PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG"

Transkripsi

1 PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk optimalisasi pengelolaan keuangan negara di lingkungan Kementerian Sosial, perlu disusun petunjuk pelaksanaan teknis; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Sosial tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Negara di Lingkungan Kementerian Sosial; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Pemerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);

2 5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 443); 6. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2004 tentang Tata Cara Penyampaian Rencana dan Laporan Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4353); MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI SOSIAL TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN SOSIAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. 2. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang digunakan sebagai acuan Pengguna Anggaran dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN. 3. Keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. 4. Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang mempunyai kewenangan untuk melaksanakan fungsi pengelolaan Rekening/Kas Umum Negara, dalam hal ini adalah Menteri Keuangan. 2

3 5. Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran kementerian/lembaga. 6. Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Sosial. 7. Kuasa Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut kuasa BUN adalah pejabat yang memperoleh kewenangan untuk dan atas nama BUN melaksanakan fungsi pengelolaan rekening Kas Umum Negara. 8. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari BUN untuk melaksanakan sebagian fungsi kuasa BUN. 9. Satuan Kerja yang selanjutnya disebut satker adalah unit organisasi lini Kementerian Sosial atau unit organisasi pemerintah daerah yang melaksanakan kegiatan kementerian/lembaga dan memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran. 10. Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN. 11. Bendahara Penerimaan adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang pendapatan negara dalam rangka pelaksanaan APBN pada kantor/satuan kerja kementerian/lembaga. 12. Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja negara dalam pelaksanaan APBN pada kantor/ satuan kementerian/lembaga. 13. Bendahara Pengeluaran Pembantu yang selanjutnya disingkat BPP adalah orang yang ditunjuk untuk membantu Bendahara Pengeluaran untuk melaksanakan pembayaran kepada yang berhak guna kelancaran pelaksanaan kegiatan tertentu. 14. Petugas Pengelolaan Administrasi Belanja Pegawai yang selanjutnya disingkat PPABP adalah pembantu KPA yang diberi tugas dan tanggung jawab untuk mengelola pelaksanaan belanja pegawai. 3

4 15. Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat UP adalah uang muka kerja dalam jumlah tertentu yang diberikan kepada Bendahara Pengeluaran untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari satker atau membiayai pengeluaran yang menurut sifat dan tujuannya tidak mungkin dilakukan melalui mekanisme pembayaran langsung. 16. Pembayaran Langsung yang selanjutnya disebut pembayaran LS adalah pembayaran yang dilakukan langsung kepada Bendahara Pengeluaran/penerima hak lainnya atas dasar perjanjian kerja, surat keputusan surat tugas atau surat perintah kerja lainnya melalui penerbitan Surat Perintah Membayar Langsung. 17. Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat TUP adalah uang muka yang diberikan kepada Bendahara Pengeluaran untuk kebutuhan yang sangat mendesak dalam 1 (satu) bulan melebihi pagu UP yang telah ditetapkan. 18. Pertanggungjawaban Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat PTUP adalah pertanggungjawaban atas TUP. 19. Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan Bendahara Pengeluaran untuk mengajukan permintaan pembayaran. 20. Surat Permintaan Pembayaran Langsung yang selanjutnya disebut SPP-LS adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, dalam rangka pembayaran tagihan kepada penerima hak/bendahara pengeluaran. 21. Surat Permintaan Pembayaran Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disebut SPP-TUP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK yang berisi permintaan pembayaran TUP. 22. Surat Permintaan Pembayaran Penggantian Uang Persediaan yang selanjutnya disebut SPP-GUP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK yang berisi pertanggungjawaban dan permintaan kembali pembayaran TUP. 23. Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat penandatangan surat perintah membayar untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA. 24. Surat Perintah Membayar Langsung yang selanjutnya disebut SPM-LS adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat penandatangan surat perintah membayar untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA dalam rangka pembayaran tagihan kepada penerima hak/bendahara Pengeluaran. 4

5 25. Surat Perintah Membayar Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM- UP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan UP. 26. Surat Perintah Membayar Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM-TUP adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat penandatangan surat perintah membayar untuk mencairkan TUP. 27. Surat Perintah Membayar Penggantian Uang Persediaan yang selanjutnya disebut SPM-GUP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM dengan membebani DIPA, yang dananya dipergunakan untuk menggantikan UP yang telah dipakai. 28. Surat Perintah Perjalanan Dinas yang selanjutnya disingkat SPPD adalah surat perintah kepada Pejabat Negara dan Pegawai Negeri Sipil untuk melaksanakan perjalanan dinas. 29. Surat perintah pencairan dana yang selanjutnya SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan olek KPPN selaku kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM. 30. Surat Perintah Bayar yang selanjutnya disebut SPBy adalah dasar pembayaran atas UP yang disetujui dan ditandatangani oleh PPK atas nama KPA. 31. Buku Kas Umum yang selanjutnya disingkat BKU adalah buku untuk mencatat/mengetahui jumlah yang diterima, dikeluarkan, dan sisa yang ada di bawah pengurusan Bendahara yang harus dipertanggungjawabkan. 32. Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan. 33. Pejabat lain adalah pejabat negara dan pejabat penyelenggara pemerintahan yang tidak berstatus sebagai pejabat negara. 34. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial. Pasal 2 (1) DIPA berlaku sebagai dasar pelaksanaan pengeluaran negara setelah mendapat pengesahan dari Menteri Keuangan selaku BUN. (2) Alokasi dana yang tertuang dalam DIPA merupakan batas tertinggi pengeluaran negara. 5

6 (3) Pengeluaran negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh dilaksanakan jika alokasi dananya tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam DIPA. (4) Dalam hal pelaksanaan pengeluaran negara untuk pembayaran gaji dan tunjangan yang melekat pada gaji dapat melampaui alokasi dana gaji dan tunjangan yang melekat pada gaji dalam DIPA, sebelum dilakukan perubahan/revisi DIPA. BAB II PEJABAT PERBENDAHARAAN NEGARA Bagian Kesatu PA Pasal 3 Menteri selaku penyelenggara urusan di bidang sosial bertindak sebagai PA atas bagian anggaran yang disediakan untuk penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi tugas dan kewenangannya. (1) Menteri selaku PA berwenang: Bagian Kedua KPA Pasal 4 a. menunjuk Inspektur Jenderal, Pejabat Eselon II Kantor Pusat, Kepala Satker UPT di lingkungan Kementerian Sosial sebagai KPA; dan b. menetapkan Pejabat Perbendaharaan Negara lainnya. (2) Penunjukan KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a bersifat exofficio. (3) Pejabat Perbendaharaan Negara lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi PPK dan PPSPM. (4) Kewenangan PA untuk menetapkan Pejabat Perbendaharaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilimpahkan kepada KPA. (5) Dalam hal terjadi penggantian jabatan pejabat yang ditunjuk sebagai KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pejabat yang baru menjabat sebagai KPA setelah serah terima jabatan. 6

7 Pasal 5 (1) Dalam hal terdapat keterbatasan jumlah pejabat/pegawai yang memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai pejabat perbendaharaan negara, dimungkinkan perangkapan fungsi pejabat perbendaharaan negara dengan prinsip saling uji atau check and balance, melalui perangkapan jabatan KPA sebagai PPK atau PPSPM. (2) KPA melaksanakan penggunaan anggaran berdasarkan DIPA. (3) Penunjukan KPA tidak terikat periode tahun anggaran. (4) Dalam hal terdapat kekosongan jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 pada ayat (1) huruf a, PA segera menunjuk langsung seorang pejabat baru sebagai pelaksana tugas KPA yang dituangkan dengan Surat Keputusan penunjukan. (5) Penunjukan KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berakhir apabila tidak teralokasi anggaran untuk program yang sama pada tahun anggaran berikutnya. (6) KPA yang penunjukannya berakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bertanggung jawab untuk menyelesaikan seluruh administrasi dan pelaporan keuangan. Pasal 6 (1) Penunjukan KPA atas pelaksanaan dana dekonsentrasi dilakukan oleh gubernur selaku pihak yang diberikan pelimpahan sebagian urusan pemerintah yang menjadi kewenangan Kementerian Sosial. (2) Penunjukan KPA atas pelaksanaan dana urusan bersama, dilakukan oleh Menteri atas usul gubernur/bupati/walikota. (3) Penunjukan KPA atas pelaksanaan tugas pembantuan dilakukan oleh Menteri atas usul gubernur/bupati/walikota. (4) Dalam rangka percepatan pelaksanaan anggaran, Menteri dapat mendelegasikan penunjukan KPA atas pelaksanaan urusan bersama dan tugas pembantuan kepada gubernur/bupati/walikota. Pasal 7 (1) Dalam pelaksanaan anggaran pada Satker, KPA memiliki tugas dan wewenang: a. menyusun DIPA; b. menetapkan PPK untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara; 7

8 c. menetapkan PPSPM untuk melakukan pengujian tagihan dan penerbitan SPM atas beban anggaran belanja negara; d. menetapkan panitia/pejabat yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan dan pengelolaan anggaran/keuangan; e. menetapkan rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana; f. memberikan supervisi dan konsultasi dalam pelaksanaan kegiatan dan penarikan dana; g. mengawasi penatausahaan dokumen dan transaksi yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan dan anggaran; dan h. menyusun laporan keuangan dan kinerja atas pelaksanaan anggaran sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Untuk setiap 1 (satu) DIPA, KPA dapat menetapkan lebih dari 1 (satu) PPK, dan 1 (satu) PPSPM. Pasal 8 (1) KPA bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan dan anggaran yang berada dalam penguasaannya kepada PA. (2) Pelaksanaan tanggung jawab KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk: a. mengesahkan rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana; b. merumuskan standar operasional prosedur agar pelaksanaan pengadaan barang/jasa sesuai dengan ketentuan tentang pengadaan barang/jasa Pemerintah; c. menyusun sistem pengawasan dan pengendalian agar proses penyelesaian tagihan atas beban APBN dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan; d. melakukan pengawasan agar pelaksanaan kegiatan dan pengadaan barang/jasa sesuai dengan keluaran/output yang ditetapkan dalam DIPA; e. melakukan monitoring dan evaluasi agar pembuatan perjanjian/kontrak pengadaan barang/jasa dan pembayaran atas beban APBN sesuai dengan keluaran/output yang ditetapkan dalam DIPA serta rencana yang telah ditetapkan; f. merumuskan kebijakan agar pembayaran atas beban APBN sesuai dengan keluaran/output yang ditetapkan dalam DIPA; dan g. melakukan pengawasan, monitoring, dan evaluasi atas pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran dalam rangka penyusunan laporan keuangan. Pasal 9 (1) KPA menetapkan PPK dan PPSPM dengan surat keputusan dan penetapannya tidak terikat periode tahun anggaran. (2) Dalam hal tidak terdapat perubahan pada saat pergantian periode tahun anggaran, penetapan PPK dan PPSPM tahun yang lalu masih berlaku. (3) KPA menetapkan besaran honor KPA dan Pejabat Perbendaharaan lainnya setiap tahun dengan Surat Keputusan. 8

9 (4) Dalam hal pejabat dipindahtugaskan/pensiun/diberhentikan dari jabatan/berhalangan sementara, KPA menetapkan PPK atau PPSPM pengganti dengan surat keputusan dan berlaku sejak serah terima jabatan. (5) Dalam hal penunjukan KPA berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5), penetapan PPK dan PPSPM secara otomatis berakhir. (6) PPK dan PPSPM yang penunjukannya berakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus menyelesaikan seluruh administrasi keuangan yang menjadi tanggung jawabnya pada saat menjabat PPK dan PPSPM. Bagian Ketiga PPK Pasal 10 (1) PPK melaksanakan kewenangan KPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja Negara. (2) Jabatan PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) boleh dirangkap oleh pejabat penandatangan surat perintah membayar dan bendahara. (3) Pejabat/pegawai yang akan diangkat sebagai PPK harus memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa, berpendidikan paling rendah sarjana strata satu/s1, atau golongan ruang III/a. (4) Dalam hal tidak ada pejabat/pegawai yang memenuhi persyaratan untuk ditunjuk sebagai PPK sebagaimana pada ayat (4) dikecualikan untuk: a. PPK yang dijabat oleh pejabat eselon I dan II di Kementerian Sosial; dan/atau b. PA/KPA yang bertindak sebagai PPK. Pasal 11 (1) Dalam melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja Negara, PPK memiliki tugas dan wewenang : a. menyusun rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana berdasarkan DIPA; b. menerbitkan surat penunjukan penyedia barang/jasa; c. membuat, menandatangani, dan melaksanakan perjanjian/kontrak dengan penyedia barang/jasa; d. melaksanakan kegiatan swakelola; e. memberitahukan kepada Kuasa BUN atas perjanjian/kontrak yang dilakukan; f. mengendalikan pelaksanaan perjanjian/kontrak; g. menguji dan menandatangani surat bukti mengenai hak tagih kepada negara; h. membuat dan menandatangani SPP; i. melaporkan pelaksanaan/penyelesaian kegiatan kepada KPA; 9

10 j. menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada KPA dengan Berita Acara Penyerahan; k. menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan kegiatan; l. melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang berkaitan dengan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan m. menandatangani surat perjalanan dinas, rincian perjalanan dinas, rincian ril, dan lembar IV/lembar kedatangan atas nama Kepala Satker/Satker Sementara bagi pejabat negara, pegawai negeri sipil dan pegawai tidak tetap yang melakukan perjalanan dinas di lingkungan kerjanya. (2) Dalam pelaksanaan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h, PPK menguji: a. kelengkapan dokumen tagihan; b. kebenaran perhitungan tagihan; c. kebenaran data pihak yang berhak menerima pembayaran atas beban APBN; d. kesesuaian spesifikasi teknis dan volume barang/jasa sebagaimana yang tercantum dalam perjanjian/kontrak dengan barang/jasa yang diserahkan oleh penyedia barang/jasa. e. kesesuaian spesifikasi teknis dan volume barang/jasa sebagaimana yang tercantum pada dokumen serah barang/jasa dengan dokumen perjanjian/kontrak; f. kebenaran, keabsahan serta akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti mengenai hak tagih kepada negara; dan g. ketepatan jangka waktu penyelesaian pekerjaan sebagaimana yang tercantum pada dokumen serah terima barang/jasa dengan dokumen perjanjian/kontrak. Pasal 12 (1) Dalam melaksanakan kewenangan KPA di bidang belanja pegawai, KPA mengangkat PPABP untuk membantu PPK dalam mengelola administrasi belanja pegawai. (2) PPABP bertanggung jawab atas pengelolaan administrasi belanja pegawai kepada KPA. (3) PPABP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tugas: a. melakukan pencatatan dan kepegawaian secara elektronik dan/atau manual yang berhubungan dengan belanja pegawai secara tertib, teratur, dan berkesinambungan; b. melakukan penatausahaan dokumen terkait keputusan kepegawaian dan dokumen pendukung lainnya dalam dosir setiap pegawai pada satker yang bersangkutan secara tertib dan teratur; c. memproses pembuatan daftar gaji induk, gaji susulan, kekurangan gaji, uang duka wafat/tewas, terusan penghasilan/gaji, uang muka gaji, uang lembur, uang makan, honorarium, vakasi, dan pembuatan daftar permintaan perhitungan belanja pegawai lainnya; d. memproses pembuatan surat keterangan penghentian pembayaran/skpp; 10

11 e. memproses perubahan data yang tercantum pada surat keterangan untuk mendapatkan tunjangan keluarga setiap awal tahun anggaran atau setiap terjadi perubahan susunan keluarga; f. menyampaikan daftar permintaan belanja pegawai, arsip data komputer perubahan data pegawai, arsip data komputer belanja pegawai, daftar perubahan data pegawai, dan dokumen pendukung kepada PPK; g. mencetak kartu pengawasan belanja pegawai perorangan setiap awal tahun dan/atau apabila diperlukan; dan h. melaksanakan tugas-tugas lain yang berhubungan dengan penggunaan anggaran belanja pegawai. Bagian Keempat PPSPM Pasal 13 (1) PPSPM melaksanakan kewenangan KPA untuk melakukan pengujian atas tagihan dan penerbitan SPM. (2) Dalam melakukan pengujian tagihan dan penerbitan SPM, PPSPM memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut : a. menguji kebenaran SPP beserta dokumen pendukung; b. menolak dan mengembalikan SPP, apabila tidak memenuhi persyaratan untuk dibayarkan; c. membebankan tagihan pada mata anggaran yang telah disediakan; d. menerbitkan SPM; e. menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen hak tagih; f. melaporkan pelaksanaan pengujian dan perintah pembayaran kepada KPA; dan g. melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang berkaitan dengan pelaklsanaan pengujian dan perintah pembayaran. (3) PPSPM bertanggung jawab atas: a. kebenaran, kelengkapan, dan keabsahan administrasi terhadap dokumen hak tagih pembayaran yang menjadi dasar penerbitan SPM dan akibat yang timbul dari pengujian yang dilakukan; dan b. ketepatan jangka waktu penerbitan dan penyampaian SPM kepada KPPN. (4) PPSPM harus menyampaikan laporan bulanan terkait pelaksanaan tugas dan wewenang kepada KPA paling sedikit memuat: a. jumlah SPP yang diterima; b. jumlah SPM yang diterbitkan; dan c. jumlah SPP yang tidak dapat diterbitkan SPM. 11

12 Bagian Kelima Bendahara Penerimaan Pasal 14 (1) Dalam melaksanakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada kantor/satker, Menteri dapat mengangkat Bendahara Penerimaan. (2) Pengangkatan Bendahara Penerimaan tidak terikat periode tahun anggaran. (3) Dalam hal tidak terdapat perubahan pejabat yang diangkat sebagai Bendahara Penerimaan pada saat pergantian periode tahun anggaran, pengangkatan Bendahara Penerimaan tahun anggaran yang lalu masih tetap berlaku. (4) Jabatan Bendahara Penerimaan tidak boleh dirangkap oleh KPA. Pasal 15 Bendahara Penerimaan bertugas: a. menerima dan menyimpan uang pendapatan negara; b. menyetorkan uang pendapatan negara ke rekening kas negara secara periodik sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; c. menatausahakan transaksi uang pendapatan negara di lingkungan kementerian/satker; d. menyelenggarakan pembukuan transaksi uang pendapatan negara; e. mengelola rekening tempat penyimpanan uang pendapatan negara; dan f. menyampaikan laporan pertanggungjawaban Bendahara Penerimaan kepada Badan Pemeriksa Keuangan, Menteri Keuangan cq. KPPN Selaku Kuasa BUN dan Menteri Sosial cq. Biro Keuangan, paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya. Pasal 16 (1) Bendahara Penerimaan bertanggung jawab secara pribadi atas uang pendapatan negara yang berada dalam pengelolaannya. (2) Bendahara Penerimaan bertanggung jawab secara fungsional atas pengelolaan uang pendapatan negara yang menjadi tanggung jawabnya kepada Kuasa BUN. (3) Pejabat/pegawai yang akan diangkat sebagai Bendahara Penerimaan harus memiliki sertifikat bendahara yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan atau Pejabat yang ditunjuk. (4) Dalam hal tidak ada pejabat/pegawai yang bersertifikat untuk ditunjuk sebagai Bendahara Penerimaan atau sertifikasi bendahara penerimaan belum berlaku efektif, maka bendahara dapat dijabat oleh pejabat/pegawai yang telah mengikuti kegiatan pembinaan bendahara yang dilaksanakan Biro Keuangan Kementerian Sosial. 12

13 Bagian Keenam Bendahara Pengeluaran Pasal 17 (1) Untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran belanja, Menteri/kepala satker mengangkat Bendahara Pengeluaran di setiap satker. (2) Kewenangan pengangkatan Bendahara Pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat didelegasikan kepada kepala satker. (3) Pengangkatan Bendahara Pengeluaran tidak terikat periode tahun anggaran. (4) Bendahara Pengeluaran tidak dapat dirangkap oleh KPA, PPK, atau PPSPM. (5) Dalam hal tidak terdapat penggantian Bendahara Pengeluaran, penetapan bendahara pengeluaran tahun yang lalu masih tetap berlaku. (6) Dalam hal Bendahara Pengeluaran dipindahtugaskan/pensiun/ diberhentikan dari jabatan/berhalangan sementara, Menteri atau kepala satker menetapkan pejabat pengganti sebagai Bendahara Pengeluaran. (7) Bendahara Pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus menyelesaikan seluruh administrasi keuangan yang menjadi tanggung jawab pada saat menjadi Bendahara Pengeluaran. (8) Pejabat/pegawai yang akan diangkat sebagai Bendahara Pengeluaran harus memiliki sertifikat bendahara yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan atau pejabat yang ditunjuk. (9) Dalam hal tidak ada pejabat/pegawai yang bersertifikat untuk ditunjuk sebagai Bendahara Pengeluaran atau sertifikasi Bendahara Pengeluaran belum berlaku efektif maka bendahara dapat dijabat oleh pejabat/pegawai yang telah mengikuti kegiatan pembinaan bendahara yang dilaksanakan Biro Keuangan Kementerian Sosial. (10) Dalam hal proses sertifikasi sebagimana dimaksud pada ayat (8) belum terlaksana, persyaratan yang harus dipenuhi untuk dapat diangkat sebagai bendahara sebagai berikut: a. pegawai negeri sipil; b. pendidikan paling rendah Sekolah Menengah Umum atau sederajat; dan/atau c. golongan paling rendah II/b atau sederajat. 13

14 Pasal 18 (1) Dalam pelaksanaan anggaran, Menteri atau Kepala Satker dapat menetapkan 1 (satu) Bendahara Pengeluaran untuk 1 (satu) DIPA/Satker. (2) Dalam hal terdapat keterbatasan pegawai/pejabat yang akan ditunjuk sebagai Bendahara Pengeluaran, Menteri atau Kepala Satker dapat menetapkan 1 (satu) Bendahara Pengeluaran untuk mengelola lebih dari 1 (satu) DIPA/Satker. Pasal 19 (1) Bendahara Pengeluaran melaksanakan tugas kebendaharaan atas uang/surat berharga yang berada dalam pengelolaanya meliputi: a. uang/surat berharga yang berasal dari UP dan pembayaran LS melalui bendahara pengeluaran; b. uang/surat berharga yang yang bukan berasal dari UP, dan bukan berasal dari pembayaran LS yang bersumber dari APBN. (2) Tugas bendahara pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga meliputi: a. menerima, menyimpan, menatausahakan, dan membukukan uang/surat berharga dalam pengelolaannya; b. melakukan pengujian dan pembayaran berdasarkan perintah PPK; c. menolak perintah pembayaran apabila tidak memenuhi persyaratan untuk dibayarkan; d. melakukan pemotongan/pemungutan penerimaan negara dari pembayaran yang dilakukannya; e. menyetorkan pemotongan/pemungutan kewajiban kepada negara ke kas Negara; f. mengelola rekening tempat penyimpanan UP; dan g. menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban/LPJ kepada Kepala KPPN selaku Kuasa BUN. (3) Pembayaran dilaksanakan setelah dilakukan pengujian atas perintah pembayaran segaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b yang meliputi: a. meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh PPK; b. pemeriksaan kebenaran atas hak tagih, meliputi : 1) Pihak yang ditunjuk untuk menerima pembayaran; 2) Nilai tagihan yang harus dibayar; 3) Jadwal waktu pembayaran; dan 4) Menguji ketersediaan dana yang bersangkutan. c. pemeriksaan dan pengujian ketepatan penggunaan kode mata anggaran pengeluaran (akun 6 digit). Pasal 20 (1) Dalam meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan anggaran, Kepala Satker dapat menunjuk beberapa BPP sesuai kebutuhan. 14

15 (2) Penunjukan BPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam hal: a. terdapat kegiatan yang lokasinya berjauhan dengan tempat kedudukan Bendahara Pengeluaran; dan/atau b. beban kerja Bendahara Pengeluaran sangat berat berdasarkan penilaian kepala kantor/satker. (3) BPP harus menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada Bendahara Pengeluaran. (4) BPP melakukan pembayaran atas UP yang dikelola sesuai pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3). Pasal 21 (1) BPP melaksanakan tugas kebendaharaan atas uang yang berada dalam pengelolaannya. (2) Pelaksanaan tugas kebendaharaan atas uang yang dikelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. menerima dan menyimpan UP; b. melakukan pengujian dan pembayaran atas tagihan yang dananya bersumber dari UP; c. melakukan pembayaran yang dananya bersumber dari UP berdasarkan perintah PPK; d. menolak perintah pembayaran apabila tidak memenuhi persyaratan untuk dibayarkan; e. melakukan pemotongan/pemungutan dari pembayaran yang dilakukannya atas kewajiban kepada negara; f. menyetorkan pemotongan/pemungutan kewajiban kepada negara ke Kas Negara; g. menatausahakan transaksi UP; h. menyelenggarakan pembukuan transaksi UP; dan i. mengelola rekening tempat penyimpan UP. Pasal 22 (1) Bendahara Pengeluaran bertanggung jawab secara pribadi atas uang/surat berharga yang berada dalam pengelolaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 pada ayat (1). (2) BPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1), bertanggung jawab secara pribadi atas uang yang berada dalam pengelolaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 pada ayat (1). Pasal 23 (1) Dalam pelaksanaan pembayaran atas beban APBN, KPA membuka rekening pengeluaran atas nama Bendahara Pengeluaran/BPP dengan persetujuan Kuasa BUN. 15

16 (2) Kepala KPPN selaku Kuasa BUN memberikan persetujuan pembukaan rekening Bendahara Pengeluaran/BPP kepada KPA. (3) Pembukaan rekening pengeluaran atas nama Bendahara Pengeluaran/BPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan. BAB III PERJALANAN DINAS Pasal 24 Perjalanan dinas di lingkungan Kementerian Sosial meliputi : a. perjalanan dinas dalam negeri bagi pejabat negara, pegawai negeri, pegawai tidak tetap, dan pihak lain. b. perjalanan dinas luar negeri bagi pejabat negara, pegawai negeri, pegawai tidak tetap dan pihak lain. Pasal 25 (1) Perjalanan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 meliputi: a. perjalanan dinas jabatan; b. perjalanan dinas pindah; c. pihak lain. (2) Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 meliputi: a. pegawai negeri sipil; b. calon pegawai negeri sipil. (3) Pegawai tidak tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b merupakan pegawai yang diangkat untuk jangka waktu tertentu guna melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan yang bersifat teknis profesional dan administrasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi. (4) Pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b merupakan pihak di luar pejabat negara, pegawai negeri, dan pegawai tidak tetap. Pasal 26 Perjalanan dinas dilaksanakan dengan prinsip sebagai berikut: a. selektif, yaitu hanya untuk kepentingan yang sangat tinggi dan prioritas yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan; b. ketersediaan anggaran dan kesesuaian dengan pencapaian kinerja kementerian negara; c. efisiensi penggunaan belanja negara; dan d. akuntanbilitas pemberiaan perintah pelaksanaan perjalanan dinas dan pembebanan biaya perjalanan dinas. 16

17 Bagian Kesatu Perjalanan Dinas Dalam Negeri Pasal 27 (1) Perjalanan dinas jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 digolongkan menjadi: a. melewati batas kota; dan b. dilaksanakan di dalam kota; (2) Melewati batas kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a khusus untuk Provinsi DKI Jakarta meliputi kesatuan wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Barat dan Jakarta Selatan. (3) Dilaksanakan di dalam kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas: a. perjalanan dinas jabatan yang dilaksanakan lebih dari 8 (delapan) jam; dan b. perjalanan dinas jabatan yang dilaksanakan sampai dengan 8 (delapan) jam. Pasal 28 (1) Perjalanan dinas jabatan oleh pelaksana SPD dilakukan sesuai perintah atasan pelaksana SPD yang tertuang dalam surat tugas. (2) Surat Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh: a. kepala satker untuk Perjalanan Dinas Jabatan yang dilakukan atas pelaksana SPD satuan kerja berkenaan; b. kepala satker unit vertikal untuk perjalanan dinas jabatan yang dilakukan diri sendiri, para pejabat dan pegawai di lingkungan Satkernya; c. pejabat Eselon II untuk perjalanan dinas jabatan yang dilakukan oleh pelaksana SPD dalam lingkup unit eselon II/setingkat unit eselon II berkenaan; d. menteri/ Pejabat Eselon I untuk Perjalanan Dinas Jabatan yang dilakukan oleh Menteri/Pejabat Eselon I/Pejabat Eselon II; atau e. pejabat yang ditunjuk serendah-rendahnya Pejabat Eselon II. (3) Kewenangan penerbitan Surat Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat didelegasikan kepada pejabat yang ditunjuk. (4) Surat tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit mencantumkan hal-hal sebagai berikut: a. pemberi tugas; b. pelaksana tugas; c. waktu pelaksanaan tugas; dan d. tempat pelaksanaan tugas. 17

18 (5) Berdasarkan surat tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan: a. perjalanan dinas jabatan yang melewati batas kota; atau b. perjalanan dinas jabatan yang dilaksanakan di dalam kota lebih dari 8 (delapan) jam; c. perjalanan dinas jabatan dalam rangka rapat di luar kantor yang melewati batas kota; dan d. surat tugas dimaksud menjadi dasar penerbitan SPPD. (6) Dalam penerbitan SPPD, PPK berwenang untuk menetapkan tingkat biaya perjalanan dinas dan alat transpor yang digunakan untuk melaksanakan perjalanan dinas jabatan yang bersangkutan dengan memperhatikan kepentingan serta tujuan perjalanan dinas tersebut. (7) Dalam hal pelaksanaan perjalanan dinas diselenggarakan dalam rangka rapat, seminar, dan sejenisnya dengan beban biaya oleh satker penyelenggara, penerbitan SPPD dapat dibuat secara kolektif dengan melampirkan daftar peserta yang telah disahkan oleh PPK pada satker penyelenggara. (8) Surat Tugas dan SPPD sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ayat (5), dan ayat (7) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 29 (1) Perjalanan dinas jabatan terdiri atas komponen: a. uang harian; b. biaya transpor; c. biaya penginapan; d. uang representasi; e. sewa kendaraan dalam kota; dan/atau f. biaya menjemput/mengantar jenazah. (2) Uang harian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas: a. uang makan; b. uang transpor lokal; dan c. uang saku. (3) Biaya transpor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas: a. perjalanan dinas dari tempat kedudukan sampai tempat tujuan keberangkatan dan kepulangan termasuk biaya ke terminal bus/stasiun/bandara/pelabuhan keberangkatan; dan b. retribusi yang dipungut di terminal bus/stasiun/bandara/pelabuhan keberangkatan dan kepulangan. (4) Biaya penginapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas: a. hotel; atau b. tempat penginapan lainnya. 18

19 (5) Dalam hal pelaksana SPPD tidak menggunakan biaya penginapan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku ketentuan sebagai berikut : a. pelaksana SPPD diberikan biaya penginapan sebesar 30% (tiga puluh persen) dari tarif hotel di kota tempat tujuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai standar biaya; b. biaya penginapan sebagaimana dimaksud pada huruf a dibayarkan secara lumpsum. (6) Biaya penginapan sebesar 30% (tiga puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a tidak diberikan untuk : a. perjalanan dinas jabatan dalam kota lebih dari 8 (delapan) jam yang dilaksanakan pergi dan pulang dalam hari yang sama; b. perjalanan dinas jabatan untuk mengikuti rapat, seminar, dan sejenisnya yang dilaksanakan dengan paket meeting fullboard; dan c. perjalanan dinas jabatan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan. (7) Uang representasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dapat diberikan kepada Pejabat Negara, Pejabat Eselon I, dan Pejabat Eselon II selama melakukan perjalanan dinas dalam negeri yang melewati batas kota. (8) Sewa kendaraan dalam kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dapat diberikan kepada Pejabat Negara untuk keperluan pelaksanaan tugas di tempat tujuan. (9) Sewa kendaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) sudah termasuk biaya untuk pengemudi, bahan bakar minyak, dan pajak. (10) Biaya menjemput/mengantar jenazah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f meliputi biaya bagi penjemput/pengantar, biaya pemetian, dan biaya angkutan jenazah. (11) Komponen biaya perjalanan dinas jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan pada rincian biaya perjalanan dinas sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 30 (1) Biaya perjalanan dinas jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) digolongkan dalam 3 (tiga) tingkat yaitu: a. tingkat A untuk ketua/wakil ketua dan Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Badan Pemeriksa Keuangan, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan menteri, wakil menteri, pejabat setingkat menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota/wakil wali kota, ketua/wakil ketua anggota komisi, Pejabat Eselon I serta pejabat lainnya yang setara; b. tingkat B untuk Pejabat Negara Lainnya, Pejabat Eselon II, dan pejabat lainnya yang setara; dan 19

20 c. tingkat C untuk Pejabat Eselon III/Pegawai Negeri Sipil Gol. IV, Pejabat Eselon IV/ Pegawai Negeri Sipil Gol. III, Pegawai Negeri Sipil Gol. II dan I. (2) Dalam hal biaya penginapan untuk melaksanakan suatu kegiatan pada hotel/penginapan lebih tinggi dari standar biaya, maka pelaksana SPPD menggunakan fasilitas kamar dengan biaya terendah pada hotel/penginapan. (3) Dalam hal perjalanan dinas jabatan menggunakan kapal laut/sungai untuk waktu paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam selama perjalanan, kepada pelaksana SPPD hanya diberikan uang harian. (4) Biaya perjalanan dinas jabatan dibayarkan sebelum perjalanan dinas jabatan dilaksanakan, dan apabila perjalanan dinas harus segera dilaksanakan, biaya perjalanan dinas dapat dibayarkan setelah perjalanan dinas selesai. (5) Dalam hal jumlah hari perjalanan dinas jabatan melebihi jumlah hari yang ditetapkan dalam surat tugas/spd dan tidak disebabkan oleh kesalahan/kelalaian pelaksana SPD dapat diberikan tambahan uang harian, biaya penginapan, uang representasi dan sewa kendaraan dalam kota, tambahan tersebut dapat dimintakan kepada PPK untuk mendapat persetujuan dengan melampirkan dokumen berupa: a. surat keterangan kesalahan/kelalaian dari syahbandar/kepala bandara/ perusahaan jasa transportasi lainnya; dan/atau b. surat keterangan perpanjangan tugas dari pemberi tugas. (6) Dalam hal jumlah hari perjalanan dinas kurang dari jumlah hari yang ditetapkan dalam SPD, pelaksana SPD harus mengembalikan kelebihan uang harian, biaya penginapan, uang representasi dan sewa kendaraan dalam kota yang telah diterimanya kepada PPK. Pasal 31 (1) Perjalanan dinas jabatan untuk mengikuti rapat, seminar, dan sejenisnya dilaksanakan dengan biaya perjalanan dinas jabatan yang ditanggung oleh panitia penyelenggara. (2) Dalam hal biaya perjalanan dinas jabatan untuk mengikuti rapat, seminar, dan sejenisnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditanggung oleh panitia penyelenggara, biaya perjalanan dinas jabatan dimaksud dibebankan pada DIPA satuan kerja pelaksana SPD. (3) Panitia penyelenggara menyampaikan pemberitahuan mengenai pembebanan biaya perjalanan dinas jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dalam surat/undangan mengikuti rapat, seminar, dan sejenisnya. 20

21 Pasal 32 (1) Pembayaran biaya perjalanan dinas kepada pelaksana SPPD paling cepat 5 (lima) hari kerja sebelum perjalanan dinas dilaksanakan. (2) Pembayaran biaya perjalanan dinas dilakukan melalui mekanisme UP dan/atau mekanisme LS. (3) Pembayaran biaya perjalanan dinas dengan mekanisme UP dilakukan dengan memberikan uang muka kepada pelaksana SPPD oleh bendahara pengeluaran. (4) Pemberian uang kepada pelaksana SPPD berdasarkan persetujuan dari PPK dengan melampirkan dokumen sebagai berikut: a. surat tugas; b. foto copy SPPD; c. surat perintah bayar uang muka d. kuitansi tanda terima uang muka; dan e. rincian perkiraan biaya perjalanan dinas. (5) Pembayaran dengan mekanisme LS dilakukan melalui: a. Perikatan dengan penyedia jasa; b. Bendahara pengeluaran; atau c. Pelaksana SPPD. (6) Dalam hal biaya perjalanan dinas jabatan yang dibayarkan kepada pelaksana SPPD melebihi biaya perjalanan dinas jabatan yang seharusnya dipertanggungjawabkan, kelebihan biaya tersebut harus disetor ke kas negara melalui PPK. (7) Penyetoran kelebihan pembayaran dimaksud dilakukan dengan: a. menggunakan surat setoran pengembalian belanja untuk tahun anggaran berjalan; atau b. menggunakan Surat Setoran Bukan Pajak untuk tahun anggaran lalu. (8) Penyedia jasa untuk pelaksanaan perjalanan dinas dapat berupa event organizer, biro jasa perjalanan, perusahaan jasa transportasi, dan perusahaan jasa perhotelan/penginapan. Pasal 33 (1) Dalam hal terjadi pembatalan pelaksanaan perjalanan dinas jabatan, biaya pembatalan dapat dibebankan pada DIPA satker yang bersangkutan berupa: a. biaya pembatalan tiket transportasi atau biaya penginapan; atau b. sebagian atau seluruh biaya tiket transportasi atau biaya penginapan yang tidak dapat dikembalikan/refund. 21

22 (2) Dokumen yang harus dilampirkan dalam rangka pembebanan biaya pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. surat pernyataan pembatalan tugas perjalanan dinas jabatan dari atasan pelaksana SPD atau pejabat pemberi tugas tersebut yang dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini. b. surat pernyataan pembebanan biaya pembatalan perjalanan dinas jabatan, yang dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini. c. pernyataan/tanda bukti besaran pengembalian biaya transpor dan/atau biaya penginapan dari perusahaan jasa trasportasi dan/atau penginapan yang disahkan oleh PPK. (3) Format surat pernyataan pembatalan tugas perjalanan dinas dan surat pernyataan pembebanan biaya pembatalan perjalanan dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri. Pasal 34 (1) Pelaksana SPPD mempertanggungjawabkan pelaksanaan perjalanan dinas kepada pemberi tugas dan biaya perjalanan dinas kepada PPK paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah perjalanan dinas dilaksanakan dengan melampirkan dokumen berupa : a. surat tugas yang sah dari atasan pelaksana SPPD; b. SPPD yang telah ditandatangani oleh PPK dan pejabat di tempat pelaksanaan perjalanan dinas atau pihak terkait yang menjadi tempat tujuan perjalanan dinas; c. tiket pesawat, boarding pass, airport tax, retribusi dan bukti pembayaran transportasi lainnya; d. bukti pembayaran yang sah untuk sewa kendaraan dalam kota berupa kuitansi atau bukti pembayaran lainnya yang dikeluarkan oleh badan usaha yang bergerak di bidang jasa penyewaan kendaraan; dan e. bukti pembayaran hotel atau tempat menginap lainnya. f. daftar pengeluaran ril. (2) Dalam hal bukti pengeluaran transportasi dan/atau penginapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e tidak diperoleh, pertanggungjawaban biaya perjalanan dinas jabatan dapat hanya menggunakan daftar pengeluaran ril. (3) PPK melakukan perhitungan rampung seluruh bukti pengeluaran dan PPK berwenang menilai kesesuaian dan kewajaran atas biaya yang tercantum dalam daftar pengeluaran. 22

23 Bagian Kedua Perjalanan Dinas Luar Negeri Pasal 35 (1) Perjalanan dinas jabatan pada dasarnya dapat berupa: a. perjalanan dinas dari tempat bertolak di dalam negeri ke satu atau lebih tempat tujuan di luar negeri dan kembali ke tempat bertolak di dalam negeri; b. perjalanan dinas dari tempat kedudukan di luar negeri/tempat bertolak di luar negeri ke satu atau lebih tempat tujuan di luar negeri dan kembali ke tempat kedudukan di luar negeri/tempat bertolak di luar negeri; c. perjalanan dinas dari tempat kedudukan di luar negeri/tempat bertolak di luar negeri ke tempat tujuan di dalam negeri dan kembali ke tempat kedudukan di luar negeri/tempat bertolak di luar negeri; atau d. perjalanan dinas dari tempat kedudukan di luar negeri/tempat bertolak di luar negeri ke tempat tujuan di dalam negeri dilanjutkan ke satu atau lebih tempat tujuan di luar negeri lainnya dan kembali ke tempat kedudukan di luar negeri/tempat bertolak di luar negeri. (2) Dalam perjalanan dinas jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk juga perjalanan yang dilakukan dalam hal: a. mengikuti tugas belajar di luar negeri dalam rangka menempuh pendidikan formal setingkat strata 1, strata 2, dan strata 3; b. mendapatkan pengobatan di luar negeri berdasarkan keputusan menteri/pimpinan lembaga; c. menjemput atau mengantar jenazah pejabat negara, pegawai negeri, pegawai tidak tetap, atau pihak lain yang meninggal dunia di luar negeri karena menjalankan tugas negara; d. mengikuti kegiatan magang di luar negeri; e. melaksanakan pengumandahan; f. mengikuti konferensi/sidang internasional, seminar, lokakarya, studi banding, dan kegiatan-kegiatan yang sejenis. g. mengikuti dan/atau melaksanakan pameran dan promosi; dan h. mengikuti training, diklat, kursus singkat, atau kegiatan sejenis. Pasal 36 (1) Pejabat negara, pegawai negeri, dan pegawai tidak tetap yang ditugaskan untuk melaksanakan perjalanan dinas jabatan harus memperoleh izin dari Presiden atau pejabat yang ditunjuk. (2) Pejabat negara, pegawai negeri, dan pegawai tidak tetap yang akan melaksanakan perjalanan dinas jabatan harus mendapat surat tugas dari Menteri atau pejabat pada kementerian negara/lembaga yang diberikan kewenangan untuk menandatangani surat tugas. 23

24 (3) Dalam hal pejabat yang berwenang akan melakukan perjalanan dinas jabatan, SPPD ditandatangani oleh : a. atasan langsung sepanjang pejabat yang berwenang berada pada satu tempat kedudukan dengan atasan langsungnya; atau b. dirinya sendiri atas nama atasan langsungnya, dalam hal pejabat tersebut merupakan pejabat tertinggi pada tempat kedudukan pejabat yang bersangkutan setelah memperoleh persetujuan/perintah atasannya. Pasal 37 (1) Dalam hal diperlukan, pejabat yang berwenang dapat menugaskan pihak lain untuk melakukan perjalanan dinas jabatan. (2) Dalam melaksanakan perjalanan dinas jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak lain harus memperoleh surat tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2). Pasal 38 Biaya perjalanan dinas merupakan biaya yang dikeluarkan untuk: a. biaya transportasi termasuk biaya resmi lain yang dibayarkan dalam rangka perjalanan dinas yang meliputi visa, airport tax, dan retribusi; b. uang harian yang mencakup biaya penginapan, uang makan, uang saku, dan uang transportasi lokal; c. uang representasi; d. biaya asuransi perjalanan; e. biaya pemetian; f. biaya angkutan jenazah; dan/atau g. biaya lumpsum barang pindahan. Pasal 39 (1) Biaya perjalanan dinas dikelompokkan yang terdiri atas: a. golongan A, untuk menteri, ketua dan wakil ketua lembaga tinggi negara, duta besar luar biasa berkuasa penuh/kepala perwakilan, dan pejabat negara lainnya yang setara termasuk pimpinan lembaga pemerintah non kementerian dan pimpinan lembaga lain yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan, anggota lembaga tinggi negara, pejabat Eselon I, dan pejabat lainnya yang setara; b. golongan B, untuk duta besar, Pegawai Negeri Sipil golongan IV/c ke atas, Pejabat Eselon II, perwira tinggi Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Republik Indonesia, utusan khusus Presiden, dan pejabat lainnya yang setara; c. golongan C, untuk Pegawai Negeri Sipil Golongan III/c sampai dengan golongan IV/b dan Perwira Menengah TNI/Polri; dan d. golongan D, Pegawai Negeri Sipil dan anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Republik Indonesia selain yang dimaksud pada golongan B dan golongan C; 24

25 (2) Selain penetapan golongan biaya perjalanan dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk pegawai tidak tetap/pihak lain dilakukan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pendidikan/keahlian/kepatutan tugas pegawai tidak tetap/pihak lain yang bersangkutan. (3) Uang harian diberikan berdasarkan kelompok golongan perjalanan dinas paling tinggi sebesar tarif dalam standar biaya yang ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan dan besaran uang harian bagi negara yang tidak tercantum dalam standar biaya merujuk pada besaran uang harian negara dimana perwakilan bersangkutan berkedudukan. (4) Klasifikasi kelas moda transportasi untuk masing-masing golongan sebagai berikut: a. moda transportasi udara terdiri dari: 1. klasifikasi first diberikan untuk golongan A bagi ketua dan wakil ketua lembaga tinggi negara; 2. klasifikasi bisnis diberikan untuk golongan A bagi Menteri, duta besar luar biasa berkuasa penuh/kepala perwakilan, dan pejabat negara lainnya yang setara termasuk pimpinan lembaga pemerintah non kementerian dan pimpinan lembaga lain yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan, anggota lembaga tinggi negara, Pejabat Eselon I, dan Pejabat lainnya yang setara serta Golongan B; atau 3. klasifikasi published diberikan untuk Golongan C dan Golongan D, dan apabila lama perjalanannya melebihi 8 jam penerbangan (tidak termasuk waktu transit), dapat diberikan klasifikasi bisnis. b. moda transportasi darat atau air, paling rendah klasifikasi bisnis untuk semua golongan. (5) Istri/suami pejabat negara/pegawai negeri yang diizinkan oleh Presiden atau pejabat yang ditunjuk, untuk melakukan/mengikuti perjalanan dinas ke luar negeri, golongannya disamakan dengan golongan suami/istri. (6) Perjalanan dinas bagi pejabat negara/pegawai negeri/pegawai tidak tetap yang bersifat rombongan dan tidak terpisahkan, golongannya dapat ditetapkan mengikuti salah satu golongan yang memungkinkan mereka menginap dalam satu hotel yang sama. Pasal 40 (1) Pembayaran biaya perjalanan dinas melalui mekanisme UP dilakukan dengan memberikan uang muka kepada yang melaksanakan perjalanan dinas oleh Bendahara Pengeluaran dari uang persediaan/tambahan UP/TUP yang dikelolanya. 25

26 (2) Pemberian uang muka sebagaimana pada ayat (1) didasarkan pada permintaan dari KPA/PPK kepada Bendahara Pengeluaran dengan melampirkan dokumen sebagai berikut: a. surat tugas dan surat persetujuan pemerintah; b. SPPD; c. surat perintah bayar; d. kuitansi perjalanan dinas; dan e. rincian biaya perjalanan dinas. Pasal 41 Pembayaran biaya perjalanan dinas dapat dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung melalui rekening Bendahara Pengeluaran atau pejabat negara/pegawai negeri/pegawai tidak tetap/pihak lain, dengan ketentuan sebagai berikut: a. biaya perjalanan dinas telah dipastikan jumlahnya sebelum perjalanan dinas dilaksanakan, dengan ketentuan: 1) apabila biaya perjalanan dinas yang dibayarkan kepada pejabat negara/pegawai negeri/pegawai tidak tetap/pihak lain melebihi biaya perjalanan dinas yang dikeluarkan, kelebihan tersebut harus disetor ke kas negara; atau 2) apabila biaya perjalanan dinas yang dibayarkan kepada pejabat negara/pegawai negeri/pegawai tidak tetap/pihak lain kurang dari biaya perjalanan dinas yang dikeluarkan, kekurangan tersebut tidak memperoleh penggantian. b. perjalanan dinas telah dilakukan sebelum biaya perjalanan dinas dibayarkan. Pasal 42 (1) Dokumen pertanggungjawaban biaya perjalanan dinas jabatan terdiri atas: a. surat tugas dari pejabat yang berwenang; b. surat persetujuan pemerintah yang diterbitkan oleh Presiden atau pejabat yang ditunjuk, sebagai izin prinsip perjalanan dinas ke luar negeri; c. surat perintah perjalanan dinas yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang di tempat tujuan di luar negeri atau di dalam negeri; d. foto kopi halaman paspor yang dibubuhi cap/tanda keberangkatan/kedatangan oleh pihak yang berwenang di tempat kedudukan/bertolak dan tempat tujuan perjalanan dinas; e. bukti penerimaan uang harian sesuai jumlah hari yang digunakan untuk melaksanakan perjalanan dinas; f. bukti pengeluaran yang sah untuk biaya transportasi, terdiri atas: 1) bukti pembelian tiket transportasi dan/atau bukti pembayaran moda transportasi lainnya; dan 2) boarding pass, airport tax, pembuatan visa, dan restribusi. g. daftar pengeluaran ril, dalam hal bukti pengeluaran untuk keperluan transportasi tidak diperoleh; h. bukti pengeluaran yang sah untuk biaya penginapan bagi perjalanan dinas; i. bukti pengeluaran yang sah atas penggunaan uang representasi. 26

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 97/PMK.05/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 97/PMK.05/2010 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 97/PMK.05/2010 TENTANG PERJALANAN DINAS LUAR NEGERI BAGI PEJABAT NEGARA, PEGAWAI NEGERI, DAN PEGAWAI TIDAK TETAP DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1888, 2014 KEMENHAN. Perjalanan Dinas. Luar Negeri. Biaya. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2014 TENTANG BIAYA PERJALANAN DINAS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/PMK.05/2012 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/PMK.05/2012 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/PMK.05/2012 TENTANG PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BAGI PEJABAT NEGARA, PEGAWAI NEGERI, DAN PEGAWAI TIDAK

Lebih terperinci

2013, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA. BAB I KETENTUAN UMU

2013, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA. BAB I KETENTUAN UMU No.103, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN NEGARA. Pelaksanaan. APBN. Tata Cara. (Penjelesan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5423) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENRISTEK-DIKTI. Pejabat Perbendaharaan. PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. KEMENRISTEK-DIKTI. Pejabat Perbendaharaan. PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA No. 1671, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENRISTEK-DIKTI. Pejabat Perbendaharaan. PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2015 TENTANG PEJABAT

Lebih terperinci

1 of 10 21/12/ :40

1 of 10 21/12/ :40 1 of 10 21/12/2015 14:40 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/PMK.05/2012 TENTANG PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BAGI PEJABAT NEGARA, PEGAWAI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.678, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Perjalanan Dinas. Dalam Negeri. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/PMK.05/2012 TENTANG PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1191, 2012 KEMENTERIAN KEUANGAN. Pembayaran. Pelaksanaan APBN. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 190/PMK.05/2012 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN

Lebih terperinci

KEMENAG. Perbendaharaan Negara. Pejabat. Pencabutan.

KEMENAG. Perbendaharaan Negara. Pejabat. Pencabutan. No.1740, 2014 KEMENAG. Perbendaharaan Negara. Pejabat. Pencabutan. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PEJABAT PERBENDAHARAAN NEGARA PADA KEMENTERIAN AGAMA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN NOMOR PER- 21 /PB/2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERJALANAN DINAS JABATAN DALAM NEGERI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.262, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Perjalanan Dinas. Pejabat. PNS. Pegawai Tidak Tetap. TNI. Biaya. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2012

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.1481, 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Keuangan. Pejabat Perbendaharaan. Pencabutan.

BERITA NEGARA. No.1481, 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Keuangan. Pejabat Perbendaharaan. Pencabutan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1481, 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Keuangan. Pejabat Perbendaharaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 17 TAHUN 2013 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 17 TAHUN 2013 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 17 TAHUN 2013 TAHUN 2013 TENTANG PERJALANAN DINAS GUBERNUR/WAKIL GUBERNUR, PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH, PEGAWAI NEGERI

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 97/PMK.05/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 97/PMK.05/2010 TENTANG 2010 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 97/PMK.05/2010 TENTANG PERJALANAN DINAS LUAR NEGERI BAGI PEJABAT NEGARA, PEGAWAI NEGERI, DAN PEGAWAI TIDAK TETAP DENGAN

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Re

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Re 2010 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 97/PMK.05/2010 TENTANG PERJALANAN DINAS LUAR NEGERI BAGI PEJABAT NEGARA, PEGAWAI NEGERI, DAN PEGAWAI TIDAK TETAP DENGAN

Lebih terperinci

DEPARTEMAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN NOMOR PER-34/PB/2007 TENTANG

DEPARTEMAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN NOMOR PER-34/PB/2007 TENTANG DEPARTEMAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN NOMOR PER-34/PB/2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERJALANAN DINAS JABATAN DALAM NEGERI

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (Lembaran Ne

2015, No Mengingat : Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (Lembaran Ne BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1272, 2015 KEMENKEU. Perjalanan Dinas. Luar Negeri. Pelaksanaan. Tata Cara. Pencabutan PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 164/PMK.05/2015 TENTANG TATA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 9 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 9 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 9 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PERJALANAN DINAS DILINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BANJARNEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG PERJALANAN DINAS BAGI BUPATI/WAKIL BUPATI PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH, PEGAWAI NEGERI DAN PEGAWAI

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.05/2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Perj

2016, No Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.05/2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Perj BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2146, 2016 KEMENKEU. PDLN. Pelaksanaan. Tata Cara. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 227/PMK.05/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PERJALANAN DINAS JABATAN DALAM NEGERI BAGI KEPALA DAERAH/WAKIL KEPALA DAERAH, PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. A. Tinjauan Pustaka

BAB II KERANGKA TEORI. A. Tinjauan Pustaka BAB II KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Bendahara 1.1 Pengertian Bendahara Pengertian bendahara menurut Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 pasal 35 ayat (2) : Setiap orang yang diberi tugas menerima,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2013 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2013 TENTANG PEJABAT PERBENDAHARAAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BLITAR PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI BLITAR PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PERJALANAN DINAS BAGI BUPATI/WAKIL BUPATI PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH, PEGAWAI NEGERI DAN PEGAWAI

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 54 2015 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 54 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BAGI PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA

Lebih terperinci

PERJALANAN DINAS. A. Pendahuluan

PERJALANAN DINAS. A. Pendahuluan PERJALANAN DINAS A. Pendahuluan Pusat Pendidikan Administrasi (Pusdikmin) merupakan satuan kerja dibawah Lembaga Pendidikan Polri (Lemdikpol) yang menyelenggarakan pendidikan bidang pembinaan salah satunya

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN POKOKPOKOK PENGATURAN PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BAGI PEJABAT NEGARA, PEGAWAI NEGERI, DAN PEGAWAI TIDAK TETAP (PMK Nomor 113/PMK.05/2012)

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG BIAYA PERJALANAN DINAS JABATAN DALAM NEGERI BAGI WALIKOTA, WAKIL WALIKOTA, UNSUR PIMPINAN SERTA ANGGOTA DPRD, PEGAWAI NEGERI SIPIL

Lebih terperinci

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 41 TAHUN 2015

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 41 TAHUN 2015 WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PERJALANAN DINAS PEMERINTAH KOTA BENGKULU TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

Lebih terperinci

BUPATI LAMONGAN BAGIAN BINA PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASSET SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN LAMONGAN DIPERBANYAK OLEH :

BUPATI LAMONGAN BAGIAN BINA PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASSET SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN LAMONGAN DIPERBANYAK OLEH : BUPATI LAMONGAN PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG PERJALANAN DINAS BAGI PEJABAT, PEGAWAI NEGERI, DAN PEGAWAI TIDAK TETAP DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN 1 DIPERBANYAK OLEH

Lebih terperinci

2017, No Dinas Luar Negeri di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002

2017, No Dinas Luar Negeri di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 No.78, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Biaya. PDLN. TNI. Kemhan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG BIAYA PERJALANAN DINAS LUAR NEGERI

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG BARAT

BUPATI BANDUNG BARAT BUPATI BANDUNG BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEGAWAI TIDAK TETAP, BUPATI/WAKIL BUPATI, PIMPINAN DAN

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tam

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tam No.2077, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNP2TKI. Pelaksanaan APBN. TA 2017. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.645, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Uang Makan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 /PMK.05/2016 TENTANG UANG MAKAN BAGI PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 64/PMK.05/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 64/PMK.05/2011 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 64/PMK.05/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 97/PMK.05/2010 TENTANG PERJALANAN DINAS LUAR NEGERI BAGI

Lebih terperinci

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2016 TENTANG PERJALANAN DINAS PEMERINTAH KOTA BENGKULU

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2016 TENTANG PERJALANAN DINAS PEMERINTAH KOTA BENGKULU WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2016 TENTANG PERJALANAN DINAS PEMERINTAH KOTA BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : P.37/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : P.37/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.37/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG TATA CARA PENETAPAN PEJABAT PERBENDAHARAAN DAN MEKANISME PENGUJIAN KEUANGAN LINGKUP KEMENTERIAN

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERJALANAN DINAS LUAR NEGERI BAGI PEGAWAI

Lebih terperinci

PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BAGI PEJABAT NEGARA, PEGAWAI NEGERI, DAN PEGAWAI TIDAK TETAP. Disusun Oleh : BAGIAN BINA PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET

PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BAGI PEJABAT NEGARA, PEGAWAI NEGERI, DAN PEGAWAI TIDAK TETAP. Disusun Oleh : BAGIAN BINA PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BAGI PEJABAT NEGARA, PEGAWAI NEGERI, DAN PEGAWAI TIDAK TETAP Disusun Oleh : BAGIAN BINA PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET PRINSIP PERJALANAN DINAS Perjalanan Dinas dilaksanakan

Lebih terperinci

2 1. Dana Operasional Menteri/Pimpinan Lembaga yang selanjutnya disebut dengan Dana Operasional adalah dana yang disediakan bagi Menteri/Pimpinan Lemb

2 1. Dana Operasional Menteri/Pimpinan Lembaga yang selanjutnya disebut dengan Dana Operasional adalah dana yang disediakan bagi Menteri/Pimpinan Lemb No.2052, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pelaksanaan. Dana Operasional Menteri. Anggaran. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 268/PMK.05/2014 TENTANG

Lebih terperinci

Nomor 5, TambahanLembaran Negara Nomor 4355); 3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang PemeriksaanPengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan

Nomor 5, TambahanLembaran Negara Nomor 4355); 3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang PemeriksaanPengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan - 1- BUPATI PADANG LAWAS UTARA PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI PADANG LAWAS UTARA NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN DAN STANDARISASI PERJALANAN DINAS BAGI BUPATI/WAKIL BUPATI,PEGAWAI

Lebih terperinci

2015, No penetapan pejabat perbendaharaan dan mekanisme pengujian keuangan lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; d. bahwa berdasa

2015, No penetapan pejabat perbendaharaan dan mekanisme pengujian keuangan lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; d. bahwa berdasa BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1193, 2015 KEMEN LHK. Penetapan. Pejabat Perbendaharaan. dan Mekanisme Pengujian Keuangan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BAGI PEJABAT NEGARA, PEGAWAI NEGERI, DAN PEGAWAI TIDAK TETAP (PMK Nomor 113/PMK.05/2012)

PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BAGI PEJABAT NEGARA, PEGAWAI NEGERI, DAN PEGAWAI TIDAK TETAP (PMK Nomor 113/PMK.05/2012) PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BAGI PEJABAT NEGARA, PEGAWAI NEGERI, DAN PEGAWAI TIDAK TETAP (PMK Nomor 113/PMK.05/2012) PENGERTIAN 1. Perjalanan Dinas Dalam Negeri selanjutnya disebut Perjalanan Dinas adalah

Lebih terperinci

2 Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia; 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lemba

2 Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia; 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lemba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1916, 2014 KEMENHUB. Anggaran. Administrasi. Pelaksanaan. Tata Cara. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 80 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/PMK.05/2012 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/PMK.05/2012 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 113/PMK.05/2012 TENTANG PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BAGI PEJABAT NEGARA, PEGAWAI NEGERI, DAN PEGAWAI TIDAK TETAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 55 2013 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 55 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BAGI PEJABAT NEGARA, PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1233, 2015 KEMENKEU. APBN. Perwakilan RI. Luar Negeri. Pelaksanaan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 160/PMK.05/2015 TENTANG TATA CARA

Lebih terperinci

Menimbang : a. bahwa Perjalanan Dinas di lingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung telah ditetapkan dalam

Menimbang : a. bahwa Perjalanan Dinas di lingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung telah ditetapkan dalam GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 20 TAHUN2017 TENTANG PERJALANAN DINAS DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 1 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BAGI BUPATI/WAKIL BUPATI, PIMPINAN DAN ANGGOTA DPRD, PEGAWAI NEGERI

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105/PMK.05/2013 TENTANG MEKANISME PELAKSANAAN ANGGARAN PENANGGULANGAN BENCANA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105/PMK.05/2013 TENTANG MEKANISME PELAKSANAAN ANGGARAN PENANGGULANGAN BENCANA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105/PMK.05/2013 TENTANG MEKANISME PELAKSANAAN ANGGARAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 268/PMK.05/2014

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 268/PMK.05/2014 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 268/PMK.05/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN DANA OPERASIONAL MENTERI/PIMPINAN LEMBAGA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 162/PMK.05/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 162/PMK.05/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 162/PMK.05/2013 TENTANG KEDUDUKAN DAN TANGGUNG JAWAB BENDAHARA PADA SATUAN KERJA PENGELOLA ANGGARAN PENDAPATAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.1/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2017 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERJALANAN DINAS LUAR NEGERI LINGKUP KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN

Lebih terperinci

SELINTAS TENTANG PEMBAYARAN BIAYA PERJALANAN DINAS BAGI PEJABAT/PEGAWAI NEGERI YANG MENGIKUTI DIKLAT

SELINTAS TENTANG PEMBAYARAN BIAYA PERJALANAN DINAS BAGI PEJABAT/PEGAWAI NEGERI YANG MENGIKUTI DIKLAT SELINTAS TENTANG PEMBAYARAN BIAYA PERJALANAN DINAS BAGI PEJABAT/PEGAWAI NEGERI YANG MENGIKUTI DIKLAT Oleh : Sumaryo Widyaiswara Madya, BDK Palembang I. Pendahuluan Tulisan ini terinspirasi dari beberapa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 170/PMK.05/2010 TENTANG PENYELESAIAN TAGIHAN ATAS BEBAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PADA SATUAN KERJA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 170/PMK.05/2010 TENTANG PENYELESAIAN TAGIHAN ATAS BEBAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PADA SATUAN KERJA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 170/PMK.05/2010 TENTANG PENYELESAIAN TAGIHAN ATAS BEBAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PADA SATUAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN BERSAMA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67/PMK.05/2013 NOMOR 15 TAHUN 2013

SALINAN PERATURAN BERSAMA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67/PMK.05/2013 NOMOR 15 TAHUN 2013 1 of 48 17/08/2013 15:29 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN BERSAMA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67/PMK.05/2013 NOMOR 15 TAHUN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Struktur Kepegawaian Kementerian Pemuda dan Olahraga

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Struktur Kepegawaian Kementerian Pemuda dan Olahraga BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Struktur Kepegawaian Kementerian Pemuda dan Olahraga Berdasarkan Daftar Urut Kepangkatan (DUK) dari Bagian Kepegawaian, jumlah

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN RANCANGAN PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERJALANAN DINAS PEMERINTAH KABUPATEN PACITAN

BUPATI PACITAN RANCANGAN PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERJALANAN DINAS PEMERINTAH KABUPATEN PACITAN BUPATI PACITAN RANCANGAN PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERJALANAN DINAS PEMERINTAH KABUPATEN PACITAN BUPATI PACITAN, Menimbang : a. bahwa agar perjalanan dinas dapat

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.77/MENHUT-II/2014 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.77/MENHUT-II/2014 TENTANG MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.77/MENHUT-II/2014 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN, PEMBEBASTUGASAN, PEMBERHENTIAN DAN TANGGUNG JAWAB BENDAHARA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 170/PMK.05/2010 TENTANG PENYELESAIAN TAGIHAN ATAS BEBAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PADA SATUAN KERJA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 170/PMK.05/2010 TENTANG PENYELESAIAN TAGIHAN ATAS BEBAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PADA SATUAN KERJA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 170/PMK.05/2010 TENTANG PENYELESAIAN TAGIHAN ATAS BEBAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PADA SATUAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang

Lebih terperinci

MENTERIKEUANGAN REPUBLJK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 230/PMK.05/2016

MENTERIKEUANGAN REPUBLJK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 230/PMK.05/2016 MENTERIKEUANGAN REPUBLJK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 230/PMK.05/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 16 2/PMK. 05/2013 TENTANG KEDUDUKAN

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KEGIATAN DAN ANGGARAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lem

2015, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lem BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1461, 2015 BNPB. Operasional. Keuangan Terintegrasi. Layanan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG LAYANAN OPERASIONAL

Lebih terperinci

TENTANG PERJALANAN DINAS JABATAN DALAM NEGERI BAGI PEJABAT NEGARA, PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEGAWAI TIDAK TETAP WALIKOTA SURABAYA,

TENTANG PERJALANAN DINAS JABATAN DALAM NEGERI BAGI PEJABAT NEGARA, PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEGAWAI TIDAK TETAP WALIKOTA SURABAYA, SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG PERJALANAN DINAS JABATAN DALAM NEGERI BAGI PEJABAT NEGARA, PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEGAWAI TIDAK TETAP WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PERATURAN BUPATI HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERJALANAN DINAS BAGI BUPATI, WAKIL BUPATI, PIMPINAN DAN ANGGOTA DPRD, PEGAWAI NEGERI SIPIL, DAN NON PEGAWAI NEGERI

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BAGI BUPATI, WAKIL BUPATI, PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH, PEGAWAI

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PERJALANAN DINAS GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PERJALANAN DINAS GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PERJALANAN DINAS GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa dalam rangka tertib administrasi pelaksanaan perjalanan dinas sebagaimana

Lebih terperinci

PERATURAN TENTANG PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI DAN MEKANISME PEMBAYARAN PENDAPATAN BELANJA NEGARA (APBN)

PERATURAN TENTANG PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI DAN MEKANISME PEMBAYARAN PENDAPATAN BELANJA NEGARA (APBN) PERATURAN TENTANG PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI DAN MEKANISME PEMBAYARAN DALAM RANGKA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA NEGARA (APBN) (PMK NO. 113/PMK.05/2012 DAN PMK NO. 190/PMK.05/2012) 05/2012)

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 162/PMK.05/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 162/PMK.05/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 162/PMK.05/2013 TENTANG KEDUDUKAN DAN TANGGUNG JAWAB BENDAHARA PADA SATUAN KERJA PENGELOLA ANGGARAN PENDAPATAN

Lebih terperinci

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR :01 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR :01 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR :01 TAHUN 2014 TENTANG PERJALANAN DINAS BAGI PEJABAT NEGARA, PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH, PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEGAWAI TIDAK TETAP LINGKUP

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KEGIATAN DAN ANGGARAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 24 TAHUN 2017 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 24 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN GUBERNUR NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PERJALANAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 62, 2013 KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Kegiatan. Anggaran. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri; Mengingat : 1

2017, No Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri; Mengingat : 1 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.962, 2017 KEMENDAGRI. Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.231, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA ARSIP NASIONAL. Pengelolaan APBN. Tahun Anggaran 2013. Petunjuk Pelaksanaan. PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG

- 1 - PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG - 1 - jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG PERJALANAN DINAS BAGI PEJABAT NEGARA DAN PEGAWAI DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2017

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2017 SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BAGI BUPATI/WAKIL BUPATI, KETUA/WAKIL KETUA DAN ANGGOTA DEWAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 45/PMK.05/2007 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 45/PMK.05/2007 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 45/PMK.05/2007 TENTANG PERJALANAN DINAS JABATAN DALAM NEGERI BAGI PEJABAT NEGARA, PEGAWAI NEGERI, DAN PEGAWAI TIDAK TETAP MENTERI

Lebih terperinci

- 1 - REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

- 1 - REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA - 1 - SALINAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, April 2016 Inspektur Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Dr. Pontas Sinaga. i H a l a m a n

KATA PENGANTAR. Jakarta, April 2016 Inspektur Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Dr. Pontas Sinaga. i H a l a m a n KATA PENGANTAR Buku Pedoman Pelaksanaan Pertanggungjawaban Keuangan Negara di lingkungan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) merupakan kompilasi berbagai materi yang menjelaskan pengelolaan administrasi

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 170/PMK.05/2010 TENTANG PENYELESAIAN TAGIHAN ATAS BEBAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PADA SATUAN KERJA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

2016, No dari Penerimaan Negara Bukan Pajak di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang

2016, No dari Penerimaan Negara Bukan Pajak di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang No.1001, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. APBN Kemhan. TNI. Mekanisme. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109/PMK.05/2016 TENTANG MEKANISME PELAKSANAAN ANGGARAN BELANJA

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERJALANAN DINAS BAGI PEJABAT NEGARA DAN PEGAWAI DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA TASIKMALAYA DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BAGI BUPATI/WAKIL BUPATI, PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH, PEGAWAI

Lebih terperinci

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI PANGANDARAN NOMOR 7 TAHUN 2016

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI PANGANDARAN NOMOR 7 TAHUN 2016 BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI PANGANDARAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERJALANAN DINAS JABATAN BAGI BUPATI/WAKIL BUPATI, PIMPINAN DAN ANGGOTA DPRD, PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN NON

Lebih terperinci

Metode Pembayaran Tagihan Negara

Metode Pembayaran Tagihan Negara DIKLAT SISTEM PENGELUARAN BENDAHARA NEGARA PENGELUARAN APBN Metode Pembayaran Tagihan Negara 1. Metode Pembayaran Langsung (LS) Pembayaran Langsung yang selanjutnya disebut Pembayaran LS adalah pembayaran

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/V/2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA BIDANG KETENAGAKERJAAN DAN KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2 Pelaksanaan, Pengendalian dan Pelaporan Program dan Anggaran; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Neg

2 Pelaksanaan, Pengendalian dan Pelaporan Program dan Anggaran; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Neg BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1077, 2015 KEMEN DESA-PDT-TRANS. Program dan Anggaran. Pelaporan. Pengendalian. Pelaksanaan. Perencanaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT s BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PERJALANAN DINAS DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.444, 2013 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. Kuangan Negara. Ketenagakerjaan. Ketransmigrasian. Pengelolaan. Pedoman.

BERITA NEGARA. No.444, 2013 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. Kuangan Negara. Ketenagakerjaan. Ketransmigrasian. Pengelolaan. Pedoman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.444, 2013 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. Kuangan Negara. Ketenagakerjaan. Ketransmigrasian. Pengelolaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BAGI BUPATI/WAKIL BUPATI, KETUA/WAKIL KETUA DAN ANGGOTA DEWAN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG 5 8 BUPATI PENAJAM PASER UTARA PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG STANDARISASI PERJALANAN DINAS BAGI PEJABAT NEGARA, PIMPINAN DAN ANGGOTA DPRD, PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN NON

Lebih terperinci

Peraturan Menteri Keuangan. Nomor 190/PMK.05/2012 tentang TATA CARA PEMBAYARAN DALAM RANGKA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

Peraturan Menteri Keuangan. Nomor 190/PMK.05/2012 tentang TATA CARA PEMBAYARAN DALAM RANGKA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang TATA CARA PEMBAYARAN DALAM RANGKA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà - 1 - jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERJALANAN DINAS BAGI PEJABAT NEGARA DAN PEGAWAI DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA TASIKMALAYA DENGAN

Lebih terperinci

PERJALANAN DINAS DASAR HUKUM UMUM. 1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 113/PMK.05/2012 Tentang Standar Perjalanan Dinas Jabatan

PERJALANAN DINAS DASAR HUKUM UMUM. 1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 113/PMK.05/2012 Tentang Standar Perjalanan Dinas Jabatan PERJALANAN DINAS DASAR HUKUM 1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 113/PMK.05/2012 Tentang Standar Perjalanan Dinas Jabatan 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65/PMK.05/2015 Tentang Standar Biaya Umum Tahun

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1165, 2014 KEMENKEU. Dana Iuran. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. DPR. DPRD. BPK. KY. Hakim MK. Hakim Agung. Menteri, Wakil Menteri. Pejabat Tertentu. Pertanggungjawaban.

Lebih terperinci

NOMOR 73 /PMK.05/2008 TENTANG

NOMOR 73 /PMK.05/2008 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 73 /PMK.05/2008 TENTANG TATA CARA PENATAUSAHAAN DAN PENYUSUNAN LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN BENDAHARA KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA/KANTOR/SATUAN KERJA MENTERI KEUANGAN,

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2016 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP KEMENTERIAN DALAM NEGERI

Lebih terperinci