SIGNIFIKANSI PERBANDINGAN HUKUM PIDANA DALAM PROSES PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA
|
|
- Fanny Gunawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 SIGNIFIKANSI PERBANDINGAN HUKUM PIDANA DALAM PROSES PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA SYAFRUDDIN, SH, MH Fakultas Hukum Jurusan Hukum Pidana Universitas Sumatera Utara Medan PENDAHULUAN A. Masyarakat dan Perkembangan Hukum Paton mengatakan bahwa semua masyarakat yang telah mencapai tingkat perkembangan tertentu harus menciptakan suatu sistem hukum untuk melindungi kepentingan-kepentingan tertentu. Jika masyarakat berkembang, maka konsepsi-konsepsi hukum akan menjadi lebih sempurna dan kepentingan yang dilindungi akan berubah. Menurut Paton selanjutnya, tidak ada alasan bagi kita untuk berusaha tidak menjawab berbagai permasalahan tersebut. 1 Statement yang dikemukakan G.W. Paton tersebut adalah suatu hal yang tidak dapat dipungkiri lagi. Kemajuan-kemajuan dalam bidang sosial, budaya, dan teknologi bergerak begitu cepat. Akibatnya, berbagai sarana dan pranata-pranata yang telah ada seperti peraturan perundangundangan menjadi ketinggalan dan tidak sesuai lagi dengan dinamika masyarakat dan pembangunan zaman. Di Indonesia dalam era pembangunan Pelita V yang sebentar lagi akan memasuki tahap tinggal landas (take off) untuk menuju masyarakat adil, makmur, aman, dan sejahtera, telah melaksanakan pembangunan di segala bidang kehidupan termasuk dalam bidang hukum. Pembangunan dalam bidang hukum ini perlu untuk mengimbangi pesatnya pembangunan di bidang-bidang lain. Dalam rangka pembangunan di bidang hukum ini, GBHN mengamanatkan, antara lain: a. Pembangunan hukum sebagai upaya untuk menegakkan keadilan, kebenaran, dan ketertiban dalam negara hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, diarahkan untuk meningkatkan kesadaran hukum, menjamin penegakan, pelayanan, dan kepastian hukum, serta mewujudkan tata hukum nasional yang mengabdi pada kepentingan nasional. b. Dalam rangka pembangunan hukum perlu lebih ditingkatkan upaya pembaharuan hukum secara terarah dan terpadu, antara lain melalui kodifikasi dan unifikasi bidang-bidang hukum tertentu, serta penyusunan perundang-undangan baru yang sangat dibutuhkan untuk mendukung pembangunan dalam berbagai bidang sesuai dengan tuntutan pembangunan, serta tingkat kesadaran hukum dan dinamika yang berkembang dalam masyarakat. Dalam rangka pembangunan hukum itu, diperlukan terlebih dahulu adanya perencanaan hukum (legal planning) yang dapat menampung segala kebutuhan dalam suasana perubahan-perubahan sosial atau dinamika masyarakat. Namun sebagaimana dikatakan Sunaryati Hartono., Legal 1 Whitecross, Paton George, A Teks Book of Jurisprudentie, terjemahan G. Soedarsono, BA, dkk., Penerbit : Yayasan GP Gadjah Mada, Jogyakarta, gal designed by USU digital library 1
2 Planning itu bukan pekerjaan yang mudah. Harus terlebih dahulu kita mempunyai pengetahuan yang luas dan mendalam tentang sistem hukum asing. 2 Di sinilah letak perlunya Perbandingan Hukum (Comparative Law). Dengan perbandingan hukum akan memperluas cakrawala berpikir serta memberi kesadaran kepada perencana/pelaksana pembangunan hukum itu bahwa bagi setiap masalah hukum terbuka lebih dari hanya satu cara untuk mengatasinya. Apalagi dalam perkembangan kehidupan masyarakat modern sekarang ini. Akibat kemajuan teknologi, jarak-jarak antar negara semakin rapat, hubungan komunikasi semakin cepat, maka setiap negara akan cenderung memperbandingkan dirinya dengan negara lain, dengan maksud untuk memelihara keseimbangan dan harmonisasi antar negara sehingga tujuan nasional masing-masing dapat tercapai. B. Similarities and Divergencies Perbandingan hukum (Rechtsvergelijking) pada dasarnya menunjukkan suatu rangkaian kegiatan membanding-bandingkan sistem hukum yang satu dengan sistem hukum yang lain; dengan perkataan lain membanding-bandingkan lembaga hukum (legal institution) dari suatu sistem (stelsel) hukum dengan lembaga hukum dari sistem hukum yang lain. Dengan melakukan perbandingan itu, kita akan dapat menemukan unsur-unsur persamaan (similaritas) dan juga unsur-unsur yang berbeda (divergensi) dari kedua lembaga ataupun sistem hukum itu. Memperbandingkan hukum dapat dilakukan dari berbagai sudut peninjauan, seperti memperbandingkan: - Hukum tertentu di masa lampau dengan hukum yang sama di masa sekarang. - Hukum yang sifatnya deskriptive dengan yang bersifat applied (praxis). - Hukum publik dengan hukum perdata. - Hukum tertulis dengan hukum yang tidak tertulis (Hukum Adat), dan lain sebagainya. Dalam perkembangannya dewasa ini, perbandingan hukum telah mendapat tempat penting baik dalam rangka edukasi hukum maupun dalam mengembangkan atau membangun hukum tertentu dalam prakteknya. Namun apabila dipertanyakan apakah perbandingan hukum itu merupakan suatu disiplin ilmu hukum yang telah berdiri sendiri (self standing) maka dewasa ini pada umumnya terdapat dua faham: 1. Faham yang mengatakan bahwa perbandingan hukum adalah suatu cabang ilmu hukum yang terpisah atau berdiri sendiri sebagaimana cabang ilmu hukum lainnya. Menurut R. Sianturi, S.H., 3 hal ini karena hukum perbandingan mengikuti metode dan asas-asas ilmu hukum pada umumnya dan perbandingan hukum pada berbagai Fakultas Hukum telah dijadikan sebagai mata kuliah yang tersendiri. 2. Namun kebanyakan sarjana berpendapat bahwa perbandingan hukum bukanlah suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri, sebagaimana dikatakan oleh Prof. Gutteridge bahwa The phrase Comparative Law Denates a method of study and research and not a distinct branch of departement of the law. 2 Sumaryati Hartono, DR., S.H., Capita Selecta Perbandingan Hukum, Alumni, Bandung, hal. 3 3 Sianturi, R Hukum Pidana Perbandingan, Penerbit Alumni AHM PT HM, Jakarta. Hal designed by USU digital library 2
3 Menurut DR. Muladi, S.H., Comparative Law bukanlah a body of rules and principles melainkan the technique of dealing with actual foreign law elements of a legal problem. Holland bahkan secara lebih sempit menyatakan bahwa lingkungan Comparative Law, praktis dibatasi pada penyelidikan-penyelidikan deskriptive dan lebih menekankan pada analisa, sistematisasi, dan interpretasi. Perbandingan hukum terlepas dari pendapat-pendapat di atas mempunyai banyak manfaat. Dari segi pendidikan hukum maka rechts vergelijking akan sangat bermanfaat untuk membuka cakrawala berpikir yang lebih luas bagi para mahasiswa sehingga tidak menjadi picik dan sempit. Dengan perbandingan hukum disadari bahwa ada cara-cara lain yang mungkin memecahkan persoalan yang dihadapi. Dengan demikian, mahasiswa mengetahui sisi-sisi yang terang dan sisisisi yang gelap mengenai caranya sendiri memecahkan persoalan-persoalan hukum. Akhirnya, dengan mempelajari hukum asing itu ia mempunyai pandangan yang lebih tepat mengenai hukumnya sendiri dan mempunyai argumentasi yang reasonable, bila ada pertanyaan kenapa demikian (oleh Prof. Dr. A. Zamal Abidin hal ini disebut dengan istilah Legal reasoning). Di samping manfaat secara ilmiah di atas, perbandingan hukum juga bermanfaat secara praxis baik untuk jurisprudensi, legislasi, dan harmonisasi hubungan internasional. Selanjutnya mengenai manfaat perbandingan hukum khususnya hukum pidana penulis uraikan dalam bab tersendiri designed by USU digital library 3
4 BAB II LEGAL SYSTEM TERKEMUKA DI DUNIA DAN KARAKTERISTIKNYA Di dunia sebenarnya terdapat berbagai sistem hukum dengan karakteristiknya maupun dengan segala kelebihan dan kekurangan masingmasing. Dalam Ilmu Hukum Pidana dewasa ini lazim dikenal adanya 3 (tiga) sistem hukum pidana yang paling menonjol dan mengemuka yang masingmasing mempunyai ciri-ciri khas ataupun karakteristik sendiri pula. Walaupun pada akhirnya kita dapat melihat suatu kecenderungan (tendency) bahwa ciri-ciri khas masing-masing sistem hukum pidana tersebut semakin tidak tegas lagi. Hal ini baik karena pertimbang-pertimbangan teknis maupun karena adanya kebutuhan hukum yang semakin kompleks. Daam bab ini penulis mencoba megemukakan tentang ketiga sistem hukum pidana tersebut. A. Sistem Hukum Pidana Eropa Kontinental Sistem hukum pidana Eropa Kontinental adalah sistem hukum pidana yang lazim dipergunakan di negara-negara Eropa daratan. Pada awalnya sistem hukum pidana Eropa Kontinental ini berasal dari hukum Romawi kuno yang selanjutnya diresepsi dalam kode Napoleon. Dari sinilah kemudian menyebatr ke berbagai daratan Eropa seperti Jerman, Belanda, Spanyol, dan lain sebagainya. Ketika negara-negara Eropa Kontinental ini melakukan penjajahan ke berbagai bagian bumi baik di Asia, Afrika, dan lain-lain, selama berpuluh tahun bahkan beratus tahun, maka mereka turut menerapkan sistem hukum pidana seperti yang dipakai di negara asal mereka di negara-negara yang mereka jajah, yang pada umumnya sistem hukum pidana tersebut berlanjut sampai sekarang. Ada beberapa ciri khas ataupun karakteristik dari sistem hukum pidana Eropa Kontinental ini, antara lain dalam hal: Pengkodifikasiannya Kendatipun dalam perkembangannya sukar untuk menentukan sistem hukum pidana mana yang lebih terkodifikasi, namun pada umumnya dapat dikatakan bahwa sistem hukum pidana Eropa Kontinental adalah terkodifikasi, karena diundangkan sekaligus dalam satu kitab. Hal ini menunjukkan bahwa sumber hukum pidana yang utama dalam negara-negara yang menganut sistem Eropa Kontinental adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidananya. Berbagai ketentuan hukum pidana dalam rangka kodifikasi ini dimuat dan diatur dalam suatu Kitab Hukum Pidana yang dikenal dengan istilah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sebagai contoh dapat disebutkan adalah Hukum Pidana Belanda (yang semula berasal dari Code Penal Perancis) terdapat dalam satu kitab yang terdiri dari tiga buku. Hal yang sama juga terdapat di Indonesia yang memang diresepsi dari hukum pidana Belanda dahulu. Dalam perkembangannya sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, ternyata perundang-undangan Hukum Pidana atau perundangundangan yang di dalamnya terdapat materi hukum pidana, semakin lama semakin banyak dan menumpuk juga. Di Indonesia misalnya dapat dikatakan bahwa materi hukum pidana di luar KUHP (hukum pidana khusus) justru lebih banyak dan terus bertambah, seperti: - Undang-undang No.3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. - Undang-Undang No.9 Tahun 1976 tentang Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika. - Undang-Undang No.7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian designed by USU digital library 4
5 - UU No.8 Darurat 1955 tentang Tindak Pidana Imigrasi dan diubah menjadi UU No.1 Tahun Dengan telah tertulisnya semua ketentuan tentang hukum pidana, dapat dikatakan bahwa dalam sistem Eropa Kontinental lebih terjamin adanya kepastian hukum. Walaupun kepastian hukum yang terkandung dalam sistem ini adalah kepastian hukum yang bersifat formal yang dalam hal-hal tertentu selalu tertinggal oleh perkembangan peradaban dan kesadaran hukum masyarakat. Karena itulah di negara-negara Eropa Kontinental sudah semakin berkembang kepastian hukum yang bersifat materil. Selanjutnya sistem hukum pidana Eropa Kontinental mempergunakan sistem peradilan yang berbeda dengan sistem Anglo Saxon. Di negara-negara Eropa Kontinental dianut sistem di mana Hakim atau Majelis Hakim yang mengadili perkara pidana; dengan kata lain hakim atau majelis hakimlah yang menentukan bersalah atau tidaknya seorang terdakwa dan sekaligus menjatuhkan putusannya baik berupa pemidanaan ataupun pembebasan. Indonesia sebagai negara bekas jajahan dari salah satu negara Eropa Kontinental di mana Kitab Undang-Undang Hukum Pidananya sampai kini masih merupakan warisan dari masa penjajahan tersebut sudah tentu dapat digolongkan termasuk dalam sistem hukum pidana Eropa Kontinental tersebut. Namun sebagai suatu negara yang telah merdeka dan mempunyai falsafah hidup sendiri tentulah harus terus berusaha menciptakan hukum pidana yang sesuai dengan kepribadian bangsa sendiri. A. Sistem Hukum Pidana Anglo Saxon Sistem hukum pidana Anglo Saxon adalah suatu sistem hukum pidana yang berasal dari negara-negara Anglo Saxon yaitu Amerika Serikat dan Inggris. Temasuk ke dalam sistem ini adalah negara-negara lain baik itu di Asia, Australia, Afrika, dan Amerika yang dalam sejarahnya pernah mengalami penjajahan dari negara-negara Anglo Saxon tersebut yang sampai saat ini masih menganut dan menerapkan sistem hukum pidana Anglo Saxon tersebut. Sebagaimana sistem Eropa Kontinental maka sistem hukum pidana Anglo Saxon mempunyai ciri-ciri yang khas pula. Di negara-negara Anglo Saxon seperti Amerika Serikat, Inggris, dan negara-negara ex-dominionnya seperti Malaysia, Filipina, dan lain-lain sumber utama hukum pidananya bukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang telah terkodifikasi tetapi adalah hukum umum (Common Law) baik berupa undang-undang (Statue act), Yurisprudensi maupun perundang-undangan lain (delegated Legislation). Sumber-sumber ini berkembang terus dan bertambah tahun demi tahun, sehingga untuk memperlajarinya harus mengumpulkan terlebih dahulu berbagai yurisprudensi dan perundang-uinmdangan yang bersangkutan. Usaha untuk mengkofikasikannya baru bagian demi bagian yang sudah tercapai, seperti: - Undang-undang tentang kejahatan terhadap orang (Offences against the person act); - Undang-Undang tentang Kejahatan Seksual (Sexual Act); - Undang-Undang tentang Pencurian (Theft Act), dan lain-lain. Namun usaha untuk mengkofikasikan keseluruhannya dan mengunifikasikannya belum berhasil sepenuhnya. Oleh karena sumber hukum pidana yang utama adalah Common Law, kepastian hukum yang bersifat material yang dalam prakteknya senantiasa dapat mengikuti perkembangan kesadaran hukum dalam 2002 designed by USU digital library 5
6 masyarakat. Hal ini nampaknya sejalan dengan ajaran Paul Van Schalten tentang Het Open Sistem vanm Het Recht yang pada dasarnya mengakui kesadaran hukum yang berkembang baik di kalangan penegak hukum dan masyarakat. Kepastian hukum yang bersifat material ini lebih dihargai lagi bila kita lihat dari sistem pelaksanaan peradilan di negara-negara Anglo Saxon yaitu sistem Juri. Menurut sistem ini dalam suatu persidangan perkara pidana para Juri-lah yang menentukan apakah terdakwa atau tertuduh itu bersalah (guilty) atau tidak bersalah (not guilty) setelah pemeriksaan selesai. Jika Juri menentukan bersalah barulah Hakim (biasanya tunggal) berperan menentukan berat ringannya pidana atau jenis pidananya. Bila Juri menentukan tidak bersalah maka Hakim membebaskan terdakwa (tertuduh). B. Sistem Hukum Pidana Negara-Negara Sosialis Sistem ini pada umumnya dianut oleh negara-negara yang berideologi komunis dengan berindukkan pada sistem Hukum Pidana di Sovyet Rusia dan RRC walaupun perkembangan dunia akhir-akhir ini menunjukkan kehancuran dan kegagalan ideologi dan sistem komunisme di negara induknya (Sovyet) yang diikuti oleh negara-negara komunis lainnya, namun itu berpengaruh besar dalam sistem ekonomi dan politiknya. Walaupun dalam bidang hukum akan segera menunjukkan perubahan pula. Pada dasarnya di negara sosialis seperti Sovyet dianut sistem kodifikasi. Namun bila dikaitkan dengan konsep kejahatan/tindak pidana yang masihberlku dan diatur dalam Pasal 7 dari Fundamental of Criminil Legislation for the USSR and the Union Republics yang mengatakan bahwa Kejahatan adalah tindakan atau kelalaian yang membahayakan masyarakat, maka dalam penerapannya akan berkembang berbagai peraturan dan yurisprudensi tentang apa yang merupakan kejahatan. Hal ini tentu saja sekaligus menggoyahkan asas kepastian hukum. Dalam hal sistem peradilan negara-negara sosial menggunakan sistem Hakim atau Majelis Hakim untuk menentukan bersalah atau tidaknya seseorang terdakwa sekaligus menjatuhkan vonisnya. Perbandingan hukum sangat bermanfaat dalam usaha memperdalam dan memperluas pengetahuan kita dalam tiap bidang hukum yaitu Falsafah Hukum, Sosilogi Hukum, dan Sejarah Hukum sekaligus designed by USU digital library 6
7 BAB III PERANAN DAN MANFAAT PERBANDINGAN HUKUM PIDANA BAGI PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA NASIONAL A. Manfaat Ilmiah dan Praktis Apabila kita melakukan perbandingan hukum pidana maka hal itu adalah karena didorong adanya kebutuhan-kebutuhan akan manfaatnya bagi kita, di mana manfaat-manfaat tersebut secara garis besarnya dapat dibedakan dalam: 1. Manfaat perbandingan hukum pidana secara ilmiah. Dengan membanding-bandingkan berbagai sistem hukum pidana dari berbagai negara maka pengetahuan kita tentang hukum dan pranatapranatanya akan semakin dalam dan luas. Hal ini karena kita dapat melihat bahwa terhadap suatu problem atau kebuthan yang sama dapat dicapai suatupenyelesaian atau problem solving yang berbeda-beda. Di samping itu dapat juga dilihat bahwa walaupun masyarakat dan kebudayaannya berbeda-beda tetapi dapat menyelesaikan persoalan yang sama dengan cara yang sama pula, sedang suatu masyarakat yang mempunyai budaya yang sama mungkin dapat menyelesaikan suatu persoalan dengan cara yang berbeda. Hal ini tentulah akan memperluas cakrawala ataupun wawasan berpikir kita sekaligus menghindarkan diri dari kepicikan dan mempunyai anggapan yang baik berupa anggapan bahwa hukum kitalah yang terbaik (chauvinistis) dan menilai orang baik tidak baik atau menganggapbahwa sistem kita tidak baik dibandingkan dengan sistem hukum negara lain (rasa rendah diri). Selanjutnya dengan perbandingan hukum dapat ditingkatkan kualitas pendidikan hukum. Para sarjana hukum akan mempunyai legalr reasoning tentang suatu lembaga hukum yang ada, di samping itu juga degan perbandingan hukum ini akan menimbulkan banyak inspirasi atas berbagai hal yang sekaligus merupakan usaha dan sumbangan yang berharga bagi perkembangan ilmu hukum pidana yang nantinya dapat berguna dalam praktek. a. Manfaat Perbandingan Hukum Pidana bagi Kegiatan Praktis Sebagaimana disebutkan di atas bahwa hukum asing banyak memberi bantuan dalam memecahkan persoalan-persoalan ang akan digunakan untuk pengembangan hukum sendiri. Oleh karena iutu, perbandingan hukum sangat berguna bagi Pembuat Undang-Undang (Legislator) dalam badan legislatif. Bagi para Hakim, studi Perbandingan Hukum akan banyak manfaatnya. Oleh karena dengan membandingkan aturan [erundang-undangan sendiri degan aturan perundang-undangan asing mengenai hal yang sama, para Hakim bisa mendapat pandangan yang lebih baik mengnai arti ari aturan itu sendiri. Perbandinganhukum dapat memberi pengetahuan yang lebih baik untuk mentafsirkan suatu aturan perundang-undangan yang selanjutnya dapat melahirkan yurisprudensi-yuriusprudensi baru yang bermutu dan up to date. Dengan makin eratnya hubungan antara negara yang satu dengan negara yang lain (adanya interdependensi antar negara) maka akan timbul kebutuhan yang sangat akan adanya persesuaian (harmonisasi hukum pidana yang satu dengan yang lain). Pada mulanya ini akan berpengaruh sekali dalam bidang perdagangan dan politik, tetapi terjadi suatu tindak pidana yang menimbulkan adanya titik-taut dalam hukum pidana maa terasalah perlunya harmoniasi hukum pidana antar negara itu. Sebagai 2002 designed by USU digital library 7
8 contohnya dapat disebutkan adalah masalah-masalah kejahatan yang dapat diekstradisi. B. Pembentukan Hukum Pidana Nasional yang Bermutu dan Up to Date Indonesia sampai sekarang mewarisi KUHP yang berasal dari masa penjajahan Belanda, walaupun memang di sana-sini banyak yang sudah ditambah, diubah, dan diganti. Namun bagaimanapun juga, KUHP tersebut dahulu disusun sesuai dengan ideologi penjajah dan sudah pasti sebagian ketentuannya telah ketinggalan zaman (out to date). Oleh karena itulah kita sambut baik usaha pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kehakiman, yang sedang berusaha mempersiapkan Rancangan KUH Pidana Nasional yang baru, yang lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia saat ini dan saat yang akan datang. Dalam usaha untuk membentuk KUHP Nasional yang baru dan bermutu itulah kita suka atau tidak suka membutuhkan pengetahuan tentang berbagai sistem hukum pidana asing maupun juga dalam konteks ini Hukum Pidana Adat. Hal ini dikarenakan kita dapat mengambil bahanbahan yang berguna bagi kita di Indonesia. Apalagi hukum pidana suatu negara modern harus mencerminkan several world view. Termasuk juga, sebagaimana disebutkan di atas, mempelajari hukum pidana adat Indonesia oleh karena KUHP yang baru nanti sudah tentu harus mencerminkan keperibadian Indonesia. Dengan demikian para perencana undang-undang dan pembuat undang-undang pidana baik DPR maupun pihak pemerintahan dapat menarik manfaat dari studi perbandingan hukum pidana. Ada beberapa ketentuan dalam KUHP Indonesia sekarang yang harus didekriminalisasi dan ada pula hal-hal yang terjadi dalam masyarakat yang perlu didekriminalisasi dengan segera untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Masalah yang berhubungan dengan Keluarga Berencana, penjualan alat-alat untuk menegah kehamilan yang dilarang dalam KUHP perlu ditinjau kembali. Selanjutnya hal-hal seperti kejahatan yang dilakukan oleh korporasio atau badan hukum, kejahgatan dalam kegiatan bursa saham perlu mendapat perhatian pula untuk dimasukkan ke dalam ketentuan undang-undang pidana. KUHP Nasional yang baru harus mempunyai jangkauan puluhan tahun ke depan agar tidak berubah-ubah tiap sebentar. Untuk itulah hukum pidana negara lain yang telah puluhan tahun lebih maju kehidupannya perlu dipelajari. Selanjutnya, studi perbandingan hukum pidana adalah untuk memenuhi perintah Pasal 32 UUD 1945 dan penjelasannya yang berbunyi: Pasal 32 UUD 1945: Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia. Penjelasan Pasal 32 UUD 1945: Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budinya rakyat Indonesia. Kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia. Sebagai contoh oleh Prof. Oemar Seno Adji, S.H. dikemukakan bahwa dalam rancangan KUHP yang baru di buku I dicantumkan adanya suatu sanksi adat pidana sebagai memenuhi kewajiban adat dan pembayaran ganti kerugian khususnya kepada korban pelanggaran. Dalam 2002 designed by USU digital library 8
9 peraturan-peraturan modern mengenai kompensasi ataupun restitusi kepada victim tersebut ketentuan adat dapat berkembang ke dalamnya. Dalam hal ganti rugi kepada victim ini kita dapat mengambil pengalaman dari penerapan Bab V KUHP Philipina tentang Pertanggungjawaban Perdata yang antara lain menyatakan: Bahwa setiap orang yang dipertanggungjawabkan pidana karena suatu kejahatan juga dipertanggungjawabkan karena kejahatan tersebut. Dengan demikian dapatlah kita melihat bahwa perbandingan hukum pidana sangat perlu terutama dalam menyusun KUHP Nasional yang baru, bermutu, dan up to date, serta dapat mengantisipasi permasalahan-permasalahan hukum yang timbul di masa sekarang dan di masa depan designed by USU digital library 9
10 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan Setelah melalui pembahasan pada bab-bab terdahulu maka penulis sampai kepada suatu kesimpulan yang pada pokoknya menyatakan sebagai berikut: 1. Perbandingan hukum (rechtvergelijking) adalah suatu kegiatan membanding-bandingkan sistem hukum yang satu dengan sistem hukum yang lain ataupun membanding-bandingkan lembaga hukum (legal institution) dari suatu sistem hukum dengan lembaga hukum dari sistem hukum yang lain. Perbandingan hukum itu dapat dilakukan antara: - hukum tertentu pada masa lampau dengan hukum yang sama dengan hukum yang sedang berlaku pada masa sekarang; - hukum yang sifatnya deskriptive dengan yang bersifat applied (praxis); - hukum publik dengan hukum privat; - hukum tertulis dengan hukum yang tidak tertulis (hukum adat), dan lain sebagainya. 2. Perbandingan hukum pidana (Comparative Criminal Law) mempunyai banyak manfaat baik secara ilmiah untuk meningkatkan kualitas pendidikan hukum dan pengembangan ilmu hukum pidana maupun secara praktis dalam bidang legislatif, judikatif (untuk pengembangan yurisprudensi) serta untuk meningkatkan hubungan internasional dengan danya harmoninasi hukum antar negara. 3. Studi Perbandingan Hukum pada hakekatnya adalah merupakan pelaksanaan dari Pasal 32 UUD 1945 beserta penjelasanya yaitu untuk memajukan kebudayaan nasional. 4. Perbandingan hukum pidana sangat dibutuhkan dalam rangka penyusunan KUHP Nasional yang baru dan bermutu, yaitu dengan menggali puncak-punak kebudayaan daerah berupa hukum pidana adat yang mempunyai nilai tinggi dan universal dan dengan memilih dan mengambil unsur-unsur hukum pidana negara lain yang lebih maju dan berguna. A. Saran-Saran Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas penulis mencoba memberikan beberapa saran yang kiranya dapat berguna, sebagai berikut: 1. Diharapkan agar kitanya lembaga-lembaga pendidikan khususnya fakultas-fakultas hukum menjadikan mata kuliah perbandingan hukum pidana (Comparative Criminal Law) sebagai mata kuliah wajib dan termasuk dalam kurikulum minimal di Fakultas \fakultas hukum tersebut. 2. Studi perbandingan hukum sebaiknya tidak hanya mempelahjari hukum pidana negara-negara lain tetapi juga mempelajari hukum pidana adat Indonesia yang cukup beraneka-ragam. 3. Pengambilan nilai-nilai budyaa asing dalam bidang hukum hendaklah dilakukan secara selektif dan tidak mengorbankan nilainilai kepribadian bangsa. 4. Sebaiknya dapat dintensifkan kegiatan-kegiatan seperti up grading, lokakarya, dan lain-lain tentang perbandingan hukum (pidana) bagi pihak-pihak yang berkepentingan seperti para hakim, jaksa, 2002 designed by USU digital library 10
11 anggota DPR maupun para Staf Pengajar di Perguruan-Perguruan Tinggi khususnya di Jurusan Hukum Pidana Fakultas-Fakultas Hukum designed by USU digital library 11
12 KEPUSTAKAAN Hamzah, Andi. Dr., S.H KUHP Republik Phlipina sebagai Perbandingan, Ghalia Indonesia, Jakarta Hamzah, Andi. Dr. SH KUHP Republik Korea Sebagai Perbandingan, Galia Indonesia, Jakarta Hartono, Sunaryati. DR., S.H., Capita Selecta Perbandingan Hukum, Alumni, Bandung Sianturi, R Hukum Pidana Perbandingan, Penerbit Alumni AHM PT HM, Jakarta. Seno Adji, Oemar, Prof. SH, Komentar Atas Seri Terjemahan KUHP Negara-Negara Asing, Ghalia Indonesia Whitecross, Paton George, A Teks Book of Jurisprudentie, terjemahan G. Soedarsono, BA, dkk., Penerbit : Yayasan GP Gadjah Mada, Jogyakarta 2002 designed by USU digital library 12
Pendahuluan. A. Perbandingan sebagai Metode- Sasaran
Pendahuluan A. Perbandingan sebagai Metode- Sasaran adanya hasil/ capaian yang diperoleh/ dikehendaki/ diinginkan Taylor: suatu hubungan J.S Mill: hubungan yang merupakan sebab akibat Soerjono Soekanto:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai negara yang sedang berkembang Indonesia perlu melaksanakan pembangunan di segala bidang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
Page 14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum. Itu berarti bahwa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemerdekaan bangsa Indonesia merupakan peninggalan yang tidak ternilai harga dari para pejuang terdahulu. Sebagai generasi penerus bangsa selayaknya jika kita mengisi
Lebih terperinciHUKUM DAN SISTEM HUKUM DI INDONESIA
HUKUM DAN SISTEM HUKUM DI INDONESIA PENGERTIAN HUKUM E. UTRECHT : Hukum adalah himpunan petunjuk-petunjuk hidup yang berisi perintahperintah dan larangan-larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sekarang diberlakukan di
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sekarang diberlakukan di Indonesia adalah KUHP yang bersumber dari hukum kolonial Belanda (Wetboek van Strafrecht) yang pada
Lebih terperinciDoktrin Precedent dan Plea Bargaining System. Oleh : Supriyanta, SH.MHum Fak. Hukum UNISRI Abstrak
Doktrin Precedent dan Plea Bargaining System Oleh : Supriyanta, SH.MHum Fak. Hukum UNISRI Abstrak Doktrin precedent dikenal dalam tatanan hukum Anglo Saxon, dimana hakim terikat pada putusan hakim terdahulu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sebutan Hindia Belanda (Tri Andrisman, 2009: 18). Sejarah masa lalu Indonesia
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada
Lebih terperinciPERBANDINGAN HUKUM PERDATA 4 SISTEM HUKUM DI DUNIA. Oleh : Diah Pawestri Maharani, SH MH
PERBANDINGAN HUKUM PERDATA 4 SISTEM HUKUM DI DUNIA Oleh : Diah Pawestri Maharani, SH MH SISTEM HUKUM ANGLO SAXON/COMMON LAW Common Law atauanglo Saxon (Anglo Amerika) Sistem hukum Anglo Saxon, Anglo Amerika,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu mengalami perkembangan diberbagai bidang. Perkembangan yang diawali niat demi pembangunan nasional tersebut
Lebih terperinciFAIQ TOBRONI, SHI., MH
FAQ TOBRON, SH., MH Sejarah dan Upaya Pembaharuan Hukum Pidana SEJARAH HUKUM PDANA Prof. Mr. J. E. Jonkers mengatakan orang-orang Belanda yang dengan melewati lautan dan samudra luas memiliki jalan untuk
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR 1.1 Pengertian Hukum Pidana Hukum Pidana Endah Lestari D.,SH,MH. Fakultas Hukum Univ. Narotama Surabaya
BAB I PENGANTAR 1.1 Pengertian Hukum Pidana Hukum adalah penamaan umum bagi semua akibat hukum karena melanggar suatu norma hukum. Apabila yang dilanggar norma hukum pidana maka ganjarannya adalah hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Acara Pidana adalah memberi perlindungan kepada Hak-hak Asasi Manusia dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum, maka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hakim adalah aparat penegak hukum yang paling dominan dalam melaksanakan penegakan hukum. Hakimlah yang pada akhirnya menentukan putusan terhadap suatu perkara disandarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu mengalami perkembangan diberbagai bidang. Perkembangan yang diawali niat demi pembangunan nasional
Lebih terperinciRELEVANSI PIDANA KERJA SOSIAL DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA
RELEVANSI PIDANA KERJA SOSIAL DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA Oleh Ida Ayu Made Merta Dewi Pembimbing Akademik : Yuwono Program Kekhususan : Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract
Lebih terperinciKEDUDUKAN HUKUM ADAT DALAM TATA HUKUM NASIONAL INDONESIA MARIA, SH. Fakultas Hukum Bagian Hukum Keperdataan Universitas Sumatera Utara
KEDUDUKAN HUKUM ADAT DALAM TATA HUKUM NASIONAL INDONESIA MARIA, SH Fakultas Hukum Bagian Hukum Keperdataan Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Hukum adat berlaku diseluruh kepulauan Indonesia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan
Lebih terperinciRANCANGAN PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA
RANCANGAN PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara
Lebih terperinciHAKIKAT DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA RINGAN 1 Oleh: Alvian Solar 2
HAKIKAT DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA RINGAN 1 Oleh: Alvian Solar 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana hakikat dari tindak pidana ringan dan bagaimana prosedur pemeriksaan
Lebih terperinciBAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia
BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah kehidupan hukum pidana Indonesia menyebutkan istilah korupsi pertama kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi menjadi
Lebih terperinciHukum Perdata. Rahmad Hendra
Hukum Perdata Rahmad Hendra Hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan alat transportasi mengalami perkembangan, terutama penggunaan kendaraan roda dua dan roda empat. Hal ini mengakibatkan kepadatan lalu lintas, kemacetan,
Lebih terperincikejahatan ekonomi di bidang perbankan dalam hukum pidana yang akan datang.
RESENSI BUKU Judul : Politik Hukum Pidana Dalam Perlindungan Korban Kejahatan Ekonomi di Bidang Perbankan Penulis : M. Arief Amrullah, SH Penerbit : Bayu Media Publishing Oleh : Satrio Pramono, S.H. Penasehat
Lebih terperinciRANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN
RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berjalan, tolok ukurnya dapat dilihat dari kemandirian badan-badan peradilan dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum sudah selayaknya prinsip-prinsip dari suatu negara hukum juga harus dihormati dan dijunjung tinggi. Salah satunya adalah diakuinya prinsip
Lebih terperinciSistem Hukum. Nur Rois, S.H.,M.H.
Sistem Hukum Nur Rois, S.H.,M.H. Prof. Subekti sistem hukum adalah susunan atau tatanan yang teratur, suatu keseluruhan yang terdiri dari bagian-bagian yang teratur,terkait, tersusun dalam suatu pola,
Lebih terperinciRANCANGAN. Tahun Sidang : Masa Persidangan : I Rapat ke :
RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI III DPR RI DENGAN PROF.DR. MULADI,SH., DR. H. R. ABDUSSALAM, SH.,MH. DAN FERDINAD ANDI LOLO, LLM.,PHD -------------------------------------------------------------
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,
I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana, merupakan salah satu masalah besar dalam agenda kebijakan /politik hukum Indonesia.Khususnya
Lebih terperinciSUATU TINJAUAN TERHADAP PEMBUKTIAN DALAM UNDANG UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DR. WEMPIE JH. KUMENDONG, SH, MH NIP. :
KARYA ILMIAH SUATU TINJAUAN TERHADAP PEMBUKTIAN DALAM UNDANG UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI O L E H : DR. WEMPIE JH. KUMENDONG, SH, MH NIP. : 19580724 1987031003 KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi diartikan sebagai penyelenggaraan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain atau suatu korporasi.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam Negara Hukum, negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum. Persamaan
Lebih terperinciHukum Perdata, Hukum Pidana Dan Hukum Administrasi Negara
Hukum Perdata, Hukum Pidana Dan Hukum Administrasi Negara HUKUM PERDATA 1. Sejarah Hukum perdata (burgerlijkrecht) bersumber pokok burgerlijk wet boek (KHUS) atau kitab undang-undang hukum sipil yang berlaku
Lebih terperinciPidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta
Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. Latar Belakang Saat ini, kewenangan untuk merumuskan peraturan perundang undangan, dimiliki
Lebih terperinciPERANAN HAKIM DALAM PENERAPAN PEMBALIKAN BEBAN PEMBUKTIAN DI PERSIDANGAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG. Oleh. I Gusti Ngurah Dhian Prismanatha
PERANAN HAKIM DALAM PENERAPAN PEMBALIKAN BEBAN PEMBUKTIAN DI PERSIDANGAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Oleh I Gusti Ngurah Dhian Prismanatha Anak Agung Gede Oka Parwata Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang
Lebih terperinciProsiding Ilmu Hukum ISSN: X
Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Analisis Yuridis Putusan Hakim Praperadilan Mengenai Penetapan Status Tersangka Menurut Pasal 77 Kuhap Jo Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-VIII/2014 tentang Perluasan
Lebih terperinciInstitute for Criminal Justice Reform
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang
Lebih terperinciII. Istilah Hukum Perdata
I. Pembidangan Hukum Privat Hukum Hukum Publik II. Istilah Hukum Perdata = Hukum Sipil >< Militer (Hukum Privat Materil) Lazim dipergunakan istilah Hukum Perdata Prof.Soebekti pokok-pokok Hukum Perdata
Lebih terperinciadalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system) maka pidana menempati suatu posisi sentral. Hal ini disebabkan karena keputusan di dalam pemidanaan mempunyai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur yang merata baik materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surat dakwaan merupakan dasar pemeriksaan suatu perkara pidana dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan mempertimbangkan dan menilai
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban pidana 1. Pengertian Pidana Istilah pidana atau hukuman yang merupakan istilah umum dan konvensional dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1970 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1970 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Undang-undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana diatur dalam. Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945
A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 khususnya dalam Pasal 1 ayat
Lebih terperinciUNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN
UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN Oleh I Gusti Ayu Jatiana Manik Wedanti A.A. Ketut Sukranatha Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum, Universitas Udayana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 berusaha untuk benar-benar menjunjung tinggi hak asasi manusia, negara akan menjamin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971)
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciSILABUS PENGANTAR HUKUM INDONESIA By CEKLI SETYA PRATIWI, SH. LITERATURE
NO MATERI WAKTU TUJUAN INSTRUKSIONAL METODE, MEDIA & EVALUASI 1. Pengantar 2. Hubungan Antara PIH dan PHI 3. Hubungan Antara Ilmu Hukum dan Ilmu Politik dalam Ilmu Pengetahuan BAB II Sistem Hukum Di Dunia
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA I. UMUM Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Hukum yang dianut oleh
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum tidak bisa dipisahkan dengan masyarakat sebagai kumpulan manusia, karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada sesudah meninggal.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan sejahtera tersebut, perlu secara terus-menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil, makumur, sejahtera dan tertib berdasarkan Pancasila
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI
20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana
Lebih terperinciLUMAKSONO GITO KUSUMO PENAL REFORM DAN UNIFIKASI HUKUM PIDANA MATERIIL
LUMAKSONO GITO KUSUMO PENAL REFORM DAN UNIFIKASI HUKUM PIDANA MATERIIL 0 PENAL REFORM DAN UNIFIKASI HUKUM PIDANA MATERIIL Oleh: Lumaksono Gito Kusumo Copyright 2011 by Lumaksono G.K. Penerbit Nulis Buku
Lebih terperinciPERADILAN: PROSES PEMBERIAN KEADILAN DI SUATU LEMBAGA YANG DISEBUT PENGADILAN:
HUKUM YANG DICIPTAKAN MELALUI PUTUSAN PENGADILAN PERADILAN dan PENGADILAN PERADILAN: PROSES PEMBERIAN KEADILAN DI SUATU LEMBAGA YANG DISEBUT PENGADILAN PENGADILAN: LEMBAGA ATAU BADAN YANG BERTUGAS MENERIMA,
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,
I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana, merupakan salah satu masalah besar dalam agenda kebijakan /politik hukum Indonesia.Khususnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dilihat secara empiris disparitas pidana merupakan bentuk dari ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas pidana juga membawa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan salah satu satuan pertahanan yang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan salah satu satuan pertahanan yang dimiliki oleh negara Indonesia. Tugas dari TNI sendiri adalah menjaga keutuhan dan kedaulatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu masyarakat tertentu atau dalam Negara tertentu saja, tetapi merupakan permasalahan
Lebih terperinciPENGGUNAAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN
PENGGUNAAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN (Pengantar Diskusi) Oleh: Dr. M. Arief Amrullah, S.H., M.Hum. 1 A. NDAHULUAN Undang-undang tentang Perkawinan sebagaimana diatur dalam Undangundang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA
BAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA A. Arti Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia Ketentuan Tentang Kekuasaan Kehakiman Diatur Dalam Bab IX, Pasal 24 dan Pasal 25 Undang-undang Dasar 1945.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. supremasi hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) berlandaskan keadilan dan. kebenaran adalah mengembangkan budaya hukum di semua lapisan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu arah kebijaksanaan yang harus ditempuh khususnya dalam rangka mewujudkan sistim hukum nasional yang menjamin tegaknya supremasi hukum dan Hak Asasi Manusia
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia, sebagai negara hukum
Lebih terperinciFAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA BERSYARAT SERTA PENGAWASAN PELAKSANAANYA DALAM KASUS PEMBERIAN UPAH KARYAWAN DI BAWAH UPAH MINIMUM (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) Disusun
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM
UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik
Lebih terperinciRENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN NO: 1
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN NO: 1 Materi Pokok : Makna manusia, bangsa, dan negara Pertemuan Ke- : 1 Alokasi Waktu : 1 x pertemuan (2x 45 menit) - Memahami hakikat bangsa dan negara kesatuan Republik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan mempertimbangkan semua bukti-bukti yang ada.
Lebih terperincib. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciKEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG- UNDANG TENTANG PERKAWINAN 1
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG- UNDANG TENTANG PERKAWINAN 1 Oleh: Dr. M. Arief Amrullah, S.H., M.Hum. 2 A. PENDAHULUAN Undang-undang tentang Perkawinan sebagaimana diatur dalam Undangundang Nomor:
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI KEKUTAN PEMBUKTIAN BUKTI ELEKTRONIK DALAM PERSIDANGAN PIDANA UMUM
NASKAH PUBLIKASI KEKUTAN PEMBUKTIAN BUKTI ELEKTRONIK DALAM PERSIDANGAN PIDANA UMUM Diajukan oleh: Ignatius Janitra No. Mhs. : 100510266 Program Studi Program Kehkhususan : Ilmu Hukum : Peradilan dan Penyelesaian
Lebih terperinciKETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYESUAIAN BATASAN TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP
KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR :02 TAHUN 2012 TENTANG PENYESUAIAN BATASAN TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK
Lebih terperinciNOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA YANG BERKAITAN DENGAN KEJAHATAN TERHADAP KEAMANAN NEGARA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA YANG BERKAITAN DENGAN KEJAHATAN TERHADAP KEAMANAN NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciKISI UAS PPKN 20 Desember 2014
KISI UAS PPKN 20 Desember 2014 1. Asas Kekeluarganegaraan 2. Sistem Kekeluarganegaraan 3. Deninisi Hukum 4. Hukum Campuran 5. HAM 6. Pembagian / Jenis HAM 7. Pembangunan Nasional 8. Demokrasi PEMBAHASAN
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1979 TENTANG EKSTRADISI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1979 TENTANG EKSTRADISI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa Koninklijk Besluit van 8 Mei 1883 No. 26 (Staatsblad 1883-188) tentang
Lebih terperinciPENYELESAIAN PELANGGARAN ADAT DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA. Oleh : Iman Hidayat
PENYELESAIAN PELANGGARAN ADAT DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA Oleh : Iman Hidayat ABSTRAK Secara yuridis konstitusional, tidak ada hambatan sedikitpun untuk menjadikan hukum adat sebagai
Lebih terperinciDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM BADAN LEGISLASI DPR RI DENGAN PROF. DR. ROMLI ATMASASMITA DAN PROF. DR. ANDI HAMZAH DALAM RANGKA PENGHARMONISASIAN,
Lebih terperinciPIDANA PENGAWASAN DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA. Oleh : I Made Ardian Prima Putra Marwanto
PIDANA PENGAWASAN DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA Oleh : I Made Ardian Prima Putra Marwanto Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Udayana Abstract Titles in this writing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negeri tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan menejemen Pegawai. Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional, untuk mewujudkan masyarakat madani yang taat hukum, berperadapan modern, demokratis, makmur, adil dan bermoral tinggi,
Lebih terperinciNOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciWarganegara dan Negara
Warganegara dan Negara 5 Tujuan Instruksional Umum : Mahasiswa dapat mengetahui dan menghargai kedudukan dan peranan setip warganegara dalam negara hukum indonesia Tujuan Instruksional Khusus 1. Mahasiswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan dengan asas-asas dan norma-normanya dan juga oleh
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hukum pidana, ditandai oleh perubahan peraturan perundang-undangan dengan asas-asas dan norma-normanya dan juga oleh dinamika doktrin dan ajaran-ajaran
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017 Keterangan Saksi Yang Diberikan di Bawah Sumpah dan Tidak Hadir Dalam Persidangan Disamakan Nilainya dengan Keterangan Saksi Di Bawah Sumpah Yang Diucapkan
Lebih terperinci