ANALISIS INTERNALISASI BIAYA PENGOLAHAN LIMBAH (Studi Kasus Sentra Industri Tempe di Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS INTERNALISASI BIAYA PENGOLAHAN LIMBAH (Studi Kasus Sentra Industri Tempe di Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)"

Transkripsi

1 ANALISIS INTERNALISASI BIAYA PENGOLAHAN LIMBAH (Studi Kasus Sentra Industri Tempe di Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor) Oleh : Natalia A PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 RINGKASAN NATALIA. Analisis Internalisasi Biaya Pengolahan Limbah (Studi Kasus Sentra Industri Tempe di Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor). Dibawah bimbingan EVA ANGGRAINI. Struktur industri di Indonesia masih didominasi oleh industri kecil dan rumah tangga. Salah satu industri kecil dan rumah tangga yang mengalami peningkatan di Kabupaten Bogor adalah industri pengolahan tempe. Sentra industri tempe terbesar di Kabupaten Bogor adalah Desa Citeureup yang berjumlah 100 rumah tangga pengrajin tempe. Industri tempe menghasilkan produk utama, produk sampingan dan limbah. Limbah yang dihasilkan cukup banyak yaitu sebesar liter setiap 1 ton tempe yang diproduksi. Besarnya volume limbah berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan yaitu pencemaran sungai yang terletak di Desa Citeureup. Hal ini menyebabkan air sungai/kali tidak dapat digunakan oleh masyarakat sekitar karena keruh dan bau akibat limbah tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan limbah, salah satunya dengan menggunakan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dengan teknik biogas. Tujuan penelitian ini adalah menghitung besarnya biaya eksternal yang harus ditanggung oleh industri tempe di Citeureup untuk melakukan pengolahan limbah dengan menggunakan IPAL; menganalisis perubahan kelayakan usaha dengan adanya internalisasi biaya eksternal; mengukur tingkat kesediaan pengrajin tempe untuk melakukan pengolahan limbah; dan menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi kesediaan pengrajin tempe untuk melakukan pengolahan limbah. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dan kuantitatif. Biaya pembangunan IPAL per rumah tangga pengrajin adalah Rp dan biaya operasional per tahun per rumah tangga pengrajin adalah Rp Setelah internalisasi biaya pengolahan limbah dengan IPAL, skenario yang paling baik untuk dijalankan adalah usaha pembuatan tempe dengan IPAL skenario 2 dengan biaya pembangunan IPAL ditanggung oleh pemerintah karena surplus produsen tidak berkurang terlalu besar jika dibandingkan dengan usaha pembuatan tempe tanpa IPAL. Pengrajin tempe umumnya tidak bersedia melakukan pengolahan limbah. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap kesediaan pengrajin untuk mengolah limbah dengan IPAL adalah jarak ke sungai, luas tempat usaha dan jumlah tanggungan. Guna menanggulangi masalah tersebut, perlu dukungan pemerintah dalam peningkatan kualitas sungai dengan membangun IPAL teknik biogas dan mengadakan penyuluhan di Desa Citeureup. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai seberapa besar nilai kerugian yang ditimbulkan akibat limbah cair tempe dan willingness to accept masyarakat hilir sungai terhadap limbah cair tempe yang dibuang ke sungai.

3 ANALISIS INTERNALISASI BIAYA PENGOLAHAN LIMBAH (Studi Kasus Sentra Industri Tempe di Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor) Oleh : Natalia A Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

4 Judul Skripsi Nama NRP : Analisis Internalisasi Biaya Pengolahan Limbah (Studi Kasus Sentra Industri Tempe di Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor) : Natalia : A Menyetujui, Dosen Pembimbing Eva Anggraini, S. Pi, M. Si. NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP Tanggal Kelulusan : 22 Agustus 2008

5 PERNYATAAN DENGAN INI MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ANALISIS INTERNALISASI BIAYA PENGOLAHAN LIMBAH (Studi Kasus Sentra Industri Tempe di Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor) BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN UNTUK MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. Bogor, Agustus 2008 Natalia A

6 RIWAYAT HIDUP Penulis memiliki nama lengkap Natalia Darmawan dan lahir di Bogor, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat, pada tanggal 07 Januari Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara keluarga Alm. Bapak Darmawan dan Ibu Ninawati Tjandradireja. Penulis mengawali pendidikan formal di Taman Kanak-kanak Pertiwi pada tahun Penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Dasar Negeri Citeureup 2 pada tahun 1992 dan diselesaikan pada tahun Kemudian jenjang pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTP Puspanegara. Pendidikan menengah umum diselesaikan pada tahun 2004 di SMUN 3 Bogor. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswa tingkat sarjana Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya melalui jalur USMI pada tahun Selama kuliah penulis pernah aktif dalam Komisi Pelayanan Khusus di UKM PMK-IPB.

7 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat yang diberikan kepada penulis. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Internalisasi Biaya Pengolahan Limbah (Studi kasus Sentra Industri Tempe di Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor) ini dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Pertanian dan dapat digunakan sebagai bahan rujukan lain bagi masyarakat ilmiah yang ingin menyusun penelitian yang sejenis. Skripsi ini bertujuan menghitung biaya pengolahan limbah tempe, menganalisis kelayakan usaha dengan dan tanpa internalisasi biaya eksternal dan menganalisis persepsi dan tingkat kesediaan pengrajin dalam melakukan pengolahan limbah dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Eva Anggraini, S.Pi, M.Si. sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan dukungan dan dorongan selama penyusunan skripsi ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat.

8 UCAPAN TERIMAKASIH Puji syukur ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi dengan baik mulai dari proses penyusunan sampai selesainya skripsi ini. Skripsi ini tidak akan terbentuk tanpa dukungan dan bantuan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu proses penyusunan skripsi yaitu : 1. Kedua orangtua penulis, Alm. Bapak Darmawan dan Ibu Ninawati Tjandradireja dan adik penulis Hari Budi Darmawan atas bantuan, doa, dukungan, bimbingan dan motivasi yang selalu diberikan. 2. Ibu Eva Anggraini, S.Pi, M.Si. sebagai dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, arahan, kesabaran, pengertian dan semangat yang telah diberikan kepada penulis. 3. Bapak Ir. Nindyantoro, M. SP sebagai dosen penguji utama atas saran dan kritik yang membangun dan menyempurnakan skripsi ini. 4. Ibu Ir. Meti Ekayani, S. Hut, M. Sc sebagai dosen penguji wakil departemen atas saran dan kritik yang membangun dan menyempurnakan skripsi ini. 5. Bapak Bimo dan Bapak Rizal dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor, pihak BPS Kabupaten Bogor, pihak Kementerian Lingkungan Hidup Jakarta, serta aparat Kecamatan Citeureup dan Desa Citeureup atas informasi yang telah diberikan kepada penulis. 6. Para pengrajin tempe di Desa Citeureup yang bersedia menjadi responden dalam penelitian. 7. Sahabat-sahabat penulis antara lain Morintara, Rolas, Marlina, Merika, Yanti, Lenny, Jimmy, Farida, Ismail, Estrellita, Prawinarah dan teman-teman EPS 41

9 yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas bantuan, doa dan dukungan yang diberikan. 8. Teman-teman sebimbingan Emilea dan Lingga atas kerjasama, bantuan, semangat dan doa yang diberikan. Kalian harus semangat ya. 9. Teman-teman satu KKP yaitu Yunita, Siti Puspitasari, Sari Harum Melaty, Anita, Hadim dan Prianto atas suka dan duka yang diberikan kepada Penulis. 10. Staf-staf administrasi departemen yang telah membantu penulis serta semua pihak yang telah membantu penulis atas bantuan, doa dan dukungannya. Tuhan Memberkati.

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL...xiii DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perumusan Masalah Tujuan penelitian Manfaat penelitian Ruang Lingkup Penelitian... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik industri kecil Eksternalitas Internalisasi Biaya Eksternal Metode Penilaian Lingkungan (Measures of Value Method) Studi Kelayakan Usaha Indikator Kelayakan Usaha Kriteria Kelayakan Usaha Studi-studi Terdahulu Studi Mengenai Limbah Cair Tempe Studi Mengenai Pengolahan Limbah Cair Studi Mengenai Valuasi Ekonomi Studi Mengenai Biaya Eksternal Studi Mengenai Kelayakan Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengambilan Data Metode Analisis Data Analisis Biaya Eksternal Analisis Perubahan Kelayakan Usaha Sebelum dan Setelah Internalisasi Biaya eksternal Model Pendugaan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesediaan Pengrajin Tempe Melakukan Pengolahan Limbah Asumsi-asumsi Definisi Operasional V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Desa Citeureup Kondisi Geografis Kondisi Kependudukan Mata Pencaharian... 42

11 5.2 Gambaran Umum Sentra Industri Tempe di Desa Citeureup Pemanfaatan Sungai Di Desa Citeureup Dampak Limbah Cair Tempe Terhadap Lingkungan dan Masyarakat Desa Citeureup VI. KARAKTERISTIK SOSIAL DAN EKONOMI PENGRAJIN TEMPE DESA CITEUREUP 6.1 Karakteristik Sosial Pengrajin Tempe Desa Citeureup Tingkat Umur Pengalaman Usaha Tingkat Pendidikan Jumlah Tanggungan Karakteristik Ekonomi Pengrajin Tempe Desa Citeureup Luas Tempat Usaha Skala Usaha Proses Produksi Kapasitas Produksi Tingkat Pendapatan Tenaga Kerja Saluran Pemasaran Jarak Ke Sungai VII. KERAGAAN EKONOMI USAHA PEMBUATAN TEMPE 7.1 Arus Penerimaan Arus Pengeluaran Biaya Investasi Biaya Operasional VIII. BIAYA PENGOLAHAN LIMBAH DENGAN TEKNIK BIOGAS PER RUMAH TANGGA PENGRAJIN TEMPE 8.1 Mekanisme Sistem Pengolahan Limbah Cair dengan IPAL Biaya Pembangunan IPAL Per Rumah Tangga Pengrajin Tempe VIII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PEMBUATAN TEMPE TANPA DAN DENGAN IPAL 9.1 Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pembuatan Tempe Tanpa IPAL Analisis Kelayakan Usaha Dengan IPAL Melalui Pembiayaan Investasi Dan Operasional Ditanggung Oleh Pengrajin Tempe (Skenario 2) Analisis Kelayakan Usaha Dengan IPAL Melalui Pembiayaan Investasi Ditanggung Oleh Pemerintah Dan Operasional Oleh Pengrajin Tempe (Skenario 3) Perbandingan Hasil Kelayakan Ketiga Skenario Dalam Usaha Pembuatan Tempe di Desa Citeureup X. PERSEPSI DAN TINGKAT KESEDIAAN MELAKUKAN PENGOLAHAN LIMBAH 10.1 Persepsi Pengrajin Tempe Mengenai Pengolahan Limbah Tingkat Kesediaan Pengrajin Dalam Melakukan Pengolahan

12 Limbah Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesediaan Melakukan Pengolahan Limbah Kebijakan Pengelolaan Limbah Industri Tempe Desa Citeureup XI. PENUTUP 11.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN...97

13 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Kombinasi antara hak kepemilikan dan akses Tarif Pajak Untuk Berbagai Lapisan Penghasilan Kena Pajak Jumlah Penduduk Desa Citeureup Tahun Jumlah Penduduk Desa Citeureup Menurut Tingkat Pendidikan Tahun Jumlah Penduduk Menurut Jenis Pekerjaan Tahun Sifat Fisika Kimia Limbah Cair Tempe Dibandingkan dengan Standar Baku Mutu Limbah Bagi Kegiatan Industri Menurut KEP.51/MENLH/10/ Umur Pengrajin Tempe Desa Citeureup Tahun Pengalaman Usaha Pengrajin Tempe Desa Citeureup Tahun Tingkat Pendidikan Pengrajin Tempe Desa Citeureup Tahun Jumlah Tanggungan Pengrajin Tempe Desa Citeureup Tahun Luas Tempat Usaha Pengrajin Tempe Desa Citeureup Tahun Skala Usaha Pengrajin Tempe Desa Citeureup Tahun Kapasitas Produksi Pengrajin Tempe Desa Citeureup Tahun Tingkat Pendapatan Pengrajin Tempe Desa Citeureup Tahun Saluran Pemasaran Usaha Pembuatan Tempe Desa Citeureup Jarak Rumah Ke Sungai Penerimaan Usaha Pembuatan Tempe di Desa Citeureup Investasi Usaha Pembuatan Tempe di Desa Citeureup Biaya Operasional Usaha Pembuatan Tempe di Desa Citeureup... 64

14 20. Rincian Biaya Pembangunan IPAL Teknik Biogas Biaya Pembangunan IPAL Teknik Biogas Per Rumah Tangga Pengrajin Rincian Biaya Operasional IPAL Teknik Biogas Biaya Operasional IPAL Per Rumah Tangga Pengrajin Per Tahun Kriteria Kelayakan Investasi Usaha Pembuatan Tempe Tanpa IPAL Biaya Investasi IPAL ditanggung Oleh Pengrajin Tempe (Skenario 2) Biaya Operasional IPAL ditanggung Oleh Pengrajin Tempe (Skenario 2) Kriteria Kelayakan Investasi Usaha Pembuatan Tempe Dengan Biaya IPAL Ditanggung Oleh Pengrajin Tempe (Skenario 2) Kriteria Kelayakan Investasi Usaha Pembuatan Tempe Dengan Biaya IPAL Ditanggung Oleh Pemerintah (Skenario 3) Perbandingan Hasil Kelayakan Ketiga Skenario yang Dapat Dijalankan Usaha Pembuatan Tempe Desa Citeureup Persepsi Pengrajin Tempe Mengenai Pengolahan Limbah Tahun Pengetahuan Pengrajin Tempe Mengenai Dampak Limbah Cair Tempe Tahun Pengetahuan Pengrajin Tempe Mengenai Solusi Alternatif untuk Menangani Masalah Limbah Tahun Alasan Pengrajin Tempe Desa Citeureup Tidak Bersedia Melakukan Pengolahan Limbah Alasan Pengrajin Tempe Desa Citeureup Bersedia Melakukan Pengolahan Limbah Hasil Logit Kesediaan Pengrajin untuk Melakukan Pengolahan Limbah dengan IPAL Frekuensi Observasi dan Harapan Kesediaan Pengrajin terhadap Pengolahan limbah dengan IPAL Koreksi Nilai Observasi dan Harapan Kesediaan Pengrajin terhadap Pengolahan limbah dengan IPAL... 90

15 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Alur Kerangka Pemikiran Skema Sistem Pengolahan Limbah Cair Tingkat Kesediaan Pengrajin Tempe Desa Citeureup Terhadap Pengolahan Limbah... 82

16 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Batasan/Kriteria Usaha Kecil dan Menengah Menurut Beberapa Organisasi menurut Kementerian Lingkungan Hidup Jumlah Industri Kecil Tempe di Kabupaten Bogor per Kecamatan tahun Hasil Logit Kesediaan Pengrajin Melakukan Pengolahan Limbah Kuisioner Peta Lokasi Penelitian Perhitungan Penyusutan Per Tahun Dari Investasi Cashflow Usaha Pembuatan Tempe Di Desa Citeureup Tanpa IPAL Cashflow Usaha Pembuatan Tempe Di Desa Citeureup Dengan IPAL Skenario Cashflow Usaha Pembuatan Tempe Di Desa Citeureup Dengan IPAL Skenario Alasan Pengrajin Tempe Bersedia atau Tidak Bersedia Mengolah Limbah Dengan IPAL Dampak Negatif Limbah Cair dan Solusi Alternatif untuk Menanggulagi Limbah Rincian Penerimaan Harian Pengrajin Tempe di Desa Citeureup Rincian Biaya-biaya harian pembuatan tempe Biaya-Biaya Peralatan Pengrajin Tempe di Desa Citeureup Karakteristik Pengrajin Tempe di Desa Citeureup Tahun

17 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Struktur industri di Indonesia masih didominasi oleh industri kecil dan rumah tangga. Menurut BPS (2006), jumlah industri kecil dan rumah tangga mencapai sekitar 90,08 persen lebih banyak dibandingkan dengan industri sedang dan besar. Seiring dengan hal tersebut, jumlah industri kecil dan rumah tangga di Indonesia juga mengalami peningkatan yang lebih besar dibandingkan industri sedang dan besar. Hal ini dibuktikan dengan kenaikan jumlah industri kecil dan rumah tangga pada tahun 2004 sebesar 5,75 persen sedangkan jumlah industri sedang dan besar bertambah 1,78 persen. Pada tahun 2005 jumlah industri kecil dan rumah tangga naik sebesar 7,16 persen, sedangkan peningkatan industri sedang dan besar tahun 2005 hanya sebesar 0,30 persen (BPS, 2006). Industri kecil dan rumah tangga di Kabupaten Bogor juga meningkat pada tahun 2004, 2005 dan 2006 masing-masing sebesar 8,21 persen, 4,97 persen dan 4,90 persen (Diperindag Kabupaten Bogor, 2007). Faktor-faktor yang menyebabkan industri kecil dan rumah tangga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun adalah modal yang dibutuhkan untuk melakukan produksi tidak besar, tidak memerlukan teknologi yang tinggi, tingkat pendidikan pekerja umumnya rendah, menggunakan bahan baku yang tersedia dalam negeri dan tidak memerlukan biaya yang besar. Salah satu industri kecil dan rumah tangga yang mengalami peningkatan di Kabupaten Bogor adalah industri pengolahan tempe. Menurut Diperindag Kabupaten Bogor (2007), usaha pengolahan tempe di Kabupaten Bogor pada umumnya merupakan industri skala kecil karena jumlah modal (di luar tanah dan

18 bangunan) yang digunakan kurang dari 5 juta rupiah. Jumlah industri kecil tempe di Kabupaten Bogor cukup banyak yaitu 186 industri. Faktor yang mempengaruhinya adalah permintaan tempe yang cukup tinggi di masyarakat yaitu 1,7 persen per tahun, 1 sehingga mempengaruhi pengrajin untuk menambah jumlah usaha pengolahan tempe. Faktor lain yang juga mempengaruhinya adalah : (1) Modal (investasi/kerja) di luar tanah dan bangunan tidak besar membutuhkan sekitar 2-10 juta rupiah per orang, 2 (2) Tempe merupakan salah satu sumber protein yang tidak mahal dan (3) Tingkat pendidikan dan keterampilan yang dibutuhkan tidak tinggi (Disperindag Kabupaten Bogor, 2008). Salah satu sentra industri tempe terbesar di Kabupaten Bogor adalah Desa Citeureup yaitu 100 rumah tangga pengrajin tempe. 3 Industri tempe menghasilkan produk utama, produk sampingan dan limbah. Limbah yang dihasilkan cukup banyak yaitu sebesar liter setiap 1 ton tempe yang diproduksi. 4 Besarnya volume limbah berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan yaitu pencemaran sungai karena letak industri tempe yang berada di pinggir sungai dan sebagian besar pengusaha tempe membuang limbah tempe langsung ke sungai. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh industri tempe berasal dari limbah cair tempe. Limbah cair tempe mengandung sejumlah besar karbohidrat, protein, lemak, garam-garam, mineral dan sisa-sisa bahan kimia yang digunakan dalam 1 PPUK Bank Indonesia Sistem Informasi Pola Pembiayaan/Lending Model Usaha Kecil. Dalam diakses tanggal 20 Februari Hasil wawancara dengan seksi Agro dan hasil hutan bidang Industri Kimia, Agro dan Hasil Hutan (IKAH) Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor tanggal 4 Maret Loc.cit. 4 Dirjen IKM Pengelolaan Limbah Industri Pangan. Dalam Diakses Tanggal 20 Februari 2008.

19 pengolahan dan pembersihan. Setiap kuintal kedelai akan menghasilkan limbah 1,5-2 m 3 air limbah. Limbah cair ini mengandung padatan tersuspensi maupun terlarut, dan akan mengalami perubahan fisika, kimia, dan hayati yang akan menghasilkan zat beracun atau menciptakan media untuk tumbuhnya kuman penyakit. Bila dibiarkan dalam air limbah akan berubah warnanya menjadi coklat kehitaman dan berbau busuk. 5 Air limbah yang dibuang ke sungai akan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan di sekitar sungai. Limbah cair industri tempe yang langsung dibuang tanpa mengalami proses pengolahan limbah akan mencemari lingkungan di sekitar sungai, yang akan berdampak negatif terhadap kesehatan masyarakat di sekitar sungai. Agar limbah yang dibuang tidak membahayakan masyarakat, seharusnya industri melakukan pengolahan limbah sebelum dibuang ke sungai. Dalam KepMen No.3 Tahun 1998 diputuskan industri harus menggunakan teknologi pengolahan limbah yang best practicable agar memenuhi standar konsentrasi dan kandungan polutan (BOD, COD, polutan logam berat dan sebagainya). Industri tempe merupakan salah satu industri yang dijadikan prioritas pengawasan sesuai KepMen No.3 Tahun Hal ini karena industri tempe merupakan salah satu industri yang produk industrinya berbasis kedelai dan belum memperhatikan standar buangan limbah sesuai dengan standar lingkungan yang diterapkan (Raka, 2001). 5 Nurhasan & Bb. Pramudyanto Informasi Praktis Pengelolaan dan Pemanfaatan Limbah Tahu Tempe. Dalam Diakses tanggal 20 Februari 2008.

20 1.2 Perumusan masalah Proses produksi tempe menghasilkan tempe sebagai produk utama dan ampas kedelai sebagai produk sampingan. Tempe yang dihasilkan langsung dijual ke pasar sedangkan ampas kedelai digunakan sebagai bahan baku industri makanan lain menjadi makanan ternak, tempe gembus, Nata de Soya, castangell dan makanan lain. Namun proses produksi tersebut juga menghasilkan limbah cair yang mengandung padatan tersuspensi dan terlarut. Setiap 1 ton tempe yang diproduksi menghasilkan limbah sebesar liter. Limbah cair tempe memberikan dampak negatif terhadap lingkungan seperti mengakibatkan bau busuk dan bila dibuang langsung ke sungai akan menyebabkan tercemarnya sungai tersebut. Limbah cair tempe bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan Nata de Soya tapi kenyataannya di Desa Citeureup belum dilakukan oleh industri tempe. Hal ini dikarenakan biaya pengolahan limbah tempe menjadi Nata de Soya membutuhkan investasi yang cukup besar sehingga tidak mampu dilakukan sendiri oleh pengrajin tempe. Sementara permintaan terhadap limbah tempe untuk industri pembuatan Nata de Soya pun sangat rendah. Di sisi lain, lokasi industri tempe di Desa Citeureup berada di sekitar DAS Kali Bekasi dan pada umumnya mereka membuang limbah cair ke sungai. Hal ini menyebabkan kualitas lingkungan di sekitar sungai menurun dan dapat menurunkan kualitas hidup masyarakat sekitar. Selain itu dampak yang ditimbulkan oleh limbah cair tersebut dirasakan oleh masyarakat di hilir sungai yang menggunakan air tersebut untuk mencuci pakaian, tambak ikan dan udang, minum dan sebagainya. Masyarakat hilir sungai

21 dirugikan akibat limbah tersebut seperti air tidak bisa dikonsumsi, pakaian yang dicuci menjadi kotor karena air sudah bercampur minyak dan banyak tambak yang rusak. Untuk menjaga sustainability lingkungan sungai pengrajin harus melakukan pengolahan limbah sebelum dibuang ke sungai. Beberapa hal yang menyebabkan pengrajin tempe tidak melakukannya adalah: (1) Pengrajin umumnya tidak memiliki dana untuk melakukan pengelolaan limbah karena modal yang dimiliki terbatas, (2) Keterbatasan pengetahuan mengenai teknologi pengolahan limbah dan standar baku buangan limbah dan (3) Mereka mempunyai anggapan bahwa limbah yang dihasilkan tidak berbahaya dan umumnya langsung dibuang ke badan air terdekat. Air sungai/kali yang telah tercemar tidak dapat digunakan oleh masyarakat sekitar karena menjadi keruh dan bau akibat limbah tersebut. Jika masyarakat tetap menggunakan air tersebut maka akan timbul penyakit seperti gatal, diare, sakit pernapasan dan penyakit lainnya. 6 Sehingga pengrajin/pengusaha tempe harus melakukan pengelolaan limbah. Salah satu teknologi pengelolaan limbah cair industri tempe adalah dengan membangun Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Pembangunan IPAL memerlukan biaya-biaya seperti biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi berupa biaya pembangunan IPAL sedangkan biaya operasional terdiri dari upah tenaga kerja, biaya overhead, biaya perawatan dan biaya angkutan. Biaya pengolahan limbah dengan membangun IPAL merupakan biaya eksternal yang harus ditanggung oleh pencemar yaitu pengrajin tempe. Sehingga pengrajin tempe harus menginternalisasi biaya eksternal ke 6 Loc.cit.

22 dalam struktur biaya usahanya agar pengelolaan limbah dapat dilakukan. Saat ini, pengrajin tempe di Desa Citeureup belum menggunakan IPAL untuk mengolah limbah. Hal ini dikarenakan belum ada pembangunan IPAL di Desa Citeureup. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Berapa biaya eksternal yang harus ditanggung oleh industri tempe di Citeureup untuk melakukan pengolahan limbah dengan menggunakan IPAL? 2. Bagaimana perubahan kelayakan usaha pengolahan tempe dengan adanya internalisasi biaya eksternal? 3. Bagaimana tingkat kesediaan pengrajin tempe untuk melakukan pengolahan limbah dan apa faktor-faktor yang mempengaruhinya? 1.3 Tujuan penelitian Sesuai dengan permasalahan yang ingin diteliti, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Menghitung besarnya biaya eksternal yang harus ditanggung oleh industri tempe di Citeureup untuk melakukan pengolahan limbah dengan menggunakan IPAL; 2. Menganalisis perubahan kelayakan usaha dengan adanya internalisasi biaya eksternal; 3. Mengukur tingkat kesediaan pengrajin tempe untuk melakukan pengolahan limbah dan menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya.

23 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : 1. Masyarakat akademik, khususnya dalam mengembangkan studi kelayakan usaha dengan menginternalisasi biaya ekternalitas ke dalam struktur biaya usaha. 2. Pengrajin/pengusaha tempe agar lebih memberikan perhatian terhadap kelestarian lingkungan dan menjaganya sehingga tercipta keberlanjutan (sustainability). 3. Pemerintah Kabupaten Bogor agar lebih memperhatikan pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh industri-industri di wilayahnya sehingga penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan kebijakan pengelolaan lingkungan yang lebih baik. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian yang dilakukan pada limbah industri kecil tempe dibatasi hanya pada limbah cair, karena limbah cair memberikan dampak yang negatif terhadap lingkungan sekitar industri. Penelitian hanya difokuskan untuk mengkaji karakteristik sosial ekonomi pengrajin tempe, mengidentifikasi dampak yang ditimbulkan oleh limbah cair tempe, menghitung biaya pengolahan limbah yang harus ditanggung oleh pencemar, menginternalisasikan biaya eksternal ke dalam analisis usaha, mengukur tingkat kesediaan pengrajin tempe untuk melakukan pengolahan limbah dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sehingga hal teknis seperti pengelolaan fisik limbah cair tempe tidak diteliti. Penelitian ini juga tidak menganalisis manfaat pengolahan limbah cair tempe menjadi Nata de Soya.

24 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik industri kecil Industri kecil memiliki beberapa batasan/kriteria yang ditetapkan oleh berbagai organisasi. Salah satunya menurut BPS, batasan skala usaha ditentukan oleh kriteria jumlah tenaga kerja yaitu : (1) Industri dan Dagang Mikro (ID Mikro) : 1-4 orang, (2) Industri dan Dagang Kecil (ID Kecil) : 5-19 orang, (3) Industri dan Dagang Menengah (ID Menengah) : orang dan (4) Industri dan Dagang Besar (ID Besar) : 100 orang ke atas. Berdasarkan hal tersebut, maka industri yang dikatakan skala kecil apabila memiliki tenaga kerja sebanyak 5-19 orang. Selain tenaga kerja, kriteria lain industri kecil adalah modal. Berdasarkan modal Diperindag Kabupaten Bogor (2007) menggolongkan industri menjadi tiga yaitu : (1) Industri kecil dengan modal kurang dari lima juta rupiah, (2) Industri menengah (sedang) dengan modal antara lima juta rupiah sampai dengan dua ratus juta rupiah dan (3) Industri besar dengan modal lebih dari dua ratus juta rupiah. Dengan demikian dapat dinyatakan industri kecil memiliki modal yang tidak besar karena modalnya kurang dari lima juta rupiah. Menurut Undang-undang No.9 tahun 1995 tentang usaha kecil, didefinisikan sebagai berikut : industri kecil adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah-tangga maupun suatu badan, bertujuan untuk memproduksi barang ataupun jasa untuk diperniagakan secara komersial, yang mempunyai kekayaan bersih paling banyak dua ratus juta rupiah, dan mempunyai nilai penjualan per tahun sebesar satu milyar rupiah atau kurang (Lampiran 1).

25 Dalam Kementerian Lingkungan Hidup (2004) menyatakan bahwa Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 254/MPP/Kep/7/1997 tentang kriteria industri kecil di Lingkungan Departemen Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia adalah sebagai berikut : (1) Nilai investasi perusahaan seluruhnya sampai dengan dua ratus juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dan (2) pemilik Warga Negara Indonesia. Sehingga dapat disimpulkan karakteristik industri kecil adalah modal yang digunakan untuk produksi tidak besar, tenaga kerja yang dibutuhkan sedikit, kegiatan yang dilakukan oleh perseorangan, rumah tangga atau badan yang bertujuan untuk memproduksi suatu barang atau jasa yang diperjualbelikan secara komersial, investasi untuk modal dan tenaga kerja kecil serta nilai penjualan satu milyar rupiah atau kurang. 2.2 Eksternalitas Menurut Fauzi (2004), eksternalitas merupakan kegiatan produksi atau konsumsi yang mempengaruhi kegunaan pihak lain dan pembuatnya tidak memberi kompensasi. Eksternalitas disebabkan oleh barang publik yang kepemilikannya untuk masyarakat dengan akses yang terbuka sehingga menimbulkan tragedy of common. Berikut adalah kombinasi hubungan antara hak kepemilikan dan akses : Tabel 1. Kombinasi antara hak kepemilikan dan akses Terbuka Tertutup Komunal The Tragedy of common Pengelolaan lestari Negara The Tragedy of common Pengelolaan lestari Privat Rentan terhadap pemanfaatan tidak sah Pemanfaatan berlebihan dapat dihindari Sumber : Fauzi, 2004.

26 Berdasarkan Tabel 1, ada empat tipe kombinasi hubungan antara hak kepemilikan dan akses. Tipe pertama adalah tipe dimana hak kepemilikan berada pada komunal (negara dengan akses yang terbatas) yang dapat menimbulkan pengelolaan sumberdaya yang lestari. Tipe kedua adalah sumberdaya dimiliki oleh individu (privat) dengan akses yang terbatas, hal ini akan menyebabkan pemanfaatan berlebihan dapat dihindari. Tipe ketiga merupakan kombinasi antara hak kepemilikan komunal dan akses yang terbuka, yang menimbulkan the tragedy of the common. Terakhir, tipe keempat yaitu kombinasi yang sebenarnya jarang terjadi dimana sumberdaya dimiliki secara individu namun akses dibiarkan terbuka. Sebaliknya, jika barang publik yang digunakan memiliki akses tertutup maka pengelolaan dapat lestari dan tidak terjadi eksternalitas. Sehingga hubungan antara eksternalitas dengan kepemilikan sangat erat kaitannya. Hufschmidt (1987) mengemukakan bahwa dampak yang ditimbulkan oleh industri terhadap lingkungan disebut dengan dampak eksternal. Dampak eksternal timbul bila fungsi kegunaan (manfaat) atau produksi seseorang tergantung pada kegiatan orang lain. Contoh eksternalitas adalah limbah yang dibuang oleh industri makanan yang merugikan kesehatan masyarakat. Eksternalitas muncul bila dampak terhadap lingkungan yang mengakibatkan biaya dan manfaat sosial tidak dipertimbangkan oleh orang atau sekelompok orang yang mengakibatkan dampak tersebut. Hal ini akan menyebabkan terjadinya kegagalan pasar (market failure). Kegagalan pasar terjadi karena pasar tidak mengkomunikasikan keinginan secara tepat dan keputusan individual yang berdasarkan informasi harga tidak menimbulkan alokasi sumberdaya yang efisien (Fauzi, 2004). Peranan pemerintah dalam mengatasi market failure adalah dengan

27 melakukan command and control yaitu dengan mengadakan regulasi dan menetapkan ambang batas pencemaran limbah yang diperbolehkan. Jika pemerintah tidak dapat mengatasi market failure dengan beberapa kebijakan dan regulasi yang diterapkan maka akan terjadi kegagalan pemerintah (government failure). Kegagalan pemerintah terjadi karena pemerintah tidak dapat mengatasi market failure setelah melakukan kebijakan untuk mengatasi hal tersebut. Market failure dapat menyebabkan sistem pasar/harga menjadi tidak efisien. Menurut Pearson (2000), ada empat situasi yang dapat menyebabkan sistem harga/pasar menjadi tidak efisien yaitu barang publik, eksternalitas, sumberdaya milik bersama dengan akses terbuka dan kekuatan pasar. Barang publik, eksternalitas dan sumberdaya milik bersama dengan akses terbuka merupakan jawaban dari penyebab degradasi lingkungan. Eksternalitas merupakan kegiatan yang memberikan efek terhadap kesejahteraan suatu agen ekonomi terhadap agen ekonomi lain yang tidak dapat diantisipasi. Agen ekonomi tersebut yaitu produsen, konsumen dan pemerintah. Efek dari kegiatan tersebut dapat positif (external economics) atau negatif (external diseconomics atau external cost). Sementara itu Mangkoesoebroto (1993), membagi eksternalitas atas dampaknya menjadi dua, yaitu eksternalitas negatif dan eksternalitas positif. Eksternalitas positif adalah dampak yang menguntungkan dari suatu tindakan yang dilakukan oleh suatu pihak terhadap orang lain tanpa adanya kompensasi dari pihak yang diuntungkan, sedangkan eksternalitas negatif apabila dampaknya bagi oranglain yang tidak menerima kompensasi sifatnya merugikan. Timbulnya eksternalitas dalam suatu aktivitas akan menyebabkan inefisiensi. Inefisiensi

28 timbul akibat tindakan seseorang yang mempengaruhi orang lain dan tidak tercermin dalam sistem harga. Adanya eksternalitas tidak akan mengganggu tercapainya efisiensi masyarakat apabila semua dampak yang merugikan maupun yang menguntungkan dimasukkan ke dalam penghitungan produsen dalam menetapkan jumlah barang yang diproduksi (Mangkoesubroto, 1993). Telah disebutkan diatas bahwa contoh eksternalitas negatif adalah limbah industri makanan yang dibuang ke sungai dan mempengaruhi kesehatan masyarakat. Industri tempe di Desa Citeureup merupakan salah satu industri yang membuang limbahnya langsung ke sungai sehingga dapat menyebabkan eksternalitas negatif terhadap masyarakat sekitar sungai. Limbah cair tempe adalah limbah yang dihasilkan dalam proses pengolahan tempe maupun pada saat pencucian kedelai. Limbah cair akan mengakibatkan bau busuk dan bila dibuang langsung ke sungai akan menyebabkan tercemarnya sungai tersebut. Setiap kuintal kedelai akan menghasilkan limbah 1,5-2 m 3 air limbah. 7 Limbah cair tempe memiliki kadar BOD dan COD yang cukup tinggi karena berasal dari bahan organik. Menurut Linsley dan Franzini (1986), batas ambang aliran limbah industri yang biasa dipakai adalah sebesar 5000 gal/acre/hari (50 m 3 /hektar/hari). Pada industri tempe di Desa Citeureup rata-rata membutuhkan 109 kg kedelai/orang/hari untuk memproduksi tempe. Di Desa Citeureup terdapat 100 orang pengrajin berarti setiap harinya mereka menghasilkan m 3 air limbah. Limbah yang 7 Nurhasan & Bb. Pramudyanto Informasi Praktis Pengelolaan dan Pemanfaatan Limbah Tahu Tempe. Dalam Diakses tanggal 20 Februari 2008.

29 dihasilkan sudah melebihi ambang batas yang ditentukan sehingga memerlukan pengolahan agar limbah yang dibuang tidak melebihi ambang batas yang ditentukan. 2.3 Internalisasi Biaya Eksternal Menurut Fauzi (2004), market failure yang disebabkan oleh adanya eksternalitas dapat dikurangi dengan beberapa kebijakan diantaranya adalah : (1) Pengaturan property right dengan cara pemerintah memberikan hak tersebut kepada suatu pihak yang menggunakan barang publik, (2) Internalisasi biaya eksternal, (3) Distribusi Rights, (4) Aturan insentif dan kompensasi, (5) Kerjasama antara daerah, (6) Optimalisasi produksi dan konsumsi, (7) Penilaian lingkungan, (8) Penyusunan neraca sumberdaya alam serta (9) Penetapan otoritas pengelolaan sumberdaya. Kebijakan tersebut akan menghasilkan alokasi sumberdaya yang efisien sehingga eksternalitas dapat dikurangi. Menurut Hufschmidt (1987), teori eksternalitas memberikan alternatif penjelasan tentang penyebab kerusakan lingkungan. Industri umumnya tidak memperhatikan kerusakan lingkungan atau dampak dari kegiatan produksi mereka seperti limbah yang dibuang ke sungai, erosi tanah, pencemaran udara dan sebagainya. Oleh karena itu, untuk menciptakan pembangunan ekonomi dan sosial yang berkelanjutan, kualitas lingkungan harus dipelihara dengan baik. Untuk memelihara kualitas lingkungan yang baik maka dibutuhkan peran dari berbagai pihak salah satunya pemerintah. Peran pemerintah adalah melakukan secara aktif kebijakan pengelolaan kualitas lingkungan. Bukan hanya pemerintah yang harus melakukan pengelolaan lingkungan tetapi juga industri yang mencemari

30 lingkungan. Industri harus melakukan peningkatan lingkungan yang telah dicemari. Peningkatan lingkungan tersebut dapat dicapai dengan melakukan pengelolaan limbah. Salah satu kebijakan untuk pengelolaan limbah adalah dengan internalisasi biaya eksternal. Menurut Fauzi (2004), internalisasi biaya eksternal merupakan upaya untuk menginternalkan dampak yang ditimbulkan dengan cara menyatukan proses pengambilan keputusan dalam satu unit usaha. Dampak kerusakan eksternal haruslah di internalisasi kan dalam keputusan ekonomi sehingga melalui kebijakan tersebut diharapkan lingkungan dapat terjaga kelestarian dan keberlanjutannya (Hufschmidt, 1987). Untuk kasus limbah industri kecil tempe di Desa Citeureup, biaya eksternal untuk diinternalisasikan ke dalam struktur biaya usahanya adalah biaya pengolahan limbah dengan menggunakan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). IPAL merupakan alternatif pengelolaan limbah yang dapat dilakukan di Desa Citeureup. Menurut Soemantojo (1994) dalam Purnamasari (2001), cara-cara pengelolaan limbah yang dapat dilakukan dewasa ini terdiri dari reduksi limbah pada sumbernya (Source Reduction), pemanfaatan limbah yang terbagi atas dua cara yaitu pengunaan kembali (Reuse) dan daur ulang (Recycle) serta pengolahan limbah. Salah satu cara pengelolaan limbah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengolahan limbah. Pengolahan limbah yang dilakukan adalah dengan menggunakan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang dapat mengurangi kadar pencemar dalam sungai melalui jalan pengolahan fisik, kimiawi hayati atau gabungan antara tiga cara tersebut.

31 2.4 Metode Penilaian Lingkungan (Measures of Value Method) Menurut Garrod dan Willis (1999) ada dua teknik penilaian lingkungan yaitu penilaian lingkungan yang berdasarkan biaya dan harga pasar (Market Price and Cost Measures of Value) serta penilaian lingkungan yang tidak berdasarkan harga pasar (Non-Market Measures of Value). Salah satu tolok ukur untuk menilai manfaat dari lingkungan adalah biaya yang dikeluarkan tersebut. Beberapa metode yang sering digunakan untuk valuasi yang berdasarkan biaya dan harga pasar adalah sebagai berikut (Garrod dan Willis, 1999): 1. Pendekatan Efek dalam Produksi (Effect on Production Approach) atau Pengukuran Opportunity Cost (Opportunity Cost of Measures) Effect on Production Approach adalah pendekatan nilai manfaat dari menjaga lingkungan yang berbasiskan pembayaran kompensasi untuk pembelian barang publik. Contohnya membangun jembatan, airport, instalasi dan barang publik lainnya. Bisa juga pembayaran kompensasi untuk biaya petani yang hilang akibat produksi pertanian yang ramah lingkungan. Pendekatan ini memiliki asumsi bahwa pemilik lahan atau barang publik mempunyai property rights. Ilustrasi mengenai metode ini di Indonesia adalah pemberian kompensasi kepada masyarakat sekitar daerah Pantura yang terkena dampak program perluasan lahan wilayah Pantura dengan mereklamasi pantai tempat hidup hutan mangrove yaitu banjir. 2. Human Capital Approach and Dose Response Function Human Capital Approach and Dose Response Function merupakan pendekatan yang mengukur efek perubahan dalam kandungan kimia atau

32 polutan dalam suatu aktivitas ekonomi dan kesejahteraan konsumen. Contohnya polusi air yang menyebabkan terganggunya kesehatan manusia. 3. Replacement Cost Replacement cost adalah penilaian barang lingkungan yang berdasarkan pada biaya yang dikeluarkan untuk memelihara lingkungan setelah terjadi kerusakan. Pendekatan ini memiliki kelebihan yaitu dapat digunakan untuk menilai manfaat kegunaan tidak langsung (indirect use benefit) pada kondisi dimana data bio-fisik sulit diperoleh. 4. Preventife Expenditure Preventife Expenditure adalah penilaian dari lingkungan yang menggunakan pengukuran biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pencegahan degradasi lingkungan. Pendekatan ini menggunakan teknik secara tidak langsung dimana teknologi pencegah degradasi lingkungan sudah tersedia. Contohnya dengan menghitung biaya pengolahan limbah dengan menggunakan teknologi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). IPAL digunakan sebagai alat teknologi pencegah kerusakan lingkungan. Menurut Garrod dan Willis (1999), metode yang lain adalah teknik penilaian lingkungan yang tidak berdasarkan harga pasar. Teknik tersebut terbagi atas tiga metode diantaranya sebagai berikut : 1. Metode Biaya Perjalanan (Travel Cost Method) Menurut Fauzi (2004), Travel Cost Method merupakan metode tertua dibanding dengan beberapa metode valuasi lainnya. Metode ini diturunkan dari pemikiran yang dikembangkan oleh Hotelling pada tahun

33 1931, yang kemudian secara formal dikenalkan oleh Wood dan Trice (1958) dan Clawson dan Knetsch (1966). Metode ini merupakan metode yang paling mudah digunakan dalam penilaian lingkungan. Nilai TCM diperoleh dari penjumlahan dari biaya perjalanan mencakup opportunity cost waktu dan tiket masuk. Nilai tersebut digunakan untuk mengestimasi permintaan untuk rekreasi (Garrod dan Willis, 1999). 2. Hedonic Pricing Method Teknik ini pada prinsipnya adalah mengestimasi nilai implisit dari karakteristik atau atribut yang melekat pada suatu produk dan mengkaji hubungan antara karakteristik yang dihasilkan tersebut dengan permintaan barang dan jasa (Fauzi, 2004). Contohnya menentukan permintaan rumah yang dibangun di tepi danau. 3. Contingent Valuation Method (CVM) CVM merupakan suatu metode yang memungkinkan untuk memperkirakan nilai ekonomi dari suatu komoditi yang tidak diperdagangkan dalam pasar. CVM menggunakan pendekatan secara langsung yang pada dasarnya menanyakan pada masyarakat mengenai berapa besar nilai maksimum dari WTP untuk manfaat tambahan atau berapa besar nilai maksimum dari WTA sebagai kompensasi dari kerusakan barang lingkungan (Fauzi, 2004). Misalnya menanyakan kepada masyarakat seberapa besar kompensasi yang bersedia diterima dari kerusakan lingkungan. 2.5 Studi Kelayakan usaha Indikator Kelayakan Usaha

34 Menurut Gittinger (1986), ada beberapa indikator usaha yang mempengaruhi kelayakan usaha. Indikator-indikator tersebut adalah : a. Manfaat sekarang neto (Net Present Value) Manfaat sekarang neto dapat diartikan sebagai nilai sekarang dari arus pendapatan yang ditimbulkan oleh penanaman investasi. Manfaat sekarang neto dihitung dengan mencari selisih antara nilai sekarang dari arus manfaat dikurangi dengan nilai sekarang dari arus biaya. b. Perbandingan manfaat dan biaya (Benefit-Cost Ratio/B/C Ratio) Perbandingan manfaat dan biaya diperoleh bila nilai sekarang arus manfaat dibagi dengan nilai sekarang arus biaya. B/C ratio merupakan ukuran berdiskonto yang pertama dikenal. c. Tingkat pengembalian internal (Internal Rate of Return) IRR adalah tingkat bunga maksimum yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan karena proyek membutuhkan dana lagi untuk biaya-biaya operasional dan investasi dan proyek baru sampai pada tingkat pulang modal. Hal tersebut merupakan tingkat pengembalian atas kapital yang belum selesai tiap periode sementara kapital tersebut masih diinvestasikan pada proyek. d. Payback Period (PP) Payback period adalah jangka waktu/periode yang diperlukan untuk membayar kembali (mengembalikan) semua biaya-biaya yang telah dikeluarkan dalam investasi suatu proyek. Payback period merupakan perbandingan antara biaya investasi yang diperlukan dengan benefit bersih yang dapat diperoleh pada setiap tahun.

35 2.5.2 Kriteria Kelayakan Usaha Usaha dikatakan layak apabila nilai manfaat sekarang neto lebih dari nol, tingkat pengembalian internal lebih dari tingkat suku bunga yang berlaku, perbandingan manfaat dan biaya lebih dari satu serta payback period lebih kecil daripada umur proyek. Jika nilai manfaat sekarang neto mempunyai nilai kurang dari nol, tingkat pengembalian internal kurang dari tingkat suku bunga yang berlaku, Payback period lebih besar daripada umur proyek, maka usaha tersebut tidak dapat menghasilkan apa-apa dan juga tidak dapat mengembalikan biayabiaya yang dikeluarkan (Gittinger, 1986). 2.6 Studi-studi Terdahulu Studi Mengenai Limbah Cair Tempe Penelitian Wiryani (1991) menyatakan bahwa kandungan limbah cair tempe mempunyai kadar bahan organik yang tinggi dan tidak memenuhi syarat Baku Mutu Air Limbah. Kandungan limbah cair yang dihasilkan pada proses perendaman kedelai lebih berpotensi besar dalam mencemari lingkungan perairan daripada limbah cair yang dihasilkan pada proses perebusan kedelai. Kualitas air sumur yang digunakan dalam proses pengolahan kedelai menjadi tempe, untuk beberapa parameter kualitas air sumur yang diukur masih memenuhi persyaratan sebagai air baku untuk diolah sebagai air minum dan keperluan rumah tangga. Proses anaerobik untuk mengolah limbah cair ini, setelah dua puluh hari mampu menurunkan kadar TSS, TDS, BOD dan COD. Hasil akhir yang diperoleh masih melampaui batas persyaratan dalam Baku Mutu Air Limbah. Kelebihan penelitian ini adalah dapat mengetahui kandungan limbah cair tempe dan melakukan upaya pengolahannya dengan proses anaerobik. Tetapi

36 limbah yang telah diolah dengan proses anaerobik memiliki kandungan bahan organik yang masih diatas batas standar baku mutu limbah cair dan belum meneliti mengenai persoalan ekonomi dari limbah cair tersebut Studi Mengenai Pengolahan Limbah Cair Dari hasil analisis Purnamasari (2001) diketahui bahwa perubahan jumlah limbah dipengaruhi secara nyata dengan arah positif oleh produksi tekstil, penggunaan air untuk produksi dan pemakaian bahan baku polyester. Penggunaan serat kapas mempengaruhi secara negatif karena perusahaan semakin mengurangi pemakaian serat kapas, sedangkan perubahan debit limbah nyata dipengaruhi secara positif oleh pemakaian air dan serat polyester serta secara negatif oleh produksi tekstil dan pemakaian serat kapas. Pemakaian bahan kimia, baik untuk persamaan jumlah maupun debit limbah tidak berpengaruh secara nyata. Biaya pengolahan limbah terdiri dari biaya investasi dan operasional. Pendirian dan pengembangan IPAL dari tahun menghabiskan dana Rp 5.302,95 juta. Nilai manfaat bersih tambahan sejak tahun pertama pendirian IPAL berturut-turut adalah Rp 2.086,53, Rp ,88, Rp ,06, Rp ,10 dan Rp ,28. Nilai proporsi biaya pengolahan limbah yang ditanggung konsumen adalah 102,49 persen. Penelitian ini memiliki kelebihan yaitu menganalisis manfaat dan biaya pengolahan limbah dengan IPAL, proporsi biaya pengolahan limbah yang harus ditanggung konsumen dan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan perusahaan untuk melakukan pengolahan limbah. Tetapi belum menghitung kelayakan usaha dari perusahaan setelah dilakukan pengolahan limbah.

37 2.6.3 Studi Mengenai Valuasi Ekonomi Hasil penelitian Santoso (2005) mengenai valuasi ekonomi ekosistem hutan mangrove di Kawasan Pondok Bali, Desa Legonwetan yaitu kondisi ekosistem hutan mangrove yang ada di Desa Legonwetan sudah tidak sesuai dengan rencana strategis Perum Perhutani. Hal ini disebabkan 30 persen dari area hutan mangrove yang dijadikan area pertambakan (64,65 Ha) sudah dipergunakan untuk tambak pola tradisional dan menebang habis kawasan hutan yang ada di tengah-tengah area tambak. Pada hutan mangrove yang ada di Desa Legonwetan, bentuk pengelolaan yang diperbolehkan oleh Perum Perhutani adalah dengan menjadikan wilayah hutan mangrove sebagai area pertambakan dengan proporsi tiap hektarnya harus memenuhi 80 persen untuk hutan dan 20 persen untuk kolam perairan. Berdasarkan hasil perhitungan nilai manfaat total dari ekosistem hutan mangrove yang ada di Desa Legonwetan, diperoleh nilai manfaat total sebesar Rp ,74 per tahun atau Rp ,76 per Ha per tahun. Nilai tersebut didominasi oleh nilai manfaat langsung sebesar Rp ,74 dan nilai manfaat tidak langsung sebesar Rp ,00. Nilai manfaat pilihan sebesar Rp ,00 dan nilai manfaat keberadaan sebesar Rp ,00. Alternatif skenario pengelolaan dan pemanfaatan yang terbaik untuk pengelolaan hutan mangrove adalah skenario pemanfaatan dengan mengembalikan luasan hutan mangrove seperti pada kondisi awal (290,01 ha). Berdasarkan perhitungan, skenario tersebut dapat menghasilkan keuntungan yang paling efisien dengan nilai rasio manfaat dan biaya sebesar 3,69. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah menggunakan valuasi

38 yang berdasarkan manfaat (Benefit Based Valuation). Sehingga mengukur kerusakan lingkungan dengan berdasarkan pada manfaat dari kualitas lingkungan yang baik Studi Mengenai Biaya Eksternal Nasrullah (2003) melakukan penelitian mengenai estimasi biaya eksternalitas dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Tambak Lorok- Semarang. Semakin besar kapasitas pembangkit listrik dan semakin baru operasi pembangkit listrik maka akan semakin kecil biaya eksternalitasnya. Hasil perhitungan biaya eksternalitas studi kasus kesehatan yang diteliti menunjukkan nilainya berkisar antara 0,00425 cents$/kwh sampai 0,10481 cents$/kwh, nilai ini lebih kecil apabila dibandingkan dengan studi ExternE yang menunjukkan nilai sebesar 0,124 cents$/kwh sampai 0,843 cents$/kwh. Kelebihan penelitian ini adalah menghitung dampak pencemaran udara dari PLTU. Tetapi belum menginternalisasikan biaya eksternalitas tersebut ke dalam struktur biaya PLTU Studi Mengenai Kelayakan Usaha Gumelar (2002) menganalisis kelayakan usaha proyek pengelolaan sampah kota dengan pendekatan Nir Limbah (zero waste) di Kelurahan Petamburan, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Penelitiannya menyimpulkan bahwa proyek pengelolaan sampah kota dengan pendekatan Nir Limbah tetap layak diusahakan pada peningkatan kapasitas produksi batako dan serpihan plastik secara optimal, pada penurunan penjualan sebesar 26,3 persen dan kenaikan biaya upah tenaga kerja sebesar 28,6 persen. Namun pada kombinasi antara penjualan sebesar 26,3 persen dan kenaikan biaya upah tenaga kerja

ANALISIS INTERNALISASI BIAYA PENGOLAHAN LIMBAH (Studi Kasus Sentra Industri Tempe di Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)

ANALISIS INTERNALISASI BIAYA PENGOLAHAN LIMBAH (Studi Kasus Sentra Industri Tempe di Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor) ANALISIS INTERNALISASI BIAYA PENGOLAHAN LIMBAH (Studi Kasus Sentra Industri Tempe di Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor) Oleh : Natalia A14304070 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi konsep ekonomi pencemaran, Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode valuasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yaitu tao-hu atau teu-hu terdiri dari dua kata tao atau teu berarti kedelai

TINJAUAN PUSTAKA. yaitu tao-hu atau teu-hu terdiri dari dua kata tao atau teu berarti kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tahu Menurut Sarwono dan Saragih (2003), tahu merupakan makanan yang berasal dari Cina yang diperkenalkan oleh Liu An pada tahun 164 SM. Istilah tahu yaitu tao-hu atau teu-hu terdiri

Lebih terperinci

PERANAN BUMDes DALAM PENGELOLAAN LIMBAH CAIR TAHU DAN PEMANFAATAN BIOGAS

PERANAN BUMDes DALAM PENGELOLAAN LIMBAH CAIR TAHU DAN PEMANFAATAN BIOGAS Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan Vol. 2 No. 2, Agustus 2015: 1714 ISSN : 2556226 EISSN : 24770299 PERANAN BUMDes DALAM PENGELOLAAN LIMBAH CAIR TAHU DAN PEMANFAATAN BIOGAS 1* 2 2 Lidya Rahma Shaffitri,

Lebih terperinci

ll. TINJAUAN PUSTAKA cepat. Hal ini dikarenakan tahu merupakan makanan tradisional yang dikonsumsi

ll. TINJAUAN PUSTAKA cepat. Hal ini dikarenakan tahu merupakan makanan tradisional yang dikonsumsi ll. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Industri Tahu Industri tahu di Indonesia merupakan salah satu industri yang berkembang cepat. Hal ini dikarenakan tahu merupakan makanan tradisional yang dikonsumsi setiap hari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang

I. PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor industri merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Perkembangan sektor industri memiliki peran penting dalam memberikan dampak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai menjadi salah satu pemasok air terbesar untuk kebutuhan mahluk hidup yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia. Sungai adalah sumber daya alam yang bersifat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri tahu di Indonesia telah berkontribusi secara nyata dalam

I. PENDAHULUAN. Industri tahu di Indonesia telah berkontribusi secara nyata dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri tahu di Indonesia telah berkontribusi secara nyata dalam penyediaan pangan bergizi karena kandungan proteinnya setara dengan protein hewan (Sarwono dan Saragih,

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS (Kasus : Kecamatan Sipahutar, Kababupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara) Oleh : IRWAN PURMONO A14303081 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR. Oleh ANDIKA PAMBUDI A

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR. Oleh ANDIKA PAMBUDI A ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR Oleh ANDIKA PAMBUDI A14304075 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS

Lebih terperinci

ESTIMASI MARGINAL ABATEMENT COST LIMBAH CAIR INDUSTRI FARMASI (Studi Kasus: PT. Prafa, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)

ESTIMASI MARGINAL ABATEMENT COST LIMBAH CAIR INDUSTRI FARMASI (Studi Kasus: PT. Prafa, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor) ESTIMASI MARGINAL ABATEMENT COST LIMBAH CAIR INDUSTRI FARMASI (Studi Kasus: PT. Prafa, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor) Oleh: NUNUNG SAFITRI A14304053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Oleh : Nandana Duta Widagdho A14104132 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Air Air merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi mahluk hidup dan tanpa air maka tidak akan ada kehidupan. Dalam Pasal 5 UU No.7 tahun 2004 tentang sumberdaya air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat modern dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan kemakmuran dan mobilitas

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI BHINEKA I, DESA BLENDUNG, KABUPATEN SUBANG

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI BHINEKA I, DESA BLENDUNG, KABUPATEN SUBANG ANALISIS KELAYAKAN USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI BHINEKA I, DESA BLENDUNG, KABUPATEN SUBANG SKRIPSI SYAHRA ZULFAH H34050039 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN NILAI EKONOMI WISATA PULAU SITU GINTUNG-3 DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN TRI FIRANDARI

ANALISIS PERMINTAAN DAN NILAI EKONOMI WISATA PULAU SITU GINTUNG-3 DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN TRI FIRANDARI ANALISIS PERMINTAAN DAN NILAI EKONOMI WISATA PULAU SITU GINTUNG-3 DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN TRI FIRANDARI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari tidak terlepas dari

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari tidak terlepas dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari tidak terlepas dari keterkaitannya terhadap lingkungan. Lingkungan memberikan berbagai sumberdaya kepada manusia dalam

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI MANFAAT REKREASI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN TRAVEL COST METHOD MUTIARA INDAH SUSILOWATI

VALUASI EKONOMI MANFAAT REKREASI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN TRAVEL COST METHOD MUTIARA INDAH SUSILOWATI VALUASI EKONOMI MANFAAT REKREASI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN TRAVEL COST METHOD MUTIARA INDAH SUSILOWATI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Nilai Sumberdaya Hutan Nilai merupakan persepsi manusia tentang makna suatu objek (sumberdaya hutan) bagi individu tertentu pada tempat dan waktu tertentu. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang timbul akibat meningkatnya kegiatan manusia adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampui daya

Lebih terperinci

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan Industri Tahu 1. Faktor Penyebab Terjadinya Pencemaran

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Kesediaan untuk Menerima (Willingness to Accept/WTA)

III. KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Kesediaan untuk Menerima (Willingness to Accept/WTA) III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Konsep Kesediaan untuk Menerima (Willingness to Accept/WTA) Willingness to Accept (WTA) menunjukkan seberapa kemampuan individu menerima kerusakan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pesatnya perkembangan zaman membuat masyarakat terpacu memberikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pesatnya perkembangan zaman membuat masyarakat terpacu memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesatnya perkembangan zaman membuat masyarakat terpacu memberikan kontribusi untuk membangun. Pembangunan yang terjadi tidak hanya dari satu sektor, tetapi banyak sektor

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit),

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN DAYA SAING SERTA DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP INDUSTRI TEMPE DI KABUPATEN BOGOR

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN DAYA SAING SERTA DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP INDUSTRI TEMPE DI KABUPATEN BOGOR ANALISIS NILAI TAMBAH DAN DAYA SAING SERTA DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP INDUSTRI TEMPE DI KABUPATEN BOGOR (Kasus : Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup) Oleh: MERIKA SONDANG SINAGA A14304029 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan industri adalah salah satu kegiatan sektor ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kontribusi sektor industri terhadap

Lebih terperinci

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PENGUNJUNG TERHADAP UPAYA PELESTARIAN KAWASAN SITU BABAKAN, SRENGSENG SAWAH, JAKARTA SELATAN

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PENGUNJUNG TERHADAP UPAYA PELESTARIAN KAWASAN SITU BABAKAN, SRENGSENG SAWAH, JAKARTA SELATAN ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PENGUNJUNG TERHADAP UPAYA PELESTARIAN KAWASAN SITU BABAKAN, SRENGSENG SAWAH, JAKARTA SELATAN Oleh : Ratri Hanindha Majid A14303031 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

KELAYAKAN FINANSIAL INVESTASI USAHATANI ASPARAGUS (Asparagus officionalis) RAMAH LINGKUNGAN, PT AGRO LESTARI, BOGOR HERLIANA RIDHAWATI A

KELAYAKAN FINANSIAL INVESTASI USAHATANI ASPARAGUS (Asparagus officionalis) RAMAH LINGKUNGAN, PT AGRO LESTARI, BOGOR HERLIANA RIDHAWATI A KELAYAKAN FINANSIAL INVESTASI USAHATANI ASPARAGUS (Asparagus officionalis) RAMAH LINGKUNGAN, PT AGRO LESTARI, BOGOR HERLIANA RIDHAWATI A14105555 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan kambing perah Prima Fit yang terletak di Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA DAN PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG KAMILA HAQQ

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA DAN PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG KAMILA HAQQ ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA DAN PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG KAMILA HAQQ DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekaligus faktor utama penunjang pembangunan ekonomi karena peningkatan

I. PENDAHULUAN. sekaligus faktor utama penunjang pembangunan ekonomi karena peningkatan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbaikan kualitas penduduk merupakan tujuan pembangunan dan sekaligus faktor utama penunjang pembangunan ekonomi karena peningkatan kualitas penduduk berarti peningkatan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Maju Bersama, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di sentra produksi tahu yang terletak di Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Purwokerto 1. Penentuan lokasi ini dilakukan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Manfaat dan Biaya Dalam menganalisa suatu usaha, tujuan analisa harus disertai dengan definisi-definisi mengenai biaya-biaya dan manfaat-manfaat.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Usaha Mi Ayam Bapak Sukimin yang terletak di Ciheuleut, Kelurahan Tegal Lega, Kota Bogor. Lokasi penelitian diambil secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

ANALISIS PENETAPAN NILAI PAJAK LINGKUNGAN INDUSTRI KERTAS. (Studi Kasus: PT Aspex Kumbong, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor) Oleh: RETNO DAMAYANTI

ANALISIS PENETAPAN NILAI PAJAK LINGKUNGAN INDUSTRI KERTAS. (Studi Kasus: PT Aspex Kumbong, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor) Oleh: RETNO DAMAYANTI ANALISIS PENETAPAN NILAI PAJAK LINGKUNGAN INDUSTRI KERTAS (Studi Kasus: PT Aspex Kumbong, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor) Oleh: RETNO DAMAYANTI A14304065 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA (Studi Kasus di Perumahan Cipinang Elok, Jakarta Timur) GANIS DWI CAHYANI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Komposisi Limbah yang Dihasilkan dari Proses Produksi Tahu No. Tahapan Limbah Cair (liter) Limbah Padat (kg) Pabrik 1 Pencucian 262,5 -

Lampiran 1. Komposisi Limbah yang Dihasilkan dari Proses Produksi Tahu No. Tahapan Limbah Cair (liter) Limbah Padat (kg) Pabrik 1 Pencucian 262,5 - LAMPIRAN 65 Lampiran 1. Komposisi Limbah yang Dihasilkan dari Proses Produksi Tahu No. Tahapan Limbah Cair (liter) Limbah Padat (kg) Pabrik 1 Pencucian 262,5 - Perendaman 150,0 - Perebusan 2.100,0 210

Lebih terperinci

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M. Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : 35410453 Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.T TUGAS AKHIR USULAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN KINERJA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

ANALISIS KESEDIAAN MENERIMA DANA KOMPENSASI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ADHITA RAMADHAN

ANALISIS KESEDIAAN MENERIMA DANA KOMPENSASI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ADHITA RAMADHAN ANALISIS KESEDIAAN MENERIMA DANA KOMPENSASI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ADHITA RAMADHAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang berhubungan dengan penelitian studi kelayakan usaha pupuk kompos pada Kelompok Tani

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, DKI

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Penentuan Responden

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Penentuan Responden IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Elsari Brownies and Bakery yang terletak di Jl. Pondok Rumput Raya No. 18 Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan menggunakan jenis data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari sumber data secara langsung.

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengambil tempat di kantor administratif Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat yang berlokasi di Kompleks Pasar Baru Lembang

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN Oleh: RONA PUTRIA A 14104687 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia

I. PENDAHULUAN. berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kelapa sawit merupakan salah satu agroindustri yang sangat potensial dan berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia telah menyumbang

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO 2016 ISSN: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DENGAN METODE GREEN PRODUCTIVITY PADA INDUSTRI PENGOLAHAN TEMPE

Seminar Nasional IENACO 2016 ISSN: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DENGAN METODE GREEN PRODUCTIVITY PADA INDUSTRI PENGOLAHAN TEMPE PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DENGAN METODE GREEN PRODUCTIVITY PADA INDUSTRI PENGOLAHAN TEMPE Muhammad Yusuf Jurusan Teknik Industri Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta Jl. Kalisahak 28 Kompleks

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk

I. PENDAHULUAN. Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia cukup tinggi, berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010

Lebih terperinci

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk dan pesatnya proses industrialisasi jasa di DKI Jakarta, kualitas lingkungan hidup juga menurun akibat pencemaran. Pemukiman yang padat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempe gembus, kerupuk ampas tahu, pakan ternak, dan diolah menjadi tepung

BAB I PENDAHULUAN. tempe gembus, kerupuk ampas tahu, pakan ternak, dan diolah menjadi tepung 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu dalam proses pengolahannya menghasilkan limbah, baik limbah padat maupun cair. Limbah padat dihasilkan dari proses penyaringan dan penggumpalan. Limbah

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A14105570 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMENAGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN UPAH MINIMUM PROPINSI (UMP) TERHADAP INVESTASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) JAWA BARAT

ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN UPAH MINIMUM PROPINSI (UMP) TERHADAP INVESTASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) JAWA BARAT ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN UPAH MINIMUM PROPINSI (UMP) TERHADAP INVESTASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) JAWA BARAT Oleh : ROLAS TE SILALAHI A14304008 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK USAHA BERSAMA SEBAGAI PROGRAM PEMBERDAYAAN RAKYAT MISKIN PERKOTAAN

ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK USAHA BERSAMA SEBAGAI PROGRAM PEMBERDAYAAN RAKYAT MISKIN PERKOTAAN ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK USAHA BERSAMA SEBAGAI PROGRAM PEMBERDAYAAN RAKYAT MISKIN PERKOTAAN (Studi Kasus di Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan) Oleh: MUTIARA PERTIWI A14304025 PROGRAM STUDI EKONOMI

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT Mekar Unggul Sari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 1990-an paradigma pembangunan ekonomi Indonesia

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 1990-an paradigma pembangunan ekonomi Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 1990-an paradigma pembangunan ekonomi Indonesia mengarah kepada industrialisasi. Sektor industri makin berperan sangat strategis sebagai motor penggerak pada

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN BUNGA POTONG KRISAN LOKA FARM KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR. Afnita Widya Sari A

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN BUNGA POTONG KRISAN LOKA FARM KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR. Afnita Widya Sari A ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN BUNGA POTONG KRISAN LOKA FARM KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR Afnita Widya Sari A14105504 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

DAMPAK FRAGMENTASI LAHAN TERHADAP BIAYA PRODUKSI DAN BIAYA TRANSAKSI PETANI PEMILIK

DAMPAK FRAGMENTASI LAHAN TERHADAP BIAYA PRODUKSI DAN BIAYA TRANSAKSI PETANI PEMILIK DAMPAK FRAGMENTASI LAHAN TERHADAP BIAYA PRODUKSI DAN BIAYA TRANSAKSI PETANI PEMILIK (Kasus: Desa Ciaruteun Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat) OLEH: CORRY WASTU LINGGA PUTRA

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Analisis Kelayakan Usaha Analisis Kelayakan Usaha atau disebut juga feasibility study adalah kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hal ini dikarenakan munculnya kesadaran dari masyarakat mengenai pentingnya

I. PENDAHULUAN. hal ini dikarenakan munculnya kesadaran dari masyarakat mengenai pentingnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian organik kini mulai menjadi peluang baru dalam usaha pertanian, hal ini dikarenakan munculnya kesadaran dari masyarakat mengenai pentingnya mengonsumsi makanan,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Upaya kesehatan lingkungan berdasarkan Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2030 pada sasaran ke enam ditujukan untuk mewujudkan ketersediaan dan pengelolaan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Restoran Pastel and Pizza Rijsttafel yang terletak di Jalan Binamarga I/1 Bogor. Pemilihan tempat penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai dan Daerah Aliran Sungai (DAS) menjadi areal vital bagi manusia dalam memenuhi kebutuhan akan air. Pemanfaatan air sungai banyak digunakan sebagai pembangkit

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN KERAPU KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG, BALI. Oleh: NI WAYAN NARITA SUGAMA A

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN KERAPU KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG, BALI. Oleh: NI WAYAN NARITA SUGAMA A ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN KERAPU KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG, BALI Oleh: NI WAYAN NARITA SUGAMA A14104079 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai potensi yang cukup besar untuk pengembangan industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh cukup pesat. Pada tahun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Analisis kelayakan finansial dilakukan untuk mengetahui kelayakan pembesaran ikan lele sangkuriang kolam terpal. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam aspek finansial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber pendapatan, juga memiliki sisi negatif yaitu berupa limbah cair. Limbah cair yang dihasilkan oleh

Lebih terperinci

ESTIMASI NILAI PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN TERHADAP HARGA LAHAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT

ESTIMASI NILAI PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN TERHADAP HARGA LAHAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ESTIMASI NILAI PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN TERHADAP HARGA LAHAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT GARNA YUANA SUHAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Timbulan Sampah di Provinsi DKI Jakarta Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Timbulan Sampah di Provinsi DKI Jakarta Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk Jakarta cenderung meningkat setiap tahun. Peningkatan jumlah penduduk yang disertai perubahan pola konsumsi dan gaya hidup turut meningkatkan jumlah

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kota depok yang memiliki 6 kecamatan sebagai sentra produksi Belimbing Dewa. Namun penelitian ini hanya dilakukan pada 3 kecamatan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Domba Tawakkal, yang terletak di Jalan Raya Sukabumi, Desa Cimande Hilir No.32, Kecamatan Caringin, Kabupaten

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A14104684 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari sampai dengan bulan Maret 2011, bertempat di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang dilakukan di Perusahaan Parakbada, Katulampa, Kota Bogor, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Dian Layer Farm yang terletak di Kampung Kahuripan, Desa Sukadamai, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyediaan air yang aman dan pengelolaan limbah cair memegang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyediaan air yang aman dan pengelolaan limbah cair memegang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyediaan air yang aman dan pengelolaan limbah cair memegang peranan penting dalam menurunkan kejadian banyak penyakit yang ditularkan melalui air atau terkait dengan

Lebih terperinci

KELAYAKAN EKONOMI BENDUNGAN JRAGUNG KABUPATEN DEMAK

KELAYAKAN EKONOMI BENDUNGAN JRAGUNG KABUPATEN DEMAK Kelayakan Ekonomi Bendungan Jragung Kabupaten Demak (Kusumaningtyas dkk.) KELAYAKAN EKONOMI BENDUNGAN JRAGUNG KABUPATEN DEMAK Ari Ayu Kusumaningtyas 1, Pratikso 2, Soedarsono 2 1 Mahasiswa Program Pasca

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktifitas berbagai macam industri menyebabkan semakin

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktifitas berbagai macam industri menyebabkan semakin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya aktifitas berbagai macam industri menyebabkan semakin besarnya limbah yang di hasilkan dari waktu ke waktu. Konsekuensinya adalah beban badan air selama

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek memiliki beberapa pengertian. Menurut Kadariah et al. (1999) proyek ialah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Proyek Menurut Kadariah et al. (1999) proyek merupakan suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian. III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti, serta penting untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Usaha 4.1.1 Sejarah Perusahaan UKM Flamboyan adalah salah satu usaha kecil menengah yang mengolah bahan pertanian menjadi berbagai macam produk makanan olahan.

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek Proyek merupakan suatu kegiatan untuk membangun sistem yang belum ada. Sistem dibangun dahulu oleh proyek, kemudian dioperasionalkan

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT

OPTIMALISASI PRODUKSI OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT 1 OPTIMALISASI PRODUKSI OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT Oleh : NUR HAYATI ZAENAL A14104112 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah : III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Kelayakan Investasi Pengertian Proyek pertanian menurut Gittinger (1986) adalah kegiatan usaha yang rumit karena penggunaan sumberdaya

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Pada bagian ini dijelaskan tentang konsep yang berhubungan dengan penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pajak adalah suatu pungutan yang merupakan hak prerogatif pemerintah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pajak adalah suatu pungutan yang merupakan hak prerogatif pemerintah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Pajak adalah suatu pungutan yang merupakan hak prerogatif pemerintah yang didasarkan pada undang-undang, pemungutannya dapat dipaksakan kepada subyek pajak (orang pribadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Penduduk kota Pekanbaru mencapai sekitar satu juta jiwa. Terkait juga pertambahan penduduk dan pola konsumsi masyarakat di kota Pekanbaru telah menghasilkan sampah

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi. Pemilihan lokasi secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi. Manusia menggunakan air untuk memenuhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mandi, mencuci, dan sebagainya. Di sisi lain, air mudah sekali terkontaminasi oleh

I. PENDAHULUAN. mandi, mencuci, dan sebagainya. Di sisi lain, air mudah sekali terkontaminasi oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi kehidupan, karena selain dikonsumsi, juga digunakan dalam berbagai aktivitas kehidupan seperti memasak, mandi, mencuci, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persebaran penduduk yang tidak merata, dan sebagainya. Pada Maret 2016,

BAB I PENDAHULUAN. persebaran penduduk yang tidak merata, dan sebagainya. Pada Maret 2016, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat (sumber: www.kemenkopmk.go.id).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif, keberadaan industri juga dapat menyebabkan dampak

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif, keberadaan industri juga dapat menyebabkan dampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan sektor industri menjadi salah satu sektor penting, dimana keberadaannya berdampak positif dalam pembangunan suatu wilayah karena dengan adanya industri maka

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH Oleh : EKO HENDRAWANTO A14105535 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN EKO

Lebih terperinci

RINGKASAN. masyarakat dalam berkesehatan. Instansi ini berfungsi sebagai lembaga

RINGKASAN. masyarakat dalam berkesehatan. Instansi ini berfungsi sebagai lembaga RINGKASAN EJEN MUHAMADJEN. Analisis Kelayakan Usaha Rumah Jamu di Taman Sringanis, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dibimbing oleh Ir. Netty Tinaprilla,MM Taman Sringanis merupakan wujud kepedulian terhadap

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Bisnis Gittinger (1986) menyebutkan bahwa proyek pertanian adalah kegiatan usaha yang rumit karena menggunakan sumber-sumber

Lebih terperinci