KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 466/Kpts/TN.260/V/99 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT HEWAN YANG BAIK MENTERI PERTANIAN,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 466/Kpts/TN.260/V/99 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT HEWAN YANG BAIK MENTERI PERTANIAN,"

Transkripsi

1 KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 466/Kpts/TN.260/V/99 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT HEWAN YANG BAIK MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa untuk menjamin mutu obat hewan, perlu adanya upaya penerapan cara pembuatan obat hewan yang baik dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan operasi; b. bahwa agar penerapan cara pembuatan obat hewan yang baik secara lebih tepat, sekaligus sebagai peraturan pelaksanaan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 1992 tentang Obat Hewan, perlu ditetapkan Pedoman Cara Pembuatan Obat Hewan Yang Baik (CPOHB); Mengingat : 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1967; 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 1992; 3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1974; 4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1998; 5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 122/M Tahun 1998; 6. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1016/Kpts/OT.210/ 12/1998; M E M U T U S K A N : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT HEWAN YANG BAIK (CPOHB). Pasal 1 Memberlakukan Pedoman Cara Pembuatan Obat Hewan Yang Baik (CPOHB) sebagaimana tercantum pada Lampiran Keputusan ini sebagai pedoman bagi semua pihak yang terlibat dalam pembuatan obat hewan. Pasal 2 Produsen obat hewan yang telah memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat Hewan Yang Baik (CPOHB), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 diberikan sertifikat CPOHB oleh Direktur Jenderal Peternakan yang berlaku selama 5 (lima) tahun. 97

2 Pasal 3 Produsen yang telah mendapat sertifikat, diberikan hak untuk membubuhkan penandaan Cara Pembuatan Obat Hewan Yang Baik (CPOHB) pada etiket obat hewan produksinya. Pasal 4 Untuk memperoleh sertifikat Cara Pembuatan Obat Hewan Yang Baik (CPOHB) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Produsen Obat Hewan wajib mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Peternakan. Pasal 5 Semua produsen obat hewan harus mengacu pada Cara Pembuatan Obat Hewan Yang Baik (CPOHB) sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 dalam proses kegiatan mengolah bahan baku, produk ruahan (bulk) dan atau produk jadi, selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak ditetapkan keputusan ini. Pasal 6 Untuk melaksanakan pedoman Cara Pembuatan Obat Hewan Yang Baik (CPOHB) tersebut, Direktur Jenderal Peternakan mengatur lebih lanjut petunjuk pelaksanaannya. Pasal 7 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 7 Mei 1999 MENTERI PERTANIAN, ttd PROF. DR. IR. SOLEH SOLAHUDDIN, MSc SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada Yth.: 1. Menteri Kesehatan; 2. Menteri Dalam Negeri; 3. Menteri Negara Urusan Pangan; 4. Para Gubernur Kepala Daerah Tingkat I seluruh Indonesia; 5. Para Kepala Unit Eselon I Lingkup Departemen Pertanian; 6. Para Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II seluruh Indonesia; 7. Ketua Umum ASOHI di Jakarta. 98

3 LAMPIRAN : KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 466/Kpts/TN.260/V/99 Tanggal : 7 Mei 99 Pedoman Cara Pembuatan Obat Hewan Yang Baik 1. Ketentuan Umum Cara Pembuatan Obat Hewan Yang Baik (CPOHB) menyangkut seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu serta bertujuan untuk menjamin agar produk obat hewan yang dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya Landasan Umum Pada pembuatan obat hewan, pengawasan menyeluruh adalah sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen hanya mempergunakan obat hewan yang bermutu tinggi. Pembuatan secara sembarangan tidak dapat dibenarkan bagi obat hewan yang digunakan untuk menyelamatkan atau memulihkan atau memelihara kesehatan hewan Obat hewan tidak cukup hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian, tetapi yang sangat penting adalah mutu obat hewan harus dibentuk kedalam produk tersebut. Mutu obat hewan tergantung pada bahan awal, proses pembuatan dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personalia yang terlibat dalam pembuatan obat hewan Untuk menjamin mutu suatu obat hewan tidak boleh mengandalkan hanya pada suatu pengujian tertentu saja. Semua obat hewan yang dibuat hendaklah dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau dengan cermat CPOHB ini merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar sifat dan mutu obat hewan yang dihasilkan sesuai dengan yang dikehendaki, bila perlu dapat dilakukan penyesuaian syarat bahwa standar mutu obat hewan yang telah ditentukan tetap dicapai Definisi Dalam pedoman ini digunakan definisi berikut: Bahan Awal Semua bahan baku dan bahan pengemas yang digunakan dalam produksi obat hewan Bahan Baku Semua bahan, baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat, yang berubah maupun tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat hewan walaupun tidak semua bahan tersebut masih terdapat didalam produk ruahan Bahan Pengemas Semua bahan yang dipakai dalam proses pengemasan produk ruahan untuk menghasilkan produk jadi Batch 99

4 Sejumlah obat hewan yang berasal dari suatu proses produksi dalam waktu yang sama Brosur Lembaran yang terbuat dari kertas atau bahan lainnya yang memuat penandaan secara lengkap dari suatu obat hewan yang disertakan pada wadah atau bungkus luar atau diedarkan tersendiri Sampel Representatif Sampel yang menggambarkan secara tepat suatu lot atau batch atau sejumlah bahan yang diambil sampelnya Diluluskan/Memenuhi Syarat Status bahan atau produk yang dizinkan untuk digunakan pada pengolahan, pengemasan atau distribusi Ditolak/Tidak memenuhi Syarat Status bahan atau produk yang tidak dizinkan untuk digunakan pada pengolahan, pengemasan atau distribusi Dokumentasi Seluruh prosedur, instruksi dan catatan tertulis yang berhubungan dengan pembuatan obat hewan Etiket Tulisan langsung pada wadah atau bungkus yang memuat penandaan obat hewan dan ditempelkan langsung pada wadah atau bungkus luar obat hewan Hasil Nyata Produksi Jumlah yang sebenarnya dihasilkan pada setiap tahap produksi suatu produk obat hewan tertentu dari sejumlah bahan awal yang dipakai Hasil Standar Produksi Jumlah yang telah dibakukan oleh produsen yang hendaknya dicapai pada tiap tahap produksi suatu produk obat hewan tertentu Hasil Teoritis produksi Jumlah yang dihasilkan pada tiap tahap pembuatan produk tertentu, dihitung berdasarkan jumlah komponen yang digunakan, apabila tidak terjadi kehilangan atau kesalahan selama pembuatan Karantina Pabrik Status bahan atau produk yang dipisahkan secara fisik atau dengan sistem tertentu menunggu keputusan hasil pemeriksaan apakah suatu bahan atau produk dapat atau tidak dapat digunakan untuk pengolahan, pengemasan atau distribusi Lot Bagian tertentu dari suatu batch yang memiliki sifat dan mutu yang seragam dalam batas yang telah ditetapkan. Apabila suatu produk obat hewan diproduksi degan proses terus menerus, lot berarti suatu bagian tertentu yang dihasilkan dalam suatu satuan waktu atau satuan jumlah sedemikian rupa sehingga menjamin bagian ini memiliki sifat dan mutu yang seragam dalam batas yang telah ditetapkan. 100

5 Nomor batch Penandaan yang terdiri dari angka atau huruf atau gabungan keduanya, yang merupakan tanda pengenal sejumlah obat hewan yang berasal dari produksi dalam waktu yang sama, yang memungkinkan penelusuran kembali riwayat lengkap pembuatan obat hewan tersebut, termasuk tahap-tahap produksi, pengawasan dan distribusi Nomor Lot Penandaan yang terdiri dari huruf atau angka tertentu atau gabungan keduanya yang merupakan tanda pengenal suatu lot, yang memungkinkan penelusuran kembali riwayat lengkap pembuatan lot tersebut termasuk tahap-tahap produksi, pengawasan dan distribusi Obat Hewan Obat hewan yang khusus dipakai untuk hewan Obat Hewan Jadi Suatu produk obat hewan yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan obat hewan Pembuatan Proses kegiatan pengolahan, pencampuran dan pengubahan untuk bahan baku obat hewan Pengawasan Dalam Proses Pemeriksaan danpengujian yang dilembagakan dan dilaksanakan selama proses pembuatan obat hewan, termasuk pemeriksaan dan pengujian terhadap lingkungan dan peralatan Pengawasan Mutu Semua upaya pengawasan yang dilakukan selama pembuatan dan dirancang untuk menjamin agar produk obat hewan senantiasa memenuhi spesifikasi, identitas, kemurnian, keamanan dan potensi serta karakteristik lain yang telah ditetapkan Pengemasan Bagian siklus produksi yang dilakukan terhadap produk ruahan untuk menghasilkan obat hewan jadi Pengolahan Bahian dari siklus produksi mulai dari penerimaan bahan baku sampai dengan untuk menghasilkan produk ruahan Produksi Semua kegiatan pembuatan mulai dari penerimaan bahan awal, pengolahan sampai dengan pengemasan untuk menghasilkan obat hewan jadi Produk Antara Tiap bahan atau campuran bahan yang masih memerlukan satu atau lebih tahap pengolahan lebih lanjut untuk menjadi produk ruahan Produk Ruahan (Bulk) Tiap bahan yang telah selesai diolah dan tinggal memerlukan pengemasan untuk menjadi obat hewan jadi Ruang Steril atau Ruangan Steril 101

6 2. Bahan Awal Ruang atau ruangan yang memiliki kondisi lingkungan tertentu, yang pencemaran debu dan mikrobanya terkendalikan. Ruang atau ruangan tersebut dibangun, diperlengkapi dan digunakan sedemikian rupa untuk mengurangi masuknya, tumbuhnya atau tertahannya cemaran mikroba Sanitasi Segala upaya yang dilakukan untuk menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi syarat kesehatan Spesifikasi Bahan Pemberian suatu bahan awal, produk antara, produk ruahan atau obat hewan jadi mengenai sifat-sifat kimia, fisik dan biologi. Spesifikasi tersebut menyatakan standar dan toleransi yang diperbolehkan yang biasanya dinyatakan secara deskriptif dan numerik Sterilisasi Inaktifasi atau penguranganjasad renik hidup sampai batas yang dapat diterima, yang dilakukan dengan cara yang sesuai Tanggal Kadaluwarsa Tanggal yang menyatakan bahwa sebelum tanggal tersebut suatu batch atau lot tertentu masih memenuhi spesifikasi standar mutu yang disyaratkan Tanggal Pembuatan Tanggal yang menunjukkan selesainya proses pembuatan suatu batch tertentu Validasi Suatu tindakan pembuktian dengan cara sesuai bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan Semua pemasukan, pengeluaran dan sisa bahan hendaklah dicatat. Catatan tersebut hendaklah meliputi keterangan mengenai persediaan, nomor batch atau lot, tanggal penerimaan atau pengeluaran, tanggal pemeriksaan dan tanggal kadaluwarsa Setiap bahan awal, sebelum dinyatakan memenuhi syarat untuk digunakan, hendaklah memenuhi spesifikasi bahan awal yang sudah ditetapkan dan diberi label dengan nama yang dinyatakan dalam spesifikasi. Singkatan, kode atau nama yang tidak resmi tidak boleh digunakan Untuk setiap kiriman atau batch bahan awal hendaklah diberi nomor rujukan yang akan menunjukkan identitas kiriman bahan atau batch yang bersangkutan selama penyimpanan atau pengolahan. Nomor ini hendaklah jelas tercantum pada etiket wadah untuk memungkinkan segera diperolehnya catatan yang hendak diperiksa, termasuk laporan analisa. Untuk tujuan pengambilan sampel, pengujian dan pernyataan memenuhi syarat dari pelulusan batch yang berbeda yang berasal dari satu kiriman hendaklah dianggap sebagai batch yang terpisah. 102

7 2.4. Pada saat penerimaan terhadap setiap kiriman hendaklah dilakukan pemeriksaan secara visual tentang kondisi umum, keutuhan kemasan, kebocoran dan kerusakan, dan sampel untuk pengujian diambil oleh petugas dengan menggunakan metode yang telah disetujui oleh manajer pengawasan mutu. Sampel tersebut hendaklah diuji terhadap spesifikasi yang dapat diakui dengan adanya sertifikat analisa bahan awal yang bersangkutan yang dikuatkan dengan pemastian identitas yang dilakukan sendiri Hendaklah diambil langkah-langkah yang menjamin bahwa semua kemasan pada suatu kiriman mengandung bahan awal yang benar, dan melakukan pengamanan terhadap kemungkinan kesalahan penandaan wadah oleh pemasok Kiriman bahan awal hendaklah ditahan di karantina pabrik, sampai disetujui dan dinyatakan memenuhi syarat untuk dipakai oleh manajer pengawasan mutu Etiket yang menunjukkan status bahan awal hanya boleh dipasang oleh petugas yang ditunjuk oleh penaggung jawab bagian pengawasan mutu untuk mencegah kekeliruan, etiket tersebut hendaklah berbeda dengan label yang digunakan oleh pemasok misalnya dengan mencantumkan nama atau logo perusahaan. Bila status bahan mengalami perubahan, maka etiket penunjuk status juga harus diubah Persediaan bahan awal hendaklah diperiksa dalam selang waktu tertentu untuk meyakinkan bahwa wadahnya tertutup rapat, bertanda yang benar dan dalam kondisi yang baik. Terhadap bahan tersebut hendaklah dilakukan pengambilan sampel dan uji ulang setiap selang waktu tertentu sebagaimana disebut dalam spesifikasi bahan awal. Pelaksanaan pengambilan sampel ulang hendaklah diawali dengan pemasangan label pengujian ulang dan/atau menggunakan sistem lain yang sama efektifnya Bahan awal yang dapat mengalami kerusakan oleh pengaruh suhu, hendaklah disimpan dalam ruangan yang suhu udaranya diatur Bahan awal yang cenderung menjadi rusak atau turun potensinya atau aktifitasnya selama dalam penyimpanan waktu tertentu, terutama antibiotika, antelmentik, preparat sulfa, beberapa vitamin, enzim, hormon dan bahan biologik hendaklah dinyatakan batas umurnya Pengeluaran bahan awal untuk pemakaian hendaklah dilakukan oleh petugas yang berwenang sesuai dengan tata cara yang sudah disetujui. Catatan mengenai persediaan barang hendaklah dijaga agar perujukan persediaan dapat dilakukan Hendaklah tersedia ruangan penyerahan yang terpisah yang dilengkapi dengan baik untuk mencegah pencemaran silang. Mungkin diperlukan tempat dengan perlengkapan khusus, untuk menimbang bahan yang dapat menimbulkan sensitisasi atau yang bertoksisitas tinggi atau bahan seperti hormon sitotoksin dan antibiotika tertentu Alat timbang dan alat takar hendaklah ditera dan diperiksa secara teratur untuk membuktikan bahwa kapasitas, ketelitian dan ketepatannya memenuhi persyaratan sesuai dengan jumlah zat yang akan ditimbang atau ditakar. 103

8 2.14. Semua bahan awal yang tidak memenuhi syarat hendaklah ditandai secara jelas dan tidak boleh digunakan dalam produksi. 3. Lokasi dan Bangunan Lokasi dan bangunan hendaklah memadai, sehingga setiap risiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan pelbagai kesalahan lain yang dapat menurunkan mutu obat hewan, dapat dihindarkan. Bangunan untuk pembuatan obat hewan hendaklah memiliki ukuran, rancangan, konstruksi serta letak yang memadai agar memudahkan dalam pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaan yang baik Lokasi bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah dan air maupun dari kegiatan didekatnya. Apabila bangunan itu terletak pada tempat yang tidak sesuai, tindakan yang efektif hendaklah diambil untuk mencegah pencemaran Gedung hendaklah dibangun dan dipelihara agar terlindung dari pengaruh cuaca, banjir, rembesan melalui tanah serta masuk dan bersarangnya binatang pengganggu Dalam menentukan rancang bangun dan penataan gedung hendaklah dipertimbangkan hal-hal berikut: (a) Kesesuaian dengan kegiatan-kegiatan lain, yang mungkin dilakukan dalam sarana yang sama atau dalam sarana yang berdampingan; (b) Luasnya ruang kerja, yang memungkinkan penempatan peralatan dan bahan-bahan secara teratur dan logis serta memungkinkan terlaksananya kegiatan, kelancaran arus kerja, komunikasi dan pengawasan yang efektif maupun untuk mencegah kesesakan dan ketidakteraturan; (c) Pencegahan terjadinya penggunaan kawasan produksi sebagai lalu lintas umum bagi karyawan atau bahan-bahan ataupun sebagai tempat penyimpanan kecuali untuk bahan-bahan yang sedang dalam proses Permukaan bagian dalam ruangan (dinding, lantai dan langit-langit) hendaklah licin, bebas dari keretakan dan sambungan terbuka serta mudah dibersihkan, dan bila perlu mudah didesinfeksi. Lantai di ruangan pengolahan hendaklah dibuat dari bahan kedap air, permukaannya rata dan memungkinkan pembersihan secara cepat dan efisien. Dinding hendaklah juga kedap air dan memiliki permukaan yang mudah dicuci. Sudut-sudut antara dinding, lantai dan langit-langit dalam ruangan-ruangan khusus hendaklah berbentuk lengkungan Saluran air limbah hendaklah cukup besar dan mempunyai bak kontrol serta ventilasi yang baik. Saluran terbuka hendaklah sedapat mungkin dicegah tetapi bila diperlukan hendaklah cukup dangkal untuk memudahkan pembersihan dan desinfeksi Lubang pemasukan dan pengeluaran udara serta pipa-pipa dan salurannya hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk mencegah timbulnya pencemaran terhadap produk. 104

9 3.7. Bangunan hendaklah mendapat penerangan yang efektif dan mempunyai ventilasi dengan fasilitas pengendali udara (termasuk suhu, kelembaban dan penyaring) yang sesuai untuk kegiatan dalam bangunan maupun dengan lingkungan sekitarnya Pipa dan instalasi lain di ruangan pembuatan hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk menghindarkan terbentuknya lekuk yang tidak dapat dibersihkan. Instalasi seperti ini sedapat mungkin dipasang di luar ruangan pengolahan Tenaga listrik hendaklah memadai untuk menjamin kelancaran fungsi peralatan produksi dan laboratorium Seluruh bangunan termasuk ruangan produksi, laboratorium, gudang gang dan ruangan sekeliling gedung, hendaklah dirawat agar senantiasa dalam keadaan bersih dan rapi. Kondisi bangunan hendaklah diperiksa secara teratur dan dilakukan perbaikan dimana perlu. Perhatian khusus perlu diberikan untuk menjamin agar perbaikan gedung atau kegiatan perawatannya tidak akan mengakibatkan pengaruh negatif terhadap produk Ruangan penyimpanan bahan hendaklah cukup luas, terang serta ditata dan dilengkapi sedemikian rupa untuk memungkinkan penyimpanan bahan dan produk dalam keadaan kering, bersih dan teratur Ruangan penyimpanan hendaklah cocok untuk melaksanakan pemisahan bahan dan produk yang dikarantina di pabrik secara efektif. Ruangan khusus dan terpisah hendaklah tersedia untuk penyimpanan bahan mudah terbakar, bahan mudah meledak dan bahan yang sangat beracun, dan obat hewan berbahaya lain serta untuk produk dan bahan yang ditolak; Bila diperlukan hendaklah disediakan sarana penyimpanan dengan kondisi khusus, misalnya suhu, kelembaban dan keamanan tertentu; Ruangan penyimpananhendaklah ditata sedemikian rupa untuk memungkinkan pemisahan yang efektif dan teratur terhadap berbagai kelompok bahan yang disimpan serta untuk memudahkan perputaran persediaan; Hendaklah disediakan tempat penyimpanan terpisah bagi barang-barang yang ditolak, atau ditarik kembali; Penyimpanan hendaklah ditata sedemikian rupa sehingga pemisahan masing-masing label, demikian pula barang cetakan lain, tersimpan terpisah untuk mencegah terjadinya pencampuran. 4. Pengaturan Ruangan 4.1. Rancang bangun dan penataan gedung hendaklah memenuhi peryaratan-persyaratan Dicegah risiko terjadinya campur-baur obat hewan atau komponen yang berbeda, kemungkinan terjadinya percemaran silang oleh obat hewan atau bahan-bahan lain serta risiko 105

10 terlewatnya salah satu langkah dalam proses produksi. Untuk mencapai tujuan ini sekat ruangan yang sesuai, tirai udara dan cara lain dapat digunakan. Hendaklah diberi perhatian khusus bagi pengolahan bahan yang sangat beracun atau bahan yang dapat menimbulkan sensitisasi seperti hormon, bahan sitotoksik, antibiotika tertentu dan bibit kuman dan virus. Perlu diadakan pemisahan kegiatan produksi obat hewan bentuk biologik (vaksin, antigen ataupun antisera) dari kegiatan produksi obat hewan lain. Persyaratan ini dapat dipenuhi dengan menyediakan gudang terpisah untuk kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan produk biologik atau dengan mengadakan isolasi yang efektif terhadap kegiatan yang menyangkut bakteri atau virus dalam satu gedung. Untuk kedua alternatif ini hendaklah disediakan sistem pengelolaan udara terpisah Kegiatan pengolahan bahan bagi produk bukan obat hewan dipisahkan dari ruang produksi obat hewan Disediakan ruang terpisah untuk membersihkan alat yang dapat dipindah-pindahkan dan ruangan untuk penyimpanan bahan pembersih Kamar ganti dan penyimpanan pakaian berhubungan langsung dengan ruangan pengolahan tetapi letaknya terpisah Toilet tidak terbuka langsung ke ruangan produksi dan dilengkapi dengan ventilasi yang baik Hewan ditempatkan dalam gedung terpisah, atau setidaktidaknya dalam ruang yang terisolasi dengan baik Untuk kegiatan-kegiatan berikut diperlukan ruangan tertentu Penerimaan bahan Karantina barang masuk Penyimpanan bahan awal Penimbangan dan penyerahan Pengolahan Penyimpanan produk ruahan Pengemasan Karantina obat hewan jadi selama menunggu hasil pemeriksaan akhir Penyimpanan obat hewan jadi Pengiriman barang Laboratorium Pencucian peralatan 4.3. Ruangan pengolahan produk steril hendaklah dipisahkan dari ruangan produksi lain serta dirancang dan dibangun secara khusus. Ruang-ruang terpisah diperlukan bagi kegiatan-kegiatan berikut: Pembukaan kemasan komponen Pencucian peralatan serta wadah Pengolahan Pengisian dan penutupan wadah langsung 106

11 Ruang penyangga udara yang menghubungkan ruang ganti pakaian dengan ruang pengisian Penggantian pakaian steril sebelum memasuki ruangan steril. 5. Peralatan Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat hewan hendaklah memiliki rancang bangun dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dengan tepat, sehingga mutu yang dirancang bagi tiap produk obat hewan terjamin secara seragam dari batch ke batch, serta untuk memudahkan pembersihan dan perawatannya Rancang bangun dan konstruksi Permukaan peralatanyang bersentuhan dengan bahan, produk antara, produk ruahan atau obat hewan jadi tidak boleh bereaksi, mengadisi atau mengabsorpsi, yang dapat mengubah identitas, mutu atau kemurniannya, diluar batas yang telah ditentukan Peralatan tidak boleh menimbulkan akibat yang merugikanterhadap produk, misalnya karena bocornya katup, menetesnya zat pelumas dan karena hal lain yang sejenis, atau karena perbaikan, pemeliharaan modifikasi atau adaptasi yang salah bahan-bahan yang diperlukan untuk suatu tujuan khusus, seperti pelumas atau pendingin, tidak boleh bersentuhan langsung dengan bahan yang diolah kaena hal ini dapat merubah identitas, mutu atau kemurnian bahan baku, bahan antara, produk ruahan atau obat hewan jadi Peralatan hendaklah dapat dibersihkan dengan mudah, baik bagian dalam maupun bagian luar Semua peralatan yang dipakai dalam pengolahan bahan kimia yang mudah terbakar, ditempatkan di ruangan dimana digunakan bahan yang mudah terbakar, ruangan tersebut hendaklah dilengkapi dengan perlengkapan elektris yang kedap eksplosi serta musnah dengan sempurna Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji dan mencatat hendaklah diperiksa ketelitiannya secara teratur serta ditera menurut suatu program dan prosedur yang tepat. Hasil pemeriksaan dan peneraan hendaklah dicatat dan catatan tersebut disimpan dengan baik Penyaring untuk cairan tidak boleh melepaskan serat ke dalam produk. Penyaring yang mengandung asbes tidak boleh digunakan walaupun penyaring khusus yang tidak melepas serat digunakan sesudahnya Pemasangan dan Penempatan Peralatan hendaklah ditempatkan sedemikian rupa untuk memperkecil kemungkinan pencemaran silang antar bahan di ruangan yang sama. 107

12 5.2.2 Peralatan hendaklah ditempatkan dengan jarak yang cukup renggang dari peralatan lain untuk memberikan keleluasaan kerja dan memastikan tidak terjadinya tercampur-baur atau kekeliruan Semua ban mekanis terbuka dan kerekan hendaklah dilengkapi dengan pengaman Saluran air, uap, udara bertekanan atau hampa udara hendaklah dipasang sedemikian rupa sehingga mudah dicapai selama kegiatan berlangsung. Saluran ini hendaklah diberi label atau tanda yang jelas agar mudah dikenal Tiap peralatan utama hendaklah diberi nomor pengenal yang jelas. Nomor pengenal ini akan dipakai pada semua perintah dan catatan pembuatan batch untuk menunjukkan unit atau alat tertentu yang dipakai pada proses pembuatan tertentu untuk bacth yang bersangkutan, kecuali bila alat tersebut hanya digunakan untuk satu jenis produk saja Semua pipa, tangki, selubung pipa uap atau pipa pendingin hendaklah diberi isolasi yang baik untuk mencegah kemungkinan terjadinya cacat dan memperkecil kehilangan energi Saluran pipa ke alat yang menggunakan uap bertekanan hendaklah dilengkapi dengan perangkap uap dan saluran pembuangan yang berfungsi dengan baik Sistem-sistem penunjang seperti sistem pemanas, ventilasi, pengatur suhu udara, air minum, pemurnian air, penyulingan air, uap, udara bertekanan dan gas hendaklah divalidasi untuk memastikan bahwa sistem-sistem tersebut senantiasa berfungsi sesuai tujuannya Pemeliharaan Peralatan hendaklah dirawat menurut jadwal yang tepat agar tetap berfungsi dengan baik dan mencegah terjadinya pencemaran yang dapat merubah identitas, mutu dan kemurnian produk Prosedur-prosedur tertulis untuk perawatan peralatan hendaklah dibuat dan dipatuhi Catatan mengenai pelaksanaan pemeliharaan dan pemakaian suatu peralatan utama hendaklah dicakup dalam buku catatan harian yang menunjukan tanggal, waktu, produk, kekuatan dan nomor setiap batch atau lot yang diolah dengan peralatan yang bersangkutan. Catatan untuk peralatan yang digunakan khusus untuk satu produk saja dapat dimasukkan kedalam catatan produksi batch produk tertentu. 6. Personalia Jumlah Tenaga Ahli dan Karyawan di semua tingkatan hendaklah cukup serta memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sesuai dengan tugasnya. Mereka hendaklah juga memiliki kesehatan mental dan fisik yang 108

13 baik sehingga mampu melaksanakan tugasnya secara profesional dan sebagaimana mestinya. Mereka hendaklah mempunyai sikap dan kesadaran tinggi untuk mewujudkan tujuan CPOHB Organisasi, Kualifikasi dan Tanggung jawab Struktur organisasi perusahaan hendaklah sedemikian rupa sehingga bagian produksi bagian pengawasan mutu dipimpin oleh Tenaga Ahli yang berlainan, yang tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain. Masing-masing hendaklah diberi wewenang penuh dan sarana yang cukup, yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Keduanya tidak boleh mempunyai kepentingan lain diluar organisasi pabrik, yang dapat menghambat atau membatasi tanggung jawabnya atau yang dapat menimbulkan pertentangan kepentingan pribadi atau finansial Manajer produksi hendaklah seorang Tenaga Ahli Dokter Hewan atau Apoteker yang cakap, terlatih dan memiliki pengalaman praktis yang memadai di bidang industri obat hewan dan keterampilan dalam kepemimpinan sehingga memungkinkan melaksanakan tugas secara profesional. Manajer produksi hendaklah memiliki wewenang serta tanggung jawab penuh untuk mengelola produksi obat hewan. Manajer produksi hendaklah memiliki tanggung jawab bersama dalam mutu obat hewan baik dengan manajer pengawasan mutu maupun manajer teknik Manajer pengawasan mutu hendaklah seorang Tenaga Ahli Dokter Hewan atau Apoteker yang cakap, terlatih dan memiliki pengalaman praktis yang memadai untuk memungkinkan melaksanakan tugasnya secara profesional. Manajer pengawasan mutu hendaklah diberi wewenang dan tanggung jawab penuh dalam seluruh tugas pengawasan mutu yaitu dalam penyusunan, verifikasi dan pelaksanaan seluruh prosedur pengawasan mutu. Manajer pengawasan mutu adalah satusatunya yang memiliki wewenang memutuskan untuk meluluskan atau menolak bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat hewan jadi bila produk tersebut sesuai dengan spesifikasinya, atau bila tidak dibuat sesuai dengan prosedur yang disetujui dan kondisi yang ditentukan Manajer produksi dan manajer pengawasan mutu bersamasama bertanggung jawab atau ikut bertanggung jawab dalam penyusunan dan pengesahan prosedur-prosedur tertulis, pemantauan dan pengawasan lingkungan pembuatan obat hewan, kebersihan pabrik dan validasi proses produksi; kalibrasi alat-alat pengukur, latihan personalia, pemberian persetujuan terhadap pemasok bahan dan kontraktor; pengamanan produk dan bahan terhadap kerusakan dan kemunduran mutu dalam penyimpanan catatan-catatan Untuk menunjang dan membantu tenaga inti tersebut diatas, dapat ditunjuk tenaga yang terampil dalam jumlah yang sesuai 109

14 untuk melaksanakan pengawasan langsung di bagian produksi dan pengawasan mutu. Tiap penyelia hendaklah cukup terlatih dan memiliki keterampilan teknis yang memadai serta pengalaman praktis dalam bidang yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka bertanggung jawab kepada manajer produksi atau manajer pengawasan mutu Disamping staf tersebut diatas hendaklah tersedia tenaga yang terlatih secara teknis dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan kegiatan produksi atau pengawasan mutu sesuai dengan prosedur dan spesifikasi yang telah ditentukan. Mereka hendaklah memahami petunjuk kerja tertulis. Pada saat pengangkatan, kepada mereka hendaklah diberi latihan yang cukup Tanggung jawab yang diberikan kepada setiap karyawan hendaklah tidak terlalu berlebihan sehingga dapat menimbulkan resiko terhadap mutu obat hewan Tugas dan tanggung jawab hendaklah diberikan dengan jelas dan dapat dipahami dengan baik oleh setiap karyawan Latihan Seluruh karyawan yang langsung ikut serta dalam kegiatan pembuatan obat hewan dan yang karena tugasnya mengharuskan mereka masuk ke ruangan pembuatan obat hewan, hendaklah dilatih mengenai kegiatan tertentu yang sesuai dengan tugasnya maupun mengenai prinsip CPOHB Latihan hendaklah diberikan oleh orang yang cakap. Perhatian khusus hendaklah diberikan dalam latihan bagi mereka yang bekerja di ruangan steril dan ruangan bersih atau bagi mereka yang bekerja menggunakan bahan yang mempunyai resiko tinggi, toksisi atau yang menimbulkan sensitisasi Latihan mengenai CPOHB hendaklah dilakukan secara berkesinambungan dan dengan frekuensi yang memadai untuk menjamin agar para karyawan terbiasa dengan persyaratan CPOHB yang berkaitan dengan tugasnya Latihan mengenai CPOHB hendaklah dilaksanakan menurut program tertulis yang telah disetujui oleh manajer produksi dan manajer pengawasan mutu Catatan latihan karyawan mengenai CPOHB hendaklah disimpan dan efektivitas program latihan hendaklah dinilai secara berkala Setelah mengadakan latihan, prestasi karyawan hendaklah dinilai. Untuk menentukan apakah mereka telah memiliki kualifikasi yang memadai untuk melaksanakan tugas yang telah diberikan kepadanya. 7. Sanitasi dan Higiena Tingkat sanitasi dan higiena yang tinggi hendaklah ditetapkan pada setiap aspek pembuatan obat hewan. Ruang lingkup sanitasi dan higiena meliputi personalia, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta 110

15 wadahnya, dan setiap hal yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran hendaklah dihilangkan melalui program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu Personalia Semua karyawan hendaklah menjalani pemeriksaan kesehatan, baik sebelum diterima menjadi karyawan maupun selama menjadi karyawan. Karyawan yang bertugas sebagai pemeriksa visual hendaklah menjalani pemeriksaan mata secara berkala Semua karyawan hendaklah menerapkan higiena perorangan yang baik hendaklah mereka dilatih mengenai penerapan higiena perorangan. Semua karyawan yang berhubungan dengan proses pembuatan hendaklah memperhatikan tingkat higiena perorangan yang tinggi Tiap karyawan yang pada suatu ketika mengidap suatu penyakit atau menderita suatu luka terbuka, yang dapat merugikan kualitas produk, hendaklah dilarang menangani bahan baku, bahan pengemas, bahan yang sedang dalam proses dan obat hewan jadi sampai dia sembuh kembali Semua karyawan hendaklah diperintahkan dan didorong untuk melaporkan kepada atasannya langsung tiap keadaan (pabrik, peralatan atau personalia) yang menurut penilaian mereka dapat merugikan produk Hendaklah dihindarkan persentuhan langsung antara tangan dengan bahan baku, produk antara dan produk ruahan Untuk keamanan sendiri dan untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran, karyawan hendaklah mengenakan pakaian pelindung badan yang bersih termasuk penutup rambut yang bersih, seragam yang kotor hendaklah disimpan dalam wadah tertutup sampai saat pencucian. Kain lap pembersih yang kotor, yang dapat dipakai kembali, hendaklah disimpan dalam wadah tertutup sampai saat pencucian Hanya petugas yang berwenang sajalah yang diperbolehkan memasuki bangunan dan fasilitas yang dinyatakan sebagai ruangan terbatas Karyawan hendaklah diinstruksikan supaya mencuci tangan sebelum memasuki ruangan produksi. Untuk tujuan itu perlu dipasang poster yang sesuai Merokok, makan, minum, mengunyah, meletakan tanaman atau menyimpan makanan, minuman, bahan untuk merokok dan obat pribadi hanya diperbolehkan di ruangan tertentu dan dilarang dalam ruangan produksi, laboratorium, ruangan penyimpanan dan ruangan lain yang mungkin merugikan mutu Prosedur higiena perorangan termasuk persyaratan untuk mengenakan pakaian pelindung, hendaklah diberlakukan bagi semua orang yang memasuki ruangan produksi, baik bagi mereka yang bekerja tetap ataupun sementara maupun bagi non karyawan yang berada di ruangan perusahaan, misalnya 111

16 karyawan kontraktor, pengunjung, staf pimpinan perusahaan dan inspektur Persyaratan khusus untuk pembuatan obat hewan steril dicakup dalam butir dan Bangunan Gedung yang digunakan untuk pembuatan obat hewan dirancang dan dibangun dengan tepat untuk memudahkan pelaksanaan sanitasi yang baik Toilet hendaklah tersedia dalam jumlah yang cukup dengan ventilasi yang baik dan tempat cuci tangan bagi karyawan yang letaknya mudah dicapai dari ruangan kerja Hendaklah disediakan fasilitas yang memadai untuk penyimpanan pakaian kerja dan pakaian milik pribadinya ditempat yang tepat Bak pencuci hendaklah ditempatkan di luar ruangan steril. Bila dipasang didalam ruangan steril, hendaklah mutunya layak dan dilengkapi dengan suatu sistem yang mencagah terjadinya luapan air dan air yang dialirkan ke bak pencuci sekurangkurangnya memenuhi baku mutu air minum Penyiapan, penyimpanan dan konsumsi makanan serta minuman hendaklah dibatasi diruangan khusus, misalnya ruang makan. Fasilitas ini hendaklah memenuhi standar kebersihan Sampah tidak boleh dibiarkan menumpuk. Sampah hendaklah dikumpulkan didalam wadah yang sesuai untuk dipindahkan ke tempat penampungan di luar bangunan dan sering dibuang secara aman dan mengindahkan persyaratan kebersihan Rodentisida, insektisida, bahan fumigasi dan bahan pembersih tidak boleh mencemari peralatan, bahan baku, bahan pengemas, bahan dalam proses ataupun obat hewan jadi Hendaklah ada prosedur tertulis yang menunjukan penanggung jawab sanitasi serta menguraikan dengan rinci mengenai jadwal, metoda, peralatan dan bahan pembersih yang harus digunakan maupun fasilitas-fasilitas yang harus dibersihkan. Prosedur tertulis ini hendaklah dipatuhi Persyaratan khusus untuk pembuatan obat hewan steril dicakup dalam butir Peralatan Setelah digunakan peralatan hendaklah dibersihkan baik bagian luar maupun bagian dalam sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, serta dijaga dan disimpan dalam kondisi yang bersih. Sebelum dipakai kebersihannya diperiksa lagi untuk memastikan bahwa seluruh produk atau bahan dari batch sebelumnya telah dihilangkan Pembersihan dengan cara vakum atau cara basah lebih dianjurkan. Udara bertekanan dan sikat hendaklah digunakan dengan hati-hati dan sedapat mungkin dihindari karena menambah risiko pencemaran produk. 112

17 Pembersihan dan penyimpanan peralatan yang dapat dipindahpindahkan dan penyimpanan bahan pembersih hendaklah dilakukan dalam ruangan yang yang terpisah dari ruangan pengolahan Prosedur tertulis yang cukup rinci untuk pembersihan dan sanitasi peralatan dan wadah yang digunakan dalam pembuatan obat hewan hendaklah dibuat serta ditaati. Prosedur ini hendaklah dirancang dengan tepat agar pencemaran peralatan oleh bahan pembersih dan sanitasi dapat dicegah. Prosedur ini sekurang-kurangnya meliputi penanggungjawab pembersihan, jadwal, metoda, peralatan dan bahan yang dipakai dalam pembersihan serta metoda pembongkaran dan perakitan kembali peralatan yang mungkin diperlukan memastikan terlaksananya pembersihan yang cermat. Jika perlu prosedur juga meliputi sterilisasi peralatan, penghilang identifikasi batch sebelumnya serta perlindungan peralatan yang telah bersih terhadap pencemaran sebelum digunakan Catatan mengenai pelaksanaan pembersihan, sanitasi, sterilisasi dan inspeksi sebelum penggunaan peralatan hendaklah disimpan Validasi dan Keandalan Prosedur Prosedur Sanitasi dan higiena hendaklah divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa hasil penerapan prosedur yang bersangkutan cukup efektif dan selalu memenuhi persyaratan. 8. Produksi Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan yang dapat menjamin senantiasa menghasilkan obat hewan yang memenuhi spesifikasi yang ditentukan Validasi Proses Semua prosedur hendaklah divalidasi dengan tepat. Validasi hendaklah dilaksanakan menurut prosedur yang telah ditentukan dan catatan hasilnya hendaklah disimpan. Luas serta tingkat validasi yang dilakukan tergantung dari sifat dan kerumitan produk dan proses yang bersangkutan. Program dan dokumentasi validasi hendaklah membuktikan kecocokan bahan yang dipakai, keandalan peralatan dan sistem serta kemampuan petugas pelaksana Sebelum suatu Prosedur Pengolahan Induk ditetapkan, hendaklah dilakukan langkah-langkah untuk membuktikan bahwa prosedur bersangkutan cocok untuk pelaksanaan produksi rutin, dan bahwa proses yang telah ditetapkan dengan menggunakan bahan dan peralatan yang telah ditentukan, akan senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan Perubahan penting dalam proses, peralatan atau bahan hendaklah disertai dengan tindakan validasi ulang, untuk 113

18 menjamin bahwa perubahan tersebut akan tetap menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan Proses dan Prosedur hendaklah secara rutin dievaluasi kembali dengan kritis untuk memastikan bahwa proses dan prosedur ini tetap mampu memberikan hasil yang diinginkan Pencemaran Pencemaran kimiawi atau mikroba terhadap suatu obat hewan yang dapat merugikan kesehatan hewan atau mengurangi daya terapetik atau mempengaruhi kualitas suatu produk, tidak dapat diterima. Perhatian khusus hendaklah diberikan pada masalah pencemaran silang, karena sekalipun sifat dan tingkatannya tidak terpengaruh langsung kepada kesehatan hewan, hal ini menunjukkan pelaksanaan pelaksanaan pembuatan obat hewan yang tidak sesuai dengan CPOHB Sistem Penomoran Batch dan Lot Suatu sistem yang menjabarkan cara penomoran batch dan lot secara rinci diperlukan untuk memastikan bahwa produk antara, produk ruahan atau obat hewan jadi suatu batch atau lot dapat dikenali dengan nomor batch atau lot tertentu Sistem penomoran batch dan lot yang digunakan pada tingkat pengolahan dan tingkat pengemasan selanjutnya hendaklah saling berkaitan Sistem penomoran batch dan lot hendaklah dapat menjamin bahwa nomor batch atau lot yang sama tidak digunakan secara berulang Pemberian nomor batch atau lot yang dialokasikan hendaklah segera di catat dalam suatu buku catatan harian. Catatan hendaklah mencakup tanggal pemberian nomor, identitas produk dan besarnya batch atau lot yang bersangkutan Penimbangan dan Penyerahan Penimbangan, atau penghitungan dan penyerahan bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap suatu bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi dan rekonsiliasi yang lengkap. Pengawasan terhadap pengeluaran bahan dan produk tersebut di atas untuk diproduksi adalah sangat penting Metode penanganan, penimbangan, penghitungan dan penyerahan bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan hendaklah tercakup dalam prosedur tertulis Semua pengeluaran bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan termasuk tambahan bahan di luar yang telah diserahkan semula, hendaklah didokumentasikan Bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang boleh diserahkan hanyalah yang telah diluluskan oleh bagian pengawasan mutu. 114

19 Untuk menghindari pencampur-bauran pencemaran silang dan kehilangan identitas, bahan baku, produk antara dan produk ruahan yang diperlukan untuk suatu batch tertentu saja, Setelah penimbangan, penyerahan dan penandaan, bahan baku, produk ruahan dan produk antara hendaklah diangkut dan disimpan secara tepat sehingga keutuhannya tetap terjaga sampai saat pengolahan berikutnya Untuk menghindari pencampur-bauran hanya satu jenis barang cetakan tertentu saja yang diperbolehkan diletakkan di tempat penandaan pada saat yang sama Antara tempat-tempat penandaan hendaklah ada sekat pemisah yang memadai Sebelum dilakukan penimbangan hendaklah dilakukan pemeriksaan terhadap kebenaran penandaan bahan baku termasuk label pelulusan dari bagian pengawasan muutu Kapasitas, ketepatan dan ketelitian alat timbang dan alat ukur yang digunakan hendaklah sesuai dengan jumlah bahan yang ditimbang dan diukur Untuk setiap penimbangan atau pengukuran hendaklah dilakukan pembuktian kebenaran, ketepatan identitas dan jumlah bahan yang ditimbang dan diukur oleh dua petugas secara terpisah Keberhasilan tempat penimbangan dan penyerahan hendaklah dijaga. Bahan baku steril hendaklah ditimbang dan diserahkan dalam ruangan steril Penimbangan dan penyerahan hendaklah menggunakan peralatan yang cocok dan bersih Bahan baku, produk antara dan produk ruahan yang diserahkan hendaklah diperiksa ulang kebenarannya dan dan ditandatangani oleh penyelia produksi sebelum diserahkan ke bagian produksi Pengembalian Semua bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang dikembalikan ketempat penyimpanan hendaklah didokumentasikan dan dirujuksesuaikan dengan baik Bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan tidak boleh dikemblikan ke gudang, kecuali bila memenuhi spesifikasi yang ditetapkan Pengolahan Semua bahan yang daipakai dalam pengolahan hendaklah diperiksa lebih dahulu sebelum digunakan Kondisi ruangan pengolahan hendaklah dipantau dan dikembalikansampai tingkat yang disyaratkan untuk kegiatan yang akan dilakukan. Sebelum pengolahan dimulai hendaklah ditempuh langkah-langkah yang menjamin bahwa ruangan pengolahan dan peralatan bebas dari bahan, produk atau dokumen yang tidak diperlukan untuk pengolahan yang bersangkutan. 115

20 Semua peralatan yang digunakan dalam pengolahan hendaklah diperiksa sebelum digunakan. Peralatan hendaklah dinyatakan bersih secara tertulis sebelum digunakan Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur tertulis yang telah ditentukan. Tiap penyimpanan hendaklah dilaporkan dengan menyertakan alasan dan penjelasan Wadah dan penutup yang dipakai untuk bahan yang akan diolah, untuk produk antara dan produk ruahan, hendaklah bersih, dengan sifat dan jenis yang tepat untuk melindungi produk dan bahan terhadap pencemaran atau kerusakan Semua wadah dan peralatan yang berisi produk antara, hendaklah diberi label yang tepat yang menyatakan tahap pengolahannya. Sebelum label ini dipasang, yang tepat yang menyatakan tahap pengolahannya. Sebelum label ini dipasang, seluruh label atau tanda-tanda sebelumnya yang tidak sesuai hendaklah disingkirkan atau dihapus dengan sempurna Semua produk antara atau produk ruahan harus diberi label yang tepat dan dikarantina dalam pabrik, sampai diluluskan oleh bagian pengawasan mutu Seluruh pengawasan dalam proses seperti yang disyaratkan, harus dicatat dengan teliti pada saat pengolahan dilakukan Hasil nyata dan hasil standar dari setiap batch yang dibuat hendaklah dicatat dan dicocokkan terhadap hasil teoritisnya. Bila ada penyimpangan yang berarti, hendaklah diambil tindakan untuk mencegah pelulusan atau pengolahan lanjutan dari batch tersebut sampai diperoleh penjelasan yang pasti, yang dapat mengijinkan pelulusan untuk pengolahan selanjutnya Dalam seluruh tahap pengolahan, perhatian utama hendaklah ditujukan pada masalah pencemaran silang Bahan dan produk kering Penanganan bahan dan produk kering menimbulkan masalah pengendalian debu dan pencemaran silang, Untuk mengatasinya diperlukan perhatian khusus dalam rancang bangun, pemeliharaan serta penggunaan sarana dan peralatan. Untuk menangani bahan berdebu sedapat mungkin diterapkan suatu sistem pembuatan tertutup yang mencegah penyebaran debu atau metoda lainnya yang sesuai Sistem penghisap udara yang efektif hendaklah dipasang dengan letak lubang pembuangan yang tepat untuk mencegah pencemaran terhadap produk atau proses lain. Sistem penyaringan atau sistem lain yang sesuai hendaklah dipasang untuk menahan debu. Pemakaian alat penghilang debu pada tablet dan kapsul sangat dianjurkan. 116

21 Perhatian khusus hendaklah diberikan untuk melindungi produk terhadap pencemaran oleh serpihan logam, gelas atau kayu. Pemakaian peralatan gelas sedapat mungkin dihindarkan. Ayakan, saringan, alu tablet dan lesung tablet hendaklah selalu diperiksa terhadap adanya keausan atau kerusakan sebelum dan setelah pemakaian Hendaklah diperhatikan jangan sampai ada tablet atau kapsul tertinggal di dalam peralatan, alat penghitung atau wadah produk ruahan Pembuatan Serbuk dan Granul Mesin pencampur, pengayak dan pengaduk hendaklah dilengkapi dengan sistem pengendali debu, kecuali bila bekerja dengan sistem tertutup Parameter operasional yang kritis (misalnya waktu, kecepatan, suhu) bagi setiap proses pencampuran, pengadukan dan pengeringan hendaklah tercantum dalam Dokumen Produksi Induk, dan dipantau selama proses berlangsung, dan dicatat dalam catatan batch Kantung penyaring yang dipasang pada mesin pengering pusar-beliunt tidak boleh dipakai untuk produk yang berlainan tanpa pencucian lebih dahulu. Pada beberapa produk yang berisiko tinggi atau yang dapat menimbulkan kepekaan, hendaklah digunakan kantong penyaring khusus bagi masing-masing produk Udara yang masuk kedalam alat pengering ini hendaklah disaring. Tindakan pengamanan diperlukan untuk mencegah pencemaran silang oleh debu yang keluar dari pengering tersebut Pembuatan dan penggunaan larutan dan supensi hendaklah dilaksanakan sedemikian rupa sehingga resiko pencemaran atau pertumbuhan jasad renik dapat dicegah Pencetakan Tablet Mesin pencetak tablet hendaklah dilengkapi dengan fasilitas pengendali debu yang efektif dan ditempatkan sedemikian rupa untuk menghindari campur aduk antar produk. Tiap mesin hendaklah ditempatkan dalam ruangan terpisah, kecuali apabila mesin-mesin tersebut membuat produk yang sama. Mesin yang dilengkapi dengan sistem pengendali udara yang tertutup boleh ditempatkan dalam ruangan tanpa pemisah Untuk mencegah terjadinya campur aduk antar granul maupun tablet, perlu dilakukan pengendalian baik secara fisik, prosedural maupun penandaan. 117

22 Hendaklah selalu tersedia alat timbang yang teliti dan telah ditera untuk untuk dipakai dalam pemantauan berat tablet yang sedang dalam proses Tablet yang diambil dari ruang percetakan tablet untuk keperluan pengujian atau keperluan lain tidak boleh dikembalikan lagi kedalam bacth yang bersangkutan Tablet yang ditolak atau disingkirkan hendaklah ditempatkan dalam wadah yang ditandai dengan jelas mengenai statusnya dan jumlahnya dicatat pada Catatan Pengolahan Batch Setiap kali sebelum dipakai, semua alu tablet dan lesung tablet tersebut harus diperiksa terhadap adanya keausan dan kesesuaiannya terhadap spesifikasi. Catatan mengenai pemakaiannya hendaklah disimpan Penyalutan Udara yang dialirkan kedalam wadah penyalut untuk pengeringan hendaklah disaring dan memiliki mutu yang tepat Larutan penyalut dibuat dan digunakan dengan cara yang dapat menekan seminimal mungkin resiko pertumbuhan jasad renik. Pembuatan dan pemakaian harus dibuat dokumentasi Pengisian Kapsul Keras Kapsul kosong hendaklah dianggap dan diperlakukan sebagai bahan awal. Kapsul kosong ini hendaklah disimpan dalam kondisi yang dapat mencegah menjadi kering, regas atau terkena pengaruh kelembaban Persyaratan pada butir sampai berlaku juga untuk pengisian kapsul keras Pemberian Tanda Tablet Bersalut dan Kapsul Tindakan Khusus hendaklah diberikan untuk menghindari campur-baur produk selama proses pemberian tanda pada tablet bersalut dan kapsul. Apabila pada saat yang sama dilakukan pemberian tanda pada produk yang berbeda, atau pada batch yang berbeda, atau pada batch yang berbeda pengerjaannya hendaklah dipisahkan Apabila tinta digunakan dalam penandaan hendaklah bahan pewarna memenuhi persyaratan untuk bahan pembantu pakan Perhatian khusus hendaklah diberikan untuk menghindarkan terjadinya campur-baur selama proses pemeriksaan, pemilahan dan proses pengkilapan kapsul dan tablet bersalut Cairan, Kri m dan Salep. 118

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Sejalan dengan kebijakan nasionalisasi bekas perusahaan-perusahaan Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 659/MENKES/SK/X/1991 TENTANG CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. bahwa untuk membuat obat tradisional yang memenuhi persyaratan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 113 LAMPIRAN 113 114 Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 1 Lokasi Lokasi produksi harus jauh dari tempattempat yang menjadi sumber cemaran, seperti: tempat pembuangan sampah,

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK.00.05.4.3870 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK 7 2013, No.122 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK PENDAHULUAN PRINSIP

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.880, 2016 BPOM. Industri Kosmetika Gol. B. Higiene Sanitasi. Dokumen. Penerapan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11

Lebih terperinci

2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,

2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.794, 2014 KEMEN KP. Obat Ikan. Cara Pembuatan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PERMEN-KP/2014 TENTANG CARA PEMBUATAN OBAT IKAN YANG

Lebih terperinci

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor :HK.00.05.4.1380 PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obat tradisional merupakan produk

Lebih terperinci

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 APA ITU CPPOB? adalah cara produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara : a. mencegah tercemarnya pangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

Produksi di Industri Farmasi

Produksi di Industri Farmasi Produksi di Industri Farmasi PRODUKSI istilah terkait Pembuatan Seluruh rangkaian kegiatan dalam menghasilkan suatu obat, meliputi produksi dan pengawasan mutu, mulai dari pengadaan bahan awal dan bahan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK.00.05.4.3870 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.393, 2011 BADAN POM. Obat Tradisional. Pembuatan. Persyaratan Teknis. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.06.11.5629

Lebih terperinci

BAB 1 MANAJEMEN MUTU

BAB 1 MANAJEMEN MUTU Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 BAB 1 MANAJEMEN MUTU PRINSIP Industri obat tradisional harus membuat obat tradisional sedemikian rupa agar

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG Disusun Oleh : Eka Saputra, S. Farm. 073202020 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.06.11.5629 TAHUN 2011 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT

Lebih terperinci

PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK BAB 1

PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK BAB 1 Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Cara Pembuatan Obat Tradisioanl Yang Baik (CPOTB) PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

Oleh : Bambang Priyambodo

Oleh : Bambang Priyambodo Oleh : Bambang Priyambodo SISTEMATIKA CPOB: 2012 merupakan penyempurnaan dari CPOB: 2006, mencakup revisi terhadap : Pedoman CPOB: 2006 Suplemen I Pedoman CPOB: 2006 tahun 2009 Aneks 8 : Cara Pembuatan

Lebih terperinci

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik)

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB { (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) 2006 atau GMP (Good Manufacturing Practices) 2006 adalah suatu pedoman pembuatan obat berdasarkan berbagai ketentuan dalam CPOB

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.382, 2014 KEMENHAN. Peralatan Kesehatan. Lembaga Farmasi TNI. Standardisasi. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI

Lebih terperinci

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia 1. PNGERTIAN CPOTB Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, Tujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi

Lebih terperinci

(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.

(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA NOMOR KEP 11/KEP-DJPB/2015 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA NOMOR KEP 11/KEP-DJPB/2015 TENTANG KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA NOMOR KEP 11/KEP-DJPB/2015 TENTANG TATA CARA PENILAIAN DAN PEMERIKSAAN LAPANG DALAM RANGKA PENERBITAN SERTIFIKAT CARA PEMBUATAN OBAT IKAN YANG BAIK DENGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian industri farmasi Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 240/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN PAKAN YANG BAIK (CPPB) MENTERI PERTANIAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 240/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN PAKAN YANG BAIK (CPPB) MENTERI PERTANIAN, KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 240/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN PAKAN YANG BAIK (CPPB) MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa pakan merupakan faktor penting dan strategis dalam

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 220/Men.Kes/Per/IX/76 tentang PRODUKSI DAN PEREDARAN KOSMETIKA DAN ALAT KESEHATAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN Nomor : 497.a/Kpts/PD /L/12/2008

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN Nomor : 497.a/Kpts/PD /L/12/2008 KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN Nomor : 497.a/Kpts/PD.670.210/L/12/2008 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN TEKNIS INSTALASI KARANTINA HEWAN (IKH) UNTUK OBAT HEWAN GOLONGAN SEDIAAN BIOLOGIK DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MATA PELAJARAN : KONSEP DASAR PENGAWASAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN

Lebih terperinci

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. PEMASTIAN MUTU (QUALITY ASSURANCE/QA) A. Pendahuluan Industri farmasi bertujuan untuk menghasilkan obat yang harus memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety) dan mutu (quality). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 2.1 Tinjauan Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU) Sejarah dan Perkembangan Lembaga Farmasi Angkatan Udara

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 2.1 Tinjauan Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU) Sejarah dan Perkembangan Lembaga Farmasi Angkatan Udara BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Tinjauan Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU) 2.1.1 Sejarah dan Perkembangan Lembaga Farmasi Angkatan Udara Perjalanan sejarah dimulai ketika di pangkalan udara belum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus 1971.

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus 1971. BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1. Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1. Sejarah Perusahaan. PT.Kimia Farma (Persero) Tbk sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK 2.1 Sejarah Singkat Berdirinya PT. Metiska Farma PT. Metiska Farma didirikan pada tahun 1970, atas prakarsa Bapak Memet Tanuwijaya, Bapak Ismail dan Bapak Karim Johan, yang pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memperoleh tubuh yang sehat. Mulai dari melakukan olah raga, hidup secara

Lebih terperinci

DOKUMENTASI

DOKUMENTASI DOKUMENTASI PENDAHULUAN Dokumentasi adalah suatu bukti yang dapat dipercaya pada penerapan/pemenuhan CPOTB. Mutu yang direncanakan adalah satu-satunya solusi untuk mengatasi keluhan yang terkait dengan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 14/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN PABRIK KAOS LAMPU

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 14/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN PABRIK KAOS LAMPU KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 14/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN PABRIK KAOS LAMPU KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : a. bahwa proses pembuatan kaos

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XV PENGENDALIAN MUTU SELAMA PROSES KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

BAB II PT. KIMIA FARMA. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

BAB II PT. KIMIA FARMA. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus BAB II PT. KIMIA FARMA 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma(Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT.Kimia Farma (Persero) Tbk sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada

Lebih terperinci

1 dari1717 I. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

1 dari1717 I. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang I. PENDAHULUAN I. Latar Belakang Pembinaan terhadap sarana produksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dalam rangka pengamanan alat kesehatan dan PKRT seperti yang disebutkan dalam Permenkes 1184/MENKES/PER/IX/2004

Lebih terperinci

(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk telah

(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk telah BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI PT. KIMIA FARMA 2.1 Sejarah Perusahaan. PT.Kimia Farma (Persero) Tbk sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG Disusun Oleh : YURAIDAH, S.Farm 083202097 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 LEMBAR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 1992 TENTANG OBAT HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 1992 TENTANG OBAT HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 1992 TENTANG OBAT HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Mengingat: a. bahwa untuk lebih meningkatkan kesehatan dan produksi peternakan diperlukan tersedianya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER.03/MEN/1985 T E N T A N G KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PEMAKAIAN ASBES

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER.03/MEN/1985 T E N T A N G KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PEMAKAIAN ASBES PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : T E N T A N G KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PEMAKAIAN ASBES MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa industri asbes semakin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA BAB I TENTANG ISTILAH-ISTILAH. Pasal 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA BAB I TENTANG ISTILAH-ISTILAH. Pasal 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA BAB I TENTANG ISTILAH-ISTILAH Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. "tempat kerja" ialah tiap ruangan atau

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN NOMOR : 416/Kpts/OT.160/L/4/2014 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN NOMOR : 416/Kpts/OT.160/L/4/2014 TENTANG KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN NOMOR : 416/Kpts/OT.160/L/4/2014 TENTANG PEDOMAN PEMERIKSAAN KANDUNGAN NITRIT SARANG WALET UNTUK PENGELUARAN KE NEGARA REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN 2.1 Sejarah Perusahaan Kimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia yang didirikan oleh Pemerintah

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.05.23.3644 TE N TA N G KETENTUAN POKOK PENGAWASAN SUPLEMEN MAKANAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab :

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab : Sub Lampiran 1 FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA Nama dan alamat fasilitas yang diperiksa Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT Pemilik Fasilitas (Perusahaan atau Perorangan)

Lebih terperinci

A. KRITERIA AUDIT SMK3

A. KRITERIA AUDIT SMK3 LAMPIRAN II PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PEDOMAN PENILAIAN PENERAPAN SMK3 A. KRITERIA AUDIT SMK3 1 PEMBANGUNAN DAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT ASTRAZENECA INDONESIA CIKARANG SITE JALAN TEKNO RAYA BLOK B1A B1B, CIKARANG, BEKASI JAWA BARAT PERIODE 6 JANUARI 21 FEBRUARI 2014 LAPORAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN LAMPIRAN Universitas Kristen Maranatha

LAMPIRAN LAMPIRAN Universitas Kristen Maranatha LAMPIRAN LAMPIRAN 1 84 Universitas Kristen Maranatha 85 Universitas Kristen Maranatha 86 Universitas Kristen Maranatha 87 Universitas Kristen Maranatha LAMPIRAN 2 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL KATA PENGANTAR Assalamu alaikum, wr, wb, Segala Puji senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT beserta junjungan kita Nabi Besar Muhammad Rasulullah S.A.W yang telah melimpahkan rahmat, berkah, dan

Lebih terperinci

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Tugas Individu Farmasi Industri Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Disusun Oleh : Eka Wahyu Lestari 14340004 Dosen : Drs. Kosasih, M.Sc., Apt. Program Profesi Apoteker

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 245/Menkes/SK/V/1990, yang dimaksud dengan industri farmasi adalah industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi 61 Bandung, di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG Disusun oleh : Sri Munawarni, S.Farm NIM : 073202164 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

Undang-undang Nomor I Tahun 1970

Undang-undang Nomor I Tahun 1970 KESELAMATAN KERJA Undang-undang Nomor I Tahun 1970 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 236/MENKES/PER/IV/1997 TENTANG PERSYARATAN KESEHATAN MAKANAN JAJANAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 236/MENKES/PER/IV/1997 TENTANG PERSYARATAN KESEHATAN MAKANAN JAJANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 236/MENKES/PER/IV/1997 TENTANG PERSYARATAN KESEHATAN MAKANAN JAJANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 74/Permentan/OT.140/12/2007 TENTANG PENGAWASAN OBAT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 74/Permentan/OT.140/12/2007 TENTANG PENGAWASAN OBAT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 74/Permentan/OT.140/12/2007 TENTANG PENGAWASAN OBAT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa dengan Surat Keputusan Menteri

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.04.12.2207 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI

BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI Tenaga kerja, material dan perawatan adalah bagian dari industri yang membutuhkan biaya cukup besar. Setiap mesin akan membutuhkan perawatan dan perbaikan meskipun telah dirancang

Lebih terperinci

2014, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disin

2014, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disin LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.333, 2014 LINGKUNGAN HIDUP. Limbah. Bahan Berbahaya. Beracun. Pengelolaan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5617) PERATURAN

Lebih terperinci

Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 0 TAHUN 204 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA 5 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.04.12.2207 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA TATA CARA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus 1971.

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus 1971. BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1. Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1. Sejarah Perusahaan. PT.Kimia Farma (Persero) Tbk sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 02/MEN/2007 TENTANG CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 02/MEN/2007 TENTANG CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 02/MEN/2007 TENTANG CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan LAMPIRAN 1 LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI A. IDENTITAS PEKERJA Nama Alamat Usia :... :... :. Tahun Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan Status Perkawinan : 1.Kawin 2.

Lebih terperinci

SANITASI DAN KEAMANAN

SANITASI DAN KEAMANAN SANITASI DAN KEAMANAN Sanitasi adalah.. pengendalian yang terencana terhadap lingkungan produksi, bahan bahan baku, peralatan dan pekerja untuk mencegah pencemaran pada hasil olah, kerusakan hasil olah,

Lebih terperinci

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Direktorat Produksi 2010 Pendahuluan Dalam rangka menghadapi era globalisasi, maka produk perikanan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN (SMK3)

PEDOMAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN (SMK3) LAMPIRAN I PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PEDOMAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Lebih terperinci