IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Instansi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk berdasarkan Undang- Undang nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. KPK diberi amanat melakukan pemberantasan korupsi secara professional, intensif, dan berkesinambungan karena korupsi telah merugikan keuangan negara, perekonomian negara, dan menghambat pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat; yang adil, makmur dan sejahtera, KPK merupakan lembaga penegakan hukum yang khusus menangani tindak pidana korupsi. Kewenangan KPK meliputi koordinasi dengan instansi lain yang berwenang melakukan pemberantasan tindakan korupsi; supervisi terhadap instansi lain yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi; melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara. Visi KPK adalah menjadi lembaga yang mampu mewujudkan Indonesia yang bebas dari korupsi, dan misinya yaitu pendobrak dan pendorong Indonesia yang bebas dari korupsi dan menjadi pemimpin dan penggerak dan perubahan untuk mewujudkan Indonesia yang bebas dari korupsi. KPK memiliki asas kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum dan proporsionalitas. Nilai-nilai yang yang harus dimiliki oleh seluruh pegawai KPK adalah Integritas, Profesionalisme, Inovasi, Religiusitas, Tranparansi, Kepemimpinan serta Produktivitas. Pegawai KPK angkatan 2009 berjumlah 85 pegawai, dan diantaranya terdapat pegawai Fungsional maupun Administrasi. Latar belakang pendidikannya minimal Diploma (D3) untuk level administrasi dan Sarjana (S1) untuk level Fungsional. Komposisi Pegawai KPK berdasarkan Unit Organisasi dapat dilihat pada Tabel 1.

2 28 Tabel 1. Komposisi Pegawai KPK angkatan 2009 Berdasarkan Unit Organisasi Tingkat Jabatan Jumlah Pegawai Pencegahan Penindakan Informasi dan Data Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat Setjen Jumlah 4.2. Kedudukan dan Tugas KPK 10 orang 13 orang 36 orang 13 orang 13 orang 85 orang KPK dalam menjalankan tugasnya memiliki kedudukan dan tugas sebagai berikut: 1. Kedudukan KPK KPK adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. 2. Tugas KPK Tugas KPK meliputi 5 hal, yaitu: a. Koordinasi (pasal 7). Dalam melaksanakan tugas koordinasi, KPK berwenang: 1) Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan TPK. 2) Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan TPK. 3) Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan TPK. 4) Melaksanakan dengar pendapat dan pertemuan dengan instansi terkait. 5) Meminta laporan instansi terkait tentang pencegahan TPK. b. Penindakan (Pasal 12). Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan KPK berwenang: 1) Melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan. 2) Memerintahkan kepada insyansi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri.

3 29 3) Meminta keterangan kepada banka atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa. 4) Memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang terkait. 5) Memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan sementara tersangka dari jabatannya. 6) Meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi terkait. 7) Menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan TPK yang sedang diperiksa. 8) Meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri. 9) Meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkati untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara TPK yang sedang dirangani. c. Supervisi (Pasal 8). Dalam melaksanakan tugas supervisi, KPK berwenang: 1) Melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenang berkaitan dengan pemberantasan TPK, dan instansi yang melaksanakan pelayanan publik. 2) Mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku TPK yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan. d. Pencegahan (Pasal 13).KPK berwenang melakukan tugas dan langkah pencegahan sebagai berikut :

4 30 1) Melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara. 2) Menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi. 3) Menyelenggarakan program pendidikan antikorupsi pada setiap jenjang pendidikan. 4) Merancang dan mendorong terlaksananya program sosialisasi pemberantasan TPK. 5) Melakukan kampanye anti-korupsi kepada masyarakat umum. 6) Melakukan kerjasama bilateral atau multilateral dalam pemberantasan TPK. e. Monitoring (Pasal 14). Dalam melaksanakan tugas monitor, KPK berwenang : 1) Melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi di semua lembaga dan pemerintah. 2) Memberi saran kepada pimpinan lembaga negara dan pemerintah untuk melakukan perubahan jika berdasarkan hasil pengkajian, sistem pengelolaan administrasi tersebut berpotensi korupsi. 3) Melaporkan kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia, dan Badan Pemeriksaan Kauangan, jika saran KPK mengenai usulan perubahan tersebut tidak diindahkan Organisasi dan Tata Kerja KPK Organisasi dan tata kerja Komisi Pemberantasan Korupsi ini dimaksudkan untuk memberikan arahan dan panduan bagi Pegawai dan Penasihat dalam memberikan kontribusinya sesuai dengan keahlian dan kepakarannya untuk menjalankan tugas dan fungsinya sehingga visi dan misi KPK dalam mewujudkan Indonesia yang bebas dari korupsi dapat tercapai. Peraturan ini dibuat agar masing-masing bidang dan subbidang dapat meninjaklanjutinya dengan melakukan evaluasi dan perbaikab terhadap bisnis proses sebelumnya. Organisasi bersifat dinamis seiring dengan tuntutan internal dan eksternal KPK, sehingga organisasi dan tata kerja KPK juga akan bersifat

5 31 dinamis. Dengan demikian peraturan ini bersifat dinamis dan terbuka untuk penyesuaian dan penyempurnaannya. Berikut merupakan tugas dan fungsi dari jabatan berdasarkan unit organisasi: 1. Pimpinan Pimpinan sebagai penanggungjawab tertinggi bertugas memimpin KPK dan berkerja secara kolektif. Pimpinan menyelenggarakan fungsi: a. Mengambil keputusan stategis dan meimpin pelaksanaan tugas KPK secara kolegial; b. Menyiapkan kebijakan nasional dan kebijakan umum tentang pemberantasan korupsi; c. Membina dan melaksanakan kerja sama dengan instansi dan organisasi lain dalam pemberantasan korupsi; d. Mengangkat dan memberhentikan seseorang untuk menjadi Penasihat dan Pegawai KPK; e. Mengangkat dan memberhentikan Pegawai untuk jabatan Deputi, Direktur Kepala Biro, Kepala Sekretariat, Kepala Bagian Koordinator Sekretaris Pimpinan; dan f. Mengusulkan kepada Presiden untuk mengangkat dan memberhentikan Sekretaris Jendral. 2. Tim Penasihat Tim Penasihat bertugas memberikan nasihat pertimbangan sesuai dengan kepakarannya kepada KPK dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya. Tim Penasihat dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menyelanggarakan fungsi: a. Mendapatkan informasi tentang pemberantasan korupsi; b. Membantu menyiapkan kebijakan nasional dan kebijakan umum dalam bidang pemberantasan korupsi; c. Menjadi konsultan dalam penanganan kasus korupsi sesuai dengan bidang kepakarannya;

6 32 d. Memberikan pemikiran dan pertimbangan yang berhubungan dengan pemberantasan korupsi sesuai dengan kepakarannya, diminta atau tidak diminta; e. Membantu membina dan melaksakan kerjasama dengan instansi dan organisasi lain; dan f. Melaksanakan tugas lain yang ada hubungannya dengan tugas dan wewenang KPK atas perintah Pimpinan KPK. 3. Deputi Bidang Pencegahan Deputi Bidang Pencegahan mempunyai tugas menyiapkan rumusan kebijakan dan melaksanakan kebijakan di Bidang Pencegahan Tindak Pidana Korupsi. Deputi Bidang Pencegahan membawahkan: a. Direktorat Pendaftaran dan Pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelanggaran Negara (PP LHKPN) : Direktorat PP LHKPN mempunyai tugas menyiapkan rumusan kebijakan dan melaksanakan pencegahan korupsi melalui pendataan, pendaftaran dan pemeriksaan LHKPN. b. Direktorat Gratifikasi: Direktorat Gratifikasi mempunyai tugas menyiapkan rumusan kebijakan dan melaksanakan pencegahan korupsi melalui penerimaan pelaporan dan penanganan gratifikasi yang diterima oleh Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara. c. Direktorat Dikyanmas: Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat mempunyai tugas menyiapkan rumusan kebijakan dan melaksanakan pencegahan korupsi melalui pendidikan anti korupsi, sosialisasi pemberantasan tindak pidan korupsi dan kampanye antikorupsi. d. Direktorat Penelitian dan Pengembangan: Direktorat Penelitian dan Pengembangan mempunyai tugas menyiapkan rumusan kebijakan dan melaksanakan pencegahan korupsi melalui penelitian, pengkajian dan pengembangan pemberantasan korupsi.

7 33 e. Sekretariat Deputi Bidang Pencegahan: Sekretariat Deputi Bidang Pencegahan bertugas melaksanakan kegiatan kesekretariatan dan pembinaan sumberdaya di lingkungan Deputi Bidang Pencegahan. 4. Deputi bidang Penindakan Deputi Bidang Penindakan mempunyai tugas menyiapkan rumusan kebijakan dan melaksanakan di Bidang Penindakan Tindak Pidana Korupsi. Deputi Bidang Penindakan membawahkan: a. Direktorat Penyelidikan: Direktorat Penyelidikan mempunyai tugas menyiapkan kebijakan dan melaksanakan penyelidikan dugaan TPK dan bekerjasama dalam kegiatan penyelidikan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum lain. b. Direktorat Penyidikan: Direktorat Penyidikan mempunyai tugas menyiapkan kabijakan dan melaksanakan penyidikan perkara TPK dan bekerjasama dalam kegiatan penyidikan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum lain. c. Direktorat Penuntutan: Direktorat Penuntutan bertugas menyiapkan kebijakan dan melaksanakan kegiatan penuntutan, mengajukan upaya hukum, melaksanakan penetapan hakim & putusan pengadilan, melaksanakan tindakan hukum lainnya dalam penanganan perkara TPK sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. d. Unit Kerja Eksekusi: Unit Kerja Eksekusi bertugas melaksanakan kegiatan eksekusi dalam rangka pelaksanaan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap serta melaksanakan kegiatan pelacakan asset dalam rangka perampasan hasil kejahatan TPK dan pengembalian kerugian keuangan Negara, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. e. Unit Kerja Koordinasi dan Supervisi: Unit Kerja Koordinasi dan Supervisi bertugas menyiapkan kebijakan dan melaksanakan kegiatan koordinasi dan supervise terhadap aparat

8 34 penegak hukum lain yang melaksanakan kegiatan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan perkara TPK. f. Sekretariat Deputi Bidang Penindakan: Sekretariat Deputi Bidang Penindakan bertugas melaksanakan kegiatan kesekretariatan, pembinaan sumberdaya dan dukungan operasional di lingkungan Deputi Bidang Penindakan. 5. Deputi bidang informasi dan data Deputi Bidang Informasi dan Data mempunyai tugas menyiapkan rumusan kebijakan dan melaksanakan kebijakan pada Bidang Informasi dan Data. Deputi Bidang Informasi dan Data membawahkan: a. Direktorat Pengolahan Informasi dan Data: Direktorat Pengolahan Informasi dan Data mempunyai tugas menyiapkan kebijakan dan pemberian dukungan sistem, teknologi informasi dan komunikasi di lingkungan KPK. b. Direktorat Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi: Direktorat Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi mempunyai tugas menyiapkan kebijakan dan melaksanakan pembinaan jaringan kerja antar komisi dan instansi dalam pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK. c. Direktorat Monitor: Direktorat Monitor mempunyai tugas menyiapkan kebijakan dan melakukan pengumpulan dan analisis informasi untuk kepentingan pemberantasan tindak pidana korupsi, kepentingan manajerial dalam rangka deteksi kemungkinan adanya indikasi pidana korupsi dan kerawanan korupsi serta potensi masalah penyebab korupsi. d. Sekretariat Deputi Bidang Informasi dan Data: Sekretariat Deputi Bidang Informasi dan Data bertugas melaksanakan kegiatan kesekretariatan dan pembinaan sumberdaya di lingkungan Deputi Bidang informasi dan Data. 6. Deputi bidang pengawasan internal dan pengaudan masyarakat Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat

9 35 mempunyai tugas menyiapkan kebijakan dan melaksanakan kebijakan di bidang Pengawasan internal dan Pengaduan Masyarakat. Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat membawahkan: a. Direktorat Pengawasan Internal: Direktorat Pengawasan Internal mempunyai tugas menyiapkan kebijakan dan melaksanakan pengawasan internal terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang ditetapkan Pimpinan. b. Direktorat Pengaduan Masyarakat: Direktorat Pengaduan Masyarakat Mempunyai tugas menyiapkan kebijakan dan menerima dan menangani laporan / pengaduan dari masyarakat tentang dugaan tindak pidana korupsi yang disampaikan kepada KPK, baik secara langsung maupun tidak langsung. c. Sekretariat Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat: Sekretariat Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat mempunyai tugas melaksanakan kegiatan kesekretariatan dan pembinaan sumberdaya di lingkungan Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat. 7. Sekretariat jenderal Sekretariat Jendral mempunyai tugas menyiapkan kebijakan dan pelaksanaan kebijakan administrasi, sumber daya, pelayanan umum, keamanan dan kenyamanan, hubungan masyarakat pembelaan hukum kepada segenap unit organisasi KPK. Sekretariat Jenderal membawahkan: a. Biro Perencanaan dan Keuangan: Biro Perencanaan dan keuangan mempunyai tugas menyiapkan kebijakan dan melaksanakan perencanaan jangka menengah dan pendek, pembinaan dan pengalolaan perbendaharaan, pengelolaan

10 36 dana hibah/ donor serta penyusunan laporan keuangan dan kinerja KPK. b. Biro Umum: Biro Umum mempunyai kebijakan dan melaksanakan pemberian dukungan logistic, urusan internal, pengelolaan barang milik Negara, pengadaan, pelelangan barang sitaan/rampasan, serta pengelolaan dan pengamanan gedung bagi pelaksanaan tugas KPK. c. Biro Sumber Daya Manusia: Biro Sumber Daya Manusia mempunyai tugas menyiapkan kebijakan dan melaksanakan pengelolaan sumber daya manusia melalui pengorganisasian fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia yang berbasis kompetensi dan kinerja. Biro Sumber Daya Manusia terdiri dari beberapa bagian, yaitu: 1) Bagian Perencanaan dan Pengembangan Pegawai Bagian Perencanan dan Pengembangan Pegawai mempunyai tugas menyusun, melaksanakan dan menyempurnakan sistem manajemen sumber daya manusia, mengkoordinasikan pelaksanaan internalisasi budaya dan nilai-nilai organisasi, merencanakan kebutuhan sumber daya manusia, mengelola kagiatan rekrutmen dan seleksi maupun manajemen kinerja serta melaksanakan kegiatan pengembangan sumber daya manusia bekerja sama dengan lembaga lain baik dalam maupun luar negeri. 2) Bagian Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Bagian Pendidikan dan Pelatihan Pegawai mempunyai tugas melaksanakan pendidikan dan pelatihan untuk mengembangkan dan meningkatkan kompetensi pegawai sehingga mampu dan berhasil dalam melaksanakan tugas dan mencapai kinerja sesuai tuntutan dan kebutuhan organisasi serta dapat mengimplementasikan budaya serta nilai-nilai KPK. 3) Bagian Pelayanan Kepegawaian Bagian Pelayanan Kepegawaian mempunyai tugas mengelola kompensasi dan kesejahteraan pegawai, layanan kepegawaian dan

11 37 administrasi kepegawaian, hubungan kepegawaian dan pemberhentian pegawai serta pemutusan hubungan kerja. d. Biro Hukum Biro Hukum mempunyai tugas menyiapkan kebijakan dan melaksanakan perancangan peraturan, litigasi, pemberian pendapat dan informasi hukum serta bantuan hukum. e. Biro Hubungan Masyarakat Biro Hubungan Masyarakat mempunyai tugas menyiapkan kebijakan dan melaksanakan pembinaan hubungan dengan masyarakat, pengkomunikasian kebijakan dan hasil pelaksanaan pemberantasan korupsi kepada masyarakat penyelenggaraan keprotokoleran KPK serta pembinaan ketatausahaan KPK. f. Sekretariat Pimpinan Sekretariat Pimpinan mempunyai tugas melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas serta pemberian dukungan administrasi Pimpinan KPK sesuai dengan kabijakan yang ditetapkan oleh Pimpinan KPK Diklat Pegawai Baru di KPK Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) dilaksanakan dalam rangka memenuhi kebutuhan lembaga dalam meningkatkan keterampilan pegawai baru ketika pertama kali bekerja di KPK. Diklat KPK mempersiapkan pegawai baru dalam beradaptasi dengan budaya kerja di KPK maupun keterampilan dasar dari pekerjaan yang nantinya akan dihadapi. Membantu pegawai dalam memahami proses teknis dalam melakukan pekerjaannya sesuai dengan program kerja MSDM yang dilakukan setiap setelah adanya penerimaan pegawai baru. Setelah menentukan program Diklat Pegawai Baru yang akan diselenggarakan KPK selanjutnya membuat anggaran biaya untuk mendapatkan dana dari yang sudah dialokasikan biro Perencanaan Keuangan yang diperlukan untuk mengadakan Diklat Pegawai Baru. KPK bekerja sama dengan beberapa instansi baik dari pemerintah maupun militer dalam pengadaan staf pengajar dan pelatih yang memiliki kualifikasi menguasai materi.materi yang diberikan dalam pelaksanaan Diklat Pegawai Baru beragam dan memperkenalkan dasar yang harus dimiliki oleh pegawai

12 38 yang bekerja di KPK.Materi yang disajikan pada Diklat pegawai baru tahun 2009 dapat dilihat pada lampiran. Metode andragogi (pendidikan kepada orang dewasa) dan experience learning cycle (pembelajaran berdasarkan pengalaman), metode ini merupakan proses pembelajaran yang lebih menekankan kepada interaksi dan partisipasi peserta melalui pemaparan materi, tanya jawab, diskusi dan latihan yang dikerjakan bersama. Maksud dari metode yang dilakukan diharapkan agar peserta lebih aktif baik secara individu atau dalam tim. Pengajar atau Pelatih dalam Diklat Pegawai Baru telah disesuaikan dengan kebutuhan pendidikan dan pelatihan. Pengajar atau pelatih berasal dari KPK, BAIS TNI, BPKP, FBI. Fasilitas dalam pelaksanaan Diklat Pegawai Baru di Satinduk BAIS TNI sesuai dengan kebutuhan Diklat, yaitu terdapatnya pendingin udara, tempat duduk beserta meja, computer, in focus, handout, modul, alat tulis, kertas, notebook, coffee break, makan pagi, makan siang dan makan malam. Penginapan selama kurang lebih tiga bulan, pegawai ditempatkan di barak TNI dengan masing-masing satu tempat tidur dan satu lemari. Maksud dan tujuan diadakannya Diklat oleh KPK, yaitu: 1. Meningkatkan pemahaman tentang visi dan misi KPK. 2. Meningkatkan jiwa kordsa. 3. Memperkenalkan budaya kerja serta nilai-nilai dan aturan yang ada di KPK. 4. Menumbuhkan jiwa kepemimpinan dalam diri pegawai. 5. Memperkenalkan dasar-dasar keterampilan dari tugas pegawai. 6. Memperkenalkan mengenai tugasnya nanti di KPK. 7. Meningkatkan pengetahuan mengenai Undang-undang tindak pidana korupsi Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah para pegawai KPK angkatan 2009 yang telah mengikuti diklat pegawai baru pada tanggal 6 Juni Agustus Setelah mengikuti Diklat pegawai baru para pegawai tersebut akan melakukan tugasnya di KPK sesuai dengan bagiannya. Program diklat

13 39 pegawai baru merupakan program kerja yang dilaksanakan setiap adanya penerimaan pegawai baru dan para peserta diklat adalah para pegawai KPK yang akan melakukan pekerjaanya. Responden diambil secara acak dan mewakili setiap deputinya. Berdasarkan data yang diperoleh melalui kuesioner maka karakteristik biografis sebagai berikut: 1. Usia Responden berusia 30 tahun kebawah sebanyak 26 orang atau 87% dan responden berusia diantara 31 sampai dengan 45 tahun sejumlah 4 orang atau 13%, sementara tidak ada responden yang berusia diatas 45 tahun. 2. Jenis Kelamin Reponden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 15 orang atau 50% dan responden berjenis kelamin juga sama sebanyak 15 orang atau 50%. 3. Pendidikan Terakhir Pegawai KPK yang mengikuti diklat pegawai baru berpendidikan terakhir Diploma 3 sebanyak 8 orang atau 27% dan berpendidikan Strata 1 sebanyak 22 orang atau 73%. Tabel 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin dan Pendidikan Terakhir. Karakteristik Responden Total Persentase (%) Usia Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Pendidikan DIII 8 27 Terakhir S Hasil olah data Skala yang digunakan untuk melihat persepsi pegawai terhadap pelaksanaan Diklat Pegawai Baru dan keterampilan pekerjaan adalah skala Likert. Nilai skor rata-rata (Rs) adalah sebesar 0,8, yang diperoleh dari hasil perhitungan rumus sebagai berikut:

14 40 Rs = ( m 1) m (5 1) Rs = 5 = 0,8 Nilai skor rataan diperoleh dari hasil perkalian antara bobot nilai jawaban berdasarkan skala dengan jumlah responden, kemudian dibagi dengan jumlah responden. Berdasarkan nilai skor rataan tersebut, maka posisi keputusan penilaian memiliki rentang skala yang dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Posisi Keputusan Penilaian Skor Rataan Keterangan 1,0 1,8 Sangat Tidak Setuju 1,8 2,6 Tidak Setuju 2,6 3,4 Cukup Setuju 3,4 4,2 Setuju 4,2 5,0 Sangat Setuju Interpretasi untuk tiap posisi tersebut adalah apabila nilai skor rataan yang dihasilkan apabila rentang 1,0 sampai 1,8 menyatakan pelaksanaan Diklat Pegawai Baru maupun keterampilan pekerjaan sangat tidak baik, rentang 1,8 sampai 2,6 menyatakan pelaksanaan Diklat Pegawai Baru maupun keterampilan pekerjaan tidak baik, rentang 2,6 sampai 3,4 menyatakan pelaksanaan Diklat Pegawai Baru maupun keterampilan pekerjaan cukup baik, rentang 3,4 sampai 4,2 menyatakan pelaksanaan Diklat Pegawai Baru maupun keterampilan pekerjaan baik dan rentang 4,2 sampai 5,0 menyatakan pelaksanaan Diklat Pegawai Baru maupun keterampilan pekerjaan sangat baik Persepsi Pegawai Mengenai Pelaksanaan Diklat Pegawai Baru Diklat Pegawai Baru merupakan salah satu faktor yang sangat diperlukan dalam suatu instansi agar pegawai baru dapat menyamakan persepsi dan mengenal tupoksi. Berdasarkan hasil olah data dari kuesioner yang telah diisi oleh responden, maka persepsi pegawai terhadap pelaksanaan diklat pegawai baru dapat dilihat pada Tabel 4.

15 41 Tabel 4. Persepsi pegawai tentang pelaksanaan diklat No Pelaksanaan Diklat skor Keterangan 1 Pelaksanaan Diklat Pegawai Baru sesuai dengan tugas/pekerjaan saya saat ini 3.36 Cukup 2 Pelaksanaan Diklat membantu dalam teknis pekerjaan saya saat ini 3.23 Cukup 3 Pelaksanaan Diklat Pegawai Baru mengarahkan bagaimana teknis pekerjaan 3.16 Cukup 4 Kesesuaian dgn tugas Pelaksanaan Diklat Pegawai Baru membantu saya dalam melakukan pekerjaan 5 Materi pembelajaran yang diajarkan relevan dengan kebutuhan Diklat Pegawai Baru 6 Materi Diklat Pegawai Baru yang saya ikuti menambah pengetahuan/wawasan baru Materi 3.06 Cukup 3.53 Setuju 4.03 Setuju 7 Materi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan saya 3.26 Cukup 8 Materi yang diberikan jelas dan mudah dimengerti 3.50 Setuju 9 Metode Diklat Pegawai Baru yang digunakan menunjang dengan 3.13 Cukup kebutuhan pekerjaan saya 10 Metode pembelajaran yang dilakukan memudahkan memahami materi 3.26 Cukup Diklat Pegawai Baru 11 Metode Diklat Pegawai Baru yang digunakan sesuai dengan sistem 3.26 Cukup pembelajaran saya Metode 12 Metode yang dilakukan sesuai dengan materi yang akan disampaikan 3.36 Cukup 13 Pengajar/instruktur yang baik memberikan pengaruh terhadap kualitas 3.83 Setuju Diklat Pegawai Baru 14 Pengajar/instruktur bersedia memberikan penjelasan pada saat 3.83 Setuju dibutuhkan 15 Penyampaian penjelasan oleh pengajar/instruktur mudah dimengerti 3.38 Cukup 16 Fasilitas dalam pembelajaran membantu saya memahami apa yang 3.36 Cukup akan disampaikan Pengajar 17 Semua peralatan dan perlengkapan Diklat Pegawai Baru yang diperlukan tersedia dengan baik 18 Semua peralatan dan perlengkapan Diklat Pegawai Baru mudah digunakan 19 Fasilitas 3.40 Setuju 3.40 Setuju Kenyamanan dalam pelaksanaan Diklat Pegawai Baru sangat terasa 3.39 Cukup Total 3.42 Setuju Tabel 5. Persepsi pegawai tentang pelaksanaan diklat No Pelaksanaan Diklat Skor Keterangan 1 Kesesuaian Dengan Tugas 3.20 Cukup 2 Materi 3.58 Setuju 3 Metode 3.25 Cukup 4 Pengajar 3.68 Setuju 5 Fasilitas 3.39 Setuju Total 3.42 Setuju

16 42 Berdasarkan skor rataan responden dari hasil olah data (Tabel 4) dapat dideskripsikan sebagai berikut: 1. Responden cukup bahwa Diklat pegawai baru sesuai dengan pekerjaanya saat ini dan mengarahkan teknis pekerjaan mereka, sehingga membantu mereka dalam melakukan pekerjaanya dan mengarahkan teknis pekerjaanya. 2. Responden bahwa materi yang diberikan pada saat pelaksanaan Diklat Pegawai Baru mudah dimengerti dan relevan dengan pekerjaanya saat ini, selain itu juga mereka bahwa materi yang diberikan dapat menambah wawasan mereka. 3. Responden cukup bahwa materi yang diberikan di Diklat Pegawai Baru sesuai dengan kebutuhan pekerjaan mereka. 4. Responden hanya cukup mengenai metode yang digunakan dalam Diklat Pegawai Baru menunjang kebutuhan mereka dan memudahkan mereka dalam memahami materi. Pegawai juga cukup bahwa metode tersebut sesuai dengan system pembelajaran mereka dan sesuai dengan materi yang diberikan. 5. Responden bahwa pengajar memberikan pengaruh dalam kualitas diklat dan bersedia memberikan penjelasan, namun hanya cukup bahwa penjelasan dari para pengajar tersebut mudah dimengerti. 6. Responden bahwa peralatan yang disediakan tersedia dengan baik dan mudah digunakan, namun hanya cukup bahwa kenyamanan yang diberikan sangat terasa dan fasilitas yang disediakan pada Diklat Pegawai Baru membantu mereka memahami apa yang disampaikan. 7. Responden secara umum bahwa pelaksanaan Diklat Pegawai BAru sudah dilaksanakan dengan baik Persepsi Pegawai Terhadap Peningkatan Keterampilan Pengaruh Diklat Pegawai Baru terhadap peningkatan keterampilan dilihat dari segi teknis maupun non-teknis pegawai dalam melaksanakan pekerjaanya. Persepsi pegawai terhadap peningkatan keterampilan dapat dilihat pada Tabel 6.

17 43 Tabel 6. Persepsi pegawai mengenai keterampilan No Peningkatan keterampilan skor Keterangan 1 Saya dapat memahami dan mengerti dengan baik materi Diklat Pegawai Baru yang diberikan 3.60 Setuju 2 Bersedia mengikuti Diklat Pegawai yang sesuai dengan bidang pekerjaan 3.96 Setuju 3 Saya cepat tanggap terhadap masalah yang timbul 3.56 Setuju 4 Saya dapat memahami maksud dan tujuan dari sebagai pegawai KPK 3.55 Setuju 5 Kualitas hasil kerja pegawai menunjukkan peningkatan 3.53 Setuju 6 Saya menguasai teknis pekerjaan yang dimaksud 3.66 Setuju 7 Bersedia memberikan dorongan dan bantuan kepada teman sekerja 3.96 Setuju 8 Tidak pernah melemparkan kesalahan kepada orang lain 4.07 Setuju 9 Mudah menyesuaikan diri untuk bekerja sama dengan orang lain 3.93 Setuju 10 Kerja sama tim dalam bekerja semakin baik 3.50 Setuju 11 Dengan mengikuti Diklat Pegawai Baru semakin termotivasi untuk meningkatkan kinerja 3.83 Setuju 12 Anda selalu termotivasi dengan untuk mengikuti Diklat yang diadakan 3.76 Setuju 13 Berusaha menyelesaikan tugas sesuai dengan kemampuan 4.16 Setuju 14 Saya selalu berusaha mempelajari hal baru yang belum diketahui 4.00 Setuju 15 Saya bersedia bekerja sesuai dengan peraturan dan standar kerja Bersedia menerima sanksi apabila melakukan kesalahan dalam bekerja Bersedia memperbaiki kesalahan yang dilakukan dalam menyelesaikan pekerjaan Sangat 4.16 Setuju 4.23 Sangat 18 Selalu berusaha untuk meminimalisir tingkat kesalahan dalam bekerja 4.16 Setuju Total 3.88 Setuju Berdasarkan skor rataan responden dari hasil olah data (Tabel 6) dapat dideskripsikan sebagai berikut: 1. Responden mayoritas bahwa mereka dapat memahami materi diklat dengan baik dan bersedia mengikuti diklat yang sesuai dengan pekerjaan mereka. 2. Responden bahwa mereka menjadi cepat tanggap dalam mengatasi masalah dan menunjukkan peningkatan kualitas dalam bekerja. 3. Pegawai bahwa mereka mengetahui maksud dan tujuan mereka sebagai pegawai KPK sehingga menguasai teknis pekerjaanya. Pegawai juga bahwa mereka bersedia memberikan dorongan kepada sesame

18 44 rekan kerja dan tidak akan melemparkan kesalahan kepada rekan kerja mereka. 4. Mayoritas unit di KPK harus bekerja secara tim, pegawai bahwa kerjasama tim mereka lebih baik dan mereka mudah menyesuaikan diri. 5. Pegawai bahwa mereka termotivasi untuk mengikuti Diklat agar kinerja mereka meningkat dan bersedia mengikuti Diklat tersebut jika disediakan. Responden rata-rata bahwa mereka ingin mempelajari hal-hal baru dan berusaha menyelesaikan tugas mereka sebaik mungkin. 6. Responden menilai bahwa mereka sangat bekerja sesuai dengan peraturan yang ada dan tidak akan mengulangi kesalahan mereka, namun mereka bersedia menerima sanksi jika melakukan kesalahan dan oleh karena itu akan meminimalisir kesalahan mereka Pengaruh Diklat Pegawai terhadap Keterampilan Pegawai Pengaruh diklat pegawai terhadap keterampilan pegawai dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linier. Keterampilan pegawai menjadi variabel terikat (Y) dan diklat pegawai menjadi variabel bebas (X). Tabel 7. Hasil perhitungan regresi linier variabel Diklat terhadap peningkatan keterampilan Variabel Koefisien Arah Regresi Konstanta 1,919 Diklat Pegawai (X) 0,577 Berdasarkan hasil pengolahan uji regresi diperoleh persamaan regresi linier sederhana sebagai berikut: Y = X Berdasarkan persamaan di atas, maka diperoleh konstanta sebesar yang berarti jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menerapkan diklat pegawai maka keterampilan pegawai sebesar Koefisien regresi sebesar 0,577 untuk variabel X menyatakan bahwa jika diklat yang dilaksanakan sesuai dengan tuntutan tugas dan pekerjaan pegawai, maka keterampilan pegawai akan meningkat sebesar 57,7%. Hasil uji F berguna untuk menentukan apakah model penaksiran yang digunakan sudah tepat atau belum. Model regresi yang digunakan Y = a + b 1 X 1, dalam menguji apakah model linier sudah tepat atau belum. Berdasarkan hasil

19 45 olah data diperoleh nilai F = 9,136 kemudian dibandingkan dengan F-tabel 4,414. Dari hasil olah data dapat disimpulkan karena F hitung > F-tabel maka model linier Y = a + b 1 X 1, sudah tepat dan dapat digunakan. Selain dengan perbandingan F hitung dan F tabel untuk melihat ketepatan model dapat juga membandingkan nilai probabilitas (0,000) lebih kecil dari 0,05 maka persamaan tersebut sudah tepat. Uji t berguna untuk menguji signifikansi koefisien regresi b, yaitu apakah variabel independent (X) berpengaruh nyata atau tidak. Berdasarkan hasil uji hipótesis pada taraf = 0,05 diketahui nilai probabilitas (0,000) lebih kecil dari alpha (α) = 0,05 artinya dengan diadakannya diklat pegawai memberikan pengaruh terhadap keterampilan pegawai. Menurut Sugiyono (2001) tingkat hubungan ditentukan oleh skala berikut: 0,00-0,199 = Sangat Rendah 0,20-0,399 = Rendah 0,40-0,599 = Sedang 0,60-0,799 = Kuat 0,80-1,000 = Sangat Kuat 4.7. Implikasi Manajerial Sumberdaya manusia merupakan asset terpenting yang dimiliki setiap perusahaan atau organisasi. Sumberdaya manusia memegang peranan utama yaitu sebagai perencana, pelaku, penggerak dan pengambil keputusan dalam setiap kegiatan organisasi. Pengembangan sumberdaya manusia memerlukan upaya yang terarah dan terencana yaitu dengan melakukan program pendidikan dan pelatihan (diklat) sesuai dengan program kerja menjadi rencana kerja setiap adanya penerimaan pegawai baru melakukan pelatihan untuk mengembangkan keterampilan. Berdasarkan hasil penelitian pengaruh pendidikan dan pelatihan pegawai baru terhadap peningkatan keterampilan pegawai pada Komisi Pemberantasan Korupsi, dapat disimpulkan bahwa pengaruh Diklat Pegawai Baru terhadap keterampilan pegawai saat ini sudah baik. Namun, dari segi pelaksanaan diklat masih terdapat beberapa hal yang hasilnya adalah cukup dan dapat mempengaruhi pelaksanaan Diklat Pegawai Baru terhadap keterampilan

20 46 pegawai. Hal ini, diakibatkan diantaranya oleh materi dan metode yang tidak terlalu berkaitan langsung dengan pekerjaan atau tugasnya ketika mulai bekerja. Penyesuaian-penyesuaian yang dapat dilakukan oleh pihak KPK dalam penyelenggaraan Diklat Pegawai Baru untuk meningkatkan keterampilan pegawai antara lain sebagai berikut: 1. Pelaksanaan diklat pegawai baru untuk memberikan dampak yang lebih besar terhadap keterampilan pegawai pada saat melakukan bekerja, maka sebaiknya diklat lebih disesuaikan dengan pekerjaannya nanti dengan cara melakukan metode simulasi pekerjaan dan on the job training, sehingga pegawai menguasai pekerjaan mereka tidak hanya secara teori, namun juga secara teknis. 2. Materi yang diberikan pada saat diklat sebaiknya materi yang fokus terhadap tugas pokok pegawai dan melewati bagian yang dianggap tidak perlu, sehingga pegawai tidak perlu bertanya lagi ketika mulai bekerja. 3. Dalam diklat pegawai baru yang menghabiskan waktu cukup lama, maka sebaiknya pengajar dan pelatih merupakan tidak hanya cukup ahli dibidangnya, namun juga harus memiliki teknik mengajar yang lebih menarik, sehingga materi yang disampaikan pun mudah terserap oleh peserta diklat. 4. Fasilitas yang disediakan dalam diklat baru sebaiknya lebih lengkap dengan jumlah yang sesuai dengan peserta sehingga masing-masing peserta dapat ikut serta dan tidak membuang waktu. Fasilitas umum juga sebaiknya lebih diperhatikan, karena kenyamanan turut serta mendukung konsentrasi belajar pegawai.

PERATURAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

PERATURAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI PERATURAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN KOMISI PEMBERANTASAN

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4.1 Kewenangan KPK Segala kewenangan yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA http://welcome.to/rgs_mitra ; rgs@cbn. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DAFTAR ANOTASI Halaman 1. Sejak Rabu,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN sampai dengan Desember peneliti untuk melakukan pengumpulan data.

BAB III METODE PENELITIAN sampai dengan Desember peneliti untuk melakukan pengumpulan data. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitan : Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai dengan Desember 2010. 2. Tempat Penelitian : Penelitian ini

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. a.bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, T

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, T No. 339, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Pencucian Uang. Asal Narkotika. Prekursor Narkotika. Penyelidikan. Penyidikan. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELIDIKAN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Bagan Struktur Organisasi

Lampiran 1. Bagan Struktur Organisasi Lampiran 1. Bagan Struktur Organisasi 49 50 Lampiran 2. Materi Diklat dan Pengajar/Pelatih. INDUKSI PEGAWAI BARU MATERI INSTRUKTUR Regristrasi & Pembagian Perlengkapan Membangun Mental Bersama Tim Satinduk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas

Lebih terperinci

Komisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN)

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) 3.5 Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) 3.5.1 Kewenangan Penyidikan oleh BNN Dalam melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Arsip PAMJAKI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga penyidik pemberantasan tindak pidana korupsi merupakan lembaga yang menangani kasus tindak pidana korupsi di Indonesia maupun di Negara-negara lain. Pemberantasan

Lebih terperinci

Rencana Strategis Komisi Pemberantasan Korupsi

Rencana Strategis Komisi Pemberantasan Korupsi Rencana Strategis Komisi Pemberantasan Korupsi 2004-2007 Draft untuk mendapatkan masukan Daftar Isi Daftar Isi... 2 Pendekatan Perencanaan Stratejik... 3... 4... 4... 5... 6... 7... 8 Sumberdaya Yang Diperlukan...

Lebih terperinci

Eksistensi KPK Dalam Memberantas Tindak Pidana Korupsi Oleh Bintara Sura Priambada, S.Sos., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Eksistensi KPK Dalam Memberantas Tindak Pidana Korupsi Oleh Bintara Sura Priambada, S.Sos., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta Eksistensi KPK Dalam Memberantas Tindak Pidana Korupsi Oleh Bintara Sura Priambada, S.Sos., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. Latar Belakang Hukum sebagai kumpulan peraturan atau kaedah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI III DPR RI DENGAN KPK, BNN DAN PPATK --------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, HAM DAN KEAMANAN) Tahun Sidang : 2015-2016

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI I. UMUM Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 63 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung pelaksanaan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sehubungan dengan perkembangan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sehubungan dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. istilah yang sering dipakai dalam bidang filsafat dan psikologi.(ensiklopedia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. istilah yang sering dipakai dalam bidang filsafat dan psikologi.(ensiklopedia 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang eksistensi Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata Eksistensi berarti hal berada atau dapat pula diartikan sebagai keberadaan. Eksistensi merupakan istilah

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi tentang Audit Penyadapan Informasi yang Sah (Lawful Interception) pada Komisi Pemberantasan Ko

2016, No Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi tentang Audit Penyadapan Informasi yang Sah (Lawful Interception) pada Komisi Pemberantasan Ko No. 588, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KPK. Penyadapan yang Sah. Audit. PERATURAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2015 TENTANG AUDIT PENYADAPAN INFORMASI YANG SAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.817, 2012 PPATK. Organisasi. Tata Kerja. PPATK. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR PER-07/1.01/PPATK/08/12 TENTANG ORGANISASI DAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BERSAMA KETUA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : KEP Nomor : KEP- IAIJ.

KEPUTUSAN BERSAMA KETUA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : KEP Nomor : KEP- IAIJ. KEPUTUSAN BERSAMA KETUA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : KEP- 1 11212005 Nomor : KEP- IAIJ.A11212005 TENTANG KERJASAMA ANTARA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DENGAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010 Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010 3.1 Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010 3.1.1 Pemeriksaan oleh PPATK Pemeriksaan adalah proses identifikasi

Lebih terperinci

MATRIKS 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/LEMBAGA TAHUN 2011 II.L.093.1

MATRIKS 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/LEMBAGA TAHUN 2011 II.L.093.1 MATRIKS 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/LEMBAGA TAHUN 2011 KEMENTERIAN/LEMBAGA : KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI 1 Program Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Efektivitas TPK Penindakan TPK yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1365, 2013 KOMISI YUDISIAL. Pembidangan Kerja. Susunan Organisasi. Pecabutan. PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN PEMBIDANGAN KERJA KOMISI YUDISIAL

PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN PEMBIDANGAN KERJA KOMISI YUDISIAL KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN PEMBIDANGAN KERJA KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN PELAYANAN BANTUAN HUKUM DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN PEMBERIAN KESAKSIAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG I. UMUM. Berbagai kejahatan, baik yang dilakukan oleh orang perseorangan maupun oleh korporasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan peran Komisi Kejaksaan Republik Indonesia, perlu

Lebih terperinci

2016, No Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indon

2016, No Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indon No.1580, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KPK. DPP-KPK. Pencabutan. PERATURAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN PEGAWAI KOMISI PEMBERANTASAN

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 20/BC/2017 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 20/BC/2017 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 20/BC/2017 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS UNIT KEPATUHAN INTERNAL DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 20/BC/2017 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 20/BC/2017 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 20/BC/2017 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS UNIT KEPATUHAN INTERNAL DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Nomor : Nomor : TENTANG KERJA SAMA DALAM PEMBERANTASAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2017, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5698); 2. Undang-Undang N

2017, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5698); 2. Undang-Undang N No.1072, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KPK. JRA Substantif. PERATURAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06 TAHUN 2017 TENTANG JADWAL RETENSI ARSIP SUBSTANTIF DI LINGKUNGAN KOMISI

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH DIKLAT PEGAWAI BARU TERHADAP KETERAMPILAN PEGAWAI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI. Oleh GALIH PRAMANA NATANEGARA H

ANALISIS PENGARUH DIKLAT PEGAWAI BARU TERHADAP KETERAMPILAN PEGAWAI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI. Oleh GALIH PRAMANA NATANEGARA H ANALISIS PENGARUH DIKLAT PEGAWAI BARU TERHADAP KETERAMPILAN PEGAWAI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI Oleh GALIH PRAMANA NATANEGARA H24066052 PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI III DPR RI DENGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) -------------------------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN,

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Komisi Pemberantasan Koru

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Komisi Pemberantasan Koru No.747, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KPK. Pegawai Spesialis Muda. Rekrutmen Seleksi dan Pengembangan. PERATURAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2017 TENTANG TATA

Lebih terperinci

Bagaimana Cara Memberantas Korupsi?

Bagaimana Cara Memberantas Korupsi? Bagaimana Cara Memberantas Korupsi? 1001 CARA BERANTAS KORUPSI Tidak ada cara lain, korupsi harus diberantas. Selain merusak sendisendi kehidupan berbangsa dan bernegara, korupsi juga merusak sistem perekonomian.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG. Sumber Daya Alam. Satuan Tugas. Organisasi. Tata Kerja. Pencabutan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG. Sumber Daya Alam. Satuan Tugas. Organisasi. Tata Kerja. Pencabutan. No.1568, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG. Sumber Daya Alam. Satuan Tugas. Organisasi. Tata Kerja. Pencabutan. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER- 029/A/JA/10/2014 TENTANG

Lebih terperinci

BAB III KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

BAB III KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI BAB III KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI A. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 1. Pengertian Komisi Pemberantasan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENJUALAN KENDARAAN PERORANGAN DINAS TANPA MELALUI LELANG. sinarmedia-news.com

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENJUALAN KENDARAAN PERORANGAN DINAS TANPA MELALUI LELANG. sinarmedia-news.com TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENJUALAN KENDARAAN PERORANGAN DINAS TANPA MELALUI LELANG sinarmedia-news.com I. PENDAHULUAN Pelaksanaan urusan pemerintahan, baik pada tingkat pusat maupun daerah tidak terlepas

Lebih terperinci

KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH

KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH I. Pendahuluan. Misi yang diemban dalam rangka reformasi hukum adalah

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesepuluh, Penelusuran Aset Penelusuran Aset. Modul E-Learning 3

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesepuluh, Penelusuran Aset Penelusuran Aset. Modul E-Learning 3 Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Kesepuluh, Penelusuran Aset 3.10 Penelusuran Aset Harta kekayaan yang berasal dari hasil kejahatan merupakan motivasi nafsu bagi tindak kejahatan itu sendi. Ibarat

Lebih terperinci

Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan. Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1

Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan. Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1 Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1 I. PENDAHULUAN Sebagai akibat aktivitas perekonomian dunia, akhir-akhir ini pemanfaatan hutan menunjukkan kecenderungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa Negara Kesatuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Mengenal KPK dan Upaya Pemberantasan Korupsi Dedie A. Rachim Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat

Mengenal KPK dan Upaya Pemberantasan Korupsi Dedie A. Rachim Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi Mengenal KPK dan Upaya Pemberantasan Korupsi Dedie A. Rachim Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat LATAR BELAKANG DIBENTUKNYA KPK TAP MPR No. XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggara

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG PENYAMPAIAN LAPORAN HARTA

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN

Lebih terperinci

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG PEJABAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPPNS) DILINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BANJARMASIN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM - 2 - BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Badan ini yang dimaksud dengan: 1. Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN PERINTAH ATAU IZIN TERTULIS MEMBUKA RAHASIA BANK GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN PERINTAH ATAU IZIN TERTULIS MEMBUKA RAHASIA BANK GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2/ 19 /PBI/2000 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN PERINTAH ATAU IZIN TERTULIS MEMBUKA RAHASIA BANK GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.5, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Penilai Internal. Ditjen Kekayaan Negara. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 /PMK.06/2014 TENTANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. WALIKOTA

Lebih terperinci

Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI. Irtama

Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI. Irtama Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI Irtama 2016 1 Irtama 2016 2 SEKRETARIAT JENDERAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PIAGAM AUDIT INTERN 1. Pengawasan internal adalah

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. INPRES. Korupsi. Monitoring. Percepatan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. INPRES. Korupsi. Monitoring. Percepatan. No.16, 2008 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. INPRES. Korupsi. Monitoring. Percepatan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Korupsi merupakan salah satu bentuk fraud yang berarti penyalahgunaan

BAB I PENDAHULUAN. Korupsi merupakan salah satu bentuk fraud yang berarti penyalahgunaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Korupsi merupakan salah satu bentuk fraud yang berarti penyalahgunaan jabatan di sektor publik untuk kepentingan pribadi (Tuanakotta). Korupsi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT FIT AND PROPER TEST KOMISI III DPR RI TERHADAP CALON PIMPINAN KPK ------------------------------------- (BIDANG HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN, HAM DAN KEAMANAN) Tahun Sidang :

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN TIM PENGAWAS INTELIJEN NEGARA SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA

PEMBENTUKAN TIM PENGAWAS INTELIJEN NEGARA SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA PEMBENTUKAN TIM PENGAWAS INTELIJEN NEGARA SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima : 24 September 2014; disetujui : 13 Oktober 2014

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2017, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan

2017, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan No.1280, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKOMINFO. LHKPN. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG LAPORAN HARTA KEKAYAAN PENYELENGGARA

Lebih terperinci

PKSANHAN II PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

PKSANHAN II PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA POLICY BRIEF PKSANHAN II PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA Penguatan Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Pasca UU Administrasi Pemerintahan LATAR BELAKANG Disahkannya UU No.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 5-1991 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 67, 2004 POLITIK. KEAMANAN. HUKUM. Kekuasaaan Negara. Kejaksaan. Pengadilan. Kepegawaian.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.737, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Pengawasan. Pelaksanaan. Tata Cara Tetap. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 91 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA TETAP

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERCEPATAN PEMBERANTASAN KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERCEPATAN PEMBERANTASAN KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERCEPATAN PEMBERANTASAN KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka percepatan pemberantasan korupsi dengan ini menginstruksikan:

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Tidak pidana korupsi di Indonesia saat ini menjadi kejahatan

Lebih terperinci