Menimbang : a. bahwa dalam rangka peningkatan pelaksanaan fungsi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Menimbang : a. bahwa dalam rangka peningkatan pelaksanaan fungsi"

Transkripsi

1 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGA UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP. 606 TAHUN 2015 TENTANG PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA INSPEKTUR PENERBANGAN DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka peningkatan pelaksanaan fungsi pengendalian, pengawasan dan investigasi terhadap keselamatan, keamanan dan pelayanan penerbangan perlu dilakukan perencanaan sumber daya manusia Inspektur Penerbangan yang berkualitas dan profesional sesuai dengan kebutuhan; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara tentang Perencanaan Sumber Daya Manusia Inspektur Penerbangan Di Lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Repubhk Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3149) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 51);

2 4. Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2003 (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4332); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5135); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 Tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 188, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5467); 7. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8); 8. Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 75); 9. Keputusan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 75/M.PAN/7/2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil; 10. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 60 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 68 Tahun 2013; 11. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 41 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Otoritas Bandar Udara; 12. Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM. 40 Tahun 2012 tentang Pedoman Analisis Beban Kerja Kementerian Perhubungan; 13. Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM. 90 Tahun 2014 tentang Hari dan Jam Kerja dilingkungan Kementerian Perhubungan; 14. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 22 Tahun 2015 tentang Peningkatan Fungsi Pengendalian dan Pengawasan oleh Kantor Otoritas Bandar Udara;

3 15. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 59 Tahun 2015 tentang Kriteria, Tugas, dan Wewenang Inspektur Penerbangan; 16. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 118 Tahun 2015 tentang Inspector Training System bagi Inspektur Penerbangan di Lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara; 17. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 459 Tahun 2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 41 Tahun 2011 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kantor Otoritas Bandar Udara; 18. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Perhubungan Udara Nomor KP. 509 Tahun 2015 tentang Pedoman Pencegahan Benturan Kepentingan (Conflict ofinterest) bagi Inspektur Penerbangan; 19. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP. 522 Tahun 2015 tentang Standar Minimal Ruang Kerja dan Peralatan Penunjang Inspektur Penerbangan; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA TENTANG PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA INSPEKTUR PENERBANGAN DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Perencanaan Sumber Daya Manusia adalah proses kegiatan yang dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan sumber daya manusia pada suatu organisasi dalam bentuk penyusunan formasi, pengembangan dan pemberhentian sumber daya manusia. 2. Inspektur Penerbangan adalah personel yang diberi tugas, tanggung jawab dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan pengendalian, pengawasan dan investigasi kejadian terhadap keselamatan, keamanan dan pelayanan penerbangan.

4 3. Inspektur Angkutan Udara adalah personil yang diberi tugas, tanggung jawab dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan pengendalian dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan angkutan udara. 4. Inspektur Bandar Udara adalah personil yang diberi tugas, tanggung jawab dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan pengendalian, pengawasan dan investigasi terhadap kegiatan bidang operasi dan kelaikan fasilitas bandar udara. 5. Inspektur Keamanan Penerbangan adalah personil yang diberi tugas, tanggung jawab dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan pengendalian, pengawasan dan investigasi terhadap penyelenggaraan bidang aviation security, bidang penanganan barang berbahaya, serta bidang PKP-PK dan Salvage. 6. Inspektur Navigasi Penerbangan adalah personil yang diberi tugas, tanggung jawab dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan pengendalian dan pengawasan terhadap penyelenggaraan bidang Air Traffic Services (ATS), bidang Communication Navigasi Surveillance (CNS), bidang Aeronautical Information Services (AIS), bidang Procedure Of Air Navigation Services-Aircraft Operations (PANS-OPS), bidang Meteorologi Penerbangan (MET) dan bidang Pencarian dan Pertolongan (SAR). 7. Inspektur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara adalah personil yang diberi tugas, tanggung jawab dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan pengendalian dan pengawasan terhadap penyelenggaraan kelaikudaraan, pengoperasian pesawat udara, dan medis penerbangan. 8. Formasi Pegawai Negeri Sipil adalah jumlah dan susunan pangkat yang diperlukan dalam suatu satuan organisasi untuk mampu melaksanakan tugas pokok dalam jangka waktu tertentu. 9. Analisis Beban Kerja adalah upaya menghitung beban kerja pada satuan kerja dengan cara menjumlah semua beban kerja dan selanjutnya membagi dengan kapasitas kerja perorangan persatuan waktu.

5 10. Beban Kerja adalah banyaknya jenis pekerjaan yang harus diselesaikan oleh Inspektur Penerbangan profesional dalam satu tahun dalam satu kegiatan pengawasan dan pengendalian. 11. Pengembangan Sumber Daya Manusia Inspektur Penerbangan adalah seperangkat aktivitas yang sistematis dan terencana yang dirancang dalam memfasilitasi para Inspektur Penerbangan dengan kecakapan yang dibutuhkan untuk memenuhi tuntutan pekerjaan, baik saat ini maupun masa yang akan datang. 12. Inspector Training System adalah suatu program pelatihan terpadu yang disiapkan sebagai panduan untuk pengembangan dan pembinaan Inspektur Penerbangan mulai dari pengangkatan pertama dalam jabatan sebagai Inspektur Penerbangan sampai dengan diberhentikan. 13. Kompensasi Sumber Daya Manusia Inspektur Penerbangan adalah segala sesuatu yang diterima oleh pegawai dalam bentuk flnansial dan fasilitas penunjang sebagai imbalan atas jasa atau tenaga yang diberikan dalam jabatannya sebagai Inspektur Penerbangan. 14. Pola Karir Sumber Daya Manusia Inspektur Penerbangan adalah pola pembinaan yang menggambarkan alur pengembangan karir yang menunjukkan keterangan dan keserasian antara jabatan, pangkat, diklat kepemimpinan, diklat kompetensi, serta masa jabatan seorang Pegawai Negeri Sipil sejak pengangkatan pertama dalam jabatan tertentu sampai dengan pensiun. 15. Pemberhentian Sumber Daya Manusia Inspektur Penerbangan adalah pemberhentian yang mengakibatkan yang bersangkutan kehilangan jabatannya sebagai Inspektur penerbangan. 16. Pengadaan Sumber Daya Manusia Inspektur Penerbangan adalah kegiatan untuk mengisi formasi Inspektur Penerbangan yang dibutuhkan. 17. Otoritas Bandar Udara adalah lembaga pemerintah yang diangkat oleh Menteri dan memiliki kewenangan untuk menjalankan dan melakukan pengawasan terhadap dipenuhinya ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjamin keselamatan, keamanan, dan pelayanan penerbangan.

6 18. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 19. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perhubungan Udara. 20. Sekretaris Direktorat Jenderal adalah Sekretaris Direktur Jenderal Perhubungan Udara. Pasal 2 Perencanaan sumber daya manusia Inspektur Penerbangan di Lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara berlaku untuk Inspektur Penerbangan di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dan Kantor Otoritas Bandar Udara. Pasal 3 Perencanaan sumber daya manusia Inspektur Penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi: a. Formasi sumber daya manusia Inspektur Penerbangan; b. Pengembangan sumber daya manusia Inspektur Penerbangan; dan c. Pemberhentian sumber daya manusia sebagai Inspektur Penerbangan. Pasal 4 (1) Penyusunan perencanaan sumber daya manusia Inspektur Penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 digunakan sebagai pedoman dalam rangka pembinaan Inspektur Penerbangan yang lebih berkualitas dalam melaksanakan tugas dan fungsi pengendalian, pengawasan dan investigasi terhadap keselamatan, keamanan dan pelayanan penerbangan. (2) Maksud dan tujuan penyusunan perencanaan sumber daya manusia Inspektur Penerbangan yaitu: a. untuk menentukan kualitas dan kuantitas Inspektur Penerbangan sesuai dengan kompetensi dan kebutuhan; b. untuk menjamin tersedianya sumber daya manusia Inspektur Penerbangan pada masa sekarang maupun masa mendatang; c. untuk menghindari tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas dan fungsi; d. untuk pemenuhan Inspektur Penerbangan secara proporsional di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dan Kantor Otoritas Bandar Udara;

7 e. untuk menjadi pedoman dalam menetapkan program penarikan, seleksi, pengembangan, kompensasi, pemeliharaan, kedisiplinan dan pemberhentian Inspektur Penerbangan serta pedoman mutasi baik secara horizontal, vertikal maupun diagonal; dan f. untuk digunakan sebagai dasar dalam melakukan penilaian kinerja Inspektur Penerbangan. Pasal 5 Formasi sumber daya manusia Inspektur Penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, terdiri dari: a. tata cara perhitungan kebutuhan jumlah Inspektur Penerbangan; dan b. mekanisme pemenuhan Inspektur Penerbangan. Pasal 6 (1) Tata cara perhitungan kebutuhan jumlah Inspektur Penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dilakukan dengan menyusun analisis beban kerja masing-masing Inspektur Penerbangan yang meliputi perhitungan jumlah kebutuhan Inspektur Angkutan Udara, Inspektur Bandar Udara, Inspektur Keamanan Penerbangan, Inspektur Navigasi Penerbangan, serta Inspektur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara. (2) Hasil perhitungan kebutuhan jumlah Inspektur Penerbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disiapkan dalam perencanaan pemenuhan Inspektur Penerbangan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun. (3) Perencanaan pemenuhan Inspektur Penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) akan dilakukan evaluasi setiap tahun. (4) Analisis beban kerja Inspektur Penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan jumlah indikator obyek pengendalian, pengawasan dan investigasi, waktu efektif kerja dalam 1 (satu) tahun, serta frekuensi pengendalian, pengawasan dan investigasi kejadian. (5) Ketentuan waktu efektif kerja dalam 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah sebagai berikut :

8 a. jam kerja efektif per hari = 1 hari x 5,5 jam = 5,5 jam atau 330 menit; b. jam kerja efektif per minggu = 5 hari x 5,5 jam = 27,5 jam atau 1650 menit; c. jam kerja efektif per bulan = 19 hari x 5,5 jam = 105 jam atau 6300 menit; dan d. jam kerja efektif per tahun = 228 hari x 5,5 jam = 1250 jam atau menit. (6) Tata cara perhitungan kebutuhan jumlah Inspektur Penerbangan di Lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan ini. (7) Hasil analisis beban kerja Inspektur Penerbangan di Lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan ini. Pasal 7 Mekanisme pemenuhan inspektur penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dilakukan melalui: a. pengadaan calon Inspektur Penerbangan; dan b. peningkatan kompetensi Inspektur Penerbangan. Pasal 8 Pengadaan calon Inspektur Penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a dapat dilakukan melalui: a. pengadaan calon Pegawai Negeri Sipil; dan b. pengadaan pegawai dengan perjanjian kerja. Pasal 9 (1) Pengadaan calon Inspektur Penerbangan melalui pengadaan calon Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dilakukan oleh Direktorat Jenderal bersama dengan Kementerian negara yang meyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur, mulai dari perencanaan, pengumuman, pelamaran, penyaringan, pengangkatan calon Inspektur Penerbangan sampai dengan pengangkatan menjadi Inspektur Penerbangan. (2) Persyaratan pengadaan jabatan calon Inspektur Penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil.

9 (3) Calon Inspektur Penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah memenuhi persyaratan administrasi berhak mengikuti ujian penyaringan. (4) Ujian penyaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri dari: a. tes kompetensi dasar; dan b. tes kompetensi bidang. Pasal 10 (1) Materi tes kompetensi dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) huruf a dan pengolahan hasil tes kompetensi dasar dilaksanakan sepenuhnya oleh Kementerian negara yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur. (2) Materi tes kompetensi bidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) huruf b ditetapkan oleh Kementerian negara yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur berdasarkan materi yang disusun oleh Direktorat Jenderal. (3) Pengolahan hasil tes kompetensi bidang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Kementerian negara yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur. Pasal 11 Pengadaan calon Inspektur Penerbangan melalui pengadaan pegawai dengan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dapat dilakukan apabila: a. ketersediaan jumlah Inspektur Penerbangan terbatas; dan/atau b. belum tersedianya sumber daya manusia Inspektur Penerbangan. Pasal 12 Peningkatan kompetensi Inspektur Penerbangan sebagaimana dimaksud pada pasal 7 huruf b dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan Inspektur Penerbangan melalui pendidikan formal dan non formal.

10 Pasal 13 (1) Pendidikan formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 merupakan peningkatan kompetensi Inspektur Penerbangan melalui jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan formal. (2) Pendidikan non formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 merupakan peningkatan kompetensi Inspektur Penerbangan yang dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang di luar pendidikan formal yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan formal maupun non formal. Pasal 14 Pengembangan sumber daya manusia Inspektur Penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b meliputi: a. pendidikan dan pelatihan Inspektur Penerbangan berbasis kompetensi; b. pengaturan kompensasi Inspektur Penerbangan; dan c. pengaturan pola karir Inspektur Penerbangan. Pasal 15 Pendidikan dan Pelatihan Inspektur Penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a dilaksanakan melalui Inspector Training System (ITS) yang meliputi pelatihan wajib dan pelatihan spesialisasi, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 16 Pengaturan kompensasi Inspektur penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b dilakukan melalui penetapan sebagai jabatan fungsional tertentu, peningkatan kelas jabatan, serta pemenuhan fasilitas kerja dan penunjangnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 17 (1) Pola karir Inspektur Penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c dapat dilakukan secara berjenjang vertikal, horizontal dan diagonal. (2) Pola karir berjenjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai dari jenjang jabatan terendah sampai dengan jabatan tertinggi secara berurutan.

11 (3) Pola karir secara vertikal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan peningkatan jenjang dari terampil ke ahli sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. (4) Pola karir secara horizontal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan peralihan dari jabatan fungsional umum dan/atau jabatan fungsional tertentu lainnya ke jabatan Inspektur Penerbangan sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. (5) Pola karir secara diagonal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perpindahan pegawai dari jabatan struktural ke jabatan Inspektur Penerbangan atau sebaliknya sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Pasal 18 (1) Pemberhentian sebagai Inspektur Penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c terdiri atas pemberhentian dari jabatan Inspektur Penerbangan dan pemberhentian dari Pegawai Negeri Sipil. (2) Pemberhentian dari jabatan Inspektur Penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan apabila Inspektur Penerbangan beralih jabatan atau melakukan pelanggaran kewajiban sebagai Inspektur Penerbangan. (3) Pemberhentian dari Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan apabila Inspektur Penerbangan mengundurkan diri dari Pegawai Negeri Sipil, memasuki batas usia pensiun, dan/atau melakukan pelanggaran disiplin pegawai. (4) Prosedur pemberhentian sebagai Inspektur Penerbangan dari jabatan Inspektur Penerbangan dan pemberhentian dari Pegawai Negeri Sipil dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 19 Pemberhentian Inspektur Penerbangan dengan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dapat dilakukan apabila: a. kontrak kerja tidak diperpanjang atau masa berlaku perjanjian kerja telah habis; b. mengundurkan diri dari jabatan Inspektur Penerbangan; c. melakukan pelanggaran kewajiban sebagai Inspektur Penerbangan; dan d. telah terpenuhi kebutuhan Inspektur Penerbangan dari Pegawai Negeri Sipil.

12 Pasal 20 Sekretaris Direktorat Jenderal melakukan evaluasi perencanaan sumber daya manusia Inspektur Penerbangan setiap 2 (dua) tahun sekali. Pasal 21 Direktur Jenderal melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan ini. Pasal 22 Peraturan ini berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : JAKARTA Pada tanggal : 15 OKTOBER 2015 DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA TTD SUPRASETYO Salinan Peraturan ini disampaikan kepada Yth. : 1. Menteri Perhubungan; 2. Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan; 3. Inspektur Jenderal Kementerian Perhubungan; 4. Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Udara; 5. Para Direktur di Lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara; 6. Para Kepala Kantor Otoritas Bandar Udara. Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Bagian Hukum dan Humas, HEMI PAMURAHARJO Pembina Tk. I / (IV/b) NIP

13 Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : KP 606 TAHUN 2015 Tanggal : 15 OKTOBER 2015 TATA CARA PERHITUNGAN KEBUTUHAN JUMLAH INSPEKTUR PENERBANGAN DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA A. Rumus Penghitungan Jumlah Kebutuhan Inspektur Penerbangan I. Inspektur Angkutan Udara Hal - hal yang menjadi dasar pertimbangan adalah sebagai berikut: a. Inspektur angkutan udara melaksanakan kegiatan pengendalian dan pengawasan di bidang angkutan udara, antara lain terdiri dari proses merencanakan program pengendalian dan pengawasan, melakukan analisis dan evaluasi badan usaha angkutan udara dan pelayanan jasa angkutan udara, serta menyusun laporan kegiatan pengendalian dan pengawasan di bidang angktan udara; b. Jenis kegiatan pengendalian dan pengawasan di bidang angkutan udara dibagi menjadi 3 (tiga) kegiatan yaitu: inspeksi, evaluasi, dan ijin usaha. c. Untuk mempermudah perhitungan kebutuhan Inspektur Angkutan Udara berdasarkan analisis beban kerja, maka klasifikasi beban kerja kegiatan pengendalian dan pengawasan di bidang angkutan udara dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu perhitungan beban kerja Inspektur Angkutan Udara Kantor Pusat dan beban kerja Inspektur Angkutan Udara Kantor Otoritas Bandar Udara yang berfungsi sebagai perpanjangan tangan dari Kantor Pusat dalam melakukan pengawasan di wilayah operasi bandar udara di seluruh Indonesia. d. Indikator perhitungan kebutuhan jumlah Inspektur Angkutan Udara sebagai berikut: 1) Obyek pengawasan terdiri dari : a) jumlah rute penerbangan dalam dan luar negeri; b) frekuensi penerbangan dalam dan luar negeri; c) tipe pesawat penerbangan dalam dan luar negeri; d) jadwal penerbangan dalam dan luar negeri; e) nomor penerbangan dalam dan luar negeri; f) slot time penerbangan dalam dan luar negeri; g) flight approval berjadwal dan tidak berjawal dalam dan luar negeri; h) extra flight penerbangan luar negeri; i) charterflight penerbangan luar negeri; j) delay manajemen; k) code share badan usaha angkutan udara niaga untuk rute penerbangan dalam dan luar negeri; 1) kelayakan dokumen rute penerbangan berjadwal; m) izin terbang lintas (overflying) berjadwal luar negeri; n) designated airlines nasional dan asing;

14 o) angkutan haji dalam negeri dan luar negeri; p) badan usaha angkutan udara niaga tidak berjadwal dan bukan niaga luar negeri; q) badan usaha angkutan udara niaga tidak berjadwal dan bukan niaga dalam negeri; r) badan usaha angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri dan luar negeri; s) badan usaha pengguna tenaga kerja asing; t) badan usaha pengguna hak angkut dan kerjasama angkutan udara; u) bandar udara yang melaksanakan FAL; v) rute perintis; w) tarif penumpang angkutan udara niaga berjadwal; x) agen penjualan umum; dan y) Notice ofairport Capacity (NAC). 2) Objek pengendalian terdiri dari: a) izin usaha; b) izin kegiatan; c) izin agen penjualan umum angkutan udara asing ( General Sales Agent -GSA); d) izin SIUAUNB parsial; dan e) izin SIUAUNB komprehensif. e. Dari perumusan tersebut maka dapat dilakukan perhitungan jumlah kebutuhan dengan rumus sebagai berikut : 1) Hitung per masing - masing waktu yang diperlukan pada objek yang diawasi dengan rumus sebagai berikut : Jumlah objek yang diawasi x waktu rata-rata per obyek 2) Jumlahkan waktu pada masing - masing objek pengawasan untuk mendapatkan total waktu keseluruhan yang diperlukan 3) Bagikan total waktu keseluruhan yang diperlukan dengan jumlah jam per tahun (1250 jam) dengan rumus sebagai berikut : Total waktu keseluruhan : 1250 jam = jumlah inspektur yang diperlukan 4) Lakukan pembulatan berapapun angka dibelakang koma, karena hal ini dilakukan dalam rangka menghitung orang. II. Inspektur Navigasi Penerbangan Hal - hal yang menjadi dasar pertimbangan adalah sebagai berikut : a. Inspektur Navigasi Penerbangan melakukan pengawasan (inspeksi, audit, pengamatan dan pemantauan) terhadap personel navigasi penerbangan, prosedur dan fasilitas di bidang navigasi penerbangan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan navigasi penerbangan dengan melihat pemenuhan terhadap ketentuan peraturan perundang - undangan yang telah ditetapkan.

15 b. Unit pelayanan navigasi penerbangan terdiri atas unit pelayanan navigasi penerbangan di bandar udara, unit pelayanan navigasi pendekatan, dan unit pelayanan navigasi penerbangan jelajah. Unit pelayanan navigasi penerbangan di bandar udara terdiri dari TWR, AFIS dan AS. Sehingga penyusunan perumusan perhitungan kebutuhan Inspektur Navigasi Penerbangan ditetapkan berdasarkan unit pelayanan tersebut. c. Untuk mempermudah perumusannya maka mengacu pada wilayah kerja 10 (sepuluh) Kantor Otoritas Bandar Udara. Dalam hal ini bukan berarti untuk memenuhi kebutuhan Inspektur Navigasi Penerbangan pada Kantor Otoritas Bandar Udara tetapi untuk pemenuhan kebutuhan seluruh Indonesia. d. Untuk layanan ACC dengan benchmarking adalah pada Bandar Udara Soekarno-Hatta, layanan APP benchmarking adalah Bandar Udara Surabaya, tower dengan benchmarking Bandar Udara Lampung dan AFIS dengan Bandar Udara Cilacap. Untuk unattended karena tidak ada layanan navigasi penerbangan maka tidak dilakukan pengawasan. e. Dari bandar udara yang dijadikan benchmarking tersebut akan dijadikan dasar atau acuan dalam menetapkan jumlah personel navigasi, jumlah peralatan / fasilitas telekomunikasi penerbangan, prosedur yang ada di bandara tersebut untuk layanan lainnya dengan jenis yang sama. f. Dari beberapa bandar udara sebagai benchmarking tersebut maka ditetapkan perumusan sebagai berikut : No. Objek Yang Diawasi 1 Personel navigasi penerbangan 2 Fasilitas pengamatan penerbangan 3 Fasilitas bantu navigasi penerbangan 4 Fasilitas komunikasi penerbangan 5 Prosedur fasilitas pengamatan penerbangan 6 Prosedur fasilitas bantu navigasi penerbangan 7 Prosedur fasilitas komunikasi penerbangan 8 Prosedur operasional ACC/APP/TWR/AFIS Unit Layanan Navigasi Penerbagan ACC APP TWR AFIS

16 g. Frekuensi pengawasan dalam satu tahun ditetapkan sebagai berikut: 1. Unit layanan ACC 2. Unit layanan APP 3. Unit TWR 4. Unit AFIS 3 kali dalam satu tahun 2 kali dalam satu tahun 2 kali dalam satu tahun 1 kali dalam satu tahun Disamping hal tersebut juga tidak menutup kemungkinan dilakukan pengawasan secara insidentil. Ketentuan pengawasan yang dilakukan adalah : 1. Personel navigasi penerbangan membutuhkan waktu 2 hari; 2. Fasilitas pengamatan penerbangan membutuhkan waktu 5 hari; 3. Fasilitas bantu navigasi penerbangan membutuhkan waktu 5 hari; 4. Fasilitas komunikasi penerbangan membutuhkan waktu 2 hari; 5. Prosedur fasilitas pengamatan penerbangan membutuhkan waktu 3 hari; 6. Prosedur fasilitas bantu navigasi penerbangan membutuhkan waktu 3 hari; 7. Prosedur fasilitas komunikasi penerbangan membutuhkan waktu 1 hari; 8. Prosedur operasional membutuhkan waktu 2 hari; 9. Prosedur fasilitas komunikasi, pengamatan dan bantu navigasi penerbangan terdiri dari prosedur pemasangan, prosedur pengoperasian dan prosedur pemeliharaan, sedangkan prosedur pengoperasian unit layanan terdiri dari 20 prosedur. h. Dari perumusan tersebut maka dapat dilakukan perhitungan jumlah kebutuhan dengan rumus sebagai berikut: 1. Hitung per masing - masing total waktu yang diperlukan pada objek yang diawasi dengan rumus sebagai berikut : Jumlah objek yang diawasi x hari x jam efektif / hari (5,5 jam) x jumlah prosedur 2. Jumlahkan total waktu pada masing - masing objek pengawasan untuk mendapatkan total waktu keseluruhan yang diperlukan. 3. Bagikan total waktu keseluruhan dengan jumlah jam pertahun (1250 jam) dengan rumus sebagai berikut : Total waktu keseluruhan :1250 jam = jumlah inspektur yang diperlukan 4. Lakukan pembulatan berapapun angka dibelakang koma, karena hal ini dilakukan dalam rangka menghitung orang. 5. Perhitungan tersebut dilakukan untuk masing - masing unit layanan.

17 i. Dari rumusan tersebut diatas selanjutnya dilakukan perhitungan terhadap jenis unit layanan navigasi penerbangan yang ada di Indonesia berdasarkan wilayah pengawasan pada 10 (sepuluh) Kantor Otoritas Bandar Udara. III. Inspektur Bandar Udara 1. Inspektur Bandar Udara Bidang Operasi Hal - hal yang menjadi dasar pertimbangan adalah sebagai berikut: a. Inspektur Bandar Udara bidang operasi melakukan pengawasan (audit, investigasi, dan evaluasi), dan pengendalian (pengujian dalam rangka penerbitan, perpanjangan, peningkatan, dan validasi) lisensi/rating personel dan/atau sertifikat organisasi di bidang operasi bandar udara. Selain itu Inspektur Bandar Udara bidang operasi turut melakukan memberikan tindakan korektif terhadap hasil laporan kegiatan pengendalian dan pengawasan di bidang operasi bandar udara, dan inspektur bandar udara dapat memberikan sanksi atas tidak terpenuhinya peraturan operasi bandar udara. b. Untuk mempermudah perhitungan kebutuhan Inspektur Bandar Udara bidang operasi berdasarkan analisis beban kerja, maka klasifikasi beban kerja kegiatan pengendalian dan pengawasan di bidang operasi bandar udara dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu perhitungan beban kerja Inspektur Bandar Udara bidang operasi Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dan beban kerja Inspektur Bandar Udara bidang operasi di Kantor Otoritas Bandar Udara yang berfungsi sebagai perpanjangan tangan dari Kantor Pusat dalam melakukan pengawasan di wilayah operasi bandar udara di seluruh Indonesia. c. Indikator perhitungan kebutuhan jumlah Inspektur Bandar Udara bidang operasi - Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perhubungan Udara sebagai berikut : 1) Sertifikat/ register Bandar udara (airport ARC 4, ARC 3, ARC 2, register bandar udara khusus/register waterbase, register heliport/airport ARC1); 2) Sertifikat Lembaga Diklat Personel Bandar Udara ( initial dan audit perpanjangan); 3) Sertifikat Lembaga Inspeksi Keselamatan (initial dan audit perpanjangan); 4) Lisensi Personel Bandar Udara (teknik bandar udara, elektronika bandar udara, listrik bandar udara, mekanikal bandar udara, AMC, GSE operator, marshaller, garbarata, HLO); 5) Izin Badan Usaha Bandar Udara (initial dan perpanjangan); 6) Izin Jasa Kebandarudaraan (initial dan perpanjangan); 7) Izin Operasi Penyelenggaraan Bandar Udara (initial dan perpanjangan);

18 8) Sertifikat kegiatan jasa terkait bandar udara (initial dan perpanjangan); 9) Three Letter Code Bandar Udara (initial); 10) Perubahan status bandar udara khusus ke umum atau penggunaan bandara khusus menjadi umum (initial); 11) Evaluasi level of service bandar udara dalam rangka penyesuaian tarif (initial); 12) Perumusan teknis peraturan perundang-undangan (perumusan teknis peraturan baru, kajian revisi peraturan); 13) ITS untuk Inspektur (training plan, training programme, training record); 14) OJT untuk Inspektur (OJT program, evaluasi dan pelaporan OJT); 15) ITS Administration (administrasi, dokumentasi, pemuktahiran training record, kordinasi pelaksanaan OJT Inspektur); dan 16) OJT Instruktur untuk Inspektur (bimbingan dan pelatihan OJT Inspektur). d. Indikator perhitungan kebutuhan jumlah Inspektur Bandar Udara bidang operasi - Kantor Otoritas Bandar Udara sebagai berikut : 1) Penetapan (penggunaan bandar udara khusus untuk umum terdiri dari: inspeksi, pengamatan, dan pemantauan); 2) Izin (pengusahaan bandar udara komersial dan kegiatan jas terkait bandar udara terdiri dari: inspeksi, pengamatan, pemantauan); 3) Pengesahan (aerodrome manual, AEP, buku pedoman SMS yang terdiri dari: inspeksi, pengamatan, dan pemantuan); 4) Rekomendasi (ketinggian gedung/ bangunan dalam KKOP terdiri dari pengamatan dan pemantauan, teknis pembangunan heliport terdiri dari inspeksi, pengamatan, pemantauan); 5) Lisensi Personel (perpanjangan rating terdiri dari: teknik bandar udara, elektronika bandar udara, listrik bandar udara, mekanikal bandar udara, AMC, GSE operator, marshaller, garbarata, HLO); dan 6) ITS Administration (administrasi, dokumentasi, pemuktahiran training record, kordinasi pelaksanaan OJT Inspektur). e. Dari analisis beban kerja berdasarkan objek kerja Inspektur Bandar Udara bidang operasi, dapat dilakukan perhitungan jumlah kebutuhan dengan rumus sebagai berikut : 1) Hitung masing-masing waktu yang diperlukan pada objek yang diawasi dengan rumus sebagai berikut : Jumlah objek yang diawasi x waktu rata-rata per obyek 2) Jumlahkan waktu pada masing-masing objek pengawasan untuk mendapatkan total waktu keseluruhan yang diperlukan

19 3) Bagikan total waktu keseluruhan yang diperlukan dengan jumlah jam per tahun (1250 jam) dengan rumus sebagai berikut : Total waktu keseluruhan : 1250 jam = jumlah inspektur yang diperlukan 4) Lakukan pembulatan berapapun angka dibelakang koma, karena hal ini dilakukan dalam rangka menghitung orang. 2. Inspektur Bandar Udara Bidang Kelaikan Fasilitas Hal - hal yang menjadi dasar pertimbangan adalah sebagai berikut: a. Inspektur Bandar Udara bidang kelaikan fasilitas melakukan pengawasan (audit, investigasi, dan evaluasi) dan pengendalian (pengujian dalam rangka penerbitan, perpanjangan) izin dan sertifikat fasilitas bandar udara dan/atau organisasi di bidang kelaikan fasilitas bandar udara. Selain itu Inspektur Bandar Udara bidang kelaikan fasilitas turut melakukan memberikan tindakan korektif terhadap hasil laporan kegiatan pengendalian dan pengawasan di bidang kelaikan fasilitas bandar udara, dan Inspektur Bandar Udara bidang kelaikan fasilitas dapat memberikan sanksi atas tidak terpenuhinya peraturan kelaikan fasilitas bandar udara. b. Untuk mempermudah perhitungan kebutuhan Inspektur Bandar Udara bidang kelaikan fasilitas bandar udara berdasarkan analisis beban kerja, maka klasifikasi beban kerja kegiatan pengendalian dan pengawasan di bidang kelaikan fasilitas bandar udara dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu perhitungan beban kerja Inspektur Bandar Udara bidang kelaikan fasilitas bandar udara Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dan beban kerja Inspektur Bandar Udara bidang kelaikan fasilitas bandar udara di Kantor Otoritas Bandar Udara yang berfungsi sebagai perpanjangan tangan dari Kantor Pusat dalam melakukan pengawasan di wilayah operasi bandar udara di seluruh Indonesia. c. Indikator perhitungan kebutuhan jumlah Inspektur Bandar Udara bidang kelaikan fasilitas - Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perhubungan Udara sebagai berikut: 1) Penetapan (penetapan lokasi bandara baru, rencana induk bandara eksisting); 2) Izin (izin peletakan lokasi fasilitas bangunan yang tidak sesuai dengan rencana induk, rekomendasi ketinggian bangunan di dalam KKOP); 3) Penerbitan bukti laik prasarana bandar udara (prasarana sisi udara, prasarana sisi darat); 4) Penerbitan sertifikat baru peralatan dan utilitas bandar udara (peralatan bantu pendaratan visual, peralatan kelistrikan bandar udara, peralatan mekanikal bandar udara, peralatan pemeliharaan bandar udara, peralatan sistem informasi dan elektronika bandar udara, peralatan

20 pelayanan darat pesawat udara (GSE), utilitas bandar udara); 5) Perumusan teknis peraturan perundang-undangan (rumusan teknis peraturan baru, kajian revisi peraturan); 6) Perumusan dokumen teknis (rumusan kerangka acuan kerja, revisi kerangka acuan kerja, perumusan rancangan kerja dan spesifikasi teknis); 7) Pengesahan dokumen teknis pembangunan dan pengembangan bandar udara (rancangan teknik terinci prasarana bandar udara dan/atau gambar rencana pembangunan dan pengembangan prasarana bandar udara, rencangan teknik terinci prasarana bandar udara dan/atau gambar rencana pembangunan dan pengembangan peralatan dan utilitas bandar udara, rekomendasi penerbitan dan/atau pencabutan izin mendirikan bangunan bandar udara (IMBBU), persetujuan teknis usulan pembangunan/pengembangan prasarana bandar udara danaapbn); 8) Pengawasan teknis kelaikan fasilitas bandar udara (evaluasi teknis, penelitian/pemeriksaan teknis hasil kegiatan dana APBN, audit kelaikan fasilitas bandar udara); 9) ITS untuk Inspektur/ training manager ITS (training plan, training programme, training record); 10) OJT untuk Inspektur/ OJT manager (OJT program, evaluasi dan pelaporan OJT); 11) ITS Administration (administrasi, dokumentasi, pemutakhiran training record, koordinasi pelaksanaan OJT inspektur); dan 12) OJT Instruktur untuk Inspektur (bimbingan dan pelatihan OJT Inspektur). d. Indikator perhitungan kebutuhan jumlah Inspektur Bandar Udara bidang kelaikan fasilitas - Kantor Otoritas Bandar Udara sebagai berikut : 1) Penetapan (lokasi bandar udara umum: pengamatan dan pemantauan, bandar udara international: inspeksi dan pengamatan); 2) Izin (membangun bandar udara umum: inspeksi dan pengamatan, membangun bandar udara khusus: inspeksi dan pengamatan); 3) Rekomendasi (ketinggian gedung/bangunan dalam KKOP: pengamatan, teknis pembangunan heliport: inspeksi, pengamatan); 4) Uji ulang dalam rangka perpanjangan sertifikat peralatan dan utilitas bandar udara (peralatan bantu pendaratan visual, peralatan kelistrikan bandar udara, peralatan mekanikal bandar udara, peralatan pemeliharaan bandar udara, peralatan sistem informasi dan elektronika bandar udara, peralatan pelayanan darat pesawat udara (GSE), utilitas bandar udara); 5) ITS Administration (administrasi, dokumentasi, pemutakhiran training record, koordinasi pelaksanaan OJT inspektur); dan 6) OJT Instruktur untuk Inspektur (bimbingan dan pelatihan OJT Inspektur).

21 e. Dari analisis beban kerja berdasarkan objek kerja Inspektur Bandar Udara bidang kelaikan fasilitas, dapat dilakukan perhitungan jumlah kebutuhan dengan rumus sebagai berikut: 1) Hitung masing-masing waktu yang diperlukan pada objek yang diawasi dengan rumus sebagai berikut : Jumlah objek yang diawasi x waktu rata-rata per obyek 2) Jumlahkan waktu pada masing-masing objek pengawasan untuk mendapatkan total waktu keseluruhan yang diperlukan 3) Bagikan total waktu keseluruhan dengan jumlah jam pertahun (1250 jam) dengan rumus sebagai berikut : Total waktu keseluruhan : 1250 jam = jumlah inspektur yang diperlukan 4) Lakukan pembulatan berapapun angka dibelakang koma, karena hal ini dilakukan dalam rangka menghitung orang. IV.Inspektur Keamanan Penerbangan Hal - hal yang menjadi dasar pertimbangan pada Inspektur Keamanan Penerbangan pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perhubungan Udara adalah sebagai berikut : a. Inspektur Keamanan Penerbangan melakukan pengawasan (audit) terhadap Badan Usaha Bandar Udara (BUBU), Badan Usaha Angkutan Udara (BUAU), Regulated Agent dan Lembaga diklat di bidang keamanan penerbangan serta melaksanakan pengendalian terhadap penerbitan lisensi, seritfikasi, penyusunan, tabulasi dan evaluasi personel, bimbingan teknis dan pembinaan personel, penerbitan dan evaluasi izin serta kerjasama internasional. b. Indikator beban kerja Inspektur Keamanan Penerbangan : 1. Audit dilakukan 1 kali dalam setiap 3 tahun, sedangkan investigasi terkait dengan PKP-PK dan Salvage serta investigasi terkait dengan barang berbahaya dilakukan di setiap kejadian; 2. Jumlah Badan Usaha Bandar Udara (BUBU); 3. Jumlah Badan Usaha Angkutan Udara (BUAU); 4. Jumlah Regulated Agent; 5. Jumlah Badan Diklat; 6. Jumlah penerbitan per tahun; 7. Jumlah penyusunan per tahun; 8. Jumlah Bimtek per tahun; 9. Jumlah pengesahan per tahun; 10. Jumlah penerbitan dan evaluasi per tahun; dan 11. Jumlah pelaksanaan kegiatan kerjasama internasional per tahun.

22 c. Dari perumusan tersebut maka dapat dilakukan perhitungan jumlah kebutuhan dengan rumus sebagai berikut : 1. Hitung masing - masing waktu yang diperlukan pada objek yang diawasi dengan rumus sebagai berikut : Jumlah objek yang diawasi x waktu rata-rata per obyek 2. Jumlahkan waktu pada masing-masing objek pengawasan untuk mendapatkan total waktu keseluruhan yang diperlukan. 3. Bagikan total waktu keseluruhan dengan jumlah jam pertahun (1250 jam) dengan rumus sebagai berikut : Total waktu keseluruhan : 1250 jam = jumlah inspektur yang diperlukan 4. Lakukan pembulatan berapapun angka dibelakang koma, karena hal ini dilakukan dalam rangka menghitung orang. Hal - hal yang menjadi dasar pertimbangan pada Inspektur Keamanan Penerbangan pada Kantor Otoritas Bandar Udara adalah sebagai berikut : a. Inspektur Keamanan Penerbangan pada Kantor Otoritas Bandar Udara melakukan pengawasan (inspeksi, survey dan test) terhadap Badan Usaha Bandar Udara (BUBU), Badan Usaha Angkutan Udara (BUAU), Regulated Agent dan Lembaga diklat di bidang keamanan penerbangan dan juga melaksanakan pengendalian terhadap evaluasi lisensi personel. b. Indikator beban kerja inspektur keamanan penerbangan : 1. Inspeksi, survey dan test dilakukan secara berkala per tahun; 2. Jumlah Badan Usaha Bandar Udara (BUBU); 3. Jumlah Badan Usaha Bandar Udara (BUAU); 4. Jumlah Regulated Agent; 5. Jumlah Lembaga Diklat; dan 6. Jumlah evaluasi lisensi per tahun. c. Dari perumusan tersebut maka dapat dilakukan perhitungan jumlah kebutuhan dengan rumus sebagai berikut : 1. Hitung per masing - masing total waktu yang diperlukan pada objek yang diawasi dengan rumus sebagai berikut : Jumlah objek yang diawasi x waktu rata-rata obyek yang diperlukan 2. Jumlahkan total waktu pada masing - masing objek pengawasan untuk mendapatkan total waktu keseluruhan yang diperlukan 3. Bagikan total waktu keseluruhan dengan jumlah jam pertahun (1250 jam) dengan rumus sebagai berikut :

23 Total waktu keseluruhan : 1250 jam = jumlah inspektur yang diperlukan 4. Lakukan pembulatan berapapun angka dibelakang koma, karena hal ini dilakukan dalam rangka menghitung orang. V. Inspektur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara Hal - hal yang menjadi dasar pertimbangan adalah sebagai berikut: a. Inspektur kelaikudaraan dan pesawat udara melakukan pengawasan (audit dan investigasi) terhadap pesawat sebagai obyeknya dengan berpedoman pada Staff Instruction (SI) 8400 Flights Operation Inspector's Handbook. b. Staff Instruction (SI) 8400 memberikan pedoman sebagai berikut: 1. Cabin Safety Inspector mempunyai standar kerja 30 pesawat dan 30 organisasi untuk 1 (satu) orang Flight Operation Inspector, 2. Flight Operation Inspector mempunyai standar kerja 10 pesawat dan 30 organisasi untuk 1 (satu) orang Flight Operation Inspector, dan 3. Flight Operation Officer Inspector mempunyai standar kerja 40 pesawat dan 40 organisasi untuk 1 (satu) orang Flight Operation Inspector. c. Sesuai dengan Airworthiness Inspector Manual mempunyai standar kerja 5 pesawat dan 5 organisasi untuk 1 (satu) orang Airworthiness Inspector, d. Dari perumusan tersebut maka dapat dilakukan perhitungan jumlah kebutuhan Inspektur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara dengan rumus sebagai berikut: 1. Hitung jumlah pesawat yang dilakukan pengawasan oleh Inspektu Penerbangan. 2. Bagikan dengan standar kerja rata-rata yang ada. 3. Lakukan pembulatan berapapun angka dibelakang koma, karena hal ini dilakukan dalam rangka menghitung orang. e. Untuk Inspektur Medis Penerbangan perhitungan analisa beban kerja berdasarkan jumlah obyek kerja dan waktu. f. Yang menjadi obyek pengawasan pada Inspektur Medis Penerbangan adalah : 1. Medical Examiner; 2. Fasilitas Kesehatan; 3. Operator Penerbangan; dan 4. Flying School.

24 38 72 g. Dari perumusan tersebut dapat dilakukan perhitungan jumlah kebutuhan Inspektur Medis Penerbangan dengan rumus sebagai berikut: 1. Hitung jumlah obyek kerja yang dilakukan pengawasan; 2. Hitung total waktu rata-rata yang diperlukan untuk mengawasi satu obyek per tahun; 3. Hitung waktu yang diperlukan untuk masing-masing obyek dengan cara : Jumlah objek yang diawasi x waktu rata-rata per tahun 4. Jumlahkan total waktu yang didapatkan; 5. Bagikan total waktu keseluruhan dengan jumlah jam pertahun (1250 jam) dengan rumus sebagai berikut : Total waktu keseluruhan : 1250 jam = jumlah inspektur yang diperlukan 6. Lakukan pembulatan berapapun angka dibelakang koma, karena hal ini dilakukan dalam rangka menghitung orang. B. Perhitungan Keseimbangan Persediaan Dan Kebutuhan Kebutuhan formasi yang telah dihitung, selanjutnya diperbandingkan dengan persediaan (bezettingj pegawai yang ada. Perbandingan antara kebutuhan dengan persediaan akan memperlihatkan kekurangan, kelebihan, atau kecukupan dengan jumlah yang ada. Oleh karena itu, dalam pengambilan kebijakan dalam formasi keseimbangan antara kebutuhan dan persediaan agar ditabulasikan sebagai berikut : Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya Manusia Inspektur Penerbangan PERENCANAAN KEBUTUHAN SDM INSPEKTUR NO JENIS INSPEKTUR PENERBANGAN JUMLAH INSPEKTUR PENERBANGAN SAAT INI JUMLAH KEBUTUHAN INSPEKTUR JUMLAH KELEBIHAN INSPEKTUR JUMLAH KEKURANGAN INSPEKTUR PENERBANGAN (5 TAHUN) Inspektur Angkutan Udara Inspektur Navigasi Penerbangan Inspektur Bandar Udara : a. Inspektur Bandar Udara Bidang Operasional b. Inspektur Bandar Udara Bidang Kelaikan Fasilitas

25 Inspektur Keamanan Penerbangan : a. Inspektur AVSEC b. Inspektur PKP-PK dan Salvage c. Inspektur Dangerous Good Inspektur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara : a. Inspektur Kelaikaudaraan b. Inspektur Pengoperasian c. Inspektur Medis Penerbangan keterangan: 1) Persediaan (kolom 3) adalah bezetting atau Inspektur Penerbangan yang ada. 2) Kebutuhan (kolom 4) adalah merupakan total Inspektur Penerbangan yang dibutuhkan dari hasil penghitungan. 3) Kelebihan (kolom 5) adalah persediaan Inspektur Penerbangan melebihi kebutuhan yang ada yaitu kolom 3 dikurangi kolom 4. 4) Kekurangan (kolom 6) adalah kebutuhan lebih besar dari persediaan yang ada yaitu kolom 4 dikurangi kolom 3. 5) Perencanaan kebutuhan SDM Inspektur Penerbangan - 5 tahun (kolom 7) adalah proyeksi pengadaan SDM Inspektur Penerbangan selama 5 tahun yang disesuaikan dengan perhitungan kebutuhan SDM Inspektur Penerbangan. DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA TTD Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Bagian Hukum dan Humas, SUPRASETYO HEMI PAMURAHARJO Pembina Tk. I / (IV/b) NIP

26 Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : KP 606 TAHUN 2015 Tanggal : 15 OKTOBER 2015 HASIL ANALISIS BEBAN KERJA INSPEKTUR PENERBANGAN DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA 1. HASIL ANALISIS BEBAN KERJA INSPEKTUR ANGKUTAN UDARA - KANTOR PUSAT DAN KANTOR OTORITAS BANDAR UDARA NO KEGIATAN HASIL KERJA/OUTPUT JUMLAH SATUAN WAKTU RATA- RATA (JAM) JUMLAH WAKTU YANG DIBUTUH KAN JUMLAH ORANG YANG DIBUTUH KAN pemantauan terhadap kegiatan angkutan udara haji dalam negeri laporan hasil pemantauan kegiatan angkutan haji dalam negeri (berangkat dan pulang) 15 Laporan pemantauan terhadap kegiatan angkutan udara haji luar negeri laporan hasil pemantauan terhadap kegiatan angkutan haji luar negeri 1 Laporan inspeksi terhadap kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal dan bukan niaga luar negeri inspeksi terhadap kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal dan bukan niaga dalam negeri laporan inspeksi kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal dan bukan niaga luar negeri laporan inspeksi kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal dan bukan niaga dalam negeri 25 Laporan 25 Laporan Inspeksi terhadap kegiatan angkutan udara perintis laporan Inspeksi kegiatan angkutan udara perintis 15 Laporan inspeksi standar pelayanan minimal Badan Usaha Angkutan Udara Niaga berjadwal laporan inspeksi standar pelayanan minimal Badan Usaha Angkutan Udara Niaga berjadwal 20 Laporan pemantauan tarif penumpang angkutan udara niaga berjadwal laporan pemantauan tarif penumpang angkutan udara niaga berjadwal 10 Laporan

Menimbang : a. bahwa dalam rangka peningkatan pelaksanaan fungsi

Menimbang : a. bahwa dalam rangka peningkatan pelaksanaan fungsi KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGA UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP. 606 TAHUN 2015 TENTANG PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA INSPEKTUR PENERBANGAN DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

laporan inspeksi terhadap FAL inspeksi terhadap inspeksi ijin usaha Agen Penjualan Umum laporan inspeksi penggunaan hak angkut dan kerjasama angkutan

laporan inspeksi terhadap FAL inspeksi terhadap inspeksi ijin usaha Agen Penjualan Umum laporan inspeksi penggunaan hak angkut dan kerjasama angkutan 2 3 4 5 6 7 8 8. pemantauan terhadap rencana pengguna tenaga kerja asing laporan pemantauan terhadap rencana pengguna tenaga kerja asing 0 4.5 45 0.332 9. inspeksi terhadap penggunaan hak angkut dan kerjasama

Lebih terperinci

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4075); 3. Peraturan Presiden Nomor 47

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4075); 3. Peraturan Presiden Nomor 47 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1823, 2016 KEMHUB. Inspektur Penerbangan. Inspector Training System (ITS). Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 144 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

2015, No Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 9, Tambahan

2015, No Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 9, Tambahan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1202, 2015 KEMENHUB. Inspector Training System. Inspektur Penerbangan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 118 TAHUN 2015 TENTANG INSPECTOR TRAINING

Lebih terperinci

Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KPP430 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN INSPEKTUR NAVIGASI

Lebih terperinci

PENINGKATAN FUNGSI PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN

PENINGKATAN FUNGSI PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PM 22 TAHUN 2015 TENTANG PENINGKATAN FUNGSI PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN OLEH KANTOR OTORITAS BANDAR UDARA

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP. 271 TAHUN 2012

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP. 271 TAHUN 2012 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP. 271 TAHUN 2012 PETUNJUK DAN TATA CARA PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 20 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 20 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 20 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KELIMA ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM. 43 TAHUN 2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DEPARTEMEN PERHUBUNGAN SEBAGAIMANA

Lebih terperinci

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2001, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4075); 3. Peraturan Pemerintah Nomor

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2001, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4075); 3. Peraturan Pemerintah Nomor No.1212, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Pelanggaran Bidang Penerbangan. Pengenaan Sanksi Administratif. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 78 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 578 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 578 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 578 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : kp 509 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENCEGAHAN BENTURAN KEPENTINGAN {CONFLICT OFINTEREST)

Lebih terperinci

Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 313 ayat 3

Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 313 ayat 3 MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA ^ PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 30 TAHUN 2015 TENTANG PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF TERHADAP PELANGGARAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 596 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 596 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 596 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN

Lebih terperinci

KRITERIA, TUGAS DAN WEWENANG INSPEKTUR PENERBANGAN

KRITERIA, TUGAS DAN WEWENANG INSPEKTUR PENERBANGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/ 130 / VII /2010 TENTANG KRITERIA, TUGAS DAN WEWENANG INSPEKTUR PENERBANGAN DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin maju dari masa ke

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin maju dari masa ke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin maju dari masa ke masa membuat persaingan dalam dunia pekerjaan meningkat. Hal ini dikarenakan adanya globalisasi

Lebih terperinci

INSTRUKSI DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : INST.03 TAHUN 2011 TENTANG

INSTRUKSI DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : INST.03 TAHUN 2011 TENTANG INSTRUKSI DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : INST.03 TAHUN 2011 TENTANG TINDAK LANJUT HASIL RAPAT KOORDINASI TEKNIS DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Nomor : SKEP / 195 / IX / 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERSETUJUAN TERBANG (FLIGHT APPROVAL)

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Nomor : SKEP / 195 / IX / 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERSETUJUAN TERBANG (FLIGHT APPROVAL) DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor : SKEP / 195 / IX / 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERSETUJUAN TERBANG (FLIGHT APPROVAL)

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 182 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 182 TAHUN 2017 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA MOR : KP 182 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PENGAWASAN OLEH INSPEKTUR NAVIGASI

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 611 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 611 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 611 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGAWASAN PESAWAT UDARA SIPIL ASING UNTUK

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 23 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 23 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 23 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN

Lebih terperinci

2 Ke Dan Dari Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republi

2 Ke Dan Dari Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republi BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.496, 2015 KEMENHUB. Angkutan Udara. Tidak Berjadwal. Pesawat Udara. Sipil Asing. NKRI. Kegiatan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 66 TAHUN 2015

Lebih terperinci

NOMOR: PM 17 TAHUN 2014

NOMOR: PM 17 TAHUN 2014 MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: PM 17 TAHUN 2014 TENTANG FORMULASI DAN MEKANISME PENETAPAN BIAYA PELAYANAN JASA NAVIGASI PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA, KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 071 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) REKRUITMEN DAN EVALUASI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 187 Tahun 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 56 TAHUN 2015 TENTANG KEGIATAN

Lebih terperinci

PART 69-01) PENGUJIAN LISENSI DAN RATING PERSONEL PEMANDU

PART 69-01) PENGUJIAN LISENSI DAN RATING PERSONEL PEMANDU KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 180 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Nomor : KP 247 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN DAN STANDAR BAGIAN (MANUAL OF STANDARD

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Nomor : KP 247 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN DAN STANDAR BAGIAN (MANUAL OF STANDARD KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor : KP 247 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN DAN STANDAR BAGIAN 175-04 (MANUAL OF STANDARD PART

Lebih terperinci

2015, No Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 200

2015, No Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 200 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1773, 2015 KEMENHUB. Pengoperasian Sistem. Pesawat Udara. Tanpa Awak. Ruang Udara. Dilayani Indonesia. Pengendalian. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.561, 2014 KEMENHUB. Penetapan. Biaya. Navigasi Penerbangan. Formulasi. Mekanisme. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 17 TAHUN 2014 TENTANG FORMULASI

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor: KP 4 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor: KP 4 TAHUN 2016 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor: KP 4 TAHUN 2016 TENTANG AGEN PENGURUS PERSETUJUAN TERBANG {FLIGHT APPROVAL) UNTUK KEGIATAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERHUBUNGAN UDARA NOMOR KP 112 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERHUBUNGAN UDARA NOMOR KP 112 TAHUN 2017 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 112 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 66 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERHUBUNGAN, INFORMASI DAN KOMUNIKASI PROVINSI BALI

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 66 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERHUBUNGAN, INFORMASI DAN KOMUNIKASI PROVINSI BALI GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 66 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERHUBUNGAN, INFORMASI DAN KOMUNIKASI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 43 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN 143 (CIVIL AVIATION SAFETY REGULATIONS

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 697, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Bandar Udara. Ketersediaan Waktu Terbang. Alokasi. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 57 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Jalan Merdeka Barat No. 8 Telepon : 3505550-3505006 Fax.: 3505136-3505139 ^^ Jakarta 10110 (Sentral) 3507144 ^M Kotak Pos No. 1389 Jakarta

Lebih terperinci

2 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2014; 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fung

2 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2014; 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fung BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.89, 2015 KEMENHUB. Alokasi. Ketersediaan Waktu Terbang. Bandar Udara. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 13 TAHUN

Lebih terperinci

Memmbang. a. perhubungan NomQr KM 21 Tahun 2009 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 173

Memmbang. a. perhubungan NomQr KM 21 Tahun 2009 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 173 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN nirf.ktorat.tenderal PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR :KP 90 TAHUN 2014 TENTANG PFTUNJUK TEKNIS PEMBERIAN PERSETUJUAN PERANCANGAN PROSEDUR PENERBANGAN

Lebih terperinci

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIKINDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIKINDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIKINDONESIA ORGANISASIDANTATAKERJA KANTORUNIT PENYELENGGARA BANDARUDARABUDIARTO a. bahwa dalam rangka menindaklanjuti ketentuan

Lebih terperinci

PETA JABATAN DAN URAIAN JENIS KEGIATAN ORGANISASI UNIT PELAKSANA TEKNIS DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

PETA JABATAN DAN URAIAN JENIS KEGIATAN ORGANISASI UNIT PELAKSANA TEKNIS DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN 5 2013,.1158 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 79 TAHUN 2013 TENTANG PETA JABATAN DAN URAIAN JENIS KEGIATAN ORGANISASI UNIT PELAKSANA TEKNIS DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.759, 2016 KEMENHUB. Navigasi Penerbangan. Penyelenggaraan. Pengalihan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 60 TAHUN 2016 TENTANG PENGALIHAN PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PENGAWASAN KEAMANAN PENERBANGAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA,

TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PENGAWASAN KEAMANAN PENERBANGAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA, KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/ 69/11 /2011 TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PENGAWASAN KEAMANAN PENERBANGAN DENGAN

Lebih terperinci

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.71, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Bandar Udara. Pembangunan. Pelestarian. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5295) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;

3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara; KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR :SKEP/69/11/2011 TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PENGAWASAN KEAMANAN PENERBANGAN DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR :.KP TAHUN TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR :.KP TAHUN TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR :.KP..57.5...TAHUN..2.015... TENTANG PEDOMAN TEKNIS OPERASIONAL PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN

Lebih terperinci

BAHAN PAPARAN. Disampaikan pada : BIMBINGAN TEKNIS AUDIT

BAHAN PAPARAN. Disampaikan pada : BIMBINGAN TEKNIS AUDIT BAHAN PAPARAN Disampaikan pada : BIMBINGAN TEKNIS AUDIT PENGERTIAN ISTILAH 1. Bandar Udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan lepas landas pesawat udara, naik turun penumpang

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan No.1213, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Kegiatan Angkutan Udara Perintis dan Subsidi Angkutan Udara Kargo. Kriteria. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 79 TAHUN

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DASAR HUKUM 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara; 2. Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan 3. Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP.289 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP.289 TAHUN 2012 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP.289 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP. 570 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP. 570 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP. 570 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR :KP 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBAYARAN PASSENGER SERVICE CHARGE (PSC) DISATUKAN DENGAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR :KP 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBAYARAN PASSENGER SERVICE CHARGE (PSC) DISATUKAN DENGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERA1. PKRHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR :KP 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBAYARAN PASSENGER SERVICE CHARGE (PSC) DISATUKAN DENGAN TIKET

Lebih terperinci

Unit kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, melakukan penilaian pelanggaran terhadap hasil pemeriksaan.

Unit kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, melakukan penilaian pelanggaran terhadap hasil pemeriksaan. -7- (2) Hasil pemeriksaan ulang dan arahan dari Direktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Inspektur Penerbangan menetapkan penanganan lebih lanjut. (3) Dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja Inspektur Penerbangan

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan L

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan L No.817, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Penyelenggaraan Angkutan Udara. Perubahan Kesepuluh. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 45 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KESEPULUH

Lebih terperinci

2016, No udara niaga tidak berjadwal luar negeri dengan pesawat udara sipil asing ke dan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu

2016, No udara niaga tidak berjadwal luar negeri dengan pesawat udara sipil asing ke dan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1378, 2016 KEMENHUB. Pesawat Udara Sipil Asing. Angkutan Udara Bukan Niaga. Angkutan Udara Niaga Tidak Berjadwal Luar Negeri. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN

Lebih terperinci

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA bahwa dalam rangka melaksanakan kegiatan opel asi.:,r.al guna mewujudkan keselamatan, kearnana/l dan pelay'3!1an penerbangan,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 696, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Angkutan Udara. Penyelenggaraan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 56 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDELAPAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 470 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 470 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 470 TAHUN 2015 TENTANG URAIAN KEGIATAN ORGANISASI DI LINGKUNGAN KANTOR PUSAT DIREKTORAT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1332, 2014 KEMENHUB. Kantor Unit. Penyelenggara Bandar Udara. Tata Kerja. Organisasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMORPM 40 TAHUN 2014

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Inspektur Penerbangan. Kewenangan. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Inspektur Penerbangan. Kewenangan. Perubahan. No.777, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Inspektur Penerbangan. Kewenangan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 98 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 04 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 04 TAHUN 2013 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 04 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL

Lebih terperinci

b. bahwa dalam rangka memberikan pedoman terhadap tata

b. bahwa dalam rangka memberikan pedoman terhadap tata KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORATJENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 83 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 104 TAHUN 2016 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 104 TAHUN 2016 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 104 TAHUN 2016 TENTANG KOMITE FASILITASI (FAL) BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN ISKANDAR

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 522 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR MINIMAL RUANG KERJA DAN PERALATAN PENUNJANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 522 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR MINIMAL RUANG KERJA DAN PERALATAN PENUNJANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGA UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 522 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR MINIMAL RUANG KERJA DAN PERALATAN PENUNJANG INSPEKTUR

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tent

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tent No.689, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Sistem Tanpa Awak. Pesawat Udara. Pengendalian. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 47 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

Menimbang : a. bahwa ketentuan mengenai angkutan udara perintis. Penyelenggaraan Angkutan Udara Perintis;

Menimbang : a. bahwa ketentuan mengenai angkutan udara perintis. Penyelenggaraan Angkutan Udara Perintis; KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR :...KP.143..TAHUN. 2016. TENTANG VERIFIKASI OPERASIONAL BANDAR UDARA UNTUK ANGKUTAN UDARA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1865, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Bandar Udara. Operasi Iraguler. Penaganan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 190 TAHUN 2015 TENTANG MANAJEMEN PENANGANAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP-447 TAHUN 2014 TENTANG PEMBAYARAN PASSENGER SERVICE CHARGE (PSC) DISATUKAN DENGAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP-447 TAHUN 2014 TENTANG PEMBAYARAN PASSENGER SERVICE CHARGE (PSC) DISATUKAN DENGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP-447 TAHUN 2014 TENTANG PEMBAYARAN PASSENGER SERVICE CHARGE (PSC) DISATUKAN DENGAN

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8

2016, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8 No.1031, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. IMB. Bandar Udara. Pemberian dan Persetujuan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 87 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Presiden Nomor 103 Tahun 2015 tentang Badan Pengelola Transportasi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Lembaran

2016, No Peraturan Presiden Nomor 103 Tahun 2015 tentang Badan Pengelola Transportasi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Lembaran BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 63, 2016 KEMENHUB. Badan Penelola Transportasi JABODETABEK. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 3 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 41 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 41 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 41 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 25 TAHUN 2008 TENTANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, v MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 38 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KESEMBILAN ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 25 TAHUN 2008 TENTANG

Lebih terperinci

2017, No Udara; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tam

2017, No Udara; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tam No.732, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Penyelenggaraan Angkutan Udara. Perubahan Kesembilan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 38 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KESEMBILAN

Lebih terperinci

Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM

Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 234 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan No.1155, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Prosedur Investigasi Kecelakaan dan Kejadian Serius Pesawat Udara Sipil. Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 830. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 47 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 180 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERl PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 44 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERl PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 44 TAHUN 2015 TENTANG MENTERl PERHUBUNGAN «REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERl PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 44 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN 173 (CIVIL AVIATION SAFETYREGULATION

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 030 TAHUN 2018 TENTANG TIM PERSIAPAN DAN EVALUASI PENYELENGGARAAN

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 030 TAHUN 2018 TENTANG TIM PERSIAPAN DAN EVALUASI PENYELENGGARAAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 030 TAHUN 2018 TENTANG TIM PERSIAPAN DAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PELAYANAN NAVIGASI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 78 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 78 TAHUN 2017 TENTANG MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 78 TAHUN 2017 TENTANG PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATE TERHADAP PELANGGARAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI

Lebih terperinci

2015, No Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 75); 4

2015, No Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 75); 4 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1593 2015 KEMENHUB. Perawat Udara. Niaga. Armada. Peremajaan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 160 TAHUN 2015 TENTANG PEREMAJAAN ARMADA PESAWAT

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 077 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR TEKNIS DAN OPERASI (MANUAL OF STANDARD CASR PART

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 077 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR TEKNIS DAN OPERASI (MANUAL OF STANDARD CASR PART KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 077 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR TEKNIS DAN OPERASI (MANUAL OF STANDARD CASR PART 170-04)

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1306, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Pesawat Udara. Rusak. Bandar Udara. Pemindahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM.128 TAHUN 2015 TENTANG PEMINDAHAN PESAWAT

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP / 81 / VI / 2005 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP / 81 / VI / 2005 TENTANG DEPARTEMAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP / 81 / VI / 2005 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGOPERASIAN PERALATAN FASILITAS ELEKTRONIKA

Lebih terperinci

Menimbang : a. bahwa berdasarkan Bab IV huruf A angka 2 huruf a dan b

Menimbang : a. bahwa berdasarkan Bab IV huruf A angka 2 huruf a dan b KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA KEPUTUSAN NOMOR: KP 048 Tahun 2017 TENTANG KOMITE FASILITASI (FAL) BANDAR UDARA INTERNASIONAL LOMBOK TAHUN 2017-2020 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG 1 GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 30 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS DAERAH PROVINSI JAMBI

Lebih terperinci

2016, No Republik Indonesia Nomor 3601) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2000 tentang.perubahan atas

2016, No Republik Indonesia Nomor 3601) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2000 tentang.perubahan atas No.65, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Angkutan Udara Perintis. Kriteria. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KRITERIA DAN PENYELENGGARAAN KEGIATAN

Lebih terperinci

SKEP /40/ III / 2010

SKEP /40/ III / 2010 SKEP /40/ III / 2010 PETUNJUK DAN TATA CARA PELAPORAN KEJADIAN, KEJADIAN SERIUS DAN KECELAKAAN DI BANDAR UDARA BAGIAN 139-04 (ADVISORY CIRCULAR PART 139 04, INCIDENT, SERIOUS INCIDENT, AND ACCIDENT REPORT)

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA \ %w Jalan Merdeka Barat No. 8 Telepon : 3505550-3505006 Fax.: 3505136-3505139 Jakarta 10110 (Sentral) 3507144 ^w KotakPosNo. 1389 Jakarta

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Telepon : (Sentral)

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Telepon : (Sentral) KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Jalan Merdeka Barat No. 8 Jakarta 10110 Kotak Pos No. 1389 Jakarta 10013 Telepon : 3505550-3505006 (Sentral) Fax:3505136-3505139 3507144 Nomor

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 167 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 33 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 216 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 216 TAHUN 2017 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 216 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN TEKNIS OPERASIONAL PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan No.1105, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Standar Kesehatan dan Sertifikasi Personel Penerbangan. Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 67. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PH 190 TAHUN 2015 TENTANG MANAJEMEN PENANGANAN OPERASI IREGULER BANDAR UDARA (AIRPORT JRREGULAR OPERATION)

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Telepon : (Sentral)

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Telepon : (Sentral) KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Jalan Merdeka Barat No. 8 Jakarta 10110 KotakPosNo. 1389 Jakarta 10013 Telepon : 3505550-3505006 (Sentral) Fax:3505136-3505139 3507144 PERATURAN

Lebih terperinci

mengenai kewenangan Inspektur Navigasi Penerbangan dalam melaksanakan pengawasan; bahwa dalam melaksanaan pengawasan sebagaimana

mengenai kewenangan Inspektur Navigasi Penerbangan dalam melaksanakan pengawasan; bahwa dalam melaksanaan pengawasan sebagaimana KEMENTERIAN PERHUBUNGAN nirf.ktorat JF.NUERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 429 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PENGAWASAN INSPEKTUR NAVIGASI

Lebih terperinci

2018, No Kerja Kantor Unit Penyelenggara Bandar Udara dan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 273/KMK.05/2017 tanggal 13 Maret

2018, No Kerja Kantor Unit Penyelenggara Bandar Udara dan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 273/KMK.05/2017 tanggal 13 Maret No.269, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Kantor UPBU Mutiara Sis Al-Jufri. ORTA. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 15 TAHUN 2018 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

Udara yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal;

Udara yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal; KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 007 TAHUN 2018 TENTANG KOMITE FASILITASI (FAL) BANDAR UDARA INTERNASIONAL SILANGIT-SIBORONG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA METROLOGI LEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA METROLOGI LEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA METROLOGI LEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

2017, No personel ahli perawatan harus memiliki sertifikat kelulusan pelatihan pesawat udara tingkat dasar (basic aircraft training graduation

2017, No personel ahli perawatan harus memiliki sertifikat kelulusan pelatihan pesawat udara tingkat dasar (basic aircraft training graduation BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1384, 2017 KEMENHUB. Organisasi Pusat Pelatihan Perawatan Pesawat Udara. Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 147. Pencabutan. MENTERI PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.741, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Stasiun Penerbangan. Sertifikasi. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 59 TAHUN 2016 TENTANG SERTIFIKASI STASIUN PENERBANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERHUBUNGAN NOMOR : PK.12/BPSDMP 2016 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERHUBUNGAN NOMOR : PK.12/BPSDMP 2016 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERHUBUNGAN NOMOR : PK.12/BPSDMP 2016 TENTANG PENYEMPURNAAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERHUBUNGAN NOMOR PK.04/BPSDMP-2014

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. NOMOR :rp 280 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN SLOT TIME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. NOMOR :rp 280 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN SLOT TIME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR :rp 280 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN SLOT TIME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. NOMOR : KP. 56 Tahun 2014 TENTANG ORGANISASI SLOT INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. NOMOR : KP. 56 Tahun 2014 TENTANG ORGANISASI SLOT INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP. 56 Tahun 2014 TENTANG ORGANISASI INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang

Lebih terperinci