan modulus kekakuan tinggi, menghasilkan material komposit dengan sifat makanik diantara matrik dan penguat (Singla et, al, 2009). Penambahan penguat SiC dalam jumlah fraksi volume lebih dari 10% memberikan pengaruh karakteristik dan sifat mekanik matrik aluminium pada AMC (Zainuri dkk, 2008). Seperti modolus elastis, kekuatan tarik, dan kekuatan luluh (Jit et, al., 2011). Namun menurunkan densitas, keuletan, dan 16

11 ketahanan patah (Devi et, al., 2011). Pengurangan densitas karena terbentuknya porositas disebabkan gas yang terperangkap dan particle pull out void. Porositas disebabkan particle pull out void disebabkan antarmuka yang tidak terbentuk optimal, sehingga partikel SiC bisa lepas dari matrik aluminium (Yandouzi et,al., 2009). Peningkatan komposisi penguat komposit berbanding lurus dengan level porositas, dimana bisa dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5. Perbandingan kadar penguat SiC dengan porositas komposit Al- SiC (Yandouzi et,al., 2009) Starting powder Porosity (%) SiC (Vol.%) in the coating Hardness (HV 300 ) Shear force/bond strength Al-12%sSi alloy 0,78±0,52 N/A 112±5 (1522±266)N/(21,7±3, 8) MPa Al-12%sSi + 1,30±0,74 14,5±2,7 158±12 (1465±303)N/(20,9±4, 20%SiCp 3) MPa Al-12%sSi ±0,85 27,7±3,5 212±16 (1167±233)N/(16,7±3, 40%SiCp 6) MPa Al-12%sSi + 6,30±2,15 41,0±4,3 198±27-60%SiCp Pengaruh porositas terhadap kekuatan mekanik komposit melalui berkurangnya daerah penahanan beban dari luar dan adanya konsentrasi tegangan daerah sekitar porositas, sehingga mengurangi kemampuan komposit akan gaya luar (Gupta et, al., 1995). Kekuatan mekanis dipengaruhi oleh poros, oreintasi poros, dan volume poros. Efek fraksi volume porositas dalam kaitanya dengan kekuatan komposit. Porositas material komposit bisa diminimalisir seperti Gambar 2.7, dengan meningkatnya fraksi volume penguat, maka nilai densitas semakin naik, begitu juga sebaliknya (Widysatutik dkk., 2008). Fraksi volume penguat dipengaruhi jenis partikel panguat, ukuran, bentuk yang memungkinkan terjadi agglomerat (Hashim et,al., 2002). Nilai kekerasan komposit dipengaruhi volume fraksi penguat dan distribusi, tanpa dipengaruhi oleh ukuran partikel (Al-Rubaie et, al., 1999). Kondisi partikel penguat ditambahkan ke komposit terlalu banyak menimbulkan retak mikro menyebabkan turunnya kekuatan mekanik (Gupta et, al., 1995). 17

12 Gambar 2.7 Jenis-jenis porositas yang terjadi pada material (Madsen et, al, 2006) 2.5 Rekayasa Permukaan Aluminum Matrik Komposit Terhadap SiC Antarmuka Matrik dan penguat Material komposit Antarmuka (interface) aluminium matrik komposit menentukan sifat mekanis, diantaranya kekakuan, ketahanan patah, fatik, koefesien ekspansi panas, mulur, dan konduktifitas panas. Partikel penguat tergantung pada ikatan yang baik antara matrik dan penguat (Sanggahaleh et, al., 2009). Antarmuka material komposit berpengaruh sifat mekanik (Vahlas et, al., 1999), karena menjadi sarana transmisi tegangan dari luar menunju matrik dan penguat (Widyastuti dkk., 2008). Pada penguat SiC dapat menahan indentasi pada pengujian kekerasan, sehingga nilai kekerasan komposit Al/SiC sangat potensial pada aplikasi struktural di industri transportasi. Tetapi material tersebut memiliki keuletan dan ketangguhan yang rendah diakibatkan ikatan interfece yang lemah (Ortega et, al., 2007). Antarmuka alumunium matrik komposit dengan penguat SiC untuk ketebalanya mempengaruhi sifat mekanik, dimana bisa dilihat pada lapisan MgAL 2 O 4 di Gambar

13 Gambar 2.8 Pembasahan penguat SiC oleh magnesium pada fasa spinel (Singla et, al, 2009) Mampu Basah (Wettebelity) Material Komposit Mampu basah antamuka penguat terhadap matrik merupakan aspek penting dalam menentukan kekuatan material komposit (Vahlas et, al., 1999). Mampu basah membentuk ikatan kimia yang kuat pada antarmuka dan perilaku mampu basah dapat diketahui dengan menghitung sudut kontak dan tegangan permukaan, seperti Gambar 2.9. Pembasahan permukaan padat terhadap permukaan cair dapat diketahui dengan persamaan young. γ SL = γ SV γ LY cos θ (2.1) Gambar 2.9 Skematik sudut kontak a). Terjadi pembasahan, b). Tidak terjadi pembasahan (Lutfi & Sukron., 2010) 19

14 Dimana γ SV : energi bebas per unit area pada permukaan pada dan gas, γ LY : tegangan permukaan antara permukaan cair dan gas, γ SL : energi interfacial, θ : sudut kontak. Berdasarkan persamaan diatas, sudut kontak (θ) menurun apabila terjadi peningkatan energi permukaan padatan (γ SL ), penurunan energi interfacial cait atau padat dengan penurunan tegangan permukaan cairan (γ LY ). Lelehan logam dikatakan membasahi partikel penguat apabila θ < 90 o yaitu ketika γ SV > γ SL Penambahan Unsur Magnesium Penambahan magnesium (Mg) pada pembuatan aluminium matrik komposit dapat meningkatkan pembasahan dan daya lekat antara matrik dan penguat dengan membentuk fasa spinel MgAl2O4 dan MgO pada daerah antarmuka matrik aluminium dan panguat SiC (Sanggahaleh et,al., 2009). Fasa spinel dapat meruduksi tegangan permukaan antara matrik dan penguat, sehingga dapat meningkatkan daya lekatnya. Daya lekat antara matrik dan penguat berkaitan dengan kemampuan komposit mendistribusikan gaya luar dari matrik menuju penguat secara merata. Daya lekat dipengaruhi penambahan Mg untuk meningkatkan sifat mekanis aluminium matrik komposit (Geng lin et.al., 2010). Reaksi penambahan Mg pada aluminium matrik komposit dijelaskan sebagai berikut; 2SiO 2(s) + 2Al (l) + Mg (l) MgAl 2 O4 (s) + 2Si (l in Al) (2.2) 2.5 Stir Casting Kendala proses pembuatan aluminium matrik komposit adalah pada pendistribusian partikel penguat dalam matrik yang homogen berpengaruh terhadap sifat mekanik MMC. Permasalahan dapat diminimaliser melalui metode stir casting, tetapi dipengaruhi oleh parameter proses (Hashim et.al., 2002). Stir casting melakukan pengadukan mekanik pada aluminium dan partikel penguat pada temperatur lebur dilanjutkan penuangan ke cetakan (Jie et,al., 2011) yang ditampilkan pada Gambar

15 Partikel penguat dimasukan ke logam cair kemudian diaduk dengan batang penggaduk selanjutnya ditunag kedalam cetakan untuk meminimaliser terbentuknya cluster-cluster penguat SiC (Vugt van L dan L.Froyen., 2000). Posisi pengaduk yang tenggelam dalam lelehan material 35% berada dibawah dan 65% material berada diatasnya (Singla et,al., 2009). Porositas komposit Al/SiC dapat terbentuk clustering partikel penguat, akibatnya lelehan aluminium matrik komposit tidak dapat menginfiltrasi celah ditengah cluster SiC dan terbentuk poros (Gupta, et, al., 1995). Gambar 2.10 Proses stir casting dan penuangan material komposit (Recep C. et,al, 2012) Penguat dan matrik logam memiliki kencenderungan untuk mengikat pada keadaan meleleh dan makin cepat terbentuk. Agglomerat terjadi karena tanpa proses pengadukan dan pendistribusian partikel tidak merata. Namun diperhatikan pada penuangan terdapt gas yang terperangkap menimbulkan poros gas yang menyelubungi partikel penguat (Hashim et, al., 2002). 2.6 Squeeze Casting Proses squeeze casting piston menggunakan cetakan logam dari baja perkakas atau H13 (John., 1994), meliputi: pembuatan cetakan, persiapan dan peleburan logam, penuangan logam cair kedalam cetakan, pembersihan coran, mashining dan proses perakitan cetakan. Alur pembuatan cetakan ditunjukan pada Gambar Pengecoran Squeeze pertama kali diperkenalkan oleh Chernov seorang berkebangsaan Rusia pada tahun Pengecoran Squeeze sering disebut juga 3 21

16 penempaan logam cair (liquid metal forging), yaitu suatu proses dimana logam cair didinginkan sambil diberikan tekanan. Proses ini pada dasarnya mengkombinasikan keuntungan keuntungan pada proses forging dan casting. (Dimas eka H.P. 2013) Penuangan kedalam cetakan Squeeze Casting Pengambilan dari cetakan Pengecekan akhir piston Piston komposit Machining Gambar 2.11 Proses pembuatan piston komposit (Stephen, 2004) Perlengkapan proses antara lain: dapur pemanas, mekanisme press, punch, dan die (direct), pouring hole, injection chamber plunger dan gating system (indirect). Kontak logam cair dengan permukaan die memungkinkan terjadinya perpindahan panas yang cukup cepat, sehingga menghasilkan strukturmikro yang homogen dengan sifat mekanik yang baik. Berdasarkan mekanisme pengisian logam cair ke dalam die, pengecoran squeeze dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu pengisian langsung (direct squeeze casing) dan pengisian tidak langsung (indirect squeeze casting) Metode Direct Squeeze Casting (DCS) Direct Squeeze Casting (DCS) atau sering juga disebut dengan roses pengecoran liquid metal forging, squeeze forming, extrusion casting dan pressure crystallisation merupakann istilah yang diberikan untuk proses pengecoran dimana logam cair didinginkan dengan disertai pemberian tekanan secara langsung. Dengan harapkan mampu mencegah munculnya 22

17 porositas gas dan penyusutan pada hasil coran. Berikut merupakan Gambar Mekanisme proses Direct Squeeze Casting (DCS). Gambar Mekanisme proses Direct Squeeze Casting (DCS) ( Dimas Eka H P, 2013 ) Keterangan gambar diatas adalah : 1. Punch 2. Cetakan ( Moulding ) 3. Inti ( Produk yang dihasilkan) 4. Plunger Pendorong ( Ejector ) Indirect Squeeze Casting (ISC) Istilah indirect dipakai untuk menggambarkan proses injeksi logam ke dalam rongga cetakan dengan bantuan piston berdiameter kecil dimana mekanisme penekan ini dipertahankan sampai logam cair membeku. Keuntungan utama ISC adalah kemampuannya untuk menghasilkan produk cor dengan bentuk yang lebih kompleks dan tingkat presisi yang lebih baik, dengan memberikan beberapa sistem pengeluaran inti (core pull). Proses ini sebetulnya merupakan proses cangkokan antara low pressure dan high pressure die casting. Berikut merupakan Gambar Mekanisme proses Indirect Squeeze Casting (ICS) 23

18 Gambar Mekanisme proses Indirect Squeeze Casting (ICS) ( Dimas Eka H P, 2013 ) Keterangan gambar diatas adalah : 1. Plunyer Pendorong ( Ejector ) 2. Cetakan ( Moulding ) 3. Pouring hole 4. Gating system 5. Benda cetak 2.7 Peleburan (melting) Untuk Peleburan paduan aluminium dapat dilakukan pada tanur krus besi cor, tanur krus dan tanur nyala api. Logam yang dimasukan pada dapur terdiri dari sekrap (remelt) dan aluminium ingot. Kebanyakan kontrol analisa didapatkan dari analisis pengisian yang diketahui, yaitu ketelitian pemisahan tuang ulang dan ingot aluminium baru. Ketika perlu ditambahkan elemen pada aluminium, untuk logam yang mempunyai titik lebur rendah seperti seng dan magnesium dapat ditambahkan dalam bentuk elemental. Untuk menghemat waktu peleburan dan mengurangi kehilangan karena oksidasi lebih baik memotong logam menjadi potongan kecil yang kemudian dipanaskan untuk di jadikan ingot. Kalau bahan sudah mulai mencair, fluks harus ditaburkan untuk mengurangi oksidasi dan absorbsi gas. Bentuk oksidasi tergantung Selama pencairan, permukaan harus ditutup fluk dan cairan diaduk pada jangka waktu tertentu untuk mencegah segresi (ASM Handbook Vol 15,1998). 24

19 Selama pencairan, permukaan harus ditutup fluks dan cairan diaduk pada jangka waktu tertentu untuk mencegah segresi (surdia, 1991). Kemudian kotoran yang muncul di ambil dan dibuang. Setelah pada suhu kurang lebih 725 o C aluminium di tuang ke dalam cetakan. Adapun untuk remelting, material hasil peleburan di atas dilebur kembali. 2.8 Pembuatan Cetakan Cetakan berfungsi untuk menampung logam cair yang akan menghasilkan benda cor. Cetakan piston dibuat dari logam, sehingga sekali membuat cetakan dapat dipakai untuk selamanya. Cetakan logam harus terbuat dari bahan yang lebih baik dan lebih kuat dari logam coran, karena dengan adanya bahan yang lebih kuat maka cetakan tidak akan terkikis oleh logam coran yang akan di tuang. Pengecoran cetakan permanen menggunakan cetakan logam yang terdiri dari dua bagian untuk memudahkan pembukaan dan penutupannya. Pada umumnya cetakan ini dibuat dari bahan baja atau besi tuang (John, 1994). Logam yang biasa dicor dengan cetakan ini antara lain aluminium, magnesium, paduan tembaga, dan besi tuang. Pengecoran dilakukan melalui beberapa tahapan seperti ditunjukkan dalam Gambar Gambar 2.14 Tahapan pengecoran dengan cetakan permanen (Surdia, 1982) 25

20 2.9 Karakteristik dan Sifat Mekanik Piston Komposisi Kimia Uji komposisi merupakan pengujian yang berfungsi untuk mengetahui seberapa besar atau seberapa banyak jumlah suatu kandungan yang terdapat pada suatu logam, baik logam ferro maupun logam non ferro. Uji komposisi biasanya dilakukan ditempat pabrik-pabrik atau perusahaan logam yang jumlah produksinya besar, ataupun juga terdapat di Instititut pendidikan yang khusus mempelajari tentang logam. Proses pengujian komposisi berlangsung dengan pembakaran bahan menggunakan elektroda dimana terjadi suhu rekristalisasi, dari suhu rekristalisasi terjadi penguraian unsur yang masing-masing beda warnanya. Penentuan kadar berdasar sensor perbedaan warna. Proses pembakaran elektroda ini tidak lebih dari tiga detik. Pengujian komposisi dapat dilakukan untuk menentukan jenis bahan yang digunakan dengan melihat persentase unsur yang ada. Untuk mengetahui komposisi logam cair dilakukan inspeksi logam cair. Alat uji yang digunakan CE meter atau spektrometer. Seperti yang dijelaskan sebelumnya setelah diketahui komposisi logam cair dengan pengujian komposisi dilakukan proses penyesuaian untuk mencapai komposisi yang sesuai dengan standar. Ada tiga bagian utama proses pengujian komposisi yaitu (Hendri, 2002). 1. Furnace berisi logam cair yang dilebur dari beberapa raw material 2. Standar material yang menentukan kandungan komposisi masing-masing unsur yang ditetapkan 3. Proses pengujian komposisi yang menggunakan CE meter dan Spectrometer Uji Metalurgrafi Sampel strukturmikro diambil dari bagian yang diperkuat dan bagian tanpa perkuat pada piston komposit untuk dianalisa dengan pembesaran 200, 500, 1000 dan 2000X. Keseragam wilayah distribusi penguat dalam matriks Al-Si eutectics dapat diamati (Mahadevan., 2008). Scanning Electron Microscope (SEM) digunakan untuk menganalisa strukturmikro sampai topografi permukaan dengan pembesaran sampai kali dan resolusi 4 9 nm. Prinsip kerja SEM 26

21 menggunakan tumbukan elektron untuk menganalisis objek yang ditransformasikan menjadi gambar. Spesimen piston komposit dihaluskan kemudian divakum sampai kering sampai bebas dari H 2 O. Spesimen dilapisi (sputter) dengan emas atau platina kemudian ditempatkan pada holder untuk direkam (ASM vol 9., 2004). Permukaan material yang disinari atau terkena sinar electron akan memantulkan kembali berkas electron atau dinamakan berkas electron sekunder ke segala arah. Tetapi dari semua berkas electron yang dipantulkan terdapat satu berkas electron yang dipantulkan dengan intensitas tertinggi. Detector yang terdapat di dalam SEM akan mendeteksi berkas electron berintensitas tertinggi yang dipantulkan oleh benda atau material yang dianalisis (Yudi Prasetyo, 2011). SEM (Scanning Electron Microscope) memiliki resolusi yang lebih tinggi dari pada mikroskop optic. Hal ini di sebabkan oleh panjang gelombang de Broglie yang memiliki electron lebih pendek daripada gelombang optic. Karena makin kecil panjang gelombang yang digunakan maka makin tinggi resolusi mikroskop. Prinsip kerja SEM ( Scanning Electron Microscope ). Gambar Secondary Electron (SE). Back Scattered Electron (BSE) ( ch) 1. Elctron dari spesimen difokuskan oleh elektroda elektrostatik pada skintilator ( pengelips ) bias. 2. Cahaya yang dihasilkan ditrnasmisikan lewat tabung cahaya Prespex ke pengganda foto dan siyal untuk memodulasi kecerahan bercak osiloskop. 27

22 Kemudian raster yang sinkron dengan berkas elektron pada permukaan spesimen. 3. Ketika electron mengenai sampel, maka akan terjadi hamburan elektron, baik Secondary Electron (SE) atau Back Scattered Electron (BSE) dari permukaan sampel dan akan dideteksi oleh detektor dan dimunculkan dalam bentuk gambar pada monitor CRT. Berikut ini merupakan Gambar Electron (SE) atau Back Scattered Electron (BSE) dan secara lengkap skema SEM diterangkan oleh Gambar dibawah ini: Gambar Mekanisme SEM (Scanning Electron Microscope) ( ch) Pengujian EDS ( Electron Dispersive Spectroscopy ) EDS (Electron Dispersive Spectroscopy) adalah sebuah teknik analisis yang digunakan, untuk elemen analisis atau karakterisasi kimia sampel. Ini adalah salah satu varian dari fluoresensi sinar-x spektroskopi yang bergantung pada penelitian sampel melalui interaksi antara radiasi elektromagnetik dan materi. Analisis sinar-x yang dipancarkan oleh materi dalam menanggapi kontak dengan partikel bermuatan. Secara umum ketelitian analisis mencapai ±0,1 % 28

23 Kemampuan karakterisasi EDS (Electron Dispersive Spectroscopy) karena sebagian besar prinsip dasar bahwa setiap elemen, kombinasi spesimen yang transparan terhadap electron, dengan hamburan elastis sudut besar terbatas dan probe electron yang kecil. Menghasilkan perbaikan berarti pada resolusi spasial mikroanalisis, disamping itu, antar fasa spektrometer tanpa kehilangan energi dapat mendeteksi dan mengukur elemen ringan, sehingga analisis mikrokimiawi electron kini menjadi sarana yang berguna untuk karakterisasi meterial untuk didefinisikan sesuai karakteristik yang ada. (R.E. Smallman & R.J.Bishop, 2000) Terdiri empat komponen utama dari setup EDS yaitu sumber sinar, detector sinar X, prosesor, dan analisa. Sejak 1960-an mereka telah dilengkapi dengan kemampuan analisis unsur. Sebuah detektor digunakan untuk mengkonversi sinar X energi ketegangan sinyal, Informasi ini dikirim ke prosesor, yang mengukur sinyal dan menuju ke sebuah analiser untuk menampilkan data dan analisis sesuai dengan karakterisasi yang ada pada spesimen benda uji. Faktor yang mempengaruhi Akurasi dari EDS spectrum. Antara lain Jendela di depan detektor dapat menyerap energi rendah sinar X. EDS detektor tidak dapat mendeteksi unsur unsur dengan umur atom kurang dari 4, yaitu H, Dia, dan Li. Over voltage di EDS mengubah puncak ukuran meningkatkan over tegangan pada SEM peregeseran spektrum ke energi yang lebih besar, membuat energi yang lebih tinggi dan lebih rendah, lebih besar puncak puncak energi yang lebih kecil. Banyak unsur akan memiliki puncak yang tumpang tindih (misalnya, Ti K α β dan VK, Mn, dan Fe β K Kα ). Keakuratan spektrum juga dapat dipengaruhi oleh sifat sampel. a. Prinsip Kerja EDS ( Electron Dispersive Spectroscopy ) Electron Dispersive Spectroscopy (EDS) analisis adalah alat yang berharga untuk analisis kuantitatif dan kualitatif elemen. Metode ini cepat dan analisis kimia non-destruktif dengan resolusi spasial dalam rezim mikrometer. Hal ini didasarkan pada analisis spektral radiasi sinar-x karakteristik yang dipancarkan dari atom sampel pada iradiasi dengan berkas elektron difokuskan dari SEM. Dalam sistem kami spektroskopi dari foton 29

24 sinar-x dipancarkan dilakukan oleh detektor-li Si dengan resolusi energi sekitar 150 ev pada 5 mm jarak kerja (Martinez, 2010 ). b. Karakterisasi Sinar - X Bila sebuah elektron ditolak dari kulit dalam atom oleh interaksi dengan berkas elektron energi tinggi, hasilnya adalah ion tersebut berada pada tingkat eksitasi. Setelah melalui proses relaksasi atau de-eksitasi, ion tereksitasi ini memancarkan energi untuk dapat kembali ke tingkat normal yaitu keadaan dasar (ground state). 3 Instrumen berkas elektron perlu diukur antara lain : Panjang gelombang atau energi yang dikeluarkan sinar X, kehilangan energi dari electron cepat ( EELS) dan Enargi dari electron yang dilepas ( AES ). c. Intensitas Sinar-x Karakteristik Intensitas sinar-x karakteristik yang terdeteksi tergantung pada 3 faktor. Pertama, nomor atom dari atom teradiasi dan juga atom lingkungannya. Kedua, probabilitas terabsorpsinya sinar-x sebelum terlepas keluar dari sampel. Ketiga, fluoresen sekunder yang juga merupakan salah satu akibat terabsorpsinya sinar-x tersebut. Sinar X merupakan suatu radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang ( λ 0,1 nm ) yang lebih pendek dibandingkan gelombang cahaya ( λ nm ). Sebagai contoh, suatu sinar-x karakteristik energi tinggi dari unsur A mungkin diabsorpsi oleh atom unsur B, karenanya merangsang sebuah emisi karakteristik dari unsur kedua dari energi yang lebih rendah. Terlihat pada gambar di atas, Terdapatnya unsur A dan B dalam sampel yang sama akan menaikkan intensitas dari emisi karakteristik, dari unsur B dan mengurangi emisi karakteristik dari unsur A. Inilah yang disebut sebagai efek matriks (matrix effect), yaitu sebuah efek yang tergantung pada matriks sampel, karena membutuhkan perlakuan khusus selama analisa kuantitatif. Sedangkan mekasime kontras dari backscattered electron dijelaskan dengan gambar dibawah ini yang secara prinsip atom atom dengan densitas atau berat molekul lebih besar akan memantulkan lebih banyak elektron sehingga tampak lebih cerah dari atom berdensitas rendah. 30

25 Maka teknik ini sangat berguna untuk membedakan jenis atom. Gambar Mekanisme Proses Kontras Hasil EDS. Gambar Mekanisme Proses Kontras Hasil EDS ( Untuk mengenali jenis atom dipermukaan yang mengandung multi atom para peneliti lebih banyak mengunakan teknik EDS (Energy Dispersive Spectroscopy). Sebagian besar alat SEM dilengkapi dengan kemampuan ini, namun tidak semua SEM punya fitur ini. EDS dihasilkan dari Sinar X karakteristik, yaitu dengan menembakkan sinar X pada posisi yang ingin kita ketahui komposisinya. d. Analisa Setelah ditembakkan pada posisi yang diinginkan maka akan muncul puncak puncak tertentu yang mewakili suatu unsur yang terkandung dalam sebuah spesimen. Dengan EDS kita juga bisa membuat elemental mapping, pemetaan elemen dengan memberikan warna berbeda beda dari masing masing elemen di permukaan bahan. EDS bisa digunakan untuk menganalisa secara kunatitatif dari persentase masing masing elemen. Gambar Contoh dari aplikasi EDS digambarkan pada diagram dibawah ini. Analisis kualitatif adalah proses indentifikasi unsur-unsur yang ada dalam sampel. Analisis kuantitatif bertujuan untuk menjawab berapa banyak unsur X, Y dan Z yang ada dalam sampel. Rumusan yang sederhana, analisis kualitatif dilakukan dengan cara menentukan energi dari peak yang ada dalam 31

26 spektrum dan membandingkan dengan table energi emisi sinar-x dari unsurunsur yang sudah diketahui. Gambar Contoh dari aplikasi grafik EDS ( sumber: umich.edu ) Dalam peralatan modern hal ini tidak perlu dilakukan karena komputer secara otomatis akan memberikan simbol unsur untuk setiap peak pada spektrum. Analisa kuantitatif tidak hanya menjawab unsur apa yang ada dalam sampel tetapi juga konsentrasi unsur tersebut. Untuk melakukan analisa kuantitatif maka perlu dilakukan beberapa proses seperti: meniadakan background, dekonvolusi peak yang bertumpang tindih dan menghitung konsentrasi unsur yang ada pada sampel Uji Kekerasan Keseragaman distribusi penguat berpengaruh terhadap kekerasan piston. Kekuatan dan kekerasan yang sama untuk berbagai arah (isotropik) dapat meningkatkan performa piston (Deng, 2006). Nilai kekerasan berkaitan dengan kekuatan luluh logam karena selama identasi mengalami deformasi plastis (Surdia., 1991). Untuk pengujian piston komposit menggunakan vickershardness test dan Rockwell hardness test dengan standar pengujuan ASTM E 92 dan ASTM E18. Pengujian vickershardness menggunakan Indentor intan berbentuk piramida dengan sudut 136 o. Jejak indentor berbentuk bujur sangkar berdiagonal. Panjang diagonal diukur dengan skala pada mikroskop untuk 32

27 menghitung nilai kekerasan piston. Sedangkan pengujian Rockwell hardness test menggunakan bola baja atau kerucut diamon. Kekerasan merupakan ketahanan suatu material terhadap perubahan. Pada dasarnya Terdapat tiga jenis umum mengenai ukuran kekerasan yang tergantung pada cara melakukan pengujian. Ketiga jenis tersebut adalah kekerasan goresan, kerasan lekukan dan kekerasan pantulan. Akan tetapi pengujian yang sering dilakukan adalah pengujian penekanan. Pada pengujian penekanan terdapat beberapa alat uji yang dapat digunakan, antara lain alat uji Brinell, Vickers, Rockwell dan Microhardness. Berikut merupakan Tabel 2.6. Macam macam Teknik Pengujian Kekerasan. Tabel 2.6. Macam Macam Teknik Pengujian Kekerasan (Wiliam D. Calister,Jr.) Banyak masalah metalurgi yang membutuhkan penentuan kekerasan pada permukaan yang sangat kecil misalnya penentuan kekerasan pada permukaan terkarburasi, seperti daerah difusi dua material yang berbeda dan penentuan kekerasan pada komponen yang kecil seperti komponen jam tangan. Untuk pengujian spesimen-spesimen sangat kecil ini, metode yang paling digunakan adalah Vickershardness test untuk prosedur pengujian menggunakan (ASM Metals Handbook, Vol 8- Mechanical Testing and Evaluation, 2000).Pada metode ini digunakan indentor intan berbentuk piramida dengan sudut 136 o, 33

28 seperti diperlihatkan oleh Gambar Prinsip pengujian adalah sama dengan metode Brinell, walaupun jejak yang dihasilkan berbentuk bujur sangkar berdiagonal. Panjang diagonal diukur dengan skala pada mikroskop pengukur jejak. Untuk menghitung nilai kekerasan suatu material menggunakan rumus sebagai berikut :...( 2.1) Dimana P = Besar beban (Kg) d = Rata-rata diameter pijakan identer d 1 dan d 2 Gambar a. Indentasi dengan metode Vickers dan b. Sekema bekas pijakan indenter menggunakan Vickers Hardnest ( ASM. Vol 8, 2000 ) Uji Porositas Porositas adalah suatu cacat atau void pada produk cor yang dapat menurunkan kualitas piston. Pengujian porositas untuk mengetahui pori-pori benda tuang dengan mencari volume pori-pori terbuka dari prosentase total volume material. Pengukuran porositas piston menggunakan injeksi merkuri. Piston direndam dalam merkuri untuk dilakukan tekanan, merkuri tidak bisa masuk ke pori-pori piston. Perpindahan digunakan untuk menghitung volume massal dari piston. Porositas kemudian dapat dihitung dari volume curah dan volume pori (Paul G., 2010). 34

29 Pengukuran densitas (berat jenis) menggunakan metode pemindahan fluida. Metode ini mencatat perpindahan cairan pada skala ukur ketika sampel ditempatkan dalam wadah yang berisi cairan. Cairan non-pembasahan seperti merkuri, atau dengan cairan lainnya dengan sampel telah jenuh. Perpindahan mercuri dilakukan dalam pyknometer. Pengukuran densitas menggunakan referensi standar ASTM B923. Cacat produk cor dapat dikategorikan atas: Major difect dan minor difect. Major difect yaitu cacat produk cor yang tidak dapat diperbaiki, sedangkan minor defect adalah cacat yang masih dapat diperbaiki dengan perbaikan ekonomis. Cacat porositas termasuk dalam major defect, penyebab utama timbulnya cacat porositas pada proses pengecoran adalah: (Surdia, T. dan Chijiwa K., 1991 ). Skema pengujian porositas dapat dilihat pada Gambar 2.20a tentang pengukuran diudara dan Gambar 2.20b pengukuran didalam air. 1. Temperatur penuangan yang tinggi 2. Gas yang terserap dalam logam cair selama proses penuangan. 3. Temperatur cetakan yang terlalu tinggi 4. Kelarutan hidrogen yang tinggi 5. Kurangnya tekanan pada proses pengecoran (a) (b) Gambar Pengukuran porositas, a) di udara, dan b) di air (Sri Harmanto, 2012 ) 35

30 Untuk menghitung besarnya porositas suatu material, menggunakan rumus sebagai berikut. Mencari densitas terukur :...(2.2) Dimana : = Densitas terukur W udara = Berat di Udara W fluida = Berat didalam Air = Massa jenis fluida Mencari Porositas : P % = ( )...(2.3) Dimana : P % = Porositas = Densitas terukur = Densitas teoritis Penelitian Yang Relevan Penelitian tentang aluminium piston telah banyak dilakukan oleh penelitipeneliti terdahulu, antara lain: Anastasiou (2002), Syrcos (2002), Tsoukalas dkk (2004) dan Norwood dkk (2007). Anastasiou (2002) melakukan penelitian pada paduan Al-9Si-3Cu (wt%), Norwood (2007) meneliti paduan Al-8Si-3Cu(wt%). Semua penelitian tersebut dilakukan dengan berdasar metode Taguchi. Anastasiou (2002) menggunakan parameter temperatur tuang 800ºC, temperatur cetakan 350ºC dan tekanan 350 bar. Syrcos (2002) dan Tsoukalas (2004) menggunakan parameter temperatur tuang 730ºC, temperatur cetakan 270 ºC dan tekanan 280 bar. Norwood (2007) menggunakan parameter temperatur tuang 750ºC temperatur cetakan 180ºC dan tekanan 105 bar Tsoukalas (2004) telah meneliti tingkat porositas dari hasil coran dengan metode High Pressure Die Casting (HPDC). Syrcos (2002) meneliti pengaruh proses parameter terhadap densitas hasil coran. Norwood dkk (2007) telah meneliti pengaruh temperatur cetakan pada pengecoran HPDC. Penelitian tentang 36

31 pembuatan piston dengan metode die casting telah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu, diantaranya adalah: metode pembuatan dengan proses gravity die casting (Doehler, 1951), dengan proses powder forging (Park, 2001), proses squeeze casting (Duskiardi, 2002), pembuatan piston dengan metode thixoforging (Choi, 2005). Park (2001) menggunakan bahan 89,8%wt Al, 2%wt Si, 4,5%wt Cu, 2,0%wt Ni, 0,5%wt Mn, 0,5%wt Mg dan 1,2%wt unsur lainnya. Duskiardi (2002) menggunakan bahan 12,62 wt% Si, 2,83 wt% Cu, 1.58 wt% Ni, 0,89 wt% Mg, 0,38 wt% Fe, 0,15 wt% Mn dan sisanya Al. Choi (2005) menggunakan bahan 7,0 wt% Si, 0,2 wt% Cu, 0,2 wt% Ti, 0,35 wt% Mg, 1,2 wt% Fe, 0,1 wt% Mn, 0,1 wt% Zn dan sisanya Al. Doehler (1951) telah mematenkan alat untuk memproduksi piston secara masal dengan menggunakan production die casting machine. Mesin ini sampai sekarang masih dipakai dalam pembuatan piston, bahkan 90% proses pembuatan piston menggunakan teknik ini. Park (2001) membuat piston dengan cara serbuk yang sudah ditekan disinter pada suhu 580ºC selama 25 menit. Duskiardi (2002) melebur bahan pada suhu 700ºC, dituang pada cetakan yang dipanaskan terlebih dahulu pada suhu 400ºC dan dilakukan squeeze casting. Choi (2005) memanaskan cetakan pada suhu 275 ºC, ditekan dengan beban sebesar 200 ton dan ditahan selama 60 detik. Choi (2005) Penelitian Park dkk (2001) menghasilkan piston dengan kekerasan sebesar 77.5 HRB dan kekuatan tarik sebesar 630 MPa. Penelitian Duskiardi (2002) menghasilkan piston dengan kekerasan sebesar 115 BHN. Penelitian Choi (2005) menghasilkan piston dengan harga kekerasan sebesar 52 HRB. Solechan (2010), dari beberapa pengujian yang memiliki sifat mekanik paling optimal pada komposisi 25% Pb + 75% ADC 12 + suhu penuangan 700 C + penyisip besi cor. Nilai kekerasan daur ulang piston (113.2 HVN) piston original Daihatsu (139 HVN) masih dibawahnya, Si 8,7% (Piston daur ulang) dan Si 10,7% (piston Daihatsu). Karena sifat mekanik daur ulang piston masih dibawah standar maka perlu dilakukan perlakuan panas (heat treatment). Nurhadi (2010), kekerasan pengecoran limbah piston masih dibawah piston Daihatsu, penambahan ADC 12 dapat meningkatkan kekuatan piston dari 37

32 sifat mekaniknya, tempteratur penuangan semakin rendah, kekerasan tinggi, porositas dan kekerasan semakin rendah, semakin rendah tempteratur penuangan butiran Si semakin halus dan kecil, penambahan ADC 12 mampu alir material semakin besar. Fuad Abdillah (2010), temperatur perlakuan panas yang paling optimal pada suhu 155 C dan yang paling rendah kekerasan pada temperature 100 C, semakin lama waktu penahanan maka kekerasan mengalami kenaikan, dimana waktu penahanan yang paling bagus pada 5 jam, sifat mekanik paling optimal pada temperature aging 155 C dengan penahanan 5 jam. Jamaliah Idris, dkk (2003), rintangan aus komposit matrik aluminium yang dihasilkan melalui kaidah metalorgi serbuk meningkat bila peratusan meningkat pada 20 ke 40% berat bahan partikel SiC. Sifat kekerasan bahan juga mengalami peningkatan dengan pertambahan 20% ke 40% partikel SiC dapat disimpulkan aus spesimen Al/SiC/40p adalah lebih baik dibanding spesimen Al/SiC/20p. Ahmad Zamheri (2011), fraksi volume (VF) partikel SiC mempunyai pengaruh yang cukup berarti terhadap sifat mekanis (kekerasan), dan struktur mikro dari produk casting. Nilai kekerasan tertinggi pada 116,56 HB dengan waktu aduk 15 menit dan persen Vf 15 %. Semakin besar fraksi volume partikel maka kekerasan metal matrik composit semakin meningkat. Kevorkijan V. (1995), partikel lebih kecil umumnya lebih sulit untuk basah dari pada partikel yang lebih besar karena luas permukaan lebih besar dan partikel lebih kecil umumnya memberikan MMC dengan sifat mekanik lebih unggul. 38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian dan pembahasan yang akan diuraikan meliputi : karakterisasi piston original Daiatsu Hi-Jet 1000, identifikasi kualitas hasil peleburan piston bekas,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode Penelitian adalah cara yang dipakai dalam suatu kegiatan penelitian, sehingga mendapatkan hasil yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis dan ilmiah. Adapun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan bahan dasar velg racing sepeda motor bekas kemudian velg tersebut diremelting dan diberikan penambahan Si sebesar 2%,4%,6%, dan 8%. Pengujian yang

Lebih terperinci

Si Si ANALISA KARAKTERISASI PADA LIMBAH VELG DAN primer BOKSTRANSMISI MOBIL. H.Samsudi Raharjo¹) Solichan²)

Si Si ANALISA KARAKTERISASI PADA LIMBAH VELG DAN primer BOKSTRANSMISI MOBIL. H.Samsudi Raharjo¹) Solichan²) Si Si ANALISA KARAKTERISASI PADA LIMBAH VELG DAN primer BOKSTRANSMISI MOBIL H.Samsudi Raharjo¹) Solichan²) Abstrak Pemakaian aluminium pada industri otomotif terus meningkat sejak tahun 1980 (Budinski,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Material aluminium tinggal 8% di kerak bumi. Permintaan di seluruh dunia untuk aluminium berkembang 29 juta ton per tahun. 22 juta ton adalah aluminium baru dan 7 juta

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN : PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN PADUAN AL-SI (SERI 4032) TERHADAP HASIL PENGECORAN Ir. Drs Budiyanto Dosen Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAK Proses produksi

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Disusun : SUDARMAN NIM : D.200.02.0196 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

STUDI KEKUATAN IMPAK PADA PENGECORAN PADUAL Al-Si (PISTON BEKAS) DENGAN PENAMBAHAN UNSUR Mg

STUDI KEKUATAN IMPAK PADA PENGECORAN PADUAL Al-Si (PISTON BEKAS) DENGAN PENAMBAHAN UNSUR Mg STUDI KEKUATAN IMPAK PADA PENGECORAN PADUAL Al-Si (PISTON BEKAS) DENGAN PENAMBAHAN UNSUR Mg Rusnoto Program Studi Teknik Mesin Unversitas Pancasakti Tegal E-mail: rusnoto74@gmail.com Abstrak Piston merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan saat ini semakin pesat, hal ini sejalan dengan kemajuan industri yang semakin banyak dan kompleks. Perkembangan teknologi

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH PENGECORAN ULANG TERHADAP SIFAT MEKANIK PADUAN ALUMUNIUM ADC 12

ANALISA PENGARUH PENGECORAN ULANG TERHADAP SIFAT MEKANIK PADUAN ALUMUNIUM ADC 12 D.20. Analisa Pengaruh Pengecoran Ulang terhadap Sifat Mekanik... (Samsudi Raharjo) ANALISA PENGARUH PENGECORAN ULANG TERHADAP SIFAT MEKANIK PADUAN ALUMUNIUM ADC 12 Samsudi Raharjo, Fuad Abdillah dan Yugohindra

Lebih terperinci

VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK

VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK Bambang Suharnadi Program Diploma Teknik Mesin Sekolah Vokasi UGM suharnadi@ugm.ac.id Nugroho Santoso Program

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR TUANG DAN TEMPERATUR CETAKAN PADA HIGH PRESSURE DIE CASTING (HPDC) BERBENTUK PISTON PADUAN ALUMINIUM- SILIKON

PENGARUH TEMPERATUR TUANG DAN TEMPERATUR CETAKAN PADA HIGH PRESSURE DIE CASTING (HPDC) BERBENTUK PISTON PADUAN ALUMINIUM- SILIKON PENGARUH TEMPERATUR TUANG DAN TEMPERATUR CETAKAN PADA HIGH PRESSURE DIE CASTING (HPDC) BERBENTUK PISTON PADUAN ALUMINIUM- SILIKON Budi Harjanto dan Suyitno Casting and Solidification TechnologyGroup Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 14 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Kekerasan suatu bahan adalah kemampuan sebuah material untuk menerima beban tanpa mengalami deformasi plastis yaitu tahan terhadap identasi, tahan terhadap penggoresan,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Brake Lining. Brake Shoe. Gambar 2.1. Sepatu Rem [15].

BAB II DASAR TEORI. Brake Lining. Brake Shoe. Gambar 2.1. Sepatu Rem [15]. BAB II DASAR TEORI 2.1 Karakteristik Sepatu Rem Sepatu rem merupakan salah satu komponen pada rem dari sepeda motor yang berfungsi sebagai tempat melekatnya kampas rem. Sepatu rem bekerja secara sederhana,

Lebih terperinci

ANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMINIUM (Al) PADUAN DAUR ULANG DENGAN MENGGUNAKAN CETAKAN LOGAM DAN CETAKAN PASIR

ANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMINIUM (Al) PADUAN DAUR ULANG DENGAN MENGGUNAKAN CETAKAN LOGAM DAN CETAKAN PASIR ANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMINIUM (Al) PADUAN DAUR ULANG DENGAN MENGGUNAKAN CETAKAN LOGAM DAN CETAKAN PASIR Masyrukan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta JL. A.Yani Tromol Pos I Pabelan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN Mg TERHADAP SIFAT KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK SERTA STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN Al-Si BERBASIS MATERIAL PISTON BEKAS

PENGARUH PENAMBAHAN Mg TERHADAP SIFAT KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK SERTA STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN Al-Si BERBASIS MATERIAL PISTON BEKAS Pengaruh Penambahan Mg Terhadap Sifat Kekerasan dan... ( Mugiono) PENGARUH PENAMBAHAN Mg TERHADAP SIFAT KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK SERTA STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN Al-Si BERBASIS MATERIAL PISTON BEKAS

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM

ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM Indreswari Suroso 1) 1) Program Studi Aeronautika, Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan, Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pembuatan Spesimen Uji Dimensi benda kerja dari hasil pengecoran dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan keseluruhan dari benda kerja dapat dilihat pada gambar 4.2. Gambar

Lebih terperinci

ANALISA PERBEDAAN SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PISTON HASIL PROSES PENGECORAN DAN TEMPA

ANALISA PERBEDAAN SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PISTON HASIL PROSES PENGECORAN DAN TEMPA ANALISA PERBEDAAN SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PISTON HASIL PROSES PENGECORAN DAN TEMPA Ahmad Haryono 1*, Kurniawan Joko Nugroho 2* 1 dan 2 Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Pratama Mulia Surakarta

Lebih terperinci

KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN

KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN No.06 / Tahun III Oktober 2010 ISSN 1979-2409 KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN Martoyo, Ahmad Paid, M.Suryadiman Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir -

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN bawah ini. Metodologi yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada kedua bagan di Gambar 3.1 Proses Pembuatan bahan matriks Komposit Matrik Logam Al5Cu 27 28 Gambar

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur Bahan Terhadap Struktur Mikro

Pengaruh Temperatur Bahan Terhadap Struktur Mikro PENGARUH TEMPERATUR BAHAN TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN PADA PROSES SEMI SOLID CASTING PADUAN ALUMINIUM DAUR ULANG M. Chambali, H. Purwanto, S. M. B. Respati Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN Disusun Oleh Nama Anggota : Rahmad Trio Rifaldo (061530202139) Tris Pankini (061530200826) M Fikri Pangidoan Harahap (061530200820) Kelas : 3ME Dosen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA. Gajah Mada, penulis mendapatkan hasil-hasil terukur dan terbaca dari penelitian

BAB IV HASIL DAN ANALISA. Gajah Mada, penulis mendapatkan hasil-hasil terukur dan terbaca dari penelitian BAB IV HASIL DAN ANALISA 4.1 Hasil Pengujian Spesimen Dalam melakukan penelitian uji dilaboratorium bahan teknik Universitas Gajah Mada, penulis mendapatkan hasil-hasil terukur dan terbaca dari penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBUATAN HANDLE REM SEPEDA MOTOR DARI BAHAN PISTON BEKAS. Abstrak

ANALISIS PEMBUATAN HANDLE REM SEPEDA MOTOR DARI BAHAN PISTON BEKAS. Abstrak ANALISIS PEMBUATAN HANDLE REM SEPEDA MOTOR DARI BAHAN PISTON BEKAS Boedijanto, Eko Sulaksono Abstrak Bahan baku handle rem sepeda motor dari limbah piston dengan komposisi Al: 87.260, Cr: 0.017, Cu: 1.460,

Lebih terperinci

PENGARUH TEKANAN INJEKSI PADA PENGECORAN CETAK TEKANAN TINGGI TERHADAP KEKERASAN MATERIAL ADC 12

PENGARUH TEKANAN INJEKSI PADA PENGECORAN CETAK TEKANAN TINGGI TERHADAP KEKERASAN MATERIAL ADC 12 C.10. Pengaruh tekanan injeksi pada pengecoran cetak tekanan tinggi (Sri Harmanto) PENGARUH TEKANAN INJEKSI PADA PENGECORAN CETAK TEKANAN TINGGI TERHADAP KEKERASAN MATERIAL ADC 12 Sri Harmanto Jurusan

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR TUANG DAN KANDUNGAN SILICON TERHADAP NILAI KEKERASAN PADUAN Al-Si

PENGARUH TEMPERATUR TUANG DAN KANDUNGAN SILICON TERHADAP NILAI KEKERASAN PADUAN Al-Si Pengaruh Temperatur Tuang dan Kandungan Silicon Terhadap Nilai Kekerasan Paduan Al-Si (Bahtiar & Leo Soemardji) PENGARUH TEMPERATUR TUANG DAN KANDUNGAN SILICON TERHADAP NILAI KEKERASAN PADUAN Al-Si Bahtiar

Lebih terperinci

KETAHANAN AUS DAN KEKERASAN KOMPOSIT MATRIK ALUMINIUM (AMCS) PADUAN ALUMINIUM Al-Si DITAMBAH PENGUAT SiC DENGAN METODE STIR CASTING

KETAHANAN AUS DAN KEKERASAN KOMPOSIT MATRIK ALUMINIUM (AMCS) PADUAN ALUMINIUM Al-Si DITAMBAH PENGUAT SiC DENGAN METODE STIR CASTING KETAHANAN AUS DAN KEKERASAN KOMPOSIT MATRIK ALUMINIUM (AMCS) PADUAN ALUMINIUM Al-Si DITAMBAH PENGUAT SiC DENGAN METODE STIR CASTING Nur Wahyuni 1a, Moh. Adnan 2b 1 Teknik Mesin, Politeknik Negeri Ujung

Lebih terperinci

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016 BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Data dan Analisa Metalografi Pengambilan gambar atau foto baik makro dan mikro pada Bucket Teeth Excavator dilakukan pada tiga dua titik pengujian, yaitu bagian depan spesimen

Lebih terperinci

PENGARUH UNSUR Mn PADA PADUAN Al-12wt%Si TERHADAP SIFAT FISIK DAN MEKANIK LAPISAN INTERMETALIK PADA FENOMENA DIE SOLDERING SKRIPSI

PENGARUH UNSUR Mn PADA PADUAN Al-12wt%Si TERHADAP SIFAT FISIK DAN MEKANIK LAPISAN INTERMETALIK PADA FENOMENA DIE SOLDERING SKRIPSI PENGARUH UNSUR Mn PADA PADUAN Al-12wt%Si TERHADAP SIFAT FISIK DAN MEKANIK LAPISAN INTERMETALIK PADA FENOMENA DIE SOLDERING SKRIPSI Oleh DEDI IRAWAN 04 04 04 01 86 DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA (Cu) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN ALUMINIUM-SILIKON (Al-Si) MELALUI PROSES PENGECORAN

PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA (Cu) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN ALUMINIUM-SILIKON (Al-Si) MELALUI PROSES PENGECORAN Laporan Tugas Akhir PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA (Cu) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN ALUMINIUM-SILIKON (Al-Si) MELALUI PROSES PENGECORAN Nama Mahasiswa : I Made Pasek Kimiartha NRP

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 DIAGRAM ALIR PENELITIAN Studi Literatur Pembuatan Master Alloy Peleburan ingot AlSi 12% + Mn Pemotongan Sampel H13 Pengampelasan sampel Grit 100 s/d 1500 Sampel H13 siap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pressure die casting type cold chamber yang berfungsi sebagai sepatu pendorong cairan

BAB I PENDAHULUAN. pressure die casting type cold chamber yang berfungsi sebagai sepatu pendorong cairan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Plunger tip adalah salah satu rangkaian komponen penting pada mesin high pressure die casting type cold chamber yang berfungsi sebagai sepatu pendorong cairan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil-hasil pengujian yang telah dilakukan pada material hasil proses pembuatan komposit matrik logam dengan metode semisolid dan pembahasannya disampaikan pada bab ini. 4.1

Lebih terperinci

Pengaruh Perlakuan Panas Dengan Air Dan Oli Terhadap Kekuatan Impact (Benturan) Bahan Piston Dan Cylinder Liner ABSTRAK

Pengaruh Perlakuan Panas Dengan Air Dan Oli Terhadap Kekuatan Impact (Benturan) Bahan Piston Dan Cylinder Liner ABSTRAK Pengaruh Perlakuan Panas Dengan Air Dan Oli Terhadap Kekuatan Impact (Benturan) Bahan Piston Dan Cylinder Liner Ahmad yani 1), Suriansyah 2), M. Agus Sahbana 3) ABSTRAK Pada saat ini motor bakar mempunyai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 DIAGRAM ALIR BAB III METODOLOGI PENELITIAN STUDI LITERATUR ALUMINIUM AC8H PROSES PELEBURAN PROSES GBF PENGUJIAN KOMPOSISI KIMIA PENAMBAHAN Sr (LADLE TREATMENT) PENAMBAHAN PHOSPOR (LADLE TREATMENT)

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi PERUBAHAN STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIS MATERIAL KOMPOSIT LOGAM Al-SiC/p AKIBAT KENAIKAN TEMPERATUR HEAT TREATMENT Juriah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 26, Unsur ini mempunyai isotop alam: Al-27. Sebuah isomer dari Al-26

I. PENDAHULUAN. 26, Unsur ini mempunyai isotop alam: Al-27. Sebuah isomer dari Al-26 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aluminium (Al) adalah unsur kimia dengan nomor atom 13 dan massa atom 26, 9815. Unsur ini mempunyai isotop alam: Al-27. Sebuah isomer dari Al-26 dapat meluruhkan sinar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1.

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1. Mulai Mempersiapkan Alat dan Bahan Proses Peleburan Proses

Lebih terperinci

BESI COR. 4.1 Struktur besi cor

BESI COR. 4.1 Struktur besi cor BESI COR Pendahuluan Besi cor adalah bahan yang sangat penting dan dipergunakan sebagai bahan coran lebih dari 80%. Besi cor merupakan paduan besi dan karbon dengan kadar 2 %s/d 4,1% dan sejumlah kecil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alur Penelitian Mulai Studi Literatur Persiapan Bahan Pengecoran Dengan Penambahan Ti-B Coran dg suhu cetakan 200 o C Coran dg suhu cetakan 300 o C Coran dg suhu cetakan

Lebih terperinci

Simposium Nasional RAPI XI FT UMS 2012 ISSN :

Simposium Nasional RAPI XI FT UMS 2012 ISSN : PENGARUH VARIASI WAKTU SOLUTION HEAT TREATMENT DAN SUHU AGING PERLAKUAN PANAS T6 PADA CENTRIFUGAL CASTING 400 rpm DENGAN GRAIN REFINER Al-TiB 7,5% TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN ALUMINIUM COR

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KOMPOSIT ALUMINIUM AC8H / SiC DENGAN PROSES STIR CASTING SKRIPSI

KARAKTERISTIK KOMPOSIT ALUMINIUM AC8H / SiC DENGAN PROSES STIR CASTING SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA KARAKTERISTIK KOMPOSIT ALUMINIUM AC8H / SiC DENGAN PROSES STIR CASTING SKRIPSI YOSIA SAMUEL 0806332105 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL DEPOK JULI 2012

Lebih terperinci

PEMBUATAN BRACKET PADA DUDUKAN CALIPER. NAMA : BUDI RIYONO NPM : KELAS : 4ic03

PEMBUATAN BRACKET PADA DUDUKAN CALIPER. NAMA : BUDI RIYONO NPM : KELAS : 4ic03 PEMBUATAN BRACKET PADA DUDUKAN CALIPER NAMA : BUDI RIYONO NPM : 21410473 KELAS : 4ic03 LATAR BELAKANG MASALAH Dewasa ini perkembangan dunia otomotif sangat berkembang dengan pesat, begitu juga halnya dengan

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA PENDINGIN TERHADAP BEBAN IMPAK MATERIAL ALUMINIUM CORAN

PENGARUH MEDIA PENDINGIN TERHADAP BEBAN IMPAK MATERIAL ALUMINIUM CORAN PENGARUH MEDIA PENDINGIN TERHADAP BEBAN IMPAK MATERIAL ALUMINIUM CORAN Mukhtar Ali 1*, Nurdin 2, Mohd. Arskadius Abdullah 3, dan Indra Mawardi 4 1,2,3,4 Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Lhokseumawe

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH ANNEALING 290 C PADA PELAT ALUMINUM PADUAN (Al-Fe) DENGAN VARIASI HOLDING TIME 30 MENIT DAN 50 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh

Lebih terperinci

Pengaruh Waktu Penahanan Artificial Aging Terhadap Sifat Mekanis dan Struktur Mikro Coran Paduan Al-7%Si

Pengaruh Waktu Penahanan Artificial Aging Terhadap Sifat Mekanis dan Struktur Mikro Coran Paduan Al-7%Si Pengaruh Waktu Penahanan Artificial Aging Terhadap Sifat Mekanis dan Struktur Mikro Coran Paduan Al-7%Si Fuad Abdillah*) Dosen PTM Otomotif IKIP Veteran Semarang Abstrak Waktu penahanan pada temperatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aluminium (Al) adalah salah satu logam non ferro yang memiliki. ketahanan terhadap korosi, dan mampu bentuk yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. Aluminium (Al) adalah salah satu logam non ferro yang memiliki. ketahanan terhadap korosi, dan mampu bentuk yang baik. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aluminium (Al) adalah salah satu logam non ferro yang memiliki beberapa keunggulan, diantaranya adalah memiliki berat jenis yang ringan, ketahanan terhadap korosi,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA. pengujian komposisi material piston bekas disajikan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil Uji Komposisi Material Piston Bekas

BAB IV HASIL DAN ANALISA. pengujian komposisi material piston bekas disajikan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil Uji Komposisi Material Piston Bekas BAB IV HASIL DAN ANALISA 4.1 Hasil Pengujian Komposisi Bahan Hasil uji komposisi menunjukan bahwa material piston bekas mempunyai unsur paduan utama 81,60% Al dan 13,0910% Si. Adapun hasil lengkap pengujian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama yaitu isolator. Struktur amorf pada gelas juga disebut dengan istilah keteraturan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama yaitu isolator. Struktur amorf pada gelas juga disebut dengan istilah keteraturan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Material Amorf Salah satu jenis material ini adalah gelas atau kaca. Berbeda dengan jenis atau ragam material seperti keramik, yang juga dikelompokan dalam satu definisi

Lebih terperinci

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian ditunjukkan pada Gambar 3.1: Mulai Mempersiapkan Alat Dan Bahan Proses Pengecoran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL DAN ANALISA KOMPOSISI KIMIA 4.1.1 Komposisi Kimia Material AC8H Pengujian komposisi kimia dari material AC8H yang digunakan untuk pembuatan piston dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi,menyebabkan pengembangan sifat dan karakteristik aluminium terus

BAB I PENDAHULUAN. tinggi,menyebabkan pengembangan sifat dan karakteristik aluminium terus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemakaian aluminium dalam dunia industri yang semakin tinggi,menyebabkan pengembangan sifat dan karakteristik aluminium terus ditingkatkan. Aluminium dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Logam Logam cor diklasifikasikan menurut kandungan karbon yang terkandung di dalamnya yaitu kelompok baja dan besi cor. Logam cor yang memiliki persentase karbon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kelompok Boron dalam unsur kimia (Al-13) dengan massa jenis 2,7 gr.cm-

BAB I PENDAHULUAN. dalam kelompok Boron dalam unsur kimia (Al-13) dengan massa jenis 2,7 gr.cm- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alumunium adalah salah satu logam berwarna putih perak yang termasuk dalam kelompok Boron dalam unsur kimia (Al-13) dengan massa jenis 2,7 gr.cm- 3. Jari-jari atomnya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pembuatan spesimen dilakukan dengan proses pengecoran metode die

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pembuatan spesimen dilakukan dengan proses pengecoran metode die BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengecoran Hasil penelitian tentang pembuatan poros berulir (Screw) berbahan dasar 30% Aluminium bekas dan 70% piston bekas dengan penambahan unsur 2,5% TiB. Pembuatan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 15 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Zirconium (zircaloy) material yang sering digunakan dalam industri nuklir. Dalam reaktor nuklir, zircaloy diperlukan sebagai pelindung bahan bakar dari pendingin,

Lebih terperinci

Pengaruh Tekanan dan Temperatur Die Proses Squeeze Casting Terhadap Kekerasan dan Struktur Mikro Pada Material Piston Komersial Lokal

Pengaruh Tekanan dan Temperatur Die Proses Squeeze Casting Terhadap Kekerasan dan Struktur Mikro Pada Material Piston Komersial Lokal Pengaruh Tekanan dan Temperatur Die Proses Squeeze Casting Terhadap Kekerasan dan Struktur Mikro Pada Material Piston Komersial Lokal Duskiardi Dosen Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Mesin -

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV.1 FENOMENA FADING PADA KOMPOSISI PADUAN AC4B Pengujian komposisi dilakukan pada paduan AC4B tanpa penambahan Ti, dengan penambahan Ti di awal, dan dengan penambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana logam dicairkan dalam tungku peleburan kemudian. dituangkan kedalam rongga cetakan yang serupa dengan bentuk asli

BAB I PENDAHULUAN. dimana logam dicairkan dalam tungku peleburan kemudian. dituangkan kedalam rongga cetakan yang serupa dengan bentuk asli BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Pengecoran casting adalah salah satu teknik pembuatan produk dimana logam dicairkan dalam tungku peleburan kemudian dituangkan kedalam rongga cetakan yang

Lebih terperinci

ISSN hal

ISSN hal Vokasi Volume IX, Nomor 2, Juli 2013 ISSN 193 9085 hal 134-140 PENGARUH KECEPATAN PUTAR DAN PENAMBAHAN INOKULAN AL-TiB PADA CENTRIFUGAL CASTING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN ALUMINIUM COR A35

Lebih terperinci

PERLAKUAN PANAS PADUAN AL-SI PADA PROTOTIPE PISTON BERBASIS MATERIAL PISTON BEKAS

PERLAKUAN PANAS PADUAN AL-SI PADA PROTOTIPE PISTON BERBASIS MATERIAL PISTON BEKAS PERLAKUAN PANAS PADUAN AL-SI PADA PROTOTIPE PISTON BERBASIS MATERIAL PISTON BEKAS TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Teknik Mesin pada program Pascasarjana Universitas

Lebih terperinci

Momentum, Vol. 10, No. 2, Oktober 2014, Hal ISSN

Momentum, Vol. 10, No. 2, Oktober 2014, Hal ISSN Momentum, Vol. 0, No., Oktober 04, Hal. 55-6 ISSN 06-795 ANALISA PENGARUH VARIASI TEMPERATUR CETAKAN PADA SEPATU KAMPAS REM BERBAHAN PADUAN ALUMINIUM SILIKON (Al-Si) DAUR ULANG DENGAN PENAMBAHAN UNSUR

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MEKANISME DAN KUALITAS PRODUKSI SEPATU KAMPAS REM BERBAHAN ALUMUNIUM DAUR ULANG DENGAN METODE PENGECORAN SQUEEZE

PENGEMBANGAN MEKANISME DAN KUALITAS PRODUKSI SEPATU KAMPAS REM BERBAHAN ALUMUNIUM DAUR ULANG DENGAN METODE PENGECORAN SQUEEZE PENGEMBANGAN MEKANISME DAN KUALITAS PRODUKSI SEPATU KAMPAS REM BERBAHAN ALUMUNIUM DAUR ULANG DENGAN METODE PENGECORAN SQUEEZE Darmanto *, Sri Mulyo Bondan Respati, Helmy Purwanto Program Studi Teknik Mesin

Lebih terperinci

Momentum, Vol. 10, No. 2, Oktober 2014, Hal ISSN

Momentum, Vol. 10, No. 2, Oktober 2014, Hal ISSN Momentum, Vol. 10, No. 2, Oktober 2014, Hal. 12-19 ISSN 0216-7395 ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN TITANIUM (Ti) TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN PADA PRODUKSI SEPATU KAMPAS REM DAUR ULANG BERBAHAN ALUMINIUM

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat yang Digunakan Alat yang akan digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM Sifat mekanik bahan adalah : hubungan antara respons atau deformasi bahan terhadap beban yang bekerja. Sifat mekanik : berkaitan dengan kekuatan, kekerasan, keuletan, dan kekakuan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penemuan logam memberikan manfaat yang sangat besar bagi. kehidupan manusia. Dengan ditemukannya logam, manusia dapat

BAB I PENDAHULUAN. Penemuan logam memberikan manfaat yang sangat besar bagi. kehidupan manusia. Dengan ditemukannya logam, manusia dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penemuan logam memberikan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan manusia. Dengan ditemukannya logam, manusia dapat membuat serta menciptakan alat-alat yang dapat

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGINAN

ANALISIS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGINAN ANALISIS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGINAN Dosen Jurusan Teknik Mesin Universitas Janabadra Yogyakarta INTISARI Setiap logam akan mengalami perubahan fasa selama proses pengecoran,

Lebih terperinci

Analisa Pengaruh Aging 450 ºC pada Al Paduan dengan Waktu Tahan 30 dan 90 Menit Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis

Analisa Pengaruh Aging 450 ºC pada Al Paduan dengan Waktu Tahan 30 dan 90 Menit Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis TUGAS AKHIR Analisa Pengaruh Aging 450 ºC pada Al Paduan dengan Waktu Tahan 30 dan 90 Menit Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Disusun : MARWANTO NIM : D.200.02.0041 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR STUDI TENTANG PENAMBAHAN UNSUR PADA ALUMINIUM PADUAN PISTON SEPEDA MOTOR TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

TUGAS AKHIR STUDI TENTANG PENAMBAHAN UNSUR PADA ALUMINIUM PADUAN PISTON SEPEDA MOTOR TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS TUGAS AKHIR STUDI TENTANG PENAMBAHAN UNSUR PADA ALUMINIUM PADUAN PISTON SEPEDA MOTOR TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin

Lebih terperinci

Gugun Gumilar Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Mesin Universitas Gunadarma Depok. Abstraksi

Gugun Gumilar Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Mesin Universitas Gunadarma Depok. Abstraksi PENGARUH VOLUME FRAKSI 5%, 7,5% DAN 10% ALUMINA (Al 2 O 3 ) DENGAN UKURAN PARTIKEL 140, 170 DAN 200 MESH TERHADAP SIFAT MEKANIK MATERIAL KOMPOSIT MATRIKs Al-4.5%Cu-4%Mg Gugun Gumilar Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN Untuk mengetahui pengaruh perlakuan panas pada kondisi struktur mikro dan sifat kekerasan pada paduan Fe-Ni-Al dengan beberapa variasi komposisi, dilakukan serangkaian

Lebih terperinci

Analisis Sifat Fisis dan Mekanis Pada Paduan Aluminium Silikon (Al-Si) dan Tembaga (Cu) Dengan Perbandingan Velg Sprint

Analisis Sifat Fisis dan Mekanis Pada Paduan Aluminium Silikon (Al-Si) dan Tembaga (Cu) Dengan Perbandingan Velg Sprint NASKAH PUBLIKASI Analisis Sifat Fisis dan Mekanis Pada Paduan Aluminium Silikon (Al-Si) dan Tembaga (Cu) Dengan Perbandingan Velg Sprint Tugas Akhir ini disusun Guna Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam membuat suatu produk, bahan teknik merupakan komponen. yang penting disamping komponen lainnya. Para perancang, para

BAB I PENDAHULUAN. Dalam membuat suatu produk, bahan teknik merupakan komponen. yang penting disamping komponen lainnya. Para perancang, para 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam membuat suatu produk, bahan teknik merupakan komponen yang penting disamping komponen lainnya. Para perancang, para pengambil keputusan dan para ahli produksi

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ANALISA PENGARUH SOLUTION TREATMENT PADA MATERIAL ALUMUNIUM TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ANALISA PENGARUH SOLUTION TREATMENT PADA MATERIAL ALUMUNIUM TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ANALISA PENGARUH SOLUTION TREATMENT PADA MATERIAL ALUMUNIUM TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Disusun Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat - Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1.

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1. Mulai Mempersiapkan Alat dan Bahan Proses Peleburan Al-Si

Lebih terperinci

11 BAB II LANDASAN TEORI

11 BAB II LANDASAN TEORI 11 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Velg Sepeda Motor [9] Velg atau rim adalah lingkaran luar logam yang sudah di desain dengan bentuk sesuai standar (ISO 5751 dan ISO DIS 4249-3), dan sebagai tempat terpasangnya

Lebih terperinci

Momentum, Vol. 12, No. 1, April 2016, Hal ISSN , e-issn

Momentum, Vol. 12, No. 1, April 2016, Hal ISSN , e-issn Momentum, Vol. 12, No. 1, April 2016, Hal. 41-48 ISSN 0216-7395, e-issn 2406-9329 ANALISIS PENGARUH VARIASI TEKANAN PADA PENGECORAN SQUEEZE TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN PRODUK SEPATU KAMPAS REM

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut:

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut: III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut: 1. Pengecoran logam dilakukan dipabrik pengecoran logam,desa Serdang, Kecamatan Tanjung Bintang

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN Data Pengujian Pengujian Kekerasan.

BAB IV PEMBAHASAN Data Pengujian Pengujian Kekerasan. BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Data Pengujian. 4.1.1. Pengujian Kekerasan. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan metoda Rockwell C, pengujian kekerasan pada material liner dilakukan dengan cara penekanan

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL ke-8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

SEMINAR NASIONAL ke-8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi STUDI PEMBUATAN BALL MILL DARI SCRAP BAJA KARBON RENDAH METODE GRAVITY CASTING CETAKAN PASIR DAN PENGARUH TEMPERATUR QUENCHING TERHADAP KEKERASAN, KEAUSAN DAN STRUKTUR MIKRO Sumpena (1), Wartono (2) (1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Dengan meningkatnya perkembangan industri otomotif dan manufaktur di Indonesia, dan terbatasnya sumber energi mendorong para rekayasawan berusaha menurunkan berat mesin,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 26 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini, pembuatan soft magnetic menggunakan bahan serbuk besi dari material besi laminated dengan perlakuan bahan adalah dengan proses kalsinasi dan variasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang selalu. sehingga tercipta alat-alat canggih dan efisien sebagai alat bantu dalam

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang selalu. sehingga tercipta alat-alat canggih dan efisien sebagai alat bantu dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin tinggi kebutuhan dan tuntutan hidup manusia, membuat manusia berpikir dengan akal dan budinya seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. DIAGRAM ALIR PENELITIAN Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian 38 3.2. ALAT DAN BAHAN 3.2.1 Alat Gambar 3.2 Skema Peralatan Penelitian Die Soldering 3.2.2 Bahan Bahan utama

Lebih terperinci

ANALISA KEKERASAN PADA PISAU BERBAHAN BAJA KARBON MENENGAH HASIL PROSES HARDENING DENGAN MEDIA PENDINGIN YANG BERBEDA

ANALISA KEKERASAN PADA PISAU BERBAHAN BAJA KARBON MENENGAH HASIL PROSES HARDENING DENGAN MEDIA PENDINGIN YANG BERBEDA 28 Prihanto Trihutomo, Analisa Kekerasan pada Pisau Berbahan Baja Karbon Menengah.. ANALISA KEKERASAN PADA PISAU BERBAHAN BAJA KARBON MENENGAH HASIL PROSES HARDENING DENGAN MEDIA PENDINGIN YANG BERBEDA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 DIAGRAM ALIR PENELITIAN Penimbangan Serbuk Alumunium (Al), Grafit (C), dan Tembaga (Cu) Pencampuran Serbuk Al dengan 1%Vf C dan 0,5%Vf Cu Kompaksi 300 bar Green Compact

Lebih terperinci

PENGARUH TEKANAN, TEMPERATUR DIE PADA PROSES SQUEEZE CASTING TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PISTON BERBASIS MATERIAL BEKAS

PENGARUH TEKANAN, TEMPERATUR DIE PADA PROSES SQUEEZE CASTING TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PISTON BERBASIS MATERIAL BEKAS PENGARUH TEKANAN, TEMPERATUR DIE PADA PROSES SQUEEZE CASTING TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PISTON BERBASIS MATERIAL BEKAS Fuad Abdillah *) Abstrak Squeeze casting sering juga disebut dengan liquid

Lebih terperinci

Dosen Pembimbing : Sutarsis, S.T, M.Sc.Eng

Dosen Pembimbing : Sutarsis, S.T, M.Sc.Eng Oleh : Winarto Hadi Candra (2710100098) Dosen Pembimbing : Sutarsis, S.T, M.Sc.Eng JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1.DIAGRAM ALIR PENLITIAN Persiapan Benda Uji Material Sand Casting Sampel As Cast Perlakuan Quench/ Temper Preheat 550 O C 10 menit Austenisasi 920 O C 40 menit Quenching

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4. 1. ANALISA KOMPOSISI KIMIA ALUMINIUM AC4B DENGAN PENAMBAHAN 0.019 wt % Ti DAN 0.029 wt %Ti Pengambilan data uji komposisi ini dilakukan dengan alat spektrometer

Lebih terperinci

STUDI BAHAN ALUMUNIUM VELG MERK SPRINT DENGAN METODE TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

STUDI BAHAN ALUMUNIUM VELG MERK SPRINT DENGAN METODE TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS NASKAH PUBLIKASI STUDI BAHAN ALUMUNIUM VELG MERK SPRINT DENGAN METODE STANDARD ASTM TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin

Lebih terperinci

PENGARUH PERBANDINGAN GAS NITROGEN DAN LPG PADA PROSES NITROKARBURISING DALAM REAKTOR FLUIDIZED BED TERHADAP SIFAT MEKANIS BAJA KARBON RENDAH

PENGARUH PERBANDINGAN GAS NITROGEN DAN LPG PADA PROSES NITROKARBURISING DALAM REAKTOR FLUIDIZED BED TERHADAP SIFAT MEKANIS BAJA KARBON RENDAH PENGARUH PERBANDINGAN GAS NITROGEN DAN LPG PADA PROSES NITROKARBURISING DALAM REAKTOR FLUIDIZED BED TERHADAP SIFAT MEKANIS BAJA KARBON RENDAH Teguh Rahardjo Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Nasional

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN PANAS TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS MATERIAL MODEL CHASSIS BERBASIS Al-Si-Mg HASIL PENGECORAN HIGH PRESSURE DIE CASTING

PENGARUH PERLAKUAN PANAS TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS MATERIAL MODEL CHASSIS BERBASIS Al-Si-Mg HASIL PENGECORAN HIGH PRESSURE DIE CASTING PENGARUH PERLAKUAN PANAS TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS MATERIAL MODEL CHASSIS BERBASIS Al-Si-Mg HASIL PENGECORAN HIGH PRESSURE DIE CASTING *Dedas Agusta 1, Athanasius Priharyoto Bayuseno 2 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

14. Magnesium dan Paduannya (Mg and its alloys)

14. Magnesium dan Paduannya (Mg and its alloys) 14. Magnesium dan Paduannya (Mg and its alloys) Magnesium adalah logam ringan dan banyak digunakan untuk aplikasi yang membutuhkan massa jenis yang ringan. Karakteristik : - Memiliki struktur HCP (Hexagonal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi otomotif yang begitu pesat memerlukan material teknik dan cara produksi yang tepat untuk mewujudkan sebuah produk berkualitas, harga

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Komposisi Kimia dan Kecepatan Kemiringan Cetakan Tilt Casting Terhadap Kerentanan Hot Tearing Paduan Al-Si-Cu

Pengaruh Variasi Komposisi Kimia dan Kecepatan Kemiringan Cetakan Tilt Casting Terhadap Kerentanan Hot Tearing Paduan Al-Si-Cu Pengaruh Variasi Komposisi Kimia dan Kecepatan Kemiringan Cetakan Tilt Casting Terhadap Kerentanan Hot Tearing Paduan Cu Bambang Tjiroso 1, Agus Dwi Iskandar 2 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN IV.1 PENGUJIAN AWAL PADA GARDAN IV.1.1 PENGUJIAN KOMPOSISI Pengujian komposisi diperlukan untuk mengetahui komposisi unsur, termasuk unsur-unsur paduan yang terkandung dalam material

Lebih terperinci