BAB I PENDAHULUAN. PK). Pengembangan kapasitas memainkan peranan penting dalam menunjang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. PK). Pengembangan kapasitas memainkan peranan penting dalam menunjang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Thesis ini akan mengkaji pengembangan kapasitas kelembagaan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Sragen yang dilakukan melalui pembentukan Unit Pelayanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan (UPT- PK). Pengembangan kapasitas memainkan peranan penting dalam menunjang performa institusi menjadi lebih efektif, efisien dan responsif seperti dijelaskan Merilee S. Grindle (1997: 6) 1 : Capacity building is intended to encompass a variety strategies that have todo with increasing the efficiency, effectiveness, and responsiveness of government peformance. Pengembangan kapasitas dalam kegiatan penanggulangan kemiskinan merupakan hal yang krusial karena kegiatan penanggulangan kemiskinan yang sudah berjalan di Indonesia berdasarkan update angka tingkat kemiskinan yang dikeluarkan BPS belum mampu menurunkan angka kemiskinan sesuai target yang diharapkan. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional menargetkan kemiskinan tahun 2014 sebanyak 8-10 persen dari total penduduk Indonesia. Namun, proyeksi terakhir mengarah 10,54-10,75 persen 2.Sementara itu yang terjadi di Kabupaten Sragen angka kemiskinan yang ada masih cukup tinggi. 1 Merilee S. Grindle. Getting Good Government Capacity Building in The Public Sectors of Developing Countries Harvard University Press 2 nan 1

2 2 Berdasarkan data BPS, Pada tahun 2012 angka kemiskinan di Kabupaten Sragen adalah 16,72% lebih besar dari rata-rata angka kemiskinan di Jawa Tengah yaitu sebesar 14,98%, apalagi jika dibandingkan dengan angka nasional yaitu sebesar 11,6% 3. Maka sebagai bentuk pengembangan kapasitas dalam penanggulangan kemiskinan, khususnya dalam hal kelembagaan Pemerintah Kabupaten Sragen di bawah kepemimpinan Bupati Agus Fatchurahman menggagas dibentuknya Unit Pelayanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan (UPT-PK). Kelembagaan dalam penanggulangan kemiskinan merupakan faktor mendasar yang menentukan efektifitas penanggulangan kemiskinan. Terkait dengan kelembagaan penanggulangan kemiskinan, secara nasional pada tahun melalui Keppres No 124/2001 jo. No 8/2002 jo.no 34/2002 dibentuk Komite Penanggulangan Kemiskinan (Keanggotaan terdiri dari 11 menteri dan 1 kepala badan serta anggota non pemerintah lainnya). Kemudian pada tahun 2005 disempurnakan melalui perpres No 54 /2005 tentang pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (Keanggotaan terdiri dari 19 Menteri dan 3 Kepala Badan serta anggota non pemerintah lainnya. Kemudian pada tahun 2005 disempurnakan melalui perpres No 54/2005 tentang pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (keanggotaan terdiri dari 19 menteri dan 3 kepala badan serta anggota non pemerintah lainnya). Pada tahun 2009 disempurnakan melalui Perpres No 13/2009 tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (keanggotaan 3 Sragen dalam Angka Tahun 2013,Bappeda Sragen

3 3 terdiri dari 24 Menteri dan 3 Kepala Badan serta anggota non pemerintah lainnya). Hingga akhirnya pada tahun 2010 melalui Perpres No 15/2010 tentang percepatan Penanggulangan Kemiskinan mengamanatkan pembentukan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) di Pusat dan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan di daerah. Tim ini merupakan tim lintas sektor dan lintas pemangku kepentingan di tingkat provinsi, Kabupaten dan Kota untuk melakukan percepatan Penanggulangan Kemiskinan di masing masing tingkat daerah yang bersangkutan. Adapun struktur kelembagaan TKPKD kemudian diatur dalam Permendagri No. 42 Tahun TKPK di daerah ini merupakan lembaga yang bertugas melakukan koordinasi dan pengendalian dari pelaksanaan program program kemiskinan di daerah. Keberadaannya perlu dibentuk didaerah karena sejak otonomi daerah peran pemerintah daerah (pemda) dalam penanggulangan kemiskinan menjadi sangat signifikan. Sejumlah kebijakan pelayanan publik yang secara langsung bersentuhan dengan kepentingan masyarakat sejak itu diserahkan ke tangan pemerintah daerah dalam upaya bersama untuk mengurangi kemiskinan. Adapun yang terjadi di Kabupaten Sragen, TKPK daerah yang telah dibentuk kurang berfungsi optimal dan masih terbatas dalam fungsi administratif. Fungsi Koordinasi yang didalamnya diharapkan terjadi

4 4 harmonisasi dan sinkronisasi program belum dapat berjalan sesuai harapan. Hal ini disebabkan keterbatasan anggaran serta personil yang terdiri dari pejabat pemerintah di SKPD terkait banyak disibukan dengan tugas dan fungsi pokok masing masing. 4 Rapat koordinasi TKPKD yang melibatkan banyak Satuan Kerja Perangkat daerah (SKPD) telah dilaksanakan di Kabupaten Sragen sebanyak 2 kali dalam setahun, dan mampu merumuskan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SKPD) namun yang terjadi setelahnya, adanya kecenderungan SKPD terkait kembali dengan rutinitas tugas pokok fungsi di SKPD nya masing masing dan melupakan tugas tambahan terkait penanggulangan kemiskinan yang diamanatkan dalam rapat koordinasi TKPKD sebelumnya 5. Hal inilah yang menyebabkan peran kelembagaan TKPKD di Kabupaten Sragen masih bersifat administratif dan belum optimal. Hasilnya penanggulangan kemiskinan di Sragen masih banyak yang bersifat parsial dan belum terkoordinasi dengan baik terutama dalam hal pendataan KK Miskin. Permasalahan dalam penanggulangan kemiskinan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Sragen dari tahun ke tahun adalah belum terintegrasinya (terpadu) pelaksanaan program program penanggulangan kemiskinan yang ada 6. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian PSSAT (Pusat studi sosial Asia Tenggara) UGM tentang evaluasi efektivitas program pengentasan kemiskinan di 15 kabupaten/ kota di Indonesia dimana 4 Hasil wawancara dengan Kepala UPT-PK Sragen 5 Hasil wawancara dengan Kabid Sosial Bappeda Sragen selaku salah satu Pokja dalam struktur TKPKD 6 Hasil wawancara dengan Kepala UPTPK Sragen

5 5 menyebutkan bahwa lembaga lembaga yang bergerak dalam penanggulangan kemiskinan baik pusat maupun daerah masih tetap memeragakan model kebijakan yang tidak koordinatif dan parsial, baik dalam hal aturan, acuan, kriteria penerima manfaat, dan pengelolaannya. Dampaknya adalah implementasi program pengentasan kemiskinan belum bisa lepas dari persoalan-persoalan usang seperti: ego sektoral, overlapping, ambiguitas prosedur dan persolan sejenis yang menyulitkan proses penyaluran bantuan secara efektif 7. Sebelum didirikan Unit Pelayanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan pelaksanaan program penangulangan kemiskinan masih tersebar dan bediri sendiri sendiri baik yang ada di masing masing Satuan kerja Pemerintahan Daerah (SKPD) maupun yang dilakukan pihak swasta melalui CSR. Contohnya dalam hal bantuan bedah rumah ditangani oleh delapan SKPD yang berbeda yaitu Dinas Pekerjaan Umum, BKBPMD, Bapeluh, Dinas Sosial dan Bappeda. Tiap SKPD memiliki data penerima bantuan yang berbeda-beda sesuai dengan kriteria masing masing dan belum terintegrasi dengan baik. Hal ini tentunya membawa permasalahan lanjutan dalam hal efektivitas penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Sragen. Pertama masyarakat miskin kesulitan dalam hal memperoleh informasi yang benar untuk mengadukan permasalahan kemiskinannya karena tidak terintegrasinya program kemiskinan yang ada. Untuk satu jenis 7 hasil penelitian yang diadakan oleh PSSAT (Pusat studi sosial Asia Tenggara) UGM tentang evaluasi efektivitas program pengentasan kemiskinan di 15 kabupaten/ kota di Indonesia yang diadakan oleh selama satu tahun dari pertengahan pertengahan 2012

6 6 bantuan seperti bedah rumah dikelola berbagai macam SKPD tentunya dengan aturan, acuan, kriteria penerima manfaat, dan pengelolaan yang berbeda dan belum terkoordinasi dengan baik. Kedua dalam hal birokrasi pelayanan yang panjang dan berbelit. Masyarakat miskin yang ingin mengurus layanan kesehatan harus ke Dinas Kesehatan, jika ingin mengurus layanan pendidikan atau beasiswa siswa miskin harus ke dinas pendidikan. Hal ini belum lagi ditambah dengan permasalahan lapangan seperti kurangnya persyaratan, yang membuat KK Miskin harus bolak balik dan tentunya memakan biaya yang tidak sedikit. Sebagai contoh untuk mendapatkan Surat keterangan Tidak Mampu (SKTM), dalam rangka memperoleh bantuan pembebasan biaya pengobatan, masyarakat miskin harus keluar-masuk 8 (delapan) kantor yaitu RT, kantor Desa, Puskesmas, Kantor Kecamatan, Kantor KBPMD, DKK, BAPPEDA, Kembali lagi ke DKK untuk menerima surat tersebut. Begitu pula untuk mendapatkan Surat Bebas Biaya Pendidikan, seorang siswa miskin harus melalui 6 (enam) kantor yaitu (RT,RW, kantor Desa, Kecamatan,KBPMD,Dinas Pendidikan). Ketiga pelaksanaan program penanggulangan Kemiskinan yang tidak terpadu dan parsial, baik dalam hal aturan, acuan, kriteria penerima manfaat, dan pengelolaannya mengakibatkan data yang tidak seragam / unified antara seluruh program penanggulangan kemiskinan yang ada. Akibatnya tentu adalah permasalahan keempat yaitu bantuan yang tidak tepat sasaran karena tiap SKPD memiliki acuan data sendiri tanpa adanya instrumen yang valid untuk verifikasi maupun validasi data dari pemohon

7 7 bantuan. Permasalahan yang kelima adalah dalam hal pendataan yang tidak seragam, belum adanya database kemiskinan tunggal serta data penerimaan bantuan yang sudah diterimakan kepada pemohon bantuan yang bisa diakses secara terbuka. Maka sebagai bentuk peningkatan kapasitas pemerintah Kabupaten Sragen dalam menanggulangi permasalahan dalam penanggulangan kemiskinan diatas dibentuk Unit Pelayanan Terpadu Penanggulanagan Kemiskinan (UPT-PK). Seperti dijelaskan oleh Bupati Sragen Agus Fatchurrahman, SH, 8 latar belakang berdirinya UPTPK Sragen disebabkan pelayanan kemiskinan yang selama ini ada belum terintegrasi dan sifatnya masih parsial yang dilakukan di berbagai SKPD (satuan kerja perangkat daerah). Sementara keberadaan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) sendiri yang telah dibentuk sebelumnya di Kabupaten Sragen belum menjawab kebutuhan riil serta masih bersifat administratif dan tidak fokus. Dengan kondisi tersebut, masyarakat miskin harus mendatangi ke berbagai satker untuk mendapatkan pelayanan kemiskinan. Disamping itu, belum adanya single database, sehingga update dan terintegrasinya data kemiskinan kerap mengalami eror. Karena perlu adanya Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang secara khusus melayani kemiskinan secara terpadu. Pelayanan terhadap KK Miskin yang masih ditangani secara parsial oleh SKPD dengan database yang berbeda beda sebelum dibentuk UPT-PK tentunya membuat penanganan penanggulangan Kemiskinan masih 8

8 8 terkendala. Hal ini disebabkan banyak ditemui bantuan kemiskinan yang tidak tepat sasaran. Padahal fungsi birokrasi lokal atau daerah dalam melaksanakan fungsi kesejahteraan rakyat dan penanggulangan kemiskinan dilakukan melalui fungsi pelayanan, pengaturan, pembinaan, perwakilan, perencanaan dan korrdinasi dalam rangka sosialisasi (pendidikan) masyarakat agar partisipasi sosial tumbuh berkembang (Davey dalam Supriyatna, 1997 : 29). Struktur birokrasi pemerintahan menghendaki adanya debirokratisasi yang efektif dalam melaksanakan fungsi pelayanan yang terdesentralisasi yang dilakukan oleh pemerintahan daerah (Bowman danhamton dalam Supriyatna, 1997 : 29). Termasuk didalamnya pelayanan kepada kepada KK Miskin. Pelayanan terhadap KK Miskin dengan model satu pintu di UPT-PK serta didalamnya juga terdapat fungsi Survey dan Validasi yang merupakan suatu terobosan mengatasi permasalahan data yang tidak seragam dan bantuan yang tidak tepat sasaran. Pelayanan terhadap KK Miskin dengan model satu pintu di UPT-PK dan penajaman fungsi yaitu fungsi Survey dan Validasi merupakan suatu bentuk penguatan kelembagaan dalam penanggulangan Kemiskinan Di Kabupaten Sragen. Selama ini sering terjadi dilapangan penyaluran bantuan kepada keluarga miskin yang tidak tepat sasaran. Seperti yang terlihat dalam kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak warga yang sebenarnya mampu secara ekonomi justru mendapatkan bantuan, sementara warga yang benar-benar miskin tidak

9 9 tercatat dalam data penerima bantuan. Ketika penyaluran bantuan ini salah sasaran yang terjadi penanggulangan kemiskinan tidak dapat berjalan optimal. Walaupun berdasarkan data update BPS menunjukan hampir setiap tahun terdapat penurunan dalam jumlah KK miskin di Kabupaten Sragen, seperti yang terlihat pada tahun 2008 jumlah peduduk kategori miskin di Kabupaten Sragen berjumlah sebesar 20,83% ( jiwa), tahun 2009 sebesar 19,7% ( jiwa), tahun 2010 sebesar 17,49% ( jiwa), tahun 2011 sebesar 17,95% ( jiwa), dan pada tahun 2012 sebesar 16,72% ( jiwa). (Bappeda Kab. Sragen, 2013: 3). Angka itu, mengalami penurunan sekitar 1,3% per tahun sejak tahun Kemiskinan tahun 2004 masih berada pada posisi jiwa. Namun jika dibandingkan dengan angka kemiskinan di Jawa Tengah (14,98% pada tahun 2012) dan nasional (11,6% pada tahun 2012), maka Kabupaten Sragen perlu mengupayakan suatu program penanggulangan kemiskinan yang efektif. Kabupaten Sragen menarik untuk diteliti karena kabupaten ini merupakan kabupaten dengan angka kemiskinan yang cukup tinggi. Di Jawa Tengah, dari 35 kabupaten/kota yang ada, angka kemiskinan di Kabupaten Sragen menempati urutan 27, artinya Kabupaten Sragen adalah kabupaten/kota termiskin ke-9 di Jawa Tengah di bawah Wonosobo, Kebumen, Rembang, Purbalingga, Brebes, Banyumas, Pemalang, dan Banjarnegara. Bahkan di wilayah Subosukawonosraten angka kemiskinan di Kabupaten Sragen adalah yang paling tinggi (Surakarta 12,01%, Boyolali

10 10 13,88%, Sukoharjo 10,16%, Karanganyar 14,07%, Wonogiri 14,67%, Sragen 16,72%, dan Klaten 16,71%). (Bappeda Kab. Sragen, 2013: 5). Wegelin dan Borgman (1995 : 4) 9 menjelaskan beberapa peran penting yang dapat dilakukan oleh pemerintahan daerah / municipal dalam penanggulangan kemiskinan yaitu sebagai berikut : In principle municipal government level can play an important role because it is responsible for the provision of municipal services (and for their coordination), for facilitating community initiatives and for issuing building permits and related licences for commercial and transport activities. The Urban Management Programme has identified the following broad urban poverty alleviation intervention areas at municipal level: regulatory framework, access to municipal services, employment creation, protection from crime and natural disasters dan coordination and integration. Suatu pemerintahan lokal sangat berperan dalam mengatur kerangka peraturan yang dibutuhkan, akses kepada pelayanan di daerah, penciptaan ketenagakerjaan, perlindungan therhadap kriminal dan bencana alam serta aspek koordinasi dan integrasi. Akses terhadap pelayanan kepada seluruh warga masyarakat di daerah termasuk KK Miskin menjadi hal yang penting untuk dilakukan oleh daerah. Hal inilah yang ingin dicapai oleh pemerintah Kabupaten Sragen melalui pendirian UPT-PK yaitu memudahkan akses pelayanan terhadap KK Miskin serta penajaman fungsi dari akses pelayanan melalui pembentukan UPT-PK di Kecamatan. Fungsi UPT-PK untuk survey dan validasi data KK Miskin kemudian menyusun suatu single database yang unified diharapkan mampu 9 Emiel A. Wegelin and Karin M. Borgman Options for municipal interventions in urban poverty alleviation dalam Jurnal Environment and Urbanization : 131 diakses dari

11 11 meminimalisir masalah ini. Hal inilah yang akan penulis kaji lebih lanjut yaitu terkait pengembangan kapasitas kelembagaan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Sragen dengan melakukan studi kasus pada Unit Pelayanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Sragen. Terkait dengan data KK Miskin di Kabupaten Sragen, terdapat selisih jumlah antara jumlah Jiwa Miskin menurut PPLS (Pendataan Program Perlindungan Sosial) BPS dan data yang dimiliki oleh TNP2K yang di daerah dikelola oleh TKPKD. Tabel 1.1 : DATA KK MISKIN DI KABUPATEN SRAGEN No Program / Kegiatan Jumlah 1. Jumlah Penduduk Jiwa 2. Jiwa Miskin menurut PPLS BPS Jiwa 3. KK Miskin menurut TNP2K KK 4. Jiwa Miskin menurut TNP2K Jiwa Sumber : UPTPK Terlihat adanya perbedaan data yang dirilis oleh BPS dan TNP2k. Perbedaan ini diakibatkan tidak adanya suatu single data base. Dengan adanya selisih dalam hal jumlah KK Miskin menurut PPLS BPS 2011 dan TNP2K mengakibatkan yang terjadi di lapangan adalah inclusion error dan exclusion error. Inclusion error adalah seseorang yang seharusnya tidak termasuk target namun mendapatkan fasilitas program penanggulangan kemiskinan. Sedangkan exclusion error adalah seseorang yang harusnya

12 12 masuk target namun tidak mendapatkan fasilitas penanggulangan kemiskinan. Hal ini terlihat dalam penyaluran BLSM yang kerap ditemui masalah salah sasaran dalam penyaluran bantuan. Proses survey dan evaluasi yang dilakukan UPTPK terhadap data KK Miskin sesuai PPLS BPS 2011 sendiri menghasilkan temuan di lapangan masih banyak terjadi inclusion error dan exlusion error. Pada tahun 2013, sebanyak dari total penerima bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) se-kabupaten Sragen tidak sesuai verifikasi data beras miskin (raskin) 2013 karena berbagai alasan. Oleh karena itu Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen memutuskan mengalihkan penerima BLSM kepada warga lain yang berhak. Hasil verifikasi yang dilakukan menyatakan mereka meninggal, pindah rumah dan sudah meningkat derajat kesejahteraannya. Oleh karena itu mereka tidak akan menerima BLSM tahun Selanjutnya BLSM mereka akan dialihkan kepada warga lain yang belum masuk data raskin yang digunakan pemerintah pusat tetapi masuk raskin tahun 2013 milik Unit Pelayanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan (UPTPK) 10. Disinilah fungsi UPT-PK terlihat, verifikasi yang dilakukan mampu mengurangi resiko salah sasaran dalam penyaluran bantuan. Karena UPT-PK memiliki personil yang siap melakukan verifikasi dan validasi KK Miskin serta menginput data yang ada dalam suatu basis data yang terintegrasi dengan semua SKPD menggunakan sistem informasi manajemen (SIM) bernama SIM Saraswati. Data yang terdapat dalam SIM 10

13 13 Saraswati ini bisa diakses oleh SKPD yang berkaitan dengan kegiatan penanggulangan kemiskinan dan menjadi acuan bagi penyaluran semua bantuan kemiskinan di Kabupaten Sragen. Dengan adanya proses survey dan validasi oleh UPTPK terhadap permohonan KK miskin ini, maka diharapkan akan menghasilkan data yang valid dan terciptanya single database. Pembentukan sebuah Unit Pelayanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan dengan pola satu pintu ini adalah bentuk pengembangan kelembagaan dalam penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Sragen dan pertama di Indonesia. Unit ini berfungsi untuk dapat mempermudah pelayanan kepada kaum miskin. Dengan terbentuknya UPT-PK tersebut, semua bentuk pelayanan kepada masyarakat miskin dilayani lewat unit terpadu ini. Mulai dari layanan program bantuan pendidikan, kesehatan, ekonomi dan sosial dilayani oleh unit ini secara terpadu dan satu pintu dan saat ini telah tersebar di 20 kecamatan di Kabupaten Sragen. Salah satu tugas awal pembentukan unit pelayanan terpadu ini adalah pengintegrasian data warga miskin di Sragen. Selama ini data kemiskinan dari masing masing satker masih simpang siur. Padahal pemerintah pusat hanya percaya data dari Biro Pusat Statistik. Salah satu fungsi utama unit ini yaitu integrasi data dari SKPD yang memiliki data dan program terkait kemiskinan. UPTPK bermaksud menyatukan pelayanan kemiskinan yang dilaksanakan berbagai SKPD kedalam suatu wadah yang representatif dan profesional. Kementrian Sosial RI berencana menjadikan UPT-PK sebagai

14 14 pilot project dan akan dilaksanakan di beberapa daerah ( Keberadaan UPT-PK Sragen yang merupakan suatu inovasi kelembagaan dalam penanggulangan kemiskinan ini telah menarik perhatian dua kementrian yang kemudian menjadikan Kabupaten Sragen sebagai pilot project program yang berhubungan dengan kegiatan penanggulangan kemiskinan. Yang pertama dari Kementrian Sosial yang menjadikan Kabupaten Sragen, Jawa Tengah sebagai kabupaten percontohan Pelayanan Terpadu Gerakan Masyarakat Peduli Kabupaten/Kota Sejahtera (Pandu Gempita). Sementara itu dari Kementrian PPN/ Bappenas Kabupaten Sragen terpilih bersama dengan Kabupaten Sleman sebagai percontohan dari program Implementasi Sistem Rujukan/ Pelayanan Terpadu Program Perlindungan Sosial tahun 2014 ini. ( Upaya percepatan penurunan angka kemiskinan memerlukan koordinasi dan intergrasi antar program baik di tingkat pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Sistem rujukan/pelayanan terpadu diharapkan dapat mempermudah proses integrasi tersebut hingga ke tingkat Kabupaten/Kota. Aplikasi ini akan mempermudah perumusan kebijakan dan penyusunan program penanggulangan kemiskinan dan perlindungan sosial. Melihat komitmen yang ditunjukan oleh Kabupaten Sragen dalam kegiatan penanggulangan kemiskinan, maka banyak program dari pusat yang diimplementasikan di Sragen sebagai pilot project. Hal ini merupakan salah satu upaya dalam

15 15 meningkatkan kelembagaan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Sragen. Pembentukan Unit Pelayanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan ini merupakan salah satu bentuk pengembangan kelembagaan dalam bidang Penanggulangan Kemiskinan. Pengembangan kelembagaan merupakan strategi penting agar suatu lembaga pemerintahan mampu: (1) menyusun rencana strategis ditujukan agar organisasi memiliki visi yang jelas; (2) memformulasikan kebijakan dengan memperhatikan nilai efisiensi, efektivitas, transparansi, responsivitas, keadilan, partisipasi, dan keberlanjutan; (3) mendesain organisasi untuk menjamin efisiensi dan efektivitas, tingkat desentralisasi dan otonomi yang lebih tepat, dan (4) melaksanakan tugas-tugas manajerial agar lebih efisien, efektif, fleksibel, adaptif, dan lebih berkembang (Keban, 2000 : 7) 11. Konsep pengembangan kelembagaan (insitutional develoment ) tidak dapat dipisahkan dengan pembangunan kelembagaan (Insitutional building). Pembangunan kelembagaan adalah suatu perspektif tentang perubahan sosial yang direncanakan dan dibina. Ia menyangkut inovasi inovasi yang menyiratkan perubahan perubahan kualitatif dalam norma norma dalam pola pola kelakuan, dalam hubungan hubungan perorangan dan hubungan hubungan kelompok, dalam persepsi persepsi baru mengenai tujuan tujuan maupun cara cara. Dimana didalam pembangunan kelembagaan terdapat 11 Yeremias T Keban dalam jurnal Good Governance dan Capacity Building sebagai Indikator Utama dan Fokus Penilaian Kinerja Pemerintahan Tahun 2000 diakses dari

16 16 konsep yang menentukan yaitu kepemimpinan,doktrin, program, sumberdaya dan struktur intern (Esman, dalam easton 1986 : 23) 12. Namun sebagai suatu bentuk inovasi kelembagaan, menarik untuk dikaji lebih jauh tentang kapasitas yang dimiliki oleh UPTPK dalam mendukung kegiatan penanggulangan kemiskinan. Pengembangan kapasitas (capacity buidling) seperti dijelaskan Merilee S. Grindle (1997: 6) 13 : Capacity building is intended to encompass a variety strategies that have todo with increasing the efficiency, effectiveness, and responsiveness of government peformance. Capacity building merupakan serangkaian strategi yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan responsivitas dari kinerja pemerintahan. Grindle lebih jauh menjelaskan pengembangan kapasitas memusatkan perhatian kepada dimensi: (1) pengembangan sumberdaya manusia; (2) penguatan organisasi; dan (3) reformasi kelembagaan (lihat Grindle, 1997: 1-28) 14. Semua dimensi peningkatan kemampuan/kapasitas dikembangkan sebagai strategi untuk mewujudkan nilai-nilai good governance. Pembentukan UPT-PK juga merupakan langkah Pemerintah Kabupaten Sragen dalam mendukung reformasi birokrasi. Reformasi dalam Birokrasi merupakan upaya penataan organisasi yang sering diartikan sebagai Rightsizing; upaya untuk menciptakan kombinasi yang sesuai dari sumber 12 Easton. Joseph. W. (ed) 1986.Pembangunan Lembaga dan Pembangunan Nasional : dari. Konsep ke Aplikasi (penerjemah pandam Guritno dan Aldi Jeni). UI Press. 13 Merilee S. Grindle,op.cit.hlm 6 14 Ibid.,hlm 1-28

17 17 daya manusia dan sumber daya lainnya pada lokasi yang tepat, waktu yang tepat serta pekerjaan yang tepat untuk mencapai hasil yang diinginkan dengan pembiayaan yang telah ditentukan. Penataan dalam organisasi / lembaga sering dilakukan sebagai pemisahan, penggabungan, dan penajaman tugas dan fungsi, serta modernisasi organisasi; Penataan organisasi terkait bagaimana struktur organisasi disusun, tugas dan fungsi dirumuskan, serta bagaimana tumpang tindih, duplikasi dan size organisasi yang dikelola akan menentukan seberapa efektif dan efesien sebuah lembaga yang ada. Apakah dengan kapasitas yang dimiliki UPT-PK ini merupakan suatu bentuk rightsizing dalam birokrasi yang mampu mengatasi permasalahan dalam penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Sragen sebelumnya seperti masalah koordinasi dan kualitas pelayanan terhadap KK Miskin serta bagaimana keterkaitan kapasitas antar unsur kelembagaan yang mempengaruhi kapasitas UPTPK dalam penanggulangan kemiskinan akan penulis ulas dalam thesis ini. Hal ini menarik untuk dianalisis karena UPT-PK Sragen ini merupakan terobosan pemerintah Kabupaten Sragen dan pertama di Indonesia. Pada tahun 2014 ini UPTPK Sragen masuk sebagai salah satu TOP 33 Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik / SINOVIK dari Kemenpan dan RB. Disamping itu Kabupaten Sragen melalui UPTPK juga ditunjuk oleh Kementrian Sosial Kabupaten sebagai kabupaten percontohan Pelayanan Terpadu Gerakan Masyarakat Peduli Kabupaten/Kota Sejahtera (Pandu Gempita). Hasil kajian dalam penelitian ini akan membantu meningkatkan

18 18 kapasitas kelembagaan dari Unit Pelayanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan agar mampu berperan secara efektif dalam kegiatan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Sragen dan dapat dijadikan percontohan penanggulangan kemiskinan di daerah lain di Indonesia. Berdasarkan argumen diatas, penulis tertarik untuk menganalisis lebih jauh kapasitas kelembagaan dalam penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Sragen studi kasus pada Unit Pelayanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Sragen yang merupakan salah satu bentuk inovasi kelembagaan dalam hal penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Sragen. 1.2 RUMUSAN MASALAH Pengembangan kapasitas telah menjadi faktor kunci yang penting dalam mencapai tujuan pembangunan. Capacity building (pengembangan kapasitas) menurut Merilee S Grindle (1997 : 6-22) 15 merupakan upaya yang dimaksudkan untuk mengembangkan suatu ragam strategi meningkatkan efficiency, effectiveness, dan responsiveness kinerja pemerintah. Yakni efficiency, dalam hal waktu (time) dan sumber daya(resources) yang dibutuhkan guna mencapai suatu outcome; effectiveness berupa kepantasan usaha yang dilakukan demi hasil yang diinginkan; dan responsiveness yakni bagaimana mensinkronkan antara kebutuhan dan kemampuan untuk maksud tersebut. Lebih jauh Grindle dan Eade (Nugraha, 2004) 16 meyebutkan terdapat tiga strategi utama 15 ibid 16 Nugraha Pengembangan Kapasitas (Capacity Building) dalam mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah, Jurnal Ilmu Administrasi No 1 Volume 3 tahun 2004 diakses dari

19 19 dalam pengembangan kapasitas yaitu 1.) Penguatan organisasi dan manajemen, 2) Penyediaan Sumber Daya dan Sarana Prasarana dan 3). Network. Pengembangan kapasitas dalam kegiatan penanggulangan kemiskinan merupakan hal yang krusial karena kemiskinan merupakan persoalan mendasar di Indonesia. Kegiatan penanggulangan kemiskinan yang sudah berjalan di Indonesia umumnya dan Sragen khususnya dengan berbagai program melalui empat klaster yaitu Klaster I bantuan dan perlindungan Sosial, Klaster II Pemberdayaan masyarakat, Klaster III Kredit Usaha Rakyat dan Klaster IV Program pro Rakyat berdasarkan data BPS belum secara efektif menurunkan angka kemiskinan. Salah satu penyebabnya yaitu masalah ego sektoral, bidang dan urusan masih mewarnai dalam penetapan program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan. Lembaga penanggulangan kemiskinan pun belum cukup berhasil melakukan koordinasi lintas sektoral dan belum mampu membangun sinergi antarpelaku pembangunan dalam mempercepat pengurangan kemiskinan. Sehingga masyarakat miskin kesulitan dalam hal memperoleh informasi yang benar untuk mengadukan permasalahan kemiskinannya karena tidak terintegrasinya program kemiskinan yang ada. Untuk satu jenis bantuan seperti bedah rumah dikelola berbagai macam SKPD tentunya dengan aturan, acuan, kriteria penerima manfaat, dan pengelolaan yang berbeda dan belum terkoordinasi dengan baik.

20 20 Sementara itu birokrasi pelayanan kemiskinan dilapangan cenderung panjang dan berbelit. Masyarakat miskin yang ingin mengurus surat rujukan bantuan harus keluar-masuk 6 hingga 8 (delapan) kantor untuk memperoleh surat rekomendasi bantuan. Bantuan yang tidak tepat sasaran kerap ditemukan karena tiap SKPD memiliki acuan data sendiri tanpa adanya instrumen yang valid untuk verifikasi maupun validasi data dari pemohon bantuan. Selain itu belum adanya database kemiskinan tunggal serta data penerimaan bantuan yang sudah diterimakan kepada pemohon bantuan yang bisa diakses secara terbuka. Sebagai respon atas segala permasalahan dalam penanggulangan kemiskinan tersebut, Bupati Sragen menggagas pembentukan UPT-PK (Unit Pelayanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan). Sebagai unit yang baru berumur dua tahun, UPT-PK mampu menjadi salah satu top 33 Inovasi Pelayanan Publik dari Kemenpan RI. Beberapa kunjungan dari Kementrian Sosial RI, serta Bappenas dan beberapa lembaga dunia seperti Unesco juga turut mengapresiasi keberadaan UPT-PK. Kemensos juga akan menjadikan UPT-PK Sragen sebagai Pilot Project di beberapa daerah. UPT-PK diharapkan mampu berperan secara efektif dalam kegiatan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Sragen dan dapat dijadikan percontohan penanggulangan kemiskinan di daerah lain di Indonesia. Sebagai suatu bentuk unit baru dalam pemerintahan daerah Sragen yang dibentuk dengan tujuan tersebut diatas, menarik untuk dikaji lebih lanjut terkait kapasitas kelembagaan yang dimiliki UPT-PK. Berdasarkan

21 21 kapasitas kelembagaan yang ada, apakah UPTPK dapat mengatasi permasalahan penanggulangan kemiskinan di kabupaten Sragen khususnya dalam hal pelayanan publik penanggulangan kemiskinan dan koordinasi penanggulangan kemiskinan. Dalam meneliti kapasitas kelembagaan, terdapat tiga unsur yang merupakan elemen penting yaitu : 1)Penguatan organisasi dan manajemen, 2) Penyediaan Sumber Daya dan Sarana Prasarana dan 3). Network (Grindle, 1997 :23). Kapasitas kelembagaan yang optimal akan membantu kegiatan pemerintahan berjalan efektif, efisien dan berkelanjutan. Berdasarkan uraian di atas rumusan permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut : Berdasarkan kapasitas kelembagaan yang dimiliki, apakah keberadaan UPT- PK dapat berperan dalam mengatasi permasalahan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Sragen terutama dalam hal pelayanan publik penanggulangan kemiskinan dan koordinasi penanggulangan kemiskinan? Pertanyaan Penelitian : Untuk menjawab permasalahan tersebut, maka dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana kapasitas kelembagaan UPTPK ditinjau dari aspek kepemimpinan, sumberdaya, Program serta Stuktur Organisasi UPT-PK dalam upayanya mendukung penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Sragen? 2. Bagaimana kapasitas koordinasi UPT-PK dengan pihak internal pemerintah serta dengan pihak eskternal di luar pemerintah dalam upayanya menanggulangi kemiskinan di Kabupaten Sragen?

22 TUJUAN PENELITIAN Adapun yang menjadi tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk : menjelaskan kapasitas tiap tiap variabel kelembagaan seperti kepemimpinan, Sumberdaya, program inovatif, struktur organisasi, serta menjelaskan kapasitas koordinasi antara UPTPK dengan pihak internal pemerintah serta dengan pihak eskternal di luar pemerintah dalam upayanya menanggulangi kemiskinan di Kabupaten Sragen. 1.4 MANFAAT PENELITIAN Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi ilmu pengetahuan, khususnya yang berkaitan dengan upaya pemerintah daerah dalam kegiatan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Sragen. Sementara manfaat praktis penelitian ini adalah untuk memberikan kontribusi pemikiran bagi pemerintah Kabupaten Sragen khususnya Unit Pelayanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Sragen dalam meningkatkan kapasitas kelembagaannnya agar mampu berperan secara efektif dalam kegiatan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Sragen.

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. UPTPK didirikan kegiatan penyaluran bantuan kemiskinan di Kabupaten Sragen

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. UPTPK didirikan kegiatan penyaluran bantuan kemiskinan di Kabupaten Sragen BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 7.1. KESIMPULAN UPTPK dibentuk dengan serangkaian tugas dan fungsi untuk mengatasi permasalahan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Sragen. Sebelum UPTPK didirikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Millenium Perserikatan Bangsa -Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. sejak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Millenium Perserikatan Bangsa -Bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya pengentasan kemiskinan menjadi sebuah tujuan internasional sejak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Millenium Perserikatan Bangsa -Bangsa (PBB) di New York. KTT

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah atau persoalan mendasar yang menjadi perhatian oleh pemerintah di belahan negara manapun. Tidak bisa dipungkiri bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal

TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal LP2KD Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kabupaten Kendal TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL TAHUN 2012 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem. pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem. pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Meskipun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara atau wilayah di berbagai belahan dunia pasti melakukan kegiatan pembangunan ekonomi, dimana kegiatan pembangunan tersebut bertujuan untuk mencapai social

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya merupakan upaya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi hak

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG,

Lebih terperinci

ARAHAN DIREKTUR JENDERAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA PADA ACARA

ARAHAN DIREKTUR JENDERAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA PADA ACARA ARAHAN DIREKTUR JENDERAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA PADA ACARA RAPAT KOORDINASI NASIONAL PENGUATAN KELEMBAGAAN TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN (TKPK) TAHUN 2014 Jakarta, 13 Mei 2014 TARGET

Lebih terperinci

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

1. Pelaksanaan Kegiatan Rapat Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Se Kalimantan Utara Tahun 2017 tanggal 08 Mei 2017 di Kota Tarakan

1. Pelaksanaan Kegiatan Rapat Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Se Kalimantan Utara Tahun 2017 tanggal 08 Mei 2017 di Kota Tarakan 1. Pelaksanaan Kegiatan Rapat Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Se Kalimantan Utara Tahun 2017 tanggal 08 Mei 2017 di Kota Tarakan a. Latar Belakang Dalam rangka percepatan penanggulangan kemiskinan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa penyelenggaraan desentralisasi dilaksanakan dalam bentuk pemberian kewenangan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB VIII RENCANA SISTEM MONITORING DAN EVALUASI

BAB VIII RENCANA SISTEM MONITORING DAN EVALUASI BAB VIII RENCANA SISTEM MONITORING DAN EVALUASI 8.1 Mekanisme dan Prosedur Monitoring Berbagai upaya yang dilakukan melalui pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan dapat dimaksimalkan bila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 20 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sedikitnya ada tiga fungsi utama yang harus dijalankan oleh pemerintah dalam fungsi pelayanan publik, yaitu fungsi pelayanan masyarakat (public service function),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009)

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir terdapat minat yang terus meningkat terhadap desentralisasi di berbagai pemerintahan di belahan dunia. Bahkan banyak negara

Lebih terperinci

RANGKUMAN HASIL KONFERENSI

RANGKUMAN HASIL KONFERENSI RANGKUMAN HASIL KONFERENSI Memberikan Pelayanan Terbaik Bagi Masyarakat Miskin: Isu Strategis dan Rekomendasi Menteri Negara PPN/ Kepala Bappenas Jakarta, 28 April 2005 KONFERENSI NASIONAL PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

PRESS RELEASE. (Hari Kamis tanggal 08 Desember 2014)

PRESS RELEASE. (Hari Kamis tanggal 08 Desember 2014) PRESS RELEASE ACARA PENYERAHAN SERTIFIKAT SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001:2008, PERESMIAN DATA CENTER DAN LAUNCHING SISTEM RKPD ONLINE, SIPPE (SISTEM INFORMASI PEMANTAUAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI), SIMANJA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hilir tahun adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang Pada

BAB I PENDAHULUAN. Hilir tahun adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang Pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi pembangunan jangka panjang dalam dokumen Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005 2025 adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang 2025. Pada perencanaan jangka menengah,

Lebih terperinci

Septiana Dwiputrianti Kepala Pusat Inovasi Administrasi Negara LAN RI

Septiana Dwiputrianti Kepala Pusat Inovasi Administrasi Negara LAN RI Septiana Dwiputrianti Kepala Pusat Inovasi Administrasi Negara LAN RI Struktur HIAN BAB I: Memahami Inovasi AN BAB II: Inovasi dalam Konteks Global BAB III-XII: Kasus-kasus Inovasi Administrasi Negara

Lebih terperinci

RPSEP-08 KEMISKINAN PROVINSI VERSUS KEMISKINAN KABUPATEN DI BALI

RPSEP-08 KEMISKINAN PROVINSI VERSUS KEMISKINAN KABUPATEN DI BALI RPSEP-08 KEMISKINAN PROVINSI VERSUS KEMISKINAN KABUPATEN DI BALI Tedi Erviantono FISIP Universitas Udayana, Bali Jl. PB Sudirman Bali E-mail : erviantono2@yahoo.com Abstrak Kondisi kemiskinan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertanian merupakan salah satu basis perekonomian Indonesia. Jika mengingat bahwa Indonesia adalah negara agraris, maka pembangunan pertanian akan memberikan

Lebih terperinci

EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH

EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH Rapat Koordinasi Pelaksanaan Kebijakan Penanganan Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah Surakarta, 9 Februari 2016 Kemiskinan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 2010: PEMELIHARAAN KESEJAHTERAAN RAKYAT

KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 2010: PEMELIHARAAN KESEJAHTERAAN RAKYAT KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 2010: PEMELIHARAAN KESEJAHTERAAN RAKYAT DEPUTI BIDANG KEMISKINAN, KETENAGAKERJAAN, DAN UKM BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL BAPPENAS Rapat Koordinasi Pembangunan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM FORUM FOR ECONOMIC DEVELOPMENT AND EMPLOYMENT PROMOTION

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM FORUM FOR ECONOMIC DEVELOPMENT AND EMPLOYMENT PROMOTION GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM FORUM FOR ECONOMIC DEVELOPMENT AND EMPLOYMENT PROMOTION DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

Lebih terperinci

BAB VIII MONITORING DAN EVALUASI

BAB VIII MONITORING DAN EVALUASI BAB VIII MONITORING DAN EVALUASI Sejak terbentuknya Pemerintah Provinsi Kaltara di tahun 2013 sampai di akhir tahun, TKPKD Provinsi Kaltara belum pernah melakukan monitoring apalagi mengevaluasi terhadap

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS TAHUN BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TAHUN ANGGARAN 2013

RENCANA STRATEGIS TAHUN BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TAHUN ANGGARAN 2013 RENCANA STRATEGIS TAHUN 2010-2014 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TAHUN ANGGARAN 2013 BADAN PUSAT STATISTIK 2013 RENCANA STRATEGIS TAHUN 2010 2014 BPS KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW 2.1.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengukuran kinerja pada capacity building yang mengikuti pola reinventing

I. PENDAHULUAN. pengukuran kinerja pada capacity building yang mengikuti pola reinventing I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Reformasi di bidang kinerja pemerintahan tidak akan membuahkan hasil optimal tanpa didukung oleh komitmen untuk memperbaiki validitas dari standar penilaian kinerja kelembagaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengangguran merupakan masalah yang sangat kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi mengikuti pola yang

Lebih terperinci

Oleh : Kepala Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah

Oleh : Kepala Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah Oleh : Kepala Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah POPULASI PENDUDUK DI JAWA TENGAH SEBANYAK 33.270.207 JIWA JUMLAH PMKS SEBESAR 5.016.701 JIWA / 15,08 % DARI PENDUDUK JATENG PERINCIAN : KEMISKINAN 4,468,621

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI INSTANSI

BAB III DESKRIPSI INSTANSI 1 BAB III DESKRIPSI INSTANSI A. SEJARAH BERDIRINYA Unit Pelayanan Terpadu penanggulangan Kemiskinan (UPTPK) Kabupaten Sragen merupakan sebuah Unit layanan penanggulangna kemiskinan yang pertama kali ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia dianggap sebagai titik sentral dalam proses pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan dikendalikan oleh sumber

Lebih terperinci

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB VI KAJI ULANG KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN SPKD

BAB VI KAJI ULANG KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN SPKD BAB VI KAJI ULANG KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN SPKD 6.1. Pemetaan Program Masalah kemiskinan tidak dapat dipecahkan melalui kebijakan yang bersifat sektoral, parsial dan berjangka pendek, tetapi kebijakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TORAJA UTARA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan teknologi informasi dan komunikasi dalam menunjang sistem operasional dan manajerial pada instansi pemerintah dewasa ini dirasakan semakin penting. Dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN RENSTRA DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KAB. KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

BAB I PENDAHULUAN RENSTRA DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KAB. KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana diamanatkan Undang Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, maka setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Hakekat pemerintahan adalah pelayanan kepada rakyat. Pemerintah ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Hakekat pemerintahan adalah pelayanan kepada rakyat. Pemerintah ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Hakekat pemerintahan adalah pelayanan kepada rakyat. Pemerintah ada untuk melayani rakyat, dengan kata lain pemerintah adalah "pelayan rakyat". Pelayanan publik (public

Lebih terperinci

Penerapan E-Government Untuk Integrasi dan Transformasi Pemerintahan

Penerapan E-Government Untuk Integrasi dan Transformasi Pemerintahan Penerapan E-Government Untuk Integrasi dan Transformasi Pemerintahan Nama Inovasi Penerapan E-Government Untuk Integrasi dan Transformasi Pemerintahan Produk Inovasi Inovasi e-government Untuk Peningkatan

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah 36 BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH 4.1 Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di tengah Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi Jawa Tengah terletak

Lebih terperinci

lintas program dalam penyiapan perumusan dan penyelenggaraan

lintas program dalam penyiapan perumusan dan penyelenggaraan LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 5 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA SALATIGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang

Lebih terperinci

Membangun WIRAUSAHA BIROKRASI Meningkatkan DAYA SAING DAERAH

Membangun WIRAUSAHA BIROKRASI Meningkatkan DAYA SAING DAERAH Membangun WIRAUSAHA BIROKRASI Meningkatkan DAYA SAING DAERAH Shining Batu : Building Entrepreneurial Bureaucratic to Improve the Competitiveness of The Regions Dipresentasikan dalam forum ekonomi Islam

Lebih terperinci

BELAJAR DARI PENGUATAN APARATUR PEMDA DALAM PENGELOLAAN PNPM PISEW

BELAJAR DARI PENGUATAN APARATUR PEMDA DALAM PENGELOLAAN PNPM PISEW BELAJAR DARI PENGUATAN APARATUR PEMDA DALAM PENGELOLAAN PNPM PISEW Penguatan aparatur pemerintah daerah dalam memberjalankan program di daerahnya menjadi salah satu kunci keberhasilan program nasional

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang dinamakan dengan nawacita.

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Adanya kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang diatur dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang- Undang No.33 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN KINERJA KOMITE PENANGGULANGAN KEMISKINAN

LAPORAN PERKEMBANGAN KINERJA KOMITE PENANGGULANGAN KEMISKINAN LAPORAN PERKEMBANGAN KINERJA KOMITE PENANGGULANGAN KEMISKINAN I. PENDAHULUAN Keppres No. 124 tahun 2001 juncto No. 8 tahun 2002 tentang Pembentukan Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) menyatakan bahwa

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 42 TAHUN 2010 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 42 TAHUN 2010 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 42 TAHUN 2010 TENTANG TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP. penduduk Kota Magelang yang belum mempunyai jaminan kesehatan. Program

BAB VII PENUTUP. penduduk Kota Magelang yang belum mempunyai jaminan kesehatan. Program BAB VII PENUTUP 7.1. Kesimpulan Program jamkesda Kota Magelang merupakan program yang diselenggarakan untuk memberikan jaminan kesehatan secara universal bagi penduduk Kota Magelang yang belum mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mendapatkan pelayanan publik yang memadai dari pemerintah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Mendapatkan pelayanan publik yang memadai dari pemerintah merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mendapatkan pelayanan publik yang memadai dari pemerintah merupakan hak asasi bagi seluruh rakyat. Pelayanan publik dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan seringkali dipahami dalam pengertian yang sangat sederhana yaitu sebagai keadaan kekurangan uang, rendahnya tingkat pendapatan dan tidak terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN YANG TERTUANG DALAM RPJMD Pemalang, 4 Oktober 2017

KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN YANG TERTUANG DALAM RPJMD Pemalang, 4 Oktober 2017 KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN YANG TERTUANG DALAM RPJMD 2016-2021 Pemalang, 4 Oktober 2017 DASAR HUKUM PENANGGULANGAN KEMISKINAN KAB. PEMALANG 1. Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah telah merubah tatanan demokrasi bangsa Indonesia dengan diberlakukannya sistem otonomi daerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan administrasi kependudukan dan pencatatan sipil di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan administrasi kependudukan dan pencatatan sipil di BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan administrasi kependudukan dan pencatatan sipil di Indonesia sebagai Negara terbesar keempat dari jumlah penduduk, memiliki peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N 1 BAB I P E N D A H U L U A N 1.1. Latar Belakang Arah kebijakan Inspektorat Kabupaten Bandung adalah Pembangunan Budaya Organisasi Pemerintah yang bersih, akuntabel, efektif dan Profesional dan Peningkatan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN DAN PENETAPAN CAPAIAN INDIKATOR STANDAR PELAYANAN MINIMAL DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN SUMENEP

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN SUMENEP PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN SUMENEP Rillia Aisyah Haris Dosen pada Program Studi Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas

Lebih terperinci

MENETAPKAN SASARAN BERBASIS WILAYAH DAN RUMAH TANGGA MENGGUNAKAN DATA BDT, PODES, DAN SUSENAS

MENETAPKAN SASARAN BERBASIS WILAYAH DAN RUMAH TANGGA MENGGUNAKAN DATA BDT, PODES, DAN SUSENAS MENETAPKAN SASARAN BERBASIS WILAYAH DAN RUMAH TANGGA MENGGUNAKAN DATA BDT, PODES, DAN SUSENAS Elan Satriawan Ketua Pokja, TNP2K 1 LATAR BELAKANG Berbagai indikator kemiskinan seperti P0, P1, ataupun P2

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara administrasi

BAB I. PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara administrasi BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Birokrasi merupakan instrumen untuk bekerjanya suatu administrasi, dimana birokrasi bekerja berdasarkan pembagian kerja, hirarki kewenangan, impersonalitas

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 No. 50/08/33/Th. VIII, 4 Agustus 2014 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 145,04 RIBU TON, CABAI RAWIT 85,36 RIBU TON, DAN BAWANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk mencapai cita-cita tersebut pemerintah mengupayakan. perekonomian adalah komponen utama demi berlangsungnya sistem

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk mencapai cita-cita tersebut pemerintah mengupayakan. perekonomian adalah komponen utama demi berlangsungnya sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang senantiasa memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional, guna mewujudkan cita-cita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Peraturan Presiden No. 86 Tahun 2007 ditetapkan BPS Propinsi dan BPS Kabupaten/Kota merupakan instansi vertikal BPS yang berada di bawah dan bertanggung jawab

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 1.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas Pokok dan Fungsi Pelayanan SKPD Dalam proses penyelenggaraan pemerintahan sampai sekarang ini

Lebih terperinci

TAHAPAN PENGEMBANGAN KLA

TAHAPAN PENGEMBANGAN KLA 7 2012, No.170 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PANDUAN PENGEMBANGAN KABUPATEN/KOTA LAYAK ANAK TAHAPAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 168 TAHUN : 2013 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 168 TAHUN : 2013 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 168 TAHUN : 2013 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi penelitian, proses penelitian dan sistematika penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi penelitian, proses penelitian dan sistematika penelitian. BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan penjabaran latar belakang masalah pemilihan studi kasus berdasarkan fenomena yang terjadi dilapangan dan juga rumusan permasalahan, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian,

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pembangunan untuk mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan, perlu perubahan secara mendasar, terencana dan terukur. Upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juta penduduk yang ada di Negara ini, dimana akan muncul banyak

BAB I PENDAHULUAN. juta penduduk yang ada di Negara ini, dimana akan muncul banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mempunyai wilayah yang sangat luas, dimana jumlah penduduknya sangat besar. Lebih dari 250 juta penduduk yang ada di Negara ini,

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Bappeda Kota Bogor Berdasarkan tugas dan fungsi pelayanan yang dilaksanakan

Lebih terperinci

POSISI DAN PERAN SIPD DALAM TATA KELOLA DATA DAN INFORMASI PEMBANGUNAN DI DAERAH

POSISI DAN PERAN SIPD DALAM TATA KELOLA DATA DAN INFORMASI PEMBANGUNAN DI DAERAH POSISI DAN PERAN SIPD DALAM TATA KELOLA DATA DAN INFORMASI PEMBANGUNAN DI DAERAH Oleh : Ir. H. Muhammad Hudori, M.Si Direktur Perencanaan, Evaluasi, dan Informasi Pembangunan Daerah Serang, 1 Agustus 2017

Lebih terperinci

EVALUASI PENERAPAN PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN BOYOLALI

EVALUASI PENERAPAN PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN BOYOLALI EVALUASI PENERAPAN PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN BOYOLALI Tesis Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-2 pada Program Studi Ilmu Lingkungan Wahyu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Reformasi di bidang kinerja pemerintahan tidak akan membuahkan hasil optimal

I. PENDAHULUAN. Reformasi di bidang kinerja pemerintahan tidak akan membuahkan hasil optimal I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Reformasi di bidang kinerja pemerintahan tidak akan membuahkan hasil optimal tanpa didukung oleh komitmen untuk memperbaiki validitas dari standar penilaian kinerja kelembagaan

Lebih terperinci

Dana Bagi Hasil SDA dan Penanggulangan Kemiskinan (Aceh Utara, Indragiri Hulu, Kutai Kartanegara, Bojonegoro, Sumbawa Barat)

Dana Bagi Hasil SDA dan Penanggulangan Kemiskinan (Aceh Utara, Indragiri Hulu, Kutai Kartanegara, Bojonegoro, Sumbawa Barat) Dana Bagi Hasil SDA dan Penanggulangan Kemiskinan (Aceh Utara, Indragiri Hulu, Kutai Kartanegara, Bojonegoro, Sumbawa Barat) Oleh: Meliana Lumbantoruan Program Manager PWYP Indonesia Reformasi Tata Kelola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Isu kemiskinan masih menjadi isu strategik dan utama dalam pembangunan, baik di tingkat nasional, regional, maupun di provinsi dan kabupaten/kota. Di era pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Sragen 1) Kondisi Geografis Gambar 2.1 Peta Administrasi Kabupaten Sragen Kabupaten Sragen merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 2 Tahun : 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 2 Tahun : 2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 2 Tahun : 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara untuk mengembangkan outputnya (GNP per kapita). Kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. negara untuk mengembangkan outputnya (GNP per kapita). Kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dekade 1970, pembangunan identik dengan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi lebih menitikberatkan pada kemampuan suatu negara untuk mengembangkan outputnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang senantiasa memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna mewujudkan cita-cita

Lebih terperinci

b) Melaksanakan koordinasi antar pelaku pembangunan dalam perencanaan pembangunan daerah. c) Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan

b) Melaksanakan koordinasi antar pelaku pembangunan dalam perencanaan pembangunan daerah. c) Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan IKHTISAR EKSEKUTIF Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, memberikan kewenangan

Lebih terperinci

BAB IV VISI MISI, TUJUAN, SASARAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI MISI, TUJUAN, SASARAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI MISI, TUJUAN, SASARAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi SKPD Visi SKPD adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan tugas

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN A. Visi Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan, yang mencerminkan harapan yang ingin dicapai dilandasi

Lebih terperinci

RENCANA AKSI INSPEKTORAT KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016

RENCANA AKSI INSPEKTORAT KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 RENCANA AKSI INSPEKTORAT KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 1. LATAR BELAKANG Dalam rangka mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat,

Lebih terperinci

Bab 4 Hasil dan Pembahasan

Bab 4 Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan Model prediksi variabel makro untuk mengetahui kerentanan daerah di Provinsi Jawa Tengah, dilakukan dengan terlebih dahulu mencari metode terbaik. Proses pencarian metode terbaik

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENELITIAN ANALISIS DAMPAK PENERAPAN ONE STOP SERVICE (OSS) TERHADAP PENINGKATAN INVESTASI DI JAWA TENGAH

BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENELITIAN ANALISIS DAMPAK PENERAPAN ONE STOP SERVICE (OSS) TERHADAP PENINGKATAN INVESTASI DI JAWA TENGAH BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENELITIAN ANALISIS DAMPAK PENERAPAN ONE STOP SERVICE (OSS) TERHADAP PENINGKATAN INVESTASI DI JAWA TENGAH Sejak UU Otonomi Daerah diberlakukan tahun 1999, pemerintah daerah

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.744, 2014 KONSIL KEDOKTERAN. Rencana Strategis. Rancangan. Penyusunan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.744, 2014 KONSIL KEDOKTERAN. Rencana Strategis. Rancangan. Penyusunan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.744, 2014 KONSIL KEDOKTERAN. Rencana Strategis. Rancangan. Penyusunan. PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENYUSUNAN RANCANGAN RENCANA

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN I. VISI Pembangunan di Kabupaten Flores Timur pada tahap kedua RPJPD atau RPJMD tahun 2005-2010 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH No. 56/08/33 Th.IX, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 167,79 RIBU TON, CABAI RAWIT SEBESAR 107,95 RIBU TON,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja pemerintah merupakan salah satu isu yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja pemerintah merupakan salah satu isu yang terdapat dalam 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang latar belakang penelitian, rumusan permasalahan, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, manfaat penelitian, proses penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makroekonomi jangka panjang. Dari satu periode ke periode berikutnya kemampuan suatu negara untuk

Lebih terperinci

USULAN PENDEKATAN DAN METODOLOGI RENCANA KERJA DAN JADWAL KEGIATAN CALON TENAGA AHLI PEMASARAN PARTISIPATIF

USULAN PENDEKATAN DAN METODOLOGI RENCANA KERJA DAN JADWAL KEGIATAN CALON TENAGA AHLI PEMASARAN PARTISIPATIF USULAN PENDEKATAN DAN METODOLOGI RENCANA KERJA DAN JADWAL KEGIATAN CALON TENAGA AHLI PEMASARAN PARTISIPATIF Nama Alamat : Ronggo Tunjung Anggoro, S.Pd : Gendaran Rt 001 Rw 008 Wonoharjo Wonogiri Wonogiri

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PELAYANAN TERPADU PENANGGULANGAN KEMISKINAN KABUPATEN SRAGEN

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PELAYANAN TERPADU PENANGGULANGAN KEMISKINAN KABUPATEN SRAGEN SALINAN PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PELAYANAN TERPADU PENANGGULANGAN KEMISKINAN KABUPATEN SRAGEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan hakikatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup

Lebih terperinci

BAB VI KAJI ULANG KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN

BAB VI KAJI ULANG KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN BAB VI KAJI ULANG KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN 6.1. Pemetaan Program Masalah kemiskinan tidak dapat dipecahkan melalui kebijakan yang bersifat sektoral, parsial dan berjangka pendek, tetapi kebijakan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural,

Lebih terperinci