Analisis, Desember 2013, Vol.2 No.2 : ISSN KEDUDUKAN PERJANJIAN KERJA SAMA OPERASI (KSO) DALAM HUKUM PERUSAHAAN DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Analisis, Desember 2013, Vol.2 No.2 : ISSN KEDUDUKAN PERJANJIAN KERJA SAMA OPERASI (KSO) DALAM HUKUM PERUSAHAAN DI INDONESIA"

Transkripsi

1 Analisis, Desember 2013, Vol.2 No.2 : ISSN KEDUDUKAN PERJANJIAN KERJA SAMA OPERASI (KSO) DALAM HUKUM PERUSAHAAN DI INDONESIA Legal Standing of Joint Operation Agreement (JOA) According to Company Law in Indonesia Eka Suci Mauliyani, Ahmadi Miru, Nurfaidah Said Program Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin ( ekasuci.law07@gmail.com) ABSTRAK Perjanjian kerja sama operasi (KSO) adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih yang sepakat bersama-sama menyelesaikan suatu proyek, baik yang membentuk entitas hukum baru (administrative JO) maupun tanpa membentuk entitas hukum baru (non administrative JO). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami (1) konsep pelaksanaan perjanjian KSO di Indonesia (2) pengaturan hukum perusahaan di Indonesia mengenai bentuk badan usaha KSO dan (3) perlindungan hukum terhadap pihak ketiga dalam pelaksanaan KSO. Penelitian ini berbentuk penelitian empirik. Data diolah dengan menggunakan metode kualitatif dengan mendiskripsikan data berupa data primer dan data sekunder untuk kemudian dilakukan penafsiran dan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan perjanjian KSO di dalam praktik baik yang berbentuk administrative JO maupun non administrative JO telah memenuhi syarat keabsahan sebagai suatu perjanjian berdasarkan hukum perjanjian di Indonesia. Hanya saja perjanjian KSO ini belum diatur secara tegas dalam bentuk kaidah hukum sebagai salah satu jenis kontrak innominaat. Kekhususan dari KSO ini sendiri dapat bertindak sebagai suatu badan usaha seiring dengan perkembangan kebutuhan para pengusaha sehingga setiap pihak yang menciptakan kaidah atau ketentuan hukum perusahaan dapat menjadi sumber hukum perusahaan itu sendiri, diantaranya adalah perundangundangan. kontrak perusahaan, putusan pengadilan, dan kebiasaan. Berdasarkan hal tersebut kerja sama operasi dapat diakui sebagai bentuk badan usaha kerja sama yang terbentuk berdasarkan perjanjian yang tidak berbadan hokum karena tidak adanya pengesahan dari pihak yang berwenang. Namun hubungan hukum yang dilakukannya terhadap pihak ketiga belum dapat memberikan perlindungan hukum karena KSO tidak memiliki kecakapan atau kewenangan bertindak berdasarkan Pasal 1320 BW sehingga pertanggungjawaban KSO terkait adanya wanprestasi tidak menjamin para pihak dikarenakan KSO tidak dapat bertindak di muka pengadilan, baik sebagai penggugat maupun tergugat. Kata Kunci: Badan usaha, kerja sama operasi ABSTRACT A Joint Operation Agreement (JOA) is an agreement involving 2 (two) parties or more, jointly agree to carry out a project either, which is establishing new legal entity (Administrative JO) or new nonlegal entity (non-administrative JO). This research have objective to learn and understand (1) implementation of JOA concept in Indonesia, (2) The regulation of Indonesian Company Law relating to the form of JOA, (3) legal protection to third parties in light of JOA. The research is study empirically. Data are processed using qualitative methods by describing data in the form of primary data and secondary data in order to draw interpretation and conclusion. The result shows that JOA implementation in practice either administrative JO or non-administrative JO have fulfilled legality requirement as an agreement according to the Indonesian Contract Law. However, the JOA have not fulfilled the element of legal principle as an anonymous contract (innominaat/onbenoemde) having a quality exclusively governing JOA. The exclusivity of JOA itself is able to act as a business entity in line with the development of necessity among the entrepreneurs so that any parties developing principle and regulation are able to become as the sources of company law itself, including are laws, company contract, verdict, and custom. According to the above, JOA may be considered as a 193

2 Eka Suci Mauliyani ISSN business entity established according to an agreement and instead a legal entity since no ratification from the authority bodies. Nevertheless, legal relation conducted to the third parties have not provided legal protection since JOA do not have the rights and competency to act according to the Article 1320 Indonesia Civil Code (BW) so that JOA's responsibility relating to default do not guarantee the parties due to JOA cannot act before the court, either as a claimant or defendant. Keywords: Business entity, joint operation agreement PENDAHULUAN Salah satu bentuk perjanjian kerja sama konstruksi yang sangat berkembang di Indonesia adalah kerja sama operasi (KSO). Pasal 1 angka 6 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/ 2011 tentang Pedoman Persyaratan Pemberian Izin Perwakilan Badan usaha Jasa konstruksi Asing mengatur bahwa kerja sama operasi (joint operation) adalah kerja sama antara satu atau lebih BUJK (Badan Usaha Jasa Konstruksi), bersifat sementara untuk menangani satu atau beberapa proyek dan tidak merupakan suatu badan hukum baru berdasarkan perundang-undangan Indonesia. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum ini tidaklah mengatur lebih lanjut lagi mengenai status hukum, bentuk badan usaha, maupun peraturan yang berlaku bagi KSO, hanya dijelaskan bahwa KSO ini berkewajiban untuk mematuhi peraturan perundang-undangan. Namun pada praktiknya, kontrak konstruksi tidak lagi hanya persoalan negosiasi antara kontraktor sebagai pihak owner dan pemerintah sebagai pihak bouwheer belaka, melainkan melibatkan juga secara intens pihak-pihak lain, terutama pihak-pihak penyandang dana, seperti bank-bank atau sindikasinya, dan pihak-pihak lain seperti asuransi, ahli manajemen, ahli pajak, dan sebagainya. Dengan demikian berkembanglah jenis perjanjian KSO ini dalam bentuk administrative joint operation (administrative JO). Tipe ini sering juga disebut sebagai KSO di mana kontrak dengan pihak pemberi kerja atau project Owner ditandatangani atas nama joint operation (JO). Dalam hal ini JO dianggap seolaholah merupakan entitas tersendiri yang terpisah dari perusahaan para anggotanya (Tambunan, 2011). Tanggung jawab pekerjaan terhadap pemilik proyek berada pada entitas JO, bukan pada masingmasing anggota JO. Masalah pembagian modal kerja atau pembiayaan proyek, pengadaan peralatan, tenaga kerja, biaya bersama (joint cost) serta pembagian hasil (profit sharing) sehu-bungan dengan pelaksanaan proyek didasarkan pada porsi pekerjaan (scope of works) masingmasing yang disepakati dalam sebuah perjanjian KSO. Konsep administrative JO ini salah satunya terdapat di dalam perjanjian KSO pada umumnya, misalnya Perjanjian KSO antara Perseroan Terbatas PT Pembangunan Jaya Ancol, Tbk. dan PT Jaya Real Property, Tbk. Di dalam perjanjiannya diatur dan ditetapkan bahwa perjanjian kerja sama yang dibuat oleh kedua perseroan terbatas tersebut merupakan suatu badan usaha yang terpisah dari subjek hukum para pihak dan akan memiliki hak dan kewajiban tersendiri, termasuk secara mandiri dapat melakukan tindakan atas nama dirinya sendiri (corporate action), melaksanakan tindakan, dan hubungan hukum dengan dan kepada pihak ketiga manapun, melalui menajemen dan struktur organisasi yang tersendiri meskipun beranggotakan perwakilan dari masing-masing pihak, dan memiliki sistem administrasi, akuntansi, perpajakan, dan sistem kerja (antara lain sumber daya manusia, operasional, pemasaran) yang terpisah dari para pihak. Berdasarkan ketentuan tersebut, ada indikasi bahwa suatu perjanjian KSO yang dianggap sebagai suatu badan usaha bukan merupakan badan usaha yang telah diatur dalam hukum perusahaan di Indonesia. Hal tersebut menunjukkan bahwa perkembangan bentuk badan 194

3 Badan usaha, kerja sama operasi ISSN usaha di Indonesia sangatlah cepat, tetapi tidak diikuti dengan perkembangan perangkat hukumnya. Jadi kedudukan suatu perjanjian kerja sama operasi (KSO) sebagai suatu badan usaha di dalam praktik dapat diduga tidak memberikan perlindungan hukum kepada pihak ketiga karena belum dapat memberikan jaminan kepastian hukum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian kerja sama operasi dan pengaturan hukum perusahaan terhadap bentuk badan usaha kerja sama operasi serta perlindungan hukum terhadap pihak ketiga atas hubungan hukum yang dilakukannya. BAHAN DAN METODE Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan di Jakarta karena perusahaan yang melakukan perjanjian KSO berbentuk administrative JO berkedudukan di ibu kota Jakarta dan di Makassar karena perusahaan yang melakukan perjanjian KSO berbentuk non administrative JO berada di Kota Makassar, serta tempat-tempat lain yang mendukung penelitian atas praktik pelaksanaan kerja sama operasi ini. Desain penelitian Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat normatif dan konseptual, yaitu penelitian yang didasarkan tidak hanya pada aspek hukumnya, akan tetapi juga bagaimana penerapan aspek hukum tersebut jika dibandingkan dengan Negara-Negara maju lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan data maka dilakukan penelitian kepustakaan yang didukung dengan penelitian lapangan. Populasi dan sampel Populasi penelitian ini yaitu seluruh perusahaan yang terlibat perjanjian KSO baik yang berbentuk administrative JO maupun non administrative JO. Pengambilan sampelnya dengan cara purposive sampling, yaitu pemilihan sekelompok subjek atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Amiruddin, dkk., 2004), maka penelitian dilakukan pada PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk. sebagai perusahaan yang melakukan perjanjian KSO yang berbentuk administrative JO dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. (Telkom) sebagai perusahaan yang melakukan perjanjian KSO yang berbentuk non administrative JO. Metode pengumpulan data Jenis dan sumber data yang digunakan adalah data primer, yakni data yang bersumber atau diperoleh langsung dari hasil wawancara pada pihak-pihak yang terkait dengan obyek penelitian, dalam hal ini adalah perusahaan pelaksana perjanjian kerja sama operasi, bank, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), dan notaris yang bertujuan untuk mendukung teori-teori normatif maupun pendapat-pedapat yang digunakan dalam penelitian ini dan data sekunder, yakni data yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian kerja sama operasi dan tulisan-tulisan hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas. Analisis data Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode pendekatan yang bersifat kualitatif, yaitu pendekatan dengan cara mempelajari, memperhatikan kualitas dan kedalaman data yang diperoleh. Setelah analisis data selesai, maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif, yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Berdasarkan hasil tersebut ditarik kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. HASIL Pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama Operasi (KSO) di Indonesia KSO berdasarkan Permen Pekerjaan Umum Pasal 1 angka (6) telah mengatur 195

4 Eka Suci Mauliyani ISSN bahwa KSO itu sifatnya hanya sementara untuk menangani satu atau beberapa proyek dan tidak merupakan suatu badan hukum baru berdasarkan perundangundangan Indonesia. Namun di dalam praktiknya, pelaksanaan perjanjian KSO tidaklah hanya perjanjian kerja sama sama yang sifatnya sementara dan tidak merupakan suatu badan usaha baru tetapi bentuk perjanjian KSO yang berkembang beraneka ragam. Pelaksanaan perjanjian KSO yang dibuat antara PT Pembangunan Jaya Ancol, Tbk (PJA) dan PT Jaya Real Property, Tbk. (JRP) merupakan Perjanjian yang dibentuk antara dua badan usaha yang berbentuk badan hukum dalam rangka pembangunan hunian dan/atau komersial di kawasan Ancol Barat beserta dengan sarana dan prasarananya. Perjanjian KSO yang dimaksudkan oleh PJA dan JRP merupakan perjanjian kerja sama operasi yang dibuat, ditandatangani, dan dilaksanakan oleh PJA dan JRP sehubungan dengan pelaksanaan proyek. Perjanjian tersebut kemudian disebut sebagai perjanjian KSO Pembangunan Jaya Property. Keunikannya adalah KSO tersebut merupakan satu-satunya nama atau identitas bagi entitas. KSO yang merupakan perpaduan dari nama masing-masing PJA dan JRP, bersifat sementara selama jangka waktu KSO dan sampai dengan pengakhiran perjanjian KSO tersebut, dengan ketentuan bahwa setiap waktu selama jangka waktu KSO dan perjanjian KSO ini dapat diubah dengan nama atau identitas lain oleh para pihak, yang secara administratif dan komersial akan menjadi satu-satunya nama atau identitas bagi badan usaha KSO, baik ke dalam (internal) maupun ke luar (eksternal). Artinya, bahwa ada suatu entitas hukum tersendiri yang dibentuk pada KSO Pembangunan Jaya Property. Perjanjian KSO yang dibuat oleh PT Telkom dan kelima mitra usaha KSO, di mana KSO Telkom yang dilaksanakan sejak tahun 1999 untuk pembangunan dua juta Satuan Sambungan Telepon (SST) diperkenalkan oleh pemerintah untuk mendukung masalah pendanaan yang terbatas bagi perluasan jaringan telekomunikasi di Indonesia. Dengan demikian, dibuka kesempatan bagi para penanam modal baik dalam negeri maupun asing untuk ikut menyertakan modalnya berbentuk saham ke dalam KSO. Kelima mitra PT Telkom yang membentuk KSO tersebut, diantaranya adalah PT Pramindo Ikat Nusantara (PIN) untuk mengelola di Divisi Regional I Sumatera (membangun sst), PT Aria West International untuk DIVRE-III Jawa Barat ( sst), PT Mitra Global Telekomunikasi Indonesia (MGTI) untuk DIVRE-IV Jawa Tengah dan Yogyakarta ( sst), PT Daya Mitra Telekomunikasi untuk DIVRE-VI Kalimantan ( sst); serta PT Bukaka Singtel International untuk DIVRE-VII KTI ( sst). Berdasarkan perjanjiannya, PT Telkom bertindak sebagai bouwheer-nya dan kelima mitra usahanya bertindak sebagai project owner. Namun Kenyatannya, KSO PT Telkom ini tidak terselesaikan sesuai dengan jangka waktu yang diatur dalam perjanjian KSOnya, di mana perjanjian tersebut akan berlaku hingga 31 Desember Namun setelah satu tahun berjalan sejak ditandatanganinya perjanjian KSO pada tahun 1995, kinerja akhir tahun dari kelima mitra KSO tersebut belum memenuhi target pembangunan. Permasalahan ini terjadi karena praktik KSO ini merupakan praktik yang baru dilaksanakan oleh PT Telkom sehingga menjadi suatu hal yang baru bagi perusahaan untuk melaksanakannya. Kerja Sama Operasi (KSO) sebagai Bentuk Badan Usaha dalam Hukum Perusahaan di Indonesia Keunikan dari praktik pelaksanaan KSO adalah pembentukan suatu entitas baru yang terpisah dari para pihak yang sepakat membentuk perjanjian kerja sama operasi. Karakteristik dari entitas baru 196

5 Badan usaha, kerja sama operasi ISSN yang dimaksud diantaranya adalah, seperti halnya firma, KSO pada umumnya menggunakan nama bersama. Organ tertinggi pada KSO berada pada para pihak pembentuk perjanjian KSO, memiliki organ direksi yang tugasnya bukan untuk bertindak mewakili KSO baik di dalam maupun di luar pengadilan tetapi bertanggung jawab penuh untuk melakukan pengendalian, pengarahan, dan pengawasan terhadap keseluruhan proyek KSO dikarenakan ada organ manajemen sebagai perwakilan yang sah dan sepenuhnya dari dan oleh karenanya untuk dan atas nama serta mewakili KSO melakukan hubungan hukum dan ekonomis dengan pihak ketiga manapun untuk kepentingan KSO. Hanya saja berdasarkan perjanjian KSO, tidak ada pengaturan lebih lanjut mengenai tanggung jawab manajemen KSO terhadap hubungan hukum yang dilakukannya terhadap pihak ketiga. KSO juga memiliki harta kekayaan yang terpisah dari para pihak, di mana para pihak berkewajiban memasukkan modalnya ke dalam KSO dalam bentuk inbreng, baik berupa uang, barang, ataupun keahlian. Namun, pada perjanjian KSO Pembangunan Jaya Property misalnya, tidaklah dibuat dihadapan notaris dan badan usaha yang dimaksudkan pula di dalam perjanjiannya tidak pula didaftar ataupun diumumkan sebagaimana badan usaha yang diatur dalam hukum perusahaan di Indonesia. Perlindungan Hukum terhadap Pihak Ketiga dalam Pelaksanaan Kerja Sama Operasi Hubungan hukum yang dilakukan dengan pihak ketiga ini pada dasarnya dilakukan karena semakin berkembangnya kebutuhan di dalam melakukan praktik kerja sama, mulai dari pemerintah, investor, pengusaha, kontraktor, dan pihak-pihak terkait lainnya. Pada KSO Pembangunan Jaya Property, apabila terjadi cost overrun, di mana mengalami kekurangan modal untuk memenuhi, membiayai, dan menutup kekurangan dana yang dibutuhkan oleh manajemen proyek untuk melaksanakan dan menyelesaikan proyek KSO, baik yang disebabkan oleh tidak cukupnya modal awal proyek KSO, eskalasi RAB dan/atau yang disebabkan oleh hal-hal lain pada tahap proyek masa konstruksi maka para pihak setuju untuk bersama-sama secara positif dan konstruktif mencarikan solusi atau jalan ke luar yang konkret, dengan cara mencari sendiri sumber pendanaan tambahan, baik soft loan maupun dengan mencari strategic business partner yang memiliki kemampuan pendanaan yang kredibel dan harus menjadi tanggung jawab, beban, dan dikembalikan oleh KSO Pembangunan Jaya Property sendiri setelah memperoleh hasil dari proyek KSO masa komersial, dengan ketentuan bahwa sebelum manajemen proyek menandatangani setiap kesepakatan pendanaan tambahan, manajemen proyek wajib mendapatkan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari tim direksi KSO. Manajemen dari KSO yang bertindak ke luar untuk dan atas nama KSO, di mana hal ini sama halnya apabila seorang direktur bertindak ke luar untuk dan atas nama perseroan, tetapi kedudukan manajeman hanya berdasarkan kuasa yang ditunjuk oleh masing-masing pihak. Perjanjian kredit yang dilakukannya dengan pihak perbankan telah mengatur secara seksama mengenai pertanggungjawaban apabila di kemudian hari terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan. Bank telah melakukannya dengan menerapkan prinsip kehati-hatian, di mana pihak perbankan telah melakukan penelusuran terhadap objek yang menjadi jaminan kredit yang telah menjadi asset KSO. Selain itu, adanya unsur kepercayaan dari pihak perbankan pula yang menyebabkan suatu KSO dapat menjadi debitor dari sebuah perbankan. PEMBAHASAN Penelitian ini menemukan bahwa pelaksanaan perjanjian KSO di dalam praktik baik yang membentuk suatu entitas baru (administrative JO) maupun 197

6 Eka Suci Mauliyani ISSN tanpa membentuk suatu entitas baru (non administrative JO) di Indonesia masih ada kelemahan-kelemahannya, diantaranya adalah masih adanya inkonsistensi pengaturan perjanjian, khususnya terkait dengan pengaturan wanprestasi dan tanggung jawab para pihak di dalam KSO dalam hal penyelesaian sengketa baik terhadap para pihak di dalam KSO maupun terhadap pihak ketiga dalam melakukan hubungan hukum. Selain itu, perjanjian KSO sebagai salah satu jenis kontrak yang lebih banyak berkembang di dunia konstruksi namun peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai konstruksi, diantaranya adalah UU Jasa Konstruksi dan PP Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, juga tidak mengatur mengenai perjanjian KSO. Berbeda halnya dengan Indonesia, di Negara maju khususnya pada bidang minyak dan gas (Oil and Gas), bentuk perjanjian KSO telah dikembangkan oleh badan-badan khusus. Pertama, yang dikeluarkan oleh Oil and Gas United Kingdom (OGUK), sebuah badan perwakilan di Inggris untuk industri minyak dan gas lepas pantai, bentuk perjanjian KSO ini dipergunakan untuk kegiatan operasi lepas pantai di landas kontinen britania raya. Kedua, adalah bentuk perjanjian KSO yang dibuat oleh Association of International Petroleum Negotiators (AIPN), yang lebih umum digunakan secara internasional (Roberts, et.al., 2011). Perjanjian KSO sebagai salah satu bentuk kontrak innominaat diatur dalam Buku III BW pada Pasal 1319 BW. Pasal tersebut mengisyaratkan bahwa perjanjian baik yang bernama dalam BW maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu tunduk pada ketentuan BW. Dengan demikian, para pihak yang mengadakan kontrak innominaat tidak hanya tunduk pada peraturan yang mengaturnya tetapi para pihak juga harus tunduk pada ketentuan yang diatur dalam BW (Salim, 2005). Berdasarkan perjanjian KSO, baik yang membentuk suatu entitas baru ( administrative JO) maupun tanpa membentuk suatu entitas baru (non administrative JO), telah memenuhi syarat keabsahan suatu perjanjian sesuai Pasal 1320 BW, yaitu kesepakatan, kacakapan, suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal. Peraturan khusus yang mengatur mengenai KSO di dalam praktik sangatlah penting terkait perkembangannya dalam dunia usaha sudah semakin dibutuhkan oleh banyak pihak. Peraturan khusus ini terkait adanya suatu kaidah hukum dalam bentuk tertulis yang mengatur mengenai KSO secara jelas. Kaidah hukum sangatlah penting untuk dibentuk bagi terlaksananya suatu tindakan hukum para pihak guna menjamin kepastian hukum. Kaidah hukum itu merupakan keseluruhan aturan hukum yang mengatur berbagai kepentingan yang timbul di dalam masyarakat. Kantorowicz berpendapat bahwa Ciri khas hukum ialah memiliki seperangkat aturan yang menuntut cara berlaku eksternal (dalam hukum tidak terlalu penting untuk memerhatikan tindakantindakan). Aturan-aturan ini harus diungkapkan sedemikian rupa sehingga pengadilan atau pihak lain yang diserahi tugas untuk memecahkan sengketa-sengketa dapat menerapkannya. Setiap aturan itu mengandung unsur keharusan atau moralitas. Unsur keharusan ini ditentukan menurut kebudayaan dan dapat berbeda menurut keadaan masyarakat dan zaman. Aturanaturan yang normal itu harus dibedakan dari cara-cara yang berlaku seragam yang menguasai kehidupan rutin (yang kadang-kadang tercapai dengan dan tanpa bantuan hukum) (Ali, 2008). Hal ini pula sangatlah penting ketika suatu KSO dapat bertindak sebagai suatu badan usaha. Di dalam hukum perusahaan sendiri, badan usaha dibagi ke dalam dua bentuk, yaitu badan usaha yang berbentuk badan hukum dan bukan badan hukum. Perbedaan yang mendasar antara badan usaha yang berbentuk badan hukum dan bukan badan hukum terletak pada tanggung jawab (Sembiring, 2008). 198

7 Badan usaha, kerja sama operasi ISSN Badan usaha yang berbentuk bukan badan hukum dalam hukum perusahaan terdiri dari, persekutuan perdata (maatschap), firma (Fa), dan persekutuan komanditer (CV). Ketiga jenis badan usaha ini memiliki karekateristik masingmasing yang berbeda-beda. Persekutuan perdata merupakan genus atau bentuk umum dari firma (Fa) dan persekutuan komanditer (CV) (Mulhadi, 2010). Bentuk badan usaha yang berbadan hukum merupakan perkumpulan orang (organisasi) yang dapat melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling) dalam hubungan-hubungan hukum (rechtsbetrekking), mempunyai harta kekayaan tersendiri, mempunyai pengurus, mempunyai hak dan kewajiban, serta dapat digugat atau menggugat di depan pengadilan. Tidak terpenuhinya unsur-unsur tersebut maka suatu badan usaha tidak dapat dikelompokkan sebagai badan hukum (Ali, 2011). Artinya bentuk badan usaha tersebut tidaklah memiliki karakteristik seperti halnya karakteristik yang dimiliki KSO. Hanya saja hukum perusahaan di Indonesia mengatur bahwa setiap pihak yang menciptakan kaidah atau ketentuan hukum perusahaan dapat menjadi sumber hukum perusahaan itu sendiri. Pihak-pihak tersebut dapat berupa badan legislative yang menciptakan undang-undang, pihak-pihak yang mengadakan perjanjian menciptakan kontrak, hakim yang memutus perkara menciptakan yurisprudensi, ataupun masyarakat pengusaha yang menciptakan kebiasaan (konvensi) dalam kegiatan usaha. Jadi hukum perusahaan itu terdiri atas kaidah atau ketentuan yang tersebar dalam perundang-undangan, kontrak, yurisprudensi, dan kebiasaan (konvensi) yang menjadi acuan dalam kegiatan usaha (bisnis) (Muhammad, 2010). Suatu KSO yang dapat bertindak melakukan hubungan hukum dengan pihak ketiga mengisyaratkan bahwa hubungan ini bukan lagi mengatur para pihak yang terikat di dalam perjanjian KSO tetapi mengikat antara KSO dan subjek hukum lain di dalam suatu perjanjia baru. Subjek hukum merupakan pihak yang harus bertanggung jawab akibat kerugian yang dialami oleh mitra kontraknya sebagai akibat dari tindakan ingkar janji atau wanprestasi yang dilakukannya terhadap kerugian tersebut dan seluruh harta subjek hukum tersebutlah yang menjadi jaminan pembayarannya. Subjek suatu perjanjian tersebut dapat berupa subjek hukum pribadi (personal entity) ataupun subjek hukum korporasi (legal entity, corporate entity) baik secara sendiri-sendiri ataupun bersama-sama (Simanjuntak, 2011). Hal ini terkait pula dengan kedudukan subjek hukum di dalam berperkara di pengadilan. Gugatan dan tuntutan terhadap KSO harus dibuat dan ditujukan kepada para pendiri KSO. Demikian pula halnya apabila KSO yang bertindak dalam mengajukan gugatan. Hal ini disebabkan sehubungan suatu perusahaan yang menjadi subjek dalam gugatan maka yang dapat menjadi patokan pada prinsipnya terletak pada perusahaan tersebut berkedudukan sebagai badan hukum atau tidak berbadan hukum. Apabila perusahaan berstatus badan hukum maka yang digugat adalah badan hukumnya sedangkan apabila perusahaan itu tidak berbadan hukum maka yang digugat adalah pengurusnya (Supramono, 2007). KESIMPULAN DAN SARAN Pelaksanaan perjanjian KSO di dalam praktik baik yang berbentuk administrative JO maupun non administrative JO telah memenuhi syarat keabsahan sebagai suatu perjanjian berdasarkan hukum perjanjian di Indonesia. Hanya saja perjanjian KSO ini belum memenuhi unsur kaidah hukum sebagai salah satu unsur kontrak innominaat yang sifatnya khusus. Kekhususan dari KSO ini sendiri dapat bertindak sebagai suatu badan usaha dan dapat diakui sebagai bentuk badan usaha kerja sama yang terbentuk berdasarkan perjanjian yang tidak berbadan hukum karena tidak 199

8 Eka Suci Mauliyani ISSN adanya pengesahan dari pihak yang berwenang. Hal ini diakui di dalam praktik seiring dengan perkembangan kebutuhan para pengusaha sehingga setiap pihak yang menciptakan kaidah atau ketentuan hukum perusahaan dapat menjadi sumber hukum perusahaan itu sendiri, diantaranya adalah perundang-undangan, kontrak perusahaan, putusan pengadilan, dan kebiasaan. Namun hubungan hukum yang dilakukannya terhadap pihak ketiga belum dapat memberikan perlindungan hukum karena KSO tidak memiliki kecakapan/kewenangan bertindak sehingga pertanggungjawaban KSO terkait adanya wanprestasi tidak menjamin para pihak dikarenakan KSO tidak dapat bertindak di muka pengadilan, baik sebagai penggugat maupun tergugat. Perlu adanya peraturan perundangundangan yang sifatnya mengatur khusus mengenai KSO agar tidak menimbulkan penafsiran yang keliru dalam memandang pelaksanaan dan kedudukan KSO dikarenakan perkembangan pelaksanaan perjanjian KSO di dalam praktik bukan hanya melibatkan para pengusaha tetapi juga bisa melibatkan pemerintah dan pihak lain dalam pelaksanaannya. Selain itu, seiring perkembangan kebutuhan para pengusaha di dalam praktik sebaiknya suatu KSO dibuat bukan hanya antara para pihak dengan akta di bawah tangan ataupun dalam bentuk legalisasi oleh notaris tetapi melibatkan notaris dalam pembuatannya untuk lebih menjamin kekuatan pembuk-tian dari perjanjian tersebut, serta KSO yang berkedudukan sebagai bentuk badan usaha yang memiliki entitas tersendiri terpisah dari para pihaknya masing-masing, sebaiknya bentuk pendirian tersebut bukan hanya dituangkan dalam perjanjian tetapi bentuk badan usaha tersebut didaftarkan sebagaimana mestinya pendirian dan pendaftaran suatu badan usaha. DAFTAR PUSTAKA Ali, Achmad. (2008). Menguak tabir Hukum. Bandung: Alumni. Ali, Chidir. (2011). Badan Hukum. Bandung: Alumni. Amiruddin; Asikin, Zainal. (2004). Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Muhammad, Abdulkadir. (2010). Hukum Perusahaan Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. Mulhadi. (2010). Hukum Perusahaan: Bentuk-bentuk Badan Usaha di Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia. Roberts, Peter; Derrick, Julia. (2011). Oil and Gas United Kingdom (OGUK) and International Petroleum Negotiator (AIPN) joint operating agreements: differences on operator liability. Salim. (2005). Perkembangan Hukum Kontrak Innnominaat di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. Sembiring, Sentosa. (2008). Hukum Dagang. Bandung: Citra Aditya Bakti. Simanjuntak, Ricardo (2011). Hukum Kontrak: Teknik Perancangan Kontrak Bisnis. Jakarta: Kontan Publishing. Supramono, Gatot. (2007). Kedudukan Perusahaan sebagai subjek dalam gugatan perdata di Pengadilan. Jakarta: Rineka Cipta. Tambunan, Ruston. (2011). Perlakuan Perpajakan Joint Operation dalam Bidang Usaha Jasa Konstruksi, 011/11/02/317/523722/perlakuanperpajakan-joint-operation-jo-dala m-bidang-usaha-jasa-konstruksi. 200

Jenis Perjanjian KSO. Setiap jenis perjanjian tersebut memiliki hukum tersendiri

Jenis Perjanjian KSO. Setiap jenis perjanjian tersebut memiliki hukum tersendiri 1 Perjanjian KSO Perjanjian KSO sebagai perjanjian tidak bernama Perjanjian KSO tidak betulbetul bentuk baru perjanjian Sebenarnya bentuk dasar perjanjian KSO terdapat di dalam KUHPerdata Banyak jenis

Lebih terperinci

ASAS NATURALIA DALAM PERJANJIAN BAKU

ASAS NATURALIA DALAM PERJANJIAN BAKU ASAS NATURALIA DALAM PERJANJIAN BAKU Oleh : Putu Prasintia Dewi Anak Agung Sagung Wiratni Darmadi Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACK Standard contract is typically made

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU DALAM PERSEKUTUAN KOMANDITER YANG MENGALAMI KEPAILITAN

PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU DALAM PERSEKUTUAN KOMANDITER YANG MENGALAMI KEPAILITAN PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU DALAM PERSEKUTUAN KOMANDITER YANG MENGALAMI KEPAILITAN Oleh : Novita Diana Safitri Made Mahartayasa Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Dalam perusahaan terdapat

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) YANG BERBENTUK BUKAN PERSEROAN TERBATAS (PT)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) YANG BERBENTUK BUKAN PERSEROAN TERBATAS (PT) PERLINDUNGAN HUKUM BAGI USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) YANG BERBENTUK BUKAN PERSEROAN TERBATAS (PT) Oleh: Ni Luh Ristha Ariani Made Suksma Prijandhini Devi Salain Bagian Hukum Keperdataan Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah perusahaan untuk pertama kalinya terdapat di dalam Pasal 6 KUHD yang mengatur mengenai penyelenggaraan pencatatan yang wajib dilakukan oleh setiap orang

Lebih terperinci

Perpajakan Joint Operation Usaha Jasa Konstruksi

Perpajakan Joint Operation Usaha Jasa Konstruksi Perpajakan Joint Operation Usaha Jasa Konstruksi Priyanto Rustadi Pengantar Bentuk penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Joint Operation dapat bermacam-macam, baik itu dari usaha, dari modal maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisa yuridis..., Yayan Hernayanto, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Analisa yuridis..., Yayan Hernayanto, FH UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Istilah Yayasan, bukan merupakan istilah yang asing. Sudah sejak lama Yayasan hadir sebagai salah satu organisasi atau badan yang melakukan kegiatan dalam bidang

Lebih terperinci

Abstract. Keywords: Responsibility, contractor, tort, compensation. Abstrak

Abstract. Keywords: Responsibility, contractor, tort, compensation. Abstrak Abstract TANGGUNG JAWAB KONTRAKTOR DALAM PERBEDAAN SPESIFIKASI PENGGUNAAN BAHAN BANGUNAN DARI YANG DIPERJANJIKAN Oleh I Made Ary Ananda Putra I Wayan Wiryawan Suatra Putrawan Hukum Perdata Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Tanggungjawab terbatas..., Ronald U.P. Sagala, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Tanggungjawab terbatas..., Ronald U.P. Sagala, FH UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum orang beranggapan bahwa tanggung jawab pemegang saham perseroan terbatas hanya terbatas pada saham yang dimilikinya. Menurut asasnya, dengan

Lebih terperinci

BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN. A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan

BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN. A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan Pasal 1 angka 1 UUPT, elemen pokok yang melahirkan suatu Perseroan sebagai badan hukum,

Lebih terperinci

BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT. Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan

BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT. Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT A. Pengertian Perseroan Terbatas Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan berasal dari kata Sero", yang mempunyai arti Saham.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perseroan Terbatas ( PT ) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perseroan Terbatas (PT) sebelumnya diatur

Lebih terperinci

PEMBATALAN PERJANJIAN MAATSCHAP YANG DIDIRIKAN TANPA JANGKA WAKTU DAN ATAS DASAR WANPRESTASI

PEMBATALAN PERJANJIAN MAATSCHAP YANG DIDIRIKAN TANPA JANGKA WAKTU DAN ATAS DASAR WANPRESTASI PEMBATALAN PERJANJIAN MAATSCHAP YANG DIDIRIKAN TANPA JANGKA WAKTU DAN ATAS DASAR WANPRESTASI Oleh : Ni Luh Putri Santika I G A A Ari Krisnawati Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT:

Lebih terperinci

KEABSAHAN PERJANJIAN NOMINEE KEPEMILIKAN SAHAM DALAM PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS

KEABSAHAN PERJANJIAN NOMINEE KEPEMILIKAN SAHAM DALAM PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS KEABSAHAN PERJANJIAN NOMINEE KEPEMILIKAN SAHAM DALAM PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS Oleh: Anak Agung Intan Permata Sari Ni Ketut Supasti Darmawan Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU Oleh : I Made Aditia Warmadewa I Made Udiana Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Tulisan ini berjudul akibat hukum wanprestasi dalam perjanjian

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. V/No. 9/Nov/2017

Lex Administratum, Vol. V/No. 9/Nov/2017 KEDUDUKAN DAN KEKUATAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DITINJAU DARI SEGI HUKUM KONTRAK DALAM KUHPERDATA (PENERAPAN PASAL 1320 JO PASAL 1338 KUHPERDATA) 1 Oleh: Adeline C. R. Dille 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN BISNIS FRANCHISE

PERLINDUNGAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN BISNIS FRANCHISE PERLINDUNGAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN BISNIS FRANCHISE Oleh : Putu Prasmita Sari I Gusti Ngurah Parwata Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The title of this scientific

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perusahaan adalah suatu pengertian ekonomi yang banyak dipakai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah memberikan penafsiran maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Anak merupakan karunia yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada kedua orang tuanya. Setiap anak tidak hanya tumbuh dan berkembang dalam sebuah

Lebih terperinci

KEKUATAN HUKUM DARI SEBUAH AKTA DI BAWAH TANGAN

KEKUATAN HUKUM DARI SEBUAH AKTA DI BAWAH TANGAN KEKUATAN HUKUM DARI SEBUAH AKTA DI BAWAH TANGAN Oleh : Avina Rismadewi Anak Agung Sri Utari Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Many contracts are in writing so as to make it

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP LESSEE DALAM HAL OBJEK LEASING MENGANDUNG CACAT TERSEMBUNYI

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP LESSEE DALAM HAL OBJEK LEASING MENGANDUNG CACAT TERSEMBUNYI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP LESSEE DALAM HAL OBJEK LEASING MENGANDUNG CACAT TERSEMBUNYI Oleh : I Putu Gede Yoga Pramana I Nyoman Mudana Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This journal

Lebih terperinci

KEPASTIAN HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DALAM BENTUK PERSEROAN TERBATAS (NAAMLOZE VENNOTSCHAP)

KEPASTIAN HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DALAM BENTUK PERSEROAN TERBATAS (NAAMLOZE VENNOTSCHAP) KEPASTIAN HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DALAM BENTUK PERSEROAN TERBATAS (NAAMLOZE VENNOTSCHAP) Oleh : Komang Eva Jayanti Nyoman Mas Ariani Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT:

Lebih terperinci

KEPEMILIKAN SAHAM SUAMI DAN ISTRI DALAM SATU PERSEROAN TERBATAS. Wishnu Kurniawan 1. Yeni Tan 2 ABSTRACT

KEPEMILIKAN SAHAM SUAMI DAN ISTRI DALAM SATU PERSEROAN TERBATAS. Wishnu Kurniawan 1. Yeni Tan 2 ABSTRACT KEPEMILIKAN SAHAM SUAMI DAN ISTRI DALAM SATU PERSEROAN TERBATAS Wishnu Kurniawan 1 Yeni Tan 2 ABSTRACT The purpose of this study is to investigate and analyze the validity on the ownership of Limited Liability

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan, baik langsung untuk kehidupan seperti bercocok tanam atau tempat tinggal,

Lebih terperinci

Kata kunci: iktikad baik, rumah susun, perlindungan konsumen. v Universitas Kristen Maranatha

Kata kunci: iktikad baik, rumah susun, perlindungan konsumen. v Universitas Kristen Maranatha TINJAUAN YURIDIS TERHADAP IKTIKAD BAIK PENGEMBANG RUMAH SUSUN DALAM TINDAKAN HUKUM PEMESANAN RUMAH SUSUN DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN UNDANG- UNDANG

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pajak penghasilan atas pengembangan investasi bidang properti.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pajak penghasilan atas pengembangan investasi bidang properti. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan tidak lepas dari penelitian-penelitian yang sudah ada dan masih relevan untuk digunakan. Di bawah ini adalah penelitian terdahulu

Lebih terperinci

AKIBAT PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN KEKUATAN HUKUM SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA YANG DITERBITKAN OLEH KANTOR PENDAFTARAN FIDUSIA

AKIBAT PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN KEKUATAN HUKUM SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA YANG DITERBITKAN OLEH KANTOR PENDAFTARAN FIDUSIA AKIBAT PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN KEKUATAN HUKUM SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA YANG DITERBITKAN OLEH KANTOR PENDAFTARAN FIDUSIA Oleh : Ni Putu Cintya Virgyanti Ni Nengah Adi Yaryani Bagian Hukum Bisnis

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI INVESTOR TERHADAP PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI INVESTOR TERHADAP PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI INVESTOR TERHADAP PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA Oleh I Gusti Made Wisnu Pradiptha I Ketut Westra Ni Putu Purwanti Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk membentuk suatu keluarga

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Dalam melakukan penafsiran dalam klausul PSC tentang tarif Branch

BAB V PENUTUP. 1. Dalam melakukan penafsiran dalam klausul PSC tentang tarif Branch BAB V PENUTUP V.1 KESIMPULAN Dari uraian dan pembahasan yang telah dilakukan, penulis menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Dalam melakukan penafsiran dalam klausul PSC tentang tarif Branch Profit Tax

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu wadah agar dapat bertindak melakukan perbuatan hukum dan

BAB I PENDAHULUAN. suatu wadah agar dapat bertindak melakukan perbuatan hukum dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan dunia usaha dewasa ini mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Setiap orang dalam menjalankan usahanya selalu berusaha mencari jalan agar mendapatkan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN DAN KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM SISTEM HUKUM KONTRAK ABSTRACT

KEDUDUKAN DAN KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM SISTEM HUKUM KONTRAK ABSTRACT KEDUDUKAN DAN KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM SISTEM HUKUM KONTRAK Disusun Oleh : Cyntia Citra Maharani, Fitri Amelia Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta (amelia_fitri25@yahoo.com)

Lebih terperinci

SYARAT SUBJEKTIF SAHNYA PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (KUH PERDATA) DIKAITKAN DENGAN PERJANJIAN E-COMMERCE

SYARAT SUBJEKTIF SAHNYA PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (KUH PERDATA) DIKAITKAN DENGAN PERJANJIAN E-COMMERCE SYARAT SUBJEKTIF SAHNYA PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (KUH PERDATA) DIKAITKAN DENGAN PERJANJIAN E-COMMERCE Oleh Shinta Vinayanti Bumi Anak Agung Sri Indrawati Hukum Bisnis Fakultas

Lebih terperinci

ABSTRAK Pemberlakuan Klausula Buy Back Guarantee

ABSTRAK Pemberlakuan Klausula Buy Back Guarantee ABSTRAK Pemberlakuan Klausula Buy Back Guarantee Dalam Perjanjian Kerjasama Antara Bank Dengan Perusahaan Pengembang Sehubungan Dengan Penyaluran Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) Ilham Nurdiansyah (1087022)

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN SEKURITAS TERHADAP INVESTOR DALAM PERDAGANGAN SAHAM SECARA ELEKTRONIK

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN SEKURITAS TERHADAP INVESTOR DALAM PERDAGANGAN SAHAM SECARA ELEKTRONIK TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN SEKURITAS TERHADAP INVESTOR DALAM PERDAGANGAN SAHAM SECARA ELEKTRONIK Oleh Gusti Ayu Putu Leonita Agustini I Ketut Westra Desak Putu Dewi Kasih Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENANAM MODAL DALAM PERUSAHAAN PERSEKUTUAN PERDATA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL.

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENANAM MODAL DALAM PERUSAHAAN PERSEKUTUAN PERDATA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL. PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENANAM MODAL DALAM PERUSAHAAN PERSEKUTUAN PERDATA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL Oleh Made Gede Justam Widhyatma I Ketut Tjukup Bagian Hukum

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

I. PENGANTAR. No. Jakarta, HH BB TTTT. Kepada Yang Terhormat : Jl.. Up. :.. Hal : Laporan Hasil Legal Audit

I. PENGANTAR. No. Jakarta, HH BB TTTT. Kepada Yang Terhormat : Jl.. Up. :.. Hal : Laporan Hasil Legal Audit No. Jakarta, HH BB TTTT Kepada Yang Terhormat : Jl.. Up. :.. Hal : Laporan Hasil Legal Audit I. PENGANTAR Kami, kantor konsultan hukum Harri Baskoro and Partners, yang berkantor di -----------, untuk dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia dalam era globalisasi ini sedang giatnya melakukan pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana diberbagai sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak dapat dilakukan secara sendiri tanpa orang lain. Setiap orang mempunyai

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PENGGABUNGAN PERUSAHAAN (MERGER) PADA PERUSAHAAN PERSEROAN TERBATAS

AKIBAT HUKUM PENGGABUNGAN PERUSAHAAN (MERGER) PADA PERUSAHAAN PERSEROAN TERBATAS AKIBAT HUKUM PENGGABUNGAN PERUSAHAAN (MERGER) PADA PERUSAHAAN PERSEROAN TERBATAS Oleh Wahyu Suwena Putri Cokorda Istri Anom Pemayun Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstrak Penggabungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman dan era globalisasi saat ini, peran notaris sebagai pejabat umum pembuat akta yang diakui secara yuridis oleh

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK. Oleh: DwiAryaDominika. I WayanWiryawan. BagianHukumPerdataFakultasUniversitasUdayana ABSTRACT

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK. Oleh: DwiAryaDominika. I WayanWiryawan. BagianHukumPerdataFakultasUniversitasUdayana ABSTRACT AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK Oleh: DwiAryaDominika I WayanWiryawan BagianHukumPerdataFakultasUniversitasUdayana ABSTRACT This study aims to determine to develop knowledge in banking

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Dasar Hukum Perseroan Terbatas Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatannya seperti pendidikan, kesehatan, keagamaan dan kegiatan sosial lainnya

BAB I PENDAHULUAN. kegiatannya seperti pendidikan, kesehatan, keagamaan dan kegiatan sosial lainnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yayasan sebenarnya telah dikenal cukup lama dengan berbagai bidang kegiatannya seperti pendidikan, kesehatan, keagamaan dan kegiatan sosial lainnya yang belum tertangani

Lebih terperinci

STATUS HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING

STATUS HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING STATUS HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MoU) DALAM HUKUM PERJANJIAN INDONESIA Oleh Ketut Surya Darma I Made Sarjana A.A. Sagung Wiratni Darmadi Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS. pemegang sahamnya untuk mengalihkan perusahaannya kepada setiap orang

BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS. pemegang sahamnya untuk mengalihkan perusahaannya kepada setiap orang BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS A. Defenisi Perseroan Terbatas Perseroan Terbatas (PT) merupakan bentuk usaha kegiatan ekonomi yang paling disukai saat ini, di samping karena pertanggungjawabannya

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas. BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Tinjauan Umum tentang Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli Sebelum membahas mengenai aturan jual beli saham dalam perseroan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk

BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS A. Kedudukan Direksi Sebagai Pengurus dalam PT Pengaturan mengenai direksi diatur dalam Bab VII dari Pasal 92 sampai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

Analisis pemahaman..., Kristanto, FH UI, BAB 1 PENDAHULUAN

Analisis pemahaman..., Kristanto, FH UI, BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara-negara yang menganut sistem hukum Common Law dikenal sebuah doktrin yang digunakan dalam hukum perusahaan yaitu Doktrin Business Judgment Rule, doktrin tersebut

Lebih terperinci

HAK ISTIMEWA BAGI INVESTOR ASING DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

HAK ISTIMEWA BAGI INVESTOR ASING DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL HAK ISTIMEWA BAGI INVESTOR ASING DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL Oleh : Melya Sarah Yoseva I Ketut Westra A.A Sri Indrawati Hukum Bisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perusahaan di Indonesia mengakibatkan beberapa perubahan dari sistem perekonomian, kehidupan sosial masyarakat, politik serta hukum tatanan hukum

Lebih terperinci

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan KEDUDUKAN TIDAK SEIMBANG PADA PERJANJIAN WARALABA BERKAITAN DENGAN PEMENUHAN KONDISI WANPRESTASI Etty Septiana R 1, Etty Susilowati 2. ABSTRAK Perjanjian waralaba merupakan perjanjian tertulis antara para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, globalisasi ekonomi guna mencapai kesejahteraan rakyat berkembang semakin pesat melalui berbagai sektor perdangangan barang dan jasa. Seiring dengan semakin

Lebih terperinci

RUANG LINGKUP JASA HUKUM LAW OFFICE J.P. ARSYAD & ASSOCIATES ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) HUKUM PIDANA HUKUM BISNIS DAN INDUSTRIAL

RUANG LINGKUP JASA HUKUM LAW OFFICE J.P. ARSYAD & ASSOCIATES ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) HUKUM PIDANA HUKUM BISNIS DAN INDUSTRIAL RUANG LINGKUP JASA HUKUM LAW OFFICE J.P. ARSYAD & ASSOCIATES ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) Law Office J.P. Arsyad & Associates menawarkan jasa dalam penyelesaian sengketa melalui prosedur penyelesaian

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia bisnis saat ini semakin berkembang sejalan dengan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat, berbagai kegiatan dapat dilakukan oleh seseorang dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan notaris..., E. Paramitha Sapardan, FH UI, hlm. 1. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Peranan notaris..., E. Paramitha Sapardan, FH UI, hlm. 1. Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perseroan dalam pengertian umum adalah perusahaan atau organisasi usaha. Sedangkan perseroan terbatas adalah salah satu bentuk organisasi usaha atau badan usaha yang

Lebih terperinci

ANALISIS TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA DI INDONESIA

ANALISIS TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA DI INDONESIA ANALISIS TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA DI INDONESIA Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (ASEAN Economic Community) juga sudah di depan mata. Sorotan

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (ASEAN Economic Community) juga sudah di depan mata. Sorotan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dan perdagangan di Indonesia berkembang dengan pesat. Tantangan perdagangan bebas seperti Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community)

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan A. Pengertian Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB LESSEE TERHADAP MUSNAHNYA BARANG MODAL KARENA KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) DALAM PERJANJIAN LEASING

TANGGUNG JAWAB LESSEE TERHADAP MUSNAHNYA BARANG MODAL KARENA KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) DALAM PERJANJIAN LEASING TANGGUNG JAWAB LESSEE TERHADAP MUSNAHNYA BARANG MODAL KARENA KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) DALAM PERJANJIAN LEASING Oleh I Made Agus Adi Mahardika I Ketut Mertha Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KONTRAK SEWA BELI

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KONTRAK SEWA BELI 65 TINJAUAN YURIDIS Abstrak : Perjanjian sewa beli merupakan gabungan antara sewamenyewa dengan jual beli. Artinya bahwa barang yang menjadi objek sewa beli akan menjadi milik penyewa beli (pembeli) apabila

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 117 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan keseluruhan uraian dari hasil penelitian dan pembahasan penulis di atas, penulis berkesimpulan bahwa : 1. Perlindungan hukum bagi pihak yang mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam masyarakat, individu yang satu senantiasa berhubungan dengan individu yang lain. Dengan perhubungan tersebut diharapkan

Lebih terperinci

PERJANJIAN PEMBENTUKAN KONSORSIUM Perjanjian Pembentukan Konsorsium ( PERJANJIAN AWAL ) ini ditandatangani pada hari ini [...] tanggal [...] bulan [...] tahun [...] (...-...-20...), antara: I. PT. [...],

Lebih terperinci

Oleh : Arie.Muhyiddin. SH., MH

Oleh : Arie.Muhyiddin. SH., MH Oleh : Arie.Muhyiddin. SH., MH Pengertian hukum bisnis (bestuur rechts) Hukum bisnis adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan hukum,baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur hak dan kewajiban

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dinyatakan setiap orang berhak untuk bekerja serta

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dinyatakan setiap orang berhak untuk bekerja serta 11 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Di era pertumbuhan ekonomi yang pesat ini, sebagai masyarakat yang konsumtif harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dimana hak kita sebagai Warga Negara

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 5/Mei/2016

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 5/Mei/2016 TINJAUAN HUKUM TENTANG PEMBUBARAN PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN 1 Oleh : Christian Ridel Liuw 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana alasan memilih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manajemen. Waralaba juga dikenal sebagai jalur distribusi yang sangat efektif

I. PENDAHULUAN. manajemen. Waralaba juga dikenal sebagai jalur distribusi yang sangat efektif I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Waralaba pada hakekatnya adalah sebuah konsep pemasaran dalam rangka memperluas jaringan usaha secara cepat, sistem ini dianggap memiliki banyak kelebihan terutama menyangkut

Lebih terperinci

Oleh Gede Irwan Mahardika Ngakan Ketut Dunia Dewa Gede Rudy Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana

Oleh Gede Irwan Mahardika Ngakan Ketut Dunia Dewa Gede Rudy Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana KEDUDUKAN BANK INDONESIA DALAM HAL KEPAILITAN BANK DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN BANK DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG Oleh Gede Irwan Mahardika Ngakan Ketut

Lebih terperinci

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA (BNI) KANTOR CABANG UNIT (KCU) SINGARAJA

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA (BNI) KANTOR CABANG UNIT (KCU) SINGARAJA PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA (BNI) KANTOR CABANG UNIT (KCU) SINGARAJA Oleh: I Made Adi Dwi Pranatha Putu Purwanti A.A. Gede Agung Dharmakusuma Bagian

Lebih terperinci

PENETAPAN HONORARIUM ATAS JASA HUKUM NOTARIS DETERMINATION OF LEGAL SERVICES NOTARY HONORARIUM TOP

PENETAPAN HONORARIUM ATAS JASA HUKUM NOTARIS DETERMINATION OF LEGAL SERVICES NOTARY HONORARIUM TOP PENETAPAN HONORARIUM ATAS JASA HUKUM NOTARIS DETERMINATION OF LEGAL SERVICES NOTARY HONORARIUM TOP Ronald Gultom, Syamsul Bachri, Farida Patittingi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komanditer atau sering disebut dengan CV (Commanditaire. pelepas uang (Geldschieter), dan diatur dalam Kitab Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Komanditer atau sering disebut dengan CV (Commanditaire. pelepas uang (Geldschieter), dan diatur dalam Kitab Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan perekonomian di Indonesia semakin berkembang dari waktu ke waktu, banyak masyarakat yang mencoba peruntungannya dalam dunia usaha, salah satunya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan, perkembangan, dan kemajuan internasional yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan, perkembangan, dan kemajuan internasional yang terjadi BAB I PENDAHULUAN Perubahan, perkembangan, dan kemajuan internasional yang terjadi beberapa tahun terakhir ini telah membawa pengaruh sangat besar bagi bangsa Indonesia, khususnya dalam bidang ekonomi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari tahun ke tahun terus berupaya untuk melaksanakan peningkatan pembangunan di berbagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Pengertian Perseroan Terbatas Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Pengertian Perseroan Terbatas Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI A. Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum Dewasa ini Perseroan Terbatas merupakan

Lebih terperinci

JURNAL TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERJANJIAN PEMBORONGAN BANGUNAN ANTARA PEMERINTAH DAN SWASTA

JURNAL TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERJANJIAN PEMBORONGAN BANGUNAN ANTARA PEMERINTAH DAN SWASTA JURNAL TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERJANJIAN PEMBORONGAN BANGUNAN ANTARA PEMERINTAH DAN SWASTA Disusun Oleh : Mateus Maghu Ate NPM : 120511033 PROGRAM STUDI : Ilmu Hukum PROGRAM KEKHUSUSAN : Hukum Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan kebutuhan utama atau primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan tidak hanya dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan hidup, tetapi

Lebih terperinci

Perjanjian Di Luar KUH.Perdata Perjanjian Kerjasama Operasi dan Kontrak Karya. Komisi Yudisial Republik Indonesia

Perjanjian Di Luar KUH.Perdata Perjanjian Kerjasama Operasi dan Kontrak Karya. Komisi Yudisial Republik Indonesia Perjanjian Di Luar KUH.Perdata Perjanjian Kerjasama Operasi dan Kontrak Karya Makalah disampaikan pada Pelatihan Tematik Hukum Acara Perdata Bagi Hakim di lingkungan Peradilan Umum, Bogor, 13 Juni 2013

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP A. Simpulan

BAB IV PENUTUP A. Simpulan BAB IV PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan perolehan data mengenai asas publisitas dalam pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Pelaksanaan

Lebih terperinci

Disusun oleh : AZALIA SEPTINA WARDANI C

Disusun oleh : AZALIA SEPTINA WARDANI C ANALISIS MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM KONTRAK KERJASAMA DITINJAU DARI HUKUM KONTRAK (Studi Memorandum of Understanding antara Forisntinct dan Partner) Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan

Lebih terperinci

PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM PADA KOPERASI SIMPAN PINJAM (KSP) ARTHA JAYA MAKMUR SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM PADA KOPERASI SIMPAN PINJAM (KSP) ARTHA JAYA MAKMUR SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM PADA KOPERASI SIMPAN PINJAM (KSP) ARTHA JAYA MAKMUR SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Oleh : FERRI HANDOKO NIM :C100080118 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Akibat Hukum dari Wanprestasi yang Timbul dari Perjanjian Kredit Nomor 047/PK-UKM/GAR/11 Berdasarkan Buku III KUHPERDATA Dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terelakkan lagi, dimana Indonesia berada di tengah dan dalam kancah

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terelakkan lagi, dimana Indonesia berada di tengah dan dalam kancah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Hukum perusahaan sebagai bagian dalam hukum bisnis semakin terasa dibutuhkan lebih-lebih pada awal abad 21 ini dengan prediksi bisnis internasional yang tidak terelakkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur kepada Bank berupa tanah-tanah yang masih belum bersertifikat atau belum terdaftar di Kantor Pertanahan.

Lebih terperinci

PENGATURAN DAN MANFAAT PEMBUATAN POST-MARITAL AGREEMENT DALAM PERKAWINAN CAMPURAN DI INDONESIA

PENGATURAN DAN MANFAAT PEMBUATAN POST-MARITAL AGREEMENT DALAM PERKAWINAN CAMPURAN DI INDONESIA PENGATURAN DAN MANFAAT PEMBUATAN POST-MARITAL AGREEMENT DALAM PERKAWINAN CAMPURAN DI INDONESIA Oleh: Kasandra Dyah Hapsari I Ketut Keneng Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

Lebih terperinci

TESIS PENERAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CSR) TERHADAP PT YANG BERGERAK DALAM BIDANG USAHA PERHOTELAN (STUDI PADA HOTEL BERBENTUK PT DI BALI)

TESIS PENERAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CSR) TERHADAP PT YANG BERGERAK DALAM BIDANG USAHA PERHOTELAN (STUDI PADA HOTEL BERBENTUK PT DI BALI) TESIS PENERAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CSR) TERHADAP PT YANG BERGERAK DALAM BIDANG USAHA PERHOTELAN (STUDI PADA HOTEL BERBENTUK PT DI BALI) OLEH NI PUTU YOGI PARAMITHA DEWI NIM. 099 056 1063

Lebih terperinci

PENDAFTARAN FIDUSIA DALAM PRAKTEK PEMBERIAN KREDIT PADA PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT RAGA JAYATAMA DI BATUBULAN GIANYAR

PENDAFTARAN FIDUSIA DALAM PRAKTEK PEMBERIAN KREDIT PADA PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT RAGA JAYATAMA DI BATUBULAN GIANYAR PENDAFTARAN FIDUSIA DALAM PRAKTEK PEMBERIAN KREDIT PADA PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT RAGA JAYATAMA DI BATUBULAN GIANYAR Oleh : Ni Wayan Indah Junyanitha I Nyoman Mudana Ida Ayu Sukihana Hukum Perdata Fakultas

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP ASURANSI UNTUK ANGGOTA TUBUH DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG ASURANSI DI INDONESIA

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP ASURANSI UNTUK ANGGOTA TUBUH DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG ASURANSI DI INDONESIA TINJAUAN YURIDIS TERHADAP ASURANSI UNTUK ANGGOTA TUBUH DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG ASURANSI DI INDONESIA ABSTRAK Asuransi merupakan suatu upaya untuk menghindari risiko yang akan terjadi pada setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, oleh karenanya manusia itu cenderung untuk hidup bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat ini

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN KOPERASI TIDAK TERDAFTAR SEBAGAI BADAN HUKUM

PERTANGGUNGJAWABAN KOPERASI TIDAK TERDAFTAR SEBAGAI BADAN HUKUM PERTANGGUNGJAWABAN KOPERASI TIDAK TERDAFTAR SEBAGAI BADAN HUKUM ABSTRAK Indra Perdana Tanjung Ilmu Hukum, Fakultas Hukum UNA, Kisaran Sumatera Utara Universitas Asahan; Jalan Ahmad Yani, (0623) 42643 e-mail

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia kodratnya adalah zoon politicon, yang merupakan makhluk sosial. Artinya bahwa manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan saling berinteraksi.

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang;

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang; Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu dibentuk Undangundang tentang

Lebih terperinci