Jurnal Penelitian ISLAM EMPIRIK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Jurnal Penelitian ISLAM EMPIRIK"

Transkripsi

1 i

2

3 Jurnal Penelitian ISLAM EMPIRIK Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kudus Jawa Tengah

4 Jurnal Penelitian ISLAM EMPIRIK Meretas Nalar Islam, Mengusung Nalar Terapan Vol 5, Nomor 1, Januari - Juni 2012 ISSN: PEMIMPIN UMUM Ahmad Supriyadi PEMIMPIN REDAKSI M. Saekhan Muchith SEKRETARIS REDAKSI Santoso DEWAN REDAKSI Mas udi Amin Nasir Murtadlo Ridwan PENYUNTING AHLI Muhammad Ivan Alfian Ahmad At tabik Ahmad Zain Muhammad Mustaqim TAT USAHA Dwi Sulistiono Ahmad Anif Nur Kholis Jurnal Penelitian ISLAM EMPIRIK diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat STAIN Kudus setiap enam bulan sekali dan menerima setiap karya tulis sesuai dengan maksud jurnal tersebut diatas. Naskah diketik rapi sekitar 20 halaman spasi 1.5 beserta biodata penulis dan mencantumkan daftar pustaka sebagai sumber referensi. redaksi berhak memperbaiki susunan kalimat tanpa merubah isi tulisan yang dimuat Alamat Redaksi P3M STAIN Kudus Jl. Conge Ngembalrejo PO BOX 51 Telp. (0291) , Fax Kudus p3mstainkudus@gmail.com Diterbitkan Oleh Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kudus Jawa Tengah

5 DAFTAR ISI Pengantar Redaksi... Daftar Isi... v - vi vii - viii PERNIKAHAN BEDA AGAMA MENURUT TINJAUAN FIQIH. Oleh: Dr. H. Abdurrohman Kasdi, Lc, M.Si MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER MELALUI SISTEM PENDIDIKAN TERPADU INSANTAMA BOGOR. Oleh: Agus Retnanto LEGALITAS LEMBAGA KEUANGAN GADAI SYARIAH DI INDONESIA (Studi Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum PERUM Pegadaian). Oleh: Ahmad Supriyadi KEUNGGULAN KOMPETITIF BERKELANJUTAN MELALUI RANTAI NILAI DAN STRATEGI BERSAING PADA MINI MARKET. Oleh:Muhammad Husni Mubarok RELIGIUSITAS ANAK JALANAN DI KAMPUNG ARGOPURO DESA HADIPOLO KABUPATEN KUDUS. Oleh: Irzum Farihah, S.Ag., M.Si v -

6 KONSTRUKSI MODEL PENILAIAN KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS. Oleh: Ismanto EPISTEMOLOGI MULLĀ SADRĀ (Kajian Tentang Ilmu Husu>li> dan Ilmu Hudu>ri>). Oleh: Fathul Mufid PERGULATAN PEMIKIRAN ISLAM DI RUANG PUBLIK MAYA (Analisis Terhadap Tiga Website Organisasi Islam di Indonesia). Oleh: Muhamad Mustaqim TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI SIMBIOSIS PARASITISMA (Studi Analisis Persoalan Riba dalam Kajian Normatif Filosofis). Oleh: H. Solikhul Hadi, M.Ag POLA KEBERAGAMAAN KAUM TUNA RUNGU WICARA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA. Oleh: Sulthon, M.Ag vi -

7 PERNIKAHAN BEDA AGAMA MENURUT TINJAUAN FIQIH Oleh: Dr. H. Abdurrohman Kasdi, Lc, M.Si 1 Abstrak Pernikahan beda agama adalah pernikahan yang dilakukan oleh seorang pria dan wanita yang beda agama. Pernikahan ini menjadi salah satu persoalan dalam hubungan antar umat beragama. Persoalan ini menimbulkan perbedaan pendapat dari dua pihak yang pro dan kontra, masing-masing pihak memiliki dasar hukum berupa dalil maupun argumen rasional yang berasal dari penafsiran mereka masing-masing terhadap dalil-dalil Islam tentang pernikahan beda agama. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan kajian deskriptif-komparatifanalitis. Mendiskripsikan tentang pernikahan beda agama, mengkomparasikan pendapat ulama, kemudian menganalisisnya secara kritis. Studi banding (komparasi) dilakukan terhadap beberapa pendapat, baik yang melarang pernikahan beda agama maupun yang memperbolehkannya. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa ulama berbeda pendapat tentang pernikahan beda agama dalam beberapa pendapat: pertama, kelompok yang membolehkan nikah antara pria muslim dengan wanita Ahli Kitab, yakni pendapat jumhur ulama (mayoritas ulama) baik ulama Salaf maupun ulama Khalaf dari Imam-imam Madzhab Empat; kedua, kelompok yang mengharamkan menikahi wanita Ahli Kitab. Yang terkemuka dari kelompok ini dari kalangan sahabat adalah Ibn Umar, dan pendapat ini diikuti oleh kalangan Syi ah Imamiyah; ketiga, kelompok yang berpendapat bahwa perempuan Ahli Kitab halal hukumnya, tetapi secara politik tidak diperkenankan. Kata Kunci: Nikah Beda Agama, Madzhab, Jumhur Ulama, Fiqih 1 Penulis adalah Dosen Tetap STAIN Kudus, alumni Fakultas Syari ah Universitas al-azhar dan Doktor Hukum Islam IAIN Walisongo Semarang. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 1

8 Abdurrohman Kasdi A. Pendahuluan Dalam pandangan fiqih, pernikahan yang ideal adalah pernikahan yang dilakukan oleh pasangan pria dan wanita yang sekufu (seimbang), sehingga tercipta keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Keluarga yang demikian, akan diselimuti rasa tenteram dan penuh cinta kasih sayang. Pernikahan seperti itu hanya akan terjadi jika suami istri berpegang pada agama yang sama, keduanya beragama Islam dan menjalankan syari at Islam. Apabila agama keduanya berbeda, maka akan timbul berbagai persoalan dalam keluarga, seperti dalam pelaksanaan ibadah, memilih pendidikan anak, pembinaan karir anak dan permasalahan lainnya. Kemungkinan terjadinya nikah beda agama biasanya di beberapa negara yang hiterogen dan majemuk, seperti bangsa Indonesia yang dikenal dengan Bhinneka Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi tetap satu juga). Ini menunjukkan bahwa masyarakat yang majemuk, terutama bila dilihat dari segi etnis, suku bangsa dan agama mempunyai potensi munculnya nikah beda agama. Konsekuensinya, dalam menjalani kehidupannya masyarakat yang majemuk dihadapkan pada perbedaan perbedaan dalam berbagai hal, mulai dari kebudayaan, cara pandang hidup dan interaksi antar sesama warga. Oleh karena itu, masalah hubungan antar umat beragama mendapat perhatian serius dari pemerintah dan warga masyarakatnya. Fenomena bangsa yang majemuk ini menjadikan pergaulan di masyarakat semakin hiterogen dan beragam. Hal ini telah mengakibatkan pergeseran nilai agama yang lebih dinamis daripada yang terjadi pada masa lampau, seorang Muslim dan Muslimat sekarang ini banyak berinteraksi dan bermuamalah dengan non-muslim. Seorang Muslim dan Muslimat yang hidup di negara yang majemuk seperti ini hampir dipastikan sulit untuk menghindari pergaulan dengan orang yang beda agama. Permasalahan akan muncul apabila interaksi ini kemudian memunculkan ketertarikan pria atau wanita Muslim dengan orang yang beda agama dengannya 2 Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012

9 Pernikahan Beda Agama menurut Tinjauan Fiqih atau sebaliknya, yang berujung pada pernikahan. Dengan kata lain, persoalan pernikahan antar agama menjadi persoalan yang terjadi pada setiap masyarakat yang hiterogen. Salah satu persoalan dalam hubungan antar umat beragama ini adalah masalah Pernikahan Muslim dengan non- Muslim yang selanjutnya disebut sebagai pernikahan beda agama. Persoalan ini menimbulkan perbedaan pendapat dari dua pihak yang pro dan kontra, masing-masing pihak memiliki dasar hukum berupa dalil maupun argumen rasional yang berasal dari penafsiran mereka masing-masing terhadap dalildalil Islam tentang pernikahan beda agama. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan kajian deskriptif-komparatifanalitis. Mendiskripsikan tentang pernikahan beda agama, mengkomparasikan pendapat ulama, kemudian menganalisisnya secara kritis. Studi banding (komparasi) dilakukan terhadap beberapa pendapat, baik yang melarang pernikahan beda agama maupun yang memperbolehkannya. B. Konsep Pernikahan Beda Agama Sebelum memaparkan lebih jauh tentang pernikahan beda agama, alangkah baiknya dijelaskan terlebih dulu tentang definisi nikah baik menurut syari ah maupun menurut undangundang. Nikah menurut Muhammad Abu Ishrah adalah akad yang memberikan faidah hukum kebolehan mengadakan hubungan keluarga (suami-istri) antara pria dan wanita, serta mengadakan tolong menolong dan memberi batas hak bagi pemiliknya, serta pemenuhan kewajiban bagi masing-masing. Adapun definisi nikah menurut jumhur ulama adalah akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan kelamin dengan lafadz nikah atau ziwaj atau yang semakna dengan keduanya (Darajat, 1995: 37). Sedangkan pengertian pernikahan menurut Undangundang No. 1 Tahun 1974 adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami-istri dengan tujuan EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 3

10 Abdurrohman Kasdi untuk membentuk keluarga (rumah tangga) bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Bab 1 Pasal 1). Maksud dari pernikahan beda agama adalah pernikahan yang dilakukan oleh seorang pria dan wanita yang beda agama. Masalah pernikahan berbeda agama ini sebenarnya terbagi dalam 2 kasus keadaan, antara lain: pertama, pernikahan antara laki-laki non-muslim dengan wanita Muslimah, dan kedua, pernikahan antara laki-laki Muslim dengan wanita non-muslimah. Yusuf Qardhawi membagi golongan non-muslim menjadi beberapa golongan, di antaranya: Golongan Musyrik, Mulhid, Murtad, Baha i, dan Ahli Kitab (Qardhawi, 1978: ). Musyrik adalah penyembah berhala atau orang yang menyekutukan Allah, Mulhid adalah golongan orang-orang yang menganut ateis, Murtad adalah golongan orang yang keluar dari agama Islam, Baha i termasuk di antara golongan orang-orang yang Murtad, dan Ahli Kitab adalah kaum Yahudi dan Nashrani (Chuzaimah dan Hafizh Anshary (ed.), 2002: 13). Sedangkan menurut al-jaziry dalam bukunya Kitab al- Fiqh àlâ al-madzâhib al-arba ah,, golongan non-muslim dibagi menjadi tiga golongan: pertama, golongan yang tidak berkitab, baik samawi maupun kitab lainnya. Mereka adalah penyembah berhala, dan orang-orang Murtad disamakan dengan mereka. Kedua, golongan yang mempunyai kitab semacam samawi. Mereka adalah orang-orang Majusi yang menyembah api. Mereka mengubah-ubah kitab yang diturunkan kepada mereka dan membunuh nabi mereka dari Zaradusyta. Ketiga, golongan yang mempunyai kitab suci samawi. Mereka adalah orang-orang Yahudi yang percaya kepada Taurat dan orang-orang Nashrani yang mempercayai Injil (al-jazairi, 1986: 11). Adapun non-muslim dalam al-qur an dibagi menjadi dua bagian di antaranya adalah: pertama, kaum Musyrikin. Al-Qur an menyebut tentang golongan Musyrikin, sekaligus menjadi dasar hukum nikah antara kaum Muslimin dan Muslimat dengan mereka yaitu firman Allah SWT.: 4 Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012

11 Pernikahan Beda Agama menurut Tinjauan Fiqih ڄ ڄ ڄ ڄ ڃڃ ڃ ڃ چ چ چ چ ڇڇ ڇ ڇ ڍ ڍ ڌڌ ڎ ڎ ڈ ڈ ژ ژ ڑڑ ک ک ک کگ گ گ گ ڳ ڳ ڳڳ ڱ ڱ ڱ ڱ ں Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-nya (perintah-perintah-nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (QS. Al-Baqarah: 221) Kedua, Ahli Kitab. Sebagaimana firman Allah: ۆ ۈ ۈ ۇٴۋ ۋ ۅ ۅ ۉ ۉ ې ې ې ېى ى ي ا ي ا ي ە ي ە ي و ي و ي ۇ ي ۇ ي ۆ ي ۆ ي ۈ ي ۈ ي ې ي ې ي ې ي ى ي ى ي ىی ی ی ی ي ج ي ح ي م ي ى ي ي بج بح بخ Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi al-kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi al-kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang yang merugi. (QS. Al-Mâ idah: 5) EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 5

12 Abdurrohman Kasdi Ulama sangat bervariasi dan tidak ada kata sepakat (ijma ) dalam menetapkan Musyrik dan Ahli Kitab. Sebagian ulama memasukkan istilah Ahli Kitab ke dalam kategori Musyrik, dan ada pula yang membedakan keduanya secara tegas. Ibn Umar misalnya, ia menganut yang pertama, sebagaimana ditegaskan: Saya tidak melihat syirik yang lebih berat dari perkataan wanita itu bahwa tuhannya Isa (ash-shabuni, 1972: 536). Sedangkan seperti Syaikh Mahmud Syaltut, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan yang sependapat dengan mereka membedakan dengan jelas antara musyrik dengan ahli kitab (Ridha, 1380 H: ). Qatadah, seorang mufassir dari kalangan tabi in, sebagaimana dikutip oleh Rasyid Ridha, berpendapat bahwa yang dimaksud musyrik dalam ayat 221 surat al-baqarah adalah penyembahan berhala pada saat al-qur an turun. Karena itu ayat tersebut tidak tegas melarang menikahi dengan orang Musyrik selain bangsa Arab, seperti Cina/Konghucu, Budha, dan lain-lain (Ridha, 1380 H: 190). Rasyid Ridha lebih tegas lagi, ia menganggap bahwa Majusi (penyembahan api ) Shabi in (penyembahan bintang) sebenarnya mereka dulunya mempunyai kitab dan nabi, namun karena masanya sudah terlalu lama dan jarak yang terlalu jauh dengan nabi maka kitab yang asli tidak dapat diketahui (Ridha, 1380 H: ). Pendapat inilah yang dijadikan ketentuan oleh negara Pakistan. Rasyid Ridha mendasarkan pendapatnya pada firman Allah SWT.: ڃ ڃ چ چ چچ ڇ ڇ ڇ ڇ ڍ ڍ ڌ Sesungguhnya kami mengutus kamu dengan membawa kebenaran sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, serta tidak ada suatu umatpun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan. (QS. Fatir: 24) Juga firman Allah: ٹ ٹ ڤ ڤ ڤ ڤ ڦ ڦ ڦڦ ڄ ڄ ڄڄ ڃ ڃ ڃ 6 Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012

13 Pernikahan Beda Agama menurut Tinjauan Fiqih Orang-orang yang kafir berkata, Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) suatu tanda (kebesaran) dari Tuhannya? Sesungguhnya kamu hanyalah seorang pemberi peringatan; dan bagi tiap-tiap kaum ada orang yang memberi petunjuk. (QS. Ar-Ra d: 7) Juga firman Allah: ے ے ے ڭ ڭ ڭ ڭ ۇ ۇ ۆ ۆ ۈ ۈ ۇٴ ۋ ۋ ۅ ۅ ۉ ۉ ې ې ې ې ىى ي ا ي ا ي ە Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan al-kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS. Al- Hadîd: 16) Juga firman Allah: ڄ ڄ ڃ ڃ ڃ ڃ چچ چ چ ڇ Dan dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran, penglihatan dan hati, amat sedikitlah kamu bersyukur. (QS. Al- Mukmin: 78) Di samping itu, ada pendapat lain dari ulama Syafi iyah yang menegaskan bahwa yang dimaksud Ahli Kitab yang halal dinikahi adalah mereka yang memeluk agama nenek moyangnya sebelum Nabi Muhammad diutus dan setelah itu tidak dapat dikatakan lagi Ahli Kitab (as-sayis, 1953: 168). C. Hasil Penelitian dan Pembahasan Realita masyarakat sekarang ini sangat majemuk, yang terdiri dari berbagai macam suku, golongan, ras dan agama serta kaya akan budaya. Hiterogenitas masyarakat yang majemuk itu sangat memungkinkan terjadinya perkawinan antar suku, antar golongan bahkan antar agama. Namun hal yang terakhir ini bagi umat Islam merupakan hal yang sangat peka, bahkan EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 7

14 Abdurrohman Kasdi sangat merisaukan sebagian umat Muslim di manapun mereka berada (Baidan, 2001: 23). Persoalan sosial yang kompleks tersebut tentunya harus didekati melalui berbagai disiplin ilmu, sehingga persoalan- persoalan tersebut bisa terjawab dengan benar dan jelas serta memberikan kepastian hukum kepada masyarakat. Pernikahan beda agama antara Muslim dengan non- Muslim dalam perspektif fiqih, tentunya berangkat dari penelusuran terhadap sumber pokok ajaran Islam (al-qur an dan sunnah) serta pendapat ulama dalam mencermati perkembangan hukum Islam tentang hal tersebut. Untuk mempersingkat pembahasan, paling tidak ada dua golongan yang disebutkan dalam al-qur an, yaitu golongan Musyrik dan golongan Ahli Kitab yang sekaligus menjadi dasar hukum pernikahan antara Muslim dengan mereka. C.1. Pernikahan pria Muslim dengan wanita non-muslimah Dalam konteks fiqih, wanita non-muslimah yang dimaksud dalam pernikahan ini dibagi menjadi dua: Pertama, pernikahan pria Muslim dengan wanita Musyrik dan wanita Murtad. Semua ulama sepakat bahwa seorang pria Muslim haram hukumnya menikahi wanita Musyrik dan wanita Murtad. Dasar hukumnya adalah: 1. Tentang keharaman menikahi wanita Musyrik, Allah SWT. berfirman: ڄ ڄ ڄ ڄ ڃڃ ڃ ڃ چ چ چ چ ڇڇ ڇ ڇ ڍ ڍ ڌڌ ڎ ڎ ڈ ڈ ژ ژ ڑڑ ک ک ک کگ گ گ گ ڳ ڳ ڳڳ ڱ ڱ ڱ ڱ ں Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik 8 Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012

15 Pernikahan Beda Agama menurut Tinjauan Fiqih dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-nya (perintah-perintah-nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (QS. Al-Baqarah: 221) 2. Tentang keharaman menikahi wanita Murtad. Seorang wanita yang Murtad dari agama Islam dianggap tidak beragama, sekalipun ia pindah ke agama Samawi (Abu Zahra, t.th.: 114). Apabila seorang pria Muslim menikahi wanita Ahli Kitab, kemudian istrinya pindah ke agama orang kafir yang bukan Ahli Kitab, maka wanita itu boleh dipaksa untuk masuk Islam. Jika tidak mau maka harus ditalak. Ulama fiqih sepakat bahwa seorang pria Muslim tidak boleh menikah dengan wanita yang tidak beragama Samawi (agama yang mempunyai kitab dan diturunkan oleh Allah melalui Nabi, serta agama Samawi ini namanya disebut dalam al-qur an). Wanita yang tidak beragama samawi tidak boleh dinikahi, karena mereka termasuk golongan Musyrikat yang dilarang dinikahi dalam surat Al-Baqarah ayat 221 di atas. Kedua, pernikahan pria Muslim dengan wanita Ahli Kitab. Ibrahim Hosen mengelompokkan pendapat para ulama mengenai pernikahan tersebut, dalam tiga kelompok, yakni ada yang menghalalkan, ada yang mengharamkan dan ada yang menyatakan halal tetapi secara politik tidak diperkenankan (Husen, 1971: ). Secara detil pengelompokan Ibrahim Hosen ini sebagai berikut: 1. Kelompok yang membolehkan nikah antara pria muslim dengan wanita Ahli Kitab, yakni pendapat jumhur ulama (mayoritas ulama) baik ulama Salaf maupun ulama Khalaf dari Imam-imam Madzhab Empat. Mereka mendasarkan pendapatnya pada: EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 9

16 Abdurrohman Kasdi Pertama, dalil al-qur an surat Al-Mâ idah ayat 5: ى ى ي ا ي ا ي ە ي ە ي و ي و ي ۇ ي ۇ ي ۆ ي ۆ ي ۈ ي ۈ ي ې ي ې ي ې ي ى ي ى ي ىی (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi al-kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundikgundik. (QS. Al-Mâ idah: 5) Kedua,Ahli Kitab tidak termasuk Musyrikin. Surat Al-Baqarah ayat 221 bersifat umum, sedangkan surat Al- Mâ idah ayat 5 berfungsi mengkhususkan keumuman surat Al-Baqarah ayat 221. Mereka juga mengatakan bahwa surat Al-Mâ idah ayat 5 merupakan nasikh dari surat Al-Baqarah ayat 221. Ketiga, sejarah telah menunjukkan bahwa beberapa sahabat Nabi pernah menikahi wanita Ahli Kitab. Pada zaman nabi ada beberapa sahabat yang melakukannya (Abu Zahra, 1991: 113). Mayoritas sahabat (kecuali Abdullah bin Umar) telah sepakat bahwa menikahi wanita-wanita Ahli Kitab hukumnya boleh. Dalam praktiknya ada di antara sahabat yang menikahi Ahli Kitab, seperti Thalhah bin Ubaidillah. Perlu diketahui bahwa menurut Imam Syafi i, wanita Ahli Kitab yang halal dinikahi oleh seorang pria Muslim adalah wanita yang menganut agama Yahudi dan Nasrani sebagai agama keturunan dari nenek moyang mereka yang menganut agama tersebut sejak masa sebelum Nabi Muhammad Saw. diutus menjadi Rasul, berarti sebelum al-qur an diturunkan. Dengan demikian, orang yang baru menganut agama Yahudi dan Nasrani sesudah al-qur an diturunkan, tidak dianggap Ahli Kitab. Hal ini karena ada 10 Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012

17 Pernikahan Beda Agama menurut Tinjauan Fiqih ungkapan min qablikum (dari sebelum kamu) dalam surat Al-Mâ idah ayat 5. Ungkapan min qablikum tersebut menjadi qayyid bagi Ahli Kitab yang dimaksud. 2. Kelompok yang mengharamkan menikahi wanita Ahli Kitab. Yang terkemuka dari kelompok ini dari kalangan sahabat adalah Ibn Umar, dan pendapat ini diikuti oleh kalangan Syi ah Imamiyah. Ketika Ibn Umar ditanya tentang menikahi wanita Yahudi dan Nasrani, ia menjawab, Sesungguhnya Allah SWT. mengharamkan wanita-wanita Musyrik bagi kaum Muslimin. Saya tidak tahu, syirik manakah yang lebih besar daripada seorang wanita yang berkata bahwa Tuhannya adalah Nabi Isa, sedangkan Nabi Isa adalah seorang di antara hamba Allah SWT (Ibnu Hazm, t.th.: 445). Dasar hukum yang digunakan oleh kelompok ini adalah: Pertama, pemahaman terhadap al-qur an surat al- Baqarah ayat 221: ڄ ڄ ڄ ڄ ڃڃ ڃ ڃ چ چ چ چ ڇڇ ڇ ڇ ڍ ڍ ڌڌ ڎ ڎ ڈ ڈ ژ ژ ڑڑ ک ک ک کگ گ گ گ ڳ ڳ ڳڳ ڱ ڱ ڱ ڱ ں Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita Musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang Mukmin lebih baik dari wanita Musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang Musyrik (dengan wanita-wanita Mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang Mukmin lebih baik dari orang Musyrik, walaupun dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-nya (perintah-perintah-nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (QS. Al-Baqarah: 221) EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 11

18 Abdurrohman Kasdi Kedua, firman Allah SWT. dalam surat Mumtahanah ayat 10: ي ا ي ا ي ە ي ە ي و ي و ي ۇ ي ۇي ۆ ي ۆ ي ۈ ي ۈ ي ې ي ې ي ې ي ى ي ى ي ى یی ی ی ي جي ح ي م ي ىي ي بج بح بخ Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-nya di antara kamu. Dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. Mumtahanah: 10) Menurut kelompok ini, kedua ayat di atas melarang seorang pria Muslim menikahi wanita-wanita kafir. Ahli Kitab termasuk golongan orang kafir Musyrik karena orang Yahudi menuhankan Uzer dan orang Nasrani menuhankan Isa bin Maryam, sedangkan dosa syirik tidak diampuni oleh Allah jika mereka tidak mau bertaubat kepada Allah SWT. Imam Muhammad ar-razi dalam at-tafsîr al-kabîr wa Mafâtih al-ghaib menyebutkan bahwa ayat tersebut sebagai ayat-ayat permulaan yang secara eksplisit menjelaskan hal-hal yang halal (mâ yuhallu) dan hal-hal yang dilarang (mâ yuhramu). Menikahi orang Musyrik dan Ahli Kitab merupakan salah satu perintah Allah dalam kategori haram dan dilarang (ar-razi, 1995: 59). Imam ar-razi juga berpandangan bahwa dalam beberapa ayat di dalam al-qur an memasukkan Kristen dan Yahudi sebagai Musyrik. Kategori Musyrik dalam kedua agama samawi tersebut, dikarenakan orang -orang Yahudi menganggap Uzair sebagai anak Tuhan, sedang orangorang Kristen menganggap al-masih sebagai anak Tuhan. Dapat dilihat bagaimana al-qur an secara cermat dan jelas membedakan pengertian antara Musyrik dan Ahli Kitab. Dalam surat al-baqarah ayat 5, Allah berfirman, Orangorang kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang Musyrik tidak 12 Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012

19 Pernikahan Beda Agama menurut Tinjauan Fiqih menginginkan diturunkan nya suatu kebaikan kepadamu dari Tuhanmu Dalam surat al-bayyinah ayat 1, Allah juga menyebutkan, Orang-oring kafir dari Ahli Kitab dan orangorang kafir Musyrik tak akan melepaskan (kepercayaan mereka) sampai datang kepada mereka bukti yang nyata. Ketiga, surat Al-Mâ idah ayat 5 yang dijadikan dalil bagi kelompok yang membolehkan pria Muslim menikahi wanita Ahli Kitab, menurut kelompok ini hendaknya dipahami sebagai wanita Ahli Kitab yang telah masuk Islam, atau dimungkinkan pengertiannya adalah menikahi Ahli Kitab pada saat wanita masih sedikit. 3. Kelompok yang berpendapat bahwa perempuan Ahli Kitab halal hukumnya, tetapi secara politik tidak diperkenankan. Pendapat ini didasarkan pada beberapa hal: Pertama, riwayat Umar ibn Khaththab yang memerintahkan kepada para sahabat yang beristri Ahli Kitab untuk menceraikannya, lalu para sahabat mematuhinya kecuali Hudzaifah. Maka Umar memerintahkan kedua kalinya kepada Hudzaifah, Ceraikanlah ia. Lalu Hudzaifah berkata kepada Umar, Maukah kamu menjadi saksi bahwa menikahi perempuan Ahli Kitab itu adalah haram? Umar menjawab, Ia akan menjadi fitnah, ceraikanlah, kemudian Hudzaifah mengulangi permintaan tersebut, namun jawab Umar, Ia adalah fitnah. Akhirnya Hudzaifah berkata, Sesungguhnya aku tahu ia adalah fitnah tetapi ia halal bagiku. Setelah Hudzaifah meninggalkan Umar, barulah ia mentalak istrinya. Kemudian ada sahabat yang bertanya kepadanya, Mengapa tidak engkau talak istrimu ketika diperintah Umar? Jawab Hudzaifah, Karena aku tidak ingin diketahui orang bahwa aku melakukan hal-hal yang tidak layak. (Ibnu Qudamah, t.th.: 590). Kedua, menikahi wanita Ahli Kitab berbahaya karena dikhawatirkan si suami akan terikat hatinya, apalagi setelah mereka memperoleh keturunan. Bolehnya pernikahan EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 13

20 Abdurrohman Kasdi wanita Ahli Kitab akan menjadi persoalan karena kebolehan itu tidak mutlaq tetapi muqayyad. Madzhab Hanafi berpendapat bahwa wanita Ahli Kitab yang berada di Darul Harbi, merupakan pembuka pintu fitnah. Melakukan pernikahan dengan mereka hukumnya makruh tahrim, karena akan mengakibatkan mafasid. Menikahi wanita Ahli Kitab Dzimmi yang tunduk pada undangundang Islam hukumnya makruh tahrim. Sedangkan ulama Madzhab Maliki terbagi menjadi dua pendapat; pertama, menikahi wanita Ahli Kitab hukumnya makruh mutlak, baik Dzimmi maupun Harbi. Kedua, tidak makruh secara mutlak, karena ada ayat yang membolehkannya. Adapun menurut ulama kontemporer, ada beberapa pendapat tentang pernikahan pria Muslim dengan wanita Ahli Kitab: 1. Al-Jaziri berpendapat bahwa hukum pernikahan antara pria Muslim dengan wanita Ahli Kitab hukumnya mubah, akan tetapi menjadi persoalan bagi suami (muslim) terlebih setelah punya anak. Sebab kemudahan itu tidak bersifat mutlaq, namun muqayyad (a1-jazairi, 1986: 76). 2. Menurut Sayyid Sabiq, hukum pernikahan antara pria Muslim dengan wanita Ahli Kitab, meskipun jaiz tetapi makruh karena menurutnya suami tersebut tidak terjamin bebas dari fitnah istri. Terlebih dengan kitabiyah harbiyah (Sabiq, 1973: 101). 3. Demikian juga dengan Yusuf Qardhawi yang berpendapat bahwa kebolehan nikah dengan wanita kitabiyah tidak mutlaq, tetapi terikat dengan qayid qayid yang perlu diperhatikan, yaitu: a. wanita Ahli Kitab itu benar-benar berpegangan pada ajaran Samawi, tidak ateis dan murtad. b. wanita Ahli Kitab itu muhshanah (memelihara dirinya dari perbuatan zina). c. Ia tidak kitabiyah harbiyah. Hal ini berarti kitabiyah 14 Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012

21 Pernikahan Beda Agama menurut Tinjauan Fiqih dzimmiy hukumnya boleh. d. Dipastikan tidak terjadi fitnah, baik dalam kehidupan rumah tangga terlebih dalam kehidupan sosial masyarakat. Sehingga semakin tinggi kemungkinan terjadi fitnah dan mafsadah, maka semakin besar tingkat larangan dan keharamannya (Qardhawi, 1978: 470). 4. Rasyid Ridha mengemukakan, Kami telah memperingatkan bahaya pernikahan dengan wanita Ahli Kitab. Suami bisa tertarik mengikuti agama istrinya karena ilmu dan kecantikannya, atau karena kebodohan dan kelemahan akhlak suami. Hal ini banyak terjadi pada pernikahan pria Muslim yang lemah dengan wanita Eropa modern atau wanita Ahli Kitab lainnya. Mereka terpengaruh fitnah istri mereka, sehingga dengan prinsip saddudzdzari ah seorang pria Muslim haram menikah dengan wanita Ahli Kitab (Ridha, 1380 H: 193). 5. Yusuf Qardhawi juga mengatakan, Kita mengetahui bahwa nikah dengan wanita non-muslimah pada masa kita terlarang guna menghindari dzari ah, karena banyak madharat dan mafsadahnya, di antaranya: a. Pada abad modern, kekuasaan pria Muslim atas wanita modern semakin berkurang. Padahal pribadi wanita semakin menguat, terutama wanita Barat. b. Jika pernikahan antara pria Muslim dengan wanita non- Muslimah diperbolehkan, maka hal ini akan berpengaruh pada perimbangan antara wanita Muslimah dengan pria Muslim. Wanita Muslimah yang belum nikah akan semakin banyak dibandingkan dengan pria Muslim yang belum menikah. c. Pernikahan dengan wanita non-muslimah akan menimbulkan kesulitan dalam interaksi suami istri dan dalam mengatur pendidikan anak-anak. Terlebih lagi jika pria Muslim dan wanita non-muslimah berbeda tanah air, bahasa, kebudayaan, dan tradisi, misalnya EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 15

22 Abdurrohman Kasdi seorang pria Muslim Indonesia menikah dengan wanita non-muslimah dari Eropa atau negara lainnya. d. Suami mungkin bisa terpengaruh oleh agama istrinya, demikian juga anak-anaknya. Jika hal ini terjadi, maka fitnah yang dikhawatirkan itu benar-benar menjadi kenyataan. Oleh karena itu, dengan adanya empat madharat dan mafsadah di atas, menurut Yusuf Qardhawi menghindarinya harus didahulukan daripada mendatangkan mashlahat (Qardhawi, 1978: 414). Oleh karena itu, menghindari nikah beda agama harus lebih didahulukan daripada melakukannya. 6. Muhammad Quraish Shihab menyimpulkan bahwa memang surat al-mâ idah ayat 5 di atas membolehkan pernikahan antar pria muslim dengan wanita ahl al-kitab, tetapi izin tersebut adalah sebagai jalan keluar karena kebutuhan mendesak ketika itu, di mana kaum muslimin sering berpergian jauh melaksanakan jihad tanpa mampu kembali ke keluarga mereka, sekaligus juga untuk tujuan dakwah (Shihab, 2005: 30). C.2. Pernikahan wanita Muslimah dengan pria non-muslim Jumhur ulama sepakat bahwa wanita Muslimah haram hukumnya menikah dengan pria non-muslim. Hal ini karena al- Qur an secara tegas menyebutkan keharamannya, sebagaimana firman Allah SWT: ڄ ڄ ڄ ڄ ڃڃ ڃ ڃ چ چ چ چ ڇڇ ڇ ڇ ڍ ڍ ڌڌ ڎ ڎ ڈ ڈ ژ ژ ڑڑ ک ک ک کگ گ گ گ ڳ ڳ ڳڳ ڱ ڱ ڱ ڱ ں 16 Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012

23 Pernikahan Beda Agama menurut Tinjauan Fiqih Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-nya (perintah-perintah-nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (QS. Al-Baqarah: 221) Ayat di atas menjelaskan kepada para wali untuk tidak menikahkan wanita Muslimah dengan pria non-muslim. Keharaman tersebut bersifat mutlak, maksudnya wanita Muslimah haram hukumnya secara mutlak menikah dengan pria non-muslim, baik pria Musyrik maupun Ahli Kitab. Syaikh al-maraghi dalam menafsirkan ayat di atas, menjelaskan bahwa menikahkan wanita dengan laki-laki non muslim adalah haram, berdasarkan sunah (hadits) Nabi dan ijma ulama. Rahasia larangan ini (menurutnya) adalah karena istri tidak punya wewenang seperti suami, bahkan keyakinan berusaha memaksa istri untuk menukar keimanannya sesuai dengan keyakinan suami, karena lemahnya posisi istri (a1- Maraghi, 1974: 153). Pendapat senada juga disampaikan ash-shabuni. Menurutnya, dalam surat al-mâ idah ayat 5 Allah hanya menegaskan makananmu halal bagi mereka dan tidak ditegaskannya wanita-wanitamu halal bagi mereka. Penegasan teks tersebut, sebagaimana dijelaskan oleh ash-shabuni, dapat dijadikan indikator bahwa hukum kedua kasus itu tidak sama, artinya dalam makanan mereka boleh saling memberi dan menerima serta masing-masing boleh menekan dari keduanya. Namun dalam kasus menikahkan wanita-wanita Muslimah dengan pria non-muslim lebih urgen ketimbang dengan masalah makan serta memberikan dampak yang lebih luas, sehingga tidak ada hubungan antara keduanya dan tidak bisa diqiyaskan begitu saja (ash-shabuni, 1972: 536). EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 17

24 Abdurrohman Kasdi C.3.Pernikahan Beda Agama Menurut Undang-undang Perkawinan Sebagamana telah penulis paparkan pendapat ulama fiqih, mereka sepakat bahwa seorang wanita Muslimah dilarang me nikah dengan pria non-muslim. Sedangkan seorang pria Muslim dilarang menikah dengan wanita non-muslimah yang Musyrik, namun para ulama berbeda pendapat ketika mereka menetapkan hukum pernikahan pria Muslim dengan perempuan Ahli Kitab. Adanya perbedaan hukum dalam masalah ini akan ber implikasi pada timbulnya putusan yang berbeda pada kasus yang sama di pengadilan, karena hakimnya mempunyai paham hukum yang berbeda, hal ini akan menimbulkan suatu ketidakpastian hukum. Untuk keluar dari problem tersebut para pakar hukum Islam di Indonesia telah berupaya menyatukan pendapat yang mereka kumpulkan dalam sebuah Undang-undang dan Kompilasi dengan berbagai metode dalam menyatukan pendapat itu. Usaha tersebut telah menghasilkan Undangundang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam yang kemudian ditetapkan dengan Inpres No. 1/1991. Agar Undang-undang Perkawinan (No. 1 Tahun 1974) dapat dilaksanakan dengan seksama, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 Tahun Dengan demikian, Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan merupakan Undang-undang yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan segala permasalahan yang terkait dengan perkawinan (nikah, talak, cerai, dan rujuk) di Indonesia, yang ditanda tangani pengesahannya pada tanggal 2 Januari 1974 oleh Presiden Soeharto. Undang-undang ini merupakan hasil usaha untuk menciptakan hukum nasional dan merupakan hasil unifikasi hukum yang menghormati adanya variasi berdasarkan agama. Dalam konteks pernikahan, UU No. 1/1974, PP. No. 9 Tahun 1975 dan Inpres No. 1/1991 merupakan peraturan yang memuat nilai-nilai hukum Islam, bahkan KHI merupakan fiqh 18 Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012

25 Pernikahan Beda Agama menurut Tinjauan Fiqih Indo nesia yang sepenuhnya memuat materi hukum keperdataan Islam (perkawinan, kewarisan dan perwakafan). Dalam perkembangan hukum perbedaan agama dan keluarga Islam kontemporer mengalami banyak perkembangan pemikiran, antara lain dalam hal pernikahan beda agama. Sebelum diundangkannya Undang-undang Perkawin an Nomor 1 Tahun 1974, di Indonesia pernah berlaku peraturan hukum antar golongan tentang pernikahan campur an, yaitu Regeling op de Gemengde Huwelijken (GHR) atau peraturan tentang perkawinan campuran sebagaimana dimuat dalam Staatblad 1898 Nomor 158 (Redaksi, 1989: ). Pasal 1 dari peraturan tentang perkawinan campur (GHR) itu dinyatakan bahwa yang dinamakan perkawinan campuran ialah perkawinan antara orang-orang di Indonesia yang tunduk kepada hukum yang berlainan. Terhadap pasal ini ada tiga pandangan dari para ahli hukum mengenai perkawinan antara agama. Sebagaimana diungkapkan oleh Sudargo Gautama adalah: perkawinan campuran antar agama dan antar tempat termasuk di bawah GHR, perkawinan antar agama dan antartempat tidak ter masuk di bawah GHR, hanya perkawinan antar agama yang termasuk di bawah GHR (Abu Bakar, 1993: 139). Dengan berlakunya Undang-undang Per kawinan Nomor 1 Tahun 1974, seperti disebut pada pasal 66 UUP, maka semua ketentuan-ketentuan perkawinan terdahulu sepanjang telah diatur dalam Undang-undang tersebut di nyatakan tidak berlaku. Pemahaman tentang Pasal demi Pasal dari UU No.1/1974, khususnya yang berkaitan dengan perkawinan beda agama, di kalangan para ahli dan praktisi hukum, dapat dijumpai tiga pendapat: Pertama, golongan yang berpendapat bahwa perkawinan beda agama merupakan pelanggaran terhadapuu No. 1/1974. Hal ini karena dalam pasal 2 ayat (1) disebutkan: Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya kepercayaan itu, demikian juga pasal 8 huruf (f): Perkawinan dilarang antara dua orang yang mempunyai EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 19

26 Abdurrohman Kasdi hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin. Kedua, golongan yang berpendapat bahwa perkawinan beda agama hukumnya sah dan dapat dilangsungkan karena telah tercakup dalam perkawinan campuran, sebagaimana termaktub dalam pasal 57 Undang-undang Perkawinan ini dan pelaksanaannya dilakukan menurut tatacara yang diatur oleh pasal 6 GHR dengan merujuk pasal 66 UU No. 1/1974. Sedangkan golongan yang ketiga berpendapat bahwa perkawinan antara agama sama sekali tidak diatur dalam UU No. 1/1974, oleh karenanya sesuai dengan pasal 66 UU No. 1/1974, maka peraturan-peraturan lama dapat diberlakukan. Oleh karena itu, persoalan pernikahan beda agama bisa merujuk pada Peraturan Perkawinan Campuran yang terdapat pada Regeling op de Gemengde Huwelijken (GHR) atau peraturan tentang perkawinan campuran sebagaimana dimuat dalam Staatblad 1898 Nomor 158. Menanggapi tiga pandangan di atas, menurut Ahmad Sukarja bahwa tidak diaturnya perkawinan antar agama secara tegas dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974, karena perkawinan itu memang tidak dikehendaki pelaksanaannya. Hal ini mengacu pasal 2 ayat (1) menentukan sah atau tidaknya perkawinan. Jadi bila pasal 66 UU No. 1/1974 yang merujuk pasal 2 dan 7 ayat (2) GHR dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan hukum materiil adalah terlalu dipaksakan, karena mengingat lembaga perkawinan antar agama di Indonesia kurang dikehendaki, sehingga tidak diperlukan adanya pemenuhan hukum materiil. Sedangkan terhadap pendapat yang cenderung membuka kemungkinan dipaksakannya perkawinan berbeda agama berdasarkan pasal 57 UU No. 1/1974 perkawinan antara dua orang di Indonesia tunduk pada hukum yang berbeda, tentunya Pasal tersebut tidak dipahami secara parsial dan seharusnya antara pasal-pasal dalam bab itu dipahami secara menyeluruh dalam satu kesatuan dengan konteks perbedaan 20 Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012

27 Pernikahan Beda Agama menurut Tinjauan Fiqih kewarganegaraan. Dengan demikian menurut Ahmad Sukarja ketentuan boleh tidaknya perkawinan di Indonesia harus dikembalikan kepada hukum agama (Chuzaimah dan Hafizh Anshary (ed.), 2002: 31-32). Prof. HM. Rasjidi, menteri agama pertama RI, dalam artikelnya di Harian Abadi edisi 20 Agustus 1973, menyoroti secara tajam RUU Perkawinan yang dalam pasal 10 ayat (2) disebutkan: Perbedaan karena kebangsaan, suku, bangsa, negara asal, tempat asal, agama, kepercayaan dan keturunan, tidak merupakan penghalang perkawinan. Pasal dalam RUU tersebut jelas ingin mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia pasal 16 yang menyatakan: Lelaki dan wanita yang sudah dewasa, tanpa sesuatu pembatasan karena suku, kebangsaan dan agama, mempunyai hak untuk kawin dan membentuk satu keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama dengan hubungan dengan perkawinan, selama dalam perkawinan dan dalam soal perceraian. Adapun dalam Kompilasi Hukum Islam yang ditetapkan dengan Inpres No. 1/1991, dalam pasal 40 huruf c terdapat rumusan yang menetapkan perkawinan seorang pria Muslim dilarang melangsungkan perkawinan dengan wanita yang tidak beragama Islam. Dengan demikian Kompilasi Hukum Islam khususnya dalam pasal tersebut telah menghilangkan wacana perbedaan pendapat dalam masalah nikah beda agama yang sekaligus akan dapat menjaga aqidah agamanya serta mewujudkan kemaslahatan umat. Adapun posisi pemerintah (Inpres) untuk menghilang kan perbedaan dan menjaga kemaslahatan ini adalah merupakan hak yang melekat padanya sehingga mempuyai kewenangan karena dalam kaidah fiqih disebutkan: تصرف اإلمام على الرعية منوط بالمصلحة Kebijakan Imam terhadap rakyat ini harus disesuaikan dengan kemaslahatan (Mudjib, 1980: 51) EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 21

28 Abdurrohman Kasdi Larangan pernikahan beda agama ini tujuannya sematamata untuk menjaga keutuhan dan kebahagiaan rumah tangga serta akidah dan kemaslahatan umat Islam. Hal ini sebagaimana kaidah fiqih yang menyebutkan; sesuatu yang diharamkan karena saddudzdzariah dapat dibolehkan karena ada maslahat yang lebih kuat (Syafei, 1999: 256) Dengan beberapa uraian kaidah fiqih di atas maka Presiden selaku Kepala Negara dibenarkan jika menetapkan sesuatu yang tadinya menjadi polemik di masyarakat dengan mengambil salah satu pendapat karena adanya alasan saddudzdzari ah dan kemaslahatan umat tersebut (asy-syaukani, t.th.: 246). Mengenai pengaturan hukum Perkawinan Campuran, terutama perkawinan antar pemeluk agama yang berbeda dalam Negara Republik Indonesia berdasar Pancasila ada perbedaan pendapat di kalangan para pakar hukum di Indonesia. Ada yang menyatakan bahwa Negara Republik Indonesia berdasar Pancasila menghormati agama-agama dan mendudukkan hukum agama dalam kedudukan fundamental. Dalam negara berdasar Pancasila tidak boleh agama-agama yang ada di Indonesia melarang perkawinan antar pemeluk agama yang berbeda. Pendapat ini menyatakan bahwa UU Perkawinan tidak mengatur perkawinan (campuran) antar agama. Tiap agama telah ada ketentuan tersendiri yang melarang perkawinan beda agama. Seorang guru besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof. Dr. Muhammad Daud Ali (alm.) menjelaskan dalam bukunya yang bejudul Perkawinan Antar Pemeluk Agama Yang Berbeda, bahwa perkawinan antara orang-orang yang berbeda agama adalah penyimpangan dari pola umum perkawinan yang benar menurut hukum agama dan Undangundang Perkawinan yang berlaku di tanah air kita. Untuk penyimpangan ini, kendatipun merupakan kenyataan dalam masyarakat, tidak perlu dibuat peraturan tersendiri dan tidak perlu dilindungi oleh negara. Memberi perlindungan hukum pada warga negara yang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Pancasila sebagai cita hukum bangsa dan 22 Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012

29 Pernikahan Beda Agama menurut Tinjauan Fiqih kaidah fundamental negara serta hukum agama yang berlaku di Indonesia, menurutnya selain tidak konstitusional, juga tidak legal. Lebih lanjut M. Daud Ali menyatakan: sikap negara atau penyelenggara negara dalam me wujudkan perlindungan hukum haruslah sesuai dengan cita hukum bangsa dan kaidah fundamental negara serta hukum agama yang dipeluk oleh bangsa Indonesia. Perkawinan antar orang-orang yang berbeda agama, dengan berbagai cara pengungkapannya sesungguhnya tidaklah sah menurut agama yang diakui keberadaannya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini karena sahnya perkawinan didasarkan pada hukum agama, maka perkawinan yang tidak sah menurut hukum agama tidak sah pula menurut Undang-undang perkawinan Indonesia. Perkawinan antar orang-orang yang berbeda agama adalah penyimpangan dari pola umum perkawinan benar menurut hukum agama dan Undang-undang Perkawinan yang berlaku di Indonesia. Dengan demikian, larangan pemerintah ini muncul karena dilatarbelakangi oleh keinginan untuk menciptakan keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah dalam keluarga yang merupakan tujuan pernikahan, dan hal ini sesuai sekali dengan isi pasal 3 Kompilasi Hukum Islam. Pasangan yang beda agama akan kesulitan memperoleh sakinah dan mawaddah dalam rumah tanggganya, apalagi rahmat Allah itu juga tidak akan didapatkan. Karena pernikahan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. D. Kesimpulan Ulama sepakat bahwa seorang wanita Muslimah dilarang me nikah dengan pria non-muslim. Sedangkan seorang pria Muslim dilarang menikah dengan wanita non-muslimah yang Musyrik dan Murtad, namun para ulama berbeda pendapat ketika mereka menetapkan hukum pernikahan pria Muslim dengan perempuan Ahli Kitab: pertama, kelompok yang EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 23

30 Abdurrohman Kasdi membolehkan nikah antara pria muslim dengan wanita Ahli Kitab, yakni pendapat jumhur ulama (mayoritas ulama) baik ulama Salaf maupun ulama Khalaf dari Imam-imam Madzhab Empat. Kedua, kelompok yang mengharamkan menikahi wanita Ahli Kitab. Yang terkemuka dari kelompok ini dari kalangan sahabat adalah Ibn Umar, dan pendapat ini diikuti oleh kalangan Syi ah Imamiyah. Ketiga, kelompok yang berpendapat bahwa perempuan ahli kitab halal hukumnya, tetapi secara politik tidak diperkenankan. Menikahi wanita Ahli Kitab yang berada di Darul Harbi, merupakan pembuka pintu fitnah. Melakukan pernikahan dengan mereka hukumnya makruh tahrim, karena akan mengakibatkan mafasid. Menikahi wanita Ahli Kitab Dzimmi yang tunduk pada undang-undang Islam hukumnya makruh tahrim. Selain itu, UU No. 1/1974, PP. No. 9 Tahun 1975 dan Inpres No. 1/1991 juga memuat larangan pernikahan beda agama. Larangan itu agaknya dilatarbelakangi oleh harapan akan lahirnya keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Perkawinan baru akan langgeng dan tenteram jika terdapat kesesuaian pandangan hidup antar suami dan istri, karen perbedaan agama, perbedaan budaya, atau bahkan perbedaan tingkat pendidikan antara suami dan istri pun tidak jarang mengakibatkan kegagalan perkawinan. Bagaimana mendidik anak-anak mereka jika suami istri beda agama. Karena dalam kasus seperti ini, seorang anak akan kebingungan untuk mengikuti ayahnya atau ibunya. Larangan pernikahan beda agama ini tujuannya sematamata untuk menjaga keutuhan dan kebahagiaan rumah tangga serta akidah dan kemaslahatan umat Islam. Hal ini sebagaimana kaidah fiqh yang menyebutkan; sesuatu yang diharamkan karena saddudzdzari ah dapat dibolehkan karena ada maslahat yang lebih kuat. Perkawinan beda agama ini tampaknya banyak madharatnya baik bagi saddudzari ah maupun untuk kemaslahatan dalam membentuk suatu rumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. 24 Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012

31 Pernikahan Beda Agama menurut Tinjauan Fiqih DAFTAR PUSTAKA Abdul Mudjib, 2004, Kaidah-kaidah Ilmu Fiqih (al-qawâ id Fiqhiyyah), Jakarta: Kalam Mulia, Cet. V. Abu Bakar, Zainal Abidin, 1993, Kumpulan Peraturan Perundangundangan dalam Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta: al- Hikmah. Abu Zahrah, Muhammad, t.th., al-ahwâl asy-syakhsiyyah, Mesir: Dâr al-fikr al- Arabi. Al-Jazairi, Abdurrahman, 1986, Kitâb al-fiqh alâ al-madzâhib al- Arba ah, Beirut: Dâr Ihyâ at-turâts al- Araby. Al-Maraghi, Syaikh Musthafa, 1974, Tafsîr al-maraghi, Beirut: Dâr al-fikr. Ar-Razi, Muhammad Fakhr ad-din ibn al-allamah Dhiya u ad-din Umar, 1995, Tafsîr al-fakhr ar-razi al-musytahar bi at-tafsîr al-kabîr wa Mafâtih al-ghaib, dikomentari oleh Syaikh Khalil Muhyiddin al-mays, Beirut: Dâr al-fikir. Ash-Shabuni, Muhammad Ali, 1972, Rawâi ul Bayân fi Tafsîr Ayat al-ahkâm min al-qurân, Mekah: Dâr al-qur an. As-Sayis, Muhammad Ali, 1953, Tafsîr Ayât al-ahkâm, Mesir: Matba ah Muhammad Ali Sabih wâ Aulâduh. Asy-Syaukani, t.th., Irsyâd al-fuhûl ilâ Tahqîq min Ilm al-ushûl, Surabaya: Maktabah Ahmad ibn Sa ad ibn Nabhan. Baidan, Nasrudin, 2001, Tafsîr Maudhû i; Solusi Qur ani atas Masalah Kontemporer, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Zakiah Darajat, 1995, Ilmu Fiqih, Yogyakarta: Penerbit Dana Bhakti Wakaf, jilid II. Husen, Ibrahim, 1971, Fiqih Perbandingan, Jakarta: Yayasan Ihya Ulumuddin Indonesia. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 25

32 Abdurrohman Kasdi Ibnu Hazm, t.th., al-muhallâ, Beirut: Dâr al-fikr. Ibnu Qudamah, t.th., al-mughni, Riyadh: al-maktabah ar-riyadh al-hadîtsah. Qardhawi, Yusuf, 1978, Hudâ al-islâm Fatâwâ Mu âshirah, Cairo: Dâr Afaq al-ghad. Ridha, Rasyid, 1380 H, Tafsîr al-manâr, Mesir: Matba ah al- Qahirah. Sabiq, Sayyid, 1973, Fiqh as-sunnah, II, Beirut: Dâr Kitab al- Àrabi. Shihab, Muhammad Quraish, 2005, Tafsir al-mishbah; Pesan Kesan dan Keserasian al-qur an, Jakarta: Lentera Hati. Syafei, Rachmat, 1999, Ilmu Ushul Fiqh, Jakarta: Pustaka Setia. 26 Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012

33 MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER MELALUI SISTEM PENDIDIKAN TERPADU INSANTAMA BOGOR Oleh: Agus Retnanto Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara mendalam tentang: (1) Mengapa Pendidikan Terpadu Insantama Bogor melakukan model pengembangan karakter melalui pendidikan terpadu? (2) Bagaimanakah model pengembangan karakter siswa pada Pendidikan Terpadu Insantama Bogor? (3) Bagaimanakah Budaya Sekolah yang dikembangkan pada Pendidikan Terpadu Insantama Bogor? (4) Bagaimanakah dampak penerapan model pengembangan karakter yang dilaksanakan di Pendidikan Terpadu Insantama Bogor? Penelitian difokuskan pada: Bagaimanakah model pengembangan karakter siswa pada Pendidikan Terpadu Insantama Bogor? Dalam penelitian ini menggunakan penelitian etnografi yaitu metode penelitian kualitatif yang mengkaji perilaku manusia dalam setting alamiah dengan fokus interpretasi budaya terhadap perilaku tersebut. Teknik pengambilan data meliputi pengamatan (untuk sumber data peristiwa), wawancara (untuk sumber data responden), dan analisis dokumen (untuk sumber data dokumen). Teknik analisis data data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif model Spreadley. Analisis tersebut terdiri atas empat langkah, yaitu analisis domein, analisis taksonomi, analisis komponen, dan analisis tema. Nilai kegunaan atau urgensi dari penelitian ini diharapkan mempunyai implikasi untuk membantu menyumbangkan pemikiran yang berkaitan pendidikan, dalam rangka pencapaian EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam 27

34 Agus Retnanto Tujuan Pendidikan Nasional dalam Sistem Pendidikan Nasional sehingga dapat menambah khasanah ilmu pendidikan khususnya dalam rangka membentuk manusia Indonesia seutuhnya. Membantu memberikan sebuah konsep sistem pendidikan yang dapat digunakan untuk menciptakan manusia cerdas sekaligus berakhlaq mulia yang mampu mengatasi berbagai macam problem yang sedang melanda manusia Indonesia yang sedang membangun. Kata Kunci: Model Pengembangan Karakter, Sistem Pendidikan Terpadu. A. Latar Belakang Tujuan pendidikan merupakan gambaran dari falsafah atau pandangan hidup manusia, baik secara perseorangan maupun kelompok. Membicarakan tujuan pendidikan akan menyangkut sistem nilai dan norma-norma dalam suatu konteks kebudayaan, baik dalam mitos, kepercayaan, religi, filsafat, ideologi dan sebagainya. Oleh karena pendidikan merupakan suatu proses sengaja dari suatu generasi kepada anak didik sebagai generasi penerus yang lebih baik, maka tujuan pendidikan diarahkan oleh perseorangan atau kelompok suatu generasi pada core value yang telah dipikirkan atau disepakati bersama. Dalam pasal 3 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk menjadikan manusia yang utuh dari dua kutub: menuju manusia baik dan menuju manusia cerdas, maka model pendidikan yang dipakai adalah model pendidikan Integrasi (penyatuan) antara pendidikan yang membuat manusia baik 28 Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012

PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF ISLAM Oleh Dr. ABDUL MAJID Harian Pikiran Rakyat

PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF ISLAM Oleh Dr. ABDUL MAJID Harian Pikiran Rakyat PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF ISLAM Oleh Dr. ABDUL MAJID Harian Pikiran Rakyat 09-04-05 PERNIKAHAN bernuansa keragaman ini banyak terjadi dan kita jumpai di dalam kehidupan bermasyarakat. Mungkin

Lebih terperinci

PERNIKAHAN MULTIKULTURAL (PERNIKAHAN ANTAR AGAMA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM) Oleh: Ali Mohtarom Universitas Yudharta Pasuruan

PERNIKAHAN MULTIKULTURAL (PERNIKAHAN ANTAR AGAMA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM) Oleh: Ali Mohtarom Universitas Yudharta Pasuruan Al-Murabbi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Program Studi Pendidikan Agama Islam Universitas Yudharta Pasuruan P-ISSN (Cetak) : 2477-8338 http://jurnal.yudharta.ac.id/v2/index.php/pai E-ISSN (Online) : 2548-1371

Lebih terperinci

Munakahat ZULKIFLI, MA

Munakahat ZULKIFLI, MA Munakahat ZULKIFLI, MA Perkawinan atau Pernikahan Menikah adalah salah satu perintah dalam agama. Salah satunya dijelaskan dalam surat An Nuur ayat 32 : Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara

Lebih terperinci

FATWA TARJIH MUHAMMADIYAH HUKUM NIKAH BEDA AGAMA

FATWA TARJIH MUHAMMADIYAH HUKUM NIKAH BEDA AGAMA FATWA TARJIH MUHAMMADIYAH HUKUM NIKAH BEDA AGAMA Pertanyaan Dari: Hamba Allah, di Jawa Tengah, nama dan alamat diketahui redaksi (Disidangkan pada hari Jum at, 20 Syakban 1432 H / 22 Juli 2011 M) Pertanyaan:

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Perkawinan Beda Agama Menurut Agama Islam. Berdasarkan ajaran Islam, deskripsi kehidupan suami-istri yang tentram

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Perkawinan Beda Agama Menurut Agama Islam. Berdasarkan ajaran Islam, deskripsi kehidupan suami-istri yang tentram BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perkawinan Beda Agama Menurut Agama Islam. Berdasarkan ajaran Islam, deskripsi kehidupan suami-istri yang tentram akan dapat terwujud, bila suami dan istri memiliki keyakinan agama

Lebih terperinci

JILID 3. Penulis : Muhammad Ma mun Salman

JILID 3. Penulis : Muhammad Ma mun Salman JILID 3 Penulis : Muhammad Ma mun Salman مهنج الطارق لتحسني تالوة القرآ ن PENGANTAR بسم اهلل الرمحن الرحيم Alhamdulillah segala puji hanya bagi Allah swt, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga tetap

Lebih terperinci

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA Pertanyaan Dari: Ny. Fiametta di Bengkulu (disidangkan pada Jum at 25 Zulhijjah 1428 H / 4 Januari 2008 M dan 9 Muharram 1429 H /

Lebih terperinci

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki Perkawinan atau pernikahan merupakan institusi yang istimewa dalam Islam. Di samping merupakan bagian dari syariah Islam, perkawinan memiliki hikmah

Lebih terperinci

FAKULTAS SYARI'AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) ZAWIYAH COT KALA LANGSA 2015 M/1436 H

FAKULTAS SYARI'AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) ZAWIYAH COT KALA LANGSA 2015 M/1436 H Status Perkawinan Orang Murtad (Studi Komparatif Mazhab Syafi'i dan KHI) SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Pada Fakultas Syari'ah/Jurusan Ahwal Asy-Syakhsiyah

Lebih terperinci

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Terhadap Putusan Waris Beda Agama Kewarisan beda agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia di dunia ini yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik antara satu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia diciptakan oleh sang kholiq untuk memiliki hasrat dan keinginan untuk melangsungkan perkawinan. Sebagaimana

Lebih terperinci

PERNIKAHAN LINTAS AGAMA

PERNIKAHAN LINTAS AGAMA PERNIKAHAN LINTAS AGAMA Yang dimaksud nikah beda agama disini ialah wanita muslimah menikah dengan laki-laki ahlul kitab; Yahudi dan Nasrani. Sebab fenomena tersebut akhir-akhir ini mencuat ke permukaan.fenomena

Lebih terperinci

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN 1 TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN (Studi Komparatif Pandangan Imam Hanafi dan Imam Syafi i dalam Kajian Hermeneutika dan Lintas Perspektif) Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam abad kemajuan teknologi komunikasi modern dewasa ini,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam abad kemajuan teknologi komunikasi modern dewasa ini, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam abad kemajuan teknologi komunikasi modern dewasa ini, pergaulan manusia tidak dapat dibatasi hanya dalam suatu lingkungan masyarakat yang lingkupnya kecil dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN PERNIKAHAN BEDA AGAMA MENURUT PENDAPAT MASJFUK ZUHDI DAN NURCHOLIS MADJID

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN PERNIKAHAN BEDA AGAMA MENURUT PENDAPAT MASJFUK ZUHDI DAN NURCHOLIS MADJID BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN PERNIKAHAN BEDA AGAMA MENURUT PENDAPAT MASJFUK ZUHDI DAN NURCHOLIS MADJID 1. Analisis Persamaan dan Perbedaan Pendapat Masjfuk Zuhdi dan Nurcholis Madjid Tentang Pernikahan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh seorang pria dengan seorang wanita, yang memeluk agama dan kepercayaan yang berbeda antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49).

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Quran dinyatakan bahwa hidup berpasang-pasangan, hidup berjodoh-jodohan adalah naluri segala makhluk Allah, termasuk manusia. 1 Dalam surat Adz-Dzariyat ayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan dan kemudian dijadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar supaya saling kenal-mengenal

Lebih terperinci

STATUS ANAK HASIL PERKAWINAN BEDA AGAMA YANG DILAKUKAN DI LUAR NEGERI

STATUS ANAK HASIL PERKAWINAN BEDA AGAMA YANG DILAKUKAN DI LUAR NEGERI STATUS ANAK HASIL PERKAWINAN BEDA AGAMA YANG DILAKUKAN DI LUAR NEGERI Oleh: Jamiliya Susantin FAI Syari ah Universitas Islam Madura (UIM) Pamekasan Email: Susantin_j@gmail.com Abstrak Bukan masalah baru

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK A. Analisis Terhadap Prosedur Pernikahan Wanita Hamil di Luar Nikah di Kantor Urusan Agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan atau masyarakat. Sekalipun makna pernikahan berbeda-beda, tetapi praktekprakteknya pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua yang diberi berbagai kelebihan dari mahkluk lainnya, sehingga mereka

BAB I PENDAHULUAN. semua yang diberi berbagai kelebihan dari mahkluk lainnya, sehingga mereka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan salah satu sunatullah yang berlaku umum pada semua yang diberi berbagai kelebihan dari mahkluk lainnya, sehingga mereka menjadi subjek yang

Lebih terperinci

Mam MAKALAH ISLAM. Pernikahan Beda Agama Perspektif Undang-Undang Perkawinan

Mam MAKALAH ISLAM. Pernikahan Beda Agama Perspektif Undang-Undang Perkawinan Mam MAKALAH ISLAM Pernikahan Beda Agama Perspektif Undang-Undang Perkawinan 20 Oktober 2014 Makalah Islam Pernikahan Beda Agama Perspektif Undang-Undang Perkawinan H. Anwar Saadi (Kepala Subdit Kepenghuluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan perkawinan antara seorang laki-laki dan perempuan pada kenyataannya merupakan sudut penting bagi kebutuhan manusia. Bahkan perkawinan adalah hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang memiliki kedudukan mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling berhubungan antara satu dengan

Lebih terperinci

RISALAH PERNIKAHAN MUSLIM DENGAN NON MUSLIM DALAM TAFSIR TEMATIK AL-QUR AN

RISALAH PERNIKAHAN MUSLIM DENGAN NON MUSLIM DALAM TAFSIR TEMATIK AL-QUR AN RISALAH PERNIKAHAN MUSLIM DENGAN NON MUSLIM DALAM TAFSIR TEMATIK AL-QUR AN Imron Rosyadi Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jl. Ahmad Yani, Tromol Pos I, Pabelan Kartasura, Surakarta

Lebih terperinci

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6 BAB I PENDAHULUAN Dalam kehidupan, manusia tidak dapat hidup dengan mengandalkan dirinya sendiri. Setiap orang membutuhkan manusia lain untuk menjalani kehidupannya dalam semua hal, termasuk dalam pengembangbiakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap manusia diatas permukaan bumi ini pada umumnya selalu menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi miliknya. Sesuatu kebahagiaan itu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH A. Persamaan Pendapat Mazhab H{anafi Dan Mazhab Syafi i Dalam Hal Status Hukum Istri Pasca Mula> anah

Lebih terperinci

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM A. Hal-Hal Yang Melatarbelakangi Paradigma Sekufu di dalam Keluarga Mas Kata kufu atau kafa ah dalam perkawinan mengandung arti

Lebih terperinci

Surah al-wāqi`ah : Yang Pasti Berlaku

Surah al-wāqi`ah : Yang Pasti Berlaku Siri Kuliah Generasi al-quran Kehebatan al- I`jāz al-bayāniy (Mukjizat Pada Huruf, Lafaz & Gaya) Surah al-wāqi`ah : Yang Pasti Berlaku Disusun oleh Ahmad Qadri bin Mohamed Sidek Surah al-wāqi ah Catatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

MATERI 5 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

MATERI 5 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MATERI 5 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Dosen : Dr. Muhammad Yusro, MT FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA MATERI PERKULIAHAN Mengapa dan bagaimana PAI diajarkan di perguruan tinggi Bagaimana manusia bertuhan

Lebih terperinci

IMA>MIYAH TENTANG HUKUM MENERIMA HARTA WARISAN DARI

IMA>MIYAH TENTANG HUKUM MENERIMA HARTA WARISAN DARI BAB IV ANALISIS TERHADAP PANDANGAN IMAM SYAFI I DAN SYI> AH IMA>MIYAH TENTANG HUKUM MENERIMA HARTA WARISAN DARI PEWARIS NON MUSLIM A. Persamaan Pandangan Imam Syafi i dan Syi> ah Ima>miyah tentang Hukum

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG IMPLIKASI TEKNOLOGI USG TERHADAP IDDAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG IMPLIKASI TEKNOLOGI USG TERHADAP IDDAH 59 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG IMPLIKASI TEKNOLOGI USG TERHADAP IDDAH A. Analisis terhadap Peran USG terhadap Iddah Tidak sedikit ulama yang mencoba mendefinisikan atau mencari alasan pemberlakuan

Lebih terperinci

??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????

?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????? Nikah Beda Agama Khutbah Pertama:??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014 PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014 Membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM 62 BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM CUKUP UMUR DI DESA BARENG KEC. SEKAR KAB. BOJONEGORO Perkawinan merupakan suatu hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya alam yang dimiliki, tetapi juga kaya akan kebudayaan. Dengan latar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya alam yang dimiliki, tetapi juga kaya akan kebudayaan. Dengan latar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara yang kaya. Tidak hanya kaya akan sumber daya alam yang dimiliki, tetapi juga kaya akan kebudayaan. Dengan latar belakang sejarah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan Pengadilan Agama berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006, merupakan salah satu badan

Lebih terperinci

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang, Pendahuluan Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat. Di dalam agama islam sendiri perkawinan merupakan sunnah Nabi Muhammad Saw, dimana bagi setiap umatnya dituntut untuk mengikutinya.

Lebih terperinci

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. DAMPAK PEMBATALAN PERKAWINAN AKIBAT WALI YANG TIDAK SEBENARNYA TERHADAP ANAK DAN HARTA BERSAMA MENURUT HAKIM PENGADILAN AGAMA KEDIRI (Zakiyatus Soimah) BAB I Salah satu wujud kebesaran Allah SWT bagi manusia

Lebih terperinci

UMMI> DALAM AL-QUR AN

UMMI> DALAM AL-QUR AN UMMI> DALAM AL-QUR AN (Kajian Tematik Tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab) Muji Basuki I Di dalam Al-Qur an kata ummi> disebutkan sebanyak 6 kali, dua kali dalam bentuk mufrad dan 4 kali dalam bentuk

Lebih terperinci

MATAN. Karya Syaikh Al Imam Muhammad bin Abdul Wahhab

MATAN. Karya Syaikh Al Imam Muhammad bin Abdul Wahhab MATAN Karya Syaikh Al Imam Muhammad bin Abdul Wahhab C MATAN AS-SITTATUL USHUL Z. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang Termasuk perkara yang sangat menakjubkan dan tanda yang

Lebih terperinci

5 Oktober 2011 AAEI ITB K-07

5 Oktober 2011 AAEI ITB K-07 1 2 ASSALAMU ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH... 3 Gina Maulia (10510064) Dewi Ratna Sari (10510028) KELOMPOK 3 Nilam Wahyu Nur Sarwendah (10510051) Widya Tania Artha (10510026) Kartika Trianita (10510007)

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS FATWA MUI NOMOR: 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 DAN PEMIKIRAN QURAISH SHIHAB TENTANG PERKAWINAN BEDA AGAMA

BAB IV ANALISIS FATWA MUI NOMOR: 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 DAN PEMIKIRAN QURAISH SHIHAB TENTANG PERKAWINAN BEDA AGAMA BAB IV ANALISIS FATWA MUI NOMOR: 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 DAN PEMIKIRAN QURAISH SHIHAB TENTANG PERKAWINAN BEDA AGAMA Islam telah menjelaskan bahwa perkawinan adalah suatu ikatan perjanjian antara wanita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan bukan saja terjadi di kalangan manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan terjadi secara terhormat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih

Lebih terperinci

BAB IV. Larangan Menikahi Pezinah Dalam Al-Qur an Surat An-Nur Ayat 3; Studi Komparatif Penafsiran Kiya Al-Haras Dan Ibnu Al-Arabi

BAB IV. Larangan Menikahi Pezinah Dalam Al-Qur an Surat An-Nur Ayat 3; Studi Komparatif Penafsiran Kiya Al-Haras Dan Ibnu Al-Arabi BAB IV Larangan Menikahi Pezinah Dalam Al-Qur an Surat An-Nur Ayat 3; Studi Komparatif Penafsiran Kiya Al-Haras Dan Ibnu Al-Arabi A. Metode Penafsiran al-haras dan Ibnu al-arabi terhadap Surat An-Nur Ayat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PRAKTIK PENJATUHAN TALAK SEORANG SUAMI MELALUI TELEPON DI DESA RAGANG KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PRAKTIK PENJATUHAN TALAK SEORANG SUAMI MELALUI TELEPON DI DESA RAGANG KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN 55 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PRAKTIK PENJATUHAN TALAK SEORANG SUAMI MELALUI TELEPON DI DESA RAGANG KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN A. Analisis Tentang Praktik Penjatuhan Talak Seorang Suami Melalui

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan Sepulu Kabupaten Bangkalan Syariat Islam telah menjadikan pernikahan menjadi salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nafsu syahwat semata, melainkan memiliki tujuan yang lebih dari itu di antaranya

BAB I PENDAHULUAN. nafsu syahwat semata, melainkan memiliki tujuan yang lebih dari itu di antaranya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT mensyariatkan pernikahan bukan hanya untuk memenuhi nafsu syahwat semata, melainkan memiliki tujuan yang lebih dari itu di antaranya beribadah kepada

Lebih terperinci

PERKAWINAN BEDA AGAMA DI INDONESIA Abdul Kholiq ABSTRACT

PERKAWINAN BEDA AGAMA DI INDONESIA Abdul Kholiq ABSTRACT ISSN : NO. 0854-2031 PERKAWINAN BEDA AGAMA DI INDONESIA Abdul Kholiq * ABSTRACT Marriage is a part of human life on this earth, and in Indonesia live many human diverse religions recognized by the government,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MAQASHID AL-SYARIAH DALAM HUKUM PERKAWINAN. Maqashid Syariah adalah tujuan Allah dan Rasul-Nya dalam merumuskan

BAB II TINJAUAN UMUM MAQASHID AL-SYARIAH DALAM HUKUM PERKAWINAN. Maqashid Syariah adalah tujuan Allah dan Rasul-Nya dalam merumuskan BAB II TINJAUAN UMUM MAQASHID AL-SYARIAH DALAM HUKUM PERKAWINAN A. Maqashid Syariah Maqashid Syariah adalah tujuan Allah dan Rasul-Nya dalam merumuskan hukum-hukum Islam. Tujuan itu dapat ditelusuri dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi dilengkapi dengan perangkat lain yang menunjang segala kehidupan makhluk- Nya di muka bumi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hukum islam merupakan serangkaian kesatuan dan bagian integral dari ajaran agama islam yang memuat seluruh ketentuan yang mengatur perbuatan manusia. Baik yang manshuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan diabadikan dalam Islam untuk selama-lamanya. Pernikahan secara terminologi adalah sebagaimana yang dikemukakan

BAB I PENDAHULUAN. dan diabadikan dalam Islam untuk selama-lamanya. Pernikahan secara terminologi adalah sebagaimana yang dikemukakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Allah SWT telah menciptakan makhluk hidup berpasang-pasangan seperti laki-laki dan perempuan, tapi manusia tidak samadengan makhluk lain nya, yang selalu bebas

Lebih terperinci

Islam Satu-Satunya Agama Yang Benar

Islam Satu-Satunya Agama Yang Benar Islam Satu-Satunya Agama Yang Benar Khutbah Pertama:????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????:?????????????????????????????????????????

Lebih terperinci

STATUS HUKUM PERKAWINAN TANPA AKTA NIKAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN RELEVANSINYA DENGAN HUKUM ISLAM

STATUS HUKUM PERKAWINAN TANPA AKTA NIKAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN RELEVANSINYA DENGAN HUKUM ISLAM STATUS HUKUM PERKAWINAN TANPA AKTA NIKAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN RELEVANSINYA DENGAN HUKUM ISLAM ANDINI GITA PURNAMA SARI / D 101 09 181 ABSTRAK Tulisan ini berjudul Status Hukum Perkawinan

Lebih terperinci

Berpegang kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah, dan tidak bertaqlid kepada seseorang

Berpegang kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah, dan tidak bertaqlid kepada seseorang MAJLIS TAFSIR AL-QUR AN (MTA) PUSAT http://www.mta-online.com e-mail : humas_mta@yahoo.com Fax : 0271 661556 Jl. Serayu no. 12, Semanggi 06/15, Pasarkliwon, Solo, Kode Pos 57117, Telp. 0271 643288 Ahad,

Lebih terperinci

Oleh : TIM DOSEN SPAI

Oleh : TIM DOSEN SPAI Oleh : TIM DOSEN SPAI Syarat Pernikahan Adanya persetujuan kedua calon mempelai Adanya izin dari orang tua bagi calon mempelai yang belum berumur 21 tahun Antara kedua calon tidak ada hubungan darah Calon

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy-

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy- BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy- Syafi i telah diuraikan dalam bab-bab yang lalu. Dari uraian tersebut telah jelas mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. 1. Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Perceraian (Putusan. Banyuwangi) perspektif UU No.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. 1. Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Perceraian (Putusan. Banyuwangi) perspektif UU No. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. HASIL PENELITIAN 1. Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Perceraian (Putusan Perkara Nomor 1061/Pdt.G/2016/PA.Bwi di Pengadilan Agama Banyuwangi) perspektif UU No.

Lebih terperinci

FATWA MAJLIS ULAMA INDONESIA Tentang Perayaan Natal Bersama

FATWA MAJLIS ULAMA INDONESIA Tentang Perayaan Natal Bersama FATWA MAJLIS ULAMA INDONESIA Tentang Perayaan Natal Bersama Menimbang: 1) Ummat Islam perlu mendapat petunjuk yang jelas tentang Perayaan Natal Bersama. 2) Ummat islam agar tidak mencampur-adukkan Aqidah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HAKIM PENGADILAN AGAMA. MALANG NOMOR 0038/Pdt.P/2014/PA.Mlg

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HAKIM PENGADILAN AGAMA. MALANG NOMOR 0038/Pdt.P/2014/PA.Mlg BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HAKIM PENGADILAN AGAMA MALANG NOMOR 0038/Pdt.P/2014/PA.Mlg A. Analisis Pertimbangan dan Dasar Hukum Majelis Hakim Pengadilan Agama Malang Mengabulkan Permohonan Itsbat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Tanah Wakaf di Negara Kita, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 2. 2

BAB I PENDAHULUAN. Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Tanah Wakaf di Negara Kita, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 2. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia mengatur dengan peraturan pertanahan yang dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraris (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960. UUPA Bab XI pasal 49 (3)

Lebih terperinci

MEMILIH PEMIMPIN YANG BENAR PERSPEKTIF ISLAM Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag.

MEMILIH PEMIMPIN YANG BENAR PERSPEKTIF ISLAM Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. MEMILIH PEMIMPIN YANG BENAR PERSPEKTIF ISLAM Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. Islam adalah sebuah totalitas yang padu yang menawarkan pemecahan terhadap semua masalah kehidupan. Sebagai agama rahmatan lil alamin

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPAT YUSUF QARADAWI TENTANG MENYERAHKAN ZAKAT KEPADA PENGUASA YANG ZALIM DALAM KITAB FIQHUZ ZAKAT

ANALISIS PENDAPAT YUSUF QARADAWI TENTANG MENYERAHKAN ZAKAT KEPADA PENGUASA YANG ZALIM DALAM KITAB FIQHUZ ZAKAT ANALISIS PENDAPAT YUSUF QARADAWI TENTANG MENYERAHKAN ZAKAT KEPADA PENGUASA YANG ZALIM DALAM KITAB FIQHUZ ZAKAT SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

dengan amanat pasal 27 ayat 1 Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman. Peraturan tersebut menyatakan bahwa

dengan amanat pasal 27 ayat 1 Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman. Peraturan tersebut menyatakan bahwa 53 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN HAKIM PENGADILAN AGAMA PASURUAN TENTANG IKRAR TALAK BAGI SUAMI ISTRI PASCA PUTUSAN BERKEKUATAN HUKUM TETAP Ketika tidak ada peraturan yang tegas mengatur

Lebih terperinci

TAFSIR BARU PERKAWINAN BEDA AGAMA DI INDONESIA. Oleh: M. Muhibuddin. Pegawai Pada Pengadilan Agama Wonosari

TAFSIR BARU PERKAWINAN BEDA AGAMA DI INDONESIA. Oleh: M. Muhibuddin. Pegawai Pada Pengadilan Agama Wonosari TAFSIR BARU PERKAWINAN BEDA AGAMA DI INDONESIA Oleh: M. Muhibuddin Pegawai Pada Pengadilan Agama Wonosari A. Pendahuluan Perkawinan merupakan salah satu dimensi kehidupan yang sangat penting dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH. A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH. A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah 56 BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah Menurut mazhab Hanafi wali dalam pernikahan bukanlah

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH A. Isbat Nikah 1. Pengertian Isbat Nikah Kata isbat berarti penetapan, penyungguhan, penentuan. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah salah satu mahluk ciptaan Allah yang paling sempurna, manusia sendiri diciptakan berpasang-pasangan. Setiap manusia membutuhkan bermacam-macam kebutuhan,

Lebih terperinci

PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF MAHMÛD SHALTÛT (Studi Analisis Kitab al-fatâwâ)

PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF MAHMÛD SHALTÛT (Studi Analisis Kitab al-fatâwâ) PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF MAHMÛD SHALTÛT (Studi Analisis Kitab al-fatâwâ) SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD MAKSUM NIM. 241 042 022 Pembimbing I LUTHFI HADI AMINUDDIN, M. Ag. Pembimbing II UDIN SAFALA, M.H.I

Lebih terperinci

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 17 Tahun 2013 Tentang BERISTRI LEBIH DARI EMPAT DALAM WAKTU BERSAMAAN

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 17 Tahun 2013 Tentang BERISTRI LEBIH DARI EMPAT DALAM WAKTU BERSAMAAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 17 Tahun 2013 Tentang BERISTRI LEBIH DARI EMPAT DALAM WAKTU BERSAMAAN (MUI), setelah : MENIMBANG : a. bahwa dalam Islam, pernikahan adalah merupakan bentuk ibadah yang

Lebih terperinci

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF A. Wasiat Kepada Non Muslim Perspektif Hukum Islam. 1. Syarat-syarat Mushii a. Mukallaf (baligh dan berakal

Lebih terperinci

BAB III KONSEP MAQASID ASY-SYARI AH DAN PENCEGAHAN TERHADAP NIKAH DI BAWAH TANGAN

BAB III KONSEP MAQASID ASY-SYARI AH DAN PENCEGAHAN TERHADAP NIKAH DI BAWAH TANGAN BAB III KONSEP MAQASID ASY-SYARI AH DAN PENCEGAHAN TERHADAP NIKAH DI BAWAH TANGAN Menurut Imam Asy-Syathibi jika aturan/hukum itu membawa kepada kemaslahatan, maka aturan /hukum itu harus dijadikan sebagai

Lebih terperinci

Inspirasi Dua Wanita Paling Mulia dalam Sejarah Manusia

Inspirasi Dua Wanita Paling Mulia dalam Sejarah Manusia Metafora Suci dari Langit Metafora 32 Inspirasi Dua Wanita Paling Mulia dalam Sejarah Manusia Keutuhan Iman Seorang Isteri dan Kesucian Seorang Gadis Menuju ke Syurga 256 Inspirasi Dua Wanita Paling Mulia

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN A. Analisis Status Anak Dari Pembatalan Perkawinan No: 1433/Pdt.G/2008/PA.Jombang Menurut Undang-Undang Perkawinan Dan Menurut

Lebih terperinci

UNTUK KALANGAN SENDIRI DAN TERBATAS. Penyusun : Muhamammad Mamun Salman,M.Pd.I

UNTUK KALANGAN SENDIRI DAN TERBATAS. Penyusun : Muhamammad Mamun Salman,M.Pd.I UNTUK KALANGAN SENDIRI DAN TERBATAS Penyusun : Muhamammad Mamun Salman,M.Pd.I مهنج الطارق يف تدرس القرآ ن مهنج الطارق يف تدرس القرآ ن بسم اهلل الرمحن الرحيم Alhamdulillah segala puji hanya bagi Allah swt,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORITIS. serangkaian kebiasaan dan nilai-nilai dari satu generasi kepada generasi

BAB III KERANGKA TEORITIS. serangkaian kebiasaan dan nilai-nilai dari satu generasi kepada generasi BAB III KERANGKA TEORITIS Menurut Soekandar Wiriaatmaja, tradisi pernikahan merupakan suatu yang dibiasakan sehingga dapat dijadikan peraturan yang mengatur tata pergaulan hidup didalam masyarakat dan

Lebih terperinci

BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI

BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI A. Abdul Wahab Khallaf 1. Biografi Abdul Wahab Khallaf Abdul Wahab Khallaf merupakan seorang merupakan

Lebih terperinci

JABAT TANGAN ANTARA PRIA DAN WANITA

JABAT TANGAN ANTARA PRIA DAN WANITA TADZKIROH DEWAN SYARIAH PUSAT PARTAI KEADILAN SEJAHTERA NOMOR: 08/TK/K/DSP-PKS/II/1430 TENTANG JABAT TANGAN ANTARA PRIA DAN WANITA ( ) Memasuki era mihwar muassasi, interaksi dan komunikasi kader, anggota

Lebih terperinci

Jika Beragama Mengikuti Kebanyakan Orang

Jika Beragama Mengikuti Kebanyakan Orang Jika Beragama Mengikuti Kebanyakan Orang Khutbah Pertama:?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.????????????:?????????????????????????????????????????

Lebih terperinci

Ceramah Ramadhan 1433 H/2012 M Bagaimana Kita Merespon Perintah Puasa

Ceramah Ramadhan 1433 H/2012 M Bagaimana Kita Merespon Perintah Puasa www.bersamadakwah.com 1 Saudara-saudaraku yang dirahmati Allah Saat kita menunggu tamu istimewa datang, ada perasaan berharap untuk segera mendapatkan kepastian kedatangannya. Anggaplah ia pejabat, sahabat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk selamanya. Tetapi adakalanya karena sebab-sebab tertentu bisa

BAB I PENDAHULUAN. untuk selamanya. Tetapi adakalanya karena sebab-sebab tertentu bisa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan lembaga yang melahirkan keluarga, tempat seluruh hidup dan kehidupan manusia berputar. Awalnya perkawinan bertujuan untuk selamanya. Tetapi

Lebih terperinci

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN A. Analisis Latar Belakang Terjadinya Pernikahan Sirri Seorang Istri yang Masih dalam Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap individu, dalam perkawinan akan terbentuk suatu keluarga yang diharapkan akan tetap bertahan hingga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengatur hubungan manusia dan pencipta (hablu min allah) dan hubungan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengatur hubungan manusia dan pencipta (hablu min allah) dan hubungan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ajaran Islam mengandung unsur syariah yang berisikan hal-hal yang mengatur hubungan manusia dan pencipta (hablu min allah) dan hubungan antar sesama (hablu min nas)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan kehidupan sehari-hari setiap individu memiliki kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan kehidupan sehari-hari setiap individu memiliki kepentingan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk sosial, artinya manusia tidak dapat melangsungkan hidup tanpa bantuan orang lain. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG A. Dasar Pertimbangan Hukum Hakim Pengadilan Agama Malang dalam Penolakan Izin Poligami

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KEWAJIBAN SUAMI KEPADA ISTRI DALAM KELUARGA JAMAAH TABLIGH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KEWAJIBAN SUAMI KEPADA ISTRI DALAM KELUARGA JAMAAH TABLIGH BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KEWAJIBAN SUAMI KEPADA ISTRI DALAM KELUARGA JAMAAH TABLIGH A. Analisis Dasar Kewajiban Suami Kepada Istri dalam Keluarga Jamaah Tabligh Hak dan kewajiban suami istri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua makhluk Allah SWT yang bernyawa. Adanya pernikahan bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan

Lebih terperinci

RATIOLEGIS HUKUM RIDDAH

RATIOLEGIS HUKUM RIDDAH BAB IV KOMPARASI KONSEP HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA TENTANG KEBEBASAN BERAGAMA DALAM STUDI RATIOLEGIS HUKUM RIDDAH A. Persamaan Konsep Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia Tentang

Lebih terperinci

yuslimu-islaman. Bukti ketundukan kepada Allah SWT itu harus dinyatakan dengan syahadat sebagai sebuah pengakuan dalam diri secara sadar akan

yuslimu-islaman. Bukti ketundukan kepada Allah SWT itu harus dinyatakan dengan syahadat sebagai sebuah pengakuan dalam diri secara sadar akan HADITS KEDUA 4 Arti Hadits / : Dari Umar r.a. juga dia berkata : Ketika kami dudukduduk di sisi Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah menguraikan tentang pembahasan dan analisis sesuai dengan memperhatikan pokok-pokok permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini, yang berjudul Pendapat Hakim Pengadilan

Lebih terperinci