KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DI KAWASAN KONSERVASI DESA MAMBURUNGAN KOTA TARAKAN KALIMANTAN TIMUR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DI KAWASAN KONSERVASI DESA MAMBURUNGAN KOTA TARAKAN KALIMANTAN TIMUR"

Transkripsi

1 10 KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DI KAWASAN KONSERVASI DESA MAMBURUNGAN KOTA TARAKAN KALIMANTAN TIMUR (The Assesment of Mangrove Forest Management in Conservation Area, Mamburungan Village Tarakan City-East Kalimantan) Dhimas Wiharyanto dan Asbar Laga Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Borneo, Tarakan ABSTRACT Mangrove forest have many important function, like ecology and economic function. It s have an attractive potential of tourism too, such special roots, flower have a special fruits, and supported by the uniqe of flora fauna. The Assesment of Mangrove Forest management was conducted in mangrove forest conservation Mamburungan Village during Mei until September The aims of this research are: to asses potential value of mangrove forest in Mamburungan Village, and to formulate the strategies management of mangrove forest. SWOT analysis used to take for certain management strategies of mangrove forest. Management strategies priority for ecotourism are : 1) monitoring and Saving of natural resource, 2) Law improvement, 3) working together of all steakholder in area of location, 4) human resources improvement and involving local society, and 5) Ecotorism development programme. Keyword: Mangrove forest, management strategies PENDAHULUAN Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut, pantai berlumpur (Bengen, 2003). Ekosistem ini mempunyai sifat yang unik dan khas, dengan fungsi dan manfaat yang beraneka ragam bagi manusia serta mahluk hidup lainnya. Dalam rangka melestarikan fungsi biologis dan ekologis ekosistem hutan mangrove, maka diperlukan suatu pendekatan yang rasional di dalam pemanfaatannya, dengan melibatkan masyarakat di sekitar kawasan. Pelibatan masyarakat dalam pengeloaan hutan mangrove merupakan salah satu langkah awal dalam mewujudkan pelestarian hutan mangrove yang berkelanjutan. Ekosistem mangrove di Kelurahan Mamburungan merupakan salah satu hutan konservasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah Kota Tarakan sejak tahun Pengelolaan hutan mangrove di kawasan ini belum dilakukan secara optimal. Pelibatan masyarakat sekitar dalam kegiatan hutan mangrove di kawasan ini masih sangat minim. Akibatnya, masih terjadi perusakan mangrove secara tidak langsung, dimana masih terjadi penebangan pohon mangrove secara langsung, pembuangan sampah, limbah aktivitas masyarakat dan konversi mangrove untuk peruntukan lain di sekitar lokasi. Sebagai langkah awal pengelolaan, maka perlu diketahui presepsi masyarakat terhadap keberadaan hutan mangrove di sekeliling mereka. Selanjutnya diperlukan suatu strategi pengelolaan yang tepat untuk pengembangan hutan mangrove secara berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi hutan mangrove dan presepsi masyarakat di kawasan konservasi desa serta menentukan strategi pengelolaan hutan mangrove di kawasan konservasi desa Mamburungan. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

2 11 sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pengambilan keputusan dalam mengelola hutan mangrove secara terpadu dan berkelanjutan dengan melihat kondisi kelestarian ekologi dan sosial, ekonomi masyarakat setempat serta Memberikan informasi ilmu pengetahuan untuk pengembangan penelitian lebih lanjut. METODE PENELITIAN Konsep pembangunan berkelanjutan dalam menggunakan potensi sumberdaya adalah dengan mengikutsertakan masyarakat setempat didalamnya. Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove menentukan keberhasilan kegiatan tersebut. Selain untuk pelestarian, upaya pelibatan juga meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat berkaitan dengan hutan mangrove. Diagram alir pemikiran penelitian seperti yang tertera pada Gambar 1. Kawasan Hutan Mangrove desa Mamburungan Masyarakat Lokal Identitas Persepsi, partisipasi dan harapan Potensi Biofisik Kawasan Mangrove Analisis Deskriptif Analisis SWOT Strategi Pengembangan hutan Magrove Secara Berkelanjutan. Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kota Tarakan Propinsi Kalimantan Timur dengan lokasi penelitian kawasan konservasi hutan mangrove yang terletak di desa Mamburungan. Waktu penelitian dimulai Juni September Kawasan mangrove yang menjadi lokasi penelitian ini terletak di desa Mamburungan, Kecamatan Tarakan Timur. Di sekitar kawasan ini terdapat pemukiman masyarakat yang mempengaruhi keberadaan hutan mangrove. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan bersifat eksploratif dengan tujuan untuk menggali fakta yang ada. Arah penelitian adalah untuk mendapatkan data potensi sumberdaya untuk pengelolaan mangrove, tingkat persepsi, partisipasi masyarakat dalam kegiatan tersebut, serta kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove. Pengumpulan data primer dilakukan melalui pengamatan langsung di lapangan, dengan melakukan pengukuran potensi hutan mangrove dan melakukan wawancara langsung masyarakat lokal. Pengumpulan data sekunder dengan cara mengumpulkan dokumen-dokumen hasil studi/penelitian, peraturan perundang-undangan dan data pendukung lainnya. Pengumpulan Data Vegetasi Pengumpulan data vegetasi dan satwa dilakukan dengan cara pengamatan secara

3 12 langsung di lapangan. Pengamatan vegetasi di kawasan hutan mangrove dilakukan dengan cara mengambil contoh bagian-bagian tumbuhan, mencatat nama daerah, ciri-ciri, tempat tumbuhnya yang kemudian diidentifikasi dengan melihat buku petunjuk yang ada, serta menghitung kerapatannya. Untuk menginventarisasi vegetasi digunakan metode garis berpetak, arah jalur pengamatan tegak lurus terhadap pantai ke arah darat. Pada setiap zona mangrove yang berada di setiap transek garis, diletakkan petak-petak contoh (plot) berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 10 x 10 m untuk tingkat pohon (diameter >4 cm), 5 x 5 m untuk tingkat pancang ( 1,5 4 cm), 2 x 2 (semai atau tumbuhan bawah), dan jarak setiap zona mangrove satu dengan yang lain adalah 50 m. Pengambilan Data Presepsi Masyarakat Data dikumpulkan secara langsung di lokasi penelitian melalui wawancara dengan responden (interview) dan wawancara mendalam (depth-interview). Pemilihan responden sebagai unit penelitian dilakukan dengan sengaja (purposive sampling). Responden yang diamati adalah penduduk dewasa yang berdomisili di sekitar lokasi penelitian secara administratif yang terkait dengan kawasan konservasi hutan mangrove. Menurut Kusmayadi dan Endar (2000) rumus pengambilan sampel sebagai berikut : N n 2 1 N e dimana n : ukuran contoh N : ukuran populasi E : nilai kritis/batas ketelitian (10%) Metode Analisis Data Potensi Ekosistem Mangrove (Bengen, 2000) a. Kerapatan Spesies (Ki) Kerapatan spesies (i) adalah jumlah individu spesies i dalam suatu unit area yang dinyatakan sebagai berikut : Ki = ni / A Dimana, Ki adalah kerapatan spesies i, ni adalah jumlah total individu dari spesies dan A adalah luas area total pengambilan contoh (luas total petak/plot/kuadrat contoh). b. Kerapatan Relatif Spesies (KRi) Kerapatan relatif spesies (KRi) adalah perbandingan antara jumlah individu spesies i (ni) dan jumlah total individu seluruh spesies (Σn) dengan formula sebagai berikut: KRi = (ni / Σn) x 100 c. Frekuensi Spesies (Fi) Frekuensi spesies (Fi) adalah peluang ditemukannya spesies i dalam petak contoh yang diamati : Fi = pi / Σp Dimana, Fi adalah frekuensi spesies i, pi adalah jumlah petak contoh dimana ditemukan spesies i dan Σp adalah jumlah total petak contoh yang diamati. d. Frekuensi Relatif Spesies (FRi) Frekuensi relatif spesies (FRi) adalah perbandingan antara frekuensi (Fi) dan jumlah frekuensi untuk seluruh spesies (ΣF): FRi = (Fi / ΣF) x 100 % e. Penutupan Spesies (Ci) Penutupan spesies (Ci) adalah luas penutupan spesies i dalam suatu unit area : Ci = ΣBA / A Dimana, BA = ΠDBH 2 /4, (dalam Cm 2 ), Π adalah suatu konstanta (3,14) dan DBH adalah diameter dari jenis i, A adalah luas area total pengambilan contoh (luas total petak/plot/kuadrat contoh). DBH = CBH /Π (dalam Cm), CBH adalah lingkaran pohon setinggi dada. f. Penutupan Relatif Spesies (RCi) Penutupan relatif spesies (RCi) adalah perbandingan antara luas area penutupan spesies i (Ci) dan luas total area penutupan untuk seluruh spesies (ΣCi) : RCi = (Ci / ΣCi) x 100 % g. Nilai Penting Spesies (NPi) Jumlah nilai kerapatan relatif spesies (RDi), frekuensi relatif spesies (RFi) dan

4 13 penutupan relatif spesies (RCi) menunjukkan Nilai Penting Spesies (Npi): NPi = RDi + RFi + RCi Nilai penting suatu spesies berkisar antara Nilai Penting ini memberikan suatu gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu spesies tumbuhan mangrove dalam komunitas mangrove. Analisis Strategi Hutan Mangrove Analisis SWOT ini disusun berdasarkan peta logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strenghts), peluang (opportunities) secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakneses) dan ancaman (threat) didalam menentukan strategi terbaik (Rangkuti, 2004). Analisis ini dilakukan dengan menggunakan data kuantitatif atau deskripsi dengan pendekatan matrik SWOT. Selanjutnya unsur-unsur tersebut dihubungkan keterkaitannya dalam bentuk matrik untuk memperoleh beberapa alternatif strategi. HASIL DAN PEMBAHASAN Secara geografis lokasi penelitian berada di Pantai Selatan Pulau Tarakan. Bentuk topografinya merupakan kelurahan pesisir yang membentang dari Tanjung Batu sampai Kelurahan Kampung Empat. Secara admistrasi termasuk ke dalam Kelurahan Mamburungan, Kecamatan Tarakan Timur. Kelurahan Mamburungan berbatasan dengan: Sebelah Timur dengan Kelurahan Pantai Amal dan Kelurahan Mamburungan Timur, sebelah Selatan dengan Laut Sulawesi, sebelah Barat dengan Kelurahan Lingkas Ujung serta sebelah Utara dengan Kelurahan Kampung Empat. Luas Mangrove Mamburungan yaitu 32 Ha (Dinas Kehutanan, 2005). Berbagai jenis biota yang hidup di kawasan ini, ada yang hidup di darat, substrat lumpur, pasir dan air. Burung raja sering terlihat dan membuat sarang pada pohon mangrove dan berbagai jenis burung lainnya, sedang jenis biota air yang ada adalah beberapa jenis udang, ikan yang ada pada saat pasang naik maupun pada genangan air pada saat pasang surut. Selain itu terdapat jenis ikan yang spesifik yang membuat lubang di substrat lumpur dan berjalan seperti katak yakni ikan glodok atau tempakul (Periothalmus sobrinus). Jenis biota lain yang menempati substrat lumpur maupun pasir adalah beberapa jenis kepiting, siput-siput, serta berbagai jenis kerang-kerangan. Kondisi Hutan Mangrove di Kawasan Desa Mamburungan Berdasarkan pada hasil pengambilan data Hutan Mangrove di kawasan konservasi desa Mamburungan, diketahui bahwa terdapat tiga jenis vegetasi mangrove primer. Mangrove tersebut terdiri dari beberapa jenis yaitu Rhizopora sp, Sonneratia sp, dan Avicennia sp. Secara lengkap keanekaragaman hayati Hutan Mangrove dapat dilihat pada Gambar 2. Kerapatan Relatif Kerapatan relatif pada lokasi Mamburungan untuk jenis Avicennia sp relatif tinggi terlihat dari hasil penelitian dengan nilai kerapatan yaitu, 80,392% sedangkan jenis mangrove Sonneratia sp dan Rhizophora sp relatif sangat rendah dengan nilai 9,803% dan 7,843%, ini disebabkan karena letak zonasi Avicennia sp berada paling depan sehingga sedikit sekali terjadinya pengambilan/perusakan jenis ini. Jumlah pohon mangrove yang ada di Mamburungan terdapat sekitar 519 pohon/ha, Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 201, (2004) menyatakan bahwa Kondisi hutan mangrove yang sangat baik adalah 1500 pohon/ha. Ini menunjukkan kondisi hutan mangrove di kawasan desa Mamburungan tergolong kurang baik. Frekuensi Relatif Frekuensi relatif untuk lokasi Mamburungan dengan jenis Avicennia sp sangat tinggi mencapai 93,603 sedangkan jenis Sonneratia sp dan Rhizophora sp relatif

5 14 rendan dengan nilai 25,585 dan 24,137, terdapat dominansi dari jenis Avicennia sp. Frekuensi relatif terendah ditemukan dari jenis Sonneratia sp 21,427% dan Rhizophora sp 35,714%, sedangkan pada jenis Avicennia sp nilai frekuensi relatif pada tajuk sangat tinggi yaitu 92,856%. Gambar 2. Diagram pohon, Kerapatan Relatif, Frekuensi Relatif dan Penutupan Relatif Penutupan Relatif Penutupan relatif di kawasan konservasi mangrove Mamburungan sangat di pengaruhi oleh ekosistem mangrove jenis Avicennia sp karena dari hasil penelitian, jenis ini mempunyai nilai yang paling tinggi di antara jenis-jenis yang lain seperti Sonneratia sp dan Rhizophora sp. Jenis Avicennia sp mempunyai nilai penutupan relatif adalah 81,551% sedangkan nilai pada Sonneratia sp dan Rhizophora sp adalah 8,643% dan 7,477%. Proporsi penutupan lahan oleh tajuk mangrove di Kawasan Konservasi Mangrove Mamburungan untuk jenis Avicennia sp adalah 68,376 %. Kisaran ini dikategorikan dalam ukuran sedang (50 70 %) sesuai dengan ketetapan Dinas Kehutanan dan Perkebunan (2006). Penutupan tajuk ini tidak merata di semua pantai, sedangkan jenis Sonneratia sp dan Rhizophora sp mempunyai nilai 12,665 % dan 18,275%. Indeks Nilai Penting Berdasarkan hasil perhitungan, Indeks Nilai Penting di daerah Mamburungan dengan jenis Avicennia sp mempunyai nilai yang paling tinggi yaitu 255,5% sedangkan Sonneratia sp dan Rhizophora sp adalah 44,5%. Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi dan Sikap Masyarakat Jumlah penduduk Kelurahan Mamburungan tahun 2001 yaitu jiwa dan tahun 2007 bertambah menjadi jiwa (Badan Pusat Statistik). Penduduk Mamburungan umumnya didominasi oleh penduduk asli yakni Suku Tidung yang bermata pencaharian sebagai nelayan, petambak, PNS dan lain-lain. Dari hasil wawancara, menunjukkan bahwa masyarakat sekitar kawasan hutan mangrove sebagian besar kurang mengerti tentang istilah konservasi sebanyak 20 %, tidak mengerti sebanyak 60 % dan tidak tahu sebanyak 30 %. Namun, jika memilih pengertian konservasi masyarakat lebih

6 15 banyak mengerti secara tepat sebanyak 20 % dan tidak tahu sebanyak 80%. Setelah mengetahui pengertian konservasi ini, sebagian besar masyarakat menyetujui untuk melakukan konservasi terhadap hutan mangrove di daerah tersebut sebanyak 40 %. Analisis SWOT dan Strategi Pengelolaan Untuk menentukan strategi pelestarian hutan mangrove di kawasan konservasi desa Mamburungan dilakukan dengan metode KEKEPAN atau analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats) yang didasarkan pada penilaian kriteria sebelumnya, selanjutnya dilakukan pemilihan faktor internal dan eksternal. Setelah faktor internal dan eksternal diketahui, selanjutnya menyusun faktor-faktor strategis internal dan eksternal dalam matrik SWOT (Tabel 1). Tabel 1. Matrik SWOT (Strenghts, Weaknesses, Opportunities, Threats) pengelolaan hutan mangrove desa Mamburungan Unsur internal Unsur eksternal Peluang (O) 1. Dukungan masyarakat 2. Mata pencaharian penduduk 3. Luasan mangrove 4. Komitmen pemerintah Tarakan 5. Penerimaan pihak swasta Ancaman (T) 1. Limbah rumah tangga 2. Limbah industri 3. Penebangan/perusakan mangrove 4. Jumlah penduduk 5. adanya pemukiman liar Kekuatan (S) 1. Peraturaran pemerintah Pusat tentang pelestarian mangrove 2. Peraturan Pemerintah daerah tentang larangan konversi mangrove Tarakan 3. Peraturan Pemerintah daerah tentang kawasan konservasi 4. keindahan dan keunikan sumberdaya alam 5. banyaknya potensi sumber daya alam 6. status lahan Strategi (SO) 1. Penyuluhan dan pembinaan dalam meningkatkan kesadaran masyarakat masyarakat lokal dan melibatkan mereka dalam kegiatan pelestarian hutan mangrove ( ) 2. Pengembangan Program Ekowisata hutan mangrove berbasis masyarakat.( ) Strategi (ST) 1. Penegakan hukum dan peraturan secara tegas ( ) Kelemahan (W) 1. kepekaan sumberdaya alam 2. kerawanan kawasan 3. pendidikan rendah 4. lemahnya keamanan 5. rendahnya tingkat keanekaragaman mangrove 6. rendahnya tingkat kerapatan mangrove Strategi (WO) 1. Melakukan kerja sama dengan semua pihak dalam menjaga dan mengembangkan program kelestarian hutan mangrove ( ) Strategi (WT) 1. Meningkatkan pengamanan dan pengawasan terhadap kelestarian ekosistem hutan mangrove ( ) Strategi Pengelolaan Hutan Mangrove di Kawasan Konservasi Desa Mamburungan: 1.Meningkatkan Pengamanan dan Pengawasan Terhadap Kelestarian Hutan Mangrove. Pengawasan terhadap sumberdaya alam terutama ekosistem hutan mangrove di kawasan konservasi desa Mamburungan terhadap aktivitas yang ada merupakan langkah awal yang perlu diambil dalam menjaga keberlanjutan hutan mangrove di lokasi ini. Pelarangan pembuangan sampah, penebangan pohon, pemukiman dan aktivitas masyarakat lain di sekitar hutan mangrove yang merusak. Pengawasan aktivitas lain yang bersifat vandalis, pengawasan terhadap limbah buangan pabrik, pasar, dan aktivitas pelabuhan. Pengawasan ini harus melibatkan semua pihak yang terkait dengan mengadakan pembagian tugas yang sesuai dengan bidangnya masing-masing.

7 16 2. Penegakan Hukum dan Peraturan Secara Tegas Hutan mangrove di kawasan konservasi desa Mamburungan merupakan salah satu kawasan lindung berdasarkan Peraturan Daerah Kota Tarakan No. 21 tahun 1999 Tentang Hutan Kota dan No. 04 Tahun 2002 Tentang Larangan dan Pengawasan Hutan Mangrove di Kota Tarakan. Hutan ini berada dekat dengan pusat Kota Tarakan, sehingga aktivitas di sekitar lokasi berpengaruh terhadap kelestariannya. Penyediaan informasi tentang status lahan dan batasannya merupakan hal yang penting untuk diketahui oleh masyarakat melalui media penyampaian secara langsung maupun melalui perwakilan penduduk. Selain itu, limbah aktivitas di sekitarnya seperti sampah yang bertumpuk akan mengganggu ekosistem mangrove, tanah yang banyak mengandung sampah akan mengganggu perkembangan mangrove dan dapat mengancam kelestariannya. Perambakan hutan untuk kebutuhan pemukiman bisa saja akan merebak jika tidak ada pengawasan penegakan hukum yang dilakukan secara tegas. 3. Bekerjasama Dengan Berbagai Pihak Dalam Menjaga Kelestarian Ekosistem Hutan Mangrove. Keseluruhan aktifitas yang berada di lingkungan hutan mangrove sangat berpotensi untuk menimbulkan kerusakan bagi lingkungan pada saat ini dan masa mendatang, terlebih lagi jika tidak segera diadakan koordinasi pada semua pihak yang terkait dalam pelestarian lingkungan. Untuk menjaga agar ekosistem mangrove di kawasan ini tetap utuh, maka harus melibatkan semua pihak dalam menjaga lingkungan disekitarnya. Perusahaan dilarang membuang limbah di perairan dekat hutan mangrove tetapi menampungnya terlebih dahulu kemudian dibuang ketempat yang aman. Masyarakat sekitar memiliki peran sangat penting terhadap keberadaan mangrove, dengan tidak membuang sampahnya sembarangan di lingkungan sekitarnya, hal ini akan sangat membantu terhadap usaha pelestarian mangrove. 4. Penyuluhan dan Pembinaan Bagi Masyarakat Lokal Untuk Terlibat Secara Langsung Dalam Kegiatan Pelestarian Hutan Mangrove. Dari hasil wawancara secara umum masyarakat sekitar mengetahui peranan dari hutan mangrove yaitu sebagai pelindung pantai. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa kegiatan penanaman dan pelestarian terhadap hutan mangrove itu merupakan tanggung jawab Pemerintah Kota Tarakan. Keadaan ini tentunya tidak menguntungkan untuk kegiatan pelestarian hutan mangrove dimasa mendatang, masyarakat dapat merupakan ancaman bagi kelangsungan mangrove seperti pengambilan dan penebangan mangrove yang bisa saja terjadi setiap saat. Untuk mencegah hal ini terjadi, maka Pemerintah Kota harus bekerja sama dengan instansi terkait mengadakan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya mangrove bagi kehidupan manusia serta hal-hal yang berkaitan dengan perusakan dan pemeliharaan hutan. Selanjutnya, melibatkan mereka dalam kegiatan untuk menjaga dan melestarikan hutan mangrove di kawasan mereka. Sebagai langkah awal adalah dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk berperan dalam pengembangan ekowisata hutan mangrove dengan memberikan pendidikan dan pelatihan kepada masyarakat sekitar mengenai kegiatan usaha yang dapat membantu meningkatkan kesejahteraan dan mendukung pengembangan wisata. 5. Pengembangan Program Ekowisata Hutan Mangrove Hutan mangrove dengan keunikan yang dimilikinya, merupakan sumberdaya alam yang sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai tempat kunjungan wisata. Hutan mangrove merupakan sumber daya alam yang dapat di manfaatkan menjadi salah satu objek wisata yang menarik bagi pengunjung. Penerapan sistem ekowisata di ekosistem hutan mangrove merupakan salah satu

8 17 pendekatan dalam pemanfaatan ekosistem hutan mangrove secara lestari. Dengan adanya ekowisata akan memberikan alternatif sumber pendapatan bagi masyarakat di sekitar kawasan tersebut dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Tarakan, selanjutnya berkontribusi pada peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah (Wiharyanto, 2007). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Ekosistem hutan mangrove di kawasan konservasi desa Mamburungan dalam penelitian ini ditemukan sebanyak 3 jenis yang sebagian besar didominasi oleh dan Avicennia sp., Sonneratia sp., dan Rhizophora sp.. Avicennia sp mempunyai peran penting dalam pembentukan ekosistem mangrove di kawasan perluasan lahan konservasi Desa Mamburungan Kota Tarakan yang ditunjukkan oleh indeks nilai penting yang didapat. Avicennia sp. memiliki indeks nilai penting terbesar yaitu 255.5%. Susunan urutan strategi pengelolaan hutan mangrove di kawasan konservasi desa Mamburungan sebagai berikut : 1. Meningkatkan pengamanan dan pengawasan terhadap kelestarian hutan mangrove 2. Penegakan hukum dan peraturan secara tegas 3. Bekerjasama dengan berbagai pihak dalam menjaga kelestarian ekosistem hutan mangrove 4. Penyuluhan dan pembinaan bagi masyarakat lokal untuk terlibat secara langsung dalam kegiatan pelestarian hutan mangrove. 5. Pengembangan program ekowisata hutan mangrove Saran Disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan yang dikhususkan pada lokasi ini berkaitan dengan kondisi biologi dan fisik sebagai data base untuk mendukung program pengembangan ekowisata mangrove. DAFTAR PUSTAKA Bengen Teknik Pengambilan Contoh dan Analisis Data Biofisik Sumberdaya Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ihsan, B Studi Kondisi Hutan Mangrove di Kawasan Konservasi Desa Maburungan (Skripsi). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Borneo Tarakan. Tarakan. Kusmayadi, dan Endar, S Metodologi Penelitian dalam Bidang kepariwisataan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Dinas Kehutanan Luas Mangrove Mamburungan. Tarakan. Rangkuti, F Analisis SWOT. Teknik Membedah Kasus Bisnis: Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. PT. Gramedia Utama Jakarta. Tahir, A. dan Baharudin Pengelolaan Kawasan Konservasi. Dalam Darmawan, M.A. (editor), Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Secara Terpadu. Modul Pelatihan Bagi Perencana dan Pengambil Keputusan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. V-1 hal. Wiharyanto, D Kajian Pengembangan Ekowisata Hutan Mangrove di Kawasan Konservasi Pelabuhan Tengkayu II Kota Tarakan Kalimantan Timur (Thesis). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian Konsep ekowisata merupakan salah satu alternatif untuk pengembangan kawasan pariwisata dalam suatu wilayah yang tetap memperhatikan konservasi lingkungan

Lebih terperinci

KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DI KAWASAN PERLUASAN LAHAN KONSERVASI DESA KARANG REJO KOTA TARAKAN KALIMANTAN TIMUR.

KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DI KAWASAN PERLUASAN LAHAN KONSERVASI DESA KARANG REJO KOTA TARAKAN KALIMANTAN TIMUR. Jurnal Harpodon Borneo Vol.4 No.2, Oktober 2011 ISSN : 2087-121X KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DI KAWASAN PERLUASAN LAHAN KONSERVASI DESA KARANG REJO KOTA TARAKAN KALIMANTAN TIMUR Dhimas Wiharyanto

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN Supriadi, Agus Romadhon, Akhmad Farid Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura e-mail: akhmadfarid@trunojoyo.ac.id ABSTRAK

Lebih terperinci

ANALISIS VEGETASI DAN STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI TELUK BENOA-BALI. Dwi Budi Wiyanto 1 dan Elok Faiqoh 2.

ANALISIS VEGETASI DAN STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI TELUK BENOA-BALI. Dwi Budi Wiyanto 1 dan Elok Faiqoh 2. ANALISIS VEGETASI DAN STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI TELUK BENOA-BALI Dwi Budi Wiyanto 1 dan Elok Faiqoh 2 1) Dosen Prodi Ilmu Kelautan, FKP Universitas Udayana 2) Dosen Prodi Ilmu Kelautan, FKP Universitas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli 2014. Lokasi penelitian adalah di kawasan hutan mangrove pada lahan seluas 97 ha, di Pantai Sari Ringgung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia kaya dan beranekaragam sumberdaya alam. Satu diantara sumberdaya alam di wilayah pesisir adalah ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove merupakan ekosistem

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan 29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, NOMOR : 201 TAHUN 2004 TENTANG KRITERIA BAKU DAN PEDOMAN PENENTUAN KERUSAKAN MANGROVE

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, NOMOR : 201 TAHUN 2004 TENTANG KRITERIA BAKU DAN PEDOMAN PENENTUAN KERUSAKAN MANGROVE SALINAN KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 201 TAHUN 2004 TENTANG KRITERIA BAKU DAN PEDOMAN PENENTUAN KERUSAKAN MANGROVE MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa mangrove merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.508 pulau dan panjang garis pantai lebih dari 81.000

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lainnya. Keunikan tersebut terlihat dari keanekaragaman flora yaitu: (Avicennia,

I. PENDAHULUAN. lainnya. Keunikan tersebut terlihat dari keanekaragaman flora yaitu: (Avicennia, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terletak diantara daratan dan lautan. Hutan ini mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan formasi lainnya. Keunikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta lokasi penelitian

Gambar 3. Peta lokasi penelitian 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2009 di kawasan pesisir Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten, lokasi penelitian mempunyai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mangrove Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove seringkali ditemukan

Lebih terperinci

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010 PENGARUH AKTIVITAS EKONOMI PENDUDUK TERHADAP KERUSAKAN EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI KELURAHAN BAGAN DELI KECAMATAN MEDAN BELAWAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyarataan Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di dunia dan terletak pada iklim tropis memiliki jenis hutan yang beragam. Salah satu jenis hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari atas 17.508 pulau, dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Luas laut Indonesia sekitar 3,1

Lebih terperinci

Keanekaragaman Jenis dan Indeks Nilai Penting Mangrove di Desa Tabulo Selatan Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo

Keanekaragaman Jenis dan Indeks Nilai Penting Mangrove di Desa Tabulo Selatan Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo Keanekaragaman Jenis dan Indeks Nilai Penting Mangrove di Desa Tabulo Selatan Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo 1,2 Yulinda R.Antu, 2 Femy M. Sahami, 2 Sri Nuryatin Hamzah 1 yulindaantu@yahoo.co.id

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL) Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur. Penelitian berlangsung selama 3 bulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan selalu atau secara teratur digenangi oleh air laut atau dipengaruhi oleh pasang surut air laut,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Pantai Tanjung Bara Sangatta, Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimanan Timur selama 3 (tiga) bulan, mulai bulan Januari

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE JAKARTA, MEI 2005 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura 12 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura Wan Abdul Rachman yang memiliki luasan 1.143 ha. Secara geografis terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, dikawasan mangrove terjadi interaksi kompleks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang terus menerus melakukan pembangunan nasional. Dalam mengahadapi era pembangunan global, pelaksanaan pembangunan ekonomi harus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang didominasi oleh beberapa jenis mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon bakau yang mampu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir bukan merupakan pemisah antara perairan lautan dengan daratan, melainkan tempat bertemunya daratan dan perairan lautan, dimana didarat masih dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 3,2 juta ha (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini dengan menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang kearah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa ini memberikan tanggung jawab yang besar bagi warga Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa ini memberikan tanggung jawab yang besar bagi warga Indonesia untuk BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia dan juga memiliki keragaman hayati yang terbesar serta strukturnya yang paling bervariasi. Mangrove dapat tumbuh

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang... DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... x xiii xv xvi I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 5 1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan

BAB I PENDAHULUAN. alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan kawasan yang memiliki potensi sumber daya alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan salah satu sistem ekologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai yang terpanjang di dunia, lebih dari 81.000 KM garis pantai dan 17.508 pulau yang membentang

Lebih terperinci

Teknologi penanaman jenis mangrove dan tumbuhan pantai pada tapak khusus

Teknologi penanaman jenis mangrove dan tumbuhan pantai pada tapak khusus Teknologi penanaman jenis mangrove dan tumbuhan pantai pada tapak khusus TEKNIK PENANAMAN MANGROVE PADA DELTA TERDEGRADASI DI SUMSEL Teknik Penanaman Mangrove Pada Delta Terdegradasi di Sumsel Teknik Penanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove adalah suatu lingkungan yang memiliki ciri khusus yaitu lantai hutannya selalu digenangi air, dimana air tersebut sangat dipengaruhi oleh pasang

Lebih terperinci

Jenis data Indikator Pengamatan Unit Sumber Kegunaan

Jenis data Indikator Pengamatan Unit Sumber Kegunaan 31 BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di lanskap wisata TNB, Sulawesi Utara tepatnya di Pulau Bunaken, yang terletak di utara Pulau Sulawesi, Indonesia. Pulau

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii ABSTRAK Devvy Alvionita Fitriana. NIM 1305315133. Perencanaan Lansekap Ekowisata Pesisir di Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Dibimbing oleh Lury Sevita Yusiana, S.P., M.Si. dan Ir. I

Lebih terperinci

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan 1 2 Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove. Menurut Mastaller (1997) kata mangrove berasal dari bahasa Melayu kuno mangi-mangi untuk menerangkan

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN JURNAL KERAPATAN, FREKUENSI DAN TINGKAT TUTUPAN JENIS MANGROVE DI DESA LIMBATIHU KECAMATAN PAGUYAMAN PANTAI KABUPATEN BOALEMO.

LEMBAR PERSETUJUAN JURNAL KERAPATAN, FREKUENSI DAN TINGKAT TUTUPAN JENIS MANGROVE DI DESA LIMBATIHU KECAMATAN PAGUYAMAN PANTAI KABUPATEN BOALEMO. LEMBAR PERSETUJUAN JURNAL KERAPATAN, FREKUENSI DAN TINGKAT TUTUPAN JENIS MANGROVE DI DESA LIMBATIHU KECAMATAN PAGUYAMAN PANTAI KABUPATEN BOALEMO Oleh DJAFAR MARDIA 633 408 008 Telah Memenuhi Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat besar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Racangan penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dengan melakukan pengamatan langsung atau observasi, wawancara dan dokumentasi. Metode deskriptif

Lebih terperinci

III. Bahan dan Metode

III. Bahan dan Metode III. Bahan dan Metode A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksaanakan pada bulan Mei - Juni 2013. Pengambilan data vegetasi mangrove dilakukan pada saat keadaan air laut surut, jam 10.00-12.30

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITAN

3. METODOLOGI PENELITAN 3. METODOLOGI PENELITAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pantai Sanur Desa Sanur, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Provinsi Bali (Lampiran 1). Cakupan objek penelitian

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BB III BHN DN METODE PENELITIN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2013. Tempat penelitian di Desa Brondong, Kecamatan Pasekan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat dan analisis

Lebih terperinci

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR EDI RUDI FMIPA UNIVERSITAS SYIAH KUALA Ekosistem Hutan Mangrove komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu untuk tumbuh

Lebih terperinci

ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT

ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT Ana Dairiana, Nur illiyyina S, Syampadzi Nurroh, dan R Rodlyan Ghufrona Fakultas Kehutanan - Institut Pertanian Bogor ABSTRAK Analisis vegetasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pariwisata, seperti melaksanakan pembinaan kepariwisataan dalam bentuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. pariwisata, seperti melaksanakan pembinaan kepariwisataan dalam bentuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengelolaan Pariwisata Pengelolaan merupakan suatu proses yang membantu merumuskan kebijakankebijakan dan pencapaian tujuan. Peran pemerintah dalam pengelolaan pariwisata, seperti

Lebih terperinci

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN 8.1. Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove Pendekatan AHP adalah suatu proses yang dititikberatkan pada pertimbangan terhadap faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Struktur Vegetasi Struktur vegetasi merupakan komponen penyusun vegetasi itu sendiri. Struktur vegetasi disusun oleh tumbuh-tumbuhan baik berupa pohon, pancang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan, yang memiliki potensi besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian besar bertempat

Lebih terperinci

KERAPATAN HUTAN MANGROVE SEBAGAI DASAR REHABILITASI DAN RESTOCKING KEPITING BAKAU DI KABUPATEN MAMUJU PROVINSI SULAWESI BARAT

KERAPATAN HUTAN MANGROVE SEBAGAI DASAR REHABILITASI DAN RESTOCKING KEPITING BAKAU DI KABUPATEN MAMUJU PROVINSI SULAWESI BARAT 1123 Kerapatan hutan mangrove sebagai dasar rehabilitasi... (Mudian Paena) KERAPATAN HUTAN MANGROVE SEBAGAI DASAR REHABILITASI DAN RESTOCKING KEPITING BAKAU DI KABUPATEN MAMUJU PROVINSI SULAWESI BARAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 16,9 juta ha hutan mangrove yang ada di dunia, sekitar 27 % berada di Indonesia

I. PENDAHULUAN. 16,9 juta ha hutan mangrove yang ada di dunia, sekitar 27 % berada di Indonesia 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Wilayah pesisir dan lautan merupakan salah satu wilayah yang kaya akan sumberdaya alam hayati dan non hayati. Salah satu sumberdaya alam hayati tersebut adalah hutan mangrove.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR ABSTRAK ABSTRACTION DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR ABSTRAK ABSTRACTION DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1 DAFTR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR ABSTRAK ABSTRACTION DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL i ii iii iv v vi vii x xii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI KELURAHAN TONGKAINA MANADO

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI KELURAHAN TONGKAINA MANADO Jurnal Pesisir dan Laut Tropis Volume 2 Nomor 1 Tahun 2016 STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI KELURAHAN TONGKAINA MANADO (Structure Community of Mangrove at Tongkaina Village, Manado) Juwinda Sasauw 1*, Janny

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Perencanaan Lanskap. berasal dari kata land dan scape yang artinya pada suatu lanskap terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. A. Perencanaan Lanskap. berasal dari kata land dan scape yang artinya pada suatu lanskap terdapat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perencanaan Lanskap Lanskap dapat diartikan sebagai bentang alam (Laurie, 1975). Lanskap berasal dari kata land dan scape yang artinya pada suatu lanskap terdapat hubungan totalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di wilayah pesisir. Hutan mangrove menyebar luas dibagian yang cukup panas di dunia, terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang BAB I PENDAHULUAN 1.1.LatarBelakang Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang 95.181 km terdiri dari sumber daya alam laut dan pantai yang beragam. Dengan kondisi iklim dan substrat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli ` I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi. Kawasan ini dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas di dunia sekitar 19% dari total hutan mangrove dunia, dan terluas se-asia Tenggara sekitar 49%

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis PENDAHULUAN Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang memiliki peranan penting dalam pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis kondisi dan keberadaannya. Beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan basah memiliki peranan yang sangat penting bagi manusia dan lingkungan. Fungsi lahan basah tidak saja dipahami sebagai pendukung kehidupan secara langsung seperti

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas 49 307,19 km 2 memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang tinggi. Luas laut 29 159,04 Km 2, sedangkan luas daratan meliputi

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 22 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian selama 6 (enam) bulan yaitu pada bulan Mei sampai Oktober 2009. Lokasi penelitian dan pengamatan dilakukan di Pulau

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI BARAT

GUBERNUR SULAWESI BARAT GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 2TAHUN 2013 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PROVINSI SULAWESI BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terluas di dunia sekitar ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. terluas di dunia sekitar ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia sekitar 3.735.250 ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam 2 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, di kawasan mangrove terjadi interaksi

Lebih terperinci

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE Berdasarkan tinjauan pustaka yang bersumber dari CIFOR dan LEI, maka yang termasuk dalam indikator-indikator ekosistem hutan mangrove berkelanjutan dilihat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove bagi kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup memiliki fungsi yang sangat besar, yang meliputi fungsi fisik dan biologi. Secara fisik ekosistem

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Keragaman Vegetasi Mangrove Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada 20 plot yang masing-masing petak ukur 5x5 m, 10x10 m dan 20x20 m diketahui bahwa vegetasi mangrove

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan basah merupakan sumber daya alam hayati penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem global. Salah satu tipe lahan basah adalah lahan gambut. Lahan gambut merupakan ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini disebabkan karena Indonesia

Lebih terperinci

- 3 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

- 3 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 PERATURAN WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 48 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DAN INFRASTRUKTUR CCDP-IFAD KELURAHAN PESISIR KOTA PAREPARE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I Latar Belakang

PENDAHULUAN BAB I Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut yang tergenang oleh air laut, komunitasnya dapat bertoleransi terhadap air garam, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas garis pantai yang panjang + 81.000 km (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2007), ada beberapa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia terkenal memiliki potensi sumberdaya kelautan dan pesisir yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan

I. PENDAHULUAN. dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah salah satu ekosistem hutan yang terletak diantara daratan dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan formasi hutan

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah

Lebih terperinci

Oleh. Firmansyah Gusasi

Oleh. Firmansyah Gusasi ANALISIS FUNGSI EKOLOGI HUTAN MANGROVE DI KECAMATAN KWANDANG KABUPATEN GORONTALO UTARA JURNAL Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Menempuh Ujian Sarjana Pendidikan Biologi Pada Fakultas Matematika

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di wilayah pesisir yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang sangat kaya raya akan keberagaman alam hayatinya. Keberagaman fauna dan flora dari dataran tinggi hingga tepi pantai pun tidak jarang

Lebih terperinci

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI) 1 KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI) Tesis Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di dua kawasan pesisir di Nanggroe Aceh Darussalam, yaitu kawasan yang dipengaruhi oleh Samudera Hindia atau Kawasan Pantai Barat (Aceh Barat,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini 57 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Hutan Indonesia Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini mencapai angka 120,35 juta ha atau sekitar 61 % dari luas wilayah daratan Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, pengertian hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Potensi sumber daya alam hutan serta perairannya berupa flora, fauna dan ekosistem termasuk di dalamnya gejala alam dengan keindahan alam yang dimiliki oleh bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi

BAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan wilayah administrasi yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan wilayah administrasi yang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Gorontalo Utara merupakan wilayah administrasi yang merupakan kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia sebagai suatu negara kepulauan dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial. Salah satu ekosistem

Lebih terperinci

Analisis vegetasi dan struktur komunitas Mangrove Di Teluk Benoa, Bali

Analisis vegetasi dan struktur komunitas Mangrove Di Teluk Benoa, Bali Journal of Marine and Aquatic Sciences 1 (2015) 1 7 Analisis vegetasi dan struktur komunitas Mangrove Di Teluk Benoa, Bali Dwi Budi Wiyanto a * and Elok Faiqoh a a Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Ekosistem mangrove adalah tipe ekosistem yang terdapat di daerah pantai dan secara teratur di genangi air laut atau dipengaruhi oleh pasang surut air laut,

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Platax Vol. I-1, September 2012 ISSN:

Jurnal Ilmiah Platax Vol. I-1, September 2012 ISSN: KONDISI EKOLOGI DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA MANGROVE DI DESA TAROHAN SELATAN KECAMATAN BEO SELATAN KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD 1 Rivay Ontorael 2, Adnan S Wantasen 3, Ari B Rondonuwu 3 ABSTRACT This study

Lebih terperinci

Gambar 2 Tahapan Studi

Gambar 2 Tahapan Studi 13 III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Studi dilakukan di Lembah Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat (Gambar 1). Pelaksanaan studi dimulai dari bulan Maret 2010 sampai

Lebih terperinci