TATA CARA KERJA DI I.P.I DEWASA RUMAH SAKIT H. ADAM MALIK MEDAN PARHUSIP. Bagian Ilmu Penyakit Paru Fakutas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TATA CARA KERJA DI I.P.I DEWASA RUMAH SAKIT H. ADAM MALIK MEDAN PARHUSIP. Bagian Ilmu Penyakit Paru Fakutas Kedokteran Universitas Sumatera Utara"

Transkripsi

1 TATA CARA KERJA DI I.P.I DEWASA RUMAH SAKIT H. ADAM MALIK MEDAN PARHUSIP Bagian Ilmu Penyakit Paru Fakutas Kedokteran Universitas Sumatera Utara TATA CARA KERJA DI I.P.I DEWASA Unit perawatan intensif medis ( Medical Intensive Care Unit = MICU ), untuk selanjutnya disebut I.P.I di Rumah Sakit H. Adam Malik merupakan unit perawatan khusus wawasa luas dengan kehadiran dokter sepanjang waktu. Semua kegiatan dokter dan perawatan I.P.I ini dikendalikan oleh seorang Direktur Medis dan seorang Direktur Perawatan. Keduanya berijazah spesialis perawatan intensif dan bertanggung jawab sepanjang waktu. STAF MEDIS Adalah sekelompok dokter yang berasal dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan yang ditunjuk bekerja di I.P.I setiap bulannya dan mereka ini adalah orang-orang yang sepenuhnya berwawasan untuk merawat pasien di I.P.I. Kelompok ini adalah : 1. Sedikitnya seorang spesialis intensivist ( Attending ) 2. Sedikitnya seorang sub spesialis pelengkap ( Attending ) Dokter-dokter berbagai spesialis S.M.F. lain. 3. Pendidikan dokter spesialis disebut P.P.D.S = Fellow yang sedang dilatih untuk mendapatkan sertifikat spesialis I.P.I dan sertifikat spesialis paru. 4. Dokter-dokter muda ( Co. Assisten Residen ) yang sedang dilatih, berasal dari Fakultas Kedokteran Univesitas sumatera utara Medan. SPESIALIS I.P.I = INTENSIVIST = ATTENDING Spesialis I.P.I (CCM Specialist = Critical Care Medical Specialist ) = Intensivist adalh dokter staf senior dalam kelompok itu yang bertanggung jawab dalam pengendalian kegiatan-kegiatan dokter-dokter Fellow (PPDS) dan Rediden (= Co Assisten). Dokter ini sebagai dokter utama bagi para pasien yang tidak ditangani oleh pertama (pengirim) dan juga sebagai konsultan di I.P.I ini visite pasien tiap hari disertai dokter-dokter yang lain di I.P.I dari berbagai S.M.F. Staf Ahli Pengajar ( Teaching Attending ) = Dokter Spesialis S.M.F lainnya Fungsi kedua seorang spesialis I.P.I adalah sebagai seorang Staf Pengajar sudah apesialis di salah satu disiplin dan sebagai tempat konsultan sesuai dengan keahliannya. Ahli ini hadir pada pagi hari, setiap hari Senin sampai dengan Jumat dan bersedia dalam memberikan bantuan atas penataan pasien di I.P.I kapan saja bila dibutuhkan. Dokter I.P.I. ( Fellow ) = Pendidikan Dokter Spesialist ( P.P.D.S) Paru & Intensivist Setiap bulannya ada juga dokter jaga yang sedang menjalani pendidikan ahli paru / ahli gawat paru ataupun ahli di I.P.I atau Pasca Bedah dan yang lainnya 2004 Digitized by USU digital library 1

2 sedang pasien di I.P.I termasuk paelaksanaan pengajaran kepada dokter muda (Residen = Co. Assisten). Mengkoordinasikan usaha-usaha dari tim perawatan darurat dan mengurus asuransi pasien serta hal-hal berhubungan dengan hal tersebut. Para dokter-dokter ini bertugas sebagai Assiten dari Spesialis I.P.I, (Intensivist) dan bertanggung jawab sebagai pelaksana aktifitas-aktifitas dari pada dokter muda (residen) dan mengkoordinasikan seluruh kepindahan pasien masuk dan keluar dari I.P.I. Dokter Muda ( Residen = Co, Assisten ) Mereka ditugaskan di I.P.I dalam masa pendidikan di Bagian Penyakit Paru dan lain-lain disiplin. Dokter-dokter muda ini setiap harinya melakukan aktifitas paerawatan pasien I.P.I dibawah pengawasan spesialis I.P.I dan Dokter ( Fellow ) = P.P.D.S. Seperti halnya terhadap dokter perawatan pertama dan para konsultannya. Setiap waktu para dokter ini harus bersedia dipanggil selama mereka bertugas sesuai dengan jadwal jaga di I.P.I dan mengkoordinirnya beserta para petugas kesehatan lainnya di I.P.I. Dokter spesialis I.P.I ini menentukan masuk dan keluarnya pasien di / dari I.P.I. Para dokter spesialis I.P.I yang lainnya akan bergantian bertgas di I.P.I. Tiap dokter spesialis I.P.I ini sudah punya sertifikat Ahli Penyakit Paru dan Ahli I.P.I dan bekerja penuh pada instalasi perawatan intensif dan mengajar penuh di Fakultas Kedokteran Unversitas Sumatera Utara Medan, Direktur Medis I.P.I adalah sebaiknya seorang dari pada dokter spesialis I.P.I. Direktur Medis Direktur Medis I.P.I mempunyai tanggung jawab atas aktifitas-aktifitas ini berbeda dengan aktifitas dokter-dokter di I.P.I yaitu : 1. Mengkoordinir antara dokter spesialis, perawat I.P.I dan bertugas kesehatan lainnya di i I.P.I. 2. Merencanakan pendidikan dan latihan bagi staf, perawat, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. 3. Aktif merencanakan dan mengevaluasi kebijaksanaan dan tata bekerja di I.P.I serta aktif terlibat di dalam pemecahan masalah-masalah di I.P.I. 4. Memberikan pendapat kepada para dokter dalam mengambil keputusan pasien harus dirawat atau dikeluarkan dari I.P.I. 5. Berjumpa dengan supervisor perawat I.P.I secara teratur untuk membicarakan kebijaksanaan-kebijaksanaan di I.P.I. dan melengkapi kebijaksanaan bila diindikasi. 6. Mengindentifikasi resiko dan masalah-masalah jaminan asuransi dan merencanakan pendekatan yang efektif terhadap masalah ini. Komite I.P.I Kebijaksanaan-kebijaksanaan tindakan medis perawatan bagi pasien di I.P.I dirumuskan dan diulas oleh para anggota komite I.P.I komite ini terdiori dari Direktur Medis (Merupakan Pimpinan dari Komite), Direktur Perawatan I.P.I dan para wakil yang ditunjuk dari Fakultas Kedokteran/Bidang Perawatan dan S.M.F. Pulmonologi. Setiap bulannya diadakan rapat untuk membahas kebijaksanaan dan masalah asumasi dan topik-topik baru yang timbul. Hal didokumentasikan langsung dalam rapat itu. Rapat yang diadakan ini merupakan forum terbuka dan boleh dihadiri oleh para dokter, perawat atau personil pendukung lainnya yang menjadi bagian dari Rumah Sakit H. Adam Malik Medan Digitized by USU digital library 2

3 Penerimaan Pasien Dirawat di I.P.I. I.P.I. dirancang bagi perawatan pasien dewasa dengan kondisi yang mengancam jiwa, tetapi tidak membutuhkan pembedahan yang segera dan tidak memerlukan perawatan di Unit Perawatan Koroner (I.C.C.U). Akan tetapi bila tidak bersedia tempat tidur di ruang I.P.I bedah dan atau I.C.C.U, maka I.P.I akan menerima pasien yang seharusnya dimasukkan ke instalasi itu. Perawatan diberlakukan bagi para pasien ini sampai kepindahan ke instalasi yang lebih tepat dapat dilaksanakan. Kriteria Masuk Ke I.P.I Kondisi-kondisi yang dianggap untuk masuk ke I.P.I tertulis di bawah ini. Daftar ini tidak mencakup seluruhnya, dan hanya diartikan sebagai suatu pedoman umum. Kondisi-kondisi klinis khusus akan selalu menjadi bahan pertimbangan berdasarkan keadaan kepindahan masing-masing pasien dan dengan pertimbangan penuh untuk semua hal yang berhubungan dengan kondisi khusus tersebut. Kondisi-kondisi tersebut diklasifikasi menjadi dua kelompok, dengan defenisi sebagai berikut : - Kelompok I : Kondisi dianggap sebagai suatu ancaman yang mendesak terhadap jiwa pasien dan pasien akan beresiko jika dirawat di Instalasi Umum. - Kelompok II : Kondisi yang bukan merupakan ancaman jiwa yang mendesak dan bila dimasukkan ke I.P.I akan memberikan manfaat kepada pasien tapi bukan merupakan hal yang mutlak untuk hasil yang baik. Kondisi-kondisi yang termasuk kelompok I dimasukkan ke I.P.I tanpa penundaan bila tersedia tempat tidur di I.C.U bila persediaan tempat tidur di I.P.I terbatas, maka pasien dengan kondisi kelompok I diperioritaskan dibanding kelompok II. Prosedur Masuk I.P.I Setiap dokter di Rumah Sakit H. Adam Malik dapat membuat permohonan untuk masuk pasien ke I.P.I. Hal ini dilakukan dengan cara melakukan hubungan secara langsung dengan dokter I.P.I yang biasanya adalah para dokter muda (residen = Co. Assisten). Semua pasien yang akan dimasukkan ke I.P.I dievaluasi oleh mereka. Kemudian diperiksa bersama dengan (Fellow =) P.D.D.S yang berfungsi sebagai dokter jaga I.P.I. Para dokter spesialis (Attending) akan membantu (Fellow =) P.D.D.S bila terdapat kesulitan dalam mengambil keputusan. Penentuan Perioritas Bila persediaan tempat tidur terbatas di I.P.I, maka fellow (= P.D.D.S) akan membuat daftar perioritas pasien-pasien yang akan masuk ke I.P.I denganpara dokter spesialis I.P.I. Daftar ini akan dipergunakan dan diperbaharui selama persediaan tempat tidur tebatas. Penolakan Penolakan oleh dokter di I.P.I terhadap permohonan untuk masuk I.P.I harus dilaporkan ke dokter I.P.I ditingkat yang lebih tinggi untuk mendapat pengesahan (misalnya jika keputusan peolakan oleh seorang dokter (residen) Co. Assisten, maka P.D.D.S (= fellow) I.P.I harus dihubungi dan jika (fellow) yang membuat keputusan P.D.D.S, maka harus disyahkan oleh dokter spesialis I.P.I. Direktur Medis I.P.I 2004 Digitized by USU digital library 3

4 bertanggung jawab atas penolakan-penolakan itu dan bertanggung jawab atas keputusan masuk dan keluar. Direktur Medis memiliki kekuasaan tertinggi atas pengembalian keputusan yang berhubungan dengan penerimaan dan pengeluaran pasien I.P.I. Dalam keadaan tidak adanya Direktur Medis, maka dokter spesialis yang bertugas di I.P.I untuk bukan bersangkutan dan memegang kekuasaan tertinggi. Penundaan Penerimaan Pasien Bila pasien diterima untuk dirawat di I.P.I. Tetapi belum ada tempat tidur, dokter I.P.I melakukan konsultasi dengan staf perawatan I.P.I dimana mereka akan memperkirakan waktu itu. I.P.I akan menerima pasien untuk dirawat, tetapi tidak akan merawat pasien tersebut tiba di I.P.I. Sistem ini dirancang untuk membuat dokter-dokter I.P.I. tetap berada dilingkungan I.P.I. karena pasien di I.P.I. yang yidak stabil dapat mengalami perburukan bila dokter tidak ada dii I.P.I. untuk periode waktu yang lama. Bila dokter pengirim menganggap tidak aman untuk menunda waktu perawatan di I.P.I untuk periode waktu yang diperkirakan, maka ia dapat bermohon untuk perawatan di I.P.I. untuk periode waktu yang diperkirakan, maka ia dapat bermohon untuk perawatan di I.P.I. lainnya ( misalnya I.C.C.U ). Pemindahan Pasien Seluruh pasien yang akan dikirim ke I.P.I. dikawal oleh dokter pengirim yang bertanggungjawab atas keamanan dan keselamatan pemindahan pasien dan memastikan bahwa seluruh monitor dan obat-obatan yang sesuai tersedia pada saat pemindahan. Pertukaran tempat I.P.I. Pasien diunit perawatan koroner I.C.C.U. yang lebih cocok dirawat di I.P.I. (dan demikian sebaliknya ) dapat dipindah ke unit yang lebih sesuai bila : a. tersedianya tempat tidur atau dapat diatur, dan b. Dokter I.C.C.U. dan dokter I.P.I. setuju untuk melakukan perpindahan. PEDOMAN KELUAR DARI I.P.I. Pasien dianggap sudah boleh keluar dari I.P.I bila proses patologis utama telah membaik cukup untuk dapat dirawat diluar I.P.I. Pedoman yang ada untuk dikategorikan khusus dari diagnosa rawat di I.P.I tersebut diperlihatkan di bawah ini. Kesemuanya ini hanya merupakan pernyataan umum dan ini tidak akan menggantikan kriteria khusus yang ditetepkan pada pasien tertentu. Seluruh keputusan untuk mengeluarkan pasien dari I.P.I. adalah merupakan keputusan bersama antara para dokter I.P.I, konsultan dan dokter perawatan pertama. Ketidaksetujuan mengenai pasien atau keluar I.P.I. harus disampaikan kepada direktur medis I.P.I. yang memiliki kekuasaan akhir tentang pemindahan itu. Para dokter pengirim akan diberitahu sebelum pemindahan dilakukan. Para pasien akan menandatangani suatu persetujuan sebelum dipindah dan dokter I.P.I. akhhan menghubungi dokter pengirim yang akan melanjutkan perawatan untuk membicarakan kasus itu. Tidak ada pasien yang akan dipindah di I.P.I. tanpa terlebih dahulu ditandatangani oleh dinas medis dengan persetujuan stsf dokter yang ditunjuk Digitized by USU digital library 4

5 PENOLAKAN MASUK I.P.I KELOMPOK I. Shock klinis Hipotensi atau Hipertensi berat Kadiopulmonary Arrest Sepis sindrom dengan multiorgan failure BATASAN Hipotensi ( Sistole > 30 mmhg dibawah Sistole biasanya secara akut ) ditambah perburukan fungsi salah satu organ II utama : 1. Oliguria 2. Hipoksemia 3. Gangguan status mental 4. Lieus 5. Hepatocellural injury 6. pemakaian koagulopati Berbagai keadaan dengan kekacauan yang berat dari tekanan darah memerlukan pengendalian formakologis dengan obat perinfus yang berkesinambungan : 1. Hipotensi tekanan arteri < 60 mmhg atau shock klinis tersebut diatas. 2. Hipertensi : Diastole 140 mmhg atau Diastole > 101 mmhg yang disertai dengan encephalopathy atau Edema paru. Setelah berhasil resusitasi pada koordiopulmonary arrest, dengan keadaan sebagai berikut : 1. Tanpa aritmia atau miokard infark sebagai penyebab* 2. Tidak diperlukan ballon counter pulsation intra aorta* indikasi masuk I.C.C.U. Ditandai inflamasi sistemik (mis. : demam, leukositosis ditambah tanda klinis gagal fungsi dua organ utama ( lihat shock klinis diatas ). BATASAN Gagal nafas akut Beberapa keadaan berikut : 1. Pa O 2 < 60 mmhg bila yang dihirup O 2 40 % 2. Pa O 2 > 60 mmhg tanpa metabolik alkalimea* 3. Respiratory distress dengan Pa mmhg 4. Ventilasi mekanis* *menunjukkan perubahan dari biasanya. Saluran nafas tidak dilindungi Pendarahan aktif Beberapa kondisi akut yang menyebabkan sekresi atau muntahan yang teraspirasi tidak mampu dibersihkan dari saluran nafas atas dimana diperlukan intubasi endotracheal. Pendarahan aktif yang memerlukan tindakan agresif terapi pengganti ( cairan, darah, faktor koaguiasi ) atau monitoring paru jantung yang ketat. Kebanyakan pasien pasien ini merupakan salah satu keadaan berikut : 2004 Digitized by USU digital library 5

6 Overdosis obat Oliguria akut Kelainan elektrolia asam yang mengancam 1. Hematemesis 2. Melena atau daerah segar per rektum 3. Gross hemoptisis 4. Gross hematuna Berbagai keadaan makan obat yang berlebihan yang memerlukan salah satu dari : 1. Bantuan kardiopuimonary yang agresif 2. Terapi kedaduratan dengan antidotum 3. Pengukuran segera untuk memungkinkan pembersihan obat ( misal hemoperfusion ) Berbagai keadaan dengan urine perhari menurun secara akut menjadi 400 ml/hari dan : 1. memerlukan monitor hemodinamik invasif untuk mengidentifikasi masalah atau untuk memerlukan keperluan dialisa 2. memerlukan dialisa emergensi 3. dialisa diantisipasi dalam 24 jam kemudian Adalah sebagai berikut : 1. Serum Na < 120 meq/l atau > 160 me/l 2. Serum K < 2,5 meq/l atau > 6 me/l 3. Serum Ca > 13 mg/dl 4. Serum Na < 1 mg/dl 5. Metabolik asidosis dengan serum ph < 7,0 6. Metabolik Alkalosis dengan serum ph 7,6 KELOMPOK II Monitor hemodinamik invasif Monitor dan pengendalian pernafasan BATASAN Berbagai keadaan yang tidak segera mengancam kehidupan dimana pemasangan kateter ke arteria pulmonalis diperlukan untuk evaluasi dan atau untuk mengendalikan ( misal : evaluasi hipoksemik ) I. Berbagai keadaan yang memerlukan ventilasi mekanik yang tidak segera, tetapi memerlukan farmakoterafi yang agresif dan monitoring pernafasan yang ketat antara lain : 1. Status Asmatikus 2. P.P.O.K eksaserbasi akut 3. Pnemonia pada usia lanjut II. Berbagai keadaan pasien yang tidak dapat Membersihkan dahak dan akan lebih menguntungkan bila dilakukan fisioterapi dada yang agresif dan atau pengisapan trakeat. Perubahan status mental yang akut Berbagai perubahan status mental yang akut dengan kesadaran terganggu (misal : delirum atau yang dikurangi (mis. Obtundation) dan yang memerlukan 2004 Digitized by USU digital library 6

7 Dialisis atau Plasmapherasis observasi yang cermat untuk mencegah kerusakan akibat perbuatan sendiri, aspirasi san sekret mulut atau hiperkapnia progresif. Dialisis (periotoneal atau homodialisis akut), atau plasmapherasis dapat dilakukan bila prosedur memungkinkan atau siap sedia. Pasien yang tidak memenuhi pedoman masuk I.P.I yang biasa disebut adalah : a. Pasien yang telah dipastikan mengalami mati batang otak secara klinis dan laboratoris (beberapa pasien dapat dimasukkan bila mereka berpeluang besar sebagai donor organ tetapi hanya sekedar menyokong hidup sebelum diambil organnya). b. Pasien yang menolak mendapat pengobatan untuk sekedar menyokong hidup. c. Pasien dengan koma nontraumatik dengan kondisi vegatatip yang menetap. Pasien ini seandainya dimasukkan ke I.P.I hanya dalam keadaan tidak biasa, atas ijin Dierktur I.P.I bila dibutuhkan bagi pasien prioritas 1,2, dan 3. KELOMPOK I. PEDOMAN KELUAR DARI I.P.I KELUAR BILA Shock klinis Tekanan darah pada tingkat premorbid tanpa obat presor dan fungsi organ utama stabil atau bertambah baik. Hipotensi berat atau Tekanan darah sama seperti tingkat premorbid hipertensi tanpa infus obat hemodinabik yang terus menerus dan fungsi organ utama stabil atau bertambah baik. Kardiapulmonary arrest Bila semua hal berikut ini terpenuhi : 1. Pasien bangun atau mudah dibangunkan 2. Tidak memerlukan ventilator atau obat-obat presor. 3. Tidak ada kegagalan multi organ Gagal nafas akut Bila semua hal berikut ini terpenuhi : 1. Oksigen arteri adekuat tanpa ventilator dengan inhalasi oksigen 50 % 2. Pa Co2 dalam batas normal atau pada tingkat premorbid biasa sebelumnya Saluran nafas tidak dilindungi Pasien mempunyai komplek muntah dan reflek batuk yang baik atau trakeostomi terpasang. Overdosis obat Efek obat mengurangi dan bila dapat diperiksa kadarnya telah menurun kekadar yang aman. Oliguria akut Pengeluaran urine dan faal ginjal kembali seperti sebelum sakit atau dilakukan dialisis secara teratur. Kelainan elektrolit atau asam basa yang berat Tingkat elektrolit serum normal atau ph antara 7,25 7, Digitized by USU digital library 7

8 KELOMPOK II Monitor hemodinamik invasif Monitor dan pengendalian pernafasan Perubahan status mental yang akut Dialisis atau plasmapheresis KELUAR BILA Tidak diperlukan lagi katerisasi arteriapuionaris bagi untuk diagnose maupun terapi Tidak diperlukan lagi bantuan pernafasan Tidak ada resiko aspirasi ataupun kecelakaan diri Prosedur telah lengkap dijalani dan tidak ada komplikasi serius KELOMPOK III : Keadaan Khusus Keluar dari I.P.I. Ketergantungan Ventilator Kronis Permintaan sendiri oleh pasien KELUAR BILA Pasien tidak dapat dilepaskan dari ventilator tapi masalah medis lainnya dapat diatasi. * buatlah dengan pertanyaan tertulis * Pasien yang tidak mendapat manfaat untuk terus dirawat di I.P.I dapat pindah apabila kehendak penderita sendir. Meminta pindah dari I.P.I buatlah dengan pertanyaan sendiri. Pasien yang tidak memberi faedah untuk diperpanjang pengobatan di I.P.I dan kemungkinan dikeluarkan meliputi : a. Pasien dengan kegagalan tiga organ sistem atau lebih yang tidak menunjukkan respon sampai 72 jam terapi intensif. b. Pasien yang menderita kematian otak atau penderita koma non truma yang menyebabkan keadaan vegetatif yang permanen dan sangat kecil sekali kemungkinan untuk sembuh. c. Pasien yang memiliki keterbatasan formal dirawat di I.P.I dengan indikasi hanya untuk mendapat kenyamanan ( comfort cave only ) d. Pasien dengan gagal nafas yang berlarut-larut yang tidak respon terhadap usaha-usaha agresif pada permulaan dan juga yang menderita penyakit keganasan yang telah menyebar. e. Pasien dengan bermacam-macam diagnose lainnya (PPOK) stadium lanjut. Penyakit jantung kelas IV menurut New York Heart Association atau karsinoma yang telah menyebar) yang gagal memberi respon terhadap terapi di I.P.I yang mempunyai prognonse jangka pendek yang sangat jelek dan tidak ada pengobatan yang dapat merubah prognosenya tersebut. f. Pasien-pasien yang stabil secara fisiologis yang beresiko rendah bila tidak dirawat di I.P.I. contohnya : pasien bedah yang stabil setelah menjalani operasi Carotid endarterectmy dan aortofemoral by pass graff, dan para pasien non operasi dengan diabetes ketoasidosis yang uncomplicated, overdosis obat (percobaan bunuh diri), geger otak atau gagal jantung kongesti ringan. Semua pasien ini dapat dikirim ke unit perawatan antara bila terdapat unit yang demikian Digitized by USU digital library 8

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PENENTUAN KEMATIAN DAN PEMANFAATAN ORGAN DONOR

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PENENTUAN KEMATIAN DAN PEMANFAATAN ORGAN DONOR PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PENENTUAN KEMATIAN DAN PEMANFAATAN ORGAN DONOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive

BAB I PENDAHULUAN. pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pasien kritis adalah pasien dengan penyakit atau kondisi yang mengancam jiwa pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive Care

Lebih terperinci

PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA BAB I

PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA BAB I Lampiran Surat Keputusan Direktur RSPP No. Kpts /B00000/2013-S0 Tanggal 01 Juli 2013 PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA 2 0 1 3 BAB I 0 DEFINISI Beberapa definisi Resusitasi Jantung

Lebih terperinci

BAB I DEFINISI A. PENGERTIAN

BAB I DEFINISI A. PENGERTIAN BAB I DEFINISI A. PENGERTIAN Pelayanan yang beresiko tinggi merupakan pelayanan yang memerlukan peralatan yang kompleks untuk pengobatan penyakit yang mengancam jiwa, resiko bahaya pengobatan, potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu keadaan terdapatnya keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. Penyakit ini

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. A. Latar Belakang Masalah. Analisis Gas Darah merupakan salah satu alat. diagnosis dan penatalaksanaan penting bagi pasien untuk

BAB I LATAR BELAKANG. A. Latar Belakang Masalah. Analisis Gas Darah merupakan salah satu alat. diagnosis dan penatalaksanaan penting bagi pasien untuk BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Masalah Analisis Gas Darah merupakan salah satu alat diagnosis dan penatalaksanaan penting bagi pasien untuk mengetahui status oksigenasi dan keseimbangan asam basa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial

BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ICU atau Intensive Care Unit merupakan pelayanan keperawatan khusus yang dikelola untuk merawat pasien sakit berat dan kritis, cidera dengan penyulit yang mengancam

Lebih terperinci

TRANSFER PASIEN KE RUMAH SAKIT LAIN UNTUK PINDAH PERAWATAN

TRANSFER PASIEN KE RUMAH SAKIT LAIN UNTUK PINDAH PERAWATAN Pengertian Tujuan Kebijakan Transfer pasien pindah perawatan ke rumah sakit lain adalah memindahkan pasien dari RSIA NUN ke RS lain untuk pindah perawatan karena tidak tersedianya fasilitas pelayanan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perawatan intensif merupakan pelayanan keperawatan yang saat ini sangat perlu

BAB I PENDAHULUAN. Perawatan intensif merupakan pelayanan keperawatan yang saat ini sangat perlu BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Perawatan intensif merupakan pelayanan keperawatan yang saat ini sangat perlu dikembangkan di Indonesia. Berbagai pemberian pelayanan keperawatan intensif bertujuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi dimana jika tekanan

BAB 1 PENDAHULUAN. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi dimana jika tekanan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi dimana jika tekanan darah sistole 140 mmhg atau lebih tinggi dan tekanan darah diastole 90 mmhg atau lebih tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan

BAB I PENDAHULUAN. kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Albumin adalah protein serum yang disintesa di hepar dengan waktu paruh kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan 75% tekanan onkotik

Lebih terperinci

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut.

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut. B. HIPERKAPNIA Hiperkapnia adalah berlebihnya karbon dioksida dalam jaringan. Mekanisme penting yang mendasari terjadinya hiperkapnia adalah ventilasi alveolar yang inadekuat untuk jumlah CO 2 yang diproduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (dipengaruhi oleh susunan saraf otonom) (Syaifuddin, 2006). Pembuluh

BAB I PENDAHULUAN. (dipengaruhi oleh susunan saraf otonom) (Syaifuddin, 2006). Pembuluh 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kardiovaskuler merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot dan bekerja menyerupai otot polos, yaitu bekerja di luar kemauan kita (dipengaruhi oleh susunan

Lebih terperinci

Digunakan untuk mengukur suhu tubuh. Digunakan untuk memeriksa suara dari dalam tubuh seperti detak jantung, usus, denyut nadi dan lain-lain

Digunakan untuk mengukur suhu tubuh. Digunakan untuk memeriksa suara dari dalam tubuh seperti detak jantung, usus, denyut nadi dan lain-lain BEBERAPA PERALATAN DI RUANG ICU 1. Termometer 2. Stethoscope Digunakan untuk mengukur suhu tubuh 3. Tensimeter Digunakan untuk memeriksa suara dari dalam tubuh seperti detak jantung, usus, denyut nadi

Lebih terperinci

TATALAKSANA PELAYANAN KESEHATAN BAGI PESERTA PT ASKES (PERSERO) BAB I PERSYARATAN UMUM

TATALAKSANA PELAYANAN KESEHATAN BAGI PESERTA PT ASKES (PERSERO) BAB I PERSYARATAN UMUM Lampiran III Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/MENKES/PER/II/2011 TATALAKSANA PELAYANAN KESEHATAN BAGI PESERTA PT ASKES (PERSERO) BAB I PERSYARATAN UMUM 1. Peserta wajib memiliki Kartu Askes yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Insidensi stroke hampir mencapai 17 juta kasus per tahun di seluruh dunia. 1 Di

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Insidensi stroke hampir mencapai 17 juta kasus per tahun di seluruh dunia. 1 Di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke masih menjadi pusat perhatian dalam bidang kesehatan dan kedokteran oleh karena kejadian stroke yang semakin meningkat dengan berbagai penyebab yang semakin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Gagal jantung adalah keadaan di mana jantung tidak mampu memompa darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan melakukan metabolisme dengan kata lain, diperlukan peningkatan

Lebih terperinci

CODE BLUE SYSTEM No. Dokumen No. Revisi Halaman 1/4 Disusun oleh Tim Code Blue Rumah Sakit Wakil Direktur Pelayanan dan Pendidikan

CODE BLUE SYSTEM No. Dokumen No. Revisi Halaman 1/4 Disusun oleh Tim Code Blue Rumah Sakit Wakil Direktur Pelayanan dan Pendidikan Standar Prosedur Operasional (SPO) PENGERTIAN TUJUAN KEBIJAKAN PROSEDUR CODE BLUE SYSTEM No. Dokumen No. Revisi Halaman 1/4 Disusun oleh Diperiksa Oleh Tim Code Blue Rumah Sakit Wakil Direktur Pelayanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perlengkapan yang khusus dengan tujuan untuk terapi pasien - pasien yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perlengkapan yang khusus dengan tujuan untuk terapi pasien - pasien yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Intensive Care Unit Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari Rumah Sakit yang mandiri (instalasi di bawah direktur pelayanan) dengan staf yang khusus dan

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM TEUNGKU PEUKAN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM TEUNGKU PEUKAN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM TEUNGKU PEUKAN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA Nomor : / /RSUTP/SK/../2015 TENTANG SURAT PENUGASAN KLINIS DAN RINCIAN KEWENANGAN KLINIS dr. DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. multiorgan, ini disebut septic shock. Sepsis merupakan SIRS (Systemic. tempat infeksi, maka ini disebut dengan sepsis berat.

BAB I PENDAHULUAN. multiorgan, ini disebut septic shock. Sepsis merupakan SIRS (Systemic. tempat infeksi, maka ini disebut dengan sepsis berat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Infeksi serius dan kelainan lain yang bukan infeksi seperti pankreatitis, trauma dan pembedahan mayor pada abdomen dan kardiovaskular memicu terjadinya SIRS atau sepsis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang telah nyata terjadi maupun berpotensi untuk terjadi yang mengancam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang telah nyata terjadi maupun berpotensi untuk terjadi yang mengancam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Intensive Care Unit Intensive care unit (ICU) merupakan suatu area yang sangat spesifik dan canggih di rumah sakit dimana desain, staf, lokasi, perlengkapan dan peralatan, didedikasikan

Lebih terperinci

PANDUAN PENOLAKAN RESUSITASI (DNR)

PANDUAN PENOLAKAN RESUSITASI (DNR) PANDUAN PENOLAKAN RESUSITASI (DNR) A. PENGERTIAN Resusitasi merupakansegala bentuk usaha medis, yang dilakukan terhadap mereka yang berada dalam keadaan darurat atau kritis, untuk mencegah kematian. Do

Lebih terperinci

maupun sebagai masyarakat profesional (Nursalam, 2013).

maupun sebagai masyarakat profesional (Nursalam, 2013). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan, menuntut perawat bekerja secara profesional yang didasarkan pada standar praktik keperawatan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dini pada usia bayi, atau bahkan saat masa neonatus, sedangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dini pada usia bayi, atau bahkan saat masa neonatus, sedangkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah kelainan struktur dan fungsi pada jantung yang muncul pada saat kelahiran. (1) Di berbagai negara maju sebagian besar pasien PJB

Lebih terperinci

PERAWAT KLINIK I KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DI SETUJUI KEMAMPUAN KLINIS N O ASUHAN KEPERAWATAN

PERAWAT KLINIK I KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DI SETUJUI KEMAMPUAN KLINIS N O ASUHAN KEPERAWATAN PERAWAT KLIIK I KEPERAWATA GAWAT DARURAT Pemenuhan kebutuhan dasar: a. Kebutuhan oksigenasi dengan berbagai metode b. Kebutuhan makan dan minum seimbang enteral maupun parenteral c. Kebutuhan eliminasi

Lebih terperinci

ILM. 1. PMKP 3.1 Area Klinik- JCI International Library of Measures 1 Acute Myocardial Infarction (AMI)

ILM. 1. PMKP 3.1 Area Klinik- JCI International Library of Measures 1 Acute Myocardial Infarction (AMI) 1. PMKP 3.1 Area Klinik- JCI International Library of Measures 1 Acute Myocardial Infarction (AMI) JUDUL ISDN Diterima Dalam Waktu 24 Jam Dari Kedatangan Ke Rumah Sakit Untuk Pasien Dengan Akut Miokard

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis adalah penyakit mengancam jiwa yang disebabkan oleh reaksi tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit misalnya pada pasien

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Lamongan, Penyusun

KATA PENGANTAR. Lamongan, Penyusun KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat yang telah dikaruniakan kepada penyusun, sehingga Pedoman Unit Hemodialisis RSUD Dr. Soegiri Lamongan ini dapat selesai disusun.

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT Faisal Yunus Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI - RS Persahabatan Jakarta PENDAHULUAN Asma penyakit kronik saluran napas Penyempitan saluran napas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian. Kasus ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Salah satu sarana untuk penyelenggaraan pembangunan kesehatan adalah rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. WHO (1957) mendefinisikan sehat dengan suatu keadaaan sejahtera sempurna. merawat kesehatan (Adisasmito, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. WHO (1957) mendefinisikan sehat dengan suatu keadaaan sejahtera sempurna. merawat kesehatan (Adisasmito, 2007). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO (1957) mendefinisikan sehat dengan suatu keadaaan sejahtera sempurna dari fisik, mental, dan social yang tidak hanya terbatas pada bebas dari penyakit dan kelemahan,

Lebih terperinci

SOP TINDAKAN ANALISA GAS DARAH (AGD)

SOP TINDAKAN ANALISA GAS DARAH (AGD) SOP TINDAKAN ANALISA GAS DARAH (AGD) 1. Analisa Gas Darah Gas darah arteri memungkinkan utnuk pengukuran ph (dan juga keseimbangan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Keluarga 2.1.1. Defenisi Keluarga Banyak ahli yang mendefenisiskan tentang keluarga berdasarkan perkembangan sosial di masyarakat. Hal ini bergantung pada orientasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ventilasi mekanik merupakan terapi definitif pada klien kritis yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ventilasi mekanik merupakan terapi definitif pada klien kritis yang mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ventilasi mekanik merupakan terapi definitif pada klien kritis yang mengalami hipoksemia dan hiperkapnia. Memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan ventilasi mekanik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ginjal punya peran penting sebagai organ pengekresi dan non ekresi, sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak dibutuhkan oleh tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang prevalensinya paling tinggi dalam masyarakat umum dan. berperan besar terhadap mortalitas dan morbiditas.

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang prevalensinya paling tinggi dalam masyarakat umum dan. berperan besar terhadap mortalitas dan morbiditas. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan pola hidup menyebabkan berubahnya pola penyakit infeksi dan penyakit rawan gizi ke penyakit degeneratif kronik seperti penyakit jantung yang prevalensinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intensive Care Unit (ICU) menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010 adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri (instalasi di bawah direktur

Lebih terperinci

2. PERFUSI PARU - PARU

2. PERFUSI PARU - PARU terapi oksigen TAHAPAN RESPIRASI 1. VENTILASI 2. PERFUSI PARU - PARU 3. PERTUKARAN GAS DI PARU-PARU 4. TRANSPORT OKSIGEN 5. EKSTRAKSI ( OXYGEN UPTAKE ) Sumbatan jalan nafas pasien tak sadar paling sering

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.673, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Perawat Anestesi. Penyelenggaraan. Pekerjaan. Pengawasan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkatnya angka harapan hidup pada negara negara berkembang, begitu pula

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkatnya angka harapan hidup pada negara negara berkembang, begitu pula 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu catatan penting dalam beberapa dekade terakhir adalah semakin meningkatnya angka harapan hidup pada negara negara berkembang, begitu pula halnya

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Judul : Pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap kecemasan keluarga pasien ICU di Rumah Sakit Estomihi Medan tahun 2014 Peneliti : Gustar Hutahaean Nim : 12.02.203 Alamat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Profesor Shahryar A. Sheikh, MBBS dalam beberapa dasawarsa terakhir

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Profesor Shahryar A. Sheikh, MBBS dalam beberapa dasawarsa terakhir 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Profesor Shahryar A. Sheikh, MBBS dalam beberapa dasawarsa terakhir ancaman dari pembunuh nomor satu di dunia belum pernah surut. Tidak lagi orang tua yang

Lebih terperinci

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9 Kanker Paru-Paru Kanker paru-paru merupakan kanker pembunuh nomor satu di Hong Kong. Ada lebih dari 4.000 kasus baru kanker paru-paru dan sekitar 3.600 kematian yang diakibatkan oleh penyakit ini setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Indonesia sering terdengar kata Transisi Epidemiologi atau beban ganda penyakit. Transisi epidemiologi bermula dari suatu perubahan yang kompleks dalam pola kesehatan

Lebih terperinci

RSU MITRA SEJATI PANDUAN PELAYANAN PASIEN RESIKO TINGGI

RSU MITRA SEJATI PANDUAN PELAYANAN PASIEN RESIKO TINGGI RSU MITRA SEJATI PANDUAN PELAYANAN PASIEN RESIKO TINGGI MEDAN, JANUARI 2016 PANDUAN PELAYANAN PASIEN RESIKO TINGGI BAB 1 DEFENISI Pelayanan yang memerlukan peralatan yang kompleks untuk pengobatan penyakit

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa

BAB I PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gagal ginjal merupakan suatu kondisi dimana fungsi ginjal mengalami penurunan, sehingga tidak mampu lagi untuk melakukan filtrasi sisa metabolisme tubuh dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kariadi adalah salah satu dari bagian ruang rawat intensif lain yaitu ICU pediatrik,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kariadi adalah salah satu dari bagian ruang rawat intensif lain yaitu ICU pediatrik, 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.1 ICU ICU modern berkembang dengan mencakup pengananan respirasi dan jantung, menunjang faal organ, dan penanganan jantung koroner. ICU RSUP dr. Kariadi adalah salah satu dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh manusia terutama dalam sistem urinaria. Pada manusia, ginjal berfungsi untuk mengatur keseimbangan cairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Intensif Care Unit berkembang cepat sejak intensif care unit (Intensive Terapy

BAB I PENDAHULUAN. Intensif Care Unit berkembang cepat sejak intensif care unit (Intensive Terapy BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intensif Care Unit berkembang cepat sejak intensif care unit (Intensive Terapy Unit) ditemukan pada tahun 1950 di daratan Eropa sebanyak 80%, saat terjadi epidemic Poliomyelitis,

Lebih terperinci

PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI

PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI STANDAR, MAKSUD DAN TUJUAN, ELEMEN PENILAIAN ORGANISASI DAN MANAJEMEN Standar PAB.1. Tersedia pelayanan anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam) untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

PEDOMAN ORGANISASI RUANG INTENSIVE CARE UNIT RSJD DR. RM. SOEDJARWADI PROVINSI JAWA TENGAH

PEDOMAN ORGANISASI RUANG INTENSIVE CARE UNIT RSJD DR. RM. SOEDJARWADI PROVINSI JAWA TENGAH PEDOMAN ORGANISASI RUANG INTENSIVE CARE UNIT RSJD DR. RM. SOEDJARWADI PROVINSI JAWA TENGAH RUMAH SAKIT JIWA DAERAH DR.RM. SOEDJARWADI PROVINSI JAWA TENGAH Jalan Ki Pandanaran Km. 2 Klaten 57461Telp.(0272)321435

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Komplikasi akut adalah gangguan keseimbangan kadar glukosa darah jangka

BAB 1 PENDAHULUAN. Komplikasi akut adalah gangguan keseimbangan kadar glukosa darah jangka BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah DM merupakan suatu keadaan peningkatan kadar gula darah secara menahun disertai dengan berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sakit kritis adalah kejadian tiba-tiba dan tidak diharapkan serta

BAB 1 PENDAHULUAN. Sakit kritis adalah kejadian tiba-tiba dan tidak diharapkan serta BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sakit kritis adalah kejadian tiba-tiba dan tidak diharapkan serta membahayakan hidup bagi pasien dan keluarga yang mengancam keadaan stabil dari ekuibrium internal

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 188/ /KEP/408.49/2015 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 188/ /KEP/408.49/2015 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN PACITAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Jl. Jend. A. Yani No. 51 (0357) 881410 Fax. 883818 Pacitan 63511 Website : http://rsud.pacitankab.go.id, Email : rsud@pacitankab.go.id KEPUTUSAN DIREKTUR

Lebih terperinci

KELENGKAPAN PENGISIAN INDIKASI MEDIS PADA FORM/BLANGKO PERMINTAAN PEMERIKSAAN RADIOLOGI

KELENGKAPAN PENGISIAN INDIKASI MEDIS PADA FORM/BLANGKO PERMINTAAN PEMERIKSAAN RADIOLOGI UPAYA PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN RS JIWA DAERAH DR. ARIF ZAINUDIN SURAKARTA Upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien merupakan upaya secara komprehensif, integratif dan berkesinambungan

Lebih terperinci

meningkatkan pelayanan ICU. Oleh karena itu, mengingat diperlukannya tenagatenaga khusus, terbatasnya sarana pasarana dan mahalnya peralatan,

meningkatkan pelayanan ICU. Oleh karena itu, mengingat diperlukannya tenagatenaga khusus, terbatasnya sarana pasarana dan mahalnya peralatan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna

Lebih terperinci

Indikator Wajib pengukuran kualitas pelayanan keesehatan di FKRTL. Indikator Standar Dimensi Input/Proses l/klinis 1 Kepatuhan

Indikator Wajib pengukuran kualitas pelayanan keesehatan di FKRTL. Indikator Standar Dimensi Input/Proses l/klinis 1 Kepatuhan Indikator Wajib pengukuran kualitas pelayanan keesehatan di FKRTL N o Indikator Standar Dimensi Input/Proses /Output Manajeria l/klinis 1 Kepatuhan 90% Efektifitas Proses Klinis terhadap clinical pathways

Lebih terperinci

ASIDOSIS RESPIRATORIK

ASIDOSIS RESPIRATORIK ASIDOSIS RESPIRATORIK A. PENGERTIAN. Asidosis Respiratorik (Kelebihan Asam Karbonat). 1. Asidosis Respiratorik adalah gangguan klinis dimana PH kurang dari 7,35 dan tekanan parsial karbondioksida arteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia merupakan infeksi akut di parenkim paru-paru dan sering

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia merupakan infeksi akut di parenkim paru-paru dan sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan infeksi akut di parenkim paru-paru dan sering mengganggu pertukaran gas. Bronkopneumonia melibatkan jalan nafas distal dan alveoli, pneumonia lobular

Lebih terperinci

Preeklampsia dan Eklampsia

Preeklampsia dan Eklampsia Preeklampsia dan Eklampsia P2KS PROPINSI SUMATERA UTARA 1 Tujuan Membahas praktek terbaik untuk mendiagnosis dan menatalaksana hipertensi, pre-eklampsia dan eklampsia Menjelaskan strategi untuk mengendalikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia

BAB I PENDAHULUAN. Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia 28 hari atau satu bulan,dimana pada masa ini terjadi proses pematangan organ, penyesuaian

Lebih terperinci

PEMINDAHAN PASIEN. Halaman. Nomor Dokumen Revisi RS ASTRINI KABUPATEN WONOGIRI 1/1. Ditetapkan, DIREKTUR RS ASTRINI WONOGIRI.

PEMINDAHAN PASIEN. Halaman. Nomor Dokumen Revisi RS ASTRINI KABUPATEN WONOGIRI 1/1. Ditetapkan, DIREKTUR RS ASTRINI WONOGIRI. PEMINDAHAN PASIEN Adalah pemindahan pasien dari IGD ke ruang rawat inap yang dilaksanakan atas perintah dokter jaga di IGD, yang ditulis dalam surat perintah mondok/ dirawat, setelah mendapatkan persetujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh survei ASNA (ASEAN Neurological Association) di 28 rumah sakit (RS) di seluruh Indonesia, pada penderita

Lebih terperinci

THE AIM OF ANAESTHESIA IS SAFETY THE SAFETY IS AN ACCIDENT PREVENTION, AN ACCIDENT PREVENTION BEGINS WITH A METICULOUS (GOOD) PREOPERATIVE EVALUATION

THE AIM OF ANAESTHESIA IS SAFETY THE SAFETY IS AN ACCIDENT PREVENTION, AN ACCIDENT PREVENTION BEGINS WITH A METICULOUS (GOOD) PREOPERATIVE EVALUATION Pemeriksaan pra bedah (pre operative evaluation) THE AIM OF ANAESTHESIA IS SAFETY THE SAFETY IS AN ACCIDENT PREVENTION, AN ACCIDENT PREVENTION BEGINS WITH A METICULOUS (GOOD) PREOPERATIVE EVALUATION Dr.

Lebih terperinci

PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI (PAB)

PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI (PAB) PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI (PAB) STANDAR, MAKSUD DAN TUJUAN, ELEMEN PENILAIAN ORGANISASI DAN MANAJEMEN >/= 8% Terpenuhi 2-79% Terpenuhi sebagian < 2% Tidak terpenuhi Standar PAB.1. Tersedia pelayanan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi RSUD dr. Moewardi adalah rumah sakit umum milik pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan

Lebih terperinci

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI Oleh : Furkon Nurhakim INTERVENSI PASCA OPERASI PASE PASCA ANESTHESI Periode segera setelah anesthesi à gawat MEMPERTAHANKAN VENTILASI PULMONARI Periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sakit kritis nondiabetes yang dirawat di PICU (Pediatric Intensive Care Unit)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sakit kritis nondiabetes yang dirawat di PICU (Pediatric Intensive Care Unit) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperglikemia sering terjadi pada pasien kritis dari semua usia, baik pada dewasa maupun anak, baik pada pasien diabetes maupun bukan diabetes. Faustino dan Apkon (2005)

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ASIDOSIS RESPIRATORI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ASIDOSIS RESPIRATORI ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ASIDOSIS RESPIRATORI A. PENGAKAJIAN. 1. Teliti Riwayat Klinis Dari Perjalanan Penyakit Yang Dapat Mengakibatkan Asidosis Respiratorik. 2. Teliti Tanda Dan Gejala Klinis Yang

Lebih terperinci

PERTOLONGAN GAWAT DARURAT

PERTOLONGAN GAWAT DARURAT PERTOLONGAN GAWAT DARURAT I. DESKRIPSI SINGKAT Keadaan gawatdarurat sering terjadi pada jemaah haji di Arab Saudi. Keterlambatan untuk mengidentifikasi dan memberikan pertolongan yang tepat dan benar dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. denyut/menit; 3. Respirasi >20/menit atau pa CO 2 <32 mmhg; 4. Hitung leukosit

BAB I PENDAHULUAN. denyut/menit; 3. Respirasi >20/menit atau pa CO 2 <32 mmhg; 4. Hitung leukosit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sepsis adalah SIRS (Systemic Inflamatory Respons Syndrome) ditambah tempat infeksi yang diketahui atau ditentukan dengan biakan positif dari organisme dari

Lebih terperinci

Ditulis oleh Administrator Kamis, 07 Agustus :41 - Terakhir Diperbaharui Kamis, 02 April :20

Ditulis oleh Administrator Kamis, 07 Agustus :41 - Terakhir Diperbaharui Kamis, 02 April :20 KRISIS HIPERTENSI 1. Pendahuluan Hipertensi adalah salah satu faktor resiko utama penyakit vaskular jantung, saraf dan ginjal, dimana lebih dari setengah penyebab angka kematrian pada negara maju. Prevalensi

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Instrumen Penelitian. Universita Sumatera Utara

LAMPIRAN 1. Instrumen Penelitian. Universita Sumatera Utara LAMPIRAN 1. Instrumen Penelitian KUESIONER HUBUNGAN PENGETAHUAN, KOMUNIKASI INTERPERSONAL, DAN KETERAMPILAN TEKNIK DENGAN PENERAPAN PROSES KEPERAWATAN DI RUANG RAWAT INAP RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN Identitas

Lebih terperinci

LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP PENELITI

LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP PENELITI LAMPIRAN Lampiran 1 RIWAYAT HIDUP PENELITI Nama : dr. Boyke Marthin Simbolon Tempat / Tgl Lahir : Medan, 6 Maret 1977 Agama : Katolik Alamat rumah : Jl. Kopi Raya 2 No.14 Perumnas Simalingkar Medan Nama

Lebih terperinci

PANDUAN TEKNIS PESERTA DIDIK KEDOKTERAN DALAM PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN

PANDUAN TEKNIS PESERTA DIDIK KEDOKTERAN DALAM PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN PANDUAN TEKNIS PESERTA DIDIK KEDOKTERAN DALAM PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN KOMITE MEDIK RSUD DR. SAIFUL ANWAR KESALAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT BAKORDIK RSSA/FKUB MALANG 2015 BILA BERHADAPAN DENGAN PASIEN,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa penyakit yang dapat menggangu sistem oksigenasi yaitu seperti TBC,

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa penyakit yang dapat menggangu sistem oksigenasi yaitu seperti TBC, 1 BAB 1 A. Latar Belakang PENDAHULUAN Beberapa penyakit yang dapat menggangu sistem oksigenasi yaitu seperti TBC, PPOK, ISPA, dan lain-lain. WHO melaporkan bahwa 0,5% dari penduduk dunia terserang Penyakit

Lebih terperinci

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG TARIF PELAYANAN KESEHATAN KELAS III PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANDAN ARANG KABUPATEN BOYOLALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PANDUAN PENDAFTARAN PASIEN RAWAT JALAN DAN PENERIMAAN PASIEN RAWAT INAP

PANDUAN PENDAFTARAN PASIEN RAWAT JALAN DAN PENERIMAAN PASIEN RAWAT INAP PANDUAN PENDAFTARAN PASIEN RAWAT JALAN DAN PENERIMAAN PASIEN RAWAT INAP BAB I DEFINISI Pelayanan pendaftaran adalah mencatat data sosial/mendaftar pasien utkmendapatkan pelayanan kesehatan yg dibutuhkan,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Selama penelitian didapatkan subjek penelitian sebesar 37 penderita kritis yang mengalami hiperbilirubinemia terkonjugasi pada hari ketiga atau lebih (kasus) dan 37 penderita

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan bayi terjadi transisi epidemiologis penyakit. Populasi lansia semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. dan bayi terjadi transisi epidemiologis penyakit. Populasi lansia semakin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. data statistik yang menyebutkan bahwa di Amerika serangan jantung. oleh penyakit jantung koroner. (WHO, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. data statistik yang menyebutkan bahwa di Amerika serangan jantung. oleh penyakit jantung koroner. (WHO, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Serangan jantung merupakan penyakit mematikan nomor satu di dunia. Banyak data statistik yang menyebutkan bahwa di Amerika serangan jantung menempati posisi pertama

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SHOCK HYPOVOLEMIK Setiawan, S.Kp., MNS KLASIFIKASI SHOCK HYPOVOLEMIC SHOCK CARDIOGENIC SHOCK SEPTIC SHOCK NEUROGENIC SHOCK ANAPHYLACTIC SHOCK TAHAPAN SHOCK TAHAP INISIAL

Lebih terperinci

TERAPI CAIRAN MAINTENANCE. RSUD ABDUL AZIS 21 April Partner in Health and Hope

TERAPI CAIRAN MAINTENANCE. RSUD ABDUL AZIS 21 April Partner in Health and Hope TERAPI CAIRAN MAINTENANCE RSUD ABDUL AZIS 21 April 2015 TERAPI CAIRAN TERAPI CAIRAN RESUSITASI RUMATAN Kristaloid Koloid Elektrolit Nutrisi Mengganti Kehilangan Akut Koreksi 1. Kebutuhan normal 2. Dukungan

Lebih terperinci

Ditetapkan Tanggal Terbit

Ditetapkan Tanggal Terbit ASSESMEN ULANG PASIEN TERMINAL STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Pengertian Tujuan Kebijakan Prosedur O1 dari 04 Ditetapkan Tanggal Terbit dr. Radhi Bakarman, Sp.B, FICS Direktur medis Asesmen ulang pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasien kritis dengan perawatan di Intensive Care Unit (ICU) memiliki morbilitas dan mortalitas yang tinggi. Mengenali ciri-ciri cepat dan penatalaksanan dini yang sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu aspek yang penting dan banyak digunakan bagi perawatan pasien yang

BAB I PENDAHULUAN. salah satu aspek yang penting dan banyak digunakan bagi perawatan pasien yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ventilator mekanik merupakan alat yang digunakan untuk membantu fungsi pernapasan. Penggunaannya diindikasikan untuk pasien dengan hipoksemia, hiperkapnia berat dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. RJP. Orang awam dan orang terlatih dalam bidang kesehatanpun dapat. melakukan tindakan RJP (Kaliammah, 2013 ).

PENDAHULUAN. RJP. Orang awam dan orang terlatih dalam bidang kesehatanpun dapat. melakukan tindakan RJP (Kaliammah, 2013 ). PENDAHULUAN A. Latar Belakang Resusitasi jantung paru (RJP) merupakan tindakan darurat untuk mencegah kematian biologis dengan tujuan mengembalikan keadaan henti jantung dan napas (kematian klinis) ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasien yang masuk ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit tentunya

BAB I PENDAHULUAN. Pasien yang masuk ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit tentunya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasien yang masuk ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit tentunya butuh pertolongan yang cepat dan tepat, untuk itu perlu adanya standar dalam memberikan pelayanan

Lebih terperinci

INDIKATOR MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT

INDIKATOR MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT INDIKATOR MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT TUJUAN PEMBELAJARAN Tujuan Umum Setelah mengikuti materi ini mahasiswa diharapkan memahami tentang indikator mutu pelayanan rs Tujuan khusus, mahasiswa memahami: Pengertian

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PENATA ANESTESI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PENATA ANESTESI PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PENATA ANESTESI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan adalah hipertensi. Hipertensi adalah keadaan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan adalah hipertensi. Hipertensi adalah keadaan peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan semakin mendapat perhatian luas diseluruh dunia, dimana perubahan cara pandang dari yang semula melihat kesehatan dari sesuatu yang konsumtif menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati. Penyakit ini berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik pada jalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran / polusi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran / polusi digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengaruh globalisasi disegala bidang, perkembangan teknologi dan industri telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN 162 KUESIONER PENELITIAN PENGARUH KOMPETENSI TERHADAP KINERJA PERAWAT DALAM KESIAPSIAGAAN TRIASE DAN KEGAWATDARURATAN PADA KORBAN BENCANA MASSAL DI PUSKESMAS LANGSA BARO TAHUN 2013 NO. RESPONDEN : I. PETUNJUK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dari sekian banyak kasus penyakit jantung, Congestive Heart Failure

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dari sekian banyak kasus penyakit jantung, Congestive Heart Failure BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dari sekian banyak kasus penyakit jantung, Congestive Heart Failure (CHF) menjadi yang terbesar. Bahkan dimasa yang akan datang penyakit ini diprediksi akan terus bertambah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paru. Bila fungsi paru untuk melakukan pembebasan CO 2 atau pengambilan O 2 dari atmosfir

BAB I PENDAHULUAN. paru. Bila fungsi paru untuk melakukan pembebasan CO 2 atau pengambilan O 2 dari atmosfir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ventilator adalah suatu sistem alat bantu hidup yang dirancang untuk menggantikan atau menunjang fungsi pernapasan yang normal. Ventilator dapat juga berfungsi untuk

Lebih terperinci