KAJIAN PENDIDIKAN TINGGI : CARUT MARUT PENGELOLAAN PENDIDIKAN TINGGI DI INDONESIA #SOMASIMENRSITEKDIKTI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN PENDIDIKAN TINGGI : CARUT MARUT PENGELOLAAN PENDIDIKAN TINGGI DI INDONESIA #SOMASIMENRSITEKDIKTI"

Transkripsi

1 P a g e 1 KAJIAN PENDIDIKAN TINGGI : CARUT MARUT PENGELOLAAN PENDIDIKAN TINGGI DI INDONESIA #SOMASIMENRSITEKDIKTI Disusun oleh : Koordinator Isu Pendidikan BEM SI Koordinator Isu Pendidikan Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia Surakarta 2016

2 P a g e 2 Kata Pengantar Hidup Mahasiswa! Hidup Rakyat Indonesia! Bismillah Alhamdulillah asholatu wa salam ala Rasulillah Muhammad ibni abdillah, wa ala alihi wa shohbihi wa ma walah. Segala puji bagi Allah, Tuhan Semesta Alam yang telah mengizinkan pembuatan kajian karya anak bangsa. Sebuah ukiran tinta sederhana berisikan istana kata, melalui analisa dari terkumpulnya data dan fakta. Hasil kajian ini merupakan bentuk kepedulian anak bangsa, sekumpulan mahasiswa yang berasal dari berbagai kampus, latar belakang, bahkan disiplin ilmu yang berbeda yang hari ini menyadari tentang peran pendidikan dalam membangun sebuah bangsa. Rekan-rekan mahasiswa, sejatinya pendidikan merupakan bagian yang tidak terlepas dari tujuan negara Indonesia, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh sebab itu, jelaslah sudah pendidikan menjadi poin terpenting setelah pertahanan dan keamanan negara yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum. Amanat konstitusi yang mulia inilah yang menggerakan hati kami untuk mengaji apakah sistem pendidikan Indonesia telah sesuai dengan cita-cita serta tujuan negara. Poin penting selanjutnya ialah cerdaskan kehidupan. Makna kehidupan disini bukan hanya merujuk pada individu, tetapi juga interaksi serta sistem pendidikan yang berlaku, harus cerdas secara total. Namun, faktanya kini pendidikan Indonesia, khususnya pendidikan tinggi menjadi ajang bergengsi untuk dikomersialisasi berkedok World Class University. Neokolonialisme ini merasuk ke sendi-sendi sistem pendidikan kita yang kelak akan memunculkan domain-domain tertentu dalam pendidikan. Sejatinya, secara konstitusi masalah pendidikan ini merupakan tanggung jawab negara dan menjadi amanah yang harus ditunaikan. Gengsi soal status World Class University bagi pengelola pendidikan tinggi ini memicu perguruan tinggi untuk meningkatkan pemasukan, tanpa pandang bulu, akhirnya mahasiswa pun dijadikan objek dalam peningkatan pemasukan perguruan tinggi dengan meningkatkan biaya kuliah. Terlebih, anggaran pendidikan dalam Kabinet Kerja kini diturunkan. Sebuah dogma yang dipaksakan serta bertolak belakang dengan tujuan negara. Kini pendidikan hanya menjadi milik sebagian orang. Bahkan tanggung jawab negara untuk membiayai

3 P a g e 3 pendidikan rakyat, kini dialihkan kepada pemilik modal. Negara ini benar-benar menjadi pasar bagi pemilik modal. Sudah sehina inikah bangsa kita? Semoga kajian kami dapat membuka mata para pembaca, bahwa kenyamanan yang kita rasakan saat ini merupakan hijab besar atas akses kejahatan yang terorganisir untuk menghancurkan bangsa kita dari semua lini, khususnya pendidikan. Jika mahasiswa kini dibungkam, dibebankan dengan biaya kuliah yang sangat tinggi, terlebih kurikulum yang diperbanyak dan dipadatkan dalam jumlah hari, serta jumlah asignment yang sangat banyak, akan semakin membuat mahasiswa jauh dari rakyat dan cenderung bersikap apatis disebabkan tanggungan yang dibebankan kepadanya. Wahai sekalian mahasiswa se-indonesia. Sadarilah dibalik peran kita terdapat kewajiban untuk mengabdi kepada masyarakat, berbakti pada rakyat. Jika kita menilik sejarah, maka jelaslah bahwa mahasiswa berasal dari rakyat, mahasiswalah yang mampu duduk dekat dengan rakyat, merasakan penderitaannya, kemudian dengan ikhlas meneriakannya di depan para penguasa. Kembalilah pada jalan sebenarnya wahai mahasiswa, karena sejatinya kita masih menuntut ilmu di kampus rakyat. Tidakah redup bintang peradaban kecuali ketika bintang tersebut sedang bersinar. Semoga idealisme kita sebagai mahasiswa tidak luntur hanya ketika kita sedang bersinar. Karena masyarakat ini harus diubah dan dipapah menuju jalan kebenaran. Dan tidaklah berubah sebuah peradaban, jika pola pendidikan sudah dikesampingkan dan hanya dimiliki oleh beberapa golongan. Ranah pendidikan yang mampu mengubah peradaban sebuah bangsa, hingga ke akarakarnya. Semoga kajian ini bermanfaat dan menjadi rujukan bagi riset dan kajian-kajian selanjutnya. Salam hangat perjuangan, Hidup Pendidikan Indonesia! Jakarta, 29 April 2016 Koordinator Pusat BEM Seluruh Indonesia Bagus Tito Wibisono

4 P a g e 4 Assalamu'alaykum wr wb. Hidup Mahasiswa! "Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang dapat digunakan untuk mengubah dunia" -Nelson Mandela. Pendidikan akan selalu memiliki perannya sendiri untuk membuat suatu bangsa menemui kejayaannya. Pendidikan selalu mampu memposisikan dirinya sebagai hal penting yang mempengaruhi kemajuan suatu bangsa. Pendidikan mampu mengantarkan sebuah bangsa menjadi disegani di mata dunia. Dan pendidikan tidak pernah abstain dalam mencetak generasi bangsabangsa besar dunia yang mampu menjadi poros peradaban dunia. Itulah pendidikan, yang tidak menyediakan masa depan untuk pemuda namun ia mampu mempersiapka pemuda untuk masa depan. Itulah hal yang diyakini oleh bangsa-bangsa besar di dunia ini. Pendidikan menjadi prioritas pembangunan nasional melebih bidang lain karena pendidikan bukan layanan namun pembentuk penerus kejayaan. Dan itulah yang tidak diyakini oleh bangsa kita, bangsa besar dengan sejuta potensinya. Atau mungkin diyakini, namun tidak dimaknai apalagi direalisasi. Carut marut pengelolaan pendidikan tinggi di Indonesia telah mencapai ambang batas yang harus segera dihentikan. Sudah cukup caru marut ini memporak porandakan sistem pendidikan tinggi kita. Saatnya mengusaikan cerita tentang masyarakat yang tidak mampu memperoleh akses pendidikan tinggi. Dan juga inilah momentum kita mengakhiri cerita kampus yang menjadi tempat pengekangan dan penjajahan versi baru. Anggatan pendidikan tinggi disunat untui alasan infrastruktur, namun menteri berlaga seperti tak terjadi sesuatu. Subsidi pendidikan tinggi dalam bentuk BOPTN stagnan dan bahkan terancam turun. Biaya pendidikan naik melejit tanpa bersedia turun, akses masyarakat semakin tertutup. Sistem UKT membuat kacau balau pengelolaan pendidikan tinggi. Lebih parah, akses terhadap beasiswa semakin dikurangi, beberapa bahkan direduksi. Belum lagi, sistem akademik kampus yang memenjarakan kebebasan berpikir mahasiswa, diberikan beeban akademik utk membatasi akses mahasiswa belajar lebih di luar perkuliahan, menciptakan generasi pekerja untuk mengabdi pada bangsa lain. Dan yang paling mengkhawatirkan, usaham pemerintah untuk menjual

5 P a g e 5 dan mengkomersialisasi kampus-kampus di Indonesia, seakan pendidikan adalah ranah dagang baru untuk memenuhi syahwat pemerintah. Namun pada akhirnya, mahasiswa akan tetap melawan, mengakhiri semua cerita ini. Turun menyuarakan suara suci rakyat Indonesia yang merindukan pendidikan yang mampu dijangkau dan tetap memiliki kualitas. Di momentum Hari Pendidikan Nasional ini, untuk menanggapi caru marut pengelolaan pendidika tinggi, mahasiswa siap menyampaikan SOMASI UNTUK MENRISTEKDIKTI untuk segera memperbaiki pengelolaan pendidikan tinggi atau mundur secara terhormat sebagai menristekdikti. Sekali lagi, sudahi carut marut ini. Bandung,29, April 2016 Doni Wahyu Prabowo Presiden BEM UNS Koordinator Isu Pendidikan BEM SI 2016

6 P a g e 6 Assalamualaikum wr.wb Sambut salam saya atas nama cinta dan perjuangan, Hidup Mahasiswa!!! Jika ingin membangun peradaban, maka bangunlah SDM melalui Pendidikan. -Rezky Hari ini, kembali mahasiswa merasakan kegelisahan-kegelisahan terhadap permasalahan dunia pendidikan tinggi yang tak kunjung usai. Turunnya anggaran pendidikan tinggi di APBNP menjadi sumber dari segala sumber permasalahan pendidikan tinggi. Dalih pemerintah untuk membangun infrastruktur ternyata memakan korban salah satunya pada sektor pendidikan yang harus mengalah demi ambisi pemerintah untuk mewujudkan misinya. Berawal dari kegelisahaan diatas, selaku koordinator isu pendidikan berinisiatif untuk mengkaji, mendiskusikan, mengumpulkan bahan dan data serta kajian dari perguruan tinggi lain, dan menjadikannya sebuah kajian yang komprehensif untuk membuka mata kita semua selaku para stakeholder pendidikan tinggi dalam hal ini khususnya adalah Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang dirasa paling bertanggung jawab atas pengelolaan pendidikan tinggi di Indonesia. Saya mengucapakan terima kasih kepada Desi, Emil, Dika, Ariska, Rike, Naufal, Yogi, Dinda, Arifin, Widi, Deni, Tami, Reza, Anggit, Dian, Asna, Nadiva, Mutia, Kaffa, Fira, Adni, dan Wisnu yang telah bekerja keras dengan mengorbankan semangat, tenaga, waktu dan pemikirannya agar kajian ini selesai dengan baik dan tepat waktu untuk memperingati peringatan hari pendidikan nasional yang jatuh pada tanggal 2 Mei 2016 mendatang. Akhir kata, semangat mahasiswa untuk mengurus dan mengawasi negeri ini tidak akan pernah padam. Walaupun semakin ditekan dibawah tekanan rezim represifpun, sejarah dan takdir telah menuliskan bahwa mahasiswa akan mampu kembali bangkit untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan bangsa.. Jangan pernah sekali-sekali meremehkan mahasiswa dalam panji, semangat, dan perjuangannya. Hidup Mahasiswa!!! Rezky Akbar Tri Novan Menteri Kajian Strategis BEM UNS 2016

7 P a g e 7 Daftar Isi Halaman Depan... 1 Kata Pengantar # Daftar Isi.. 7 Eksekutif Resume 8 BAB 1: Pendahuluan BAB 2: Hasil Kajian 13 A. Kajian Anggaran Pendidikan B. Kajian Bantuan Operasional Pendidikan Tinggi.. 25 C. Kajian Uang Kuliah Tunggal D. Kajian Beasiswa BBP-PPA & PPA. 49 E. Kajian Perguruan Tinggi Berbadan Hukum 59 BAB 3: Kesimpulan & Tuntutan. 67 Daftar Pustaka. 69

8 P a g e 8 EKSEKUTIF RESUME Dunia pendidikan di Indonesia sampai saat tidak terlepas dari berbagai macam permasalahan. Khususnya di pendidikan tinggi terdapat beberapa permasalahan yang sangat krusial sehingga menyangkut hajat hidup para civitas akademika di perguruan tinggi. Beragam permasalahan tersebut seperti menurunnya anggaran pendidikan tinggi dari tahun 2015 ke 2016, tetapnya angka BOPTN ditengah-tengah bertambahnya jumlah PTN, ditiadakannya beasiswa BBP-PPA & PPA, rencana naiknya UKT yang di legalkan oleh Menristekdikti, sampai isu komersialisasi dan liberalisasi pendidikan dengan yang dilegalkan atas nama PTNBH. Pendidikan telah diamanatkan dengan jelas di Pembukaan UUD 1945 & pasal 31 UUD1945 beserta perundang-undangan lainnya yang merupakan turunan dari UUD Namun pada prakteknya berbagai macam perundang-undangan dan kebijakan dibuat tidak sebagaimana mestinya, salah satu yang masih hangat adalah di hapuskannya UU No.9 tahun 2008 mengenai BHP oleh Mahkamah Konstitusi melalui Judicial Review. Selanjutnya, Anggaran Pendidikan Tinggi di Indonesia untuk pertama kalinya sejak 5 tahun terakhir mengalami penurunan pada tahun Penurunan kurang lebih sebesar 3 Triliun akibat dampak pengalihan fokus pemerintah ke sektor pembangunan infrastruktur membuat beragam dampak dan masalah baru di dunia pendidikan tinggi, seperti tetapnya anggaran BOPTN, dihilangkannya beberapa beasiswa bagi mahasiswa dan dosen serta rencana naiknya UKT sebagai kompensasi atas kurangnya anggaran pendidikan tinggi didalam APBN tahun BOPTN di tahun 2016 diusulkan turun oleh Kemenristekdikti dari 4,5 Triliun menjadi 3,7 Triliun, walaupun pada akhirnya jumlah anggaran untuk BOPTN tetap 4,5 Triliun di tahun 2016 ini. Namun sayangnya jumlah BOPTN yang tetap ternyata tidak memperhatikan faktor bertambahnya jumlah PTN baru di Indonesia, sehingga sekali lagi banyak PTN yang harus rela berbagi dan BOPTN di masing-masing perguruan tinggi harus berkurang sehingga menambah beban operasional yang ditanggung oleh masing-masing perguruan tinggi. Lalu dampak dari anggaran pendidikan dan BOPTN yang menurun menyebabkan munculnya rencana kenaikan UKT yang dilegalisasi oleh Menristekdikti melalui Surat Edaran Dirjen Dikti nomor 800/A.A1/KU/2016 tanggal 26 Februari 2016 kepada masing-masing PTN

9 P a g e 9 untuk menaikan UKT. Belum selesai sampai disana, UKT yang sudah mulai diterapkan sejak tahun 2012 ternyata masih menimbulkan berbagai macam permasalahan dalam pelaksanaanya seperti tidak adanya transparansi UKT, tidak jelasnya penggolongan UKT, dan yang terakhir dilegalkannya pungutan lain selain UKT didalam pasal 9 permenristekdikti no.22 tahun Selanjutnya anggaran pendidikan juga berdampak pada dihilangkannya anggaran untuk beasiswa BBP-PPA & PPA yang sudah membantu sebanyak mahasiswa berprestasi dan tidak mampu namun berprestasi. Terakhir, isu komersialisasi dan liberalisasi pendidikan yang dapat dilihat dari usaha pemerintah untuk membuat suatu perguruan tinggi menjadi berbadan hukum, mulai dari status Badan Hukum Milik Negara (BHMN), Badan Hukum Pendidikan (BHP), sampai yang terakhir adalah Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH). Cara yang digunakan untuk melakukan Komersialisasi dan liberalisasi kampus semakin cerdik, di UU BHP yang sudah dinyatakan tidak berlaku, pemerintah lepas tangan sepenuhnya terhadap pendidikan mulai dari pendidikan rendah-menengah-tinggi. Setelah BHP gagal, langkah yang dilakukan yaitu dengan memberikan otonomi bagi kampus namun tetap mensubsidi kampus yang sudah PTNBH ditambah dengan embel-embel menuju World Class University. Berangkat dari 5 isu yang urgen dan krusial mengenai pendidikan tersebutlah maka dibuat kajian ini beserta 10 tuntutan yang di arahkan kepada para stakeholder Pendidikan Tinggi khususnya kepada Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang dirasa paling bertanggung jawab terhadap permasalahan Pendidikan Tinggi di Indonesia.

10 P a g e 10 BAB 1 PENDAHULUAN Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan tertinggi yang harus dilalui oleh setiap manusia untuk mendapatkan gelar diploma, sarjana, doktor sampai dengan professor. Pendidikan tinggi mempunyai fungsi dan peranan penting dalam membangun sebuah peradaban suatu bangsa, karena pendidikan tinggi merupakan sebuah kawah candradimuka dimana mahasiswa-mahasiswa di tempa dan dibentuk serta dibekali oleh ilmu pengetahuan agar siap terjun ke masyarakat dan dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada di masyarakat dengan keilmuannya tersebut. Pendidikan tinggi mempunyai 3 pedoman dasar yang harus dipegang oleh setiap insan civitas akademika, 3 pedoman dasar tersebut adalah tridharma perguruan tinggi yang terdiri dari Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Pedoman inilah yang menjadi kan pendidikan tinggi berbeda dengan pendidikan ditingkat dibawahnya seperti SD, SMP, dan SMA, karena di pendidikan tinggi, seluruh civitas akademika tidak hanya dituntut untuk melaksanakan pendidikan, namun ada juga penelitian dan pengabdian masyarkat sehingga dampak dari perguruan tinggi diharapkan besar terhadap masyarakat. Pengaturan terhadap pendidikan tinggi sudah diatur mulai dari Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945, Pasal 31 UUD 1945, lalu UU Sisdiknas, dan yang paling baru adalah UU no.12 tahun 2012 mengenai Pendidikan Tinggi beserta peraturan-peraturan turunan lainnya yang berfungsi untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai pendidikan tinggi. Namun sayangnya, pengaturan terhadap pendidikan tinggi yang dibuat oleh pemerintah seringkali menimbulkan banyak permasalahan terhadap keberjalanannya pendidikan tinggi itu sendiri, dapat dilihat berbagai macam permasalahan salah satunya adalah mekanisme pembayaran uang kuliah dari yang dulunya menggunakan sistem SPP namun sejak 2012 menjadi UKT yaitu Uang Kuliah Tunggal. Perubahan terhadap UKT menimbulkan banyak pro dan kontra, dan sudah tentu dapat diketahui bersama bahwa sudah 4 tahun sejak dilaksanakannya sistem UKT, sistem ini ternyata masih memiliki banyak sekali permasalahan yang tidak kunjung selesai seperti penggolongan, transparansi, kenaikan nilai UKT tiap tahunnya, sampai pengumutan uang selain

11 P a g e 11 UKT seperti sumbangan pengembangan institusi (SPI) yang dilegalkan langsung melalui peraturan menteri. Permasalahan pendidikan tinggi semakin bertambah pelik tatkala melihat jumlah anggaran untuk pendidikan tinggi yang semakin tahun semakin berkurang jumlahnya, belum lagi anggaran untuk BOPTN yang diusulkan dalam APBN ternyata diusulkan turun oleh Menristekdikti padahal jumlah perguruan tinggi negeri semakin bertambah. Pengurangan terhadap BOPTN akan memunculkan dampak terhadap kenaikan UKT karena operasional perguruan tinggi semakin membengkak ditengah-tengah laju inflasi Indonesia yang cukup tinggi. Penurunan jumlah anggaran pendidikan tinggi juga tentu berdampak pada pemotongan program salah satunya adalah beasiswa BBP-PPA dan PPA yang kemungkinan besar ditahun ini tidak ada, walaupun sedang diajukan didalam APBN-P. tidak adanya beasiswa BBP-PPA & PPA yang telah membantu Mahasiswa baik PTN maupun PTS disertai kenaikan UKT tentu menjadi ironi tersendiri bagi dunia pendidikan tinggi. Lalu kemana tanggung jawab pemerintah yang telah mengamanatkan pemberian beasiswa terhadap mahasiswa berprestasi dan mahasiswa tidak mampu namun berprestasi? apakah pemerintah lebih suka lepas tanggung jawab terhadap dunia pendidikan tinggi dan lebih memilih membangun infrastruktur seperti tol laut dan kereta cepat yang mana pekerjanya didatangkan dari negara asing? Selanjutnya masih ada juga permaslahan mengenai rencana komersialisasi dan liberalisasi pendidikan tinggi yang telah dilakukan pemerintah dengan beragam macam usahanya seperti membuat status BHMN (Badan Hukum Milik Negara) di awal tahun 2000, lalu diubah menjadi BHP (Badan Hukum Pendidikan) melalui UU no.9 tahun 2008 mengenai BHP. Setelah UU BHP di Judicial Review dan dinyatakan tidak berlaku lagi karena bertentangan dengan konstitusi ternyata tidak menyurutkan langkah pemerintah untuk membuat sebuah status badan hukum baru bagi perguruan tinggi yaitu dengan cara memasukkan pasal PTNBH di salah satu pasal didalam UU No.12 tahun 2012 mengenai Pendidikan Tinggi. Agar PTNBH tidak terlalu terlihat sebagai usaha komersialisasi dan liberalisasi kampus maka pemerintah mengakali dengan tetap memberikan subsidi bagi perguruan tinggi serta memberi embel-embel cikal bakal World Class University bagi perguruan tinggi yang sudah menyandang status PTNBH. Padahal PTNBH sendiri memang memberikan kewenangan dan otonomi yang seluas-luasnya bagi perguruan tinggi untuk mengelola rumah tangganya, namun perlu juga diingat jika perguruan tinggi gagal memanfaatkan

12 P a g e 12 tersebut untuk mencari dana dalam rangka menutupi biaya operasionalnya maka cara paling mudah adalah menarik biaya yang lebih besar dari mahasiswa untuk mendapatkan dana segar dengan cepat. Hal ini sudah tentu menjadikan komersialisasi pendidikan karena pendidikan tinggi hanya dapat diakses oleh calon mahasiswa yang mampu membayar uang kuliah yang ditetapkan setinggi langit tersebut, sedangkan calon mahasiswa tidak mampu silahkan menyingkir dan bekerja sebagai buruh-buruh di pabrik-pabrik ataupun pembantu rumah tangga. Beberapa permasalahan mengenai pendidikan tinggi diatas menimbulkan keresahan bagi siapapun. Belum lagi masih adanya permaslahan lain di seputar pendidikan tinggi yang tidak kalah pentingnya. Lalu mau dibawa kemanakah pendidikan tinggi di Indonesia? kemanakah pemerintah selaku pihak yang harus bertanggung jawab dan berperan besar terhadap permasalahan ini? bagaimana nantinya nasib anak bangsa yang seharusnya mendapatkan pendidikan namun tidak mampu lagi mengakses pendidikan tersebut? dan bagaimana nasib bangsa ini saat sumber daya manusia nya yang melimpah ternyata tidak memiliki kemampuan untuk mengelola sumber daya alamnya dan negaranya sendiri? Oleh karena itu, berangkat dari kegelisahan-kegelisahan diatas maka diadakannya kajiankajian terkait beberapa isu pendidikan yang dianggap paling penting untuk diselesaikan terlebih dahulu. Harapannya kajian-kajian ini nantinya dapat menjadi bahan pertimbangan bagi para stakeholder pendidikan tinggi untuk membuka mata dan kembali concern terhadap dunia pendidikan tinggi yang semakin hari semakin bermasalah.

13 P a g e 13 BAB II HASIL KAJIAN Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Sebelas Maret (BEM UNS) Surakarta selaku koordinator Isu pendidikan Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) telah melakukan berbagai macam kajian dan diskusi publik terkait permasalahan-permasalah umum yang ada di tingkat perguruan tinggi. Hal ini merupakan sikap dan tindakan atas keresahan terhadap dunia pendidikan tinggi yang dikelola dengan setengah hati oleh Kemenristekdikti selaku badan ditingkat eksekutif yang mengurusi urusan pendidikan tinggi. Berbagai permasalahan utama seperti Anggaran pendidikan tinggi yang berkurang dari tahun , BOPTN yang jumlah nya tetap namun dengan jumlah perguruan tinggi negeri yang bertambah (bahkan usulan BOPTN ditahun 2016 sempat diusulkan turun oleh Kemenristekdikti), lalu Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang berdasarkan Surat Edaran dari Dikti diusulkan setiap masing-masing Universitas menaikkan UKT, padahal transpansi UKT belum jelas lalu belum adanya perbaikan signifikan baik infrastruktur penunjang pendidikan maupun kualitas tenaga pengajar menjadi pertanyaan kemanakah Uang Kuliah Tunggal yang dibayar mahal tiap semester?, ada juga permasalahan mengenai beasiswa BBP-PPA & PPA yang tiap tahun jumlah nya selalu menurun dan bahkan isu ditiadakannya Beasiswa BBP-PPA & PPA di tahun 2016 semakin jelas sebagai dampak dari menurunnya anggaran pendidikan dari APBN, lebih lanjut lagi ternyata pemerintahan sekarang lebih gencar membangun infrastruktur seperti tol laut dan kereta cepat. Permasalahan terakhir namun bukan yang paling akhir adalah permasalahan PTNBH yaitu perguruan tinggi berbadan hukum yang memiliki kewenangan dan otonomi untuk mengurus sendiri rumah tangga universitas nya masing-masing. PTNBH memunculkan kekhawatiran akan terjadinya komersialisasi dan liberalisasi pendidikan karena munculnya PTNBH hanya berselang 2 tahun pasca digugurkannya UU No.9 tahun 2009 mengenai Badan Hukum Pendidikan (BHP) oleh Mahkamah Konstitusi melalui Judicial Review yang diajukan oleh masyarakat pada tahun Berdasarkan beberapa permasalahan utama tersebut, maka dibuatlah kajian yang komprehensif, jelas dan lugas mengenai isu-isu tersebut agar dapat menjadi bahan untuk

14 P a g e 14 mengevaluasi dan mengingatkan pemerintah bahwa permasalahan di perguruan tinggi muncul akibat ketidakmampuan pemerintah dalam mengurus urusan pendidikan tinggi. A. KAJIAN ANGGARAN PENDIDIKAN Education is the most powerful weapon which you can use to change the world. Nelson Mandela Anggaran Pendidikan merupakan dana yang diberikan Pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan Indonesia. Pendidikan itu sendiri merupakan suatu penilaian untuk menentukan kualitas sumber daya manusia di suatu negara. Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menjamin terselenggaranya pendidikan dengan kualitas yang baik demi menunjang kualitas pengetahuan serta keterampilan sumber daya manusia nya. Seperti yang tertera di UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. UUD 1945 Pasal 31 (Pendidikan dan Kebudayaan) mengatur mengenai hak dan kewajiban sebagai warga negara Republik Indonesia khususnya dalam hal dunia pendidikan dan kebudayaan. Pada ayat 2, Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Pada ayat 3, Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. Pada ayat 4, Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Ternyata pasal diatas menegaskan bahwa negara dalam hal ini pemerintah berkewajiban membiayai pendidikan anak-anak bangsa ini. 1 Pengalokasian Dana Pendidikan berdasarkan Pasal 49 UU No. 20 Tahun 2003: 1 Pasal 31 Bidang Pendidikan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 tentang Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia.

15 P a g e 15 (1) Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). (2) Gaji guru dan dosen yang diangkat oleh Pemerintah dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). (3) Dana pendidikan dari Pemerintah dan pemerintah daerah untuk satuan pendidikan diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (4) Dana pendidikan dari Pemerintah kepada pemerintah daerah diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (5) Ketentuan mengenai pengalokasian dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 2 Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggungjawab terhadap pendanaan pendidikan dalam hal menyediakan sumber pendanaan pendidikan dengan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan serta pengarahannya yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pengelolaan dana pendidikan, dan pengalokasian dana pendidikan minimal sebesar 20 % dari APBN, 20 % APBD dan hibah yang dialokasikan untuk dana penyelenggaraan pendidikan. Permasalahan yang penting untuk diperhatikan adalah alasan pemerintah untuk berupaya merealisasikan anggaran pendidikan 20% secara bertahap karena pemerintah tidak memiliki kemampuan untuk mengalokasikan 20% secara sekaligus dari APBN/APBD. Padahal kekayaan sumber daya alam baik yang berupa hayati, sumber energy, maupun barang tambang jumlahnya melimpah sangat besar. Akan tetapi, karena 2 Pasal 49 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

16 P a g e 16 selama ini penanganannya secara kapitalis, return dari kekayaan tersebut malah dirampas oleh para pemilik modal. Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional sudah jelas bahwa anggaran 20% di luar gaji guru dan pendidikan kedinasan. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 49 ayat 1 bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari anggaran pendapatan dan belanja daerah. Pada Pasal 14 Undang-Undang No. 33 tahun 2004 menjelaskan tentang Pembagian Penerimaan Negara yang berasal dari sumber daya alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) ditetapkan sebagai berikut : e. Penerimaan Pertambangan Minyak Bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan imbangan: 1. 84,5% (delapan puluh empat setengah persen) untuk Pemerintah; dan 2. 15,5% (lima belas setengah persen) untuk Daerah. f. Penerimaan Pertambangan Gas Bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan imbangan: 1. 69,5% (enam puluh sembilan setengah persen) untuk Pemerintah; dan 2. 30,5% (tiga puluh setengah persen) untuk Daerah. Serta pada Pasal 20 menjelaskan Dana Bagi Hasil dari Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf e angka 2 dan huruf f, angka

17 P a g e 17 2 sebesar 0,5% (setengah persen) dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar. 3 Kemudian pada Pasal 36 Undang-Undang No. 21 tahun 2001 dijelaskan Sekurangkurangnya 30% (tiga puluh persen) penerimaan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) huruf b angka 4) dan angka 5) dialokasikan untuk biaya pendidikan, dan sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) untuk kesehatan dan perbaikan gizi. Pada Pasal 182 (3) Undang-Undang No. 11 tahun 2006 dijelaskan Paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dialokasikan untuk membiayai pendidikan di Aceh. Pada UU APBN 2016 Pasal 1 no 41, Anggaran pendidikan adalah alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang dianggarkan melalui Kementrian Negara/Lembaga, alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah dan dana desa, dan alokasi anggaran pendidikan melalui pengeluaran pembiayaan, termasuk gaji pendidik tetapi tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah. Pasal 12 ayat 4 bagian a, Dana Alokasi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a digunakan untuk mendanai kegiatan Bidang Pendidikan sebesar Rp (dua triliun enam ratus enam puluh miliar tiga ratus empat puluh juta rupiah). Dan Pasal 20 ayat 1 dan 2 dengan rincian dana sebagai berikut: 1. Anggaran pendidikan direncanakan sebesar (empat ratus sembilan belas triliun seratus tujuh puluh enam miliar empat ratus dua belas juta tujuh ratus lima puluh enam ribu rupiah) 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah.

18 P a g e Persentase Anggaran Pendidikan adalah sebesar 20,0%, yang merupakan perbandingan alokasi anggaran pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap total APBN sebesar (dua kuadtriliun sembilan puluh lima triliun tujuh ratus dua puluh empat milyar enam ratus sembilan puluh sembilan juta delapan ratus dua puluh empat ribu rupiah). 4 KOMPONEN ANGGARAN PENDIDIKAN POSTUR ANGGARAN PENDIDIKAN TAHUN RAPBN RAPBN RAPBN PANJA Anggaran Pendidikan Melalui Belanja Pemerintah Pusat 130, , , , KEMENDIKBUD 80, ,801,4 88,3 09,1 KEMENRISTEKDIKTI - 41,507,7 49, ,25 37,00 4, , ,72 39,49 4, KEMENAG 42, , , , KEMENTRIAN/LEMBAGA LAIN 7, , , , (sumber: an% pdf) 4 Undang-Undang APBN Tahun 2016.

19 P a g e 19 Anggaran Fungsi Pendidikan (dalam triliun rupiah) Sumber : Berdasarkan Pasal 49 UU No. 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa alokasi anggaran adalah alokasi pada sektor pendidikan. dalam istilah pengangggaran, sektor sepadan dengan fungsi dan hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 101/PMK.02/2011 tentang Klasifikasi Anggaran. Jika menurut fungsi, merinci anggaran belanja berdasarkan fungsi dan sub fungsi. Fungsi sendiri memiliki arti perwujudan pembangunan nasional. Subfungsi merupakan penjabaran lebih lanjut dari fungsi itu sendiri. Klasifikasi Anggaran menurut fungsi yang berlaku ini ada 11 fungsi, yaitu: 1. Pelayanan Umum 2. Pertahanan

20 P a g e Ketertiban dan Keamanan 4. Ekonomi 5. Lingkungan Hidup 6. Perumahan dan Fasilitas Umum 7. Kesehatan 8. Pariwisata 9. Agama 10. Pendidikan dan Kebudayaan 11. Perlindungan Sosial Anggaran Pendidikan per sub Fungsi Tahun Sumber : Dasar-Dasar Praktik Penyusunan APBN di Indonesia Edisi II Hal 232 Anggaran pendidikan dasar mengalami kenaikan setiap tahunnya pada era pemerintahan SBY, dan mengalami penurunan pada tahun 2016 menjadi T dari tahun sebelumnya yang mencapai ,30 T. Sementara anggaran pendidikan tinggi untuk kemenristekdikti pada tahun 2015 ke tahun 2016 mengalami penurunan dari ,7 T ke angka ,50 T. Ada 17 Kementrian yang masuk kedalam anggaran pendidikan untuk Kementrian Negara/Lembaga lainnya.

21 P a g e 21 Anggaran pendidikan dilakukan tiga jalur : a. Anggaran Pendidikan Melalui belanja Pemerintah Pusat Alokasi ini digunakan untuk penyediaan beasiswa untuk siswa/mahasiswa kurang mampu, rehabilitasi ruang kelas, pembangunan unit sekolah baru dan ruang kelas baru, serta pembangunan prasarana pendukung dan pemberian tunjangan profesi guru. b. Anggaran pendidikan melalui Transfer ke Daerah Alokasi ini digunakan untuk : - Bagian anggaran pendidikan dalam DBH terdiri atas bagian DBH pertambangan minyak bumi dan gas bumi. Penghitungan DBH pendidikan tersebut berdasarkan pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Dana Bagi Hasil dari Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf e angka 2 dan huruf f angka 2 sebesar 0,5% (setengah persen) dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar. - Bagian anggaran pendidikan dalam DAU terdiri atas DAU untuk gaji pendidik dan DAU untuk non gaji. - Bagian anggaran pendidikan dalam DAK ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Pemerintah dengan DPR. - Bagian anggaran pendidikan dalam otonomi khusus dihitung berdasarkan pasal 36 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua dan pasal 182 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. - Bagian anggaran pendidikan dalam dana penyesuaian antara lain terdiri atas tunjangan profesi guru, dana tambahan penghasilan guru Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD), dan bantuan operasional sekolah (BOS) yang penghitungannya bersumber dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta dana insentif daerah yang penggunaannya ditujukan

22 P a g e 22 terutama untuk pelaksanaan fungsi pendidikan yang dialokasikan kepada daerah dengan mempertimbangkan kriteria tertentu. - Pemerintah pusat telah melaksanakan amanat UUD 1945 dan UU no.20 tahun 2003 yang mewajibkan mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20% dari belanja negara. - Alokasi anggaran pendidikan merupakan alokasi anggaran pada klasifikasi fungsi pendidikan yang terdiri dari sub fungsi Pendidikan anak usia dini, Pendidikan dasar, Pendidikan Menengah, Pendidikan Non Formal dan Informal, Pendidikan kedinasan, Pendidikan Tinggi, Pelayanan Bantuan Terhadap Pendidikan, Pendidikan Keagamaan, Litbang Pendidikan, Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga dan Pendidikan Lainnya. - Dalam penyaluran alokasi dana pendidikan dilakukan melalui kementerian negara/lembaga, alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah, dan alokasi anggaran pendidikan melalui pengeluaran pembiayaan. Dari tahun , alokasi anggaran pendidikan pada transfer ke daerah juga mengalami perkembangan yang sangat signifikan, yaitu dari Rp127,7 triliun pada tahun 2010 menjadi Rp254,9 triliun pada tahun Alokasi anggaran pendidikan pada transfer ke daerah sebagian besar disalurkan melalui DAU, Tunjangan Profesi Guru dan BOS. c. Anggaran Pendidikan melalui Pengeluaran Pembiayaan Anggaran ini selanjutnya disebut sebagai Dana Pengembangan Pendidikan Nasional (DPPN) yang terdiri atas Dana Abadi Pendidikan (Endowment Funds) dan Dana Cadangan Pendidikan. Dana tersebut akan dikelola oleh BLU bidang pendidikan yaitu Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang merupakan satker dari KEMENKEU. Dasar hukum Pengelolaan DPPN tersebut diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 238/PMK.05/2010 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Endowment Fund dan Dana Cadangan Pendidikan. Pengertian Dana Abadi Pendidikan (Endowment Fund) adalah Dana Pengembangan Pendidikan

23 P a g e 23 Nasional yang dialokasikan dalam APBN dan/atau APBN-P yang bertujuan untuk menjamin keberlangsungan program pendidikan bagi generasi berikutnya sebagai bentuk pertanggungjawaban antargenerasi (intergenerational equity). Dasar hukum Pengelolaan DPPN tersebut diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 238/PMK.05/2010 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Endowment Fund dan Dana Cadangan Pendidikan. Pengertian Endowment Fund adalah Dana Pengembangan Pendidikan Nasional yang dialokasikan dalam APBN dan/atau APBN-P yang bertujuan untuk menjamin keberlangsungan program pendidikan bagi generasi berikutnya sebagai bentuk pertanggungjawaban antargenerasi (intergenerational equity). 5 Berikut Rincian dana anggaran pendidikan tinggi yang digunakan Kemenristekdikti tahun 2016: (sumber : kemenristekdikti) 5 Diakses 21 april 22.05

24 P a g e 24 Jika dilihat dari tahun ke tahun, anggaran pendidikan memang mengalami kenaikan. Tahun 2013, Pemerintah menetapkan anggaran pendidikan sebedar Rp. 345,335 Trilun atau mengalami kenaikan dari sebelumnya sebesar Rp. 336,848 Triliun. Pada tahun 2014, anggaran fungsi pendidikan meningkat menjadi Rp. 371,2 Triliun. Anggaran terus naik pada tahun 2015 yang mencapai Rp. 404 Triliun dan pada saat itu, presiden berjanji pemerintah terus berupaya meningkatkan anggaran pendidikan setiap tahun nya. Dan pada laporan APBN 2016, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mendapatkan pagu anggaran Rp. 49,23 Triliun dari sebelumnya Rp. 53,27 Triliun. Kemudian, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang mendapatkan pagu anggaran sebesar Rp. 37,98 Triliun dari sebelumnya Rp. 43,79 Triliun. Kementerian Agama pun mengalami penurunan pagu anggaran menjadi Rp. 58,48 Triliun dari sebelumnya Rp. 60,28 Triliun. 6 Berdasarkan arah kebijakan dan sasaran-sasaran yang dikemukakan Presiden Joko Widodo (Jokowi), anggaran belanja negara dalam RAPBN tahun 2016 dialokasikan sebesar Rp2.121,3 triliun yang terdiri dari belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp1.339,1 triliun, yang mencakup belanja Kementerian/Lembaga sebesar Rp780,4 triliun dan belanja Non-Kementerian/Lembaga sebesar Rp558,7 triliun, serta alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebesar Rp782,2 triliun. Pemerintah terus mendorong pertumbuhan infrastruktur tahun depan. Untuk itu, anggaran difokuskan lebih banyak pada kementerian teknis yang membangun infrastruktur tersebut. Pemerintah tetap memfokuskan kepada program-program sosial seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Kebijakan untuk lebih fokus membangun infrastruktur ternyata menuai banyak kritik dari kalangan pendidikan. Dengan anggaran pendidikan yang menurun untuk tahun 2016, berdampak pada kenaikan UKT, anggaran beasiswa, dan banyak lagi dana pendidikan yang harus dinaikan dan dihilangkan karena pengurangan anggaran pendidikan sehingga banyak yang harus terkorbankan. Namun pemerintah tetap harus menyadari turun. 7 Ibid.

25 P a g e 25 bahwa kemampuan dari setiap murid dan mahasiswa berbeda-beda dan anggaran pendidikan sangat membantu sekali untuk meringankan beban biaya pendidikan yang harus dibayarkan oleh murid dan mahasiswa. Pemerintah harus menyadari bahwa pendidikan penting adanya dan pendidikan yang membentuk karakter bangsa serta yang menentukan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Sebaiknya dana pendidikan tidak diturunkan mengingat jumlah sekolah dan perguruan tinggi yang setiap tahun nya bertambah serta jumlah siswa dan mahasiswa yang juga bertambah. B. KAJIAN BANTUAN OPERASIONAL PERGURUAN TINGGI NEGERI (BOPTN) Setiap universitas yang ada di Indonesia pasti akan melakukan berbagai macam cara dalam mengembangkan, merawat dan menjaga kelangsungan proses belajar mengajar. Tentu dalam pengupayaan berbagai hal itu diperlukan dana yang besar pula. Dana yang besar ini berdampak pada mahasiswa, pasalnya mahasiswa diberatkan pada tanggungan biaya kuliahnya, terlebih pada golongan menengah kebawah. Salah satu upaya pemerintah dalam mengantisipasi mahalnya biaya pendidikan perguruan tinggi adalah menetapkan tidak adanya kenaikan uang kuliah (SPP) dan menggunakan Uang Kuliah Tunggal (UKT) pada perguruan tinggi negeri yang mulai berlaku mulai tahun akademik 2012/2013. Selain itu pemerintah juga memberikan dana bantuan operasional kepada setiap universitas yang biasa disebut dengan BOPTN. BOPTN atau Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri merupakan bantuan biaya kuliah yang diberikan oleh Pemerintah kepada perguruan-perguruan tinggi negeri di Indonesia yang digunakan untuk membiayai kekurangan biaya operasional yang sesuai dengan standar pelayanan minimum. BOPTN merupakan bantuan pemerintah yang digunakan untuk membantu biaya pengeluaran Perguruan Tinggi yang memiliki dasar hukum, yaitu : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

26 P a g e 26 Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. 4. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara. 5. Peraturan Presiden Nomor 24 tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara. 6. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Kabinet Indonesia Bersatu II sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 61/P Tahun Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 58 Tahun 2012 tentang Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Yang Diselenggarakan Oleh Pemerintah. 8. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 108 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 58 Tahun 2012 tentang Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Yang Diselenggarakan Oleh Pemerintah. 9. Surat Keputusan Dirjen Pendidikan Tinggi Kemdikbud RI Nomor 15/DIKTI/Kep/2013 tentang Pengelolaan Bantuan Operasional PTN untuk Penelitian. 10. Pasal 2 permenristekdikti no.6 tahun 2016 Berdasarkan kepada pasal 2 permenristekdikti no.6 tahun 2016 disebutkan bahwa BOPTN digunakan untuk : a. Pelaksanaan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, dimana diharapkan dengan diberikannya dana BOPTN ini akan memicu semangat para dosen untuk

27 P a g e 27 semakin memperbanyak penelitian yang bermutu sesuai kompetensi sehingga akan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia. b. Biaya pemeliharaan pengadaan, termasuk pemeliharaan gedung, bangunan, lingkungan dan prasarana lain yang akan menunjang terjadinya proses belajar mengajar yang kondusif. c. Penambahan bahan praktikum/kuliah, dimana mencakup bahan habis pakai seperti di laboratorium, kelas, administrasi pendidikan, kegiatan akademik dan non akademik. d. Bahan pustaka, seperti memperbanyak buku-buku ilmiah dan jurnal-jurnal, pembelian CD ROM, langganan jurnal, dan sebagainya untuk semakin mempermudah dalam mencari referensi dan tambahan ilmu. e. Penjaminan mutu, dimana bertujuan untuk mencapai akreditasi A (Nasional) dan akreditasi Internasional, termasuk untuk biaya penyusunan dokumen, konsultan ISO dan sertifikasi ISO ke lembaga Sertifikasi. Bagi Perguruan tinggi yang terdapat program studi vokasi atau diploma, perlu melakukan sertifikasi kompetensi mahasiswa. f. Pelaksanaan kegiatan kemahasiswaan, banyak kegiatan mahasiswa baik yang berhubungan dengan kepemimpinan maupun yang berhubungan dengan olah raga membutuhkan dana yang mencukupi jalannya kegiatan kemahasiswaan tersebut. kegiatan kemahasiswaan yang termasuk kewirausahaan bagi mahasiswa juga perlu untuk didukung dan didanai. g. Pembiayaan langganan daya dan jasa, seperti langganan listrik dan langganan internet. h. Pelaksanaan kegiatan penunjang, seperti pengembangan kurikulum, pengembangan SDM, pengembangan metode belajar, seminar, lokakarya, dan lain-lain memainkan peranan sangat penting bagi keberhasilan perguruan tinggi dalam memberikan layanan pendidikan tinggi yang memuaskan. i. Pengembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran, digunakan untuk pemeliharaan hardware, pengembangan software dan sistem jaringan, materi pembelajaran (handout, modul, animasi, audio visual) dan perangkat evaluasi (kuis, soal ujian, tugas mandiri, teleconference)

28 P a g e 28 j. Honor dosen dan tenaga kependidikan non pegawai negeri sipil, k. Pengadaan dosen tamu l. Pengadaan sarana dan prasarana sederhana, Belanja ini digunakan untuk pengadaan sarana dan prasarana dengan kriteria: 1. Melanjutkan atau menyelesaikan pembangunan gedung penunjang kegiatan tridharma perguruan tinggi dengan nilai maksimum Rp ,- per unit, maksimum 2 unit 2. Rehabilitasi atau pemeliharaan gedung dengan nilai maksimum Rp ,- per paket, maksimum 2 paket 3. Perbaikan atau pembenahan tata ruang/halaman/taman dengan total nilai keseluruhan paket maksimum Rp ,- 4. Pembelian peralatan laboratorium dengan total nilai keseluruan paket maksimum Rp ,- 5. Untuk PTN dengan alokasi BOPTN sampai dengan Rp ,- maka Total Nilai Sarpras Sederhana maksimum 20% dari Total Nilai BOPTN 6. Untuk PTN dengan alokasi BOPTN lebih besar Rp ,-, tetapi lebih kecil Rp ,-, maka Total Nilai Sarpras Sederhana maksimum 15 % dari Total Nilai BOPTN 7. Untuk PTN dengan alokasi BOPTN lebih besar Rp ,-, maka Total Nilai Sarpras Sederhana maksimum 10% dari Total Nilai BOPTN m. Satuan pengawas internal n. Pembiayaan rumah sakit perguruan tinggi negeri, dimana untuk menunjang proses belajar mengajar yang berkaitan dengan kedokteran, maka dana BOPTN dapat digunakan untuk membayar biaya rumah sakit miliki perguruan tinggi. o. Kegiatan lain yang merupakan prioritas dalam rencana strategis perguruan tinggi masing-masing Berdasarkan pasal 3 Permenristekdikti no.6 tahun 2016perana BOPTN ini Tidak Boleh digunakan untuk : a. Belanja modal dalam bentuk investasi fisik berupa gedung baru dan peralatan skala besar,

29 P a g e 29 b. Tambahan insentif mengajar untuk pegawai negeri sipil c. Tambahan insentif dan honor untuk pejabat administrasi, pejabat fungsional, dan pejabat pimpinan tinggi yang berstatus pegawai negeri sipil d. Kebutuhan operasional untuk manajemen. Pemerintah memiliki dasar yang digunakan untuk mengalokasikan besaran BOPTN yang akan diberikan kepada setiap perguruan tinggi, yaitu : a. PNBP per mahasiswa (S1 dan Diploma) b. Proporsi Bidik Misi terhadap jumlah mahasiswa, sebagaimana yang telah ditetapkan pemerintah, maka setiap universitas wajib menyediakan kuota 20% dari total mahasiswa perguruan tinggi tersebut, maka pemberian besaran BOPTN juga didasarkan dari banyaknya jumlah mahasiswa suatu perguruan tinggi yang memperoleh bidik misi. c. Proporsi PNBP non tuition, besarnya PNBP menunjukkan kemampuan perguruan tinggi untuk mengelola dan menyediakan layanan pendidikan tinggi bagi stakeholder, maka besaran BOPTN juga didasarkan pada presentase tertentu besaran PNBP. d. Indeks terhadap Jenis/Karakteristik Prodi, kebutuhan biaya setiap program studi berbeda-beda sehingga untuk mempermudah pendekatan tersebut maka program studi telah dikelompokkan sebagai berikut, 1. Prodi dengan metode pembelajaran berbasis klinik seperti kedokteran, farmasi, dll. 2. Prodi dengan metode pembelajaran berbasis laboratorium seperti teknik, sains, kedokteran pre-klinik. 3. Prodi dengan metode pembelajaran berbasis laboratorium seperti studio, kuliah lapangan misalnya arsitektur, desain, dll. e. Akreditasi Program Studi, Berdasarkan pasal 4 permenristekdikti nomor 6 tahun 2016, menetapkan BOPTN diberikan kepada perguruan tinggi negeri dengan mempertimbangkan kriteria:

30 P a g e 30 a. biaya pendidikan yang dibutuhkan untuk mahasiswa program diploma dan program sarjana b. jumlah penerimaan negara bukan pajak yang bersumber dari mahasiswa program diploma dan program sarjana c. kinerja perguruan tinggi d. jumlah mahasiswa program diploma dan program sarjana. Dari penjelasan yang telah disebutkan, terdapat perbedaan pengalokasian dana BOPTN di setiap perguruan tinggi di Indonesia. Walaupun terdapat beberapa alasan mengapa alokasi dana BOPTN berbeda-beda, namun status perguruan tinggi negeri juga mempengaruhi. Seperti yang diketahui, di Indonesia telah diterapkan system status perguruan tinggi negeri yang terbagi menjadi 3 yaitu Badan Layanan Umum (BLU), Satuan Kerja (SATKER), dan Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH). BLU menurut Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2005 Pasal 1 adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Kemudian SATKER, memiliki pengertian bahwa Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang yang merupakan bagian dari suatu unit organisasi pada Kementerian Negara/Lembaga yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu program. Lalu status yag terakhir yakni PTN BH, yakni perguruan tinggi negeri yang berstatus badan hukum memiliki hak dan kekuasaan untuk menentukan arah penyelenggaraan pendidikan tinggi serta mempunyai kewenangan untuk mengelola keungannya secara otonom (mandiri) tanpa ada campur tangan pihak lain. Dana BOPTN ini pun juga akan terproporsi sesuai dengan masing-masing status perguruan tinggi tersebut. Proporsi tersebut mencangkup kebutuhan masing-masing kampus, pencapaian mutu, akreditasi, jumlah mahasiswa dan indeks kemahalan wilayah kampus. Selain itu, ada juga beberapa universitas yang digadang untuk masuk dalam prestasi dunia (World Class University), sehingga kucuran dana yang diterima akan lebih besar untuk mencapai target tersebut.

31 P a g e 31 Dibawah ini akan dipaparkan beberapa perbandingan jumlah dana BOPTN yang diberikan kepada setiap perguruan tinggi dari masing-masing status ini, seperti berikut: No Nama Universitas Status Jumlah BOPTN 1 Universitas Negeri Jakarta Badan Layanan 2014 = 33 Milliar Umum (BLU) 2015 = 34,6 Milliar 2 Universitas Sebelas Maret Surakarta Badan Layanan 2012 = 26 Milliar Umum (BLU) 2013 = 43 Milliar 2015 = 50,1 Milliar 2016 = 41,3 Milliar 3 Universitas Andalas Padang Badan Layanan 2015 = 71 Milliar Umum (BLU) 2016 = 59 Milliar 4 Institute Teknologi Bandung (ITB) PTNBH 2013 = 176,8 Milliar 2014 = 165 Milliar 2015 = 233 Milliar 2016 = 217 Milliar 5 Universitas Indonesia PTNBH 2013 = 220 Milliar 2014 = 226,7 Milliar 2015 = 220 Milliar 2016 = 245 Milliar Anggaran BOPTN setiap tahun selalu mengalami perubahan. Pada tahun 2013, besaran BOPTN yang diberikan sejumlah 1,5 Triliun Rupiah, sementara pada tahun 2014 sebesar 3 Triliun dan tahun 2015 sebesar 4,5 Triliun. Sedangkan untuk tahun ini, pemerintah

32 P a g e 32 mengusulkan akan memberikan dana BOPTN sebesar 3,7 triliun, namun akhirnya di koreksi menjadi sama seperti tahun lalu yaitu sebesar 4,5 Triliun. Hal ini disebabkan oleh janji pemerintahan Jokowi-JK yang lebih mementingkan sektor infrastruktur seperti tol laut, pelabuhan baru, bandara, jaringan kereta api dan lain sebagainnya, sehingga menyebabkan banyaknya pengalihan alokasi anggaran kepada sektor infrastruktur salah satunya adalah anggaran pendidikan tinggi yang tahun ini berkurang sebesar 3 Triliun rupiah Anggaran BOPTN Anggaran BOPTN Rencana anggaran BOPTN pada tahun 2016 jika turun, dimana pada 3 tahun sebelumnya mengalami kenaikan akan mengakibatkan banyak dampak pada operasional Pendidikan Tinggi salah satunya adalah naiknya uang kuliah tunggal yang harus dibayarkan oleh mahasiswa. Rencana pemotongan sebesar 800 Miliar ini tentu akan memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap jumlah BOPTN yang diperoleh oleh masing-masing perguruan tinggi. Pemotongan jumlah BOPTN akan berdampak pada pemotongan anggaran di setiap perguruan tinggi yang akan berpengaruh negatif terhadap kurangnya biaya diberbagai sektor. Beberapa alasan mengapa BOPTN tidak boleh turun yaitu :

33 P a g e Bila BOPTN turun, secara otomatis perguruan tinggi harus mencari biaya tambahan sendiri. Cara yang paling mudah bagi perguruan tinggi adalah dengan menaikkan uang kuliah tunggal mahasiswa dimana nilai UKT dapat naik drastis, padahal tidak semua mahasiswa mampu untuk membayar peningkatan tagihan bayaran ini, terutama untuk kalangan menengah ke bawah. 2. Perguruan tinggi akan mengomersialkan pendidikan dengan mengutamakan mahasiswa mampu. Hal ini semata-mata dalam rangka menutupi biaya operasional yang begitu minim dianggarkan oleh pemerintah pusat. Dengan demikian, akses bagi penduduk Indonesia khususnya untuk kaum ekonomi lemah untuk bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi akan semakin sempit. Padahal sesuai dengan amanat Pembukaan UUD 1945 beserta UUD 1945 pasal 31, semua warga yang ada di Indonesia berhak untuk mengenyam pendidikan, karena pendidikan adalah tanggung jawab pemerintah. 3. BOPTN tak boleh turun terkait dengan 36 fasilitas perguruan tinggi baru yang akan dibangun pemerintah yang meliputi univeritas, institut, dan politeknik yang tersebar di seluruh Indonesia. Fasilitas pendidikan yang baru berdiri tentu membutuhkan bantuan dana untuk operasional dan riset. 4. Proses dan kebutuhan dalam keberlangsungan belajar mengajar akan terganggu, pasalnya dana yang berjalan akan dibatasi dalam penggunaannya, sehingga sarana prasarana akan serba terbatas. Hal ini akan berdampak pada kualitas pendidikan yang ada di perguruan tinggi, maka keinginan pemerintah agar ada universitas di Indonesia yang masuk dalam prestasi dunia akan terhambat. Melihat dampak yang akan ditimbulkan dari adanya pengurangan BOPTN ini, maka sudah selayaknya pemerintah menaikkan dana BOPTN pada setiap tahunnya atau disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing universitas agar tercapainya peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.

34 P a g e 34 C. KAJIAN UANG KULIAH TUNGGAL (UKT) Uang Kuliah Tunggal atau lazim disebut UKT merupakan suatu sistem pembayaran uang kuliah pada Perguruan Tinggi Negeri (PTN) pengganti dari sistem pembayaran dengan uang pangkal. Dimana penerapan uang pangkal pada setiap fakultas dan universitas berbeda-beda, perbedaaan signifikan terjadi antara mahasiswa regular dengan yang non regular. Pengalokasian dana dari uang pangkal yang tidak jelas juga menjadi alasan penghapusan uang pangkal. UKT adalah suatu sistem pembayaran uang kuliah yang dibebankan kepada mahasiswa untuk diringkas menjadi satu kali pembayaran tiap semester hingga lulus, tanpa ada pungutan lain selain pembayaran tertentu seperti pembayaran Kuliah Kerja Nyata (KKN), uang praktikum dan lain sebagainya. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU PT) menjadi acuan pemerintah untuk menerapkan sistem pembayaran UKT. Berdasarkan ketentuan Pasal 88 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Menteri berwenang menetapkan standar satuan biaya operasional Pendidikan Tinggi yang menjadi dasar perguruan tinggi negeri dalam menetapkan biaya yang ditanggung oleh mahasiswa. Sesuai dengan ketentuan ayat (4) Pasal 88 tersebut, bahwa biaya yang ditanggung oleh mahasiswa harus disesuaikan dengan kemampuan ekonomi mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya. Dengan alasan meringankan beban mahasiswa terhadap pembiayaan pendidikan, Pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh pada 23 Mei 2013 telah mengeluarkan ketetapan mengenai besarnya Biaya Kuliah Tunggal (BKT) dan Uang Kuliah Tunggal (UKT) pada Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). 8 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2013 tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal Pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan, menjadi produk hukum pertama dari 8 Muhammad Yuliawan, Download Permendikbud No.55 Tahun 2013 Tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal, diakses dari pada tanggal 22 April 2016 pukul WIB.

35 P a g e 35 Kemendikbud yang mengatur permasalahan UKT. Dimana UKT ini merupakan sebagian dari Biaya Kuliah Tunggal (BKT) yang ditanggung setiap mahasiswa berdasarkan kemampuan ekonominya. Pada awal diberlakukannya kebijakan ini, sudah muncul pro dan kontra. Sekilas memang sistem pembayaran ini lebih ringan dibandingkan pembayaran uang pangkal yang terkesan lebih memberatkan di awal perkuliahan. Mahasiswa kurang mampu pun dapat tertolong karena tidak harus membayar uang pangkal yang tidak sesuai dengan keadaan ekonomi mereka Namun beberapa mahasiswa justru merasa sistem ini lebih memberatkan, karena dengan adanya UKT maka besaran uang kuliah per semester bertambah besar di mana biasanya hal ini hanya mereka alami di awal perkuliahan. Jika pada saat pembayaran dengan sistem uang pangkal mahasiswa membayar dengan jumlah besar di awal perkuliahan (dalam hitungan jutaan), kemudian per semester mereka tinggal membayar ratusan ribu atau paling tidak membayar dalam jumlah kecil. 9 Lebih jelasnya dalam Permendikbud Nomor 55 Tahun 2013 tersebut, menjelaskan mengenai apa itu BKT & UKT. Tertuang dalam Pasal 1, ada empat (4) penjelasan mengenai UKT yaitu: (1) Biaya kuliah tunggal merupakan keseluruhan biaya operasional per mahasiswa per semester pada program studi di perguruan tinggi negeri. (2) Biaya kuliah tunggal digunakan sebagai dasar penetapan biaya yang dibebankan kepada mahasiswa masyarakat dan Pemerintah. (3) Uang kuliah tunggal merupakan sebagian biaya kuliah tunggal yang ditanggung setiap mahasiswa berdasarkan kemampuan ekonominya. (4) Uang kuliah tunggal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan berdasarkan biaya kuliah tunggal dikurangi biaya yang ditanggung oleh Pemerintah Dalam pelaksanaannya UKT dihitung berdasarkan BKT. BKT adalah Biaya Kuliah Tunggal yang berarti biaya yang diperlukan setiap mahasiswa dalam pelaksanaan 9 KASKUS KEMENJAKPUS BEM KM IPB, UKT = Uang Kuliah Tunggal, diakses dari pada tanggal 22 April 2016 pukul WIB.

36 P a g e 36 pendidikan di setiap semesternya. Berdasarkan Permendikbud no. 55 tahun 2013 pada pasal 1 ayat 3 disebutkan juga bahwa UKT adalah sebagian dari BKT yang ditanggung mahasiswa berdasakan kemampuan ekonominya dan disampaikan pula di ayat lain bahwa UKT ditetapkan berdasarkan BKT dikurangi BOPTN, dengan BOPTN adalah biaya yang ditanggung pemerintah. Pengertian lain dari UKT adalah besarnya biaya kuliah yang ditanggung oleh setiap mahasiswa berdasarkan pada tingkat kemampuan ekonomi orang tuanya. Hal ini menyebabkan adanya sistem penggolongan UKT di mana ada pengelompokan besaran UKT sesuai dengan pengahasilan masing-masing orang tua. 10 Dalam penerapan Uang Kuliah Tunggal sebagaimana dimaksud ditentukan berdasarkan kelompok kemampuan ekonomi masyarakat yang dibagi dalam 5 (lima) kelompok dari yang terendah hingga yang tertinggi, yaitu Kelompok I, II, III, IV, dan V. Berikut penggolongan/pengelompokan UKT berdasarkan pendapatan : Kelompok I : Penghasilan Kelompok II : < Penghasilan Kelompok III : < Penghasilan Kelompok IV : < Penghasilan Kelompok V : Penghasilan > Golongan UKT per semester tersebut memiliki besaran yang berbeda-beda tergantung pada tiap-tiap fakultas. 11 Kemungkinan drop out juga semakin lebar ketika mahasiswa tidak dapat membayar UKT di semester tersebut. Mahasiswa yang cuti dan tingkat atas juga tetap membayar UKT meskipun tidak mengambil mata kuliah. Untuk mahasiswa cuti membayar kisaran 25% sedangkan mahsiswa tingkat atas yang tinggal menunggu sidang misalnya harus membayar penuh UKT semester berikutnya. Tujuan pemerintah memberlakukan sistem ini memang untuk meringankan beban mahasiswa. Hal ini dilatarbelakangi dengan besaran uang pangkal yang sangat berbeda di setiap perguruan tinggi dan BOPTN yang diterima pun berbeda-beda ditambah lagi dengan 10 Ibid. 11 Danang Dirgantara, Sistem Baru UKT, Orangtua Tak Perlu Takut Biaya Mahal di Perguruan Tinggi Negeri (PTN), diakses dari pada tanggal 22 April 2016 pukul WIB.

37 P a g e 37 berubahnya status beberapa perguruan tinggi menjadi PTN-BH. Perubahan status ini membuat perguruan tinggi yang bersangkutan memiliki kebebasan dan wewenang untuk mengelola keuangannya sendiri termasuk menarik uang pangkal sesuai ketentuan mereka. Wewenang ini dimanfaatkan oleh pihak universitas untuk menarik uang dari mahasiswa sebesar-besarnya untuk memenuhi kebutuhan perguruan tinggi. Pegantian tahun membuat perlu adanya perubahan ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal di Permendikbud Nomor 55 Tahun 2013 tersebut, Kemendikbud akhirnya mengundangkan peraturan menteri baru guna mengaturan permasalahan tersebut. Adalah Permendikbud Nomor 73 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 55 Tahun 2013 tentang Biaya Kuliah Tunggal Dan Uang Kuliah Tunggal Pada Perguruan Tinggi Negeri Di Lingkungan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan. Perubahan dalam pasal-pasal tersebut diantaranya membahas mengenai: Pengaturan mengenai beberapa perubahan ketentuan; Penambahan BKT dan UKT untuk tahun angkatan 2014/15; Penambahan ketentuan mengenai BKT dan UKT bagi PTNBH pada tahun 2014/15; dan Penambahan golongan dari V golongan menjadi VIII penggolongan. Dalam perkembangannya, Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang semula diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) pada masa kabinet Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, berubah pada tahun 2015 pada masa Kabinet Kerja (Kabinet Pemerintahan Presiden Jokowi), kedudukan, tugas dan fungsi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengenai Pendidikan Tinggi dicabut dan dialihkan ke Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Oleh karena hal tersebut, maka Kemenristekdikti mempunyai tugas dan wewenang untuk mengatur segala hal tentang Pendidikan Tinggi, tak terkecuali mengenai UKT. Pada 4 (empat) Agustus 2015, diundangkanlah Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) Nomor 22 Tahun 2015 tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah. Permenristekdikti Nomor 22 Tahun 2015 tersebut merupakan satu-satunya pengaturan mengenai BKT dan UKT pada PTN.

38 P a g e 38 Biaya Kuliah Tunggal (BKT) adalah keseluruhan biaya operasional mahasiswa per semester pada program studi di PTN. BKT digunakan sebagai dasar penetapan biaya yang dibebankan kepada masyarakat dan Pemerintah. Penetapan UKT dengan memperhatikan Biaya Kuliah Tunggal, UKT tersebut terdiri atas beberapa kelompok yang ditentukan berdasarkan kemampuan ekonomi mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1) Permen tersebut. Pengaturan kelompok/golongan dalam UKT diatur lebih jelas dalam Permenristekdikti ini, yaitu diatur dalam Pasal 3 ayat (2) yang berbunyi, Pengelompokan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh PTN kepada Menteri untuk ditetapkan. Sebelumnya dalam pengaturan UKT yang diatur dalam Permendikbud tidak mencantumkan perihal tersebut. Pada tahun ketiga penerapan UKT bagi PTN di lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi ini penggolongan UKT masih seperti penggolongan UKT pada Permendikbud Nomor 73 Tahun 2014, yaitu sebanyak VIII golongan. Terjadi perubahan ketentuan mengenai pembagian golongan I dan II yang termuat dalam Pasal 5 ayat (1) dan (2) yang berbunyi: (1) UKT kelompok I sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III diterapkan kepada paling sedikit 5% (lima persen) dari jumlah mahasiswa yang diterima di setiap Program Studi pada setiap PTN. (2) UKT kelompok II sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III diterapkan kepada paling sedikit 5% (lima persen) dari jumlah mahasiswa yang diterima di setiap Program Studi pada setiap PTN. Berbeda dengan pengaturan dalam peraturan-peraturan sebelumnya, dalam Permenristekdikti Nomor 22 Tahun 2015 ini mengubah ketentuan mengenai kelompok I dan II yang semula diterapkan paling sedikit 5 (lima) persen dari jumlah mahasiswa yang diterima di setiap perguruan tinggi negeri (baik dalam Permendikbud Nomor 55 Tahun 2013 maupun Permendikbud Nomor 73 Tahun 2014) menjadi paling sedikit 5% (lima persen) dari jumlah mahasiswa yang diterima di setiap Program Studi pada setiap PTN. Namun kenyataannya saat ini PTN-PTN tidak terdapat kejelasan mengenai kuota 5% (lima persen) tersebut.

39 P a g e 39 Mengenai terdapatnya kesalahan dalam pemberlakuan UKT, maka pemimpin masing-masing PTN dapat melakukan penatapan ulang terhadap kesalahan tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 6 ayat (1) Pemimpin PTN dapat melakukan penetapan ulang pemberlakuan UKT terhadap mahasiswa apabila terdapat: a. ketidaksesuaian kemampuan ekonomi mahasiswa yang diajukan oleh mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya; dan/atau b. pemutakhiran data kemampuan ekonomi mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya. Berbicara mengenai sistem keringanan UKT, sekarang hanya diatur menurut ketentuan dalam peraturan masing-masing PTN karena perbedaan dalam sistem tata kelola dan otonomi pada tiap-tiap PTN. Perbedaan penerapan BOPTN tiap PTN satuan kerja, PTN badan layanan umum (PTN BLU), dan PTN Badan Hukum (PTNBH) juga menjadi permasalahan dalam penerapan UKT yang berdampak juga dalam sistem keringanan UKT. Sistem keringanan UKT yang tidak jelas menyebabkan orang tua mahasiswa mengalami banyak kesulitan dalam membiayai biaya kuliah anaknya. Oleh karena itu perlu kiranya Kemenristekdikti membuat suatu ketentuan secara umum tentang bagaimanakah pengaturan keringanan UKT pada masing-masing PTN. Sehingga apabila ada mahasiswa yang sebelumnya mampu, namun dalam keberlangsungan perkuliahannya mengalami suatu masalah yang menyebabkannya kesulitan untuk membayar biaya perkuliahan bisa menjamin kepastian hukumnya. Seperti pertimbangan kemenristekdikti dalam membuat Permenristekdikti Nomor 22 Tahun 2015 poin c, yang menginginkan adanya kepastian hukum dalam penetapan biaya yang ditanggung oleh mahasiswa. 12 Berdasarkan ketentuan Pasal 8 Permenristekdikti Nomor 22 Tahun 2015 PTN dilarang memungut uang pangkal dan/atau pungutan lain selain UKT dari mahasiswa baru Program Sarjana dan Program Diplom. Namun PTN menurut Pasal 9, diberi kewenangan untuk dapat memungut uang pangkal dan/atau pungutan lain selain UKT, dari mahasiswa baru Program Sarjana dan Program Diploma yang terdiri atas: a. mahasiswa asing; 12 Permenristekdikti Nomor 22 Tahun 2015 bagian Menimbang poin c, bahwa untuk memberikan kepastian hukum dalam penetapan biaya yang ditanggung oleh mahasiswa perlu pengaturan mengenai biaya kuliah tunggal dan uang kuliah tunggal pada perguruan tinggi negeri.

40 P a g e 40 b. mahasiswa kelas internasional; c. mahasiswa yang melalui jalur kerja sama; dan/atau d. mahasiswa yang melalui seleksi jalur mandiri. Dalam hal Uang Pangkal atau SPI (Sumbangan Pengembangan Institusi) ini, PTN masih dilarang memungut uang pangkal dan/atau pungutan lain selain UKT dari mahasiswa baru Program Sarjana dan Program Diploma dari jalur undangan, SNMPTN dan SBMPTN. Namun PTN diberi wewenang oleh perundang-undangan untuk dapat memungut uang pangkal dari mahasiswa-mahasiswa baru program sarjana dan program diploma selain mahasiswa yang disebutkan dalam kalimat sebelumnya. PTN dapat memungut uang pangkal tersebut kepada mahasiswa-mahasiswa asing, kelas internasional, mahasiswa jalur kerja sama (pertukaran mahasiswa), dan mahasiswa seleksi jalur mandiri. Pemberlakuan uang pangkal dan/atau pungutan lain selain UKT bagi mahasiswa baru dari seleksi jalur mandiri sepertinya perlu dikaji ulang. Pasalnya tidak semua mahasiswa baru dari seleksi jalur mandiri mampu secara ekonomi. Tidak sedikit para mahasiswa seleksi jalur mandiri merupakan mahasiswa-mahasiswa yang kurang beruntung dalam seleksi masuk lainnya, seperti SNMPTN, SBMPTN, bahkan ada yang kurang beruntung dalam seleksi bidikmisi. Tidak semua penanggung beban biaya perkuliahan mahasiswa seleksi jalur mandiri dari kalangan pengusaha sukses, pejabat, dan lain

41 P a g e 41 sebagainya. Orang tua mahasiswa atau penanggung beban biaya perkuliahan mahasiswa ada yang bekerja sebagai petani. Seperti yang diketahui juga bahwa nilai tukar petani secara nasional pada Maret 2016 mengalami penurunan dibandingkan periode sebelumnya sebesar 101,32. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan/daya beli petani khususnya di perdesaan semakin menurun. 13 Oleh karena itu sudah sepatutnya kemenristekdikti mengkaji ulang ketentuan tentang pemungutan uang pangkal dan/atau pungutan lain selain UKT bagi mahasiswa baru dari seleksi jalur mandiri, melihat tengah lesunya perekonomian di Indonesia sendiri. Sanksi akan diberikan apabila PTN melanggar ketentuan tersebut, pejabat yang bertanggung jawab di PTN tersebut akan dikenakan hukuman disiplin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan Pengaturan mengenai BKT dan UKT bagi PTN Badan Hukum diatur dengan Peraturan Menteri. Namun tetap saja masih terdapat kelemahan walaupun sudah berganti 3 (tiga) kali dalam kurun waktu 3 tahun pemberlakuan sistem UKT ini, masih belum adanya transparansi dalam UKT dan belum diatur secara jelasnya pengaturan mengenai keringanan dalam UKT menjadi permasalahan yang belum selesai sampai saat ini. Namun dalam keberjalanannya pelaksanaan UKT di berbagai perguruan tinggi menimbulkan masalah dari tahun ke tahun. Permasalahan yang disoroti adalah Sistem penggolongan UKT yang dirasa belum tepat dan adil, transparansi anggaran yang sangat kurang, variabel penggolongan UKT yang kurang jelas, tingginya UKT dan kenaikan UKT dari tahun ke tahun yang sampai saat ini belum mendapat solusinya. Sejak diberlakukannya sistem ini pada tahun 2013 banyak mahasiswa berpendapat bahwa pelaksanaan UKT belum tepat seperti besaran UKT yang ternyata tidak sesuai dengan kemampuan mereka dan cenderung tidak adil antara satu mahasiswa dengan mahasiswa lain. Hal ini disebabkan mekanisme UKT pada awal pelaksanaannya hanya menjadikan gaji kotor sebagai indikator utama penentuan UKT. Padahal terdapat faktor- 13 Bappenas, Perkembangan Ekonomi Minggu Ke-V Bulan Maret Tahun 2016, diakses dari pada tanggal 22 April 2016 pukul WIB.

42 P a g e 42 faktor lain yang mesti dipertimbangkan, misalkan anggota keluarga yang mengalami sakit keras, kondisi keluarga yang mengalami musibah/bencana, kondisi keluarga yang tidak harmonis (broken home), dipecatnya orang tua dari pekerjaan (dinamika ekonomi), dan persoalan-persoalan lain yang tidak tercatat dalam struk gaji. 14 Faktor-faktor inilah yang hendaknya menjadi pertimbangan universitas untuk pemberlakuan sistem dispensasi dan banding yang benar-benar bisa memperhatikan kondisi mahasiswa per semester. Beberapa universitas yang telah menerapkan sistem ini masih belum berjalan maksimal. Secara garis besar, evaluasi perumusan UKT dari berbagai PTN adalah grading yang dirasa masih menimbulkan kesenjangan. Masih banyak penepatan angka UKT di berbagai PTN yang tidak sesuai dan naik drastis dari satu tingkat angka ke tingkat lainnya. 15 Berbicara mengenai isu tentang kenaikan UKT pada tahun 2016, yang didasarkan pada Surat Edaran Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Nomor 800/A.A1/KU/2016 tanggal 26 Februari 2016 yang didalamnya terdapat himbauan dari Dikti agar Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia menaikan dan menambahkan level UKT bagi mahasiswa tahun 2016, mendapat banyak protes dari para mahasiswa di seluruh Indonesia. Lagi-lagi berbicara mengenai kekuatan hukum Surat Edaran, dulu pernah hangat isu tentang adanya Surat Edaran Menristekdikti Nomor 01/M/SE/V/2015 yang salah satu isinya menunda implementasi Permendikbud Nomor 49 Tahun 2014 mengenai permasalahan masa kuliah 5 tahun yang akhirnya Menristekdikti membuat peraturan baru tentang masa kuliah yang tertuang dalam Permenristekdikti Nomor 44 Tahun Perlu diketahui bahwa Surat Edaran tidak memiliki kekuatan hukum mengikat seperti hal nya Undang-Undang maupun Peraturan Menteri. Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, tidak ada bunyi atau ketentuan Surat Edaran secara eksplisit. Surat Edaran memang bukan peraturan 14 Forum Advokasi UGM 2014 dan Dema Fisipol UGM 2014, Kajian Seputar Permasalahan Perguruan Tinggi di Indonesia, Septyo, Kabinet KM-ITB Bersama MWA-WM ITB Penuhi Undangan RPDU Komisi X DPR RI, diakses dari pada tanggal 22 April 2016 pukul WIB.

43 P a g e 43 perundang-undangan (regeling), bukan pula keputusan tata usaha negara (beschikking), melainkan sebuah peraturan kebijakan, masuk dalam peraturan kebijakan (beleidsregel) atau peraturan perundang-undangan semu (pseudo wetgeving). Selanjutnya dalam Pasal 1 butir 43 Permendagri Nomor 55 Tahun 2010 jo. Permendagri Nomor 42 Tahun 2011 tentang Tata Naskah Dinas di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dijelaskan, Surat Edaran adalah naskah dinas yang berisi pemberitahuan, penjelasan dan/atau petunjuk cara melaksanakan hal tertentu yang dianggap penting dan mendesak. Mengingat isi Surat Edaran hanya berupa pemberitahun, maka dengan sendirinya materi muatannya tidak merupakan norma hukum sebagaimana norma dari suatu peraturan perundangan-undangan. Oleh karena itu Surat Edaran tidak dapat dijadikan dasar hukum untuk menganulir Peraturan Menteri, apalagi Perpres atau Peraturan Pemerintah (PP) tetapi semata-mata hanya untuk memperjelas makna dari peraturan yang ingin diberitahukan. Berikutnya adanya wacana PTN-PTN menaikan UKT yang nominalnya mencapai Rp ,- (Satu juta rupiah). Kenaikan UKT ini akan semakin membuat sengsara orang tua mahasiswa. Selain harus membiayai kuliah anaknya, mereka juga harus memperhatikan biaya hidupnya sehari-hari. Ditengah belum menentunya perekonomian di Indonesia dan banyaknya pekerja yang di PHK oleh perusahaan tempatnya bekerja, yang kemungkinan pekerja tersebut adalah orang tua mahasiswa, seharusnya menjadi perhatian menteri terkait dan PTN untuk menaikkan UKT. Masih tingginya inflasi dan kenaikan harga komoditas bahan-bahan pokok seperti bawang merah yang disebabkan gagalnya panen petani. Permasalahan ekonomi tersebut juga bisa menjadi salah satu pertimbangan UKT tidak dinaikkan.

44 P a g e 44 Tabel Harga Komoditas Bahan Pokok Domestik, sumber Bloomberg, Kementerian Perdagangan. Selain permasalahan kenaikan UKT ada satu lagi permasalahan klasik dalam UKT, yaitu keberadaan transparansi dalam penerapan UKT maupun pada sistem penggolongannya di PTN. Transparansi adalah keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah. 16 Transparan di bidang manajemen berarti adanya keterbukaan dalam mengelola suatu kegiatan. Di lembaga pendidikan, bidang manajemen keuangan lembaga pendidikan, yaitu keterbukaan sumber keuangan dan jumlahnya, rincian penggunaan, dan pertanggungjawabannya harus jelas sehingga bias memudahkan pihakpihak yang berkepentingan untuk mengetahuinya. 17 Keterbukaan data dan informasi dalam UKT sangat berguna untuk mencegah terjadinya tindakan malapraktik dalam penarikan UKT di berbagai PTN. Transparansi keuangan sangat diperlukan dalam meningkatkan dukungan orang tua, masyarakat dan pemerintah dalam penyelenggaraan seluruh program pendidikan di sekolah. Transparansi ditujukkan untuk membangun suatu kepercayaan dan keyakinan 16 Muhammad Hamid. Tansparansi dan Lembaga. Sinar Harapan. Jakarta Surya Darma. Manajemen Keuangan insitusi, Direktorat Tenaga Kependidikan, Direktorat Jendral Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Departemen Pendidikan Nasional. 2007

45 P a g e 45 kepada pihak PTN bahwa PTN adalah suatu organisasi pelayanan pendidikan yang bersih dan berwibawa, bersih artinya tidak terdapat praktik korupsi, kolusi, maupun nepotisme (KKN) dan berwibawa artinya profesional. Transparansi bertujuan untuk menciptakan kepercayaan timbal balik antara pihak PTN dengan publik melalui informasi yang memadai dan menjamin kemudahan dalam memperoleh informasi yang akurat. Dengan adanya pengelolaan dana yang transparan akan membuat orang tua mahasiswa, masyarakat, dan pemerintah dapat mengetahui untuk apa saja dana tersebut itu digunakan. Terdapat indikator pengukur adanya prinsip transparansi menurut Surya Darma, yaitu: 1) mekanisme yang menjamin sistem keterbukaan dan standarisasi dari semua proses pelayanan publik; 2) Mekanisme yang memfasilitasi pertanyaan-pertanyaan publik tentang berbagai kebijakan dan pelayanan publik, maupun proses-proses didalam sektor publik; 3) mekanisme yang memfasilitasi pelaporan maupun penyebaran informasi dan penyimpanan tindakan aparat publik di dalam kegiatan melayani. Tranparansi ini didukung oleh UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) telah diterbitkan pada tanggal 30 April Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan Undang- Undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. 18 Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri Pasal 1 angka 2 UU KIP. 19 Pasal 1 angka 3 UU KIP.

46 P a g e 46 Jika dikaitkan dengan UKT, maka transparansi UKT merupakan suatu informasi yang berguna bagi kepentingan publik dalam hal ini mahasiswa, orang tua mahasiswa, dan pihak lain yang berkepentingan. PTN merupakan suatu badan publik karena juga mendapat dana dari APBN dan/atau APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri. yaitu: Terdapat beberapa asas dalam UU KIP yang tersemat dalam Pasal 2 diantaranya, (1) setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik, kecuali informasi publik yang bersifat ketat dan terbatas. (2) informasi publik yang dikecualikan bersifat rahasia sesuai dengan undangundang, kepatutan, dan kepentingan umum didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat serta setelah dipertimbangkan dengan seksama bahwa menutup informasi publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada membukanya atau sebaliknya. Artinya apabila kepentingan yang dilindungi berdasarkan Undang-Undang ini informasinya dibuka. Maka suatu informasi yang dikategorikan terbuka atau tertutup tersebut harus didasarkan pada kepentingan publik. Jika kepentingan publik yang lebih besar dapat dilindungi dengan menutup suatu informasi, informasi tersebut harus dirahasiakan atau ditutup dan/atau sebaliknya. Salah satu kegunaan keterbukaan informasi publik adalah untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan; mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dan lain sebagainya. 20 Menurut ketentuan Pasal 4 UU KIP, bahwa setiap orang berhak memperoleh informasi publik sesuai dengan ketentuan undang-undang. Dalam Pasal 4 ayat (2) mengatur ketentuan mengenai hak setiap orang untuk memperoleh informasi publik, bahwa setiap orang berhak untuk: a. melihat dan mengetahui informasi publik; 20 Lebih lanjut lihat dalam Pasal 3 UU KIP.

47 P a g e 47 b. menghadiri pertemuan publik yang terbuka untuk umum untuk memperoleh informasi publik; c. mendapatkan salinan informasi publik melalui permohonan sesuai dengan undang-undang ini; dan/atau d. menyebarluaskan informasi publik sesuai dengan peraturan perundangundangan. Dari ketentuan Pasal tersebut jelas bahwa mahasiswa, orang tua mahasiswa, dan para pihak yang berkepentingan berhak memperoleh kejelasan mengenai biaya UKT yang dibebankan kepada mereka oleh PTN, digunakan untuk apa UKT tersebut, dan lain sebagainya. Pada akhirnya, alangkah baiknya PTN memberikan keterbukaan data dan informasi ke publik dalam hal ini mahasiswa, orang tua mahasiswa, dan pihak yang berkepentingan, guna mengetahui uang yang mereka bayarkan ke PTN dalam bentuk UKT tersebut digunakan untuk keperluan apa saja. Dari hal-hal diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Uang Kuliah Tunggal merupakan sistem yang diberlakukan pemerintah agar pendidikan merata di Indonesia. Namun masih banyak kekurangan dalam pelaksanaannya. Ketika mahasiswa mengeluhkan UKT yang terlampau besar dan tidak sesuai dengan keadaan ekonomi mereka, pihak universitas tak mampu mengupayakan keringanan dengan maksimal, justru menjadikan UKT sebagai sumber dana kampus. Ketika dana dari pemerintah tidak diberikan semestinya, mahasiswa lah yang harus menutupi kebutuhan kampus yang harusnya bersumber dari BOPTN. Besaran UKT sendiri didapatkan dari BKT dikurangi BOPTN, jika BOPTN berkurang sedangkan kebutuhan kampus terus bertambah, mahasiswa lah yag menjadi korbannya Perbedaan anggaran BOPTN untuk masing-masing kampus yang menunjukkan kesenjangan antara universitas memiliki nama besar dan universitas kecil. Hendaknya anggaran yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan universitas agar dapat mengembangakan potensi sebaik mungkin dan tidak merugikan mahasiswa.jika kita melihat beberapa berita dan pernyataan pihak kampus di atas dengan mudah mereka

48 P a g e 48 mengatakan kenaikan UKT itu biasa dan digunakan untuk mendukung perwujudan citacita Universitas menjadi World Class University. Pernyataan bahwa uang pangkal tidak akan berlaku untuk mahasiswa semester atas dan hanya untuk mahasiwa jalur mandiri mengisyaratkan adanya diskriminasi. Bahkan anak bangsa sendiri diperlakukan sama dengan mahasiswa asing. Bagaimana pun juga mahasiswa jalur mandiri merupakan tanggung jawab pemerintah meskipun secara administrasi mereka tidak mendapat subsidi. Namun mereka tetaplah generasi muda yang wajib dijamin pendidikannya oleh negara. Mengenai status PTN BH yang menjadi salah satu sebab universitas dengan mudah menarik uang dari mahasiswa rasanya sangat janggal. Status PTN BH seharusnya menjadikan universitas lebih leluasa untuk mencari dana melalui berbagai kegiatan usaha bukan lebih leluasa memanfaatkan uang mahasiswa. Dan yang terakhir mengenai cita-cita World Class University memang sangat baik, namun jika cita-cita tersebut tidak memperhatikan kondisi mahasiswa sebagai objek utama sebuah Universitas, label tersebut tak akan menjadi apa-apa. Saat ini banyak sekali universitas yang mengincar label tersebut, namun tidak memperhatikan hal-hal kecil yang harusnya menjadi tanggung jawab utama mereka. Tugas utama instansi pendidikan bukanlah membuat instansi tersebut berlabel internasional dan terlihat bagus di masyarakat, namun tugas yang sebenarnya adalah memberikan pendidikan dan pengajaran yang terbaik sehingga prestasi dan label itu akan mengikuti. Dengan memberikan kesempatan bagi anak bangsa menempuh pendidikan setinggi-tingginya dan tidak membebani mereka dengan biaya yang tinggi adalah salah satu upaya mewujudkan keadilan dalam pendidikan di Indonesia.

49 P a g e 49 D. KAJIAN BEASISWA BBP-PPA & PPA Beasiswa BPP-PPA/PPA merupakan beasiswa yang dikeluarkan oleh pemerintah guna membantu mahasiswa yang berprestasi dan orang tuanya kurang mampu untuk membiayai studinya. Sedangkan beasiswa PPA merupakan beasiswa yang dikeluarkan oleh pemerintah guna membantu mahasiswa yang memiliki prestasi baik akademik maupun non-akademik. BPP-PPA sangatlah diperlukan bagi sebagian mahasiswamahasiswa tersebut guna meringankan beban biaya kuliah yang ditanggungnya. Adapun tujuan PPA secara umum yaitu : Meningkatkan pemerataan dan kesempatan belajar bagi mahasiswa yang mengalami kesulitan membayar pendidikan; Mendorong dan mempertahankan semangat belajar mahasiswa agar mereka dapat menyelesaikan studi/pendidikan tepat waktunya; Mendorong untuk meningkatkan prestasi akademik sehingga memacu peningkatan kualitas pendidikan. 21 Sasaran dari Beasiswa BBP-PPA/PPA: 1. Mahasiswa berprestasi pada bidang intra, ko dan atau ekstrakurikuler. 2. Mahasiswa berprestasi pada bidang intra, ko dan atau ekstrakurikuler yang memiliki keterbatasan kemampuan ekonomi. 22 Pada tahun 2012 jumlah mahasiswa yang menerima beasiswa ini kurang lebih mahasiswa. Dalam nota keuangan APBN tahun anggaran 2012 pemerintah kemendiknas mengelola 57,8 trilliun, di mana angka ini turun 9,923 T dari tahun sebelumnya yakni 67,741 T. 23 Jumlah penerima beasiswa ini pun semakin menurun dari tahun ketahun. Penerima beasiswa PPA dan PPA-BBM tahun 2013 berjumlah mahasiswa, dimana ini berkurang mahasiswa dari tahun sebelumnya Makassar.tribun.news.com

50 P a g e 50 Tahun 2014 istilah PPA-BBM berganti menjadi BBP-PPA. Pada tahun 2015 mahasiswa diresahkan dengan adanya surat dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dengan nomor 43/E.E3/BD/2015 pada tanggal 26 Januari 2015 perihal Beasiswa/Bantuan Biaya Pendidikan PPA Tahun Berdasarkan surat tersebut disampaikan bahwa alokasi anggaran Beasiswa/Bantuan Biaya Pendidikan Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) Tahun 2015 hanya untuk mahasiswa di Perguruan Tinggi Swasta. Pada awal Tahun Anggaran 2015 Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi memperoleh APBNP untuk menambahkan alokasi dana Beasiswa/Bantuan Biaya Pendidikan Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) untuk mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri, namun ternyata tambahan APBNP tersebut dialokasikan oleh Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi untuk pembangunan Science & Techonology Park (STP). 24 Namun pada tanggal 12 Februari 2015 Komisi X DPR mengadakan rapat kerja terbuka dengan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi di mana keputusan yang dihasilkan menggugurkan SE nomor 43/E.E3/BD/2015 pada tanggal 26 Januari Dalam hasil keputusan rapat disebutkan bahwa Kemenristekdikti memberikan anggaran sebesar untuk mahasiswa dari PTN seluruh Indonesia,sehingga total beasiswa PPA untuk tahun 2015 menjadi mahasiswa. 25 Pada bulan September 2015 tersiar kabar bahwa kemenkeu menurunkan pagu anggaran kemenristekdikti tahun 2016 sekitar 5,6 T menjadi 38 T. Hal ini menimbulkan pro dan kontra termasuk adanya kritikan dari ketua komisi X DPR RI, Teuku Riefky Harsya. Tokoh yang juga merupakan politikus Demokrat itu mengkritik langkah kemenkeu karena dinilai akan berdampak pada pengurangan alokasi anggaran prioritas pendidikan nasional, seperti beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA), beasiswa Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Tertinggal dan Terluar (SM3T). Selain itu, penurunan anggaran juga akan berdampak pada Biaya Operasional kepada Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN), beasiswa dosen S2/S3 pendirian perguruan tinggi (PT) baru dan akademi komunitas. Dengan adanya pengurangan dana otomatis kuota yang tersedia untuk tahun 2016 pun akan mengalami penurunan. Dan diperkirakan dana untuk beasiswa PPA

51 P a g e 51 hanya dialokasikan bagi mahasiswa. Kabar ini pun justru menimbulkan keresahan dan isu di kalangan mahasiswa bahwa beasiswa PPA tahun 2016 ditiadakan. Namun lagilagi isu ini dipatahkan dengan adanya pemberitahuan pada laman beasiswapascasarjana.com yang menyatakan PPA 2016 telah dibuka baik untuk PTS maupun PTN Indonesia. Tetapi pemberian dana PPA tidak sama di setiap universitas. Untuk PTN BH pemerintah sudah memotong anggaran beasiswa ini, sehingga ada tidaknya beasiswa ini tergantung kebijakan dari masing-masing universitas yang berlebel PTN BH. 26 Beasiswa BBP-PPA/PPA merupakan beasiswa yang diberikan pemerintah melalui kemenristek dikti yang diberikan kepada mahasiswa berprestasi yang bermanfaat agar para mahasiswa berprestasi dapat meningkatkan prestasinya dalam bidang akademik maupun non akademik. Namun beberapa tahun terakhir beasiswa ini mulai menimbulkan polemik dan permasalahan sendiri dikalangan mahasiswa mulai dari keterlambatan pemberian beasiswa, penurunan jumlah kuota hingga peniadaannya diawal tahun 2015 hal ini menyebabkan mahasiswa yang mengandalkan beasiswa ini menjadi kalang kabut untuk mencari biaya kuliah nya. Dan pada awal tahun ini muncul isu peniadaan BBP-PPA/PPA tahun 2016, isu ini pertama kali menyeruak di antara universitas yang berpredikat PTNBH sebab menristekdikti tidak memberikan anggaran ini kepada universitas PTNBH dan PTNBH harus mencari dana sendiri untuk memberikan beasiswa kepada mahasiswa. Isu ini terlanjur menyebar keseluruh universitas seluruh Indonesia yang bukan berpredikat PTNBH salah satunya UNS. Dari pengumuman di laman beasiswapascasarjana.com dapat dipastikan bahwa beasiswa BBP-PPA/ PPA tetap akan diadakan di tahun 2016 meskipun hingga saat ini dibeberapa PTN masih belum membuka pendaftaran untuk penerimaan beasiswa ppa ini dengan kata lain pada awal tahun ini bisa dikatakan bahwa beasiswa ini akan mengalami keterlambatan pencairan dana beasiswa PPA Salah satu penyebabnya beasiswa ppa diakhir tahun 2015 menurut beberapa mahasiswa penerimanya juga belum cair hal ini 26

52 P a g e 52 membuktikan pemerintah telah bertindak lamban dalam peningkatan pendidikan di Indonesia khususnya perguruan tinggi. 27 Dalam pengadaan beasiswa BBP-PPA dan PPA ini, masih mengalami beberapa kekurangan. Seperti jumlah kuota yang terus menurun, meskipun hal ini dapat ditampik dengan peningkatan penerima bidikmisi, sehingga terdapat asumsi bahwa pengurangan kuota PPA itu dialokasikan ke bidikmisi. Namun, dalam praktiknya peningkatan jumlah bidikmisi dari tahun 2010 hingga 2014 hanya berkisar pada angka saja, sedangkan pengurangan kuota PPA mencapai angka Peningkatan jumlah penerima bidikmisi paling besar adalah dari tahun 2014 ke 2015 yaitu sebesar , namun pada tahun yang sama keputusan peniadaan PPA juga dikeluarkan. 28 Selain itu langkah pemerintah mengurangi anggaran pendidikan merupakan salah satu upaya untuk menggenjot pembangunan infrastuktur, ekonomi kemaritiman, kedaulatan pangan dan penanaman modal Negara/suntikan dana ke APBN yang menjadi salah satu fokus pemerintahan Jokowi dirasa kurang tepat. BUMN yang seharusnya sudah menjadi badan yang mampu menghasilkan dana sendiri (go public) tidak perlu lagi meminta anggaran pada negara (kalaupun harus meminta tidak dengan jumlah yang terlalu besar), hingga mengorbankan dana pendidikan dan sektor publik lainnya. Dan untuk permasalahan STP, hendaknya pemerntah tidak muluk-muluk dalam menargetkannya. Karena semua itu membutuhkan tahapan dan proses yang perlu dipersiapkan secara matang. 29 Padahal beasiswa ini memiliki fungsi yang sangat beragam. Selain sebagai penunjang peningkatan prestasi, juga dapat berfungsi sebagai media edukasi bagi mahasiswa agar memiliki sikap yang mandiri. Beasiswa PPA juga dapat membawa kepuasan tersendiri bagi mahasiswa. Hal tersebut dikarenakan dapat melatih mahasiswa untuk tidak menggantungkan kebutuhan bulanan kepada orang tua. Berkaca karena beasiswa PPA diperoleh harus dari kerja keras selama mengikuti perkuliahan, serta 27 Ibid. 28 Sumber : p.hamburkan.uang.negara.

53 P a g e 53 mengikuti beberapa kegiatan non-akademik untuk menunjang pertimbangan panitia seleksi. Adanya penjaringan beasiswa PPA maka akan memberikan harapan sebagai tindakan represif (pemaksaan) yang mampu menggugah sisi inovatif dan kreatif mahasiswa dalam berkompetisi. Beasiswa ini pun dianggap sangat membantu, terutama untuk mahasiswa tingkat akhir yang membutuhkan dana lebih untuk melakukan berbagai penelitiannya. Mahasiswa pun tidak merasa terbebani dalam belajar, karena beasiswa ini tidak menuntut feed back dari mahasiswa seperti beasiswa dari instansi swasta. Berdasarkan data yang diperoleh melalui penyebaran kuesioner tentang program beasiswa PPA dan BBP-PPA selama 6 hari, terhitung mulai tangga Maret 2016, diperoleh responden sebanyak 1175 orang yang merupakan mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia. Survey yang terdiri dari 8 butir pernyataan ini menghasilkan kesimpulan, bahwa : 1. Sebanyak 85% mahasiswa telah mengetahui mengenai program beasiswa PPA dan BBP-PPA. Pengetahuan mengenai program beasiswa PPA & BBP-PPA Ya Tidak Sumber : Survey Kementerian Litbang BEM UNS % mahasiswa merasakan pentingnya keberadaan dari program beasiswa PPA dan BBP-PPA.

54 P a g e Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Pengadaan Beasiswa PPA & BBP-PPA Sumber : Survey Kementerian Litbang BEM UNS Sebanyak 47% mahasiswa merasakan kesulitan dalam memperoleh beasiswa ini, karena kurangnya informasi mengenai program beasiswa, kurangnya sosialisasi, daya saing yang cukup ketat, kuota yang sangat terbatas, kurang jelasnya informasi mengenai alur pendaftaran, urusan administrasi yang sulit, adanya perubahan prosedur, hilangnya beasiswa ini, hingga banyaknya nepotisme. Sebanyak 32% mahasiswa menyatakan kemudahan dalam memperoleh beasiswa ini, baik karena mudahnya syarat, prosedur yang jelas dan administrasi kemahasiswaan yang terbuka bagi mahasiswa Kesulitan dalam Memperoleh beasiswa 0 Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Sumber : Survey Kementerian Litbang BEM UNS Sebanyak 64% mahasiswa menyatakan bahwa program beasiswa ini sangat memotivasi dalam meningkatkan prestasi akademik.

55 P a g e Beasiswa BBP-PPA & PPA akan meningkatkan Motivasi 0 Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Sumber : Survey Kementerian Litbang BEM UNS Sebanyak 99% mahasiswa menolak penghapusan program beasiswa PPA dan BBP-PPA ini Ya Tidak Sumber : Survey Kementerian Litbang BEM UNS Sebanyak 97% mahasiswa tidak setuju adanya pengurangan kuota penerima beasiswa PPA dan BBP-PPA. Ya Tidak Sumber : Survey Kementerian Litbang BEM UNS 2016

56 P a g e Mahasiswa menganggap program beasiswa PPA dan BBP-PPA ini sangat penting. Berdasarkan data hasil survey tersebut dapat disimpulkan bahwa mahasiswa menolak adanya penghapusan maupun pengurangan kuota beasiswa PPA dan BBP-PPA mengingat pentingnya program ini sebagai salah satu motivasi untuk meningkatkan prestasi akademik di universitas masing-masing. Namun, masih terdapat beberapa kendala dalam memperoleh beasiswa ini karena berbagai alasan, baik karena kurangnya sosialisasi, daya saing yang cukup ketat, kuota yang sangat terbatas, kurang jelasnya informasi mengenai alur pendaftaran, urusan administrasi yang sulit, adanya perubahan prosedur, hilangnya beasiswa ini, hingga banyaknya nepotisme. Pemerintah seharusnya tetap menyediakan fasilitas BPP-PPA dan PPA setiap tahunnya, karena memang sudah menjadi kewajiban dan tanggung jawab pemerintah untuk memberikan layanan dan kemudahan bagi mahasiswa yang kurang mampu danberprestasidengan memberikan beasiswa. Apabila pemerintah tidak menyediakan BPP- PPA dan PPA maka pemerintah telah melanggar Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 12 ayat (1) huruf c bahwa Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya dan UU Nomor 12 Tahun 2012 Pasal 76 ayat (2) huruf a dan b juga menyebutkan bahwa pemenuhan hak Mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara memberikan beasiswa kepada Mahasiswa berprestasi, serta bantuan atau membebaskan biaya Pendidikan. Dalam undang-undang ini sudah tertera jelas bahwa pemerintah wajib memberikan beasiswa untuk pendidikan bagi mahasiswa yang kurang mampu, apalagi mahasiswa tersebut berprestasi. Disamping itu, dana beasiswa juga telah dianggarkan dalam APBN dalam setiap tahunnya. APBN pada tahun 2015 adalah sebesar Rp T, untuk Anggaran Pendidikan yaitu sebesar Rp T dan untuk Anggaran Menristekdikti : Rp. 43,58 T. Kemudian APBN pada tahun 2016 yaitu sebesar Rp T, untuk Anggaran Pendidikan : Rp T dan untuk Anggaran Menristekdikti : Rp. 40,63 T. APBN dari

57 P a g e 57 tahun 2015 ke tahun 2016 mengalami peningkatan yaitu sebesar Rp. 56 T. Sedangkan Anggaran Pendidikan dari tahun 2015 ke tahun 2016 mengalami peningkatan yaitu sebesar Rp.10 T. Anggaran Menristekdikti dari tahun 2015 ke tahun 2016 justru mengalami penurunan yaitu sebesar Rp. 3 T. Rincian Anggaran MENRISTEKDIKTI 2016 yaitu: 1. Anggaran Pendidikan Rp. 39,66 T. 2. layanan umum 0,97 T 3. Beasiswa mahasiswa 4. BOPTN Rp. 4,5 T 5. Beasiswa dosen 6. Sarana dan prasarana PT Rp. 1,8 T 7. Penerimaan Negara Bukan Pajak Rp. 10,1 T 8. Gaji dan Tunjangan Dosen/Guru Besar/Pegawai Rp. 14,7 T Dalam hal ini UU Nomor 12 Tahun 2012 Pasal 89 ayat (1) huruf c juga telah menyebutkan bahwa Dana Pendidikan Tinggi yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 dialokasikan untuk mahasiswa, sebagai dukungan biaya untuk mengikuti Pendidikan Tinggi. Dalam Pasal 89 buruf c juga telah dengan jelas dijelaskan bahwa dukungan biaya untuk mengikuti Pendidikan Tinggi bagi Mahasiswa dapat diberikan dalam bentuk beasiswa, bantuan atau membebaskan biaya Pendidikan, dan/atau pinjaman dana tanpa bunga. Tak lepas dari UU, Peraturan Pemerintahpun juga dengan tegas menjelaskan bahwa pemerintah harus memberikan bantuan biaya pendidikan bagi mahasiswa yang kurang mampu,apalagi mahasiswa tersebut adalah mahasiswa berprestasi. Seperti dalam PP Nomor 48 Tahun 2008 Pasal 27 Ayat (1) dan (2), disana dijelaskan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah sesuai kewenangannya memberi bantuan biaya pendidikan atau beasiswa kepada peserta didik yang orang tua atau walinya tidak mampu membiayai

58 P a g e 58 pendidikannya. Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai kewenangannya dapat memberi beasiswa kepada peserta didik yang berprestasi. Selain itu, dalam Pasal 57 Ayat (5) juga telah dijelaskan bahwa hasil pengelolaan pokok dana pengembangan dapat digunakan untuk beasiswa bagi peserta didik, pendidik, dan/atau tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang bersangkutan. Pasal 44 ayat (1) juga menjelaskan bahwa Penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat memberi bantuan biaya pendidikan atau beasiswa kepada peserta didik atau orang tua atau walinya yang tidak mampu membiayai pendidikannya. Dalam PP ini juga telah dijelaskan bahwasanya anggaran untuk pengadaan beasiswa tersebut telah dianggarkan dalam APBN, seperti dalam Pasal 80 ayat (1) yang mengatakan bahwa anggaran belanja untuk melaksanakan fungsi pendidikan pada sektor pendidikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara setiap tahun anggaran sekurang-kurangnya dialokasikan 20% (dua puluh perseratus) dari belanja negara. Pada intinya beasiswa BBP-PPA dan PPA harus tetap diadakan mengingat jumlah penerimanya yang sangat besar serta sangat membantu meringankan beban mahasiswa. Berbagai alasan, keperluan dan permasalahan yang sekiranya masih bisa ditunda dan diselesaikan dengan cara lain serta tidak mendesak hendaknya tidak mengorbankan anggaran dan dana yang menyangkut kepentingan publik adan langsung bersentuhan dengan mahasiswa.

59 P a g e 59 E. KAJIAN PERGURUAN TINGGI NEGERI BERBADAN HUKUM (PTNBH) Perguruan Tinggi Berbadan Hukum (PTNBH) adalah salah satu konsep penyelenggaraan perguruan tinggi selain Satuan Kerja (SatKer) dan Badan Layan Umum (BLU), dimana secara umum konsep ini membuat perguruan tinggi negeri (PTN) mempunyai otonomi lebih untuk mengatur diri mereka sendiri, dengan tujuan kampus tersebut memiliki keleluasaan dalam menyelenggarakan rumah tangganya. Dalam KBBI kata otonomi memiliki arti pemerintahan sendiri, atau suatu hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jadi bisa disimpulkan bahwa jika suatu PTN sudah diberikan otonomi lebih, maka PTN tersebut memiliki kewenangan untuk mengatur dirinya sendiri namun disesuaikan dengan perundang-undangan, namun bisa dilihat disini bahwa suatu UU merupakan produk hukum dari negara sehingga seharusnya negara tidak bisa lepas tangan dalam penyelenggaraan perguruan tinggi. Dalam pengelolaan Perguruan Tinggi, terdapat tiga model penyelenggaraan dimana ada Satuan Kerja, Badan Layanan Umum, Dan Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum. Lalu didalam tata kelola dan otonominya terdapat perbedaan dari beberapa aspek, diantaranya: TATA KELOLA DAN OTONOMI ASPEK SATKER BLU BADAN HUKUM Organisasi & Pola Satker Pola Satker + Mandiri Tata kelola Aset Negara Negara Dipisahkan Alokasi Mekanisme APBN Mekanisme APBN Mekanisme subsidi APBN melalui Kemdikbud melalui Kemdikbud atas penyediaan langsung langsung pelayan publik Penetapan Kementerian & PTN Didelegasikan oleh Organ PTN Tarif Menkeu ke Kementerian & PTN

60 P a g e 60 PNBP PNBH PNBH digunakan Bukan PNBH langsung Pelaporan LKPP LKPP Diintegrasi LKPP Kepegawaian PNS PNS Pegawai PTN + PNS diperbantukan Akuntabilitas Menteri Menteri + Menkeu Pemangku kepentingan Sumber: Bahan Sosialisasi UU DIKTI Dan sampai 2016 ini terdapat 42 berbentuk SatKer, 26 BLU, dan 11 PTN yang sudah berbadan hukum. PTNBH BLU SATKER 1. UNAIR 2. IPB 3. ITB 1. UIN kalijaga 2. Uin sayrif hidaytullah 3. uin malang, 1. U. MALIKUSSALEH 2. U SAMUDRA 3. U SYIAH KUALA 4. UI 4. uin sunan gunung 4. U TEUKU UMAR 5. USU djati, 5. UN MEDAN 6. UPI 7. UGM 5. unema 6. univerisitas negeri 6. UIN SUSKA 7. U MARITIM RAJA ALI 8. UNHAS 9. UNDIP 10. UNPAD 11. ITS alaudin, 7. unbraw, 8. unnes, 9. unesu, 10. universitas mulawarman, 11. uns, 12. unila, 13. uny, 14. un gorontalo, HAJI 8. U JAMBI 9. UIN RADEN FATAH 10. U BABEL 11. ITSU 12. UPN JAKARTA 13. U SILIWANGI 14. U SINGA PERBANGSA 15. UIN WALI SONGO 16. UNTIDAR

61 P a g e un bengkulu, 16. unsri, 17. unj, 18. unand, 19. unsoed, 20. u haluoleo, 21. u riau, 22. u udayana, 23. u sultan agung tirtayasa, 24. u tadulako, 25. u mataram, 26. universitas negeri padang. 17. UP YOGYA 18. UIN SUNAN AMPEL 19. UNJEM 20. UNESA 21. U TRUNOJOYO 22. UPN JATIM 23. Universitas PENDIDIKAN GANESHA 24. U NUSA CENDA 25. U TIMOR 26. U TANJUNG PURA 27. U PALANG KARAYA 28. Universitas LAMBUNG MANGKURAT 29. ITK 30. U BORNEO TARAKAN 31. UN MANADO 32. U SAMRATULANGI 33. UIN ALAUDIN 34. UN MAKASAR 35. UN 19 NOV 36. UN GORONTALO 37. UN SULBAR 38. U PATIMURA 39. U KHAIRUN 40. UNCEN 41. U MUSAMUS 42. U PAPUA

62 P a g e 62 PTNBH sendiri adalah bagaimana pada awalnya Derektorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional (Dikti Depdiknas) mencanangkan suatu konsep yang mendorong akuntabilitas, transparansi, akreditasi, otonom, dan efisiensi dalam penyelenggaraan pendidikan yang kemudian dibuatlah Undang-Undang (UU) Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP), namun pada 31 Maret 2010 Mahkamah Konstitusi (MK) mengugurkan UU BHP ini karena dianggap tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar dimana seharusnya sesuai amanat pembukaan UUD 45 beserta UUD 45 pasal 31, pendidikan merupakan tanggung jawab negara, namun pada prakteknya konsep BHP ini membuat seakan negara lepas tangan dari kewajiban tersebut. Lalu pada tahun 2012 terbitlah UU no.12/2012 tentang pendidikan tinggi, dimana dengan terbitnya UU tersebut membuat negara harus memastikan anak bangsa mendapat pendidikan tinggi secara tidak deskriminatif dan berkeadilan melalui ketersediaan layanan pendidikan, keterjangkauan layanan pendidikan, dan jaminan kepastian bagi mahasiswa untuk menyelesaikan studi tanpa diberatkan masalah ekonomi. Dan untuk mendukung UU tersebut dikeluarkan pula peraturan pemerintah no.4/2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Pendidikan Tinggi, serta PP no.58/2013 tentang bentuk dan mekanisme pendanaan PTNBH sebagai peraturan pelaksana ketentuan pasal 89 ayat (3) UU DIKTI. Dalam UU No.12 tahun 2012 pasal 63 di beberapa poin disebutkan mengenai pengelolaan perguruan tinggi, salah satunya adalah poin 3 dimana disebutkan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum tersebut memiliki : 1. Norma dan kebijakan diatur sepenuhnya oleh PTN bersangkutan 2. Kekayaan awal berupa kekayaan negara yang dipisahkan kecuali tanah; 3. Tata kelola dan pengambilan keputusan secara mandiri; 4. Unit yang melaksanakan fungsi akuntabilitas dan transparansi; 5. Hak mengelola dana secara mandiri, transparan, dan akuntabel;

63 P a g e Wewenang mengangkat dan memberhentikan sendiri Dosen dan tenaga kependidikan; 7. Wewenang mendirikan badan usaha dan mengembangkan dana abadi 8. Wewenang untuk membuka, menyelenggarakan, dan menutup Program Studi 9. Akuntabilitas dikontrol oleh pemangku kepentingan. Dalam poin-poin diatas dapat disimpulkan bahwa PTN badan hukum dapat mengatur dirinya sendiri dalam menentukan segala kebijakannya, pembangunan badan usaha, serta diharuskannya fungsi akuntabilitas serta transparansi terutama perihal dana. Namun segala poin diatas kemudian tidak lantas membuat adanya komersialisasi pendidikan serta berorientasi pasar yang hanya mengharapkan keuntungan sebanyakbanyaknya. Hal ini dilanjutkan pada ayat 4 dimana PTN badan hukum harus menyelenggarakan fungsi pendidikan tinggi yang terjangkau oleh masyarakat. Namun dalam prakteknya, terdapat beberapa permasalahan dalam penyelenggaraan PTNBH tersebut karena setelah beberapa kampus beralih status menjadi PTNBH. Contohnya saja dalam perihal keuangan di Universitas Indonesia, dimana negara memberikan kewenangan lebih dalam pengaturannya maka Perguruan Tinggi tersebut dapat menyesuaikan keuangannya dengan lebih leluasa sesuai kabijakan Perguruan Tinggi tersebut. Dalam perkembangan di Universitas Indonesia (UI) sendiri telah terjadi peningkatan penarikan biaya pendidikan. Sebelum tahun 2008, UI menerapkan standar tunggal biaya pendidikan untuk seluruh mahasiswanya sebesar 1,75 juta rupiah per semester 30. Lalu melalui UU No.12 Tahun 2012 pemerintah juga menerapkan suatu sistem yang disebut Uang Kuliah Tunggal (UKT) dimana terdapat penggolongan biaya yang disesuaikan dengan kemampuan mahasiswa. Lalu setelah itu terbitlah surat Edaran Dirjen Dikti Nomor 97 E/KU/2013 yang dimana mengatur tentang pelaksanaan sistem UKT untuk 30 Sofian Effendi, Strategi Menghadapi Liberalisasi Pendidikan Tinggi, pada Seminar Nasional Pendidikan Tinggi di Era Pasar Bebas: Tantangan,Peluang dan Harapan, diselenggarakan oleh Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah dan Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta, 2 Mei 2005

64 P a g e 64 PTN dan penghapusan uang pangkal bagi mahasiswa baru tahun akademik 2013/2014. dalam proses diatas diharapkan dengan adanya UKT serta penghapusan uang pangkal, pendidikan tinggi dapat dirasakan oleh mahasiswa secara merata dan berkeadilan. Namun faktanya setelah terbitnya PERATURAN-REKTOR-UI-NO-003-Tentang-Biaya- Pendidikan-TA S1-Reguler yang menjabarkan bagaimana biaya pendidikan di universitas tersebut bisa dilihat bahwa biaya pendidikan yang ditanggung mahasiswa naik menjadi 7,5juta rupiah untuk progam eksakta dan 5juta rupiah untuk rumpun humaniora 31. Disini bisa kita lihat bagaimana naiknya biaya pendidikan yang harus dikeluarkan mahasiswa setelah PTNBH malah justru meningkat. Dengan naiknya uang kuliah, maka akan semakin sulitnya masyarakat yang ada di lapisan bawah (miskin) untuk dapat mengakses pendidikan tinggi. Lalu apakah pendidikan tinggi hanya bisa diakses oleh mereka yang mempunyai uang selangit? Padahal pada dasarnya disebutkan pada pasal 67 ayat (4) UU.12 Tahun 2012 dimana PTN badan hukum harus menyelenggarakan fungsi pendidikan tinggi yang terjangkau oleh masyarakat Permasalahan biaya pendidikan ini merupakan buntut dari akar permasalahan liberalisme pendidikan tinggi yang diterapkan setelah Indonesia mennyetujui perjanjian WTO dimana Pada Mei 2005, Indonesia sebagai anggota WTO, terpaksa harus menandatangani General Agreement on Trade Service (GATS) yang mengatur liberalisasi perdagangan 12 sektor jasa, antara lain layanan kesehatan, teknologi informasi dan komunikasi, jasa akuntansi, pendidikan tinggi dan pendidikan selama hayat, serta jasajasa lainnya 32. Dimana setelah disetujuinya perjanjian tersebut maka pemerintah harus segera melepaskan intervensinya kepada perguruan tinggi dan melepaskan Perguruan Tinggi tersebut dalam persaingan pasar secara bebas. Hal diatas didukung dengan fakta yang telah terjadi di Indonesia pasca era reformasi, seperti yang dipaparkan dalam diskusi UPI mengenai liberalisasi Pendidikan. seperti yang ada dibawah ini : 31 PERATURAN-REKTOR-UI-NO-003-Tentang-Biaya-Pendidikan-TA S1-Reguler

65 P a g e 65 Kebijakan liberalisasi ini juga didukung oleh International Monetary Fund yang menjadi pencetus konsep deregulasi dan privatisasi sektor pendidikan di Indonesia setelah era reformasi. Sebelumnya, konsep privatisasi sector pendidikan telah dilakukan oleh Amerika Serikat, juga dengan mengubah bentuk universitas publik menjadi badan hukum dan memberikannya wewenang otonomi pengelolaan. Gerakan privatisasi pendidikan tinggi yang ditandai dengan mengubah universitas di AS menjadi badan hukum diikuti oleh Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia yang dalam banyak kesempatan menyatakan bahwa kuota hibah pendidikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bagi universitas universitas yang dinilai mandiri harus dikurangi karena kuota APBN harus disebar ke institusi pendidikan tinggi Negeri di berbagai daerah di Indonesia. (Muhammad Fauzan, 2016) Memang dalam hal ini terdapat konsekuensi dimana dengan berkurangnya intervensi pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi, diharapkan lebih leluasanya PTN dalam menjalankan rumah tangganya serta dapat melakukan akselerasi kemajuan lebih cepat. Namun dapat dipertanyakan dimana peran negara dalam mewujudkan cita-cita Indonesia dalam hal mencerdaskan kehidupan bangsa? Bukan hanya permasalahan biaya pendidikan saja, terdapat lagi permasalahan kurangnya keterlibatan mahasiswa selaku stakeholder terbesar dalam perumusan kebijakan kampus. Pada beberap kampus yang sudah PTNBH memang telah memastikan adanya unsur mahasiswa didalam Majelis Wali Amanat (MWA) namun MWA ini belum memiliki dasar hukum yang jelas dan pasti, selain itu penempatan unsur mahasiswa didalam MWA sendiri dirasa kurang dan bahkan Universitas Gadjah Mada sendiri sejak September 2015 sendiri sudah tidak memiliki mahasiwa didalam MWA-nya 33. Hal ini dirasa sangat merugikan mahasiswa sendiri, karena dengan tidak adanya mahasiswa didalam MWA akan berdampak kepada diragukannya proses transparansi PTNBH. 33 Wawancara daring kepada Taufik Ismail selaku mentri koordinator kemahasiswaan BEM KM UGM pada tanggal 18 April 2016

66 P a g e 66 Salah satu asas yang diharuskan didalam PTNBH itu sendiri adalah asas mandiri, transparan, serta akuntabel. Maka diharapkan dengan adanya unsur mahasiswa segala isu yang ada didalam pembuatan kebijakan kampus akan diketahui mahasiswa itu sendiri dan mahasiswapun dapat berkontribusi didalam pembuatan kebijakan kampus mereka sendiri.

67 P a g e 67 BAB III KESIMPULAN DAN TUNTUTAN A. Simpulan Pendidikan tinggi di Indonesia saat ini memiliki beragam macam permasalahan utama dan krusial. Isu-isu seperti turunnnya anggaran pendidikan tinggi dalam APBN tahun 2016, tetapnya jumlah BOPTN padahal jumlah perguruan tinggi negeri bertambah, naiknya UKT tiap tahun ditambah tidak adanya transparansi UKT beserta adanya pungutan lain selain UKT yang dilegalkan oleh peraturan menteri, lalu dampak dari berkurangnya anggaran pendidikan sehingga beasiswa BBP-PPA & PPA yang sudah membantu mahasiswa dari PTN dan PTS terancam ditiadakan, ditambah isu komersialisasi dan liberalisasi pendidikan atas nama Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH). Berbagai macam permasalahan pendidikan tinggi tersebut telah menimbulkan keresahan dikalangan pendidikan tinggi. Oleh karena itu berbagai macam permasalahan tersebut sudah seharusnya diselesaikan dengan segera oleh stakeholder terkait dalam hal ini pemerintah yang diwakili oleh Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi selaku pihak eksekutif yang paling bertanggung jawab dalam mengurus pendidikan tinggi di Indonesia. B. Tuntutan Berdasarkan kajian yang telah di paparkan diatas, maka selaku Koordinator Isu Pendidikan Tinggi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (Koorsu Pendidikan BEM SI) beserta segenap mahasiswa yang tergabung didalam BEM SI dari sabang-merauke menyampaikan somasi terhadap pemerintah dalam hal ini Kemenristekdikti dalam bentuk 10 tuntutan, yaitu : 1. Menuntut agar kemenristekdikti untuk serius mengurus pendidikan tinggi di Indonesia serta membuat kebijakan yang pro terhadap mahasiswa agar setiap anak bangsa dapat mengakses pendidikan tinggi di Indonesia. 2. Menuntut pemerintah dalam hal ini kemenristekdikti untuk mengajukan usulan anggaran pendidikan tinggi dan BOPTN yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan tinggi di Indonesia serta tidak mengajukan usulan anggaran dibawah jumlah anggaran tahun sebelumnya.

68 P a g e Menetapkan peraturan mengenai transparansi UKT dan sistem keringanan yang diatur secara umum oleh Kemenristekdikti dalam perundang-undangan guna menjamin kepastian hukum bagi mahasiswa, orang tua mahasiswa, dan pihakpihak yang berkepentingan lainnya. 4. Menolak kenaikan UKT dengan mempertimbangkan perekonomian didalam negeri yang tengah lesu. 5. menuntut penghapusan terhadap pasal 9 permenristekdikti no.22 tahun 2015 mengenai penarikan sumbangan lain oleh institusi/perguruan tinggi terhadap mahasiswa seleksi jalur mandiri. 6. Menuntut diadakannya kembali beasiswa BBP-PPA & PPA pada setiap tahun anggaran dengan jumlah yang selalu naik setiap tahunnya atau setidak-tidaknya tetap dari tahun lalu. 7. Menolak segala bentuk usaha komersialisasi dan liberalisasi pendidikan tinggi dalam bentuk Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum dengan dalih menuju World Class University. 8. Menuntut agar Kemenristek membuat peraturan dalam perundang-undangan yang mengatur kepastian adanya unsur mahasiswa didalam Majelis Wali Amanat (MWA). 9. Menyelesaikan segala bentuk permasalahan pendidikan tinggi dalam tempo sesingkat-singkatnya. 10. Jika Kemenristekdikti tidak mampu menyelesaikan segala permasalahan di Pendidikan tinggi, maka kami menuntut Menristekdikti yaitu Bp. M.Natsir untuk mundur dari jabatannya saat ini.

69 P a g e 69 DAFTAR PUSTAKA Alokasi Bantuan Operasional Ptn (Boptn) Tahun 2013 Bantuan Operasional Ptn (Transisi Menuju Ukt) Dirjen Dikti Rapat Dikti Dan Para Rektor Ptn Untuk Transisi Pembiayaan Operasional Ptn 2012 Dalam Rangka Penerimaan Mahasiswa Tahun Akademi 2012/2013 Bappenas. Perkembangan Ekonomi Minggu Ke-V Bulan Maret Tahun April Daya Sudrajat. 26 April Mahalnya Biaya Kuliah Sebagai Konsekuensi Kebijakan Neoliberalisme: Studi Kasus Universitas Indonesia. Darma, Surya Manajemen Keuangan insitusi, Direktorat Tenaga Kependidikan, Direktorat Jendral Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Departemen Pendidikan Nasional. Dirgantara, Danang. Sistem Baru UKT, Orangtua Tak Perlu Takut Biaya Mahal di Perguruan Tinggi Negeri (PTN). 22 April Forum Advokasi UGM 2014 dan Dema Fisipol UGM Kajian Seputar Permasalahan Perguruan Tinggi di Indonesia Hamid, Muhammad Tansparansi dan Lembaga. Jakarta: Sinar Harapan.. Luk.staff.ugm.ac.id

70 P a g e Danang Pamungkas. 26 April Komersialisasi dan Liberalisasi Sistem Pendidikan di Indonesia. Kementrian Kajian Strategis BEM UNS Idealkan Sistem UKT KASKUS KEMENJAKPUS BEM KM IPB. UKT = Uang Kuliah Tunggal. 22 April Penataan Akun dan Jumlah Penerimaan Perguruan Tinggi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri tahun 2014 Septyo. Kabinet KM-ITB Bersama MWA-WM ITB Penuhi Undangan RPDU Komisi X DPR RI. 22 April Teuku Syaifullah. 26 April Liberalisasi Pendidikan, Siapa Yang diuntungkan?. si-pendidikan-siapa-yang-diuntungkan&catid=22:pendidikan&itemid=57 Yuliawan, Muhammad. Download Permendikbud No.55 Tahun 2013 Tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal. 22 April

71 P a g e 71 Perundang-undangan dan lain-lain. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Kabinet Indonesia Bersatu II sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 61/P Tahun Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 55 Tahun 2010 jo. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 2011 tentang Tata Naskah Dinas di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 108 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 58 Tahun 2012 tentang Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Yang Diselenggarakan Oleh Pemerintah. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 58 Tahun 2012 tentang Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Yang Diselenggarakan Oleh Pemerintah. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 55 Tahun 2013 tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal Pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 73 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 55 Tahun 2013 tentang Biaya Kuliah Tunggal Dan Uang Kuliah Tunggal Pada Perguruan Tinggi Negeri Di Lingkungan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi Nomor 22 Tahun 2015 tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal Pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Peraturan Presiden Nomor 24 tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana

72 P a g e 72 telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara. Permendikbud no.139 tahun 2014 ttg pedoman statuta dan Organisasi PT permendikbud_tahun2014_nomor088 ttg perubahan PTN menjadi PTNBH permenristekdikti no.6 tahun 2016 Permintaan Usulan Tarif UKT Tahun Angkatan PP 26 Tahun 2015 ttg bentuk dan mekanisme pendanaan PTNBH PP-No-58-Tahun-2013-ttg-Bentuk-dan-Mekanisme-Pendanaan-PTN-BH Surat Edaran Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Nomor 800/A.A1/KU/2016 Perihal Surat Keputusan Dirjen Pendidikan Tinggi Kemdikbud RI Nomor 15/DIKTI/Kep/2013 tentang Pengelolaan Bantuan Operasional PTN untuk Penelitian. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. UU No.12 Tahun 2012 Pendidikan Tinggi

73 P a g e 73

KAJIAN PENDIDIKAN TINGGI : MAU DIBAWA KEMANA PENDIDIKAN TINGGI KITA? #SOMASIMENRSITEKDIKTI

KAJIAN PENDIDIKAN TINGGI : MAU DIBAWA KEMANA PENDIDIKAN TINGGI KITA? #SOMASIMENRSITEKDIKTI Page 1 KAJIAN PENDIDIKAN TINGGI : MAU DIBAWA KEMANA PENDIDIKAN TINGGI KITA? #SOMASIMENRSITEKDIKTI Disusun oleh : Koordinator Isu Pendidikan BEM SI Koordinator Isu Pendidikan Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh

Lebih terperinci

BOPTN dan BPPTNBH. Bahan Biro Perencanaan dalam Rakor Pengawasan Bersama Itjen-BPKP. Solo, 28 Februari 2017

BOPTN dan BPPTNBH. Bahan Biro Perencanaan dalam Rakor Pengawasan Bersama Itjen-BPKP. Solo, 28 Februari 2017 Bahan Biro Perencanaan dalam Rakor Pengawasan Bersama Itjen-BPKP BOPTN dan BPPTNBH Solo, 28 Februari 2017 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi 1 BOPTN Bantuan Operasional Perguruan Tinggi

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN BANTUAN OPERASIONAL PERGURUAN TINGGI NEGERI

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN BANTUAN OPERASIONAL PERGURUAN TINGGI NEGERI PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN BANTUAN OPERASIONAL PERGURUAN TINGGI NEGERI KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI 2016 Petunjuk Teknis Pelaksanaan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri

Lebih terperinci

BANTUAN OPERASIONAL PERGURUAN TINGGI NEGERI

BANTUAN OPERASIONAL PERGURUAN TINGGI NEGERI PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN BANTUAN OPERASIONAL PERGURUAN TINGGI NEGERI DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI 2012 DAFTAR ISI PENDAHULUAN... 3 KETENTUAN UMUM... 5 IMPLEMENTASI DANA BO-PTN... 9 Lampiran

Lebih terperinci

Implementasi Kebijakan BOPTN dan UKT : Implikasinya Terhadap Universitas Indonesia dan Perguruan Tinggi Negeri Lainnya

Implementasi Kebijakan BOPTN dan UKT : Implikasinya Terhadap Universitas Indonesia dan Perguruan Tinggi Negeri Lainnya Implementasi Kebijakan BOPTN dan UKT : Implikasinya Terhadap Universitas Indonesia dan Perguruan Tinggi Negeri Lainnya Oleh : 1 Alldo Fellix Januardy 1 Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia Unsur Mahasiswa

Lebih terperinci

DUKUNGAN PENGANGGARAN UNTUK KEGIATAN KEMAHASISWAAN DI PERGURUAN TINGGI RINTO SUBEKTI, S.E., M.M. ANGGOTA KOMISI X DPR-RI

DUKUNGAN PENGANGGARAN UNTUK KEGIATAN KEMAHASISWAAN DI PERGURUAN TINGGI RINTO SUBEKTI, S.E., M.M. ANGGOTA KOMISI X DPR-RI DUKUNGAN PENGANGGARAN UNTUK KEGIATAN KEMAHASISWAAN DI PERGURUAN TINGGI RINTO SUBEKTI, S.E., M.M. ANGGOTA KOMISI X DPR-RI 1 P E N D A H U L U AN Di era keterbukaan saat ini, persaingan sumber daya manusia

Lebih terperinci

ANGGARAN PENDIDIKAN DALAM RAPBN 2014

ANGGARAN PENDIDIKAN DALAM RAPBN 2014 ANGGARAN PENDIDIKAN DALAM RAPBN 2014 1. Perkembangan Anggaran Pendidikan Anggaran Pendidikan adalah alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang dianggarkan melalui Kementerian Negara/Lembaga, alokasi

Lebih terperinci

Ada Apa Dengan BOPTN?

Ada Apa Dengan BOPTN? Ada Apa Dengan BOPTN? oleh Rizki Arif (Staf Kajian BK MWA UI UM 2016) Membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR SATUAN BIAYA OPERASIONAL PENDIDIKAN TINGGI PADA PERGURUAN TINGGI KEAGAMAAN NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLlK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLlK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2012 TENTANG MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLlK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN OPERASIONAL PERGURUAN TINGGI YANG D1SELENGGARAKANOLEH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG BENTUK DAN MEKANISME PENDANAAN PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG BENTUK DAN MEKANISME PENDANAAN PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG BENTUK DAN MEKANISME PENDANAAN PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG BENTUK DAN MEKANISME PENDANAAN PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG BENTUK DAN MEKANISME PENDANAAN PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG BENTUK DAN MEKANISME PENDANAAN PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum.

Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum. UNDANG-UNDANG PENDIDIKAN TINGGI (SUBSTANSI KEBAHARUAN DAN PERATURAN PELAKSANAANNYA) Oleh: Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum. (Pembantu Rektor II UNS) Disampaikan dalam rangka Diskusi Terbatas Pro-Kontra

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

2 makro yang disertai dengan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal, dan pergeseran anggaran antarunit organisasi dan/atau antarprogram yang berdampak

2 makro yang disertai dengan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal, dan pergeseran anggaran antarunit organisasi dan/atau antarprogram yang berdampak No.44, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. APBN. Tahun 2015. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5669) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

2018, No Menimbang : a. bahwa dana bantuan operasional ditujukan untuk menjaga kelangsungan pelaksanaan tridharma perguruan tinggi sesuai denga

2018, No Menimbang : a. bahwa dana bantuan operasional ditujukan untuk menjaga kelangsungan pelaksanaan tridharma perguruan tinggi sesuai denga No.209, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENRISTEK-DIKTI. BOPTN. Pencabutan. PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2018 TENTANG BANTUAN OPERASIONAL

Lebih terperinci

&DIKTI. Keuangan Negara DEPARTEMEN KAJIAN & AKSI STRATEGIS

&DIKTI. Keuangan Negara DEPARTEMEN KAJIAN & AKSI STRATEGIS UU &DIKTI Keuangan DEPARTEMEN KAJIAN & AKSI STRATEGIS Keuangan Di dalam Pasal 23 Ayat (1) UUD 1945 perumusan tentang keuangan adalah: Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2013 TENTANG BENTUK DAN MEKANISME PENDANAAN PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2013 TENTANG BENTUK DAN MEKANISME PENDANAAN PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2013 TENTANG BENTUK DAN MEKANISME PENDANAAN PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS DIPONEGORO NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG

SALINAN PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS DIPONEGORO NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS DIPONEGORO NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PENGHASILAN LAIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN NON PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS DIPONEGORO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2013 TENTANG BENTUK DAN MEKANISME PENDANAAN PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2013 TENTANG BENTUK DAN MEKANISME PENDANAAN PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2013 TENTANG BENTUK DAN MEKANISME PENDANAAN PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2018 TENTANG BANTUAN OPERASIONAL PERGURUAN TINGGI NEGERI

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2018 TENTANG BANTUAN OPERASIONAL PERGURUAN TINGGI NEGERI SALINAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2018 TENTANG BANTUAN OPERASIONAL PERGURUAN

Lebih terperinci

2 Sehubungan dengan lemahnya perekonomian global, kinerja perekonomian domestik 2015 diharapkan dapat tetap terjaga dengan baik. Pertumbuhan ekonomi p

2 Sehubungan dengan lemahnya perekonomian global, kinerja perekonomian domestik 2015 diharapkan dapat tetap terjaga dengan baik. Pertumbuhan ekonomi p TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEUANGAN. APBN. Tahun 2015. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 44) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pendidikan Tinggi adalah jenjang pendidikan setela

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pendidikan Tinggi adalah jenjang pendidikan setela LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.142, 2013 PENDIDIKAN Perguruan Tinggi Negeri. Pendanaan. Bentuk. Mekanisme. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5438) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG BANTUAN OPERASIONAL PERGURUAN TINGGI NEGERI

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG BANTUAN OPERASIONAL PERGURUAN TINGGI NEGERI SALINAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG BANTUAN OPERASIONAL PERGURUAN

Lebih terperinci

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Aloka

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Aloka No.1851, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Dana Bagi Hasil. Sumber Daya Alam. Lebih Bayar. Alokasi Kurang Bayar. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 214 /PMK.07/2014 TENTANG

Lebih terperinci

ANALISIS UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN Oleh. I Kadek Arta Jaya, S.Ag.,M.Pd.H

ANALISIS UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN Oleh. I Kadek Arta Jaya, S.Ag.,M.Pd.H ANALISIS UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003 Oleh I Kadek Arta Jaya, S.Ag.,M.Pd.H I. PENDAHULUAN Pendidikan merupakan aspek yang sangat penting dan yang paling pokok dalam menentukan kemajuan dan

Lebih terperinci

Regulasi dalam Pengembangan dan Implementasi Kurikulum di Perguruan Tinggi

Regulasi dalam Pengembangan dan Implementasi Kurikulum di Perguruan Tinggi Regulasi dalam Pengembangan dan Implementasi Kurikulum di Perguruan Tinggi Dr. Ridwan Roy T, SH, SE, Msi Direktorat Jenderal Pembelajaran Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan KEMENTERIAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 244/PMK.07/2010 TENTANG ALOKASI SEMENTARA DANA BAGI HASIL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN

Lebih terperinci

R. Undang-Undang Pendidikan Tinggi yang telah disyahkan. DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2 Agustus 2012

R. Undang-Undang Pendidikan Tinggi yang telah disyahkan. DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2 Agustus 2012 R. Undang-Undang Pendidikan Tinggi yang telah disyahkan DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2 Agustus 2012 1 RDP dengan Berbagai Kalangan RDP dan sosialisasi dengan

Lebih terperinci

Perbaikan Kualitas Belanja Bidang Pendidikan Dalam Rangka Meningkatkan Kualitas SDM

Perbaikan Kualitas Belanja Bidang Pendidikan Dalam Rangka Meningkatkan Kualitas SDM Perbaikan Kualitas Belanja Bidang Pendidikan Dalam Rangka Meningkatkan Kualitas SDM Jakarta, 28 November 2017 oleh Direktur Penyusunan APBN Seminar Hasil Kajian Pendidikan Upaya Bersama Untuk Meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2013 TENTANG BENTUK DAN MEKANISME PENDANAAN PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2013 TENTANG BENTUK DAN MEKANISME PENDANAAN PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2013 TENTANG BENTUK DAN MEKANISME PENDANAAN PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2016 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2017 (Lembaran Negara Republik Indon

2017, No Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2016 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2017 (Lembaran Negara Republik Indon No.1289, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. DAU dan Tambahan DAK Fisik. APBNP TA 2017. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 127/PMK.07/2017 /PMK.07/2017 TENTANG PELAKSANAAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Dana Bagi Hasil. Sumber Daya Alam. Migas. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Dana Bagi Hasil. Sumber Daya Alam. Migas. Perubahan. No.1475, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Dana Bagi Hasil. Sumber Daya Alam. Migas. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 189/PMK.07/2013 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 17/PMK.07/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 17/PMK.07/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 17/PMK.07/2009 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM PERTAMBANGAN MINYAK BUMI DAN GAS BUMI TAHUN ANGGARAN 2009 MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 121/PMK.07/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 121/PMK.07/2010 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 121/PMK.07/2010 TENTANG ALOKASI KURANG BAYAR DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM PERTAMBANGAN MINYAK BUMI DAN GAS BUMI TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.851, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. DBH. SDA Migas. Tahun Anggaran 2011. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 222/PMK.07/2011 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL

Lebih terperinci

Disampaikan Dalam Pengarahan kepada Civitas Akademik UNS

Disampaikan Dalam Pengarahan kepada Civitas Akademik UNS EFEKTIFITAS PENGAWASAN INTERNAL DI PERGURUAN TINGGI MELALUI PEMBERDAYAAN SPI Oleh : Prof. Dr. Jamal Wiwoho, SH, M.Hum. Inspektur Jenderal Kemenristekdikti Disampaikan Dalam Pengarahan kepada Civitas Akademik

Lebih terperinci

Otonomi Akademik & Peningkatan Peran Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum dalam Pengembangan Pendidikan Nasional

Otonomi Akademik & Peningkatan Peran Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum dalam Pengembangan Pendidikan Nasional Otonomi Akademik & Peningkatan Peran Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum dalam Pengembangan Pendidikan Nasional Aspek Legal dalam Otonomi & Aspek Kewenangan dalam Pengelolaan Perguruan Tinggi Negeri Badan

Lebih terperinci

IONAL AL PT P N (TRANSISI ME

IONAL AL PT P N (TRANSISI ME BANTUAN OPERASIONAL PTN (TRANSISI MENUJU UKT) DIRJEN DIKTI RAPAT DIKTI DAN PARA REKTOR PTN UNTUK TRANSISI PEMBIAYAAN OPERASIONAL PTN 2012 DALAM RANGKA PENERIMAAN MAHASISWA TAHUN AKADEMI 2012/2013 BANDUNG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. commit to user digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Bekalang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan dan kemampuan individu. Melalui pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat

Lebih terperinci

Sistem Pendidikan Nasional

Sistem Pendidikan Nasional Sistem Pendidikan Nasional Oleh : M.H.B. Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara

Lebih terperinci

Kenaikan Biaya Pendidikan Universitas Indonesia Tahun 2016

Kenaikan Biaya Pendidikan Universitas Indonesia Tahun 2016 Kenaikan Biaya Pendidikan Universitas Indonesia Tahun 2016 Oleh Sandi Aria Mulyana / FISIP UI 2012 Pada masa pemilihan Calon Rektor Universitas Indonesia pada tahun 2014 lalu, Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1469, 2013 KEMENTERIAN KEUANGAN. Anggaran. Transfer. Pelaksanaan. Pertanggungjawaban. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 183/PMK.07/2013 TENTANG PELAKSANAAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 160.2/PMK.07/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 160.2/PMK.07/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 160.2/PMK.07/2008 TENTANG ALOKASI SEMENTARA DANA BAGI HASIL PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 DAN PASAL 29 WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM NEGERI DAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1000, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Tugas Belajar. Kesehatan. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

TAHUN ANGGARAN 2013 PANDUAN PENYUSUNAN LAPORAN BANTUAN OPERASIONAL PERGURUAN TINGGI NEGERI (BOPTN)

TAHUN ANGGARAN 2013 PANDUAN PENYUSUNAN LAPORAN BANTUAN OPERASIONAL PERGURUAN TINGGI NEGERI (BOPTN) TAHUN ANGGARAN 2013 PANDUAN PENYUSUNAN LAPORAN BANTUAN OPERASIONAL PERGURUAN TINGGI NEGERI (BOPTN) KANTOR PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN UNIVERSITAS INDONESIA JUNI 2013 Daftar Isi I. Latar Belakang 3 II.

Lebih terperinci

- 2 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,

- 2 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, - 2 - PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN TUGAS BELAJAR DAN IZIN BELAJAR BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran No.851, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. DBH. SDA Migas. Tahun Anggaran 2011. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 222/PMK.07/2011 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1326, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Dana Bagi Hasil. Pertambangan. Bagian Daerah. TA 2012. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 231 /PMK.07/2012 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KEDOKTERAN

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KEDOKTERAN SALINAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa bidang pendidikan merupakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 130, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4442)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 130, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4442) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 130, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4442) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI SALINAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PENDIRIAN, PERUBAHAN,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.818,2011 PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 208/PMK.07/2011 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM PERTAMBANGAN UMUM TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN

Lebih terperinci

Standar Nasional Pendidikan Tinggi

Standar Nasional Pendidikan Tinggi Sosialisasi Standar Nasional Pendidikan Tinggi Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi dan Permenristekdikti No. 44 Tahun 2015 Tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi Kementerian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan. pendidikan. Untuk mendasarinya, Undang-Undang Dasar 1945 di

BAB I PENDAHULUAN. investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan. pendidikan. Untuk mendasarinya, Undang-Undang Dasar 1945 di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini Pemerintah Indonesia telah menjadikan investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan mengalokasikan persentase yang lebih

Lebih terperinci

MENEROPONG PROBLEM PENDIDIKAN DI INDONESIA Refleksi Hari Pendidikan Nasional*

MENEROPONG PROBLEM PENDIDIKAN DI INDONESIA Refleksi Hari Pendidikan Nasional* MENEROPONG PROBLEM PENDIDIKAN DI INDONESIA Refleksi Hari Pendidikan Nasional* O. Nurhilal, M.Si Jurusan Fisika FMIPA Universitas Padjadjaran Alamat email : o.nurhilal@unpad.ac.id Abstrak Pendidikan merupakan

Lebih terperinci

PERHITUNGAN ALOKASI DAN KEBIJAKAN PENYALURAN DAK TA 2014, SERTA ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH DI BIDANG KEHUTANAN

PERHITUNGAN ALOKASI DAN KEBIJAKAN PENYALURAN DAK TA 2014, SERTA ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH DI BIDANG KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN RI PERHITUNGAN ALOKASI DAN KEBIJAKAN PENYALURAN DAK TA 2014, SERTA ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH DI BIDANG KEHUTANAN disampaikan pada: Sosialisasi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Alokasi. Anggaran Pendidikan. APBN.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Alokasi. Anggaran Pendidikan. APBN. No.83, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Alokasi. Anggaran Pendidikan. APBN. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86/PMK.02/2009 TENTANG ALOKASI ANGGARAN BELANJA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.414, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Dana. Bagi Hasil. Kurang Bayar. SDA. Rincian. APBN. Tahun Anggaran 2015. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 /PMK.07/2015 TENTANG

Lebih terperinci

2017, No melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (1) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu membentuk Undang-Undang tent

2017, No melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (1) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu membentuk Undang-Undang tent No.233, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. APBN. Tahun 2018. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6138) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.772, 2011 PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 197/PMK.07/2011 TENTANG ALOKASI SEMENTARA DANA BAGI HASIL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Demi tercapainya kualitas hidup yang lebih baik di butuhkan upaya-upaya dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Demi tercapainya kualitas hidup yang lebih baik di butuhkan upaya-upaya dari berbagai BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang masalah Salah satu tugas negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai mana telah tertulis di dalam Undang Undang Dasar Republik Indonesia (UUD RI) 1945, maka

Lebih terperinci

BUPATI AGAM PERATURAN BUPATI AGAM NOMOR 05 TAHUN 2012 T E N T A N G

BUPATI AGAM PERATURAN BUPATI AGAM NOMOR 05 TAHUN 2012 T E N T A N G BUPATI AGAM PERATURAN BUPATI AGAM NOMOR 05 TAHUN 2012 T E N T A N G PELAKSANAAN PEMBERIAN TUGAS BELAJAR, TUGAS BELAJAR MANDIRI DAN IZIN BELAJAR BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.

Lebih terperinci

Standar Nasional Pendidikan Tinggi

Standar Nasional Pendidikan Tinggi Sosialisasi Standar Nasional Pendidikan Tinggi Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi dan Permenristekdikti No. 44 Tahun 2015 Tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi Prof.Dr. Johannes

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG BIAYA KULIAH TUNGGAL DAN UANG KULIAH TUNGGAL PADA PERGURUAN TINGGI NEGERI DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA SAMARINDA TAHUN 2011

BAB II GAMBARAN UMUM RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA SAMARINDA TAHUN 2011 BAB II GAMBARAN UMUM RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA SAMARINDA TAHUN 2011 A. Isu Strategis Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Samarinda Tahun 2011 merupakan suatu dokumen perencanaan daerah

Lebih terperinci

RENCANA ANGGARAN KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI2018 (PROGRAM, SASARAN DAN INDIKATOR)

RENCANA ANGGARAN KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI2018 (PROGRAM, SASARAN DAN INDIKATOR) RENCANA ANGGARAN KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI2018 (PROGRAM, SASARAN DAN INDIKATOR) Dalam RAPBN 2018, anggaran Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi sebesar Rp41,28 triliun

Lebih terperinci

KANTOR PENJAMINAN MUTU INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

KANTOR PENJAMINAN MUTU INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER KANTOR PENJAMINAN MUTU INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2017 INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER Kampus ITS Sukolilo-Surabaya 60111 Telp: (031) 5994418 http://www.its.ac.id STANDAR MUTU SPMI (Quality

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat:

Lebih terperinci

, No.2057 tentang Kurang Bayar dan Lebih Bayar Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Tahun Anggaran 2013 dan Tahun Anggaran 2014 Menurut Provinsi/Ka

, No.2057 tentang Kurang Bayar dan Lebih Bayar Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Tahun Anggaran 2013 dan Tahun Anggaran 2014 Menurut Provinsi/Ka BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Dana. Hasil. Sumber Daya Alam. Kurang Bayar. Lebih Bayar. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 259/PMK.07/2015 TENTANG KURANG BAYAR DAN LEBIH BAYAR

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.184, 2012 KEMENTERIAN KEUANGAN. Bantuan Operasional. Sekolah. Daerah Terpencil. Pedoman Umum. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/PMK.07/2012 TENTANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 212/PMK.07/2010 TENTANG PEDOMAN UMUM DAN ALOKASI PROGNOSA DEFINITIF TUNJANGAN PROFESI GURU PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH KEPADA DAERAH PROVINSI, KABUPATEN, DAN KOTA TAHUN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 229 /PMK.07/2010 TENTANG ALOKASI SEMENTARA DANA BAGI HASIL PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 DAN PASAL 29 WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM NEGERI DAN PAJAK PENGHASILAN

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

2016, No provinsi/kabupaten/kota ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur

2016, No provinsi/kabupaten/kota ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur No.110, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Alokasi Dana. Kurang Bayar. Pajak Bumi dan Bangunan. Tahun Anggaran 2016. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4/PMK.07/2016 TENTANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 236/PMK.07/2010 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM PERTAMBANGAN MINYAK BUMI DAN GAS BUMI DALAM RANGKA OTONOMI KHUSUS DI PROVINSI PAPUA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI SALINAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2016 TENTANG PENDIRIAN, PERUBAHAN,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

2011, No Memperhatikan : 3. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nom

2011, No Memperhatikan : 3. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nom BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.123, 2011 KEMENTERIAN KEUANGAN. DBH. SDA Pertambangan Umum. Perkiraan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PMK.07/2011 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI DANA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 233/PMK.07/2010 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM PERTAMBANGAN UMUM TAHUN ANGGARAN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1570, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Dana Bagi Hasil. Pajak. Alokasi. Perkiraan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 202/PMK.07/2013 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI

Lebih terperinci

BUPATI KAPUAS HULU SELAMAT PAGI DAN SALAM SEJAHTERA.

BUPATI KAPUAS HULU SELAMAT PAGI DAN SALAM SEJAHTERA. BUPATI KAPUAS HULU PIDATO JAWABAN / PENJELASAN BUPATI KAPUAS HULU TERHADAP PEMANDANGAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU TERHADAP RANCANGAN PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.907, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Insentif Daerah. Tahun Anggaran 2012. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.07/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

Ringkasan Putusan. Perkara No 136/PUU-VII/2009. Aep Saepudin, dkk. Aminudin Ma ruf,dkk. Yura Pratama Yudistira,dkk

Ringkasan Putusan. Perkara No 136/PUU-VII/2009. Aep Saepudin, dkk. Aminudin Ma ruf,dkk. Yura Pratama Yudistira,dkk Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009 tanggal 31 Maret 2010 atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Lebih terperinci

2013, No makro yang disertai dengan perubahan kebijakan fiskal yang berdampak cukup signifikan terhadap besaran APBN Tahun Anggaran 2013 sehingg

2013, No makro yang disertai dengan perubahan kebijakan fiskal yang berdampak cukup signifikan terhadap besaran APBN Tahun Anggaran 2013 sehingg No.108, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN NEGARA. APBN. Tahun Anggaran 2012. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5426) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Menteri Keuangan tentang Rincian Kurang Bayar Dana Bagi Hasil Menurut Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota yang Dialokasikan dala

2017, No Peraturan Menteri Keuangan tentang Rincian Kurang Bayar Dana Bagi Hasil Menurut Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota yang Dialokasikan dala BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1466, 2017 KEMENKEU. Dana Bagi Hasil. TA 2017. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.07/2017 TENTANG RINCIAN KURANG BAYAR DANA BAGI HASIL MENURUT

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DR. TJAHJANULIN DOMAI, MS Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya 1. Pendahuluan - Pengantar - Tujuan - Definisi 2. Ketentuan Pengelolaan

Lebih terperinci

Revisi ke 02 Tanggal : 29 April 2016

Revisi ke 02 Tanggal : 29 April 2016 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar Hukum: 1.UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2.UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3.UU No. 14 Tahun

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2018

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2018 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM DAN ANGGARAN UNIVERSITAS ANDALAS TAHUN Oleh: Wakil Rektor IV

RENCANA PROGRAM DAN ANGGARAN UNIVERSITAS ANDALAS TAHUN Oleh: Wakil Rektor IV RENCANA PROGRAM DAN ANGGARAN UNIVERSITAS ANDALAS TAHUN 2016 Oleh: Wakil Rektor IV 1 1) Penyampaian Alokasi Pagu Anggaran Unand Tahun 2016 2 4 5 Isu Mendasar Anggaran Unand 2016 - Berkurangnya Alokasi

Lebih terperinci