BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari istilah bahasa inggris Acute Respiratory Infections (ARI) yaitu penyakit

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari istilah bahasa inggris Acute Respiratory Infections (ARI) yaitu penyakit"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pengertian ISPA Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan istilah yang diadaptasi dari istilah bahasa inggris Acute Respiratory Infections (ARI) yaitu penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu atau lebih dari saluran pernapasan, mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Hartono dan Rahmawati, 2012). Istilah ISPA meliputi tiga unsur penting yaitu infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernapasan adalah organ yang mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Dengan demikian ISPA secara otomatis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernapasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernapasan. Sesuai dengan batasan ini maka jaringan paru-paru termasuk dalam saluran pernapasan (respiratory tract). Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari (Depkes, 2010).

2 2.1.2 Penyebab ISPA Depkes (2004) menyatakan penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti bakteri, virus, mycoplasma, jamur dan lain-lainnya. ISPA bagian atas umumya disebabkan oleh virus, sedangkan ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri, umumnya mempunyai manifestasi klinis yang berat sehingga menimbulkan beberapa masalah dalam penanganannya. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah genus Streptococcus, Stapilococcus, Pneumococcus, Haemophyllus, Bordetella dan Corynobacterium. Virus penyebab ISPA antara lain golongan Paramykovirus (termasuk di dalamnya virus Influenza, virus Parainfluenza dan virus campak), Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Herpesvirus dan lain-lain. Di negara-negara berkembang umumnya kuman penyebab ISPA adalah Streptocococcus pneumonia dan Haemopylus influenza. Jumlah penderita infeksi pernapasan akut kebanyakan pada anak. Etiologi dan infeksinya mempengaruhi umur anak, daya tahan, musim, kondisi tempat tinggal, dan masalah kesehatan yang ada. Banyaknya patogen pada sistem pernapasan yang muncul dalam wabah selama musim semi dan dingin, tetapi mycoplasma sering muncul pada musim gugur dan awal musim semi. (Hartono dan Rahmawati, 2012). Virus dan bakteri penyebab ISPA menurut lokasi anatomi dapat dilihat pada gambar 1.

3 Gambar 2.1 Virus dan bakteri Penyebab ISPA menurut lokasi anatomi Klasifikasi ISPA a. Berdasarkan lokasi anatomik Menurut Depkes (2004) penyakit ISPA dapat dibagi dua berdasarkan lokasi anatominya, yaitu: ISPA atas (ISPaA) dan ISPA bawah (ISPbA). Contoh ISPA atas adalah batuk pilek (Common cold), Pharingitis, Otitis, Flusalesma, Sinusitis, dan lain-lain. ISPA bawah diantaranya Bronchiolitis dan Pneumonia yang sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan kematian. Pembagian ISPA berdasarkan lokasi anaomi dapat dilihat pada gambar 2. Gambar 2.2 Infeksi Saluran Pernapasan Akut Berdasarkan Lokasi Anatomi

4 b. Berdasarkan golongan Umur Depkes (2004) mengklasifikasikan ISPA berdasarkan kelompok umur sebagai berikut: 1) Kelompok umur <2 bulan, pneumonia berat dan bukan pneumonia. Pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat, yaitu pernapasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih, atau adanya tarikan dinding dada yang kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam (severe chest indrawing), sedangkan bukan pneumonia bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada nafas cepat. 2) Kelompok umur 2 bulan - <5 tahun, pneumonia berat, pneumonia dan bukan pneumonia. Pneumonia berat, bila disertai nafas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik napas. Pneumonia didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai adanya nafas cepat sesuai umur, yaitu 40 kali per menit atau lebih. Bukan pneumonia, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada nafas cepat Tanda dan Gejala ISPA Penyakit ISPA pada balita dapat menimbulkan bermacam-macam tanda dan gejala seperti batuk, kesulitan bernafas, sakit tenggorokan, pilek, sakit telinga dan demam. Derajat serangan ISPA tergantung pada spesifikasi host meliputi jenis kelamin, usia dan kekebalan seseorang. Dalam hal ini ISPA lebih mudah terjadi pada balita dan anak-anak dengan gejala batuk, pilek dan panas. Depkes (2004) membagi tanda dan gejala ISPA menjadi tiga yaitu ISPA ringan, ISPA sedang dan ISPA berat.

5 a. Gejala dari ISPA ringan Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut : 1) Batuk 2) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (pada waktu berbicara atau menangis) 3) Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung 4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37 C. b. Gejala dari ISPA sedang Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut : 1) Pernapasan cepat (fast breathing) sesuai umur yaitu : untuk kelompok umur kurang dari 2 bulan frekuensi nafas 60 kali per menit atau lebih untuk umur 2-<12 bulan dan 40 kali per menit atau lebih pada umur 12 bulan - < 5 tahun. 2) Suhu tubuh lebih dari 39 C 3) Tenggorokan berwarna merah 4) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak 5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga 6) Pernapasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur) c. Gejala dari ISPA Berat Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejalagejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :

6 1) Bibir atau kulit membiru 2) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun 3) Pernapasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah 4) Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas 5) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba 6) Tenggorokan berwarna merah Proses Terjadinya Infeksi Saluran Pernapasan Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkhus dilapisi oleh membran mukosa bersilia, udara yang masuk melalui rongga hidung disaring, dihangatkan dan dilembutkan. Partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut yang terdapat dalam hidung, sedangkan partikel debu yang halus akan terjerat dalam membran mukosa. Gerakan silia mendorong membran mukosa ke posterior ke rongga hidung dan ke arah superior menuju faring. Penyebaran melalui kontak langsung atau tidak langsung dari benda yang telah dicemari virus dan bakteri penyebab ISPA (hand to hand transmission) dan dapat juga ditularkan melalui udara tercemar (air borne disease) pada penderita ISPA yang kebetulan mengandung bibit penyakit melalui sekresi berupa saliva atau sputum, bibit penyakit masuk kedalam tubuh melalui pernapasan (Depkes, 2007). Mikroorganisme penyebab ISPA ditularkan melalui udara. mikroorganisme yang ada diudara akan masuk kedalam tubuh melalui saluran pernapasan dan menimbulkan infeksi dan penyakit ISPA. Selain itu mikroorganisme penyebab ISPA berasal dari penderita yang kebetulan terinfeksi,

7 baik yang sedang jatuh sakit maupun yang membawa mikroorganisme di dalam tubuhnya (Hartono dan Rahmawati, 2012). Mikroorganisme di udara umumnya berbentuk aerosol yakni suatu suspensi yang melayang di udara, dapat seluruhnya berupa bibit penyakit atau hanya sebagian. Adapun bentuk aerosol dari penyebab penyakit ISPA tersebut yakni droplet nuclei dan dust. Droplet nuclei adalah partikel yang sangat kecil sebagai sisa dari sekresi saluran pernapasan yang mengering dan melayang di udara. Pembentukannya melalui evaporasi droplet yang dibatukkan atau dibersinkan ke udara, karena ukuran sangat kecil, dapat bertahan diudara untuk waktu yang cukup lama dan dapat dihirup pada waktu bernapas dan masuk ke saluran pernapasan. Dust adalah partikel dengan berbagai ukuran sebagai hasil dari resuspensi partikel yang menempel di lantai, di tempat tidur serta dapat tertiup angin bersama debu lantai/tanah Pencegahan Kejadian ISPA dapat dicegah dengan beberapa cara yaitu menghindarkan anak dari kuman, meningkatkan daya tahan tubuh dan memperbaiki lingkungan. a. Menghindarkan anak dari kuman 1) Menghindarkan anak berdekatan dengan penderita ISPA, karena kuman penyebab ISPA sangat mudah menular dari satu orang ke orang lain 2) Jika seorang ibu menderita ISPA sedangkan ia butuh mengasuh anak atau menyusui bayinya, ibu tersebut harus menutup hidung dan mulutnya dengan sapu tangan.

8 b. Meningkatkan daya tahan tubuh anak 1) Manjaga gizi anak tetap baik dengan memberikan makanan yang cukup bergizi (cukup protein, kalori, lemak, vitamin dan mineral). Bayi-bayi sedapat mungkin mendapat air susu ibu sampai usia dua tahun. 2) Kebersihan anak harus dijaga agar tidak mudah terserang penyakit menular. 3) Memberikan kekebalan kepada anak dengan memberikan imunisasi. c. Memperbaiki lingkungan Untuk mencegah ISPA, lingkungan harus diperbaiki khususnya lingkungan perumahan, antara lain: 1) Rumah harus berjendela agar cukup aliran dan pertukaran udara cukup baik. 2) Asap dapur dan asap rokok tidak boleh berkumpul dalam rumah. Orang dewasa tidak boleh merokok dekat anak atau bayi. 3) Rumah harus kering, tidak boleh lembab. 4) Sinar matahari pagi harus diusahakan agar dapat masuk ke rumah. 5) Rumah tidak boleh terlalu padat dengan penghuni. 6) Kebersihan didalam dan diluar rumah harus dijaga, rumah harus mempunyai jamban sehat dan sumber air bersih. 7) Air buangan dan pembuangan harus diatur dengan baik, agar nyamuk, lalat dan tikus tidak berkeliaran di dalam dan disekitar rumah. Mengetahui masalah kesehatan anak merupakan suatu hal yang sangat penting diketahui oleh orang tua dengan mengenal tanda/gejala dari suatu gangguan kesehatan bisa memudahkan orang tua dalam melakukan pencegahan terhadap terjadinya penyakit (Notoatmodjo, 2011). Orang tua harus mengenal

9 tanda dan gejala ISPA, dan faktor-faktor yang mempermudah balita unuk terkena ISPA. Status kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu pejamu (host), agen penyakit (agent) dan lingkungan (environment) seperti ditunjukkan pada (Gambar 3). Ketiga faktor tersebut akan berinteraksi dan menimbulkan hasil positif maupun negatif. Hasil interaksi akan menimbulkan keadaan sehat sedangkan interaksi yang negatif akan memberikan keadaan sakit (Notoatmodjo, 2011:37). Host Penyebab Penyakit (Agent) Lingkungan (Enviromet) Gambar 2.3. Interaksi host, agent dan environment Berdasarkan penelitian di berbagai negara, termasuk Indonesia dan berbagai publikasi ilmiah dilaporkan berbagai faktor resiko yang meningkatkan kejadian (morbiditas) ISPA yang di jelaskan berikut, yaitu: agent suatu penyakit meliputi agent biologis dan non-biologis, misalnya agent fisik dan kimia, atau faktor penyebab penyakit meliputi bakteri,virus dan parasit (infection agent). Faktor host adalah faktor intrinsik (umur, jenis kelamin, status ASI, status gizi, berat badan lahir, status imunisasi, pemberian vitamin A dan pemberan makanan tambahan) yang dapat mempengaruhi kerentanan pejamu terhadap agent.

10 Sedangkan faktor lingkungan (envioment) adalah elemen-elemen ekstrinsik yang dapat mempegaruhi keterpaparan pejamu terhadap faktor agent. 2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Risiko Kejadian ISPA Beberapa faktor seperti status demografi, faktor internal/faktor balita dan faktor eksternal/kondisi rumah, dapat mempengaruhi kejadian ISPA Status Sosial Demografi a. Pendidikan dan Penghasilan Orang Tua Status sosial ekonomi diantaranya unsur pendidikan, serta penghasilan keluarga, juga berperan penting dalam menciptakan rumah sehat. Tingkat pendidikan masyarakat berkaitan erat dengan perolehan pekerjan yang layak bagi orang tua. Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan hasil yang diperoleh juga rendah atau pas-pasan. Tingkat penghasilan yang rendah menyebabkan orang tua sulit menyediakan fasilitas perumahan yang baik, perawatan kesehatan dan gizi anak yang memadai. Rendahnya status gizi anak menyebabkan daya tahan tubuh berkurang dan mudah terkena penyakit infeksi termasuk ISPA Faktor Internal/Faktor Pada Balita Menurut Depkes (2004) faktor internal merupakan suatu keadaan didalam diri penderita (balita) yang memudahkan untuk terpapar dengan bibit penyakit (agent) ISPA yang meliputi jenis kelamin, umur, berat badan lahir, status gizi, dan status imunisasi.

11 a. Jenis kelamin Jenis kelamin merupakan faktor resiko terhadap kejadian ISPA yaitu lakilaki lebih beresiko di banding perempuan, hal ini disebabkan aktivitas anak lakilaki lebih banyak dari anak perempuan sehingga peluang untuk terpapar oleh agent lebih banyak. Penelitian yang dilakukan oleh Yusuf dan Lilis (2006), didapatkan hasil bahwa proporsi kasus ISPA menurut jenis kelamin tidak sama, yaitu laki-laki 59% dan perempuan 41%, terutama pada anak usia muda. b. Umur Umur mempunyai pengaruh cukup besar untuk terjadinya ISPA. Anak dengan umur <2 tahun merupakan faktor resiko terjadinya ISPA. Hal ini disebabkan karena anak dibawah dua tahun imunitasnya belum sempurna dan saluran napas lebih sempit. Kejadian ISPA pada bayi dan balita akan memberikan gambaran klinik yang lebih besar dan jelek, hal ini disebabkan karena ISPA pada bayi dan balita merupakan kejadian infeksi pertama serta belum terbentuknya secara optimal proses kekebalan secara alamiah. Hasil penelitian analisis faktor resiko yang dilakukan oleh Erna (2005) didapatkan bahwa umur merupakan salah satu faktor resiko penyebab kematian pada balita yang sedang menderita ISPA. Anak yang berumur 1-2 tahun lebih peka lima kali terkena ISPA dibandingkan anak dengan umur di atas lima tahun. c. Status Gizi Balita Dalam keadaan gizi yang baik, tubuh mempunyai cukup kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap penyakit infeksi. Jika keadaan gizi menjadi buruk maka reaksi kekebalan tubuh akan menurun yang berarti kemampuan tubuh untuk

12 mempertahankan diri terhadap serangan infeksi menjadi turun. Oleh karena itu, setiap bentuk gangguan gizi sekalipun dengan gejala defisiensi yang ringan merupakan pertanda awal dari terganggunya kekebalan tubuh terhadap penyakit. Penelitian yang dilakukan di berbagai negara menunjukkan bahwa infeksi protozoa pada anak-anak yang tingkat gizinya buruk akan jauh lebih parah dibandingkan dengan anak-anak yang gizinya baik (Notoatmodjo, 2011). Status gizi yang kurang merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kejadian ISPA balita. Maksud dari gizi kurang adalah kekurangan energi protein yang terkandung didalam makanan sehari-hari yang mempengaruhi keadaan gizi anak. Gizi yang buruk dapat menurunkan pertahanan tubuh baik sistemik maupun lokal. Status gizi pada balita berdasarkan hasil pengukuran antropometri dengan melihat criteria yaitu: berat badan per umur (BB/U), tinggi badan per umur (TB/U), berat badan per tinggi badan (BB/TB). d. Status Imunisasi Imunisasi berarti memberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Salah satu strategi untuk mengurangi kesakitan dan kematian akibat ISPA pada anak adalah dengan pemberian imunisasi. Pemberian imunisasi dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian pada balita tertutama penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Setiap anak harus mendapatkan imunisasi dasar terhadap tujuh penyakit utama sebelum usia satu tahun yaitu imunisasi BCG, DPT, hepatitis B, polio, campak. Imunisasi bermafaat untuk mencegah beberapa jenis penyakit infeksi seperti campak, polio, TBC, difteri, pertusis, tetanus dan hepatitis B. Bahkan imunisasi juga dapat mencegah kematian dari akibat penyakit-penyakit

13 tersebut. Sebagian besar kasus ISPA merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, penyakit yang tergolong ISPA yang dapat dicegah dengan imunisasi adalah difteri dan batuk rejan. Hasil penelitian Sadono (2005) dengan diperoleh bahwa ada hubungan bermakna antara status imunisasi dengan kejadian ISPA pada bayi denga nilai p = 0,027 dan ratio Prevalens 1,8, artiya bayi dengan status imunisasi tidak lengkap merupakan faktor resiko terjadinya ISPA Faktor Eksternal/Kondisi Rumah Faktor eksternal merupakan suatu keadaan yang berada diluar diri penderita (balita) berupa lingkungan fisik, biologis, sosial dan ekonomi yang memudahkan penderita untuk terpapar bibit penyakit (agent) meliputi: a. Ventilasi rumah Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan O2 (oksigen) didalam rumah yang berarti kadar CO2 (karbondioksida) yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat. Tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara didalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk bakteribakteri, patogen (bakteri-bakteri penyebab penyakit). Membuat ventilasi udara serta pencahayaan di dalam rumah sangat di perlukan karena akan mengurangi polusi asap yang ada dalam rumah sehingga dapat mencegah seseorang

14 menghirup asap tersebut yang lama kelamaan bisa menyebabkan terkena penyakit ISPA (Notoatmodjo, 2011). Ventilasi adalah proses penyediaan udara segar kedalam suatu ruangan dan pengeluaran udara kotor suatu ruangan tertutup baik alamiah maupun secara buatan. Ventilasi harus lancar diperlukan untuk menghindari pengaruh buruk yang dapat merugikan kesehatan manusia pada suatu ruangan kediaman yang tertutup atau kurang ventilasi. Fungsi kedua daripada ventilasi adalah membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri terutama bakteri patogen karena disitu selalu terjadi aliran udara yang terus-menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan rumah selalu tetap di dalam kelembaban (humidity) yang optimum. Ada 2 macam ventilasi, yakni : 1) Ventilasi alamiah, di mana aliran udara di dalam ruangan tersebut terjadi secara alamiah melalui jendela, pintu, lubang angin, lubang-lubang pada dinding dan sebagainya. Di pihak lain ventilasi alamiah ini tidak menguntungkan karena juga merupakan jalan masuknya nyamuk dan serangga lainnya ke dalam rumah. Untuk itu harus ada usaha-usaha lain untuk melindungi kita dari gigitan-gigitan nyamuk tersebut. 2) Ventilasi buatan, yaitu dengan mempergunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan udara tersebut, misalnya kipas angin (ventilating, fan atau exhauster) atau air conditioning dan mesin pengisap udara. Tetapi jelas alat ini tidak cocok dengan kondisi rumah di pedesaan. Perlu di perhatikan disini

15 bahwa sistem pembuatan ventilasi harus dijaga agar udara tidak mandeg atau membalik kembali, harus mengalir. Artinya dalam rumah harus ada jalan masuk dan keluarnya udara (Notoatmodjo, 2011). Suatu studi melaporkan bahwa upaya penurunan angka kesakitan ISPA berat dan sedang dapat dilakukan di antaranya dengan membuat ventilasi yang cukup untuk mengurangi polusi asap dapur dan mengurangi polusi udara lainnya termasuk asap rokok. Anak yang tinggal di rumah yang padat (<10m 2 /orang) akan mendapatkan risiko ISPA sebesar 1,75 kali dibandingkan dengan anak yang tinggal dirumah yang tidak padat (Achmadi, 2003 dalam Naria, dkk. 2008). Hasil penelitian lain yang tidak mendukung di lakukan oleh Dewi, (2012) dengan uji chi-square dengan p value 0,18 menyatakan bahwa tidak ada hubungan luas ventilasi rumah dengan kejadian ISPA. Menurut Kepmenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang ketentuan persyaratan kesehatan rumah tinggal secara umum penilaian ventilasi rumah dapat dilakukan dengan cara melihat indikator penghawaan rumah, luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah lebih dari/sama dengan 10% dari luas lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah kurang dari 10% dari luas lantai rumah. Pertukaran hawa (ventilasi) yaitu proses penyediaan udara segar dan pertukaran udara kotor secara alamiah atau mekanis harus cukup. Berdasarkan peraturan pembangunan nasional, lubang hawa suatu bangunan harus memenuhi aturan sebagai berikut: luas bersih dari jendela/lubang hawa sekurang-kurangnya 1/10 dari luas lantai ruangan, jendela/ruang hawa harus meluas kearah atas sampai setinggi mimimal 1,95 m dari permukaan lantai,

16 adanya lubang hawa yang berlokasi di bawah langit-langit sekurang-kurangnya 0,35% luas lantai yang bersangkutan. b. Pencahayaan Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari disamping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak cahaya di dalam rumah akan menyebabkan silau dan akhirnya dapat merusak mata. Cahaya dapat dibedakan menjadi dua,yakni: 1) Pencahayaan Alam Pencahayaan alam diperoleh dengan masuknya sinar matahari ke dalam ruangan melalui jendela, celah-celah atau bagian ruangan yang terbuka. Sinar sebaiknya tidak terhalang oleh bangunan, pohon-pohon maupun tembok pagar yang tinggi. Cahaya ini penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen dalam rumah, misalnya basil TBC. Sebaiknya jalan masuk cahaya (jendela) luasnya sekurang-kurangnya 15% sampai 20% dari luas lantai yang terdapat dalam ruangan. Perlu diperhatikan dalam membuat jendela diusahakan agar sinar matahari dapat langsung masuk ke dalam ruangan, tidak terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela di sini, di samping sebagai ventilasi, juga sebagai jalan masuknya cahaya (Notoatmodjo, 2011). Kebutuhan standar cahaya alam yang memenuhi syarat kesehatan untuk kamar keluarga dan kamar tidur menurut WHO Lux.

17 Pemenuhan kebutuhan cahaya untuk penerangan alamiah sangat ditentukan oleh letak dan lebar jendela. Untuk memperoleh jumlah cahaya matahari pada pagi hari secara optimal sebaiknya jendela kamar tidur menghadap ke timur. Luas jendela yang baik paling sedikit mempunyai luas % dari luas lantai. Apabila luas jendela melebihi 20 % dapat menimbulkan kesilauan dan panas, sedangkan sebaliknya kalau terlalu kecil dapat menimbulkan suasana gelap dan pengap. 2) Pencahayaan buatan Menurut Notoatmodjo (2011) cahaya buatan yaitu, menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah, seperti lampu minyak tanah, listrik, dan sebagainya. Penerangan pada rumah tinggal dapat diatur dengan memilih sistem penerangan dengan suatu pertimbangan hendaknya penerangan tersebut dapat menumbuhkan suasana rumah yang lebih menyenangkan. Lampu Flouresen (neon) sebagai sumber cahaya dapat memenuhi kebutuhan penerangan karena pada penerangan yang relatif rendah mampu menghasilkan cahaya yang baik bila dibandingkan dengan penggunaan lampu pijar. Bila ingin menggunakan lampu pijar sebaiknya dipilih yang warna putih dengan dikombinasikan beberapa lampu neon. Untuk penerangan malam hari dalam ruangan terutama untuk ruang baca dan ruang kerja, penerangan minimum adalah 150 lux sama dengan 10 watt lampu TL, atau 40 watt dengan lampu pijar. c. Kepadatan Hunian Setiap rumah harus mempunyai bagian ruangan yang sesuai fungsinya. Penentuan bentuk, ukuran dan jumlah ruangan perlu memperhatikan standar

18 minimal jumlah ruangan. Sebuah rumah tinggal harus mempunyai ruangan yaitu kamar tidur, ruang tamu, ruang makan, dapur, kamar mandi dan kakus. Berdasarkan Kepmenkes RI No.829 tahun 1999 tentang kesehatan perumahan menetapkan bahwa luas ruang tidur minimal 8m 2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua orang tidur dalam satu kamar tidur. Bangunan yang sempit dan tidak sesuai dengan jumlah penghuninya akan mempunyai dampak kurangnya oksigen di dalam ruangan sehingga daya tahan penghuninya menurun, kemudian cepat timbulnya penyakit saluran pernafasan seperti ISPA. Kepadatan di dalam kamar terutama kamar balita yang tidak sesuai dengan standar akan meningkatkan suhu ruangan yang disebabkan oleh pengeluaran panas badan yang akan meningkatkan kelembaban akibat uap air dari pernapasan tersebut. Dengan demikian, semakin banyak jumlah penghuni ruangan tidur maka semakin cepat udara ruangan mengalami pencemaran gas atau bakteri. Dengan banyaknya penghuni, maka kadar oksigen dalam ruangan menurun dan diikuti oleh peningkatan CO2 dan dampak peningkatan CO2 dalam ruangan adalah penurunan kualitas udara dalam ruangan. Hal ini sejalan dengan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nuryanto, (2010) yang mengatakan bahwa ada hubungan bermakna antara kepadatan hunian dengan penyakit ISPA balita. e. Suhu Ruangan Salah satu syarat fisiologis rumah sehat adalah memiliki suhu optimum C. Hal ini berarti, jika suhu ruangan rumah dibawah 18 C atau di atas 30 C keadaan rumah tersebut tidak memenuhi syarat. Suhu ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor resiko terjadinya ISPA pada balita

19 sebesar empat kali. Suhu dalam ruangan berperan untuk menjaga rumah dalam kelembaban optimal untuk membebaskan bakteri dan virus (Erna, 2005: 77). Mikroorganisme akan melakukan interaksi atau hubungan dengan lingkungannya untuk mempertahankan hidup. Masing-masing mikroorganisme mempunyai suhu optimum, minimum dan maksimum untuk pertumbuhannya. Hal ini disebabkan dibawah suhu minimum dan diatas suhu maksimum aktivitas enzim akan berhenti, bahkan pada suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terdenaturasinya enzim mikroorganisme tersebut yang akibatnya memimbulkan kematian pada mikroorganisme (Entjang, 2011). f. Kelembaban Ruangan Kelembaban rumah yang tinggi dapat mempengaruhi penurunan daya tahan tubuh seseorang dan meningkatkan kerentanan tubuh terhadap penyakit terutama penyakit infeksi. Kelembaban juga dapat meningkatkan daya tahan hidup bakteri. Menurut Kemenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999 kelembaban dianggap baik jika memenuhi 40-70% dan buruk jika kurang dari 40% atau lebih dari 70%. Kelembaban berkaitan erat dengan ventilasi karena sirkulasi udara yang tidak lancar akan mempengaruhi suhu udara dalam rumah menjadi rendah sehingga kelembaban udaranya tinggi. Sebuah rumah yang memiliki kelembaban udara tinggi memungkinkan adanya tikus, kecoa dan jamur yang semuanya memiliki peran besar dalam pathogenesis penyakit pernafasan.

20 g. Pencemaran udara dalam rumah (polusi udara) Udara yang bersih merupakan komponen utama dalam rumah dan sangat diperlukan oleh manusia untuk hidup sehat. Sirkulasi udara yang bersih berkaitan dengan masalah ventilasi rumah yang tidak mempunyai jendela dan lubang angin menyebabkan udara yang tercemar tidak dapat keluar. Pencemaran udara yang diduga banyak timbul adalah CO, selain itu juga terdapat bahan pencemar lainnya seperti NH3 dan H2S. Semua gas-gas ini di dalam ambang tertentu dapat menimbulkan gangguan seketika, sedangkan dalam jumlah besar dapat menyebabkan iritasi pada saluran nafas (Achmadi, 2003 dalam Naria, dkk. 2008). Polusi udara dapat dibagi menjadi dua yaitu polusi udara dalam ruangan (Indoor Air Pollution=IAP) dan polusi udara luar ruangan (outdoor Air Pollution).World Health Organization (WHO) melaporkan sekitar 12,8 juta kematian didunia disebabkan oleh pengaruh polusi udara dalam ruangan. Pencemar udara umumnya berupa gas, debu, dan partikulat (butiran amat halus). Partikulat berukuran 7 mikron umumnya menempel atau mengenai bagian luar tubuh manusia seperti kepala, rambut mata. Sedangkan ukuran kecil (0,4-2,5 mikron) terhirup bersama udara dan masuk sampai ke jaringan paru-paru. Komponen debu yang tercemar dalam ruangan diperkirakan mengandung 5 juta bakteri per gram. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan, dapur yang sehat harus memiliki lubang asap dapur. Dapur yang tidak memiliki lubang asap dapur akan menimbulkan banyak polusi asap ke dalam rumah dan kondisi ini akan

21 berpengaruh terhadap kejadian ISPA pada balita karena asap akan dapat mengiritasi saluran pernafasan. Dapur rumah sehat harus mempunyai ruangan tersendiri karena asap hasil pembakaran (kayu bakar atau minyak tanah) dapat membawa dampak negatif terhadap kesehatan. Polusi udara dapur dipengaruhi jenis bahan bakar yang dipakai, kayu bakar dan arang sebagai faktor resiko infeksi saluran pernapasan. Ruangan dapur harus memiliki ventilasi yang baik sehingga asap/udara dari dapur dapat dialirkan keluar. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sukamawa, dkk. (2006) dengan menggunakan Uji statistik regresi logistik menunjukkan tidak ada pengaruh pencemaran dalam rumah terhadap kejadian ISPA ada anak Balita. Beberapa pencemaran ruangan yang perlu mendapat perhatian diantaranya: Karbon Monoksida (CO), asap dari kayu bakar, asap rokok dan obat nyamuk bakar. Sumber-sumber karbon monoksida (CO) yang signifikan menimbukan pencemaran dalam ruangan terutama berasal dari rokok, cerutu, oven, kompor gas, kompor minyak tanah dan tungku kayu bakar, pembakaran arang biomasa. Jika tidak ada ventilasi yang baik, CO dapat cepat memenuhi ruangan dapur pada saat ibu-ibu aktif memasak. Kadar CO yang dapat ditimbulkan oleh kompor yang menyala selama setengah jam adalah 10 ppm. Apabila sumbu kompor tidak terkontrol akan menghasilkan CO yang tidak tertolerir. Hal ini dapat merangsang sakit kepala, batuk, iritasi kerongkongan dan membawa risiko berat berupa penyakit paru-paru dan jantung. Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru sehingga

22 akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan balita bermain. Kualitas udara dalam ruangan dipengaruhi oleh asap dalam ruangan yang bersumber dari perokok, penggunaan bahan bakar kayu/arang atau asap. Di samping itu ditentukan oleh ventilasi, kepadatan penghuni, suhu ruangan, kelembaban, penerangan alami, jenis lantai, dinding, atap, saluran pembuangan air limbah, tempat pembuangan sampah, ketersediaan air bersih, dan debu/polutan (Safitri, 2006). Tingkat polusi yang dihasilkan bahan bakar menggunakan kayu jauh lebih tinggi dibandingkan bahan bakar menggunakan gas. Sejumlah penelitian menunjukkan paparan polusi dalam ruangan meningkatkan risiko kejadian ISPA pada anak-anak. Berdasarkan hasil penelitian Naria, dkk di wilayah kerja Puskesmas Tuntungan tahun 2008 menunjukkan proporsi balita yang tinggal di rumah yang menggunakan bahan bakar kayu menderita ISPA sebanyak 39 orang (81,25%), sedangkan yang tidak menderita ISPA sebanyak 9 orang (19,75%). Hasil uji Chi Square diperoleh bahwa ada hubungan yang bermakna antara bahan bakar dengan kejadian ISPA pada balita dengan nilai p=0,001. Nilai Ratio Prevalens kejadian ISPA pada balita yang menggunakan bahan bakar kayu dibanding dengan balita yang menggunakan bahan bakar minyak/gas adalah 1,715. Artinya penggunaan bahan bakar kayu merupakan faktor risiko terjadinya ISPA.

23 2.3 Rumah Pengertian Rumah Menurut WHO (2004), rumah adalah struktur fisik atau bangunan untuk tempat berlindung, dimana lingkungan berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya baik untuk kesehatan keluarga dan individu. Rumah dapat diartikan sebagai tempat untuk melepaskan lelah, beristirahat, tempat bergaul dengan keluarga, sebagai tempat untuk melindungi diri dari segala ancaman, sebagai lambang sosial. Menurut Notoatmodjo, (2011) luas bangunan rumah yang tidak mempertimbangkan penghuni dalam rumahnya, hal ini tidak sehat, sebab di samping menyebabkan kurangnya konsumsi Oksigen (O 2 ) juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga lain. Luas bangunan yang optimum adalah apabila dapat menyediakan 2,5 x 3m untuk setiap anggota keluarga. Menurut WHO (2004), rumah sehat dapat diartikan rumah berlindung, bernaung, dan tempat untuk beristirahat, sehingga menimbulkan kehidupan yang sempurna baik fisik, rohani, sosial Syarat Rumah Sehat Secara umum rumah dapat dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria yaitu : a. Memenuhi kebutuhan fisiologis meliputi pencahayaan, penghawaan, ruang gerak yang cukup dan terhindar dari kebisingan yang mengganggu. b. Memenuhi kebutuhan psikologis meliputi privasi, komunikasi yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah.

24 c. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah meliputi penyediaan air bersih, pengelolaan tinja, limbah rumah tangga, bebas vector penyakit dan tikus, kepadatan hunian tidak berlebihan dan cukup sinar matahari pagi. d. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena keadaan luar maupun dalam rumah, antara lain fisik rumah yang tidak mudah roboh, tidak mudah terbakar dan tidak cenderung membuat penghuninya jatuh tergelincir Menurut Depkes RI (2004), ada beberapa prinsip standar rumah sehat. Prinsip yang berkaitan dengan kebutuhan kesehatan, terdiri atas : 1) Perlindungan terhadap penyakit menular, melalui pengadaan air minum, sistem sanitasi, pembuangan sampah, saluran air, kebersihan personal dan domestik, penyiapan makanan yang aman dengan struktur rumah yang aman dengan memberi perlindungan. 2) Perlindungan terhadap trauma/benturan, keracunan dan penyakit kronis dengan memberikan perhatian pada struktur rumah, polusi udara rumah, polusi udara dalam rumah, keamanan dari bahaya kimia dan perhatian pada pnggunaan rumah sebagai tempat bekerja. 3) Stress psikologi dan sosial melalui ruang yang adekuat, mengurangi privasi, nyaman, memberi rasa aman pada individu, keluarga dan akses pada rekreasi dan sarana komunitas pada perlindungan terhadap bunyi. Menurut Depkes RI (2004), indikator rumah yang dinilai adalah komponen rumah yang terdiri dari : langit-langit, dinding, lantai, jendela kamar tidur, jendela

25 ruang keluarga dan ruang tamu, ventilasi, dapur dan pencahayaan dan aspek perilaku. Aspek perilaku penghuni adalah pembukaan jendela kamar tidur, pembukaan jendela ruang keluarga, pembersihan rumah dan halaman Komponen Rumah Sehat a. Lantai Lantai rumah dari semen atau ubin, kermik adalah baik, namun tidak cocok untuk kondisi ekonom pedesaan. Untuk lantai rumah di pedesaan cukup tanah biasa yang dipadatkan. Syarat yang penting disini adalah tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan. Lantai yang basah dan berdebu merupakan sarang penyakit (Notoatmodjo, 2011:171). Lantai rumah dapat mempengaruhi terjadinya penyakit ISPA karena lantai yang tidak memenuhi standar merupakan media yang baik untuk perkembangbiakan bakteri atau virus penyebab ISPA. Lantai yang baik adalah lantai yang dalam keadaan kering dan tidak lembab. Bahan lantai harus kedap air dan mudah dibersihkan, keadaan lantai perlu diplester dan akan lebih baik apabila dilapisi ubin atau keramik yang mudah dibersihkan (Kemenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999). b. Dinding Dinding mempunyai fungsi sebagai pendukung atau penyangga atap juga untuk melindungi rumah dari gangguan panas, hujan dan angin dari luar dan juga sebagai pembatas antara dalam dan luar rumah. Dinding juga berguna untuk mempertahankan suhu dalam ruangan, merupakan media bagi proses rising damp (kelembaban yang naik dari tanah) yang merupakan salah satu penyebab

26 kelembaban dalam rumah. Bahan dinding yang baik adalah dinding yang terbuat dari bahan tahan api seperti batu bata yang sering disebut tembok. Dinding yang terbuat dari tembok sebenarnya baik, namun selain mahal, tembok juga kurang cocok untuk daerah tropis, apalagi jika ventilasinya kurang. Untuk daerah tropis khususnya pedesaan lebih baik menggunakan papan karena meskipun jendela tidak cukup, maka lubang-lubang dapat menjadi ventilasi dan menambah pencahayaan alamiah (Notoatmodjo, 2011). c. Atap Salah satu fungsi atap yaitu melindungi masuknya debu dalam rumah. Atap sebaiknya diberi plafon atau langit-langit, agar debu tidak langsung masuk ke dalam rumah. Atap genteng merupakan atap yang cocok di daerah tropis. Atap seng atau atap asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan, disamping mahal juga dapat menimbulkan suhu panas dalam rumah (Notoatmodjo, 2007:169). Secara umum konstruksi atap harus didasarkan kepada perhitungan yang teliti dan dapat dipertanggung jawabkan kecuali untuk atap yang sederhana tidak disyaratkan adanya perhitungan-perhitungan. Maksud utama dari pemasangan atap adalah untuk melindungi bagian-bagian dalam bangunan serta penghuninya terhadap panas dan hujan, oleh karena itu harus dipilih penutup atap yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: Rapat air serta padat dan letaknya tidak mudah bergeser, tidak mudah terbakar dan bobotnya ringan dan tahan lama. Atap genteng adalah umum dipakai baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan. Di samping atap genteng adalah cocok untuk daerah tropis juga dapat terjangkau oleh masyarakat dan bahkan masyarakat dapat membuatnya sendiri. Namun demikian

27 banyak masyarakat pedesaan yang tidak mampu untuk itu maka atap daun rumbai atau daun kelapa pun dapat dipertahankan. Atap seng maupun asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan, disamping mahal juga menimbulkan suhu panas di dalam rumah (Notoatmodjo, 2011). d. Langit-langit Dibawah kerangka atap/kuda-kuda biasanya dipasang penutup yang disebut langit-langit yang tujuannya untuk menutup seluruh konstruksi atap dan kuda-kuda penyangga agar tidak terlihat dari bawah, sehingga ruangan terlihat rapi dan bersih, untuk menahan debu yang jatuh dan kotoran yang lain juga menahan tetesan air hujan yang menembus melalui celah-celah atap, untuk membuat ruangan antara yang berguna sebagai penyekat sehingga panas atas tidak mudah menjalar kedalam ruangan dibawahnya. Adapun persyaratan untuk langitlangit yang baik adalah langit-langit harus dapat menahan debu dan kotoran lain yang jatuh dari atap, langit-langit harus menutup rata kerangka atap kuda-kuda penyangga dengan konstruksi bebas tikus, tinggi langit-langit sekurang-kurangnya 2,40 dari permukaan lantai, langit-langit kasaunya miring sekurang-kurangnya mempunyai tinggi rumah 2,40 m, dan tinggi ruang selebihnya pada titik terendah titik kurang dari 1,75m, ruang cuci dan ruang kamar mandi diperbolehkan sekurang kurangnya sampai 2,40 m (Notoatmodjo, 2011). 2.4 Rumah Bulat Rumah bulat atau biasa disebut (umek bubu) adalah rumah tradisional masyarakat/atoni Timor yang biasanya digunakan sebagai tempat tinggal, lumbung makanan serta digunakan sebagai dapur (Pemkab TTS, 2011).

28 2.4.1 Arsitektur atau konstruksi rumah bulat a. Atap Secara umum konstruksi atap rumah bulat terbuat dari rumput alang-alang, atapnya yang berbentuk seperti kepala jamur merang. Ujung alang-alangnya hampir menyentuh permukaan tanah, letaknya tidak mudah bergeser dan rapat serta padat. Membangun rumah bulat tidaklah sukar. Biayanya bisa dijangkau oleh masyarakat, karena semua bahan dasarnya tersedia di hutan dan kebun. Untuk membuat atap alang-alang yang bisa menutupi seluruh rumah cukup dengan Rp250 ribu saja. Atap tersebut bisa bertahan kira-kira 10 tahunan. b. Dinding Dinding rumah bulat melingkar dengan garis tengah antara tiga sampai lima meter. Dindingnya terbuat dari potongan-potongan kayu, bambu, atau batang pinang yang dibelah dan berada dalam lingkaran atap. rumah bulat tidak mempunyai sekat atau kamar. c. Ventilasi Rumah bulat tidak memiliki jendela dan ventilasi, dan hanya memiliki satu pintu, yang bentuk pintunya setengah lonjong dengan ketinggian kurang dari satu meter. Untuk masuk orang dewasa harus membungkukkan badan terlebih dahulu. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2012), diketahui bahwa rumah yang berventilasi buruk lebih banyak anggota keluarganya yang menderita ISPA dibandingkan dengan rumah yang ventilasinya memenuhi syarat kesehatan.

29 d. Pencahayaan Pencahayaan alami seperti matahari tidak dapat masuk ke dalam rumah bulat. Pencahayaan buatan yang digunakan dalam rumah bulat terbuat dari lampu minyak tanah (pelita). Sinar matahari terhalang oleh bangunan sehingga merupakan media atau tempat yang baik untuk untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. e. Lantai Lantai dalam rumah bulat hanya dengan tanah yang dipadatkan. Biasanya lantai tersebut juga sebagai tempat tungku dari batu untuk memasak dengan menggunakan bahan bakar kayu sehingga sisa pembakaran kayu berupa debu. Lantai yang baik dilingkungan pedesaan adalah tanah yang dipadatkan. Syaratnya tidak berdebu pada musin kemarau dan tidak basah pada musim penghujan, karena lantai yang basah akan menimbulkan sarang penyakit (Notoatmodjo, 2011). Rumah bulat dapat di lihat pada gambar 4. Gambar 2.4 Rumah Bulat

30 2.4.2 Bagian Dalam Rumah Dalam Silap Wilfradus, dkk. (1997) bagian dalam rumah, terdiri dari: Ni anaf (tiang induk rumah), tunaf (tungku api) tepat ditengah rumah sebagai tempat menyiapkan makanan dan pengasapan semua bahan makanan dan barang-barang, hala tupa (tempat tidur) yang dikhususkan bagi isteri/ibu dengan anak-anak, hala toko (balai-balai) untuk duduk atau makan di dalam rumah. Pana (para-para) untuk menyimpan segala peralatan makan. Ni anaf tetu tunan (tiang induk atas loteng). Eno/nesu (pintu rumah) hanya satu buah dengan tinggi satu meter Bahan-bahan bangunan rumah Bahan-bahan bangunan untuk sebuah rumah (ume) atau lumbung(lopo) terdiri dari: tiang-tiang (ni) terdiri dari kayu-kayu yang kuat dan pada umumnya kayu teras. Usuk-usuk (suaf) terdiri dari kayu-kayu lurus yang mudah dilenturkan seperti cemara dan lain sebagainya. Balok-balok penyanggah loteng (su if) adalah kayu bulat atau dapat dibentuk seperti balok. Kayu penyanggah loteng (nonof) terdiri dari kayu-kayu yang lurus. Atap tefis terbuat dari rumput atau alang-alang (humusu) dan sering kali daun gewang (tuinno o). dinding (nikit) dari bahan pelepah gewang (beba) atau belahan bamboo (nesat). Bahan-bahan ini juga untuk pembuatan peralatan loteng/tetu (Silap Wilfradus, dkk. 1997) Kegunaan Rumah bulat digunakan masyarakat untuk menyimpan jagung dengan cara digantung pada penyanggah atap dan dipanaskan dengan bara api agar tidak rusak dan kualitasnya tidak menurun. Selain sebagai lumbung pangan warga di kala

31 musim paceklik, rumah bulat juga difungsikan sebagai dapur untuk kegiatan memasak (umumnya digunakan kayu bakar) dan tempat penyimpanan perkakas rumah tangga. Dapat dikatakan rumah bulat ini sangat ekonomis, karena digunakan untuk berbagai macam keperluan rumah tangga (Pemkab TTS, 2011). Bagian dalam rumah bulat dapat terlihat pada gambar 5. Gambar 2.5 Bagian dalam rumah bulat Rumah bulat merata digunakan oleh masyarakat Timor Tengah Selatan (TTS) di Nusa Tenggara Timur (NTT). Rumah bulat menjadi ciri khas adat dan budaya orang Timor yang masih dipertahankan sampai saat ini, namun karena

32 bentuknya dan kurangnya ventilasi dapat juga menimbulkan gangguan pernapasan. Ventilasi tidak menjadi pertimbangan dalam membangun rumah bulat. Udara dan sinar matahari hanya bisa menerobos dari lubang-lubang kecil pada dindingdinding bambu, sehingga cahaya yang masuk ke dalam rumah kurang maksimal. Di sebagian daerah TTS ada suatu kebiasaan masyarakat yaitu bagi wanita yang baru melahirkan dan bayinya harus menempati rumah bulat selama 40 hari untuk mempertahankan suhu tubuh supaya tetap hangat. Selain itu rumah bulat juga digunakan sebagai dapur, sehingga ibu-ibu akan membawa anaknya ke dapur selama kegiatan memasak (Pemkab TTS, 2011). Masyarakat TTS masih berkutat pada pemenuhan kebutuhan yang sangat dasar, yaitu makan dan minum. Sebagian lagi sudah berpikir tentang bagaimana melindungi tubuh dari panas dan hujan, serta memiliki rumah yang layak huni. Setiap keluarga memiliki dua jenis bangunan rumah. Bangunan pertama tampak lebih modern, berbentuk persegi dan terbuat dari kombinasi batu, papan dan seng. Bangunan kedua tampak seperti jamur merang jika dilihat dari ketinggian. Masyarakat menyebutnya sebagai rumah bulat (Umek bubu), salah satu rumah adat yang masih dipertahankan Dampak kondisi Rumah Bulat terhadap Kesehatan Secara kasat mata kondisi rumah bulat nampak tidak memenuhi syarat kesehatan. dimana konstruksi rumah bulat tidak memiliki ventilasi, sehingga sirkulasi udara di dalamnya tertutup, asap selama kegiatan memasak tidak bisa keluar dengan baik sehingga merupakan sumber polusi dalam rumah bulat. Ditunjang dengan kondisi lantai yang hanya dari tanah dan berdebu. Paparan debu

33 baik di dalam rumah maupun di luar rumah juga berpengaruh terhadap kesehatan seseorang. Debu yang setiap harinya kita hirup dalam konsentrasi tinggi dan jangka waktu yang cukup lama akan membahayakan kesehatan manusia. Akibat menghirup debu yang langsung dapat dirasakan adalah rasa sesak dan keinginan untuk bersin atau batuk dikarenakan adanya gangguan pada saluran pernafasan. Ditambah lagi dengan kebiasan ibu yang membawa bayi/anak balitanya di dapur yang penuh asap sambil memasak akan mempunyai resiko yang lebih besar terkena ISPA dibandingkan dengan ibu yang tidak membawa bayi/anak balitanya didapur. Kondisi seperti ini mempermudah timbulnya berbagai penyakit seperti TBC, ISPA, malaria, penyakit saluran pencernaan, penyakit kulit dan lain-lain.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Saluran Pernapasan Akut 2.1.1 Pengertian ISPA Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah istilah yang berasal dari bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Penyakit ISPA 1. Definisi ISPA Istilah ISPA atau Infeksi Saluran Pernafasan Akut mengandung tiga unsur yaitu infeksi, saluran pernafasan dan akut. Pengertian atau

Lebih terperinci

RUMAH SEHAT. Oleh : SUYAMDI, S.H, M.M Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar

RUMAH SEHAT. Oleh : SUYAMDI, S.H, M.M Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar RUMAH SEHAT Oleh : SUYAMDI, S.H, M.M Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar Pengertian Rumah Rumah Adalah tempat untuk tinggal yang dibutuhkan oleh setiap manusia dimanapun dia berada. * Rumah adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan Nasional. Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan yang tercantum dalam Sistem

Lebih terperinci

Rumah Sehat. edited by Ratna Farida

Rumah Sehat. edited by Ratna Farida Rumah Sehat edited by Ratna Farida Rumah Adalah tempat untuk tinggal yang dibutuhkan oleh setiap manusia dimanapun dia berada. * Rumah adalah struktur fisik terdiri dari ruangan, halaman dan area sekitarnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran umum penyakit ISPA 1. Definisi ISPA Istilah ISPA atau Infeksi Saluran Pernafasan Akut mengandung tiga unsur yaitu infeksi, Saluran Pernafasan dan Akut. Pengertian atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Pneumonia 1. Definisi Pneumonia Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru (alveoli) yang disebabkan terutama oleh bakteri dan merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan bakteri termasuk nasofaringitis atau common cold, faringitis akut, uvulitis akut,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan bakteri termasuk nasofaringitis atau common cold, faringitis akut, uvulitis akut, 10 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi ISPA Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dibedakan menjadi dua, ISPA atas dan bawah, Infeksi saluran pernapasan atas adalah infeksi yang disebabkan oleh virus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyebab utama penyakit pada bayi usia 1-6 tahun. ISPA merupakan kelompok penyakit yang komplek dan heterogen yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Pneumonia Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ISPA 1. Pengertian ISPA ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Yang benar ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi penyakit yang menyerang pada balita yang terjadi di saluran napas dan kebanyakan merupakan infeksi virus.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernafasan akut yang meliputi saluran pernafasan bagian atas seperti rhinitis,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernafasan akut yang meliputi saluran pernafasan bagian atas seperti rhinitis, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) 2.1.1 Definisi ISPA Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernafasan akut yang meliputi saluran pernafasan bagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian ISPA Gejala batuk, pilek dan panas adalah tanda-tanda pertama dari suatu penyakit yang digolongkan dalam golongan penyakit "infeksi saluran pernafasan akut", disingkat

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP )

SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP ) SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP ) Topik : Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Sasaran : 1. Umum : Keluarga pasien ISPA 2. Khusus: Pasien ISPA Hari/Tanggal : Jumat, 24 Januari 2014 Waktu : Pukul 9.30 10.00

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi syarat fisiologis, psikologis, dan bebas dari penularan penyakit.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi syarat fisiologis, psikologis, dan bebas dari penularan penyakit. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumah Sehat 2.1.1. Defenisi Rumah Sehat Menurut Winslow dalam Chandra (2007), rumah sehat adalah suatu tempat untuk tinggal permanen, berfungsi sebagai tempat bermukim, beristirahat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumah Sehat 2.1.1. Defenisi Rumah Sehat Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, disamping kebutuhan sandang, pangan dan kesehatan. Rumah berfungsi sebagai tempat

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Masalah Pneumonia adalah infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru. Menurut anatomi, pneumonia pada anak dibedakan menjadi pneumonia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS, malaria, dan campak. Infeksi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) a. Definisi ISPA Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dibedakan menjadi dua, ISPA atas dan bawah menurut Nelson (2002:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi yang menyerang saluran nafas mulai dari hidung sampai alveoli termasuk organ di sekitarnya seperti sinus, rongga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia.ispa menyebabkan hampir 4 juta orang meninggal setiap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksius. 5 Tb paru ini bersifat menahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksius. 5 Tb paru ini bersifat menahun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tuberculosis Paru 2.1.1.1 Definisi Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksius. 5 Tb paru ini bersifat menahun dan secara khas ditandai oleh

Lebih terperinci

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) 1. Pengertian ISPA Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spectrum

Lebih terperinci

KESEHATAN DAN SANITASI LINGKUNGAN TIM PEMBEKALAN KKN UNDIKSHA 2018

KESEHATAN DAN SANITASI LINGKUNGAN TIM PEMBEKALAN KKN UNDIKSHA 2018 KESEHATAN DAN SANITASI LINGKUNGAN TIM PEMBEKALAN KKN UNDIKSHA 2018 PENYEBAB??? Status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebagainya. Pentingnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unsur, yaitu infeksi dan saluran pernapasan bagian atas. Pengertian infeksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unsur, yaitu infeksi dan saluran pernapasan bagian atas. Pengertian infeksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. ISPA a. Pengertian lspa ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan Atas mengandung dua unsur, yaitu infeksi dan saluran pernapasan bagian atas. Pengertian infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. Infeksi ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Infeksi adalah masuknya mikroorganisme ke

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Infeksi adalah masuknya mikroorganisme ke BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi ISPA Istilah infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) mengandung 3 unsur yaitu infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Infeksi adalah masuknya mikroorganisme ke dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia yang mempengaruhi atau mungkin dipengaruhi, sehingga merugikan perkembangan fisik,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada orang dewasa,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengideraan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada orang dewasa,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. kepadatan hunian tidak menunjukkan ada hubungan yang nyata.

BAB V PEMBAHASAN. kepadatan hunian tidak menunjukkan ada hubungan yang nyata. BAB V PEMBAHASAN Berdasarkan Tabel 4.9 menujukan bahwa terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada anak Balita, antara lain disebabkan karena faktor Balita yang tinggal di

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) Pokok Bahasan : Kesehatan Lingkungan Masyarakat Sub Pokok Bahasan : SPAL yang memenuhi standar kesehatan. Sasaran : Waktu : Tempat : I. A. Tujuan Instruksi Umum Setelah mengikuti

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA ABSTRAK

PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA ABSTRAK Siprianus Singga, Albertus Ata Maran, PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA 348 PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, yang disebabkan oleh agen infeksius yang dapat menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru 1.1 Pengertian Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden Penelitian Penelitian ini dilakukan terhadap orangtua yang memiliki anak balita usia 1-4 tahun dengan riwayat ISPA di Kelurahan Kopeng Kecamatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas) 32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Geografi Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas) Puskesmas yang ada di Kabupeten Pohuwato, dimana

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam

BAB 1 : PENDAHULUAN. ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012 HUBUNGAN PENGETAHUAN, STATUS IMUNISASI DAN KEBERADAAN PEROKOK DALAM RUMAH DENGAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA BALITA DI PUSKESMAS PEUKAN BADA KABUPATEN ACEH BESAR AGUSSALIM 1 1 Tenaga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Secara administratif Desa Tabumela terletak di wilayah Kecamatan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Secara administratif Desa Tabumela terletak di wilayah Kecamatan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Keadaan Demografis Secara administratif Desa Tabumela terletak di wilayah Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo, dan memiliki

Lebih terperinci

TL-2271 Sanitasi Berbasis Masyarakat Minggu 3

TL-2271 Sanitasi Berbasis Masyarakat Minggu 3 TL-2271 Sanitasi Berbasis Masyarakat Minggu 3 Rizka Firdausi Pertiwi, S.T., M.T. Rumah Bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Perumahan Kelompok rumah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. saluran pernafasan dan akut. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. saluran pernafasan dan akut. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke 22 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi ISPA 9,10 Menurut DepKes RI (1998) Istilah ISPA meliputi tiga unsur yaitu infeksi, saluran pernafasan dan akut. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme

Lebih terperinci

ABSTRAK RESIKO KEJADIAN ISPA PADA PEROKOK PASIF DAN PENGGUNA KAYU BAKAR DI RUMAH TANGGA

ABSTRAK RESIKO KEJADIAN ISPA PADA PEROKOK PASIF DAN PENGGUNA KAYU BAKAR DI RUMAH TANGGA ABSTRAK RESIKO KEJADIAN ISPA PADA PEROKOK PASIF DAN PENGGUNA KAYU BAKAR DI RUMAH TANGGA Ema Mayasari Stikes Surya Mitra Husada Kediri Email: eyasa@ymail.com Penyakit ISPA terjadi bukan hanya karena infeksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Definisi Infeksi Saluran Pernapasan Akut ( ISPA ) Infections disingkat ARI. Dalam lokakarya ISPA I tersebut ada dua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Definisi Infeksi Saluran Pernapasan Akut ( ISPA ) Infections disingkat ARI. Dalam lokakarya ISPA I tersebut ada dua BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Infeksi Saluran Pernapasan Akut ( ISPA ) Istilah ISPA yang merupakan singkatan Infeksi Saluran Pernafasan Akut mulai diperkenalkan pada tahun 1984 setelah dibahas dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) 1. Defenisi Istilah ISPA yang merupakan singkatan dari infeksi saluran pernapasan akut diperkenalkan pada tahun 1984. Istilah ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia saat ini dan sering terjadi pada anak - anak. Insidens menurut kelompok umur

Lebih terperinci

Salah satu upaya pencegahan pneumonia yang berhubungan dengan lingkungan adalah dengan menciptakan lingkungan hidup yang baik.

Salah satu upaya pencegahan pneumonia yang berhubungan dengan lingkungan adalah dengan menciptakan lingkungan hidup yang baik. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia adalah merupakan infeksi saluran nafas bagian bawah yang merupakan masalah kesehatan dunia karena angka kematiannya tinggi di perkirakan terjadi lebih 2 juta

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Balita 2.1.1 Definisi Balita Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau lebih popular dengan pengertian anak usia di bawah lima tahun (Muaris

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi ISPA ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1. Telaah Pustaka 2.1.1. ISPA a. Definisi ISPA adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang berkisar

Lebih terperinci

PANDUAN WAWANCARA PENDERITA TB PARU DI KLINIK SANITASI

PANDUAN WAWANCARA PENDERITA TB PARU DI KLINIK SANITASI PANDUAN WAWANCARA PENDERITA TB PARU DI KLINIK SANITASI I. DATA UMUM : Tanggal Konseling : No. Rekam Medik : Nama : Umur : Nama orang tua/kk : Pekerjaan : Alamat RT/RW/RK : Kelurahan/Desa : II. IDENTIFIKASI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sanitasi Rumah Pengertian sanitasi adalah usaha usaha pengawasan yang ditujukan terhadap faktor faktor lingkungan yang dapat merupakan mata rantai penularan penyakit 3. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) memperkirakan insidens Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi saluran pernafasan hanya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. wilayah kerja Puskesmas Buhu yang telah melaksanakan kegiatan klinik sanitasi,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. wilayah kerja Puskesmas Buhu yang telah melaksanakan kegiatan klinik sanitasi, 41 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Puskesmas Buhu Penelitian ini di lakukan di Kecamatan Tibawa Kabupaten Gorontalo yaitu di wilayah kerja Puskesmas Buhu yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang ISPA (Inspeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung (saluran atas)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi akut saluran pernafasan yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Penyakit ini merupakan infeksi serius yang dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang berlangsung selama 14 hari. Saluran nafas yang dimaksud adalah organ mulai dari hidung sampai alveoli paru beserta organ adneksanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit ISPA merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bayi dibawah lima tahun adalah kelompok yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit (Probowo, 2012). Salah satu penyakit

Lebih terperinci

Informasi penyakit ISPA

Informasi penyakit ISPA Informasi penyakit ISPA ISPA ISPA merupakan penyakit infeksi akut yang melibatkan salah satu atau lebih dari organ saluran pernapasan, hidung, sinus, faring dan laring. ISPA mencakup: tonsilitis (amandel),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit saluran pernapasan akut yang mengenai saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang disebabkan oleh agen infeksius disebut infeksi saluran pernapasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WHO (World Health Organisation) pada tahun 2014,

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WHO (World Health Organisation) pada tahun 2014, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Tuberkulosis adalah penyakit menular yang ditularkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, merupakan penyebab kematian terutama di negaranegara berkembang di seluruh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian dan Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah explanatory research, yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan kausal antara variabel bebas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian cross sectional yaitu mempelajari hubungan penyakit dan

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian cross sectional yaitu mempelajari hubungan penyakit dan 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian bersifat obsevasional analitik dengan rancangan penelitian cross sectional yaitu mempelajari hubungan penyakit dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana dalam UU No. 24 tahun 2007 didefinisikan sebagai peristiwa atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana dalam UU No. 24 tahun 2007 didefinisikan sebagai peristiwa atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana dalam UU No. 24 tahun 2007 didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak setiap orang. Masalah kesehatan sama pentingnya dengan masalah pendidikan, perekonomian, dan lain sebagainya. Usia balita dan anak-anak merupakan

Lebih terperinci

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI - 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI A. BANGUNAN 1. Lokasi Lokasi jasaboga tidak berdekatan dengan sumber pencemaran seperti tempat sampah umum, WC umum, pabrik cat dan sumber pencemaran

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka A. Tuberkulosis paru 1. Definisi TB Paru merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberkulosis. Kuman Tuberkulosis dapat masuk ke dalam tubuh manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dikenal sebagai salah satu penyebab kematian utama pada bayi dan anak balita di negara berkembang. ISPA menyebabkan empat dari

Lebih terperinci

Berapa penghasilan rata-rata keluarga perbulan? a. < Rp b. Rp Rp c. > Rp

Berapa penghasilan rata-rata keluarga perbulan? a. < Rp b. Rp Rp c. > Rp LAMPIRAN 1 LEMBAR PERTANYAAN ANALISIS PENILAIAN RUMAH SEHAT DAN RIWAYAT PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN PADA BALITA DI DESA SIHONONGAN KECAMATAN PARANGINAN KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN TAHUN 2016 I. Identitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas)

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT KESEHATAN RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA LABUHAN KECAMATAN LABUHAN BADAS KABUPATEN SUMBAWA

HUBUNGAN TINGKAT KESEHATAN RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA LABUHAN KECAMATAN LABUHAN BADAS KABUPATEN SUMBAWA Aprinda D.S. dan Soedjajadi K., Hubungan Tingkat Kesehatan Rumah HUBUNGAN TINGKAT KESEHATAN RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA LABUHAN KECAMATAN LABUHAN BADAS KABUPATEN SUMBAWA Association

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian dengan judul Gambaran Praktik Pencegahan Penularan TB Paru di Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungwuni I Kabupaten Pekalongan telah dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ISPA adalah suatu infeksi pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh. yang berlangsung selama 14 hari (Depkes RI, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. ISPA adalah suatu infeksi pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh. yang berlangsung selama 14 hari (Depkes RI, 2010). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan atas atau yang selanjutnya disingkat dengan ISPA adalah suatu infeksi pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh masuknya mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Barat). Luas wilayah Kecamatan Kabila sebesar 193,45 km 2 atau sebesar. desa Dutohe Barat dan Desa Poowo.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Barat). Luas wilayah Kecamatan Kabila sebesar 193,45 km 2 atau sebesar. desa Dutohe Barat dan Desa Poowo. 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi 4.1.1 Keadaan Geografi Wilayah kerja Puskesmas Kabila berada di wilayah Kecamatan Kabila yang wilayahnya terdiri dari 5 Kelurahan (Kelurahan Pauwo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia masih merupakan pembunuh utama balita di seluruh dunia, berdasarkan perkiraan WHO setiap tahun pneumonia membunuh balita sebanyak 1 juta sebelum ulang tahun

Lebih terperinci

SUMMARY ABSTRAK BAB 1

SUMMARY ABSTRAK BAB 1 SUMMARY ABSTRAK Sri Rahmawati, 2013. Hubungan Umur Dan Status Imunisasi Dengan Penyakit ISPA Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bulawa. Jurusan Keperawatan. Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FAKTOR RESIKO ISPA PADA ANAK USIA BALITA DI PUSKESMAS PEMBANTU KRAKITAN, BAYAT, KLATEN. Suyami, Sunyoto 1

KARAKTERISTIK FAKTOR RESIKO ISPA PADA ANAK USIA BALITA DI PUSKESMAS PEMBANTU KRAKITAN, BAYAT, KLATEN. Suyami, Sunyoto 1 KARAKTERISTIK FAKTOR RESIKO ISPA PADA ANAK USIA BALITA DI PUSKESMAS PEMBANTU KRAKITAN, BAYAT, KLATEN Suyami, Sunyoto 1 Latar belakang : ISPA merupakan salah satu penyebab kematian utama pada bayi dan balita

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ISPA 2.1.1.1 Definisi ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut, istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis dan bersifat kronis serta bisa menyerang siapa saja (laki-laki,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat berlangsung sampai 14 hari. Secara klinis ISPA ditandai dengan gejala akut akibat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian / lebih dari saluran nafas mulai hidung alveoli termasuk adneksanya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan pada 26 April sampai 10 Mei 2013 di Kelurahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan pada 26 April sampai 10 Mei 2013 di Kelurahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan pada 26 April sampai 10 Mei 2013 di Kelurahan Heledulaa Utara. Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui gambaran Faktor risiko penderita ISPA balita di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA khususnya pneumonia,

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA khususnya pneumonia, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara maju. Hal ini disebabkan masih tingginya angka

Lebih terperinci

The Effect of House Environment on Pneumonia Incidence in Tambakrejo Health Center in Surabaya

The Effect of House Environment on Pneumonia Incidence in Tambakrejo Health Center in Surabaya PENGARUH KESEHATAN LINGKUNGAN RUMAH TERHADAP KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMBAKREJO KECAMATAN SIMOKERTO SURABAYA The Effect of House Environment on Pneumonia Incidence in

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya disebabkan oleh virus atau bakteri. Infeksi ini diawali dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya disebabkan oleh virus atau bakteri. Infeksi ini diawali dengan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) 2.1.1 Definisi ISPA Infeksi saluran pernapasan akut yang lebih dikenal dengan ISPA biasanya disebabkan oleh virus atau bakteri. Infeksi

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGGINYA ANGKA KEJADIAN ISPA DI RW. 03 KELURAHAN SUKAWARNA WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKAWARNA KOTA BANDUNG TAHUN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGGINYA ANGKA KEJADIAN ISPA DI RW. 03 KELURAHAN SUKAWARNA WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKAWARNA KOTA BANDUNG TAHUN 64 LAMPIRAN Arie Wahyudi 0410034 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGGINYA ANGKA KEJADIAN ISPA DI RW. 03 KELURAHAN SUKAWARNA WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKAWARNA KOTA BANDUNG TAHUN 2007 IDENTIRTAS RESPONDEN

Lebih terperinci

SANITASI DAN KEAMANAN

SANITASI DAN KEAMANAN SANITASI DAN KEAMANAN Sanitasi adalah.. pengendalian yang terencana terhadap lingkungan produksi, bahan bahan baku, peralatan dan pekerja untuk mencegah pencemaran pada hasil olah, kerusakan hasil olah,

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN RUMAH ISPA PUSKESMAS DTP CIGASONG

KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN RUMAH ISPA PUSKESMAS DTP CIGASONG KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN RUMAH PUSKESMAS DTP CIGASONG A. Pendahuluan Infeksi Saluran Pernapasan Akut () merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak. Insidens menurut kelompok umur Balita diperkirakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian tumbuh kembang bayi tidak optimal. utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50%

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian tumbuh kembang bayi tidak optimal. utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50% BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di Negara berkembang. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango. Wilayah Kerja. Poowo, Poowo Barat, Talango, dan Toto Selatan.

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango. Wilayah Kerja. Poowo, Poowo Barat, Talango, dan Toto Selatan. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Kabila Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango. Wilayah Kerja Puskesmas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian tujuan

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan bidang kesehatan menurut Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

M U H A M A D R AT O D I, S T., M. K E S 2017

M U H A M A D R AT O D I, S T., M. K E S 2017 M U H A M A D R AT O D I, S T., M. K E S 2017 A PA I T U S E H AT? A PA YA N G M E M P E N G A R U H I K E S E H ATA N I N D I V I D U? S I A PA YA N G B E R P E R A N T E R H A D A P K E S E H ATA N I

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ISPA adalah proses infeksi akut berlangsung selama 14 hari, yang disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian, dan atau lebih dari saluran napas, mulai

Lebih terperinci

MATERI KESEHATAN LINGKUNGAN

MATERI KESEHATAN LINGKUNGAN MATERI KESEHATAN LINGKUNGAN TEMPAT PENGOLAHAN MAKANAN dr. Tutiek Rahayu,M.Kes tutik_rahayu@uny.ac.id TEMPAT PENGOLAHAN MAKANAN 1 syarat LOKASI KONSTRUKSI Terhindar dari Bahan Pencemar (Banjir, Udara) Bahan

Lebih terperinci