5 PEMBAHASAN. 5.1 Kondisi Penegakan Hukum di Laut oleh Aparat Negara di masa Damai
|
|
- Ari Sukarno Budiono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 130 5 PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Penegakan Hukum di Laut oleh Aparat Negara di masa Damai Berbagai instansi penegakan hukum di laut selama kurun waktu 40 tahun belum menunjukan hasil yang maksimal karena kewenangan yang saling tumpang tindih dan melaksanakan tugas kewajibannya yang masih bersifat sektoral belum mengutamakan kepentingan nasional secara terpadu. Pada Tabel 1 aspek legal kewenangan lembaga penegak hukum di laut menggambarkan bahwa 14 instansi yang memiliki wewenang penegakan hukum di laut masih terlalu banyak menyebabkan berbagai persepsi yang dapat mengarah kepada conflict of interest. 1) Kapal penegak hukum di laut perairan Pelabuhan Tanjung Emas (1) Perairan Pelabuhan Tanjung Emas dijaga dan diamankan oleh kapalkapal patroli jenis speed boat 11 unit dan perahu karet 10 unit ukuran kecil yang dimiliki oleh Direktorat Polisi Air Polda Jateng, Bea Cukai, Lanal Semarang dan KPLP dengan penugasan sesuai dengan fungsi masing-masing instansi. (2) Kapal patroli jenis K-12 = 3 unit dimiliki oleh Lanal Semarang dan Ditpolair Jateng. (3) Kapal patroli jenis K-28 = 6 unit dimiliki oleh KPLP, Lanal Semarang dan Ditpolair Jateng. (4) Kapal Patroli Jenis K-36 = 2 unit dimiliki oleh Ditpolair Jateng. (5) Kapal-kapal tersebut bertugas secara sektoral dengan membawa atribut masing-masing, memerlukan koordinasi secara terpadu oleh satu badan
2 131 yang memiliki wewenang pengendalian dan komando, agar penugasan penegakan hukum dan SAR di laut berdayaguna, efisien dan efektif. (6) Multi fungsi dan multi intitusi menjadikan kapal patroli tiap institusi bekerja sektoral pada Tabel 12 menunjukan bahwa ada institusi yang melaksanakan beberapa fungsi dan ada institusi yang hanya melaksanakan satu fungsi. Seperti institusi TNI-AL / LANAL Semarang mengemban 7 fungsi (Undang-Undang), POLRI/Ditpolair Jateng mengemban 8 fungsi, Dephub/KPLP mengemban 2 fungsi, Bea Cukai mengemban 2 fungsi dan Basarnas mengemban 1 fungsi. Pada pelaksanaan di lapangan sistim multi fungsi dengan multi institusi mengakibatkan terjadinya fungsi yang tumpang tindih dengan kepentingan sektoral. Penggunaan kapal sebagai wahana penegak hukum di laut saat ini kurang efisien, karena satu kapal yang seharusnya bisa menangani berbagai pelanggaran hukum di laut hanya digunakan sektoral menangani satu departemen/instansi saja atau menangani sebagian masalah saja. Pengintegrasian tugas dan fungsi kapal-kapal aparat negara di laut yang di maksud adalah mengintegrasikan tugas dan fungsi 5 (lima) institusi aparat negara non militer yang memiliki kapal dan senjata api antara lain KPLP, Ditpol Air, Bea Cukai, DKP (Ditjen P2SDKP) dan BASARNAS yang bertugas di laut dalam menegakan hukum dan SAR. Pengintegrasian tersebut di samping tugas dan fungsi juga personil dan alat utamanya seperti: kapal laut, pesawat udara, alat komunikasi dan sarana prasarana sebagai pendukung logistik. Sesuai dengan pembahasan pada bab-bab
3 132 sebelumnya pembentukan suatu lembaga non militer untuk penegakan hukum dan SAR di laut pada masa damai saat ini sangat diperlukan dan merupakan langkah strategis untuk menunjang pembangunan nasional di bidang kelautan. Banyaknya masalah kelautan yang muncul akibat belum terpadunya tugas para aparat penegakan hukum di laut dihadapkan kepada keperluan pergaulan antar bangsa di forum internasional untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa dan negara masing-masing sangat dipengaruhi oleh peran negara tersebut dalam kancah perdagangan internasional era globalisasi. Khususnya bagi bangsa dan Negara Kepulauan Indonesia yang terletak di posisi silang dengan ± pulau dan garis pantai terpanjang di kawasan Asia Pasifik tidak dipungkiri bahwa Negara Kepulauan Indonesia menjadi tempat lalu lintas laut teramai di kawasan Asia yang membutuhkan keterlibatan aparat negara penegak hukum di laut lebih intensif di bidang kelautan. Keterbatasan fasilitas, pembiayaan, sarana prasarana kapal, alat utama dan kualitas personil sangat mempengaruhi keberhasilan para aparat dalam menegak hukum dan SAR di laut, namun kemajuan teknologi informasi khususnya sarana komputerisasi komunikasi dan penginderaan jarak jauh (satelit, radar dan pesawat udara) dapat membantu diawali dengan penggunaan sistem NSW dan pada gilirannya ditingkatkan dengan menggunakan sistem ASW, Regional Asia Pacific Window dan seterusnya. Disadari sepenuhnya bahwa kepentingan lalu lintas perdagangan internasional melalui laut Negara kepulauan Indonesia untuk dapat menjamin keamanan dan keselamatan kapal-kapal yang melintas diperairan Indonesia. Oleh karena itu ada beberapa negara maju yang menggunakan lalu lintas laut perairan
4 133 Indonesia ini membantu hibah kapal-kapal penjaga keamanan laut kepada Indonesia tetapi terkendala dengan sistem ketatanegaraan Negara yang bersangkutan (Jepang, Australia dan lain-lain) dengan sistem keamanan laut BAKORKAMLA di Indonesia yang masih melibatkan unsure kekuatan militer (TNI AL) dalam menangani keamanan laut di masa damai. Oleh karena itu peluang Indonesia yang masih tersandung dengan kemampuan ekonomi untuk membangun kapal aparat Negara sendiri, peluang ini adalah kesempatan untuk mendapatkan bantuan hibah kapal penjaga keamanan kapal di laut dengan memisahkan kekuatan militer dari dalam unsur keamanan laut di masa damai. Hal tersebut merupakan sekaligus langkah untuk mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah diatur oleh hukum internasional UNCLOS 82 yang diratifikasi dalam Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun Pengintegrasian fungsi dan tugas aparat Negara di laut membutuhkan pelatihan, sosialisasi dan aplikasi di lapangan yang didukung oleh personil yang professional dengan dukungan kapal, fasilitas, peralatan, dan sarana prasarana yang optimal dan berkesinambungan. 2) Bakorkamla Sesuai Perpres 81/2005 pasal 3, fungsi Bakorkamla yang diselenggarakan oleh kepala pelaksana harian adalah menyiapkan rancangan kebijaksanaan kamla, menyiapkan koordinasi pelaksanaan kegiatan dan pelaksanaan OPSKAMLA, menyelenggarakan duknis dan administratif pelaksanaan opskamla bersama dan pengawasan dan pengendalian satanjungas koordinasi kamla. Dengan demikian Bakorkamla bertindak sebatas koordinator, sedang yang dibutuhkan di lapangan adalah komando dalam penindakan yang tegas.
5 134 Menurut Djalal (2005), Bakorkamla terkesan sangat terpengaruih oleh faktor-faktor sektoral, walaupun tidak semua unsur terkait yang terlibat seperti Menteri Dalam Negeri, Menteri Kesehatan, dan lain-lain. Disamping Bakorkamla karena sifatnya koordinatif sulit melaksanakan kebijakan-kebijakan yang bersifat implementatif. Sejak ditrima prinsip kesatuan nusantara dengan ZEE dan landas kontinennya serta pengakuan atas kepentingan di luar nusantara dan ZEE, Bakorkamla seharusnya sudah memasuki tahap kewenangan implementatif dan tridak cukup lagi hanya dengan tahap koordinatif. 3) ISPS Code dan Regulasi Internasional Tujuh regulasi dunia di bidang keamanan dan keselamatan maritim telah mengikat Negara-negara yang meratifikasinya yaitu :UNCLOS 82, Marpol, SOLAS 74, SAR, Collreg dan IMO MSC. Indonesia dalam hal ini khususnya Pelabuhan Tanjung Emas berkewajiban untuk menjamin keselamatan dan keamanan maritim, keamanan kapal dan fasilitas pelabuhan sebagaimana dalam ISPS Code Tujuannya untuk menetapkan kerjasama internasional guna mendeteksi dan menilai ancaman keamanan dengan mencegah terjadinya insiden terhadap kapal, fasilitas pelabuhan yang dipergunakan dalam perdagangan internasional. 4) Kondisi tidak efektif dan efisien penegakan hukum di laut Laut merupakan jalur ekonomi nasional maupun internasional yang sangat penting, apabila jalur laut terganggu maka roda perekonomian nasional khususnya juga akan terganggu penegakan hukum jalur laut di perairan Indonesia
6 135 diselenggarakan oleh multiinstitusi dengan menggunakan kapal patroli laut dari 6 instansi yang berbeda. Penggunaan dari berbagai jenis dapat merugikan penegakan hukum di laut sehingga tidak efektif dan efisien. Di samping biaya tinggi dalam pengoperasian kapal penegak hukum di laut, penggunaan satu kapal untuk satu permasalahan tidak efisien. Seharusnya satu kapal dapat menagani berbagai masalah atau satu kapal satu institusi berdayaguna multi fungsi. 5.2 Strategi Pengembangan Fungsi Kapal dan Tugas Aparat Negara di Laut 1) Fungsi kapal dan tugas kapal aparat negara Kapal aparat negara di laut dimiliki dan dioperasikan oleh 6 instansi pemerintah yaitu oleh TNI-AL, Polri, KPLP Ditjenhubla, Bea Cukai Dep.Keu, DKP dan BASARNAS. Kapal-kapal tersebut mengemban tugas sesuai fungsi masing-masing instansi yang membawahinya dan bekerja sektoral. Sarana dan prasarana kapal yang dimiliki aparat negara di Pelabuhan Tanjung Emas merupakan cermin dari kekuatan kapal aparat negara yang dimiliki oleh aparat negara penegak hukum di laut, perairan dan pelabuhan di nusantara pada masa damai. Kapal-kapal tersebut di lapangan mengemban fungsi dan tugas sesuai fungsi masing-masing instansi yang mengoperasikannya, telah dibahas pada bab-bab sebelumnya bahwa kapal aparat negara di laut yang bertugas secara sektoral membutuhkan biaya operasional dan logistic sangat tinggi per kapalnya, mengakibatkan tidak efisien. Berbagai penelitian dan hasil seminar, lokakarya menyarankan dibentuknya satu lembaga yang menangani keamanan di laut hal tersebut membutuhkan
7 136 biaya, waktu, metoda, kapal, fasilitas dan sumberdaya yang besar. Pada hasil penelitian di seminar ini disampaikan pengembangan fungsi dan tugas kapal aparat negara di laut dilakukan secara bertahap dengan 5 strategi yang diawali dengan pengintegrasian kapal aparat Negara dari 5 instansi. 2) Pemisahan tugas TNI dan Polri Penggabungan tugas TNI dan Polri pada masa lalu mengakibatkan terjadinya tumpang tindih antara tugas pertahanan dan kamtibmas, maka lahirlah Undang-undang untuk membedakan tugas pertahanan oleh TNI dan tugas Kamtibmas oleh Polri yang pada masa damai peran aparat sipil di kedepankan, khususnya di perairan dan pelabuhan laut. 3) Fungsi dan tugas SAR 1) Lembaga Basarnas yang bertugas kemanusian penyelamatan akibat kecelakaan dan musibah di laut. 2) Musibah yang terjadi pada kapal dapat disebabkan oleh : (1) kesalahan manusia (human error) (2) kerusakan yang terjadi pada kapal dan mesinnya (3) alam atau cuaca yang dihadapi kapal (4) kapal bertumbrukan atau pelanggaran dengan kapal lain (5) kapal kandas (6) kapal kebakaran (7) kapal melakukan pencemaran 3) Tugas SAR tersebut menjadi kewajiban bagi kapal-kapal aparat negara di laut dengan BASARNAS sebagai koordinator untuk tugas penyelamatan dan pencarian.
8 137 4) Perkembangan ekonomi maritim Potensi ekonomi maritim di perairan dan Pelabuhan Tanjung Emas sangat besar sebagai sumberdaya ekonomi yang mampu memperluas penciptaan lapangan kerja dibidang transportasi laut, jasa kepelabuhan, pelayaran, kegiatan ekspor impor dikarenakan ditemukan sumber minyak blok Cepu, berkembangnya industri potensial seperti meubeller kayu jati, rokok kretek, tekstil, perikanan, karoseri mobil, pariwisata dan elektronika. Hal tersebut berpengaruh dalam pengambilan kebijakan Pemda untuk meningkatkan pendapatan daerah/negara sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 5) Pembahasan NSW Indonesia Nasional Single Window (INSW) adalah Sistem Nasional Indonesia yang memungkinkan dilakukannya waktu penyampaian data dan informasi secara tunggal, pemprosesan data dan informasi secara tunggal dan sinkron dan pembuatan keputusan secara tunggal untuk pemberian ijin kepabeanan dan pengeluaran barang. Port System (PortNet) adalah layanan tunggal secara elektronik berbasis internet untuk mengitegrasikan pelayanan informasi kapal dan penanganan barang secara fisik yang standar dari seluruh instansi terkait di pelabuhan. Maksud dan tujuan prosedur Port System dengan menggunakan sistem elektronik untuk memberikan pelayanan terhadap kapal dan barang dengan kepastian hukum yang berkaitan dengan kegiatan eksport dan atau impor melalui sistem elektronik serta memberikan perlindungan terhadap
9 138 pelayanan kapal dan barang yang berkaitan dengan kegiatan eksport dan atau impor dari peyalahgunaan sistem. Pengguna port system meliputi Direktorat Jendral Perhubungan Laut, Administrator Pelabuhan, Kantor Pelayanan Bea Cukai, Kantor Kesehatan Pelabuhan, Tempat Pemeriksaan Imigrasi, Balai Besar Karantina Tumbuhan, Stasiun Karantina Ikan, Balai Karantina Hewan dan Perusahaan Angkutan Laut. Adapun manfaat yang akan dicapai antara lain adalah : (1) Mempercepat kelancaran arus barang dan dokumen (2) Mengurangi birokrasi dalam pengurusan perijinan ekspor, impor dan kepabeanan (3) Mengurangi adanya penyelundupan (4) Meningkatkan informasi publik mengenai kebijakan ekspor dan impor Selama ini Singapura merupakan salah satu negara terbaik dalam sistem pelayanan ekspor impor karena sudah memiliki NSW dengan e- portnet dan e-tradenet, Pelabuhan Tanjung Emas pada gilirannya akan menggunakan NSW setelah uji coba penggunaannya di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak. Pada prinsipnya NSW akan melayani proses kepabeanan dan kepelabuhan secara terpadu, cepat dan efisien sehingga kapal berlayar dalam keadaan clear document dan keselamatan pelayaran lengkap.
10 139 6) Pra saran pembentukan Coast Guard Indonesia Berawal dari pernyataan Jepang untuk melindungi kepentingan ekonomi dan perdagangan laut negaranya melintasi perairan Indonesia, maka Jepang bersedia memberi bantuan dan dukungan kapal patroli beserta sarana prasarananya namun terkendala dengan kebijakan politik non military budget. Namun Jepang tidak menemukan institusi non militer yang tepat untuk menyalurkan bantuannya tersebut, oleh karena itu Jepang mendesak Indonesia untuk mendirikan Coast Guard sebagai institusi non militer. Hasil seminar dan lokakarya pada April 2007 yang diselenggarakan oleh pakar-pakar maritim dari TNI-AL, Dewan Maritim Indonesia, Kadin dan institusi lainnya telah menyarankan perlu dibentuk Indonesia Sea and Coast Guard, namun masih terkendala dengan kepentingan ego sektoral masing-masing institusi. 7) Prioritas 5 (lima) tahapan strategi menuju satu lembaga penegak hukum di laut (1) Pengembangan fungsi dan tugas kapal aparat negara sudah mendesak untuk segera dilakukan dengan langkah awal mengintregasikan kapalkapal aparat negara non militer untuk bertugas multi fungsi antar departemen dan tidak mengemban fungsi sektoral tiap departemen maupun instansi. (2) Penggunaan teknologi informasi seperti NSW dan ASW sangat membantu tugas multi fungsi kapal-kapal aparat negara di laut, sehingga kapal-kapal yang keluar masuk pelabuhan dan berlalu-lalang
11 140 diperairan RI telah termonitor pada sistem NSW maupun ASW. Kapalkapal yang tidak termonitor dapat dicurigai dan diperiksa. (3) Pelatihan SDM yang mengawaki kapal aparat negara yang telah berintegrasi menjadi multi fungsi dilakukan secara bertahap dan sistematis. (4) Kekuatan kapal aparat Negara penegakan hukum di laut saat ini masih sebagian besar bertumpu pada kapal-kapal perang TNI-AL, pada era reformasi dan keperluan pergaulan internasional pada perdagangan global diharapkan peran kapal aparat negara non militer memiliki kemampuan penegakan hukum di laut secara penuh pada masa damai. Oleh karena itu diharapkan sebagian kapal perang TNI-AL non kombatan dapat di gunakan sebagai kapal aparat negara non militer sekaligus sebagai kekuatan cadangan TNI-AL. (5) Langkah berikutnya untuk pengembangan fungsi dan tugas kapal aparat negara adalah menambah sarana dan prasarana kapal dan menambah jumlah alat utama. 8) Pengamanan di laut oleh satu lembaga Menurut Bakar (2005), Pengamanan di laut sebenarnya telah diatur dan dilakukan oleh satu lembaga sebagaimana telah diamanatkan sejak zaman Belanda dalam TZMKO tahun 1939 yang mengatakan Government Maritime atau pemerintah di laut adalah kapal-kapal negara yaitu : kapal-kapal penjagaan pantai (Coast Guard) dan kapal-kapal bantu navigasi yang melakukan tugas pengawasan dan penegakan peraturan perundang-undangan di bidang keselamatan pelayaran. Di samping itu
12 141 juga tugas penjagaan laut dan pantai tertuang pada konvensi IMO, UNCLOS 1982, Solas 1974, Marpol 1973, 1978 dan ISPS Code yang pada intinya penegakan hukum di laut itu oleh kapal-kapal aparat negara untuk memperlancar pergerakan kapal-kapal di laut bukan malah menghambat. Selanjutnya, jika ditelusuri lembaga mana yang pantas untuk dimajukan sebagai satu instansi sebagai penegak hukum di laut, maka pilihannya tentu jatuh kepada KPLP yang saat ini berada di bawah kendali Direktorat KPLP, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.
1 PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia memandang laut sebagai sarana dan wahana untuk
xix 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memandang laut sebagai sarana dan wahana untuk mewujudkan satu kesatuan wilayah negara dalam arti politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, dan keamanan
Lebih terperinciPUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2006) 1
ABSTRAK KAJIAN KERJASAMA ANTARA PEMERINTAH INDONESIA, MALAYSIA DAN SINGAPURA DALAM MENANGANI MASALAH KEAMANAN DI SELAT MALAKA Selat Malaka merupakan jalur pelayaran yang masuk dalam wilayah teritorial
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2000 TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2000 TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 Undang-undang Nomor 15
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan (Archipelagic State) memiliki lebih kurang 17.500 pulau, dengan total panjang garis pantai mencapai 95.181 km
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2000 TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2000 TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 Undang-undang Nomor 15
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan yang luar biasa bagi bangsa Indonesia. 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara maritim terbesar di dunia, yang memiliki lebih dari 17.000 (tujuh belas ribu) pulau yang membentang dari 6 LU sampai 11 LS dan 92 BT sampai
Lebih terperinciPUSANEV_BPHN. Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH
Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH Disampaikan pada Diskusi Publik Analisis dan Evaluasi Hukum Dalam Rangka Penguatan Sistem Pertahanan Negara Medan, 12 Mei 2016 PASAL 1 BUTIR 2 UU NO 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN
Lebih terperinciMANAJEMEN PELABUHAN DAN REALISASI EKSPOR IMPOR
MANAJEMEN PELABUHAN DAN REALISASI EKSPOR IMPOR ADMINISTRATOR PELABUHAN Oleh : Mochammad Agus Afrianto (115020200111056) JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA Administrator
Lebih terperinciFUNGSI PELABUHAN P P NOMOR 69 TAHUN 2001 SIMPUL DALAM JARINGAN TRANSPORTASI; PINTU GERBANG KEGIATAN PEREKONOMIAN DAERAH, NASIONAL DAN INTERNASIONAL;
FUNGSI PELABUHAN P P NOMOR 69 TAHUN 2001 SIMPUL DALAM JARINGAN TRANSPORTASI; PINTU GERBANG KEGIATAN PEREKONOMIAN DAERAH, NASIONAL DAN INTERNASIONAL; TEMPAT KEGIATAN ALIH MODA TRANSPORTASI; PENUNJANG KEGIATAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA PENGAWASAN ATAS PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO
Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. yang mengalami kecelakaan di perairan Indonesia koordinasi terhadap
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan serta dengan melakukan analisa terhadap hasil penelitian tersebut, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu : 1. Imigran
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. amanat Undang-Undang No.17 Tahun 2008 menjadi suatu yang sangat strategis
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelayaran merupakan bagian dari sarana transportasi laut sebagaimana amanat Undang-Undang No.17 Tahun 2008 menjadi suatu yang sangat strategis bagi wawasan nasional serta
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam menghadapi perkembangan keadaan
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pelabuhan merupakan sebuah fasilitas di ujung samudera, sungai, atau danau untuk menerima kapal dan memindahkan barang kargo maupun penumpang ke dalamnya. Perkembangan pelabuhan
Lebih terperinciPENEGAKAN HUKUM DI LAUT DENGAN SISTEM SINGLE AGENCY MULTY TASKS Oleh: Eka Martiana Wulansari *
PENEGAKAN HUKUM DI LAUT DENGAN SISTEM SINGLE AGENCY MULTY TASKS Oleh: Eka Martiana Wulansari * Pendahuluan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara maritim berbentuk kepulauan (archipelago
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS MENJADI UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 54 TAHUN 2002
KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 54 TAHUN 2002 TENTANG TIM KOORDINASI PENINGKATAN KELANCARAN ARUS BARANG EKSPOR DAN IMPOR DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2000 TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2000 TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33Undang-undang Nomor 15 Tahun
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.
161 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Menjawab rumusan masalah dalam Penulisan Hukum ini, Penulis memiliki kesimpulan sebagi berikut : 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal Asing yang Melakukan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA PENGAWASAN ATAS PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA
Lebih terperinciPembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia
Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia Abdul Muthalib Tahar dan Widya Krulinasari Dosen Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum
Lebih terperinciPERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 11 TAHUN 1983 TENTANG PEMBINAAN KEPELABUHANAN Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1985 Tanggal 11 April 1985
PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 11 TAHUN 1983 TENTANG PEMBINAAN KEPELABUHANAN Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1985 Tanggal 11 April 1985 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka
Lebih terperinci6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara.
243 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara. Untuk itu setiap negara mempunyai kewenangan menentukan batas wilayah
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1985 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 11 TAHUN 1983 TENTANG PEMBINAAN KEPELABUHANAN
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 23 TAHUN 1985 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 11 TAHUN 1983 TENTANG PEMBINAAN KEPELABUHANAN Presiden Republik Indonesia, Menimbang : bahwa dalam rangka peningkatan
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL ASING DALAM MELAKSANAKAN LINTAS DAMAI MELALUI PERAIRAN INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.403, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHAN. Pengamanan. Wilayah Perbatasan. Kebijakan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN PENGAMANAN WILAYAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi telah digunakan secara meluas di segala bidang, seperti
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teknologi informasi telah digunakan secara meluas di segala bidang, seperti bidang industri, pendidikan, dan perhubungan. Dalam bidang industri, teknologi informasi
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KM.1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERSETUJUAN BERLAYAR (PORT CLEARANCE)
PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KM.1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERSETUJUAN BERLAYAR (PORT CLEARANCE) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN YANG
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL ASING DALAM MELAKSANAKAN LINTAS DAMAI MELALUI PERAIRAN INDONESIA Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a.
Lebih terperinciPENDAHULUAN LATAR BELAKANG
PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai negara yang terdiri dari ribuan pulau dan memiliki wilayah laut yang sangat luas maka salah satu moda transportasi yang sangat diperlukan adalah angkutan
Lebih terperinciLaporan Akhir Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK)di Bidang Pelayaran KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR Undang Undang 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, dalam ketentuan umum dinyatakan bahwa keselamatan dan keamanan pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PMK.01/2018 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PANGKALAN SARANA OPERASI BEA DAN CUKAI
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PMK.01/2018 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PANGKALAN SARANA OPERASI BEA DAN CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciRGS Mitra 1 of 10 PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS SABANG
RGS Mitra 1 of 10 PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS SABANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penetapan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan investasi
Lebih terperinciPaket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV)
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Laporan Publik Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV) PENGEMBANGAN USAHA DAN DAYA SAING PENYEDIA JASA LOGISTIK NASIONAL Jakarta, 15 Juni 2017
Lebih terperinciPENINGKATAN DAN PENGEMBANGAN PENGAWASAN PEMASUKAN DAN DISTRIBUSI IKAN IMPOR KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA
PENINGKATAN DAN PENGEMBANGAN PENGAWASAN PEMASUKAN DAN DISTRIBUSI IKAN IMPOR KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA Oleh : Pandapotan Sianipar Kepala Seksi Pengawasan Usaha P3 Wilayah Timur Direktorat
Lebih terperinciPENYUSUNAN KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN INDONESIA
PENYUSUNAN KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN INDONESIA Oleh Staf Ahli Menneg PPN Bidang Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia dan Kawasan Tertinggal ikhwanuddin@bappenas.go.id
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan
Lebih terperinciMEMUTUSKAN Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANGUNDANG TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS.
KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2000 tanggal 1 September 2000) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam menghadapi
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 24 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 54 TAHUN 2002 TENTANG TIM KOORDINASI PENINGKATAN KELANCARAN ARUS BARANG EKSPOR DAN IMPOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciAlur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III
Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III Gambar Batas-batas ALKI Lahirnya Konvensi ke-3 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai hukum laut (United Nation Convention on the Law of the Sea/UNCLOS),
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2000 TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2000 TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 Undang-undang Nomor 15
Lebih terperinciBadan Litbang Perhubungan telah menyusun kegiatan penelitian yang dibiayai dari anggaran pembangunan tahun 2010 sebagai berikut.
Badan Litbang Perhubungan telah menyusun kegiatan penelitian yang dibiayai dari anggaran pembangunan tahun 2010 sebagai berikut. A. KEGIATAN POKOK 1. Studi Besar a. Sektoral/Sekretariat 1) Studi Kelayakan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN YANG
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN YANG
Lebih terperinciKERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN
LAPORAN PENELITIAN KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN Oleh: Drs. Simela Victor Muhamad, MSi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya perang dingin telah membawa kecenderungan menyusutnya
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berakhirnya perang dingin telah membawa kecenderungan menyusutnya dimensi militer dan terangkatnya dimensi ekonomi. Dua gejala penting yang dapat langsung dirasakan
Lebih terperinciBAB II KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SUMATERA UTARA
BAB II KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SUMATERA UTARA A. Sejarah Ringkas Bea dan cukai sesungguhnya merupakan suatu lembaga dan aktifitas yang telah lama ada di Indonesia. Bahkan jika
Lebih terperinci2018, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Wilayah Udara adalah wilayah kedaulatan udara di a
No.12, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAHANAN. RI. Wilayah Udara. Pengamanan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6181) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia adalah negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia, terdiri dari 17.508 pulau yang tersebar di seluruh wilayah, 2/3 bagian wilayahnya merupakan
Lebih terperinciLAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN
LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN 1. Umum. Pertahanan negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara merupakan
Lebih terperinciPERAN PELABUHAN CIREBON DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN INDUSTRI DI KABUPATEN CIREBON (Studi Kasus: Industri Meubel Rotan di Kabupaten Cirebon)
PERAN PELABUHAN CIREBON DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN INDUSTRI DI KABUPATEN CIREBON (Studi Kasus: Industri Meubel Rotan di Kabupaten Cirebon) TUGAS AKHIR Oleh : RINA MERIANA L2D 305 139 JURUSAN PERENCANAAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PENGANGKUTAN BARANG TERTENTU DALAM DAERAH PABEAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PENGANGKUTAN BARANG TERTENTU DALAM DAERAH PABEAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERTAHANAN. Wilayah. Penataan. Penetapan. Perencanaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 190) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau mencapai 17.508 pulau dengan bentangan laut yang sangat panjang yaitu 94.166 kilometer merupakan
Lebih terperinci22/09/2014 SEMINAR NASIONAL HUKUM LAUT FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ERLANGGA. Senin, 22 September 2014
SEMINAR NASIONAL HUKUM LAUT FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ERLANGGA Senin, 22 September 2014 Asli Palsu 1 2005 2006 Nahkoda Indonesia & Philippina diperintahkan bhw Kapal ini menggunak nama Indonesia ketika
Lebih terperinciSUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 56/KEP-DJPSDKP/2015 TENTANG
KEMENTERIAN DIREKTORAT JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA Jalan Medan Merdeka Timur Nomor 16 Gedung Mina Bahari III Lantai 15, Jakarta 10110 Telepon (021) 3519070, Facsimile (021) 3520346 Pos Elektronik ditjenpsdkp@kkp.goid
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG OPERASI PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG OPERASI PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1986 TENTANG KAWASAN BERIKAT (BONDED ZONE)
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1986 TENTANG KAWASAN BERIKAT (BONDED ZONE) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mengembangkan perdagangan luar negeri dan dalam
Lebih terperinciPENGERTIAN KAPAL SEBAGAI BARANG DALAM PENEGAKAN HUKUM OLEH PEJABAT DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI
PENGERTIAN KAPAL SEBAGAI BARANG DALAM PENEGAKAN HUKUM OLEH PEJABAT DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI Oleh : Bambang Semedi (Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai) Pendahuluan Dengan semakin majunya dunia
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.41, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Impor. Produk Tertentu. Ketentuan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83/M-DAG/PER/12/2012 TENTANG KETENTUAN IMPOR
Lebih terperinciMenimbang: a. bahwa dalam rangka mendukung kegiatan Layanan Tunggal
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Jalan Merdeka Barat No. 8 Jakarta 10110 KotakPosNo. 1389 Jakarta 10013 Telepon : 3505550-3505006 (Sentral) Fax:3505136-3505139 3507144 PERATURAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Asia dan Australia), jelas ini memberikan keuntungan bagi negara indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia dari sudut pandang geografis terletak di daerah katulistiwa, terletak diantara dua samudra (Hindia dan Pasifik) dan dua benua (Asia dan Australia),
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENGINTEGRASIAN KOMPONEN PERTAHANAN NEGARA
2012, No.362 4 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERTAHANAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGINTEGRASIAN KOMPONEN PERTAHANAN NEGARA KEBIJAKAN PENGINTEGRASIAN KOMPONEN PERTAHANAN NEGARA 1. Latar belakang
Lebih terperinci2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L
No.394, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Terminal Khusus. Terminal untuk Kepentingan Sendiri. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 20 TAHUN 2017 TENTANG
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, telah diatur
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 115 TAHUN 2015 TENTANG SATUAN TUGAS PEMBERANTASAN PENANGKAPAN IKAN SECARA ILEGAL (ILLEGAL FISHING)
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 115 TAHUN 2015 TENTANG SATUAN TUGAS PEMBERANTASAN PENANGKAPAN IKAN SECARA ILEGAL (ILLEGAL FISHING) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB 1. Latar Belakang Permasalahan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Indonesia memiliki wilayah laut yang sangat luas bahkan Indonesia dijuluki sebagai negara maritim karena wilayah lautnya yang lebih luas dibandingkan wilayah
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik
Lebih terperinci1 of 6 3/17/2011 3:59 PM
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2009 TENTANG POS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin hak setiap warga negara untuk berkomunikasi
Lebih terperinciBAHAN PAPARAN. Disampaikan pada : BIMBINGAN TEKNIS AUDIT
BAHAN PAPARAN Disampaikan pada : BIMBINGAN TEKNIS AUDIT PENGERTIAN ISTILAH 1. Bandar Udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan lepas landas pesawat udara, naik turun penumpang
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan
Lebih terperinciMUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM
MUHAMMAD NAFIS 140462201067 PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM Translated by Muhammad Nafis Task 8 Part 2 Satu hal yang menarik dari program politik luar negeri Jokowi adalah pemasukan Samudera Hindia sebagai
Lebih terperinciKEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA
KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA TUGAS AKHIR Oleh: FARIDAWATI LATIF L2D 001 418 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1991 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1991 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk terciptanya pelayanan
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG PROGRAM PENYUSUNAN PERATURAN PRESIDEN PRIORITAS TAHUN 2014
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG PROGRAM PENYUSUNAN PERATURAN PRESIDEN PRIORITAS TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLA PORTAL INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLA PORTAL INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk
Lebih terperinciMENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA
MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 74/M-DAG/PER/ 12/2012 TENTANG ALAT-ALAT
Lebih terperinciNational Single Window;
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENGGUNAAN SISTEM ELEKTRONIK DALAM KERANGKA INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan
Lebih terperinciLAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DEPUTI BIDANG OPERASI SAR BADAN SAR NASIONAL TAHUN 2014 DEPUTI BIDANG OPERASI SAR BADAN SAR NASIONAL
Halaman Judul LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DEPUTI BIDANG OPERASI SAR BADAN SAR NASIONAL TAHUN 2014 DEPUTI BIDANG OPERASI SAR BADAN SAR NASIONAL KATA PENGANTAR Badan SAR Nasional merupakan Institusi Pemerintah
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLA PORTAL INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLA PORTAL INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.267, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESRA. Pencarian. Pertolongan. Kecelakaan. Bencana. Kondisi. Membahayakan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5600) UNDANG-UNDANG
Lebih terperinci2017, No Penggunaan Senjata Api Dinas di Lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; Mengingat : Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1996 te
No.1133, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Penggunaan Senjata Api Dinas. Ditjen Bea dan Cukai. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/PMK.04/2017 TENTANG PENGGUNAAN SENJATA
Lebih terperinciNo Laut Kepulauan (archipelagic sea lane passage) dan jalur udara di atasnya untuk keperluan lintas kapal dan Pesawat Udara Asing sesuai denga
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6181 PERTAHANAN. RI. Wilayah Udara. Pengamanan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 12) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciRUU SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DAN HARAPAN SISTEM TRANSPORTASI YANG TERINTEGRASI, AMAN, EFEKTIF, DAN EFISIEN
RUU SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DAN HARAPAN SISTEM TRANSPORTASI YANG TERINTEGRASI, AMAN, EFEKTIF, DAN EFISIEN Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 16 Januari 2015; disetujui: 23 Januari 2015 Keberhasilan
Lebih terperinciPeraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan
Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 70 TAHUN 1996 (70/1996) Tanggal : 4 DESEMBER 1996 (JAKARTA) Sumber : LN 1996/107; TLN PRESIDEN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang cukup pesat pada awal abad 20-an. Perkembangan yang cukup pesat ini
1 BAB I PENDAHULUAN ` A. Latar Belakang Perkembangan dunia perdagangan internasional menunjukkan perkembangan yang cukup pesat pada awal abad 20-an. Perkembangan yang cukup pesat ini diimbangi kemajuan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 46, 1991 ( PERHUBUNGAN. TELEKOMUNIKASI. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik
Lebih terperinciKEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH ACEH DIREKTORAT KEPOLISIAN PERAIRAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH ACEH DIREKTORAT KEPOLISIAN PERAIRAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Provinsi Aceh yang terletak di ujung barat Indonesia, secara geografis di kelilingi oleh
Lebih terperinci