PENDAHULUAN. 1. Perancangan Kota sebagai perluasan bidang Arsitektur

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDAHULUAN. 1. Perancangan Kota sebagai perluasan bidang Arsitektur"

Transkripsi

1 I PENDAHULUAN Topik-topik bahasan: (1) Perancangan Kota sebagai perluasan bidang Arsitektur (2) Perancangan Kota sebagai implementasi Rencana Kota (3) Nilai-nilai, Kriteria Desain, Proses, dan Metode-Teknik dalam Perancangan Kota (4) Daftar Materi kuliah. 1. Perancangan Kota sebagai perluasan bidang Arsitektur Karena kita sudah berada di bidang Arsitektur, maka lebih mudah bila kita lihat Perancangan kota dari kacamata arsitektur. Perancangan kota dapat dilihat sebagai perluasan bidang arsitektur. Mengapa demikian? Dari satu sisi skala atau cakupan area, Arsitektur merancang bangunan pada satu persil (atau disebut berskala mikro), sedangkan cakupan perancangan kota meluas tidak hanya satu persil tapi suatu kawasan (yang biasanya terdiri dari banyak persil) dapat disebut juga sebagai berskala mezo (lihat Gambar I-1). Dengan demikian, perancangan kota berkaitan dengan penataan lingkungan fisik yang lebih luas daripada hanya satu persil seperti yang dialami oleh bidang arsitektur. Karena dapat dilihat sebagai ekstensi dari bidang Arsitektur, maka bidang Perancangan Kota (Urban Design) sering pula disebut sebagai Arsitektur Kota. Bahan Kuliah Perancangan Kota I A. Djunaedi (2000) 1

2 Arsitektur Perancangan Kota Mikro Mezo Gambar I-1: Perancangan Kota sebagai ekstensi Arsitektur Perluasan cakupan dari mikro ke mezo (kawasan) menimbulkan beberapa implikasi, yaitu antara lain: a) Klien dan partisipasi Dalam pekerjaan arsitektural, yang umumnya menangani satu persil, kita melayani satu klien; sedangkan dalam perancangan kota, yang biasanya mencakup banyak persil, maka perancang kota berhadapan dengan banyak pemilik persil yang berarti banyak klien atau banyak pengambil keputusan. Dengan banyaknya pengambil keputusan maka perancangan kota mau tidak mau perlu melibatkan partisipasi mereka (partisipasi masyarakat atau pihak-pihak terkait). b) Masalah lingkungan Dalam penanganan satu persil, masalah lingkungan kurang terasa, tapi bila cakupan meluas ke kawasan, maka masalah kelestarian lingkungan menjadi lebih nyata. Masalah lingkungan timbul akibat interaksi antar guna lahan dalam kawasan, juga akibat kegiatan sirkulasi lalu lintas, dan sebagainya. c) Masalah sosial (hubungan antar manusia) Satu persil berarti satu keluarga, tapi berkaitan dengan satu kawasan, terdapat masalah hubungan antar keluarga, antar manusia atau disebut sebagai masalah sosial. Masalah ini misalnya terwujud dalam kebutuhan akan fasilitas umum atau fasilitas 2 Bahan Kuliah Perancangan Kota I A. Djunaedi (2000)

3 sosial, prasarana umum, serta juga kegiatan yang khas di masyarakat kita, yaitu perdagangan sektor informal (kakilima). 2. Perancangan Kota sebagai implementasi Rencana Kota Perencanaan kota (urban planning) menangani lingkungan binaan (built environment) dalam lingkup kota (makro). Untuk melaksanakan hasil perencanaan kota diperlukan program-program penanganan kawasan (mezo), maka dapat diartikan bahwa perancangan kota (urban design) sebagai penanganan lingkungan binaan berskala mezo merupakan salah satu langkah implementasi (pelaksanaan) rencana kota (lihat Gambar II-2). Arsitektur Mikro Perancangan Kota Mezo Perencanaan Kota Makro Gambar II-2 :Perancangan Kota sebagai ekstensi Arsitektur dan sebagai implementasi Perencanaan Kota Bahan Kuliah Perancangan Kota I A. Djunaedi (2000) 3

4 Sebagai implementasi rencana kota, perancangan kota mempunyai implikasi sebagai berikut: a) Mengacu pada program atau isi rencana kota Rencana kota yang berimplikasi ke kawasan dapat berupa: pelestarian kawasan bersejarah, penataan kembali atau revitalisasi pusat kota, pengembangan kota baru, pengembangan kawasan perumahan dan sebagainya. Perancangan kota dapat mengimplementasikan program-program tersebut, sehingga dapat dikembangkan proyek perancangan kota berkaitan dengan pelestarian kawasan bersejarah, dan sebagainya. b) Memanfaatkan perangkat implementasi rencana kota Sebagai salah satu kegiatan implementasi rencana kota, maka perancangan kota dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan perangkat implementasi rencana kota, yaitu antara lain perangkat pengendali pembangunan ruang kota, seperti: perijinan lokasi atau guna lahan, peraturan bangunan, pemberian IMB, dan pada kasus kota-kota di Amerika terdapat perangkat seperti: zoning, subdivison regulation, dan sebagainya. 3. Nilai-nilai, Kriteria Desain, Proses, dan Metode- Teknik dalam Perancangan Kota Sebagai suatu usaha penataan lingkungan binaan, maka perancangan kota memiliki nilai-nilai yang dianut. Nilai-nilai tersebut dapat dianut oleh semua orang secara universal (misalnya: keindahan), dan ada pula yang hanya dianut oleh sebagian orang atau kultur tertentu ini dapat kita sebut sebagai nilai lokal. Usaha penataan dilakukan dengan mengikuti suatu proses dan kriteria desain tertentu; dan proses dan kriteria ini juga ada yang disepakati secara umum dan ada pula yang hanya disepakati oleh masyarakat lokal. Bahkan, pada masa yang berbeda, suatu masyarakat dapat menganut suatu proses perancangan kota yang berbeda pula. 4 Bahan Kuliah Perancangan Kota I A. Djunaedi (2000)

5 Hal ini disebabkan mungkin karena terjadi pergeseran paradigma (cara pandang terhadap kebenaran). Dalam proses perancangan kota, dilakukan langkah-langkah yang dapat didukung oleh metode dan teknik tertentu. Dalam khasanah pengetahuan bidang perancangan kota, telah dikembangkan banyak metode dan teknik untuk mendukung proses perancangan kota. 4. Daftar Materi kuliah Kumpulan bahan kuliah ini bersifat pengantar (introductory) dan lebih menitikberatkan pada perancangan kota sebagai implementasi rencana kota daripada perancangan kota sebagai ekstensi Arsitektur. Berkaitan dengan itu dan bahasan di atas, maka dengan tujuan untuk memahami perancangan kota, disiapkan materi kuliah sebagai berikut: a) definisi dan pengertian perancangan kota (Bab II); b) pemahaman rencana kota dan pengaruhnya terhadap perancangan kota (Bab III); c) menukik ke kawasan, pada bab berikutnya (Bab IV) dibahas unsur-unsur bentuk fisik kota (kawasan); unsur-unsur ini dibahas dalam hal permasalahan pada umumnya dan konsep-konsep perancangannya; d) semua di atas dirangkai dalam suatu proses perancangan kota (Bab V) yang disusun dari paradigma tertentu dan menghasilkan produk berupa: kebijakan, rencana/rancangan, pedoman dan program; e) untuk mengimplementasikan produk perancangan kota, dipakai metode-metode pengendalian pemanfaatan ruang kota (kawasan) dengan memanfaatkan perangkat pengendalian yang ada di Indonesia pada umumnya dan hasil belajar dari pengalaman Amerika Serikat (Bab VI). Selain materi di atas, sebenarnya masih banyak materi-materi nilai-nilai (values), kriteria, metode-teknik, dan materi tematik (tergantung tema yang dipilih atau dihadapi), seperti antara lain: a) pelestarian kawasan bersejarah; b) revitalisasi kawasan perkotaan (pusat kota); Bahan Kuliah Perancangan Kota I A. Djunaedi (2000) 5

6 c) pelestarian lingkungan (ekologis) perkotaan; d) penanganan kakilima. Untuk materi-materi tersebut, dalam buku ini, hanya ditunjukkan daftar acuannya (Bab VII). Mahasiswa dapat membaca sendiri sebagai insan yang mampu belajar secara mandiri. Beberapa tema atau topik yang mengandung pelajaran tentang nilai, kriteria, dan metode-teknik tertentu dapat saja menjadi bahan kuliah yang temporer (berbeda-beda dari masa ke masa) pada semester ini atau dijelaskan dengan gambaran kasus atau proyek tertentu pada semester berikutnya, yaitu dalam mata kuliah Perancangan Kota II. Selain daftar acuan atau bacaan yang dianjurkan, pada akhir buku ini diberikan pula daftar websites (Lampiran) yang memuat materi-materi yang terkait dengan perancangan kota. Secara umum, terdapat dua macam website, yaitu: (1) pusat kajian atau pendidikan perancangan kota, dan (2) proyek atau kegiatan empiri perancangan kota yang dilaporkan oleh pelakunya. 6 Bahan Kuliah Perancangan Kota I A. Djunaedi (2000)

7 II DEFINISI & PENGERTIAN PERANCANGAN KOTA Topik-topik yang dibahas: (1) Definisi & pengertian Perancangan Kota (2) Perbedaan perancangan kota dengan perencanaan kota dan perancangan arsitektur (3) Gambaran proyek-proyek perancangan kota (dalam rangka memperjelas pengertian perancangan kota) 1. Definisi & Pengertian Perancangan Kota Saat ini, istilah perancangan kota (urban design) mempunyai arti yang berbeda-beda di negara yang satu dengan di negara yang lain, bahkan juga berbedabeda antar pribadi. Minaret Branch (1995: 201) mengatakan bahwa: Di dalam perencanaan kota komprehensif, perancangan kota memiliki suatu makna yang khusus, yang membedakannya dari berbagai aspek proses perencanaan kota. Perancangan kota berkaitan dengan tanggapan inderawi manusia terhadap lingkungan fisik kota: penampilan visual, kualitas estetika, dan karakter spasial. Harry Anthony (dalam buku Antoniades, 1986: 326) memberi pengertian bahwa perancangan kota merupakan pengaturan unsur-unsur fisik lingkungan kota sedemikian rupa sehingga dapat berfungsi baik, ekonomis untuk dibangun, dan memberi kenyamanan untuk dilihat dan untuk hidup di dalamnya. Frederick Gutheim (dalam Antoniades, 1986: 326) menyatakan bahwa perancangan kota (urban design) merupakan bagian dari perencanaan kota (urban planning) yang menangani aspek estetika dan yang menetapkan tatanan (order) dan bentuk (form) kota. Selanjutnya, Bahan Kuliah Perancangan Kota I A. Djunaedi (2000) 7

8 Antoniades (1986: 326) juga mendukung pendapat di atas bahwa perancangan kota menangani permasalahan keindahan kota yang tercermin dari fisik kota yang dirancang oleh perancang kota. Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik beberapa kata kunci tentang perancangan kota, yaitu: 1) Pengaturan unsur fisik lingkungan kota. 2) Berkaitan dengan tanggapan inderawi, yaitu aspek estetika/keindahan, penampilan visual. 3) Merupakan bagian dari perencanaan kota. Sebagai catatan: kunci ketiga di atas masih menjadi perdebatan antara para perencana kota dan para arsitek, seperti dibahas di bagian berikut. 2. Perbedaan Perancangan Kota dengan Perencanaan Kota dan Perancangan Arsitektur Pittas dan Ferebee (1982: 10) menjelaskan bahwa perancangan kota merupakan bidang ilmu yang unsur-unsurnya meminjam dari antara lain bidangbidang ilmu arsitektur, lansekap, administrasi publik, hukum, sosiologi, dan geografi perkotaan. Sebagai sebuah bidang ilmu, perancangan kota mempunyai perbedaan dengan perencanaan kota maupun dengan arsitektur. Perencanaan kota memandang perancangan kota sebagai salah satu implementasi rencana kota, sedangkan para arsitek melihat perancangan kota tidak selalu harus demikian, tetapi dapat timbul sebagai usaha untuk mengatasi problema perkotaan secara praktis lewat pengaturan bentuk-bentuk fisik (Antoniades, 1986: ). Perencanaan kota (urban planning), meskipun berkaitan dengan tata ruang dan juga, antara lain, ekonomi, sosial, budaya; tapi biasanya tidak berkaitan dengan kualitas visual lingkungan. Perancangan arsitektural, di lain pihak, berfokus pada bangunan secara individual (tunggal). 8 Bahan Kuliah Perancangan Kota I A. Djunaedi (2000)

9 Melanjutkan perbedaan dengan perencanaan kota dan arsitektur di atas, Pittas dan Ferebee (1982: 12-13) mendeskripsikan tentang karakteristik perancangan kota, yaitu: 1) Perancangan kota mempunyai dimensi publik (masyarakat luas); dan hal ini tidak tergantung pada tempat pelaksanaannya: di tanah milik umum ataupun di tanah milik pribadi. 2) Jangka waktu pelaksanaan hasil perancangan kota mempunyai jangka waktu yang lebih lama daripada hasil perancangan arsitektur atau arsitektur lansekap. 3) Perancangan kota lebih bersifat memungkinkan perubahan lingkungan buatan daripada melaksanakan perubahan tersebut. 4) Perancangan kota seringkali perlu dilakukan secara anonim, berbeda dengan perancangan arsitektur yang nama arsiteknya ditonjolkan. 5) Perancangan kota berorientasi ke proses nilai di samping juga berorientasi produk. 6) Perhatian perancangan kota lebih tertuju kepada komposisi bangunanbangunan dalam lingkungan visual publik serta hubungannya dengan ruang terbuka publik daripada ke bangunan tunggal. 7) Perancangan kota menyadari adanya klien yang pluralistis (berkaitan dengan berbagai institusi pemerintah dan swasta), dan perancangan kota mengembangkan metode pembelajaran untuk tipe klien seperti itu. 8) Hasil perancangan kota bersifat lebih relativistis dibanding produk arsitektur, tapi lebih pasti dibanding hasil perencanaan kota. 9) Tidak seperti pendidikan perencanaan kota, perancangan kota menyadari batasbatas spasial maupun dimensional dalam melihat dunia (dengan pandangan keruangan tiga dimensi). 10) Tidak seperti pendidikan arsitektur, perancangan kota memberi nilai yang lebih pada program (proses) daripada terhadap artefak (produk berupa fisik). 11) Dalam sejarah, rancangan kota yang baik tidak selalu dihasilkan oleh perancang kota yang hebat. 12) Pendidikan perancangan kota menuntut pemberian materi tentang ilmu-ilmu sosial, hukum, ekonomi dan administrasi perusahaan. Bahan Kuliah Perancangan Kota I A. Djunaedi (2000) 9

10 Kemampuan dalam mengolah bentuk dan hubungan tiga dimensi diperlukan. Pendidikan ini juga memerlukan kolaborasi dan kemampuan untuk bekerja dalam kerangka institusional. Dari bahasan tentang perbedaan di atas, dapat ditarik ringkasan tentang perbedaan perancangan kota dibanding perencanaan kota dan arsitektur, seperti gambar berikut: Perancangan kota berada "di antara" arsitektur dan Perencanaan Kota ARSITEKTUR bangunan di persil tunggal PERANCANGAN KOTA Ruang umum & bangunan-bangunan dari aspek publik PERENCANAAN KOTA Kebijaksanaan publik Gambar II-1: Perbedaan Perancangan Kota, Perencanaan Kota, dan Arsitektur 3. Gambaran Proyek-Proyek Perancangan Kota Untuk memperjelas pengertian tentang perancangan kota, berikut ini disampaikan beberapa gambaran tentang kegiatan dan proyek-proyek tentang kegiatan dan proyek-proyek perancangan kota. Sebagai catatan, perancangan kota dapat mempunyai skala wawasan atau skala yanglebih luas lagi, yaitu skala kota. Pada skala kawasan, menurut Branch (1995: ), obyek perancangan kota dapat mencakup antara lain: lingkungan suatu bangunan atau sekumpulan bangunan, suatu taman atau plaza, boulevard atau jalur pejalan kaki, tiang lampu atau pemberhentian bis. Pada skala kota, menurut Lynch (196)), perancangan kota berkaitan dengan elemen visual utama yang meliputi: tengaran (landmark), pemusatan (nodes), kawasan (district), jejalur (paths), dan tepian (edges). Lebih jelas 10 Bahan Kuliah Perancangan Kota I A. Djunaedi (2000)

11 lagi, Dannenbrink (dalam Branch, 1995: 200) mendeskripsikan perancangan kota sebagai berikut: Perancangan kota adalah proses dan hasil pengorganisasian dan pengintegrasian seluruh komponen lingkungan (buatan dan alam), sedemikian rupa sehingga akan meningkatkan citra setempat dan perasaan berada di suatu tempat (sense of place), dan kesetaraan fungsional, serta kebanggaan warga dan diinginkannya suatu tempat menjadi tempat tinggal. Hal tersebut dapat diterapkan pada berbagai seting dan kepadatan fisik, mulai dari daerah perkotaan, pinggiran kota, hingga pedesaan.. mulai dari skala lingkungan permukiman hingga keseluruhan daerah, dan dapat terpusatkan pada permasalahan kota secara keseluruhan atau komponen khusus, misalnya lingkungan permukiman, pusat bisnis, sistem ruang terbuka, atau karakter jalan utama. Sebagai gambaran proyek perancangan kota adalah Pengembangan Kawasan Malioboro, Yogyakarta, yang mengatur antara lain fasade dan ketinggian bangunanbangunan di sepanjang jalan Malioboro tersebut. Contoh lain: perancangan kampus UGM, dan perancangan kawasan sekitar Monumen Yogya Kembali (Yogyakarta). Di bawah ini beberapa gambaran proyek perancangan kota yang diangkat dari beberapa pustaka: Gambar II-2: Usulan Pembangunan kembali pinggiran Wilmington City Center, Delaware Hasil kerja mahasiswa Studio semester III, sebuah sekolah Urban Design di AS (sumber: Pittas & Ferebee, 1982: 79, Fig. 3) Bahan Kuliah Perancangan Kota I A. Djunaedi (2000) 11

12 Gambar II-3: Rancangan jalan dengan pepohonan di tepinya yang telah terwujud (sumber: Urban Redevelopment Authority, 1996: 17) Acuan Antoniades, Anthony C., 1986, Architecture and Allied Design: An Environmental Design Perspective, Second Edition, Kendall/Hunt Publishing Company, Dubuque, Iowa. Branch, Melville C., 1995, Perencanaan Kota Komprehensif: Pengantar & Penjelasan, Terjemahan: B. H. Wibisono & A. Djunaedi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Lynch, Kevin, 1960, The Image of the City, MIT Press, Cambridge, MA. Pittas, M., dan Ferebee, A. (editors), 1982, Education for Urban Design, Institute for Urban Design, Purchase, New York. Urban Redevelopment Authority, (August) 1996, New Down Town: Ideas for the City of Tomorrow, Urban Redevelopment Authority, Singapore. 12 Bahan Kuliah Perancangan Kota I A. Djunaedi (2000)

13 Daftar Bacaan yang Dianjurkan Shirvani, Hamid, 1985, The Urban Design Process, Van Nostrand Reinhold, New York, hal. 6-8 ( The Domain of Urban Design ). Steger, Charles W., 1997, Urban Design, dalam John M. Levy, Contemporary Urban Planning, Fourth Edition, Prentice Hall, Upper Saddle River, NJ., hal Beckley, Robert M., 1979, Urban Design, dalam Anthony J. Catanese dan James C. Snyder, Introduction to Urban Planning, McGraw-Hill Book, New York, hal Bahan Kuliah Perancangan Kota I A. Djunaedi (2000) 13

14 III RENCANA KOTA DAN PENGARUHNYA KE PERANCANGAN KOTA Topik-topik yang dibahas: (1) Pengertian dan macam rencana kota (2) Proses penyusunan rencana kota (3) Produk perencanaan kota yang mempengaruhi perancangan kota 1. Pengertian dan Macam Rencana Kota Di Amerika, rencana kota umumnya disebut sebagai rencana kota komprehensif (comprehensive urban plan). Rencana kota ini diartikan sebagai kebijaksanaan jangka panjang (20 30 tahun) mengenai distribusi keruangan (spasial) obyek, fungsi dan kegiatan dan tujuan (Catanese dan Snyder, 1979: 194). Rencana kota mengkoordinasikan kegiatan Pemerintah dan kegiatan swasta atau masyarakat dalam membangun fisik dan keruangan kotanya. Dalam praktek perencanaan kota di Indonesia saat ini, para perencana mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1987) (tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota). Dalam peraturan tersebut, Pasal 1 (butir d) disebutkan pengertian rencana kota, sebagai berikut: Rencana kota adalah rencana pengembangan kota yang disiapkan secara teknis dan non-teknis, baik yang ditetapkan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah yang merupakan rumusan kebijaksanaan pemanfaatan muka bumi wilayah kota termasuk ruang di atas dan di bawahnya serta pedoman pengarahan dan pengendalian bagi pelaksanaan pembangunan kota. 14 Bahan Kuliah Perancangan Kota I A. Djunaedi (2000)

15 Selain itu, peraturan di atas juga menjelaskan bahwa suatu rencana kota bertujuan supaya kehidupan warga kota menjadi aman, tertib dan lancar dan sehat melalui: a) Perwujudan pemanfaatan ruang kota yang serasi dan seimbang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daya dukung pertumbuhan dan perkembangan kota. b) Perwujudan pemanfaatan ruang kota yang sejalan dengan tujuan serta kebijaksanaan Pembangunan Nasional dan Daerah. Rencana kota (yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah) dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: 1) Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) 2) Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) 3) Rencana Teknik Ruang Kota (RTRK). Perbedaan antar ketiga macam rencana tersebut terlihat pada tabel di bawah ini. Bahan Kuliah Perancangan Kota I A. Djunaedi (2000) 15

16 Tabel III-1: Perbandingan antara macam rencana kota Macam Rencana RUTRK RDTRK RTRK Lingkup Wilayah Isi Rencana Skala Peta seluruh wilayah adminitrasi kota sebagian atau seluruh wilayah adminitrasi kota yang dapat merupakan satu atau beberapa kawasan tertentu sebagian atau seluruh kawasan tertentu yang dapat merupakan satu atau beberapa unit lingkungan perencanaan Sumber: PerMendagri No. 2 Tahun 1987 Kebijaksanaan pengembangan kota Rencana pemanfaatan ruang kota Rencana struktur tingkat pelayanan kota Rencana sistem transportasi Rencana sistem jaringan utilitas kota Rencana pengembangan pemanfaatan air baku Indikasi unit pelayanan kota Rencana pengelolaan pembangunan kota Kebijaksanaan pengembangan penduduk Rencana pemanfaatan ruang bagian wilayah kota Rencana struktur tingkat pelayanan Rencana sistem jarangan fungsi jalan Rencana sistem jaringan utilitas Rencana kepadatan bangunan lingkungan Rencana ketinggian bangunan Rencana garis sempadan atau garis pengawasan jalan Rencana indikasi unit pelayanan Rencana tahapan pelaksanaan pembangunan Pengelolaan penanganan lingkungan Rencana tapak pemanfaatan ruang Pra rencana pola dan konstruksi jaringan jalan Pra rencana bentuk dan konstruksi jaringan utilitas Pra rencana bentuk dan konstruksi bangunan gedung Rencana indikasi proyek 1 : (untuk kota berpenduduk kurang dari 1 juta jiwa); 1 : (untuk kota berpenduduk lebih dari 1 juta jiwa). 1 : dengan penggambaran geometrik yang dibantu dengan titik-titik kendali. 1 : Bahan Kuliah Perancangan Kota I A. Djunaedi (2000)

17 2. Proses Penyusunan Rencana Kota Proses perencanaan kota yang menganut faham perencanaan komprehensif, secara umum terlihat pada gambar sebagai berikut: Penelitian perencanaan: Pengumpulan dan pengolahan data Analisis dan pembuatan proyeksi Perumusan tujuan dan sasaran Perencanaan Perumusan rencana: Pembuatan alternatif-alternatif rencana Evaluasi dan seleksi alternatif Penyusunan dokumen rencana Imple mentasi rencana Pengkajian ulang dan perubahan rencana Gambar III-1: Salah satu model proses perencanaan kota komprehensif (diangkat dari: Levy, 1997: ). Istilah komprehensif yang arti katanya ialah menyeluruh, dalam hal ini diartikan bahwa dalam penelitian perencanaan semua aspek perkotaan dianalisis. Aspek-aspek tersebut, menurut PerMendagri No. 2 Tahun 1987 Pasal 22 meliputi antara lain: 1) Aspek fisik dasar 2) Aspek lingkungan hidup 3) Aspek kependudukan dan kebudayaan 4) Aspek penggunaan tanah Bahan Kuliah Perancangan Kota I A. Djunaedi (2000) 17

18 5) Aspek status penguasaan tanah 6) Aspek perekonomian 7) Aspek fasilitas dan utilitas 8) Aspek sistem transportasi 9) Aspek keruangan dan pembiayaan pembangunan kota 10) Aspke kelembagaan Pemerintahan dan Pengelolaan Kota. Berbagai aspek tersebut di atas juga menjadi kajian dalam perancangan kota. Selain itu, beberapa masalah yang biasa dihadapi perancangan kota, seperti misalnya: citra kota (image of the city), juga menjadi bahan masukan bagi proses perencanaan kota (tahap penelitian perencanaan). 3. Produk Perencanaan Kota yang Mempengaruhi Perancangan Kota Untuk skala bagian wilayah kota, macam rencana kota yang secara umum mempengaruhi perancangan kota adalah RDTRK, terutama bagian-bagian rencana yang berkaitan dengan: 1) macam pemanfaatan ruang kota 2) sistem jaringan fungsi jalan 3) sistem jaringan utilitas 4) kepadatan bangunan lingkungan 5) ketinggian bangunan 6) garis sempadan atau garis pengawasan jalan. Untuk skala kawasan, bila telah ada RTRK, maka pra rencana teknis yang diatur dalam RTRK juga menjadi pertimbangan dalam perancangan kawasan. Disamping rencana kota, terdapat peraturan-peraturan atau kebijaksanaan Pemerintah Daerah lainnya yang dapat mempengaruhi perancangan kota, yaitu antara lain: peraturan bangunan, kebijaksanaan pelestarian bangunan bersejarah atau kawasan bersejarah, dan peraturan Pemerintah tentang cagar budaya. 18 Bahan Kuliah Perancangan Kota I A. Djunaedi (2000)

19 Beberapa program pembangunan juga dapat mempengaruhi atau mendorong perancangan kota, misalnya: revitalisasi pusat kota, pengatasan kawasan kumuh, konsolidasi lahan perkotaan. Di samping itu, program pengembangan kegiatan pariwisata juga dapat mendorong kegiatan perancangan kota atau kawasan, seperti misalnya: taman rekreasi, taman budaya, dan kompleks peninggalan purbakala. Acuan Catanese, A. J., dan Snyder, J. C., 1979, Introduction to Urban Planning, McGraw- Hill Book Company, New York. Levy, John M., 1997, Contemporary Urban Planning, Fourth Edition, Prentice-Hall, Upper Saddle River, NJ. PerMendagri No. 2 Tahun 1987, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 Tahun 1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota, Departemen Dalam Negeri, Jakarta. Daftar Bacaan yang Dianjurkan Levy, John M., 1997, Contemporary Urban Planning, Fourth Edition, Prentice-Hall, Upper Saddle River, NJ.: hal (Chapter 8: The Comprehensive Plan ). PerMendagri No. 2 Tahun 1987, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 Tahun 1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota, Departemen Dalam Negeri, Jakarta. Bahan Kuliah Perancangan Kota I A. Djunaedi (2000) 19

20 IV UNSUR-UNSUR BENTUK FISIK KOTA: PERMASALAHAN & KONSEP-KONSEP PERANCANGANNYA Topik-topik yang dibahas: (1) Domain (lingkup) bidang perancangan kota Unsur-unsur bentuk kota: (2) Guna lahan (3) Bentuk dan massa bangunan (4) Sirkulasi dan perparkiran (5) Ruang terbuka (6) Jalan pedestrian (7) Pendukung kegiatan (8) Perpapanan-nama (9) Preservasi 1. Domain (lingkup) Bidang Perancangan Kota Untuk merumuskan unsur-unsur bentuk fisik kota, perlu dirumuskan terlebih dulu domain atau lingkup bidang perancangan kota. Seperti telah dijelaskan di bagian sebelumnya, perancangan kota (urban design) dalam hal ini dipandang sebagai bagian dari proses perencanaan kota (urban planning) yang berkaitan dengan kualitas fisik lingkungan kota. Dalam hal kualitas fisik ini, perencana dan perancang kota tidak akan dapat merancang seluruh unsur bentuk fisik kota, kecuali bila yang dihadapi kota baru atau kawasan kosong yang akan direncanakan (Shirvani, 1985:6). 20 Bahan Kuliah Perancangan Kota I A. Djunaedi (2000)

21 Domain perancangan kota terbentang dari tampilan muka bangunan (eksterior) ke luar (ke ruang publik diantara bangunan-bangunan). Berkaitan dengan ini Barnett (1974, dalam Shirvani, 1985: 6) mengatakan bahwa domain perancangan kota sebagai "merancang kota tanpa merancang bangunan-bangunan". Dengan kata lain, domain tersebut mencakup ruang-ruang di antara bangunan-bangunan. Dalam hal ruang-ruang luar tersebut, berdasar pengalaman "Urban Design Plan of San Fransisco, 1970" (Wilson et. al, 1979 dalam Shirvani, 1985: 6), ruangruang dikelompokan menjadi empat group, yaitu: 1) pola dan citra internal: menjelaskan maksud ruang-ruang di antara bangunanbangunan dalam lingkup kawasan kota, terutama dalam hal focal points, viewpoints, landmarks, dan pola gerak; 2) bentuk dan citra eksternal: berfokus pada skyline (garis langit) kota, serta citra dan identitas kota secara keseluruhan; 3) sirkulasi dan perparkiran: mengkaji karakteristik jalan (dalam hal: kualitas pemeliharaan, kepadatan ruang, tatanan, kemonotonan, kejelasan rute, orientasi ke tujuan, keselamatan, dan kemudahan gerakan), serta persyaratan dan lokasi perparkiran; 4) kualitas lingkungan: berkaitan dengan sembilan faktor, yaitu kecocokan penggunaan, kehadiran unsur alam, jarak ke ruang terbuka, kepentingan visual dari fasad jalan, kualitas pandangan, kualitas pemeliharaan, kebisingan, dan iklim setempat. Pengelompokan di atas belum menunjukkan unsur-unsur bentuk fisik kota dalam perancangan kota. Unsur-unsur tersebut, dijelaskan oleh Shirvani (1985: 7-8), meliputi delapan butir, yaitu: 1) guna lahan 2) bentuk dan massa bangunan 3) sirkulasi dan perparkiran 4) ruang terbuka 5) jalan pedestrian 6) pendukung kegiatan 7) perpapanan - nama 8) preservasi. Bahan Kuliah Perancangan Kota I A. Djunaedi (2000) 21

22 Tiap unsur dijelaskan di bagian berikut ini dengan pola bahasan yang dimulai dengan pengertian unsur tersebut (bila perlu, dan termasuk pula penjelasan mengapa unsur tersebut diperlukan dalam perancangan kota dan keterkaitannya dengan unsur lainnya), isu atau permasalahan utama berkaitan dengan unsur tersebut, serta solusi atau konsep perancangan unsur tersebut Guna Lahan Pengertian Guna lahan merupakan kebijakan Pemerintah kota yang bersifat dua dimensional (dalam bentuk peta) tapi berpengaruh pada rancangan tiga dimensi (bangunan) di atas lahan tersebut. Guna lahan juga berkaitan dengan sirkulasi dan perparkiran. Isu atau permasalahan utama Tiga masalah utama terjadi berkaitan dengan penerapan sistem guna lahan atau pemintakatan (zoning) perkotaan yaitu: (1) tidak adanya diversifikasi kegiatan dalam zona yang sama ("terlalu seragam" menyebabkan hanya ramai pada waktu tertentu"); (2) kurang memperhitungkan faktor lingkungan dan fisik alamiah; (3) masalah pemeliharaan dan perbaikan prasarana kota. Solusi atau konsep perancangan Solusi yang ditawarkan menyangkut penggunaan lahan campuran yang dapat mendorong kegiatan terjadi "24 jam", dengan peningkatan sirkulasi pendestrian, penggunaan yang lebih baik terhadap sistem prasarana, dilakukannya analisis berbasis lingkungan, dan peningkatan pemeliharaan dan perbaikan prasarana. Terhadap kawasan yang "mati kehidupan" dapat dilakukan solusi modifikasi guna lahan. Sekolah yang kekurangan murid dan bangkrut dapat dialih-gunakan 1 Penjelasan tentang kedelapan unsur tersebut diangkat dari Shirvani (1985: 8-46) 22 Bahan Kuliah Perancangan Kota I A. Djunaedi (2000)

23 menjadi mall, misalnya. Contoh lain, pergudangan atau bangunan indistri yang sudah tidak terpakai dapat disulap menjadi "tokok gudang rabat" (seperti toko "Alfa" di Yogyakarta). 3. Bentuk dan Massa Bangunan Pengertian Umumnya, peraturan bangunan mengatur ketinggian, sempadan dan coverage bangunan. Pengalaman beberapa proyek perancangan kota menyarankan untuk meliputi pula "penampilan dan konfigurasi bangunan", misal berkaitan dengan warna, bahan bangunan, tekstur, bentuk muka (fasad). Secara tradisional, hal-hal ini menjadi hak arsitek bersama kliennya. Tapi, sebenarnya hal ini menyangkut kepentingan masyarakat dan berdampak pada lingkungan kota. Contohnya: penggunaan kaca pantul cahaya untuk bangunan tinggi, dan pengubahan tampilan muka bangunan bersejarah. Isu atau permasalahan utama Isu utama dalam hal ini menyangkut "keseimbangan" hak antara arsitek perancang bangunan individual dan Pemerintah (mewakili perancang kota), dalam hal perancangan eksterior bangunan dan ruang-ruang antara bangunan. Spreiregen (1965, dalam Shirvani, 1985: 23) menyebutkan tiga isu utama yang berkaitan dengan bentuk dan massa bangunan perkotaan, yaitu: (1) "skala" yang berkaitan dengan ketinggian pandang manusia, sirkulasi, bangunan-bangunan berdekatan, dan ukuran lingkungan; (2) "ruang kota" berkaitan dengan bentuk-bentuk bangunan, skala dan suasana penutupan ruang antar bangunan, dan macam ruang kota; (3) "massa perkotaan" meliputi bangunan-bangunan, permukaan tanah, obyekobyek dalam ruang yang dapat membentuk ruang kota dan membentuk pola kegiatan, dalam skala besar atau kecil. Bahan Kuliah Perancangan Kota I A. Djunaedi (2000) 23

24 Solusi atau konsep perancangan Pemerintah kota perlu menyususn pedoman perancangan bentuk dan massa bangunan (dari segi perancangan kota) berdasar studi/analisis yang komprehensif tentang data fisik kota yang ada (bentuk bangunan dan unsur-unsur fisik). Contoh pedoman yang pernah dibuat: Residential Design Guidelines disusun oleh San Fransisco Planning Department (Shirvani, 1985: 17-18). 4. Sirkulasi dan Perparkiran Isu dan permasalahan utama Perparkiran mempunyai dua dampak langsung terhadap kualitas lingkungan, yaitu: (1) keberlangsungan kegiatan perdagangan di pusat kota, dan (2) dampak visual bentuk kota. Sirkulasi dapat membentuk, mengarahkan, dan mengendalikan pola kegiatan (dan juga pembangunan) kota. Solusi dan konsep perancangan Solusi perparkiran meliputi: (1) permbangunan fasilitas parkir pada kawasan yang belum mempunyai dengan cukup memadai, dengan mempertimbangkan dampak visual bentuk kotanya; (2) penggunaan ganda terhadap fasilitas parkir yang ada (misal: parkir perkantoran yang hanya dipakai siang hari dapat digunakan untuk parkir kegiatan perdagangan di malam hari); (3) "paket parkir", yaitu perusahaan yang mempunyai karyawan banyak perlu punya kawasan parkir tersendiri dekat atau jauh (remote) dari lokasi perusahaan (satu paket dengan pendirian perusahaannya); dan (4) parkir di pinggir kota atau pinggir pusat kota, yang dibangun pengembang dengan bantuan Pemerintah (dari lokasi tersebut disediakan angkutan murah ke pusat kota). Dalam hal penanganan sirkulasi, Shirvani (1985: 26) menawarkan tiga azas perancangan, yaitu: 1) Ruang jalan perlu dijadikan sebagai "unsur ruang terbuka visual positif" dengan cara: 24 Bahan Kuliah Perancangan Kota I A. Djunaedi (2000)

25 a) menutupi dan membuat pengatasan lansekap terhadap tampilan yang "kurang sedap dipandang"; b) memberi persyaratan tinggi dan sempadan bagi bangunan dekat jalan; c) membangun median jalan bertaman; d) meningkatkan kualitas lingkungan alam yang terlihat dari jalan. 2) Jalan dapat memberi orientasi kepada para pengemudi kendaraan dan membuat lingkungan menjadi jelas, dengan cara: a) menyediakan palet lansekap untuk menegaskan batas lingkungan atau kawasan yang terlihat dari jalan; b) membuat perlengkapan jalan dan pencahayaan sehingga jalan terlihat jelas di siang maupun malam hari; c) mengkaitkan unsur jalan dengan obyek pandang penting (vistas) dan referensi penting (vistas) dan referensi visual (memudahkan untuk mengingat-ingat suatu tempat atau jalan) ke guna lahan terdekat atau landmark; d) membedakan tingkatan jalan dengan pembedaan sempadan, tampilan ruang jalan, dan sebagainya. 3) Pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama dalam mencapai tujuan ini. Solusi lain terhadap isu sirkulasi dapat dilakukan dengan strategi manajemen lalulintas, serta penyebaran kegiatan antar kawasan di kota (desentralisasi kegiatan yang menimbulkan lalulintas banyak). Secara umum, kecenderungan penanganan lalu lintas perkotaan meliputi: (1) peningkatan mobilitas gerak di pusat perdagangan kota, (2) tidak mendorong penggunaan kendaraan pribadi, (3) mendorong pemakaian kendaraan umum, dan (4) peningkatan akses ke pusat perdagangan kota. 5. Ruang Terbuka Pengertian Pengertian "ruang terbuka" (open space) bagi tiap orang mungkin berbedabeda, tapi dalam hal ini, ruang terbuka meliputi: lansekap, hardscape (jalan, trotoar, dan sebagainya), taman, dan ruang rekreasi di kota. Unsur-unsur ruang terbuka Bahan Kuliah Perancangan Kota I A. Djunaedi (2000) 25

26 mencakup: taman dan alun-alun, ruang hijau kota, perabot jalan/ruang kota, kioskios, patung, jam kota, dan sebagainya. Isu atau permasalahan utama Pada masa lalu, ruang terbuka tidak pernah dirancang tapi menjadi akibat setelah bangunan-bangunan berdiri. Dengan kata lain, ruang terbuka belum menjadi unsur terpadu dalam perancangan fisik. Solusi atau konsep perancangan Dalam perancangan kota, ruang terbuka perlu menjadi unsur terpadu dalam perancangan bangunan (dipertimbangkan dalam proses perancangan bangunan). Untuk itu, Pemerintah kota perlu menyusun suatu pedoman rancangan hubungan bangunan-bangunan dengan ruang-ruang terbuka. Contoh: kota Dalas membuat "Natural Open Space Plan" (tahun 1978). Dalam kaitannya dengan hubungan bangunan dan ruang terbuka, Tankel (1963, dalam Shirvani, 1985: 31) menyatakan bahwa "nilai penting ruang terbuka bukan terletak pada kuantitasnya, tapi pada pengaturan ruang-ruang tersebut berkaitan dengan pembangunan (fisik)". 6. Jalan Pedestrian Pengertian Pada masa lalu, perancangan pedestrian di kota jarang dilakukan. Ketika suatu mall dirancang dengan memperhatikan kenyamanan pejalan kaki, maka mall tersebut berhasil menarik banyak pengunjung. Jalan pedestrian (jalan pejalan kaki) di samping mempunyai unsur kenyamanan bagi pejalan kaki juga mempunyai andil bagi keberhasilan pertokoan dan vitalitas kehidupan ruang kota. Sistem pedestrian yang baik akan mengurangi ketergantungan pada kendaraan bermotor di pusat kota, menambah pengunjung ke pusat kota, meningkatkan atau mempromosikan sistem skala manusia, menciptakan kegiatanan usaha yang lebih banyak, dan juga membantu meningkatkan kualitas udara. 26 Bahan Kuliah Perancangan Kota I A. Djunaedi (2000)

27 Isu dan permasalahan utama Isu utama perancangan jalan pedestrian menyangkut "keseimbangan" seberapa untuk pejalan kaki dan seberapa untuk kendaraan. Di samping itu, keselamatan pejalan kaki juga menjadi isu utama. Selain itu, di Indonesia, dan juga di beberapa negara berkembang lainnya (antara lain: Muangthai), jalan pedestrian sering berkaitan dengan masalah kakilima (pedagang sektor informal). Solusi atau konsep keruangan Bila ruang pejalan kaki lebih luas daripada yang diperlukan maka terasa "sepi", tapi bila kurang akan terasa "padat/sesak". Kepadatan ini seringkali baik karena kerumunan orang akan menarik perhatian orang lain untuk mendekat dan ikut bergabung. Di beberapa lokasi tertentu misal: di kawasan Malioboro, Yogyakarta jalan pedestrian sengaja dibuat lebih lebar daripada kebutuhan pejalan kaki dengan alasan untuk juga mewadahi kegiatan pedagang sektor informal (kakilima). Kegiatan lain diperlukan untuk mendukung kehidupan jalan pedestrian, seperti: pertunjukan, penjual makanan, dan tempat janji bertemu (rendezvous points). Macam bangunan atau fasilitas (termasuk pula: perabotan jalan) sepanjang jalan pedestrian juga mempengaruhi hidup-matinya jalan pedestrian. Misal: bila hanya ada kantor dan bank maka jalan pedestrian sepi; maka perlu ada toko-toko kecil atau department store di sepanjang jalan pedestrian serta dilengkapi dengan bangkubangku tempat duduk dan lampu-lampu taman. 7. Pendukung Kegiatan Pengertian Pendukung kegiatan diartikan sebagai semua guna lahan dan kegiatan yang memperkuat ruang publik perkotaan. Bentuk, lokasi, dan karakteristik suatu kawasan akan menarik fungsi-fungsi guna lahan, dan kegiatan yang spesifik. Sebaliknya, suatu kegiatan cenderung memilih lokasi yang paling cocok untuk kegiatan tersebut. Bahan Kuliah Perancangan Kota I A. Djunaedi (2000) 27

28 Dengan demikian, penempatan kegiatan yang tepat akan menarik kegiatan-kegiatan pendukung. Kegiatan pendukung tidak hanya termasuk penyediaan pedestrian atau plaza (ruang terbuka yang berlantai perkerasan) tapi juga termasuk fasilitas kota yang menarik kegiatan lainnya. Fasilitas tersebut misalnya: pusat perbelanjaan, taman rekreasi, pusat pertemuan masyarakat (civic center), perpustakaan kota, dan lain-lain. Isu utama dan solusi Kegiatan-kegiatan pendukung perlu dikembangkan, dikoordinasikan dan dipadukan dengan bentuk-bentuk fisik yang ada. Demikian pula, integrasi kegiatan ruang dalam dan ruang luar juga diperlukan untuk membuat suasana lebih hidup. Misal: perluasan tempat duduk suatu restoran dalam ruang ke luar bangunan. 8. Perpapanan-nama / Reklame Isu atau permasalah utama Dari segi perancangan kota, papan/nama/reklame/informasi perlu diatur agar terjalin kecocokan lingkungan, pengurangan dampak visual negatif, mengurangi kebingungan dan kompetisi antara papan informasi publik dan papan reklame. Papan nama/reklame yang dirancang baik akan menambah kualitas tampilan bangunan dan memberi kejelasan informasi usaha. Solusi atau konsep perancangan Beberapa hal yang perlu diperhatikan: (1) visibilitas (keterlihatan) papan/tanda (terpengaruh oleh faktor lokasi, tiang penempatan, cat pantul dan sebagainya); (2) legibilitas informasi (keterbacaan, kejelasan), yang berkaitan dengan macam dan ukuran huruf, jarak antar huruf, lokasi, warna dasar, warna huruf dan sebagainya); juga tetap terbaca dari kendaraan yang bergerak; (3) "keseimbangan" antara pengendalian kesemrawutan dan penciptaan perhatian serta sambil memancarkan pesan/informasi; 28 Bahan Kuliah Perancangan Kota I A. Djunaedi (2000)

29 (4) keharmonisan papan nama/reklame dengan arsitektur bangunan di dekatnya; perlu juga pengendalian ukuran tanda/papan yang mengganggu vistas kota; (5) pengendalian pemakaian lampu kedip untuk reklame (kecuali untuk tanda keselamatan lalulintas/tanda "hati-hati", atau untuk bioskop dan sebagainya. 9. Preservasi Pengertian Preservasi atau perlindungan tidak hanya diberlakukan untuk bangunan bersejarah, tapi juga untuk bangunan dan tempat yang dianggap perlu dilestarikan. Preservasi biasanya juga mempertimbangkan faktor ekonomis dan kultural. Isu atau permasalahan utama Preservasi sering dipandang sebagai penghambat pembangunan. Tapi beberapa kegiatan preservasi justru menciptakan kegiatan ikutan yang mendorong keberhasilan usaha dan peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Solusi atau konsep perancangan Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, antara lain: (1) Preservasi bangunan dan kawasan perlu mampu mendorong peningkatan perekonomian daerah. (2) Pada masa kini, preservasi bergeser dari "pelarangan" menjadi "perlindungan". Peraturan tentang preservasi berbeda dari satu kota ke kota yang lain. Meskipun demikian, terdapat unsur-unsur yang sama, yaitu: 1) standar penetapan obyek preservasi; 2) pengkajian oleh tim atau dewan kajian arsitektur atau komisi preservasi; 3) standar kajian untuk preservasi, demolisi (penghancuran), dan alterasi (pengubahan); 4) prosedur perlindungan landmark. Bahan Kuliah Perancangan Kota I A. Djunaedi (2000) 29

30 Acuan Shirvani, Hamid. 1985, The Urban Design Process, Van Nostrand Reinhold, New York: hal (Chapter 2 "Elements of Urban Physical Form"). Daftar Bacaan yang Dianjurkan Barnett, Jonathan, 1982, An Introduction to Urban Design, Harper & Row, New York: hal (Part Three: "The Elements oa a Design and Development Policy"). Shirvani, Hamid. 1985, The Urban Design Process, Van Nostrand Reinhold, New York: hal 5-48 (Chapter 2 "Elements of Urban Physical Form"). 30 Bahan Kuliah Perancangan Kota I A. Djunaedi (2000)

31 V PROSES PERANCANGAN KOTA & PRODUKNYA Topik-topik yang dibahas: (1) Macam proses perancangan kota (2) Macam produk perancangan kota 1. Macam Proses Perancangan Kota Macam proses dalam perancangan kota dipengaruhi oleh macam proses, baik dalam perancangan arsitektural maupun dalam perencanaan kota. Seperti halnya dalam perancangan arsitektural, dalam perancangan kota juga dikenal proses perancangan yang didominasi oleh intuisi (disebut sebagai metode terinternalisasi) dan juga sebaliknya yang didominasi oleh analisis rasional (disebut sebagai metode sinoptis). Seperti juga dalam perencanaan kota, dalam perancangan kota dikenal juga beragam pendekatan yang kesemuanya dapat dikatakan berdasar pemikiran rasional, antara lain: komprehensif (sama dengan yang disebut di atas sebagai metode sinopsis), inkremental, pluralistik, dan advokasi. Tiap metode dibahas di bawah ini dan sebagian besar bersumber dari tulisan Hamid Shirvani (1985: ). a) Metode Terinternalisasi (The Internalized Method of Design) Metode terinternalisasi bersifat intuitif, subyektif, personal, kreatif, dan seringkali hampir irasional. Meskipun demikian, oleh arsitek yang cemerlang (berdasar pengalaman dan pengetahuannya), pendekatan intuitif ini dapat menghasilkan karya yang baik. Kadang, pendekatan ini disebut juga sebagai metode black box karena tidak jelas alasan dan prosesnya tapi tiba-tiba muncul suatu karya. Meski tidak jelas, bukan berarti presentasinya tidak mungkin dibuat Bahan Kuliah Perancangan Kota I A. Djunaedi (2000) 31

32 sistematis. Banyak karya dari metode intuitif ini yang dipresentasikan secara sistematis (hanya tidak obyektif, karena merupakan hasil pemikiran satu orang, yaitu arsiteknya). Karena itu pula, pendekatan ini tidak populer dalam situasi yang demokratis, yang mensyaratkan keterbukaan dan partisipasi masyarakat luas. b) Metode Sinopsis (The Synoptic Method ) atau Komprehensif Rasional Metode sinopsis berakar dari pendekatan sistem, yang rasional, sehingga pendekatan ini juga dinamakan komprehensif rasional (komprehensif berarti menyeluruh). Proses dalam metode ini mirip dengan proses perencanaan kota komprehensif yang dibahas dalam bab tentang perencanaan kota (Bab III). Menurut Shirvani (1985: 111), proses perancangan kota berdasar metode sinopsis ini mengikuti alur sekuensial 7 langkah seperti terlihat pada Gambar V Pengumpulan data, Survei kondisi yang ada (kondisi alam, terbangun, dan sosio-ekonomi) 2. Analisis data, Identifikasi semua peluang dan kendala 3. Perumusan tujuan dan sasaran 4. Pengembangan konsep-konsep alternatif 5. Penjabaran tiap konsep ke solusi yang dapat dilaksanakan 6. Evaluasi solusi-solusi alternatif 7. Penerjemahan solusi-solusi ke produk berupa: Kebijakan (policies), Rencana (plan), Pedoman (guidelines), dan Program. Gambar V-1: Langkah-langkah dalam metode sinopsis untuk perancangan kota (sumber: Shirvani, 1985: 111, Fig. 5-3) 32 Bahan Kuliah Perancangan Kota I A. Djunaedi (2000)

33 c) Metode Inkremental Metode inkremental dapat dilihat sebagai perincian dan pentahapan dari metode sinopsis. Dalam metode inkremental, kerangka rencana garis besar dibuat, kemudian untuk tiap tahap atau tiap masa disusun suatu rencana tahapan dengan rinci. Proses perancangannya bersifat siklis (putaran), dalam arti setelah satu tahap atau masa selesai, dilakukan suatu evaluasi dan berdasar hasil evaluasi tersebut disusun rencana tahap berikutnya dengan mengacu kerangka garis besar. Penggunaan metode ini memungkinkan penyesuaian tiap rencana tahapan dengan situasi dan kondisin yang dihadapi pada saat itu. d) Metode Pluralistik Plural artinya jamak, banyak. Pluralistik berarti sifat yang menyadari adanya perbedaan atau keragaman. Perancangan yang berdasar pada paradigma pluralistik dijalankan dengan mewadahi keragaman atau perbedaan yang ada dalam masyarakat. Perancang atau perencana menyadari bahwa pemikirannya belum tentu sama dengan pendapat masyarakat atau pengguna rancangannya. Proses perancangan pluralistik mewadahi sepenuhnya partisipasi masyarakat berdasar azas demokrasi. Meskipun demikian, kelemahan demokrasi terletak pada pengambilan keputusan yang berdasarkan kemauan mayoritas, sehingga ada kaum pinggiran, minoritas, miskin, tersingkir yang tertinggal atau tidak terwadahi pendapat dan kebutuhannya. e) Metode Advokasi Advokasi berarti pembelaan dan penerapannya pada perancangan kota berarti gerakan yang membela kaum yang tertindas, terpinggir, minoritas yang pendapat dan kebutuhannya tidak dapat terwadahi dalam metode pluralistik maupun metode komprehensif rasional dan lainnya. Contoh: gerakan perancangan kota membantu masyarakat sekitar Kali Code, Yogyakarta, dapat dikatakan sebagai penerapan metode advokasi (lihat Gambar V-2). Dalam hal ini, biasanya, perancang atau perencana hanya menjadi motivator dan fasilitator saja, sedangkan perancang atau perencana yang sesungguhnya adalah masyarakat sendiri. Bahan Kuliah Perancangan Kota I A. Djunaedi (2000) 33

34 Gambar V-2: Hasil perancangan kawasan bergaya advokasi di kawasan Kali Code, Yogyakarta (sumber: Steele, 1992: 140 dan 145) 2. Macam Produk Perancangan Kota Dari sisi perencanaan kota, perancangan kota merupakan upaya merancang kota, tanpa merancang bangunan, sehingga menurut Shirvani (1985: ), produk perancangan kota terbatas pada empat macam bentuk, yaitu: (a) kebijakan (policies), (b) rencana (plan), (c) pedoman (guidelines), dan (d) program. Di sisi lain, dari pandangan arsitektur, perancangan kota dapat saja mencakup suatu lahan luas milik satu tangan (dalam arti satu pengambil keputusan) misal: perumahan massal, 34 Bahan Kuliah Perancangan Kota I A. Djunaedi (2000)

35 kampus perguruan tinggi, taman wisata yang padanya dapat dilakukan upaya perancangan kota. Dalam hal ini, produk yang dihasilkan tidak hanya empat macam bentuk di atas, tapi sampai dengan rancangan (design) kawasan. Dengan demikian, secara keseluruhan ada lima macam kemungkinan produk perancangan kota, seperti dibahas di bawah ini. a) Kebijakan (Policies) Kebijakan merupakan produk yang tidak langsung berkaitan dengan kualitas desain, tapi lebih berkaitan dengan peraturan tentang perancangan kawasan tertentu. Misal: peraturan tentang pembatasan guna lahan. Meskipun demikian, kebijakan tidak selalu berbentuk pembatasan, tapi sering juga berupa insentif bagi penanam investasi (dalam rangka pemasaran kawasan). Secara keseluruhan, kebijakan pengembangan kawasan merupakan kerangka tindakan (framework for action) dalam rangka penataan atau pengembangan suatu kawasan. b) Rencana (Plan) Rencana (plan) merupakan produk utama perancangan kota, dan tidak tergantung pada macam proses yang dipakai, selalu ada rencana yang harus dihasilkan. Perbedaannya hanyalah pada sifat rencana. Bila dipakai master planning, maka yang dihasilkan adalah end-state plan (artinya: seperti cetak-biru arsitektural, yaitu rencana masa depan yang pasti dan rinci). Bila dipakai perencanaan komprehensif, maka produk rencana mencakup tidak hanya fisik keruangan tapi juga hal-hal lain yang terkait (komrehensif artinya menyeluruh). Bila dipakai perencanaan strategis, maka yang dihasilkan hanya terbatas pada solusi terhadap isu-isu strategis saja (tidak komprehensif, karena mengingat keterbatasan sumberdaya yang ada). Di bawah ini diberikan contoh-contoh rencana (plan) yang diangkat dari pustaka: Bahan Kuliah Perancangan Kota I A. Djunaedi (2000) 35

36 Gambar V-2: Contoh rencana (plan) Rencana Guna Lahan (sumber: Urban Development Authority, Singapore: A Waterfront Town of the 21 st Century, hal. 8) Gambar V-3: Contoh rencana (plan) Rencana Perumahan Campuran (sumber: Urban Development Authority, Singapore: A Waterfront Town of the 21 st Century, hal. 13) 36 Bahan Kuliah Perancangan Kota I A. Djunaedi (2000)

37 Gambar V-4: Usulan Rencana Pengembangan (Proposed development Plan) Tamansari, Yogyakarta (sumber: Adishakti, 1988: 88) c) Pedoman (Guidelines) Kebijakan dan rencana saja tidak cukup untuk menjalankan rancangan kota, terutama karena menyangkut banyak persil yang mengkait banyak pembuat keputusan. Dalam hal ini diperlukan pedoman (guidelines) yang harus dipatuhi oleh siapa pun yang membangun di tiap persil dalam kawasan yang terkena rancangan kota atau kawasan tersebut. Biasanya pedoman tersebut meskipun diungkapkan dalam bahasa rancangan fisik tapi masih memberi kelonggaran tertentun bagi arsitek untuk mengembangkan kreasi pada bangunan yang dirancang untuk suatu persil dalam kawasan yang dirancang tersebut. Di bawah ini diberikan contoh-contoh pedoman perancangan (design guidelines): Bahan Kuliah Perancangan Kota I A. Djunaedi (2000) 37

38 Gambar V-5: Contoh pedoman perancangan kawasan berkaitan dengan ski-line (sumber: Shirvani, 1985: 147, Fig. 7-2) d) Program 38 Bahan Kuliah Perancangan Kota I A. Djunaedi (2000) Gambar V-7: Gambar aksonometrik, bila Pedoman volume maksimum bangunan (building envelope) diterapkan untuk semua bangunan sepanjang Sungai San Antonio, Texas (sumber: Djunaedi, 1989: 5) Gambar V-6: Pedoman volume maksimum bangunan (building envelope) untuk tiap bangunan sepanjang Sungai San Antonio, Texas (sumber: Djunaedi, 1989: 5)

BAB I MENGENAL ARSITEKTUR KOTA, BENTUK DAN DINAMIKANYA

BAB I MENGENAL ARSITEKTUR KOTA, BENTUK DAN DINAMIKANYA BAB I MENGENAL ARSITEKTUR KOTA, BENTUK DAN DINAMIKANYA PENDAHULUAN A. DESKRIPSI SINGKAT MATERI Dalam bab ini mahasiswa diajarkan untuk mengenal arsitektur kota secara konseptual. Dimana hubungannya arsitektur

Lebih terperinci

HIRARKI ANTARA PERENCANAAN WILAYAH KAB/KOTA DENGAN PERANCANGAN KOTA

HIRARKI ANTARA PERENCANAAN WILAYAH KAB/KOTA DENGAN PERANCANGAN KOTA HIRARKI ANTARA PERENCANAAN WILAYAH KAB/KOTA DENGAN PERANCANGAN KOTA KEDUDUKAN PERENCANAAN TATA RUANG DALAM SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL RENCANA PEMBANGUNAN RENCANA UMUM TATA RUANG RENCANA RINCI

Lebih terperinci

PERANCANGAN ARSITEKTUR dan PERANCANGAN KOTA

PERANCANGAN ARSITEKTUR dan PERANCANGAN KOTA PERANCANGAN ARSITEKTUR dan PERANCANGAN KOTA TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Setelah mengikuti kuliah ini, mahasiswa Magister Manajemen Pembangunan Kota Semester 2 akan dapat menjelaskan hubungan perancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perencanaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perencanaan 1.1 Latar Belakang Perencanaan BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, hal ini dilihat dari banyaknya pulau yang tersebar di seluruh wilayahnya yaitu 17.504

Lebih terperinci

2. Tata Ruang adalah wujud struktur dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak (Kamus Tata Ruang, Ditjen Cipta Karya, 1997).

2. Tata Ruang adalah wujud struktur dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak (Kamus Tata Ruang, Ditjen Cipta Karya, 1997). Oleh: Zaflis Zaim * Disampaikan dalam acara Sosialisasi Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang, Hotel Sapadia Pasir Pengaraian, 21 Desember 2011. (*) Dosen Teknik Planologi, Program Studi Perencanaan

Lebih terperinci

PERANCANGAN ARSITEKTUR DAN PERANCANGAN KOTA

PERANCANGAN ARSITEKTUR DAN PERANCANGAN KOTA PERANCANGAN ARSITEKTUR DAN PERANCANGAN KOTA D://Vero/Juta/Akademik/Bahankulia h/peranc.kota D://Vero/Juta/Akademik/Bahankuliah/Peranc.Kota D://Vero/Juta/Akademik/Bahankuliah/Peranc.Kota KOTA ( Grunfeld

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Perkembangan kepariwisataan dunia yang terus bergerak dinamis dan kecenderungan wisatawan untuk melakukan perjalanan pariwisata dalam berbagai pola yang berbeda merupakan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR 06 KODE / SKS : KK / 4 SKS. Sub Pokok Bahasan dan Sasaran Belajar

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR 06 KODE / SKS : KK / 4 SKS. Sub Pokok Bahasan dan Sasaran Belajar 1 1. Pengantar Perkuliahan 1.1. Materi Pokok Studio Perancangan Arsitektur 6 Mahasiswa dapat menguraikan materi tugas perancangan arsitektur 4, yaitu : fungsi kegiatan mejemuk dan komplek dalam suatu kawasan

Lebih terperinci

ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA

ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA Tataguna Lahan Aktivitas Pendukung Bentuk & Massa Bangunan Linkage System Ruang Terbuka Kota Tata Informasi Preservasi & Konservasi Bentuk dan tatanan massa bangunan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007)

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007) PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007) pengertian Penataan bangunan dan lingkungan : adalah kegiatan pembangunan untuk merencanakan, melaksanakan, memperbaiki,mengembangkan atau melestarikan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan studi berupa temuantemuan yang dihasilkan selama proses analisis berlangsung yang sesuai dengan tujuan dan sasaran studi,

Lebih terperinci

KONSEP dan TEKNIK PENYAJIAN GAMBAR PADA PROYEK ARSITEKTUR KOTA (URBAN DESIGN)

KONSEP dan TEKNIK PENYAJIAN GAMBAR PADA PROYEK ARSITEKTUR KOTA (URBAN DESIGN) KONSEP dan TEKNIK PENYAJIAN GAMBAR PADA PROYEK ARSITEKTUR KOTA (URBAN DESIGN) Pembahasan Poin-poin yang akan dibahas pada kuliah ini: 1 KONSEP 2 PRESENTASI GAMBAR 3 CONTOH PROYEK 1. Berisi KONSEP pengertian,

Lebih terperinci

BAB I SHARPEN YOUR POINT OF VIEW. Pelaksanaan PA6 ini dimulai dari tema besar arsitektur muka air, Riverfront

BAB I SHARPEN YOUR POINT OF VIEW. Pelaksanaan PA6 ini dimulai dari tema besar arsitektur muka air, Riverfront BAB I SHARPEN YOUR POINT OF VIEW Proses Perancangan Arsitektur 6 (PA6) merupakan obyek riset skripsi untuk pendidikan sarjana strata satu (S1) bagi mahasiswa peserta skripsi alur profesi. Pelaksanaan PA6

Lebih terperinci

Penerapan Budaya Sunda dalam Perancangan Pasar Rakyat Kasus: Pasar Sederhana, Bandung

Penerapan Budaya Sunda dalam Perancangan Pasar Rakyat Kasus: Pasar Sederhana, Bandung TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Penerapan Budaya Sunda dalam Perancangan Pasar Rakyat Atika Almira (1), Agus S. Ekomadyo (2) (1) Mahasiswa Program Sarjana Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan perekonomian dan pembangunan di Indonesia yang didukung kegiatan di sektor industri sebagian besar terkonsentrasi di daerah perkotaan yang struktur dan infrastrukturnya

Lebih terperinci

BAB II STEP BY STEP, UNDERSTANDING THE WHOLE PICTURE

BAB II STEP BY STEP, UNDERSTANDING THE WHOLE PICTURE BAB II STEP BY STEP, UNDERSTANDING THE WHOLE PICTURE Pemograman merupakan bagian awal dari perencanaan yang terdiri dari kegiatan analisis dalam kaitan upaya pemecahan masalah desain. Pemograman dimulai

Lebih terperinci

PERANCANGAN KOTA BAB IV ANALISA ALUN ALUN KABUPATEN WONOGIRI MENURUT 8 ELEMEN KOTA HAMID SHIRVANI. 4.1 Analisa Tata Guna Lahan Alun alun Wonogiri

PERANCANGAN KOTA BAB IV ANALISA ALUN ALUN KABUPATEN WONOGIRI MENURUT 8 ELEMEN KOTA HAMID SHIRVANI. 4.1 Analisa Tata Guna Lahan Alun alun Wonogiri BAB IV ANALISA ALUN ALUN KABUPATEN WONOGIRI MENURUT 8 ELEMEN KOTA HAMID SHIRVANI Unsur-unsur bangunan seperti Ketinggian bangunan, Koefisien Lantai Bangunan (KLB), Koefisien Dasar Bangunan (KDB) / Building

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum manusia mengenal makna arsitektur itu sendiri, namun pada saat ini signage

BAB I PENDAHULUAN. sebelum manusia mengenal makna arsitektur itu sendiri, namun pada saat ini signage BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam arsitektur signage dikenal sebagai alat komunikasi dan telah digunakan sebelum manusia mengenal makna arsitektur itu sendiri, namun pada saat ini signage digunakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Redevelopment Redevelopment atau yang biasa kita kenal dengan pembangunan kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara mengganti sebagian dari,

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR 2 / 3 SKS

SATUAN ACARA PERKULIAHAN STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR 2 / 3 SKS SATUAN ACARA PERKULIAHAN STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR 2 / 3 SKS Pertemuan Ke Sub dan TIK 1 1. Pengantar Perkuliahan 1.1. Materi Pokok Studio Perancangan Arsitektur 2 Mahasiswa dapat menguraikan materi

Lebih terperinci

STUDI TERHADAP POTENSI TEPIAN SUNGAI KAHAYAN MENJADI KAWASAN WISATA DI KOTA PALANGKA RAYA

STUDI TERHADAP POTENSI TEPIAN SUNGAI KAHAYAN MENJADI KAWASAN WISATA DI KOTA PALANGKA RAYA ISSN 1907-8536 Volume 5 Nomor 1 Juli 2010 STUDI TERHADAP POTENSI TEPIAN SUNGAI KAHAYAN MENJADI KAWASAN WISATA DI KOTA PALANGKA RAYA Yesser Priono 1) Abstraksi Pertumbuhan dan perkembangan Kota Palangka

Lebih terperinci

Perencanaan Kota TEORI URBAN DESIGN 3 (LINGKUNGAN DAN PENUNJANG)

Perencanaan Kota TEORI URBAN DESIGN 3 (LINGKUNGAN DAN PENUNJANG) Perencanaan Kota TEORI URBAN DESIGN 3 (LINGKUNGAN DAN PENUNJANG) Kilas balik Komponen Rancangan Permen PU no 06/2007 tentang Pedoman Umum RTBL, dengan penyesuaian 1. Struktur peruntukan lahan ( bangunan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pada abad ke 14, bangsa Tionghoa mulai bermigrasi ke Pulau Jawa, terutama di sepanjang pantai utara Jawa. Perpindahan ini merupakan akibat dari aktivitas perdagangan

Lebih terperinci

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN KORIDOR JALAN JEND. SUDIRMAN, PURWOKERTO BAB I PENDAHULUAN

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN KORIDOR JALAN JEND. SUDIRMAN, PURWOKERTO BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dilihat dari korelasi kegiatannya, terutama kegiatan transportasi, komunikasi dan perdagangan, kota Purwokerto merupakan kota transit menuju daerah Jawa Barat yang

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR 1 / 4 SKS

SATUAN ACARA PERKULIAHAN STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR 1 / 4 SKS SATUAN ACARA PERKULIAHAN STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR 1 / 4 SKS Pertemuan Ke Sub dan TIK 1 1. Pengantar Perkuliahan 1.1. Materi Pokok Studio Perancangan Arsitektur 1 Mahasiswa dapat menguraikan materi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Bandung memiliki daya tarik yang luar biasa dalam bidang pariwisata. Sejak jaman penjajahan Belanda, Bandung menjadi daerah tujuan wisata karena keindahan alamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian kota Binjai dilihat dari struktur PDRB riil kota Binjai yang menunjukkan karakteristik sebagai berikut : 2

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian kota Binjai dilihat dari struktur PDRB riil kota Binjai yang menunjukkan karakteristik sebagai berikut : 2 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi yang memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang semakin maju di Indonesia. Di provinsi Sumatera Utara terdapat beberapa kota

Lebih terperinci

TEORI PERANCANGAN KOTA. Pengantar Perancangan Perkotaan

TEORI PERANCANGAN KOTA. Pengantar Perancangan Perkotaan TEORI PERANCANGAN KOTA Pengantar Perancangan Perkotaan Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Pancasila Cynthia Puspitasari 9 Mei 2017 Bahasan hari ini: 1. Urban spatial design theory 2. The Image

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan perairan merupakan salah satu sarana dan wadah yang vital bagi manusia dari dulu hingga sekarang. Sejarah perkembangan daerah-daerah urban di berbagai penjuru

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN April :51 wib. 2 Jum'at, 3 Mei :48 wib

Bab I PENDAHULUAN April :51 wib. 2  Jum'at, 3 Mei :48 wib Bab I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek A. Umum Pertumbuhan ekonomi DIY meningkat 5,17 persen pada tahun 2011 menjadi 5,23 persen pada tahun 2012 lalu 1. Menurut Kepala Perwakilan Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB 3 METODA PERANCANGAN. Lingkup metoda penyusunan rencana Pembangunan Pusat Sains dan Teknologi di

BAB 3 METODA PERANCANGAN. Lingkup metoda penyusunan rencana Pembangunan Pusat Sains dan Teknologi di BAB 3 METODA PERANCANGAN Lingkup metoda penyusunan rencana Pembangunan Pusat Sains dan Teknologi di kawasan Pantai Panjang Kota Bengkulu ini secara umum mencakup hal-hal sebagai berikut: 3.1 Ide Perancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman kumuh di kota yang padat penduduk atau dikenal dengan istilah urban

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman kumuh di kota yang padat penduduk atau dikenal dengan istilah urban BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Jakarta sebagai ibu kota negara yang terus berkembang mengalami permasalahan dalam hal penyediaan hunian yang layak bagi warga masyarakatnya. Menurut data kependudukan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina dan dikembangkan

Lebih terperinci

Teori Urban Desain. Mata Kuliah Arsitektur Kota. Figure ground

Teori Urban Desain. Mata Kuliah Arsitektur Kota. Figure ground Teori Urban Desain Mata Kuliah Arsitektur Kota Figure ground 1 Teori Figure/ ground Teori ini dapat dipahami melalui pola perkotaan dengan hubungan antara bentuk yang dibangun (building mass) dan ruang

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Konsep Dasar Perancangan Konsep dasar perancangan meliputi pembahasan mengenai pemanfaatan penghawaan dan pencahayaan alami pada City Hotel yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. untuk mencapai tujuan penelitian dilaksanakan untuk menemukan,

BAB III METODE PERANCANGAN. untuk mencapai tujuan penelitian dilaksanakan untuk menemukan, BAB III METODE PERANCANGAN Metode pada dasarnya diartikan suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan. Penelitian adalah suatu penyelidikan dengan prosedur ilmiah untuk mengetahui dan mendalami suatu

Lebih terperinci

TEORI PERANCANGAN KOTA : FIGURE GROUND THEORY

TEORI PERANCANGAN KOTA : FIGURE GROUND THEORY TEORI PERANCANGAN KOTA : FIGURE GROUND THEORY D://Vero/Juta/Akademik/Bahankulia h/peranc.kota Teori Perancangan Kota (Urban Design) ( Roger Trancik ) TEORI PERANCANGAN KOTA 1. Teori Figure Ground 2. Teori

Lebih terperinci

KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUANG KOMUNAL KELURAHAN KEMLAYAN SEBAGAI KAMPUNG WISATA DI SURAKARTA DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR KONTEKSTUAL

KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUANG KOMUNAL KELURAHAN KEMLAYAN SEBAGAI KAMPUNG WISATA DI SURAKARTA DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR KONTEKSTUAL KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUANG KOMUNAL KELURAHAN KEMLAYAN SEBAGAI KAMPUNG WISATA DI SURAKARTA DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR KONTEKSTUAL Oleh : Adisti Bunga Septerina I.0208090s FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

REVIEW PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN SANGKURUN KOTA KUALA KURUN

REVIEW PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN SANGKURUN KOTA KUALA KURUN REVIEW PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN SANGKURUN KOTA KUALA KURUN Alderina 1) Fransisco HRHB 2) ABSTRAKSI Tujuan penelitian ; mengetahui karakteristik dan potensi Pedagang Kaki Lima di kawasan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan dari penelitian ini berdasarkan pertanyaan penelitian yaitu: mengetahui karakteristik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Zaman sekarang ini kemajuan di bidang olahraga semakin maju dan pemikiran

I. PENDAHULUAN. Zaman sekarang ini kemajuan di bidang olahraga semakin maju dan pemikiran 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zaman sekarang ini kemajuan di bidang olahraga semakin maju dan pemikiran manusia makin meningkat dalam mencapai suatu prestasi yang tinggi, maka negara-negara yang

Lebih terperinci

sekitarnya serta ketersediaannya yang belum optimal (pada perbatasan tertentu tidak terdapat elemen gate). d. Elemen nodes dan landmark yang

sekitarnya serta ketersediaannya yang belum optimal (pada perbatasan tertentu tidak terdapat elemen gate). d. Elemen nodes dan landmark yang BAB 5 KESIMPULAN 1. Berdasarkan hasil pengamatan dan penilaian secara subyektif (oleh peneliti) dan obyektif (pendapat responden) maka elemen identitas fisik yang membentuk dan memperkuat karakter (ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang terus membenahi dirinya melalui pembangunan di segala bidang agar dapat menjadi negara yang makmur setara dengan negara-negara maju

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG DOKUMEN RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN DI KAWASAN STRATEGIS LOMANIS KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Kampus

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Kampus TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Kampus Lanskap merupakan ruang di sekeliling manusia, tempat mereka melakukan aktivitas sehari-hari sehingga menjadi pengalaman yang terus menerus di sepanjang waktu. Simond (1983)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan Pariwisata dikenal sebagai suatu bentuk rangkaian kegiatan kompleks yang berhubungan dengan wisatawan dan orang banyak, serta terbentuk pula suatu sistem di dalamnya.

Lebih terperinci

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang Desti Rahmiati destirahmiati@gmail.com Arsitektur, Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan publik merupakan salah satu variable yang menjadi ukuran

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan publik merupakan salah satu variable yang menjadi ukuran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa pemerintahan terdiri atas pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang diatur oleh undang-undang.

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Konsep dasar mengacu kepada tema yang telah diusung yaitu Ekspos Arsitektur untuk Rakyat, dalam tema ini arsitektur haruslah beradaptasi dengan

Lebih terperinci

KAJIAN PERSEPTUAL TERHADAP FENOMENA DAN KARAKTERISTIK JALUR PEDESTRIAN SEBAGAI BAGIAN DAR1 RUANG ARSITEKTUR KOTA

KAJIAN PERSEPTUAL TERHADAP FENOMENA DAN KARAKTERISTIK JALUR PEDESTRIAN SEBAGAI BAGIAN DAR1 RUANG ARSITEKTUR KOTA MODEL JALUR PEDESTRIAN KAJIAN PERSEPTUAL TERHADAP FENOMENA DAN KARAKTERISTIK JALUR PEDESTRIAN SEBAGAI BAGIAN DAR1 RUANG ARSITEKTUR KOTA Studi Kasus : Kawasan Alun - Alun Bandung ABSTRAK Perkembangan kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berawal ketika Pemerintah Kota Semarang memindahkan beberapa PKL dari kawasan Stasiun Tawang, Jl Sendowo, dan Jl. Kartini pada awal dekade 80-an. Beberapa PKL tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu keberlanjutan (sustainability) merupakan isu yang kian melekat dengan proses perencanaan dan perancangan lingkungan binaan. Dengan semakin rumitnya

Lebih terperinci

BAB V ARAHAN DAN REKOMENDASI

BAB V ARAHAN DAN REKOMENDASI BAB V ARAHAN DAN REKOMENDASI Bab ini memberikan arahan dan rekomendasi berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada kawasan studi, dengan membawa visi peningkatan citra Kawasan Tugu Khatulistiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan 1.1.1 Pasar bunga di Surabaya Kebutuhan bunga dalam masyarakat kini semakin meningkat seiring berubahnya gaya hidup masyarakat. Dapat dikatakan bahwa bunga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan Isu Perkembangan Properti di DIY

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan Isu Perkembangan Properti di DIY BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan 1.1.1 Isu Perkembangan Properti di DIY Jogjakarta semakin istimewa. Kekuatan brand Jogja di industri properti merupakan salah satu kota atau daerah paling

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PERANCANGAN

BAB 3 METODOLOGI PERANCANGAN BAB 3 METODOLOGI PERANCANGAN Kerangka kajian yang digunakan dalam proses perancangan Hotel Resort Batu ini secara umum, diuraikan dalam beberapa tahap antara lain: 3.1 Pencarian Ide/Gagasan Tahapan kajian

Lebih terperinci

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAN KAWASAN KORIDOR JALAN GATOT SUBROTO SURAKARTA Sebagai kawasan wisata belanja yang bercitra budaya Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORI SUSTAINABLE ARCHITECTURE

BAB III TINJAUAN TEORI SUSTAINABLE ARCHITECTURE BAB III TINJAUAN TEORI SUSTAINABLE ARCHITECTURE 3.1. SUSTAINABLE ARCHITECTURE Sustainable Architecture (arsitektur berkelanjutan) memiliki tujuan untuk mencapai kesadaran lingkungan dan memanfaatkan sumber

Lebih terperinci

Identitas, suatu objek harus dapat dibedakan dengan objek-objek lain sehingga dikenal sebagai sesuatu yang berbeda atau mandiri.

Identitas, suatu objek harus dapat dibedakan dengan objek-objek lain sehingga dikenal sebagai sesuatu yang berbeda atau mandiri. PENDAHULUAN.1 Latar Belakang Dalam memahami citra kota perlu diketahui mengenai pengertian citra kota, elemenelemen pembentuk citra kota, faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan citra kota dan metode

Lebih terperinci

PENATAAN BUNDARAN KALIBANTENG SEBAGAI SIMPUL KOTA DENGAN KORIDOR JALAN JENDERAL SUDIRMAN SEMARANG

PENATAAN BUNDARAN KALIBANTENG SEBAGAI SIMPUL KOTA DENGAN KORIDOR JALAN JENDERAL SUDIRMAN SEMARANG P LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN BUNDARAN KALIBANTENG SEBAGAI SIMPUL KOTA DENGAN KORIDOR JALAN JENDERAL SUDIRMAN SEMARANG Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

STUDI RUANG PARKIR UNIVERSITAS SULTAN FATAH (UNISFAT) DEMAK

STUDI RUANG PARKIR UNIVERSITAS SULTAN FATAH (UNISFAT) DEMAK STUDI RUANG PARKIR UNIVERSITAS SULTAN FATAH (UNISFAT) DEMAK Mohhamad Kusyanto Program Studi Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sultan Fatah (UNISFAT) Jl. Sultan Fatah No. 83 Demak Telp. (0291)

Lebih terperinci

PENATAAN KORIDOR GATOT SUBROTO SINGOSAREN SURAKARTA SEBAGAI KAWASAN WISATA

PENATAAN KORIDOR GATOT SUBROTO SINGOSAREN SURAKARTA SEBAGAI KAWASAN WISATA LANDASAN PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN KORIDOR GATOT SUBROTO SINGOSAREN SURAKARTA SEBAGAI KAWASAN WISATA Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

1.1 MAKSUD, TUJUAN DAN SASARAN

1.1 MAKSUD, TUJUAN DAN SASARAN BAB I LATAR BELAKANG Indonesia terletak pada koordinat 6 0 LU 11 0 08LS dan 95 0 BB 141 0 45 BT serta terletak diantara benua Asia dan benua Australia, yang mana di lalui garis khatulistiwa yang kaya akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perancangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perancangan 1 A. Latar Belakang Perancangan BAB I PENDAHULUAN Sebuah evolusi alamiah dari perkembangan teknologi adalah makin fleksibelnya orang bergerak. Dunia menjadi datar, tanpa batasan fisik dan segala sesuatu

Lebih terperinci

Pertemuan I ARSITEKTUR LANSEKAP (TR 438)

Pertemuan I ARSITEKTUR LANSEKAP (TR 438) Pertemuan I ARSITEKTUR LANSEKAP (TR 438) DOSEN DR. SRI HANDAYANI, MPD. RISKHA MARDIANA, ST. ADI ARDIANSYAH, SPD.MT. STATUS DAN SIFAT 4 SKS SIFAT WAJIB TEORI DAN PRAKTEK PRASYARAT GAMBAR ARSITEKTUR Maksud

Lebih terperinci

LANDASAN PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN KORIDOR KEBONDALEM PURWOKERTO SEBAGAI KAWASAN WISATA BELANJA

LANDASAN PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN KORIDOR KEBONDALEM PURWOKERTO SEBAGAI KAWASAN WISATA BELANJA LANDASAN PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN KORIDOR KEBONDALEM PURWOKERTO SEBAGAI KAWASAN WISATA BELANJA Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Disusun

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PROYEK

BAB III DESKRIPSI PROYEK 38 3.1 Gambaran Umum BAB III DESKRIPSI PROYEK Gambar 3. 1 Potongan Koridor Utara-Selatan Jalur Monorel (Sumber : Studi Pra Kelayakan Koridor 1 Dinas Perhubungan Kota Bandung Tahun 2014) Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Ungaran merupakan ibukota Kabupaten Semarang. Sebagai ibukota kabupaten, Kota Ungaran diharuskan menjadi kota mandiri yang memiliki daya dukung dalam segala bidang,

Lebih terperinci

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Medan dewasa ini merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia yang mengalami perkembangan dan peningkatan di segala aspek kehidupan, mencakup bagian dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. dengan objek perancangan. Kerangka rancangan yang digunakan dalam proses

BAB III METODE PERANCANGAN. dengan objek perancangan. Kerangka rancangan yang digunakan dalam proses BAB III METODE PERANCANGAN Secara umum kajian perancangan dalam tugas ini, merupakan paparan dari langkah-langkah dalam proses merancang. Sedangkan analisis data dilakukan dengan metode berdasarkan logika,

Lebih terperinci

ARTIKEL PUBLIKASI PENGEMBANGAN KAWASAN KAMPUS UMS SEBAGAI DESTINASI WISATA KREATIF BERBASIS EDUKASI

ARTIKEL PUBLIKASI PENGEMBANGAN KAWASAN KAMPUS UMS SEBAGAI DESTINASI WISATA KREATIF BERBASIS EDUKASI ARTIKEL PUBLIKASI PENGEMBANGAN KAWASAN KAMPUS UMS SEBAGAI DESTINASI WISATA KREATIF BERBASIS EDUKASI Diajukan Sebagai Pelengkap dan Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Teknik Arsitektur Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

PERANCANGAN KOTA. BAB II Ruang Kota (Urban Space) TINJAUAN PUSTAKA Batasan Pengertian Perancangan Kota Ruang Terbuka (Open Space)

PERANCANGAN KOTA. BAB II Ruang Kota (Urban Space) TINJAUAN PUSTAKA Batasan Pengertian Perancangan Kota Ruang Terbuka (Open Space) BAB II 2.1.2. Ruang Kota (Urban Space) TINJAUAN PUSTAKA Pada dasarnya ruang kota karakteristik yang menonjol, seperti harus dibedakan oleh suatu kualitas pengolahan detail dan aktivitas yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Perancangan Kota (Kawasan) 1. Roger Trancik, 1986 Merancang kota (kawasan) menurut Trancik (1986), adalah tindakan untuk menstrukturkan ruang-ruang di kota tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Pati merupakan suatu kota sebagai ibukota kabupaten yang dilalui jalur Pantura, hal ini membuat jalan utama terutama yang juga berfungsi sebagai jalur pantura

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bagian ini akan dijabarkan kesimpulan dan rekomendasi. Kesimpulan berisi rangkuman dari hasil penelitian dan pembahasan sekaligus menjawab tujuan penelitian di bab

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Arsitektur Arsitektur adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam artian yang lebih luas, arsitektur mencakup perancangan dan pembangunan keseluruhan lingkungan binaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. :Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, dan konseptual. -pengembangan.

BAB I PENDAHULUAN. :Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, dan konseptual. -pengembangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul Pengembangan Kawasan Shopping Street Pertokoan Jl. Yos Sudarso :Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, dan konseptual. (http://developmentcountry.blogspot.com/2009/12/definisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dibahas dalam tesis ini. 1 Subkawasan Arjuna pada RTRW kota Bandung tahun merupakan kawasan Arjuna

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dibahas dalam tesis ini. 1 Subkawasan Arjuna pada RTRW kota Bandung tahun merupakan kawasan Arjuna BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan Arjuna terletak pada bagian Barat Kota Bandung ditetapkan sebagai salah satu Kawasan Cagar Budaya oleh Pemerintah Kota Bandung (RTRW Kota Bandung 2003-2013).

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SIAK SRI INDRAPURA KABUPATEN SIAK TAHUN 2002-2011 I. PENJELASAN UMUM Pertumbuhan penduduk menyebabkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA Permukiman Padat Kumuh Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992, permukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup, di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan

Lebih terperinci

BAB 1 START FROM HERE. A river runs through it yang artinya sebuah sungai mengalir melewati,

BAB 1 START FROM HERE. A river runs through it yang artinya sebuah sungai mengalir melewati, BAB 1 START FROM HERE A river runs through it yang artinya sebuah sungai mengalir melewati, merupakan sebuah tema besar yang akan menjadi arahan dalam proses desain. Jadi peranan sungai sebenarnya sangat

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. proses merancang, disertai dengan teori-teori dan data-data yang terkait dengan

BAB III METODE PERANCANGAN. proses merancang, disertai dengan teori-teori dan data-data yang terkait dengan BAB III METODE PERANCANGAN 3.1 Metode Umum Metode perancangan dalam seminar ini yaitu berupa penjelasan dari awal proses merancang, disertai dengan teori-teori dan data-data yang terkait dengan obyek perancangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

6.3 Hasil Perubahan Elemen Kawasan

6.3 Hasil Perubahan Elemen Kawasan 6.3 Hasil Perubahan Elemen Kawasan Hasil dalam perubahan kawasan dapat dilihat berdasarkan teori-teori yang digunakan pada perencanaan ini. Dalam hal perancangan kawasan ini menggunakan teori yang sangat

Lebih terperinci

Penataan Bukit Gombel, Semarang dengan Bangunan multifungsi Penekanan pada Green Architecture

Penataan Bukit Gombel, Semarang dengan Bangunan multifungsi Penekanan pada Green Architecture LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR Penataan Bukit Gombel, Semarang dengan Bangunan multifungsi Penekanan pada Green Architecture Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

SHOPPING GREEN MALL DI SEMARANG BAB I PENDAHULUAN

SHOPPING GREEN MALL DI SEMARANG BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan perkembangan zaman disertai dengan perkembangan penduduk yang cukup tinggi terutama di wilayah perkotaan, seringkali terjadi adanya masalah keterbatasan lahan

Lebih terperinci

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HAIAMAN MOTTO HALAMAN PERSEMBAHAN PRAKATA ABSTRAKSI DAFTAR ISI viii DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HAIAMAN MOTTO HALAMAN PERSEMBAHAN PRAKATA ABSTRAKSI DAFTAR ISI viii DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAITTAR I SI HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii HAIAMAN MOTTO i;li HALAMAN PERSEMBAHAN iv PRAKATA v ABSTRAKSI vi DAFTAR ISI viii DAFTAR TABEL xii DAFTAR GAMBAR xii BAB I I>ElSri>AmJIAJAlSI 1.1. Latar

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI VII. 1. Kesimpulan Penelitian proses terjadinya transformasi arsitektural dari kampung kota menjadi kampung wisata ini bertujuan untuk membangun teori atau

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan Dari Menggunakan Teori Kevin Lynch. Berdasarkan hasil analisa dari data dan hasil survey wawancara yang

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan Dari Menggunakan Teori Kevin Lynch. Berdasarkan hasil analisa dari data dan hasil survey wawancara yang BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari Menggunakan Teori Kevin Lynch Berdasarkan hasil analisa dari data dan hasil survey wawancara yang dilakukan di kawasan Petak Sembilan, masih banyak yang perlu

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 05 TAHUN 2005 TENTANG RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (RTBL) KAWASAN PASAR DAN SEKITARNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta sebagai kota pariwisata merupakan tempat yang sangat baik

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta sebagai kota pariwisata merupakan tempat yang sangat baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yogyakarta sebagai kota pariwisata merupakan tempat yang sangat baik bagi pengusaha untuk mempromosikan barang dan jasa mereka dengan menggunakan berbagai aneka ragam

Lebih terperinci

II PENATAAN TAMAN KOTA DALAM KONTEKS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA KUPANG

II PENATAAN TAMAN KOTA DALAM KONTEKS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA KUPANG II PENATAAN TAMAN KOTA DALAM KONTEKS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA KUPANG A. Penataan Taman Kota Dalam Konteks Ruang Terbuka Hijau Pembangunan perkotaan, merupakan bagian dari pembangunan nasional, harus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Semarang sebagai sebuah kota yang terletak pada kawasan pantai utara Jawa memiliki berbagai potensi yang belum sepenuhnya dikembangkan. Sesuai dengan Peraturan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Berdasarkan analisis data dan pembahasan pada Bab IV didapatkan temuan-temuan mengenai interaksi antara bentuk spasial dan aktivitas yang membentuk karakter urban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semarang merupakan ibukota propinsi Jawa Tengah yang berada pada kawasan pesisir pantai utara Jawa. Kota Semarang yang berada di pesisir pantai menempatkan penduduknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemakaian energi karena sumbernya telah menipis. Krisis lingkungan sangat mempengaruhi disiplin arsitektur di setiap

BAB I PENDAHULUAN. pemakaian energi karena sumbernya telah menipis. Krisis lingkungan sangat mempengaruhi disiplin arsitektur di setiap BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Arsitek pada jaman ini memiliki lebih banyak tantangan daripada arsitekarsitek di era sebelumnya. Populasi dunia semakin bertambah dan krisis lingkungan semakin menjadi.

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. kemudian didapatkan temuan penelitian. Temuan-temuan penelitian ini

BAB VI KESIMPULAN. kemudian didapatkan temuan penelitian. Temuan-temuan penelitian ini BAB VI KESIMPULAN Setelah dilakukannya analisa data statistik dan juga pemaknaan, kemudian didapatkan temuan penelitian. Temuan-temuan penelitian ini didapat dari hasil pemaknaan dan diharapkan pemaknaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Transportasi 2. 1. 1 Pengertian Transportasi Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan (destination). Perjalanan adalah pergerakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN Ruang Lingkup Penelitian Untuk Rancangan. Penelitian tentang upaya Perancangan Kembali Pasar Karangploso

BAB III METODE PERANCANGAN Ruang Lingkup Penelitian Untuk Rancangan. Penelitian tentang upaya Perancangan Kembali Pasar Karangploso BAB III METODE PERANCANGAN 3.1 Proses Perancangan 3.1.1 Ruang Lingkup Penelitian Untuk Rancangan Penelitian tentang upaya Perancangan Kembali Pasar Karangploso Kabupaten Malang ini mempunyai ruang lingkup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan dan pertumbuhan jumlah penduduk, industri dan perdagangan merupakan unsur utama dalam perkembangan kota Pematangsiantar. Keadaan ini juga

Lebih terperinci