KAJIAN TEKNIS PEMBUATAN LUBANG BAROKAH (BIOPORI) PADA LAHAN DI KAWASAN KECAMATAN WONOSALAM LAPORAN AKHIR KERJASAMA ANTARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN TEKNIS PEMBUATAN LUBANG BAROKAH (BIOPORI) PADA LAHAN DI KAWASAN KECAMATAN WONOSALAM LAPORAN AKHIR KERJASAMA ANTARA"

Transkripsi

1 KAJIAN TEKNIS PEMBUATAN LUBANG BAROKAH (BIOPORI) PADA LAHAN DI KAWASAN KECAMATAN WONOSALAM LAPORAN AKHIR KERJASAMA ANTARA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KABUPATEN JOMBANG DENGAN PUSAT PENGKAJIAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS (P4) FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS DARUL ULUM JOMBANG TAHUN 2011

2 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur ke Hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat hidayah dan perkenan-nya-lah, sehingga penyusunan buku Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam dapat diselesaikan. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Pemerintah Kabupaten Jombang, khususnya Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Jombang yang telah berkenan memberikan kepercayaan kepada kami untuk ikut berperan dan berkiprah dalam penelitian ini, serta kepada semua pihak yang telah mendukung terselesaikannya penyusunan laporan hasil penelitian ini. Kami juga mohon maaf bila dalam penyusunan laporan ini masih banyak terdapat kekurangan. Akhirnya, semoga apa yang dihasilkan dari penelitian ini dapat bermanfaat dan menjadi bahan yang berguna dalam penyusunan rencana program pembangunan di Kabupaten Jombang. Jombang, Nopember 2011 Team Penyusun (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam ii

3 DAFTAR ISI Judul HALAMAN JUDUL... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.2 Tujuan. 1.3 Sasaran 1.4 Ruang Lingkup... II. GAMBARAN UMUM WILAYAH Biogeofisik Demografi Kondisi dan Potensi Ekonomi Pertumbuhan PDRB Pertumbuhan Ekonomi... III. Tinjauan Pustaka Definisi Lubang Resapan Biopori Implikasi Aplikasi Lubang Resapan Biopori Fungsi Biopori. 3.4 Lubang Barokah Kadar Air Tanah Infiltrasi Bobot Isi Tanah Permeabilitas Tanah 3.9 Nitrogen Tanah 3.10 Bahan Organik Tanah 3.11 Laju Resapan Air ke Dalam Tanah... Halaman i ii iii v vi viii (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam iii

4 IV. METODOLOGI 4.1 Metode Pengambilan Sampel. 4.2 Perancangan Lokasi Teknis Pembuatan Lubang Resapan Biopori Teknis Pembuatan Lubang Barokah Variabel Pengamatan Pengukuran.. V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. 5.1 Hasil Pengamatan Karakteristik Sifat Kimia Tanah Daerah Penelitian Karakteristik Sifat Fisik Tanah Infiltrasi Tanah Simpanan Air Tanah Kadar Air Aktual 5.2 Pembahasan. VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. 6.2 Rekomendasi DAFTAR PUSTAKA. 82 LAMPIRAN 84 (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam iv

5 DAFTAR TABEL NO Judul Halaman 1 Perkembangan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun 2007 s.d 2011 Atas Dasar Harga Berlaku (Hb) dan Harga Konstan (Hk) Kabupaten Jombang. 2 Hubungan Diameter Lubang dengan Beban Ressapan dan Pertambahan Luas Permukaan Resapan Variabel Pengamatan 52 4 Karakteristik Sifat Kimia Daerah Penelitian 59 5 Nilai Bobot Isi Tanah (g.cm -3 ) pada 3 Desa Wilayah Penelitian 61 6 Kadar Air Tersedia dan KA Aktual di Daerah Penelitian Kadar Air Aktual pada Masing-masing Kedalaman di 3 Desa Wilayah Penelitian... 8 Perbandingan Kadar Air Tanah Aktual dengan Metode LubangBarokah (LB) dan Lubang Resapan Biopori (LRB) di Beberapa Desa Kecamatan Wonosalam (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam v

6 DAFTAR GAMBAR NO Judul Halaman 1 PDRB Kabupaten Jombang Tahun Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Jombang dan Provinsi Jawa Timur Tahun Prinsip Pembuatan Lubang Resapan Biopori (LRB) Penampang Lubang Resapan Biopori Skema Fungsi Lubang Resapan Biopori (LRB) Peta Kecamatan Wonosalam 48 7 Sketsa Penampang Lubang Resapan Biopori Cara Pembuatan LRB Contoh Lubang Biopori di Daerah Penelitian Contoh Lubang Barokah di Daerah Penelitian Contoh Pengambilan Sampel untuk Pengukuran Bobot Isi Tanah 12 Karakteristik Kimia Tanah di Awal Sebelum Penerapan Teknik Biopori dan di Akhir Penerapan Teknik Biopori. 13 Nilai Bobot Isi Tanah di Awal dan Akhir Penelitian dengan Teknik LRB (Lubang Resapan Biopori) dan LB (Lubang Barokah) Infiltrasi ( cm jam -1 ) pada Metode Lubang Barokah Infiltrasi ( cm jam -1 ) pada Metode Lubang Resapan Biopori Pengaruh Metode Teknik Biopori terhadap Infiltrasi pada Akhir Pengamatan Ke Besarnya Infiltrasi pada Akhir Pengamatan Ke-3 dengan Teknik LRB dan LB. (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam vi

7 18 Kemampuan Tanah Menyimpan Air dengan Teknik Lubang Barokah (LB) dan Lubang Resapan Biopori (LRB) 19 Perbandingan Kadar Air Tanah Aktual dengan Teknik LB dan LRB di Awal Pengamatan (Musim Hujan) dan di Akhir Pengamatan (Musim Kemarau) 20 Perbandingan Kadar Air Aktual Tanah di Awal Pengamatan (Musim Hujan) dan di Akhir Pengamatan (Musim Kemarau) pada Teknik LB dan LRB 21 Pola Ketersediaan Air Tanah Aktual dari Musim Hujan Hingga Musim Kemarau dengan Teknik Lubang Barokah.. 22 Pola Ketersediaan Air Tanah Aktual dari Musim Hujan Hingga Musim Kemarau dengan Teknik Lubang Resapan Biopori (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam vii

8 DAFTAR LAMPIRAN NO Judul Halaman 1 Klasifikasi Laju Infiltrasi Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah Kriteria Kandungan Bahan Organik Tanah. 86 (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam viii

9 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kabupaten Jombang secara geografis terletak pada koordinat 112 o dan 112 o Bujur Timur dan antara 07 o dan 07 o Lintang Selatan dengan luas wilayah 1.159,50 km 2. Ibukota Kabupaten Jombang terletak pada ketinggian ± 44 m.d.p.l. dan secara administratif terdiri dari 21 kecamatan, 4 kelurahan, 302 desa dan dusun. Kabupaten Jombang berpotensi sebagai wilayah agraris dengan topografi landai, berbukit hingga bergunung-gunung, khususnya wilayah Kabupaten Jombang di bagian Selatan, yakni Kecamatan Wonosalam. Wilayah ini memiliki kondisi topografi dengan kemiringan rata-rata 40%. Secara hidrologis, wilayah Kabupaten Jombang sangat dipengaruhi oleh sungai besar yang melintasi sebagian besar wilayah Kabupaten Jombang yaitu Sungai Brantas dan Sungai Konto. Sampai saat ini secara umum kebutuhan air bersih maupun air irigasi masih dapat terpenuhi dengan baik, kecuali pada sebagian kecil wilayah di bagian Utara Sungai Brantas, yang sering mengalami kesulitan air, utamanya pada musim kemarau. Kabupaten Jombang merupakan daerah dengan tingkat curah hujan relatif tinggi ( mm tahun -1 ). Pada daerah dengan tingkat curah hujan dan tingkat kemiringan lahan yang cukup tinggi, kurangnya kemampuan tanah untuk menyimpan air menyebabkan banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. Air yang tidak mampu meresap ke dalam tanah, tidak bisa menjadi simpanan air tanah yang dapat (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 1

10 dimanfaatkan ketika musim kemarau tiba. Kondisi tersebut menggambarkan telah terjadinya penurunan daya dukung lingkungan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan bentuk pencegahan sekaligus penanganan lingkungan yang dapat dilakukan dengan mudah oleh masyarakat. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan memanfaatkan teknologi-teknologi yang telah ada seperti Lubang Resapan Biopori (LRB). Teknologi ini mampu mempertahankan atau bahkan meningkatkan daya dukung lingkungan, tentunya jika dilaksanakan sesuai prosedur. Lubang resapan biopori akan efektif bila diterapkan pada tanah yang memiliki kedalam air tanah >1 meter sehingga tidak berpotensi mencemari lingkungan. Untuk mengaplikasikan teknologi ini diperlukan partisipasi masyarakat, dukungan pemerintah dan stakeholder lainya. Terkait pelestarian lingkungan beberapa kegiatan telah dilakukan oleh pemerintah kabupaten dan masyarakat Jombang. Diantaranya aksi penanaman serentak Indonesia, gerakan perempuan tanam dan pelihara pohon, pencanangan hari menanam pohon Indonesia dan bulan menanam nasional, satu orang satu pohon (One Man One Tree) dan gerakan pembuatan lubang-lubang barokah (biopori). Lubang barokah adalah lubang dengan kedalaman 1 meter serta luas 1 x 1 meter, yang dibuat disebuah petak perkebunan atau tanah tegalan seluas satu hektar dengan jumlah minimal 20 lubang. Lubang barokah adalah teknologi lama yaitu yang disebut rorak. Fungsi lubang barokah antara lain untuk menyelamatkan lingkungan hutan dari ancaman bencana alam. (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 2

11 Pembuatan lubang barokah di lahan Kecamatan Wonosalam, diharapkan dapat mengurangi bencana alam, karena selama ini ketika turun hujan secara berkepanjangan seringkali menyebabkan bencana kerusakan di perkebunan milik petani. Untuk itu konservasi lahan menjadi kebutuhan yang sangat mendesak mengingat pertanian adalah mata pencaharian mayoritas warga. Untuk menanggulangi terjadinya bahaya banjir dan tanah longsor, perlu adanya normalisasi alur sungai, karena ada yang dangkal sejajar dengan pemukiman warga Tujuan Penyusunan Kajian Teknik Kelayakan dan Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam ini bertujuan untuk : a. Menyusun kajian mengenai manfaat lubang biopori (lubang barokah) guna meminimalkan resiko banjir dan resiko kekeringan air, khususnya pada lahan di Kecamatan Wonosalam. b. Memberikan wacana kepada masyarakat, khususnya masyarakat Kecamatan Wonosalam mengenai peningkatan kualitas tanah melalui teknologi lubang biopori (lubang barokah) tersebut Sasaran a. Tersedianya bahan kajian mengenai manfaat lubang biopori (lubang barokah), khususnya bagi masyarakat di Kecamatan Wonosalam. (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 3

12 b. Tersedianya bahan kajian untuk memberikan rekomendasi sistem biopori yang sesuai bagi lahan di kawasan Kecamatan Wonosalam Ruang Lingkup Penyusunan Kajian Teknis Kelayakan dan Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) pada lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam memerlukan beberapa kegiatan, yakni : a. Identifikasi permasalahan mengenai kondisi air dan tanah di lahan Kecamatan Wonosalam; b. Identifikasi kemungkinan-kemungkinan pemanfaatan lubang barokah di lahan di kawasan Kecamatan Wonosalam; c. Survey kemungkinan-kemungkinan pemanfaatan lubang barokah dengan beberapa teknik yang dianggap sesuai berdasarkan hasil identifikasi; d. Penentuan teknik lubang barokah yang sesuai untuk lahan di kawasan Kecamatan Wonosalam, dilanjutkan dengan uji coba. (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 4

13 BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH 2.1. Biogeofisik Kabupaten Jombang terletak antara ,60 dan ,26 Lintang Selatan serta antara ,57 dan ,26 Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten Jombang 1.159,50 km 2, terdiri dari 21 Kecamatan dan 302 desa serta 4 kelurahan. Kabupaten Jombang berbatasan dengan wilayah administratif kabupaten lain, yaitu: Sebelah Utara Sebelah Timur Sebelah Selatan Sebelah Barat : Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Bojonegoro : Kabupaten Mojokerto : Kabupaten Kediri dan Kabupaten Malang : Kabupaten Nganjuk Dengan demikian, secara geografis dapat dilihat bahwa Kabupaten Jombang berada pada posisi yang sangat strategis, yaitu tepat berada pada persimpangan jalur lintas Selatan pulau Jawa (Madiun Surabaya) dan Malang Tuban. Berdasarkan ciri fisik tanah yang ada di Kabupaten Jombang dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : a. Kabupaten Jombang bagian utara adalah bagian dari pegunungan kapur yang memiliki tanah relatif kurang subur, sebagian besar mempunyai fisiografi yang mendatar dan sebagian lagi berbuki-bukit tetapi tidak terlalu tajam, yang terletak di sebelah Utara sungai Brantas; (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 5

14 b. Kabupaten Jombang bagian tengah di bagian Selatan sungai Brantas sebagian besar merupakan tanah pertanian yang subur dengan sungai-sungai dan daerah irigasi yang tersebar dan cocok untuk pertanian; c. Kabupaten Jombang bagian Selatan merupakan daerah pegunungan yang dimanfaatkan untuk daerah perkebunan. Secara topografis, wilayah Kabupaten Jombang mayoritas didominasi oleh wilayah dataran rendah dan hanya sebagian kecil yang berada pada daerah perbukitan kapur yaitu wilayah yang berada di wilayah Utara Sungai Brantas serta daerah pegunungan yang berada di wilayah Kecamatan Wonosalam. Selain itu sebagian besar wilayah di Kabupaten Jombang juga memiliki tingkat kelerengan antara 0% 5% dan sebagian kecil memiliki kelerengan antara 5% >40%. Kecamatan Bandar Kedungmulyo, Kecamatan Perak, Kecamatan Gudo, Kecamatan Diwek, Kecamatan Ngoro, Kecamatan Jogoroto, Kecamatan Peterongan, Kecamatan Megaluh, Kecamatan Tembelang, Kecamatan Kesamben dan Kecamatan Ploso memiliki tingkat kelerengan antara 0% 2%. Kecamatan Mojowarno dan Kecamatan Jombang memiliki tingkat kelerengan 0% 5 %, Kecamatan Kabuh memiliki tingkat kelerengan 0% 40%. Kecamatan Bareng, Kecamatan Mojoagung dan Kecamatan Plandaan merupakan kecamatan yang mempunyai tingkat kelerengan yang bervariasi dari datar hingga terjal antara 0% >40 %. Kecamatan Wonosalam, Kecamatan Kudu dan Kecamatan Ngusikan merupakan wilayah yang berada pada kategori bergelombang hingga terjal. (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 6

15 Di sisi lain wilayah Kabupaten Jombang juga memiliki dan dilintasi oleh beberapa aliran sungai, diantaranya yaitu Sungai Brantas, Sungai Konto, Sungai Jarak, Sungai Pakel, Sungai Gunting, dan lain-lain. Selain itu di Kabupaten Jombang juga terdapat beberapa waduk serta embung diantaranya adalah Waduk Kepuhrejo, Waduk Grogol, Waduk Sidowayah, dan Waduk Brumbung. Secara geologis, wilayah Kabupaten Jombang didominasi oleh struktur geologi Alluvium (± 48,33 %), hasil gunung api kwarter tua (± 22,08 %), dan hasil gunung api kwarter muda (± 14,65 %). Sedangkan jenis tanah di wilayah Kabupaten Jombang didominasi oleh Regosol Coklat Keabuan, Latosol Coklat Kemerahan dan Alluvial Kelabu. Untuk wilayah Kecamatan Wonosalam jenis tanahnya adalah latosol coklat kemerahan. Kondisi ini tidak terlepas dari keberadaan wilayah Kabupaten Jombang yang berada di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas. Kabupaten Jombang memiliki iklim tropis, dengan suhu rata-rata 20 C 34 C. Menurut klasifikasi Schmidt Ferguson, Kabupaten Jombang termasuk tipe B (basah). Curah hujan rata-rata per tahun adalah mm. Berdasarkan peluang curah hujan tahunan, wilayah Kabupaten Jombang tergolong beriklim sedang sampai basah. Di bagian Tenggara dan Timur, curah hujan sedikit lebih besar. Sedangkan berdasarkan klasifikasi Oldeman yang mendasarkan pada jumlah bulan basah dan kering, maka Kabupaten Jombang termasuk ke dalam tipe D 4. Khusus untuk Kecamatan Wonosalam termasuk ke dalam tipe C 3 yang (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 7

16 mempunyai iklim sedang dengan bulan basah 5 6 bulan dan bulan kering 5 6 bulan (BPTP Jatim, 2001). Kondisi topografi Kabupaten Jombang sebagian besar merupakan dataran dan sebagian kecil merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Ketinggian wilayah Kabupaten Jombang berada pada kisaran 0 sampai meter di atas permukaan laut, yaitu ± 90 % dari luas wilayah berada pada ketinggian meter di atas permukaan laut dan ± 10 % berada pada ketinggian lebih dari 500 meter di atas permukaan laut. Kecamatan Wonosalam adalah salah satu kecamatan secara topografi berupa daerah pegunungan, dengan rata-rata kemiringan 40%. Luas wilayah Kecamatan Wonosalam adalah 121,63 km 2. Berdasarkan letak ketinggian, Kecamatan Wonosalam terbagi atas : ketinggian < 500 meter (63,65 km 2 ), ketinggian meter (51 km 2 ), dan ketinggian > 700 meter (7,22 km 2 ). Sedangkan berdasarkan kemiringan tanah terbagai atas : kemiringan 2 5 % (4,421 km 2 ), kemiringan % (1,35 km 2 ), dan kemiringan > 40 % (125 km 2 ). Kondisi-kondisi biogeofisik, sangat berpengaruh pada kegiatan penduduk di dalam memanfaatkan lahan yang ada. Dengan kondisi sebagaimana tersebut di atas, maka penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Jombang didominasi oleh sawah, pekarangan, tegalan atau kebun, dan hutan. Penggunaan lahan di Kabupaten Jombang meliputi kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan budidaya Kabupaten Jombang seluas Ha (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 8

17 adalah kawasan budidaya yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan. Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan, jenis kawasan lindung di wilayah Kabupaten Jombang seluas 1.887,01 Ha meliputi kawasan hutan lindung dan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya yang meliputi: kawasan resapan air serta kawasan perlindungan setempat yang meliputi: sempadan sungai, kawasan sekitar waduk, mata air, dan ruang terbuka hijau. Pada kawasan budidaya pertanian, penggunaan lahan di Kabupaten Jombang secara umum terdiri atas 2 bagian besar, yaitu lahan sawah dan lahan tegalan. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jombang, penggunaan lahan terbesar adalah untuk kegiatan budidaya pertanian yaitu mencapai 43,21% dari luas wilayah Kabupaten Jombang. Berdasarkan luas lahan sawah yang ada, jika dilihat dari jenis pengairannya maka 92.04% berpengairan teknis, 4.08 % sawah tadah hujan, 2.70 % sawah ½ teknis, dan 1.19 % sawah non teknis. Kecamatan penyumbang produksi padi terbesar tahun 2009 adalah Kecamatan Mojowarno dengan total produksi ton dan luas panen bersih sebesar Ha. Sedang Kecamatan Gudo memiliki produktivitas paling tinggi (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 9

18 yaitu 63,57 kw/ha dengan luas panen sebesar Ha. Hampir semua kecamatan di Kabupaten Jombang memiliki luas panen padi sawah meskipun terdapat dua Kecamatan yang relatif kecil luas panennya, yaitu Kecamatan Wonosalam (1.158 Ha) dan Kecamatan Ngusikan (1.080 Ha). Kawasan perkebunan yang ada di Kabupaten Jombang dikembangkan berdasarkan potensi yang ada di wilayah masing-masing berdasarkan prospek ekonomi yang dimiliki. Pengembangan kawasan perkebunan diarahkan untuk meningkatkan peran serta, efisiensi, produktivitas dan keberlanjutan, dengan mengembangkan kawasan industri masyarakat perkebunan yang selanjutnya disebut Kimbun. Berdasarkan komoditasnya, pengembangan perkebunan dibagi dalam dua kelompok yakni perkebunan tanaman tahunan seperti cengkeh, kopi, coklat, karet, dan perkebunan tanaman semusim antara lain berupa tebu, panili, dan tembakau. Lokasi pengembangan kawasan perkebunan tanaman tahunan meliputi : Kecamatan Bareng, Kecamatan Wonosalam, dan Kecamatan Mojowarno. Sedangkan lokasi pengembangan kawasan perkebunan tanaman semusim meliputi Kecamatan Ploso, Kecamatan Kabuh, Kecamatan Kudu, Kecamatan Ngusikan, Kecamatan Plandaan, Kecamatan Gudo, Kecamatan Jogoroto, Kecamatan Mojoagung, Kecamatan Kesamben, Kecamatan Sumobito, Kecamatan Tembelang, Kecamatan Diwek, Kecamatan Perak, Kecamatan Mojowarno, dan Kecamatan Peterongan. (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 10

19 Sementara itu di Kabupaten Jombang juga terdapat kawasan rawan bencana berupa gempa tektonik terjadi akibat adanya patahan Ploso yang walaupun sudah lama tidak aktif, namun perlu diwaspadai. Yakni berada di wilayah Kecamatan Plandaan, Kecamatan Kabuh, Kecamatan Ngusikan, sebagian Kecamatan Megaluh dan Kecamatan Bandarkedungmulyo. Juga terdapat kawasan rawan bencana berupa gerakan tanah/tanah longsor/erosi adalah Kecamatan Bareng, Kecamatan Wonosalam, Kecamatan Mojoagung, Kecamatan Ngusikan dan Kecamatan Plandaan. Beberapa bagian wilayah di kecamatan tersebut mempunyai kelerengan diatas 40% dengan luas sekitar 7.753,6 Ha. Diluar itu secara historis, di Kabupaten Jombang terdapat kawasan rawan bencana banjir atau genangan yaitu : 1) Kecamatan Plandaan, meliputi Desa Plandaan, Tondowulan, Sumberjo, Jipurapah, Pojoklitih, Bangsri, Gebangbunder dan Kampungbaru; 2) Kecamatan Ngusikan, meliputi Desa Kedungbogo, Ketapangkuning, dan Keboan yang berasal dari luapan sungai Marmoyo; 3) Kecamatan Kudu, meliputi Desa Katemas, Sidokaton, Bakalanrayung, Made, Kepuhrejo, Sumberteguh dan Kudubanjar yang berasal dari luapan sungai. Marmoyo dan menimbulkan tanah longsor; 4) Kecamatan Ploso, meliputi Desa Ploso, Rejoagung, Jatigedong, Gedongombo, Losari, Pagertanjung, Bawangan, dan Tanggungkramat akibat luapan sungai Marmoyo dan sungai Brantas (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 11

20 5) Kecamatan Kesamben, meliputi Desa Pojokrejo, Jombok, Carangrejo, Watudakon, Kedungmlati, Podoroto, Jombatan, Kedungbetik, dan Pojokkulon; 6) Kecamatan Tembelang, meliputi Desa Kalikejambon, Kedunglosari, Kedungotok, Mojokrapak, Pesantren, Tembelang, Sentul dan Gabusbanaran serta pernah terjadi angin puyuh/puting beliung; 7) Kecamatan Megaluh, meliputi Desa Balongsari, Sumbersari, Ngogri dan Sidomulyo; 8) Kecamatan Peterongan, meliputi Desa Ngrandulor, Bongkot, Tengaran, Sumberagung, Dukuhklopo, Kebontemu, Morosunggingan, Tugusumberjo, dan Peterongan; 9) Kecamatan Jombang, meliputi Desa Jombang, Sumberjo, Banjardowo, Plosogeneng, Pulolor dan Dapurkejambon; 10) Kecamatan Bandar Kedungmulyo, meliputi Desa Karangdagangan, Tinggar, Banjarsari, Gondangmanis, dan Barongsawahan; 11) Kecamatan Sumobito, meliputi Desa Brudu, Badas, Nglele, Sebani, Segodorejo, Kedungpapar, Sumobito, Budug, Kendalsari, Talunkidul, dan Madiopuro; 12) Kecamatan Mojoagung, meliputi Desa Kademangan, Mancilan, Miagan, Betek, Karobelah, Mojotrisno, Janti, Gambiran, dan Kedunglumpang, 13) Kecamatan Gudo, meliputi Desa Gudo, Pucangro, Bugasur Kedaleman, Plumbon Gambang, Godong, dan Krembangan; (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 12

21 14) Kecamatan Jogoroto, meliputi Desa Jogoroto, Ngumpul, Jarakkulon, Sawiji, dan Mayangan; 15) Kecamatan Mojowarno, meliputi Desa Karanglo, Gondek, Mojojejer, Selorejo, Catakgayam, dan Grobogan. 16) Kecamatan Diwek di Desa Keras Demografi Berdasarkan hasil laporan Sensus Penduduk 2010, penduduk Kabupaten Jombang berjumlah jiwa, terdiri dari jiwa penduduk bertempat tinggal tetap dan 57 jiwa penduduk bertempat tinggal tidak tetap. Dari total penduduk tersebut, 49,70% diantaranya atau sebanyak jiwa laki-laki sedangkan selebihnya yaitu 50,30% atau sebanyak jiwa perempuan. Penyebaran penduduk Kabupaten Jombang Tahun 2010 cukup merata di wilayah kecamatan. Sebaran penduduk terbanyak yaitu 11,41% penduduk tinggal di Kecamatan Jombang sebagai pusat pemerintahan. Sebaran terbanyak kedua sebesar 8,43% berada di Kecamatan Diwek, dan berikutnya adalah Kecamatan Mojowarno sebesar 7,12%. Tiga kecamatan dengan distribusi penduduk terendah yaitu Kecamatan Wonosalam, Kecamatan Kudu, dan Kecamatan Ngusikan masing-masing dengan persentase sebesar 2,55% ; 2,33% ; dan 1,73%. Rasio jenis kelamin Kabupaten Jombang adalah 99, artinya setiap 100 penduduk perempuan terdapat 99 penduduk laki-laki. Sex rasio terbesar terdapat di Kecamatan Wonosalam dan Kecamatan Diwek yaitu sebesar 102. Pada urutan (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 13

22 berikutnya di Kecamatan Mojowarno dan Kecamatan Jogoroto sebesar 101, dan pada urutan terkecil berada pada Kecamatan Kabuh dan Kecamatan Jombang dengan sex rasio sebesar 96. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk menurut hasil Sensus Penduduk 2000 yang sebesar , maka terdapat penambahan jumlah penduduk sebanyak jiwa. Ini berarti bahwa laju pertumbuhan penduduk selama 10 tahun terakhir rata-rata sebesar 0,64% per tahun. Kecamatan dengan laju pertumbuhan penduduk tertinggi berada di Kecamatan Jogoroto dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,19%, pada urutan berikutnya adalah Kecamatan Jombang sebesar 0,95% dan pada urutan ketiga berada di Kecamatan Peterongan sebesar 0,89%. Kecamatan dengan tingkat laju pertumbuhan penduduk terendah yaitu Kecamatan Plandaan yaitu sebesar 0,15% dan berikutnya Kecamatan Kudu sebesar 0,25%. Dengan luas wilayah sebesar 1.159,50 km 2, maka kepadatan penduduk Kabupaten Jombang adalah sebanyak jiwa/km 2. Kecamatan Jombang merupakan kecamatan tingkat kepadatan penduduk tertinggi yaitu sebesar jiwa/km 2, selanjutnya Kecamatan Jogoroto dengan tingkat kepadatan jiwa/km 2 dan Kecamatan Peterongan dengan tingkat kepadatan mencapai jiwa/km 2. Sementara kepadatan terendah berada di Kecamatan Wonosalam dengan tingkat kepadatan sebesar 252 jiwa/km 2 (Anonim, 2000 b ). (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 14

23 2.3. Kondisi dan Potensi Ekonomi Pertumbuhan PDRB Dalam rentang waktu 4 (empat) tahun terakhir perkembangan PDRB Kabupaten Jombang baik berdasarkan harga berlaku maupun harga konstan menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Hal ini ditunjukkan dengan semakin meningkatnya nilai tambah barang dan jasa yang diindikasikan dengan pesatnya peningkatan nilai PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dari sebesar Rp ,- pada tahun 2007 menjadi sebesar Rp ,- pada tahun 2008, pada tahun 2009 sebesar Rp ,- dan diproyeksikan meningkat menjadi ,- pada tahun Capaian PDRB ADHB proyeksi tahun 2010 ini sudah melampaui angka yang ditargetkan dalam Kebijakan Umum Perubahan APBD Tahun Anggaran 2010 yakni sebesar ,-. Selain itu struktur perekonomian wilayah Kabupaten Jombang juga semakin kokoh yang diindikasikan dengan semakin meningkatnya PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) yaitu dari sebesar Rp ,- pada tahun 2007, menjadi sebesar Rp ,- pada tahun 2008, meningkat menjadi sebesar Rp ,- pada tahun 2009, dan pada tahun 2010 diproyeksikan meningkat menjadi sebesar Rp ,-. Angka proyeksi capaian PDRB ADHK tahun 2010 sedikit di atas angka yang ditargetkan dalam Kebijakan Umum Perubahan APBD Tahun Anggaran 2010 yakni sebesar ,- (Anonim, 2000 c ). Adapun kecenderungan (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 15

24 peningkatan PDRB sejak tahun 2007 hingga 2010 adalah sebagaimana terlihat pada Gambar 1. Jika ditinjau dari perkembangan kontribusi sektor penyangga PDRB Kabupaten Jombang pada kurun waktu tahun 2007 sampai dengan 2010, dari sisi nilai menunjukan peningkatan pada semua sektor termasuk untuk empat sektor penyangga utama, yakni pertanian, industri pengolahan, perdagangan, dan jasa. Namun bila dilihat dari persentase kontribusi untuk masing-masing sektor terlihat pelambatan pertumbuhan yang terjadi pada dua sektor penyangga utama yakni pada pertanian dan industri pengolahan yang disebabkan oleh anomali iklim yang terjadi secara nasional. (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 16

25 Sumber data: BPS Kabupaten Jombang (diolah) Gambar 1. PDRB Kabupaten Jombang Tahun Diharapkan ke depan sektor-sektor pendorong PDRB ini bisa lebih dipacu pertumbuhannya terutama pada empat sektor penyangga utama, termasuk dua sektor yang diprediksikan akan menjadi mesin-mesin pertumbuhan ekonomi baru di Kabupaten Jombang yaitu sektor Angkutan dan Komunikasi serta sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan. Perkembangan kontirbusi sektor dalam PDRB tahun 2007 sampai dengan 2011 sebagaimana tercantum dalam Tabel 1 di bawah ini : (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 17

26 Tabel 1. Perkembangan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun 2007 s.d 2011 Atas Dasar Harga Berlaku (Hb) dan Harga Konstan (Hk) Kabupaten Jombang NO Sektor Hb Hk Hb Hk Hb Hk Hb Hk Hb Hk 1 Pertanian 0,05% 0,05% -1,78% -1,92% -1,32% -1,32% 1,04% -2,76% -0,67% -1,32% 2 Pertambangan& Penggalian -2,43% -2,43% -2,73% -2,38% -1,17% -0,83% -1,41% -2,53% -1,29% -1,43% 3 Industri Pengolahan -0,37% -0,37% -1,90% -1,64% -1,05% -1,98% -1,51% -0,53% -0,74% -1,06% 4 Listrik,Gas&Air bersih -5,37% -5,37% -4,62% -0,99% -5,50% -2,10% -8,74% 2,80-2,98% -0,87% 5 Konstruksi -3,87% -3,87% 12,80% -3,70% -3,00% -2,90% 3,11-0,51% 1,90% -2,51% 6 Perdagangan, Hotel, & Restoran 1,24% 1,24% -1,70% 2,52% 1,01% 1,66% 1,65 2,93-0,26% 1,51% 7 Pengangkutan & Komunikasi -2,64% -2,64% -4,13% 2,41% 3,26% 3,52% -7,14% -0,71% 0,05% 1,52% 8 Keuangan, sewa, & Js. Perusahaan 0,22% 0,22% -0,19% 0,54% 1,07% -0,24% -9,87% -0,50% 0,26% 0,38% 9 Jasa-jasa -1,04% -1,04% 13,61% 0,06% 1,59% 0,43% -0,18% 0,00% 3,21% 0,08% Sumber data: BPS Kabupaten Jombang (diolah) Pertumbuhan Ekonomi Secara umum laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Jombang dalam empat tahun terakhir berada pada rentang masa-masa pemulihan ekonomi setelah sempat mengalami stagnasi, artinya kondisi perekonomian di Kabupaten Jombang saat ini tetap menunjukkan tren pertumbuhan yang positif walaupun terjadi penurunan tingkat pertumbuhan. Mulai tahun 2007 sampai dengan 2009 tingkat pertumbuhan ekonomi terus mengalami penurunan, yakni 6,07% pada tahun 2007 turun menjadi 5,98% tahun 2008, turun lagi menjadi sebesar 5,27% tahun Sedangkan pada tahun 2010 dari angka sementara yang dirilis, terjadi kenaikan yang cukup signifikan diprediksi mencapai 6,41%. Kondisi ini tentunya cukup menggembirakan dan menandakan bahwa perkembangan perekonomian di wilayah Kabupaten Jombang sudah mulai kembali pada jalur yang sesuai dengan (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 18

27 harapan. Namun demikian masih diperlukan upaya-upaya yang lebih baik di dalam upaya percepatan pertumbuhan ekonomi di wilayah Kabupaten Jombang. Capaian pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010 ini sudah melampaui target yang tercantum di dalam dokumen Kebijakan Umum Perubahan Anggaran Tahun 2010 yaitu sebesar 6% (Anonim, 2000 b ). Meskipun selama empat tahun terakhir pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Jombang cenderung tidak stabil bahkan cenderung melambat, secara umum kondisi perekonomian makro Kabupaten Jombang mulai menunjukan perkembangan yang cukup baik, apalagi jika merujuk pada pertumbuhan yang cukup tinggi selama tahun Pada tahun 2010, berdasarkan angka sementara hasil perhitungan PDRB, tahun 2010 tersebut seluruh sektor lapangan usaha mampu mencatat peningkatan laju pertumbuhan, tetapi beberapa sektor lapangan usaha lainnya mengalami sedikit pelambatan. Selanjutnya kecenderungan laju pertumbuhan ekonomi sejak adalah sebagaimana pada Gambar 2 di bawah ini : (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 19

28 7 6 6,28 6,07 5,9 5,98 6,67 6,41 5 5,27 5, Provinsi Jawa Timur Kabupaten Jombang Sumber data: BPS (diolah) Gambar 2. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Jombang dan Provinsi Jawa Timur Tahun (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 20

29 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Definisi Lubang Resapan Biopori Lubang Resapan Biopori (LRB) adalah lubang silindris yang dibuat secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter cm dan kedalaman sekitar 100 cm atau dalam kasus tanah dengan permukaan air tanah dangkal, tidak sampai melebihi kedalaman muka air tanah. Lubang diisi dengan sampah organik. Sampah berfungsi menghidupkan mikroorganisme tanah, seperti cacing tanah. Cacing ini nantinya bertugas membentuk pori-pori atau terowongan dalam tanah (biopori). Biopori secara harfiah merupakan lubang-lubang (pori-pori makro) di dalam tanah yang dibuat oleh jasad biologi tanah. Lubang cacing tanah, lubang tikus, lubang marmut, lubang anjing prairi, lubang semut, rayap, dan lain-lain, termasuk lubang bekas akar yang mati dan membusuk, merupakan contoh-contoh dari biopori di dalam tanah. Biopori dalam tanah ini sangat optimal keberadaannya di daerah yang tidak terganggu seperti pada lahan hutan dan kebun campuran. Pada lahan pertanian intensif dan di kawasan pemukiman, biopori sangat sedikit dijumpai, karena kehidupan jasad biologi tanah tersebut terganggu oleh berbagai aktivitas manusia, juga oleh pengaruh limbah dan aplikasi pestisida, sehingga tanah menjadi sangat padat. Keberadaan biopori yang banyak, akan mempertinggi daya serap tanah terhadap air, karena air akan lebih mudah masuk ke dalam tubuh (profil) tanah. (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 21

30 Lubang biopori yang dibuat sedalam 1 meter dengan diameter lubang sekitar 0,10 meter maka dapat menampung air sebanyak 0,03 m 3 (30 liter). Bila jarak antar biopori tersebut 2 x 2 meter maka akan terdapat sebanyak lubang biopori per hektar yang berarti dapat menampung tambahan air sebanyak 75 m 3 atau setara dengan liter air per hektar. Ini belum termasuk banyaknya air yang dijerap oleh serasah organik yang dimasukkan ke dalam biopori tersebut yang dapat menyerap air 2 kali lebih besar dari bobot bahan organiknya. Serasah organik yang dapat ditampung oleh lubang biopori sedalam 1 meter dengan diameter 0,10 meter tersebut sebanyak 2,0 3,2 kg bahan segar. Dalam waktu sekitar 21 hari, bahan organik segar dalam lubang biopori ini dapat menjadi kompos. Kompos ini dapat pula dipanen untuk pupuk (yang kemudian disebut dengan Kombipor atau kompos biopori). Teknik kombipor ini efektif pula dalam penanggulangan sampah organik (sampah basah) pada skala (penanggulangan) sampah rumah tangga. Selain itu, air yang masuk ke dalam lubang biopori tersebut dapat dengan mudah bergerak di dalam profil tanah (perkolasi) masuk ke dalam air bawah tanah (ground water). Lubang Resapan Biopori (LRB) merupakan teknologi yang berpotensi meningkatkan daya dukung lingkungan. Menurut Brata dan Nelistya (2008), lubang resapan biopori merupakan lubang berbentuk silindris berdiameter sekitar 10 cm yang digali di dalam tanah. Kedalamannya tidak melebihi muka air tanah, yaitu sekitar 100 cm dari permukaan air tanah. LRB dapat meningkatkan kemampuan tanah dalam meresapkan air. Air tersebut meresap melalui biopori (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 22

31 yang menembus permukaan dinding LRB ke dalam tanah di sekitar lubang. Dengan demikian, akan menambah cadangan air dalam tanah serta menghindari terjadinya aliran air di permukaan tanah (Gambar 3). Gambar 3. Prinsip Pembuatan Lubang Resapan Biopori (LRB) Pembuatan LRB pada setiap jenis penggunaan tanah dapat mempermudah pemanfaatan sampah organik dengan memasukkannya ke dalam tanah. Dengan demikian, setiap pengguna lahan dapat memfungsikan tanahnya masing-masing sebagai penyimpan karbon (carbon sink) untuk mengurangi emisi karbon ke atmosfir. Karbon yang tersimpan di dalam tanah berbentuk humus dan biomassa dalam tubuh aneka ragam biota tanah, selain tidak diemisikan juga juga sangat penting untuk memelihara kesuburan tanah yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman sebagai pengguna/penyerap karbon di atmosfir (Brata dan Nelistya, 2008). (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 23

32 Penambahan sampah organik pada LRB bertujuan untuk merangsang terbentuknya biopori. Biopori yang terbentuk akan membantu meningkatkan laju peresapan air. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia /Nomor : P. 32/MENHUT-II/2009/Tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTkRHL-DAS), disebutkan bahwa untuk setiap 100 m 2 lahan idealnya Lubang Resapan Biopori (LRB) dibuat sebanyak 30 titik dengan jarak antara 0,5 1,0 meter. Dengan kedalaman 1 meter dan diameter 0,10 meter setiap lubang bisa menampung 7,8 liter sampah (Gambar 4). Sampah dapur dapat menjadi kompos dalam jangka waktu hari, sementara sampah kebun berupa daun dan ranting bisa menjadi kompos dalam waktu 2 3 bulan. Namun, secara spesifik jumlah Lubang Resapan Biopori yang sesuai pada suatu wilayah tertentu dengan luasan tertentu dan intensitas hujan tertentu pula, dihitung dengan persamaan : n I * L v Keterangan : n : Jumlah Lubang Resapan Biopori I : Intensitas hujan terbesar dalam 10 tahun (mm/detik) L : Luas bidang kedap air (m 2 ) v : Laju rembesan air rata-rata per lubang (m 3 /detik) (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 24

33 Sebagai contoh, untuk daerah dengan intensitas hujan 50 mm/jam (hujan lebat), dengan laju peresapan air per lubang 3 liter/menit (180 liter /jam) pada 100 m 2 bidang kedap perlu dibuat sebanyak (50 x 100)/180 = 28 lubang 3.2. Implikasi Aplikasi Lubang Resapan Biopori Pembuatan lubang resapan biopori akan meningkatkan kemampuan lingkungan dalam menopang kehidupan di atasnya. Menurut Brata dan Purwakusuma (2008), bahwa teknologi lubang resapan biopori (LRB), dikembangkan berdasarkan prinsip menjaga kesehatan ekosistem tanah untuk mendukung adanya keanekaragaman hayati dalam tanah oleh tersedianya cukup air, udara, dan sumber makanan (bahan organik). Sistem peresapan berbasis biopori adalah teknologi tepat guna dan ramah lingkungan yang dapat memberikan banyak manfaat, antara lain : (1) meningkatkan laju peresapan air dan cadangan air tanah, (2) memudahkan pemanfaatan sampah organik menjadi kompos, (3) meningkatkan peranan aktivitas biodiversitas tanah dan akar tanaman, (4) mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh genangan air seperti penyakit demam berdarah dan malaria. (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 25

34 Gambar 4. Penampang Lubang Resapan Biopori Adapun manfaat utama dari LRB adalah kemampuannya meningkatkan peresapan air hujan ke dalam tanah. Kemampuan LRB dalam meresapkan air dipengaruhi oleh diameter lubang yang dibuat. Hubungan diameter lubang dengan beban resapan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hubungan Diameter Lubang dengan Beban Resapan dan Pertambahan Luas Permukaan Resapan Diameter lubang (cm) Mulut Lubang (cm 2 ) Luas Dinding (m 2 ) Pertambahan luas (kali) Volume (liter) Beban Resapan (liter/m 2 ) , , , Sumber : Brata dan Nelistya, (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 26

35 Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa LRB berdiameter 10 cm dengan kedalaman 100 cm hanya menggunakan permukaan horizontal 79 cm 2 menghasilkan permukaan vertikal seluas dinding lubang 0,314 m 2, berarti memperluas 40 kali yang dapat meresapkan air. Volume air yang masuk tertampung maksimum 7,9 liter akan dapat meresap ke segala arah melalui dinding lubang, akan menimbulkan beban resapan maksimal 25 liter/m 2. Perluasan permukaan resapan akan menurun dan beban resapan akan meningkat dengan peningkatan diameter lubang. Sebagai contoh, bila diameter lubang 100 cm mendekati diameter sumur, perluasan permukaan yang diperoleh hanya 4 kali dengan beban resapan mengakibatkan penurunan laju peresapan air karena terlalu lebarnya zona jenuh air di sekeliling dinding lubang, apalagi bila sebagian permukaan resapan dikedapkan sebagai penguat dinding (Brata dan Nelistya, 2008). Selain mampu meresapkan air LRB juga dapat mengomposkan sampah organik. Menurut Putra (2010), bahwa jumlah sampah organik yang dibutuhkan untuk mengisi LRB dengan kedalaman 100 cm dan diameter 10 cm adalah 7,2 7,9 kg selama kurun waktu 8 minggu. Artinya dalam sehari setiap LRB mampu menampung 0,13 kg sampah. Dengan asumsi produksi sampah per kapita sebesar 0,8 kg dan 60 % nya adalah sampah organik setiap individu akan menghasilkan 0,48 kg dan LRB yang dibutuhkan adalah 3,7 LRB. Agar LRB dapat berfungsi secara optimum diperlukan jumlah yang ideal. Menurut Brata dan Nelistya (2008), bahwa jumlah LRB ideal ditentukan (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 27

36 dengan mengalikan luas bidang kedap dengan intensitas hujan dan dibagi laju peresapan air per lubang. Bidang kedap dengan luas 100 m 2 dengan intensitas hujan 50 mm/jam dan laju peresapan air per lubang 3 liter/menit membutuhkan 28 LRB. Dengan asumsi bahwa bidang kedap tersebut adalah rumah dan ditempati 10 orang dan dibuat LRB sesuai dengan jumlah ideal, tentu 75,67 % sampah organik dapat tertampung kedalam LRB Fungsi Biopori a. Mengatasi banjir karena meningkatkan daya resapan air. Air hujan tidak harus dari talang atau saluran air yang masih bersih, akan tetapi air yang bercampur tanahpun dapat di masukkan. b. Mengatasi sampah karena dapat mengubah sampah organik menjadi kompos. Sampah rumah tangga (yang organik) dapat dimasukkan ke dalam lubang biopori, sehingga mengurangi penumpukan sampah rumah tangga. c. Mengurangi emisi dari kegiatan mengkompos sampah organik. Sampah organik yang telah dimasukkan ke dalam lubang resapan ini, dapat diambil setelah 1 2 bulan, dapat dijadikan pupuk hijau (kompos). Kemudian kompos yang telah diambil, lubang dapat digunakan lagi untuk membuang sampah organik. d. Menyuburkan tanah. Sampah dedaunan, dari pada dibakar, akan lebih bagus dimasukkan dalam lubang ini, sehingga sampah daun akan busuk dan dapat (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 28

37 menyuburkan tanah. Lubang akan lebih baik lagi bila dibuat di sekitar pohon buah, pohon peneduh, akan membantu menyuburkan tanaman. e. Mengatasi masalah timbulnya genangan air penyebab demam berdarah dan malaria. Biasanya di tanah lapang, seperti halaman rumah, lapangan bola atau fasilitas olahraga yang masih belum di semen, ada bebarapa tempat yang air sulit meresap. Biopori dapat dibuat di tempat tersebut dan membantu meresapkan air ke dalam tanah. Kehadiran lubang resapan biopori secara langsung akan menambah bidang resapan air, setidaknya sebesar luas kolom atau dinding lubang. Sebagai contoh bila lubang dibuat dengan diameter 10 cm dan dalam 100 cm maka luas bidang resapan akan bertambah sebanyak cm 2 atau hampir 1/3 m 2. Dengan kata lain suatu permukaan tanah berbentuk lingkaran dengan diamater 10 cm, yang semula mempunyai bidang resapan 78,5 cm 2 setelah dibuat lubang resapan biopori dengan kedalaman 100 cm, luas bidang resapannya menjadi cm 2. f. Terhindar berbagai jenis penyakit. Tumpukan sampah yang dibuang terbuka dan telah membusuk, akan mengundang berbagai penyakit dan penyebarnya seperti lalat. Bila sampah rumah tangga seperti sisa makan, sayuran atau dedaunan lain dimasukkan ke dalam lubang yang tertutup, akan mengurangi atau mencegah penyakit (Gambar 5). (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 29

38 Gambar 5. Skema Fungsi Lubang Resapan Biopori (LRB) 3.4. Lubang Barokah Lubang barokah yaitu lubang dengan kedalaman 1 meter serta luas 1 x 1 meter, yang dibuat disebuah petak perkebunan atau tanah tegalan seluas satu hektar dengan jumlah minimal 20 lubang. Ini teknologi lama yaitu rorak yang kemudian dikembangkan. Pembuatan lubang barokah dapat memberikan banyak manfaat. Manfaat itu diantaranya untuk menampung bahan organik yang ada di sekitar kebun atau tegal, seperti daun kering dan limbah pertanian lainnya. Hal ini berarti memberi ruang hidup untuk mikroba dalam tanah dan jika terjadi proses dekomposisi pada bahan organik yang ada nantinya juga dapat berguna bagi usaha pertanian. (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 30

39 Teknologi lubang barokah memiliki keunggulan, yaitu dapat menampung resapan air hujan dalam jumlah yang cukup besar. Sebagaimana diketahui, aliran air tanah yang tidak terserap dapat mengakibatkan erosi termasuk pengangkutan tanah yang menyebabkan longsor. Tentunya dilihat dari sisi konservasi lahan juga bisa mengendalikan agar tidak terjadi banjir. Pembuatan lubang barokah yang merupakan upaya konservasi air adalah untuk menampung air dan meresapkannya ke dalam tanah serta dimaksudkan untuk mengurangi aliran air permukaan dan menampung sedimen akibat proses erosi. Lokasi pembuatan lubang barokah adalah : a. Daerah/lokasi yang aliran air permukaan dan tingkat sedimentasinya tinggi b. Lahan pertanian, pekarangan, perkebunan, hutan dan tepi jalan. Tujuan pembuatan lubang barokah adalah : a. Mengurangi aliran air permukaan b. Meningkatkan proses pengendapan sedimen agar tidak terbawa aliran air permukaan c. Dapat digunakan sebagai rumah kompos d. Meningkatnya air tanah Pemeliharaan lubang barokah : a. Memindahkan endapan pada lubang barokah ke bidang olah atau tanaman disekitar sebagai pupuk. b. Memindahkan lubang barokah pada sisi yang lain atau bagian sisi tanaman. (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 31

40 c. Sebagai cadangan pupuk organik. Cara pembuatan lubang barokah : a. Lubang barokah dibuat di antara tanaman pokok (tanaman semusim/tanaman tahunan/ tanaman keras). b. Lubang barokah dapat berupa lubang biasa (dangkal/dalam) atau berupa saluran buntu. Saluran memanjang yang tidak dihubungkan dengan saluran lain atau saluran pembuangan air. c. Ukuran lubang barokah disesuaikan dengan, antara lain curah hujan, jenis tanah dan keperluannya. Misal : 100 x 100 x 100 cm ; 100 x 60 x 40 cm ; atau 80 x 40 x 40 cm. d. Lubang barokah dibuat dalam 1 ha ± 20 titik. Juga berfungsi sebagai area resapan Kadar Air Tanah Sebagian air yang diperlukan oleh tumbuhan berasal dari tanah (disebut air tanah). Air ini harus tersedia pada saat tumbuhan memerlukannya. Air merupakan bagian penyusunan tubuh tumbuhan. Air tanah berfungsi sebagai pelarut unsur hara dalam tanah. Reaksi-reaksi kimia dalam tanah hanya berlangsung bila terdapat air. Pelepasan unsur-unsur hara dari mineral primer terutama juga karena pengaruh air, sebaliknya kemampuan air menghanyutkan unsur-unsur dapat pula dimanfaatkan untuk mencuci garam-garam beracun yang berlebihan dalam tanah. (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 32

41 Dengan adanya vegetasi atau tanaman pada suatu lahan akan dapat meningkatkan kadar air kapasitas lapang dan kadar air maksimum, hal ini disebabkan oleh pemberian mulsa hasil pangkasan yang menjadi bahan organik, yang diketahui bahwa bahan organik dapat mengikat air sampai enam kali beratnya sendiri sehingga kemampuan infiltrasi pun tinggi. Cara biasa menyatakan jumlah air yang terdapat dalam tanah adalah dalam persen terhadap tanah kering. Kadar air juga dapat dinyatakan dalam persen volume, yaitu persentase volume air terhadap volume tanah. Cara ini mempunyai keuntungan karena dapat memberikan gambaran tentang ketersediaan air bagi tumbuhan pada volume tanah tertentu (Hakim, ddk, 1986) Infiltrasi Infiltrasi adalah aliran masuknya air kedalam tanah sebagai akbiat gaya kapiler (gerakan air kearah vertikal). Setelah tanah lapisan atas jenuh, kelebihan air tersebut mengalir ke tempat yang lebih dalam sebagai akibat gaya gravitasi bumi yang dikenal sebagai proses perkolasi. Laju maksimal gerakan air masuk kedalam tanah dinamakan kapasitas infiltrasi. Ketika air hujan jatuh pada permukaan tanah, tergantung pada kondisi biofisik permukaan, sebagian atau seluruh air hujan tersebut akan masuk ke dalam tanah melalui pori-pori permukaan tanah. Proses mengalirnya air hujan ke dalam tanah disebabkan gaya gravitasi dan gaya kapiler tanah. Laju infiltrasi yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi dibatasi oleh besarnya diameter pori-pori tanah (Asdak, 2002). (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 33

42 Kemampuan sistem lahan dalam meretensi air hujan sangat tergantung kepada karakteristik sistem tajuk dan perakaran tipe vegetasi penutupnya. Sistem tata guna lahan dengan vegetasi penutup bertipe pohon yang disertai dengan adanya tumbuhan penutup tanah adalah sistem lahan yang mempunyai kemampuan meretensi air hujan lebih baik dari pada sistem lahan tingkat semai/semak. Dengan demikian vegetasi tingkat pohon mempunyai fungsi yang lebih baik untuk meningkatkan kapasitas infiltrasi dan menyimpan air (Suharto, 2006) Pukulan butir-butir hujan pada permukaan tanah yang terbuka menghancurkan dan mendisfersikan agregat tanah yang menyebabkan penyumbatan pori tanah di permukaan. Hal ini akan menurunkan laju infiltrasi. Penurunan infiltrasi dapat juga terjadi karena pengalihan lahan, salah olah, dan pemadatan tanah akibat penggunaan alat-alat berat. Laju infiltrasi yang tinggi tidak hanya meningkatkan jumlah air yang tersimpan dalam tanah untuk pertumbuhan tanaman, tetapi juga mengurangi banjir dan erosi yang diaktifkan oleh run off. Menurut Suryatmojo (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi laju infiltrasi antara lain : a) Karakteristik permukaan lahan Karakteristik permukaan lahan yang mempengaruhi proses infiltrasi adalah kepadatan tanah (curah hujan, debu dan liat yang terbawa aliran vertikal, kandungan liat, lalu lintas hewan). Sifat dan jenis tanaman penutup tanah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 34

43 mengurangi efek curah hujan, akar tumbuhan akan menyebabkan struktur tanah gembur, dan diatas permukaan tanah dapat mengurangi laju aliran. b) Transmisi lapisan tanah Sifat transmisi lapisan tanah tergantung pada lapisan-lapisan dalam tanah. Lapisan tanah dibedakan menjadi empat horizon, yaitu : Horizon A, yang teratas sebagai bahan organic tanah Horizon B, merupakan akumulasi dari bahan koloidal A, ketebalan permeabilitas sangat meneguhkan laju infiltrasi Horizon C, kadang-kadang disebut sub soil, terbentuk dari pelapukan bahan induk Horizon D, merupakan bahan in duk (beb rock) Laju infiltrasi umumnya tergantung dari horizon A dan B, karena kapasitas infiltrasi C tidak akan terpenuhi oleh laju infiltrasi, sedangkan D tidak tertembus air, sehingga sifat transmisi lapisan tanah dikelompokkan menjadi dua fenomena, yaitu : Jika kapasitas perkolasi lebih besar dari pada kapasitas infiltrasi, maka lapisan di bawah lapisan permukaan tidak akan jenuh dan laju infiltrasi ditentukan oleh infiltrasi Jika kapasitas perkolasi lebih kecil dari pada kapasitas infiltrasi, maka lapisan bawah akan jenuh air dan laju infiltrasi ditentukan oleh infiltrasi ditentukan oleh laju perkolasi (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 35

44 c) Pengatusan dari kapasitas penampungan Pengatusan kapasitas penampungan porositas tanah akan menentukan kapasitas penampungan untuk air infiltrasi, juga menahan aliran permukaan. semakin besar porositas maka kapasitas menampung air infiltrasi semakin besar. Proses infiltrasi akan meningkatkan kadar air pada kondisi kapasitas lapang, dimana kandungan air dalam tanah maksimum yang dapat ditahan oleh partikel tanah terhadap gaya tarik bumi Bobot Isi Tanah Tanah adalah campuran butir-butir dari berbagai ukuran dan bahwa ada hubungan yang erat antara penyebaran besar butir dan sifat tanah. Para ahli menyatakan berat tanah dalam istilah kerapatan butir-butir yang menyusun tanah. Biasanya ditetapkan sebagai massa atau berat satuan solum tanah padat dan disebut kerapatan butir. Dalam sistem metrik kerapatan butir biasanya dinyatakan dengan istilah gram per sentimeter kubik. Jadi, satu sentimeter kubik tanah padat beratnya 2,6 gram kerapatan butir ialah 2,6 gram per sentimeter kubik. Meskipun terdapat kisaran besar dalam kisaran kerapatan mineral tanah, gambaran untuk kebanyakan tanah mineral biasanya bervariasi antara batas yang sempit yaitu antara 2,60 sampai 2,75 gram per sentimeter kubik. (Anonim, 2010 b ) Nilai berat suatu tanah digunakan secara luas. Ini diperlukan untuk konversi prosentase air dalam berat ke kandungan air volume untuk menghitung porositas jika berat jenis partikelnya diketahui dan untuk memperkirakan berat (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 36

LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI JOMBANG I BAB

LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI JOMBANG I BAB LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI JOMBANG 2009-203 I BAB I LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI JOMBANG 2009-203 A. DASAR HUKUM Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Akhir Masa Jabatan Bupati dimaksudkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan,

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN BAB I PENDAHULUAN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN BAB I PENDAHULUAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2014-2018 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-undang

Lebih terperinci

I. KONDISI UMUM WILAYAH A. Luas dan Batas Wilayah

I. KONDISI UMUM WILAYAH A. Luas dan Batas Wilayah KABUPATEN JOMBANG I. KONDISI UMUM WILAYAH A. Luas Batas Wilayah Secara administrasi, Kabupaten Jombang terbagi menjadi 21 kecamatan yang terdiri dari 302 desa 4 kelurahan serta 1.258 dusun. Luas wilayah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol Tanah Latosol adalah tipe tanah yang terbentuk melalui proses latosolisasi. Proses latosolisasi memiliki tiga proses utama, yaitu (1) pelapukan intensif yang

Lebih terperinci

BUPATI JOMBANG KEPUTUSAN BUPATI JOMBANG NOMOR : / /415.10

BUPATI JOMBANG KEPUTUSAN BUPATI JOMBANG NOMOR : / /415.10 RANCANGAN BUPATI JOMBANG KEPUTUSAN BUPATI JOMBANG NOMOR : 188.4.45/ /415.10.10/2014 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT DAN PENENTUAN POTENSI WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DI

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

BAB II METODOLOGI PENELITIAN BAB II METODOLOGI PENELITIAN Flow Chart Pengerjaan Tugas Akhir PERMASALAHAN Perlunya kajian mengenai permasalahan terkait dengan perubahan tata guna lahan, berkurangnya volume air tanah dan permasalahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan nitrogen tanah bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya. Variasi kandungan nitrogen dalam tanah terjadi akibat perubahan topografi, di samping pengaruh iklim, jumlah

Lebih terperinci

TEKNOLOGI BIOPORI UNTUK MENGURANGI BANJIR DAN TUMPUKAN SAMPAH ORGANIK

TEKNOLOGI BIOPORI UNTUK MENGURANGI BANJIR DAN TUMPUKAN SAMPAH ORGANIK TEKNOLOGI BIOPORI UNTUK MENGURANGI BANJIR DAN TUMPUKAN SAMPAH ORGANIK Oleh : Ir. Nurhenu Karuniastuti, M.Si. ABSTRAK Permasalahan banjir yang melanda sebagian wilayah di Indonesia dewasa ini, lebih banyak

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan makhluk hidup khususnya manusia, antara lain untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri dan tenaga

Lebih terperinci

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI Pengetahuan tentang faktor penentu kepekaan tanah terhadap longsor dan erosi akan memperkaya wawasan dan memperkuat landasan dari pengambil

Lebih terperinci

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN Penanggulangan Kerusakan Lahan Akibat Erosi Tanah OLEH: RESTI AMELIA SUSANTI 0810480202 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

ARAHAN LOKASI INDUSTRI PENGOLAHAN BERAS KABUPATEN JOMBANG

ARAHAN LOKASI INDUSTRI PENGOLAHAN BERAS KABUPATEN JOMBANG ARAHAN LOKASI INDUSTRI PENGOLAHAN BERAS KABUPATEN JOMBANG Oleh : RIZKY KHAIRUNNISA Nrp : 3607 1000 41 PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi 2 TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi didefinisikan sebagai proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Umumnya, infiltrasi yang dimaksud adalah infiltrasi vertikal, yaitu gerakan ke

Lebih terperinci

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

Gambar 1. Lahan pertanian intensif 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Penggunaan Lahan Seluruh tipe penggunaan lahan yang merupakan objek penelitian berada di sekitar Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB - Bogor. Deskripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Gorontalo sebagian besar wilayahnya berbentuk dataran, perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian 0 2000 M di atas permukaan laut. Luas

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik Latar Belakang: Penghutan kembali atau reboisasi telah banyak dilakukan oleh multipihak untuk menyukseskan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kadar Air Tanah Air merupakan salah satu komponen penting yang dibutuhkan oleh tanaman baik pohon maupun tanaman semusim untuk tumbuh, berkembang dan berproduksi. Air yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB II PENERAPAN LUBANG RESAPAN BIOPORI DI KOTA BANDUNG

BAB II PENERAPAN LUBANG RESAPAN BIOPORI DI KOTA BANDUNG BAB II PENERAPAN LUBANG RESAPAN BIOPORI DI KOTA BANDUNG 2.1 Teknologi Lubang Resapan Biopori. Secara alami biopori adalah lubang-lubang kecil atau terowongan kecil di dalam tanah yang terbentuk oleh aktivitas

Lebih terperinci

Tabel 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian Horison Kedalaman Uraian

Tabel 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian Horison Kedalaman Uraian 14 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Tanah Deskripsi profil dan hasil analisis tekstur tiap kedalaman horison disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG Titik Poerwati Leonardus F. Dhari Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAKSI

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Manfaat dalam melakukan kegiatan pembuatan lubang biopori antara lain :

KATA PENGANTAR. Manfaat dalam melakukan kegiatan pembuatan lubang biopori antara lain : PROGRAM KERJA LPM STIMA IMMI DALAM RANGKA MELAKSANAKAN KEGIATAN PEDULI LINGKUNGAN BERSAMA-SAMA DENGAN WARGA SEKITAR BERUPA PEMBUATAN LUBANG BIOPORI DI KOMPLEK PERUMAHAN DEPARTEMEN KEUANGAN RW 05 CILANDAK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan komoditas strategis kacang-kacangan yang banyak dibudidayakan setelah kedelai dan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Setelah dilakukan penelitian dengan mengumpulkan data skunder dari instansi terkait, dan data primer hasil observasi dan wawancara maka dapat diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya lahan merupakan komponen sumberdaya alam yang ketersediaannya sangat terbatas dan secara relatif memiliki luas yang tetap serta sangat bermanfaat

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas wilayah Kabupaten Kuningan secara keseluruhan mencapai 1.195,71

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting karena sebagai bahan baku produksi gula. Produksi gula harus selalu ditingkatkan seiring

Lebih terperinci

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa Apakah mulsa itu? Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Vegetasi Hutan Hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks mengandung berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh rapat mulai dari jenis tumbuhan yang kecil hingga berukuran

Lebih terperinci

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan tanah terbuka pada suatu daerah yang dapat menjadi salah satu faktor penentu kualitas lingkungan. Kondisi lahan pada suatu daerah akan mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erosi merupakan proses penghancuran dan pengangkutan partikel-partikel tanah oleh tenaga erosi (presipitasi, angin) (Kusumandari, 2011). Erosi secara umum dapat disebabkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah aktivitas manusia, dan

bio.unsoed.ac.id terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah aktivitas manusia, dan PEMANFAATAN LIMBAH HUTAN DALAM KONSERVASI AIR Oleh: Dr.rer.nat. W.Lestari, MSc. Fakultas Biolog i, Un iversitas Jenderal Soedirman Jl. Dr.Soeparno 63 Punrokerto 53125 Pendahuluan Air adatah bahan yang

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Administrasi Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6º56'49'' - 7 º45'00'' Lintang Selatan dan 107º25'8'' - 108º7'30'' Bujur Timur

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

RINCIAN RANCANGAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

RINCIAN RANCANGAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN Lampiran III PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG RINCIAN RANCANGAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN TAHUN ANGGARAN 2017 Rancangan Peraturan Daerah Nomor

Lebih terperinci

GAMBARAN WILAYAH PEGUNUNGAN KENDENG

GAMBARAN WILAYAH PEGUNUNGAN KENDENG 101 GAMBARAN WILAYAH PEGUNUNGAN KENDENG Wilayah Pegunungan Kendeng merupakan bagian dari Kabupaten Pati dengan kondisi umum yang tidak terpisahkan dari kondisi Kabupaten Pati. Kondisi wilayah Pegunungan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27 Lintang Selatan dan 110º12'34 - 110º31'08 Bujur Timur. Di IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai lima Kabupaten dan satu Kotamadya, salah satu kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul. Secara geografis,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas batas topografi secara alami sehingga setiap air hujan yang jatuh dalam

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Organik Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan,

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 5.1 Provinsi Jawa Timur Jawa Timur merupakan penghasil gula terbesar di Indonesia berdasarkan

V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 5.1 Provinsi Jawa Timur Jawa Timur merupakan penghasil gula terbesar di Indonesia berdasarkan 68 V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Provinsi Jawa Timur Jawa Timur merupakan penghasil gula terbesar di Indonesia berdasarkan tingkat produksi gula antar daerah. Selain itu Jawa Timur memiliki jumlah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan sumber air yang dapat dipakai untuk keperluan makhluk hidup. Dalam siklus tersebut, secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim

BAB I PENDAHULUAN. Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim lainnya menyebabkan terjadinya proses evaporasi pada permukaan vegetasi tanah, di laut atau badan-

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Situasi Wilayah Letak Geografi Secara geografis Kabupaten Tapin terletak antara 2 o 11 40 LS 3 o 11 50 LS dan 114 o 4 27 BT 115 o 3 20 BT. Dengan tinggi dari permukaan laut

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI

III. KEADAAN UMUM LOKASI III. KEADAAN UMUM LOKASI Penelitian dilakukan di wilayah Jawa Timur dan berdasarkan jenis datanya terbagi menjadi 2 yaitu: data habitat dan morfometri. Data karakteristik habitat diambil di Kabupaten Nganjuk,

Lebih terperinci

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng Abstrak Sektor pertanian di Indonesia masih mempunyai peran yang penting, khususnya untuk mendukung program ketahanan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis mengenai Potensi Pengembangan Produksi Ubi Jalar (Ipomea batatas L.)di Kecamatan Cilimus Kabupaten. Maka sebagai bab akhir pada tulisan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

BIOPORI TANAH SEBAGAI RESAPAN AIR DI DESA BUKIT RATA DUSUN MELUR KUALA SIMPANG: ACEH TAMIANG

BIOPORI TANAH SEBAGAI RESAPAN AIR DI DESA BUKIT RATA DUSUN MELUR KUALA SIMPANG: ACEH TAMIANG BIOPORI TANAH SEBAGAI RESAPAN AIR DI DESA BUKIT RATA DUSUN MELUR KUALA SIMPANG: ACEH TAMIANG Tri Mustika Sarjani 1, Elfrida 2, Mawardi 3 1,2,3 Prodi Pendidikan Biologi, FKIP Universitas Samudra E-mail

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 34 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 4.1 Gambaran Umum Provinsi Lampung Lintang Selatan. Disebelah utara berbatasan dengann Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, sebelah Selatan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI 39 BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI 4.1 KARAKTERISTIK UMUM KABUPATEN SUBANG 4.1.1 Batas Administratif Kabupaten Subang Kabupaten Subang berada dalam wilayah administratif Propinsi Jawa Barat dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang dijadikan objek penelitian adalah Stasiun Pengamatan Jedong yang terletak di titik 7 59

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dengan morfologi yang beragam, dari daratan sampai pegunungan serta lautan. Keragaman ini dipengaruhi

Lebih terperinci

Bahan Baku Bangunan / Pengecatan Pohon, Kanstein, bak/pot taman dan pagar taman.

Bahan Baku Bangunan / Pengecatan Pohon, Kanstein, bak/pot taman dan pagar taman. P E M E R I N T A H K A B U P A T E N J O M B A N G DINAS PEKERJAAN UMUM CIPTA KARYA, TATA RUANG, KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN Jl. Yos Sudarso No. 80 Telp. ( 0321 ) 864123 J O M B A N G PENGUMUMAN RENCANA

Lebih terperinci

Manfaat Penelitian. Ruang Lingkup Penelitian

Manfaat Penelitian. Ruang Lingkup Penelitian 2 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian adalah sebagai berikut : 1. Menjadi panduan untuk petani dalam pengelolaan air hujan dan aliran permukaan di kebun pala untuk menekan penurunan hasil akibat kekurangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kerusakan akibat erosi dalam ekosistem DAS (Widianto dkk., 2004). Kegiatan

I. PENDAHULUAN. kerusakan akibat erosi dalam ekosistem DAS (Widianto dkk., 2004). Kegiatan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sistem penggunaan lahan dalam daerah aliran sungai (DAS), berupa aneka pepohonan dan semak sehingga membentuk tajuk berlapis. Hutan yang demikian

Lebih terperinci

AKU & BUMIKU: BANJIR & LONGSOR

AKU & BUMIKU: BANJIR & LONGSOR AKU & BUMIKU: BANJIR & LONGSOR AKU & BUMIKU: BANJIR & LONGSOR Cetakan ke-1, 2012 Hak cipta dilindungi undang-undang IAARD Press, 2012 Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa AY 12 TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif lebih rendah. Longsoran

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 36 BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Ngawi secara geografis terletak pada koordinat 7º 21 7º 31 LS dan 110º 10 111º 40 BT. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora

Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora AMDAL (AGR77) Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Hidroorologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana longsor merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia. Potensi longsor di Indonesia sejak tahun 1998 hingga pertengahan 2008, tercatat

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan Curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu (Arsyad, 2010). Menurut Tjasyono (2004), curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada

Lebih terperinci

BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Genangan merupakan dampak dari ketidakmampuan saluran drainase menampung limpasan hujan. Tingginya limpasan hujan sangat dipengaruhi oleh jenis tutupan lahan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

Gambar 9. Peta Batas Administrasi IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56'49'' - 7 45'00'' Lintang Selatan dan 107 25'8'' - 108 7'30'' Bujur

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologis di Sub Daerah Aliran Ci Karo, maka penulis dapat menarik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok dibudidayakan didaerah tropis. Tanaman ini berasal dari amerika selatan ( Brazilia). Tanaman

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis Daerah penelitian terletak pada 15 7 55.5 BT - 15 8 2.4 dan 5 17 1.6 LS - 5 17 27.6 LS. Secara administratif lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah Desa

Lebih terperinci

KUALITAS LINGKUNGAN MELALUI PEMBUATAN LUBANG RESAPAN BIOPORI

KUALITAS LINGKUNGAN MELALUI PEMBUATAN LUBANG RESAPAN BIOPORI Oleh : Amanda S. Sembel (Staf Pengajar Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi, Manado, amandasembel@gmail.com) Dwight Moody Rondonuwu (Staf Pengajar Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik

Lebih terperinci

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa terhadap Bobot Isi Pengamatan bobot isi dilakukan setelah pemanenan tanaman kacang tanah. Pengaruh pemberian mulsa terhadap nilai bobot isi tanah disajikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air. Melalui periode ulang, dapat ditentukan nilai debit rencana. Debit banjir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air. Melalui periode ulang, dapat ditentukan nilai debit rencana. Debit banjir BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Debit Banjir Rencana Debit banjir rencana adalah debit maksimum di sungai atau saluran alamiah dengan periode ulang (rata-rata) yang sudah ditentukan yang dapat dialirkan tanpa

Lebih terperinci