PETUNJUK PELAKSANAAN PENYEDIAAN BIBIT GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PETUNJUK PELAKSANAAN PENYEDIAAN BIBIT GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN"

Transkripsi

1 LAMPIRAN II. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.03/MENHUT-V/2004 Tanggal : 22 JULI 2004 BAGIAN KEDUA PETUNJUK PELAKSANAAN PENYEDIAAN BIBIT GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN RHL/Gerhan) pada dasarnya merupakan gerakan moral yang bersifat massal dan melibatkan berbagai lapisan masyarakat untuk memulihkan kerusakan hutan dan lahan di Indonesia. Salah satu faktor yang mendukung keberhasilan rehabilitasi hutan dan lahan tersebut adalah tersedianya bibit yang berkualitas dalam jumlah cukup dan tepat waktu. Penyediaan bibit, sebagaimana penyediaan barang/jasa lainnya telah diatur dalam Keppres No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Namun mengingat bibit tanaman hutan merupakan barang yang mempunyai kekhususan di bidang teknis, maka diperlukan adanya Petunjuk Pelaksanaan Penyediaan Bibit GN RHL/Gerhan. B. Tujuan Tujuan dari penyediaan bibit adalah agar diperoleh bibit yang berkualitas dalam jumlah yang cukup dan tepat waktu melalui proses penyediaan bibit yang berjalan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. C. Ruang Lingkup Ruang lingkup petunjuk ini mencakup perencanaan, pemilihan penyedia bibit, peran serta usaha kecil, standar hasil, serta pengendalian dan pengawasan penyediaan bibit GN RHL/Gerhan. D. Pengertian 1. Pengadaan barang/jasa pemerintah adalah kegiatan pengadaan barang/ jasa yang dibiayai dengan APBN/APBD, baik yang dilaksanakan secara swakelola maupun oleh penyedia barang/jasa. II-1

2 2. Kepala Kantor/Satuan Kerja adalah adalah pejabat struktural Departemen/ lembaga yang bertanggungjawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang dibiayai dari dana anggaran belanja rutin APBN. 3. Atasan Langsung Bendaharawan adalah pejabat yang diangkat oleh menteri/pemimpin Lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota/pejabat yang diberi kuasa, yang bertanggungjawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang dibiayai dari anggaran belanja pembangunan APBN/APBD. 4. Panitia pengadaan barang/jasa adalah tim yang diangkat oleh pengguna barang/ jasa untuk melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa. 5. Prakualifikasi adalah proses penilaian kompetensi dan kemampuan usaha sertas pemenuhan persyaratan tertentu lainnya dari penyedia barang/jasa sebelum memasukkan penawaran. 6. Bibit tanaman hutan adalah tumbuhan muda hasil perbanyakan dan atau perkembangbiakan dari benih dan merupakan calon pohon yang selanjutnya di dalam keputusan ini disebut bibit. 7. Penyedia Bibit adalah BUMN. BUMS, dan Koperasi, yang mempunyai kegiatan penyediaan dan peredaran bibit. 8. Penyediaan bibit adalah kegiatan penyediaan bibit melalui pengadaan / pembelian bibit dari pihak penyedia barang/jasa (Penyedia Bibit) 9. Pakta Integritas adalah surat pernyataan yang ditandatangani oleh pengguna barang/jasa/panitia pengadaan/pejabat pengadaan/penyedia barang/jasa yang berisi ikrar untuk mencegah dan tidak melakukan kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) dalam pelaksanaan penyediaan barang/jasa. 10. Jenis Kayu-Kayuan adalah jenis-jenis tanaman hutan yang menghasilkan kayu untuk konstruksi bangunan, meubel dan peralatan rumah tangga. 11. Jenis Tanaman Unggulan Lokal (TUL) adalah jenis-jenis tanaman asli atau eksotik, yang disukai masyarakat mempunyai keunggulan tertentu seperti produk kayu, buah dan getah dan produknya mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dan ditetapkan oleh Bupati/Walikota. 12. Jenis Tanaman Endemik adalah jenis-jenis tanaman asli daerah yang memiliki ciri khas tertentu dan ditetapkan oleh Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA)/Balai Taman Nasional (BTN). 13. Jenis Multi Purpose Tree Species (MPTS) adalah jenis-jenis tanaman yang menghasilkan kayu dan non kayu. 14. Jenis Tanaman Turus Jalan/Penghijauan Kota adalah jenis-jenis tanaman yang digunakan untuk penanaman turus (kanan kiri) jalan atau untuk penghijauan kota. 15. Kelompok Bakau/Mangrove adalah jenis-jenis tanaman yang tumbuh di suatu areal yang kondisinya terpengaruh oleh pasang surut air laut. II-2

3 BAB II METODA PENYELENGGARAAN Dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menko Bidang Kesra, Menko Bidang Perekonomian dan Menko Bidang POLKAM No. 09/Keputusan/Menko/Kesra/III/ 2003, No. Kep.16/M. Ekon/03/2003 dan No. Kep. 08/Menko/Polkam III/2003, tanggal 31 Maret 2003 telah ditetapkan bahwa Departemen Kehutanan bertugas antara lain menyiapkan pembibitan, dimana salah satu kegiatannya adalah penyediaan bibit. Penyediaan bibit, sebagaimana pengadaan barang/jasa lainnya telah diatur dalam Keppres No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah. Pelaksanaan penyediaan bibit dapat dilakukan oleh penyedia bibit (pihak III) atau secara swakelola. A. Metoda Pemilihan Penyedia Bibit. Proses pemilihan penyedia bibit dapat dilakukan melalui Metoda Pelelangan Umum atau Penunjukan Langsung. 1. Pelelangan Umum Pelelangan umum adalah metoda pemilihan penyedia bibit yang dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui media masa dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum sehingga masyarakat luas dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya. Kelebihan dari sistim pelelangan umum adalah lebih transparan dan obyektif. Adapun kelemahan dari sistim pelelangan Umum adalah prosesnya membutuhkan waktu yang lama apalagi kalau sampai terjadi pelelangan ulang sehingga dikawatirkan proses pembuatan bibitnya semakin mundur dari jadwal yang ditetapkan dan akibatnya penanaman mengalami kelambatan. Disamping itu dengan adanya pelelangan umum, akan hanya diperoleh satu pemenang penyedia bibit untuk pengadaan bibit dalam jumlah besar dengan variasi bibit yang cukup besar pula sehingga sistim ini kurang memberi peluang bagi banyak penyedia bibit lain untuk berpartisipasi dalam pengadaan bibit dan hal ini terkesan kurang adil. 2. Penunjukan Langsung Dalam keadaan tertentu dan khusus, pemilihan penyedia bibit dapat dilakukan dengan cara penunjukan langsung terhadap 1 (satu) penyedia jasa dengan cara melakukan negoisasi baik teknis maupun biaya sehingga diperoleh harga yang wajar. Kelebihan dari sistim penunjukan langsung adalah lebih banyak memberikan peluang bagi para penyedia bibit profesional termasuk penyedia bibit lokal untuk berpartisipasi dalam pengadaan bibit GN RHL/Gerhan. Sedangkan kelemahannya masih adanya muatan subyektivitas dalam pemilihan penyedia bibit GN RHL/Gerhan. II-3

4 Berdasarkan uraian di atas, maka pelaksanaan yang tepat dalam penyediaan bibit GN RHL/Gerhan tahun 2004 digunakan metoda penunjukan langsung dengan alasan sebagai berikut : a. Keadaan tertentu, yaitu : Pelaksanaan GN RHL/Gerhan didasarkan pada Surat Keputusan Bersama (SKB) Menko Bidang Kesra, Menko Bidang Perekonomian dan Menko Bidang POLKAM No. 09/Keputusan/Menko/Kesra/III/2003, No. Kep.16/M. Ekon/03/ 2003 dan No. Kep. 08/Menko/Polkam III/2003, tanggal 31 Maret 2003, dimana dalam butir menimbang SKB menyebutkan bahwa : 1) Kerusakan lingkungan khususnya disektor kehutanan mengakibatkan terjadinya banjir, longsor, kekeringan dan bencana alam lainnya yang menimbulkan kerugian nasional; 2) Untuk menghindari kerugian nasional yang lebih besar tersebut diperlukan upaya yang terkoordinir dalam menjaga, rehabilitasi dan menanam kembali. b. Pengadaan barang/jasa khusus, yaitu : 1) Pekerjaan pengadaan bibit bergenetik unggul merupakan pekerjaan yang bersifat spesifik dan teknologinya memerlukan tenaga trampil dan berpengalaman di bidangnya. 2) Proses produksi bibit, khususnya jenis tanaman hutan dan jenis tanaman endemik tertentu memerlukan kualifikasi pengalaman dan kemampuan teknis penyediaan bibit tertentu. 3) Proses produksi bibit sangat ditentukan oleh musim dimana pada saat musim tanam yang jatuh pada musim hujan, bibit sudah harus tersedia dan siap salur. Apabila produksi bibit tidak tepat waktu maka keberhasilan tanaman akan berkurang. Metoda penunjukan langsung dilaksanakan pada penyediaan bibit untuk kegiatan GN RHL/Gerhan yang meliputi Reboisasi Hutan Lindung, Hutan Produksi dan Hutan Konservasi; Pembangunan Hutan Rakyat; Pembuatan Turus Jalan; Penghijauan Kota dan rehabilitasi hutan mangrove (apabila terdapat penyedia bibit yang mampu). B. Metoda Swakelola Metoda swakelola adalah pekerjaan yang direncanakan, dikerjakan dan diawasi sendiri oleh pelaksana swakelola dengan menggunakan tenaga sendiri dan atau tenaga dari luar, baik tenaga ahli maupun tenaga borongan. Metoda swakelola ini digunakan dalam penyediaan bibit hutan mangrove pada kegiatan GN RHL/Gerhan karena dalam pelaksanaannya akan melibatkan masyarakat setempat. II-4

5 BAB III PERENCANAAN A. Penyusunan Rencana Penyediaan Bibit Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL/Gerhan) adalah suatu kegiatan terpadu yang mendayagunakan segenap kemampuan Pemerintah dan Masyarakat. Dengan demikian tingkat keragaman para pelaku sangat tinggi, baik di Pusat maupun Daerah. Untuk itu guna mendukung proses penyediaan bibit yang berkualitas dalam jumlah yang cukup, serta tepat diperlukan perencanaan yang matang. Dasar untuk penyusunan perencanaan penyediaan bibit GN RHL/Gerhan adalah sebagai berikut : 1. Sebaran/Sasaran Lokasi : Sasaran lokasi pelaksanaan GN RHL/Gerhan di dalam atau di luar kawasan hutan. Di dalam kawasan hutan diperinci lagi menjadi hutan lindung, hutan konservasi, hutan produksi, Taman hutan raya, Taman Nasional, hutan mangrove. Hal ini mengingat kegiatan penanaman pada masing-masing peruntukan dalam kawasan hutan membutuhkan jenis bibit dan jumlah yang berbeda. Sedangkan untuk luar kawasan hutan ditujukan untuk pembangunan hutan rakyat, penghijauan kota, pembuatan tanaman turus jalan dan rehabilitasi hutan mangrove. 2. Jumlah Jenis tanaman Dalam menentukan jumlah bibit dalam rangka kegiatan GN RHL/Gerhan perlu memperhatikan kemampuan penyediaan anggaran, jarak tanam, luas lokasi penanaman. serta kondisi sosial setempat. Secara garis besar jenis tanaman yang dipilih dalam pelaksanaan GN-RHL/ Gerhan digolongkan menjadi 5 yaitu jenis kayu-kayuan, Multi Purpose Tree Spesies (MPTS), Tanaman Unggulan Lokal (TUL), jenis endemik dan Mangrove. Kelima golongan jenis tanaman tersebut mempunyai tingkat variasi pilihan yang tinggi, sehingga dalam memilih jenis tanaman agar diperhatikan kesesuaiannya dengan kondisi biofisik setempat, dan fungsi kawasan. 3. Partisipasi masyarakat Sebagaimana telah diuraikan di muka, bahwa pelaksanaan GN RHL/Gerhan bersifat gerakan yang melibatkan seluruh komponen masyarakat mulai dari perencanaan sampai dengan pasca panen. Demikian juga halnya dalam perencanaan penyediaan bibit, masyarakat dilibatkan dalam hal penentuan jumlah dan jenis tanaman. Apabila dari awal masyarakat sudah dilibatkan dalam perencanaan penyediaan bibit, maka diharapkan bibit yang disediakan oleh Satker bisa II-5

6 diterima oleh masyarakat dan selanjutnya masyarakat dapat memahami dan melaksanakan GN RHL/Gerhan secara partisipatif. 4. Pemasaran hasil Dalam perencanaan penyediaan bibit harus mempertimbangkan fungsi ekonomis dari jenis yang akan ditanam. Diharapkan dengan pelaksanaan GN RHL/Gerhan dapat memicu berkembangnya roda ekonomi di daerah setempat, sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Salah satu faktor faktor penting dalam mengoptimalkan fungsi ekonomi dalam pelaksanaan GN RHL/Gerhan adalah pemasaran hasil, baik kayu maupun non kayu. Dengan demikian perencanaan penyediaan bibit agar memperhatikan kelayakan ekonomi. 5. Faktor Lingkungan Sebagaimana diketahui bahwa tujuan pelaksanaan GN RHL/Gerhan adalah untuk memperbaiki lingkungan sehingga dapat menanggulangi terjadinya terjadinya banjir, longsor, kekeringan dan bencana alam lainnya yang menimbulkan kerugian nasional; Memperhatikan hal tersebut di atas, perencanaan penyediaan bibit juga harus memperhatikan faktor lingkungan. Secara umum faktor yang perlu diperhatikan adalah : iklim, curah hujan, kelerengan, ketinggian tempat, kesesuaian lahan, zonasi sebaran jenis, serta status kawasan. 6. Jenis kegiatan : Dalam pelaksanaan GN RHL/Gerhan, terdapat jenis jenis kegiatan sebagai berikut : a. Reboisasi Hutan Lindung, Hutan Produksi dan Hutan Konservasi b. Pembangunan Hutan Rakyat c. Pembuatan Tanaman Turus Jalan d. Penghijauan Kota e. Rehabilitasi Hutan mangrove Jenis-jenis kegiatan tersebut di atas mempunyai sifat biofisik dan sosial yang berbeda-beda, sehingga dalam perencanaan penyediaan bibit pun harus memperhatikan jenis kegiatan masing-masing. 7. Penentuan Waktu Penyediaan Bibit Dalam menentukan waktu penyediaan bibit agar memperhatikan musim tanam daerah setempat serta mempertimbangkan kesiapan penanaman. B. Pelaksanaan Penyusunan Rencana Penyediaan Bibit Untuk menjamin agar pelaksanaan penyediaan bibit berjalan efisien maka ditetapkan tahapan dan jadwal kegiatan penyediaan bibit GN RHL/Gerhan. Selain itu tahapan dan jadwal kegiatan dapat digunakan sebagai sarana monitoring dan evaluasi agar kelemahan dan penyimpangan dapat diketahui lebih dini. II-6

7 Adapun tahapan dimaksud adalah sebagai berikut : 1. Berdasarkan rencana lokasi yang menjadi sasaran GN RHL/Gerhan, Kepala Satker (BPDAS) melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait di masingmasing wilayah kerjanya (dinas/instansi yang membidangi kehutanan di Propinsi dan Kabupaten/Kota). 2. Penyelenggaraan koordinasi tersebut pada butir 1 di atas, khususnya dalam rangka penentuan tempat penampungan bibit sementara (TPS), jumlah dan jenis bibit yang dibutuhkan dan secara teknis telah dipertimbangkan kesesuaian lahannya. 3. Berdasarkan hasil koordinasi butir 2, BPDAS menyusun Rencana Penyediaan Bibit dalam rangka kegiatan GN RHL/Gerhan tahun Rencana penyediaan bibit tersebut pada butir 3, selanjutnya digunakan sebagai dasar pengajuan usulan anggaran pembiayaannya, pelaksanaan kegiatan penyediaan bibit serta monitoring dan evaluasi penyelenggaraan penyediaan bibit. C. Organisasi Pelaksana Agar pelaksanaan penyediaan Bibit GN RHL/Gerhan berjalan lancar maka diperlukan organisasi sebagai berikut : 1. Panitia pengadaan barang/jasa Panitia pengadaan barang/jasa adalah tim yang diangkat oleh pengguna barang/jasa untuk melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa, yang dalam hal ini penyediaan bibit. 2. Konsultan Penilai merupakan institusi yang ditunjuk oleh Departemen Kehutanan yang bertugas melaksanakan pembinaan dan penilaian terhadap penyedia bibit, mulai pada saat proses pembuatan bibit sampai pada proses penyerahan bibit di Tempat Penampungan Sementara. Konsultan Penilai yang dipilih harus memenuhi kriteria sedemikian rupa sehingga mampu menilai secara teknis dan administrasi, sehingga bibit yang diadakan sesuai dengan dokumen kontrak. Penunjukan Lembaga Penilai Independen akan diatur tersendiri dalam Petunjuk Pelaksanaan Penilaian Bibit. 3. Dinas Kehutanan/instansi yang membidangi kehutanan di Propinsi maupun di Kabupaten/Kota, sebagai instansi yang memberi masukan tentang rencana jumlah, kualitas dan jenis tanaman sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat, lokasi penanaman/tempat tumbuh, dan tempat penampungan bibit sementara bagi pelaksanaan penanaman tahun Balai Konservasi Sumber Daya Alam dan Balai Taman Nasional yang merupakan Unit Pelaksana Tehnis Ditjen PHKA menyelenggarakan penaman jenis endemik sesuai dengan luas areal penanaman pada kawasan konservasi dan Taman Nasional. II-7

8 5. Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) yang merupakan unit pelaksana teknis Ditjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial bertugas menyelenggarakan penyediaan bibit melalui pihak III untuk kegiatan reboisasi hutan lindung, hutan produksi dan hutan konservasi, pembangunan hutan rakyat, penghijauan kota, pembuatan tanaman turus jalan dan mangrove (untuk keadaan tertentu). 6. Balai Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH) merupakan unit pelaksana teknis Ditjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial bertugas untuk memberikan informasi tentang Penyedia dan Pengedar Bibit Terdaftar dan melaksanakan pembinaan teknis perbenihan dan pembibitan serta melaksanakan sertifikasi benih dan bibit di wilayah kerjanya. 7. Perusahaan Penyedia Bibit, yaitu perusahaan penyedia bibit terdaftar yang ditunjuk oleh Atasan Langsung Bendaharawan (ALB) melalui proses pemilihan penyedia bibit berdasarkan ketentuan yang berlaku setelah mendapat persetujuan penunjukkan langsung oleh Pimpinan Satker untuk menyediakan bibit GN RHL/Gerhan. II-8

9 BAB IV PROSEDUR PEMILIHAN PENYEDIA BIBIT DENGAN PENUNJUKAN LANGSUNG A. Persiapan Langkah persiapan yang harus dilaksanakan oleh Satuan Kerja Penyedia Bibit GN RHL/Gerhan yang dalam hal ini adalah Balai Pengelolaan DAS (BPDAS): 1. Penyusunan Rencana Penyediaan Bibit Untuk menjamin agar pelaksanaan penyediaan bibit berjalan efisien maka Satker yang bersangkutan adalah menyusun rencana penyediaan bibit yang meliputi: a. Penentuan rencana kebutuhan bibit (jenis, jumlah dan kualitas) sebaran lokasi dari kegiatan penanaman GN RHL/Gerhan, waktu penyerahan bibit serta rencana penentuan Tempat Penampungan Sementara (TPS) bibit. b. Penyusunan tahapan dan jadwal kegiatan penyediaan bibit GN RHL/Gerhan. c. Untuk dapat menyusun rencana penyediaan bibit GN RHL/Gerhan tersebut Kepala Satker melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait di masing-masing wilayah kerjanya (dinas/instansi yang membidangi kehutanan di Propinsi dan Kabupaten/Kota). Berdasarkan hasil koordinasi tersebut, BPDAS menyusun Rencana Penyediaan Bibit dalam rangka kegiatan GN RHL/Gerhan tahun Rencana penyediaan bibit tersebut selanjutnya digunakan sebagai dasar pengajuan usulan anggaran pembiayaannya, pelaksanaan kegiatan penyediaan bibit serta monitoring dan evaluasi penyelenggaraan penyediaan bibit. d. Untuk penyediaan bibit GN RHL/Gerhan, Balai Pengelolaan DAS dapat melakukan pembuatan paket-paket kegiatan penyediaan bibit di wilayah kerja. e. Pemaketan pekerjaan tersebut, dilakukan mengingat kegiatan penyediaan bibit pada masing-masing Satker merupakan kegiatan dengan tingkat variasi jenis tanaman cukup besar dan tersebar di beberapa kabupaten/kota, serta terbatasnya perusahaan penyedia bibit yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan bibit per Satker, maka masing-masing Satker perlu membuat paket-paket penyediaan bibit berdasarkan pada jenis tanaman dan wilayah administrasi kabupaten/kota yang disesuaikan dengan kondisi setempat. 2. Pembentukan Panitia Pengadaan/Penyediaan Bibit Panitia pengadaan barang/jasa adalah Tim yang diangkat oleh Kepala BPDAS selaku kepala Satker melalui Surat Keputusan, yang betugas untuk II-9

10 melaksanakan pemilihan Penyedia Bibit GN RHL/Gerhan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Panitia berjumlah gasal (ganjil) beranggotakan sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang untuk nilai kontrak sampai dengan Rp ,00 (lima ratus juta rupiah) atau 5 (lima) orang untuk nilai kontrak di atas Rp ,00 (lima ratus juta rupiah). b. Struktur Panitia Pengadaan: Ketua merangkap anggota : Eselon IV BPDAS Sekretaris merangkap anggota: Eselon IV BPDAS Anggota : minimal 3 orang yang berasal dari Staf BPDAS dan UPT Dep. Kehutanan c. Panitia Pengadaan bekerja penuh (full time) sampai dengan terbitnya Penetapan Penunjukan Langsung Penyedia Bibit GN RHL/Gerhan oleh Kepala BPDAS. d. Panitia Pengadaan yang ditunjuk harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) Memiliki integritas yang tinggi, jujur dan dapat dipercaya. 2) Memahami ketentuan yang tercantum dalam Keppres 80 tahun 2003 dan peraturan perundangan lainnya yang berlaku. 3) Memiliki pengetahuan tehnis yang berkaitan dengan pengadaan bibit. 4) Memiliki pengalaman yang berkaitan dengan pengadaan barang. 5) Tidak mempunyai hubungan keluarga dengan pejabat yang mengangkat dan menetapkannya sebagai Panitia Pengadaan. 6) Memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa pemerintah. e. Tugas, wewenang dan tanggung jawab Panitia Pengadaan sebagai berikut: 1) Menyiapkan dokumen pengadaan. 2) Menilai kualifikasi penyedia bibit melalui prakualifikasi. 3) Melakukan evaluasi, klarifikasi dan negosiasi terhadap penawaran yang masuk. 4) Mengusulkan calon pemenang. 5) Membuat laporan mengenai proses dan hasil pengadaan kepada Kepala Satker (Kepala BPDAS). 6) Menandatangani Pakta Integritas sebelum pelaksanaan pengadaan dimulai. Format Pakta integritas sebagaimana tercantum pada Formulir 2. II-10

11 B. Mekanisme Pemilihan Penyedia Bibit Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh Panitia Penyedia Barang adalah: 1) Panitia Pengadaan mengundang calon penyedia bibit dilampiri dengan formulir dokumen prakualifikasi sesuai dengan Formulir 1 sampai dengan 3. 2) Penyampaian dokumen prakualifikasi oleh calon penyedia bibit. 3) Evaluasi dokumen prakualifikasi yang telah dilengkapi oleh calon penyedia bibit. Persyaratan prakualifikasi sebagaimana tercantum pada Bab IV. C. di bawah ini. Hasil evaluasi dokumen prakualifikasi dituangkan dalam Berita Acara sebagaimana tercantum pada Formulir 4. 4) Calon penyedia bibit dinyatakan lulus prakualifikasi (lulus tahap I) apabila memenuhi seluruh persyaratan prakualifikasi yang dinilai di kantor. Peserta yang lulus tahap I, dilakukan pengecekan ke lapangan untuk membuktikan kebenaran dokumen prakualifikasi dengan dokumen asli dan kondisi di lapangan. Apabila kondisi lapangan sesuai dengan dokumen prakualifikasi, peserta dinyatakan lulus prakualifikasi (lulus tahap II). Hasil pengecekan di lapangan dituangkan dalam Berita Acara sebagaimana tercantum pada Formulir 5. 5) Apabila pada saat pengecekan di lapangan, terdapat data yang palsu maka Calon Penyedia Bibit dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku, antara lain bersedia dimasukkan ke dalam daftar hitam selama 2 (dua) tahun yang berarti tidak boleh mengikuti kegiatan pengadaan barang/jasa milik pemerintah selama 2 (dua) tahun. 6) Apabila di Satker tertentu terdapat jumlah penyedia bibit yang lulus prakualifikasi (lulus tahap I) lebih banyak daripada penyedia bibit yang dibutuhkan untuk memenuhi seluruh paket pekerjaan, maka perlu dilakukan penilaian lebih lanjut melalui skoring dengan menggunakan Formulir 6. Penilaian (skoring) dilakukan untuk memilih calon penyedia bibit yang terbaik sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan dan dilaksanakan pada saat pengecekan di lapangan (tahap II). Hasil penilaian (skoring) dituangkan dalam Berita Acara sebagaimana tercantum pada Formulir 7, sedangkan contoh penilaian dapat dilihat pada Lampiran 1. 7) Apabila di Satker tertentu terdapat jumlah penyedia bibit yang lulus prakualifikasi (tahap I) sesuai dengan jumlah penyedia bibit yang dibutuhkan untuk memenuhi seluruh paket pekerjaan, tidak perlu dilakukan skoring namun tetap dilakukan pengecekan di lapangan. Calon penyedia bibit yang tidak bermasalah dengan dokumen prakualifikasi, dinyatakan lulus tahap II. 8) Panitia pengadaan mengumumkan hasil penilaian prakualifikasi (tahap I dan II) dan melaporkan hasil penilaian prakualifikasi tersebut kepada Kepala BPDAS. II-11

12 9) Panitia pengadaan mengundang calon penyedia bibit yang lulus tahap II untuk mengajukan penawaran secara tertulis. 10) Panitia pengadaan melakukan evaluasi, klarifikasi dan negosiasi teknis dan harga terhadap penawaran yang diajukan calon penyedia bibit berdasarkan dokumen pengadaan. 11) Panitia pengadaan membuat berita acara hasil evaluasi, klarifikasi dan negosiasi sebagaimana tercantum pada Formulir 8. 12) Penetapan penunjukan langsung. Panitia pengadaan mengusulkan hasil evaluasi, klarifikasi dan negosiasi kepada Kepala BPDAS sebagai pejabat yang berwenang untuk ditetapkan penunjukan langsung Penyedia Bibit GN RHL/Gerhan Tahun Format usulan pemenang sebagaimana tercantum pada Formulir 9 dan format penetapan penunjukan langsung oleh Kepala BPDAS sebagaimana tercantum pada Formulir ) Penunjukan Penyedia Bibit Berdasarkan surat penetapan dari Kepala BPDAS, panitia pengadaan mengumumkan di papan pengumuman resmi untuk penerangan umum atas penetapan Penyedia Bibit yang ditunjuk untuk pekerjaan penyediaan bibit GN RHL/Gerhan. Kemudian pengguna barang (Atasan Langsung Bendaharawan) menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang (SPPB) kepada penyedia barang (Penyedia Bibit) yang telah ditunjuk. Format Surat Penunjukan Penunjukan Penyedia Barang sebagaimana tercantum pada Formulir ) Pengaduan Masyarakat Masyarakat dapat menyampaikan pengaduan apabila dalam proses penunjukan langsung dipandang tidak transparan, tidak adil, dan terdapat indikasi KKN. 15) Penandatanganan Kontrak Penandatanganan kontrak mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam Keppres No. 80 tahun Hal-hal yang diatur dalam kontrak meliputi Pihak-pihak yang terikat kontrak, pekerjaan yang dikontrakkan, nilai kontrak, kondisi kontrak, hak dan kewajiban dari masing-masing pihak, tahapan pembayaran, sangsi dan denda, ketentuan yang menyangkut perselisihan dan batas waktu penyerahan bibit. Pihak yang menanda tangani kontrak adalah Atasan Langsung Bendaharawan (ALB) dan Penanggung jawab Penyedia Bibit. Mekanisme pemilihan Penyedia Bibit GN RHL/Gerhan secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 2, sedangkan bagan alir mekanisme pemilihan Penyedia Bibit dapat dilihat pada Gambar 1. II-12

13 C. Prakualifikasi Prakualifikasi adalah proses penilaian kompetensi dan kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan tertentu lainnya dari penyedia barang/jasa sebelum memasukkan penawaran. Klarifikasi terhadap kualifikasi dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah substansinya. Pelaksanaan prakualifikasi dilakukan oleh Panitia Pengadaan. Untuk efisiensi dalam penilaian kualifikasi, para Penyedia Bibit diminta untuk mengisi formulir isian (contoh 2) disertai pernyataan kebenaran data yang disampaikan. Apabila ternyata data tersebut palsu atau bohong maka Penyedia Bibit sanggup dikenakan sangsi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain bersedia dimasukkan ke dalam daftar hitam selama 2 (dua) tahun yang berarti tidak boleh mengikuti kegiatan pengadaan barang/jasa milik pemerintah selama 2 (dua) tahun. Bukti kebenaran data tersebut baru diminta dan di cek ke lapangan apabila calon penyedia bibit telah lulus tahap I dan akan diusulkan menjadi pemenang atau cadangan. Persyaratan kualifikasi penyedia bibit sebagai berikut : 1) Memiliki surat ijin usaha pada bidang usahanya yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah yang berwenang yang masih berlaku, seperti SIUP untuk jasa perdagangan. 2) Secara hukum mempunyai kapasitas menandatangani kontrak pengadaan. 3) Tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak bangkrut, kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan dan atau tidak sedang menjalani sanksi pidana. 4) Dalam hal penyedia bibit akan melakukan kemitraan, penyedia bibit wajib mempunyai perjanjian kerjasama operasi/kemitraan yang memuat persentase kemitraan dengan perusahaan yang mewakili kemitraan tersebut. 5) Telah melunasi kewajiban pajak tahun terakhir (SPT/PPh) serta memiliki laporan bulanan PPh pasal 25 atau pasal 21/pasal 23 atau PPN sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan yang lalu. 6) Selama 4 (empat) tahun terakhir pernah memiliki pengalaman menyediakan bibit baik di lingkungan pemerintah atau swasta termasuk pengalaman sub kontrak baik di lingkungan pemerintah atau swasta, kecuali penyedia bibit yang baru berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun. 7) Memiliki kinerja baik dan tidak masuk dalam daftar hitam di suatu instansi. 8) Memiliki kemampuan pada bidang pekerjaan yang sesuai (bidang Kehutanan) untuk usaha kecil termasuk koperasi kecil. 9) Memiliki kemampuan pada bidang dan sub bidang pekerjaan yang sesuai (bidang Kehutanan dan sub bidang pengadaan bibit) untuk bukan usaha kecil : - Untuk pengadaan bibit memenuhi KD = 5 NPt (KD : kemampuan dasar, NPt : nilai pengalaman tertinggi) pada sub bidang pekerjaan II-13

14 yang sesuai untuk bukan usaha kecil dalam kurun waktu 7 (tujuh) tahun terakhir. Contoh penilaian seperti pada Lampiran 3. 10) Dalam hal bermitra yang diperhitungkan adalah kemampuan dasar dari perusahaan yang mewakili kemitraan (lead firm). 11) Untuk pengadaan bibit yang merupakan pekerjaan khusus/spesifik ditambahkan persyaratan lain yaitu penetapan sebagai Penyedia Bibit oleh Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota berdasarkan rekomendasi BPTH. 12) Memiliki surat keterangan dukungan keuangan dari bank pemerintah/ swasta untuk mengikuti pengadaan bibit sekurang-kurangnya 5 % (lima persen) dari nilai proyek untuk pekerjaan pengadaan bibit, kecuali untuk usaha kecil termasuk koperasi. 13) Memiliki kemampuan menyediakan fasilitas dan peralatan serta personil yang diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan. 14) Tidak membuat pernyataan yang tidak benar tentang kompetensi dan kemampuan usaha yang dimilikinya. Persyaratan prakualifikasi seperti tersebut di atas bersifat mutlak. Calon penyedia bibit dinyatakan lulus prakualifikasi (lulus tahap I) apabila memenuhi persyaratan prakualifikasi dari butir 1) sampai dengan 14) sebagaimana tersebut di atas. Calon penyedia bibit dinyatakan gugur apabila tidak memenuhi salah satu atau lebih persyaratan tersebut di atas. D. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian calon penyedia bibit. 1) Calon penyedia bibit yang berdasarkan informasi termasuk dalam daftar hitam atau usahanya dalam keadaan pailit atau sedang menjalani sanksi pidana atau sedang dalam pengawasan pengadilan atau sedang dalam proses penyidikan kepolisian, tidak perlu diundang untuk ikut serta dalam proses pemilihan penyedia bibit. Panitia pengadaan perlu mencari informasi dari berbagai sumber. 2) Apabila dalam proses pemilihan penyedia bibit tidak diperoleh penyedia bibit yang lulus prakualifikasi, maka Satker melaporkan ke Pusat (Ditjen RLPS) untuk minta informasi tentang Calon Penyedia Bibit yang layak dan mempunyai kemampuan untuk melaksanakan pengadaan bibit di lokasi Satker yang bersangkutan. Proses penunjukan penyedia bibit yang baru tersebut tetap melalui mekanisme yang berlaku. 3) Terhadap penyedia bibit yang telah ditetapkan sebagai pelaksana pekerjaan, mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima dan masa penawarannya masih berlaku, disamping jaminan penawaran yang bersangkutan dicairkan dan disetorkan pada Kas Negara, penyedia bibit tersebut juga dikenakan sanksi berupa larangan untuk mengikuti kegiatan pengadaan barang/jasa di instansi pemerintah selama 2 (dua) tahun. II-14

15 BP DAS Panitia Pengadaan Dokumen prakualifikasi Calon Penyedia Bibit (CPB) TIDAK Evaluasi dokumen prakualifikasi Lolos Tahap I? TIDAK TIDAK YA Jumlah CPB yang lolos = Kebutuhan? Lebih Banyak dari Kebutuhan Checking Lapangan Data benar? YA Skoring/ Rangking Lolos Tahap II? TIDAK YA Checking Lapangan Pengumuman Calon Pemenang Penyedia Bibit Mengajukan Penawaran YA Evaluasi, Klarifikasi dan Negosiasi Usulan Pemenang oleh Panitia Pengadaan Data benar/ Lolos Tahap II? YA SK Penetapan Pemenang oleh Kepala BPDAS Surat Penunjukan Penyedia Bibit Penandatanganan Kontrak Gambar 1. Bagan Alir Proses Penetapan Penyedia Bibit GNRHL 2004 II-15

16 BAB V PROSEDUR PENGADAAN BIBIT SECARA SWAKELOLA Metoda swakelola adalah pekerjaan yang direncanakan, dikerjakan dan diawasi sendiri oleh pelaksana swakelola dengan menggunakan tenaga sendiri dan atau tenaga dari luar, baik tenaga ahli maupun tenaga borongan. Metoda swakelola ini digunakan dalam penyediaan bibit hutan mangrove pada kegiatan GN RHL/Gerhan karena dalam pelaksanaannya akan melibatkan masyarakat setempat. Alasan penyediaan bibit dengan menggunakan metoda swakelola adalah sebagai berikut : 1. Belum ada penyedia bibit yang dapat menyediakan bibit mangrove dalam jumlah yang cukup. 2. Kegiatan rehabilitasi hutan mangrove bersifat model, belum bersifat massal. 3. Bibit mangrove memerlukan perlakuan khusus. 4. Terdapat ikatan sosial yang kuat antara hutan mangrove dengan masyarakat di sekitarnya. Tahapan pekerjaan penyediaan bibit dengan swakelola adalah sebagai berikut: 1. Perencanaan Dalam menyusun rencana, diperlukan kesepahaman antara BPDAS sebagai Satker pengguna barang dengan kelompok masyarakat sebagai penyedia bibit. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun perencanaan adalah sebagai berikut : a. Menetapkan sasaran, rencana kegiatan dan jadwal pelaksanaan. b. Melakukan perencanaan teknis dan menyiapkan metode pelaksanaan yang tepat agar diperoleh rencana keperluan tenaga, bahan dan peralatan yang sesuai. c. Menyusun rencana keperluan tenaga, bahan dan peralatan secara rinci serta dijabarkan ke dalam rencana kerja bulanan, mingguan dan harian. d. Menyusun rencana total biaya bulanan dan mingguan. e. Butir a d dituangkan dalam kerangka acuan kerja (KAK). 2. Penyusunan Kerangka Acuan Kerja (KAK). Kerangka Acuan Kerja (KAK) sebagai dasar pelaksanaan pekerjaan disusun selengkap mungkin dengan memperhatikan rencana pada butir 1. Kerangka Acuan Kerja (KAK) berisi : a. Uraian kegiatan yang akan dilaksanakan meliputi latar belakang, maksud dan tujuan sumber pendanaan serta jumlah tenaga yang diperlukan. b. Waktu pelaksanaan. II-16

17 c. Produk (bibit) yang dihasilkan. d. Besarnya pembiayaan. 3. Jadwal Pelaksanaan. Dalam menyusun jadwal pelaksanaan agar memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Pengguna barang/jasa untk membantu pelaksanaan kegiatan membuat jadwal pelaksanaan pekerjaan/kegiatan. b. Jadwal pelaksanaan pekerjaan/kegiatan yang meliputi waktu mulai hingga berakhirnya pelaksanaan pelaksanaan pekerjaan/kegiatan. c. Pembuatan jadwal pelaksanaan pekerjaan/kegiatan disusun dengan mempertimbangkan waktu yang cukup bagi jadwal pelaksanaan pekerjaan/ kegiatan. 4. Penyusunan Rencana Biaya Pekerjaan / Kegiatan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan RAB adalah sebagai berikut : a. Pengguna barang/jasa membuat rincian biaya pekerjaan/kegiatan dengan tidak melampaui pagu anggaran yang telah ditetapkan dalam dokumen anggaran. b. Rincian biaya pekerjaan/kegiatan tersebut mengikuti ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. c. Dalam hal diperlukan tenaga ahli/peralatan/bahan tertentu maka dapat dilakukan kontrak/sewa tersendiri. 5. Pelaksanaan a. Pekerjaan / kegiatan yang sebagian atau seluruhnya dilaksanakan oleh masyarakat perlu dibuat Surat Penunjukan/Surat Kuasa. b. Pertanggungjawaban untuk pekerjaan/kegiatan dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku dan disampaikan kepada pengguna barang. c. Pengadaan barang/bahan/alat/tenaga ahli yang diperlukan dilakukan oleh penerima hibah. 6. Pelaporan. a. Pelaporan kemajuan, pelaksanaan pekerjaan dan penggunaan keuangan dilaporkan oleh pelaksana swakelola kepada pengguna barang, dalam hal ini BPDAS. b. Laporan kemajuan realisasi fisik dan keuangan dilaporkan setiap bulan oleh BPDAS kepada Menteri Kehutanan c/q Direktur Jenderal RLPS. II-17

18 BAB VI PERAN SERTA USAHA KECIL Sesuai dengan kebijakan umum pemerintah dalam pengadaan barang/jasa, peranserta usaha kecil termasuk koperasi kecil perlu ditingkatkan. Dalam kegiatan penyediaan bibit GN RHL/Gerhan dirasakan perlu melibatkan usaha kecil termasuk koperasi kecil. Nilai paket pekerjaan penyediaan bibit sampai dengan Rp ,00 (satu milyar rupiah) diperuntukan bagi usaha kecil termasuk koperasi kecil, kecuali untuk paket pekerjaan penyediaan bibit jenis tertentu yang tidak dapat dipenuhi oleh usaha kecil termasuk koperasi kecil. Penyediaan bibit GN RHL/Gerhan tahun 2004 dibuat paket-paket pekerjaan yang mencakup nilai pekerjaan untuk usaha kecil dan bukan kecil. Sesuai dengan Keppres No. 80 tahun 2003, Perusahaan Penyedia Bibit bukan usaha kecil dilarang mengerjakan paket pekerjaan yang diperuntukan bagi usaha kecil. Pelanggaran tentang hal ini akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Untuk meningkatkan peranserta Usaha Kecil dalam penyediaan bibit GN RHL/Gerhan, BPTH perlu mendorong Usaha Kecil melalui pembinaan dan bimbingan teknis di bidang perbenihan tanaman hutan. II-18

19 BAB VII STANDAR HASIL Untuk memperoleh bibit yang berkualitas dalam jumlah yang cukup serta tepat waktu diperlukan standar hasil. Aspek dalam penentuan standar hasil penyediaan bibit Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL/Gerhan), adalah : Kualitas Bibit ; Kualitas bibit yang diadakan harus mempunyai kualitas fisik/ fisiologis serta kualitas genetis yang tinggi. Jumlah Bibit ; Jumlah bibit yang diadakan oleh Penyedia Bibit sesuai dengan kebutuhan bibit yang telah direncanakan, sehingga target penanaman dapat tercapai. Jenis Bibit ; Bibit yang diadakan sesuai dengan kebutuhan serta memperhatikan keinginan masyarakat dan persyaratan tumbuh pada setiap lokasi/tapak. Keseluruhan kondisi bibit tersebut di atas ini tertuang dalam perjanjian kerja antara penyedia dengan pihak pengusaha. Secara rinci kualitas bibit pada masing-masing kegiatan adalah sebagai berikut : A. Kualitas bibit untuk kegiatan Reboisasi dan Pembangunan Hutan Rakyat adalah : 1. Bibit normal, yaitu bibit yang sehat, berbatang tunggal dan leher akar berkayu, sedangkan bibit abnormal adalah bibit dengan pengertian sebaliknya. 2. Bibit dengan mutu fisik fisiologis, yaitu memiliki kualitas sebagai berikut : a. Tinggi berkisar 20 cm 50 cm disesuaikan dengan jenisnya. b. Media : kompak 3. Bibit dengan mutu genetik unggul ditentukan berdasarkan asal-usul benih yang dibuktikan dengan surat keterangan dari Pengelola Sumber Benih atau Setifikat sumber benih yang diterbitkan oleh BPTH. B. Kualitas bibit untuk kegiatan pembuatan Turus Jalan adalah: 1. Bibit normal, yaitu bibit yang sehat, berbatang tunggal dan leher akar berkayu, sedangkan bibit abnormal adalah bibit dengan pengertian sebaliknya. 2. Bibit dengan mutu fisik fisiologis, yaitu memiliki kualitas sebagai berikut : a. Tinggi minimal : 100 cm disesuaikan dengan jenisnya. b. Media : kompak. 3. Bibit dengan mutu genetik unggul ditentukan berdasarkan asal-usul benih yang dibuktikan dengan surat keterangan dari Pengelola Sumber Benih atau Setifikat sumber benih yang diterbitkan oleh BPTH. II-19

20 C. Kualitas bibit untuk kegiatan penghijauan kota adalah: 1. Bibit normal, yaitu bibit yang sehat, berbatang tunggal dan leher akar berkayu, sedangkan bibit abnormal adalah bibit dengan pengertian sebaliknya. 2. Bibit dengan mutu fisik fisiologis, yaitu memiliki kualitas sebagai berikut a. Tinggi minimal : 100 cm disesuaikan dengan jenisnya. b. Media : kompak. 3. Bibit dengan mutu genetik unggul ditentukan berdasarkan asal-usul benih yang dibuktikan dengan surat keterangan dari Pengelola Sumber Benih atau BPTH. D. Kualitas bibit untuk kegiatan penanaman kawasan konservasi adalah: 1. Bibit normal, yaitu bibit yang sehat, berbatang tunggal dan leher akar berkayu, sedangkan bibit abnormal adalah bibit dengan pengertian sebaliknya. 2. Bibit dengan mutu fisik fisiologis, yaitu memiliki kualitas sebagai berikut a. Tinggi berkisar cm disesuaikan dengan jenisnya. b. Media : Kompak 3. Bibit dengan mutu genetik unggul dan bersifat endemik di kawasan konservasi setempat. E. Kualitas bibit untuk kegiatan Rehabilitasi Hutan Mangrove adalah: 1. Bibit normal, yaitu bibit yang sehat, berbatang tunggal dan leher akar berkayu, sedangkan bibit abnormal adalah bibit dengan pengertian sebaliknya. 2. Bibit dengan mutu fisik fisiologis, yaitu memiliki kualitas sebagai berikut a. Tinggi berkisar 35 cm 55 cm, minimal 4 helai daun serta disesuaikan dengan jenisnya. b. Media : Kompak 3. Bibit memiliki kesesuaian tumbuh dengan faktor lingkungan setempat. Standar hasil ini dapat dikembangkan menjadi standar penilaian yang akan dilaksanakan oleh Tim Penilai Independen. Standar hasil secara rinci dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini. II-20

21 Tabel 1. : Standar Hasil No. Kegiatan Kondisi Bibit Mutu Fisiologis Mutu Genetik 1. Reboisasi dan Pembangunan Hutan Rakyat Normal : Sehat, berbatang tunggal dan leher akar berkayu. Tinggi: cm (disesuaikan jenisnya) Media : Kompak Asal usul jelas dibuktikan dengan surat keterangan dari Pengelola Sumber Benih atau Sertifikat Sumber Benih yang diterbitkan oleh BPTH. 2. Turus Jalan Normal : Sehat, berbatang tunggal dan leher akar berkayu Tinggi : 100 cm (disesuaikan jenisnya) Media : Kompak Asal usul jelas dibuktikan dengan surat keterangan dari Pengelola Sumber Benih atau Sertifikat Sumber Benih yang diterbitkan oleh BPTH. 3. Penghijauan Kota Normal : Sehat, berbatang tunggal dan leher akar berkayu Tinggi : 100 cm (disesuaikan jenisnya) Media : Kompak Asal usul jelas dibuktikan dengan surat keterangan dari Pengelola Sumber Benih atau Sertifikat Sumber Benih yang diterbitkan oleh BPTH. 4. Penanaman Kawasan Konservasi 5. Rehabilitasi Hutan Mangrove Normal : Sehat, berbatang tunggal dan leher akar berkayu Normal : Sehat, berbatang tunggal dan leher akar berkayu Tinggi : cm (disesuaikan jenisnya) Tinggi : cm (disesuaikan jenisnya) dan atau terdapat minimal 4 helai daun Unggul dan bersifat endemik di kawasan konservasi setempat Bibit memiliki kesesuaian tumbuh dengan faktor lingkungan setempat II-21

22 BAB VIII PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN A. Pembinaan 1. Pembinaan diarahkan untuk pembinaan teknis dan administrasi. Pembinaan teknis menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan ketentuan tehnis pelaksanaan kegiatan penyediaan bibit sedangkan pembinaan administrasi menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan ketentuan administrasi keuangan 2. Pembinaan pelaksanaan kegiatan penyediaan bibit dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal RLPS melalui tim supervisi Ditjen RLPS dalam rangka persiapan dan pelaksanaan penilaian serta penetapan penyedia bibit GN RHL/Gerhan Tahun B. Pengendalian 1. Ruang lingkup kegiatan meliputi pemantauan, evaluasi, pelaporan dan pengawasan. 2. Pengendalian dilakukan mulai pada saat persiapan, pelaksanaan penilaian dan penetapan penyedia bibit GN RHL/Gerhan, pelaksanaan penyediaan bibit, distribusi bibit sampai kepada proses penanaman. Tujuan dari pengendalian ini adalah untuk menjaga agar proses penyediaan bibit dapat berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan bibit yang diadakan ditanam di lapangan yang menjadi sasaran kegiatan GN RHL/Gerhan 3. Pelaksanaan Pengendalian dilakukan oleh Menteri Kehutanan c/q Direktur Jenderal RLPS. 4. Pemantauan dan evaluasi dilakukan secara periodik: triwulan dan akhir tahun. 5. Pelaporan dilaksanakan oleh BPDAS secara periodik: bulanan, triwulan dan tahunan. C. Pengawasan. Pengawasan dilakukan baik oleh Instansi Pengawasan Fungsional Departemen Kehutanan, Pemerintah Propinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota D. Keluaran (Out Put) Penyediaan bibit GN RHL/Gerhan adalah bibit yang mempunyai : 1. Berkualitas, yaitu mempunyai mutu fisik fisiologi dan mutu genetik yang tinggi. 2. Jumlah dan jenis sesuai dengan rencana yang telah disusun. 3. Bibit yang disediakan sesuai dengan tata waktunya. 4. Bibit diserahterimakan di Tempat Penampungan Sementara (TPS). II-22

23 BAB IX P E N U T U P Pedoman ini merupakan acuan dalam pelaksanaan penyediaan bibit GNRHL/ Gerhan. Diharapkan pedoman ini dapat digunakan dengan sebaik-baiknya oleh semua pihak yang terkait guna kelancaran dan mencapai keberhasilan. MENTERI KEHUTANAN MUHAMMAD PRAKOSA II-23

PENILAIAN KUALIFIKASI PEKERJAAN JASA PEMBORONGAN BERDASARKAN KEPPRES NOMOR 80 TAHUN 2003 DAN KEPMEN KIMPRASWIL NOMOR 339/KPTS/M/2003 * Edy Sriyono **

PENILAIAN KUALIFIKASI PEKERJAAN JASA PEMBORONGAN BERDASARKAN KEPPRES NOMOR 80 TAHUN 2003 DAN KEPMEN KIMPRASWIL NOMOR 339/KPTS/M/2003 * Edy Sriyono ** PENILAIAN KUALIFIKASI PEKERJAAN JASA PEMBORONGAN BERDASARKAN KEPPRES NOMOR 80 TAHUN 2003 DAN KEPMEN KIMPRASWIL NOMOR 339/KPTS/M/2003 * Edy Sriyono ** INTISARI Tujuan disajikannya makalah ini adalah agar

Lebih terperinci

BERITA ACARA PENJELASAN PEKERJAAN / KEGIATAN (AANWIJZING) Nomor : 09/POKJA ULP LP-Narkotika/XII/2013

BERITA ACARA PENJELASAN PEKERJAAN / KEGIATAN (AANWIJZING) Nomor : 09/POKJA ULP LP-Narkotika/XII/2013 POKJA PENGADAAN BAHAN MAKANAN NARAPIDANA DAN TAHANAN ULP KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI LEMBAGA PEMASYARAKATAN NARKOTIKA KELAS IIA MUARA BELITI Jalan Lintas Sumatera Km.19 Muara Beliti Kab.

Lebih terperinci

BAGIAN KETIGA PETUNJUK PELAKSANAAN PENILAIAN BIBIT GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

BAGIAN KETIGA PETUNJUK PELAKSANAAN PENILAIAN BIBIT GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.03/MENHUT-V/2004 Tanggal : 22 JULI 2004 JUNI 2004 BAGIAN KETIGA PETUNJUK PELAKSANAAN PENILAIAN BIBIT GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB

Lebih terperinci

BAGIAN KEEMPAT PETUNJUK PELAKSANAAN PELAPORAN GN RHL/GERHAN BAB I PENDAHULUAN

BAGIAN KEEMPAT PETUNJUK PELAKSANAAN PELAPORAN GN RHL/GERHAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN II. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.03/MENHUT-V/2004 /KPTS-V/2004 TANGGAL : 22 JULI 2004 BAGIAN KEEMPAT PETUNJUK PELAKSANAAN PELAPORAN GN RHL/GERHAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Laporan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA BUPATI PANDEGLANG, PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BERITA ACARA PENJELASAN PEKERJAAN / KEGIATAN (AANWIJZING) Nomor : 03/Panbama.Beliti/2014

BERITA ACARA PENJELASAN PEKERJAAN / KEGIATAN (AANWIJZING) Nomor : 03/Panbama.Beliti/2014 POKJA PENGADAAN BAHAN MAKANAN NARAPIDANA DAN TAHANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN NARKOTIKA KELAS IIA LUBUKLINGGAU ULP KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI Jalan Jenderal Sudirman Km. 3,5 Palembang BERITA

Lebih terperinci

RISALAH DAN BERITA ACARA PENJELASAN PEMILIHAN PENYEDIA JASA KONSULTANSI DINAS BINA MARGA DAN SUMBER DAYA AIR KOTA TANGERANG SELATAN

RISALAH DAN BERITA ACARA PENJELASAN PEMILIHAN PENYEDIA JASA KONSULTANSI DINAS BINA MARGA DAN SUMBER DAYA AIR KOTA TANGERANG SELATAN RISALAH DAN BERITA ACARA PENJELASAN PEMILIHAN PENYEDIA JASA KONSULTANSI DINAS BINA MARGA DAN SUMBER DAYA AIR KOTA TANGERANG SELATAN PANITIA PENGADAAN BARANG/JASA DINAS BINA MARGA DAN SUMBER DAYA AIR KOTA

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR: PK. 20 TAHUN 2013 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN (ULP) BARANG/ JASA BADAN SAR NASIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR: PK. 20 TAHUN 2013 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN (ULP) BARANG/ JASA BADAN SAR NASIONAL KEPALA BADAN SAR NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR: PK. 20 TAHUN 2013 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN (ULP) BARANG/ JASA BADAN SAR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN

Lebih terperinci

PERATURAN BERSAMA ANTARA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG DAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN DASAR

PERATURAN BERSAMA ANTARA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG DAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN DASAR PERATURAN BERSAMA ANTARA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG DAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH NOMOR : P.9/PDASHL-SET/2015 NOMOR : 403/D/DN/2015 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 37 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 37 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 37 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KOTA CILEGON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PROSEDUR PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH BERDASARKAN PERPRES NOMOR 54 TAHUN Oleh : Rusdianto S., S.H., M.H. 1

PROSEDUR PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH BERDASARKAN PERPRES NOMOR 54 TAHUN Oleh : Rusdianto S., S.H., M.H. 1 1 PROSEDUR PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH BERDASARKAN PERPRES NOMOR 54 TAHUN 2010 Oleh : Rusdianto S., S.H., M.H. 1 A. PELAKSANAAN, OBJEK DAN PARA PIHAK DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH Pengadaan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 15/E, 2010 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PROSES PENGADAAN BARANG/JASA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA MALANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAGIAN KESEPULUH PEDOMAN RENOVASI SENTRA PRODUKSI BIBIT (SPB) GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

BAGIAN KESEPULUH PEDOMAN RENOVASI SENTRA PRODUKSI BIBIT (SPB) GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.03/MENHUT-V/2004 /KPTS-V/2004 TANGGAL : 22 JULI 2004 2004 BAGIAN KESEPULUH PEDOMAN RENOVASI SENTRA PRODUKSI BIBIT (SPB) GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN KEGIATAN GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN TAHUN 2004 BAB I PENDAHULUAN

PENYELENGGARAAN KEGIATAN GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN TAHUN 2004 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN 1 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.02/Menhut-V/2004 SK. /Kpts-V/2004 Tanggal : 22 Juli 2004 PENYELENGGARAAN KEGIATAN GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN TAHUN 2004 A. Latar Belakang

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG NOMOR : P.8/PDASHL-SET/2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG NOMOR : P.8/PDASHL-SET/2015 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG NOMOR : P.8/PDASHL-SET/2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENANAMAN DAN PEMELIHARAAN POHON OLEH PESERTA DIDIK, PENDIDIK, DAN

Lebih terperinci

ISLAM NOMOR : P.7/PDASHL-SET/2015 NOMOR : DJ:II/555 TAHUN 2015 TENTANG

ISLAM NOMOR : P.7/PDASHL-SET/2015 NOMOR : DJ:II/555 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN BERSAMA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG DAN DIREKTUR JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT ISLAM NOMOR : P.7/PDASHL-SET/2015 NOMOR : DJ:II/555 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG UNIT LAYANAN

Lebih terperinci

BERITA ACARA PENJELASAN PEKERJAAN / KEGIATAN (AANWIJZING) Nomor : W.6.PAS.6.PL

BERITA ACARA PENJELASAN PEKERJAAN / KEGIATAN (AANWIJZING) Nomor : W.6.PAS.6.PL POKJA PENGADAAN BAHAN MAKANAN NARAPIDANA DAN TAHANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA LUBUKLINGGAU ULP KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI TAHUN ANGGARAN 2017 Jalan Depati Said No. 39 Lubuklinggau

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 135 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN BARANG/JASA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa agar pengadaan barang/jasa pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA KEMENTERIAN SOSIAL

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA KEMENTERIAN SOSIAL PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA KEMENTERIAN SOSIAL SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mengubah: Keppres 80-2003 lihat: Perpres 32-2005::Perpres 8-2006 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGADAAN BARANG DAN JASA

PEDOMAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEDOMAN PENGADAAN BARANG DAN JASA DANA PENSIUN PERHUTANI 2007 DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Umum... 1 1.2 Pengertian Isilah... 1 II. MAKSUD DAN TUJUAN... 3 III. PRINSIP DASAR, KEBIJAKAN DAN ETIKA

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR : 4 Tahun 2008 TANGGAL : 4 Pebruari 2008 BAB I PENGORGANISASIAN KEGIATAN

LAMPIRAN I PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR : 4 Tahun 2008 TANGGAL : 4 Pebruari 2008 BAB I PENGORGANISASIAN KEGIATAN LAMPIRAN I PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR : 4 Tahun 2008 TANGGAL : 4 Pebruari 2008 BAB I PENGORGANISASIAN KEGIATAN 1. Ketentuan Umum Pengelolaan Belanja Daerah dilakukan melalui proses perencanaan,

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PROSES PENGADAAN BARANG/JASA DENGAN METODE PENGADAAN LANGSUNG

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PROSES PENGADAAN BARANG/JASA DENGAN METODE PENGADAAN LANGSUNG SALINAN NOMOR 33, 2014 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PROSES PENGADAAN BARANG/JASA DENGAN METODE PENGADAAN LANGSUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa agar pengadaan barang/jasa pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

TIM PENGELOLA KEGIATAN KECAMATAN

TIM PENGELOLA KEGIATAN KECAMATAN LAMPIRAN : PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 12 TAHUN 2015 TANGGAL 12 JANUARI 2015 TIM PENGELOLA KEGIATAN DESA KECAMATAN Alamat : Jalan Kode Pos. RENCANA ANGGARAN BIAYA Kegiatan: Pekerjaan Tahun Anggaran

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 24/Menhut-II/2010 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN KEBUN BIBIT RAKYAT

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 24/Menhut-II/2010 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN KEBUN BIBIT RAKYAT PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 24/Menhut-II/2010 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN KEBUN BIBIT RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH MELALUI PENGADAAN LANGSUNG DI KABUPATEN GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2013, No

2013, No 2013, No.834 8 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG / JASA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG

BUPATI SEMARANG PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG / JASA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG BUPATI SEMARANG PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG / JASA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/ JASA PEMERINTAH KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 80 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

2 Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4355); 3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembara

2 Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4355); 3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembara BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.328, 2014 KEMENSOS. ULP. Barang. Jasa. Pemerintah. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 80 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Prosedur Pengadaan, Kontak Bisnis dan Pakta Integritas

Prosedur Pengadaan, Kontak Bisnis dan Pakta Integritas Prosedur Pengadaan, Kontak Bisnis dan Pakta Integritas Prosedur Pengadaan Tenaga Kerja antara lain : 1. Perencanaan Tenaga Kerja Perencanaan tenaga kerja adalah penentuan kuantitas dan kualitas tenaga

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Le

2016, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Le BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 314, 2016 KEMENSOS. Pengadaan Barang/Jasa. Unit Layanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 70 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 80 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 32 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 32 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 32 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA DANA ANGGARAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Pita Cukai. Cukai Lainnya.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Pita Cukai. Cukai Lainnya. No.373, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Pita Cukai. Cukai Lainnya. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 157/PMK.04/2009 TENTANG PENYEDIAAN PITA CUKAI DAN TANDA

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tent

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tent No.794, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. ULP. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 43 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN

Lebih terperinci

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Panas Bumi adalah sumber energi panas yang terkand

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Panas Bumi adalah sumber energi panas yang terkand No.30, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Panas Bumi. Tidak Langsung. Pemanfaatan. Pencabutan (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6023). PERATURAN

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS I. KETENTUAN UMUM

PETUNJUK TEKNIS I. KETENTUAN UMUM SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2011 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2011 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2011 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 19 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SALATIGA NOMOR 19 TAHUN 2011

BERITA DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 19 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SALATIGA NOMOR 19 TAHUN 2011 BERITA DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 19 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SALATIGA NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

Lebih terperinci

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA TEGAL

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA TEGAL SALINAN WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TEGAL, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN LAYANAN PENGADAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN

Lebih terperinci

b. bahwa untuk maksud tersebut di atas, perlu ditetapkan Keputusan Presiden tentang Pedoman Pelaksanaan

b. bahwa untuk maksud tersebut di atas, perlu ditetapkan Keputusan Presiden tentang Pedoman Pelaksanaan KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa agar pengadaan barang/jasa pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PANAS BUMI UNTUK PEMANFAATAN TIDAK LANGSUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PANAS BUMI UNTUK PEMANFAATAN TIDAK LANGSUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PANAS BUMI UNTUK PEMANFAATAN TIDAK LANGSUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa agar pengadaan barang/jasa pemerintah

Lebih terperinci

NOMOR 80 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 80 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Kepres 80 thn 2003 Hal. 1 dari 204 Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa agar pengadaan barang/jasa pemerintah

Lebih terperinci

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG - 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN BARANG/JASA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

SALINAN KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

SALINAN KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH SALINAN KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimba ng : a. bahwa agar pengadaan barang/jasa

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya

Walikota Tasikmalaya Walikota Tasikmalaya PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 68 Tahun 2013 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

2 Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesi

2 Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesi No.106, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Barang Jasa. Penyedia. Proses Pemilihan. Persyaratan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 11 TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.11/MEN/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.11/MEN/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.11/MEN/2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 60 TAHUN 2013 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH PROVINSI JAMBI

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 60 TAHUN 2013 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 60 TAHUN 2013 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 54 TAHUN 2013 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG BUPATI TANGERANG,

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 54 TAHUN 2013 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG BUPATI TANGERANG, PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 54 TAHUN 2013 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG BUPATI TANGERANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan sistem pengadaan

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS I. KETENTUAN UMUM

PETUNJUK TEKNIS I. KETENTUAN UMUM SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DAK BIDANG PENDIDIKAN MENENGAH TAHUN ANGGARAN 2013 I. KETENTUAN UMUM

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.11/MENLHK/SETJEN/KAP.3/4/2018 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PEMINDAHTANGANAN BARANG MILIK NEGARA LINGKUP KEMENTERIAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1214, 2013 KEMENTERIAN SOSIAL. Pengadaan. Barang/Jasa. Unit Layanan. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA

Lebih terperinci

BAB V. LEMBAR DATA KUALIFIKASI (LDK)

BAB V. LEMBAR DATA KUALIFIKASI (LDK) 1 BAB V. LEMBAR DATA KUALIFIKASI (LDK) A. Lingkup Kualifikasi Nama Pokja ULP : Pekerjaan Konstruksi ULP Pemerintah Provinsi Jawa Barat Alamat Pokja ULP : Jl. Diponegoro Bandung Website LPSE : www.lpse.jabarprov.go.id

Lebih terperinci

WALIKOTA BEKASI PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG UNIT PELAKSANA TEKNIS LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KOTA BEKASI

WALIKOTA BEKASI PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG UNIT PELAKSANA TEKNIS LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KOTA BEKASI WALIKOTA BEKASI PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG UNIT PELAKSANA TEKNIS LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KOTA BEKASI WALIKOTA BEKASI, Menimbang : bahwa dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT, BUPATI LOMBOK BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KEHUTANAN KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI KUTAI KARTANEGARA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGADAAN BARANG DAN JASA DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI KARTANEGARA, Menimbang

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PROVINSI BANTEN BUPATI TANGERANG PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 72 TAHUN 2015 TENTANG

PROVINSI BANTEN BUPATI TANGERANG PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 72 TAHUN 2015 TENTANG PROVINSI BANTEN BUPATI TANGERANG PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 72 TAHUN 2015 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG BUPATI TANGERANG, Menimbang : a. bahwa dengan telah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2002 TENTANG DANA REBOISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2002 TENTANG DANA REBOISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2002 TENTANG DANA REBOISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 dan Pasal 12 Undang-undang Nomor 20

Lebih terperinci

SATUAN KERJA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA DEPARTEMEN PERDAGANGAN

SATUAN KERJA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA DEPARTEMEN PERDAGANGAN SATUAN KERJA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA DEPARTEMEN PERDAGANGAN PANITIA PENGADAAN SATUAN KERJA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA PELELANGAN UMUM DENGAN PASCAKUALIFIKASI PEKERJAAN PENGADAAN KENDARAAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, 2015 Direktur Jenderal, Sumarjo Gatot Irianto Nip

KATA PENGANTAR. Jakarta, 2015 Direktur Jenderal, Sumarjo Gatot Irianto Nip KATA PENGANTAR Dalam rangka pencapaian sasaran swasembada pangan berkelanjutan, Pemerintah berupaya untuk mengoptimalkan pemanfaatan seluruh sumber daya prasarana dan sarana pertanian guna peningkatan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN

KEMENTERIAN KEHUTANAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAS DAN PERHUTANAN SOSIAL BALAI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI AGAM KUANTAN Jl. Khatib Sulaiman No. 46 Telp. (0751) 7055864-7053001 Fax. (0751)

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa agar pengadaan barang/jasa pemerintah

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

Pengadaan Barang dan Jasa di Pemerintahan

Pengadaan Barang dan Jasa di Pemerintahan Pengadaan Barang dan Jasa di Pemerintahan Pengertian Umum Seluruh pengadaan barang yang pembiayaannya melalui APBN/APBD, baik sebagian atau keseluruhan, harus mengacu kepada aturan yang berlaku (Keppres

Lebih terperinci

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN UNIT LAYANAN PENGADAAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA TEGAL

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN UNIT LAYANAN PENGADAAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA TEGAL SALINAN WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN UNIT LAYANAN PENGADAAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TEGAL,

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG SEKRETARIAT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 2010 TANGGAL 1 FEBRUARI 2010

SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 2010 TANGGAL 1 FEBRUARI 2010 SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 2010 TANGGAL 1 FEBRUARI 2010 PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) BIDANG PENDIDIKAN TAHUN ANGGARAN 2010 I. KETENTUAN

Lebih terperinci

BUPATI SINJAI PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI

BUPATI SINJAI PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI BUPATI SINJAI 1 PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI BUPATI SINJAI, Menimbang a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 1130 TAHUN 2014 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 36 TAHUN 2011 TANGGAL 23 AGUSTUS 2011

SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 36 TAHUN 2011 TANGGAL 23 AGUSTUS 2011 SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 36 TAHUN 2011 TANGGAL 23 AGUSTUS 2011 PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) BIDANG PENDIDIKAN TAHUN ANGGARAN 2011 UNTUK PENINGKATAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2012 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2012 TENTANG PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS I. UMUM Dalam

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN BANTUAN KEUANGAN YANG BERSIFAT KHUSUS KEPADA PEMERINTAH DESA YANG BERSUMBER

Lebih terperinci

RISALAH PENJELASAN PEKERJAAN ( AANWIJZING )

RISALAH PENJELASAN PEKERJAAN ( AANWIJZING ) KEGIATAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN DINAS PERTANIAN, PETERNAKAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN TAHUN ANGGARAN 2012 LAMPIRAN BERITA ACARA PENJELASAN PEKERJAAN Pekerjaaan : Pembuatan Tanaman Reboisasi 150 Ha

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Daftar Isi. Bab I Bab II Bab III Bab IV Bab V Bab VI

Daftar Isi. Bab I Bab II Bab III Bab IV Bab V Bab VI Daftar Isi Bab I Bab II Bab III Bab IV Bab V Bab VI 1 PEDOMAN AUDIT PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH Surat Kepala BPKP No.S-506/K/D1/2007 Tanggal,30 April 2007 2 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN Tujuan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Sistematika Penelitian...

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Sistematika Penelitian... ABSTRAK Pemilihan calon kontraktor dalam pengadaan barang/jasa pemborongan di bidang konstruksi pada prinsipnya dilakukan dengan metode pelelangan umum pascakualifikasi, terutama pada proyek pemerintah.

Lebih terperinci

INSTANSI : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi DIY BERITA ACARA PENJELASAN DOKUMEN PENGADAAN Tahun Anggaran : 2012 NOMOR : 027/ 1747

INSTANSI : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi DIY BERITA ACARA PENJELASAN DOKUMEN PENGADAAN Tahun Anggaran : 2012 NOMOR : 027/ 1747 INSTANSI : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi DIY BERITA ACARA PENJELASAN DOKUMEN PENGADAAN Tahun Anggaran : 2012 NOMOR : 027/ 1747 PEKERJAAN : Pengadaan Alat Uji Kadar Air TANGGAL : 7 Maret 2012

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL. Nomor : P. 05 /V-PTH/2007 TENTANG PEDOMAN SERTIFIKASI MUTU BIBIT TANAMAN HUTAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL. Nomor : P. 05 /V-PTH/2007 TENTANG PEDOMAN SERTIFIKASI MUTU BIBIT TANAMAN HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL JAKARTA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL Nomor : P. 05 /V-PTH/2007 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

2017, No listrik tenaga mikrohidro/pembangkit listrik tenaga surya dengan mekanisme sewa; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaks

2017, No listrik tenaga mikrohidro/pembangkit listrik tenaga surya dengan mekanisme sewa; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaks BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.658, 2017 KEMENPU-PR. Mitra Pemanfaatan BMN. Pemilihan Badan Usaha. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09/PRT/M/2017 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.1412, 2013 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. ULP. Barang/Jasa. Pemerintah. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

BERITA NEGARA. No.1412, 2013 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. ULP. Barang/Jasa. Pemerintah. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1412, 2013 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. ULP. Barang/Jasa. Pemerintah. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN KOTA PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang

Lebih terperinci