BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Darah Darah merupakan suatu komponen tubuh yang sangat penting guna kelangsungan hidup manusia. Darah memiliki fungsi antara lain sebagai pembawa oksigen. Hematopoiesis merupakan proses pembentukan komponen sel darah merah, dimana terjadi proliferasi, maturasi dan diferensiasi sel yang terjadi secara serentak. Proliferasi sel menyebabkan peningkatan atau pelipatgandaan jumlah sel dari satu sel hematopoietik pluripotent menghasilkan sejumlah sel darah. Maturasi merupakan proses pematangan sel darah, sedangkan diferensiasi menyebabkan beberapa sel darah yang terbentuk memiliki sifat khusus yang berbeda-beda (Lubis, 2006; Christensen, 2016). Sistem hematopoetik memiliki karakteristik berupa pergantian sel yang konstan untuk mempertahankan populasi leukosit, trombosit dan eritrosit. Sistem hematopoetik dibagi menjadi tiga, yaitu : 1. Stem sel (progenitor awal ) untuk menyokong hematopoesis 2. Colony Forming Unit (CFU) selanjutnya berkembang dan berdiferensiasi dalam memproduksi sel 3. Faktor regulator yang mengatur agar sistem berlangsung teratur. Sel stem merupakan satu sel induk yang mempunyai kemampuan berdeferensiasi menjadi beberapa turunan, membelah diri dan memperbaharui populasi sel stem itu sendiri dibawah pengaruh faktor pertumbuhan hematopoetik. Hematopoetik membutuhkan perangsang untuk memicu pertumbuhan koloni granulosit dan makrofag yang disebut Colony Stimulating Factor (CSF) yang merupakan glikoprotein. Dalam proses selanjutnya diketahui regulasi hematopoesis sangat kompleks dan banyak faktor pertumbuhan yang berfungsi tumpang tindih serta banyak tempat yang memproduksi faktor- faktor tersebut termasuk organ hematopoetik. Dikenal sejumlah sitokin yang mempunyai peranan dalam meningkatkan aktifitas hematopoetik diantaranya IL-3 (interleukin), IL-4, GM-CSF (Granulosit Macrophage Colony Stimulating Factor) (Lubis, 2006).

2 Gambar 2.1. Sistem Hematopoesis (Haggstrom, 2011). Hematopoiesis pada manusia terdiri atas beberapa periode : 1. Mesoblastik Sel darah dibuat dari jaringan mesenkim 2-3 minggu setelah fertilisasi. Mula-mula terbentuk dalam blood island yang merupakan pelopor dari sistem vaskuler dan hematopoesis. Proses ini diidentifikasi terjadi di dalam yolk sac. Pada masa gestasi 8 minggu blood island mengalami regresi. 2. Hepatik Dimulai sejak embrio umur 9 minggu dan terjadi di hati, sedangkan pada limpa terjadi pada umur 12 minggu dengan produksi yang lebih sedikit dari hati. Hematopoesis dalam hati terutama adalah eritropoesis walaupun masih ditemukan sirkulasi granulosit dan trombosit 3. Mieloid Dimulai pada usia kehamilan 20 minggu dan terjadi di dalam sumsum tulang, kelenjar limfonodi, dan timus. Di sumsum tulang, hematopoiesis berlangsung seumur hidup dan terutama menghasilkan HbA, granulosit, dan trombosit. Pada kelenjar limfonodi terutama dihasilkan sel-sel limfosit, sedangkan pada timus yaitu limfosit, terutama limfosit T (Djajadiman, 2002).

3 Beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembentukan sel darah di antaranya adalah asam amino, vitamin, mineral, hormon, ketersediaan oksigen, transfusi darah, dan faktorfaktor perangsang hematopoietik. Darah yang semula dikategorikan sebagai jaringan tubuh, saat ini telah dimasukkan sebagai suatu organ tubuh terbesar yang beredar dalam sistem kardiovaskular dan tersusun dari : 1. Komponen korpuskuler atau seluler Komponen korpuskuler yaitu materi biologis yang hidup dan bersifat multiantigenik yang terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan keping trombosit yang kesemuanya dihasilkan dari sel induk yang senantiasa hidup dalam sumsum tulang. Ketiga jenis sel darah ini memiliki masa hidup terbatas dan akan mati jika masa hidupnya berakhir. Agar fungsi organ darah tidak ikut mati, maka secara berkala pada waktu tertentu ketiga butiran darah tersebut akan diganti serta diperbaharui dengan sel sejenis yang baru. 2. Komponen cairan. Komponen cair yang juga disebut plasma menempati lebih dari 50 % volume organ darah, dengan bagian terbesar dari plasma (90%) adalah air dan bagian kecilnya terdiri dari protein plasma dan elektrolit. Protein plasma yang penting diantaranya adalah albumin, berbagai fraksi globulin serta protein untuk faktor pembekuan dan untuk fibrinolisis. Sel darah merah merupakan cakram bikonkaf dengan diameter sekitar 7.5 mikron, tebal bagian tepi 2 mikron dan bagian tengahnya 1 mikron atau kurang. Sel darah merah tersusun atas membran yang sangat tipis sehingga sangat mudah untuk difusi oksigen serta karbon dioksida. Eritrosit dapat mencapai umur 120 hari. Sel darah merah yang matang mengandung juta hemoglobin, terdiri dari heme (gabungan protoporfirin dengan besi) dan globin yang merupakan bagian dari protein yang tersusun dari 2 rantai alfa dan 2 rantai beta serta enzim seperti Glucosa 6- phosphate dehydrogenase (G6PD). Hemoglobin mengandung kira-kira 95% besi dan berfungsi membawa oksigen dengan cara mengikat oksigen menjadi oksihemoglobin dan diedarkan keseluruh tubuh untuk kebutuhan metabolisme.

4 2. Transfusi darah merah pada anak dengan penyakit kritis 2.a. Penyakit kritis Penyakit kritis merupakan penyakit yang membutuhkan pertolongan secepatnya karena dapat menyebabkan risiko kematian ataupun kecacatan. Menurut Permenkes Nomor 416/Menkes/Per/2011 yang termasuk penyakit kritis atau kriteria gawat darurat adalah sebagai berikut: a. Anemia sedang/berat b. Apnea/ gasping c. Bayi ikterus/anak ikterus d. Bayi kecil/ prematur e. Cardiac arrest/ Payah jantung f. Diare profus (lebih dari 10 kali perhari) disertai dehidrasi g. Difteri h. Ditemukan bising jantung, aritmia i. Edema/ bengkak seluruh badan j. Epistaksis, tanda perdarahan lainnya disertai febris k. Gagal ginjal akut l. Gangguan kesadaran m. Hematuria n. Hipertensi berat o. Hipotensi/ syok p. Intoksikasi dengan keadaan umum masih baik ataupun intoksikasi disertai gangguan fungsi vital q. Kejang disertai penurunan kesadaran r. Muntah profus (lebih dari 6 hari) disertai dehidrasi ataupun tidak s. Panas tinggi lebih dari 40 C t. Sangat sesak, gelisah, kesadaran menurun, sianosis ada retraksi hebat (penggunaan otot pernafasan sekunder) u. Sesak tapi kesadaran dan keadaan umum masih baik

5 v. Syok berat : nadi tidak teraba tekanan darah terukur termasuk Dengue Shock Syndrome w. Tetanus x. Tidak kencing lebih dari 8 jam y. Tifus abdominalis dengan komplikasi ( HIA, 2003; LIA, 2003). Anak dengan penyakit kritis di ruangan pediatric intensive care unit umumnya terindikasi untuk mendapatkan transfusi darah dengan berbagai alasan. Para dokter seharusnya memiliki pemahaman yang menyeluruh tentang berbagai produk darah, indikasi, dan kontraindikasi serta efek samping yang mungkin ditimbulkan karena transfusi darah tersebut mengingat anak sangat jauh berbeda dengan keadaan orang dewasa saat masa pertumbuhan dan perkembangannya. Secara umum indikasi dilakukannya transfusi darah yakni: a. Menjaga kadar hemoglobin guna meningkatkan transportasi oksigen dalam tubuh. b. Menjaga keseimbangan fungsi jantung c. Menjaga mekanisme hemostasis tubuh (Istaphonous, 2011). Sampai saat ini masih sulit untuk menentukan pedoman dalam transfusi pada anak dengan penyakit kritis ( Nahum,2002). 2.b. Transfusi sel darah merah Transfusi sel darah merah merupakan trasnfusi yang tersering digunakan pada anak dengan penyakit kritis di ruang Pediatric Intensive Care Unit. Hampir 50% pasien yang dirawat pada ruangan tersebut mendapatkan transfusi sel darah merah. Batas dari transfusi sel darah merah masih merupakan hal yang kontroversial pada dunia penelitian kedokteran. Pemberian transfusi sel darah merah tidaklah terbatas hanya menurut kadar hemoglobin namun ada beberapa unsur yang harus dipertimbangkan yakni : a. Kadar Hemoglobin yang rendah antara 7-9 g/dl b. Nilai saturasi yang rendah c. Nilai PaO2 yang rendah d. Rendahnya cardiac output e. Tingkat keparahan dari suatu penyakit

6 f. Perdarahan yang aktif g. Tindakan operasi yang bersifat emergensi (Lacroix, 2007; Rieles, 2007; Lacroix, 2014). Sementara menurut beberapa kepustakaan terdapat beberapa Patofisiologi anemia pada penyakit kritis, diantaranya : (Didomenico, 2004; Walsh, 2006). a. Perdarahan Perdarahan saluran cerna merupakan perdarahan yang sering terjadi. Angka kejadiannya sekitar 40% dari penderita yang dirawat di ruang intensif dan 33% dari jumlah tersebut mendapatkan transfusi sel darah. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan pemberian profilaksis dan pemberian asupan makanan dini guna mencegah terjadinya stress ulcer yang sering terjadi. b. Phlebotomi Kejadian anemia yang tidak diharapkan dari pasien yang mendapatkan perawatan diruang intensif adalah yang disebabkan phlebotomi. Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian yang menunjukan pasien yang mendapatkan perawatan di ruangan intensif berpotensi 3 kali lebih sering dilakukan pengambilan darah dibandingkan yang mendapatkan perawatan di bangsal biasa. Beberapa penelitian menunjukkan pasien yang dirawat di ruang intensif kehilangan darah cc/hari dari tindakan phlebotomi setiap harinya, dimana hal ini berkorelasi positif dengan lamanya hari tinggal diruang intensif dan meningkatnya kebutuhan transfusi. c. Inflamasi Sekitar 50% anemia pada pasien yang menderita penyakit kritis bukanlah dari suatu proses yang dikarenakan kehilangan darah yang akut melainkan karena adanya suatu proses inflamasi yang mendasarinya yakni proses inflamasi yang menggiring ke arah sepsis. Hal ini dipicu karena adanya pelepasan mediator inflamasi oleh sitokin yang juga akan memyebabkan penurunan dari sintesis heme dan peningkatan pengahancuran heme. d. Produksi eritropoetin yang tidak sesuai Eritropoetin (EPO) merupakan suatu hormon glikoprotein yang merupakan regulator utama dalam proses eritropoesis yang memproduksi sel darah merah. Ketika terjadi suatu proses hipoksia, terjadi penurunan Delivery Oxygen ataupun penurunan kadar

7 hemoglobin yang akan menyebabkan produksi EPO meningkat dan menstimuli pembentukan sel darah merah. Hormon EPO ini terutama diproduksi di sel intersisial peritubuler korteks ginjal dan juga pada sel hepatosit hepar. Eritropoetin berikatan dengan reseptor EPO pada sel progenitor eritroid. Sel progenitor ini akan berdiferensiasi menjadi colony forming unit yang kemudian menjadi proeritroblast lalu eritroblast, retikulosit dan menjadi eritrosit. Zat besi digunakan oleh eritroid saat eritropoesis dan EPO pun dipercaya memegang peranan penting pada metabolisme zat besi. Zat besi yang diperoleh dari nutrisi diserap di usus halus dan berikatan dengan transferin (protein yang digunakan untuk transportasi besi). Transferin berikatan dengan transferin reseptor (TfR) pada sel eritroid yang menyebabkan sel tersebut dapat mengambil zat besi pada transferin. Metabolisme zat besi diregulasi oleh iron regulatory protein (IRP)-1 dan -2. Protein ini mengatur penyimpanan, penggunanan dan up take besi. Namun yang terjadi pada pasien yang kritis adalah konsentrsi EPO lebih rendah dibandingkan pasien yang tidak menderita penyakit kritis. Hal lain yang menyebabkan EPO dapat menurun adalah karena pada penyakit kritis terjadi pelepasan sitokin-sitokin yang menghasilkan IL1β dan tumor nekrosis-α yang menekan produksi EPO. Selain itu pada anak dengan penyakit kritis, sitokin inflamasi lainnya juga mengganggu metabolisme besi. Interleukin 1β, tumor nekrosis-α, IL-6 akan menyebabkan meningkatnya produksi feritin, yang menyebabkan penurunan cadangan besi. Pengaruh sitokin ini pula dapat menurunkan absorpsi besi di usus halus. Hal-hal tersebut diatas menyebabkan menurunnya kemampuan IRP-1 dan IRP-2 dalam berikatan. Transferin reseptor yang memegang peranan penting dalam metabolisme besi juga mengalami disfungsi dikarenakan mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan yang berakibat menurunnya up take oleh sel eritroid yang terjadi pada anak dengan penyakit kritis. Hal tersebut menyebabkan penyimpanan besi yang berbentuk feritin meningkat, serum besi menurun dan eritropoesis terganggu. Nitrit oxide juga berperan dalam menyebabkan anemia pada anak dengan penyakit kritis, dimana proses inflamasi akan meningkatkan produksi nitrit oxide yang akan menghambat asam klavulanat, menurunkan konsumsi besi, dan menurunkan aktifitas

8 ferrochelatase yang akan menghambat proses akhir eritropoesis. Banyaknya mediator inflamasi yang dilepaskan seperti tumor nekrosis-α dan IL 1β akan menurunkan masa hidup dari sel darah merah yang seharusnya mencapai 120 hari. e. Hemodilusi Pada penyakit kritis dapat terjadi hipovolemia intravaskular yang disebabkan karena keadaan pasien yang mengharuskan dilakukannya resusitasi cairan baik menggunakan cairan koloid maupun kristaloid. Gambar 2.2. Komposisi plasma dan sel darah merah f. Malnutrisi Nutrisi yang adekuat sulit untuk dicapai pada anak dengan penyakit kritis akibat penyakit yang dideritanya dan ini menyebabkan terjadinya defisiensi. Kurangnya akses enteral, menurunnya fungsi gastrointestinal dan tidakan pembedahan merupakan hal yang sering menyebabkan defisiensi nutrisi. Anak dengan penyakit kritis umumnya mengalami gangguan fungsi gastrointestinal yang menyebabkan gangguan dalam penyerapan vitamin dan mineral.

9 Gambar 2.3. Patofisiologi anemia pada penyakit kritis (Didomenico, 2004) Anemia dapat bersifat akut ataupun kronik. Pada anemia akut terjadi penurunan nilai hemoglobin (Hb) dibawah 6 g/dl atau kehilangan darah dengan cepat yaitu lebih dari 30%- 40% volume darah, sehingga umumnya pengobatan terbaik adalah dengan transfusi sel darah merah. Pada anemia kronik seperti thalassemia atau anemia sel sabit, transfusi sel darah merah dimaksudkan untuk mencegah komplikasi akut maupun kronik. Transfusi sel darah merah juga diindikasikan pada anemia kronik yang tidak responsif terhadap pengobatan farmakologik. Pada pasien yang akan menjalani pembedahan segera (darurat) dengan kadar Hb <10gr/dl perlu dipertimbangkan pemberian Transfusi sel darah merah sebelum tindakan tersebut (Garry, 2002; Thayyil, 2006; Liumbruno, 2009). Faktor-faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam memberikan transfusi selain kadar hemoglobin adalah:

10 a. Gejala, tanda, dan kapasitas vital dan fungsional pasien b. Ada atau tidaknya penyakit kardiorespirasi atau susunan saraf pusat c. Penyebab dan antisipasi anemia d. Ada atau tidaknya terapi alternatif lain (Christensen, 2011). Pedoman transfusi sel darah merah pada anak dan remaja tidak serupa dengan pada dewasa. Dosis pemberian transfusi sel darah merah yang dipergunakan untuk menaikkan Hb dapat menggunakan modifikasi rumus empiris. Bila yang digunakan sel darah merah pekat (packed red cells), maka kebutuhannya menjadi. Pemberian jumlah transfusi sel darah merah didasarkan atas makin anemisnya seorang resipien makin rendah kadar hemoglobin pasien maka makin sedikit jumlah darah yang diberikan dalam suatu seri transfusi sel darah merah dan makin lambat pula jumlah tetesan yang diberikan untuk menghindari komplikasi gagal jantung. Rumus tersebut adalah :Berat Badan (kg) x 4 x (Hb diinginkan - Hb tercatat) (Djajadiman, 2002; Ramelan, 2005). Jika menggunakan packed red cells untuk transfusi darah, maka dosis PRC untuk transfusinya dapat dilihat pada tabel 1. (Ramelan, 2005). Tabel 2.1. Dosis transfusi sel darah merah Hb penderita (g/dl) Jumlah PRC yg diberikan dlm 3-4 jam ml/ kgbb ml/ kgbb <5 3 ml/ kgbb Tujuan utama dari transfusi sel darah merah adalah untuk meningkatkan delivery oxygen (DO2) dan meningkatkan penggunaan oksigen jaringan guna menjaga kestabilan organ tubuh. Nilai DO2 tergantung pada tiga faktor : a. hemoglobin (Hb) b. cardiac output (CO) c. proporsi relatif dari oksihemoglobin yaitu persen saturasi oksigen (SaO2) (Soemantri, 2009; Setiati, 2009). Oksigen diangkut dalam darah dan dikombinasikan dengan Hb, meskipun terdapat sejumlah kecil yang secara bebas terlarut dalam fraksi plasma darah. Setiap gram Hb dapat

11 membawa sekitar 1,34 ml oksigen pada suhu tubuh normal. Oksigen terlarut plasma berbanding lurus dengan PaO2. Secara teori, dengan menaikkan kadar hemoglobin melalui transfusi sel darah merah, maka dapat meningkatkan kapasitas pembawa oksigen darah, dan memberikan cara yang efektif untuk meningkatan pengiriman oksigen kedalam sel-sel dan menjadikan perbaikan klinis (Rao, 2002; Walsh, 2006). Batas nilai hemoglobin agar dapat mentransportasikan oksigen pada anak dengan penyakit kritis tidaklah dapat didefinisikan secara pasti, karena hal tersebut bergantung juga pada keadaan tiap-tiap individu. Pada anak yang mengalami anemia mekanisme kompensasi yang dilakukan tubuh adalah dengan meningkatan CO dan mengekstraksi oksigen untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh dalam kadar hemoglobin yang sangat rendah. Namun hal tersebut tidak terjadi pada pasien dengan perdarahan, dimana mekanisme kompensasi tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Menurut penelitian Lackritz et al yang dilakukan secara retrospektif pada anak di rumah sakit Kenya, tercatat bahwa 29 % dari semua anak memiliki kadar hemoglobin < 5 g/dl. Sebagian besar anak-anak ini mengalami sakit malaria dan kasus anemia berat (Hb < 5 g/dl) dikaitkan dengan kematian yang meningkat secara signifikan 18 % pada anemia berat sementara 8 % di kontrol dengan p = Di sisi lain, Bojang dkk melakukan penelitian prospektif 287 anak yang juga dengan malaria dan anemia berat, pada anak-anak tersebut terdapat 173 anak dengan gangguan pernapasan atau hematokrit < 12% (n=173) yang mendapat transfusi sel darah merah, dan sisanya 114 anak mendapat transfusi sel darah merah atau pengobatan zat besi selama 28 hari secara acak. Dua puluh empat anak dalam penelitian ini meninggal, dimana 23 anak memiliki hematokrit < 12 %. Dan kelompok yang mendapat terapi besi, 1 anak meninggal dan 10 anak kemudian memerlukan transfusi sel darah merah. Setelah 28 hari, kadar hemoglobin pada anak-anak yang mendapat terapi besi meningkat secara signifikan pada dibandingkan dengan yang mendapat transfusi darah ( p =.02 ). Meskipun anak-anak dalam studi ini mungkin akan sangat berbeda dari pasien anak di negara-negara yang lebih maju, tetapi peneliti menggarisbawahi risiko besar dari kadar hemoglobin sangat rendah sebagai suatu mekanisme fisiologis untuk mempertahankan DO2 dalam pengaturan anemia berat pada populasi anak (Lackritz, 1992; Bojang, 1997).

12 Pada Symposium On PICU Protocols All India Institute of Medical Sciences dinyatakan bahwa indikasi dilakukan transfusi sel darah merah pada penyakit kritis adalah sebagai berikut: a. Hemoglobin 4 gr/dl atau kurang dari angka tersebut (hematokrit 12%) walaupun tidak sesuai keadaan klinis b. Hemoglobin 4-6 g/dl (Hematokrit 13-18%) dengan klinis hipoksia atau asidosis yang menyebabkan dispneu atau penurunan kesadaran c. Hematokrit kurang dari 30% atau sedang menggunakan ventilator dengan FiO2 > 0.35 d. Hiperparasitemia pada malaria (> 20%) e. Klinis decompensasi kordis karena anemia f. Kondisi anak yang masih belum stabil setelah 2 kali bolus 20cc/kg cairan kristaloid dan dicurigai adanya kehilangan darah lebih dari 30%. Pertimbangan transfusi sel darah merah bergantung pada keadaan pasien itu sendiri. Efek anemia haruslah dibedakan dari keadaan hipovolemia, meskipun keduanya dapat menghambat pengiriman oksigen jaringan. Kehilangan darah yang lebih dari 30% volume darah akan menyebabkan gejala klinis yang signifikan, namun resusitasi dengan kristaloid dapat memberikan hasil yang baik untuk berhasil bahkan kehilangan darah lebih dari 40% volume darah. Selain itu, anemia normovolemik akut dapat tmbul timbul setelah mendapatkan resusitasi dengan penggantian volume cairan yang memadai. Oksigenasi jaringan masih dapat dipertahankan bahkan dengan tingkat hemoglobin serendah 6-7g /dl pada orang sehat (Uppal, 2010). Terdapat berbagai penelitian yang dilakukan oleh berbagai institusi yang berbeda mengenai kebijakan transfusi sel darah merah pada anak dengan penyakit kritis. Sebagai contoh penelitian pada kelompok anak dengan penyakit kritis yang stable yang membandingkan transfusi sel darah merah saat hemoglobin pasien 7 g / dl dengan kelompok kontrol yang hemoglobin 9 g / dl dengan hasil mortalitas dan tingkat keparahan penyakit lebih rendah pada kelompok yang mendapat transfusi sel darah merah setelah hemoglobin 7g/ dl. Sementara kasus anak dengan penyakit jantung memang belum banyak diteliti namun Jacques Lacroix, MD et al dalam Red Blood Cell Transfusion : Decision

13 Making in Pediatric Intensive Care Unit menyatakan bahwa batas aman untuk transfusi pada kasus anak yang stable namun menderita penyakit jantung sianotik, batas kadar hemoglobin untuk transfusi adalah kurang dari 9 g/dl, sementara pada anak dengan penyakit jantung asianotik kadar hemoglobin lebih dari 7g/dl. Sedangkan pada anak dengan penyakit jantung yang unstable tentunya dibutuhkan kadar hemoglobin lebih dari 9 g/dl. Dengan demikian, transfusi sel darah merah pada penyakit kritis harus disesuaikan dengan kondisi pasien, dan keputusan untuk transfusi harus dibuat atas dasar karakteristik individu masing-masing pasien. Sayangnya, ketersediaan uji klinis tentang kebijakan ini belumlah banyak (Tavian, 2005; Lacroix, 2010; Uppal, 2010). 2.c. Komplikasi transfusi sel darah merah Tidak semua reaksi transfusi sel darah merah dapat dicegah karenanya diperlukan kewaspadaan dan kesiapan untuk mengatasi setiap reaksi transfusi sel darah merah yang mungkin terjadi. Ada beberapa jenis reaksi transfusi sel darah merah dan gejalanya bermacam-macam serta dapat saling tumpang tindih (Bennet,1999). 1. Reaksi Transfusi Hemolitik Akut Reaksi transfusi hemolitik akut (RTHA) terjadi hampir selalu karena ketidakcocokan golongan darah ABO (antibodi jenis IgM yang beredar) dan sekitar 90%-nya terjadi karena kesalahan dalam mencatat identifikasi pasien atau unit darah yang akan diberikan.gejala dan tanda yang dapat timbul pada RTHA adalah demam dengan atau tanpa menggigil, mual, sakit punggung atau dada, sesak napas, urin berkurang, hemoglobinuria, dan hipotensi. Pada keadaan yang lebih berat dapat terjadi renjatan (shock), koagulasi intravaskuler diseminata (KID), dan atau gagal ginjal akut yang dapat berakibat kematian (Buskard, 1987; Djajadiman, 2002; Ramelan, 2005). 2. Reaksi Transfusi Hemolitik Lambat Reaksi transfusi hemolitik lambat (RTHL) biasanya disebabkan oleh adanya antibodi yang beredar yang tidak dapat dideteksi sebelum transfusi sel darah merah dilakukan karena titernya rendah. Reaksi yang lambat menunjukkan adanya selang waktu untuk meningkatkan produksi antibodi tersebut. Hemolisis yang terjadi biasanya ekstravaskuler (Buskard,1987; Djajadiman, 2002; Ramelan, 2005).

14 Gejala dan tanda yang dapat timbul pada reaksi transfusi hemolitik lambat adalah demam, pucat, ikterus, dan kadang-kadang hemoglobinuria. Biasanya tidak terjadi hal yang perlu dikuatirkan karena hemolisis berjalan lambat dan terjadi ekstravaskuler, tetapi dapat pula terjadi seperti pada RTHA. Apabila gejalanya ringan, biasanya tanpa pengobatan (Djajadiman, 2002; Ramelan, 2005; Buskard, 1987). 3. Reaksi Transfusi Non-Hemolitik a. Demam Sembilan puluh persen reaksi transfusi adalah demam dan umumnya bersifat ringan dan hilang dengan sendirinya. Hal ini dapat terjadi karena antibodi resipien bereaksi dengan leukosit donor. Demam timbul akibat aktivasi komplemen dan lisisnya sebagian sel dengan melepaskan pirogen endogen yang kemudian merangsang sintesis prostaglandin dan pelepasan serotonin dalam hipotalamus. Dapat pula terjadi demam akibat peranan sitokin (IL-1b dan IL-6). (Buskard, 1987;Djajadiman, 2002; Ramelan, 2005). b. Reaksi alergi Reaksi alergi (urtikaria) merupakan bentuk yang paling sering muncul, yang tidak disertai gejala lainnya. Bila hal ini terjadi, tidak perlu sampai harus menghentikan transfusi sel darah merah. Reaksi alergi ini diduga terjadi akibat adanya bahan terlarut di dalam plasma donor yang bereaksi dengan antibodi IgE resipien di permukaan sel-sel mast dan eosinofil, dan menyebabkan pelepasan histamin (Buskard, 1987; Djajadiman,2002; Ramelan, 2005). c. Reaksi anafilaktik Reaksi yang berat ini dapat mengancam jiwa, terutama bila timbul pada pasien dengan defisiensi antibodi IgA atau yang mempunyai IgG anti IgA dengan titer tinggi. Reaksinya terjadi dengan cepat, hanya beberapa menit setelah transfusi sel darah merah dimulai. Aktivasi komplemen dan mediator kimia lainnya meningkatkan permeabilitas vaskuler dan konstriksi otot polos terutama pada saluran napas yang dapat berakibat fatal. Gejala dan tanda reaksi anafilaktik biasanya adalah angioedema, muka merah (flushing), urtikaria, gawat pernapasan, hipotensi, dan renjatan (Buskard, 1987; Djajadiman, 2002; Ramelan, 2005).

15 4. Efek samping lain dan resiko lain transfusi sel darah merah a. Transfusion Acute Lung Injury (TRALI) Transfusion acute lung injury merupakan komplikasi yang berpotensi fatal akibat transfusi produk darah. TRALI dapat terjadi baik pada transfusi satu atau pun lebih unit produk darah. Berbagai penelitian telah memperkirakan insiden terjadinya TRALI antara 1 / dan 1 / unit transfusi (Kleinman, 2004; Toy, 2007; Marik, 2008). Menurut National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI) dan Canadian Consensus Conference TRALI adalah cedera paru akut yang baru atau sindrom gangguan pernapasan akut yang terjadi selama atau dalam waktu enam jam setelah pemberian produk darah tanpa ada faktor resiko yang dapat menyebabkan cedera paru. Faktor- faktor resiko ini yakni pneumonia, sepsis yang disebabkan akibat penyakit paru, aspirasi, transfusi darah berulang, tenggelam, Disseminated intravascular coagulation, patah tulang panjang atau pelvis, luka bakar, baypass kardiopulmoner. Untuk menegakkan diagnosis dari TRALI penting untuk kita ketahui definisi cedera paru akut atau acute lung injury (ALI) menurut the European Society of Intensive Care Medicine: - Waktu onset akut: 7 hari - Rontgen dada gambaran radioopac yang bukan merupakan efusi, kolaps paru ataupun nodul paru dan edema paru bukan berasal dari gagal jantung. - Hipoksemia: Rasio PaO2 / FIO2 300 mm Hg tanpa menggunakan paek end expiratory pressure (PEEP) ataupun continous positive airway pressure (CPAP) 5 cmh2o (Kleinman, 2004 ;Toy, 2007; Marik, 2008). b. Penularan penyakit Infeksi seperti infeksi virus hepatitis, AIDS (Acquired Immune Deficiency syndrome),infeksi CMV, dan penyakit infeksi lain yang jarang. Selain itu beberapa penyakit walaupun jarang, dapat juga ditularkan melalui transfusi sel darah merah adalah malaria, toxoplasmosis, HTLV-1, mononucleosis infeksiosa, penyakit chagas (disebabkan oleh trypanosoma cruzi), dan penyakit CJD (Creutzfeldt Jakob Disease).

16 c. GVHD(Graft versus Host disease) GVHD merupakan reaksi atau efek samping lain yang mungkin terjadi pada pasien dengan imunosupresif atau pada bayi prematur. Hal ini terjadi oleh karena limfosit donor bersemai (engrafting) dalam tubuh resipien dan bereaksi dengan antigen penjamu. Reaksi ini dapat dicegah dengan pemberian komponen sel darah merah yang diradiasi atau dengan leukosit rendah (Buskard, 1987; Djajadiman, 2002; Ramelan, 2005). 3. Anatomi paru Paru manusia terbentuk setelah embrio mempunyai panjang 3 mm. Pembentukan paru dimulai dari sebuah groove yang berasal dari foregut. Selanjutnya pada groove ini terbentuk dua kantung yang dilapisi oleh suatu jaringan yang disebut primary lung bud. Bagian proksimal foregut membagi diri menjadi dua, yaitu esophagus dan trakea. Pada perkembangan selanjutnya trakea akan bergabung dengan primary lung bud. Primary lung bud merupakan cikal bakal bronki dan cabang-cabangnya. Bronchial tree terbentuk setelah embrio berumur 16 minggu, sedangkan alveoli baru berkembang setelah bayi lahir dan jumlahnya terus meningkat hingga anak berusia 8 tahun. Ukuran alveoli bertambah besar sesuai dengan perkembangan dinding thoraks. 3.a. Saluran Pernafasan Pernafasan atau respirasi adalah proses menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen kedalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbon dioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Secara fungsional saluran pernafasan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu : a. Zona konduksi Zona ini berperan sebagai saluran tempat lewatnya udara pernafasan, serta membersihkan, melembabkan dan menyamakan suhu pernafasan dengan suhu tubuh. Disamping itu zona konduksi juga berperan pada proses pembentukan suara. Zona ini terdiri dari hidung, faring, trakea, bronkus, serta bronkiolus terminalis.

17 1) Hidung Rambut, zat mukus serta silia yang bergerak kearah faring berperan sebagai sistem pembersih hidung. Fungsi pembersih udara ini ditunjang oleh konka nasalis yang menimbulkan turbulensi aliran udara sehingga dapat mengendapkan partikel-partikel dari udara yang seterusnya akan diikat oleh zat mukus. Sistem turbulensi udara ini dapat mengendapkan partikel-partikel yang berukuran lebih besar dari 4 mikron. 2) Faring Faring merupakan bagian kedua dan terakhir dari saluran pernafasan bagian atas. Faring terbagi atas tiga bagian yaitu nasofaring, orofaring, serta laringofaring. 3) Trakea Trakea berarti pipa udara. Trakea juga dapat dijuluki sebagai eskalator mukosiliaris karena silia pada trakea dapat mendorong benda asing yang terikat oleh zat mukus kearah faring yang kemudian dapat dikeluarkan. 4) Bronkus Trakea terbagi menjadi 2 bronkus utama, yaitu bronkus utama kanan dan kiri. Bronkus utama kanan memiliki rongga yang lebih sempit dan lebih horizontal bila dibandingkan dengan bronkus utama kiri. Hal tersebut menyebabkan benda asing lebih mudah masuk ke paru kanan daripada kiri. Trakea dan bronkus terdiri dari tulang rawan dan dilapisi oleh epitel bersilia yang mengandung mukus dan kelenjar serosa. Bronkus kemudian akan bercabang menjadi bagian yang lebih kecil dan halus yaitu bronkiolus. Bronkiolus dilapisi oleh epitel bersilia namun tidak mengandung jaringan tulang rawan. b. Zona respiratorik Zona respiratorik terdiri dari alveoli. Pertukaran udara dan darah terjadi dalam alveoli melewati membran respiratorius (Budiono, 2008). 3.b. Membran respiratorius Membran respiratorius atau membran paru atau membran alveolokapiler adalah jaringan yang memisahkan kapiler darah dari alveoli. Pertukaran gas antara alveoli dan peredaran darah paru terjadi melalui membran di seluruh bagian terminal paru, tidak hanya dalam

18 alveoli itu sendiri. Membran ini secara bersama-sama dikenal sebagai membran respiratorius. Membran respiratorius secara ultra struktur, terdiri dari 6 lapisan. Lapisan pertama adalah surfaktan paru dan cairan yang melapisi alveolar, lapisan kedua merupakan sel epitel alveolar, lapisan ketiga adalah membrana basalis alveolar, lapisan keempat berupa ruang interstitial tipis antara epitel dan sel endotel, lapisan kelima adalah membrana basalis sel endotel kapiler, dan lapisan keenam adalah sel endotel kapiler (Guyton, 2006; Khurana, 2008). Fungsi utama membran respiratorius adalah untuk pertukaran antara gas darah dan gas alveolar. Pertukaran gas hanya melibatkan CO2 dan O2, tidak melibatkan nitrogen serta gas inert lainnya. Pertukaran CO2 dan O2 melalui membran alveolar kapiler adalah dengan cara difusi pasif dari daerah yang bertekanan gas tinggi ke tekanan gas rendah. Molekul gas di paru harus berdifusi melewati membran kapiler-alveolar yang terdiri dari cairan yang membatasi membran intra alveolar, sel epitel alveolus, membran basal alveolus, ruang interstitium, membran basal endotel kapiler, endotel kapiler, plasma darah di kapiler, membran eritrosit, dan cairan intraselular dalam eritrosit sampai bertemu dengan molekul hemoglobin ( Martin, 1999; Jardins, 2002; Guazzi, 2003). 4. Alveolar-Arterial Oxygen Tension Difference (AaDO2) Perbedaan tekanan parsial oksigen antara dua tingkat disebut sebagai gradien. Perbedaan antara PAO2 dan PaO2 disebut dengan AaDO2. Selisih antara PAO2 dan PaO2 umumnya disebut sebagai gradien A-a. Gradien merupakan istilah yang kurang tepat karena perbedaan tidak terjadi akibat gradien difusi. Perbedaan biasanya terjadi akibat ketidaksesuaian V-Q (ventilasi-perfusi) dan atau pirau darah dari kanan ke kiri melalui alveoli yang mengalami ventilasi sehingga selisih O2 A-a merupakan istilah yang lebih tepat (Tisi, 1980; Martin, 2014). 4.a. Tekanan parsial oksigen arteri Tekanan parsial oksigen arteri mencerminkan pertukaran gas di paru dan menentukan keadaan oksigenasi darah arteri. Tekanan parsial oksigen arteri ditentukan oleh PiO2, PaCO2 dan arsitektur paru. Gangguan fisiologis arsitektur paru paling banyak adalah kelainan

19 ventilasi perfusi dan jarang oleh karena blok difusi dan pirau anatomis kanan ke kiri. Tekanan parsial oksigen arteri biasanya menurun sesuai dengan usia karena penurunan elastisitas paru pada orang tua sehingga menghasilkan ketidaksesuaian V/Q (ventilasi/perfusi)yang lebih besar. Nilai PaO2 yang diharapkan saat bernapas dengan udara di permukaan laut dapat dihitung dengan persamaan: PaO2 = (usia x 0,25) (Tisi, 1980;Verma, 2010). Nilai PaO2 kurang dari yang diharapkan menunjukkan hipoksemia yang dapat disebabkan oleh hipoventilasi atau ketidaksesuaian V/Q. Hipoksemia arterial terjadi apabila PaO2 arterial berada di bawah rentang normal. Kadar PaO2 kurang dari 80 mmhg dianggap abnormal (Cloutier, 2007; Verma, 2010). Nilai PaO2 turun sebesar 3 mmhg pada setiap ketinggian 300 meter di atas permukaan laut. Kenaikan atau penurunan suhu setiap satu derajat celcius, akan menyebabkan nilai PaO2 meningkat atau menurun sebesar 5%. Tekanan parsial oksigen arteri juga akan meningkat atau menurun sebesar 10% untuk setiap penurunan atau peningkatan ph sebesar 0,1 (Hore, 2009). Tekanan parsial oksigen arteri merupakan penentu utama saturasi oksigen arteri (SaO2). Hubugan antara PaO2 dan SaO2 ditunjukkan dengan kurva disosiasi oksigen yang berbentuk sigmoid. Saturasi oksigen arteri adalah persentase ikatan hemoglobin dengan oksigen dalam darah arteri. Kurva disosiasi O2 dipengaruhi oleh PaCO2, suhu tubuh, ph dan berbagai faktor lain. Anemia tidak mempengaruhi SaO2 karena SaO2 tidak terpengaruh oleh kandungan hemoglobin. Kurva disosiasi oksihemoglobin memperlihatkan ciri-ciri yang menarik dimana kurva meninggi pada PaO2 sekitar 50 mmhg dan mendatar pada PaO2 sebesar 70 mmhg. Pada tekanan parsial di bawah 60 mmhg,o2 siap berikatan dengan Hb sehingga PaO2 mengalami peningkatan. Saturasi 90% akan didapatkan pada PaO2 sebesar 60 mmhg. Peningkatan PaO2 di atas nilai ini akan memberikan sedikit pengaruh terhadap saturasi Hb dan peningkatan PaO2 dari mmhg akan meningkatkan saturasi Hb sebesar 7% (Tisi, 1980; Cloutier, 2007).

20 4.b. Tekanan parsial oksigen alveolar (PAO2) Oksigen yang berasal dari atmosfer masuk kedalam alveolar dan akan diedarkan melalui pembuluh darah. Konsentrasi dari PO2 alveolar diatur oleh keseimbangan absorpsi ke dalam darah dan proses ventilasi. Tekanan parsial oksigen arterial yang diharapkan dapat ditentukan dengan menghitung PAO2. Tekanan parsial oksigen alveolar lebih besar daripada tekanan oksigin arteri bahkan pada orang normal dan selisih keduanya disebut AaDO2. Oksigen masuk ke dalam kapiler paru dengan cara difusi sehingga PAO2 harus menjadi penentu utama dari PaO2 dan kapiler paru. Tekanan parsial oksigen alveolar menentukan batas atas dari PaO2 sehingga nilai PaO2 tidak dapat lebih tinggi daripada PAO2.(Martin 1999,Weinberger 2008) 4.c. Kepentingan menilai AaDO2 Alveolar-arterial oxygen tension difference (AaDO2) adalah suatu cara sederhana untuk mengukur perubahan antara alveolus dan pembuluh darah arteri. Pengukuran AaDO2 memiliki kegunaan tinggi untuk memprediksi mortalitas jangka pendek. Alveolar-arterial oxygen tension difference juga sering digunakan dalam mengevaluasi penyakit paru. Hasil pemeriksaan AaDO2 serial bermanfaat untuk menunjukkan progresifitas penyakit paru, digunakan sebagai petunjuk untuk memberikan bantuan pernapasan dan memulai penyapihan ventilator (Sinder, 1973;Casado, 2012; Hsu, 2006). Gagal napas disebut sebagai tipe I apabila terdapat hipoksemia tanpa retensi CO2 dan tipe II apabila terdapat hiperkapnea. Penghitungan AaDO2 pada gagal napas tipe II akan membantu menentukan apakah pasien mempunyai penyakit paru atau karena berkurangnya usaha pernapasan. Alveolar-arterial oxygen tension difference merupakan dasar untuk memahami hipoksemia arterial (Williams, 1998; Martin, 2014). Abnormalitas PaO2 dapat terjadi dengan atau tanpa disertai oleh AaDO2 abnormal. Hubungan antara PaO2 dan AaDO2 bermanfaat untuk menentukan penyebab abnormalitas PaO2 dan memperkirakan respons terhadap terapi terutama pemberian suplementasi oksigen. Nilai AaDO2 harus diukur sebagai bagian dari setiap analisis gas darah. Informasi ini selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan penyebab dari suatu abnormalitas O2 arterial (Cloutier, 2007).

21 4.d. Nilai normal AaDO2 Perbedaan PAO2 dan PaO2 pada orang muda yang menghirup udara ruangan normalnya adalah 5 sampai 15 mmhg. Nilai ini meningkat sekitar 3 mmhg setiap dekade sepanjang hidup sehingga AaDO2 di bawah 25 mmhg dianggap sebagai batas atas dari nilai normal. Nilai AaDO2 bervariasi menurut usia dan konsentrasi oksigen inspirasi. Pertambahan usia akan meningkatan AaDO2 dikarenakan PaO2 menurun secara progesif tanpa perubahan PAO2. Pada usia tahun AaDO2 meningkat sekitar 20 mm Hg (Levintzky, 1999; Jardins, 2002; Cloutier, 2007; Marino, 2007). Alveolar-arterial oxygen tension difference dapat ditemukan pada setiap individu karena dua alasan. Alasan yang pertama yaitu terdapat hubungan anatomis yang menyebabkan masuknya sejumlah kecil darah vena sistemik dari ventrikel kanan dan vena bronkialis ke dalam darah vena pulmonal. Darah yang sudah terdesaturasi dari berbagai sumber ini akan menurunkan tekanan O2 pada darah arteri. Alasan kedua karena gradien ventilasi-perfusi dari atas sampai dasar paru akan menghasilkan darah yang kurang memperoleh oksigenasi pada bagian basal paru dikombinasikan dengan darah yang memperoleh oksigenasi lebih baik pada apek paru. Efek gravitasi pada sirkulasi pulmonal dengan tekanan rendah merupakan salah satu mekanisme penting yang menyebabkan ketidaksesuaian V/Q (ventilasi/perfusi) pada orang normal (Sinder, 1973; Weinberger, 2008). 4.e. Penghitungan AaDO2 Penilaian efisiensi oksigenasi membutuhkan pengetahuan mengenai konsentrasi O2 yang dihirup, PaO2 dan PaCO2 dalam darah arteri. Alveolar-arterial oxygen tension difference dapat dihitung jika fraksi oksigen udara yang dihirup (FiO2), PB dan PH2O diketahui (Verma, 2010). Alveolar-arterial oxygen tension difference dapat dihitung dengan mengurangi antara PAO2, namun untuk menghitung PAO2 diperlukan mengetahui nilai PaO2 dan PaCO2 dalam gas darah arteri, menghitung PAO2. Alveolar-arterial oxygen tension difference orang sehat yang bernapas pada udara ruang setinggi permukaan laut,pb (tekanan barometrik)= 760 mm Hg,sementara PH2O (tekanan hidrostatik)= 47 mmhg. Nilai AaDO2 dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Conham, 2011; Martin, 2014).:

22 AaDO2 = FiO2 ((PB - Pins) PH2O)-1.2 (PaCO2)) PaO2 Tanpa ventilator: AaDO2 = (FiO2 (PB - PH2O) 1.2 PaCO2)) PaO2 5. Rasio PaO2 dan FiO2 Rasio PaO2/FiO2 merupakan perbandingan antara tekanan parsial oksigen arteri dengan fraksi oksigen inspirasi. Rasio ini merupakan manifestasi efisiensi oksigenasi arterial dengan kata lain rasio ini merupakan indikator terjadinya hipoksemia pada tubuh. Karenanya rasio ini banyak digunakan terutama pada pasien dengan penyakit kritis. Rasio ini dapat digunakan untuk mendefinisikan atau mengetahui adanya acute lung injury ataupun acute respiratory distress syndrome yang disebabkan baik dari pulmonar ataupun ekstrapulmonar yang salah satunya transfusi sel darah merah. Selain untuk mengetahui keadaan paru-paru rasio ini digunakan untuk bahan pertimbangan untuk stategi pengaturan penggunanan alat bantu pernafasan. Nilai normal dari rasio ini berkisar > mmHg, dibawah dari nilai normal tersebut menandakan paru mengalami cedera paru yang menyebabkan gangguan dalam pengedaran oksigen keseluruh tubuh. Cedera paru berdasarkan definisi Berlin memiliki kriteria (Ferguson et al, 2012; Fanelli, 2013; Broccard, 2013): 1. Waktu: terjadi perburukan selama 1 minggu 2. Radiologi: terdapat bilateral opasitas pada paru 3. Asal edema paru: murni berdasarkan dari paru bukan dari jantung 4. Oksigenasi : Ringan : 200< PaO2/FiO2 300mmHg dengan PEEP 5cmH2O Sedang : 100< PaO2/FiO2 200mmHg dengan PEEP 5cmH2O Berat : PaO2/FiO2 100mmHg dengan PEEP 5cmH2O. Penyebab tersering yang dapat menyebabkan penurunan rasio PaO2/FiO2 : 1. Pulmonar (direk) a. Pneumonia

23 b. Aspirasi c. Aspirasi hidrokarbon d. Cedera inhalasi e. Kontusio paru 2. Ekstrapulmonar ( indirek) a. Sepsis b. Pankreatitis c. Trauma d. Transfusi e. Nyaris tenggelam 6. Hubungan antara transfusi darah dengan AaDO2 dan Rasio PaO2/FiO2 Pada anak dengan penyakit kritis mengalami kehilangan darah yang bersifat iatrogenic dan juga dikarenakan penyakit yang mendasarinya. Sebagai konsekuensi dari hal tersebut maka transfusi sel darah merah umum dilakukan dan dipercayai dapat memperbaiki status respirasi pasien. Anak dengan penyakit kritis di ruangan pediatric intensive care unit umumnya terindikasi untuk mendapatkan transfusi sel darah merah dengan berbagai alasan diantaranya adalah untuk menjaga kadar hemoglobin guna meningkatkan transportasi oksigen dalam tubuh. Sel darah merah yang matang mengandung juta hemoglobin. Hemoglobin berfungsi membawa oksigen dengan cara mengikat oksigen menjadi oksihemoglobin yang akan diedarkan keseluruh tubuh untuk kebutuhan metabolism (Istaphonous, 2011). Menurut Martin dalam rules on oxygen theraphy anemia tidak mempengaruhi SaO2 karena SaO2 tidak terpengaruh oleh kandungan hemoglobin. Kurva disosiasi oksihemoglobin, memperlihatkan ciri-ciri yang menarik, dimana Kurva meninggi pada PO2 sekitar 50 mmhg dan mendatar pada PO2 sebesar 70 mmhg, pada tekanan parsial di bawah 60 mmhg oksigen siap berikatan dengan Hb sehingga PO2 mengalami peningkatan (bagian linear dari kurva). Hemoglobin tersaturasi 90% pada PO2 sebesar 60 mmhg, peningkatan PO2 di atas nilai ini akan memberikan sedikit pengaruh terhadap saturasi Hb dan peningkatan PO2 dari mmhg akan meningkatkan saturasi Hb sebesar 7%. Pemeriksaan AaDO2 serial bermanfaat ddigunakan sebagai petunjuk untuk memberikan bantuan

24 pernapasan,dimana terdapat perbedaan bermakna pada saat sebelum transfusi dan 24 jam sesudah transfusi (Tisi, 1980; Kraner, 2000; Cloutier, 2007;). Tidak semua reaksi transfusi sel darah merah dapat dicegah. Ada langkah-langkah tertentu yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya reaksi transfusi sel darah merah, walaupun demikian tetap diperlukan kewaspadaan dan kesiapan untuk mengatasi setiap reaksi transfusi sel darah merah yang mungkin terjadi. Ada beberapa jenis reaksi transfusi dan gejalanya bermacam-macam serta dapat saling tumpang tindih. Salah satu reaksi transfusi sel darah merah yang memberikan dampak yang berbahaya bagi resipien adalah transfusion-related acute lung injury (TRALI) yang mana menurut definisi Berlin TRALI merupakan mild acute respiratory distress syndrome dengan kriteria rasio PaO2/FiO mmHg dengan PEEP 5cmH2O. Menurut Food and Drug Administration, TRALI merupakan penyebab kematian utama akibat transfusi sel darah merah berkisar 5-20% sejak tahun Menurut P.Toy, dkk dalam National Heart Lung and Blood Institute Working Group on TRALI:definition and review, definisi dari TRALI yaitu bila terdapat bukti radiologis terjadinya edema pulmo dan hipoksia pada pasien setelah mendapatkan transfusi lebih dari 6 jam. Patofiologi terjadinya TRALI terbaru dikenal dengan two hit mechanism atau dua mekanisme klinis independen, yang pertama adalah terkait dengan kondisi klinis pasien (infeksi, pelepasan sitokin, operasi, atau penggunaan ventilator) yang menyebabkan aktivasi endotel paru yang berujung pada edema alveolar. Kejadian kedua adalah seiring masuknya darah dari donor terdapat pula pemasukan Human Leukosit Antigen class 1 (HLA) dan Human Netrofil Antigen (HNA) antibodi ataupun bioactive modifier (misalkan lipid) yang menyebabkan aktivasi neutrofil sehingga dapat merusak pembuluh darah paru yang menyebabkan kerusakan endotel dan kebocoran kapiler. Namun akhir-akhir ini ditemukan hipotesis ketiga menunjukkan bahwa terdapat kadar yang tinggi dari vascular endothelial growth factors (VEGF) atau antibodi terhadap antigen HLA kelas II yang berada di endotel vaskular paru akibat dari transfusi sel darah merah dapat langsung menyebabkan perubahan bentuk endotel (Kaner, 2000; Triulzi, 2009; Weiskop, 2012; Fanelli, 2013). Pemberian tranfusi tidaklah selalu memberikan efek TRALI, namun pemeberian transfusi darah dapat memberikan efek pengurangan fungsi paru yang tidak terlihat jelas dan

25 hal inilah yang sering luput dari pemantauan para klinisi dan belum diteliti. Transfusi darah dapat memicu pelepasaan berbagai sitokin dalam tubuh, dan sitokin yang berpengaruh terhadap pertukaran oksigen adalah vascular endothelial growth factor (VEGF) yang akan menyebabkan terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler dan menyebabkan edema intersisial serta alveolar (Kaner, 2000; Weiskop, 2012). Vascular endothelial growth factor (VEGF) adalah protein yang diproduksi oleh sel yang merangsang vaskulogenesis dan angiogenesis. VEGF umumnya diproduksi pada sel paru dan dapat memberikan pasokan oksigen ke jaringan ketika sirkulasi darah tidak memadai. Fungsi utama VEGF adalah untuk menciptakan pembuluh darah baru. Ketika VEGF diekspresikan berlebihan maka dapat berkontribusi terhadap penyakit dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Efek tersebut baru terjadi lebih dari 6 jam setelah VEGF diproduksi (Mura, 2010). Peningkatan AaDO2 merupakan salah satu penanda pertukaran O2 yang abnormal. AaDO2 merupakan parameter yang paling menggambarkan pertukaran oksigen pada alveolar dan kapiler. Peningkatan AaDO2 saat sakit dapat disebabkan karena tiga faktor. Faktor pirau anatomis akan menyebabkan beberapa darah yang sudah mengalami desaturasi akan bercampur dengan darah bersaturasi penuh dan menurunkan PO2 pada darah arteri. Penyebab umum pirau adalah sebagai berikut: 1. Lesi intrakardiak dengan adanya pirau dari kanan ke kiri di atrium atau ventrikel seperti pada defek septum atrium atau ventrikel. Pirai kiri ke kanan dapat menghasilkan efek jangka panjang pada jantung namun hal ini tidak mempengaruhi AaDO2 atau PO2 arteri karena efek dasarnya adalah mengolah kembali darah yang sudah mengalami oksigenasi melalui pembuluh darah paru dan bukan mengencerkan darah yang sudah mengalami oksigenasi dengan darah yang sudah mengalami desaturasi. 2. Abnormalitas struktural pembuluh darah paru yang menyebabkan terjadinya hubungan langsung antara sistem arteri dan vena pulmonal seperti pada malformasi arteriovenosa pulmonal. 3. Penyakit pulmonal yang menyebabkan ruang alveolar terisi cairan seperti pada edema pulmonal atau kolaps alveolar total. Kedua proses ini dapat menyebabkan hilangnya proses ventilasi di alveoli yang mengalami kelainan walaupun sejumlah proses perfusi

26 melalui kapiler di sekelilingnya mungkin masih berlanjut (Lee, 2004; Cloutier, 2007; Weinberger, 2008). Pertukaran CO2 dan O2 melalui membran alveolar kapiler berjalan dengan cara difusi pasif dari daerah yang bertekanan gas tinggi ke tekanan gas rendah. Molekul gas di paru harus berdifusi melewati membran kapiler-alveolar yang terdiri dari cairan yang membatasi membran intra alveolar, sel epitel alveolus, membran basal alveolus, ruang interstitium, membran basal endotel kapiler, endotel kapiler, plasma darah di kapiler, membran eritrosit, dan cairan intraselular dalam eritrosit sampai bertemu dengan molekul hemoglobin.bila terjadi edema pulmonal yang disebabkan efek dari transfusi darah yang di induksi oleh sitokin VEGF maka akan menyebabkan hambatan proses difusi aliran gas dalam paru sehingga tekanan parsial alveolar lebih tinggi dibandingkan tekanan alveolar di kapiler dan akan meningkatkan nilai AaDO2 (Martin, 1999; Jardins, 2002; Budiono, 2008).

27 B. Kerangka Berfikir

28 Keterangan : Pada anak dengan penyakit kritis dapat terjadi anemia yang disebabkan karena hemodilusi, iatrogenic anemia, pelepasan interleukin, perdarahan aktif, dan phlebotomi. Hal- hal tersebut yang menyebabkan tindakan transfusi darah harus dilakukan, namun transfusi darah dapat menyebabkan reaksi first hit, second hit dan produksi vascular endothelial growth factor (VEGF) dimana VEGF ini akan memicu peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan peningkatan cairan ekstravaskuler kedalam paru sehingga menyebabkan edema alveolar yang berujung pada hambatan pertukaran udara di paru yang dapat dilihat dari nilai AaDO2 dan rasio PaO2/FiO2 C. Hipotesis Terdapat pengaruh transfusi darah merah terhadap terhadap nilai Alveolar-arterial oxygen tension Difference (AaDO2) pada anak dengan penyakit kritis.

29

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian dilakukan di ruang perawatan anak RSUD Dr Moewardi Surakarta. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret- September 2015 dengan jumlah

Lebih terperinci

MEMBRAN RESPIRATORIUS

MEMBRAN RESPIRATORIUS PENDAHULUAN Fungsi utama paru adalah untuk memberikan oksigenasi darah yang memadai dan mengeluarkan karbondioksida (CO 2 ). Proses pertukaran gas melalui tiga tahapan yaitu ventilasi paru yang akan menentukan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN. ALI/ARDS adalah suatu keadaan yang menggambarkan reaksi inflamasi

BAB 2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN. ALI/ARDS adalah suatu keadaan yang menggambarkan reaksi inflamasi 5 BAB 2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Definisi ALI ALI/ARDS adalah suatu keadaan yang menggambarkan reaksi inflamasi yang luas dan parah dari parenkim paru. 10 ALI/ARDS merupakan kumpulan gejala akibat inflamasi

Lebih terperinci

Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah SEKOLAH DASAR TETUM BUNAYA Kelas Yupiter Nama Pengajar: Kak Winni Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah A. Bagian-Bagian Darah Terdiri atas apakah darah

Lebih terperinci

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut.

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut. B. HIPERKAPNIA Hiperkapnia adalah berlebihnya karbon dioksida dalam jaringan. Mekanisme penting yang mendasari terjadinya hiperkapnia adalah ventilasi alveolar yang inadekuat untuk jumlah CO 2 yang diproduksi

Lebih terperinci

INSUFISIENSI PERNAFASAN. Ikbal Gentar Alam ( )

INSUFISIENSI PERNAFASAN. Ikbal Gentar Alam ( ) 1 INSUFISIENSI PERNAFASAN Ikbal Gentar Alam (131320090001) Pendahuluan 2 Diagnosa dan pengobatan dari penyakit penyakit respirasi tergantung pada prinsip dasar respirasi dan pertukaran gas. Penyakit penyakit

Lebih terperinci

ANFIS SISTEM HEMATOLOGI ERA DORIHI KALE

ANFIS SISTEM HEMATOLOGI ERA DORIHI KALE ANFIS SISTEM HEMATOLOGI ERA DORIHI KALE ANFIS HEMATOLOGI Darah Tempat produksi darah (sumsum tulang dan nodus limpa) DARAH Merupakan medium transport tubuh 7-10% BB normal Pada orang dewasa + 5 liter Keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada. gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang berdenyut dan

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada. gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang berdenyut dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kardiovaskular adalah sistem organ pertama yang berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diikuti oleh kompensasi anti-inflamasi atau fenotip imunosupresif yang

BAB I PENDAHULUAN. diikuti oleh kompensasi anti-inflamasi atau fenotip imunosupresif yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Trauma pembedahan menyebabkan perubahan hemodinamik, metabolisme, dan respon imun pada periode pasca operasi. Seperti respon fisiologis pada umumnya, respon

Lebih terperinci

Apa itu Darah? Plasma Vs. serum

Apa itu Darah? Plasma Vs. serum Anda pasti sudah sering mendengar istilah plasma dan serum, ketika sedang melakukan tes darah. Kedua cairan mungkin tampak membingungkan, karena mereka sangat mirip dan memiliki penampilan yang sama, yaitu,

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sepsis adalah suatu kumpulan gejala inflamasi sistemik (Systemic Inflammatory

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sepsis adalah suatu kumpulan gejala inflamasi sistemik (Systemic Inflammatory BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sepsis dan Gagal Sistem Organ Multipel Sepsis adalah suatu kumpulan gejala inflamasi sistemik (Systemic Inflammatory Response Syndrome / SIRS) yang disebabkan oleh infeksi,

Lebih terperinci

EMBOLI CAIRAN KETUBAN

EMBOLI CAIRAN KETUBAN EMBOLI CAIRAN KETUBAN DEFINISI Sindroma akut, ditandai dyspnea dan hipotensi, diikuti renjatan, edema paru-paru dan henti jantung scr cepat pd wanita dlm proses persalinan atau segera stlh melahirkan sbg

Lebih terperinci

FAAL PERNAPASAN. Prof. DR. dr. Suradi Sp.P (K), MARS, FISR, Kresentia Anita R., Lydia Arista. Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi

FAAL PERNAPASAN. Prof. DR. dr. Suradi Sp.P (K), MARS, FISR, Kresentia Anita R., Lydia Arista. Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi WORKSHOP PIR 2017 FAAL PERNAPASAN Prof. DR. dr. Suradi Sp.P (K), MARS, FISR, Kresentia Anita R., Lydia Arista Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr. Moewardi Surakarta CURICULUM

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dini pada usia bayi, atau bahkan saat masa neonatus, sedangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dini pada usia bayi, atau bahkan saat masa neonatus, sedangkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah kelainan struktur dan fungsi pada jantung yang muncul pada saat kelahiran. (1) Di berbagai negara maju sebagian besar pasien PJB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu keadaan terdapatnya keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. Penyakit ini

Lebih terperinci

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain Demam berdarah dengue 1. Klinis Gejala klinis harus ada yaitu : a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlagsung terus menerus selama 2-7 hari b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan

Lebih terperinci

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

Mengenal Penyakit Kelainan Darah Mengenal Penyakit Kelainan Darah Ilustrasi penyakit kelainan darah Anemia sel sabit merupakan penyakit kelainan darah yang serius. Disebut sel sabit karena bentuk sel darah merah menyerupai bulan sabit.

Lebih terperinci

2. PERFUSI PARU - PARU

2. PERFUSI PARU - PARU terapi oksigen TAHAPAN RESPIRASI 1. VENTILASI 2. PERFUSI PARU - PARU 3. PERTUKARAN GAS DI PARU-PARU 4. TRANSPORT OKSIGEN 5. EKSTRAKSI ( OXYGEN UPTAKE ) Sumbatan jalan nafas pasien tak sadar paling sering

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002) 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik / penyakit ginjal tahap akhir (ESRD / End Stage Renal Disease) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh

Lebih terperinci

PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS.

PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS. PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS. Praktikum IDK 1 dan Biologi, 2009 Tuti Nuraini, SKp., M.Biomed. 1 TUJUAN Mengetahui asal sel-sel

Lebih terperinci

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI Conducted by: Jusuf R. Sofjan,dr,MARS 2/17/2016 1 2/17/2016 2 2/17/2016 3 2/17/2016

Lebih terperinci

SISTEM PEREDARAN DARAH

SISTEM PEREDARAN DARAH SISTEM PEREDARAN DARAH Tujuan Pembelajaran Menjelaskan komponen-komponen darah manusia Menjelaskan fungsi darah pada manusia Menjelaskan prinsip dasar-dasar penggolongan darah Menjelaskan golongan darah

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan penyakit yang perlu diwaspadai karena penyakit ini merupakan penyebab kematian dengan nomor urut lima di Indonesia.

Lebih terperinci

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi Syok Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oksigen dalam darah. Salah satu indikator yang sangat penting dalam supply

BAB I PENDAHULUAN. oksigen dalam darah. Salah satu indikator yang sangat penting dalam supply BAB I PENDAHULUAN Darah memerlukan oksigen untuk dapat berfungsi dengan baik. Kekurangan oksigen dalam darah bisa membuat tubuh mengalami masalah serius. Selain olahraga dan transfusi darah, nutrisi tertentu

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 6. SISTEM TRANSPORTASI PADA MANUSIALatihan Soal 6.1

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 6. SISTEM TRANSPORTASI PADA MANUSIALatihan Soal 6.1 SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 6. SISTEM TRANSPORTASI PADA MANUSIALatihan Soal 6.1 1. Bentuknya bulat pipih, berumur 120 hari, tidak berinti dan cekung bagian. Hal tersebut adalah ciri-ciri... leukosit trombosit

Lebih terperinci

SISTEM PEMBULUH DARAH MANUSIA. OLEH: REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt

SISTEM PEMBULUH DARAH MANUSIA. OLEH: REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt SISTEM PEMBULUH DARAH MANUSIA OLEH: REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt ARTERI Membawa darah bersih (oksigen) kecuali arteri pulmonalis Mempunyai dinding yang tebal Mempunyai jaringan yang elastis Katup hanya

Lebih terperinci

Kompetensi SISTEM SIRKULASI. Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya

Kompetensi SISTEM SIRKULASI. Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya SISTEM SIRKULASI Kompetensi Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya Suatu sistem yang memungkinkan pengangkutan berbagai bahan dari satu tempat ke tempat lain di dalam tubuh organisme Sistem

Lebih terperinci

KERACUNAN OKSIGEN. Oleh Diah Puspita Rifasanti I1A Pembimbing: dr. Dwi Setyohadi

KERACUNAN OKSIGEN. Oleh Diah Puspita Rifasanti I1A Pembimbing: dr. Dwi Setyohadi Tinjauan Pustaka KERACUNAN OKSIGEN Oleh Diah Puspita Rifasanti I1A009052 Pembimbing: dr. Dwi Setyohadi BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN DAN KEHAKIMAN FK UNLAM RSUD ULIN BANJARMASIN Desember, 2013 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil perhitungan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, MCH, dan MCHC pada kerbau lumpur betina yang diperoleh dari rata-rata empat kerbau setiap

Lebih terperinci

Author : Hirawati, S.Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed.

Author : Hirawati, S.Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed. Author : Hirawati, S.Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 0 Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed.tk Definisi Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rumah sakit di Indonesia dengan angka kematian 5,7%-50% dalam tahun

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rumah sakit di Indonesia dengan angka kematian 5,7%-50% dalam tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sindrom syok dengue (SSD) adalah manifestasi demam berdarah dengue (DBD) paling serius. Angka morbiditas infeksi virus dengue mencapai hampir 50 juta kasus per tahun

Lebih terperinci

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S)

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) RESPON INFLAMASI (RADANG) Radang pada umumnya dibagi menjadi 3 bagian Peradangan akut, merupakan respon awal suatu proses kerusakan jaringan. Respon imun,

Lebih terperinci

Sistem Pernapasan - 2

Sistem Pernapasan - 2 Anatomi sistem pernapasan Proses inspirasi dan ekspirasi Definisi pernapasan Eksternal Internal Mekanik pernapasan Inspirasi dan ekspirasi Peran otot pernapasan Transport gas pernapasan Ventilasi, difusi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat yang tidak berbahaya maupun yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat yang tidak berbahaya maupun yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pencemaran Udara Pencemaran udara adalah suatu kondisi di mana kualitas udara menjadi rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat yang tidak berbahaya maupun yang membahayakan kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma tajam, tumpul, panas ataupun dingin. Luka merupakan suatu keadaan patologis yang dapat menganggu

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. yang telah memenuhi jumlah minimal sampel sebanyak Derajat klinis dibagi menjadi 4 kategori.

BAB V PEMBAHASAN. yang telah memenuhi jumlah minimal sampel sebanyak Derajat klinis dibagi menjadi 4 kategori. digilib.uns.ac.id BAB V PEMBAHASAN Setelah dilakukan penelitian di RSUD Dr. Moewardi telah didapatkan data-data penelitian yang disajikan dalam tabel pada Bab IV. Pada penelitian ini didapatkan sampel

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Hormon tiroid disintesis dan disekresi oleh kelenjar tiroid, sintesis dan sekresi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Hormon tiroid disintesis dan disekresi oleh kelenjar tiroid, sintesis dan sekresi BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hormon tirod Hormon tiroid disintesis dan disekresi oleh kelenjar tiroid, sintesis dan sekresi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid ini diregulasi oleh hipotalamus dan hipofisis

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SHOCK HYPOVOLEMIK Setiawan, S.Kp., MNS KLASIFIKASI SHOCK HYPOVOLEMIC SHOCK CARDIOGENIC SHOCK SEPTIC SHOCK NEUROGENIC SHOCK ANAPHYLACTIC SHOCK TAHAPAN SHOCK TAHAP INISIAL

Lebih terperinci

Kesetimbangan asam basa tubuh

Kesetimbangan asam basa tubuh Kesetimbangan asam basa tubuh dr. Syazili Mustofa, M.Biomed Departemen Biokimia, Biologi Molekuler dan Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ph normal darah Dipertahankan oleh sistem pernafasan

Lebih terperinci

PENGARUH TRANSFUSI SEL DARAH MERAH TERHADAP ALVEOLAR ARTERIAL OXYGEN TENSION DIFFERENCE (AaDO 2 ) PADA ANAK DENGAN PENYAKIT KRITIS TESIS

PENGARUH TRANSFUSI SEL DARAH MERAH TERHADAP ALVEOLAR ARTERIAL OXYGEN TENSION DIFFERENCE (AaDO 2 ) PADA ANAK DENGAN PENYAKIT KRITIS TESIS PENGARUH TRANSFUSI SEL DARAH MERAH TERHADAP ALVEOLAR ARTERIAL OXYGEN TENSION DIFFERENCE (AaDO 2 ) PADA ANAK DENGAN PENYAKIT KRITIS TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister

Lebih terperinci

Sistem Peredaran Darah Manusia

Sistem Peredaran Darah Manusia Sistem Peredaran Darah Manusia Struktur Alat Peredaran Darah Pada Manusia Sistem peredaran darah pada manusia tersusun atas jantung sebagai pusat peredaran darah, pembuluh-pembuluh darah dan darah itu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI PENDAHULUAN Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Normalnya, rongga pleura hanya

Lebih terperinci

PENGARUH TRANSFUSI SEL DARAH MERAH TERHADAP ALVEOLAR ARTERIAL OXYGEN TENSION DIFFERENCE (AaDO2) PADA ANAK DENGAN PENYAKIT KRITIS TESIS

PENGARUH TRANSFUSI SEL DARAH MERAH TERHADAP ALVEOLAR ARTERIAL OXYGEN TENSION DIFFERENCE (AaDO2) PADA ANAK DENGAN PENYAKIT KRITIS TESIS PENGARUH TRANSFUSI SEL DARAH MERAH TERHADAP ALVEOLAR ARTERIAL OXYGEN TENSION DIFFERENCE (AaDO2) PADA ANAK DENGAN PENYAKIT KRITIS TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister

Lebih terperinci

ASIDOSIS RESPIRATORIK

ASIDOSIS RESPIRATORIK ASIDOSIS RESPIRATORIK A. PENGERTIAN. Asidosis Respiratorik (Kelebihan Asam Karbonat). 1. Asidosis Respiratorik adalah gangguan klinis dimana PH kurang dari 7,35 dan tekanan parsial karbondioksida arteri

Lebih terperinci

Sistem Respirasi Manusia L/O/G/O

Sistem Respirasi Manusia L/O/G/O Sistem Respirasi Manusia L/O/G/O Apersepsi Kegiatan Siswa menarik napas kemudian menghembuskan napas Pertanyaan Melalui kegiatan bernapas yang telah kamu lakukan, dapatkah kamu memprediksikan organ apa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasien dewasa dengan penyakit jantung bawaan menunjukkan insidensi

BAB I PENDAHULUAN. Pasien dewasa dengan penyakit jantung bawaan menunjukkan insidensi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasien dewasa dengan penyakit jantung bawaan menunjukkan insidensi yang meningkat. Secara umum sekitar 5 10% dari pasien tersebut berkembang menjadi Hipertensi Arteri

Lebih terperinci

RESPIRATORY FAILURE. PRESENTATION by Dr. Fachrul Jamal Sp.An(KIC)

RESPIRATORY FAILURE. PRESENTATION by Dr. Fachrul Jamal Sp.An(KIC) RESPIRATORY FAILURE PRESENTATION by Dr. Fachrul Jamal Sp.An(KIC) 1 DEFINIS I Gagal napas adalah ketidakmampuan paru-paru memenuhi kebutuhan metabolik tubuh. Hal ini dapat terjadi akibat kegagalan oksigenasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Anemia hemolitik autoimun atau Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA)

BAB 1 PENDAHULUAN. Anemia hemolitik autoimun atau Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia hemolitik autoimun atau Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA) merupakan salah satu penyakit di bidang hematologi yang terjadi akibat reaksi autoimun. AIHA termasuk

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 6. SISTEM TRANSPORTASI PADA MANUSIALATIHAN SOAL

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 6. SISTEM TRANSPORTASI PADA MANUSIALATIHAN SOAL SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 6. SISTEM TRANSPORTASI PADA MANUSIALATIHAN SOAL 1. Penyakit keturunan di mana penderitanya mengalami gangguan dalam pembekuan darah disebut... Leukopeni Leukositosis Anemia Hemofilia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Infeksi dengue masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Infeksi dengue disebabkan oleh virus DEN 1,

Lebih terperinci

REFERAT WSD. Oleh : Ayu Witia Ningrum Pembimbing : Dr. Fachry, Sp.P

REFERAT WSD. Oleh : Ayu Witia Ningrum Pembimbing : Dr. Fachry, Sp.P REFERAT WSD ( Water Seal Drainage ) Oleh : Ayu Witia Ningrum 2007730022 Pembimbing : Dr. Fachry, Sp.P Tugas Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Islan Jakarta Utara, Sukapura Stase Ilmu Penyakit Dalam 2012

Lebih terperinci

- - SISTEM PEREDARAN DARAH MANUSIA - - dlp5darah

- - SISTEM PEREDARAN DARAH MANUSIA - - dlp5darah - - SISTEM PEREDARAN DARAH MANUSIA - - Modul ini singkron dengan Aplikasi Android, Download melalui Play Store di HP Kamu, ketik di pencarian dlp5darah Jika Kamu kesulitan, Tanyakan ke tentor bagaimana

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH RHESUS

PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH RHESUS PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH RHESUS I. Tujuan Percobaan 1. Mempelajari dan memahami golongan darah. 2. Untuk mengetahui cara menentukan golongan darah pada manusia. II. Tinjauan Pustaka Jenis penggolongan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Eritrosit (Sel Darah Merah) Profil parameter eritrosit yang meliputi jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit kucing kampung (Felis domestica) ditampilkan

Lebih terperinci

TUTORIAL 2 SISTEM TUBUH 2. Sistem Respirasi Manusia

TUTORIAL 2 SISTEM TUBUH 2. Sistem Respirasi Manusia TUTORIAL 2 SISTEM TUBUH 2 Sistem Respirasi Manusia Sistem Respirasi Manusia Isilah bernapas, seringkali diarikan dengan respirasi, walaupun secara hariah sebenarnya kedua isilah tersebut berbeda. Pernapasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman. lainnya seprti ginjal, tulang dan usus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman. lainnya seprti ginjal, tulang dan usus. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis 1. Definisi Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman tuberkulosis

Lebih terperinci

SISTEM PEREDARAN DARAH PADA MANUSIA

SISTEM PEREDARAN DARAH PADA MANUSIA SISTEM PEREDARAN DARAH PADA MANUSIA Transportasi ialah proses pengedaran berbagai zat yang diperlukan ke seluruh tubuh dan pengambilan zat-zat yang tidak diperlukan untuk dikeluarkan dari tubuh. Alat transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang International Non Goverment Organization (NGO) Forum on Indonesian Development (INFID) menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara di Asia Tenggara dengan kematian

Lebih terperinci

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI Conducted by: Jusuf R. Sofjan,dr,MARS 2/17/2016 1 Darah adalah jaringan cair

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Intensive Care Unit (ICU). Tingginya biaya perawatan,

Lebih terperinci

SISTEM SIRKULASI OLEH : DRS. DJOKO IRAWANTO

SISTEM SIRKULASI OLEH : DRS. DJOKO IRAWANTO SISTEM SIRKULASI OLEH : DRS. DJOKO IRAWANTO SISTEM SIRKULASI 1. Darah 2. Alat Peredaran Darah 3. Proses Peredaran Darah 4. Peredaran Darah Hewan 5. Kelainan Dan Penyakit 1. DARAH Cairan yang berwarna merah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sepsis merupakan suatu sindrom kompleks dan multifaktorial, yang insidensi, morbiditas, dan mortalitasnya sedang meningkat di seluruh belahan dunia. 1 Sindrom klinik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e BAB I PENDAHULUAN Anemia adalah kondisi medis dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin kurang dari normal. Tingkat normal dari hemoglobin umumnya berbeda pada laki-laki dan wanita-wanita. Untuk laki-laki,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial

BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ICU atau Intensive Care Unit merupakan pelayanan keperawatan khusus yang dikelola untuk merawat pasien sakit berat dan kritis, cidera dengan penyulit yang mengancam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tetap terjadi perubahan dalam morfologi, biokimia, dan metabolik yang disebut

BAB 1 PENDAHULUAN. tetap terjadi perubahan dalam morfologi, biokimia, dan metabolik yang disebut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Packed red cell (PRC) adalah produk darah paling penting yang dapat disimpan sekitar 35-42 hari di bank darah dan merupakan terapi terbanyak yang diberikan di dunia.

Lebih terperinci

STORYBOARD SISTEM PEREDARAN DARAH

STORYBOARD SISTEM PEREDARAN DARAH STORYBOARD SISTEM PEREDARAN DARAH Mata Kuliah : Pengembangan Media Pembelajaran Pokok Bahasan : Sistem Peredaran Darah Sasaran : Pemahaman siswa akan materi sistem peredaran darah menjadi lebih baik. Kompetensi

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anemia adalah berkurangnya volume sel darah merah atau menurunnya

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anemia adalah berkurangnya volume sel darah merah atau menurunnya BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anemia Anemia adalah berkurangnya volume sel darah merah atau menurunnya konsentrasi hemoglobin di bawah nilai normal sesuai usia dan jenis kelamin. 8,9 Sedangkan literatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi Dengue telah menjadi masalah kesehatan masyarakat tidak hanya di Indonesia namun juga di dunia internasional. Infeksi Dengue terutama Dengue Haemorrhagic

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Viskositas darah didefinisikan sebagai kontribusi faktor reologik darah terhadap

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Viskositas darah didefinisikan sebagai kontribusi faktor reologik darah terhadap BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Viskositas Darah Viskositas darah didefinisikan sebagai kontribusi faktor reologik darah terhadap resistensi aliran darah. Viskositas darah tergantung beberapa faktor, dimana

Lebih terperinci

5 Sistem. Peredaran Darah. Bab. Di dalam tubuh makhluk hidup terdapat suatu sistem yang berfungsi untuk mengedarkan makanan dan O 2

5 Sistem. Peredaran Darah. Bab. Di dalam tubuh makhluk hidup terdapat suatu sistem yang berfungsi untuk mengedarkan makanan dan O 2 Bab 5 Sistem Peredaran Darah Sumber: Encarta 2005 Arteri Vena Gambar 5.1 Sistem peredaran darah pada manusia Peta Konsep Di dalam tubuh makhluk hidup terdapat suatu sistem yang berfungsi untuk mengedarkan

Lebih terperinci

MONITORING HEMODINAMIK TIM ICU INTERMEDIATE ANGKATAN I

MONITORING HEMODINAMIK TIM ICU INTERMEDIATE ANGKATAN I MONITORING HEMODINAMIK TIM ICU INTERMEDIATE ANGKATAN I Hemodinamik Aliran darah dalam sistem peredaran tubuh kita baik sirkulasi magna/ besar maupun sirkulasi parva/ sirkulasi dalam paru paru. Monitoring

Lebih terperinci

Metabolisme Bilirubin di Hati 1. Pembentukan bilirubin Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme

Metabolisme Bilirubin di Hati 1. Pembentukan bilirubin Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme Metabolisme Bilirubin di Hati 1. Pembentukan bilirubin Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam

Lebih terperinci

5. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang dinamakan... a. pleura b. bronkus c. alveolus d. trakea

5. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang dinamakan... a. pleura b. bronkus c. alveolus d. trakea 1. Terjadinya inspirasi pada proses pernapasan manusia adalah karena diafragma.... a. melengkung, tulang rusuk dan dada terangkat b. melengkung, tulang rusuk dan dada turun c. mendatar, tulang rusuk dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan

BAB I PENDAHULUAN. kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Albumin adalah protein serum yang disintesa di hepar dengan waktu paruh kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan 75% tekanan onkotik

Lebih terperinci

Anatomi & Fisiologi Sistem Respirasi II Pertemuan 7 Trisia Lusiana Amir, S. Pd., M. Biomed PRODI MIK FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

Anatomi & Fisiologi Sistem Respirasi II Pertemuan 7 Trisia Lusiana Amir, S. Pd., M. Biomed PRODI MIK FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN Anatomi & Fisiologi Sistem Respirasi II Pertemuan 7 Trisia Lusiana Amir, S. Pd., M. Biomed PRODI MIK FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN Mahasiswa mampu menjelaskan anatomi dan

Lebih terperinci

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya Rahmy Sari S.Pd PERNAPASAN/RESPIRASI Proses pengambilan oksigen, pengeluaran karbondioksida (CO 2 ), dan menghasilkan energi yang dibutuhkan tubuh) Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya Pernapasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cukup bulan (Reading et al., 1990). Definisi hipoalbuminemia pada neonatus berbeda

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cukup bulan (Reading et al., 1990). Definisi hipoalbuminemia pada neonatus berbeda 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada periode neonatus, kadar albumin serum meningkat seiring dengan umur kehamilan mulai dari 1,9 g/dl di bawah umur 30 minggu menjadi 3,1g/dL pada bayi cukup bulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oksigen, antibodi, panas, elektrolit dan vitamin ke jaringan seluruh tubuh. Darah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oksigen, antibodi, panas, elektrolit dan vitamin ke jaringan seluruh tubuh. Darah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Darah Darah adalah jaringan hidup yang bersirkulasi mengelilingi seluruh tubuh dengan perantara jaringan arteri, vena dan kapilaris, yang membawa nutrisi, oksigen, antibodi,

Lebih terperinci

Kelainan darah pada Lupus eritematosus sistemik

Kelainan darah pada Lupus eritematosus sistemik Kelainan darah pada Lupus eritematosus sistemik Amaylia Oehadian Sub Bagian Hematologi Onkologi Medik Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Kelainan darah pada lupus Komponen darah Kelainan

Lebih terperinci

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II. Catatan Fasilitator. Rangkuman Kasus:

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II. Catatan Fasilitator. Rangkuman Kasus: Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II Catatan Fasilitator Rangkuman Kasus: Agus, bayi laki-laki berusia 16 bulan dibawa ke Rumah Sakit Kabupaten dari sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propofol telah digunakan secara luas untuk induksi dan pemeliharaan dalam anestesi umum. Obat ini mempunyai banyak keuntungan seperti mula aksi yang cepat dan pemulihan

Lebih terperinci

PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS Bab 4 Sumber: Biology, 1999 Sel-sel darah merah pada pembuluh darah. Sistem Peredaran Darah pada Manusia Hasil yang harus Anda capai:

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asap dan ditelan, terserap dalam darah, dan dibawa mencapai otak, penangkap pada otak akan mengeluarkan dopamine, yang menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. asap dan ditelan, terserap dalam darah, dan dibawa mencapai otak, penangkap pada otak akan mengeluarkan dopamine, yang menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Rokok bukan sekedar asap yang ditelan, nikotin yang terkandung pada asap dan ditelan, terserap dalam darah, dan dibawa mencapai otak, penangkap pada otak akan mengeluarkan

Lebih terperinci

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru Exit Hidung Faring Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia Laring Trakea Bronkus Bronkiolus Alveolus Paru-paru Hidung Hidung berfungsi sebagai alat pernapasan dan indra pembau. Pada hidung

Lebih terperinci

PANDUAN PENANGANAN, PENGGUNAAN DAN PEMBERIAN DARAH DAN PRODUK DARAH RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN LAMPUNG

PANDUAN PENANGANAN, PENGGUNAAN DAN PEMBERIAN DARAH DAN PRODUK DARAH RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN LAMPUNG PANDUAN PENANGANAN, PENGGUNAAN DAN PEMBERIAN DARAH DAN PRODUK DARAH RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN LAMPUNG 2 0 1 5 BAB I DEFINISI Transfusi darah adalah pemindahan darah dari donor ke dalam peredaran

Lebih terperinci

Tujuan Pembelajaran. 1. Dapat menjelaskan 3 komponen penyusun sistem peredaran darah pada manusia.

Tujuan Pembelajaran. 1. Dapat menjelaskan 3 komponen penyusun sistem peredaran darah pada manusia. Tujuan Pembelajaran 1. Dapat menjelaskan 3 komponen penyusun sistem peredaran darah pada manusia. 2. Dapat menjelaskan fungsi jantung dalam sistem peredaran darah. 3. Dapat menjelaskan fungsi pembuluh

Lebih terperinci

Yani Mulyani, M.Si, Apt STFB

Yani Mulyani, M.Si, Apt STFB Yani Mulyani, M.Si, Apt STFB Kegiatan menginhalasi dan mengekshalasi udara dengan tujuan mempertukarkan oksigen dengan CO2 = bernafas/ventilasi Proses metabolisme selular dimana O2 dihirup, bahan2 dioksidasi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Intensive Care Unit (ICU) dengan rerata lima unit per pasien. Packed red cell

BAB 1 PENDAHULUAN. Intensive Care Unit (ICU) dengan rerata lima unit per pasien. Packed red cell BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transfusi darah modern menggunakan komponen darah merupakan salah satu terapi medis standar yang paling sering dilakukan. Sebanyak 14 juta unit packed red cell (PRC)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu. Pemberian antibiotik seperti penisilin pada streptococcal faringitis turut

BAB I PENDAHULUAN. individu. Pemberian antibiotik seperti penisilin pada streptococcal faringitis turut BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Stenosis mitral adalah kondisi dimana terjadi hambatan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri pada fase diastolik akibat penyempitan katup mitral. Stenosis

Lebih terperinci

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Emboli Cairan

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Emboli Cairan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Emboli Cairan Definisi Emboli Cairan Emboli cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah jumlah besar cairan ketuban memasuki sirkulasi darah maternal, tiba-tiba

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di Indonesia. ISPA dapat diklasifikasikan menjadi infeksi saluran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran darah berupa jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit sapi perah FH umur satu sampai dua belas bulan ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 Gambaran Eritrosit

Lebih terperinci

Review Sistem Hematology

Review Sistem Hematology Nama : rp, S.Kp., MNS. NIP : 19720826 200212 1 002 Departemen : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar Mata Kuliah : Kep. Medikal Bedah Topik : Pengkajian Sistem Hematologi 1 Review Sistem Hematology Ikhsanuddin

Lebih terperinci

Thalassemia. Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N

Thalassemia. Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N Thalassemia Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N Maiyanti Wahidatunisa Nur Fatkhaturrohmah Nurul Syifa Nurul Fitria Aina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengukur hemoglobin pada sejumlah volume darah. Kadar normal hemoglobin

BAB I PENDAHULUAN. mengukur hemoglobin pada sejumlah volume darah. Kadar normal hemoglobin 42 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kadar hemoglobin digunakan sebagai patokan dalam dunia medis untuk mengukur hemoglobin pada sejumlah volume darah. Kadar normal hemoglobin seseorang sulit ditentukan

Lebih terperinci