PROSIDING KONSULTASI TEMATIK MENGENAI KONFLIK DAN KERENTANAN: PRAKTIK- PRAKTIK TERBAIK DAN PEMBELAJARAN UNTUK AGENDA PEMBANGUNAN PASCA 2015

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROSIDING KONSULTASI TEMATIK MENGENAI KONFLIK DAN KERENTANAN: PRAKTIK- PRAKTIK TERBAIK DAN PEMBELAJARAN UNTUK AGENDA PEMBANGUNAN PASCA 2015"

Transkripsi

1 PROSIDING KONSULTASI TEMATIK MENGENAI KONFLIK DAN KERENTANAN: PRAKTIK- PRAKTIK TERBAIK DAN PEMBELAJARAN UNTUK AGENDA PEMBANGUNAN PASCA 2015 HOTEL ROYAL KUNINGAN 13 MARET 2013

2 KATA PENGANTAR Prosiding ini merupakan dokumen hasil kegiatan Konsultasi Tematik Mengenai Konflik dan Kerentanan: Praktik- Praktik Terbaik dan Pembelajaran untuk Agenda Pembangunan Pasca 2015 yang terselenggara berkat kerjasama BRR Institute dan Perserikatan Bangsa- Bangsa di Indonesia melalui United Nations Country Team (UNCT). Apresiasi yang tulus dan penghargaan yang tinggi kami haturkan kepada para peserta, para fasilitator (Bapak Gegar Prasetya, Bapak Danny Hilman Natawidjaja, Bapak Kevin Evans dan Bapak Juanda Djamal) serta para notula (Ibu Fithri Abdullah, Ibu Takudaeng Parawansa dan Ibu Eva Fitrina) yang telah mengawal sesi breakout dari awal hingga akhir, memfasilitasi proses pengumpulan masukan dan pendapat dari para pemangku kepentingan yang berasal dari berbagai latar belakang, serta meluangkan waktu untuk menuliskan kembali hasil diskusi kelompok untuk disampaikan dalam prosiding ini. Tertanda BRR Institute 2

3 I. PENDAHULUAN Seiring dengan akan berakhirnya Millennium Development Goals, masyarakat dunia dipimpin Perserikatan Bangsa- Bangsa sedang merumuskan agenda untuk mencapai kesejahteraan dan pembangunan masyarakat pasca Presiden Republik Indonesia, bersama dengan Presiden Republik Liberia dan Perdana Menteri Inggris, telah ditunjuk oleh Sekretaris Jenderal PBB sebagai co- chair dari sebuah panel tingkat tinggi (HLPEP) yang bertanggung jawab untuk mengonsolidasikan pemikiran- pemikiran dari masyarakat sipil dan berbagai ahli di seluruh dunia dalam menyusun Agenda Pembangunan Pasca Paralel dengan berbagai pertemuan HLPEP, berbagai konsultasi dan pertemuan yang ditujukan untuk mempengaruhi proses perumusan serta mengumpulkan masukan dan pendapat dari para pemangku kepentingan yang berasal dari berbagai latar belakang dilakukan, baik secara internasional, regional, maupun nasional. BRR Institute, didirikan oleh Dr. Kuntoro Mangkusubroto, mantan Kepala Badan Pelaksana Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh dan Nias, memfasilitasi terselenggaranya sebuah konsultasi tematik yang melibatkan institusi pemerintah, lembaga pembangunan internasional, PBB, organisasi masyarakat sipil, akademisi, lembaga riset serta sektor swasta. Harapannya, kegiatan ini akan menghasilkan rekomendasi yang bisa disampaikan oleh Presiden Republik Indonesia kepada HLPEP sehingga pembangunan berkelanjutan, penanganan bencana, dan adaptasi terhadap perubahan iklim menjadi visi dan agenda pembangunan dunia pasca BRR Institute melakukan pendekatan ganda untuk mencapai tujuan ini, yaitu dengan melaksanakan kegiatan pertemuan para ahli sebagai prakondisi pelaksanaan konsultasi tematik. Para ahli dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC), Institut Teknologi Bandung, Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal, SATGAS REDD+, UKP4, UNRCO dan ADB hadir dalam diskusi yang dilaksanakan pada 18 Januari Para ahli bersepakat mengenai pentingnya koordinasi yang lebih baik terhadap kebencanaan dan kerentanan serta kerjasama strategis antara sektor swasta, akademisi, kementrian dan masyarakat. Menggunakan data geologis canggih (pemetaan tiga dimensi) yang dimiliki oleh sektor swasta untuk sistem peringatan dini, bisa menjadi langkah awal yang nyata dari bentuk kerjasama strategis tersebut. Konfllik dan kerentanan terkait dengan berbagai faktor dan ditandai oleh hubungan yang kompleks antara lingkungan dan manusia. Indonesia, sebagai sebuah negara yang memiliki keragaman luar biasa dengan posisi geografis yang unik merupakan daerah rawan gempa karena dilalui oleh jalur pertemuan lempeng Indo- Australia, Eurasia, dan Pasifik serta berada di jalur Pacific Ring of Fire- menjadikan diskusi tematik mengenai konflik dan kerentanan relevan. Ini adalah alasan lain mengapa keterlibatan pemangku 1 Kegiatan Pertemuan Kelompok Ahli dalam Penyusunan Kerangka Rekomendasi untuk Agenda Pembangunan Pasca 2015 di Bidang Penanganan Bencana dihadiri oleh Dr. Danny Hilman Natawidjaja, M. Sc; Dr. Ir. Rahman Hidayat, M. Eng; Dr. Ing. Ir. Widjo Kongko, M. Eng; Dr. Ir. M. Dirhamsyah, MT; Dr. Gegar Prasetya; Dr. Suprayoga Hadi; Kevin Evans; William Sabandar; Drs. Eddy Purwanto, MPA; Satya Tripathi dan Chris Summer. 3

4 kepentingan dari berbagai sektor menjadi sangat penting. Namun, dan juga karena sifat multidimensi dan kompleks dari proses perumusan dan penyusunan Agenda Pembangunan Pasca 2015, masukan dari para ahli yang lebih obyektif juga dibutuhkan. II. RINGKASAN PROSES KONSULTASI 2.1. Hasil Diskusi Kelompok Peserta dibagi dalam tiga kelompok yaitu Pengurangan dan Manajemen Risiko Bencana, Aspek- Aspek Ekonomi Konflik dan Kerentanan, dan Aspek- Aspek Sosial Konflik dan Kerentanan Kelompok Pengurangan dan Manajemen Risiko Bencana Dengan latar belakang peserta yang beragam, terlihat bahwa sebagian peserta tidak siap dengan metode yang 'tidak diarahkan' atau yang tidak dipasangi rambu- rambu dengan kalimat- kalimat 'jargon' DRR. Diskusi seperti ini merupakan hal baru bagi sebagian peserta. Sebagian peserta mengharapkan diskusi berjalan dengan panduan (tidak cukup hanya dengan pancingan pertanyaan atau grafis dalam flipchart) sehingga di menit- menit awal cukup alot untuk melaksanakan curah pendapat yang 'murni' pendapat asli dari masing- masing peserta. Namun demikian, akhirnya terjadi curah pendapat yang intens dan setiap peserta merasa rileks dan bebas berbicara sesuai dengan pengalaman mereka sehari- hari. Dalam hal ini, perlu dilakukan lebih banyak lagi kegiatan sejenis yang memberikan peserta kesempatan untuk berbicara 'out of the box' dan 'tidak dipaksakan' sehingga diperoleh hasil- hasil diskusi yang 'genuine' atau alami. Konsep dan Teori DRR - Lemah dalam Implementasi Dalam diskusi, jelas terlihat konsep dan teori pengurangan dan manajemen risiko bencana sangat dikuasai oleh peserta yang memiliki latar belakang atau bekerja di institusi pemerintah atau LSM- LSM besar. Semua susunan kalimat dan redaksi serta poin- poin pikiran yang dikemukan sempurna dan sesuai textbook. Di atas kertas, semua pihak terwakili di dalam DRR dan pentahapannya pun jelas hingga ke pengalokasian anggaran. Indikator keberhasilan pun sangat terukur dari sisi penyerapan anggaran, atau jumlah peserta dan keterwakilan namun indikator keberhasilan untuk implemensi sangat sulit karena baru diketahui berhasil atau tidak ketika bencana terjadi. Sebagai contoh, gempa bumi yang terjadi di Padang pada 2009 dan tsunami di Mentawai pada Kegiatan DRR telah banyak dilakukan, namun jumlah korban jiwa dan harta benda masih tinggi. Pembelajaran yang diambil dari peristiwa ini menunjukan bahwa DRR masih terkonsentrasi pada aspek early warning dan emergency response. Ketika pemangku kepentingan di lapangan memberikan tanggapan dan pandangan dalam pengurangan dan manajemen risiko bencana, disadari bahwa banyak hal yang secara teoritis dan komprehensif telah dituangkan pada tahap perencanaan serta telah memperoleh alokasi pendanaan, namun di dalam tahap pelaksanaannya menghadapi berbagai kendala. Kendala- kendala di tahap implementasi pengurangan dan manajemen risiko bencana ini menjadi sangat kritis dan penting. Kesenjangan antara perencanaan DRR dan implementasi didiskusikan lebih jauh dalam curah pendapat dan disimpulkan bahwa: 4

5 Di tingkat nasional: konsep dan teori pengurangan risiko bencana pada level institusi pemerintah di tingkat pusat telah dipahami secara komprehensif baik dalam perencanaan jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Namun masih lemah dalam implementasi karena adanya ego sektoral. Indikator keberhasilan yang digunakan hanya sebatas angka kehadiran, jumlah peserta, dan keterwakilan daerah. Sedangkan indikator untuk mengukur kualitas dari aktivitas- aktivitas yang dilakukan tidak ada. Di tingkat daerah: lemahnya sumber daya manusia untuk penanganan pengurangan risiko dan manajemen bencana karena personil yang ditempatkan tidak memiliki latar belakang pengetahuan yang cukup. Pejabat pemerintah yang membidangi sering berganti- ganti dan tidak memiliki bidang keahlian yang sesuai. Alokasi penganggaran pun masih lebih banyak untuk emergency response dan tidak untuk aktivitas- aktivitas mitigasi pengurangan risiko. Peran Sains (Kearifan Lokal dan Modern Sains) dalam DRR Dalam diskusi, disadari bahwa peran ilmu pengetahuan dan teknologi sangat menentukan dan penting. Sebagai contoh, pengetahuan yang dimiliki oleh nenek moyang kita (kearifan lokal) menyebabkan masyarakat kita dahulu lebih tangguh dalam menghadapi bencana baik itu slow ataupun rapid on- set seperti konsep lumbung padi, cagar hutan dan mata- air/embung untuk menghadapi bencana kekeringan dan banjir, konsep rumah panggung dan dinding dari bambu dan atap alang- alang/ijuk untuk rumah tahan gempa dan tsunami/banjir. Integrasi dari kearifan lokal dan sains di dalam DRR menjadi mutlak, namun kendala yang dihadapi saat ini adalah tidak tersedianya pakar yang cukup. Masyarakat tidak tertarik untuk terjun ke bidang ini karena tidak kekurangan alokasi dana riset. Oleh karenanya, dibutuhkan insentif untuk generasi muda dalam mempelajari dan terjun di bidang sains yang berhubungan dengan kebencanaan. Generasi muda meyakini bahwa mendalami ilmu ini tidak memiliki jaminan pekerjaan di masa depan. Padahal bencana alam terjadi silih berganti di tanah air, karakterisasi sumber bencana perlu dilakukan dengan baik, sehingga perencanaan pembangunan dan antisipasi terhadap bencana dapat dilakukan dengan baik. Ini berarti bahwa lapangan pekerjaan bidang kebencanaan sangat banyak, namun masih termarjinalisasi karena ketidaktahuan para pemangku kepentingan. Adanya konsep lumbung padi, cagar hutan, dan rumah panggung adalah kearifan lokal yang bernilai sama dengan 'modern sains' yang harus diimplementasikan dalam kehidupan sehari- hari untuk mengurangi dan mengelola risiko bencana. Saran dan Rekomendasi 1. Perlunya pengarusutamaan DRR dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional [Program dan Anggaran] 2. Meningkatkan kapasitas pemerintah daerah untuk dapat mengintegrasikan DRR ke dalam proses pembangunan daerah secara holistik. 3. Mendayagunakan potensi dan peran lembaga dan forum DRR tingkat nasional, daerah dan komunitas (pemerintah, swasta, dan kelompok masyarakat) dalam praktek DRR. 4. Perlunya komitmen politik nasional dalam upaya pengarusutamaan DRR pada tingkat legislatif. 5

6 5. Perlunya menyusun kebijakan tentang perlunya asuransi kebencanaan baik di tingkat pusat maupun daerah. 6. Pendekatan holistik di dalam DRR sangat diperlukan karena kondisi saat masih terjadi ego- sektoral pada masing- masing stakeholders 7. Meningkatkan partisipasi pihak swasta dalam penanganan DRR, khususnya dalam pre- disaster activity. 8. Adanya knowledge gap antara nasional dan daerah tentang implementasi DRR 9. Perlu adanya kaderisasi para pakar di bidang DRR dan harus ada insentif untuk riset bidang kebencanaan. 10. Di dalam pengurangan risiko bencana, perlu adanya integrasi antara kearifan lokal dan science- based yang didukung dengan empowering local capacity dan pemanfaatan spiritual/informal leader dalam diseminasi DRR. 11. Pentingnya pengamanan logistik/lifeline utility untuk pre- and post- disaster, tidak terbatas hanya untuk emergency response. 12. Pelaksanaan DRR sampai saat ini masih terbatas pada emergency response. 13. Harmonisasi sosial dan budaya di dalam DRR. 14. DRR untuk man- made atau on- set disaster seperti perubahan tata guna lahan, banjir, kebakaran, dan lain sebagainya memerlukan penanganan khusus yang menyangkut kebijakan/regulasi pemerintah 15. Good governance yang dikombinasikan dengan best practices menjadi unsur penting bagi pengarusutamaan DRR Kelompok Aspek- Aspek Ekonomi Konflik dan Kerentanan Pertimbangan di bawah diarahkan untuk mendiskusikan aspek- aspek ekonomi konflik dan kerentanan: Bagaimana menertibkan pergeseran hak ekonomi dan aset yang selalu menyertai bencana besar dan konfllik? Bagaimana menjamin/melindungi hak ekonomi dan aset kelompok rentan (perempuan miskin, minoritas, dan terasing)? Bagaimana menjamin program rehabilitasi/rekonstruksi tidak mendiskriminasikan kepentingan ekonomi kelompok rentan? Bagaimana menjamin penawaran dari donor berhasil dialihkan menjadi proyek di lapangan tanpa korupsi dan kemacetan birokrasi? Latar Belakang Singkat Dalam keadaan pasca konflik atau pasca bencana besar, dipastikan ada pergeseran, perubahan bahkan perampasan besar terhadap keadaan ekonomi anggota masyarakat setempat, utamanya menyangkut aset dan mata pencaharian. Pergeseran tersebut dapat termasuk perubahan dari hak milik pribadi menjadi hak milik negara dan sebaliknya, atau pergeseran hak milik dari satu orang ke orang yang lain, bahkan bisa saja ada pergeseran dalam keluarga. Ada juga perubahan besar dalam penguasaan hak guna antara aneka sektor dan komponen bangsa. Proses ini tidak mungkin dihindari, misalnya masyarakat harus dipindahkan dari satu tempat yang hancur/rawan ke tempat yang aman dan lain sebagainya. Namun jika tidak hati- hati, proses pergeseran hak tersebut dapat menimbulkan konflik, ketidakadilan, diskriminasi, korupsi bahkan kemacetan pemulihan dalam skala yang besar. 6

7 Hikmah dan Pembelajaran Keadaan konflik, pasca konflik dan pasca bencana besar merupakan keadaan yang tidak biasa (not usual). Oleh sebab itu tata kelola yang harus diberlakukan tidak bisa business as usual. Tata kelola harus lebih kreatif namun sangat peka terhadap dampak negatif yang menyertai perubahan atau pergeseran hak milik dan hak guna secara tiba- tiba. Dalam keadaan rawan dimana aturan main administrasi pemerintahan bahkan ekonomi dan pasar terganggu, maka potensi untuk penyalahgunaan wewenang termasuk perilaku korupsi menjadi lebih menonjol daripada keadaan normal. Oleh karenanya, perencanaan dan pelaksanaan program rehabilitasi dan rekonstruksi harus berdasarkan kepekaan jeli terhadap potensi penyalahgunaan wewenang dan korupsi. Saran dan Rekomendasi 1. Anak merupakan satu kelompok dalam masyarakat yang rentan dalam keadaan rawan. Agar hak mereka terlindungi, mereka harus diberikan suara dalam proses perencanaan. Untuk mendukung kapasitas mereka agar memiliki peran yang efektif maka proses pertemuan antara anak dari daerah lain yang sudah berpengalaman penting untuk dilakukan sebagai proses peer learning melalui semacam forum anak. 2. Pengembangan program kerjasama antara negara dan sektor swasta bersifat positif. Namun pengembangan kerja sama antara sektor swasta dengan masyarakat sipil perlu mendapat perhatian khusus. Sebagai model ekonomi, agar dipertimbangkan dukungan untuk model koperasi termasuk credit union sebagai tata kelola ekonomi yang mampu melibatkan banyak anggota masyarakat korban. 3. Proses pergeseran hak antara orang atau komponen bangsa dalam keadaan pasca konflik dan pasca bencana perlu dilakukan secara terbuka dan partisipatif. Landasan keterbukaan informasi dan partisipasi diarahkan, antara lain, agar menjamin bahwa masing- masing pihak sadar akan potensi pergeseran hak ekonomi, aset dan hak guna yang akan muncul sebagai bagian dari proses rehabilitasi dan rekonstruksi. 4. Disertai proses keterbukaan dan partisipasi, mekanisme penegakan hukum harus didukung sebagai satu alat kuat untuk menjamin hak ekonomi, aset dan hak guna anggota masyarakat, termasuk hak warisan. 5. Sebagai bagian dari tahap persiapan/persiagaan untuk bencana, catatan terhadap status hak ekonomi dan hak guna yang berada di masyarakat agar ditertibkan dan diarsipkan secara efisien. Kelemahan atau ketiadaan data tersebut dalam kearsipan akan sangat mengganggu kecepatan dan proses pemulihan rehabilitasi dan rekonstruksi serta membuka potensi perampasan hak aset dan hak guna. 6. Agar mengurangi potensi konflik dan kecurigaan antara sesama masyarakat korban, maka keterbukaan dalam anggaran dan keterbukaan tentang proses seperti pelelangan dan penyaluran bantuan harus dijadikan bagian tak terpisahkan dari Standard Operating Procedures (SOP) untuk lembaga yang mengoordinasikan program rehabilitasi dan rekonstruksi. 7

8 7. Dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi, instansi pemerintah yang bertanggung jawab terhadap pemulihan harus bekerja berlandaskan budaya siap melayani masyarakat dan mengatasi masalah, bukan safety player yang birokratis. Kelembagaan instansi rehabilitasi and rekonstruksi perlu disusun sedemikian rupa sehingga mampu mendorong stafnya agak bertindak kreatif dan pro pelayanan publik. 8. Sebagian dari peletakan budaya organisasi termasuk tata kelola dan peraturan yang mengikat. Untuk instansi yang harus mengelola keadaan pasca konflik dan bencana besar dibutuhkan aturan khusus yang perlu ditegakkan misalnya untuk kebijakan pelelangan dan audit (dengan real time bukan hanya post- fakto), bukan business as usual. 9. Pendistribusian hak ekonomi seperti tanah untuk korban yang harus dipindahkan membutuhkan kepekaan terhadap hak ekonomi orang asli setempat, termasuk keterlibatan masyarakat asli tersebut dalam program perencanaan. Salah satu pendekatan yang berguna untuk menjamin hak masyarakat setempat dilindungi dan ditegakkan adalah PADIATAPA (Free Prior Informed Consent). 10. Khusus untuk korban pasca konflik, maka prinsip- prinsip keadilan transisional perlu diperhatikan, misalnya untuk menelusuri perampasan hak yang terjadi selama konflik. Perampasan hak ini tidak terbatas hanya pada hak asasi manusia melainkan juga hak ekonomi dalam arti luas termasuk hak atas aset dan hak guna. 11. Sebagai bagian dari proses pemulihan masyarakat pasca konflik, dibutuhkan program pendidikan seperti pendidikan kewarganegaraan dan toleransi. Manfaat dari program ini tidak hanya terbatas pada aspek sosial- politik melainkan terhadap aspek ekonomi juga. Manusia yang merasa nyaman dan mampu secara budaya untuk bergaul dengan anggota masyarakat yang berbeda merupakan orang yang lebih mampu maju secara ekonomi baik secara pribadi maupun untuk masyarakatnya secara lebih luas. 12. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendukung upaya dalam negeri untuk menegakkan hukum adalah instrumen hukum internasional, misalnya UNCAC mendukung upaya dalam negeri untuk berpacu dengan agenda pemberantasan korupsi. Oleh sebab itu perlu dipikirkan kemungkinan untuk menyusun suatu kesepakatan internasional yang menyangkut jaminan hak ekonomi anggota masyarakat yang menjadi korban bencana dan konflik serta pencegahan ketidakadilan ekonomi Kelompok Aspek- Aspek Sosial Konflik dan Kerentanan Pemikiran Dasar Aspek sosial meninjau beberapa isu utama, yaitu konflik etnik dan kerentanan, konflik agama dan kerentanan, dan kohesi sosial. Peserta kemudian menambahkan satu isu lainnya yaitu konflik politik yang diakibatkan oleh beberapa faktor yaitu ketidakadilan antara pusat dan daerah seperti kasus Aceh dan Papua. Khususnya Aceh, pasca 8

9 penandatanganan MoU Helsinki maka dinamika konflik masih berproses dalam era transisi perdamaian menuju pembangunan yang permanen. Identifikasi permasalahan dalam kelompok sosial diarahkan dengan menggunakan bagan CIVICUS, yaitu relasi antara negara, masyarakat dan pasar/kapital. Selain itu, bagan kuadran antara negara dan masyarakat merupakan acuan yang tepat untuk menciptakan posisi negara menjadi kuat (positif) dan masyarakat juga kuat (positif). Keadaan tersebut dapat menumbuhkan keseimbangan antara penyelenggaraan negara (governance) dan partisipasi masyarakat sipil dalam membangun negara yang maju dan berkeadilan. Pada penghujung MDGs pertama ( ), Indonesia masih menghadapi permasalahan sosial yang sangat tinggi. Konflik agama, konflik etnis, kohesi sosial dan bahkan konflik politik akibat ketidakadilan (pusat- daerah) masih berlangsung di Papua. Tumbuhnya konflik dilatarbelakangi oleh faktor yang beragam, salah satunya diakibatkan oleh pengaruh kepentingan- kepentingan kelompok politik dan/atau pemilik modal untuk mempengaruhi pemerintah sebagai penyelenggara sistem kenegaraan. Kondisi ini mengakibatkan munculnya konflik sosial dan kecenderungannya menggunakan jargon agama, etnis dan simbol lainnya sebagai alat memapankan konflik. Penyelenggaraan pemerintahan yang tidak stabil sangat rentan melahirkan kesenjangan sosial, apalagi pengaruh pasar/pemilik modal sangat tinggi dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah. Untuk kasus Papua, otonomi khusus tidak menjadi upaya penyelesaian konflik, bahkan menciptakan kesenjangan sosial yang semakin tinggi. Keadaan ini semakin memperkuat ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Kemudian, seharusnya negara menjadi sumber kekuatan untuk masyarakat. Negara memiliki sistem yang menjamin tidak adanya korupsi sehingga penyelenggaraan pemerintahan menjadi optimal, dan di sisi lain menjamin masyarakat yang kuat, mampu bersaing secara sehat, yang pada akhirnya menguatkan negara itu sendiri. Maka sistem kenegaraan harus diarahkan untuk menjadikan masyarakat kuat dan cerdas. Negara harus mempunyai peran yang aktif untuk masyarakat, sehingga antara negara dan masyarakat bersinergi. Selain itu, melihat perkembangan konflik sosial khususnya konflik agama dan etnis, sebagian besar dipicu oleh pola relasi dan interaksi sosial yang semakin hari semakin negatif dan tidak komunikatif. Ruang komunikasi dan dialog antar etnis dan agama, maupun inter etnis dan agama semakin mendestruksikan nilai- nilai sosial budaya yang dimiliki oleh etnis dan agama itu sendiri. Sehingga pluralisme tidak lagi dijalankan dengan berpegang pada nilai- nilai toleransi yang saling menghargai dan menghormati perbedaan. Kasus seperti penutupan rumah ibadah bagi umat Kristen di beberapa propinsi menandakan kebijakan yang tidak relevan dengan pertumbuhan umat, sehingga agama dijadikan alat untuk memobilisasi massa dan mengakibatkan konflik sosial tidak terhindari. Begitu pula dengan jamaah Ahmadiyah, ataupun aliran yang mendapatkan label sesat, pada dasarnya tidak terlepas dari kecemburuan sosial yang tidak dapat menerima perbedaan maupun kemajuan itu sendiri. 9

10 Koflik sosial juga bisa diakibatkan oleh perebutan sumber daya, misalnya dalam kasus- kasus batas wilayah, kasus pertanahan antara masyarakat dengan perusahaan, serta konflik yang berlangsung di daerah- daerah tambang. Kasus perkebunan sawit di Aceh antara masyarakat Kuala Tripa dengan PT. Kalista Alam, perkebunan karet di Sumatera Utara, serta illegal logging dan illegal mining juga menciptakan konflik sosial yang sangat tinggi. Pada dasarnya, permasalahan sosial selayaknya direspon melalui pendekatan kultural. Bhinneka Tunggal Ika merupakan fondasi kultural Indonesia yang sangat kokoh. Potensi kearifan dan budaya lokal dari 34 propinsi, ribuan etnis, enam agama dan beragam aliran kepercayaan harus didorong sebagai kebudayaan Indonesia yang dilindungi oleh negara karena semua itu merupakan kekuatan pembangunan dan menjadikan Indonesia memiliki posisi tawar dalam berhadapan dengan negara- negara lain di dunia. Pemerintah harus menjadi aktor utama dalam menerapkan nilai- nilai kebhinnekaan tersebut, dan hendaknya memberi suri tauladan bagi rakyatnya. Pemerintah dan aparaturnya wajib mempraktikkan perbuatan yang melindungi dan melayani kesejahteraan rakyat, menepati janjinya pada rakyat dan menjauhkan perbuatannya dari tradisi korupsi. Inilah cara membangun kembali kepercayaan masyarakat yang selama ini telah luntur. Untuk itu, banyak pembelajaran yang dapat dijadikan sebagai motivasi baru menghadapi MDGS periode kedua ( ). Media massa dapat menjadi alat distribusi informasi, menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menjadi warga negara yang partisipatif, responsif dan mendukung program pembangunan untuk kemajuan negara. Pembelajaran penyelesaian konflik Aceh melalui pendekatan dialog telah berhasil menyepakati kesepahaman membangun Aceh dan Indonesia. Hanya saja, keberhasilan tersebut harus diperkuat terus oleh pemerintah Republik Indonesia sampai terwujudnya perdamaian positif dimana masyarakat dan pemerintahan Aceh dapat membangun Aceh dari semua sektor; sosial, budaya, ekonomi dan politik, dan menjamin tidak berulangnya konflik baru setelah tahun mendatang. Begitu pula dalam rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana gempa dan tsunami Aceh, good governance dengan pencapaian anggaran hingga 103% dan hanya 7 kasus korupsi menjadi pembelajaran penting dalam mentransformasikan budaya korupsi di Indonesia. Untuk itu, berangkat daripada pembelajaran di atas maka konflik Papua harus diselesaikan sebelum MDGs pertama berakhir (2015), begitu pula konflik etnis dan agama serta kasus- kasus yang disinyalir sebagai terorisme harus dicapai penyelesaiannya dalam tiga tahun ke depan. Pemerintah dan masyarakat dapat lebih proaktif merespon dan menyelesaikan konflik- konflik antar pemeluk agama serta berkomitmen untuk tidak lagi menciptakan keadaan yang bisa mempengaruhi terjadinya konflik baru atas kerentanan yang terjadi saat ini. Hal utama yang harus dijalankan oleh pemerintah adalah penegakan hukum secara adil; tanpa melihat kekuasaan jabatan dan materi (uang). Pemberantasan korupsi harus menjadi agenda utama dalam penegakan hukum. Untuk tingkat komunitas, maka hukum adat dapat menjadi alat yang lebih tepat untuk tegaknya keadilan. Maka, 10

11 struktur sosial harus dihidupkan secara aktif guna menumbuhkan kekuatan sosial bagi pembangunan. Memasuki MDGs kedua ( ) maka pemerintah Indonesia dan masyarakatnya harus membangun kekuatan bersama untuk menyampaikan pembelajaran, memelopori konsep- konsep pembangunan ekonomi dan bisnis yang partisipatif dengan menghindari terjadinya konflik sosial, menciptakan ruang dialog yang komunikatif antar dan inter etnis dan agama. Akhirnya, sebagai aktor utama di kawasan Asia Tenggara maka Indonesia dapat memperkuat posisi tawarnya dengan memprakarsai sistem keadilan global dengan menjadikan relasi negara, masyarakat dan pasar sebagai mitra bersama pembangunan. Hikmah dan Pembelajaran Indonesia harus memperbaiki sistem penyelenggaraan negara, memperkuat masyarakat dengan meningkatkan pemahaman berkewarnegaraan yang benar, dan memperkuat fondasi/falsafah Bhinneka Tunggal Ika sebagai titik pemersatu sosial dan budaya yang berbeda- beda di Indonesia. Untuk itu, beberapa isu yang berhasil diidentifikasi selanjutnya dikembangkan sebagai indeks kebhinekaan dimana setiap tema tersebut ditentukan indikator keberhasilan agar memiliki kerangka pikir yang lebih jelas. Indeks Kebhinekaan Kebhinekaan menjadi titik temu yang dapat mempertemukan perbedaan yang terdapat dalam etnis, agama, organisasi, kelompok sosial, dan komunitas. Untuk itu, nilai kebhinekaan perlu diperkuat oleh semua lapisan masyarakat, aparatur negara dan pemimpin negara. Penguatannya harus dititikberatkan pada penguatan kesadaran kewarganegaraan, sehingga memahami perannya sebagai warga negara yang benar dalam pembangunan. Harapannya, setiap warga negara dapat menghindari tindakan yang merusak dan tentunya berupaya untuk meningkatkan partisipasinya dalam melaksanakan program- program pembangunan. 11

12 Dari 12 tema yang dipetakan dalam diskusi, agar relevan dengan pola relasi kekuasaan (CIVICUS), maka pendekatannya adalah memperkuat pembahasan dua sektor yaitu negara dan masyarakat. Gambar di atas memperlihatkan bahwa peran negara sangat besar dalam memperkuat masyarakat. Negara melakukan intervensinya melalui berbagai pembelajaran yang diperoleh dan sistemnya menjamin untuk tidak berulangnya kesalahan yang pernah dijalankan pada era sebelumnya. Pemerintah sebagai pelaksana negara wajib menyelenggarakan sistem birokrasi yang melayani rakyat, menciptakan sistem penyelenggaraan yang terbuka (transparent) dan mempertanggungjawabkan hasil kerja (accountable), serta melibatkan masyarakat mulai dari perumusan sampai dengan pelaksanaan program pembangunan (participatory). Kemudian penyelenggara negara menumbuhkan political will dalam merespon setiap konflik dan kerentanannya melalui pendekatan dialogis dan komunikatif. Konflik internal harus diselesaikan secara nir- kekerasan dan tidak mengedepankan kekuatan militer. Pendekatan kultural merupakan strategi yang tepat dengan menjadikan kearifan lokal sebagai alat resolusi konflik. Upaya tersebut menjamin kohesi sosial dapat dikelola secara benar sehingga menjadi kekuatan bagi pelaksanaan pembangunan. Untuk memperjelas capaian dari keempat tema penting di atas, maka ditentukan indikatornya masing- masing seperti dibawah ini. 1. Governance Adanya perencanaan pembangunan yang sensitif terhadap konflik Kuatnya sistem demokrasi (partisipasi, kesetaraan antar sesama) Transparansi dan akuntabilitas Pengarusutamaan gender Adanya pembangunan yang berkelanjutan dengan mengacu pada budaya setempat 12

13 Regulasi yang berpihak pada masyarakat Memperkuat desentralisasi dengan mengacu pada budaya setempat Perencanaan pembangunan yang berdasarkan kebutuhan daerah/region (anggaran dan program). Transparansi pemerintah dalam mendistribusikan dana pembangunan dari wilayah- wilayah yang berkontribusi besar. Pengakuan terhadap aliran kepercayaan di luar 6 agama resmi di Indonesia Pengakuan perlindungan terhadap hak ulayat masyarakat adat. Penanganan korban pasca konflik terutama perempuan, anak serta kelompok diffable. Penegakan hukum 2. Lesson Learnt Leadership knowledge (tentang rehabilitasi dan rekonstruksi di Aceh dan Nias), peacebuilding di Aceh, dan demokratisasi Indonesia. Solidaritas bangsa dalam menangani tsunami di Aceh Keterlibatan para pemangku kepentingan dalam membangun perdamaian Undang- Undang No. 7/2012 tentang Penanganan Konflik Sosial Statement Perdamaian oleh Perempuan dan Anak di Aceh dan Ambon. 3. Social Cohesion Membangun dialog inter dan antar etnik dan agama secara rutin Memperkuat kearifan lokal sebagai modalitas dalam pembangunan nasional Perlindungan terhadap aliran kepercayaan yang diyakini oleh kelompok masyarakat. Penghargaan atas keragaman. Pelibatan anak- anak dalam resolusi konflik dan penyembuhan terhadap anak- anak yang terkena dampak konflik Penguatan sosial mengenai multikulturalisme, toleransi, pluralisme dan perdamaian 4. Resolusi Konflik Mengedepankan dialog/komunikasi konstruktif dalam penyelesaian konflik. Menyelesaikan konflik Aceh hingga mencapai positive peace dan menggunakan pembelajarannya untuk penyelesaian konflik di Papua dan di kawasan Asia Tenggara. Adanya partisipasi dari seluruh pemangku kepentingan (terutama kelompok perempuan, tokoh agama dan tokoh adat) Setiap aktor/kelompok diberikan kebebasan dalam mengutarakan ide dan gagasan dalam menyelesaikan masalah Pendekatan sensitive peace Setiap komunikasi dalam penyelesaian konflik mengedepankan kesetaraan seluruh pihak Pendekatan yang sensitif terhadap kebutuhan kelompok anak- anak dalam konflik Pendekatan Transitional Justice melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, yang merupakan milestone Indonesia Baru 13

14 Jurnalisme damai Saran dan Rekomendasi 1. Memperkuat proses perdamaian Aceh melalui pendekatan positive peace dan menyelesaikan konflik Papua dan konflik sosial lainnya sebelum MDGs pertama berakhir (2015), sehingga di awal MDGs kedua ( ) rekonsiliasi menjadi milestone untuk mewujudkan Indonesia baru. 2. Mengembangkan Conflict Prevention Framework sebagai upaya untuk tidak lagi mengulang konflik baru pada MDGs kedua, dan merespon segala kerentanan secara komprehensif sehingga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah tumbuh secara kuat. 3. Mengembangkan kerangka pikir multikulturalisme, pluralisme, dan perdamaian sebagai upaya penguatan penyelenggaraan pemerintahan (governance), memperkuat masyarakat (society) dan mengelola segala konflik dan kerentanannya. 4. Mengembangkan Resource Center (RC) perdamaian dan resolusi konflik di daerah rentan konflik sebagai pusat pengembangan pendidikan masyarakat dan pemerintah. Hal tersebut untuk mempercepat transformasi Indonesia menjadi negara yang modern pada MDGs kedua. 5. Memobilisasi modal sosial sebagai modal utama pembangunan Indonesia baru melalui penyelenggaraan pemerintahan yang mengutamakan rakyat dan melibatkan masyarakat dari perencanaan hingga pelaksanaan pembangunan. 14

15 LAMPIRAN: DAFTAR PESERTA MASYARAKAT SIPIL, LSM DAN ORGANISASI AKAR RUMPUT 1. Pargito, Konsorsium Monitoring dan Pemberdayaan Institusi Publik (KOMPIP), Surakarta 2. Budi Setiawan, Lembaga Penanggulangan Bencana PP Muhammadiyah, Yogyakarta 3. Teuku Muhammad Zulfikar, WALHI, Banda Aceh 4. Muhammad Hakim, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Jakarta 5. Damairia Pakpahan, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Yogyakarta 6. Surya Rahman Muhammad, Humanitarian Forum Indonesia 7. Isra Yandi, WANADRI, Jakarta 8. Dedi Siswanto, Yayasan Cakrawala Indonesia, Palangkaraya 9. Ungu K. Ratu, Tokoh Adat Damang, Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau, Palangkaraya 10. B. Kristia Nortie, Lembaga Pemberdayaan Perempuan dan Anak (LAPPAN), Ambon 11. Imelda Pingkan Moniaga, HOPE Indonesia, Jakarta 12. Eka Satrya, Solok Selatan Emergency Respons Team, Sumatera Barat 13. Faisal Rasyid, Yayasan Bina Manajemen Informatika, Sumatera Barat 14. Vincentius Oehtimue, Yayasan Pendidikan Persekolahan Katholik (YPPK), Jayapura 15. Jolanda H. Souhuwat, Yayasan Pendidikan Kristen (YPK), Jayapura 16. Devi Mayulis, Karang Taruna Kota Solok, Sumatera Barat 17. Agusta Mukhtar, Aceh Judicial Monitoring Institute, Banda Aceh 18. Jan Tebai, Yayasan Pendidikan Persekolahan Gereja- Gereja Injili (YPPGI), Jayapura 19. Frans Tugimin, Forum Pengurangan Risiko Bencana, Yogyakarta 20. Fatkhurohman, Yayasan Cakrawala Indonesia, Palangkaraya 21. Yanto L. Adam, Kepala Desa Damang, Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau, Palangkaraya 22. Farida Haryani, Pengembangan Aktivitas Sosial Ekonomi Aceh (PASKA), Aceh Pidie 23. J. Septer Manufandu, Jaringan Papua Damai, Jayapura 24. Mastuati, Forum Kelompok Perempuan Dayak Madura untuk Resolusi Konflik, Palangkaraya 25. Caroline A. Tupamahu, Yayasan BAKTI, Makassar 26. Mursalin, IBU Foundation, Sumatera Barat 27. Frisani, Sekretariat Bersama Pencinta Alam, Sumatera Barat 28. Ronaldi Putrawan, FK3I Sumatera Barat 29. Mardiana, Sekolah Perempuan Malei Lage AMAN Indonesia, Poso 30. Iqbal Faraby, Konsorsium Aceh Baru, Banda Aceh 31. Lidya Natalia Sartono, Komisi Kerasulan Awam, Keuskupan Agung Kupang, NTT 32. Mahir Takaka, AMAN, Jakarta 33. Vera Tallo, Damian Friends, Jakarta 34. Rudiyanto, BRR Institute, Jakarta 15

16 35. Abdul Wahab, LAKPESDAM, Jombang 36. Reftalina Rachmah, Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI), Jakarta 37. Ah Maftuchan, Perkumpulan Prakarsa, Jakarta 38. Twk. Mirza Keumala, BRR Institute, Jakarta 39. Badriyah Fayumi, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jakarta SEKTOR SWASTA 1. Aulia Aruan, PT. Riau Andalan Pulp and Paper, Jakarta 2. Fachry Ramadyan, Amalgamated Solution and Research (ASR), Ltd., Jakarta AKADEMISI DAN PENELITI 1. M. Riza Nurdin, International Centre for Aceh and Indian Ocean Studies (ICAIOS) Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh 2. Dadang Hilman, Indonesia Climate Change Center (ICCC), Jakarta 3. Dr. Ir. M. Dirhamsyah, MT, Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC), Banda Aceh 4. Dr. Ir. Rahman Hidayat, M. Eng, Balai Pengkajian Dinamika Pantai BPPT, Yogyakarta 5. Dr. Ing. Ir. Widjo Kongko, M. Eng, Ketua Tsunami Research Group, Yogyakarta 6. Soesmarjanto Soesmoko, Tim Asistensi Rencana Aksi PB BNPB, Jawa Barat 7. Fuad Mardhatillah, IAIN Ar- Raniry, Banda Aceh 8. Saifuddin Bantasyam, Pusat Studi Perdamaian dan Resolusi Konflik - Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh 9. Iskandar Zulkarnain, Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe 10. Prof. Dr. Ir. Syamsu Rizal, M. Eng, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh 11. Dr. Danny Hilman Natawidjaja, M. Sc, Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Jawa Barat 12. Prof. Dr. Kirbani Sri Brotopuspito, Laboratorium Geofisika Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 13. Pendeta Dr. Marko Mahin, MA, Universitas Kristen Palangkaraya, Kalimantan Tengah SEKTOR PUBLIK 1. Drs. Eddy Purwanto, MPA, Deputi SESWAPRES Bidang Tata Kelola Pemerintahan, Jakarta 2. A. Mufti, Kantor Utusan Khusus Presiden RI untuk MDGs (KUKP- RI MDGs), Jakarta 3. R. Pamekas, Kementerian Pekerjaan Umum, Jakarta 4. Bambang Setyo H., Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT), Jakarta 5. Isnadiati, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT), Jakarta 16

17 PENGAMAT 1. Douglas Broderick, United Nations Resident Coordinator, Jakarta 2. Kuntoro Mangkusubroto, Ketua Komite Nasional untuk Agenda Pembangunan Pasca- 2015, Jakarta 3. T. Nirarta Samadhi, UKP4, Jakarta 4. Syamsul Tarigan, Peace through Development in Disadvantaged Areas (PTDDA) Project, Jakarta 5. Maja M. Suhud, Conflict Prevention Cluster, Jakarta 6. Rachmat Irwansjah, UNMC, Jakarta 7. Iwan Gunawan, World Bank, Jakarta 8. Suryani Amin, World Bank, Jakarta 9. Chris Summer,, Jakarta FASILITATOR DAN NOTULA 1. Kevin Evans, SATGAS REDD+, Jakarta 2. Gegar Prasetya, Amalgamated Solution and Research (ASR), Ltd., Jakarta 3. Juanda Djamal, Konsorsium Aceh Baru, Banda Aceh 4. Takudaeng (Keke) Parawansa, Jakarta 5. Fithri Abdullah, Jakarta 6. Eva Fitrina, Jakarta 17

Kesimpulan Diskusi Oleh: [Kelompok 3] Aspek-Aspek Sosial Konflik dan Kerentanan

Kesimpulan Diskusi Oleh: [Kelompok 3] Aspek-Aspek Sosial Konflik dan Kerentanan Kesimpulan Diskusi Oleh: [Kelompok 3] Aspek-Aspek Sosial Konflik dan Kerentanan Latar Belakang Masalah Implementasi kebijakan tidak pro rakyat Kerentanan terhadap pluralisme budaya dan sentimen agama Penguasaan

Lebih terperinci

Pembangunan dan Perdamaian Berkelanjutan (PPB)

Pembangunan dan Perdamaian Berkelanjutan (PPB) Pembangunan dan Perdamaian Berkelanjutan (PPB) Menuju Dialog Pembangunan untuk Perdamaian 1 Proses PPB: Tinjauan (1) Prakarsa bersama Pemerintah Indonesia, UNDP dan Pemerintah Inggris (DFiD). Dilaksanakan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif. Laporan Kemajuan MDF Desember 2009 Ringkasan Eksekutif

Ringkasan Eksekutif. Laporan Kemajuan MDF Desember 2009 Ringkasan Eksekutif Laporan Kemajuan MDF Desember 2009 Ringkasan Eksekutif Ringkasan Eksekutif Proyek yang berfokus pada pemulihan masyarakat adalah yang paling awal dijalankan MDF dan pekerjaan di sektor ini kini sudah hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Governance disini diartikan sebagai mekanisme, praktik, dan tata cara pemerintah dan warga mengatur sumber daya serta memecahkan masalahmasalah publik. Dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

2 4. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8); MEMUTUSKAN:

2 4. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8); MEMUTUSKAN: LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.10, 2015 ADMINISTRASI. Pemerintahan. Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Bercumbu Dengan Konflik RUU Penanganan Konflik Sosial Sebagai Solusi Penanggulangan Konflik di Indonesia

Bercumbu Dengan Konflik RUU Penanganan Konflik Sosial Sebagai Solusi Penanggulangan Konflik di Indonesia Dipresentasikan pada The Indonesian Forum seri 3 The Indonesian Institute. Kamis, 3 Maret 2011 Bercumbu Dengan Konflik RUU Penanganan Konflik Sosial Sebagai Solusi Penanggulangan Konflik di Indonesia Ir.

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok

Lebih terperinci

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok Program Pengembangan Otonomi Daerah pada tahun 2004, yaitu

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 Forum Dunia tentang HAM di Kota tahun 2011 GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 16-17 Mei 2011 Gwangju, Korea Selatan Deklarasi Gwangju tentang HAM di Kota 1

Lebih terperinci

-1- RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR TAHUN 2015 TENTANG BADAN REINTEGRASI ACEH

-1- RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR TAHUN 2015 TENTANG BADAN REINTEGRASI ACEH -1- RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR TAHUN 2015 TENTANG BADAN REINTEGRASI ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 116) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL

Lebih terperinci

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012 PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012 Apa saja prasyaarat agar REDD bisa berjalan Salah satu syarat utama adalah safeguards atau kerangka pengaman Apa itu Safeguards Safeguards

Lebih terperinci

2012, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Penang

2012, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Penang LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.116, 2012 SOSIAL. Stabilitas Nasional. Konflik. Penanganan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5315) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA 1 BEncANA O Dasar Hukum : Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana 2 Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1903, 2017 BNPB. Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana. PERATURAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

KERANGKA PELAKSANAAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (TPB)

KERANGKA PELAKSANAAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (TPB) KERANGKA PELAKSANAAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (TPB) Deputi Kemaritiman dan SDA Kementerian PPN/Bappenas Disampaikan pada Rapat Pedoman Teknis Perumusan RAN TPB Jakarta, 23 Juni 2016 OUTLINE 1.

Lebih terperinci

Bab 4 Menatap ke Depan: Perubahan Konteks Operasional

Bab 4 Menatap ke Depan: Perubahan Konteks Operasional Laporan Kemajuan MDF Desember 2009 Bab 4: Menatap ke Depan Bab 4 Menatap ke Depan: Perubahan Konteks Operasional Sejumlah proyek baru diharapkan dapat mendorong pengembangan ekonomi berkelanjutan di Aceh

Lebih terperinci

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI PEMANGKU JABATAN STRUKTURAL DAN NONSTRUKTURAL PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, 1 BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 33 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

Lebih terperinci

PERAN KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG PENANGGULANGAN BENCANA

PERAN KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG PENANGGULANGAN BENCANA PERAN KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG PENANGGULANGAN B. Wisnu Widjaja Deputi Pencegahan dan Kesiapsiagaan TUJUAN PB 1. memberikan perlindungan kepada masyarakat

Lebih terperinci

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

LESTARI BRIEF KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri

LESTARI BRIEF KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri LESTARI BRIEF LESTARI Brief No. 01 I 11 April 2016 USAID LESTARI KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri PENGANTAR Bagi ilmuwan, kebakaran

Lebih terperinci

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2013-2015 Penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Kerangka Acuan Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana Nasional

Kerangka Acuan Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana Nasional Kegiatan Kerangka Acuan Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana Nasional SFDRR (Kerangka Sendai untuk Pengurangan Risiko Bencana) dan Pengarusutamaan PRB dalam Pembangunan di Indonesia Tanggal 17 Oktober

Lebih terperinci

Pertama-tama, perkenanlah saya menyampaikan permohonan maaf dari Menteri Luar Negeri yang berhalangan hadir pada pertemuan ini.

Pertama-tama, perkenanlah saya menyampaikan permohonan maaf dari Menteri Luar Negeri yang berhalangan hadir pada pertemuan ini. PAPARAN WAKIL MENTERI LUAR NEGERI NILAI STRATEGIS DAN IMPLIKASI UNCAC BAGI INDONESIA DI TINGKAT NASIONAL DAN INTERNASIONAL PADA PERINGATAN HARI ANTI KORUPSI SEDUNIA JAKARTA, 11 DESEMBER 2017 Yang terhormat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LEBAK

Lebih terperinci

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG . BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI MURUNG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG BADAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI WILAYAH DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN

Lebih terperinci

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN NGANJUK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA BADAN KESATUAN BANGSA, PERLINDUNGAN MASYARAKAT DAN PENANGGULANGAN BENCANA KABUPATEN SUMEDANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Keynote Speech STRATEGI INDONESIA MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN, INKLUSIF, DAN BERKEADILAN

Keynote Speech STRATEGI INDONESIA MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN, INKLUSIF, DAN BERKEADILAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Keynote Speech STRATEGI INDONESIA MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN, INKLUSIF, DAN BERKEADILAN Oleh: Menteri PPN/Kepala

Lebih terperinci

Outline Presentasi. PRB dan API dalam Draft Sasaran Pembangunan Berkelanjutan Pasca 2015 dan HFA II. Proses Penyusunan SDGs. Proses Penyusunan SDGs

Outline Presentasi. PRB dan API dalam Draft Sasaran Pembangunan Berkelanjutan Pasca 2015 dan HFA II. Proses Penyusunan SDGs. Proses Penyusunan SDGs Outline Presentasi PRB dan API dalam Draft Sasaran Pembangunan Berkelanjutan Pasca 2015 dan HFA II Bengkulu, 14 Oktober 2014 Kristanto Sinandang UNDP Indonesia Proses Penyusunan SDGs Tujuan dan sasaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peacebuilding. Tulisan-tulisan terebut antara lain Aid, Conflict, and Peacebuilding

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peacebuilding. Tulisan-tulisan terebut antara lain Aid, Conflict, and Peacebuilding 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini lebih mengacu pada tulisan-tulisan yang berkaitan dengan peran organisasi internasional dalam peacebuilding.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE NASIONAL PERUMUSAN VISI DAN AGENDA PEMBANGUNAN PASCA SASARAN PEMBANGUNAN MILENIUM TAHUN 2015 (POST-2015 DEVELOPMENT AGENDA) DENGAN

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 228

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG POKOK-POKOK PENYELENGGARAAN TUGAS BANTUAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DALAM MENANGGULANGI BENCANA ALAM, PENGUNGSIAN DAN BANTUAN

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTARKELOMPOK MASYARAKAT

BAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTARKELOMPOK MASYARAKAT BAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTARKELOMPOK MASYARAKAT A. KONDISI UMUM Konflik berdimensi kekerasan di beberapa daerah yang antara lain dilatarbelakangi oleh adanya faktor kompleksitas

Lebih terperinci

BAPPEDA Planning for a better Babel

BAPPEDA Planning for a better Babel DISAMPAIKAN PADA RAPAT PENYUSUNAN RANCANGAN AWAL RKPD PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TAHUN 2018 PANGKALPINANG, 19 JANUARI 2017 BAPPEDA RKPD 2008 RKPD 2009 RKPD 2010 RKPD 2011 RKPD 2012 RKPD 2013 RKPD

Lebih terperinci

I. Permasalahan yang Dihadapi

I. Permasalahan yang Dihadapi BAB 34 REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI DI WILAYAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI SUMATRA UTARA, SERTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN PROVINSI JAWA TENGAH I. Permasalahan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN 1 PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

Lebih terperinci

Deklarasi Dhaka tentang

Deklarasi Dhaka tentang Pembukaan Konferensi Dhaka tentang Disabilitas & Manajemen Risiko Bencana 12-14 Desember 2015, Dhaka, Bangladesh Deklarasi Dhaka tentang Disabilitas dan Manajemen Risiko Bencana, 14 Desember 2015 diadopsi

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) PEMERINTAH PROVINSI RIAU BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jalan Jendral Sudirman No. 438 Telepon/Fax. (0761) 855734 DAFTAR ISI BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1609, 2016 KEMENPAN-RB. Pelayanan Publik. Inovasi. Kompetisi. Tahun 2017. PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI KEMENTERIAN NEGARA SERTA SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, DAN FUNGSI ESELON I KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep No.149, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN. Badan Pengelola. Penurunan. Emisi Gas Rumah Kaca. Kelembagaan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA

Lebih terperinci

RPJM PROVINSI JAWA TIMUR (1) Visi Terwujudnya Jawa Timur yang Makmur dan Berakhlak dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia

RPJM PROVINSI JAWA TIMUR (1) Visi Terwujudnya Jawa Timur yang Makmur dan Berakhlak dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia LEVEL : VISI MISI LEVEL : ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN RPJM PROVINSI JAWA TIMUR Visi Terwujudnya Jawa Timur yang Makmur dan Berakhlak dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia Misi 1) Meningkatkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang

Lebih terperinci

BAGIAN I AGENDA MENCIPTAKAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI

BAGIAN I AGENDA MENCIPTAKAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI BAGIAN I AGENDA MENCIPTAKAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI BAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTAR KELOMPOK MASYARAKAT BAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTAR KELOMPOK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia merupakan wilayah rawan bencana. Sejak tahun 1988 sampai pertengahan 2003 terjadi 647 bencana

Lebih terperinci

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs): Refleksi dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs): Refleksi dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs): Refleksi dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia Wahyuningsih Darajati Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air Kementerian PPN/Bappenas

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN: 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

Lebih terperinci

WALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN SEBAGAI TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 104 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 104 TAHUN 2016 TENTANG 1 GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 104 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 893 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA

Lebih terperinci

-1- QANUN ACEH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG BADAN REINTEGRASI ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG

-1- QANUN ACEH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG BADAN REINTEGRASI ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG -1- QANUN ACEH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG BADAN REINTEGRASI ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang

Lebih terperinci

Penanggungjawab : Koordinator Tim Pelaksana

Penanggungjawab : Koordinator Tim Pelaksana CAKUPAN PEKERJAAN KOORDINATOR SEKTOR DAN STAF ADMINISTRASI PADA SEKRETARIAT PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN (PERPRES) NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI (STRANAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana,

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dan dilihat secara geografis, geologis, hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana, bahkan termasuk

Lebih terperinci

DESA: Gender Sensitive Citizen Budget Planning in Villages

DESA: Gender Sensitive Citizen Budget Planning in Villages DESA: Gender Sensitive Citizen Budget Planning in Villages Baseline Study Report Commissioned by September 7, 2016 Written by Utama P. Sandjaja & Hadi Prayitno 1 Daftar Isi Daftar Isi... 2 Sekilas Perjalanan

Lebih terperinci

Bercumbu Dengan Konflik RUU Penanganan Konflik Sosial Sebagai Solusi Penanggulangan Konflik di Indonesia

Bercumbu Dengan Konflik RUU Penanganan Konflik Sosial Sebagai Solusi Penanggulangan Konflik di Indonesia Bercumbu Dengan Konflik RUU Penanganan Konflik Sosial Sebagai Solusi Penanggulangan Konflik di Indonesia Ir. Basuki Tjahaja Purnama, MM. (Ahok) Anggota DPR RI Komisi II Dan Badan Legislasi Fraksi Partai

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1 KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1 Oleh Herry Darwanto 2 I. PERMASALAHAN Sebagai negara yang masyarakatnya heterogen, potensi konflik di Indonesia cenderung akan tetap

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 88 TAHUN 2007

PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 88 TAHUN 2007 PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 88 TAHUN 2007 T E N T A N G RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA KANTOR KESATUAN BANGSA, POLITIK DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa untuk meminimalisasi

Lebih terperinci

DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA

DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA Jakarta, 1 Juli 2011 - 1 - Untuk menandai 60 tahun hubungan diplomatik dan melanjutkan persahabatan antara kedua negara, Presiden

Lebih terperinci

BAB IX MANAJEMEN PERUBAHAN SISTEM PEMASYARAKATAN

BAB IX MANAJEMEN PERUBAHAN SISTEM PEMASYARAKATAN BAB IX MANAJEMEN PERUBAHAN SISTEM PEMASYARAKATAN A. Alasan Perlunya Perubahan Sudah menjadi kecenderungan umum, bahwa hukum akan selalu terlambat dari perkembangan masyarakat. Demikian pula dengan kemampuan

Lebih terperinci

MODUL 1: PENGANTAR TENTANG KETANGGUHAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DAN PENGURANGAN RESIKO BENCANA. USAID Adapt Asia-Pacific

MODUL 1: PENGANTAR TENTANG KETANGGUHAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DAN PENGURANGAN RESIKO BENCANA. USAID Adapt Asia-Pacific MODUL 1: PENGANTAR TENTANG KETANGGUHAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DAN PENGURANGAN RESIKO BENCANA University of Hawaii at Manoa Institut Teknologi Bandung SELAMAT DATANG! Mengapa kita berada disini (tujuan

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap persatuan dan kesatuan nasional, penegakan hukum dan penghormatan HAM

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013-2018 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia akhir-akhir ini. Berdasarkan data Wahana Lingkungan Hidup (WALHI)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia akhir-akhir ini. Berdasarkan data Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana alam seakan sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia akhir-akhir ini. Berdasarkan data Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) pada Nopember 2010 (seperti

Lebih terperinci

BUPATI GUNUNGKIDUL BUPATI GUNUNGKIDUL,

BUPATI GUNUNGKIDUL BUPATI GUNUNGKIDUL, BUPATI GUNUNGKIDUL PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG POLA HUBUNGAN KERJA ANTAR PERANGKAT DAERAH DAN ANTARA KECAMATAN DENGAN PEMERINTAHAN DESA BUPATI GUNUNGKIDUL, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TIMUR, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi

BAB I PENGANTAR. Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi atau ring of fire yang dimulai dari Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi Utara hingga

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan

BAB VI PENUTUP. dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai strategi komunikasi bencana yang dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan pengelolaan komunikasi bencana

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN

Lebih terperinci

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Visi : Terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih menuju maju dan sejahtera Misi I : Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang profesional, transparan, akuntabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kondisi Kebencanaan Kota Yogyakarta dan Perencanaan Partisipatif Dalam Pengurangan Risiko Bencana (PRB) di Tingkat Kampung A. Kondisi Kebencanaan Kota Yogyakarta

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

Press Release The Asia Pacific Regional Parliamentarian and CSO Forum on MDG Acceleration and the Post 2015 Development Agenda

Press Release The Asia Pacific Regional Parliamentarian and CSO Forum on MDG Acceleration and the Post 2015 Development Agenda Press Release The Asia Pacific Regional Parliamentarian and CSO Forum on MDG Acceleration and the Post 2015 Development Agenda Nusa Dua Bali, 25 26 Maret 2013 --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

Oleh: Wahyu Susilo dalam Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil untuk SDGs Jakarta, 6-7 Oktober 2015

Oleh: Wahyu Susilo dalam Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil untuk SDGs Jakarta, 6-7 Oktober 2015 Oleh: Wahyu Susilo dalam Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil untuk SDGs Jakarta, 6-7 Oktober 2015 MDGs (dan dokumen luasnya Millennium Development Goals) diadopsi oleh UN GA September 2000 oleh 189 negara

Lebih terperinci

Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional STRATEGI NASIONAL PENANGGULANGAN KEMISKINAN, RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH NASIONAL (RPJMN) 2004 2009,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI KEMENTERIAN NEGARA SERTA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI KEMENTERIAN NEGARA SERTA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI KEMENTERIAN NEGARA SERTA SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, DAN FUNGSI ESELON I KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANGKAT, Menimbang

Lebih terperinci

Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016

Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016 Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016 Bapak Presiden SMU PBB, Saya ingin menyampaikan ucapan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASCABENCANA GEMPA BUMI DI KABUPATEN PIDIE, KABUPATEN PIDIE JAYA, DAN KABUPATEN BIREUEN PROVINSI

Lebih terperinci