Hukum Waris Kekeluargaan Adat Kelas B Pak Afdol

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Hukum Waris Kekeluargaan Adat Kelas B Pak Afdol"

Transkripsi

1 CATATAN Hukum Waris Kekeluargaan Adat Kelas B Pak Afdol Sekar Maya P. FHUI 2013

2 SUBJEK HUKUM ADAT PERSEORANGAN Hukum adat mendasarkan dewasa dari kondisi psikologis, sosiologis, dan biologis, sementara UU tertulis hanya dari kondisi psikologis dan biologis (usia) Yang cakap untuk berbuat hukum (dewasa) dalam hukum adat adalah laki-laki dewasa dan perempuan dewasa yang sudah kuat gawe. Faktor lainnya: sudah menikah, mencar/mentas (pisah rumah dari orang tua) Perempuan yang sudah kawin biasanya dapat berbuat bebas dalam lingkungannya sendiri, meski dalam bentuk perkawinan jujur kekuasaan suami sangat besar Ukuran dewasa: meninggalkan rumah orang tuanya setelah menikah untuk tinggal di rumah lain sebagai keluarga yang berdiri sendiri Rumah bisa juga diartikan sebagai: o Bilik tersendiri di rumah kerabat o Rumah di pekarangan orang tua o Rumah di pekarangan sendiri Dalam perkembangan yang sudah maju, digunakan patokan 18 tahun MENGAPA HUKUM ADAT TIDAK PAKAI UMUR SEBAGAI UKURAN KEDEWASAAN? Karena akta kelahiran/budaya tertulis tidak dikenal masyarakat adat BADAN HUKUM Syarat badan hukum o Ada pengurus yang bertindak hukum o Ada harta kekayaan yang terpisah (ada gedung dan tanah) o Ada tujuan Contoh badan hukum o Famili (Minang), Desa (Jawa), Nagari o Yayasan, Wakaf o Masyarakat Hukum Adat (Hazairin) / Persekutuan Hukum Adat (Soepomo) o Subak (Bali), Mapalus (Minahasa), Jula-Jula (Minang) Desa di Jawa adalah sebuah badan hukum dengan kepala desa, tanah kas desa (Jawa Barat: tanah titisara), tanah bengkok yang diolah oleh kepala adat UU DARURAT NO. 1 TAHUN Delik adat yang tidak dikenal di KUHP dapat dihukum.

3 SISTEM KEKELUARGAAN Cara untuk menetukan siapa kerabat kita, menetukan perbuatan-perbuatan hukum yang sudah dilakukan, cara untuk mengidentifikasi kerabat-kerabat mana yang ada sangkut pautnya dengan diri kita (hak privilege), juga mempelajari garis keturunan. Garis Keturunan Unilateral (Satu Sisi) Bilateral Matrilineal Patrilineal Double Unilateral Sistem kewarisan: Individual (bisa beralih kepada siapapun dengan syarat tertentu), Mayorat, Kolektif PATRILINEAL Hubungan hukum dan hubungan darah terbentuk dari ayah; dengan ibu hanya terbentuk hubungan darah. Bentuk: Klan (sekumpulan orang yang berasal dari satu garis keturunan) Bentuk patrilineal: o Murni Jika tidak ada anak laki-laki, tidak masalah dalam kewarisan ex: Batak o Beralih-alih Jika tidak ada anak laki-laki, anak perempuan ditarik dalam keluarga ayah sehingga kedudukan hukumnya adalah laki-laki (kedudukan biologis tetap perempuan) ex: Lampung Inti dari permasalahan patrilineal beralih-alih adalah hubungan dengan hukum kewarisan Penerapan patrilineal murni di Batak o Perempuan bukan ahli waris karena ada larangan pengasingan harta harta marga perempuan tidak boleh dikuasai / dicampuri oleh marga laki-laki o Misalkan anak perempuan tidak mendapat warisan dari ayahnya, ada kewajiban bagi ahli waris untuk membagi hartanya dengan saudara (kandung) perempuannya

4 MATRILINEAL Hubungan hukum dan hubungan darah terbentuk dari ibu Di Minangkabau, baik anak laki-laki maupun perempuan adalah ahli waris, tetapi anak laki-laki tidak diperbolehkan mengambil harta warisan dari ibunya yang meninggal (jika mengambil akan dicap tidak tahu adat) Tugas anak laki-laki adalah menjaga harta pusaka ibunya dan mengembangkannya untuk kemudian memberikan kepada saudara perempuan dan keturunan-keturunan saudaranya. (sebagai mamak bagi keponakannya) BILATERAL Hubungan hukum dan hubungan darah terbentuk dari ibu dan ayah Kelemahan: Tidak ada dominansi suami isteri Dalam hal perceraian, tidak ada ketegasan hak asuh anak jika kedua orang tua tidak mau mengambil hak asuh anak Double unilateral: Di satu saat, hak-hak tertentu dari ayah hanya bisa diturunkan ke anak laki-laki, hak-hak tertentu ibu hanya bisa ke anak perempuan UU No. 1 Tahun 1974 terlihat bilateral o Suami istri sederajat (ps 31) o Suami istri sepakat menentukan tempat tinggal (ps 32 (1)) o Jika bercerai, masing-masing tetap berkewajiban mengurus anak (ps 41) o Wajib memelihara anak (ps 45) INGAT! Sistem kekeluargaan patrilineal Bentuk perkawinan jujur Bentuk perkawinan dalam sistem patrilineal Bentuk kekeluargaan patrilineal Sistem perkawinan jujur (KESALAHAN PENULISAN BISA DIANGGAP JAWABAN SALAH.)

5 HUKUM PERKAWINAN ADAT Sistem kekeluargaan tertentu akan melahirkan bentuk perkawinan tertentu karena perkawinan bertujuan untuk mempertahankan sistem kekeluargaan. Sistem Kekeluargaan Bentuk Perkawinan Patrilineal Jujur Matrilineal Semendo Bilateral Bebas Mekanisme Perkawinan: Lamaran Tunangan Pernikahan TUJUAN PERKAWINAN Menghasilkan keturunan Jika tidak tercapai: cerai, adopsi, poligami Mempertahankan sistem kekeluargaan Mengesahkan seorang anak / memberi status anak sah o Anak sah dalam hukum adat Dilahirkan dalam perkawinan sah orang tuanya o Jika tidak diketahui siapa bapaknya, maka kepala adat harus menikahi si ibu (Jawa: Nikah Tambelan, Bugis: Pattongkog Sirik) o Anak luar kawin hanya punya hubungan hukum dengan ibunya o Jika orang tua bercerai sebelum anak lahir, maka anak tidak punya hubungan hukum dengan bapaknya KAWIN LARI Kawin Lari Bersama Kawin Bawa Lari Kawin lari bersama: Bisa karena keluarga perempuan tidak setuju (tapi perempuannya setuju), bisa juga karena tidak ingin melakukan suatu ritual adat. ex: Pasangan meninggalkan sepucuk surat dan sejumlah uang (Lampung: peninggalan) di bawah bantal tempat tidur si perempuan, lalu si perempuan diamankan di rumah tetua adat. Kemudian keluarga laki-laki mendatangi keluarga perempuan dan mulai membicarakan jujur. Kawin bawa lari: Biasanya perempuannya tidak setuju karena sudah ditunangkan dengan orang lain. Sistem ini mirip dengan kawin lari, tetapi jika keluarga perempuan memergoki si pasangan sebelum mereka mencapai rumah tetua, maka keluarga perempuan diizinkan untuk membunuh si laki-laki. KAWIN JUJUR Eksogami; menikah beda marga Bersifat patrilokal; tempat kediaman ada di laki-laki Ada barang jujur o Perempuan dari marga lain didatangkan ke keluarga si laki-laki dan keluarga laki-laki itu harus membayar jujur (benda magis) kepada keluarga perempuan

6 o Putusnya hubungan perempuan dengan keluarga asalnya adalah ketika jujur diserahkan o Jujur beda dengan mahar Jujur: dari keluarga laki-laki ke keluarga perempuan Mahar: dari keluarga laki-laki ke perempuan (pribadi) o Nilai barang jujur tergantung (ex: status sosial si perempuan tinggi, atau si perempuan adalah kembang desa, maka nilai jujurnya tinggi) Jujur di Batak bersifat asimetris Ada larangan kawin timbal balik antara dua klan yang sudah punya hubungan perkawinan (tidak boleh saling tukar) Jujur dapat dihutang. Konsekuensi: perempuan tidak bisa dibawa ke keluarga laki-laki Perkawinan jujur adalah perkawinan dengan derajat paling tinggi di patrilineal Variasi jujur: o Levirat (janda turun ranjang) Perkawinan antara Janda yang menikah dengan saudara almarhum suaminya o Sororat (duda turun ranjang) Perkawinan antara Duda yang menikah dengan saudara almarhum isterinya KAWIN SEMENDO Bersifat eksogami (kawin beda suku) o Boleh sukunya sama, asal beda nagari o Boleh sukunya sama dan nagarinya sama, asal beda kampung Matrilokal; bertempat tinggal di keluarga perempuan o NAMUN kewajiban suami tetap pada keluarga asal (tidak pindah keluarga) karena laki-laki berkewajiban menjaga harta pusaka ibunya untuk dikembangkan o Suami tidak bertanggung jawab kepada isteri dan anaknya, tetapi kepada saudara perempuan dan keponakannya (dari saudara perempuan) sebagai mamak o Suami hanya sebagai tamu di keluarga isteri Macam-macam semendo di Minangkabau o Semendo bertandang Suami datang di malam hari ke bilik istrinya, harus pulang sebelum fajar tanpa ada yang melihat o Semendo menetap kampung Suami mulai tinggal bersama isteri dan sudah mulai menafkahinya o Semendo menetap kota Suami-isteri sudah keluar dari adat kampung tapi masih ada bantuan keluarga asal o Semendo bebas Suami-isteri sudah 100% bebas dari harta biologis keluarga asal dan hidup dari harta pencaharian sendiri, tetapi kewajiban adat suami sebagai mamak bagi keluarganya tidak hilang Faktor perkembangan: pendidikan, merantau, agama, akulturasi Di Minang, dikenal uang jemputan yang diserahkan kepada perempuan kepada laki-laki saat akan menikah. Besarnya tergantung dari lokasi jemputan; semakin ke pinggir (misalnya Padang Pariaman), semakin besar uang jemputan Perempuan boleh kawin keluar, sementara laki-laki kalau bisa tidak kawin keluar. Jika kawin keluar, maka ia disebut tergadai.

7 KAWIN BEBAS Tidak ada larangan klan dan tidak ada batasan tempat tinggal. KAWIN SEMENDO PADA SISTEM KEKELUARGAAN LAIN Rejang, Bengkulu Semendo Rajo-Rajo o Bentuk perkawinan yang ditempuh oleh banyak kalangan bangsawan o Suami tidak ditetapkan untuk berkedudukan di tempat istri o Kedudukan suami dan istri sama berimbang Semendo beradat o Penuh beradat Uang adat dibayar penuh Anak-anak yang lahir dari perkawinan tersebut menarik garis keturunan separuh ke ayah dan separuh ke ibu Jika anaknya ganjil, satunya lagi menarik garis keturunan ibu o Setengah beradat Uang adat hanya dibayar separuh atau lebih Anak-anak menarik garis keturunan melalui ibu kecuali satu, menarik garis ketuunan melalui ayah Jika anak satu, maka menarik garis keturunan ibu o Kurang beradat Uang adat dibayar < ½ Semua anak menaris garis keturunan melalui ibunya Ayah berhak memperoleh seorang anak dengan kewajiban membayar uang pedaut (besarnya bergantung kesepakatan) o Tidak beradat Tidak membayar uang adat sama sekali Semua anak menarik garis keturunan ibunya dan tidak bisa menarik garis keturunan ayahnya sama sekali (kemungkinannya tertutup) Lampung (sistem waris mayorat laki anak lelaki tertua menjadi satu-satunya ahli waris) Semendo Tegak Tegi o Tidak mempunyai anak laki-laki seinggga salah seorang anak perempuannya melakukan perkawinan semendo yang endogami (masih satu klan) o Diharapkan dengan perkawinan tersebut akan mendapatkan keturunan lelaki sehingga keluarga tersebut tidak punah o Kedudukan menantu laki-laki adalah sekaligus sebagai ahli waris penuh o Dalam kehidupan sehari-hari, menantu laki-laki menyisihkan kedudukan istri sebagai anak kandung Semendo Tambig Anak o Apabila suatu keluarga tidak mempunya anak laki-laki maka keluarga perempuan tersebut akan mengambil/ mengangkat anak laki-laki yang tidak satu klan dengan ayah wanita tapi masih mempunyai hubungan darah o Anak tersebut akan dikawinkan dengan anak perempuan Semendo Jeng Mirul Sepanjang pernikahan, jika belum punya anak laki-laki, maka harta warisan dikuasai dan dirawat suami. Ketika sudah ada anak, harta tersebut diserahkan kepada si anak. Semendo Menginjam Jago Seorang laki-laki yang kedudukannya lebih rendah hanya dipinjam jagonya supaya mendapat keturunan.

8 Bali (sistem mayorat laki-laki) Semendo Nyeburin Jika satu keluarga tidak punya anak laki-laki, maka anak perempuan tertua melalui upacara adat nyentangayang akan diubah kedudukan hukumnya menjadi laki-laki sehingga ia tidak boleh kawin jujur. Sunda (Bilateral) Ngalindung Kagelung Arti: Berlindung di balik Konde Istri Suami hanya numpang ; tidak ada harta bersama. Derajat suami lebih rendah

9 AKIBAT PERKAWINAN HUBUNGAN SUAMI-ISTERI Jujur: Isteri ikut suami dan putus hubungan dengan keluarga asal Semendo: Isteri dan suami tetap di keluarga masing-masing Bebas: Sama-sama menentukan tempat tinggal HUBUNGAN ORANG TUA-ANAK Dipengaruhi sistem kekeluargaan dan bentuk perkawinan Patrilineal murni: Anak seklan dengan ayah, memiliki hubungan hukum dengan keluarga ayah, dan hanya hubungan darah dengan ibu Patrilineal beralih-alih: (Lihat ketentuan kawin semendo pada sistem kekeluargaan lain) Matrilineal: Anak memiliki hubungan hukum hanya dengan keluarga ibu Bilateral: Bebas HUBUNGAN HARTA BENDA Harta perkawinan adalah: Harta perseorangan (bawaan): Waris dan hibah Hibah bisa diperdebatkan sebagai harta bersama, kecuali jika didapat dari keluarga yang sedarah, maka tetap merupakan harta bawaan Harta bersama (gono-gini), dengan syarat: o Suami isteri sederajat secara sosial dan ekonomi o Suami isteri hidup bersama APAKAH SETIAP PERKAWINAN MENCIPTAKAN HARTA BERSAMA? Tidak/belum tentu APAKAH SETUAP PERKAWINAN MENCIPTAKAN HARTA PERKAWINAN? Ya, paling tidak harta perseorangan

10 AKIBAT PUTUSNYA PERKAWINAN HUBUNGAN SUAMI-ISTERI Patrilineal Istri dapat dinikahkan dengan saudara laki-laki suami Jika tidak mau, istri dapat kembali ke keluarga lama jujur dikembalikan Kesimpulan belum tentu istri kembali ke keluarga asal (tidak otomatis/serta merta) Matrilineal Tidak ada dampak berarti pada perceraian karena tidak pindah keluarga HUBUNGAN ORANG TUA-ANAK Berdasarkan sistem kekeluargaan Patrilineal: Sepenuhnya diasuh oleh ayah dan keluarganya Matrilineal: Sepenuhnya diasuh oleh ibu dan keluarganya Bilateral: Bebas, tetapi jika kedua orang tuanya tidak mau mengasuh, maka itu menjadi kelemahan bilateral Pendapat Hazairin Jika masih kecil dan menyusui, ikut ibu. Tetapi jika sudah cakap (mumayiz), anak bebas memilih mau ikut siapa Berdasarkan bentuk perkawinan (Lihat semendo beradat) Hakim swapraja dalam mengutus hak asuh melihat kepentingan anak (apakah masih harus disusui dst), baru melihat sistem kekeluargaan (misalnya jika Batak, ikut keluarga ayahnya). HUBUNGAN HARTA BENDA Harta bawaan kembali pada masing-masing Harta bersama dibagi dua, tetapi tidak 50:50 ex: Pada patrilineal Batak, jumlah ditentukan dalam Hasirangan (rapat keluarga) tergantung kesalahannya. Misalnya, jika kesalahan susila seperti zina bisa tidak dapat sama sekali

11 MATERI SETELAH UTS ANAK MACAM-MACAM ANAK Anak sah: Anak yang lahir dalam perkawinan sah orang tuanya. Adopsi: Perbuatan hukum mengangkat anak orang untuk dijadikan anak oleh orang yang mengadopsi hasilnya adalah anak angkat/anak adopsi ADOPSI/PENGANGKATAN ANAK Motif melakukan adopsi: o Karena tidak punya anak dalam perkawinan o Karena untuk memancing supaya punya anak sendiri o Untuk membantu keluarga mengadopsi keponakan sendiri o Untuk memperoleh tenaga dari anak yang diadopsi Ex: Di Jawa, mengangkat anak yang masih satu keluarga keluarga, disekolahkan, dsb, tetapi anak tersebut bekerja untuk orang yang mengadopsinya o Untuk menyelesaikan permasalahan kewarisan Ex: Di Bali, ahli waris adalah laki-laki tertua. Ketika suatu keluarga tidak punya anak laki-laki, maka dilakukanlah perubahan status anak perempuannya menjadi laki-laki melalui upacara adat. Adopsi dalam hukum adat bukan siapa-siapa, akan tetapi merupakan anak dari keluarga kecil terlebih dahulu. Jadi harus mulai dari yang hubungan keluarga paling dekat lebih dahulu Ex: Anak sendiri terlebih dahulu, baru anak keponakan/keluarga, baru bisa orang asing. Di Bali pun seorang ayah mengadopsi anak perempuannya sendiri. Harus terang & tunai: o Terang: Di depan kepala adat o Tunai: Ada pemberian-pemberian dari calon orang tua yang mengadopsi kepada orang tua anak yang akan diadopsi. (Di Jawa tidak ada upacara terang & tunai seperti itu) Anak angkat beda dengan anak pelihara o Anak angkat menjadi ahli waris dari keluarga asalnya dan dari keluarga yang mengadopsinya o Anak pelihara tidak mendapat waris dari keluarga yang memeliharanya Anak tiri hanya mempunyai hubungan hukum dengan ibu / ayah kandungnya saja, dan tidak memiliki hubungan waris dengan orang tua tirinya Anak angkat tidak menjadi ahli waris, tetapi menurut yurisprudensi bisa mewaris asal harta pencaharian saja CONTOH-CONTOH ADOPSI DALAM HUKUM ADAT Batak dan Minangkabau diragukan mengenal adopsi atau tidak Pengangkatan anak bukanlah adopsi, tetapi hanya sekadar pemeliharaan anak saja Di Jawa, anak angkat tetap menjadi ahli waris dari keluarga asal

12 Anak angkat di Jawa hidup dari 2 sumber mata air: orang tua kandung (tidak terbatas, dan orang tua angkat (hanya harta pencaharian saja) Di Minang, anak angkat tidak mendapat harta pusako orang tua angkatnya (harus jatuh kepada orang yang memiliki hubungan darah & klan), tetapi hanya mendapat harta pencaharian orang tua angkathya Anak kandung memperoleh harta hasil usaha dan harta pusaka orang tuanya

13 SISTEM KEWARISAN ADAT PENGERTIAN Pewaris: Orang yang mati meninggalkan harta ataupun hak & kewajiban (termasuk hutang) Proses peralihan harta bisa dimulai sejak pewaris hidup, sehingga kematian bukan syarat mutlak melakukan pewarisan. Soepomo: Di masyarakat Jawa, anak yang mencar diberi hadiah oleh orang tua o Anak pertama dapat rumah sendiri, anak bungsu dapat tinggal di rumah ortu o Hadiah dapat diperhitungkan kembali saat pewaris meninggal Harta warisan: Harta pribadi + ½ harta bersama biaya kematian biaya hutang Janda mendapat ½ harta bersama bukan karena kewarisan Subjek: Pewaris & ahli waris. Ditentukan oleh: o Sistem kekeluargaan ex: ayah mewarisi anak-anak laki-lakinya dalam patrilineal murni o Bentuk perkawinan (mayoritas untuk patrilineal beralih-alih) Masyarakat Rejang Rebong, kalau melakukan kawin rajo-rajo, maka ayah & ibu mewarisi anak Perempuan bisa menjadi ahli waris selama tidak menikah (jujur) Harta pokok (tanah, rumah, ladang, binatang yang dilibatkan dalam upacara adat, ex: kerbau) hanya ahli waris tertentu yang jadi penerima Di Minang, jika ayah meninggal, maka harta pusaka diwariskan pada saudara perempuan dan keturunannya Dalam masyarakat berklan, ahli waris tidak hanya punya hubungan darah tapi juga hubungan hukum Bagaimana dengan Batak? Padahal perempuan satu marga dengan ayah? Hubungannya dengan bentuk perkawinan anak perempuan harus kawin keluar (kawin jujur), dan harta tidak boleh jatuh ke marga lain Biasanya laki-laki Minang tidak akan mengambil harta warisan bagiannya walau berhak, karena tugasnya adalah memperbanyak harta, bukan malah mengambil karena bisa dianggap tidak tahu adat. Perempuan meninggal di Batak ahli warisnya tergantung kapan ia meninggal (apakah meninggal pada saat masih di keluarga asal atau di keluarga suami) PENYIMPANGAN DALAM MASYARAKAT PATRILINEAL BERALIH-ALIH YANG MENYEBABKAN PERKAWINAN SEMENDO Masalah kewarisan mayorat laki-laki Karena keadaan darurat Di masyarakat Rejang, ada larangan dari pemerintah Hindia Belanda MACAM-MACAM KEWARISAN Macam kewarisan tidak punya hubungan langsung dengan bentuk perkawinan ataupun sistem kekeluargaan sistem kekeluargaan tertentu tidak melahirkan sistem kewarisan tertentu

14 INDIVIDUIL Harta warisan/peninggalan si mati dapat dibagi kepemilikannya secara pribadi terhadap masing-masing ahli waris dengan meninggalnya pewaris, berdampak langsung kepada harta ahli waris Dapat: tidak langsung dibagi (ada tenggang waktu antara mati dan pembagian) o Ada hutang pada pihak ketiga o Ada ahli waris yang masih kecil o Belum 40 hari (dipercaya orang yang meninggal pada 40 hari pertama masih suka datang ke rumah, maka tidak baik membicarakan harta warisannya diserap dari kebudayaan Mesir) o Ditahan Istri; Istri punya hak menahan warisan kalau punya kebutuhan meski bukan ahli waris karena pada hakikatnya istri tidak boleh terlantar Hak menahan ini usai jika istri meninggal atau menikah lagi Pertanggungjawaban ahli waris adat bisa terbatas, tetapi tidak seperti BW yang bisa menolak warisan karena ada aspek religius ortu tidak bisa masuk surga kalau masih ada hutang KOLEKTIF Dengan meninggalnya si pewaris, harta peninggalan pewaris tidak bisa dibagikan kepada ahli waris berarti warisan bersama; seluruh harta punya seluruh ahli waris. Semakin tinggi harta, semakin banyak ahli waris Contoh harta yang diwariskan secara kolektif: Tanah Kaum di Minang diwariskan kepada satu kaum o Untuk identitas bagi seorang Minangkabau o Biasanya kalau dijual tidak ada yang mau beli Pembagian bukan berupa hak milik, tetapi berupa hak pakai TIDAK BOLEH DIJUAL, karena: o Karena seseorang bukan satu-satunya pemilik o Di Minang, karena itu adalah harta pusaka = Harta yang diperoleh dengan warisan secara turun temurun atau harta yang diperoleh laki-laki Minang dari usahanya Tanah Ganggam Bauntuak: Tanah yang hanya diperuntukkan untuk dipakai, digarap, dan dinikmati hasilnya sendiri Kolektif terbatas o Tanah Kalakeran (Minahasa, bilateral): Tanah yang tidak dibagi (dibiarkan utuh) dengan tujuan supaya keluarga tetap kompak dan agar masih ada ikatan moral o Tanah Dati (Ambon, patrilineal): Dimiliki oleh seluruh famili Tanah di Minang hanya bisa digadai sementara pemilik hanya kehilangan hak untuk waktu tertentu, tetapi jika pemilik/pembeli meninggal, haknya akan diwariskan ke ahli waris Syarat Hanya ketika sedang butuh uang o Rumah Gadang Katirisan: bocor/rusak, perlu uang untuk memperbaiki o Maik Tabujua Diateh Rumah: Karena tidak adanya biaya untuk penyelenggaraan mayat dari salah seorang anggota kaum yang meninggal, barulah seseorang tersebut bisa menggadai. (Ada mayat di rumah gadang) o Biaya pernikahan anak perempuan o Pengangkatan penghulu/kepala adat (uang potong kerbau, dst) o Dalam perkembangannya, boleh untuk biaya pendidikan

15 MAYORAT Tidak ada pembagian harta waris kepada masing-masing ahli waris tetapi hanya kepada satu orang ahli waris Laki-laki: Bali, Lampung Perempuan: Tanah Semendo (Sumatra Selatan), salah satu suku Dayak Anak tertua: Anak laki-laki/perempuan tertua yang masih hidup Berkewajiban menggantikan posisi ayah untuk mengurus ibunya/keluarganya dan menjadi wali nikah (untuk anak laki-laki tertua) tidak hanya harta yang diwariskan, tetapi juga kewajibannya o Di Tanah Semendo, anak perempan yang berhak mendapat warisan adalah anak tunggu tubang. Hartanya disebut harta tubang. o Di Dayak, disebut anak pangkalan Jika ahli waris belum cukup umur, maka didampingi saudara-saudaranya yang lain Kenapa harta warisan tidak dapat dibagi? Tidak ada pembagian dalam sistem kewarisannya (kolektif, mayorat) Hartanya memang tidak bisa dibagi (ex: keris) Supaya keluarga tetap kompak (tanah kalakeran, tanah dati) Kenapa harta warisan belum dibagi? Lihat individuil. GARIS POKOK KEUTAMAAN (GPK) Menentukan kelompok keutamaan adat siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris o KK I: Keturunan ke bawah (anak, cucu, cicit, dst) o KK II: Orang tua pewaris (ayah, ibu) o KK III: Saudara pewaris beserta keturunannya o KK IV: Kakek nenek o KK V: Saudara orang tua beserta keturunannya o KK VI: Kakek nenek buyut o KK VII: Saudara sekakek nenek dan keturunannya, dst Kelompok keutamaan yang lebih kecil menutup KK lainnya GARIS POKOK PENGGANTIAN (GPP) Fungsi: menentukan siapa-siapa orang dalam KK tertentu yang betul-betul dapat harta Ada dalam KK ganjil Kriteria GPP: o Orang yang tidak punya penghubung dengan pewaris berhubungan langsung dengan pewaris (ex: anak dari pewaris) o Orang yang tidak punya penghubung lagi dengan pewaris (ex: cucu) Jurai: Berfungsi untuk menentukan bagian (angka bagi) o 1 jurai: Anak yang masing hidup dan anak yang meninggal tapi punya keturunan o 0 jurai: Anak yang sudah mati tanpa keturunan Jurai dalam sistem kekeluargaan o Di Patrilineal, jurainya yang dihitung anak laki-laki saja o Di Matrilineal, tidak ada jurai karena hartanya kolektif TAPI perhitungannya ditujukan untuk menentukan bagian yang bisa dinikmati BUKAN dimiliki

16 o o Di Semendo beradat penuh, anaknya menarik garis keturunan ½ ayah ½ ibu Di Semendo kurang beradat, hanya 1 anak yang menjadi ahli waris PRINSIP UMUM MEWARIS: Siapapun yang punya hubungan darah dapat mewaris Siapa ahli waris? Semua yang punya hubungan darah Siapa yang bisa mendapat harta? Tidak semua, sesuai kelompok keutamaan KONVENSI MINANG Keputusan pada Seminar atau Musyawaratan Alim Ulama, Niniak mamak dan cadiak pandai Minangkabau pada tanggal 4 s/d 5 Mei 1952 di Bukittinggi Dalam seorang pewaris laki-laki, ada 2 harta pusako o Harta pusako tinggi: Harta turun temurun/hibah dari kerabat o Harta pusako rendah: Harta pencaharian Diberlakukan 2 sistem kewarisan o Tinggi: Tunduk pada sistem Minang (anak tidak berhak) o Rendah: Diwarisi pada seluruh anak secara hukum faraidh (Islam) tidak murni, dengan prinsip alur dan patut (siapa yang berhak, maka ia mendapat lebih banyak) Pusako rendah hanya bisa diturunkan sekali. Untuk generasi berikutnya menjadi harta pusako tinggi HIBAH Hibah langsung berlaku pada saat pewaris masih hidup dan semua ahli waris mengetahui siapa dapat apa dari harta warisan Bedakan dengan hibah wasiat! Hibah: Pemberian kepada ahli waris dan berlaku pada waktu itu juga Hibah wasiat: Perpindahan hak berlaku pada saat ahli waris meninggal. Dikatakan hibah, karena dalam prosesnya, semua ahli waris tahu (terbuka) testamen yang tahu paling hanya pewaris dan pengacara (bersifat tidak terbuka). Testamen baru dibuka ketika pewaris meninggal dan berlakunya ketika sudah meninggal Hazairin: hibah bisa untuk semua orang, tapi hibah wasiat hanya ahli waris Soepomo: Kebalikan pendapat Hazairin Kenapa ada lembaga hibah & hibah wasiat? Fungsinya: Masyarakat menganggap hukum waris tradisional mengandung ketidakadilan Dalam Batak, anak perempuan mendapat harta warisan dari saudara laki-lakinya, tapi bukan berupa warisan melainkan atas dasar hubungan baik Hibah tidak boleh lebih dari 1/3 keseluruhan harta (melalui teori receptie dari hukum Islam) Hibah wasiat dalam Minang: Umanat Soepomo: Jika masyarakat adat ingin membuat testamen, formalnya boleh dengan hukum barat, isinya tidak boleh bertentangan dengan hukum adat Hibah pada dasarnya bisa ditarik kembali Hibah wasiat bisa ditarik kalau masih hidup Dalam Konvensi Minang, Ayah diperbolehkan memberi hibah kepada istri atau orang lain. Harta pusako tinggi juga bisa dihibahkan kepada anak asal semua pihak setuju.

KULIAH WARDAT 10 April 2012 Pertemuan ke 9

KULIAH WARDAT 10 April 2012 Pertemuan ke 9 KULIH WRDT 10 pril 12 Pertemuan ke 9 UU No.1/ 1974: Ps. 3: asas monogamy relative Ps. 5: syarat perkawinan Ps.8: Larangan perkawinan Ps. 13: Pencegahan perkawinan Ps. 31: Hak & kewajiban Suami Istri seimbang/

Lebih terperinci

CATATAN HUKUM KEKELUARGAAN DAN KEWARISAN ADAT MATERI UTS

CATATAN HUKUM KEKELUARGAAN DAN KEWARISAN ADAT MATERI UTS CATATAN HUKUM KEKELUARGAAN DAN KEWARISAN ADAT Adrianus Eryan FHUI 2013 Efraim Jordi Kastanya FHUI 2013 Dinda Imani Khamasasyiah FHUI 2013 MATERI UTS SUBJEK HUKUM MENURUT HUKUM ADAT Dibagi 2 yaitu pribadi

Lebih terperinci

HUKUM KEKELUARGAAN DAN KEWARISAN ADAT

HUKUM KEKELUARGAAN DAN KEWARISAN ADAT HUKUM KEKELUARGAAN DAN KEWARISAN ADAT Adrianus Eryan FHUI 2013 Efraim Jordi Kastanya FHUI 2013 Dinda Imani Khamasasyiah FHUI 2013 SUBJEK HUKUM MENURUT HUKUM ADAT Dibagi 2 yaitu pribadi kodrati dan badan

Lebih terperinci

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN Hukum adat kekerabatan adalah hukum adat yang mengatur tentang bagaimana kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota kerabat, kedudukan anak terhadap orangtua dan sebaliknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sangat membutuhkan adanya suatu aturan-aturan yang dapat mengikat manusia dalam melakukan perbuatan baik untuk diri sendiri dalam

Lebih terperinci

ÉÄx{M. Joeni Arianto Kurniawan, S. H.

ÉÄx{M. Joeni Arianto Kurniawan, S. H. ÉÄx{M Joeni Arianto Kurniawan, S. H. Perkawinan dlm Hukum Adat meliputi kepentingan dunia lahir dan dunia gaib HAZAIRIN: Perkawinan mrp rentetan perbuatanperbuatan magis, yg bertujuan utk menjamin ketenangan,

Lebih terperinci

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Pemahaman Progresif tentang Hak Perempuan atas Waris, Kepemilikan Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Beberapa Istilah Penting terkait dengan Hak Perempuan atas Waris dan Kepemilikan Tanah: Ahli

Lebih terperinci

KULIAH KEWARISAN ADAT 21 Februari 2012 Pertemuan ke 2

KULIAH KEWARISAN ADAT 21 Februari 2012 Pertemuan ke 2 KULIAH KEWARISAN ADAT 21 Februari 2012 Pertemuan ke 2 Hukum kewarisan yang akan dipelajari: a. Patrilineal : batak (beralih-alih: Bali) b. Matrilineal: Minang c. Bilateral: Jawa Tujuan mempelajari hukum

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN

BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN A. Sekilas Tentang Bapak Kasun Sebagai Anak Angkat Bapak Tasral Tasral dan istrinya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau beberapa orang lain. Intinya adalah peraturan yang mengatur akibat-akibat

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau beberapa orang lain. Intinya adalah peraturan yang mengatur akibat-akibat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Waris Hukum waris menurut para sarjana pada pokoknya adalah peraturan yang mengatur perpindahan kekayaan seseorang yang meninggal dunia kepada satu atau beberapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perkawinan Adat 1. Pengertian Perkawinan Perkawinan merupakan salah satu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Sebab perkawinan itu tidak

Lebih terperinci

Hukum Adopsi menurut Hukum Adat

Hukum Adopsi menurut Hukum Adat Hukum Adopsi menurut Hukum Adat Oleh: 1. Rico Andrian Hartono(135010101111114)/ 17 2. Ramadhanti Safirriani(135010119111001)/ 46 3. Farahdyba R (135010107111189)/ 44 4. Giovanna Calista F (135010101111106)/

Lebih terperinci

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA NO PERBEDAAN BW/KUHPerdata Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 1 Arti Hukum Perkawinan suatu persekutuan/perikatan antara seorang wanita dan seorang pria yang diakui sah oleh UU/ peraturan negara yang bertujuan

Lebih terperinci

HUKUM KELUARGA DAN KEWARISAN ADAT. Oleh: Fokky Fuad, SH, MH

HUKUM KELUARGA DAN KEWARISAN ADAT. Oleh: Fokky Fuad, SH, MH HUKUM KELUARGA DAN KEWARISAN ADAT Oleh: Fokky Fuad, SH, MH 1 1. HUKUM KELUARGA KETURUNAN KETUNGGALAN LELUHUR ADA HUBUNGAN DARAH ORANG SATU DENGAN YANG LAIN KETURUNAN MERUPAKAN UNSUR MUTLAK BAGI CLAN, KERABAT

Lebih terperinci

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA Dalam peradilan atau dalam hukum Indonesia juga terdapat hukum waris adat. Selama ini, khususnya sebelum munculnya UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama memang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang

Lebih terperinci

BAB IV PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI NAGARI PARIANGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI NAGARI PARIANGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI NAGARI PARIANGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Praktek Pewarisan Harta Pusaka Tinggi Tidak Bergerak di

Lebih terperinci

Seorang pria yang telah 18 tahun dan wanita yang telah 15 tahun boleh

Seorang pria yang telah 18 tahun dan wanita yang telah 15 tahun boleh Seorang pria yang telah 18 tahun dan wanita yang telah 15 tahun boleh mengikatkan diri dalam perkawinan dan untuk membuat perjanjian kawin mereka wajib didampingi oleh orang-orang yang wajib memberikan

Lebih terperinci

HUKUM KELUARGA ANAK RAHMAD HENDRA FAKULTAS HUKUM UNRI

HUKUM KELUARGA ANAK RAHMAD HENDRA FAKULTAS HUKUM UNRI HUKUM KELUARGA ANAK RAHMAD HENDRA FAKULTAS HUKUM UNRI A N A K Dalam Hukum Keluarga, ada beberapa macam penyebutan anak, yaitu : Anak Sah Anak Luar Kawin Anak Angkat (BW : Anak Adopsi) FH UNRI 2 ANAK SAH

Lebih terperinci

HUKUM ADAT. Oleh : PUJI WULANDARI, M.Kn

HUKUM ADAT. Oleh : PUJI WULANDARI, M.Kn HUKUM ADAT Oleh : PUJI WULANDARI, M.Kn HUKUM KEKERABATAN Hukum adat kekerabatan adalah hukum adat yang mengatur bagaimana kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota kerabat, kedudukan anak terhadap orangtua

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain. 1. Pertalian darah menurut garis bapak (Patrilineal)

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain. 1. Pertalian darah menurut garis bapak (Patrilineal) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan bermasyarakat dewasa ini, masalah yang berhubungan dengan kehidupan sosial sudah makin kompleks dan terdiri dari berbagai aspek yang mana hal ini

Lebih terperinci

BAB V PARA AHLI WARIS

BAB V PARA AHLI WARIS BAB V PARA AHLI WARIS Para waris adalah semua orang yang (akan) menerima Penerasan atau pembagian warisan, baik ia sebagai ahli waris atau bukan ahli waris, tetapi mendapat warisan 1. Anak Kandung - Anak

Lebih terperinci

BAB III ANALISA TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI (PLAATSVERVULLING) PASAL 841 KUH PERDATA DENGAN 185 KHI

BAB III ANALISA TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI (PLAATSVERVULLING) PASAL 841 KUH PERDATA DENGAN 185 KHI BAB III ANALISA TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI (PLAATSVERVULLING) PASAL 841 KUH PERDATA DENGAN 185 KHI A. Kedudukan Ahli Waris Pengganti (Plaatsvervulling) Pasal 841 KUH Perdata Dengan Pasal 185 KHI Hukum

Lebih terperinci

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH Hukum Keluarga dan Waris HUKUM WARIS ISTILAH Didalam hukum waris dikenal istilah-istilah seperti pewaris, ahli waris, harta waris, boedel, testament, legaat, dan legitieme portie[1]. Yang dimaksud Pewaris

Lebih terperinci

Universitas Airlangga Fakultas Hukum Departemen Dasar Ilmu Hukum

Universitas Airlangga Fakultas Hukum Departemen Dasar Ilmu Hukum HUKUM KEKERABATAN Joeni Arianto Kurniawan Universitas Airlangga Fakultas Hukum Departemen Dasar Ilmu Hukum 1 Bbrp Istilah Kekerabatan Kekeluargaan Kewangsaan 2 Obyek Kajian Hal-hal seputar masalah: KETURUNAN

Lebih terperinci

Diskusi Mata Kuliah Gemar Belajar Perjanjian dan Waris

Diskusi Mata Kuliah Gemar Belajar Perjanjian dan Waris Diskusi Mata Kuliah Gemar Belajar Perjanjian dan Waris Pembicara : 1. Betric Banjarnahor (2012) : 2. Dian Prawiro Napitupulu (2013) Pemateri : 1. Tioneni Sigiro (2014). 2. Waristo Ritonga (2014) Moderator

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Sumber: LN 1974/1; TLN NO. 3019 Tentang: PERKAWINAN Indeks: PERDATA. Perkawinan.

Lebih terperinci

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1 A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata Anak dalam kandungan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya. 1

BAB I PENDAHULUAN. pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waris adalah perpindahan harta milik atau perpindahan pusaka.sehingga secara istilah ilmu waris adalah ilmu yang mempelajari tentang perpindahan harta pusaka

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN 1. Akibat Hukum Terhadap Kedudukan, Hak dan Kewajiban Anak dalam Perkawinan yang Dibatalkan a. Kedudukan,

Lebih terperinci

Hukum Waris Adat Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Adat

Hukum Waris Adat Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Adat Makalah Hukum Waris Adat TUGAS MAKALAH Hukum Waris Adat Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Adat Dosen Pengampu : A. Turmudi, SH, Msi. Disusun oleh : Handika S. Diputra 122211035 M. Najib Himawan 122211056

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai mahkluk hidup pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat hukum yang berkaitan dengan pengurusan

Lebih terperinci

Psl. 119 BW jo. Psl. 124 BW

Psl. 119 BW jo. Psl. 124 BW Psl. 119 BW jo. Psl. 124 BW Pada asasnya dalam suatu perkawinan (keluarga) terdapat satu kekompok harta (harta persatuan) dan hak melakukan beheer atas harta tersebut dilakukan oleh suami. Penyimpangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdahulu, dan harta ini berada dibawah pengelolahan mamak kepala waris (lelaki

BAB I PENDAHULUAN. terdahulu, dan harta ini berada dibawah pengelolahan mamak kepala waris (lelaki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah pusako adalah tanah hak milik bersama dari pada suatu kaum yang mempunyai pertalian darah dan diwarisi secara turun temurun dari nenek moyang terdahulu,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Pembagian Harta Warisan. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk membedakan dengan istilah-istilah

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami 114 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami dibawah tangan pada masyarakat batak toba di Kota Bandar Lampung saat ini, maka dapat disimpulkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehidupan manusia di dalam perjalanan di dunia mengalami 3 peristiwa yang

I. PENDAHULUAN. Kehidupan manusia di dalam perjalanan di dunia mengalami 3 peristiwa yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia di dalam perjalanan di dunia mengalami 3 peristiwa yang penting yaitu pada waktu ia dilahirkan, waktu ia kawin, dan waktu ia meninggal dunia (Ali Afandi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ratus) pulau-pulau yang tersebar di nusantara, masyarakat Indonesia terbagai

BAB I PENDAHULUAN. ratus) pulau-pulau yang tersebar di nusantara, masyarakat Indonesia terbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat Indonesia merupakan sebuah masyarakat yang majemuk yang terdiri dari berbagai sukubangsa dan budaya. Dengan penduduk lebih dari 210 (dua ratus

Lebih terperinci

HUKUM ADAT (Pasca Mid Semester)

HUKUM ADAT (Pasca Mid Semester) HUKUM ADAT (Pasca Mid Semester) Struktur Genealogis Teritorial keanggotaan struktur genealogis teritorial ada dua : 1. Harus masuk dalam satu kesatuan genealogis. 2. Harus berdiam di daerah persekutuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah istilah yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah istilah yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Konsep Begawai Pernikahan adalah suatu momen yang sakral, dimana penyatuan dua insan ini juga harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Perempuan merupakan kaum yang sering di nomor duakan di kehidupan sehari-hari. Perempuan seringkali mendapat perlakuan yang kurang adil di dalam kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

HASIL WAWANCARA. Konteks Tatap Muka dalam Komunikasi Antarpribadi

HASIL WAWANCARA. Konteks Tatap Muka dalam Komunikasi Antarpribadi Lampiran 2 HASIL WAWANCARA Konteks Tatap Muka dalam Komunikasi Antarpribadi 1. Bagaimanakah cara orang tua menyampaikan hukum adat Minangkabau kepada anak, terkait adanya pewarisan harta kepada anak perempuan?

Lebih terperinci

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan 46 BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata Sebelum penulis membahas waris anak sumbang dalam KUH Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan yang mana

Lebih terperinci

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah suatu negara majemuk yang dikenal dengan keanekaragaman suku dan budayanya, dimana penduduk yang berdiam dan merupakan suku asli negara memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA

TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA USWATUN HASANAH / D 101 10 062 Pembimbing: I. ABRAHAM KEKKA, S.H, M.H., II. MARINI CITRA DEWI, S.H, M.H., ABSTRAK Menurut pasal 832 KUH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan berbangsa, khususnya dalam kehidupan masyarakat heterogen, seperti Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 48 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pengaturan masalah waris di Indonesia bersifat pluralisme. Sehingga praturan hukum waris yang masih berlaku saat ini di Indonesia adalah menurut Hukum Adat,

Lebih terperinci

PARENTAL SISTEM WARIS ADAT PARENTAL. Perhitungan sistem Parental 06/10/2016

PARENTAL SISTEM WARIS ADAT PARENTAL. Perhitungan sistem Parental 06/10/2016 SISTEM WARIS ADAT PARENTAL Sekar Ayuningtiyas 135010100111085 (03) Denna Ayu P W 135010100111097 (04) Elizhabert Corolia 135010118113006 (15) SOEPOMO Hukum adat waris, membuat peraturanperaturan yang mengatur

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PUTUSAN SENGKETA WARIS SETELAH BERLAKUNYA PASAL 49 HURUF B UU NO. 3 TAHUN 2006 TENTANG PERADILAN AGAMA

BAB IV ANALISIS PUTUSAN SENGKETA WARIS SETELAH BERLAKUNYA PASAL 49 HURUF B UU NO. 3 TAHUN 2006 TENTANG PERADILAN AGAMA 70 BAB IV ANALISIS PUTUSAN SENGKETA WARIS SETELAH BERLAKUNYA PASAL 49 HURUF B UU NO. 3 TAHUN 2006 TENTANG PERADILAN AGAMA A. Analisis Yuridis Terhadap Dasar Hukum Yang Dipakai Oleh Pengadilan Negeri Jombang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa aspek yang perlu untuk diperhatikan baik itu oleh masyarakat sendiri

BAB I PENDAHULUAN. beberapa aspek yang perlu untuk diperhatikan baik itu oleh masyarakat sendiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan bermasyarakat pada saat sekarang ini, masalah dalam kehidupan sosial sudah semakin kompleks dan berkepanjangan, dimana terdapat beberapa aspek yang

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT HUKUM ADAT DAN MENURUT BW DI INDONESIA

PERBANDINGAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT HUKUM ADAT DAN MENURUT BW DI INDONESIA PERBANDINGAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT HUKUM ADAT DAN MENURUT BW DI INDONESIA Makalah Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perbandingan Hukum Perdata Oleh KELOMPOK I Dosen Pembimbing : AFRILIAN

Lebih terperinci

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA A. Analisis Tradisi Pelaksanaan Kewarisan Tunggu Tubang Adat Semende di

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I. PENGANTAR... 1

DAFTAR ISI BAB I. PENGANTAR... 1 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i PERNYATAAN... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR ISTILAH... viii DAFTAR TABEL DAN GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii INTISARI... xiv ABSTRACT... xv BAB I. PENGANTAR... 1

Lebih terperinci

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum. Perkawinan menimbulkan hak dan kewajiban kepada para pihak yang mengikatkan diri pada suatu perkawinan. Hak dan kewajiban tersebut harus dipenuhi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. lainnya dalam satu kesatuan yang utuh (Abdulsyani, 1994:123).

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. lainnya dalam satu kesatuan yang utuh (Abdulsyani, 1994:123). II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian SistemWaris Sistem mengandung pengertian sebagai kumpulan dari berbagai unsur (komponen)yang saling bergantungan

Lebih terperinci

ADOPSI HUKUM ADAT MATRILINEAL AKIBAT HUKUM ADOPSI 15/03/2018

ADOPSI HUKUM ADAT MATRILINEAL AKIBAT HUKUM ADOPSI 15/03/2018 ADOPSI HUKUM ADAT MATRILINEAL Anggota Kelompok: 1. Dwi Linda Permatasari (10) 2. Dinda Dini Dwi C (20) 3. Rosalina Dwi F (23) 4. Devi Almas Nur A (26) 5. TaraditaN (27) Masyarakat dengan sistem matrilineal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis di Provinsi Sumatera Utara, suku Batak terdiri dari 5 sub etnis yaitu : Batak Toba (Tapanuli), Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Mandailing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang terdiri dari seorang ayah,

Lebih terperinci

BAB V. KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata

BAB V. KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata BAB V KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata Dalam pembahasan bab ini merupakan ulasan mengenai titik singgung antara pembagian kewarisan dalam KHI, CLD KHI dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. 1. Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. 1. Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN A. Pengertian Perkawinan 1. Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan Menurut Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, Perkawinan ialah

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1 Abstrak Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perkawinan di bawah tangan masih sering dilakukan, meskipun

Lebih terperinci

Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar Pengertian Hukum Adat, Waris dan Kedewasaan dalam Hukum Adat

Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar Pengertian Hukum Adat, Waris dan Kedewasaan dalam Hukum Adat 1 Hukum Adat Lanjutan Rabu, 23 November 2016 Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar Pengertian Hukum Adat, Waris dan Kedewasaan dalam Hukum Adat Pembicara : 1. Hendra Siahaan (2013) 2. Wita Pandiangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan patrilinial yang menyebabkan sistem pertalian kewangsaan

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan patrilinial yang menyebabkan sistem pertalian kewangsaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Bali memiliki sistem pewarisan yang berakar pada sistem kekerabatan patrilinial yang menyebabkan sistem pertalian kewangsaan lebih dititikberatkan

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya BAB II Kajian Pustaka 2.1. Perempuan Karo Dalam Perspektif Gender Dalam kehidupan masyarakat Batak pada umumnya dan masyarakat Karo pada khususnya bahwa pembagian harta warisan telah diatur secara turun

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebudayaan dalam arti luas adalah perilaku yang tertanam, ia merupakan totalitas dari sesuatu yang dipelajari manusia, akumulasi dari pengalaman yang dialihkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat batak toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat batak toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat batak toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu keturunan ditarik dari ayahnya. Dilihat dari marga yang dipakai oleh orang batak yang diambil dari

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP TIDAK ADANYA HAK WARIS ANAK PEREMPUAN PADA MASYARAKAT KARO DI DESA RUMAH BERASTAGI KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO

BAB IV ANALISIS TERHADAP TIDAK ADANYA HAK WARIS ANAK PEREMPUAN PADA MASYARAKAT KARO DI DESA RUMAH BERASTAGI KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO BAB IV ANALISIS TERHADAP TIDAK ADANYA HAK WARIS ANAK PEREMPUAN PADA MASYARAKAT KARO DI DESA RUMAH BERASTAGI KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO Berdasarkan uraian pada Bab III mengenai sistem pembagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Di dalam masyarakat kedudukan seseorang dalam segala hal telah diatur oleh lingkungan kelahirannya. Dilahirkan sebagai anak dari pasangan orang tua tertentu menentukan

Lebih terperinci

diasuh oleh team-teaching PROGRAM PASCASARJANA USU Program Magister Kenotariatan

diasuh oleh team-teaching PROGRAM PASCASARJANA USU Program Magister Kenotariatan diasuh oleh team-teaching PROGRAM PASCASARJANA USU Program Magister Kenotariatan KEKELUARGAAN SEDARAH DAN SEMENDA (bloedverwantschap en zwagerschap) BAB-XIII BUKU-I BW (Pasal-290 dst BW) (1) KELUARGA SEDARAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah Hukum waris yang berlaku di Indonesia hingga saat ini masih bersifat pluralistik, artinya beraneka ragam sistem hukum waris di Indonesia berlaku

Lebih terperinci

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN DALAM HUKUM PERDATA (BURGERLIJK WETBOEK) A. Pengertian Anak Luar Kawin Menurut Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Anak menurut bahasa adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Harta Bersama dan Perceraian 1. Harta Bersama Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami atau isteri mempunyai harta yang dibawa dan diperoleh

Lebih terperinci

KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM KEWARISAN

KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM KEWARISAN KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM KEWARISAN Oleh Drs. Bakti Ritonga, SH.,MH. 1 Assalmu alaikum wr.wb. Salam sejahtera untuk kita semua Yang Terhormat; Bapak dan Ibu Pembina, jajaran pengurus, dan seluruh pesrta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberi nama. Meski demikian, Indonesia memiliki lima pulau besar yaitu

BAB I PENDAHULUAN. diberi nama. Meski demikian, Indonesia memiliki lima pulau besar yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Wilayah Indonesia terdiri atas gugusan pulau-pulau besar maupun kecil yang tersebar di seluruh wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan serta memiliki keturunan, dimana keturunan merupakan salah satu tujuan seseorang melangsungkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak merupakan dambaan setiap orang, yang kehadirannya sangat dinanti-natikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak merupakan dambaan setiap orang, yang kehadirannya sangat dinanti-natikan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan dambaan setiap orang, yang kehadirannya sangat dinanti-natikan dan tumbuh kembangnya sangat diperhatikan. Tak heran banyak sekali orang yang menunggu-nunggu

Lebih terperinci

Peranan Pendidikan dan Lingkungan dalam Pelaksanaan Hukum Waris Adat Minangkabau pada Masyarakat Perantauannya di Kota Bandung

Peranan Pendidikan dan Lingkungan dalam Pelaksanaan Hukum Waris Adat Minangkabau pada Masyarakat Perantauannya di Kota Bandung No. 1/XXII/2003 Peranan Pendidikan dan Lingkungan dalam Pelaksanaan Hukum Waris Adat Minangkabau pada Masyarakat Perantauannya di Kota Bandung Dr.Ranidar Darwis,S.H., M. Pd. (Universitas Pendidikan Indonesia)

Lebih terperinci

Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian

Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian LAMPIRAN 143 144 Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian 145 146 Lampiran 3 Pengukuran Variabel Penelitian untuk Jawaban Pengetahuan No. Pernyataan Betul Salah Pengetahuan tentang keluarga sistem matrilineal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS. (BW). Ketiganya mempunyai ciri dan peraturan yang berbeda-beda, berikut

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS. (BW). Ketiganya mempunyai ciri dan peraturan yang berbeda-beda, berikut BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS A. Pengertian Hukum Waris Berbicara tentang warisan, di Indonesia terdapat tiga hukum waris yaitu menurut Hukum Adat, menurut Kompilasi Hukum Islam, dan menurut

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN DALAM PEMBAGIAN WARISAN I WAYAN ADIARTA / D

TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN DALAM PEMBAGIAN WARISAN I WAYAN ADIARTA / D TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN DALAM PEMBAGIAN WARISAN I WAYAN ADIARTA / D 101 09 047 ABSTRAK Tulisan ini mengangkat 3 masalah utama, yaitu (a) Bagaimanakah Status Hukum dan Hak Mewaris

Lebih terperinci

BAB III KEBIASAAN PEMBAGIAN WARIS ADAT MASYARAKAT KEJAWAN LOR. A. Pengertian Anak Perempuan Sulung oleh Masyarakat Kejawan Lor

BAB III KEBIASAAN PEMBAGIAN WARIS ADAT MASYARAKAT KEJAWAN LOR. A. Pengertian Anak Perempuan Sulung oleh Masyarakat Kejawan Lor BAB III KEBIASAAN PEMBAGIAN WARIS ADAT MASYARAKAT KEJAWAN LOR A. Pengertian Anak Perempuan Sulung oleh Masyarakat Kejawan Lor Anak perempuan tertua atau disebut juga dengan anak perempuan sulung, oleh

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO. 42 BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN 1974 A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.1/1974 Pelaksanaan Pernikahan Suku Anak Dalam merupakan tradisi

Lebih terperinci

Analisis Hukum Islam Terhadap Pembagian Waris Dalam Adat Minang (Studi Kasus Di Desa Biaro Gadang, Sumatera Barat)

Analisis Hukum Islam Terhadap Pembagian Waris Dalam Adat Minang (Studi Kasus Di Desa Biaro Gadang, Sumatera Barat) Prosiding Peradilan Agama ISSN: 2460-6391 Analisis Hukum Islam Terhadap Pembagian Waris Dalam Adat Minang (Studi Kasus Di Desa Biaro Gadang, Sumatera Barat) 1 Utari Suci Ramadhani, 2 Dr. Tamyiez Dery,

Lebih terperinci

Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk. kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UU ini (Pasal 1 ayat 1)

Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk. kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UU ini (Pasal 1 ayat 1) Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat akta-otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UU ini (Pasal 1 ayat 1) Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,

Lebih terperinci

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang, Pendahuluan Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat. Di dalam agama islam sendiri perkawinan merupakan sunnah Nabi Muhammad Saw, dimana bagi setiap umatnya dituntut untuk mengikutinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita

Lebih terperinci

keluarga,atau dalam adat Minang disebut paruik, hingga lingkungan hidup

keluarga,atau dalam adat Minang disebut paruik, hingga lingkungan hidup 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia memiliki banyak sekali hukum adat yang terdapat di berbagai penjuru daerah, salah satunya yaitu hukum adat Minangkabau. Jika ditilik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang di dalamnya terdapat beraneka ragam kebudayaan yang berbeda-beda tiap daerahnya. Sistem pewarisan yang dipakai di Indonesia juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian hukum menurut pendapat para ahli hukum : E. Utrecht, dalam bukunya pengantar dalam hukum indonesia :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian hukum menurut pendapat para ahli hukum : E. Utrecht, dalam bukunya pengantar dalam hukum indonesia : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Hukum Pengertian hukum menurut pendapat para ahli hukum : 1 1. E. Utrecht, dalam bukunya pengantar dalam hukum indonesia : Hukum adalah himpunan petunjuk hidup yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akal dan pikiran untuk dapat memanfaatkan isi dunia ini. Selain itu manusia. yang dilalui untuk dapat mempertahankan dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. akal dan pikiran untuk dapat memanfaatkan isi dunia ini. Selain itu manusia. yang dilalui untuk dapat mempertahankan dirinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahkluk Tuhan yang paling sempurna. Manusia diberi akal dan pikiran untuk dapat memanfaatkan isi dunia ini. Selain itu manusia memiliki kodrat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Kedudukan Anak Luar kawin 1. Pengertian Anak Luar Kawin Menurut Undang-Undang Perkawinan, status anak dibedakan menjadi dua yakni anak yang sah dan anak yang dilahirkan

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG BAGIAN AHLI WARIS YANG MENOLAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA BW

TINJAUAN TENTANG BAGIAN AHLI WARIS YANG MENOLAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA BW 15 TINJAUAN TENTANG BAGIAN AHLI WARIS YANG MENOLAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA BW Dosen Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum IAIN Padangsidimpuan Abstract Based on the constitution, basically everyone has

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga

BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga Masyarakat di Indonesia telah menganut tiga hukum mengenai hibah, yaitu Hukum Adat,

Lebih terperinci

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki Perkawinan atau pernikahan merupakan institusi yang istimewa dalam Islam. Di samping merupakan bagian dari syariah Islam, perkawinan memiliki hikmah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 61 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Perkawinan Menurut Hukum Adat Minangkabau di Kenagarian Koto Baru, Kecamatan Koto Baru, Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat. Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB II LATAR BELAKANG DILAKUKANNYA PERJANJIAN KAWIN SEBELUM NIKAH. ialah hukum agama, hukum adat dan hukum lainnya.

BAB II LATAR BELAKANG DILAKUKANNYA PERJANJIAN KAWIN SEBELUM NIKAH. ialah hukum agama, hukum adat dan hukum lainnya. BAB II LATAR BELAKANG DILAKUKANNYA PERJANJIAN KAWIN SEBELUM NIKAH A. Harta Benda Dalam Perkawinan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur tentang harta perkawinan dalam Pasal 35, 36

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Agama Republik Indonesia (1975:2) menyatakan bahwa : maka dilakukan perkawinan melalui akad nikah, lambang kesucian dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Agama Republik Indonesia (1975:2) menyatakan bahwa : maka dilakukan perkawinan melalui akad nikah, lambang kesucian dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkawinan merupakan peristiwa hukum yang terjadi didalam hidup bermasyarakat yang menyangkut nama baik keluarga ataupun masyarakat. Hal ini diterangkan dalam buku

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D 101 08 063 ABSTRAK Membuat wasiat (testament) adalah perbuatan hukum, seseorang menentukan tentang apa yang terjadi dengan harta kekayaannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang manusia yang lahir di dunia ini, memiliki hak dan kewajiban yang diberikan hukum kepadanya maupun kepada manusia-manusia lain disekitarnya dimulai kepadanya

Lebih terperinci