TINJAUAN PUSTAKA Gizi Kurang pada Balita Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gizi Kurang pada Balita

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Gizi Kurang pada Balita Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gizi Kurang pada Balita"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Gizi Kurang pada Balita Status gizi sebagai keadaan kesehatan tubuh seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat-zat gizi makanan yang dapat dinilai dengan berbagai cara yaitu melalui penilaian klinis, biokimia dan antropometri (Riyadi, 1995). Menurut Almatsier (2003) status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Setiap anak memiliki karakteristik yang berbeda berdasarkan umurnya. Anak yang berusia 1-3 tahun (batita) merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima makanan dari apa yang disediakan ibunya. Sedangkan anak usia 3-5 tahun (prasekolah) merupakan konsumen aktif, yang berarti bahwa anak-anak sudah dapat memilih makanan sendiri. Anak-anak pada usia pra sekolah menurut Khomsan (2004) sering dianggap sedang memasuki fase Jonny won t eat (anak sering tidak mau makan) Usia balita merupakan periode paling kritis dalam kehidupan manusia. Bayi sampai anak berusia 5 tahun yang lazim disebut balita, dalam ilmu gizi dikelompokkan sebagai golongan yang rawan terhadap kekurangan gizi. Gizi kurang pada balita diakibatkan konsumsi makanan yang tidak cukup mengandung energi dan protein dan atau karena gangguan kesehatan. Sejak sebelum merdeka hingga sekarang pada anak-anak khususnya balita masih merupakan masalah yang memprihatinkan (Soekirman 2000). Pada umumnya balita adalah periode usia yang juga banyak menderita penyakit dan infeksi, dengan angka kematian yang relatif paling tinggi dibandingkan periode umur lainnya (Hastuti 2008). Oleh karena itu kebutuhan gizi merupakan kebutuhan yang penting dalam membantu proses pertumbuhan dan perkembangan balita. Hidayat (2004) menyebutkan bahwa manfaat gizi dalam tubuh adalah dapat membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak, serta mencegah terjadinya berbagai penyakit akibat kurang gizi dalam tubuh seperti kekurangan energi dan protein yang dapat menghambat tumbuh kembang anak. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gizi Kurang pada Balita Kurang gizi dianggap sebagai masalah ekologi karena merupakan hasil akhir dari berbagai pengaruh faktor-faktor yang saling berinteraksi di dalam ekologi (lingkungan) fisik, biologi dan budaya masyarakat. Pada umumnya kurang gizi terjadi karena kemiskinan, keterbatasan ketersediaan pangan,

2 pengetahuan gizi rendah, kebiasaan makan dan faktor lainnya (Suhardjo 1989). Namun ada fakta yang menunjukkan bahwa gizi kurang tidak selalu terjadi pada keluarga-keluarga miskin atau tinggal di lingkungan yang kumuh. Dengan kata lain, anak-anak yang mengalami gizi kurang dapat ditemukan pada keluargakeluarga mampu (tidak miskin) yang hidup di lingkungan masyarakat yang cukup baik. Menurut (Engel, Manon dan Haddad,1997) anak balita yang mengalami gizi kurang salah satunya disebabkan oleh kurangnya kepedulian ibu dalam mengasuh anak terutama dalam pemberian makanan misalnya ibu membiasakan diri untuk mencuci tangan sebelum makan. Lebih rinci faktorfaktor yang menyebabkan gizi kurang pada balita akan dijelaskan sebagai berikut. Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau sekelompok orang (keluarga atau rumahtangga) pada waktu tertentu. Konsumsi merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat gizi. Kekurangan dan kelebihan dalam jangka waktu yang lama akan berakibat buruk terhadap kesehatan. Kebutuhan akan energi dan zat gizi bergantung pada berbagai faktor seperti umur, jenis kelamin, berat badan, iklim dan aktivitas fisik (Almatsier 2003). Frekuensi makan dapat menunjukkan tingkat kecukupan konsumsi gizi. Semakin tinggi frekuensi makan, maka semakin besar kemungkinan terpenuhinya kecukupan gizi. Frekuensi makan pada seseorang dengan kondisi ekonomi mampu lebih tinggi dibandingkan dengan orang dengan kondisi ekonomi lemah. Hal ini disebabkan orang dengan kondisi ekonomi yang lemah memiliki daya beli yang rendah sehingga tidak dapat mengkonsumsi makanan dengan frekuensi yang cukup. Ketiadaan pangan dapat mengakibatkan berkurangnya asupan seseorang (Arisman 2009). Menurut Hardinsyah & Martianto (1992) ada tiga hal yang mempengaruhi konsumsi pangan yaitu kualitas dan ragam pangan yang tersedia dari produksi, pendapatan dan tingkat pengetahuan gizi. Konsumsi pangan adalah informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang (sekeluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu. Hal ini menunjukkan

3 bahwa telaah tentang konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis pangan yang dikonsumsi dan jumlah pangan yang dikonsumsi. Manusia memerlukan sejumlah zat gizi agar dapat hidup sehat dan mempertahankan hidupnya. Oleh karena itu, jumlah zat gizi yang diperoleh melalui konsumsi pangan harus mencukupi kebutuhan untuk melakukan aktivitas (internal dan eksternal), dan mempertahankan daya tahan tubuh. Kebutuhan gizi merupakan sejumlah zat gizi minimal yang harus dipenuhi dari konsumsi makanan. Kekurangan atau kelebihan konsumsi zat gizi dari kebutuhan normal jika berlangsung dalam jangka waktu lama dapat membahayakan kesehatan (Hardinsyah & Martianto 1992). Kesehatan (Infeksi) Sebagaimana Negara berkembang lainnya masalah kesehatan anak di Indonesia masih berupa : (1) penyakit infeksi, pada umumnya infeksi saluran nafas dan penyakit-penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi ; (2) penyakit diare ; dan (3) masalah gizi khususnya malnutrisi. Keadaan status gizi anak merupakan akibat interaksi berbagai faktor, yang paling utama adalah dua faktor yaitu konsumsi dan infeksi (Soekirman 2000). Penyakit infeksi dan status gizi seorang anak masih sering dianggap sebagai dua hal yang terpisah. Sebenarnya antara dua faktor yang sama-sama menentukan kesehatan anak ini terdapat hubungan yang timbal balik yang sangat erat dan saling mempengaruhi. Penyakit infeksi seperti diare, campak, dan infeksi saluran nafas bisa berhubungan dengan gangguan gizi melalui beberapa cara yaitu mempengaruhi nafsu makan, dapat menyebabkan kehilangan makanan karena diare/muntahmuntah, atau mempengaruhi metabolisme makanan. Secara umum defisiensi gizi sering merupakan awal dari gangguan defisiensi sistem kekebalan tubuh. Selain infeksi oleh kuman dan virus, infeksi dapat berupa masuknya parasit ke dalam tubuh yaitu cacing / kecacingan (Arisman 2009). Menurut Sukarni (1989) usia balita merupakan usia yang rentan terhadap masalah pangan, gizi dan kesehatan. Kemampuan saluran pencernaan pada usia ini masih terbatas, kebutuhan zat gizi yang cukup tinggi dan aktifnya interaksi dengan lingkungan bersanitasi buruk dapat memudahkan penularan infeksi. Oleh karena itu diperlukan perhatian khusus dari orang tua. Perhatian atau kepedulian yang tinggi dari ibu dan keluarga dalam mengasuh anak akan berdampak pada pertumbuhan dan perkembangannya di masa depan.

4 Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga Umur orang tua. Umur orang tua terutama ibu berkaitan dengan pengalaman ibu dalam mengasuh anak. Seorang ibu yang masih muda kemungkinan kurang memiliki pengalaman dalam mengasuh anak sehingga dalam merawat anak didasarkan pada pengalaman orang tua terdahulu. Ibu dengan usia muda cenderung memperhatikan kepentingannya sendiri daripada anak dan keluarga (Hurlock 1993). Pendidikan Orang Tua. Tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, (Sukandar 2007). Dari berbagai penelitian diketahui bahwa apabila pendidikan dan pengetahuan dalam berbagai bidang gizi yang dimiliki orang tua baik, maka keadaan gizi anak juga baik (Riyadi 2006). Semakin tinggi tingkat pendidikan formal maka akan semakin luas wawasan berfikirnya, sehingga lebih banyak informasi yang diperoleh. Hal tersebut akan berdampak positif terhadap ragam pangan yang dikonsumsi. Latar belakang pendidikan ibu juga berpengaruh terhadap perilaku ibu dalam mengelola rumah tangga, termasuk konsumsi pangan sehari-hari (Engle et al. 1997). Pendidikan merupakan penuntun manusia untuk berbuat dapat digunakan untuk mendapatkan informasi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Ibu yang memiliki pendidikan tinggi cenderung mempunyai pengetahuan gizi, kesehatan dan pengasuhan anak yang baik (Madanijah 2003). Pekerjaan Orang Tua. Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan. Besar pendapatan yang diterima individu akan dipengaruhi oleh jenis pekerjaan yang dilakukan (Suhardjo 1989). Tingkat pendidikan akan berhubungan dengan jenis pekerjaan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan semakin besar (Engel et al. 1994). Bila mereka bekerja maka akan diupah lebih tinggi dibanding dengan orang yang berpendidikan rendah. Jenis pekerjaan yang akan dilakukan individu akan berpengaruh terhadap besar pendapatan yang akan diterimanya. Kemampuan individu menyediakan makanan dalam jumlah yang cukup dipengaruhi oleh pendapatan dan daya beli yang cukup. Besar Keluarga. Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumberdaya yang sama. Menurut Sanjur (1982), banyaknya

5 anggota keluarga akan mempengaruhi konsumsi pangan dalam hubungannya dengan pengeluaran pangan rumah tangga. Besar kecilnya anggota keluarga dapat mempengaruhi kebutuhan keluarga, semakin besar anggota keluarga maka kebutuhan pangan yang harus tercukupi semakin meningkat, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan pangan keluarga akan tinggi ( Lumeta 1987). Peningkatan jumlah keluarga menurunkan konsumsi pangan hewani dan pangan sumber karbohidrat diganti dengan yang lebih murah atau dalam porsi yang lebih kecil (Hartog et al. 1995). Menurut BKKBN (1998), jumlah anggota keluarga dapat diklasifikasikan sebagai besar keluarga dalam tiga kategori, yaitu kecil (<4 orang), sedang (5-7 orang), dan besar (> 7 orang). Suhardjo (1989) menyatakan bahwa ada hubungan yang sangat nyata antara besar keluarga dengan kurang gizi pada masing-masing keluarga. Pendapatan Keluarga. Pendapatan keluarga adalah besarnya rata-rata penghasilan yang diperoleh dari seluruh anggota keluarga. Pendapatan keluarga tergantung pada jenis pekerjaan kepala keluarga dan anggota keluarga lainnya. Jika pendapatan masih rendah maka kebutuhan pangan lebih dominan daripada kebutuhan non pangan. Sebaliknya, jika pendapatan meningkat maka pengeluaran untuk non pangan akan semakin besar, mengingat kebutuhan akan pangan sudah terpenuhi (Husaini et al. 2000). Menurut Sajogyo (1994) rendahnya pendapatan merupakan faktor yang menyebabkan orang tidak mampu membeli dan memilih pangan yang bermutu gizi baik dan beragam. Sesuai dengan Hukum Bennet, semakin tinggi pendapatan maka kualitas bahan pangan yang dikonsumsi pun semakin baik yang tercermin dari perubahan pembelian bahan yang harganya murah menjadi bahan pangan yang harganya lebih mahal dengan kualitas yang baik. Sebaliknya, rendahnya pendapatan yang dimiliki oleh seseorang akan mengakibatkan terjadinya perubahan kebiasaan makan yang tercermin dari pengurangan frekuensi makan dari tiga kali menjadi dua kali dalam sehari. Tingkat pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan terhadap kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Rendahnya pendapatan menyebabkan daya beli terhadap makanan menjadi rendah dan konsumsi pangan keluarga akan berkurang (Berg 1986)

6 Pola Asuh Pola pengasuhan merupakan sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, dan memberi kasih sayang. Oleh karena itu menurut Hastuti (2008) pola pengasuhan mencakup pengasuhan makan, pengasuhan hidup sehat, pengasuhan akademik, pengasuhan sosial ekonomi, serta pengasuhan moral dan disiplin. Pola pengasuhan tersebut berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan (fisik dan mental), status gizi, pendidikan umum,pengetahuan tentang pengasuhan anak yang baik, peran keluarga dalam masyarakat, sifat pekerjaan sehari-hari, adat kebiasaan keluarga dan masyarakat dari ibu atau pengasuh (Soekirman 2000). Dalam penelitian Diana (2004) di Sumatera Barat, pola asuh anak yang kurang akan mempunyai resiko anak balita KEP 1,5 kali dibandingkan dengan anak balita yang dengan pola asuh cukup. Selain itu Diana (2004) juga menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh adalah pendidikan ibu,pekerjaan ibu,umur,dan tingkat pengetahuan ibu. Pola Asuh Makan. Pola asuh makan merupakan praktek-praktek pengasuhan yang diterapkan oleh ibu kepada anak yang berkaitan dengan pemberian makan (Karyadi 1985). Pemberian makanan bergizi mutlak dianjurkan untuk anak melalui peran ibu atau pengasuhnya. Menurut Hastuti (2008) pola asuh makan mengacu pada apa dan bagaimana anak makan, serta situasi pada saat anak makan. Makanan dan minuman bergizi harus dapat disediakan orang tua bahkan sejak masa prenatal (sebelum kelahiran) hingga masa post natal (setelah kelahiran), periode usia bayi, balita, usia prasekolah,usia sekolah hingga periode usia dewasa. Anak telah memiliki kemampuan motorik halus ketika berusia dua tahun, olah karena itu pada usia ini anak dapat dibiasakan untuk memegang sendok makan dan gelas minumnya sendiri, belajar memasukkan makanan ke dalam mulut dan mengunyahnya dengan baik. Kebiasaan makan yang beragam, bergizi dan berimbang, harus dibiasakan sejak usia dini. Pemberian makanan yang baik akan membentuk kebiasaan makan yang baik pula pada anak. Selain itu, balita yang mendapatkan kualitas pengasuhan yang lebih baik kemungkinan besar akan memiliki angka kesakitan yang rendah dan status gizi yang relatif lebih baik. Praktek pola asuh makan terdiri dari : (1) pemberian makan yang sesuai umur dan kemampuan anak, (2) kepekaan ibu atau pengasuh mengetahui waktu makan anak, (3) upaya menumbuhkan nafsu makan anak, (4) menciptakan situasi makan yang baik

7 seperti memberikan rasa nyaman, (5) kuantitas dan kualitas makanan serta (6) cara penyajian dan pemberian makan yang benar (Engel dkk 1997). Apabila praktik pengasuhan yang diterapkan oleh keluarga khususnya ibu yang berkaitan dengan cara dan situasi makan dapat memberikan suasana yang menyenangkan bagi anak, maka ibu tidak akan mengalami kesulitan dalam hal pemberian makan kepada anak. Pada usia anak di bawah lima tahun merupakan masa yang tergolong rawan. Pada umumnya anak mulai susah makan atau suka pada makanan jajanan yang rendah energi dan tidak bergizi. Oleh karena itu perhatian terhadap makanan dan kesehatan bagi anak pada usia ini sangat diperlukan (Hardinsyah & Martianto 1992). Pola Asuh Hidup Bersih Kebersihan adalah faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan, Hal ini terlihat dari banyaknya orang yang mendapat penyakit karena tidak memperhatikan faktor kebersihan (Depkes RI 1995). Beberapa penyakit tertentu misalnya penyakit kulit bakteria dan jamur berhubungan erat dengan kebersihan perorangan (personal hygene) (Notoadmojo 2007) Hygene diri sangat penting diketahui dan dipraktikkan oleh setiap orang untuk kesehatan dirinya maupun kesehatan masyarakat. Hygene diri adalah pengetahuan yang sifatnya individualistis, artinya sangat tergantung dari diri sendiri, yang praktiknya harus diketahui, dimengerti dan dilaksanakan oleh setiap individu (Suklan 2000). Mengingat balita adalah individu pasif, maka penjagaan kesehatannya merupakan tanggung jawab individu dewasa di sekitarnya, terutama oleh orang tuanya (Depkes 1995) Ruang lingkup kebersihan pribadi meliputi kebersihan kulit, rambut, mata, kuku, hidung, telinga, mulut dan gigi. tangan dan kaki, pakaian, serta kebersihan sesudah buang air besar dan buang air kecil. Anak harus dapat belajar menjaga kesehatannya sendiri sejak dini seperti memotong kuku setiap minggu dan menjaga kebersihannya, menggosok gigi sehari dua kali, mandi dengan sabun sehari dua kali, mencuci anggota badan sebelum tidur, menggunakan pakaian bersih dan sebagainya. Selain menjaga kebersihan diri, terpenuhinya pelayanan kesehatan balita juga sangat penting agar status kesehatan balita tetap terjaga. (Depkes 1995) Pola Asuh Kesehatan (Akses terhadap pelayanan kesehatan dasar) Orang tua memiliki kewajiban untuk memberikan asuhan kesehatan kepada anak sehingga anak selalu berada dalam kondisi terbebas dari penyakit

8 serta dapat beraktifitas rutin selayaknya individu normal. Hastuti (2008) menyebutkan bahwa ada dua usaha yang dapat dilakukan orang tua untuk melakukan pola asuh hidup sehat yaitu preventif dan kuratif. Upaya preventif adalah dengan membiasakan pola hidup sehat, melalui penanaman kebiasaan hidup bersih dan teratur seperti mandi, keramas rambut,gosok gigi,guting kuku, dan cuci tangan sebelum makan. Upaya tersebut perlu ditanamkan sejak usia dini. Upaya kuratif yang dapat dilakukan meliputi upaya orang tua untuk memberikan pengobatan dan perawatan agar anak selalu berada dalam kondisi terbebas dari penyakit infeksi, dan penyakit lain yang umum terjadi pada anak. Menurut Azwar (1990) pelayanan kesehatan yang baik harus memenuhi minimal tiga persyaratan pokok yakni sesuai dengan kebutuhan pemakaian jasa pelayanan, terjangkau oleh pemakai jasa pelayanan serta terjaminnya mutu. Untuk memenuhi syarat sesuai kebutuhan masyarakat dan keterjaminan mutu, maka pelayanan kesehatan tersebut akan menjadi mahal sehingga tidak dapat dijangkau oleh masyarakat. Salah satu jenis pelayanan kesehatan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat antara lain Pos Pelayanan Terpadu (POSYANDU). Kartu Menuju Sehat (KMS) yang diperoleh dari posyandu berguna untuk memonitor berat badan anak setiap bulannya. Kartu Menuju Sehat (KMS) adalah alat yang memungkinkan dilakukannya pengamatan terhadap pertumbuhan anak dengan cara sederhana yang berfungsi sebagai alat pemantauan gerak pertumbuhan (Arisman 2009). Imunisasi dan vitamin A berguna untuk mencegah timbulnya penyakit tertentu pada balita. Penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi ialah TBC, dipteria, pertunis, tetanus, polio dan campak melalui kegiatan vaksinasi DPT. Pada dasarnya, status gizi anak balita dan perawatan kesehatan dikatakan baik bila berat badannya setiap bulan meningkat (Hardinsyah & Martianto, 1992). Kondisi Lingkungan Kondisi lingkungan adalah segala sesuatu baik benda maupun keadaan yang berada disekitar manusia yang dapat mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan seseorang atau kelompok masyarakat. Kesehatan lingkungan mencakup aspek yang sangat luas yang meliputi hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Pentingnya lingkungan yang sehat akan mempengaruhi sikap dan perilaku manusia.

9 Sanitasi Lingkungan Perumahan Keadaan perumahan merupakan salah satu faktor yang menentukan keadaan hygene dan sanitasi lingkungan. Rumah merupakan tempat manusia berlindung dari panas, terik matahari, hujan dan lain-lain yang dapat mengganggu kesehatan, keamanan, dan kenyamanan manusia. Menurut Latfiah et al (2002) rumah dikatakan sehat jika memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut : 1. Lantai rumah harus mudah dibersihkan misalnya lantai yang terbuat dari keramik, teraso, tegel atau semen, dan kayu atau bambu. Lantai tanah tidak memenuhi syarat kesehatan karena dapat menjadi sumber penyakit seperti cacing dan bakteri penyebab sakit perut. 2. Atap rumah harus kuat dan tidak mudah bocor misalnya genteng, asbes, gelombang, seng, sirap, dan nipah 3. Dinding rumah yang baik adalah tembok yang dapat dicat dan dibersihkan dengan mudah. Menurut Depkes (2008) penggunaan jenis dinding dapat pula digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteran masyarakat. 4. Ventilasi udara biasanya berupa jendela yang dilengkapi dengan lubang angin.fungsi ventilasi udara adalah untuk pertukaran udara agar di dalam rumah tetap bersih dan segar. Sebaiknya setiap ruangan mempunyai sedikitnya satu buah jendela yang bisa dibuka dan ditutup sehingga udara dapat mengalir lancar. 5. Rumah harus memiliki sumber air bersih dan sehat. Syarat lokalisasi bertujuan agar sumber air minum terhindar dari kotoran, sehingga perlu diperhatikan jarak sumber air minum dengan cubluk (kakus) lubang galian sampah, lubang galian untuk air limbah dan sumber-sumber pengotor lainnya. Menurt Widyati dan Yuliarsih (2002) jarak sumur dengan WC minimum 10 meter 6. Jumlah kamar mandi sebaiknya disesuaikan dengan jumlah annggota keluarga. Jika anggota keluarga ada empat orang maka paling sedikit harus ada satu kamar mandi. Setiap kamar mandi biasanya dilengkapi dengan jamban atau WC 7. Rumah harus memiliki sarana pembuangan air limbah dan sampah. Air limbah terdiri dari kotoran manusia,air kotoran dapur, kamar mandi termasuk air kotor dari permukaan tanah. Kurang lebih 80 % air yang

10 digunakan oleh manusia untuk aktivitas sehari-hari akan dibuang lagi dalam bentuk yang sudah kotor dan tercemar. Pembuangan limbah manusia yang tidak pada tempatnya dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada masyarakat. Oleh karena itu menurut Sukandar (2007), pembuangan kotoran manusia harus dapat dibuat dengan baik agar tidak mencemari lingkungan sekitar karena di dalam kotoran manusia, banyak sekali terdapat bibit-bibit penyakit yang mampu menyebabkan dan menularkan berbagai penyakit. Selain itu juga menimbulkan bau yang tidak sedap 8. Kandang ternak harus terpisah cukup jauh dari rumah agar rumah terjaga kebersihan dan kesehatannya. Selain itu kandang ternak harus memiliki tempat pembuangan kotoran Status Gizi dan Morbiditas Morbiditas dan status gizi merupakan variabel yang mencerminkan status kesehatan. Morbiditas ini meliputi prevalensi penyakit menular dan penyakit tidak menular. Derajat kesehatan atau status kesehatan adalah tingkat kesehatan perorangan, kelompok atau masyarakat yang diukur dengan angka kematian, umur harapan hidup, status gizi, dan angka kesakitan (morbiditas). Kesehatan merupakan masalah yang kompleks hingga tidak mungkin diukur semua faktor yang mempengaruhinya, baik secara langsung maupun tidak langsung, karena itu diperlukan suatu alat yang dapat memberi indikasi untuk menggambarkan keadaan kesehatan. Indikator kesehatan dapat digunakan untuk mengukur status kesehatan, memonitor kemajuan keadaan kesehatan dan merupakan alat bantu dalam mengadakan evaluasi program kesehatan Depkes (2008). Faktor yang mempengaruhi kesehatan adalah penyebab penyakit, manusia, dan lingkungan. Gangguan keseimbangan diantara ketiga faktor tersebut menimbulkan gangguan kesehatan yang menyebabkan penurunan derajat kesehatan seseorang. Penyebab penyakit dapat berasal dari dalam maupun luar tubuh. Daya tahan tubuh manusia akan mempengaruhi kemudahan terkena penyakit. Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia dan dapat mempengaruhi kehidupannya (Supariasa dkk 2001). Menurut Subandriyo (1993), angka kesakitan (morbiditas) lebih mencerminkan keadaan kesehatan sesungguhnya, sebab kejadian kesakitan mempunyai hubungan yang erat dengan berbagai faktor lingkungan, seperti perumahan, air minum dan kebersihan serta faktor kemiskinan, kekurangan gizi

11 serta pelayanan kesehatan di daerah tersebut. Sedangkan angka kematian lebih banyak dipengaruhi oleh kemajuan teknologi kedokteran sehingga kurang mencerminkan keadaan kesehatan yang sesungguhnya. Antara status gizi kurang dan infeksi terdapat interaksi bolak-balik. Infeksi dapat menimbulkan gizi kurang melalui berbagai mekanisme. Infeksi yang akut mengakibatkan kurangnya nafsu makan dan toleransi terhadap makanan. Orang yang mengalami gizi kurang, daya tahan tubuh terhadap penyakit menjadi rendah, sehingga mudah terkena serangan penyakit infeksi (Suhardjo 1989). Keadaan kesehatan atau adanya infeksi akan berpengaruh terhadap status gizi. Penurunan keadaan gizi dan pertumbuhan akibat adanya kejadian sakit (morbiditas), mekanismenya mencakup penurunan asupan makanan, gangguan penyerapan, gangguan peningkatan kebutuhan gizi, serta peningkatan kerusakan jaringan (Latham 1997). Ada hubungan yang sinergistik antara kejadian sakit dengan status gizi. Infeksi bersama-sama penurunan asupan makanan merupakan sebab utama kurang gizi Makanan Tambahan serta Peranannya dalam Mengatasi Gizi Kurang Makanan tambahan adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi yang diberikan pada bayi atau anak di atas 6 bulan untuk memenuhi kebutuhan gizinya selain dari ASI (Depkes RI, 2000). Tujuan pemberian makanan tambahan pada bayi atau anak diantaranya untuk melengkapi zat-zat gizi yang kurang karena kebutuhan zat gizi akan semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya usia bayi atau anak. Pemberian Makanan Tambahan merupakan salah satu komponen penting dalam Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) dan program yang dirancang oleh pemerintah. PMT sebagai sarana pemulihan gizi dalam arti kuratif, rehabilitatif dan sebagai sarana untuk penyuluhan merupakan salah satu bentuk kegiatan pemberian gizi berupa makanan dari luar keluarga. Pemberian makanan tambahan bertujuan untuk memperbaiki keadaan gizi pada anak golongan rawan gizi yang menderita kurang gizi, dan diberikan dengan kriteria anak balita yang tiga kali berturut-turut tidak naik timbangannya serta yang berat badannya pada KMS terletak dibawah garis merah. Bahan makanan yang digunakan dalam PMT hendaknya bahan-bahan yang ada atau dapat dihasilkan setempat, sehingga kemungkinan kelestarian program lebih besar. Diutamakan bahan makanan sumbar kalori dan protein tanpa

12 mengesampingkan sumber zat gizi lain seperti: padi-padian, umbi-umbian, kacang-kacangan, ikan, sayuran hijau, kelapa dan hasil olahannya. Prasyarat pemberian makanan tambahan pada anak adalah nilai gizi harus berkisar kalori dan protein 5 8 gram, mempergunakan bahan makanan setempat dan diperkaya protein nabati/hewani, mempergunakan resep daerah atau dimodifikasi, serta dipersiapkan, dimasak, dan dikemas dengan baik, aman memenuhi syarat kebersihan serta kesehatan. Pemberian makanan tambahan (PMT) diberikan dengan frekuensi minimal 3 kali seminggu selama hari. PMT yang diberikan dapat berupa makanan selingan seperti biskuit atau makanan lengkap (porsi) kecil. Program intervensi yang dikhususkan untuk balita yang menderita masalah gizi kurang dikenal dengan sebutan PMT. Jumlah makanan untuk PMT diperkirakan kalori dan gram protein per 100 gram bahan yang diberikan selama 180 hari makan anak untuk balita dengan status gizi buruk dan 90 hari makan anak untuk balita dengan status gizi kurang Makanan Tambahan Biskuit ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Standar Nasional Indonesia, biskuit adalah sejenis makanan yang terbuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain, dengan proses pemanasan dan percetakan. Dalam prosesnya, biskuit juga dapat ditambahkan dengan bahan tambahan pangan yang diijinkan. Menurut Boober et al (2006) bahwa biskuit konvensional yang tinggi lemak dan gula yang diasosiasikan dengan diet tidak sehat oleh konsumen dapat dimodikasi. Salah satu modifikasi biskuit yang pernah dilakukan sebelumnya yaitu biskuit dengan subsitusi tepung ikan lele dumbo dan isolate protein kedelai oleh Kusharto et al Lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan salah satu jenis lele yang memiliki ukuran besar yang dikembangkan di Indonesia. Protein ikan lele tergolong istimewa karena bukan hanya berfungsi sebagai penambah jumlah protein yang dikonsumsi tetapi juga pelengkap mutu protein. Protein ikan lele mengandung semua asam amino esensial dalam jumlah yang cukup (FAO 1972 dalam Astawan 2008) yaitu Arginin (6.3%), Histidin (2.8%), Isoleusin (4,3%), Leusin (9.5%), Lisisn (10.5%), Metionin (1.4%), Fenilalanin (4.8%), Treonin (4.8%), Valin (4.7%), Triptofan (0.8%). Tepung ikan merupakan salah satu hasil pengawetan ikan dalam bentuk kering untuk kemudian digiling menjadi tepung.

13 Kedelai merupakan salah satu sumber protein nabati yang potensial karena kandungan protein yang tinggi yaitu 40%. Isolat protein kedelai merupakan bentuk protein kedelai yang paling murni, karena kadar protein minimumnya 95% dalam berat kering. Isolat protein kedelai selain sebagai pengikat dan pengemulsi, juga dapat berfungsi sebagai sebagai additive untuk memperbaiki penampakan produk, tekstur, serta flavour produk (Koswara 1995). Biskuit dengan subsitusi tepung ikan lele dumbo dan isolate protein kedelai yang dikembangkan oleh Kusharto et al 2009 merupakan biskuit yang diperkaya dengan tepung protein ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dan isolat protein kedelai. Komposisi dari PMT biskuit terdiri dari : tepung ikan lele (tepung daging dan tepung kepala), tepung terigu, isolat protein kedelai, telur ayam, gula bubuk, margarin, mentega, dan susu. Dengan komposisi demikian memberikan sumbangan zat gizi yang cukup tinggi. tambahan tepung ikan dan isolat protein kedelai Berikut formulasi biskuit dengan Tabel 1 Formulasi biskuit dengan tambahan tepung ikan dan isolat protein kedelai Komponen % Tepung ikan lele 3.5 Tepung kepala ikan lele 1.5 Isolat protein kedelai 10.0 Tepung terigu 25.0 Gula bubuk 18.0 Telur 18.0 Margarin 9.0 Mentega 9.0 Tepung susu 6.0 Total Baking powder 8.0 Soda kue 4.0 Sumber : Kusharto et all 2009 Dalam 50 g biskuit lele mengandung energi 240 kkal dan protein sebanyak 10 g. Hasil pengukuran daya cerna protein dengan metode enzimatik secara in vitro sebesar 89.34% (Mervina 2009), tergolong sedang karena nilainya menyerupai daya cerna kacang kacangan (FAO/WHO/UNU 1994)

ABSTRACT BAIQ SEPTIANA HIDAYATI

ABSTRACT BAIQ SEPTIANA HIDAYATI ABSTRACT BAIQ SEPTIANA HIDAYATI. Corelation compliance toward consumption of African catfish (Clarias gariepinus) enriched biscuits with nutritional status and morbidity among children under five in sub

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Balita

TINJAUAN PUSTAKA. Balita 20 TINJAUAN PUSTAKA Balita Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya (Soetjiningsih

Lebih terperinci

Karakteristik sosial-ekonomi keluarga: Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Besarnya keluarga. Pengetahuan, sikap, dan praktik ibu contoh.

Karakteristik sosial-ekonomi keluarga: Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Besarnya keluarga. Pengetahuan, sikap, dan praktik ibu contoh. 22 Karakteristik sosial-ekonomi keluarga: Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Besarnya keluarga Ketersediaan Pangan Pengetahuan, sikap, dan praktik ibu contoh Kondisi Lingkungan Pola Asuh Tingkat kepatuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Warung Anak Sehat (WAS)

TINJAUAN PUSTAKA. Warung Anak Sehat (WAS) TINJAUAN PUSTAKA Warung Anak Sehat (WAS) Warung Anak Sehat merupakan suatu program pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk memberikan kontribusi terhadap kesehatan anak-anak yang rawan mengalami masalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian 46 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Sukabumi merupakan Kabupaten dengan wilayah terluas di Jawa Barat. Posisi geografis Kabupaten Sukabumi terletak di antara 106 0 49-107

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Status Gizi Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)

TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) 5 TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Posyandu merupakan salah satu bentuk kegiatan dari Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), dimana masyarakat antara lain melalui kader-kader yang terlatih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kekurangan Energi Kronis (KEK) 1. Pengertian Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan ibu hamil dan WUS (Wanita Usia Subur) yang kurang gizi diakibatkan oleh kekurangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarapan Pagi Sarapan pagi adalah makanan atau minuman yang memberikan energi dan zat gizi lain yang dikonsumsi pada waktu pagi hari. Makan pagi ini penting karena makanan yang

Lebih terperinci

BAB II T1NJAUAN PUSTAKA

BAB II T1NJAUAN PUSTAKA BAB II T1NJAUAN PUSTAKA A. Pola Konsumsi Anak Balita Pola konsumsi makan adalah kebiasaan makan yang meliputi jumlah, frekuensi dan jenis atau macam makanan. Penentuan pola konsumsi makan harus memperhatikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Status gizi adalah keseimbangan antara pemasukan zat gizi dari bahan makanan yang dimakan dengan bertambahnya pertumbuhan aktifitas dan metabolisme dalam tubuh. Status

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan setiap orang akan makanan tidak sama, karena kebutuhan akan berbagai zat gizi juga berbeda. Umur, Jenis kelamin, macam pekerjaan dan faktorfaktor lain menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizinya belum sesuai dengan kebutuhan balita. zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan.

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizinya belum sesuai dengan kebutuhan balita. zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gizi sangat penting bagi kehidupan. Kekurangan gizi pada balita dapat menimbulkan beberapa efek negatif seperti lambatnya pertumbuhan badan, rawan terhadap penyakit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara eksklusif selama 6 bulan kehidupan pertama bayi. Hal ini dikarenakan ASI

BAB I PENDAHULUAN. secara eksklusif selama 6 bulan kehidupan pertama bayi. Hal ini dikarenakan ASI BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia balita merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Status gizi yang baik pada masa bayi dapat dipenuhi dengan pemberian ASI secara eksklusif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional yang diupayakan oleh pemerintah dan masyarakat sangat ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM). SDM yang berkualitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan salah satu kelompok usia yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi disaat masa pertumbuhan dan pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan

Lebih terperinci

Clara M. Kusharto Ingrid S. Surono

Clara M. Kusharto Ingrid S. Surono EFIKASI PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN (PMT) BISKUIT FUNGSIONAL BERBASIS SINBIOTIK DENGAN PREBIOTIK ASAL PANGAN LOKAL DAN PROBIOTIK PADA BALITA GIZI KURANG Penelitian Tahun Pertama Oleh : Clara M. Kusharto

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian status gizi Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Jika keseimbangan tadi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan waktu Jumlah dan Cara penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan waktu Jumlah dan Cara penarikan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan waktu Penelitian mengenai hubungan antara kepatuhan konsumsi biskuit yang diperkaya protein tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dengan status gizi dan morbiditas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian Status Gizi Status gizi merupakan gambaran keseimbangan antara kebutuhan akan zat-zat gizi dan penggunaannya dalam tubuh. Status gizi dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anak Pra-Sekolah Anak pra-sekolah / anak TK adalah golongan umur yang mudah terpengaruh penyakit. Pertumbuhan dan perkembangan anak pra-sekolah dipengaruhi keturunan dan faktor

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. B. PENILAIAN STATUS GIZI Ukuran ukuran tubuh antropometri merupakan refleksi darik pengaruh 4

TINJAUAN PUSTAKA. B. PENILAIAN STATUS GIZI Ukuran ukuran tubuh antropometri merupakan refleksi darik pengaruh 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. STATUS GIZI Status gizi anak pada dasarnya ditentukan oleh dua hal yaitu makanan yang dikonsumsi dan kesehatan anak itu sendiri. Kualitas dan kuantitas bahan makanan yang dikonsumsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu masalah gizi di Indonesi adalah gizi kurang yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu masalah gizi di Indonesi adalah gizi kurang yang disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah gizi di Indonesi adalah gizi kurang yang disebabkan rendahnya asupan energi dan protein dalam makanan sehari hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI ILMU GIZI UNIVERSITAS ESA UNGGUL

PROGRAM STUDI ILMU GIZI UNIVERSITAS ESA UNGGUL PROGRAM STUDI ILMU GIZI UNIVERSITAS ESA UNGGUL Kepada Yth. Ibu Balita Di Tempat Kabanjahe, Juli 2015 Saya mahasiswa Jurusan Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul. Dalam hal ini

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Gizi. Disusun oleh : AGUSTINA ITRIANI J

KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Gizi. Disusun oleh : AGUSTINA ITRIANI J HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN IBU BALITA DENGAN POLA PEMBERIAN MP-ASI PADA ANAK USIA 6-24 BULAN DI POSYANDU MENUR IV KELURAHAN JEBRES KECAMATAN JEBRES SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan Rumahtangga

TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan Rumahtangga 20 TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan Rumahtangga Konsep ketahanan pangan menurut World Food Conference on Human Rights 1993 dan World Food Summit 1996 memiliki arti setiap orang pada setiap saat memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tingkat Konsumsi Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas serta kuantitas hidangan. Kualitas hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh di dalam susunan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Cara Pemilihan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian mengenai Pemberian Makanan Tambahan (PMT) biskuit yang disubstitusi tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) pada balita gizi kurang dan gizi buruk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anak Balita (1 5 Tahun) Anak balita adalah anak yang berusia 1-5 tahun. Pada kelompok usia ini, pertumbuhan anak tidak sepesat masa bayi, tapi aktifitasnya lebih banyak (Azwar,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Konsep Ekologi Anak Sekolah Dasar

TINJAUAN PUSTAKA Konsep Ekologi Anak Sekolah Dasar TINJAUAN PUSTAKA Konsep Ekologi Mata pencaharian dapat dilihat dari corak kehidupan penduduk setempat berdasarkan lingkungan tempat tinggalnya. Kehidupan penduduk dapat dibedakan menjadi dua corak yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Susu Ibu Sejak lahir makanan pokok bayi adalah Air Susu Ibu. Air Susu Ibu merupakan makanan paling lengkap, karena mengandung zat pati, protein, lemak, vitamin dan mineral.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sanitasi Rumah Pengertian sanitasi adalah usaha usaha pengawasan yang ditujukan terhadap faktor faktor lingkungan yang dapat merupakan mata rantai penularan penyakit 3. Sedangkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Balita

TINJAUAN PUSTAKA Balita TINJAUAN PUSTAKA Balita Usia balita merupakan periode paling kritis dalam kehidupan manusia, karena secara fisik terjadi perkembangan tubuh dan keterampilan motorik yang sangat nyata. Masa ini sangat penting

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN. Oleh :

LAPORAN PENELITIAN. Oleh : LAPORAN PENELITIAN DISEMINASI HASIL RISET BISKUIT FUNGSIONAL DAN PENERAPANNYA UNTUK PERCEPATAN PENANGGULANGAN MASALAH GIZI MAKRO (KEP) BALITA DI KABUPATEN SUKABUMI Oleh : Prof. Dr Clara M. Kusharto, M.Sc

Lebih terperinci

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi Tanggal 16 Oktober 2014 PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi PENDAHULUAN Usia 6 bulan hingga 24 bulan merupakan masa yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak usia sekolah mempunyai laju pertumbuhan fisik yang lambat tetapi konsisten. Kebiasaan yang terbentuk pada usia ini terhadap jenis makanan yang disukai merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sampai saat ini masih terdapat empat masalah gizi utama di Indonesia yaitu Kurang Energi Protein (KEP), Gangguan Akibat Kurang Iodium (GAKI), Kurang Vitamin A (KVA) dan Kekurangan

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. Keadaan ini banyak diderita oleh kelompok balita yang merupakan generasi penerus bangsa.

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI), KONSUMSI GIZI, DAN KELENGKAPAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) TERHADAP STATUS GIZI BAYI

PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI), KONSUMSI GIZI, DAN KELENGKAPAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) TERHADAP STATUS GIZI BAYI Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode:... PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI), KONSUMSI GIZI, DAN KELENGKAPAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) TERHADAP STATUS GIZI BAYI Nama responden :... Nomor contoh :... Nama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan. pada malam hari (rabun senja). Selain itu, gejala kekurangan vitamin A

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan. pada malam hari (rabun senja). Selain itu, gejala kekurangan vitamin A BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan vitamin A dalam tubuh berkurang dengan gejala awal kurang dapat melihat pada malam hari (rabun senja).

Lebih terperinci

HUBUNGAN FREKUENSI KEHADIRAN ANAK USIA 1-3 TAHUN (BATITA) DALAM PENIMBANGAN DI POSYANDU DENGAN STATUS GIZI ANAK

HUBUNGAN FREKUENSI KEHADIRAN ANAK USIA 1-3 TAHUN (BATITA) DALAM PENIMBANGAN DI POSYANDU DENGAN STATUS GIZI ANAK HUBUNGAN FREKUENSI KEHADIRAN ANAK USIA 1-3 TAHUN (BATITA) DALAM PENIMBANGAN DI POSYANDU DENGAN STATUS GIZI ANAK BATITA DI KELURAHAN KWADUNGAN KECAMATAN KERJO KABUPATEN KARANGANYAR KARYA TULIS ILMIAH Diajukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Balita Balita adalah kelompok anak yang berumur dibawah 5 tahun. Umur balita 0-2 tahun merupakan tahap pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat, terutama yang penting adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah gizi, yaitu kurang energi protein (KEP). Adanya gizi

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah gizi, yaitu kurang energi protein (KEP). Adanya gizi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah utama kesehatan di Negara berkembang adalah masalah gizi, yaitu kurang energi protein (KEP). Adanya gizi kurang yang dialami oleh negara -negara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Labuhan Deli terletak di Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan Propinsi Sumatera Utara. Luas wilayah + 4,50 km 2 dengan jarak antara Kelurahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Soil Transmitted Helminth (STH) atau penyakit kecacingan yang penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan masyarakat khususnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyelenggaraan Makanan Penyelenggaraan makanan merupakan suatu kegiatan atau proses menyediakan makanan dalam jumlah yang banyak atau dalam jumlah yang besar. Pada institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang dibutuhkan setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan atau kelebihan dalam

Lebih terperinci

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup 7 II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Pola makan anak balita Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup khususnya manusia. Pangan merupakan bahan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada 2013 menunjukan bahwa prevalensi balita stunting di Indonesia mencapai 37% (terdiri dari 18% sangat pendek dan 19,2% pendek)

Lebih terperinci

67,3 54,5 43,6 32,7 1,8 0. Kategori umur orangtua contoh. Gambar 3 Sebaran umur orangtua contoh

67,3 54,5 43,6 32,7 1,8 0. Kategori umur orangtua contoh. Gambar 3 Sebaran umur orangtua contoh 31 Karakteristik Sosial Ekonomi keluarga Umur orangtua Sebaran umur orangtua contoh dikelompokkan menjadi empat golongan, yaitu kelompok remaja (

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara maju. Hal ini disebabkan karena masih tingginya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan. penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan. penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1.35% per tahun, sehingga setiap tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Konsep Batita atau Tooddler

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Konsep Batita atau Tooddler BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Batita atau Toddler a. Konsep Batita atau Tooddler Toodler atau batita merupakan anak usia 12-36 bulan (1-3 tahun), dimana pada periode ini anak berusaha

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian No. Responden :

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian No. Responden : LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian No. Responden : PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT, POLA ASUH, STATUS GIZI, DAN STATUS KESEHATAN ANAK BALITA DI WILAYAH PROGRAM WARUNG ANAK SEHAT (WAS) KABUPATEN SUKABUMI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan Rumah Tangga

TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan Rumah Tangga 4 TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan Rumah Tangga Menurut Undang-Undang No. 7 tahun 1996 tentang Pangan, ketahanan pangan adalah suatu keadaan dimana setiap rumah tangga mempunyai akses terhadap makanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyapihan 1. Pengertian Penyapihan adalah suatu proses berhentinya masa menyusui secara berangsur-angsur atau sekaligus. Proses tersebut dapat disebabkan oleh berhentinya sang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 40 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Manggarai Manggarai terletak di Kecamatan Tebet di wilayah Jakarta Selatan. Wilayah Manggarai merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian ratarata mencapai 25.155

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Berat Badan Balita Gizi Kurang 1. Pengertian Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan merupakan pengukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. KEP disebabkan karena defisiensi zat gizi makro. Meskipun

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. KEP disebabkan karena defisiensi zat gizi makro. Meskipun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia KEP merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. KEP disebabkan karena defisiensi zat gizi makro. Meskipun sekarang ini terjadi pergeseran masalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS) Pelayanan gizi rumah sakit adalah pelayanan gizi yang disesuaikan dengan keadaan pasien dan berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status

Lebih terperinci

RUMAH SEHAT. Oleh : SUYAMDI, S.H, M.M Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar

RUMAH SEHAT. Oleh : SUYAMDI, S.H, M.M Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar RUMAH SEHAT Oleh : SUYAMDI, S.H, M.M Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar Pengertian Rumah Rumah Adalah tempat untuk tinggal yang dibutuhkan oleh setiap manusia dimanapun dia berada. * Rumah adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Anak Balita Jenis Kelamin Umur

TINJAUAN PUSTAKA Anak Balita Jenis Kelamin Umur 13 TINJAUAN PUSTAKA Anak Balita Usia balita lebih dikenal sebagai golden age karena masa ini sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya. Anak balita adalah bayi sampai anak berusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses tumbuh kembang balita. Balita pendek memiliki dampak negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya.

Lebih terperinci

B A B II TINJAUAN PUSTAKA

B A B II TINJAUAN PUSTAKA B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. STATUS GIZI Status gizi atau tingkat konsumsi pangan adalah suatu bagian penting dari status kesehatan seseorang. Tidak hanya status gizi yang mempengaruhi status kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lanjut usia adalah tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lanjut usia adalah tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lanjut Usia Lanjut usia adalah tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia (Budi,1999). Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Sekitar anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Sekitar anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Defisiensi vitamin A diperkirakan mempengaruhi jutaan anak di seluruh dunia. Sekitar 250.000-500.000 anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap tahun karena

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. tahun 2004, konsumsi protein sudah lebih besar dari yang dianjurkan yaitu

PENDAHULUAN. tahun 2004, konsumsi protein sudah lebih besar dari yang dianjurkan yaitu 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola konsumsi pangan pokok di Indonesia masih berada pada pola konsumsi tunggal, yaitu beras. Tingginya ketergantungan pada beras tidak saja menyebabkan ketergantungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang-kacangan (Leguminosa), seperti kacang hijau, kacang tolo, kacang gude, kacang merah, kacang kedelai, dan kacang tanah, sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi makanan beranekaragam yang dapat memberikan sumber zat gizi yang cukup bagi tubuh, dengan adanya program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian Status Gizi Menurut Supariasa dkk (2002) status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu sedangkan menurut Almatsier

Lebih terperinci

12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG

12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG 12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG Makanlah Aneka Ragam Makanan Kecuali bayi diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantintasnya Triguna makanan; - zat tenaga; beras, jagung, gandum, ubi kayu, ubi jalar,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengasuhan berasal dari kata asuh(to rear) yang mempunyai makna

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengasuhan berasal dari kata asuh(to rear) yang mempunyai makna BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pola Pengasuhan Pengasuhan berasal dari kata asuh(to rear) yang mempunyai makna menjaga, merawat, dan mendidik anak yang masih kecil. Menurut Wagnel dan Funk yang dikutip oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada garis khatulistiwa. Hal ini mempengaruhi segi iklim, dimana Indonesia hanya memiliki 2 musim

Lebih terperinci

PANDUAN WAWANCARA PENDERITA TB PARU DI KLINIK SANITASI

PANDUAN WAWANCARA PENDERITA TB PARU DI KLINIK SANITASI PANDUAN WAWANCARA PENDERITA TB PARU DI KLINIK SANITASI I. DATA UMUM : Tanggal Konseling : No. Rekam Medik : Nama : Umur : Nama orang tua/kk : Pekerjaan : Alamat RT/RW/RK : Kelurahan/Desa : II. IDENTIFIKASI

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sayuran merupakan salah satu sumber mineral mikro yang berperan sangat penting dalam proses metabolisme tubuh (Indira, 2015). Mineral mikro sendiri merupakan mineral

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial budaya dipengaruhi banyak hal yang saling kait mengait, di samping untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang sangat potensial karena memiliki nilai ekonomis tinggi. Hal ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Makan Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan. terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang

I. PENDAHULUAN. suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan. terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan lingkungan merupakan faktor penting dalam kehidupan sosial

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan lingkungan merupakan faktor penting dalam kehidupan sosial BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan lingkungan merupakan faktor penting dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, bahkan merupakan salah satu unsur penentu atau determinan dalam kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah kekurangan energi protein seperti merasmus, kwarsiorkor, dan stunting. Kekurangan energi protein

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian dengan judul Gambaran Praktik Pencegahan Penularan TB Paru di Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungwuni I Kabupaten Pekalongan telah dilaksanakan

Lebih terperinci

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Energi dan Protein 1. Kebutuhan Energi Energi digunakan untuk pertumbuhan, sebagian kecil lain digunakan untuk aktivitas, tetapi sebagian besar dimanfaatkan untuk metabolisme

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian demam tifoid (Ma rufi, 2015). Demam Tifoid atau

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian demam tifoid (Ma rufi, 2015). Demam Tifoid atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan merupakan masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah lain diluar kesehatan itu sendiri. Demikian pula untuk mengatasi masalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Beastudi Etos Karakteristik Individu Umur dan Jenis Kelamin

TINJAUAN PUSTAKA Beastudi Etos Karakteristik Individu Umur dan Jenis Kelamin 4 TINJAUAN PUSTAKA Beastudi Etos Beastudi Etos merupakan sebuah beasiswa yang dikelola oleh Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa. Beasiswa ini berdiri sejak tahun 2005 hingga sekarang dengan jumlah

Lebih terperinci

KUESIONER SURVEY MAWAS DIRI

KUESIONER SURVEY MAWAS DIRI I. IDENTITAS RESPONDEN Nama Responden : Alamat : Tanggal Wawancara : KUESIONER SURVEY MAWAS DIRI II. DATA KELUARGA 1. Nama KK :... 2. Umur :... 3. Jenis Kelamin : L / P 4. Agama : 5. Pendidikan :... 6.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Panti Asuhan Harapan Kita. merupakan Panti Asuhan yang menampung anak-anak terlantar dan yang sudah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Panti Asuhan Harapan Kita. merupakan Panti Asuhan yang menampung anak-anak terlantar dan yang sudah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Panti Asuhan Harapan Kita. Panti Asuhan Harapan Kita bertempat di Desa Huntu Utara, Kabupaten Bone Bolango, yang didirikan pada tanggal 2 Agustus 2003. Panti

Lebih terperinci

BAB V STATUS GIZI BALITA DAN LINGKUNGAN RENTAN GIZI DI DESA PECUK. A. Gambaran Status Gizi Baik Balita di Desa Pecuk

BAB V STATUS GIZI BALITA DAN LINGKUNGAN RENTAN GIZI DI DESA PECUK. A. Gambaran Status Gizi Baik Balita di Desa Pecuk BAB V STATUS GIZI BALITA DAN LINGKUNGAN RENTAN GIZI DI DESA PECUK A. Gambaran Status Baik Balita di Desa Pecuk Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak SD (sekolah dasar) yaitu anak yang berada pada usia 6-12 tahun, memiliki fisik yang lebih kuat dibandingkan dengan balita, mempunyai sifat individual dalam banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan vitamin A (KVA). KVA yaitu kondisi kurang zat gizi mikro

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan vitamin A (KVA). KVA yaitu kondisi kurang zat gizi mikro BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi pada anak-anak di Indonesia adalah kekurangan vitamin A (KVA). KVA yaitu kondisi kurang zat gizi mikro yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanggulangan masalah gizi dan kesehatan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang paling baik adalah pada masa menjelang dan saat prenatal, karena: (1) penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mewujudkan misi Indonesia sehat 2010 maka ditetapkan empat misi

BAB 1 PENDAHULUAN. Mewujudkan misi Indonesia sehat 2010 maka ditetapkan empat misi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mewujudkan misi Indonesia sehat 2010 maka ditetapkan empat misi pembangunan kesehatan, yaitu memelihara kesehatan yang bermutu (promotif), menjaga kesehatan (preventif),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Balita Balita didefinisikan sebagai anak dibawah lima tahun dan merupakan periode usia setelah bayi dengan rentang 0-5 tahun (Gibney, 2009). Menurut Sutomo dan Anggraeni (2010),

Lebih terperinci

PEMBIASAAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE OLEH IBU KEPADA BALITA (USIA 3-5 TAHUN) DI KELURAHAN DERWATI

PEMBIASAAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE OLEH IBU KEPADA BALITA (USIA 3-5 TAHUN) DI KELURAHAN DERWATI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menjaga kebersihan diri merupakan salah satu upaya memelihara kesehatan dan pencegahan terhadap penyakit. Kebersihan diri atau personal hygiene adalah upaya

Lebih terperinci

GAMBARAN PRAKTIK PENCEGAHAN PENULARAN TB PARU DI KELUARGA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDUNGWUNI I KABUPATEN PEKALONGAN ABSTRAK

GAMBARAN PRAKTIK PENCEGAHAN PENULARAN TB PARU DI KELUARGA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDUNGWUNI I KABUPATEN PEKALONGAN ABSTRAK GAMBARAN PRAKTIK PENCEGAHAN PENULARAN TB PARU DI KELUARGA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDUNGWUNI I KABUPATEN PEKALONGAN 1 Didin Mujahidin ABSTRAK Penularan utama TB Paru adalah bakteri yang terdapat dalam

Lebih terperinci