FENOMENA WARUNG KOPI. (Suatu Penelitian di Warung Kopi 42 Andalas Kelurahan Paguyaman Kecamatan Kota Tengah Kabupaten Gorontalo) Oleh

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FENOMENA WARUNG KOPI. (Suatu Penelitian di Warung Kopi 42 Andalas Kelurahan Paguyaman Kecamatan Kota Tengah Kabupaten Gorontalo) Oleh"

Transkripsi

1

2 FENOMENA WARUNG KOPI (Suatu Penelitian di Warung Kopi 42 Andalas Kelurahan Paguyaman Kecamatan Kota Tengah Kabupaten Gorontalo) Oleh 1 Zulfahri Huraera, Rahmatia *, Sainudin Latare**, Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosioal Universitas Negeri Gorontalo Paihuraera93@gmail.com ABSTRAK Huraera Zulfahri, 2015 Fenomena Warung Kopi (Suatu Penelitian di Warung Kopi 42 Andalas). Skripsi Program Studi S1 Sosiologi, Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo Dibimbing oleh Dr. Rahmatiah, S.Pd., M.Si selaku pembimbing I dan Sainudin Latare, S.Pd., M.Si selaku pembimbing II. Penelitian ini mengkaji tentang Fenomena Warung Kopi (Suatu Penelitian di Warung Kopi 42 Andalas Kelurahan Paguyaman Kecamatan Kota Tengah Kabupaten Gorontalo). Pada penelitian ini di jelaskan mengenai Bagaimana Fenomena Warung Kopi yang terjadi di Warung Kopi 42 Andalas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif sesuai dengan permasalahan yang diangkat yaitu bagaimana melihat Suatu Fenomena yang ada di warung kopi. Dalam penelitian ini peneliti terlibat langsung dalam memperoleh data yang akurat. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, bahwa Fenomena warung kopi 42 andalas sangat sesuai dengan konsep ataupun teori Jean Baudrillard tentang nilai dan tanda, ruang simulakrum, serta Fungsi sosial yang ada di warung kopi 42 andalas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif yakni menggambarkan bagaimana melihat fenomena warung kopi dan konsep Jean Baudrillard tentang Nilai dan tanda, ruang Simulakrum/simulasi serta Fungsi sosial yang ada. Kata Kunci : Fenomena, Warung Kopi 42 Anadalas 1 Zulfahri Huraera, , Jurusan S1 Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Dr. Rahmatia, S.Pd., M.si, Sainudin Latare, S.Pd., M.si

3 A. PENDAHULUAN Gorontalo sebagai bangsa lahir dan berdiri berkat nasioanalisme lokal. Sebelum berdiri formal tahun 1942, Gorontalo belum ada. Saat itu yang ada adalah linula-linula yang mempunyai coraknya masing-masing. Ketika gorontalo ditegakkan, kerumunan tadi bermetamorfosa menjadi Gorontalo. Tampak jelas bahwa gorontalo berupa federasi kultural, gabungan linula, kesatuan marga feodal dengan sikap kebudayaanya masing-masing. 2 Ternyata nasionalisme lokal yang ditancaplkan tanggal 23 januari 1942 itulah yang mempersatukan berbagai aliran, marga, bahasa, egosektoral dan teritori menjadi satu bangsa; Gorontalo. Maka sesungguhnya nasionalis Gorontalo adalah nasionalisme yang berakar pada aliran, marga, bahasa, ego sektoral dan teritori. Sifat multikultural itu sepantasnya tetap terjaga, eksis bersama, tumbuh kembang bersama pula Lenyapnya atau tertekanya satu unsur kebudayaan tertentu akan menyebabkan sakitnya kebudayaan dan peradaban kita sebagai satu keutuhan. 3 Terlepas dari sejarah Gorontalo yang begitu besar nilai Nasionalismenya, masyarakat Gorontalo juga masih mewarisi tradisi yang secara turun temurun tetap ada, yakni tradisi mengkonsumsi kopi. Kopi memang telah menjadi bagian erat dalam kehidupan masyrakat Gorontalo. Kopi pada dasarnya merupakan sesuatu yang menarik untuk dibicarakan, karena kopi merupakan salah satu komuditi terlaris saat ini, yang selalu diburuh, dan di gandrungi oleh para penikmat kopi dimamanpun ia berada. Apabila kita berbicara mengenai kopi maka tidak terlepas dengan tempat yang menawarkan atau menjual aneka minuman kopi atau lebih akrab disebut warung kopi. Saat ini masyarakat mempunyai minat yang besar dalam mengunjungi tempat ini dan dapat dikatakan tempat ini menjadi slah satu pilihan favorit yang digemari oleh semua kalangan. Bagi sebagian besar masyrakat, mengunjungi warung kopi telah menjadi kebutuhan dan kebiasaan. Salah satu contohnya, yakni kebiasaan ngopi (aktifitas mengonsumsi kopi) di warung kopi yang menjadi salah satu kebutuhan bagi sebagian masyrakat yang ingin mengisi waktu luang setelah menjalani rutinitas. Pada awalanya ngopi hanyalah sebentuk aktivitas untuk mengisi waktu luang, tempat istirahat untuk melepas kepenatan, baik secara individu maupun komunal. Biasanya keberadaan warung kopi diasosiasikan dengan tempat yang jauh dari prestise, bahkan terkesan kumuh. 4 2 ) Lihat Funco Tanipu, Raut Muka Gorontalo (HPMIG Press, 2008) 3 ) Ibid., 4 ) Fidagta Khoironi, Ekspresi Keberagaman Komunitas Warung Kopi : Analisis Profil Komunitas Warung Kopi Blandongan di Yogyakarta, (Skripsi Sarjana, Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2009), hal. 1

4 Fenomena menjamurnya warung kopi tidak terlepas dari kebiasaan ataupun budaya minum kopi masyarakat. Budaya minum kopi di setiap daerah ataupu kota-kota di seluruh dinia berbeda-beda. Dikota Vienna (Austria), kebiasaan minum kopi pada pagi hari di warung kopi sudah menjadi aktivitas wajib bagi penduduk lokalnya. Warung kopi dengan ciri khas yang mewah dan elegan menjadi warisan budaya di vienna. Lain lagi di Amsterdam (Belanda), yang masyrakatnya sangat suka bersosialisasi di tempat-tempat semacam warung kopi, sehingga disana terdapat banyak warung kopi. Kemudian di negara Selandia baru, kota Wellington merupakan kota favorit bagi warga penikmat kopi Pada saat ini warung kopi telah mengalami pergeseran makna, yang mana mengunjungngi warung kopi bukan hanya sebagai tempat sebagian orang melakukan aktifitas konsumsi akan tetapi mengunjungi warung kopi juga sudah menjadi salah satu gaya hidup bagi sebagian besar masyarakat saat ini. Seiring berkembangnya perubahan fisik juga tampak pada berdirinya warkop-warkop yang bernuansa modern yang lebih banyak menyediakan fasilitas-fasilitas penunjang publik untuk menarik pengunjung. Warung kopi yang bernuansa modern memberikan berbagai fasilitas baik dari segi menu maupun sarana dan prasarana yang berbeda dengan warung kopi pada umumnya. Dan perbedaan yang paling menonjol adalah dari segi harga minuman kopi yang jauh lebih mahal dibandingkan menu kopi di warung kopi biasa. Kehadiran warung kopi modern menawarkan aktifitas ngopi yang berbeda dengan warkop-warkop sebelumnya. warung kopi 42 Andalas kota Gorontalo misalnya, citra warung kopi yang terletak di jalan John Aryo Katili, keluraha Paguyaman, kecamatan kota tengah ini memiliki kesan yang bergengsi dan elit dimata pengunjungnya. Salah satu pengaruh keberhasilan warung kopi 42 andalas ini tidak terlepas dengan citra yang berhasil dimunculkan, bukan hanya terkenal dengan kopi pinogunya yang nikmat namun sarana dan prasarana yang di tawarkan sangan menunjang bagi penikmat kopi. Fasilitas Wifi yang di hadirkan ditengah-tengah penikmat kopi memberikan kesan tersendiri. Kemudian warung kopi 42 andalas buka 24 jam, maka dari itu jangan heran ketika lewat di depan warung kopi 42 andalas pasti akan selalu ramai dikunjungi oleh para penikmat kopi. Keberadaan warung kopi di kota Gorontalo juga memenuhi kebutuhan masyarakat akan hal-hal baru yang tidak ditemui selain di warung kopi. Tak aneh rasanya bila pengunjung berkumpul mampu menciptakan suasana baru di warung kopi. Ada nilai serta tanda tersendiri sampai kenapa banyak masyarakat yang lebih memilih untuk minum ataupun mengkonsumsi kopi di warung kopi. Warung kopi adalah sebuah wadah yang dapat

5 memberikan tempat bagi masyarakat khususnya masyarakat Kota Gorontalo untuk berkomunikasi satu sama lain. Kondisi di mana orang-orang dengan cara berinteraksi di warung kopi. warung kopi selalu dijadikan opsi untuk melakukan interaksi oleh masyarakat Kota Gorontalo. Sebenarnya orang-orang mengunjungi warung kopi untuk mencari lawan bicara sehingga tidak akan ditemukan warung kopi yang luput dari hiruk-piku percakapan (Maurisa, 1998). Selain itu tidak sedikit yang mengaku bahwa warung kopi dapat memberikan inspirasi dan informasi. Hal ini tidak terlepas dari manfaat warung kopi yaitu sebagai tempat menemukan ide dan gagasan. Maka tidak heran begitu banyak kelompokkelompok sosial dari berbagai kalangan datang dan menjadi pelanggan tetap pada warung kopi ini. Hal ini tentu menarik untuk dikaji, keberadaan warung kopi yang terus berkembang telah menjadi tempat berkumpulnya masyarakat dalam melakukan rutinitas keseharianya dengan latar belakang pengguna yang beragam. Bagi kaum muda khususnya pelajar dan mahasiswa, warung kopi telah dimanfaatkan untuk mengerjakan tugas, diskusi kelompok, dan rapat organisasi. Artinya ada makna dan nilai serta tanda tersendiri bagi mereka yang datang ke Warung kopi, karena secara sederhana aktivitas mengkonsumsi kopi dapat di lakukan di manapun, bahkan di rumah sebagai contoh sederhananya, namun sampai mengapa masyarakat pada umumnya lebih memilih untuk mengkonsumsi kopi di Warung kopi. Hal ini yang membuat mengapa peneliti ingin melakukan penelitian terkait dengan fenomena warung kopi di Wrung Kopi 42 Andalas. Rumusan masalah Berdasarkan uraian di atas maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut : Bagaimana Fenomena Warung Kopi di Warung Kopi 42 Andalas? Tujuan Penelitian Menganalisis aktifitas konsumsi dalam konsep nilai tanda Di Warung kopi 42 Andalas. Menganalisis tentang Realitas semu dari Warung Kopi 42 Andalas. Menganalisis tentang Fungsi Sosial Dri Warung Kopi 42 Andalas.

6 Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis Manfaat untuk Alamamater yaitu diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi ilmu pengetahuan terhadap seluruh elemen Intelektual yang ada dalam Atmosfir Akademika. Sekurang-kurangnya Penelitian ini dapat berguna sebagai sumbang pemikiran bagi Dunia Ilmu Pengetahuan. Manfaat Praktis Manfaat untuk diri sendiri yaitu diharapkan agar penelitian ini dapat menambah wawasan diri sebagai kaum Intelektual yang peka dengan masalah-masalah sosial. Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan atau dikembangkan lebih lanjut, serta referensi terhadap penelitian yang sejenis. Dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi pengguna atau atau pengunjuk warung kopi terkait dengan dampak-dampak yang ditimbulkan pada saat mengkonsumsi kopi di warung kopi. B. KAJIAN PUSTAKA Konsep Nilai dan Tanda (Jean Baudrillard) Perkembangan kapitalisme lanjut semenjak tahun 1920-an menunjukan perubahan dramatis karakter produksi dan konsumsi dalam masyarakat konsumen. Bila dalam era kapitalisme awal, produksi menjadi faktor dominan yang membentuk pasar kapitalisme kompetitif, maka dalam era kapitalisme lanjut, konsumsi adalah determinan pasar kapitalisme yang juga berubah : semakin bersifat monopolitis. 5 Sejak tahun 1960-an, kedudukan dominasi faktor konsumsi bahkan tidak hanya dalam kawasan ekonomi. Lebih dari era-era sebelumnya, kini konsumsi menjadi motif utama dan penggerak realitas sosial, budaya, bahkan politik. 6 Dalam era ini, segala upaya ditunjukan pada penciptaan dan peningkatan kapitalisme konsumsi melalui permasalahan produk, diferensiasi produk, dan manajemen pemasaran. Iklan, teknologi, kemasan, pameran, media massa dan shopping mall merupakan ujung tombak strategi baru era konsumsi. Inilah awal lahirnya masyarakat konsumen, masyarakat yang dibentuk dan dihidupi oleh konsumsi, yang menjadikan konsumsi sebagai pusat aktivitas kehidupan, dengan hasrat untuk selalu dan selalu mengkonsumsi. Dalam masyarakat konsumen, objek-objek konsumsi yang berupa komuditas tidak lagi sekedar 5 ) Medhy Aginta Hidayat, Menggugat Modernisme (2012 : 59) 6 ) Lihat Kellner (1994:3), Dalam Medhy Aginta Hidayat (2012), hal.59

7 memiliki manfaat nilai guna dan nilai tukar seperti dijelaskan oleh Marx. Namun lebih dari itu, ia kini menandakan status, prestise dan kehormatan (nilai tanda dan nilai-nilai simbol). Nilai tanda dan nilai simbol, yang berupa status, prestise, ekspresi gaya dan gaya hidup, kemewahan dan kehormatan adalah motif utama aktivitas konsumsi masyarakat konsumen. Pergeseran yang terjadi seiring dengan perubahan karakter masyarakat postmodern inilah yang kemudian menarik perhatian Baudrillard untuk mengkajinya secara mendalam. Dalam bukunya For a Critique of The Political Economi of The Sign (1981), Baudrillard menggabungkan semiologi Barthes, pemikiran ekonomi politik Marx, pemikiran Mauss, dan batailletentang sifat non-utilitarian aktivitas konsumsi manusia, serta konsep the society of spectacle Guy Debord, untuk menyatakan bahwa konsep nilai guna dan nilai tukar yng disarankan Marx, kini telah diganti oleh nilai tanda dan nilai simbol. Menurutnya, konsumsi kini telah menjadi faktor fundamental dalam ekologi spesies manusia. 7 Sambil menyanggah pendapat Galbraith yang menyatakan bahwa manusia adalah homo psychoeconomicus, Baudrillard menyatakan bahwa mekanisme sistem konsumsi pada dasarnya berangkat dari sistem nilai tanda dan nilai simbol, dan bukan karena kebutuhan dan hasrat mendapat kenikmatan (Baudrillard, 1970 : 47). Masyarakat konusmsi yang berkembang saat ini adalah masyarakat yang menjalankan logika sosial konsumsi, dimana kegunaan dan pelayana bukanlah motiv terakhir dari tindakan konsumsi. Melainkan lebih kepada produksi dan manupulasi penandaan-penandaan sosial. Individu mnerima identitas mereka dalam hubunganya dengan orang lain bukan dari siapa dan apa yang dilakukanya, namun dari tanda dan makna yang mereka konsumsi, miliki dan tampilkan dalam interaksi sosial. Dalam masyarakat konsumen tanda adalah cerminan aktualisasi dari individu yang paling meyakinkan. Ruang Simulakrum atau Simulasi (Realitas Semu) Semua yang nyata kini semua menjadi simulasi. Kini, dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang dhasyat, menurut Baudrillard, tidak hanya nila-nilai sublim dan luhur yang menguap, tapi bahkan realitas itu sendiri. Realitas kini tidak hanya sekedar dapat diceritakan, dipresentasikan, dan disebarluaskan. Lebih jauh, realitas kini dapat dibuat, direkayasa, dan disimulasi. Dalam realitas buatan, realitas simulasi ini, segala sesuatu bercampur baur, bersilang-sengkarut. Realitas-realitas buatan adalah ciri zaman ini, sebuah tanda zaman tengah menjelangnya sebuah era kebudayaan baru : kebudayaan postmoder. Dengan mengambil ahli 7 ) Lihat Baudrillard (1970), Dalam Medhy Aginta Hidayat (2012), hlm.62

8 dan mengembangkan gagasan para pendahulunya : semiologi Saussure, Fetisise komoditas Marx, teori Defferance Derrida, mitologi Barthes, serta geneologi Foucault, Baudrillard mencoba membaca karakter khas masyarakat barat. 8 Melalui bukunya yang banyak menarik perhatian, simulation (1983), Baudrillard memaparkan kondisi sosial budaya masyarakat barat yang disebutnya tengah berada dalam dunia simulakra, simulakrum dan simulasi. Inilah dunia yang terbangun dari konsekuensi relasi perkembangan ilmu dan teknologi, kebudayaan kapitalisme lanjut, konsumerisme serta runtuhnya narasi-narasi besar modernisme. Baudrillard menyatakan bahwa paradigma modernisme yang berdiri diatas logika produksi serta disuarakan Marx kini suda tidak relevan lagi. Jika era pra-modern ditandai dengan logika pertukaran simbolik ( symbolic exchange), era modern ditandai dengan logika produksi, maka kini, menjelang era baru, yakni era postmodern, yang ditandai denga era simulasi. Bersamaan dengan lahirnya era postmodern, menurut Baudrillard, maka prinsipprinsip modernisme pun tengah menghadapi saat-saat kematianya. Dalam bahasanya yang khas, Baudrillard mengumandangkan berakhirnya modernisme dengan logika produksinya. 9 Dalam era postmodern, prinsip simulasi menjadi panglima, dimana reproduksi (dengan teknologi informasi, komunikasi dan industri pengetahuan) menggantikan prinsip produksi, sementara permainan tanda dan citra mendominasi hampir seluru proses komunikasi manusia. Dalam masyarakat simulais seperti ini, segala sesuatu ditentuka oleh relasi tanda, citra dan kode. Tanda adalah segalah sesuatu yang mengandung makna, yang mengikuti teori semiologi saussurean memiliki dua unsur, yakni penanda (bentuk) dan petanda ( makna). Citra adalah segala sesuatu yang nampak oleh indra, namun sebenarnya tidak memiliki eksistensi subtansial. Sementara kode adalah cara pengkombinasian tanda yang disepakati secara sosial, untuk memungkinkan satu pesan dapat disampaikan dari seseorang kepada orang yang lain (piliang 1998: 13). 10 Dalam dunia simulasi, identitas seseoreang misalnya, tidak lagi ditentukan oleh dan dari dalam dirinya sendir. Identitas kini lebih ditentukan oleh konstruksi tanda, citra dan kode yang membentuk cermin bagaiman seorang individu memahami diri mereka hubunganya dengan orang lain. Lebih lanjut, realitas-realitas ekonomi, politik, sosial dan budaya, kesemuanya diatur oleh logika simulasi 8 ) Lihat Rojek (1993), Dalam Medhy Aginta Hidayat (2012), hlm.73 9 ) berakhirnya kerja. Berakhirnya produksi. Berakhirnya ekonomi politik. Berakhirnya dialektika penanda/petanda yang meproduksi akumulasi pengetahuan dan makana, dan sintagma linear serangkaian diskursus. Era kematian dialektik simultan antara nilai tukar/nilai guna yang memungkinkan proses akumulasi kapital dan produksi. Era kematian diskursus linear. Era kematian mekanisme perdagangan linear. Era kematian era klasik imperium tanda. Era kematian era produksi (Baudrillard, 1983:20) 10 ) Lihat Piliang (1998), Dalam Medhy Aginta Hidayat Menggugat Modernisme (2012), hlm.74

9 ini, diman kode an model-model menentuka seorang harus bertindak dan memahami lingkunganya. Simulakra Orde Pertama Simulakra orde pertama berlangsung semenjak era Renaisans-feodal hingga permulaan revolusi industri. Dalam orde ini, realitas dunia dipahami berdasarkan prinsip hukum alam, dengan ciri ketertiban, keselarasan, hirarki alamiah serta bersifat Transenden. Alam menjadi pendukung utama sekaligus determina kebudayaan. Tanda-tanda yang di produksi dalam orde ini adalah tanda-tanda yang mengutamakan integrasi antara fakta dan citra secara serasi dan seimbang. Hal ini berkaitan erat dengan kehendak manusia zaman itu untuk mempertahankan struktur dunia yang alamiah. Dengan demikian, prinsip dominasi yang menjadi ciri simulakra orde pertama adalah prinsi representasi. Bahasa, objek, dan tanda adalah tiruan dari realitas alamiah yang dibentuk secara linear dan tunggal. Sebagi tiruan, bahasa, objek dan tanda masi memiliki jara dengan objek aslinya. 11 Simulakra Orde Kedua Simulakra orde kedua, berlangsung bersamaan dengan semakin gemurunya era industrialisasi yang merupakan konsekuensi logis revolusi industri. Revolusi industri, disatu sisi telah memberikan sumbangan terbesar bagi perkembangan kebudayaa. Namun disisi lain, revolusi industri juga telah menimbulkan ekses-ekses negatif bagi kebudayaan. Logika produksi, yang menjadi prinsi simulakra orde kedua, telah mendorong perkembangan teknologi mekani sampai pada batasanya yang terjauh. Mengikuti Walter Benjamin, dalam esainya, The Word Art in The Era of Mechanical Reproduction (1969), Baudrillard menyatakan bahwa denga teknologi reproduksi mekanik sebagai media dan prinsip produksi, objek-objek alamiah telah kehilangan aurah dan sifat transendensinya. Objek kini bukan lagi tiruan yang berjarak dari objek asli, melainkan sepenuhnya sama persis seperti yang asli. Dengan kemjuan teknologi reproduksi mekanik inilah, prinsip komoditas dan produksi masa menjadi ciri dominan era simulakra orde kedua. Simulakra Orde Ketiga Simulakra Orde Ketiga, lahir sebagai konsekuensi logis perkembangan ilmu dan teknologi informasi, komunikasi global, media masa, konsimerisme dan kapitalisme pada era 11 ) Lihat Kellner (1994: 103), Dalam Medhy Aginta Hidayat Menggugat Modernisme (2012), hlm.76

10 paska perang dunia kedua. Lebih dari pada masa-masa sebelumnya, pada orde ini relasi berbagai unsur struktur budaya mengalami perubaha mendasar. Tanda, citra, kode, dan subjek budaya tidak lagi meruju pada refrensi dan realitas yang ada. Simulakra orde ketiga ini ditandai dengan hukum struktural. Tanda membentuk struktur dan memberi makna realitas. Inilah era yang disebut Baudrillard sebagai era simulasi. Simulakra Orde Keempat atau Orde Fraktal (Baudrillard) Istilah fraktal, dipinja Baudrillard dari bidang matematik, yakni sebuah proses perkembangbiakan nilai-regular dalam keacakan matematis. Orde fraktal menunjukan pada suatu kondisi keacakan dimana batas-batas antara baerbagai hal melebur dan berubah menjadi sekadar permainan bebas diantara berbagai hal tersebut. Sebagai contoh paling umum, baudrillard menyatakan bahwa dewasa ini masalah seksualitas tidak lagi sebatas berada dalam wilayah seksualitas, namun dapat ditemukan hampir disemua aspek kehidupan. Atau masalah politik, yang kini telah memasuki wilayah-wilayah lain seperti ekonmi, sosial, teknologi, dan seni. Dalam era simulasi ini, realitas tidak lagi memiliki eksistensi. realitas telah melebur menjadi satu dengan tanda, citra, dan model-model reproduksi. Tidak mungkin lagi kita menemukan referensi yang real, membuat pembedaan antara representasi dan realitas, citra dan kenyataan, tanda dan ede, serta yang semu dan yang nyata. Yang ada hanyalah campur aduk diantara semuanya. Sebuah realitas yang tak lagi memiliki referensi. 12 Teori orde simulakra Baudrillard ini, dalam beberapa tingkatan, bisa dipandang sebagai suatu konsepsi baru proses perkembangan sosial yang berakar pada prinsip perubahan karakter objek-objek reproduksi. Dalam perkembanganya kemudian, melalui bukunya Transparency of Evil (1993), Baudrillard mengemukakan satu orde baru yang disebutnya sebagai orde keempat atau orde Fraktal. Istilah fraktal, di pinjam Baudrillard dari bidang matematika. Yakni sebuah proses perkembangbiakan nila-reguler dalam keacakan matematis. Orde fraktal menunjukan pada suatu kondisi keacakan dimana batas-batas antara berbagai hal melebur dan berubah menjadi sekadar permainan bebas diantara berbagai hal tersebut. Sebagai contoh paling umum, baudrillard menyatakan bahwa dewasa ini masalah seksualitas tidak lagi sebatas berada dalam wilayah seksualitas, namun dalat ditemukan hampir disemua aspek kehidupan. Atau masalah politik, yang kini sudah memasuki wilayahwilayah lain seperti ekonomi, sosial, teknologi, dan seni. 12 ) Bukan berarti yang satu simulakrum kemudian yang lain realitas. Apa yang kita alami sekarang adalah hilangnya acuan segala sesuatu. Yang ada hanyalah simulakra (Baudrillard, 1983: 86)

11 Fungsi Sosial Fungsi sosial oleh suharto dkk (2009, h.28) diartikan sebagai kemampuan orang (individu, keluarga, kelompok atau masyarakat) dan sistem sosial (lembaga dan jaringan sosial) dalam memenuhi atau merespon kebutuhan dasar, menjalankan peran sosial serta menghadapi goncangan dan tekanan (shocks and stresses). Pada suatu ketika, ada kalanya seseorang mengalami gangguan fungsi sosial yang disebabkan oleh beberapa faktor (Sofa, 2008). 13 antara lain : 1. Apabila ada kebutuhan yang tidak terpenuhi 2. Fungsi sosial menjadi terganggu apabila ada kebutuhan yang tidak terpenuhi 3. Apabila seseorang mengalami gangguan kesehatan, kedudukan yang berat, penderitaan yang lain sebagai akibat bencana alam maka fungsi sosialnya akan terganggu (Sofa, 2008) C. METODE PENELITIAN Berdasarkan judul penelitian ini, yaitu Fenomena Warung Kopi (Suatu Penelitian di Warung Kopi 42 Andalas Kota Gorontalo), Adapun lokasi penelitian yang peneliti pilih yaitu di Warung Kopi 42 Andalas Kota Gorontalo. Dengan alasan: (1) Peneliti memilih lokasi ini karena sepengetahuan penulis belum ada yang melakukan penelitian terkait dengan fenomena Warung kopi khususnya di Kota Gorontalo. (2) karena lokasi penelitian ini mudah dijangkau oleh peneliti dan tidak memerlukan biaya yang tinggi untuk menjangkaunya. Sehingga peneliti mengalami kemudahan dalam melakukan penelitian ini. (3) Dari pengetahuan peneliti bahwa sejauh ini belum ada yang melakukan penelitian sehubungan dengan masalah yang akan diteliti di Warung Kopi tersebut. Adapun waktu perencanaan awal dilakukannya penelitian ini dilakukan pada tanggal 10 Maret sampai dengan 10 Mei Waktu penelitian ini juga menyesuaikan dengan proses penyusunan dan bimbingan proposal penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Sehingga waktu penelitian yang telah ditetapkan tidaklah mutlak, akan tetapi dapat berubah suatu waktu sesuai dengan telah dilakukannya ujian proposal penelitian. Metode penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan pendekatan deskritif dan jenis penelitiannya adalah interpretif dasar. Metode penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang berupaya untuk memahami dan membuat mengerti mengenai suatu fenomena 13 ) Prinda Kartika Mayang Ambari, Hubungan antara dukungan keluarga dengan keberfungsan sosial pada pasien Skizofrenia pasca perawatan di rumah sakit, (Skripsi Sarjana,Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro, Semarang,2010), hal.8

12 dari sisi perspektif partisipan. 14 Sedangkan menurut Patton, penelitian kualitatif adalah sebuah usaha untuk memahami situasi dalam keunikan mereka sebagai bagian sebuah konteks khusus dan interaksi yang terjadi di sana. 15 Dalam metode penelitian ini, teknik pengumpulan datanya dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis datanya bersifat induktif, serta hasil penelitiannya lebih menekankan pada suatu makna daripada generalisasi. 16 Sementara itu, penelitian kualitatif interpretif dasar merupakan suatu penelitian kualitatif yang menunujukkan karakteristik penelitian di mana peneliti tertarik dalam memahami bagaimana partisipan membentuk makna terhadap situasi atau fenomena, makna ini diperantarai melalui peneliti sebagai instrumen, strateginya adalah induktif, dan hasilnya adalah deskritif. Dalam melakukan jenis penelitian ini, peneliti mencoba menemukan dengan menjelajahi dan memahami sebuah fenomena, sebuah proses, perspektif dan cara berpikir, bertindak dan keyakinan (worldview) orang-orang yang terlibat dalam penilitian, atau sebuah kombinasi dari semua hal tersebut. Data dalam penelitian ini dianalisa secara induktif untuk mengidentifikasi pola berulang atau topik-topik yang sering muncul di setiap data yang dikumpulkan. 17 Ada beberapa proses yang harus dilakukan oleh peneliti ketika akan melakukan pengumpulan data, proses-proses pengumpulan data tersebut pada dasarnya adalah untuk mengatasi apabila terdapat kemandekkan atau kebingungan untuk mengupulkan data ketika dilokasi penelitian. Hal ini akan terjadi kepada peneliti apabila sebelum terjun ke lapangan tanpa pembekalan studi sebelumnya terlebih dahulu. Menurut Rudito dan Budimanta, prosesproses tersebut di antaranya terdiri atas: 18 Menetapkan batas-batas penelitian yang terdiri dari: lokasi (tempat penelitian akan dilaksanakan), pelaku (orang atau pihak-pihak yang akan diamati atau diwawancarai, peristiwa (apa yang akan diamati atau wawancarai), dan proses (sifat kejadian yang dilakukan pelaku di dalam lokasi). Starategi yang akan dilakukan, diantaranya: mengumpulkan informasi dengan pengamatan, wawancara, dokumen-dokumen dan bahan visual lain yang dibutuhkan sebagai data. 14 ) Sharan B. Merriam, dkk., Qualitative Research in Practice, CA: Josey-Bass, San Fransisco, 2002, hlm ) Ibid., hlm ) Sugiyono, Penelitian Kualitatif, CV Alvabeta, Bandung, 2013, hlm ) Ibid., hlm ) B. Rudito, dan M. Famiola, Social Maping-Metode Pemetaan Sosial: Teknik Memahami Suatu Masyarakat atau Komuniti, Rekayasa Sains, Bandung, 2013, hlm

13 Menetapkan aturan untuk mencatat informasi. Menurut Creswell, pada tahap ini disarankan untuk membuat catatan yang terbagi-bagi dalam bentuk obyek yang akan dicatat yang terjadi dari potret informan, rekonstruksi dialog, penjelasan latar fisik, laporan kejadian khusus dan kejadian yang ada. Sejak mulanya peneliti berusaha untuk mencari makna data yang disimpulkannya. Untuk itu peneliti mencari pola, tema, hubungan, persamaan, hal-hal yang sering timbul, hipotesis, dan sebagainya. Jadi data yang diperoleh peneliti, sejak awal mencoba mengambil kesimpulan. Kesimpulan itu mula-mula masih sangat tentatif, kabur, diragukan, akan tetapi dengan bertambahnya data, maka kesimpulan itu lebih gorunded. Jadi kesimpulan senantiasa harus diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi dapat singkat dengan mencari data baru, dapat pula lebih mendalam bila penelitian dilakukan oleh suatu team untuk mencapai inter-subjective consensus yakni persetujuan bersama agar lebih menjamin validitas atau confirmability. 19 D. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil uraian dan penjelasan terkait dengan penelitian tentang fenomena warung kopi, peneliti menarik tiga rumusan masalah yang ada, yang pertama melihat bagaimana fenomena warung kopi 42 andalas yakni aktivitas konsumsi dalam konsep nilai dan tanda yang ada di warung kopi 42 andalas, kedua melihat bagaimana ruang simulakrum/simulasi yang ada di warung kopi 42 andalas dan yang ketiga melihat bagaimana fungsi sosial yang terjadi di warung kopi 42 andalas. Gorontalo sebagai bangsa yang lahir dan berdiri berkat nasioanalisme lokal. Sebelum berdiri formal tahun 1942, Gorontalo belum ada. Saat itu yang ada adalah linula-linula yang mempunyai coraknya masing-masing. Ketika gorontalo ditegakkan, kerumunan tadi bermetamorfosa menjadi Gorontalo. Tampak jelas bahwa gorontalo berupa federasi kultural, gabungan linula, kesatuan marga feodal dengan sikap kebudayaanya masing-masing. 20 Ternyata nasionalisme lokal yang ditancaplkan tanggal 23 januari 1942 itulah yang mempersatukan berbagai aliran, marga, bahasa, egosektoral dan teritori menjadi satu bangsa; Gorontalo. Maka sesungguhnya nasionalis Gorontalo adalah nasionalisme yang berakar pada aliran, marga, bahasa, ego sektoral dan teritori. Sifat multikultural itu sepantasnya tetap terjaga, eksis bersama, tumbuh kembang bersama pula Lenyapnya atau tertekanya satu unsur kebudayaan tertentu akan menyebabkan sakitnya kebudayaan dan peradaban kita sebagai satu 19 ) Ibid., hlm ) Lihat Funco Tanipu, Raut Muka Gorontalo (HPMIG Press, 2008)

14 keutuhan. 21 Terlepas dari sejarah Gorontalo yang begitu besar nilai Nasionalismenya, masyarakat Gorontalo juga masih mewarisi tradisi yang secara turun temurun tetap ada, yakni tradisi mengkonsumsi kopi. Kopi memang telah menjadi bagian erat dalam kehidupan masyrakat Gorontalo. Fenomena warung kopi muncul sebagai wahana sejarah baru yang selalu di rekonstruksikan tidak hanya pada orientasi Transaksionitis-nya, pola-pola estetis dan gaya yang khas, tetapi juga makna yang kini fungsinya semakin mendapatkan legitimasi dihati publik masyarakat. Selain terjangkau harganya, nilai estetis sebuah warung kopi juga menjadi hiburan yang tak tergantikan dari kehidupan harian masyarakat Gorontalo. Secara di sadari atau tidak, warung kopi telah menjadi tanda yang mengukuhkan sebuah identitas baru, mulai bertemunya beragam orang, lembaga, status sosial, dan bahkan identitas yang multikultur sekaligus. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas mengkonsumsi kopi di warung kopi sudah bukan menjadi hal untuk mengkonsumsi kopi melainkan ada nilai-nilai tersendir sampai mengapa kebanyakan orang lebih memilih mengkonsumsi kopi di warung kopi. Sama halnya dengan Warung kopi yang terletak di jalan Jhon Aryo Katili, Kelurahan Paguyaman, Kecamatan Kota tengah Gorontalo, yaitu Warung kopi 42 Andalas. Bapak Oneng Iskandar merupakan pemilik warkop 42 andalas. Warkop 42 andalas resmi berdiri pada tanggal 9 November 2014, latar belakang sampai mengapa bapak Oneng Iskandar membuka usaha warkop ini adalah dari minatnya yang cukup besar di dunia bisnis, ia ingin membuat suatu tembat ataupun usaha yang mana dapat menarik minat pengunjung untuk dapat berkumpul dan menikmati usaha yang nantinya ia akan buka. Sampai akhirnya ia membuka usaha warung kopi, yang di beri nama Warung Kopi 42 Andalas. Warung kopi yang buka 24 jam ini, memiliki pengunjung yang mayoritas adalah kaum muda, dimana waktu yang paling ramain di kunjungi sekitar jam 4 sore sampai dengan larut malam. E. KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana telah di uraikan pada bab-bab sebelumnya pada bagian akhir penulisan skripsi ini dapat ditarik beberapa poin yang berupa kesimpulan sebagai berikut : Proses terbentuknya penilaian konsumen warung kopi 42 terhadap gaya hidup ngopi, disalurkan warungkopi 42 melalui nilai tanda yang dimilikinya. Adapun 21 ) Ibid.,

15 nilai tanda tersebut seperti halnya tata ruang yang baik, desain interior yang mewah, serta berbagai fasilitas maupun sistem pelayanan warung kopi 42. Dari segala tanda-tanda yang dimiliki warung kopi 42, maka menghasilkan simulakrum yang menyebabkan terciptanya sebuah pandangan imajiner bagi konsumen akan sebuah tempat ngopi yang elit dan ekslusif. Maka hal tersebut sesuai dengan apa yang di sebut simulasi oleh Jean P Baudrillard. Kecendrungan pergeseran fungsi warung kopi dimata konsumen yang bukan lagi di dasari oleh kebutuhan dan kegunaan melainkan pada hasrat untuk dapat menampilkan prestise, status sosial, dan lain sebagainya telah menghasilkan sebuah realitas semu. Fungsi dari warung kopi pada uumnya mengalami pergeseran dari nilai guna setelah munculnya coffe shop seperti wrung kopi 42. Karena semula konsumen mengunjung warung kopi guna mendapatkan secangkir kopi untuk di konsumsi, akan tetapi dengan munculnya warung-warung kopi yang menyajikan kesan mewah seperti warung kopi 42, telah bergeser kearah kepentingan lain. warung kopi 42 tidak hanya menawarkan kopi sebagai produk utamanya, akan tetapi secara tidak langsung juga memberikan makna bagi konsumenya yakni sebuah aktivitas konsumsi yang ekslusif. Dalam artian apa yang di tampilkan konsumen warung kopi 42 saat melakukan aktivitas konsumsi adalah sebuah cerminan gaya hidup. Namun tidak dapat di pungkiri bahwa warung kopi 42 Andalas juga memberikan dampak positif dimana dengan adanya warung kopi tersebut telah banyak terjadi interaksi antar manusia di tempat tersebut yang bisa di sebut sebagai fungsi sosial, mengapa demikian, semua itu karena warung kopi 42 sering menjadi tempat pertemuan orang, tempat diskusi organisasi-organisasi ataupun kelompok-kelompok muda. Saran Berdasarkan dari hasil uraian pembahasan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan saran sebagai berikut: Harapkan dari peneliti bahwasanya Warung kopi-warung kopi khususnya yang ada di gorontalo dapat memberikan kesan sederhana, agar tidak ada yang namanya pembedaan antara seluruh elemen masyarakat, karena mengkonsumsi kopi pada umunya adalah suatu kebudayaan atupun aktivitas yang sudah ada sejak dahulu.

16 Di harapkan pemerintah daerah dalam hal ini dapat memberikan suatu ruang kebersamaan dalam hal ini untuk meningkatkan tali persaudaraan antar sesama, dengan membuatkan suatu wadah ataupun tempat dimana seluruh masyarakat dapat menikmati kopi tanpa ada kepentingan lain. Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sumber referensi bagi peneliti yang akan melakukan penelitan menyangkut tentang Fenomena Warung kopi yang ada di indonesia umumnya dan di Gorontalo khususnya. Serta Penelitian ini semoga dapat menjadi bahan menjadi bahan bacaan yang baik dan mampu menambah wawasan kita dalam membagun cakrawala berpengetahuan antar sesama masyarakat pada umumnya.

17 DAFTAR PUSTAKA Buku : Hidayat, M A, Menggugat Modernisme : Mengenali Tentang Pemikiran Postmodernisme Jean Baudrlillard. Yogyakarta : Jalasutra Tanipu, Funco. Raut Muka Gorontalo. Yogyakarta: HMPIMG PRESS, Emzir Metode Penelitian Kualitatif Analisi Data. Jakarta : Raja Ritzer, G Teori Sisial Postmodern. Yogyakarta: Kreasi Wacana Piliang, Y A Sebuag dunia yang dilipat. Bandung : mizan Saputra, E Kopi; dari sejarah, Efek bagi kesehatan tubuh dan gaya hidup. Yogyakarta : harmoni, Grafindo Suyanto, M Smart in Entrepreneur: Belajar dari kesuksesan Pengusaha Top Dunia. Yogyakarta: ANDI Ritzer, G Teori Sosial Postmodern. Yogyakarta: kreasi wacana Sugiono. Penelitian Kualitatif. Bandung : CV Alvabeta, Emzir Metode Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta : Raja Nasution, B. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung : Tarsito, Rudito B, M Famiola. Social Maping-Metode Pemetaan Sosial : Teknik Memahami Suatu Masyarakat Atau Komuniti. Bandung : Rekayasa Sains, Merriam, Sharan B. dkk. Qualitative Research in Practice. San Fransisco : Josey-Bass, Ritzer, George, 2012, Teori Sosiologi Dari Sosiologi Klasik Sampai Terakhir Postmodern, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Perkembangan Soekanto, Soejono, 2012, Sosiologi Suatu Pengantar, Rajawali Press, Jakarta. Sugiyono, 2013, Penelitian Kualitatif, CV Alfabeta, Bandung Haryanto, Agung T., dan Sujatmiko, Eko, 2012, Kamus Sosiologi Menurut Istilah-Istilah Esensial Di Bidang Sosiologi Definisi Ringkas, Disertai Penjelasan Tambahan Di Lengkapi Linimas Dan Biografi Tokoh Sosiologi, Aksara Sinergi Media, Surakart Jurnal/literatur ilmiah/skripsi : Nurazizi, Reza. Kedai Kopi Dan Gaya Hidup Konsumen : Analisis Simulacrum Jean P Baudrillard Tentang Gya Hidup Ngopi di Excelso. Skripsi Sarjana, Fkultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang, 2013.

18 Arief, Kamardi. Fungsi Sosial Ekonomi Pasar Tradisional : Studi Tentang Pasar Tradisional Lebak Keranji, Kelurahan Bukit Lama Kecamatan Ilir Barati Palembang. Skripsi Sarjana, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sriwijaya, Palembang, Hendrasta. Makna Pelayanan Perempuan Warung Kopi Bagi Masyarakat Desa Gebang Kecamatan Pakel Kbupaten Tulungagung. Skripsi Sarjana, Universitas Brawijaya, Malang, Khoironi, Fidagta. Ekspresi Keberagaman Komunitas Warung Kopi : Analisis Profil Komunitas Warung Kopi Blandongan di Yogyakarta Skripsi Sarjana, Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Kartika, Prinda. Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Keberfungsian Sosial pada pasien skizofrenia pasca perawatan di rumah sakit. Skripsi Sarjana, Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro, Semarang, Internet : ( pada tanggal 2/05/2015) diakses diakses pada tanggal 21/5/2013)

BAB I PENDAHULUAN. formal tahun 1942, Gorontalo belum ada. Saat itu yang ada adalah linula-linula yang

BAB I PENDAHULUAN. formal tahun 1942, Gorontalo belum ada. Saat itu yang ada adalah linula-linula yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gorontalo sebagai bangsa lahir dan berdiri berkat nasioanalisme lokal. Sebelum berdiri formal tahun 1942, Gorontalo belum ada. Saat itu yang ada adalah linula-linula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Budaya minum kopi di Indonesia sudah berkembang sejak lama, sejak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Budaya minum kopi di Indonesia sudah berkembang sejak lama, sejak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya minum kopi di Indonesia sudah berkembang sejak lama, sejak pertama kali Sistem Tanam Paksa oleh pemerintah Belanda, mulanya minum kopi merupakan kebiasaan yang

Lebih terperinci

Kata Kunci: Teknologi Simulasi, Simulasi Desain, Realitas Virtual, Citra, Posrealitas.

Kata Kunci: Teknologi Simulasi, Simulasi Desain, Realitas Virtual, Citra, Posrealitas. DESAIN DENGAN CITRA SIMULASI, SEBUAH INTEGRASI TEKNOLOGI SECARA ESTETIK Oleh I Gede Mugi Raharja Program Studi Desain Interior Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar ABSTRAK Sejak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Makanan dalam pandangan sosial budaya, memiliki makna yang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Makanan dalam pandangan sosial budaya, memiliki makna yang lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Makanan dalam pandangan sosial budaya, memiliki makna yang lebih luas dari sekedar sumber nutrisi. Terkait dengan kepercayaan, status, prestise, kesetiakawanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diferensiasi social yang tercipta dari relasi konsumsi. 1 Konsumsi pada era ini

BAB I PENDAHULUAN. diferensiasi social yang tercipta dari relasi konsumsi. 1 Konsumsi pada era ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada zaman yang serba modern ini kehidupan masyarakat sering kali berubah-ubah tanpa ada yang bisa mengontrolnya. Masyarakat seperti dipaksa menuju masyarakat post

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Wartawan atau jurnalis merupakan orang yang bertugas atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Wartawan atau jurnalis merupakan orang yang bertugas atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wartawan atau jurnalis merupakan orang yang bertugas atau bekerja untuk mencari, mengumpulkan, memilih, mengolah berita dan menyajikannya secara cepat kepada

Lebih terperinci

3.1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

3.1. Jenis dan Pendekatan Penelitian Akibat perkembangan jaman dan krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia, membuat gaya hidup seseorang untuk mencari suatu hiburan menjadi berubah. Waktu mereka habis hanya untuk bekerja dan belajar sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. warung kopi modern sekelas Starbucks. Kebiasaan minum kopi dan. pertandingan sepak bola dunia, ruang pertemuan, live music dan lain

BAB I PENDAHULUAN. warung kopi modern sekelas Starbucks. Kebiasaan minum kopi dan. pertandingan sepak bola dunia, ruang pertemuan, live music dan lain BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Warung kopi adalah tempat yang mudah dijumpai hampir di seluruh wilayah belahan dunia, mulai dari warung kopi tradisional sampai kepada warung kopi modern

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. hanya bersifat fungsional untuk mengisi perut namun juga memenuhi lifestyle.

BAB V PENUTUP. hanya bersifat fungsional untuk mengisi perut namun juga memenuhi lifestyle. BAB V PENUTUP A. Simpulan Sifat konsumtif merupakan suatu yang wajar dan pasti dimiliki oleh setiap manusia. Wedangan modern telah membuat pergeseran fungsi makan dari awalnya yang sebagai pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

dapat dilihat bahwa media massa memiliki pengaruh yang besar dalam

dapat dilihat bahwa media massa memiliki pengaruh yang besar dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang- Undang No 33 tahun 2009 dalam pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gaya hidup secara luas didefenisikan sebagai cara hidup yang diidentifikasikan

BAB I PENDAHULUAN. Gaya hidup secara luas didefenisikan sebagai cara hidup yang diidentifikasikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gaya hidup secara luas didefenisikan sebagai cara hidup yang diidentifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka, apa yang mereka pikirkan tentang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Tinjauan tentang Media Sosial Instagram Media sosial merupakan salah satu produk hasil dari perkembangan- perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi masa kini.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Banda Aceh. Selain sebagai sentral informasi, warung kopi juga dapat

BAB V KESIMPULAN. Banda Aceh. Selain sebagai sentral informasi, warung kopi juga dapat 78 BAB V KESIMPULAN Warung kopi merupakan salah satu tempat yang penting bagi masyarakat Banda Aceh. Selain sebagai sentral informasi, warung kopi juga dapat merepresentasikan gaya hidup masayarakat Aceh.

Lebih terperinci

untuk penampilan mereka yang nantinya akan menunjukkan identitas mereka.

untuk penampilan mereka yang nantinya akan menunjukkan identitas mereka. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di masa kontemporer, identitas adalah suatu permasalahan yang sangat menarik untuk dikaji. Identitas manusia dalam skripsi ini berusaha penulis bahas dalam lingkup

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan 533 BAB VI KESIMPULAN A. Kesimpulan Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan sebagai landasan relasi manusia-tuhan-alam semesta.

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. perkembangan industri jasa dirasakan cukup dibutuhkan oleh masyarakat luas.

Bab I PENDAHULUAN. perkembangan industri jasa dirasakan cukup dibutuhkan oleh masyarakat luas. 1 Bab I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan industri jasa sangatlah pesat di negara-negara maju begitu pula halnya dengan Indonesia. Perkembangan dan peranan industri jasa yang makin besar didorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara spesifik Aceh memiliki keistimewaan pada komoditas kopi yang memiliki kualitas tinggi di mata dunia. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Gabungan Eksportir Kopi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diresmikan pada tanggal 20 Mei 2006 bertepatan dengan hari. Shopping Center di jalan Panembahan Senopati Yogyakarta.

BAB I PENDAHULUAN. yang diresmikan pada tanggal 20 Mei 2006 bertepatan dengan hari. Shopping Center di jalan Panembahan Senopati Yogyakarta. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Taman Pintar adalah tempat wisata berbasis pengetahuan dan sains yang diresmikan pada tanggal 20 Mei 2006 bertepatan dengan hari Pendidikan Nasional dengan bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak cafe yang menawarkan konsep one stop shopping pengunjung dapat

BAB I PENDAHULUAN. banyak cafe yang menawarkan konsep one stop shopping pengunjung dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Akibat perkembangan jaman dan krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia, membuat gaya hidup seseorang untuk mencari suatu hiburan menjadi berubah. Waktu mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini rutinitas kegiatan masyarakat meningkat, dapat dilihat dari semakin padatnya kegiatan yang dilakukan setiap harinya. Hal ini dapat menyebabkan mudahnya masyarakat

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. ditemukannya teknologi pencitraan tiga dimensi. Video game memiliki efek

BAB VI PENUTUP. ditemukannya teknologi pencitraan tiga dimensi. Video game memiliki efek BAB VI PENUTUP A. KESIMPULAN Paparan, analisis, dan argumentasi pada Bab-bab sebelumnya menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Video game merupakan permainan modern yang kehadirannya diawali sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan pembelian atas produk ataupun jasa tertentu. Minat konsumen

BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan pembelian atas produk ataupun jasa tertentu. Minat konsumen BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minat untuk mengunjungi suatu tempat didasari dari rencana konsumen untuk melakukan pembelian atas produk ataupun jasa tertentu. Minat konsumen untuk berkunjung ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (untuk selanjutnya bisa disingkat dengan HIK) atau bisa disebut pula dengan

BAB I PENDAHULUAN. (untuk selanjutnya bisa disingkat dengan HIK) atau bisa disebut pula dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Surakarta, salah satu yang begitu populer dan tak dapat dipisahkan dari Kota Bengawan ini adalah Hidangan Istimewa Kampung (untuk selanjutnya bisa disingkat dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif yaitu Pendekatan ini diarahkan pada latar belakang dan individu tersebut secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Kopi merupakan salah satu dari komoditi perkebunan yang dihasilkan Indonesia. Kopi di Indonesia banyak diolah menjadi bahan dasar pembuatan minuman. Olahan minuman kopi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kopi adalah jenis minuman yang dikenal banyak orang. Kopi masuk ke

BAB I PENDAHULUAN. Kopi adalah jenis minuman yang dikenal banyak orang. Kopi masuk ke BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kopi adalah jenis minuman yang dikenal banyak orang. Kopi masuk ke Indonesia sejak tahun 1699 melalui Pulau Jawa dibawa oleh kapitalis Belanda. Mereka membawa kopi jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (http://kbbi.web.id/jilbab). Pada zaman orde baru pemerintah melarang

BAB I PENDAHULUAN. (http://kbbi.web.id/jilbab). Pada zaman orde baru pemerintah melarang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia sehingga banyak ditemui perempuan muslim Indonesia menggunakan jilbab,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rempah-rempah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan dan kebutuhan manusia di dunia. Kehidupan masyarakat Indonesia pun sangat dekat dengan beragam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan istilah ilmiah, saling berinteraksi. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN, REFLEKSI, DAN REKOMENDASI. Bab ini akan mendiskusikan kesimpulan atas temuan, refleksi, dan juga

BAB 6 KESIMPULAN, REFLEKSI, DAN REKOMENDASI. Bab ini akan mendiskusikan kesimpulan atas temuan, refleksi, dan juga BAB 6 KESIMPULAN, REFLEKSI, DAN REKOMENDASI Bab ini akan mendiskusikan kesimpulan atas temuan, refleksi, dan juga rekomendasi bagi PKS. Di bagian temuan, akan dibahas tentang penelitian terhadap iklan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam latar belakang ini, ada beberapa hal yang akan disampaikan penulis. hal tersebut terkait masalah yang diangkat. masalah atau isu yang diangkat tentunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah Negara dengan latar belakang budaya yang majemuk. mulai dari kehidupan masyarakat, sampai pada kehidupan budayanya. Terutama pada budaya keseniannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surakarta selain dikenal sebagai kota batik, juga populer dengan keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki kekhasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang khas. Kenikmatannya saat ini sudah menjadi bagian dari gaya hidup

BAB I PENDAHULUAN. yang khas. Kenikmatannya saat ini sudah menjadi bagian dari gaya hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kopi merupakan minuman yang di kenal memiliki rasa dan aroma yang khas. Kenikmatannya saat ini sudah menjadi bagian dari gaya hidup sekaligus penghubung dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Manusia merupakan individu yang berdiri sendiri, mempunyai unsur fisik dan psikis yang dikuasai penuh oleh dirinya sendiri. Masing-masing individu tentunya

Lebih terperinci

BAB I PEND AHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Jika berbicara tentang Aceh tentunya salah satu khas dan terkenal yaitu

BAB I PEND AHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Jika berbicara tentang Aceh tentunya salah satu khas dan terkenal yaitu BAB I PEND AHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jika berbicara tentang Aceh tentunya salah satu khas dan terkenal yaitu cita rasa kopinya. Kopi tradisional Aceh memiliki cita rasa yang khas dengan aroma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batik merupakan kerajinan bernilai seni tinggi dan menjadi salah satu warisan budaya Indonesia. Kain batik yang memiliki corak yang beragam serta teknik pembuatannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. golongan pedagang adalah orang-orang yang dalam pekerjaan sehari-harinya

BAB I PENDAHULUAN. golongan pedagang adalah orang-orang yang dalam pekerjaan sehari-harinya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan merupakan suatu kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mencari keuntungan, yang termasuk dalam golongan pedagang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apalagi, seperti yang terjadi saat ini, mall mall berkembang dengan sangat pesat di pusat

BAB I PENDAHULUAN. Apalagi, seperti yang terjadi saat ini, mall mall berkembang dengan sangat pesat di pusat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berjalannya arus globalisasi, masyarakat saat ini lebih memilih mall untuk menghabiskan waktu liburannya, daripada mengunjungi tempat tempat wisata.

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Sensasi kesenangan..., Melati Sosrowidjojo, FIB UI, 2010.

BAB IV KESIMPULAN. Sensasi kesenangan..., Melati Sosrowidjojo, FIB UI, 2010. BAB IV KESIMPULAN Eating out merupakan salah satu alternatif kegiatan waktu luang pada masyarakat perkotaan. Eating out didefinisikan sebagai kegiatan mengkonsumsi makanan yang dilakukan di luar rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara geografis, letak Indonesia yang terbentang dari sabang sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. Indonesia yang terkenal dengan banyak pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan Dewasa ini rutinitas manusia yang meningkat ditandai dengan padatnya aktivitas sehari-hari mampu membuat suasana penat dalam pekerjaan. Banyak orang yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. harus dihadapi dengan kesiapan yang matang dari berbagai faktor-faktor

BAB 1 PENDAHULUAN. harus dihadapi dengan kesiapan yang matang dari berbagai faktor-faktor BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi, perdagangan bebas menjadi suatu fenomena yang harus dihadapi dengan kesiapan yang matang dari berbagai faktor-faktor prooduksi yang dimiliki perusahaan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. itu dibagi menjadi dua macam. Pertama, kebutuhan primer, yaitu kebutuhan

I. PENDAHULUAN. itu dibagi menjadi dua macam. Pertama, kebutuhan primer, yaitu kebutuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang terus memiliki kebutuhan untuk segera dipenuhi, selalu dalam batas kurang dan kurang, dan tidak pernah merasa cukup dengan apa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LAPORAN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LAPORAN TUGAS AKHIR BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beragam budaya dan tradisi Indonesia membuat banyaknya kerajinan tradisional di Indonesia. Contohnya yang saat ini lagi disukai masyarakat Indonesia yaitu kerajinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis untuk bisa tetap eksis di bidang usahanya. Secara umum tujuan dari pelaku

BAB I PENDAHULUAN. bisnis untuk bisa tetap eksis di bidang usahanya. Secara umum tujuan dari pelaku BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi saat ini ketatnya persaingan pasar dan tingginya pertumbuhan jumlah bisnis di Indonesia setiap tahun tentu menuntut para pelaku bisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Life style atau gaya hidup, salah satu unsur penting di kalangan masyarakat modern. Gaya hidup sudah menjadi bagian dari salah satu ciri-ciri masyarakat modern, yang

Lebih terperinci

diarahkan untuk memenuhi tujuan tersebut.

diarahkan untuk memenuhi tujuan tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi menjanjikan suatu peluang dan tantangan bisnis baru bagi perusahaan yang beroperasi di Indonesia. Di satu sisi, eraglobalisasi memperluas pasar produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berimpitan, lokasi penduduk padat, dan sarana-prasarana memadai serta

BAB I PENDAHULUAN. yang berimpitan, lokasi penduduk padat, dan sarana-prasarana memadai serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika kota memberikan dampak tersendiri, dimana perkembangan kota secara alamiah melahirkan kegembiraan untuk menjadi daya tarik dan pusat pendidikan, ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk budaya, berbicara mengenai makhluk budaya tentu saja kita akan kembali membahas tentang asal muasal manusia atau hakikat dari manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Jepang merupakan salah satu negara yang mempunyai kebudayaan dan tradisi yang cukup dikenal oleh negara lain. Kebudayaan Jepang berhasil disebarkan ke berbagai negara

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam menyelesaikan persoalan penelitian dibutuhkan metode sebagai proses yang harus ditempuh oleh peneliti. Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar belakang

1 PENDAHULUAN. Latar belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar belakang Di Indonesia, kopi menjadi komoditas perkebunan yang sangat digemari oleh penduduk. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan konsumsi kopi di Indonesia secara keseluruhan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai dengan perkembangan jaman cafe telah memiliki banyak konsep.

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai dengan perkembangan jaman cafe telah memiliki banyak konsep. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era modern ini, bisnis cafe merupakan suatu bisnis yang menjanjikan. Pada awalnya cafe hanya berfungsi sebagai kedai kopi, tetapi sesuai dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Munculnya industri coffee shop yang pesat saat ini membawa dampak baru kedalam gaya hidup konsumen. Makna coffee shop saat ini mengalami pergeseran, dimana mengunjungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang semakin arif dan bijaksana. Kegiatan pariwisata tersebut

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang semakin arif dan bijaksana. Kegiatan pariwisata tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pariwisata di Indonesia saat ini telah memberikan sumbangan dalam meningkatkan devisa maupun lapangan kerja. Sektor pariwisata juga membawa dampak sosial,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era moderenisasi saat ini menuntut masyarakat untuk mengikuti

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era moderenisasi saat ini menuntut masyarakat untuk mengikuti BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era moderenisasi saat ini menuntut masyarakat untuk mengikuti setiap perubahan sekecil apapun. Tidak terkecuali terhadap perubahan perilaku seseorang saat ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peradaban manusia selalu berubah menuruti perkembangan pola pikirnya. Dahulu kita mengenal adanya peradaban nomaden yang masih sangat mengandalkan alam untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Musik dangdut merupakan sebuah genre musik yang mengalami dinamika di setiap jamannya. Genre musik ini digemari oleh berbagai kalangan masyarakat Indonesia. Berkembangnya dangdut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Roemah Kopi adalah sebuah cafe yang menggunakan konsep etnik Indonesia sehingga memberikan nuansa yang berbeda dan ini bisa menjadi daya tarik bagi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam BAB V KESIMPULAN 5.1. Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum 2013 Konstruksi Identitas Nasional Indonesia tidaklah berlangsung secara alamiah. Ia berlangsung dengan konstruksi besar, dalam hal ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebahasaan dan keterampilan berbahasa. Pengetahuan kebahasaan meliputi

BAB 1 PENDAHULUAN. kebahasaan dan keterampilan berbahasa. Pengetahuan kebahasaan meliputi 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran bahasa Indonesia secara formal mencakup pengetahuan kebahasaan dan keterampilan berbahasa. Pengetahuan kebahasaan meliputi pembelajaran mengenai asal-usul

Lebih terperinci

Bab 4 PENUTUP. Semenjak berakhirnya kekuasaan Orde Baru (negara) akibat desakan arus

Bab 4 PENUTUP. Semenjak berakhirnya kekuasaan Orde Baru (negara) akibat desakan arus Bab 4 PENUTUP Semenjak berakhirnya kekuasaan Orde Baru (negara) akibat desakan arus liberalisasi, ruang-ruang publik di tanah air mulai menampakkan dirinya. Namun kuatnya arus liberalisasi tersebut, justeru

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dapat terlepas dari modal yang dimilikinya, semakin besar modal yang dimiliki oleh

BAB V PENUTUP. dapat terlepas dari modal yang dimilikinya, semakin besar modal yang dimiliki oleh 180 BAB V PENUTUP Penelitian Pertarungan Tanda dalam Desain Kemasan Usaha Kecil dan Menengah ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut : 5.1. Kesimpulan 5.1.1. Praktik dan Modal Usaha Kecil Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Religiusitas erat kaitannya dengan keyakinan terhadap nilai-nilai keislaman dan selalu diidentikkan dengan keberagamaan. Religiusitas dalam kehidupan seseorang

Lebih terperinci

2015 EKSISTENSI KESENIAN HADRO DI KECAMATAN BUNGBULANG KABUPATEN GARUT

2015 EKSISTENSI KESENIAN HADRO DI KECAMATAN BUNGBULANG KABUPATEN GARUT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian tradisional lahir dari budaya masyarakat terdahulu di suatu daerah tertentu yang terus berkembang secara turun temurun, dan terus dinikmati oleh

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 318 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan capaian hasil penelitian dan pembahasan seperti yang tertuang pada bab IV, bahwa penelitian ini telah menghasilkan dua analisis, pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia yang menempati urutan ke-4. Data ini berasal dari CIA World

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia yang menempati urutan ke-4. Data ini berasal dari CIA World BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia yang menempati urutan ke-4. Data ini berasal dari CIA World Factbook yang memaparkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Toko Sumber Hidangan dibangun pada tahun 1929, didirikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Toko Sumber Hidangan dibangun pada tahun 1929, didirikan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Toko Sumber Hidangan dibangun pada tahun 1929, didirikan untuk memproduksi dan menjual jajanan khas Belanda. Seiring dengan berkembangnya Jalan Braga, Toko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media massa saat ini tidak bisa lepas oleh kehidupan manusia dan telah menjadi konsumsi sehari-hari. Televisi bagian dari media massa elektronik telah mengambil

Lebih terperinci

Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA ANALISIS STRATEGI BISNIS KELUARGA PADA KEDAI KOPI MASSA KOK TONG DI PEMATANGSIANTAR DALAM MENINGKATKAN LOYALITAS

Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA ANALISIS STRATEGI BISNIS KELUARGA PADA KEDAI KOPI MASSA KOK TONG DI PEMATANGSIANTAR DALAM MENINGKATKAN LOYALITAS Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA ANALISIS STRATEGI BISNIS KELUARGA PADA KEDAI KOPI MASSA KOK TONG DI PEMATANGSIANTAR DALAM MENINGKATKAN LOYALITAS PELANGGAN 1. Daftar pertanyaan untuk informan kunci (pemilik)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman yang dimulai dari skala kecil seperti warung-warung

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman yang dimulai dari skala kecil seperti warung-warung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan bisnis di era modern telah berkembang sangat pesat dan mengalami metamorfosis yang berkesinambungan. Setiap pelaku usaha di semua kategori bisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Media televisi merupakan media massa yang sering digunakan sebagai media

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Media televisi merupakan media massa yang sering digunakan sebagai media BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Media televisi merupakan media massa yang sering digunakan sebagai media penyampaian informasi. Kekuatan media massa televisi paling mempunyai kekuatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kegiatan ekonomi melibatkan produksi, distribusi, pertukaran dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam kegiatan ekonomi melibatkan produksi, distribusi, pertukaran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat merupakan pelaku kegiatan ekonomi dimana masyarakat memenuhi kebutuhan hidup mereka terhadap barang dan jasa. Masyarakat dalam kegiatan ekonomi melibatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. proses interaksi sosial. Soekanto (2009:55) menyatakan bahwa, Interaksi sosial

I. PENDAHULUAN. proses interaksi sosial. Soekanto (2009:55) menyatakan bahwa, Interaksi sosial 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam hidup bermasyarakat, akan saling berhubungan dan saling membutuhkan satu sama lain. Kebutuhan itulah yang dapat menimbulkan suatu proses interaksi sosial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan suatu negara dapat tercermin dari perkembangan sektorsektor yang ada di dalamnya, baik di sektor ekonomi, politik, sosial, pariwisata, budaya, dan sebagainya.

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN. 69 Universitas Indonesia. Memori kolektif..., Evelyn Widjaja, FIB UI, 2010

BAB 4 KESIMPULAN. 69 Universitas Indonesia. Memori kolektif..., Evelyn Widjaja, FIB UI, 2010 BAB 4 KESIMPULAN Berbagai bentukan memori seperti memisahkan, mengatasi, dan memasarkan memori telah membangun konstruksi memori kolektif kota Jakarta. Kota Jakarta sejak masa pemerintahan kolonial tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mereka sangat memperhatikan penampilan selain menunjukan jati diri ataupun

BAB I PENDAHULUAN. Mereka sangat memperhatikan penampilan selain menunjukan jati diri ataupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kaum wanita adalah kaum yang sangat memperhatikan penampilan. Mereka sangat memperhatikan penampilan selain menunjukan jati diri ataupun identitas, penampilan juga sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Secara umum metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan keadaan tertentu, yaitu untuk menghasilkan penelitian yang ilmiah dan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas dan terkenal dengan kelezatan kopinya. Kopi telah menjadi bagian

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas dan terkenal dengan kelezatan kopinya. Kopi telah menjadi bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia tidak diragukan lagi memiliki berbagai jenis kopi berkualitas dan terkenal dengan kelezatan kopinya. Kopi telah menjadi bagian dari gaya hidup modern,

Lebih terperinci

manusia serta berkembangnya arus globalisasi menimbulkan adanya pergeseran nilai budaya dari masyarakat sosial menjadi cenderung lebih individual.

manusia serta berkembangnya arus globalisasi menimbulkan adanya pergeseran nilai budaya dari masyarakat sosial menjadi cenderung lebih individual. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan semakin majunya peradaban, kehidupan dan budaya manusia serta berkembangnya arus globalisasi menimbulkan adanya pergeseran nilai budaya dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin bertambah pula aneka ragam kebutuhan barang dan jasa untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. semakin bertambah pula aneka ragam kebutuhan barang dan jasa untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan ekonomi masyarakat yang semakin bertambah berdampak pada semakin bertambah pula aneka ragam kebutuhan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya sebuah karya sastra tentu tidak akan terlepas dari kehidupan pengarang baik karya sastra yang berbentuk novel, cerpen, drama, maupun puisi. Latar belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki jenis kuliner tradisional yang sangat beragam. Kuliner tradisional Indonesia banyak menggunakan berbagai bumbu dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Interaksi sosial orang dengan HIV/AIDS dalam pemudaran stigma diteliti dengan pendeketan kualitatif. Pendeketan ini dipilih karena aspek interaksi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. : Merupakan kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Pusat pemerintahan. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta di selatan dan barat¹.

BAB I PENDAHULUAN. : Merupakan kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Pusat pemerintahan. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta di selatan dan barat¹. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul Untuk mengetahui maksud dari judul diatas, maka perlu diuraikan arti masing masing kata : Klaten : Merupakan kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Pusat pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan tujuan pendidikan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang penelitian. Ruang lingkup penelitian dibatasi pada unsur intrinsik novel, khususnya latar dan objek penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak ini, Indonesia mempunyai potensi kekayaan yang sangat beraneka

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak ini, Indonesia mempunyai potensi kekayaan yang sangat beraneka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya dengan kemajemukan dilihat dari berbagai aspek segi dan dimensi. Dari kemajemukan yang banyak ini, Indonesia mempunyai

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. manusia dan media. Baudrillard banyak mengkaji tentang fenomena media,

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. manusia dan media. Baudrillard banyak mengkaji tentang fenomena media, 1 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Pemikiran Baudrillard mendasarkan diri pada beberapa asumsi hubungan manusia dan media. Baudrillard banyak mengkaji tentang fenomena media, terutama peran media elektronik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitasnya dengan melihat pentingnya sebuah brand image. Konsumen dalam

BAB I PENDAHULUAN. kualitasnya dengan melihat pentingnya sebuah brand image. Konsumen dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dunia global ini dimana persaingan menjadi suatu rutinitas menuntut perusahaan sebagai produsen produk dituntut untuk meningkatkan kualitasnya dengan melihat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan Industri Kreatif

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan Industri Kreatif BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu ide bisnis sering kali tercipta dari hasil pengamatan berbagai industri dan perusahaan yang disatukan menjadi suatu inovasi untuk menjawab permintaan pasar yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan bisnis di era modern seperti sekarang ini berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan bisnis di era modern seperti sekarang ini berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan bisnis di era modern seperti sekarang ini berkembang sangat pesat dan mengalami perubahan yang berkesinambungan. Seiring dengan perkembangan itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang pengarang dalam memaparkan berbagai permasalahan-permasalahan dan kejadian-kejadian dalam kehidupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang heterogen atau majemuk, terdiri dari

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang heterogen atau majemuk, terdiri dari 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang heterogen atau majemuk, terdiri dari berbagai etnik dan berada dalam keberagaman budaya. Belajar dari sejarah bahwa kemajemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari suatu negara ke negara lain di dunia. Internet berasal dari kata Interconnection

BAB I PENDAHULUAN. dari suatu negara ke negara lain di dunia. Internet berasal dari kata Interconnection BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Internet merupakan jaringan komputer yang menghubungkan pemakai komputer dari suatu negara ke negara lain di dunia. Internet berasal dari kata Interconnection Networking

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bisnis merupakan suatu kegiatan atau aktivitas yang dikerjakan oleh suatu perusahaan untuk mencari keuntungan atau nilai tambah. Saat ini perkembangan bisnis

Lebih terperinci

Fungsi Apresiasi dan Kritik dalam Pendidikan Seni Rupa

Fungsi Apresiasi dan Kritik dalam Pendidikan Seni Rupa Kegiatan Pembelajaran 3 Fungsi Apresiasi dan Kritik dalam Pendidikan Seni Rupa A. Apresiasi dalam Pendidikan Seni Rupa Salah satu aspek pembelajaran yang cukup penting dalam pendidikan seni rupa adalah

Lebih terperinci