ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA DAN PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG KAMILA HAQQ

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA DAN PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG KAMILA HAQQ"

Transkripsi

1 ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA DAN PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG KAMILA HAQQ DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA DAN PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG KAMILA HAQQ H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk meperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

3 RINGKASAN KAMILA HAQQ. Analisis Efektivitas Biaya dan Penilaian Masyarakat terhadap Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Telogorejo Semarang. Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI dan NUVA. Kebutuhan akan pelayanan kesehatan yang semakin tinggi membuat jumlah rumah sakit di Indonesia menjadi semakin tinggi pula. Hal ini menunjukkan akses terhadap kesehatan lebih mudah dan bervariatif, baik secara biaya maupun pelayanan namun, terdapat konsekuensi yang harus diambil, yaitu adanya ekstra beban yang menjadi permasalahan lingkungan. Hal ini terkait dengan limbah yang dihasilkan dalam berbagai aktivitas pelayanan kesehatan. Secara umum terdapat dua jenis limbah yang dihasilkan rumah sakit, limbah padat (klinis, non klinis dan infeksius) dan limbah cair. Sesuai dengan KepMen 58/MenLH/12/1995 tentang pengelolaan limbah, rumah sakit mempunyai kewajiban mengolah limbah yang dihasilkan. Rumah sakit Telogorejo mengawali pengelolaan limbah cair dengan membangun IPAL bersistem bioreactor pada tahun Sedangkan untuk pengelolaan limbah padat, RS. Telogorejo memilih untuk bekerjasama dengan Dinas Kebersihan Kota Semarang dalam hal pengangkutan sampah domestik dan dengan Krematorium Yayasan Pancaka dalam hal pembakaran dan pemusnahan sampah medis. Penelitian ini mengenai penilaian pengelolaan limbah RS. Telogorejo yang dianalisis dari keragaan pengelolaan limbah rumah, efisiensi IPAL, penetapan Unit Daily Cost dan analisis efektivitas biaya, pengaruh biaya efektif dengan kinerja IPAL serta penilaian masyarakat sekitar RS. Telogorejo. Berdasarkan perhitungan efisiensi, nilai efisiensi RS. Telogorejo berada pada kategori efisien (>60%-80%) dan sangat efisien (>80%) menurut Soeparman dan Suparmin (2001). Pengujian statistik dengan menggunakan uji nilai tengah menunjukkan bahwa IPAL RS. Telogorejo mampu menurunkan konsentrasi dari kelima parameter secara signifikan. Hasil uji nilai tengah untuk mengetahui pencapaian standar baku mutu menunjukkan hanya satu parameter yang dinyatakan tidak signifikan pada taraf nyata 0.05, yaitu NH 3. Besar UDC yang didapat dari perhitungan adalah Rp 1.397,04. Sedangkan rasio efektivitas biaya yang paling kecil ada pada parameter COD, yaitu Rp 0.016/mg. Rasio efektivitas biaya parameter TSS, BOD, NH3 dan PO4 adalah Rp 0.018/mg, Rp 0.044/mg, Rp 0.089/mg dan Rp 0.471/mg. Informasi ini diharapkan akan meminimisasi biaya eksternal yang dikeluarkan dengan tanpa mengurangi manfaat yang diharapkan dari pengelolaan limbah sehingga sistem pengelolaan limbah akan menjadi semakin baik. R-sq terbesar dalam menganalisis pengaruh biaya efektif dengan penurunan konsentrasi adalah pada parameter NH 3 sebesar 74.1%. Hal ini menunjukkan biaya pengelolaan limbah yang telah dikeluarkan dapat menjelaskan sebesar 74.1% terhadap penurunan konsentrasi NH 3 yang menunjukkan kinerja IPAL dan sisanya dijelaskan faktor lain. Nilai R-sq untuk parameter BOD, COD, TSS dan PO 4 adalah 65.6%, 69.2%, 45.4% dan 25.1%. Persepsi masyarakat sekitar, yaitu warga Anggrek RT 06/RW V dalam menilai pengelolaan limbah RS. Telogorejo adalah sudah baik. Alasan dari

4 mereka adalah selama RS. Telogorejo berdiri, tidak pernah terdapat keluhan yang mengganggu kesehatan mereka. Sedangkan untuk masalah bau, mereka tidak terlalu meresahkan. Selama mereka tinggal di Anggrek mereka belum pernah mendapatkan kerugian kesehatan yang berujung pada kerugian ekonomi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada RS. Telogrejo dan pihak lainnya yang berkepentingan dalam penggunaan IPAL dan pengelolaan limbah serta pemerintah dalam menyusun kebijakan dan arahan dalam pengelolaan limbah sehingga terwujud kesehatan lingkungan yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.

5 Judul Skripsi : Analisis Efektivitas Biaya dan Penilaian Masyarakat Terhadap Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Telogorejo Semarang Nama : Kamila Haqq NRP : H Disetujui, Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS NIP Nuva, Sp, M.Sc Diketahui, Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc Tanggal Lulus :

6 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA DAN PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH Bogor, Agustus 2009 Kamila Haqq H

7 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Kamila Haqq lahir pada tanggal 8 Oktober 1987 di Semarang, Jawa Tengah. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Budi Harto dan Sumijati. Jenjang pendidikan yang ditempuh penulis adalah SD Negeri Jatingaleh II Semarang dengan tahun kelulusan 1999, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 12 Semarang dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke SMA Negeri 5 Semarang sampai dengan tahun Pada tahun 2005 penulis melanjutkan ke Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen di tingkat II pada sistem kurikulum Mayor-Minor. Pada saat TPB, penulis pernah menjadi Ketua Asrama Putri A1 TPB. Selain itu, selama kuliah penulis juga aktif pada beberapa organisasi kampus yaitu, Dewan Perwakilan Mahasiswa FEM IPB, Shariah Economics Student Club, Majelis Permusyawaratan Mahasiswa KM IPB, Badan Pengawas Resources and Environmental Economics Student Association serta aktif dalam kepanitian yang ada di lingkup IPB. Penulis pernah menjadi Juara Harapan I Essay Lingkungan Hidup Se-Jawa Tengah & D.I.Yogyakarta serta mewakili Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan sebagai mahasiswa berprestasi (tahun 2008). Penulis mempunyai pengalaman kerja sebagai pengajar ekonomi umum di MSC Education Bogor serta menjadi asisten praktikum Ekonomi Umum di TPB dan Pra-University IPB. Sampai saat ini penulis adalah penerima beasiswa supersemar.

8 KATA PENGANTAR Penulis mengucapkan syukur kehadirat Alloh SWT karena rahmat dan ridhonya penulis dimudahkan dalam menyelesaikan skripsi ini. Didasari dengan ketertarikan penulis mengenai limbah, penulis memiliki keinginan untuk mempelajari sisi ekonomi dari pengelolaan suatu limbah dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor dengan menyusun skripsi yang berjudul Analisis Efektivitas Biaya dan Penilaian Masyarakat Terhadap Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Telogorejo Semarang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas biaya dalam menurunkan konsentrasi dari masing-masing parameter limbah yang diamati serta respon masyarakat sekitar terhadap pengelolaan limbah RS. Telogorejo Semarang. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran sosial ekonomi dari pengelolaan limbah rumah sakit yang selama ini seringkali diteliti hanya sebatas permasalahan teknis serta menjadi masukan bagi pemerintah dan keseluruhan pihak yang terkait dengan manajemen limbah rumah sakit. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna sehingga saran dan kritik dari pembaca sangat diharapkan untuk kemajuan penelitian ini.

9 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA Rumah Sakit Landasan Hukum yang Mengatur Limbah Rumah Sakit Limbah Rumah Sakit Strategi Pengelolaan Limbah Sistem Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit Dampak Limbah Cair terhadap Kualitas Lingkungan dan Kesehatan Upaya Minimisasi Limbah Hubungan Minimisasi Limbah dengan Ekonomi Pemanfaatan Limbah Kendala dalam Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Persepsi Penelitian Terdahulu III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Aktivitas Rumah Sakit sebagai Penghasil Limbah Uji Nilai Tengah Cost-Effectiveness Analysis Regresi Linear Sederhana Kerangka Pemikiran Operasional IV. METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengambilan Sampel i iv v vi

10 4.4. Analisis Data Keragaan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Evaluasi Kemampuan Fisik IPAL Rumah Sakit dalam Pengelolaan Limbah Cair Unit Daily Cost Biaya Efektif dalam Penurunan Baku Mutu setiap Parameter Limbah Cair Analisis Pengaruh Biaya Penurunan Per Satuan Parameter dengan Kualitas Limbah Cair Rumah Sakit Penilaian Masyarakat Sekitar terhadap Pengelolaan Limbah Rumah Sakit V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Rumah Sakit Telogorejo Semarang Sejarah Bedirinya Rumah Sakit Telogorejo Semarang Visi Misi Rumah Sakit Telogorejo Semarang Letak Geografis Rumah Sakit Telogorejo Daya Tampung Pasien Rumah Sakit Telogorejo Kawasan Anggrek Semarang Tengah VI. KERAGAAN PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG Struktur Manajerial Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Telogorejo Semarang Pengelolaan Limbah Padat Rumah Sakit Telogorejo Pengelolaan Limbah Cair Rumah Sakit Telogorejo VII. EFISIENSI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG Efisiensi Kemampuan Fisik IPAL Rumah Sakit Telogorejo Uji Statistik Kemampuan Fisik IPAL Rumah Sakit Telogorejo Hubungan Antara Efisiensi dengan Ekonomi Perusahaan dan Masyarakat VIII. EFEKTIVITAS BIAYA PENURUNAN KONSENTRASI PARAMETER LIMBAH RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG Identifikasi Biaya Pengelolaan Limbah Cair Rumah Sakit Telogorejo Semarang Perhitungan Unit Daily Cost dari Pengelolaan Limbah Cair

11 8.3. Perhitungan Biaya Penurunan Konsentrasi per Parameter Limbah IX. PENGARUH BIAYA TERHADAP PENURUNAN KONSENTRASI PARAMETER LIMBAH RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG Pengaruh Biaya Penurunan per Satuan BOD terhadap Penurunan Konsentrasi BOD Pengaruh Biaya Penurunan per Satuan COD terhadap Penurunan Konsentrasi COD Pengaruh Biaya Penurunan per Satuan TSS terhadap Penurunan Konsentrasi TSS Pengaruh Biaya Penurunan per Satuan NH 3 terhadap Penurunan Konsentrasi NH Pengaruh Biaya Penurunan per Satuan PO 4 terhadap Penurunan Konsentrasi PO X. PENILAIAN WARGA SEKITAR RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT Karakteristik Responden Sebaran Jarak Rumah Warga Anggrek dengan RS. Telogorejo Semarang Persentase Lama Tinggal Responden di Sekitar RS. Telogorejo Sebaran Tingkat Pendidikan Responden Sebaran Jenis Pekerjaan Responden Sebaran Pendapatan Responden Hasil Survei Kepada Masyarakat Terkait dengan Penilaian Pengelolaan Limbah Rumah Sakit XI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

12 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Baku Mutu Limbah Cair Rumah Sakit Pengelompokkan Limbah Klinis dengan Potensi Bahaya dan Cara Penanganan Standardisasi Warna dan Logo Kantong Sampah Warna dan Kantong Limbah Klinis Berdasarkan Jenis Limbah Efisiensi Pengolahan Limbah Cair Berdasarkan Unit Operasi dan Unit Pengolahan Limbah Penentuan H 0 dan H 1 untuk Uji Nilai Tengah Pencapaian Standar Baku Mutu Masing-masing Parameter Penilaian Data Survey terhadap Masyarakat Alat Analisis dan Kebutuhan Data untuk Penelitian Penentuan Beban Pencemar Limbah RS. Telogorejo Nilai Rata-rata Efisiensi, Kapasitas, Beban Pencemaran Aktual dan Pencapaian Baku Mutu Limbah Cair pada IPAL RS. Telogorejo Semarang Hasil Uji-t Penurunan Konsentrasi per Parameter Limbah Hasil Uji-t Pencapaian Konsentrasi Per Parameter Limbah Sesuai dengan Standar Baku Mutu Perhitungan Biaya Pengelolaan IPAL Rata-rata per Hari Efektivitas Biaya Penurunan Konsentrasi per Parameter Limbah RS. Telogorejo Semarang

13 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Ilustrasi Besar Biaya Sosial Marjinal dan Biaya Privat Marjinal Diagram Alir Kerangka Pemikiran Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit Struktur Manajerial Pengelolaan Limbah RS. Telogorejo Semarang Diagram Alir Proses Pengumpulan Limbah Padat RS. Telogorejo Semarang Diagram Alir Proses Pengolahan Limbah Cair RS. Telogorejo Semarang Perbandingan Konsentrasi Parameter BOD Limbah Cair RS. Telogorejo tahun dengan Standar Baku Mutu Perbandingan Konsentrasi Parameter COD Limbah Cair RS. Telogorejo tahun dengan Standar Baku Mutu Perbandingan Konsentrasi Parameter TSS Limbah Cair RS. Telogorejo tahun dengan Standar Baku Mutu Perbandingan Konsentrasi Parameter NH 3 Limbah Cair RS. Telogorejo tahun dengan Standar Baku Mutu Perbandingan Konsentrasi Parameter PO 4 Limbah Cair RS. Telogorejo tahun dengan Standar Baku Mutu Sebaran Umur Responden (dalam tahun) Sebaran Jarak Rumah Responden dengan RS. Telogorejo (dalam meter) Persentase Lama Tinggal Responden di Sekitar RS. Telogorejo Semarang (dalam tahun) Sebaran Tingkat Pendidikan Responden Sebaran Jenis Pekerjaan Responden Sebaran Pendapatan Responden Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Limbah Persentase Responden yang Merasakan Bau Persentase Responden yang Merasa Terganggu Persentase Responden yang Mengetahui Adanya Pengelolaan Limbah di RS. Telogorejo

14 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Hasil Uji Laboratorium Sampel Outlet Limbah Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemar Aktual, dan Baku Mutu Limbah Cair pada Parameter BOD Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemar Aktual, dan Baku Mutu Limbah Cair pada Parameter COD Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemar Aktual, dan Baku Mutu Limbah Cair pada Parameter TSS Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemar Aktual, dan Baku Mutu Limbah Cair pada Parameter NH Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemar Aktual, dan Baku Mutu Limbah Cair pada Parameter PO Uji Statistik Kemampuan Fisik IPAL RS. Telogorejo Semarang Biaya Operasional dan Pemeliharaan Pengelolaan Limbah Cair RS. Telogorejo Semarang Rekapitulasi Biaya Pengelolaan IPAL RS. Telogorejo per Bulan Hasil Analisis Regresi Linear Sederhana antara Biaya Penurunan Parameter dengan Penurunan Konsentrasi Parameter Limbah RS. Telogorejo Semarang Kuesioner Penelitian Hasil Wawancara dengan Menggunakan Kuesioner kepada Warga Anggrek, Semarang Tengah Foto-foto Hasil Pengamatan Lapang di RS. Telogorejo Semarang

15 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit adalah suatu organisasi yang unik dan kompleks karena merupakan suatu institusi yang padat karya, memiliki sifat dan ciri serta fungsi yang khusus dalam menghasilkan jasa medik. Rumah sakit juga mempunyai berbagai kelompok profesi dalam pelayanan penderita. Selain melaksanakan fungsi pelayanan kesehatan masyarakat, rumah sakit juga mempunyai fungsi pendidikan dan penelitian (Boekitwetan dalam Muluk, 2001). Keberadaan rumah sakit di suatu daerah merupakan aspek yang sangat penting. Hal ini terkait dengan fungsi rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan yang sangat berpengaruh terhadap kualitas kesehatan masyarakat serta berdampak pada mutu sumberdaya manusia. Pelayanan kesehatan yang ada mencakup pemeriksaan, pengobatan, perawatan, rehabilitasi hingga penanganan orang meninggal. Kebutuhan akan pelayanan kesehatan yang semakin tinggi membuat jumlah rumah sakit di Indonesia menjadi semakin tinggi pula. Hal ini menunjukkan akses terhadap kesehatan lebih mudah dan bervariatif, baik secara biaya maupun pelayanan namun, terdapat konsekuensi yang harus diambil, yaitu adanya ekstra beban yang menjadi permasalahan lingkungan. Hal ini terkait dengan limbah yang dihasilkan dalam berbagai aktivitas pelayanan kesehatan. Secara umum terdapat dua jenis limbah yang dihasilkan rumah sakit, limbah padat (klinis, non klinis dan infeksius) dan limbah cair. Sesuai dengan KepMen 58/MenLH/12/1995 tentang pengelolaan limbah, rumah sakit mempunyai kewajiban mengolah limbah yang dihasilkan. Limbah padat dapat

16 dikelola dengan penimbunan, pembakaran ataupun sanitary landfill sedangkan limbah cair harus diproses terlebih dahulu dengan menggunakan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) agar kadar pencemarnya tidak merusak lingkungan. Limbah cair yang dihasilkan oleh IPAL akan dibuang ke saluran pembuangan kota, sungai ataupun diresapkan ke tanah. Limbah cair tersebut banyak mengandung berbagai bahan kimia seperti bahan anorganik, organik serta bakteri. Sungai merupakan sumber air bagi masyarakat baik digunakan untuk minum maupun keperluan mandi, cuci dan kakus sehingga baku mutu limbah yang dibuang harus memenuhi standar yang telah ditetapkan. Keberadaan limbah tersebut, apabila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan tanggapan negatif dari masyarakat karena mereka merasakan dampak buruknya berupa penurunan kualitas lingkungan. Selain itu, hal yang paling membahayakan adalah apabila telah terjadi kerusakan lingkungan serta penurunan kesehatan masyarakat ataupun kehilangan nyawa. Pengelolaan limbah rumah sakit memiliki banyak kendala. Kendala yang umum ditemukan dalam pengelolaan limbah adalah biaya pengelolaan yang mahal karena terkait dengan teknologi tinggi, mekanisme operasional dan pemantauan serta pemeliharaan pengelolaan limbah dan juga benturan yang berhubungan dengan kebijakan pemerintah. Rumah sakit tidak hanya menghasilkan limbah organik dan anorganik tetapi juga limbah infeksius yang mengandung bahan beracun berbahaya (B3). Sekitar 10 sampai 15 persen dari keseluruhan limbah rumah sakit merupakan limbah infeksius yang mengandung logam berat, antara lain merkuri (Hg). Sebanyak 40 persen lainnya adalah limbah organik yang berasal dari makanan dan

17 sisa makan, baik dari pasien dan keluarga pasien maupun dapur gizi. Selanjutnya, sisanya merupakan limbah anorganik dalam bentuk botol bekas infus dan plastik (Pristiyanto,2000). Hasil kajian terhadap 100 rumah sakit di Jawa dan Bali menunjukkan bahwa rata-rata produksi sampah sebesar 3,2 kg per tempat tidur per hari. Sedangkan produksi limbah cair sebesar 416,8 liter per tempat tidur per hari. Analisa lebih jauh menunjukkan, produksi sampah (limbah padat) berupa limbah domestik sebesar 76,8 persen dan berupa limbah infektius sebesar 23,2 persen. Diperkirakan secara nasional produksi sampah (limbah padat) rumah sakit sebesar ton per hari dan produksi air limbah sebesar ,70 ton per hari. Hal tersebut menunjukkan besarnya potensi RS untuk mencemari lingkungan dan kemungkinannya menimbulkan kecelakaan serta penularan penyakit (Kusminarno, 2004) 9. Pengelolaan limbah rumah sakit di Indonesia masih dalam kategori belum cukup baik. Berdasarkan kriteria WHO, pengelolaan limbah rumah sakit yang baik bila persentase limbah medis 15 persen, namun kenyatannya di Indonesia mencapai 23,3 persen. Survei ini juga menemukan rumah sakit yang memisahkan limbah sebesar 80,7 persen, melakukan pewadahan 20,5 persen dan pengangkutan 72,7 persen. Sedangkan pengelolaan limbah dengan insinerator untuk limbah infeksius 62 persen, limbah toksik 51,1 persen, limbah radioaktif di Batan 37 persen (Sianturi, 2003) Profil Kesehatan Indonesia (Depkes, 1997) dalam artikel Manajemen Limbah Rumah Sakit diakses melalui pada tanggal 24 Februari Survei pengelolaan limbah di 88 rumah sakit di luar Kota Jakarta oleh WHO dan DepKes pada tahun 1997 dalam artikel Limbah Rumah Sakit Belum Dikelola dengan Baik diakses melalui tanggal 24 Februari 2009

18 Pengolahan limbah rumah sakit di Indonesia menunjukan hanya 53,4 persen rumah sakit yang sudah melaksanakan pengelolaan limbah cair, dan dari rumah sakit yang mengelola limbah tersebut 51,1 persen melakukan dengan instalasi IPAL dan septic tanc (tangki septik). Pemeriksaan kualitas limbah hanya dilakukan oleh 57,5 persen rumah sakit, dan dari rumah sakit yang melakukan pemeriksaan tersebut yang telah memenuhi syarat baku mutu adalah 63 persen (Arifin, 2008) 11. Limbah rumah sakit tidak hanya berdampak negatif terhadap kualitas lingkungan baik fisik, kimia, biologis serta ekosistem perairan (sungai), tetapi juga berpotensi mengeluarkan penyakit. Sebanyak 648 rumah sakit dari rumah sakit yang ada, hanya 49 persen yang memiliki insinerator dan 30 persen memiliki IPAL. Kualitas limbah cair yang telah melalui proses pengolahan yang memenuhi syarat jumlahnya mencapai 52 persen. Kondisi tersebut dapat disebabkan karena mahalnya biaya pembuatan insinerator ataupun IPAL pada khususnya dan keseluruhan pengelolaan limbah pada umumnya (Djaja dan Maniksulistya, 2006) 12. Pengelolaan limbah padat pada umumnya dilakukan dengan cara dibakar menggunakan insinerator. Hal tersebut memiliki dampak negatif terhadap lingkungan karena adanya asap hasil pembakaran. Beberapa rumah sakit, terutama yang terletak di kawasan padat permukiman, memilih untuk menyerahkan pembakaran limbah padat ke pihak swasta ataupun instansi lain yang memiliki insinerator. Ini membuktikan bahwa rumah sakit tetap bertanggungjawab dalam 11 Penelitian pada tahun 2007 oleh Badan Riset Universitas Indonesia dalam artikel Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Kesehatan diakses melalui post.com/berita/index.asp?berita=opini&id= pada tanggal 24 Februari Hasil Rapid Assessment Ditjen P2MPL Direktorat Penyediaan Air dan Sanitasi yang melibatkan Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota (2002)

19 mengolah limbah padat dan mementingkan kenyamanan hidup masyarakat sekitar. Pilihan ini patut dihargai karena masyarakat juga dapat dijadikan suatu indikator dalam menilai kinerja pengelolaan limbah. Insinerator sendiri memiliki kelemahan, yaitu pembakaran limbah padat medis jenis tertentu akan menghasilkan gas furan atau emisi buang yang bersifat dioksin (beracun). Hal tersebut mungkin yang menjadi salah satu alasan bagi WHO untuk tidak merekomendasikan insinerator 13. Kualitas limbah cair yang telah diolah dengan menggunakan IPAL ditentukan per parameternya. Kualitas limbah cair dilihat dari baku mutu setiap parameter baik fisika, kimia dan biologi. Parameter yang umumnya menjadi perhatian umum adalah BOD, COD, TSS, NH 3 dan PO 4. Baku mutu setiap parameter mengacu pada aturan pemerintah yang berlaku. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas limbah cair yang dihasilkan oleh rumah sakit diantaranya adalah kinerja IPAL yang digunakan, biaya operasional, Standard Operational Procedure (SOP) dan kualitas sumberdaya manusia (SDM). Namun sejauh mana faktor-faktor tersebut mempengaruhi pengelolaan limbah belum begitu diperhatikan. Selain itu, sejauh mana keefektifan dari hasil pengelolaan limbah rumah sakit juga belum diketahui. Hal ini terlihat dengan sedikitnya penelitian yang mengkaji hal tersebut. Penelitian yang terkait dengan efektivitas pengolahan limbah cair pada umumnya dilakukan oleh para peneliti dari perguruan tinggi dan bukan pemerintah. 13 Maharani (Kepala Sanitasi RSCM) dalam Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Akan (Perlu) Diawasi diakses melalui pada tanggal 24 Februari 2009

20 Kota semarang merupakan salah satu kota besar di Indonesia dan menjadi jantung Provinsi Jawa Tengah. Sebagai kota yang pernah meraih adipura sudah seharusnya Kota Semarang menjadikan kelestarian lingkungan sebagai salah satu tujuan yang akan dicapai di tengah pembangunan yang ada. Kelestarian maupun kesehatan lingkungan di dalamnya terdapat permasalahan mengenai limbah termasuk limbah rumah sakit. Air limbah perlu dijadikan perhatian karena air limbah biasanya dibuang ke saluran air atau sungai. Oleh karena itu, diperlukan peraturan-peraturan mengenai kesehatan lingkungan yang mengatur tegas mengenai pengelolaan limbah. Selanjutnya, peraturan tersebut harus didampingi dengan pengawasan yang ketat oleh pemerintah yang berwenang. Setiap rumah sakit seharusnya mempunyai IPAL dan pengadaan IPAL menjadi salah satu syarat perizinan beroperasinya suatu rumah sakit. Belum ada data mengenai kepemilikan IPAL rumah sakit di Semarang karena tidak ada pengawasan dari Dinas Kesehatan Kota Semarang mengenai hal tersebut 14. Pengawasan kesehatan lingkungan rumah sakit dapat berada di bawah Badan Lingkungan Hidup (BLH) dan Dinas Kesehatan Kota (DKK). Pengawasan yang ada kurang maksimal dan terkadang tidak benar-benar memenuhi aturan yang telah ada dari pusat. Bahkan kedua instansi tersebut seakan lempar tanggungjawab apabila disinggung permasalahan kesehatan lingkungan rumah sakit termasuk masalah limbah yang dihasilkan. Pengawasan yang telah dilakukan adalah pengujian hasil outlet limbah rumah sakit oleh laboratorium BLH Kota Semarang. DKK Semarang sendiri tidak memiliki program supervisi khusus terkait dengan kesehatan lingkungan rumah sakit. 14 Berdasar wawancara dengan Bapak Wahyono dan Ibu Satrida, staf pegawai Subdin Kesehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota Semarang yang dilakukan pada tanggal 11 Maret 2009.

21 Rumah Sakit Telogorejo merupakan rumah sakit swasta yang memiliki predikat baik di mata masyarakat Kota Semarang. Masyarakat menilai dengan melihat hanya sebatas faktor pelayanan kesehatan saja. Belum muncul pendapat atau pemikiran masyarakat dalam menilai rumah sakit dari sisi pengelolaan limbah. Rumah sakit Telogorejo mulai mengawali pengelolaan limbah cair dengan membangun IPAL bersistem bioreactor pada tahun Sedangkan untuk pengelolaan limbah padat, RS. Telogorejo memilih untuk bekerjasama dengan Dinas Kebersihan Kota Semarang dalam hal pengangkutan sampah domestik dan dengan Krematorium Yayasan Pancaka dalam hal pembakaran dan pemusnahan sampah medis. Pihak rumah sakit memilih untuk mengolahnya dengan bekerja sama dengan pihak luar karena memperhatikan kondisi rumah sakit yang letaknya sangat dekat dengan perumahan warga. Pengelolaan limbah cair RS. Telogorejo mengacu ke Kepmen 58/MenLH/12/1995 dan peraturan lainnya yang terkait dengan kesehatan lingkungan. Standar baku mutu yang dipakai dalam IPAL RS. Telogorejo adalah Perda Prov. Jateng/10/2004 yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Baku Mutu Limbah Cair Rumah Sakit Parameter Baku Mutu Satuan Suhu 30 C TSS 30 mg/l ph 6 9 BOD 30 mg/l COD 80 mg/l NH3 bebas 0.1 mg/l Fosfat 2 mg/l Sumber : Perda Prov. Jateng/10/2004

22 Berdasarkan standar baku mutu yang ada, dapat diketahui bahwa parameter BOD dan TSS setelah diolah dengan IPAL, baku mutu yang dapat ditoleransi adalah sebesar 30 mg/l. Baku mutu yang disyaratkan untuk parameter COD adalah 80 mg/l. NH 3 bebas dan phosphat harus dapat memenuhi standar baku mutu sebesar 0.1 dan 2 mg/l. Standar untuk NH 3 bebas dirasa terlalu tinggi oleh pihak rumah sakit karena standar baku mutu tersebut sama halnya dengan standar baku mutu NH 3 untuk air minum. Sedangkan suhu yang dikeluarkan oleh limbah cair berstandar 30C dan untuk derajat asam (ph) limbah berkisar antara Perumusan Masalah Permasalahan yang mendasar mengenai limbah adalah pengelolaannya dan dampak yang akan terjadi apabila limbah tidak dikelola dengan baik atau bahkan tidak dikelola sama sekali. Salah satu dampak yang terjadi adalah meningkatnya pencemaran, kualitas lingkungan dan kesehatan yang kian memburuk yang kemudian dapat merugikan masyarakat dari sisi sosial dan ekonomi. Rumah Sakit Telogorejo pernah mendapat protes dari warga sekitar (Jalan Anggrek) karena merasa terganggu dengan asap dari insinerator 15. Asap hasil pembakaran dengan menggunakan insinerator masuk ke lingkungan Jalan Anggrek dan menimbulkan gangguan pernafasan. Solusi dari permasalahan tersebut adalah RS. Telogorejo menutup insinerator dan menyerahkan pembakaran sampah pada krematorium milik Yayasan Pancaka Semarang. Selain itu, permasalahan pengelolaan limbah yang dialami oleh RS. Telogorejo adalah 15 Informasi diperoleh dari wawancara kepada Sanitarian RS. Telogorejo dan Bapak Sulis (warga Anggrek), 2009.

23 penurunan konsentrasi beban pencemar limbah cair. Apabila konsentrasi limbah hasil olahan berada di atas baku mutu, maka limbah tersebut dikatakan mencemari lingkungan. Permasalahan lain dalam pengelolaan limbah adalah eksternalitas negatif dari dampak limbah jika limbah tidak diproses. Limbah sebagai eksternalitas negatif dari seluruh kegiatan di rumah sakit membutuhkan pengolahan yang memerlukan biaya yang disebut dengan biaya eksternal sehingga biaya keseluruhan yang dikeluarkan oleh rumah sakit bukan hanya biaya swasta melainkan juga biaya sosial yang mencakup biaya eksternal. Selama ini, pembiayaan pengelolaan limbah belum diperhatikan oleh Bagian Sanitasi RS. Telogorejo. Selain itu, sejauhmana efektivitas biaya dalam menurunkan konsentrasi masing-masing parameter limbah maupun pengaruh biaya efektif tersebut terhadap kinerja IPAL belum diketahui. Penilaian pengelolaan limbah rumah sakit tidak hanya melalui pengamatan yang dilakukan di rumah sakit tetapi juga menganalisis persepsi masyarakat terhadap pengelolaan limbah. Pengelolaan limbah yang buruk dapat merugikan warga, misalnya penurunan kesehatan sehingga masyarakat perlu mengeluarkan biaya ekstra untuk berobat. Secara tidak langsung, pengelolaan limbah yang buruk dapat merugikan kesejahteraan masyarakat. Pemilihan RS. Telogorejo Semarang untuk dijadikan tempat penelitian dikarenakan rumah sakit tersebut telah memiliki pengelolaan limbah, namun belum melakukan evaluasi terkait permasalahan efisiensi dan pembiayaan. Selain itu, RS.Telogorejo juga merupakan salah satu rumah sakit terkemuka dan dipercayai oleh masyarakat Semarang dan lokasinya berdekatan dengan

24 permukiman warga sehingga akan lebih menarik untuk dijadikan tempat penelitian karena nantinya manfaat yang dihasilkan dalam penelitian ini akan dapat terasa tidak hanya bagi rumah sakit tetapi juga warga Anggrek dan masyarakat Semarang secara umum. Berdasarkan permasalahan di atas, berikut adalah rumusan pertanyaan dalam penelitian ini : 1. Bagaimana keragaan RS. Telogorejo Semarang dalam pengelolaan limbah rumah sakit? 2. Bagaimana efisiensi IPAL dalam pengolahan limbah cair rumah sakit? 3. Seberapa besar biaya pengelolaan limbah cair yang dapat dibebankan pada pasien dan bagaimana efektivitas biaya IPAL dalam menurunkan konsentrasi dari setiap parameter limbah? 4. Bagaimana pengaruh biaya terhadap penurunan konsentrasi parameter limbah? 5. Bagaimana penilaian masyarakat sekitar RS. Telogorejo dalam memandang pengelolaan limbah rumah sakit? 1.3. Tujuan Penelitian Utamanya, penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efisiensi dan efektivitas pengelolaan limbah rumah sakit dengan mengambil contoh kasus di RS. Telogorejo Semarang. Secara rinci, tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengkaji keragaan pengelolaan limbah RS. Telogorejo. 2. Menghitung dan menganalisis efisiensi IPAL dalam pengolahan limbah cair rumah sakit.

25 3. Menghitung dan menganalisis biaya pengelolaan limbah cair yang dapat dibebankan pada pasien dan efektivitas biaya IPAL dalam menurunkan konsentrasi dari setiap parameter limbah. 4. Menganalisis pengaruh biaya terhadap penurunan konsentrasi parameter limbah. 5. Menganalisis penilaian masyarakat sekitar RS. Telogorejo mengenai pengelolaan limbah rumah sakit Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan penulis dalam penelitian ini adalah : 1. Sebagai masukan bagi pengelola rumah sakit dalam meningkatkan faktor-faktor kinerja, efisiensi dan efektivitas biaya dari pengelolaan limbah rumah sakit. 2. Sebagai masukan bagi pengelola rumah sakit dalam menyikapi pendapat masyarakat sekitar mengenai kinerja rumah sakit terutama dalam hal pengelolaan limbah. 3. Sebagai masukan bagi pemerintah daerah atau instansi terkait lainnya dalam menyusun kebijakan pengelolaan limbah rumah sakit. 4. Sebagai sumbangan untuk penelitian selanjutnya dalam pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pengelolaan limbah rumah sakit. 5. Sebagai informasi yang dapat digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan pada penggunaan IPAL dalam pengelolaan limbah cair.

26 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Masalah pengelolaan limbah rumah sakit sangat luas dan mencakup berbagai aspek misalnya aspek teknis, ekonomi, sosial dan sebagainya. Berikut adalah ruang lingkup penelitian ini : 1. Penelitian ini dilakukan di rumah sakit dengan mengambil contoh kasus di RS. Telogorejo Semarang. 2. Parameter yang diteliti dalam pengelolaan limbah cair adalah parameter yang telah ditetapkan dalam peraturan yang menjadi dasar yaitu BOD, COD, TSS, NH 3 dan PO Permasalahan teknis yang dibahas dalam penelitian ini hanya mengenai evaluasi kemampuan IPAL. 4. Permasalahan ekonomi yang dibahas dalam penelitian ini adalah estimasi biaya pengelolaan limbah cair yang dapat dibebankan pada pasien serta biaya ekfektif dalam menurunkan parameter-parameter yang ada dalam limbah cair. 5. Biaya yang diamati adalah seluruh biaya yang dikeluarkan dalam pengelolaan limbah cair. 6. Masyarakat yang dikaji dalam penelitian ini adalah masyarakat sekitar RS. Telogorejo yaitu masyarakat di kawasan perumahan Anggrek, Semarang Tengah.

27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumah Sakit Rumah sakit oleh WHO (1957) diberikan batasan yaitu suatu bagian menyeluruh (integrasi) dari organisasi dan medis, berfungsi memberikan pelayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat baik kuratif maupun rehabilitatif, dimana output layanannya menjangkau pelayanan keluarga dan lingkungan. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan tenaga kesehatan serta untuk penelitian biososial (dalam Tadda, 2008). Sedangkan menurut Depkes RI (2003), rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan berupa rawat jalan, rawat inap, gawat darurat yang mencakup pelayanan dan penunjang medis, serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. Adanya kemajuan teknologi disertai dengan penggunaan cara-cara baru di bidang diagnostik dan terapeutik mengharuskan rumah sakit mempekerjakan berbagai profesi kedokteran dan profesi lain sehingga rumah sakit menjadi organisasi padat karya spesialis dan merupakan tempat dimana terjadi proses pengubahan dari masukan menjadi luaran. Masukan utama adalah dokter, perawat personil lainnya, prasarana, sarana peralatan dan sebagainya merupakan bagian dari rumah sakit. Rumah sakit juga dapat diklasifikasikan berdasarkan kemampuan pelayanan. Klasifikasi rumah sakit milik Depkes RI atau Pemda, yaitu : 1. Rumah Sakit Kelas A Rumah Sakit Umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialis dan sub spesialis luas.

28 2. Rumah Sakit Kelas B Rumah Sakit Umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialis luas dan subspesialis terbatas. 3. Rumah Sakit Kelas C Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan sekurangkurangnya spesialis empat dasar lengkap (bedah penyakit dalam, kesehatan anak, serta kebidanan dan kandungan). 4. Rumah Sakit Kelas D Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan sekurangkurangnya pelayanan medik dasar (Depkes RI, 2003). Sedangkan untuk klasifikasi rumah sakit swasta adalah : 1. Rumah sakit tipe Utama yang setaraf dengan Rumah Sakit Kelas B. 2. Rumah Sakit tipe Madya yang setaraf dengan Rumah Sakit Kelas C. 3. Rumah Sakit tipe Pratama yang setaraf dengan Rumah Sakit Kelas D. Berdasarkan fasilitas pelayanan dan kapasitas tempat tidur, rumah sakit dibagi menjadi : 1. Rumah Sakit Kelas A, yaitu rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dan subspesialistik luas, dengan kapasitas lebih dari 1000 tempat tidur. 2. Rumah Sakit Kelas B, dibagi menjadi : a. Rumah sakit B1 yaitu RS yang melaksanakan pelayanan medik minimal 11spesialistik dan belum memiliki sub spesialistik luas dengan kapasitas tempat tidur.

29 b. Rumah sakit B2 yaitu RS yang melaksanakan pelayanan medik spesialistik dan sub spesialistik terbatas dengan kapasitas tempat tidur. 3. Rumah Sakit Kelas C yaitu rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar, yaitu penyakit dalam, bedah, kebidanan atau kandungan, dan kesehatan, dengan kapasitas tempat tidur. 4. Rumah Sakit Kelas D yaitu rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar, dengan kapasitas tempat tidur kurang dari 100. Fungsi Rumah sakit selain yang di atas juga merupakan pusat pelayanan rujukan medik spesialistik dan sub spesialistik dengan fungsi utama menyediakan dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatisi pasien) (Depkes RI, 1989). Menurut surat keputusan Menteri Kesehatan RI no. 983/Menkes/17/1992 tentang pedoman organisasi, rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spsialistik dan sub spesialistik. Sedangkan klasifikasi didasarkan pada perbedaan tingkat menurut kemampuan pelayanan kesehatan yang dapat disediakan yaitu rumah sakit kelas A, Kelas B, (Pendidikan dan Non Pendidikan) kelas C dan Kelas D Landasan Hukum yang Mengatur Limbah Rumah Sakit Pelaksanaan pengelolaan limbah rumah sakit harus dilakukan sesuai dengan dasar peraturan yang berlaku. Peraturan-peraturan yang dimaksud adalah peraturan yang terkait dengan pengendalian pencemaran air. Hal ini mengingat

30 bahwa sebagian besar limbah dibuang ke sungai. Berikut adalah peraturanperaturan yang berlaku : 1. UU No. 23 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Hal-hal yang terkait adalah : a) Kewajiban mengendalikan pencemaran lingkungan bagi yang menimbulkannya, baik bagi setiap orang (pasal 5 ayat 2) maupun bagi setiap bidang usaha (pasal 7 ayat 1). b) Dasar perlindungan lingkungan hidup, yaitu dengan berdasarkan baku mutu lingkungan (pasal 15). c) Persyaratan pembuangan limbah cair ke dalam lingkungan, yaitu tidak boleh menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan yang menerima limbah tersebut (pasal 15 ayat 2). d) Ganti rugi dan biaya pemulihan lingkungan hidup akibat pencemaran lingkungan (pasal 20 ayat 1 dan 3). e) Sanksi pidana perusakan dan pencemaran lingkungan (pasal 22). 2. UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Hal-hal yang terkait adalah : a) Hak bagi setiap orang untuk memperoleh derajat kesehatan yang optimal (pasal 4). b) Kewajiban bagi setiap orang untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perseorangan, keluarga dan lingkungannya (pasal 5).

31 c) Penyelenggaraan kesehatan lingkungan demi terwujudnya kualitas lingkungan yang sehat yaitu bebas dari risiko yang membahayakan kesehatan dan keselamatan hidup manusia (pasal 22 ayat 1). d) Kewajiban untuk memelihara dan meningkatkan lingkungan yang sehat sesuai dengan standar dan persyaratan bagi setiap tempat atau sarana pelayanan umum (pasal 22 ayat 4). 3. PP No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air. Peraturan ini mengenai kriteria, tolak ukur pencemaran, penggolongan air, daya tampung, izin, pengaturan pembuangan limbah cair dan pengawasan kualitas air yang mencantumkan tentang : a) Kriteria dan tolak ukur pencemaran, yaitu didasarkan pada baku mutu air sesuai dengan peruntukannya. b) Penggolongan air dan baku mutu air (pasal 7, 10, 42). c) Dasar pengendalian pencemaran air, yaitu berdasarkan baku mutu air, daya tampung beban pencemaran pada lingkungan perairan penerima limbah, baku mutu limbah, persyaratan pembuangan limbah dan perizinan pembuangan limbah (pasal 14, 15,16, 17, 25 dan 26). d) Perizinan pembuangan limbah cair ke dalam lingkungan perairan (pasal 17, 20, 21, 22, 25 dan 26). e) Pengaturan pembuangan limbah cair ke dalam tanah (pasal 19). f) Saluran pembuangan limbah cair (pasal 20), pengawasan kualitas air (pasal 31 dan 32).

32 g) Kewajiban setiap penanggungjawab kegiatan yang membuang limbahnya ke lingkungan perairan untuk melaporkan hasil pemeriksaannya kepada Gubernur (pasal 31, ayat 2, dan pasal 32). 4. Permenkes No. 173/Menkes/Per/VIII/77 tentang Pengawasan Pencemaran Badan Air dan Air untuk berbagai Kegunaan yang Berhubungan dengan Kesehatan. Peraturan ini mengenai lokasi rumah sakit, tanggungjawab pengelola rumah sakit, lingkup, pembinaan teknis dan pengawasan, mencantumkan tentang kemungkinan timbulnya pencemaran lingkungan, gangguan kesehatan dan tempat penyebab penularan penyakit dari rumah sakit. Rinciannya adalah : a) Lokasi rumah sakit harus terletak di daerah yang terhindar dari pencemaran (pasal 1 ayat 1). b) Tanggungjawab pengelola rumah sakit terhadap upaya menyehatkan dan memelihara lingkungan rumah sakit dan pengaruhnya terhadap manusia (Ketentuan Umum dari pasal 5). c) Lingkup upaya penyehatan lingkungan rumah sakit (pasal 6). d) Pembinaan teknis terhadap pengelola rumah sakit di tingkat pusat oleh Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, sedangkan pembinaan teknis penyehatan lingkungan rumah sakit di provinsi dilaksanakan oleh Kakanwil Depkes RI yang bersangkutan (pasal 7). e) Pelaksanaan pengawasan penyelenggara penyehatan lingkungan rumah sakit dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan (Depkes RI, 1998) 5. Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, yang mempertimbangkan :

33 a) Rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit maupun sehat, atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan. b) Oleh karena itu (tindak lanjut poin a), perlu penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit sesuai dengan persyaratan kesehatan. 6. PP No.51 Tahun 1993 tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Usaha atau kegiatan yang diperkirakan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan (pasal 2) 7. Kepmenkes RI No. 876/Menkes/SK/VIII/2001 tentang Pedoman Teknis Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan. Pedoman teknis AMDAL yang merupakan kajian aspek kesehatan masyarakat yang harus dilaksanakan oleh setiap pimpinan perencanaan mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan penilaian dari suatu usaha dan atau kegiatan pembangunan yang dapat menimbulkan dampak penting (pasal 1). 8. PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. a) Setiap orang yang membuang air limbah ke prasarana dan atau sarana pengelolaan air limbah yang disediakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dikenakan retribusi (pasal 24 ayat 1). b) Setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pelaksanaan

34 kewajiban pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air (pasal 32). 9. Kep-58/MenLH/12/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Rumah Sakit. Peraturan ini mengenai baku mutu limbah cair rumah sakit dan tanggungjawab rumah sakit mencantumkan tentang : a) baku mutu limbah cair kegiatan rumah sakit (pasal 2 ayat 1 dan lampiran 3, 4, 5, 6). b) Rumah sakit yang telah beroperasi sebelum dikeluarkannya keputusan ini, berlaku Baku Mutu Limbah Cair (BMLC) seperti dalam lampiran A dan wajib memenuhi BMLC seperti dalam lampiran B selambatlambatnya tanggal 1 Januari 2000 (pasal 3 ayat a). c) Rumah sakit yang tahap perencanaannya dilakukan sebelum dikeluarkannya keputusan ini dan beroperasi setelah dikeluarkannya keputusan ini, berlaku BMLC lampiran A dan wajib memenuhi BMLC lampiran B selambat-lambatnya tanggal 1 Januari 2000 (pasal 3 ayat b). d) Kewajiban penanggungjawab kegiatan rumah sakit untuk mengelola dan memeriksa kualitas limbah cair oleh laboratorium yang berwenang berikut frekuensinya (pasal 7 dan 8). 10. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. Kep- 124/12/1997 tentang Panduan Kajian Aspek Kesehatan Masyarakat dalam Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, menimbang :

35 a) Setiap usaha atau kegiatan pembangunan yang diperkirakan menimbulkan dampak penting terhadap kesehatan masyarakat, perlu dilakukan pengkajian aspek kesehatan masyarakat. b) Aspek kesehatan masyarakat merupakan bagian dalam penyusunan AMDAL yang perlu dikaji secara mendalam sehingga dampak negatif akibat suatu kegiatan terhadap kesehatan masyarakat dapat ditekan serendah mungkin dan dikelola dengan baik Limbah Rumah Sakit Limbah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia, maupun proses-proses alam dan tidak/belum memilki nilai (DKSHE IPB, 2008). Karakteristik limbah rumah sakit pada umumnya dicerminkan dari kandungannya yang berupa zat organik, deterjen, beberapa kandungan kimia organik, mikroorganisme pathogen, klor dan sebagainya. Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan, produksi limbah cair dapat ditentukan kisarannya per hari. Limbah rumah sakit harus menjadi konsentrasi penuh bagi para pengelola mengingat dampaknya yang dapat bersifat multiplier. Hal ini dapat ditunjukkan kondisi pengelolaan limbah yang buruk seperti pembuangan limbah medis (misal: jarum suntik, botol infus, dan lain-lain) di TPA dapat membawa dampak negatif bagi masyarakat sekitar TPA, pemulung, pekerja daur ulang dan bahkan ketika sampah tersebut mengenai kucing dan anjing dimana binatang tersebut dapat menggigit manusia dan menularkan toksik yang ada di dalamnya. Maka dari itu, diperlukan pemaparan yang jelas mengenai limbah rumah sakit. Jenis-jenis limbah yang dihasilkan rumah sakit antara lain :

36 1. Limbah padat a) Sampah domestik (dapur, pengunjung, kantor, daun-daun), b) Sampah medik. 2. Limbah cair yang berasal dari buangan : a) Dapur, b) Laundry, c) Laboratorium, d) Radiologi, e) Rembesan tangki septic tank dari asrama, poliklinik rawat jalan dan rawat inap. Aspek-aspek yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan dan pengelolaan limbah cair adalah perilaku pembuangan limbah di peralatan saniter oleh petugas, pasien, pengunjung dan penunggu pasien. Selain itu, dana pembangunan unit pengolahan juga perlu diperhatikan agar efisien baik secara biaya maupun dalam upaya meminimisasi limbah. Fasilitas dari unit pengolahan juga perlu diperhatikan, misalnya fungsi pompa, blower ataupun filter. Tenaga kerja yang ditugasi untuk menangani limbah cair harus sudah mendapat pelatihan dan memakai alat pelindung diri dengan benar. Salah satu dampak dari limbah rumah sakit adalah pencemaran udara. Menurut Depkes RI (1996), pencemaran udara berasal dari : a) Debu dari pembakaran insinerator, b) Uap asam dari laboratorium, c) Uap air dari steam boiler, d) Asam dan karbon sisa pembakaran sampah,

37 e) Pengoperasian genset, boiler dan alat masak dapur. Berdasarkan sumbernya, limbah dapat dibedakan menjadi : a) Ruang rawat jalan (poliklinik, pengunjung dan karyawan), b) Ruang rawat inap (ruang perawatan, pelayanan khusus seperti UGD, dan kamar operasi), c) Ruang penunjang medis (apotek, laboratorium dan radiologi), d) Bangunan umum, perkantoran, kantin dan asrama. Sampah rumah sakit dibagi menjadi infeksius dan non infeksius. Sampah non infeksius masih dibagi menjadi sampah klinis dan non klinis. Sampah infeksius berupa plastik, jarum suntik, plasenta, organ tubuh dan limbah klinik lainnya seperti: perban, pembalut wanita, kapas, sampah laboratorium klinik. Sampah tersebut dikumpulkan di kantong plastik berwarna khusus, kemudian dibakar di insinerator. Sampah berupa jarum suntik dan benda-benda tajam lainnya sebaiknya dikumpulkan dalam kotak karton agar tidak melukai petugas kebersihan dan selanjutnya dibakar dalam insinerator. Perbedaan penanganan yang mendasar antara sampah infeksius dan non infeksius adalah waktu pemusnahannya. Sampah non infeksius dimusnahkan secara berkala ke dalam tempat penampungan sementara. Sedangkan sampah infeksius, sampahnya langsung diantar ke insinerator. Abu hasil pembakaran akan dikirim ke tempat penampungan sementara dan selanjutnya diangkut ke tempat penampungan akhir limbah di luar rumah sakit bersama sampah non infeksius. Limbah klinis dapat dibedakan menjadi limbah benda tajam, limbah infeksius, limbah sitotoksik, limbah farmasi, limbah kimia, limbah radioaktif dan limbah plastik. Limbah klinis dapat menimbulkan bahaya, baik dalam kadar

38 rendah maupun tinggi. Masing-masing jenis limbah memiliki karakteristik dan potensi bahaya yang berbeda-beda. Oleh karena itu, diperlukan penanganan yang tepat pada masing-masing kelompok limbah. Pembagian jenis limbah klinis beserta cara penanganannya dapat dilihat dalam Tabel 2. Tabel 2. Jenis Limbah Pengelompokkan Limbah Klinis dengan Potensi Bahaya dan Cara Penanganan Potensi Bahaya dan Cara Penanganan Limbah benda tajam Limbah infeksius Limbah sitotoksik Limbah farmasi Limbah kimia Limbah radioaktif Limbah plastik Dapat memotong atau menusuk kulit, cedera akibat sobekan atau tusukan,dan infeksi. Penanganannya dengan menempatkan limbah ke dalam kontainer benda tajam. Bahaya infeksi yang akan meningkat apabila limbah tersebut diinapkan maka harus cepat dimusnahkan (misal: dengan insinerator). Menyebabkan kontaminasi. Jika terjadi tumpahan perlu dibersihkan (dihapus) dengan segera dan dimusnahkan menggunakan insinerator. Dapat menyebabkan keracunan (konsumsi dari obat kadaluarsa). Penanganannya dengan memasukkan ke dalam wadah kontainer yang kuat dan bila dimungkinkan, hendaknya dibakar dengan insinerator. Menimbulkan efek kimia (misal : korosi, ledakan). Penanganan dengan dibuang bersama limbah umum (limbah tidak berbahaya), reklamasi dan daur ulang (limbah berbahaya). Dapat menyebabkan radiasi. Penanganan harus memenuhi standar BATAN. Pembakarannya dapat menghasilkan emisi udara yang

39 Sumber : Depkes, 1991 berbahaya (pencemaran udara). Penanganannya dengan pemisahan dan daur ulang Strategi Pengelolaan Limbah Setiap organisasi rumah sakit harus memiliki strategi pengelolaan limbah yang komprehensif dengan memperhatikan prinsip-prinsip yang ada. Strategi harus mengandung prosedur dalam pengelolaan limbah yang dihasilkan oleh pelayanan rawat inap di rumah sakit. Strategi yang ada harus dapat menjamin bahwa semua limbah dibuang dengan aman. Hal ini berlaku terutama untuk limbah medis yang dapat menimbulkan infeksi. Petunjuk praktis pengelolaan limbah harus disediakan untuk semua pekerja yang terlibat Beberapa aspek dalam strategi pengolahan limbah menurut Depkes (1991), adalah : 1. Pemisahan dan Pengurangan Limbah harus diidentifikasi dan dipilah-pilah. Pengurangan jumlah limbah hendaknya merupakan proses yang berkelanjutan. Pemilahan dan reduksi jumlah limbah klinis dan sejenisnya merupakan persyaratan keamanan penting untuk petugas pembuang sampah, petugas darurat dan masyarakat. Pemilahan dan pengurangan limbah hendaknya mempertimbangkan kelancaran penanganan dan penampungan limbah serta pengurangan jumlah limbah yang memerlukan perlakuan khusus. Pemisahan limbah berbahaya dari semua limbah pada tempat penghasil limbah adalah cara pembuangan yang baik. Limbah dimasukkan ke dalam kantong atau kontainer penyimpanan,

40 pengangkutan dan pembuangan guna mengurangi kemungkinan kesalahan petugas dalam penanganan limbah. 2. Penampungan Sarana penampungan limbah harus memadai. Penampungan diletakkan pada tempat yang tepat, aman dan higienis. Pemadatan adalah cara yang efisien dalam penyimpanan limbah yang dapat dibuang ke sanitary landfill. Akan tetapi pemadatan tidak boleh dilakukan untuk limbah benda tajam dan infeksius. 3. Standardisasi Kantong dan Kontainer Pembuangan Limbah Kantong untuk pembuangan limbah rumah sakit hendaknya menggunakan bermacam-macam warna untuk membedakan jenis sampah. Hal ini dapat mengurangi kesalahan dalam pemisahan sampah. Standar nasional dengan kode warna tertentu sangat diperlukan guna mengidentifikasi kantong dan kontainer limbah. Keberhasilan pemisahan limbah tergantung kepada kesadaran, prosedur yang jelas dan keterampilan petugas sampah di semua tingkat. Keuntungan keseragaman standar kantong dari kontainer limbah adalah mengurangi biaya dan waktu pelatihan staf, meningkatkan keamanan secara umum, baik pada pekerjaan di lingkungan rumah sakit dan di luar rumah sakit, pengurangan biaya produksi kantong dan kontainer. Standardisasi warna dan logo menurut Depkes (1996) digunakan untuk limbah infeksius, limbah sitotoksik dan limbah radioaktif. Hal ini bertujuan agar mudah dikenal dan berlaku secara umum. Limbah infeksius dengan kantong berwarna kuning, limbah sitotoksik dengan kantong berwarna ungu dan limbah radioaktif dengan kantong berwarna merah. Pada Tabel 3 akan

41 dijelaskan secara ringkas mengenai standardisasi warna dan logo kantong limbah infeksius, sitotoksik dan radioaktif. Tabel 3. Standardisasi Warna dan Logo Kantong Limbah Jenis Limbah Limbah infeksius Limbah sitotoksik Limbah radioaktif Sumber : Depkes RI, 1991 Warna dan Logo Kantong berwarna kuning dengan simbol biohazard Kantong berwarna ungu dengan simbol limbah sitotoksik (berbentuk sel dalam stadia telophase) Kantong berwarna merah dengan simbol radioaktif yang telah dikenal secara internasional Warna kantong limbah klinis yang diusulkan dan diupayakan agar mudah dikenal dan berlaku umum. Kantong dan kontainer limbah harus cukup bermutu dan terjamin agar tidak mudah sobek atau pecah pada saat penanganan dan tidak bereaksi dengan limbah yang disimpannya. Kantong limbah ini harus sama tebal dengan kantong limbah domestik. Perbedaan warna kantong untuk masingmasing jenis limbah dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Warna dan Kantong Limbah Klinis Berdasarkan Jenis Limbah Warna Kantong Hitam Kuning Kuning dengan strip hitam Biru muda atau transparan dengan strip biru tua Sumber : Depkes RI, Pengangkutan Limbah Jenis Limbah Limbah rumahtangga baisa (non-klinis) Semua jenis limbah yang akan dibakar Jenis limbah yang sebaiknya dibakar tetapi dapat juga dibuang ke sanitary landfill bila dilakukan pengumpulan seara terpisah dan pengaturan pembuangan Limbah untuk autoclaving (pengolahan sejenis) sebelum dibuang di pembuangan akhir

42 Pengangkutan limbah dibagi menjadi dua bagian yaitu, pengangkutan internal dan eksternal. Pengangkutan limbah internal dimulai dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau insinerator dalam on-site insinerator dengan menggunakan kereta dorong. Peralatan harus jelas dan diberi label, dibersihkan secara regular dan hanya digunakan untuk pengangkutan sampah. Setiap petugas dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus. Pengangkutan limbah klinis ke tempat pembuangan di luar rumah sakit memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat yang harus dilaksanakan oleh petugas terkait. Prosedurnya harus memenuhi peraturan angkutan lokal. Limbah klinis diangkut dengan kontainer khusus yang hanya digunakan untuk mengangkut limbah klinis dengan kontainer yang kuat, tidak bocor dengan dilengkapi oleh alat pengumpul kebocoran, mudah memuat dan membongkar serta mudah dibersihkan dan dicuci dengan deterjen. Ruang sopir didesain terpisah dari limbah agar terlindung bila terjadi kecelakaan. Kendaraan harus diberi kode atau tanda peringatan. Pembuangan limbah ini harus dilengkapi prosedur untuk mengatasi tumpahan pada saat kecelakaan. Air bekas cuci kendaraan harus dibuang secara tepat. Sopir harus dilatih melakukan prosedur pekerjaan ini dengan baik dan tepat. Pengecualian untuk staf medis, farmasi atau tenaga ahli yang membawa limbah klinis dalam jumlah terbatas ke pusat sarana pembuangan limbah dapat menggunakan kendaraan biasa. Limbah harus diberi label dengan jelas dan diidentifikasi. Bila memungkinkan menggunakan kontainer khusus atau dengan cara lain. Dinas

43 kebersihan atau kontraktor pengelola limbah dapat menyediakan pelayanan pengumpulan untuk institusi kecil seperti tempat praktik dokter atau poliklinik. 5. Metode Pembuangan Limbah klinis dibuang dengan menggunakan insinerator atau ke sanitary landfill. Metode yang digunakan tergantung pada faktor-faktor khusus sesuai dengan peraturan yang berlaku pada institusi dan aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap masyarakat. Kedua metode ini dapat digunakan bersamaan atau hanya salah satu. 6. Perlakuan sebelum Dibuang Reklamasi atau daur ulang untuk limbah kimia berbahaya hendaknya dipertimbangkan secara teknis dan ekonomi. Hal ini dapat digunakan dengan autoclaving atau disinfeksi dengan bahan kimia tertentu, sedangkan limbah infeksius dapat dibuang ke sanitary landfill. 7. Autoclaving Perlakuan terhadap limbah infeksius dilakukan dengan autoclaving. Limbah dipanasi dengan uap bertekanan tertentu. Masalah yang sering menjadi kendala adalah besarnya volume limbah atau limbah yang dipadatkan dan penetrasi uap secara lengkap pada suhu yang diperlukan sering tidak tercapai sehingga tujuan autoclaving (sterilisasi) tidak tercapai. Perlakuan dengan suhu tinggi pada periode singkat akan membunuh bakteri vegetatif dan mikroorgamisme lain yang dapat membahayakan penjamah limbah. Kantong limbah plastik sebaiknya tidak digunakan secara ulang karena bahan kantong tidak tahan panas dan akan meleleh selama autoclaving. Oleh sebab itu, sebaiknya digunakan kantong khusus untuk proses autoclaving.

44 Kantong tersebut mempunyai pita indikator yang menunjukkan kantong telah mengalami perlakuan panas yang cukup tinggi. 8. Disinfeksi dengan Bahan Kimia Disinfeksi adalah penghacuran mikroorganisme yang tidak terlalu spora. Selain itu, terdapat pula sterilisasi, yaitu penghancuran seluruh mikroorganisme termasuk spora. Pemilihan keduanya tergantung pada jenis yang memerlukan efisiensi untuk prosedur tersebut (Aqarwal, 2005). Peranan disinfektan pada institusi besar bersifat terbatas. Misalnya, digunakan setelah mengepel lantai atau membasuh tumpahan dan mencuci kendaraan limbah. Limbah inifeksius dalam jumlah kecil dapat diidisinfeksi dengan bahan kimia seperti hipoklorida atau permanganate. Cairan disinfeksi ini dapat diserap oleh limbah sehingga akan menambah bobot dan menimbulkan masalah dalam penanganan. 9. Insinerator Insinerator adalah alat yang digunakan untuk membakar. Proses pembakaran dilaksanakan dalam ruang ganda insinerator yang mempunyai mekanisme pemantauan secara ketat dan parameter pengenalan pembakaran. Kotak api atau insinerator domestik adalah ruang tunggal, pada ruangan ini biasanya proses pembakaran tidak terjadi secara lengkap dan suhu tidak dapat dikendalikan. Limbah combustible dapat dibakar bila tersedia insinerator yang tepat. Residu insinerator dapat dibuat ke sanitary landfill. Jenis residu yang mengandung pencemar logam berat harus dilakukan penanganan yang lebih cermat.

45 Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan insinerator adalah alasan ekonomi, sejarah atau alasan-alasan lain rumah sakit. Alasan-alasan tersebut tidak dapat dijadikan pengecualian dalam pemenuhan standar kualitas udara. Diperlukan prioritas sumberdaya dalam perbaikan sarana yang ada atau menggunakan sarana di luar rumah sakit untuk dapat memenuhi persyaratan emisi udara. 10. Sanitary Landfill Sanitary Landfill merupakan metode pembuangan limbah tradisional. Lokasi yang digunakan sekarang lebih merupakan tempat pembuangan terbuka yang memilki resiko terhadap manusia dan lingkungan. Lokalisasi yang terisolasi, dipagar dan jauh dari masyarakat, merupakan hal-hal yang perlu dipertimbangkan. Sanitary Landfill secara fisik berada di daerah lapisan padat agar mencegah perpindahan limbah ke dalam air tanah atau ke tanah dan sekitarnya dapat dilakukan dengan menggunakan lapisan kedap seperti tanah liat, aspal atau lapisan sintetis. Lokasi harus didaftar dan mendapat izin dari instansi yang berwenang. Operator harus mencatat setiap limbah yang dibuang. Apabila limbah sudah penuh, harus segera ditutup dengan tanah atau lapisan yang sesuai. Pemilihan lokasi harus memenuhi kriteria : sesuai dengan tata guna lahan, dekat dengan penghasil limbah, meterologi, penguapan tinggi, rasio hujan rendah, hidrogeologi, permukaan air tanah dalam dan terpisah oleh lapisan yang dapat ditembus air tanah. 11. Sistem Saluran Air Kotor Rumah sakit harus memanfaatkan sistem pengolahan air limbah yang memiliki sistem pengolahan air limbah perkotaan yang tersedia dan dijangkau

46 rumah sakit. Seringkali rumah sakit belum memiliki sistem limbah perkotaan dengan pertimbangan faktor-faktor efektivitas, kebutuhan lahan, biaya investasi, tingkat mekanisasi, biaya operasi dan pemeliharaan, serta energi listrik yang dibutuhkan. Namun untuk keamanan lingkungan, karyawan dan pasiennya, rumah sakit tersebut harus membangun dan memiliki sistem pengolahan air limbah. 12. Pelatihan Program pelatihan meliputi latihan dasar tentang prosedur penanganan limbah untuk semua tenaga kerja yang menangani limbah. Program pelatihan hendaknya ditinjau secara periodik dan diperbaharui bila perlu penerangan pokok dalam pelatihan antara lain mengenai biaya limbah klinis dan sejenisnya, prosedur aman untuk menangani limbah, tindakan yang diperlukan bila terjadi kecelakaan termasuk cara pelaporan kepada supervisor. Rumah sakit harus menunjuk seorang pejabat yang bertanggungjawab atas sistem pembuangan limbah secara efisien dan memenuhi persyaratan kesehatan dan keselamatan kerja Sistem Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit Teknologi pengolahan limbah medis yang sekarang jamak dioperasikan hanya berkisar antara masalah tangki septik dan insinerator. Keduanya sekarang terbukti memiliki nilai negatif besar. Tangki septik banyak dipersoalkan lantaran rembesan air dari tangki yang dikhawatirkan dapat mencemari tanah. Terkadang ada beberapa rumah sakit yang membuang hasil akhir dari tangki septik tersebut langsung ke sungai-sungai, sehingga dapat dipastikan sungai tersebut mulai mengandung zat medis (Suparmin, et.al. 2002). Menurut Depkes (1993) sistem pengolahan limbah cair yang sudah berjalan adalah:

47 1. Tangki septik. Tangki ini digunakan untuk menampung limbah cair dari kamar mandi, kakus, ruang bersalin dan ruang perawatan. Limbah cair ini ditampung untuk mendapatkan pengolahan/pembersihan yang lebih baik. 2. Sistem biologi aerobik. Sistem ini menggunakan udara yang berfungsi untuk mencerna zat organik dan zat anorganik. 3. Sistem biologi anaerobik. Sistem ini berkebalikan dengan proses aerobik. Biasanya proses anaerobik menggunakan penambahan peralatan seperti pompa limbah dan anaerobik filter. Bioreaktor sebagai Teknologi Pengolahan Limbah Cair Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) ini bertujuan untuk mengolah air limbah yang mengandung polutan yang mana dinyatakan dalam beban BOD, COD, TSS dan lain-lainnya. Bioreaktor memiliki 10 komponen, yaitu NSI Noggerath Automatic Screen, Grit Chamber, Equalisasi, Clarifier, Buffer Tank, Bioreaktor, Dosing Pump, Polishing Tank, Treated Water Tank dan Sludge Tank yang memiliki fungsi masing-masing. Berikut adalah fungsi dari komponen yang ada dalam bioreaktor. NSI Noggerath Automatic Screen NSI berfungsi untuk menyaring sampah/kotoran yang ikut ke dalam saluran air limbah. Sampah yang tersaring tersebut dikumpulkan, dikeringkan lalu dikompresi secara otomatis sehingga sampah yang keluar berupa sampah padat

48 yang kering. Sampah kering tersebut lalu ditampung pada kantong plastik dan kemudian dibakar di dalam insinerator. Grit Chamber Berfungsi sebagai bak pengendapan awal, sebelum masuk ke dalam bak equalisasi sebagai proses lanjutan untuk proses peruraian limbah secara areob. Equalisasi Bak Equalisasi berfungsi sebagai : - Penampung fluktuasi debit air limbah yang masuk. - Penampung macam-macam karakteristik dan sifat air limbah yang berbeda-beda. Bak equalisasi berisikan pompa equalisasi yang berfungsi memindah/mentransfer air limbah ke Clarifier Tank dan Submersible Aerator yang berfungsi untuk membantu proses aerasi. Pompa equalisasi didesain dengan kapasitas yang lebih besar dari kapasitas air limbah yang masuk, maka ada sebagian air limbah yang disirkulasikan kembali ke dalam Bak Equalisasi. Clarifier Clarifier berfungsi sebagai unit pemisah antara partikel-partikel atau padatan dengan air agar air yang keluar dari Clarifier terpisah antara air dan padatannya. Padatan yang terkumpul dalam bentuk lumpur akan turun ke dasar Clarifier yang berbentuk kerucut. Clarifier dilengkapi dengan Tube Settler yang berguna untuk mempercepat proses pembentukan endapan. Clarifier dilengkapi dengan Automatic Sludge Cleaning Systems, dimana lumpur yang terkumpul akan dialirkan ke Sludge Tank. Buffer Tank

49 Buffer Tank berfungsi sebagai bak penampung sementara, untuk selanjutnya dipompa ke dalam Bioreaktor. Buffer Tank berisikan pompa buffer yang berfungsi memindahkan/mentransfer air limbah ke Bioreaktor. Pompa buffer didesain dengan kapasitas yang lebih besar dari kapasitas air limbah yang masuk, maka ada sebagian air limbah yang disirkulasikan kembali ke dalam Buffer Tank. Bioreaktor Bioreaktor merupakan sistem pengolah limbah secara aerobik dengan menggunakan sistem Fixed Bed Cascade. Sistem ini terdiri dari sebuah reaktor dan di dalamnya terdapat elemen fixed bed yang berfungsi sebagai tempat berkembangbiaknya mikroorganisme. Mikroorganisme pembentuk film akan melekat, tumbuh dan berkembang pada permukaan elemen tersebut. Kemudian dari sisi bawah elemen fixed bed tersebut diaerasi dengan menggunakan blower untuk menciptakan suasana aerobik. Bioreaktor ditambahkan dengan cairan mikroorganisma saat dioperasikan. Organisme yang ditambahkan adalah jenis NOGGIES, yang merupakan mikroorgnisma pembentuk film. Mikroorganisme yang dimasukkan dalam reaktor akan tumbuh dalam waktu beberapa hari setelah ditambahkan makanan tambahan selama limbah belum dimasukkan, kemudian mikroorganisma tersebut akan membentuk lapisan film pada fixed bed sesuai dengan spesifikasi makanannya. Dosing Pump Berfungsi untuk menginjeksikan kaporit setelah bioreaktor, untuk mematikan bakteri-bakteri yang ada. Pengisian kaporit Konsentrasi : 3 mg/l

50 Kapasitas Calcium hypochloride Jadwal pengisian : 1000 liter : 17.5 kg : 14 hari Polishing Tank Berfungsi sebagai bak pengendapan terakhir dan bak khlorinasi sebelum masuk ke Treated Water Tank. Treated Water Tank Berfungsi sebagai bak penampung terkahir dan sebagian air didkembalikan ke bireaktor untuk mengurangi busa dengan menggunakan pompa spayer. Sludge Tank Berfungsi untuk menampung lumpur yang terkumpul dari bak Clarifier dan Polishing. Secara periodik, lumpur yang berada di dalamnya harus dibuang (SOP Bioreaktor RS. Telogorejo Semarang, 2001) Dampak Limbah Rumah Sakit terhadap Kualitas Lingkungan dan Kesehatan Menurut Depkes (1993), Limbah rumah sakit perlu diolah sebelum dibuang ke tempat pembuangan akhir agar tidak mencemari lingkungan. Adapun dampak yang timbul apabila limbah tidak diolah adalah : 1. Mencemari air permukaan, air tanah dan badan-badan air. 2. Mengganggu biota air.

51 3. Mengganggu estetika. 4. Terjadi pendangkalan pada sungai dan badan air. 5. Menyebabkan penurunan kesehatan dan kehilangan nyawa. 6. Menimbulkan kerugian ekonomi masyarakat. 7. Mengurangi kesejahteraan masyarakat. Zat-zat yang terdapat dalam limbah dapat menyebabkan dampak negatif bagi kualitas lingkungan. Terdapat tiga kategori polutan limbah yaitu, fisik, kimia dan biologis. Polutan fisik memiliki resiko lingkungan dan kesehatan yang terkait dengan limbah medis. Resiko tersebut dapat berupa pengaruh insenerasi terhadap kesehatan seperti iritasi mata dan saluran pernafasan sampai hujan asam dan juga cedera fisik yang dapat timbul karena tertusuk limbah benda tajam. Polutan kimia kemungkinan dapat bersifat karsinogenik dan cedera fisik seperti terbakar karena terkena bahan kimia yang mudah terbakar. Sedangkan polutan biologis dapat menyebabkan resiko terkena infeksi apabila limbah biologis memiliki dosis agen infeksi yang tinggi dan limbah. Resiko ini dapat terjadi pada pemulung dan anakanak yang ada di sekitar tempat pembuangan. Pada dasarnya, adanya limbah dapat memberi resiko dampak bagi semua orang yang ada di sekelilingnya termasuk pengunjung, masyarakat, pekerja kesehatan dan pemulung (Aqarwal, 2005) Upaya Meminimisasi Limbah Pengolahan limbah merupakan salah satu upaya untuk meminimisasi limbah baik dalam mengurangi jumlah, konsentrasi atau bahaya limbah, pasca produksi atau kegiatan, melalui proses fisika, kimia atau secara hayati. Minimisasi limbah meliputi upaya mengurangi limbah pada sumbernya dan upaya pemanfaatan limbah. Menurut Soemantojo (dalam Djunaedi, 2007), terdapat

52 beberapa cara dalam meminimisasi limbah, yaitu : 1. Reduksi pada sumbernya (source reduction) dilakukan dengan cara memilih bahan baku yang relatif aman, melakukan pengolahan bahan dan modifikasi bahan, operasi misalnya housekeeping, segregasi limbah, preventive maintenance, pengaturan kondisi operasi dan proses pengolahan, modifikasi proses dan perubahan produk. Berbagai cara yang digunakan untuk reduksi limbah pada sumbernya adalah (Hananto, 1999) : a) Housekeeping yang baik, usaha ini dilakukan oleh rumah sakit dalam menjaga kebersihan lingkungan dengan mencegah terjadinya ceceran, tumpahan atau kebocoran bahan serta menangani limbah yang terjadi dengan sebaik mungkin. b) Segregasi aliran limbah, yakni memisahkan berbagai jenis aliran limbah menurut jenis komponen, konsentrasi atau keadaanya, sehingga dapat mempermudah, mengurangi volume, atau mengurangi biaya pengolahan limbah. c) Pelaksanaan preventive maintenance, yakni pemeliharaan/penggantian alat atau bagian alat menurut waktu yang telah dijadwalkan. d) Pengelolaan bahan (material inventory), adalah suatu upaya agar persediaan bahan selalu cukup untuk menjamin kelancaran proses kegiatan, tetapi tidak berlebihan sehiugga tidak menimbulkan gangguan lingkungan, sedangkan penyimpanan agar tetap rapi dan terkontrol. e) Pengaturan kondisi proses dan operasi yang baik: sesuai dengan petunjuk pengoperasian/penggunaan alat dapat meningkatkan efisiensi.

53 f) Penggunaan teknologi bersih yakni pemilikan teknologi proses kegiatan yang kurang potensi untuk mengeluarkan limbah B3 dengan efisiensi yang cukup tinggi, sebaiknya dilakukan pada saat pengembangan rumah sakit baru atau penggantian sebagian unitnya. 2. Re-use atau penggunaan kembali adalah pemanfaatan limbah dengan jalan menggunakan kembali untuk keperluan yang sama atau fungsinya sama tanpa mengalami pengolahan atau perubahan bentuk. Contohnya, botol infus dapat digunakan kembali sebagai botol infus. 3. Daur ulang atau re-cycle adalah pemanfaatan kembali limbah melalui pengolahan secara fisik, kimiawi untuk menghasilkan produk yang sama atau produk lain. Contohnya, besi bekas dapat digunakan kembali untuk membuat barang berbahan besi. 4. Perolehan kembali adalah upaya pemanfaatan limbah dengan jalan memprosesnya guna memperoleh kembali salah satu komponen yang terkandung di dalamnya. Contohnya, pengambilan logam perak dari limbah. 5. Pemanfaatan kembali ataupun daur ulang limbah rumah sakit harus menggunakan teknologi yang benar-benar tepat. Apabila tidak, dapat dipastikan, kuman atau bibit penyakit yang menempel dan bersarang akan tetap hidup, yang selanjutnya menularkan kepada penggunanya. Apabila pengguna ini (misal : anak-anak) terkontaminasi lalu terjangkit penyakit HIV atau hepatitis melalui limbah medis, dalam puluhan tahun diasumsikan kualitas SDM remaja Indonesia menurun, belum lagi pengobatannya yang mahal. Bibit penyakit berupa kuman, virus HIV, dan

54 virus hepatitis bila strain ganas bukan lagi menyebabkan kualitas SDM menurun, bahkan menyebabkan maut Hubungan Minimisasi Limbah dengan Ekonomi Proses minimisasi limbah di rumah sakit bertujuan untuk memperbaiki kualitas lingkungan dan memberikan keuntungan ekonomis antara lain : 1. Mengurangi biaya investasi atau modal dan biaya operasi unit pengolah limbah yang dilakukan di rumah sakit yang bersangkutan. 2. Mengurangi biaya pengolahan limbah dan transportasi untuk pengolahan limbah di luar fasilitas rumah sakit. 3. Mengurangi biaya untuk perizinan, pemantauan, penegakan dan tanggap darurat. 4. Mengurangi biaya penanggulangan kerusakan lingkungan 5. Meningkatkan keuntungan karena penjualan atau pemanfaatan limbah. 6. Menjamin kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat karena terhindar dari kerugian yang dapat ditimbulkan dari limbah. Limbah yang merupakan eksternalitas negatif dari adanya suatu produksi atau kegiatan dapat diminimisasi dengan suatu pengolahan yang membutuhkan biaya. Biaya yang dikeluarkan untuk menutup eksternalitas negatif atau mengkompensasi kerusakan lingkungan yang mungkin terjadi disebut dengan External Cost. Biaya tersebut adalah biaya di luar biaya swasta (Private Cost) yang digunakan dalam menjalankan usaha. Dengan kata lain, keseluruhan biaya yang dikeluarkan oleh suatu unit usaha yang mencakup biaya eksternal disebut dengan biaya sosial (Sosial Cost). Besarnya biaya akan berubah sejalan dengan

55 adanya perubahan aktivitas produksi dari suatu unit usaha. Perubahan biaya tersebut adalah biaya marjinal. Gambar 1. Ilustrasi Besar Biaya Sosial Marjinal dan Biaya Privat Marjinal Sumber : Modul Kuliah Ekonomi Lingkungan Departemen ESL, IPB (2008) Sesuai dengan konsep biaya sosial yang lebih besar dari biaya swasta, besar Marginal Sosial Cost (MSC) juga lebih besar daripada Marginal Private Cost (MPC) karena merupakan penambahan MPC dengan MEC (Marginal External Cost). Hubungan antara MSC dan MPC dapat dilihat pada Gambar Pemanfaatan Limbah Pemanfaatan limbah akan sangat membantu dalam mengurangi jumlah limbah di lingkungan rumah sakit dan juga memberi nilai tambah pada limbah yang semula tidak mempunyai nilai ekonomis menjadi bahan yang mempunyai nilai ekonomis. Pelaksanaan pemanfaatan limbah dapat berlangsung di dalam ataupun di luar rumah sakit. Pemanfaatan limbah dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu, kegiatan 3R (reuse, recycle dan recovery) (DKSHE IPB, 2008). Limbah cair rumah sakit dalam bentuk air hasil olahan dapat digunakan kembali. Air hasil olahan dapat dipergunakan untuk menyiram tanaman dan

56 mencuci mobil serta endapannya dapat dijadikan batu bata. Selain itu, air hasil olahan dapat dijadikan pengisi kolam ikan hias atau membuat ternak ikan non konsumtif seperti ikan hias dan ikan sapu-sapu. Sampah (limbah padat) rumah sakit tidak bisa dimanfaatkan seluruhnya. Hanya sampah non-infeksius yang dapat dimanfaatkan, misalnya sampah tersebut dijadikan kompos untuk dijual sebagai pupuk tanaman. Pemanfaatan sampah infeksius rumah sakit tidak diperkenankan karena mengandung bahan-bahan yang dapat membahayakan penggunanya. Oleh karena itu, sampah infeksius harus selalu dimusnahkan Kendala dalam Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Menurut Djunaedi (2007), kendala dalam pengelolaan limbah rumah sakit adalah : a. Terbatasnya lahan yang tersedia merupakan salah satu kendala dalam pengolahan limbah. Hal ini ditentukan oleh lokasi lahan baik di perkotaan atau pedesaan, jarak dengan sumber limbah dan penataannya. b. Dampak terhadap lingkungan yang dapat menjadi hambatan dalam pencapaian target pengelolaan limbah. c. Dampak kesehatan yang timbul akibat zat pencemar yang berasal dari fasilitas pengolahan limbah. d. Keterbatasan sumberdaya manusia yang dapat mengolah limbah dan yang memberikan pelatihan. e. Keterbatasan alat, bahan dan teknologi yang dapat mempengaruhi pencapaian target pengelolaan limbah. f. Masalah pendanaan dalam penyelenggaraan pengelolaan limbah.

57 2.10. Persepsi Persepsi adalah suatu proses dengan mana seseorang mengorganisasikan dalam pikirannya, menafsirkan, mengalami dan mengolah pertanda atau gejala sesuatu yang terjadi di lingkungannya. Bagaimana segala sesuatu tersebut mempengaruhi persepsi seseorang natinya akan mempengaruhi perilaku yang dipilihnya. Persepsi dapat diartikan sebagai tanggapan, pendapat yang mengandung unsur penilaian seseorang terhadap objek dan gejala berdasarkan pengalaman dan wawasan yang dimilikinya (Hammaer dan Organ dalam Syaf, 2005). Hal-hal yang mempengaruhi persepsi dibagi menjadi dua, yaitu internal dan eksternal. Faktor internal meliputi: kecerdasan, minat, emosi, pendidikan, pendapatan, kapasitas alat indera dan jenis kelamin. Sedangkan faktor eksternal meliputi : pengaruh kelompok, pengalaman masa lalu dan perbedaan latar belakang sosial budaya. Persepsi individu dibatasi oleh (1) perbedaan pengalaman, motivasi dan keadaan; (2) perbedaan kemampuan alat indera; (3) perbedaan sikap, nilai dan kepercayaan. Perbedaan tersebut selanjutnya mempengaruhi perbedaan respon seperti kecenderungan memandang sesuatu yang sesuai dengan sikap, nilai-nilai dan kebutuhan seseorang, kecenderungan hanya menerima stimulus yang konsisten dengan sikap, nilai dan kepercayaan dan kecenderungan untuk mengingat pesan yang sesuai dengan sikap, nilai dan kepercayaan. Proses pemahaman terhadap rangsang atau stimulus yang diperoleh oleh indera menyebabkan persepsi terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu persepsi visual, auditori, perabaan, penciuman, dan pengecapan.

58 2.11. Penelitian Terdahulu Djunaedi (2007), melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui efektivitas IPAL dalam pengolahan limbah cair, hubungan kinerja pengelolaan limbah dengan kualitas limbah rumah sakit dan meramalkan parameter-parameter limbah yang harus dipantau dalam masa yang akan datang. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah efektivitas IPAL, cost-effectiveness, dan principal component analysis (PCA). Penelitian ini dilakukan di berbagai rumah sakit kelas A, B, C dan D di Jakarta. Hasil dari penelitian tersebut adalah tingkat efektivitas IPAL rumah sakit di Jakarta bervariasi dan secara umum tidak efektif dalam menurunkan parameter pencemar. Djunaedi mengungkapkan bahwa parameter limbah yang ada dalam KepMen No.58./MenLH/12/1995 harus tetap dipantau. Hasil analisis dalam menduga hubungan antara kinerja pengelolaan limbah dengan kualitas limbah menunjukkan bahwa tidak sepenuhnya kinerja pengelolaan limbah berhubungan dengan kualitas limbah yang dihasilkan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di empat kelas rumah sakit di Jakarta, masing-masing kelas rumah sakit tersebut memiliki ketidak-efektifan dalam pengolahan limbah cair pada parameterparameter tertentu dan tidak selalu sama antara satu rumah sakit dengan yang lainnya.

59 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Aktivitas Rumah Sakit sebagai Penghasil Limbah Rumah Sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang potensial menimbulkan dampak negatif pada lingkungan. Seperti halnya sektor industri, kegiatan rumah sakit berlangsung 24 jam sehari dan melibatkan berbagai aktivitas orang banyak sehingga potensial dalam menghasilkan sejumlah besar limbah. Limbah yang dihasilkan tersebut terdiri dari berbagai bentuk dan jenis yang berasal dari aktivitas medis maupun non medis; padatan, cairan maupun gas. Limbah rumah sakit terutama yang berasal dari aktivitas medis berpotensi besar menurunkan kualitas lingkungan, baik lingkungan rumah sakit maupun lingkungan sekitarnya. Rumah sakit juga merupakan tempat yang sangat potensial bagi transmisi dari berbagai agen penyakit yang ada di rumah sakit yang dapat menginfeksi ke pasien, para pegawai rumah sakit, maupun pengunjung rumah sakit. Berkaitan dengan hal tersebut, berbagai kebijaksanaan pemerintah pusat maupun daerah dalam bidang pengelolaan lingkungan yang tertuang dalam peraturan dan perundang-undangan serta berbagai program lingkungan, selalu melibatkan rumah sakit sebagai sumber pencemar yang harus dikelola dengan baik dan benar (Yayasan Pelangi Indonesia, 2002) Uji Nilai Tengah Uji nilai tengah digunakan untuk menguji hipotesis dari suatu populasi, bahwa nilai tengah populasinya (misal: µ) sama dengan nilai tertentu (misal: µ 0 )

60 dan lawan hipotesis alternatifnya bahwa nilai tengah populasi itu tidak sama dengan µ 0, artinya akan diuji : H 0 : µ = µ 0 H 1 : µ µ 0 Statistik yang dapat digunakan dalam kriteria uji ini adalah varaibel acak x. Dapat ditentukan dua wilayah kritik x 1 dan x 2 dengan mengambil taraf nyata sebesar α, sedemikian sehingga x 1 x x 2, merupakan wilayah penerimaan dan kedua ekor sebarannya x < x 1 dan x > x 2, menyusun wilayah kritiknya. Jika jumlah n < 30 dan tidak memiliki ragam, maka uji nilai tengahnya menggunakan uji-t. Dengan kasus yang dirubah dari kondisi semula, yaitu : H 0 : µ 1 = µ 2 H 1 : µ 1 > µ 2 Maka, nilai kritik tersebut dapat diucapkan dalam nilai t melalui rumus : t S p x 1 x 2 d 0 1/ n 1/ n 1 2 dengan derajat bebas : v n 1 n - 2 asumsi, tetapi tidak diketahui Keterangan : x n : nilai rata-rata x 1 d 0 : bilangan bulat v : derajat bebas n : banyaknya nilai : ragam Bila x jatuh pada wilayah kritik t > t α, maka dapat disimpulkan bahwa µ 1 = µ 2 dan terima H 0, berlaku sebaliknya Cost-Effectiveness Analysis Menurut Dixon dan Sherman (1990), cost-effectiveness analysis adalah suatu teknik dari analisis proyek yang mengestimasi manfaat dan fokus pada

61 konsep least-cost dalam rangka mencapai suatu tujuan. Pendekatan ini umumnya digunakan untuk proyek sosial dan lingkungan dimana manfaat dalam mencapai tujuan sulit untuk dinilai atau sukar diidentifikasi. Cost-effectiveness analysis adalah bentuk dari analisis ekonomi yang membandingkan biaya pengeluaran dan manfaat yang dihasilkan dari dua kegiatan atau lebih. Analisis ini sering digunakan saat analisis biaya manfaat tidak dapat dilakukan secara penuh. Dalam ekonomi kesehatan, Cost-effectiveness analysis digunakan dalam kegiatan terapi atau pencegahan terhadap suatu hal (misal : limbah), yang merupakan rasio antara biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan tersebut terhadap ukuran relevan dari efek yang dihasilkan 16. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Weinstein et.al. (1996) yang memformulasikan cost effectiveness ratio sebagai keseluruhan pengeluaran sumberdaya dalam sektor kesehatan (diukur dalam satuan moneter) dibandingkan dengan kemajuan yang terjadi dalam sektor kesehatan (diukur dalam satuan nonmoneter). Sehingga dapat dikatakan bahwa cost effectiveness ratio adalah perbandingan biaya keseluruhan dengan beneficiaries yang dihasilkan. Berdasarkan perbandingan tersebut akan didapatkan angka yang mengindikasikan rasio efektivitas biaya dari masing-masing kegiatan (dalam Hutton, 2000). Efektivitas biaya merupakan ukuran lain dalam kelayakan ekonomi dan finansial dari suatu kegiatan. Efektivitas biaya dapat berarti mencapai tujuan dengan biaya yang minimal. Dalam hal ini, semua upaya yang dapat dianggap mencapai tujuan dibandingkan dalam hal biaya yang dikeluarkan. Salah satu yang 16 Cost Effectiveness Analysis diakses melalui Cost-effectiveness_ analysis pada tanggal 20 Februari 2009

62 paling sedikit memerlukan biaya itulah yang paling tinggi efektif biayanya (Patton, 1986 dalam Djunaedi, 2000) Regresi Linear Sederhana Suatu variabel yang bersifat tak bebas (y) dapat dipengaruhi oleh variabel lain yang bersifat bebas (x)., Konsep regresi dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Hubungan linear tersebut dapat digambarkan dalam persamaan berikut : Y = a + bx dimana a adalah intersep dan b adalah kemiringan (gradien). Lambang Y digunakan di sini untuk membedakan antara nilai ramalan yang dihasilkan garis regresi dengan pengamatan y sesungguhnya untuk nilai x tertentu. Penentuan a dan b agar jumlah kuadrat galat (JKG) minimum atau dengan kata lain kesalahan yang terjadi minimum, maka dapat digunakan kalkulus diferensial. Bila diberikan data contoh {(xi,yi); i = 1,2,,n}, maka nilai dugaan kuadrat terkecil bagi parameter dalam garis regresi Y = a + bx Dapat diperoleh dari rumus : b n n x y i i i i 1 i 1 i 1 n n 2 2 n xi xi i 1 i 1 n x n y i dan, a y bx

63 Keterangan: y = nilai y rata-rata dari pengamatan x = nilai x rata-rata dari pengamatan Pengujian kebaikan model, dapat dihitung dengan koefisien determinasi (R-sq), yaitu: R 2 y n n n 2 yi - a yi - b i 1 i 1 i 1 xi yi (Walpole, 1982) 2 n 1 s y R-sq dapat menunjukkan proporsi keragaman total nilai-nilai peubah y yang dapat diterangkan oleh model yang digunakan. Semakin tinggi nilai R-sq, maka semakin baik model tersebut. Misalnya nila R-sq adalah sebesar 0.8, artinya model tersebut dapat dijelaskan oleh x sebesar 80 persen dan sisanya dijelaskan oleh faktor lain Kerangka Pemikiran Operasional Selama ini masalah limbah masih merupakan masalah lingkungan yang perlu dicarikan jalan keluar yang tepat. Pengolahan limbah yang tidak sesuai baik dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dapat menyebabkan inefisiensi. Jika dikaitkan dengan biaya, adanya inefisiensi pengelolaan limbah dapat meningkatkan biaya lingkungan yang akan menjadi tanggungjawab rumah sakit. Penelitian ini bermula dari permasalahan yang sering terjadi dalam pengelolaan limbah, yaitu permasalahan yang akan timbul apabila limbah tidak dikelola dengan baik dan tepat. Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem pengelolaan limbah. Awal kajian dari penelitian ini adalah melihat dan menganalisis secara deskriptif keragaan pengelolaan limbah rumah sakit, bagaimana pembagian divisi pengelolaan limbah padat dan cair sampai mekanisme pengelolaan. Setelah itu, kajian dilanjutkan dengan meneliti efisiensi

64 dari pengolahan limbah cair dengan menggunakan IPAL. Efisiensi kinerja IPAL secara keseluruhan dapat digambarkan dengan membandingkan kualitas limbah setelah diolah (outlet) dengan yang sebelum diolah (inlet). Rumus yang digunakan adalah rumus efisiensi (Soeparman dan Suparmin, 2001) pada halaman 57. Selain itu, uji-t juga digunakan dalam membandingkan nilai inlet dan outlet serta pencapaian nilai outlet terhadap standar baku mutu pada masing-masing parameter. Optimalisasi pengelolaan limbah juga perlu memperhatikan keseluruhan biaya pengelolaan yang nantinya dapat dijadikan pertimbangan penetapan tarif rumah sakit. Hal tersebut terkait dengan biaya pengelolaan limbah cair yang dapat dibebankan pada pasien kelas tertentu. Penetapan biaya pengelolaan limbah cair dihitung dengan menggunakan konsep Unit Daily Cost. Selain itu, dalam penelitian ini juga akan dibahas mengenai biaya efektif dalam penurunan per satuan parameter limbah dengan menggunakan konsep cost-effectiveness. Hal ini bertujuan untuk mengetahui biaya efektif dalam menurunkan konsentrasi dalam setiap parameter limbah. Secara umum, kualitas limbah dipengaruhi oleh aspek-aspek penting dalam prosedural dan kinerja pengelolaan, baik dari sisi performa SDM maupun kemampuan teknologinya ataupun faktor lain yang mempengaruhi seperti biaya. Hal tersebut akan dianalisis dengan melihat seberapa besar pengaruh aspek-aspek penting dalam prosedural dan kinerja terhadap kualitas limbah yang dihasilkan. Namun, karena hanya faktor biaya yang dapat mengalami perubahan dan penelitian ini lebih menekankan pada sudut pandang ekonomi saja, maka analisisnya hanya mengamati pengaruh biaya terhadap kinerja IPAL yang

65 ditunjukkan dengan penurunan konsentrasi parameter limbah. Biaya yang diamati pengaruhnya adalah biaya penurunan per parameter limbah yang menunjukkan keefektifan biaya. Analisis mengenai sejauhmana pengaruh antar kedua variabel tersebut menggunakan analisis regresi linear sederhana. Hal yang dapat dijadikan bahan tambahan untuk pertimbangan dalam kelangsungan pengelolaan limbah rumah sakit adalah penilaian masyarakat sekitar rumah sakit mengenai limbah yang dihasilkan rumah sakit terutama mengenai pengelolaan limbah rumah sakit. Hasil dari survey terhadap masyarakat dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi feedback kepada pengembangan sistem pengelolaan limbah rumah sakit pada khususnya dan pengelolaan limbah untuk kesehatan lingkungan pada umumnya. Secara grafis, alur pemikiran dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 2.

66 Permasalahan pengelolaan limbah RS. Telogorejo Penurunan kadar pencemar parameter limbah Pemilihan dan strategi pengelolaan limbah Respon masyarakat sekitar sekitar RS. mengenai Telogorejo limbah Sistem pengelolaan limbah Penilaian masyarakat Limbah padat Limbah cair Non klinis Klinis Infeksius IPAL Biaya Dinas Kebersihan Insinerator (subkontrak) Analisis deskriptif Kualitas limbah cair Baku mutu limbah cair (Perda) Efisiensi; penetapan tarif; biaya efektif; pengaruh biaya; hubungannya dengan masyarakat Rekomendasi Uji t, Regresi linear dan cost-effectiveness Deskriptif Kuantiatif Gambar 2. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Operasional

67 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di RS. Telogorejo Semarang. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit tipe B yang telah memiliki sistem pengelolaan limbah, baik cair maupun padat. Selain di RS. Telogorejo Semarang, penelitian juga dilaksanakan di kawasan perumahan penduduk sekitar, yaitu warga Jalan Anggrek, Semarang Tengah. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari dan Maret Jenis dan Sumber Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder. Data sekunder yang dikumpulkan berupa: penilaian pengelolaan limbah yang telah dilakukan dalam penelitian di bidang kesehatan lingkungan, peraturan atau perundang-undangan mengenai limbah, kondisi umum RS. Telogorejo Semarang dan kawasan Anggrek, pengelolaan limbah di RS. Telogorejo Semarang, uji laboratorium inlet dan outlet limbah RS. Telogorejo dan keseluruhan biaya pengelolaan limbah. Data sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Semarang dan Provinsi Jawa Tengah dan penelitian terdahulu yang terkait. Sedangkan data primer yang diambil adalah respon warga Anggrek RT 06/ RW V Semarang terhadap pengelolaan limbah RS. Telogorejo Semarang serta dampak yang mereka rasakan Metode Pengumpulan Data Penelitian dilakukan dengan mempelajari pengelolaan limbah rumah sakit di RS. Telogorejo Semarang. Pokok utama yang diteliti adalah pengelolaan

68 limbah secara keseluruhan, IPAL dan penilaian masyarakat sekitar rumah sakit. Secara umum, data yang diambil dalam penelitian mengenai pengelolaan limbah ini mencakup: nama rumah sakit, alamat, status, kelas, luas, jumlah tempat tidur, prosedur pengelolaan limbah, unit pelayanan dan unit pengelolaan limbah yang dimiliki serta luas unit pengolahan limbah cair. Mengenai IPAL, data diambil dengan menggunakan data sekunder dari analisis laboratorium yaitu hasil uji laboraturium terhadap inlet dan outlet limbah cair serta biaya yang diperlukan dalam pengolahan limbah cair. Teknik wawancara secara mendalam dengan Sanitarian RS. Telogorejo dilakukan untuk mendapatkan informasi yang lebih jelas. Data yang diambil mengenai kajian unit pengolahan limbah cair mencakup: tahun pendirian, biaya instalasi, tipe unit pengolahan limbah buatan dan metodenya, biaya operasional, waktu pemeriksaan, kualitas limbah, tempat buangan limbah rumah sakit, sumber air bersih yang dapat digunakan, cara daur ulang, disinfektan, alur pengumpulan, pengangkutan, pembuangan jarum suntik, jaringan tubuh, kasa, bahan infeksius dan limbah laboratorium. Data hasil uji laboratorium limbah yang digunakan adalah inlet (sebelum memulai IPAL) dan outlet (setelah melalui IPAL). Data tersebut berupa data sekunder yang ada di BLH Kota Semarang dan RS. Telogorejo. Analisis laboratorium terhadap sampel limbah cair meliputi parameter yang mengacu pada Perda Prov. Jateng/10/2004, yang terdiri atas Total Suspended Solid (TSS), BOD 5, COD, NH 3 bebas, dan Phosphat. Standar baku mutu mengenai parameterparameter tersebut terdapat dalam Tabel 1 pada halaman 7.

69 Data mengenai pandangan masyarakat terhadap pengelolaan limbah diambil dengan survey menggunakan kuesioner yang mencakup: nama responden, umur, pekerjaan, pendidikan, lama menetap, pendapatan, pengetahuan tentang limbah rumah sakit dan dampaknya, jarak rumah dengan rumah sakit, merasa bau atau tidak terhadap limbah dari rumah sakit, perasaan terganggu atau tidak, mengetahui atau tidak adanya pengolahan limbah rumah sakit, merasa ada efek positif atau tidak dari pengolahan tersebut dan penilaian masyarakat terhadap pengelolaan limbah rumah sakit. Jumlah rumahtangga yang tinggal di sekeliling gedung RS. Telogorejo adalah 52 dan jumlah responden dalam survey ini adalah sebanyak 40 rumahtangga yang diambil secara acak. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Hal ini dikarenakan pengambilan responden dilakukan dengan memilih rumahtangga secara sengaja (dengan kriteria tertentu) untuk dijadikan sampel. Kriteria tertentu yang dimaksud adalah rumahtangga yang bertempat tinggal di samping RS. Telogorejo dan sejauh ini pernah mencium bau tak sedap dari RS. Telogorejo. Selain itu, penentuan sampel tersebut merupakan rekomendasi dari Ketua RW setempat Analisis Data Keragaan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengetahui deskripsi pengelolaan limbah rumah sakit yang dihasilkan. Masing-masing dari keragaan IPAL di bagian sanitasi dalam mengolah limbah cair dan penanganan limbah padat di bagian housekeeping rumah sakit akan dikaji secara jelas. Hal ini dimaksudkan

70 untuk mengetahui keragaan pengelolaan limbah secara umum. Analisis yang digunakan dalam tahap ini adalah analisis deskriptif Evaluasi Pengelolaan Limbah Cair IPAL Rumah Sakit. Kemampuan fisik IPAL rumah sakit akan dianalisis dalam mengolah limbah cair yang dihasilkan berdasarkan kualitas limbah cair yang dihasilkan. Hasil dari tahap ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam meningkatkan pengelolaan IPAL di kemudian hari sebagai masukan dalam pengembangan rumah sakit termasuk perencanaan pengembangan IPAL. Selain itu, nilai efisiensi juga dapat dijadikan bahan pembanding terhadap keseluruhan biaya yang telah dikeluarkan untuk mengelola limbah cair. Kemampuan fisik IPAL rumah sakit dievaluasi dengan membandingkan kualitas setiap kadar parameter pencemar limbah rumah sakit sebelum (inlet) dan sesudah masuk IPAL (outlet) menggunakan uji-t pada taraf nyata lima persen. Beban IPAL dihitung berdasarkan tingkat efisiensi, kapasitas IPAL, beban limbah nyata atau beban pencemaran, dan pencapaian baku mutu limbah cair yang berpedoman pada metode yang dikemukakan oleh Soeparman dan Suparmin (2001). (parameter inlet - parameter Efisiensi parameter inlet Tingkat efisiensi IPAL dikelompokkan sebagai berikut: - Sangat efisien : x > 80% - Efisien : 60% < x 80% - Cukup efisien : 40% < x 60% - Kurang efisien : 20% < x 40% - Tidak efisien : x 20% outlet) x100%

71 (parameter inlet - parameter outlet) x debit limbah Kapasitas x kg/hari 1000 (parameter outlet x debit limbah) Beban Pencemaran x kg/hari 1000 Hasil dari Beban Pencemar Aktual (BPA) dibandingkan dengan Beban Pencemaran Maksimum (BPM) yang dihitung dengan menggunakan standar baku mutu pada masing-masing parameter. (2 x BM parameter)- parameter outlet Pencapaian target BMLC BM parameter x 100% Standar target pencapaian BMLC adalah sebagai berikut: - 0 < BMLC < 99 pencapaian di atas baku mutu - BMLC = 100 pencapaian sama dengan baku mutu < BMLC < 200 pencapaian di bawah baku mutu Keterangan: BM = Baku Mutu BMLC = Baku Mutu Limbah Cair Selain standar efisiensi yang dikemukakan dalam pedoman tersebut, efisiensi pengolahan limbah cair juga dapat dikelompokkan menurut kategori yang dikemukakan oleh Metcalf & Eddy (1991). Efisiensi pengolahan limbah cair berdasarkan unit operasi dan unit pengolahan limbah dapat dilihat pada Tabel 5. Dalam penelitian ini, kategori efisiensi yang digunakan adalah kategori untuk jenis unit pengolahan activated sludge (lumpur aktif). Data yang digunakan berupa data series dengan mengambil sampel outlet yang diuji di laboratorium selama 36 bulan. Nilai yang dimasukkan dalam perhitungan adalah nilai rata-rata. Data inlet yang digunakan dalam penelitian ini

72 hanya berupa satu titik. Hal ini dikarenakan perbedaan konsentrasi limbah pada inlet tidak terlalu berbeda dari waktu ke waktu sehingga diasumsikan tetap 17. Tabel 5. Efisiensi Pengolahan Limbah Cair Berdasarkan Unit Operasi dan Unit Pengolahan Limbah Jenis Unit efisiensi (%) Pengolahan BOD COD TSS Primary Treatment Chemical Processes Biological Processes Activated Sludge Oxydation Ditch Trickling Filter RBC Sumber: Metcalf & Eddy (1991) Penggunaan uji-t pada penelitian ini dimaksudkan untuk membandingkan nilai rataan baku mutu limbah dengan dua perlakuan, yaitu tanpa pengolahan (memakai nilai inlet) dan dengan pengolahan (memakai nilai outlet). Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah dengan adanya pengolahan nilai outlet akan berada di bawah nilai inlet. Uji-t dilakukan dengan menggunakan statistik t-paired pada software Minitab 14. Notasi yang digunakan dan artinya: x 1n = inlet parameter n dan x 2n = outlet parameter n Penentuan H 0 dan H 1 untuk setiap parameter: H 0 : µ 1 = µ 2 H 1 : µ 1 > µ 2 jika t hit > t α (Walpole, 1982) Dimana: 17 Keputusan Sanitarian, HS RS. Telogorejo Semarang, 2009

73 µ 1n = nilai rataan parameter n tanpa perlakuan µ 2n = nilai rataan parameter n dengan perlakuan Selain membandingkan nilai rataan baku mutu limbah pada inlet dan outlet, pada penelitian ini dilakukan pula pengujian nilai tengah untuk mengetahui apakah hasil pengolahan limbah rumah sakit memenuhi standar baku mutu yang telah disyaratkan. Data yang digunakan dalam pengujian ini adalah sama dengan pengujian statistik sebelumnya, yaitu 36 hasil outlet dari uji laboratorium. Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah nilai outlet masing-masing parameter akan berada di bawah standar baku mutunya. Misalkan, nilai outlet BOD yang dihasilkan apakah sudah memenuhi standar baku mutunya, yaitu 30 mg/l. Uji statistik yang digunakan adalah 1-sample t pada software Minitab 14. Notasi yang digunakan dan artinya: x n = nilai outlet parameter n Penentuan H 0 dan H 1 untuk setiap parameter akan ditunjukkan pada Tabel 6 dimana hipotesis setiap parameter disesuaikan dengan standar baku mutu masingmasing parameter. Tabel 6. Penentuan H 0 dan H 1 untuk Uji Nilai Tengah Pencapaian Standar Baku Mutu Masing-masing Parameter Hipotesis BOD COD TSS NH 3 PO 4 H 0 µ 30 µ 80 µ 30 µ 0.1 µ 2 H 1 µ < 30 µ < 80 µ < 30 µ < 0.1 µ < Unit Daily Cost Unit Daily Cost (UDC) adalah rata-rata biaya pengelolaan limbah cair yang dikeluarkan per harinya dibagi dengan jumlah kamar pasien (Djaja, et.al. 2006). Biaya pengelolaan limbah cair adalah biaya yang dikeluarkan dalam

74 keseluruhan proses pengolahan limbah cair, mencakup biaya instalasi serta biaya operasional dan pemeliharaan. Setelah mengidentifikasi keseluruhan biaya yang dibutuhkan dalam pengelolaan limbah cair, nilai biaya tersebut dibagi dengan kapasitas tempat tidur rumah sakit. UDC dapat dijadikan salah satu jenis biaya yang dapat dibebankan pada pasien kelas tertentu. Konsep ini diharapkan dapat membantu rumah sakit untuk tetap mempertahankan keuntungannya dan meningkatkan kinerja pengelolaan limbah cair Biaya Efektif dalam Penurunan Baku Mutu setiap Parameter Limbah Cair Sama halnya dengan perhitungan UDC, sebelum menghitung biaya efektif, yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi keseluruhan biaya pengelolaan limbah cair. Perhitungan biaya pengelolaan IPAL dapat dipergunakan untuk menentukan strategi dalam mengurangi biaya pengelolaan IPAL pada khususnya dan biaya pengelolaan rumah sakit pada umumnya. Manfaat yang diharapkan dari pengolahan limbah cair dengan menggunakan IPAL adalah berkurangnya konsentrasi dari parameter-parameter yang terdapat pada limbah. Kualitas limbah ditentukan oleh konsentrasi dari setiap parameter. Konsep efektivitas biaya dapat membantu mengidentifikasi biaya penurunan dari masingmasing parameter yang paling efektif dalam pengolahan limbah cair melalui IPAL. Rasio efektivitas biaya dalam penelitian ini ditunjukkan oleh keseluruhan biaya pengelolaan limbah cair yang dibandingkan dengan manfaat yang dihasilkan dalam pengelolaan tersebut. Manfaat yang dihasilkan adalah penurunan konsentrasi pada masing-masing parameter limbah yang diamati. Nilai rasio yang paling kecil menunjukkan efektivitas biaya yang paling baik. Rasio efektivitas

75 biaya dalam ilmu kesehatan lingkungan khususnya dalam manajemen limbah ditunjukkan dengan rumus biaya penurunan per satuan parameter. biaya penurunan per mg parameter biaya pengolahan per liter biaya pengolahan per liter penurunan per mg parameter per liter biaya total/hari debit limbah rata - rata/hari biaya total pengolahan IPAL biaya instalasi biaya biaya lain - lain operasional dan pemeliharaan (Djaja, 2006) Keterangan: parameter yang diamati adalah BOD, COD, TSS, NH 3 dan PO 4. Seluruh jenis biaya yang dipakai dalam penelitian ini adalah biaya instalasi yang dibagi dengan umur ekonomis IPAL, biaya operasional dan pemeliharaan rutin selama tiga tahun, yaitu dari Januari 2005 sampai dengan Desember Data konsentrasi limbah pada masing-masing parameter menggunakan rataan inlet dan 36 sampel outlet. Efektivitas biaya penurunan parameter limbah ditunjukkan dengan membandingkan biaya penurunan pada masing-masing parameter yang merupakan rasio efektivitas biayanya. Hasil olah data akan terlihat biaya penurunan parameter yang efektif diantara parameter lainnya Analisis Pengaruh Biaya Penurunan Per Satuan Parameter dengan Kualitas Limbah Cair Rumah Sakit Analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel bebas (x n = biaya penurunan per satuan parameter n) terhadap variabel tak bebas (y n = penurunan konsentrasi parameter n dari limbah cair). Alat analisis yang digunakan adalah regresi linear sederhana. Persamaan regresinya adalah: y n = a+bx n

76 Keterangan: y n = nilai dugaan untuk penurunan konsentrasi parameter n (dalam mg/l) x n = biaya penurunan per satuan parameter n (dalam Rupiah) a = intersep (bilangan konstan) b = koefisien variabel x atau gradien Data yang diambil dalam analisis ini adalah data series selama 36 bulan, yaitu biaya penurunan per satuan parameter limbah rumah sakit sebagai x n dan penurunan konsentrasi parameter limbah yang menunjukkan kinerja IPAL. Kedua data tersebut diolah dengan menggunakan keseluruhan data biaya pengelolaan IPAL dan uji laboratorium inlet dan outlet limbah pada bulan Januari 2005 sampai dengan Desember Parameter limbah yang diamati mengacu pada Perda Prov. Jateng/10/2004 yang terdiri dari BOD, COD, TSS, NH 3 dan PO Penilaian Masyarakat terhadap Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Penilaian masyarakat sekitar rumah sakit terhadap pengelolaan limbah rumah sakit diperoleh dengan cara wawancara kepada 40 rumah tangga yang bertempat tinggal di kawasan perumahan Anggrek, Semarang Tengah. Wawancara dilakukan dengan panduan kuesioner. Rumahtangga yang dimintai keterangan adalah rumahtangga yang rumahnya berdampingan langsung dengan dinding RS. Telogorejo. Jumlah kepala keluarga yang tinggal di samping RS. Telogorejo adalah 52 kepala keluarga. Data yang dalam survey ini meliputi umur dan jenis kelamin responden, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, lama tinggal, pengetahuan tentang limbah rumah sakit dan dampaknya, jarak rumah dengan rumah sakit, merasa bau karena adanya limbah rumah sakit, perasaan terganggu atau adanya keluhan warga

77 dengan adanya rumah sakit, mengetahui atau tidak adanya pengelolaan limbah rumah sakit, ada atau tidaknya efek positif dari adanya pengelolaan limbah rumah sakit dan penilaian responden terhadap pengelolaan limbah rumah sakit. Tabel 7. Penilaian Data Survey terhadap Masyarakat Data Jenis kelamin (x 1 ) Umur (x 2 ) Pilihan jawaban Pria Wanita (dalam tahun) Pendidikan (x 3 ) - Pekerjaan (x 4 ) - Pendapatan (x 5 ) Lama tinggal (x 6 ) Pengetahuan tentang limbah (x 7 ) Pengetahuan tentang dampak limbah (x 8 ) Jarak rumah dengan rumah sakit (x 9 ) (dalam rupiah) (dalam tahun) tahu tidak tahu tahu tidak tahu (dalam meter) Merasa bau terhadap limbah (x 10 ) tidak ya Jika merasa bau, jenis bau apa yang dirasa? - Frekuensi merasa bau? Perasaan terganggu atau adanya keluhan dengan adanya rumah sakit (x 11 ) Mengetahui ada pengelolaan limbah RS (x 12 ) Ada tidaknya efek positif dari adanya pengelolaan limbah (x 13 ) Penilaian warga terhadap pengelolaan limbah rumah sakit (y) kadang-kadang sering selalu tidak ya ya tidak ada tidak Sudah baik Belum baik

78 Sumber: Hasil Pengamatan di Lapangan, 2009 Data tersebut diolah dengan menggunakan analisis deskriptif kuantitatif. Data yang telah didapat selama penelitian di lapang ditampilkan dengan menggunakan pie chart dengan bantuan software Microsoft Excell 2007 dan dinyatakan dalam persentase. Keseluruhan data yang dibutuhkan dari masyarakat dijelaskan secara ringkas pada Tabel 7. RESUME Tabel 8. Alat Analisis dan Kebutuhan Data untuk Penelitian No. Tujuan Penelitian Alat analisis Data Jenis Sumber 1 Mengkaji keragaan Deskriptif data pengelolaan sekunder pengelolaan limbah limbah RS RS. Telogorejo 2 Menganalisis efisiensi Standar data inlet-outlet primer & RS. IPAL dalam pengolahan efisiensi sekunder Telogorejo limbah cair rumah sakit. IPAL & uji-t 3 Menghitung & menganalisis UDC& cost- data biaya primer & RS. UDC dan efektivitas biaya effectiveness pengelolaan sekunder Telogorejo penurunan per satuan analysis IPAL & inlet- Parameter limbah outlet 4 Menganalisis pengaruh biaya Regresi data biaya sekunder RS. penurunan per parameter Linear pengelolaan Telogorejo dengan hasil kualitas Sederhana IPAL parameter limbah 5 Menganalisis penilaian Analisis hasil pengisian primer Warga masyarakat sekitar RS. Deskriptif kuesioner dari Anggrek Telogorejo mengenai kuantitatif masyarakat RT 06/V pengelolaan limbah Semarang Secara ringkas, data yang dibutuhkan dalam penelitian ini ditampilkan pada Tabel 8. Data yang dibutuhkan dalam mengkaji keragaan pengelolaan limbah rumah sakit berupa data pengelolaan limbah dari RS. Telogorejo serta dianalisis secara deskriptif. Analisis efisiensi IPAL membutuhkan data inlet-outlet

79 dari IPAL dan dihitung dengan menggunakan standar efisiensi IPAL serta diuji dengan menggunakan uji-t. Data yang dibutuhkan dalam menghitung dan menganalisis biaya pengelolaan limbah yang dapat dibebankan pada pasien serta efektivitas biaya penurunan per satuan parameter adalah data biaya pengelolaan IPAL dan inlet-outlet IPAL. Data ini dianalisis dengan menggunakan konsep Unit Daily Cost dan cost-effectiveness analysis. Data tersebut juga dibutuhkan untuk menganalisis pengaruh biaya penurunan per satuan parameter limbah yang dianalisis dengan menggunakan regresi linear sederhana. Sedangkan untuk menganalisis penilaian masyarakat terhadap pengelolaan limbah rumah sakit, data yang diambil berdasarkan hasil wawancara dengan panduan kuesioner yang dilakukan di perumahan Anggrek, Semarang Tengah.

80 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Rumah Sakit Telogorejo Semarang Sejarah Berdirinya RS. Telogorejo Semarang Rumah Sakit Telogorejo merupakan rumah sakit swasta yang didirikan pada tanggal 25 November Rumah sakit ini bukan dimiliki oleh pemilik modal untuk mencari keuntungan melainkan berada di bawah naungan yayasan kesehatan Telogorejo dimana anggota-anggotanya adalah tokoh masyarakat yang terpilih sehingga diharapkan dapat mewakili kepentingan masyarakat sepenuhnya di dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Dana yang diperoleh dari masyarakat dikembalikan lagi kepada masyarakat dalam bentuk pelayanan kesehatan. Sejalan dengan perkembangan zaman dan ilmu teknologi, RS. Telogorejo yang dulu berupa poliklinik kecil, kini telah berkembang menjadi rumah sakit yang cukup besar di kota Semarang. Rumah sakit ini dilengkapi dengan fasilitas sumberdaya manusia yang mendukung, sehingga saat ini RS. Telogorejo tetap konsisten menjalankan misi yang diemban dari para pendahulunya untuk memberikan pelayanan kesehatan yang menyeluruh dengan mengutamakan mutu dan kepuasan pelanggan. Berbagai prestasi medik telah berhasil diraih dengan tidak melepaskan visi dan misi yang dijadikan landasan gerak dan langkah kerja dari seluruh staf dan karyawan RS. Telogorejo Visi Misi RS. Telogorejo

81 Rumah sakit yang saat ini telah berumur 58 tahun memiliki visi Menjadi Rumah Sakit Pilihan Utama. Diperlukan misi yang mendukung dalam mencapai visi tersebut. Misi dari RS. Telogorejo adalah : 1. Kami senantiasa menjunjung tinggi etika dalam bekerja 2. Kami senantiasa melayani pasien dengan profesional 3. Kami menyediakan pelayanan medik spesialistik 4. Kami menyediakan pelayanan dan keperawatan berstandar internasional 5. Kami senantiasa mengembangkan kemampuan teknologi medik mutahir. 6. Kami senantiasa meningkatkan kompetensi karyawan 7. Kami mengupayakan pertumbuhan yang berkesinambungan 8. Kami peduli terhadap lingkungan Letak Geografis RS. Telogorejo Rumah Sakit Telogorejo merupakan rumah sakit tipe B yang mempunyai luas tanah m 2, luas lantai ,68 m 2 dan luas bangunan m 2 dan sisanya tanah terbuka. Secara geografis, RS. Telogorejo terletak di Jalan KH. Ahmad Dahlan No.1 Semarang. Adapun batas-batas RS. Telogorejo adalah sebagai berikut : Sebelah Barat : Permukiman penduduk (Jalan Anggrek) Sebelah Timur : Jalan KH. Ahmad Dahlan Semarang Sebelah Selatan : Permukiman penduduk (Jalan Anggrek) Sebelah Utara : Kompleks Sekolah Theresiana I Semarang Daya Tampung Pasien Rumah Sakit Telogorejo Rumah Sakit Telogorejo Semarang merupakan salah satu sarana dan prasarana pelayanan kesehatan masyarakat di Kota Semarang yang tidak hanya

82 melayani warga Kota Semarang saja tetapi juga daerah-daerah di luar Kota Semarang. RS. Telogorejo yang merupakan rumah sakit tipe B ini berkapasitas tempat tidur 295 tempat tidur berdasar data yang diperoleh pada Maret Kawasan Anggrek Semarang Tengah RS. Telogorejo Semarang lokasinya berdekatan dengan permukiman warga yaitu, Jalan Anggrek RT 06/RW V Kelurahan Pekunden Kecamatan Semarang Tengah Kota Semarang. Terdapat 52 kepala keluarga yang berada persis di samping tembok RS. Telogorejo. Secara umum, hampir seluruh warganya adalah suku jawa namun beberapa diantaranya terdapat pula etnis tionghoa. Secara geografis, berikut adalah batas-batas dari Jalan Anggrek : Sebelah barat : Jalan Gadjah Mada Semarang Sebelah Timur : Jalan KH. Ahmad Dahlan Semarang (RS. Telogorejo Semarang) Sebelah Selatan : Simpang Lima Semarang Sebelah Utara : Jalan Mayjen Sutoyo Kawasan pinggir RS. Telogorejo ini mulai padat dari awal tahun 70-an. Para warga memanfaatkan keberadaan RS. Telogorejo dengan membuka warung makan. Terdapat lebih dari lima warung makan di Jalan Anggrek di sepanjang RS. Telogorejo. Ini belum termasuk warung makan dari warga Anggrek yang dibuka di jalan lain seperti Jalan Seroja dan KH. Ahmad Dahlan (masih sekitar RS. Telogorejo). Mata pencaharian mereka cukup beragam, selain menjadi penjual makanan dengan membuka warung, diantara mereka juga ada yang bekerja sebagai tukang becak dan juga pegawai swasta. Hubungan warga anggrek dengan RS. Telogorejo Semarang cukup baik. Hal ini dikarenakan hubungan mereka memberikan manfaat satu sama lain. Para

83 pegawai Telogorejo dapat dengan mudah membeli makanan untuk konsumsi mereka sehari-hari. Selain itu, pihak rumah sakit juga tak jarang mempekerjakan sebagian warga dalam hal pengerjaan atau pembangunan sesuatu. Dengan adanya Telogorejo, selain mendapatkan keuntungan ekonomi, warga Anggrek juga diuntungkan dengan adanya lampu-lampu jalan rumah sakit yang membuat kawasan mereka terang. Terlebih lagi, pihak rumah sakit tak sungkan memberikan bantuan secara finansial untuk kegiatan warga.

84 VI. KERAGAAN PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG Rumah Sakit Telogorejo Semarang memiliki manajemen pengelolaan limbah yang secara umum mengacu kepada pedoman pengelolaan limbah dari peraturan daerah maupun pusat. RS. Telogorejo merupakan salah satu rumah sakit di Semarang yang berperan aktif dalam pengelolaan limbah. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya sampah yang dihibahkan untuk diambil pihak luar dan dijadikan bahan untuk barang daur ulang. Sampah medis rumah sakit sangat berbahaya apabila dijadikan barang daur ulang karena mengandung bahan-bahan beracun. Akan tetapi, untuk limbah cair, lumpur yang dihasilkan setelah pengolahan dengan teknologi tertentu yang sesuai dengan persyaratan, dapat dijadikan media tanam. Selain itu, air hasil olahan IPAL juga dapat dijadikan sebagai air untuk mencuci kendaraan. Bahkan dengan teknologi canggih, air hasil olahan juga dapat dikembalikan menjadi air untuk konsumsi sehari-hari dan untuk air di bagian Mandi Cuci Kakus (MCK) sehingga pengelolaan limbahnya akan menjadi zero waste. Namun demikian, kesemua itu masih berupa hal yang jauh untuk diimplementasikan mengingat teknologi untuk mengolahnya belum ada di Indonesia. Saat ini, IPAL cenderung hanya dijadikan sebagai tindakan dalam mematuhi aturan dari pemerintah namun belum ada tindakan evaluasi dari pemerintah dengan menyertakan denda atau sanksi bagi pelanggaran atau ketidaksesuaiaan dengan peraturan yang telah ada Struktur Manajerial Pengelolaan Limbah RS. Telogorejo Penanganan limbah di RS. Telogorejo secara umum dibagi dalam dua divisi, yaitu kebersihan yang mengelola limbah padat (sampah) dan sanitasi yang mengelola limbah cair. Kedua divisi itu berada dalam bagian Hospitality yang

85 langsung di bawahi oleh General Affair Division Manager. Jumlah personel dalam Hospitality untuk pengelolaan limbah sebanyak 8 orang dari RS. Telogorejo dan terdapat personel tambahan untuk pelaksana kebersihan yang didapat dari perusahaan yang bergerak di bidang outsourcing sumberdaya manusia. General Affair Divison Manager Hospitality OIC Housekeeping HS Sanitary HS Administrator Penanggung Jawab Pengelolaan Sampah Petugas Pratama (Pengawas) Pengawas Kebersihan Blok A Pengawas Kebersihan Blok B Pengawas Kebersihan Gd. OPD Pengawas Kebersihan Taman pelaksana pelaksana pelaksana pelaksana pelaksana Sumber: Data Hospitality Rumah Sakit Telogorejo Semarang, 2009 Gambar 3. Struktur Manajerial Pengelolaan Limbah RS. Telogorejo Semarang Bagian kebersihan dipegang oleh Kepala Bagian atau Head Section dan dibantu oleh satu staf penunjang untuk administrasi serta tiga pengangkut sampah yang bekerja menurut jadwal. Terdapat penanggungjawab pengelolaan sampah yang membawahi pelaksana pengelolaan sampah dan empat pengawas kebersihan yang membawahi empat pelaksananya di bagian kebersihan, yaitu pelaksana kebersihan blok A, blok B, Gedung OPD dan taman. Pelaksanaan kebersihan dipegang oleh pegawai dari perusahaan yang bergerak dalam penyediaan jasa

86 tenaga kerja outsourcing. Bagian kebersihan menangani seluruh kegiatan kebersihan rumah sakit termasuk pengumpulan dan pengelolaan sampah. Sama halnya dengan bagian kebersihan, bagian sanitasi juga dipegang oleh Kepala Bagian. Terdapat dua staf di bagian sanitasi yaitu, satu petugas pratama (pengawas) dan satu pelaksana. Struktur manajerial pengelolaan limbah RS. Telogorejo dapat dilihat di Gambar Pengelolaan Limbah Padat RS. Telogorejo Pengelolaan limbah padat yang dipegang oleh bagian kebersihan bukan hanya bertugas tentang pengumpulan sampah rumah sakit melainkan juga termasuk kegiatan-kegiatan pembersihan rumah sakit seperti menyapu, mengepel, membersihkan bagian-bagian yang berdebu dan kotor dari semua area dan unit RS. Telogorejo. Berdasarkan pengamatan di lapangan, area dan unit-unit di RS. Telogorejo dalam kondisi bersih. Bahkan, petugas-petugas kebersihan stand by di masing-masing titik tempat tugas mereka sehingga peluang adanya area yang kotor sangat kecil. Beberapa kegiatan dari pengelolaan limbah padat adalah membersihkan sampah atau kotoran (cleaning) dari sumber-sumber yang ada seperti ruangan perkantoran, kamar pasien, kamar mandi, taman dan lain-lain. Khusus untuk kegiatan cleaning kamar pasien setelah pasien keluar, terdapat dua jenis yaitu, general cleaning dan semigeneral cleaning. General cleaning ditujukan untuk bekas kamar pasien yang mengidap penyakit yang dapat menyebabkan infeksi nosokomial karena virus dan bakteri. Kamar bukan hanya dibersihkan namun juga terdapat pembunuhan kuman dengan sterilisasi selama dua jam dalam kegiatan

87 tersebut. Sedangkan semigeneral cleaning ditujukan untuk bekas kamar pasien yang tidak mengidap penyakit infeksius dan dibersihkan tanpa adanya sterilisasi. Infeksi nosokomial harus sangat dihindari sehingga perlu penanganan yang serius dalam hal kebersihan rumah sakit. Terjadinya infeksi nosokomial, akan menimbulkan banyak kerugian, antara lain: lama hari perawatan makin panjang, penderitaan bertambah, biaya meningkat. Permenkes No. 986/Menkes/Per/XI/1992 dan SK Dirjen PPM & PLP No. HK mengatur persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit, agar rumah sakit tidak menjadi depot bagi berbagai macam kuman penyakit. Kenyataan infeksi nosokomial masih menjadi masalah pokok di rumah sakit (Suwarni, 2001). Kegiatan lain dari pengelolaan limbah padat adalah pengumpulan sampah. Alur dan proses pengumpulan sampah di RS. Telogorejo adalah sampah dari ruang-ruang dan unit pelayanan ditampung dalam suatu bak atau tempat sampah dengan pembedaan warna kantong plastik pada tempat sampah. Terdapat dua warna kantong plastik yang digunakan untuk membedakan antara sampah domestik (biasa) dan klinis (termasuk sampah medis dan infeksius). Sampah domestik ditempatkan di kantong plastik berwarna hitam dan sampah klinis ditempatkan di kantong plastik berwarna kuning. Setelah itu, sampah dari seluruh ruangan yang sudah terkumpul diangkut dengan gerobak khusus yang tertutup untuk dibuang ke tempat penampungan sementara. Petugas kebersihan yang mengangkut sampah-sampah tersebut dilengkapi dengan personal protective equipment (PPE) seperti masker, sarung tangan, baju tertutup dan sepatu boot. Proses pengumpulan sampah ini berlangsung terus-menerus dan tidak mengenal hari libur. Selama sehari, pengumpulan sampah dibagi menjadi tiga jadwal, yaitu

88 jadwal pagi (pukul ), jadwal siang (pukul ) dan jadwal malam ( ). Masing-masing jadwal pengumpulan sampah dipegang oleh satu orang petugas dengan sistem shift. Sampah domestik akan diambil oleh truk pengangkut sampah dari Dinas Kebersihan Kota Semarang dari tempat penampungan sementara. Pengangkutan dilakukan pada pukul yaitu waktu dimana orang-orang beraktivitas di luar rumah. Pengangkutan sampah pada waktu ini sangat mungkin sekali menganggu orang-orang yang kebetulan berpapasan dengan truk sampah ataupun warga yang berdomisili di sekitar rumah sakit. Tentu saja hal ini dapat menimbulkan ketidaknyamanan bagi lingkungan. Setelah sampah tersebut diangkut, sampah kemudian dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). RS. Telogorejo wajib membayar retribusi sampah sebesar Rp ,- per bulan. Sedangkan sampah klinis dimasukkan ke dalam peti dan diangkut oleh mobil khusus yang tertutup untuk kemudian dibakar di insenerator di luar RS. Telogorejo, yaitu insenerator Yayasan Pancaka. Sebenarnya, RS. Telogorejo memiliki insenerator sendiri namun tidak dipergunakan karena bau yang dihasilkan dari proses pembakaran mengundang protes masyarakat sekitar. Pengiriman sampah klinis dilakukan selama dua kali dalam seminggu dimana satu kali pengiriman dapat mencapai 7-8 peti sehingga dalam sebulan RS. Telogorejo dapat mengirim sampai 59 peti dengan biaya Rp ,- per peti. Secara ringkas, alur pengumpulan sampah atau limbah padat di RS. Telogorejo dapat dilihat dalam Gambar 4.

89 Sumber sampah - R. Perawatan - Poli Spesialis - Laboratorium - Farmasi - R. Operasi - Renal Unit - ICU - UGD - Poli Umum - Radiologis - R. Tunggu - Halaman - Parkir - Taman - Dapur/Gizi - Perkantoran Tempat sampah klinis Tempat sampah umum Troli pengangkut sampah Troli pengangkut sampah umum TPA insinerator Mobil khusus (tertutup) TPS Klinis Armada/mobil Dinas Kebersihan TPS/container sampah umum Sumber: Hasil Pengamatan Selama Penelitian, 2009 Gambar 4. Diagram Alir Proses Pengumpulan Limbah Padat RS. Telogorejo Semarang. Berdasarkan pengamatan di lapangan, pengelolaan limbah padat RS. Telogorejo memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai berikut: Kelebihan: a. Pengangkutan sampah baik yang berada di ruangan maupun di TPS dilakukan tidak lebih dari 24 jam. b. Sampah tidak dibiarkan menumpuk dan berceceran. c. Pemilahan sampah domestik dan klinis sudah efektif diterapkan karena tidak ada pencampuran diantaranya. d. Pengemasan masing-masing jenis sampah sudah baik. e. Petugas pengumpul sampah dilengkapi dengan alat pelindung diri seperti masker, sarung tangan, baju tertutup dan sepatu boots.

90 f. Gerobak sampah untuk proses pengumpulan adalah gerobak tertutup. Kekurangan: a. Belum adanya atap untuk melindungi sampah klinis dan domestik di TPS dari hujan dan panas b. Sampah klinis tidak langsung dibakar dalam insinerator Pengelolaan Limbah Cair RS. Telogorejo IPAL RS. Telogorejo yang memiliki luas sebesar 235,84 m 2 berada di bagian belakang rumah sakit sehingga tidak berdekatan dengan pusat aktivitas pelayanan kepada pasien dan pengunjung. Lokasi IPAL memang dekat dengan Jalan Anggrek namun antara lokasi dengan jalan dipisahkan dengan tempat parkir sehingga bau yang timbul dari IPAL diharapkan tidak tercium dari luar rumah sakit. Selain itu, Jalan Anggrek yang berdekatan dengan lokasi IPAL tidak terdapat rumah warga seperti yang ada di samping rumah sakit sehingga bau yang dihasilkan dari IPAL tidak sampai tercium dari luar dan rumah warga. Limbah cair RS. Telogorejo yang dihasilkan dari masing-masing ruangan dan unit pelayanan dibuang melalui saluran berupa pipa pembuangan yang akan terkumpul di sumpit utama untuk akhirnya diolah. Terdapat 3 sumpit di RS. Telogorejo, yaitu Sumpit OK, Sumpit RU dan Sumpit Utama. Masing-masing sumpit memiliki sumber sendiri dari ruangan-ruangan dan unit pelayanan. Sumpit OK diperuntukkan gedung OPD, Auditorium, ruang OK (operasi) dan ruang direksi. Sedangkan untuk sumpit RU diperuntukkan ruang Bougenville, Anyelir dan Cempaka. Setelah dari sumpit OK dan RU, limbah cair akan bermuara di Sumpit Utama bersama limbah cair dari ruang laundry, gudang, perkantoran dan dapur serta ruang makan. Setelah semua terkumpul di sumpit utama, limbah

91 diolah dengan menggunakan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang bersistem bioreaktor. Secara rinci, berikut adalah sumber-sumber limbah cair yang ada di RS. Telogorejo Semarang. a. Gedung OPD lantai 1, 2, 3 dan 4 Limbah cair berasal dari laboraturium, septik tank/kloset, kafetaria, kamar mandi, wastafel dan pantry. b. Gedung Radiologi dan Auditorium Limbah cair berasal dari cuci film, septik tank/kloset, kamar mandi dan wastafel. c. Gedung Ruang Direksi dan OK Limbah cair berasal dari septik tank/kloset, kamar mandi dan wastafel d. Gedung Bougenville lantai 1,2,3 dan 4 Limbah cair berasal dari pantry, PH, septik tank/kloset, kamar mandi dan watafel. e. Gedung Anyelir Lantai 1,2,3 dan Ruang Infertil. Limbah cair berasal dari pantry, PH, septik tank/kloset, kamar mandi, wastafel dan hemodialisa. f. Gedung Cempaka lantai 1 dan 2 Limbah cair berasal dari PH, septik tank/kloset, kamar mandi dan wastafel. g. Gedung ICU dan RU Limbah cair berasal dari PH, septik tank/kloset, kamar mandi, wastafel dan Hemodialisa.

92 h. Ruang laundry, Gudang dan Perkantoran Limbah cair berasal dari kamar mandi, septik tank/kloset dan air cucian. i. Ruang Dapur dan Ruang Makan Limbah cair berasal dari cucian dapur, kamar mandi dan septik tank/kloset. Pengolahan limbah cair menggunakan IPAL bersistem bioreaktor yang bertujuan untuk mengolah air limbah yang mengandung polutan yang mana dinyatakan dalam beban BOD, COD, TSS, NH 3, PO 4 dan bakteriologis (E. Coli). Air limbah sebelum dibuang harus memenuhi standar baku mutu air limbah yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri KLH, Kep. 58/MENLH/12/1995 dan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 10 tahun 2004, sehingga air limbah tersebut harus diolah dahulu sebelum dibuang ke saluran umum agar tidak mencemari lingkungan. Air limbah mula-mula melewati NSI Nogerrath Automatic Screen, bertujuan untuk menyaring partikel tersuspensi kasar/ kotoran yang besar, memampatkan dan mengeringkan padatan-padatannya, agar tidak masuk menuju ke unit IPAL. Unit ini bekerja secara otomatis dan semua proses tersebut di atas dilakukan di dalam satu wadah (chamber). Air limbah kemudian dimasukkan ke Grit Chamber sebelum masuk ke dalam Bak Equalisasi (Equalization Tank) yang dilengkapi dengan Submersible Aerator. Bak Equalisasi berfungsi sebagai penampung fluktuasi debit air limbah yang masuk dan penampung macam-macam karakteristik/sifat air limbah yang berbeda-beda seperti: ph tinggi dari laundry/cucian, lemak dari dapur ataupun

93 kamar mandi. Bak equalisasi dapat menyetarakan beban air limbah baik secara kualitas maupun kuantitas, sehingga sistem dapat berjalan dengan efisien dan optimal. Air limbah dipompa menuju Clarifier Tank setelah dari bak. Hal ini bertujuan untuk mengendapkan padatan-padatan yang tidak tersaring pada screen. Air limbah secara visual sudah lebih bersih dari Clarifier tetapi beban polutannya masih di ambang batas, seperti BOD, COD dan lain-lain, masih hampir sama seperti waktu air limbah masuk. Air kemudian masuk ke dalam Buffer Tank setelah dari Clarifier, kemudian dipompa ke dalam reaktor yang disebut Bioreaktor atau Biodetox. Bioreaktor merupakan sistem pengolah limbah secara aerobic dengan menggunakan sistem Fixed Bed Cascade yang merupakan paten dari Jerman. Sistem ini merupakan alih teknologi dari Jerman. Sistem ini mempunyai keunikan dalam aliran air dan desain rumah bakteri. Sistem ini terdiri dari sebuah reactor yang didalamnya terdapat elemen fixed bed atau media film yang berfungsi sebagai tempat berkembang biaknya mikroorganisme. Dengan sistem ini, mikroorganisme pembentuk film akan melekat, tumbuh dan berkembang. Bioreaktor menggunakan media lumpur aktif (activated sludge) dalam pengoperasiannya. Mikroorganisme dapat ditumbuhkan dengan spektrum yang amat luas dengan adanya media tersebut, seperti: Bakteri lipolitik untuk pemakan lemak, bakteri Proteolitik untk pemakan protein, bakteri pemakan detergent, bakteri warna dan lain sebagainya. Pada sistem ini aerasi diperlukan karena mikroorganisme yang digunakan adalah mikroorganisme aerob.

94 Air limbah diproses secara aerobic dengan efisiensi yang tinggi di dalam Bioreaktor,. BOD dan COD yang terkandung dalam air limbah akan mengalami penurunan persen (tergantung jenis limbah yang akan diolah). Air limbah yang keluar dari Bioreaktor sudah memenuhi baku mutu dari segi BOD dan COD tetapi kadang masih terlihat padatan-padatan sehingga lanjutan dari proses seperti proses pengendapan lanjutan (di dalam polishing tank) dan khlonirasi masih diperlukan. Polishing tank ini berfungsi untuk mengendapkan padatan atau partikel yang keluar dari Bioreaktor. Air yang keluar dari Polishing Tank sudah memenuhi syarat yang ditentukan (BOD, COD, TSS, dan lain-lain) dan layak/dapat dibuang. Setelah dari Polishing tank, air secara overflow dialirkan ke Treated Water Tank lalu ke saluran umum. Sebagian air dari Treated Water Tank digunakan untuk spraying Sistems pada Bioreaktor, yaitu kolam ikan yang dijadikan sebagai indikator alami dalam menguji kelayakan baku mutu limbah hasil olahan IPAL. Uji baku mutu air limbah hasil pengolahan (outlet) juga wajib dilakukan di laboratorium Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Semarang. Biaya yang dikeluarkan untuk pengujian outlet ini ditanggung oleh rumah sakit. Besar biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp ,-. Pengujian outlet limbah merupakan salah satu bentuk pengawasan pemerintah kota dalam menyikapi permasalahan limbah. Pengujian inlet tidak dilakukan karena selain tidak diharuskan dalam peraturan, pengujian limbah akan menambah beban biaya bagi rumah sakit.

95 1. Gd. OPD Lt 1,2,3,4 2. Gd. Auditorium 3. Gd. Ruang OK + Direksi 1. Gd. Bougenville Lt. 1,2,3,4 2. Gd. Anyelir 1,2,3 + R. Infertil 3. Gd. Cempaka Lt. 1,2 4. Radiologi+ R. Laundry, Gudang dan Perkantoran Sumpit OK Sumpit RU R. Dapur, R. Makan Grease Trap Sumpit Logistik (Utama) Noggerath (Automatic Screen) Grit Chamber Submersible aerator Equalization Tank Clarifier Tank lumpur Buffer Tank Fixed bed cascade sistem Bioreaktor/biodetox Chlorination Tank Polishing Tank Treated Water Tank Sludge tank lumpur Saluran umum kota Kolam Ikan (Spraying sistem) Uji Laboratorium (BLH) Sumber: Hasil Pengamatan Selama Penelitian, 2009 Gambar 5. Diagram Alir Proses Pengolahan Limbah Cair RS. Telogorejo Semarang

96 Selain itu, RS. Telogorejo juga melakukan pengujian di laboatorium lain seperti di Sucofindo, Dinas Perdagangan dan Perindustrian ataupun Dinas Kesehatan dengan biaya yang bervariasi dan lebih dari Rp ,-. Pengujian di tempattempat tersebut tidak bersifat rutin seperti yang dilakukan di BLH dan tujuannya hanya untuk dijadikan pembanding. Secara ringkas, berdasar pemaparan mengenai alur dan proses pengelolaan termasuk pengolahan limbah cair RS. Telogorejo melalui IPAL dapat dilihat dalam Gambar 5. IPAL RS. Telogorejo menggunakan dua macam air dalam pengoperasiannya, yakni air PAM dan air tanah. Setiap harinya rata-rata debit limbah yang diolah adalah sebesar 300 m 3 atau liter. Air limbah hasil olahan IPAL RS. Telogorejo tidak dimanfaatkan kembali padahal air limbah tersebut sudah dikhlorinasi dan seharusnya dapat dimanfaatkan kembali misalnya air olahan tersebut dapat digunakan untuk mencuci kendaraan operasional rumah sakit.

97 VII. EFISIENSI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG Rumah sakit ataupun industri dan kegiatan usaha lainnya yang menghasilkan limbah cair diwajibkan untuk membuat IPAL untuk menurunkan konsentrasi limbah. Namun, sejauh mana pengawasan terhadap hasil olahan IPAL dan bagaimana efisiensi dari pengolahan tersebut belum banyak dipelajari dan diamati. Penilaian efisiensi pengolahan IPAL perlu dilakukan setidaknya sebagai media pengawasan dan pencegahan terhadap kerusakan lingkungan (misal: perairan) yang terjadi akibat tingginya konsentrasi limbah yang dibuang. Tidak menutup kemungkinan masih banyak rumah sakit atau kegiatan yang menghasilkan limbah yang nilai konsentrasinya di atas standar yang telah ditetapkan. Pengadaan IPAL bisa saja hanya menjadi suatu syarat usaha atau perizinan. Seharusnya, kemampuan fisik IPAL tetap harus diawasi agar kualitas lingkungan tetap terjaga. Kemampuan fisik IPAL dapat diukur dengan menggunakan perhitungan efisiensi dan uji statistik dengan menggunakan konsep uji nilai tengah Efisiensi Kemampuan Fisik IPAL RS. Telogorejo Berdasar pengolahan data dari uji laboratorium terhadap sampel hasil olahan IPAL RS. Telogorejo, nilai BOD sebelum dan sesudah pengolahan mengalami penurunan. Sebelum dilakukan perhitungan efisiensi, setidaknya dapat diketahui bahwa IPAL RS. Telogorejo dapat menurunkan parameter BOD. Ratarata inlet BOD adalah sebesar mg/l dimana jumlah tersebut berada jauh lebih tinggi daripada standar baku mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebesar 30 mg/l. Setelah pengolahan, konsentrasi BOD rata-rata turun menjadi mg/l. Penurunan tersebut secara nyata menempatkan RS. Telogorejo pada

98 posisi di bawah standar baku mutu atau dengan kata lain air limbah dapat dibuang tanpa membahayakan perairan. Secara grafis, perbandingan inlet, standar baku mutu dan outlet BOD dapat dilihat di Gambar 6. Sumber: Data Bagian Sanitasi RS. Telogorejo Semarang ( ) Gambar 6. Perbandingan Konsentrasi Parameter BOD Limbah Cair RS. Telogorejo tahun dengan Standar Baku Mutu Penurunan yang terjadi pada parameter COD melebihi apa yang ada pada parameter BOD. Rata-rata inlet COD sebesar mg/l. Standar baku mutu yang diberlakukan untuk parameter COD tidak seketat BOD. Besar standar baku mutu untuk COD adalah 80 mg/l. Berdasarkan data outlet yang ada di RS. Telogorejo, didapat perhitungan rata-rata outlet sebesar mg/l. Jumlah tersebut sangat jauh dari standar baku mutu dan nilainya hampir mencapai setengah dari standar. Hal ini membuktikan IPAL RS. Telogorejo bekerja dengan baik dalam menurunkan COD. Secara grafis, perbandingan inlet, standar baku mutu dan outlet COD dapat dilihat di Gambar 7.

99 Sumber: Data Bagian Sanitasi RS. Telogorejo Semarang ( ) Gambar 7. Perbandingan Konsentrasi Parameter COD Limbah Cair RS. Telogorejo tahun dengan Standar Baku Mutu Parameter ketiga yang dinilai dalam penelitian ini adalah TSS. Rata-rata inlet TSS dari limbah RS. Telogorejo adalah mg/l. setelah dilakukan pengolahan, besar konsentrasi rata-rata TSS adalah mg/l. Nilai tersebut berada di bawah standar baku mutu yang telah ditetapkan yaitu sebesar 30 mg/l. Dengan hasil tersebut, TSS limbah RS. Telogorejo tidak membahayakan badan air yang menerimanya. Secara grafis, perbandingan inlet, standar baku mutu dan outlet TSS dapat dilihat di Gambar 8. Sumber: Data Bagian Sanitasi RS. Telogorejo Semarang ( ) Gambar 8. Perbandingan Konsentrasi Parameter TSS Limbah Cair RS. Telogorejo Tahun dengan Standar Baku Mutu

100 Sedangkan untuk parameter NH 3 yang memiliki standar baku mutu yang sangat ketat, yaitu 0.1 mg/l, rata-rata inlet NH 3 RS. Telogorejo sebesar mg/l. Nilai tersebut sangat jauh dari standar. Setelah dilakukan pengolahan, nilai outlet limbah adalah sebesar 6.18 mg/l. Penurunan tersebut menunjukkan IPAL RS. Telogorejo bekerja dengan baik. Namun, hasil outlet dari NH 3, nilainya masih berada di atas standar yang ditetapkan. Ini artinya, NH 3 dari RS. Telogorejo masih belum aman menurut standar. Secara grafis, perbandingan inlet, standar baku mutu dan outlet NH 3 dapat dilihat di Gambar 9. Sumber: Data Bagian Sanitasi RS. Telogorejo Semarang ( ) Gambar 9. Perbandingan Konsentrasi Parameter NH 3 Limbah Cair RS. Telogorejo Tahun dengan Standar Baku Mutu Parameter terakhir yang diamati dalam penelitian ini adalah PO4. Ratarata besar konsentrasi inlet PO4 adalah sebesar 3.53 mg/l yang masih berada di atas standar baku mutu, yaitu 2 mg/l. Setelah dilakukan pengolahan, konsentrasi PO4 menurun dan berada di bawah standar baku mutu. Nilai inlet PO4 adalah sebesar 0.60 mg/l. Menurut Odum(1971), nilai PO4 atau fosfat yang besarnya lebih dari 0.50 mg/l masih harus diwaspadai karena dapat merangsang pertumbuhan fitoplankton (blooming) yang tidak terkendali dalam perairan. Blooming tersebut dapat memfiksasi nitrogen secara langsung dari atmosfir

101 (dalam Djunaedi, 2007). Secara grafis, perbandingan inlet, standar baku mutu dan outlet PO 4 dapat dilihat di Gambar 10. Sumber: Data Bagian Sanitasi RS. Telogorejo Semarang ( ) Gambar 10. Perbandingan Konsentrasi Parameter PO 4 dengan Standar Baku Mutu Kualitas limbah cair akan tergantung pada kemampuan fisik IPAL dan salah satu cara mengukur hal tersebut adalah dengan menggunakan standar perhitungan efisiensi yaitu penurunan konsentrasi dibanding dengan inlet limbah. Kemampuan fisik IPAL RS. Telogorejo yang bersistem bioreaktor ini diamati dengan mengambil sampel inlet dan outlet dari parameter BOD, COD, TSS, NH 3 dan PO 4. Nilai yang dimasukkan dalam perhitungan efisiensi adalah nilai rata-rata inlet dan outlet masing-masing parameter, yaitu sebesar mg/l dan mg/l untuk BOD, mg/l dan mg/l untuk COD, mg/l dan mg/l untuk TSS, mg/l dan 6.18 mg/l untuk NH 3 dan 3.53 mg/l dan 0.60 mg/l untuk PO 4. Fluktuasi nilai inlet masing-masing parameter dari waktu ke waktu tidak terlalu signifikan. Hal ini berbeda dengan apa yang ada di outlet. Nilai outlet berfluktuasi cukup signifikan dari waktu ke waktu. Fluktuasi nilai outlet dipengaruhi oleh debit limbah, kinerja bakteri, oksigen dan nyala listrik untuk kerja pompa. Apabila debit limbah tinggi, bakteri harus bekerja lebih keras

102 dalam menurunkan konsentrasi limbah dan pada saat terjadi mati listrik, oksigen yang dibutuhkan bakteri berkurang sehingga kerja bakteri terganggu. Dari data laboratorium mengenai uji limbah, diperoleh rata-rata nilai efisiensi > 60 persen untuk kelima parameter yang diuji. Hal ini menunjukkan kemampuan fisik IPAL yang baik dan efisien dari IPAL RS. Telogorejo. Nilai efisiensi terendah adalah penurunan parameter BOD, yaitu sebesar persen yang berarti IPAL RS. Telogorejo efisien menurunkan konsentrasi BOD persen atau sebesar mg/l. Efisiensi tertinggi adalah pada parameter TSS, yaitu sebesar persen yang berarti IPAL RS. Telogorejo sangat efisien dalam menurunkan konsentrasi TSS persen atau sebesar mg/l. Sedangkan nilai efisiensi untuk parameter lain adalah sebesar persen atau penurunan sebesar mg/l untuk parameter COD, persen atau mg/l untuk NH 3 dan persen atau sebesar 2.93 mg/l untuk PO 4. Secara rinci terdapat dua parameter limbah yang sangat efisien diolah dengan IPAL, yaitu TSS dan PO 4. Sedangkan ketiga parameter lainnya, yaitu BOD, COD dan NH 3 diolah secara efisien dengan menggunakan IPAL. Berdasarkan kategori efisiensi Metcalf & Eddy (1991) untuk parameter BOD, COD dan TSS, RS. Telogorejo yang menggunakan media lumpur aktif dikatakan efisien dalam menurunkan atau mengolah parameter TSS saja. Efisiensi untuk TSS menurut Metcalf & Eddy adalah persen. Sedangkan nilai efisiensi untuk TSS pada penelitian ini adalah sebesar persen. Nilai tersebut berada di atas nilai efisiensi yang disyaratkan. Dengan kata lain, IPAL RS. Telogorejo sangat efisien menurunkan atau mengolah TSS. Sedangkan untuk

103 kedua parameter lain, yakni BOD dan COD, nilai efisiensi yang ada belum memenuhi nilai efisiensi Metcalf & Eddy sebesar persen. Kapasitas pengolahan limbah juga dapat diperkirakan dari data inlet dan outlet yang ada. Kapasitas pengolahan limbah menunjukkan sampai seberapa besar daya tampung IPAL dalam mengolah limbah pada masing-masing parameter. Kapasitas untuk masing-masing parameter ditentukan dengan mengalikan penurunan konsentrasi parameter dengan debit limbah. Data debit limbah yang digunakan dalam penelitian ini hanya berupa nilai rata-rata debit limbah RS. Telogorejo pada setiap harinya, yaitu sebesar 300 m 3. Rata-rata kapasitas pengolahan yang paling besar adalah pada parameter COD yaitu sebesar kg/hari. Sedangkan yang terkecil adalah rata-rata kapasitas pengolahan pada parameter PO 4 yang sebesar 0.88 kg/hari. Rata-rata kapasitas pengolahan pada parameter TSS, BOD dan NH 3, masing-masing sebesar kg/hari, 9.98 kg/hari dan 5.16 kg/hari. Perhitungan ini diharapkan dapat memberi informasi kepada pihak terkait mengenai daya tampung IPAL dalam mengolah setiap parameter yang ada dalam limbah. Nilai yang perlu ditafsirkan dari pengolahan limbah selain efisiensi dan kapasitas adalah beban pencemaran atau beban limbah nyata. Nilai ini menunjukkan berapa besar nilai masing-masing parameter limbah setiap harinya. Nilai beban pencemaran diperoleh dengan mengalikan konsentrasi outlet dengan debit limbah. Berdasarkan data yang ada, nilai rata-rata beban pencemaran yang tertinggi adalah COD yang sebesar kg/hari. Nilai rata-rata beban pencemaran yang terendah adalah PO 4, yaitu sebesar 0.18 kg/hari. Sedangkan nilai rata-rata beban pencemaran untuk BOD, TSS dan NH 3 adalah sebesar 6.11

104 kg/hari, 4.59 kg/hari dan 1.85 kg/hari. Dengan adanya nilai beban pencemaran, dapat pula diketahui apakah beban pencemaran masing-masing parameter masih dapat diterima oleh lingkungan atau sesuai dengan standar baku mutu yang ada. Berdasarkan standar baku mutu limbah cair rumah sakit yang ada dalam Perda Prov. Jateng/10/2004 yang lebih ketat daripada KepMen 58/MenLH/12/1995, dapat dihitung beban pencemaran maksimum. Hasil perhitungan beban pencemaran limbah RS. Telogorejo, dalam hal ini disebut dengan beban pencemaran aktual (BPA) dapat dibandingkan dengan beban pencemaran berdasar standar baku mutu limbah cair yang disebut dengan beban pencemaran maksimum (BPM). BPM dapat dihitung dengan mengalikan standar baku mutu masing-masing parameter dengan debit limbah. Berdasar standar baku mutu limbah cair yang ditetapkan pada Perda Prov. Jateng/10/2004, BPM untuk masing-masing parameter serta perbandingan antara BPM dan BPA dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Penentuan Beban Pencemar Limbah RS. Telogorejo Semarang Parameter BPM (kg/hari) BPA (kg/hari) Keterangan BOD tidak mencemari COD tidak mencemari TSS tidak mencemari NH mencemari PO tidak mencemari Hasil perhitungan yang ada, konsentrasi dari parameter-parameter limbah yang disyaratkan dalam Perda Prov. Jateng/10/2004 hampir keseluruhan dapat dikatakan tidak mencemari lingkungan atau berada di bawah BPM. Parameterparameter tersebut adalah BOD, COD, TSS dan PO 4. Sedangkan parameter NH 3 tidak memenuhi persyaratan karena berada di atas BPM. Namun, penurunan

105 konsentrasi NH3 untuk menuju nilai di bawah BPM adalah hal yang sulit karena standar baku mutu yang ditetapkan untuk NH3 sebesar 0.1 mg/l merupakan standar yang terlalu tinggi. Nilai 0.1 mg/l untuk NH3 sama halnya dengan persyaratan air minum. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengolahan IPAL bukan hanya beban pencemarannya melainkan juga pencapaian target baku mutu limbah cair (BMLC). Nilai ini menunjukkan seberapa besar pencapaian target untuk disesuaikan dengan baku mutu pada masing-masing parameter limbah. Nilai pencapaian target BMLC dapat dihitung dengan mengurangkan nilai dua kali baku mutu dengan konsentrasi outlet dan dibagi dengan baku mutu parameter serta dinyatakan dalam persentase. Berdasar perhitungan yang telah dilakukan, nilai BMLC RS. Telogorejo tidak ada yang tepat sama dengan baku mutu. Berbanding lurus dengan nilai ratarata BPA dimana terdapat satu parameter yang tidak memenuhi target pencapaian atau berada di atas standar baku mutu yang telah ditetapkan, yaitu parameter NH 3 yang nilai BMLCnya sebesar persen. Sedangkan parameter BOD, COD, TSS dan PO 4 memenuhi target pencapaian BMLC atau berada di bawah baku mutu karena nilainya berkisar antara 101 persen sampai dengan 200 persen. Pencapaian target BMLC untuk masing-masing parameter BOD, COD, TSS dan PO4 adalah persen, persen, persen dan persen. Keseluruhan hasil perhitungan nilai rata-rata efisiensi, kapasitas, beban pencemaran aktual dan pencapaian target BMLC serta informasi mengenai rincian standar baku mutu per parameter, debit limbah rata-rata per hari, rata-rata inlet dan rata-rata outlet dapat dilihat pada Tabel 10.

106 Tabel 10. Nilai Rata-rata Efisiensi, Kapasitas, Beban Pencemaran Aktual dan Pencapaian Baku Mutu Limbah Cair pada IPAL RS. Telogorejo Tahun Par Std BM Debit rata- rata Inlet rata- rata Outlet rata- rata Efisiensi rata-rata Kapasitas rata-rata BPA rata-rata BMLC rata-rata (mg/l) (m 3 /hari) (mg/l) (mg/l) ( persen) (kg/hari) (kg/hari) ( persen) BOD COD TSS NH PO Uji Statistik Kemampuan Fisik IPAL RS. Telogorejo Semarang Kemampuan IPAL dalam mengolah limbah dapat dinilai dengan signifikansi penurunan konsentrasi limbah, yaitu dengan melihat selisih inlet dengan outlet. Penurunan konsentrasi limbah yang signifikan menunjukkan kemampuan yang baik dalam pengolahan limbah dengan menggunakan IPAL. Signifikansi penurunan konsentrasi limbah didapat dengan menguji 36 data outlet limbah berdasar uji laboratorium BLH Kota Semarang. Uji-t yang dilakukan menggunakan selang kepercayaan sebesar 95 persen. P-value dari uji-t yang dilakukan untuk semua parameter yang diuji, yaitu BOD, COD, TSS, NH 3 dan PO 4 adalah P-value yang nilainya kurang dari taraf nyata 5 persen, menunjukkan bahwa penurunan konsentrasi limbah RS. Telogorejo adalah sangat signifikan. Hasil dari uji-t dalam mengetahui signifikansi penurunan konsentrasi parameter limbah dapat dilihat pada Tabel 11.

107 Tabel 11. Hasil Uji-t Penurunan Konsentrasi per Parameter Limbah Cair RS. Telogorejo Tahun Uji Statistik: T- No. Indikator Observasi Paired Mean Std Dev T-Value P- Value 1 BOD inlet * outlet COD inlet * outlet TSS inlet * outlet NH 3 inlet * outlet PO 4 inlet * outlet Keterangan: *) = signifikan pada selang kepercayaan 95 persen Kualitas yang diharapkan dalam pengelolaan limbah adalah bukan hanya penurunan konsentrasi secara signifikan melainkan juga pemenuhan standar baku mutu yang disyaratkan. Digunakan uji-t dengan menggunakan data outlet sebanyak 36 titik untuk mengetahui apakah pemenuhan kualitas masing-masing parameter dengan standar baku mutu tercapai dengan uji statistik,. Sama halnya dengan uji-t untuk mengetahui signifikansi penurunan konsentrasi limbah, selang kepercayaan yang digunakan adalah sebesar 95 persen. Tabel 12. Hasil Uji-t Pencapaian Konsentrasi per Parameter Limbah Sesuai dengan Standar Baku Mutu No. Indikator Observasi Uji Statistik: T-Paired Mean Std Dev T-Value P-Value BOD outlet * COD outlet * TSS outlet *

108 4 NH 3 outlet PO 4 outlet * Keterangan: *) = signifikan pada selang kepercayaan 95 persen P-Value dari uji-t untuk kesemua parameter BOD, COD, TSS dan PO 4 adalah Nilai tersebut menunjukkan bahwa outlet dari parameter BOD, COD, TSS dan PO 4 secara signifikan telah memenuhi standar baku mutu yang disyaratkan. Nilai tersebut terkecuali untuk NH 3 yang memiliki P-Value sebesar yang artinya, IPAL RS. Telogorejo tidak signifikan dalam menghasilkan kualitas limbah yang sesuai dengan standar baku mutu untuk parameter NH 3. Hasil dari uji-t dalam mengetahui signifikansi pencapaian kualitas limbah yang sesuai dengan standar baku mutu dapat dilihat pada Tabel 12. Berdasarkan pengamatan dan pengolahan data limbah RS. Telogorejo, dapat dikatakan IPAL RS. Telogorejo signifikan dalam menurunkan konsentrasi per parameter limbah. Sesuai dengan standar baku mutu yang telah disyaratkan pada Perda Prov. Jateng/10/2004, RS. Telogorejo telah berhasil memenuhi standar baku mutu untu parameter BOD, COD, TSS dan PO 4. Sedangkan standar baku mutu NH3 tidak terpenuhi. Standar baku mutu NH 3 sebesar 0.1 mg/l memang sulit dicapai karena nilainya begitu ketat. Nilai 0.1 mg/l untuk NH 3 biasanya diperuntukkan dalam penggunaan air sebagai air minum Hubungan antara Perhitungan Efisiensi dengan Ekonomi Perusahaan dan Masyarakat Aktivitas rumah sakit yang menghasilkan limbah membuat pengelola rumah sakit wajib untuk membangun dan menjalankan IPAL agar dampak atau eksternalitas negatif dari limbah dapat diatasi. Pendirian IPAL dan pembuatan 10 Berdasar wawancara yang dilakukan dengan sanitarian RS. Telogorejo, Suharno, AMKL pada tanggal 29 Desember 2008 di RS. Telogorejo Semarang.

109 sistem pengelolaan limbah secara utuh memerlukan biaya yang tinggi. Oleh karena itu, biaya yang dikeluarkan oleh pengelola rumah sakit bukan hanya biaya privat untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan, melainkan juga biaya pengelolaan limbah yang termasuk dalam biaya eksternal. Keseluruhan biaya tersebut merupakan biaya sosial yang besarnya lebih dari biaya privat. Rumah Sakit Telogorejo belum pernah membandingkan kinerja IPAL dengan keseluruhan biaya yang telah dikeluarkan dalam mengelola limbah sampai saat ini. Nilai efisiensi dapat dijadikan bahan pembanding mengenai manfaat yang didapat dari pengelolaan limbah dengan keseluruhan biaya pengelolaan limbah. Apabila nilai efisiensi atau manfaat yang dihasilkan dirasa belum sesuai dengan biaya yang telah dikeluarkan, maka pengelola RS. Telogorejo perlu melakukan evaluasi lebih lanjut baik dalam hal teknis maupun pembiayaan pengelolaan limbah. Selain itu, nilai efisiensi juga dapat dijadikan bahan pertimbangan apabila pengelola RS. Telogorejo mengganti jenis atau unit pengolahan limbah cair. Hasil dari perhitungan efisiensi dan beban pencemar aktual dapat dijadikan informasi penting bagi pengelola RS. Telogorejo untuk menjustifikasi bahwa limbah hasil olahan dengan menggunakan IPAL sudah layak atau belum untuk dibuang. Sebagaimana yang terjadi pada Rumah Sakit Telogorejo Semarang yang memiliki nilai efisiensi di atas 60 persen untuk parameter BOD, COD, TSS, NH 3 dan PO 4, nilai tersebut dapat menguatkan pernyataan bahwa RS. Telogorejo sudah mengolah limbah cair dengan baik. Selain nilai efisiensi, nilai BPA dari keempat parameter yang dipantau dinyatakan tidak mencemari. Hanya satu parameter yang dinyatakan mencemari, yaitu NH 3. Jika konsentrasi NH 3 tinggi, salah satu

110 dampaknya adalah adanya potensi iritasi terhadap saluran pernapasan, hidung, tenggorokan dan paru-paru karena bau dari amoniak. Potensi tersebut dapat menyebabkan ketidaknyamanan atau bahkan gangguan kesehatan bagi orang yang merasakannya. Selain itu, NH 3 dalam air sangat beracun bagi ikan, udang dan binatang air lainnya. NH 3 dapat menimbulkan kesuburan tanaman air (eutropia) sehingga dapat menganggu biota air lainnya yang berfungsi sebagai bahan makanan manusia. Dampak yang ditimbulkan ini dapat menimbulkan kerugian ekonomi bagi masyarakat, baik berupa biaya untuk berobat (kesehatan) maupun penurunan tangkapan biota laut untuk konsumsi manusia ataupun pemanfaatan lainnya. Berdasarkan informasi tersebut, pengelola RS. Telogorejo dapat menyusun strategi lebih lanjut mengenai pengolahan limbah yang lebih fokus kepada penurunan konsentrasi NH 3. Pemerintah daerah juga dapat memberikan pandangan berupa saran atau revisi peraturan yang terkait dengan pengelolaan limbah. Hal ini diharapkan untuk lebih menguatkan sistem pengelolaan limbah secara umum dan secara khusus di Rumah Sakit Telogorejo sehingga dampak kepada masyarakat, baik dampak terhadap kesehatan maupun kesejahteraan, yang dapat ditimbulkan dari adanya limbah dapat diminimalkan.

111 VIII. EFEKTIVITAS BIAYA PENURUNAN KONSENTRASI PARAMETER LIMBAH RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG Sejauh ini, penggunaan IPAL sebagai alat pengolahan limbah cair rumah sakit memang menjadi kewajiban namun pengawasan pemerintah mengenai hasil pengolahan masih kurang optimal. Penelitian mengenai hal ini pun masih jarang dilakukan dan belum menjadi perhatian bagi pemerintah. Seiring berkembangnya ilmu pendidikan mengenai kesehatan lingkungan, sudah ada beberapa penelitian mengenai hasil pengolahan limbah cair namun sedikit untuk kasus yang ada di rumah sakit. Padahal, limbah rumah sakit adalah limbah yang berbahaya karena bersifat infeksius dan seharusnya bisa dijadikan perhatian yang lebih. Walaupun demikian, dengan teknologi canggih, limbah cair hasil olahan sebenarnya dapat dimanfaatkan kembali misalnya sebagai air untuk cuci mobil atau media ternak ikan. Pemanfaatan limbah cair rumah sakit pasca pengolahan masih jarang ditemukan di Indonesia sehingga penelitian yang dilakukan mengenai limbah cair rumah sakit masih sebatas teknis saja dan belum membahas dari sisi ekonomi. Penelitian mengenai pengelolaan limbah dalam sudut pandang ekonomi seharusnya juga dilakukan. Hal ini dapat membantu rumah sakit dalam efisiensi biaya dan dapat menjadi pertimbangan untuk penghematan biaya dan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menetapkan aturan-aturan rumah sakit dan menjadikan hal ini sebagai stimulus positif bagi rumah sakit. Penelitian di bidang ekonomi dapat dimulai dengan mengidentifikasi keseluruhan biaya yang dibutuhkan dalam pengelolaan IPAL. Kemudian, dari identifikasi tersebut, pengelola rumah sakit dapat menentukan biaya rata-rata per hari yang dikelurakan rumah sakit untuk mengelola limbah cair serta menentukan

112 biaya pengelolaan limbah cair yang seharusnya dapat dibebankan kepada pasien. Hal tersebut perlu dipertimbangkan mengingat selain bersifat sosial, RS. Telogorejo juga tetap harus mengejar profit demi kelangsungan usaha rumah sakit. Selain itu, meneliti seberapa besar biaya yang dibutuhkan untuk menurunkan per-miligram parameter limbah juga dibutuhkan. Besaran rupiah yang dihabiskan dalam menurunkan satu milligram parameter limbah sehingga akan diketahui parameter mana yang biaya penurunannya lebih efektif akan didapatkan dalam penelitian ini Identifikasi Biaya Pengelolaan Limbah Cair RS. Telogorejo Semarang Perhitungan biaya penurunan konsentrasi dari parameter limbah, membutuhkan keseluruhan data mengenai biaya pendirian IPAL, biaya operasional dan pemeliharaan, penggantian komponen IPAL, gaji pegawai dan serta biaya listrik dan air. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data biaya operasional dan pemeliharaan, gaji pegawai, pembayaran listrik dan air dari bulan Januari 2005 sampai dengan bulan Desember Sedangkan biaya instalasi akan dibagi menurut umur ekonomis IPAL. Biaya instalasi yang dihabiskan pada tahun 2001 adalah sebesar Rp ,- dan umur ekonomis IPAL adalah 50 tahun. Dalam bangunan IPAL terdapat tiga komponen yang memiliki umur tersendiri yaitu diffuser, sikat NSI dan rumpon. Diffuser harus diganti setiap lima tahun sekali dengan harga Rp ,-. Sikat NSI seharga Rp ,- harus diganti setiap enam tahun sekali. Sedangkan penggantian rumpon dilakukan setiap 10 tahun sekali dengan harga Rp ,-. Karena terdapat tiga komponen dalam IPAL yang memiliki umur berbeda, penetapan biaya instalasi dikurangi sejumlah harga tiga

113 komponen tersebut sehingga besar biaya instalasi IPAL dengan umur ekonomis selama 50 tahun adalah sebesar Rp ,- Biaya operasional dan pemeliharaan, antara lain meliputi : pembelian pupuk untuk pakan bakteri, kaporid, disinfektan, tas plastik, sedot WC serta penggantian kabel, pompa dan spareparts serta kebutuhan lain yang terkait dengan pemeliharaan. Kebutuhan tersebut bukan merupakan kebutuhan rutin bulanan melainkan tahunan sehingga dihitung sebagai biaya tahunan. Besar biaya operasional dan pemeliharaan untuk masing-masing tahun 2005, 2006 dan 2007 adalah Rp ,52, Rp ,20 dan Rp ,40. Sedangkan untuk kebutuhan rutin bulanan adalah biaya uji laboratorium untuk outlet, pembayaran gaji pegawai serta pembayaran listrik dan air. Pembayaran gaji pegawai untuk pengelolaan limbah cair pada tahun 2005, 2006 dan 2007 adalah Rp ,60, Rp ,- dan Rp Sedangkan untuk pembayaran listrik dan air untuk pengelolaan limbah cair di RS.Telogorejo, pada tahun 2005 menghabiskan dana sebesar Rp ,- serta pembayaran listrik dan air untuk tahun 2006 dan 2007 adalah Rp ,- dan Rp ,-. Keseluruhan biaya yang dikeluarkan dalam pengelolaan limbah cair RS. Telogorejo dapat dilihat pada Lampiran 8 dan 9. Sebelum menghitung biaya penurunan konsentrasi per parameter limbah, perlu diidentifikasi keseluruhan biaya pengelolaan IPAL yang dinyatakan dalam biaya tahunan rata-rata. Kemudian, biaya pengelolaan rata-rata per tahun dikonversi menjadi biaya pengelolaan rata-rata per hari. Tabulasi biaya pengelolaan IPAL rata-rata per hari ditunjukkan pada Tabel 13.

114 Berdasar hasil identifikasi biaya pengelolaan IPAL keseluruhan, didapatkan besaran biaya pengelolaan IPAL rata-rata per hari sebesar Rp , 28. Besar biaya tersebut yang kemudian dapat digunakan dalam perhitungan biaya pengelolaan IPAL yang dapat dijadikan pertimbangan dalam penetapan tarif rumah sakit dan biaya penurunan konsentrasi per parameter limbah. Tabel 13. Perhitungan Biaya Pengelolaan IPAL Rata-rata per Hari RS. Telogorejo Tahun Jenis Biaya Jumlah (Rp) Instalasi Operasional&Pemeliharaan Penggantian komponen difuser sikat NSI rumpon Pembayaran Gaji Pegawai Listrik+Air Jumlah biaya rata-rata/tahun Jumlah biaya rata-rata/hari ,28 Asumsi yang digunakan : 1. Umur ekonomis gedung IPAL adalah 50 tahun 2. Penggantian komponen untuk diffuser adalah setiap lima tahun, sikat NSI adalah setiap enam tahun dan rumpon adalah setiap 10 tahun. 3. Jumlah hari dalam satu tahun adalah 365 hari 4. Keseluruhan biaya dihitung dalam rata-rata per tahunnya Perhitungan Unit Daily Cost dari Pengelolaan Limbah Cair Aktivitas rumah sakit yang menghasilkan limbah membuat suatu konsekuensi yaitu kewajiban pengelolaan limbah yang membutuhkan biaya. Biaya yang dikeluarkan dalam pengelolaan limbah dapat disebut sebagai biaya

115 sosial dimana biaya sosial merupakan biaya yang dikeluarkan untuk mengatasi eksternalitas negatif, yaitu limbah. Kebutuhan biaya yang meningkat dapat menyebabkan aktivitas terganggu, misalnya berkurangnya jenis layanan atau produk dan jasa yang dikeluarkan, pengurangan tenaga kerja serta penurunan keuntungan. Sebagai rumah sakit swasta di samping harus tetap menjalankan fungsi sosialnya, RS. Telogorejo juga harus tetap memperhatikan neraca pengeluaran agar tetap dapat mempertahankan keuntungan demi kelangsungan rumah sakit. Adanya kewajiban membuat IPAL akan memberi beban tambahan bagi rumah sakit dalam hal pengeluaran. Agar tidak mengurangi jumlah keuntungan rumah sakit, biaya pengelolaan limbah cair dapat dibebankan pada pasien yang menempati kelas tertentu dengan konsep Unit Daily Cost (UDC). UDC adalah rata-rata biaya pengelolaan limbah cair yang dikeluarkan per harinya dibagi dengan jumlah kamar pasien (Djaja, 2006). Berdasarkan perhitungan ini, akan didapatkan UDC yang dapat dijadikan salah satu biaya yang harus ditanggung oleh pasien rawat inap. Ketentuan ini menjadi hak penuh bagi rumah sakit untuk dilaksanakan ataupun tidak. Belum seluruh rumah sakit di Indonesia telah menggunakan kebijakan UDC. Penetapan tarif ini dapat dibebankan kepada seluruh pasien pada kelas apapun namun juga dapat ditetapkan pada pasien kelas tertentu. Penetapan tarif pada kelas tertentu menunjukkan adanya subsidi silang antar pasien. Hal ini ditujukan untuk tetap membantu pasien dari kalangan menengah ke bawah, tanpa mengurangi layanan yang diberikan pada mereka.

116 Berdasar data pembiayaan untuk pengelolaan limbah cair di RS. Telogorejo, didapatkan biaya pengelolaan rata-rata per hari adalah sebesar Rp ,28. Sedangkan kapasitas tempat tidur RS. Telogorejo adalah 295 bed. Berdasarkan data tersebut, besar UDC yang dihasilkan adalah Rp ,28 dibagi dengan 295 tempat tidur, yaitu sebesar Rp 1.397,04. Penetapan beban pengelolaan limbah cair pada pasien, selain ditujukan untuk tetap mempertahankan keuntungan, hal ini juga ditujukan untuk menjaga pengelolaan limbah cair atau bahkan menjadikan pengelolaan tersebut jauh lebih baik agar dapat meminimalkan dampak negatif dari limbah secara optimal sehingga masyarakat dan lingkungan tidak akan menerima dampak yang dapat menimbulkan kerugian baik secara ekonomi dan sosial Perhitungan Efektivitas Biaya Penurunan Konsentrasi per Parameter Limbah Sesuai dengan rumus perhitungan menurut Djaja (2006), tahapan setelah menghitung biaya pengelolaan IPAL rata-rata per harinya adalah menghitung biaya pengelolaan per hari per liter limbah. Rata-rata debit limbah RS. Telogorejo adalah sebesar 300 m 3 atau liter sehingga dapat dihitung biaya pengelolaan per hari per liter adalah sebesar Rp 1.374,-. Biaya pengelolaan yang digunakan dalam perhitungan dinyatakan dalam biaya per hari per liter dikarenakan nilai konsentrasi dari limbah dinyatakan dalam mg per liter. Biaya penurunan konsentrasi per parameter limbah didapat dengan membagi biaya pengelolaan per hari per liter dengan penurunan konsentrasi pada masing-masing parameter. Pada parameter BOD, rata-rata dari keseluruhan penurunan konsentrasi BOD adalah sebesar mg/l sehingga biaya

117 penurunan konsentrasi untuk parameter BOD adalah sebesar Rp 0.044,-/mg. Artinya adalah IPAL RS. Telogorejo rata-rata menurunkan mg/l BOD dengan biaya penurunan konsentrasinya sebesar Rp 0.044,-/mg. Sedangkan untuk parameter COD, rata-rata penurunan konsentrasinya adalah yang tertinggi, yaitu sebesar mg/l sehingga didapat biaya penurunan konsentrasi yang relatif lebih kecil daripada parameter BOD. Biaya penurunan konsentrasi parameter COD adalah sebesar Rp 0.016,-/mg. Parameter TSS yang rata-rata besar penurunannya berada setelah COD, yaitu mg/l, besar biaya penurunannya relatif lebih besar sedikit daripada COD dan relatif lebih kecil daripada BOD. Besar biaya penurunan konsentrasi TSS adalah sebesar Rp 0.018,-/mg. Rata-rata besar penurunan pada NH 3 sebesar mg/l. Nilai tersebut berada di bawah rata-rata penurunan konsentrasi parameter BOD. Besar biaya penurunan konsentrasi NH 3 adalah sebesar Rp 0.089,-/mg. Sedangkan untuk rata-rata besar penurunan parameter PO4 adalah yang terendah diantara yang lain, yaitu sebesar mg/l dan biaya penurunan konsentrasi untuk parameter PO 4 adalah sebesar Rp 0.471,-/mg. Biaya tersebut adalah yang paling tinggi diantara parameter lain. Berdasarkan keseluruhan perhitungan, dapat dikatakan bahwa, semakin besar penurunan konsentrasi limbah, maka biaya penurunannya akan semakin kecil. Efektivitas biaya dapat dilihat dengan membandingkan nilai (rasio) biaya penurunan konsentrasi per satuan parameter. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di RS. Telogorejo, biaya penurunan konsentrasi yang paling efektif adalah pada parameter COD dengan biaya penurunan Rp 0.016,-/mg dan penurunan sebesar mg/l. Biaya tersebut efektif karena dalam pengolahan dengan IPAL, konsentrasi COD mengalami penurunan yang paling besar. Biaya

118 penurunan konsentrasi yang paling tidak efektif jika dibandingkan dengan parameter lainnya adalah PO 4 yang bernilai Rp 0.471,- /mg dengan penurunan terkecil yaitu sebesar mg/l. Biaya penurunan parameter NH 3 lebih efektif dari PO 4 yaitu sebesar Rp 0.089,-/mg dengan penurunan mg/l. namun, penurunan NH 3 tidak efektif jika dibandingkan dengan parameter BOD yang memiliki biaya penurunan sebesar Rp 0.044,-/mg dengan penurunan sebesar mg/l. Sedangkan parameter TSS memiliki biaya penurunan yang lebih efektif daripada parameter BOD namun tidak efektif bila dibandingkan dengan parameter COD. Besar biaya penurunan TSS adalah Rp 0.018,-/mg dengan penurunan mg/l. Rangkuman dari hasil pengamatan dan perhitungan mengenai efektivitas biaya penurunan konsentrasi per parameter limbah RS. Telogorejo dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Efektivitas Biaya Penurunan Konsentrasi per Parameter Limbah RS. Telogorejo Semarang Penurunan Parameter Biaya/liter (Rp) (mg/l) Biaya penurunan (Rp/mg) BOD COD TSS NH PO Sumber : Data Uji Inlet dan Outlet serta Biaya Pengelolaan Limbah Cair RS. Telogorejo Tahun (diolah). Biaya efektif dapat membantu pengelola RS. Telogorejo pada khususnya dan pengguna IPAL serta pemerintah pada umumnya terkait dengan pengembangan strategi pengelolaan limbah atau dalam mengidentifikasi jenis unit IPAL dengan efektivitas biaya penurunan pada parameter tertentu, misalnya mengidentifikasi biaya penurunan parameter BOD yang sering menjadi fokus

119 perhatian sehingga identifikasi tersebut dapat dijadikan informasi untuk pihak lain yang berkepentingan dalam menurunkan konsentrasi limbah untuk parameter tertentu secara optimal. Informasi ini diharapkan dapat meminimisasi biaya eksternal yang dikeluarkan dengan tanpa mengurangi manfaat yang diharapkan dari pengelolaan limbah sehingga lingkungan tetap terjaga dan masyarakat tidak mengalami kerugian. Selain itu, apabila terdapat pemanfaatan dari hasil olahan limbah, penelitian yang lebih jauh di bidang ekonomi akan dapat dilakukan, misalnya dengan menggunakan konsep benefit-cost ratio. Limbah cair hasil olahan IPAL yang sudah melalui proses khlorinasi dapat dimanfaatkan. Pemanfaatan tersebut dapat berupa : penggunaan air hasil limbah olahan IPAL sebagai air cuci mobil, media ternak ikan non konsumtif seperti ikan sapu-sapu ataupun dimanfaatkan dengan tujuan keindahan seperti air pengisi kolam ikan hias untuk memperindah taman rumah sakit. Apabila pemanfaatan tersebut dapat dikomersilkan, maka akan menambah manfaat yang dapat diukur secara ekonomi. Namun, pemanfaatan air limbah hasil olahan seperti yang telah dicontohkan sebelumnya juga dapat memberikan manfaat ekonomi yaitu penghematan penggunaan air. Selain itu, pemanfaatan air limbah hasil olahan IPAL akan mengurangi tingkat pencemaran di perairan karena tidak dibuang langsung ke perairan. Berdasarkan analisis tersebut, pemanfaatan limbah dapat menekan terjadinya kerusakan lingkungan dan meminimalkan dampak yang dapat mengenai berbagai aspek.

120 IX. PENGARUH BIAYA TERHADAP PENURUNAN KONSENTRASI PARAMETER LIMBAH RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja IPAL dalam menghasilkan kondisi limbah yang berkualitas cukup beragam, yaitu: luas IPAL, biaya pengelolaan, sumber air, adanya daur ulang limbah, pemakaian disinfektan, jumlah tenaga kerja serta pendidikan dan pelatihan tenaga kerja. Berdasarkan keseluruhan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi kinerja IPAL, faktor atau variabel yang mengalami perubahan atau memiliki keragaman adalah biaya. Kinerja IPAL dalam mengolah limbah cair dapat dilihat dari besarnya penurunan konsentrasi pada masing-masing parameter limbah. Parameter yang diamati adalah BOD, COD, TSS, NH 3 dan PO 4. Sebagaimana yang telah diketahui dalam bab sebelumnya, konsep perhitungan biaya penurunan per satuan parameter limbah dapat digunakan dalam mengidentifikasi efektivitas biaya dalam menurunkan atau mengolah masingmasing parameter dalam limbah. Biaya penurunan konsentrasi per satuan parameter menunjukkan keseluruhan biaya dalam mengusahakan pengelolaan limbah cair. Berdasarkan metode perhitungan biaya penurunan konsentrasi parameter limbah, dapat diperkirakan hubungan antara biaya penurunan konsentrasi parameter limbah dengan penurunan konsentrasi masing-masing parameter setelah pengolahan. Hubungan yang diduga antar keduanya adalah negatif. Hal ini dapat dilihat dari konsep efektivitas biaya yang telah dibahas dalam bab sebelumnya. Biaya penurunan konsentrasi parameter limbah menunjukkan rasio efektivitas biaya diantara parameter limbah yang diamati. Semakin efektif biaya, maka nilai (rasio) biaya penurunan konsentrasi akan

121 semakin kecil dan sebaliknya. Biaya efektif menunjukkan besar penurunan konsentrasi yang besar. Berdasarkan konsep tersebut dapat dibuat hipotesis bahwa semakin kecil nilai biaya penurunan maka penurunan konsentrasi yang dihasilkan akan semakin besar. Hal ini dapat menunjukkan bahwa efektivitas biaya akan berpengaruh pada kualitas limbah yang baik. Hipotesis tersebut akan diuji dengan menggunakan regresi linear sederhana Pengaruh Biaya Penurunan per Satuan BOD terhadap Penurunan Konsentrasi BOD Berdasarkan perhitungan biaya penurunan per satuan parameter yang ada pada bab sebelumnya, rata-rata biaya penurunan per satuan parameter untuk BOD adalah sebesar Rp 0.044/mg/l. Sebelum mengetahui pengaruh antara biaya penurunan per satuan BOD dengan konsentrasi BOD pada titik outlet, akan dihitung terlebih dahulu biaya penurunan per satuan BOD pada 36 nilai penurunan konsentrasi BOD yang ada. Berdasarkan data tersebut diperoleh persamaan regresi hubungan antara biaya penurunan per satuan BOD dengan penurunan konsentrasi BOD adalah: ybod = xbod Secara statistik dari persamaan tersebut, dapat diartikan bahwa apabila biaya penurunan per satuan parameter BOD menurun sebesar satu satuan, maka penurunan konsentrasi BOD akan meningkat sebesar 201 satuan dan sebaliknya. P-value dari variabel biaya penurunan per satuan BOD pada persamaan tersebut adalah Hal ini menunjukkan bahwa biaya penurunan per satuan BOD berpengaruh nyata dalam kinerja IPAL yang ditunjukkan dengan besarnya penurunan konsentrasi parameter limbah pada taraf nyata lima persen. Sedangkan

122 nilai koefisien determinasi (R-sq) untuk persamaan regresi tersebut adalah sebesar 65.6 persen. Hal ini menunjukkan bahwa dalam menduga keragaman variabel penurunan konsentrasi BOD, variabel biaya penurunan per satuan BOD dapat menjelaskan sebesar 65.6 persen sedangkan untuk sisa sebesar 34.4 persen akan dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam persamaan Pengaruh Biaya Penurunan per Satuan COD terhadap Penurunan Konsentrasi COD Prosedur kerja untuk mengetahui seberapa besar pengaruh biaya penurunan per satuan parameter COD dengan penurunan konsentrasi COD adalah sama dengan konsep regresi pada parameter BOD. Setelah menghitung masingmasing biaya penurunan per satuan COD pada 36 nilai penurunan konsentrasi COD, keseluruhan data dimasukkan dalam konsep regresi dan menghasilkan persamaan regresi sebagai berikut : ycod = xcod Berdasar persamaan regresi yang dihasilkan dapat dilihat bahwa biaya penurunan per satuan COD akan mempengaruhi kinerja IPAL pada penurunan konsentrasi COD dengan hubungan yang terbalik (negatif). Apabila biaya penurunan per satuan COD menurun sebesar satu satuan, maka penurunan konsentrasi COD yang dihasilkan oleh IPAL akan meningkat sebesar 2602 satuan dan sebaliknya. Variabel biaya penurunan per satuan COD memilliki P-value Hal ini menunjukkan bahwa pada taraf nyata lima persen, biaya penurunan per satuan COD berpengaruh nyata terhadap penurunan konsentrasi COD. Nilai R-sq pada persamaan regresi di atas adalah sebesar 69.2 persen. Nilai tersebut menunjukkan

123 bahwa variabel biaya penurunan per satuan COD dapat menjelaskan perubahan pada variabel penurunan konsentrasi COD sebesar 69.2 persen. Sedangkan sisanya sebesar 31.8 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak masuk dalam persamaan Pengaruh Biaya Penurunan per Satuan TSS terhadap Penurunan Konsentrasi TSS Sejalan dengan prosedur dalam menduga pengaruh biaya penurunan per satuan parameter dengan penurunan konsentrasi parameter, biaya penurunan per satuan TSS pada masing-masing penurunan konsentrasi TSS harus dihitung terlebih dahulu. Setelah mendapatkan biaya penurunan per satuan parameter dari 36 titik outlet TSS, data-data tersebut diolah dengan menggunakan konsep regresi sederhana. Dengan prosedur tersebut, persamaan regresi yang dihasilkan dalam menjelaskan pengaruh antara biaya penurunan per satuan TSS dengan penurunan konsentrasi TSS adalah sebagai berikut : ytss = 94,5 877 xtss Berdasarkan persamaan tersebut, dapat ditunjukkan bahwa hubungan antara biaya penurunan per satuan TSS adalah berkebalikan dengan penurunan konsentrasi TSS. Pada saat biaya penurunan per satuan TSS menurun sebesar satu satuan, maka penurunan konsentrasi TSS hasil pengolahan dengan menggunakan IPAL meningkat sebesar 877 satuan dan sebaliknya. Jika hal tersebut terjadi, maka kualitas limbah untuk parameter TSS akan semakin baik karena nilai konsentrasinya akan semakin rendah. Berdasarkan pengolahan data dengan menggunakan konsep regresi sederhana, P-value untuk variabel biaya penurunan per satuan TSS adalah 0.00.

124 Nilai tersebut menunjukkan bahwa biaya penurunan per satuan TSS berpengaruh nyata terhadap penurunan konsentrasi TSS pada taraf nyata lima persen. Sedangkan nilai R-sq dari persamaan ini adalah sebesar 45.4 persen. Nilai tersebut menunjukkan bahwa variabel biaya penurunan per satuan TSS hanya menjelaskan perubahan penurunan konsentrasi TSS sebesar 45.4 persen dan sisanya sebesar 54.6 persen dijelaskan oleh variabel lain yang memang tidak diamati pada penelitian ini Pengaruh Biaya Penurunan per Satuan NH 3 terhadap Penurunan Konsentrasi NH 3 Sama halnya dengan prosedur perhitungan biaya penurunan per satuan parameter pada parameter-parameter yang dianalisis sebelumnya, biaya penurunan per satuan NH 3 dihitung berdasarkan data penurunan konsentrasi NH 3 yang ada. Setelah mendapatkan biaya penurunan per satuan NH 3, pengaruh antara variabel biaya penurunan per satuan NH 3 dengan data outlet NH 3 akan dianalisis dengan menggunakan regresi sederhana. Adapun persamaan regresi yang dihasilkan adalah sebagai berikut: ynh 3 = xnh 3 Persamaan di atas menunjukkan hubungan yang negatif antara biaya penurunan per satuan NH 3 dengan penurunan konsentrasi NH 3 yang dihasilkan. Saat terjadi penurunan variabel biaya penurunan per satuan NH 3 sebesar satu satuan, maka penurunan konsentrasi NH 3 hasil pengolahan dengan menggunakan IPAL akan meningkat sebesar 106 satuan dan sebaliknya. Jika hal tersebut terjadi, maka kualitas limbah untuk parameter NH 3 akan menjadi lebih baik karena nilai konsentrasi akhir (outlet) akan semakin kecil.

125 P-value untuk variabel biaya penurunan per satuan NH 3 adalah Nilai tersebut menunjukkan bahwa variabel biaya penurunan per satuan NH 3 berpengaruh nyata terhadap variabel penurunan konsentrasi NH 3 pada taraf nyata lima persen. Nilai koefisien determinasi (R-sq) dari persamaan regresi di atas adalah 74.1 persen. Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik variabel biaya penurunan per satuan NH 3 mempengaruhi perubahan variabel penurunan konsentrasi NH 3 sebesar 74.1 persen dan sisanya sebesar 25.9 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam persamaan Pengaruh Biaya Penurunan per Satuan PO 4 terhadap Penurunan Konsentrasi PO 4 Berdasarkan data penurunan konsentrasi PO 4 yang ada, biaya penurunan per satuan PO 4 bisa didapatkan. Kemudian, dari kedua variabel tersebut, pengaruh biaya penurunan per satuan PO 4 dengan penurunan konsentrasi PO 4 hasil pengolahan dengan IPAL akan dianalisis dengan menggunakan konsep regresi sederhana. Persamaan regresi yang didapat adalah: ypo 4 = xpo 4 Berdasarkan persamaan regresi yang dihasilkan, apabila variabel biaya penurunan per satuan PO 4 turun sebesar satu satuan, maka penurunan konsentrasi PO 4 yang dihasilkan dari IPAL akan meningkat sebesar 1.15 satuan dan sebaliknya. Berdasarkan analisis tersebut, biaya penurunan yang rendah akan menghasilkan kualitas limbah yang baik karena penurunan konsentrasi yang besar. Biaya penurunan per satuan parameter yang rendah menunjukkan efektivitas biaya dalam menurunkan konsentrasi parameter limbah.

126 P-value untuk variabel biaya penurunan per satuan PO 4 pada persamaan tersebut adalah sebesar Nilai tersebut mengartikan bahwa variabel biaya penurunan per satuan PO 4 berpengaruh nyata terhadap variabel penurunan konsentrasi PO 4 pada taraf nyata lima persen. Selain itu, nilai koefisien determinasi pada persamaan tersebut adalah sebesar 25.1 persen. Nilai R-sq tersebut menunjukkan bahwa variabel biaya penurunan per satuan PO 4 hanya menjelaskan sebesar 25.1 persen terhadap variabel perubahan konsentrasi PO 4. Sedangkan sisanya sebesar 74.9 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang memang tidak diamati dalam penelitian ini. Berdasarkan analisis ini, dapat dipastikan bahwa biaya penurunan per satuan parameter yang semakin kecil akan menghasilkan kinerja IPAL yang semakin baik. Kinerja IPAL yang baik ditunjukkan dengan penurunan konsentrasi yang semakin besar sehingga kualitas parameter limbah yang dihasilkan akan semakin baik. Biaya penurunan per satuan parameter limbah yang kecil menunjukkan efektivitas biaya dalam menurunkan konsentrasi parameter tersebut. Nilai R-sq yang berbeda pada analisis regresi pada masing-masing parameter menunjukkan bahwa pengaruh biaya penurunan per satuan parameter tidak sama pada masing-masing parameter. Biaya yang telah dikeluarkan pada pengelolaan limbah RS. Telogorejo lebih menjelaskan pada kinerja IPAL dalam menurunkan konsentrasi NH 3 karena nilai R-sq pada persamaan regresi untuk parameter NH 3 adalah yang terbesar diantara parameter lainnya. Biaya penurunan per satuan parameter menunjukkan keseluruhan biaya yang telah dikeluarkan dalam pengelolaan limbah RS. Telogorejo. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa persamaan regresi yang memiliki R-sq yang tinggi

127 mengindikasikan biaya pengelolaan limbah cair yang telah dikeluarkan berpengaruh terhadap penurunan parameter tersebut. Sedangkan untuk R-sq yang rendah, terdapat faktor-faktor lain yang berpengaruh dan di luar besaran keseluruhan biaya yang telah dikeluarkan dalam pengelolaan limbah cair di RS. Telogorejo. Keseluruhan analisis regresi linear sederhana untuk memperkirakan pengaruh biaya penurunan dengan penurunan konsentrasi parameter n hasil pengolahan IPAL telah memenuhi uji normalitas Kolomogorov-Smirnov dan residualnya dinyatakan menyebar normal karena memiliki P-value lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yaitu, lima persen. Selain itu, residual dari keseluruhan model regresi dinyatakan saling bebas dan homogeny berdasarkan Residual Plots dari masing-masing parameter. Hasil dari analisis regrsi dan uji statistik dapat dilihat pada Lampiran 10.

128 X. PENILAIAN WARGA SEKITAR RUMAH SAKIT TELOGOREJO TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT Limbah rumah sakit baik yang berupa limbah padat maupun cair, harus diolah terlebih dahulu dan setelah itu dibuang ke tempat yang layak. Pada pengelolaan limbah cair, konsentrasi pada masing-masing parameter harus disesuaikan dengan standar baku mutu yang berlaku. Pengelolaan limbah bertujuan untuk mengurangi resiko terjadinya pencemaran lingkungan. Rumah Sakit Telogorejo sebagai rumah sakit besar yang ada di lingkungan padat permukiman memiliki potensi besar mencemari lingkungan sekitar apabila tidak melakukan pengelolaan limbah dengan baik. Apabila hal tersebut terjadi, masyarakat yang cenderung lebih dekat terkena dampaknya adalah masyarakat sekitar. RS. Telogorejo berbatasan langsung dengan permukiman warga Anggrek, Kelurahan Pekunden, Semarang Tengah. Jumlah keseluruhan kepala keluarga yang berada pada kawasan Anggrek adalah 52 kepala keluarga yang letaknya berdekatan tepat di sepanjang RS. Telogorejo 11. Analisis pengelolaan limbah di RS. Telogorejo termasuk kinerja pengolahan limbah cair dengan menggunakan IPAL telah dilakukan pada bab sebelumnya. Survey terhadap 40 rumahtangga di kawasan Anggrek RT 06/ RW V yang terletak di sekitar RS. Telogorejo dilakukan untuk meningkatkan nilai manfaat pada penelitian ini. Hasil dari survey ini diharapkan dapat berujung pada penilaian warga terhadap pengelolaan limbah di RS. Telogorejo berdasarkan persepsi mereka masing-masing. 11 Berdasarkan wawancara dengan Bapak Djuadji (Ketua RW V Kel. Pekunden)

129 10.1. Karakteristik Responden Pada pengamatan yang dilakukan di Jalan Anggrek, warga yang dijadikan responden adalah sebanyak 40 rumahtangga, dapat melalui kepala keluarga (suami) maupun istri apabila kepala keluarga sedang tidak berada pada saat penelitian berlangsung. Berdasarkan hasil pengamatan selama di lapangan, menunjukkan bahwa responden yang berumur kurang dari 24 tahun adalah sebanyak 5 persen. Pada selang tahun, tahun dan tahun masing-masing adalah 30 persen, 25 persen dan 37.5 persen. Sedangkan responden yang umurnya di atas 62 tahun hanya sebesar 2.5 persen. Gambaran karakteristik umur responden dapat dilihat pada Gambar 11. Sumber : Data Primer (diolah), 2009 Gambar 11. Sebaran Umur Responden (dalam tahun) Sebaran Jarak Rumah Warga Anggrek dengan RS. Telogorejo Warga yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah warga yang letak rumahnya berjarak antara 5 sampai dengan 30 meter. Sebanyak 55 persen atau mayoritas rumah responden berjarak kurang dari 10 meter dari RS. Telogorejo. Jumlah rumah responden yang berjarak antara meter sampai 15 meter adalah 2.5 persen. Jarak rumah responden dengan RS. Telogorejo antara meter dan sampai 25 meter masing-masing sebanyak 2.5 persen. Kemudian, responden yang rumahnya berjarak antara meter adalah 22.5

130 persen. Sedangkan 5 persen responden lain rumahnya berjarak lebih dari 30 meter dari RS. Telogorejo. sebaran warga yang menjadi responden menurut jarak rumah mereka dengan rumah sakitdapat dilihat pada Gambar 12. Sumber : Data Primer (diolah), 2009 Gambar 12. Sebaran Jarak Rumah Responden dengan RS. Telogorejo (dalam meter) Lama Tinggal Responden di Sekitar RS. Telogorejo Permukiman di sekitar RS. Telogorejo Semarang mulai ada sejak tahun Sampai saat ini, jumlah warga yang berada di sekitar RS. Telogorejo semakin banyak. Pada penelitian ini, sebanyak 37.5 persen responden telah tinggal di sekitar RS. Telogorejo selama lebih dari 30 tahun. Responden yang telah tinggal antara 18 sampai 30 tahun adalah sebanyak 32.5 persen. Kemudian, jumlah responden yang telah tinggal selama 5 sampai 17 tahun adalah 25 persen. Sedangkan responden yang telah tinggal kurang dari 5 tahun adalah sebanyak 5 persen. Keseluruhan persentase lama tinggal responden di sekitar RS. Telogorejo dapat dilihat pada Gambar 13.

131 Sumber : Data Primer (diolah), 2009 Gambar 13. Persentase Lama Tinggal Responden di Sekitar RS. Telogorejo Semarang (dalam tahun) Sebaran Tingkat Pendidikan Responden Secara umum tingkat pendidikan yang telah ditempuh dari 40 responden pada penelitian ini adalah SD dan SMP. Banyaknya responden yang berpendidikan SD adalah 57.5 persen. Sedangkan Persentase responden yang berpendidikan SMP adalah sebanyak 25 persen. Sisanya sebanyak 17.5 persen responden berpendidikan SMA/Sederajat. Berdasarkan data ini, sebagian besar warga Anggrek yang bertempat tinggal di sekitar RS. Telogorejo memiliki tingkat pendidikan menengah ke bawah. Sebaran tingkat pendidikan responden disajikan pada Gambar 14. Sumber : Data Primer (diolah), 2009 Gambar 14. Sebaran Tingkat Pendidikan Responden

132 Sebaran Jenis Pekerjaan Responden Secara umum pekerjaan responden pada penelitian ini adalah penjual makanan dengan membuka warung makan dan tukang becak. Banyak warga yang memanfaatkan kedekatan letak rumah mereka dengan rumah sakit dengan membuka warung makan. Usaha mereka ini tidak sia-sia karena banyak pegawai RS. Telogorejo dan juga beberapa pengunjung yang menggunakan jasa mereka. Selain itu, para warga pria di sekitar RS. Telogorejo berkesempatan untuk menarik becak. Kondisi RS. Telogorejo yang bukan merupakan jalur angkutan umum memberikan kesempatan para tukang becak untuk menawarkan jasanya pada pengunjung RS. Telogorejo untuk menuju ke tempat pemberhentian angkutan umum, misalnya di sekitar daerah Simpang Lima Semarang. Sumber : Data Primer (diolah), 2009 Gambar 15. Sebaran Jenis Pekerjaan Responden Banyaknya responden yang bekerja sebagai tukang becak adalah sebesar 37 persen dan penjual makanan warungan sebesar 20 persen. Selain itu, terdapat 25 persen responden yang menjadi pegawai/pekerja swasta. Sejumlah 18 persen lainnya memiliki pekerjaan di luar penjual makanan warungan, tukang becak dan pegawai/pekerja swasta. Pekerjaan tersebut diantaranya adalah pegawai

133 kelurahan, tukang bordir, penjual makanan keliling dan pensiunan. Sebaran jenis pekerjaan responden dapat dilihat pada Gambar Sebaran Pendapatan Responden Pendapatan dari responden yang ada dalam penelitian ini berkisar antara Rp ,- sampai dengan lebih dari Rp ,-. Responden yang berpenghasilan antara Rp ,- sampai dengan Rp ,- adalah sebanyak 28 persen. Jumlah responden yang memiliki pendapatan antara lebih dari Rp ,- sampai dengan Rp ,- dan lebih dari Rp ,- sampai dengan Rp masing-masing sebanyak 15 persen dan 42 persen. Sementara itu responden yang memiliki pendapatan lebih dari Rp adalah sebanyak 15 persen. Secara ringkas, sebaran pendapatan responden dapat dilihat pada Gambar 16. Sumber : Data Primer (diolah), 2009 Gambar 16. Sebaran Pendapatan Responden (dalam Rupiah) Hasil Survey Kepada Masyarakat Terkait dengan Penilaian Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Pertanyaan awal yang diajukan kepada responden terkait dengan penilaian mereka terhadap pengelolaan limbah rumah sakit adalah pengetahuan mereka tentang limbah. Seluruh responden menyatakan mengetahui apa yang disebut

134 dengan limbah. Terdapat beberapa dari responden yang menyebutkan contohcontoh limbah sebagai pernyataan bahwa mereka mengetahui apa yang dimaksud dengan limbah. Berlanjut dari hal tersebut, tidak seluruh responden mengetahui dampak dari adanya limbah apabila limbah tidak dikelola dengan baik. Terdapat hanya 15 persen responden yang tidak mengetahui dampak limbah. Sedangkan sisanya menyatakan mengetahui dampak limbah apabila tidak dikelola dengan baik. Sebagian besar dari mereka menyebutkan bahwa dampak dari pengelolaan limbah yang tidak baik adalah adanya penyakit. Mereka menyadari jika dampak dari limbah dapat menyebabkan kerugian bagi mereka. Gambar 17 adalah persentase pengetahuan responden mengenai limbah. Sumber : Data Primer (diolah), 2009 Gambar 17. Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Limbah Selanjutnya, responden akan dibawa pada pertanyaan apakah mereka pernah merasakan bau atau menemukan limbah rumah sakit yang tercecer. Keseluruhan responden menjawab tidak pernah menemukan limbah tercecer di lingkungan mereka. Mereka juga menyatakan bahwa tidak pernah ada pemulung yang memanfaatkan sampah RS. Telogorejo. Hanya saja, terdapat 35 persen responden yang pernah merasa mencium bau yang berasal dari rumah sakit.

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA DAN PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG KAMILA HAQQ

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA DAN PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG KAMILA HAQQ ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA DAN PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG KAMILA HAQQ DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan nomor 36 tahun 2009 menyatakan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan nomor 36 tahun 2009 menyatakan 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan nomor 36 tahun 2009 menyatakan bahwa upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Dalam hal ini sarana pelayanan kesehatan harus pula memperhatikan keterkaitan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Dalam hal ini sarana pelayanan kesehatan harus pula memperhatikan keterkaitan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah lingkungan erat sekali hubungannya dengan dunia kesehatan. Untuk mencapai kondisi masyarakat yang sehat diperlukan lingkungan yang baik pula. Dalam hal ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak dapat dipisahkan dari masyarakat karena mempunyai fungsi sebagai tempat

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak dapat dipisahkan dari masyarakat karena mempunyai fungsi sebagai tempat Keterp aparan 1. La BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang keberadaannya tidak dapat dipisahkan dari masyarakat karena mempunyai fungsi sebagai tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat praktik dokter saja, tetapi juga ditunjang oleh unit-unit lainnya,

BAB I PENDAHULUAN. tempat praktik dokter saja, tetapi juga ditunjang oleh unit-unit lainnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya untuk meningkatkan kesehatan masyarakat sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum, besar artinya bagi pengembangan sumber daya manusia Indonesia. Rumah sakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan bahwa semua orang mempunyai hak yang sama dalam. berhak mendapatkan lingkungan sehat bagi pencapaian derajat kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan bahwa semua orang mempunyai hak yang sama dalam. berhak mendapatkan lingkungan sehat bagi pencapaian derajat kesehatan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan menyatakan bahwa semua orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Kesehatan RI Nomor 36 Tahun 2009 menyatakan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Kesehatan RI Nomor 36 Tahun 2009 menyatakan bahwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Kesehatan RI Nomor 36 Tahun 2009 menyatakan bahwa upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik fisik, kimia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan rumah sakit mempunyai potensi menghasilkan limbah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan rumah sakit mempunyai potensi menghasilkan limbah yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan rumah sakit mempunyai potensi menghasilkan limbah yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan hidup. Oleh karena itu perlu dilakukan pengendalian

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-undang Kesehatan nomor 36 tahun 2009 menyatakan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-undang Kesehatan nomor 36 tahun 2009 menyatakan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Kesehatan nomor 36 tahun 2009 menyatakan bahwa upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis, serta pengobatan penyakit yang diderita oleh

BAB 1 : PENDAHULUAN. keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis, serta pengobatan penyakit yang diderita oleh BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah suatu organisasi tenaga medis professional yang terorganisasi serta sarana kedokteran yang permanen dalam menyelenggarakan pelayanan kedokteran,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. ini mempunyai konsekuensi perlunya pengelolaan limbah rumah sakit sebagai bagian

BAB 1 : PENDAHULUAN. ini mempunyai konsekuensi perlunya pengelolaan limbah rumah sakit sebagai bagian BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah Sakit sebagai sarana upaya perbaikan kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan sekaligus sebagai lembaga pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Pembangunan nasional bangsa Indonesia adalah pembangunan

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Pembangunan nasional bangsa Indonesia adalah pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pembangunan nasional bangsa Indonesia adalah pembangunan disegala bidang kehidupan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan berkesinambungan, termasuk bidang kesehatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di bidang kesehatan merupakan bagian integral dari

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di bidang kesehatan merupakan bagian integral dari BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pembangunan di bidang kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional Indonesia yang diatur di dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Dijelaskan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Instansi yang paling banyak menghasilkan limbah salah satunya adalah rumah sakit. Limbah yang dihasilkan rumah sakit berupa limbah padat maupun limbah cair, mulai dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit Pencemaran air limbah sebagai salah satu dampak pembangunan di berbagai bidang disamping memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat. Selain itu peningkatan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menegaskan bahwa upaya

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menegaskan bahwa upaya BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menegaskan bahwa upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setinggi-tingginya, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari. tujuan nasional (Depkes RI, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. setinggi-tingginya, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari. tujuan nasional (Depkes RI, 2009). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan di bidang kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional Indonesia yang diatur di dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. operasi, sisa suntikan, obat kadaluarsa, virus, bakteri, limbah padat dan lain-lain.

BAB I PENDAHULUAN. operasi, sisa suntikan, obat kadaluarsa, virus, bakteri, limbah padat dan lain-lain. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit merupakan sumber limbah B3 yang harus mendapat perhatian. Limbah B3 yang dikeluarkan dari rumah sakit meliputi limbah infeksius, sisa operasi, sisa suntikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan juga merupakan bagian yang takterpisahkan dari pembangunan, karena

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan juga merupakan bagian yang takterpisahkan dari pembangunan, karena BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan kesehatan adalah sebagai salah satu usaha untuk mencapai kesadaran kemampuan akan hidup sehat bagi masyarakat dan mewujudkan derajat kesehatan

Lebih terperinci

Efisiensi Instalasi Pengolahan Air Limbah Terhadap Kualitas Limbah Cair Rumah Sakit Haji Makassar Tahun 2014

Efisiensi Instalasi Pengolahan Air Limbah Terhadap Kualitas Limbah Cair Rumah Sakit Haji Makassar Tahun 2014 ISSN : 2443 1141 P E N E L I T I A N Efisiensi Instalasi Pengolahan Air Limbah Terhadap Kualitas Limbah Cair Rumah Sakit Haji Makassar Tahun 2014 Abd. Gafur 1 * Abstract Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA (Studi Kasus di Perumahan Cipinang Elok, Jakarta Timur) GANIS DWI CAHYANI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dua puluh empat jam sehari dan melibatkan berbagai aktifitas orang

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dua puluh empat jam sehari dan melibatkan berbagai aktifitas orang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang potensial menimbulkan dampak negatif pada lingkungan. Seperti halnya sektor industri, kegiatan rumah sakit berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Rumah sakit termasuk pelayanan laboratorium didalamnya oleh WHO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Rumah sakit termasuk pelayanan laboratorium didalamnya oleh WHO BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit termasuk pelayanan laboratorium didalamnya oleh WHO (World Health Organisation) tahun 1957 diberikan batasan yaitu suatu bagian menyeluruh, integrasi dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari tujuan dan upaya pemerintah dalam memberikan arah pembangunan ke depan bagi bangsa Indonesia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis sistem..., Dian Fitri Arestria, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis sistem..., Dian Fitri Arestria, FKM UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perhatian dunia saat ini terhadap keberlangsungan bumi dan lingkungan semakin meningkat. Berbagai forum internasional tentang lingkungan terus digelar yang telah menghasilkan

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang Sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang. atau limbah klinis dan non klinis baik padat maupun cair.

1.1. Latar Belakang Sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang. atau limbah klinis dan non klinis baik padat maupun cair. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Apabila disbanding dengan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran tidak hanya berasal dari buangan industri tetapi dapat berasal

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran tidak hanya berasal dari buangan industri tetapi dapat berasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah pencemaran lingkungan khususnya pencemaran air di negara berkembang seperti Indonesia saat ini telah menunjukkan gejala cukup serius dan harus segera mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. air di kota besar di Indonesia, telah menunjukkan gejala yang cukup serius,

BAB I PENDAHULUAN. air di kota besar di Indonesia, telah menunjukkan gejala yang cukup serius, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah pencemaran lingkungan khususnya masalah pencemaran air di kota besar di Indonesia, telah menunjukkan gejala yang cukup serius, penyebab dari pencemaran tidak

Lebih terperinci

AUDIT LINGKUNGAN RUMAH SAKIT (sesi 2)

AUDIT LINGKUNGAN RUMAH SAKIT (sesi 2) KMA 43026 AUDIT LINGKUNGAN RUMAH SAKIT (sesi 2) Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof. Drh. Wiku Adisasmito, M.Sc., Ph.D. Contoh Audit Lingkungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok bagi makhluk hidup, karena selain dibutuhkan oleh seluruh makhluk hidup, juga dibutuhkan untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan secara profesional yang

BAB I PENDAHULUAN. menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan secara profesional yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit merupakan institusi perawatan kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan secara profesional yang pelayanannya disediakan oleh dokter,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia senantiasa berupaya meningkatkan kualitas hidupnya.

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia senantiasa berupaya meningkatkan kualitas hidupnya. BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia senantiasa berupaya meningkatkan kualitas hidupnya. Peningkatan kualitas hidup manusia, tidak dapat diukur dari sudut pandang ekonomis saja, tapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Derajat kesehatan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Derajat kesehatan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akhir akhir ini persoalan limbah menjadi masalah yang cukup serius bagi pencemaran lingkungan, dimana aktiftitas dan jumlah penduduk yang semakin bertambah menambah

Lebih terperinci

SPO INSTALASI PENGELOLAAN LIMBAH CAIR DENGAN SISTEM TANGKI SEPTIK MODIFIKASI

SPO INSTALASI PENGELOLAAN LIMBAH CAIR DENGAN SISTEM TANGKI SEPTIK MODIFIKASI RSUD TANI DAN NELAYAN KABUPATEN BOALEMO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL ( SPO ) BAGIAN HOUSE KEEPING ( UNIT IPAL) TERBIT TANGGAL : 2010 DISUSUN OLEH : RUSLI BADU PENANGGUNG JAWAB BAGIAN HOUSE KEEPING DISETUJUI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas pelayanan kesehatan yang setiap pelayanannya menghasilkan limbah

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas pelayanan kesehatan yang setiap pelayanannya menghasilkan limbah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan merupakan tempat yang sangat dibutuhkan oleh semua kalangan masyarakat. Hampir semua orang tidak tergantung usia dan tingkat sosial yang menyadari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit sebagai suatu industri jasa yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat baik yang bersifat kuratif dan rehabilitatif. Namun, selain memberikan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS BIAYA PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT X DI JAKARTA SELATAN AKMAL HARTANTO

EFEKTIVITAS BIAYA PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT X DI JAKARTA SELATAN AKMAL HARTANTO EFEKTIVITAS BIAYA PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT X DI JAKARTA SELATAN AKMAL HARTANTO DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada masyarakat. Kegiatannya tidak hanya berdampak positif bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. kepada masyarakat. Kegiatannya tidak hanya berdampak positif bagi masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit mempunyai fungsi dan tugas memberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Kegiatannya tidak hanya berdampak positif bagi masyarakat di sekitarnya, melainkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan dan obyek wisatanya. Pembangunan pawisata mesti ditunjang dengan

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan dan obyek wisatanya. Pembangunan pawisata mesti ditunjang dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Bali merupakan salah satu daerah tujuan wisata dunia karena kebudayaan dan obyek wisatanya. Pembangunan pawisata mesti ditunjang dengan pelayanan kesehatan sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota besar, semakin banyak didirikan Rumah Sakit (RS). 1 Rumah Sakit sebagai sarana upaya perbaikan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2009 NOMOR 19 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SAKIT WALIKOTA BOGOR,

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2009 NOMOR 19 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SAKIT WALIKOTA BOGOR, BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2009 NOMOR 19 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SAKIT WALIKOTA BOGOR, Menimbang : Mengingat a. bahwa rumah sakit merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kota besar di Indonesia, setelah menunjukkan gajala yang cukup serius,

BAB I PENDAHULUAN. kota besar di Indonesia, setelah menunjukkan gajala yang cukup serius, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencemaran lingkungan khususnya masalah pencemaran air kota besar di Indonesia, setelah menunjukkan gajala yang cukup serius, penyebab dari pencemaran tadi tidak

Lebih terperinci

Teknologi dan Pengelolaan Sampah Padat & Infeksius Rumah Sakit

Teknologi dan Pengelolaan Sampah Padat & Infeksius Rumah Sakit KMA 43026 Teknologi dan Pengelolaan Sampah Padat & Infeksius Rumah Sakit Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof. Drh. Wiku Adisasmito, M.Sc.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan fasilitas pelayanan kesehatan yang membuang air limbahnya tanpa

BAB I PENDAHULUAN. dan fasilitas pelayanan kesehatan yang membuang air limbahnya tanpa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah pencemaran lingkungan khususnya masalah pencemaran air di kota besar di Indonesia, telah menunjukan gejala yang cukup serius, penyebab dari pencemaran tidak

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah lingkungan erat sekali hubungannya dengan dunia kesehatan. Untuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah lingkungan erat sekali hubungannya dengan dunia kesehatan. Untuk BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah lingkungan erat sekali hubungannya dengan dunia kesehatan. Untuk mencapai kondisi masyarakat yang sehat diperlukan lingkungan yang baik pula. Dalam hal ini

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGELOLAAN LIMBAH PADAT MEDIS DI RUMAH SAKIT TK.II KARTIKA HUSADA KABUPATEN KUBU RAYA

GAMBARAN PENGELOLAAN LIMBAH PADAT MEDIS DI RUMAH SAKIT TK.II KARTIKA HUSADA KABUPATEN KUBU RAYA GAMBARAN PENGELOLAAN LIMBAH PADAT MEDIS DI RUMAH SAKIT TK.II KARTIKA HUSADA KABUPATEN KUBU RAYA Desi Juliannur, Sunarsieh dan Aryanto Purnomo Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Pontianak E-mail:

Lebih terperinci

PROFIL INSTALASI KESEHATAN LINGKUNGAN RSUD KOTA MATARAM OLEH : FIRA FRSIMAWATI, ST

PROFIL INSTALASI KESEHATAN LINGKUNGAN RSUD KOTA MATARAM OLEH : FIRA FRSIMAWATI, ST PROFIL INSTALASI KESEHATAN LINGKUNGAN RSUD KOTA MATARAM OLEH : FIRA FRSIMAWATI, ST PENGERTIAN IKL Instalasi Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Mataram merupakan salah satu unit kerja yang

Lebih terperinci

DOKUMEN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (DPLH)

DOKUMEN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (DPLH) DOKUMEN PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP MATRIKS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PUSKESMAS KEBONDALEM 1. Kualitas Udara dan debu Sumber Aktivitas lalul lintas kendaraan diluar dan area parkir berpotensi

Lebih terperinci

Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia

Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia PENYEDIAAN AIR BERSIH 1. Pendahuluan Air bersih merupakan kebutuhan yang tidak dapat dilepaskan dari kegiatan di rumah sakit. Namun mengingat bahwa rumah sakit

Lebih terperinci

Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia KMA 43026 Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof. Drh. Wiku Adisasmito, M.Sc., Ph.D. Unit Operasional RS Kajian Kajian pada 3 unit kegiatan

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT. Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt.

RUMAH SAKIT. Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt. RUMAH SAKIT Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt. DASAR HUKUM RUMAH SAKIT UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. PerMenKes RI Nomor 1045/menkes/per/XI/2006 Tentang Pedoman organisasi rumah sakit di lingkungan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-58/MENLH/12/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-58/MENLH/12/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT Lampiran KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-58/MENLH/12/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat tahun 2015 adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional Indonesia yang diatur di dalam Sistem Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional Indonesia yang diatur di dalam Sistem Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan dibidang kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional Indonesia yang diatur di dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Tujuan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awal kehidupan manusia, sampah/limbah belum menjadi suatu masalah tetapi dengan bertambahnya jumlah penduduk dengan ruang untuk hidup tetap, maka makin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting dalam menunjang aktifitas sehari-hari. Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting dalam menunjang aktifitas sehari-hari. Kesehatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem Kesehatan Nasional menyebutkan, bahwa kesehatan menyangkut semua segi kehidupan yang ruang lingkup dan jangkauannya sangat luas dan kompleks dan juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, menjelaskan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugas-tugas operasional pembangunan kesehatan (Depkes RI, 2004). Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. tugas-tugas operasional pembangunan kesehatan (Depkes RI, 2004). Sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puskesmas merupakan sarana kesehatan yang berfungsi sebagai penggerak pembangunan yang berwawasan kesehatan, yang memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. resiko toksikologi juga akan meningkat. terbentuk secara alami dilingkungan. Semua benda yang ada disekitar kita

BAB I PENDAHULUAN. resiko toksikologi juga akan meningkat. terbentuk secara alami dilingkungan. Semua benda yang ada disekitar kita BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di era modern ini, proses modernisasi akan menaikkan konsumsi sejalan dengan berkembangnya proses industrialisasi. Dengan peningkatan industrialisasi tersebut maka

Lebih terperinci

PROGRAM KERJA MANAJEMEN FASILITAS DAN KESELAMATAN

PROGRAM KERJA MANAJEMEN FASILITAS DAN KESELAMATAN PROGRAM KERJA MANAJEMEN FASILITAS DAN KESELAMATAN RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO PROVINSI JAWA TENGAH JL. BRIGJEND. SUDIARTO NO. 347 SEMARANG 2014 PROGRAM KERJA MANAJEMEN FASILITAS DAN KESELAMATAN A. Pendahuluan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 30 TAHUN : 2014 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG TATA KELOLA HIJAU RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WATES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

ISNANIAR BP PEMBIMBING I:

ISNANIAR BP PEMBIMBING I: HUBUNGAN ANTARA FAKTOR MANUSIA, LINGKUNGAN, MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN PENYAKIT DAN KECELAKAAN KERJA PADA PERAWATDI RAWAT INAP RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU TESIS OLEH: ISNANIAR BP.

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 34 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN LANDAK

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 34 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN LANDAK PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 34 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan hidup perlu dijaga kelestariannya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 58/MENLH/12/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT LINGKUNGAN HIDUP

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 58/MENLH/12/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT LINGKUNGAN HIDUP KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 58/MENLH/12/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT LINGKUNGAN HIDUP Kementerian Lingkungan Hidup 2002 1 KEPUTUSAN MENTERI NEGARA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa lingkungan hidup perlu dijaga kelestariannya sehingga tetap mampu menunjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia kesehatan erat sekali hubungannya dengan masalah lingkungan. Untuk mencapai kondisi masyarakat yang sehat diperlukan lingkungan yang baik pula. Dalam pencapaian

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 19-1994::PP 12-1995 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 31, 1999 LINGKUNGAN HIDUP. BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN. Dampak Lingkungan.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR. Presiden Republik Indonesia, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. penunjang medik dan non medik. Rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. penunjang medik dan non medik. Rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit merupakan suatu unit yang mencakup berbagai kegiatan kompleks didalamnya, antara lain pelayanan rawat jalan, rawat inap, rawat darurat, layanan medik,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2012 NOMOR 7 SERI D NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2012 NOMOR 7 SERI D NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2012 NOMOR 7 SERI D NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Nomor KEP-58/MENLH/12/1995 tentang baku mutu limbah cair bagi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Nomor KEP-58/MENLH/12/1995 tentang baku mutu limbah cair bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor KEP-58/MENLH/12/1995 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan rumah sakit bahwa rumah

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mengamanatkan perlunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya mutu pelayanan dengan berbagai kosekuensinya. Hal ini juga yang harus dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya mutu pelayanan dengan berbagai kosekuensinya. Hal ini juga yang harus dihadapi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi khususnya pada bidang kesehatan, mendorong pelayanan kesehatan untuk terus berupaya meningkatnya

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN PERILAKU HYGIENE PERAWAT DAN FASILITAS SANITASI DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PERDAGANGAN KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012 1. DATA UMUM A.

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL Berdasarkan hasil pengamatan sarana pengolahan limbah cair pada 19 rumah sakit di Kota Denpasar bahwa terdapat

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah merupakan sisa-sisa aktivitas manusia dan lingkungan yang sudah tidak diinginkan lagi keberadaannya. Sampah sudah semestinya dikumpulkan dalam suatu tempat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2001 KEPUTUSAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR: 6 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2001 KEPUTUSAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR: 6 TAHUN 2001 TENTANG LEMBARAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2001 KEPUTUSAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR: 6 TAHUN 2001 TENTANG PENETAPAN BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT DI PROPINSI SUMATERA BARAT GUBERNUR

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Limbah berbahaya adalah limbah yang mempunyai sifat-sifat antara lain

I. PENDAHULUAN. Limbah berbahaya adalah limbah yang mempunyai sifat-sifat antara lain I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktivitas manusia yang semakin beragam di berbagai sektor sekarang ini sehingga menimbulkan dampak positif dan dampak negatif, salah satu dampak negatif dari aktivitas

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SOP-110809001-LMB-01 00 `10 November 2014 1 DARI 5 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR Dibuat Oleh : Petugas Limbah/Kesling Disetujui Oleh : Kepala Puskesmas ( Iskimi,Amkl ) NIP.19631025 199103 1 009 ( dr.h.t.fadhly

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 1990-an paradigma pembangunan ekonomi Indonesia

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 1990-an paradigma pembangunan ekonomi Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 1990-an paradigma pembangunan ekonomi Indonesia mengarah kepada industrialisasi. Sektor industri makin berperan sangat strategis sebagai motor penggerak pada

Lebih terperinci

Prosedur pengelolaan limbah ini ditujukan agar petugas laboratorium dapat menjaga dirinya sendiri dan

Prosedur pengelolaan limbah ini ditujukan agar petugas laboratorium dapat menjaga dirinya sendiri dan SOP PENGELOLAAN LIMBAH No : CSU/STI/05 Tanggal pembuatan : 10 FebruarI 2007 Tanggal peninjauan kembali : 10 FebruarI 2008 TUJUAN : Prosedur pengelolaan limbah ini ditujukan agar petugas laboratorium dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Pembangunan kesehatan pada dasarnya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1994 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1994 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1994 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan hidup perlu dijaga kelestariannya

Lebih terperinci

Pengelolaan Limbah Padat

Pengelolaan Limbah Padat Pengelolaan Limbah Padat Di Badan Rumah Sakit Umum Daerah Tabanan Latar Belakang Sampah atau limbah rumah sakit dapat mengandung bahaya karena dapat bersifat racun, infeksius dan juga radioaktif. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kegiatan rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan menghasilkan bermacam-macam buangan limbah yang dapat mempengaruhi kesehatan. Rumah sakit sebagai salah

Lebih terperinci

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 45 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MARDI WALUYO KOTA BLITAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup bersih dan sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup bersih dan sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan untuk mencapai masa depan dimana bangsa Indonesia hidup dalam lingkungan sehat, penduduknya berperilaku hidup bersih dan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN Menimbang : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, a. bahwa dalam rangka pelestarian fungsi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PEDOMAN ORGANISASI RUMAH SAKIT DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PEDOMAN ORGANISASI RUMAH SAKIT DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1045/MENKES/PER/XI/2006 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI RUMAH SAKIT DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KESEHATAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Rumah sakit adalah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO, 2010) melaporkan limbah yang. sebesar 1%, limbah kimia dan farmasi 3%, dan limbah genotoksik dan

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO, 2010) melaporkan limbah yang. sebesar 1%, limbah kimia dan farmasi 3%, dan limbah genotoksik dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang potensial menimbulkan dampak negatif pada lingkungan. Seperti halnya sektor industri, kegiatan rumah

Lebih terperinci

Informasi Bahan Berbahaya Beracun Dan Pencemar Organik Persisten (SIBP3POPs) di Kemenkes. Badan Litbang Kesehatan 2017

Informasi Bahan Berbahaya Beracun Dan Pencemar Organik Persisten (SIBP3POPs) di Kemenkes. Badan Litbang Kesehatan 2017 Informasi Bahan Berbahaya Beracun Dan Pencemar Organik Persisten (SIBP3POPs) di Kemenkes Badan Litbang Kesehatan 2017 Sistematika Pengertian: Bahan berbahaya dan beracun, pencemar organik persisten (POPs)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI, DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG SERTIFIKASI LAIK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG SERTIFIKASI LAIK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG SERTIFIKASI LAIK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa keracunan makanan dan minuman, proses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bidang preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), rehabilitatif maupun

I. PENDAHULUAN. bidang preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), rehabilitatif maupun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan institusi pelayanan bidang kesehatan dengan bidang preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), rehabilitatif maupun promotif (Kusumanto,

Lebih terperinci