BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Notoatmodjo (2003), adopsi adalah perilaku baru seseorang sesuai

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Notoatmodjo (2003), adopsi adalah perilaku baru seseorang sesuai"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Adopsi Inovasi Pengertian Adopsi Menurut Notoatmodjo (2003), adopsi adalah perilaku baru seseorang sesuai dengan latar belakang pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap rangsangan/stimulus. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi telah melalui proses seperti ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran tidak akan berlangsung lama. Rogers dan Shoemaker (1971) mengatakan adopsi adalah proses mental, dalam mengambil keputusan untuk menerima atau menolak ide baru dan menegaskan lebih lanjut tentang penerimaan dan penolakan ide baru tersebut. Sedangkan Feder dkk (1981) adopsi didefinisikan sebagai proses mental seseorang dari mendengar, mengetahui inovasi sampai akhirnya mengadopsi. Di lain pihak Samsudin (1994) menyatakan bahwa adopsi adalah suatu proses dimulai dan keluarnya ide-ide dari suatu pihak, disampaikan kepada pihak kedua, sampai ide tersebut diterima oleh masyarakat sebagai pihak kedua.

2 2.1.2 Tahapan Proses Adopsi Menurut Rogers (1983) proses keputusan adopsi inovasi memiliki lima tahap, yaitu : knowledge (pengetahuan), persuasion (kepercayaan), decision (keputusan), implementation (penerapan) dan confirmation (penegasan/pengesahan). Kelima langkah ini dapat diuraikan seperti di bawah ini : a. Knowledge Stage (Tahap Pengetahuan) Pada tahapan ini suatu individu belajar tentang keberadaan suatu inovasi dan mencari informasi tentang inovasi tersebut. Selama tahap ini individu akan menetapkan apa inovasi itu? bagaimana dan mengapa ia bekerja?. Menurut Rogers (1983), pertanyaan ini akan membentuk tiga jenis pengetahuan (knowledge) : Awareness-knowledge merupakan pengetahuan akan keberadaan suatu inovasi. Pengetahuan jenis ini akan memotivasi individu untuk belajar lebih banyak tentang inovasi dan kemudian akan mengadopsinya. Pada tahap ini inovasi mencoba diperkenalkan pada masyarakat tetapi tidak ada informasi yang pasti tentang produk tersebut. Karena kurangnya informasi tersebut maka maka masyarakat tidak merasa memerlukan akan inovasi tersebut. Rogers menyatakan bahwa untuk menyampaikan keberadaan inovasi akan lebih efektif disampaikan melalui media massa seperti radio, televisi, koran, atau majalah. Sehingga masyarakat akan lebih cepat mengetahui akan keberadaan suatu inovasi. How-to-knowledge, yaitu pengetahuan tentang bagaimana cara menggunakan suatu inovasi dengan benar. Rogers memandang pengetahuan jenis ini sangat penting dalam proses keputusan inovasi. Untuk lebih meningkatkan peluang pemakaian

3 sebuah inovasi maka individu harus memiliki pengetahuan ini dengan memadai berkenaan dengan penggunaan inovasi ini. Principles-knowledge, yaitu pengetahuan tentang prinsip-prinsip keberfungsian yang mendasari bagaimana dan mengapa suatu inovasi dapat bekerja. Suatu inovasi dapat diterapkan tanpa pengetahuan ini, akan tetapi penyalahgunaan suatu inovasi akan mengakibatkan berhentinya inovasi tersebut. Peranan para agen perubahan dalam menghasilkan ketiga jenis pengetahuan tersebut kebanyakan memusatkan perhatian pada usaha untuk menciptakan awareness-knowledge yang sebenarnya untuk tujuan ini akan lebih efisien dengan menggunakan jalur media masa. b. Persuasion Stage (Tahap Persuasi) Tahap persuasi terjadi ketika individu memiliki sikap positif atau negatif terhadap inovasi. Tetapi sikap ini tidak secara langsung akan menyebabkan apakah individu tersebut akan menerima atau menolak suatu inovasi. Suatu individu akan membentuk sikap ini setelah dia tahu tentang inovasi, maka tahap ini berlangsung setelah knowledge stage dalam proses keputusan inovasi. Rogers menyatakan bahwa knowledge stage lebih bersifat kognitif (tentang pengetahuan), sedangkan persuasion stage bersifat afektif karena menyangkut perasaan individu, karena itu pada tahap ini individu akan terlibat lebih jauh lagi. Tingkat ketidakyakinan pada fungsi-fungsi inovasi dan dukungan sosial akan mempengaruhi pendapat dan kepercayaan individu terhadap inovasi.

4 c. Decision Stage (Tahap Keputusan) Pada tahapan ini individu membuat keputusan apakah menerima atau menolak suatu inovasi. Menurut Rogers adoption (menerima) berarti bahwa inovasi tersebut akan digunakan secara penuh, sedangkan menolak berarti not to adopt an innovation. Jika inovasi dapat dicobakan secara parsial, umpamanya pada keadaan suatu individu, maka inovasi ini akan lebih cepat diterima karena biasanya individu tersebut pertama-tama ingin mencoba dulu inovasi tersebut pada keadaannya dan setelah itu memutuskan untuk menerima inovasi tersebut. Walaupun begitu, penolakan inovasi dapat saja terjadi pada setiap proses keputusan inovasi ini. Rogers menyatakan ada dua jenis penolakan, yaitu active rejection dan passive rejection. Active rejection terjadi ketika suatu individu mencoba inovasi dan berfikir akan mengadopsi inovasi tersebut namun pada akhirnya dia menolak inovasi tersebut. passive rejection individu tersebut sama sekali tidak berfikir untuk mengadopsi inovasi. d. Implementation Stage (Tahap Implementasi) Pada tahap implementasi, sebuah inovasi dicoba untuk dipraktekkan, akan tetapi sebuah inovasi membawa sesuatu yang baru apabila tingkat ketidakpastiannya akan terlibat dalam difusi. Ketidakpastian dari hasil-hasil inovasi ini masih akan menjadi masalah pada tahapan ini. Maka si pengguna akan memerlukan bantuan teknis dari agen perubahan untuk mengurangi tingkat ketidakpastian dari akibatnya. Apalagi bahwa proses keputusan inovasi ini akan berakhir. Permasalahan penerapan inovasi akan lebih serius terjadi apabila yang mengadopsi inovasi itu adalah suatu

5 organisasi, karena dalam sebuah inovasi jumlah individu yang terlibat dalam proses keputusan inovasi ini akan lebih banyak dan terdiri dari karakter yang berbeda-beda. e. Confirmation Stage (Tahap Konfirmasi) Ketika keputusan inovasi sudah dibuat, maka si pengguna akan mencari dukungan atas keputusannya ini. Menurut Rogers keputusan ini dapat menjadi terbalik apabila si pengguna ini menyatakan ketidaksetujuan atas pesan-pesan tentang inovasi tersebut. Akan tetapi kebanyakan cenderung untuk menjauhkan diri dari halhal seperti ini dan berusaha mencari pesan-pesan yang mendukung yang memperkuat keputusan itu. Jadi dalam tahap ini, sikap menjadi hal yang lebih krusial. Keberlanjutan penggunaan inovasi ini akan bergantung pada dukungan dan sikap individu Proses Pengambilan Keputusan Beberapa faktor yang mempengaruhi dalam proses pengambilan keputusan adopsi inovasi adalah: 1. Karakteristik Inovasi: Tahapan ini merupakan tahap awal ketika masyarakat mulai melihat, dan mengamati inovasi dari berbagai sumber, khususnya media massa. Pengadopsi awal biasanya merupakan orang-orang yang rajin membaca koran dan menonton televisi, sehingga mereka bisa menangkap inovasi baru yang ada. Jika sebuah inovasi dianggap sulit dimengerti dan sulit diaplikasikan, maka hal itu tidak akan diadopsi dengan cepat oleh mereka, lain halnya jika yang dianggapnya baru merupakan hal mudah, maka mereka akan lebih cepat mengadopsinya. Beberapa

6 jenis inovasi bahkan harus disosialisasikan melalui komunikasi interpersonal dan kedekatan secara fisik. 2. Pengadopsian: Dalam tahap ini masyarakat mulai menggunakan inovasi yang mereka pelajari. Diadopsi atau tidaknya sebuah inovasi oleh masyarakat ditentukan juga oleh beberapa faktor. Riset membuktikan bahwa semakin besar keuntungan yang didapat, semakin tinggi dorongan untuk mengadopsi perilaku tertentu. Adopsi inovasi juga dipengaruhi oleh keyakinan terhadap kemampuan diri seseorang. Sebelum seseorang memutuskan untuk mencoba hal baru, orang tersebut biasanya bertanya pada diri mereka sendiri apakah mereka mampu melakukannya. Jika seseorang merasa mereka bisa melakukannya, maka mereka akan cenderung mangadopsi inovasi tersebut. Selain itu, dorongan status juga menjadi faktor motivasional yang kuat dalam mengadopsi inovasi. Beberapa orang ingin selalu menjadi pusat perhatian dalam mengadopsi inovasi baru untuk menunjukkan status sosialnya di hadapan orang lain. Adopsi inovasi juga dipengaruhi oleh nilai yang dimiliki individu tersebut serta persepsi dirinya. Jika sebuah inovasi dianggapnya menyimpang atau tidak sesuai dengan nilai yang dianut, maka ia tidak akan mengadopsinya. Semakin besar pengorbanan yang diberikan untuk mengadopsi sebuah inovasi, semakin kecil tingkat adopsinya. 3. Pengembangan jaringan sosial: Seseorang yang telah mengadopsi sebuah inovasi akan menyebarkan inovasi tersebut kepada jaringan sosial di sekitarnya, sehingga sebuah inovasi bisa secara luas diadopsi oleh masyarakat. Difusi sebuah inovasi tidak lepas dari proses penyampaian dari satu individu ke individu lain melalui

7 hubungan sosial yang mereka miliki. Dalam proses adopsi inovasi, komunikasi melalui saluran media massa lebih cepat menyadaran masyarakat mengenai penyebaran inovasi baru dibanding saluran komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal mempengaruhi manusia untuk mengadopsi inovasi yang sebelumnya telah diperkenalkan oleh media massa Kategori atau Tingkatan Adopsi Rogers (1983) dan sejumlah ilmuwan komunikasi lainnya mengidentifikasi 5 kategori pengguna atau mengadopsi inovasi : 1. Inovator: Adalah kelompok orang yang berani dan siap untuk mencoba hal-hal baru. Hubungan sosial mereka cenderung lebih erat dibanding kelompok sosial lainnya. Orang-orang seperti ini lebih dapat membentuk komunikasi yang baik meskipun terdapat jarak geografis. Biasanya orang-orang ini adalah mereka yang memeiliki gaya hidup dinamis di perkotaan yang memiliki banyak teman atau relasi. 2. Pengguna awal: Kelompok ini lebih lokal dibanding kelompok inovator. Kategori adopter seperti ini menghasilkan lebih banyak opini dibanding kategori lainnya, serta selalu mencari informasi tentang inovasi. Mereka dalam kategori ini sangat disegani dan dihormati oleh kelompoknya karena kesuksesan mereka dan keinginannya untuk mencoba inovasi baru. 3. Mayoritas awal: Kategori pengadopsi seperti ini merupakan mereka yang tidak mau menjadi kelompok pertama yang mengadopsi sebuah inovasi. Sebaliknya, mereka akan dengan berkompromi secara hati-hati sebelum membuat keputusan

8 dalam mengadopsi inovasi, bahkan bisa dalam kurun waktu yang lama. Orangorang seperti ini menjalankan fungsi penting dalam melegitimasi sebuah inovasi, atau menunjukkan kepada seluruh komunitas bahwa sebuah inovasi layak digunakan atau cukup bermanfaat. 4. Mayoritas akhir: Kelompok yang ini lebih berhati-hati mengenai fungsi sebuah inovasi. Mereka menunggu hingga kebanyakan orang telah mencoba dan mengadopsi inovasi sebelum mereka mengambil keputusan. Terkadang, tekanan dari kelompoknya bisa memotivasi mereka. Dalam kasus lain, kepentingan ekonomi mendorong mereka untuk mengadopsi inovasi. 5. Laggard: Kelompok ini merupakan orang yang terakhir melakukan adopsi inovasi. Mereka bersifat lebih tradisional, dan segan untuk mencoba hal hal baru. Kelompok ini biasanya lebih suka bergaul dengan orang-orang yang memiliki pemikiran sama dengan mereka. Sekalinya sekelompok laggard mengadopsi inovasi baru, kebanyakan orang justru sudah jauh mengadopsi inovasi lainnya, dan menganggap mereka ketinggalan zaman Inovasi Menurut Drucker (1985) inovasi adalah tindakan yang memberikan sumber daya kekuatan, kemampuan baru untuk menciptakan kesejahteraan. Salah satu bekal yang berguna bagi usaha memasyarakatkan ide-ide baru itu adalah pemahaman yang mendalam mengenai bagaimana ide-ide itu tersebar ke dalam suatu sistem sosial dan memengaruhinya. Masyarakat yang sedang membangun berkepentingan dengan inovasi, dengan penemuan-penemuan baru baik itu berupa gagasan, tindakan atau

9 barang-barang baru. Inovasi merupakan pangkal terjadinya perubahan sosial yang merupakan inti dan pembangunan masyarakat (Drucker, 1985). Menurut Drucker (1985), setiap ide/gagasan baru pernah menjadi inovasi. Setiap inovasi pasti berubah seiring berlalunya waktu. Komputer, alat kontrasepsi KB,dan lain-lain, barangkali dianggap sebagai inovasi di beberapa negara tetapi di Amerika Serikat (USA) mungkin telah usang. Suatu inovasi mungkin telah lama diketahui seseorang. tetapi dia belum mengembangkan sikap suka atau tidak suka, menerima atau menolak inovasi tersebut. (Hanafi, 1997). Havelock 1973 (dalam Nasution, 1990) menyatakan bahwa inovasi merupakan segala perubahan yang dirasakan sebagai sesuatu yang baru oleh masyarakat yang mengalaminya. KB Pria di Indonesia bisa disebut sebagai suatu inovasi dimana pengertian inovasi adalah segala sesuatu ide, cara-cara ataupun objek yang dipersepsikan oleh seorang sebagai sesuatu yang baru (Rogers 1983). Baru dalam ide yang inovatif tidak berarti harus baru sama sekali kebaruan inovasi ini diukur secara subyektif menurut pandangan individu yang menangkapnya. Jika sesuatu ide dianggap baru oleh seseorang maka itu adalah inovasi (bagi orang itu). Upaya memperkenalkan ide baru KB pria ke masyarakat akan menjadikan perubahan-perubaban pada sistem sosial, baik dalam lingkup keluarga maupun masyarakat secara keseluruhan, baik bagi yang menerima maupun yang menolak ide tersebut, yang menerima barangkali akan lebih sejahtera kehidupannya sedangkan

10 yang menolak barang kali akan menimbulkan masalah-masalah baru dalam kehidupannya (Gema, 2006) Karakteristik Inovasi Rogers (1983) mengemukakan lima karakteristik inovasi meliputi: keunggulan relatif (relative advantage), kompatibilitas (compatibility), kerumitan (complexity), kemampuan diuji cobakan (trialability), dan kemampuan untuk diamati (observability). a. Keunggulan Relatif (Relative Advantage) Keunggulan relatif adalah derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih baik/unggul dari yang pernah ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi eknomi, prestise social, kenyamanan, kepuasan dan lain-lain. Semakin besar keunggulan relatif dirasakan oleh pengadopsi, semakin cepat inovasi tersebut dapat diadopsi. Untuk meningkatkan laju dari inovasi adopsi dan untuk membuat keuntungan relatif lebih efektif, pembayaran insentif keuangan langsung atau tidak langsung dapat digunakan untuk mendukung individu dari suatu sistem sosial dalam mengadopsi suatu inovasi. Insentif adalah bagian dari faktor dukungan dan motivasi. Faktor lain motivasi dalam proses difusi adalah atribut kompatibilitas. Kesesuaian Dalam beberapa penelitian difusi, keuntungan relatif dan kompatibilitas dipandang sebagai serupa, meskipun mereka secara konseptual berbeda.

11 b. Kompatibilitas (Compatibility) Kompatibilitas (compatibility) adalah derajat dimana inovasi tersebut dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan pengadopsi. Sebagai contoh, jika suatu inovasi atau ide baru tertentu tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, maka inovasi itu tidak dapat diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang sesuai (compatible) Salah satu faktor yang mempengaruhi adopsi KB Pria adalah kompatibilitas. Pengertian kompatibilitas dalam kamus bahasa Indonesia berarti keadaan penyesuaian diri atau kesesuaian. Kompatibilitas KB pria yakni derajat dimana KB pria tersebut dianggap konsisten dengan : (a) pengalaman masa lalu, (b) norma norma yang berlaku dan (c) kebutuhan adopter (Rogers, 1983). c. Kerumitan (Complexity) Kerumitan adalah derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit untuk dipahami dan digunakan. Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan dimengerti oleh pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi. Rogers (1983) mendefinisikan kompleksitas sebagai "tingkat dimana suatu inovasi dianggap relatif sulit untuk dipahami dan digunakan", berlawanan dengan atribut lain, kompleksitas berkorelasi negatif dengan tingkat adopsi. Dengan demikian, kompleksitas yang berlebihan dari suatu inovasi adalah hambatan penting dalam adopsi

12 d. Kemampuan diuji cobakan (Trailability) Kemampuan untuk diuji cobakan adalah derajat dimana suatu inovasi dapat diuji-coba batas tertentu. Suatu inovasi yang dapat di uji-cobakan dalam seting sesungguhnya umumnya akan lebih cepat diadopsi. Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu inovasi sebaiknya harus mampu menunjukan (mendemonstrasikan) keunggulannya. e. Kemampuan untuk diamati (Observability) Kemampuan untuk diamati adalah derajat dimana hasil suatu inovasi dapat terlihat oleh orang lain. Semakin mudah seseorang melihat hasil dari suatu inovasi, semakin besar kemungkinan orang atau sekelompok orang tersebut mengadopsi. Karakteristik terakhir inovasi adalah keteramatan. Rogers (1983) keteramatan didefinisikan sebagai "sejauh mana hasil dari suatu inovasi yang dilihat oleh orang lain". Serupa dengan keuntungan relatif, kompatibilitas, dan trailability, keteramatan juga berkorelasi positif dengan tingkat adopsi dari suatu inovasi. Secara ringkas, Rogers (2003) berpendapat bahwa inovasi relatif menawarkan keuntungan lebih, kompatibilitas, kesederhanaan, trailability, dan keteramatan akan diadopsi lebih cepat daripada inovasi lainnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besar keunggulan relatif; kesesuaian (compatibility); kemampuan untuk diuji cobakan dan kemampuan untuk diamati serta semakin kecil kerumitannya, maka semakin cepat kemungkinan inovasi tersebut dapat diadopsi.

13 2.2 Program Keluarga Berencana Pengertian Program Keluarga Berencana Dalam kamus Barat pada umumnya, Family planning diartikan sebagai pembatasan kelahiran dan jarak antar anak. The American Heritage (2007) menyebutkan bahwa KB adalah suatu program untuk mengatur jumlah dan jarak anak dalam keluarga melalui penggunaan kontrasepsi atau metode pengaturan kelahiran lainnya WHO (2011) Dalam konteks Indonesia, definisi family planning dapat dilihat dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera. Disebutkan bahwa Keluarga Berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peranserta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, serta peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera. Dalam buku Pegangan Penyuluh Keluarga Berencana (BKKBN, 2004) disebutkan bahwa Program KB Nasional adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera menuju keluarga berkualitas. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sebagai penjabaran visi dan misi Pemerintah untuk kurun waktu , menyebutkan Program KB Nasional merupakan rangkaian pembangunan kependudukan dan keluarga kecil berkualitas sebagai

14 langkah penting dalam mencapai pembangunan berkelanjutan. Pembangunan ini diarahkan sebagai upaya pengendalian kuantitas penduduk. Beberapa negara melaksanakan program KB dalam upaya mengurangi tingkat kelahiran dan mencegah ledakan penduduk. Di China, sebagai negara dengan penduduk terbanyak di dunia, program KB mulai benar-benar diterapkan tahun an. Program yang dicanangkan adalah: menunda perkawinan, menunda memunyai anak serta menjaga jarak kelahiran antar-anak. Slogannya adalah: satu anak itu baik, dua anak masih dapat diterima dan tiga anak itu terlalu banyak. Dengan menerapkan program KB, diperkirakan dapat menekan 300 juta kelahiran antara tahun (Lie, 1998). Pada awalnya, masyarakat tradisional Cina lebih suka menikah muda, memunyai anak pada usia muda serta memunyai banyak anak. Mereka biasanya memunyai anak antara 5-6 orang. Dalam pandangan mereka, lebih banyak anak berarti suatu kebahagiaan yang besar (Lie, 1998). Meskipun secara formal disebutkan bahwa kaum perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki di bidang politik, ekonomi, sosial dan kehidupan keluarga, akan tetapi dalam kenyataannya beban kaum perempuan dalam program KB masih lebih berat. Tahun 1992, tingkat partisipasi KB mereka adalah 83,5 persen. Adapun sisanya adalah tingkat partisipasi laki-laki, yang berarti masih di bawah 20 persen. Alat kontrasepsi yang popular di kalangan laki-laki adalah vasektomi yang dipilih oleh sekitar 22,62 juta laki-laki. Kondisi ini tidak meningkat jauh. Partisipasi laki-laki dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang kompleks seperti sosial, ekonomi, politik dan terutama budaya. Kunci keberhasilan pelaksanaan KB mereka adalah pada

15 tiga hal yang utama yakni: pendidikan, pelayanan regular dan penggunaan alat kontrasepsi. Di India, program KB dimulai tahun 1950-an, tetapi belum optimal. Akhir 1960-an, barulah dilakukan program besar-besaran untuk menurunkan kelahiran dari 41 per 1000 menjadi per 1000 pada pertengahan tahun 1970-an. Kebijakan Kependudukan Nasional yang diadopsi tahun 1976 menyatakan perlunya pengintegrasian antara program KB dengan tingkat kesejahteraan penduduk. Pembuat kebijakan berasumsi bahwa ukuran/jumlah keluarga yang terlalu besar adalah bagian dari kemiskinan, sehingga harus dikikis dengan strategi terintegrasi. Untuk itu, pendidikan tentang kependudukan dimasukkan sebagai bagian dari kurikulum sekolah (Wikipedia, 2010). Di Malaysia, Family Planning dimulai sekitar Metode kontrasepsi yang paling banyak digunakan adalah pil. Menurut survei tahun 1957, sebanyak 31 persen perempuan di kota dan dua persen di desa menggunakan alat tersebut. Saat ini, kebutuhannya adalah: melatih petugas kesehatan, menginformasikan dan memotivasi keluarga untuk menerima KB, melanjutkan program pendididikan, mereformasi hukum anti aborsi, serta mengintegrasikan pelayanan KB dengan pelayanan kesehatan. Di Banglades yang pada tahun 2003 menjadi negara terpadat terbanyak ke-7 di dunia (sekitar 135 juta) yang hampir setengahnya miskin, program KB mulai dilaksanakan tahun 2003 dengan nama The Health Nutrition and Population Sector Program (HNPSP). Kebijakan program ini adalah meningkatkan jumlah petugas

16 lapangan dan klinik-klinik pembantu yang menyediakan layanan KB serta kunjungan rumah ke rumah (Rob, 2006). Dari uraian di atas dapat dirangkum bahwa program KB merupakan salah satu solusi bagi negara-negara besar dalam upaya mengendalikan penduduk. Pelaksanaan program KB dilakukan oleh para petugas yang secara resmi diberi mandat untuk itu. Mereka adalah para pegawai negeri sipil baik yang berstatus sebagai penyuluh fungsional (yang disebut dengan Penyuluh KB/PKB) maupun bukan fungsional (yang disebut Petugas Lapangan Keluarga Berencana/PLKB). Keberhasilan penyuluhan KB pada periode awal pelaksanaannya tidak terlepas dari peran petugas lapangannya. Petugas Lapangan KB (PLKB) adalah tenaga penyuluh yang sejak awal perkembangan program KB telah sangat berjasa. Seiring dengan berkembangnya program, tugas mereka pun semakin berat. Tidak hanya mencari akseptor, tetapi juga harus melakukan pencatatan pelaporan, pendistribusian alat kontrasepsi ulangan, kegiatan gizi keluarga dan sebagainya. Tahun 1981, dijadikan Pegawai Negeri Sipil. Tahun 1988, status mereka dinaikkan menjadi pejabat fungsional. Bagi mereka yang tidak memenuhi persyarakat pendidikan, tidak bisa beralih menjadi tenaga fungsional, akan tetapi tetap memiliki tugas penyuluhan dan pelayanan KB. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: KEP/120/M.PAN/9/2004 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Keluarga Berencana dan Angka Kreditnya (BKKBN, 2004:3) menyebutkan bahwa Penyuluh KB (PKB) adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan

17 kegiatan penyuluhan, pelayanan, evaluasi dan pengembangan Keluarga Berencana Nasional. Dengan kata lain, PKB adalah PLKB yang berstatus sebagai pejabat fungsional (BKKBN, 2002). Tugas pokok mereka adalah (1) melakukan penyuluhan KB Nasional dan (2) memberikan pelayanan KB. Kegiatan penyuluhan KB adalah kegiatan penyampaian informasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku keluarga dan masyarakat guna mewujudkan keluarga berkualitas. Sedangkan pelayanan KB adalah pemberian fasilitas kepada keluarga dan masyarakat guna memenuhi kebutuhannya dalam mewujudkan keluarga berkualitas. Tugas memberikan penyuluhan KB Nasional meliputi: persiapan penyuluhan, pelaksanaan penyuluhan dan pembinaan generasi muda. Adapun tugas pelayanan KB mencakup: persiapan pelayanan, pelaksanaan pelayanan dan pengembangan model pelayanan Alat Kontrasepsi KB Pria Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti mencegah atau melawan dan konsepsi yang berarti pertemuan antara sel telur yang matang dan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sperma tersebut (Hartanto, 2004). Pelayanan kontrasepsi merupakan salah satu komponen dalam pelayanan kependudukan/kb. Selain Pelayanan kontrasepsi juga terdapat komponen pelayanan kependudukan/kb lainnya seperti Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE), konseling, pelayanan infertilitas, pendidikan seks (sex education), konsultasi pra-

18 perkawinan dan konsultasi perkawinan, konsultasi genetik, tes keganasan dan adopsi (Depkes RI, 2005). Tidak ada satupun metode kontrasepsi yang aman dan efektif bagi semua klien karena masing-masing mempunyai kesesuaian dan kecocokan individual bagi setiap klien. Namun secara umum persyaratan metode kontrasepsi ideal adalah : a. Aman, artinya tidak akan menimbulkan komplikasi berat jika digunakan b. Berdaya guna, dalam arti jika digunakan sesuai dengan aturan akan dapat mencegah kehamilan. Ada beberapa komponen dalam menentukan keektifan dari suatu metode kontrasepsi diantaranya adalah keefektifan teoritis, keefektifan praktis, dan keefektifan biaya. Keefektifan teoritis (theoritical effectiveness) yaitu kemampuan dari suatu cara kontrasepsi untuk mengurangi terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan, apabila cara tersebut digunakan terus menerus dan sesuai dengan petunjuk yang diberikan tanpa kelalaian. Sedangkan keefektifan praktis (use effectiveness) adalah keefektifan yang terlihat dalam kenyataan di lapangan setelah pemakaian jumlah besar, meliputi segala sesuatu yang mempengaruhi pemakaian seperti kesalahan, penghentian, kelalaian, dan lain-lain (Saifuddin, 2006). c. Dapat diterima, bukan hanya oleh klien melainkan juga oleh lingkungan budaya di masyarakat. Ada dua macam penerimaan terhadap kontrasepsi yakni penerimaan awal (initial acceptability) dan penerimaan lanjut (continued acceptability). Penerimaan awal tergantung pada bagaimana motivasi dan persuasi yang diberikan oleh petugas KB. Penerimaan lanjut dipengaruhi oleh banyak faktor seperti umur,

19 motivasi, budaya, sosial ekonomi, agama, sifat yang ada pada KB, dan faktor daerah (desa/kota). d. Terjangkau harganya oleh masyarakat e. Bila metode tersebut dihentikan penggunaannya, klien akan segera kembali kesuburannya, kecuali untuk kontrasepsi mantap. Alat kontrasepsi untuk pria yang ada sampai saat ini masih sangat terbatas yaitu kondom dan Medis Operasi Pria (MOP) biasa juga disebut vasektomi. a. Kondom Kondom adalah sarung karet tipis, cara kerjanya adalah dengan mencegah sperma bertemu dengan ovum. Secara teori tingkat efektivitas kondom sebesar 98 % namun dalam prakteknya hanya mencapai 85 % (Saifuddin, 2006). Kondom efektif jika digunakan secara benar tiap kali berhubungan. Namun efektivitasnya kurang jika dibandingkan metode pil, AKDR, suntikan KB. Keuntungan menggunakan alat kontrasepsi kondom adalah : (a) dapat dipakai sendiri, (b) dapat mencegah penularan penyakit kelamin, (c) tidak mempengaruhi kegiatan menyusui, (d) tidak mengganggu kesehatan, (e) tidak ada efek samping sistemik, (f) tersedia secara luas (toko farmasi dan toko-toko yang ada di masyarakat), (g) tidak perlu resep atau penilaian medis. Penggunan kondom sudah lebih mengemuka namun hambatan pemasyarakatan kondom di kalangan pria karena masih adanya stigma negatif terhadap alat kontrasepsi tersebut, kesan bahwa kondom sebagai alat kontrasepsi yang tingkat kegagalannya tinggi, kurang enak dipakai, rumit penggunaannya dan sebagian

20 di antara pria ada yang merasa jijik, terlebih kondom selama ini dianggap dekat dengan pandangan miring masyarakat seperti kondom identik dengan pelacuran, kenakalan pria, seks bebas dan sebagainya. b. Metode Operasi Pria (MOP) atau Vasektomi Program KB pria yang kini semakin marak digalakkan pemerintah dalam upaya menekan laju pertumbuhan penduduk adalah terutama Metode Operasi Pria (MOP), sebagai bentuk perubahan paradigma program KB adalah pemotongan/pengikatan kedua saluran sperma laki-laki (vasektomi). Prinsip dasar dari vasektomi adalah bagaimana menjadikan pipa saluran spermatozoa atau sel benih vasa deferens pria agar betul-betul dibuat buntu. Operasi vasektomi sebagai metode mencegah pertemuan sel telur dengan sperma secara teori dan praktek mempunyai tingkat efektivitas 99,9 % dengan keuntungan paling efektif mengakhiri kesuburan selamanya (keberhasilan pembalikan tidak bisa dijamin). Metode vasektomi baik untuk pasangan yang: sudah yakin tidak ingin punya anak lagi, jika hamil akan membahayakan jiwanya serta menginginkan metode yang tidak mengganggu. Vasektomi dulu sebelum tahun 1990 dikenal dengan vasektomi konvensional, dimana dalam pelaksanaannya dapat memakan waktu 1 (satu) jam lebih. Namun sehubungan tuntutan masyarakat yang hidup di era globalisasi mempunyai gaya hidup yang berbeda dengan masyarakat di era sebelumnya. Saat ini segala sesuatu dituntut untuk lebih cepat dengan kualitas yang lebih baik. Selain kualitas yang baik, masyarakat juga menginginkan suatu kepuasan termasuk kenyamanan dalam setiap

21 pelayanan, maka saat ini telah dikembangkan Vasektomi Tanpa Pisau (VTP) yang merupakan inovasi teknik Vasektomi yang terbukti lebih cepat, lebih baik dan lebih sehat dibandingkan cara vasektomi yang terdahulu (Rahardjo, 1995). Vasektomi Tanpa Pisau (VTP) adalah tindakan pengikatan vas deferens/saluran sperma kiri dan kanan, sehingga pada waktu ejakulasi cairan mani yang keluar tidak lagi mengandung sperma, sehingga tidak terjadi kehamilan. Vasektomi Tanpa Pisau (VTP) diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1990 dan disambut dengan baik oleh kaum pria karena menurunkan derajat kengerian para pria terhadap pembedahan Vasektomi, dimana pada Vasektomi cara konvensional menggunakan pisau bedah sedangkan pada Vasektomi Tanpa Pisau (VTP) tindakan dilakukan tanpa menggunakan pisau bedah (Rahardjo, 1995). Efek samping yang umum terjadi pada vasektomi adalah: infeksi dan epididimitis terjadi pada 1-2% pasien. Resiko keluhan pasca vasektomi yang paling sering berupa pembengkakan kantong buah zakar, selain rasa nyeri berkepanjangan di sekitar situ (post vasectomy pain syndrome). Pada nyeri yang berkepanjangan biasanya lantaran kondisi buah zakar memang sudah bermasalah sebelum vasektomi dilakukan. Mungkin sudah ada infeksi menahun di sana, kalau bukan ada tumor atau kanker buah zakar. Untuk mencegah yang tidak mengenakkan itu, sebaiknya kantong buah zakar diberikan kompres es dalam 24 jam pasca vasektomi, selain tetap memakai celana berpenyangga, dan pastikan tidak terinfeksi. Pembengkakan, muncul gejala merah meradang pada kantong buah zakar, berarti kemungkinan sudah terjadi infeksi di sana

22 MOP merupakan salah satu bentuk sterilisasi permanent MOP ditolak banyak pria, sebahagian dari mereka merasa ada ego yang terampas ketika kemampuan reproduksinya dihambat dengan tindakan operasi pada tubuhnya sendiri.kemampuan reproduksi bagi pria masih menjadi lambang kejantanannya sebagai pria.banyak pria merasa takut bila menjadi peserta MOP atau vasektomi, karena pemahaman yang mengindentikkan MOP dengan kebiri. Selain itu pemahaman yang keliru seperti anggapan MOP dapat membuat impoten, menurunkan libido, membuat pria tidak bisa ejakulasi, atau MOP merupakan tindakan operasi yang menyeramkan. Muncul pula kekhawatiran para istri karena beranggapan suami yang vasektomi atau sterilisasi berpeluang lebih besar untuk menyeleweng. Adanya paradigma yang sudah mengakar dan sulit untuk mengubahnya berkaitan dengan budaya patriarki, yakni peran pria demikian besar dibanding wanita. Dengan demikian sesuatu yang berkenaan dengan mengubah atau mengurangi kemampuan pria, walau bersifat semu, akan berhadapan dengan stigma tersebut. Kemudian, masalah juga terjadi berkaitan dengan tabu, merupakan aib untuk menunjukkan alat kelamin didepan orang lain kecuali pasangan untuk melakukan hubungan sex. Memang ada pengecualian khusus jika berkaitan dengan perawatan medis untuk penyakit semacam disfungsi ereksi maupun penyakit yang berkenaan dengan kantung kemih (Azwar, 2005). Penelitian Ernayati (2007) menemukan bahwa alasan pria peserta KB aktif dalam melakukan KB adalah: (1) untuk menekan jumlah anak karena mereka telah memiliki anak lebih dari 3, (2) karena kesetaraan gender. Para pria yang melakukan

23 KB disini ingin membuktikan urusan KB bukanlah semata-mata urusan perempuan tapi pria pun juga bisa ikut berpartisipasi dalam KB, (3) kesadaran para suami untuk ikut berpartisipasi dalam KB. Alasan pria memilih alat kontrasepsi bermacammacam, alasan memilih kondom karena harganya yang murah dan mudah dicari, sedangkan yang memilih vasektomi karena tingkat kegagalan dari vasektomi sangat tipis, selain itu tidak ada efek samping dan merasa aman dan nyaman ketika sedang melakukan aktifitas seksual. Dalam hal tindakan pria peserta KB aktif dalam memilih alat kontrasepsi pertama kali mereka memperoleh pengetahuan tentang KB dari PLKB Kelurahan, setelah itu yang mereka lakukan yaitu dengan mendatangi klinik KB untuk berkonsultasi mengenai alat kontrasepsi yang tepat untuk mereka apakah dengan kondom atau vasektomi. Setelah itu mereka melakukan tindakan dengan berpartisipasi dalam KB dengan kondom atau vasektomi. Hasil penelitian Suprihastuti (2000) menyatakan bahwa adanya kemudahan dan ketersediaan sarana pelayanan ternyata berdampak positif terhadap penggunaan sesuatu alat kontrasepsi. Aksesibilitas pria terhadap informasi mengenai KB rendah karena masih terbatasnya informasi tentang peranan pria dalam KB dan KR; dan aksesibilitas pria terhadap sarana pelayanan kontrasepsi rendah. Dimana Puskesmas terdapat pelayanan KIA yang umumnya melayani Ibu dan Anak saja sehingga pria merasa enggan untuk konsultasi dan mendapat pelayanan, demikian pula terbatasnya jumlah sarana pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan pria serta waktu buka sarana pelayanan tersebut.

24 2.3 Pegawai Negeri Sipil (PNS) Dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999, tentang Pokok-pokok Kepegawaian, pengertian pegawai negeri didefinisikan atau dirumuskan sebagai berikut : Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negara, atau diserahi tugas negara lainnya, dan gaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Pasal 2 Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999, yang termasuk dalam pegawai negeri ialah : Pegawai Negeri terdiri dari PNS (Pusat, Daerah), Anggota Tentara Nasional, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selanjutnya mengenai kedudukan dan tugas Pegawai Negeri adalah sebagai aparatur pelaksana pemerintah dalam mencapai tujuan Nasional, menyelenggarakan pemerintahan dan melaksanakan pembangunan. Pemerintah tidak hanya menjalankan fungsi umum pemerintahan, tetapi juga harus mampu melaksanakan fungsi pembangunan, atau dengan perkataan lain pemerintah bukan hanya menyelenggarakan tertib pemerintahan, tetapi juga harus menyelenggarakan dan memperlancar pembangunan untuk kepentingan rakyat banyak. Agar Pegawai Negeri Sipil sebagai Aparatur Negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, maka ia harus mempunyai kesetiaan dan ketaatan penuh terhadap Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah, sehingga dengan demikian dapat memusatkan segala perhatian dan pemikiran serta mengerahkan segala daya dan tenaganya untuk

25 menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna. Pegawai negeri diharapkan memiliki gairah dan etos kerja, penuh inisiatif, dedikatif serta langkah-langkah positif guna mewujudkan prestasi kerja dan kariernya. Selain itu, pegawai negeri diharapkan dapat menjaga sikap mental dalam melaksanakan kedinasannya, serta dapat dijadikan suri tauladan atau panutan di tengah-tengah masyarakat. Kemudian tentang Kewajiban Pegawai Negeri disebutkan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea ke-iv disebutkan tugas pemerintah secara umum adalah memajukan kesejahteraan umum. Oleh karena pegawai negeri adalah aparatur pemerintah, maka bisa disebut bahwa pegawai negeri mempunyai tugas yang sangat penting, yakni : melayani kepentingan umum (public service). Selanjutnya PNS di BPPKB Kota Medan yang menjadi lokus penelitian secara khusus berfungsi membantu pemerintah dalam memberikan informasi tentang program dan pelayanan KB kepada masyarakat dan bukan hanya sebatas menjalankan tugas dan fungsinya semata, akan tetapi PNS pada BPPKB juga harus memiliki kesadaran individu sebagai orang yang siap untuk mengabdi kepada bangsa dan negara dalam mewujudkan program kependudukan, salah satu diantaranya adalah dengan ikut menjadi peserta program KB

26 2.4 Landasan Teori Penelitian ini menggunakan teori Rogers, 1983 COMMUNICATION CHANNEL PRIOR CONDITIONS 1. Previous practice 2. Felt needs/ problems 3. Innovatileness 4. Norms of the social systems I. KNOW LEDGE II. PERSU ASION III. DECI SION IV. IMPLE MENTATION V. CONFIR MATION Characteristis of the Decision-Making unit 1 Socio-economic characteristic 2. Personality Variables 3. Communication behavior Perceived Characteristic of the innovation 1 Relativity advantage 2. Compatibility 3. Complexity 4. Trialability 5. Observability 1. Adoption 2. Rejection Continued Adoption Later Adoption Disconituance Continued Rejection Gambar 5.1 A Model of stages in the innovation-decision process (Sumber: Rogers, 1983) Mengacu kepada landasan teori di atas, maka penelitian ini fokus pada karakteristik inovasi yakni kompatibilitas. Kompatibilitas adalah sejauh mana suatu inovasi dianggap konsisten dengan pengalaman masa lalu, norma-norma yang berlaku dan kebutuhan adopter (Rogers, 1983). Sejalan dengan itu, kompatibilitas KB pria pada PNS akan mempengaruhi keputusan adopsi ide dan alat kontrasepsi keluarga berencana pria. Kompatibilitas ide dan alat kontrasepsi keluarga berencana pria seharusnya memberi kenyamanan bagi pengguna alat kontrasepsi KB Pria.

27 2.5 Kerangka Konsep KOMPATIBILITAS - Pengalaman Masa Lalu - Norma-Norma yang berlaku - Kebutuhan adopter Keputusan Adopsi Ide dan Alat Kontrasepsi KB Pria Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam waktu 10 tahun. Jumlah penduduk dunia tumbuh begitu cepat, dahulu untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam waktu 10 tahun. Jumlah penduduk dunia tumbuh begitu cepat, dahulu untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Badan Kependudukan PBB (UNFPA), menyatakan bahwa jumlah penduduk dunia tahun 2010 telah mencapai 7 miliar jiwa atau bertambah 1 miliar jiwa hanya dalam waktu 10 tahun.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Persepsi berasal dari bahasa lathin, persipere: menerima, perceptio:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Persepsi berasal dari bahasa lathin, persipere: menerima, perceptio: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi 2.1.1 Definisi Persepsi berasal dari bahasa lathin, persipere: menerima, perceptio: pengumpulan, penerimaan, pandangan, dan pengertian. Persepsi adalah kesadaran intuitif

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: pengalaman, seksual, vasektomi. Referensi (108: )

ABSTRAK. Kata kunci: pengalaman, seksual, vasektomi. Referensi (108: ) ABSTRAK Pemilihan kontrasepsi dalam rumah tangga merupakan kesepakatan antara suami dan istri sesuai dengan kebutuhan dan keinginan bersama. Peningkatan partisipasi pria dalam penggunaan Keluarga Berencana

Lebih terperinci

PENDIDIKAN. Oleh : Suyantiningsih, M.Ed. Jur. KTP FIP

PENDIDIKAN. Oleh : Suyantiningsih, M.Ed. Jur. KTP FIP PENDIDIKAN Oleh : Suyantiningsih, M.Ed. Jur. KTP FIP DEFINISI Difusi adalah proses inovasi yang dikomunikasikan melalui saluran-saluran tertentu kepada anggota sistem sosial Komunikasi adalah sebuah proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 248,8 juta jiwa dengan pertambahan penduduk 1,49%. Lajunya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. 248,8 juta jiwa dengan pertambahan penduduk 1,49%. Lajunya tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kependudukan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara termasuk Indonesia. Saat ini penduduk Indonesia kurang lebih berjumlah 248,8 juta jiwa dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi kependudukan di Indonesia saat ini baik yang menyangkut jumlah, kualitas, maupun persebarannya merupakan tantangan yang harus diatasi bagi tercapainya keberhasilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kontrasepsi 2.1.1 Definisi Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti mencegah dan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur dan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diatasi. Permasalahan ini antara lain diwarnai jumlah yang besar

BAB I PENDAHULUAN. dapat diatasi. Permasalahan ini antara lain diwarnai jumlah yang besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah kependudukan di Indonesia sampai saat sekarang belum dapat diatasi. Permasalahan ini antara lain diwarnai jumlah yang besar dengan pertumbuhan yang tinggi, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan misi Program KB Nasional. Visi KB itu sendiri yaitu Norma Keluarga

BAB I PENDAHULUAN. dan misi Program KB Nasional. Visi KB itu sendiri yaitu Norma Keluarga BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dijelaskan latar belakang program Keluarga Berencana (KB) dengan menggunakan metode IUD, rumusan masalah yang timbul, tujuan umum dan tujuan khusus penelitian yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah di bidang kependudukan yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah di bidang kependudukan yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah di bidang kependudukan yaitu semakin meningkatnya jumlah penduduk dari tahun ketahun. Jumlah penduduk Indonesia dari tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kontrasepsi operatif minor pada pria yang sangat aman, sederhana dan sangat efektif,

BAB 1 PENDAHULUAN. kontrasepsi operatif minor pada pria yang sangat aman, sederhana dan sangat efektif, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Medis Operasi Pria (MOP) atau yang sering dikenal vasektomi adalah merupakan salah satu teknik kontrasepsi mantap. MOP merupakan suatu metode kontrasepsi operatif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga Berencana merupakan upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Visi Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas. Keluarga yang

BAB I PENDAHULUAN. Visi Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas. Keluarga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Visi Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas. Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan hambatan.

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan hambatan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meskipun program KB dinyatakan cukup berhasil di Indonesia, namun dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan hambatan. Dari hasil penelitian diketahui

Lebih terperinci

Artikel Tantangan Mendongkrak Kesertaan KB Pria di Kulonprogo. Mardiya

Artikel Tantangan Mendongkrak Kesertaan KB Pria di Kulonprogo. Mardiya Artikel Tantangan Mendongkrak Kesertaan KB Pria di Kulonprogo Mardiya Upaya peningkatan partisipasi pria dalam ber-kb yang selama ini diukur dengan tingkat kesertaan KB Pria melalui penggunaan alat kontrasepsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat agar dapat menerima pembentukan Norma Keluarga Kecil Bahagia. dan Sejahtera (NKKBS) (Manuaba, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat agar dapat menerima pembentukan Norma Keluarga Kecil Bahagia. dan Sejahtera (NKKBS) (Manuaba, 2004). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara yang mempunyai masalah tentang peningkatan jumlah penduduk. Hal ini dibuktikan dengan jumlah penduduk Indonesia menduduki peringkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jiwa. Menurut data Badan Pusat Statistik sosial didapatkan laju pertumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. jiwa. Menurut data Badan Pusat Statistik sosial didapatkan laju pertumbuhan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dari tahun ke tahun jumlah penduduk Indonesia terus meningkat. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 adalah 237,6 juta jiwa. Menurut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang digunakan dengan jangka panjang, yang meliputi IUD, implant dan kontrasepsi

BAB 1 PENDAHULUAN. yang digunakan dengan jangka panjang, yang meliputi IUD, implant dan kontrasepsi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Alat kontrasepsi jangka panjang (MKJP) adalah alat kontrasepsi yang digunakan untuk menunda, menjarangkan kehamilan, serta menghentikan kesuburan, yang digunakan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kependudukan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara termasuk Indonesia. Saat ini penduduk Indonesia kurang lebih berjumlah 228 juta jiwa. Dengan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional mencakup upaya peningkatan semua segi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional mencakup upaya peningkatan semua segi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional mencakup upaya peningkatan semua segi kehidupan bangsa. Agar penduduk dapat berfungsi sebagai modal pembangunan dan merupakan sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan telah, sedang dan akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan telah, sedang dan akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah penduduk merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh negara berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu masalah kependudukan yang dihadapi Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mendapat perhatian dan pembahasan yang serius dari ahli

BAB I PENDAHULUAN. yang mendapat perhatian dan pembahasan yang serius dari ahli BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, masalah kependudukan merupakan masalah penting yang mendapat perhatian dan pembahasan yang serius dari ahli kependudukan, baik di Indonesia maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma baru Program Keluarga Berencana Nasional telah diubah visinya dari mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) menjadi visi untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Upaya menurunkan hak-hak dasar kebutuhan manusia melalui Millenium

BAB 1 PENDAHULUAN. Upaya menurunkan hak-hak dasar kebutuhan manusia melalui Millenium BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya menurunkan hak-hak dasar kebutuhan manusia melalui Millenium Development Goals (MDG s) dengan 189 negara anggota Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) melaksanakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Juli 2013 mencapai 7,2 miliar jiwa, dan akan naik menjadi 8,1 miliar jiwa pada tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Juli 2013 mencapai 7,2 miliar jiwa, dan akan naik menjadi 8,1 miliar jiwa pada tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju pertumbuhan penduduk dunia pada tahun 2013 mengalami peningkatan lebih tinggi dari perkiraan dua tahun yang lalu. Jumlah penduduk dunia pada bulan Juli 2013 mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menempati posisi keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat, dengan

BAB I PENDAHULUAN. menempati posisi keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat, dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang dilihat dari jumlah penduduknya menempati posisi keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat, dengan laju pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penjarangan kelahiran (Depkes RI, 1999; 1). dan jarak anak serta waktu kelahiran (Stright, 2004; 78).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penjarangan kelahiran (Depkes RI, 1999; 1). dan jarak anak serta waktu kelahiran (Stright, 2004; 78). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keluarga Berencana 1. Beberapa konsep tentang KB KB adalah merupakan salah satu usaha untuk mencapai kesejahteraan dengan jalan memberikan nasehat perkawinan,pengobatan kemandulan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya angka kelahiran di Indonesia masih menjadi masalah utama dalam kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan lamban, hingga

Lebih terperinci

HAND-OUT MATAKULIAH INOVASI DAN DIFUSI PENDIDIKAN. (Suyantiningsih, M.Ed.)

HAND-OUT MATAKULIAH INOVASI DAN DIFUSI PENDIDIKAN. (Suyantiningsih, M.Ed.) HAND-OUT MATAKULIAH INOVASI DAN DIFUSI PENDIDIKAN (Suyantiningsih, M.Ed.) PENDAHULUAN Dalam sejarah Amerika Serikat, teori difusi inovasi telah ada sejak tahun 1950-an. Dalam konteks sejarah yang dimaksud,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pertahun (Badan Pusat Statistik, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. pertahun (Badan Pusat Statistik, 2010). BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat merupakan masalah besar bagi negara-negara di dunia, khususnya negara berkembang. Indonesia adalah salah satu negara

Lebih terperinci

PERANAN SUAMI DALAM MEMBANGUN BAHTERA KELUARGA SAKINAH BERKUALITAS

PERANAN SUAMI DALAM MEMBANGUN BAHTERA KELUARGA SAKINAH BERKUALITAS Suami mempunyai tanggung jawab yang berat. PERANAN SUAMI DALAM MEMBANGUN BAHTERA KELUARGA SAKINAH BERKUALITAS Suami bertanggung jawab secara sosial, moral dan ekonomi menyangkut : Pencari Nafkah Pelindung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organisation) expert Committe 1970 :

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organisation) expert Committe 1970 : BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut WHO (World Health Organisation) expert Committe 1970 : keluarga berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari kehamilan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap bayi premature (lahir muda) makin dapat diselamatkan dari kematian,

BAB I PENDAHULUAN. terhadap bayi premature (lahir muda) makin dapat diselamatkan dari kematian, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk setelah perang dunia kedua sangat cepat meningkat, oleh karena penemuan dalam bidang kesehatan diantaranya usia harapan hidup makin panjang, angka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. telah disepakati dalam Dokument Millennium Declaration yang dituangkan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. telah disepakati dalam Dokument Millennium Declaration yang dituangkan sebagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komitment internasional untuk mewujudkan sasaran pembangunan global telah disepakati dalam Dokument Millennium Declaration yang dituangkan sebagai MDGs (Millenium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghambat pengeluaran folicel stimulating hormon dan leitenizing hormon. sehingga proses konsepsi terhambat (Manuaba, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. penghambat pengeluaran folicel stimulating hormon dan leitenizing hormon. sehingga proses konsepsi terhambat (Manuaba, 2002). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontrasepsi hormonal adalah alat atau obat kontrasepsi yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kehamilan dimana bahan bakunya mengandung preparat estrogen dan progesteron,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. setinggi-tingginya. Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. setinggi-tingginya. Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilakukan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (International Conference on Population and Development) tanggal 5 sampai

BAB I PENDAHULUAN. (International Conference on Population and Development) tanggal 5 sampai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (International Conference on Population and Development) tanggal 5 sampai 13 September 1994 di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Petugas Kesehatan 1. Pengertian Peran adalah suatu yang diharapkan dari seseorang dalam situasi sosial tertentu agar memenuhi harapan. (Setiadi, 2008). Peran petugas kesehatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sangat diinginkan, mengatur interval antara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sangat diinginkan, mengatur interval antara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Keluarga Berencana 1.1. Definisi Keluarga Berencana Keluarga berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan,

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB SUAMI PADA KESEHATAN REPRODUKSI DAN KB DI KELUARGA. Suami yang ideal bagi keluarga muslim adalah suami yang bertaqwa

TANGGUNG JAWAB SUAMI PADA KESEHATAN REPRODUKSI DAN KB DI KELUARGA. Suami yang ideal bagi keluarga muslim adalah suami yang bertaqwa TANGGUNG JAWAB SUAMI PADA KESEHATAN REPRODUKSI DAN KB DI KELUARGA 1. Pendahuluan Kaum laki-laki (suami) adalah pelindung bagi wanita (isteri) oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (suami)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN. modern dan efektif. Efektivitas metode vasektomi tidak perlu diragukan lagi

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN. modern dan efektif. Efektivitas metode vasektomi tidak perlu diragukan lagi BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Sterilisasi bagi pria (vasektomi) merupakan salah satu metode kontrasepsi modern dan efektif. Efektivitas metode vasektomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak disertai peningkatan kualitas hidupnya. Laporan BKKBN (2008)

BAB I PENDAHULUAN. tidak disertai peningkatan kualitas hidupnya. Laporan BKKBN (2008) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk merupakan masalah di suatu negara apabila tidak disertai peningkatan kualitas hidupnya. Laporan BKKBN (2008) menunjukkan pada tahun 2007,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan. Realita yang ada saat ini masih banyak masyarakat yang belum bisa

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan. Realita yang ada saat ini masih banyak masyarakat yang belum bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang penduduknya sangat padat. Hal ini terlihat dari angka kelahiran yang terjadi di setiap tahunnya mengalami peningkatan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka mewujudkan keluarga Indonesia yang sejahtera. Peran program

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN KB VASEKTOMI TERHADAP PENGETAHUAN SUAMI DI DESA SOCOKANGSI KECAMATAN JATINOM KABUPATEN KLATEN

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN KB VASEKTOMI TERHADAP PENGETAHUAN SUAMI DI DESA SOCOKANGSI KECAMATAN JATINOM KABUPATEN KLATEN PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN KB VASEKTOMI TERHADAP PENGETAHUAN SUAMI DI DESA SOCOKANGSI KECAMATAN JATINOM KABUPATEN KLATEN SKRIPSI Diajukan UntukMemenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penduduk Indonesia sebanyak jiwa dan diproyeksikan bahwa jumlah ini

I. PENDAHULUAN. penduduk Indonesia sebanyak jiwa dan diproyeksikan bahwa jumlah ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk salah satu negara sedang berkembang yang tidak luput dari masalah kependudukan. Berdasarkan data hasil Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah di dunia yang sedang berkembang sudah terbukti dengan jelas, kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap mortalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terjadi peningkatan penduduk sebesar satu triliun penduduk pada tahun 2030.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terjadi peningkatan penduduk sebesar satu triliun penduduk pada tahun 2030. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Total populasi penduduk dunia semakin meningkat, bahkan diperkirakan akan terjadi peningkatan penduduk sebesar satu triliun penduduk pada tahun 2030. Mayoritas peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Kontrasepsi

BAB I PENDAHULUAN. jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Kontrasepsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga berencana (KB) adalah upaya untuk meningkatkan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan keluarga,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Program Food Safety Masuk Desa (FSMD) 2.1.1 Keamanan Pangan (Safety Food) Keamanan pangan (safety Food) diartikan sebagai kondisi pangan aman untuk dikonsumsi. Keamanan pangan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN SIKAP SUAMI DALAM BER-KB DI DESA WONOREJO WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDAWUNG I SRAGEN SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN SIKAP SUAMI DALAM BER-KB DI DESA WONOREJO WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDAWUNG I SRAGEN SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN SIKAP SUAMI DALAM BER-KB DI DESA WONOREJO WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDAWUNG I SRAGEN SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk meraih gelar Sarjana Keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial, budaya, agama serta lingkungan penduduk. Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial, budaya, agama serta lingkungan penduduk. Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kependudukan adalah hal ikhwal yang berkaitan dengan jumlah persebaran, mobilitas, kualitas, kondisi kesejahteraan yang menyangkut politik, ekonomi, sosial, budaya,

Lebih terperinci

sedang berkembang setelah India. Hasil pencacahan lengkap sensus 2015, penduduk Indonesia berjumlah 254,9 juta jiwa. Menurut proyeksi yang dilakukan

sedang berkembang setelah India. Hasil pencacahan lengkap sensus 2015, penduduk Indonesia berjumlah 254,9 juta jiwa. Menurut proyeksi yang dilakukan 1 Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia termasuk Negara terbesar keempat diantara negara-negara sedang berkembang setelah India. Hasil pencacahan lengkap sensus 2015, penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia setelah Cina,

BAB I PENDAHULUAN. Negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia setelah Cina, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk merupakan masalah besar bagi Negara di dunia khususnya Negara berkembang. Indonesia merupakan Negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh masalah kependudukan dengan segala tata kaitan persoalan, karena

I. PENDAHULUAN. oleh masalah kependudukan dengan segala tata kaitan persoalan, karena 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di Indonesia dalam jangka panjang akan selalu dibayangi oleh masalah kependudukan dengan segala tata kaitan persoalan, karena itu, usaha langsung untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. serta India, hal ini telah dipraktekkan sejak berabad-abad yang lalu, tetapi waktu itu

BAB 1 PENDAHULUAN. serta India, hal ini telah dipraktekkan sejak berabad-abad yang lalu, tetapi waktu itu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keluarga Berencana (KB) bukanlah hal baru karena menurut catatan-catatan dan tulisan-tulisan yang berasal dari Mesir Kuno, Yunani Kuno, dan Tiongkok Kuno serta India,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diharapkan. Peningkatan partisipasi pria dalam KB dan kesehatan reproduksi

BAB 1 PENDAHULUAN. diharapkan. Peningkatan partisipasi pria dalam KB dan kesehatan reproduksi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Partisipasi pria menjadi salah satu faktor dalam menyukseskan program Keluarga Berencana (KB). Sebaik apa pun program yang dilakukan pemerintah tetapi tanpa peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) menurut Undang-Undang Nomor 10

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) menurut Undang-Undang Nomor 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program Keluarga Berencana (KB) menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 merupakan salah satu program pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperaatan. Disusun oleh : SUNARSIH J.

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperaatan. Disusun oleh : SUNARSIH J. HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK, PENGETAHUAN, DUKUNGAN KELUARGA, DAN TARIF LAYANAN DENGAN PEMILIHAN JENIS KONTRASEPSI SUNTIK PADA AKSEPTOR KB DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian ibu, selain dari Asuhan Antenatal, Persalinan Bersih dan Aman dan

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian ibu, selain dari Asuhan Antenatal, Persalinan Bersih dan Aman dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga Berencana juga merupakan salah satu pilar dalam 4 Pilar Upaya Safe Motherhood yang melandasi dalam intervensi determinan antara dan determinan jauh kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setelah Amerika, China, dan India. Jumlah penduduk Indonesia dari hasil Sensus

BAB I PENDAHULUAN. setelah Amerika, China, dan India. Jumlah penduduk Indonesia dari hasil Sensus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia berada di urutan ke empat dengan penduduk terbesar di dunia setelah Amerika, China, dan India. Jumlah penduduk Indonesia dari hasil Sensus 2016 mencapai

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK AKSEPTOR NON AKDR TENTANG KONTRASEPSI AKDR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GADANG HANYAR BANJARMASIN

KARAKTERISTIK AKSEPTOR NON AKDR TENTANG KONTRASEPSI AKDR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GADANG HANYAR BANJARMASIN KARAKTERISTIK AKSEPTOR NON AKDR TENTANG KONTRASEPSI AKDR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GADANG HANYAR BANJARMASIN Dini Rahmayani 1, Ramalida Daulay 2, Erma Novianti 2 1 Program Studi S1 Keperawatan STIKES

Lebih terperinci

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU YANG MEMPENGARUHI PEMILIHAN METODE OPERATIF PRIA ( MOP ) DI KLINIK PKBI KOTA SEMARANG TAHUN 2010

Lebih terperinci

Praktikum Perilaku Konsumen

Praktikum Perilaku Konsumen Modul ke: Praktikum Perilaku Konsumen Difusi dan Inovasi Konsumen Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Ade Permata Surya, S.Gz., MM. Program Studi MANAJEMEN www.mercubuana.ac.id Definisi Inovasi dan Difusi Inovasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka kelahiran adalah melalui program keluarga berencana nasional. Program KB

BAB I PENDAHULUAN. angka kelahiran adalah melalui program keluarga berencana nasional. Program KB BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kondisi kependudukan di Indonesia saat sekarang ini baik dari segi kuantitas, kualitas, dan persebarannya masih merupakan tantangan yang berat bagi pembangunan nasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar dan berkualitas serta dikelola dengan baik, akan menjadi aset yang besar dan

BAB I PENDAHULUAN. besar dan berkualitas serta dikelola dengan baik, akan menjadi aset yang besar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan sangat berkaitan erat dengan kualitas masyarakat. Penduduk yang besar dan berkualitas serta dikelola dengan baik, akan menjadi aset yang besar dan berharga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berdasarkan sensus penduduk mencapai 237,6 juta jiwa. keluarga kecil yang sehat dan sejahtera yaitu melalui konsep pengaturan jarak

BAB 1 PENDAHULUAN. berdasarkan sensus penduduk mencapai 237,6 juta jiwa. keluarga kecil yang sehat dan sejahtera yaitu melalui konsep pengaturan jarak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya angka kelahiran di Indonesia masih menjadi masalah utama dalam kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan lamban, hingga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) merupakan bagian integral dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) merupakan bagian integral dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program Keluarga Berencana (KB) merupakan bagian integral dari Pembangunan Nasional. Program keluarga Berencana yang mengedepankan hak hak reproduksi, pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (1969) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. (1969) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program Keluarga Berencana (KB) merupakan bagian program pembangunan nasional di Indonesia yang sudah dimulai sejak masa awal pembangunan lima tahun (1969) yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku Kesehatan Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan berbagai. masalah. Masalah utama yang dihadapi di Indonesia adalah dibidang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan berbagai. masalah. Masalah utama yang dihadapi di Indonesia adalah dibidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan berbagai masalah. Masalah utama yang dihadapi di Indonesia adalah dibidang kependudukan yang masih tingginya

Lebih terperinci

Volume 2 / Nomor 2 / November 2015 ISSN :

Volume 2 / Nomor 2 / November 2015 ISSN : HUBUNGAN PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI PASANGAN USIA SUBUR DENGAN PEMILIHAN KONTRASEPSI KELUARGA BERENCANA DI KECAMATAN SERENGAN Devi Pramita Sari APIKES Citra Medika Surakarta ABSTRAK Pasangan Usia

Lebih terperinci

pemakaian untuk suatu cara kontrasepsi adalah sebesar 61,4% dan 11% diantaranya adalah pemakai MKJP, yakni IUD (4,2 %), implant (2,8%), Medis

pemakaian untuk suatu cara kontrasepsi adalah sebesar 61,4% dan 11% diantaranya adalah pemakai MKJP, yakni IUD (4,2 %), implant (2,8%), Medis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk cukup padat. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia adalah 237.556.363

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persepsi 1. Definisi Persepsi berasal dari bahasa latin, persipere: menerima, perception: pengumpulan, penerimaan, pandangan, dan pengertian. Jadi persepsi adalah kesadaran

Lebih terperinci

PENINGKATAN PARTISIPASI PRIA DALAM BER-KB PEGANGAN BAGI KADER

PENINGKATAN PARTISIPASI PRIA DALAM BER-KB PEGANGAN BAGI KADER PENINGKATAN PARTISIPASI PRIA DALAM BER-KB PEGANGAN BAGI KADER I. Pendahuluan Penggunaan kontrasepsi merupakan tanggung jawab bersama pria dan wanita sebagai pasangan sehingga metode kontrasepsi yang dipilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cara operasional dan dampaknya terhadap pencegahan kelahiran.tahap

BAB I PENDAHULUAN. cara operasional dan dampaknya terhadap pencegahan kelahiran.tahap BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Program KB di Indonesia telah mengalami perkembangan yang sangat pesat, ditinjau dari sudut, tujuan, ruang lingkup geografi, pendekatan, cara operasional dan dampaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 229 juta jiwa. Dimana terjadi peningkatan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 229 juta jiwa. Dimana terjadi peningkatan jumlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2008, jumlah penduduk di Indonesia mencapai 229 juta jiwa. Dimana terjadi peningkatan jumlah penduduk pada tahun 2009 dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu masalah kependudukan yang dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu masalah kependudukan yang dihadapi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah penduduk merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh negara berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu masalah kependudukan yang dihadapi Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas penduduk dan pengarahan mobilitas penduduk kedepan. Berdasarkan hasil

BAB I PENDAHULUAN. kualitas penduduk dan pengarahan mobilitas penduduk kedepan. Berdasarkan hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kependudukan tetap menjadi isu yang sangat penting dan mendesak, terutama yang berkaitan dengan aspek pengendalian kuantitas penduduk, peningkatan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tubektomi dapat berupa pengikatan dan pemotongan, dapat juga Tubektomi

BAB I PENDAHULUAN. Tubektomi dapat berupa pengikatan dan pemotongan, dapat juga Tubektomi BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tubektomi dapat berupa pengikatan dan pemotongan, dapat juga Tubektomi untuk wanita disebut juga sebagai oklusi tuba atau sterilisasi. Indung telur akan menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka mewujudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka mewujudkan keluarga Indonesia yang sejahtera. Sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan, termasuk juga di Indonesia. Salah satu masalah yang di hadapi

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan, termasuk juga di Indonesia. Salah satu masalah yang di hadapi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah yang sering dihadapi oleh negara berkembang adalah masalah kependudukan, termasuk juga di Indonesia. Salah satu masalah yang di hadapi oleh Indonesia saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cakupan pelayanan KB yang telah mencapai 60,3% pada tahun (Depkes RI,

BAB I PENDAHULUAN. cakupan pelayanan KB yang telah mencapai 60,3% pada tahun (Depkes RI, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma baru program keluarga berencana adalah mewujudkan keluarga berkualitas tahun 2015 dan bertujuan memberdayakan masyarakat untuk membangun keluarga kecil berkualitas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Menurut hasil sensus penduduk pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bayi sebagai upaya untuk menjarangkan jarak kehamilan. terbentuknya keluarga kecil yang berkualitas (BkkbN, 2013)

BAB I PENDAHULUAN. bayi sebagai upaya untuk menjarangkan jarak kehamilan. terbentuknya keluarga kecil yang berkualitas (BkkbN, 2013) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-undang nomor 52 tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga, keluarga berencana adalah upaya untuk mewujudkan penduduk tumbuh

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI KONDOM DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS KASOKANDEL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI KONDOM DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS KASOKANDEL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI KONDOM DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS KASOKANDEL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2015 Yeti Yuwansyah Penggunaan alat kontrasepsi sangat

Lebih terperinci

Upaya meningkatkan pelayanan KB diusahakan dengan

Upaya meningkatkan pelayanan KB diusahakan dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Berencana (KB) Menurut WHO pengertian keluarga berencana adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan objektif tertentu, menghindari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penduduk merupakan modal dasar dalam mewujudkan pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penduduk merupakan modal dasar dalam mewujudkan pembangunan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk merupakan modal dasar dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Pembangunan yang baik hanya akan bisa diwujudkan oleh penduduk yang berkualitas baik pula

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN PENELITIAN HUBUNGAN KEPATUHAN AKSEPTOR KB PIL DENGAN KEGAGALAN KONTRASEPSI PIL DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN Helmi Yenie* *Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Tanjungkarang Prevalensi kegagalan KB pil di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia yaitu sekitar 258 juta jiwa (United Nations, 2015). Dalam kurun

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia yaitu sekitar 258 juta jiwa (United Nations, 2015). Dalam kurun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini menduduki peringkat ke empat untuk jumlah penduduk terbanyak di dunia yaitu sekitar 258 juta jiwa (United Nations, 2015). Dalam kurun waktu 40 tahun

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. pernyataan direktur eksekutif UNFPA Dr. Babatunde Osotimehin (Syarief, 2011).

1 BAB I PENDAHULUAN. pernyataan direktur eksekutif UNFPA Dr. Babatunde Osotimehin (Syarief, 2011). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk dunia pada tahun 2011 sudah mencapai 7 miliar, jumlah tersebut memberikan kesempatan dan sekaligus tantangan bagi kita. Segi positifnya, penduduk dunia semakin

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Bintarto dan Hadisumarno (1987:9) menyatakan bahwa geografi adalah suatu ilmu yang memperhatikan perkembangan rasional dan lokasi dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1970, kemudian dikukuhkan dan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. 1970, kemudian dikukuhkan dan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Program Keluarga Berencana (KB) Nasional yang dicanangkan sejak tahun 1970, kemudian dikukuhkan dan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 1992 tentang Perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keluarga Berencana 1. Definisi Keluarga Berencana Pengertian keluarga berencana menurut UU no 10 th 1992 (tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengendalian pertumbuhan dan jumlah penduduk, memiliki peran terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Pengendalian pertumbuhan dan jumlah penduduk, memiliki peran terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk merupakan masalah di suatu negara apabila tidak disertai peningkatan kualitas hidupnya. Laporan BKKBN 2014 menunjukkan tahun 2013, jumlah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Program For Appropriate Technology in Health (PATH, 2000)

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Program For Appropriate Technology in Health (PATH, 2000) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Program For Appropriate Technology in Health (PATH, 2000) hampir 1 diantara 6 manusia di bumi ini adalah remaja. Dimana 85% antaranya hidup di negara berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara yang sedang berkembang dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara yang sedang berkembang dengan berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara yang sedang berkembang dengan berbagai jenis permasalah yang mulai muncul didalamnya. Salah satu masalah utama yang sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah ledakan penduduk. Ledakan penduduk dapat mengakibatkan laju

BAB I PENDAHULUAN. adalah ledakan penduduk. Ledakan penduduk dapat mengakibatkan laju BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Negara berkembang, termasuk Indonesia, masalah yang sering dihadapi adalah ledakan penduduk. Ledakan penduduk dapat mengakibatkan laju pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dihasilkan dalam International Conference of Population Development (ICPD) Cairo

BAB 1 PENDAHULUAN. dihasilkan dalam International Conference of Population Development (ICPD) Cairo BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan lingkungan strategis baik nasional, regional maupun internasional, telah memberi pengaruh pada program keluarga berencana nasional di Indonesia. Perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang muncul di seluruh dunia, di samping isu tentang global warning, keterpurukan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang muncul di seluruh dunia, di samping isu tentang global warning, keterpurukan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk merupakan salah satu permasalahan global yang muncul di seluruh dunia, di samping isu tentang global warning, keterpurukan ekonomi, masalah

Lebih terperinci