Perjanjian Jaminan Sebagai Accessoir Perjanjian Kredit. Oleh: Mokhamad Khoirul Huda Ninis Nugraheni. Abstract

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Perjanjian Jaminan Sebagai Accessoir Perjanjian Kredit. Oleh: Mokhamad Khoirul Huda Ninis Nugraheni. Abstract"

Transkripsi

1 Perjanjian Jaminan Sebagai Accessoir Perjanjian Kredit Oleh: Mokhamad Khoirul Huda Ninis Nugraheni Abstract Article 1131 BW contained general guarantee in that, the guarantee puts all the debtor wealth is given to all parties that position as a creditor. Position of creditors with general guarantee only has position as concurrent creditors that means the same position with other concurrent creditors. To strengthen the position of creditors, it is necessary to make guarantee agreement. Position of guarantee agreement is constructed as accessoir agreement guaranteeing the strength of the guarantee agreement for security of lending by creditors, because the position of the guarantee agreement is accessoir. Accessoir agreements always follow the principle agreements that if the principle agreement essentially ends or delete it, then automatically accesoir agreement will expire or delete anyway. Thus, the existence of accesoir agreement, depending on the presence or absence of the principal agreement. Keywords: guarantee, guarantee agreements, accessoir agreements, creditor, debtor. PENDAHULUAN Kegiatan perekonomian dan perdagangan sangat membutuhkan adanya ketersediaan uang yang dapat diperoleh dengan cepat dalam rangka untuk melakukan transaksi-transaksi perdagangan, pengembangan usaha, penambahan modal, investasi, dan sebagainya. Oleh sebab itu salah satu instrumen untuk memperoleh modal dengan cepat adalah dengan kebijakan penyaluran kredit di masyarakat. Pihak pemberi kredit (Kreditor) dalam memberikan kredit ke penerima kredit (Debitor) harus mensyaratkan adanya jaminan demi keamanan modal dan kepastian hukum. Situasi demikian menjadi sangat penting berkaitan dengan keberadaan jaminan dalam pemberian kredit. Sejalan dengan hal tersebut, undangundang telah mengatur arti penting jaminan dalam penyaluran fasilitas kredit. Hal ini dapat kita jumpai dalam Penjelasan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas undangundang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790) selanjutnya disingkat UU Perbankan, yang menyebutkan bahwa : "Kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang sehat. Untuk mengurangi 17

2 risiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan Nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dana prospek usaha dari Nasabah debitur. Mengingat bahwa agunan sebagai salah satu unsur pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan Nasabah debitur mengembalikan utangnya, agunan hanya dapat berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan.... " Pada prinsipnya Burgerlijk Wetboek (selanjutnya disingkat BW) dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 telah mengatur adanya jaminan. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, berdasarkan Pasal 1131 BW, menyimpulkan bahwa kreditor dapat melaksanakan haknya terhadap semua harta benda debitor.1 Hal ini sesuai dengan pendapat J.Satrio, bahwa harta kekayaan debitor menjadi jaminan bagi pelaksanaan kewajiban debitor kepada semua pihak yang berkedudukan sebagai kreditor.2 Pasal 1131 BW tersebut tidak hanya menentukan bahwa harta kekayaan debitor demi hukum menjadi jaminan bagi 1 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia: Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Yogyakarta: BPHN, 1980, hlm J.Satrio, Hukum Jaminan : Hak-Hak Jaminan Kebendaan, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991, hlm kewajiban membayar utangnya kepada kreditor, tetapi juga menjadi jaminan bagi semua kewajiban lain yang timbul karena perikatan-perikatan lain, baik perikatan itu timbul karena undang-undang maupun karena perjanjian.3 Sedangkan Pasal 1132 BW mengisyaratkan adanya pembagian hasil penjualan dari benda-benda jaminan yang dibagi diantara para kreditor secara seimbang dengan besarnya piutang masingmasing, kecuali apabila di antara para kreditor terdapat kreditor-kreditor tertentu yang oleh undang-undang diberi kedudukan hukum lebih tinggi daripada para kreditor lainnya.4 Meskipun pada prinsipnya ketentuan Pasal 1131 dan Pasal 1132 BW telah memberikan jaminan kepada kreditor, namun hal itu dirasa belum memberikan perlindungan kepada kreditor. Kedua pasal tersebut hanya memberikan jaminan secara umum, tanpa adanya kedudukan yang didahulukan (droit de preference) sehingga tidak memberikan jaminan rasa aman bagi kreditor atas pelunasan kredit secara utuh. Oleh karena itu, undang-undang memberikan peluang kepada kreditor untuk meminta jaminan yang bersifat khusus, baik yang bersifat jaminan kebendaan maupun perorangan.5 3 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan : Memahami Faillissementsverordening Juncto Undang-Undang No.4 Tahun 1998, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2002, hlm.7. 4 Sri Soedewi, Op.Cit, hlm Menurut Subekti, jaminan dibedakan dalam jaminan kebendaan dan jaminan perorangan. Jaminan perorangan adalah suatu perjanjian antara seorang kreditor dengan orang ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban debitor. Sedangkan jaminan kebendaan dapat diadakan antara kreditor dengan debitor, atau antara kreditor dengan orang ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-

3 Prakteknya pemberian jaminan dalam penyaluran kredit, akan diikat dalam perjanjian jaminan kebendaan. Lazimnya perjanjian jaminan kebendaan dikonstruksikan sebagai perjanjian yang bersifat accesoir (tambahan) yang keberadaannya digantungkan pada perjanjian pokok, yaitu perjanjian kredit. Perjanjian accessoir selalu mengikuti perjanjian pokoknya sehingga jika perjanjian pokoknya berakhir atau hapus, maka secara otomatis perjanjian accesoir akan berakhir atau hapus pula. Dengan demikian keberadaan perjanjian accesoir, tergantung dari ada atau tidak adanya perjanjian pokok. Perjanjian Kredit Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, relatif lebih mudah jika dilakukan melalui interaksi dengan pihak lain. Nuansa dalam berinteraksi dengan pihak lain ini dalam bentuk kerjasama yang harus didasari dengan itikad baik. Jika masing-masing pihak mempunyai itikad baik, dimana interaksi yang diciptakan tidak hanya memikirkan keuntungan pribadi, maka interaksi tersebut akan berjalan dengan proporsional. Selain itu kerjasama akan mendapatkan hasil yang proporsional jika dibingkai dalam suatu aturan yang dibuat oleh para pihak berdasarkan kesepakatan bersama. Dengan demikian akan ada perikatan diatara para pihak. Sebagaimana pendapat M. Isnaeni, perikatan itu lahir dari perjanjian.6 Kemudian Agus Yudha Hernoko7, dalam bukunya Hukum Perjanjian menyatakan bahwa istilah perjanjian mempunyai pengertian yang sama dengan istilah kontrak. Ketentuan Pasal 1313 BW menjelaskan perjanjian sebagai suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Lawren M. Friedman, mendefinisikan pengertian kontrak dengan Contracts is the body of law that by large concerns voluntary agreements 8. Kontrak adalah perangkat hukum yang umumnya berkenaan dengan perjanjian sukarela. Sedangkan pengertian kontrak dalam Terminology Hukum, InggrisIndonesia adalah suatu persetujuan antara dua pihak atau lebih yang karenannya masing-masing akan melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan tertentu.9 Dalam Black s Law Dictionary, kontrak diartikan sebagai suatu perjanjian antara dua orang atau lebih yang menciptakan kewajiban untuk berbuat atau untuk tidak berbuat sesuatu hal yang khusus. Contract: An agreement between to or more persons which creates an obligation to do or not to do a peculiar thing. Its essentials are competent parties, subject matter, a legal consideration, mutuality of agreement, and mutuality of obligation. Berdasarkan batasan-batasan kontrak yang telah diuraikan, dapat dikatakan bahwa antara perjanjian dan kontrak mempunyai arti yang kurang lebih sama. 7 kewajiban debitor. Subekti, Jaminan-Jaminan untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Cet.10, Bandung, Alumni, 1982, hlm M. Isnaeni, Perkembangan Hukum Perdata di Indonesia, Yogyakarta: Laksbang Grafika, 2013, hlm.2 (selanjutnya M. Isnaeni I). Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian : Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Jakarta: Prenada Media Group,2010, hlm Lawren M. Friedman, American Law, New YorkLondon: W.W.Norton & Company, 1984, hlm I.P.M.Ranuhandoko, Terminologi Hukum InggrisIndonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 1996, hlm

4 Dalam kaitan dengan fungsi kontrak, Yohanes Sogar Simamora10 berpendapat bahwa kontrak tidak akan lepas dari dunia bisnis dan kontrak mempunyai fungsi yang penting. Kontrak menjamin terlaksana dan terpenuhinya janji-janji yang dibuat oleh para pihak. Dengan demikian melalui kontrak dipastikan kehendak para pihak dapat terwujud. Lebih lanjut P.S Atiyah mengatakan, tujuan dasar kontrak itu ada tiga yaitu :11 (1) untuk menegakkan suatu janji dan melindungi harapan yang eksplisit maupun implisit, baik yang timbul dari perjanjian maupun bentuk-bentuk perilaku lainnya; (2) mencegah upaya memperkaya diri yang dilakukan secara tidak adil atau tidak sah; dan (3) mencegah terjadinya bentuk-bentuk dan sifat-sifat kerugian tertentu, terutama kerugian ekonomi dan memberikan kompensasi kepada pihak lain yang menderita kerugian. Berkaitan dengan penyaluran fasilitas kredit selalu diawali dengan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam uang atau dana dituangkan dalam perjanjian kredit. Hal ini sebagaimana diuraikan dalam Pasal 1 angka 11 UU Perbankan, menyebutkan: "Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga." Disimpulkan melalui perjanjian yang dibuat dalam penyaluran kredit maka diharapkan memperkuat kedudukan kreditor, yaitu dengan adanya janji debitor untuk melunasi utangnya. Ketentuan mengenai Perjanjian Kredit mengacu pada ketentuan perjanjian pinjam meminjam yang terdapat dalam Buku III, Bab XIII Pasal 1754 BW.12 Subekti, memberikan penjelasan bahwa dalam pemberian kredit pada hakekatnya adalah suatu perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur dalam Pasal BW.13 Lebih lanjut Mariam Darus Badrulzaman sebagaimana dikutip 14 Trisadini, mengemukakan bahwa: perjanjian kredit adalah perjanjian pendahuluan (voorovereenkomst) dari penyerahan uang. Perjanjian pendahuluan merupakan hasil permufakatan antara pemberi dan penerima pinjaman mengenai hubungan hukum antara keduanya. Perjanjian ini bersifat konsesuil, sedangkan penyerahan uang adalah bersifat riil. Pada saat penyerahan uang dilakukan, barulah berlaku ketentuan yang dituangkan dalam model perjanjian kredit pada kedua pihak. Masih menurut Mariam Darus Badrulzaman perjanjian kredit di Indonesia tergolong sebagai perjanjian bernama. Dalam aspeknya yang konsensuil Trisadini Prastinah Usanti Leonora Bakarbessy, Buku Referensi Hukum Perbankan: Hukum Jaminan, Surabaya: Revka Petra Media, 2013, hlm Subekti, Op.Cit, hlm. 3. Baca pula Trisadini Prastinah Usanti Leonora Bakarbessy, Op.Cit, hlm Trisadini Prastinah Usanti Leonora Bakarbessy, Loc.Cit Yohanes Sogar Simamora, Hukum Perjanjian: Prinsip Hukum Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa oleh Pemerintah, Yogyakarta: Laksbang, 2009, hlm P.S Atiyah, An Introduction to the Law of Contract, New York: Oxford University Press Inc, 1995, hlm

5 perjanjian ini tunduk pada UU Perbankan dan bagian umum Buku III BW. Sedangkan dalam aspek riil perjanjian ini tunduk pada UU Perbankan.15 Sutan Remy Sjahdeni mengemukakan, bahwa perjanjian kredit bukanlah perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur dalam Pasal 1754 BW. Hal ini didasari dari adanya perbedaan yang mendasar dari Perjanjian kredit dan perjanjian pinjam meminjam, yaitu dalam hal: a. Perjanjian kredit mempunyai sifat konsensuil, sedangakan perjanjian pinjam meminjam bersifat riil. Perjanjian kredit jelas-jelas mencantumkan syarat tangguh. Ditandatangani perjanjian kredit belumlah menimbulkan kewajiban bagi bank untuk menyediakan dana tetapi masih digantungkan pada syarat-syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh nasabah. b. Tujuan penggunaan kredit diberikan bank kepada nasabah debitor tidak dapat dipergunakan secara leluasa untuk keperluan atau tujuan yang tidak tertentu yang ditetapkan di dalam perjanjian kredit. Pemakaian yang menyimpang dari tujuan menimbulkan hak kepada bank untuk mengakhiri perjanjian kredit secara pihak. Tidak demikian dengan perjanjian pinjam meminjam nasabah debitor dapat leluasa mempergunakan dana tersebut. c. Tentang syarat cara penggunaanya. Pada kredit bank hanya dapat digunakan menurut cara tertentu yaitu dengan menggunakan cek atau 15 Ibid. perintah pemindah bukuan (lazimnya dengan menerbitkan bilyet giro), sedangkan pada perjanjian pinjam meminjam uang yang dipinjamkan diserahkan seluruhnya oleh kreditor kepada debitor dengan tidak disyaratkan bagaimana cara debitor akan menggunakan uang pinjaman dimaksud. Perjanjian kredit sebagai perjanjian pendahuluan, membawa konsekuensi bahwa perjanjian kredit itu harus ada sebelum adanya perjanjian accesoir. Perjanjian kredit menjadi dasar akan eksistensi perjanjian accesoir. Mariam Darus Badrulzaman, berpendapat bahwa perjanjian kredit merupakan perjanjian obligatoir dimana perjanjian tersebut mengandung adanya kewajiban debitor kepada kreditor.16 Maksud dari pendapat tersebut bahwa perjanjian kredit merupakan perjanjian obligatoir yang akan melahirkan hak pribadi/hak perorangan (persoonlijke overeenskomst) yang bersifat relatif. Dimana hak tersebut hanya dapat ditegakkan pada pihak tertentu yaitu, rekan sekontrak.17 Mengingat hak yang timbul dari perjanjian obligatoir adalah hak pribadi yang dimaksud adalah hak tagih sehingga dengan demikian posisi kreditor hanyalah pada posisi konkuren18. Sedangkan 16 Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III, (Hukum Perikatan Dengan Penjelasannya), Bandung: Alumni, 1983 (selanjutnya disebut Mariam Darus Badrulzaman I). 17 Trisadini Prastinah Usanti Leonora Bakarbessy, Op.Cit, hlm.6 18Pada posisi ini BW dalam Pasal 1131 memberikan perlindungan kepada kreditor, yaitu seluruh harta debitor akan dijadikan jaminan atas utang-utang 21

6 sebagaimana diuraikan pada awal, kreditor mengharapkan keamanan modal dan kepastian hukum dalam penyaluran kreditnya. Dengan demikian tidaklah aman posisi kreditor saat ini, karena resiko tidak kembalinya modal sangat besar. Untuk itu dalam memperkuat posisinya kreditor mensyaratkan adanya perjanjian tambahan (accesoir) yang berupa perjanjian jaminan. Perjanjian Jaminan Perjanjian jaminan adalah perjanjian yang timbul karena adanya perjanjian pokok. Jadi sifatnya adalah ikutan atau accessoir, yang diadakan untuk kepentingan perjanjian pokok. Sehingga timbul dan hapusnya bergantung pada perjanjian pokok. Pengertian jaminan adalah suatu tanggungan yang dibenkan oleh debitor dan/atau pihak ketiga kepada kreditor untuk menjamin kewajibannya dalam suatu perikatan. Lembaga jaminan ini diberikan untuk kepentingan kreditor guna menjamin modalnya melalui suatu perikatan khusus yang bersifat accessoir dari perjanjian pokok oleh debitor dengan kreditor. Dalam prakteknya sering dibuat dalam bentuk perjanjian jaminan yang baik berupa jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan, yang ditujukan untuk menjamin perjanjian pokok (perjanjian utang piutang, perjanjian kredit, dan sebagainya). Sri Soedewi Masjchoen Sofwan mengklasifikasikan jaminan menurut cara terjadinya, menurut sifatnya, menurut debitor. Hanya saja hasil eksekusi dan pelelangan atas harta debitor itu, harus dibagi secara proporsional dengan kreditor-kreditor lain sesuai Pasal 1132 BW. Keadaan seperti inilah yang dimaksud kreditor hanya berkedudukan sebagai kreditor konkuren. 22 obyeknya, menurut kewenangan 19 menguasainya, sebagai berikut: a. Jaminan yang lahir karena ditentukan oleh undang-undang dan jaminan yang lahir karena perjanjian; b. Jaminan yang tergolong jaminan umum dan jaminan khusus; c. Jaminan yang bersifat kebendaan dan jaminan yang bersifat perorangan; d. Jaminan yang mempunyai obyek benda bergerak dan jaminan atas benda tak bergerak; e. Jaminan yang menguasai bendanya dan jaminan yang tanpa menguasai bendanya. Menurut Subekti, jaminan yang baik atau ideal adalah jaminan-jaminan yang 20 memenuhi persyaratan : a. Yang dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak yang memerlukan; b. Yang tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk melakukan (meneruskan) usahanya; c. Yang memberikan kepastian kepada si pemberi kredit (kreditur) dalam arti bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, bila perlu dapat mudah diuangkan untuk melunasi hutangnya si penerima kredit (debitur). Dalam kerangka hukum di Indonesia, lembaga jaminan kebendaan dikenal adanya lembaga jaminan gadai, hipotik, hak tanggungan, fidusia dan yang terakhir hak jaminan atas resi gudang. Lahirnya UndangUndang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun Sri Soedewi, Op. Cit, hlm Ibid.

7 2006 tentang Sistem Resi Gudang, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 No. 59 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2011, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 No.78, selanjutnya disingkat UU Sistem Resi Gudang21, mendeklarasikan munculnya lembaga jaminan baru, yaitu hak jaminan atas resi gudang.22 Iswi Haryani menegaskan, dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 9 Tahun 2006 dan Peraturan Bank Indonesia No. 9 Tahun 2007, lembaga jaminan kebendaan bertambah 21 Menurut Pasal 1 angka 1 UU Resi Gudang, Sistem resi gudang adalah kegiatan yang berkaitan dengan penerbitan, pengalihan, penjaminan, dan penyelesaian resi gudang. Konsideran Penjelasan UU Resi Gudang mengamanatkan bahwa sistem resi gudang seyogyanya mampu meningkatkan efisiensi sektor agroindustri, baik produsen maupun sektor komersial dapat mengubah status sediaan bahan mentah dan setengah jadi menjadi suatu produk yang dapat diperjualbelikan secara luas. Hal ini dimungkinkan karena Resi Gudang juga merupakan instrumen keuangan yang dapat diperjualbelikan, dipertukarkan, dan dalam perdagangan derivatif dapat diterima sebagai alat penyelesaian transaksi kontrak berjangka yang jatuh tempo di bursa berjangka. Melalui Sistem Resi Gudang dapat memfasilitasi pemberian kredit bagi dunia usaha dengan agunan inventori atau barang yang disimpan di gudang. Sistem Resi Gudang juga bermanfaat dalam menstabilkan harga pasar dengan memfasilitasi cara penjualan yang dapat dilakukan sepanjang tahun. Di samping itu, Sistem Resi Gudang dapat digunakan pengendalian harga dan persediaan nasional. Pengertian Sistem Resi Gudang dijelaskan dalam Pasal 1 angka 2 UU Sistem Resi Gudang, yaitu kegiatan yang berkaitan dengan penerbitan, pengalihan, penjaminan, dan penyelesaian transaksi Resi Gudang. Resi Gudang merupakan alas hak (document of title) atas barang dapat digunakan sebagai agunan karena Resi Gudang tersebut dijamin dengan komoditas tertentu dalam pengawasan Pengelola Gudang yang terakreditasi. 22 Trisadini Prastinah Usanti Leonora Bakarbessy, Op.Cit, hlm.116. jenisnya dengan hak jaminan atas resi gudang.23 Masih menurut Iswi, sistem resi gudang merupakan perkembangaan dari sistem jaminan fidusia dan gadai dengan obyek jaminan barang bergerak berupa stok hasil pertanian / perkebunan / perikanan.24 Jika terdahulu disampaikan bahwa perjanjian obligatoir melahirkan hak perorangan berupa hak tagih yang bersifat relatif, maka dalam perjanjian jaminan kebendaan (perjanjian kebendaan) melahirkan hak kebendaan (zakelijk recht) yang bersifat mutlak. Perjanjian kebendaan adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak untuk melahirkan, mengubah atau meniadakan hak kebendaan. 25 Dengan demikian maka, dari perjanjian kebendaan itu dilahirkan suatu hak yang mempunyai ciri, sifat atau karakter sebagai suatu hak kebendaan. Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, hak kebendaan mempunyai ciriciri sebagai berikut: 26 a. Hak kebendaan bersifat mutlak; Hak ini dapat ditegakkan terhadap siapapun. Tidak terbatas pada para pihak yang terkait, namun juga pihak lain yang akan terkait dikemudian hari. Dengan demikian demi hukum semua pihak harus menghormatinya. b. Hak kebendaan mempunyai zaakgevolg atau droit de suite; Hak zaakgevolg atau droit de suite akan tetap mengikuti bendanya ke Iswi Hariyani Serfianto, Resi Gudang Sebagai Jaminan Kredit & Alat Perdagangan, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hlm Ibid, h Trisadini Prastinah Usanti Leonora Bakarbessy, Op.Cit, h Sri Soedewi, Op.Cit, hlm

8 tangan siapapun benda itu berada. Pemberian hak kebendaan ini dimaksudkan untuk memberikati kedudukan yang kuat kepada pemegang hak kebendaan. Hal ini berangkat dari pikiran, bahwa benda jaminan tetap menjadi pemilik pemberi jaminan dan pemberi jaminan pada asasnya selama penjaminan berlangsung tetap wenang untuk mengambil tindakan pemilikan atas benda jaminan miliknya. c. Hak kebendaan mempunyai sifat droit de preference; Sifat droit de preference diatur dalam Pasal 1133 BW, yang menyatakan bahwa kreditor pemegang hak jaminan didahulukan dalam hal pelunasan pembayaran di antara para kreditor yang lain. Terkait dengan sifat droit de preference, seluruh lembaga jaminan kebendaan sudah mengatur secara jelas ketentuan droit de preference. d. Adanya gugat kebendaan. Hak ini memberikan kemungkinan macam-macam actie jika terdapat ganguan atas haknya. Actie dapat dilaksanakan terhadap siapapun, adapun wujudnya berupa: penuntutan kembali, gugatan untuk menghilangkan gangguan-gangguan atas haknya, gugatan untuk pemulihan dalam keadaan semula, gugatan untuk penggantian kerugian dan sebagainya. e. Adanya kemungkinan untuk memindahkan hak kebendaan dapat dilakukan secara sepenuhnya. 24 M. Isnaeni27 sedikit berbeda dengan Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, yang menguraikan bahwa ciri pokok hak kebendaan yaitu: 1. Hak kebendaan bersifat mutlak; 2. Ada droit de suite; 3. Ada preferensi; 4. Mengandung asas prioritas, dimana menurut asas ini, hak kebendaan yang lahir lebih dahulu akan diutamakan dari pada yang lahir kemudian. Lebih lanjut Mariam Darus Badrulzaman, mengemukakan asas-asas umum (algemene beginselen) yang terdapat dalam hak kebendaan, yang meliputi28: a. Asas sistem tertutup. Artinya hak kebendaan bersifat limitatif, terbatas hanya pada yang diatur undang-undang. Diluar itu, dengan perjanjian tidak diperkenankan menciptakan hak-hak baru (dwingend recht). Lain perkataan kehendak para pihak itu tidak dapat mempengaruhi isi hak kebendaan; b. Asas hak mengikuti benda (zaaksgevolg, droit de suite). artinya 27 M. Isnaeni, Hipotek Pesawat Udara, Surabaya, Dharma Muda, 1996, hlm.2 (selanjutnya M. Isnaeni II). Baca pula Trisadini Prastinah Usanti Leonora Bakarbessy, Op.Cit, hlm Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Cet. II, Bandung, Alumni, 1997, hlm (selanjutnya disingkat Mariam Darus Badrulzaman-II Periksa Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain Yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horisontal (Disertasi), Cet. I, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996, hlm. 62. Baca pula Sri Soedewi, Op.Cit, hlm

9 hak kebendaan mengikuti bendanya di mana saja dan dalam tangan siapapun benda itu berada; Ketentuan mengenai asas ini tidak dijumpai secara tersurat maupun tersirat dalam pasal-pasal UU Resi Gudang. Jika kita bandingkan dengan jaminan gadai, hipotik, hak tanggungan dan fidusia, hak kebendaan ini diatur secara jelas dalam undang-undang. Ketentuan dalam Gadai mengatur tentang asas droit de suite. Gadai merupakan hak kebendaan atas benda bergerak milik seseorang (Pasal 1152 ayat (3) juncto Pasal 528 BW), karenanya walaupun barangbarang yang digadaikan tersebut beralih atau dialihkan kepada orang lain, barang-barang yang digadaikan tersebut tetap atau terus mengikuti kepada siapa pun objek barangbarang yang digadaikan itu berada (droit de suite). Apabila barangbarang yang digadaikan hilang atau dicuri orang lain, maka kreditor pemegang gadai berhak untuk menuntut kembali. 29 Sifat droit de suite, juga dianut lembaga jaminan hipotek. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1163 ayat (2) BW, bahwa : Benda-benda itu tetap dibebani dengan hak tersebut, di dalam tangannya siapa pun ia berpindah. Berdasarkan ketentuan tersebut sebagai konsekuensi dari hak kebendaan, maka hak hipotek itu tetap mengikuti kebendaannya yang dijaminkan di dalam tangan siapa pun kebendaan jaminan itu berada atau dipindah. Walaupun benda jaminannya sudah berpindah tangan dan selanjutnya menjadi milik pihak atau orang lain, kreditor masih tetap dapat menggunakan haknya untuk menuntut pelaksanaan eksekusi guna mengambil pelunasan piutangnya, jika debitor wanprestasi. Sebagai lembaga jaminan, Hak Tanggungan juga mempunyai ciri sifat droit de suite, bahwa benda yang dijaminkan dengan Hak Tanggungan walaupun beralih atau dialihkan, tetap mengikuti dalam tangan siapa pun benda yang dijaminkan dengan Hak Tanggungan tersebut berada. Ketentuan dalam Pasal 7 Undang-Undang No 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Terkait Dengan Tanah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 No.42 selanjutnya disebut UUHT, menegaskan mengenai sifat droit de suite Hak Tanggungan : Hak Tanggungan tetap mengikuti objeknya dalam tangan siapa objek tersebut berada. Kemudian Penjelasan atas Pasal 7 UUHT menyatakan sebagai berikut : 29 M. Isnaeni-II, Op.Cit, hlm

10 Sifat ini merupakan salah satu jaminan khusus bagi kepentingan pemegang Hak Tanggungan. Walaupun objek Hak Tanggungan sudah berpindah tangan dan menjadi milik pihak lain, kreditor masih tetap dapat menggunakan haknya melakukan eksekusi, jika debitur cidera janji. Selanjutkan ketentuan droit de suite dalam fidusia dapat disimak dari ketentuan Pasal 20 UU Jaminan Fidusia yang menyatakan bahwa: Jaminan Fidusia tetap mengikuti Benda yang menjadi objek jaminan Fidusia dalam tangan siapapun Benda tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi objek Jaminan Fidusia. Lebih lanjut Penjelasan atas Pasal 20 UU Jaminan Fidusia menyatakan: Ketentuan ini mengakui prinsip "droit de suite" yang telah merupakan bagian dari peraturan perundang-undangan Indonesia dalam kaitannya dengan hak mutlak atas kebendaan (in rem). Keberadaan asas ini dalam suatu lembaga jaminan sangat penting, mengingat asas droit de suite dimaksudkan untuk melindungi kepentingan kreditor, walaupun benda yang telah dijaminkan telah berpindah tangan (beralih atau 26 dialihkan) dan menjadi milik pihak ketiga, namun kreditor masih tetap mempunyai hak untuk mengambil pelunasan terhadap kredit. c. Asas publisitas (openbaarheid), maksudnya adalah pengumuman kepada masyarakat mengenai status kepemilikan; Pasal 1179 BW menyatakan bahwa pendaftaran ikatan hipotek harus dilakukan dalam daftar-daftar umum yang disediakan untuk itu. Dalam hal tidak ada pendaftaran, hipotek itu tidak mempunyai kekuatan apa pun, bahkan juga terhadap kreditor yang tidak mempunyai ikatan hipotek. Sedangkan menurut Pasal 13 ayal (1) UUHT Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Selanjutnya Pasal 11 ayat (1) UU Jaminan Fidusia Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan. Dalam UU Resi Gudang, adanya asas publisitas masih menjadi pertanyaan. Apakah ketentuan Pasal 13 UU Resi Gudang mencerminkan asas publisitas. Pasal 13 UU Resi Gudang mengatur Penerima Hak Jaminan harus memberitahukan perjanjian pengikatan Resi Gudang sebagai Hak Jaminan kepada Pusat Registrasi dan Pengelola Gudang. Pada Penjelasannya disebutkan bahwa ketentuan Pemberitahuan ini memuat pula data perjanjian pokok utang piutang yang mendasari timbulnya jaminan. Pemberitahuan tersebut akan mempermudah Pusat

11 tambahan (bijzaak) dan penolong ( hulpzaak).30 Registrasi dan Pengelola Gudang dalam rangka mencegah adanya penjaminan ganda serta memantau peredaran Resi Gudang dan memberikan kepastian hukum tentang pihak yang berhak atas barang dalam hal terjadi cedera janji. g. Asas dapat diserahkan. Artinya hak kepemilikan mengandung wewenang untuk menyerahkan bendanya. Perbuatan penyerahan dalam hubungannya dengan benda yang akan diserahkan yang dipengaruhi oleh perbedaan benda yang relatif penting yaitu benda bergerak dan benda tidak bergerak. d. Asas spesialitas. Artinya dalam asas ini terdapat pada hak pada benda tetap yang bertujuan untuk menunjukkan kepemilikan, wujud, batas dan letak benda tersebut. h. Asas perlindungan. Meliputi perlindungan untuk golongan ekonomi lemah dan perlindungan kepada pihak yang beritikad baik (te goede trouw), walaupun pihak yang menyerahkan tidak berwenang berhak (beschikkinson bevoegd) yang atur dalam Pasal 1977 BW. i. Asas absolut (hukum memaksa). Artinya hak kebendaan wajib dihormati atau ditaati orang lain. e. Asas Totalitas. Artinya hak kepemilikan hanya dapat diletakkan terhadap obyek secara keseluruhan, tidak dapat diletakkan hanya untuk bagianbagian benda. f. Asas accessie (verticale accessie perlekatan). Maksudnya suatu benda lazimnya terdiri atas bagian-bagian yang melekat menjadi satu dengan benda pokoknya. Asas perlekatan menyelesaikan masalah status dari benda pelengkap (accessoir) yang melekat pada benda pokok (prinsipal). Melalui asas perlekatan ditentukan bahwa pemilik benda pokok dengan sendirinya merupakan pemilik dari benda pelengkap, dengan perkataan lain status pemilik dari benda pelengkap mengikuti benda pokok. Bagian dari benda itu dibedakan beberapa kategori yaitu benda bagian (bestanddeel), benda benda Perjanjian kebendaan dalam beberapa hal undang-undang mensyaratkan dalam bentuk sepakat tertentu dan dituangkan secara tertulis. Hal ini nampak dalam ketentuanketentuan:31 1) Pasal 1151 BW, yang mensyaratkan bahwa perjanjian harus dalam bentuk tertulis; 30 R. Soetojo Prawirohamidjojo, Martalena Pohan, Bab-Bab Tentang Hukum Benda, Surabaya: Bina Ilmu,1991, h Mariam Darus Badrulzaman-II, Ibid, hlm Trisadini Prastinah Usanti Leonora Bakarbessy, Op.Cit, hlm

12 2) Pasal 1171 BW, mengharuskan perjanjian pembebanan hipotik dalam bentuk akta otentik; 3) Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Terkait Dengan Tanah (disingkat UUHT), mensyaratkan bahwa pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan Akta Pemasangan Hak Tanggungan (APHT); 4) Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, menyatakan bahwa jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris (akta notariil); 5) Pasal 14 ayat 2 UU Sistem Resi Gudang, menyebutkan bahwa pembebanan Hak Jaminan terhadap resi gudang dibuat dengan Akta Perjanjian Hak Jaminan. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, bahwa perjanjian kebendaan bertujuan untuk melahirkan, mengubah atau meniadakan hak kebendaan. Dengan demikian berati jika debitor menjaminkan suatu benda, maka berarti mereka telah melepaskan atau mengalihkan sebagian kekuasaan mereka atas benda tersebut, untuk sementara waktu sampai dengan piutang kepada kreditor dilunasi. Perkataan lain perjanjian kebendaan menetapkan hak (jaminan) serta pengalihan (sementara) hak debitor atas suatu benda (obyek jaminan) kepada pihak kreditor. Kesimpulan Hak yang lahir dari perjanjian kredit adalah hak perorangan dan bersifat relatif, artinya hak tersebut dapat ditegakkan pada pihak tertentu khususnya rekan 28 sekontraknya. Pasal 1131 BW terkandung jaminan bersifat umum dalam arti jaminan itu meletak segenap harta debitor dan jaminan itu diberikan kepada semua pihak yang berkedudukan sebagai kreditor. Kedudukan kreditor dengan jaminan umum hanya berkedudukan sebagai kreditor konkuren, yang berarti berkedudukan sama dengan kreditor-kreditor konkuren lainnya. Untuk memperkuat posisi kreditor maka diperlukan adanya perjanjian jaminan. Kedudukan perjanjian jaminan yang dikonstruksikan sebagai perjanjian accessoir (perjanjian tambahan) itu menjamin kuatnya perjanjian jaminan tersebut bagi keamanan pemberian kredit oleh kreditur, karena kedudukan perjanjian jaminan yang bersifat accessoir tersebut memiliki beberapa akibatakibat hukum, yaitu: a. Perjanjian Accessoir tergantung pada Perjanjian Pokok; b. Hapusnya Perjanjian Accessoir tergantung pada Perjanjian Pokok; c. Jika Perjanjian Pokok batal, maka Perjanjian Accessoir juga ikut batal; d. Perjanjian Accessoir ikut beralih dengan beralihnya Perjanjian Pokok. e. Jika Perutangan Pokok beralih karena; Cessi, Subrogasi, maka Perjanjian Accessoir beralih juga tanpa adanya penyerahan khusus. DAFTAR PUSTAKA Buku Atiyah, P.S, An Introduction to the Law of Contract, New York: Oxford University Press Inc, Badrulzaman, Mariam Darus, KUH Perdata Buku III, (Hukum Perikatan Dengan

13 Penjelasannya), Bandung: Alumni, 1983., Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Cet. II, Bandung: Alumni, Friedman, Lawren M., American Law, New York- London: W.W.Norton & Company, Hariyani Iswi dan Serfianto, Resi Gudang Sebagai Jaminan Kredit & Alat Perdagangan, Jakarta: Sinar Grafika, Hasan, Djuhaendah, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain Yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horisontal (Disertasi), Cet. I, Bandung, Citra Aditya Bakti, Undang-Undang No.4 Tahun 1998, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen, Hukum Jaminan di Indonesia : Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Yogyakarta: BPHN, Subekti, Jaminan-Jaminan untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Cet.10, Bandung: Alumni, Usanti, Trisadini Prastinah, Leonora Bakarbessy, Buku Referensi Hukum Perbankan : Hukum Jaminan, Surabaya: Revka Petra Media, Hernoko, Agus Yudha, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Jakarta: Prenada Media Group, Isnaeni, M., Perkembangan Hukum Perdata di Indonesia, Yogyakarta: Laksbang Grafika, Prawirohamidjojo, R. Soetojo dan Martalena Pohan, Bab-Bab Tentang Hukum Benda, Surabaya: Bina Ilmu, Ranuhandoko, I.P.M., Terminologi Hukum Inggris-Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, Satrio, J., Hukum Jaminan : Hak-Hak Jaminan Kebendaan, Bandung: Citra Aditya Bakti, Simamora, Yohanes Sogar, Hukum Perjanjian : Prinsip Hukum Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa oleh Pemerintah, Yogyakarta: Laksbang, Sjahdeini, Sutan Remy, Hukum Kepailitan : Memahami Faillissementsverordening Juncto 29

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA FIDUSIA DAN DEBITUR PEMBERI FIDUSIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Andri Zulpan Abstract Fiduciary intended for interested parties

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan 21 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan a. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan P engertian mengenai

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,

Lebih terperinci

PRINSIP PRINSIP JAMINAN DALAM UNDANG UNDANG HAK TANGGUNGAN

PRINSIP PRINSIP JAMINAN DALAM UNDANG UNDANG HAK TANGGUNGAN PRINSIP PRINSIP JAMINAN DALAM UNDANG UNDANG HAK TANGGUNGAN Nunik Yuli Setyowati Email: nunikyuli12345@gmail.com (Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sebelas Maret) Abstract Security is a responsibility

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pengertian Hak Tanggungan Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, maka Undang-Undang tersebut telah mengamanahkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah merupakan salah satu kebutuhan paling pokok dalam kehidupan manusia. Rumah sebagai tempat berlindung dari segala cuaca sekaligus sebagai tempat tumbuh kembang

Lebih terperinci

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract)

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract) Definisi pinjam-meminjam menurut Pasal 1754 KUHPerdata adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian,

Lebih terperinci

HAK JAMINAN ATAS RESI GUDANG DALAM PERSPEKTIF HUKUM JAMINAN

HAK JAMINAN ATAS RESI GUDANG DALAM PERSPEKTIF HUKUM JAMINAN PERSPEKTIF Volume XIX No. 3 Tahun 2014 Edisi September HAK JAMINAN ATAS RESI GUDANG DALAM PERSPEKTIF HUKUM JAMINAN Trisadini Prasastinah Usanti Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya e-mail: aditris@ymail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah sekarang ini, tidak hanya harga kebutuhan sehari-hari yang semakin tinggi harganya, namun harga-harga produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

BAB II MAKNA PEMILIK BANGUNAN SEBAGAI PEMBERI HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN PASAL 4 AYAT (5) UNDANG- UNDANG HAK TANGGUNGAN

BAB II MAKNA PEMILIK BANGUNAN SEBAGAI PEMBERI HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN PASAL 4 AYAT (5) UNDANG- UNDANG HAK TANGGUNGAN 14 BAB II MAKNA PEMILIK BANGUNAN SEBAGAI PEMBERI HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN PASAL 4 AYAT (5) UNDANG- UNDANG HAK TANGGUNGAN 1. Asas Pemisahan Horisontal dan Asas Accessi Sebelum berlakunya Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN. Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN. Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN 1.1 Pengertian Jaminan Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie. Zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG HAK TANGGUNGAN YANG OBYEKNYA DIKUASAI PIHAK KETIGA BERDASARKAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA

PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG HAK TANGGUNGAN YANG OBYEKNYA DIKUASAI PIHAK KETIGA BERDASARKAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG HAK TANGGUNGAN YANG OBYEKNYA DIKUASAI PIHAK KETIGA BERDASARKAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA ABSTRAK Dian Pertiwi NRP. 91030805 Dee_967@yahoo.com Tujuan dari penelitian ini adalah

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017 KAJIAN YURIDIS ASAS PEMISAHAN HORISONTAL DALAM HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH 1 Oleh: Gabriella Yulistina Aguw 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana berlakunya asas pemisahan

Lebih terperinci

TANGGUNG GUGAT DEBITOR TERHADAP HILANGNYA HAK ATAS TANAH DALAM OBYEK JAMINAN HAK TANGGGUNGAN. Fani Martiawan Kumara Putra

TANGGUNG GUGAT DEBITOR TERHADAP HILANGNYA HAK ATAS TANAH DALAM OBYEK JAMINAN HAK TANGGGUNGAN. Fani Martiawan Kumara Putra TANGGUNG GUGAT DEBITOR TERHADAP HILANGNYA HAK ATAS TANAH DALAM OBYEK JAMINAN HAK TANGGGUNGAN Fani Martiawan Kumara Putra Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma fanimartiawan@gmail.com Abstract Security

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kegiatan perekonomian yang berkesinambungan, banyak sekali

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kegiatan perekonomian yang berkesinambungan, banyak sekali BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan dan perkembangan kegiatan perekonomian yang berkesinambungan, banyak sekali pelaku usaha baik dalam bentuk

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan ekonomi dan perdagangan dewasa ini, sulit dibayangkan bahwa pelaku usaha, baik perorangan maupun badan hukum mempunyai modal usaha yang cukup untuk

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI A. Perjanjian Pemberian Garansi/Jaminan Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang mendahuluinya, yaitu

Lebih terperinci

ASAS PUBLISITAS PADA HAK JAMINAN ATAS RESI GUDANG

ASAS PUBLISITAS PADA HAK JAMINAN ATAS RESI GUDANG Juliana Evawati : Asas Publisitas Pada Hak Jaminan 233 ASAS PUBLISITAS PADA HAK JAMINAN ATAS RESI GUDANG Juliana Evawati julianaevawati@yahoo.com Praktisi Hukum Abstract The principle of publicity is closely

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG I. UMUM satu tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan pada masa sekarang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengatasi ketimpangan ekonomi guna mencapai kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM DILAKUKAN ADDENDUM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN AL-MUSYARAKAH. 1. Keberadaan Addendum Terhadap Akad Pembiayaan Al-Musyarakah

BAB III AKIBAT HUKUM DILAKUKAN ADDENDUM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN AL-MUSYARAKAH. 1. Keberadaan Addendum Terhadap Akad Pembiayaan Al-Musyarakah BAB III AKIBAT HUKUM DILAKUKAN ADDENDUM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN AL-MUSYARAKAH 1. Keberadaan Addendum Terhadap Akad Pembiayaan Al-Musyarakah Bank syariah dalam memberikan fasilitas pembiayaan Al-Musyarakah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT. dikembalikan oleh yang berutang. Begitu juga halnya dalam dunia perbankan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT. dikembalikan oleh yang berutang. Begitu juga halnya dalam dunia perbankan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT A. Pengertian dan Unsur-Unsur Jaminan Kredit Pengertian jaminan dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari adanya suatu utang piutang yang terjadi antara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN A. Tinjauan Terhadap Hipotik 1. Jaminan Hipotik pada Umumnya Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu

Lebih terperinci

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA http://www.thepresidentpostindonesia.com I. PENDAHULUAN Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain sebagai makhluk sosial dimana manusia saling membutuhkan satu dengan yang lainnya, sebuah dimensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini jasa perbankan melalui kredit sangat membantu. jarang mengandung risiko yang sangat tinggi, karena itu bank dalam memberikannya

BAB I PENDAHULUAN. ini jasa perbankan melalui kredit sangat membantu. jarang mengandung risiko yang sangat tinggi, karena itu bank dalam memberikannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembangunan terutama pembangunan secara fisik, dana selalu merupakan masalah baik bagi pengusaha besar, menengah ataupun kecil. Dalam hal ini jasa perbankan melalui

Lebih terperinci

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT 56 BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT 1. Hak Tanggungan sebagai Jaminan atas Pelunasan Suatu Utang Tertentu Suatu perjanjian utang-piutang umumnya

Lebih terperinci

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA Oleh : Dr. Urip Santoso, S.H, MH. 1 Abstrak Rumah bagi pemiliknya di samping berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, juga berfungsi sebagai aset bagi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan Adanya unifikasi hukum barat yang tadinya tertulis, dan hukum tanah adat yang tadinya tidak tertulis

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau VOLUME 5 NO. 2 Februari 2015-Juli 2015 JURNAL ILMU HUKUM PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata 23 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM A. Pengertian Pinjam Meminjam Perjanjian Pinjam Meminjam menurut Bab XIII Buku III KUH Pedata mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata

Lebih terperinci

Benda??? HUKUM/OBYEK HAK Pengertian Benda secara yuridis : Segala sesuatu yang dapat menjadi obyek Hak Milik (Sri soedewi M.

Benda??? HUKUM/OBYEK HAK Pengertian Benda secara yuridis : Segala sesuatu yang dapat menjadi obyek Hak Milik (Sri soedewi M. HUKUM BENDA Benda??? Benda merupakan OBYEK HUKUM/OBYEK HAK Pengertian Benda secara yuridis : Segala sesuatu yang dapat menjadi obyek Hak Milik (Sri soedewi M.,1981:13) Aspek yang diatur dalam Hukum Benda

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY Atik Indriyani*) Abstrak Personal Guaranty (Jaminan Perorangan) diatur dalam buku III, bab XVII mulai pasal 1820 sampai dengan pasal 1850 KUHPerdata tentang penanggungan utang.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan masyarakat yang akan mengajukan pinjaman atau kredit kepada bank. Kredit merupakan suatu istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi Indonesia, sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyahkt yang adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan 1 BAB V PEMBAHASAN A. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat BMT Istiqomah Unit II Plosokandang selaku kreditur dalam mencatatkan objek jaminan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung.

Lebih terperinci

II.1 Tinjauan Teoritis Gadai dalam Jaminan Kebendaan II.1.1 Pengertian Jaminan

II.1 Tinjauan Teoritis Gadai dalam Jaminan Kebendaan II.1.1 Pengertian Jaminan 8 BAB II TINJAUAN TEORITIS GADAI DALAM JAMINAN KEBENDAAN DAN KETENTUAN PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI TERHADAP JAMINAN GADAI REKENING BANK SERTA ANALISA KASUS II.1 Tinjauan Teoritis Gadai dalam Jaminan Kebendaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian Indonesia, khususnya dunia perbankan saat ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat baik, walaupun kegiatan bisnis bank umum sempat

Lebih terperinci

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Oleh : Lili Naili Hidayah 1 Abstrak Pada Undang undang Kepailitan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah. Tujuan dari Pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah. Tujuan dari Pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah Pembangunan Nasional merupakan usaha peningkatan kualitas hidup masyarakat Indonesia yang kemudian dilakukan secara berkesinambungan yang meliputi

Lebih terperinci

BAB II JAMINAN PERSEORANGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT. Pengertian perjanjian diatur dalam Bab II Buku III KUHPerdata (Burgerlijk

BAB II JAMINAN PERSEORANGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT. Pengertian perjanjian diatur dalam Bab II Buku III KUHPerdata (Burgerlijk BAB II JAMINAN PERSEORANGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT A. Pengertian Kredit dan Perjanjian Kredit Pengertian perjanjian diatur dalam Bab II Buku III KUHPerdata (Burgerlijk Wetboek) mulai Pasal 1313 sampai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan yang secara yuridis

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan yang secara yuridis BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA A. Pengertian Dan Dasar Hukum Jaminan Fidusia 1. Pengertian Jaminan Fidusia Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan yang secara yuridis formal diakui

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani* Al Ulum Vol.61 No.3 Juli 2014 halaman 17-23 17 AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Istiana Heriani* ABSTRAK Masalah-masalah hukum yang timbul dalam perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah sebagai bagian dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

Mengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah

Mengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah Mengenai Hak Tanggungan Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah Tentang Hak Tanggungan PENGERTIAN HAK TANGGUNGAN Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah dibebankan pada hak atas tanah

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PENERIMA JAMINAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH. Oleh Rizki Kurniawan

PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PENERIMA JAMINAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH. Oleh Rizki Kurniawan PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PENERIMA JAMINAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa pembangunan bidang ekonomi khususnya kelancaran

Lebih terperinci

HUTANG DEBITUR DAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN

HUTANG DEBITUR DAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN Netty Endrawati, Hutang Debitur dan Eksekusi Hak Tanggungan 35 HUTANG DEBITUR DAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN Oleh : Netty Endrawati Abstrak Pada umumnya pemberian hutang atau dalam perjanjian kredit yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia sebagai negara agraris telah memberikan peluang bagi penduduknya untuk berusaha di bidang pertanian. Kegiatan di bidang usaha pertanian tidak terbatas

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA BENDA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK. Oleh: Ni Made Trisna Dewi ABSTRACT

TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA BENDA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK. Oleh: Ni Made Trisna Dewi ABSTRACT TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA BENDA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK Oleh: Ni Made Trisna Dewi ABSTRACT Responsibility of debtor to elimination of fidusia warrant goods in credit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG-

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG- BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG- UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur. Dalam

Lebih terperinci

HJ-3 MACAM-MACAM JAMINAN. Oleh Herlindah, SH, M.Kn

HJ-3 MACAM-MACAM JAMINAN. Oleh Herlindah, SH, M.Kn HJ-3 MACAM-MACAM JAMINAN Oleh Herlindah, SH, M.Kn 1 JAMINAN JAMINAN UMUM JAMINAN KHUSUS 1131 BW JAMINAN PERORANGAN JAMINAN KEBENDAAN 1132 BW BORGTOCH PENANGGUNGAN BENDA TETAP BENDA BERGERAK TANAH BUKAN

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016. PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016. PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2 PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 1 Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana Pendaftaran Pemberian

Lebih terperinci

EKSEKUSI BARANG JAMINAN FIDUSIA DAN HAMBATANNYA DALAM PRAKTEK

EKSEKUSI BARANG JAMINAN FIDUSIA DAN HAMBATANNYA DALAM PRAKTEK EKSEKUSI BARANG JAMINAN FIDUSIA DAN HAMBATANNYA DALAM PRAKTEK Oleh : Masyhuri Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang Email : ABSTRAK Jaminan fidusia merupakan bentuk jaminan yang sangat disukai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB 2 PROSEDUR PELAKSANAAN JAMINAN RESI GUDANG SERTA PERANAN NOTARIS DALAM PROSES TERSEBUT 2.1 LEMBAGA JAMINAN DAN RESI GUDANG SEBAGAI JAMINAN

BAB 2 PROSEDUR PELAKSANAAN JAMINAN RESI GUDANG SERTA PERANAN NOTARIS DALAM PROSES TERSEBUT 2.1 LEMBAGA JAMINAN DAN RESI GUDANG SEBAGAI JAMINAN 13 BAB 2 PROSEDUR PELAKSANAAN JAMINAN RESI GUDANG SERTA PERANAN NOTARIS DALAM PROSES TERSEBUT 2.1 LEMBAGA JAMINAN DAN RESI GUDANG SEBAGAI JAMINAN 2.1.1 Perjanjian Kredit Sebagai Perjanjian Pokok Kredit

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN GADAI DEPOSITO DALAM KERANGKA HUKUM JAMINAN. mungkin akan terhindar dari itikad tidak baik debitur pemberi jaminan kebendaan

BAB II PENGATURAN GADAI DEPOSITO DALAM KERANGKA HUKUM JAMINAN. mungkin akan terhindar dari itikad tidak baik debitur pemberi jaminan kebendaan BAB II PENGATURAN GADAI DEPOSITO DALAM KERANGKA HUKUM JAMINAN A. Kerangka Hukum Jaminan Lembaga jaminan mempunyai tugas melancarkan dan mengamankan pemberian kredit, hal ini sesuai dengan tugas pokok bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Keterbatasan finansial atau kesulitan keuangan merupakan hal yang dapat dialami oleh siapa saja, baik orang perorangan maupun badan hukum. Permasalahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang Eksekusi 1. Kekuatan Eksekutorial Pengertian kekuatan Eksekutorial menurut Pasal 6 UUHT dapat ditafsirkan sebagai

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya merupakan adanya ikatan antara dua belah pihak atau antara 2 (dua)

Lebih terperinci

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2 1 Oleh: Agus S. Primasta 2 Pengantar Secara awam, permasalahan perkreditan dalam kehidupan bermasyarakat yang adalah bentuk dari pembelian secara angsuran atau peminjaman uang pada lembaga keuangan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, pembangunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional. Salah satu upaya untuk mewujudkan pembangunan

Lebih terperinci

EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT. ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE KOTA JAYAPURA

EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT. ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE KOTA JAYAPURA EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT. ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE KOTA JAYAPURA, SH.MH 1 Abstrak : Eksekusi Objek Jaminan Fidusia di PT.Adira Dinamika Multi Finance Kota Jayapura

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA NO. URAIAN GADAI FIDUSIA 1 Pengertian Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor (si berpiutang) atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur

Lebih terperinci

BAB II UPAYA HUKUM KREDITOR ATAS KELALAIAN MEMPERPANJANG HAK ATAS TANAH YANG DIAGUNKAN

BAB II UPAYA HUKUM KREDITOR ATAS KELALAIAN MEMPERPANJANG HAK ATAS TANAH YANG DIAGUNKAN dan sekaligus merupakan jawaban atas permasalahan yang dikemukakan pada rumusan masalah serta mengemukakan saran-saran yang relevan dengan permasalahan yang penulis kemukakan pada bab I. BAB II UPAYA HUKUM

Lebih terperinci

JAMINAN KEBENDAAN DAN JAMINAN PERORANGAN SEBAGAI UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMILIK PIUTANG

JAMINAN KEBENDAAN DAN JAMINAN PERORANGAN SEBAGAI UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMILIK PIUTANG JAMINAN KEBENDAAN DAN JAMINAN PERORANGAN SEBAGAI UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMILIK PIUTANG Niken Prasetyawati, Tony Hanoraga Abstrak Dalam mewujudkan tujuan nasional kegiatan dalam bidang ekonomi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana kita ketahui bahwa pembangunan ekonomi sebagai bagian

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana kita ketahui bahwa pembangunan ekonomi sebagai bagian BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sebagaimana kita ketahui bahwa pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional dapat menciptakan dan menjadikan masyarakat Indonesia menuju kearah

Lebih terperinci

S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : HUKUM JAMINAN STATUS MATA KULIAH : WAJIB KONSENTRASI KODE MATA KULIAH : HKT4017 PRASYARAT :

S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : HUKUM JAMINAN STATUS MATA KULIAH : WAJIB KONSENTRASI KODE MATA KULIAH : HKT4017 PRASYARAT : S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : HUKUM JAMINAN STATUS MATA KULIAH : WAJIB KONSENTRASI KODE MATA KULIAH : HKT4017 JUMLAH SKS : 2 (DUA) SKS PRASYARAT : B. DESKRIPSI MATA KULIAH Hukum

Lebih terperinci

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA DEFINISI Hak Tanggungan adalah: Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah, berikut/tidak

Lebih terperinci

PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN YANG OBYEKNYA TANAH DENGAN STATUS HAK GUNA BANGUNAN DI. PT. BRI (PERSERO) Tbk CABANG TEGAL

PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN YANG OBYEKNYA TANAH DENGAN STATUS HAK GUNA BANGUNAN DI. PT. BRI (PERSERO) Tbk CABANG TEGAL PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN YANG OBYEKNYA TANAH DENGAN STATUS HAK GUNA BANGUNAN DI PT. BRI (PERSERO) Tbk CABANG TEGAL TESIS Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat S-2 Magister Kenotariatan

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA YANG SUDAH DIALIHKAN SEBELUM JAMINAN FIDUSIA DIDAFTARKAN

AKIBAT HUKUM TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA YANG SUDAH DIALIHKAN SEBELUM JAMINAN FIDUSIA DIDAFTARKAN AKIBAT HUKUM TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA YANG SUDAH DIALIHKAN SEBELUM JAMINAN FIDUSIA DIDAFTARKAN ABSTRACT Oleh : Putu Gede Surya Eka Prayuda Adiwati I Nyoman Mudana Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan dalam kehidupan dewasa ini bukanlah merupakan sesuatu yang asing lagi. Bank tidak hanya menjadi sahabat masyarakat perkotaan, tetapi juga masyarakat perdesaan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu arah Kebijakan Program Pembangunan Nasional bidang ekonomi yang tercakup dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN A. Pengertian Hukum Jaminan Hukum jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan - jaminan piutang seorang kreditur terhadap debitur. Menurut J.Satrio

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan memegang peranan sangat penting dalam bidang perekonomian seiring dengan fungsinya sebagai penyalur dana dari pihak yang mempunyai kelebihan dana kepada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pembangunan bidang ekonomi khususnya kelancaran produksi dan distribusi barang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 25 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 2.1 Pengertian Gadai Salah satu lembaga jaminan yang obyeknya benda bergerak adalah lembaga gadai yang diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata.

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit 1. Pengertian Bank Membicarakan bank, maka yang terbayang dalam benak kita adalah suatu tempat di

Lebih terperinci

PARATE EXECUTIE PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI PERLINDUNGAN ASET KREDITOR DAN DEBITOR

PARATE EXECUTIE PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI PERLINDUNGAN ASET KREDITOR DAN DEBITOR Yusuf Arif Utomo: Parate Executie Pada Hak Tanggungan 177 PARATE EXECUTIE PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI PERLINDUNGAN ASET KREDITOR DAN DEBITOR Oleh Yusuf Arif Utomo* Abstrak Bank dalam memberikan pinjaman

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN

KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN Oleh: Adem Panggabean A. PENDAHULUAN Pada dunia bisnis dapat terjadi salah satu pihak tidak dapat melakukan kewajibannya membayar hutang-hutangnya kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain sehingga muncul hubungan utang piutang. Suatu utang piutang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. lain sehingga muncul hubungan utang piutang. Suatu utang piutang merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari kebutuhan yang bermacam-macam. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus berusaha dengan cara bekerja.

Lebih terperinci

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339 KEWENANGAN MENJUAL SENDIRI (PARATE EXECUTIE) ATAS JAMINAN KREDIT MENURUT UU NO. 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN 1 Oleh: Chintia Budiman 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari keperluan akan dana guna menggerakkan roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat yang kelebihan dana, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi rahasia umum bahwa setiap perusahaan membutuhkan dana investasi sebagai modal untuk membangun dan mengembangkan bisnis perusahaan itu sendiri. Hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaminan demi keamanan pemberian kredit tersebut. 1

BAB I PENDAHULUAN. jaminan demi keamanan pemberian kredit tersebut. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka pembangunan ekonomi Indonesia bidang hukum yang meminta perhatian serius dalam pembinaan hukumnya di antara lembaga jaminan karena perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menyebutkan bahwa, Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pemberian kredit atau penyediaan dana oleh pihak perbankan merupakan unsur yang terbesar dari aktiva bank, dan juga sebagai aset utama sekaligus menentukan maju mundurnya

Lebih terperinci

Oleh : Made Bagus Galih Adi Pradana I Wayan Wiryawan Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana

Oleh : Made Bagus Galih Adi Pradana I Wayan Wiryawan Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENERIMA FIDUSIA SEBAGAI PIHAK YANG LEMAH DALAM SUATU PERJANJIAN JAMINAN FIDUSIA DI LEMBAGA PERKREDITAN DESA (LPD) DESA PAKRAMAN BULELENG Oleh : Made Bagus Galih Adi Pradana I Wayan

Lebih terperinci

BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI

BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI 1. Ketentuan Dalam Pasal 21 UUJF Mengenai Benda Persediaan yang Dialihkan dengan

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PENDAFTARAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA DI DALAM PERJANJIAN KREDIT

AKIBAT HUKUM PENDAFTARAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA DI DALAM PERJANJIAN KREDIT AKIBAT HUKUM PENDAFTARAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA DI DALAM PERJANJIAN KREDIT Oleh I Dewa Gede Indra Eka Putra Made Gde Subha Karma Resen Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/201. HAK-HAK KEBENDAAN YANG BERSIFAT JAMINAN DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERDATA 1 Oleh: Andhika Mopeng 2

Lex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/201. HAK-HAK KEBENDAAN YANG BERSIFAT JAMINAN DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERDATA 1 Oleh: Andhika Mopeng 2 HAK-HAK KEBENDAAN YANG BERSIFAT JAMINAN DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERDATA 1 Oleh: Andhika Mopeng 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hak-hak kebendaan ditinjau dari

Lebih terperinci