BAB I PENDAHULUAN. kodratnya sebagai makhluk sosial, manusia hidup bermasyarakat dan saling

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. kodratnya sebagai makhluk sosial, manusia hidup bermasyarakat dan saling"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk sosial. Dalam menjalankan kodratnya sebagai makhluk sosial, manusia hidup bermasyarakat dan saling membentuk hubungan antara yang satu dengan yang lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang beraneka ragam. Pemenuhan kebutuhan manusia sebagaimana dimaksud diatas akan dapat tercapai bilamana manusia itu sendiri mengadakan hubungan dimana dalam hubungan ini akan melahirkan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik. Hubungan yang melahirkan hak dan kewajiban sejenis ini disebut dengan hubungan hukum, dalam arti bahwa tiap-tiap hubungan hukum mempunyai dua sisi, pada satu sisi ia merupakan hak dan pada sisi lainnya ia merupakan kewajiban. Dalam keberlakuannya, hubungan-hubungan hukum yang tercipta dalam masyarakat tidak selalu akan berjalan dengan lancar dengan pengertian bahwa hubungan-hubungan hukum sebagaimana dimaksud diatas dalam perjalanannya sangat dimungkinkan akan menimbulkan konflik. Demi terwujudnya prinsip negara hukum yang menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang dijiwai oleh kebenaran dan keadilan, maka dibutuhkan berbagai regulasi yang mengatur mengenai hal tersebut.

2 2 Dalam tataran yang luas, regulasi-regulasi sebagaimana dimaksud diatas berbentuk Undang-Undang Dasar, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan sebagainya. Namun hal ini belumlah cukup karena begitu kompleksnya dinamika perkembangan masyarakat serta di sisi lain, sifat pengaturan dari regulasi-regulasi tersebut yang menjangkau secara umum dalam artian sifat pengaturannya tidak melingkupi kebutuhan-kebutuhan para subyek hukum secara perdata. Tidak diakomodirnya kebutuhan-kebutuhan para subyek hukum sebagaimana dimaksud diatas dalam tataran yang lebih sempit dapat dirangkum dan diatur secara individu dalam suatu perjanjian yang dibuat antar subyek hukum tersebut, baik antara orang perseorangan dengan badan hukum, antara sesama orang perserorangan maupun antara sesama badan hukum. Walaupun dibuat secara individu, sejatinya daya ikat suatu perjanjian dapat disamakan dengan undang-undang. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disingkat dengan KUH Perdata) yang mengamanatkan bahwa Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian menurut Pasal 1313 KUH Perdata didefinisikan sebagai Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Terkait dengan itu, perjanjian menurut namanya dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) macam, yaitu perjanjian nominaat (bernama) dan perjanjian innominaat (tidak bernama). Perjajian nominaat adalah perjanjian atau kontrak yang dikenal dalam KUH Perdata. Hal-hal yang termasuk dalam

3 3 perjanjian nominaat ini adalah jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, persekutuan perdata, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam meminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang, perdamaian, dan lain-lain. Sedangkan perjanjian innominaat adalah perjanjian yang belum diatur dalam KUH Perdata dan perjanjian jenis ini timbul, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. 1 Dalam keberlakuannya, jenis perjanjian yang paling sering ditemui di masyarakat adalah perjanjian jual beli barang dan/atau jasa, baik berbentuk tertulis maupun lisan. Perjanjian tertulis adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan. 2 Perjanjian jenis ini lumrahnya digunakan bagi obyek perjanjian yang nilai ekonomisnya tinggi, seperti tanah dan bangunan. Sedangkan perjanjian lisan adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk lisan (cukup kesepakatan para pihak). 3 Umumnya perjanjian lisan digunakan sebagai tanda kesepakatan hubungan transaksional para pihak yang berkenaan dengan nilai ekonomis obyek perjanjiannya dalam kisaran menengah ke bawah seperti halnya kendaraan, furniture, dll. Seiring dengan perkembangan informasi dan teknologi yang semakin pesat dewasa ini yang sejalan dengan perkembangan globalisasi telah membawa berbagai dampak positif diantaranya adalah terciptanya internet. Dengan adanya internet tidak dapat dipungkiri membawa berbagai pengaruh pada setiap aspek kehidupan manusia tak terkecuali dalam hal perjanjian itu sendiri yang awalnya 1 H. Salim HS., 2006, Perkembangan Hukum Kontrak diluar KUH Perdata, RajaGrafindo Persada, Jakarta, (selanjutnya disingkat H. Salim HS. I), h H. Salim HS., H. Abdullah dan Wiwiek Wahyuningsih, 2008, Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding, Ed. I, Cet. III, Sinar Grafika, Jakarta, h Ibid.

4 4 berbentuk konvensional (tertulis dan lisan) kini telah muncul suatu bentuk perjanjian baru, yaitu perjanjian atau kontrak elektronik. Tanpa mengenal batasan ruang dan waktu, para subyek hukum yang berbeda wilayah dalam satu waktu yang sama dapat mengikatkan dirinya dalam konteks hubungan transaksionalnya. Solusi dari perikatan sebagaimana dimaksud adalah menuangkannya dalam bentuk perjanjian/kontrak elektronik. Perjanjian/kontrak elektronik menurut Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (yang selanjutnya disingkat dengan UU ITE) merupakan suatu perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik. Mengenai Sistem elektronik itu sendiri didefinisikan dalam Pasal 1 angka 5 UU ITE yang menyatakan bahwa Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik. Adapun yang menjadi ciri-ciri khusus dari perjanjian/kontrak elektronik adalah dapat terjadi secara jarak jauh bahkan dapat melampaui batas-batas suatu negara melalui internet dan para pihak dalam perjanjian/kontrak elektronik tidak pernah bertatap muka (faceless nature), bahkan mungkin tidak akan pernah bertemu. 4 Berkaitan dengan uraian diatas, dalam transaksi jual beli online secara umum kondisinya adalah pihak pembeli tidak dapat melihat maupun mencoba 4 Sukarmi, 2008, Cyber Law : Kontrak Elektronik dalam Bayang-Bayang Pelaku Usaha, Pustaka Sutra, Bandung, h. 140.

5 5 fisik barang yang menjadi obyek perjanjian secara langsung. Dikatakan demikian karena pada umumnya mekanisme dalam transaksi jual beli online berbasis media internet antara pihak penjual dengan pihak pembeli melakukan transaksi tanpa melalui tatap muka dimana hal ini diawali dengan tindakan pihak pembeli yang melakukan pencarian katalog barang yang diinginkan melalui sebuah situs internet. Setelah itu, bila pihak pembeli telah menentukan pilihan atas barang yang dikehendaki, maka ia akan menghubungi kontak yang tertera pada katalog barang tersebut, baik melalui media telepon, , Blackberry Messenger, dll., lalu bersepakat untuk melakukan transaksi. Di akhir prosesnya yang biasanya dikarenakan perbedaan tempat antara pihak penjual dan pihak pembeli yang cukup jauh, lumrahnya barang yang telah disepakati akan dikirimkan melalui jasa pengiriman barang (ekspedisi), yang tentunya telah dibayarkan terlebih dahulu oleh pihak pembeli baik melalui transfer rekening antar bank maupun melalui media pembayaran lainnya. Sebagai contohnya adalah dalam situs berniaga.com. Situs ini merupakan situs jual beli online berbasis media internet yang beroperasi di bawah bendera perusahaan PT. 701 Search, sebuah perusahaan yang dimiliki oleh perusahaan media patungan antara Singapore Press Holdings (SPH) dan Schibsted Classified Media (SCM). Situs ini sudah beroperasi sejak Desember 2009 dan menawarkan jasa penjualan barang secara gratis, seperti properti, kendaraan, furniture, barangbarang elektronik, dan lain-lain, 5 sepanjang barang-barang tersebut adalah barangbarang yang diperbolehkan/tidak dilarang menurut hukum positif Indonesia. 5 Wikipedia, 2014, berniaga.com, diakses pada tanggal 1 Oktober 2014.

6 6 Lumrahnya pihak penjual yang menjual barang dagangannya melalui situs ini adalah orang perseorangan yang langsung memiliki barang second hand atau bekas pakai namun kondisinya tetap laik untuk digunakan. Sebagaimana diuraikan diatas, bahwa situs berniaga.com merupakan situs internet yang menawarkan jasa penjualan untuk berbagai jenis barang dimana pada hakikatnya situs ini hanya sebagai perantara pihak penjual dan pihak pembeli dalam hubungan transaksionalnya, dalam artian bahwa situs ini bukanlah situs jual beli online berbasis media internet yang secara langsung melakukan kegiatan perdagangan barang. Dengan kondisi yang sedemikian rupa, dimana pihak penjual dan pihak pembeli yang tidak melakukan tatap muka dalam transaksinya ditambah dengan pihak pembeli yang tidak dapat melihat maupun mencoba fisik barang/obyek perjanjian secara langsung, sangat dimungkinkan menimbulkan permasalahan. Dikatakan demikian, bilamana setelah barang sebagaimana dimaksud diatas diserahkan kepada pihak pembeli ternyata mengandung suatu cacat tersembunyi. Terlebih lagi, dalam melakukan hubungan transaksionalnya, para pihak seakan telah mempercayai satu sama lain sehingga tidak sedetail mungkin merumuskan perjanjian tersebut. Dalam UU ITE sendiri tidak mengatur secara eksplisit mengenai cacat tersembunyi sebagaimana dimaksud diatas dan segala akibat yang dapat ditimbulkan. UU ITE hanya mengatur mengenai keharusan pelaku usaha untuk menyediakan informasi yang lengkap dan benar tentang syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan sebagaimana rumusan Pasal 9 yang menyatakan

7 7 bahwa Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan. Dalam Penjelasannya ditentukan bahwa Yang dimaksud dengan informasi yang lengkap dan benar meliputi: a. Informasi yang memuat identitas serta status subjek hukum dan kompetensinya, baik sebagai produsen, pemasok, penyelenggara maupun perantara; dan b. Informasi lain yang menjelaskan hal tertentu yang menjadi syarat sahnya perjanjian serta menjelaskan barang dan/atau jasa yang ditawarkan, seperti nama, alamat, dan deskripsi barang/jasa. Sebagai peraturan pelaksanaan dari UU ITE, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (untuk selanjutnya disingkat dengan PP PSTE) dalam Pasal 49 ayat (2) mengamanatkan bahwa Pelaku usaha wajib memberikan kejelasan informasi tentang penawaran kontrak atau iklan. Sedangkan dalam ayat (3) dinyatakan bahwa Pelaku usaha wajib memberikan batas waktu kepada konsumen untuk mengembalikan barang yang dikirim apabila tidak sesuai dengan perjanjian atau terdapat cacat tersembunyi. Frasa informasi yang lengkap dan benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 UU ITE dan frasa kejelasan informasi tentang penawaran kontrak dalam ketentuan Pasal 49 ayat (2) PP PSTE sejatinya sama sekali tidak menyinggung tentang cacat tersembunyi itu. Hanya dalam rumusan Pasal 49 ayat (3) PP PSTE

8 8 ditentukan batas waktu bagi konsumen untuk mengembalikan barang yang mengandung cacat tersembunyi. Dari ketentuan pasal-pasal tersebut dapat diketahui bahwa tidak ada satupun penjelasan yang definitif mengenai cacat tersembunyi. Dalam KUH Perdata sendiri juga tidak dirumuskan secara eksplisit mengenai apa itu cacat tersembunyi. Perumusan cacat tersembunyi dalam KUH Perdata hanya sebatas kewajiban penanggungan pihak penjual terhadap pihak pembeli dimana hal ini senada dengan ketentuan Pasal 49 ayat (3) PP PSTE. Hal ini secara eksplisit dinyatakan dalam Pasal 1491 KUH Perdata yang mengamanatkan bahwa Penanggungan yang menjadi kewajiban si penjual terhadap si pembeli, adalah untuk menjamin 2 (dua) hal, yaitu pertama penguasaan benda yang dijual secara aman dan tenteram; kedua terhadap adanya cacat-cacat barang tersebut yang tersembunyi, atau yang sedemikian rupa hingga menerbitkan alasan untuk pembatalan pembeliannya. Terkait dengan uraian diatas, terdapat frasa menerbitkan alasan untuk pembatalan pembeliannya. Frasa ini sejatinya mengarah pada batalnya perjanjian jual beli (secara elektronik) sebagai akibat dari adanya cacat tersembunyi pada barang/obyek perjanjian. Namun yang menjadi persoalan adalah batalnya perjanjian tersebut dikualifikasikan sebagai apa? Apakah perjanjian yang bersangkutan dapat dibatalkan ataukah perjanjian tersebut batal demi hukum. Karena hal tersebut akan berimplikasi pada klasifikasi cacat tersembunyi itu sendiri sebagai suatu hal yang melanggar atau tidak memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1320 KUH Perdata.

9 9 Di sisi lain, sebagaimana perumusan Pasal 9 UU ITE yang telah disebutkan diatas, terdapat frasa Pelaku usaha. Frasa ini seakan multitafsir karena tidak jelas siapa yang dimaksud dengan pelaku usaha tersebut. Merujuk pada Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (yang selanjutnya disingkat dengan UU PK) menyatakan bahwa Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Penjelasan pasal ini mengamanatkan bahwa: Pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian ini adalah perusahaan, korporasi, badan usaha milik negara, koperasi, importir, pedagang, distributor, dan lain-lain. Apabila dicermati rumusan Penjelasan pasal diatas, bahwa Pelaku usaha yang dimaksud adalah pelaku usaha yang berskala besar dimana dalam menjalankan kegiatan usahanya lebih ditujukan untuk kepentingan bisnis/usaha/profesinya. Bilamana dikaitkan dengan kegiatan jual beli melalui perantara situs berniaga.com sebagaimana dimaksud diatas, maka peraturan perundang-undangan tersebut sejatinya belum mengatur secara detail mengenai cacat tersembunyi yang sangat dimungkinkan terjadi dalam kerangka hubungan transaksional para pihak tanpa adanya tatap muka. Di sisi lain, UU ITE juga belum merumuskan secara jelas siapa yang dimaksud pelaku usaha, apakah pelaku usaha tersebut meliputi

10 10 pihak penjual barang second hand milik pribadi yang bukan termasuk ke dalam golongan professional seller. Tidak jelasnya rumusan norma dalam Pasal 9 UU ITE dapat mengakibatkan multitafsir mengenai tanggung jawab pihak penjual dan akibat hukum yang dapat ditimbulkan dari adanya cacat tersembunyi pada barang/obyek perjanjian jual beli dengan sistem elektronik. Berdasarkan adanya kekaburan norma (vague van normen) ini, maka sangat menarik untuk disusun skripsi dengan judul : Tanggung Jawab Pihak Penjual Terhadap Cacat Tersembunyi Pada Barang/ObyekPerjanjian Jual Beli Dengan Sistem Elektronik. 1.2 Rumusan Masalah Sehubungan dengan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan, adapun permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini dibatasi pada 2 (dua) hal, yaitu: 1. Apakah pihak penjual yang menjual barang dagangannya melalui situs berniaga.com dapat dikatakan sebagai pelaku usaha dalam kaitan dengan pertanggung jawabannya terhadap cacat tersembunyi yang terdapat pada barang/obyek perjanjian jual beli dengan sistem elektronik? 2. Bagaimanakah akibat hukum yang dapat ditimbulkan dari adanya cacat tersembunyi pada barang/obyek perjanjian jual beli dengan sistem elektronik yang telah diserahkan kepada pihak pembeli?

11 Ruang Lingkup Masalah Untuk mendapatkan gambaran umum tentang apa yang akan diuraikan dalam skripsi ini, maka perlu kiranya ditentukan lingkup permasalahannya sebagai berikut: Terhadap permasalahan pertama, akan dikemukakan tentang kualifikasi dan tanggung jawab pelaku usaha sebagai pihak penjual dalam transaksi jual beli online melalui situs berniaga.com terhadap cacat tersembunyi pada barang/obyek perjanjian, yang berkaitan dengan pengertian pelaku usaha, kedudukan pihak penjual dalam transaksi jual beli online melalui situs berniaga.com, hak dan kewajiban pihak penjual, serta tanggung jawab pihak penjual. Terhadap permasalahan kedua, akan dijabarkan mengenai akibat hukum yang dapat ditimbulkan dari adanya cacat tersembunyi pada barang/obyek perjanjian jual beli dengan sistem elektronik yang telah diserahkan kepada pihak pembeli, dalam hal ini dapat berupa pembatalan perjanjian, pemenuhan prestasi oleh pihak penjual (dengan atau tanpa disertai ganti rugi) atau pemutusan perjanjian. 1.4 Orisinalitas Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang menyangkut masalah Tanggung Jawab Pihak Penjual Terhadap Cacat Tersembunyi Pada Barang/Obyek Perjanjian Jual Beli Dengan Sistem Elektronik, tidak ditemukan karya tulis yang sama meneliti tentang hal tersebut.

12 12 Untuk menjamin orisinalitas penelitian dalam skripsi ini, maka disajikan beberapa penelitian sebelumnya yang mengangkat tema yang serupa, diantaranya: Moh. Yuda Sudawan, 2013, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, dengan judul Tanggung Jawab Pelaku Usaha Virtual Office, menggunakan metode penelitian yuridis empiris, dengan perumusan masalah : Pertama, bagaimana keabsahan perjanjian sewa-menyewa online kantor perusahaan pada Virtual Office?. Kedua, bagaimana tanggung jawab hukum penyedia jasa Virtual Office?. Rizsky Marlina Lubis, 2009, Skripsi Fakultas Hukum Univesitas Sumatera Utara, Medan, dengan judul Tinjauan Yuridis Mengenai Tanggung Jawab Pelaku Usaha dalam Memberikan Informasi Produk pada Transaksi E-Commerce, menggunakan metode yuridis normatif, dengan perumusan masalah: Pertama, Apakah batasan-batasan terhadap informasi yang lengkap dan benar dalam transaksi E-commerce?, kedua, bagaimanakah pertanggung jawaban pelaku usaha jika tidak melaksanakan kewajibannya untuk memberikan informasi yang lengkap dan benar dalam transaksi E-commerce?, ketiga, apakah ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai kewajiban pelaku usaha terhadap pertanggung jawaban tersebut dapat diterapkan?. 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini dapat dikualifikasikan atas tujuan yang bersifat umum dan tujuan yang bersifat khusus.

13 Tujuan umum. 1. Untuk mengetahui apakah pihak penjual yang menjual barang dagangannya melalui situs berniaga.com dapat dikatakan sebagai pelaku usaha dalam kaitan dengan pertanggung jawabannya terhadap cacat tersembunyi yang terdapat pada barang/obyek perjanjian jual beli dengan sistem elektronik. 2. Untuk mengetahui bagaimanakah akibat hukum yang dapat ditimbulkan dari adanya cacat tersembunyi pada barang/obyek perjanjian jual beli dengan sistem elektronik yang telah diserahkan kepada pihak pembeli Tujuan khusus. Berdasarkan pada tujuan umum diatas dan dengan menekankan pada aspek normatifnya, adapun tujuan khusus dari penelitian ini sesuai dengan permasalahan yang dibahas, yakni: 1. Untuk memahami apakah pihak penjual yang menjual barang dagangannya melalui situs berniaga.com dapat dikatakan sebagai pelaku usaha dalam kaitan dengan pertanggung jawabannya terhadap cacat tersembunyi yang terdapat pada barang/obyek perjanjian jual beli dengan sistem elektronik. 2. Untuk memahami bagaimanakah akibat hukum yang dapat ditimbulkan dari adanya cacat tersembunyi pada barang/obyek perjanjian jual beli dengan sistem elektronik yang telah diserahkan kepada pihak pembeli. 1.6 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik yang bersifat teoritis maupun manfaat praktis, diantaranya:

14 Manfaat teoritis. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran sebagai penambah wawasan ataupun refrensi melalui pemahaman terhadap konsep tanggung jawab pihak penjual terhadap cacat tersembunyi pada barang/obyek perjanjian jual beli dengan sistem elektronik beserta akibat hukum yang dapat ditimbulkannya Manfaat praktis. Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan pedoman untuk menyelesaikan permasalahan sejenis baik bagi pemerintah, pengusaha, mahasiswa atau siapapun yang berkaitan dengan kegiatan transaksi jual beli online melalui situs internet. 1.7 Landasan Teoritis Teori berasal dari kata theoria dalam Bahasa Latin yang berarti perenungan, dan kata theoria itu sendiri berasal dari kata thea yang dalam Bahasa Yunani berarti cara atau hasil pandang. 6 Adapun landasan teoritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Konsep tanggung jawab, Asas konsensualisme, Asas pacta sunt servanda serta Asas iktikad baik. 6 Soetandyo Wignyosoebroto, 2002, Hukum Paradigma, Metode dan Dinamika Masalahnya, Elsam dan Huma, Jakarta, h. 179.

15 Konsep tanggung jawab. Secara terminologi, tanggung jawab berarti keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut), dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya. 7 Menurut Frans Magnis Suseno, tanggung jawab merupakan kesediaan dasariah untuk melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya. Respondeo ergo sum (aku bertanggung jawab, jadi aku ada), demikian tegas Emmanuel Levinas. Adapun uraiannya sebagai berikut: kebebasan memberikan pilihan bagi manusia untuk bersikap dan berperilaku. Oleh karena itu, manusia wajib bertanggung jawab atas pilihan yang telah dibuatnya. Pertimbangan moral baru akan mempunyai arti apabila manusia tersebut mampu dan/atau mau bertanggung jawab atas pilihan yang dibuatnya. Dengan bahasa yang lebih sederhana dikatakan, bahwa pertimbangan-pertimbangan moral hanya mungkin ditujukan bagi orang yang dapat dan/atau mau bertanggung jawab. 8 Berkenaan dengan uraian diatas, konsep tanggung jawab ditinjau dari sudut pandang yuridis merumuskan bahwa subyek hukum diwajibkan menanggung segala akibat dari perbuatannya baik karena kesengajaan maupun karena kealpaan. Dalam hal ini, Hans Kelsen mengemukakan sebuah teori yang ia sebut dengan teori tradisional, dimana dalam teori ini, tanggung jawab dibedakan 7 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, h Frans Magnis Suseno, 2000, Dua Belas Tokoh Etika Abad ke-21, Kanisius, Yogyakarta, h. 87.

16 16 menjadi 2 (dua) macam, yaitu (a) tanggung jawab yang didasarkan atas kesalahan; dan (b) tanggung jawab mutlak. 9 Tanggung jawab yang didasarkan atas kesalahan baik karena kesengajaan maupun kealpaan merupakan suatu tanggung jawab yang dibebankan kepada subyek hukum atau pelaku yang melakukan perbuatan yang dinilai melanggar hukum. Sedangkan tanggung jawab mutlak, bahwa perbuatannya menimbulkan akibat yang dianggap merugikan oleh pembuat undang-undang dan ada suatu hubungan eksternal antara perbuatannya dengan akibatnya. Tiadanya keadaan jiwa si pelaku dengan akibat perbuatannya Asas konsensualisme. Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata merumuskan bahwa Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Istilah secara sah bermakna bahwa dalam pembuatan perjanjian yang sah (menurut hukum) adalah mengikat (vide Pasal 1320 KUH Perdata), karena di dalam asas ini terkandung kehendak para pihak untuk saling mengikatkan diri dan menimbulkan kepercayaan diantara para pihak terhadap pemenuhan perjanjian. 11 Secara sederhana, asas konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup 9 H. Salim HS., Erlis Septiana Nurbani, 2014, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Disertasi dan Tesis (Buku Kedua), Cet. I, RajaGrafindo Persada, Jakarta, h Ibid., h Agus Yudha Hernoko, 2011, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersil, Ed. I, Cet. II, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, h. 120.

17 17 dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan merupakan persesuaian kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak. 12 Dikaitkan dengan bentuk perjanjian elektronik, sejatinya para pihak dalam kerangka hubungan transaksionalnya telah bersepakat untuk menuangkannya dalam bentuk tersebut. Tanpa didasari kesepakatan para pihak akan mengakibatkan perjanjian tersebut tidak sah dan juga tidak mengikat sebagaimana layaknya suatu undang-undang Asas pacta sunt servanda. Pada dasarnya janji itu mengikat, sehingga perlu diberikan kekuatan untuk berlakunya. Untuk memberikan kekuatan daya berlaku atau daya mengikat suatu perjanjian, maka perjanjian yang dibuat secara sah mengikat serta dikualifikasikan mempunyai kekuatan mengikat setara dengan daya berlaku dan mengikatnya undang-undang. Asas pacta sunt servanda merupakan konsekuensi logis dari efek berlakunya kekuatan mengikat suatu perjanjian 13 dimana hal ini secara tegas dirumuskan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Asas pacta sunt servanda ini pada dasarnya mengandung makna bahwa: Perjanjian merupakan undang-undang bagi para pihak yang membuatnya; dan 2. Mengisyaratkan bahwa pengingkaran terhadap kewajiban yang termaktub dalam perjanjian merupakan suatu pelanggaran terhadap janji tersebut dan akan berakibat pada perjanjian itu sendiri. 12 H. Salim HS., 2003, Hukum Kontrak (Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak), Cet. I, Sinar Grafika, Jakarta, (selanjutnya disingkat H. Salim HS. II), h Agus Yudha Hernoko, op. cit., h Harry Purwanto, 2009, Keberadaan Asas Pacta Sunt Servanda dalam Perjanjian Internasional, Mimbar Hukum, Volume 21 Nomor 1, Februari 2009, h. 162.

18 18 Dengan adanya suatu cacat tersembunyi pada barang/obyek perjanjian jual beli dengan sistem elektronik, maka akan dapat berakibat pada perjanjian itu sendiri, baik berupa pembatalan perjanjian atau pemutusan perjanjian itu sendiri Asas iktikad baik. Rumusan Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata menyatakan bahwa Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata iktikad didefinisikan sebagai kepercayaan, keyakinan yang teguh, maksud, kemauan (yang baik). 15 Jadi dapat dirumuskan bahwa asas iktikad baik ini adalah asas yang menghendaki dan/atau mengharuskan para pihak melaksanakan substansi perjanjian berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik. Asas iktikad baik dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis berdasarkan sifatnya, yaitu iktikad baik nisbi (relatif-subyektif) dan iktikad baik mutlak (absolut-obyektif). Pada iktikad baik yang nisbi (relatif-subyektif), orang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subyek. Pada iktikad baik yang absolut-obyektif atau hal yang sesuai dengan akal sehat dan keadilan, dibuat ukuran obyektif untuk menilai keadaan sekitar perbuatan hukumnya (penilaian tidak memihak menurut norma-norma yang obyektif). 16 Khusus mengenai iktikad baik yang bersifat relatif-subyektif memiliki keterkaitan yang erat dengan tindakan pihak penjual yang menjual barang dagangannya yang mengandung suatu cacat tersembunyi. Bilamana pihak penjual 15 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, op. cit., h Agus Yudha Hernoko, op. cit., h. 137.

19 19 telah mengetahui sebelumnya bahwa barang yang diperdagangkannya mengandung cacat tersembunyi dan ia tidak juga memberi informasi yang lengkap dan benar kepada pihak pembeli akan hal itu, maka dapat dikatakan bahwa pihak penjual tersebut telah melanggar asas iktikad baik. Hal ini akan melahirkan suatu tanggung jawab yuridis bagi pihak penjual itu sendiri. 1.8 Metode Penelitian Jenis penelitian. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu suatu cara untuk mendapatkan data-data dari bahan-bahan kepustakaan terutama yang berhubungan mengenai masalah hukum. 17 Penelitian hukum normatif dilakukan dengan cara mengkaji hukum dalam Law in Book (yang dikonsepsikan sebagai apa yang termaktub dalam peraturan perundangundangan) dan bahan hukum lain di luar peraturan perundang-undangan seperti doktrin atau pendapat para sarjana. Penelitian ini beranjak dari kekaburan norma tentang maksud dari frasa informasi yang lengkap dan benar dan frasa pelaku usaha dalam rumusan Pasal 9 UU ITE dimana pada akhirnya kekaburan norma ini bermuara pada tidak jelasnya batasan ruang lingkup pelaku usaha dalam konteks sebagai pihak penjual dalam transaksi jual beli online melalui situs internet yang menawarkan jasa penjualan barang, ruang lingkup mengenai cacat tersembunyi, pertanggung jawaban pihak penjual tersebut serta akibat hukum yang dapat ditimbulkan dari 17 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2004, Penelitian Hukum Normatif, RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 41.

20 20 adanya cacat tersembunyi pada barang/obyek perjanjian jual beli dengan sistem elektronik Jenis pendekatan. Jenis pendekatan yang dipergunakan adalah pendekatan perundangundangan (statute approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan menelaah semua undangundang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani, 18 dimana dalam kaitan dengan penelitian ini, pengkajian dan penelaahan dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tanggung jawab pihak penjual dikaitkan dengan adanya cacat tersembunyi pada barang/obyek perjanjian jual beli dengan sistem elektronik. Pendekatan konseptual dilakukan dengan cara menemukan konsep-konsep yang terkait dengan permasalahan yang sedang diteliti Sumber bahan hukum. Sumber bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. 1. Bahan hukum primer, terdiri dari: a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (terjemahan Burgelijk Wetboek oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio); b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik; 18 Peter Mahmud Marzuki, 2006, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media, Jakarta, h. 93.

21 21 c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; dan d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. 2. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang bersifat membantu atau menunjang bahan hukum primer dimana pada akhirnya akan memperkuat penjelasan dalam penelitian ini, yang diantaranya meliputi: literatur-literatur, jurnal-jurnal hukum, dan karya tulis dalam bidang hukum (tesis/ skripsi) serta bahan hukum tertulis lainnya yang terkait. 3. Bahan hukum tersier Bahan hukum tersier merupakan bahan hukum yang sifatnya membantu atau menunjang bahan hukum primer dan sekunder, diantaranya terdiri dari kamus dan ensiklopedia hukum serta tulisan-tulisan yang diakses melalui internet yang tentunya masih relevan dan berkaitan dengan permasalahan yang diteliti dalam tulisan ini Teknik pengumpulan bahan hukum. Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan sistem bola salju (snow ball system) dimana hal ini diawali dengan pencarian literatur, dari satu literatur dengan merujuk pada daftar pustaka untuk kemudian dicatat dan dilakukan pencarian literatur lainnya sesuai dengan permasalahan yang diteliti.

22 22 Demikian untuk seterusnya sehingga bahan hukum telah dirasa cukup untuk membahas permasalahan Teknik analisis bahan hukum. Dalam penelitian ini, teknik analisis bahan hukum yang dipergunakan adalah teknik deskripsi. Analisis dilakukan dengan memaparkan isu hukum dengan menguraikannya secara lengkap dan jelas untuk selanjutnya dilakukan pengklasifikasian terhadap bahan-bahan hukum tertulis melalui proses analisis dan dikaitkan dengan teori, konsep serta doktrin para sarjana. 19 Selanjutnya, dilakukan penafsiran sistematis dan gramatikal. Penafsiran sistematis dilakukan dengan titik tolak dari suatu konsep/aturan hukum dan mengkaitkannya dengan konsep/aturan hukum lainnya. Sedangkan penafsiran secara gramatikal dilakukan dengan mencari arti/esensi dari suatu substansi aturan secara keseluruhan atau bagian-bagiannya per kalimat menurut bahasa hukum ataupun bahasa keseharian. 19 I Wayan Ananda Yadnya Putra Wijaya, 2013, Kewenangan Notaris dalam Membuat Akta Risalah Lelang Tesis Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar, h. 36.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari bidang kegiatan transportasi atau

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari bidang kegiatan transportasi atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari bidang kegiatan transportasi atau pengangkutan sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari aktifitas kehidupan masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau memiliki persamaan dengan penelitian doktrinal (doctrinal research).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan jaman telah membawa perubahan di berbagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan jaman telah membawa perubahan di berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan jaman telah membawa perubahan di berbagai bidang kehidupan terutama dalam bidang teknologi, dimana dalam teknologi dapat dilihat dengan adanya perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di Indonesia kian pesat,

I. PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di Indonesia kian pesat, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di Indonesia kian pesat, hal ini berdampak pada perubahan aktivitas dalam dunia bisnis. Perubahan tersebut mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi membawa dampak yang signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah membawa kontribusi yang begitu domain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. berbasiskan internet yaitu pelaksanaan lelang melalui internet.

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. berbasiskan internet yaitu pelaksanaan lelang melalui internet. 11 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan teknologi informasi membawa perubahan pada berbagai sisi kehidupan. Dengan teknologi informasi yang berkembang saat ini, maka memudahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi telah mendorong berbagai perubahan pada setiap aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh terhadap meningkatnya perdagangan barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya lembaga keuangan di Indonesia dibedakan atas dua bagian, yakni lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank, namun dalam praktek sehari-hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun waktu dalam menjalin bekerja sama. Transaksi-transaksi perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. maupun waktu dalam menjalin bekerja sama. Transaksi-transaksi perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya perdagangan secara global membuat transaksi baik dalam tingkat lokal maupun antar kota bahkan lintas negara (transnasional) pun makin meningkat.

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampai sekarang pembuatan segala macam jenis perjanjian, baik perjanjian khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman pada KUH Perdata,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, undang-undang yang mengatur asuransi sebagai sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, undang-undang yang mengatur asuransi sebagai sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan kendaraan bermotor sebagai sarana transportasi di Indonesia menunjukan pertumbuhan yang cukup pesat karena kebutuhan setiap orang tidak terlepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi semuanya. Padahal kebutuhan ini beraneka ragam, ada yang perlu

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi semuanya. Padahal kebutuhan ini beraneka ragam, ada yang perlu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, setiap manusia hingga perusahaan pada setiap harinya selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perjanjian kerjasama berawal dari perbedaan kepentingan yang dicoba

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perjanjian kerjasama berawal dari perbedaan kepentingan yang dicoba 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjanjian kerjasama berawal dari perbedaan kepentingan yang dicoba dipertemukan melalui kesepakatan. Melalui perjanjian perbedaan tersebut diakomodir dan selanjutnya

Lebih terperinci

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan KEDUDUKAN TIDAK SEIMBANG PADA PERJANJIAN WARALABA BERKAITAN DENGAN PEMENUHAN KONDISI WANPRESTASI Etty Septiana R 1, Etty Susilowati 2. ABSTRAK Perjanjian waralaba merupakan perjanjian tertulis antara para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membayar royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. membayar royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian merupakan permasalahan penting yang perlu mendapat perhatian, mengingat perjanjian sering digunakan oleh individu dalam aspek kehidupan. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat dewasa ini karena masyarakat sekarang sering membuat perikatan yang berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara hukum, dimana Negara hukum memiliki prinsip menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kepada kebenaran dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dua macam, yaitu kontrak nominaat dan innominaat. Kontrak nominaat

BAB I PENDAHULUAN. dua macam, yaitu kontrak nominaat dan innominaat. Kontrak nominaat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum kontrak merupakan terjemahan dari bahasa inggris, yaitu contract of law, sedangkan dalam bahasa belanda disebut dengan istilah overeenscom strecht. Menurut namanya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini adalah internet. Internet (interconnection networking) sendiri

BAB I PENDAHULUAN. saat ini adalah internet. Internet (interconnection networking) sendiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu media informasi dan telekomunikasi sangat pesat berkembang saat ini adalah internet. Internet (interconnection networking) sendiri adalah jaringan komunikasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

PENERAPAN ASAS-ASAS PERJANJIAN JUAL BELI DALAM TRANSAKSI KONTRAK BERJANGKA (FUTURES CONTRACT) DI BURSA BERJANGKA BAB I PENDAHULUAN

PENERAPAN ASAS-ASAS PERJANJIAN JUAL BELI DALAM TRANSAKSI KONTRAK BERJANGKA (FUTURES CONTRACT) DI BURSA BERJANGKA BAB I PENDAHULUAN PENERAPAN ASAS-ASAS PERJANJIAN JUAL BELI DALAM TRANSAKSI KONTRAK BERJANGKA (FUTURES CONTRACT) DI BURSA BERJANGKA BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Perdagangan berjangka komoditi (yang selanjutnya

Lebih terperinci

KONSTRUKSI HUKUM PERUBAHAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU MENJADI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU

KONSTRUKSI HUKUM PERUBAHAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU MENJADI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU KONSTRUKSI HUKUM PERUBAHAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU MENJADI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU Oleh Suyanto ABSTRAK Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah mengatur mengenai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penting untuk dapat mempengaruhi pola perdagangan. Kemampuan

BAB 1 PENDAHULUAN. penting untuk dapat mempengaruhi pola perdagangan. Kemampuan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pesat dan majunya teknologi internet mempermudah untuk mengakses informasi apapun yang dibutuhkan, termasuk di dalamnya informasi produk. Adanya kemudahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negosiasi diantara para pihak. Melalui proses negosiasi para pihak berupaya

BAB I PENDAHULUAN. negosiasi diantara para pihak. Melalui proses negosiasi para pihak berupaya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perjanjian atau Kontrak adalah suatu wadah yang mempertemukan kepentingan satu pihak dengan pihak lain dalam membuat suatu kesepakatan yang kemudian menimbulkan suatu

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING A. Pelaksanaan Jual Beli Sistem Jual beli Pre Order dalam Usaha Clothing Pelaksanaan jual beli sistem pre order

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era reformasi merupakan era perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era reformasi merupakan era perubahan dalam kehidupan berbangsa dan 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era reformasi merupakan era perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Era reformasi telah dimulai sejak tahun 1998 yang lalu. Latar belakang lahirnya era

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian kredit bagi bank merupakan kegiatan yang utama, karena pendapatan terbesar dari bank berasal dari sektor kredit baik dalam bentuk bunga, provisi, ataupun

Lebih terperinci

KONTRAK SEBAGAI KERANGKA DASAR DALAM KEGIATAN BISNIS DI INDONESIA

KONTRAK SEBAGAI KERANGKA DASAR DALAM KEGIATAN BISNIS DI INDONESIA KONTRAK SEBAGAI KERANGKA DASAR DALAM KEGIATAN BISNIS DI INDONESIA Oleh Anak Agung Ayu Pradnyani Marwanto Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT In business activities in Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan kebutuhan utama atau primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan tidak hanya dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan hidup, tetapi

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan, baik langsung untuk kehidupan seperti bercocok tanam atau tempat tinggal,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 41 III. METODE PENELITIAN Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran, secara sistematis, metodologis,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum, 19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian Pembiayaan Konsumen 2.1.1 Pengertian Perjanjian Pembiayaan konsumen Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN.  hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia dalam era globalisasi ini semakin menuntut tiap negara untuk meningkatkan kualitas keadaan politik, ekonomi, sosial dan budaya mereka agar

Lebih terperinci

PERJANJIAN ASURANSI MELALUI TELEMARKETING DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008

PERJANJIAN ASURANSI MELALUI TELEMARKETING DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 PERJANJIAN ASURANSI MELALUI TELEMARKETING DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 Didik Wahyu Sugiyanto Dosen Fakultas Hukum Universitas Sunan Bonang Tuban Jl. Wahidin Sudiro Husodo 798 Kabupaten

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Subekti dan Tjitrosudibio, Cet. 34, Edisi Revisi (Jakarta: Pradnya Paramita,1995), pasal 1233.

BAB 1 PENDAHULUAN. Subekti dan Tjitrosudibio, Cet. 34, Edisi Revisi (Jakarta: Pradnya Paramita,1995), pasal 1233. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat terlepas dari hubungan dengan manusia lainnya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Hubungan tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara

Lebih terperinci

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK Sularto MHBK UGM PERISTILAHAN Kontrak sama dengan perjanjian obligatoir Kontrak sama dengan perjanjian tertulis Perjanjian tertulis sama dengan akta Jadi antara istilah kontrak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak untuk saling mengikatkan diri. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali

BAB I PENDAHULUAN. pihak untuk saling mengikatkan diri. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan bisnis tentunya didasarkan pada suatu perjanjian atau kontrak. Perjanjian atau kontrak merupakan serangkaian kesepakatan yang dibuat oleh para pihak untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN 2.1 Pengertian Perjanjian Buku III KUHPerdata Indonesia mengatur tentang Perikatan, terdiri dari dua bagian yaitu peraturan-peraturan umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan yang sangat meningkat, dengan banyaknya pelaku pelaku usaha yang tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan yang sangat meningkat, dengan banyaknya pelaku pelaku usaha yang tumbuh dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi negara Republik Indonesia pada dasawarsa terakhir mengalami kemajuan yang sangat meningkat, dengan banyaknya pelaku pelaku usaha yang tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan adalah salah satu sumber dana bagi masyarakat perorangan atau badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk membeli rumah, mobil

Lebih terperinci

KEABSAHAN KONTRAK ELEKTRONIK DALAM KAITAN DENGAN KECAKAPAN MELAKUKAN PERBUATAN HUKUM OLEH PARA PIHAK

KEABSAHAN KONTRAK ELEKTRONIK DALAM KAITAN DENGAN KECAKAPAN MELAKUKAN PERBUATAN HUKUM OLEH PARA PIHAK KEABSAHAN KONTRAK ELEKTRONIK DALAM KAITAN DENGAN KECAKAPAN MELAKUKAN PERBUATAN HUKUM OLEH PARA PIHAK Oleh: I Kadek Ari Pebriarta A A Ketut Sukranatha Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V8.i4 ( )

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V8.i4 ( ) PENERAPAN PASAL 1320 KUHPERDATA TERHADAP JUAL BELI SECARA ONLINE (E COMMERCE) Herniwati STIH Padang Email: herni@yahoo.co.id Submitted: 22-07-2015, Rewiewed: 22-07-2015, Accepted: 23-07-2015 http://dx.doi.org/10.22216/jit.2014.v8i4.13

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam kehidupannya senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk di dalamnya perkembangan aktivitas ekonomi. Masyarakat Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk di dalamnya perkembangan aktivitas ekonomi. Masyarakat Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberadaan hukum selalu berhubungan dengan keberadaan manusia oleh sebab itu dikenal istilah ubi societas ibi ius yang artinya dimana ada manusia,disitu ada hukum. Terdapat

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat menuntut para pelaku ekonomi untuk mempertahankan usahanya. Pelaku usaha yang mengikuti trend

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi merupakan salah satu bentuk badan usaha yang sesuai dengan. badan usaha penting dan bukan sebagai alternatif terakhir.

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi merupakan salah satu bentuk badan usaha yang sesuai dengan. badan usaha penting dan bukan sebagai alternatif terakhir. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Perkembangan perekonomian nasional yang dihadapi dunia usaha termasuk koperasi dan usaha kecil menengah saat ini sangat cepat dan dinamis. Koperasi merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pokok-pokok pikiran yang tercantum di dalam Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 menekankan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup dengan saling berdampingan satu dengan yang lainnya, saling membutuhkan dan saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan.

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan. 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan dari berbagai dinamika masyarakat, semakin tinggi pula tuntutan terhadap pembangunan untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembatalan akta..., Rony Fauzi, FH UI, Aditya Bakti, 2001), hlm Ibid., hlm

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembatalan akta..., Rony Fauzi, FH UI, Aditya Bakti, 2001), hlm Ibid., hlm 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk individu mempunyai berbagai macam kebutuhan dalam hidupnya dimana kebutuhan tersebut kadangkala bertentangan dengan kebutuhan dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. KUHPerdata Buku II mengenal adanya hak kebendaan yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. KUHPerdata Buku II mengenal adanya hak kebendaan yang bersifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang KUHPerdata Buku II mengenal adanya hak kebendaan yang bersifat memberikan jaminan. Untuk benda jaminan yang berupa benda bergerak, maka hak kebendaan tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengubah perilaku masyarakat dan peradaban manusia secara global yang. sosial secara signifikan berlangsung semakin cepat.

BAB I PENDAHULUAN. mengubah perilaku masyarakat dan peradaban manusia secara global yang. sosial secara signifikan berlangsung semakin cepat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah membawa perubahan dalam berbagai bidang kehidupan dan memegang peranan penting dalam pembangunan nasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jual beli tanah merupakan suatu perjanjian dalam mana pihak yang mempunyai tanah (penjual) berjanji dan mengikatkan diri untuk menyerahkan haknya atas tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan eksistensinya di dunia. Naluri self preservasi selalu. mengatasi bahaya-bahaya yang dapat mengancam eksistensinya.

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan eksistensinya di dunia. Naluri self preservasi selalu. mengatasi bahaya-bahaya yang dapat mengancam eksistensinya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia memiliki naluri self preservasi yaitu naluri untuk mempertahankan eksistensinya di dunia. Naluri self preservasi selalu berhadapan dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk senantiasa meningkatkan kompetensi dan profesionalisme

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk senantiasa meningkatkan kompetensi dan profesionalisme BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu profesi pendukung kegiatan dunia usaha, kebutuhan pengguna jasa akuntan publik semakin meningkat terutama kebutuhan atas kualitas informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia, pengangkutan memiliki peranan yang sangat penting. Demikian juga halnya dalam dunia perdagangan, bahkan pengangkutan memegang peranan yang mutlak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki kelebihan dana dengan pihak-pihak yang kekurangan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki kelebihan dana dengan pihak-pihak yang kekurangan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bank Pembangunan Daerah dengan fungsinya meningkatkan pertumbuhan perekonomian dan pembangunan daerah, sebagai perantara pihakpihak yang memiliki kelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi. 1 Tanah sebagai sumber utama bagi kehidupan manusia yang telah dikaruniakan

Lebih terperinci

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan BAB I 1. Latar Belakang Masalah Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan jaminan kepastian atas transaksi bisnis yang dilakukan para pihak, sifat otentik atas akta yang dibuat oleh

Lebih terperinci

Penerapan Pasal 1320 KUHPerdata terhadap jual beli secara online (e commerce) Herniwati, SH, MH. Dosen STIH Padang. Abstrak

Penerapan Pasal 1320 KUHPerdata terhadap jual beli secara online (e commerce) Herniwati, SH, MH. Dosen STIH Padang. Abstrak Penerapan Pasal 1320 KUHPerdata terhadap jual beli secara online (e commerce) Herniwati, SH, MH Dosen STIH Padang Abstrak Pasar 1320 KUHPerdata mengatur tentang syarat-syarat sah perjanjian. Ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, oleh karenanya manusia itu cenderung untuk hidup bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat ini

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas. BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Tinjauan Umum tentang Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli Sebelum membahas mengenai aturan jual beli saham dalam perseroan

Lebih terperinci

PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA APOTEKER DENGAN PEMILIK APOTEK

PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA APOTEKER DENGAN PEMILIK APOTEK PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA APOTEKER DENGAN PEMILIK APOTEK Oleh : I Made Wirjanta Ida Bagus Putra Atmaja Anak Agung Sri Indrawati Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT A cooperation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan manusia lain dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya ia memerlukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB DAN PERJANJIAN JUAL BELI. konsumen. Kebanyakan dari kasus-kasus yang ada saat ini, konsumen merupakan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB DAN PERJANJIAN JUAL BELI. konsumen. Kebanyakan dari kasus-kasus yang ada saat ini, konsumen merupakan BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB DAN PERJANJIAN JUAL BELI 2.1 Tanggung Jawab Tanggung jawab pelaku usaha atas produk barang yang merugikan konsumen merupakan perihal yang sangat penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum BAB I PENDAHULUAN Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan: Bumi air dan kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan: Bumi air dan kekayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah dalam kehidupan manusia mempunyai peran yang sangat penting karena merupakan sumber kesejahteraan, kemakmuran, dan kehidupan. Selain itu tanah mempunyai hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi rakyat Indonesia guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi rakyat Indonesia guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tanah merupakan salah satu sumber daya alam bagi kehidupan manusia dan merupakan salah satu kekayaan Indonesia yang mempunyai fungsi sosial amat penting bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 September 1960, telah terjadi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur, yaitu: 1

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur, yaitu: 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam menghadapi perkembangan era globalisasi pekerja dituntut untuk saling berlomba mempersiapkan dirinya supaya mendapat pekerjaan yang terbaik bagi dirinya sendiri.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Untuk memperoleh data atau bahan yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian hukum dengan metode yang lazim digunakan dalam metode penelitian hukum dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanpa orang lain. Manusia dikatakan mahluk sosial, juga di karenakan pada diri

BAB I PENDAHULUAN. tanpa orang lain. Manusia dikatakan mahluk sosial, juga di karenakan pada diri 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sudah menjadi kodrat manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain. Manusia dikatakan mahluk sosial, juga di karenakan pada diri manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memegang peranan penting dalam pembangunan. Teknologi. menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (bordeless) dan menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. yang memegang peranan penting dalam pembangunan. Teknologi. menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (bordeless) dan menyebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era teknologi telah membawa perubahan di berbagai bidang kehidupan, termasuk perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang memegang peranan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis yang pesat. Berbagai informasi telah dapat disajikan dengan canggih

BAB I PENDAHULUAN. bisnis yang pesat. Berbagai informasi telah dapat disajikan dengan canggih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi komputer, telekomunikasi, dan informasi telah berjalan sedemikian rupa sehingga pada saat ini sudah sangat jauh berbeda, pemanfaatan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata. tahun jumlah masyarakat semakin bertambah banyak.

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata. tahun jumlah masyarakat semakin bertambah banyak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Dapat dikatakan bahwa listrik telah menjadi sumber energi utama dalam setiap kegiatan baik di rumah tangga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, perkembangan aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya, matipun manusia masih memerlukan tanah. berbagai persoalan dibidang pertanahan khususnya dalam hal kepemilikan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya, matipun manusia masih memerlukan tanah. berbagai persoalan dibidang pertanahan khususnya dalam hal kepemilikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah atau sebidang tanah dalam bahasa latin disebut ager. Agrarius berarti perladangan, persawahan, pertanian. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), agraria berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, globalisasi ekonomi guna mencapai kesejahteraan rakyat berkembang semakin pesat melalui berbagai sektor perdangangan barang dan jasa. Seiring dengan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diiringi dengan tingkat hukum yang ketat, aman dan meningkat, serta terwujud

BAB I PENDAHULUAN. diiringi dengan tingkat hukum yang ketat, aman dan meningkat, serta terwujud BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, perkembangan di berbagai aspek kehidupan juga ikut berkembang. Hal ini merupakan petanda baik bagi Indonesia, jika dalam perkembangan

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN PERJANJIAN

BAB II ASPEK HUKUM TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN PERJANJIAN BAB II ASPEK HUKUM TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN PERJANJIAN A. Dasar Hukum Memorandum Of Understanding Berdasarkan Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea keempat yang berbunyi : Kemudian daripada

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemesanan barang dikomunikasikan melalui internet, hampir semua barang

BAB I PENDAHULUAN. pemesanan barang dikomunikasikan melalui internet, hampir semua barang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Internet, jaringan komputer terbesar di dunia pada saat ini digunakan oleh berjuta-juta orang yang tersebar di segala penjuru dunia. Internet membantu mereka

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. V/No. 9/Nov/2017

Lex Administratum, Vol. V/No. 9/Nov/2017 KEDUDUKAN DAN KEKUATAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DITINJAU DARI SEGI HUKUM KONTRAK DALAM KUHPERDATA (PENERAPAN PASAL 1320 JO PASAL 1338 KUHPERDATA) 1 Oleh: Adeline C. R. Dille 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, karena kesehatan sebagai kebutuhan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, karena kesehatan sebagai kebutuhan yang sangat 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu faktor terpenting dalam pelaksanaan pembangunan nasional, karena kesehatan sebagai kebutuhan yang sangat mendasar dan dibutuhkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam masyarakat. Oleh karena itu hampir setiap orang pasti mengetahui mengenai peranan bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. Indonesia Asahan Alumunium (INALUM) merupakan perusahaan asing (PMA) yang bergerak dalam bidang produksi alumunium batangan, dengan mutu sesuai standar internasional

Lebih terperinci